Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ORAL ASSESMENT MINICEX RAMPAN KARIES "TOPICAL APPLICATION FLUOR"

Disusun oleh : Lisna K. Rezky 2007.034.0056

PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

PENDAHULUAN

Karies gigi merupakan masalah yang umum dan dapat menimbulkan rasa sakit yang parah dan dapat menghalangi kesehatan yang optimal. karies disebabkan oleh 4 faktor utama yakni host (gigi), substrat, mikroorganisme, dan waktu. gigi tiap individu memiliki kontur anatomi yang berbeda-beda, permukaan gigi memiliki lekukan-lekukan yang menjadi tempat yang strategis untuk terjebak dan melekatnya sisa makanan sehingga sulit untuk dibersihkan. Berdasarakan data dari Departemen Kesehatan Republik Indoensia pada tahun 2009, konsumsi gula nasional per kapita mencapai 12kg/tahun. Pola distribusi dan konsumsi makanan penduduk yang kurang terkendali menyebabkan prevalensi penggunaan gula dalam produk makanan meningkat. Saat ini banyak produk makanan yang beredar di masyarakat yang mengandung gula. Gula tidak hanya dikemas dan dikonsumsi sebagai makanan pokok, akan tetapi juga terdapat pada makanan ringan seperti wafer, es krim, dan permen karet (Soesilo dkk., 2005). Makanan yang manis, lengket yang mengandung gula lebih disukai oleh bakteri sehingga menyebabkan bakteri yang tahan asam memperoleh lingkungan yang cocok untuk tumbuh (Decker dan Van Loveren, 2003). Pada saat makan, karbohidrat dipecah di dalam mulut oleh amilase saliva dan dimanfaatkan oleh bakteri plak sebagai sumber makanan dengan asam organik sebagai produknya. Asam ini lebih rendah dibandingkan dengan pH mulut yang pada dasarnya sudah asam sehingga lingkungan mulut akan menjadi lebih asam (Leveille, 2007). Sukrosa lebih cepat mengalami sintesa polisakarida ekstra sel dibandingkan dengan glukosa, fruktosa dan laktosa sehingga sukrosa mampu meningkatkan indikasi karies paling besar atau kariogenik (Kidd, 1992). Mikroorganisme di dalam mulut berjumlah 720 spesies yang merupakan flora normal mulut. mikroorganisme yang terbanyak yang ada di dalam mulut contohnya adalah jenis Streptococcus mutans, Lactobacillus,dll. Mikroorganisme nantinya akan memetabolisme sisa makanan yang melekat di permukaan gigi menjadi asam, jika asam ini terus menerus terpapar hingga pada derajat keasaman (pH) kritis rongga mulut yakni 4-5,5 maka akan menyebabkan demineralisasi email (Kidd, 1992). Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang terutama disusun oleh mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis oleh bakteri yang menghasilkan asam. Gejala dini suatu karies enamel yang terlihat secra makroskopik adalah berupa bercak putih. Bercak ini memiliki warna yang tampak sangat berbeda dengan enamel sekitarnya yang masih sehat. Kadang-kadang lesi akan tampak berwarna coklat disebabkan oleh materi di sekelilingnya

