Anda di halaman 1dari 15

LENSA – VOLUME 4 No.

50, Maret 2021 ISSN: 0854-7904

OLIGARKI DALAM DEMOKRASI INDONESIA


oleh: Intan Rachmina Koho, S.IP., M.Si
Dosen di Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UNPRI

Abstrak
Oligarki adalah merupakan sistem politik dimana pihak yang memerintah terdiri atas
sejumlah orang atau sekelompok orang (kelompok elit). Sekelompok elit tersebut
dalam menjalankan pemerintahan selalu menggunakan segala cara agar rakyat dapat
dikendalikan dan dikuasainya. Sistem ini disebut juga pemerintahan dari atas yakni
Negara dijadikan alat untuk mencapai tujuan kelompok elit, sehingga tujuan yang
menyangkut kesejahteraan rakyat, keadilan, dan kemerdekaan perorangan biasanya
tidak dapat (sulit). Tulisan ini menggambarkan bagaimana politik oligarki terjadi
dalam partai politik di Indonesia.
Kata kunci: oligarki, partai politik

Abstract
Oligarchy is a political system in which the governing party consists of a number of
people or a group of people [elite group]. In running the government, an elite group
always uses all means so that the people can be controlled and controlled. This system
is also called government from above, namely the State is used as a tool to achieve the
goals of the elite, so that goals related to people’s welfare, justice and individual
independence are usually not [difficult]. This paper describes how the political
oligarchy occurs in political parties in Indonesia.
Keywords: oligarchy, political party

_ _
Fakultas ........ 60
F a k u l t a s.................. | 61

I. PENDAHULUAN Setelah melihat siklus Polybius,


kemudian tulisan ini akan difokuskan pada
Tulisan ini akan dimulai dengan bentuk pemerintahan oligarki dalam
mengenal Siklus Polybius, yaitu siklus bentuk demokrasi Indonesia, maka akan dimulai
pemerintahan dikembangkan oleh filsuf yang dengan pertanyaan apa itu Oligarki? Oligarki
bernama Polybius, sejalan dengan pendapat adalah kekuasaan yang dikendalikan oleh
Aristoteles, Polybius berpendapat bahwa sedikit orang, tetapi memiliki pengaruh
pemerintahan Negara umumnya diawali dominan dalam pemerintahan. Oligarki
dengan bentuk MONARKI, dimana seorang merupakan tipe klasik suatu bentuk kekuasaan.
raja/ratu memerintah sebagai penguasa tunggal Kata oligarki berasal dari bahasa Yunani, yaitu
demi kesejahteraan rakyatnya. Namun oligoi berarti “beberapa” atau “segelintir” dan
demikian bentuk pemerintahan semacam ini arche berarti “memerintah”. Oligarki adalah
lama kelamaan akan merosot menjadi TIRANI bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
ketika raja yang bersangkutan atau raja-raja beberapa orang, namun untuk kepentingan
keturunannya, tidak lagi memikirkan beberapa orang tersebut (bentuk negatif).
kepentingan umum. Dalam situasi semacam Hampir senada dengan itu, menurut
itu umumnya akan muncul sekelompok Aristoteles, oligarki adalah bentuk
bangsawan yang kemudian menggerakkan pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok
perlawanan hingga akhirnya dapat mengambil cendekiawan demi kepentingan kelompoknya.
alih kekuasaan. Saat inilah pemerintahan Banyak studi membuktikan bahwa sejak
tersebut disebut ARISTOKRASI. Namun awal terjadi pembajakan terhadap lembaga-
karena kekuasaan itu cenderung untuk lembaga dan prosedur Demokrasi, dan ini
disalahgunakan, pemerintahan kaum menjadikan demokratisasi Indonesia berwatak
bangsawan yang baik itu pun lama-lama akan sangat elitis. Robison & Hadiz (2004)
merosot dan menjadi pemerintahan kaum melakukan studi yang menggaris-bawahi
bangsawan yang baik itu pun lama-lama akan bahwa elit predatorial (elit pemangsa rakyat)
merosot dan menjadi pemerintahan yang akan lama yang berbasis partai-partai politik
mementingkan diri sendiri hingga akhirnya menguasai panggung politik. Mereka
disebut sebagai OLIGARKI yang menindas melakukan reorganisasi kekuasaan mengikuti
rakyat. Akhirnya rakyat lah yang akan logika politik kartel,yaitu Politik kartel
memberontak dan menjalankan pemerintah digambarkan sebagai situasi manakala partai-
sampai akhirnya pemerintahan berganti partai politik secara bersama-sama
menjadi DEMOKRASI namun lama mengabaikan komitmen ideologis dan
kelamaan pemerintahan ini juga akan jatuh programnya agar tetap bisa bertahan di lingkar
akibat korupsi dan lain-lain hingga kekuasaan dengan memilih bergabung dengan
pemerintahan pemerintahan baru pasca pemilu. Sebagai
menjadi OKLOKRASI ditengah semua itu imbalan atas dukungan yang diberikan mereka
Polybius meramal akan ada orang yang kuat berbagi pos-pos jabatan di pemerintahan.
dan berani untuk mengambil alih pemerintahan Politik kartel pada gilirannya membentuk
dan menjadi seorang raja sehingga pemerintahan berwatak oligarkis. Oligarki
pemerintahan kembali menjadi merupakan mekanisme pemusatan kekuasaan
pemerintahan MONARKI. pada segelintir elit berkuasa yang menekankan
pada kekuatan sumber daya material
(kekayaan) sebagai basis mempertahanan
62 | F a k u l t a s E k o n o m i

