Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya saya telah dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Kista Renalis. Saya menyadari bahwa masih terdapat kesalahan pada makalah ini. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca umumnya. Padang, Mei 2013

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Bab I : Pendahuluan A. Latar Belakang Bab II : Tinjauan Teoritis A. Definisi B. Etiologi C. Patofisiologi D. Manifestasi Klinis E. Komplikasi F. Pemeriksaan Laboratorium G. Penatalaksanaan Bab III : Asuhan Keperawatan A. Pengkajian B. Diagnosa C. Intervensi Bab IV : Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ tubuh yang penting. Karena berfungsi untuk mengeluarkan sampah dan bahan racun dalam darah. Bila itu tidak dikeluarkan bisa berdampak pada kesehatan manusia. Tapi, ternyata bersama dengan bertambahnya usia, maka bisa saja timbul kista dalam ginjal. Kista merupakan suatu bentukan kantung berisi air yang terdapat dalam rongga dan atau organ tubuh manusia, salah satunya ginjal. Kista ginjal umumnya jinak, jarang yang sampai menjadi kanker. Kista ginjal adalah lesi tumor jinak ginjal yang paling sering dijumpai (70% dari tumor ginjal yang asimptomatik). Kista bisa tunggal / simple ataupun multiple, dapat unilateral maupun bilateral. Angka insiden kista simpel pada usia di bawah 18 tahun sekitar 0,1-0,45 % dengan insiden rata-rata 0,22 %. Pada orang dewasa, frekwensi meningkat sejalan dengan usia. Pada usia di bawah 40 tahun, angka insiden 20 % dan setelah 40 tahun meningkat menjadi 33 % . Kebanyakan penelitian menunjukkan tidak ada predileksi khusus pada perbedaan jenis kelamin. Tetapi pada 2 penelitian oleh Bearth-Steg (1977) dan Tada dkk (1983), menunjukkan bahwa pada pria lebih sering daripada wanita . Kista simple atau soliter merupakan kelainan non genetik. Karena kasus ini lebih sering didapatkan pada orang dewasa, diduga kista soliter ginjal adalah kelainan yang didapat. Biasanya kista ginjal asimptomatik dan tidak dijumpai tanda-tanda klinis yang signifikan (1). Kista yang simple sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaaan ultrasonografi, CT-Scan atau urografi karena suatu problem lain pada abdomen. Meskipun demikian, kadang-kadang kista menimbulkan keluhan. Keluhan yang mungkin dirasakan pasien adalah adanya massa atau nyeri pada abdomen. Mungkin juga muncul hematuri karena ruptur kista ke dalam collecting system, hipertensi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi. B. Tujuan a. Tujuan Umum Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan kista renalis b. Tujuan Khusus Menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi dari kista renalis Menjelaskan manifestasi klinis dan komplikasi dari kista renalis Menjelaskan pemeriksaan laboratorium dan penatalaksanaan dari kista renalis Menjelaskan asuhan keperawatan dari kista renalis

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Kista renalis merupakan suatu kantong abnormal berisi air yang berasal dari jaringan ginjal. Kista ginjal adalah suatu penyakit keturunan dimana pada kedua ginjal ditemukan suatu kantung tertutup yang dilapisi jaringan epitel dan berisi cairan atau bahan setengah padat. Ginjal menjadi lebih besar tetapi memiliki sedikit jaringan ginjal yang masih berfungsi (Robbins, 1999 : 566). Kista ginjal adalah suatu penyakit ginjal yang akan ditandai dengan tumbuhnya gelembung-gelembung balon berisi cairan yang dapat merusak ginjal (M. Yusuf, 2009). Kista ginjal adalah adanya suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material semisolid pada ginjal baik hanya pada satu ginjal maupun pada kedua ginjal, baik korteks maupun pada medulla. B. Etiologi Penyebab utama dari terjadinya kista ginjal sampai saat ini belum diketahui namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang menjadi penyebab munculnya penyakit kista ginjal. Adapun beberapa faktor tersebut antara lain : a. Genetik Penyakit ginjal bawaan ini bisa saja muncul karena faktor keturunan. Kelainan genetik yang menyebabkan penyakit ini bisa bersifat dominan atau resesif, artinya bisa memiliki 1 gen dominan dari salah satu orang tuanya (autosomal dominant) atau 2 gen resesif dari kedua orang tuanya (autosomal resessive). Penderita yang memiliki gen resesif biasanya baru menunjukkan gejala pada masa dewasa. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya menunjukkan penyakit yang berat pada masa kanakkanak. b. Usia Angka kejadian penyakit kista ginjal meningkat sesuai usia. Sekitar 20 % pada usia di atas 40 tahun dan 30 % pada usia 60 tahun, namun secara umum kista ginjal lebih banyak diderita pada usia 30-40 tahun. c. Jenis Kelamin Penyakit kista ginjal ini sering ditemukan pada pria dibanding wanita. C. Patofisiologi Banyak teori menjelaskan tentang mekanisme terjadinya kista ginjal. Diantara teori-teori tersebut adalah : a. Terjadi kegagalan proses penyatuan nefron dengan duktus kolekting (saluran pengumpul). b. Kegagalan involusi dan pembentukkan kista oleh nefron generasi pertama.