yang terserap ke dalam pori-porinya. Baik bercak putih maupun bercak coklat bisa bertahan tahunan lamanya (Edwina A.M. Kidd, 1992:19). Berbagai tindakan pencegahan terjadinya karies telah diupayakan melalui fluoridasi air minum, topikal aplikasi fluor pada fase perkembangan enamel, dan program kontrol plak bagi masing-masing individu. Hal ini tidak terbukti efektif mengurangi insiden karies pada pit dan fisura yang merupakan bagian yang rentan karies, karena bentukan anatomisnya yang menyempit. Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh terhadap insidensi pada karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan daerah cekungan yang terlindung. Kondisi ini mendukung terjadinya proses karies. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah karies. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah suatu cara preventif yang ditujukan khusus untuk mencegah karies pada daerah ini melalui teknik fissure sealant dan topikal aplikasi fluor. Fissure sealant merupakan bahan yang diletakkan pada pit dan fisura gigi yang bertujuan untuk mencegah proses karies gigi (J.H. Nunn et al, 2000). Bentuk pit dan fisura beragam, akan tetapi bentuk umumnya adalah sempit, melipat dan tidak teratur. Bakteri dan sisa makanan menumpuk di daerah tersebut. Saliva dan alat pembersih mekanis sulit menjangkaunya. Dengan diberikannya bahan penutup pit dan fisura pada awal erupsi gigi, diharapkan dapat mencegah bakteri sisa makanan berada dalam pit dan fisura (Sari Kervanto, 2009: 12). Tujuan utama diberikannya sealant adalah agar terjadinya penetrasi bahan ke dalam pit dan fisura serta berpolimerisai dan menutup daerah tersebut dari bakteri dan debris (Kenneth J Anusavice, 2004: 260-261). Bahan sealant ideal mempunyai kemampuan retensi yang tahan lama, kelarutan terhadap cairan mulut rendah, biokompatibel dengan jaringan rongga mulut, dan mudah diaplikasikan (Donna Lesser, 2001). Dua bahan sealant yang sering digunakan adalah sealant berbasis resin dan sealant semen ionomer kaca (SIK). Bahan sealant berbasis resin dapat melakukan polimerisasi secara autopolimerisasi dan fotopolimerisasi. Sedangkan sealant SIK yang sering digunakan bersifat autopolimerisasi. Sealant berbasis resin bertahan lebih lama dan kuat karena memiliki kemampuan penetrasi yang lebih bagus. Hal ini karena adanya proses etsa pada enamel gigi yang menghasilkan kontak yang lebih baik antara bahan resin dengan permukaan enamel (Mahadevan Ganesh, 2007). Sealant ionomer kaca memiliki kemampuan mencegah karies yang hampir sama dengan sealant berbasis resin. Manipulasi sealant semen ionomer kaca lebih mudah, dan tidak diperlukan tahapan pengetsaan pada permukaan gigi (Subramaniam,

2008). Berbeda dengan sealant berbasis resin, bahan sealant semen ionomer kaca melakukan interaksi khusus dengan enamel gigi dengan melepaskan kalsium, strontium dan ion fluor yang bersifat kariostatik dan mengurangi perkembangan karies pada daerah yang diberi sealant (Laurence J. Walsh, 2006). Cara preventif lainnya adalah dengan penggunaan senyawa yang mengandung fluor untuk memperkuat dan mengurangi daya larut enamel dalam asam yakni dengan topikal aplikasi fluor. perawatan ini dilakukan pada gigi susu dan usia 7, 10 dan 13 tahun pada gigi permanen. pencegahan merupakan prioritas utama dengan menggunakan bahan antara lain : Sodium fluorida (NaF) 2%, Stannous fluorida (SnF2) 8%, Acidulated Phospat Fluorida (APF) dan varnis yang mengandung fluorida. Topikal aplikasi adalah pengolesan langsung larutan fluor yang pekat pada enamel untuk memberikan perlindungan serta mempertahankan permukaan gigi dari pelarutan asam sehingga gigi lebih resisten terhadap karies.

MEKANISME KERJA FLUOR Mineral enamel tersusun dari kristal apatit yang terdiri dari ion kalsium (Ca++), fosfat (PO43-) dan hidroksil (OH-) membentuk hidroksi-apatit atau Ca10(PO4)6(OH)2. Setiap gugus ion dapat disubstitusi oleh ion lain, dan bila ion Fluor (F-) menggantikan gugus OH- akan membentuk fluorapatit atau Ca10(PO4)6F2. fluor dapat dijumpai pada jaringan keras karena afinitasnya yang besar terhadap jaringan tulang dan mineral gigi. kekerasan dari tulang dan gigi disebabkan oleh kadar senyawa kalsiumfosfat yang tinggi dan diantara senyawa kalsiumfosfat, hidroksil-apatit merupakan senyawa yang terpenting. Sebuah prisma enamel dibentuk oleh sel ameloblas dimana sel tersebut menganyam suatu matriks organis dan pada matriks organis ini dapat diendapkan senyawa kalsiumfosfat. pada stadium terakhir dari pemebentukan prisma enamel ini oktakalsisumfosfat berubah menjadi hidroksil-apatit, dan pada proses ini diperlukan sedikit fluor supaya hidroksil-apatit memperoleh bentuk kristal yang baik. Fluor akan memeberikan reaksi permulaan terbentuknya endapan kalsium fluorida dipermukaan enamel yang lebih banyak daripada terbentuknya fluorapatit sebagai reaksi kedua.

