Penyusun
B. Daftar Isi
Kata pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A.Latar belakang.......................................................................................................1
B.Rumusan Masalah..................................................................................................1
C.Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2
A.Pengertian Silogisme.............................................................................................2
B.Macam-macam Silogisme......................................................................................3
C.Struktur Silogisme................................................................................................12
D.Aturan-aturan dalam Silogisme............................................................................12
E.Bentuk-bentuk Silogisme.....................................................................................16
BAB III PENUTUP....................................................................................................20
A.Kesimpulan..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21
C.
BAB I PENDAHULUAN
D. Latar belakang
Berpikir merupakan kegiatan manusia yang dilakukan terus menerus sejak dari bayi
hingga pada saatnya akan meninggal dunia. Pikiran manusia pada hakikatnya mencari dan
berusaha memperoleh kebenaran. Dalam proses berpikir harus diperhatikan untuk
mencapai kebenaran yang logis.
Pemikiran manusia terdiri atas 3 unsur, yaitu pengertian, keputusan dan penyimpulan.
Penyimpulan adalah pokok utama dan hal yang paling penting dalam logika. Namun,
tanpa adanya hubungan kedua unsur yang lain, tentu kita akan sulit ke penyimpulan.
Di dalam makalah ini, kita akan membahas salah satu unsur dari Ilmu Logika yaitu
Silogisme.
E. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apa itu Silogisme?
2. Apa saja macam-macam Silogisme?
3. Bagaimana struktur Silogisme?
4. Bagaimana aturan-aturan dalam Silogisme?
5. Bagaimana bentuk-bentuk Silogisme?
F. Tujuan
Tujuan dari malakah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Silogisme.
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Silogisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana struktur Silogisme.
4. Untuk mengetahui aturan-aturan dalam Silogisme.
5. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk Silogisme
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Silogisme
Silogisme adalah perkembangan lebih lanjut dari Proposisi. Suatu Proposisi jika
dikaitkan dengan Proposisi lain maka akan membentuk Silogisme. Proposisi yang
menjadi Silogisme berjumlah tiga, yang pertama disebut premis mayor, yang kedua
disebut premis minor dan yang terakhir disebut kesimpulan. Tiga Proposisi ini dikaitkan
satu dengan yang lain akan menjadikan pengetahuan lama menjadi pengetahuan baru.
Oleh karena itu, kita dapat menyebutnya Silogisme dengan dua argument deduktif yang
kesimpulannya ditarik dari dua premis.
Jadi, yang dinamakan Silogisme disini adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua
macam keputusan (yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal)
dengan suatu keputusan yang ketiga, yang kebenarannya sama dengan keputusan yang
mendahuluinya. Dengan kata lain, Silogisme adalah merupakan pola berpikir yang
disusun dari 2 buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Contoh:
Semua mahasiswa pasti belajar (Premis Mayor)
Si Adit seorang mahasiswa (Premis Minor)
Jadi, si Adit pasti belajar (Kesimpulan)
Pada contoh diatas, kita melihat adanya persamaan antara keputusan pertama dengan
keputusan kedua yakni sama-sama Mahasiswa dan salah satu dari keduanya adalah
universal (keputusan pertama). Oleh karena itu, nilai kebenaran dari keputuan ketiga
sama dengan nilai kebenaran dari dua keputusan sebelumnya.
Kesimpulan bahwa si Adit pasti belajar adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab
kesimpulan ini ditarik dari dua premis yang mendukungnya.
Dan untuk memastikan apakah kesimpulan itu benar, maka hal ini harus dikembalikan
kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Jika premis yang mendukungnya adalah
benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar.
Dengan demikian, Silogisme dapat disebut sebagai penarikan kesimpulan secara
deduktif yang secara tidak langsung, kesimpulannya ditarik dari dua premis sekaligus.
Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor. Pengertian yang
menjadi subjek (S) disebut term minor. Pengertian yang menjadi predikat disebut term
Mayor. Pengetian yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tetapi terdapat dalam kedua
premis tersebut yang disebut term antara/pembanding (M).
Aristoteles dalam bukunya Analitica Priara menyebut penalaran deduktif dengan
istilah Silogisme. Aristoteles membatasi sebagai argumen yang konklusinya diambil secara
pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Proposisi sebagai
dasar kita untuk mengembalikan kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan
dalam bentuk oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan Indenpenden.
