Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH CEKAMAN KEKURANGAN AIR

TERHADAP HASIL TANAMAN TOMAT


(Lycopersicon esculentum Mill.)
Oleh:
SYAMIRA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2010
PENGARUH CEKAMAN KEKURANGAN AIR
TERHADAP HASIL TANAMAN TOMAT
(Lycopersicon esculentum Mill.)
Disusun oleh :
SYAMIRA
0510420042-42
SKRIPSI
Disampaikan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2010
RINGKASAN
SYAMIRA. 0510420042-42. Pengaruh Cekaman Kekurangan Air Terhadap Hasil
Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Dibawah Bimbingan Ir.
Koesriharti, MS. dan Ir. Ninuk Herlina, MS.
Tanaman tomat ialah satu dari sebagian jenis tanaman sayuran yang dapat
tumbuh di berbagai ketinggian tempat, tergantung varietasnya. Permintaan
terhadap tomat terus meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi produksi tomat
rata-rata Nasional masih rendah. Untuk mencapai sasaran, potensi peningkatan
produktivitas tomat sangat berpeluang besar dengan penggunaan varietas unggul
dan pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman tomat secara tepat misalnya dengan
menjaga ketersediaan air bagi tanaman tomat. Tanggap pertumbuhan dan hasil
tanaman terhadap cekaman kekurangan air tergantung fase pertumbuhan saat
cekaman air tersebut terjadi. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang cekaman
kekurangan air tanaman tomat pada fase pertumbuhan tertentu. Tujuan dari
penelitian ini ialah untuk mendapatkan dosis pemberian air yang masih dapat
mempertahankan produksi optimum tanaman tomat pada tingkat kekurangan air
tertentu dan saat fase pertumbuhan tertentu. Hipotesis dari penelitian ini ialah
perlakuan pemberian air 100% kc pada fase vegetatif dan 70% kc pada fase
generatif serta perlakuan 70% kc pada fase vegetatif dan 70% kc pada fase
generatif mulai dapat mereduksi hasil tanaman tomat.
Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik yang terletak di Dusun Yitnan,
Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dengan
ketinggian 800 m dpl, suhu rata-rata harian 21
0
C, dan jenis tanah asosiasi antara
Andosol dengan Latosol. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Mei sampai
dengan Oktober 2009. Alat yang digunakan antar lain: cangkul, cetok, gelas ukur,
tali ajir, timbangan, penggaris, meteran, ember, termometer bola basah dan bola
kering, gunting serta alat tulis. Bahan yang digunakan ialah polybag ukuran 50 cm
x 50 cm yang berdiameter 25 cm, benih tomat kultivar Marta, Formalin 5%,
pupuk kotoran sapi, pupuk anorganik (Urea, ZA, SP-36, KCl dan Calsium 80
WP), insektisida berbahan aktif Karbofuran 3% dan Deltamethrin 25 g/l ,fungisida
berbahan aktif Propineb 70% serta tanah jenis asosiasi Andosol dan Latosol
sebagai media tanam. Penelitian ini merupakan percobaan non-faktorial yang
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Adapun perlakuan yang
diberikan ialah tingkat cekaman kekurangan air pada fase pertumbuhan tertentu,
yaitu C0 (100% kc vegetatif 100% kc generatif), C1 (100% kc vegetatif 70%
kc generatif), C2 (70% kc vegetatif 70% kc generatif), C3 (70% kc vegetatif
70% kc generatif), C4 (100% kc vegetatif 40% kc generatif), C5 (40% kc
vegetatif 100% kc generatif) dan C6 (40% kc vegetatif 40% kc generatif).
Masing-masing perlakuan tersebut diulang 3 kali sehingga terdapat 21 satuan
percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 polybag. Pengamatan
dilakukan dengan cara nondestruktif dan panen. Pengamatan nondestruktif
meliputi: tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun (interval pengamatan 7 hari sekali
yaitu umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56 dan 63 hari setelah transplanting), umur
mulai berbunga dan berbuah (hari), jumlah bunga dan buah setiap tanaman
(interval pengamatan 3 hari sekali yaitu pada umur 28 64 hari setelah
transplanting) serta persentase fruit set (%). Pengamatan panen meliputi: umur
panen pertama dan terakhir untuk tiap sample (hari), jumlah buah panen (buah
sehat, Blossom end rot dan layak jual) (buah), bobot buah segar per tanaman (g),
bobot buah per buah (g), bobot buah sehat, bobot buah Blossom end rot, bobot
buah layak jual dan grading. Analisis data dilakukan menggunakan analisis ragam
(F hitung) dengan taraf kesalahan 5% dan 1%. Apabila terdapat beda nyata antar
perlakuan dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf kesalahan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air 70% kc vegetatif 100%
kc generatif mulai menurunkan jumlah buah panen total, jumlah buah sehat dan
jumlah buah layak jual pada tanaman tomat. Sedangkan, pemberian air 100% kc
vegetatif 70% kc generatif belum menurunkan jumlah buah panen total, jumlah
buah sehat dan jumlah buah layak jual tanaman tomat. Pemberian air 40% kc
vegetatif 40% kc generatif menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah
buah panen total tertinggi. Jumlah buah panen menurun 48% dibandingkan
dengan tanaman yang tidak tercekam. Perlakuan 100% kc vegetatif 100% kc
generatif, 100% kc vegetatif 70% kc generatif dan 40% kc vegetatif 100% kc
generatif mempunyai bobot buah segar per tanaman dan per hektar serta bobot
buah layak jual yang cenderung lebih tinggi dari perlakuan yang lain. Secara
ekonomi, cekaman kekurangan air dapat menurunkan pendapatan petani karena
menurunnya hasil tanaman tomat. Perlakuan 100% kc vegetatif 70% kc
generatif menurunkan sebesar Rp.4.060.000,00 dan 40% kc vegetatif 100% kc
generatif menurunkan sebesar Rp.3.600.00,00 dibandingkan tanaman yang tidak
dicekam. Perhitungan ini berdasarkan dari selisih bobot buah segar per hektar.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh
Cekaman Kekurangan Air Terhadap Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicon
esculentum Mill.).
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Agus Suryanto, MS selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Ir. Koesriharti, MS. selaku
pembimbing utama, Ir. Ninuk Herlina, MS. selaku pembimbing pendamping, Ir.
Lilik Setyobudi, MS. PhD. sebagai pembahas, kedua orang tua yang selalu
memberi doa dan dukungan, teman-teman Hortikultura 2005 serta semua pihak
yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada
kekurangan, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
penulis pribadi dan para pembaca. Kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.
Malang, Februari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1987 di Kota Malang, Jawa Timur dari
ayah bernama M. Abdul Basit Attamimi dan ibu bernama Wasilah Attamimi
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1990 di TK Dharma Putra
Malang, kemudian tahun 1992 melanjutkan ke MI Malik Ibrahim Gresik dan lulus
tahun 1999. Tahun 1999 meneruskan pendidikan di SMP Negeri 2 Gresik dan
lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis mulai memasuki jenjang
pendidikan Lanjutan Tingkat Atas di SMA NU 1 Gresik dan lulus tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis diterima di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya
Pertanian, Program Studi Hortikultura Universitas Brawijaya melalui jalur PSB.
Selama menjadi mahasiswi Fakultas Pertanian, penulis pernah menjadi asisten
praktikum untuk mata kuliah Perancangan Percobaan dan Dasar Hortikultura pada
semester ganjil tahun ajaran 2007/2008 serta Produksi Tanaman Hias pada
semester genap tahun ajaran 2007/2008.
DAFTAR ISI
RINGKASAN................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL.......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang......................................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................................... 2
1.3 Hipotesis.................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).................3
2.2 Kebutuhan Air Tanaman Tomat ...........................................................5
2.3 Peranan Air Bagi Pertumbuhan Tanaman .............................................6
2.4 Ketersediaan Air Bagi Tanaman...........................................................8
2.5 Respon Tanaman Tomat Terhadap Kekurangan Air..............................9
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 13
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................... 13
3.3 Metode................................................................................................ 14
3.4 Pelaksanaan......................................................................................... 15
3.5 Pemeliharaan....................................................................................... 17
3.6 Pengamatan......................................................................................... 18
3.7 Analisis Data....................................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.................................................................................................... 20
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 35
5.2 Saran................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 36
LAMPIRAN.................................................................................................. 39
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Pembagian Fase Pertumbuhan Tanaman Tomat................................... 6
2. Rata-rata Jumlah Cabang (49 HST), Bobot Kering Total (g) pada Umur
65 HST, Umur Berbunga dan Bobot per Buah dari 6 Genotipa Tomat
Akibat Cekaman Air pada Fase Berbeda.............................................. 12
3. Hasil Analisis Contoh Tanah................................................................ 13
4. Pemberian Air Tiap Perlakuan dalam Bentuk Liter............................. 14
5. Rata-rata Bobot Buah per Buah (gram), Bobot Buah Segar per
Tanaman (gram) dan Bobot Buah Segar per Hektar (gram) Akibat
Perlakuan Cekaman Kekurangan Air.................................................. 20
6. Rata-rata Jumlah Buah Mutu Kualitas (buah) pada Tanaman Tomat
Akibat Perlakuan Cekaman Kekurangan Air....................................... 21
7. Rata-rata Jumlah Buah Sehat dan Berpenyakit (Blossom end rot) (buah)
serta Jumlah (buah) dan Bobot Buah Layak Jual (gram) pada Tanaman
Tomat Akibat Cekaman Kekurangan Air............................................. 22
8. Rata-rata Jumlah Bunga (kuntum), Jumlah Buah Panen Total (buah)
dan Persentase Bunga Menjadi Buah (Fruit-Set) (%) pada Tanaman
Tomat Akibat Perlakuan Cekaman Kekurangan Air............................ 23
9. Rata-rata Umur Mulai Berbunga (HST), Umur Mulai Berbuah (HST)
dan Umur Panen Pertama (HST) pada Tanaman Tomat Akibat
Perlakuan Cekaman Kekurangan air.................................................... 24
10. Rata-rata Tinggi Tanaman Tomat (cm) Akibat Perlakuan Cekaman
Kekurangan Air pada Berbagai Umur Pengamatan..............................26
11. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Tomat (helai) Akibat Perlakuan
Cekaman Kekurangan Air pada Berbagai Umur Pengamatan..............26
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Deskripsi Tomat Kultivar Marta.......................................................... 39
2. Denah Percobaan................................................................................. 40
3. Denah Pengambilan Sample................................................................ 41
4. Perhitungan kc......................................................................................42
5. Hasil Analisis Contoh Tanah................................................................48
6. Data Suhu Rumah Plastik Selama Penelitian.......................................49
7. Perhitungan Persentase Bunga Menjadi Buah (Fruit-Set)................... 52
8. Perhitungan Bobot Buah Segar per Hektar......................................... 54
9. Analisis Ragam Bobot Buah per Buah, Bobot Buah Segar per Tanaman
dan Bobot Buah Segar per Hektar.........................................................56
10. Analisis Ragam Jumlah Buah Berdasarkan Penggolongan Berat Buah
Tomat (Mutu Kualitas)..........................................................................57
11. Analisis Ragam Jumlah Buah Berdasarkan Penggolongan Buah Sehat
dan Berpenyakit (Blossom end rot) serta Jumlah dan Bobot Buah Layak
Jual pada Tanaman Tomat....................................................................59
12. Analisis Ragam Jumlah Bunga, Jumlah Buah Panen Total dan
Persentase Bunga Menjadi Buah (Fruit-Set) Tanaman Tomat.............61
13. Analisis Ragam Umur Mulai Berbunga, Umur Mulai Berbuah dan
Umur Panen Pertama Tanaman Tomat.................................................62
14. Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada Berbagai Umur...................... 63
15. Analisis Ragam Jumlah Daun pada Berbagai Umur........................... 66
16. Dokumentasi Tanaman Tomat Akibat Cekaman Kekurangan Air pada
Umur 100 HST......................................................................................69
17. Dokumentasi Buah Tomat Akibat Cekaman Kekurangan Air pada
Panen ke 9..........................................................................................71
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman tomat ialah satu dari sebagian jenis tanaman sayuran yang dapat
tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran tinggi maupun di dataran
rendah, tergantung varietasnya. Tanaman ini tidak tahan terhadap hujan dan
genangan air sehingga produksinya sangat tergantung pada ketersediaan air bagi
pertumbuhannya. Kebutuhan air tanaman tomat untuk satu kali musim tanam ialah
750-1250 mm (Pudjiatmoko, 2008).
Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) sering ditanam sepanjang
tahun, dan penanaman biasanya dilakukan pada awal musim hujan untuk lahan
tegalan dan pada awal musim kemarau untuk lahan sawah. Di daerah beriklim
kering, tanaman tomat ini banyak diusahakan pada musim hujan.
Permintaan terhadap tomat terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan
dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi dan
meningkatnya pendapatan masyarakat. Secara statistik, dari hasil analisis Bank
Dunia (1992) telah memproyeksikan peningkatan permintaan tomat rata-rata per
tahun sekitar 3,6% - 4% dalam periode 1988-2010 (Cahyono, 1998). Untuk
mencapai sasaran peningkatan kebutuhan tomat di atas, potensi peningkatan
produktivitas tomat sangat berpeluang besar dengan penggunaan varietas unggul
dan pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman tomat secara tepat.
Rendahnya produksi tomat rata-rata Nasional disebabkan oleh belum
meluasnya penggunaan varietas unggul dan penerapan teknik budidaya dan faktor
lingkungan tumbuh yang belum tepat. Teknik budidaya dan faktor lingkungan
tumbuh tanaman misalnya menjaga ketersediaan air bagi tanaman tomat. Air
sangat dibutuhkan tanaman sebagai medai transportasi zat terlarut organik dan
anorganik dari tanah ke daun maupun dari daun ke seluruh tubuh tanaman. Air
juga dibutuhkan sebagai bahan baku fotosintesis. Oleh karena itu, kekurangan air
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat.
Pengaruh yang merugikan dari cekaman kekurangan air sangat tampak pada
jaringan dan organ yang berada pada fase pertumbuhan cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat periode pertumbuhan tertentu yang sangat peka
terhadap cekaman kekurangan air (Wudiri dan Henderson, 1985). Pada tanaman
tomat, fase yang sangat peka terhadap cekaman kekurangan air menurut Salter
dan Goode (1967) ialah fase pembentukan bunga dan fase pembesaran buah.
Ditambahkan oleh Hsiao, 1973 dalam Ashraf, et al., (2005) bahwa tanaman tomat
termasuk tanaman yang sensitif terhadap kondisi kekurangan air mulai dari fase
perkecambahan benih hingga panen. Doorenbos dan Kassam (1979) juga
menambahkan bahwa tanaman tomat juga peka terhadap cekaman kekurangan air
setelah dipindah tanam.
Untuk melihat respon tanaman tomat terhadap kekeringan yang terjadi saat
pertumbuhannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang cekaman kekurangan
air tanaman tomat pada fase pertumbuhan tertentu. Dengan demikian diharapkan
produksi tomat tetap tinggi per satuan luas per satuan waktu pada tingkat
kekurangan air tertentu dan saat fase pertumbuhan tertentu serta diharapkan
mampu memperoleh dosis pemberian air yang optimum untuk tanaman tomat
sehingga tanaman tomat dapat dikembangkan di daerah-daerah lahan kering,
sehingga lahan kering menjadi termanfaatkan dan produksi tomat di Indonesia
dapat ditingkatkan.
