Herwin Sutrisno, ST., MT Riverwalk Sebagai Ruang Terbuka Alternatif di Kawasan Flamboyan Bawah Kota Palangka Raya
Yoga Restyanto, ST Arsitektur Landscape Kawasan Wisata Outbound Bukit Tangkiling
Amiany, ST., MT Tinjauan Desain Arsitektur Huma Gantung Buntoi
Yesser Priono, M.Sc Studi Dampak Pariwisata Bukit Batu Kabupaten Kasongan Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, Sosial Dan Budaya
Giris Ngini, ST Permasalahan Pembangunan Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning (RKWIK)
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
i ISSN 1907 - 8536
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR
Volume 6 / No. 2, Desember 2011
Jurnal Perspektif Arsitektur merupakan media komunikasi keilmuan dan keprofesian bidang arsitektur. Majalah ini diterbitkan atas kerjasama Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya (UNPAR) dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Tengah. Jurnal ini terbit pada setiap bulan Juli dan Desember. R E D A K S I
Penerbit Publisher : Jurusan Arsitektur UNPAR
Pelindung Patron : Dekan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Pusat
Penanggung Jawab Chairman : Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Pemimpin Redaksi Editor in Chif : Yesser Priono, ST., M.Sc
Sekertaris Secretary : Giris Ngini, ST
Redaksi Pelaksana Editorial Team : Theresia Susi, ST., MT Elis Sri Rahayu, ST., MT Wijanarka, ST., MT
Dewan Redaksi Editorial Board
: Dr. Indrawan Permana Kamis, ST., MA Ir. Syahrozi, MT Ir. Doddy Soedigdo, IAI Ir. Hibnu Mardani, MT., IAI
Alamat Redaksi Editors Address : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Jl. H Timang Kampus Tunjung Nyaho Unpar Palangka Raya 73112 Telp / Fax (0536) 3226487 e-mail : jurnalperspektifarsitektur@gmail.com
Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 ii
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR
Volume 6 / No. 2, Desember 2011
Daftar Isi
Redaksi i Daftar Isi ii Dari Redaksi iii
Nama Penulis Judul Hal Herwin Sutrisno, ST., MT
Riverwalk Sebagai Ruang Terbuka Alternatif di Kawasan Flamboyan Bawah Kota Palangka Raya
1 8 Yoga Restyanto, ST Arsitektur Landscape Kawasan Wisata Outbound Bukit Tangkiling
9 15 Amiany, ST., MT
Tinjauan Desain Arsitektur Huma Gantung Buntoi
16 22 Yesser Priono, M.Sc
Studi Dampak Pariwisata Bukit Batu Kabupaten Kasongan Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, Sosial Dan Budaya
23 33 Giris Ngini, ST
Permasalahan Pembangunan Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning (RKWIK)
34 41
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
iii ISSN 1907 - 8536
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR
Volume 6 / No. 2, Desember 2011
Dari Redaksi
Tahun ajaran baru telah berjalan, terbitan kali ini agak tersendat dari target waktu terbit, namun begitu Jurnal Perspektif Arsitektur tetap harus kami terbitkan, walaupun banyak waktu terbuang namun pada edisi kali ini kami berusaha mengangkat beragam bahasan bagi pembaca. Pada terbitan kali ini kami menyajikan beberapa tulisan dan beberapa penulis yang berkaitan dengan ke arsitekturan dan kajiannya serta ilmu teknik sipil dan ilmu yang bersifat universal, diantaranya adalah : Riverwalk Sebagai Ruang Terbuka Alternatif di Kawasan Flamboyan Bawah Kota Palangka Raya oleh Herwin Sutrisno, ST., MT; Arsitektur Landscape Kawasan Wisata Outbound Bukit Tangkiling oleh Yoga Restyanto, ST; Tinjauan Desain Arsitektur Huma Gantung Buntoi oleh Amiany, ST., MT; Studi Dampak Pariwisata Bukit Batu Kabupaten Kasongan Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, Sosial Dan Budaya oleh Yesser Priono, M.Sc; dan Permasalahan Pembangunan Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning oleh Giris Ngini, ST. Kami berharap apresiasi dari tulis ini dapat semakin beragam sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan kita dalam bidang arsitektur yang semakin maju dan tergali. Akhir kata, kami berharap agar tulisan-tulisan ilmiah ini dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi semua kalangan. Semoga isi dan makna tulisan dapat menambah keanekaragaman wawasan dan pengetahuan.
RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA
Herwin Sutrisno, ST., MT 1
Abstrak Semakin padatnya permukiman di Kawasan Flamboyan Bawah selain berdampak positif juga membawa dampak negatif yaitu semakin berkurangnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka yang berfungsi sebagai area publik di kawasan tersebut. Salah satu alternatif ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan di Kawasan Flamboyan Bawah adalah Riverwalk. Keberadaan Riverwalk selain meningkatkan kuantitas dan kualitas ruang terbuka juga memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat di Kawasan Flamboyan Bawah.
Kata Kunci : Ruang Terbuka, Riverwalk
PENDAHULUAN Kawasan flamboyan bawah merupakan salah satu permukiman yang terletak di tepi Sungai Kahayan di Kota Palangka Raya. Dalam perkembangannya kawasan ini menjadi kawasan permukiman padat yang cenderung kumuh. Lahan yang tersedia tidak lagi mencukupi karena terbatasnya lahan di tepi sungai untuk kepentingan pemeliharaan sungai dan tepiannya akibat aktifitas penghuni, sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Konsep perencanaan yang berwawasan lingkungan merupakan pendekatan perencanaan yang dapat digunakan untuk menjaga kualitas ruang permukiman. Salah satu caranya adalah dengan menata kembali lingkungan permukiman sehingga akan tercipta ruang-ruang terbuka. Pada akhirnya ruang-ruang terbuka yang tercipta tidak saja meningkatkan dan memelihara kualitas lingkungan tetapi juga membentuk suatu kawasan menjadi lebih baik, jauh dari kesan kumuh, dan masyarakat yang perduli terhadap keberlanjutan permukimannya sendiri.
Lokasi Penelitian Kawasan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya pada tepian sungai yang ada pada kawasan Flamboyan Bawah tepatnya di RT03/RW.XVII, dengan batas-batas sebagai berikut : Utara : Berbatasan dengan Sungai Kahayan Barat : Dermaga gubernuran Timur : RT/RW. 02/XVI Selatan : RT/RW. 02XVII
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
2 ISSN 1907 - 8536
TINJAUAN PUSTAKA Ruang Terbuka Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Menurut Budihardjo (1999:90), ruang terbuka merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik.
Ruang publik (public spaces) adalah suatu ruang dimana seluruh masyarakat mempunyai akses untuk menggunakannya. Ciri-ciri utama dari public spaces adalah: terbuka mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok dan tidak selalu harus ada unsur hijau, bentuknya berupa mall-mall, plaza-plaza dan taman bermain.
Pola Penataan Zona, Massa, dan Ruang Terbuka Pada Kawasan Tepian Sungai Pola susunan massa dan ruang pada zona. Zona yang berada di area waterfront harus mengacu dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak diterapkan maka area tersebut akan kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai area waterfront. Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area waterfront merupakan suatu area yang menjadi tempat bertemu dan berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada umumnya, zona yang berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai fungsi-fungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah oleh semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya dibangun zona-zona ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang kawasan utama.
Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting. Sirkulasi adalah lahan yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara zona-zona di dalam kawasan dan akses dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan sirkulasi air. Penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan jalannya berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini memudahkan semua orang untuk menikmati view ke arah perairan.
U Gambar 1. KawasanFlamboyan Bawah Sumber : googleearth, 2011
Gambar 2. RT/RW 03/XVII Sumber : Hasil Survey, 2011
A Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik dan brach seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 a) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. b) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. c) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. d) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal.
Riverwalk Riverwalk berupa koridor ruang terbuka untuk pejalan kaki yangmenghubungkan beberapa fungsi komersial dan ritel yang ada. Koridorini biasanya terbuka dan relatif cukup lebar, berkisar 6 hingga 12 meter, tergantung konsep jenis kegiatan yang akan diciptakan. Koridor merupakan pembentuk kualitas ruang dan arsitektural dari ruang yang melingkupinya, serta dapat digunakan oleh public dan juga memberikan kesempatan timbulnya bermacam-macam kegiatan (Kristiawan, 1998 : 55). Ruang terbuka bentuk memanjang (koridor) pada umumnya hanya mempunyai batas-batas pada sisi-sisinya, misalkan bentuk ruang terbuka jalan, bentuk ruang terbuka sungai. Koridor ruang terbuka itu pun memiliki berbagai fungsi antara lain: Pedestrian adalah areal yang diperuntukan bagi pejalan kaki Rekreasi pasif adalah bentuk kegiatan waktu senggang yang lebih kepada hal-hal yang bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional, tidak didominasi pergerakan fisik atau partisipasi langsung pada bentuk-bentuk permainan atau olahraga.
PEMBAHASAN Berdasarkan analisa pada lokasi studi, terdapat 3 jalan yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan Riverwalk (Gambar 4).
Kawasaninimemilikipolahunian yang mengarahkejalan, sehinggatidakmemiliki view kearahsungai.
Kawasaninimerupakanperbatasandengan RT 02, dengan view bangunanperumahan RT 02
Gambar 3. Pola Massa bangunan Sumber : http://www.petra.ac.id;Pantai Indah Kapuk
Gambar 4. Alternatif Pemilihan Lokasi Riverwalk Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
4 ISSN 1907 - 8536
Penataan massa bangunan Kondisi eksisting masa bangunan pada kawasan ini memiliki 9 rumah yang menghalangi view ke sungai, sehingga perlu adanya penataan massa bangunan.
\
Konsep penataan bangunansama halnya dengan pola jalan dimana pola massa bangunan menyesuaikan dengan pola jalan dimana orientasi bangunan mengambil orientasi yang paling dekat dengan jalan.
.
