Anda di halaman 1dari 47

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR

Volume 6 / No. 2, Desember 2011




Herwin Sutrisno, ST., MT
Riverwalk Sebagai Ruang Terbuka
Alternatif di Kawasan Flamboyan Bawah
Kota Palangka Raya

Yoga Restyanto, ST
Arsitektur Landscape Kawasan Wisata Outbound
Bukit Tangkiling

Amiany, ST., MT
Tinjauan Desain Arsitektur
Huma Gantung Buntoi

Yesser Priono, M.Sc
Studi Dampak Pariwisata Bukit Batu Kabupaten Kasongan
Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, Sosial Dan Budaya

Giris Ngini, ST
Permasalahan Pembangunan
Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning (RKWIK)

Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


i ISSN 1907 - 8536


JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR


Volume 6 / No. 2, Desember 2011


Jurnal Perspektif Arsitektur merupakan media komunikasi keilmuan dan keprofesian bidang
arsitektur. Majalah ini diterbitkan atas kerjasama Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Palangka Raya (UNPAR) dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Tengah. Jurnal ini
terbit pada setiap bulan Juli dan Desember.
R E D A K S I

Penerbit
Publisher
: Jurusan Arsitektur UNPAR


Pelindung
Patron
: Dekan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Pusat

Penanggung Jawab
Chairman
: Ketua Jurusan Arsitektur
Universitas Palangka Raya

Pemimpin Redaksi
Editor in Chif
: Yesser Priono, ST., M.Sc


Sekertaris
Secretary
: Giris Ngini, ST


Redaksi Pelaksana
Editorial Team
: Theresia Susi, ST., MT
Elis Sri Rahayu, ST., MT
Wijanarka, ST., MT

Dewan Redaksi
Editorial Board

: Dr. Indrawan Permana Kamis, ST., MA
Ir. Syahrozi, MT
Ir. Doddy Soedigdo, IAI
Ir. Hibnu Mardani, MT., IAI

Alamat Redaksi
Editors Address
: Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya
Jl. H Timang Kampus Tunjung Nyaho Unpar
Palangka Raya 73112
Telp / Fax (0536) 3226487
e-mail : jurnalperspektifarsitektur@gmail.com



Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur


ISSN 1907 - 8536 ii


JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR


Volume 6 / No. 2, Desember 2011

Daftar Isi

Redaksi i
Daftar Isi ii
Dari Redaksi iii


Nama Penulis Judul Hal
Herwin Sutrisno, ST., MT

Riverwalk Sebagai Ruang Terbuka Alternatif
di Kawasan Flamboyan Bawah
Kota Palangka Raya

1 8
Yoga Restyanto, ST Arsitektur Landscape Kawasan Wisata Outbound
Bukit Tangkiling

9 15
Amiany, ST., MT

Tinjauan Desain Arsitektur
Huma Gantung Buntoi

16 22
Yesser Priono, M.Sc

Studi Dampak Pariwisata Bukit Batu
Kabupaten Kasongan Ditinjau Dari
Aspek Ekonomi, Sosial Dan Budaya

23 33
Giris Ngini, ST

Permasalahan Pembangunan Revitalisasi
Kawasan Wisata Istana Kuning (RKWIK)

34 41







Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


iii ISSN 1907 - 8536


JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR


Volume 6 / No. 2, Desember 2011

Dari Redaksi

Tahun ajaran baru telah berjalan, terbitan kali ini agak tersendat dari target waktu terbit, namun
begitu Jurnal Perspektif Arsitektur tetap harus kami terbitkan, walaupun banyak waktu terbuang
namun pada edisi kali ini kami berusaha mengangkat beragam bahasan bagi pembaca.
Pada terbitan kali ini kami menyajikan beberapa tulisan dan beberapa penulis yang berkaitan
dengan ke arsitekturan dan kajiannya serta ilmu teknik sipil dan ilmu yang bersifat universal,
diantaranya adalah : Riverwalk Sebagai Ruang Terbuka Alternatif di Kawasan Flamboyan Bawah
Kota Palangka Raya oleh Herwin Sutrisno, ST., MT; Arsitektur Landscape Kawasan Wisata
Outbound Bukit Tangkiling oleh Yoga Restyanto, ST; Tinjauan Desain Arsitektur Huma Gantung
Buntoi oleh Amiany, ST., MT; Studi Dampak Pariwisata Bukit Batu Kabupaten Kasongan Ditinjau
Dari Aspek Ekonomi, Sosial Dan Budaya oleh Yesser Priono, M.Sc; dan Permasalahan
Pembangunan Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning oleh Giris Ngini, ST.
Kami berharap apresiasi dari tulis ini dapat semakin beragam sehingga dapat menambah
khasanah pengetahuan kita dalam bidang arsitektur yang semakin maju dan tergali. Akhir kata,
kami berharap agar tulisan-tulisan ilmiah ini dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi semua
kalangan. Semoga isi dan makna tulisan dapat menambah keanekaragaman wawasan dan
pengetahuan.

REDAKSI
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 1


RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA
ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH
KOTA PALANGKA RAYA


Herwin Sutrisno, ST., MT
1



Abstrak
Semakin padatnya permukiman di Kawasan Flamboyan Bawah selain berdampak positif juga
membawa dampak negatif yaitu semakin berkurangnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka yang
berfungsi sebagai area publik di kawasan tersebut. Salah satu alternatif ruang terbuka yang dapat
dimanfaatkan di Kawasan Flamboyan Bawah adalah Riverwalk. Keberadaan Riverwalk selain
meningkatkan kuantitas dan kualitas ruang terbuka juga memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat
di Kawasan Flamboyan Bawah.

Kata Kunci : Ruang Terbuka, Riverwalk


PENDAHULUAN
Kawasan flamboyan bawah merupakan salah satu permukiman yang terletak di tepi Sungai
Kahayan di Kota Palangka Raya. Dalam perkembangannya kawasan ini menjadi kawasan
permukiman padat yang cenderung kumuh. Lahan yang tersedia tidak lagi mencukupi karena
terbatasnya lahan di tepi sungai untuk kepentingan pemeliharaan sungai dan tepiannya akibat
aktifitas penghuni, sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.
Konsep perencanaan yang berwawasan lingkungan merupakan pendekatan perencanaan yang
dapat digunakan untuk menjaga kualitas ruang permukiman. Salah satu caranya adalah dengan
menata kembali lingkungan permukiman sehingga akan tercipta ruang-ruang terbuka. Pada
akhirnya ruang-ruang terbuka yang tercipta tidak saja meningkatkan dan memelihara kualitas
lingkungan tetapi juga membentuk suatu kawasan menjadi lebih baik, jauh dari kesan kumuh, dan
masyarakat yang perduli terhadap keberlanjutan permukimannya sendiri.

Lokasi Penelitian
Kawasan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya pada tepian sungai yang ada
pada kawasan Flamboyan Bawah tepatnya di RT03/RW.XVII, dengan batas-batas sebagai berikut
:
Utara : Berbatasan dengan Sungai Kahayan
Barat : Dermaga gubernuran
Timur : RT/RW. 02/XVI
Selatan : RT/RW. 02XVII





1
Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


2 ISSN 1907 - 8536



















TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka
Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan
tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Menurut Budihardjo (1999:90),
ruang terbuka merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu
lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik.

Ruang publik (public spaces) adalah suatu ruang dimana seluruh masyarakat mempunyai akses
untuk menggunakannya. Ciri-ciri utama dari public spaces adalah: terbuka mudah dicapai oleh
masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok dan tidak selalu harus ada unsur hijau,
bentuknya berupa mall-mall, plaza-plaza dan taman bermain.

Pola Penataan Zona, Massa, dan Ruang Terbuka Pada Kawasan Tepian Sungai
Pola susunan massa dan ruang pada zona. Zona yang berada di area waterfront harus mengacu
dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak diterapkan maka area tersebut akan
kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai area waterfront.
Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area waterfront merupakan suatu area
yang menjadi tempat bertemu dan berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada
umumnya, zona yang berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai
fungsi-fungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah oleh
semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya dibangun zona-zona
ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang kawasan utama.

Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting. Sirkulasi adalah lahan
yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara zona-zona di dalam kawasan dan akses
dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan
sirkulasi air. Penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan jalannya
berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini memudahkan semua orang untuk
menikmati view ke arah perairan.

U
Gambar 1. KawasanFlamboyan Bawah
Sumber : googleearth, 2011

Gambar 2. RT/RW 03/XVII
Sumber : Hasil Survey, 2011

Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 3


A

A
B

A
C

A
D

A
Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari
kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik dan
brach seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
a) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan
sungai.
b) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan
seperti danau dan teluk.
c) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear
ke arah belakang dari pusat radial.
d) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal.








Riverwalk
Riverwalk berupa koridor ruang terbuka untuk pejalan kaki yangmenghubungkan beberapa fungsi
komersial dan ritel yang ada. Koridorini biasanya terbuka dan relatif cukup lebar, berkisar 6 hingga
12 meter, tergantung konsep jenis kegiatan yang akan diciptakan.
Koridor merupakan pembentuk kualitas ruang dan arsitektural dari ruang yang melingkupinya,
serta dapat digunakan oleh public dan juga memberikan kesempatan timbulnya bermacam-macam
kegiatan (Kristiawan, 1998 : 55). Ruang terbuka bentuk memanjang (koridor) pada umumnya
hanya mempunyai batas-batas pada sisi-sisinya, misalkan bentuk ruang terbuka jalan, bentuk
ruang terbuka sungai.
Koridor ruang terbuka itu pun memiliki berbagai fungsi antara lain:
Pedestrian adalah areal yang diperuntukan bagi pejalan kaki
Rekreasi pasif adalah bentuk kegiatan waktu senggang yang lebih kepada hal-hal yang
bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional, tidak didominasi
pergerakan fisik atau partisipasi langsung pada bentuk-bentuk permainan atau olahraga.

PEMBAHASAN
Berdasarkan analisa pada lokasi studi, terdapat 3 jalan yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan
Riverwalk (Gambar 4).











Analisa :
Kawasaninimemiliki view kearahsungaidanjembatan
Kahayan

Kawasaninimemilikipolahunian yang mengarahkejalan,
sehinggatidakmemiliki view kearahsungai.

Kawasaninimerupakanperbatasandengan RT 02,
dengan view bangunanperumahan RT 02

Gambar 3. Pola Massa bangunan
Sumber : http://www.petra.ac.id;Pantai Indah Kapuk


Gambar 4.
Alternatif Pemilihan Lokasi Riverwalk
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


4 ISSN 1907 - 8536












Penataan massa bangunan
Kondisi eksisting masa bangunan pada kawasan ini memiliki 9 rumah yang menghalangi view ke
sungai, sehingga perlu adanya penataan massa bangunan.







\


Konsep penataan bangunansama halnya dengan pola jalan dimana pola massa bangunan
menyesuaikan dengan pola jalan dimana orientasi bangunan mengambil orientasi yang paling
dekat dengan jalan.




.
















