Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat beberapa pola yang mungkin sulit untuk dimengerti jika
menggunakan perspektif demokrasi prosedural dalam menganalisa konteks
demokrasi lokal saat ini, yakni pada bagaimana pola-pola prosedural demokrasi
kemudian menjadi arena bagi muncul dan menguatnya kembali politik identitas
yang berbasis pada simbolitas tradisional keluarga, klan, kebangsawanan, etnis,
dan sebagainya. Padahal dalam konteks politik yang kian deliberatif,
memungkinkan persaingan politik itu terjadi dan sirkulasi elit-elit politik menjadi
kian terbuka.
Fenomena munculnya sentimen etnis dan kekeluargaan dalam politik
lokal di Indonesia adalah hasil dari kombinasi tekanan politik sentripugal
(terpusat pada masa orde baru dan tekanan politik sentripetal (desentralisasi
pasca orde baru. !eski di awal-awal pelembagaan desentralisasi pola ini belum
terlihat, akan tetapi, memasuki dekade ke dua ke dua pasca reformasi,
kecenderungan pada semakin oligharkisnya kekuatan partai politik ditambah
kecenderungan politik partai yang semakin bergerak ke arah yang lebih pragmatis.
"ushkrido #mbardi lebih menyebut fenomena ini sebagai Politik "artel yang
membelit partai politik di Indonesia pada dekade ke dua pasca reformasi.
$ntuk memahami konteks fenomenalnya dalam skripsi ini saya akan
membahas atau mengelaborasi beberapa perspektif teori tentang elit politik, serta
bagaimana konteks ranah dalam politik lokal menjadi arena menguatnya politik
keluarga. Pada titik ini pula kita melihat bagaimana pergeseran perspektif teoritik
itu, terutama perspektif teoritik Pierre %oudieu sebagai bangunan kerangka
analitis utama untuk meahami fenomena pengaruh klan &asin 'impo di (ulwesi
(elatan, sehingga kita tidak saja memahami dinamika perspektif (pergeseran
paradigma dalam menganalisa elit politik akan tetapi juga, hasil penelitian ini
pula menjadi acuan tentang bagaimana operasionalisasi pendekatan baru tersebut
atas konteks fenomenal politik keluarga dalam politik lokal di Indonesia terutama
di (ualwesi (elatan. (ebagai tambahan untuk memperkaya perspektif kita penulis
membahas tentang )eliberasi Politik 'okal dalam Pemilu dan Pilkada, untuk
memahami bagaimana konteks perubahan ranah politik, menjadi arena bagi
adanya sirkulasi elit, namun pada sisi lain fenomenalnya deliberasi politik itu
memperlihatkan dinamika (kontestasi dan konfrontasi elit akan tetapi, pada
dasarnya sirkulasi itu hanya terjadi pada lingkaran (elit yang sama. "onteks ini
seolah membuktikan tesis (orensen tentang in*olusai politik yang hanya
menghasilkan Fro+en )emocracy ()emokrasi beku .
2.1. Kerangka Teoritik
A. Teori Elit
,aris besar perkembangan elit Indonesia adalah dari yang bersifat
tradisional yang berorientasi kosmologis, dan berdasarkan keturunan kepada elit
modern yang berorientasi kepada negara kemakmuran, berdasarkan pendidikan.
-lit modern ini jauh lebih beraneka ragam daripada elit tradisional
.
.
(ecara struktural ada disebutkan tenatang administratur-administratur,
pegawai-pegawai pemerintah, teknisi-teknisi, orang-orang profesional, dan para
intelektual, tetapi pada akhirnya perbedaan utama yang dapat dibuat adalah antara
elit fungsional dan elit politik. &ang dimaksud dengan elit fungsional adalah
pemimpin-pemimpin yang baik pada masa lalumaupun masa sekarang
mengabdikan diri untuk kelangsungan berfungsinya suatu negara dan masyarakat
yang modern, sedangkan elit politik adalah orang-orang (Indonesia yang terlibat
dalam akti*itas politik untuk berbagai tujuan tapi biasanya bertalian dengan
sekedar perubahan politik. "elompok pertama berlainan dengan yang biasa
ditafsirkan, menjalankan fungsi sosial yang lebih besar dengan bertindak sebagai
pembawa perubahan, sedangkan golongan ke dua lebih mempunyai arti simbolis
daripada praktis.
/

-lit politik yang dimaksud adalah indi*idu atau kelompok elit yang
memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik. (u+anne "eller
0
mengelompokkan ahli yang mengkaji elit politik ke dalam dua golongan. Pertama,
ahli yang beranggapan bahwa golongan elite itu adalah tunggal yang biasa disebut
elit politik (#ristoteles, ,aetano !osca dan Pareto. "edua, ahli yang
beranggapan bahwa ada sejumlah kaum elit yang berkoeksistensi, berbagi
1
Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, Pustaka jaya, Jakarta, 1984, Hal
1!
!
Ibid Hal 1!
"
#i$at Jayadi Nas, %on&lik Elit 'i (ula)esi (elatan *nalisis Pe+erinta$an dan Politik
#okal, Hal ""
kekuasaan, tanggung jawab, dan hak-hak atau imbalan. (ahlinya adalah (aint
(imon, "arl !ainnheim, dan 1aymond #ron.
!enurut #ristoteles, elit adalah sejumlah kecil indi*idu yang memikul
semua atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. )efinisi elit yang
dikemukakan oleh #ristoteles merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan
Plato tentang dalil inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat,
suatu minoritas membuat keputusan-keputusan besar. "onsep teoritis yang
dikemukakan oleh Plato dan #ristoteles kemudian diperluas kajiannya oleh dua
sosiolog politik Italias, yakni 2ilpredo Pareto dan ,aetano !osca.
3

Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok
kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan
politik. "elompok kessil itu disebut dengan elit, yang mampu menjangkau pusat
kekuasaan. -lit adalah orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan
tinggi dalam lapisan masyarakat. Pareto mempertegas bahwa pada umumnya elit
berasal dari kelas yang sama, yaitu orang-orang kaya dan pandai yang mempunyai
kelebihan dalam matematika, bidang muasik, karakter moral dan sebagainya.
Pareto lebih lanjut membagi masyarakat dalam dua kelas, yaitu pertama elit yang
memerintah (go*erning elite dan elit yang tiak memerintah (non go*ernign elit .
"edua, lapisan rendah (non- elite kajian tentang elit politik lebih jauh dilakukan
oleh !osca yang mengembangkan teori elit politik. !enurut !osca, dalam semua
masyarakat, mulai adri yang paling giat mengembangkan diri serta mencapai fajar
peradaban, hingga pada masyarakt yang paling maju dan kuat selalu muncul dua
4
Ibid Hal "4
kelas, yakni kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. "elas yang
memerintah, biasanya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua fungsi politik,
monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari
kekuasaan. "elas yang diperintah jumlahnya lebih besar, diatur dan dikontrol oleh
kelas yang memerintah.