1.2 Tujuan
Untuk mendapatkan dosis pemberian air yang masih dapat mempertahankan
produksi optimum tanaman tomat pada tingkat kekurangan air tertentu dan saat
fase pertumbuhan tertentu.
1.3 Hipotesis
Perlakuan pemberian air 100% kc pada fase vegetatif dan 70% kc pada fase
generatif serta perlakuan 70% kc pada fase vegetatif dan 70% kc pada fase
generatif mulai dapat mereduksi hasil tanaman tomat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
Tanaman tomat ialah tanaman herba semusim, bunganya hermaprodit dan
bersifat self-compatible pada daerah yang lebih dingin (Ashari, 1995). Menurut
Rubatzky dan Yamaguchi (1999) bunga tomat adalah bunga sempurna,
berdiameter sekitar 2 cm dan sering menggantung dengan mahkota bunga
berbentuk bintang berwarna kuning, kepala sari menyatu membentuk tabung.
Tanaman ini tumbuh dengan tinggi 0,5-2,0 meter, dengan batang padat dan
gemuk. Pola pertumbuhan dapat bervariasi dari tegak hingga agak merayap dan
spesies tertentu memiliki batang menjalar. Daun tomat adalah majemuk, menyirip,
bergerigi kasar dan seringkali keriting, tetapi kadang juga rata. Buah tomat adalah
buni (beri) berdaging, permukaannya agak berbulu ketika masih muda tetapi halus
ketika matang. Buah sebagian kultivar berbentuk bundar, bentuk lain adalah
memanjang. Warna buah ketika matang adalah merah, merah jambu, jingga atau
kuning.
Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran
tinggi maupun di dataran rendah, tergantung varietasnya (Cahyono, 1998). Selain
itu juga tanaman tomat dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, dari tanah berpasir
hingga liat bertekstur halus, juga pada tanah dengan kandungan bahan organik
tinggi. Tanah dengan pH yang berkisar dari 5,5 hingga 7 biasanya sesuai untuk
sebagian besar produksi tomat. Tanaman tomat tidak toleran terhadap genangan,
khususnya segera setelah berkecambah dan pada periode pematangan buah,
karena air yang berlebihan seringkali menyebabkan rebah bibit dan penyakit
busuk akar. Tanaman tomat umumnya memiliki sistem perakaran yang luas,
sebagian besar pada kedalaman 60 cm; akar tunggang dapat tumbuh cukup dalam
jika tidak terhambat oleh lapisan keras atau tingkat air yang tinggi. Sistem
perakaran dalam menyebabkan tanaman ini toleran terhadap kekeringan.
Penggunaan air tanaman tomat umumnya sekitar 25-30 mm/minggu, dan pada
hari panas dan kering evapotranspirasi dapat melampaui 10 mm (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999). Menurut Pudjiatmoko (2008), kebutuhan air tanaman tomat
untuk satu musim tanam mencapai 750-1250 mm.
Doorenbos dan Kassam (1979) menyatakan bahwa suhu rata-rata harian yang
optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat berkisar antara 18-25
0
C pada siang
hari dan 10-20
0
C pada malam hari. Perbedaan suhu yang besar antara siang hari
dan malam hari berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Kabut yang dingin dapat menghambat pertumbuhan tanaman, suhu udara diatas
25
0
C pada siang hari diikuti dengan kelembaban udara yang tinggi dapat
mereduksi hasil. Selain itu, suhu malam hari yang tinggi atau di atas 20
0
C diikuti
dengan kelembaban udara yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif
yang berlebihan dan produksi buah yang jelek mutunya.
Tanaman tomat menyukai tempat yang terbuka dan cukup sinar matahari
(Trisnawati dan Setiawan, 2004). Sebaiknya tanaman tomat ditanam dengan jarak
tanam 60 cm x 40 cm, 60 cm x 60 cm, 50 cm x 60 cm atau 50 cm x 50 cm agar
produksinya optimal. Dalam 1 hektar dapat ditanam sekitar 21.000 bibit
(Cahyono, 1998).
Dalam pertumbuhannya, tanaman tomat memerlukan zat-zat makanan atau
hara yang terdiri atas hara makro dan unsur hara mikro. Menurut Ashari (1995),
pemberian jenis pupuk NPK pada tanaman tomat adalah 12-24-12 yakni 750-1000
kg/ha atau 35-50 gram/tanaman. Berdasarkan penelitian Azizah (2008) tentang
pengaruh komposisi pupuk NPK pada pertumbuhan dan hasil tanaman tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) dinyatakan bahwa penggunaan pupuk NPK
Kebomas (24:8:8) 638kg/ha + SP
36
158 kg/ha + KCl 115 kg/ha dan NPK
Kebomas (25:7:7) 612 kg/ha + SP
36
181 kg/ha + KCl 129 kg/ha pada tanaman
tomat dapat memberikan hasil yang lebih tinggi pada peubah bobot buah baik
bobot buah per tanaman, bobot buah per petak dan bobot buah per hektar. Pupuk
diberikan dengan cara ditugal di sekeliling tanaman kemudian ditutup kembali
dengan tanah. Aplikasi pupuk SP
36
dan KCl diberikan sekali pada 7 hari setelah
tanam (hst), sedangkan untuk pupuk NPK (Kebomas 24:8:8 dan Kebomas 25:7:7)
diberikan dua kali yaitu separuh dosis pada 7 hst dan separuh dosis berikutnya
pada 30 hst
2.2 Kebutuhan Air Tanaman Tomat
Dalam budidaya tanaman di lapangan, kehilangan air dari tanah disamping
terjadi lewat proses transpirasi juga lewat permukaan tanah yang disebut
evaporasi. Proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan sulit
untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, kehilangan air lewat kedua
proses ini disebut evapotranspirasi (ET) yang diartikan jumlah air yang diperlukan
oleh tanaman. Yang dimaksud dengan kebutuhan evapotranspirasi adalah
evapotranspirasi pada kondisi air tanah tidak menjadi fator pembatas. Jadi
kecepatan evapotranspirasi ditentukan oleh kondisi iklim dan disebut sebagai
evapotranspirasi potensial (ETo). Dengan menjumlahkan evapotranspirasi selama
satu periode pertumbuhan tanaman dalam kondisi air tanah dapat memenuhi
permintaan evapotranspirasi maka akan diperoleh kebutuhan air tanaman (crop
water requirement) yang tidak lain adalah evapotranspirasi maksimum (ETm)
(Islami dan Utomo, 1995).
Untuk keperluan menghitung kebutuhan air tanaman (ETm) harus diketahui
nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotranspirasi potensial (ETo).
Nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotranspirasi potensial
(Etm/ETo) dalam kebutuhan air tanaman juga disebut sebagai faktor tanaman
yang disingkat kc. Dimana ETm = ETo * kc (Islami dan Utomo, 1995). Nilai kc
dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, saat tanam, fase-fase pertumbuhan
tanaman serta kondisi iklim secara umum. Besarnya variasi di antara kelompok
tanaman karena resistensi terhadap transpirasi tanaman, seperti stomata yang
tertutup selama siang hari (seperti pada nanas) dan daun yang berlilin (pada
jeruk). Demikian juga perbedaan tinggi tanaman, kekasaran tajuk, refleksi dan
groundcover menghasilkan variasi ETm (Soemarno, 2004). Menurut Doorenbos
dan Kassam (1979), kisaran musiman ETm untuk tanaman tomat ialah sebesar
300-600 mm. Besaran ini dapat berubah sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti iklim, karakteristik tanaman, panjangnya musim
pertumbuhan dan saat tanam.
Doorenbos dan Kassam (1979) menyatakan bahwa periode pertumbuhan
tanaman tomat untuk pemanenan pertama adalah :
- Pertumbuhan awal (di nursery) 25-35 hari
- Vegetatif 20-25 hari
- Pembungaan 20-30 hari
- Pembentukan hasil 20-30 hari
- Pemasakan 15-20 hari
100-140 hari
Berkaitan dengan kebutuhan air tanaman, Doorenbos dan Kassam (1979)
membagi fase pertumbuhan tanaman tomat menjadi 5 fase dengan menyatakan
koefisien crop (kc) sebagai dasar penentuan pemberian air.
Tabel 1. Pembagian Fase Pertumbuhan Tanaman Tomat (Doorenbos dan
Kassam, 1979).
Fase Koefisien crop (kc)
Pertumbuhan awal 0.4 - 0.5 (10 hingga 15 hari)
Perkembangan 0.7 0.8 (20 hingga 30 hari)
Pertumbuhan maksimal 1.05 1.25 (30 hingga 40 hari)
Pertumbuhan akhir 0.8 0.9 (30 hingga 40 hari)
Panen 0.6 0.65
2.3 Peranan Air Bagi Pertumbuhan Tanaman
Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, tanaman tomat memerlukan air
dan suhu yang optimal (Sudjana et al., 1991). Ditambahkan oleh Jumin (1994)
bahwa pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh jumlah air yang tersedia dalam
tanah. Hal ini disebabkan karena air mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses kehidupan tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktivitas
fisiologis maupun morfologis sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan
tanaman.
Menurut Gardner et al., (1991), air dibutuhkan untuk bermacam-macam
fungsi tanaman yaitu sebagai pelarut dan media untuk reaksi kimia, media untuk
transportasi zat-zat terlarut baik organik maupun anorganik, dan sebagai media
untuk memberikan turgor pada sel tanaman. Turgor meningkatkan pembesaran
sel, struktur tanaman dan penempatan daun. Fungsi lain dari air adalah untuk
hidrasi dan neutralisasi muatan pada molekul-molekul di mana pada enzim, air
hidrasi ini membantu memelihara struktur dan memudahkan fungsi katalis.
Disamping itu fungsi air adalah sebagai bahan baku untuk fotosintesis, proses
hidrolisis dan reaksi-reaksi kimia lainnya dalam tubuh tanaman serta evaporasi
dan transpirasi untuk mendinginkan suhu tanaman.
Dalam fotosintesis, air berfungsi sebagai sumber hidrogen (H
2
) dalam proses
fotolisa air. H
2
ini akan berfungsi sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis
untuk mereduksi CO
2
menjadi karbohidrat (Sugito, 1999). Ditambahkan oleh
Gardner et al., (1991) bahwa dalam proses fotosintesis terjadi perubahan energi
cahaya menjadi energi kimia (fotofosforilasi) dalam lamela dan terdiri dari
oksidasi air dan penghasil potensi kimia nikotinamid adenin dinukleotida phosfat
(NADPH) dan fosforilasi di mana pH dindingnya mengakibatkan rusaknya sel
yang akan mengubah adenosin diphosfat (ADP) menjadi adenosin triphosfat
(ATP) sebagai energi. Bila phosfat dilepas dari ATP maka energi juga dilepas.
Phosfat yang terlepas akan bergabung dengan satu molekul (yang mengalami
fosforilasi) bila ada energi. NADPH dan ATP ini diperlukan untuk mengubah CO
2
menjadi molekul organik (CH
2
O)
n
.
Sebagai penyusun protoplasma, air berperan menjaga turgor sel. Bila sel
kekurangan air dalam waktu cukup lama, isi sel terlepas dari dindingnya dan akan
mengakibatkan rusaknya sel dan akhirnya mati (plasmolisis) (Sugito, 1999). Fitter
dan Hay (1988) juga menjelaskan bahwa laju pertumbuhan sel-sel tanaman dan
efisiensi proses fisiologisnya mencapai tingkat tertinggi bila sel berada pada
turgor maksimum. Sel tanaman yang berada pada tekanan turgor yang lebih
rendah dari nilai maksimumnya disebut menderita stress air.
Menurut Usman dan Warkoyo (1993), mekanisme membuka dan menutupnya
stomata disebabkan oleh perubahan tekanan turgor. Sedangkan perubahan tekanan
turgor disebabkan perubahan tekanan osmotik dari sel jaga (guard cell). Peranan
air dalam proses transpirasi adalah dalam hal penguapan air melalui tubuh
tanaman. Dengan adanya penguapan air dalam daun, berakibat sel daun
kekurangan air bahkan dapat terjadi plasmolisis. Untuk menghindari plasmolisis
maka sel-sel daun menarik air yang ada di batang, cabang dan akar melalui proses
difusi dan osmosis. Adanya proses transpirasi memungkinkan akar akan lebih
cepat menyerap unsur hara (Sugito, 1999). Menurut Dwijoseputro (1984) bahwa
transpirasi berpengaruh pada kemampuan sel akar untuk menyerap unsur hara.
Peningkatan transpirasi berpengaruh pada pengangkutan air dan unsur hara dari
akar ke daun. Ditambahkan oleh Darmawan dan Baharsyah (1983) bahwa
transpirasi terjadi akibat adanya gradien atau perbedaan dalam tekanan uap antara
rongga daun dan sekitarnya.
Penyerapan air oleh akar sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan tanah.
Perbedaan konsentrasi air akan menimbulkan tekanan difusi air antara larutan
tanah dengan larutan dalam jaringan tanaman. Semakin besar perbedaan tekanan
difusi antara larutan di luar dan di dalam akar akan menyebabkan suatu aliran air.
Bila tekanan difusi air di luar akar lebih kecil daripada di dalam jaringan akar
maka akan terjadi aliran dari larutan tanah ke dalam jaringan tanaman (Jumin,
1994).
Keterbatasan air bagi tanaman akan mempengaruhi setiap aspek pertumbuhan
tanaman baik bentuk anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia tanaman. Batang
lebih kecil di beberapa tempat yang kering, daun-daun biasanya lebih kecil dan
mudah jatuh serta saluran sel nampak lebih terang (Kramer dan Kozlowski, 1979).

2.4 Ketersediaan Air Bagi Tanaman
Kadar air dalam tanaman sangat penting selain dalam tanah dan udara.
Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan
penyerapan oleh akar. Biasanya air yang diserap oleh akar sangat tergantung pada
kondisi lingkungan di atas tanah. Ketersediaan air di dalam tanah ditentukan oleh
nilai pF (kemampuan partikel tanah memegang air) dan kemampuan akar untuk
menyerapnya. Besarnya partikel tanah menyerap air ditentukan oleh jumlah air di
dalam tanah. Jumlah air yang diserap oleh akar pada lapisan tanah pertama, kedua,
ketiga dan keempat berturut-turut adalah 40%, 30%, 20% dan 10% (Jumin, 1994).
Menurut Harjadi dan Yahya (1988) jumlah total air yang ada tidaklah
sepenting ketersediaannya bagi tanaman. Air tersedia adalah tingkatan air yang
berada antara titik layu permanen dan kapasitas lapang. Air ini disebut juga
sebagai air kapiler dimana keberadaannya ditahan dalam pori tanah yang lebih
kecil. Disini gaya kapiler mencegah pengurasan air dan sebagai selaput
mengelilingi partikel tanah. Pada kapasitas lapang, air dipegang dengan kekuatan
1 atm, sedangkan pada titik layu permanen air dipegang dengan kekuatan 15
atm. Kapasitas lapang merupakan keadaan tanah cukup lembab yang
menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya
gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah lalu diserap oleh akar tanaman atau
menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada saat akar tanaman tidak
lagi mampu menyerap air dari tanah sehingga tanaman menjadi layu disebut layu
sementara. Titik layu permanen adalah kandungan air tanah dimana akar tanaman
mulai tidak mampu menyerap air dari tanah sehingga tanaman menjadi layu baik
pada siang maupun malam (Hardjowigeno, 1995).