Dari hasil analisa diatas maka dapat di simpulkan bahwa area ini merupakan area terpilih yang memiliki view kearah sungai dan jembatan Kahayan. Gambar 5. Lokasi Terpilih Bangunan Gambar 6. Kondisi massa bangunan sebelum ditata orientasi bangunan Jalan Pola Bangunan JALAN Keterangan : Bangunan Caf Gazebo Lanting Penambahan badan jalan untk sirkulasi warga Gambar 7. Pola Massa Bangunan Setelah Ditata Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 5
Analisa Garis Sempadan Sungai Sungai Kahayan merupakan sungai yang tidak bertanggul dan memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, maka garis sempadannya ditetapkan minimal 10 meter dari tepi sungai
Sarana pendukung dan street furniture Jenis rekreasi pasif adalah pilihan rekreasi yang tepat untuk area riverwalk, karena merupakan bersifat tenang dan relaksasi.Untuk mendukung jenis rekreasi pasif maka memerlukan fasilitas pendukung seperti : Caf Bangunan caf diletakan di tengah area river walk agar pengunjung dapat dengan mudah mengaksesnya. Lanting Lanting merupakan sarana tempat mincing dan juga berfungsi sebagai tempat parkir speed boat parkir yang nantinya bia disewa oleh pengunjung. MCK Diperlukan bagi pengunjung untuk BAK maupun BAB Sarana parkir Sarana parkir diletakan dekat jalur masuk sirkulasi agar pengunjung bisa langsung parkir.
Gambar 8. Garis Sempadan Sungai Rumah penduduk yang sudah ditata. Garis rata-rata tepian sungai. Garis bebas GSS setelah dihitung 10 meter dari rata-rata tepi sungai. Diberikan lanting sebagai area sewa jukung dan bisa dimanfaatkan sebagai area memancing. Diberikan sarana tempat makan-makan berupa caf yang menunjang riverwalk, Dengan memaksimalkan view kesungai.
Diberikan gazebo untuk tempat bersantai di saat panas atau hujan.Sehingga pengunjung tetap bisa menikmati view. Diberikan sarana parkir. MCK Gambar 9. Pendukung Riverwalk Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
6 ISSN 1907 - 8536
Street furniture a. Sarana duduk Sarana duduk menggunakan bahan kayu, dan diletakan di pinggir riverwalk dan menghadap sungai.
b. Penerangan Penerangan menggunankan 2 lampu dengan pola cahaya menyebar, agar seluruh area mendapat cahaya yang cukup dengan jarak antar lampu mencapai 6 meter.
Sistem MCK Sistem mck menggunakan 2 tank, dengan penyaringan. Tank 1 merupakan penampungan pertama dan tank yang ke 2 merupakan panampungan penyaringan dari limbah pertama, kemudian pembuangan akhir lebih bersih dan memungkinkan untuk di buang langsung ke sungai.
Gambar 10. Sarana Duduk Gambar 10. Sarana Penerangan Gambar 11. Sistem MCK Tank 1 Tank 2 Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 7
Sirkulasi Jalur SE & ME pada lokasi site harus dipisahkan untuk memperlancar lalu lintas didalam site serta perlu adanya area parkir untuk mendukung kelancaran lalu lintas didalam site.
Keamanan dan utillitas Perlu adanya pembatas pada jembatan agar mendapatkan rasa aman bagi pengunjung terutama anak-anak dan disediakan tempat sampah agar site tetap terlihat bersih.
Lebar dan panjang jembatan Perluadanyapelebaranjembatanuntukmendukungaktivitaspengunjung.Lebarjembatandiperlebarme njadi 6 meter sedangkan panjangjembatantetap adalah 80 meter sesuaipanjangjembatansemula
parkir Gambar 12. Sirkulasi ME SE Sampah metal Sampah plastik Sampah organik Gambar 13. Pagar Pengaman Bahu Jalan Gambar 14. Tempat Sampah Pembagian area 3 meter untuk sirkulasi seperti berjalan dan 3 meter untuk aktivitas lain seperti memancing atau duduk 3 m 3 m Sirkulasi dalam parkir Jalur masuk pengunjung Jalur keluar pengunjung Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
8 ISSN 1907 - 8536
KESIMPULAN Strategi desain yang dapat digunakan meliputi : 1. Untuk kondisi eksisting pasang surut dapat digunakan strategi dengan menggunakan jembatan kayu sebagai area sirkulasi dalam site. 2. Selain sebagai area sirkulasi, jembatan kayu dapat dimanfaatkan sebagai area riverwalk yang nantinya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. 3. Untuk area riverwalk diberikan fasilitas penunjang seperti cafe, sewa boat, area mancing yang memiliki nilai jual tambah bagi warga flamboyant bawah sendiri khususnya di RT/RW 03/XVII.
DAFTAR PUSTAKA Darmawan, Edy. 2001. Teori Implementasi Perancangan Kota. Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang Eko Budihardjo. 1999. Kota Berkelanjutan. Penerbit Alumni. Bandung Dinas Tata ruang kota. 2010. Laporan Akhir, Penyusunan Rencana detail tata ruang kota (RDTRK): Palangkaraya. Peraturan menteri dalam negeri. 2007. Nomor 1 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan. Menteri Dalam Negeri: Jakarta Yushio Tsukio. Riverfront (Waterfront development). Nagoya University. Nagoya Japan
Gambar 16. Perspektif Suasana Penunjang Gambar 15. Perspektif Suasana Riverwalk Gambar 18. Pagar Pengaman Bahu Jalan dan Parkir Gambar 17. Perspektif Suasana Street Furniture
ARSITEKTUR LANDSCAPE KAWASAN WISATA OUTBOUND BUKIT TANGKILING
Yoga Restyanto, ST 1
ABSTRAK Dari luas keseluruhan kawasan wisata di bukit tangkiling ini adalah 2.594 Ha, dengan rincian sebagai berikut Cagar Alam seluas 2.061 Ha dan Taman Wisata Alam seluas 533 Ha. Kondisi topografi berada pada daerah perbukitan dan masih tertutup hutan. Inilah bukit tangkiling, daerah yang menyimpan banyak potensi wisata salah satunya yang menjadi objek adalah wisata ANAK HIMBA Outbound yang berada di kawasan Taman Alam Bukit Tangkiling kecamatan Bukit batu, merupakan Wahana Wisata Petualangan Keluarga, yang dibangun dan dikelola oleh BLUE BETANG Heart Of BORNEO Travel Adventure sebagai wahana rekreasi keluarga. Kawasan wisata Outbound Bukit Tangkiling merupakan suatu kawasan yang menyajikan panorama hutan alam kalimantan yang masih asri. Dilihat secara lanscape kawasan ini terdapat beberapa komponen pembentuk arsitektur lansekap.
Kata Kunci : Komponen Arsitektur Lansekap
PENDAHULUAN Lanskap berhubungan dalam totalitas keseluruhan secara fisik, ekologis dan geografi pengintegrasian seluruh proses- proses dan pola-pola manusia dan alam (Naveh, 1987) Penjabaran dari konsep melalui aplikasi dalam bentuk 3 (tiga) dimensi dengan berbagai pertimbangan, yakni Komponen Desain seperti pada diagram disamping. Prinsip Desain Prinsip desan adalah dasar dari perwujudannya suatu rancangan atau siptaan bentuk. Komponen dan unsur-unsur bentuk mempunyai karakteristik tersendiri.Untuk mencapai suatu kesatuan dan keteraturan maka perlu diperhatikan bebrapa pertimbangan yakni : 1. Balands Atau Keseimbangan Keseimbangan atau balance dalam desain berarti penyamaan tekanan visual suatu komposisi antara unsur-unsur yang ada pada taman. Ukuran, Warna, dan jumlah unsur biasanya merupakan pertimbangan utamadalam menciptakan keseimbanagan. 2. Irama dan Pengulangan Ritme atau rythme adalah pengulangan unsur-unsur lansekape yang dipergunakan pada tempat yang berada dalam suatu tapak sehingga membentuk suatu ikatan atau hubungan visual dari bagian bagian yang berbeda. 3. Penekanan Dan Aksentuasi(Emphasis) Dominan dapat diartikan sebagai upaya untuk menonjolkan salah satu unsure agar lebih tampak terlihat dalam komposisi susunan elemen lansekap.
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
10 ISSN 1907 - 8536
Unsur Unsur Desain 1. Garis Garis adalah susunan dari beribu ribu titik yang berhimpitan sehinggan membentuk suatu coretan. 2. Bidang Bidang merupakan bentuk 2(dua) dimensi dalam arti tidak mempunyai isi atau ruang di dalamnya. 3. Ruang (Space) Para pakar yang mencoba menafsirkan ruang memberikan pandangan yang berbeda-beda. Imanuel Kant (baca Edward Paul, 1972: The Encyclopedia of Philosophy, vol.3 dan 4 Mac Millian Publishing) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ruang merupakan suatu wadah yang tidak nyata, akan tetapi dapat dirasakan keberadaannya oleh manusia. 4. Bentuk Yang dimaksud dengan bentuk adalah sebuah benda 3 (tiga) dimensi yang dibatasi oleh bidang datar, bidang dinding, dan bidang pengatap. Bentuk sebuah benda dapat berupa benda massif/padat ataupun benda yang berongga atau biasa disebut mempunyai ruang. Bentuk sebuah benda dapat pula dibedakan dalam kategori bentuk alami dan bentuk binaan (buatan manusia). 5. Tekstur Tekstur adalah kumpulan titik-titik kasar atau halus yang tidak beraturan pada suatu permukaan benda atau objek.titik-titk ini dapat berbeda dalam ukuran warna, bentuk, atau sifat dan karaktenya seperti ukuran besar kecil, gelap terang, bulat persegi, atau tak beraturan sama sekali. Suatu tekstur yang susunannya agak teratur atau teratur disebut dengan corak atau pattern. 6. Warna dalam arsitektur dipergunakan untuk menekankan atau memperjelas karakter suatu objek atau memberikan aksen pada bentuk dan bahannya
Aplikasi Desain 1. Bahan Material Lanskap a. Material Lunak (Soft Materials) komponen material lunak, yaitu tanaman/pepohonan dan air. b. Material keras (Hard Materials) - Material keras alami (organic materials) Material keras alami yaitu kayu. - Material keras alami dari potensi geologi Material yang dimaksud antara lain batu-batuan, pasir dan batu bata. - Material keras buatan metal Material/bahan lansekap yang dimaksud antara lain aluminium, besi, perunggu, tembaga dan baja. - Material keras buatan sintetis Contoh dari material sintetis atau tiruan, antara lain bahan plastic/fiberglas. - Material keras buatan kombinasi Beton dan plywood merupakan contoh dari bahan material keras buatan kombinasi. 2. Skala Skala dalam arsitektur menunjukan perbandingan antara elemen bangunan atau ruang denga suatu elemen tertentu yang ukurannya sesuai dengan manusia.
