Anda di halaman 1dari 5

RESENSI BUKU 1

Judul Penulis Penerbit Tahun terbit Isi ISBN : Penjelasan BUDAYA ILMU : Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud : Dewan Bahasa & Pustaka Kuala Lumpur : 1997b (Cetakan Ketiga) : viii dan 180 halaman : 983-62-1945-5

PERESENSI
Nama Kelas NPM : FAIZAL RIZA : Program Doktor Universitas Ibn Khaldun Bogor : 11526111427

Kemampuan manusia memahami kenyataan yang dihadapi sebagai pembuka berbagai kemungkinan merupakan kemampuan yang paling dasar dalam mengembangkan pengetahuannya. Setiap pengalaman meninggalkan jejak berupa pengetahuan (knowledge); Pengetahuan itu selanjutnya menjadi kerangka orientasi guna penyesuaian terhadap alam yang menjadi lingkungannya dan kesanggupannya untuk bertahan diri (survival). Pada hewan, himpunan pengalaman yang menjadi pengetahuan telah rampung (finished, completed, settled). Sedangkan pada manusia, himpunan pengetahuan tidak pernah tuntas, karena dunia manusia adalah kenyataan yang senantiasa terbuka untuk penjelajahan lebih lanjut. Penjelajahan yang tak pernah berakhir inilah yang menjelma menjadi wujud ilmu (science). Mengartikulasikan agama dalam ranah ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang fenomenal karena agama terdiri dari unsur keyakinan (belief), ajaran (dogma), tradisi (culture), praktik (implementation) dan ritual (action). Seorang yang beriman dan dilahirkan dalam tradisi religius akan mewarisi dan mengambil semua aspek ini begitu saja (taken for granted) dan meyakini bahwa segala sesuatu yang dia warisi merupakan aspek esensial dan integral dari agama. Dalam ranah ini pemahaman terhadap agama merupakan pemahaman semu (pseudo-understanding) karena berawal

Resensi ini dikumpulkan sebagai tugas akhir mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan yang dibimbing oleh dosen H. Adian Husaini, M.Si, Ph.D.

Resensi buku Penjelasan BUDAYA ILMU, karya Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud.

dari pemahaman warisan yang sudah ditentukan dan didoktrinkan. Akan tetapi pemahaman agama melalui jalur penelusuran fakta (fact discovering) baik berupa fakta logika maupun fakta sejarah, pada akhirnya akan menghasilkan keyakinan dan pemahaman yang lebih kokoh dari sekedar pseudo-understanding. Dengan adanya pemahaman yang kokoh tentang posisi ilmu dalam Islam, tidak akan muncul pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan. Begitulah kira-kira peresensi menyimpulkan isi buku berjudul Penjelasan Budaya Ilmu yang dikemas secara sistematis oleh Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud. Beliau menulis buku ini dengan gaya bahasa deduktif, memulai dari generalisasi budaya ilmu di berbagai negara dan secara spesifik menutup buku ini dengan ulasan penerapan budaya ilmu di Malaysia. Penulis secara konteksual mampu memperlihatkan peran strategis budaya ilmu terhadap kejayaan suatu bangsa. Beliau menyatakan bahwa bangsa yang kuat sekalipun, apabila tidak didukung dengan budaya ilmu yang baik justru akan menganut nilai dan ciri kebudayaan bangsa lain yang kuat budaya ilmunya, meskipun itu adalah bangsa yang ditaklukannya. Contohnya pada tahun 453 M, ketika bangsa Jerman berhasil menaklukan kekaisaran Roma. Tetapi justru setelah penaklukan itu bangsa Jerman meniru budaya Roma dengan sistem feodalnya. Contoh lain yang lebih nyata adalah kebudayaan Yunani yang melahirkan induk ilmu Filsafat. Meskipun bangsa Yunani tidak berkembang menjadi negara besar, pengaruh budaya ilmu bangsa ini mampu merasuki hampir seluruh budaya ilmu negara-negara di dunia. Mengutip pendapat Will Durant ...setiap isu yang menggegerkan dunia hari ini pernah diketengahkan di Athena (Ibukota Yunani) zaman dulu. Argumen yang dikemukakan Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud juga didukung dengan fakta yang akurat dan cukup mengejutkan. Beberapa diantaranya adalah fakta bahwa Amerika Serikat ternyata melakukan usaha yang luar biasa dalam mengadopsi ilmu dari peradaban Islam. Sedemikian luar biasanya usaha itu sehingga pada tahun 1960 Amerika Serikat telah mengubah Pakta Pendidikan Bagi Pertahanan Nasional (National Defense Education Act). Pakta ini memberikan prioritas untuk biaya pengkajian bahasa dan peradaban Arab sebagai salah satu program pengadopsian ilmu pengetahuan. Program ini diperluas tidak hanya menerjemahkan buku, risalah, majalah dan manuskrip berbahasa Arab tetapi juga ilmu dalam bahasa Islam lain seperti Parsi dan Turki. Program penerjemahan dan pengadopsian ilmu pengetahuan dari peradaban Islam di timur tengah dilakukan bukan oleh institusi politik melainkan oleh perguruan

