Anda di halaman 1dari 31

KEKERASAN SEKSUAL

Pembimbing: dr. IB Putu Alit, Sp.F, DFM


Ni Made Gita Saraswati Ni Ketut Lestari Warda Elmaida R

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA (KKM) DI BAGIAN / SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA / RSUP SANGLAH

PENDAHULUAN
Kekerasan seksual bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, psikologis dan emosional bagi korban yang mengalaminya serta berkaitan dengan masalah hukum Angka kejadian tindak kekerasan terhadap perempuan termasuk perkosaan tinggi di masyarakat. Menurut komnas perempuan, kekerasan seksual merupakan kekerasan paling mencuat selama tahun 2011 Pernyataan sebuah LSM mencatat bahwa setiap 5 jam terjadi satu kasus perkosaan di Indonesia.

Pendahuluan
Dalam pembuktian secara Kedokteran Forensik pada setiap kasus kejahatan seksual untuk membuktikan: ada atau tidak adanya tanda-tanda kekerasan ada atau tidak adanya tanda-tanda pergumulan, ada atau tidak adanya tanda-tanda persetubuhan, pembuktian terhadap perkiraan umur. Dokter sangat berperan dalam membantu mengeluarkan surat keterangan kekerasan seksual dan juga dalam mengobati akibat yang ditimbulkan oleh kekerasan seksual pada korban.

Rumusan Masalah Apa sajakah bukti-bukti kekerasan seksual yang mungkin ditemukan pada korban?

Tujuan Penulisan Mengetahui bukti-bukti kekerasan seksual yang terjadi pada korban kekerasan seksual. Mengetahui tanda-tanda kekerasan seksual yang terjadi pada korban kekerasan seksual.
Manfaat Penulisan Menambah pengetahuan penulis mengenai kasus kekerasan seksual Sebagai sebuah informasi dan sebagai suatu sumber referensi pembelajaran di bidang ilmu kedokteran forensik.

TINJAUAN PUSTAKA
Kekerasan seksual kontak seksual dengan orang
lain tanpa persetujuan ataupun keinginannya dan disertai paksaan. Yang dimaksud dengan paksaan: ancaman kekerasan, penipuan menggunakan racun seperti alkohol atau obatobatan

Di negara Indonesia, yang bisa menjadi pelaku pemerkosaan hanya laki-laki, yang sesuai dengan pasal 285 KUHP. Seseorang hanya dapat dituntut jika terdapat pengaduan dari orang yang merasa dirugikan karena berdasarkan KUHP pasal 287 Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita itu belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294 akan tetapi keadaan akan berbeda jika: Umur korban belum cukup 12 tahun; atau Korban menderita luka berat atau mati akibat kekerasan seksual tersebut. Korban adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang berada dibawah pengawasannya, atau bawahannya.

Kekerasan Seksual
Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, kekerasan atau kejahatan seksual dibagi menjadi 3 kelompok 1. Perzinahan (gendak atau overspel) 2. Persetubuhan yang melawan hukum (onrechtmatige daad) 3. Perbuatan cabul.

Overspel
perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Pada kasus ini, sanggama dilakukan dengan melanggar hak kepemilikan, meski terjadi persetujuan. Sehingga dikatakan sebagai suat crime against property, yang dalam hukum Indonesia tampak bahwa kekerasan seksual adalah delik aduan.

Persetubuhan
Persetubuhan yang melawan hukum dapat terjadi di dalam perkawinan (intramarital) maupun di luar perkawinan (ekstramarital) Persetubuhan yang melawan hukum yang terjadi di luar perkawinan meliputi : Perkosaan Berhubungan badan dengan wanita tidak berdaya (pingsan) Berhubungan badan dengan wanita yang belum pantas dikawin Bersetubuh dengan menimbulkan luka berat atau kematian Bersetubuh dengan wanita dalam pengawasan Persetubuhan dalam perkawinan bila suami bersetubuh dengan istri yang belum pantas dikawin yang mengakibatkan luka-luka berat atau kematian

Perkosaan
285 KUHP Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun Aspek medikolegal perkosaan: Male Crime (pelaku hanya laki-laki) Extramarital crime (Seorang suami tidak bisa dikatakan melakukan perkosaan terhadap istrinya) Intravaginal (genito-genital) Kekerasan atau ancaman kekerasan

Perkosaan
Menurut 285 KUHP terdapat 4 unsur Perkosaan: Orang Tindak perkosaan harus dilakukan oleh seseorang (di Indonesia adalah laki-laki). Kekerasan atau Ancaman (tindakan dilakukan tanpa seizin korbannya) Bersetubuh Di Indonesia pengertian persetubuhan hanya masuknya alat kelamin pria seminimal mungkin ke vagina dengan atau tanpa disertai ejakulasi. Di Luar Perkawinan

Perbuatan Cabul
Pasal 289, 290, 293 KUHP mengatur masalah ini secara khusus. Perbuatan cabul segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi, sebagai contohnya adalah cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada. Persetubuhan juga termasuk dalam perbuatan cabul, akan tetapi dalam undang-undang disebutkan tersendiri.