3. Sirkulasi Sirkulasi merupakan suatu pola yang menuntun arah manusia untuk bergerak. Bentuk bergelung-gelung Bentuk menyimpang Bentuk melingkar Bentuk berliku Bentuk hiperbolis Bentuk sentrifugal Bentuk berbelok kekiri dan kekanan Bentuk bentuk melayang ke atas Bentuk mendaki Bentuk descending Bentuk busur Bentuk langsung 4. Tata Hijau Dalam kaitanya dengan perancangan lansekap, tata hijau atau planting design merupakan satu hal pokok yang menjadi dasar dalampembentukan ruang. 5. Tempat Parkir Beberapa pengertian mengenai tempat parkir, adalah sebagai berikut : a. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lumayan, (poewadarmita, 1984) b. Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu yang lama atau sebentar tergantung pada kendaraan dan kebutuhannya (peraturan lalu lintas). c. Parkir adalah tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan/barang (bermotor meupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu (Taju, 1996). d. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara (pedoman teknis penyelengaraan fasilitas parkir direktur jenderal perhubungan darat). 6. Pencahayaan Suasana gelap dan terang dihasilkan karena adanya sumber energi cahaya yang mengarah ke mata manusia. Secara alamiah sumber cahaya adalah matahari, bulan dan bintang, serta beberapa species makluk hidup (kunang-kunang). Sedangkan jenis dan bentuk sumber cahaya buatan antara lain Api pembakaran, Lampu minyak (obor, cempor), Lampu minyak gas (petromak), Lampu pijar (bulb light), Lampu sorot (spot light), dan Lampu neon (neon light). 7. Kenyamanan Kenyamanan adalah segala sesuatu yang memperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, suara, bunyi, cahaya atau lainnya. Hubungan yang harmonis dimaksud adalah keteraturan, dinamis dan keragaman yang saling mendukung terhadap terciptanya ruang bagi manusia. Sehingga mempunyai nilai keseluruhan yang mengandung keindahan. (J.O. Simond, 1997, Landscape Architecture) 8. Drainase Drainase atau saluran pembuangan merupakan salah satu factor yang sangat penting dalam suatu rancangan tapak. Pada tanah yang berkontur, aliran air akan bergerak dari kontur tertinggi menuju kontur terendah. Artinya akan selalu terjadi aliran air secara alamiah.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, yaitu membahas dari Unsur-unsur, Prinsip dan Aplikasi desain secara khusus dalam Lansekap, dimana yang menjadi objek studi kasus ini yaitu : Wisata Anak Himba Outbound bukit tangkiling (daerah wisata Taman Alam). Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
12 ISSN 1907 - 8536
Data yang ada diatas dibedah berdasarkan teori-teori Pada Tinjauan Pustaka dan diambil suatu kesimpulan dan karakter Lansekap yang mengungkap berbagai Komponen Pembentuk Lansekap yang ada pada lokasi wisata Outbound Bukit Tangkiling. Metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka, dimana mencari data-data dan survey lapangan yang akan dijadikan objek studi kasus serta mencari literatur yang merupakan pegangan di dalam menganalisa objek penelitian tersebut dengan cara melihat aspek yang ditinjau (Judul Penelitian) dari pada objek studi kasus.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Objek Studi kasus Taman Wisata ANAK HIMBA Outbound Bukit Tangkiling ini berada di kawasan Taman Alam Bukit Tangkiling kecamatan Bukit Batu, berjarak sekitar 31 Km dari pusat kota Palangka Raya. Untuk mencapai ke lokasi sangat mudah, yaitu hanya memakan waktu 30 Menit baik dengan menggunakan Kendaraan Roda dua maupun kendaraan roda empat. Taman Wisata ANAK HIMBA Outbound Bukit Tangkiling ini merupakan Wahana Wisata Petualangan Keluarga, yang dibangun dan dikelola oleh BLUE BETANG Heart Of BORNEO.
Letak Lokasi Gambar Peta/Denah Lokasi Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 13
PEMBAHASAN A. Prinsip Desain 1. Balands Atau Keseimbangan Pada objek studi kasus, unsur pepohonan tidak membentuk prinsip keseimbangan statis, tetapi membentuk keseimbangan dinamis. 2. Irama dan Pengulangan Berdasarkan hasil penelitian terdapat unsur pengulangan, seperti pada bentuk susunan bangku taman yang tersusun membentuk irama dan pengulangan. 3. Penekanan Dan Aksentuasi(Emphasis) Penempatan ornament/elemen lansekap berupa patung sebagai aksentuasi untuk menarik perhatian.
B. Unsur Unsur Desain 1. Garis Pada lokasi unsur garis vertikat yang terbentuk oleh pohon-pohon bertajuk tiang. Unsur garis horizontal yang terbentuk oleh garis pagar, jembatan dan susunan bangku pada lokasi 2. Bidang Bidang alas pada lokasi terbagi antara bidang alas yang di lapisi rumput dan bidang alas tanah rata. Secara makro(lokasi) bidang pembatas terbentuk oleh unsur pagar dan pepohonan. Pada lokasi ini bidang atap terbentuk oleh susunan tajuk pohon-pohon. 3. Ruang Jembatan yang membentuk ruang linier, Pagar pembatar yang membentuk ruang geometris dan Komponen pepohonan yang membentuk unsure ruang mekanis. 4. Bentuk Pada lokasi laksi ini penampilan secara bentuk dapat tergolong dalam bentuk yang teratur. Dimana bentuk sudah diatur sesuai dengan fungsinya, misalkan bentuk sirkulasi yang diatur mengikuti alur pembagian area-area pada lokasi dan pola susunan gazebo yang diatur mengikuti alur tepian sunagi. 5. Bentuk tekstur pada lokasi terjadi dari bentuk alami permukaan tanah dan rerumputan, tidak ada bentuk tekstur yang terjadi akibat perkerasan. 6. Warna Kesan warna Monochromatic (satu warna) terlihat pada warna antar batang pohon, batang pohon dan permukaan tanah secara visual terlihat sama tetapi akan membentuk nada-nada warna jika terjadi pembayangan. Kesan warna Analogus (berurut) terlihat pada Warna daun pohon pembentuk lansekap dalam satu lokasi ini secara detail terbagi dua warna, yaitu warna hijau muda dan hijau tua pada umumnya. Ada pula warna yang merak kekuning-kuningan namun semuanya memiliki sifat yang sama-sama berkesan menyejukan.
C. Aplikasi Desain 1. Bahan material lansekap Material lunak yang terdapat pada objek penelitian yaitu tanaman/pepohonan dan air. Material keras (Hard Materials) yang terdapat pada objek penelitian yaitu hanya ada material kayu dan besi.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
14 ISSN 1907 - 8536
2. Sirkulasi Dilihat dari prinsipnya sistem sirkulasi pada ruang membentuk sirkulasi melalui antar ruang. Namun dilihat dari bentuknya Terlihat pada site plan, jalur lintasan sirkulasi berbentuk berpencar. 3. Tata Hijau Dalam kasus ini beberapa fungsi yang teraplikasi pada objek penelitian adalah sebagai berikut : - Control pandangan terhadap ruang luar - Kontrol sinar matahari dan suhu - Kontrol/pengendali angin - Pengendalian suara - Penyaring udara - Habitat satwa (wildlife habitats) 4. Tempat Parkir Secara persyaratan berdasarkan teori-teori lansekap tersebut, tempat parkir pada objek penelitian ini belum memenuhi standar parker yang sebenarnya. 5. Pencahayaan Pada objek studi kasus ini pemanfaatan pencahayaan alami sangat maksimal sebagai sumber pencahayaan utama. Pada objek penelitian ini pencahayaan buatan tidak diatur dan dirancang dengan pertimbangan fungsi dimalam hari. Artinya hanya sekedar pencahayaan lampu biasa sebagai penerangan seadanya dimalam hari. Karena tempat ini tidak difungsikan pada malam hari. 6. Pola Lantai/Pattern Pada objek penelitian unsure penerapan pola lantai belum ada, karena pembentukan lantai masih terbentuk karena material alami permukaan tanah. 7. Kenyamanan Factor Iklim dan Kekuatan alam sangat mempengaruhi kenyamanan, antara lain, Radiasi sinar matahari, angin, dan curah hujan. Dalam hal ini perancangan lansekap pada objek penelitian sudah cukup memenuhi standar pertimbangan kenyamanan tersebut. Salah satunya adalah, system vegetasi yang rapat dan pengadaan gazebo-gazebo dan Sistem vegetasi yang embentu terciptanya iklim mikro. 8. Drainase Pada objek penelitian, secara lansekap sistem drainase belum dirancang dan dikelola. Untuk saluran pembuangan hanya memenfaatkan kemitingan kontur sungai yang ada pada lokasi objek wisata Outbound ini.
Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan masalah disimpulkan dalam beberapa kesimpulan berikut ini : Dilihat dari prinsip desain dalam lansekap tidak ada pola yang membentuk keseimbangan statis, irama, dan tidak ada titik penekanan yang memperkuat sebagai aksentuasi. Belum diterapkannya unsur-unsur desain dalam pembentukan lansekap seperti : Unsur penataan garis vertical seperti tanaman pepohonan sebaiknya di tata dengan baik dengan pola yang jelas. Unsur penataan garis horizontal seperti pembentukan pagar pembatas masih belum jelas, sebaiknya pemberian pagar. Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 15
Unsur penataan bidang alas dan bidang pembatas juga masih belum tertata dengan baik. Tidak diperkuat dengan struktur yang mendukung bidang alas. Pembentukan bidang pembatas sebaiknya dibentuk dari susunan tanaman dan pagar yang baik. Pola-pola ruang terbentuk cukup jelas, dimana seiap ruang berfung sebagai ruang positif. Penerapan atau beberapa aplikasi desain lansekap pada objek penelitian ini juga belum memenuhi standar Lansekap.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Rustam., dan Utomo, Hardi. 2002. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
16 ISSN 1907 - 8536
TINJAUAN DESAIN ARSITEKTUR HUMA GANTUNG BUNTOI
Amiany, ST., MT 1
Abstrak Sehubungan dengan kawasan yang bersejarah, seyogyanya bahwa perkembangan arsitektur kini harus memepertimbangkan kehadiran arsitektur lama yang mengandung makna sejarah tinggi. Sewajarnya bahwa arsitektur terkini harus dapat mengangkat atau memperkuat dari kawasan tersebut, dan bukan sebaliknya akan mengecilkan atau mematikan dari kawasan tersebut. Arsitektur terkini bukanlah bagian tersendiri yang lepas dari lingkungan sekitar akan tetapi menjadi satu kesatuan yang saling mendukung dari wajar kota, yang pada akhirnya muncul apa yang disebut dengan identitas kota. Saat ini banyak sekali ditemukan banyak karya desain arsitektur dari nenek moyang kita yang tersisa perlu dilestarikan dan di pelajari baik dari bentuk serta filosofinya .Contohnya pada propinsi Kalimantan Tengah banyak peninggalan sejarah berupa rumah adat yang tersebar merata di pelosok-pelosok daerah Kalimantan Tengah, antara lain berupa Betang, Huma Hai, Huma Gantung, Sandung, Karak Betang dan banyak rupa peninggalan sejarah lainnya. Huma Gantung Buntoi merupakan salah satu peninggalan sejarah tradisional yg masih ada dan kokoh di Kalimantan Tengah. Sebagai masyarakat yang menghargai kebudayaan sepatutnya kita melestarikan apa yang telah dibuat oleh nenek moyang kita sendiri, karena kenyataannya pada saat ini beberapa peninggalan yang ada sudah banyak yang rusak dan hilang karena di sebabkan usaha perawatan yang kurang dan sebagian besar termakan usia, oleh karena itu beberapa rumah adat yang sekarang tersisa wajib kita jaga dan lestarikan
Kata Kunci: Desain Arsitektur, Huma Gantung Buntoi
PENDAHULUAN Dalam perkembangan sejarah arsitektur tradisional banyak karya arsitektur dari nenek moyang kita yang tersisa perlu dilestarikan dan di pelajari baik dari bentuk serta filosofinya .Contohnya pada propinsi Kalimantan Tengah banyak peninggalan sejarah berupa rumah adat yang tersebar merata di pelosok-pelosok daerah Kalimantan Tengah, antara lain berupa Betang, Huma Hai, Huma Gantung, Sandung, Karak Betang dan banyak rupa peninggalan sejarah lainnya. Sebagai masyarakat yang menghargai kebudayaan sepatutnya kita melestarikan apa yang telah dibuat oleh nenek moyang kita sendiri, karena kenyataannya pada saat ini beberapa peninggalan yang ada sudah banyak yang rusak dan hilang karena di sebabkan usaha perawatan yang kurang dan sebagian besar termakan usia, oleh karena itu beberapa rumah adat yang sekarang tersisa wajib kita jaga dan lestarikan walaupun ada sebagian bentuk yang sudah berubah dari keadaan awalnya sehingga dalam penulisan ini kami serusaha mengungkapkan keadaan awal serta perubahan yang terjadi hingga sekarang dan beerusaha mengukapkan makna autau filosofi yang terkandung di dalamnya supaya dapat menimbulkan usaha konservasi dalam objek Huma gantung (Rumah tinggi) pada Desa Buntoi ini agar salah satu peninggalan nenek moyang kita ini dapat dilestarikan.
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 17
Konsep Pelestarian Bangunan Bersejarah Pada mulanya konsevasi berarti adalah upaya pelestarian atau pengawetan monumen bersejarah, upaya ini dilakukan dengan cara mengembalikan, mengawetkan, atau membekukan monumen tersebut seperti keadaan semula di masa lampau. Seiiring dengan perkembangan jaman pengertian konservasi menjadi berkembang tidak hanya mencakup monumen atau benda arkeologi saja melainkan juga lingkungan, taman bahkan kota bersejarah. Beberapa istilah dasar yang disepakati dalam Piagam Burra (The Burra Charter For Conservation of Place Of Cultural Significance, 1981), antara lain: - Konservasi Segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat mencakup: preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi atau revitalisasi. - Preservasi Pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa adanya perubahan, termasuk upaya mencegah kehancuran. - Restorasi/Rehabilitasi Mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan- tambahan dan memasang komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru. - Rekonstruksi Mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru. - Adaptasi/Revitalisasi Merubah suatu tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, yaitu aspek kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit dampak (minimal) - Demolisi Penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.
Kriteria Umum Obyek Konservasi Kriteria umum suatu subyek yang patut untuk dilakukan pelestarian: - Estika Bangunan-bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena memiliki prestasi khusus dengan suatu gaya sejarah tertentu. Tolak ukur estetika dikaitkan dengan nilai estetika dari arsitektonis yang tinggi dalam hal: bentuk, struktur, ruang dan ornamen. - Kejamakan Bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili satu kelas atau jenis khusus yang cukup berperan. Ditekankan pada karya yang mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. - Kelangkaan Bangunan atau bagian kota yang dilestarikan karena merupakan contoh terakhir yang ada. Termasuk karya yang sangat langka atau satu-satunya di dunia. - Peran Sejarah Bangunan atau lingkungan dari kota yang merupakan lokali bagi peristiwa sejarah yang penting untuk dilestarikan sebagai ikatan simbolis antara peristiwa terdahulu dengan sekarang.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
18 ISSN 1907 - 8536
- Peran Memperkuat Kawasan Bangunan atau bagian dari kota yang karena investasi di dalamnya akan mempengaruhi kawasan di sekitarnya, atau kehadirannya sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan sekitarnya. - Keistimewaan Bangunan yang dilindungi karena menjadi bahan pembicaraan dan memiliki keistimewaan, seperti: terpanjang, tertua, terbesar atau pertama kali dibuat dan sebagainya.
Desain Bangunan Huma Gantung Hai Buntoi Tahun didirikan : 1870 Pemilik rumah : singa djalla Panjang awal rumah : 30m Tahun perehaban : 1970, 1980, 1990-an
Pada masa dahulu sekitar tahun 1870 di desa buntoi berdiri sebuah kerajaan yang di pimpin oleh S. Djala di bantu warga sekitar yang dimulai dengan pesta adat mendirikan sebuah betang dengan panduan dari para basir (pemimpin agama kaharingan). Pada awal mula betang tersebut mempunyai panjang 30 meter dari kiri hingga kekanan termasuk rumah gantung itu sendiri yang merupakan bagian tengah betang tersebut. Akibat usia yang tua dan keturunan yang bertambah banyak maka bagian kiri dan kanan yang dahulu merupakan kamar tempat tinggal tidak terurus sehingga pada saat ini yang tersisa hanya bagian tengah yang merupakan huma gantung itu sendiri .bekas bahan dari bongkaran bagian kiri dan kanan di gunakan keturunan tersebut untuk mendirikan bangunan. Untuk melihat bekas lokasi dari bagian kiri dan kanan tersebut saat ini tidak dapat terlihat lagi karena tertutup bangunan dari keturunan tersebut. Pada lokasi awal mulanya pada bagian depan betang yaitu dipinggiran sungai terdapat balai pesanggrahan yaitu untuk menerima tamu yang baru datang dari desa lain yang menggunakan jalur sungai dan pada saat sekarang bekas nya tidak dapat terlihat karena tererosi akibat arus sungai Rumah gantung ini mempunyai nilai sejarah bagi masyarakat dayak karena rumah tersebut sering di gunakan untuk upacara adat yaitu balian dan nilai sejarah dalam perjuangan indonesia karena menurut keturunan pemilik rumah, rumah ini pernah dijadikan kantor kolonial Belanda dan berdasar isi mata kuliah arsitektur tradisional II rumah ini penah dijadikan markas pejuang melawan penjajah. pemilik rumah juga mengatakan rumah gantung sendiri pernah tiga kali direhap yaitu yang pertama tahun 1970-an ,yang kedua tahun 1980-an dan yang ketiga tahun 1990an.
ORIENTASI DAN ARAH HADAP Rumah gantung ini menghadap ke arah sungai karena sungai dipercayai sebagai sumber kehidupan dan kebetulan juga arah sungai tersebut merupakan arah timur(awal terbit matahari) yang diyakini sebagai pencerahan bagi orang seisi rumah dan sungai merupakan sumber penghidupan karena banyak orang dayak berprofesi sebagai nelayan
POLA KAMPUNG / DESA Pola perumahan yang ada di desa buntoi mengikuti pola alur sungai yaitu pola linear dan pada saat ini berkembang kearah belakang kampung akibat adanya jalan yang mehubungkan desa dengan jalan luar kota
BENTUK Ruang dalam (denah) - Pada denah terilhatruangutama dan dapur - Hirarki ruangutama dan dapur ditandakan dengan ketinggian yang berbeda antara dapur dan ruang tamu. Dapur berada lebih rendah dari paa ruang tamu dan ruang keluarga
Tampak (bangunan)
Pada tampak terlihat bahwa bangunan terlihat simetris namun secara terukur dari tengah bangunan tidak simetris. Hal ini menandakan bahwa suatu yang berada tepat di tengah-tengah bermakna berhenti
ELEMEN BANGUNAN Atap Bangunan Huma Gantung di Desa Buntoi adalah bangunan tertua yang ada di Desa Buntoi, bangunan ini memiliki atap yang berbentuk atap Pelana dengan bahan atap terbuat dari kayu yang disebut oleh penduduk sekitar dengan Kayu Tabalien atau juga disebut juga dengan Kayu Ulin / Kayu Besi. Kayu ini nantinya di belah tipis tipis, hasilnya nanti itulah yang disebut sebagai Gambar 1. Denah Gambar 2. Tampak Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
20 ISSN 1907 - 8536
Sirap, sirap inilah yang gunanya sebagai penutup atap bagian atas pada bangunan Huma Gantung di Desa Buntoi. Dahulu pada pembangunan pertama atau pertamakalinya bangunan Huma Gantung ini di bangun bagian atapnya berbentuk pelana sama dengan kondisi yang sekarang ini. Bahan atapnya terbuat dari kayu tabalien atau kayu ulin atau kayu besi, bentuk dari bahan atap atau sering juga di sebut sebagai Sirap ini lebih lebar, lebih tebal dan lebih panjang dari bentuk sirap yang ada sekarang ini walau pun jenis kayu yang di gunakan sama yaitu terbuat dari kayu tabalien atau kayu ulin atau kayu besi, perbedaan pembuatan ukuran sirap sekarang dengan yang dulu di karenakan oleh teknologi atau alat yang di gunakan berbeda, dan dalam cara pembuatannya pun berbeda, dulu orang membuat sirap mengunakan alat seadanya hanya menggunakan pisau dan beliung saja, dan sekarang orang sudah mengenal alat yang lebih praktis dan mudah dalam pembuatannya yaitu dengan menggunakan gergaji bentang yang gunanya untuk membelah belah kayu menjadi kecil kecil dan tipis, dan juga sekarang alat yang lebih canggih yaitu dengan menggunakan mesin pembelah yang sangat praktis, jadi bentuk dan hasil yang dulu dengan yang sekarang sangat berbeda bentuk dan hasilnya.
