Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA GINJAL

I. Konsep Penyakit Kista Ginjal


1.1 Definisi
Kista Ginjal adalah suatu penyakit keturunan dimana pada kedua ginjal
ditemukan suatu kantung tertutup yang dilapisi jaringan epitel dan berisi
cairan atau bahan setengah padat. Ginjal menjadi lebih besar tetapi memiliki
sedikit jaringan ginjal yang masih berfungsi.

Kista Ginjal adalah suatu penyakit ginjal yang akan ditandai dengan
tumbuhnya gelembung-gelembung balon berisi cairan yang dapat merusak
ginjal (M. Yusuf, 2009).

1.2 Etiologi
Penyebab utama dari terjadinya Kista Ginjal sampai saat ini belum diketahui
namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang menjadi penyebab
munculnya penyakit Kista Ginjal antara lain :
a. Genetik
Penyakit ginjal bawaan ini bisa saja muncul karena faktor keturunan.
Kelainan genetik yang menyebabkan penyakit ini bisa bersifat dominan
atau resesif, artinya bisa memiliki 1 gen dominan dari salah satu orang
tuanya (autosomal dominant) atau 2 gen resesif dari kedua orang tuanya
(autosomal resessive). Penderita yang memiliki gen resesif biasanya
baru menunjukkan gejala pada masa dewasa. Penderita yang memiliki
gen dominan biasanya menunjukkan penyakit yang berat pada masa
kanak-kanak.
b. Usia
Angka kejadian penyakit Kista Ginjal meningkat sesuai usia. Sekitar 20
% pada usia di atas 40 tahun dan 30 % pada usia 60 tahun, namun secara
umum Kista Ginjal lebih banyak diderita pada usia 30-40 tahun.
c. Jenis Kelamin
Penyakit Kista Ginjal ini sering ditemukan pada pria dibanding wanita
1.3 Patofisiologi
Banyak teori menjelaskan tentang mekanisme terjadinya Kista Ginjal.
Diantara teori-teori tersebut adalah :
a. Terjadi kegagalan proses penyatuan nefron dengan duktus kolekting
(saluran pengumpul).
b. Kegagalan involusi dan pembentukkan kista oleh nefron generasi
pertama.
c. Defek pada membrane basal tubulus (tubular basement membrane).
d. Obstruksi nefron oleh karena proliferasi epitel papila.
e. Perubahan metabolisme yang merangsang terjadinya kista.
Kedua ginjal menjadi tidak normal, walaupun salah satu mungkin lebih
besar daripada yang lain. Didalamnya terdapat kista-kista yang difus,
dengan ukuran yang bervariasi antara beberapa 1 cm sampai 10 cm).
Apabila di dalam ginjal seseorang terdapat suatu massa seperti kista yang
jika dibiarkan maka kista ini akan menekan ginjal. Secara perlahan ini akan
mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal. Untuk mempertahankan
homeostasis maka tubuh melakukan suatu kompensasi dengan
meningkatkan aktivasi hormon renin yang diubah menjadi angiostensin I
yang kemudian diubah menjadi angiostensin II, yaitu senyawa
vasokontriktor paling kuat. Vasokonstriksi dapat meningkatkan tekanan
darah. Aldosteron disekresikan oleh kortek adrenal sebagai reaksi terhadap
stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan Adeno (ACTH) sebagai
reaksi terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum.
Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah.
Selain itu penurunan fungsi ginjal juga berdampak pada terjadinya
penimbunan sisa-sisa hasil kemih (azotemia) yang mengakibatkan
terjadinya penurunan glomerolus filtrasi rate (GFR), sehingga terjadi
peningkatan ureum kreatinin dalam darah. Salah satu organ yang
mengalami dampak ini adalah saluran GI, terjadinya gangguan
metabolisme protein dalam usus serta asidosis metabolik yang berakhir
pada gejala nausea dan anoreksia (Smeltzer, 2001).
Pada kondisi lain edema pada pasien Kista Ginjal disebabkan rendahnya
kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik
plasma, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dan kapiler
ke ruang interstitial sesuai dengan hukum Starling. Akibatnya volume
darah yang beredar akan berkurang (underfilling) yang selanjutnya
mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiostensin-
aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis
ini menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting pada
proses terjadinya edema (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006).
Jika kista yang tumbuh pada ginjal terutama daerah korteks maka
peregangan kapsula renalis sehingga jaringan ginjal membengkak. Hal
inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada daerah pinggang sampai ke bahu.
1.4 Manifestasi Klinis
Banyak penderita tidak memberikan keluhan tentang penyakit ini
(asimptomatik). Kista baru diketahui saat orang tersebut menjalani
pemeriksaan USG. Berikut ini akan dijelaskan beberapa gejala yang sering
timbul pada penyakit Kista Ginjal antara lain :
a. Nyeri Pinggang
Nyeri pada area dari ginjal-ginjal dapat disebabkan oleh infeksi kista,
perdarahan ke dalam kista-kista, atau peregangan atau penekanan dari
jaringan yang berserat disekitar ginjal dengan pertumbuhan kista.
b. Hipertensi
Terjadi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi. Sehingga
mengaktifkan hormon renin yang menyebabkan terjadinya
vasokontriksi dan berakhir menjadi Hipertensi.
c. Sakit Kepala
Sakit kepala yang berat disebabkan oleh aneurysms pembuluh-
pembuluh darah yang menggelembung di tempat di dalam otak. Sakit
kepala juga dapat disebabkan tekanan darah tinggi.
d. Infeksi Saluran Kencing
Sama halnya batu di saluran kemih, Kista Ginjal juga menyebabkan
timbulnya infeksi pada ginjal maupun saluran kencing. Gejala infeksi
ini pada umumnya sama seperti demam, diikuti gangguan berkemih.
Saat kencing terasa nyeri dan panas, kemudian sering kali merasa
ingin kencing, akan tetapi kalau sudah berkemih biasanya tidak bisa
lancar, terkadang juga bisa timbul kencing darah (hematuria). Infeksi
menahun seperti ini yang dapat menyebabkan gagal ginjal.
e. Kelelahan
Hal ini terjadi karena penurunan produksi hormon eritropoiten yang
berperan dalam produksi sel darah merah sehingga terjadilah anemia,
akibatnya orang yang menderita penyakit kista ginjal mudah sekali
mengalami kelelahan.
f. Mual dan anoreksia
Rasa mual dan anoreksia muncul karena telah terjadi gangguan
metabolisme protein dalam usus, selain itu meningkatnya ureum
dalam darah menyebabkan terjadinya asidosis metabolik sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung.
g. Penurunan atau peningkatan berat badan
Penurunan berat badan dapat terjadi karena rasa mual dan anoreksia
sehingga intake nutrisi tidak adekuat. Selain itu penurunan fungsi
ginjal. juga berdampak pada penumpukan cairan dalam tubuh dan bisa
menyebabkan terjadinya oedem pada seluruh tubuh sehingga orang
yang menderita kista ginjal juga dapat mengalami peningkatan berat
badan.

