Anda di halaman 1dari 9

Gejala penyakit ini berupa adanya benjolan yang terdapat di sekitar garis tengah leher bagian depan bisa

terletak di bawah dagu atau agak ke bawah di pertengahan leher, dan ikut bergerak waktu menelan atau bila lidah di julurkan. Kelainan ini disebabkan karena adanya saluran atau ductus yang tidak menutup dengan sempurna sehingga terjadi kista. Pengobatan pada kelainan ini adalah dengan cara operasi seluruh kista dan ductus sampai di dekat pangkal lidah. Jika ada sisa ductus tertinggal, dapat terjadi kekambuhan

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Duktus tiroglossus adalah suatu struktur anatomi embriologis yang membentuk suatu hubungan terbuka antara daerah asal perkembangan kelenjar tiroid dan posisi ak hirnya. Kelenjar tiroid mulai berkembang diorofaring saat fetus dan turun ke po sisi akhirnya melalui jalur lidah, tulang hyoid, dan otot-otot leher. Hubungan antara posisi asal dengan posisi akhirnya disebut duktus tiroglossus. Duktus ini normalnya atrofi dan menutup sebelum lahir, tetapi dapat tetap tersisa pada bebe rapa orang. Kista duktus tiroglosus merupakan kista kongenital paling sering yang terdapat dileher. Kista ini merupakan dilatasi kistik pada sisa epitelial dari saluran duktus tiroglosus, terbentuk selama perpindahan tiroid selama fase embriogenesis. Mereka hadir sebagai massa leher midline pada level membran tirohyoid dan dihubu ngkan dengan tulang hyoid karena jaraknya yang dekat. Kebanyakan pasien adalah anak-anak, meskipun kemunculan pada segala usia memungkinkan. Pria dan wanita samasama bisa terkena, dan kista biasanya asimtomatik namun mereka dapat terinfeks i dan membentuk abses dan aliran cystula. Selama migrasi kelenjar yang tersisa berhubungan dengan lidah melalui saluran sempit, duktus tiroglosus. Duktus tersebut biasanya mengalami atrofi dan menghilan g dalam 10 minggu. Sebagian saluran dan sisa jaringan tiroid dapat menetap, dimana saja sepanjang turunan berbentuk sabit dari lidah menuju tiroid. Sisa duktus yang paling kaudal dari saluran tersebut adalah lobus parietal yang muncul pada 1/3 orang, dan kita mungkin dapat melihatnya. Kista duktus tiroglosus dapat muncul dimana saja ketika terjadi kegagalan obliterasi lengkap traktus. Dilatasi kis tik traktus ini menyisakan hasil pada gambaran klinis massa leher midline. Massa ini biasanya asimtomatik, mobile, dan berlokasi diatas atau dibawah tiroid. Kista duktus tiroglosus adalah sebuah kantong berisi cairan yang terletak pada g aris median leher. Kista ini paling sering muncul bersama pembengkakan lunak dib awah dagu yang bergerak selama proses menelan. Adakalanya kista akan muncul bersama infeksi dengan akibat kemerahan, meningkatnya pembengkakan dan kelembutan.

EMBRIOLOGI DUKTUS TIROGLOSUS Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin tubuh yang pertama kali berkembang, sek itar 24 hari masa gestasi. Kelenjar ini berasal dari proliferasi sel-sel epitel endodermal pada permukaan medial dinding faring yang sedang berkembang. Tempat perkembangan awalnya

terletak diantara 2 struktur kunci, yaitu tuberkulum impar d an kopula, dan ini disebut sebagai foramen saekum. Penurunan awal kelenjar tiroid terjadi di anterior faring. Pada titik ini, tiroi d masih terhubung dengan lidah melalui duktus tiroglosus. Duktus tubular kemudia n memadat dan berobliterasi seluruhnya (selama 7-10 minggu masa gestasi). Tetapi pada beberapa orang, sisa duktus ini masih tetap dijumpai. Jika duktus tiroglosus tidak atrofi, kemudian sisa duktus tersebut dapat bermani festasi klinis sebagai suatu kista duktus tiroglosus. Ketika setengah dari massa kista yang umumnya midline terletak di bawah atau di tulang hyoid, mereka dapat terletak dimana saja mulai dari kartilago tiroid hingga dasar lidah. Jika kista ini ruptur, dapat terbentuk sinus duktus tiroglosus atau fistula duktus tiroglo ssus yang terdapat pada kulit yang mendasarinya. Karena tulang hyoid berkembang kearah anterior dan dapat mengelilingi duktus tiroglosus, ahli bedah harus memot ong bagian sentral tulang hyoid bersamaan dengan kista tersebut (disebut prosedur Sistrunk).

