Oleh :
A6-B
KELOMPOK 6
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan Sirosis ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dan sumber data yang kami
peroleh terbatas maka makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini
ada manfaatnya bagi kita semua.
Om Santhi Santhi Santhi Om
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ii
BAB I ..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................3
L.Asuhan Keperawatan Kepada Klien Dengan Sirosis ..............................................................................14
1.Pengkajian............................................................................................................................... 14
2.Diagnosa Keperawatan........................................................................................................... 17
3.Intervensi Keperawatan...........................................................................................................17
4.Implementasi keperawatan......................................................................................................22
Sesuai dengan intervensi keperawatan......................................................................................22
5.Evaluasi................................................................................................................................... 22
BAB III.......................................................................................................................................................24
PENUTUP..................................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepar terdiri dari 2 lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi kavitas abdominis
bagian kanan atas dan tengah, tepat dibawah diafragma. Sel-sel hepar memiliki banyak fungsi,
tetapi fungsi pencernaannya hanya menghasilkan empedu. Empedu memasuki duktus
koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu pada sel-sel hepar, yang kemudian akan
bergabung menjadi saluran yang lebih besar dan akhirnya bersatu membentuk duktus
hepatikus, yang akan membawa empedu dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan
duktus kistikus biliaris untu membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa
empedu kedalam duodenum.
Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu membawa
bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan bersama feses. Fungsi
pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan mengemulsikan lemak didalam
intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan molekul lemak yang berukuran besar menjadi
molekul yang berukuran kecil. Proses ini bersifat mekanik, bukan kimia, lemak tersebut tetap
merupakan lemak, tetapi sekarang memiliki luas permukaan yang lebih besar untuk
memudahkan terjadinya proses pencernaan secara kimia. Produksi empedu dirangsang oleh
hormone sekretin, yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki intestinum
tenue.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
(jaringan normal diganti jaringan parut) hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar dari sirosis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada sirosis?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk dapat mengetahui dan memahami tentang
sirosis dan mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai kepada klien dengan sirosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan yang mewakili stadium akhir jalur histologist umum
untuk berbagai penyakit hati kronis. Istilah sirosis pertama kali digunakan oleh Rene
Laennec (1971-1826) untuk mengggambarkan warna hati yang abnormal pada individu dengan
penyakit hati akibat riwayat alcohol. Kata Sirosis berasal dari kata Yunani scirrhus, digunakan
untuk menggambarkan permukaan oranye atau coklat hati yang telah diotopsi (Bielski, 1965).
Historis sirosis didefinisikan sebagai proses hepatic difus ditandai oleh fibrosis dan konversi
arsitektur hati normal ke struktur nodul yang abnormal. Perkembangan cedera pada serosis hati
dapat terjadi selama minggu ke tahun. Memang, pasien dengan hepatitis C mungkin memiliki
hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum maju ke sirosis (Sargent, 2006).
Sering kali ada kolerasi yang buruk antara temuan histologist dan gambaran klinis. Beberapa
Pasien dengan sirosis sama sekali asimtomatik dan memiliki harapan hidup cukup normal.
Individu lain memiliki banyak gejala yang paling parah dan stadium akhir penyakit hati dan
memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda dan gejala umumnya
mungkin bersumber pada penurunan fungsi sintetis hepatic (misalnya koagulopati),
menurunnya kemampuan detoksifikasi hati (misalnya: hepatic ensefaloati), atau hipertensi
portal (misalnya: pendarahan varises).
B. Epidemiologi
Price dan Wilson (1995) menyebutkan 50% sirosis hepatis disebabkan oleh alcohol, tetapi
menurut Wolf (2008), saat ini hepatitis C telah muncul sebagai penyebab utama terjadinya
hepatitis kronis dan sirosis, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat.
Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan dari penyakit hati non alcohol
berlemak (NAFLD).Ketika kasus sirosis kriptogenik diperiksa, banyk pasien memiliki satu atau
lebih dari faktor risiko klasik untuk NAFLD. sekitar 2-3% dari penduduk Amerika Serikat
mengalami non-alkoholik dteatohepatis (NASH), dimana penumpukan lemak di hepatosit
diperumit oleh peradangan dan fribrosis hati. Diperkirakan bahwa 10% dari psien dengan
NASH pada akhirnya akan mengembangkan sirosis (Lewis, 2000).