2
G. Macam-macam Silogisme
1. Silogisme Kategorik
Silogisme Kategorik adalah Silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi
kategorik. Proposisi yang menjadi pangkalan umum dan pangkalan khusus disebut
premis, sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis kedua premisnya disebut term
penengah (Medius term). Premis yang termnya menjadi predikat pada konklusi disebut
premis Mayor.
Contoh:
Semua Hewan membutuhkan air (Premis Mayor)
S-M P
Kerbau adalah Hewan (Premis Minor)
S M-P
Kerbau membutuhkan air (Konklusi)
S P
Keterangan:
S = Subjek
P = Predikat
M = Medius term
a. Aturan-aturan Silogisme kategorik
Agar didapat kesimpulan yang benar, harus diperhatikan patokan-patokan
Silogisme, yaitu:
1) Apabila satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus
partikular juga.
Contoh:
3
2) Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus
negatif juga.
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Maka, binatang ini adalah ikan? (Kesimpulannya tidak sah, karena bisa
saja bintang itu adalah binatang melata).
4
6) Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat
yang pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya
akan salah.
Contoh:
Contoh:
Contoh:
P/S A E I O
A AA EA IA OA
E AE EE IE OE
I AI EI II OI
O AO EO IO OO
Premis/Konklus A E I O
i
AA (A-A-A) A-A-E (A-A-I) A-A-O
AE A-E-A (A-E-E) A-E-I A-E-O
AI A-I-A A-I-E (A-I-I) A-I-O
AO A-O-A A-O-E A-O-I (A-O-O)
EA E-A-A (E-A-E) E-A-I (E-A-O)
EE E-E-A E-E-E E-E-I E-E-O
EI E-I-A E-I-E E-I-I (E-I-O)
EO E-O-A E-O-E E-O-I E-O-O
IA I-A-A I-A-E (I-A-I) I-A-O
IE I-E-A I-E-E I-E-I I-E-O
II I-I-A I-I-E I-I-I I-I-O
IO I-O-A I-O-E I-O-I I-O-O
OA O-A-A O-A-E O-A-I (O-A-O)
OE O-E-A O-E-E O-E-I O-E-O
OI O-I-A O-I-E O-I-I O-I-O
OO O-O-A O-O-E O-O-I O-O-O
6
A-I-I nama Darii
E-I-O nama Ferio
Susunan II: A-E-E nama Camestres
E-A-E nama Cesare
A-O-O nama Baroco
E-I-O nama Festino
2. Silogisme Hipotetik
Silogisme Hipotetik merupakan suatu Silogisme yang premisnya berupa pernyataan
bersyarat. Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau
mengingkari term ancident atau term konsekuen premis mayornya. Sebenarnya, Silogisme
hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun premis minor, karena kita ketahui premis
mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan premis minor itu
mengandung term subjek pada konklusi.
Beberapa tipe Silogisme Hipotetik:
a. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Sekarang cerah.
Contoh:
7
c. Silogisme Hipotetik yang premis minornya mengingkari antecendent.
Contoh:
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan
timbul.
d. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian kosekuensinya.
Contoh:
Peperangan terjadi.
8
4) Bila B terlaksana maka A terlaksana, seperti:
3. Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif ialah Silogisme yang premis mayornya terdiri dari keputusan
disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah satu dari “kemungkinan”
yang disebut didalam mayor. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.
Keputusan Disjungtif ialah keputusan yang didalamnya terkandung pilihan antara dua
atau lebih kemungkinan (menunjukkan apa yang disebut suatu “alternatif”, dinyatakan
dengan kata dengan atau atau).Dibedakan:
Contoh:
Liverpool menang atau kalah (Silogisme salah, sebab masih ada
kemungkinan ketiga, yaitu sama kuat)
Apel itu merah atau berwarna (yang satu mengandung yang lain)
Rudi masuk atau tidak masuk (Silogisme sah, karena antara masuk
atau tidak masuk taka da kemungkinan lain).
b. Disjungtif dalam arti luas
Silogisme ini juga mengemukakan pilihan antara dua kemungkinan A dan B,
tetapi kemungkinan-kemungkinan yang disebut itu dapat juga bersama-sama
benar, atau ada kemungkinan ketiga. Jadi, satu kemungkinan benar, yang lain
mungkin benar juga sebab dapat dikombinasikan. Misalnya:
Dia yang pergi atau saya (bisa saja mereka pergi bersama-sama)
Silogisme disjungtif dalam arti sempit atau dalam arti luas mempunyai dua
tipe:
9
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah
mengakui alternatif yang lain, seperti:
Ia berada di kampus
4. Dilemma
Dilemma adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara Silogisme
hipotetik dan Silogisme disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua
proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disjungtif. Konklusinya, berupa
proposisi disjungtif, tetapi bisa proposisi kategorik. Dalam dilemma, terkandung
konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi yang diambil
selalu tidak menyenangkan. Dalam debat, dilemma dipergunakan sebagai alat pemojok,
sehingga alternatif apapun yang dipilih, lawan bicara selalu dalam situasi tidak
menyenangkan.