Prosedur Pembuatan VER Kekerasan Seksual


1. 2. 3. 4. 5. Korban harus melapor terlebih dahulu ke polisi. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak kepolisian. Dilanjutkan pembuatan SPV untuk dokter Korban datang ke rumah sakit untuk pembuatan Visum oleh dokter/petugas jaga. Dokter memberi penjelasan (informed consent) pada pasien mengenai pemeriksaan yang dilakukan. Pasien atau wali pasien harus menandatangani formulir persetujuan untuk dilaksanakannya pemeriksaan. Pemeriksaan mencangkup anamnesis, pemeriksaan fisik hingga , pemeriksaan laboratorium. Dokter kebidanan (Sp.OG) berwenang untuk melakukan pemeriksaan alat kelamin sedangkan dokter forensik berperan dalam melakukan pencatatan pada tanda-tanda kekerasan atau persetubuhan yang terdapat pada korban. Setelah Visum et Repertum tersebut selesai maka Visum et Repertum tersebut diserahkan pada pihak kepolisian.

6.

7.

Anamnesa
Anamnesa Umum Nama dan alamat korban Umur Agama dan suku bangsa Status marital Kehamilann persalinan, abortus Haid (menarche, lamanya tiap haid, keteraturan siklus, hari pertama, haid terakhir) Riwayat persetubuhan Riwayat penyakit atau pemakaian obat Riwayat medis

Anamnesa Khusus Kronologi kejadian Waktu kejadian Tempat kejadian Bukti medis persetubuhan Kejadian penetrasi Sebagian atau total Genital/digital/instrument Vaginal/anal/oral Kejadian ejakulasi Vagina Anus Mulut Kejadian pembersihan sebelum pemeriksaan Berkumur Membasuh vagina Mandi Keramas Buang air kecil atau buang air besar

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Umum Penampakan dan Emosi Pakaian dan Perhiasan. Parameter Pertumbuhan Tanda-tanda Vital Luka-luka Kuku Jari Benda Asing Rambut Pubis Rambut Kepala Kulit
Tanda-tanda persetubuhan Tanda-tanda penetrasi Pemeriksaan selaput dara Bekas kekerasan pada vulva dan vagina Epitel vagina pada penis pelaku Ejakulat (Usap Vagina) Tanda-tanda kekeraasan

Pemeriksaan Lab..
Identifikasi Sperma : adanya sperma pada pakaian, seprai, kertas tisu, dan sebagainya. Pemeriksaan yang dilakukan: Penentuan spermatozoa (mikroskopis) Penentuan cairan semen (kimiawi) Penentuan golongan darah ABO pada sperma Pemeriksaan bercak sperma pada pakaian, dilakukan dengan skrining awal berupa reaksi asam fosfatase, yang dilanjutkan dengan pewarnaan Baecchi.

LAPORAN KASUS
Korban berinisial SN, perempuan, umur kurang lebih 18 tahun, kewarganegaraan Indonesia, agama Islam, datang dengan polisi bersama SPV yang bernomor Polisi Nomor Polisi VER/239/X/ 2011/Bali/POLSEK tertanggal 13 Oktober 2011 ke Instalasi kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada tanggal 13 Oktober 2011.

Pada kasus ini, permintaan surat Keterangan Ahli berupa surat permintaan visum korban kejahatan seksual telah dikirimkan oleh penyidik kepada instansi kesehatan, dalam hal ini Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, dimana prosedur tersebut telah sesuai dengan wewenang penyidik serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, menjadi kewajiban dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban sesuai dengan keperluan penyidikan.

Dalam hal ini dokter ahli kandungan dan kebidanan serta dokter ahli kedokteran kehakiman dapat secara bersama-sama untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban. Selanjutnya dokter ahli kedokteran kehakiman wajib membuat surat Keterangan Ahli berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap korban. Surat Keterangan Ahli berupa Visum et Repertum ini yang nantinya akan berfungsi sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan KUHAP pasal 184 ayat (1).

Anamnesis
Korban mengaku dipaksa bersetubuh dengan tiga orang, yang salah satunya merupakan mantan pacar korban pada tanggal 12 Oktober 2011 kurang lebih 17 jam sebelum masuk rumah sakit. Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Korban kemudian diantar ke bagian obstetri dan ginekologi IRD RSUP Sanglah untuk dilakukan anamnesis, pemeriksaan luar dan dalam. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 19 Maret 2012.

Pemeriksaan Korban
Korban datang dengan kesadaran baik, emosi tenang, rambut rapi, penampilan umum baik, sikap selama pemeriksaan terkesan membantu. Keadaan umum jasmaniah baik, nadi 80 x/m, tekanan darah 110/70 mmHg, dan pernapasan 20 x/menit. Korban mengaku dipaksa bersetubuh oleh tiga orang yang salah satunya merupakan mantan pacar korban pada tanggal 12 Oktober 2011 kurang lebih 17 jam ebelum masuk Rumah Sakit. Riwayat haid pertama saat umur 15 tahun, siklus tidak teratur, hari pertama haid terakhir tanggal 12 September 2011. Tanda kelamin sekunder berkembang sesuai dengan klasifikasi Tunner Lima.