1.5 Komplikasi
Pengalaman penyakit Kista Ginjal pada setiap orang tidaklah sama.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi. Meskipun sangat jarang,
atau kadang-kadang terjadi perdarahan di kista. Apabila kista menekan atau
menjepit ureter dapat terjadi Hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi
Pyelonefrosis akibat statis urine.
Kadang jumlah kista relatif banyak dan kadang terletak di piala ginjal
(daerah sentral), maka bisa mengganggu fungsi eksresi (pengeluaran
bahan) ginjal. Akhirnya, penderita mengalami Gagal Ginjal Kronik.
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan kerja ginjal menjadi lebih
berat lagi dan mempercepat perkembangan kista. Komplikasi akibat darah
tinggi yang lama dapat mengganggu otak dan jantung. Jika ternyata
ditemukan pula ada kelainan pembuluh darah otak (aneurysma), yang mana
sewaktu-waktu pembuluh darah otak yang berkelainan tersebut bisa pecah
dan terjadilah perdarahan otak. Demikian pula dengan kelainan
terbentuknya kantung pada dinding usus (diurticulosis) juga bisa
bermasalah.
1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus ini adalah konservatif, dengan evaluasi rutin
menggunakan USG. Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan
rasa nyeri atau muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah.
Sementara ada kepustakaan yang menyatakan bahwa Kista Ginjal yang besar
merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista yang demikian cenderung
mengandung keganasan. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista
adalah aspirasi percutan.
1. Bedah terbuka
a. Eksisi
b. Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim.
c. Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista.
d. Heminefrektomi
2. Laparoskopi
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan
suatu kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus
betul-betul steril, dan perlu pemberian antibiotik profilaksis. Karena
apabila ada kuman yang masuk dapat menimbulkan abses. Seringkali
kista muncul lagi setelah dilakukan aspirasi, meskipun ukurannya tidak
sebesar awalnya.
1.7 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat mendukung dalam menegakkan diagnosa
terutama pada pemeriksaan foto polos abdomen, mungkin terlihat suatu
bayangan massa yang menumpuk dengan bayangan ginjal.
Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya ditemukan adanya septa,
dinding yang ireguler, kalsifikasi atau adanya area yang meragukan, perlu
pemeriksaan lanjutan Computer Tomografi Scaning (CT-Scan), Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau aspirasi pemeriksaan CT-Scan pada Kista
Ginjal sangat akurat.
Pada pemeriksaan lain juga akan ditemukan suatu kondisi dimana laju endap
darah akan meninggi dan kadang-kadang juga ditemukan hematuria. Bila
kedua kelainan labolatorium ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk.
Pemeriksaan pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori,
penekanan dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises. Dari pemeriksaan
renoarteriogram didapatkan gambaran arteri yang memasuki masa tumor.
Foto thoraks dibuat untuk mencari metastasi kedalam paru-paru
(Japaries,willie,1995).