Contoh:
Jika engkau berbuat adil, Manusia akan membencimu
Jika engkau berbuat tidak adil, Tuhan akan membencimu
Sedangkan engkau harus bersikap adil dan tidak adil
Berbuat adil ataupun tidak engkau akan dibenci.
Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi giat belajar tidak
berguna
10
Sedangkan bila mahasiswa malas belajar, motivasi itu tidak membawa
hasil
Karena itu, motivasi giat belajar itu tidak bermanfaat atau tidak
membawa hasil.
Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disjungtif. Contoh pertama adalah
dilemma bentuk baku, kedua bentuk non baku.
Berikut contoh dilemma yang konklusinya merupakan keputusan kategorik.
Jika Tono kalah dalam perkara ini, ia harus membayar berdasarkan
keputusan pengadilan.
11
H. Struktur Silogisme
Sebuah Silogisme terdiri dari tiga proposisi yaitu dua proposisi yang disajikan dan satu
proposisi yang ditarik dari dua proposisi yang disajikan itu. Proposisi yang disajikan dinamai
premis mayor dan premis minor, sedangkan kesimpulannya dinamai konklusi. Setiap
proposisi terdiri atas dua term , oleh karena itu Silogisme harus mempunyai enam term.
Sebenarnya, Silogisme hanya memiliki tiga term, karena untuk masing-masing dinyatakan
dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedangkan S disebut term minor dan term yang
sama-sama terdapat pada kedua proposisi disebut term penengah dilambangkan M. Dengan
kata lain, term penengah menetapkan hubungan term mayor dengan term minor.
Jika antara term mayor dan term minor tidak terdapat hubungan, maka konklusi tidak
dapat ditarik
Contoh:
Semua manusia adalah tak bermoral.
Semua kepala negara adalah tak manusia.
Disini tidak dapat ditarik konklusinya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Silogisme, yaitu:
1) Premis mayor disajikan lebih dahulu, lalu diikuti premis minor.
2) Term penengah dilambangkan dengan M (Middle term).
3) Term mayor dilambangkan dengan P (Predikat).
4) Term minor dilambangkan dengan S (Subjek).
Aturan I: Jumlah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumlah term harus
tiga buah.
Silogisme kategoris adalah pola penyimpulan tidak langsung, dimana dua buah term
dibandingkan dengan term ketiga. Term minor sebagai Subjek dari kesimpulan dan
term mayor sebagai predikatnya. Sedangkan term antara (middle term) sebagai
pembanding antara term minor dengan term mayor. Sehingga ketiga term saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Misalnya, jika hanya ada dua term, maka tidak
dapat dilakukan penyimpulan, melainkan yang ada hanya sebuah putusan atau
Proposisi.
Jika ada empat term, maka tidak ada term khusus yang membandingkan antara term
mayor dengan term minor, sehingga tidak ada yang digunakan untuk membandingkan
apakah term minor (S) cocok atau tidak cocok dengan term Mayor (P).
12
Contoh:
Premis Mayor : Keadaan sosial politik saat ini (S) sangat genting (M1)
Kesimpulan : Jadi, keadaan sosial politik saat ini (S) sudah banyak yang bocor.
Aturan II: Term subjek (S) atau term Predikat (P) didalam kesimpulan tidak boleh
lebih luas daripada term subjek atau term predikat yang terdapat dalam premis-
premisnya.
Artinya adalah term mayor (P) di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika
didalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Karena jika term mayor (P) dan
term minor (S) adalah partikular di dalam premis-premisnya dan universal didalam
kesimpulannya, maka yang cocok dengan term hanya Sebagian objek saja.
Contoh:
Term P kaum intelektual dalam proposisi afirmatif adalah partikular, dan term ini
menjadi universal ketika berada dalam kesimpulan setelah menjadi predikat dari
Proposisi negatif. Dari contoh dapat dipahami bahwa beberapa referent dari term
mayor (P) kaum Intelektual cocok dengan term minor (S) mahasiswa. Kesimpulannya
tidak ada satupun term antara (M) yang cocok dengan term minor (S). Artinya, tidak
ada karyawan yang kaum intelektual, padahal yang ada kemungkinan karyawan
adalah mahasiswa, dan Mahasiswa adalah kaum intelektual. Sehingga Sebagian
karyawan adalah kaum intelektual. Maka Silogisme diatas dinilai salah.