2.5 Respon Tanaman Tomat Terhadap Kekurangan Air
Faktor lingkungan dapat bertindak sebagai penyebab cekaman apabila
ketersediaannya berbeda dengan taraf optimum bagi pertumbuhan suatu
organisme (Salisbury dan Ross, 1995). Kekurangan air pada tanaman akan
mengakibatkan terjadinya cekaman air pada tanaman. Cekaman air dapat
ditimbulkan oleh dua hal, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran dan
permintaan air yang berlebih pada daun yang disebabkan evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi air oleh akar, walaupun keadaan air tanah cukup (Harjadi
dan Sudirman, 1988).
Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis, karena turgiditas sel
penjaga stomata akan menurun sehingga menyebabkan stomata menutup (Lakitan,
1995). Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada
daun akan mengurangi laju penyerapan CO
2
pada waktu yang sama dan pada
akhirnya akan mengurangi laju fotosintesis (Goldsworthy dan Fisher, 1995).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap.
Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem
perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang
kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar,
kedalaman penetrasi dan diameter akar (Islami dan Utomo, 1995). Sebaliknya,
menurut Ariffin (2002) menyatakan bahwa dari beberapa hasil penelitian
menunjukkan hasil apabila tanaman berada pada kondisi kekurangan air dan hara,
tanaman akan membentuk akar lebih banyak. Hal ini diduga dengan kaitannya
untuk meningkatkan serapan hara dan air dari media tersebut.
Hasil tanaman adalah fungsi dari pertumbuhan. Oleh karena itu sebagai akibat
lebih lanjut cekaman air akan menurunkan hasil tanaman, dan bahkan tanaman
gagal membentuk hasil. Jika cekaman air terjadi pada intensitas yang tinggi dan
dalam waktu yang lama akan mengakibatkan tanaman mati. Tanggap
pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung fase
pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada fase
pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan
dibandingkan dengan jika cekaman air terjadi pada fase pertumbuhan lainnya
(Islami dan Utomo, 1995).
Koesriharti, et al., (1994) dalam penelitiannya tentang pengaruh tingkat dan
fase pemberian air terhadap kerontokan buah pada 10 kultivar tanaman lombok
besar (Capsicum annuum L.) didapatkan hasil bahwa cekaman air yang terjadi
pada fase pembentukan buah sampai panen atau selama periode hidupnya (sejak
tanam sampai panen) dapat menurunkan jumlah buah panen sampai sebesar
37,90% dan bobot buah total per tanaman sampai sebesar 41,92%. Semakin berat
cekaman air yang terjadi maka semakin besar pula penurunan hasilnya.
Sedangkan cekaman air yang hanya terjadi pada fase pertumbuhan vegetatif tidak
mengakibatkan penurunan hasil. Bila terjadi cekaman air sebesar 40% KL
(kapasitas lapang) sejak tanam sampai fase pembungaan atau sejak fase
pembungaan sampai fase pembentukan buah, tidak akan mengakibatkan
penurunan buah yang dipanen. Akan tetapi, bila tanaman diairi 60% atau 40% KL
selama fase pembentukan buah sampai panen atau sejak tanam sampai panen
maka akan mengakibatkan penurunan jumlah buah yang dapat dipanen. Secara
umum, pemberian air sebesar 80% KL tidak menyebabkan penurunan bobot buah
total per tanaman secara nyata, tetapi bila diairi sebesar 60% dan 40% KL maka
akan terjadi penurunan bobot buah total per tanaman lombok.
Tanaman tomat merupakan satu dari sebagian tanaman yang sensitif terhadap
praktek irigasi. Secara umum, kekurangan air akan membatasi pertumbuhan dan
mengurangi hasil. Permintaan akan suplay air tertinggi pada tanaman tomat yaitu
pada fase pembungaan (Doorenbos dan Kassam, 1979). Menurut Jumin (1988),
dampak kekeringan menjelang saat pembungaan mempengaruhi sistem reproduksi
yang ditandai dengan meningkatnya sterilitas bunga, kemudian pembungaan dan
pembuahan akan gagal jika kekurangan air berlangsung lebih lama. Sedangkan
menurut Hsiao, 1973 dalam Ashraf, et al., (2005), tomat termasuk tanaman yang
sensitif terhadap kondisi kekurangan air mulai dari fase perkecambahan benih
hingga panen. Ditambahkan oleh Salter dan Goode (1967), bahwa tanaman tomat
sangat peka terhadap cekaman air pada fase pembentukan bunga dan fase
pembesaran buah.
Dalam penelitian Lestari, et al., (1997) tentang respon enam genotipa tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) (Kaliurang, Intan, Marmande, LV 2471, LV
4066, LV 3982) terhadap cekaman air pada fase pertumbuhan yang berbeda,
didapatkan hasil bahwa kemampuan tanaman tomat dalam mengatasi cekaman air
pada setiap fase pertumbuhan berbeda diantara genotipe (Tabel 2). Cekaman air
yang diberikan pada fase vegetatif dan fase generatif memberikan perbedaan yang
nyata terhadap jumlah cabang dan bobot kering tajuk dibandingkan dengan
tanaman kontrol. Selain itu, cekaman pada fase vegetatif juga dapat mempercepat
umur berbuah tanaman tomat meskipun hanya berbeda sehari dari tanaman
kontrol. Sedangkan cekaman pada fase berbuah pada tanaman tomat dapat
menurunkan bobot buah per buah dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Cabang (49 HST), Bobot Kering Total (g)
pada Umur 65 HST, Umur Berbunga dan Bobot perbuah dari 6
Genotipa Tomat Akibat Cekaman Air pada Fase Berbeda.
Perlakuan JC BKT UB BPB
Kaliurang
Philipina
Intan
Marmande
LV 4066
LV 3982
10,25 c
10,42 c
11,25
ab
11,54 a
10,13 c
10,42 c
86,61 a
74,69
ab
57,43 c
89,80 a
65,07
bc
77,31
ab
43,04 a
40,88 c
41,52
bc
42,17
ab
42,08
ab
42,50
ab
29,32
bc
17,92 d
30,03
bc
39,44 a
31,04 d
26,09 c
C0 (tanpa Cekaman)
C1 (Cekaman Fase Vegetatif)
C2 (Cekaman Fase Berbunga)
C3 (Cekaman Fase Berbuah)
11,07 a
10,26 b
10,36 b
11,00 a
88,15 a
72,12 b
76,16 b
91,51 a
42,10 a
41,02 b
42,26 a
42,50 a
29,60 a
29,45 a
29,96 a
25,91 b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom
tidak berbeda nyata pada uji DMRT (p= 0,05).
JC = Jumlah Cabang
BKT = Bobot Kering Tajuk
UB = Umur Berbuah
BPB = Bobot per Buah
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik yang terletak di Dusun Yitnan,
Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dengan
ketinggian 800 m dpl, suhu rata-rata harian 21
0
C, dan jenis tanah asosiasi antara
Andosol dengan Latosol. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Mei sampai
dengan Oktober 2009.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antar lain: cangkul, cetok, gelas
ukur, tali ajir, timbangan, penggaris, meteran, ember, termometer bola basah dan
bola kering, gunting serta alat tulis.
Bahan yang digunakan ialah polybag ukuran 50 cm x 50 cm yang berdiameter
25 cm, benih tomat kultivar Marta, Formalin 5%, pupuk kotoran sapi, pupuk
anorganik (Urea, ZA, SP-36, KCl dan Calsium 80 WP), insektisida berbahan aktif
Karbofuran 3% dan Deltamethrin 25 g/l ,fungisida berbahan aktif Propineb 70%
serta tanah jenis asosiasi Andosol dan Latosol sebagai media tanam. Berikut hasil
analisis contoh tanah yang digunakan sebagai media tanam (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Analisis Contoh Tanah
Sifat Kimia Tanah Nilai Kriteria
*
pH H
2
O
pH KCl
5.2
4.5
4.5-5.5 (Masam)
C-Organik (%)
N-Total (%)
2.28
0.28
2.01-3.00 (Sedang)
0.21-0.5 (Sedang)
C/N 8 5-10 (Rendah)
Bahan Organik (%) 3.94 3.01-5.00 (Tinggi)
P.Bray1 (mg kg-1) 41.67 > 35 (Sangat Tinggi)
K-NH
4
OAC
1N pH:7 (me/100g)
1.49 > 1.0 (Sangat Tinggi)
* Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Harjowigeno, 2003).
3.3 Metode
Penelitian merupakan percobaan non-faktorial yang menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Adapun perlakuan yang diberikan ialah tingkat cekaman
kekurangan air pada fase pertumbuhan tertentu, yaitu :
C0 = 100 % kc (koefisien crop) pada fase vegetatif dan generatif (kontrol).
C1 = 100 % kc pada fase vegetatif dan 70 % kc pada fase generatif .
C2 = 70 % kc pada fase vegetatif dan 100 % kc pada fase generatif.
C3 = 70 % kc pada fase vegetatif dan 70 % kc pada fase generatif.
C4 = 100 % kc pada fase vegetatif dan 40 % kc pada fase generatif.
C5 = 40 % kc pada fase vegetatif dan 100 % kc pada fase generatif.
C6 = 40 % kc pada fase vegetatif dan 40 % kc pada fase generatif.
Jika dinyatakan dalam bentuk liter, maka pemberian air untuk tiap perlakuan
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Pemberian Air Tiap Perlakuan Dalam Bentuk Liter.
Perlakuan
Jumlah Pemberian Air (Liter) Total Pemberian Air
Selama Pertumbuhan Fase Vegetatif Fase Generatif
C0 (100% veg - 100% gen) 13,50 50,55 64,05 liter
C1 (100% veg - 70% gen) 13,50 35,55 49,05 liter
C2 ( 70% veg - 100% gen) 9,25 50,55 59,80 liter
C3 ( 70% veg - 70% gen) 9,25 35,55 44,80 liter
C4 (100% veg - 40% gen) 13,50 20,30 33,80 liter
C5 ( 40% veg - 100% gen) 5,25 50,55 55,80 liter
C6 ( 40% veg - 40% gen) 5,25 20,30 25,55 liter
Masing-masing perlakuan tersebut diulang tiga kali, sehingga terdapat 21
satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 10 polybag.
Sehingga diperlukan 210 polybag. Denah percobaan serta denah pengambilan
sampel masing-masing disajikan pada Lampiran 2 dan 3.
3.4 Pelaksanaan
1. Persiapan Media
Tanah yang digunakan dalam percobaan ialah tanah asosiasi Andosol dan
Latosol yang diambil dari lahan tempat percobaan. Tanah yang telah
diperoleh dikering anginkan pada tempat yang terbuka lalu dihaluskan hingga
remah dan merata. Kemudian tanah tersebut dicampur dengan pupuk kotoran
sapi dengan perbandingan 3:1. Media yang telah siap dimasukkan dalam
polybag masing-masing sebanyak 10 kg.
2. Penanaman
Penanaman tomat dilakukan dengan cara menanam bibit yang telah
memiliki 2- 4 daun sejati. Sebelumnya benih disemai pada media tanah +
pupuk kotoran sapi dengan perbandingan 1:1 dan diberi naungan dengan
menggunakan atap dari plastik. Setelah berumur 20 hari, bibit ditanam di
bagian tengah polybag. Furadan 3G sebanyak 5 gram/tanaman diberikan
beberapa saat sebelum tanam dengan cara ditaburkan di permukaan tanah.
3. Pemupukan
Pemupukan yang diberikan berupa pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk
dasar yang diberikan berupa pupuk ZA sebanyak 2,5 g/tanaman dan SP
36
sebanyak 10 g/tanaman. Pupuk dasar diberikan saat satu minggu setelah
tanam. Sedangkan pupuk susulan berupa Urea sebanyak 5 g/tanaman dan KCl
sebanyak 10 g/tanaman yang diberikan selama dua kali yaitu pada umur 21
dan 35 HST. Cara pemberian pupuk dengan ditugal di sekeliling tanaman
tomat kemudian ditutup kembali. Pupuk Calsium 80 WP sebanyak 5 g/liter
diberikan dengan cara disemprot pada bagian daun, bunga dan buah tanaman
tomat. Pupuk diberikan seminggu sekali yang diaplikasikan selama tiga kali
saat tanaman berumur 52, 59 dan 66 HST.
4. Pemberian Air
Pemberian air dalam penelitian ini ialah salah satu perlakuan terkendali.
Level pemberian air dapat digolongkan ke dalam 2 kelompok yaitu
pemberian air pada kondisi cekaman kekurangan air dan pada kondisi
kebutuhan air normal tanaman tomat.
Pemberian air dilakukan dengan menggunakan gelas ukur yang didasarkan
pada hasil perhitungan kc tanaman tomat pada tiap fasenya. Doorenbos dan
Kassam (1979) mengemukakan bahwa terdapat 5 fase pertumbuhan tanaman
tomat yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari klasifikasi fase pertumbuhan tanaman tomat menurut Doorenbos dan
Kassam (1979), secara garis besar fase pertumbuhan tanaman tomat dapat
digolongkan menjadi 2 kelompok fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif dan
fase generatif. Fase vegetatif meliputi fase pertumbuhan awal (pembibitan)
dan perkembangan (pertumbuhan vegetatif). Sedangkan fase generatif
meliputi fase pertumbuhan maksimal (pembungaan), pertumbuhan akhir
(pembuahan) serta panen. Dalam penelitian ini pelaksanaan perlakuan
pemberian air mulai diterapkan pada saat tanaman telah ditransplanting
hingga akhir panen. Sehingga untuk perhitungan jumlah air yang diberikan
pada fase vegetatif mengacu pada kc tanaman tomat pada fase perkembangan,
sedangkan untuk fase generatif mengacu pada kc tanaman tomat pada fase
pertumbuhan maksimal serta pertumbuhan akhir.
Dengan mengetahui umur tanaman, kc tanaman dan ukuran polibag maka
pemberian air pada tanaman dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
yang terdapat pada Lampiran 4. Hasil perhitungan yang diperoleh digunakan
untuk mengetahui banyaknya air yang diberikan untuk masing-masing fase
pertumbuhan tanaman.
Pemberian perlakuan air pada fase vegetatif tanaman tomat dimulai sejak
tanaman tomat ditransplanting hingga tanaman tomat mulai muncul bunga (
25 HST). Setelah tanaman mulai muncul bunga maka perlakuan pemberian
air langsung dialihkan pada hasil perhitungan pemberian air pada fase
generatif yaitu 25-65 HST mengacu pada hasil perhitungan kc pertumbuhan
maksimal dan 65-125 HST mengacu pada hasil perhitungan kc pertumbuhan
akhir. Akhir fase generatif ini ialah saat panen terakhir yaitu 125 HST.
Pemberian air pada tanaman tomat dilakukan setiap hari sesuai dengan
perlakuan. Saat pelaksanaan percobaan, pemberian air saat awal transplanting
hingga tanaman berumur 50 HST diberikan dengan mengacu pada
perhitungan kc dengan rata-rata kebutuhan air tanaman tomat selama satu
musim tanam sebesar 1000 mm. Sedangkan pada saat tanaman berumur 51
HST 125 HST pemberian perlakuan air mengacu pada perhitungan kc
dengan rata-rata kebutuhan air tanaman tomat selama satu musim tanam
sebesar 1250 mm. Hal ini dikarenakan suhu di dalam rumah plastik cukup
tinggi sehingga khawatir tanaman akan mengalami kematian. Teknik
pemberian air dilakukan dengan menyiram tanaman sesuai perlakuan dimana
air disiramkan pada sekitar daerah perakaran tanaman tomat.
