Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit oleh WHO ( 1957 ) diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh, (Integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. Fungsi Rumah sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitatisi pasien) (Depkes R.I. 1989) maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna ( Ilyas : 2001.) Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PP tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam. Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain. Rumah sakit sebagai salah satu jenis BLU merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah. Ini terutama rumah sakit daerah atau rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya sangat klasik, yaitu masalah keterbatasan dana yang dimiliki oleh rumah sakit umum daerah dan rumah sakit milik pemerintah, sehingga tidak bisa mengembangkan mutu layanannya, baik karena

peralatan medis yang terbatas maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang rendah. Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa rumah sakit
Page | 1

dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan dari pihak internal anatar lain adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomis, sumber daya professional dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi. Rumah sakit kepemerintah yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat dan rumah sakit dituntut secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkata biaya kesehatan ini menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintah karena memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Berlatar belakang beberapa masalah tersebut tentu saja rumah sakit pemerintah harus melakukan bany ak penyesuaian. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai kelebihan dan kelemahan rumah sakit sebagai BLU (badan layanan umum).

B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini antara lain sebagai berikut. 1. Apakah pengertian rumah sakit BLU itu ? 2. Adakah perbedaan antara rumah sakit BLU dengan rumah sakit non BLU ? 3. Apakah kelebihan rumah sakit BLU ? 4. Apakah kelemahan rumah sakit BLU ? 5. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi kelemahan rumah sakit BLU tersebut ?

C. Tujuan Penulisan Beberapa tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui pengertian rumah sakit BLU. 2. Mengetahui perbedaan rumah sakit BLU dengan rumah sakit non BLU. 3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan BLU pada rumah sakit. 4. Menemukan solusi mengatasi kelemahan rumah sakit BLU.

D. Metode Penulisan Makalah ini disusun dengan metode studi kepustakaan, denganpenulis melakukan pencarian bahan -bahan referensi yang berhubungan dan terkait dengan topik
Page | 2

yang dibahas, dengan bersumberkan dari buku - buku dan juga melalui data - data yang berasal dari sumber yang lain.

Page | 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum

menyelenggarakan kegiatan : a. Pelayanan medis b. Pelayanan dan asuhan keperawatan c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan f. Administrasi umum dan keuangan Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

Page | 4

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

B. Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang memberikan jasa pelayanan social di bidang medis klinis. Pengelolaan unit usaha rumah sakit memiliki keunikan tersendiri karen selain sebagai unit bisnis, usaha rumah sakit juga memiliki misi social, disamping pengelolaan rumah sakit juga tergantung pada status kepemilikan rumah sakit. Misi rumah sakit tidak terlepas dari misi layanan social, namun tidak dipungkiri bahwa dalam pengelolaan rumah sakit tetap terjadi konflik kepentingan dari berbagai pihak. Konflik kepentingan berbagai pihak ini dapat bersumber dari klasifikasi organisasi rumah sakit. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 1 angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerd askan

kehidupan bangsa. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan

prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu: 1) BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/ lembaga/ pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan .

Page | 5

2) BLU

merupakan

bagian

perangkat

pencapaian

tujuan

kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk. 3) Menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas

pelaksanaan kebijakan penyele nggaraan pelayanan umum yangdidelegasikannya kepadablu dari segi manfaat layanan yang dihasilkan. 4) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum ya ng didelegasikan kepadanya oleh

menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota. 5) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian

keuntungan. 6) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpi sahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian

negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah. 7) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki suatu karakteristik tertentu, yaitu : 1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara; 2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat; 3. Tidak bertujuan untuk mencarai laba; 4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi; 5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk; 6. Penerimaan baik pendapatan langsung; 7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil; 8. BLU bukan subyek pajak. maupun sumbangan dapat digunakan secara

Page | 6

Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga

pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain; 2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita

pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan 3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir,

dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.

Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut: 1. Persyaratan Substantif, apabila menyelanggarakan layanan umum yang berhubungan dengan : a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. 2. Persyaratan Teknis, yaitu : a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh

menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. 3. Persyaratan Administratif, yaitu : a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan

manfaat bagi masyarakat; b. pola tata kelola (yang baik); c. rencana strategis bisnis; d. laporan keuangan pokok; e. standar pelayanan minimum; dan f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara

independen.

