Anda di halaman 1dari 78

ISSN: 1978 - 3116

VOL. 4, NO. 1, MARET 2010


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM PEMBELIAN
PRODUK
MODEL LAJU INFLASI DAN TINGKAT BUNGA DI
INDONESIA
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA KARYAWAN
YANG AKAN MENJELANG PENSIUN DI PT. KRAKATAU STEEL CILEGON
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA MOTIVASI MAHASISWA
SERTA DAMPAKNYA PADA PEMBELAJARAN, PEMBERDAYAAN, DAN KEPUASAN
MAHASISWA
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN KOMPARASI NILAI TUKAR
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI
MOTIVASI BERPRESTASI DOSEN WANITA PADA PERGURUAN TINGGI
SWASTA (PTS) DI BALIKPAPAN
THE BODY SHOP
VECTOR AUTOREGRESSIVE
HARD CURRENCIES
Putri Nazma Maharani
Algifari
Deassy Ekoningtyas
Dilha Ayu Paramita
Heni Kusumawati
M. Hadi Suparyono
Mardatillah
JEB
V
O
L
.
4
,
N
O
.
1
,
M
A
R
E
T
2
0
1
0
:
1
-
6
9
VOL. 4 JEB NO. 1 Hal 1-69 MARET 2010
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
EDITOR IN CHIEF
Djoko Susanto
STIE YKPN Yogyakarta
EDITORIAL BOARD MEMBERS
Baldric Siregar Soeratno
STIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada
Dody Hapsoro Wisnu Prajogo
STIE YKPN Yogyakarta STIE YKPN Yogyakarta
MANAGING EDITORS
Sinta Sudarini
STIE YKPN Yogyakarta
EDITORIAL SECRETARY
Rudy Badrudin
STIE YKPN Yogyakarta
PUBLISHER
Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta
Jalan Seturan Yogyakarta 55281
Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1406 Fax. (0274) 486155
EDITORIAL ADDRESS
Jalan Seturan Yogyakarta 55281
Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155
http://www.stieykpn.ac.id e-mail: rudy.badrudin@stieykpn.ac.id
Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 0095042814
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan
JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi
dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama
MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak
lepas (off print) setelah terbit.
JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya
kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan
bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan
cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
DAFTAR ISI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM PEMBELIAN
PRODUK THE BODY SHOP
Putri Nazma Maharani
1-20
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGKAT BUNGA DI INDONESIA
Algifari
21-29
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA KARYAWAN YANG AKAN
MENJELANG PENSIUN DI PT. KRAKATAU STEEL CILEGON
Deassy Ekoningtyas
31-42
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA MOTIVASI MAHASISWA SERTA
DAMPAKNYA PADA PEMBELAJARAN, PEMBERDAYAAN, DAN KEPUASAN MAHASISWA
Dilha Ayu Paramita
43-50
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN KOMPARASI
NILAI TUKAR HARD CURRENCIES
Heni Kusumawati
M. Hadi Suparyono
51-61
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BERPRESTASI DOSEN
WANITA PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) DI BALIKPAPAN
Mardatillah
63-69
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010
Hal. 1-20
ABSTRACT
This study examined the model development causal
that can predict the green purchase intention on The
Body Shop as green cosmetic. This study tested the
influence of collectivist orientation, ecological knowl-
edge, and ecological affect on green purchase inten-
tion. The data are collected by using questionnaires.
The analysis of 150 respondents all of those are women
who visit Ambarukmo Plaza. The result, based on analy-
sis using structural equation modeling, indicated that
the model tested had an acceptable fit. The finding
implied that the relationship of collectivist orientation
would increase ecological affect. Ecological affect sig-
nificantly influence on green purchase intention. The
implication of this research is relevant to academicians
and practitioners in assisting them to explain of how
the collectivist orientation and ecological affect influ-
ence green purchase intention.
Keywords: green cosmetic, collectivist orientation, eco-
logical knowledge, ecological affect, green purchase
intention, structural equation modelling
PENDAHULUAN
Kompleksitas isu lingkungan yang berkembang
berdasarkan studi literatur tentang pemasaran
lingkungan mengindikasi adanya pergeseran fokus
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN
DALAM PEMBELIAN PRODUK THE BODY SHOP
Putri Nazma Maharani
E-mail: nazma_ijo@yahoo.com
penekanan permasalahan, pendekatan teori,
pengukuran instrumen, kategori obyek penelitian,
desain penelitian, dan metode pengujiannya.
Pergeseran perkembangan studi pemasaran lingkungan
ini terjadi seiring dengan perubahan era paradigma
bisnis, masyarakat dan keterkaitan dengan lingkungan
(Junaedi, 2006). Pergeseran fokus permasalahan yang
dapat dijelaskan dengan kajian literatur menunjukkan
adanya evolusi berkaitan dengan kepedulian
lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi evolusi
kepedulian lingkungan antara lain karena fokus
permasalahan lingkungan menjadi permasalahan yang
berkaitan dengan sosial, ekonomi, teknikal atau sistem
legalitas, permasalahan lingkungan yang bersifat lokal
menjadi isu-isu global, sikap yang menganggap bisnis
merupakan suatu permasalahan berubah menjadi bisnis
sebagai bagian dari solusi permasalahan, dan faktor
yang terakhir, yaitu cara pandang terhadap lingkungan
yang lebih memfokuskan pada hubungan dinamik antara
masyarakat bisnis dengan lingkungannya (Peattie,
1995).
Studi tentang konsumsi yang mendasarkan
pada keperilakuan mulai dilakukan setelah tahun 1990-
an yang lebih memfokuskan pada perilaku pasca beli
konsumen, misalnya produk kemasan yang dapat
didaur ulang, kertas yang dapat didaur ulang, deterjen
yang ramah lingkungan, produk yang tidak
dieksperimenkan pada binatang, aerosol yang tidak
merusak lapisan ozon, bahan pangan organik, produk
hemat energi, dan kosmetik hijau (Schlegelmilch et al.,
1996; Johri dan Sahasakmontri, 1998; Ardianti, 2008).
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
2
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Teori keperilakuan dalam penelitian pemasaran
lingkungan yang digunakan setelah tahun 1990-an lebih
memfokuskan pada model struktural sikap tiga
komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif (Kalafatis
et al., 1999; Chan, 1999). Ketiga komponen tersebut
merupakan konstruksi model dari ilmu psikologi yang
mendasari terbentuknya dimensi sikap. Namun
berdasarkan temuan kajian literatur empiris
mengungkap adanya hubungan yang tidak konsisten
antara sikap dan perilaku pada lingkungan, walaupun
telah secara luas diteliti dengan kategori obyek
penelitian, latar dan, desain penelitian serta metode
pengujian yang berbeda-beda (Martin dan Simintras,
1995).
Permasalahan lain yang memberi kontribusi
ketidakkonsistenan hubungan sikap-perilaku adalah
pilihan kategori produk sebagai obyek penelitian.
Produk yang ramah lingkungan cenderung dipandang
sebagai pilihan yang dapat diterima lingkungan sosial,
sehingga lebih cenderung mencerminkan perilaku
daripada niat untuk berwawasan lingkungan (Follows
dan Jobber, 2000). Indikasi ini menunjukkan perlunya
pendekatan spesifikasi obyek penelitian yang diamati.
Kajian literatur empiris yang mengadopsi perspektif
model sikap tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan
konatif (Schifman dan Kanuk, 2004) mengungkap
adanya beragam variabel prediktor untuk menjelaskan
sikap terhadap kepedulian lingkungan. Variabel-variabel
yang berpengaruh terhadap perilaku yang berwawasan
lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori,
yaitu demografi, pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan
perilaku (Chan, 1999; Chan dan Lau, 2000; Chan, 2001;
Laroche et al., 2001; Follows dan Jobber, 2000).
Perkembangan literatur pemasaran berwawasan
lingkungan mengindikasi bahwa pengetahuan dalam
riset perilaku konsumen merupakan konstrak yang
relevan yang mempengaruhi seluruh tahap dalam
proses pengambilan keputusan (Assael, 1998). Sikap
kesadaran pada lingkungan terbentuk karena nilai-nilai
yang diyakini pada suatu situasi yang spesifik dan
digunakan oleh konsumen untuk memecahkan
permasalahan dan mengambil keputusan (Homer dan
Kahle, 1988). Secara teoritis, nilai dapat mempengaruhi
perilaku seseorang karena nilai akan berpengaruh
terhadap perilaku dengan dimediasi oleh sikap. Nilai-
nilai individu yang berpengaruh pada perilaku
konsumen dibagi menjadi nilai yang berorientasi
individualis dan nilai yang berorientasi kolektivis (Sagy
et al., 1999; Cukur et al., 2004).
Studi literatur yang bertujuan membandingkan
antarnegara atau antarkota mengungkap bahwa nilai-
nilai budaya suatu masyarakat tertentu akan
berpengaruh pada perilaku pembelian yang
mempertimbangkan dampak pada lingkungan sosial
(Chan dan Lau, 2000; Fotopoulos dan Krystallis, 2002).
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi negara-
negara berkembang dalam meningkatkan pemasaran
lingkungan, maka studi tentang pemasaran lingkungan
menjadi isu relevan untuk dikaji lebih lanjut. Studi
literatur empiris mengindikasi penelitian di negara
berkembang relatif belum banyak dilakukan karena
tingkat kesadaran masyarakat yang rendah terhadap
isu-isu lingkungan. Salah satu isu lingkungan yang
berkaitan dengan perilaku konsumen yang berwawasan
lingkungan adalah tentang perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi kosmetik hijau.
Perbaikan mutu kehidupan dan gaya hidup
sehat, telah mendorong masyarakat di berbagai negara
dan mendorong gerakan gaya hidup sehat dengan tema
global kembali ke alam (back to nature). Gerakan ini
didasari bahwa segala sesuatu yang berasal dari alam
adalah baik dan berguna serta menjamin adanya
keseimbangan. Kosmetik hijau telah menjadi salah satu
pilihan untuk memenuhi gaya hidup sehat ini. Kosmetik
hijau sebagai produk yang ramah lingkungan sesuai
untuk menjelaskan kesadaran konsumen akan ekologi
dan lingkungan serta konsumen yang sadar kesehatan.
Kesadaran lingkungan bukan hanya ideologi saja tetapi
juga permasalahan market competition yang
mempengaruhi perilaku konsumen. Pengetahuan
konsumen penting diketahui untuk rantai penawaran
secara keseluruhan dan khususnya untuk para
pengecer (Junaedi, 2006).
The Body Shop sebagai kosmetik hijau
mengarahkan bisnisnya melalui pendekatan triple bot-
tom lines yaitu profit, people, dan planet. Dengan
demikian, profit bukan satu-satunya sumber energi bagi
kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Tanpa
memperhitungkan people (aspek sosial) dan planet
(aspek lingkungan), sebuah perusahaan tidak akan
pernah dapat melanjutkan hidupnya. The Body Shop,
sebuah perusahaan kosmetik yang didirikan Dame Anita
Roddick, mempunyai misi mendedikasikan bisnisnya
untuk melakukan perubahan sosial dan lingkungan ke
3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
arah yang lebih baik. Nilai-nilai yang diimplementasikan
adalah 5 core values, yaitu against animal testing,
support community trade, activate self esteem, defend
human right, dan protect our planet (Hutomo, 2006).
Berdasarkan kompleksitas isu lingkungan yang
semakin berkembang maka studi ini akan mengkaji
model alternatif perilaku konsumen yang berwawasan
lingkungan dan dapat diprediksikan pada latar
penelitian yang berbeda. Penelitian ini akan
mengembangkan model kausal yang dapat memprediksi
niat pembelian konsumen dari produk kosmetik hijau
yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan
menggunakan konteks Yogyakarta. Berdasarkan model
kausal tersebut, penelitian ini berusaha menjelaskan
fenomena adanya konsumen yang sadar akan
lingkungan dan membuktikan faktor-faktor yang
mempengaruhi niat beli mereka pada produk-produk
yang ramah lingkungan.
Studi pemasaran lingkungan ini mencoba untuk
memahami hubungan antara sikap yang dapat
memprediksi niat beli konsumen pada produk ramah
lingkungan. Dengan mengadopsi perspektif model
sikap tiga komponen (Schifman dan Kanuk, 2004) maka
pengetahuan ekologikal (Laroche et al., 2001), afek
ekologikal (Chan, 1999), dan niat melakukan pembelian
produk ramah lingkungan dapat dipandang sebagai
komponen kognitif, afektif, dan konatif pada hubungan
antara sikap-perilaku terhadap lingkungan.
Lingkup penelitian ini adalah bidang pemasaran
dan perilaku konsumen. Bidang pemasaran merupakan
dasar perencanaan dan pelaksanaan strategi bauran
pemasaran khususnya untuk strategi produk. Strategi
ini adalah strategi dalam usaha menciptakan niat beli
hijau. Perilaku konsumen cenderung melihat sisi inter-
nal dan eksternal konsumen, dimana keputusan
pembelian suatu merk merupakan sebuah proses
pengambilan keputusan yang beragam. Proses
pengambilan keputusan pembelian kosmetik hijau
merupakan proses pengambilan keputusan yang
cukup kompleks karena melibatkan banyak faktor
pertimbangan, seperti risiko yang berkaitan dengan
kinerja, keuangan, risiko fisik, psikologis, dan waktu.
Penelitian ini menganalisis -niat konsumen dalam
pembelian produk The Body Shop sebagai kosmetik
hijau di Yogyakarta. Penelitian ini juga dibatasi oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi niat beli hijau
konsumen seperti orientasi kolektivis, pengetahuan
ekologikal, dan afek ekologikal (Chan, 2001; Laroche et
al., 2001; Chan dan Lau, 2000).
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Perilaku manusia sangat kompleks dan untuk
mempelajarinya dibutuhkan perhatian yang cukup
serius. Perilaku pembeli sendiri (konsumen) akan timbul
jika kebutuhan yang terangsang menimbulkan
keinginan di dalam diri konsumen. Keinginan ini
mengarahkan perilaku tindakan yang semula timbul
dapat dikurangi. Perilaku konsumen menurut
American Marketing Association yang dikutip oleh
Dharmmesta (1993), diartikan sebagai interaksi yang
dinamis antara kesadaran pengertian (cognition),
perilaku, dan peristiwa lingkungan yang mendorong
manusia melakukan aspek pertukaran tentang
kehidupan mereka. Berdasarkan pengertian tersebut
maka terdapat paling sedikit tiga hal penting, yaitu 1)
perilaku konsumen itu bersifat dinamis; 2) perilaku
konsumen melibatkan interaksi antara perasaan dan
kesadaran, perilaku, dan peristiwa-peristiwa lingkungan;
dan 3) perilaku konsumen itu melibatkan pertukaran.
Ketiga hal tersebut tersirat bahwa perilaku konsumen
itu sangat kompleks dan selalu berubah-ubah baik
secara individual, kelompok, maupun keseluruhan.
Perilaku konsumen bukanlah suatu perkara yang
kecil karena setiap anggota masyarakat merupakan
konsumen. Perilakunya sangat mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan sebagai lembaga yang
berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginannya
seperti diungkapkan oleh Dharmmesta (1993), tujuan
dari suatu bisnis adalah menciptakan dan
mempertahankan konsumen. Konsumen dapat
dikembangkan dan dipertahankan melalui strategi
pemasaran. Keberhasilan bisnis tergantung pada
kualitas pemasaran dan kualitas strategi pemasaran
tergantung pada pemahaman, layanan, dan cara
mempengaruhi konsumen untuk mencapai tujuan
organisasi.
Kegiatan pembelian yang dilakukan oleh
konsumen hanyalah merupakan salah satu tahap dari
keseluruhan proses mental dan kegiatan-kegiatan fisik
lain yang terjadi dalam proses pembelian pada suatu
periode waktu tertentu, serta pemenuhan kebutuhan
tertentu. Banyak peranan atau faktor yang
mempengaruhi setiap tahap dalam proses pembelian,
4
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
baik ekstern maupun intern. Perusahaan harus
memahami apa yang terjadi dalam tiap tahap dari proses
pembelian, sehingga dapat menyusun kegiatan
pemasarannya atas dasar tahap-tahap tersebut. Secara
realistis dalam menganalisis perilaku konsumen, harus
dipelajari pula lingkungan sosial, psikologi individu,
dan lembaga-lembaga lain yang mempengaruhi dan
membatasi setiap tahap perilaku konsumen dalam
proses pembeliannya (Assael, 1998).
Perilaku konsumen akan menentukan proses
pengambilan keputusan dalam pembelian suatu barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Pada dasarnya, proses pengambilan keputusan semua
orang adalah sama (mulai dari pengenalan kebutuhan
sampai evaluasi perilaku purna beli), namun tidak semua
situasi pembelian melalui tahap tersebut (Assael, 1998).
Tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan
konsumen terdiri dari lima tahap, yaitu 1)
mengidentifikasi masalah (kebutuhan dan keinginan);
2) melakukan pencarian alternatif yang dapat mengatasi
masalah (alternatif barang dan jasa); 3) mengevaluasi
alternatif-alternatif pemecahannya (mengevaluasi
barang dan jasa yang mungkin dapat memenuhi
kebutuhan); 4) mengambil keputusan atau memilih
alternatif melakukan pembelian; dan 5) mengevaluasi
seberapa jauh alternatif yang sudah dipilih itu dapat
mengatasi masalah (perilaku purna beli).
Lingkungan
Proses Interpretasi
Perhatian Pemahaman
Pengetahuan, arti, dan
kepercayaan
Proses Integrasi
Sikap dan Keinginan
Pengambilan Keputusan
Perilaku
Ingatan
Pengetahuan, arti,
dan kepercayaaan
Cognitive processes
Sumber: Peter dan Olson (2005).
Gambar 1
Model Kognitif Pengambilan Keputusan Konsumen
5
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Dalam proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh konsumen akan melibatkan konsep-
konsep keperilakuan yang penting. Banyak faktor yang
mempengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut
baik itu intern ataupun ekstern. Perusahaan ataupun
organisasi yang memasarkan produknya harus dapat
memahami faktor-faktor tersebut yang dapat dijadikan
sebagai dasar untuk memasarkan produknya.
Gambar 1 menyajikan suatu model pengambilan
keputusan konsumen yang menonjolkan ketiga ciri
interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam
ingatan. Konsumen harus menerjemahkan atau memberi
arti bagi setiap informasi di lingkungan sekitarnya.
Dalam proses ketiga hal tersebut menciptakan
pengetahuan, arti, dan kepercayaan baru tentang
lingkungan serta posisi ketiga hal tersebut di dalamnya.
Proses interpretasi mensyaratkan eksposur pada
informasi dan melibatkan dua proses kognitif yang
terkait dengan perhatian dan pemahaman. Perhatian
mengatur bagaimana konsumen memilih informasi mana
yang harus diterjemahkan dan informasi mana yang
harus diabaikan. Sedangkan pemahaman mengacu
pada bagaimana konsumen menetapkan arti subyektif
dari informasi dan oleh karena itu menciptakan
pengetahuan serta kepercayaan personal.
Pengetahuan, arti, dan kepercayaan seperti ditunjukkan
dalam Gambar 1 dapat diartikan bahwa ketiga hal
tersebut dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian
dapat dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan) dan
digunakan dalam proses integrasi. Proses integrasi
menyangkut bagaimana konsumen mengkombinasikan
berbagai jenis pengetahuan 1) untuk membentuk
evaluasi produk, objek lain, serta perilaku dan (2) untuk
membentuk pilihan diantara beberapa perilaku alternatif,
seperti pembelian.
Dalam proses pengambilan keputusan yang
kompleks, konsumen akan mengevaluasi beberapa
merk secara menyeluruh dan mendetail. Dalam hal ini
konsumen akan mencari informasi sebanyak-
banyaknya serta akan mengevaluasi beberapa merk
alternatif yang ada. Oleh karena itu, proses yang
digunakan oleh konsumen untuk menilai produk dari
sudut pandang kebutuhannya juga betul-betul
dipertimbangkan. Dalam proses pengambilan
keputusan yang kompleks melibatkan evaluasi yang
dilakukan oleh konsumen terhadap merk setelah
pembelian, kepuasan konsumen, dan evaluasi pasca
pembelian. Beberapa kondisi seperti kemudahan untuk
mengakses pencarian informasi merupakan salah satu
yang mendukung proses pengambilan keputusan yang
kompleks. Dimana proses pengambilan keputusan
yang kompleks tidak akan terjadi apabila keputusan
harus dibuat secara cepat (Assael, 1998).
Kondisi lainnya untuk pengambilan keputusan
yang kompleks adalah tersedianya informasi yang
cukup untuk mengevaluasi merk-merk alternatif. Namun
demikian, dalam proses pengambilan keputusan yang
kompleks dibutuhkan kemampuan untuk memproses
informasi oleh konsumen. Riset tentang decision mak-
ing telah mengidentifikasi lima tahap proses keputusan,
yaitu 1) pengenalan masalah; 2) pencarian informasi;
3) mengevaluasi alternatif merk yang ada; (4) pemilihan;
dan 5) hasil pemilihan yang dilakukan. Bagi konsumen
yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan
yang kompleks, maka tahap-tahap tersebut dapat
diartikan ke dalam 1) pemunculan kebutuhan; 2)
pemrosesan informasi yang dilakukan oleh konsumen;
3) evaluasi merk, 4) pembelian; dan (5) evaluasi pasca
pembelian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
Gambar 2.

Need arrousal Consumer information
processing
Brand evaluation Purchase Post purchase
evaluation
Feedback
Sumber: Assael (1998).
Gambar 2
Basic Model of Complex Decision Making
6
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Pengambilan keputusan yang kompleks
hanyalah merupakan salah satu jenis pengambilan
keputusan yang tidak akan terjadi setiap waktu. Jika
pilihan itu berulang konsumen belajar dari pengalaman
yang lampau dan dengan sedikit atau tanpa pembuatan
keputusan membeli merk yang paling memuaskan.
Brand loyalty semacam ini merupakan hasil kepuasan
yang berulang dan suatu komitmen yang kuat terhadap
brand tertentu. Dalam setiap kasus, pembelian itu
penting bagi konsumen. Konsumen menetapkan brand
loyalty berdasarkan kepuasannya pada waktu
pembelian yang lampau. Sebagai hasilnya, pencarian
informasi dan evaluasi merk terbatas atau tidak ada
karena konsumen telah memutuskan untuk membeli lagi
merek yang sama (Assael, 1998).
Pada pembuatan keputusan yang kompleks,
konsumen mengevaluasi merk-merk dengan cara
menyeluruh dan mendetail. Lebih banyak informasi
yang dicari dan lebih banyak merk yang dievaluasi
daripada di dalam situasi pembuatan keputusan tipe
yang lain. Pembuatan yang kompleks itu agaknya pal-
ing banyak terjadi untuk kategori produk tertentu,
seperti 1) produk yang berharga tinggi; 2) produk yang
diasosiasikan dengan resiko performace (produk-
produk kedokteran, mobil dan sepeda motor); 3) produk
yang kompleks (CD player, personal computer, spe-
cialty goods (peralatan oleh raga dan perabot rumah
tangga); dan 4) produk yang diasosiasikan dengan
ones ego (pakaian, kosmetik). Mowen dan Minor (1998)
mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan konsumen
dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh kepentingan
personal yang dirasakan yang ditimbulkan oleh stimu-
lus. Dengan kata lain, seseorang merasa terlibat atau
tidak terhadap suatu produk ditentukan oleh apakah
dia merasa penting atau tidak dalam pengambilan
keputusan pembelian produk.
Pemenuhan kebutuhan konsumen merupakan
tantangan yang harus dihadapi oleh setiap pemasar.
Dengan terjadinya krisis lingkungan menuntut adanya
peningkatan kepedulian sosial dan pengetahuan
lingkungan bagi konsumen. Dengan demikian akan
mempengaruhi pertumbuhan perilaku konsumen yang
bertanggungjawab pada lingkungan. Oleh karena itu,
pada saat ini perhatian pemasar harus banyak
dicurahkan pada pemasaran lingkungan. Implikasi yang
paling signifikan dari kondisi tersebut bagi pemasar
barang dan jasa konsumen adalah bahwa tindakan
konsumen didasarkan atas nilai-nilai konsumen melalui
kekuatan keputusan pembelian mereka (Dharmmesta,
1997). Di sini peran konsumen menjadi suatu hal yang
esensial.
Konsumen yang memutuskan untuk melakukan
suatu pembelian produk tertentu dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang sangat kompleks. Pada umumnya
suatu peristiwa konsumsi dipandang sebagai proses
ekonomik, namun pada kenyataannya konsumsi juga
merupakan suatu proses sosial dan budaya yang
diindikasikan melalui simbol-simbol (Peattie, 1995).
Dalam era pemasaran baru, produk-produk dievaluasi
tidak hanya berdasarkan kinerja atau harganya, namun
juga berdasarkan tanggungjawab sosial konsumen.
Dengan kata lain, nilai suatu produk mencakup aspek-
aspek keramahan lingkungan dari produk itu sendiri
beserta kemasannya. Konsumen yang menghendaki
produk yang berdampak minimal pada lingkungan
disebut pelanggan hijau atau green customer.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Inggris,
Skotlandia dan Wales, konsumen hijau dapat
diklasifikasikan menjadi konsumen berat, menengah,
dan ringan. Konsumen hijau menurut Fotopoulos dan
Krystallis (2002b) dibedakan menjadi konsumen yang
tidak sadar (unaware consumers), konsumen yang
sadar tetapi bukan pembeli (aware non-buyers), dan
konsumen yang sadar dan membeli (aware buyers).
Beberapa penelitian berupaya untuk
mengidentifikasi karakteristik konsumen yang
berwawasan lingkungan yang berkaitan dengan
implikasi pemasaran (Chan, 1999; Vlosky et al., 1999;
Chan & Lau, 2000; Kalafatis et al., 1999; Follows &
Jobber, 2000; Chan, 2001; Jiuan et al., 2001; Laroche et
al., 2001; Fotopoulos & Krystallis, 2002). Studi-studi
tersebut mencoba mengeksplorasi aspek kepedulian
lingkungan dan perilaku pembelian yang berwawasan
lingkungan. Temuan penelitian mengindikasi bahwa
terdapat kecenderungan kepedulian lingkungan yang
kuat dan konsumen lebih memilih produk-produk yang
ramah lingkungan. Meningkatnya permintaan produk-
produk ramah lingkungan ini ditanggapi beberapa
perusahaan dengan baik, walaupun masih banyak
perusahaan yang belum mempedulikan permasalahan
pemasaran lingkungan. Revolusi pemasaran hijau
terjadi karena terbukti bahwa 30 sampai 40 persen
degradasi lingkungan dikarenakan oleh aktivitas
perilaku konsumsi rumah tangga (Chan, 1996). Hal ini
7
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
menunjukkan bahwa jika konsumen memperlihatkan
sikap yang positif terhadap isu-isu lingkungan maka
akan memiliki perilaku konsumsi yang mengarah pada
kesadaran lingkungan.
Studi tentang sikap dan perilaku konsumen
pada kepedulian lingkungan telah dilakukan oleh Chan
(1999) di Cina. Studi tersebut menghasilkan temuan
bahwa kepedulian lingkungan masyarakat Cina masih
rendah walaupun mereka sangat ingin menanggulangi
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
lingkungan. Untuk mendukung pergerakan revolusi
hijau di Cina, para pemasar dan pemerintah perlu
mendorong kepedulian lingkungan dalam bentuk
komitmen aktual konsumen dalam melakukan keputusan
pembelian. Dalam studi yang dilakukan Chan dan Lau
(2000) dengan latar China mengindikasi bahwa
pengetahuan ekologikal masyarakat Cina dan niatnya
untuk melakukan pembelian produk ramah lingkungan
juga relatif rendah. Studi tersebut bertujuan untuk
menentukan pengaruh nilai budaya, afeksi ekologikal,
dan pengetahuan ekologikal terhadap perilaku
pembelian hijau konsumen Cina. Nilai budaya
masyarakat Cina ternyata hanya berpengaruh pada afek
ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan
ekologikal. Dengan menggunakan model persamaan
struktural untuk mengukur signifikansi afeksi ekologikal
dan pengetahuan ekologikal pada niat beli hijau dan
pembelian aktual hijau menunjukkan hubungan positif
yang kuat. Hasilnya menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan konsumen Cina rendah dan perilaku
pembelian hijau minimal.
Perilaku pembelian konsumen yang
berwawasan lingkungan juga diteliti oleh Follows dan
Jobber (2000) dengan menggunakan produk popok bayi
sekali pakai yang tidak ramah lingkungan dengan
popok kain tradisional yang lebih ramah lingkungan.
Penelitiannya bertujuan untuk mengembangkan model
yang dapat memprediksi pembelian dari suatu jenis
produk ramah lingkungan yang spesifik. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai suatu produk
akan berpengaruh pada sikap konsumen pada produk
tersebut dan pada akhirnya akan berpengaruh pada
niat dan perilaku pembelian. Konsekuensi individual
yang berimplikasi personal dari pertimbangan konsumsi
ditemukan sebagai hal penting dalam memprediksi niat
beli seperti konsekuensi lingkungan dari suatu produk.
Studi tersebut secara empiris menguji nilai-nilai tipologi
sebagai dasar untuk menjelaskan pembentukan sikap
konsumen yang bertanggung jawab sosial.
Berdasar studi tentang perilaku konsumen yang
berwawasan lingkungan sebelumnya, maka studi ini
merupakan studi empiris pengembangan model
perilaku konsumen yang ramah lingkungan dengan
obyek penelitian yang spesifik pada produk tertentu,
dalam konteks studi ini adalah produk The Body Shop
sebagai kosmetik hijau. Instrumen pengukuran
variabel-variabel lingkungan dalam studi ini
dioperasionalisasikan sebagai sikap pada niat yang
spesifik untuk produk The Body Shop dengan latar
konsumen Yogyakarta sehingga dapat dihasilkan
temuan hubungan nilai-sikap yang konsisten.
Tinjauan literatur studi ini berdasarkan pada
rerangka konseptual hubungan antara nilai-nilai
konsumen, kognitif, afektif, dan niat pembelian yang
berkaitan dengan kesadaran lingkungan konsumen.
Gambar 3 berikut ini menjelaskan rerangka hubungan
antarvariabel-variabel tersebut.
Intention to
purchase
niat beli hijau
Affective
afek
ekologikal
Cognitive
pengetahuan
ekologikal
Consumer
values
orientasi
kolektivis
Sumber: Chan (1999), Chan dan Lau (2000), Chan (2001).
Gambar 3
Hubungan Antara Nilai Konsumen, Kognitif, Afektif, dan
Niat Beli Konsumen Hijau
8
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Model penelitian berikut ini merupakan
pengembangan hasil sintesis beberapa model
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya (Chan, 1999; Chan & Lau, 2000; Chan,
2001). Pengembangan model ini digunakan untuk
menganalisis hubungan antara variabel orientasi nilai,
pengetahuan lingkungan, dan afek lingkungan pada
komitmen melakukan pembelian The Body Shop
sebagai produk ramah lingkungan.
Sumber: Chan (1999), Chan (2001), Chan dan Lau (2000).
Gambar 4
Model Penelitian Perilaku Konsumen yang
Berwawasan Lingkungan
Sikap terbentuk berdasarkan nilai-nilai yang
diyakini pada suatu situasi yang spesifik dan digunakan
oleh konsumen untuk memecahkan permasalahan dan
mengambil keputusan (Homer & Kahle, 1988). Nilai-
nilai konsumen ini bersifat lebih stabil namun lebih
abstrak dibandingkan dengan sikap maupun tindakan
seorang konsumen. Secara teoritis, nilai dapat
mempengaruhi perilaku seseorang karena nilai adalah
kognisi yang paling abstrak, namun nilai akan
berpengaruh terhadap perilaku dengan dimediasi oleh
sikap.
Menurut Hofstede (2005), orientasi sosial
merupakan kepercayaan seseorang mengenai
pentingnya individu dibandingkan kelompok di mana
orang tersebut berada. Dua kutub yang berlawanan
dalam orientasi sosial adalah individualisme dan
kolektivisme. Individualisme merupakan keyakinan
budaya bahwa seseorang harus didahulukan.
Sebaliknya, kolektivisme merupakan keyakinan bahwa
kelompok harus didahulukan. Kolektivisme
mencerminkan konsumen yang suka bekerja sama,
senang membantu orang lain, dan lebih
mempertimbangkan tujuan kelompok daripada tujuan
individual. Kelompok konsumen kolektivistis ini akan
mendukung adanya program ramah lingkungan.
Orientasi nilai konsumen yang berkaitan dengan
budaya masyarakat Indonesia masih belum banyak
dieksplorasi. Namun, dari tinjauan teoritis menunjukkan
bahwa nilai-nilai budaya suatu masyarakat tertentu akan
berpengaruh pada perilaku pembelian yang
mempertimbangkan dampak pada sosial lingkungan
(Chan & Lau, 2000; Fotopoulos & Krystallis, 2002).
Konsumen yang memutuskan untuk melakukan suatu
pembelian produk tertentu dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang sangat kompleks.
Dengan demikian, walaupun afek ekologikal dan
pengetahuan ekologikal sebagai indikator kepedulian
konsumen pada lingkungan tetapi keduanya merupakan
dua variabel berbeda yang bersifat independen (Mar-
tin & Simintras, 1995). Namun studi yang dilakukan
McCarty dan Shrum (1994) menemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan pada orientasi nilai
konsumen terhadap sikap konsumen menggunakan
produk-produk daur ulang. Seorang individu yang
memperhatikan produk daur ulang diharapkan memiliki
nilai-nilai yang kuat sehingga memahami perilaku yang
ramah lingkungan dengan mempertimbangkan
pengaruhnya. Sedangkan menurut Chan dan Lau
(2000), orientasi nilai kealamiahan manusia ini akan
mengarahkan pada pengaruh yang positif terhadap afek
ekologikal, pengetahuan ekologikal, dan komitmen
untuk melakukan pembelian produk yang ramah
lingkungan. Berdasar penelitian-penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa orientasi nilai konsumen akan
meningkatkan afek ekologikal dan pengetahuan
ekologikal konsumen sehingga dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H
1
: Orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh
positif pada afek ekologikal.
H
2
: Orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh
positif pada pengetahuan ekologikal.
Studi yang dilakukan Chan (2001) menguji
hubungan antara konstraks variabel ekologikal yang
dikembangkan berdasarkan kerangka kognitif-afektif-
konatif. Chan menjelaskan bahwa pengetahuan
lingkungan seorang konsumen akan mempengaruhi
H5 (+)
H1 (+)
H2 (+)
H3 (+)
H4 (+)
afek
ekologikal
orientasi nilai
kolektivis
niat beli hijau
pengetahuan
ekologikal





9
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
respon afektif secara positif yang mengarahkan pada
respon konatif, yaitu perilaku yang bertanggungjawab
sosial. Niat berperilaku diindikasikan dengan komitmen
verbal sedangkan perilaku diindikasikan dengan
komitmen aktual. Konsisten dengan bukti empiris yang
mendukung hubungan positif antara afek ekologikal
dan perilaku, mengindikasi bahwa orang dengan sedikit
pengetahuan pada lingkungan kebanyakan masih
menunjukkan emosional yang tinggi. Ini berarti
mengindikasi bahwa orang lebih emosional dengan
lingkungan daripada dengan kemampuan
pengetahuannya (Chan & Lau, 2000). Berdasarkan
argumen tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H
3
: Semakin tinggi pengetahuan ekologikal akan
meningkatkan afek ekologikal konsumen.
Dalam literatur ilmu keperilakuan terdapat
hubungan asosiasi positif antara pengetahuan dan
perilaku, namun temuan-temuan empiris tentang
perilaku pembelian produk ramah lingkungan
mengindikasi bahwa hubungan antara pengetahuan
ekologikal dan perilaku masih bersifat inkonklusif (Mar-
tin & Simintras, 1995; Laroche et al., 2001). Hasil temuan
empiris pengaruh pengetahuan konsumen terhadap niat
dan perilaku konsumen masih kontroversional.
Menurut temuan Maloney dan Ward (1973) yang
dikutip Laroche et al. (2001) melaporkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan
lingkungan dengan perilaku ekologikal, namun
penelitian Chan (1999) menemukan bahwa pengetahuan
ekologikal merupakan prediktor yang signifikan dari
perilaku konsumen untuk bertanggung jawab pada
lingkungan. Berdasarkan argumen tersebut, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H
4
: Semakin tinggi pengetahuan ekologikal
konsumen akan semakin meningkatkan niat beli
konsumen pada produk-produk ramah
lingkungan.
Tinjauan literatur empirik menunjukkan adanya
konsistensi hubungan positif antara afek ekologikal
(rasa emosional konsumen terhadap lingkungan) dan
niat pembelian produk yang ramah lingkungan (Chan,
1999; Chan & Lau, 2000). Jadi dapat disimpulkan bahwa
masyarakat lebih emosional terhadap dampak sosial
lingkungan daripada terhadap pengetahuan
lingkungan. Berdasarkan argumen tersebut, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H
5
: Semakin tinggi afek ekologikal akan semakin
meningkatkan niat beli konsumen pada produk-
produk ramah lingkungan.
Populasi penelitian ini adalah wanita
pengunjung Plaza Ambarukmo dengan tingkat
pendidikan minimal lulus SMA yang berada di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Peneliti menetapkan responden
wanita karena sebagian besar produk The Body Shop
adalah untuk wanita. Plaza Ambarukmo dipilih karena
merupakan tempat di mana terdapat satu-satunya out-
let The Body Shop di Yogyakarta sehingga
pengunjungnya diharapkan mewakili masyarakat
Yogyakarta yang mengenal produk The Body Shop.
Kriteria minimal lulus SMA karena tingkat pendidikan
berpengaruh positif terhadap perilaku konsumen yang
berwawasan lingkungan (Ardianti, 2008). Berdasarkan
populasi yang ada maka peneliti menentukan sampel
dengan metode nonprobability sampling, yaitu tidak
semua unsur populasi memperoleh kesempatan yang
sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian. Metode
nonprobability sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode convenience dengan
memilih anggota populasi yang paling mudah ditemui
sebagai responden (Sekaran, 2003). Selain
menggunakan teknik convenience sampling, penulis
juga meng-gunakan teknik purposive sampling yaitu
prosedur untuk mendapatkan unit sampel menurut
tujuan penelitian (Kuncoro, 2003). Kriteria yang
digunakan dalam penyampelan adalah bahwa
responden penelitian ini merupakan pengunjung Plaza
Ambarukmo dan bertempat tinggal di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Jenis data yang digunakan adalah data
kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang diukur
dalam suatu skala numerik (Kuncoro, 2003). Data
dinyatakan dalam skala interval yaitu data yang diukur
dengan jarak di antara dua titik yang sudah diketahui.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer. Data primer diperoleh dari responden
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
dipandang memiliki relevansi dengan topik yang akan
diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode survey yaitu dengan
menggunakan pertanyaan atau kuesioner yang
dibagikan secara langsung kepada responden yang
berjumlah 150 orang untuk ditanggapi dan diisi
kemudian diserahkan kembali secara langsung pula
10
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
kepada peneliti dengan tujuan meningkatkan jumlah
pengembalian kuesioner.
Penelitian ini menguji variabel yang terbagi
dalam variabel independen, variabel intervening/
mediasi dan variabel dependen. Variabel independen
adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen
secara positif ataupun negatif dan dapat mengakibatkan
perubahan pada variabel dependen (Kuncoro, 2003).
Orientasi kolektivis sebagai variabel independen dalam
penelitian ini. Variabel pengetahuan ekologikal dan afek
ekologikal sebagai variabel mediasi, yaitu variabel yang
muncul di antara waktu variabel independen bekerja
untuk mempengaruhi variabel dependen dan
berpengaruh terhadap variabel dependen (Kuncoro,
2003). Variabel dependen adalah variabel utama yang
akan diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini variabel
dependen adalah niat beli hijau.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa
kuesioner untuk memperoleh data dari responden yang
kemudian diukur dengan skala interval 5 poin.
Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari penelitian
sebelumnya (Chan, 2001; Chan dan Lau, 2000) yang
telah disesuaikan dengan produk yang dipilih dalam
penelitian ini. Pengujian validitas dilakukan untuk
mengetahui tingkat kemampuan instrumen penelitian
dalam mengukur hal-hal yang seharusnya diukur. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan factor analy-
sis, sedangkan validitas yang diuji adalah construct
validity. Menurut Hair et al. (1998) factor score e 0,3
dipertimbangkan sebagai batas minimal, factor score
0,4 dipertimbangkan lebih penting dan jika factor score
e 0,5 diterima secara signifikan. Pada penelitian ini
digunakan factor score e 0,5 atau batas penerimaan
secara signifikan.
Responden yang digunakan dalam pengujian
ini sebanyak 30 responden. Tabel 1 menunjukkan hasil
pengujian validitas sampel kecil.
Tabel 1
Hasil Uji Validitas Sampel Kecil
Berdasarkan hasil rotasi terlihat bahwa hanya item
pertanyaan afek ekologikal dan niat beli hijau yang
hasilnya mengelompok pada satu komponen. Item
pertanyaan lain tidak mengelompok. Hal itu mungkin
dikarenakan ukuran sampel yang dihitung jumlahnya
sedikit atau item pertanyaan yang disertakan terlalu
banyak. Namun karena ini merupakan pengujian pada
sampel kecil, maka item-item tersebut akan tetap
disertakan pada pengujian sampel besar.
Reliabilitas dari suatu pengukuran mencermin-
kan apakah suatu pengukuran terbebas dari kesalahan
sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten
pada kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing
butir dalam instrumen (Sekaran, 2003). Dalam penelitian
ini menggunakan Cronbachs Alpha dan item to total
correlation. Menurut Sekaran (2003), terdapat
pedoman dalam pengujian koefisien Cronbachs Al-
pha dan uji reliabilitas, jika koefisien Cronbachs Al-
pha kurang dari 0,60 menandakan tingkat reliabilitas
yang kurang baik, Cronbachs Alpha 0,60 sampai
dengan 0,80 menandakan tingkat reliabilitas yang baik.
Semakin besar nilai koefisien Cronbach Alpha, maka
instrumen penelitian dan data yang diperoleh memiliki
konsistensi yang baik, handal dan dapat dipercaya.
Sedangkan item to total correlation masing-masing
butir harus lebih besar dari 0,5. Tabel 2 menunjukkan
hasil pengujian reliabilitas sampel kecil.
Component
1 2 3 4
OK1 .541
OK2 .506
OK3 .508
PE1 .830
PE2 .758
PE3
PE4
PE5 .624
PE6 .613
PE7 .717
AE1 .752
AE2 .780
AE3 .879
AE4 .739
AE5
NBH1 .945
NBH2 .941
NBH3 .877
11
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa hanya variabel niat
beli hijau yang nilai Cronbachs Alpha menunjukkan
angka lebih besar dari 0,60 dan Corrected Item to Total
Correlation lebih besar dari 0,5. Instrumen selain niat
beli hijau belum reliabel, hal tersebut mungkin
dikarenakan ukuran sampel yang dihitung jumlahnya
sedikit atau item pertanyaan yang disertakan terlalu
banyak. Namun karena ini merupakan pengujian pada
sampel kecil, maka item-item tersebut akan tetap
disertakan pada pengujian sampel besar.
Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Structural Equation Modelling
(SEM). SEM merupakan teknik multivariate yang
mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis
faktor untuk mengestimasi serangkaian hubungan
ketergantungan secara simultan (Hair et al., 1998).
Analisis statistik ini mengestimasi beberapa persamaan
regresi yang terpisah, tapi saling berhubungan secara
bersamaan (simultaneously). Dalam analisis ini terdapat
beberapa variabel dependen dan variabel dependen
ini bisa menjadi variabel independen bagi variabel
dependen yang lain. Pada penelitian ini digunakan
AMOS untuk menganalisa hubungan model struktural
yang diusulkan.
Hair et al. (1998) mengajukan tahapan
pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi
5 (lima) langkah yaitu 1) pengembangan model berdasar
teori. Model persamaan struktural didasarkan pada
hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel
diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel
lainnya. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua
variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak
pada metode analisis yang dipilih, tetapi terletak pada
justifikasi (pembenaran) secara teoritris untuk
mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar
variabel dalam model merupakan deduksi dari teori; 2)
menyusun diagram jalur dan persamaan struktural. Ada
dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model
struktural yaitu menghubungkan antara kontruk laten
baik endogen maupun eksogen dan menyusun mea-
surement model yaitu menghubungkan konstruk laten
endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau
manifest; 3) memilih jenis input matrik dan estimasi
model yang diusulkan. Model persamaan struktural
berbeda dari teknik analisis multivariat lainnya. SEM
hanya menggunakan data input berupa matrik varian/
kovarian atau matrik korelasi. Data mentah observasi
individu dapat dimasukkan dalam program AMOS,
Tabel 2
Hasil Uji Reliabilitas Sampel Kecil
12
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
tetapi program AMOS akan mengubah dahulu data
mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi.
Analisis terhadap data outlier harus dilakukan sebelum
matrik kovarian atau korelasi dihitung. Matrik kovarian
memiliki kelebihan daripada matrik korelasi dalam
memberikan validitas perbandingan antara populasi
yang berbeda atau sampel yang berbeda. Namum
demikian interpretasi hasil lebih sulit jika menggunakan
matrik kovarian oleh karena nilai koefisien harus
diinterpretasikan atas dasar unit pengukuran konstruk.
Matrik korelasi memiliki range umum yang
memungkinkan membandingkan langsung koefisien
dalam model; 4) menilai identifikasi model struktural.
Selama proses estimasi berlangsung dengan program
komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis
atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah
identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah
ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan
unique estimate.
Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi
adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi 1)
adanya nilai standard error yang besar untuk satu atau
lebih koefisien; 2) ketidakmampuan program untuk in-
vert information matrik; 3) nilai estimasi yang tidak
mungkin misalkan error variance yang negatif; 4)
adanya nilai korelasi yang tinggi (>0,90) antarkoefisien
estimasi. Jika diketahui ada problem identifikasi maka
ada tiga hal yang harus dilihat, yaitu 1) besarnya jumlah
koefisien yang diestimasi relatif terhadap jumlah
kovarian atau korelasi, yang diidentifikasikan dengan
nilai degree of freedom yang kecil; 2) digunakannya
pengaruh timbal balik atau resiprokal antarkonstruk
(model non-recursive); dan 3) kegagalan dalam
menetapkan nilai tetap pada skala konstruk; 5) menilai
kriteria Goodness-of-Fit Langkah yang harus dilakukan
sebelum menilai kelayakan dari model struktural adalah
menilai apakah data yang akan diolah memenuhi asumsi
model persamaan struktural. Goodness-of-Fit
mengukur kesesuaian input observasi (matrik kovarian
atau korelasi) dengan prediksi dari model yang diajukan
(proposed model). Ada tiga jenis ukuran goodness-of-
fit yaitu 1) absolute fit measures; 2) incremental fit
measures; dan 3) parsimonious fit measures.
Ketika model telah dinyatakan diterima, maka
peneliti dapat mempertimbangkan dilakukannya
modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis
atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus
dilakukan setelah dikaji banyak pertimbangan. Jika
model dimodifikasi, maka model tersebut harus di cross-
validated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum
model modifikasi diterima.
HASIL PENELITIAN
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 150 orang.
Dari seluruh kuesioner yang disebar tersebut, peneliti
mendapatkan jumlah pengembalian kuesioner sebanyak
150 dengan demikian respon rate dalam penelitian ini
adalah 100%. Adapun karakteristik responden adalah
wanita pengunjung Plaza Ambarukmo dengan tingkat
pendidikan minimal lulus SMA yang berada di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Distribusi responden
berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
< 20 tahun 26 17,33%
20-30 tahun 115 76,67%
> 30 tahun 9 6%
Total 150 100%
Persentase terbesar usia responden adalah berusia 20-
30 tahun, yaitu sebesar 76,67% berarti responden yang
menjadi konsumen produk The Body Shop sebagian
besar adalah mahasiswa dan karyawan berdasarkan
kategori umur kelompok tersebut.
Pengukuran validitas dilakukan dengan analisis
faktor untuk meyakinkan bahwa pengukuran mengukur
apa yang seharusnya diukur. Ukuran kevalidan dilihat
dari nilai Keyser-Meyer-Olkin (KMO) kurang lebih
sebesar 0,5. Dalam pengujian awal nilai KMO sebesar
0,744. Setelah dilakukan rotasi, dapat dilihat bahwa item-
item pertanyaan dalam satu variabel sudah
mengelompok pada satu komponen. Pada Tabel 4 dapat
dilihat bahwa seluruh item pertanyaan pada variabel
yang sama telah mengelompok pada satu komponen
yang sama.
13
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Tabel 4
Rotated Component Matrix
Reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu
kuesioner sebagai indikator dari variabel atau konstruk.
Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 5.
Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten.
Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa item pertanyaan
yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Hal ini
dapat dilihat dari Cronbachs Alpha () yang nilainya
di atas 0,6 berkisar antara 0,635 sampai dengan 0,926.
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, diketahui
bahwa item-item yang valid dan reliabel adalah OK1,
OK2, OK3, PE1, PE2, PE3, PE4, PE5, PE6, PE7, AE1,
AE2, AE3, AE4, AE5, NBH1, NBH2, dan NBH3.
Tabel 5
Hasil Uji Reliabilitas Sampel Besar
Sumber: Data olahan.
Sumber: Data olahan.
Component
1 2 3 4
OK1 .779
OK2 .800
OK3 .647
PE1 .689
PE2 .749
PE3 .681
PE4 .597
PE5 .768
PE6 .744
PE7 .8569
AE1 .639
AE2 .778
AE3 .781
AE4 .742
AE5 .604
NBH1 .910
NBH2 .926
NBH3 .900
14
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Sebelum melakukan pengujian model struktural
dengan SEM, terlebih dahulu dipenuhi beberapa
asumsi, yaitu 1) uji kecukupan sampel. Total sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 sampel.
Menurut Ghozali (2005), dengan model estimasi
menggunakan Maximum Likelihood (ML) minimum
diperlukan sampel 100. Oleh karena itu, jumlah sampel
telah memenuhi asumsi kecukupan sampel; 2) uji
normalitas. Menurut Ghozali (2005), evaluasi normalitas
dilakukan dengan menggunakan kriteria critical skew-
ness value sebesar 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01.
Data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal
jika nilai critical ratio skewness value di bawah harga
mutlak 2,58. Hasil output normalitas data terlihat pada
Tabel 6 berikut ini:
Gambar 5
Model Struktural
Tabel 6
Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data olahan.

E2
E5
E3
E6
E7
E4
E1
0.022994
0.282319
0.050654
0.808499
0.052342
0.314315
0.411004
0.037899
AFEK
EKOLOGIKAL
NIAT BELI
HIJAU
ORIENTASI NILAI
KOLEKTIVIS




PENGETAHUAN
EKOLOGIKAL











OK
AE
PE
NBH
1
1
1
1
1
1
15
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Pada Tabel 6, sebagian besar nilai critical ratio
untuk skewness dan kurtosis menunjukkan nilai yang
lebih besar dari 2,58 (C.R. e 2,58). Ini berarti
sebagian besar nilai critical ratio pada skewness
maupun kurtosis tidak normal, sehingga tidak
memenuhi asumsi normalitas data pada level = 0,01,
baik secara univariate maupun multivariate. Oleh
karena itu, maka data tidak terdistribusi normal. Asumsi
normalitas secara multivariat yang tidak dapat dipenuhi
dalam pengujian SEM dalam penelitian ini dapat
diabaikan dan analisis dapat tetap dilanjutkan, karena
data yang digunakan adalah data yang dimasukkan
apa adanya, yang didapat dari data primer sehingga
memungkinkan adanya respon dari setiap individu yang
sangat beragam; 3) evaluasi terhadap kriteria Good-
ness-of Fit dari model struktural yang telah diestimasi,
disajikan dalam Tabel 7 berikut ini:
Pada pengujian ini, goodness-of-fit yang
digunakan adalah absolute fit measures sehingga nilai
yang dilihat sebagai tolok ukurnya adalah nilai CMIN/
DF, GFI, dan RMSEA. Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat
bahwa nilai Chi-Square menunjukkan angka 1,450 tetapi
indeks ini tidak menjadi satu-satunya dasar untuk
menentukan model tersebut fit atau tidak. Nilai CMIN/
DF, GFI, dan RMSEA sudah dapat memenuhi nilai yang
disyaratkan (cut-off value) sebagai syarat fit sebuah
model struktural. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa model tersebut fit.
PEMBAHASAN
Untuk menguji hipotesis yang diajukan dapat dilihat
hasil koefisien standardized regression (Ghozali, 2005).
Hubungan kausalitas dikatakan signifikan apabila nilai
parameter estimasi kedua konstruk memiliki nilai C.R.
e 2,326 dan C.R. e 1,645 pada tingkat signifikansi
= 0,01 dan = 0,05. Tabel 8 berikut merupakan hasil
perhitungan regression weight.
Tabel 8
Regression Weight
Tabel 7
Hasil Goodness-of-Fit
Sumber: Data olahan.
Sumber: Data olahan.
*) Tingkat Signifikansi 1%
16
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Pada hipotesis 1, nilai C.R. untuk parameter
estimasi hubungan kausal antara orientasi nilai
kolektivis pada afek ekologikal adalah 2,379 atau C.R.
e 2,326. Ini berarti signifikan pada tingkat signifikansi
sebesar 1%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
Ho yang menyatakan bahwa orientasi nilai kolektivis
tidak berpengaruh positif pada afek ekologikal ditolak,
sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa orientasi nilai
kolektivis berpengaruh positif pada afek ekologikal
diterima. Hal ini konsisten dengan McCarty dan Shrum
(1994) dan Chan dan Lau (2000). Analisis lebih lanjut
dapat diuraikan bahwa orientasi nilai kolektivis akan
meningkatkan afek ekologikal konsumen. Chan dan Lau
(2000) beragumentasi bahwa orientasi nilai kealamiahan
manusia akan mengarahkan pada pengaruh yang positif
terhadap afek ekologikal sehingga dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi orientasi nilai kolektivis akan
dapat meningkatkan afek ekologikal konsumen.
Pada hipotesis 2, nilai C.R. untuk parameter
estimasi hubungan kausal antara orientasi nilai
kolektivis pada pengetahuan ekologikal adalah -0,196
atau C.R. d 1,645. Ini berarti tidak signifikan pada
tingkat signifikansi sebesar 5%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Ho yang menyatakan bahwa
orientasi nilai kolektivis tidak berpengaruh positif pada
pengetahuan ekologikal diterima, sebaliknya Ha yang
menyatakan bahwa orientasi nilai kolektivis
berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal
ditolak. Hal ini tidak konsisten dengan Chan dan Lau
(2000) yang menegaskan bahwa orientasi nilai
kealamiahan manusia berpengaruh positif pada
pengetahuan ekologikal. Analisis lebih lanjut dapat
diuraikan bahwa semakin tinggi orientasi nilai kolektivis
maka tidak akan berpengaruh pada pengetahuan
ekologikal konsumen. Tidak signifikannya hipotesis ini
kemungkinan karena tingkat kesadaran masyarakat di
negara berkembang relatif rendah terhadap isu-isu
lingkungan (Chan, 1999). Nilai budaya masyarakat
ternyata hanya berpengaruh pada afek ekologikal
namun tidak berpengaruh pada pengetahuan
ekologikalnya.
Pada hipotesis 3, nilai C.R. untuk parameter
estimasi hubungan kausal antara pengetahuan
ekologikal pada afek ekologikal adalah 1,532 atau C.R.
d 1,645. Ini berarti tidak signifikan pada tingkat
signifikansi sebesar 5% sehingga hasil penelitian ini
menunjukkan pengetahuan ekologikal tidak signifikan
berpengaruh pada afek ekologikal. Hal ini tidak
konsisten dengan Chan (2001) dan Chan dan Lau (2000)
yang menegaskan bahwa pengetahuan ekologikal
berpengaruh positif pada afek ekologikal. Analisis lebih
lanjut dapat diuraikan bahwa semakin tinggi
pengetahuan ekologikal tidak akan berpengaruh pada
afek ekologikal konsumen. Tidak signifikannya
hipotesis ini kemungkinan karena karakteristik
responden. Konsumen cenderung memilih setuju atau
sangat setuju ketika menghadapi pertanyaan mengenai
pengetahuan ekologikal walaupun tidak paham.
Pada hipotesis 4, nilai C.R. untuk parameter
estimasi hubungan kausal antara pengetahuan
ekologikal pada niat beli hijau adalah -0,419 atau C.R.
d 1,645. Ini berarti tidak signifikan pada tingkat
signifikansi sebesar 5%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Ho yang menyatakan bahwa
pengetahuan ekologikal tidak berpengaruh positif pada
niat beli hijau diterima, sebaliknya Ha yang menyatakan
bahwa pengetahuan ekologikal berpengaruh positif
pada niat beli hijau ditolak. Hal ini tidak konsisten
dengan Chan (1999) yang menegaskan bahwa
pengetahuan ekologikal berpengaruh positif pada niat
beli terhadap produk-produk ramah lingkungan.
Analisis lebih lanjut dapat diuraikan bahwa semakin
tinggi pengetahuan ekologikal tidak akan berpengaruh
pada niat beli hijau. Tidak signifikannya hipotesis ini
kemungkinan karena karakteristik responden.
Pada hipotesis 5, nilai C.R. untuk parameter
estimasi hubungan kausal antara afek ekologikal pada
niat beli hijau adalah 3,979 atau C.R. e 2,326. Ini
berarti signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 1%.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ho yang
menyatakan bahwa afek ekologikal tidak berpengaruh
positif pada niat beli hijau ditolak, sebaliknya Ha yang
menyatakan bahwa afek ekologikal berpengaruh positif
pada niat beli hijau diterima. Hal ini konsisten dengan
Chan (1999) dan Chan dan Lau (2000) yang menegaskan
bahwa afek ekologikal berpengaruh positif pada niat
pembelian produk yang ramah lingkungan. Analisis
lebih lanjut dapat diuraikan bahwa semakin tinggi afek
ekologikal, maka semakin tinggi niat beli hijau
konsumen. Ada konsistensi hubungan positif antara
afek ekologikal (rasa emosional konsumen terhadap
lingkungan) dan niat pembelian produk yang ramah
lingkungan (Chan, 1999; Chan & Lau, 2000) sehingga
dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih emosional
17
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
terhadap dampak sosial lingkungan daripada terhadap
pengetahuan lingkungan.
sehingga dapat disimpulkan bahwa model secara
keseluruhan dapat menjelaskan data yang
sesungguhnya mengenai pola hubungan antar
konstruk penelitian.
Berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan AMOS, maka hasil pengujian hipotesis
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5
hipotesis yang diajukan adalah diterima secara
signifikan. Dua hipotesis yang signifikan tersebut
adalah H
1
orientasi nilai kolektivis konsumen
berpengaruh positif pada afek ekologikal dan H
5
afek
ekologikal berpengaruh positif pada niat beli hijau.
Sedangkan 3 hipotesis yang tidak signifikan adalah H
2
orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh positif
pada pengetahuan ekologikal, H
3
pengetahuan
ekologikal berpengaruh positif pada afek ekologikal
konsumen, dan H
4
pengetahuan ekologikal konsumen
berpengaruh positif pada niat beli hijau. Tidak
diterimanya H
2
dikarenakan tingkat kesadaran
masyarakat di negara berkembang relatif rendah
terhadap isu-isu lingkungan (Chan, 1999). Nilai budaya
masyarakat ternyata hanya berpengaruh pada afek
ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan
ekologikal mereka. H
3
dan H
4
juga tidak signifikan karena
karakteristik responden. Konsumen cenderung memilih
setuju atau sangat setuju ketika menghadapi
Gambar6
Model Persamaan Struktural Akhir
Setelah melakukan analisis Stuctural Equation
Modeling, model penelitian yang diajukan mengalami
perubahan. Orientasi nilai kolektivis tidak signifikan
berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal,
pengetahuan ekologikal tidak signifikan berpengaruh
positif pada afek ekologikal, dan pengetahuan
ekologikal tidak signifikan berpengaruh positif pada
niat beli hijau. Sedangkan 2 hipotesis yang lain dari 5
hipotesis yang diajukan dinyatakan signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji model yang
menggambarkan hubungan antara orientasi nilai
kolektivis, pengetahuan ekologikal, afek ekologikal, dan
niat beli kosmetik hijau di Yogyakarta. Jumlah
keseluruhan variabel dalam penelitian ini adalah 4
variabel, yang terdiri dari satu variabel independen
yaitu orientasi nilai kolektivis; 2 variabel mediasi yaitu
pengetahuan ekologikal dan afek ekologikal; serta 1
variabel dependen yaitu niat beli hijau. Model struktural
diterima sebagai model penelitian karena menunjukkan
indeks goodness-of-fit yang memenuhi persyaratan
berdasarkan cut-off-value yang direkomendasikan
3,979*
2,379*
-0,196
1,532
0,419
afek
ekologikal
orientasi nilai
kolektivis
niat beli hijau
pengetahuan
ekologikal