4
Pareto dan !osca mendefinisikan elit sebagai kelas penguasa yang
secara efektif memonopoli pos-pos kunci dalam masyarakat. )efinisi ini
kemduain didukung oleh 1obert !ichel yang berkeyakinan bahwa 5hukum besi
oligarki5 tak terelakkan. )alam organisasi apapun, selalu ada kelompok kecil
yang kuat, dominan dan mampu mendiktekan kepentingannya sendiri. (ebaliknya,
'asswell berpendapat bahwa elit sebenarnya bersifat pluralistik. (osoknya
tersebar (tidak berupa sosok tunggal, orangnya sendiri beganti-ganti pada setiap
tahapan fungsional dalam proses pembuatan keputusan, dan perannya pun bisa
naik turun tergantung situasinya. %agi 'asswell, situasi itu yang lebih penting,
dalam situasi peran elit tidak terlalu menonjol dan status elit bisa melekat kepada
siapa saja yang kebetuan punya peran penting
6
.
Pandangan yang lebih luwes dikemukakan oleh )waine !ar*ick.
!enurutnya ada dua tradisi akademik tentang elit. Pertama, dalam tradisi yang
lebih tua, elit diperlukan sebagai sosok khusus yang menjalankan misi historis,
memenuhi kebuthan mendesak, melahirkan bakat-bakat unggul, atau
menampilkan kualitas tersendiri. -lit dipandang sebagai kelompok pencipta
,
Ibid
-
Ibid Hal ",
tatanan yang kemudian dianut oleh semua pihak. "e dua, dalam tradisi yang lebih
baru, elit dilihat sebagai kelompok, baik kelompok yang menghimpun yang
menghimpun para petinggi pemerintahan atau penguasa di berbagai sektor dan
tempat. Pengertian elit dipadankan dengan pemimpin, pembuat keputusan, atau
pihak berpengaruh yang selalu menjadi figur sentral.
'ipset dan (olari menunjukkan bahwa elit adalah mereka yang
menempati posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang
terpenting,, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi pemerintahan, aparat
kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan pekerjaan-pekerjaan. Pernyataan
seiring dikemukakan oleh 7+udnowski bahwa elit adalah mereka yang mengatur
segala sesuatunya, ataua aktor-aktor kunci yang memainkan peran utama yang
fungsional dan terstruktur dalam berbagai lingkup institusional, keagamaan,
militer, akademis, industri, komunikasi dan sebagainya.
8

Field dan 9igley menyederhanakan dengan mengemukakan bahwa elit
adalah orang-orang yang memiliki posisi kunci, yang secara awamdipandang
sebagai sebuah kelompok. !erekalah yang membuat kebijakan umum, yang satu
sama lain melakukan koordinasi untuk menonjolkan perannya. !enurut !ar*ick,
meskipun elit sering dipandang sebagai satu kelompok yang terpadu, tetapi
sesungguhnya di antara anggota-anggota elit itu sendiri, apa lagi dengan elit yang
lain sering bersaing dan berbeda kepentingan. Persaingan dan perbedaan
kepentingan antar elit itu kerap kali terjadi dalam perebutan kekuasaan atau
sirkulasi elit.
.
Ibid Hal "-
%erdasarkan pandangan berbagai ahli, 1obert ). Putnam menyatakan
bahwa secara umum ilmuwan sosial membagi dalam tiga sudut pandang.
:
Pertama, sudut pandang struktur atau posisi. Pandangan ini lebih menekankan
bahwa kedudukan elit yang berada pada lapisan atas struktur masyarakatlah yang
menyebabkan mereka akan memegang peranan penting dalam akti*itas
masyarakat. "edudukan tersebut dapat dicapai melalui usaha yang tinggi atau
kedudukan sosial yang melekat, misalnya keturunan atau kasta.
(chrool
;
menyatakan bahwa elit menjadi golongan utama dalam
masyarakat yang didasarkan pada posisi mereka yang tinggi dalam struktur
masyarakat. Posisi yang tinggi tersebut terdapat pada puncak struktur masyarakat,
yaitu posisi tinggi dalam bidang ekonomi, pemerintahan, kemiliteran, politik,
agama, pengajaran dan pekerjaan bebas.
"e dua sudut pandang kelembagaan. Pandangan ini didasarkan pada
suatu lembaga yang dapat menjadi pendukung bagi elit terhadap peranannya
dalam masyarakat. 7. <right !ills
.=
menyatakan bahwa untuk bisa memiliki
kemasyhuran, kekayaan, dan kekuasaan, orang harus bisa masuk ke dalam
lembaga-lembaga besar, karena posisi kelembagaan yang didudukinya
menentukan sebagian besar kesempatan-kesempatannya untuk memilki dan
menguasai pengalaman-pengalamannya yang bernialai itu.
"etiga, sudut pandang kekuasaan. %ila kekuasaan politik didefinisikan
dalam arti pengaruh atas kegiatan pemerintah, bisa diketahui elit mana yang
8
Ibid Hal ".
9
Ibid
1/
Ibid Hal "9
memiliki kekuasaan dengan mempelajari proses pembuatan keputusan tertentu,
terutama dengan memperhatikan siapa yang berhasil mengajukan inisiatif atau
menentang usul suatu keputusan.
Pandangan ilmuwan sosial di atas menunjukkan bahwa elit memiliki
pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh yang
memiliki>bersumber dari penghargaan masyarakat terhadap kelebihan elit yang
dikatakan sebagai sumber kekuasaan. !enurut !iriam %udiardjo, sumber-sumber
kekuasaan itu bisa berupa keududukan, status kekayaan, kepercayaan, agama,
kekerabatan, kepandaian dan keterampilan. Pendapat senda juga diungkapkan
oleh 7harles F. #ndrain
..
yang meneybutnya sebagai sumber daya kekuasaan,
yakni ? sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal dan keahlian.
)alam konteks (ulawesi (elatan, elit politik lokal dapat dilihat dalam 0
kategori, pertama, kategori elit berdasarkan pelapisan sosial, ke dua kategori elit
berdasarkan kegiatan fungsional, ketiga, elit berdasarkan kharisma. )alam tradisi
lontara, pelapisan itu sosial masyarakat %ugis !akassar terbagi atas 0 kellompok
sosial, pertama, raja dan kerabat raja yang dikenal dengan kelompok bangsawan
atau aristokrat. "e dua kelompok manusia merdeka dan ketiga, kelompok
hamba
./
.
)alam konteks politik deliberatif, ranah politik menjadi sebuah ruang
yang penuh dengan kontestasi>persaingan terbuka. Pada ruang terbuka ini,
beberapa pandangan dari kelompok-kelompok teori di atas terdapat kecocokan,
11
Ibid "8
1!