Dari hasil analisa diatas maka dapat di simpulkan bahwa
area ini merupakan area terpilih yang memiliki view
kearah sungai dan jembatan Kahayan.
Gambar 5. Lokasi Terpilih
Bangunan
Gambar 6.
Kondisi massa bangunan sebelum ditata
orientasi
bangunan Jalan
Pola Bangunan
JALAN
Keterangan :
Bangunan
Caf
Gazebo
Lanting
Penambahan badan jalan untk sirkulasi
warga
Gambar 7.
Pola Massa Bangunan Setelah Ditata
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 5


Analisa Garis Sempadan Sungai
Sungai Kahayan merupakan sungai yang tidak bertanggul dan memiliki kedalaman lebih dari 3
meter, maka garis sempadannya ditetapkan minimal 10 meter dari tepi sungai
















Sarana pendukung dan street furniture
Jenis rekreasi pasif adalah pilihan rekreasi yang tepat untuk area riverwalk, karena merupakan
bersifat tenang dan relaksasi.Untuk mendukung jenis rekreasi pasif maka memerlukan fasilitas
pendukung seperti :
Caf
Bangunan caf diletakan di tengah area river walk agar pengunjung dapat dengan mudah
mengaksesnya.
Lanting
Lanting merupakan sarana tempat mincing dan juga berfungsi sebagai tempat parkir speed
boat parkir yang nantinya bia disewa oleh pengunjung.
MCK
Diperlukan bagi pengunjung untuk BAK maupun BAB
Sarana parkir
Sarana parkir diletakan dekat jalur masuk sirkulasi agar pengunjung bisa langsung parkir.














Gambar 8. Garis Sempadan Sungai
Rumah penduduk yang sudah ditata.
Garis rata-rata tepian sungai.
Garis bebas GSS setelah dihitung
10 meter dari rata-rata tepi sungai.
Diberikan lanting sebagai area sewa jukung dan bisa
dimanfaatkan sebagai area memancing.
Diberikan sarana tempat makan-makan berupa caf yang
menunjang riverwalk, Dengan memaksimalkan view
kesungai.

Diberikan gazebo untuk tempat bersantai di saat panas atau
hujan.Sehingga pengunjung tetap bisa menikmati view.
Diberikan sarana parkir.
MCK
Gambar 9. Pendukung Riverwalk
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


6 ISSN 1907 - 8536


Street furniture
a. Sarana duduk
Sarana duduk menggunakan bahan kayu, dan diletakan di pinggir riverwalk dan menghadap
sungai.









b. Penerangan
Penerangan menggunankan 2 lampu dengan pola cahaya menyebar, agar seluruh area
mendapat cahaya yang cukup dengan jarak antar lampu mencapai 6 meter.








Sistem MCK
Sistem mck menggunakan 2 tank, dengan penyaringan. Tank 1 merupakan penampungan
pertama dan tank yang ke 2 merupakan panampungan penyaringan dari limbah pertama,
kemudian pembuangan akhir lebih bersih dan memungkinkan untuk di buang langsung ke sungai.



















Gambar 10. Sarana Duduk
Gambar 10.
Sarana Penerangan
Gambar 11. Sistem MCK
Tank 1 Tank 2
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 7


Sirkulasi
Jalur SE & ME pada lokasi site harus dipisahkan untuk memperlancar lalu lintas didalam site serta
perlu adanya area parkir untuk mendukung kelancaran lalu lintas didalam site.
















Keamanan dan utillitas
Perlu adanya pembatas pada jembatan agar mendapatkan rasa aman bagi pengunjung terutama
anak-anak dan disediakan tempat sampah agar site tetap terlihat bersih.












Lebar dan panjang jembatan
Perluadanyapelebaranjembatanuntukmendukungaktivitaspengunjung.Lebarjembatandiperlebarme
njadi 6 meter sedangkan panjangjembatantetap adalah 80 meter sesuaipanjangjembatansemula










parkir
Gambar 12. Sirkulasi
ME SE
Sampah
metal
Sampah
plastik
Sampah
organik
Gambar 13.
Pagar Pengaman Bahu Jalan
Gambar 14.
Tempat Sampah
Pembagian area 3 meter untuk sirkulasi
seperti berjalan dan 3 meter untuk aktivitas
lain seperti memancing atau duduk
3 m 3 m
Sirkulasi dalam parkir
Jalur masuk pengunjung
Jalur keluar pengunjung
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


8 ISSN 1907 - 8536





























KESIMPULAN
Strategi desain yang dapat digunakan meliputi :
1. Untuk kondisi eksisting pasang surut dapat digunakan strategi dengan menggunakan
jembatan kayu sebagai area sirkulasi dalam site.
2. Selain sebagai area sirkulasi, jembatan kayu dapat dimanfaatkan sebagai area riverwalk yang
nantinya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
3. Untuk area riverwalk diberikan fasilitas penunjang seperti cafe, sewa boat, area mancing
yang memiliki nilai jual tambah bagi warga flamboyant bawah sendiri khususnya di RT/RW
03/XVII.

DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Edy. 2001. Teori Implementasi Perancangan Kota. Penerbit Universitas
Diponegoro.Semarang
Eko Budihardjo. 1999. Kota Berkelanjutan. Penerbit Alumni. Bandung
Dinas Tata ruang kota. 2010. Laporan Akhir, Penyusunan Rencana detail tata ruang kota
(RDTRK): Palangkaraya.
Peraturan menteri dalam negeri. 2007. Nomor 1 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan. Menteri Dalam Negeri: Jakarta
Yushio Tsukio. Riverfront (Waterfront development). Nagoya University. Nagoya Japan

Gambar 16.
Perspektif Suasana Penunjang
Gambar 15.
Perspektif Suasana Riverwalk
Gambar 18.
Pagar Pengaman Bahu Jalan dan Parkir
Gambar 17.
Perspektif Suasana Street Furniture

Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 9


ARSITEKTUR LANDSCAPE KAWASAN WISATA OUTBOUND
BUKIT TANGKILING


Yoga Restyanto, ST
1



ABSTRAK
Dari luas keseluruhan kawasan wisata di bukit tangkiling ini adalah 2.594 Ha, dengan rincian
sebagai berikut Cagar Alam seluas 2.061 Ha dan Taman Wisata Alam seluas 533 Ha. Kondisi
topografi berada pada daerah perbukitan dan masih tertutup hutan. Inilah bukit tangkiling, daerah
yang menyimpan banyak potensi wisata salah satunya yang menjadi objek adalah wisata ANAK
HIMBA Outbound yang berada di kawasan Taman Alam Bukit Tangkiling kecamatan Bukit batu,
merupakan Wahana Wisata Petualangan Keluarga, yang dibangun dan dikelola oleh BLUE
BETANG Heart Of BORNEO Travel Adventure sebagai wahana rekreasi keluarga.
Kawasan wisata Outbound Bukit Tangkiling merupakan suatu kawasan yang menyajikan
panorama hutan alam kalimantan yang masih asri. Dilihat secara lanscape kawasan ini terdapat
beberapa komponen pembentuk arsitektur lansekap.

Kata Kunci : Komponen Arsitektur Lansekap

PENDAHULUAN
Lanskap berhubungan dalam totalitas keseluruhan secara
fisik, ekologis dan geografi pengintegrasian seluruh proses-
proses dan pola-pola manusia dan alam (Naveh, 1987)
Penjabaran dari konsep melalui aplikasi dalam bentuk 3 (tiga)
dimensi dengan berbagai pertimbangan, yakni Komponen
Desain seperti pada diagram disamping.
Prinsip Desain
Prinsip desan adalah dasar dari perwujudannya suatu
rancangan atau siptaan bentuk. Komponen dan unsur-unsur
bentuk mempunyai karakteristik tersendiri.Untuk mencapai
suatu kesatuan dan keteraturan maka perlu diperhatikan
bebrapa pertimbangan yakni :
1. Balands Atau Keseimbangan
Keseimbangan atau balance dalam desain berarti penyamaan
tekanan visual suatu komposisi antara unsur-unsur yang ada pada taman. Ukuran, Warna, dan
jumlah unsur biasanya merupakan pertimbangan utamadalam menciptakan keseimbanagan.
2. Irama dan Pengulangan
Ritme atau rythme adalah pengulangan unsur-unsur lansekape yang dipergunakan pada
tempat yang berada dalam suatu tapak sehingga membentuk suatu ikatan atau hubungan
visual dari bagian bagian yang berbeda.
3. Penekanan Dan Aksentuasi(Emphasis)
Dominan dapat diartikan sebagai upaya untuk menonjolkan salah satu unsure agar lebih
tampak terlihat dalam komposisi susunan elemen lansekap.

1
Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


10 ISSN 1907 - 8536


Unsur Unsur Desain
1. Garis
Garis adalah susunan dari beribu ribu titik yang berhimpitan sehinggan membentuk suatu
coretan.
2. Bidang
Bidang merupakan bentuk 2(dua) dimensi dalam arti tidak mempunyai isi atau ruang di
dalamnya.
3. Ruang (Space)
Para pakar yang mencoba menafsirkan ruang memberikan pandangan yang berbeda-beda.
Imanuel Kant (baca Edward Paul, 1972: The Encyclopedia of Philosophy, vol.3 dan 4 Mac
Millian Publishing) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ruang merupakan suatu
wadah yang tidak nyata, akan tetapi dapat dirasakan keberadaannya oleh manusia.
4. Bentuk
Yang dimaksud dengan bentuk adalah sebuah benda 3 (tiga) dimensi yang dibatasi oleh
bidang datar, bidang dinding, dan bidang pengatap. Bentuk sebuah benda dapat berupa
benda massif/padat ataupun benda yang berongga atau biasa disebut mempunyai ruang.
Bentuk sebuah benda dapat pula dibedakan dalam kategori bentuk alami dan bentuk binaan
(buatan manusia).
5. Tekstur
Tekstur adalah kumpulan titik-titik kasar atau halus yang tidak beraturan pada suatu
permukaan benda atau objek.titik-titk ini dapat berbeda dalam ukuran warna, bentuk, atau
sifat dan karaktenya seperti ukuran besar kecil, gelap terang, bulat persegi, atau tak
beraturan sama sekali. Suatu tekstur yang susunannya agak teratur atau teratur disebut
dengan corak atau pattern.
6. Warna dalam arsitektur dipergunakan untuk menekankan atau memperjelas karakter suatu
objek atau memberikan aksen pada bentuk dan bahannya

Aplikasi Desain
1. Bahan Material Lanskap
a. Material Lunak (Soft Materials)
komponen material lunak, yaitu tanaman/pepohonan dan air.
b. Material keras (Hard Materials)
- Material keras alami (organic materials)
Material keras alami yaitu kayu.
- Material keras alami dari potensi geologi
Material yang dimaksud antara lain batu-batuan, pasir dan batu bata.
- Material keras buatan metal
Material/bahan lansekap yang dimaksud antara lain aluminium, besi, perunggu,
tembaga dan baja.
- Material keras buatan sintetis
Contoh dari material sintetis atau tiruan, antara lain bahan plastic/fiberglas.
- Material keras buatan kombinasi
Beton dan plywood merupakan contoh dari bahan material keras buatan kombinasi.
2. Skala
Skala dalam arsitektur menunjukan perbandingan antara elemen bangunan atau ruang
denga suatu elemen tertentu yang ukurannya sesuai dengan manusia.

Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 11


3. Sirkulasi
Sirkulasi merupakan suatu pola yang menuntun arah manusia untuk bergerak.
Bentuk bergelung-gelung
Bentuk menyimpang
Bentuk melingkar
Bentuk berliku
Bentuk hiperbolis
Bentuk sentrifugal
Bentuk berbelok kekiri dan kekanan
Bentuk bentuk melayang ke atas
Bentuk mendaki
Bentuk descending
Bentuk busur
Bentuk langsung
4. Tata Hijau
Dalam kaitanya dengan perancangan lansekap, tata hijau atau planting design merupakan
satu hal pokok yang menjadi dasar dalampembentukan ruang.
5. Tempat Parkir
Beberapa pengertian mengenai tempat parkir, adalah sebagai berikut :
a. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lumayan, (poewadarmita, 1984)
b. Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu yang lama atau
sebentar tergantung pada kendaraan dan kebutuhannya (peraturan lalu lintas).
c. Parkir adalah tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan
angkutan/barang (bermotor meupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam jangka
waktu tertentu (Taju, 1996).
d. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara
(pedoman teknis penyelengaraan fasilitas parkir direktur jenderal perhubungan darat).
6. Pencahayaan
Suasana gelap dan terang dihasilkan karena adanya sumber energi cahaya yang mengarah
ke mata manusia. Secara alamiah sumber cahaya adalah matahari, bulan dan bintang,
serta beberapa species makluk hidup (kunang-kunang).
Sedangkan jenis dan bentuk sumber cahaya buatan antara lain Api pembakaran, Lampu
minyak (obor, cempor), Lampu minyak gas (petromak), Lampu pijar (bulb light), Lampu sorot
(spot light), dan Lampu neon (neon light).
7. Kenyamanan
Kenyamanan adalah segala sesuatu yang memperlihatkan penggunaan ruang secara
harmonis, baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, suara, bunyi, cahaya atau lainnya.
Hubungan yang harmonis dimaksud adalah keteraturan, dinamis dan keragaman yang
saling mendukung terhadap terciptanya ruang bagi manusia. Sehingga mempunyai nilai
keseluruhan yang mengandung keindahan. (J.O. Simond, 1997, Landscape Architecture)
8. Drainase
Drainase atau saluran pembuangan merupakan salah satu factor yang sangat penting
dalam suatu rancangan tapak. Pada tanah yang berkontur, aliran air akan bergerak dari
kontur tertinggi menuju kontur terendah. Artinya akan selalu terjadi aliran air secara
alamiah.


METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, yaitu membahas dari
Unsur-unsur, Prinsip dan Aplikasi desain secara khusus dalam Lansekap, dimana yang menjadi
objek studi kasus ini yaitu :
Wisata Anak Himba Outbound bukit tangkiling (daerah wisata Taman Alam).
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


12 ISSN 1907 - 8536


Data yang ada diatas dibedah berdasarkan teori-teori Pada Tinjauan Pustaka dan diambil suatu
kesimpulan dan karakter Lansekap yang mengungkap berbagai Komponen Pembentuk
Lansekap yang ada pada lokasi wisata Outbound Bukit Tangkiling.
Metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka, dimana mencari
data-data dan survey lapangan yang akan dijadikan objek studi kasus serta mencari literatur yang
merupakan pegangan di dalam menganalisa objek penelitian tersebut dengan cara melihat aspek
yang ditinjau (Judul Penelitian) dari pada objek studi kasus.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Objek Studi kasus Taman Wisata ANAK HIMBA Outbound Bukit Tangkiling ini berada di
kawasan Taman Alam Bukit Tangkiling kecamatan Bukit Batu, berjarak sekitar 31 Km dari pusat
kota Palangka Raya. Untuk mencapai ke lokasi sangat mudah, yaitu hanya memakan waktu 30
Menit baik dengan menggunakan Kendaraan Roda dua maupun kendaraan roda empat.
Taman Wisata ANAK HIMBA Outbound Bukit Tangkiling ini merupakan Wahana Wisata
Petualangan Keluarga, yang dibangun dan dikelola oleh BLUE BETANG Heart Of BORNEO.























Letak Lokasi
Gambar Peta/Denah Lokasi
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 13


PEMBAHASAN
A. Prinsip Desain
1. Balands Atau Keseimbangan
Pada objek studi kasus, unsur pepohonan tidak membentuk prinsip keseimbangan statis,
tetapi membentuk keseimbangan dinamis.
2. Irama dan Pengulangan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat unsur pengulangan, seperti pada bentuk susunan
bangku taman yang tersusun membentuk irama dan pengulangan.
3. Penekanan Dan Aksentuasi(Emphasis)
Penempatan ornament/elemen lansekap berupa patung sebagai aksentuasi untuk menarik
perhatian.

B. Unsur Unsur Desain
1. Garis
Pada lokasi unsur garis vertikat yang terbentuk oleh pohon-pohon bertajuk tiang.
Unsur garis horizontal yang terbentuk oleh garis pagar, jembatan dan susunan bangku
pada lokasi
2. Bidang
Bidang alas pada lokasi terbagi antara bidang alas yang di lapisi rumput dan bidang alas
tanah rata.
Secara makro(lokasi) bidang pembatas terbentuk oleh unsur pagar dan pepohonan.
Pada lokasi ini bidang atap terbentuk oleh susunan tajuk pohon-pohon.
3. Ruang
Jembatan yang membentuk ruang linier, Pagar pembatar yang membentuk ruang geometris
dan Komponen pepohonan yang membentuk unsure ruang mekanis.
4. Bentuk
Pada lokasi laksi ini penampilan secara bentuk dapat tergolong dalam bentuk yang teratur.
Dimana bentuk sudah diatur sesuai dengan fungsinya, misalkan bentuk sirkulasi yang diatur
mengikuti alur pembagian area-area pada lokasi dan pola susunan gazebo yang diatur
mengikuti alur tepian sunagi.
5. Bentuk tekstur pada lokasi terjadi dari bentuk alami permukaan tanah dan rerumputan, tidak
ada bentuk tekstur yang terjadi akibat perkerasan.
6. Warna
Kesan warna Monochromatic (satu warna) terlihat pada warna antar batang pohon,
batang pohon dan permukaan tanah secara visual terlihat sama tetapi akan membentuk
nada-nada warna jika terjadi pembayangan.
Kesan warna Analogus (berurut) terlihat pada Warna daun pohon pembentuk lansekap
dalam satu lokasi ini secara detail terbagi dua warna, yaitu warna hijau muda dan hijau
tua pada umumnya. Ada pula warna yang merak kekuning-kuningan namun semuanya
memiliki sifat yang sama-sama berkesan menyejukan.

C. Aplikasi Desain
1. Bahan material lansekap
Material lunak yang terdapat pada objek penelitian yaitu tanaman/pepohonan dan air.
Material keras (Hard Materials) yang terdapat pada objek penelitian yaitu hanya ada
material kayu dan besi.

Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


14 ISSN 1907 - 8536


2. Sirkulasi
Dilihat dari prinsipnya sistem sirkulasi pada ruang membentuk sirkulasi melalui antar
ruang. Namun dilihat dari bentuknya Terlihat pada site plan, jalur lintasan sirkulasi
berbentuk berpencar.
3. Tata Hijau
Dalam kasus ini beberapa fungsi yang teraplikasi pada objek penelitian adalah sebagai
berikut :
- Control pandangan terhadap ruang luar
- Kontrol sinar matahari dan suhu
- Kontrol/pengendali angin
- Pengendalian suara
- Penyaring udara
- Habitat satwa (wildlife habitats)
4. Tempat Parkir
Secara persyaratan berdasarkan teori-teori lansekap tersebut, tempat parkir pada objek
penelitian ini belum memenuhi standar parker yang sebenarnya.
5. Pencahayaan
Pada objek studi kasus ini pemanfaatan pencahayaan alami sangat maksimal sebagai
sumber pencahayaan utama.
Pada objek penelitian ini pencahayaan buatan tidak diatur dan dirancang dengan
pertimbangan fungsi dimalam hari. Artinya hanya sekedar pencahayaan lampu biasa
sebagai penerangan seadanya dimalam hari. Karena tempat ini tidak difungsikan pada
malam hari.
6. Pola Lantai/Pattern
Pada objek penelitian unsure penerapan pola lantai belum ada, karena pembentukan lantai
masih terbentuk karena material alami permukaan tanah.
7. Kenyamanan
Factor Iklim dan Kekuatan alam sangat mempengaruhi kenyamanan, antara lain, Radiasi
sinar matahari, angin, dan curah hujan. Dalam hal ini perancangan lansekap pada objek
penelitian sudah cukup memenuhi standar pertimbangan kenyamanan tersebut. Salah
satunya adalah, system vegetasi yang rapat dan pengadaan gazebo-gazebo dan Sistem
vegetasi yang embentu terciptanya iklim mikro.
8. Drainase
Pada objek penelitian, secara lansekap sistem drainase belum dirancang dan dikelola.
Untuk saluran pembuangan hanya memenfaatkan kemitingan kontur sungai yang ada pada
lokasi objek wisata Outbound ini.

Kesimpulan
Dari hasil analisa dan pembahasan masalah disimpulkan dalam beberapa kesimpulan berikut ini :
Dilihat dari prinsip desain dalam lansekap tidak ada pola yang membentuk keseimbangan
statis, irama, dan tidak ada titik penekanan yang memperkuat sebagai aksentuasi.
Belum diterapkannya unsur-unsur desain dalam pembentukan lansekap seperti :
Unsur penataan garis vertical seperti tanaman pepohonan sebaiknya di tata dengan baik
dengan pola yang jelas. Unsur penataan garis horizontal seperti pembentukan pagar
pembatas masih belum jelas, sebaiknya pemberian pagar.
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 15


Unsur penataan bidang alas dan bidang pembatas juga masih belum tertata dengan baik.
Tidak diperkuat dengan struktur yang mendukung bidang alas. Pembentukan bidang
pembatas sebaiknya dibentuk dari susunan tanaman dan pagar yang baik.
Pola-pola ruang terbentuk cukup jelas, dimana seiap ruang berfung sebagai ruang positif.
Penerapan atau beberapa aplikasi desain lansekap pada objek penelitian ini juga belum
memenuhi standar Lansekap.


DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Rustam., dan Utomo, Hardi. 2002. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Penerbit
PT. Bumi Aksara, Jakarta.



































Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


16 ISSN 1907 - 8536


TINJAUAN DESAIN ARSITEKTUR
HUMA GANTUNG BUNTOI


Amiany, ST., MT
1



Abstrak
Sehubungan dengan kawasan yang bersejarah, seyogyanya bahwa perkembangan arsitektur kini
harus memepertimbangkan kehadiran arsitektur lama yang mengandung makna sejarah tinggi.
Sewajarnya bahwa arsitektur terkini harus dapat mengangkat atau memperkuat dari kawasan
tersebut, dan bukan sebaliknya akan mengecilkan atau mematikan dari kawasan tersebut.
Arsitektur terkini bukanlah bagian tersendiri yang lepas dari lingkungan sekitar akan tetapi menjadi
satu kesatuan yang saling mendukung dari wajar kota, yang pada akhirnya muncul apa yang
disebut dengan identitas kota.
Saat ini banyak sekali ditemukan banyak karya desain arsitektur dari nenek moyang kita yang
tersisa perlu dilestarikan dan di pelajari baik dari bentuk serta filosofinya .Contohnya pada propinsi
Kalimantan Tengah banyak peninggalan sejarah berupa rumah adat yang tersebar merata di
pelosok-pelosok daerah Kalimantan Tengah, antara lain berupa Betang, Huma Hai, Huma
Gantung, Sandung, Karak Betang dan banyak rupa peninggalan sejarah lainnya.
Huma Gantung Buntoi merupakan salah satu peninggalan sejarah tradisional yg masih ada dan
kokoh di Kalimantan Tengah. Sebagai masyarakat yang menghargai kebudayaan sepatutnya kita
melestarikan apa yang telah dibuat oleh nenek moyang kita sendiri, karena kenyataannya pada
saat ini beberapa peninggalan yang ada sudah banyak yang rusak dan hilang karena di sebabkan
usaha perawatan yang kurang dan sebagian besar termakan usia, oleh karena itu beberapa
rumah adat yang sekarang tersisa wajib kita jaga dan lestarikan

Kata Kunci: Desain Arsitektur, Huma Gantung Buntoi

PENDAHULUAN
Dalam perkembangan sejarah arsitektur tradisional banyak karya arsitektur dari nenek moyang
kita yang tersisa perlu dilestarikan dan di pelajari baik dari bentuk serta filosofinya .Contohnya
pada propinsi Kalimantan Tengah banyak peninggalan sejarah berupa rumah adat yang tersebar
merata di pelosok-pelosok daerah Kalimantan Tengah, antara lain berupa Betang, Huma Hai,
Huma Gantung, Sandung, Karak Betang dan banyak rupa peninggalan sejarah lainnya. Sebagai
masyarakat yang menghargai kebudayaan sepatutnya kita melestarikan apa yang telah dibuat
oleh nenek moyang kita sendiri, karena kenyataannya pada saat ini beberapa peninggalan yang
ada sudah banyak yang rusak dan hilang karena di sebabkan usaha perawatan yang kurang dan
sebagian besar termakan usia, oleh karena itu beberapa rumah adat yang sekarang tersisa wajib
kita jaga dan lestarikan walaupun ada sebagian bentuk yang sudah berubah dari keadaan awalnya
sehingga dalam penulisan ini kami serusaha mengungkapkan keadaan awal serta perubahan
yang terjadi hingga sekarang dan beerusaha mengukapkan makna autau filosofi yang terkandung
di dalamnya supaya dapat menimbulkan usaha konservasi dalam objek Huma gantung (Rumah
tinggi) pada Desa Buntoi ini agar salah satu peninggalan nenek moyang kita ini dapat dilestarikan.

1
Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 17


Konsep Pelestarian Bangunan Bersejarah
Pada mulanya konsevasi berarti adalah upaya pelestarian atau pengawetan monumen bersejarah,
upaya ini dilakukan dengan cara mengembalikan, mengawetkan, atau membekukan monumen
tersebut seperti keadaan semula di masa lampau. Seiiring dengan perkembangan jaman
pengertian konservasi menjadi berkembang tidak hanya mencakup monumen atau benda
arkeologi saja melainkan juga lingkungan, taman bahkan kota bersejarah.
Beberapa istilah dasar yang disepakati dalam Piagam Burra (The Burra Charter For Conservation
of Place Of Cultural Significance, 1981), antara lain:
- Konservasi
Segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya
terpelihara dengan baik. Konservasi dapat mencakup: preservasi, restorasi, rekonstruksi,
adaptasi atau revitalisasi.
- Preservasi
Pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa adanya perubahan, termasuk
upaya mencegah kehancuran.
- Restorasi/Rehabilitasi
Mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-
tambahan dan memasang komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
- Rekonstruksi
Mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan
menggunakan bahan lama maupun bahan baru.
- Adaptasi/Revitalisasi
Merubah suatu tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, yaitu aspek
kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit
dampak (minimal)
- Demolisi
Penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.

Kriteria Umum Obyek Konservasi
Kriteria umum suatu subyek yang patut untuk dilakukan pelestarian:
- Estika
Bangunan-bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena memiliki prestasi khusus
dengan suatu gaya sejarah tertentu. Tolak ukur estetika dikaitkan dengan nilai estetika dari
arsitektonis yang tinggi dalam hal: bentuk, struktur, ruang dan ornamen.
- Kejamakan
Bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili satu kelas atau jenis
khusus yang cukup berperan. Ditekankan pada karya yang mewakili suatu ragam atau jenis
khusus yang spesifik.
- Kelangkaan
Bangunan atau bagian kota yang dilestarikan karena merupakan contoh terakhir yang ada.
Termasuk karya yang sangat langka atau satu-satunya di dunia.
- Peran Sejarah
Bangunan atau lingkungan dari kota yang merupakan lokali bagi peristiwa sejarah yang
penting untuk dilestarikan sebagai ikatan simbolis antara peristiwa terdahulu dengan
sekarang.


Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


18 ISSN 1907 - 8536


- Peran Memperkuat Kawasan
Bangunan atau bagian dari kota yang karena investasi di dalamnya akan mempengaruhi
kawasan di sekitarnya, atau kehadirannya sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan
citra lingkungan sekitarnya.
- Keistimewaan
Bangunan yang dilindungi karena menjadi bahan pembicaraan dan memiliki keistimewaan,
seperti: terpanjang, tertua, terbesar atau pertama kali dibuat dan sebagainya.

Desain Bangunan Huma Gantung Hai Buntoi
Tahun didirikan : 1870
Pemilik rumah : singa djalla
Panjang awal rumah : 30m
Tahun perehaban : 1970, 1980, 1990-an

Pada masa dahulu sekitar tahun 1870 di desa buntoi berdiri sebuah kerajaan yang di pimpin oleh
S. Djala di bantu warga sekitar yang dimulai dengan pesta adat mendirikan sebuah betang dengan
panduan dari para basir (pemimpin agama kaharingan). Pada awal mula betang tersebut
mempunyai panjang 30 meter dari kiri hingga kekanan termasuk rumah gantung itu sendiri yang
merupakan bagian tengah betang tersebut. Akibat usia yang tua dan keturunan yang bertambah
banyak maka bagian kiri dan kanan yang dahulu merupakan kamar tempat tinggal tidak terurus
sehingga pada saat ini yang tersisa hanya bagian tengah yang merupakan huma gantung itu
sendiri .bekas bahan dari bongkaran bagian kiri dan kanan di gunakan keturunan tersebut untuk
mendirikan bangunan. Untuk melihat bekas lokasi dari bagian kiri dan kanan tersebut saat ini tidak
dapat terlihat lagi karena tertutup bangunan dari keturunan tersebut. Pada lokasi awal mulanya
pada bagian depan betang yaitu dipinggiran sungai terdapat balai pesanggrahan yaitu untuk
menerima tamu yang baru datang dari desa lain yang menggunakan jalur sungai dan pada saat
sekarang bekas nya tidak dapat terlihat karena tererosi akibat arus sungai Rumah gantung ini
mempunyai nilai sejarah bagi masyarakat dayak karena rumah tersebut sering di gunakan untuk
upacara adat yaitu balian dan nilai sejarah dalam perjuangan indonesia karena menurut keturunan
pemilik rumah, rumah ini pernah dijadikan kantor kolonial Belanda dan berdasar isi mata kuliah
arsitektur tradisional II rumah ini penah dijadikan markas pejuang melawan penjajah. pemilik
rumah juga mengatakan rumah gantung sendiri pernah tiga kali direhap yaitu yang pertama tahun
1970-an ,yang kedua tahun 1980-an dan yang ketiga tahun 1990an.

ORIENTASI DAN ARAH HADAP
Rumah gantung ini menghadap ke arah sungai karena sungai dipercayai sebagai sumber
kehidupan dan kebetulan juga arah sungai tersebut merupakan arah timur(awal terbit matahari)
yang diyakini sebagai pencerahan bagi orang seisi rumah dan sungai merupakan sumber
penghidupan karena banyak orang dayak berprofesi sebagai nelayan

POLA KAMPUNG / DESA
Pola perumahan yang ada di desa buntoi mengikuti pola alur sungai yaitu pola linear dan pada
saat ini berkembang kearah belakang kampung akibat adanya jalan yang mehubungkan desa
dengan jalan luar kota


Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 19


BENTUK
Ruang dalam (denah)
- Pada denah
terilhatruangutama dan
dapur
- Hirarki ruangutama dan
dapur ditandakan
dengan ketinggian yang
berbeda antara dapur
dan ruang tamu. Dapur
berada lebih rendah dari
paa ruang tamu dan
ruang keluarga












Tampak (bangunan)











Pada tampak terlihat bahwa bangunan terlihat simetris namun secara terukur dari tengah
bangunan tidak simetris. Hal ini menandakan bahwa suatu yang berada tepat di tengah-tengah
bermakna berhenti

ELEMEN BANGUNAN
Atap
Bangunan Huma Gantung di Desa Buntoi adalah bangunan tertua yang ada di Desa Buntoi,
bangunan ini memiliki atap yang berbentuk atap Pelana dengan bahan atap terbuat dari kayu
yang disebut oleh penduduk sekitar dengan Kayu Tabalien atau juga disebut juga dengan Kayu
Ulin / Kayu Besi. Kayu ini nantinya di belah tipis tipis, hasilnya nanti itulah yang disebut sebagai
Gambar 1. Denah
Gambar 2. Tampak
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


20 ISSN 1907 - 8536


Sirap, sirap inilah yang gunanya sebagai penutup atap bagian atas pada bangunan Huma
Gantung di Desa Buntoi.
Dahulu pada pembangunan pertama atau pertamakalinya bangunan Huma Gantung ini di bangun
bagian atapnya berbentuk pelana sama dengan kondisi yang sekarang ini. Bahan atapnya terbuat
dari kayu tabalien atau kayu ulin atau kayu besi, bentuk dari bahan atap atau sering juga di sebut
sebagai Sirap ini lebih lebar, lebih tebal dan lebih panjang dari bentuk sirap yang ada sekarang ini
walau pun jenis kayu yang di gunakan sama yaitu terbuat dari kayu tabalien atau kayu ulin atau
kayu besi, perbedaan pembuatan ukuran sirap sekarang dengan yang dulu di karenakan oleh
teknologi atau alat yang di gunakan berbeda, dan dalam cara pembuatannya pun berbeda, dulu
orang membuat sirap mengunakan alat seadanya hanya menggunakan pisau dan beliung saja,
dan sekarang orang sudah mengenal alat yang lebih praktis dan mudah dalam pembuatannya
yaitu dengan menggunakan gergaji bentang yang gunanya untuk membelah belah kayu menjadi
kecil kecil dan tipis, dan juga sekarang alat yang lebih canggih yaitu dengan menggunakan
mesin pembelah yang sangat praktis, jadi bentuk dan hasil yang dulu dengan yang sekarang
sangat berbeda bentuk dan hasilnya.