Aturan III: Term antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
Term antara (M) adalah pembanding antara term mayor (P) dan term minor (S).
Antara term mayor dan term minor ada kesesuaian atau tidak, sehingga term antara
harus terdapat pada kedua premis dan tidak terdapat pada kesimpulan, maka artinya
dalam proses penalaran tidak terjadi penyimpulan.
Contoh:
13
Kesimpulan : Setiap orang bisa kaya dan miskin.
Proses penalaran yang terjadi seperti contoh tersebut adalah logis, namun tidak
menciptakan akesimpulan dan kebenaran baru dari premis-premisnya, sehingga tidak
dinamakan silogisme.
Aturan IV: Term antara harus sekurang-kurangnya satu kali universal referent.
Objek dari term antara sekurang-kurangnya identik atau tidak identik dengan objek
dari term mayor atau tem minor. Jika term antara digunakan dua kali secara partikular
didalam premis-premisnya, maka term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu dari
term mayor.
Contoh:
Fakta membuktikan bahwa antara Ikan dengan tikus sama-sama memiliki ekor,
namun keduanya tidak bisa disamakan secara keseluruhan seperti yang ada pada
kesimpulan yang bersifat Universal. Sehingga kesimpulan tidak cocok dengan premis-
premisnya dan silogisme dinyatakan salah.
B. Aturan yang berdasarkan pada Premis.
Contoh :
Premis Mayor : Hewan (M) adalah makhluk yang memiliki insting (P).
Kesimpulan : Jadi, Anjing (S) adalah makhluk yang memiliki insting (P).
14
kesimpulan terpaksa dilakukan, maka kesimpulan dianggap tidak sah.
Contoh:
Padahal dalam kenyataan Rudi (S) mungkin mengalami senang atau sedih, namun
bukan karena Rudi adalah bukan Lidia. Sehingga silogisme diatas dianggap tidak
valid.
Aturan III: Jika salah satu premisnya partikular, maka premisnya harus partikular,
dan jika salah satu premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah afirmatif.
Artinya jika salah satu premisnya adalah negatif dan partikular, maka kesimpulannya
harus negatif dan partikular. Jadi kesimpulan harus sesuai dengan premis minornya.
Contoh:
Premis Mayor : Semua orang Batak (M) adalah warga negara Indonesia (P)
Premis Minor : Beberapa orang itu (S) adalah orang Batak (M)
Kesimpulan : Beberapa orang itu (S) adalah warga negara Indonesia (P)
Contoh lain:
Aturan IV: Kedua Premis tidak boleh partikular, salah satu premis harus universal.
Jika kedua premis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan yaitu:
a. keduanya afirmatif,
b. keduanya negatif, dan
c. yang satu afirmatif dan yang satu negatif
Contoh a:
Jadi, ada orang yang rajin belajar (S) mencontek dalam ujian (P).
Contoh b:
15
Tim Futsal kita (P) tidak berhasil menjadi juara (M)
Tim Basket kita (S) juga tidak berhasil menjadi juara (M)
Jadi, tim Basket (S) bukan tim bukan tim Futsal (P).
Contoh c:
Jadi, beberapa anggota tim SAR (S) tidak pernah hadir kuliah (P).
Dari contoh diatas dapat dipahami bahwa jika kedua premis adalah afirmatif
partikular, maka semua termnya adalah partikular. Jika kedua term adalah negatif
partikular, maka tidak dapat ditarik kesimpulan. Dan jika salah satu dari kedua term
partikular tersebut negatif, dan salah satu yang lain afirmatif, maka akan terjadi
pelanggaran pada term P di kesimpulan.
J. Bentuk-bentuk Silogisme
Bentuk Silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah) dalam premis. Ada
empat macam bentuk silogisme, yaitu:
a. Medium menjadi subjek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada
premis minor.
16
d. Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subjek pada premis
minor.
Semua orang yang tidak lulus bukan (≠) orang yang belajar.
17
Bahwa Adam mengigau adalah akibat dari demamnya yang tinggi. Maka
proposisi “Demamnya tinggi sekali” lengkap menjadi; “Orang yang sakit demam
tinggi itu adalah orang yang sakit mengigau”. Proposisi ini adalah premis mayor,
karena mengandung term predikat “orang mengigau”.