c. Defek pada membran basal tubulus (tubular basement membrane). d. Obstruksi nefron oleh karena proliferasi epitel papila. e. Perubahan metabolisme yang merangsang terjadinya kista. Kedua ginjal menjadi tidak normal, walaupun salah satu mungkin lebih besar daripada yang lain. Didalamnya terdapat kista-kista yang difus, dengan ukuran yang bervariasi antara beberapa 1 cm sampai 10 cm. Apabila di dalam ginjal seseorang terdapat suatu massa seperti kista yang jika dibiarkan maka kista ini akan menekan ginjal. Secara perlahan ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal. Untuk mempertahankan homeostasis maka tubuh melakukan suatu kompensasi dengan meningkatkan aktivasi hormon renin yang diubah menjadi angiostensin I yang kemudian diubah menjadi angiostensin II, yaitu senyawa vasokontriktor paling kuat. Vasokonstriksi dapat meningkatkan tekanan darah. Aldosteron disekresikan oleh kortek adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan Adeno (ACTH) sebagai reaksi terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu penurunan fungsi ginjal juga berdampak pada terjadinya penimbunan sisa-sisa hasil kemih (azotemia) yang mengakibatkan terjadinya penurunan glomerolus filtrasi rate (GFR), sehingga terjadi peningkatan ureum kreatinin dalam darah. Salah satu organ yang mengalami dampak ini adalah saluran GI, terjadinya gangguan metabolisme protein dalam usus serta asidosis metabolik yang berakhir pada gejala nausea dan anoreksia (Smeltzer, 2001). Pada kondisi lain edema pada pasien kista ginjal disebabkan rendahnya kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik plasma, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dan kapiler ke ruang interstitial sesuai dengan hukum Starling. Akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang (underfilling) yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiostensinaldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting pada proses terjadinya edema (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006). Jika kista yang tumbuh pada ginjal terutama daerah korteks maka peregangan kapsula renalis sehingga jaringan ginjal membengkak. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada daerah pinggang sampai ke bahu. D. Manifestasi klinis Banyak penderita tidak memberikan keluhan tentang penyakit ini (asimptomatik). kista baru diketahui saat orang tersebut menjalani pemeriksaan USG. Berikut ini akan dijelaskan beberapa gejala yang sering timbul pada penyakit kista ginjal antara lain : a. Nyeri Pinggang Nyeri pada area dari ginjal-ginjal dapat disebabkan oleh infeksi kista, perdarahan ke dalam kista-kista, atau peregangan atau penekanan dari jaringan yang berserat disekitar ginjal dengan pertumbuhan kista.

