Anda di halaman 1dari 8

Pendekatan Filosofis, Dalam Studi Islam

1. Perkembangan historis pendekatan filosofis

Jika kita coba mendefinisikan filsafat maka persoalaanya sebegitu akut. Asal-usul
filsafat mesti dilacak kembalu ke Yunani istilah philosophia dapat ditelusuri pada abad V
SM. Yang terdiri dari dua kata, philia cinta dan shophia kebijakan. Filsafat adalah
cinta apda kebijakan. Akan tetapi, terlepas dari kemungkinan terinspirasi oleh suatu
pandangan romantik yang hebat, apa sebenarnya yang menjadi watak filsafat?filsuf
adalah orang yang mencintai kebijakan. Apa maksut pernyataan ini? Kebijakan dapat
mengacu [pada beragam hal, ia dapat mengacu pada pengetahuan filsuf adalah
orang yang banyak mengetahui hal-hal tertentu. Ia dapat mengacu pada pengalaman
kehidupan kebijakan filsuf adalah akumulasi pengalaman dan pembelajaran dalam
kehidupan. Kebijakan juga dapat mengacu pada pandangan atau wawasan filsuf
adalah orang-oang yang dapat membuat keputusan dan pilihan yang cerdas dan
cerdik.

Jika kita melihat definisi yang diberikan oleh dua orang yang mula-mula mencintai
kebijakan yaitu Plato dan Aristoteles, kita dapat mulai melihat bagaimana kemungkinan
itu dapat dimengarti. Plato mendeskripsikan filsuf sebagai orang yang siap marasakan
setiap bentuk pengetahuan, senang belajar dan tidak pernah puas. Aristoteles juga
memberikan definisi filsafat sebagai pengetahuan mengenai kebenaran. Terhadap
kedua definisi tersebut kita dapat menembahkan definisi ketiga yang diberikan oleh
Sextus Empiricus, filsafat adalah suatu aktifitas yang melindungi kehidupan yang
bahagia melalui diskusi dan argumen. Maka unsur kunci yang menyusun cinta pada
kebijakan adalah kemauan menjaga fikiran tetap terbuka, kesediaan membaca luas
dan mempertimbangkan seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian pada
kebenaran. Semua itu adalah bagian dari suatu aktifitas atau prosesdimana dialog,
diskusi, dan mengemukakan ide dan argumen merupakan intinya. Unsur-unsur itu
semua terdapat dalam karya Plato. Metode Plato dalam berfilsafat adalah melalaui
dialog, berbincang dengan orang lain (biasanya Socrates) atau sekelompok orang.
Gagasannya adalah bahwa kita dapat menggunakan dialog untuk mencari kebenaran
segala sesuatu. Dengan mengemukakan suatu ide dan seseorang menanggapinya dan
kemudian melakukan perubahan dan penambahan pada ide itu melalui respon yang
diberikan dan respon lainnya, kita secara gradual meningkatkan kebenaran yang
sedang kita bicarakan dalam tahapan dan langkah yang gradual. Dialog-dialog Plato
jarang mencapai kesimpulan yang pasti, namun ii tidak masalah karena ini justru
memberitahukan pada kita hal yang menarik tentang filsafat.

Dalam kaitan dengan agama, terdapat banyak dan beragam pendekatan filospfis. Lagi-
lagi kita perlu melacak pendekatan filosofis dengan kembali ke Yunani kuno, namun kita
perlu memahami bahwa di Eropa pemikian filosofis tidak bermula dari tanggapannya
terhadap agama atau sebagian bagian dari penyelidikan religius dalam rangka
memahami dunia. Beberapa filsuf Yunani awal yang termasyur seperti Socrates, Plato,
Aristoteles berfilsafat tanpa perlu memasukkan agama atau pemikiran religius. Salah
satu alasannya bahwa budaya Yunani adalah politeistik, dikelilingi oleh banyak tuhan
yang merupakan bagian dari kosmos dan dibangun oleh hukum-hukum dan prinsip-
prinsip impersonal yang sama yang berjalan dengan kosmos, sebagai hal yang juga
berlaku bagi manusuia. Alasan kedua, filsuf-filsuf awal juga membuang mite, sejarah
dan tradisi-tradisi klasik dengan pembahasan yang lebih ternalar dan reflektif mengenai
kehidupan dan pengalaman manusia. Bahan-bahasan yang lebih ternalar itu menjadi
dasar bagi aktivitas filosofis.

