Anda di halaman 1dari 24

SILOGISME

Nama : Patar Ardianto Butarbutar


NIM : 2019.04.00125
Mata kuliah : LOGIKA

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN


PROTESTAN NEGERI BURERE,
SENTANI
A. Kata pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, kasih karunia dan
penyertaan-Nya, maka saya selaku penyusun dapat menyelesaikan Tugas Makalah Logika
yang berjudul SILOGISME.
Saya juga berterima kasih kepada Dosen pengampu, Ibu Yuyun Hendrawati, M.Pil, yang
telah mempercayakan tugas ini kepada saya, semoga makalah ini dapat memenuhi harapan
beliau terhadap tugas yang telah diberikan.
Tidak lupa, kepada para penulis buku, Blog, Artikel, maupun Jurnal, saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya. Karena melalui tulisan mereka, saya dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Makalah ini jauh dari kata lengkap. Jadi, untuk kelengkapan makalah ini, saya menerima
kritik, saran maupun masukan yang membangun, agar kedepannya saya bisa lebih baik dalam
Menyusun Makalah.
Atas dukungan dan perhatiannya, saya ucapkan Terima kasih.

Sentani, 05 Juni 2020

Penyusun

B. Daftar Isi
Kata pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A.Latar belakang.......................................................................................................1
B.Rumusan Masalah..................................................................................................1
C.Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2
A.Pengertian Silogisme.............................................................................................2
B.Macam-macam Silogisme......................................................................................3
C.Struktur Silogisme................................................................................................12
D.Aturan-aturan dalam Silogisme............................................................................12
E.Bentuk-bentuk Silogisme.....................................................................................16
BAB III PENUTUP....................................................................................................20
A.Kesimpulan..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21

C.
BAB I PENDAHULUAN
D. Latar belakang
Berpikir merupakan kegiatan manusia yang dilakukan terus menerus sejak dari bayi
hingga pada saatnya akan meninggal dunia. Pikiran manusia pada hakikatnya mencari dan
berusaha memperoleh kebenaran. Dalam proses berpikir harus diperhatikan untuk
mencapai kebenaran yang logis.
Pemikiran manusia terdiri atas 3 unsur, yaitu pengertian, keputusan dan penyimpulan.
Penyimpulan adalah pokok utama dan hal yang paling penting dalam logika. Namun,
tanpa adanya hubungan kedua unsur yang lain, tentu kita akan sulit ke penyimpulan.
Di dalam makalah ini, kita akan membahas salah satu unsur dari Ilmu Logika yaitu
Silogisme.

E. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apa itu Silogisme?
2. Apa saja macam-macam Silogisme?
3. Bagaimana struktur Silogisme?
4. Bagaimana aturan-aturan dalam Silogisme?
5. Bagaimana bentuk-bentuk Silogisme?

F. Tujuan
Tujuan dari malakah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Silogisme.
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Silogisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana struktur Silogisme.
4. Untuk mengetahui aturan-aturan dalam Silogisme.
5. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk Silogisme

1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Silogisme
Silogisme adalah perkembangan lebih lanjut dari Proposisi. Suatu Proposisi jika
dikaitkan dengan Proposisi lain maka akan membentuk Silogisme. Proposisi yang
menjadi Silogisme berjumlah tiga, yang pertama disebut premis mayor, yang kedua
disebut premis minor dan yang terakhir disebut kesimpulan. Tiga Proposisi ini dikaitkan
satu dengan yang lain akan menjadikan pengetahuan lama menjadi pengetahuan baru.
Oleh karena itu, kita dapat menyebutnya Silogisme dengan dua argument deduktif yang
kesimpulannya ditarik dari dua premis.
Jadi, yang dinamakan Silogisme disini adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua
macam keputusan (yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal)
dengan suatu keputusan yang ketiga, yang kebenarannya sama dengan keputusan yang
mendahuluinya. Dengan kata lain, Silogisme adalah merupakan pola berpikir yang
disusun dari 2 buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Contoh:
Semua mahasiswa pasti belajar (Premis Mayor)
Si Adit seorang mahasiswa (Premis Minor)
Jadi, si Adit pasti belajar (Kesimpulan)
Pada contoh diatas, kita melihat adanya persamaan antara keputusan pertama dengan
keputusan kedua yakni sama-sama Mahasiswa dan salah satu dari keduanya adalah
universal (keputusan pertama). Oleh karena itu, nilai kebenaran dari keputuan ketiga
sama dengan nilai kebenaran dari dua keputusan sebelumnya.
Kesimpulan bahwa si Adit pasti belajar adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab
kesimpulan ini ditarik dari dua premis yang mendukungnya.
Dan untuk memastikan apakah kesimpulan itu benar, maka hal ini harus dikembalikan
kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Jika premis yang mendukungnya adalah
benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar.
Dengan demikian, Silogisme dapat disebut sebagai penarikan kesimpulan secara
deduktif yang secara tidak langsung, kesimpulannya ditarik dari dua premis sekaligus.
Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor. Pengertian yang
menjadi subjek (S) disebut term minor. Pengertian yang menjadi predikat disebut term
Mayor. Pengetian yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tetapi terdapat dalam kedua
premis tersebut yang disebut term antara/pembanding (M).
Aristoteles dalam bukunya Analitica Priara menyebut penalaran deduktif dengan
istilah Silogisme. Aristoteles membatasi sebagai argumen yang konklusinya diambil secara
pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Proposisi sebagai
dasar kita untuk mengembalikan kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan
dalam bentuk oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan Indenpenden.

