Anda di halaman 1dari 5

Nama : Zahra Syahrani

NPM : 2206031044
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Mata Kuliah : MPKT
Tugas : Resume Pekan 1 MPKT UI

1. Penalaran Tidak Langsung (Silogisme)


Kata silogisme berasal dari kata Yunani syllogismos yang berarti kesimpulan atau konklusi
(Hadinata, Putri, & Takwin, 2015). Silogisme berfokus pada valid atau tidaknya kesimpulan
yang didapat (logika formal) sesuai bentuknya, bukan terhadap kontennya (logika material).
Terbagi terhadap dua bagian, yakni:

1.1 Silogisme Kategoris


Silogisme kategoris termasuk pada logika deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu
kesimpulan. Terdapat tiga bagian term kesimpulan, yaitu term subjek atau term minor (S),
term predikat atau term mayor (P), dan term penghubung atau terminus medius (M) yang
tidak muncul dalam kesimpulan tetapi terdapat pada dua premis awal. Dengan contoh premis
dan kesimpulan:
Semua orang baik adalah orang bahagia
Beberapa orang Indonesia adalah orang baik
Jadi, beberapa orang bahagia adalah orang Indonesia
1. Yang termasuk pada term minor adalah orang bahagia
2. Yang termasuk pada term mayor adalah orang Indonesia
3. Yang termasuk pada term penghubung adalah orang baik
Sehingga kesimpulan dari premis yang ada terdiri atas term subjek dan predikat \.

a. Prinsip Dasar Silogisme Kategoris


Terdapat dua prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam silogisme kategoris, yaitu:
1. Principium dicti de omni (prinsip pengakuan tentang semua)
Prinsip ini berarti semua yang dinyatakan (diafirmasi) dan berlaku secara keseluruhan
(universal) maka berlaku juga secara sebagian atau perorangan. Contoh:
Semua perempuan itu cantik
Zahra adalah perempuan
Jadi, Zahra itu cantik
Karena pada premis satu disebutkan bahwa semua perempuan itu cantik dan Zahra
adalah seorang perempuan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Zahra itu cantik.
Dengan Zahra sebagai term subjek dan cantik adalah predikat.

2. Principium dicti de nullo (prinsip pengingkaran tentang semua)


Prinsip ini berarti semua yang diingkari (dinegasi) dan berlaku secara keseluruhan
(universal) maka berlaku pula secara sebagian atau perorangan.
Semua koruptor bukan orang yang jujur.
Sebagian pejabat adalah koruptor.
Jadi, sebagian pejabat bukan orang yang jujur.
Karena pada premis satu disebutkan bahwa semua koruptor bukan orang yang jujur
dan sebagian pejabat adalah koruptor maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian
pejabat bukan orang yang jujur.

b. Delapan Dalil Silogisme Kategoris


Delapan dalil tersebut berbunyi, bahwa:
1. Silogisme harus terdiri tiga tiga term, yaitu term subjek, term predikat, dan term
penghubung. Jika tidak terdiri dari tiga term maka tidak bisa ditarik kesimpulan.
2. Term subjek dan/atau term perdikat tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan
jika di dalam premis hanya berluas pertikular.
3. Term penghubung (term M) tidak boleh muncul dalam kesimpulan. Dalam silogisme
term M berfungsi sebagai pembanding, agar didapat suatu kesimpulan baru.
4. Salah satu term penghubung (term M) setidaknya harus terdistribusi (berluas
universal) di dalam premis mayor dan/atau premis minor.
5. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus berkualitas afirmatif.
6. Kedua premis tidak boleh berkualitas negatif.
7. Kedua premis tidak boleh berkuantitas partikular. Agar kesimpulan yang didapatkan
valid adanya.
8. Dalil ke delapan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kalau salah satu premis negatif di dalam siologisme kategoris, maka kesimpulan
harus negatif.
b. Kalau salah satu premis partikular di dalam siologisme kategoris, kesimpulan harus
partikular.