Secara khusus kita dapat mengidentifikasi empat posisi utama mengenai hubungan
antara filsafat dan agama, sebagaiman amuncul dalam seluruh sejarah perdebatan.
Keempat posisi itu adalah :
1. Filsafat sebagai agama

2. Filsafat sebagai pelayan agama.

3. Filsafat sebagai yang membuat ruang bagi keimanan.

4. Filsafat sebagai suatu perangkat analitis bagi agama.


Terhadap keempat posisi itu kita dapat menmbahkan :
5. Filsfat sebagai studi tentang penalaran yang digunakan dalam pemikiran
keagamaan.
i

2. Karakteristik prinsipil pendekatan filosofis

John Hick menyatakan bahwa pemikiran filosofis mengenai agama bukan merupakan
cabang teologi atau studi-studi keagamaan, melainkan sebagai cabang filsafat. Dengan
demikian, filsafat agama merupakan suatu aktivitas keteraturan kedua (second order
activity) yang menggunakan perangkat-perangkat filsafat bagi agama dan pemikiran
keagamaan. Pernyataan Hick memberikan cara yang menarik pada kita dalam
membahas apa gambaran karakteristik pendekatan filosofis. Pada umumnya kita dapat
menyatakan pendekatan filosofis memiliki empat cabang.
Cabang yang pertama adalah logika. Berasal dari bahasa Yunani logos, secara literal
logika berarti pemikiran atau akal, logika adalah seni argumen rasional dan koheren.
Seperti telah kita lihat, kita semua memiliki argumen-argumen, kita semua marah ketika
seseorang menentang sesuatu yang kita yakini atau kita mengemukakan bentuk untuk
membenarkan posisi kita. Logika masuk keseluruh proses berargumentasi dengan
seseorang menjadikannya lebih cermat dan meningkatkan proses tersebut.

Cabang aktivitas filosofis kedua adalah metafisika. Istilah ini pertama kali dugunakan
pada tahun 60 SM oleh filsuf Yunani Andronicus : metafisika terkait dengan hal yang
paling dasar, pertanyaan-pertanyaan fudamental tentang kehidupan, eksistensi, dan
watak ada (being) segala hal. Aspek aktivitas filosofis ini menunjukkan concern pada
komprehensifitas. Tidak ada sesuatupun yang berada diluar wilayah perhatian filsafat,
bagi filsuf segala sesuatu adalah penting. Ini melindungi dari digunakannya pandangan
menutup mata atau berat sebelah (bias) dalam hal-hal tertentu, filsuf harus menyadari
segala sesuatu yang memang atau mungkin penting bagi persoalan yang sedang
dihadapi. Dan hal ini diterapkan dalam pendekatan filosofis terhadap agama, yang
dengan sendirinya berkaitan misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan ontologism (studi
tentang ada atau eksistensi, termasuk eksistensi tuhan), pertanyaan-pertanyaan
kosmologis (argumen-argumen yang terkait dengan asal-usul dan tujuan dunia,
termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh ilmu) dan pertanyaan-pertanyaan tentang
humanitas (watak dan status manusia dan komunitas manusia, termasuk watak
subjektivitas).

Cabang aktivitas filosofis yang ketiga yang tergabung dengan metafisika dan logika
adalah epistemologi. Epistemologi menitik beratkan pada apa yang kita ketahui, dan
bagaimana kita mengetahui. Epistemilogi memberi perhatian pada pengetahuan dan
bagaimana kita memperolehnya.

Cabang keempat aktivitas filosofis adalah etika. Secara harfiah etika berarti studi
tentang perilaku atau studi dan penyelidikan tentang nilai-nilai dengannya kita hidup,
yang mengatur cara kita hidup dengan lainnya, dalam satu komunitas lokal, komunitas
nasional, maupun komunitas global internasional. Etika menitik beratkan pada
pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban, keadilan, cinta, dan kebaikan. Dan dalam
etika sebagai concern general, muncul perhatian pada praktik-praktik partikular dalam
masyarakat, maka kita memiliki perhatian khusus pada etika bisnis, etika medis, etika
kerja,dan etika politik. Semua itu kadang disebut sebagai persoalan yang termasuk
dalam etika terapan, dengan kata lain ia menerapkan ide-ide, teori-teori, prinsi-prinsip
etika general pada wilayah-wilayah partikular dan spesifik dalam kehidupan dan kerja
manusia.
3. Filsafat dalam islam

Dalam bahasa Arab dikenal kata hikmah dan hakim, kata ini bisa diterjemahkan
dengan arti filsafat dan filosof. Kata hukamul islam bisa berarti falasifatul islam.
Hikmah adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai manusia dengan melalui alat-alat
tertentu, yaitu akal dan metode berfikirnya. Datangnya hikmah itu bukan dari
penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan hati, atau dengan mata hati dan
pikiran yang tertuju kepada alam yang ada disekitarnya. Karena itu kadangkala ada
orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan (melihat dengan mata hati dan berpikir).

