Anda di halaman 1dari 11

PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH LOGIKA

Anggota penyusun : ELSERA DEWI SAPUTRI ( 113050244) SHABRINA ISALATI (113050128 ) ENOK ANNI PUTRILIANI ( 113050209) NOVI SRI ANGGIH (113050236 ) MUAHAMMAD FIRDAUS (113050199) BAYU KRISTIANTO (113050161 ) IKHWAN BUDI SETIAWAN (113050152 ) AKHMAD KHAELANI ( 113050194 ) NUR PUTRI HUMAIYATI ( 113050241 ) KELAS : 1E & 1F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENIDIKAN UNEVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2013

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN i ii

A. Latar belakang ........................................................................... B. Rumusan masalah ...................................................................... C. Tujuan makalah ......................................................................... BAB II PEMBAHASAN 1. Induksi ....................................................................................... 1.1 Induksi tidak lengkap dan kesimpulanya ............................ 1.2 Induksi dan metode ilmiah .................................................. 2. Deduksi ..................................................................................... 2.1 Syllogisme .......................................................................... 2.1.1 Syllogisme kategoris ................................................ a. Bentuk syllogisme kategoris .............................. b. Hukumhukum syllogisme kategoris ............... c. Syllogisme majemuk ........................................ 2.1.2 Sylogisme hipotetis ................................................... a. Syllogisme kondisional ...................................... b. Syllogisme disjungtif .......................................... c. Dilema ................................................................. BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

1 1 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11. 12 13

14 15 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Rumusan masalah 1. Apa saja bentuk bentuk penalaran ? 2. Apakah perbedaan antara penalaran induksi dan deduksi ? 3. Bagaimana langkah langkah penjabaran pemikiran syllogisme ? 4. Apa saja hukum hukum syllogisme ? 5. Sebutkan bentuk bentuk syllogisme ? C. Tujuan penulisan Secara umum , tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan kejelasan tentang materi penyimpulan tidak langsung. Adapun tujuan penulisan makalah ini secara khusus sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah pengertian penyimpulan tidak langsung. 2. Untuk mengetahui perbedaan deduksi dan induksi. 3. Untuk mengetahui bagian bagian deduksi. 4. Untuk memahami hukum hukum syllogisme kategoris. 5. Untuk mengetahui bagaimana syllogisme hipotesis dan syllogisme disjungtif. 6. Untuk memahami pengertian dilema dan hukum-hukum dilema.

BAB II PEMBAHASAN PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG 1. Induksi Induksi adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proporsi umum dari sejumlah proposi umum dari sejumlah proporsi khusus yang berbentuk S ini adalah P ( Subjek ini adalah predikat ). Dalam induksi kesimpulan yang dicapai selalu berupa generalisasi ( pengumuman ),misalnya : air kotor menyebabkan penyakit kulit , bahan kuliah perguruan tinggi setiap minggu harus dipelajari secara lebih dalam dari pada bahan pelajaran sekolah menengah , sarjana luar negeri lebih bonafid dari pada sarjana dalam negari . Setiap generalisasi induktif di peroleh sesudah dilakukan pengamatan bahwa beberapa atau banyak kejadian berakhir dengan hasil yang sama, kemudian si pengamat yakin bahwa di waktu yang akan datang , suatu kejadian yang sama juga akan berakhir dengan hasil yang sama.

1.1 Induksi tidak lengkap dan hakikat kesimpulannya Pengetahuan sehari hari dan ilmu ilmu positif empiris banyak memerlukan induksi.Tetapi jarang sekali kita dapat memperoleh induksi yang lengkap induksi lengkap diperoleh manakala seluruh kejadian khususnya telah diselidiki dan diamati. Penalaran induktif , sesuat dengan sifatnya , tidak memberikan jaminan bagi kebenaran kesimpulannya.Meskipun , misalnya , premis premisnya semua benar , tidaklah secara otomatis membawa akibat pada kebenaran kesimpulan .