2
G. Macam-macam Silogisme
1. Silogisme Kategorik
Silogisme Kategorik adalah Silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi
kategorik. Proposisi yang menjadi pangkalan umum dan pangkalan khusus disebut
premis, sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis kedua premisnya disebut term
penengah (Medius term). Premis yang termnya menjadi predikat pada konklusi disebut
premis Mayor.
Contoh:
Semua Hewan membutuhkan air (Premis Mayor)
S-M P
Kerbau adalah Hewan (Premis Minor)
S M-P
Kerbau membutuhkan air (Konklusi)
S P

Keterangan:
S = Subjek
P = Predikat
M = Medius term
a. Aturan-aturan Silogisme kategorik
Agar didapat kesimpulan yang benar, harus diperhatikan patokan-patokan
Silogisme, yaitu:
1) Apabila satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus
partikular juga.
Contoh:

Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor)


Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor)
Jadi, Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).

3
2) Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus
negatif juga.

Contoh:

Semua Koruptor tidak disenangi (mayor)

Sebagian pejabat koruptor (minor)

Jadi, Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi)


3) Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil
keputusan.

Contoh:

Beberapa Pengusaha tidak jujur (premis 1)

Joko adalah Pengusaha (Premis 2)

Kedua premis tersebut tidak harus disimpulkan. Jika dibuat


kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan
kepastian).

Joko mungkin tidak jujur (konklusi).


4) Apablia kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil
kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang
menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat
diambil jika salah satu premisnya positif.

Contoh:

Ikan bukan bunga mawar (premis 1)

Kucing bukan bunga mawar (premis 2)

Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan.


5) Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan
sah diambil kesimpulan.

Contoh:

Semua ikan berdarah dingin

Binatang ini berdarah dingin

Maka, binatang ini adalah ikan? (Kesimpulannya tidak sah, karena bisa
saja bintang itu adalah binatang melata).

4
6) Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat
yang pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya
akan salah.

Contoh:

Jagung adalah Tumbuhan (premis 1)

Padi bukan jagung (premis 2)

Jadi, Padi bukan tumbuhan?


Tumbuhan pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada
premis 1 bersifat positif.
7) Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor
maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda,
kesimpulannya menjadi lain.

Contoh:

Bulan itu bersinar dilangit (mayor)

Januari adalah bulan (minor)

Jadi, Januari bersinar dilangit?


8) Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subjek, predikat dan
term, tidak diturunkan konklusinya.

Contoh:

Ayam adalah binatang (premis 1)

Sapi adalah binatang (premis 2)

Beringin adalah tumbuhan (premis 3)

Matoa adalah tumbuhan (premis 4)

Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya.

b. Absah dan benar


Dalam membicarakan Silogisme kita harus mengenal dua istilah yaitu absah
dan benar. Absah (valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah
pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila
sesuai dengan patokan-patokan yang sudah dijelaskan dan dikatakan tidak valid
apabila sebaliknya.
Keabsahan dan kebenaran dalam Silogisme merupakan suatu satuan yang
tidak dapat dipisahkan untuk mendapatkan konklusi yang sah dan benar.
5
Hanya konklusi dari premis yang benar dari prosedur yang sah maka konklusi itu
dapat diakui. Hal itu bisa terjadi karena premisnya salah dan prosedur valid
menghasilkan konklusi yang benar, demikian juga dari premis salah dan prosedur
invalid dihasilkan konklusi benar.

c. Silogisme berdasarkam Modusnya


Silogisme berdasarkan modusnya dapat dibedakan menjadi 16 bentuk yang
terdiri dari premis mayor A, E, I dan O dan premis minor A, E, I dan O.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel dibawah.

P/S A E I O
A AA EA IA OA
E AE EE IE OE
I AI EI II OI
O AO EO IO OO

Silogisme mempunyai 16 modus dan 4 susunan dasar, maka secara teoritis,


dapat dibedakan menjadi 64 jenis.

