Anda di halaman 1dari 28

SISTEM PENCERNAAN

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS

Oleh :
A6-B
KELOMPOK 6

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes Wira Medika PPNI Bali
2014

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan Sirosis ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dan sumber data yang kami
peroleh terbatas maka makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini
ada manfaatnya bagi kita semua.
Om Santhi Santhi Santhi Om

Denpasar, 24 Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ii
BAB I ..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................3
L.Asuhan Keperawatan Kepada Klien Dengan Sirosis ..............................................................................14
1.Pengkajian............................................................................................................................... 14
2.Diagnosa Keperawatan........................................................................................................... 17
3.Intervensi Keperawatan...........................................................................................................17
4.Implementasi keperawatan......................................................................................................22
Sesuai dengan intervensi keperawatan......................................................................................22
5.Evaluasi................................................................................................................................... 22
BAB III.......................................................................................................................................................24
PENUTUP..................................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................25

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hepar terdiri dari 2 lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi kavitas abdominis
bagian kanan atas dan tengah, tepat dibawah diafragma. Sel-sel hepar memiliki banyak fungsi,
tetapi fungsi pencernaannya hanya menghasilkan empedu. Empedu memasuki duktus
koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu pada sel-sel hepar, yang kemudian akan
bergabung menjadi saluran yang lebih besar dan akhirnya bersatu membentuk duktus
hepatikus, yang akan membawa empedu dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan
duktus kistikus biliaris untu membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa
empedu kedalam duodenum.
Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu membawa
bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan bersama feses. Fungsi
pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan mengemulsikan lemak didalam
intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan molekul lemak yang berukuran besar menjadi
molekul yang berukuran kecil. Proses ini bersifat mekanik, bukan kimia, lemak tersebut tetap
merupakan lemak, tetapi sekarang memiliki luas permukaan yang lebih besar untuk
memudahkan terjadinya proses pencernaan secara kimia. Produksi empedu dirangsang oleh
hormone sekretin, yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki intestinum
tenue.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
(jaringan normal diganti jaringan parut) hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar dari sirosis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada sirosis?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk dapat mengetahui dan memahami tentang
sirosis dan mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai kepada klien dengan sirosis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan yang mewakili stadium akhir jalur histologist umum
untuk berbagai penyakit hati kronis. Istilah sirosis pertama kali digunakan oleh Rene
Laennec (1971-1826) untuk mengggambarkan warna hati yang abnormal pada individu dengan
penyakit hati akibat riwayat alcohol. Kata Sirosis berasal dari kata Yunani scirrhus, digunakan
untuk menggambarkan permukaan oranye atau coklat hati yang telah diotopsi (Bielski, 1965).

Historis sirosis didefinisikan sebagai proses hepatic difus ditandai oleh fibrosis dan konversi
arsitektur hati normal ke struktur nodul yang abnormal. Perkembangan cedera pada serosis hati
dapat terjadi selama minggu ke tahun. Memang, pasien dengan hepatitis C mungkin memiliki
hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum maju ke sirosis (Sargent, 2006).
Sering kali ada kolerasi yang buruk antara temuan histologist dan gambaran klinis. Beberapa
Pasien dengan sirosis sama sekali asimtomatik dan memiliki harapan hidup cukup normal.
Individu lain memiliki banyak gejala yang paling parah dan stadium akhir penyakit hati dan

memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda dan gejala umumnya
mungkin bersumber pada penurunan fungsi sintetis hepatic (misalnya koagulopati),
menurunnya kemampuan detoksifikasi hati (misalnya: hepatic ensefaloati), atau hipertensi
portal (misalnya: pendarahan varises).

B. Epidemiologi
Price dan Wilson (1995) menyebutkan 50% sirosis hepatis disebabkan oleh alcohol, tetapi
menurut Wolf (2008), saat ini hepatitis C telah muncul sebagai penyebab utama terjadinya
hepatitis kronis dan sirosis, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat.
Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan dari penyakit hati non alcohol
berlemak (NAFLD).Ketika kasus sirosis kriptogenik diperiksa, banyk pasien memiliki satu atau
lebih dari faktor risiko klasik untuk NAFLD. sekitar 2-3% dari penduduk Amerika Serikat
mengalami non-alkoholik dteatohepatis (NASH), dimana penumpukan lemak di hepatosit
diperumit oleh peradangan dan fribrosis hati. Diperkirakan bahwa 10% dari psien dengan
NASH pada akhirnya akan mengembangkan sirosis (Lewis, 2000).
Penyakit hati kronis dan sirosis mengakibatkan sekitar 35.000 kematian setiap tahun di
Amerika Serikat. Sirosis adalah Sembilan penyebab kematian utama di Amerika Serikat dan
bertanggung jawab atas 1,2% dari semua kematian Amerika Serikat. Banyak pasien meninggal
akibat penyakit dalam decade kelima atau keenam kehidupan. Setiap tahun, 2000 kematian
tambahan diberikan ke kegagalan hepatic fulmian (FHF). FHF dapat disebakan oleh virus
hepatitis (misalnya: hepatitis A dab B), obat-obatan (misalnya: asetaminofen), Toksin (Amanita
phaloides), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai etiologi lainnya. Pasien denga
sindrom FHF memiliki angka kematian 50-80% kecuali mereka yang diselamatkan oleh
transplantasi hati (Wolf, 2008). Secara keseluruhan insidensi sirosis di Amerika Serikat
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada,
4

hanya ada laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Sardjito Yogyakarta, jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai
pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.

C. Etiologi
Penyebab paling umum sirosis sebagai berikut (Wolf, 2008).
1. Hepatitis C (26%)
2. Penyakit hati alkoholik/sirosis Laennec (21%)
3. Hepatitis C ditambah penyakit hati alkoholik (15%)
4. Penyebab Kriptogenik (18%)
5. Hepatitis B (15%)
6. Lain-lain (5%):
a. Autoimmune hepatitis
b. Sirosis bilier primer
c. Sirosis bilier sekunder
d. Sclerosing primer kolangitis
e. Hemocromatosis
f. Penyakit Wilson
g. Defisiensi Alpha-1 antitripsin
h. Penyakit granulomatosa (misalnya sarcoidosis)
i. Jenis IV penyakit penyimpanan glikogen

j. Obat yang menginduksi penyakit hati (misalnya: metotreksat, alfa methyldopa,


Amiodarone)
k. Obstruksi vena (misalnya Sindrom Budd-Chiari, penyakit veno oklusi).
l. Regurgitasi trikuspidalis

D. Faktor Predisposisi
1. Penyalahgunaan alcohol kronis.
2. Hepatitis B.
3. Hepatitis C.
4. Fibrosis Kristik.
5. Penghancuran saluran empedu (biliary cirrhosis primer).
6. Lemak yang terakumulasi dalam hati.
7. Pengerasan dan jaringan parut pada saluran empedu (primary sclerosing cholangitis).
8. Ketidakmampuan memproses gula dalam susu (galaktosemia).
9. Penumpukan zat besi dalam tubuh (hemochromatosis).
10. Penyakit hati akibabt kekebalan tubuh (hepatitis autoimun).
11. Parasit yang umum di negara berkembang (schistosomiasis).
12. Saluran empedu terbentuk buruk (atresia bilier).
13. Masalah penyimpanan dan pelepasan energi oleh sel-sel (penyakit penyimpanan glikogen).
14. Terlalu banyak tembaga yang terakumulasi dalam hati (penyakit Wilson).
15. Defisiensi ATP.
16. Peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif.

17. Defisiensi antioksidan atau kerusakan enzim perlindungan (glutation piroksida).

E. Patofisiologi (pathway terlampir)


Beberapa faktor yang terlibat dalam kerusakan sel hati adalah defisiensi ATP (akibat
gangguan metabolisme sel), peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif
dan defisiensi antioksidan atau kerusakan enzim perlindungan (glutation piroksida) yang timbul
secara bersamaan. Sebagai contoh metabolit oksigen akan bereaksi dengan asam lemak tak
jenuh pada fosfolipid. Hal ini membantu kerusakan membran plasma dan rganel sel (lisosom,
reikulo endoplasma), akibatnya konsentrasi kalsium di sitosol meningkat, serta mengaktifkan
protease dan enzim lain yang akhirnya kerusakan sel menjadi ireversibel (Sibernagl, 2007).
Pembentukan jaringan fibrostik dalam hati terjadi dalam beberpa tahap, jika hepatosit (sel
hati) yang rusak atau mati, diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelepasan
sitokin dari matriks ekstrasel. Sitokin dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel
Kufler di sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, monosit, limfosit). Berbagai
faktor peertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan dari sel kufler dan dari sel inflamasi
yang terlibat.
Faktor pertumbuhan ini dan sitokin akan memberikan manifestasi sebagai berikut.
1. mengubah sel penyimpan lemak menjadi miofibroblast.
2. mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrfag aktif.
3. memicu proliferasi fibroblast.
Berbagai interaksi ini, memberikan manifestasi peningkatan pembentukan matriks ekstrasel
oleh miofibroblast. Hal ini menyebabkan peningkatan akumulasi kolagen (tipe I, III, dan IV),
proteoglikan, dan glikoprotein di hati. Jumlah matriks yang berlebihan dapat dirusak (mulamula oleh metaloprotease) dan hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas
pada lobulus hati, maka pergantian struktur hati yang sempurna mungkin terjadi. Namun jika
nekrosis telah meluas menembus parenkim perifer lobular hati, maka akan terbentuk jaringan
ikat. Akibatnya terjadi regenerasi fungsional dan arsitektur yang tidak sempurna dan terbentuk
nodul-nodul (sirosis). Kondisi sirosis hepatis memberikan berbagai masalah keperawatan yang
7

muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah
keperawatan yang muncul berhubungan dengan kondisi penurunan funhsi hati dan respon dari
hipertensi portal. (pathway terlampir)

(sirosis dgn spider nevi di dada)

(sirosis dengan asites)

(sirosis, asites, herniaumbilikus)

F. Klasifikasi
1. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
a. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadimakronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
b. Makronodular Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi,mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada
nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular)
2. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

a.

Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.

b.

Sirosis hati Dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.

3. Berdasarkan etiologi:
a.

Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingidaerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

b.

Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

c.

Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

d.

Kardiak. Komplikasi pada gagal jantung kanan yang berlangsung lama atau kronik.

e.

Metabolik, keturunan, terkait obat. Perubahan metabolisme (sensitifitas insulin).

G. Gejala Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu paien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
a.

Kompensata (gejala awal)


Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, pada laki-laki terdapat impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas.

b.

Dekompensata (gejala lanjutan)


Gejala lebih menonjol bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipetensi porta,
meliputi hilangny rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
9

haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental, melputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.
c. Temuan Klinis
1) spider angio maspider-angiomata
2) eritema Palmaris
3) perubahan kuku-kuku muchrche
4) Jari gada
5) Kontraktur Dupuytren
6) Ginekomastia
7) hapatomegali
8) splenomegali
9) asites
10) fetor hepatikum
11) ikterus kulit dan membran mukosa
12) asterixis-bilateral
13) diabetes militus
14) atrofi testis (impotensi)

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah
a. Biasanya menjumpai anemia, leukopeni, trombositopeni, dan waktu protombin
memanjang.
10

b. Tes faal hati. Untuk memeriksa apakah hati berfungsi normal. Temuan laboratorium
bisa normal dalam serosis.
c. USG. Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.

2. CT Scan
Diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kondisi komplikasi sirosis hepatis dampak dari
peningkatan tekanan vena portal, seperti varises esophagus.
3. Paracentesis
a. Paracentesis asites adalah penting dalam menetukan pakah asites disebabkan oleh
hipertensi portal atau proses lain.
b. Untuk menyingkirkan infeksi dan keganasan.
4. Biopsi Hati
Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut. biopsy merupak tes diagnosis yang
paling dipercaya dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.

I.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, berat
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

11

Klasifikasi child pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi, fariabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asitesdan enselopati
juga status nutrisi. Klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup, dengan angka
kelangsugan hidup berturut-turut 100, 80, dan 45%.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantai hati.
1. Komplikasi
a. Kongestif Splenomegali
b. Perdarahan varises
c. Kegagalan hepatoseluler
d. Hepatoma/ Hepatocellular carcinoma (HCC)
e. Peritonitis bacterial spontan
f. Sindrom hepatorenal
g. Sindrom hepatopulmonal

J.

Therapy
1. Jika tidak ada koma diberikan diet yang mengandung protein 1g/Kg BB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
2. Hentikan penggunaan alcohol dan bahan toksisk lain yang mencederai hati.
3. Serosis Kompensata : asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang menghambat kolagenik.
4. Hepatitis autoimun : steroid atau imunosupresif.
5. Hemokromatosis flebomi : steroid atau imunosupresif setiap minggu sampai konsentrasi
besi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
6. Penyakit nonalkoholik : menurunkan berat badan untuk mencegah serosis.
12

7. Hepatitis B : interferon alfa dan lamifudin (analog nukleosida) sebagai terapi utama.
8. Hepatitis C kronik : kombinasi interferon dengan ribavirin (terapi standar).
9. Fibrosis hati : antifobrotik mengarah kepada peradangan, interveron , obat herbal,
Metotreksat dan vit. A, serta kolkisin masih dalam proses penelitian.
10. Sirosis Dekompensata:
a. Asites : tirah baring, diet rendah garam, dan obat diuretik (spinorolakton, furosemid),
dan parasentesis untuk asites besar.
b. Enselopati epatik : laktulosa, neomisin, protein dikurangi sampai 0,5/Kg BB/ hari
(asam amino rantai cabang).
c. Varises Esofagus : penyekat beta (propanolol), oktreotid, tindakan skleroterapi,
antibiotika pada peritonitis bacterial, dan transplantasi hati.

K. Penatalaksanaan
1. Therapy Asites
a. Pembatasan Na. terapi ini disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
b. Diuretik. Spironolactone (aldactone) menghambat reseptor aldosteron di tubulus distal.
Pasien harus dilakukan pemantauan elektrolit.
c. Infus Albumin dapat melindungi terhadap perkembangan gagal ginjal.
d. Paracentesis
e. Pasien dengan asites besar mungkin perlu menjalani paracentesis volume besar untuk
menurunkan keluhan abdominal, anoreksia, atau dispnea. Prosedur juga dapat
membantu mengurangi risiko ruptur hernia umbilikalis.

13

L. Asuhan Keperawatan Kepada Klien Dengan Sirosis


1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala

: Kelemahan, kelelahan, terlalu lemah

Tanda

: Latergi, penurunan massa otot/tonus.

b. Sirkulasi
Gejala

: Riwayat gak, perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker, distrimia,

bunyi jantung ekstra (33.54).


c. Eliminasi
Gejala

: Flatus

Tanda

: Distensi abdomen (Hepatomegali, spienomegali, asites), penurunan/tidak

adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan / cairan
Gejala

: Anorexia, tidak toleran terhadap makanan/terdapat mencerna, mual/muntah.

Tanda

: Penurunan BB/peningkatan cairan, penggunaan jaringan, edema umum pada

jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas berbau, perdarahan gusi.
e. Neuro sensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala

: Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritas, neuritis periper.

Tanda

: Perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.

g. Pernafasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas,
hipoksia.
h. Keamanan
Gejala

: Pruritus

Tanda

: Demam, ikterik, ekimosis, perakie, angioma spider, eritema palmar.

i. Seksualitas
Gejala

: Gangguan menstruasi, impotensi.

14

Tanda

: Atrofi testis, kehilangan rambut.

j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan, penyakit hati,
alkoholik, riwayat penyakit empedu, hepatitis, penggunaan obat yang mempengaruhi
fungsi hati.

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pada seluruh system organ tubuh karena efek sirosis
memengaruhi seluruh organ tubuh.
Pendekatan
B1 : Breathing

Inspeksi
Terlihat

Palpasi

sesak

dan Bila

tidak

penggunaan otot bantu komplikasi,

Respirasi

nafas

sedunder

penurunan

Perkusi

Auskultasi

ada Bila tidak ada Secara umum


aktil komplikasi,

dari fremitus seimbang.

ekspansi

normal, tetapi

lapangan paru bisa


resonan. Bila didapatkan

rongga dada dari asites

terdapat efusi adanya bunyi

atau hepatomegali.

akan

nafas

didapatkan

tambahan

bunyi redup.

ronkhi akibat
akumulasi
secret.

B2 : Blood

Anemia, terdapat tanda Peningkatan

Kardiovaskuler

dan gejala tambahan.

denyut

Hematologi

Biasanya
nadi.

normal,

refluks

kecuali

hepatojugular bisa

didapatkan

didapatkan.

sirosis hepatis
dengan gagal
jantung
kongestif.

B3 : Brain
Sistem

Sistem saraf : agitasi, Pembesaran


Saraf

Neurosensori

disorientasi,

penurunan kelenjar

GCS.
Neurosensori

(jarang)
:

fetor
15

tiroid

Endokrin

uremikum
Endokrin

pada

pria

mungkin mengalami atifi


dari testis, dan impotensi.
Wanita dapat mengalami
ginekomastia
(pembesaran

payudara),

menstruasi tidak teratur,


hilangnya rambut ketiak,
perubahan suara menjadi
lebih berat.
B4 : Bladder
Genitourinari
B5: Bowel
Gastrointestinal

Urine

gelap

berwarna Biasanya

kecoklatan, seperti cola tidak


atau the kental.

normal,

didapatkan

adanya tenderness.

Mual,

dyspepsia, Heptosplenomegali Nyeri

perubhan dalam buang air ringan dan nyeri pada kuadran bising
besar,

dan

anoreksia tekan (tenderness) kanan atas.

dengan penurunan berat kuadran

kanan.

badan. Asites, dan kadang Adanya

shifting

didapatkan

hernia dullness

atau

umbilicus, dilatasi vena gelombang cairan.


abdominal. Pemeriksaan
rectum

anus

didapatkan

mungkin
perdarahan

sekunder dari hermoroid


internal.
B6: Bone
Muskuloskeletal
Integument

ketuk Biasanya

Pasien terlihat kelelahan Penurunan


(fatigue).

tremor

dan kekuatan

otot.

atrofi otot pada sirosis Penurunan


akibat hepatitis kronis. kemampuan dalam
Kulit
pruritus

kuning

dengan beraktifitas.
mungkin
16

normal.

usus

berkembang

dalam

kaitannya

dengan

penumpukan

pigmen

empedu

pada

kulit.

Memar

dan

bukti

pendarahan juga mungkin


hadir, pendarahan gusi,
ekimosis, dan spider nevi.
Gejala-gejala

ini

berkaitan dengan tingkat


estrogen yang tinggi dan
penurunan

penyerapan

vitamin K.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b.d ekspansi menurun (sekunder asites),
hiperaminemia, ensefalopati hepatic.
2. Nyeri akut b.d inflamasi akut
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tidak adekuat,
ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah, tidak
mau makan, mudah kenyang (asites), fungsi usus abnormal ditandai dengan penurunan
berat badan, perubahan bunyi dan fungsi usus, tonus otot buruk/ penggunaan otot,
ketidakseimbangan dalam pemeriksaan nutrisi.
4. Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan
metabolisme sistemik.
5. Risiko pendarahan b.d faktor pembekuan darah terganggu
6. Risiko gangguan integritas kulit b.d pruritus, peningkatan kadar bilirubin pada system
vascular integument.
3. Intervensi Keperawatan
17

DX
1

Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah dilakukan asuhan

Intervensi

keperawatan selamax24 jam


diharapkan pola napas px dapat

kembali normal dengan kriteria hasil:


-

Pasien tidak sesak nafas

RR dalam batas normal 16

20x/menit
-

Pemeriksaan gas darah arteri


pH 7,40 +

HCO3 24+ 2

mEq/L dan PaCO2 40 mmHg

Awasi
frekwensi,
kedalaman,
dan
upaya pernafasan
Auskultasi
bunyi
nafas, catat krekeis,
meni, ronki.
Pertahankan kepala
tempat tidur tinggi
posisi miring.
Kolaborasi: Awasi
seri GDA, nadi
oksimetri,
ukur
kapasitas vital, foto
dada