Bentuk Atap Huma Gantung
Dinding yang ada pada bangunan betang betang yang ada di Buntoi memiliki konsep sumbu dengan pesanggrahan yang ada pada depan bangunan tepatnya di tepi sungai, tetapi pada saat ini yang tersisa hanya tonggak tonggaknya saja, karena bangunannya telah hancur termakan waktu. Konsep sumbu ini dapat dibuktikan dengan adanya satu bagian dinding yang terjulur ke bawah tepat pada tengah bangunan, panjangnya hanya beberapa centi terjulur ke bawah. Dinding yang ada pada bangunan betang di buntoi ini yang dibangun pada tahun 1875 masih menggunakan kulit kayu sebagai bahan penutup dindingnya. Tetapi setelah mengalami beberapa kali pemugaran, kulit kayu yang dulunya digunakan sebagai bahan penutup dinding telah tergantikan oleh papan kayu ulin. Dulu pengikat kulit kayu tersebut menggunakan untaian rotan, seiring dengan bergantinya bahan dinding, maka pengikatnya pun berganti menjadi paku yang digunakan untuk bahan dinding dari papan kayu ulin. Pewarnaan dinding pada zaman dulu tidak dimungkinkan karena bahan dindingnya dari kulit kayu, tetapi sekarang hal tersebut sangat munkin terjasi karena bahan dinding telah berganti menjadi papan kayu. Pada bagunan betang di Buntoi cat yang digunakan sebagai warnanya adalah hijau. Adapun warna hijau ini menurut kepercayaan
Lantai Lantai biasanya terbuat dari kulit kayu yang di dukung oleh kayu ulin, lantai ini disusun secara membujur maupun melintang. Pada bangunan huma gantung ini terdapat perbedaan tinggi dan rendah lantai dimana lantai keluarga lebih tinggi dari lantai dapur dan lantai dapur lebih rendah dari lantai teras. Konstruksi lantai pada huma gantung terdiri dari lantai dipakai jenis kayu ulin Gambar 3. Atap Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 21
dengan ketebalan 4 cm, panjangnya 4 8 m. Lantai dibatasi oleh balok yang fungsinya sebagai pembagi sekaligus persiapan pembuatan ruang baru, itu bisa terjadi bila ada keturunan baru / keluarganya.
Gambar 4. Lantai Rumah Gambar Sketsa
Tangga Huma gantung memiliki tangga 2 buah sebagai jalan masuk ke huma yang letaknya berada pada jalan masuk ke pintu ruang utama dan di dapur. Adapun anak tangga pada teras berjumlah 17 buah dan anak tangga dapur berjumlah 16. Jumlah ganjil pada anak tangga memiliki maksud bahwa sesuatu yang genap menunjukkan sesuatu yang berhenti.
Gambar 5. Tangga Depan (Tangga Masuk) Gambar 6. Tangga Belakang (Tangga Dapur)
KESIMPULAN Dalam kenyataannya proses konservasi sering ditemukan banyak kendala baik teknis maupun non teknis, kendala teknis yang sering muncul adalah apabila objek konservasi telah banyak mengalami perubahan dari bentuk awalnya dan tidak terdapat objek lain sebagai pembanding. Langkah yang bisa diambil untuk usaha konservasi ini adalah dengan menelusuri bentuk awal agar makna kultural yang dikandung tidak menyimpang (benar). Kronologis penulusuran objek sejarah yang sering dipakai oleh para arkeolog barangkali masih memungkinkan untuk dapat dipakai sebagai bahan acuan. Penelusuran warisan budaya lama terutama yang bernilai sejarah tidak berhenti pada pertemuan objek fisik (artefact) saja melainkan merupakan suatu kajian yang menyeluruh menyangkut beberapa disiplin ilmu. Hal ini disebabkan bahwa suatu objek fisik baik berupa bangunan ataupun suatu tempat yang merupakan buatan manusia adalah cerminan adanya suatu peradaban. Rapoport (1980, 1986), menyebutkan bahwa sebuah karya manusia dan bentuk-bentuk yang terbangun (man made and built form), merupakan cerminan dari tiga faktor, meliputi faktor teknologi (technology factor), budaya (cultural factor), dan lingkungan (environmental factor). Faktor teknologi menyangkut tingkat penguasaan teknologi Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
22 ISSN 1907 - 8536
(skill) dan sumber alam yang ada (resources) dan faktor budaya menyangkut pada pandangan hidup (world view), presepsi dan kesadaran lingkungan (environmental cognitions and perception people), kaidah privasi (privacy regulation), religi dan tata nilai (religius and other values), serta struktur keluarga (family structure). Sedangkan faktor lingkungan menyangkut beberapa hal seperti iklim (climate), suhu (temperature), dan kondisi tapak (terrain). Bahwa pada rumah gantung Buntoi telah terjadi perubahan pada bagian bangunan beserta elemennya Penerapan makna-makna kultural dan agama kaharingan dan budaya dayak mempengaruhi proses pembuatan dan pemasangan elemen bangunan Untuk menjaga keutuhan rumah gantung yang masih tersisa sekarang maka usaha konservasi harus dilakukan agar menjaga kelestarian yang ada agar makna-makna yang terkandung dapat di pelajari dan tidak hilang
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Burhanudin, 1996, Membangun Kapuas Catatan dari Sinton L. Satu, Catatan Bapak Simon Pallo, Catatan Bapak Drs. Yansen, 2007, Studi Lapangan Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya, 2000, Featurespesona Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan, Kalteng Pemerintah Kecamatan Kapuas Barat, 2005, Laporan Penyelenggaraan, Pemerintah, Pelaksanaan Pembangunan dan Pembinaan Kemasyarakatan TA
STUDI DAMPAK PARIWISATA BUKIT BATU KABUPATEN KASONGAN DITINJAU DARI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA
Yesser Priono, M.Sc 1
Abstrak Industri pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Banyaknya lapangan pekerjaan yang muncul mulai dari kegiatan pengadaan jasa akomodasi, rumah makan, layanan wisata, hingga bisnis cinderamata telah berhasil membantu pemerintah untuk mengurangi tingginya tingkat pengangguran di negeri ini. Sumbangan devisa bagi kas negara dan daerah yang terus mengalir juga merupakan salah satu dampak positif akibat perkembangan pesat industri pariwisata. Pada objek wisata Kabupaten Katingan untuk pengembangan kawasan wisata Bukit Batu sebagai kawasan wisata Kabupaten Katingan. Letak yang strategis pada kawasan objek wisata yang berdekatan dengan sungai Katingan untuk kawasan wisata Bukit Batu serta wilayah perbukitan menjadikan kawasan ini sebagai cermin kawasan wsiata Kabupaten Katingan secara keseluruhan. Didalam usaha pengembangan pariwisata pastilah ada dampak-dampak yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata tersebut menjadi semakin baik atau bahkan merusak keindahan dan kealamian obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah. Oleh sebab itulah sangatlah diharapkan agar jangan sampai ada dampak negatif yang banyak merugikan daripada menguntungkan obyek wisata tersebut.
Kata Kunci : Dampak Pariwisata, Ekonomi, Sosial dan Budaya
PENDAHULUAN Industri pariwisata merupakan salah satu sarana yang tepat dalam meningkatkan kemajuan ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Tak dapat dipungkiri bahwa industri pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Banyaknya lapangan pekerjaan yang muncul mulai dari kegiatan pengadaan jasa akomodasi, rumah makan, layanan wisata, hingga bisnis cinderamata telah berhasil membantu pemerintah untuk mengurangi tingginya tingkat pengangguran di negeri ini. Sumbangan devisa bagi kas negara yang terus mengalir juga merupakan salah satu dampak positif akibat perkembangan pesat industri pariwisata. Dampak positif lain yang muncul dari industri pariwisata ini antara lain dapat terlihat pula dari segi sosial budaya. Dengan pesatnya perkembangan industri pariwisata maka akan membawa pemahaman dan pengertian antar budaya melalui interaksi pengunjung wisata (turis) dengan masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut berada. Dari interaksi inilah para wisatawan dapat mengenal dan menghargai budaya masyarakat setempat dan juga memahami latar belakang kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut. Dengan mengacu pada objek wisata Kabupaten Katingan untuk pengembangan kawasan wisata Bukit Batu sebagai kawasan wisata Kabupaten Katingan. Letak yang strategis pada kawasan objek wisata yang berdekatan dengan sungai Katingan untuk kawasan wisata Bukit Batu serta
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
24 ISSN 1907 - 8536
wilayah perbukitan menjadikan kawasan ini sebagai cermin kawasan wsiata Kabupaten Katingan secara keseluruhan. Dalam hal ini akan dibahas mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan dari pariwisata bukit batu kabupaten katingan provinsi kalimantan tengah dimana salah satu sektor yang berpotensi yaitu pariwisata.
Rumusan Masalah Bagaimana dampak positif dan negatif objek wisata Bukit Batu di Kabupaten Kasongan? Apakah strategi penanggulangan dampak negatif yang ditimbulkan?
Tujuan Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dari objek wisata Bukit Batu. Melakukan upaya penanggulangan terhadap dampak negative yang ditimbulkan dari objek wisata Bukit Batu.