Premis/Konklus A E I O
i
AA (A-A-A) A-A-E (A-A-I) A-A-O
AE A-E-A (A-E-E) A-E-I A-E-O
AI A-I-A A-I-E (A-I-I) A-I-O
AO A-O-A A-O-E A-O-I (A-O-O)
EA E-A-A (E-A-E) E-A-I (E-A-O)
EE E-E-A E-E-E E-E-I E-E-O
EI E-I-A E-I-E E-I-I (E-I-O)
EO E-O-A E-O-E E-O-I E-O-O
IA I-A-A I-A-E (I-A-I) I-A-O
IE I-E-A I-E-E I-E-I I-E-O
II I-I-A I-I-E I-I-I I-I-O
IO I-O-A I-O-E I-O-I I-O-O
OA O-A-A O-A-E O-A-I (O-A-O)
OE O-E-A O-E-E O-E-I O-E-O
OI O-I-A O-I-E O-I-I O-I-O
OO O-O-A O-O-E O-O-I O-O-O

Dari 64 Silogisme yang sah hanya ada 11:

Susunan I: A-A-A nama Barbara


E-A-E nama Celarent

6
A-I-I nama Darii
E-I-O nama Ferio
Susunan II: A-E-E nama Camestres
E-A-E nama Cesare
A-O-O nama Baroco
E-I-O nama Festino

Susunan III: A-A-I nama Darapti


E-A-O nama Felapton
A-I-I nama Datisi
E-I-O nama Fresion
I-A-I nama Disamis
O-A-O nama Borcado
Susunan IV: A-A-I nama Bramantis
A-E-E nama Camenes
E-A-O nama Fesapo
E-I-O nama Ferison
I-A-I nama Dimaris

2. Silogisme Hipotetik
Silogisme Hipotetik merupakan suatu Silogisme yang premisnya berupa pernyataan
bersyarat. Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau
mengingkari term ancident atau term konsekuen premis mayornya. Sebenarnya, Silogisme
hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun premis minor, karena kita ketahui premis
mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan premis minor itu
mengandung term subjek pada konklusi.
Beberapa tipe Silogisme Hipotetik:
a. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.

Contoh:

Jika cerah, saya pergi.

Sekarang cerah.

Jadi, saya pergi.


b. Silogisme hipotetik yang premis minornya bagian konsekuensi.

Contoh:

Jika hujan saya naik becak (mayor)

Sekarang hujan (minor)

Jadi, saya naik becak (konklusi).

7
c. Silogisme Hipotetik yang premis minornya mengingkari antecendent.

Contoh:

Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan


timbul.

Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan
timbul.
d. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian kosekuensinya.

Contoh:

Bila Mahasiswa turun ke jalan, Penguasa akan gelisah

Penguasa tidak gelisah

Jadi Mahasiswa tidak turun ke jalan.

Aturan-aturan Silogisme hipotetik.


Aturan-aturan Silogisme hipotetik mengambil konklusi dari Silogisme jauh lebih
mudah dibanding Silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran
konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila Antecedent
dilambangkan dengan A dan konsekuen dengan B maka hukum Silogisme hipotetik adalah:

1) Bila A terlaksana maka B terlaksana, seperti:

Bila terjadi peperangan, harga-harga bahan makanan membumbung tinggi.

Peperangan terjadi.

Jadi harga bahan makanan membumbung tinggi.


2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana (tidak sah = salah), seperti:

Bila terjadi peperangan, harga bahan makanan membumbung tinggi.

Peperangan tidak terjadi.

Jadi, harga bahan makanan tidak membumbung tinggi.


3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana (tidak sah = salah), seperti:

Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membumbung tinggi.

Sekarang harga makanan membumbung tinggi .

Jadi peperangan terjadi.

8
4) Bila B terlaksana maka A terlaksana, seperti:

Bila peperangan terjadi, harga bahan makanan membumbung tinggi.

Harga makanan tidak membumbung tinggi.

Jadi peperangan tidak terjadi.

3. Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif ialah Silogisme yang premis mayornya terdiri dari keputusan
disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah satu dari “kemungkinan”
yang disebut didalam mayor. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.
Keputusan Disjungtif ialah keputusan yang didalamnya terkandung pilihan antara dua
atau lebih kemungkinan (menunjukkan apa yang disebut suatu “alternatif”, dinyatakan
dengan kata dengan atau atau).Dibedakan:

a. Disjungtif dalam arti sempit


Hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang, artinya
tidak dapat bersama-sama benar dan tidak ada kemungkinan ketiga. Jadi, dari
dua kemungkinan yang disebut hanya satu yang dapat benar, jika kedua
kemungkinan itu bersama-sama benar atau ada kemungkinan ketiga, maka
Silogisme tidak sah.