Ibid Hal "9
namun yag terjadi dalam politik (ulawesi (elatan kini, adalah saling tumpang
tindihnya faktor-faktor sumber daya kuasa sebagaimana disebutkan di atas. Faktor
status kebangsawanan bertumpang tindih dengan pendidikan dan kapasitas politik
kelembagaan yang diperoleh dari kualifikasi pengakderan partai politik akan
tetapi juga tidak menunjukkan sikap elit yang loyal dan ideologis terhadap
partainya. !odalitas ekonomi seringkali menjadi faktor yang diasumsikan
menjadi sumber kekuasaan, dalam masyarakat %ugis !akassar tentunya akan
menampakkan dinamika yang kuat, dimana sirkulasi elit akan sedemikian
kencangnya terjadi dikarenakan budaya dasar masyarakat bugis makassar adalah
berdagang. @amun kondisi ini saling bertumpang tindih dengan patrimonialisme,
kekeluargaan, dan bahkan memungkinkan untuk terjadinya dinastitokrasi.
)alam fenomena keluarga &asin 'impo jejak yang saling tumpang
tindih itu menjadi konteks fenomenal yang menyulitkan untuk menetapkan satu
bingkai paradigmatik dan teoritik sebagaimana dijelaskan di atas. "arenanya,
asumsi teoritik Pierre %ourdieu mengenai 9abitus, modal, ranah dan praktek
mungkin rele*an sebagai alat analisis utama disamping kekuatan teoritik dari dari
teori elit di atas. Perspektif %ourdieu dijelaskan selanjutnya pada sub %ab
berikutnya di bawah ini.
B. Menganalisis Politik dan Demokratisasi Lokal
Pendekatan kami terhadap analisis politik dan demokratisasi lokal
mengombinasikan analisis keseimbangan kekuasaan dengan cara di mana para
pemain mencoba menguasai dan mengubah kondisi tersebut dengan mencoba
mempekerjakan dan membangun atau menghindari dan mengurangi instrumen
demokrasi dalam ruang politik lokal dan non lokal
.0
. 7ara ilustratif pertama dalam
mengkonseptualisasikan hubungan kekuasaan diambil dari karya Pierre
%ourdieu
.3
. %ourideu mengkonseptualisasikan keseimbangan struktural antara
kekuasaan dan praktek para pemain. #da tiga konsep yang dikemukakan oleh
%ourdieu, pertama A9abitusA, kedua konsepsi khususnya tentang AkapitalA dan
yang ketiga Alapangan sosial
.4
atau ranahA.
Istilah kunci dalam pemikiran %ourdieu adalah habitus dan ranah (field.
%ourdieu memperluas memperluas tentang modal ke dalam beberapa kategori,
seperti modal sosial dan modal budaya. bagi %ourdieu, posisi indi*idu terletak di
ruang sosial (social space yang tidak didefinisikan oleh kelas, tetapi oleh jumlah
modal dengan berbagai jenisnya dan oleh jumlah relatif modal sosial, ekonomi,
dan budaya yang dipertanggung jawabkan
.6
.
(edangkan habitus diadopsi melalui pengasuhan dan pendidikan. konsep
tersebut digunakan pada tingkatan indi*idu, Aa system of acBuired dispositiions
functioning on the practical le*el as categories of perception and assessment...as
well as beig the organi+ing priciples of actionA. %ourdieu berpendapat bahwa
perjuangan demi distingsi sosial merupakan dimensi fundamental dari seluruh
kehidupan sosial
.8
. Istilah ini merujuk kepada ruang sosial dan terjalin dengan
1"
Jo$n Harris, %ristian (tokke, 0lle 1orn2uist , P0#I1I(*(I 'EM0%R*(I Politik #okal
3aru, !//4, Hal !4
14
Ibid
1,
Ibid, Hal !,
1-
Ric$ard $arker, 4$eelen Ma$ar, dan 4$ris 5ilkes 6editor7 dala+ 6Habitus 8 Modal7 9
Rana$ : Praktik Pen;antar <an; Palin; %o+=re$ensi& %e=ada Pe+ikiran Pierre
3ourdieu, !//9, Hal 8i
1.
Ibid
sistem disposisi (habitus
.:
. %agus Takwim menjelaskan dalam pengantarnya
.;
,
bahwa bordieu mengartikan habitus sebagai 5...suatu sistem disposisi yang
berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, trnasponsible disposition yang
berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terrstruktur dan
terpadu secara objektif5. sedangkan ranah oleh %ourdieu diartikan sebagai
jaringan relasi antar posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir
terpisah dari kesadaran dan kehendak indi*idual
)engan kata lain, habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai
indi*idu dan realitas sosial. Indi*idu menggunakan habitus dalam berurusan
dengan realitas sosial. habitus merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari
pengalaman indi*idu berhubungan dengan indi*idu lain dalam jaringan struktur
objektif yang ada dalam ruang sosial. (ecara mudah, habitus diindikasikan oleh
skema-skema yang merupakan perwakilan konspetual dari benda-benda dalam
realitas sosial. %erbagai macam skema tercakup dalam habitus seperti konsep
ruang, waktu, baik-buruk, sakit-sehat, untung-rugi, berguna-tidak berguna, benar-
salah, atas-bawah, depan-belakang, indah-jelek, dan terhormat-terhina.
/=
(eluruh tindakan manusia terjadi dalam ranah sosialCyang merupakan
arena bagi perjuangan sumber daya. Indi*idu, isntitusi, dan agen lainnya mencoba
untuk membedakan dirinya dari yang lain dan mendapatkan modal yang berguna
atau berharga dia arena tersebut. )alam masyarakat modern, terdapat dua sistem
hierarkisasi yang berbeda. Pertama adalah sistem ekonomi, dimana posisi dan
harta ditentukan oleh harta Cmodal yag dimiliki sesorang . (istem ke dua adalah
18
Ibid
19
Ibid 8>ii
!/
Ibid
budaya atau simbolik )alam sistem ini, status seseorang ditentukan oleh seberapa
banyak Amodal simbolikA atau modal budaya yang dimiliki. %udaya juga
merupakan sumber dominasi, dimana para intelektual memegang peranan kunci
sebagai spesialis produksi budaya dan pencipta kuasa simbolik
/.
.
9abitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antar posisi-
posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran
indi*idual. 1anah bukan ikatan intersubjektif anatar indi*idu, namun semacam
hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi indi*idu dan
kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. 1anah
mengisi ruang sosial. Istilah ini megnacu pada keselurahan konsepsi tentang dunia
sosial. konsep ini menganlogikan realitas sosial sebagai sebuah ruang dan
pemahamannya menggunakan pendekatan topologi. )alam hal ini, ruang sosial
dapat dikonsepsi sebagai terdiri dari beragam ranah yang emiliki sejumlah
hubungan terhadap satu sama lainnya serta sejumlah raung kontak. 1uang sosial
indi*idu dikaitkan melalui waktu (trajektori kehidupan dengan serangkaian ranah
tempat orang-orang berebut berbagai modal. )alam ruang sosial ini, indi*idu
dengan habitusnya berhubungan dengan indi*idu lain dan berbagai realitas sosial
yang menhasilkan tindakan-tindakan sesuai dengan ranah dan modal yang
dimilikinya.
