i.
Pendahuluan
Salah satu corak penafsiran (lawn al-tafsi>r) yang pernah
muncul
dalam
sejarah
perkembangan
tafsir,
bahkan
terus
corak
penafsiran
al-Quran
yang
menggunakan
teori-teori
ilmu
pengetahuan
dengan
al-
sejarah
bagaimana
perkembangan
polemik
tafsir
mengenai
ilmi,
juga
keberadaan
ingin
tafsir
melihat
ilmi,
lalu
sesungguhnya
pengetahuan,
juga
terbukti
sebuah
corak
dipengaruhi
dengan
oleh
penafsiran
al-Quran
perkembangan
munculnya
corak
tafsir
ilmu
ilmi
al-Quran
memungkinkan
untuk
dipahami
dengan
teori
sains
dan
ilmu
pengetahuan.
Dengan
berbekal ilmu-ilmu kealaman (al-ulu>m al-t}abi>iyyah) dan ilmuilmu yang berkembang di era modern-kontemporer, seperti
astronomi, geologi, kimia, biologi, kedokteran, dan metematika,
mereka ingin membuktikan kemukjizatan al-Quran dari segi sains
modern (baca: al-ija>z al-ilmi).
Dewasa ini, kecenderungan corak tafsir ilmi bahkan menjadi
trend tersendiri. Menurut salah satu berita koran mingguan
(Jari>dah Us}bu>iyyah) yang pernah penulis baca, ada sekitar
kurang lebih 100 Universitas yang bernaung di bawah Ra>bit}ah
al-A<lam al-Isla>mi> akan mengajarkan kajian tentang ija>z
ilmi dalam al-Quran. Di Mesir misalnya, hal itu kemudian melatari
pembentukan
para
pengetahuan.
dai
Kedua,
tentang
untuk
sikap
Islam
memberikan
terhadap
informasi
ilmu
tentang
bahwa
kebenaran-kebenaran
ilmiah
(al-h}aqa>iq
al-ilmiyyah) rupanya telah menarik perhatian khusus bagi orangorang non muslim untuk mengetahui lebih jauh tentang Islam;
bahwa ternyata Islam adalah agama yang sangat apresiatif
terhadap ilmu pengetahuan dan kemajuan. Islam adalah agama
yang cinta damai, memerangi terorisme (irha>b), kekerasan
(al-anaf), dan menolak sikap ekstremisme dalam beragama (altat}arruf fi al-di>n).3
Jika
secara historis,
dunia Islam
pada abad
Pertarungan
Menegakkan
M, hingga akhir abad ke-11 M, bahasa Arab merupakan satusatunya bahasa ilmiah, satu-satunya bahasa progresif yang
dimiliki umat manusia. Ada beberapa tokoh besar yang tidak ada
tandingannya di Barat ketika itu, seperti Ja>bir al-H{ayya>n, alKindi, al-Khawa>rizmi, al-Fargani, al-Ra>zi, S|abit bin Qurra alBattani, Abu al-Wafa, al-Gazali, Umar Khayyam, dan sebagainya.
Abad kejayaan sains dalam dunia Islam ini terjadi sekitar tahun
750-1100 M.6 Ketika itu,
berdatangan.
sekarang
sangat
maju
di
bidang
sains
dan
ilmu
pengetahuan.7
Kemudian, kecenderungan tafsir ilmi terus berkembang
seiring dengan perkembangan zaman, meski kadang terkesan
apologis dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan di Barat.
Alih-alih
umat
pengetahuan,
Islam
sebagian
berusaha
mufassir
mengembangkan
ilmi
justru
sibuk
ilmu
mencari
Ibid.
al-Quran
yang
disinyalir
memberikan
isyarat
untuk
Muh}ammad
Syah}ru>r,
wahyu
al-Quran
tidak
Qira>ah
Jilid II (Beirut:
yang
yang
dapat
dipakai
untuk
menyelesaikan
13
12
Ibid., 478.