kekuasaan sekaligus kekayaan pada diri elit. Menurut Mahfud MD


Sementara plutokrasi mirip dengan oligarki. (Rol(8/2/2014): Dari oligarki melahirkan
Namun, plutokrasi terjadi tatkala tercipta suatu transaksi, transaksi melahirkan oligarki,
kondisi ekstrem ketimpangan sumber daya Politik oligarki merupakan sistem politik
antara “kaya”dan “miskin” di dalam suatu
yang membuat pengambilan keputusan-
negara. Plutokrat (penguasa dalam plutokrasi)
tidak hanya menguasai sumber ekonomi dan
keputusan penting dikuasai oleh
politik, melainkan juga sumber daya kekerasan sekelompok elit penguasa partai politik,
(pasukan ,senjata, teknologi). dan ini menjadi karena jabatan pimpinan partai politik
basis bagi munculnya oligarki.tapi ada studi menjadi rebutan banyak pihak. Banyak
lain yang dilakukan Hee-Yeon Cho (2008) orang berebut untuk bisa menduduki
melihat bahwa“demokrasi oligarkis” Indonesia jabatan pimpinan partai politik dan tidak
berangsur-angsur berubah menjadi “oligarki sedikit yang menggunakan uang untuk
demokratis.”Inilah sejenis oligarki yang ingin meraihnya.
mempertahankan kekayaan–sekaligus merebut
kekuasaan–melalui kompetisi electoral Menurut Firman Noo, Kepala Puslit
(melalui pemilu) yang berwatak elitis. Politik LIPI, ada beberapa negara yang
Sehingga, bukan politik demokrasi yang menganut sistem pemerintahan demokrasi
berlangsung di Indonesia, tapi politik terjebak oligarki dan menjadi akar bagi
oligarki.Sementara itu Winters (2014) juga terciptanya oligarki, termasuk di
menegaskan kenyataan serupa, bahwa elemen Indonesia. Salah satu institusi yang turut
penting neo Orde Baru adalah kaum oligark berperan adalah partai politik.
(elit berwatak oligarkis) yang tak ikut lenyap
bersama tumbangnya Suharto. Kaum oligark Pertanyaan yang kemudian kerap
yang dulu berada di bawah kendali mutlak mengusik adalah bagaimana sebuah
Suharto kini sedang berebut posisi di puncak institusi demokrasi seperti partai bisa
kekuasaan. Oligark sultanistik dizaman Orde terjebak dalam lingkaran oligarki? Di
Baru terpusat di Cendana, sedangkan oligark Indonesia keterjebakan itu disebabkan oleh
pasca Orde Baru menyebar ke dalam banyak beberapa hal. Antara lain,
kutub persaingan kaum elit. Metode otoritarian
Orde Baru membuat oligarki bisa dikuasai Pertama, Ketua Umum sebagai figur
seorang diktator, sedangkan “demokratisasi” utama atau elite partai yang menjadi
pasca OrdeBaru membuat para oligark penentu,
bersaing melalui mekanisme kompetisi "Orang-orang kuat" ini muncul sebagai
electoral. Sehingga Winters ingin menegaskan reprensentasi ideologis atau historis. Di
bahwa oligarki dan demokrasi saling Indonesia saat ini, pada umumnya partai
menunggangi. tidak bersifat ideologis, maka figuritas di
Berdasarkan uraian tersebut di atas kebanyakan partai disebabkan karena
maka masalah yang akan dibahas adalah faktor sejarah terbentuknya partai atau
mengapa muncul oligarki dan bagaimana sebuah "moment historis" yang
oligarki muncul di Indonesia? menyebabkan seorang figur menjadi
mencuat ke permukaan dan mendapat
II. PEMBAHASAN dukungan luas. Figur-figur memainkan
F a k u l t a s.................. | 63

peran kesejarahan partai itu menyebabkan sendiri singkatnya adalah sebuah kondisi
penghormatan, yang akhirnya kerap ketika sistem yang dibangun partai dan
berlebihan sehingga keberadaannya segenap aturan main dihargai serta
berikut inner circle di dalamnya sangat dijalankan secara konsisten selain
kokoh. Partai-partai yang sejak awal terbangunnya pola sikap dan budaya dalam
diinisiasi, dibentuk, dan dijalankan oleh partai.
tokoh penentu, yang biasanya kemudian Namun, yang terjadi saat ini pelembagaan
sebagai pimpinan partai, cenderung masih berjalan stagnan bahkan mengalami
berpotensi mengalami oligarkis. regresi. Sistem dan aturan kerap ditafsirkan
Keberadaan figur ini, di satu sisi mampu untuk kemudian disesuaikan demi
menghadirkan stabilitas partai. Namun, di kepentingan elite dan jaringan oligarkinya.
sisi lain juga berpotensi besar Dalam momen-momen tertentu,
menghadirkan model pengaturan dan tata pelaksanaan musyawarah menjadi semu.
kelola partai yang sentralistik. Keputusan partai kerap diambil sepihak.
Sementara hukuman bagi mereka yang
Kedua, aspek historis ataupun
membangkang atau dianggap tidak loyal
ideologis, kehadiran para figur penentu
bisa diputuskan secara cepat, tanpa harus
yang melahirkan oligarki juga disebabkan
melalui tahapan-tahapan pemeriksaan.
adanya ketergantungan finansial partai
Turunan dari lemahnya kelembagaan
pada sumber-sumber keuangan dimiliki
adalah proses kaderisasi yang mati suri.
figur. Colin Crouch (2004) menggunakan
Pada akhirnya memungkinkan "figur-figur
istilah "firma politik" untuk
asing" untuk bisa langsung berada dalam
menggambarkan ketergantungan finansial
lingkar kekuasaan, yang kiprahnya
dan merembet pada struktur pembentukan
kebanyakan cenderung mengokohkan
partai yang pada akhirnya bagaimana
oligarki. Ketidakjelasan kaderisasi juga
partai dikelola. Situasi ini diperkuat oleh
menyebabkan kader lebih terpicu untuk
kondisi pragmatisme semakin kental saat
berlindung pada patron tertentu sehingga
ini karena money talks yang menyebabkan
memuluskan pola hubungan patron-client ,
figur-figur kuat secara finansial akan bisa
tentu saja mengganggu pembangunan
berperan amat besar. Dulu almarhum Cak
demokrasi intrnal partai yang sehat.
Nur pernah menyinggung faktor ini dengan
istilah kepemilikan "gizi". Keempat, AD/ART partai juga
Situasi ini sangat terasa terutama pada memberikan landasan bagi penguatan
partai-partai yang tidak berorientasi values peran elite. Studi mengenai kandidasi
atau ideologi dalam aktivitasnya. partai, menunjukkan dalam banyak hal,
Akibatnya, jaringan (networking ), termasuk kandidasi, figur pimpinan partai
konstelasi, ataupun kontestasi internal menjadi demikian berkuasa, dan pada
yang terbentuk saat ini lebih dipengaruhi beberapa partai menjadi demikian absolut,
oleh faktor kekuatan material-finansial. karena aturan main internal memberi celah
untuk itu. Kondisi ini tentu mendorong
Ketiga, pelembagaan partai yang
belum sempurna. Pelembagaan partai itu
64 | F a k u l t a s E k o n o m i