//

Praktik merupakan suatu produk dari relasi antara habitus sebagai produk
sejarah, dan ranah yang juga merupakan produk sejarah. Pada saat bersamaan,
habitus dan ranah juga merupakan produk dari medan daya C daya yang ada di
!1
Ibid, Hal 8ii
!!
Ibid, Hal 88
masyarakat. )alam suatu ranah ada pertaruhan, kekuatan-kekuatan serta orang
yang memiliki banyak modal. !odal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan,
suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. setiap ranah menuntut
indi*idu untuk memiliki modal C modal khusus agar dapat hidup secara baik dan
bertahan di dalamnya
/0
. secara ringkas %ourdieu menyatakan rumus generatif
yang menerangkan praktik sosial tersebut dengan persamaan ? (9abitus D !odal
E 1anah F Praktik
/3
.
Ide %ourdieu tentang 9abitus bisa dimengerti dalam konsep yang lebih
dikenal tentang AinstitusiA dan AkulturA. "etika %ourdieu berbicara tentang
AdisposisiA, seperti yang telah kami jelaskan, dia mengacu pada pola kelakuan
yang terstruktur dan norma-noram serta pengertian yang diasosiasikan dengannya.
)ia mengimplikasikan eksistensi AinstitusiA, atau peraturan formal dan informal
yang menghambat dan memfasilitasi tindakan manusia dan interaksi sosial, dan
AkulturA atau kebiasaan berfikir dan berkelakuan, dan arti yang menadasarinya
yang digolongkan sekelompok orang tertentu. )engan cara ini ke dua istilah
memiliki arti saling berhubungan atau sebagian tumpang tinfih. Formal,
khususnya perturan legal, dan kontrak selalu perlu ditanamkan pada strata sosial
yang dalam dan informal, sering melibatkan faktor-faktor seperti kepercayaan,
tugas dan kewajiban (sehingga suatu kontrak formal selalu mengambil corak
khusus dari kultur sosial informal yang ditanamkan
/4
.
. Deli!erasi Politik Lokal dalam Pemil" dan Pilkada
!"
Ibid
!4
Ibid, Hla 88i
!,
Hod;son !//1 dala+ Jo$n Harris, %ristian (tokke dan 0lle 1orn2uet 6!//97, Hal !-
Perubahan tatanan politik di Indonesia yang secara legalitas hukum
tertuang dalam ketetapan !P1 1I @o.GI>!P1> .;;: tentang Pemilihan $mum,
yang didalamnya terkandung dua aspek fundamental terhadap perubahan tatanan
politik di Indonesia yaitu adanya kebebasan mendirikan partai politik dengan
kembalinya menggunakan system multi partai setelah dan upaya memaksimalkan
potensi demokrasi yang mungkin dilakukan dengan mengadakan dua putaran
pemiluH pemilu pertama untuk memilih anggota )P1>!P1 dan pemilu kedua
memilih presiden dan wakil presiden secara langsung pula. "emudian diikuti
dengan $ndang-$ndang @o. 0/ Tahun /==3, dan Peraturan Pemerintah @o. 6
Tahun /==4 tentang Tata 7ara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian "epala )aerah dan <akil "epala )aerah. )alam $$) .;34
sebenarnya secara eksplisit Indonesia menganut system pemerintahan negara
presidensil, yakni adanya legitimasi terpisah antara presiden sebagai eksekutif dan
anggota )ewan Perwakilan 1akyat ()P1 sebagai legislatif dipilih secara terpisah
oleh rakyat. Perubahan hukum ketatanegaraan lewat reformasi dan amandemen
konstistusi (pasal //- mengatur tentang pemilu legislatif yang kemudian
dijabarkan melalui $ndang-$ndang @o../ Tahun /==0, dan pemilu presiden dan
wakil presiden di atur dalam pasal 6# yang selanjutnya dijabarkan dalam
$ndang-$ndang @o./0 Tahun /==0 mengembalikan kedaulatan rakyat dengan
memberi peluang kepada rakyat untuk menggunakan hak pilihnya secara
langsung0.
)engan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung juga
membatasi fungsi !ajelis Pemusyawaratan 1akyat (!P1 dalam memilih
presiden dan wakil presiden selanjutnya, serta turut mempengaruhi sistem
pemerintahan presidensial yang dianut. )imana sebelumnya melalui mekanisme
pemilihan oleh !P1 yang tidak jarang melalui lobi politik yang memenangkan
kontenstan yang tidak sesuai harapan rakyat.
Pembaharuan sistem politik Indonesia hasil reformasi politik dan
reformasi hokum ketatanegaraan diantaranya adalah perubahan keanggotaan
!ajelis Permusyawaratan 1akyat (!P1 yang terdiri dari )ewan Perwakilan
1akyat ()P1 dan )ewan Perwakilan )aerah ()P), sistem pemilihan legislatif
()P1, )P), dan )P1), serta pemilihan langsung presiden dan wakil presiden,
serta pelaksanaan pilkada langsung.
. Pilkada Langs"ng
(ejak runtuhnya orde baru tahun .;;:, Indonesia telah tiga kali
melaksanakan pemilihan umum yaitu .;;;, /==3 dan /==; dengan sistem multi
partai. )engan sistem multi partai terjadi persaingan terbuka antara partai politik>
kontestan untuk melakukan metode pendekatan dalam memperoleh suara
terbanyak untuk memenangkan pemilu. Pemilihan umum presiden dan wakil
presiden yang diatur dalam $ndang-$ndang @o. /0 Tahun /==0 telah membuka
ruang kontestasi dalam memperebutkan kekuasaan dan legitimasi kekuasaan
politik. Telah tiga kali terjadi pergantian presiden sebagai bagian dari proses
demokrasi di tingkat nasional dan daerah. Pemilihan Presiden dan <akil Presiden
'angsung Tahun /==3 merupakan pengalaman baru dan telah berlangsung ke dua
kalinya bagi %angsa Indonesia, sebagai salah satu kajian demokrasi presidensil.
$$ @o. /0 Tahun /==0. )i tingkat daerah, di beberapa Pro*insi dan "abupaten
telah hampir memasuki kali ke dua dalam pemilihan "epala )aeraha secara
langsung. Tingginya bias konflik dalam Pilkada, menyebabkan wacana tentang
Pilkada ,ubernur belakangan akan dikembalikan pada system pemilihan melalui
)P1) Pro*insi.