TINJAUAN PUSTAKA Dampak Pariwisata terhadap Ekonomi Pembangunan pariwisata hendaknya juga membangkitkan ekonomi rakyat, obyek dan lokasi wisata yang hanya dimiliki atau dikuasai oleh sekelompok individu atau hanya dimiliki pihak luar, tidak akan memakmurkan penduduk setempat. Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen, 1984), yaitu: 1. Dampak terhadap penerimaan devisa, 2. Dapat terhadap pendapatan masyarakat, 3. Dampak terhadap kesempatan kerja, 4. Dampak terhadap harga-harga, 5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan, 6. Dampak terhadap kepemilikan dan control 7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan 8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Di samping berbagai dampak yang dinilai positif, hampir semua penelitian juga menunjukkan adanya berbagai dampak yang tidak diharapkan (dampak negatif), seperti semakin memburuknya kesenjangan pendapatan antarkelompok masyarakat, memburuknya ketimpangan antardaerah, hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi, munculnya neo-kolonialisme atau neo-imperialisme, dan sebagainya. Dampak Pariwisata terhadap Sosial Budaya Pariwisata semata-mata bukan bertujuan untuk meningkatkan devisa, dampak positif dari pariwisata juga adalah adanya mutual understanding (saling pengertian) antar budaya , para turis yang datang dapat memahami budaya setempat dan sebaliknya. Dampak negatif dari pariwisata terjadi bila penduduk setempat tidak mampu mempetahankan budayanya, maka yang terjadi adalah peneterasi budaya luar sehingga penduduk setempat kehilangan jatidirinya dan berganti mengikuti budaya luar. Oleh karena peran serta masyarakat harus dimantapkan dulu menjadi pegangan masyarakat dalam menghadapi pengaruh budaya luar yang akan masuk nantinya. Studi tentang dampak sosial budaya pariwisata selama ini lebih cenderung mengasumsikan bahwa akan terjadi perubahan sosial-budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang umum, yaitu: (Martin, 1998:171): Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 25
1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari sistem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang lebih lemah; 2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous; 3. Perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana identitas etnik lokal akan tenggelam dalam bayangan sistem industri dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, a consumer-oriented economy, dan jet-age lifestyles. Secara teoritis, Cohen (1984) mengelompokkan dampak sosial budaya pariwisata ke dalam sepuluh kelompok besar, yaitu: 1) Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya; 2) Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat; 3) Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial; 4) Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata; 5) Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat; 6) Dampak terhadap pola pembagian kerja; 7) Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial; 8) Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan; 9) Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan 10) Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat. Sifat dan bentuk dari dampak sosial-budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pitana (1999) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang ikut menentukan dampak sosial budaya tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jumlah wisatawan, baik absolute maupun relatif terhadap jumlah penduduk lokal; 2. Objek dominan yang menjadi sajian wisata (the tourist gaze) dan kebutuhan wisatawan terkait dengan sajian tersebut; 3. Sifat-sifat atraksi wisata yang disajikan, apakah alam, situs arkeologi, budaya kemasyarakatan, dan seterusnya; 4. Struktur dan fungsi dari organisasi kepariwisataan di DTW; 5. Perbedaan tingkat ekonomi dan perbedaan kebudayaan antara wisatawan dengan masyarakat lokal; 6. Perbedaan kebudayaan atau wisatawan dengan masyarakat lokal; 7. Tingkat otonomi (baik politik, geografis, dan sumberdaya) dari DTW; 8. Laju/kecepatan pertumbuhan pariwisata; 9. Tingkat perkembangan pariwisata (apakah awal, atau sudah jenuh); 10. Tingkat pembangunan ekonomi DTW; 11. Struktur sosial masyarakat lokal; 12. Tipe resort yang dikembangkan (open ataukah enclave resorts) 13. Peranan pariwisata dalam ekonomi DTW.
Dampak Positif dan Negatif dari Pengembangan Obyek Wisata Pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Adapun menurut Prof Ir Kusudianto Hadinoto bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas setempat, teapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul The Tourism, International Business (2000, p.168- 169), menyatakan bahwa : pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
26 ISSN 1907 - 8536
komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, danlain-lain), produsen cindera mata yang memiliki ke khasan dari obyek tersebutdan turut menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial. Menurut Prof Ir Kusudianto hadinoto (1996) suatu tempat wisata apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, barang- barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar terhadap wisatawan maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi pengelola tempat wisata tersebut. Penulis mengutip pernyataan Coccossis (1996) yang terdapat dalam buku Sustainable Tourism Management karangan Swarbrooke, J (1999) yang tertulis An important characteristic of interaction between tourism and environment is the existence of strong feedback mechanism : tourism often has adverse effects on quantity and quality of natural and cultural resources.Sehingga teori ini memperkuat teori dari Prof Ir Kusudianto Hadinoto tentang hubungan tempat wisata dan lingkungan dimana bila ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan lingkungan ke arah yang lebih baik tetapi apabila tidak ditangani dengan baik bisa merusak. Di bawah ini adalah dampak-dampak dari pengembangan suatu obyek wisata, yaitu : a. Dampak ekonomi b. Dampak positif pada lingkungan Conservation of important natural areas Conservation of archeological and historic sites Improvement of environment Enchantment of the environment Improvement of infrastructure Increasing environmental awareness c. Dampak negatif pada lingkungan Pollution of environment Waste disposal problems Damage to archeological and historic pride d. Dampak positif pada social Conservation of cultural heritage Cross-cultural exchange Renewal of cultural pride e. Dampak negatif pada sosial Overcrowding and loss of amenities for residenta Cultural impacts Social problems Seperti yang tertera di atas bahwa di setiap pengembangan obyek wisata akan mempunyai dampak-dampak. Tetapi pada penelitian ini penulis akan memperdalam dampak ekonomi dan sosial saja, dengan penjelasan di bawah ini : Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 27
a. Dampak Ekonomi Dampak ekonomi dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap pengembangan obyek wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak langsung. Dampak positif langsungnya adalah : membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang lainnya yang sesuai dengan kemampuan, skill dari masyarakat sekitar yang bisa dipergunakan oleh pihak PIM, atau dengan berjualan, seperti : makanan, minuman atau voucher hp di sekitar PIM sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak komunitas lokal daerah setempat. b. Dampak Sosial Dampak positif sosial : Conservation of Cultural Heritage : adanya perlindungan untuk benda-benda kuno, bangunan sejarah, seni traditional seperti musik, drama,tarian, pakaian, upacara adat. Adanya bantuan untuk perawatan museum, gedung theater, dan untuk dukungan acara- acara festival budaya. Renewal of Cultural Pride : dengan adanya pembaharuan kebanggaan budaya maka masyarakat dapat memperbaharui kembali rasa bangga mereka terhadap peninggalan- peninggalan bersejarah ataupun budaya. Cross Cultural Exchange : pariwisata dapat menciptakan pertukaran budaya dari wisatawan dengan masyarakat setempat, sehingga membuat para wisatawan mengerti tentang budaya setempat dan mengerti akan nilai-nilai dari tradisi masyarakat setempat begitu pula sebaliknya masyarakat lokal pun bisa tahu tentang budaya dari para wisatawan tersebut baik yang domestik maupun internasional. Dampak negatif sosial : Overcrowding and loss of amenities for residents : setiap pengelola obyek wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan baik domestik maupun internasional, tetapi ada hal-hal yang harus diperhitungkan karena apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya akan terbentuk garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu banyak. Cultural impacts : karena ingin menyuguhkan sesuatu yang di inginkan wisatawan, tanpa di sadari mereka sudah terlalu mengkomersialkan budaya mereka sehingga tanpa sadar mereka telah mengurangi dan mengubah sesuatu yang khas dari adat mereka atau bahkan mengurangi nilai suatu budaya yang seharusnya bernilai religius.. Contoh : upacara agama yang seharusnya dilakukan dengan khidmat dan khusyuk, tetapi untuk menyuguhkan apa yang diingini oleh wisatawan maka mereka mengkomersialkan upacara tersebut untuk wisatawan sehingga upacaraagama yang dulunya khidmat dan khusyuk makin lama makin berkurang. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
28 ISSN 1907 - 8536
Social Problems : adanya percampuran budaya negatif antara wisatawan dengan masyarakat setempat. Contoh : di Bali masyarakat setempat sudah sangat terpengaruh oleh wisatawan asing dalam penerapan kebiasaan cara hidup sehari hari dengan minuman keras, narkotika dan obat terlarang, sex bebas. (Inskeep, 1991)
Letak Geografis Objek Wisata Bukit Batu
Kabupaten Katingan merupakan salah satu dari 14 kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, secara geografis terletak antara 112 00 - 113 20' BT dan 020' - 3 30' LS. Kabupaten Katingan dibentuk berdasarkan UU no 5 tahun 2001 merupakan hasil pemekaran Kabupaten Kota Waringin Timur. Wilayah Kabupaten Katingan terbentang hampir 700 km sepanjang daerah aliran sungai Katingan/Mendawai, mulai dari pantai laut Jawa di selatan sampai ke pegunungan di utara perbatasan dengan propinsi Kalimantan barat. Wilayah Kabupaten Katingan mempunyai luas 17.800 km2 yang secara administrasi dibagi menjadi 11 kecamatan dan 151 desa/kelurahan, dengan ibukota kabupaten berada di Kota Kasongan di kecamatan Katingan Hilir.
Lokasi Kawasan Bukit Batu yang secara administratif berlokasi di Desa Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Propinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis terletak pada koordinat S 01' 053' 37,2" - E 113' 28' 05" dan berada disisi utara jalan nasional Palangka Raya Kasongan Sampit
Gambar 1. Objek Wisata Bukit Batu Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah Gambar 3. Kawasan Wisata Bukit Batu Gambar 2. Gerbang Timur Kota Kasongan Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 29
Bukit Batu dikenal masyarakat Kalimantan Tengah sebagai kawasan wisata situs sejarah tempat pertapaan Tjilik Riwut, seorang pahlawan nasional yang juga tokoh pembangunan Propinsi Kalimantan Tengah. Situs Bukit Batu ini juga merupakan tempat yang dipakai untuk ritual ibadah bagi umat agama Kaharingan yang banyak dianut oleh masyarakat Dayak di Katingan.
Atraksi Adapun Atraksi yang terjadi pada Objek Wisata Bukit Batu Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah ini antara lain : Pintu gerbang dari Objek wisata bukit batu yang bernuansa etnik dayak. Batu-batu besar raksasa yang tersusun tumpang tindih yang terlihat sangat unik. Rumah-rumah kecil yang dibangun yang dinamakan pasah patahu dimana sebagai tempat diletakkannya sesaji suku dayak yang beragama hindu kaharingan Sebuah sumur tua yang airnya gak pernah kering.Orang Dayak meyakini di sumur inilah turun seorang bidadari cantik.Orang Dayak menyebutnya Bawi Kameloh. Disana ada juga sebuah lorong sempit, yang diyakini sebagian orang kalo siapapun yang berhasil lolos melewati lorong itu, maka segala rintangan hidup akan teratasi Beberapa fasilitas lainnya seperti rumah anjungan khas Dayak dan mushola
Aksebilitas Pencapaian ke lokasi mudah karena berada di pinggir jalan arteri nasional (dari Kota Palangkaraya & Bandara Tjilik Riwut 70 km, dari Kota Sampit 140 km) dan angkutan umum tersedia cukup banyak Gambar 4. Objek Wisata Bukit Batu Gambar 5. Pasah Patahu Gambar 6. Lorong Pambelum Gambar 7. Sumur Bawi Kameloh Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
30 ISSN 1907 - 8536
Kawasan wisata Bukit Batu terletak 10 km ke arah timur pusat Kota Kasongan lama, tepat pada gerbang timur masuk kota Kasongan, sedangkan dari kota-kota terdekat berjarak : Dari Kota Palangka Raya berjarak 75 km ke arah barat Dari kota Sampit berjarak 140 km ke arah utara Kawasan wisata Bukit Batu dapat dengan mudah dicapai dari kota-kota tersebut karena telah dihubungkan dengan jalan nasional dengan kondisi yang baik. Untuk mencapai lokasi selain menggunakan kendaraan pribadi juga tersedia angkutan umum.