tinggi terkemuka di Amerika Serikat yang ditunjuk untuk memverifikasi makna dan kebenaran ilmu pengetahuan dari peradaban Islam di timur tengah. Fakta lain dalam buku ini yang cukup mencengangkan diantara fakta lainnya adalah bahwa pada tahun 1982 jumlah rakyat Yahudi dunia berjumlah lebih kurang 13,6 juta. Jumlah ini tidak melampaui jumlah penduduk negara Malaysia. Meskipun demikian, bangsa Yahudi mempunyai pengaruh besar dalam membentuk kerangka peradaban modern saat ini. Para tokoh berpengaruh dari bangsa Yahudi diantaranya Baruch Spinoza, ahli falsafah, Albert Einstein dalam bidang sains, Karl Marx dalam bidang sosial-politik dan ekonomi, Sigmund Freud dalam bidang psikologi serta masih banyak lagi. Einstein bahkan mampu membentuk pola pikir baru yaitu saintisme, yang secara logis dan rasional menolak dogma agama. Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud juga mengemukakan fakta yang menjadi bukti kejelian beliau dalam memerhatikan perkembangan budaya ilmu yaitu bahwa Virginia sebagai salah satu negara bagian Amerika Serikat, pada abad ke-18 ternyata melahirkan sederetan tokoh pemikir dan pemimpin terkemuka diantaranya Benjamin Franklin, George Washington, Thomas Jefferson, John Adams dan James Madison, walaupun negara bagian tersebut sama sekali tidak memiliki perguruan tinggi atau universitas. Hal ini terjadi karena Virginia memiliki budaya keilmuan yang sangat kental. Mengutip pernyataan John Quincy ...I leave my son, when he shall have reach the age of fifteen, the works of Algernon Sydney, John Locke, Bacon, Gordons Tacitus and Cottos Letter. May the spirit of liberty rest upon him. Pernyataan ini menjadi bukti bagaimana masyarakat Virginia meletakkan ilmu sebagai suatu aspek penting dalam kehidupan mereka. Penulis buku ini dikenal sebagai tokoh penting dalam konsep Islamisasi Ilmu. Berbagai buku dan artikelnya tentang pemikiran dan pendidikan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Malaysia, Indonesia, Bosnia, Turki, Farsi, Rusia, dan Jepang. Salah satu bukunya, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization , tahun 2003 ini juga diterbitkan di Indonesia dan Russia. Islam, menurut penulis, memiliki akar konsep dan budaya yang kuat dalam pengembangan tradisi dan budaya ilmu. Penulis mengulas bagaimana budaya ilmu di dalam Islam memang sangat khas. Konsep pembagian ilmu menjadi ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah, misalnya, tidak dikenal dalam konsep peradaban lain. Umur manusia yang terbatas tidak memungkinkan manusia mengejar semua ilmu. Maka, perlu dipelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat. Sebab, ujung dari pengejaran ilmu adalah pengenalan Tuhan dan pengabdian kepada-Nya. Konteks ini sudah dinyatakan