Page | 7

BAB III PEMBAHASAN

A. KELEBIHAN PELAKSANAAN SISTEM BLU DI RUMAH SAKIT

y Tinjauan aspek pelaporan keuangan

Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan umun ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit

oleh auditor independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans. Laporan keuangan rumah sakit sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk; 1. Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba, 2. Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit, (disajikan dalam bentuk laporan aktivtias dan laporan arus kas) 3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa, (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan) 4. Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas) dengan demikian laporan keuangan rumah sakit pemerintahan akan mencakup:  Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh

penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan terntentu.  Laporan aktivitas, aktiva bersih).  Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivtitas operasi, aktivtais investasi dan aktivtias pendanaan.  Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
Page | 8

(yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan

Tinjauan dari aspek teknis keuangan

Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU No. 22 dan UU No. 25 tahun 1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri no: 29 tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, UU no: 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang

Perencanaan Pembangunan Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggaraannya, termasuk penentuan biaya.

Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dengan pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005

tersebut rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi kepada departemen keuangan. Sebagaimana

telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi.

Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).

Tinjauan dari aspek perpajakan

Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun RSUD) didanai dari APBN dan APBD, maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa) maupun PPh 29 (SPT Tahunan) karena bukan subyek pajak. Namun untuk 12 kategori sebagai unit pemerintah dan bukan subyek pajak, dalam Undang-undang pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi rumah sakit yaitu: 1. Dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, 2. Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD, 3. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran, 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara

Page | 9

Dengan demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN/APBD atau tidak seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD, maka kewajiban menghitung pajak sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain.

Berkaitan dengan PP no 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, apabila RSU atau RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah mendapat penetapan sebagai BLU, karena seluruh penerimaan dan pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah tersebut bukan merupakan subyek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban membayar PPh Badan (pasal 25 dan PPh 29). Namun demikian rumah sakit pemerintah memiiliki kewajiban sebagai pemungut pajak PPh pasal 21, 23, 26, dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor, jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak ketiga.

Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat kepada pasien, rumah sakit juga berpotensi memiliki kewajiban memungut PPN (pajak pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Tinjauan dari aspek Keleluasaan

Dengan manajemen BLU maka sebuah RS mempunyai keleluasaan dan kelonggaran yang lebih untuk mendayagunakan uang pendapatan. Namun, pendapatan tersebut harus dikelola sebaik-baiknya untuk meningkatkan mutu pelayanan bagi semua pasien. Juga untuk meningkatkan kualitas SDM, mengendalikan tarif pelayanan, mengelola sarana, dan bukannya untuk menumpuk keuntungan. Dengan manajemen yang baik, keuntungan yang cukup longgar, kesejahteraan SDM semakin meningkat, serta adanya UU Praktik Kedokteran dan UU Perumahsakitan, maka para dokter akan bekerja lebih baik. Sehingga diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap dokter akan semakin meningkat. Dan akhirnya masyarakat akan mantap untuk berobat di negeri sendiri serta tidak perlu lagi ke Singapura atau Malaysia.

y Tinjauan dari aspek penggajian yang proporsional

Aturan yang ada di PP 23 tahun 2005 memangkas aturan-aturan yang ada sebelumnya. Justru yang itu membatasi gerak langkah RS. Dengan BLU, manajemen RS diperbolehkan meminjam uang kepada pihak ketiga untuk menutup biaya operasional. Ini bisa dilakukan jika kondisi keuangan sebuah rumah sakit benar-benar mengkhawatirkan. Dengan menjadi

Page | 10

BLU, maka pimpinan RS memiliki hak untuk mengatur penggajian karyawannya. Ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yaitu semua karyawan mendapat gaji sama tanpa membedakan prestasi atau hasil kerjanya. Pimpinan RS bisa memberikan honor, insetif, atau bonus di luar ketentuan gaji.