PATOFISIOLOGI Kelenjar tiroid pertama kali tampak sebagai divertikulum ventral garis tengah da ri dasar faring tepat di distal perlekatan arkus brankial pertama dan kedua yang dikenal sebagai foramen sekum. Tiroid yang berkembang pindah ke distal sepanjang saluran yang melewati ventral korpus hyoid, kemudian membelok dibawahnya dan turun sampai tingkat kartilago krikoidea. Selama perkembangan janin, kelenjar tiroid asalnya didalam mulut pada pangkal lidah. Kelenjar tiroid sisa terhubung dengan pangkal lidah dengan sebuah cekungan berbentuk tabung (traktus sinus) sampai mencapai posisi akhirnya dibagian bawah leher. Traktus kemudian akan menghilang. Jika tidak, mungkin terdapat cekungan berbentuk tabung persisten yang membuat akumulasi material mukoid dan pada akhirn ya pembentukan kista. Sebuah kista duktus tiroglosus paling sering muncul sebelum usia 5 tahun, namun tetap dapat muncul pada segala usia. Terdapat dua teori yang dapat menyebabkan terjadinya kista duktus tiroglosus: 1) Infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel traktus, sehingga mengalami degenerasi kistik. 2) Sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sekret sehingga membentuk kista. Teori lain mengatakan, mengingat duktus tiroglosus terletak di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika sering terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang, sehingga terbentuklah kista.

ANGKA KEJADIAN Beberapa penulis menyatakan bahwa kasus ini merupakan kasus terbanyak dari massa non neoplastik di leher, merupakan 40% dari tumor primer di leher. Ada penulis yang menyatakan hampir 70% dari seluruh kista di leher adalah kista duktus tirog losus. Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak, walaupun dapat ditemukan di semua usia. Predileksi umur terbanyak antara umur 0 - 2 tahun yaitu 52 %, umur sampai 5 tahun terdapat 38%. Sistrunk (1920) melaporkan 31 kasus dari 86.000 pasien anak. Tidak terdapat perbedaan risiko terjadinya kista berdasarkan jenis kelamin dan umur yang bisa didapat dari lahir sampai 70 tahun, rata-rata pada usia 5,5 tahun. Penulis lain mengatakan predileksi usia kurang dari 10 tahun sebesar 31,5%, pada dekade kedua 20,4%, dekade ketiga 13,5% dan usia lebih dari 30 tahun sebesar 34 ,6%. Waddell mendapatkan 28 kasus kista duktus tiroglosus secara histologik dari 61 pasien yang diduga menderita kista tersebut. Tri D dkk melaporkan 8 kasus kista duktus tiroglosus dari 1983-1985 di RS Kariadi Semarang.

LOKASI Kista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garis tengah leher, sepanja ng jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari dasar lidah sampai ismus tiroid. Lokasi yang sering adalah : Intralingual : 2,1% Suprahyoid : 24,1% Tirohyoid : 60,9% Suprasternal : 12,9%

TANDA DAN GEJALA Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar. Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah.

PEMERIKSAAN KLINIS Anamnesa dan pemeriksaan fisik memberi standar untuk diagnosa dan dalam pembuatan keputusan terapeutik. Bagaimanapun, jika anamnesa dan pemeriksaan fisik tidak khas untuk kista duktus tiroglosus kurang lebih sebagai contoh jika massa tidak dimidline atau jika pasien adalah anak-anak dan pemeriksaan fisik lebih sulit kurang lebih ada beberapa studi penciteraan yang telah dianjurkan untuk membantu menegakkan diagnosa. USG dapat

membandingkan antara kista dan massa solid, dan USG juga bisa memperlihatkan adanya jaringan tiroid normal. Pemeriksaan ini juga tidak invasif dan tidak mahal, jadi mulai meninggalkan tes-tes yang biasa digunakan oleh kebanyakan dokter . CT-scan memberi informasi tepat mengenai ukuran massa, lokasi dan hubungannya pada struktur lainnya.