Contoh:
 Liverpool menang atau kalah (Silogisme salah, sebab masih ada
kemungkinan ketiga, yaitu sama kuat)
 Apel itu merah atau berwarna (yang satu mengandung yang lain)
 Rudi masuk atau tidak masuk (Silogisme sah, karena antara masuk
atau tidak masuk taka da kemungkinan lain).
b. Disjungtif dalam arti luas
Silogisme ini juga mengemukakan pilihan antara dua kemungkinan A dan B,
tetapi kemungkinan-kemungkinan yang disebut itu dapat juga bersama-sama
benar, atau ada kemungkinan ketiga. Jadi, satu kemungkinan benar, yang lain
mungkin benar juga sebab dapat dikombinasikan. Misalnya:
 Dia yang pergi atau saya (bisa saja mereka pergi bersama-sama)
Silogisme disjungtif dalam arti sempit atau dalam arti luas mempunyai dua
tipe:

9
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah
mengakui alternatif yang lain, seperti:

Juna berada di kelas atau Perpustakaan

ternyata tidak berada di kelas

Jadi Juna berada di perpustakaan.


2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah
mengingkari alternative yang lain, seperti:

Roy di kampus atau di toko buku

Ia berada di kampus

Jadi Ia tidak berada di toko buku.


Aturan-aturan Silogisme disjungtif:
a) Silogisme Disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid.
b) Silogisme Disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya sebagai berikut :
Pertama, bila premis minor mengakui salah satu alternative, maka konklusinya sah
(benar).
Kedua, bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, konklusinya tidak sah
(salah).

4. Dilemma
Dilemma adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara Silogisme
hipotetik dan Silogisme disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua
proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disjungtif. Konklusinya, berupa
proposisi disjungtif, tetapi bisa proposisi kategorik. Dalam dilemma, terkandung
konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi yang diambil
selalu tidak menyenangkan. Dalam debat, dilemma dipergunakan sebagai alat pemojok,
sehingga alternatif apapun yang dipilih, lawan bicara selalu dalam situasi tidak
menyenangkan.

Contoh:
 Jika engkau berbuat adil, Manusia akan membencimu
Jika engkau berbuat tidak adil, Tuhan akan membencimu
Sedangkan engkau harus bersikap adil dan tidak adil
Berbuat adil ataupun tidak engkau akan dibenci.

 Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi giat belajar tidak
berguna

10
Sedangkan bila mahasiswa malas belajar, motivasi itu tidak membawa
hasil
Karena itu, motivasi giat belajar itu tidak bermanfaat atau tidak
membawa hasil.
Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disjungtif. Contoh pertama adalah
dilemma bentuk baku, kedua bentuk non baku.
Berikut contoh dilemma yang konklusinya merupakan keputusan kategorik.
 Jika Tono kalah dalam perkara ini, ia harus membayar berdasarkan
keputusan pengadilan.

Bila Ia menang Ia juga harus membayar pengacara berdasarkan


perjanjian.

Ia mungkin kalah dan mungkin pula menang.

Karena itu Ia harus tetap membayar.

 Setiap orang beriman membutuhkan berkat karunia supaya tekun


dalam kebaikan.

Setiap pendosa membutuhkan berkat karunia agar bisa bertobat

Dan setiap orang beriman atau pendosa.

Maka setiap manusia membutuhkan berkat karunia.


Dilemma dalam arti lebih luas adalah situasi (bukan argumentasi) dimana kita harus
memilih dua alternatif yang kedua-duanya mempunyai konsekuensi yang tidak diingini,
sehingga sulit menentukan pilihan.
Aturan-aturan Dilemma:
1. Disjungsi harus utuh, masing-masing bagian harus betul-betul selesai sehingga
tidak ada kemungkinan lain. Apabila ada kemungkinan lain, hal itu merupakan
jalan keluar, tutuplah jalan keluar tersebut. Waspada untuk tidak tergelincir
kedalam sofisme, yakni pemikiran yang nampaknya betul, tetapi
sesungguhnya salah.
2. Konsekuen harus sah, disimpulkan dari masing-masing bagian.

3. Kesimpulan yang ditarik dari masing-masing bagian, haruslah merupakan


satu-satunya kemungkinan yang bisa diambil. Jika tidak, maka lawan kita akan
sanggup mengambil kesimpulan yang berlawanan dengan kesimpulan kita.