b. Hipertensi Terjadi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi. Sehingga mengaktifkan hormon renin yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan berakhir menjadi hipertensi. c. Sakit Kepala Sakit kepala yang berat disebabkan oleh aneurysms pembuluh-pembuluh darah yang menggelembung di tempat di dalam otak. Sakit kepala juga dapat disebabkan tekanan darah tinggi. d. Infeksi Saluran Kencing Sama halnya batu di saluran kemih, kista ginjal juga menyebabkan timbulnya infeksi pada ginjal maupun saluran kencing. Gejala infeksi ini pada umumnya sama seperti demam, diikuti gangguan berkemih. Saat kencing terasa nyeri dan panas, kemudian sering kali merasa ingin kencing, akan tetapi kalau sudah berkemih biasanya tidak bisa lancar, terkadang juga bisa timbul kencing darah (hematuria). Infeksi menahun seperti ini yang dapat menyebabkan gagal ginjal. e. Kelelahan Hal ini terjadi karena penurunan produksi hormon eritropoiten yang berperan dalam produksi sel darah merah sehingga terjadilah anemia, akibatnya orang yang menderita penyakit kista ginjal mudah sekali mengalami kelelahan. f. Mual dan Anoreksia Rasa mual dan anoreksia muncul karena telah terjadi gangguan metabolisme protein dalam usus, selain itu meningkatnya ureum dalam darah menyebabkan terjadinya asidosis metabolik sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung. g. Penurunan atau Peningkatan Berat Badan Penurunan berat badan dapat terjadi karena rasa mual dan anoreksia sehingga intake nutrisi tidak adekuat. Selain itu penurunan fungsi ginjal juga berdampak pada penumpukan cairan dalam tubuh dan bisa menyebabkan terjadinya edema pada seluruh tubuh sehingga orang yang menderita kista ginjal juga dapat mengalami peningkatan berat badan. E. Komplikasi Pengalaman penyakit kista ginjal pada setiap orang tidaklah sama. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi. Meskipun sangat jarang, atau kadang-kadang terjadi perdarahan di kista. Apabila kista menekan atau menjepit ureter dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi pyelonefrosis akibat statis urine. Kadang jumlah kista relatif banyak dan kadang terletak di piala ginjal (daerah sentral), maka bisa mengganggu fungsi eksresi (pengeluaran bahan) ginjal. Akhirnya, penderita mengalami gagal ginjal kronik.

Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan kerja ginjal menjadi lebih berat lagi dan mempercepat perkembangan kista. Komplikasi akibat darah tinggi yang lama dapat mengganggu otak dan jantung. Jika ternyata ditemukan pula ada kelainan pembuluh darah otak (aneurysma), yang mana sewaktu-waktu pembuluh darah otak yang berkelainan tersebut bisa pecah dan terjadilah perdarahan otak. Demikian pula dengan kelainan terbentuknya kantung pada dinding usus (diverticulosis) juga bisa bermasalah. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan kasus ini adalah konservatif, dengan evaluasi rutin menggunakan USG. Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa nyeri atau muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah. Sementara ada kepustakaan yang menyatakan bahwa kista ginjal yang besar merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista yang demikian cenderung mengandung keganasan. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah aspirasi perkutan. a. Bedah terbuka 1. Eksisi 2. Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim. 3. Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista. 4. Heminefrektomi b. Laparoskopi Pada tindakan aspirasi perkutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril, dan perlu pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang masuk dapat menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar awalnya. G. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dapat mendukung dalam menegakkan diagnosa terutama pada pemeriksaan foto polos abdomen, mungkin terlihat suatu bayangan massa yang menumpuk dengan bayangan ginjal. Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya ditemukan adanya septa, dinding yang ireguler, kalsifikasi atau adanya area yang meragukan, perlu pemeriksaan lanjutan Computer Tomografi Scaning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau aspirasi pemeriksaan CT-Scan pada kista ginjal sangat akurat. Pada pemeriksaan lain juga akan ditemukan suatu kondisi dimana laju endap darah akan meninggi dan kadang-kadang juga ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan labolatorium ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk. Pemeriksaan pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori, penekanan dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises. Dari pemeriksaan renoarteriogram didapatkan gambaran arteri yang memasuki masa tumor. Foto thoraks dibuat untuk mencari metastase kedalam paru-paru (Japaries,willie,1995).

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian a. Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak pada seluruh tubuh. Tidak nafsu makan. b. Pemeriksaan Fisik 1. Pernafasan Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, penggunaan otot bantu napas, auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas meningkat. Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pembesaran jantung (dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah), anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah. 2. Sirkulasi Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal selama 1 minggu. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejangkejang. 3. Pola nutrisi dan Metabolik Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada seluruh tubuh. Pasien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Selain itu berat badan dapat meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia. 4. Pola Eliminasi Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glomerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, hematuria. 5. Pola Aktifitas dan latihan Pada pasien dengan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena telah terjadi anemia. 6. Pola Tidur dan Istirahat Pasien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.