Penyakit hati kronis dan sirosis mengakibatkan sekitar 35.000 kematian setiap tahun di
Amerika Serikat. Sirosis adalah Sembilan penyebab kematian utama di Amerika Serikat dan
bertanggung jawab atas 1,2% dari semua kematian Amerika Serikat. Banyak pasien meninggal
akibat penyakit dalam decade kelima atau keenam kehidupan. Setiap tahun, 2000 kematian
tambahan diberikan ke kegagalan hepatic fulmian (FHF). FHF dapat disebakan oleh virus
hepatitis (misalnya: hepatitis A dab B), obat-obatan (misalnya: asetaminofen), Toksin (Amanita
phaloides), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai etiologi lainnya. Pasien denga
sindrom FHF memiliki angka kematian 50-80% kecuali mereka yang diselamatkan oleh
transplantasi hati (Wolf, 2008). Secara keseluruhan insidensi sirosis di Amerika Serikat
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada,
4
hanya ada laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Sardjito Yogyakarta, jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai
pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.
C. Etiologi
Penyebab paling umum sirosis sebagai berikut (Wolf, 2008).
1. Hepatitis C (26%)
2. Penyakit hati alkoholik/sirosis Laennec (21%)
3. Hepatitis C ditambah penyakit hati alkoholik (15%)
4. Penyebab Kriptogenik (18%)
5. Hepatitis B (15%)
6. Lain-lain (5%):
a. Autoimmune hepatitis
b. Sirosis bilier primer
c. Sirosis bilier sekunder
d. Sclerosing primer kolangitis
e. Hemocromatosis
f. Penyakit Wilson
g. Defisiensi Alpha-1 antitripsin
h. Penyakit granulomatosa (misalnya sarcoidosis)
i. Jenis IV penyakit penyimpanan glikogen
D. Faktor Predisposisi
1. Penyalahgunaan alcohol kronis.
2. Hepatitis B.
3. Hepatitis C.
4. Fibrosis Kristik.
5. Penghancuran saluran empedu (biliary cirrhosis primer).
6. Lemak yang terakumulasi dalam hati.
7. Pengerasan dan jaringan parut pada saluran empedu (primary sclerosing cholangitis).
8. Ketidakmampuan memproses gula dalam susu (galaktosemia).
9. Penumpukan zat besi dalam tubuh (hemochromatosis).
10. Penyakit hati akibabt kekebalan tubuh (hepatitis autoimun).
11. Parasit yang umum di negara berkembang (schistosomiasis).
12. Saluran empedu terbentuk buruk (atresia bilier).
13. Masalah penyimpanan dan pelepasan energi oleh sel-sel (penyakit penyimpanan glikogen).
14. Terlalu banyak tembaga yang terakumulasi dalam hati (penyakit Wilson).
15. Defisiensi ATP.
16. Peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif.
muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah
keperawatan yang muncul berhubungan dengan kondisi penurunan funhsi hati dan respon dari
hipertensi portal. (pathway terlampir)
F. Klasifikasi
1. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
a. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadimakronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
b. Makronodular Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi,mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada
nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular)
2. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
a.
Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
b.
Sirosis hati Dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.
3. Berdasarkan etiologi:
a.
Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingidaerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b.
Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c.
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
d.
Kardiak. Komplikasi pada gagal jantung kanan yang berlangsung lama atau kronik.
e.
G. Gejala Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu paien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
a.
b.
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental, melputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.
c. Temuan Klinis
1) spider angio maspider-angiomata
2) eritema Palmaris
3) perubahan kuku-kuku muchrche
4) Jari gada
5) Kontraktur Dupuytren
6) Ginekomastia
7) hapatomegali
8) splenomegali
9) asites
10) fetor hepatikum
11) ikterus kulit dan membran mukosa
12) asterixis-bilateral
13) diabetes militus
14) atrofi testis (impotensi)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah
a. Biasanya menjumpai anemia, leukopeni, trombositopeni, dan waktu protombin
memanjang.
