Anda di halaman 1dari 6

PEMBANGUNAN EKONOMI PERKOTAAN DAN PEDESAAN

TEORI TRICKLE DOWN EFFECT DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

Dosen Pengasuh :
Dr.Ir. I Made Adhika,M.SP

Oleh :
I Komang Arta Wiguna Nim : 1291861011

UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS PASCASARJANA TAHUN 2013

A. PENDAHULUAN

Istilah Trickle Down Effect pertama kali dikeluarkan oleh Ronald Reagen dalam suatu pidato pada Januari 1981 dimana dia mengumumkan pemotongan pajak besar-besaran bagi orang-orang kaya, suatu keistimewaan yang dia klaim akan merembes ke seluruh rakyat. Dalam ecyclopediaofmarxism.com dijelaskan bahwa The trickle-down effect is a now-discredited theory of distribution which holds that the concentration of wealth in a few hands benefits the poor as the wealth necessarily trickles down to them, mainly through employment generated by the demand for personal services and as a result of investments made by the wealthy.Kebijakan Trickle Down Effect menempatkan orang berpunya sebagai ujung tanduk pembangunan perekonomian. Kapasitas ekonomi mereka ditingkatkan, dengan memberikan kemudahan pendanaan, membangun sarana dan infrastruktur untuk mendukung bisnis mereka, memberikan kemudahan pajak dan perizinan, dll. Dengan dibukanya akses dan pendanaan secara menyeluruh terhadap segala aktivistas maka investasi domestik diharapkan akan berjalan dan berlipat dengan semakin gencarnya fokus pada sektor bisnis infrastruktur serta pasar keuangan sehingga pada gilirannya skema ini akan menciptakan sebuah struktur kapasitas produksi yang meningkat. Produksi yang menggeliat akan menggiring harga-harga pada tingkat yang lebih rendah dan menciptakan lapangan kerja untuk para kelas menengah dan menengah kebawah. Kebijakan trickle down effect pada prinsipnya merupakan kebijakan yang memposisikan para kaum berpunya sebagai kelas yang diutamakan dalam hal menggerakkan perekonomian suatu bangsa. Dengan dibukanya akses dan pendanaan secara menyeluruh terhadap segala aktivistas maka investasi domestik diharapkan akan berjalan dan berlipat dengan semakin gencarnya fokus pada sektor bisnis infrastruktur serta pasar keuangan sehingga pada gilirannya skema ini akan menciptakan sebuah struktur kapasitas produksi yang meningkat. Produksi yang menggeliat akan menggiring harga-harga pada tingkat yang lebih rendah dan menciptakan lapangan kerja untuk para kelas menengah dan menengah kebawah.

Skema ini berjalan dalam sebuah ide dasar, dimana pendapatan (income) dapat difungsikan melalui tiga jalur utama yaitu pajak, permintaan domestik, dan tabungan. Pemberdayaan pendapatan melalui sektor pajak tentu akan

menggeliatkan sektor investasi publik. Investasi publik ini bisa berupa pengembangan kegiatan pariwisata, pembangunan infrastruktur semisal jalan raya, pelabuhan dan kelistrikan, investasi sektor pertanian pada pembukaan jalur irigasi terpadu dan mekanisasi, serta investasi pada pengembangan sumber daya atau energi alternatif. Investasi pada sektor-sektor ini tentunya akan menarik para investor baik domestik maupun asing untuk ikut berperan serta dalam pembangunan mengingat daya tarik dari lokasi industri yang sudah dipenuhi oleh berbagai fasilitas yang mendukung kelancaran berbisnis. Geliat industri-industri utama pada akhirnya akan memberikan sumbangsih positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu dari sisi yang lain, meningkatnya pendapatan akan menaikkan proporsi permintaan domestik yang dapat berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berjalan alami sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa sektor konsumsi merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade terakhir. Jalur pemberdayaan terakhir adalah melalui tabungan. Meningkatnya pendapatan akan memperbesar proporsi pendapatan yang dapat ditabung. Dana dalam tabungan kemudian dapat difungsikan melalui sistem perbankan nasional untuk kemudian disalurkan bagi kebutuhan investasi swasta. Peningkatan investasi swasta diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai skema yang dijalankannya. Sebagai kesimpulan, mekanisme transmisi ini tentunya mengisyaratkan bahwa injeksi yang diberikan terhadap kelompok menengah keatas mampu memberikan dorongan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang menetes ke bawah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan dinikmati secara luas oleh masyarakat.