11
H. Struktur Silogisme
Sebuah Silogisme terdiri dari tiga proposisi yaitu dua proposisi yang disajikan dan satu
proposisi yang ditarik dari dua proposisi yang disajikan itu. Proposisi yang disajikan dinamai
premis mayor dan premis minor, sedangkan kesimpulannya dinamai konklusi. Setiap
proposisi terdiri atas dua term , oleh karena itu Silogisme harus mempunyai enam term.
Sebenarnya, Silogisme hanya memiliki tiga term, karena untuk masing-masing dinyatakan
dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedangkan S disebut term minor dan term yang
sama-sama terdapat pada kedua proposisi disebut term penengah dilambangkan M. Dengan
kata lain, term penengah menetapkan hubungan term mayor dengan term minor.
Jika antara term mayor dan term minor tidak terdapat hubungan, maka konklusi tidak
dapat ditarik

Contoh:
Semua manusia adalah tak bermoral.
Semua kepala negara adalah tak manusia.
Disini tidak dapat ditarik konklusinya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Silogisme, yaitu:
1) Premis mayor disajikan lebih dahulu, lalu diikuti premis minor.
2) Term penengah dilambangkan dengan M (Middle term).
3) Term mayor dilambangkan dengan P (Predikat).
4) Term minor dilambangkan dengan S (Subjek).

I. Aturan-aturan dalam Silogisme


Dalam Silogisme, aturan umum dibagi menjadi dua bagian, Aturan yang berdasarkan
pada term dan aturan yang berdasarkan pada premis.
A. Aturan yang berdasarkan pada term

Aturan I: Jumlah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumlah term harus
tiga buah.
Silogisme kategoris adalah pola penyimpulan tidak langsung, dimana dua buah term
dibandingkan dengan term ketiga. Term minor sebagai Subjek dari kesimpulan dan
term mayor sebagai predikatnya. Sedangkan term antara (middle term) sebagai
pembanding antara term minor dengan term mayor. Sehingga ketiga term saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Misalnya, jika hanya ada dua term, maka tidak
dapat dilakukan penyimpulan, melainkan yang ada hanya sebuah putusan atau
Proposisi.

Jika ada empat term, maka tidak ada term khusus yang membandingkan antara term
mayor dengan term minor, sehingga tidak ada yang digunakan untuk membandingkan
apakah term minor (S) cocok atau tidak cocok dengan term Mayor (P).

12
Contoh:

Premis Mayor : Keadaan sosial politik saat ini (S) sangat genting (M1)

Premis Minor : Gentingnya (M2) banyak yang bocor (P)

Kesimpulan : Jadi, keadaan sosial politik saat ini (S) sudah banyak yang bocor.

Menggunakan metode Silogisme, kesimpulannya kelihatan benar, namun tidak


memiliki hubungan logis dengan premis-premisnya. Kesalahan silogisme dapat terjadi
karena adanya term yang memiliki makna ganda atau term ekuivok.

Aturan II: Term subjek (S) atau term Predikat (P) didalam kesimpulan tidak boleh
lebih luas daripada term subjek atau term predikat yang terdapat dalam premis-
premisnya.
Artinya adalah term mayor (P) di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika
didalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Karena jika term mayor (P) dan
term minor (S) adalah partikular di dalam premis-premisnya dan universal didalam
kesimpulannya, maka yang cocok dengan term hanya Sebagian objek saja.

Contoh:

Premis mayor : Mahasiswa (M) adalah kaum intelektual (P).

Premis minor : Karyawan (S) bukan Mahasiswa (M).

Kesimpulan : Karyawan (S) bukan kaum Intelektual (P).

Term P kaum intelektual dalam proposisi afirmatif adalah partikular, dan term ini
menjadi universal ketika berada dalam kesimpulan setelah menjadi predikat dari
Proposisi negatif. Dari contoh dapat dipahami bahwa beberapa referent dari term
mayor (P) kaum Intelektual cocok dengan term minor (S) mahasiswa. Kesimpulannya
tidak ada satupun term antara (M) yang cocok dengan term minor (S). Artinya, tidak
ada karyawan yang kaum intelektual, padahal yang ada kemungkinan karyawan
adalah mahasiswa, dan Mahasiswa adalah kaum intelektual. Sehingga Sebagian
karyawan adalah kaum intelektual. Maka Silogisme diatas dinilai salah.

Aturan III: Term antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
Term antara (M) adalah pembanding antara term mayor (P) dan term minor (S).
Antara term mayor dan term minor ada kesesuaian atau tidak, sehingga term antara
harus terdapat pada kedua premis dan tidak terdapat pada kesimpulan, maka artinya
dalam proses penalaran tidak terjadi penyimpulan.

Contoh:

Premis mayor : Setiap orang bisa kaya

Premis minor : Setiap orang bisa miskin

13
Kesimpulan : Setiap orang bisa kaya dan miskin.

Proses penalaran yang terjadi seperti contoh tersebut adalah logis, namun tidak
menciptakan akesimpulan dan kebenaran baru dari premis-premisnya, sehingga tidak
dinamakan silogisme.

Aturan IV: Term antara harus sekurang-kurangnya satu kali universal referent.
Objek dari term antara sekurang-kurangnya identik atau tidak identik dengan objek
dari term mayor atau tem minor. Jika term antara digunakan dua kali secara partikular
didalam premis-premisnya, maka term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu dari
term mayor.