3.5 Pemeliharaan
1. Penyulaman tanaman tomat dilakukan 3-5 hari setelah transplanting bila
tampak ada tanaman yang rusak atau mati maka disulam dengan
menggunakan tanaman sulaman yang memiliki umur yang sama dengan
tanaman yang ada di lahan.
2. Pemasangan ajir atau turus untuk tanaman tomat dilakukan saat tanaman
berumur 2 minggu setelah transplanting. Ajir dibuat dari tali yang dipasang
pada langit-langit rumah plastik.
3. Pemangkasan tanaman tomat dilakukan pada tunas muda atau tunas lateral,
yaitu tunas yang tumbuh diantara ketiak daun.
4. Penyiangan dilakukan secara intensif sehingga semua tanaman bebas dari
gulma, keadaan ini dipertahankan selama pertumbuhan tanaman.
5. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida
Decis yang berbahan aktif Deltametrin 25 g/l dengan konsentrasi 1-2 cc/l
yang digunakan untuk menekan terjadinya serangan hama belalang dan ulat.
Interval pemberian 10 hari sekali atau tergantung pada keadaan tanaman.
Pemberian Furadan 3 G pada saat tanam dimaksudkan untuk menghindari
tanaman dari serangan semut yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Sedangkan fungisida Antracol 70 WP (propineb) dengan konsentrasi 2 g/l
digunakan untuk mengendalikan penyakit embun tepung dan busuk leher
batang. Interval pemberian 7 hari sekali atau tergantung kondisi tanaman.
6. Panen untuk tanaman tomat dilakukan dengan memetik buah yang sudah
berubah warna menjadi kemerah-merahan dengan interval pemanenan 3 - 7
hari sekali hingga panen terakhir. Panen terakhir dilakukan bersamaan pada
umur 125 HST.
3.6 Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara non destruktif dan destruktif pada saat
panen dengan mengambil 5 contoh tanaman untuk tiap perlakuan. Pengamatan
non destruktif dilakukan untuk peubah :
1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh
dengan interval pengamatan 7 hari sekali sampai panen pertama.
2. Jumlah daun, dihitung daun yang berwarna hijau dan telah membuka
sempurna dengan interval pengamatan 7 hari sekali sampai panen pertama.
3. Umur mulai berbunga (hari), dihitung setelah 80% dari tanaman contoh telah
mekar bunganya.
4. Umur mulai berbuah (hari), dihitung setelah 80% dari tanaman contoh telah
terjadi pembentukan buah.
5. Jumlah bunga setiap tanaman, dilakukan dengan menghitung bunga yang
terbentuk dengan interval pengamatan 3-4 hari sekali.
6. Jumlah buah setiap tanaman, dilakukan dengan menghitung buah yang
terbentuk dengan interval pengamatan 3-4 hari sekali.
7. Persentase fruit set
Persentase fruit set = Jumlah buah yang dipanen x 100%
Jumlah bunga
Pengamatan destruktif pada saat panen dilakukan untuk peubah :
1. Umur panen pertama untuk tiap sampel.
2. Umur panen terakhir untuk tiap sampel.
3. Jumlah buah panen, dilakukan penggolongan:
- Buah sehat yaitu buah yang tidak terserang Blossom end rot.
- Buah sakit (Blossom end rot) yaitu buah yang terserang Blossom end rot
dimana ujung buah terdapat luka berwarna coklat.
- Buah layak jual yaitu buah yang sehat yang memiliki bobot 10-110 gram.
4. Bobot buah segar per tanaman, ditimbang berat per buah dalam satu tanaman
setiap kali panen dan bobot buah per buah serta dilakukan penggolongan:
Mutu I, jika berat buah lebih dari 110 gram.
Mutu II, jika berat buah antara 56 - 110 gram.
Mutu III, jika berat buah antara 5 - 55 gram.
Afkir, jika berat buah kurang dari 5 gram.
5. Bobot buah sehat dan sakit (Blossom end rot) serta bobot buah layak jual.
Selain itu juga, dilakukan pengamatan lingkungan yang digunakan sebagai
data penunjang. Pengamatan lingkungan dilakukan pada suhu ruangan di dalam
rumah plastik dengan menggunakan termometer bola basah dan bola kering dan
analisis tanah yang dilakukan sebelum penelitian. Analisis tanah dilakukan
dengan mengambil sampel tanah penelitian pada kedalaman 0-15 cm dan 15- 30
cm sebanyak 3 titik pengambilan. Analisis tanah dilakukan di laboratorium kimia
tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Hasil analisis
sampel tanah tersaji pada Lampiran 5.
3.7 Analisis Data
Pengolahan data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam
(uji F taraf kesalahan 5% dan 1%). Apabila terdapat pengaruh yang signifikan
pada perlakuan, maka dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada taraf 5%untuk mengetahui adanya perbedaan di antara perlakuan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Bobot Buah per Buah, Bobot Buah Segar per Tanaman dan Bobot
Buah Segar per Hektar.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekurangan
air tidak berpengaruh nyata terhadap bobot buah per buah, bobot buah segar per
tanaman dan bobot buah segar tanaman tomat per hektar (Lampiran 9). Rata-rata
bobot buah per buah, bobot buah segar per tanaman dan bobot buah segar
tanaman tomat per hektar disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata bobot buah per buah (gram), bobot buah segar per tanaman
(gram) dan bobot buah segar tanaman tomat per hektar (ton/ha) akibat
perlakuan cekaman kekurangan air
Perlakuan
Bobot Buah per
Buah (gram)
Bobot Buah Segar
per Tanaman
(gram)
Bobot Buah
Segar Per Hektar
(ton/ha)
C0 (100% veg - 100% gen) 29,68 1461,00 37,50
C1 (100% veg - 70% gen)
29,07 1307,00 33,54
C2 ( 70% veg - 100% gen)
17,57 723,33 18,56
C3 ( 70% veg - 70% gen) 13,45 431,33 11,07
C4 (100% veg - 40% gen)
19,59 566,33 14,53
C5 ( 40% veg - 100% gen)
31,47 1320,67 33,90
C6 ( 40% veg - 40% gen) 24,29 580,67 14,90
BNT 5% tn tn tn
KK (%) 42,16 49,77 49,77
Keterangan :
- tn : tidak nyata.
4.1.2 Jumlah Buah Berdasarkan Penggolongan Berat Buah Tomat (Mutu
Kualitas)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekurangan
air pada tanaman tomat memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah buah
berdasarkan penggolongan berat buah tomat yaitu pada buah mutu III dan Afkir
(Lampiran 10). Secara rinci hasil pengamatan jumlah buah panen total dan jumlah
buah mutu kualitas disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada peubah peubah jumlah buah
berdasarkan mutu kualitas, perlakuan C0 mempunyai rata-rata jumlah buah Mutu
III yang lebih banyak dari perlakuan C3, C4, C5 dan C6 secara nyata. Sedangkan
pada buah Afkir, perlakuan C0 memiliki rata-rata jumlah buah Afkir yang lebih
banyak dari perlakuan C4 dan C6. Dengan arti lain, perlakuan C0 mempunyai
jumlah buah mutu III yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C1 dan C2.
Perlakuan C0 juga mempunyai jumlah buah Afkir yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan C1, C2, C3 dan C5.
4.1.3 Jumlah Buah Berdasarkan Penggolongan Buah Sehat dan Buah
Berpenyakit (Blossom end Rot) serta Jumlah dan Bobot Buah Layak
Jual Pada Tanaman Tomat
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekurangan
air pada tanaman tomat memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah buah
sehat dan jumlah buah layak jual, tetapi perlakuan cekaman kekurangan air tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah buah berpenyakit (Blossom end Rot) dan
bobot buah layak jual (Lampiran 11). Secara rinci hasil pengamatan jumlah buah
berdasarkan penggolongan buah sehat dan buah berpenyakit (Blossom end Rot)
serta jumlah dan bobot buah layak jual disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata jumlah buah sehat dan berpenyakit (Blossom end Rot) (buah)
serta jumlah (buah) dan bobot buah layak jual (gram) pada tanaman
tomat akibat perlakuan cekaman kekurangan air.
Perlakuan
Jumlah Buah Sehat dan
Berpenyakit (buah)
Jumlah Buah
Layak Jual
(buah)
Bobot Buah
Layak Jual
(gram) Sehat Blossom end Rot
C0 (100% veg - 100% gen) 37,73 d 12,00 29,87 d 1219,00
C1 (100% veg - 70% gen) 33,60 cd 10,00 28,33 cd 1065,67
C2 ( 70% veg - 100% gen) 27,53 bc 12,73 19,87 abc 492,33
C3 ( 70% veg - 70% gen) 23,20 b 8,87 17,00 ab 270,33
C4 (100% veg - 40% gen) 19,40 ab 9,13 15,73 a 414,67
C5 ( 40% veg - 100% gen) 32,33 cd 8,20 26,00 bcd 1148,33
C6 ( 40% veg - 40% gen) 15,00 a 8,87 12,13 a 383,33
BNT 5% 8,19 tn 9,07 tn
KK (%) 17,06 19,43 23,97 61,64
Keterangan :
- Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama pada setiap
perlakuan menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%; tn: tidak nyata.
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada pengamatan jumlah buah sehat dan
jumlah buah layak jual, perlakuan C0 memiliki rata-rata jumlah buah sehat yang
lebih banyak secara nyata dibandingkan dengan perlakuan C2, C3, C4 dan C6.
Dengan kata lain, perlakuan C0 mempunyai jumlah buah sehat dan jumlah buah
layak jual yang tidak berbeda nyata dari perlakuan C1, dan C5.
4.1.4 Jumlah Bunga, Jumlah Buah Panen dan Persentase Bunga menjadi
Buah (Fruit-Set) pada Tanaman Tomat
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekurangan
air pada tanaman tomat memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah bunga
dan jumlah buah panen, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bunga
menjadi buah (Fruit-Set) (Lampiran 12). Secara rinci hasil pengamatan jumlah
bunga, jumlah buah dan persentase bunga menjadi buah (Fruit-Set) disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata jumlah bunga (kuntum), jumlah buah panen total (buah) dan
persentase bunga menjadi buah (fruit-set) (%) pada tanaman tomat akibat
perlakuan cekaman kekurangan air.
Perlakuan
Jumlah Bunga
(kuntum)
Jumlah Buah Panen
Total (buah)
Persentase
Fruit-set (%)
C0 (100% veg - 100% gen)
63,87 e 49,73 d 77,94
C1 (100% veg - 70% gen)
58,87 d 43,60 cd 73,98
C2 ( 70% veg - 100% gen) 54,53 cd 40,27 c 74,22
C3 ( 70% veg - 70% gen)
52,53 bc 32,07 b 61,12
C4 (100% veg - 40% gen)
49,33 b 28,53 ab 58,08
C5 ( 40% veg - 100% gen) 50,27 bc 40,53 c 80,82
C6 ( 40% veg - 40% gen) 36,27 a 23,87 a 65,89
BNT 5% 4,81 7,71 tn
KK (%) 5,18 11,74 12,75
Keterangan :
- Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama pada setiap
perlakuan menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%; tn: tidak nyata.
Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan C0 memiliki rata-rata jumlah
bunga yang paling banyak. Pada peubah jumlah buah panen, perlakuan C0
menunjukkan hasil rata-rata jumlah buah panen yang lebih banyak dari perlakuan
C2, C3, C4, C5 dan C6 secara nyata. Dengan arti lain, perlakuan C0 mempunyai
jumlah buah panen yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C1.
4.1.5 Umur Mulai Berbunga, Umur Mulai Berbuah dan Umur Panen
Pertama Pada Tanaman Tomat
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekurangan
air tidak berpengaruh nyata terhadap umur mulai berbunga, umur mulai berbuah
dan umur panen pertama pada tanaman tomat (Lampiran 13). Rata-rata umur
mulai berbunga, umur mulai berbuah dan umur panen pertama tanaman tomat
disajikan pada Tabel 9 .
Tabel 9. Rata-rata umur mulai berbunga (HST), umur mulai berbuah (HST) dan
umur panen pertama (HST) pada tanaman tomat akibat perlakuan
cekaman kekurangan air.
Perlakuan
Umur Mulai
Berbunga (HST)
Umur Mulai
Berbuah (HST)
Umur Panen
Pertama (HST)
C0 (100% veg - 100% gen)
30,00 43,67 68,80
C1 (100% veg - 70% gen) 31,67 43,67 69,60
C2 ( 70% veg - 100% gen) 29,33 44,00 67,33
C3 ( 70% veg - 70% gen)
29,33 44,00 66,87
C4 (100% veg - 40% gen) 29,00 44,67 66,33
C5 ( 40% veg - 100% gen) 31,00 44,33 68,93
C6 ( 40% veg - 40% gen)
29,67 45,00 69,73
BNT 5% tn tn tn
KK (%) 3,89 3,18 4,30
Keterangan :
- tn : tidak nyata.
4.1.6 Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekurangan
air pada tanaman tomat memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman pada umur pengamatan 35 63 HST (Lampiran 14). Rata-rata tinggi
tanaman tomat pada berbagai umur pengamatan disajikan pada Tabel 10.
Pada umur pengamatan 35 HST, perlakuan C0 memiliki rata-rata tinggi
tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan C2, C5 dan C6. Dengan kata lain,
perlakuan C0 menunjukkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan C1, C3 dan C4. Pada umur pengamatan 42 HST perlakuan C0
menunjukkan hasil rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan C2,
C3, C5 dan C6 secara nyata atau dapat dikatakan bahwa perlakuan C0
menunjukkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C1 dan
C4. Sedangkan pada umur pengamatan 49 HST perlakuan C0 memiliki rata-rata
tinggi tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan C2, C3, C4, C5 dan C6. Dalam
arti lain, perlakuan C0 menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan C1.
Pada umur pengamatan 56 HST perlakuan C0 menunjukkan rata-rata
tinggi tanaman yang paling tinggi. Selanjutnya, pada pengamatan terakhir yaitu
pada umur 63 HST menunjukkan bahwa perlakuan C0 memiliki rata-rata tinggi
tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan C2, C3, C4 dan C6 secara nyata. Dengan
kata lain, perlakuan C0 mempunyai tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan C1 dan C5.
4.1.7 Jumlah Daun
Hasil analisis ragam jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan cekaman
kekurangan air pada tanaman tomat memberikan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah daun pada umur pengamatan 14 - 63 HST (Lampiran 15). Secara rinci
hasil pengamatan jumlah daun pada berbagai umur pengamatan disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 14 dan 35 HST
perlakuan C0 mempunyai rata-rata jumlah daun yang lebih banyak dari perlakuan
C6 atau dapat dikatakan bahwa perlakuan C0 menunjukkan jumlah daun yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan C1, C2, C3, C4 dan C5. Pada umur
pengamatan 21 dan 28 HST perlakuan C0 memiliki rata-rata jumlah daun yang
lebih banyak dari perlakuan C5 dan C6 secara nyata. Sedangkan pada umur
pengamatan 42 HST, perlakuan C0 memiliki rata-rata jumlah daun yang lebih
banyak dari perlakuan C1, C2, C3, C5 dan C6. Dalam arti lain, perlakuan C0
menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C4.
