Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN UMUM TEORI B.F SKINNER Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan).

Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: Belajar itu adalah tingkah laku. Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan. 3. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama. 4. Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku. Tabel Perbandingan Respons Elisit dan Tingkah-Laku Operan Respons Elisit ( Refleks ) Respons Emisi atau Operan 1. 2.

Ada korelasi yang dapat diamati antara stimulus Ada respons bertindak mengenai lingkungan yang dan respons; Respons yang terpancing keluar menimbulkan konsekuensi yang berpengaruh pada terutama untuk menjaga kesejahteraan organisme. organisasi, dan dengan demikian mengubah tingkah-laku yang akan datang; Tidak ada korelasi nya dengan stimulus sebelumnya. Di kondisikan dengan substitusi stimulus; Kondisioning Tipe S Di kondisikan melalui konsekuensi respons yang memperbesar peluang merespons; Kondisioning Tipe R.

1. Tingkah-laku organisme secara individual merupakan sumber data yang cocok. 2. Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan itu sama untuk semua jenis mahkluk hidup. Berdasarkan asumsi dasar tersebut menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment). Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Penguatan boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian: - Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).

Penguatan positif Perilaku Murid mengajukan pertanyaan yang bagus Penguatan negatif Perilaku Murid menyerahkan PR tepat waktu Hukuman Perilaku Murid menyela guru Konsekuensi Guru mengajar murid langsung Prilaku kedepan Murid berhenti menyela guru Konsekuensi Guru berhenti menegur murid Prilaku kedepan Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu Konsekuensi Guru menguji murid Prilaku kedepan Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan

Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang. Kupasan yang dilakukan Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan D Reinsf sebagai fungsi urutan ketiga unsure (S )-(R)-(R ). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam kontigensi terminal. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas da ri kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama. Dikelas, Skinner menggambarkan praktek tugas dan ujian sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum. Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain: Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran, digunakan sistem modul. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.

Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman. - Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Pengertian Operant Conditioning

Operant conditioning merupakan salah satu dari dua jenis pengondisian dalam pembelajaran asosiasi (associative learning). Pembelajaran asosiatif adalah pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Dalam operant conditoning, individu belajar mengenai hubungan antara sebuah perilaku dan konsekuensinya. Sebagai hasil dari hubungan asosiasi ini, setiap individu belajar untuk meningkatkan perilaku yang diikuti dengan pemberian ganjaran dan mengurangi perilaku yang diikuti dengan hukuman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian operant conditioning adalah sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana konsekuensi dari sebuah perilaku mengubah kemungkinan berulangnya perilaku (King, 2010 :356). 2.2.1 Prinsip-Prinsip Operant Conditioning

1) Penguatan (reinforcement) Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. a. Positive Reinforcement (Penguatan Positif) Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Sebagai contoh, seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang. Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif b. Negative Reinforcement (Penguatan Negatif) Negative Reinforcement adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh, seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya. Perbedaan mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan penambahan stimulus yang samasama bertujuan untuk meningkatkan suatu perilaku yangbaik. * Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik * Penguatan Negatif Stimulus => Perilaku baik 2) Hukuman (Punishment) Penguatan negatif (negative reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku, sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya, sedangkan pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya. Sebagai contoh, ketika kita meminum obat saat kita sakit kepala dan hasilnya sakit kepala kita hilang , maka kita akan meminum obat yang sama saat kita mengalami sakit kepal. Penghilangan rasa sakit kepala pada kasus ini merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi sebab mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama. Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul. Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan pisau, kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya bermain-main menggunakan pisau. Hukuman positif dan hukuman negatif Dalam hukuman juga terdapat pembagian antara positif dan negatif. Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan, misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment), sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan diambil. Sebagai contoh, seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu sering bermain-main dengan temannya dan malas belajar, kemudian anak tersebut dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering bermain-main dengan temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya

2.2.2 Stimulus Operant Conditioning 1) Generalization (Generalisasi) Generalization pada operant conditioning adalah memberikan respon yang sama terhadap stimulus yang sama atau mirip. Fokus perhatiannya adalah tingkat dimana perilaku disamaratakan dari satu situasi ke situasi yang lain. Sebagai contoh, anak kecil yang mendapatkan penguatan oleh orang tuanya karena menimang dan menyayangi anjing keluarga, ia akan segera mengeneralisasikan respon menimang anjing itu dengan anjing yang lain. Contoh lain, seorang guru memuji siswanya apabila siswa itu mengajukan pertanyaan yang bagus yang berhubungan dengan bahasa Inggris, hal ini disamaratakan dengan kerja keras dalam sejarah, matematika maupun dalam mata pelajaran yang lain. Discrimination (diskriminasi) Diskriminasi dalam operant conditioning berarti melibatkan perbedaan antara stimulus-stimulus dan kejadian-kejadian lingkungan, atau dapat diartikan merespon stimulus yang menunjukkan bahwa sebuah perilaku akan atau tidak akan dikuatkan. Sebagai contoh, Jika dikaitkan dengan contoh diatas dimana anak akan mengeneralisasikan menyayangi anjing keluarga dengan anjing yang lainnya, sedangkan hal itu bisa saja berbahaya ( dapat dikatakan, anjing tetangga sangat galak dan suka menggigit) maka orang tua harus memberikan latihan diskriminasi, sehingga anak mendapatkan penguatan jika ia menyayangi anjing keluarga dan bukan anjing tetangga, dengan cara oranng tua menunjukkan aspek-aspek anjing yang melihatkan keramahannya( misalnya ekornya biasa dikibas-kibas) sehingga anak akan bisa mengenali mana anjing yang rmah dan biisa disayang dan mana anjing yang galak. Contoh lain, seorang siswa tahu bahwa wadah di meja guru yang bertulisan Matematika adalah tempat ia harus meletakkan tugas matematika hari ini, sementara wadah lainnya yang bertulisan Bahasa Inggris adalah tempat tugas bahasa inggris hari ini harus diletakkan. Extinction (Pelenyapan) Extinction merupakan suatu penghentian penguatan. Jika dalam suatu kasus dimana pada perilaku sebelumnya individu mendapat penguatan kemudian tidak lagi dikuatkan sehingga akan ada kecenderungan penurunan perilaku, maka hal inilah yang dinamakan munculnya suatu pelenyapan (extinction). Seorang siswa mendapatkan beasiswa setiap kali berhasil menjadi juara kelas. Namun, suatu ketika beasiswa dihentikan karena adanya kekurangan dana dari pihak si pemberi beasiswa sehingga tidak sanggup lagi memberi bantuan. Ketika pihak pemberi beasiswa tersebut tidak memberi lagi beasiswa, semangat belajar siswa tersebut menjadi menurun. Pelenyapan juga merupakan suatu strategi menghentikan penguatan dimana pelenyapan ini menarik penguatan positif terhadap perilaku tidak tepat atau tidak pantas. Hal ini dikarenakan banyaknya perilaku yang tidak tepat dipertahankan akibat adanya penguatan positif terhadap perilaku tersebut. Sebagai contoh, orangtua yang kurang peka terkadang cenderung lebih memperhatikan perilaku yang tidak baik dari anaknya, seperti menegur, memarahi, membentak, dan sebagainya tanpa sedikitpun memperhatikan hal-hal baik yang dilakukan oleh anaknya, seperti memuji prestasi-prestasi dan kelakuan baik anak-anaknya. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya suatu pelenyapan terhadap penguatan pada hal-hal negatif yang dilakukan anaknya dan lebih memperhatikan dan memunculkan penguatan pada hal-hal positif yang dilakukan si anak. 2.1 Pengertian Classical Conditioning Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan America Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di samping Freud. Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985). Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Percobaan Pavlov mengenai fungsinya kelenjar ludah pada anjing merupakan contoh klasik bagaimana perilaku tertentu dapat dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan. Proses pembentukan perilaku semacam itu di sebut proses

3)