Agama Islam memberi penghargaan yang tinggi terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat al
Quran yang menganjurkan dan mendorong supaya manusia banyak berpikir dan
menggunakan akalnya. Di dalam Al Quran dijumpai perkataan yang berakar dari kata
aql (akal) sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata kerja aktif, seperti
aquluh, taqilun, naqil, yaqiluha, dan yaqilun. Dan masih banyak lagi kata yang di
pakai dalam Al Quran yang menggambarkan perbuatan berpikir diantaranya: nazhara
(QS. Al Thariq : 5-7), tadabbara (QS. Shaad :29), tafakkara, faqiha, tadzakkara dan lain
sebagainya. Selain itu di dalam Al Quran juga terdapat sebutan-sebutan yang memberi
sifat berpikir bagi seorang muslim, diantaranya ulu al bab (QS. Yusuf: 111), ulu al
abshar (QS. An Nur : 44), ulu al nuha (QS. Thaha : 128), dan lain-lain.Semua bentuk
ayat-ayat tersebut mengandung anjuran, dorongan bahkan perintah agar manusia
banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Hal ini menunjukkan bahwa agama islam
mendorong dan bahkan memerintahkan kepada pemeluknya supaya berfilsafat.
Disamping anjuran dan dorongan untuk berfilsafat dapat dipahami dari pengertian kata
ayat itu sendiri. Kata ayat sendiri erat kaitannya dengan perbuatan berpikir. Arti asal
dari kata ayat adalah tanda. Sebagaimana diketahui bahwa tanda itu menunjukkan
kepada sesuatu yang terletak di belakang tanda itu. Tanda itu harus diperhatikan,
dipikirkan, diteliti dan direnungkan, baik secara filosofis maupun ilmiah, untuk
mengetahui ari yang terletak dibelakangnya.

Manusia adalah makluk berfikir, yang dalam segala aktifitas kehidupannya selalu
berujung kepada mencari kebenaran tentang sesuatu. Misalnya dalam mencari
jawaban tentang hidup, berarti dia mencari kebenaran tentang hidup. Jadi dengan
demikian manusia adalah makluk pencari kebenaran. Dalam proses pencarian
kebenaran ini manusia menggunakan tiga instrumen, yaitu dengan agama, filsafat dan
dengan ilmu pengetahuan. Antara ketiganya mempunyai titik persamaan, perbedaan
dan titik singgung.Titik persamaannya adalah, bahwa baik agama, filsafat, maupun ilmu
mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama mencari kebenaran. Agama,
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang Tuhan, manusia, maupun alam. Filsafat, memberikan jawaban baik tentang
alam, manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar
jangkauannya), maupun tentang Tuhan. Sedang ilmu pengetahuan memberikan
jawaban tentang alam dan segala isinya.Titik perbedaannya adalah ketiga-tiganya
mempunyai sumber yang berbeda. Agama, bersumber kepada wahyu sehingga
kebenarannya bersifat mutlak. Sedangkan filsafat dan ilmu pengetahuan bersumber
rayu (akal, budi, dan rasio) manusia, sehingga kebenarannya bersifat nisbi. Manusia
mencari kebenaran malalui agama dengan jalan mencari jawabannya dalam kitab suci.
Filsafat mencari kebenaran dengan jalan berpikir secara radikal, integral dan universal.
Sedangkan ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan riset, empiris dan
eksperimen. Titik singgungnya adalah tidak semua masalah yang dipertanyakan
manusia dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan karena ilmu terbatas dalam arti terbatas
oleh subyek peneliti, obyek dan oleh metodologinya. Tidak semua masalah yang tidak
terjawab oleh ilmu pengetahuan bisa dijawab oleh filsafat dengan sendirinya karena
jawaban filsafat bersifat spekulatif. Sedangkan agam menjawab berbagai masalah
asasi yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan dan filsafat.
4. Perkembangan pemikiran tentang pendidikan islam.