perluasan rekayasa penciptaan kepatuhan Kemudian menjawab pertanyaan ke dua


buta yang objektif. yaitu bagaimana oligarki muncul di
Indonesia?
Kelima, faktor eksternal turut
memengaruhi aturan main terkait Jeffrey A. Winters dalam bukunya
kepartaian dan kepemiluan yang secara bertajuk Oligarchy menempatkan oligarki
umum masih memberikan celah bagi dalam dua dimensi. Dimensi pertama,
partai-partai untuk membangun oligarki oligarki dibangun atas dasar kekuatan
dalam dirinya. Setidaknya hingga kini modal kapital yang tidak terbatas, sehingga
keharusan kaderisasi, pengelolaan mampu menguasai dan mendominasi
keuangan partai yang mampu simpul-simpul kekuasaan. Dimensi kedua,
menetralisasi peran oligarki belum diatur oligarki beroperasi dalam kerangka
secara tegas dan komprehensif. Selain itu, kekuasaan yang menggurita secara
syarat ambang batas presiden maupun sistemik.
pencalonan kepala daerah yang Menurut Winters, sistem oligarki
memberikan peluang elite partai untuk pertama kali muncul di Indonesia pada
saling bermanuver membangun koalisi tahun 1970 yang dibangun oleh Soeharto.
juga turut berkontribusi secara tidak Untuk memimpin sistem oligarki yang
langsung bagi pengokohan kekuasaan elite dibentuknya, Soeharto berlagak layaknya
maupun ketergantungan kader pada seorang The Godfather yang membagi-
manuver elite. bagi kekayaan alam Indonesia pada
selain itu yang turut memberikan kelompok-kelompok tertentu, seperti
kenyamanan para oligarki adalah sikap kelompok para jenderal, penguasa etnis
kurang kritis masyarakat atau civil society Tionghoa dan kelompok pribumi.
pada kondisi internal partai-partai.
Akibatnya, partai tidak merasa terusik "Setelah berkuasa, ancaman nyata
apalagi terpicu memperbaiki diri agar bisa Soeharto itu ada pada para Jenderal TNI,
benar-benar menjadi lembaga demokrasi jadinya dia membagi-bagikan kekayaan
yang mampu bersikap dan berperilaku misalnya dengan pengelolaan hutan di
demokratis. Kalimantan dan menyebut para Jenderal
itu kaya karena dia. Soeharto itu seorang
Mengingat kompleksitas penyebab Godfather yang ekonomis dan politis.
oligarki di atas, diperlukan pendekatan Sistem oligarki Soeharto mulai mengalami
komprehensif mulai dari pembenahan gangguan saat anak-anak Soeharto
internal partai, pengaderan partai yang menjadi dewasa dan mulai berbisnis.
reformer, dukungan aturan dukungan civil Kejatuhan Soeharto pada tahun 1998,
society. Pembenahan yang bersifat parsial karena para oligark di bawah Soeharto
dan tanpa dukungan komprehensif, jelas sudah tidak mau membela Soeharto karena
tidak akan membawa dampak signifikan tingkah laku anak-anaknya sudah tidak
bagi upaya pereduksian oligarki dalam bisa dikendalikan, contohnya ketika LB
partai politik.
F a k u l t a s.................. | 65