Amenitas Di sekitar objek wisata bukit batu dimana di kota Kasongan Kabupaten Katingan, pengunjung dapat menjumpai sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, antara lain: hotel/rumah pengnapan, restoran/rumah makan, swalayan/minimarket, tempat ibadah (masjid dan gereja), warung internet, warung telekomunikasi, kios-kios penjual voucher handphone, kios-kios penjual cenderamata, dan lain-lain. Sarana dan Prasarana yang ada dalam existing kawasan wisata Bukit Batu antara lain : Kawasan wisata bukit batu mulai dikembangkan Pemda Kabupaten Katingan semenjak tahun 2003 dengan membangun berbagai sarana penunjang seperti kantor pengelola, tempat parkir, panggung dan lapangan terbuka, toilet umum, gazebo besar, jalan setapak.
Sedangkan jaringan prasarana kota yang sudah ada disekitar kawasan ini adalah jalan aspal (jalan nasional) dan jaringan listrik tegangan rendah disepanjang jalan nasional dengan sumber daya dari PLTD kota kasongan
Gambar 8. Gerbang Kawasan Wisata Bukit Batu Gambar 9. Panggung Hiburan Gambar 10. Tempat Parkir Gambar 11. Toilet Umum Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 31
PEMBAHASAN Dampak Positif Objek Wisata Bukit Batu Dampak Sosial Ekonomi Dengan fungsinya sebagai tempat konservasi, pendidikan & penelitian botani serta rekreasi di alam terbuka, maka terlihat bahwa orientasi utama pembangunan Kebun Raya bukanlah kepada mendapatkan keuntungan finansial atau berdasarkan kepada asumsi-asumsi yang mengedepankan nilai ekonomi bisnis. Keberadaan Objek Wisata Bukit Batu Katingan lebih dipandang dari manfaat (benefit) yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak dan yang ternilai (tangible) maupun yang tidak ternilai (intangible), baik bagi masyarakat, maupun bagi perekonomian wilayah Kabupaten Katingan. Beberapa dampak ekonomi didalam pengembangan obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah, antara lain: Terjadi peningkatan pendapatan bagi penduduk sekitar yang disebabkan jumlah kunjungan wisatawan yang datang semakin banyak. Penduduk lokal memperoleh penghasilan dengan berjualan makanan dan minuman serta melalui jasa angkutan di sekitar lokasi tersebut. Pendapatan pemerintah akan meningkat apabila banyak wisatawan yang berkunjung untuk menikmati keindahan obyek wisata Bukit Batu Kabupaten Katingan yang sangat alami. Hal ini diperoleh melalui penjualan tiket masuk ke obyek wisata tersebut. Sebagai sarana peningkatan pendidikan, penelitian dan pelayanan jasa ilmiah di bidang konservasi flora kalimantan, sehingga tercapai pelestarian tumbuhan khas yang endemik dan terancam punah.
Gambar 12. Jalan Raya Gambar 13. Tegangan Listrik Gambar 14. Jenis Flora Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
32 ISSN 1907 - 8536
Mendorong peningkatan pengembangan pariwisata dan obyek wisata yang baru sebagai usaha memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dengan mengikut sertakan peran kreatifitas dan kesadaran masyarakat. Membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan sebagai lahan untuk usaha bagi masyarakat sekitar, misalnya penjualan souvenir, makanan, dan lain-lain.
Mendorong perkembangan pembangunan daerah di sekitarnya, khususnya kawasan Bukit Batu, maupun kota Kasongan umumnya.
Dampak Sosial Budaya Beberapa dampak sosial didalam pengembangan obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah, antara lain: Sebagai sarana pengembangan budaya daerah, melalui atraksi budaya yang disuguhkan pada saat-saat tertentu.
Kehidupan masyarakat dapat mendukung festival kesenian sebagai temporer events. Kesenian tradisional masyarakat desa dapat sebagai penunjang utama kegiatan temporer events sebagai festival kesenian masyarakat sekitar. Sebagai sarana dalam pengembangan kegiatan masyarakat dalam pembuatan cenderamata khas kalteng tikar rotan, kerajinan batu, manisan nenas, bertani dan berladang.
Dampak Negatif Objek Wisata Bukit Batu Dampak Sosial Ekonomi dan budaya Beberapa dampak negatif didalam pengembangan obyek wisata Bukit Batu di Kabupaten Kasongan Kalimantan Tengah, antara lain : Meningkatkanya angka kriminalitas di kawasan objek wisata bukit batu kabupaten Katingan dimana sebelumnya merupakan kawasan aman dan bebas konflik. Infiltrasi budaya yang tidak sesuai dengan norma dan kultur masyarakat setempat yang mengakibatkan culture shock. Gambar 15. Kerajinan Gambar 16. Atraksi Budaya Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 33
Menurunnya apresiasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan adat-istiadat
KESIMPULAN Strategi Pengelolaan Dampak Ekonomi Pariwisata Bukit Batu Adapun srategi dan program yang dilakukan dalam meminimalisir dampak negatif sosial ekonomi pariwisata Bukit Batu Kasongan Kabupaten Katingan antara lain : Perlu penyediaan fasilitas kegiatan dalam kawasan objek wisata Bukit Batu yang dapat mewadahi kegiatan-kegiatan yang mempromosikan hasil produksi lokal. Dilaksanakan pengembangan terhadap usaha-usaha lokal yang telah ada dengan dukungan kegiatan-kegiatan promosi yang dilakukan di kawasan maupun di kabupaten hingga tingkat propinsi. Menguatkan potensi dukungan aktivitas ekonomi bagi pengembangan kawasan objek wisata Bukit Batu, sebagai kawasan wisata.
Strategi Pengelolaan Dampak Sosial Budaya Pariwisata Bukit Batu Adapun srategi dan program yang dilakukan dalam meminimalisir dampak negatif sosial budaya pariwisata Bukit Batu Kasongan Kabupaten Katingan antara lain : Meningkatkan apresiasi masyarakat dalam menjaga dan memeliharan kelestarian dan asset budaya. Perlu pelibatan masyarakat sekitar dalam pembangunan pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata. Diadakannya penyuluhan untuk menyadarkan perlunya perubahan untuk kemajuan daerah dan masyarakatnya. Pemberdayaan SDM melalui kegiatan pengembangan kesenian dan budaya lokal. Meningkatkan keamanan serta tata tertib kawasan wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Edward Inskeep, 1991, Tourism Planning : An Integrated and Sustainable Development Approach, New York: Van Nostrand Reinhold,. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning : Basics, Concepts, Cases, Third Edition, Taylor & Francis Ltd., UK. Kay R. and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E & FN Spon. London, UK and Newyork, USA. Nuryanti, Wiendu. 1997. Perencanaan Pariwisata. UGM, Indonesia.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
34 ISSN 1907 - 8536
PERMASALAHAN PEMBANGUNAN REVITALITALISASI KAWASAN WISATA ISTANA KUNING (RKWIK)
Giris Ngini, ST 1
Abstrak Istana Kuning secara histories merupakan warisan peninggalan kerajaan Islam pertama, di Kalimantan Tengah. Keberadaan bangunan Istana Kuning bersejarah merupakan cerminan dari kisah sejarah, tata cara hidup, budaya dan peradaban masyarakat sebelumnya. Memudarnya Istana Kuning, apalagi kondisi bangunannya saat ini sudah tak asli lagi usai terbakar habis pada tahun 1986. Dengan memudarnya eksistensi Istana Kuning tersebut akan melenyapkan bagian dari sejarah suatu tempat yang dapat menjadi suatu image kota. Akibatnya generasi penerus tidak akan dapat lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan peradaban generasi sebelumnya. Dalam menanggapi permasalahan pembangunan, sebaiknya dilakukan analisis mendalam mengenai permasalahan yang ada di suatu kawasan, yang meliputi aspek fisik maupun non fisik. Berdasarkan hasil temuan analisis, dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang ada di kawasan beserta prediksi mengenai peluang dan hambatan yang sekiranya muncul, dapat dirumuskan langkah-langkah selanjutnya yang dapat diambil guna mengatasi permasalahan pembangunan yang ada. Selanjutnya, tindakan berupa revitalisasi, rejuvenasi, rehabilitasi, relokasi, pembangunan sarana dan prasarana baru, dan lain sebagainya dapat dilaksanakan sesuai dengan konsep pengembangan dan strategi implementasi yang ada.
Kata Kunci : Permasalah Pembangunan, Revitalisasi, dan Istana Kuning.
PENDAHULUAN Istana Kuning secara histories merupakan warisan peninggalan kerajaan Islam pertama, di Kalimantan Tengah. Keberadaan bangunan Istana Kuning bersejarah merupakan cerminan dari kisah sejarah, tata cara hidup, budaya dan peradaban masyarakat sebelumnya. Sebagai kota yang memiliki banyak warisan bersejarah Kesultanan Kutaringin dimana pusat keraton yang bernilai sejarah juga berada di Kawasan pusat Kota Pangkalan Bun yang berkembang cepat namun kurang tertata dan tidak serasi dengan lingkungan sekitar. Latar belakang kegiatan revitalisasi ini mengingat pola pembangunan Kota Pangkalan Bun yang sedang berkembang dalam era transisi, dimana akan terdorong untuk meninggalkan tradisi dan beranjak ke modernitas. Salah satu implikasi dari modernitas tersebut yaitu memudarnya Istana Kuning, apalagi kondisi bangunannya saat ini sudah tak asli lagi usai terbakar habis pada tahun 1986. Dengan memudarnya eksistensi Istana Kuning tersebut akan melenyapkan bagian dari sejarah suatu tempat yang dapat menjadi suatu image kota. Akibatnya generasi penerus tidak akan dapat lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan peradaban generasi sebelumnya.