Tanda Persetubuhan
Dari pemeriksaan kelamin ditemukan bagian luar terdapat luka-luka lecet pada pertemuan bibir kelamin bagian belakang searah pukul lima, dan enam dengan warna kemerahan disekitarnya. Hal ini menandakan luka-luka lecet adalah luka-luka baru. Selain itu, pada selaput dara ditemukan robekan pada arah jam enam, tujuh disekitarnya tidak tampak kemerahan. Hal ini menandakan robekan selaput dara yang disebabkan penetrasi yang sudah lama. Dari pemeriksaan vaginal swab dan bilasan vagina tidak ditemukan adanya sel-sel sperma. Meskipun tanda pasti dari persetubuhan adalah adanya pancaran air mani atau ejakulasi pada pemeriksaan, namun perlu ditekankan bahwa tidak didapatkan adanya sel mani tidak boleh diartikan bahwa pada korban tidak terjadi persetubuhan.

Tanda Persetubuhan
Tanda tidak langsung adanya persetubuhan antara lain kehamilan dan terjadinya penyakit kelamin. Pada korban telah dilakukan tes kehamilan, dimana hasilnya negatif. Hal tersebut belum memastikan bahwa tidak terjadi konsepsi, karena alat uji dengan bahan air kencing tersebut baru menunjukkan hasil yang positif 7 hari setelah konsepsi, sedangkan tes dilakukan sembilan jam dua puluh menit setelah persetubuhan. Kalaupun hasilnya tetap negatif dan tidak terjadi kehamilan, kemungkinan adanya persetubuhan belum dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda-tanda penyakit kelamin, namun hal ini juga tidak dapat menyingkirkan kemungkinan bahwa telah terjadi persetubuhan

Tanda Kekerasan
Kekerasan tindakan pelaku yang bersifat fisik dan dilakukan dalam rangka memaksa korban agar dapat disetubuhi, terutama pada daerah mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta di sekitar dan pada alat genital, berupa goresan, garukan, gigitan, luka lecet, maupun luka memar. Dari hasil pemeriksaan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan fisik pada tubuh korban

Penanganan dan Medikasi


Berdasarkan hasil konsultasi ke bagian psikiatri, korban didiagnosis dengan reaksi stress akut dd/ depresi berat dengan gejala psikotik. Korban dirawat inap sejak tanggal 13 Oktober dan pulang paksa tanggal 15 Oktober 2011 atas permintaan majikannya.

Berdasarkan hasil follow up korban selama 3 hari di rumah sakit didapatkan perkembangan kondisi psikologis korban selama MRS membaik, dapat dilihat dari psikomotor pasien yang tenang saat pemeriksaan, kontak visual maupun verbal pasien serta nafsu makan pasien yang membaik. Medikamentosa yang diberikan kepada pasien selama dirawat berupa Antidepresan, Clobazam 1 x 10 mg.

SIMPULAN
Kekerasan seksual ialah kontak seksual dengan orang lain tanpa persetujuan ataupun keinginannya dan disertai paksaan. Adapun yang dimaksud dengan paksaan adalah dengan menggunakan ancaman, kekerasan, penipuan, dan menggunakan racun seperti alkohol atau obat-obatan. Meskipun dengan adanya persetujuan, bila persetujuan tersebut tidak sah, maka kekerasan seksual tersebut tetap digolongkan dalam tindak kriminal..

Peranan seorang dokter dalam pengumpulan bukti selama pemeriksaan medis forensik memiliki hubungan langsung dengan eberhasilan penuntutan kasus. Seorang dokter dituntut untuk dapat menetukan adanya tanda-tanda persetubuhan, adanya tanda-tanda kekerasan, serta memperkirakan umur korban berdasarkan keilmuan yang dimilikinya. Tanda-tanda ini penting untuk menilai dan memperkirakan waktu kejadian dan dapat menjadi sebuah bukti.

Saran
Peningkatan kasus kekerasan seksual ini menunjukan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memberikan perhatian dan perlindungan terhadap perempuan, serta pentingnya peranan lingkungan serta semua pihak terkait termasuk pendidikan seksual sejak dini, sehingga pendidkan seksual tidak dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan memberikan pengetahuan lebih kepada masyarakat khususnya tentang dampak negatif dari kekerasan seksual itu sendiri.

Peranan pemerintah juga sangat penting terutama pihak kepolisian dan penegak hukum untuk menangkap pelaku kekerasan seksual, sehingga mampu memberikan efek jera pada pelakunya. Selain itu peranan dokter sangat penting dalam membantu mengeluarkan surat keterangan kekerasan seksual dan juga dalam mengobati akibat yang ditimbulkan oleh kekerasan seksual pada korban.

..TERIMA KASIH..

Anda mungkin juga menyukai