Al Quran dalam Surat Al Fathiir (35) ayat 28, ...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu. Satu konsep menarik yang diajukan penulis dalam buku Penjelasan Budaya Ilmu ini adalah konsep beliau tentang integrasi ilmu. Konsep integrasi ilmu menurut penulis, bukan sekedar kesungguhan memahami ilmu semata, melainkan lebih penting lagi juga menjelmakan sifat keilmuan jamak (multi-disiplinary) dan lintas bidang keilmuan (inter-disiplinary). Penulis mengkritik keras konsep spesialisasi sempit yang membutakan ilmuwan dari wawasan bidang keilmuan lain. Penulis menekankan perlunya menjelmakan sifat keilmuan yang jamak (multi-disciplinary) dan lintas bidang (inter-disciplinary). Spesialiasi yang membutakan terhadap bidang lain, didukung oleh pendapat seorang filosof Spanyol, Jose Ortega Y Gasset bahwa peradaban modern sedang memproduksi manusia biadab baru (a new barbarian2). Spesialisasi dalam satu bidang ilmu membuat para profesional seperti guru, ilmuwan dan para pakar menjadi beberapa diantara golongan yang paling mudah dimanipulasi dalam masyarakat modern. Secara ekstrim seorang pemikir Kristian Katolik Perancis yang terkenal menyatakan bahwa pendidikan yang cenderung ke arah pengkhususan sebenarnya melatih manusia untuk menjadi binatang, karena binatang memang ternyata mempunyai kemampuan khusus dalam satu bidang3. Meskipun menekankan keunikan budaya ilmu dalam Islam dan mengajukan konsep Islamisasi Sains, Penulis menganjurkan pada kaum muslim untuk tidak apriori terhadap ilmu pengetahuan dari peradaban selain Islam. Dalam buku ini penulis menyatakan tidak ada ilmu yang sia-sia. Pemanfaatan ilmu menuju kebaikan atau kerusakan, tergantung pada pemegang ilmu tersebut. Meskipun tidak terlalu tebal, buku ini ditulis dengan tata cara penulisan karya ilmiah yang baku, lengkap dengan referensi, catatan kaki, dan indeks, sehingga memudahkan pembaca untuk menjadikannya sebagai rujukan atau memverifikasi kebenaran setiap fakta atau pendapat yang dikutip. Kekurangan buku ini terletak pada bahasa pengantar yang digunakan. Buku ini ditulis dalam bahasa Malaysia baku, sehingga beberapa istilah tidak dikenal oleh pembaca dari Indonesia seperti tamadun, iktibar, dan jenayah. Namun demikian secara umum isi buku ini mudah dipahami oleh pembaca dari Indonesia. Buku ini sangat

Jose Ortega Y Gasset, 1944, Mission of The University, diedarkan dan diterjemahkan oleh Howard Lee Nostrand New York: W.W. Norton & Co. 3 George Sarton, 1955, Appreciation of Ancient and Medieval Science During The Renaissance (14501600), New York: AS. Barnes & Co.
2

sesuai untuk dijadikan rujukan para praktisi, pendidik, ilmuwan dan pemerhati budaya, karena susunan penyajiannya yang ilmiah dan rujukannya lengkap. Buku ini sangat baik untuk dijadikan sebagai sumber kajian tentang sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia, mengingat bangsa Indonesia sedang menggeliat dalam keterpurukan yang berkepanjangan. Pertanyaan besar yang perlu kita jawab, apakah budaya ilmu telah menjadi landasan sejarah dan arah perjalanan bangsa Indonesia, ataukah kita mengadopsi budaya yang menjauhkan dari keilmuan, yaitu budaya jahil. Jika terlalu banyak dana dihamburkan untuk membangun patung, monumen, tempat wisata, dan berbagai fasilitas hiburan, dibandingkan anggaran pendidikan, itu salah satu pertanda bahwa budaya ilmu masih jauh dari tradisi bangsa itu. Sejarah telah menunjukkan, budaya jahiliyah tidak pernah membangkitkan kejayaan satu peradabanpun. (fr)

Anda mungkin juga menyukai