1.2.Induksi dan metode ilmiah Induksi erat sekaliberhubungan dengan metode ilmiah ( scientific method ). Sebab induksi adalah dasar metode ilmiah bahakan tercipta kerangka piker bahwa , ilmu adalah ilmu manakala berupa penalaran induktif .Pengamatan ilmiah terhadap yang kongkret individual menjurus pada penemuan fakta dan teori teori serta hipotesis hipotesis yang merupakan asumsi asumsi . Menurut pengalaman sejarah sebagai salah satu bentuk utama penalaran , induksi tidak tampil dengan mudah . Penalaran ilmuan seringkali disebut dingin karena ia tahu bahwa ilmuan harus tidak peduli terhadap tarikan dan atau desakan emosi manakala ia ingin menemukan kebenaran .

2. Deduksi Deduksi adalah mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu proporsi atau lebih. Kesimpulan tersebut benar benar sesuatu yang baru dan mucul seabgai konsekuen dari hubungan hubungan yang terlihat dalam proposisi atau proporsi proporsisi tadi. Manakala penalaran deduktif diambil struktur intinya dan dirumuskan secara singkat , maka dijumpailah bentuk logis bentuk logis pikiran yang disebut syllogisme. Penguasaan atas bentuk logis yang disebut syllogisme ini akan sangat membantu mencermatkan langkah langkah pikiran sehingga terlihat hubungan hubunganya belum mencapai kesimpulan. 2.1 Syllogisme Syllogisme adalah proses logis yang terdiri dari tiga bagian. Dua bagian pertama merupakan permis permis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) syllogistik. Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat anatara kedua bagian pertama melalui pertolongan term penengah (M). Suatu premis adalah suatu pernaytaan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa suatu itu benar atau tidak benar. Suatu premis dapat mengatakan suatu fakta , suatu generalisasi , atau sekedar suatu asumsi atau suatu spesifik.

Atas dasar premis premis tersebut kita menarik deduksi. Seringkali tidak dengan seketika dapat dikatakan apakah suatu P (predikat) harus atau dapat diakui atau dipungkiri oleh suatu S (subjek). Syllogisme mempunyai dua bentuk asli : Syllogisme kategoris, yakni premis premis nya berupa bentuk pernyataan kategoris: P diakui atau di pungkiri tentang S secara mutlak tidak bergantung pada suatu syarat (karena ... maka ... ) Syllogisme hipotesis, yakni premisnya berupa pernyataan bersyarat: P diakui atau dimungkiri tentang S tidak secara mutlak, melainkan bergantung pada suatu syarat (kalau ... maka ) 2.1.1 Syllogisme kategoris Syllogisme kategoris adalah struktur suatu deduksi berupa suatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagiannya berupa pernyataan kategoris (pernyataan tanpa syarat). Sebagai suatu bentuk logis yang sudah baku, syllogisme, khususnya syllogisme kategoris , bermakna sekali. Dalam percakapan sehari-hari, diskusi, buku dan pidato, jalan pikiran kita jarang dirumuskan dalam bentuk syllogism.

A.Bentuk syllogisme kategoris Dalam kesempatan ini hanya akan disebut tiga bentuk syllogisme kategoris , yakni : Bentuk I M---P S--- M S P

Term penengah (M) merupakan subjek di dalam premis mayor dan menjadi predikat didalam premis di dalam premis minor. Aturan yang harus dipatuhi : premis minor harus berupa penegasan ( afirmatif ), sedangkan premis mayor bersifat umum ( universal ) Bentuk II P---M

S---M S---P Term penengah ( M ) merupakan subjek di dalam premis mayor dan premis minor. Aturan yang harus dipatuhi : salah sebuah premis harus negatif , dan premis mayor bersifat umum (universal).