DIAGNOSIS BANDING Diagnosa bandingnya adalah massa leher median kongenital, termasuk kista duktus tiroglosus, namun juga termasuk teratoma, yang biasanya mudah dibedakan dari kemunculannya pada neonatus yang memiliki obstruksi jalan napas akibat ukuran mas sa leher median. Kista dermoid, meskipun dapat muncul dibawah leher, biasanya mu ncul pada area submentalis. Kista timus, meskipun dapat muncul lebih tinggi pada leher, biasanya muncul didada dan sama sekali tidak midline. Kelainan lainnya dalam diagnosa banding termasuk kista sebasea atau lipoma yang terletak lebih superfisial limfadenopati, malformasi limfatik, dan sarkoma. Apa yang secara klasik membandingkan kista duktus tiroglosus dari massa leher midline lainnya adalah elevasinya dengan protrusi lidah dan proses menelan. Mas sanya naik ketika menelan karena hubungan traktus yang dekat dengan tulang hyoid , dan naik bersama dengan protrusi lidah karena hubungannya dengan pangkal lidah. Pada anak-anak, tidaklah selalu mudah untuk mendeteksinya sesuai teori. Bebera pa pasien awalnya muncul dengan massa leher median yang terinfeksi, yang biasany a dibarengi dengan infeksi saluran napas atas. Ada satu hipotesis bahwa hipertrofi jaringan limfoid lokal dengan infeksi saluran napas atas dan tersumbatnya tra ktus sebagai akibat dari pembentukan kista. Infeksi akut mungkin menghasilkan pe mbentukan abses dan ruptur, menyebabkan sinus atau fistula persisten. Penting un tuk dicatat, bahwa fistula merupakan dapatan dan bukan kongenital kecuali dihubu ngkan dengan sisa celah brankial. Beberapa pasien dengan sisa duktus tiroglosus tidak pernah menunjukkan gejala klinis. Sebuah studi post mortem terhadap 200 or ang dewasa yang tidak memiliki massa leher midline ditemukan 7% insiden sisa kis ta duktus tiroglosus. Jadi, kebanyakan orang memiliki kista ini dan tidak pernah muncul gejala.

EVALUASI PRE-OPERASI Evaluasi preoperasi yang paling penting terhadap pasien dengan dugaan kista duk tus tiroglosus adalah untuk memastikan pasien memiliki fungsi kelenjar tiroid normal pada posisi pretrakeal normal. Mengapa hal ini sangat penting, karena sebagaimana adanya sisa pada

traktus dengan pembentukan sebuah kista, seseorang sebenarnya dapat memiliki jaringan tiroid dimana saja sepanjang traktus ini mulai dari pangkal lidah sampai posisi normal tiroid. Jika seseorang memiliki keseluruhan jaringan tiroid dengan lengkap menahan turunnya, kita dapat melihat bagaimana begitu mudahnya hal tersebut disalahsangkakan sebagai kista duktus tiroglosus. Jika diangkat, maka pasien tidak akan memiliki tiroid; kenyataannya, dalam literatur terd apat banyak laporan pasien yang diduga memiliki kista duktus tiroglosus yang diangkat dan mereka mendapat hipotiroidisme paska operasi yang berlanjut menjadi miksedema pada beberapa kasus.

INDIKASI OPERASI Indikasi untuk pengangkatan kista adalah tampilan kosmetik yang tidak diinginkan, infeksi berulang, dan lagi konfirmasi histologi diagnosis sebagaimana karsinoma juga dapat muncul meskipun hal ini jarang. Pendekatan bedah telah dikembangkan seiring berjalannya waktu hingga saat ini, ketika prosedur dilaksanakan dengan tepat, angka rekurensi dilaporkan sebesar 3%. Secara historis, kista duktus tiroglosus diterapi dengan eksisi atau insisi sederhana dan drainase. Hal ini dapat dilihat pada angka rekurensi yang tinggi sebesar 50%. Pada tahun 1893, Schlang menyarankan eksisi kista bersama dengan bagian sentral tulang hyoid, dan ini meng urangi angka rekurensi menjadi 20%. Dan pada tahun 1920, Sistrunk menjelaskan sebuah prosedur yang digunakan sekarang ini dengan mengurangi angka rekurensi menjadi 3%.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bervariasi dan banyak macamnya, antara l ain insisi dan drainase, aspirasi perkutan, eksisi sederhana, reseksi dan injeks i dengan bahan sklerotik. Dengan cara-cara tersebut angka kekambuhan dilaporkan antara 60-100%. Schlange (1893) melakukan eksisi dengan mengambil korpus hioid d an kista beserta duktusduktusnya; dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%. Sistrunk (1920) memperkenalkan teknik baru berdasarkan embriologi, yaitu kista beserta duktusnya, korpus hyoid, traktus yang menghubungkan kista dengan foramen sekum serta otot lidah sekitarnya kurang lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat me nurunkan angka kekambuhan menjadi 2-4 %.