Pada umur pengamatan 49 dan 63 HST, perlakuan C0 memiliki rata-rata
jumlah daun yang paling banyak. Pada umur pengamatan 56 HST perlakuan C0
mempunyai rata-rata jumlah daun yang lebih banyak dari perlakuan C4 dan C6.
4.2 Pembahasan
Cekaman kekurangan air pada tanaman tomat berpengaruh terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, jumlah buah panen total, penggolongan
buah berdasarkan mutu kualitas, buah yang sehat serta jumlah buah layak jual.
Tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air baik pada fase
vegetatif, generatif atau selama pertumbuhannya memiliki jumlah bunga yang
lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kontrol (tanpa cekaman) (Tabel 8).
Hal ini diduga karena adanya perubahan lingkungan tumbuh terhadap
ketersediaan air (kondisi kering) yang akan menghambat serapan air dan hara oleh
tanaman serta menurunkan laju fotosintesis sehingga akan membatasi tingkat
produksi fotosintat serta alokasinya ke bagian reproduktif. Menurut Doorenbos
dan Kassam (1979), permintaan suplai air tertinggi pada tanaman tomat terjadi
pada fase pembungaan. Jumin (1988) menjelaskan bahwa dampak kekeringan
menjelang saat pembungaan mempengaruhi sistem reproduksi dengan
meningkatnya sterilitas bunga, kemudiaan pembungaan dan pembuahan akan
gagal bila kekurangan air berlangsung lama.
Dari pengamatan jumlah buah panen total menunjukkan bahwa perlakuan
kontrol (C0) dan perlakuan 100% kc vegetatif 70% kc generatif (C1)
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan cekaman yang
lain (Tabel 8). Akan tetapi, hal ini tidak berpengaruh terhadap hasil bobot buah
per buah, bobot buah segar per tanaman dan bobot buah segar per hektar (Tabel
9). Perlakuan 40% kc vegetatif 40% kc generatif menurunkan jumlah buah
panen total tertinggi, yaitu 48% dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Rendahnya hasil tanaman tomat, dalam hal ini secara kuantitas (jumlah
buah panen total) merupakan respon tanaman tomat terhadap cekaman
kekurangan air sebagai akibat dari terhambatnya proses fotosintesis.
Terhambatnya proses fotosintesis yang terjadi di daun disebabkan karena
kurangnya suplai air dari tanah yang diserap oleh akar ke daun sebagai bahan
baku fotosintesis. Selain itu juga, penurunan laju fotosintesis menyebabkan
berkurangnya komponen hasil berdasarkan kualitas. Dari hasil penelitian, terlihat
bahwa semua perlakuan termasuk tanaman kontrol menghasilkan buah yang
berkualitas mutu I sangat sedikit dan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Pada
mutu II mulai tampak adanya perbedaan meskipun secara statistik tidak berbeda
nyata antar perlakuan. Perlakuan 100% kc vegetatif 70% kc generatif (C1) dan
40% kc vegetatif 100% kc generatif (C5) memiliki buah mutu II yang lebih
banyak dari perlakuan yang lain meskipun tidak berbeda nyata dengan 100% kc
vegetatif 100% kc generatif (C0). Demikian juga dengan mutu III 40% kc
vegetatif 100% kc generatif (C5) lebih banyak dari perlakuan 40% kc vegetatif
40% kc generatif (C6) akan tetapi lebih sedikit dari 100% kc vegetatif 100% kc
generatif (C0) dan 100% kc vegetatif 70% kc generatif (C1) (Tabel 6). Hal ini
diduga karena rata-rata suhu pada waktu siang hari di dalam rumah plastik sangat
tinggi berkisar antara 27
0
C 34
0
C (Lampiran 6) sehingga proses transpirasi dan
evaporasi di lapang sangat tinggi. Menurut Ariffin (2002), suhu udara merupakan
faktor lingkungan yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap laju
transpirasi dan evaporasi, semakin tinggi suhu udara maka laju transpirasi dan laju
evaporasi semakin tinggi juga.
Mekanisme proses transpirasi dan evaporasi berfungsi untuk menjaga
keseimbangan suhu di dalam tubuh tanaman sehingga aktifitas enzimatis pada
proses biokimia dalam rangkaian fotosintesis dapat berjalan normal. Semakin
besar evapotranspirasi yang terjadi pada tanaman tomat berarti kehilangan air
pada tanaman dan media tumbuhnya juga semakin besar. Jika pada media tumbuh
tidak cukup tersedia air untuk mengganti sejumlah air yang dievapotranspirasikan
maka tanaman akan mengalami gangguan terhadap aktivitas pertumbuhan
maupun kemampuan berproduksi (Ariffin, 2002) dan hal ini nampak dengan
terbentuknya buah yang kecil-kecil termasuk buah afkir pada seluruh perlakuan.
Kenyataan di lapang, perlakuan tercekam 70% kc baik pada fase vegetatif
maupun generatif atau pun keduanya (C1, C2 dan C3) dan 40% kc pada fase
vegetatif (C5) memberikan jumlah buah afkir yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol (C0) (Tabel 6). Akan tetapi, jika dilakukan penghitungan
persentase afkir dengan cara membagi jumlah buah afkir dengan jumlah buah
panen total dikali 100% menunjukkan bahwa, persentase afkir tidak berbeda nyata
antar perlakuan (Tabel 6). Terbentuknya buah afkir ini diduga karena gagalnya
buah untuk berkembang disebabkan oleh fotosintat yang terbentuk tidak atau
kurang mencukupi untuk pembesaran buah karena terhambatnya laju fotosintesis.
Pada percobaan cekaman air pada tanaman tomat ini juga tampak buah
terserang Blossom end rot tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan
100% kc fase vegetatif 70% kc fase generatif (C1) dan 40% kc fase vegetatif
100% kc fase generatif (C5) memberikan jumlah buah sehat dan buah layak jual
tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (C0). Akan tetapi, meskipun jumlah
buah layak jual memberikan perbedaan yang nyata antar perlakuan, hal ini tidak
berpengaruh terhadap bobot buah layak jual (Tabel 7). Hal ini diduga karena pada
peubah bobot buah baik itu bobot buah per buah maupun bobot buah segar per
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata antar perlakuan (Tabel 5),
sehingga pada bobot buah layak jual juga tidak menampakkan perbedaan yang
nyata antar perlakuan. Jumlah buah layak jual dihitung dari jumlah buah yang
sehat yang memilki bobot 10 110 gram.
Menurut Yoon et al., (1989) kekurangan air dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, menyebabkan gugurnya bunga dan buah, hasil berkurang
dan kualitas rendah serta memacu terjadinya penyakit Blossom end rot. Blossom
end rot atau disebut juga busuk ujung buah termasuk penyakit penting pada
tanaman tomat terutama di musim hujan (Anonymous, 2010). Penyakit ini
ditandai dengan adanya luka berwarna kecoklatan sampai coklat tua pada bagian
ujung buah yang nampak cekung. Luka tersebut membesar dan menjadi lebih
cekung dan kulit mengelupas, kemudian diikuti oleh busuk kering. Jamur
berwarna hitam tumbuh pada permukaan yang luka. Busuk ujung buah bukanlah
disebabkan oleh penyakit namun lebih disebabkan oleh kekurangan unsur kalsium
atau kondisi kekurangan air pada tanaman (Semangun, 1991).
Jika melihat dari hasil analisis ragam terhadap buah yang terinfeksi
Blossom end rot dimana memberikan hasil yang tidak nyata antar perlakuan maka
dapat diduga bahwa Blossom end rot terjadi tidak dikarenakan kondisi cekaman
air melainkan disebabkan karena kondisi kekurangan kalsium. Melihat dari hasil
analisis tanah yang dilakukan sebelum penelitian (Lampiran 5) dari peubah pH
tanah sebesar 5,2 (masam) seharusnya dilakukan pengapuran terlebih dahulu
untuk meningkatkan pH-nya. Batu kapur adalah senyawa bentuk karbonat kapur
dengan CaCO
3
dan MgCO
3
sebagai komponen utama (Foth, 1994). Menurut
Rubatzky dan Yamaguchi (1999) pH tanah yang optimal untuk pertumbuhan
tanaman tomat berkisar dari 5,5 7. Hal ini merupakan kesalahan dari peneliti
karena kurang memperhatikan pH dari tanah yang digunakan untuk percobaan.
Jika melihat dari peubah pertumbuhan, diperoleh hasil bahwa tanaman
tomat yang mendapat air sesuai kebutuhan tanaman (100% vegetatif 100%
generatif (C0)) mempunyai tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih tinggi dari
tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air (Lampiran 16). Dari hasil
pengamatan terakhir yaitu pada 63 hst terhadap peubah tinggi tanaman, pemberian
air 70% kc vegetatif 100% kc generatif (C2), 70% kc vegetatif 70% kc
generatif (C3), 100% kc vegetatif 40% kc generatif (C4) dan 40% kc vegetatif
40% kc generatif (C6) dapat mereduksi pertumbuhan tanaman (Tabel 10).
Sedangkan untuk jumlah daun menunjukkan hasil bahwa seluruh perlakuan
cekaman kekurangan air menurunkan jumlah daun secara nyata dibandingkan
dengan perlakuan kontrol (Tabel 11).
Terhambatnya pertumbuhan tanaman merupakan salah satu respon
tanaman terhadap cekaman kekurangan air. Respon tersebut terlihat pada tinggi
tanaman dan jumlah daun tanaman tomat. Tinggi tanaman dan jumlah daun
terendah dihasilkan oleh tanaman yang mendapat air 40% kc vegetatif 40% kc
generatif (C6). Hal ini dikarenakan jumlah air yang berada di sekitar perakaran
sedikit sehingga unsur hara yang terlarut sedikit. Unsur hara dan air ini akan
masuk ke dalam jaringan tanaman melalui transpor massa menuju daun karena
pengaruh transpirasi. Menurut Harjadi dan Yahya (1988) bahwa kekeringan
mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Selanjutnya dijelaskan bahwa jumlah
air dalam tanah mempengaruhi konsentrasi hara dalam larutan tanah dan laju
pergerakan hara ke akar melalui difusi dan transpor massa. Tanaman yang
mengalami cekaman kekurangan air menyebabkan potensial air xilem menurun
dengan cara berkurangnya tekanan air dan terjadi penurunan pergerakan air ke
dalam floem pada source.
Pada umumnya tanaman tomat yang mengalami cekaman pada saat fase
vegetatif dengan kc 70% - 40% tanpa diikuti peningkatan pemberian air pada fase
generatif (kc 100%) dan 100% kc pada fase vegetatif dan mengalami cekaman
40% kc pada fase generatif mempunyai tinggi tanaman yang lebih rendah
daripada tanaman yang diperlakukan dengan pemberian air 100% kc pada fase
vegetatif dan 70% - 100% kc pada fase generatif. Hal ini disebabkan karena pada
saat pertumbuhan aktif (fase vegetatif), tanaman tidak mendapatkan air yang
cukup sesuai dengan kebutuhannya dan keadaan terus berlanjut untuk fase
berikutnya (fase generatif) tetapi tanaman yang dicekam saat generatif dengan
batas toleransi kc 70% masih memperoleh air yang normal saat mengalami fase
vegetatif. Menurut Whigham dan Minor (1978) cekaman kekurangan air yang
terjadi pada fase vegetatif mengakibatkan daun yang terbentuk lebih kecil,
berkurangnya diameter batang dan tanaman menjadi lebih pendek. Ditambahkan
oleh Harjadi dan Yahya (1988) bahwa tanaman yang lemah dan kerdil merupakan
akibat dari kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Keadaan ini berakibat pada
terhambatnya proses fotosintesis dari pembelahan sel sehingga terjadi
penumpukan karbohidrat.
Tanaman tomat yang mengalami cekaman kekurangan air mempunyai
respon terhadap jumlah daun lebih sedikit dari tanaman yang tidak tercekam.
Sedikitnya jumlah daun disebabkan oleh suplai air dari dalam tanah ke akar
rendah. Jumlah air dalam tanah tidak sesuai dengan tingginya laju transpirasi
sehingga tanaman mengambil air dari organ tanaman yang ada disekitar daun
untuk proses transpirasi. Menurut Gardner et al., (1985) dampak kekurangan air
adalah terhambatnya sintesis sel sehingga daun-daun yang terbentuk ukurannya
lebih kecil serta sebagian daun mengalami senesence yang dipercepat yang
menyebabkan berkurangnya penyerapan cahaya matahari pada proses fotosintesis
sehingga produksi fotosintat menurun. Menurut Doorenbos dan Kassam (1979)
suhu optimum pada siang hari untuk pertumbuhan tanaman tomat berkisar antara
18
0
C 25
0
C. Suhu harian rata-rata pada siang hari dalam rumah plastik berkisar
antara 27
0
C 34
0
C (Lampiran 6). Suhu ini berpengaruh pada besarnya proses
transpirasi dan menutupnya stomata serta reaksi enzim. Suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan transpirasi yang tinggi sehingga air yang menguap dari tanaman
semakin banyak. Jumlah air yang tersedia dalam tanah sedikit akan menyebabkan
layu dan plasmolisis. Hal ini terjadi pada tanaman yang mendapat air sebanyak
40% kc pada waktu fasenya.
Dijelaskan oleh Islami dan Utomo (1995) bahwa terjadinya kehilangan air
yang tinggi dan tidak diikuti oleh masuknya air ke dalam tanaman pada kecepatan
yang sama akan menyebabkan turgor sel turun. Turgor daun yang rendah
meyebabkan tanaman menjadi layu dan stomata menutup. Hal ini berpengaruh
pada penurunan intersepsi cahaya dan difusi CO
2
. Kejadian ini pada satu pihak
menguntungkan karena mengurangi energi transpirasi, tetapi dipihak lain
merugikan karena menghambat pertumbuhan daun tanaman. Menurut Fitter dan
Hay (1998) bahwa kehilangan air daun berkaitan dengan transpirasi daun.
Semakin banyak air yang keluar dari daun daripada O
2
yang masuk menyebabkan
laju pertumbuhan yang lambat. Jumin (1994) juga menjelaskan bahwa defisit air
pada saat proses fotosintesis berlangsung berakibat pada penurunan kecepatan
fotosintesis. Hal ini sebagai akibat dari menutupnya stomata, meningkatnya
resistensi mesofil yang akhirnya memperkecil efisiensi fotosintesis.
Cekaman kekurangan air tidak memberikan pengaruh terhadap umur mulai
berbunga dan berbuah tanaman tomat pada semua perlakuan. Begitu juga untuk
umur panen pertama. Hal ini diduga karena cekaman kekurangan air tidak
mengubah metabolisme pemunculan organ reproduktif, pembentukan hasil serta
pemanenan buah. Menurut Ariffin (2002), tanaman yang mengalami cekaman
kekurangan air akan mengalami gangguan terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman. Pertumbuhan dan hasil tanaman lebih dikenal sebagai proses perubahan
penampilan suatu tanaman atau organisme akibat bertambahnya umur meliputi
perubahan ukuran, jumlah maupun bobot terhadap sebagian ataupun keseluruhan
organ tanaman.