13
dengan
perspektif
teori
ilmu
pengetahuan
cukup
Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Q.S. al-Anam (6): 38).
Dan Kami turunkan kepadamu al- Kitab (Al Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (Q.S. al-Nah{l (16):
89).
Disamping itu, masih banyak ayat lain yang memerintahkan
manusia untuk memperhatikan fenomena alam.14 Berdasarkan
ayat-ayat tersebut di atas,
Jauhari,
untuk
hanya
menyebut
beberapa
tokoh.
14
10
akal.
Abduh
juga
sangat
dipengaruhi
oleh
model
terhadap
apa
yang
oleh
al-Quran
sendiri
hanya
Kata id}rib, oleh Ahmad Khan tidak diartikan dengan
memukul, tetapi berlari atau bepergian. Sehingga terjemahan
ayat itu adalah: Dan Kami wahyukan kepada Musa: Pergilah
melalui laut bersandar dengan tongkatmu, maka laut itu terbelah,
yakni ada sebuah arungan.17 Dengan tafsir seperti ini, maka
konsep mujizat di sini dijelaskan secara lebih rasional, tidak
dipahami secara supra-natural seperti umumnya para ulama dulu.
Meski demikian, hemat penulis,
16
Lihat JMS. Baljon, The Reform and Religious Ideas of Sir Sayyid Ahmad
Khan (Leiden: EJ. Brill, 1949), 55-56.
17
11
yang
ahistoris,
karena
mengabaikan
konteks
lalu
menganggap al-Quran tidak rasional. Padahal ada wilayahwilayah yang tidak dapat dijangkau oleh dimensi rasionalitas akal
manusia, bukan karena ia tidak rasional, tapi karena ia bersifat
meta-rasional. Misalnya ayat-ayat tentang kejadian yang luar
biasa; dihancurkannya Abrahah dan tentaranya dengan burung
Ababil (Q.S. al-Fil (105): 1-5), atau ayat-ayat
tentang ruh, dimana
yang berbicara
urusan
Tuhan-ku,
dan
tidaklah
kamu
diberi
sepakat
dengan
Rahman,
bahwa
rasionalisasi
12
semakin
bertambah
di
akhir-akahir
ini,
maka
saat
pewahyuan.
Kedua,
ada
kecenderungan
13
al-Quran
keliru
penafsiran
tentang
ayat
tersebut,
relativitas
penafsiran,
terutama
menyangkut
14
menguasai
mengadopsi
ilmu
teori-teori
pengatahuan
ilmu
kontemporer
pengetahuan,
filsafat,
atau
dan
pengetahuan tersebut
20
21
Ibid., 65-77.
22
15
rekonstruksionis.
Aliran
ini
ingin
memberikan
asumsi
bahwa
kejatuhan
Adam
dan
Hawa
hanya
16
Barat kepada Islam, sebab sains bukan sesuatu yang asing dan
sama sekali tidak Islami, melainkan sangat islami.24
Ketiga,
aliran
pragmatis.
Aliran
ini
cenderung
sekedar
menekankan
Islam
sebagai
kekuatan
dalam
al-Quran.
24
Ibid., 73-74.
25
Adalah
merupakan
17
keniscayaan
sejarah,
menafsirkan
al-Quran
prinsip-prinsip
sendiri
jika
ilmu
sangat
pengembangan
di
era
kontemporer
dengan
mengkombinasikan
pengetahuan.
menganjurkan
ilmu
ini,
Karena
untuk
pengetahuan.
al-Quran
melakukan
Tetapi
ini
tidak
3.
Menjauhi
pemaksaan
diri
(takalluf)
dalam
Menghindari
tuduhan
tertentu
kepada
seorang
Produk
tafsir
ilmi
hendaknya
tidak
kita
klaim
umumnya
yah}tamilu
wuju>h
al-mana
18
ilmi adalah
sebagai berikut:
1. Mafa>tih} al-Gayb, karya Fakhruddin al-Razi.
Kitab ini banyak mengomentari ayat-ayat yang berkaitan
dengan teori imu pengetahuan.