Proposisi yang lainnya mengatakan bahwa Adam sakit. Sudah tentu penyakit
Adam itu bukan wasir ataupun penyakit lainnya. Dalam konteks jelas yang
dimaksud itu sakit demam tinggi. Maka proposisinya yang lengkap ialah
“Adam adalah orang yang sakit demam tinggi”. Dalam bentuk silogisme standar
penalarannya menjadi:
Orang yang sakit demam tinggi adalah orang yang sakit mengigau
18
sah, dan jika itu diketahui baik-baik, pengembalian menjadi Silogisme susunan I
menjadi kurang penting, sehingga juga mengingat-ingat nama dan bentuk
silogisme menjadi kurang penting.
Silogisme yang sah itu menunjukkan ciri-ciri tertentu menurut suasana I, II
dan III mengenai mayor, minor dan konklusinya.
Berikut ciri-cirinya:
Susunan I Susunan II Susunan III
Mayor Berdistribusi Berdistribusi -
(A/E) (A/E)
Minor Afirmatif (A/I) - Afirmatif (A/I)
Bentuk Silogisme yang sah dalam susunan I konklusinya dapat berupa proposisi
A,I,E,O. Ini berarti, bahwa semua modus yang sah dalam susunan I dapat digunakan
dalam setiap argumentasi tanpa mengingat apakah konklusi yang dicari itu suatu
afirmasi, suatu negasi, suatu pernyataan, yang sifatnya universal, ataupun partikular.
Dengan kata lain: bentuk silogisme susunan I dengan modusnya apa saja, selalu dapat
digunakan asal bentuknya sah.
Dalam susunan II bentuk silogisme yang sah hanya dapat digunakan dalam
argumentasi untuk mengingkari sesuatu, sebab konklusinya selalu negatif.
Bentuk Silogisme yang sah dalam susunan III hanya dapat digunakan untuk
menarik konklusi yang sifatnya partikular, baik afirmatif maupun negatif tidak dapat
digunakan untuk menyimpulkan suatu proposisi yang universal.
Seperti yang dikatakan pada bagian akhir paragraf tertentu bujur sangkar
perlawanan, logika tradisional berpegang pada interpretasi eksistensial. Maka bentuk-
bentuk silogisme yang sah seperti contoh juga sah menurut interpretasi eksistensial.
Kalau digunakan interpretasi hipotetik seperti dalam logika modern, beberapa bentuk
diantaranya tidak sah: yaitu bentuk AAI dan EAO baik dalam susunan III maupun
susunan IV.
19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Silogisme adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan (yang
mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal) dan suatu keputusan
yang ketiga, yang kebenarannya sama dengan keputusan yang lainnya. Atau dengan kata
lain, silogisme adalah merupakan pola berpikir yang disusun dari dua pernyataan dan
sebuah kesimpulan.
Silogisme terdiri atas 4 macam, yaitu silogisme kategorik, silogisme Hipotetik,
silogisme Disjungtif dan Dilemma. Yang masing-masing jenis mempunyai aturannya
masing-masing diluar dari aturan Silogisme itu sendiri.
Bentuk Silogisme dibedakan atas letak medium dalam premis, yang terbagi menjadi
empat macam:
Medium menjadi subjek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada premis
minor.
Medium menjadi predikat, baik pada premis mayor maupun premis minor.
Medium menjadi subjek pada premis mayor maupun premis minor.
Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subjek pada premis minor.
Sedangkan silogisme yang sesuai dengan susunannya terbagi atas 3 macam, yaitu:
Bentuk silogisme menyimpang
Bentuk Silogisme yang sah
Silogisme bukan bentuk baku
20
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Burhanuddinsalam, Logika Formal: Filsafat Berpikir, PT Bina Aksara,
Jakarta, 1998
Drs. H. Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1988
Dr. W. Poespoprodjo, Logika Ilmu menalar, Pustaka Grafika, Bandung
Gurupendidikan.co.id/paragraph-silogisme/
Khalima, Logika teori dan aplikasi, Gaung Persada Press, Jakarta, 2011
Maarif Zainul, Logika Komunikasi, Rajawali Press, Jakarta, 2016
R. G. Soekadijo, Logika Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1983
Sumaryono, Dasar-dasar Logika, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1999
Sunardi Dahritian, Langkah-langkah berpikir Logis, CV Bumi Nyalaran Pamekasan,
2001
21