Bentuk Atap Huma Gantung





Dinding yang ada pada bangunan betang betang yang ada di Buntoi memiliki konsep sumbu
dengan pesanggrahan yang ada pada depan bangunan tepatnya di tepi sungai, tetapi pada saat
ini yang tersisa hanya tonggak tonggaknya saja, karena bangunannya telah hancur termakan
waktu. Konsep sumbu ini dapat dibuktikan dengan adanya satu bagian dinding yang terjulur ke
bawah tepat pada tengah bangunan, panjangnya hanya beberapa centi terjulur ke bawah.
Dinding yang ada pada bangunan betang di buntoi ini yang dibangun pada tahun 1875 masih
menggunakan kulit kayu sebagai bahan penutup dindingnya. Tetapi setelah mengalami beberapa
kali pemugaran, kulit kayu yang dulunya digunakan sebagai bahan penutup dinding telah
tergantikan oleh papan kayu ulin.
Dulu pengikat kulit kayu tersebut menggunakan untaian rotan, seiring dengan bergantinya bahan
dinding, maka pengikatnya pun berganti menjadi paku yang digunakan untuk bahan dinding dari
papan kayu ulin.
Pewarnaan dinding pada zaman dulu tidak dimungkinkan karena bahan dindingnya dari kulit kayu,
tetapi sekarang hal tersebut sangat munkin terjasi karena bahan dinding telah berganti menjadi
papan kayu. Pada bagunan betang di Buntoi cat yang digunakan sebagai warnanya adalah hijau.
Adapun warna hijau ini menurut kepercayaan

Lantai
Lantai biasanya terbuat dari kulit kayu yang di dukung oleh kayu ulin, lantai ini disusun secara
membujur maupun melintang. Pada bangunan huma gantung ini terdapat perbedaan tinggi dan
rendah lantai dimana lantai keluarga lebih tinggi dari lantai dapur dan lantai dapur lebih rendah
dari lantai teras. Konstruksi lantai pada huma gantung terdiri dari lantai dipakai jenis kayu ulin
Gambar 3. Atap
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 21


dengan ketebalan 4 cm, panjangnya 4 8 m. Lantai dibatasi oleh balok yang fungsinya sebagai
pembagi sekaligus persiapan pembuatan ruang baru, itu bisa terjadi bila ada keturunan baru /
keluarganya.










Gambar 4. Lantai Rumah
Gambar Sketsa

Tangga
Huma gantung memiliki tangga 2 buah sebagai jalan masuk ke huma yang letaknya berada pada
jalan masuk ke pintu ruang utama dan di dapur. Adapun anak tangga pada teras berjumlah 17
buah dan anak tangga dapur berjumlah 16. Jumlah ganjil pada anak tangga memiliki maksud
bahwa sesuatu yang genap menunjukkan sesuatu yang berhenti.








Gambar 5.
Tangga Depan (Tangga Masuk)
Gambar 6.
Tangga Belakang (Tangga Dapur)

KESIMPULAN
Dalam kenyataannya proses konservasi sering ditemukan banyak kendala baik teknis maupun non
teknis, kendala teknis yang sering muncul adalah apabila objek konservasi telah banyak
mengalami perubahan dari bentuk awalnya dan tidak terdapat objek lain sebagai pembanding.
Langkah yang bisa diambil untuk usaha konservasi ini adalah dengan menelusuri bentuk awal
agar makna kultural yang dikandung tidak menyimpang (benar).
Kronologis penulusuran objek sejarah yang sering dipakai oleh para arkeolog barangkali masih
memungkinkan untuk dapat dipakai sebagai bahan acuan. Penelusuran warisan budaya lama
terutama yang bernilai sejarah tidak berhenti pada pertemuan objek fisik (artefact) saja melainkan
merupakan suatu kajian yang menyeluruh menyangkut beberapa disiplin ilmu. Hal ini disebabkan
bahwa suatu objek fisik baik berupa bangunan ataupun suatu tempat yang merupakan buatan
manusia adalah cerminan adanya suatu peradaban. Rapoport (1980, 1986), menyebutkan bahwa
sebuah karya manusia dan bentuk-bentuk yang terbangun (man made and built form), merupakan
cerminan dari tiga faktor, meliputi faktor teknologi (technology factor), budaya (cultural factor), dan
lingkungan (environmental factor). Faktor teknologi menyangkut tingkat penguasaan teknologi
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


22 ISSN 1907 - 8536


(skill) dan sumber alam yang ada (resources) dan faktor budaya menyangkut pada pandangan
hidup (world view), presepsi dan kesadaran lingkungan (environmental cognitions and perception
people), kaidah privasi (privacy regulation), religi dan tata nilai (religius and other values), serta
struktur keluarga (family structure). Sedangkan faktor lingkungan menyangkut beberapa hal
seperti iklim (climate), suhu (temperature), dan kondisi tapak (terrain).
Bahwa pada rumah gantung Buntoi telah terjadi perubahan pada bagian bangunan beserta
elemennya
Penerapan makna-makna kultural dan agama kaharingan dan budaya dayak mempengaruhi
proses pembuatan dan pemasangan elemen bangunan
Untuk menjaga keutuhan rumah gantung yang masih tersisa sekarang maka usaha konservasi
harus dilakukan agar menjaga kelestarian yang ada agar makna-makna yang terkandung dapat di
pelajari dan tidak hilang


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Burhanudin, 1996, Membangun Kapuas
Catatan dari Sinton L. Satu, Catatan Bapak Simon Pallo, Catatan Bapak Drs. Yansen, 2007, Studi
Lapangan
Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya, 2000, Featurespesona Peninggalan Sejarah dan
Kepurbakalaan, Kalteng
Pemerintah Kecamatan Kapuas Barat, 2005, Laporan Penyelenggaraan, Pemerintah,
Pelaksanaan Pembangunan dan Pembinaan Kemasyarakatan TA














Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 23


STUDI DAMPAK PARIWISATA BUKIT BATU
KABUPATEN KASONGAN DITINJAU DARI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

Yesser Priono, M.Sc
1


Abstrak
Industri pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat
dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Banyaknya lapangan pekerjaan yang muncul mulai dari
kegiatan pengadaan jasa akomodasi, rumah makan, layanan wisata, hingga bisnis cinderamata
telah berhasil membantu pemerintah untuk mengurangi tingginya tingkat pengangguran di negeri
ini. Sumbangan devisa bagi kas negara dan daerah yang terus mengalir juga merupakan salah
satu dampak positif akibat perkembangan pesat industri pariwisata.
Pada objek wisata Kabupaten Katingan untuk pengembangan kawasan wisata Bukit Batu sebagai
kawasan wisata Kabupaten Katingan. Letak yang strategis pada kawasan objek wisata yang
berdekatan dengan sungai Katingan untuk kawasan wisata Bukit Batu serta wilayah perbukitan
menjadikan kawasan ini sebagai cermin kawasan wsiata Kabupaten Katingan secara keseluruhan.
Didalam usaha pengembangan pariwisata pastilah ada dampak-dampak yang mempengaruhi
pengembangan obyek wisata tersebut menjadi semakin baik atau bahkan merusak keindahan dan
kealamian obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah. Oleh sebab itulah
sangatlah diharapkan agar jangan sampai ada dampak negatif yang banyak merugikan daripada
menguntungkan obyek wisata tersebut.

Kata Kunci : Dampak Pariwisata, Ekonomi, Sosial dan Budaya

PENDAHULUAN
Industri pariwisata merupakan salah satu sarana yang tepat dalam meningkatkan kemajuan
ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Tak dapat dipungkiri bahwa industri pariwisata
merupakan sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan sektor
ekonomi lainnya. Banyaknya lapangan pekerjaan yang muncul mulai dari kegiatan pengadaan
jasa akomodasi, rumah makan, layanan wisata, hingga bisnis cinderamata telah berhasil
membantu pemerintah untuk mengurangi tingginya tingkat pengangguran di negeri ini.
Sumbangan devisa bagi kas negara yang terus mengalir juga merupakan salah satu dampak
positif akibat perkembangan pesat industri pariwisata.
Dampak positif lain yang muncul dari industri pariwisata ini antara lain dapat terlihat pula dari segi
sosial budaya. Dengan pesatnya perkembangan industri pariwisata maka akan membawa
pemahaman dan pengertian antar budaya melalui interaksi pengunjung wisata (turis) dengan
masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut berada. Dari interaksi inilah para wisatawan dapat
mengenal dan menghargai budaya masyarakat setempat dan juga memahami latar belakang
kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Dengan mengacu pada objek wisata Kabupaten Katingan untuk pengembangan kawasan wisata
Bukit Batu sebagai kawasan wisata Kabupaten Katingan. Letak yang strategis pada kawasan
objek wisata yang berdekatan dengan sungai Katingan untuk kawasan wisata Bukit Batu serta

1
Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


24 ISSN 1907 - 8536


wilayah perbukitan menjadikan kawasan ini sebagai cermin kawasan wsiata Kabupaten Katingan
secara keseluruhan.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan dari pariwisata bukit batu
kabupaten katingan provinsi kalimantan tengah dimana salah satu sektor yang berpotensi yaitu
pariwisata.

Rumusan Masalah
Bagaimana dampak positif dan negatif objek wisata Bukit Batu di Kabupaten Kasongan?
Apakah strategi penanggulangan dampak negatif yang ditimbulkan?

Tujuan
Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dari objek wisata Bukit Batu.
Melakukan upaya penanggulangan terhadap dampak negative yang ditimbulkan dari objek
wisata Bukit Batu.

TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Pariwisata terhadap Ekonomi
Pembangunan pariwisata hendaknya juga membangkitkan ekonomi rakyat, obyek dan lokasi
wisata yang hanya dimiliki atau dikuasai oleh sekelompok individu atau hanya dimiliki pihak luar,
tidak akan memakmurkan penduduk setempat.
Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi
delapan kelompok besar (Cohen, 1984), yaitu:
1. Dampak terhadap penerimaan devisa,
2. Dapat terhadap pendapatan masyarakat,
3. Dampak terhadap kesempatan kerja,
4. Dampak terhadap harga-harga,
5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan,
6. Dampak terhadap kepemilikan dan control
7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan
8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Di samping berbagai dampak yang dinilai positif, hampir semua penelitian juga menunjukkan
adanya berbagai dampak yang tidak diharapkan (dampak negatif), seperti semakin memburuknya
kesenjangan pendapatan antarkelompok masyarakat, memburuknya ketimpangan antardaerah,
hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi, munculnya neo-kolonialisme
atau neo-imperialisme, dan sebagainya.
Dampak Pariwisata terhadap Sosial Budaya
Pariwisata semata-mata bukan bertujuan untuk meningkatkan devisa, dampak positif dari
pariwisata juga adalah adanya mutual understanding (saling pengertian) antar budaya , para
turis yang datang dapat memahami budaya setempat dan sebaliknya.
Dampak negatif dari pariwisata terjadi bila penduduk setempat tidak mampu mempetahankan
budayanya, maka yang terjadi adalah peneterasi budaya luar sehingga penduduk setempat
kehilangan jatidirinya dan berganti mengikuti budaya luar. Oleh karena peran serta
masyarakat harus dimantapkan dulu menjadi pegangan masyarakat dalam menghadapi pengaruh
budaya luar yang akan masuk nantinya.
Studi tentang dampak sosial budaya pariwisata selama ini lebih cenderung mengasumsikan
bahwa akan terjadi perubahan sosial-budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi
yang umum, yaitu: (Martin, 1998:171):
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 25