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan


1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh kencing berwarna seperti
cucian daging, bengkak pada seluruh tubuh. Tidak nafsu makan.
b. Pengkajian fisik
c. Pengkajian Perpola
1) Pernafasan
Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
penggunaan otot bantu napas, auskultasi terdengar rales dan
krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas meningkat.
Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pembesaran jantung
(Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah), anemia dan
hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah.
2) Sirkulasi
Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi
duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal selama 1 minggu.
Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung.
Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena
hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan
kejang-kejang.
3) Pola nutrisi dan metabolik:
Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi
natrium dan air, edema pada seluruh tubuh. Pasien mudah
mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya
mual dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Selain
itu berat badan dapat meningkat karena adanya edema. Perlukaan
pada kulit dapat terjadi karena uremia.
4) Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada
glomerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria
sampai anuria, hematuria.
5) Pola Aktifitas dan latihan :
Pada pasien dengan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
karena telah terjadi anemia.
6) Pola tidur dan istirahat :
Pasien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus.
7) Integritas kulit
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan
rasa gatal.
8) Kognitif & perseptual
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati
hipertensi. Hipertermi ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas
yang menurun.
9) Persepsi diri :
Pasien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah, edema
dan perawatan lama
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Lynda Juall Carpenito (1999) diagnosa keperawatan secara
umum pada pasien dengan sistem perkemihan adalah sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan, penurunan mekanisme pengaturan berkemih.
b. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolime, kehilangan protein dan
penurunan intake.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler)
berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan.
d. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai
keluarga yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan.

3. Rencana Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan, penurunan mekanisme pengaturan berkemih.
Tujuan : Pasien tidak menunjukan terjadinya akumulasi cairan
berlebihan.
Intervensi :
1) Catat intake dan output secara akurat
2) Kaji perubahan edema dan Pembesaran abdomen setiap hari.
3) Timbang BB tiap hari dalam skala yang sama.
4) Uji urine untuk berat jenis, albumin.
5) Atur masukan cairan dengan cermat.
6) Berikan diuretik sesuai order dari tim medis.
b. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolime, kehilangan protein dan
penurunan intake.
Tujuan : Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi
Intervensi :
1) Catat intake dan output makanan secara akurat.
2) Kaji adanya tanda-tanda perubahan nutrisi : nausea,
anoreksia, hipoproteinemia.
3) Beri diet yang bergizi.
4) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
5) Beri suplemen vitamin dan zat besi sesuai instruksi.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler)
berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan.
Tujuan : Kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik
yang ditujukan pasien minimum atau tidak ada.
Intervensi :
1) Pantau tanda vital setiap 4 jam.
2) Laporkan adanya penyimpangan dari normal.
3) Berikan albumin bergaram rendah sesuai indikasi.
d. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia.
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri.
2) Lakukan tehnik pengurangan nyeri nonfarmakologis.
3) Kolaborasi pemberian analgetik.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Tujuan : Pasien mendapat istrahat yang adekuat.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring bila terjadi edema berat.
2) Seimbangkan istrahat dan aktivitas bila ambulasi.
3) Instruksikan pada klien untuk istrahat bila ia merasa lelah.
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai
keluarga yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan.
Tujuan : Pasien menunjukan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik.
Intervensi :
1) Jelaskan alasan setiap tes dan prosedur.
2) Jelaskan prosedur operatif dengan jujur.
3) Jelaskan tentang proses penyakit.
4) Bantu keluarga merencanakan masa depan khususnya dalam
membatu anak menjalani kehidupan yang normal.

III. Daftar Pustaka

Aru, W. Sudoyo, dkk (2006). Buku ajar ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 edisi 4. Jakarta :
Balai Penerbitan Fk-UI
Japaries, Willie (1995). Penyakit Ginjal. Jakarta : Penerbit Arcan.
Carpenito Lynda Juall. 1999, Alih bahasa, Monica Ester, Rencana Asuhan
Keperawtan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC : Jakarta.
Banjarmasin, Mei 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(................................................................. (......................................................)
)

Anda mungkin juga menyukai