Teknik Operasi: 1. Menjelang operasi: a. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tanda tangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi b. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi c. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi 2. Tahapan operasi: a. Dilakukan di kamar operasi, dengan anestesi umum, intubasi orotrakeal b. Posisi penderita telentang, hiperekstensi dengan ganjal bantal di pundaknya c. Meja operasi sedikit head up 20-25 derajat d. Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan Hibitane alkohol 70% (1 : 1000) e. Lapangan operasi dipersempit dengan kain steril f. Insisi kolar, sesuai garis Langens tepat di atas tumor, sepanjang 5 cm, diperdalam sampai fasia koli superfisialis. Perdarahan dirawat g. Dibuat flap ke atas sampai submental, dan flap ke bawah sampai 2 cm di kaudal tepi bawah kista h. Flap atas dan bawah diteugel dengan menjahitkan ke kain dengan benang sutera 2/0 i. Dengan dobel pinset, fasia koli superfisialis dibuka pada garis median. Dengan menyisihkan otot pretrakealis ke kanan-kiri akan tampak dinding kista j. Kista dibebaskan secara tajam dari jaringan sekitar k. Origo m.hyoglossus bagian tengah dibebaskan dari kartilago hyoid dengan pisau. Demikian juga bagian- bagian medial dari m. tirohyoid yang menempel di hyoid. l. Dengan pemotong tulang, kartilago hyoid dipotong kurang lebih 1 1,5 cm pada bagian tengah dimana saluran kista tiroglossus melekat ke kartilago hyoid. m. Kista beserta kartilago hyoid dielevasi ke kranial sehingga dapat dilihat dan di ikuti salurannya yang menuju kearah pangkal lidah. Bila perlu isi kista diaspirasi sebagian, kemudian dimasukkan metilin biru ke dalamnya sehingga saluran bisa nampak lebih jelas. n. Saluran kista diikuti dan dibebaskan ke proksimal sampai ujung.

o. Dibuat ligasi dengan benang sutera 2/0 pada ujung saluran, dan dipotong pada distal dari ligasi tersebut p. Kontrol perdarahan, pasang drain handschoen. Untuk penderita yang rawat inap maka dipasang drain Red on q. Fasia koli dan lemak dijahit lapis demi lapis dengan dexon atau vicryl 3/0, kulit dijahit simpul dengan dermalon atau ethilon 4/0 atau 5/0, drain handschoen difiksasi pada kulit.

Komplikasi Operasi Komplikasi dini pasca operasi: o Perdarahan o Infeksi

Fistel Perawatan Paska Bedah Infus dilanjutkan dari sisa kamar operasi, bila sudah sadar baik boleh minum sedikit-sedikit dan bila tidak ada gangguan bisa minum bebas, dan boleh makan. Hari ke-3 handschoen drain dilepas, dan bisa dilanjutkan kontrol poliklinis. Hari ke-7 jahitan kulit diangkat. Kontrol tiap tiga bulan selama 3 bulan.

KESIMPULAN Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk dari duktus tiroglosus ya ng tetap ada sepanjang alur penurunan kelenjar tiroid. Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang ada di leher. Biasanya terletak di garis median leher yang dapat ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas kelenjar tiroid . Kasus ini lebih sering terjadi pada anakanak, walaupun dapat ditemukan pada semua usia. Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus dengan cara Sistrunk yang sudah banyak dilakukan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bates, B. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran 2. De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC 3. Mohlan, A. (1996). Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 4. Swartz, M. (1997). Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku K edokteran EGC. Cohen, J. I. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6, Al ih Bahasa: Wijaya C. Jakarta : EGC, 1996; 415-21 5. Maran AGD. Benign diseases of the neck. Dalam : Scott-Browns Otolaryngology. 6thed. Oxford : Butterworth Heinemann, 1997; 5/16/1-4 6. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid 1 7. Cohen JI. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6 8. Karmody CS. Developmental Anomalies of the Neck. Dalam: Pediatric

Otolaryngology. 2nded. Bluestone CD, Stool SE, Scheetz MD (eds.). Philadelphia : WB Saunders Co, 1990; 1313-14 9. Sobol M. Benign Tumors. Dalam : Comprehensive Management of Head and Neck Tumors. Vol. 2. Thawley S, Panje WR (eds.). Philadelphia : WB Saunders Co, 1987; 1362-69

Anda mungkin juga menyukai