Hasil tanaman tomat berkaitan dengan proses pertumbuhan sebelum
pembungaan, tanaman tidak dapat tumbuh normal apabila mengalami cekaman
kekurangan air pada saat pertumbuhannya. Tanaman tomat yang terhambat
pertumbuhannya tidak dapat mencapai hasil panen yang tinggi. Tanaman yang
mengalami kekurangan air pada fase generatif lebih berpengaruh terhadap
penurunan hasil tanaman tomat daripada tanaman yang mengalami kekurangan air
pada saat fase vegetatif. Namun, cekaman selama pertumbuhan menunjukkan
penurunan pertumbuhan dan hasil yang tajam.
Dari penjelasan di atas, perlakuan 100% kc vegetatif 70% kc generatif
(C1) menunjukkan jumlah buah panen total yang tidak berbeda nyata dengan
tanaman kontrol (C0), akan tetapi perlakuan 70% kc vegetatif 100% kc generatif
(C2) dan 40% kc vegetatif 100% kc generatif (C5) menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100% kc vegetatif 70% kc generatif (C1)
dan hal ini lebih baik dibandingkan dengan perlakuan cekaman yang lain. Namun
dari peubah bobot buah segar per tanaman tidak terdapat pengaruh yang nyata
antar perlakuan. Seharusnya, jika jumlah buah panen total antar perlakuannya
nyata maka bobot buah segar per tanaman juga nyata antar perlakuannya.
Keadaan ini diduga terjadi karena dari peubah bobot buah per buah juga
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Hal ini terjadi karena variasi kisaran
bobot buah per buah pada tiap perlakuan tinggi. Berdasarkan data pengamatan,
kisaran bobot buah per buah untuk perlakuan C0 berkisar mulai dari < 5 gram
150 gram, perlakuan C1 mulai dari < 5 gram 130 gram, perlakuan C2 mulai dari
< 5 gram 120 gram, perlakuan C3 mulai dari < 5 gram 50 gram, perlakuan C4
mulai dari < 5 gram 140 gram, perlakuan C5 mulai dari < 5 gram 120 gram
sedangkan untuk perlakuan C6 berkisar antara < 5 gram 125 gram (Lampiran
17). Dari data tersebut nampak bahwa kisaran variasi bobot buah per buah sangat
tinggi sehingga mengakibatkan koefisien keragaman yang dihasilkan juga tinggi,
yaitu sebesar (42,16%). Akibatnya koefisien keragaman pada bobot buah segar
per tanaman dan bobot buah segar per hektar juga tinggi yaitu 49,77%.
Kemungkinan karena koefisien keragaman yang tinggi tersebut, maka peubah
bobot buah segar per tanaman dan bobot buah segar per hektar antar perlakuan
menjadi tidak berbeda nyata, meskipun perbedaan angkanya sangat tinggi. Hal ini
terlihat pada perlakuan C0 (100% kc vegetatif 100% kc generatif), C1 (100% kc
vegetatif 70% kc generatif) dan C5 (40% kc vegetatif- 100% kc generatif) yang
mempunyai bobot buah segar per tanaman dan per hektar cenderung lebih tinggi
dari perlakuan yang lain (Tabel 5).
Jika melihat dari peubah bobot buah segar per hektar, meskipun tidak
terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, akan tetapi selisih angka tiap
perlakuan yang dihasilkan cukup berpengaruh secara ekanomi. Perlakuan 100%
kc vegetatif 100% kc generatif (C0) menghasilkan 37,50 ton/ha, 40% kc
vegetatif 100% kc generatif (C5) menghasilkan 33,90 ton/ha dan 100% kc
vegetatif 70% kc generatif (C1) menghasilkan 33,50 ton/ha (Tabel 5). Selisih
antara perlakuan C0 dengan C5 dan C0 dengan C1 adalah sebesar 3,6 to n/ha dan
4,06 ton/ha. Angka ini sangat besar bila di kurs dalam rupiah. Bila harga 1 kg
tomat Rp.1000,00 maka perlakuan C5 dapat menurunkan pendapatan sebesar
Rp.3.600.000,00 sedangkan perlakuan C1 dapat menurunkan pendapatan sebesar
Rp.4.060.000,00. Dari data diatas menunjukkan bahwa perlakuan cekaman
kekurangan air dapat menurunkan hasil tanaman tomat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pemberian air 70% kc vegetatif 100% kc generatif mulai menurunkan
jumlah buah panen total, jumlah buah sehat dan jumlah buah layak jual pada
tanaman tomat. Sedangkan, pemberian air 100% kc vegetatif 70% kc
generatif belum menurunkan jumlah buah panen total, jumlah buah sehat dan
jumlah buah layak jual tanaman tomat.
2. Pemberian air 40% kc vegetatif 40% kc generatif menurunkan tinggi
tanaman, jumlah daun dan jumlah buah panen total tertinggi. Jumlah buah
panen menurun 48% dibandingkan dengan tanaman yang tidak tercekam.
3. Perlakuan 100% kc vegetatif 100% kc generatif, 100% kc vegetatif 70%
kc generatif dan 40% kc vegetatif 100% kc generatif mempunyai bobot
buah segar per tanaman dan per hektar serta bobot buah layak jual yang
cenderung lebih tinggi dari perlakuan yang lain.
4. Secara ekonomi, cekaman kekurangan air dapat menurunkan pendapatan
petani karena menurunnya hasil tanaman tomat. Perlakuan 100% kc vegetatif
70% kc generatif menurunkan sebesar Rp.4.060.000,00 dan 40% kc
vegetatif 100% kc generatif menurunkan sebesar Rp.3.600.00,00
dibandingkan tanaman yang tidak dicekam. Perhitungan ini berdasarkan dari
selisih bobot buah segar per hektar.
5.2 Saran
1. Perlakuan 100% kc vegetatif 70% kc generatif atau 40% kc vegetatif
100% kc generatif dapat digunakan dalam budidaya tomat pada lahan kering
atau pada lahan yang ketersediaan airnya terbatas.
2. Pemanfaatan perlakuan cekaman kekurangan air dapat diaplikasikan dengan
pengaturan waktu tanam tanaman tomat.
3. Perlu dilakukan percobaan lanjutan dengan jumlah air yang sama di lahan
agar lebih mencerminkan keadaan lapang yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2002. Deskripsi Tomat Hibrida Varietas Marta F1.
www.dokumen.deptan/tomat/marta.co.id. [ 7 Februari 2009].
---------------, 2006. Perbaikan Teknologi Budidaya Tomat.
http://bptp-bengkulu.litbang.deptan.go.id. [27 Oktober 2008].
---------------, 2010. Budidaya Hortikultura di Musim Hujan: Kendala dan Kiat.
http://localhost.kendala-kiat/hortikultura.co.id. [ 1 Februari 2010].
Ariffin. 2002. Cekaman Air dan Kehidupan Tanaman. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang. p. 1-12.
Ashari, S. 1995. Hortikultura (Aspek Budidaya). Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Ashraf, Kirkham, M.B. and Levitt J. 2005. Plant Responses to Water Deficits.
Madison, Wisconsin USA. p.323-342.
Azizah, R. 2008. Pengaruh Komposisi Pupuk NPK Pada Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Skripsi. Jurusan
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Cahyono, B. 1998. Tomat Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Darmawan, Januar dan J. Baharsyah. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Fisiologi Tanaman.
Gramedia. Jakarta. p. 9-31.
Doorenbos, J. and A. H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. Food and
Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
Fitter, A. H dan R. K. M. Hay. 1988. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. p. 142-195.
Gardner, F. P., R. B. Pearcel and R. L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman
Budidaya (Transl.). UI Press. Jakarta.
Gardner, W. R. and C. F. Ehling. 1991. Physical Aspects of The Internal Water
Relations of Plant Leaves. Plant Phyisiol. 40 : 705-710.
Goldsworthy, P. R dan N. M. Fisher. 1995. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. p. 404.
Harjadi, S Setyati dan S. Yahya. 1988. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Harjadi, S dan Sudirman. 1988. Fisiologi Stress Lingkungan. PAU Bioteknologi
IPB. Bogor. pp. 137.
Harjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. p. 148.
Islami, T. dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Jumin, H. B. 1988. Pengantar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta.
Koesriharti. 1987. Tanaman Sayuran. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Koesriharti, M. D. Maghfoer dan N. Aini. 1994. Pengaruh Tingkat Kerontokan
dan Fase Pemberian Air Terhadap Tingkat Kerontokan Buah Pada 10
Kultivar Tanaman Lombok Besar (Capsicum annuum L.). Agrivita.
21(1):1-4
Kramer, P. J. and T. T. Kozlowski. 1979. Physiology of Woody Plants. Academic
Press. New York. San Fransisco. London.
Lakitan, B. 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Gramedia.
Jakarta. p. 82-146.
Lestari, S., L. Sutopo, Koesriharti dan Damanhuri. 1997. Respon Enam Genotipa
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Terhadap Cekaman Air Pada Fase
Pertumbuhan Berbeda. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Hayati (Life Sciences).
9(1):91-98.
Pudjiatmoko, 2008. Budidaya Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).
http://ikamaja.bbpp-lembang.info/index.php. [30 Maret 2009].
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi . 1999. Sayuran Dunia 3: Prinsip, Produksi
dan Gizi. ITB. Bandung. p. 2-24.
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. ITB. Bandung.
pp. 343.
Salter. P. J. and J. E. Goode. 1967. Crop Responses to Water at Different Stages
of Growth. Common Wealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal,
Bucks. England.
Semangun. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM
Press. Yogyakarta.
Sitompul. S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Soemarno, 2004. Penelolaan Air Tanah Bagi Tanaman.
http:// soemarno.multiply.multiplycontent.com. [22 Maret 2010].
Sudjana, A. Arifin dan M. Sadjadi. 1991. Jagung. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bogor. Bogor. p. 15-21.
Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Suharyanti, T. 2003. Pengaruh Pemangkasan Cabang Tanaman Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) dan Waktu Tanam Bayam (Amaranthus
tricolor) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ke Dua Tanaman dalam
Sistem Tumpangsari. Agrivita. 25(3):159-169.
Trisnawati dan Setiawan. 2004. Tomat: Pembudidayaan Secara Komersial.
Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 123.
Usman dan Warkoyo. 1993. Iklim Mikro Tanaman. IKIP Malang. Malang.
Whigham, D. K. and H. C. Minor. 1978. Agronomic Characteristic and
Environment Stress. Academic Press. New York. p. 77-118.
Wudiri, B. B. and D. W. Henderson. 1985. Effects of Water Stress on Flowering
and Fruit set and Processing Tomatoes. Scientia. Hort. 27:189-198.
Yoon, J. Y.; S. K. Green; A. T. Tschanz; S. C. S Tsou. and L. C. Chang. 1989.
Pepper Improvement for The Tropics: Problem and The AVRDC
approach. International Symposium on Integreted Man Agement Practices.
AVRDC. Tainan-Taiwan. p. 86-98.
Lampiran 1. Deskripsi Tomat Kultivar Marta (Anonymous, 2002).
Asal tanaman : Persilangan induk jantan TO l9873 M dengan
induk betina TO 19873 F
Golongan : Hibrida
Tipe pertumbuhan : Indeterminate
Tinggi tanaman : 175 - 200 cm
Diameter batang : 2 - 3 cm
Kedudukan daun : Horizontal - menurun
Ukuran tangkai daun : 80 - 90 mm
Ukuran daun : Majemuk 58 x 37 cm, tunggal 18 x 8 cm
Warna daun : Hijau tua kusam
Umur mulai berbunga : 38 hari setelah tanam
Warna mahkota bunga : Kuning
Jumlah bunga per tandan : 8 - 10 (kandang-kandang tandan bunga bercabang)
Jumlah tandan bunga : Tidak terbatas (dianjurkan dipelihara 6 tandan)
sedang
Umur tanaman : Awal panen 80 hari, akhir panen 120 hari setelah
tanam
Bentuk buah : Buah telur memanjang
Ukuran buah : Panjang 6,5 cm dengan diameter 5,7 cm : keras
Warna buah muda : Hijau
Warna buah tua : Merah tua dengan proses pematangan lambat,
daerah adaptasi pada dataran rendah
Berat per buah : 110 - 130 gram
Tebal daging buah : 6 - 7 mm
Jumlah biji per buah : 100
Kekerasan buah : Keras (skor 8,0 - 8,5 scala 1 - 10)
Tekstur daging buah : Padat masir
Rasa daging buah : Manis (brix 4 - 5)
Jumlah buah per tandan : 8
Produksi : 60 - 80 ton/hektar
Keterangan : Cocok untuk dataran menengah sampai tinggi
Pengusul/Peneliti : P.T.EAST WEST SEED INDONESIA
Lampiran 2. Denah Percobaan
Keterangan :
C0 = 100 % kc (koefisien crop) pada fase vegetatif dan generatif (kontrol).
C1 = 100 % kc pada fase vegetatif dan 70 % kc pada fase generatif .
C2 = 70 % kc pada fase vegetatif dan 100 % kc pada fase generatif.
C3 = 70 % kc pada fase vegetatif dan 70 % kc pada fase generatif.
C4 = 100 % kc pada fase vegetatif dan 40 % kc pada fase generatif.
C5 = 40 % kc pada fase vegetatif dan 100 % kc pada fase generatif.
C6 = 40 % kc pada fase vegetatif dan 40 % kc pada fase generatif.
C5
C1
C6
C0
C2
C4
C3
C3
C5
C2
C1
C0
C6
C2
C4
C3
C6
C5
C0
C1
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C4
U
Lampiran 3. Denah Penggambilan Sample.
Keterangan :
- Diameter polybag : 25 cm
- Jarak tanam yang digunakan: 50 cm x 60 cm
: Sample pengamatan non destruktif dan destruktif
50
60
Lampiran 4. Perhitungan kc.
Perhitungan kc dari awal transplanting 50 HST
- Kebutuhan air tanaman tomat selama 1 musim tanam 750-1250 mm. Rata-rata
kebutuhan air tanaman tomat selama 1 musim tanam = 750 + 1250 = 1000 mm.
2
- Perlakuan pemberian kebutuhan air :
100% 1000 mm = 100 cm.
70 % 70 x 1000 = 700 mm = 70 cm
100
40 % 40 x 1000 = 400 mm = 40 cm
100
- Luas polybag = . r
2
= 3,14 . (12,5)
2
= 490,625 cm
2
.
- Jumlah kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman tomat :
100% 100 cm x 490,625 cm
2
= 49062,5 cm
3
= 4906,25 dm
3
= 49,0625 liter = 49,1 liter.
70% 70 cm x 490,625 cm
2
= 34343,75 cm
3
= 3434,375 dm
3
= 34,34375 liter = 34,3 liter.
40% 40 cm x 490,625 cm
2
= 19625 cm
3
= 1962,5 dm
3
= 19,625 liter = 19,6 liter.
- kc tanaman tomat :
Perkembangan : 0,75 (20-30 hari)
Pertumbuhan maksimal : 1,15 (30-40 hari)
Pertumbuhan akhir : 0,85 (30-40 hari)
+
Total kc 2,75
- Kebutuhan air tiap fase :
100%
Fase vegetatif (0,75 / 2,75 x 49,1) / 25 hari = 0,53563 = 0,54 liter
= 540 ml
Fase generatif :
Pertumbuhan maksimal (1,15 / 2,75 x 49,1) / 40 hari = 0,51332 = 0,51 liter
= 510 ml
Pertumbuhan akhir (0,85 / 2,75 x 49,1) / 40 hari = 0,37941 = 0,38 liter
= 380 ml
70%
Fase vegetatif (0,75 / 2,75 x 34,3) / 25 hari = 0,37418 = 0,37 liter
= 370 ml
Fase generatif :
Pertumbuhan maksimal (1,15 / 2,75 x 34,3) / 40 hari = 0,35859 = 0,36 liter
= 360 ml
Pertumbuhan akhir (0,85 / 2,75 x 34,3) / 40 hari = 0,26504 = 0,27 liter
= 270 ml
40%
Fase vegetatif (0,75 / 2,75 x 19,6) / 25 hari = 0,21381 = 0,21 liter
= 210 ml
Fase generatif :
Pertumbuhan maksimal (1,15 / 2,75 x 19,6) / 40 hari = 0,20490 = 0,20 liter
= 200 ml
Pertumbuhan akhir (0,85 / 2,75 x 19,6) / 40 hari = 0,15145 = 0,15 liter
= 150 ml
Perhitungan kc dari 51 HST 125 HST
- Kebutuhan air tanaman tomat selama 1 musim tanam 750-1250 mm.