1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari sistem sosial-budaya
yang superordinat terhadap budaya penerima yang lebih lemah;
2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous;
3. Perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana identitas etnik lokal
akan tenggelam dalam bayangan sistem industri dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan
multinasional, a consumer-oriented economy, dan jet-age lifestyles.
Secara teoritis, Cohen (1984) mengelompokkan dampak sosial budaya pariwisata ke dalam
sepuluh kelompok besar, yaitu:
1) Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan
masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya;
2) Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat;
3) Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial;
4) Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata;
5) Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat;
6) Dampak terhadap pola pembagian kerja;
7) Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial;
8) Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan;
9) Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan
10) Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.
Sifat dan bentuk dari dampak sosial-budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pitana (1999)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang ikut menentukan dampak sosial budaya tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah wisatawan, baik absolute maupun relatif terhadap jumlah penduduk lokal;
2. Objek dominan yang menjadi sajian wisata (the tourist gaze) dan kebutuhan wisatawan terkait
dengan sajian tersebut;
3. Sifat-sifat atraksi wisata yang disajikan, apakah alam, situs arkeologi, budaya
kemasyarakatan, dan seterusnya;
4. Struktur dan fungsi dari organisasi kepariwisataan di DTW;
5. Perbedaan tingkat ekonomi dan perbedaan kebudayaan antara wisatawan dengan
masyarakat lokal;
6. Perbedaan kebudayaan atau wisatawan dengan masyarakat lokal;
7. Tingkat otonomi (baik politik, geografis, dan sumberdaya) dari DTW;
8. Laju/kecepatan pertumbuhan pariwisata;
9. Tingkat perkembangan pariwisata (apakah awal, atau sudah jenuh);
10. Tingkat pembangunan ekonomi DTW;
11. Struktur sosial masyarakat lokal;
12. Tipe resort yang dikembangkan (open ataukah enclave resorts)
13. Peranan pariwisata dalam ekonomi DTW.

Dampak Positif dan Negatif dari Pengembangan Obyek Wisata
Pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan
ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Adapun menurut
Prof Ir Kusudianto Hadinoto bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak
hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup
komunitas setempat, teapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik.
Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul The Tourism, International Business (2000, p.168-
169), menyatakan bahwa : pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


26 ISSN 1907 - 8536


komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang
dibawa ke kawasan tersebut. Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat
memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat
mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan obyek wisata, karena
penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan
dengan kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah,
penyelanggara atraksi wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual,
danlain-lain), produsen cindera mata yang memiliki ke khasan dari obyek tersebutdan turut
menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama
mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak
dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat
menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap
ekonomi maupun sosial. Menurut Prof Ir Kusudianto hadinoto (1996) suatu tempat wisata apabila
tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, barang-
barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar terhadap wisatawan maupun
obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi pengelola tempat wisata
tersebut. Penulis mengutip pernyataan Coccossis (1996) yang terdapat dalam buku Sustainable
Tourism Management karangan Swarbrooke, J (1999) yang tertulis An important characteristic of
interaction between tourism and environment is the existence of strong feedback mechanism :
tourism often has adverse effects on quantity and quality of natural and cultural
resources.Sehingga teori ini memperkuat teori dari Prof Ir Kusudianto Hadinoto tentang hubungan
tempat wisata dan lingkungan dimana bila ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan
lingkungan ke arah yang lebih baik tetapi apabila tidak ditangani dengan baik bisa merusak.
Di bawah ini adalah dampak-dampak dari pengembangan suatu obyek wisata, yaitu :
a. Dampak ekonomi
b. Dampak positif pada lingkungan
Conservation of important natural areas
Conservation of archeological and historic sites
Improvement of environment
Enchantment of the environment
Improvement of infrastructure
Increasing environmental awareness
c. Dampak negatif pada lingkungan
Pollution of environment
Waste disposal problems
Damage to archeological and historic pride
d. Dampak positif pada social
Conservation of cultural heritage
Cross-cultural exchange
Renewal of cultural pride
e. Dampak negatif pada sosial
Overcrowding and loss of amenities for residenta
Cultural impacts
Social problems
Seperti yang tertera di atas bahwa di setiap pengembangan obyek wisata akan mempunyai
dampak-dampak. Tetapi pada penelitian ini penulis akan memperdalam dampak ekonomi dan
sosial saja, dengan penjelasan di bawah ini :
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 27


a. Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap pengembangan obyek
wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak
langsung. Dampak positif langsungnya adalah : membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk
komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang
lainnya yang sesuai dengan kemampuan, skill dari masyarakat sekitar yang bisa dipergunakan
oleh pihak PIM, atau dengan berjualan, seperti : makanan, minuman atau voucher hp di sekitar
PIM sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain
untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang
akan mendapatkan pendapatan dari pajak. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung
adalah kemajuan pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi
wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur,
ditata dan dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor
ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan menimbulkan
kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak komunitas lokal daerah
setempat.
b. Dampak Sosial
Dampak positif sosial :
Conservation of Cultural Heritage : adanya perlindungan untuk benda-benda kuno,
bangunan sejarah, seni traditional seperti musik, drama,tarian, pakaian, upacara adat.
Adanya bantuan untuk perawatan museum, gedung theater, dan untuk dukungan acara-
acara festival budaya.
Renewal of Cultural Pride : dengan adanya pembaharuan kebanggaan budaya maka
masyarakat dapat memperbaharui kembali rasa bangga mereka terhadap peninggalan-
peninggalan bersejarah ataupun budaya.
Cross Cultural Exchange : pariwisata dapat menciptakan pertukaran budaya dari wisatawan
dengan masyarakat setempat, sehingga membuat para wisatawan mengerti tentang budaya
setempat dan mengerti akan nilai-nilai dari tradisi masyarakat setempat begitu pula
sebaliknya masyarakat lokal pun bisa tahu tentang budaya dari para wisatawan tersebut
baik yang domestik maupun internasional.
Dampak negatif sosial :
Overcrowding and loss of amenities for residents : setiap pengelola obyek wisata selalu
menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan baik domestik maupun
internasional, tetapi ada hal-hal yang harus diperhitungkan karena apabila suatu obyek
wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk
setempat dan membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya
akan terbentuk garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu
banyak.
Cultural impacts : karena ingin menyuguhkan sesuatu yang di inginkan wisatawan, tanpa di
sadari mereka sudah terlalu mengkomersialkan budaya mereka sehingga tanpa sadar
mereka telah mengurangi dan mengubah sesuatu yang khas dari adat mereka atau bahkan
mengurangi nilai suatu budaya yang seharusnya bernilai religius.. Contoh : upacara agama
yang seharusnya dilakukan dengan khidmat dan khusyuk, tetapi untuk menyuguhkan apa
yang diingini oleh wisatawan maka mereka mengkomersialkan upacara tersebut untuk
wisatawan sehingga upacaraagama yang dulunya khidmat dan khusyuk makin lama makin
berkurang.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


28 ISSN 1907 - 8536


Social Problems : adanya percampuran budaya negatif antara wisatawan dengan
masyarakat setempat. Contoh : di Bali masyarakat setempat sudah sangat terpengaruh oleh
wisatawan asing dalam penerapan kebiasaan cara hidup sehari hari dengan minuman
keras, narkotika dan obat terlarang, sex bebas. (Inskeep, 1991)

Letak Geografis Objek Wisata Bukit Batu


















Kabupaten Katingan merupakan salah satu dari 14 kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah,
secara geografis terletak antara 112 00 - 113 20' BT dan 020' - 3 30' LS. Kabupaten Katingan
dibentuk berdasarkan UU no 5 tahun 2001 merupakan hasil pemekaran Kabupaten Kota Waringin
Timur. Wilayah Kabupaten Katingan terbentang hampir 700 km sepanjang daerah aliran sungai
Katingan/Mendawai, mulai dari pantai laut Jawa di selatan sampai ke pegunungan di utara
perbatasan dengan propinsi Kalimantan barat. Wilayah Kabupaten Katingan mempunyai luas
17.800 km2 yang secara administrasi dibagi menjadi 11 kecamatan dan 151 desa/kelurahan,
dengan ibukota kabupaten berada di Kota Kasongan di kecamatan Katingan Hilir.

Lokasi
Kawasan Bukit Batu yang secara administratif berlokasi di Desa Kasongan Lama, Kecamatan
Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Propinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis terletak pada
koordinat S 01' 053' 37,2" - E 113' 28' 05" dan berada disisi utara jalan nasional Palangka Raya
Kasongan Sampit









Gambar 1. Objek Wisata Bukit Batu Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah
Gambar 3. Kawasan Wisata Bukit Batu Gambar 2. Gerbang Timur Kota Kasongan
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 29


Bukit Batu dikenal masyarakat Kalimantan Tengah sebagai kawasan wisata situs sejarah tempat
pertapaan Tjilik Riwut, seorang pahlawan nasional yang juga tokoh pembangunan Propinsi
Kalimantan Tengah. Situs Bukit Batu ini juga merupakan tempat yang dipakai untuk ritual ibadah
bagi umat agama Kaharingan yang banyak dianut oleh masyarakat Dayak di Katingan.

Atraksi
Adapun Atraksi yang terjadi pada Objek Wisata Bukit Batu Kabupaten Katingan Kalimantan
Tengah ini antara lain :
Pintu gerbang dari Objek wisata bukit batu yang bernuansa etnik dayak.
Batu-batu besar raksasa yang tersusun tumpang tindih yang terlihat sangat unik.
Rumah-rumah kecil yang dibangun yang dinamakan pasah patahu dimana sebagai tempat
diletakkannya sesaji suku dayak yang beragama hindu kaharingan
Sebuah sumur tua yang airnya gak pernah kering.Orang Dayak meyakini di sumur inilah turun
seorang bidadari cantik.Orang Dayak menyebutnya Bawi Kameloh.
Disana ada juga sebuah lorong sempit, yang diyakini sebagian orang kalo siapapun yang
berhasil lolos melewati lorong itu, maka segala rintangan hidup akan teratasi
Beberapa fasilitas lainnya seperti rumah anjungan khas Dayak dan mushola


























Aksebilitas
Pencapaian ke lokasi mudah karena berada di pinggir jalan arteri nasional (dari Kota
Palangkaraya & Bandara Tjilik Riwut 70 km, dari Kota Sampit 140 km) dan angkutan umum
tersedia cukup banyak
Gambar 4. Objek Wisata Bukit Batu Gambar 5. Pasah Patahu
Gambar 6. Lorong Pambelum Gambar 7. Sumur Bawi Kameloh
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


30 ISSN 1907 - 8536


Kawasan wisata Bukit Batu terletak 10 km ke arah timur pusat Kota Kasongan lama, tepat pada
gerbang timur masuk kota Kasongan, sedangkan dari kota-kota terdekat berjarak :
Dari Kota Palangka Raya berjarak 75 km ke arah barat
Dari kota Sampit berjarak 140 km ke arah utara
Kawasan wisata Bukit Batu dapat dengan mudah dicapai dari kota-kota tersebut karena telah
dihubungkan dengan jalan nasional dengan kondisi yang baik. Untuk mencapai lokasi selain
menggunakan kendaraan pribadi juga tersedia angkutan umum.