Rasional

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selamax24 jam

diharapkan nyeri px berkurang dengan


kriteria hasil:
-

Px mengatakan tidak merasa


nyeri (skala 0-10)

Mampu mengontrol nyeri

Kaji
nyeri
px
(PQRS)
Berikan posisi yang
nyaman
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik

Memudahkan
perawat mengetahui
seberapa

berat

keadaan nyeri px

Posisi yang nyaman


dapat

mengurangi

rasa nyeri px

18

Pernafasan dangkat
cepat/dispnea
mungkin
ada
sehubungan dengan
hipoksia
atau
akumulasi
cairan
dalam abdomen.
Menunjukkan
terjadinya
komplikasi contoh
adanya
bunyi
tambahan
menunjukkan
akumulasi cairan,
meningkatkan
resiko infeksi.
Memudahkan
pernafasan dengan
menurunkan
tekanan
pada
diafragma
dan
menimbulkan
ukuran
aspirasi
secret
Memantau
timbulnya infeksi,
contoh: pneumonia

Mengajarkan teknik

non

farmakologis

seperti

teknik

progresif agar pada


saat

px

nyeri

merasa

px

dapat

mengatasi
tanpa

sendiri

menunggu

perawat

Analgetik

dapat

mengurangi

rasa

sakit saat nyeri

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selamax24 jam


diharapkan nutrisi px terpenuhi dan

dapat kembali normal dengan kriteria


hasil:
-

Menunjukkan

peningkatan

berat bafan progresif mencapai


tujuan

dengan

nilai

19

Pantau
masukan
diet harian px
Berikan
makan
sedikit dan sering,
Berikan makanan
halus,
hindari
makanan
kasar
sesuai indikasi
Anjurkan
menghentikan
merokok
Awasi pemeriksaan

Memberikan
informasi

tentang

kebutuhan
pemasukan/defisien
si

Buruknya toleransi
terhadap
banyak

makan
mungkin

laboratorium normal
-

laboratorium.
Contoh : glukosa
serum,
albumin,
total
protein,
ammonia

Tidak mengalami malnutrisi


lebih lanjut

berhubungan
dengan peningkatan
tekanan

intra-

abdomen/asites,
Perdarahan
varises

dari

esophagus

dapat terjadi pada


sirosis berat

Menurunkan
rangsangan

gaster

berlebihan

dan

risiko
iritasi/perdarahan

Glukosa menurun
karena gangguan
glikogenesis,
penurunan
simpanan glikogen,
atau masukan tak
adekuat. Protein
menurun karena
gangguan
metabolisme,
penurunan sintesis
hepatic, atau
kehilangan ke
rongga peritoneal
(asites).
Peningkatan kadar
ammonia perlu
pembatasan
masukan protein

20

untuk mencegah
4

Setelah

dilakukan

keperawatan
diharapkan

selamax24
aktivitas px

asuhan
jam
dapat

terpenuhi dan dapat kembali normal


dengan Kriteria evaluasi :
-

Kaji perubahan pada

komplikasi serius
Identifikasi terhadap

system saraf pusat

kondisi penurunan

dan

tingkat kesadaran,

status

kardiorespi

khususnya pada
bantuan

pasien sirosis hepatic

sesuai

tingkat

dengan ensefalopati

mengidentifikasi factor-faktor

toleransi

(makan

yang menurunkan intoleransi

minum,

mandi,

aktivitas

berpakaian

Pasien

Berikan

mampu

Pasien

mampu

dan

eliminasi)

Teknik penghematan
energy menurunkan
penggunaan energy

mengidentifikasi metode untuk


menurunkan
intoleransi

Ajarkan

metode penghematan

penghematan energy

aktivitas

energy

dapat mengurangi

pasien
untuk

aktivitas

Metode

kebutuhan
metabolisme pada
pasien sirosis hepatis
: misalnya lebih baik
duduk daripada
berdiri saat
melakukan aktivitas
kecuali hal ini
memungkinkan

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selamax24 jam
diharapkan px dapat
mempertahankan haemostasis dengan
tanpa perdarahan
dengan Kriteria evaluasi :
-