Tinjauan dari aspek jaminan terhadap masyarakat miskin

Selama ini muncul kekhawatiran di masyarakat terhadap rumah sakit (RS) dengan status sebagai Badan Layanan Umum (BLU), yakni biaya kesehatan di RS semakin tak terjangkau oleh masyarakat miskin. Akibatnya, masyarakat miskin makin jauh dari pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkannya. Dengan status BLU, rakyat miskin tetap akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Pemerintah saat ini menjalankan program pengobatan gratis untuk rakyat miskin di kelas tiga rumah sakit dengan mekanisme asuransi kesehatan yang dikelola PT Askes. Keberadaan satu atau lebih petugas untuk mengurus kartu Askeskin yang diberikan bagi orang miskin yang belum mempunyai kartu tujuannya agar jangan sampai ada masyarakat miskin yang tidak memiliki kartu Askeskin ditolak di rumah sakit.

B. KELEMAHAN PELAKSANAAN SISTEM BLU DI RUMAH SAKIT

Tinjauan aspek pelaporan keuangan

Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI, tetapi bukan

menggunakan PSAP (Standar akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP. Organisasi pemerintahan sebagai

organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang
Page | 11

nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi nirlaba.

Tinjauan aspek penganggaran

Selama ini calon BLUD/BLUD selalu salah ditempat yang sama. Karena saat pembahasan anggaran, tidak pernah dibahas detil mengenai rencana kegiatan yang ada sehingga timbulah anggaran yang gelondongan. Jika penganggaran sudah tertata (didetilkan) sejak penetapan anggaran, maka dengan Keppres 80 pun bisa bebas. Contoh kasus: untuk pengadaan obat 25M di sebuah provinsi dalam APBD. Sehingga dalam pelaksanaan harus lelang obat senilai 25M. Kesalahannya: mengapa dalam pelaksanaan RKA tidak ada penjelasan bahwa 25M itu dilaksanakan bertahap per triwulan. Penjelasan seperti ini boleh saja, justru diajurkan sebagai petunjuk penggunaan anggaran. Kesalahan lain dalam perencanaan obat; yaitu direncanakan per pola penyakit. Sebenarnya boleh perencanaan per pabrikan, sehingga bisa tunjuk langsung karena sudah spesifik. (Sumber: keterangan BPK)

Tinjauan aspek Pengadaan barang dan jasa

Dalam PP 23 jelas sekali bahwa pengadaan barang dan jasa BLU yang bersumber dari APBN/D maupun yang lain DAPAT dilakukan dengan pengecualian Keppres 80. Lalu terbit PMK no 8 ttg pengadaan barang dan jasa BLU. BLU Penuh boleh, sedangkan BLU bertahap tetap dengan Keppres 80, dengan alasan efisiensi, lebih cepat dan lebih murah. Masalah jenjang nilai ini tidak perlu dikaitkan dengan pendapatan RS. (Sumber: keterangan Depkeu)

Tinjauan aspek Pengangkatan pegawai

Kecenderungan anggapan yang berkembang di kalangan stakeholder eksternal adalah bahwa jika RSUD sudah menjadi BLUD maka boleh mengangkat pegawai. Hal ini diman faatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menitipkan sanak keluarga atau kerabatnya ke RSUD, meskipun yang bersangkutan tidak kompeten atau tidak sesuai dengan kebutuhan RS. Untu menghindari hal ini, maka RSUD harus memiliki SOP atau manual mengenai pengelolaan SDM (termasuk prosedur pengangkatan pegawai non PNS) dimana manual ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem tata kelola RS.

Page | 12

Tinjauan aspek Remunerasi

Prinsipnya sebenarnya tidak boleh dapat remunerasi dan jasa pelayanan. Namun ada perpedaan persepsi di lapangan dimana remunerasi dikaitkan dengan keahlian, sedangkan jasa pelayanan dikaitkan dengan kegiatan, seperti insentif dengan honor. Remunerasi mengandung gaji dan honor, jika termasuk jasa pelayanan artinya tidak bisa dibayarkan.

Tinjauan aspek tarif

Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa jika RSUD sudah menjadi BLUD maka akan terjadi kenaikan tarif. Sepanjang kenaikan tarif tersebut dilakukan pada pelayanan bukan kelas III dan masih dalam jangkauan daya beli masyarakat, maka sebenarnya hal itu tidak masalah. Masyarakat bisa memilih pelayanan dengan tarif yang sesuai dengan daya belinya. Namun jika pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif, padahal dari sisi biaya akan ada kenaikan karena RS akan memperbaiki mutu pelayanan, maka selisih antara tarif dan biaya perlu dihitung dan ditanggung oleh pemerintah (atau pihak lain) dalam bentuk subsidi kepada RS. Sebab tidak mungkin pada saat biaya naik (karena meningkatkan mutu pelayanan) tarif tidak dinaikkan dan subsidi juga tidak ada.