Moerdani mengeluhkan anak-anak Jika melihat realitas yang


Soeharto dan akhirnya dia dipecat," menggejala dalam tubuh partai-partai
politik di Indonesia, tampak betul bahwa
Pada saat ini di Indonesia, kekuatan
oligarki seperti dalam tafsiran Winters
oligark dikuasai oleh kalangan pribumi,
merupakan penyakit yang sudah akut.
karena mereka memiliki uang dan jabatan.
Hampir semua partai di Indonesia
Tetapi sebelumnya, di zaman Orde Baru,
sebenarnya dikuasai oleh segelintir elite
oligark dikuasai oleh pengusaha dari etnis
yang memiliki -dalam istilah Pierre
Tionghoa, yang punya akses langsung ke
Bourdie- modal kapital dan sosial yang
Soeharto.
kuat.
Berbeda dengan era orde lama dan orde
baru, pada masa reformasi ini bentuk Gurita oligarki dalam partai politik
demokrasinya berubah sejak pemilu tahun menguatkan asumsi bahwa partai politik
1999. Hadirnya oligarki ini dimulai dari gagal dalam melakukan fungsinya sebagai
keberlangsungan sistem politik yang agregator demokratisasi. Fungsi rekrutmen
dipilih. Dalam sistem demokrasi tidak dan kaderisasi yang macet dan partai
langsung seperti yang diterapkan di politik lebih suka menggelar karpet merah
Indonesia, dalam skema penyelenggaraan kepada pemburu kekuasaan bermodal uang
pemilu didahului dengan pemilu legislatif, miliaran rupiah. Pendidikan politik yang
partai politik merupakan elemen penting. disajikan di masyarakat diringkas ke dalam
Partai politik memiliki peran strategis materi-materi kampanye-kampanye yang
sekaligus vital, yakni menjadi pihak yang gegap gempita, gaduh oleh berita bohong,
diberikan kepercayaan politik oleh rakyat menjatuhkan lawan dengan fitnah atau
melalui mekanisme keterwakilan di hoax dan sama sekali tidak mencerahkan.
parlemen/DPR. Dengan melihat pada alur Bahkan pada titik yang paling parah, partai
yang linier, partai politik tepat berada di politik menjadikan masyarakat sebagai
tengah antara warganegara sebagai konstituennya dianggap sebagai obyek
konstituen dengan negara sebagai politik semata lima tahunan yaitu
pelaksana tertinggi pemerintahan. Dengan mendekati rakyat ketika membutuhkan
menggunakan mekanisme keterwakilan suara rakyat dalam pemilu.
menuntut adanya individu-individu yang
Sebagai subyek demokrasi,
duduk di kursi parlemen/DPR. Partai
seharusnya masyarakat dituntut
politik, menjadi satu-satunya institusi yang
mendapatkan pendidikan politik dan
berwenang melakukan rekrutmen
memiliki pengetahuan politik. Tanpa
menjaring wakil-wakil tersebut. Tugas ini
pengetahuan politik, demokrasi hanya
pula yang kemudian mensyaratkan partai
akan berjalan secara prosedural dan lupa
politik melakukan kaderisasi politik;
pada esensinya. Namun dalam
menjaring individu-individu terbaik yang
kenyataannya, praktik ideal partai politik
representatif untuk duduk di kursi
tersebut lebih sering tidak terlaksana.
parlemen/DPR.
Secara internal, partai politik bahkan
kerapkali gagal mempraktikkan
66 | F a k u l t a s E k o n o m i

mekanisme demokrasi dan terjebak dalam Partai politik begitu kuat perannya
budaya oligarki. Dalam konteks politik dalam Negara, sehingga layak
nasional, hal itu tampak jelas dalam dikatagorikan sebagai monopolistik.
mekanisme penjaringan calon anggota Setelah lebih dari dua dekade, ternyata
legislatif maupun kepala daerah oleh penguatan peran secara cepat (mendadak)
sejumlah partai. Tampak jelas bahwa yang tanpa dilandasi pendewasaan secara
seleksi calon legislatif dan kepala daerah memadai itu, mengkondisikan partai
justru dilakukan dengan cara-cara yang menjadi rentan oleh jebakan hakekat
jauh dari nilai-nilai demokrasi. Sistem kekuasaan berupa kecenderungan untuk
penjaringan cenderung tertutup, tidak membesar dan memusat. Maka tidaklah
transparan, dan tidak memungkinkan mengherankan, apabila dewasa ini
dipantau oleh publik. Belum lagi soal semakin dikenali penguatan watak sistem
fenomena mahar politik yang selalu kekuasaan oligarki dan bahkan aristokrasi
mengiringi proses penjaringan calon di dalam partai politik
pemimpin daerah. Sistem kekuasaan oligarki partai
Di tangan para elite itulah segala politik tampil melalui kecenderungan
keputusan partai politik ditentukan melalui sentralisasi kekuasaan, dominasi elit
mekanisme hirarki yang kaku, alias dari partai, pragmatism berlebihan
atas ke bawah. Seorang ketua partai beserta {opportunistic} dan kroniisme
orang-orang di lingkaran terdekatnya kepemimpinan {pengurus, yang secara
merupakan sosok-sosok superior yang keseluruhan dibungkus dengan
memegang kewenangan penuh dalam pemandulan pelembagaan
ihwal decision making, termasuk {institusionalisasi} partai. Dalam pada ini,
menentukan siapa yang bakal diusung gejala aristokratisasi partai terlihat dari
dalam pileg dan pilkada. kronilisasime elit atau penguasa partai
Menjadi tidak mengherankan yang mulai tergeser oleh nepotisme dan
dinasti.
manakala dalam konteks usung-
mengusung calon kepala daerah partai Sejalan dengan pergeseran sistem
politik cenderung mengistimewakan figur- kekuasaan itu, maka kebebasan rakyat
figur yang dinilai memiliki modal kapital. yang terfokus kepada mobilisasi,
Acapkali figur itu bukan kader partai dan sementara mereka dieksploitasi oleh
terbilang tidak memiliki basis pendukung pemimpin partai yang berkuasa secara
yang berafiliasi dengan parpol tertentu. oligarki, mulai terancam kehilangan
Keputusan partai untuk mengusung calon kebebasan dan kemungkinan dieksploitasi
kepala daerah dari jalur non-kader ini tidak secara intensif oleh pengurus partai yang
jarang menimbulkan polemik di kalangan menghidupkan sistem kekuasaan
internal partai. Kader partai yang telah aristokrat. Sementara sistem aristokrat
berjuang dari bawah dan potensial tentu bangkit dalam partai, akan tetapi
merasa ditelikung karier politiknya. kontroversi sengitnya dengan sistem
kekuasaan demokratik, memberi
F a k u l t a s.................. | 67

keleluasaan kepada pendukung kekuasaan Konservatisme Partai dan


oligarki untuk berkiprah terus. Kondisi itu Perwakilan Politik DPR yaitu Prinsip
dapat dipahami karena kekuatan sosial dan demokrasi universal mengajarkan bahwa
ekonomi kaum aristokrat belum sempat anggota DPR sebagai wakil rakyat,
dikembangkan. bertindak atas nama dan untuk rakyat.
Dalam melakukan tugas dan fungsinya,
Pada saat parlemen/DPR yang
Dalam lima tahun pertama sejak persiapan
sedang dikuasai Partai Politik secara
Pemilu 1999 sampai amandemen UUD
monopolistic dengan menafikan peran
1945 dirampungkan, kaum reformator
ormas dan perseorangan melalui peraturan
berupaya menguatkan DPR dan
perundangan yang dibuatnya,
mengoperasikan perwakilan politik rakyat
dipertanyakan kinerja dan fungsinya,
secara tepat. DPR dibuka secara fisik dan
karena tidak berhasil menyelesaikan
fungsional untuk mewakili rakyat.
masalah masyarakat dan bangsa serta
Negara, apalagi memajukan Pada Pemilu 2004, konservatisme
kehidupannya, maka amatlah beralasan mulai bergeser, partai menentukan calon
untuk memahami peran sistem kekuasaan dan kemenangan Pemilu dengan
oligarki yang dipergunakan partai dalam menggunakan nomor urut calon. Elit partai
menyelenggarakan tugas-tugas memberlakukan kembali hak recall atas
parlemen/DPR dalam rangka mencari anggotanya yang dinilai indisipliner, lebih
solusinya. Upaya pemahaman dari itu politisi partai yang menguasai DPR
dimaksudkan menjadi mendesak, tatkala kehilangan kepekaan atas keluhan dan
kepercayaan publik kepada parlemen/DPR kritik serta tuntutan rakyat. Semua itu
begitu buruknya sebagaimana ditemukan menggambarkan konservatisme politisi
oleh para peneliti, dan pada saat insttusi partai penguasa parlemen/DPR, bukan saja
perwakilan rakyat itu terperosok ke dalam karena mengembalikan watak parlemen/
penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana DPR Orba, melainkan melemahkan dan
diindikasikan oleh korupsi sejumlah membendung trasisi demokrasi di
anggotanya. Dengan begitu, siapapun akan parlemen/ DPR.
bertanya tentang peran sistem kekuasaan
Sesungguhnya kontra reformasi
oligarki yang dipraktekan para politisi
parlemen/DPR seperti itu mengukuhkan
partai, tatkala mereka menyelenggarakan
pengoperasian sistem perwakilan politik
kekuasaan DPR. Jawaban atas pertanyaan
wali yang menjauhkannya dari rakyat
itu, diungkap melalui kinerja sejumlah
bersama kepentingannya, karena
aspek utama kehidupan DPR, yaitu
menghindarkan praktek sistem perwakilan
perwakilan politik, tatanan kekuasaan
utusan (delegate). Dengan begitu, maka
lembaga itu, kinerja DPR, dan produk
politisi partai di parlemen/ DPR menjadi
utamanya, dibawah pengaruh unsur
beralasan untuk bersikap tidak responsif
oligarki sistem kekuasaan partai yang
terhadap rakyat, atau bersikap “anjing
relevan.
menggonggong kapilah berlalu” yang
memaksakan kehendak dengan
68 | F a k u l t a s E k o n o m i

mengabaikan aspirasi dan kritik badan kelengkapan, mulai dari komisi dan
masyarakat, sembari memberi penjelasan panitia ad-hok sampai komisi tetap
asal bunyi “asbun” [anggaran dan BURT} dan pimpinan.
Fraksi menentukan proses dan maksud
Meskipun prinsip demokrasi
(sasaran dan tujuan) kinerja alat
perwakilan membiasakan equality antar
keleengkapan dimaksudkan, karena fraksi
anggota parlemen/DPR karena persamaan
bertanggungjawab kepada partai, bukan
prosedur yang ditempuh untuk menjadi
kepada konstituennya, maka kepentingan
anggota dan persamaan kedudukan sebagai
wakil rakyat, namun dalam praktek semua partai dan fraksi serta anggotanya
dijadikan pijakan oleh fraksi untuk
persamaan itu dikalahkan oleh dominasi
memproses kinerja parlemen/DPR.
fraksi sebagai ujung tombak partai di
Perjuangan kepentingan yang diatas
parleme/DPR. Tak satupun struktur dan
namakan fraksi itu lah yang dijadikan jalur
kultural serta proses parlemen/DPR
penyaluran oligarki sistem kekuasaan
sebagai intitusi dan sistem kekuasaan
partai ke dalam sistem kekuasaan
dalam Negara yang bisa dikontrol fraksi.
parlemen/DPR sebagai komponen Negara.
Fraksi telah menjelma sebagai pemusat
kekuasaan dalam DPR. Maka fraksi besar Memang prinsip demokrasi
atau gabungan fraksi, menjadi penentu perwakilan bukan hanya memperlakukan
dalam DPR. Persetujuan fraksi parlemen/DPR sebagai institusi Negara
menentukan agenda dan proses kinerja yang bertindak atas nama dan sekaligus
serta keputusan DPR dan unit untuk rakyat. Eksekutif dan Yudikatif di
fungsionalnya. Fraksi mengendalikan dan bidang tugasnya masing-masing bersikap
mengontrol anggota parlemen/DPR yang sama yaitu wakil rakyat. Hanya saja,
dengan alasan indisipliner, atas nama dan wakil rakyat di lembaga legislatif bertugas
persetujuan pimpinan partainya. menetapkan kebijaksanaan publik sebagai
kerangka kerja Negara untuk
Kekuasaan fraksi sebagai
menanggulangi masalah masyarakat dan
perpanjangan tangan partai di
bangsa serta Negara, sambil
parlemen/DPR semakin terpusatkan,
memajukannya, karena Eksekutif dan
karena kroniisme melandasi struktur fraksi
Yudikatif sebagai wakil rakyat sekaligus
sebagai kelompok anggota parlemen/DPR
melaksanakan dan menjaganya dari
secara politis. Pemusatan kekuasaan itu,
penyelewengan, maka kinerja
diperkuat dengan kewenangan fraksi untuk
parlemen/DPR menjadi dasar penentu
meminta atau memotong penghasilan
keberhasilan Negara mengatasi masalah
anggotanya sebesar 25 sampai 40 persen,
rakyat dan memajukan kehidupannya.
yang pada gilirannya dialokasikan fraksi
untuk membiayai kinerja fraksi dan Setidaknya ada tiga simpul kinerja
pengurus partai. parlemen/DPR untuk menghasilkan
Kekuasaan fraksi merasuki institusi kebijaksanaan publik, yaitu inisiatif dan
pembahasan RUU, lobby dan pembuat
dan kinerja parlemen atau DPR, melalui
keputusan politik. Efektifitas kinerja itu
F a k u l t a s.................. | 69

dalam artian ketepatan proses dan hasilnya, Maka tidak mengherankan apabila
amat ditentukan oleh kadar pelembagaan berbagai lobby yang berlangsung antar
DPR. Dan karena DPR didominasi Partai fraksi ataupun antara DPR dengan
Politik, maka tingkat pelembagaan Presiden, bukannya berpola argumentative
partailah sebagai penentu sebagai penentu melainkan bergaya dagang daging sapi dan
sesungguhnya bagi pelembagaan DPR. bahkan konspirasi (persengkongkolan)
politik yang didasarkan kepada
Sejatinya UUD 1945 hasil
kepentingan sempit dan jangka pendek.
amandemen, memastikan bahwa
Tidaklah aneh, bila lobby merupakan
kekuasaan legislasi berada ditangan DPR.
institusi politik DPR, yang mewadahi dan
Hanya saja sikap itu tidak didukung
membesarkan serta menyuburkan lahirnya
dengan prinsip trias politika, sehingga
para politisi oportunis dan ular kepala dua.
UUD sendiri mengatur bahwa UU dibuat
Akibatnya lobby bukan berfungsi untuk
oleh DPR bersama Presiden.
menyuburkan demokrasi, melainkan
Konsekuensinya adalah kegamangan DPR
mengukuhkan oligarki dan aristokrasi.
untuk menghasilkan UU insiatifnya, dan
gotong royong DPR bersama Presiden Mandulnya pelembagaan DPR
untuk membahas dan memutuskan RUU sebagai produk dari kegagalan partai
menjadi UU. melembagakan dirinya, berakibat pula
kepada mekanisme atau tatacara
Kegagalan pelembagaan kekuasaan
pembuatan keputusan politik. Voting
legislasi DPR itu, erat kaitannya dengan
sebagai teknik pembuatan keputusan
mandulnya pelembagaan partai dan sistem
politik utama dalam demokrasi
politik di dalam kerangka Sistem
tersingkirkan untuk digantikan dengan
Pemerintahan Presidensial. Sejauh ini arah
musyawarah untuk mufakat. Pergeseran itu
dan upaya pelembagaan partai dan sistem
sejalan dengan penggunaan teknik dagang
partai, selalu dalam kerangka Sistem
sapi sebagai alih alih dari argumentasi
Pemerintahan Parlementer atau Semi
rasional dan factual. Semua itu berakar
Presidensial. Karena personafikasi partai
kepada pengutamaan kepentingan tokoh
dan sistem partai berkembang terus dengan
politik di DPR, ketimbang penerimaan atas
akibat mandulnya pelembagaan partai dan
aturan main adil sebagai pembimbing
sistem partai. Sewaktu pemimpin (elit)
kinerja DPR.
partai-partai mendominasi DPR. Maka
penonjolan tokoh anggota melumpuhkan Perlu diingatkan bahwa musyawarah
insttusi DPR, karena secara riil penampilan dan mufakat sebagai teknik pembuatan
tokoh fraksi dari partai-partai. keputusan politik, tidaklah pas dengan
Mendominasi kinerja dewan, berlangsung demokrasi karena melumpuhkan antara
diluar misinya untuk melayani rakyat kompetisi dan tanggung jawab individu
melainkan di dalam kerangka kepentingan anggota DPR, musyawarah dan mufakat
anggota bersaman fraksi dan fraksi. bukan saja merupakan teknik yang lazim
dalam sistem otoriter orla dan orba,
melainkan juga dilandasi oleh paradigm
70 | F a k u l t a s E k o n o m i

bernegara kolektif, yang sudah terbukti publik elitis. Gejala parpolisasi


gagal secara universal, seharusnya kebijaksanaan public produk DPR itu, bisa
amandemen UUD 1945 sudah diamati dalam priopritas pilihan tipe dan
menggandeng paradigm bernegara kolektif fungsi kebijaksanaan publik. Terhadap
(dalam pembukaan) dengan individual empat tipe kebijaksanaan publik, yaitu
(dalam pasal-pasal HAM), tetapi ekstraktif (penggalian dan pemanfaatan
amandemen itu tidak memberi pedoman sumber daya), regulatif (pengaturan), dan
tentang prioritas pilihan diantaranya dan prosedur (pengkondisian tingkah laku),
tentang penyelesaian konflik yang berakar terlihat kecenderungan elitis karena
kepada masing-masingnya. Ketidak memprioritaskan tipe ekstraktif dan
pastian paradigm itu, memberi peluang regulatif ketimbang tipe distribusi dan
kepada kaum konservatif untuk prosedural, dan kecenderungan prioritas
meneruskan penggunaan tekhnik kebjaksanaan publik diantara memenuhi
musyawarah untuk mufakat bagi kepentingan elit (partai) dari pada
pembuatan keputusan politik. memenuhi kepentingan rakyat (solusi
masalah dan memajukan), pembuktiannya
Partai dan sistem partai elitis dibalik
dapat ditampilkan dengan menelaah
kebijaksanaan publik, dalam demokrasi
berbagai UU dan APBN.
partai dibentuk oleh rakyat untuk
melindungi dan memperjuangkan Jelaslah bahwa perjalanan reformasi
kepentingannya di dalam kehidupan untuk demokrasi semakin diwarnai oleh
bernegara. Ideologi populis tentang fungsi oligarki partai politik, yang karena
partai itu berubah menjadi elitis, dimana dominasinya atas DPR berakibat kepada
partai digunakan untuk melindungi dan penggeseran kinerja dn produk DPR untuk
memperjuangkan kepentingan dimana melayani rakyat, berubah menjadi
partai digunakan unuk melindungi dan melayani kepentingan partai sebagaimana
memperjuangkan penguasanya, sehingga diwakili oleh kepentingan elitnya.
bersuara kepada sistem kekuasaan oligarki.
Ada tiga (3) masalah utama yang
Adapun pembalikan partai dan juga sistem
mengkondisikan hubungan Partai dengan
partai populis menjadi elitis. Bertolak dari
DPR seperti itu, yaitu inkapabilitas
personafikasi dan sentralisasi kekuasaan
kepemimpinan kebanyakan
partai itu, tidak dilandasi dengan
Parlemen/DPR, lemahnya partai dan
kapabilitas kepemimpinan penguasa (elit)
sistem partai sehimgga gagal menciptakan
partai, sebagai akibat dari pengutamaan
kekuatan politik mayoritas sebagai basis
popularitas untuk memenangkan
kewibawaan dan kinerja pemerintah dan
persaingan politik seperti pemilu.
inkoherensi serta asinergisitas institusi
Berkenaan dengan fungsi DPR demokrasi yang dijadikan komponen
sebagai pembuat kebijaksanaan publik, sistem pemerintahan.
dominasi partai terhadap Parlemen Sekalipun dua pemilu demokratik
memungkinkan transformasi partai dan terdahulu, yang merupakan hulu dari
sistem partai elitis menjadi kebijaksanaan
F a k u l t a s.................. | 71

ketiga masalah itu, karena dilandasi oleh menafikan urgensi pelembagaan proses
makna demokrasi minimalis, namun UU seleksi kandidat presiden oleh partai
politik yang dipersiapkan untuk politik secara terbuka dan demokratis,
memproses dan menindak lanjuti Pemilu melainkan juga tertutup akses dari
tahun 2009 amatlah tidak memadai untuk partisipasi publik. Tidak mengherankan
memperbaiki partai dan sistem partai serta jika kemudian muncul fenomena yang
hubungan dengan DPR, karenanya lima mana sebagian besar posisi ketua umum
tahun setelah Pemilu 2009 sepantasnya atau pimpinan partai merupakan “tiket”
dimanfaatkan untuk merek ulang untuk menjadi calon presiden, Padahal
kepartaian dan parlemen melalui belum tentu ketua umum atau pimpinan
perubahan substansi UU Politik dan partai tersebut memiliki kapasitas
amandemen lanjut UUD. Sementara kepemimpinan sebagai presiden.
Pemilu 2014, praktek oligarki yang Oligarki partai juga karena finansial,
menempatkan pimpinan partai seolah-olah lebih tepatnya pengumpulan finansial
sebagai owner [pemilik] partai sudah untuk pemilu berikutnya. Karena ongkos
seharusnya diakhiri, karena praktek seperti politik tersebut, partai-partai tersebut
ini membuat kepemimpinan di tubuh partai membangun koalisi lebih focus pada cara
akan terus direbut dan dipertahankan, agar kelompok/partai mereka memperoleh
sedangkan bagi yang mereka yang kalah sumber-sumber finansial. Penguatan pada
dalam perebutan kekuasaan akan pindah ke sumber-sumber finansial, misalnya
partai lain seperti kutu loncat. Hal ini tidak penguasaan jatah menteri untuk kelompok
menyehatkan untuk perkembangan partai adalah hal yang paling penting dari
demokrasi utama, dibandingkan dengan kepentingan
Kepemimpinan partai politik nasional.
(Parpol) di Indonesia memasuki taraf Oligarki di Indonesia paling tepat
gejala politik oligarki. Kebanyakan digambarkan sebagai oligarki penguasa
pemimpin partai saat ini adalah orang yang kolektif electoral (oligarki berkaitan
memiliki dana besar, bukan seseorang dengan pemerintahan) atau dengan kata
dengan kemampuan organisator, mereka lain, menyertai transisi dari kediktatoran ke
yang memimpin partai yang mampu demokrasi adalah transisi lain yang sama-
membiayai partai, seperti Prabowo (Partai sama penting dari oligarki sultanistik
Gerindra), Surya Paloh (Partai Nasdem), dengan sekelompok orang amat sangat
Aburizal Bakrie (Partai Golkar) dan Hari kaya dijinakan secara pribadi oleh
Tanoesoedibjo (Partai Perindo). Mereka Soeharto menuju oligarki penguasa
semua memimpin partai karena memiliki
kolektif electoral.
kekuatan untuk membiayai partai," kata
pengamat sosial, Ignas Kleden. Pada pemilu 2019 politik balas budi
ini bisa jadi salah satu cara ampuh Jokowi
Oligarki partai semakin meningkat memuluskan kekuasaannya. Ben Bland,
tidak hanya disebabkan karena regulasi peneliti dari Lowy Institute, mengambil
dalam UU Pemilihan Presiden telah
72 | F a k u l t a s E k o n o m i

contoh langkah Jokowi merangkul idealisme tersebut mampu ditukarkan


Prabowo. Baginya, upaya itu adalah dengan uang atau telah mendapatkan harga
pengkhianatan kepada demokrasi. Dengan tertentu.
diambilnya Prabowo, otomatis Partai Para politisi yang pada awalnya hanya
Gerindra akan mendukung pemerintahan mencari sokongan dana dari para oligark,
Jokowi; lantas siapa bisa menjadi oposisi kemudian menjadi terbelenggu karena
yang “seharusnya ada dalam sistem dana tersebut tidak diberikan tanpa syarat
demokrasi?” tertentu.
Politik oligarki harus dihindari, karena Dengan demikian, pandangan politik
bisa mengancam demokrasi Indonesia. tradisional yang menyebut politik adalah
Partai yang seharusnya mampu pertengkaran gagasan atau kekuatan
mengakomodir suara rakyat, bisa saja pada pikiran, sepertinya telah tergantikan
akhirnya hanya digunakan oleh dengan pertengkaran kekuatan materil.
kepentingan individu atau kelompok
tertentu. Pada akhirnya, mungkin dapat dipahami,
kuatnya pengaruh politik oligarki di
III. KESIMPULAN
Indonesia adalah konsekuensi dari
terjadinya politik berbiaya tinggi, yang
Bahwa inti ataupun mengakarnya politik
mana para politisi yang ingin berlaga di
oligarki di Indonesia ada pada kekuatan
Pemilu membutuhkan sokongan dana
materiil atau – kita sebut saja uang – karena
besar dari para oligark. Kemudian,
dapat dimanifestasikan ke dalam bentuk
kemampuan para oligark yang dapat
kekuatan lain.
mempengaruhi jalannya sistem politik ini
Menurut sejarahnya, uang adalah alat yang
berakar dari kapabilitas uang yang dapat
diciptakan manusia untuk mempermudah
menjadi alat tukar nilai-nilai personal.
transaksi perdagangan, yang mana itu
dapat menukar barang dan jasa. Akan
Daftar Pustaka
tetapi, dalam perjalanannya, uang
[1] Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar
kemudian bertransformasi dengan Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
meluaskan kapabilitasnya untuk menukar Utama Budiarjo, Miriam, Demokrasi
sesuatu. Indonesia demokrasi parlemen dan
karena kemampuannya untuk mewakili demokrasi pancasila, Jakarta, Gramedia,
keinginan atau individu, uang kemudian 1996.
[2] Fukuoka, Yuki. 2013. “Oligarchy and
menjadi suatu orientasi yang bahkan Democracy in Post Suharto Indonesia”
melampaui prinsip ataupun nilai-nilai dalam jurnal Political Studies Review: 2013
normatif. Vol 11. Australia
Artinya adalah, ini jawaban atas [3] Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar
pertanyaan terkait mengapa banyak politisi Demokrasi, Yogyakarta, Gama Media,
1999.
ataupun partai politik menggadaikan
[4] M.Mahfud MD, Dasar dan Struktur
idealismenya demi mendapatkan sponsor Ketatanegaraan Indonesi, Yogyakarta, UII
dana dari para oligark. Hal ini karena Press,1993.
F a k u l t a s.................. | 73

[5] Miriam Budiadjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,


Jakarta: PT Gramedia, 1983.
[6] Meriam Budiarjo, Demokrasi Indonesia
demokrasi parlemen dan demokrasi
pancasila, Jakarta, Gramedia, 1996.
[7] Reorganizing Power in Indonesia: The
Politics of Oligarchy in an Age of Market.
[8] Suseno, Franz-Magnis. 2003. Etika Politik
Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
[9] Winters, Jeffrey A. 2011.Oligarki. Jakarta:
Gramedia.
Sumber Lain
[10] http://news.okezone.com/read/2011/06/17/3
39/469715/mahfud-sistem-politik-
indonesia-oligarki
[11] http://www.antaranews.com/berita/1267273
859/indonesia-bisa-adopsi-pemberantasan-
korupsi-di-china
[12] Firman Noor, Fenomena oligarki partai.
Sindo, 28 Februari 2019
[13] Michael dan Thomas B Pepinsky,
“Melampaui Oligarki? Bahasan Kritis
Kekuasaan, Prisma Resources Center,
volume 1-27
[14] Prisma. Vol. 33 No. 1 Tahun 2014 Robison,
Richard and Vedi R Hadiz.

Anda mungkin juga menyukai