Reaksi permulaan : Ca10(PO4)6(OH)2 + 20 F Hidroksil-apatit 10 CaF2 + 6 PO4 +2 OH Kalsium Fluorida

CaF2 ini tidak terikat kuat dan secara bertahap dapat terlepas. Karena CaF2 dapat larut sedikit dalam air, kebanyakan zat ini akan larut dan hilang dalam beberapa jam setelah terapi, tetapi sebagian diikat oleh enamel. sebagai reaksi kedua terjadi reaksi sebagai berikut : Ca10(PO4)6(OH)2 + 2 F Hidroksil-apatit Ca10(PO4)6F2 +2 OH Fluorapatit

Pada reaksi ini terjadi pertukaran langsung antara ion OH- dan F-. reaksi pertukaran ini tergantung dari pH, dimana pada pH 4 reaksi akan berlangsung kira-kira seratus kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi pada pH 7, karena pada pH yang rendah akan terbentuk suatu hasil antara yaitu ikatan kalsiumfosfat yang disebut brushit CaHPO4.2H2O. Ca10(PO4)6(OH)2 + 8H+ 6CaHPO42H2O + 4Ca++

Brushit merupakan ikatan kalsiumfosfat yang paling stabil dalam keadaan pH yang lebih rendah dari 4,3 dimana brushit juga bereaksi dengan fluor dan membentuk senyawa fluorapatit. reaksi persenyawaan ini terjadi lebih cepat dibandingkan dengan reaksi pertukaran ion yang disebut sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa mekanisme utama yang menghambat terjadinya karies adalah reaksi brushit dengan fluor. Reaksi ini sebenarnya adalah proses remineralisasi, sebab ada mineral yang dilarutkan dulu (yakni hidroksi-apatit) sehingga menghasilkan brushit, brushit ini kembali dijadikan mineral yaitu apatit yang kaya dengan fluor. efek remineralisasi dari fluor sudah diketahui sejak lama. Mekanisme fluor dalam menghambat karies gigi dapat diungkapkan beberapa pendapat yaitu, membuat enamel lebih tahan terhadap demineralisasi asam, menghambat sistem enzim mikrobiologi yang merubah karbohidrat menjadi asam dalam plak gigi atau dengan mempengaruhi jenis polisakarida ekstraseluler yang terjadi, adanya efek bakteriostatik yang menghambat kolonisasi mikroorganisme di permukaan gigi dan memacu proses remineralisasi pada permukaan enamel. Cara fluor bekerja terhadap karies pada umunya dikenal dua teori yaitu, fluor menguatkan gigi secara kimiawi terhadap serangan karies, dan fluor bekerja sebagai anti enzim atau anti bakteri.

Remineralisasi berarti pengembalian mineral. Enamel, seperti halnya dengan jaringan keras tubuh lainnya mengandung senyawa kalsiumfosfat yang disebut juga hidroksi-apatit, atau secara singkat mineral. Pada masa pembentukan gigi, mineral tersebut diendapkan dalam bentuk kristal-kristal hidroksiapatit, dimana 97-98 % berat enamel terdiri atas mineral tersebut yang memiliki rumus kimia ca10(po4)6(oh)2.

BAHAN-BAHAN TOPIKAL APLIKASI FLUOR Fluor adalah suatu bahan yang sekarang banyak dipakai dalam usaha pencegahan karies. beberapa bahan topikal aplikasi telah diselidiki di laboratorium dan klinik untuk mengetahui keuntungannya dalam mencegah karies gigi, dan ternyata persenyawaan yang efektif untuk mencegah karies gigi antara lain : 1. Sodium flurida (NaF) NaF telah digunakan pertama kalli sebagai bahan untuk mencegah karies gigi. bahan ini tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan. senyawa ini dianjurkan penggunaanya dengan konsentrasi 2 %, dilarutkan dalam bentuk bubuk 0,2 gram dengan air destilasi 10ml. NaF sebagai bahan TAF memiliki banyak keuntungan yaitu, secara kimia stabil, rasa dapat diterima, tidak mengiritasi gingiva, dan tidak mewarnai gigi. larutan ini sebaiknya disimpan dalam botol plastik, mudah diperoleh, dan tidak mahal.