Contoh:

Premis mayor : Ikan (P) mempunyai ekor (M)

Premis minor : Tikus (S) mempunyai ekor (M)

Kesimpulan : Tikus (S) sama dengan Ikan (P).

Fakta membuktikan bahwa antara Ikan dengan tikus sama-sama memiliki ekor,
namun keduanya tidak bisa disamakan secara keseluruhan seperti yang ada pada
kesimpulan yang bersifat Universal. Sehingga kesimpulan tidak cocok dengan premis-
premisnya dan silogisme dinyatakan salah.
B. Aturan yang berdasarkan pada Premis.

Aturan I: Jika premis-premisnya afirmatif, maka kesimpulannya harus afirmatif.


Artinya kedua premis mayor dan minor adalah afirmatif. Sehingga kedua term mayor
dan term minor menunjukkan kesesuaian dengan term antara. Maka dalam
kesimpulan harus sesuai dengan kesesuaian kedua term dengan term ketiga.

Contoh :

Premis Mayor : Hewan (M) adalah makhluk yang memiliki insting (P).

Premis Minor : Anjing (S) adalah hewan (M).

Kesimpulan : Jadi, Anjing (S) adalah makhluk yang memiliki insting (P).

Jika premisnya afirmatif dan kesimpulannya negatif, maka silogisme dinyatakan


salah. Misalnya kesimpulan dirubah menjadi Anjing bukan makhluk yang mempunyai
insting. Maka kesimpulannya menjadi salah dan tidak logis.

Aturan II: Kedua Premis tidak boleh negatif.


Jika kedua premis negatif, artinya term mayor dan term minor tidak cocok dengan
term antara, sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya term antara. Sehingga term
antara tidak mampu menghubungkan antara term minor dan term mayor. Dan jika

14
kesimpulan terpaksa dilakukan, maka kesimpulan dianggap tidak sah.

Contoh:

Premis Mayor : Lidia (M) tidak merasa senang (P)

Premis Minor : Rudi (S) bukan Lidia (M)

Kesimpulan : Rudi (S) tidak merasa senang (P).

Padahal dalam kenyataan Rudi (S) mungkin mengalami senang atau sedih, namun
bukan karena Rudi adalah bukan Lidia. Sehingga silogisme diatas dianggap tidak
valid.

Aturan III: Jika salah satu premisnya partikular, maka premisnya harus partikular,
dan jika salah satu premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah afirmatif.
Artinya jika salah satu premisnya adalah negatif dan partikular, maka kesimpulannya
harus negatif dan partikular. Jadi kesimpulan harus sesuai dengan premis minornya.

Contoh:

Premis Mayor : Semua orang Batak (M) adalah warga negara Indonesia (P)

Premis Minor : Beberapa orang itu (S) adalah orang Batak (M)

Kesimpulan : Beberapa orang itu (S) adalah warga negara Indonesia (P)

Contoh lain:

Premis Mayor : Orang Bali (M) bukan Orang Jawa (P)

Premis Minor : Nyoman (S) aalah orang Bali (M)

Kesimpulan : Nyoman (S) bukan orang Bali (M)

Aturan IV: Kedua Premis tidak boleh partikular, salah satu premis harus universal.
Jika kedua premis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan yaitu:
a. keduanya afirmatif,
b. keduanya negatif, dan
c. yang satu afirmatif dan yang satu negatif

Contoh a:

Beberapa Mahasiswa (M) rajin belajar (S)

Ada mahasiswa (M) mencontek didalam ujian (P)

Jadi, ada orang yang rajin belajar (S) mencontek dalam ujian (P).

Contoh b:

15
Tim Futsal kita (P) tidak berhasil menjadi juara (M)

Tim Basket kita (S) juga tidak berhasil menjadi juara (M)

Jadi, tim Basket (S) bukan tim bukan tim Futsal (P).

Contoh c:

Ada temanku (M) yangtidak pernah hadir kuliah (P)

Beberapa anggota tim SAR (S) adalah teman-temanku (M)

Jadi, beberapa anggota tim SAR (S) tidak pernah hadir kuliah (P).

Dari contoh diatas dapat dipahami bahwa jika kedua premis adalah afirmatif
partikular, maka semua termnya adalah partikular. Jika kedua term adalah negatif
partikular, maka tidak dapat ditarik kesimpulan. Dan jika salah satu dari kedua term
partikular tersebut negatif, dan salah satu yang lain afirmatif, maka akan terjadi
pelanggaran pada term P di kesimpulan.

J. Bentuk-bentuk Silogisme
Bentuk Silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah) dalam premis. Ada
empat macam bentuk silogisme, yaitu:
a. Medium menjadi subjek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada
premis minor.

Semua yang dilarang Tuhan mengandung dosa.

Mencuri adalah dilarang Tuhan.