Bentuk III

M---P M---S S P

Term penengah (M) menjadi subjek di premis mayor dan premis minor. Aturan yang harus dipatuhin : premis minor harus berupa penegasan (afirmatif) dan kesimpulanya bersifat partikular.

B. Hukum hukum sylloisme kateguris


1. Term S,P dan M dalam suatu pemikiran harus tetap sama artinya. Dalam syllogisme, S dan P dipersatukan atas dasar pembandingan masing masing dengan M ; kalau M itu dalam mayor dan minor tidak tepat sama artinya (kata analogi atau ekuivokal) maka tak dapat ditarik kesimpulan 2. Kalau S dan atau P dalam premis perticular, maka dalam kesimpulan tidak boleh universal. Sebabnya ialah kita tidak boleh menarik kesimpulan mengenai semua jika premis hanya memberi keterangan tentang beberapa 3. Terms M harus sekurang-kurangnya satu kali universal 4. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah jika kalimat universal dibandingkan dengan kalimat particular, maka yang partikullar disebut yang lemah begitulah kalimat negatiof itu lebih lemah dibandingkan dengan kalimat afirmatif

C. Syllogisme majemuk

Sekali diketahui prinsip syllogisme, yaitu S dan P dipersatukan atas dasar M, maka sllogisme dapat diperluas menjadi suatu rangkaian dengan memakai lebih dari satu M Contoh :

. Yang rohani itu tidak dapat rusak, sebab tidak mempunyai bagian-bagian, karena ia tunggal
dan tak bergantung pada materi. Nah, jiwa manusia itu bersifat rohani, sebab manusia itu berbudi luhur karena ia dapat berpikir. Jadi, jiwa manusia itu tidak dapat rusak

2.1.2 Syllogisme hipotensis

A. Syllogisme kondisional
Syllogisme kondisional (bersyarat, conditionalsyllogisme) ialah syllogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Bagian putusan kondisional yang mengandung syarat disebut anteccedens. Bagian yang mengandung apa yang di kondisikan disebut konsekuensi. Hubungan antara anteccedens dan konsekuens adalah inti putusan kondisional (menentukan benar tidaknya putusan itu) Contoh syllogisme kondisional Kalau turun hujan, maka jalan-jalan basah (anteccedens) (konsekuns)

Nah, sekarang turun hujan Jadi, jalan-jalan basah

B. Syllogisme disjungtif
Syllogisme disjungtif ialah syllogisme yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah satu dari kemungkinan yang disebut dalam mayor. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.

a. Disjungtif dalam arti sempit (dalam arti sebenarnya) b. Disjungtif dalam arti luas

C. Dilema
Dilema adalah semacam pembuktian, yang didalamnya terdiri dari dua atau lebih putusan disjungtif untuk ditarik kesimpulan yang sama atau dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan harus ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki Hukum-hukum dilema 1. Putusan disjungtif harus lengkap, menyebut semua kemungkinan 2. Konsekuensinya harus sah 3. Kesimpulan lain tidak mungkin (tak boleh di restorsi atau di balik)

BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosenya ada dua macam, yaitu penalaran Induktif dan penalaran Deduktif. Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam berfikir yang bertolak dari bentuk penalaran deduktif, yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari fakta-fakta yang sifatnya khusus terlebih dahulu, kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya lebih umum, sedangkan penalaran deduktif yaitu metode berfikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu, lalu diambil kesimpulan yang lebih khusus.

B. SARAN Sebagai seorang mahasiswa, kita sebaiknya dianjurkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang telah mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, maka hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap pola pikir yang ia kembangkan dan ia terapkan, baik dalam menghadapi suatu masalah maupun untuk menyimpulkan suatu masalah dalam kehidupan kesehariannya.

9P

DR.W.Poespoprodjo, S.H..S.S.,B.Ph..L.Ph. , Drs.EK.T.Gilarso Logika ilmu menalar. Bandung : pustaka grafika

Anda mungkin juga menyukai