2. Stannous fluorida (SnF2) Senyawa SnF2 tersedia dalam bentuk tabung dan kapsul. dalam bentuk tabung terisi penuh dan dalma bentuk kapsul berisi hanya setengahnya. konsentrasi yang dianjurkan adalah 8%. konsentrasi ini diperoleh dengan melarutkan bubuk SnF2 0,8 gram dengan air destilasi 10ml. Larutan SnF2 ini sedikit asam dengan pH 2,4 -2,8. Kekurangan dari larutan SnF2 : tidak stabil sehingga harus dibuat larutan yang baru setiap kali pemakaian. cenderung menimbulkan perubahan warna dan dapat menimbulkan pigmentasi rasanya tidak enak dapat mengiritasi gingiva

3. Acidulated Phospat Flurida (APF) Bahan ini tersedia dalam bentuk larutan atau gel, stabil, siap pakai, merupakan bahan topikal aplikasi yang paling banyak di pasaran, dijual bebas dan sekarang mungkin merupakan bahan yang paling sering digunakan. APF dalam bentuk gel sering mempunyai tambahan raasa seperti rasa jeruk, anggur, dan jeruk nipis. APF tidak menyebabkan diskolorisasi pada ggigi dan tidak mengiritasi gingiva.

4. Varnis yang mengandung fluorida Beberapa tahun belakangan ini varnis yang mengandung fluorida telah diproduksi dan tersedia di pasaran digunakan untuk mempertahankan ion fluor tetap berkontak pada permukaan enamel dalam waktu yang lebih lama, daripada waktu yang dicapai bahan APF. Varnis memiliki konsentrasi fluorida yang tinggi maka aplikasinya khusus anak kecil harus dilakukan pengawasan secara hati-hati dan mengering dengan cepat setelah diaplikasikan pada gigi.
Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet fluor dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan karies. Pemberian varnish fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak yang mempunyai resiko karies tinggi. Salah satu varnish fluor adalah duraphat (colgate oral care) merupakan larutan alkohol varnis alami yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5 % sampai kira-kira 25.000 ppm fluor). Varnish dilakukan pada anak-anak umur 6 tahun ke atas karena anak dibawah umur 6 tahun belum dapat menelan ludah dengan baik sehingga dikhawatirkan varnish dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel (Angela, 2005).

KESIMPULAN Penggunaan senyawa yang mengandung fluor merupakan salah satu cara mengatasi masalah karies gigi pada anak usia 3 tahun saat gigi sulung dan usia 7,10, 13 tahun pada gigi permanen yang baru erupsi. Dua aktivitas fluor yang penting yaitu menghambat demineralisasi dan juga meningkatkan remineralisasi sehingga merangsang perbaikan atau penghentian lesi karies awal. Oleh sebab itu, fissure sealants dan topikal aplikasi merupakan cara prventif yang perlu dilakukan pada gig untuk mencegah karies.

DAFTAR PUSTAKA 1. Brankovic,Hasic; Konjhodzic. 2011. Effect of Three Topical Fluoride Solutions on Fluoride Level in Plaque. Pesq Bras Odontoped Clin Integr, Joo Pessoa, 11(1):7-12. 2. 3. Sriyanti. 2002. Topikal Aplikasi pada Gigi Permanen Anak. Universitas Sumatra Utara. Angela, A. 2005. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi. Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), Vol. 38. No. 3 4. Kidd, Edwina A. M dan Bechal, Sally Joyston.1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk dari Essential of Dental Caries (1992). Jakarta: EGC 5. 6. 7. Lubis. S.L.A. 2001. Fluor dalam Pencegahan Karies Gigi. USU e-Repository Donley, Kevin J. Fluoride Varnishes. Journal of Californian Dental Association. 2003 Soesilo dkk. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 25 28. 8. Leveille, Gilbert A.,2007. Science behind the chewing gum. Diiakses dari http://www.ift.org 9. Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics Prevent Departemen diakses dari

http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-3280171_090641.pdf 10. Walsh, Laurence J, Prof. 2006. Pit and Fissure Sealant: Current Evidence and Concepts. Dental Practice Journal. Diakses dari

https://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:13804/Sealants_2006.pdf 11. Kervanto, Sari. 2009. Arresting Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura Sealants. Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of Helsinki. Diakses dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?sequence=1 12. Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses dari http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf

13. Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A Policy Document on Fissure Sealants in Paediatric Dentistry. International Journal of Paediatric Dentistry diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf.

Anda mungkin juga menyukai