Jadi, mencuri adalah mengandung dosa.


b. Medium menjadi predikat baik pada premis mayor maupun premis minor

Semua tumbuhan membutuhkan air.

Tidak satupun benda mati membutuhkan air.

Jadi, tidak satupun benda mati adalah tumbuhan.


c. Medium menjadi subjek pada premis minor maupun mayor.

Semua Politikus adalah pandai berbicara

Beberapa Politikus adalah sarjana

Jadi, Sebagian Politikus adalah sarjana.

16
d. Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subjek pada premis
minor.

Semua pendidik adalah Manusia.

Semua manusia akan mati.

Jadi, sebagian yang akan mati adalah pendidik.

Adapun bentuk-bentuk dari Silogisme yang sesuai dengan susunannya dijadikan


tiga macam, yaitu:
1. Bentuk Silogisme menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar,
bahkan kiranya lebih banyak menggunakan bentuk menyimpang. Dalam logika,
bentuk-bentuk yang menyimpang tersebut resminya harus dikembalikan menjadi
bentuk standar, setidak-tidaknya apabila penalarannya menjadi tidak jelas. Pada
hakekatnya penyimpangan itu tidak terbatas caranya, tidak ada sesuatu yang
memaksa orang untuk bernalar dalam bentuk silogisme standar.
Pertama, penyimpangan dari silogisme standar dapat terjadi karena orang
tidak menggunakan proposisi kategorik standar. Proposisi-proposisi itu harus
dikembalikan kepada bentuknya yang standar.

Contoh untuk memperoleh Silogisme standar:

Mereka tidak lulus semuanya, karena tidak belajar.

Kamu kan tekun belajar.

Mengapa kamu mesti takut tidak lulus.

Dalam bentuk standarnya:

Semua orang yang tidak lulus bukan (≠) orang yang belajar.

Kamu adalah orang yang belajar.

Jadi, kamu bukan orang yang tidak lulus.


Konklusi penalaran ini dinyatakan dalam bentuk pertanyaan retorik.
Contoh lain: Adam mengigau, Ia sakit dan demamnya tinggi.
Pengambilan penalaran dalam contoh diatas menjadi silogisme standar agak
kompleks.
Pertama, susunan premis dan konklusinya terbalik. “Adam mengigau” adalah
konklusi.
Kedua, proposisi-proposisi premisnya “Ia sakit” dan “demamnya tinggi sekali”
kedua-duanya bukan proposisi lengkap, jadi harus dilengkapkan.

17
Bahwa Adam mengigau adalah akibat dari demamnya yang tinggi. Maka
proposisi “Demamnya tinggi sekali” lengkap menjadi; “Orang yang sakit demam
tinggi itu adalah orang yang sakit mengigau”. Proposisi ini adalah premis mayor,
karena mengandung term predikat “orang mengigau”.
Proposisi yang lainnya mengatakan bahwa Adam sakit. Sudah tentu penyakit
Adam itu bukan wasir ataupun penyakit lainnya. Dalam konteks jelas yang
dimaksud itu sakit demam tinggi. Maka proposisinya yang lengkap ialah
“Adam adalah orang yang sakit demam tinggi”. Dalam bentuk silogisme standar
penalarannya menjadi:

Orang yang sakit demam tinggi adalah orang yang sakit mengigau

Adam adalah orang yang sakit demam tinggi

Jadi, Adam adalah orang yang sakit mengigau.

2. Bentuk Silogisme yang Sah


Bentuk-bentuk Silogisme yang sah biasanya diberi nama dengan ketiga huruf
yang melambangkan bentuk proposisi mayor, minor dan konklusi tersebut.
Contoh bentuk silogisme yang sah diberikan bentuk susunan I,AII artinya :
Mayor A, Minor I dan konklusi I. Dibawah ini tercantum semua bentuk Silogisme
yang sah dengan nama namanya.

Susunan I: Bentuk A-A-A nama Barbara


Bentuk E-A-E nama Celarent
Bentuk A-I-I nama Darii
Bentuk E-I-O nama Ferio
Susunan II: Bentuk A-E-E nama Camestres
Bentuk E-A-E nama Cesare
Bentuk A-O-O nama Baroco
Bentuk E-I-O nama Festino
Susunan III: Bentuk A-A-I nama Darapti
Bentuk E-A-O nama Felapton
Bentuk A-I-I nama Datisi
Bentuk E-I-O nama Fresion
Bentuk I-A-I nama Disamis
Bentuk O-A-O nama Borcado
Susunan IV: Bentuk A-A-I nama Bramantis
Bentuk A-E-E nama Camenes
Bentuk E-A-O nama Fesapo
Bentuk E-I-O nama Ferison
Bentuk I-A-I nama Dimaris