- Perlakuan pemberian kebutuhan air :
100% 1250 mm = 125 cm.
70 % 70 x 1250 = 875 mm = 87,5 cm
100
40 % 40 x 1250 = 500 mm = 50 cm
100
- Luas polybag = . r
2
= 3,14 . (12,5)
2
= 490,625 cm
2
.
- Jumlah kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman tomat :
100% 125 cm x 490,625 cm
2
= 61328,125 cm
3
= 6132,8125 dm
3
= 61,328125 liter = 61,3 liter.
70% 87,5 cm x 490,625 cm
2
= 42929,6875 cm
3
= 4292,96875 dm
3
= 42,9296875 liter = 42,9 liter.
40% 50 cm x 490,625 cm
2
= 24531,25 cm
3
= 2453,125 dm
3
= 24,53125 liter = 24,5 liter.
- kc tanaman tomat :
Perkembangan : 0,75 (20-30 hari)
Pertumbuhan maksimal : 1,15 (30-40 hari)
Pertumbuhan akhir : 0,85 (30-40 hari)
+
Total kc 2,75
- Kebutuhan air tiap fase :
100%
Fase vegetatif (0,75 / 2,75 x 61,3) / 25 hari = 0,66873 = 0,67 liter
= 670 ml
Fase generatif :
Pertumbuhan maksimal (1,15 / 2,75 x 61,3) / 40 hari = 0,64086 = 0, 64 liter
= 640 ml
Pertumbuhan akhir (0,85 / 2,75 x 61,3) / 40 hari = 0,47368 = 0,47 liter
= 470 ml
70%
Fase vegetatif (0,75 / 2,75 x 42,9) / 25 hari = 0,468 = 0,47 liter
= 470 ml
Fase generatif :
Pertumbuhan maksimal (1,15 / 2,75 x 42,9) / 40 hari = 0,4485 = 0,45 liter
= 450 ml
Pertumbuhan akhir (0,85 / 2,75 x 42,9) / 40 hari = 0,3315 = 0,33 liter
= 330 ml
40%
Fase vegetatif (0,75 / 2,75 x 24,5) / 25 hari = 0,26727 = 0,27 liter
= 270 ml
Fase generatif :
Pertumbuhan maksimal (1,15 / 2,75 x 24,5) / 40 hari = 0,25614 = 0,26 liter
= 260 ml
Pertumbuhan akhir (0,85 / 2,75 x 24,5) / 40 hari = 0,18932 = 0,19 liter
= 190 ml
Dari perhitungan kc di atas, maka dapat diketahui jumlah pemberian air
(liter) untuk setiap perlakuan pada tiap fase pertumbuhan (vegetatif dan generatif)
yaitu :
Perlakuan C0 (100% kc vegetatif 100% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 540 ml x 25 hari = 13500 ml = 13,5 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 510 ml x 25 hari = 12750 ml
(51 65 HST) = 640 ml x 15 hari = 9600 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 470 ml x 60 hari = 28200 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 50550 ml = 50,55 l
Perlakuan C1 (100% kc vegetatif 70% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 540 ml x 25 hari = 13500 ml = 13,5 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 360 ml x 25 hari = 9000 ml
(51 65 HST) = 450 ml x 15 hari = 6750 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 330 ml x 60 hari = 19800 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 35550 ml = 35,55 l
Perlakuan C2 (70% kc vegetatif 100% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 370 ml x 25 hari = 9250 ml = 9,25 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 510 ml x 25 hari = 12750 ml
(51 65 HST) = 640 ml x 15 hari = 9600 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 470 ml x 60 hari = 28200 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 50550 ml = 50,55 l
Perlakuan C3 (70% kc vegetatif 70% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 370 ml x 25 hari = 9250 ml = 9,25 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 360 ml x 25 hari = 9000 ml
(51 65 HST) = 450 ml x 15 hari = 6750 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 330 ml x 60 hari = 19800 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 35550 ml = 35,55 l
Perlakuan C4 (100% kc vegetatif 40% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 540 ml x 25 hari = 13500 ml = 13,5 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 200 ml x 25 hari = 5000 ml
(51 65 HST) = 260 ml x 15 hari = 3900 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 190 ml x 60 hari = 11400 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 20300 ml = 20,3 l
Perlakuan C5 (40% kc vegetatif 100% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 210 ml x 25 hari =5250 ml = 5,25 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 510 ml x 25 hari = 12750 ml
(51 65 HST) = 640 ml x 15 hari = 9600 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 470 ml x 60 hari = 28200 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 50550 ml = 50,55 l
Perlakuan C6 (40% kc vegetatif 40% kc generatif)
Fase vegetatif (0 25 HST) = 210 ml x 25 hari = 5250 ml = 5,25 l
Fase generatif
- Pertumbuhan maksimal (26 50 HST) = 200 ml x 25 hari = 5000 ml
(51 65 HST) = 260 ml x 15 hari = 3900 ml
- Pertumbuhan akhir (66 125 HST) = 190 ml x 60 hari = 11400 ml
Total pemberian air selama fase generatif sebesar 20300 ml = 20,3 l
Lampiran 5. Hasil Analisis Contoh Tanah.
Keterangan :
Sifat Kimia Tanah Nilai Kriteria
*
pH H
2
O
pH KCl
5.2
4.5
4.5-5.5 (Masam)
C-Organik (%)
N-Total (%)
2.28
0.28
2.01-3.00 (Sedang)
0.21-0.5 (Sedang)
C/N 8 5-10 (Rendah)
Bahan Organik (%) 3.94 3.01-5.00 (Tinggi)
P.Bray1 (mg kg-1) 41.67 > 35 (Sangat Tinggi)
K-NH
4
OAC
1N pH:7 (me/100g)
1.49 > 1.0 (Sangat Tinggi)
* Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Harjowigeno, 2003).
Lampiran 6. Data Suhu Rumah Plastik Selama Penelitian.
Tanggal
Umur
Pengamatan
Suhu (
o
C) Kelembaban (%)
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
18 Juni 1 HST 27 30 22 70 78 100
19 Juni 2 HST 20 30 26 91 92 92
20 Juni 3 HST 25 32 26 92 79 92
21 Juni 4 HST 27 31 27 92 86 92
22 Juni 5 HST 22 34 27 91 68 92
23 Juni 6 HST 20 31 24 100 79 91
24 Juni 7 HST 28 33 26 85 86 92
25 Juni 8 HST 27 32 23 92 86 91
26 Juni 9 HST 26 33 24 84 80 100
27 Juni 10 HST 25 33 26 92 80 84
28 Juni 11 HST 27 29 25 84 92 92
29 Juni 12 HST 26 30 25 84 92 92
30 Juni 13 HST 26 30 26 84 92 84
1 Juli 14 HST 26 32 26 84 86 84
2 Juli 15 HST 24 33 24 91 80 100
3 Juli 16 HST 21 29 24 91 80 100
4 Juli 17 HST 21 30 25 91 92 92
5 Juli 18 HST 22 30 26 91 92 84
6 Juli 19 HST 22 31 27 91 93 92
7 Juli 20 HST 25 33 26 92 73 92
8 Juli 21 HST 27 31 24 77 93 100
9 Juli 22 HST 28 33 26 85 86 92
10 Juli 23 HST 26 33 25 92 86 92
11 Juli 24 HST 21 33 25 91 86 84
12 Juli 25 HST 19 32 20 81 73 91
13 Juli 26 HST 24 32 26 91 73 92
14 Juli 27 HST 21 29 25 91 92 92
15 Juli 28 HST 24 33 25 91 86 91
16 Juli 29 HST 22 30 26 91 91 91
17 Juli 30 HST 23 33 26 91 86 91
18 Juli 31 HST 22 32 25 91 86 91
19 Juli 32 HST 21 33 22 91 86 100
20 Juli 33 HST 23 33 24 91 86 91
21 Juli 34 HST 23 33 23 91 86 91
22 Juli 35 HST 23 33 22 91 86 91
23 Juli 36 HST 23 30 22 91 91 91
24 Juli 37 HST 22 29 23 91 92 91
25 Juli 38 HST 24 30 22 91 92 91
26 Juli 39 HST 21 32 22 91 86 91
27 Juli 40 HST 22 30 22 91 92 91
28 Juli 41 HST 24 32 25 91 86 92
Tanggal
Umur
Pengamatan
Suhu (
o
C) Kelembaban (%)
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
29 Juli 42 HST 21 32 23 91 86 91
30 Juli 43 HST 21 31 22 91 92 91
31 Juli 44 HST 21 32 22 91 93 91
1 Agustus 45 HST 22 30 22 91 91 91
2 Agustus 46 HST 24 29 24 83 78 91
3 Agustus 47 HST 23 29 25 91 85 92
4 Agustus 48 HST 24 30 26 91 85 100
5 Agustus 49 HST 24 30 24 91 85 91
6 Agustus 50 HST 24 31 25 91 85 91
7 Agustus 51 HST 23 30 24 91 85 83
8 Agustus 52 HST 22 29 24 91 85 83
9 Agustus 53 HST 21 31 23 91 93 91
10 Agustus 54 HST 22 30 23 91 85 91
11 Agustus 55 HST 22 30 24 91 85 83
12 Agustus 56 HST 22 30 24 91 85 83
13 Agustus 57 HST 20 31 22 100 86 100
14 Agustus 58 HST 24 32 25 100 86 100
15 Agustus 59 HST 25 28 25 92 85 100
16 Agustus 60 HST 24 29 24 100 85 100
17 Agustus 61 HST 23 30 22 85 91 100
18 Agustus 62 HST 23 31 22 100 91 100
19 Agustus 63 HST 23 31 23 100 86 100
20 Agustus 64 HST 24 32 23 100 86 100
21 Agustus 65 HST 25 27 24 92 77 91
22 Agustus 66 HST 26 29 24 92 85 91
23 Agustus 67 HST 25 29 24 92 92 100
24 Agustus 68 HST 25 31 25 92 86 100
25 Agustus 69 HST 26 33 24 84 80 100
26 Agustus 70 HST 25 33 25 84 80 100
27 Agustus 71 HST 23 33 26 91 73 92
28 Agustus 72 HST 26 32 24 84 79 91
29 Agustus 73 HST 25 33 24 84 79 91
30 Agustus 74 HST 23 32 22 91 79 91
31 Agustus 75 HST 25 32 22 84 80 91
1 September 76 HST 24 30 23 91 85 91
2 September 77 HST 22 31 25 91 93 100
3 September 78 HST 26 33 30 92 93 100
4 September 79 HST 25 32 27 92 93 100
5 September 80 HST 24 34 27 91 86 84
6 September 81 HST 25 34 22 92 74 82
7 September 82 HST 24 34 23 91 86 91
8 September 83 HST 21 27 29 84 92 85
Tanggal
Umur
Pengamatan
Suhu (
o
C) Kelembaban (%)
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
9 September 84 HST 25 32 27 92 93 100
10 September 85 HST 24 30 23 91 85 91
11 September 86 HST 25 33 24 84 79 91
12 September 87 HST 25 33 25 84 80 100
13 September 88 HST 24 34 27 91 86 84
14 September 89 HST 23 33 26 91 73 92
15 September 90 HST 25 27 24 92 77 91
16 September 91 HST 25 27 24 92 77 91
17 September 92 HST 23 31 23 100 86 100
18 September 93 HST 23 30 22 85 91 100
19 September 94 HST 23 31 23 100 86 100
20 September 95 HST 23 32 22 91 79 91
21 September 96 HST 24 34 23 91 86 91
22 September 97 HST 24 32 23 100 86 100
23 September 98 HST 24 32 25 100 86 100
24 September 99 HST 25 28 25 92 85 100
25 September 100 HST 24 29 24 100 85 100
26 September 101 HST 23 30 22 85 91 100
27 September 102 HST 23 31 22 100 91 100
28 September 103 HST 23 31 23 100 86 100
29 September 104 HST 24 30 22 91 92 91
30 September 105 HST 23 33 23 91 86 91
1 Oktober 106 HST 23 33 22 91 86 91
2 Oktober 107 HST 23 30 22 91 91 91
3 Oktober 108 HST 22 29 23 91 92 91
4 Oktober 109 HST 22 30 26 91 91 91
5 Oktober 110 HST 23 33 26 91 86 91
6 Oktober 111 HST 22 32 25 91 86 91
7 Oktober 112 HST 21 33 22 91 86 100
8 Oktober 113 HST 23 33 24 91 86 91
9 Oktober 114 HST 22 30 26 91 92 84
10 Oktober 115 HST 22 31 27 91 93 92
11 Oktober 116 HST 25 33 26 92 80 84
12 Oktober 117 HST 25 33 26 92 80 84
13 Oktober 118 HST 26 29 24 92 85 91
14 Oktober 119 HST 26 33 30 92 93 100
15 Oktober 120 HST 26 30 26 84 92 84
16 Oktober 121 HST 26 32 26 84 86 84
17 Oktober 122 HST 25 29 24 92 92 100
18 Oktober 123 HST 25 31 25 92 86 100
19 Oktober 124 HST 24 29 24 100 85 100
20 Oktober 125 HST 24 32 25 100 86 100
Lampiran 7. Perhitungan Persentase Bunga Menjadi Buah (Fruit-Set)
Rumus :
1. C0U1 52,6/67,8 x 100% = 77,581%
2. C0U2 45,0/62,8 x 100% = 71,656%
3. C0U3 51,6/61,0 x 100% = 84,590%
4. C1U1 40,0/58,6 x 100% = 68,259%
5. C1U2 42,0/56,8 x 100% = 73,944%
6. C1U3 48,8/61,2 x 100% = 79,738%
7. C2U1 44,2/51,8 x 100% = 85,328%
8. C2U2 43,2/55,0 x 100% = 78,545%
9. C2U3 33,4/56,8 x 100% = 58,803%
10. C3U1 34,8/53,0 x 100% = 65,660%
11. C3U2 31,8/50,4 x 100% = 63,095%
12. C3U3 29,6/54,2 x 100% = 54,612%
13. C4U1 29,4/45,2 x 100% = 65,044%
14. C4U2 26,0/49,4 x 100% = 52,631%
15. C4U3 30,2/53,4 x 100% = 56,554%
16. C5U1 42,8/47,0 x 100% = 91,064%
17. C5U2 35,2/49,2 x 100% = 71,545%
18. C5U3 43,6/54,6 x 100% = 79,853%
19. C6U1 29,0/36,0 x 100% = 80,555%
20. C6U2 24,4/36,2 x 100% = 67,403%
21. C6U3 18,2/36,6 x 100% = 49,727%
Persentase Fruit-Set = buah yang dipanen x 100%
bunga
No Perlakuan
Kelompok
Total Rerata
1 2 3
1 C0 77,581 71,656 84,590 233,827 77,942
2 C1 68,259 73,944 79,738 221,941 73,980
3 C2 85,328 78,545 58,803 222,676 74,225
4 C3 65,660 63,095 54,612 183,367 61,122
5 C4 65,044 52,631 56,554 174,229 58,076
6 C5 91,064 71,545 79,853 242,462 80,821
7 C6 80,555 67,403 49,727 197,685 65,895
Total 533,491 478,819 463,877 1476,187 492,062
Rerata 76,213 68,403 66,268 210,884 70,295
Lampiran 8. Perhitungan Bobot Buah Segar per Hektar.