#danya jarak antara pemilu dengan sirkulasi elit di masa orde baru
disebabkan ketertutupan politik dengan adanya pemusatan kekuasaan di tangan
(uharto, yang setelah reformasi terjadi sirkulasi elit yang terbuka dan kompetitif
dimulai Pemilihan $mum .;;; yang disusul pelaksanaan Pemilihan Presiden dan
<akil Presiden 'angsung /==3. $ndang-$ndang @omor 4 tahun .;83,
pemerintah daerah sangat bercorak sentralistik, dekonsentrasi administratif,
dimana pemilihan dan penentuan pejabat kepala daerah yang harus memperoleh
persetujuan presiden. @amun sejak runtuhnya otoriter orde baru, bermunculan
tuntutan berbagai daerah agar mereka dapat menentukan sendiri kepala daerah
masing-masing. (ehingga muncul $ndang-$ndang @omor // tahun .;;; sebagai
hasil reformasi politik. Pergeseran tersebut bertujuan menciptakan pemberdayaan
politik masyarakat lokal yang dalam pelaksanaannya masih terbatas pada
legislati*e daerah.
)alam sejarah Indonesia sampai pada masa orde baru, pilkada selalu
dimonopoli oleh elite politik pusat dan daerah dengan tidak memberi kesempatan
rakyat memilih secara langsung kepala daerah dan wakil kepala daerahnya.
#danya perbedaan tata cara dan mekanisme pemilihan yang selama ini
dikonstruksi untuk memilih anggota legislati*e serta presiden dan wakil presiden
yang melibatkan partisipasi rakyat dalam menggunakan hak pilihnya. @amun
sebaliknya pilkada dilakukan dengan sistem pemilihan perwakilan oleh anggota
dewan atau diangkat>ditunjuk oleh pejabat pusat.
(ebagai koreksi atas sistem pemilihan sebelumnya dan salah satu produk
era reformasi adalah $$ @o.// tahun .;;; mengenai desentralisasi, yang dalam
praktik pilkada menimbulkan keprihatinan dan kekecewaan dengan munculnya
isu maraknya politik uang (money politics dan campur tangan (intervensi
pengurus partai politik di tingkat lokal maupun pusat. "emudian dire*isi dengan
$ndang-$ndang @o.0/ tahun /==3 tentang Pemerintahan daerah (otonomi
daerah Pasal 46 jo Pasal ..; dan Peraturan Pemerintah @o. 6 tahun /==4 tentang
Tata 7ara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian "epala
)aerah dan <akil "epala )aerah, yang membuka peluang kepada rakyat untuk
mewujudkan aspirasi daerah dengan memiliki pemimpin lokal yang dipilih oleh
rakyat melalui pilkada langsung. Perubahan ini sangat signifikan terhadap
perkembangan demokrasi di daerah.
#lasan mengapa harus diselenggarakan pilkada langsung karena? Pertama,
meningkatnya partisipasi politik rakyat daerahH "edua, legitimasi politik yang
dapat memberikan dampak legitimasi yang lebih kuat terhadap kepemimpinan
daerah terpilihH "etiga, minimalisasi terjadinya manipulasi dan kecuranganH dan
"eempat, akuntabilitas yang merupakan persoalan mendasar dalam memillih
seorang pemimpin. )alam artian pilkada langsung harus dapat mendorong
tumbuhnya kepemimpinan eksekutif daerah yang kuat. (elain itu, pelaksanaan
pilkada langsung harus berkualitas, sederhana, efisien, dan mudah dilakukan.
Pilkada langsung juga harus membuka ruang selebar-lebarnya terjadinya
kompetisi yang adil antara para calon yang bersaing dengan melibatkan partisipasi
rakyat secara lebih optimal, baik dalam tahapan-tahapan yang berlangsung sampai
dengan pemilihan, serta proses-proses politik pasca pemilihan.
)engan demikian kepala daerah terpilih akan lebih akuntabel pada rakyat
dan bukan pada golongan tertentu. Implikasinya adalah pengambilan kebijakan
publik akan berorientasi pada rakyat, lebih menjamin otonomi politik (legitimasi
serta potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (""@ dan politik uang (Money
Politic bisa berkurang pada golongan tertentu. Perubahan politik nasional dengan
mengadakan pemilihan langsung terhadap anggota )P1, )P), )P1), dan
Presiden dan <akil Presiden diikuti dengan pemilihan langsung gubernur>wakil
gubernur, bupati>wakil bupati dan walikota>wakil walikota.
)alam kaitannya dengan perubahan sistem pilkada adalah merupakan
mata rantai reformasi politik untuk mewujudkan politik yang demokratis di
Indonesia. )alam suatu masyarakat demokratis, rakyat berperan tidak untuk
memerintah atau menjalankan keputusanCkeputusan politik. @amun terdapat
pemilihan umum yang berperan untuk menghasilkan suatu pemerintah atau suatu
badan penengah lainnya yang pada gilirannya menghasilkan suatu eksekutif
nasional dan pemerintah.
/6
D. Teori Klan Politik
(ecara garis besar klan adalah sekelompok orang yang bersatu dengan
kekerabatan yang nyata atau dirasakan dan keturunan. %ahkan jika pola garis
!-
1esis (u;i=ra)aty, Etnisitas, Primordialisme, Dan Jejaring Politik Di Sulawesi
Selatan (Studi Pilkada Di Sulawesi Selatan Th 2007-2008, Hal. 1/
keturunan sebenarnya tidak diketahui, anggota klan tetap dapat anggota pendiri
atau leluhur di puncak. Ibligasi kekerabatan berbasis mungkin hanya simbolis di
alam, di mana saham marga yang di tetapkan nenek moyang yang merupakan
simbol persatuan marga. "lan paling mudah di gambarkan sebagai suku atau (ub
kelompok suku. "ata marga berasal dari AclannA berarti AanakA dalam bahasa
,aelic (kotlandia dan Irlandia. Pada tahun .3/4 kata itu di bawa ke Inggris
sebagai nama untuk sifat suku ,aelic masyarkat skotlandia dan Irlandia. "lan
terletak disetiap negara, anggota bisa mengidentifikasi dengan lambang untuk
menunjukan bahwa mereka adalah kaum independen.
)alam budaya yang berbeda dan situasi, klan bisa berarti hal yang sama
seperti kelompok kerabat berbasis lainnya, seperti suku dan band. (ering kali,
faktor yang membedakan adalah bahwa marga merupakan bagian kecil dari suatu
masyarakat yang lebih besar seperti suku, chiefdom, atau negara. 7ontohnya
termasuk (kotlandia, Irlandia, 7ina, Jepang dan klan klan 1ajput di India dan
Pakistan, yang ada sebagai kelompok kerabat di negara masing-masing. @amun,
perlu diketahui bahwa suku-suku dan band juga dapat komponen masyarakat yang
lebih besar. !ungkin yang paling terkenal suku, ./ suku Israel #lkitab, terdiri
satu orang. suku-suku #rab adalah kelompok kecil dalam masyarakat #rab, dan
Ijibwa band adalah bagian kecil dari suku Ijibwa di #merika $tara. )alam
beberapa kasus diakui beberapa suku marga-marga yang sama, seperti beruang
dan klan rubah dari 7hickasaw dan suku 7hoctaw.