B. TEORI TRICLE DOWN EFFECT DI INDOENESIA

Di Indonesia, pembangunan yang berusaha memanfaatkan Trickle Down Effect sudah berusaha dilakukan sejak masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, haluan politik luar negeri Orde Lama yang revolusioner, anti-imperialisme bersifat sangat konfrontatif diubah menjadi apa yang disebut sebagai diplomasi pembangunan yang bersifat kooperatif dengan negara negara Barat. Tujuan utamanya adalah untuk mencari bantuan luar negeri untuk pembangunan ekonomi. Berdasarkan blueprint pembangunan yang dibuat oleh para teknokrat, dan yang juga merupakan resep pembangunan dari berbagai Lembaga bantuan asing, bantuan dana tersebut digunakan untuk memperkuat basis bisnis berbagai perusahaan dan konglomerasi yang sudah ada. Tujuannya, tentu untuk menghasilkan Trickle Down Effect yang sudah dijelaskan di atas. Namun, meski secara makro kinerja ekonomi kita terlihat sangat impresif, namun pada kenyataannya kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin semakin meningkat. Hal ini bias terjadi, Karena Trickle Down Effect yang diharapkan tidak berlangsung sempurna. Kekayaan golongan berpunya terus mengalir ke luar negeri, dan semakin memperkaya golongan tersebut. Golongan miskin yang mempunyai akses terbatas terhadap modal dan teknologi semakin tertinggal. Vonis umum menyatakan bahwa akar dari segala akar permasalahan adalah korupsi. Korupsi memang amoral, namun bukan dampak secara langsung yang menghancurkan perekonomian, seperti yang diargumenkan dalam blog yang menjadi rujukan penulis yaitu, Korupsi memang melanggar batas norma, sebagaimana korupsi memang memuakkan. Premis ini berujung pada kesimpulan bahwa korupsi mengkerdilkan pembangunan. Anggapan ini boleh jadi benar apabila hasil korupsi mengalir keluar negeri, akan tetapi akan beda hasilnya jika harta hasil korupsi diinvetasikan ke dalam negeri. Hal ini sejalan dengan asumsi yang telah dijabarkan panjang lebar diatas mengenai sker ide trickle down effect yaitu investasi domestik. Hal ini bukan berarti kita menjustifikas korupsi, namun adalah salah apabila usaha untuk meningkatkan perekonomian hanyalah dengan memberantas korupsi.

Karena kekayaan yang semakin mengalir ke golongan berpunya, maka kebijakan Trickle Down Effect dianggap pro status quo, atau menopang sesuatu yang sudah kuat dan berkuasa. Trickle Down Effect banyak diserang, terutama oleh kalangan sosialis dan penganut Post Development, dan dianggap tidak pro rakyat miskin. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono teori Trickle Down Effect telah gagal diterapkan di Indonesia. Pembangunan kedepannya akan mengacu pada keserasian dan keseimbangan antar pertumbuhan dan pemerataan atau Growth with Equity. Strategi ini merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Karena itulah, kata dia, untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan secara bersamaan, sejak awal dia mengaku sudah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan triple track strategy ini, pembangunan ekonomi nasional dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melalui peningkatan investasi dan perdagangan dalam dan luar negeri. Pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja dengan memutar sektor riil, dan bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi di fokuskan untuk mengurangi kemiskinan melalui kebijakan revitalisasi pertanian dan pedesaan, serta program-program pro-rakyat. Teori Trickle down effect merupakan teori yang diagung-agungkan dan dipakai oleh pemerintahan Soeharto saat menjalankan program pembangunan pertumbuhan ekonomi ekonomi, nasional. namun Soeharto

mendahulukan pemerataan.

menggenjot

mengabaikan

Akibatnya, yang tumbuh dan berkembang besar adalah pengusahapengusaha yang dikenal sebagai kroni Soeharto. Bisnis membesar dan menggurita menghasilkan konglomerasi. Sedangkan, sebagian besar masyarakat Indonesia justru tertinggal dalam kemiskinan. C. KESIMPULAN Di Indonesia, pembangunan yang berusaha memanfaatkan Trickle Down Effect sudah berusaha dilakukan sejak masa Orde Baru. Tetapi teori Trickle Down Effect tidak berhasil meningkatkan taraf hidup orang miskin. Teori Trickle Down Effect hanya bermanfaat untuk orang-orang kaya. Presiden Susilo Bambang Yudoyono merubah teori Trickle Down Effect menjadi triple track strategy, yaitu strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan triple track strategy ini, pembangunan ekonomi nasional dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melalui peningkatan investasi dan perdagangan dalam dan luar negeri. DAFTAR PUSTAKA http://blackswan313.wordpress.com/2009/07/14/economy-for-dummies1trickle-down-effect/ http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/83762sby__gerobak_bakso_boleh_jadi _jaminan_kredit http://kifbi.wordpress.com/2008/05/26/mengoptimalkan-kebijakan-trickledown-effect/ http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id/2012/12/15/teori-trickle-down-effectsebuah-mindset-penggadaian-wilayah-regional-nkri/

Anda mungkin juga menyukai