Mempertahankan
homeostatis

dengan

tanpa

Kaji adanya tanda-


tanda dan gejalagejala erdarahan GI
observasi warna dan
konsistensi
feses,
drainase NG atau
muntah
Hindari
pengukuran suhu
rectal : hati-hati
memasukkan
selang Gl

21

Traktus GI paling
biasa untuk sumber
perdarahan
sehubungan dengan
mukosa yang mudah
rusak dan gangguan
dalam
hemostosis
karena sirosis
Rektal dan vena
esophageal
paling
rentan untuk robek
Pada
awalnya

perdarahan
-

Menunjukkan prilaku penurunan


resiko perdarahan

Setelah

dilakukan

keperawatan

selamax24

asuhan
jam

Anjurkan
menggunakan sikat
gigi
halus,
pencukur elektrik,
hindari mengejan
saat
defekasi,
meniupkan hidung
dengan kuat dan
sebagainya,
Gunakan
jarum
kecil untuk injeksi,
tekan lebih lama
pada
bekas
suntikan
Kaji
terhadap

gangguan
faktor
pembekuan, trauma
minimal
dapat
menyebabkan
perdarahan mukosa
Meminimalkan
kerusakan jaringan,
menurunkan resiko
perdarahan/
hematoma.

kekeringan

disebabkan oleh

kulit,

Perubahan mungkin

diharapkan px dapat integritas kulit

pruritus, dan infeksi

penurunan aktivitas

membaik kembali normal dengan


Kriteria evaluasi :

Gunting kuku dan

kelenjar keringat

pertahankan

atau pengumpulan

Mempertahankan integritas

tetap

kulit

bersih

Mengidentifikasi faktor
resiko dan menunjukkan

Anjurkan

prilaku/teknik

untuk

untuk

pendek

kuku

vascular integument
pasien
melakukan

distraksi pada saat

mencegah kerusakan kulit

bilirubin pada

dan

respons gatal

Menghindari iritasi
integument akibat
bekas garukan dari
kuku pasien yang
panjang`

4. Implementasi keperawatan
Sesuai dengan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi
- Pasien tidak sesak nafas
-

RR dalam batas normal 16-20x/menit

Pemeriksaan gas darah arteri pH 7,40 + HCO3 24+ 2 mEq/L dan PaCO2 40 mmHg

Px mengatakan tidak merasa nyeri (skala 0-10)

Mampu mengontrol nyeri

Menunjukkan peningkatan berat bafan progresif mencapai tujuan dengan nilai


laboratorium normal
22

Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut

Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang menurunkan intoleransi aktivitas

Pasien mampu mengidentifikasi metode untuk menurunkan intoleransi aktivitas

Mempertahankan homeostatis dengan tanpa perdarahan

Menunjukkan prilaku penurunan resiko perdarahan

Mempertahankan integritas kulit

Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah


kerusakan kulit

23

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic
yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodus regenerative. Sirosis secara klinis dibagi menjadi kompensata (belum ada
gejala yang nyata) dan dekompensata (ditandai gejala klinis yang jelas). Pemeriksaan
diagnostik terpenting adalah biopsy hati. Secara umum, kerusakan sel-sel hati tidak dapat
direhabilitasi. Tujuan pengobatan adalah mencegah pembentukan jaringan parut hati lebih
lanjut, atau memperlambat kerusakan sel-sel hati. Sirosis cenderung semakin memburuk jika
penyebab yang mendasari tetap ada. Asuhan keperawatan yang diberikan berupa mengakaji dan
menangani masalah yang berhubungan berupa alkoholisme, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, aspek-aspek psikososial perawatan akut, dialisa ginjal, gagal ginjal akut, dukungan
nutrisi total, dan perdarahan gastrointestinal atas.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah mengenai sirosis hepatis ini kami dapat membantu
perawat dalam memahami dan merawat masalah yang terjadi pada klien, serta perawat mampu
untuk membantu memenuhi kebutuhan klien dengan gangguan serosis hepatis.

24

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 : Edisi 5. Jakarta : Interna
Publishing.
Dongoes,M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai