Anda di halaman 1dari 6

MEMAHAMI POLA PENALARAN

Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam
menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya
kepada orang lain.

Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif.
Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara
etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan
khusus dari pengetahuan yang lebih umum/universal. Perihal khusus tertsebut secara
implisit terkadung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir
dari pengetahuan universal ke singular atau individual.

Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku
umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut!

1. Semua siswa-siswi kelas XII IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 %
dan memuaskan serta menduduki peringkat empat besar dalam Unjian Nasional tahun
lalu. Tetanggaku, Kenthus yang agak nyleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu.
Maka, pastilah si Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.

2. Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan


HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan
berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga
kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan
mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap
nasionalismenya baik.

Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu
pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian
mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk
semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan
yang mengenai salah satu individu anggota komunitas itu.

Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam sustu pola
penyamarataandengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila
kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-
hari untuk menghdindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita.
Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang
analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan
dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan
kecerdasan berpikir.

Silogisme sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif

Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas


pernyataan-pernyataan (proposisi-> yang kemudian disebut premis) sebagai antesedens
(pengetahuan yang sudah dipahami) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan
(keputusan baru) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu
berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya.
Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme
sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.

Sehunungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini.


1. Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan
kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya terdapat tiga term(batasan), yaitu term I=>predikat dalam
premis mayor (B), term II=> predikat dalam premis minor (C), dan term III/antara, yaitu
term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor (A)
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor,
dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis negatis tidak dapat ditarik kesimpulan
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B

Macam-Macam Silogisme

Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga: 1) silogisme kategorial; 2) silogisme hipotetis;


dan 3) silogisme alternatif. Namun, bisa juga dibedakan menjadi dua yang lain: 1)
silogisme kategorial; dan 2) silogisme tersusun. Perhatikan pembahasan berikut!

1. Silogisme Kategorial

Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang


kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor,
sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.

Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk
mamalia. Jadi, kerbau binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.

Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehar-hari
kita tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar,
majalah, tabloid, radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau
mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat
dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat
kualitas kesahihan pendapat itu.

Dalam hal seperti ini kita perlu mnenentukan: 1) kesimpulan apa yang disampaikan; 2)
mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3)
menyusun ulang silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya
berdasarkan ketentuan hukum silogisme.

Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat,
alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita
mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima
begitu saja kebenaran/opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah
akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat
yang kita terima.

2. Silogisme Tersusun

Dalam praktik kehidupan sehari-hari bentuk dilogisme di atas (kategorial) sering tidak
diikuti sebagaimana mestinya, melainkan diambil jalanh pintas demi lancar dan ceparnya
komunikasi antarpihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya
merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat
dibedakan dalam tiga golongan: 1) epikherema; 2) entimem; dan 3) sorites
2.1 Epikherema
Epikherema merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan
memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah
dengan menambahkan keterangan sebab: penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu,
maupun poembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut:

Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama
dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah
pahlawan. Jadi, Sultan Mahmud Badaruddin itu mulia.

Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehnedak
serta tidak mengkhalalkan segala cara. Di dalamnya, setiap kegiatan dan keterlibatan
mereka yakini bahwa Tuhan juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan , keadilan, kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah
seorang nasionalis. Maka, ia seorang pejuang sejati.

Dari kedua contoh di atasterlihat bahwa ada bagian (premis) tertentu yang diperluas
dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan sebagai pelengkap
premis mayor. Pola silogiistisnya tetap. Hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang
memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas, dan memperjelas
premisnya.

Semua siswa yang rajin belajar dengan teratur, tekun, terencana, dan mempeunyai sistem
manajemen yang baik tentu akan berhasil dalam hidupnya di masa depan. Dalanm
klasifikasi seperti ini, mereka senantiasa mempersiapkan diri demi memahami dan
mengerti ilmu yang dipelajarainya, tidak mesti harus menunggu belajar karena ada
ulangan. Belajar, bagi mereka, bukan sebatas tahu dan hafal, bukan untuk memperoleh
angka yang dicapai dalam ulangan. Mereka belajar secara rutin sebagai bentuk tanggung
jawabnya menjawab tantangan masa depan dengan jalan memiliki jadwal pribadi yang
tersusun tanpa paksaan dari siapa pun. Mereka belajar sampai tahap menganalisis
urgensitas bidang studi, baik untuk hidup sekarang maupun yang akan datang.

Bagi mereka tiada hari tanpa belajar, tiada hari tanpa prestasi, dan dijadikannya sebagai
pegangan hidup. Ardi adalah siswa yang selalu belajar dengan tekun, teratur, rapi, dan
terencana. Maka, tentulah masa depan hidupnya pasti baik.

2.2 Entimem

Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang
disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa
dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena C=A, berarti C=B.
Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detil bagian per bagian
yang akan memperbannyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama
dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan; hanya saja
ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.

Contoh:

1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina
Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.

Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah
mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama
premis mayor sebagao dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik
kesimpulan.

2.3 Sorites

Silogisme tipe ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaran yang
bernuansa persuasif. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung
pada topik yang dikemukakan serta arah pembiahasan yang dihubung-hubungkan
demikian rupa sehingga predikat premis peretama menjadi subjek premis kedua, predikat
premis kedua menjadi subjek pada presmis ketiga, predikat premis kedua menjadi subjek
poada premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang
diambil dari subjek premis pertama dan predikat premis terakhir.

Pola yang digunakan sebagai berikut:

S 1…………………………………………P 1

S2 …………………………………………P2

S3……………………….…………………P3, dst.

Kesimpulan: S1 ………………………………P3

posted by DRS. KASDI HARYANTA at 1:00 AM | 0 comments

Thursday, July 27, 2006


ASAS PENALARAN DALAM KARANGAN

ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN

1. Menulis sebagai hasil proses bernalar

Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa merupakan hasil proses berpikir kita
tentang sesuatu . Hal ini dapat kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat
kepada orang lain, misalnya saat berbicara, pikiran kita berkonsentrasi, berproses,
kemudian menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun
juga terjadi tatkala kita menulis suatu topik. Untuk menulis suatu topik kita harus
berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan, mempertentangkan,
mencari faktor penyebab dan akibatnya, dan lain-lain.

Dalam keseharian hidup kita pun saat dalam kondisi sadar dan terjaga, kita senantiasa
berpikir. Berpikir memang merupakan kegiatan mental kehidupan manusia. Saat itu
pulalah timbul serangkaian fakta hasil pengalaman, pengamatan, percobaan, penelitian,
dan referensi dalam urutan yang saling berhubungan serta bertujuan menarik kesimpulan
yang terwujud dalam pendapat. Jenis berpikir seperti ini sudah merupakan kegiatan
bernalar. Dan proses bernalar merupakan kinerja berpikir yang sistematik untuk
memperoleh kesimpuan berupa pendapat atau gagasan. Kagiatan ini bisa bersifat ilmiah
atau tidak ilmiah.

Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif.
Penalaran ilmiah mencakup kedua poroses penalaran tersebut.
2. Penalaran induktif

Penalaran induktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus. Prosesnya
disebut induksi.

Penalaran induktif dapat berbentuk generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat.
Generalisasi adalah proses berpikir berdasarkan hasil pengamatan atas sejumlah gejala
dan fakta dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu.
Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan terhadap
sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab akibat ialah hubungan
ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat sebab, dan
akibat-akibat.

3. Penalaram deduktif

Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk
menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan
merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam
kestmpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak
menghasilkan suatu konsep baru, melainkan peernyataan /kesim pulan yang muncul
sebagai konsistensi premis-premisnya.

4. Penalaran dalam karangan

Dalam praktik, proses penalaran tidak dapat terpisahkan dengan proses pemikiran.
Tulisan merupakan perwujudan hasil kinerja proses berpikir. Tulisan yang baik,
sistematis, dan logis mencermtnkan proses berpikir yang baik juga. Begitu juga
sebaliknya, tulisan yang kacau mencerminkan proses dan kinerja berpikir yang kacau
pula. Karena itu pelatihan keterampilan menulis pada hakikatnya merupakan hal
pembiasaan berpikir-bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula.

Suatu karya tulis merupakan hasil proses berpikir yang mungkin merupakan hasil
deduksi, induksi, atau gabungan di antara keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduktif
dibuka dengan suatu pernyataan umum berupa kaidah, teori, peraturan, atau pernyataan
lainnya. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan
atau rincian-rincian khusus. Sebaliknya, suatu karya tulis yang induktif dibuka dengan
rincian-rincian khusus dan diakhiri dengan suatu kesimpulan umum atau generalisasi.
Gabungan antara keduanya dimulai dengan pernyataan umum, diikuti dengan rincian-
rincian dan diakhiri dengan pengulangan pernyataan umum yang dikemukakan
sebelumnya.

Secara praktis, proses penalaran deduktif dan induktif dikembangkan dalam bentuk
paragraf. Yang perlu diperhatikan adalah arah atau alur penalaran dan cara pewujudannya
dalam karya tulis. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urutan pengembangkan dan
isi karangan.

Pola penmgembangan gagasan dapat dilakukan dengan 1) urutan kronologis; 2) urutan


spasial; 3) urutan alur penalaran.; dan 4) urutan kepentingan.

Urutan kronologis ditandat dengan penggunaan kata-kata seperti dewasa ini, sekarang,
bila, sebelum, sementara itu, sejak saat itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula-mula.
Bentuk tulisan ini biasanya dipergunakan untuk memaparkan sejarah, proses, asal-usul,
dan biografi/riwayat hidup.

Urutan spasial digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang,
Biasanya dipakai dengan urutan waktu. Pola ini biasanya menggunakan kata-kata di sini,
di situ, di, pada, di bawah, di atas, di tengah, berhadapan, bertolak belakang,
berseberangan, dan lain-lain.
Urutan penalaran menghasilkan paragraf deduktif dan induktif. Sedangkan urutan
kepentingan dikembangkan berdasarkan skala prioritas gagasan yang dikemukakan., dari
yang paling penting, menuju yang penting, ke yang kurang penting. (DOET)

posted by DRS. KASDI HARYANTA at 12:11 AM | 1 comments

Anda mungkin juga menyukai