Rumus :
Jarak Tanam : 50 cm x 60 cm 10 tanaman.
Luas Petak = Panjang x Lebar
= 3 m x 1 m
= 3 m
2
Lebar Bedengan : 100 cm
Lebar Saluran Air (got) : 30 cm
Lahan Efektif = 100 x 100% = 76,923 % 77%
130
1. C0U1 10.000 m
2
x 1124 gram x 10 x 77% = 28849333,33 g = 28,85 ton/ha
3 m
2
2. C0U2 10.000 m
2
x 1588 gram x 10 x 77% = 40758666,67 g = 40,76 ton/ha
3 m
2
3. C0U3 10.000 m
2
x 1671 gram x 10 x 77% = 42889000 g = 42,89 ton/ha
3 m
2
4. C1U1 10.000 m
2
x 641 gram x 10 x 77% = 16452333,33 g = 16,45 ton/ha
3 m
2
5. C1U2 10.000 m
2
x 1201 gram x 10 x 77% = 30825666,67 g = 30,82 ton/ha
3 m
2
6. C1U3 10.000 m
2
x 2079 gram x 10 x 77% = 53361000 g = 53,36 ton/ha
3 m
2
7. C2U1 10.000 m
2
x 781 gram x 10 x 77% = 20045666,67 g = 20,04 ton/ha
3 m
2
8. C2U2 10.000 m
2
x 962 gram x 10 x 77% = 24691333,33 g = 24,69 ton/ha
3 m
2
9. C2U3 10.000 m
2
x 427 gram x 10 x 77% = 10959666,67 g = 10,96 ton/ha
3 m
2
10. C3U1 10.000 m
2
x 463 gram x 10 x 77% = 11883666,67 g = 11,88 ton/ha
3 m
2
11. C3U2 10.000 m
2
x 435 gram x 10 x 77%= 11165000 g = 11,16 ton/ha
3 m
2
12. C3U3 10.000 m
2
x 396 gram x 10 x 77% = 10164000 g = 10,16 ton/ha
3 m
2
13. C4U1 10.000 m
2
x 380 gram x 10 x 77% = 9753333,333 g = 9,73 ton/ha
3 m
2
14. C4U2 10.000 m
2
x 406 gram x 10 x 77% = 10420666,67 g = 10,42 ton/ha
3 m
2
Total Produksi (ton/ha) = 10.0000 m
2
x Bobot Segar Buah per Petak x Tanaman per
Petak x Lahan Efektif
15. C4U3 10.000 m
2
x 913 gram x 10 x 77% = 23433666,67 g = 23,43 ton/ha
3 m
2
16. C5U1 10.000 m
2
x 1219 gram x 10 x 77% = 31287666,67 g = 31,29 ton/ha
3 m
2
17. C5U2 10.000 m
2
x 552 gram x 10 x 77% = 14168000 g = 14,17 ton/ha
3 m
2
18. C5U3 10.000 m
2
x 2191 gram x 10 x 77% = 56235666,67 g = 56,23 ton/ha
3 m
2
19. C6U1 10.000 m
2
x 483 gram x 10 x 77% = 12397000 g = 12,40 ton/ha
3 m
2
20. C6U2 10.000 m
2
x 928 gram x 10 x 77% = 23818666,67 g = 23,82 ton/ha
3 m
2
21. C6U3 10.000 m
2
x 331 gram x 10 x 77% = 8495666,667 g = 8,49 ton/ha
3 m
2
No Perlakuan
kelompok
Total Rerata
1 2 3
1 C0 28,85 40,76 42,89 112,500 37,500
2 C1 16,45 30,82 53,36 100,630 33,543
3 C2 20,04 24,69 10,96 55,690 18,563
4 C3 11,88 11,16 10,16 33,200 11,067
5 C4 9,73 10,42 23,43 43,580 14,527
6 C5 31,29 14,17 56,23 101,690 33,897
7 C6 12,40 23,82 8,49 44,710 14,903
Total 130,640 155,840 205,520 492,000 164,000
Rerata 18,663 22,263 29,360 70,286 23,429
Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Buah per Buah, Bobot Buah Segar per
Tanaman dan Bobot Buah Segar per Hektar.
Tabel Analisis Ragam Bobot Buah per Buah
FK = 11687,241
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 388,182 194,091 1,962
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 854,115 142,352 1,439
tn
3,00 4,82
Galat 12 1187,094 98,925
Total 20 2429,391
KK (%) = 42,16
Tabel Analisis Ragam Bobot Buah Segar per Tanaman
FK = 17501297,190
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 629492,667 314746,333 1,525
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 3360994,476 560165,746 2,714
tn
3,00 4,82
Galat 12 2477228,667 206435,722
Total 20 6467715,810
KK(%) = 49,77
Tabel Analisis Ragam Bobot Buah Segar per Hektar
FK = 11526,857
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 414,769 207,385 1,525
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 2214,916 369,153 2,715
tn
3,00 4,82
Galat 12 1631,812 135,984
Total 20 4261,497
KK (%) = 49,77
Lampiran 10. Analisis Ragam Jumlah Buah Berdasarkan Penggolongan
Berat Buah Tomat (Mutu Kualitas).
Tabel Analisis Ragam Mutu Kualitas
1. Mutu I
FK = 3,688
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 1,855 0,928 1,722
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 2,552 0,425 0,790
tn
3,00 4,82
Galat 12 6,465 0,539
Total 20 10,872
KK (%) = 175,15
2. Mutu II
FK = 329,630
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 116,667 58,333 2,545
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 239,730 39,955 1,743
tn
3,00 4,82
Galat 12 275,093 22,924
Total 20 631,490
KK (%) = 120,85
3. Mutu III
FK = 16937,760
sk Db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 429,406 214,703 18,294
**
3,89 6,93
Perlakuan 6 472,320 78,720 6,707
**
3,00 4,82
Galat 12 140,834 11,736
Total 20 1042,560
KK (%) = 12,06
4. Afkir
FK = 363,750
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 13,627 6,813 2,723
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 59,676 9,946 3,975
*
3,00 4,82
Galat 12 30,027 2,502
Total 20 103,330
KK (%) = 38,01
5. Persentase Afkir
FK = 2689,728
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 138,992 69,496 3,332
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 281,953 46,992 2,253
tn
3,00 4,82
Galat 12 250,293 20,858
Total 20 671,238
KK (%) = 40,35
Lampiran 11. Analisis Ragam Jumlah Buah Berdasarkan Penggolongan
Buah Sehat dan Berpenyakit (Blossom end Rot) serta Jumlah
dan Bobot Buah Layak Jual pada Tanaman Tomat.
Tabel Analisis Ragam Buah Sehat
FK = 15276,617
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 15,851 7,926 0,374
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 1211,063 201,844 9,527
**
3,00 4,82
Galat 12 254,229 21,186
Total 20 1481,143
KK (%) = 17,06
Tabel Analisis Ragam Buah Berpenyakit (Blossom end Rot)
FK = 2088,017
Sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 31,760 15,880 4,228
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 54,076 9,013 2,400
tn
3,00 4,82
Galat 12 45,067 3,756
Total 20 130,903
KK (%) = 19,43
Tabel Analisis Ragam Jumlah Buah Layak Jual
FK = 9506,202
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 16,530 8,265 0,318
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 841,505 140,251 5,390
**
3,00 4,82
Galat 12 312,244 26,020
Total 20 1170,278
KK (%) = 23,97
Tabel Analisis Ragam Bobot Buah Layak Jual
FK =10687160,048
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 791756,095 395878,048 2,047
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 3036762,952 506127,159 2,617
tn
3,00 4,82
Galat 12 2320371,905 193364,325
Total 20 6148890,952
KK (%) = 61,64
Lampiran 12. Analisis Ragam Jumlah Bunga, Jumlah Buah Panen Total dan
Persentase Bunga Menjadi Buah (Fruit-Set) Tanaman Tomat.
Tabel Analisis Ragam Jumlah Bunga
FK = 57305,190
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 31,558 15,779 2,156
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 1355,783 225,964 30,873
**
3,00 4,82
Galat 12 87,829 7,319
Total 20 1475,170
KK (%) = 5,18
Tabel Analisis Ragam Jumlah Buah Panen Total
FK = 28660,269
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 47,554 23,777 1,264
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 1492,011 248,669 13,224
**
3,00 4,82
Galat 12 225,646 18,804
Total 20 1765,211
KK (%) = 11,74
Tabel Analisis Ragam Persentase Bunga Menjadi Buah (Fruit-Set)
FK = 103768,003
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 383,733 191,867 2,389
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 1353,283 225,547 2,809
tn
3,00 4,82
Galat 12 963,647 80,304
Total 20 2700,663
KK (%) = 12,75
Lampiran 13. Analisis Ragam Umur Mulai Berbunga, Umur Mulai Berbuah
dan Umur Panen Pertama Tanaman Tomat.
Tabel Analisis Ragam Umur Mulai Berbunga
FK = 18900,000
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 0,286 0,143 0,105
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 17,333 2,889 2,116
tn
3,00 4,82
Galat 12 16,381 1,365
Total 20 34,000
KK (%) = 3,89
Tabel Analisis Ragam Umur Mulai Berbuah
FK = 41008,762
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 4,952 2,476 1,253
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 4,571 0,762 0,386
tn
3,00 4,82
Galat 12 23,714 1,976
Total 20 33,238
KK (%) = 3,18
Tabel Analisis Ragam Umur Panen Pertama
FK = 97757,897
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 32,194 16,097 1,870
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 33,650 5,608 0,651
tn
3,00 4,82
Galat 12 103,299 8,608
Total 20 169,143
KK (%) = 4,30
Lampiran 14. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Pada Berbagai Umur.
Tabel Analisis Ragam 7 HST
FK = 4292,002
Sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 15,936 7,968 6,785
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 4,174 0,696 0,592
tn
3,00 4,82
Galat 12 14,093 1,174
Total 20 34,204
KK (%) = 7,58
Tabel Analisis Ragam 14 HST
FK = 11816,355
Sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 25,797 12,899 4,542
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 47,787 7,965 2,804
tn
3,00 4,82
Galat 12 34,082 2,840
Total 20 107,666
KK (%) = 7,10
Tabel Analisis Ragam 21 HST
FK = 39395,209
Sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 76,278 38,139 2,466
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 160,315 26,719 1,728
tn
3,00 4,82
Galat 12 185,601 15,467
Total 20 422,194
KK (%) = 9,08
Tabel Analisis Ragam 28 HST
FK = 70194,637
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 29,292 14,646 0,675
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 378,608 63,101 2,910
tn
3,00 4,82
Galat 12 260,215 21,685
Total 20 668,116
KK (%) = 8,05
Tabel Analisis Ragam 35 HST
FK = 146667,857
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 29,760 14,880 0,737
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 731,863 121,977 6,042
**
3,00 4,82
Galat 12 242,240 20,187
Total 20 1003,863
KK (%) = 5,38
Tabel Analisis Ragam 42 HST
FK = 257521,440
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 232,898 116,449 6,692
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 493,763 82,294 4,729
*
3,00 4,82
Galat 12 208,829 17,402
Total 20 935,490
KK (%) = 3,77
Tabel Analisis Ragam 49 HST
FK = 292352,082
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 244,532 122,266 4,026
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 646,111 107,685 3,546
*
3,00 4,82
Galat 12 364,414 30,368
Total 20 1255,058
KK (%) = 4,03
Tabel Analisis Ragam 56 HST
FK = 331332,802
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 244,532 122,266 4,026
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 646,111 107,685 3,546
*
3,00 4,82
Galat 12 364,414 30,368
Total 20 1255,058
KK (%) = 4,39
Tabel Analisis Ragam 63 HST
FK = 353933,459
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 659,245 329,623 3,834
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 1805,229 300,871 3,500
*
3,00 4,82
Galat 12 1031,618 85,968
Total 20 3496,092
KK (%) = 7,14
Lampiran 15. Analisis Ragam Jumlah Daun Pada Berbagai Umur
Tabel Analisis Ragam 7 HST
FK = 373,808
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 0,301 0,150 2,135
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 0,446 0,074 1,054
tn
3,00 4,82
Galat 12 0,846 0,070
Total 20 1,592
KK (%) = 6,29
Tabel Analisis Ragam 14 HST
FK = 1243,550
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 0,827 0,413 3,796
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 3,276 0,546 5,015
**
3,00 4,82
Galat 12 1,307 0,109
Total 20 5,410
KK(%) = 4,29
Tabel Analisis Ragam 21 HST
FK = 2895,789
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 1,417 0,709 1,519
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 10,198 1,700 3,645
*
3,00 4,82
Galat 12 5,596 0,466
Total 20 17,211
KK (%) = 5,81
Tabel Analisis Ragam 28 HST
FK = 5376,000
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 3,234 1,617 2,155
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 51,280 8,547 11,388
**
3,00 4,82
Galat 12 9,006 0,750
Total 20 63,520
KK (%) = 5,41
Tabel Analisis Ragam 35 HST
FK = 9642,857
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 1,246 0,623 0,912
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 30,023 5,004 7,328
**
3,00 4,82
Galat 12 8,194 0,683
Total 20 39,463
KK (%) = 3,86
Tabel Analisis Ragam 42 HST
FK = 14689,008
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 0,255 0,128 0,162
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 21,192 3,532 4,497
*
3,00 4,82
Galat 12 9,425 0,785
Total 20 30,872
KK (%) = 3,35
Tabel Analisis Ragam 49 HST
FK = 17661,000
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 3,063 1,531 1,356
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 31,067 5,178 4,585
*
3,00 4,82
Galat 12 13,550 1,129
Total 20 47,680
KK (%) = 3,66
Tabel Analisis Ragam 56 HST
FK = 20654,950
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 15,112 7,556 3,556
tn
3,89 6,93
Perlakuan 6 38,396 6,399 3,011
*
3,00 4,82
Galat 12 25,501 2,125
Total 20 79,010
KK (%) = 4,65
Tabel Analisis Ragam 63 HST
FK = 24535,088
sk db JK KT F Hit
F Tabel
5% 1%
Kelompok 2 14,678 7,339 4,453
*
3,89 6,93
Perlakuan 6 81,059 13,510 8,198
**
3,00 4,82
Galat 12 19,775 1,648
Total 20 115,512
KK (%) = 3,76
Lampiran 16. Dokumentasi Tanaman Tomat Akibat Cekaman Kekurangan
air pada Umur 100 HST.
C0 C1 C2
C3 C4 C5
C6
Keterangan : Sample tanaman tomat pada ulangan 1
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Lampiran 17. Dokumentasi Buah Tomat Akibat Cekaman Kekurangan air
pada Panen ke - 9.
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
C0
C1
C2
C3
C4
C5
C6

Anda mungkin juga menyukai