Nama-nama Silogisme yang sah diatas diciptakan sebagai petunjuk mengenai


caranya mengubah silogisme dari susunan II,III dan IV menjadi silogisme
susunan I, karena Susunan I dianggap paling jelas mewujudkan proses penalaran.
Akan tetapi yang paling penting ialah mengetahui silogisme-silogisme mana yang

18
sah, dan jika itu diketahui baik-baik, pengembalian menjadi Silogisme susunan I
menjadi kurang penting, sehingga juga mengingat-ingat nama dan bentuk
silogisme menjadi kurang penting.
Silogisme yang sah itu menunjukkan ciri-ciri tertentu menurut suasana I, II
dan III mengenai mayor, minor dan konklusinya.
Berikut ciri-cirinya:
Susunan I Susunan II Susunan III
Mayor Berdistribusi Berdistribusi -
(A/E) (A/E)
Minor Afirmatif (A/I) - Afirmatif (A/I)

Konklusi - Negatif partikular

Bentuk Silogisme yang sah dalam susunan I konklusinya dapat berupa proposisi
A,I,E,O. Ini berarti, bahwa semua modus yang sah dalam susunan I dapat digunakan
dalam setiap argumentasi tanpa mengingat apakah konklusi yang dicari itu suatu
afirmasi, suatu negasi, suatu pernyataan, yang sifatnya universal, ataupun partikular.
Dengan kata lain: bentuk silogisme susunan I dengan modusnya apa saja, selalu dapat
digunakan asal bentuknya sah.
Dalam susunan II bentuk silogisme yang sah hanya dapat digunakan dalam
argumentasi untuk mengingkari sesuatu, sebab konklusinya selalu negatif.
Bentuk Silogisme yang sah dalam susunan III hanya dapat digunakan untuk
menarik konklusi yang sifatnya partikular, baik afirmatif maupun negatif tidak dapat
digunakan untuk menyimpulkan suatu proposisi yang universal.
Seperti yang dikatakan pada bagian akhir paragraf tertentu bujur sangkar
perlawanan, logika tradisional berpegang pada interpretasi eksistensial. Maka bentuk-
bentuk silogisme yang sah seperti contoh juga sah menurut interpretasi eksistensial.
Kalau digunakan interpretasi hipotetik seperti dalam logika modern, beberapa bentuk
diantaranya tidak sah: yaitu bentuk AAI dan EAO baik dalam susunan III maupun
susunan IV.

3. Silogisme bukan bentuk baku


Silogisme kategorik yang berbentuk standar yakni memiliki tiga proposisi, tiga
term dan konklusinya selalu disebut sesudah premis-premisnya. Tapi, bentuk standar
ini dalam pembicaraan sehari-hari jarang digunakan. Kelainan dari bentuk standar
dapat terjadi karena:
1. Tidak menentukan letak konklusinya.
2. Atau seolah-olah terdiri dari tiga term.
3. Atau hanya terdapat dua premis tanpa konklusi atau hanya terdapat satu
premis dan satu konklusi.
4. Atau karena proposisinya lebih dari tiga.

19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Silogisme adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan (yang
mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal) dan suatu keputusan
yang ketiga, yang kebenarannya sama dengan keputusan yang lainnya. Atau dengan kata
lain, silogisme adalah merupakan pola berpikir yang disusun dari dua pernyataan dan
sebuah kesimpulan.
Silogisme terdiri atas 4 macam, yaitu silogisme kategorik, silogisme Hipotetik,
silogisme Disjungtif dan Dilemma. Yang masing-masing jenis mempunyai aturannya
masing-masing diluar dari aturan Silogisme itu sendiri.
Bentuk Silogisme dibedakan atas letak medium dalam premis, yang terbagi menjadi
empat macam:
 Medium menjadi subjek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada premis
minor.
 Medium menjadi predikat, baik pada premis mayor maupun premis minor.
 Medium menjadi subjek pada premis mayor maupun premis minor.
 Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subjek pada premis minor.
Sedangkan silogisme yang sesuai dengan susunannya terbagi atas 3 macam, yaitu:
 Bentuk silogisme menyimpang
 Bentuk Silogisme yang sah
 Silogisme bukan bentuk baku

20
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Burhanuddinsalam, Logika Formal: Filsafat Berpikir, PT Bina Aksara,
Jakarta, 1998
Drs. H. Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1988
Dr. W. Poespoprodjo, Logika Ilmu menalar, Pustaka Grafika, Bandung
Gurupendidikan.co.id/paragraph-silogisme/
Khalima, Logika teori dan aplikasi, Gaung Persada Press, Jakarta, 2011
Maarif Zainul, Logika Komunikasi, Rajawali Press, Jakarta, 2016
R. G. Soekadijo, Logika Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1983
Sumaryono, Dasar-dasar Logika, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1999
Sunardi Dahritian, Langkah-langkah berpikir Logis, CV Bumi Nyalaran Pamekasan,
2001

21

Anda mungkin juga menyukai