10
b. Tes faal hati. Untuk memeriksa apakah hati berfungsi normal. Temuan laboratorium
bisa normal dalam serosis.
c. USG. Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.
2. CT Scan
Diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kondisi komplikasi sirosis hepatis dampak dari
peningkatan tekanan vena portal, seperti varises esophagus.
3. Paracentesis
a. Paracentesis asites adalah penting dalam menetukan pakah asites disebabkan oleh
hipertensi portal atau proses lain.
b. Untuk menyingkirkan infeksi dan keganasan.
4. Biopsi Hati
Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut. biopsy merupak tes diagnosis yang
paling dipercaya dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.
I.
Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, berat
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
11
Klasifikasi child pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi, fariabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asitesdan enselopati
juga status nutrisi. Klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup, dengan angka
kelangsugan hidup berturut-turut 100, 80, dan 45%.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantai hati.
1. Komplikasi
a. Kongestif Splenomegali
b. Perdarahan varises
c. Kegagalan hepatoseluler
d. Hepatoma/ Hepatocellular carcinoma (HCC)
e. Peritonitis bacterial spontan
f. Sindrom hepatorenal
g. Sindrom hepatopulmonal
J.
Therapy
1. Jika tidak ada koma diberikan diet yang mengandung protein 1g/Kg BB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
2. Hentikan penggunaan alcohol dan bahan toksisk lain yang mencederai hati.
3. Serosis Kompensata : asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang menghambat kolagenik.
4. Hepatitis autoimun : steroid atau imunosupresif.
5. Hemokromatosis flebomi : steroid atau imunosupresif setiap minggu sampai konsentrasi
besi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
6. Penyakit nonalkoholik : menurunkan berat badan untuk mencegah serosis.
12
7. Hepatitis B : interferon alfa dan lamifudin (analog nukleosida) sebagai terapi utama.
8. Hepatitis C kronik : kombinasi interferon dengan ribavirin (terapi standar).
9. Fibrosis hati : antifobrotik mengarah kepada peradangan, interveron , obat herbal,
Metotreksat dan vit. A, serta kolkisin masih dalam proses penelitian.
10. Sirosis Dekompensata:
a. Asites : tirah baring, diet rendah garam, dan obat diuretik (spinorolakton, furosemid),
dan parasentesis untuk asites besar.
b. Enselopati epatik : laktulosa, neomisin, protein dikurangi sampai 0,5/Kg BB/ hari
(asam amino rantai cabang).
c. Varises Esofagus : penyekat beta (propanolol), oktreotid, tindakan skleroterapi,
antibiotika pada peritonitis bacterial, dan transplantasi hati.
K. Penatalaksanaan
1. Therapy Asites
a. Pembatasan Na. terapi ini disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
b. Diuretik. Spironolactone (aldactone) menghambat reseptor aldosteron di tubulus distal.
Pasien harus dilakukan pemantauan elektrolit.
c. Infus Albumin dapat melindungi terhadap perkembangan gagal ginjal.
d. Paracentesis
e. Pasien dengan asites besar mungkin perlu menjalani paracentesis volume besar untuk
menurunkan keluhan abdominal, anoreksia, atau dispnea. Prosedur juga dapat
membantu mengurangi risiko ruptur hernia umbilikalis.
13
Tanda
b. Sirkulasi
Gejala
: Flatus
Tanda
adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan / cairan
Gejala
Tanda
jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas berbau, perdarahan gusi.
e. Neuro sensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala
Tanda
g. Pernafasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas,
hipoksia.
h. Keamanan
Gejala
: Pruritus
Tanda
i. Seksualitas
Gejala
14
Tanda
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan, penyakit hati,
alkoholik, riwayat penyakit empedu, hepatitis, penggunaan obat yang mempengaruhi
fungsi hati.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pada seluruh system organ tubuh karena efek sirosis
memengaruhi seluruh organ tubuh.
Pendekatan
B1 : Breathing
Inspeksi
Terlihat
Palpasi
sesak
dan Bila
tidak
Respirasi
nafas
sedunder
penurunan
Perkusi
Auskultasi
ekspansi
normal, tetapi
atau hepatomegali.
akan
nafas
didapatkan
tambahan
bunyi redup.
ronkhi akibat
akumulasi
secret.