Tinjauan aspek Dewan Pengawas

Dewan pengawas = board = representatif dari pemilik. Dewan Pengawas diatur oleh Permenkeu: BLUD dengan aset diatas 75 atau 200 (PMK 109/2007) harus memiliki Dewan Pengawas. Dewan pengawas terdiri dari pembina teknis, pembina keuangan dan tenaga ahli yg punya kompetensi dalam membina BLU, jika RS bisa dari lembaga profesi yang terkait dengan RS, atau dari FK. Pembina teknis = SKPD yg sebagai induknya atau Sekda, pembina keuangan = PPKD. Bupati punya kewajiban untuk membina dan sudah dapat gaji sbg Bupati. Jika semua SKPD jadi BLUD, maka semua anggaran akan masuk ke Bupati. (Keterangan BAKD)

Page | 13

KESIMPULAN
Rumah sakit yang mengalami perubahan kelembagaan sebagai BLU apabila dipandang dari aspek pelaporan keuangan dan teknis pengelolaan keuangan akan berdampak sangat besar pada perubahan pengelolaan. Hal ini dsebabkan karena BLU yang cenderung memiliki persamaan karakteristik dengan perusahaan nirlaba, serta adanya ketentuan bahwa BLU mengikuti standar akuntansi keuangan bukan standar akuntansi pemerintahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan kelembagaan rumah sakit sebagai BLU dalam pengelolaah keuangan dan pelaporannya akan mengacu pada PSAK no: 45 yaitu untuk perusahaan nirlaba. Konsekuensi yang lain dari perubahan menjadi BLU adalah rumah sakit harus melakukan penyesuian dalam penyusunan anggaran, penetapan tarif, dll yang harus berbasis pada kinerja. Pelaporan harus memiliki akuntabilitast yang tinggi dengan adanya tuntutan bahwa laporan keuangan harus diaudit oleh audit independen. Dengan menjadi BLU ini diharapkan rumah sakit menjadi suatu

organisasi yang memiliki tata kelola yang transparansi dan auditable sehingga akan berujung pada peningkatan kualitas layanan yang memberi kepuasan kepada pasien.

Tinjauan dari aspek perpajakan, ketentuan rumah sakit sebagai BLU tidak memiliki perbedaan dengan perusahaan pada umumnya dalam hal penetapan pemungutan pajak baik itu pajak penghasilan maupun PPN. Namun untuk ketentuan biaya pengurangan pajak penghasilan penetapaannya mengikuti ketentuan pemungutan pajak untuk organisasi nirlaba. Sedangkan untuk pemungutan PPN, rumah sakit sebagai BLU tidak memiliki perbedaan apabila rumah sakit bukan sebagai BLU. Dalam hal pemungutan PPN hanya dikenakan pada penyerahan obat dari apotik atau instalasi farmasi rumah sakit kepada pasien selain pasien rawat inap. Ketentuan tari PPN sesuai dengan SE-28/PJ.52/2000 adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan.

Tinjauan berbagai aspek dalam perubahan bentuk kelembagaan rumah sakit pemerintah menjadi BLU diharapkan akan memberi dampak yang positif sehingga rumah sakit pemerintah bukan menjadi rumah sakit yang memberi layanan medis yang penuh dengan birokrasi tetapi menjadi rumah sakit yang memiliki kualitas layanan yang unggul.

Page | 14

REFERENSI
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; PP No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; RUMAH SAKIT PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU).PDF http://www.docstoc.com/docs/21610067/ASPEK -VALUE-ADDED-RUMAH-SAKITSEBAGAI-BADAN-LAYANAN-UMUM http://astaqauliyah.com/2008/01/pengertian-dan-fungsi-rumah-sakit/ http://www.scribd.com/doc/39417222/Isi-Makaalah-Op http://masarie.wordpress.com/2007/12/10/badan-layanan-umum-adalah-pengakuan-dosa/

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai