Analisis Data
Ekstraksi data
Sintesis data
Tabel 1
Hasil Penyaringan Basis Data
Total 197
Tabel 2
Seleksi Kriteria dalam Studi Literatur Sistematis
Kriteria Inklusi Eksklusi
Skala Waktu yang Tahun 2010 Maret Sebelum tahun 2010
Digunakan 2020 dan setelah bulan Maret
Kriteria Inklusi Eksklusi
2020
Domain Bisnis, manajemen, dan Domain lainnya selain
akuntansi bisnis, manajemen, dan
akuntansi
Subdomain Akuntansi Subdomain lainnya
selain akuntansi
Tipe Publikasi Peer-review' artikel dari Tipe publikasi lainnya
jurnal akademik (buku, ensiklopedia,
atau review artikel)
Bahasa Inggris Selain bahasa inggris
Ketersediannya Tersedia dalam basis Tidak tersedia dalam
data elektronik sebagai basis data elektronik
teks lengkap Tidak tersedia sebagai
teks lengkap
3.4 Pembahasan
Saymeh dan Shoubaki (2013) menyebutkan bahwa implementasi akuntansi
lingkungan dalam suatu perusahaan ditunjukkan dengan adanya komitmen dalam
suatu perusahaan untuk mematuhi Undang-Undang Perlindungan Lingkungan,
adanya perkembangan dalam suatu perusahaan yang sejalan dengan hukum dan
peraturan terkait dengan tanggung jawab lingkungan dan adanya hukum dan
regulasi internal dalam suatu perusahaan untuk memastikan adanya perlindungan
lingkungan dan cara mengatasinya. Poin-poin tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan perlu menjadikan Undang-Undang Perlindungan Lingkungan sebagai
acuan pada tahapan awal dalam mengimplementasi akuntansi lingkungan di
lingkup perusahaannya. Selain itu, hukum dan regulasi internal terkait
perlindungan lingkungan dan cara mengatasinya juga perlu diterapkan dalam
lingkungan internal perusahaan. Hal ini dilakukan untuk melengkapi peraturan-
peraturan yang tidak tertera di dalam Undang-Undang Perlindungan Lingkungan.
Dengan kata lain, hukum dan regulasi internal mengenai perlindungan lingkungan
dan cara mengatasinya disusun sebagai pelengkap dari Undang-Undang
Perlindungan Lingkungan sebagai upaya perusahaan untuk memelihara dan
melindungi lingkungan secara utuh.
Aladwan (2018) mengungkapkan bahwa implementasi akuntansi
lingkungan dalam suatu perusahaan ditunjukkan dengan penerapan standar
akuntansi lingkungan dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, serta
pengukuran dampak dari kerusakan lingkungan. Adanya kepedulian perusahaan
terhadap perlindungan lingkungan akan membawa perusahaan untuk melakukan
implementasi akuntansi lingkungan. Dengan adanya implementasi akuntansi
lingkungan, perusahaan akan dapat mengetahui kinerja lingkungan dan berbagai
informasi terkait masalah lingkungan di sekitar perusahaan, serta upaya-upaya
untuk mengatasi masalah lingkungan terkait.
Dalam unit akuntansi atau unit kerja dalam perusahaan, implementasi
akuntansi lingkungan ditunjukkan dengan adanya sistem akuntansi elektronik
pada suatu perusahaan yang berguna dalam pengungkapan kinerja lingkungan
perusahaan dan penyediaan informasi keuangan yang terkait dengan akuntansi
lingkungan, adanya perhitungan biaya lingkungan ketika menghitung biaya
produksi dari suatu produk, adanya kepedulian perusahaan terhadap tanggung
jawab lingkungan dalam menentukan harga dalam produk-produknya, dan adanya
unit pengendalian lingkungan internal untuk memberikan informasi-informasi
mengenai kinerja lingkungan kepada para pembuat keputusan (Saymeh, et al.,
2013). Sedangkan Aladwan (2018) mengungkapkan bahwa implementasi
akuntansi lingkungan dilihat dari sisi akuntansi ataupun unit kerja lainnya dalam
suatu perusahaan ditunjukkan dengan adanya laporan khusus terkait masalah
lingkungan, adanya sistem/subsistem mengenai akuntansi lingkungan, dan adanya
akuntan khusus yang dapat menilai lingkungan. Pentingnya sistem akuntansi
elektronik, unit pengendalian lingkungan, akuntan khusus yang terkait dengan
masalah lingkungan, dan laporan terkait masalah lingkungan dalam suatu
perusahaan dapat memberikan informasi lingkungan atau informasi kinerja
lingkungan secara lebih transparan, sehingga manajemen perusahaan, pihak-pihak
eksternal, pemangku kepentingan, dan pembuat keputusan dapat mengetahui
secara rinci bagaimana kinerja lingkungan dalam perusahaan tersebut, sehingga
dapat melakukan pengambilan keputusan yang berorientasi terhadap lingkungan.
Selain sistem akuntansi elektronik dan unit pengendalian lingkungan, perusahaan
juga perlu untuk mengalokasikan biaya lingkungan ke dalam biaya produksi
dalam penentuan harga pokok produksi sebagai bentuk adanya biaya perlindungan
lingkungan karena adanya aktivitas produksi yang berpotensi untuk merusak
lingkungan.
Implementasi akuntansi lingkungan tersebut akan dapat membawa ekonomi
pada jalur yang berkelanjutan (Saymeh et al., 2013), di mana ekonomi
berkelanjutan merupakan salah satu dari tujuh belas tujuan pembangunan
berkelanjutan. Aladwan (2018) menyebutkan bahwa adanya tanggung jawab
sosial perusahaan untuk mengimplementasi konsep dan metode akuntansi yang
lebih tepat, seperti konsep dan metode akuntansi lingkungan, dapat meningkatkan
pembangunan berkelanjutan.
Implementasi akuntansi lingkungan juga dapat digunakan dalam menilai
penggunaan energi, biaya energi dan emisi karbon. Menurut Machete, Hongoro,
Nhamo, dan Mearns (2016), penilaian penghematan energi dengan menggunakan
akuntansi lingkungan dapat mengintegrasikan antara penggunaan energi, biaya
energi, dan emisi karbon. Implementasi akuntansi lingkungan ini akan dapat
mengurangi biaya energi dan emisi karbon, karena akuntansi lingkungan dapat
menunjukkan karakterisasi energi manakah yang dapat menghabiskan konsumsi
energi paling tinggi maupun paling rendah dalam aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan (Machete, et al., 2016). Sebagai contoh yaitu kegiatan
penerangan dalam ruangan pada sektor perhotelan yang menggunakan energi
minyak bumi atau energi listrik dapat diganti dengan menggunakan energi solar
karena penggunaan energi dari solar relatif lebih rendah dari energi minyak bumi
dan energi listrik (Machete, et al., 2016).
Mengganti karakterisasi energi yang menghabiskan konsumsi energi yang
tinggi dengan karakterisasi energi yang menghabiskan konsumsi energi yang lebih
rendah akan berdampak pada biaya energi dan emisi karbon. Jika kuantitas energi
yang dibutuhkan rendah, maka biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan energi
tersebut juga rendah dan juga tingkat konsumsi energi yang rendah akan
mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan atas energi tersebut (Machete, et al.,
2016). Praktik akuntansi lingkungan dalam karakterisasi dan pemilihan energi ini
juga dapat mengurangi limbah energi dan memperbaiki pengembalian investasi
penghematan energi berupa kuantitas energi, biaya energi, emisi karbon, dan
tentunya akan dapat membantu dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan
(Machete et al., 2016).
Tidak hanya implementasi akuntansi lingkungan yang dapat membantu
perusahaan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, Kumar (2017)
menyebutkan kinerja triple bottom line juga dapat meningkatkan pembangunan
berkelanjutan. Triple bottom line merupakan alat ukur dari pembangunan
berkelanjutan, sehingga kinerja triple bottom line akan menyediakan informasi
mengenai pencatatan biaya lingkungan yang akurat dan informasi akuntansi
mengenai dampak sosial dan lingkungan (Kumar, 2017). Meskipun terdapat
faktor lainnya selain akuntansi lingkungan dalam membantu perusahaan dalam
meningkatkan pembangunan berkelanjutan, namun akuntansi lingkungan tetap
menjadi faktor pertama dan faktor yang paling berpengaruh dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan (Kumar, 2017). Integrasi antara akuntansi lingkungan
dengan pengukuran kinerja dari triple bottom line akan membawa akuntansi
lingkungan semakin dapat meningkatkan pembangunan berkelanjutan (Kumar,
2017).
Metode akuntansi lingkungan multikriteria, yang merupakan integrasi antara
akuntansi lingkungan dengan penilaian siklus hidup dan penilaian jasa ekosistem
akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai biaya
lingkungan dan manfaat ekonomi sebagai akibat dari adanya aktivitas manusia
(Viglia, Nienartowicz, Kunz, dan Franzese, 2013). Penilaian menggunakan
akuntansi lingkungan multikriteria digunakan untuk menilai nilai ekologi, dimana
nilai ekologi ini digunakan untuk mengukur total energi yang dibutuhkan dalam
mempertahankan produktivitas ekosistem (Franzese, Buonocore, Paoli, Massa,
Stefano, Fanciulli, ... Vassallo, 2015). Pengukuran ini bertujuan untuk menghitung
biaya lingkungan (Viglia et al., 2013), mengevaluasi biaya lingkungan (biaya
energi, biaya bahan, dan emisi karbon) (Franzese et al., 2015) serta dampak
lingkungan yang timbul karena adanya penggunaan atau bahkan eksploitasi
sumber daya yang ada (Franzese et al., 2015). Akuntansi lingkungan multikriteria
juga digunakan dalam menyusun strategi manajemen serta pembuatan kebijakan
yang berorientasi pada optimalisasi keseimbangan antara biaya yang ditanggung
dan manfaat yang diperoleh dalam kerangka keberlanjutan yang berorientasi pada
pembangunan berkelanjutan (Franzese et al., 2015), khususnya pengelolaan
sumber daya yang berkelanjutan.
Akuntansi manajemen lingkungan juga ikut andil dalam terwujudnya
pembangunan berkelanjutan. Gunarathne & Lee (2015) mengungkapkan bahwa
dengan mengimplementasi akuntansi manajemen lingkungan pada sektor
perhotelan, maka akan dapat melakukan penghematan biaya. Penghematan biaya
ini dapat dicapai dengan cara menghemat air dan energi. Penghematan energi ini
dapat dilakukan dengan cara menggunakan pemanas air tenaga surya (aktivitas
yang dilakukan menggunakan energi tenaga surya membutuhkan penggunaan
energi yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan energi listrik),
menjadwalkan penggantian pencahayaan (penggantian pencahayaan yang
dimaksud yaitu mengganti cahaya lampu dengan cahaya matahari di saat pagi hari
sampai sore hari), mengganti lampu pijar / lampu halogen / lampu neon dengan
lampu pijar padat (penggunaan lampu pijar padat membutuhkan energi yang
rendah dibandingkan dengan lampu halogen dan lampu neon), serta mendirikan
pabrik biomassa untuk produksi uap (Gunarathne, et al., 2015). Sedangkan untuk
penghematan air dapat dilakukan dengan cara menggunakan air yang telah diolah
untuk irigasi kebun (Gunarathne, et al., 2015).