(elain dari tradisi yang berbeda dari kekerabatan, kebingungan konseptual
lebih lanjut muncul dari penggunaan sehari-hari istilah tersebut. )i negara-negara
pasca-(o*iet, misalnya, sangat umum untuk berbicara tentang klan di referensi ke
jaringan informal dalam bidang ekonomi dan politik. penggunaan ini
mencerminkan asumsi bahwa anggotanya bertindak terhadap satu sama lain dalam
sangat dekat dan saling mendukung dengan cara yang kurang lebih sama
solidaritas antara sanak saudara. @amun, marga-marga @orse, yang Ktter, tidak
dapat diterjemahkan dengan suku atau band, dan akibatnya mereka sering
diterjemahkan dengan rumah atau baris.
(esudah bergulirnya reformasi sejak tahun .;;:,dinamika politik diaerah
memasuki era baru pula. #ktor, institusi, dan budaya lokal bermunculan dan
mulai memainkan peran di dalam politik lokal. #ktor aktor lokal yang
terorganisir, dan memiliki simbol kultural lokal berada dipanggung politik.
"emunculan aktor aktor lokal tidak terlepas dari adanya jaringan atau klan yang
terjadi antara kesatuan geneologis yang mempunyai kesatuan tempat tinggal dan
menunjukkan adanya integrasi social, kelompok kekerabatan yang besar,
kelompok kekerabatan yang berdasarkan asas unilinear. "lan kelompok
kekerabatan yang terdiri atas semua keturunan seorang nenek moyang yang di
perhitungkan dari garis keturunan laki-laki atau wanita.
%angunan klan tidak terlepas dari siapa patron awal yang membangun
pondasi yang kuat yang membawanya sehingga klan tersebut atau jaringan
mampu berada pada le*el kekuatan kekuatan yang kuat untuk kemudian
dikonsolidasikan pada tataran elit yang kemudian menjadi kekuatan yang kuat
ditingkatan lokal dan nantinya pada tingkatan skala nasional. "lan atau jaringan
pada ranah pangung politik sangat berperan besar dimana membangun klan atau
jaringan itu sendiri yang nantinya dapat mempengaruhi proses politik atau sebuah
kebijakan dan efek sosial politik dari opini politik klan yang dibangun.
Pola komunkasi yang kuat yang dibangun sebuah kelompok kekerabatan
jaringan keluaraga atau adalah salah satu faktor menguatnya fenomena klan atau
jaringan keluarga di tingkatan elit poltik lokal yang memungkinkan terjadinya
dominasi kekuasaan pada arah proses kebijakan nantinya, semua itu tidak terlepas
dari usaha yang dibangun patron awal sehingga klan atau jaringan keluaraga
tersebut menjadi suatu kesatuan yang kuat pada tataran politik lokal bahkan akan
memunculkan regenerasi baru dari klan yang sama, yang kuat, dan yang nantinya
akan meneruskan proses politik yang sedang berlangsung.
"lan dalam politik ada dalam satu keluarga dimana mereka dalam hal ini
keluarga mampu menempatkan anggota keluarganya dalam struktur politik, klan
dalam politik ini merupakan sesuatu yang diturunkan atas faktor keturunan dan
ada yang menyebut gejala ini sebagai kebangkitan dinasti dikancah politik.
Penulis menyebutnya sebagai klan atau keluarga politik, fanatisme pada keluarga
terinspirasi dari peribahasa Jerman L%lut ist dicker als wasser5 yang secara harfiah
berarti hubungan darah (keluarga lebih kuat dibandingkan ikatan lain ( dari aspek
loyalitasnya .
E. Konse# Pengar"$
Pada bagian ini akan disajikan konsep pengaruh pengaruh yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah bila tekanan yang diberikan kepada pengaurh
eksperimental dan pengaruh lingkungan itu ternyata benar,maka masuk akal untuk
beranggapan bahwa pengaruh tersebut akan terus berkelanjutan menjadi penting
selama usia dewasa,dan bahwa proses sosialisasi itu berlanjut terus melampaui
masa kanak kanak dan remaja. %agan pokok dari tingkah laku politik dimasa
depan dapat ditentukan dimasa masa yang lebih muda,akan tetapi adalah lebih
mungkin menciptakan suatu situasi dalam mana terdapat interaksi diantara
sosialisasi politik dini dengan pengaruh - pengaruh eksperimental dan lingkungan
dari masa kehidupan selanjutnya,daripada menghindarkan sosialisasi orang
dewasa.
(atu contoh terbatas akan menggambarkan maksud kita, ada bukti yang
menyatakan bahwa anggota badan legislatif mengalami proses sosialisasi segera
sesudah pemilihan mereka? dan bahwa tingkah aku legislatif berikutnya sebagian
ditentukan oleh pengetahuan,nilai nilai, dan sikap sikap mereka seperti yang ada
terdapat sebelum pemilihan, dan sebagian lagi oleh pengalaman pengalaman
mereka semasa menjadi anggota badan legislatif, ditambah lagi dengan reaksi
reaksi mereka terhadap lingkungan baru didalam lembaga legislatif.)alam
keadaan seperti itu suatu tingkatan sosialisasi tidak dapat dihindarkan dari
pengalaman sehari hari pria dan wanita pada umumnya.
(osialisasi politik selama kehidupan orang dewasa belum banyak diteliti
orang, sekalipun terdapat beberapa pembuktian yang muncul dari studi studi
mengenai tingkah laku pemilihan>elektoral, kesadaran kelas, pengaruh dari situasi
situasi kerja dan perkembangan ideologi. <laupun demikian, setidak tidaknya
mungkin untuk mengsugestikan, bahwa bidang bidang mengenai sosialisasi orang
dewasa itu adalah penting. Justru seperti halnya anak yang diantarkan secara
bertahap kepada kontak dengan dunia disekitar dirinya setahap demi setahap,
demikian pula halnya para remaja dan perubahan dari masa remaja menjadi
dewasa, menunjukan adanya suatu tahap lainnya yang penting dalam sosialisasi
politik.
%eberapa kontak yang dijalin selama masa kanak kanak dan masa remaja
ada yang berkelanjutan dalam bentuk yang agak mirip melalui persahabatan dan
perkenalan? sedang yang lainnya dapat diteruskan atau diperbaharui lewat medium
medium lainnya seperti pekerjaan, kesenggangan ( kesibukan diwaktu senggang ,
agama atau media massa, namun beberapa daripadanya dan pengalaman
pengalaman yang mereka yang meraka peroleh adalah baru sifatnya. %agi
beberapa orang, pengalaman pengalaman baru sedemikian ini akan memperkokoh
sosialisasi sebelumnya, akan tetapi bagi orang lain akan menyebabkan
kemunculan berbagai tingkatan konflik yang mungkin mengakibatkan timbulnya
perubahan perubahan penting dalam tingkah laku politik.