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 35
Gambar 1. Kawasan Pusat Kota Pangkalan Bun Gambar 2. Kawasan Istana Kuning peningalan kerajaan Kutaringin U Area Parkir (Parkir) Taman Taman Taman A B E D C KETERANGAN : A. Balai Rumbang B. Bangunan Utama C. Dapur & Rg. Makan D. Bangunan Service E. Rumah Pangeran (Sementara) Gerbang Gerbang Jalan Setapak Tanaman Perdu Pagar Pagar JL. PAKUNEGARA JL. SUKMA ARIANINGRAT JL. P. DIPONEGORO Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
36 ISSN 1907 - 8536
Maksud dari Revitalisasi Kawasan Isatana Kuning Pangkalan Bun adalah sebagai tindak lanjut dari Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk mewujudkan dokumen rencana dan program pembangunan fisik dalam penanganan bangunan dan tata lingkungan kawasan, memberi masukan teknis berupa rincian pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan serta mengarahkan peran serta para stakeholder pembangunan. Adapun tujuannya adalah membuat desain Kawasan Istana Kuning yang terarah sesuai prioritas penanganan RTBL Kawasan Urban Heritage Pangkalan Bun yang telah ada, sekaligus menyiapkan desain kawasan sebagai upaya penataan fungsi dan fisik kawasan, serta pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan yang menjadi prioritas penanganan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
RENCANA REVITALISASI KAWAAN WISATA ISTANA KUNING Adapun beberapa tahapan dalam revitalisasi Istana Kuning ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Intervensi Fisik Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung/pergerakan, sistem signage/reklame, dan ruang terbuka/public space. Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan sebagai kawasan bersejarah, khususnya dalam menarik aktivitas dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks tata lingkungan. Perencanaan pembangunan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang untuk menjamin keharmonisan kawasan. 2. Rehabilitasi Ekonomi Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan Istana Kuning. Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran (komersial dan wisata) yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).
Gambar 3. Gagasan Desain Istana Kuning - Pangkalan Bun Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 37
3. Revitalisasi Sosial/ Institusional Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting place), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan keteraturan tatanan sosial masyarakat. Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kawasan Istana Kuning untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri yang mencerminkan karakter Kerajaan Kutaringin, dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi sosial yang baik.
PEMBAHASAN ISU-ISU STRATEGIS 1. Preservation and Conservation. Preservasi dan konservasi cagar budaya, dititik beratkan pada bagaimana melindungi benda cagar budaya tersebut dari kerusakan dan proses pelaksanaan konservasi hendaknya sesuai dengan kebijakan perlindungan cagar budaya.
Bentuknya yang sekarang (setelah dipugar) sepertinya terlihat kurang orisinal lagi dengan sentuhan bangunan ala modern. Sebelumnya Istana Kuning ini berbentuk bangunan khas kalimantan dengan model panggung yang mempunyai tiang penopang yang tinggi. 2. Authenticity Of The Resources Tingkat keaslian suatu cagar budaya adalah penting. Ini tidak terlepas dari proses konservasi dan preservasi yang berlangsung dan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat pariwisata. Bangunan Istana Kuning merupakan situs peninggalan dari Kerajaan Kotawaringin yang mengalami pemugaran karena asli bangunan ini terbakar pada tahun 1986. 3. Zonasi Kawasan Sebuah objek wisata peninggalan sejarah harus dipetakan dalam zona-zona tertentu sehingga di dalamnya mampu menjamin kelestarian objek. Zonasi dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan terutama berkenaan dengan segala sumber daya yang ada yang perlu dilindungi, kebutuhan fasilitas dan program-program yang akan dilaksanakan. Zonasi mempermudah pemahaman dan pengelolaan yang akan dijalankan dilingkungan objek terkait dengan nilai-nilai yang dimiliki objek yang harus dilindungi.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
38 ISSN 1907 - 8536
Zona Inti merupakan konservasi utama terletak pada bangunan utama Istana Kuning. Daerah ekstensif merupakan daerah di luar kawasan cagar budaya, digunakan untuk pengembangan atraksi dan akomodasi/amenitas. 4. Interpretation Sarana intepretasi sebagai fasilitas tukar informasi tentang suatu objek , tentang asal mula, dan sejarahnya. Dapat melalui : Secara Multimedia Melalui Guide Melalui Narasi papan informasi Pada kawasan Istana Kuning masih belum terpenuhi sarana intepretasi Masih belum bisa mengenal Istana Kuning secara mendetail. Sarana multimedia (website, komputerisasi) belum ada. Papan informasi objek mengenai situs sejarah budaya Istana Kuning masih belum terpenuhi
ANALISIS SWOT Strength (S) Merupakan kawasan yang bersejarah (historic distric) Berada di kawasan central distric. Memiliki keragaman arsitektur yang unik. Berada di dekat tepian sungai arut (waterfront dan transportasi) Weakness (W) Kurang terawatnya kawasan wisata heritage. Situs budaya rentan terhadap kerusakan Minimnya produk wisata Rendahnya LOS dan spending wisatwan. Opportunities (O) Merupakan daerah singgahan wisatawan dengan tujuan wisata TNTP Respon masyarakat dan investor S - O Pengembangan atraksi baru yang berbasis budaya. Pengembangan pola kemitraan dengan pihak swasta untuk W - O Membuat rumusan kebijakan Pengembangan produk wisata baru sebagai pendukung objek konservasi Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 39
Wisata Heritage merupakan peluang industri yang besar dalam dunia kepariwisataan. mengembangkan kawasan
Threats (T) Menurunnya tingkat kunjungan wisatawan Kompetisi perebutan wisatawan antar provinsi makin kompetitif S - T Merencananakan konsep produk yang memiliki Uniqueness yang sulit ditiru pesaing Konservasi bangunan bersejarah W -T Menciptakan strategi pemasaran yang kreatif Merencanakan Produk wisata baru untuk meningkatkan kunjungan dan LOS wisatawan.
Konsepsi Manfaat Revitalisasi Kawasan Wisata Istana Kuning Bagi Pengelola 1) Peningkatan jumlah kunjungan 2) Menjadikan kawasan wisata Istana Kuning sebagai best practice management dalam pengelolaan warisan budaya. 3) Meningkatkan tingkat kualitas kepuasan pengunjung
Dampak Sosial Budaya Beberapa dampak sosial didalam revitalisasi kawasan wisata Istana kuning di Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah, antara lain: Sebagai sarana pengembangan budaya daerah, melalui atraksi budaya yang disuguhkan pada saat-saat tertentu. Kehidupan masyarakat dapat mendukung festival kesenian sebagai temporer events. Kesenian tradisional masyarakat desa dapat sebagai penunjang utama kegiatan temporer events sebagai festival kesenian masyarakat sekitar. Sebagai sarana dalam pengembangan kegiatan masyarakat dalam pembuatan cenderamata khas kalteng tikar rotan, kerajinan batu.
Dampak Sosial Ekonomi Dengan fungsinya sebagai tempat konservasi, pendidikan & penelitian botani serta rekreasi di alam terbuka, maka terlihat bahwa orientasi utama revitalisasi kawasan wisata Istana Kuning bukankah kepada masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan finansial atau berdasarkan kepada asumsi-asumsi yang mengedepankan nilai ekonomi bisnis. Keberadaan Objek Wisata Istana Kuning lebih dipandang dari manfaat (benefit) yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak dan yang ternilai (tangible) maupun yang tidak ternilai (intangible), baik bagi masyarakat, maupun bagi perekonomian wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat. Beberapa dampak ekonomi didalam pengembangan revitalisasi kawasan wisata Istana Kuning di Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah, antara lain: Terjadi peningkatan pendapatan bagi penduduk sekitar yang disebabkan jumlah kunjungan wisatawan yang datang semakin banyak. Penduduk lokal memperoleh penghasilan dengan berjualan makanan dan minuman serta melalui jasa angkutan di sekitar lokasi tersebut. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 / No.2, Desember 2011
40 ISSN 1907 - 8536
Pendapatan pemerintah akan meningkat apabila banyak wisatawan yang berkunjung untuk menikmati cerita sejarah kawasan wisata Istana Kuning Kabupaten Kotawaringin Barat yang sangat autenticity. Hal ini diperoleh melalui penjualan tiket masuk ke obyek wisata tersebut. Sebagai sarana peningkatan pendidikan, penelitian dan pelayanan jasa ilmiah di bidang konservasi bangunan heritage, sehingga tercapai pelestarian bangunan Istana Kuning itu sendiri. Mendorong peningkatan pengembangan pariwisata dan obyek wisata yang baru sebagai usaha memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dengan mengikut sertakan peran kreatifitas dan kesadaran masyarakat. Membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan sebagai lahan untuk usaha bagi masyarakat sekitar, misalnya penjualan souvenir, makanan, dan lain-lain.
KONSEPSI KELEMBAGAAN
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam menanggapi permasalahan pembangunan, sebaiknya dilakukan analisis mendalam mengenai permasalahan yang ada di suatu kawasan, yang meliputi aspek fisik maupun non fisik. Berdasarkan hasil temuan analisis, dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang ada di kawasan beserta prediksi mengenai peluang dan hambatan yang sekiranya muncul, dapat dirumuskan langkah-langkah selanjutnya yang dapat diambil guna mengatasi permasalahan pembangunan yang ada. Selanjutnya, tindakan berupa revitalisasi, rejuvenasi, rehabilitasi, relokasi, pembangunan sarana dan prasarana baru, dan lain sebagainya dapat dilaksanakan sesuai dengan konsep pengembangan dan strategi implementasi yang ada. Konsep pengembangan, program dan rencana implementasi sebaiknya diperkuat dengan kebijaksanaan, dan diperlukan adanya evaluasi dalam tahapan tertentu, untuk mengevaluasi kembali permasalahan pembangunan yang ada. Dalam mengatasi permasalahan pembangunan, diperlukan sebuah kerja sama yang baik antara pihak pemerintah, swasta dan para stakeholder terkait lainnya. Diperlukan pula pemahaman mengenai profil dan karakteristik wilayah dan peraturan- peraturan yang berlaku dalam mengatasi permasalahan yang ada di suatu wilayah/ kawasan PEMERINTAH DAERAH INVESTOR/PENGELOLA MASYARAKAT 1. Policy (kebijakan) 2. Regulation (peraturan) 3. Supervisi (pengawasan) 1. Pembangunan Pengembangan (Development) 2. Pengelolaan (Estate Management) 1. Kegiatan Usaha 2. Kegiatan Pelayanan Publik 3. Kegiatan Hunian Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 41
tertentu, sehingga dapat diperoleh tujuan yang jelas dan sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Smith, J. Stephen, 1989, Tourism Analysis, Longman. Ashworth, G. J. dan Tunbridge, J. E., 1990, The Tourist-Historic City, Belhaven Press, London & New York. Page, Stephen, 1995, Urban Tourism, Routledge, London. Shaw, G dan Wiliams, Allan M., 1994, Critical Issues In Tourism, Blackwell Publishers, Oxford.