Anda di halaman 1dari 4

OLIGARKI SERTA ANALISIS TERHADAP KONDISI POLITIK DI

INDONESIA
Geraldo Jeremy Pardamean
235010100111137
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Pluralitas pemahaman akan oligarki sejak dahulu telah menjadi sejarah yang panjang
yang sukar untuk didefinisikan, buku oligarki karya Jeffrey A. Witers menggambarkan bahwa
oligarki memiliki banyak konsep pendefinisian yang bermuara pada sebuah kekuasaan politik
yang didominasi oleh kelompok kecil terhadap entitas yang besar. Keberagaman pemahaman
akan oligarki ini melahirkan beberapa jenis oligarki, diantaranya oligarki panglima, oligarki
sultanistik, oligarki penguasa kolektif, dan oligarki sipil.
Kata kunci : oligarki, politik, analisis, sejarah

PENDAHULUAN
Oligarki panglima (warring) jika dilihat pada linimasa era Cina abad kesepuluh, Eropa
pertengahan, hingga ke belakang sebelum abad pertengahan, oligarki panglima telah
menunjukan eksistensinya, dibuktikan dengan peran penting seorang panglima dalam
mendirikan masyarkat yang memiliki strata vertikal sosial, hal tersebut dilakukan panglima
untuk meghimpun kekayaan pribadi setelah jatuhnya otoritas pusat. Para petarunng dan
panglima di era ini bukan hanya sekedar mengumpulkan harta dan kekayaan, namun
menyatukan dan menghimpun masyarakat yang mereka taklukan menjadi pondasi sebuah
negara dan kerajaan. Panglima pada awal era tersebut tidak terikat dengan hukum maupun
kontrak sosial, sehingga mereka dengan mudah dapat mengatur kekayaan mereka,
mengendalikan alat kekerasan, terlibat hubungan langsung, bahkan menguasai kelas petarung.
Dibandingkan dengan oligarki panglima era awal atau prasejarah, oligarki panglima modern
memiliki beberapa perbedaan yang mencolok, seperti kewenangan panglima untuk
menghancurkan dan bertindak secara koersif telah meningkat, yang berdampak pada panglima
zaman modern dapat mengendalikan wilayah dan populasi yang lebih besar. Oligarki panglima
pun tidak terbatas hanya pada zaman prasejarah dan modern, namun terus berlangsung hingga
era eropa pertengahan dan berujung pada keluarga-keluarga di Pegunungan Appalachia,
Amerika pada abad ke-19. Keberlangsungan oligarki panglima pada masa-masa di atas
menunjukan bahwa sistem oligarki panglima tidak terbatas pada zaman-zaman tertentu.

Beralih ke jenis oligarki kedua, yaitu oligarki penguasa kolektif (ruling oligarchies).
Jenis oligarki ini memiliki intensitas kerja sama lebih tinggi dari oligark-oligark lain, oligarki
penguasa kolektif ini melakukan kerja sama yang erat dalam mempertahankan kekayaan
mereka dalam menagkal serangan dari sesama oligark. Dalam oligarki penguasa kolektif, para
oligark terlibat langsung dalam mempertahankan kekayaan mereka serta memerintah
masyarakat. Pada kasus di pemerintahan yang hampir didominasi oleh oilgark penguasa
kolektif, tingkat keberagamannya sangat tinggi terdiri dari yang tidak stabil, berkumpul secara
teratur dan memerintah keseluruhan kommunitas atau imperium. Suatu oligarki penguasa
kolektif umumnya terdiri atas para oligark yang bekerja sama dengan bersenjata lengkap dan
saling memperebutkan kekayaan terkait tanah dan sebagainya. Sebuah oligarki seperti itu
langka karena cenderung terjadi perpecahan antarpelaku bersenjata yang menyulitkkan mereka
berunding untuk damai. Dalam bentuk lain oligarki penguasa kolektif, yang lebih stabil dan
bertahan lama, para oligark biasanya hidup dan berkuasa bersama di pusat kota. Mereka bekerja
sama memerintah langsung dan berbagi biaya sarana oligark mereka untuk mempertahankan
daerah kekuasaan mereka.

Beranjak pada bentuk oligarki ketiga yaitu oligarki sultanistik yang merupakan cara
ketiga dalam mempertahankan harta dan kekayaan mereka. Pada bentuk oligarki ini mereka
bekerja dengan tidak sepenuhnya bersenjata atau dengan tekanan ataupun dengan pemaksaan,
dan cenderung tidak berkuasa langsung, namun para oligark mendapatkan perlindungan
mereka dari satu oligark yang berkuasa. Pada oligarki ini hanya terdapat klaim harta, yang
ditegaskan oleh rezim sultanistik secara sistematik disertai lika-liku kekuasaan pribadi.

PEMBAHASAN
Pada analisis terhadap kondisi oligarki di Indonesia, Indonesia lebih mengarah kepada
bentuk oligarki sultanistik yang berkembang pada era rezim Soeharto. Soeharto muncul
menjadi seorang oligark sultanistik bukan dengan sebuah lapangan atau lahan oligark yang
sudah ada, melainkan Soeharto yang menciptakan bentuk dan lapisan oligarknya sendiri.
Lembaga-lembaga yang berdiri di bawah oligarki sultanistik muncul dengan tujuan untuk
digunakan para oligark sebagai alat kendali atas para oligark dan perkembangannya.
Ekstistensi oligark yang berkuasa di Indonesia juga dipengaruhi oleh bebrapa faktor
diantaranya ras, agama, dan kebudayaan yang ada yang dapat menghalangi para oligark untuk
mengubah sumber daya mereka menjadi kekuasaan politik yang menentang rezim lewat partai
yang mereka dirikan. Rezim Soeharto digambarkan oleh Emmerson sebagai sebuah
“prulalisme birokratis”. Oligarki Sultanistik Indonesia, merupakan sebuah transformasi besar
yang dialami Indonesia sejak kemerdekaan, dalam kurun waktu yang cukup cepat Indonesia
sudah menjadi sebuah sebuah tingkatan dengan sekelompok oligark super kaya.

Pada perkembangan oligarki di Indonesia, terjadi permasalahan material dasar di


Indonesia yang terbagi menjadi 3 konflik utama. Pertama terkait kekayaan sumber daya yang
melimpah di luar pulau jawa, yang menjadi objek ekstraksi kolonial versi lokal oleh para elite
di Jawa untuk membangkitkan oligark di pusat, bahkan di pulau-pulau lain. Konflik kedua
adalah berkatian dengan aset bisnis Belanda yang masih terisa pada masa kolonial Belanda,
dan konflik terakhir ialah peletakan dasar material Indonesia merdeka dan kebangitan oligarki.
Indonesia dibingungkan akan apakah Indonesia terintegrasi pada sistem kapitalis internasional
dan menganut prinsip dasarnya, seperti diaturnya prinsip dasar hak milik pribadi. Terdapat pula
sebuah tantangan dalam berjalannya oligarki sultanistik di bawah Soeharto, yaitu adanya
lembaga pemerintah yang cuup efektif dan independe sehingga menyulitkan untuk
melebarkann kekuasaanya. Lembaga-lembaga tersebut umumnya terdiri dari para ahli
profesional yang percaya diri dan terlatih, sehingga perusakann terhadap lembaga tersebut
perlu dilakukan untuk menerapkan jenis ekonomi politik yang akan diterapkan oleh Soeharto.
Ciri khas dari perusakan tersebut ialah perusakan sistematis terhadap kelembagaan oleh elite
politik dan militer Indonesia yang menyerang dan mengganggu dassar kelembagaan
independen tersebut.

KESIMPULAN
Analisis oligarki di Indonesia menunjukan bahwa oligarki dan oligark yang telah
berkuasa di Indonesia bekerja dengan sangat sistematis dan terstruktur, ditunjukkan dengan
dibentukknya berbagai lembaga-lembaga dapat dibelokan oleh para oligark agar dapat
mengikuti jenis ekonnomi dan politik yang diinginkan. Sejarah tersebut juga menyimpulkan
bahwa sistem birokrasi Indonesia masih perlu banyak pembenahan dan perbaikan, terutama
dalam aspek moral dan juga ideologi. Pemerintah Indonesia serta para pemegang dan
penyelenggara pemerintah sudah seharusnya menjalankan roda pemerintahan dengan
menjunjunng moralitas, integritas, transparansi, sistematis, serta berlandaskan Pancasila dalam
praktisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Winters, J. (2011). OLIGARKI. Jakarta: Gramedia.

Muhajir, A., & Wulandari, F. (2023). Demokrasi Oligarkis dan Resesi Demokrasi di
Indonesia Pasca-Suharto: Sebuah Tinjauan Sejarah Politik. Warisan: Journal of
History and Cultural Heritage, 4(1), 1-10.

Koho, I. R., (2021), Oligarki Dalam Demokrasi Indonesia, Lensa Vol. 4 No. 50, 60-73

Anda mungkin juga menyukai