Kedua, meminimalisir limbah cair, limbah padat, polusi udara, dan berbagai
polusi kimia lainnya. Meminimalisir limbah padat dilakukan dengan cara gradasi
sampah, daur ulang sampah, penggunaan sampah kembali, pengurangan sampah,
dan pengkomposan sampah tanaman (Gunarathne, et al., 2015). Selain itu juga
dilakukan pengelolaan limbah cair dan mendirikan pabrik pengolahan limbah
untuk meminimalisir limbah cair (Gunarathne, et al., 2015). Meminimalisir polusi
kimia dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan kimia dan tidak
menggunakan plastik (Gunarathne, et al., 2015).
Ketiga, memaksimalkan praktik untuk mengurangi, mendaur ulang, dan
menggunakan kembali (3R/reduce, recycle, reuse). Praktik mengurangi (reduce)
dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan plastik atau bahan-bahan
lain yang sulit terurai dalam kegiatan operasional perusahaan (Gunarathne, et al.,
2015). Sebagai contoh jika perusahaan menggunakan kemasan yang terbuat dari
plastik, makan kemasan tersebut dapat diganti dengan kardus, kertas, atau bahan
lainnya agar sampah dari bahan tersebut dapat diuraikan. Praktik mendaur ulang
(recycle) dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang sampah (Gunarathne, et al.,
2015). Sampah yang tidak mengandung bahan berbahaya dapat didaur ulang
kembali menjadi barang daur ulang, sehingga dengan berkurangnya volume
sampah, maka lingkungan pun juga tidak tercemar. Sedangkan praktik
menggunakan kembali (reuse) dapat dilakukan dengan cara menggunakan
kembali bahan-bahan atau alat-alat yang masih dapat digunakan. Sebagai contoh
yaitu penggunaan alat tulis kantor (Gunarathne, et al., 2015). Jika tinta dalam
bolpoin sudah habis, maka karyawan dapat mengisi tinta dengan tinta isi ulang,
bukan membeli bolpoin baru.
Dibalik kelebihan-kelebihan implementasi akuntansi manajemen
lingkungan, ternyata akuntansi manajemen lingkungan juga memiliki kelemahan
dalam hal mengukur penggunaan/konsumsi energi. Christensen & Himme (2016)
mengungkapkan bahwa kelemahan pengukuran konsumsi energi ini dapat diatasi
dengan menggunakan analisis regresi multivariat. Analisis regresi multivariat
dapat menunjukkan penggunaan energi dari setiap mesin yang beroperasi di
seluruh perusahaan dalam jangka waktu yang sama, sehingga perusahaan
mengetahui mesin mana yang harus dioperasikan terlebih dahulu agar
penghematan energi dapat diterapkan (Christensen et al., 2016). Analisis regresi
multivariat ini akan dapat memperbaiki sistem akuntansi manajemen lingkungan
yang belum dapat digunakan dalam mengukur penggunaan energi dengan tepat
(Christensen et al., 2016). Pengukuran konsumsi energi menggunakan analisis
regresi multivariat ini dapat mengoptimalkan produksi dan alokasi biaya yang
mempertimbangkan aspek hemat energi (Christensen et al., 2016).
Implementasi akuntansi manajemen lingkungan, khususnya dalam hal
pengukuran efisiensi energi dengan menggunakan analisis regresi multivariat
dapat menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan suatu perusahaan, khususnya
perusahaan padat energi agar dapat mencapai pembangunan berkelanjutan yang
diinginkan (Christensen et al., 2016). Selain itu, implementasi akuntansi
lingkungan juga dapat mendukung kegiatan operasional perusahaan dalam rangka
meningkatkan ekonomi, kinerja lingkungan perusahaan, serta untuk mencapai
bisnis yang berkelanjutan (Christensen et al., 2016). Pengukuran efisiensi energi
ini menjadi upaya yang menjanjikan dalam mengurangi emisi karbon. Apabila
emisi karbon berkurang, maka temperatur iklim global menurun, permukaan air
laut menurun, cuaca ekstrim dapat dikendalikan, dan juga mengurangi
kerugian/dampak negatif lainnya dalam kehidupan, sehingga pembangunan
berkelanjutan akan dapat terwujud.
Singkatnya, pembangunan berkelanjutan tidak akan terwujud jika semua
pihak dalam perusahaan tidak terlibat secara langsung dalam praktik akuntansi
lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki peran yang sangat
besar dalam proses pengambilan keputusan (Aladwan, 2018). Ketika para
pengambil keputusan akan melakukan pengambilan keputusan, sebaiknya para
pengambil keputusan memikirkan kembali adakah dampak negatif dan keterkaitan
dari keputusan yang akan diambil terhadap lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki kompleksitas yang
tinggi karena konsep tersebut sangat penting bagi generasi saat ini dan generasi
masa depan. Konsep pembangunan berkelanjutan ini memerlukan undang-
undang, metode dan alat akuntansi yang tepat seperti akuntansi lingkungan, serta
indikator yang tepat yang digunakan dalam menyeimbangkan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan (Aladwan, 2018).
4. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Implementasi akuntansi lingkungan dapat digunakan untuk mengukur biaya
lingkungan, penggunaan energi, mengetahui dampak dari adanya eksploitasi
sumber daya, meminimalisir penggunaan air, meminimalisir limbah,
memaksimalkan kegiatan 3R (reduce, reuse, dan recycle), mengukur biaya energi,
serta meminimalisir emisi karbon. Adanya pengukuran biaya lingkungan yang
diinternalisasi ke dalam biaya produksi, pengukuran penggunaan energi dalam
upaya mengurangi biaya energi dan emisis karbon, pengetahuan mengenai
dampak dari adanya eksploitasi sumber daya, peminimalisiran penggunaan air
bersih dalam aktivitas produksi, peminimalisiran limbah dengan cara pengelolaan
limbah sebaik mungkin, serta memaksimalkan kegiatan 3R dapat menjaga
lingkungan dari berbagai dampak negatif sebagai akibat dari adanya aktivitas
produksi. Lingkungan yang terjaga dapat membuat pembangunan berkelanjutan
terwujud.
Pembangunan berkelanjutan yang dapat diwujudkan melalui implementasi
akuntansi lingkungan mengacu pada United Nations Sustainable Development
Goals. Terdapat 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang saling berkaitan
antara tujuan satu dengan tujuan lainnya. Adanya implementasi akuntansi
lingkungan ini telah mewujudkan berbagai Sustainable Development Goals,
diantaranya yaitu Sustainable Development Goal 6: Clean Water and Sanitation,
Sustainable Development Goals 7: Affordable and Clean Energy, Sustainable
Development Goal 8: Decent Work and Economic Growth, Sustainable
Development Goal 9: Industry, Innovation, & Infrastructures, Sustainable
Development Goals 12: Responsible Consumption and Production, Sustainable
Development Goal 13: Climate Action, Sustainable Development Goal 14: Life
Below Water, dan Sustainable Development Goal 15: Life on Land.
Bebbington, J., & Unerman, J. (2018). Achieving the United Nations Sustainable
Development Goals. Accounting, Auditing & Accountability Journal,
31(1), 2-24. doi:10.1108/aaaj-05-2017-2929.
Becheikh, N., Landry, R., & Amara, N. (2006). Lessons from innovation
empirical studies in the manufacturing sector: A systematic review of the
literature from 19932003. Technovation, 26(5-6), 644-664.
doi:10.1016/j.technovation.2005.06.016.
Farouk, S., Cherian, J., & Jacob, J. (2012). Green accounting and management for
sustainable manufacturing in developing countries. International Journal
of Business and Management, 7(20). doi:10.5539/ijbm.v7n20p36.
Franzese, P. P., Buonocore, E., Paoli, C., Massa, F., Stefano, D., Fanciulli, G., . . .
Vassallo, P. (2015). Environmental Accounting in Marine Protected
Areas: The EAMPA Project. Journal of Environmental Accounting and
Management, 3(4), 323-331. doi:10.5890/jeam.2015.11.002.