18
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
pertanyaan mengenai pengetahuan ekologikal
walaupun tidak memahami pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Hal itu menjadi tidak merepresentasikan
tingkat pengetahuan ekologikal responden yang
sebenarnya.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai
berikut, yaitu 1) penelitian ini hanya menggunakan
pengunjung Plaza Ambarukmo sebagai subyek
penelitian sehingga tidak dapat mewakili populasi
secara umum. Di samping itu, penelitian ini tidak
memperhatikan perbedaan individu seperti jender,
tingkat pendapatan, perbedaan jenis pekerjaan atau
jenis pendidikan, dan area domisili; 2) penelitian ini
hanya dapat memberikan penjelasan untuk produk
kosmetik hijau saja, padahal produk ramah lingkungan
saat ini telah banyak diproduksi oleh produsen, seperti
bahan pangan organik, deterjen yang ramah
lingkungan, dan yang lainnya.
Implikasi Manajerial
Penelitian ini memiliki manfaat bagi pengembangan
strategi pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masyarakat lebih emosional terhadap dampak
sosial lingkungan daripada terhadap pengetahuan
lingkungan. Pemasar produk kosmetik hijau dapat
menyusun strategi yang efektif untuk menciptakan niat
beli hijau dengan pendekatan afektif atau emosional.
Pemasar hendaknya memformulasikan strategi promosi
baik above atau below the line. Hal tersebut perlu
dilakukan karena di Indonesia sendiri, produk hijau
belum begitu dikenal oleh konsumen. Pemasar juga
sebaiknya memperluas cakupan distribusi dengan cara
memasarkan produk kosmetik hijau di salon kecantikan
serta menggunakan saluran pemasaran katalog pos dan
internet. Penawaran produk kosmetik hijau di Indone-
sia masih relatif rendah. Oleh karena itu, perlu adanya
sertifikasi dari lembaga yang telah terakreditasi bagi
produk kosmetik hijau. Sertifikasi merupakan isu kunci
yang terpenting dan aspek inilah yang sangat
diperlukan oleh produsen produk ramah lingkungan
saat ini karena tingginya tuntutan konsumen akan
adanya jaminan bahwa produk yang akan dibeli adalah
benar-benar ramah lingkungan. Undang-undang
Perlindungan sebaiknya dibuat sedemikian rupa untuk
menghindari klaim ramah lingkungan yang tidak
didasarkan pada data teknis ilmiah sehingga klaim
produk hijau tidak menyesatkan konsumen. Dengan
demikian, komitmen perilaku berwawasan lingkungan
bukan hanya tanggung jawab perusahaan namun lebih
pada stakeholder secara keseluruhan.
Saran
Berdasarkan simpulan penelitian, maka saran peneliti
adalah 1) penelitian selanjutnya dapat memperluas
kelompok dan kriteria subyek penelitian; 2)
mengembangkan model penelitian perilaku konsumen
yang berwawasan lingkungan dengan keunikan latar
dalam pemilihan obyek penelitian yang berbeda; dan
3) memasukkan variabel-variabel demografi yang dapat
mengungkap fenomena tentang perilaku konsumen
yang berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianti, T. Nadya. 2008. Analisis Perilaku Konsumen
Kota Bogor terhadap Produk Kosmetika Hijau,
Tesis Program Pascasarjana Manajemen dan
Bisnis IPB (tidak dipublikasikan).
Assael, Henry. 1998. Consumer Behavior and Mar-
keting Action, 6
th
ed. Cincinnati, Ohio: South
Western College Publishing.
Boulding, William; Kalra, Ajay; Staelin, Richard; and
Zeithaml A. Valarie. 1993. A Dynamic Process
Model of Service Quality, Journal of Market-
ing Research, Vol. 30, No. 1, p.7-27.
Chan, T.S. 1996. Concerns for Environmental Issues
and Consumer Purchase Preferences: A Two-
Country Study, Journal of International Con-
sumer Marketing, Vol. 9, No. 1, p. 43-55.
Chan, Ricky Y.K. 1999. Environmental Attitudes and
Behavior of Consumers in China: Survey Find-
ings and Implications, Journal of International
Consumer Marketing, Vol. 11, No. 4, p. 25-52.
19
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Chan, Ricky Y.K. and Lorett B. Y. Lau. 2000. Anteced-
ents of Green Purchases: A Survey in China,
Journal of Consumer Marketing, Vol. 17 No. 4,
pp.338-357.
Chan, Ricky Y.K. 2001. Determinants of Chinese Con-
sumers Green Purchase Behavior, Psychology
& Marketing, Vol. 8, No. 4, April, pp. 389-413.
Cukur, Cem Safak, Maria Rosario T. De Guzman and
Gustavo Carlo. 2004. Religiosity, Values, and
Horizontal and Vertical Individualism- Collec-
tivism: A Study of Turkey, the United States
and the Philippines, The Journal of Social
Psychology, Vol. 144, No. 6, December, pp. 613-
239.
Dharmmesta, S. Basu. 1993. Perilaku Belanja
Konsumen Era 90an dan Strategi Pemasaran,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Septem-
ber, h.29-40.
Dharmmesta, S. Basu. 1997. Pergeseran Paradigma
Dalam Pemasaran: Tinjauan Manajerial dan
Perilaku Konsumen, Kelola, No. 15/VI, hal. 12-
23.
Dharmmesta, S. Basu. 1999a. Loyalitas Pelanggan:
Sebuah Kajian Konseptual sebagai Panduan
Bagi Peneliti, Jurnal Ekonomi dan Bisnis In-
donesia, Vol. 14, No. 3, h. 73-88.
Dharmmesta, S. Basu. 1999b. Riset Konsumen dalam
Pengembangan Teori Perilaku Konsumen dan
Masa Depannya, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 14, No. 1, h. 60-70.
Follows, Scott B. and David Jobber. 2000. Environ-
mentally responsible purchase behaviour: a test
of a consumer model, European Journal of
Marketing, Vol. 34, No. 5/6, pp.723-746.
Fotopoulos, Christos and Athanasios Krystallis. 2002a.
Purchasing motives and profile of the Greek
organic consumer: a countrywide survey, Brit-
ish Food Journal, Vol. 104, No. 9, pp.730-765.
Fotopoulos, Christos and Athanasios Krystallis. 2002b.
Organic product avoidance, Reasons for re-
jection and potential buyers identification in a
countrywide survey, British Food Journal,
Vol. 104, No. 3/4/5, pp.233- 260.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analsis Multivariate
dengan Program SPSS, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, F. Joseph Jr.; Anderson, E. Rolph; Tatham, L.
Ronald and Black, C. William. 1998. Multivari-
ate Data Analysis, 5
th
ed. Upper Saddle River,
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Hofstede, Geert and Gert Jan Hofstede. 2005. Cultures
and Organizations, 2
nd
ed. New York: McGraw-
Hill.
Homer, Pamela M. and Lynn R. Kahle. 1988. A Struc-
tural Equation Test of the Value-Attitude-
Behaviour Hierarchy, Journal of Personality
and Social Psychology, Vol. 54, No. 4, pp. 638-
646.
Hutomo, D. Suzy. 2006. This is The Body Shop, Pub-
lished Online in (http://www.menlh.go.id/
s e r bas e r bi / c s r / Thi s %20i s %20TBS-
%20speech%20-%20Suzy%20Hutomo%20-
%2023%20Aug%2006.pdf)
Jiuan, T.S., Jochen Wirtz, Kwon Jung and Kau Ah Keng.
2001. Singaporeans Attitudes towards work,
pecuniary adherence, materialism, feminism,
environmental consciousness, and media cred-
ibility, Singapore Management Review, 23, 1,
pp. 59-86.
Johri, Lalit M. and Kanokthip Sahasakmontri. 1998.
Green Marketing of cosmetics and toiletries in
Thailand, The Journal of Consumer Market-
ing, Vol. 15 No. 3, pp. 265-281.
Junaedi, Shellyana. 2006. Pengaruh Orientasi Nilai, Afek
dan Pengetahuan Ekologikal pada Komitmen
Pembelian Produk yang Berwawasan
Lingkungan: Studi Perilaku Konsumen Pangan
20
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Organik, Disertasi Sekolah Pascasarjana UGM
Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Kalafatis, Stavros P., Michael Pollard, Robert East and
Markos H. Tsogas. 1999. Green Marketing and
Ajzens Theory of Planned Behaviour: A Cross-
market Examination, Journal of Consumer
Marketing, Vol. 16 No. 5, pp.441-460.
Kotler, Philip and Keller, L. Kevin. 2006. Marketing
Management, 12
th
ed. Upper Saddle River, N.J.:
Pearson Education, Inc.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis
dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga.
Laroche, Michel, Jasmin Bergeron and Guido Barbaro-
Forleo. 2001. Targeting Consumers Who are
Willing to Pay More for Environmentally
Friendly Products, Journal of Consumer Mar-
keting, Vol. 18, No. 6, pp. 503-520.
Martin, Bridget and Antonis C. Simintiras. 1995. The
impact of green product lines on the environ-
ment: does what they know affect how they
fell?, Marketing Intelligence & Planning Vol.
13 No. 4, pp. 16-23.
Mowen, John C. and Michael Minor. 1998. Consumer
Behavior, 4
th
ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Peattie, Ken. 1995. Environmental Marketing Man-
agement, Meeting the Green Challenge, Pit-
man Publishing.
Peter, J. Paul and Jerry C. Olson. 2005. Consumer Be-
havior and Marketing Strategy, 7
th
ed. New
York: McGraw-Hill Book Company.
Purwani, Khusniyah dan Dharmmesta, S. Basu. 2002.
Perilaku Beralih Merek Konsumen dalam
Pembelian Produk Otomotif, Jurnal Bisnis
dan Ekonomi Indonesia, Vol. 17, No. 3, h. 288-
303.
Sagy, Shifra, Emda Orr and Dan Bar-On. 1999. Indi-
vidualism and Collectivism in Israeli Society:
Comparing Religious and Secular High-School
Students, Human Relation, Vol. 52, No. 3,
Maret, pp. 327-348.
Schifman , Leon G. and Leslie Lazar Kanuk 2004. Con-
sumer Behavior, 8
th
ed. Prentice Hall, Inc.
Schlegelmilch, Bodo B. Greg M. Bohlen and Adamantios
Diamantopoulos. 1996. The Link Between
Green Purchasing Decisions and Measures of
Environmental Consciousness, European
Journal of Marketing, Vol. 30 no. 5, pp.35-55.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business:
A Skill Building Approach, 4
th
ed. New York:
John Willey & Sons, Inc.
Vlosky, Richard P., Lucie K. Ozanne and Renee J.
Fontenot. 1999. A conceptual model of US
consumer willingness-to-pay for environmen-
tally certified wood products, Journal of Con-
sumer Marketing, Vol. 16, No. 2, pp. 122- 136.
21
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010
Hal. 21-29
ABSTRACT
With regard to the importance of the rate of interest
and inflation in economy, this research aim at develop-
ing Vector Autoregressive model by using high-fre-
quency data of interest rate and inflation in Indonesia.
Granger Causality Test is used to test causality rela-
tionship between interest rate and inflation. The stud-
ied period is January, 2005 August, 2009. The results
show that in Indonesias economy, the rate of interest
is the cause of inflation and vice versa. The best VAR
model based on this research is four lag length.
Keywords: VAR Model, Interest Rate, Inflation
PENDAHULUAN
Laju inflasi dan tingkat bunga merupakan dua indikator
ekonomi makro yang penting dalam perekonomian.
Tingkat bunga merupakan indikator ekonomi di pasar
barang-barang konsumsi, sedangkan laju inflasi
merupakan indikator ekomomi di pasar modal. Laju
inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga-harga
secara umum dan terus-menerus (Boediono, 1982). Laju
inflasi merupakan variabel penting karena laju inflasi
yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap
kesejahteraan sebagian masyarakat karena merugikan
konsumen yang memiliki penghasilan tetap. Dengan
inflasi (kenaikan harga), penghasilan riilnya akan turun
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI
DAN TINGKAT BUNGA DI INDONESIA
Algifari
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta
Jalan Seturan Yogyakarta 55281
Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155
E-mail: fari.algi@gmail.com
sehingga kemampuannya memenuhi kebutuhan hidup
(daya beli) juga akan berkurang. Bank sentral selalu
berusaha agar laju inflasi pada level yang rendah dan
stabil. Dengan laju inflasi yang rendah dan stabil akan
dapat meminimalisir dampak buruk kenaikan harga bagi
kesejahteraan masyarakat dan sekaligus dapat
memudahkan perusahaan untuk membuat perencanaan
bisnis.
Kenaikan harga-harga (inflasi) dapat terjadi
melalui dua sebab, yaitu kenaikan biaya (cost push)
dan kenaikan permintaan (demand pull) (Setyowati dkk,
2002). Kenaikan harga bahan bakar minyak dan kenaikan
tarif listrik merupakan contoh peristiwa yang dapat
menaikkan biaya produksi. Untuk mempertahankan
tingkat keuntungan yang diharapkan, pengusaha akan
menaikkan harga. Kenaikan permintaan terhadap
barang dan jasa dalam perekonomian dapat terjadi,
misalnya adanya kenaikan gaji pegawai negeri.
Kenaikan gaji dapat meningkatkan daya beli
masyarakat. Jika penawaran barang tidak dapat seketika
mengimbangi kenaikan permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa, maka harga-harga akan naik.
Setiap negara memiliki kebijakan (cara) untuk
mengendalikan laju inflasi. Keberhasilan kebijakan yang
dipilih oleh suatu negara dalam rangka mengendalikan
laju inflasi tidak otomatis akan berhasil jika diterapkan
di negara lain. Demikian juga halnya dengan perbedaan
waktu dan kondisi perekonomian. Kebijakan
pengendalian laju inflasi tidak selalu berhasil pada
waktu dan atau kondisi ekonomi yang berbeda.
Pengendalian laju inflasi di Indonesia saat ini dilakukan
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
22
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
dengan menggunakan inflation targeting framework
(ITF). Laju inflasi pada tahun tertentu ditentukan oleh
pemerintah bersama dengan Bank Indonesia sebagai
target laju inflasi pada tahun tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar ada kepastian bagi pengusaha
maupun masyarakat sebagai konsumen untuk
menghindari risiko akibat dari kenaikan harga-harga
(inflasi).
Tugas utama Bank Indonesia adalah menjamin
stabilitas harga (inflasi yang terkendali). Untuk
mengendalikan harga-harga, Bank Indonesia dapat
melaksanakan kebijakan moneter melalui berbagai
instrumen, di antaranya melalui tingkat bunga. Ketika
laju inflasi bergerak cenderung melebihi target inflasi,
Bank Indonesia menaikan tingkat bunga Sertifikan Bank
Indonesia (SBI). Bank Indonesia tidak mungkin secara
mandiri mampu menciptakan stabilitas harga.
Pemerintah juga perlu memiliki komitmen yang kuat
untuk mengendalikan harga. Pemerintah memiliki
kemampuan dalam mengendalikan harga-harga melalui
kebijakan fiskal. Instrumen kebijakan fiskal yang dapat
digunakan oleh pemerintah adalah pajak dan belanja
pemerintah. Ketika harga-harga cenderung meningkat,
pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga
tersebut dengan menaikan pajak atau dapat juga dengan
cara mengurangi belanja pemerintah.
Tingkat bunga adalah variabel ekonomi makro
yang paling penting di antara variabel-variabel ekonomi
makro. Tingkat bunga merupakan harga yang
menghubungkan antara masa kini dan masa depan
(Mankew, 2007). Tingkat bunga juga merupakan
variabel penghubung antara pasar barang (sektor riil)
dan pasar uang (sektor moneter). Pada pasar barang,
tingkat bunga berpengaruh terhadap investasi
perusahaan. Tingkat bunga merupakan biaya meminjam
uang. Tingkat bunga yang tinggi berarti biaya meminjam
uang tinggi. Jika biaya meminjam uang tinggi berakibat
menurunnya minat perusahaan meminjam uang untuk
kegiatan investasi. Dengan kata lain, jika tingkat bunga
tinggi, maka investasi yang terjadi dalam perekonomian
rendah. Sedangkan pada pasar uang, tingkat bunga
berpengaruh terhadap permintaan uang kas oleh
masyarakat. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan
permintaan uang kas rendah, sebaliknya tingkat bunga
yang rendah menyebabkan permintaan uang kas oleh
masyarakat tinggi.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
laju inflasi dan tingkat bunga merupakan variabel yang
penting dalam perekonomian. Apakah laju inflasi dan
tingkat bunga memiliki hubungan kausalitas? Jika
kedua variabel tersebut memiliki hubungan kausalitas,
apakah laju inflasi menyebabkan tingkat bunga? Atau
tingkat bunga menyebabkan laju inflasi? Penelitian ini
bertujuan menemukan model Vector Autoregressive
(VAR) laju inflasi dan tingkat bunga di Indonesia. Model
VAR laju inflasi dan tingkat bunga yang diperoleh dari
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah
satu alat untuk membuat ramalan tentang tingkat bunga
dan laju inflasi di Indonesia.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Sampai saat ini masih sering muncul pertanyaan tentang
hubungan pengaruh antara laju inflasi dan tingkat
bunga. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah
laju inflasi menentukan tingkat bunga? Atau tingkat
bunga yang menentukan laju inflasi? Dalam logika
ekonomi dapat dijelaskan bahwa tingkat bunga akan
menentukan laju inflasi. Tingkat bunga yang relatif
rendah dapat mendorong investasi, Kenaikan investasi
akan meningkatkan permintaan dalam perekonomian
dan pada akhirnya akan meningkatkan harga-harga
(inflasi). Pengaruh tingkat bunga terhadap inflasi juga
dapat terjadi melalui proses kenaikan biaya produksi.
Bagi perusahaan, tingkat bunga merupakan biaya modal
(meminjam uang). Modal adalah salah satu dari faktor
produksi dalam suatu proses produksi. Jika harga faktor
produksi naik, berarti biaya produksi akan naik. Untuk
mempertahankan tingkat keuntungan tertentu
perusahaan akan menaikkan harga.
Hubungan antara laju inflasi dan tingkat dapat
juga dijelaskan dari sisi lain, yakni laju inflasi akan
berpengaruh terhadap suku bunga. Laju inflasi yang
relatif tinggi mendorong bank sentral mengambil
kebijakan moneter untuk mengantisipasi inflasi tinggi
tersebut. Salah satu instumen kebijakan moneter dalam
mengendalikan laju inflasi adalah tingkat bunga (re-
discount policy). Jadi dalam konteks ini laju inflasi
menentukan tingkat bunga.
Persamaan Fisher dapat pula digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara tingkat bunga
dengan laju inflasi. Tingkat bunga yang diperoleh dari
mendepositokan uang di bank merupakan pendapatan
23
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
yang diperoleh pemilik uang. Namun demikian, tingkat
bunga yang dihasilkan dari deposito tersebut tidaklah
menggambarkan kenaikan nilai uang yang
sesungguhnya, karena dalam masa periode deposito
terjadi perubahan harga. Misalnya dalam masa periode
deposito terjadi kenaikan harga (inflasi), maka
sebenarnya kenaikan nilai uang yang didepositokan
adalah sebesar tingkat bunga dikurangi laju inflasi. Jadi
misalnya tingkat bunga deposito sebesar 8% per tahun
dan laju inflasi sebesar 5% per tahun, maka kenaikan
nilai uang yang didepositokan hanya sebesar 3% per
tahun. Tingkat bunga nominal yang sudah dikurangi
laju inflasi adalah tingkat bunga riil. Jika tingkat bunga
nominal diberi simbol i, tingkat bunga riil diberi simbol
r, dan laju inflasi diberi simbol p, maka persamaan Fisher
adalah i = r + p. Berdasarkan persamaan Fisher ini dapat
dilihat hubungan antara tingkat bunga dengan laju
inflasi, yaitu kenaikan harga (inflasi) dapat menaikkan
tingkat bunga. Pengaruh inflasi terhadap tingkat bunga
dapat pula dijelaskan dengan efek Fisher yang
menyatakan bahwa kenaikan 1% laju inflasi
menyebabkan kenaikan 1% tingkat bunga nominal
(Mankew, 2009).
Hubungan antara laju inflasi dengan tingkat
bunga juga diperoleh dari berbagai hasil penelitian
empiris. Data perekonomian Amerika dalam rentang
waktu tahun 1954 hingga tahun 2005 menunjukkan
hubungan yang searah antara laju inflasi dengan
tingkat bunga. Artinya laju inflasi (diukur dari indeks
harga konsumen) yang tinggi mengarah pada tingkat
bunga (menggunakan tingkat bunga deposito tiga
bulanan) yang tinggi. Penelitian lain menggunakan data
tingkat bunga dan laju inflasi rata-rata di 77 negara
selama periode 1996-2004. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut diperoleh simpulan adanya korelasi positif
antara laju inflasi dengan tingkat bunga (Mankew,
2009).
Penelitian tentang hubungan kausalitas antara
laju infasi dan tingkat bunga dilakukan oleh Almelia
dan Utomo (2006). Dalam penelitian tersebut dilakukan
analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat suku bunga deposito berjangka bank umum di
Indonesia. Salah satu faktor yang diduga berpengaruh
terhadap tingkat bunga deposito berjangka bank umum
adalah laju inflasi. Data yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah data laju inflasi dan tingkat
suku bunga triwulanan tahun 1999 sampai dengan tahun
2003. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat
inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
bunga deposito berjangka bank umum di Indonesia.
Ernawati dan Llewlyn (2002) melakukan
penelitian tentang hubungan kausalitas antara tingkat
bunga dengan laju inflasi di Indonesia. Data yang
digunakan adalah tingkat bunga nominal dan laju inflasi
tahun 1995 sampai dengan tahun 2001. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang searah dan
signifikan antara laju inflasi dengan tingkat bunga.
Purnomo (2004) melakukan penelitian tentang
hubungan kausalitas antara tingkat bunga dengan laju
inflasi di Indonesia. Penelitian tersebut berhasil
membuktikan bahwa tingkat bunga berpengaruh
terhadap laju inflasi, namun gagal membuktikan laju
inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga.
Gul dan Ekinci (2006) melakukan penelitian
bertujuan menguji hubungan kausalitas antara laju
inflasi dengan tingkat bunga pada perekonomian Turki.
Penelitian tersebut menggunakan tingkat bunga nomi-
nal bulanan dari Bank Sentral Turki dan laju inflasi
bulanan dalam periode Januari 1984 sampai dengan
Desember 2003. Hasil penelitian membuktikan adanya
hubungan searah antara laju inflasi dengan tingkat
bunga. Berdasar hasil penelitian tersebut tingkat bunga
menyebabkan laju inflasi, namun laju inflasi tidak
mengebabkan tingkat bunga. Hasil penelitian ini sama
dengan hasil penelitian oleh Nezhad dan Zarea (2007)
pada perekonomian Iran yang menggunakan data laju
inflasi dan tingkat bunga pada periode 1959-2002.
Pengujian terhadap hubungan kausalitas antara laju
inflasi dan tingkat bunga menggunakan Uji Kausalitas
Granger Toda-Yamamoto dan pendekatan
Autoregressive Distributed Lag (ARDL approach).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
pengaruh tingkat bunga terhadap laju inflasi, namun
tidak sebaliknya.
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membuat model hubungan antara laju inflasi
dengan tingkat bunga, tanpa diawali dengan
argumentasi variabel mana yang merupakan variabel
dependen (dipengaruhi) dan variabel mana yang
merupakan variabel independen (mempengaruhi).
Model yang digunakan untuk menggambarkan
hubungan antara laju inflasi dengan tingkat bungan
adalah model vector autoregressive (VAR). Jika laju
inflasi diberi simbol P dan tingkat bunga diberi simbol
24
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
R, maka model VAR antara kedua variabel tersebut
adalah sebagai berikut:
P
t
adalah laju inflasi pada periode t dan P
t-j
merupakan
laju inflasi pada periode sebelumnya. R
t
adalah tingkat
bunga pada periode t dan R
t-j
merupakan tingkat bunga
pada periode sebelumnya. merupakan stochastic er-
ror terms atau di dalam istilah model VAR disebut
impuls, inovasi, atau shok (Gujarati, 2003).
Sebelum melakukan pencarian model VAR antara
laju inflasi dan tingkat bunga terlebih dahulu dilakukan
pengujian stasioneritas data. Karena salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi dalam model VAR
adalah bahwa data yang diamati harus stasioner. Untuk
menguji stasioneritas data digunakan Uji Augmented
Dickey-Fuller (Uji ADF). Formulasi umum Uji ADF
adalah sebagai berikut:
Y
t
adalah bariabel yang diamati pada periode t, Y
t-1
adalah nilai variabel Y pada satu periode sebelumnya.
b
1
adalah konstanta, b
2
adalah koefisien tren, a
i
adalah
koefisien variabel lag Y, m adalah panjangnya lag, dan
e
t
adalah white noise error terms. Hipotesis nol
menyatakan bahwa d = 0, artinya Y
t
memiliki unit root.
Jika data suatu variabel memiliki unit root, maka dapat
disimpulkan bahwa data variabel tersebut tidak
stasioner.
Persyaratan berikutnya untuk membangun
modal VAR adalah variabel yang diamati memiliki
hubungan kausalitas. Untuk menguji hubungan
kausalitas antara Y dan X dimulai dari hipotesis nol
yang menyatakan bahwa X tidak menyebabkan Y. Nilai
uji F dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai
berikut:
SSE penuh diperoleh dari hasil regresi Y
t
= Sa
i
Y
t-1
+Sb
i
X
t-
i
+ e
t
. SSE terbatas diperoleh dari hasil regresi Y
t
= Sa
i
Y
t-
1
+ e
t
. N adalah banyaknya observasi, k banyaknya
parameter pada regresi penuh, dan q banyaknya pa-
rameter pada regresi terbatas. Jika hasil pengujian
menolak hipotesis nol, maka dapat disimpulkan bahwa
X menyebabkan Y.
Penelitian ini menggunakan data tingkat bunga
Sertifikat Bank Indonesia 3 bulanan dan laju inflasi
bulanan dari Januari 2005 sampai dengan Agustus 2009.
Laju inflasi dihitung dari persentase perubahan Indeks
Harga Konsumen Indonesia. Data penelitian ini
diperoleh dari Laporan Bank Indonesia, Statistik Indo-
nesia, dan berbagai sumber lain untuk melengkapi data
yang dibutuhkan.
HASIL PENELITIAN
Penggunaan model VAR untuk memperoleh model
peramalan membutuhkan beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dari variabel yang diamati, yaitu 1) setiap
variabel yang diamati harus stasioner dan 2)
antarvariabel yang diamati harus memiliki hubungan
kausal. Dengan demikian, sebelum membentuk model
VAR antara tingkat bunga dengan laju inflasi, maka
terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap
stasioneritas data laju inflasi dan tingkat bunga dalam
periode waktu pengamatan dan juga dilakukan
pengujian terhadap hubungan kausalitas antara laju
inflasi dan tingkat bunga.
Pengujian terhadap stasioneritas data laju inflasi
dan tingkat bunga selama periode pengamatan
menggunakan Uji Augmented Dickey-Fuller (Uji ADF).
Pada Uji ADF, rumusan hipotesis nol menyatakan
bahwa variabel yang diamati memiliki unit root yang
berarti variabel tersebut tidak stasioner. Hipotesis nol
akan ditolak jika nilai statistik Uji ADF lebih besar
daripada nilai kritisnya. Keputusan menolak hipotesis
nol dalam Uji ADF menunjukkan bahwa variabel yang
diamati tidak memiliki unit root yang berarti tersebut
stasioner.
Hasil pengolahan data untuk variabel laju inflasi
dan tingkat bunga menggunakan program aplikasi
statistik EViews seperti yang terdapat pada Tabel 1
berikut ini:
25
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Hasil pengujian stasioneritas laju inflasi menunjukkan
bahwa hipotesis nol yang menyatakan laju inflasi
memiliki unit root ditolak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
tes statistik ADF = -2,521031 yang lebih besar dari pada
nilai kritis pada tingkat signifikansi 5%, yaitu -1,947119.
Demikian juga dengan nilai Prob. = 0,0126 lebih kecil
daripada tingkat signifikansi yang digunakan, yaitu 5%.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa laju inflasi
dalam periode pengamatan berfifat stasioner. Hasil
pengujian stasioneritas tingkat bunga menunjukkan
bahwa hipotesis nol yang menyatakan tingkat bunga
memiliki unit root ditolak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
tes statistik ADF = -2,236961 yang lebih besar daripada
nilai kritis pada tingkat signifikansi 5%, yaitu -1,946996.
Demikian juga dengan nilai Prob. = 0,0188 yang lebih
kecil daripada tingkat signifikansi yang digunakan,
yaitu 5%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
tingkat bunga dalam periode pengamatan bersifat
stasioner.
Pengujian berikutnya yang harus dilakukan
sebelum membentuk model VAR antara laju inflasi dan
tingkat bunga adalah menguji hubungan kausalitas
antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Pengujian
dilakukan menggunakan Uji Kausalitas Granger, di
mana rumusan hipotesis nol menyatakan bahwa
variabel satu tidak berpengaruh terhadap variabel
lainnya. Hasil pengujian akan menolak hipotesis nol
jika nilai probability lebih kecil daripada tingkat
signifikansi yang digunakan.
Pengolahan data dilakukan menggunakan pro-
gram aplikasi statististik EViews. Penggunaan
kelambanan (lag) di mulai dari lag = 2. Hasil perhitungan
menggunakan EViews ditunjukkan pada Tabel 2 berikut
ini:
Tabel 2
Uji Kausalitas Granger Lag 2
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan
tingkat signifikansi 5%, hipotesis nol yang menyatakan
bahwa tingkat bunga (R) tidak berpengaruh terhadap
laju inflasi (P) diterima, karena nilai probability lebih
besar daripada tingkat signifikansi 5%. Ini berarti pada
tingat signifikansi 5% tingkat bunga tidak berpengaruh
terhadap laju inflasi. Sedangkan hipotesis nol yang
menyatakan bahwa laju inflasi berpengaruh terhadap
tingkat bunga ditolak pada tingkat signifikansi 1%,
karena nilai probability = 0,00134 lebih kecil daripada
tingkat sihnifikasi yang digunakan, yaitu 1%. Ini berarti
laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga.
Pada model VAR mensyaratkan bahwa
antarvariabel yang diamati memiliki hubungan
kausalitas. Untuk tujuan itu penggunakan kelambanan
dinaikan menjadi 3, hasil perhitungan menggunakan
EViews seperti pada Tabel 3 berikut ini:
Variabel Laju Inflasi:
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey_Fuller test statistic -2.521031 0.0126
Test critical value: 1% level -2.609324
5% level -1.947119
10% level -1.612867

Variabel Tingkat Bunga
Augmented Dickey_Fuller test statistic -2.363961 0.0188
Test critical value: 1% level -2.608490
5% level -1.946996
10% level -1.612934
Tabel 1
Uji Unit Root
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 54 2.22563 0.11880
P does not Granger Cause R 7.59246 0.00134
26
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
Tabel 3
Uji Kausalitas Granger Lag 3
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 53 5.43993 0.00275
P does not Granger Cause R 7.95725 0.00022
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada tingkat
signifikansi 5%, hipotesis nol yang menyatakan bahwa
tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap laju inflasi
ditolak. Dengan demikian, tingkat bunga berpengaruh
terhadap laju inflasi. Hipotesis nol yang menyatakan
bahwa laju inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat
bunga ditolak. Ini berarti pada tingkat signifikansi 5%
dapat disimpulkan laju inflasi berpengaruh terhadap
tingkat bunga.
Pengujian hubungan kausalitas Granger dengan
kelambanan (lag) = 3 menunjukkan adanya hubungan
kausalitas antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Pada
bagian awal telah dinyatakan bahwa tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk membuat model VAR antara
laju inflasi dengan tingkat bunga. Model tersebut
diharapkan dapat digunakan untuk membuat ramalan.
Tentu saja model peramalan yang diperoleh diharapkan
merupakan model VAR yang paling baik. Oleh karena
itu, perlu dilakukan indentifikasi terhadap beberapa
kemungkinan kelambanan (lag) yang dapat digunakan.
Untuk tujuan itu dilakukan uji hubungan kausalitas
Granger dengan tingkat kelambanan yang lebih tinggi
daripada yang sudah digunakan sebelumnya, yaitu 3.
Uji hubungan kausalitas Granger dengan tingkat
kelambanan 4 dan 5 diperoleh hasil pemrosesan data
seperti pada Tabel 4 dan Tabel 5 berikut ini:
Tabel 4
Uji Kausalitas Granger Lag 4
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 52 8.07048 6.0E-05
P does not Granger Cause R 5.93176 0.00068
Tabel 5
Uji Kausalitas Granger Lag 5
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 51 6.04927 0.00029
P does not Granger Cause R 5.67069 0.00048
Keputusan pada pengujian menggunakan tingkat
kelambanan (lag) = 4 dan tingkat kelambanan (lag) = 5
adalah menolak hipotesis nol pada tingkat signifikasi
1%. Hal ini menunjukkan adanya hubungan kausalitas
antara laju inflasi dan tingkat bunga pada kedua tingkat
kelambanan tersebut.
PEMBAHASAN
Berdasar hasil pengujian hubungan kausalitas Granger,
tingkat kelambanan yang menunjukkan hubungan
kausalitas antara variabel tingkat bunga dan laju inflasi
adalah lag 3, lag 4, dan lag 5. Berarti model VAR antara
laju inflasi dan tingkat bunga dapat dibuat
menggunakan kelambanan 3, 4, dan 5. Untuk memilih
mana model VAR yang terbaik untuk melakukan
peramalan dapat dilihat dari Adjusted R-squared,
Akaike Criterion (AIC), dan Schwarz Criterion (SC).
Model VAR yang baik adalah model VAR dengan Ad-
justed R-square yang paling tinggi. Jika menggunakan
AIC dan SC, model VAR yang baik adalah model VAR
yang memiliki SIC dan SC yang rendah.
Hasil perhitungan Adjusted R square, AIC, dan
SC pada model VAR antara laju inflasi (P) dan tingkat
bunga (R) menggunakan kelambanan atau lag = 3, lag
= 4, dan lag = 5 seperti pada Tabel 6 berikut berikut ini:
Tabel 6
Adjusted R-squared, AIC, dan SC
Ukuran Lag = 3 Lag = 3 Lag = 3
Adjusted R-square 0,1986 0,3542 0,3240
AIC 3,1563 2,9916 3,0858
AC 3,4174 3,3293 3,5025
Berdasar hasil perhitungan modal VAR dengan lag 3
memiliki nilai Adjusted R-square = 0,1986. Model VAR
dengan lag 4 memiliki nilai Adjusted R-square = 0,3542
lebih tinggi daripada model VAR dengan lag 3.
27
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Perbandingan model VAR dengan lag 3 dan dengan
lag 4 berdasarkan nilai IAC dan SC juga terlihat bahwa
pada model VAR lag 3 besarnya nilai AIC = 3,1563 dan
SC = 3,4174 lebih tinggi daripada nilai IAC dan nilai SC
pada model VAR lag 4, yaitu AIC = 2,9916 dan SC =
3,3293. Berdasar perbandingan ukuran Adjusted R-
square, IAC, dan SC tersebut dapat disimpulkan model
VAR dengan lag 4 lebih baik daripada model VAR
dengan lag 3.
Sekarang model VAR dengan lag 4
dibandingkan dengan model VAR dengan lag 5.
Berdasar hasil perhitungan modal VAR dengan lag 4
memiliki nilai Adjusted R-square = 0,3542. Model VAR
dengan lag 5 memiliki nilai Adjusted R-square = 0,3240
lebih rendah daripada model VAR dengan lag 4.
Perbandingan model VAR dengan lag 4 dan dengan
lag 5 berdasarkan nilai IAC dan SC juga terlihat bahwa
pada model VAR lag 4 besarnya nilai AIC = 2,9916 dan
SC = 3,3293 lebih kecil daripada nilai IAC dan nilai SC
pada model VAR lag 5, yaitu AIC = 3,0858 dan SC =
3,5025. Berdasarkan perbandingan ukuran Adjusted R-
square, IAC, dan SC tersebut dapat disimpulkan model
VAR dengan lag 4 lebih baik daripada model VAR
dengan lag 5. Nilai t- statistik pada model VAR dengan
lag 4 lebih banyak yang signifikan dibandingkan
dengan model VAR dengan lag 3 dan dengan lag 5.
Berdasarkan perbandingan signifikansi dari koesifien
regresi pada masing-masing model maka dapat
disimpulkan model VAR dengan lag 4 lebih baik daripada
model VAR dengan lag 3 dan model VAR dengan lag 5.
Persamaan regresi estimasi model VAR dengan lag 4
berdasarkan hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
P = 0.2709*P(-1) - 0.3827*P(-2) - 0.2443*P(-3) +
0.0403*P(-4) - 0.6989*R(-1) + 5.5043*R(-2) -
7.4894*R(-3) + 2.7125*R(-4) + 0.7250
R = 0.0940*P(-1) - 0.0591*P(-2) - 0.0590*P(-3) +
0.0035*P(-4) + 1.5137*R(-1) + 0.00256*R(-2) -
0.7410*R(-3) + 0.1929*R(-4) + 0.3059
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model Vec-
tor Autoregressive (model VAR) antara laju inflasi dan
tingkat bunga. Topik ini menarik karena sampai sekarang
masih sering muncul kontroversi hubungan antara
kedua variabel tersebut. Beberapa argumentasi yang
menggunakan logika ekonomi menyatakan bahwa laju
inflasi dapat mempengaruhi tingkat bunga, namun di
sisi lain dapat juga dinyatakan tingkat bunga
berpengaruh terhadap laju inflasi.
Adanya hubungan pengaruh dua arah ini
menyebabkan kesulitan dalam mengamati perilaku laju
inflasi dan tingkat bunga menggunakan persamaan
struktural untuk tujuan peramalan. Karena persamaan
struktural mengharuskan variabel yang diamati memiliki
hubungan pengaruh yang searah. Oleh karena itu model
yang cocok untuk meramal pada variabel yang memiliki
hubungan dua arah adalah model VAR. Namun demikian,
untuk memperoleh model VAR yang baik harus
memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya adalah
data yang diamati harus stasioner dan antarvariabel
yang diamati memiliki hubungan kausalitas. Berdasar
analisis terhadap data obdervasi diperoleh beberapa
simpulan , yaitu 1) variabel laju inflasi dan tingkat bunga
bersifat stasioner selama periode pengamatan. Dengan
demikian, persyaratan stasioneritas data dalam model
VAR dapat terpenuhi; 2) pengujian menggunakan Uji
Kausalitas Granger menunjukkan bahwa laju inflasi dan
tingkat bunga memiliki hubungan kausalitas mulai
kelambanan atau lag 3 dan berakhir pada lag 9. Namun
pada bagian pembahasan hanya mencantumkan lag 5.
Hal ini disebabkan mulai lag 5 nilai Adjusted R-square
mulai menurun dan nilai Akaike Criterion (AIC) dan
nilai Schwarz Criterion (SC) mulai meningkat; 3)
berdasarkan pertimbangan nilai Adjusted R-square, AIC,
SC, dan signifikansi uji t-statistik dapat diketahui bahwa
model VAR yang terbaik adalah menggunakan
kelambanan atau lag 4, karena memiliki Adjusted R-
square yang paling tinggi dan nilai AIC dan SC yang
paling rendah. Model VAR yang baik yang diperoleh
dari hasil penelitian ini digunakan untuk membuat
ramalan laju inflasi atau tingkat bunga adalah:
28
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
Model 1:
P = 0.2709*P(-1) - 0.3827*P(-2) - 0.2443*P(-3) +
0.0403*P(-4) - 0.6989*R(-1) + 5.5043*R(-2) -
7.4894*R(-3) + 2.7125*R(-4) + 0.7250
Berdasar model VAR pada Model 1, misalnya
ingin membuat ramalan laju inflasi pada bulan Agustus.
Data yang diperlukan adalah laju inflasi dan tingkat
bunga SBI 3 bulanan pada bulan Juli, Juni, Mei, dan
April.
Model 2:
R = 0.0940*P(-1) - 0.0591*P(-2) - 0.0590*P(-3) +
0.0035*P(-4) + 1.5137*R(-1) + 0.00256*R(-2) -
0.7410*R(-3) + 0.1929*R(-4) + 0.3059
Berdasar model VAR pada Model 2, misalnya
ingin membuat ramalan tingkat bunga pada bulan
Agustus. Data yang diperlukan adalah laju inflasi dan
tingkat bunga SBI 3 bulanan pada bulan Juli, Juni, Mei,
dan April.
Saran
Model VAR yang diperoleh dari penelitian ini untuk
membuat ramalan laju inflasi dan tingkat bunga memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan pertama yang berasal
dari model VAR sendiri yang tidak mendasarkan pada
teori, sehingga model yang diperoleh bukan model
struktural, sehingga kemanfaatannya hanya sebatas
membuat ramalan dan kurang cocok untuk analisis
kebijakan. Periode penelitian dalam penelitian ini juga
relatif pendek, yaitu 5 tahun. Oleh karena itu, dalam
memanfaatkan model VAR sebaiknya dilengkapi
dengan hasil penelitian menggunakan model struktural
dan menggunakan waktu penelitian yang lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. (2000). Analisis Regresi. Edisi 2, BPFE.
Yogyakarta.
Almilia, Luciana Spica dan Utomo, Anton Wahyu. 2006.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat
Suku Bunga Deposito Berjangka pada Bank
Umum di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis ANTISIPASI. Vol. 10. No. 1.
[BI] Bank Indonesia. 2009. http://www.bi.go.id/web/
id/Moneter. Inflation Targeting.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. http://www.bps.go.id.
Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan
Indonesia.
Boediono. 1982. Ekonomi Makro: Seri Sinopsis. BPFE
UGM. Yogyakarta.
Enders, Walter. 1995. Applied Econometric Time Se-
ries. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Ernawati, Neny dan Llewelyn, Richard. 2002. Analisa
Pergerakan Suku Bunga dan Laju Ekspektasi
Inflasi untuk Menentukan Kebijakan Moneter
di Indonesia. Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 4, No. 2: 98 107.
Gul, Ekrem dan Ekinci, Aykut. 2006. The Causal Rela-
tionship Between Nominal Interest Rates and
Inflasion. Scientific Journal od Administra-
tive Development, Vol. 4: 54-69.
Gujarati, Domar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth
Edition New York: McGraw Hill.
Johnston, J and Dinardo, J. 1997. Econometric Meth-
ods. Fourth Editions. New York: McGraw Hill
Companies, Inc.
Mankew, N. Gregory. Macroeconomics. Sixth Edition,
Worth Publisher, New York.
Nachrowi, D Nachrowi dan Usman, Hardius. 2006.
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan
Keuangan. Lembaga Penebit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Nezhad, Manzour Zarra dan Zarea, Ruhollah. 2007. In-
vestigating the Causality Granger Relationship
between the Rate of Interest and Inflation ini
Iran. Journal of Social Science 3 (4): 237-244.
29
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Purnomo, Didit. 2004. Kausalitas Suku Bunga
Domestik dengan Tingkat Inflasi di Indonesia.
Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 5. No. 2:
50-56.
Setyowati, Endang dkk. 2004. Ekonomi Makro
Pengantar. Edisi 2. Bagian Penerbitan STIE
YKPN Yogyakarta.
31
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010
Hal. 31-42
ABSTRACT
This research test influence of stress work to motiva-
tion work and employees performance to before pen-
sion in PT. Krakatau Steel Cilegon. Respondent is em-
ployees of PT. Krakatau Steel Cilegon which before a
period of/to pension. Data collecting at this research
is conducted with method of survey, that is by
propagating questioner contain allotted question di-
rectly to responder to be able to answer to and filled is
matching with the one which known and felt by re-
spondent. Is later; then returned directly to researcher.
Eighty six cuisine able to be used, to be processed
with Multiple Regression Analysis to test influence of
independent variable to dependent variable in this re-
search of data processed by using SPPS 14. This re-
search yield finding. First of stress have an effect on
negativity to motivation. Both of stress has an effect
on negativity to performance. Third of motivation have
an effect on positive to performance. Fourth of motiva-
tion and stress have an effect on positive to employ-
ees performance.
Keywords: stress, motivation, performance, a period
to pension
PENDAHULUAN
Manusia tidak terlepas dari aktivitas bekerja. Ada yang
bekerja bertujuan mencari uang, mengisi waktu luang,
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN
KINERJA KARYAWAN YANG AKAN MENJELANG PENSIUN
DI PT. KRAKATAU STEEL CILEGON
Deassy Ekoningtyas
E-mail: deassy_ekoningtyas@gmail.com
mencari identitas, dan sebagainya. Apapun alasan
manusia bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi
kebutuhannya. Menurut Maslow (Atkinson, 1999)
kebutuhan manusia secara garis besar dapat dibagi
menjadi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri. Manusia bekerja tidak
hanya untuk mendapatkan upah, tetapi juga untuk
mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orang-
orang dalam lingkungannya. Akan tetapi kesenangan
ini menjadi berkurang ketika orang tersebut memasuki
masa pensiun. Rumke (Sadli,1991) menyatakan bahwa
usia 55-65 tahun merupakan usia pensiun. Di Indone-
sia, seseorang memasuki masa pensiun ketika
seseorang berusia 55 tahun. Pada saat itu, seseorang
kehilangan pekerjaannya, peran sosialnya di
masyarakat, kekuasaan, fasilitas, dan materi. Berkaitan
dengan keadaan tersebut Kroeger (1982) mengatakan
bahwa pensiun adalah salah satu titik balik yang
signifikan dalam karier seseorang selama hidupnya atau
setidak-tidaknya untuk mayoritas orang dewasa yang
telah menghabiskan seluruh atau sebagian besar hidup
mereka dalam bekerja.
Pensiun merupakan suatu perubahan yang
penting dalam perkembangan hidup individu yang
ditandai dengan terjadinya perubahan sosial.
Perubahan ini harus dihadapi oleh para pensiunan
dengan penyesuaian diri terhadap keadaan tidak
bekerja, berakhirnya karier di bidang pekerjaan,
berkurangnya penghasilan, dan bertambahnya banyak
waktu luang yang kadang-kadang terasa sangat
mengganggu (Kimmel, 1974). Beverly (Hurlock, 1999)
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
32
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
berpendapat bahwa pensiun seringkali dianggap
sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga
menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa
stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang
akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang
ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting
yang dapat mendatangkan kepuasan karena uang,
jabatan, dan memperkuat harga diri. Oleh karena itu,
sering terjadi orang yang pensiun bukannya dapat
menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya
ada yang mengalami problem serius kejiwaan maupun
fisik.
Parnes dan Nessel (Corsini, 1987 dalam Eliana,
2003) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi
yang mana individu tersebut telah berhenti bekerja pada
suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Batasan yang
lebih jelas dan lengkap oleh Corsini (Eliana, 2003)
mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan
seorang individu dari pekerjaannya. Dengan kata lain,
masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang dari
situasi bekerja ke situasi tidak bekerja. Di Indonesia,
seseorang dapat dikatakan memasuki masa pensiun jika
kurang lebih mencapai usia 50 tahun dan memiliki masa
kerja untuk pensiun 20 tahun.
Selama ini yang menjadi patokan untuk
memasuki masa pensiun adalah faktor usia yang
dianggap mulai kurang produktif. Usia produktif
manusia terbatas sehingga setiap karyawan pasti akan
mengalami masa pensiun. Beragam tanggapan
karyawan dalam menghadapi masa pensiun ini, namun
tidak sedikit yang mengalami stres kerja. Stres kerja
dialami oleh karyawan yang kurang dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi
pada dirinya sendiri atau lingkungannya. Stres kerja
dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
mengakibatkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis,
psikologis, interpersonal, dan intelektual (Selye dalam
Hardjana, 1994). Luthans (1995) mendefinisikan stres
sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri
yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan
lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak
mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,
di antaranya adalah karyawan yang mendekati masa
pensiun.
Sebelum pensiun sebaiknya karyawan
menyusun perencanaan untuk menghadapi pensiun,
karena pensiun dianggap sebagai perubahan ke status
baru. Dalam memasuki masa transisi ini seseorang
sudah menyusun rencana-rencana yang harus
dilakukan setelah tiba masa pensiun. Bekal-bekal yang
ada dalam dirinya yang didapatkan selama bekerja
dijadikan modal untuk tetap berkarier. Hal itu yang
membuat seseorang yang akan pensiun mempunyai
motivasi untuk tetap melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan
kerjanya dan organisasi tempat bekerja. Kinerja seorang
karyawan akan baik apabila mempunyai keahlihan yang
tinggi dan bersedia bekerja karena digaji atau diberi
upah sesuai dengan perjanjian sehingga mempunyai
harapan untuk masa depan yang lebih baik di masa
pensiun.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah 1) apakah stres
berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja; 2)
apakah stres berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan; 3) apakah motivasi kerja berpengaruh
signifikan pada kinerja karyawan; dan 4) apakah stres
dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan. Sedangkan tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan stress kerja terhadap motivasi
kerja dan kinerja karyawan menjelang pensiun di PT.
Krakatau Steel Cilegon. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu memberikan informasi tambahan
bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia
industri tentang stres kerja yang ada hubungannya
dengan motivasi kerja dan kinerja karyawan sehingga
dapat dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi stres
kerja pada karyawan yang akan pensiun, memberikan
masukan kepada penelitian-penelitian selanjutnya
berkenaan dengan stres kerja yang dihubungkan
dengan motivasi dan kinerja karyawan yang akan
menjelang pensiun, dan untuk menambah wawasan
masyarakat umum atau bagi organisasi perusahaan
yang berminat terhadap permasalahan-permasalahan
industri dan yang masih peduli dengan nasib karyawan.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Stres didefinisikan sebagai tanggapan atau proses in-
ternal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan
fisik atau psikologis sampai pada batas atau melebihi
batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Stres kerja
33
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis,
psikologis, interpersonal, dan intelektual (Selye dalam
Hardjana, 1994). Luthans (2002) mendefinisikan stres
sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri
yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis sebagai konsekuensi dari tindakan
lingkungan, situasi, atau peristiwa yang terlalu banyak
mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stres kerja
timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan yang
berbeda pada setiap individu. Masalah stres kerja di
dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang
penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk
efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stress kerja
tersebut orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi,
proses berfikir, dan kondisi fisik individu. Selain itu,
sebagai hasil dari adanya stres kerja, karyawan
mengalami beberapa gejala stres yang dapat
mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja,
seperti mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks,
emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau kerjasama, dan
kesulitan dalam masalah tidur.
Hans Selye (Gibson, 1996:339) membagi stres
menjadi dua, yaitu stres negatif (distres) dan stres positif
(eustres). Stres negatif adalah karyawan yang akan
pensiun merasa kehilangan jabataan setelah pensiun,
merasa tidak berdaya, minder, dan mengakibatkan rasa
segan untuk bertemu dengan teman-temannya. Di sisi
lain, stres positif dalam hal ini karyawan yang akan
pensiun mengupayakan untuk mengantisipasi
kehidupan setelah pensiun dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang positif seperti mencari
aktivitas pengganti atau mulai menyesuaikan kembali
gaya hidup.
Menurut Hardjana (1994), gejala stres dapat
berupa tanda-tanda sebagai berikut 1) emosional, yaitu
marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif,
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah,
sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif
terhadap orang lain, mudah bermusuhan dan
menyerang; 2) fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak
teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya
gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,
punggung terasa sakit, keringat berlebihan, perubahan
selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan
jantung, dan kehilangan energi; 3) interpersonal, yaitu
acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada or-
ang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau
menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain; dan 4)
intelektual, yaitu mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat
menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun
berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
Menurut Turner dan Helms (Eliana, 2003) ada
beberapa hal yang menjadi sumber stres menjelang
pensiun, yaitu 1) masalah keuangan, pendapatan
keuangan akan menurun drastis. Hal ini akan
mempengaruhi kegiatan rumah tangga. Masa ini akan
lebih sulit jika masih ada anak-anak yang harus dibiayai.
Hal ini menimbulkan stres tersendiri bagi seorang suami
karena merasa perannya sebagai kepala keluarga
tertantang; 2) berkurangnya harga diri yang menurut
Bengston (Eliana, 2003), harga diri seorang pria biasanya
dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan.
Untuk mempertahankan harga dirinya, harus ada
aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan
dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perasaan
memiliki, mampu, dan berharga. Ketiga hal tersebut
sangat mempengaruhi harga diri seseorang dalam
lingkungan pekerjaaan; 3) berkurangnya kontak sosial
yang berorientasi pada pekerjaan. Kontak dengan or-
ang lain membuat pekerjan semakin menarik. Bahkan
pekerjaan itu sendiri dapat menjadi reward sosial bagi
beberapa pekerja misalnya seorang sales, resepsionis,
customer service yang meraih kepuasan ketika
berbicara dengan pelanggan. Selain kontak sosial, or-
ang juga membutuhkan dukungan orang lain berupa
perasaan ingin dinilai, dihargai, dan dianggap penting.
Sumber dukungan ini dapat diperoleh dari teman
sekerja, atasan, bawahan, dan sebagainya. Tentunya
ketika memasuki masa pensiun, waktu bertemu dengan
rekan sekerja menjadi berkurang; 4) hilangnya makna
suatu tugas. Pekerjaan yang dikerjakan seseorang
mungkin sangat berarti bagi dirinya. Dalam hal ini tidak
dapat dikerjakan saat seseorang itu mulai memasuki
masa pensiun; 5) hilangnya kelompok referensi yang
dapat mempengaruhi self image. Biasanya seseorang
menjadi anggota suatu kelompok bisnis tertentu ketika
masih aktif bekerja. Tetapi ketika sudah pensiun, secara
langsung keanggotaan pada suatu kelompok akan
34
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
hilang. Hal ini akan mempengaruhi seseorang untuk
kembali menilai dirinya lagi; dan 6) hilangnya rutinitas.
Pada waktu bekerja, seseorang bekerja hampir 8 jam
kerja. Tidak semua orang menikmati jam kerja yang
panjang seperti ini, tetapi tanpa disadari kegiatan
panjang selama ini memberikan sense of purpose, rasa
aman, dan pengertian bahwa ternyata berguna. Ketika
menghadapi masa pensiun, waktu ini hilang, orang mulai
merasakan diri tidak produktif lagi.
Luthans (2002:185) menyatakan bahwa motivasi
yang ada dalam setiap individu berasal dari dua faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
muncul karena adanya kebutuhan dan keinginan yang
ada dalam diri individu, kemudian mempengaruhi
pikiran, dan mengarahkan perilakunya. Faktor eksternal
merupakan faktor yang mempengaruhi pikiran
seseorang yang akan mengarahkan perilakunya yang
berasal dari luar diri seseorang. Menurut Gitosudarmo
(1986:77), motivasi atau dorongan kepada karyawan
untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan
bersama atau tujuan perusahaan terdapat dua macam
yaitu motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan
dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan
yang sering disebut insentif dan motivasi non finansial
yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, dan pendekatan manusiawi. Notivasi
finansial dan non finansial yang bersifat negatif dapat
berupa tidak diberikannya reward (tidak menerima bo-
nus karena kinerjanya tidak memenuhi standar),
teguran, dan hukuman. Berdasarkan penjelasan
tersebut maka disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H
1
: Stres berpengaruh signifikan terhadap motivasi
karyawan menjelang pensiun.
Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa
kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Menurut
Simamora (1995:500) kinerja adalah tingkat hasil kerja
karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan
pekerjaan yang diberikan. Kinerja adalah hasil kerja
karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.
Soeprihantono (Koesmono, 2005), mengatakan bahwa
kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan
selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, misalnya standar, target, sasaran, atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama.
Timpe (Mangkunegara, 2005) mengatakan
terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan, yaitu 1) faktor internal, yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, meliputi
sikap, kepribadian, fisik, keinginan atau motivasi, umur,
jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar
belakang budaya dan variabel-variabel personal lainnya
dan 2) faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan yang berasal dari lingkungan yang
meliputi perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan
kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim
organisasi. Menurut Jersip (1975) yang dikutip oleh
Asad dalam Hardini (2001), menyatakan bahwa usaha
untuk menentukan ukuran tentang sukses dalam suatu
pekerjaan amatlah sulit, karena sering kali pekerjaan itu
begitu komplek sehingga sulit ada ukuran output yang
pasti, misal pekerjaan administratif.
Menurut Flippo (1984), pengukuran kinerja
dapat dilakukan melalui penilaian mutu/ kualitas kerja
yang berkaitan dengan ketepatan, keterampilan,
ketelitian, dan kerapian pelaksanaan pekerjaan.
Kuantitas kerja berkaitan dengan pelaksanaan tugas
regular dan tambahan. Ketangguhan berkaitan dengan
mengikuti petunjuk/perintah yang ada, kebiasaan
mengikuti peraturan keselamatan yang baik, inisiatif,
dan ketepatan waktu kehadiran. Sikap menunjukkan
seberapa jauh wewenang dan tanggungjawab terhadap
pelaksanaan pekerjaan serta bagaimana tingkat kerja
sama dengan teman dan atasan dalam penyelesaian
pekerjaana. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
H
2
: stres berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan menjelang pensiun.
Parnes dan Nessel (Corsini, 1987 dalam Eliana,
2003) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi
yang mana individu telah berhenti bekerja pada suatu
pekerjaan yang biasa dilakukan. Batasan yang lebih
jelas dan lengkap oleh Corsini (Eliana, 2003) mengatakan
bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang
individu dari pekerjaannya. Dengan kata lain masa
pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi
kerja ke situasi di luar pekerjaan. Masa pensiun
bukanlah berakhirnya era berkarya melainkan membuka
35
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
lahirnya kehidupan yang tidak kehilangan arti yang
mungkin lebih bermakna dalam aktivitas dan peran
masing-masing. Banyak peran yang dapat dimainkan
saat pensiun tiba. Peran itu dapat bersifat
menyenangkan diri sendiri maupun keluarga. Untuk diri
sendiri dapat dengan mengembangkan hobbynya
sedangkan untuk keluarga dapat berbagi waktu dan
pengalaman
Berdasarkan pandangan psikologi
perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu
masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan
akhir pola hidup (Schawrz dalam Hurlock, 1999).
Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan
sosial, perubahan minat, nilai, dan perubahan dalam
segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang
yang memasuki masa pensiun, dapat berubah arah
hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi
dapat juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.
Karena karyawan yang memasuki masa pensiun sering
kali merasa malu karena menganggap dirinya sebagai
pengangguran sehingga menimbulkan perasaan-
perasaan minder, rasa tidak berguna, tidak dikehendak,
dan terlupakan. Berbeda dengan ketika orang masih
bekerja, dirinya merasa terhormat dan masih berguna.
Selain itu pada waktu masih bekerja seseorang
mendapatkan bermacam-macam fasilitas materiil,
sedangkan setelah pensiun semua fasilitas kerja tidak
ada lagi. Menurut Hartini (dalam Safaria, 2008) reaksi
sikap terhadap masa pensiun ada tiga bentuk, yaitu 1)
menerima, kemungkinan disebabkan karena individu
telah mempersiapkan diri menghadapi pensiun dan
merasa wajar merasakannya; 2) terpaksa menerima,
kemungkinan disebabkan karena merasa dirinya masih
produktif dan terpaksa mempersiapkan diri untuk
pensiun meskipun tidak diinginkannya; dan 3)
menolak, disebabkan dirinya tidak mengakui bahwa
dirinya harus pensiun.
Masa pensiun dibagi menjadi dua, yaitu
secara sukarela dan berdasarkan pada peraturan.
Ketika Indonesia memasuki masa krisis moneter,
banyak perusahaan goyah sehingga harus menciutkan
sejumlah pegawai dengan diberikan sejumlah imbalan.
Kepada karyawan diberikan kebebasan untuk memilih
apakah akan tetap bekerja atau mengundurkan diri.
Kondisi seperti ini termasuk pensiun yang dilakukan
secara sukarela. Pensiun yang dijalani berdasarkan
aturan dari perusahaan adalah pensiun yang kerap kali
dilakukan oleh satu perusahaan berdasarkan aturan
yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dalam hal ini
kehendak individu diabaikan, apakah masih sanggup
atau masih ingin bekerja kembali.
Penyesuaian diri pada saat pensiun
merupakan saat yang sulit, dan untuk mengetahui
bagaimana penyesuaian seseorang ketika memasuki
masa pensiun, Atchley (1983 dalam Eliana, 2003)
mengemukakan beberapa fase proses pensiun, yaitu
1) fase pra pensiun, yang dibagi menjadi dua yaitu
remote dan near. Pada remote phase, masa pensiun
masih dipandang sebagai suatu masa yang jauh. Fase
ini dimulai pada saat orang pertama kali mendapat
pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang mulai
mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase,
orang mulai sadar akan segera memasuki masa pensiun
dan hal ini membutuhkan penyesuain diri yang baik.
Ada beberapa perusahaan yang mulai memberikan
program persiapan masa pensiun; 2) fase pensiun, masa
pensiun ini terbagi dalam empat fase besar, dimulai
dengan tahapan pertama yakni honeymoon phase.
Periode ini biasanya terjadi tidak lama setelah orang
memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah honey-
moon, maka perasaan yang muncul ketika memasuki
fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari
pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari
kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi.
Kegiatan ini tergantung pada kesehatan, keuangan,
gaya hidup dan situasi keluarga. Lamanya fase ini
tergantung pada kemampuan seseorang. Orang yang
selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya
hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya
akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan
kegiatan lain yang juga menyenangkan. Setelah fase
ini berakhir maka akan masuk pada fase kedua yakni
disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai
merasa depresi dan merasa kosong. Untuk beberapa
orang pada fase ini, ada rasa kehilangan baik itu
kehilangan kekuasaan, martabat, status, penghasilan,
teman kerja, dan aturan tertentu (Jacob, 1989 dalam
Eliana, 2003). Pensiunan yang terpukul pada fase ini
akan memasuki reorientation phase, yaitu fase dimana
seseorang mulai mengembangkan pandangan yang
lebih realistis mengenai alternatif hidup. Setelah
mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada
stability phase yaitu fase dimana mulai
mengembangkan suatu set kriteria mengenai
36
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
pemilihan aktivitas dan merasa dapat hidup tentram
dengan pilihannya; 3) fase pasca masa pensiun,
biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang
mulai menggerogoti seseorang, ketidakmampuan
dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat
merosot. Peran saat seseorang pensiun digantikan
dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang
lain untuk tempat bergantung. Berdasarkan penjelasan
tersebut maka disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H
3
: Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan yang akan menjelang pensiun.
H
4
: Stres kerja dan motivasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan menjelang pensiun
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan
PT. Krakatau Steel yang akan menjelang pensiun. Hal
ini dilakukan agar dapat memberikan gambaran yang
lebih representatif dan mengurangi tingkat kesalahan
terhadap nilai populasinya, sehingga total populasinya
atau sensus lengkap lebih mendekati nilai
sesungguhnya. Sampel penelitian ini sebanyak 86 or-
ang didasarkan pada pendapat Roscoe (dalam Sekaran,
2003) bahwa ukuran sampel lebih besar dari 30 dan
kurang dari 500 telah mencukupi untuk digunakan dalam
penelitian.
Metode pengambilan sample dengan
menggunakan purposive sampling. Purposive sam-
pling merupakan pengambilan sampel dengan kriteria
tertentu agar sampel yang diambil sesuai dengan tujuan
penelitian (Sekaran, 2003). Responden yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah 1) karyawan yang akan
pensiun dan telah bekerja maksimal 25 tahun; 2) umur
karyawan antara 51-56 tahun; dan 3) akan pensiun
sekurang-kurangnya lima tahun ke depan. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara
menyampaikan lansung kuesioner kepada responden.
Penyebaran kuesioner dimulai pada tanggal 12 Novem-
ber 2008 28 November 2008. Sampai batas
pengumpulan data dari 86 kuesioner yang disebar
semua kuesioner kembali. Semua responden bersedia
mengisi kuesioner. Ini dapat diartikan bahwa responden
tersebut bersedia berpartisipasi dan kemungkinan
merasa mempunyai kepentingan pribadi dengan hasil
penelitian ini.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan data 86 responden tersebut dapat
diklasifikasikan dalam berbagai kategori, yaitu jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Hasil
penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Pria 74 86 %
Wanita 12 14%
Total 86 100 %
Berdasarkan Tabel 1 tampak responden penelitian
didominasi pria.
Tabel 2
Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
51 18 20,93 %
52 6 6,9%
53 10 11,6 %
54 5 5,8 %
55 22 25,58%
56 25 29,17%
Total 86 100 %
Tabel 3
Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase
SMA 70 81%
D3 12 14%
S1 4 5%
Jumlah 86 100%
Berdasarkan Tabel 3, tampak responden terbanyak
adalah berpendidikan SMA.
37
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
Tabel 4
Klasifikasi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja Frekuensi Persentase
25 12 13,9%
26 12 13,9%
27 9 10,5%
28 13 15,2%
29 18 20,9%
30 22 25,6%
Total 86 100%
Berdasarkan Tabel 4, tampak dari lamanya masa kerja
responden, responden dinilai telah memiliki
pengalaman dalam bekerja yang cukup lama sehingga
dapat memberikan gambaran mengenai stres kerja
terhadap motivasi dan kinerja karyawan menjelang
pensiun.
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengukur apa yang
sebenarnya ingin diukur. Pengujian dilakukan dengan
menganalisis valid tidaknya sub variabel yang
digunakan sebagai pengukuran. Pada dasarnya,
validitas dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk
(Sekaran, 2003). Pengujian validitas yang dilakukan
adalah uji validitas konstruk dengan metode analisis
faktor. Berdasarkan hasil uji analisis faktor diketahui
bahwa item pernyataan dalam variabel stres pada aspek
emosional terdapat satu item yang gugur yaitu item
nomor 1, pada aspek fisikal semua item valid, pada aspek
intelektual yang gugur item nomor 4, 7, dan 9, pada
aspek interpersonal semua item valid, pada variabel
motivasi terdapat item yang gugur yaitu item nomor 7,
8, dan 11, dan pada variabel kinerja terdapat item yang
gugur yaitu item nomor 1, 2, dan 9.
Uji reliabilitas dilakukan terhadap item
pernyataan yang dinyatakan valid. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa semua item pernyataan
dinyatakan valid. Oleh karena itu, dapat diikutsertakan
dalam pengujian reliabilitas. Menurut Ghozali (2006),
suatu variabel dikatakan reliabel apabila memiliki
koefisien Cronbachs Alpha lebih besar atau sama
dengan 0.6. Jika nilai alpha <0,6 maka hal ini
mengidentifikasikan ada beberapa responden yang
menjawab tidak konsisten dan harus dilihat satu persatu
jawaban responden yang tidak konsisten. Menurut
Sekaran (2003), nilai Alpha antara 0,8 sampai dengan
1,0 dikategorikan reliabilitas baik. Berdasarkan hal itu,
maka dapat disimpulkan bahwa ke tiga variabel yang
digunakan dalam penelitian ini reliabel. Statistik
deskriptif ini dimaksudkan untuk menggambarkan
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian,
yaitu variabel stres kerja, motivasi kerja, dan kinerja
karyawan. Berdasarkan hasil kuesioner yang diterima,
berikut ini ditunjukkan kisaran teoritis dan aktual, mean,
range, dan standar deviasi hasil penelitian.
Berdasarkan Tabel 5, rata-rata jawaban
responden terhadap pertanyaan yang mewakili
emosional memiliki nilai minimum 1 dan maksimum 4,
dengan nilai mean 2,29. Untuk fisikal memiliki nilai mini-
mum 1 dan nilai maksimum 3 dengan mean 2,11. Untuk
intelektual memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum
3 dengan mean 2,15. Sedangkan untuk interpersonal
memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum 4 dengan
mean 2,18. Variabel emosional memiliki nilai mean yang
paling tinggi dibanding dengan nilai mean fisikal,
intelektual, dan interpersonal. Stres akan berpengaruh
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviasi
EM 86 3 1 4 2.29 .438
AF 86 2 1 3 2.11 .458
INTLK 86 2 1 3 2.15 .574
INTRP 86 2 1 4 2.18 .665
MT 86 3 2 5 4.11 .620
K 86 2 3 5 3.84 .616
Valid N (listwise) 86
Tabel 5
Analisis Deskriptif Variabel Independent (X), Variabel Intervening (Z), dan Variabel Dependent(Y)
38
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
terhadap hubungan dengan orang lain, karena gejala
ini akan nampak pada individu yang mulai mudah
tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas,
suasana hati berubah-ubah, dan mudah depresi.
Variabel motivasi memiliki skor minimum 2 dan skor
maksimum 5, dengan nilai mean 4,11 yang hampir
mendekati nilai maksimumnya. Ini berarti, motivasi
memegang peranan penting dalam menentukan tingkat
kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang akan
menjelang pensiun di PT. Krakatau Steel Cilegon
menunjukkan skor terendah 3 dan tertinggi 5, artinya
karyawan PT. Krakatau Steel Cilegon memiliki tingkat
kinerja yang tinggi.
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi ditemukan adanya
korelasi antarvariabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Jika nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF >
10, maka terdapat multikolinearitas, sedangkan jika nilai
VIF < 10, maka tidak terdapat multikolinearitas (Ghozali,
2006). Sebelum melakukan uji asumsi klasik selanjutnya,
peneliti melakukan uji multikolineritas untuk memilih
mana variabel yang layak untuk model regresi. Adanya
multikolinearitas mengakibatkan koefisien regresinya
tidak tertentu atau standard errornya tidak terhingga,
dan akan menimbulkan bias dalam spesifikasi.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan menunjukkan
bahwa semua variabel telah memenuhi persyaratan
ambang toleransi. Nilai VIF semua variabel bebas diatas
1 dan di bawah 10. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi
hubungan multikolinearitas di antara variabel bebas
dalam model regresi tersebut. Untuk pengujian
otokorelasi diperoleh hasil nilai Durbin Watson (DW)
semua variabel lebih besar dari batas atas (du) 1,75 dan
kurang dari 4-du (4- 1,75) sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat autokorelasi.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya atau varians antarvariabel independen tidak
sama. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya
heteroskedastisitas. Gujarati (2003) mengemukakan
bahwa uji Glejser dapat dipakai untuk melihat ada
tidaknya indikasi terjadinya ketidaksamaan varians dari
residual dari setiap observasi. Jika varians dari residual
dari satu pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedasitas dan jika varians berbeda maka model
regresi itu dapat dikatakan heteroskedastisitas. Indikasi
terjadinya heteroskedastisitas ditunjukkan dengan nilai
signifikansi. Apabila nilai signifikansi variable
independen lebih kecil daripada nilai signifikansi yang
ditentukan (0,05) berarti terjadi heteroskedastisitas.
Namun, apabila signifikansi variabel independen lebih
besar dari nilai signifikansi yang ditentukkan (0,05)
berarti tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan
hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas dari
variabel emosional (X1) sebesar 0,082, fisikal (X2)
sebesar 0,000, intelektual (X3) sebesar 0,080, dan inter-
personal (X4) sebesar 0,057. Semuanya lebih besar
daripada 0,05 sehingga hasilnya tidak signifikan dan
dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut
tidak ada masalah heterocesdaticity (error identity).
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel penganggu atau residual
memiliki distribusi normal. Hasil pengujian normalitas
dengan One-Sample kolmogorov-Smoirnov dapat
disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi
normalitas karena nilai Asymp Signnya 0,963 lebih besar
daripada 0,05 sehingga asumsi normalitas dalam
penelitian ini terpenuhi sehingga analisis dapat
dilanjutkan.
PEMBAHASAN
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui
sejauh mana variabel terikat motivasi (Z) mampu
dijelaskan oleh variabel bebasnya stres yang tediri dari
emosional (X1), fisikal (X2), intelektual (X3), dan inter-
personal (X4).
Tabel 6
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R
2
)
Model Summary
b
Adjusted Std. Error of
Model R R Square R Square the Estimate
1 .596
a
.356 .324 .510
a. Predictors: (Constant), INTRP, INTLK, AF, EM
b. Dependent Variable: MT
39
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa angka
R square sebesar 0,356, dapat diartikan bahwa variasi
keempat variabel independen yang terdiri dari variabel
(X1) emosional, (X2) fisikal, (X3) intelektual, dan (X4)
interpersonal mampu menjelaskan sebesar 35,6%
sedangkan sisanya 64,4% dijelaskan oleh variabel-
variabel lain yang tidak tercakup dalam model atau
variabel lain yang tidak diteliti.
Berdasarkan uji ANOVA atau F test didapat nilai
F hitung sebesar 11,181 dengan probabilitas 0,000. Oleh
karena nilai probabilitas lebih kecil daripada 0,05, maka
model regresi dapat digunakan untuk mengetahui
apakah keempat dimensi variabel stres (emosional (X1),
variabel fisikal (X2), variabel intelektual (X3), dan
variabel interpersonal (X4) secara bersama-sama
mempunyai hubungan dengan motivasi (Z). Uji
signifikansi secara parsial dengan menggunakan uji
t berfungsi untuk mengetahui pengaruh dimensi stres
yang terdiri dari variabel emosional (X1), variabel fisikal
(X2), variabel interpersonal (X3), dan variabel
intelektual (X4), secara parsial/individu terhadap
motivasi. Berdasarkan uji t diperoleh hasil sebagai
berikut:
Stress (X) secara parsial mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap motivasi kerja (Z). Sedangkan
koefisien regresi parsial sebesar -0,239 menunjukkan
besarnya perubahan motivasi kerja (Z) yang disebabkan
oleh perubahan variabel emosional dengan asumsi
variabel bebas yang lain konstan. Nilai probabilitas
kesalahan adalah sebesar 5%. Hal ini membuktikan
bahwa variabel emosional secara parsial mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap motivasi. Artinya
apabila emosional yang terjadi dirasakan terlalu berat
maka akan dapat meningkatkan stres kerja dan motivasi
menurun. Sebaliknya, variabel emosional sebagai
penyebab stres kerja dapat dipecahkan dengan baik,
paling tidak kondisi emosional dapat dikontrol sehingga
stres kerja akan berkurang dan motivasi kerja karyawan
Coefficients
a

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.470 .385 16.824 .000
EM -.239 .136 -.169 -1.759 .082
AF -.497 .129 -.367 -3.853 .000
INTLK -.174 .098 -.161 -1.773 .080
INTRP -.179 .093 -.192 -1.928 .057
a. Dependent Variable: MT
ANOVA
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11.628 4 2.907 11.181 .000
a

Residual 21.060 81 .260
Total 32.688 85
a. Predictors: (Constant), INTRP, INTLK, AF, EM
b. Dependent Variable: MT
Tabel 7
Hasil Uji F
Tabel 8
Hasil Uji t
b
40
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
juga akan meningkat. Nilai koefisien sebesar 82%,
artinya emosional mempunyai pengaruh terhadap
motivasi.
Koefisien fisikal -0,497 menunjukkan besarnya
perubahan motivasi kerja yang disebabkan oleh
perubahan fisikal dengan asumsi variabel bebas lainnya
konstan. Nilai probabilitas 0%, artinya kondisi ini dapat
dipahami oleh masing-masing karyawan yang akan
menjelang pensiun, sehingga perubahan fisikal tidak
akan menyebabkan motivasi menurun. Hasil
perhitungan nilai probabilitas kesalahan sebesar 80%
menunjukkan bahwa intelektual secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
motivasi kerja. Besarnya perubahan motivasi kerja yang
disebabkan oleh perubahan aspek intelektual
ditunjukkan oleh koefisien regresi parsial -0,174
dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif
atau tidak searah antara variabel intelektual dengan
motivasi. Kontribusi variabel interpersonal dalam
menjelaskan variasi motivasi kerja adalah sebesar 57%.
Sedangkan perubahan motivasi kerja disebabkan oleh
perubahan intrepersonal sebesar -0,179 dengan asumsi
variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini
menunjukkan hubungan negatif atau tidak searah
antara variabel interpersonal dengan motivasi.
Stres (X) secara parsial mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja karyawan . Sedangkan
koefisien regresi parsial sebesar -0,274 menunjukkan
besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan
oleh perubahan variabel emosional dengan asumsi
variabel bebas yang lain konstan. Nilai probabilitas
kesalahan adalah sebesar 5%. Nilai koefisien sebesar
41%, artinya emosional mempunyai pengaruh terhadap
kinerja karyawan. Koefisien fisikal -0,346 menunjukkan
besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan
oleh perubahan fisikal dengan asumsi variabel bebas
lainnya konstan. Nilai probabilitas 7%, artinya kondisi
ini dapat dipahami oleh masing-masing karyawan yang
akan menjelang pensiun, sehingga perubahan fisikal
tidak akan menyebabkan kinerja karyawan turun. Hasil
perhitungan nilai probabilitas kesalahan sebesar 19%
menunjukkan bahwa intelektual secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan. Besarnya perubahan kinerja karyawan yang
disebabkan oleh perubahan aspek intelektual
ditunjukkan oleh koefisien regresi parsial -0,229
dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif
atau tidak searah antara variabel intelektual dengan
kinerja karyawan. Kontribusi variabel interpersonal
dalam menjelaskan variasi kinerja karyawan adalah
sebesar 4%. Sedangkan perubahan kinerja karyawan
disebabkan oleh perubahan interpersonal sebesar -
0,265 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif
atau tidak searah antara variabel interpersonal dengan
kinerja karyawan.
Stress (X) secara parsial mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja karyawan . Sedangkan
koefisien regresi parsial sebesar -0,103 menunjukkan
besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan
oleh perubahan variabel emosional dengan asumsi
variabel bebas yang lain konstan. Nilai probabilitas
kesalahan adalah sebesar 5% membuktikan bahwa
variabel emosional secara parsial mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya
apabila emosional yang terjadi dirasakan terlalu berat
maka akan meningkatkan stres kerja dan kinerja
menurun. Sebaliknya, variabel emosional sebagai
penyebab stres kerja dapat dipecahkan dengan baik,
paling tidak kondisi emosional dapat dikontrol sehingga
stres kerja akan berkurang dan kinerja karyawan juga
akan meningkat. Nilai koefisien sebesar 26,3%, artinya
emosional mempunyai pengaruh terhadap kinerja
karyawan.
Koefisien fisikal 0,10 menunjukkan besarnya
perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh
perubahan fisikal dengan asumsi variabel bebas lainnya
konstan. Nilai probabilitas 91,1%, artinya kondisi ini
dapat dipahami oleh masing-masing karyawan yang
akan menjelang pensiun, sehingga perubahan fisikal
tidak akan menyebabkan turunnya kinerja karyawan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan positif
atau searah antara variabel intelektual dengan kinerja
karyawan. Hasil perhitungan nilai probabilitas
kesalahan sebesar 30% menunjukkan bahwa intelektual
secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja karyawan. Besarnya perubahan kinerja
karyawan yang disebabkan oleh perubahan aspek
intelektual ditunjukkan oleh koefisien regresi parsial
-0,104 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif
41
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
atau tidak searah antara variabel intelektual dengan
kinerja karyawan.
Kontribusi variabel interpersonal dalam
menjelaskan variasi kinerja karyawan adalah sebesar
30%, sedangkan perubahan kinerja karyawan
disebabkan oleh perubahan interpersonal sebesar -
0,137 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif
atau tidak searah antara variabel interpersonal dengan
kinerja karyawan, sedangkan kontribusi variabel
motivasi dalam menjelaskan variasi kinerja karyawan
yang akan menjelang pensiun adalah 0,000. Perubahan
kinerja karyawan disebabkan oleh perubahan motivasi
sebesar 0,717 dengan asumsi variabel yang lain kostan.
Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan positif
atau searah antara variabel motivasi dengan kinerja
karyawan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis
dapat ditarik simpulan sebagai berikut 1) pengujian
yang dilakukan terhadap hipotesis pertama memberikan
hasil yang tidak memdukung hipotesis tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel stres yaitu
variabel fisikal secara parsial mempunyai pengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja ditunjukkan oleh
probabilitas kesalahan 0,00. Jadi, hanya ada satu
variabel stres yaitu variabel fisikal yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap motivasi. Sedangkan
ketiga variabel independen lainnya yang terdiri dari
emosional, intelektual, dan interpersonal tidak
mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi,
yang ditunjukkan oleh probability kesalahan lebih dari
0,05; 2) hasil penelitian hipotesis kedua berhasil
mendukung penelitian, yaitu stres mempunyai
pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Besarnya perubahan stres yang dijelaskan oleh variabel
kinerja sebesar38,6% (R
2
= 0,386); 3) hasil penelitian ini
berhasil mendukung hipotesis ketiga penelitian, yaitu
bahwa variabel motivasi mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan. Besarnya
pengaruh variabel motivasi terhadap kinerja karyawan
ditunjukkan oleh probability kesalahan sebesar 0,00;
dan 4) hasil penelitian hipotesis keempat menunjukkan
bahwa variabel stres dan motivasi secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan. Besarnya
perubahan kinerja karyawan yang akan menjelang
pensiun dijelaskan oleh variabel stres dan motivasi
sebesar 72,2% (R
2
= 0,722). Hal ini berarti model regresi
yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan
variansi kinerja karyawan dengan baik.
Implikasi
Berdasarkan hasil pengujian, terbukti bahwa stres akan
berpengaruh signifikan terhadap motivasi dan kinerja
karyawan. Untuk itu, manajemen PT. Krakatau Steel
Cilegon perlu melakukan tindakan yang dapat
menurunkan tingkat stres bagi karyawannya menjelang
pensiun seperti memberikan tunjangan kesehatan dan
penyediaan fasilitas perumahan. Implikasi untuk pihak
manajemen PT. Krakatau Steel pada khususnya dan
untuk dunia usaha pada umumnya untuk lebih
memperhatikan masalah stres menjelang pensiun
sehingga motivasi dan kinerja karyawan dapat di
tingkatkan.
Saran
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik
maka perlu menambahkan dan memperjelas indikator
masing-masing variabel yang digunakan. Indikator
yang lengkap akan tercermin dalam kuesioner, sehingga
akan mempermudah responden dalam menjawab setiap
pertanyaan yang di ajukan. Hasil penelitian ini, baik
variabel stres (X) yang diteliti maupun jumlah
respondennya masih sangat terbatas sehingga
diharapkan peneliti selanjutnya yang sejenis,
hendaknya memperbanyak jumlah variabel yang akan
diteliti dan jumlah responden yang dijadikan populasi
sehingga hasil penelitiannya lebih tergeneralisasi. Sa-
ran untuk PT. Krakatau Steel, stres dapat diturunkan
dengan cara memberikan assesment untuk menentukan
arah minat karyawan agar tetap memiliki kegiatan yang
jelas dan positif, kemudian dibina, dan dibekali dengan
berbagai keterampilan dan pengetahuan baru yang
nantinya terpakai pada saat pensiun.
42
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R. L. Atkinson, R.C. and Hilgard, E.R. 1999.
Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Cooper, C.L & Payner. 1994. Causes Coping &
Consequences of Stress at Work. USA: John
Wiley & Sons, Ltd
Eliana, Rika. 2003. Summary of Citing Internet Sites.
Konsep Diri Pensiun. Diakses tanggal 29
Februari 2008.
Flippo, Edwin B. 1984. Personal Management. Sixth
Edition. McGraw-Hill, Inc
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate
dengan Program SPSS. Edisi 4. Semarang:
BPUD.
Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnely, James
H. 1996. Organizations: Behavior, Structure,
Process. Irwin: Illinois
Gitosudarmo, Indriyo. 1986. Prinsip Dasar Manajemen.
Yogyakarta: BPFE.
Hardjana, A. M. 1994. Stres Tanpa Distres: Seni
Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius.
Hardini, Sri. 2001. Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja
Pegawai Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPKN) Yogyakarta.
Helmi, Avin Fadilla. 1995. Stress Manajemen Untuk
Karyawan Purna Karya. http:/
avi n. st af . ugm. ac. i d/ dat a/ karyai l mi ah/
stressmanajemen_avin.pdf
Hurlock, B. Elizabeth. 1999. A life Span Approach. Five
Edition. New York. Mc Graw Hill.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002.
Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Koesmono, Teman. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi
Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta
Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri
Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa
Timur. http://puslit.petra.ac.id/-puslit/jour-
nals.
Luthans, Fred. 2002. Organizational Behavior, Ninth
Edition. Singapore: McGraw-Hill International
Editions.
Mangkunegara, A. P. 2006. Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan. (Cetakan
Keenam). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset
Reksohadiprojo, Sukanto dan Handoko, T. Hani, 1996.
Organisasi Perusahaan: Teori, Strukutur, dan
Perilaku. Yogyakarta: BPFE.
Safaria, Triantoro. 2008. Pengaruh Terapi Kognitif
Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa
pensiun. Binaedupsikologi_center.com
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business:
A Skill-Building Approach. 3
rd
Edition. John Willey and Sons: New York.
Suranta, Sri. 2003. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan
Bisnis dengan Motivasi Karyawan dan
Pengendalian Tugas sebagai Variabel
Pemoderasi. Tesis S-2 (Tidak diplubikasikan).
Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas
Ekonomi. Universitas Gajah Mada.
Soekemi. 2002. Pengaruh Kepemimpinan Iklim
Organisasi dan Motivasi Terhadap Kinerja
Pegawai di Lingkungan Kantor Sekretariat
Daerah Kabupaten Klaten. Tesis Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta, tidak
dipublikasikan
43
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010
Hal. 43-50
ABSTRACT
This research examined the influence of teacher trans-
formational leadership to students motivation and its
impact to students learning, empowerment, and satis-
faction. Participants of this research are graduate stu-
dents consisting of master of management students
(MM), master of accounting students (MAKSI), and
accounting professional education (PPA) in STIE
YKPN. Data collection procedure uses questionnaire
and was processed with structural equation modelling
that enables simultaneous data processing with medi-
ating variable. There are several important results. First,
teacher transformational leadership has positive influ-
ence to students motivation. Second, students moti-
vation has positive influence to students learning.
Third, students motivation has positive influence to
students satisfaction. And fourth, students motiva-
tion has positive influence to students empowerment.
Keywords: teacher transformational leadership, em-
powerment, motivation, satisfaction, students learn-
ing.
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia yang pesat dewasa ini harus
diimbangi dengan kemajuan dunia pendidikan tinggi
yang didisain sedemikian rupa agar perguruan tinggi
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN
PADA MOTIVASI MAHASISWA SERTA DAMPAKNYA
PADA PEMBELAJARAN, PEMBERDAYAAN,
DAN KEPUASAN MAHASISWA
Dilha Ayu Paramita
E-mail: paramita_dila@yahoo.com
tidak tertinggal dengan perkembangan dunia.
Pendidikan tinggi harus mampu menciptakan calon-
calon tenaga siap latih untuk memasuki dunia kerja
melalui peran pelaku-pelaku institusi pendidikan tinggi
yang mampu menjadi agen perubahan. Keberadaan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) harus mampu
memberikan kepuasan kepada mahasiswanya.
Kepuasan mahasiswa dapat diartikan sebagai
perbandingan antara harapan yang diinginkan
mahasiswa tentang layanan dosen yang didukung oleh
sarana prasarana dengan yang mahasiswa rasakan
setelah mendapatkan layanan.
Suatu bidang yang sedang berkembang di dalam
penelitian komunikasi instruksional adalah pengaruh
kepemimpinan dosen pada hasil pembelajaran. Rich-
mond dan McCroskey (1992) seperti dikutip dalam
Noland (2005), menyatakan bahwa ruang kelas adalah
suatu organisasi. Oleh karena itu, beberapa penelitian
telah menguji hubungan antara gaya dosen dan hasil
pembelajaran. Penelitian tersebut menghasilkan teori
organisasional pada konteks instruksional. Penelitian
ini akan memperluas penelitian sebelumnya dengan
menambahkan pemahaman pada efek kepemimpinan
transformasional pada hasil pembelajaran. Di dalam
kelas, dosen berperan sebagai pemimpin. Pounder
(2003) menyatakan kepemimpinan transformasional
sebagai suatu teori yang dapat diaplikasikan untuk
konteks instruksional. Penelitiannya menghasilkan
hubungan yang positif dengan kepemimpinan
transformasional dosen, termasuk di antaranya
perkembangan kapabilitas pelajar untuk menggunakan
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
44
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
ide-ide dan informasi, perkembangan kemampuan
pelajar untuk berpikir kritis dan mengukur ide-ide, dan
perkembangan kemampuan pelajar untuk secara kritis
menguji situasi dan menghasilkan pendekatan baru
untuk memecahkan permasalahan.
Kepemimpinan transformasional akan memiliki
pengaruh positif pada motivasi mahasiswa, dan
motivasi mahasiswa akan mempunyai pengaruh positif
pada kepuasan, pemberdayaan, dan pembelajaran
mahasiswa. Sifat pemimpin atau dosen transformasional
akan mempengaruhi motivasi mahasiswa melalui
kharisma yang dimiliki seorang dosen transformasional.
Dosen yang berkarisma lebih mudah memotivasi
mahasiswanya sehingga pemimpin atau dosen
transformasional mempunyai hubungan positif dengan
student motivation. Barelson dan Steiner seperti
dikutip dalam Koortz (2001) mendefinisikan motivasi
sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang
mendorong, mengaktifkan, menggerakan, mengarahkan,
atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan.
Kepemimpinan transformasional melibatkan
pengembangan hubungan yang lebih dekat antara
pemimpin dan pengikut. Dosen transformasional akan
lebih mudah untuk memotivasi mahasiswanya. Teknik-
teknik atau perilaku tertentu dapat mempengaruhi
pemberdayaan mahasiswa, seperti memberikan
motivasi kepada mahasiswa sehingga motivasi
mahasiswa secara positif mempengaruhi pemberdayaan
mahasiswa. Apabila komunikasi yang terjalin antara
dosen dan mahasiswa dalam kepemimpinan
transformasional berjalan sangat baik, dosen berusaha
melayani mahasiswanya baik di dalam kelas yaitu
selama proses belajar mengajar berlangsung atau
bahkan di luar kelas setelah proses belajar mengajar
selesai. Sikap tersebut akan dapat memotivasi
mahasiswa untuk melakukan atau menyelesaikan
pekerjaannya dalam konteks belajar sehingga
mahasiswa yang termotivasi akan menciptakan
kepuasan bagi mahasiswanya.
Motivasi mahasiswa mempunyai hubungan
positif dengan kepuasan mahasiswa. Pemimpin atau
dosen transformasional selalu menekankan pada
kedekatan dengan mahasiswanya yang berarti
komunikasi dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut
menunjukkan adanya keterbukaan antara mahasiswa
dan dosen sehingga mahasiswa merasa mudah dalam
menjalankan proses belajarnya dan mahasiswa akan
termotivasi untuk belajar. Mahasiswa yang termotivasi
akan tertarik untuk belajar. Motivasi mahasiswa
mempunyai hubungan positif dengan student learn-
ing.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka
permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut 1) apakah perilaku
transformasional dosen berpengaruh positif pada
motivasi mahasiswa; 2) apakah motivasi mahasiswa
berpengaruh positif pada pembelajaran mahasiswa; 3)
apakah motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada
pemberdayaan mahasiswa; dan 4) apakah motivasi
mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan
mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh antara perilaku transformasional dosen
terhadap motivasi mahasiswa, serta dampaknya pada
pembelajaran mahasiswa, pemberdayaan mahasiswa,
dan kepuasan mahasiswa. Penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi akademisi, yaitu hasil penelitian ini
dapat memberikan penjelasan mengenai pengaruh
antara perilaku transformasional terhadap motivasi
mahasiswa, dan pengaruh motivasi mahasiswa
terhadap pembelajaran mahasiswa, pemberdayaan, dan
kepuasan mahasiswa. Bagi praktisi, penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai tipe kepemimpinan yang dapat
meningkatkan pemberdayaan, pembelajaran, motivasi,
dan kepuasan mahasiswa sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
kebijakan mengenai kriteria-kriteria tipe dosen yang
membantu proses belajar mahasiswa di dalam kelas.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Menurut Bass dan Avolio (1994), kepemimpinan
transformasional memiliki ciri-ciri pokok yang dikenal
dengan sebutan 4I (Four Is) yaitu idealized influ-
ence (II), inspirational motivation (IM), intellectual
stimulation (IS), dan individualized consideration (IC).
Idealized Influence (II) menggambarkan ciri
kepemimpinan atasan yang mampu mempengaruhi
bawahan secara komunikatif terhadap pentingnya
komitmen bersama dan pentingnya tekad yang tangguh
untuk mencapai tujuan perusahaan. Inspirational mo-
tivation (IM) menggambarkan ciri kepemimpinan
atasan yang mampu mengkomunikasikan visi dalam
perusahaan dan menggunakan simbol-simbol dan ritual
45
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
organisasi untuk menumbuhkan inspirasi bawahan
dalam bekerja agar bawahan mampu memanfaatkan
peluang dan berani mengambil risiko. Atasan mampu
mengkomunikasikan masa depan dengan penuh
optimis, merumuskan dan menetapkan target
pencapaian tugas, dan meyakinkan bawahan bahwa
target pekerjaan dapat dicapai.
Intellectual stimulation (IS) menggambarkan
ciri kepemimpinan atasan yang mampu mendorong
bawahan untuk memikirkan kembali cara-cara kerja yang
sering dilakukan, merangsang dan memikirkan kembali
cara-cara kerja baru, membiasakan bawahan untuk
memecahkan masalah-masalah yang muncul dengan
pendekatan dan cara-cara baru, mengembangkan
kemampuan bawahan untuk melihat permasalahan
dengan pemikiran yang berbeda, mendorong
keberanian bawahan untuk menyampaikan pandangan
dan gagasan-gagasannya, dan membiasakan bawahan
untuk memecahkan masalah secara mandiri, kritis,
kreatif, dan inovatif. Intellectual stimulation tidak
selalu hanya satu arah. Para pengikut dapat
menstimulasi pemimpin apabila ada keterbukaan antara
pemimpin dan pengikut. Individual consideration (IC)
menggambarkan ciri kepemimpinan atasan yang
menekankan perhatian kepada bawahan melalui
sentuhan pribadi, memperlakukan bawahan sebagai
individu yang memiliki kelebihan dan keterbatasan,
bersedia untuk mendengarkan keluhan dan kecemasan
bawahan, berupaya agar bawahan mampu berkembang,
menghargai pandangan dan menumbuhkan keyakinan
bahwa mampu melakukan pekerjaan dengan sukses,
mengakui dan memberi apresiasi terhadap kontribusi
bawahan, serta menghargai kontribusi bawahan
terhadap kemajuan dan kesuksesan perusahaan.
Motivasi mahasiswa terdiri dari dua bentuk
motivasi yaitu motivasi keadaan dan motivasi sifat
(Frymer & Shuman, 1995). Motivasi keadaan tergantung
pada situasi dan waktu. Motivasi sifat yaitu motivasi
yang dirasakan mahasiswa terhadap kursus, tugas, atau
bidang tertentu pada waktu tertentu. Perbedaan antara
kedua motivasi tersebut penting bagi dosen karena
dapat menempatkan dosen untuk mempengaruhi
mahasiswa baik menggunakan bentuk motivasi
keadaan atau menggunakan bentuk motivasi sifat.
Berdasarkan penelitian Thomas dan Velthouse
(1990) mengenai pemberdayaan di tempat kerja,
mengkonseptualisasikan pemberdayaan menjadi empat
dimensi yaitu kebermaknaan, kompetensi, dampak, dan
pilihan. Dimensi kebermaknaan membandingkan nilai
suatu tugas dengan keyakinan dan nilai-nilai individu.
Semakin besar kesesuaian antara tugas, keyakinan, dan
nilai-nilai seseorang maka tugas tersebut semakin
bermakna. Jika mahasiswa menganggap tugas yang
diberikan oleh dosen sesuai dengan keyakinan dan
nilainya, maka akan merasa diberdayakan dan
dimotivasi. Dimensi kompetensi mengacu pada tingkat
dimana individu merasa mampu menyelesaikan tugas
yang dihadapi. Frymier et al. (1996) menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara
self esteem dengan kompetensi. Para pemimpin
transformasional mempunyai kontribusi yang besar
untuk dapat memberdayakan individu melalui individu-
alized consideration dan inspirational motivation.
Dimensi dampak adalah tingkat dimana individu
mempunyai persepsi bahwa pencapaian suatu tujuan
tertentu akan mempengaruhi tujuan pribadinya yang
lebih besar (Thomas & Velthouse, 1990). Misalnya, jika
seorang mahasiswa mempunyai tujuan memperoleh
skor TOEFL yang baik, maka menganggap bahwa
mengikuti kursus TOEFL akan memiliki dampak yang
besar pada tujuannya. Secara teoritis, semakin besar
dampak yang dipersepsi seseorang, semakin tinggi
pemberdayaan dan motivasinya (Frymier et al, 1996).
Dimensi pilihan adalah tingkat dimana individu merasa
bahwa dirinya memegang kendali atas tujuan-tujuan
yang akan dicapai dan metode-metode yang akan
dilakukan untuk dapat mencapai tujuan tersebut.
Semakin besar pilihan yang diberikan kepada individu,
maka individu tersebut merasa semakin diberdayakan
(Thomas & Velthouse, 1990).
Pembelajaran mahasiswa menurut Sidlinger dan
McCroskey (1997) mempunyai dua bentuk yaitu afektif
dan kognitif. Pembelajaran afektif didefinisikan sebagai
perkembangan sikap positif mahasiswa terhadap mata
pelajaran yang sedang diajarkan yaitu mahasiswa akan
terus termotivasi belajar mata pelajaran tertentu
walaupun kelas untuk mata pelajaran tersebut telah
berakhir. Pembelajaran kognitif menutut Messman dan
Jones-Corley (2001) seperti dikutip dalam Noland (2005)
didefinisikan sebagai penerimaan, penyimpanan, trans-
fer, dan penerapan pengetahuan. Motivasi merupakan
konsep yang digunakan untuk menggambarkan
dorongan-dorongan yang timbul di dalam individu
yang menggerakan dan mengarahkan perilaku.
46
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
Emosi positif yang dirasakan mahasiswa di
dalam kelas karena adanya interaksi antara dosen
dengan mahasiswanya oleh Myrs (2002)
dikonseptualisasikan sebagai kepuasan mahasiswa.
Interaksi yang dimaksud dalam konsep ini adalah
adanya komunikasi antara dosen dengan mahasiswa.
Dengan adanya komunikasi antara dosen dengan
mahasiswa ini tidak hanya akan mempermudah
mahasiswa dalam menyelesaikan tugas atau
pekerjaannya, tetapi juga mengakibatkan mahasiswa
menjadi puas.
Pemimpin atau dosen transformasional akan
mempengaruhi motivasi mahasiswa melalui kharisma
yang dimiliki seorang pemimpin transformasional.
Pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak
pengaruh dan dapat menggerakan bawahannya.
Dengan demikian, pemimpin yang berkharisma akan
lebih mudah memotivasi bawahannya, sehingga
pemimpin atau dosen transformasional mempunyai
hubungan positif dengan motivasi mahasiswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disusun
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H
1
: Perilaku transformasional dosen berpengaruh
positif pada motivasi mahasiswa.
Motivasi diidentifikasi sebagai variabel
perantara yang penting antara perilaku pengajar
dengan pembelajaran siswa (Jaaspar & Cooper, 1999)
seperti dikutip dalam Noland (2005). Sorensen (1989)
seperti dikutip dalam Noland (2005) menyimpulkan
bahwa keterampilan komunikasi pengajar, seperti
penyampaian, kesegeraan, kejelasan, dan tata urutan,
memiliki kemungkinan besar dalam meningkatkan
pembelajaran afektif mahasiswa. Pentingnya
pembelajaran afektif akan tampak ketika dilihat sebagai
penyebab pembelajaran kognitif (Rodriguez et.al, 1996).
Afektif mahasiswa sering menimbulkan pembelajaran
kognitif karena ketertarikan, motivasi, dan keterlibatan
mahasiswa meningkat ketika pembelajaran afektif
meningkat (Rodriguez et.al, 1996).
Hubungan tersebut merupakan kesempatan
besar bagi pengajar transformasional untuk memotivasi
mahasiswa melalui keterampilan komunikasi yang
dimiliki pengajar transformasional yang memiliki
hubungan dekat dengan mahasiswanya sehingga
dapat meningkatkan pembelajaran mahasiswa. Motivasi
mahasiswa mempunyai hubungan positif dengan
pembelajaran mahasiswa. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H
2
: Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada
pembelajaran mahasiswa.
Kepuasan mahasiswa dikonseptualisasikan
sebagai emosi positif yang dirasakan mahasiswa di
dalam kelas karena adanya interaksi antara dosen
dengan mahasiswanya. Dosen transformasional akan
dapat memotivasi mahasiswa untuk melakukan atau
menyelesaikan pekerjaannya dalam konteks belajar
sehingga mahasiswa yang termotivasi akan mempunyai
emosi positif dan dapat menciptakan kepuasan bagi
mahasiswa. Motivasi mahasiswa mempunyai
hubungan positif dengan kepuasan mahasiswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disusun
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H
3
: Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada
kepuasan mahasiswa.
Perilaku transformasional dosen secara positif
mempengaruhi pemberdayaan mahasiswa melalui in-
dividual consideration dan inspirational motivation.
Individualized consideration adalah pemimpin atau
dosen yang memperlakukan mahasiswanya secara
berbeda-beda namun adil dan menyediakan prasarana
dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan
pekerjaan menantang bagi mahasiswanya yang
menyukai tantangan. Sikap tersebut akan dapat
memotivasi mahasiswanya untuk bekerja dalam konteks
belajar sehingga mahasiswa merasa diberdayakan. Jadi
motivasi mahasiswa secara positif mempengaruhi
pemberdayaan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H
4
: Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada
pemberdayaan mahasiswa.
Responden penelitian ini adalah mahasiswa
pasca sarjana STIE YKPN yang terdiri dari mahasiswa
Magister Manajemen (MM), Magister Akuntansi
(MAKSI), dan Pendidikan Profesional Akuntansi (PPA)
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 80 or-
ang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan metode survei, yaitu menggunakan kuesioner
berisi daftar pernyataan yang dibagikan secara
langsung kepada responden untuk ditanggapi dan diisi
kemudian dikembalikan secara langsung kepada
peneliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya
dilakukan sekali atau disebut sebagai cross-sectional
47
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
study (Sekaran, 2000).
Dalam penelitian ini yang dimaksud perilaku
transformasional dosen adalah perilaku yang
menekankan perhatian kepada mahasiswanya melalui
sentuhan pribadi, memperlakukan mahasiswa sebagai
individu yang memiliki kelebihan dan keterbatasan,
bersedia untuk mendengarkan keluhan dan kecemasan
mahasiswa, berupaya agar mahasiswanya mampu
berkembang, menghargai pandangan dan
menumbuhkan keyakinan bahwa mampu melakukan
pekerjaan dengan sukses, mengakui dan memberi
apresiasi terhadap kontribusi mahasiswa, serta
menghargai kontribusi mahasiswa di dalam proses
belajar. Motivasi mahasiswa terdiri dari dua bentuk
motivasi yaitu motivasi keadaan dan motivasi sifat
(Frymer & Shuman, 1995). Motivasi keadaan tergantung
pada situasi dan waktu. Motivasi sifat dirasakan
mahasiswa terhadap kursus, tugas, atau bidang
tertentu pada waktu tertentu.
Chiles dan Zorn (1995) berpendapat bahwa
pemberdayaan sebagai wujud dari partisipasi
karyawan, keterlibatan, dan produktivitas karyawan.
Dalam konteks instruksional, pemberdayaan sebagai
wujud dari partisipasi mahasiswa di dalam kelas,
keterlibatan, dan produktivitas mahasiswa selama
proses belajar mengajar di dalam kelas. Mottet & Beebe
(2004) seperti dikutip dalam Noland (2005) membedakan
antara pembelajaran afektif dan kognitif. Pembelajaran
afektif terjadi saat mahasiswa memutuskan untuk
melakukan pembelajaran sendiri. Afektif juga dibagi
dalam beberapa bagian yaitu afektif bagi pengajar dan
afektif pada isi pelajaran. Afektif bagi pengajar
difokuskan pada sikap mahasiswa terhadap pengajar
sedangkan afektif bagi isi pelajaran memfokuskan pada
sikap mahasiswa terhadap pelajaran yang bersangkutan
(Chesboro & McCroskey, 2001) seperti dikutip dalam
Noland (2005). Kepuasan mahasiswa
dikonseptualisasikan sebagai emosi positif yang
dirasakan mahasiswa di dalam kelas karena adanya
interaksi (komunikasi) antara dosen dengan
mahasiswanya (Myrs, 2002).
HASIL PENELITIAN
Metode pengolahan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model persamaan struktural untuk
menguji pengaruh variabel-variabel independen yaitu
perilaku transformasional dosen terhadap variabel
dependen yaitu motivasi, pemberdayaan, pembelajaran,
dan kepuasan mahasiswa. Pengujian fit model
dilakukan dengan melihat tiga jenis nilai fit, yaitu abso-
lute fit measures, incremental fit measures, dan parsi-
monious fit measure. Kriteria penerimaan model
ditentukan berdasarkan seberapa sedikit kriteria fit yang
Absolute Fit Kriteria
Chi square; df; probability tidak signifikan (Hair et al, 1998)
GFI > 0,9 (Hair et al, 1998)
RMR < 0,08 upper limit <0,1 (Arbuckle, 2005)
RMSEA < 0,08 upper limit <0,1 (Arbuckle, 2005)
Incremental Fit
AGFI > 0,8 (sharma, 1996)
NFI 0,9 (Hair et al, 1998)
CFI 0,9 (Hair et al, 1998)
TLI 0,9 (Hair et al, 1998)
Parsimonious Fit
CMIN/DF (subject to sample size) 1-2 over fit
2-5 liberal limit
(Arbuckle, 2005)
Tabel 1
Kriteria Penerimaan Model
48
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
dilanggar. Setelah pengujian fit model dilakukan dan
model yang ada dapat diterima, hipotesis akan diuji
dengan melihat ada atau tidaknya significant path pada
panah hubungan antarvariabel yang ada. Hipotesis
akan didukung jika ada significant path pada panah
hubungan yang ada.
Analisis faktor dilakukan untuk menguji
validitas item-item pernyataan. Analisis faktor dilakukan
secara terpisah untuk tiap variabel perilaku
transformasional dosen, motivasi mahasiswa,
kepuasan mahasiswa, pembelajaran mahasiswa, dan
pemberdayaan mahasiswa. Jumlah sampel sebanyak
80 memadai untuk dilakukan analisis faktor yang dapat
dilihat dari nilai Keyser-Meyer-Olkin Measure of Sam-
pling Adequacy seperti yang tampak pada Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Pengujian Nilai KMO
Variabel Nilai KMO MSA
Transformasional Dosen 0,6
Motivasi mahasiswa 0,5
Kepuasan mahasiswa 0,7
Pemberdayaan mahasiswa 0,8
Pembelajaran mahasiswa 0,6
Ukuran reliabilitas konstruk ditentukan dengan melihat
nilai Cronbachs Alpha masing-masing variabel. Hasil
uji reliabilitas untuk berbagai variabel mengungkapkan
bahwa seluruh variabel sudah memenuhi kriteria
reliabilitas yang dikemukakan Nunnally (1967) seperti
dikutip Churchill (1979) yaitu ukuran reliabilitas 0,50
atau 0,60 sudah dapat dianggap memadai untuk suatu
studi eksploratori walaupun masih dalam kategori low
reliability. Nilai Cronbachs Alpha dalam penelitian
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil pengujian reliabilitas
Variabel Cronbachs Alpha Keterangan
Perilaku Transformasional Dosen 0,57 Reliabel
Pemberdayaan mahasiswa 0,862 Reliabel
Pembelajaran mahasiswa 0,55 Reliabel
Kepuasan mahasiswa 0,633 Reliabel
Motivasi mahasiswa 0,509 Reliabel
PEMBAHASAN
Absolute Fit Kriteria Nilai Fit Keterangan
Chi square; df; probability tidak signifikan (Hair et al 1998) 15,664 6 0,016 Kurang baik
GFI > 0,9 (Hair et al 1998) 0,932 Baik
RMR < 0,08 upper limit <0,1
(Arbuckle, 2005)
0,006 Baik
RMSEA < 0,08 upper limit <0,1
(Arbuckle, 2005)
0,057 Baik
Incremental Fit
AGFI > 0,8 (sharma 1996) 0,830 Baik
NFI > 0,9 (Hair et al 1998) 0,804 Baik
CFI > 0,9 (Hair et al 1998) 0,862 Baik
TLI > 0,9 (Hair et al 1998) 0,77 Kurang baik
Parsimonious Fit
CMIN/DF
(subject to sample size)
1-2 over fit
2-5 liberal limit
(Arbuckle, 2005)
2,611 Baik
Tabel 4
Pengujian Fit Model
49
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
Hasil pengujian model dengan melihat nilai-nilai
absolute fit menunjukkan bahwa, secara umum model
mempunyai goodness of fit yang baik sehingga
pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan model
yang ada. Pengujian hipotesis tentang pengaruh
perilaku transformasional dosen terhadap motivasi,
pemberdayaan, pembelajaran, dan kepuasan mahasiswa
dilakukan dengan melihat adanya significant path
dalam model. Jika terdapat significant path, maka
hipotesis tersebut akan didukung.
Hasil analisis menunjukan bahwa perilaku
transformasional dosen berpengaruh positif pada
motivasi mahasiswa (=0,478; P<0,01). Hasil analisis
ini mendukung hipotesis pertama yang menyatakan
perilaku transformasional dosen berpengaruh positif
pada motivasi mahasiswa. Hipotesis kedua yang
menyatakan motivasi mahasiswa berpengaruh positif
pada pembelajaran mahasiswa, dalam penelitian ini
didukung (=0,812; P<0,01). Hasil analisis menunjukkan
bahwa motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada
kepuasan mahasiswa (=0,766; P<0,01). Hasil ini
mendukung hipotesis ketiga yang menyatakan motivasi
mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan
mahasiswa. Penelitian ini juga menunjukkan adanya
pengaruh positif antara motivasi mahasiswa dengan
pemberdayaan mahasiswa (=0,517; P<0,01) sehingga
mendukung hipotesis keempat yang menyatakan
motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada
pemberdayaan mahasiswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan
dapat disimpulkan sebagai berikut 1) adanya pengaruh
positif perilaku transformasional dosen pada motivasi
mahasiswa, artinya semakin tinggi perilaku
transformasional dosen maka motivasi mahasiswa akan
meningkat; 2) motivasi mahasiswa berpengaruh positif
pada pembelajaran mahasiswa, artinya semakin tinggi
motivasi mahasiswa maka semakin tinggi pula
pembelajaran mahasiswa; 3) motivasi mahasiswa
berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa, artinya
semakin tinggi motivasi mahasiswa maka semakin tinggi
pula kepuasan mahasiswa; dan 4) adanya pengaruh
positif motivasi mahasiswa pada pemberdayaan
mahasiswa, artinya semakin tinggi motivasi mahasiswa
maka semakin tinggi pula tingkat pemberdayaan
mahasiswa.
Saran
Penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh
praktisi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan
untuk menempatkan pengajar transformasional di dalam
kelas untuk mendukung proses belajar mengajar agar
lebih efektif. Penelitian ini juga dapat dijadikan wacana
bagi dosen untuk menerapkan perilaku mengajar
Hipotesis
Standardized
Estimate
Standard
Error
Critical
Ratio
Probability Keterangan
H1 : Perilaku transformasional
dosen berpengaruh positif pada
motivasi mahasiswa
0,478 0,176 2,723 0,006 Didukung
H2 : Motivasi mahasiswa
berpengaruh positif pada
pembelajaran mahasiswa.
0,812 0,152 5,349 0,00 Didukung
H3 : Motivasi mahasiswa
berpengaruh positif pada
kepuasan mahasiswa.
0,766 0,145 5,269 0,00 Didukung
H4 : Motivasi mahasiswa
berpengaruh positif pada
pemberdayaan mahasiswa.
0,517 0,132 3,918 0,00 Didukung
Tabel 5
Hasil Pengujian Hipotesis
50
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
transformasional baik selama proses belajar mengajar
berlangsung dan setelah proses belajar mengajar di
kelas selesai atau pada saat di luar kelas untuk
meningkatkan motivasi, kepuasan, pemberdayaan, dan
pembelajaran mahasiswa. Penelitian ini tidak lepas dari
beberapa keterbatasan dan kelemahan. Keterbatasan
dalam penelitian ini terkait dengan instrumen penelitian
untuk mengukur motivasi mahasiswa. Karena
instrumen penelitian untuk mengukur motivasi
mahasiswa diperoleh dengan cara melakukan
wawancara langsung kepada beberapa responden
dengan pertanyaan yang sama yang dibuat peneliti.
Jawaban dari wawancara dengan responden oleh
peneliti disimpulkan kemudian dikelompokan menjadi
beberapa item pernyataan untuk mengukur motivasi
mahasiswa. Validitas untuk beberapa bagian kuesioner
tersebut kurang baik khususnya untuk perilaku
transformasional dosen dan motivasi mahasiswa. Hal
ini menyebabkan beberapa variabel kehilangan
beberapa item sehingga pengukuran untuk variabel
perilaku transformasional dosen dan motivasi
mahasiswa tidak dapat dilakukan secara utuh. Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki instrumen-
instrumen penelitian yang terkait dengan perilaku
transformasional dosen dan motivasi mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Bass and Avolio, J. Bruce. 1994. Improving Organiza-
tional Effectiviness Though Transformational
Leadership, New Dehli: Sage Publication.
Churchill, G.A. 1979. A Paradigm for Developing Bet-
ter Measures of Marketing Constructs. Jour-
nal of Marketing Research, February: 64-73.
Chiles, A.M., Zorn, T.E. 1995. Empowerment in Orga-
nizations: Employees Perceptions of the Influ-
ences on Empowerment. Journal of Applied
Communication Research, 23, 1-25.
Frymier, A.B. & Shulman, G.M. 1995. Whats in it for
me? Communication Education. 44, 40-50.
Frymier, A.B., Shulman, G.M., & Houser, M.L. 1996. The
Development of a Learner Empowerment Mea-
sure. Communication Education, 45, 181-199.
Koontz, Harold, Cyril Odonell & Heinz Weihrich. 2001.
Manajemen, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Myers, S. A. 2002. Perceived Aggressive Instructor
Communication and Student State Motivation,
Learning, and Satisfaction. Communication
Reports. 15, 113-121.
Noland, Aaron. 2005. The Relationship between
Teacher Transformational Leadership and Stu-
dent Outcomes, Thesis, Master of Arts Depart-
ment of Communication Miami University.
Pounder, J.S. 2003. Employing Transformational Lead-
ership to Enhance the Quality of Management
Development Instruction. Journal of
Management Development, 22, 1-13. Ohio.
Rodriguez, J., Plax, T.G., & Kearney, P. 1996. Clarifying
The Relationship Between Teacher Nonverbal
Immediacy and Student Cognitive Learning:
Affective Learning as the Central Causal Me-
diator. Communications Education. 45, 293-
305.
Sekaran, U. 2000. Research Methods for Bussines: A
Skill Building Approach, 3
rd
ed. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Sidelinger, R.J., & McCroskey, J.C. 1997. Communica-
tion Correlates of Teacher Clarity in The
College Classroom. Communication Research
Reports. 14, 1-10.
Thomas, K., W., & Velthouse, B. A. 1990. Cognitive
Elements of Empowerment: AnInterpretive
Model of Intrinsic Task Motivation. Academy
of Management Review, 15, 666-681.
51
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010
Hal. 51-61
ABSTRACT
Policy of exchange rate system determines the move-
ment of exchange rates. Although US$ values continue
to weaken and begin to be leaved, Indonesia still makes
US$ as a reference to manage the exchange rate and
become a tool of intervention in foreign exchange
markets. Therefore, this study tried to compare the value
of some hard currencies that probably better than US$
as a reference for the rupiah. This research is a com-
parative study that compares the exchange rate some
hard currencies. To be compared, currency values are
expressed in the SDR in relative rate index. The statis-
tical test of two means with 95% confidence level or
= 5% is used as tool of analisys. The study concluded
that the value of US$ tends to weaken, while other
hard currency that tends to strengthen. Statistical test
of two means shows that the is better thanUS$. Thus,
the rather serves as a reference value of the rupiah
than US$.
Keywords: exchange rates, hard currency, foreign ex-
change market, the relative rate index
PENDAHULUAN
Tokoh sosialis ternama, John Lenin telah mengingatkan
dunia tentang arti penting matauang bagi stabilitas
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN
KOMPARASI NILAI TUKAR HARD CURRENCIES
Heni Kusumawati
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta
Jalan Seturan Yogyakarta 55281
Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155
E-mail: heni.kusumawati@stieykpn.ac.id
M. Hadi Suparyono
E-mail: christ_fataya@yahoo.co.uk
negara dengan pertanyaan bahwa the fastest way to
destroy a society is to destroy its money (Friedman,
2002). Pernyataan tersebut dikenal dengan Lenins Dic-
tum yang dapat diartikan sebagai cara tercepat untuk
menghancurkan suatu tatanan masyarakat adalah
dengan merusak matauangnya. Secara historis, bangsa
Indonesia pernah membuktikan kebenaran Lenins Dic-
tum, yaitu pada saat krisis moneter yang melanda Asia
tahun 1997-1998. Krisis moneter yang menekan nilai
rupiah merusak seluruh tatanan ekonomi. Keadaan yang
terus memburuk, seperti sistem perbankan ambruk
sehingga banyak bank yang harus dilikuidasi, inflasi
sangat tinggi, banyak perusahan bangkrut dan tutup,
angka pengangguran dan kemiskinan melonjak,
menyebabkan krisis ketidakpercayaan terhadap
pemerintah. Berbagai unjuk rasa turun ke jalan dilakukan
untuk menuntut Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya. Secara resmi, Soeharto pun menyatakan
mundur dari jabatannya pada tanggal 20 Mei 1998, dan
runtuhlah rezim Orde Baru yang dibangun selama lebih
dari 30 tahun.
Belajar dari Lenins Dictum dan pengalaman
krisis tahun 1997-1998, maka Indonesia perlu menata
sistem moneter sehingga rupiah menjadi matauang
yang kuat dan stabil. Sejak dunia mengakui
kemerdekaan Indonesia dan rupiah mulai
diperdagangkan di pasar uang legal, nilai tukar rupiah
terikat dengan US$. Hal ini karena berdasarkan
Konferensi Bretton Woods, US$ berfungsi sebagai
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
52
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
matauang dunia. Seluruh negara yang meratifikasi
Konferensi Bretton Woods diwajibkan mematok nilai
tukar matauangnya dalam US$ dan menjaga nilai
tersebut agar tetap pada rentang +1% melalui intervensi
pada pasar uang. Sistem ini disebut dengan Bretton
Woods System berdasarkan fixed exchange rate sys-
tem.
Menjelang dekade 1970-an terjadi perubahan-
perubahan struktural yang menyebabkan Bretton Wood
System melemah. Perubahan-perubahan struktural itu
adalah 1) beberapa matauang selain US$ menjadi con-
vertible dapat ditukar dengan emas secara langsung.
Matauang negara-negara di Eropa barat mulai convert-
ible pada akhir 1958 dan Yen Jepang mulai convertible
pada tahun 1964; 2) berkembangnya pasar-pasar
matauang internasional; dan 3) menurunnya hegemoni
Amerika Serikat atas perekonomian dunia yang diikuti
dengan melemahnya nilai US$.
Perang Vietman di awal tahun 1970-an
menyebabkan inflasi merambat naik. US$ dicetak dalam
jumlah besar di Washington untuk membiayai perang
dan program-program sosial. Dalam waktu 6 bulan di
tahun 1971, US$22 milyar aset out dari Amerika Serikat.
Untuk meresponnya, pada tanggal 15 Agustus 1971
Presiden Nixon mengeluarkan dekrit bahwa nilai US$
tidak lagi terikat dengan emas. Sejak saat itu, runtuhlah
Bretton Wood System dan sistem kurs dunia bergeser
dari fixed exchange rate menjadi floating exchange
rate. Dengan runtuhnya Bretton Wood System, dunia
tidak lagi terikat oleh US$. Setiap negara bebas
menetukan standar nilai tukar matauangnya. Adapun
Indonesia saat ini masih mengaitkan nilai tukar rupiah
dengan US$, sehingga US$ tetap menjadi alat
intervernsi pada pasar valuta asing. Menurut Yoshiaki
(2002) kebijakan penentuan sistem nilai tukar juga
menentukan pergerakan nilai tukar. Demikian halnya
acuan nilai tukar juga turut menentukan pergerakan
nilai tukar, sebagaimana yang telah dijadikan dasar pada
Konferensi Bretton Woods tahun 1944.
Pasca krisis tahun 1997-1998 nilai tukar rupiah
relatif stabil terhadap US$, namun tidak berarti bahwa
sistem moneter Indonesia sudah optimal. Faktanya saat
ini terdapat beberapa hard currencies yang memiliki
nilai relatif stabil dan cenderung menguat dibanding
matauang lainnya. Selain US$, mata uang tergolong
hard currencies di antaranya Euro, Pound Sterling, Yen,
dan Franc Swis. Matauang-matauang tersebut masing-
masing memiliki peranan cukup luas dalam
perekonomian dunia. Boleh jadi, hard currencies
tersebut lebih baik daripada US$ sehingga layak
dijadikan acuan bagi nilai tukar Rupiah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
rumusan permasalahan adalah apakah perbandingan
perkembangan nilai tukar valuta-valuta kuat di dunia
(hard currencies) yaitu US$, Pound Sterling, dan Yen
dapat menjadi acuan dalam menentukan nilai tukar
terhadap Rupiah. Matauang dengan perkembangan
nilai tukar terbaik akan direkomendasikan sebagai acuan
dalam menentukan nilai tukar rupiah. Asumsi yang
mendasari adalah Rupiah dapat mempertahankan
nilainya terhadap matauang acuan tersebut sementara
matauang tersebut terus menguat, sehingga nilai tukar
rupiah juga ikut menguat terhadap matauang lainnya.
Lingkup pembahasan dilakukan dengan analisis untuk
menentukan matauang terbaik sebagai acuan nilai tukar
rupiah. Penelitian ini tidak membahas kebijakan-
kebijakan teknis yang digunakan untuk menjaga
kestabilan nilai rupiah terhadap valuta acuan tersebut.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Pasar valuta asing (valas) merupakan pasar
internasional bagi transfer lintas negara antar matauang.
Pada pasar valas transaksi dilakukan oleh lembaga-
lembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta
asing. Secara keseluruhan, pasar valas beroperasi
selama 24 jam per hari. Berdasarkan saat terjadi serah
terima valas dan pembayaran, pasar valas dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu 1) spot market, yaitu pasar yang
memperjualberikan mata uang dan serah-terima
dilakukan pada saat itu juga atau segera. Kurs yang
digunakan disebut dengan spot rate; 2) forward mar-
ket, yaitu pasar yang memperjualbelikan matauang
dengan kurs yang ditetapkan saat ini, namun serah-
terima dilaksanakan pada masa mendatang sesuai
dengan tanggal yang disepakati. Kurs yang digunakan
disebut dengan forward rate.
Berbeda dengan pasar pada umumnya, pada
pasar valas uang menjadi komoditas selain sebagai alat
pembayaran, sehingga sulit mencapai double coinci-
dence of want. Oleh karena itu, retail customer saja
tidak cukup sebagai pelaku di dalam pasar valas, namun
juga melibatkan pihak lain. Pihak-pihak yang terlibat di
dalam pasar valas, yaitu 1) retail customers, yaitu
53
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
pembeli dan penjual eceran. Kesulitan yang dihadapi
oleh retail customers adalah double coincidence of
wants, yaitu sulitnya menemukan rekan transaksi yang
tepat baik jenis maupun jumlah valasnya. Oleh karena
itu, retail customers membutuhkan commercial banks;
2) commercial banks, yaitu bank yang membeli dan
menjual valas kepada retail customers. Kesulitan yang
dihadapi oleh commercial bank adalah ketika kelebihan
atau kekurangan valas, sehingga membutuhkan corre-
spondence banks; 3) correspondence banks, yaitu
bank yang melayani commercial banks untuk membuka
rekening jangka pendek yang dapat disetori maupun
ditarik sewaktu-waktu apabila kelebihan maupun
kekurangan dana. Correspondence banks juga
mengalami kesulitan kelebihan ataupun kekurangan
valas, sehingga membutuhkan foreign exchange bro-
kers; 4) foreign exchange brokers, yaitu pihak yang
mempertemukan correspondence bank yang kelebihan
valas dengan correspondence bank yang kekurangan
valas. Brokers tidak terlibat dalam transaksi dan
menerima komisi dari pihak-pihak yang melakukan
transaksi; 5) central bank yang berfungsi sebagai
wasit, di samping menjaga kelancaran mekanisme dan
keseimbangan pasar valas juga melindungi kepentingan
pihak-pihak yang terlibat dalam pasar valas, serta
melindungi kepentingan ekonomi nasional dari imbas
yang mungkin ditimbulkan oleh pasar valas.
Penelitian sebelumnya (Leduc, Sylvain, 2001)
menganalisis perbedaan mekanisme sistem nilai tukar
berdasarkan perjanjian Bretton Woods (tahun 1944-
1971) dan sistem nilai tukar fleksibel (flexible exchange-
rate system, setelah tahun 1999) terhadap pertumbuhan
sektor industri di beberapa negara seperti Jepang,
Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. Perubahan nilai
tukar mempunyai dampak sedikit mengejutkan terhadap
perekonomian, terutama pada output, ekspor neto,
konsumsi masyarakat, maupun investasi. Pada masa
Great Depression, sebaiknya suatu negara
menggunakan nilai tukar tetap dengan standar emas.
Penelitian ini memberikan kontribusi bahwa tipe atau
metode sistem nilai tukar yang digunakan tergantung
pada situasi ekonomi setiap negara untuk memilih dan
menggunakan sistem nilai tukar tersebut.
Worasinchai, Lugkana (2005), memberikan
kontribusi dalam penelitiannya untuk menguji dampak
pergerakan nilai tukar (floating exchange rate system)
terhadap volume ekspor beberapa industri di Thailand,
seperti perhiasan, tekstil, otomotif, makanan, dan
industri software pada Juli 1999 sampai dengan April
2004. Hasil penelitian memberikan implikasi bahwa
depresiasi (apresiasi) terhadap Bath Thailand akan
meningkatkan (menurunkan) nilai ekspor pada industri
software, sedangkan perubahan nilai tukar tidak
berdampak secara signifikan terhadap volume ekspor
pada industri-industri lainnya yang diuji.
Latar belakang situasi perekonomian setiap
negara yang berbeda, memberikan dorongan bagi
peneliti untuk membandingkan penggunaan nilai tukar
beberapa negara yang mempunyai hubungan dagang
atau bisnis khususnya terhadap Indonesia. Dominasi
terhadap penggunaan matauang tertentu akan
memperkuat peran matauang tersebut sebagai alat tukar
dalam transaksi perdagangan antarnegara bahkan dapat
disebut sebagai matauang berkekuatan internasional.
Dollarisasi merupakan proses negara-negara di luar
Amerika Serikat yang menjadikan US$ sebagai
matauang resmi. Sebagai contoh, Panama telah
menggunakan US$ di samping Balboa Panama sebagai
alat pembayaran sah sejak 1904 dengan tingkat kurs
1:1. Ecuador (2000), Elsavador (2001), dan Timor Timur
(2000) mengadopsi US$ secara independen. Negara-
negara bentukan Amerika Serikat di kepulauan Pasifik
termasuk Palau, Micronesia, dan Kepulauan Marshall
memilih untuk tidak menerbitkan matauangnya sendiri
tetapi menggunakan US$ sejak 1944. Di beberapa negara
seperti Peru dan Uruguay, US$ diterima secara umum
meskipun tidak secara resmi diterima sebagai alat
pembayaran sah. Di perbatasan Meksiko dan area turis,
US$ diterima sebagai alat pembayaran kedua. Beberapa
toko di perbatasan Kanada-Amerika Serikat juga
menerima US$. Di Kamboja, US$ beredar bebas dan
lebih diminati daripada Riel Kamboja untuk pembayaran
dalam jumlah besar. Setelah invasi, US$ diterima di
Afganistas sebagai alat pembayaran sah.
Sejak diperkenalkan, Euro telah menjadi
matauang terluas kedua yang digunakan sebagai
cadangan devisa setelah US$. Proporsi Euro sebagai
cadangan devisa meningkat dari 17,9% pada tahun 1999
menjadi 26,5% pada tahun 2008. Dalam hal ini, Euro
mewarisi status dari Mark Jerman. Peningkatan Euro
sebagai cadangan devisa tidak secara bertahap. Lebih
dari 4,4% lonjakan terjadi pada tahun 2002 sebagai
dampak dikenalkannya uang kertas dan koin pada
tahun yang sama dan juga karena kepekaan masyarakat
54
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
internasional. Euro berpotensi akan menjadi cadagan
devisa terbesar menggantikan US$. Greespan
memberikan pendapatnya pada September 2007, bahwa
sangat mungkin terjadi bahwa Euro akan menggantikan
US$ sebagai cadangan devisa terbesar dunia. Di luar
zone, terdapat 23 negara yang bukan persemakmuran
negara-negara Eurozone, namun memiliki matauang
yang dipatok secara langsung dengan Euro, termasuk
14 negara di benua Afrika menggunakan Franc CFP,
Franc CFA, dan Dirham Maroko, 2 wilayah kepulauan
Afrika (Franc Komoro dan Escudo Cape Verdean), 3
wilayah Perancis Pasifik dan negara Balkan lainnya,
Bosnia dan Hezegovina. Kecuali Bosnia dan
Herzegoniva (yang sebelumnya mematok matauang
dengan Mark Jerman) serta Cape Verde (yang
sebelumnya mematok matauangnya dengan Escudo
Portugis), seluruh negara non-Uni Eropa ini telah
mematok matauangnya menggunakan Frank Perancis
sebelumnya. Dengan mematok matauang terhadap
matauang yang digunakan secara umum diyakini
sebagai langkah aman, terutama bagi negara dengan
ekonomi lemah sebagaimana Euro yang terlihat stabil,
mencegah inflasi, dan meningkatkan investasi asing
dikarenakan stabilitasnya. Beberapa negara di Uni
Eropa yang mematok matauangnya dengan Euro,
mengindikasikan bahwa negara-negera tersebut akan
bergabung dengan Eurozone.
Sterling digunakan sebagai cadangan devisa di
berbagai belahan dunia dan menduduki peringkat
ketiga setelah US$ dan Eero. Persentase Sterling
sebagai cadangan devisa dunia terus meningkat
disebabkan stabilitas perekonomian dan pemerintahan
Inggris, nilai kurs yang menguat secara bertahap, dan
memiliki tingkat bunga relatif lebih tinggi dibanding
matauang besar lainnya seperti US$, Euro, dan Yen.
Hal ini dipandang sebagai kebangkitan kembali
popularitas Sterling. Analis mengatakan bahwa
kebangkitan kembali ini disebabkan oleh perdagangan
yang dilakukan para investor karena Sterling memiliki
tingkat pendapatan lebih tinggi daripada Euro.
Sebelum tahun 2006, Yen merupakan mata uang
terbesar ketiga yang digunakan sebagai cadangan
devisa dunia. Namun, sejak tahun 2006 perekonomian
Inggris berkembang pesat sehingga Pound semakin
kuat dan menggeser posisi Yen. Saat ini Yen digunakan
sebagai cadangan devisa terbesar keempat setelah
US$, Euro, dan Pound Sterling.
Penelitian ini membandingkan perkembangan
nilai tukar hard currencies, yaitu US$, Euro, Yen, dan
Pound Sterling. Adapun periode yang diteliti adalah
selama enam tahun dari bulan April 2002 sampai dengan
April 2008. Periode tersebut dipilih karena merupakan
periode yang menurut peneliti stabil meskipun terjadi
shock di tahun 2005, tetapi situasi kembali normal pada
tahun 2006 hingga awal 2008. Oleh karena perbandingan
hanya dapat dilakukan pada obyek sejenis, maka nilai
tukar US $, Euro, Yen, dan Pound Sterling dinyatakan
dalam Special Drawing Right (SDR per currency).
Selain itu karena keempat valuta tersebut memiliki tingkat
nilai tukar yang berbeda-beda terhadap SDR. Nilai
tukar dinyatakan dalam indeks kurs relatif dengan
periode 2002:4 sebagai periode dasar. Tujuannya untuk
menyatakan nilai setiap periode dalam persentase
terhadap periode dasar.
Matauang 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
US$ 70.9% 70.5% 70.7% 66.5% 65.8% 65.9% 66.4% 65.7% 64.1% 64.0%
Euro 17.9% 18.8% 19.8% 24.2% 25.3% 24.9% 24.3% 25.2% 26.3% 26.5%
Sterling 2.9% 2.8% 2.7% 2.9% 2.6% 3.3% 3.6% 4.2% 4.7% 4.1%
Yen 6.4% 6.3% 5.2% 4.5% 4.1% 3.9% 3.7% 3.2% 2.9% 3.3%
Swiss
Franc
0.2% 0.3% 0.3% 0.4% 0.2% 0.2% 0.1% 0.2% 0.2% 0.1%
Lainnya 1.6% 1.4% 1.2% 1.4% 1.9% 1.8% 1.9% 1.5% 1.8% 2.0%
Sumber: ECB, The Accumulation of Foreign Reserves.
Tabel 1
Komposisi Cadangan Devisa Dunia
55
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
Penelitian ini menggunakan data sekunder
berupa time series dengan periode bulan 2002:4 sampai
dengan 2008:4. Data utama nilai tukar mata uang
diperoleh dari International Financial Statistic, In-
ternational Monetary Fund. Untuk melengkapi kajian,
data pelengkap diperoleh dari berbagai sumber.
Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah membandingkan nilai tukar mata
uang yang dinyatakan dalam SDR per currency
kemudian dinyatakan dalam indeks kurs relatif dengan
rumus:
Dimana
S
t
adalah nilai indeks kurs relatif pada pediode t
S (E)
t
adalah kurs SDR per currency pada periode t
S (E)
o
adalah kurs SDR per currency pada periode
dasar
Nilai keempat valuta kemudian diplot dalam
grafik visual, sebagai media perbandingan awal antar
valuta. Berdasarkan hal ini, diketahui mata uang dengan
perkembangan nilai tukar paling ekstrim. Mata uang
tersebut kemudian dibandingkan dengan US$ karena
selama ini Rupiah mengaitkan nilai terhadapnya.
Alat uji analisis yang digunakan dalam
perbandingan ini adalah uji statistik dua rata-rata
dengan tingkat kepercayaan 95% atau = 5%. Oleh
karena sampel penelitian besar (lebih dari 30) maka
hipotesis diuji dengan distribusi Z (distribusi normal).
Ho:
Ha:
= 5%, dengan nilai kritis Z = 1,64
Adapun nilai Z dihitung dengan rumus:
Apabila nilai Z lebih kecil daripada Z kritis, maka
H
0
ditolak dan H
a
diterima, sehingga nilai US$ lebih
rendah daripada nilai valuta ekstrim (signifikan). Apabila
nilai Z lebih dari atau sama dengan Z kritis, maka H
0
diterima dan H
a
ditolak, sehingga nilai US$ tidak
berbeda dengan nilai valuta ekstrim.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Gambar 1, nampak nilai kurs US$ terhadap
SDR cenderung melemah. Penguatan nilai dollar hanya
terjadi pada tahun 2005.
.60
.64
.68
.72
.76
.80
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 1
Kurs SDR per USD (2002:4 2008:4)
Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan
nilai US$ dalam SDR dari waktu ke waktu seperti pada
Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Perkembangan Nilai Dollar dalam SDR
Periode Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs %
April 2002 April 2003 0.789 0.723 -0.066 -8%
April 2003 April 2004 0.723 0.689 -0.034 -5%
April 2004 April 2005 0.689 0.659 -0.029 -4%
April 2005 April 2006 0.659 0.680 0.020 3%
April 2006 April 2007 0.680 0.656 -0.024 -3%
April 2007 April 2008 0.656 0.616 -0.040 -6%
April 2002 April 2008 0.789 0.616 -0.173 -22%
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan Tabel 2, nampak nilai US$
mengalami penurunan terhadap SDR dari waktu ke
waktu. Pada tahun 2002-2003, US$ melemah SDR0.066,
tahun 2003-2004 melemah SDR0.034, tahun 2004-2005
56
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
melemah SDR0.029, tahun 2006-2007 melemah SDR
0.024, dan tahun 2007-2008 melemah SDR0.040.
Penguatan hanya terjadi pada tahun 2005, yakni
SDR0,020 dari SDR0,659 pada bulan April 2005 menjadi
SDR0,680 pada bulan April 2006. Selama 6 tahun sejak
April 2002 April 2008, nilai US$ kehilangan SDR0.173
atau 22%. Adapun nilai US$ terhadap SDR dalam indeks
kurs relatif adalah sebagai berikut:
Sumber: Data diolah.
Gambar 2
Indeks Kurs Reatif SDR per USD
(2002:4 2008:4)
Berdasarkan Gambar 3, nampak selama periode
April 2002 April 2008 nilai Euro cenderung selalu
menguat terhadap SDR. Sempat melemah di awal tahun
2005 kemudian hampir tidak ada pergerakan sampai akhir
2005 dan kembali menguat pada tahun 2006 sampai
dengan tahun 2008.
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 3
Kurs SDR per EUR (2002:4 2008:4)
Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan
nilai Euro dalam SDR dari waktu ke waktu seperti pada
Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3
Perkembangan Nilai Euro dalam SDR
Periode Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs %
April 2002 - April 2003 0.711 0.804 0.094 13%
April 2003 - April 2004 0.804 0.823 0.019 2%
April 2004 - April 2005 0.823 0.854 0.031 4%
April 2005 - April 2006 0.854 0.852 -0.002 -0%
April 2006 - April 2007 0.852 0.893 0.040 5%
April 2007 - April 2008 0.893 0.957 0.064 7%
April 2002 - April 2008 0.711 0.957 0.246 35%
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan Tabel 3, nampak nilai Euro selalu
menguat terhadap SDR dari waktu ke waktu. Pada
tahun 2002-2003 menguat SDR0.094, tahun 2003-2004
menguat SDR0.019, tahun 2004-2005 menguat
SDR0.031, tahun 2006-2007 menguat SDR 0.040 dan
tahun 2007-2008 melemah SDR0.064. Nilai Euro sempat
melemah tipis, yaitu SDR0,002 dari SDR0,854 pada
bulan April 2005 menjadi SDR0,852 pada bulan April
76
80
84
88
92
96
100
2002 2003 2004 2005 2006 2007
0.70
0.75
0.80
0.85
0.90
0.95
1.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007
57
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
2006. Selama 6 tahun sejak April 2002 April 2008, nilai
Euro menguat 35% atau SDR0,246. Adapun nilai
terhadap SDR dalam indeks kurs relatif adalah sebagai
berikut:
Sumber: Data diolah.
Gambar 4
Indeks Kurs Reatif SDR per EUR (2002:4 2008:4)
Berdasarkan Gambar 5, nampak selama periode
2002-2008 nilai Pound Sterling cenderung menguat
secara gradual terhadap SDR, meskipun melemah secara
drastis pada akhir tahun 2007.
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 5
Kurs SDR per GBP (2002:4 2008:4)
Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan
nilai Pound Sterling dalam SDR dari waktu ke waktu
seperti pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4
Perkembangan Nilai Pound Sterling dalam SDR
Periode Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs %
April 2002 - April 2003 1.149 1.153 0.004 0%
April 2003 - April 2004 1.153 1.221 0.068 6%
April 2004 - April 2005 1.221 1.261 0.039 3%
April 2005 - April 2006 1.261 1.229 -0.031 -2%
April 2006 - April 2007 1.229 1.309 0.079 6%
April 2007 - April 2008 1.309 1.211 -0.097 -7%
April 2002 - April 2008 1.149 1.211 0.062 5%
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan Tabel 4, nampak nilai Pound Ster-
ling menguat terhadap SDR dari waktu ke waktu. Pada
tahun 2002-2003 menguat SDR0.004, tahun 2003-2004
menguat SDR0.068, tahun 2004-2005 menguat
SDR0.039, tahun 2006-2007 menguat SDR 0.079. Pound
sterling sempat melemah SDR0,031 atau 2% pada tahun
2005-2006 dan SDR0,097 atau 7% pada tahun 2007-2008.
Selama 6 tahun sejak April 2002 April 2008, nilai pound
menguat SDR0,062 atau 5% dari SDR1,149 menjadi
SDR1,211. Adapun nilai pound terhadap SDR dalam
indeks kurs relatif adalah sebagai berikut:
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 6
Indeks Kurs Reatif SDR per GBP (2002:4 008:4)
90
100
110
120
130
140
2002 2003 2004 2005 2006 2007
1.12
1.16
1.20
1.24
1.28
1.32
1.36
2002 2003 2004 2005 2006 2007
96
100
104
108
112
116
2002 2003 2004 2005 2006 2007
58
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
Berdasarkan gambar 7, nampak selama periode
April 2002 April 2008 nilai Yen cenderung melemah
SDR.
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 7
Kurs SDR per JPY (2002:4 2008:4)
Apabila disajikan dalam tabel, nampak
perkembangan nilai Yen dalam SDR dari waktu ke waktu
seperti pada Tabel 5 berikut ini:
Tabel 5
Perkembangan Nilai Yen dalam SDR
Periode Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs %
April 2002 - April 2003 0.00616 0.00604 -0.00012 -2%
April 2003 - April 2004 0.00604 0.00625 0.00021 3%
April 2004 - April 2005 0.00625 0.00623 -0.00002 0%
April 2005 - April 2006 0.00623 0.00595 -0.00028 -4%
April 2006 - April 2007 0.00595 0.00549 -0.00046 -8%
April 2007 - April 2008 0.00549 0.00592 0.00043 8%
April 2002 - April 2008 0.00616 0.00592 -0.00025 -4%
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan Tabel 5, nampak nilai Yen relatif
melemah terhadap SDR dari tahun ke tahun. Pada tahun
2002-2003 melemah SDR0.00012, tahun 2004-2005
melemah SDR0.000002, tahun 2005-2006 melemah SDR
0.00028 dan tahun 2006-2007 melemah SDR0.00046. Yen
sempat menguat signifikan, yakni SDR0,00021 pada
tahun 2003-2004 dan SDR0,00043 pada tahun 2007-2008.
Selama 6 tahun sejak April 2002 April 2008, nilai Yen
melemah 4% dari SDR0,00616 menjadi SDR0,000592.
Adapun nilai Yen terhadap SDR dalam indeks kurs
relatif adalah sebagai berikut:
Gambar 8
Indeks Kurs Reatif SDR per JPY (2002:4 2008:4)
PEMBAHASAN
Berdasarkan Gambar 9, nampak selama enam tahun
memiliki perkembangan nilai tukar paling cepat, adalah
Euro menguat 35%, disusul Pound Sterling menguat
5%, kemudian Yen Jepang melemah 4%, serta US$ yang
melemah 22%
Sumber: Data diolah.
Gambar 9
Nilai Mata Uang dalam Indeks Kurs Relatif
.0052
.0054
.0056
.0058
.0060
.0062
.0064
.0066
2002 2003 2004 2005 2006 2007
84
88
92
96
100
104
108
2002 2003 2004 2005 2006 2007
70
80
90
100
110
120
130
140
2002 2003 2004 2005 2006 2007
USD
EUR
GBP
JPY
59
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
Oleh karena memiliki perkembangan nilai pal-
ing ekstrim, maka akan dibandingkan perbedaaan rata-
ratanya dengan US$ sehingga dapat dianalisis, apakah
keduanya memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan
atau tidak.
Selama enam tahun dari April 2002 s.d. April
2008, observasi yang dilakukan terhadap perkembangan
nilai US$ masing-masing sebanyak 73 observasi. US$
memiliki rata-rata 86,88 dengan standar deviasi 4,84;
sementara memiliki rata-rata 118,40 dengan standar
0
2
4
6
8
10
12
80 85 90 95 100
Series: SDR_USD
Sample 2002:04 2008:04
Observations 73
Mean 86.87740
Median 86.17663
Maximum 100.0000
Minimum 77.08787
Std. Dev. 4.838364
Skewness 0.561176
Kurtosis 3.115942
Jarque-Bera 3.872401
Probability 0.144251
0
4
8
12
16
100 110 120 130
Series: SDR_EUR
Sample 2002:04 2008:04
Observations 73
Mean 118.4061
Median 117.9875
Maximum 135.3153
Minimum 100.0000
Std. Dev. 7.523841
Skewness -0.172527
Kurtosis 3.140092
Jarque-Bera 0.421843
Probability 0.809838
Gambar 10
Deskriptif Statistik Nilai Dollar
Gambar 11
Deskriptif Statistik Nilai Euro
60
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
deviasi 7,52. Matauang yang diperbandingkan adalah
US$, dalam hal ini Rupiah mengaitkan nilai terhadapnya,
dibanding Euro yang memiliki perkembangan nilai pal-
ing ekstrim. Alat uji yang digunakan adalah uji statistik
dua rata-rata dengan tujuan untuk mengetahui apakah
Euro memiliki nilai lebih baik daripada US$ secara
signifikan.
Hipotesis:
H
0
:
H
a
:
Tingkat kepercayaan = 5%, dengan nilai kritis z = -
1,64 (uji satu sisi)
Nilai Z -30,11 lebih kecil daripada nilai kritis -
1,64, sehingga H
0
ditolak dan H
a
diterima. Dengan
demikian, US$ dan Euro memiliki rata-rata nilai tidak
sama, tepatnya Euro memiliki nilai rata-rata lebih tinggi
daripada US$ Amerika
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan sebagai
berikut 1) US$, dimana rupiah mengaitkan nilai
terhadapnya, cenderung melemah dibandingkan valuta-
valuta di dunia yang diwakili oleh SDR. Selama enam
tahun, sejak April 2002 sampai dengan April 2008, nilai
US$ melemah 22% dari SDR0,789/USD menjadi
SDR0,173/USD; 2) Euro merupakan mata uang yang
memiliki perkembangan nilai paling pesat. Selama enam
tahun, sejak April 2002 sampai dengan April 2008, nilai
Euro menguat 35% terhadap SDR, sementara Pound
Sterling menguat 5%, Yen melemah 4%, dan US$
melemah 22%; 3) menggunakan uji statistik dua rata-
rata, nilai Euro memiliki rata-rata lebih baik daripada
US$ secara signifikan dengan tingkat kepercayaan =
5%; dan 4) tidak tepat apabila Rupiah mengaitkan
nilainya terhadap US$ yang cenderung melemah
terhadap valuta-valuta lainnya sehingga Rupiah juga
cenderung melemah terhadap valuta-valuta lainnya.
Nilai rupiah akan menjadi lebih baik apabila mengaitkan
nilai terhadap Euro yang memiliki kecenderungan
menguat terhadap valuta-valuta lainnya
Saran
Berdasarkan simpulan yang diperoleh, peneliti
merekomendasikan hal-hal sebagai berikut 1) kepada
pengambil kebijakan dalam hal ini otoritas moneter,
untuk mempertimbangkan kembali pengaturan nilai
Rupiah yang didasarkan pada US$ karena US$
cenderung melemah dibanding valuta-valuta lain di
dunia; 2) kepada pelaku bisnis di pasar uang, untuk
menyimpan aset jangka panjang dalam bentuk Euro
daripada valuta lainnya karena memiliki perkembangan
nilai paling baik selama periode April 2002 sampai
dengan April 2008, yaitu menguat 35% terhadap SDR;
dan 3) kepada akademisi, untuk mengadakan penelitian
lanjutan dengan memperhatikan indikator ekonomi
lainnya, seperti inflasi, perdagangan dan GDP, sehingga
diperoleh simpulan yang lebih baik dalam rangka
menjadikan Rupiah sebagai mata uang yang lebih stabil
dan lebih kuat.
61
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, David R. et al., 2002. Statistics for Business
and Economics, 18
th
ed., South-Western, Ohio.
Appleyard, Denis R. et al.,1995. International Econom-
ics, 2
nd
ed., Richard D. Irwin, Inc.
Baillie, Richard T. and Patrick Mc Mahon. 1989. The
Foreign Exchange Market: Theory and Econo-
metric Evidence, Cambridge University Press.
Friedman, Milton. 2002. Capitalism and Freedom, the
University of Chicago Press, Chicago.
Hanafi, Mamduh M. 2003. Manajemen Keuangan
Internasional, BPFE, Yogyakarta. IMF: Inter-
national Finacial Statistics.
______2006. Report for Selected Country Groups and
Subjects, 14 September 2006.
Iqbal, Muhaimin. 2007. Mengembalikan Kemakmuran
Islam dengan Dinar & Dirham, Spritiual Learn-
ing Center Dinar Club, Depok.
Krugman, Paul R. and Maurice Obstfeld. 1997. Inter-
national Economics Theory and Policy, 4
th
ed.,
Addospm-Wesley Longman, Inc..
Leduc, Sylvain. 2001. Who Cares About Volatility? A
Tale of Two Exchange-Rate System. Business
Review-Federal Reserve Bank of Philadelphia.
First Quarter.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Macoreconomics, 5
th
ed.,
Worth Publiser, New York.
Pearce, David W., et al. 1992. The MIT Dictionary of
Modern Economics, 4
th
ed., The Macmillah
Press, Great Britain.
Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus:
Makroekonomi, Edisi ke-14, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Subagyo, Pangestu. 2004. Statistika Terapan, Aplikasi
pada Perencanaan dan Ekonomi, BPFE,
Yogyakarta.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, CV
Alfabeta, Bandung.
Supranto, J. 1971. Metode Riset, Lembaga Penerbit,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Woransinchai, Lugkana. 2005. The Impact of Floating
Thai Baht on Export Volumes: A Case.
______________. Study of Major Industries in Thai-
land. Journal of American Academy of Busi-
ness, Cambridge, Vol . 7.
63
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010
Hal. 63-69
ABSTRACT
The women in Indonesia more better than before, es-
pecially in education sector. But many women doesnt
have a change to get her needs. This research using
descriftive quantitative analysis in University of
Balikpapan. All subject is women. The result of this
study are as follows (1) all variables need have effect
to achieve motivation and (2) biological and actualiza-
tion needs have effect to achieve motivation than the
other need.
Keywords: kebutuhan, motivasi berprestasi, dosen
wanita
PENDAHULUAN
Perguruan Tinggi sebagai salah satu lembaga
pendidikan merupakan tempat yang terbaik bagi wanita-
wanita Indonesia dalam mengembangkan dirinya tanpa
melupakan keluarganya. Pekerjaan dosen bagi wanita
merupakan salah satu pilihan terbaik untuk
mengaktualisasikan dirinya terhadap ilmu yang dimiliki.
Namun demikian, wanita sebagaimana juga laki-laki
memiliki kebutuhan-kebutuhan berupa psikis dan fisik.
Jika dalam mengaktualisasikan ilmunya sebagai dosen
seorang wanita belum mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya maka mungkin pencapainnya motivasi
berprestasi sebagai dosen sangat rendah. Padahal
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG
MEMPENGARUHI MOTIVASI BERPRESTASI DOSEN WANITA
PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) DI BALIKPAPAN
Mardatillah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Madani
Jalan Kapten Tendean Nomor 60 Gunung Pasir, Balikpapan 76121
Telelpon +62 542 423305, 733024, Fax. +62 542 425380
E-mail: mardatillah@hotmail.com
wanita sebagaimana pria memiliki kesempatan yang
sama untuk menjadi yang terbaik di bidang pendidikan
sebagai dosen.
Motivasi berprestasi merupakan pemberi
semangat dalam bekerja keras jika disertai dengan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya. Ini penting
agar kemampuan yang dimiliki dalam meningkatkan
produktivitas kerja tidak sia-sia belaka hanya karena
tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya secara
psikis maupun fisik. Kebutuhan-kebutuhan di sini
bermakna adanya kebutuhan yang diuraikan dalam
kehidupan seseorang, yaitu adanya tahapan-tahapan
kebutuhan yang harus dilewati seseorang dalam
memuaskan berbagai kebutuhannya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui 1) kebutuhan-kebutuhan
yang mempengaruhi motivasi berprestasi; 2) apakah
kebutuhan faal secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap motivasi
berprestasi; 3) apakah kebutuhan rasa aman secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap motivasi berprestasi; 4) apakah kebutuhan
sosial secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang
bermakna terhadap motivasi berprestasi; 5) apakah
kebutuhan harga diri secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap motivasi
berprestasi; 6) apakah kebutuhan aktualisasi diri secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap motivasi berprestasi; dan 7) faktor mana di
antara faktor-faktor tersebut yang berpengaruh secara
dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita
pada PTS di Balikpapan.
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
64
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 63-69
Djuwita (2004) yang meneliti tentang pengaruh strategi
pengembangan dosen perguruan tinggi dan motif
berprestasi terhadap produktivitas kerja menemukan
hasil bahwa strategi pengembangan dosen dan motif
berprestasi tergolong ke dalam kategori cukup tinggi.
Hasil pengujian statistik per subvariabel dan strategi
pengembangan dosen yaitu sasaran, implementasi, dan
evaluasi berpengaruh sebesar 50,9% terhadap
produktivitas kerja. Sedangkan subvariabel dari motif
berprestasi yaitu dorongan dan aktivitas berpengaruh
sebesar 54,5% terhadap produktivitas kerja. Adapun
strategi pengembangan dosen secara total berpengaruh
positif sebesar 24,96% terhadap produktivitas kerja dan
motif berprestasi berpengaruh positif sebesar 42,96%
terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian, strategi
pengembangan dosen dan motif berprestasi secara
bersama berpengaruh positif terhadap produktivitas
dosen PTS, yaitu sebesar 67,92%.
Penelitian lain dilakukan oleh Kusuma (2004)
tentang studi korelasi antara kecerdasan adversity dan
motivasi berprestasi dengan kinerja kepala sekolah di
lingkungan Yayasan BPK Penabur Jakarta. Hasilnya
menunjukkan bahwa kecerdasan adversity dan motivasi
berprestasi kepala sekolah memiliki pengaruh pada
kinerja kepala sekolah yang dikelola oleh BPK Penabur
Jakarta. Oleh karena makin tinggi kecerdasan adver-
sity dan motivasi berprestasi, maka makin tinggi pula
kinerja yang dapat dicapai.
Subarjo (2002) dalam penelitiannya ingin melihat
adanya pengaruh motivasi berprestasi dan kesiapan
menerima perubahan terhadap kinerja pegawai.
Hipotesis penelitiannya terbukti dengan adanya
pengaruh yang cukup signifikan sebesar 57,46% yang
mengindikasikan bahwa kinerja pegawai dikembangkan
melalui motivasi berprestasi dan kesiapan menerima
perubahan. Sedangkan pengaruh motivasi berprestasi
sendiri terhadap kinerja pegawai sebesar 48,58% dan
44,35% adalah pengaruh kesiapan menerima perubahan
terhadap kinerja pegawai.
Motivasi menurut Duncan dalam Purwanto
(1995) berarti setiap usaha yang disadari untuk
mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan
kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan
organisasi. Menurut Vroom dalam Purwanto (1995),
motivasi mengacu pada suatu proses mempengaruhi
pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam
bentuk kegiatan yang dikehendaki. Hoy dan Miskel
(Purwanto, 1995) mengemukakan bahwa motivasi
sebagai kekuatan yang kompleks, dorongan,
kebutuhan, pernyataan ketegangan, atau mekanisme-
mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan
yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan
pribadi.
Teori motivasi berprestasi dikemukakan oleh
McCelland (Winardi, 2001). Teori ini berpendapat
bahwa karyawan mempunyai cadangan energi
potensial. Bagaimana energi ini digunakan tergantung
pada kekuatan dorongan motivasi seseorang, situasi,
serta peluang yang tersedia. Energi ini akan
dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh
kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat,
harapan keberhasilan, dan nilai insentif yang terlekat
pada tujuan. McClelland mengelompokkan tiga
kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah
bekerja yaitu 1) kebutuhan akan prestasi, 2) kebutuhan
akan afiliasi, dan (3) kebutuhan akan kekuatan
(Hasibuan, 2001).
Menurut McClelland (Winardi, 2001), motivasi
prestasi seorang pekerja memiliki energi potensial yang
dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan
motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Murray dalam
Winardi (2001) merumuskan kebutuhan akan prestasi
sebagai keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas
atau pekerjaan yang sulit. Orang yang termotivasi untuk
berprestasi memiliki tiga macam ciri umum, yaitu 1)
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan
moderat; 2) menyukai situasi-situasi di mana kinerjanya
timbul karena upaya-upayanya sendiri dan bukan
karena faktor-faktor lain seperti misalnya kemujuran;
dan 3) menginginkan lebih banyak umpan balik tentang
keberhasilan dan kegagalannya dibandingkan yang
berprestasi rendah (Winardi, 2001). Manifestasi dari
motivasi berprestasi terlihat pada beberapa ciri perilaku
seperti 1) mengambil tanggungjawab pribadi atas
perbuatan-perbuatannya; 2) mencari umpan balik
tentang perbuatannya; 3) memilih risiko yang moderat
dalam perbuatannya; dan 4) berusaha melakukan
sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Hasil penelitian tentang motivasi berprestasi
menunjukkan pentingnya menetapkan target atau
standar keberhasilan. Karyawan dengan ciri-ciri
motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki
keinginan bekerja yang tinggi. Karyawan lebih
mementingkan kepuasan pada saat target telah tercapai
65
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
dibandingkan imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini
bukan berarti tidak mengharapkan imbalan, melainkan
menyukai tantangan. Ada tiga macam kebutuhan yang
dimiliki oleh setiap individu yaitu 1) kebutuhan
berprestasi yang meliputi tanggungjawab pribadi,
kebutuhan untuk mencapai prestasi, umpan balik, dan
mengambil risiko sedang; 2) kebutuhan berkuasa yang
meliputi persaingan dan mempengaruhi orang lain; dan
3) kebutuhan berafiliasi yang meliputi persahabatan,
kerjasama, dan perasaan diterima. Dalam lingkungan
pekerjaan, ketiga macam kebutuhan tersebut saling
berhubungan karena setiap karyawan memiliki semua
kebutuhan tersebut dengan kadar yang berbeda.
Seseorang dapat dilatihkan untuk meningkatkan salah
satu dari tiga faktor kebutuhan ini.
Menurut Maslow (Munandar, 2001) seseorang
akan berusaha memenuhi kebutuhan yang paling dasar
kemudian memenuhi kebutuhan yang selanjutnya. Dua
tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang
sama tetapi kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah
dianggap sebagai motivator yang lebih kuat dalam
berperilaku. Maslow (Munandar, 2001) juga
menekankan bahwa semakin tinggi tingkat kebutuhan
seseorang maka semakin tidak penting
mempertahankan hidup dan semakin lama
pemenuhannya dapat ditunda. Berikut ini berbagai
kebutuhan menurut Maslow (Munandar, 2001), yaitu
1) kebutuhan fisiologikal (faal), yaitu kebutuhan yang
timbul berdasarkan kondisi fisiologikal tubuh manusia,
seperti makan, minum, dan udara segar. Kebutuhan ini
menjadi kebutuhan dasar atau primer. Jika tidak
dipenuhi maka individu akan terhenti eksistensinya; 2)
kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan untuk
dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam
pekerjaan, kebutuhan ini muncul dalam bentuk rasa
asing sewaktu memasuki daerah baru atau asing; 3)
kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk menerima
persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki, dan
kekeluargaan. Sebagai manusia sosial, kebutuhan ini
dirasakan sebagai bagian dari kebutuhan manusia yang
selalu berinteraksi satu dengan yang lain; 4) kebutuhan
harga diri meliputi faktor eksternal yaitu seperti
menyangkut reputasi, diakui, status, dipuji, diakui
keberadaannya, dan kehormatan sedangkan faktor in-
ternal yakin kebutuhan berupa kepercayaan diri,
kompetensi, dan harga diri; dan 5) kebutuhan
aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk
merealisasikan potensi-potensi diri.
Menurut Edwards (1959) yang dikutip oleh Ruch
(1972) dalam Asad (2001) kebutuhan-kebutuhan yang
dapat mempengaruhi motivasi individu, dapat
diklasifikasikan menjadi 15 kebutuhan yang nampak
pada manusia dengan kekuatan-kekuatan yang
berbeda-beda yakni 1) achievement, yaitu kebutuhan
lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu
untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk
mencapai prestasi yang lebih tinggi; 2) deference, yaitu
kebutuhan mengikuti pendapat orang lain, mengikuti
petunjuk-petunjuk yang diberikan orang lain, dan
menyesuaikan diri dengan adat istiadat; 3) order, yaitu
kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang
teratur, yang berhubungan dengan kerapian,
mengorganisasi secara detail terhadap pekerjaannya,
dan melakukan kebiasaan sehari-hari secara teratur; 4)
exhibition, yaitu kebutuhan untuk menarik perhatian
orang lain dan berusaha untuk menjadi pusat perhatian.
Nampak dalam tindakan dan cara bicaranya
menyebabkan dirinya diperhatikan orang lain; 5) au-
tonomy, yaitu kebutuhan untuk mandiri, tidak
tergantung dengan orang lain atau tidak mau diperintah
orang lain; 6) affilllation, yaitu kebutuhan untuk
menjalin persahabatan dengan orang lain, setia
terhadap orang lain, berpartisipasi dalam kelompok, dan
suka menulis surat kepada teman-teman; 7)
intraception, yaitu kebutuhan untuk memahami orang
lain dan mengetahui tingkah laku orang lain; 8) suc-
corance, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan bantuan
orang lain, simpati, dan kasih sayang dari orang lain; 9)
dominance, yaitu kebutuhan untuk bertahan pada
pendapatnya, menguasai, memimpin, dan menasehati
orang lain; 10) abasement, yaitu kebutuhan yang
menyebabkan individu merasa berdoa apabila ada
kesalahan, merasa perlu diberi hukuman apabila
tindakannya tidak benar; 11) nurturance, yaitu
kebutuhan untuk menolong orang lain bila dalam
kesusahan, simpati, dan berbuat baik terhadap orang
lain; 12) change, yaitu kebutuhan untuk membuat
pembaharuan-pembaharuan, tidak menyukai hal yang
monotom, senang berpergian, dan membuat pertemuan
dengan orang lain; 13) endurance, yaitu kebutuhan
yang menyebabkan individu bertahan pada suatu
pekerjaan sampai selesai dan tidak suka diganggu
apabila bekerja; 14) heterosexuality, yaitu kebutuhan
yang mendorong aktivitas sosial individu dalam
66
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 63-69
mendekati lawan jenisnya, mencintai lawan jenisnya,
dan ingin dianggap menarik oleh lawan jenisnya; dan
15) aggression, yaitu kebutuhan mengkritik pendapat
orang lain, membantah pendapat orang lain,
menyalahkan orang lain, dan senang terhadap
kekerasan.
Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang
bersifat fisik dan psikis seperti yang diungkapkan oleh
Maslow. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa kebutuhan-kebutuhan erat hubungannya
dengan motivasi berprestasi. Semakin terpenuhnya
kebutuhan para dosen maka semakin tinggi pula
motivasi berprestasi. Jadi dapat diduga adanya
pengaruh kebutuhan-kebutuhan terhadap motivasi
berprestasi para dosen.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Untuk pencapaian tujuan dan menjawab hipotesis,
peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif
deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
bebas (X), yaitu kebutuhan-kebutuhan yang
mempengaruhi kinerja dosen wanita yang terdiri dari
faal (X1), rasa aman (X2), sosial (X3), harga diri (X4),
dan aktualisasi diri (X5) sedang variabel terikat (Y)
dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi dosen
wanita. Penelitian ini dilakukan di beberapa PTS di
Balikpapan, Kalimantan Timur. Subyek dalam penelitian
ini adalah seluruh dosen wanita baik dosen tetap
maupun dosen tidak tetap yang berjumlah 75 orang.
Penelitian ini menggunakan metode total sampling yaitu
semua populasi penelitian dijadikan responden
penelitian. Namun demikian, hanya sekitar 40 orang
yang jawabannya dapat dianalisis. Teknik analisis data
menggunakan analisis kuantitatif dengan melakukan
kuantifikasi data dari data kualitatif menjadi kuantitatif
dengan menggunakan skala likert. Kemudian
dilanjutkan dengan bantuan piranti lunak SPSS versi
12 untuk dilakukan analisis regresi linier berganda.
Hipotesis dalam penelitian adalah:
H
1
: Kebutuhan biologis, kebutuhan keselamatan,
kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap
motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di
Balikpapan.
H
2
: Faktor aktualisasi diri mempunyai pengaruh
dominan terhadap motivasi berprestasi dosen
wanita pada PTS di Balikpapan.
HASIL PENELITIAN
Untuk melakukan pengujian hipotesa pertama yang
menyatakan bahwa faktor-faktor kebutuhan biologis,
kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan
harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS
di Balikpapan dilakukan uji F dengan cara melakukan
perbandingan antara nilai F hitung dengan F tabel
seperti tampak pada Tabel 1:
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat nilai
F hitung sebesar 9,740 sedangkan besarnya F tabel
dengan level of confidence () 5% adalah sebesar 2,34.
Ini menunjukan bahwa F hitung > F tabel, sedangkan
ANOVA
b
3296.487 4 824.122 9.740 .000
a
2961.288 35 84.608
6257.775 39
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), ACTUALIS, BIOLOGIC, SAFETY, SOCIAL
a.
Dependent Variable: MOTIVASI
b.
Tabel 1
Hasil Uji F (ANOVA)
Sumber: Data olahan.
67
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
besarnya probabilitas menunjukan 0,000 (<0,05).
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
hipotesis pertama yang menyatakan faktor-faktor yaitu
faktor-faktor kebutuhan biologis, kebutuhan
keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri,
dan kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap
motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di
Balikpapan dapat dibuktikan kebenarannya (diterima).
Untuk mengetahui faktor mana di antara faktor-faktor
yang terdapat pada variabel bebas tersebut yang
mempunyai pengaruh dominan terhadap motivasi
berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan maka
dalam hipotesis kedua dinyatakan bahwa faktor
aktualisasi diri mempunyai pengaruh dominan terhadap
motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di
Balikpapan. Untuk melaksanakan pengujian dan
pembuktian hipotesis kedua ini digunakan uji t atau uji
parsial dengan membandingkan antara t hitung yang
diperoleh melalui analisis SPSS dengan t tabel pada
tingkat signifikansi () 5% melalui uji dua sisi.
Berdasarkan hasil output SPSS, apabila nilai t hitung
dibandingkan dengan nilai t tabel diperoleh hasil bahwa
terdapat satu variabel bebas yang paling dominan
mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu kebutuhan
aktualisasi diri dengan t hitung sebesar 2,711 yang lebih
besar daripada t tabel (1,66). Berdasarkan hasil ini dapat
disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan
variabel kebutuhan aktualisasi diri mempunyai
pengaruh dominan terhadap motivasi berprestasi
terbukti kebenarannya.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan disimpulkan bahwa
hipotesis pertama yang menyatakan faktor-faktor
kebutuhan biologis, kebutuhan keselamatan,
kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi diri secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi
dosen wanita pada PTS di Balikpapan dapat dibuktikan
kebenarannya (diterima). Menurut Kreitner dan Kinicki
(2005), motivasi adalah proses psikologis yang
meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk
mencapai tujuan. Menurut Terry (Hasibuan, 2005)
motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri
seseorang yang merangsang untuk melakukan
tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak dalam dua segi
yang berbeda. Berdasarkan segi aktif atau dinamis,
motivasi itu tampak sebagai usaha positif dalam
menggerakan, mengerahkan, dan mengarahkan daya
dan potensi tenaga kerja agar berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasar segi pasif atau statis motivasi akan tampak
sebagai suatu kebutuhan dan sekaligus sebagai suatu
perangsang untuk dapat menggerakan, mengarahkan,
dan mengerahkan potensi serta daya kerja manusia
tersebut ke arah yang diinginkan.
Hipotesis kedua yang menyatakan variabel
kebutuhan aktualisasi diri mempunyai pengaruh
dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita
pada PTS di Balikpapan terbukti kebenarannya
dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya seperti
Coefficients
a

Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 63.215 12.671

4.989 .000
biologic .465 .171 .484 2.711 .010
safety .230 .173 .202 1.328 .193
social -.351 .267 -.266 -1.316 .197
actualis 1.040 .322 .563 3.228 .003
a. Dependent Variable: motivasi

Tabel 2
Hasil Uji t
68
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 63-69
kebutuhan faal, kebutuhan sosial, kebutuhan rasa
aman, dan kebutuhan harga diri. Hasil penelitian ini
telah sesuai dengan pendapat Fernald dan Fernald
(1999) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi
individu dapat dipengaruhi oleh pengakuan dan
prestasi di samping oleh faktor lain seperti keluarga,
budaya, konsep diri, dan peran jenis kelamin. Dalam
penelitian ini kebutuhan pengakuan dari orang lain
direfleksikan dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hasil
penelitian membuktikan bahwa di samping pemenuhan
kebutuhan biologis, motivasi berpestasi dosen wanita
pada PTS di Balikpapan sangat dipengaruhi oleh
aktualisasi diri.
Penelitian ini mendukung hasil penelitian
Mardatillah dan Rahmatillah K. (2008) yang
menyebutkan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh
secara bermakna (sebesar 91,1%) terhadap motivasi
berprestasi pada karyawan dan dosen di lingkungan
Akademi Akuntansi Balikpapan. Berdasarkan hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jika ingin
meningkatkan motivasi berprestasi dosen PTS maka
kunci dasarnya adalah meningkatkan pemenuhan
kebutuhan biologis dan aktualisasi diri. Sesuai dengan
kaidah/hirarki kebutuhan dasar manusia menurut
Maslow, kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang
paling dasar, jika kebutuhan ini telah terpenuhi maka
individu akan berusaha memenuhi kebutuhan pada
jenjang selanjutnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut 1) variabel
kebutuhan biologis (X1), kebutuhan rasa aman (X2),
kebutuhan sosial, r (X3), kebutuhan harga diri (X4),
dan kebutuhan aktualisasi diri (X5) secara bersama-
sama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap
motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di
Balikpapan. Hal ini dapat dilihat dapat dilihat nilai F
hitung sebesar 9,740. sedangkan besarnya F tabel
dengan level of confidence () 5% adalah sebesar 2,34.
Kondisi ini menunjukan bahwa F hitung>F tabel,
sedangkan besarnya probabilitas menunjukkan 0,000
(< 0,05) dan 2) faktor kebutuhan biologis dan aktualisasi
diri mempunyai pengaruh yang paling dominan
terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS
di Balikpapan.
Saran
Karena faktor-faktor kebutuhan biologis dan aktualisasi
diri merupakan variabel yang paling dominant terhadap
motivasi berprestasi, maka dalam rangka meningkatkan
motivasi berprestasi kedua variabel ini perlu
pemenuhan dan atau perlu ditingkatkan sehingga
motivasi berprestasi akan meningkat pula. Selain juga
perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang upaya
peningkatan motivasi berprestasi dengan berbagai
upaya dan hubungannya dengan peningkatan kinerja
dosen wanita pada PTS di Balikpapan.
DAFTAR PUSTAKA
Asad,M. 1995. Psikologi Industri. Edisi 4. Penerbit
Liberty.Yogyakarta.
Djuwita, T.M. 2004. Pengaruh Strategi Pengembangan
Dosen Perguruan Tinggi dan Motif Berprestasi
Terhadap Produktivitas Kerjanya (Suatu Studi
Pada Tenaga Edukatif di Lingkungan Kopertis
Wilayah IV Jawa Barat). Disertasi. Program
Pasca Sarjana Bimbingan Konseling UPI.
Bandung.
Fernald, L.D & Fernald, P.S. 1999. Introduction to Psy-
chology (5
th
Edition), A.I.T.B.S. Publishers and
Distributors, Indiana.
Hasibuan, M. 2001. Organisasi dan Motivasi Dasar
Peningkatan Produktivitas. Bandung: Bumi
Aksara.
Kusuma, IH. 2004. Studi Kolerasional Antara
Kecerdasan Adversity dan Motivasi Berprestasi
dengan Kinerja Kepala Sekolah di Lingkungan
Yayasan BPK Penabur Jakarta. Jurnal
Pendidikan Penabur. No. 02. Maret Th. III: 17-
34.
69
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
Kreitner, R dan Kinicki, A. 2005. Organization Behav-
ior. Fifth Edition, International Edition, Mc
Graw-Hill Company, Inc.
Mardatillah & Rahmatillah K. 2008. Pengaruh
Kecerdasan EQ Terhadap Motivasi Berprestasi
pada Dosen dan Karyawan di Lingkungan
AAB. Hasil Penelitian DIPA Kopertis Wilayah
XI Kalimantan (tidak dipublikasikan).
Balikpapan
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Purwanto, M Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Santoso, S. 2003. SPSS Versi 12. Mengolah Data
Statistik Secara Profesional. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Subarjo, 2002. Pengaruh Motivasi Berprestasi dan
Kesiapan Menerima Perubahan Terhadap
Kinerja Pegawai pada Pusdiklat Pegawai
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Jurnal Manajemen Publik dan Bisnis. Vol. 1,
No. 2. Desember 2002.
Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam
Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007
Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth
Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia:
Studi Kasus di BEJ.
Dewi, Kurnia, pp. 11-22, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri,
Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan
Televisi.
Khasanah, Mufidhatul, pp. 23-31, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi
di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004.
Yusuf, Muhammad, pp. 33-48, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan
Keuangan.
Kusumawati, Rini, pp. 49-58, Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada
Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih
Merek
Norpratiwi, AM Vianey, pp. 59-65, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum.
Vol. 1, No. 2, Juli 2007
Puspitasari, Christiana Rini, pp. 67-75, Dampak Ekonomi Pembangunan Perumahan Casa Grande di
Kabupaten Sleman Terhadap Masyarakat di Luar Perumahan, Tahun 2000-2005 (Studi Kasus di Desa
Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman)
Estikasari, Ni Nengah Ami Estikasari, pp. 77-86, Pengaruh Pendukung Online pada Web Site Penyedia
Layanan Telekomunikasi dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan
Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 87-97, Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Prajogo, Wisnu, pp. 99-103, Interpersonal Network: Keterkaitannya dengan Personality dan Kinerja
Berdasarkan Sudut Pandang Social Resources Theory
Algifari, pp. 105-112, Analisis Pertumbuhan Ekspor Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi
Supriyanto, Y, pp. 113-118, Kontroversi Penggunaan Risk-Adjusted Discount Rates (RADR) untuk
Mendiskontokan Cash Flows dalam Capital Budgeting
Vol. 1, No. 3, Nopember 2007
Anatan, Lina dan Fahmy Radhi, pp. 119-133, The Effect of Environmental Factors, Manufacturing Strat-
egy and Technology on Operational Performance: Study Amongst Indonesian Manufacturers
Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 135-146, Triple-R Strategy of ReformationRevitalization, Reflection, and
Realization: in Memory of 10 Years of Reformation and 100 Years of National Awakening [2008]
Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 147-160, Analisis Deskriptif Struktur Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005
Astuti, Kurnia dan Budiono Sri Handoko, pp. 161-173, Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan
Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman
Fachrunnisa, Olivia, pp. 175-186, Identifikasi Pentingnya Komunikasi Nonverbal di Organisasi
Purnamawati, Astuti, pp. 187-192, Pengukuran Tingkat Keunggulan Komparatif Barang Ekspor Indonesia
Vol. 2, No. 1, Maret 2008
Maryatmo, R., pp. 1-8, Strategi Bisnis Eceran (Studi Kasus di Yogyakarta)
Windayani, Santi, pp. 9-28, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Informasi
Kinerja dalam Penganggaran
Prajogo, Wisnu, pp. 29-35, Pengaruh Proactive Personality pada In-Role dan Extra-Role Performance
(Kasus pada Sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta)
Sardjito, Bambang dan Osmad Muthaher, pp. 37-49, Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap
Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating
Raharjo, Achmad, pp. 51-55, Prospek Pengembangan Industri Komponen dan Perakitan Otomotif di
Kabupaten Sleman
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Fatmawati, Sri, pp. 57-65, Pemerataan Kepemilikan Saham dan Keadilan: Kebijakan Pemecahan Saham
Vol. 2, No. 2, Juli 2008
Dominanto, Nedi Nugrah, pp. 67-75, Perbedaan Sikap Terhadap Iklan, Merek, Dan Niat Beli Konsumen
pada Iklan dengan Fear Appeal Tinggi dan Rendah pada Partisipan Wanita
Suparmono, pp. 77-94, Analisis Optimasi Faktor Produksi Budidaya Udang Galah di Kecamatan Minggir,
Kabupaten Sleman
Fajar, Siti Al, pp. 95-100, Model Kepemimpinan Baru dalam Mengelola Diversitas Angkatan Kerja dalam
Rangka Meraih Keunggulan Bersaing
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 101-113, Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham
Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006
Fatmawati, Sri, pp. 115-126, Kerjasama Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap
Perdagangan Barang Indonesia
Manoppo, Yosua Pontolumiu, pp. 127-144, Pengaruh Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, Risiko yang
Dipersepsikan, dan Harapan Konsumen pada Loyalitas Pelanggan dan Komplain Pelanggan pada Salon
Kecantikan X yang Ada di Yogyakarta
Vol. 2, No. 3, Nopember 2008
Anwar, Andlie Liano, pp. 145-158, Analisis Pengaruh Pendukung Online Website Layanan Operator Seluler
pada Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Operator Seluler di Indonesia
Edy, pp. 159-174, Pengaruh Budaya Organisasional dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat
Rumah Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta dengan Motivasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Pemediasi
Sukmawati, Ferina, pp. 175-194, Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi terhadap
Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu
Rosalina, Willy Lutfiani, pp. 195-216, Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap Perilaku Melayani
Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu
Rosidi, Abidarin, pp. 217-232, Iklan Industri Kecil Melalui Word Wide Web (WWW) di Daerah Istimewa
Yogyakarta: Masalah Efektifitas Isi dan Desain Iklan
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Badrudin, Rudy, pp. 233-246, Dampak Krisis Keuangan Amerika Serikat terhadap Perdagangan Internasional
Indonesia
Vol. 3, No. 1, Maret 2009
Sari, Dessy Puspita, pp. 1-10, Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan pada Niat
Pembelian Ulang Konsumen
Soeroso, Amiluhur, pp. 11-19, Manfaat Ekonomi Konservasi Barang Pusaka Kebudayaan: Kasus Gedung
Peninggalan De Javasche Bank Yogyakarta
Wijaya, N.H. Setiadi, pp. 21-30, Sumberdaya Manusia (SDM) Pembelajar: Menggapai Kinerja dan Daya
Saing Organisasi yang Lebih Tinggi
Sarwoko, pp. 31-39, Pengaruh Blok-Blok Perdagangan Bebas Regional terhadap Perdagangan Bilateral
Indonesia: Menggunakan Model Gravitasi, Tahun 2003-2007
Arista, Fany dan Baldric Siregar, pp. 41-60, Peran Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba di Masa
Depan
Sayono, Jusup Agus, Ujang Sumarwan, Noer Azam Achsani, dan Hartoyo, pp. 61-80, Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kepemilikan, Penggunaan, Pembayaran, dan Peluang terjadinya Gagal Bayar
dalam Bisnis Kartu Kredit
Vol. 3, No. 2, Juli 2009
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 81-89, Koreksi Bias Koefisien Beta Di Bursa Efek Indonesia
Handayani, Asri Wening, pp. 91-105, Pola Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Membeli
Rumah di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2008
Badrudin, Rudy, pp. 107-117, Dampak Kegiatan Investasi terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat
Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah
Wijaya, Tony, pp. 119-131, Model Empiris Perilaku Berwirausaha Usaha Kecil Menengah di DIY dan Jawa
Tengah
Mustholihah, Siti, pp. 133-143, Peran Dana Penguatan Modal dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha
Anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Paluruan, Astrid Rona Novianty dan Baldric Siregar, pp. 145-166, Dampak Manajemen Laba terhadap
Relevansi Informasi Laporan Keuangan Dimoderasi oleh Akrual Diskresioner Jangka Pendek dJangka
Panjang
Vol. 3, No. 3, Nopember 2009
Utama, Agung dan Fahmy Radhi, pp. 167-174, Pengaruh Penerapan Total Quality Management dan Just
In Time Terhadap Kinerja Operasional dan Keunggulan Kompetitif
Badrudin, Rudy dan Ina Hamsinah, pp. 175-185, Aspek Keseimbangan Pasar pada Fenomena Kenaikan
Tiket Angkutan Umum Kereta Api pada Masa Lebaran Tahun 2009
Fatihudin, Didin dan Noto Adam, Misrin Hariyadi, serta Iis Holisin, pp. 187-191, Model Pengembangan
dan Peningkatan Pendapatan Home Industry Sepatu/Sandal Melalui Peningkatan Modal, Keterampilan,
dan Perluasan Pasar di Kemasan Krian Sidoarjo
Algifari, pp. 193-201, Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 203-223, Kinerja Pasar dan Informasi Akuntansi sebagai
Pembentuk Portofolio Saham
Astutik, Lya Dwi dan Nur Fadjrih Asyik, pp. 225-237, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan
Nasabah dalam Penggunaan Automatic Teller Machine (ATM) Bersama pada PT Bank Tabungan Negara
(Persero), Tbk Surabaya
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Ketentuan Umum
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan.
2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut
kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama
dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail.
3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis
yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan.
Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah.
4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB)
Jalan Seturan Yogyakarta 55281
Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155
e-mail: rudy.badrudin@stieykpn.ac.id
Standar Penulisan
1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2
spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan,
dan bawah masing-masing 3 cm.
2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada
lembar terpisah di bagian akhir naskah.
3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman
berukuran 10 point.
4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel.
Urutan Penulisan Naskah
1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan,
Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.
2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan,
Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.
3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata.
Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf
kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di
tengah-tengah tanpa titik.
4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi
dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
5. Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak
mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang
ditulis dalam satu spasi.
6. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak.
7. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat
orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004).
8. Materi dan Metode ditulis lengkap.
9. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas.
10. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian
hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu.
11. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji.
12. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat
dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana.
13. Ilustrasi:
a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi
jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New
Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata
menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi
b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman
berukuran 10 point jarak satu spasi.
c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan
untuk bahasa Inggris digunakan titik (.).
d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel.
e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik.
f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI).
14. Daftar Pustaka
a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf
awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis,
tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama
penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil
artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit,
dan tempat.
b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal
80%.
c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal
Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. Computer-Aided Architects: A Case
Study of IT and Strategic Change.Sloan Management Review: 57-67.
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS
Buku
Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince.
Prosiding
Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi
dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung
Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum
VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas
Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60.
Artikel dalam Buku
Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In:
G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York.
Skripsi/Tesis/Disertasi
Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan
Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta.
Internet
Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries,
Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005.
Dokumen
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah
1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan.
2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.
3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima
atau ditolak.
4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah
(MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit.
5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Mem-
bers dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil
(minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak
diterima/ditolak).
6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi
ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI.
7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis.
8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan.
9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing
Editors.
10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan.
11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
Tahun 2007
ISSN: 1978-3116
J U R N A L
EKONOMI & BISNIS

Anda mungkin juga menyukai