B2 : Blood
Kardiovaskuler
denyut
Hematologi
Biasanya
nadi.
normal,
refluks
kecuali
hepatojugular bisa
didapatkan
didapatkan.
sirosis hepatis
dengan gagal
jantung
kongestif.
B3 : Brain
Sistem
Neurosensori
disorientasi,
penurunan kelenjar
GCS.
Neurosensori
(jarang)
:
fetor
15
tiroid
Endokrin
uremikum
Endokrin
pada
pria
payudara),
Urine
gelap
berwarna Biasanya
normal,
didapatkan
adanya tenderness.
Mual,
perubhan dalam buang air ringan dan nyeri pada kuadran bising
besar,
dan
kanan.
shifting
didapatkan
hernia dullness
atau
anus
didapatkan
mungkin
perdarahan
ketuk Biasanya
tremor
dan kekuatan
otot.
kuning
dengan beraktifitas.
mungkin
16
normal.
usus
berkembang
dalam
kaitannya
dengan
penumpukan
pigmen
empedu
pada
kulit.
Memar
dan
bukti
ini
penyerapan
vitamin K.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b.d ekspansi menurun (sekunder asites),
hiperaminemia, ensefalopati hepatic.
2. Nyeri akut b.d inflamasi akut
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tidak adekuat,
ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah, tidak
mau makan, mudah kenyang (asites), fungsi usus abnormal ditandai dengan penurunan
berat badan, perubahan bunyi dan fungsi usus, tonus otot buruk/ penggunaan otot,
ketidakseimbangan dalam pemeriksaan nutrisi.
4. Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan
metabolisme sistemik.
5. Risiko pendarahan b.d faktor pembekuan darah terganggu
6. Risiko gangguan integritas kulit b.d pruritus, peningkatan kadar bilirubin pada system
vascular integument.
3. Intervensi Keperawatan
17
DX
1
Intervensi
20x/menit
-
HCO3 24+ 2
Awasi
frekwensi,
kedalaman,
dan
upaya pernafasan
Auskultasi
bunyi
nafas, catat krekeis,
meni, ronki.
Pertahankan kepala
tempat tidur tinggi
posisi miring.
Kolaborasi: Awasi
seri GDA, nadi
oksimetri,
ukur
kapasitas vital, foto
dada
Rasional
Kaji
nyeri
px
(PQRS)
Berikan posisi yang
nyaman
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
Memudahkan
perawat mengetahui
seberapa
berat
keadaan nyeri px
mengurangi
rasa nyeri px
18
Pernafasan dangkat
cepat/dispnea
mungkin
ada
sehubungan dengan
hipoksia
atau
akumulasi
cairan
dalam abdomen.
Menunjukkan
terjadinya
komplikasi contoh
adanya
bunyi
tambahan
menunjukkan
akumulasi cairan,
meningkatkan
resiko infeksi.
Memudahkan
pernafasan dengan
menurunkan
tekanan
pada
diafragma
dan
menimbulkan
ukuran
aspirasi
secret
Memantau
timbulnya infeksi,
contoh: pneumonia
Mengajarkan teknik
non
farmakologis
seperti
teknik
px
nyeri
merasa
px
dapat
mengatasi
tanpa
sendiri
menunggu
perawat
Analgetik
dapat
mengurangi
rasa
Menunjukkan
peningkatan
dengan
nilai
19
Pantau
masukan
diet harian px
Berikan
makan
sedikit dan sering,
Berikan makanan
halus,
hindari
makanan
kasar
sesuai indikasi
Anjurkan
menghentikan
merokok
Awasi pemeriksaan
Memberikan
informasi
tentang
kebutuhan
pemasukan/defisien
si
Buruknya toleransi
terhadap
banyak
makan
mungkin
laboratorium normal
-
laboratorium.
Contoh : glukosa
serum,
albumin,
total
protein,
ammonia
berhubungan
dengan peningkatan
tekanan
intra-
abdomen/asites,
Perdarahan
varises
dari
esophagus
Menurunkan
rangsangan
gaster
berlebihan
dan
risiko
iritasi/perdarahan
Glukosa menurun
karena gangguan
glikogenesis,
penurunan
simpanan glikogen,
atau masukan tak
adekuat. Protein
menurun karena
gangguan
metabolisme,
penurunan sintesis
hepatic, atau
kehilangan ke
rongga peritoneal
(asites).
Peningkatan kadar
ammonia perlu
pembatasan
masukan protein
20
untuk mencegah
4
Setelah
dilakukan
keperawatan
diharapkan
selamax24
aktivitas px
asuhan
jam
dapat
komplikasi serius
Identifikasi terhadap
kondisi penurunan
dan
tingkat kesadaran,
status
kardiorespi
khususnya pada
bantuan
sesuai
tingkat
dengan ensefalopati
mengidentifikasi factor-faktor
toleransi
(makan
minum,
mandi,
aktivitas
berpakaian
Pasien
Berikan
mampu
Pasien
mampu
dan
eliminasi)
Teknik penghematan
energy menurunkan
penggunaan energy
Ajarkan
metode penghematan
penghematan energy
aktivitas
energy
dapat mengurangi
pasien
untuk
aktivitas
Metode
kebutuhan
metabolisme pada
pasien sirosis hepatis
: misalnya lebih baik
duduk daripada
berdiri saat
melakukan aktivitas
kecuali hal ini
memungkinkan
Mempertahankan
homeostatis
dengan
tanpa
21
Traktus GI paling
biasa untuk sumber
perdarahan
sehubungan dengan
mukosa yang mudah
rusak dan gangguan
dalam
hemostosis
karena sirosis
Rektal dan vena
esophageal
paling
rentan untuk robek
Pada
awalnya
perdarahan
-
Setelah
dilakukan
keperawatan
selamax24
asuhan
jam
Anjurkan
menggunakan sikat
gigi
halus,
pencukur elektrik,
hindari mengejan
saat
defekasi,
meniupkan hidung
dengan kuat dan
sebagainya,
Gunakan
jarum
kecil untuk injeksi,
tekan lebih lama
pada
bekas
suntikan
Kaji
terhadap
gangguan
faktor
pembekuan, trauma
minimal
dapat
menyebabkan
perdarahan mukosa
Meminimalkan
kerusakan jaringan,
menurunkan resiko
perdarahan/
hematoma.
kekeringan
disebabkan oleh
kulit,
Perubahan mungkin
penurunan aktivitas
kelenjar keringat
pertahankan
atau pengumpulan
Mempertahankan integritas
tetap
kulit
bersih
Mengidentifikasi faktor
resiko dan menunjukkan
Anjurkan
prilaku/teknik
untuk
untuk
pendek
kuku
vascular integument
pasien
melakukan
bilirubin pada
dan
respons gatal
Menghindari iritasi
integument akibat
bekas garukan dari
kuku pasien yang
panjang`
4. Implementasi keperawatan
Sesuai dengan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi
- Pasien tidak sesak nafas
-
Pemeriksaan gas darah arteri pH 7,40 + HCO3 24+ 2 mEq/L dan PaCO2 40 mmHg
23
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic
yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodus regenerative. Sirosis secara klinis dibagi menjadi kompensata (belum ada
gejala yang nyata) dan dekompensata (ditandai gejala klinis yang jelas). Pemeriksaan
diagnostik terpenting adalah biopsy hati. Secara umum, kerusakan sel-sel hati tidak dapat
direhabilitasi. Tujuan pengobatan adalah mencegah pembentukan jaringan parut hati lebih
lanjut, atau memperlambat kerusakan sel-sel hati. Sirosis cenderung semakin memburuk jika
penyebab yang mendasari tetap ada. Asuhan keperawatan yang diberikan berupa mengakaji dan
menangani masalah yang berhubungan berupa alkoholisme, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, aspek-aspek psikososial perawatan akut, dialisa ginjal, gagal ginjal akut, dukungan
nutrisi total, dan perdarahan gastrointestinal atas.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah mengenai sirosis hepatis ini kami dapat membantu
perawat dalam memahami dan merawat masalah yang terjadi pada klien, serta perawat mampu
untuk membantu memenuhi kebutuhan klien dengan gangguan serosis hepatis.
24
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 : Edisi 5. Jakarta : Interna
Publishing.
Dongoes,M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
25