Amenitas
Di sekitar objek wisata bukit batu dimana di kota Kasongan Kabupaten Katingan, pengunjung
dapat menjumpai sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, antara lain: hotel/rumah
pengnapan, restoran/rumah makan, swalayan/minimarket, tempat ibadah (masjid dan gereja),
warung internet, warung telekomunikasi, kios-kios penjual voucher handphone, kios-kios penjual
cenderamata, dan lain-lain.
Sarana dan Prasarana yang ada dalam existing kawasan wisata Bukit Batu antara lain :
Kawasan wisata bukit batu mulai dikembangkan Pemda Kabupaten Katingan semenjak tahun
2003 dengan membangun berbagai sarana penunjang seperti kantor pengelola, tempat parkir,
panggung dan lapangan terbuka, toilet umum, gazebo besar, jalan setapak.
























Sedangkan jaringan prasarana kota yang sudah ada disekitar kawasan ini adalah jalan aspal
(jalan nasional) dan jaringan listrik tegangan rendah disepanjang jalan nasional dengan sumber
daya dari PLTD kota kasongan


Gambar 8.
Gerbang Kawasan Wisata Bukit Batu
Gambar 9.
Panggung Hiburan
Gambar 10.
Tempat Parkir
Gambar 11.
Toilet Umum
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 31



















PEMBAHASAN
Dampak Positif Objek Wisata Bukit Batu
Dampak Sosial Ekonomi
Dengan fungsinya sebagai tempat konservasi, pendidikan & penelitian botani serta rekreasi di
alam terbuka, maka terlihat bahwa orientasi utama pembangunan Kebun Raya bukanlah kepada
mendapatkan keuntungan finansial atau berdasarkan kepada asumsi-asumsi yang
mengedepankan nilai ekonomi bisnis.
Keberadaan Objek Wisata Bukit Batu Katingan lebih dipandang dari manfaat (benefit) yang
diperoleh, baik secara langsung maupun tidak dan yang ternilai (tangible) maupun yang tidak
ternilai (intangible), baik bagi masyarakat, maupun bagi perekonomian wilayah Kabupaten
Katingan.
Beberapa dampak ekonomi didalam pengembangan obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten
Katingan Kalimantan Tengah, antara lain:
Terjadi peningkatan pendapatan bagi penduduk sekitar yang disebabkan jumlah kunjungan
wisatawan yang datang semakin banyak. Penduduk lokal memperoleh penghasilan dengan
berjualan makanan dan minuman serta melalui jasa angkutan di sekitar lokasi tersebut.
Pendapatan pemerintah akan meningkat apabila banyak wisatawan yang berkunjung untuk
menikmati keindahan obyek wisata Bukit Batu Kabupaten Katingan yang sangat alami. Hal ini
diperoleh melalui penjualan tiket masuk ke obyek wisata tersebut.
Sebagai sarana peningkatan pendidikan, penelitian dan pelayanan jasa ilmiah di bidang
konservasi flora kalimantan, sehingga tercapai pelestarian tumbuhan khas yang endemik dan
terancam punah.








Gambar 12.
Jalan Raya
Gambar 13.
Tegangan Listrik
Gambar 14. Jenis Flora
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


32 ISSN 1907 - 8536


Mendorong peningkatan pengembangan pariwisata dan obyek wisata yang baru sebagai
usaha memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dengan mengikut sertakan peran
kreatifitas dan kesadaran masyarakat.
Membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan sebagai lahan untuk usaha bagi
masyarakat sekitar, misalnya penjualan souvenir, makanan, dan lain-lain.










Mendorong perkembangan pembangunan daerah di sekitarnya, khususnya kawasan Bukit
Batu, maupun kota Kasongan umumnya.

Dampak Sosial Budaya
Beberapa dampak sosial didalam pengembangan obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten Katingan
Kalimantan Tengah, antara lain:
Sebagai sarana pengembangan budaya daerah, melalui atraksi budaya yang disuguhkan pada
saat-saat tertentu.










Kehidupan masyarakat dapat mendukung festival kesenian sebagai temporer events.
Kesenian tradisional masyarakat desa dapat sebagai penunjang utama kegiatan temporer
events sebagai festival kesenian masyarakat sekitar.
Sebagai sarana dalam pengembangan kegiatan masyarakat dalam pembuatan cenderamata
khas kalteng tikar rotan, kerajinan batu, manisan nenas, bertani dan berladang.

Dampak Negatif Objek Wisata Bukit Batu
Dampak Sosial Ekonomi dan budaya
Beberapa dampak negatif didalam pengembangan obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten
Kasongan Kalimantan Tengah, antara lain :
Meningkatkanya angka kriminalitas di kawasan objek wisata bukit batu kabupaten Katingan
dimana sebelumnya merupakan kawasan aman dan bebas konflik.
Infiltrasi budaya yang tidak sesuai dengan norma dan kultur masyarakat setempat yang
mengakibatkan culture shock.
Gambar 15. Kerajinan
Gambar 16. Atraksi Budaya
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 33


Menurunnya apresiasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan adat-istiadat


KESIMPULAN
Strategi Pengelolaan Dampak Ekonomi Pariwisata Bukit Batu
Adapun srategi dan program yang dilakukan dalam meminimalisir dampak negatif sosial ekonomi
pariwisata Bukit Batu Kasongan Kabupaten Katingan antara lain :
Perlu penyediaan fasilitas kegiatan dalam kawasan objek wisata Bukit Batu yang dapat
mewadahi kegiatan-kegiatan yang mempromosikan hasil produksi lokal.
Dilaksanakan pengembangan terhadap usaha-usaha lokal yang telah ada dengan dukungan
kegiatan-kegiatan promosi yang dilakukan di kawasan maupun di kabupaten hingga tingkat
propinsi.
Menguatkan potensi dukungan aktivitas ekonomi bagi pengembangan kawasan objek wisata
Bukit Batu, sebagai kawasan wisata.

Strategi Pengelolaan Dampak Sosial Budaya Pariwisata Bukit Batu
Adapun srategi dan program yang dilakukan dalam meminimalisir dampak negatif sosial budaya
pariwisata Bukit Batu Kasongan Kabupaten Katingan antara lain :
Meningkatkan apresiasi masyarakat dalam menjaga dan memeliharan kelestarian dan asset
budaya.
Perlu pelibatan masyarakat sekitar dalam pembangunan pengembangan dan pengelolaan
kawasan wisata.
Diadakannya penyuluhan untuk menyadarkan perlunya perubahan untuk kemajuan daerah dan
masyarakatnya.
Pemberdayaan SDM melalui kegiatan pengembangan kesenian dan budaya lokal.
Meningkatkan keamanan serta tata tertib kawasan wisata.


DAFTAR PUSTAKA

Edward Inskeep, 1991, Tourism Planning : An Integrated and Sustainable Development Approach,
New York: Van Nostrand Reinhold,.
Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning : Basics, Concepts, Cases, Third Edition, Taylor & Francis
Ltd., UK.
Kay R. and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E & FN Spon. London, UK and
Newyork, USA.
Nuryanti, Wiendu. 1997. Perencanaan Pariwisata. UGM, Indonesia.




Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


34 ISSN 1907 - 8536


PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
REVITALITALISASI KAWASAN WISATA
ISTANA KUNING (RKWIK)


Giris Ngini, ST
1



Abstrak
Istana Kuning secara histories merupakan warisan peninggalan kerajaan Islam pertama, di
Kalimantan Tengah. Keberadaan bangunan Istana Kuning bersejarah merupakan cerminan dari
kisah sejarah, tata cara hidup, budaya dan peradaban masyarakat sebelumnya.
Memudarnya Istana Kuning, apalagi kondisi bangunannya saat ini sudah tak asli lagi usai terbakar
habis pada tahun 1986. Dengan memudarnya eksistensi Istana Kuning tersebut akan
melenyapkan bagian dari sejarah suatu tempat yang dapat menjadi suatu image kota. Akibatnya
generasi penerus tidak akan dapat lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan peradaban
generasi sebelumnya.
Dalam menanggapi permasalahan pembangunan, sebaiknya dilakukan analisis mendalam
mengenai permasalahan yang ada di suatu kawasan, yang meliputi aspek fisik maupun non fisik.
Berdasarkan hasil temuan analisis, dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang
ada di kawasan beserta prediksi mengenai peluang dan hambatan yang sekiranya muncul, dapat
dirumuskan langkah-langkah selanjutnya yang dapat diambil guna mengatasi permasalahan
pembangunan yang ada. Selanjutnya, tindakan berupa revitalisasi, rejuvenasi, rehabilitasi,
relokasi, pembangunan sarana dan prasarana baru, dan lain sebagainya dapat dilaksanakan
sesuai dengan konsep pengembangan dan strategi implementasi yang ada.

Kata Kunci : Permasalah Pembangunan, Revitalisasi, dan Istana Kuning.

PENDAHULUAN
Istana Kuning secara histories merupakan warisan peninggalan kerajaan Islam pertama, di
Kalimantan Tengah. Keberadaan bangunan Istana Kuning bersejarah merupakan cerminan dari
kisah sejarah, tata cara hidup, budaya dan peradaban masyarakat sebelumnya. Sebagai kota
yang memiliki banyak warisan bersejarah Kesultanan Kutaringin dimana pusat keraton yang
bernilai sejarah juga berada di Kawasan pusat Kota Pangkalan Bun yang berkembang cepat
namun kurang tertata dan tidak serasi dengan lingkungan sekitar. Latar belakang kegiatan
revitalisasi ini mengingat pola pembangunan Kota Pangkalan Bun yang sedang berkembang
dalam era transisi, dimana akan terdorong untuk meninggalkan tradisi dan beranjak ke
modernitas. Salah satu implikasi dari modernitas tersebut yaitu memudarnya Istana Kuning,
apalagi kondisi bangunannya saat ini sudah tak asli lagi usai terbakar habis pada tahun 1986.
Dengan memudarnya eksistensi Istana Kuning tersebut akan melenyapkan bagian dari sejarah
suatu tempat yang dapat menjadi suatu image kota. Akibatnya generasi penerus tidak akan dapat
lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan peradaban generasi sebelumnya.


1
Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 35

















































Gambar 1. Kawasan Pusat Kota Pangkalan Bun
Gambar 2. Kawasan Istana Kuning peningalan kerajaan Kutaringin
U
Area Parkir
(Parkir)
Taman
Taman
Taman
A
B
E
D C
KETERANGAN :
A. Balai Rumbang
B. Bangunan Utama
C. Dapur & Rg. Makan
D. Bangunan Service
E. Rumah Pangeran
(Sementara)
Gerbang
Gerbang
Jalan
Setapak
Tanaman
Perdu
Pagar
Pagar
JL. PAKUNEGARA
JL. SUKMA ARIANINGRAT
JL. P. DIPONEGORO
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


36 ISSN 1907 - 8536



















Maksud dari Revitalisasi Kawasan Isatana Kuning Pangkalan Bun adalah sebagai tindak lanjut
dari Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk mewujudkan dokumen rencana dan program
pembangunan fisik dalam penanganan bangunan dan tata lingkungan kawasan, memberi
masukan teknis berupa rincian pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan serta
mengarahkan peran serta para stakeholder pembangunan. Adapun tujuannya adalah membuat
desain Kawasan Istana Kuning yang terarah sesuai prioritas penanganan RTBL Kawasan Urban
Heritage Pangkalan Bun yang telah ada, sekaligus menyiapkan desain kawasan sebagai upaya
penataan fungsi dan fisik kawasan, serta pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan
yang menjadi prioritas penanganan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

RENCANA REVITALISASI KAWAAN WISATA ISTANA KUNING
Adapun beberapa tahapan dalam revitalisasi Istana Kuning ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Intervensi Fisik
Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi
perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem
penghubung/pergerakan, sistem signage/reklame, dan ruang terbuka/public space.
Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan sebagai
kawasan bersejarah, khususnya dalam menarik aktivitas dan pengunjung, intervensi fisik ini
perlu dilakukan. Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga
intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks tata lingkungan. Perencanaan
pembangunan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang untuk menjamin
keharmonisan kawasan.
2. Rehabilitasi Ekonomi
Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak harus mendukung proses
rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek,
diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic
development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan Istana Kuning.
Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran (komersial dan wisata) yang
bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

Gambar 3. Gagasan Desain Istana Kuning - Pangkalan Bun
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 37


3. Revitalisasi Sosial/ Institusional
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan
yang menarik (interesting place), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya,
kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan
keteraturan tatanan sosial masyarakat. Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa
kegiatan perancangan dan pembangunan kawasan Istana Kuning untuk menciptakan
lingkungan sosial yang berjati diri yang mencerminkan karakter Kerajaan Kutaringin, dan hal
ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi sosial yang baik.

PEMBAHASAN
ISU-ISU STRATEGIS
1. Preservation and Conservation.
Preservasi dan konservasi cagar budaya, dititik beratkan pada bagaimana melindungi benda
cagar budaya tersebut dari kerusakan dan proses pelaksanaan konservasi hendaknya sesuai
dengan kebijakan perlindungan cagar budaya.









Bentuknya yang sekarang (setelah dipugar) sepertinya terlihat kurang orisinal lagi dengan
sentuhan bangunan ala modern. Sebelumnya Istana Kuning ini berbentuk bangunan khas
kalimantan dengan model panggung yang mempunyai tiang penopang yang tinggi.
2. Authenticity Of The Resources
Tingkat keaslian suatu cagar budaya adalah penting. Ini tidak terlepas dari proses konservasi
dan preservasi yang berlangsung dan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat pariwisata.
Bangunan Istana Kuning merupakan situs peninggalan dari Kerajaan Kotawaringin yang
mengalami pemugaran karena asli bangunan ini terbakar pada tahun 1986.
3. Zonasi Kawasan
Sebuah objek wisata peninggalan sejarah harus dipetakan dalam zona-zona tertentu
sehingga di dalamnya mampu menjamin kelestarian objek. Zonasi dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai kepentingan terutama berkenaan dengan segala sumber daya
yang ada yang perlu dilindungi, kebutuhan fasilitas dan program-program yang akan
dilaksanakan.
Zonasi mempermudah pemahaman dan pengelolaan yang akan dijalankan dilingkungan
objek terkait dengan nilai-nilai yang dimiliki objek yang harus dilindungi.







Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


38 ISSN 1907 - 8536















Zona Inti merupakan konservasi utama terletak pada bangunan utama Istana Kuning. Daerah
ekstensif merupakan daerah di luar kawasan cagar budaya, digunakan untuk pengembangan
atraksi dan akomodasi/amenitas.
4. Interpretation
Sarana intepretasi sebagai fasilitas tukar informasi tentang suatu objek , tentang asal mula,
dan sejarahnya. Dapat melalui :
Secara Multimedia
Melalui Guide
Melalui Narasi papan informasi
Pada kawasan Istana Kuning masih belum terpenuhi sarana intepretasi
Masih belum bisa mengenal Istana Kuning secara mendetail.
Sarana multimedia (website, komputerisasi) belum ada.
Papan informasi objek mengenai situs sejarah budaya Istana Kuning masih belum
terpenuhi

ANALISIS SWOT
Strength (S)
Merupakan kawasan yang
bersejarah (historic distric)
Berada di kawasan central
distric.
Memiliki keragaman
arsitektur yang unik.
Berada di dekat tepian
sungai arut (waterfront dan
transportasi)
Weakness (W)
Kurang terawatnya
kawasan wisata
heritage.
Situs budaya rentan
terhadap kerusakan
Minimnya produk
wisata
Rendahnya LOS dan
spending wisatwan.
Opportunities (O)
Merupakan daerah
singgahan wisatawan
dengan tujuan wisata
TNTP
Respon masyarakat dan
investor
S - O
Pengembangan atraksi
baru yang berbasis
budaya.
Pengembangan pola
kemitraan dengan pihak
swasta untuk
W - O
Membuat rumusan
kebijakan
Pengembangan produk
wisata baru sebagai
pendukung objek
konservasi
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 39


Wisata Heritage
merupakan peluang
industri yang besar dalam
dunia kepariwisataan.
mengembangkan
kawasan


Threats (T)
Menurunnya tingkat
kunjungan wisatawan
Kompetisi perebutan
wisatawan antar provinsi
makin kompetitif
S - T
Merencananakan konsep
produk yang memiliki
Uniqueness yang sulit
ditiru pesaing
Konservasi bangunan
bersejarah
W -T
Menciptakan strategi
pemasaran yang kreatif
Merencanakan Produk
wisata baru untuk
meningkatkan
kunjungan dan LOS
wisatawan.

Konsepsi Manfaat Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning
Bagi Pengelola
1) Peningkatan jumlah kunjungan
2) Menjadikan kawasan wisata Istana Kuning sebagai best practice management dalam
pengelolaan warisan budaya.
3) Meningkatkan tingkat kualitas kepuasan pengunjung


Dampak Sosial Budaya
Beberapa dampak sosial didalam revitalisasi kawasan wisata Istana kuning di Kabupaten
Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah, antara lain:
Sebagai sarana pengembangan budaya daerah, melalui atraksi budaya yang disuguhkan
pada saat-saat tertentu.
Kehidupan masyarakat dapat mendukung festival kesenian sebagai temporer events.
Kesenian tradisional masyarakat desa dapat sebagai penunjang utama kegiatan temporer
events sebagai festival kesenian masyarakat sekitar.
Sebagai sarana dalam pengembangan kegiatan masyarakat dalam pembuatan cenderamata
khas kalteng tikar rotan, kerajinan batu.

Dampak Sosial Ekonomi
Dengan fungsinya sebagai tempat konservasi, pendidikan & penelitian botani serta rekreasi di
alam terbuka, maka terlihat bahwa orientasi utama revitalisasi kawasan wisata Istana Kuning
bukankah kepada masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan finansial atau berdasarkan
kepada asumsi-asumsi yang mengedepankan nilai ekonomi bisnis.
Keberadaan Objek Wisata Istana Kuning lebih dipandang dari manfaat (benefit) yang
diperoleh, baik secara langsung maupun tidak dan yang ternilai (tangible) maupun yang tidak
ternilai (intangible), baik bagi masyarakat, maupun bagi perekonomian wilayah Kabupaten
Kotawaringin Barat.
Beberapa dampak ekonomi didalam pengembangan revitalisasi kawasan wisata Istana
Kuning di Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah, antara lain:
Terjadi peningkatan pendapatan bagi penduduk sekitar yang disebabkan jumlah kunjungan
wisatawan yang datang semakin banyak. Penduduk lokal memperoleh penghasilan dengan
berjualan makanan dan minuman serta melalui jasa angkutan di sekitar lokasi tersebut.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011


40 ISSN 1907 - 8536


Pendapatan pemerintah akan meningkat apabila banyak wisatawan yang berkunjung untuk
menikmati cerita sejarah kawasan wisata Istana Kuning Kabupaten Kotawaringin Barat yang
sangat autenticity. Hal ini diperoleh melalui penjualan tiket masuk ke obyek wisata tersebut.
Sebagai sarana peningkatan pendidikan, penelitian dan pelayanan jasa ilmiah di bidang
konservasi bangunan heritage, sehingga tercapai pelestarian bangunan Istana Kuning itu
sendiri.
Mendorong peningkatan pengembangan pariwisata dan obyek wisata yang baru sebagai
usaha memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dengan mengikut sertakan peran
kreatifitas dan kesadaran masyarakat.
Membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan sebagai lahan untuk usaha bagi
masyarakat sekitar, misalnya penjualan souvenir, makanan, dan lain-lain.

KONSEPSI KELEMBAGAAN















KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam menanggapi permasalahan pembangunan, sebaiknya dilakukan analisis mendalam
mengenai permasalahan yang ada di suatu kawasan, yang meliputi aspek fisik maupun non
fisik.
Berdasarkan hasil temuan analisis, dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan
yang ada di kawasan beserta prediksi mengenai peluang dan hambatan yang sekiranya
muncul, dapat dirumuskan langkah-langkah selanjutnya yang dapat diambil guna mengatasi
permasalahan pembangunan yang ada.
Selanjutnya, tindakan berupa revitalisasi, rejuvenasi, rehabilitasi, relokasi, pembangunan
sarana dan prasarana baru, dan lain sebagainya dapat dilaksanakan sesuai dengan konsep
pengembangan dan strategi implementasi yang ada.
Konsep pengembangan, program dan rencana implementasi sebaiknya diperkuat dengan
kebijaksanaan, dan diperlukan adanya evaluasi dalam tahapan tertentu, untuk mengevaluasi
kembali permasalahan pembangunan yang ada.
Dalam mengatasi permasalahan pembangunan, diperlukan sebuah kerja sama yang baik
antara pihak pemerintah, swasta dan para stakeholder terkait lainnya.
Diperlukan pula pemahaman mengenai profil dan karakteristik wilayah dan peraturan-
peraturan yang berlaku dalam mengatasi permasalahan yang ada di suatu wilayah/ kawasan
PEMERINTAH DAERAH
INVESTOR/PENGELOLA MASYARAKAT
1. Policy (kebijakan)
2. Regulation (peraturan)
3. Supervisi (pengawasan)
1. Pembangunan
Pengembangan
(Development)
2. Pengelolaan (Estate
Management)
1. Kegiatan Usaha
2. Kegiatan Pelayanan Publik
3. Kegiatan Hunian
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 41


tertentu, sehingga dapat diperoleh tujuan yang jelas dan sesuai dengan visi dan misi yang
telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.


DAFTAR PUSTAKA

Smith, J. Stephen, 1989, Tourism Analysis, Longman.
Ashworth, G. J. dan Tunbridge, J. E., 1990, The Tourist-Historic City, Belhaven Press, London &
New York.
Page, Stephen, 1995, Urban Tourism, Routledge, London.
Shaw, G dan Wiliams, Allan M., 1994, Critical Issues In Tourism, Blackwell Publishers, Oxford.

Anda mungkin juga menyukai