4)

pensyaratan (Conditioning prosess). Air liur anjing yang secara alami banyak hanya keluar apabila ada makanan, pada akhirnya dengan proses pensyaratan air liur dapat keluar sekalipun tidak ada makanan. Berikut ini adalah percobaan Pavlov beserta dengan langkah-langkahnya : Pertama anjing disajikan tepung daging (US), menimbulkan respon anjing berupa air liur (UR). Pada situasi lain disajikan cahaya lampu (CS), ternyata tidak menghasilkan respon keluarnya air liur, alih-alih anjing hanya memperhatikan lampu. Hal ini merupakan keadaan prabelajar. Selanjutnya tepung daging disajikan hampir bersamaan dengan cahaya lampu secara berulanganulang (US + CS yang menghasilkan UR + CR). Inipun merupakan proses pembelajarannya. 1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur. 2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging. 3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging. 4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel. Pada akhirnya anjing mengeluarkan air liur (UR) ketika disajikan cahaya (CS) sekalipun tidak diikuti penyajian tepung daging. Keluarnya air liur sebagai respon terhadap stimulus cahaya ini di sebut perilaku hasil belajar atau hasil pengkondisian. Apabila ada dua hal yang prosedural yang harus dipenuhi dalam percobaan ini yaitu : (1) penyajian CS itu segera diikuti oleh US, dan (2) hal yang demikian itu dilakukan berulang-ulang sampai CR terbentuk. Dalam percobaan yang lain cahaya itu diganti dengan bunyi bel sebelum diberikan makanan kepada anjing dibunyikan bel, setelah hal yang demikian itu diulang-ulang secukupnya, maka dengan mendengar bunyi bel saja anjing telah mengeluarkan air liur. Percobaan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui apakah respon bersyarat yang telah terbentuk itu dapat dihilangkan. Prosedurnya, perangsang bersyarat yang telah menimbulkan respon bersyarat disajikan berulang-ulang tanpa diikuti perangsang tak bersyarat. Mula-mula anjing mengeluarkan air liur, lama kelamaan dia tidak lagi mengeluarkan air liur, sekalipun menyaksikan perangsang bersyarat. Kesimpulannya, dalam percobaan-percobaan ini anjing belajar bahwa cahaya lampu ataupun bunyi bel itu mula-mula sebagai datangnya makanan (pembentukan CR), kemudian ia belajar bahwa cahaya lampu atau bunyi bel sebagai pertanda tidak ada makanan (penghilang CR).

TEORI CONTIGUITY - EDWIN R. GUTHRIE Teori Contiguity dari Edwin R. Guthrie (1886-1959) dikenal juga dengan nama teori Contiguous Conditioning. Teori ini berangkat dari dua teori dasar dalam aliran perilaku, yaitu teori Thorndike dan teori Pavlov, namun juga sangat dipengaruhi oleh teori Watson. Menurut Thorndike ada dua jenis proses belajar, yaitu: 1) proses pemilihan respons (respons selection) dan mengaitkannya dengan stimulus, sesuai dengan dalil sebab akibat, dan 2) perampatan stimulus (associative shifting) di mana respons terhadap stimulus yang satu akan dimunculkan terhadap stimulus lain yang dipasangkan bersama. Bagi Thorndike prinsip utama adalah proses pemilihan respons dan pengaitan dengan stimulus yang terjadi dalam proses coba-coba, sedangkan proses perampatan merupakan prinsip tambahan saja. Namun, bagi Guthrie, proses perampatan stimulus justru menjadi titik fokus utama dalam teorinya. Guthrie

relatif tidak menerima dalil sebab akibat sebagaimana pandangan Thorndike. Hal-hal tersebut yang menjadi perbedaan utama antara teori Thorndike dan teori Guthrie. Watson menggunakan percobaan-percobaan Pavlov sebagai paradigma dalam proses belajar, dan mengadopsi refleks terkondisi sebagai bagian da:-; pembiasaan. Guthrie, di sisi lain, memulai asumsinya dengan prinsip pengkondisian (conditioning) atau perampatan stimulus (associative learning), namun semata-mata bukan hanya dilandaskan pada prinsip percobaan pengkondisian dari Pavlov, Dalil Guthrie yang pertama tentang proses belajar adalah kombinasi stimulus yang diikuti dengan suatu gerakan, pad a saat pengulangan berikutnya cenderung diikuti lagi oleh gerakan tersebut Dalil yang kedua menyatakan bahwa pola stimulus mempunyai korelasi dan atau keterkaitan yang tinggi dengan respons yang ditimbulkannya pertama kali. Dalil-dalil tersebut menjadi landasan bagi prinsip kemutakhiran (recency principle), yang menyatakan bahwa jika belajar terjadi dalam suatu proses coba-coba maka proses yang terakhir terjadi yang akan muncul (terulang) lagi seandainya kombinasi stimulus yang sama dihadirkan kembali. Berdasarkan teori Contiguity dari Guthrie, setiap individu mempunyai kapasitas belajar yang berbeda. Dari hasil penelitiannya terhadap sejumlah binatang, Guthrie menyatakan bahwa tidak semua binatang mempunyai tingkat sensitivitas yang sama terhadap satu stimulus, dan tidak semua binatang memiliki indra yang sama untuk menerima informasi. Di samping itu, menurut Guthrie, latihan akan mengakomodasikan ataupun menghilangkan respons-respons tertentu sehingga atas kombinasi sti;nulus yang muncul dapat dihasilkan suatu respons yang menyeluruh sebagaimana yang diharapkan - yang dapat disebut sebagai suatu kinerja yang berhasil. Guthrie percaya bahwa keterampilan mewakili sejumlah kebiasaan, oleh karena itu belajar dapat dicapai sebagai akumulasi dari pengulanganpengulangan. Guthrie juga menyatakan bahwa motivasi mempengaruhi belajar secara tidak langsung, yang terlihat melalui penyebab atau alasan individu melakukan sesuatu (merespons). Reward atau penghargaan/pujian menurut Guthrie merupakan prinsip yang sekunder. Penghargaan dapat berhasil dengan baik jika binatang memang tidak dihadapkan pada sifuasi lain selain yang akan menghasilkan respons yang benar. Penghargaan juga tidak memberi penguatan terhadap respons yang benar, tetapi diakui bahwa penghargaan menghindari terjadinya pengurangan respons yang benar. Sama dengan penguatan, hukuman juga berpengaruh terhadap belajar, dan sangat ditentukan oleh alasan individu melakukan sesuatu. Secara umum, Guthrie percaya bahwa alat prediksi yang paling baik terhadap belajar adalah respons yang muncul terhadap stimulus dalam suatu proses yang terakhir terjadi. Oeh karena itu proses belajar dapat dijelaskan melalui reaksi terkondisi yang akan muncul berdasarkan pengalaman masa lalu, dan sesuai dengan prinsip asosiasi. Perampatan belajar dapat terjadi dalam situasi yang baru karena adanya kesamaan elemen atau komponen antara situasi/stimulus yang lama dengan situasi/stimulus yang baru. Penekanan Guthrie terhadap konsep yang dikenal dengan nama "movementproduced stimuli" atau stimulus yang menghasilkan gerakan terkondisi merupakan modifikasi dari teori Thorndike. Namun demikian, menurut Guthrie, hasil belajar yang diperoleh dipercaya bersifat permanen, sampai terjadi proses belajar yang baru. Oleh karena itu, lupa dapat terjadi karena respons yang muncul dalam proses beJajar yang baru menggantikan hasil belajar yang sebelumnya. Proses lupa ini terjadi secara bertahap, sama seperti hasil belajar juga diperoleh secara bertahap melalui serangkaian proses belajar yang berulang. Satu hal yang menjadi kritik terhadap teori Guthrie adalah bahwa Guthrie mencoba memberikan jawaban yang relatif bersifat pasti terhadap segala permasalahan dalam belajar, tanpa ada perubahan selama hampir lima puluh tahun. Dengan kata lain, teori Guthrie lebih merupakan teori klasik yang tidak berkembang. Walaupun demikian, harus diakui bahwa teori Guthrie memiliki kemampuan untuk menjelaskan beragam fenomena belajar secara luas. 4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

Anda mungkin juga menyukai