"epindahan dari daerah pedesaan ke kota, pengalaman menganggur,
keanggotaan dari organisasi sukarela, perkembangan minat minat diwaktu
senggang, ganti agama, penerapan fakta dan opini melalui media massa semua ini
menyebabkan dampak yang berarti kepada tingkah laku politik sekarang.
%. Konse# Jaringan
!enurut pandangan pakar teori jaringan, pendekatan normatif
memusatkan perhatian terhadap kultur dan proses sosialisai yang
menanamkan (internalization norma dan nilai kedalam diri aktor.
!enurut pendekatan normatif, yang mempersatukan orang secara
bersama dalah sekumpulan gagasan bersama. Pakar teori jaringan
menolak pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang harus
memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang
menghubungkan anggota masyarakat
/8
. <illiam mengungkapkan
pandangan ini?
L#nalisis jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan indi*idu dan
kolekti*itas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang
bagaimana mereka seharusnya berperilaku. "arena itu pakar analisis
jaringan mencoba menghindarkan penjelasan normatif dan perilaku
sosial. !ereka menolak setiap penjelasan nonstruktural yang
memperlakukan proses sosial sama dengan penjumlahan ciri pribadi
aktor indi*idual dan norma yang tertanam.
(etelah menjelaskan apa yang menjadi bukan sasaran perhatiannya,
teori jaringan lalu menjelaskan sasaran perhatian utamanya, yakni pola objektif
ikatan yang menghubungkan anggota masyarakat (indi*idual dan
kolektifitas.<ellman mengungkapkan sasaran perhatian utama teori jaringan
sebagai brikut?
#nalisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun sangat
kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari sturktur sosialMcara paling
langsung mempelajari stuktur sosial adalah menganalisis pola ikatan yang
menghubungkan anggotanya. Pakar analisis jaringan menulusuri struktur bagian
yang berada dibawah pola jaringan biasa yang sering muncul kepermukaan
sebagai system social yang kompleksM#ktor dan perilakunya dipandang sebagai
!.
Mi?ruc$i, 1994 dala+ 5ell+an 198", Hal 1-!
dipaksa oleh struktur social ini. Jadi, sasaran perhatian analisis jarigan bukan pada
aktor sukarela, tetapi pada paksaan structural
/:
.
(atu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada
struktur mikro hingga makro. #rtinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin saja
indi*idu (<ellman dan <ortley, .;;=, tetapi mungkin pula kelompok,
perusahaan(%aker,.;;=H7lawson, @eustadtl, dan %earden, .;:6H !i+ruchi dan
"oening, .;:6 dan masyarakat. 9ubungan dapat terjadi ditingkat struktur social
skala luas maupun ditingkat yang lebih mikroskopik. ,rano*eter melukiskan
hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang5melekat5dalam hubungan
pribadi konkret dan dalam strktur(jaringan hubungan itu5(.;:4?3;=.9ubungan
ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (indi*idu atau kolektifitas
mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai (kekayaan,
kekuasaan, informasi. #kibatnya adalah bahwa sistem yang terstruktur cenderung
terstratifikasi, komponen tertentu tergantung pada komponen yang lain.
(atu aspek penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini
menjauhkan sosiolog dari studi tentang kelompok dan kategori sosial
dan mengarahkannya untuk mempelajari ikatan dikalangan dan antar
aktor yang Ltak terikat secara kuat dan tak sepenuhnya memenuhi
persyaratan kelompok5
/;
(<ellman, .;:0?.6;. 7ontoh yang baik dari
ikatan seperti ini adalah diungkap dalam karya
,rano*eter(.;80?.;:0 tentang Likatan yang kuat dan lemah5
,rano*eter membedakan antara ikatan yang kuat, misalnya hubungan
!8
5ell+an, 198", Hal 1,-
!9
Ibid, Hal 1-9
antara seseorang dan teman karibnya, dan ikatan yang lemah,
misalnya hubungan antara seseorang dan kenalannya.
(osiolog cenderung memusatkan perhatian orang yang mempunyai
ikatan yang kuat atau kelompok sosial. !ereka cenderung
menganggap ikatan yang kuat itu penting, sedangkan ikatan yang
lemah dianggap tak penting untuk dijadikan sasaran studi sosiologi.
,rano*eter menjelaskan ikatan yang lemah dapat menjadi sangat
penting. 7ontoh, ikatan lemah antara dua aktor dapat membantu
sebagai jembatan antara da kelompok yang kuat ikatan internalnya.
Tanpa adanya ikatan yang lemah seperti itu, kedua kelompok
mungkin akan terisolasi secara total. Isolasi ini selanjutnya dapat
menyebabkan system soisial semakin terfragmentasi. (eorang
indi*idu tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi dalam
sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan
informasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam
masyarakat lebih luas. "arena itu ikatan yang lemah mencegah
isolasi dan memungkinkan indi*idu mengitegrasikan dirinya dengan
lebih baik ke dalam masyarakat lebih luas. !eski grano*eter
menekankan pentingnya ikatan yang lemah, ia segera menjelaskan
bahwa, LIkatan yang kuat pun mempunyai nilai5 (.;:0? /=;H 'ihat
%ian, .;;8. !isalnya, orang yang mempunyai ikatan kuat memiliki
moti*asi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk
saling memberikan bantuan.
&. Kerangka Pikir
)i tengah gegap gempita deliberasi politik di negeri ini baik melalui
skema Pemilu legislatif dengan sistem terbuka dengan menggunakan suara
terbanyak maupun dengan skema Pilkada 'angsung ,ubernur <akil ,ubernur
dan %upati <akil %upati. Tampaknya politik klan yang berbasis pada jejaraing
politik keluarga masih mendapatkan ruang yang istimewa. )eliberasi politik
dalam skema Pemilu 'egislatif dengan system multi partai dan system suara
terbanyak semestinya diwarnai kontestasi yang massif dalam memperebutkan
suara rakyat. #kan tetapi kenyetaannya, di berbagai daerah, Pemilu 'egislatif
banyak diikuti oleh kerabat dan keluarga penguasa dan pejabat terkenal dengan
modal politik dan ekonomi yang kuat, sehingga tidak jarang partai politik peserta
pemilu terutama dari partai C partai baru, maupun partai C partai besar berebutan
untuk merekrut kalangan-kalangan kerabat>keluarga penguasa>pejabat sebagai
anggota dan calon legislati*e dari partainya.