2. Al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qura>n al-Kari>m, karya alSyaikh T{ant}awi Jauhari.
Kitab ini terdiri dari 25 Jilid. Dicetak di Mesir pada tahun
1351. Penulis kitab tersebut banyak mengambil temuan teori ilmu
pengetahuan dari orang-orang Eropa, untuk mengomentari ayatayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Salah satu
motifasinya adalah ingin membuktikan, bahwa al-Quran itu
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, hemat
penulis, kadang-kadang terkesan bahwa Syaikh T{at}awi bersikap
apologis dan sekedar mencocok-cocokan ayat dengan temuan
teori tersebut.
3. Kasyf al-Asra>r al-Nura>niyyah al-Qura>niyyah fi> ma>
Yataallaqu bi Ajra>m
jamak
dari
kata
yawm,
tidak
diuaraikan
secara
19
menyatakan
bahwa kondisi itu terjadi selama kurang lebih 15-18 milyar tahun
yang lalu.
Contoh lain adalah ketika T}ant}awi Jauhari mengomentari
Q.S. al-Baqarah (2): 61.
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa
sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu:
sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya,
dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih
baik?
Ayat tersebut berbicara mengenai kaum Nabi Musa, yang
ketika itu tinggal di pegunungan dan tidak sabar dengan satu
jenis makanan (al-manna wa al-aalwa). Syaikh T{ant}awi Jauhari
lalu
mengomentari
ayat
tersebut
dengan
mengambil
teori
20
muncul
kecenderungan
tafsir
ilmi.
Salah
satu
ilmiah.
Namun
sayang,
kadang-kadang
saking
al-
21
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. Tafsi>r Juz Amma>. Mesir: al-Jamiyyah alKhairiyyah, 1341 H.
Al-A<lam al-Isla>mi>, dalam Jari>dah Usbu> iyyah Edisi 27
Oktober 2003.
Arberry, A.J. Revelation and Reason in Islam. London: George Allen
& Unwin 1965.
Baljon, JMS. The Reform and Religious Ideas of Sir Sayyid Ahmad
Khan. Leiden: EJ. Brill, 1949.
Barbour,
Ian. Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama.
Bandung: Mizan 2002.
Goldziher, Ignaz. Maz}a>hib al-Tafsi>r al-Isla>mi>, terj. Abdul
Halim al-Najjar. Mesir: Maktabah al-Khanji, 1955.
Hoodbhoy, Perves. Islam dan Sains: Pertarungan Menegakkan
Rasionalitas. Bandung Pustaka, 1997.
Jauhari, T{ant}awi. al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qura>n
H{aki>m, Juz I. t.tp.: Mus}t}afa al-Halabi, 1951.
al-
22
Khallu>f, Ali Must}afa>. al-Tafsi>r al-Waji>z ala> Ha>misy alKita>b al-Azi>z. Riya>d}: Maktaba al-Ma>lik al-Fahd, 1424
H.
Khuli, Amin. Mana>hij al-Tajdi>d fi> al-Nah}wi wa al-Bala>gah wa
al-Tafsi>r wa al-A<dab. Beirut: Dar al-Marifah, 1961.
Mah}alli, Jala>luddi>n dan Jala>luddi>n Abdurrahma>n alSuyu>t}i. Tafsi>r al-Jala>layn.
Semarang: Maktabah
Usaha Keluarga, t.th.
Muh}tasib, Abdul Majid Abdul Sala>m. Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi>
al-As}ri al-H{adi>s\. Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Qaradlawi, Yusuf. Berinteraksi dengan al-Quran, terj. Abdul
Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Rid}a, Muhammad Rasyid. Tafsi>r al-Mana>r, Jilid I. Mesir: Dar alManar, 1954.
S{abuni, Muh}ammad Ali. S}afwat al-Tafa>si>r,
Da>r al-Fikr, 1976.