Berdasarkan pendekatan filosofis, ilmu pendidikan islam dapat diartikan swebagai studi
tentang proses kependidikan yang didasari oleh nilai-nilai ajaran islam yang bersumber
pada kitab suci Al-quran dan sunah Nabi Muhammad SAW.

Yang esensial dari pendekatan filosofis ini adalah lahirnya sikap dan pandangan dasar
yang meyakini bahwa islam sebagai agama wahyu mangandung konsep, wawasan,
dan ide dasar yang memberi inspirasiterhadap pemikiran umat manusia dalam rangka
menyelesaikan permasalahan kehidupannya. Dalam permasalahan pendidikan islam
yang berhadapan dengan tantangan tuntutan hidup manusia yang semakin meningkat,
nilai-nilai islam tidak dapat berfungsi secara aktual dan kontekstual dalam proses
perkembangan kehidupan disegala bidang tanpa ditransformasikan melalui proses
kependidikan dalam berbagai modelnya. Agar proses transformasi nilai-nilai islam itu
berjalan konsisten kearah tujuan pendidikan islam, diperlukan suatu pedoman filosofis
yang bersifat ideal yang fleksibel dan kontekstual dengan tuntutan kebutuhan manusia.

Al-quran sebagai sumber inspirasi dan pandangan hidup universal, memberi dorongan
pada manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui rasio (akal pikiran)
sejauh mungkin sampai pada zat Allah yang tidak mungkin dicapai oleh rasio. Rasio
manusia, yang digunakan untuk memperdalam dan memperluas dimensi ilmu
pengetahuannya tidak terlepas dari orientasi pada tuhannya, karena ia mendapatkan
kekuasaan Allah diatas segalanya, termasuk kemampuan manusia itu sendiri. Dalam
pandangan islam, akal fikiran harus difungsikan secara efektif untuk menemukan
hakikat hidupnya selaku hamba Allah, selaku makhluk sosial dan selaku khalifah
dimuka bumi. Maka dari itu, jelas bahwa pendidikan islam sebagai ilmu dalam
pengembangannya perlu diorientasikan kepada ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Disamping karena kemampuan manusia untuk berpikir rasional telah menjadi salah
satu persyaratan dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi, juga kitab suci Al-quran
telah memberikan ruang gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sejauh
kemampuan rasio dapat mencapainya.

Orientasi ilmu pendidikan islam

Oleh karena sumber ilmu pengetahuan seperti yang dipergelarkan wawasannya dalam
Al-quran adalah meluas maka ilmu-ilmu pengetahuan yang diharapkan Allah tetap
menjadi penopang kemantapan keimanan kepada Allah SWT, dapat diringkas dalam
tiga sumber orientasi pengembangan teoritis ilmiah, yaitu sebagai berikut :
1. Orientasi pengembangan kepada Allah yang maha mengetahui, menjadi sumber dari
segala sumber ilmu pengetahuan.
2. Orientasi pengembangan kearah kehidupan sosial manusia, dimana muamalah
bainan nas (pergaulan antara manusia) semakain kompleks dan luas ruang lingkupnya
akibat pengaruh kemajuan ilmu dan tekhnologi modern yang maju pesat.
Orientasi pengembangan kearah alam sekitar yang diciptakan Allah untuk kepentingan
hidup manusia.

Model yang mengabstrasikan pendekatan dan orientasi

Setiap manusia memiliki kemampuan psikologis yang dapat dikembangkan


melalui proses kependidikan kearah pengembangan yang optimal. Untuk itu model
pendidikan islam secara teoritis dapat dibentuk sesuai pendekatan filosofis sebagai
berikut :

1. Aspek filosofis, manusia selaku hamba tuhan telah diberi kemampuan dasar atau
fitrah yang dinamis dan berkecenderungan sosial-religius dalam struktur psiko-fisik
(jasmaniah-rohaniah) patuh dan menyerahkan diri pada maha penciptanya secara total
pada tingkat perkembangan yang optimal.

2. Aspek epistimologis, manusia diberi kemampuan dasar untuk berilmu pengetahuan


dan beriman kapada penciptanya sesuai kemampuan derajat kemanusiaanya.
3. Aspek pedagosis, manusia adalah makhluk belajar sepanjang hayat yang didasari
dengan nilai-nilai islam.

Anda mungkin juga menyukai