1.2 Silogisme Hipotesis dan Disjungtif

a. Proposisi Hipotesis dan Disjungtif


Pada silogisme hipotesis dan disjungtif proposisi untuk term predikat diafirmasi ataupun
dinegasi oleh term subjek dengan syarat khusus. Dengan syarat tersebut maka proposisi
hipotesis dan disjungtif yang dibangun oleh dua proposisi kategoris oleh suatu penghubung
yakni operator tertentu sebagai ciri dari jenis proporsinya.
1. Proporsi Hipotesis
Diberlakukan penggunaan “Jika…, maka…”. Contoh:
Jika hujan turun, maka jalan basah
2. Proporsi Disjungtif
Diberlakukan penggunaan operator “...atau…”. Contoh:
Hadinata adalah dosen atau mahasiswa.
b. Silogisme Hipotesis
Terbagi atas dua bagian premis mayot yang ditandai antesden dengan penggunaan “Jika…”
dan dilanjutkan konsekuen dengan penggunaan “maka…”
Terdapat dua dalil untuk mengesahkan suatu premis disebut valid, seperti berikut:
1. Modus Ponens
Merupakan suatu kegiatan menyimpulkan dengan terdapat pembenaran atau
pengafirmasian atas antesden dan konsekuen.
2. Modus Tollens
Merupakan suatu kegiatan menyimpulkan dengan terdapat pengingkaran atau
penegasian atas antesden dan konsekuen.

c. Silogisme Disjungtif
Dalam silogisme disjungtif terdapat premis mayor yang memiliki dua opsi kemungkinan
salah atau benar, dengan premis minor sebagai penentu kemungkinan benar (mengafirmasi)
atau kemungkinan salah (menegasi).

2. Kekeliruan Berpikir (Fallacies)


Logika bukan hanya tentang pemikiran yang benar, tetapi juga tentang bentuk yang salah.
Kesalahan berpikir itu dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Kesalahan formal yang dihasilkan dari kesimpulan yang salah. Pelanggaran argumen logis
yang berkaitan dengan konsep dan pernyataan argumen;
2. Kesalahan informal tentang kesimpulan yang tidak tepat karena pentingnya antara faktor
linguistik atau premis dan kesimpulan.
Perlu kita ingat bahwa kekeliruan ini seringkali muncul dalam kehidupan sehari-hari tanpa
kita sadari (khususnya kekeliruan non-formal). Hal tersebut dikarenakan kurangnya
pengetahuan dan standardisasi yang berlaku dikalangan masyarakat.

2.1 Kekeliruan Berpikir Formal


Kekeliruan berpikir formal adalah berpikir tanpa proses atau bentuk tidak berkesinambngan
melalui argumentasi logis. Secara umum, berikut jenis kekeliruan berpikir formal.
1) Empat Term (Four Terms)
2) Term Penghubung Tidak Terdistribusikan (Undistributed Middle Term)
3) Proses Ilisit (Illicit Process)
4) Premis-Premis Afirmatif, Kesimpulan Negatif
5) Salah Satu Premis Negatif, Kesimpulan Afirmatif
6) Dua Premis Negatif
7) Afirmasi Konsekuen
8) Negasi Anteseden
9) Kekeliruan Disjungsi

2.2 Kekeliruan Berpikir Nonformal


a. Kekeliruan Berpikir Nonformal Relevansi
Kesalahan dalam berpikir kritis informal terjadi ketika kesimpulan yang ditarik tidak
memiliki efek pada premisnya atau sebaliknya. Dengan kata lain, tidak ada hubungan logis
antara premis dan kesimpulan, meskipun mungkin bersifat psikologis menunjukkan suatu
hubungan. Berikut jenis-jenis dari berpikir informal yang kerap kali ditemui dalam kehidupan
sehari-hari:
1) Argumentum ad misericordiam
2) Argumentum ad populum
3) Argumentum ad hominem
4) Argumentum ad auctoritatis
5) Argumentum ad baculum
6) Argumentum ad ignorantiam
7) Ignoratio elenchi
8) Petitio Principii
9) Kekeliruan Komposisi (Fallacy of Composition)

b. Kekeliruan Berpikir Nonformal Bahasa


1) Kekeliruan Ekuivokasi
2) Kekeliruan Amfiboli
3) Kekeliruan Aksentuasi
4) Kekeliruan Metaforis
Referensi

Takwin, B. et al. (2017) BUKU AJAR MPKT A. Depok, Indonesia: Universitas Indonesia.

Zenius (2022). Kesalahan Umum Saat Berlogika Beserta Contohnya. YouTube. Available at:
https://www.youtube.com/watch?v=o8LUzhexpn8 [Accessed 24 Feb. 2023].

Anda mungkin juga menyukai