)eliberasi sistem politik pada saat yang sama membuka ruang kontestasi
akan tetapi pada saat yang sama juga menciptakan ruang politik dimana
keluarga>kerabat dari elit-elit politik dan penguasa juga turut bersaing. )alam
mencapai tujuan-tujuan politiknya baik penguasa maupun elit-elit politik lainnya
yang telah memiliki posisi politik mapan jejaring politik keluarga akan lebih
mudah untuk dikonsolidasikan untuk kepentingan politik jangka panjang melalui
solidaritas kekeluargaan.
!enguatnya politik klan di tengah system deliberati*e ini oleh banyak
kalangan dikatakan sebagai Lneopatrimonialisme5. %enihnya sudah lama berakar
secara tradisional. &akni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan
regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam
menimbang prestasi. "ini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial
lama, tapi dengan strategi baru. N)ulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang
lewat jalur politik prosedural,N #nak atau keluarga para elite masuk institusi yang
disiapkan? partai politik, 'embaga perwakilan, birokrasi, "elompok penekan,
'(!, Irmas, asosiasi professional, paguyuban kedaerah maupun etnis dan
sebagainya.
#mich #lhumami, peneliti sosial di $ni*ersity of (usseD, Inggris,
menyebut politik kekerabatan proses rekrutmennya didasarkan pada sentimen
kekeluargaan. Politik kekerabatan, papar #mich, la+im dijumpai pada masyarakat
tribal-pastoral. ,aris kekeluargaan merupakan penentu utama sistem
kepemimpinan komunal, sekaligus menjadi pola pewarisan kekuasaan politik
tradisional. Politik kekerabatan, dibangun di atas basis pemikiran yang bertumpu
pada doktrin politik kuno? blood is thicker than water --darah lebih kental
daripada air. )oktrin ini menegaskan, kekuasaan --karena dapat mendatangkan
kehormatan, kemuliaan, kekayaan, dan aneka social privileges-- harus berputar di
antara anggota keluarga dan para kerabat saja. "ekuasaan terdistribusi dan
bergerak melingkar di antara pihak-pihak yang memiliki pertalian darah
0=
.
Para kerabat -- lantaran pertalian darah-- dianggap lebih dapat dipercaya
dan tak mungkin berkhianat seperti la+im dilakukan politikus pemburu kekuasaan.
"/
@atra4o+ 'inasti Politik #okal Makin %ental
!aka, para elite politik Indonesia secara massif mengusung anggota keluarga
menjadi caleg atau calon kepala daerah. !ereka menjadi caleg atau calon kepala
daerah lebih karena political privileges keluarga, yang hanya memproduksi
politisi tiban>karbitan. %ukan political credentials kreasi mereka sendiri, yang
melahirkan politisi sejati>otentik.
Political credentials bisa diperoleh melalui tiga jalan. Pertama, akti*isme
sosial-politik yang mendapat pengakuan publik sehingga melahirkan sosok politisi
genuine, kredibel, dan bereputasi cemerlang. "edua, pendidikan yang
mengantarkan seseorang menjadi politikus terpelajar dengan prestasi indi*idual
yang secara objektif diakui masyarakat. "etiga, kombinasi antara akti*isme
sosial-politik dan pengalaman pendidikan yang panjang. #mich mengakui,
banyak pula tokoh politik nasional yang tumbuh, selain karena mewarisi darah
aristokrasi politik keluarga, juga memiliki political credentials yang mereka
bangun sendiri. )alam konteks penelitian ini, !uh. &asin 'impo, !aupun
(yahrul &asin 'impo adalah tokoh politik yang membangun political credentials
melalui kombinasi dua jalan tadi. (edangkan putr, saudara dan kerabatnya yang
lain menempuhnya melalui jalan yang pertama.
)ua tokoh politik yang berhubungan darah itu, selain secara genetikal
punya talenta dan keistimewaan bawaan, juga memiliki rekam jejak dan
pencapaian indi*idual yang mendapat pengakuan publik. (imak pula dinasti-
dinasti politik besar dunia? "ennedy (#merika (erikat, ,andhi (India, %hutto
(Pakistan, atau ,emayel dan 9ariri ('ebanon, yang sekalipun mewarisi tradisi
politik keluarga yang kental, setiap tokohnya memiliki political credentials yang
otentik.
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan skema berfikir dari
kerangka teorinya Pierre %ourdieu tentang 9abitus, !odal, 1anah dan Praktek
0.
.
kerangka ini cukup representati*e untuk menyingkap bagaimana awal mula
kemunculan politik dari klan &asin 'impo hingga kemudian kontinuitas pengaruh
politik mereka yang tetap bertahan secara mantap di tengah ketatnya persaingan
politik di masa demokrasi deliberatif sekarang ini.
"onteks institusional dan kultural (habitus dan kesinambungan kekuasaan
sosial dalam suatu bidang politik secara intrinsik saling berhubungan. !enurut
%ourdieu, bidang-bidang politik digolongkan oleh suatu kompetisi bagi hak
legitimasi untuk berbicara atas nama orang lain. Posisi sebagai pembicara
mungkin didasarkan pada kapital simbolik personal (misanya ketenaran,
kehormatan dan popularitas, tetapi lebih signifikan berada di dalam institusi
negara dan partai politik, dan diberikan kepada indi*idu sebagai perwakilan. Ini
berarti bahwa keseimbangan kekuasaan di bidang politik lokal akan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sumber daya (dalam bentuk kapital baik
ekonomi, politik, maupun kultural simbolik lembaga dan pemain politik serta
hubungan di antara mereka.
Pada kerangka politik dan demokratisasi lokal, pandangan %ourdieu
tentang 9abitus, !odal, ranah dan praktek, termanifestasi pada model semakin
menguatnya simbolitas-simbolitas lokal yang dieksploitasi oleh elit-elit lokal
"1
Ris$ard Harker, 4$eelen Ma$ar, dan 4$ris 5ilkes 6Ed7, 6Habitus 8 Modal 7 9 Rana$ :
PraktikA Pen;antar Palin; %o+=re$ensi& %e=ada Pe+ikiran Pierre 3ourdieu, !//,
dalam persaingan mereka di ranah politik lokal. isu-isu sengit hingga segmentasi
etnisitas, kekeluargaan kemudain menjadi alat politik yang lumrah digunakan
dalam kerangka mempengaruhi dan meraih posisi politik, mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan.
2.2. SKEMA PIKIR
=e+ilu
Pendidikan Politik
'ala+ %eluar;a
(truktur Politik B
In&rastruktur Politik
(u=rstruktur Politik
Interaksi dan
%erjasa+a 'ala+
%eluar;a
Jarin;an Politik
%lanC%eluar;a
%onstalasi Politik (ulD(el
PeranDPeran Politik
*n;;ota %eluar;a
Pilkada
Modal
Ekono+i
Modal
Politik
Modal
(i+bolik
JARINGAN POLITIK
KELUARGA / KLAN
H*3I1E(
M0'*#
R*N*H PR*%1I%

Anda mungkin juga menyukai