7. Integritas Kulit Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. 8. Kognitif & Perseptual Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertermi ditemukan bila ada infeksi karena imunitas yang menurun. 9. Persepsi Diri Pasien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah, edema dan perawatan lama. B. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan pada saluran vesika urinaria. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reekspansi paru. 3. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan kesulitan berkemih dan penurunan kontraksi otot saluran kemih. 4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit. C. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan pada saluran vesika urinaria. Intervensi Minta pasien untuk menilai nyeri pada skala 0-10. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, intensitas/keparahan nyeri. Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (distraksi, relaksasi). Kolaboratif dalam pemberian analgetik. Rasional 1. Untuk menilai skala nyeri pasien. 2. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, keparahan nyeri. 3. Mengetahui ungkapan nonverbal pasien. 4. Agar pasien tidak terfokus pada nyeri yang dirasakan. 5. Untuk pemberian analgetik yang sesuai.

1. 2.

3. 4. 5.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reekspansi paru. Intervensi 1. Pantau adanya pucat dan sianosis. 2. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi. 3. Observasi dan dokumentasi ekspansi Rasional 1. Untuk mengetahui adanya gangguan difusi. 2. Menilai dan mengetahui RR. 3. Mengetahui adanya penggunaan otot

dada bilateral pada pasien dengan bantu dalam pernafasan. ventilator. 4. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan 4. Mengetahui adanya bunyi abnormal adanya keabnormalan. atau tambahan dalam paru. 5. Informasikan kepada pasien dan keluarga 5. Untuk mengalihkan perhatian dan tentang teknik relaksasi untuk merelaksasikan bernafas. meningkatkan pola pernafasan. 6. Kolaborasi dalam pemberian obat 6. Untuk meberikan obat bronkodilator bronkodilator sesuai dengan progam. yang sesuai dengan indikasi. 3. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan kesulitan berkemih dan penurunan kontraksi otot saluran kemih. Intervensi Mempertahankan pola eliminasi urin yang otimum. Pantau eliminasi, frekuensi, konsistensi, volume dan warna dengan tepat. Dapatkan spesimen urin pancar tengah dengan tepat. Intruksikan pada pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi. Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan. Rasional Agar pola eliminasi urin yang otimum. Untuk mengetahui dan menilai perkembangan. Untuk mengetahui pemeriksaan dengan tepat. Agar eliminasi dapat lancar dan teratur. Untuk menyeimbangkan kebutuhan cairan dan elimanasi.

1. 2. 3. 4. 5.

1. 2. 3. 4. 5.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit. Intervensi Kaji status mental dan tingkat ansietasnya. Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan. Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong. Rasional Untuk mengetahui tingkat dari anxietas pasien Agar mengetahui tentang penyakit yang dialami. Agar pasien dapat mengungkapkan perasaan. Agar pasien mendapat dukungan dari pihak keluarga.

1. 2. 3. 4.

1. 2. 3. 4.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kista renalis merupakan suatu kantong abnormal berisi air yang berasal dari jaringan ginjal. Kelainan ini dapat diturunkan, didapat, atau berhubungan dengan kondisi pejamu yang tidak berkaitan. Kista dapat tunggak atau multipel (polikistik), melibatkan salah satu atau kedua ginjal. Pasien menunjukkan adanya nyeri lumbal atau abdominal, hematuria, hiperensi, teraba massa renal, dan infeksi saluran kemih. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi. Meskipun sangat jarang, atau kadang-kadang terjadi perdarahan di kista. Apabila kista menekan atau menjepit ureter dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi pyelonefrosis akibat statis urine. Akhirnya, penderita mengalami gagal ginjal kronik. B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat membuat laporan kasus yang sesuai dan dapat menerapkan asuhan keperawatan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarths. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC. Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta : EGC. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Buku 3. Bandung : IAPK Padjajaran. Noer, H.M, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Nursalam, DR. M.Nurs,dkk. 2006. System Perkemihan. Jakarta : salemba medika Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai