Anda di halaman 1dari 650

LO_Kt Pengtr_Bag2.

indd 1 5/5/09 2:28:21 PM


LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 2 5/5/09 2:28:21 PM
iii
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Republik Indonesia
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 3 5/5/09 2:28:24 PM
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 4 5/5/09 2:28:24 PM
v
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Mohammad Jusuf Kalla
Wakil Presiden Republik Indonesia
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 5 5/5/09 2:28:28 PM
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 6 5/5/09 2:28:28 PM
vii
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Kata Pengantar
MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera,
Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Mohammad Jusuf
Kalla (JK) sudah memasuki tahun kelima yang merupakan tahun
terakhir dari periode pemerintahan. Berarti sudah empat tahun
Kabinet Indonesia Bersatu dengan didukung oleh seluruh kom-
ponen bangsa bekerja untuk mewujudkan cita-cita Pembangunan
Nasional.
Sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan selama 5 tahun, telah disusun Rencana Pemba-
ngunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden
No. 7 Tahun 2005. Dalam RPJMN 2004-2009. Terdapat tiga Agenda besar yang merupakan penjabaran
visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden. Ketiga agenda tersebut adalah (1) Menciptakan Indonesia
yang Aman dan Damai, (2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, serta (3) Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini merupakan dasar bagi pemerintah dalam me-
nyusun pembangunan tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.
Selain itu RPJMN ini juga merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah sesuai dengan aspek-aspek yang relevan dengan situasi dan
kondisi serta aspirasi masyarakat di masing-masing daerah.
Evaluasi 4 Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dibuat untuk melihat seberapa jauh hasil-hasil yang
telah dicapai selama 4 tahun terakhir. Hasil evaluasi ini akan digunakan pula sebagai masukan dalam
penyusunan RPJMN 2010-2014.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 7 5/5/09 2:28:31 PM
viii
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Usaha, kerja keras, serta kesungguhan pemerintah dalam rangka mewujudkan tiga agenda besar terse-
but telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Hal ini tercermin dari tercapainya sasaran agen-
da pertama, seperti semakin terciptanya keamanan yang stabil serta menurunnya ketegangan antar
golongan masyarakat di daerah rawan konik.
Capaian sasaran agenda kedua juga telah menunjukkan banyak kemajuan, seperti membaiknya indeks
persepsi korupsi, lancarnya pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah yang menggambarkan bahwa proses
demokrasi berlangsung dengan baik, serta pembenahan sistem hukum yang terus menerus dilakukan.
Capaian sasaran agenda ketiga juga sudah menunjukkan banyak kemajuan, walaupun masih perlu di-
tingkatkan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya taraf pendidikan penduduk yang tercermin dari
semakin meningkatnya APM SD, APK SMP, dan juga APK SMA. Selain itu, taraf kesehatan masyarakat
juga semakin meningkat yang ditunjukkan dengan semakin bertambahnya usia harapan hidup, menu-
runnya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, serta menurunnya prevalensi kurang gizi. Sementara
itu, tingkat kemiskinan dan pengangguran walaupun sudah terjadi penurunan namun masih diperlu-
kan upaya-upaya yang lebih keras lagi.
Sebagai penutup, saya ingin mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk melihat empat tahun kerja
keras pemerintah secara berimbang. Kinerja 4 tahun Pemerintahan ini dapat menjadi bukti kesungguh-
an dan kemampuan Pemerintah berserta seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu untuk mewujudkan
visi dan misi Pembangunan yang telah dicanangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden. Pemerintah ber-
keyakinan bahwa bersama-sama kita telah menata perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.
Terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Jakarta, April 2009
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
H. Paskah Suzetta
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 8 5/5/09 2:28:31 PM
ix
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Daftar Isi
Pengantar ............................................................................................................................. vii
Daftar Isi .............................................................................................................................. ix
Daftar Tabel............................................................................................................................. xii
Daftar Gambar ........................................................................................................................ xv
Daftar Kotak........................................................................................................................... xvi
BAGIAN 1 PENDAHULUAN
Bab 1.1 Visi RPJMN 2004-2009......................................................................................... 3
Bab 1.2 Misi RPJMN 2004-2009........................................................................................ 4
Bab 1.3 Strategi RPJMN 2004-2009.................................................................................. 6
Bab 1.4 Agenda RPJMN 2004-2009................................................................................... 6
Bab 1.5 Permasalahan dan Tantangan............................................................................... 8
BAGIAN 2 AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
Bab 2.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai ................. 15
Bab 2.2 Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi
Antarkelompok Masyarakat................................................................................ 19
Bab 2.3 Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada
Nilai-nilai Luhur................................................................................................... 29
Bab 2.4 Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas............................................................................. 39
Bab 2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme ................................................. 49
Bab 2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme..................................................... 57
Bab 2.7 Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara .................................................. 65
Bab 2.8 Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan
Kerjasama Internasional ..................................................................................... 75
BAGIAN 3 AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
Bab 3.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis............ 87
Bab 3.2 Pembenahan Sistem dan Politik Hukum............................................................ 91
Bab 3.3 Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk ......................................... 99
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 9 5/5/09 2:28:32 PM
x
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Bab 3.4 Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan Atas Hukum dan
Hak Asasi Manusia ............................................................................................107
Bab 3.5 Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak ............................................................117
Bab 3.6 Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah.................................135
Bab 3.7 Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa ..........................161
Bab 3.8 Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh.....................................169
BAGIAN 4 AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Bab 4.1 Pengantar Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat ...............................181
Bab 4.2 Penanggulangan Kemiskinan............................................................................189
Bab 4.3 Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas..................................................215
Bab 4.4 Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur ................................................241
Bab 4.5 Revitalisasi Pertanian........................................................................................249
Bab 4.6 Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah..................263
Bab 4.7 Peningkatan Pengelolaan BUMN......................................................................275
Bab 4.8 Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi .........................281
Bab 4.9 Peningkatan Iklim Ketenagakerjaan.................................................................289
Bab 4.10 Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro...........................................................301
Bab 4.11 Pembangunan Perdesaan ..................................................................................317
Bab 4.12 Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah........................................343
Bab 4.13 Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas ........373
Bab 4.14 Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan
yang Berkualitas.................................................................................................387
Bab 4.15 Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial......................................405
Bab 4.16 Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas
serta Pemuda dan Olahraga ..............................................................................417
Bab 4.17 Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama ....................................................441
Daftar Isi
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 10 5/5/09 2:28:32 PM
xi
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Daftar Isi
Bab 4.18 Perbaikan Pengelolaan SDA dan
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup .............................................................453
Bab 4.19 Percepatan Pembangunan Infrastruktur .........................................................495
Bab 4.20 Penangggulangan dan Pengurangan Risiko Bencana ......................................591
BAGIAN 5 PENUTUP
Bab 5.1 Penutup ..............................................................................................................615
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 11 5/5/09 2:28:32 PM
xii
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tabel 2.4.1. Sasaran Program dan Capaian Bidang Peningkatan Keamanan,
Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas.......................................................... 47
Tabel 2.5.1. Sasaran Program dan Capaian Bidang Pencegahan dan
Penanggulangan Separatisme ..................................................................................... 54
Tabel 2.6.1. Sasaran Program dan Capaian Bidang Pencegahan dan
Penanggulangan Gerakan Terorisme .......................................................................... 62
Tabel 2.7.1. Sasaran Program dan Capaian Bidang Peningkatan
Kemampuan Pertahanan Negara ................................................................................ 71
Tabel 3.4.1. Sasaran Program dan Pencapaian Bidang Penghormatan,
Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia..........................114
Tabel 3.5.1. Angka Partisipasi Sekolah Usia 7-18 tahun..............................................................125
Tabel 3.5.2. Angka Putus Sekolah .................................................................................................125
Tabel 3.5.3. Sasaran Program dan Pencapaian Peningkatan
Kualitas Hidup dan Peran Perempuan serta Perlindungan Anak............................131
Tabel 3.6.1. Perkembangan Penetapan Peraturan Pelaksana Undang-undang
mengenai Desentralisasi dan Otoda.........................................................................139
Tabel 3.6.2. Peraturan Pelaksana Amanat UU No. 32/2004
yang Belum Selesai Ditetapkan.................................................................................139
Tabel 3.6.3. Pencapaian Program Peningkatan Kapasitas Keuangan
Pemerintah Daerah....................................................................................................144
Tabel 3.6.4. Hasil Evaluasi terhadap Perda dan Raperda mengenai
Pajak dan Retribusi Daerah.......................................................................................146
Tabel 3.6.5. Perkiraan Pencapaian Sasaran RPJMN pada 2009...................................................156
Tabel 4.2.1. Sasaran dan Pencapaian Penganggulangan Kemiskinan.........................................212
Tabel 4.3.1 Tahapan Integrasi Instansi Pemerintah (Goverment Agency/GA)
dengan Sistem NSW...................................................................................................219
Tabel 4.3.2. Perkembangan Ekspor Nonmigas Indonesia Tahun 2008.......................................223
Tabel 4.3.3. Peran Ekspor Pertanian, Industri, dan Pertambangan terhadap
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas (2005-2008).........................................................224
Tabel 4.3.4. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas.................236
Tabel 4.4.1. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur................246
Daftar Tabel
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 12 5/5/09 2:28:32 PM
xiii
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Tabel 4.5.1. Sasaran dan Capaian RPJMN 2004-2009
Bidang Revitalisasi Pertanian....................................................................................261
Tabel 4.6.1. Sasaran dan Pencapaian Pemberdayaan Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah...........................................................................273
Tabel 4.7.1. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Pengelolaan BUMN.....................................279
Tabel 4.8.1. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Kemampuan
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi ...........................................................................286
Tabel 4.9.1. Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT (2004-November 2005) ...............................290
Tabel 4.9.2. Lapangan Kerja berdasarkan Status Pekerjaan (ribu orang)...................................295
Tabel 4.9.3. Pengangguran Terbuka dalam RPJMN, RKP, dan Realisasinya...............................297
Tabel 4.9.4. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Iklim Ketenagakerjaan................................299
Tabel 4.10.1 Gambaran Ekonomi Makro.......................................................................................314
Tabel 4.10.2. Struktur Ekonomi ......................................................................................................315
Tabel 4.11.1. Sasaran dan Pencapaian Pembangunan Perdesaan..................................................339
Tabel 4.12.1. Sasaran dan Pencapaian Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah..............................................................................................371
Tabel 4.13.1. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Pendidikan yang Berkualitas .....................................................................385
Tabel 4.14.1. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Kesehatan yang Berkualitas ......................................................................403
Tabel 4.15.1. Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial ..................................................................................................414
Tabel 4.16.1 Sasaran dan Pencapaian Pembangunan Kependudukan dan
Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga..........................................436
Tabel 4.18.1. Sasaran dan Pencapaian Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup ...........................................480
Tabel 4.19.1. Jumlah Penumpang Angkutan Perintis/PSO 2003-2007........................................499
Tabel 4.19.2. Jalan Nasional Tahun 2005-2008.............................................................................507
Tabel 4.19.3. Capaian Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan .................510
Tabel 4.19.4. Sasaran dan Capaian Percepatan
Pembangunan Infrastruktur (Transportasi) ............................................................521
Tabel 4.19.5. Pencapaian Sasaran Pembangunan Infrastruktur Subsektor
Sumberdaya Air Tahun 2005-2008...........................................................................538
Daftar Tabel
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 13 5/5/09 2:28:32 PM
xiv
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tabel 4.19.6. Sasaran dan Pencapaian Bidang Infrastruktur Pelayanan Energi ...........................548
Tabel 4.19.7. Sasaran dan Pencapaian Bidang Infrastruktur Pelayanan Ketenagalistrikan........557
Tabel 4.19.8. Sasaran dan Pencapaian Bidang Infrastruktur Pelayanan
Pos dan Telematika ....................................................................................................568
Tabel 4.19.9. Pencapaian Sasaran Bidang Perumahan Periode 2005-2008 ..................................582
Tabel 4.19.10. Pencapaian Sasaran RPJMN 2004-2009 Cipta Karya Januari 2009.......................584
Tabel 4.19.11. Pencapaian di Bidang Air Minum 2005-2007 ..........................................................586
Tabel 4.19.12. Pencapaian Pengembangan Permukiman 2005-2007 .............................................587
Tabel 4.20.1. Sasaran, Indikator, dan Capaian RPJMN 2004-2009
di Bidang Penanggulangan Bencana Perpres No. 30 Tahun 2005
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Prov. NAD & Kep. Nias Prov. Sumut .................................608
Tabel 4.20.2 Sasaran, Indikator, dan Capaian RPJMN 2004-2009
di Bidang Penanggulangan Bencana
Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2006
Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah
Pascabencana Gempa Bumi di DIY dan Jawa Tengah..............................................611
Daftar Tabel
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 14 5/5/09 2:28:33 PM
xv
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Gambar 2.4.1. Tren Kejahatan Indonesia 2005-Maret 2008............................................................. 41
Gambar 2.4.2. Kasus Tindak Pidana Narkoba 2003-2008................................................................. 42
Gambar 3.5.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Perempuan Dibandingkan dengan Laki-laki (2003-2008) ......................................121
Gambar 3.5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Perempuan Dibandingkan dengan Laki-laki (2003-2008) ......................................121
Gambar 3.5.3. Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (2005-2007) ..............................................123
Gambar 3.5.4. Kasus Kekerasan terhadap Anak (2005-2007).........................................................123
Gambar 3.5.5. Persentase Anak yang Bekerja (2005-2008).............................................................126
Gambar 4.3.1. Angka Realisasi Investasi PMDN dan PMA 2005-2008...........................................221
Gambar 4.3.2. Sasaran dan Realisasi Ekspor Nonmigas ..................................................................222
Gambar 4.3.3. Perkembangan Pasar Ekspor Nonmigas ...................................................................224
Gambar 4.9.1. Kondisi Ketenagakerjaan per Agustus 2008 ............................................................293
Gambar 4.9.2. Keadaan Lapangan Pekerjaan Utama per Februari 2008 ........................................294
Gambar 4.9.3. Jumlah Pekerja yang Terkena Dampak Krisis Perekonomian Global
Posisi 31 Desember 2008 ..........................................................................................296
Gambar 4.10.1. Angka Inasi 2005-2008...........................................................................................306
Gambar 4.13.1. Capaian APK PAUD....................................................................................................377
Gambar 4.13.2. Capaian APM SD/MI/sederajat dan APK SMP/MTs/sederajat ...............................378
Gambar 4.13.3. Capaian APK SMA......................................................................................................378
Gambar 4.13.4. Capaian APK Perguruan Tinggi.................................................................................379
Gambar 4.16.1. Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)................................................421
Gambar 4.16.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia...........................................................422
Gambar 4.16.3. Perkembangan Pencapaian TFR................................................................................423
Gambar 4.16.4. Grak TFR Per Provinsi Berdasarkan Hasil SDKI 2007...........................................423
Gambar 4.16.5. Unmetneed Peserta KB Berdasarkan SDKI................................................................424
Gambar 4.16.6. Unmetneed per Provinsi Berdasarkan SDKI 2007 ....................................................424
Gambar 4.16.7. Perkembangan Peserta KB Pria Berdasarkan SDKI .................................................425
Gambar 4.16.8. Perkembangan Pemakaian Kontrasepsi Berdasar Jenis ..........................................426
Gambar 4.16.9. Grak Perkembangan Median Usia Kawin Pertama Menurut SDKI.......................426
Gambar 4.16.10. Grak Median Usia Kawin Pertama Menurut Desa-Kota........................................427
Gambar 4.16.11. Jumlah Institusi Masyarakat dalam Penyelenggaraan KB
dan Kesehatan Reproduksi 2004-2009 ....................................................................428
Gambar 4.19.1. Produksi Jasa Angkutan Kereta Api .........................................................................511
Gambar 4.19.2. Jumlah Pelabuhan di Indonesia................................................................................513
Daftar Gambar
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 15 5/5/09 2:28:33 PM
xvi
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Daftar Kotak
Kotak 1 Dampak Pemekaran Daerah .....................................................................................154
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 16 5/5/09 2:28:33 PM
Bagian 1
Pendahuluan
Bab 1.1 Visi RPJMN 2004-2009
Bab 1.2 Misi RPJMN 2004-2009
Bab 1.3 Strategi RPJMN 2004-2009
Bab 1.4 Agenda RPJMN 2004-2009
Bab 1.5 Permasalahan dan Tantangan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 1 5/5/09 2:28:33 PM
Dok : Bappenas
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 2 5/5/09 2:28:34 PM
Bagian 1
3
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Pendahuluan
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional, maka sesuai amanat Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perenca-
naan Pembangunan Nasional, telah disusun Ren-
cana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009 yang ditetapkan melalui
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005.
Seiring dengan berjalannya waktu, pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 telah melewati tahun ke em-
pat. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan dan
tentu saja perlu dilihat seberapa jauh keberhasil-
an yang telah dicapai. Dengan demikian, untuk
mengetahui dan menilai capaian yang telah di-
hasilkan perlu dilakukan evaluasi. Selain itu,
hasil evaluasi juga merupakan bahan masukan
bagi pemerintah dalam menyusun rencana pem-
bangunan pada periode berikutnya atau RPJMN
2010-2014. Pelaksanaan Evaluai RPJMN ini
merupakan amanat yang tertuang dalam Per-
aturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
BAB 1.1.
Visi RPJMN 2004-2009
Dalam RPJMN 2004-2009, tujuan pembangunan
nasional diwujudkan melalui Visi Pembangunan
Nasional. Adapun Visi Pembangunan Nasional
dalam RPJMN 2004-2009 ditetapkan sebagai
berikut: PERTAMA, terwujudnya kehidupan ma-
syarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu,
rukun dan damai. Aman mengandung makna be-
bas dari bahaya, ancaman dari luar negeri, dan
gangguan dari dalam negeri. Selain itu aman juga
mencerminkan keadaan tenteram, tidak ada rasa
takut dan khawatir. Adapun damai mengandung
arti tidak terjadi konik, tidak ada kerusuhan ke-
adaan tidak bermusuhan dan rukun dalam sistem
negara hukum.
KEDUA, terwujudnya masyarakat, bangsa, dan
negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetara-
an, dan hak asasi manusia (HAM). Kondisi ini se-
cara garis besar tercermin dengan keadaan Indo-
nesia yang adil dan demokratis. Adil mengandung
arti tidak berat sebelah atau memihak. Dari kon-
teks adil ini, demokrasi kemudian menjadi pan-
dangan hidup yang mengutamakan persamaan
hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama
bagi semua negara warga negara di depan hukum.
Adil juga berarti berpihak kepada yang benar ser-
ta berpegang pada konstitusi dan hukum.
KETIGA, terwujudnya perekonomian yang mam-
pu menyediakan kesempatan kerja dan penghi-
dupan yang layak serta memberikan fondasi yang
kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah salah
satu tujuan utama pendirian negara Republik
Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa
dan makmur yang diartikan sebagai keadaan yang
berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tidak
saja memiliki dimensi sik atau materi, tetapi
juga dimensi rohani.
Terciptanya kesejahteraan rakyat
adalah salah satu tujuan utama pendirian
negara Republik Indonesia.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 3 5/5/09 2:28:35 PM
4
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
BAB 1.2.
Misi RPJMN 2004-2009
Upaya pencapaian Visi Pembangunan Nasional
dalam RPJMN 2004-2009 pada tahap berikutnya
dikongkretkan ke dalam langkah-langkah strate-
gis melalui sebuah penetapan Misi Pembangun-
an Nasional. Misi Pembangunan Nasional dalam
RPJMN 20042009 meliputi:
Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Da-
mai
Misi ini diwujudkan melalui Agenda Mewujud-
kan Indonesia yang Aman dan Damai dengan 3
sasaran pokok. Sasaran pokok tersebut terdiri
dari: SASARAN PERTAMA adalah meningkatnya
rasa aman dan damai melalui penetapan prioritas
peningkatan rasa saling percaya dan harmoni-
sasi antarkelompok masyarakat; pengembangan
kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai
luhur; serta peningkatan keamanan, ketertiban,
dan penanggulangan kriminalitas. SASARAN
KEDUA adalah semakin kokohnya NKRI berdasar-
kan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal
Ika melalui penetapan prioritas pencegahan dan
penanggulangan separatisme; pencegahan dan
penanggulangan gerakan terorisme; dan pening-
katan kemampuan pertahanan negara. SASARAN
KETIGA adalah semakin berperannya Indonesia
dalam menciptakan perdamaian dunia melalui
penetapan prioritas pemantapan politik luar ne-
geri dan peningkatan kerjasama internasional.
Mewujudkan Indonesia yang Adil dan De-
mokratis
Misi ini diwujudkan melalui Agenda Mewujud-
kan Indonesia yang Adil dan Demokratis dengan
5 sasaran pokok. Sasaran pokok tersebut terdiri
dari: SASARAN PERTAMA adalah meningkatnya
keadilan dan penegakan hukum melalui penetap-
an prioritas Pembenahan Sistem Hukum Nasi-
onal dan Politik Hukum; serta Penghormatan,
Pemenuhan, dan Penegakan atas Hukum dan
Pengakuan atas Hak Asasi Manusia (HAM). SA-
SARAN KEDUA adalah terjaminnya keadilan
gender bagi peningkatan peran perempuan dalam
berbagai bidang pembangunan melalui penetap-
an prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan
dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan
Perlindungan Anak. SASARAN KETIGA adalah
meningkatnya pelayanan kepada masyarakat me-
lalui penetapan prioritas yang diletakkan pada re-
vitalisasi proses desentralisasi dan otonomi dae-
rah. SASARAN KEEMPAT adalah meningkatnya
pelayanan birokrasi kepada masyarakat melalui
penetapan prioritas yang diletakkan pada pencip-
taan tata pemerintahan yang bersih dan berwiba-
wa. SASARAN KELIMA adalah terlaksananya pe-
milihan umum (Pemilu) 2009 secara demokratis,
jujur, dan adil melalui penetapan prioritas yang
diarahkan pada optimalisasi fungsi hubungan
antar lembaga, pemberdayaan masyarakat, dan
peningkatan kualitas partai-partai politik dan pe-
nyelenggaraan pemilu.
Dok : PolaGrade
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 4 5/5/09 2:28:37 PM
Bagian 1
5
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
Misi ini diwujudkan melalui Agenda Meningkat-
kan Kesejahteraan Masyarakat dengan 5 sasaran
pokok. Sasaran pokok tersebut terdiri dari:
SASARAN PERTAMA adalah menurunnya jumlah
penduduk miskin serta terciptanya lapangan ker-
ja yang mampu mengurangi pengangguran terbu-
ka dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang
tetap terjaga. Adapun prioritas yang ditetapkan
dalam upaya pencapaian sasaran ini meliputi pe-
nanggulangan kemiskinan, peningkatan investasi
dan ekspor non migas, peningkatan daya saing
industri manufaktur, revitalisasi pertanian, pem-
berdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM), peningkatan pengelolaan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), peningkat-
an kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek), perbaikan iklim ketenagakerjaan, dan
pemantapan stabilitas ekonomi makro.
Misi ini diwujudkan melalui Agenda
Meningkatkan Kesejahteraan Masyara-
kat dengan 5 sasaran pokok
SASARAN KEDUA adalah berkurangnya kesen-
jangan antar wilayah melalui penetapan prioritas
pembangunan yang mengarah pada pembangun-
an perdesaan dan pengurangan ketimpangan
pembangunan wilayah.
SASARAN KETIGA adalah meningkatnya kualitas
manusia yang secara menyeluruh melalui pene-
tapan prioritas pembangunan menuju pada pe-
ningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan
yang berkualitas, peningkatan akses masyarakat
terhadap layanan kesehatan yang lebih berkuali-
tas, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan
sosial, pembangunan kependudukan, dan kelu-
arga kecil berkualitas serta pemuda dan olahraga,
serta peningkatan kualitas kehidupan beragama.
SASARAN KEEMPAT adalah membaiknya mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya
alam (SDA) yang mengarah pada pengarusuta-
maan (mainstreaming) prinsip pembangunan
berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pem-
bangunan. Adapun prioritas yang ditetapkan
dalam upaya pencapaian sasaran ini diletakkan
pada perbaikan pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian mutu lingkungan hidup dengan
kebijakan: (1) mengelola sumberdaya alam untuk
dimanfaatkan secara esien, adil, dan berkelan-
jutan yang didukung dengan kelembagaan yang
handal dan penegakan hukum yang tegas, (2)
mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang lebih parah, se-
hingga laju kerusakan dan pencemaran semakin
menurun; (3) memulihkan kondisi sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang rusak; (4) mem-
pertahankan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup yang masih dalam kondisi baik untuk di-
manfaatkan secara berkelanjutan, serta mening-
katkan mutu dan potensinya; serta (5) mening-
katkan kualitas lingkungan hidup.
SASARAN KELIMA adalah membaiknya infra-
struktur melalui penetapan prioritas percepatan
pembangunan infrastruktur. Upaya ini dilakukan
awalnya pada perbaikan infrastruktur yang ru-
sak untuk memulihkan mengembalikan kinerja
pelayanan dengan titik berat pada perbaikan in-
frastruktur pertanian dan perdesaan, infrastruk-
tur ekonomi strategis, dan di daerah konik.
Upaya selanjutnya adalah perluasan kapasitas
infrastruktur dengan fokus pembangunan infra-
struktur baru yang diarahkan pada infrastruktur
di daerah terpencil dan tertinggal, infrastruktur
yang melayani masyarakat miskin, dan infra-
struktur yang menghubungkan dan atau mela-
yani antardaerah. RPJMN 2004-2009 merupakan
perencanaan strategis bagi Negara Kesatuan Re-
publik Indonesia (NKRI) dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan nasional.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 5 5/5/09 2:28:37 PM
6
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
BAB 1.3.
Strategi RPJMN 2004-2009
Strategi pokok pembangunan dalam RPJMN
2004-2009 meliputi:
1. STRATEGI PENATAAN KEMBALI INDONE-
SIA yang diarahkan untuk menyelamatkan
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan kon-
sensus dasar yang melandasi berdirinya Ne-
gara Kebangsaan Republik Indonesia.
2. STRATEGI PEMBANGUNAN INDONESIA
yang diarahkan untuk membangun Indonesia
di segala bidang yang merupakan perwujudan
dari amanat yang tertera jelas dalam Pembu-
kaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama
dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan pen-
ciptaan landasan pembangunan yang kokoh.
BAB 1.4.
Agenda RPJMN 2004-2009
Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangun-
an RPJMN 2004-2009, ditetapkan 3 (tiga) agen-
da pembangunan nasional 2004 2009, yaitu: (1)
Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai,
(2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demo-
kratis, dan (3) Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat.
1.4.1. Menciptakan Indonesia yang A-
man dan Damai
Dalam Agenda Mewujudkan Indonesia yang
Aman dan Damai, ada 3 sasaran pokok dengan
prioritas dan arah kebijakan yang dilakukan. SA-
SARAN PERTAMA adalah meningkatnya rasa
aman dan damai. Menurunnya ketegangan dan
ancaman konik antar-kelompok maupun golong-
an masyarakat, menurunnya angka kriminalitas
secara nyata di perkotaan dan perdesaan, serta
menurunnya secara nyata angka perampokan dan
kejahatan di lautan dan penyelundupan lintas ba-
tas, merupakan cerminan perwujudan sasaran
pertama ini. SASARAN KEDUA adalah semakin
kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945, dan Bhinneka Tung-
gal Ika. Tertanganinya kegiatan-kegiatan yang
ingin memisahkan diri dari NKRI, meningkatnya
daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman
bahaya terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan
NKRI merupakan cerminan dari sasaran kedua
ini. SASARAN KETIGA adalah semakin berpe-
rannya Indonesia dalam menciptakan perda-
maian dunia.
1.4.2. Mewujudkan Indonesia yang A-
dil dan Demokratis
Dalam Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil
dan Demokratis, ada 5 sasaran pokok dengan pri-
oritas dan arah kebijakannya. SASARAN PER-
TAMA adalah meningkatnya keadilan dan pene-
gakan hukum. Terciptanya sistem hukum yang
adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif serta yang
memberikan perlindungan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia, terjaminnya konsis-
tensi seluruh peraturan perundang-undangan di
tingkat pusat dan daerah, ditindaknya pelaku tin-
dak pidana korupsi beserta pengembalian uang
hasil korupsi kepada negara, dicegahnya dan di-
tanggulanginya terorisme serta pembasmian pe-
nyalahgunaan obat terlarang merupakan cermin-
an perwujudan sasaran pertama ini. SASARAN
KEDUA adalah terjaminnya keadilan gender bagi
peningkatan peran perempuan dalam berbagai bi-
dang pembangunan. Hal ini akan tercemin dalam
berbagai perundangan, program pembangunan,
kebijakan publik, membaiknya angka Gender-re-
lated Development Index (GDI) dan angka Gender
Empowerment Measurement (GEM), menurunnya
tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak
serta meningkatnya kesejahteraan dan perlin-
dungan anak. SASARAN KETIGA adalah me-
ningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan
menyelenggarakan otonomi daerah dan kePeme-
rintahan daerah yang baik, menjamin konsistensi
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 6 5/5/09 2:28:38 PM
Bagian 1
7
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundang-
an yang lebih tinggi. SASARAN KEEMPAT
adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada
masyarakat. Hal ini akan dicerminkan dengan
berkurangnya secara nyata praktik korupsi di
birokrasi yang dimulai dari tataran (jajaran) pe-
jabat yang paling atas, terciptanya sistem Peme-
rintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel,
transparan, esien dan berwibawa;. Selain itu,
hal ini juga akan dicerminkan dengan terhapus-
nya aturan, peraturan, dan praktik yang bersifat
diskriminatif terhadap warga negara, kelompok,
atau golongan masyarakat serta meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebi-
jakan publik. SASARAN KELIMA adalah terlak-
sananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara
demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga mo-
mentum konsolidasi demokrasi yang sudah ter-
bentuk berdasarkan hasil pemilihan umum secara
langsung tahun 2004.
1.4.3. Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat
Dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat, ada 5 sasaran pokok dengan prioritas dan
arah kebijakan yang dilakukan. SASARAN PER-
TAMA adalah menurunnya jumlah penduduk
miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta
terciptanya lapangan kerja yang mampu mengu-
rangi pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen
tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas
ekonomi yang tetap terjaga. Kemiskinan dan pe-
ngangguran diatasi dengan strategi pembangun-
an ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang
berkualitas dan berdimensi pemerataan melalui
penciptaan lingkungan usaha yang sehat. SASAR-
AN KEDUA adalah berkurangnya kesenjangan
antar-wilayah yang tercermin dari meningkatnya
peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan eko-
nomi agar mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di perdesaan; meningkatnya pem-
Dok : Tempo, Zulkarnain
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 7 5/5/09 2:28:42 PM
8
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
bangunan pada daerah-daerah terbelakang dan
tertinggal; meningkatnya masyarakat di perde-
saan; meningkatnya pembangunan pada daerah-
daerah terbelakang dan tertinggal; meningkatnya
pengembangan wilayah yang didorong oleh daya
saing pengembangan wilayah yang didorong oleh
daya saing kawasan dan produk-produk unggulan
daerah; serta meningkatnya keseimbangan per-
tumbuhan pembangunan antar-kota-kota metro-
politan, besar, menengah, dan kecil dengan mem-
perhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan
penatagunaan tanah. SASARAN KETIGA adalah
meningkatnya kualitas manusia yang secara me-
nyeluruh tercermin dari membaiknya angka In-
deks Pembangunan Manusia (IPM). SASARAN
KEEMPAT adalah membaiknya mutu lingkungan
hidup dan pengelolaan sumberdaya alam yang
mengarah pada pengarusutamaan (mainstream-
ing) prinsip pembangunan berkelanjutan di selu-
ruh sektor dan bidang pembangunan. SASARAN
KELIMA adalah membaiknya infrastruktur yang
ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan
kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
BAB 1.5.
Permasalahan dan Tantangan
Secara garis besar, permasalahan dan tantangan
yang dihadapi Indonesia mencakup: Pertama,
masih rendahnya pertumbuhan ekonomi me-
ngakibatkan rendah dan menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat dan munculnya berbagai
masalah sosial yang mendasar.
Kemiskinan dan pengangguran diatasi
dengan strategi pembangunan ekonomi
yang mendorong pertumbuhan yang
berkualitas dan berdimensi pemerataan
melalui penciptaan lingkungan usaha
yang sehat
Sejumlah realitas yang menjadi penyebab tim-
bulnya permasalahan kesejahteraan rakyat dan
masalah sosial, meliputi: (1) terus meningkatnya
angkatan kerja baru yang tidak diiringi dengan
bertambahnya kesempatan kerja; (2) rentannya
terhadap perubahan kondisi politik, ekonomi,
konik sosial yang terjadi di berbagai daerah,
dan bencana alam; (3) peningkatan stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi belum memadai un-
tuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (4)
pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi
masyarakat, (5) pertumbuhan sektor pertanian
dan industri yang rendah, padahal kedua sektor
tersebut potensial menyerap tenaga kerja; (6)
menurunnya sumbangan minyak dan gas dalam
penerimaan negara; (7) utilisasi kapasitas produk-
si yang relatif masih rendah; (8) rendahnya ke-
mampuan pembangunan dalam memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi; (9) kegiatan
perdagangan dalam negeri masih belum berjalan
secara esien; (10) pelaksanaan otonomi yang
menghambat kelancaran arus barang dan jasa an-
tar-daerah, (11) hambatan yang makin kompleks
dalam perdagangan luar negeri.
Kedua, kualitas sumberdaya manusia Indone-
sia masih rendah. Dari sisi pendidikan, pemba-
ngunan pendidikan belum sepenuhnya mampu
memenuhi hak-hak dasar warga negara. Kualitas
pendidikan juga masih rendah dan belum mampu
memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik.
Dok : Tempo, Novi Kartika
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 8 5/5/09 2:28:45 PM
Bagian 1
9
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendi-
dikan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.
Dari sisi kesehatan, derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat masih rendah. Pola penyakit yang
diderita oleh masyarakat yang pada umumnya
masih berupa penyakit menular dan sudah mulai
ada keecenderungan meningkatnya beberapa pe-
nyakit tidak menular.
Masalah lainnya yang mempengaruhi rendah-
nya kualitas SDM adalah: masih tingginya laju
pertumbuhan dan kuantitas penduduk; masih
tingginya tingkat kelahiran penduduk; kurang-
nya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia
subur dan remaja akan hak-hak reproduksi; ma-
sih rendahnya usia kawin pertama penduduk;
rendahnya partisipasi laki-laki dalam ber-KB; ma-
sih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga;
masih lemahnya institusi daerah dalam pelak-
sanaan program KB; belum serasinya kebijakan
kependudukan dalam mendukung pembangunan
berkelanjutan; belum tertatanya administrasi
kependudukan dalam rangka membangun sistem
pembangunan, Pemerintahan, dan pembangunan
yang berkelanjutan; rendahnya kualitas pemuda;
dan rendahnya budaya olahraga di kalangan ma-
syarakat dan prestasi olahraga Indonesia yang
tertinggal.
Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan,
permasalahan mendasar yang terjadi selama ini
adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam
pembangunan, di samping masih adanya berba-
gai bentuk praktik diskriminasi terhadap perem-
puan. Permasalahan mendasar lainnya adalah
masih terdapatnya kesenjangan partisipasi poli-
tik kaum perempuan yang bersumber dari ketim-
pangan struktur sosio-kultural masyarakat. Dalam
konteks, sosial, kesenjangan ini mencerminkan
masih terbatasnya akses sebagian besar perem-
puan terhadap layanan kesehatan yang baik, pen-
didikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam
kegiatan publik yang lebih luas. Masalah lain-
nya adalah rendahnya kualitas hidup dan peran
perempuan; tingginya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak; rendahnya kesejahteraan
dan perlindungan anak; rendahnya angka Indeks
Pembangunan Gender (Gender-related Develop-
ment Index, GDI); dan angka Indeks Pemberda-
yaan Gender (Gender Empowerment Measurement,
GEM); banyaknya hukum dan peraturan perun-
dang-undangan yang bias gender, diskriminatif
terhadap perempuan, dan belum peduli anak; ser-
ta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarus-
utamaan gender dan anak, temasuk ketersediaan
data, dan rendahnya partisipasi masyarakat.
Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajar-
an agama dalam kehidupan bermasyarakat, ber-
bangsa dan bernegara masih memprihatinkan.
Ajaran agama belum sepenuhnya diaktualisasikan
dalam kehidupan agama secara nyata. Perilaku ma-
syarakat yang cenderung negatif seperti perilaku
asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba,
dan perjudian sering muncul ke permukaan. Di
samping itu permasalahan dalam membangun
agama adalah masih belum kondusifnya har-
monisasi kehidupan sosial di dalam masyarakat.
Ketegangan sosial yang memicu konik intern
dan antarumat beragama akan merusak tatanan
kehidupan masyarakat yang pada akhirnya menu-
runkan tingkat kesejahteraan itu sendiri.
Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia
relatif masih rendah. Berdasarkan Human De-
velopment Report 2004 yang menggunakan data
tahun 2002, angka Human Development Index
(HDI) Indonesia adalah 0,692. Secara rinci, angka
indeks tersebut merupakan komposit dari ang-
ka harapan hidup saat lahir sebesar 66,2 tahun;
angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke
atas sebesar 87,9 persen; kombinasi angka par-
tisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen; dan
Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang di-
hitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing
power parity) sebesar USD 3.230. HDI Indonesia
hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 9 5/5/09 2:28:45 PM
10
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Ketiga, kualitas manusia dipengaruhi juga oleh
kemampuan dalam mengelola sumberdaya alam
dan lingkungan hidup. Permasalahan pokok yang
dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup adalah tidak menyatunya
kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup
dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam
sehingga sering melahirkan konik kepentingan
antara ekonomi sumberdaya alam dengan ling-
kungan. Kebijakan ekonomi selama ini cenderung
lebih berpihak terhadap kegiatan eksploitasi sum-
berdaya alam sehingga mengakibatkan lemahnya
kelembagaan pengelolaan dan penegakan hu-
kum.
Keempat, kesenjangan pembangunan antar-dae-
rah masih lebar, seperti antara Jawa-luar Jawa,
antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)-Kawasan
Timur Indonesia (KTI), serta antara kota-desa.
Untuk dua konteks pertama, ketimpangan telah
berakibat langsung pada munculnya semangat
kedaerahan yang, pada titik yang paling ekstrem,
muncul dalam bentuk upaya-upaya separatis. Se-
dangkan untuk konteks yang ketiga kesenjangan
antara desa dan kota disebabkan oleh investasi
ekonomi (infrastruktur dan kelembagaan) yang
cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan.
Akibatnya, kota mengalami pertumbuhan yang
lebih cepat sedangkan wilayah perdesaan relatif
tertinggal.
Kelima, dukungan infrastruktur dalam pemba-
ngunan mengalami penurunan kuantitas maupun
kualitasnya sejak krisis 1997/1998. Berkurang-
nya kualitas dan pelayanan dan tertundanya
pembangunan infrastruktur baru telah meng-
hambat pembangunan nasional. Pembangunan
infrastruktur mendatang dihadapkan pada ter-
batasnya kemampuan Pemerintah untuk menye-
diakan.
Keenam, upaya membangun harmoni dalam ke-
hidupan masyarakat dihadapkan pada tantangan
nyata dengan munculnya ketegangan sosial yang
Dok : Tempo, Muradi
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 10 5/5/09 2:28:51 PM
Bagian 1
11
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
melahirkan konik internal dan antar-umat ber-
agama dengan memanfaatkan sentimen agama
yang diartikan secara sempit, ketimpangan dan
ketidakadilan sosial ekonomi, dan tingkat pendi-
dikan masyarakat yang rendah.
Ketujuh, masih tingginya kejahatan konvensio-
nal dan transnasional. Meskipun terkendali, vari-
asi kejahatan konvensional cenderung meningkat
dengan kekerasan yang meresahkan masyarakat.
Berbagai kejahatan transnasional, seperti: pe-
nyelundupan, narkotika, pencucian uang dan
sebagainya terus meningkat. Luasnya wilayah
laut, keanekaragaman sumberdaya hayati laut,
dan kandungan sumberdaya kelautan, banyaknya
pintu masuk ke wilayah perairan nusantara serta
masih lemahnya pengawasan, kemampuan, dan
koordinasi keamanan laut menyebabkan mening-
katnya gangguan keamanan, pertahanan dan
pelanggaran hukum di laut. Masih adanya po-
tensi terorisme membutuhkan pendekatan dan
penanganan yang lebih komprehensif; sementara
itu efektivitas pendeteksian dini dan upaya pre-
emtif, pengamanan sasaran vital, pengungkapan
kasus, pengenalan faktor-faktor pemicu teror-
isme, dan perlindungan masyarakat umum dari
terorisme dirasakan belum memadai.
Berkurangnya kualitas dan pelayanan
dan tertundanya pembangunan infra-
struktur baru telah menghambat pem-
bangunan nasional
Kedelapan, dengan wilayah yang sangat luas, ser-
ta kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang bera-
gam, dan potensi ancaman baik dari luar maupun
dalam negeri yang tidak ringan, TNI dihadapkan
pada masih kurangnya kemampuan jumlah dan
personel serta permasalahan alutsista yang jauh
dari mencukupi.
Kesembilan, masih banyaknya peraturan per-
undang-undangan yang belum mencerminkan
keadilan, kesetaraan, dan penghormatan serta
perlindungan terhadap hak asasi manusia; masih
besarnya tumpang tindih peraturan perundang-
an di tingkat pusat dan daerah yang mengham-
bat iklim usaha dan pada gilirannya menghambat
peningkatan kesejahteraan masyarakat; belum
ditegakkannya hukum secara tegas, adil dan ti-
dak diskriminatif, serta memihak kepada rakyat
kecil; serta belum dirasakan putusan hukum oleh
masyarakat sebagai suatu putusan yang adil dan
tidak memihak melalui proses yang transparan.
Kesepuluh, rendahnya kualitas pelayanan umum
kepada masyarakat akibat tingginya penyalahgu-
naan kewenangan dan penyimpangan, rendahnya
kinerja sumberdaya aparatur, belum memadainya
sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalak-
sanaan (manajemen) Pemerintahan; rendahnya
kesejahteraan PNS; serta banyaknya peraturan
perundang-undangan yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
pembangunan.
Kesebelas, belum menguatnya pelembagaan
politik lembaga penyelenggara negara dan lem-
baga kemasyarakatan. Hal ini ditambah pula
dengan masih rendahnya internalisasi nilai-nilai
demokratis dalam kehidupan berbangsa dan ber-
negara, seperti: adanya tindakan kekerasan dan
politik uang; masih belum tuntasnya persoalan-
persoalan masa lalu, seperti pelanggaran HAM
berat dan tindakan-tindakan kejahatan politik;
adanya ancaman terhadap komitmen persatuan
dan kesatuan; adanya kecenderungan unilateral-
isme dalam hubungan internasional.
Di samping masalah-masalah pokok tersebut di
atas, terdapat berbagai permasalahan mendasar
yang menuntut perhatian khusus dalam mem-
bangun ke depan, diantaranya adalah: (1) masih
lemahnya karakter bangsa; (2) belum terbangun-
nya sistem pembangunan, Pemerintahan, dan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 11 5/5/09 2:28:51 PM
12
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
pembangunan yang berkelanjutan; (3) belum
berkembangnya nasionalisme kemanusiaan serta
demokrasi politik dan ekonomi; (4) belum tere-
jawantahnya nilai-nilai utama kebangsaan dan
belum berkembangnya sistem yang memung-
kinkan masyarakat untuk mengadopsi dan me-
maknai nilai-nilai kontemporer secara bijaksana;
serta (5) kegamangan dalam menghadapi masa
depan serta rentannya sistem pembangunan,
Pemerintahan, dan kenegaraan dalam mengha-
dapi perubahan.
Berbagai permasalahan mendasar tersebut mem-
berikan sumbangan yang besar bagi peluruhan
sistem Pemerintahan dan ketatanegaraan. Pe-
nanganan yang tidak sistemik terhadap perma-
salahan mendasar tersebut sering melahirkan
persoalan baru yang berkembang dewasa ini baik
di bidang ekonomi, sosial, politik, kelembagaan,
maupun keamanan yang membuat pemecah-
an masalah menjadi kian rumit. Permasalahan
mendasar perlu ditangani secara sistemik dan
berkelanjutan yang sering membutuhkan jangka
waktu yang panjang.
Bagaimana pencapaian dan tantangan pelak-
sanaan Agenda Pembangunan Nasional dalam
RPJMN 2004-2009 tahun keempat? Buku ini
akan menjelaskan kondisi awal, sasaran yang i-
ngin dicapai, posisi capaian tahun keempat, per-
masalahan yang dihadapi, dan tindak lanjut yang
akan dilakukan tahun terakhir dari pelaksanaan 3
Agenda Pembangunan Nasional 2004-2009.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 12 5/5/09 2:28:51 PM
Bagian 2
Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Aman dan Damai
Bab 2.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Bab 2.2 Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok
Masyarakat
Bab 2.3 Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada Nilai-nilai
Luhur
Bab 2.4 Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Krimi-
nalitas
Bab 2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme
Bab 2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
Bab 2.7 Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara
Bab 2.8 Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama In-
ternasional
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 13 5/5/09 2:28:51 PM
Dok : PolaGrade (CAG)
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 14 5/5/09 2:28:54 PM
15
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.1
Pengantar Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Aman dan Damai
Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan
Damai memiliki 3 sasaran pokok dengan 7 priori-
tas beserta arah kebijakannya. SASARAN PERTA-
MA adalah meningkatnya rasa aman dan damai.
Menurunnya ketegangan dan ancaman konik
antar-kelompok maupun golongan masyarakat,
menurunnya angka kriminalitas secara nyata di
perkotaan dan perdesaan, serta menurunnya se-
cara nyata angka perampokan dan kejahatan di
lautan dan penyelundupan lintas batas, merupa-
kan cerminan perwujudan sasaran pertama ini.
... kualitas pelayanan kehidupan ber-
agama bagi seluruh lapisan masyarakat
agar dapat memperoleh hak-hak dasar
dalam memeluk agamanya masing-ma-
sing dan beribadat sesuai agama dan
kepercayaannya
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka prioritas
pembangunan nasional 2004-2009 adalah Pe-
ningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmo-
nisasi Antarkelompok Masyarakat dengan
kebijakan yang diarahkan untuk: (1) Memperkuat
harmoni yang ada dan mencegah tindakan-tin-
dakan yang menimbulkan ketidakadilan sehingga
terbangun masyarakat sipil yang kokoh, terma-
suk membangun kembali kepercayaan sosial an-
tarkelompok masyarakat; (2) Memperkuat dan
mengartikulasikan identitas bangsa; (3) Mencip-
takan kehidupan intern dan antarumat beragama
yang saling menghormati dalam rangka mencip-
takan suasana yang aman dan damai serta me-
nyelesaikan dan mencegah konik antar umat
beragama serta meningkatkan kualitas pelayanan
kehidupan beragama bagi seluruh lapisan ma-
syarakat agar dapat memperoleh hak-hak dasar
dalam memeluk agamanya masing-masing dan
beribadat sesuai agama dan kepercayaannya.
Pengembangan Kebudayaan yang Berlandas-
kan pada Nilai-Nilai Luhur dengan kebijakan
yang diarahkan untuk: (1) Mendorong terciptanya
wadah yang terbuka dan demokratis bagi dialog
kebudayaan agar benturan-benturan yang terjadi
tidak melebar menjadi konik sosial; (2) Mendo-
rong tuntasnya proses modernisasi yang dicirikan
dengan terwujudnya Negara kebangsaan Indone-
sia modern yang berkelanjutan, dan menguatnya
masyarakat sipil; (3) Revitalisasi nilai-nilai kearif-
an lokal sebagai salah satu dasar pengembangan
etika pergaulan sosial untuk memperkuat iden-
titas nasional; dan (4) Meningkatkan kecintaan
masyarakat terhadap budaya dan produk-produk
dalam negeri.
Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas dengan kebi-
jakan yang diarahkan untuk: (1) Menegakkan hu-
kum dengan tegas, adil, dan tidak diskriminatif;
(2) Meningkatkan kemampuan lembaga keaman-
an negara; (3) Meningkatkan peran serta ma-
syarakat untuk mencegah kriminalitas dan gang-
guan keamanan dan ketertiban di lingkungannya
masing-masing; (4) Menanggulangi dan mence-
gah tumbuhnya permasalahan yang berkaitan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 15 5/5/09 2:28:55 PM
16
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
dengan penggunaan dan penyebaran narkoba; (5)
Meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan ke-
wajiban hukum masyarakat; dan (6) Memperkuat
kerjasama internasional untuk memerangi krimi-
nalitas dan kejahatan lintas negara.
SASARAN KEDUA adalah semakin kokohnya
NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Tertanganinya kegiatan-kegiatan yang ingin me-
misahkan diri dari NKRI, meningkatnya daya ce-
gah dan tangkal negara terhadap ancaman bahaya
terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan NKRI
merupakan cerminan dari sasaran kedua ini.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional tahun 20042009 diletakkan
pada Pencegahan dan Penanggulangan Sepa-
ratisme dengan kebijakan yang diarahkan untuk
pencegahan dan penanggulangan separatisme di
daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
Papua. Kebijakan ini akan dilakukan secara kom-
prehensif, termasuk menindak secara tegas aksi
separatisme dengan tetap menghormati hak-hak
masyarakat sipil.
Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan
Terorisme dengan kebijakan yang diarahkan
untuk: (1) Menyusun dan menerapkan kerangka
hukum antiterorisme yang efektif; (2) Mening-
katkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan
antiterorisme; (3) Membangun kemampuan
menangkal dan menanggulangi terorisme; (4)
Memantapkan operasional penanggulangannya;
dan (5) Meningkatkan kerjasama untuk meme-
rangi terorisme.
Peningkatan Kemampuan Pertahanan Nega-
ra yang diarahkan untuk meningkatkan profesio-
nalisme TNI dalam modernisasi peralatan per-
Dok : PolaGrade (Fadil Aziz)
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 16 5/5/09 2:29:05 PM
17
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
tahanan negara dan mereposisi peran TNI dalam
kehidupan sosial-politik, mengembangkan secara
bertahap dukungan pertahanan, serta mening-
katkan kesejahteraan prajurit.
SASARAN KETIGA adalah semakin berperannya
Indonesia dalam menciptakan perdamaian du-
nia. Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas
pembangunan nasional tahun 20042009 dile-
takkan pada Pemantapan Politik Luar Negeri
dan Peningkatan Kerjasama Internasional
dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) Me-
ningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam
rangka memperjuangkan kepentingan nasional;
(2) Melanjutkan komitmen Indonesia terhadap
pembentukan identitas dan pemantapan integra-
si regional, khususnya di Association of South East
Asian Nantions (ASEAN); (3) Melanjutkan komit-
men Indonesia terhadap upaya-upaya pemantap-
an perdamaian dunia.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 17 5/5/09 2:29:05 PM
Dok : PLN
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 18 5/5/09 2:29:08 PM
19
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.2
Peningkatan Rasa Saling Percaya dan
Harmonisasi Antarkelompok Masyarakat
2.2.1. Pengantar
Indonesia adalah sebuah bangsa berlatar belakang
sosial politik majemuk. Penduduknya terdiri dari
ratusan suku bangsa dan bahasa yang tersebar
di berbagai wilayah. Selain itu, bangsa Indonesia
menganut beragam agama dan aliran keperca-
yaan.
Dalam menciptakan rasa aman dan damai di
masyarakat, rasa saling percaya dan harmoni
antarkelompok dan golongan merupakan faktor
penting yang perlu mendapatkan perhatian dari
Pemerintah. Peristiwa pertikaian dan konik an-
targolongan dan antarkelompok yang mewarnai
kehidupan sosial politik di Tanah Air merupakan
salah satu pertanda masih rendahnya saling per-
caya dan kurangnya harmoni di dalam masyarakat
di sejumlah daerah di Indonesia. Oleh karena itu,
diperlukan kearifan dan kedewasaan dari semua
kelompok yang berbeda-beda latar belakang ini
agar dapat memelihara keseimbangan antara ke-
pentingan kelompok dan kepentingan nasional.
Dari sisi Pemerintah, diperlukan kebijaksanaan,
pendekatan dan strategi yang lebih matang untuk
dapat menciptakan dan memelihara suasana ke-
hidupan yang lebih kondusif untuk kenyamanan
semua kelompok sosial politik masyarakat dan
kerukunan umat yang berbeda agama. Seluruh
kebijakan Pemerintah ini tentu ditujukan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih
demokratis, stabil secara politik, aman, damai,
sejahtera dan bersatu dalam wadah Negara Ke-
satuan Republik Indonesia.
2.2.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN, kondisi Indonesia diwarnai
oleh berbagai persoalan yang merupakan warisan
konik sosial masa lalu. Demikian juga, terdapat
kesenjangan sosial dan ekonomi yang berpotensi
memecah-belah masyarakat dalam kelompok-ke-
lompok secara tidak sehat dan merenggangkan
hubungan antar masyarakat. Apabila tidak segera
diatasi, kesenjangan ini akan memperdalam rasa
ketidakadilan. Selain itu, peran Pemerintah se-
bagai fasilitator dan mediator dalam penyelesaian
konik belum efektif, serta kebijakan komunikasi
dan informasi nasional juga belum sesuai dengan
tuntutan demokrasi.
Persoalan rendahnya kemampuan dan kredibili-
tas Pemerintah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat merupakan salah satu faktor
yang berpotensi memicu timbulnya konik. Le-
gitimasi politik Pemerintah yang dimiliki sebagai
hasil Pemilu 2004 sesungguhnya dapat diguna-
kan secara baik dan efektif untuk mengupayakan
berbagai terobosan dalam menyelesaikan per-
soalan-persoalan konik sosial politik, persoal-
an kesenjangan dan ketidakadilan, diskriminasi
sosial politik serta upaya penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi. Pemerintah hasil Pemilu
2004 diharapkan juga dapat mengatasi kondisi
masih rendahnya partisipasi politik masyarakat
dan masih rendahnya komunikasi dan dialog yang
konstruktif antar-anggota masyarakat dalam me-
nyelesaikan berbagai persoalan kemasyarakatan.
Apabila tidak diatasi secara baik, maka kurangnya
partisipasi politik dan kesenjangan komunikasi
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 19 5/5/09 2:29:08 PM
20
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
politik serta kurangnya kontaks dialogis Peme-
rintah-masyarakat dan antar kelompok masyara-
kat dapat memberikan ruang bagi terbukanya po-
tensi konik sosial politik antar kelompok, serta
memicu berulangnya konik di daerah-daerah
yang selama ini memang sudah rawan konik.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut dan
untuk menciptakan rasa aman dan damai secara
berkelanjutan, prioritas Peningkatan Rasa Saling
Percaya dan Harmonisasi Antar kelompok Ma-
syarakat ditetapkan dengan sasaran:
1. Menurunnya ketegangan dan ancaman kon-
ik antar kelompok masyarakat atau antar
golongan di daerah-daerah rawan konik;
2. Terpeliharanya situasi aman dan damai; ser-
ta
3. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan kebijakan
publik dan penyelesaian persoalan sosial ke-
masyarakatan.
Sasaran-sasaran tersebut selanjutnya akan ditem-
puh dengan:
1. Memberdayakan organisasi-organisasi ke-
masyarakatan, sosial keagamaan, dan lem-
baga-lembaga swadaya masyarakat dalam
mencegah dan mengoreksi ketidakadilan,
diskriminasi, dan ketimpangan sosial, se-
bagai bagian penting dari upaya membangun
masyarakat sipil yang kokoh;
2. Mendorong secara konsisten proses rekonsi-
liasi nasional yang berkelanjutan;
3. Memantapkan peran Pemerintah sebagai
fasilitator dan atau mediator yang kredibel
dan adil dalam menjaga dan memelihara ke-
amanan, perdamaian dan harmoni dalam ma-
syarakat; serta
4. Menerapkan kebijakan komunikasi dan in-
formasi nasional sesuai dengan asas-asas ke-
terbukaan dan pemerataan akses informasi.
Pencapaian sasaran-sasaran di atas, dilaksanakan
melalui berbagai program yaitu : (1) Program
Pemantapan Politik Luar Negeri dan Optimalisasi
Diplomasi Indonesia; (2) Program Peningkatan
Kerjasama Internasional; dan (3) Program Pe-
negasan Komitmen Perdamaian Dunia.
2.2.3. Pencapaian 2005-2008
2.2.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Selama empat tahun terakhir, Indonesia menga-
lami pasang surut yang cukup dinamis dalam ke-
hidupan dan harmonisasi hubungan antar kelom-
pok. Pada umumnya masyarakat memiliki sikap
positif dalam menghadapi masa depan bersama,
ditandai dengan kepedulian yang tinggi terha-
dap sesama warga yang mengalami musibah atau
tertimpa kemalangan karena berbagai sebab. Ke-
salahpahaman dan konik antar-kelompok tidak
jarang terjadi, tapi pada umumnya para pihak yang
terlibat memiliki kepercayaan yang cukup tinggi
pada hukum untuk menyelesaikan perselisihan
mereka. Memasuki 2009, masyarakat Indonesia
boleh berbangga karena secara kolektif masyara-
kat terbukti memiliki kedewasaan, modalitas
dan daya tahan sosial politik yang cukup tinggi,
sehingga tidak membiarkan konik dan perseli-
sihan yang terjadi menjadi pemicu perpecahan
sosial berskala nasional.
Pencapaian sasaran RPJMN hingga 2008 dini-
lai baik dan memadai dalam mencapai berbagai
sasaran yang ditetapkan. Pencapaian ini antara
lain adalah terciptanya keamanan yang stabil dan
semakin menurunnya ketegangan dan ancaman
konik antar kelompok masyarakat atau antar-
golongan di daerah-daerah rawan konik, teruta-
ma di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),
Papua, Maluku dan Maluku Utara dan Poso. Pada
sisi lain, konik-konik politik yang berkaitan
dengan pilkada pada umumnya dapat ditanggu-
langi dengan pendekatan hukum dan politik yang
tepat dan adil berdasarkan peraturan perundang-
an yang berlaku serta melalui pendekatan kons-
titusional yang berhasil dari lembaga Mahkamah
Konstitusi (MK).
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 20 5/5/09 2:29:09 PM
21
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
Berbagai keberhasilan tersebut merupakan cer-
min meningkatnya komitmen persatuan dan ke-
satuan bangsa khususnya di beberapa daerah kon-
ik. Capaian terpenting dalam menciptakan rasa
aman dan damai di daerah konik adalah:
1. Terciptanya stabilitas politik yang cukup kon-
dusif di Provinsi NAD, yang tercapai melalui
kesepakatan antara GAM dan Pemerintah
Indonesia yang dituangkan dalam Memoran-
dum of Understanding (MoU) pada 15 Agustus
2005. Sebagai tindak lanjut kesepakatan ini
juga telah ditetapkan UU No. 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) pada 11
Juli 2006, dan fasilitasi Pemerintah dalam
pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Aceh pada akhir 2006;
2. Kondisi politik yang kondusif di Provinsi
Papua. Kondisi ini tercapai dengan adanya
kebijakan Pemerintah dalam memudahkan
masyarakat Papua untuk mengakses bidang
kesehatan, pendidikan dan kesempatan beru-
saha. Kebijakan ini dilakukan melalui pening-
katan kapasitas Majelis Rakyat Papua (MRP),
fasilitasi Pilkada Gubernur Provinsi Papua
dan Irian Jaya Barat (Irjabar). Strategi lain
adalah mempercepat pembangunan di Papua
melalui Inpres No. 5 Tahun 2007 tentang Per-
cepatan Pembangunan Provinsi Papua dan
Provinsi Irjabar;
3. Kondisi yang kondusif juga terjadi di Maluku
dan Maluku Utara. Saat ini telah tercipta ru-
ang dialog kondusif yang melibatkan tokoh
agama, tokoh budaya, kalangan perguruan
tinggi dan lembaga masyarakat. Selain itu,
keberhasilan yang dicapai di berbagai daerah
tersebut tidak terlepas dari upaya koordinasi
yang dilakukan oleh Pemerintah melalui In-
pres No. 6 Tahun 2003 tentang Percepatan
Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku
dan Maluku Utara Pasca-konik;
4. Khusus untuk penanganan kasus Poso,
Pemerintah melalui Inpres No. 14 Tahun
2005 tentang Langkah-langkah Komprehen-
sif Penanganan Masalah Poso. Pemerintah
juga membentuk Komando Operasi Keaman-
an (Koopskam) Sulawesi Tengah dengan tu-
gas melaksanakan operasi keamanan untuk
penanganan masalah yang terjadi di wilayah
Provinsi Sulawesi Tengah yang meliputi pe-
negakan hukum, pagelaran pengamanan dan
pelaksanaan kegiatan intelijen terpadu secara
simultan dan sinergis, serta meningkatkan
kredibilitas Pemerintah di tingkat nasional
maupun internasional;
5. Kebijakan penting yang dikeluarkan Peme-
rintah dalam upaya memelihara tertib sipil
di dalam masyarakat adalah tentang Ahmadi-
yah. Pemerintah menerbitkan Surat Kepu-
tusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri,
Menteri Agama dan Jaksa Agung Nomor 3
Tahun 2008, KEP-033/A/JA/6/2008 dan No-
mor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan
Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/
atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia dan Warga Masyarakat, pada 9 Juni
2008. SKB tentang Ahmadiyah ini diharap-
kan dapat menjadi pedoman bersama seluruh
anggota masyarakat Indonesia, terutama Ah-
madiyah, di Indonesia untuk menyelesaikan
perbedaan mereka secara konstitusional dan
dalam koridor hukum. Pada saat-saat sedang
meluasnya kontroversi tentang ajaran Ah-
madiyah ini, Pemerintah tetap menjaga sikap
untuk tidak berpihak dan sedapat mungkin
tidak mencampuri urusan keyakinan agama
dan kepercayaan warganegara;
Memasuki 2009, masyarakat Indonesia
boleh berbangga karena secara
kolektif masyarakat terbukti memiliki
kedewasaan, modalitas dan daya tahan
sosial politik yang cukup tinggi, sehingga
tloak memblarkan konNlk oan persell-
sihan yang terjadi menjadi pemicu
perpecahan sosial berskala nasional
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 21 5/5/09 2:29:09 PM
22
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Dalam hal yang berkaitan dengan konik
politik pada penyelenggaraan pilkada, me-
kanisme hukum makin diyakini peserta
pemilu sebagai satu-satunya alat untuk me-
nyelesaikan perselisihan. Perselisihan dalam
Pilkada Gubernur Jawa Timur 2008 dapat
diselesaikan secara hukum melalui keputus-
an MK untuk melalukan pemungutan su-
ara ulang di dua kabupaten di Provinsi Jawa
Timur. Pada daerah lain, perselisihan tajam
sejak 2007 Pilkada Gubernur Maluku Utara
berhasil diselesaikan secara politik dengan
mempertimbangkan semua aspek hukum.
Pemerintah sudah menetapkan pemenang
Pilkada Gubernur Maluku dan mengharap-
kan semua pihak berbesar hati untuk me-
nerima keputusan Pemerintah ini. Gubernur
baru dapat terus melanjutkan tugas-tugasnya
secara seksama untuk kepentingan seluruh
masyarakat Maluku Utara.
Hal lain yang dilakukan Pemerintah meredam
berbagai konik adalah memfasilitasi pengem-
bangan kemampuan aparatur intelijen dalam
merespon dan menyelesaikan konik. Hal ini
menjadi prioritas sebelum melakukan kerjasama
dengan komponen masyarakat sipil dalam penye-
lesaian konik. Diharapkan kemampuan yang
dimiliki oleh aparat tersebut dapat ditularkan ke-
pada masyarakat, sehingga secara bertahap akan
terjadi peningkatan kapasitas masyarakat menye-
lesaikan konik. Kegiatan ini merupakan salah
satu langkah dalam rangka meningkatkan ke-
waspadaan dini masyarakat di daerah, yang telah
dituangkan dalam bentuk keputusan Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 12 Ta-
hun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat
di Daerah dan Permendagri No. 11 Tahun 2006
tentang Komunitas Intelijen Daerah (Kominda).
Dalam meningkatkan mutu pelayanan dan arus
informasi kepada dan dari masyarakat untuk
mendukung proses sosialisasi dan partisipasi
politik rakyat. Pemerintah lebih lanjut telah
melaksanakan berbagai kegiatan: peningkatan
arus informasi publik melalui berbagai media
cetak dan elektronik dan juga berbagai kegiatan
seminar, forum konsultasi, diskusi, seminar, ser-
ta forum koordinasi. Di samping itu, Pemerintah
juga melakukan pembinaan informasi publik me-
lalui penerbitan majalah/jurnal, penyuluhan, dan
penyebarluasan informasi kebijakan melalui sosi-
alisasi dan ceramah, diskusi, seminar, sarasehan,
dan lain-lain.
Selain itu, pada 2007 telah dilakukan pembangun-
an dan penguatan media center di daerah konik
dan rawan konik (NAD, Poso, Papua, dan Ma-
luku serta kabupaten/kota di wilayah Indonesia
Timur). Anggaran kegiatan ini dialokasikan un-
tuk pembangunan dan penguatan Media Center
di 10 Provinsi dan 25 Kabupaten/Kota. Daerah-
daerah tersebut yaitu Provinsi Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Maluku, Bali,
Jambi, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Pa-
pua, dan Bangka Belitung; Kabupaten/Kota yaitu
Poso, Sabang, Merauke, Semarang, Pacitan, Sina-
ji, Banjarmasin, Surabaya, Batam, Bandung, Ma-
diun, Manado, Manokwari, Kutai Kertanegara,
Bengkulu, Balikpapan, Salatiga, Cilacap, Pakan-
baru, Palembang, Buleleng, Muara Enim, Gunung
Kidul, Bekasi, dan Padang.
2.2.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Secara umum, faktor penghambat pelaksanaan
kegiatan adalah belum optimalnya perenca-
naan kegiatan. Dalam hal ini fokus/prioritas,
lokus, serta sumberdaya yang tersedia untuk
pelaksanaan kegiatan belum secara cermat di-
perhatikan. Akibatnya, keluaran program men-
jadi optimal.
Selain itu, terdapat pula faktor penghambat lain
di antaranya:
1. Perkembangan dinamika politik, ekonomi,
dan sosial dalam negeri serta kebijakan nasi-
onal yang mengharuskan dilakukannya per-
ubahan. Terjadinya berbagai kejadian luar
biasa karena bencana dan penyakit yang me-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 22 5/5/09 2:29:09 PM
23
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
merlukan penanganan secara cepat, berdam-
pak membebani pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan. Sebagai contoh, harus
dilakukannya revisi beberapa kegiatan karena
adanya kebijakan yang penting dan mendesak
yang harus diakomodasi, seperti sosialisasi
u burung dan penanganan bencana alam
di beberapa wilayah di Indonesia yang dilak-
sanakan melalui realokasi beberapa kegiatan
yang belum dapat dilaksanakan;
2. Masih adanya inkonsistensi kegiatan yang di-
laksanakan dengan rumusan kegiatan pokok
yang tertuang di dalam RKP. Sehingga, meski-
pun sasaran programnya diindikasikan akan
tercapai, namun hasil yang dicapai kurang op-
timal;
3. Belum memadainya sumberdaya yang ada
dalam mempersiapkan rencana kerja secara
matang dan terfokus pada prioritas yang di-
anggap paling penting dan mendesak. Selain
itu, ketidaktepatan jadwal dalam pelaksanaan
kegiatan yang sudah dirumuskan kerap ter-
jadi karena ketersediaan waktu yang kurang
memadai. Untuk itu, peran pimpinan sangat
penting untuk mendorong pelaksanaan ke-
giatan dengan ketersediaan sumberdaya dan
waktu yang terbatas.
Perencanaan program juga perlu diru-
muskan oengan leblb speslk, agar oapat
mencapai sasaran
Meskipun mengalami berbagai kendala, namun
Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan
persoalan sosial politik di daerah. Hal ini didasari
kenyataan adanya kesadaran dan komitmen ter-
hadap upaya-upaya peningkatan rasa kebangsaan
yang kian merosot. Hal lain yang mendukung
adalah pilihan pendekatan yang digunakan untuk
keberhasilan pencapaian target penerima man-
faat kegiatan-kegiatan dimaksud serta kemam-
puan dan komitmen Pemerintah untuk mendo-
rong kegiatan secara intensif.
Pada tahap pelaksanaan, semua program telah
diupayakan secara hampir menyeluruh dan
merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah
dilakukan tahun sebelumnya. Kedepan, kegiatan-
kegiatan tersebut akan terus dilakukan dengan
semakin intensif, sehingga dapat mencapai target
dan sasaran yang telah ditetapkan.
2.2.4. Tindak Lanjut
2.2.4.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Agar dapat mencapai sasaran RPJMN 20042009,
selain perumusan program/kegiatan secara cer-
mat, keseluruhan lembaga-lembaga juga diharap-
kan dapat melaksanakan tugas dan kewenangan
seoptimal mungkin secara terarah dan bertahap.
Di samping itu, perencanaan program juga perlu
dirumuskan dengan lebih spesik, agar dapat
mencapai sasaran. Untuk itu, upaya tindak lanjut
yang akan dilaksanakan meliputi:
1. Meningkatnya kemampuan koordinasi dan
komunikasi aparatur Pemerintah dalam
melakukan kerjasama dengan masyarakat
untuk menyelesaikan berbagai persoalan so-
sial politik kemasyarakatan;
2. Meningkatnya kapasitas dan kemandirian
organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam
memberikan advokasi dan meningkatkan wa-
wasan sosial politik dan hukum masyarakat;
3. Menguatnya kapasitas dan kredibilitas ruang
publik serta meningkatnya pelayanan infor-
masi yang sesuai dengan kebutuhan masyara-
kat;
4. Terjaganya harmonisasi di dalam masyara-
kat.
Dalam upaya memenuhi sasaran tersebut, arah
kebijakan Peningkatan Rasa Saling Percaya
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 23 5/5/09 2:29:09 PM
24
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
dan Harmonisasi Antar-kelompok Masyarakat
adalah:
1. Meningkatkan kapasitas dan kredibilitas
aparatur Pemerintah Daerah dalam menjaga
harmonisasi di dalam masyarakat termasuk
di dalamnya upaya untuk penegakan hukum;
2. Meningkatkan kapasitas dan peran organisasi
masyarakat sipil dalam memberikan advokasi
dan meningkatkan wawasan sosial politik dan
hukum masyarakat;
3. Memperkuat penghayatan masyarakat atas
ideologi Pancasila, konstitusi negara dan
pentingnya penegakan hukum;
4. Memperkuat ruang publik di dalam masyara-
kat;
5. Meningkatkan peran media massa dan pe-
nguatan media center sebagai wadah penye-
baran informasi yang benar dan bertang-
gung-jawab kepada masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan terus
diupayakan mempunyai kesinambungan untuk
dapat mewujudkan sasaran yang akan dicapai di
akhir 2009. Untuk itu, RKP 2009 perlu dipersiap-
kan dengan sebaik mungkin. Program/kegiatan
utama diprioritaskan pada proses peningkatan
kualitas penyelenggaraan Pemilu 2009 dan pilka-
da, tidak hanya pada aspek kelembagaannya teta-
pi juga mempersiapkan masyarakat agar berparti-
sipasi secara aktif dalam Pemilu 2009 mendatang.
Kegiatan komunikasi perlu juga dirumuskan un-
tuk lebih memperkuat kerjasama antar lembaga
Pemerintahan dan juga interaksinya dengan ma-
syarakat dalam mempersiapkan pelaksanaan Pe-
milu 2009.
Tindak lanjut yang dilakukan dalam merealisa-
sikan target atau sasaran yang telah ditetapkan
antara lain dengan meningkatkan pemanfaatan
sumberdaya yang ada di samping mendalami do-
kumen perencanaan, khususnya RPJMN dan RKP.
Hal ini dilakukan terutamanya untuk meningkat-
kan esiensi dan efektivitas capaian kegiatan-ke-
giatan yang telah ditetapkan.
2.2.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN
Pencapaian sasaran RPJMN pada 2009 terus di-
upayakan. Upaya akan terus ditingkatkan untuk
lebih mengoptimalkan capaian sejak awal 2005
sampai 2008. Selain itu, berbagai kendala yang di-
hadapi terus diatasi sehingga upaya tindak lanjut
dapat dilaksanakan guna tercapainya sasaran.
Sementara itu, perkiraan capaian untuk 2009 an-
tara lain:
1. Terbangunnya berbagai fasilitas sosial bu-
daya, ekonomi, dan politik untuk mendorong
proses pembangunan di daerah pasca-konik,
serta menguatnya ruang publik dalam men-
jaga harmonisasi di dalam masyarakat;
2. Meningkatnya pemahaman akan pentingnya
memperkuat kebangsaan dan cinta tanah air
di daerah pasca-konik;
3. Terjaminnya peningkatan kapasitas dan pe-
ran organisasi kemasyarakatan dalam upaya
menjaga harmonisasi di dalam masyarakat;
4. Menguatnya fondasi kerjasama antara apara-
tur Pemerintah dan masyarakat dalam me-
nyelesaikan berbagai persoalan sosial politik
kemasyarakatan;
5. Meningkatnya layanan informasi sesuai ke-
butuhan masyarakat.
Sasaran tersebut akan diwujudkan dengan melak-
sanakan program-program sebagai berikut:
2.2.4.2.1. Program Pemulihan Wilayah
Pasca-konBik
Program ini ditujukan untuk pembangunan fasi-
litas sosial budaya, ekonomi, dan politik dan me-
nguatnya ruang publik dalam menjaga harmo-
nisasi di dalam masyarakat. Kegiatan pokok yang
akan dilakukan antara lain:
1. Fasilitasi pelaksanaan reintegrasi GAM ke
dalam masyarakat;
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 24 5/5/09 2:29:10 PM
25
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
2. Peningkatan kapasitas masyarakat sipil dalam
penyelesaian konik dan pemulihan wilayah
pasca-konik di enam lokasi;
3. Pembentukan sekretariat bersama antar-
umat beragama terutama di wilayah konik
dan pasca-konik;
4. Peningkatan kepekaan aparat Pemerintah
untuk mendeteksi dan mengurangi potensi
konik yang ada; serta
5. Pembentukan Crisis Center untuk pemulihan
psikologis bagi para korban konik.
2.2.4.2.2. Program Peningkatan Komit-
men Persatuan dan Kesatuan
Nasional
Untuk penguatan kebangsaan dan terjaganya har-
monisasi di dalam masyarakat, program ini akan
dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:
1. Pelaksanaan dialog serta kegiatan seni dan
budaya untuk peningkatan pemahaman nilai
persatuan;
2. Peningkatan koordinasi dan komunikasi ber-
bagai pihak dalam penyelesaian konik;
3. Pelaksanaan sosialisasi kebangsaan dan cinta
tanah air oleh 200 ormas;
4. Fasilitasi dalam mendorong rekonsiliasi di
daerah;
5. Pengembangan berbagai kegiatan kebang-
saan dan cinta tanah air;
6. Pengembangan forum kewaspadaan dini; ser-
ta
7. Kajian serta evaluasi pelaksanaan penangan-
an konik.
2.2.4.2.3. Program Penataan Hubungan
Negara dan Masyarakat
Dengan sasaran terjaminnya peningkatan kapa-
sitas dan peran organisasi kemasyarakatan; serta
semakin mantapnya penguatan fondasi kerjasa-
ma antara aparatur Pemerintah dan masyarakat
dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial
politik kemasyarakatan, program ini akan dilak-
sanakan dengan kegiatan utama:
1. Fasilitasi/dorongan bagi Pemda untuk men-
jamin kapasitas dan peran organisasi ma-
syarakat sipil daerah dalam penyelenggaraan
Pemerintahan daerah dan penyelesaian per-
soalan sosial politik kemasyarakatan;
2. Pelembagaan forum penyusunan kebijakan
publik terhadap masyarakat; dan
3. Pengembangan profesionalisme aparatur Pe-
merintah dalam menangani berbagai persoal-
an sosial politik kemasyarakatan.
Kegiatan-kegiatan yang telah dilak-
sanakan terus diupayakan mempunyai
kesinambungan untuk dapat mewujud-
kan sasaran yang akan dicapai di akhir
2009
2.2.4.2.4. Program Peningkatan Kuali-
tas Pelayanan Informasi Pu-
blik
Sesuai dengan sasaran yang ditetapkan yaitu me-
ningkatkan layanan informasi yang dibutuhkan
masyarakat, kegiatan-kegiatan utama yang akan
dilaksanakan melalui program ini adalah:
1. Penguatan kelembagaan komunikasi dan in-
formasi;
2. Penyebaran informasi melalui berbagai media
massa komunikasi dan informasi;
3. Fasilitasi pemanfaatan jaringan komunikasi
informasi masyarakat; serta
4. Pembangunan dan penguatan media center
di daerah konik, pasca-konik, dan rawan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 25 5/5/09 2:29:10 PM
26
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
konik (NAD, Poso, Papua, Maluku, Maluku
Utara, dan NTB) serta daerah tertinggal dan
perbatasan.
Untuk mewujudkan Indonesia yang
aman dan damai maka upaya peningkat-
an rasa saling percaya dan harmonisasi
antarkelompok masyarakat merupakan
salah satu faktor penting
Dengan dilaksanakannya 4 program kegiatan
tersebut, maka diharapkan akan ada peningkatan
rasa aman dan damai yang tercermin dari menu-
runnya ketegangan dan ancaman konik antarke-
lompok maupun golongan masyarakat; menurun-
nya angka kriminalitas secara nyata di perkotaan
dan perdesaan; serta menurunnya secara nyata
angka perampokan dan kejahatan di lautan dan
penyelundupan lintas batas. Namun demikian,
efektivitas dari pencapaiannya sangat tergantung
pada pelaksanaan dan hasil yang ditargetkan
serta keberhasilan program-program pendukung
lainnya yang terkait.
2.2.5. Penutup
Untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan
damai maka upaya peningkatan rasa saling per-
caya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat
merupakan salah satu faktor penting. Untuk itu,
sikap ini harus terus dipelihara dan dibangun se-
hingga sasaran pembangunan di bidang ini dapat
tercapai.
Pada awal penyusunan RPJMN 2004-2009, kon-
disi Indonesia diwarnai oleh berbagai persoalan
seperti: kesenjangan sosial dan ekonomi yang
berpotensi menjadi awal terjadinya disintegrasi
nasional. Begitu juga, rekonsiliasi penyelesaian
konik nasional masih belum efektif, sementara
peran Pemerintah sebagai fasilitator dan media-
tor serta kebijakan komunikasi dan informasi na-
sional masih belum optimal.
Namun, sejalan dengan dilaksanakannya program
dalam RPJMN maka konik yang berdimensi ke-
kerasan di beberapa daerah sudah memperlihat-
kan gejala penurunan. Meskipun, faktor-faktor
pemicu konik tampaknya belum sepenuhnya
dapat dikendalikan sehingga berpotensi menjadi
faktor pemicu pecahnya konik baru.
Untuk itu, arah kebijakan untuk mencapai sasaran
tersebut ditempuh melalui 4 program yaitu: (1)
Pemulihan wilayah pasca-konik; (2) Peningkat-
an komitmen persatuan dan kesatuan nasional;
(3) Penataan hubungan negara dan masyarakat;
serta (4) Peningkatan kualitas pelayanan infor-
masi publik.
Rangkaian program tersebut dalam pelaksanaan-
nya telah melibatkan partisipasi berbagai pihak
seperti Pemerintah pusat dan daerah, masyarakat
sipil, ormas, dan pranata adat setempat. Dengan
cara tersebut, berbagai kemajuan telah diraih di
antaranya: meningkatnya kapasitas masyarakat
sipil dalam penyelesaian konik dan pemulihan
wilayah pasca-konik; menguatnya kapasitas
aparatur Pemerintah dan ormas dalam mening-
katkan rasa kebangsaan yang diindikasikan de-
ngan efektifnya koordinasi terkait penyelesaian
masalah Aceh dan Papua. Sehingga, meningkat-
kan kondusivitas kondisi sosial politik di Aceh
dan Papua.
Sementara itu, pelaksanaan program melalui
berbagai kegiatan yang ditetapkan selama 2008
dinilai cukup baik dan memadai serta dapat di-
laksanakan sesuai rencana. Namun demikian,
guna mencapai sasaran dalam RPJMN 2004-2009
perlu dilakukan upaya perbaikan terkait dengan
kurang relevannya pelaksanaan kegiatan dengan
sasaran; serta kekurangsesuaian antara kegiatan
yang dilaksanakan dengan program.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 26 5/5/09 2:29:10 PM
27
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
Secara umum, faktor penghambat dalam penca-
paian sasaran adalah belum optimalnya perenca-
naan kegiatan, terkait dengan prioritas program
serta sumberdaya yang tersedia. Akibatnya, ke-
luaran program menjadi kurang optimal. Selain
itu, terdapat pula faktor penghambat lain seperti:
perkembangan dinamika politik, ekonomi, dan
sosial dalam negeri yang mengharuskan dilaku-
kannya perubahan atas program; serta belum
memadainya sumberdaya yang ada dalam pelak-
sanaan program.
Meskipun demikian, Pemerintah tetap berkomit-
men untuk menyelesaikan segenap persoalan so-
sial politik di daerah. Dengan pelaksanaan pro-
gram yang hampir menyeluruh dan merupakan
kesinambungan dari kegiatan yang telah dilaku-
kan tahun sebelumnya, rencana program diharap-
kan akan semakin intensif sehingga dapat menca-
pai target dan sasaran yang telah ditetapkan.
Selain itu, penguatan peran institusi kemasyara-
katan perlu terus dilanjutkan untuk semakin me-
mantapkan peran masyarakat sipil dan aparatur
Pemerintah dalam menangani berbagai persoalan
sosial kemasyarakatan. Sehingga, dapat mem-
berikan dampak yang besar bagi masyarakat se-
cara sistematis. Upaya meningkatkan koordinasi
dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
antar-instansi juga perlu ditingkatkan lebih baik
dari sebelumnya, sehingga keluaran yang dica-
pai dapat optimal. Dengan demikian, diharapkan
upaya meningkatkan rasa aman dan damai dapat
terwujud sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 27 5/5/09 2:29:11 PM
Dok : DEPBUDPAR
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 28 5/5/09 2:29:14 PM
29
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.3
Pengembangan Kebudayaan yang
Berlandaskan pada Nilai-nilai Luhur
2.3.1. Pengantar
Pengembangan kebudayaan yang berlandaskan
pada nilai-nilai luhur merupakan langkah stra-
tegis untuk mewujudkan identitas nasional dan
mengikat nasionalisme bangsa dalam mengha-
dapi tantangan di era globalisasi dan teknologi
informasi. Perkembangan yang sangat cepat seba-
gai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi menciptakan kondisi yang sedemikian
dinamis dalam setiap aspek kehidupan bangsa.
Pembinaan karakter dan jati diri bangsa dalam
kerangka multikultur yang sesuai dengan nilai-
nilai luhur budaya dan nilai-nilai kearifan lokal
diharapkan akan mampu merespon budaya global
secara positif dan produktif.
Selain itu, pembangunan bangsa dan karak-
ter suatu bangsa (nation and character building)
merupakan prasyarat guna memperkuat negara
modern yang dikenal dengan negara bangsa (na-
tion state). Pada saat ini, upaya pembangunan
karakter masih membutuhkan upaya keras yang
konsisten sehingga mampu mengejar keterting-
galan. Belum berhasilnya pembangunan karakter
ini ditunjukkan oleh semakin lunturnya kebang-
gaan terhadap identitas bangsa. Hal ini berdam-
pak pada menurunnya modal sosial dan pada
akhirnya akan mengikis kemampuan daya saing
bangsa.
2.3.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN 2004-2009 pengembangan
kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai
luhur dihadapkan pada permasalahan sebagai
berikut:
1. Masih Lemahnya Kemampuan Mengelola Ke-
ragaman Budaya
Gejala tersebut dapat dilihat dari menguat-
nya orientasi kelompok, etnik, dan agama
yang berpotensi menimbulkan konik sosial
dan bahkan disintegrasi bangsa. Fenomena
itu mengkhawatirkan karena Indonesia ter-
diri dari sekitar 520 suku. Masalah ini juga se-
makin serius akibat dari semakin terbatasnya
ruang publik yang dapat diakses dan dikelola
bersama oleh masyarakat multikultur untuk
penyaluran aspirasi. Fenomena keterbatasan
ruang publik ini muncul karena ada kecen-
derungan pengalihan ruang publik ke ruang
privat akibat desakan ekonomi.
2. Terjadinya Krisis Jati Diri (Identitas) Nasi-
onal
Nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan,
keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah
air yang pernah dianggap sebagai kekuatan
pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia,
makin pudar bersamaan dengan menguatnya
nilai-nilai materialisme. Demikian pula ke-
banggaan atas jati diri bangsa seperti penggu-
naan bahasa Indonesia secara baik dan benar,
semakin terkikis oleh nilai-nilai yang diang-
gap lebih unggul. Identitas nasional meluntur
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 29 5/5/09 2:29:14 PM
30
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
akibat cepatnya penyerapan budaya global
yang negatif, serta tidak mampunya bangsa
Indonesia mengadopsi budaya global yang
lebih relevan bagi upaya pembangunan bang-
sa dan karakter bangsa. Laju pembangunan
ekonomi yang kurang diimbangi oleh pem-
bangunan karakter bangsa telah mengakibat-
kan terjadinya krisis budaya yang selanjutnya
memperlemah ketahanan budaya.
3. Masih rendahnya komitmen Pemerintah dan
masyarakat dalam mengelola kekayaan bu-
daya
Dalam era otonomi daerah, pengelolaan
kekayaan budaya menjadi tanggung-jawab
Pemerintah Daerah. Namun sampai dengan
saat ini, kualitas pengelolaan dan pemeli-
haraan dalam pelaksanaannya masih sangat
beragam. Beragamnya kualitas pengelolaan
tidak hanya disebabkan oleh kecilnya kapasi-
tas skal, namun juga kurangnya pemahaman,
apresiasi, kesadaran, dan komitmen Peme-
rintah Daerah terhadap kekayaan budaya. Pe-
ngelolaan kekayaan budaya juga masih belum
sepenuhnya menerapkan prinsip tata peme-
rintahan yang baik (good governance). Semen-
tara itu, apresiasi dan kecintaan masyarakat
terhadap budaya dan produk dalam negeri
juga masih rendah, antara lain dikarenakan
keterbatasan informasi.
Dengan sejumlah permasalahan awal tersebut,
maka sasaran pengembangan kebudayaan yang
berlandaskan pada nilai-nilai luhur ditujukan un-
tuk:
1. Menurunnya ketegangan dan ancaman kon-
ik antar-kelompok masyarakat;
2. Semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pan-
casila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
3. Semakin berkembangnya penerapan nilai
baru yang positif dan produktif dalam rangka
memantapkan budaya nasional yang terwu-
jud dalam setiap aspek kebijakan pembangun-
an; dan
4. Meningkatnya pelestarian dan pengembang-
an kekayaan budaya.
Keempat sasaran tersebut dicapai melalui: (1) Pro-
gram Pengelolaan Keragaman Budaya; (2) Program
Pengembangan Nilai Budaya; dan (3) Program Pe-
ngelolaan Kekayaan Budaya.
2.3.3. Pencapaian 2005-2008
2.3.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Pembangunan kebudayaan yang berlandaskan
atas nilai-nilai luhur diharapkan dapat mencapai
keempat sasaran yang telah ditetapkan. Penca-
paian setiap sasaran tersebut akan menjelaskan
posisi keadaan sampai dengan 2008. Sasaran
pertama dan sasaran kedua merupakan sasaran
yang terkait, sehingga penjelasan atas pencapai-
an kedua sasaran tersebut dijelaskan dalam satu
bagian.
Pencapaian Sasaran 1 dan 2: Menurun-
nya Ketegangan dan Ancaman KonBik
Antar-kelompok serta Semakin Ko-
kohnya NKRI Berdasarkan Pancasila,
UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika
Pencapaian sasaran pertama (Menurunnya kete-
gangan dan ancaman konik antar kelompok ma-
syarakat) dan sasaran kedua (Semakin kokohnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ber-
dasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
dan Bhinneka Tunggal Ika) ditunjukan oleh be-
berapa hal antara lain berkembangnya pemaham-
an terhadap pentingnya kesadaran multikultural
dan menurunnya eskalasi konik horisontal pas-
ca-reformasi.
Program Pengelolaan Keragaman Budaya terkait
dengan pencapaian atas kedua sasaran tersebut.
Hasil yang telah dicapai pada kurun waktu 2005-
2008, antara lain:
1. Terlaksananya dialog antarbudaya yang ter-
buka dan demokratis untuk mengatasi per-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 30 5/5/09 2:29:14 PM
31
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
soalan bangsa khususnya dalam rangka ke-
bersamaan dan integrasi;
2. Terlaksananya kampanye hidup rukun dalam
keragaman budaya/multikultur;
3. Tersusunnya konsep dasar Neraca Satelit Ke-
budayaan Nasional (Nesbudnas);
4. Tersusunnya Peta Kesenian Indonesia dan
Peta Budaya Indonesia secara digital dalam
program database berikut pelatihan khusus
melalui training of trainers (ToT) bagi tenaga
operatornya untuk melayani kabupaten/
kota;
5. Terlaksananya kegiatan jelajah budaya;
6. Terselenggaranya program lm kompetitif
untuk memotivasi para sineas membuat lm
cerita;
7. Terselenggaranya Festival Film Indonesia
(FFI);
8. Terlaksananya sensor lm dan pembuatan
Direktori Perlman Indonesia;
9. Tersusunnya konsep revisi UU No. 8 Ta-
hun 1992 tentang perlman sebagai dasar
pengembangan perlman nasional di masa
yang akan datang serta sosialisasinya;
10. Terlaksananya koordinasi Tim Pembuatan
Film Noncerita Asing di Indonesia yang ber-
tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai
lokasi syuting lm dunia;
11. Terlaksananya pengiriman lm Indonesia ke
Festival Film Internasional di Cannes Peran-
cis dan Pusan International Film Festival di
Korea Selatan serta Festival Film Asia Osians
Cinefan VII di New Delhi, India; dan fasilitasi
kerjasama asosiasi pembuat lm internasi-
onal;
12. Terlaksananya kunjungan situs-situs sejarah,
penulisan, dan diskusi dengan tema Lawatan
Sejarah: Merajut Simpul-Simpul Perekat Bang-
sa baik di tingkat lokal maupun nasional;
13. Terlaksananya sosialisasi dan promosi Indo-
nesia Performing Arts Mart (IPAM);
14. Terlaksananya konservasi lukisan di Museum
Le Mayeur;
15. Terlaksananya penyelenggaraan Lomba Lukis
dan Cipta Puisi Anak-anak;
16. Terlaksananya penyelenggaraan Festival Sas-
tra Nusantara dan Pameran Seni Rupa Nu-
santara;
17. Terlaksananya penyusunan naskah akademik
Rancangan Undang-Undang tentang Kebu-
dayaan;
18. Terlaksananya First Indonesia Expo Central
East Europe di Polandia;
19. Terselenggaranya Konggres Kebudayaan di
Bogor yang bertujuan untuk memfasilitasi
pemetaan dan pembahasan gagasan, apresia-
si, minat dan partisipasi masyarakat khusus-
nya budayawan, ilmuwan, tokoh masyarakat,
dan Pemerintah dalam membangun kebuda-
yaan nasional.
Pencapaian Sasaran 3: Semakin Berkem-
bangnya Penerapan Nilai Baru yang
Positif dan Produktif dalam Rangka Me-
mantapkan Budaya Nasional yang Ter-
wujud dalam Setiap Aspek Kebijakan
Pembangunan
Pencapaian sasaran ketiga ditunjukkan melalui
pencapaian dari Program Pengembangan Nilai
Budaya, dengan hasil-hasil antara lain:
1. Terlaksananya inventarisasi aspek-aspek
tradisi untuk menggali kearifan tradisional
yang dimiliki suku bangsa, inventarisasi ma-
syarakat adat yang mencakup upacara adat,
tempat-tempat spiritual dan reinventarisasi
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bimbingan Pamong Budaya Spiritual dan Ke-
percayaan Komunitas Adat serta perekaman
dan penyiaran Kegiatan Budaya Spiritual dan
Upacara Adat;
2. Tersusunnya nilai-nilai kepercayaan masyara-
kat suku-suku bangsa;
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 31 5/5/09 2:29:15 PM
Dok : UNESCO
32
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Tersusunnya Naskah Potret Potensi Industri
Budaya;
4. Terselenggaranya Gelar Budaya Daerah, Do-
ngeng Anak-anak Nusantara, Pesta Permain-
an Tradisional Anak, dan Festival Nasional
Musik Tradisional untuk anak-anak;
5. Terlaksananya Festival Seni Budaya Indone-
sia;
6. Terlaksananya pergelaran Gita Bahana Nu-
santara;
7. Tersusunnya Undang-Undang Nomor 43 Ta-
hun 2007 tentang Perpustakaan Nasional;
8. Tersusunnya Inpres 16 Tahun 2005 tentang
Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan
Pariwisata;
9. Terselenggaranya Musyawarah Kerja Nasi-
onal Sejarah yang membahas berbagai aspek
muatan kesejarahan dalam kurikulum pendi-
dikan dan pembentukan kepribadian bangsa
dalam konteks multikultur;
10. Penerbitan pedoman dan sosialisasi Etika Ke-
hidupan Berbangsa: Rumusan dan Rencana
Aksi yang merupakan penjelasan operasional
dari Tap MPR-RI No. VI/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa;
11. Tersusunnya buku Bunga Rampai Berpikir
Positif Suku-Suku Bangsa, dan Budaya Ber-
pikir Positif;
12. Terlaksananya pengenalan nilai-nilai budaya
dalam rangka nation and character building;
13. Terlaksananya penganugerahan penghargaan
kebudayaan bagi pelaku dan pemerhati ke-
budayaan untuk mendorong partisipasi aktif
dalam pengembangan kebudayaan nasional
dan kampanye hidup rukun dalam kemaje-
mukan;
14. Terlaksananya sosialisasi/peningkatan minat
dan budaya baca masyarakat;
15. Terlaksananya Kemah Budaya di Bumi Perke-
mahan Paneki Donggala Sulawesi Tengah,
dan Perkemahan Budaya Nasional di Kupang,
Nusa Tenggara Timur, dan penyelenggaraan
Jelajah Budaya di Polewali Mandar Sulawesi
Barat dan Gorontalo;
16. Terselenggaranya Arung Sejarah Bahari I (Aja-
ri I) untuk memupuk semangat nasionalisme
dan cinta lingkungan alam;
17. Terselenggaranya Art Summit Indonesia IV dan
Indonesia Performing Art Mart 2005;
18. Terselenggaranya pentas seni multimedia
Megalitikum Kuantum;
19. Terlaksananya pementasan opera I La Galigo
di Lincoln Center, dan di Gedung Asia Society,
New York;
20. Terselenggaranya pameran Kebudayaan Islam
untuk meningkatkan citra peradaban Islam
di Indonesia yang berjudul Crescent Moon: Is-
lamic Arts and Civilization of South East Asia di
Adelaide dan Canberra, Australia;
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 32 5/5/09 2:29:21 PM
33
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
21. Terlaksananya pengiriman misi kesenian ke
berbagai acara internasional, seperti Australia
Performing Arts Mart (APAM), World Summit
on Art and Culture di New Castle, UK dan Chi-
na Shanghai International Arts Festival serta
penyelenggaraan Indonesian Night di Beizing
dan Jinan, Cina yang bekerjasama dengan
perkumpulan Indonesia-Tionghoa (INTI);
22. Terselenggaranya Hari Raya Waisak Interna-
sional di kompleks Candi Borobudur dengan
menampilkan serangkaian kegiatan berupa
pergelaran kolaborasi penari-penari dari
enam negara, yaitu Indonesia, Kamboja,
Laos, Myanmar, Tailand, dan Vietnam serta
peluncuran perangko dan buku Trail of Civi-
lization yang berisi informasi mengenai ba-
ngunan-bangunan Budha dari enam negara
tersebut;
23. Penyusunan inventarisasi aspek-aspek tradisi
dan inventarisasi masyarakat adat;
24. Pemetaan kebudayaan Indonesia di lima dae-
rah destinasi unggulan, yaitu Sumatera Barat,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Teng-
gara Barat dan Nusa Tenggara Timur;
25. Penyelenggaraan gelar Dongeng Anak-anak
Nusantara dan pesta permainan tradisional
anak;
26. Sosialisasi pasar tradisional pada era hiper-
market;
27. Gelar Budaya Maritim di Sulawesi Selatan;
28. Penyelenggaraan Pawai Budaya Nusantara;
29. Terlaksananya pembinaan pelaku budaya
spiritual bagi generasi muda; dan
30. Terlaksananya monogra komunitas adat.
Pencapaian Sasaran 4: Meningkatnya
Pelestarian dan Pengembangan Keka-
yaan Budaya
Pencapaian sasaran keempat ditunjukkan melalui
pencapaian dari Program Pengelolaan Kekayaan
Budaya, dengan hasil-hasil antara lain::
1. Terdaftarnya Tana Toraja, Jatiluwih, Pake-
risan dan Pura Taman Ayun dalam nominasi
Warisan Dunia (UNESCO World Heritage
List);
2. Terlaksananya sayembara Penulisan Sejarah
Kebudayaan Indonesia mencakup Sejarah Pe-
mikiran, Sejarah Perilaku, dan Sejarah Benda-
benda;
3. Terlaksananya penulisan naskah Sejarah In-
donesia Jilid VIII yang dilengkapi dengan
berbagai temuan baru dalam bidang sejarah
hasil penulisan tesis dan disertasi yang kom-
prehensif;
4. Terlaksananya penulisan Sejarah Kebudayaan
Indonesia dan penulisan Sejarah Pemikiran
untuk memperkaya pengetahuan kita ten-
tang kebudayaan Indonesia, dan penyusunan
Ensiklopedi Sejarah Perkembangan Iptek;
5. Terlaksananya Lawatan Sejarah di Makas-
sar dengan tema Pelayaran Makassar Selayar
merajut simbol-simbol Maritim Perekat
Bangsa, dan lawatan Sejarah Nasional IV di
Bangka Belitung dengan tema Pangkal Pinang
Kota Pangkal Kemenangan, dan Lawatan Se-
jarah Tingkat Nasional di Bali dengan tema
Puputan di Bali;
6. Tersusunnya Pedoman Kajian Geogra Se-
jarah;
7. Terselenggaranya Konferensi Nasional Se-
jarah VIII;
Dok : DEPBUDPAR
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 33 5/5/09 2:29:22 PM
34
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
8. Terlaksananya koordinasi penanganan per-
lindungan benda cagar budaya (BCB) dan
Survei Arkeologi Bawah Air dan peningkatan
kemampuan dan keterampilan pengelolaan
peninggalan bawah air melalui bimbingan
teknis fotogra bawah air yang difokuskan
pada kemampuan membuat foto mosaik;
9. Terlaksananya transkripsi, transliterasi, dan
alih media naskah kuno;
10. Terlaksananya Pameran Batik Inovatif;
11. Terselenggaranya Sidang ke-40 ASEAN-Com-
mittee on Culture and Information (ASEAN-
COCI) di Mataram;
12. Terlaksananya pemberian bantuan kepada 21
museum daerah dan tersusunnya Pedoman
Museum Situs sebagai landasan bagi Pem-
da kabupaten/kota dan masyarakat dalam
mendirikan museum. Pemerintah juga melak-
sanakan sosialisasi pengelolaan museum dan
diklat teknis permuseuman tingkat daerah
dan terlaksananya monogra museum Indo-
nesia;
13. Terlaksananya pemberian bantuan kepada
Museum NTT berupa penataan dan pameran
tetap beserta sarananya tentang manusia
purba Flores (Homo Floresiensis);
14. Terlaksananya pemberian bantuan advokasi
terhadap penanggulangan kasus pelanggaran
benda cagar budaya dan penanganan perlin-
dungan benda cagar budaya bawah air;
15. Tersusunnya Pedoman Kajian Geogra Se-
jarah dan Pedoman Sistem Informasi Geo-
gras untuk Pemetaan Sejarah;
16. Tersusunnya konsep Museum Maritim dan
pendirian Museum Sejarah Nasional serta pe-
doman Pengembangan Museum Situs Cagar
Budaya;
17. Terlaksananya konservasi dan rehabilitasi
Istana Tua Sumbawa beserta kawasannya;
18. Terlaksananya penggalian dan penelitian situs
Trowulan yang dilanjutkan dengan kegiatan
pameran Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Situs Trowulan bekerjasama dengan Yayasan
Kebudayaan Indonesia-Jepang (NIHINDO);
19. Terlaksananya koordinasi dalam rangka rati-
kasi UNESCO: Convention on Te Protection
of Underwater Cultural Heritage;
20. Terlaksananya pembuatan Komik Purbakala
dengan judul Petualangan Arki 2: Arki dan
Kemegahan Candi;
21. Terlaksananya sosialisasi/kampanye pening-
katan apresiasi masyarakat terhadap muse-
um;
22. Terlaksananya dialog interaktif kepurbaka-
laan di RRI Nasional Pro-3 Jakarta;
23. Terlaksananya peningkatan kualitas SDM bi-
dang peninggalan bawah air;
Dok : DEPBUDPAR
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 34 5/5/09 2:29:29 PM
35
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
24. Terlaksananya kajian pemekaran wilayah di
Sulawesi dalam perspektif sejarah;
25. Terlaksananya Trail of Civilization on Cultural
Heritage Tourism Cooperation among Cambo-
dia, Indonesia, Lao PDR, Myanmar, Tailand,
and Vietnam;
26. Terlaksananya pengembangan Situs Sangiran
yang meliputi zonasi kawasan Sangiran, tata
ruang kawasan, keserasian tata ruang dan ke-
lestarian ekologi, serta pengembangan pari-
wisata sejarah dan budaya (Cultural Heritage
Tourism Management);
27. Tersusunnya revisi Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
28. Terlaksananya pemberian bantuan advokasi
terhadap penanggulangan kasus pelanggaran
benda cagar budaya dan penanganan perlin-
dungan benda cagar budaya bawah air;
29. Kajian pemekaran wilayah di Sulawesi dalam
Perspektif Sejarah;
30. Terlaksananya penyusunan Pedoman Kajian
Geogra Sejarah dan Pedoman Sistem Infor-
masi Geogras untuk Pemetaan Sejarah;
31. Terlaksananya pemetaan Sejarah Kota Yogya-
karta dan Klaten Pascagempa;
32. Terlaksananya penyusunan Pedoman Pe-
ngembangan Museum Situs Cagar Budaya;
33. Terlaksananya pemberian bantuan kepada 21
museum daerah; dan
34. Terlaksananya pengembangan pariwisata
sejarah dan budaya (cultural heritage tourism
management).
2.3.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Dari rangkaian upaya yang telah dilakukan un-
tuk mencapai sasaran dalam RPJMN 2004-2009,
teridentikasi beberapa permasalahan yang me-
nyebabkan pencapaian sasaran kurang optimal.
Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam
pembangunan bidang kebudayaan, antara lain:
1. Adanya kecenderungan semakin lunturnya
kebanggaan terhadap identitas budaya bang-
sa di kalangan generasi muda, yang berdam-
pak pada menurunnya modal sosial dan pada
akhirnya akan berdampak terhadap menu-
runnya daya saing bangsa;
2. Masih rendahnya kesadaran masyarakat ter-
hadap upaya pelestarian nilai budaya dan
kearifan lokal. Hal ini antara lain disebabkan
oleh: (a) adanya kecenderungan pengalihan
ruang publik ke ruang privat sehingga mem-
persempit tersedianya tempat penyaluran as-
pirasi masyarakat yang multikultur; dan (b)
lajunya pembangunan ekonomi yang kurang
diimbangi oleh pembangunan karakter se-
hingga memperlemah kearifan lokal yang
sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia serta
mengurangi apresiasi dan rasa cinta terhadap
budaya dan produk dalam negeri;
3. Masih rendahnya kualitas pengelolaan keka-
yaan budaya dan rendahnya kualitas SDM bi-
dang konservasi dan preservasi benda cagar
budaya (BCB), sehingga banyak BCB yang
tidak terawat atau hilang, BCB yang diper-
jualbelikan ke mancanegara serta terjadinya
pemalsuan terhadap benda-benda koleksi
museum;
4. Masih rendahnya perhatian Pemerintah Da-
erah dalam mengelola keragaman budaya
sehingga masih dijumpai berbagai konik
sosial dan horisontal yang berpotensi meng-
ancam integrasi nasional. Kondisi ini antara
lain dipengaruhi oleh: (a) belum optimalnya
kerjasama yang sinergis antar-pemangku ke-
pentingan, dan (b) belum dapat dipahaminya
dengan baik program dan kegiatan oleh ber-
bagai pihak terkait dalam mewujudkan iden-
titas budaya nasional.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 35 5/5/09 2:29:30 PM
36
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2.3.4. Tindak Lanjut
2.3.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Upaya yang akan dilakukan untuk mencapai sa-
saran RPJMN 2004-2009 diarahkan melalui kebi-
jakan:
1. Menyelesaikan peraturan perundang-undang-
an di bidang kebudayaan;
2. Menyaring masuknya kebudayaan yang ber-
dampak negatif terhadap sik, psikologis,
dan moral generasi muda khususnya dan ma-
syarakat pada umumnya, serta terhadap mar-
tabat bangsa;
3. Menyelaraskan pembangunan ekonomi dan
sosial serta pengembangan teknologi dengan
nilai-nilai budaya dan warisan budaya yang
ada, baik sik maupun non-sik (cultural
based development); dan
4. Mengembangkan pola kemitraan Pemerin-
tah, swasta, dan masyarakat dalam melestari-
kan benda cagar budaya dan warisan budaya
serta warisan alam.
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul
karena interaksi budaya yang semakin terbuka
antara tataran nilai lokal dan global, tindak lanjut
yang diperlukan dalam pembangunan kebudaya-
an pada masa mendatang antara lain adalah:
1. Penyelenggaraan berbagai dialog kebudayaan
dan kebangsaan;
2. Pengembangan kesenian dan perlman nasi-
onal;
3. Pengembangan galeri nasional;
4. Pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edu-
kasi (KIE) bidang perlman;
5. Peningkatan sensor lm;
6. Stimulasi perlman melalui Lomba Film
Kompetitif dan Festival Film Indonesia (FFI);
7. Fasilitasi penyelenggaraan festival budaya
daerah;
8. Pendukungan pengelolaan taman budaya da-
erah;
9. Optimalisasi koordinasi pengembangan nilai
budaya, seni, dan lm;
10. Revitalisasi nilai luhur, budi pekerti, dan
karakter bangsa;
11. Pelestarian dan pengaktualisasian nilai-nilai
tradisi;
12. Pelestarian dan aktualisasi adat dan tradisi;
13. Pelaksanaan kebijakan pengembangan nilai
budaya di seluruh Indonesia;
14. Pendukungan pengembangan nilai budaya
daerah;
15. Pengembangan pengelolaan dokumen/arsip
negara dengan membangun pusat jaringan
informasi kearsipan nasional (JIKN) yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi
(TIK);
16. Penyelenggaraan pelayanan perpustakaan
dan informasi kepada masyarakat;
17. Pemanfaatan naskah kuno Nusantara;
18. Pengembangan nilai sejarah;
19. Penyusunan buku sejarah dan geogra se-
jarah nasional;
20. Pengelolaan peninggalan kepurbakalaan;
21. Fasilitasi penyelamatan pusaka bawah air;
Dok : PolaGrade
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 36 5/5/09 2:29:33 PM
37
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
22. Pengembangan/pengelolaan permuseuman
dan pemahaman kekayaan budaya;
23. Pendukungan pengelolaan museum daerah
dan kekayaan budaya daerah;
24. Pelestarian sik dan kandungan naskah ku-
no;
25. Perekaman dan digitalisasi bahan pustaka;
26. Pengelolaan koleksi deposit nasional; dan
27. Pengembangan statistik perpustakaan dan
perbukuan.
Dalam pelaksanaan pencapaian sasaran tersebut,
semua langkah tindak lanjut akan juga memper-
timbangkan pengembangan karakter dan pem-
bangunan bangsa.
2.3.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Dari berbagai capaian serta evaluasi dan tindak
lanjut yang akan dilakukan. Maka, sasaran yang
akan tercapai pada akhir RPJMN 2004-2009
adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya kesadaran masyarakat untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai luhur budaya
bangsa dalam rangka penguatan ketahanan
budaya dan menghadapi derasnya arus bu-
daya global;
2. Terlaksananya sosialisasi dan advokasi nilai-
nilai kebangsaan dan strategi penguatannya
dengan sikap saling menghormati dan meng-
hargai keberagaman budaya dalam rangka
memperkokoh NKRI;
3. Terpeliharanya kerjasama yang sinergis an-
tar-pihak terkait dalam upaya pelestarian
kekayaan budaya;
4. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang
berkepribadian, berbudi luhur, dan mencintai
kebudayaan Indonesia.
2.3.5. Penutup
Pembangunan karakter bangsa membutuhkan
upaya keras secara terus menerus. Dewasa ini,
pembangunan karakter bangsa merupakan satu
hal yang penting mengingat semakin lunturnya
kebanggaan terhadap identitas bangsa.
Dengan kondisi ini, bangsa Indonesia dihadapkan
pada tantangan berat dalam melakukan pemba-
ngunan kebudayaan. Selain itu, sebagai bangsa
yang bercorak majemuk, Indonesia diharuskan
pula dapat menjadikan keragaman menjadi suatu
potensi dalam melakukan pembangunan kebu-
dayaan. Demikian pula, seiring dengan perkem-
bangan masyarakat yang sangat cepat maka dibu-
tuhkannya penyesuaian tata nilai dan perilaku
yang terkait dengan kebudayaan.
Oleh karenanya, pengembangan kebudayaan
diharapkan dapat memberikan arah bagi per-
wujudan identitas nasional yang sesuai dengan
nilai-nilai luhur budaya bangsa. Di samping itu,
pengembangan kebudayaan dimaksudkan un-
tuk menciptakan iklim kondusif dan harmonis
sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu
merespon modernisasi secara positif dan produk-
tif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Dok : PolaGrade
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 37 5/5/09 2:29:38 PM
Dok : Tempo, Gunawan Wicaksono
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 38 5/5/09 2:29:40 PM
39
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.4
Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas
2.4.1. Pengantar
Rasa aman dan damai masyarakat membutuh-
kan sebuah kondisi keamanan dan ketertiban
yang kondusif, serta penanganan kriminalitas
secara baik. Gangguan keamanan, ketertiban dan
kriminalitas dilatar-belakangi oleh permasalahan
yang cukup kompleks dan menyangkut banyak
hal seperti kondisi sosial politik, ketidakadilan,
kesenjangan kesejahteraan ekonomi, serta upaya
provokasi yang mengeksploitasi perbedaan etnis,
agama dan golongan. Pelaksanaan pemilihan ke-
pala daerah (Pilkada) secara langsung di beberapa
wilayah yang tidak disertai dengan kepatuhan
terhadap hukum dan kematangan elite politik
daerah, juga ikut menjadi salah satu faktor pe-
nyebab berbagai kerusuhan sosial dan konik ho-
risontal.
2.4.2. Kondisi Awal RPJMN 2004-2009
dan Sasaran yang Ingin Dicapai
Menjelang penyusunan RPJMN 2004-2009, in-
deks kriminalitas meningkat dari 86 pada 2002
menjadi 99 pada 2003. Hal tersebut diikuti pula
oleh berlarut-larutnya penyelesaian kasus krimi-
nal yang hanya rata-rata 55,5 persen sepanjang
1999-2003. Demikian pula, peredaran dan penya-
lahgunaan narkoba merupakan ancaman serius
bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dari 2 juta pecandu narkoba, sekitar 90 persen
diantaranya adalah generasi muda. Pada 2004,
rasio jumlah personil anggota POLRI dengan
jumlah penduduk adalah 1 berbanding 750. Per-
bandingan tersebut masih jauh dari standar yang
ditetapkan oleh PBB yaitu 1 personil polisi untuk
400 orang penduduk.
Pengawasan dan penegakan hukum pada peman-
faatan ilegal sumberdaya alam baik di darat mau-
pun di laut juga masih lemah. Selain itu yang ti-
dak kalah pentingnya adalah masalah kepatuhan
dan disiplin masyarakat terhadap hukum yang
semakin berkurang. Hal ini meningkatkan ber-
bagai tindak kejahatan dan pelanggaran hukum
ditengah masyarakat.
Dari beberapa kenyataan tersebut, sasaran yang
ingin dicapai dalam upaya peningkatan keaman-
an, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas
adalah sebagai berikut:
1. Menurunnya angka pelanggaran hukum dan
indeks kriminalitas, serta meningkatnya
penuntasan kasus kriminalitas untuk men-
ciptakan rasa aman masyarakat;
2. Terungkapnya jaringan kejahatan internasi-
onal, terutama: narkoba, perdagangan manu-
sia, dan pencucian uang;
3. Terlindunginya keamanan lalu lintas informasi
rahasia lembaga negara sesudah diterapkan-
nya Asean Free Trade Area (AFTA) dan zona
perdagangan bebas lainnya, terutama untuk
lembaga/fasilitas vital negara;
4. Menurunnya jumlah pecandu narkoba, ter-
ungkapnya kasus dan dapat diberantasnya
jaringan utama pemasok narkoba dan precur-
sor;
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 39 5/5/09 2:29:40 PM
40
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
5. Menurunnya jumlah gangguan keamanan
dan pelanggaran hukum di laut, terutama
pada alur perdagangan dan distribusi serta
alur pelayaran internasional serta menurun-
nya kegiatan illegal shing;
6. Terungkapnya jaringan utama pencurian
sumberdaya kehutanan serta membaiknya
praktik penegakan hukum dalam pengelolaan
sumberdaya kehutanan dalam memberantas
illegal logging, over cutting, dan illegal trading;
7. Meningkatnya kepatuhan dan disiplin ma-
syarakat terhadap hukum;
8. Meningkatnya kinerja POLRI yang tercer-
min dengan menurunnya angka kriminalitas,
pelanggaran hukum, dan meningkatnya pe-
nyelesaian kasus-kasus hukum.
Untuk mencapai sasaran peningkatan keaman- sasaran peningkatan keaman-
an, ketertiban, dan penanggulangan kriminali-
tas, dilaksanakan melalui program-program se-
bagai berikut :
1. Program pengembangan penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan ke-
amanan negara
Program ini ditujukan untuk meningkatkan ke-
mampuan profesionalisme intelijen guna lebih
peka, tajam dan antisipatif dalam mendeteksi
dan mengeliminir berbagai ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang berpengaruh ter-
hadap kepentingan nasional dalam hal deteksi
dini untuk meningkatkan keamanan, ketertiban,
dan menanggulangi krimintalitas.
2. Program pengembangan pengamanan
rahasia negara
Program ini ditujukan untuk meningkatkan pe-
ngamanan berita rahasia negara guna mendu-
kung terselenggaranya pembangunan nasional
dalam hal peningkatan keamanan.
3. Program pengembangan SDM kepolisian
Program ini ditujukan untuk mengembangkan
SDM yang memadai dan mencukupi baik dari segi
kualitas maupun kuantitas dalam rangka mencip-
takan lembaga kepolisian yang profesional.
4. Program pengembangan sarana dan
prasarana kepolisian
Program ini ditujukan untuk memenuhi kebu-
tuhan dan pemberdayaan materiil fasilitas dan
jasa dalam rangka meningkatkan kemampuan
profesionalisme kepolisian dalam memelihara ke-
amanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat.
5. Program pengembangan strategi ke-
amanan dan ketertiban
Program ini ditujukan untuk mengembangkan
langkah-langkah strategis antisipatif ancaman
kemanan nasional dan ketertiban masyarakat.
6. Program pemberdayaan potensi ke-
amanan
Program ini ditujukan untuk mendekatkan polisi
dengan masyarakat agar masyarakat terdorong
bekerjasama dengan kepolisian melalui pembi-
naan kepada masyarakat dalam membantu tugas
pokok kepolisian untuk menciptakan keamanan
dan ketertiban masyarakat.
7. Program pemeliharaan kamtibmas
Program ini ditujukan untuk mewujudkan sistem
keamanan dan ketertiban masyarakat yang mam-
pu melindungi seluruh warga masyarakat Indone-
sia dari gangguan ketertiban dan keamanan ma-
syarakat sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
8. Program penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana
Program ini ditujukan untuk mewujudkan pe-
negakan supremasi hukum dalam menghadapi
tindak kriminalitas serta pelanggaran hukum
lainnya.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 40 5/5/09 2:29:41 PM
41
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
Trend Kejahatan Konvesional
2005-Des 2008
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
j
u
m
l
a
h
Kasus
161,671 168,685 244,875 184,108
72,888 75,487 114,875 97,269
Trend Kejahatan Transnasional
2005-Maret 2008
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
j
u
m
l
a
h
Kasus 3,441 9,331 5,391 759
Cleared 3,471 8,702 5,009 649
2005 2006 2007 2008
2005 2006 2007 2008
Kasus 147 273 1486 0
Cleared 0
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Trend Kejahatan Berimplikasi Kontijensi
2005-Maret 2008
2005 2006 2007 2008
Kasus
3,049 4,327 2,599 1,046
Cleared 2,335 2,599 1,816 724
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
Trend Kejahatan Kekayaan Negara
2005-Maret 2008
2005 2006 2007 2008
Cleared
j
u
m
l
a
h
j
u
m
l
a
h
95 69 464
9. Program pencegahan dan pemberan-
tasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba
Program ini ditujukan untuk mewujudkan pe-
negakan supremasi hukum dalam menghadapi
tindak kriminalitas serta pelanggaran hukum
lainnya
10. Program pemantapan keamanan dalam
negeri
Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan
memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah
Indonesia terutama di daerah rawan seperti
wilayah laut Indonesia, wilayah perbatasan dan
pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi
aman wilayah Indonesia antara lain untuk mence-
gah dan menanggulangi illegal shing dan illegal
mining, serta kejahatan dan pelanggaran hukum
di laut, serta kejahatan dan pelanggaran hukum
dalam pengelolaan sumber daya kehutanan
Gambar 2.4.1.
Trend Kejahatan Indonesia 2005 - Maret 2008
2.4.3. Pencapaian 2005-2008
2.4.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Berbagai upaya yang ditempuh dalam mencip-
takan keamanan dalam negeri telah menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Meskipun tindak ke-
jahatan konvensional dan kejahatan berimplikasi
kontinjensi menunjukkan kecenderungan me-
ningkat, tetapi hal tersebut diikuti pula dengan
penyelesaian yang meningkat.
Selain menurunnya kejahanan konvensional,
tingkat keamanan dalam negeri juga menunjuk-
kan semajuan sebagai berikut:
1. Penanganan ancaman kejahatan trans-
nasional terhadap keamanan dalam
negeri
Pemulihan keamanan di daerah rawan konik se-
perti di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua,
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 41 5/5/09 2:29:41 PM
42
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Maluku, dan sejumlah daerah lain, difokuskan
untuk menangkap pelaku utama kasus kekerasan
agar diproses secara hukum. Secara umum kon-
disi di daerah-daerah tersebut semakin membaik,
walau secara sporadis terkadang masih terjadi
benturan antara sesama masyarakat maupun
dengan aparat keamanan.
2. Pencegahan penyalahgunaan dan pere-
daran gelap narkoba
Untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba, Pemerintah membentuk Satuan
Koordinasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN). Upaya ini telah terbukti
berhasil dengan diungkap dan ditemukannya se-
jumlah laboratorium gelap narkoba dalam skala
kecil dan besar. Selama kurun waktu 19992008
perkara hukum yang telah diputus pidana mati
sebanyak 72 orang, 5 orang diantaranya telah
dieksekusi mati.
3. Penanganan gangguan keamanan dan
pelanggaran hukum di laut
Untuk mencegah pemanfaatan sumberdaya
kelautan dan perikanan secara tidak sah, telah di-
lakukan penerapan sistem monitoring, controlling,
and surveilance melalui:
1. Pengembangan vessel monitoring system;
2. Peningkatan kapasitas pos pengawas dan unit
pelaksana teknis pengawasan;
3. Pengembangan sistem pengawasan berbasis
masyarakat (siswasmas) dengan membentuk
kelompok masyarakat pengawasan;
4. Kerjasama operasional pengawasan dengan
TNI AL dan Polri serta operasi pengawasan
oleh kapal pengawas Departemen Kelautan
dan Perikanan (DKP);
5. Persiapan pembentukan pengadilan khusus
perikanan;
6. Penataan sistem perizinan.
4. Pengawasan dan penegakan hukum pe-
ngelolaan sumberdaya kehutanan
Sebagai upaya mencegah dan mengurangi ke-
rugian akibat pembalakan hutan, telah dilak-
sanakan penyidikan dan perlindungan hutan
melalui operasi intelejen dan operasi represif
pengamanan hutan. Tindakan lainnya berupa
kerjasama dengan Cina, Jepang, Inggris, Korea
Selatan, dan Norwegia untuk tidak membeli kayu
hasil penebangan liar.
3929
2590
621
3874 3887
648
8171
6733
1348
9422
5658
2275
11380
9289
1961
9105
8948
4160
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 (Juni)
NARKOTIKA PSIKOTROPIKA BAHAN BHY
Gambar 2.4.2.
Kasus Tindak Pidana Narkoba 2003-2008
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 42 5/5/09 2:29:42 PM
43
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
Dalam rangka memperkuat peraturan perun-
dang-undangan untuk mencegah kejahatan kehu-
tanan, Pemerintah telah selesai menyusun Ran-
cangan UU (RUU) Pemberantasan Pembalakan
Liar dan Penyusunan draft Menteri Kehutanan
tentang Perlindungan Hutan di Kawasan Hutan
yang Dibebani Hak serta draft Peraturan Menteri
Kehutanan (Permenhut) tentang Penanganan
Barang Bukti Hasil Kejahatan Kehutanan yang
merupakan tindak lanjut pelaksanaan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan hutan.
6. Peningkatan profesionalisme lembaga
kepolisian
Guna meningkatkan kemampuan Polri dalam
mencegah dan menindak kejahatan terorisme
dan narkoba, di setiap Kepolisian Daerah (Polda)
telah di bentuk Detasemen (Den)-88 dan Direk-
torat (Dit) Narkoba. Di beberapa daerah juga su-
dah terbentuk Dit. PAM Pariwisata sebagai upaya
mendukung program Pemerintah menggalakkan
sektor pariwisata.
Guna mendukung kendali operasional telah diba-
ngun sistem operasional on-line dari Markas Besar
ke seluruh Polda. Hal tersebut juga didukung de-
ngan manajemen informasi yang memungkinkan
penyampaian data dalam waktu nyata (real time).
Kesigapan aparat keamanan dalam mendeteksi
dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam
potensi konik menjadi tidak muncul ke permu-
kaan.
2.4.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Beberapa kendala yang menyebabkan upaya yang
dilakukan belum mencapai target yang diharap-
kan adalah:
1. Masih adanya illegal logging, illegal min-
ing, ataupun illegal shing
Intensitas kegiatan-kegiatan ilegal tersebut
terutama di daerah-daerah perbatasan, seperti
Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Papua, dan
beberapa daerah perbatasan yang lain dirasakan
masih cukup tinggi. Hal ini ditengarai disebabkan
karena beberapa negara tetangga menjadi tempat
pencucian kayu-kayu ilegal dari Indonesia sebe-
lum diekspor kembali ke negara tujuan.
2. Eksploitasi tenaga kerja dan perdagang-
an manusia
Banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang
mengalami permasalahan di luar negeri mengin-
dikasikan telah terjadi eksploitasi ketenagaker-
jaan secara ilegal. Kondisi ini diperkirakan terkait
dengan rumitnya proses rekruitmen, penempat-
an yang tidak sesuai keahlian serta proses pe-
ngiriman yang dilakukan secara ilegal. Dalam
hal perdagangan manusia (human tracking), In-
donesia masih termasuk ke dalam negara dengan
kategori beritensitas tinggi, dimana pada tahun
2008, lebih dari 150.000 anak terlibat dalam ke-
jahatan ini.
3. Penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba
Berbagai upaya penanggulangan dan pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
secara intensif terus dilakukan. Namun, hal ter-
sebut agaknya belum menurunkan tingkat keja-
hatan narkoba secara signikan. Pelaku kejahatan
narkoba tidak jera meski dihadapkan pada sanksi
hukuman berat, termasuk hukuman mati. Dalam
konteks ini, upaya sementara pihak melakukan
uji material pasal hukuman mati dalam UU No-
mor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika adalah
sangat disayangkan.
4. Gangguan pelayaran
Selat Malaka adalah salah satu alur laut kepulauan
Indonesia yang bernilai sangat strategis. Namun,
tingkat gangguan pelayaran penumpang maupun
barang di lokasi tersebut belum menunjukkan
gejala penurunan secara signikan dan sulit di-
atasi. Untuk itu, TNI Angkatan Laut se-bagai un-
sur penegak kedaulatan di laut dan Polri perlu di-
tingkatkan kemampuannya, agar mampu secara
optimal menegakkan kedaulatan dan menindak
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 43 5/5/09 2:29:42 PM
44
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
pelanggaran hukum di laut. Selain itu, kerja sama
teknis dengan negara lain seperti Jepang dan
Amerika Serikat (AS) untuk mengatasi gangguan
keamanan di Selat Malaka akan ditingkatkan.
2.4.4. Tindak Lanjut
2.4.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Berdasarkan kondisi yang ada, masih banyak sa-
saran yang belum bisa tercapai sampai dengan
2008. Beberapa penyebabnya adalah keterbatasan
anggaran serta adanya perubahan skala prioritas
pembangunan nasional. Oleh karena itu, dalam
rentang sisa waktu satu tahun ke depan, upaya
peningkatan keamanan, ketertiban, dan penang-
gulangan kriminalitas memerlukan tindak lanjut
sebagai berikut:
1. Pengembangan penyelidikan, pengamanan
dan penggalangan keamanan negara melalui
percepatan pengadaan intelijen device serta
pembangunan jaringan komunikasi inteli-
jen guna menunjang kelancaran arus infor-
masi intelijen secara cepat, tepat, dan aman.
Adapun pengembangan sistem pengamanan
rahasia negara perlu ditingkatkan dengan
peningkatan gelar peralatan sandi. Selain itu,
percepatan penetapan RUU Rahasia Negara
menjadi UU juga sangat diperlukan sebagai
payung hukum dalam pengamanan berita ra-
hasia negara;
2. Pengembangan SDM Kepolisian melalui
pengembangan kekuatan dan kemampuan
personil Polri menuju profesionalisasi Kepo-
lisian. Selain itu, peningkatan kemampuan Selain itu, peningkatan kemampuan
PNS Polri perlu diarahkan menjadi komple-
men dalam organisasi Polri. Pengembangan
sarana dan prasarana Kepolisian dilakukan
dengan pemeliharaan sarana-prasarana dan
peralatan Polri untuk memperpanjang usia
pakai serta pembangunan materil dan fasili-
tas Polri;
3. Pemberdayaan potensi keamanan, melalui
pemberdayaan community policing. Dalam
Dok : Tempo, Wahyu Setiawan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 44 5/5/09 2:29:43 PM
45
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
pemeliharaan keamanan dan ketertiban ma-
syarakat, diperlukan peningkatan kualitas
pelayanan Kepolisian dalam bidang pencegah-
an tindak kriminal, penyelamatan masyara-
kat, dan pemulihan keamanan. Dalam hal
ini, termasuk pula penanganan keamanan di
wilayah konik, pemulihan keamanan pada
daerah rawan konik serta peningkatan pos-
pos wilayah perbatasan dan pulau-pulau ter-
luar berpenghuni;
4. Peningkatan kerjasama keamanan dan keter-
tiban, melalui kerjasama internasional baik
secara bilateral maupun multilateral dalam
pencegahan kejahatan transnasional, ter-
utama di wilayah perbatasan, serta kerjasama
keamanan lintas instansi;
5. Pencegahan dan pemberantasan penya-
lahgunaan dan peredaran gelap narkoba,
melalui: penegakan hukum di bidang nar-
koba, pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba yang salah satunya
melalui kampanye nasional dan sosialisasi
anti-narkoba, terapi dan rehabilitasi korban
penyalahgunaan narkoba, mengembangkan
proyek percontohan (pilot project) pencegah-
an, pemberantasan, penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba dengan sebaran di
wilayah rawan penyalahgunaan narkoba;
6. Pemantapan keamanan dalam negeri, mela-
lui:
(a) Operasi gabungan pencegahan gangguan
keamanan di laut;
(b) Pembangunan early warning system;
(c) Peningkatan operasi pengamanan hutan;
(d) Peningkatan pengamanan hutan berbasis
sumberdaya masyarakat;
(e) Pembentukan Satuan Polisi Kehutanan
Reaksi Cepat (SPORC);
(f) Penegakan undang-undang dan peraturan
serta mempercepat proses penindakan
pelanggaran hukum di sektor kehutanan;
(g) Kerjasama dengan negara-negara kon-
sumen, serta lembaga swadaya nasional
(LSM) nasional dan internasional.
2.4.5. Penutup
Secara keseluruhan, upaya peningkatan keaman-
an, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas
menunjukkan hasil yang lebih baik. Namun, pen-
capaian sasaran secara lebih optimal membutuh-
kan konsistensi dan kesinambungan program di
masa datang.
Gangguan keamanan, ketertiban, dan kriminali- angguan keamanan, ketertiban, dan kriminali-
tas secara umum masih dalam tingkat terkendali.
Meskipun demikian, tidak bisa dimungkiri bahwa
variasi kejahatan dan aktualisasi konik horison-
tal semakin kompleks dan meningkat. Terkait
dengan kriminalitas internasional, globalisasi
dan pasar-bebas membuat organisasi kejahatan
internasional yang didukung oleh kemajuan tek-
nologi komunikasi, informasi, dan persenjataan
semakin berkembang pesat.
Untuk penanganan ancaman kejahatan trans- ancaman kejahatan trans-
nasional terhadap keamanan dalam negeri,
telah dilakukan berbagai upaya pemulihan ke-
amanan, terutama di daerah rawan konik. , terutama di daerah rawan konik.
Selain penangkapan pelaku utama, semua kasus
kekerasan juga akan diproses secara hukum.
Sementara, daerah rawan konik seperti NAD,
Papua, Maluku, dan sejumlah daerah lain,
kondisinya secara umum semakin membaik,
meskipun secara sporadis masih terjadi benturan
antara sesama masyarakat maupun dengan aparat
keamanan.
Untuk pencegahan penyalahgunaan dan peredar-
an gelap narkoba, telah dibentuk Satuan Koordi-
nasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pem-
berantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba. Meskipun satuan ini baru terbentuk di
wilayah Provinsi DKI Jakarta, namun satuan ini
telah berhasil menguak beberapa kasus tindak
pidana narkoba besar seperti ditemukannya la-
boratorium gelap narkoba dalam skala kecil dan
besar, serta terbongkarnya jaringan peredaran
gelap narkoba.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 45 5/5/09 2:29:44 PM
46
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Untuk mencegah pemanfaatan sumberdaya ke-
lautan dan perikanan secara tidak sah, telah dila-
kukan penerapan sistem monitoring, controlling,
and surveilance. Sementara guna mencegah dan Sementara guna mencegah dan
mengurangi kerugian akibat pembalakan hutan,
telah dilaksanakan penyidikan dan pelindungan pelindungan
hutan melalui operasi intelejen dan operasi repre-
sif pengamanan hutan.
Adapun peningkatan profesionalisme lembaga
kepolisian dilakukan melalui pembinaan dan
pengembangan kapasitas dan kemampuan perso-
nil kepolisian. Upaya peningkatan kesigapan apa-
rat keamanan dalam mendeteksi dan mengatasi
gejala awal konik, telah pula menunjukkan hasil
yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin
dari keberhasilan meredam potensi konik men-
jadi tidak muncul ke permukaan.
Satu hal terpenting dalam upaya peningkatan
keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kri-
minalitas adalah peningkatan toleransi masyara-
kat terhadap keberagaman dan meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya rasa
aman dalam beraktivitas. Hal ini dimaksudkan
agar upaya adu domba suku, agama, dan ras
(SARA) antar-kelompok masyarakat dapat dihin-
dari.
Dengan dukungan semua pihak dalam menjaga
dan meningkatkan keamanan, ketertiban, dan
penanggulangan kriminalitas, maka pencapaian
RPJMN 2004-2009 akan mendekati target sasar-
an. Meskipun pencapaian tidak optimal tepat pada
target, namun perbaikan dan hasil yang ada akan
menjadi topangan yang kokoh bagi upaya-upaya
berikutnya. Namun, satu hal yang perlu digarisba-
wahi ke depan adalah diperlukannya upaya-upaya
yang lebih konsisten dan berkesinambungan.
Dok : PLN
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 46 5/5/09 2:29:46 PM
47
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
**
p
e
r
s
e
n
1
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

a
n
g
k
a

p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n

h
u
k
u
m

d
a
n

i
n
d
e
k
s

k
r
i
m
i
n
a
l
i
t
a
s
.

M
e
-
M
e
-
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
u
n
t
a
s
a
n

k
a
s
u
s

k
r
i
m
i
n
a
l
i
t
a
s

u
n
t
u
k

m
e
n
c
i
p
t
a
k
a
n

r
a
s
a

a
m
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
I
n
d
e
k
s

K
r
i
m
i
n
a
l
i
t
a
s
p
o
i
n
1
2
1
1
2
6
N
A
1
2
1
K
e
j
a
h
a
t
a
n
K
o
n
v
e
n
s
i
o
n
a
l
:
K
a
s
u
s
K
a
s
u
s
1
6
1
.
6
7
1
1
6
8
.
6
8
5
2
4
4
.
8
7
5
1
8
4
.
1
0
8
P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n
K
a
s
u
s
7
2
.
8
8
8
7
5
.
4
8
7
1
1
4
.
8
7
5
9
7
.
2
6
9
K
e
j
a
h
a
t
a
n
T
r
a
n
s
n
a
s
i
o
n
a
l
:
K
a
s
u
s
K
a
s
u
s
3
.
4
4
1
9
.
3
3
1
6
,
3
9
1
7
5
9
P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n
K
a
s
u
s
3
.
4
7
1
8
.
7
0
2
5
.
0
0
9
6
4
9
K
e
c
e
l
a
k
a
a
n

L
a
l
u

L
i
n
t
a
s

K
a
s
u
s
9
1
.
6
2
3
8
7
.
0
2
0
4
8
.
5
0
6
4
2
.
2
4
5
K
o
r
b
a
n

T
e
w
a
s
J
i
w
a
1
6
.
1
1
5
1
5
,
7
6
2
1
6
.
5
4
8
1
4
.
1
3
5
L
u
k
a

B
e
r
a
t
J
i
w
a
3
5
.
8
7
9
3
3
.
2
8
2
2
0
.
1
8
0
1
6
.
5
5
0
L
u
k
a

R
i
n
g
a
n
J
i
w
a
5
1
.
2
1
7
5
2
.
3
1
0
4
5
.
8
6
0
3
9
.
5
3
5
N
a
r
k
o
t
i
k
a
K
a
s
u
s
8
.
1
7
1
9
.
4
2
2
1
1
.
3
8
0
9
.
1
0
5
P
s
i
k
o
t
r
o
p
i
k
a
K
a
s
u
s
6
.
7
3
3
5
.
6
5
8
9
.
2
8
9
8
.
9
4
8
B
h
n

B
e
r
b
a
h
a
y
a
K
a
s
u
s
1
.
3
4
8
2
.
2
7
5
1
.
9
6
1
4
.
1
6
0
T
a
b
e
l

2
.
4
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n

P
r
o
g
r
a
m

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
a
m
a
n
a
n
,

K
e
t
e
r
t
i
b
a
n
,

d
a
n

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

K
r
i
m
i
n
a
l
i
t
a
s
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 47 5/5/09 2:29:46 PM
Dok : DEPBUDPAR
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 48 5/5/09 2:29:47 PM
49
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.5
Pencegahan dan Penanggulangan
Separatisme
2.5.1. Pengantar
Pencegahan dan penanggulangan gerakan separa-
tisme adalah bagian dari agenda penting Pemerin-
tah dalam mewujudkan Indonesia yang aman dan
damai. Separatisme khususnya di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) secara signikan telah dapat
diredam. Namun, pada beberapa daerah tertentu
masih terdapat potensi dan aksi separatisme yang
perlu ditangani secara arif agar terjaga keutuhan
yang kokoh bagi NKRI.
Masalah separatisme di Papua meskipun masih
diwarnai berbagai gerakan atau upaya-upaya in-
ternasionalisasi Papua, kondisi yang ada rela-
tif terkendali. Langkah diplomasi internasional
telah berhasil mengubah pandangan kelompok
separatis Papua di Papua New Ginea (PNG) men-
jadi mendukung penyelesaian masalah Papua
melalui kebijakan otonomi khusus. Kembalinya
tiga orang warga Papua yang mencari suaka poli-
tik ke Australia pada 2006 dan terus mengalirnya
pernyataan setia kepada NKRI sejumlah anggota
OPM, memberikan harapan besar bahwa di masa
yang akan datang masalah separatisme Papua
dapat diselesaikan secara damai.
2.5.2. Kondisi Awal RPJMN dan Sasar-
an yang Ingin Dicapai
Sebelumbencana tsunami di akhir 2004 yang me- ebelum bencana tsunami di akhir 2004 yang me-
landa sebagian besar NAD, kasus separatisme di
provinsi paling ujung barat tersebut telah mema-
suki tahapan penyelesaian dengan diberlakukan-
nya darurat sipil dan sedang memasuki persiapan
tertib sipil. Sementara itu, pergerakan bersenjata
Organisasi Papua Merdeka (OPM) di ujung timur
Nusantara telah berhasil dilokalisir, terbukti de-
ngan insiden yang terus menurun. Ketidakberpi-
hakan kebijakan pembangunan yang telah lama
diterapkan terhadap masyarakat di kedua provin-
si tersebut diyakini sebagai pemicu gerakan sepa-
ratisme yang terjadi.
Dengan kondisi awal tersebut, sasaran yang ingin
dicapai dari upaya pencegahan dan penanggu-
langan separatisme adalah:
1. Kembali normalnya kehidupan masyarakat di
NAD dan Papua serta tidak adanya kejadian
konik baru di daerah tersebut dan daerah-
daerah di seluruh wilayah NKRI;
2. Menurunnya perlawanan Gerakan Aceh Mer-
deka (GAM) dan melemahnya dukungan sim-
patisan GAM di dalam dan luar negeri;
3. Menurunnya kekuatan OPM dan melemah-
nya dukungan simpatisan OPM di dalam dan
luar negeri;
4. Membaiknya pemerataan pembangunan di
daerah rawan konik dan separatisme yang
tercermin dari meningkatnya kondisi sosial
ekonomi masyarakat;
5. Terdeteksi dan dapat dicegahnya potensi se-
paratisme; serta
6. Tumbuh berkembangnya pemahaman dan
pengamalan multikulturalisme di kalangan
pemimpin, masyarakat, dan media.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 49 5/5/09 2:29:48 PM
50
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Untuk mencapai sasaran tersebut, dilaksanakan
melalui program-program sebagai berikut :
1. Program Pengembangan Ketahanan Na-
sional
Program ini ditujukan untuk mengembangkan
dan meningkatkan ketahanan nasional, wawasan
nasional dan sistem manajemen nasional, serta
wawasan kebangsaan bagi warga negara dalam
rangka mengatasi berbagai aspek ancaman terha-
dap kehidupan bangsa dan negara.
2. Program Pengembangan Penyelidikan,
Pengamanan dan Penggalangan Ke-
amanan Negara
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemam-
puan profesionalisme intelijen guna lebih peka, ta-
jam dan antisipatif dalam mendeteksi dan mengeli-
minir berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan yang berpengaruh terhadap kepentingan
nasional dalam hal deteksi dini untuk mencegah dan
menanggulangi separatisme.
3. Program Penegakan Kedaulatan dan
Penjagaan Keutuhan Wilayah NKRI
Program ini ditujukan untuk mewujudkan kesi-
apan operasional dan penindakan ancaman baik
berupa invasi/agresi dari luar dan ancaman dari
dalam baik ancaman militer maupun non militer.
4. Program Pemantapan Keamanan Dalam
Negeri
Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan
memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah
Indonesia terutama di daerah rawan seperti
wilayah laut Indonesia, wilayah perbatasan dan
pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi
aman wilayah Indonesia dari tindak kejahatan
separatisme.
5. Program Peningkatan Komitmen Per-
satuan dan Kesatuan Nasional
Program ini ditujukan untuk menyepakati kem-
bali makna penting persatuan nasional dalam
konstelasi politik yang sudah berubah.
6. Program Peningkatan Kualitas Pelayan-
an Informasi Publik
Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan arus informasi kepada dan dari
masyarakat untuk mendukung proses sosialisasi
dan partisipasi politik rakyat.
2.5.3. Pencapaian 2005-2008
2.5.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Beberapa capaian dari upaya Pemerintah dalam
mencegah dan menanggulangi separatisme hing-
ga 2008 adalah:
1. Normalisasi Kehidupan Masyarakat di
Aceh dan Papua
Proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Pro-
vinsi NAD yang berlangsung dengan aman, damai,
dan demokratis adalah indikasi nyata bahwa pada
prinsipnya konik separatisme di NAD sudah
berakhir. Pelaksanaan butir-butir kesepahaman
Helsinki yang tercermin dalam Undang-Undang
Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 tahun
2006 secara konsisten juga menjadikan seluruh
komponen masyarakat saling bahu membahu
membangun NAD dalam bingkai NKRI.
Kunjungan deklarator GAM Hassan Tiro ke NAD
beberapa waktu lalu semakin menegaskan bahwa
perdamaian di Aceh dapat diwujudkan tanpa ha-
rus mengangkat senjata. Upaya penyelesaian yang
dilakukan secara damai, bermartabat dan menye-
luruh berhasil mewujudkan slogan Gerakan Aceh
Membangun dalam melaksanakan pembangunan
di NAD dengan partisipasi seluruh masyarakat
Aceh.
Di masa yang akan datang diharapkan
aksi sekecil apapun perlu ditangani secara
bijak tanpa harus mengedepankan tindak-
an represif
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 50 5/5/09 2:29:48 PM
51
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
2. Kekuatan OPM Menurun dan Dukungan
Simpatisan OPM di Dalam dan Luar Ne-
geri Melemah
Langkah preventif untuk mencegah semakin
mengakarnya gerakan OPM lebih tepat jika di-
arahkan dengan cara mengambil hati masyarakat
Papua dengan membangun Papua secara berkea-
dilan. Strategi tersebut diwujudkan dalam bingkai
otonomi khusus, yang telah menunjukkan hasil
yang signikan ke arah yang lebih baik.
3. Pemerataan Pembangunan di Daerah
Rawan Konik dan Separatisme
Dengan disahkannya Undang-Undang (UU)
Pemerintahan Aceh diharapkan kondisi keaman-
an di wilayah NAD semakin kondusif dan meru-
pakan momen yang sangat penting dalam mem-
bangun kebersamaan rakyat NAD sebagai bagian
integral bangsa Indonesia. Begitu juga dengan
Papua, keluarnya Inpres Nomor 5 Tahun 2008
tentang percepatan pembangunan yang mem-
prioritaskan pemantapan ketahanan pangan,
pemberdayaan ekonomi rakyat, peningkatan ak-
ses masyarakat pada pelayanan pendidikan dan
kesehatan yang berkualitas, kebijakan perlakuan
khusus bagi putra-putri asli Papua, dan pening-
katan infrastruktur dasar untuk pengembangan
wilayah-wilayah potensial.
4. Berkembangnya Ketahanan Nasional
Untuk mengembangkan ketahanan nasional
telah dilakukan perumusan rancangan kebijakan
nasional dalam rangka pembinaan ketahanan
nasional. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
tercapainya tujuan dan kepentingan nasional
serta menjaga keselamatan negara dari ancaman
kedaulatan, persatuan, dan kesatuan.
2.5.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perha-
tian semua pihak di NAD adalah bagaimana me-
matuhi kesepahaman Helsinki secara konsisten.
Jangan lagi terdapat persepsi-persepsi keliru
yang justru mengindikasikan tidak adanya ke-
sepahaman terhadap esensi Helsinki. Dalam hal
pembentukan partai lokal, konstitusi memperbo-
lehkannya secara khusus di NAD. Hal ini diharap-
kan dapat menciptakan visi dan misi partai yang
tidak mengarah pada ideologi separatisme dan
pengabaian kesepahaman Helsinki.
Kongres Masyarakat Adat Papua yang berlang-
sung pada 3 Juli 2008 merupakan permasalahan
separatisme yang memerlukan perhatian lebih
serius dalam upaya menjaga dan menegakkan
kedaulatan NKRI. Berbagai aktivitas OPM, baik
yang dilaksanakan secara sik maupun politik,
telah mampu menarik simpati dunia internasi-
onal.
Berkenaan dengan berbagai hal tersebut di atas,
di masa yang akan datang diharapkan aksi seke-
cil apapun perlu ditangani secara bijak tanpa ha-
rus mengedepankan tindakan represif. Pada saat
yang sama, Pemerintah senantiasa mengupayakan
akselerasi pemberantasan kemiskinan dan peng-
galakkan pendidikan di provinsi-provinsi yang
potensial melakukan tindak separatisme sebagai
upaya pencegahan.
2.5.4. Tindak Lanjut
2.5.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
separatisme, beberapa hal yang perlu ditindak-
lanjuti guna menegakkan kedaulatan dan ke-
utuhan NKRI, adalah:
1. Antisipasi dan pelaksanaan operasi militer
atau nonmiliter terhadap gerakan separatis
yang berusaha memisahkan diri dari NKRI,
terutama gerakan separatisme bersenjata yang
mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah
Indonesia;
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 51 5/5/09 2:29:48 PM
52
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2. Antisipasi dan pelaksanaan operasi mili-
ter atau nonmiliter terhadap aksi radikal
yang berlatar belakang primordial etnis, ras,
agama, dan ideologi di luar Pancasila, baik
yang berdiri sendiri maupun yang memiliki
keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di
luar negeri;
3. Pelaksanaan diplomasi untuk memperoleh
dukungan internasional terhadap keutuhan
wilayah dan kedaulatan NKRI.
Sementara itu, dalam upaya peningkatan komit-
men persatuan dan kesatuan nasional, tindak
lanjut yang perlu dilakukan adalah:
1. Pendidikan politik masyarakat;
2. Sosialisasi wawasan kebangsaan;
3. Upaya perwujudan dan fasilitasi berbagai fora
dan wacana-wacana sosial politik yang dapat
memperdalam pemahaman mengenai pen-
tingnya persatuan bangsa, mengikis sikap dis-
kriminatif, dan menghormati perbedaan-per-
bedaan dalam masyarakat.
2.5.5. Penutup
Secara umum, upaya pencegahan dan penanggu-
langan separatisme telah memberikan perbaikan
berarti ke arah keteguhan mempertahankan ke-
daulatan NKRI. Namun demikian, gerakan sepa-
ratisme masih berpotensi untuk terjadi bila ke-
senjangan antar wilayah semakin melebar.
Pemberlakuan otonomi khusus pada daerah-dae-
rah yang terjadi gerakan separatisme, seperti di
NAD dan Papua, memang cukup ampuh dalam
penyelesaian separatisme secara damai. Hal ini
terbukti dengan berhasilnya diredam secara sig-
nikan berbagai masalah terkait separatisme dan
konik horisontal di beberapa wilayah Indonesia.
Meskipun, hal tersebut belum sepenuhnya mere-
dakan keinginan sebagian orang mengobarkan
pemisahan.
Upaya perwujudan dan fasilitasi berbagai
fora dan wacana-wacana sosial politik
yang dapat memperdalam pemahaman
mengenai pen-tingnya persatuan bangsa,
mengikis sikap diskriminatif, dan meng-
hormati perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat
Capaian yang berhasil diraih dalam upaya menor-
malisasikan kehidupan masyarakat NAD cukup
menggembirakan. Proses Pilkada di NAD ber-
langsung dengan aman, damai, dan demokratis.
Pelaksanaan butir-butir kesepahaman Helsinki
secara konsisten juga menjadikan seluruh kom-
ponen masyarakat termasuk tokoh-tokoh yang
selama ini memiliki ideologi berbeda, saling bahu
membahu membangun NAD dalam bingkai NKRI.
Keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD
juga secara signikan membangun kepercayaan
dan kebersamaan rakyat NAD sebagai bagian dari
bangsa Indonesia dalam wadah NKRI.
Capaian untuk menurunkan kekuatan dan du-
kungan simpatisan OPM di dalam dan luar negeri
juga cukup menggembirakan. Intensitas perla-
wanan gerakan bersenjata OPM juga terus menu-
run. Meskipun demikian, gerakan separatisme di
Papua harus terus diwaspadai. Hal ini mengingat
kondisi sosial masyarakat Papua dan masih kuat-
nya dukungan sebagian kelompok masyarakat
terhadap perjuangan OPM. Tidak kalah penting,
upaya-upaya diplomasi luar negeri harus terus
dilakukan secara intensif mengingat masih ter-
dapat pihak asing yang mendukung gerakan se-
paratisme. Oleh karena itu, langkah rekonsiliasi
dengan OPM harus terus diupayakan. Langkah
preventif untuk mencegah semakin mengakarnya
gerakan OPM lebih tepat jika diarahkan dengan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 52 5/5/09 2:29:48 PM
53
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
cara mengambil hati masyarakat Papua dengan
membangun Papua secara berkeadilan. Upaya Upaya
percepatan pembangunan harus diiringi dengan
pemantapan ketahanan pangan, pemberdayaan
ekonomi rakyat, peningkatan akses masyarakat
pada pelayanan pendidikan dan kesehatan yang
berkualitas, kebijakan perlakuan khusus bagi pu-
tra-putri asli Papua, dan peningkatan infrastruk-
tur dasar untuk pengembangan wilayah-wilayah
potensial.
Ke depan, pendeteksian dini gerakan separatisme
memerlukan koordinasi seluruh badan-badan in-
telijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI.
Begitu juga, pengembangan ketahanan nasional
harus diarahkan pada usaha pengembangan dan
peningkatan ketahanan nasional, wawasan na-
sional, sistem manajemen nasional, dan wawas-
an kebangsaan bagi warga negara dalam rangka
mengatasi berbagai aspek ancaman kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia.
Dengan demikian, hingga akhir pelaksanaan
RPJMN 2004-2009, berbagai sasaran diperki-
rakan akan tercapai. Akan tetapi, masih ada tan-
tangan dan kendala yang harus dihadapi Peme-
rintah dengan arif dan bijak. Upaya penyelesaian
dan pendekatan secara damai harus dikedepan-
kan. Pemerataan kesejahteran dan pembangunan
daerah-daerah harus memenuhi rasa keadilan.
Jika seluruh wilayah NKRI merasakan arti pem-
bangunan, diharapkan ke depan tidak ada lagi
gerakan-gerakan separatisme.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 53 5/5/09 2:29:49 PM
54
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
s
e
n
P
e
n
c
e
g
a
h
a
n

d
a
n

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

S
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
1
K
e
m
b
a
l
i

n
o
r
m
a
l
n
y
a

k
e
h
i
d
u
p
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
i

A
c
e
h

d
a
n

P
a
p
u
a

s
e
r
t
a

t
i
d
a
k

a
d
a
n
y
a

k
e
j
a
d
i
a
n

k
o
n

i
k

b
a
r
u

d
i

s
u
a
t
u

d
a
e
r
a
h
;

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
p
a
t

m
e
l
a
k
u
-
k
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

s
e
c
a
r
a

t
e
n
a
n
g

t
a
n
p
a

d
i
b
a
y
a
n
g
i

a
k
s
i
-
a
k
s
i

s
e
p
a
-
r
a
t
i
s
m
e
T
e
l
a
h

t
e
r
c
i
p
-
t
a
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

k
e
-
a
m
a
n
a
n

m
e
l
a
l
u
i

p
e
m
b
e
n
t
u
k
a
n

d
a
n

p
e
m
b
i
n
a
a
n
,

p
e
n
g
g
a
l
a
n
g
a
n
,

s
e
r
t
a

o
p
e
r
a
s
i

k
e
a
m
a
n
a
n

p
a
d
a

d
a
e
r
a
h

k
o
n

i
k

d
i

N
A
D
,

M
a
l
u
k
u
,

d
a
n

P
a
p
u
a
T
i
d
a
k

a
d
a

p
e
r
l
a
w
a
n
a
n

s
i
k

p
e
t
i
n
g
g
i

G
A
M
,

p
e
r
j
u
a
n
g
a
n

G
A
M

t
e
l
a
h

m
e
n
g
a
r
a
h

p
a
d
a

k
e
s
e
p
a
h
a
m
-
a
n

H
e
l
s
i
n
k
i

y
a
n
g

m
e
n
g
a
k
u
i

N
K
R
I
T
i
d
a
k

a
d
a

p
e
r
l
a
w
a
n
a
n

f
i
s
i
k

p
e
t
i
n
g
g
i

G
A
M
,

p
e
r
j
u
a
n
g
a
n

G
A
M

t
e
l
a
h

m
e
n
g
a
r
a
h

p
a
d
a

k
e
s
e
p
a
-
h
a
m
a
n

H
e
l
s
i
n
k
i

y
a
n
g

m
e
n
g
a
k
u
i

N
K
R
I
T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

k
e
b
i
j
a
k
a
n

n
e
g
a
r
a

y
a
n
g

m
e
n
g
a
t
u
r

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

p
e
r
a
n

d
a
e
r
a
h

t
e
r
m
a
s
u
k

d
a
e
r
a
h

p
a
s
c
a

k
o
n

i
k

s
e
-
p
a
r
a
t
i
s
m
e

d
a
l
a
m

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

k
e
t
a
h
a
n
a
n

n
e
g
a
r
a
2
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

k
e
k
u
a
t
a
n

G
A
M

d
a
n

m
e
l
e
m
a
h
n
y
a

s
i
m
p
a
t
i
s
a
n

G
A
M

d
i

d
a
l
a
m

m
a
u
p
u
n

l
u
a
r

n
e
g
e
r
i
T
e
r
j
a
d
i

k
e
s
e
-
p
a
k
a
t
a
n

d
a
m
a
i

d
i
a
n
t
a
r
a

P
e
m
e
-
r
i
n
t
a
h

d
e
n
g
a
n

a
n
g
g
o
t
a

G
A
M
T
e
l
a
h

t
e
r
c
i
p
-
t
a
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

k
e
-
a
m
a
n
a
n

m
e
l
a
l
u
i

p
e
m
b
e
n
t
u
k
a
n

d
a
n

p
e
m
b
i
n
a
a
n

N
A
D
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

s
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

d
a
n

i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

M
o
U

H
e
l
s
i
n
k
i

t
a
n
g
g
a
l

1
5

A
g
u
s
t
u
s

2
0
0
5

d
a
n

U
U

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
a
n

A
c
e
h

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
s
a
h
k
a
n

p
a
d
a

t
a
n
g
-
g
a
l

1

A
g
u
s
t
u
s

2
0
0
6

d
i

s
e
l
u
r
u
h

w
i
l
a
y
a
h

N
A
D
M
e
s
k
i
p
u
n

t
e
r
j
a
d
i

i
n
s
i
d
e
n

p
e
n
u
r
u
n
a
n

b
e
n
d
e
r
a

m
e
r
a
h

p
u
t
i
h

p
a
d
a

p
e
r
i
-
n
g
a
t
a
n

1
7

A
g
u
s
t
u
s

2
0
0
7
,

t
e
t
a
p
i

t
i
d
a
k

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

k
e
s
e
p
a
h
a
m
a
n

H
e
l
-
s
i
n
k
i
.

T
e
r
p
i
l
i
h
n
y
a

b
e
b
e
r
a
p
a

m
a
n
t
a
n

p
e
t
i
n
g
g
i

G
A
M

y
a
n
g

s
u
d
a
h

m
e
r
a
h
-
p
u
t
i
h

s
e
b
a
-
g
a
i

k
e
p
a
l
a

P
e
m
e
-
r
i
n
t
a
h
a
n

d
a
e
r
a
h
,

m
e
m
b
e
r
i
k
a
n

h
a
-
r
a
p
a
n

d
u
k
u
n
g
a
n

u
p
a
y
a

p
e
n
c
i
p
t
a
a
n

s
u
a
s
a
n
a

k
o
n
d
u
s
i
f
.

S
e
m
e
n
t
a
r
a

i
t
u

d
i

P
a
p
u
a
,

u
p
a
y
a

p
e
m
e
k
a
r
a
n

d
i
h
a
r
a
p
k
a
n

d
a
p
a
t

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

k
i
n
e
r
j
a

d
a
e
r
a
h

d
a
-
l
a
m

m
e
m
b
a
n
g
u
n

k
e
t
e
r
t
i
n
g
g
a
l
a
n
.
T
a
b
e
l

2
.
5
.
1
.

S
a
s
a
r
a
n

P
r
o
g
r
a
m

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
n
c
e
g
a
h
a
n

d
a
n

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

S
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 54 5/5/09 2:29:49 PM
55
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
s
e
n
3
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

k
e
k
u
a
t
a
n

O
P
M

d
a
n

m
e
l
e
m
a
h
n
y
a

s
i
m
p
a
t
i
s
a
n

O
P
M

d
i

d
a
l
a
m

m
a
u
p
u
n

l
u
a
r

n
e
g
e
r
i
T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

k
e
a
-
m
a
n
a
n

m
e
l
a
l
u
i

p
e
m
b
e
n
t
u
k
a
n

d
a
n

p
e
m
b
i
n
a
a
n

P
a
p
u
a
B
e
r
b
a
g
a
i

k
o
n
t
a
k

s
i
k

d
e
n
g
a
n

O
P
M

m
a
m
p
u

d
i
r
e
d
a
m

s
e
h
i
n
g
g
a

t
i
d
a
k

m
e
-
n
i
m
b
u
l
k
a
n

k
o
n

i
k

b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
.
I
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

O
t
s
u
s
,

c
o
m
m
u
n
i
t
y

d
e
v
e
l
o
p
m
e
n
t
,

k
e
b
e
r
-
h
a
s
i
l
a
n

P
i
l
k
a
d
a
,

I
n
p
r
e
s

p
e
r
c
e
p
a
t
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
l
l

b
e
r
h
a
s
i
l

m
e
r
u
b
a
h

p
a
n
d
a
n
g
a
n
s
e
j
u
m
-
d
a
n
g
a
n
s
e
j
u
m
-
d
a
n
g
a
n

s
e
j
u
m
-
l
a
h

t
o
k
o
h

O
P
M

d
a
n

P
a
r
l
e
m
e
n

A
s
i
n
g
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

i
n
t
e
l
i
j
e
n

n
e
g
a
r
a

d
i
d
u
k
u
n
g

i
n
t
e
l
i
j
e
n

t
e
r
i
t
o
r
i
a
l

d
a
n

i
n
t
e
l
i
j
e
n

s
e
k
t
o
r
a
l
/

f
u
n
g
s
i
o
n
a
l

a
g
a
r

m
a
m
p
u

m
e
l
a
k
u
-
k
a
n

d
e
t
e
k
s
i

d
i
n
i

g
e
r
a
k
a
n

s
e
p
a
r
a
t
i
s
-
m
e
,

s
e
r
t
a

p
e
n
a
n
g
-
g
u
l
a
n
g
a
n

p
e
r
a
n
g

u
r
a
t

s
y
a
r
a
f
4
M
e
m
b
a
i
k
n
y
a

p
e
m
e
-
r
a
t
a
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
i

d
a
e
r
a
h

r
a
w
a
n

k
o
n

i
k

d
a
n

s
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e

y
a
n
g

t
e
r
c
e
r
m
i
n

d
a
r
i

m
e
m
-
b
a
i
k
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

s
o
s
i
a
l

e
k
o
n
o
m
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

U
U

2
1

t
a
h
u
n

2
0
0
1

t
e
n
t
a
n
g

O
t
o
n
o
m
i

K
h
u
-
s
u
s

P
a
p
u
a

d
a
n

U
U

N
o
.

1
8

t
a
h
u
n

2
0
0
1

t
e
n
t
a
n
g

O
t
o
n
o
m
i

K
h
u
-
s
u
s

N
A
D
O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

U
U

2
1

t
a
h
u
n

2
0
0
1

t
e
n
t
a
n
g

O
t
o
n
o
m
i

K
h
u
s
u
s

P
a
p
u
a

d
a
n

U
U

N
o
.

1
8

t
a
h
u
n

2
0
0
1

t
e
n
t
a
n
g

O
t
o
n
o
m
i

K
h
u
s
u
s

N
A
D
5
T
e
r
d
e
t
e
k
s
i

d
a
n

d
a
p
a
t

d
i
c
e
g
a
h
n
y
a

p
o
t
e
n
s
i

s
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
E
f
e
k
t
i
v
i
t
a
s

k
o
o
r
d
i
n
a
s
i

d
a
n

o
p
e
r
a
s
i

i
n
t
e
l
i
j
e
n
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n

p
e
n
g
a
m
a
n
a
n

s
w
a
k
a
r
s
a
,

s
e
r
t
a

b
i
m
b
i
n
g
a
n

d
a
n

p
e
n
y
u
l
u
h
a
n

d
a
-
l
a
m

r
a
n
g
k
a

p
e
n
-
c
e
g
a
h
a
n

t
i
n
d
a
k

s
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
,
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

o
p
e
-
r
a
s
i

i
n
t
e
l
i
j
e
n

g
u
n
a

m
e
n
d
e
t
e
k
s
i

d
a
n

m
e
n
c
e
g
a
h

p
o
t
e
n
s
i

s
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

o
p
e
-
r
a
s
i

i
n
t
e
l
i
j
e
n

g
u
n
a

m
e
n
d
e
t
e
k
s
i

d
a
n

m
e
n
c
e
g
a
h

p
o
t
e
n
s
i

s
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

o
p
e
r
a
s
i

i
n
t
e
l
i
j
e
n

g
u
n
a

m
e
n
d
e
t
e
k
s
i

d
a
n

m
e
n
c
e
g
a
h

p
o
-
t
e
n
s
i

s
e
p
a
r
a
t
i
s
m
e
6
T
u
m
b
u
h

k
e
m
b
a
n
g
-
n
y
a

p
e
m
a
h
a
m
a
n

d
a
n

p
e
n
g
a
m
a
l
a
n

m
u
l
t
i
k
u
l
t
u
-
r
a
l
i
s
m
e

d
i

k
a
l
a
n
g
a
n

p
e
m
i
m
p
i
n
,

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n

m
e
d
i
a
P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
,

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n

m
e
d
i
a

s
e
m
a
k
i
n

b
e
r
p
e
r
a
n

d
a
l
a
m

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

p
e
m
a
h
a
m
a
n

m
u
l
t
i
k
u
l
t
u
r
a
-
l
i
s
m
e
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

s
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

B
e
l
a

N
e
g
a
r
a

d
i

k
a
l
a
n
g
-
a
n

p
e
m
i
m
p
i
n
,

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
,

d
a
n

m
e
d
i
a
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
5
.
1
.

LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 55 5/5/09 2:29:49 PM
Dok : Tempo, Arie Basuki
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 56 5/5/09 2:29:51 PM
57
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.6
Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme
2.6.1. Pengantar
Aksi terorisme menimbulkan dampak yang sangat
signikan pada hampir semua sendi kehidupan.
Tidak hanya dampak kerusakan sik namun juga
kerusakan mental, semangat, daya juang dan trau-
ma mendalam, yang pada akhirnya dapat melum-
puhkan kehidupan masyarakat.
2.6.2. Kondisi Awal RPJMN dan Sasar-
an yang Ingin Dicapai
Hingga awal penyusunan RPJMN, telah terjadi se-
rangkaian aksi terorisme di Indonesia, baik yang
bernuansa internasional maupun lokal. Peledakan
bom di Kedutaan Besar Australia dan di Kedutaan
Besar Indonesia di Perancis adalah dua dari serang-
kaian aksi teror bernuansa internasional.
Demikian juga, kegiatan terorisme bernuansa lo-
kal juga terjadi dan biasanya terkait dengan per-
masalahan politik dan SARA, seperti peledakan
rumah-rumah ibadah, perkantoran Pemerintah,
rumah pejabat penegak hukum, atau tempat-tem-
pat umum lainnya. Serangkaian aksi teror bernu-
ansa politik cenderung terkait erat dengan giat-
nya proses hukum terhadap mantan pejabat di
daerah yang diduga melakukan tindak pidana ko-
rupsi, sedangkan peledakan bom di tempat-tem-
pat ibadah seperti gereja dan masjid cenderung
bernuansa SARA dan ditujukan untuk mengadu
domba antar-kelompok agama di masyarakat.
Meski mendapatkan perhatian yang serius
Pemerintah, aksi terorisme yang terkait de-
ngan jaringan internasional masih merupakan
permasalahan keamanan dalam negeri. Hal ini
disebabkan belum berhasilnya ditangkap bebe-
rapa tokoh utama kelompok teror tersebut.
Dari latar belakang kondisi tersebut, maka sasar-
an dari pencegahan dan penanggulangan gerakan
terorisme dalam RPJMN 2004-2009 dirumuskan
sebagai berikut:
1. Menurunnya kejadian tindak terorisme di
wilayah hukum Indonesia;
2. Meningkatnya ketahanan masyarakat terha-
dap aksi terorisme; dan
3. Meningkatnya daya cegah dan tangkal negara
terhadap ancaman terorisme secara keseluruh-
an.
Untuk mencapai sasaran pencegahan dan pe-
nanggulangan gerakan terorisme dilakukan me-
lalui program-program sebagai berikut:
1. Program Pengembangan Penyelidikan,
Pengamanan dan Penggalangan Keaman-
an Negara
Program ini ditujukan untuk meningkatkan ke-
mampuan profesionalisme intelijen guna lebih
peka, tajam dan antisipatif dalam mendeteksi
dan mengeliminir berbagai ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang berpengaruh ter-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 57 5/5/09 2:29:51 PM
Dok : Tempo, Rully Kesuma
58
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
hadap kepentingan nasional khususnya dalam hal
pencegahan, penindakan, dan penanggulangan
terorisme
2. Program Pengembangan Pengamanan
Rahasia Negara
Program ini ditujukan untuk meningkatkan ke-
mampuan profesionalisme kontra-intelijen dalam
melindungi kepentingan nasional dari berbagai
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
termasuk dalam hal pencegahan dan penanggu-
langan terorisme
3. Program Pemantapan Keamanan Dalam
Negeri
Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan
memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah
Indonesia dalam pencegahan dan penanggulang-
an terorisme, yaitu meningkatkan kemampuan
kapasitas kelembagaan nasional dalam mena-
ngani masalah terorisme dan melakukan pena-
nganan terorisme secara operasional yang didu-
kung kerjasama antar instansi dengan melibatkan
partisipasi seluruh komponen kekuatan bangsa,
meliputi kemampuan deteksi dini, cegah dini,
penanggulangan, pengungkapan dan rehabilitasi.
2.6.3. Pencapaian 2005-2008
Upaya pencegahan dan penanggulangan gerakan
terorisme di Indonesia telah menunjukkan hasil
yang menggembirakan dengan banyaknya pelaku
teror yang berhasil ditangkap. Sampai saat ini,
sebanyak 410 tersangka teroris telah ditangkap
atau menyerahkan diri. Sebanyak 260 tersangka
diantaranya telah diadili dan divonis oleh lembaga
peradilan, 5 orang divonis hukuman mati, 4 orang
divonis hukuman seumur hidup, 14 orang dalam
proses peradilan, dan 13 orang masih dalam pro-
ses penyidikan.
Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pence-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 58 5/5/09 2:29:52 PM
59
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
gahan dan penanggulangan terorisme antara lain
dilakukan melalui kerjasama dengan beberapa
negara baik secara multilateral maupun bilate-
ral. Upaya preventif lain adalah peningkatan ke-
mampuan profesionalisme kontraintelijen dalam
melindungi kepentingan nasional dari berbagai
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.
Termasuk dalam hal ini adalah pencegahan dan
penanggulangan terorisme.
Melalui supremasi hukum, Pemerintah melaku-
kan penegakan hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi,
keberadaan Undang-undang Nomor 16 Tahun
2003 tentang Tindak Pidana Terorisme dirasakan
masih belum dapat memberikan landasan hukum
yang kuat bagi kegiatan intelijen dalam pencegah-
an dan penanggulangan terorisme.
Melalui prinsip independensi, upaya kontra-te-
rorisme dilakukan secara inisiatif mandiri se-
mata-mata untuk menegakkan keamanan dan
ketertiban umum serta melindungi keselamatan
masyarakat. Dengan strategi indiskriminasi pe-
negakan hukum terhadap para pelaku tindak
terorisme dilakukan tanpa pandang bulu dan ti-
dak mengarah pada penciptaan anggapan negatif
terhadap sebagian kelompok masyarakat. Prinsip
indiskriminasi juga dilakukan sebagai upaya un-
tuk menghindari terjadinya ekses negatif yang
berbau SARA.
2.6.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Pencapaian pelaksanaan pencegahan dan pe-
nanggulangan terorisme hingga tahun 2008 di-
uraikan di bawah ini.
1. Menurunnya Kejadian Tindak Terorisme
di Wilayah Hukum Indonesia
Di samping melakukan peningkatan kemampuan
aparat, upaya pencegahan dan penanggulangan
terorisme dilakukan pula melalui peran serta ma-
syarakat dan telah mencapai kemajuan yang cu-
kup signikan terlihat dari situasi keamanan yang
kondusif dan tidak adanya aksi teror berskala in-
ternasional.
Pelaksanaan eksekusi mati terpidana kasus bom
Bali I yaitu Amrozi, Mukhas, dan Imam Samudra
sempat menimbulkan kekhawatiran akan aksi
balas dendam, terutama dari kelompok Noordin
M. Top yang sampai sekarang belum dapat di-
tangkap. Namun berkat kewaspadaan seluruh ja-
jaran keamanan, aksi-aksi terorisme nyaris tidak
ada. Bahkan pelaksanaan hari raya Natal 2008
bagi umat Kristiani dapat terlaksana dengan da-
mai tanpa dibayang-bayangi ketakutan.
2. Meningkatnya Ketahanan Masyarakat
terhadap Aksi Terorisme
Berbagai upaya untuk menekan dampak aksi
terorisme lokal diantaranya dengan melakukan
pendekatan kepada tokoh masyarakat dan to-
koh agama, pembinaan kerukunan dan dialog
antaragama di daerah-daerah rawan konik. Se-
lain itu, Pemerintah juga melakukan sosialisasi
pencegahan dan penanggulangan terorisme, yang
semuanya telah secara signikan memperkecil
dampak aksi terorisme. Peningkatan kewaspadaan
terhadap aksi terorisme juga dilakukan pada ob-
jek-objek vital, seperti perkantoran Pemerintah,
perkantoran asing, pusat-pusat bisnis dan per-
belanjaan, hotel dan tempat wisata, bandara,
pelabuhan, serta kawasan industri. Penempatan
personel dan alat deteksi teror pada objek-objek
vital tersebut, secara signikan mampu menekan
aksi terorisme.
3. Meningkatnya Daya Cegah dan Tangkal
Negara terhadap Ancaman Terorisme
secara Keseluruhan
Dalam kerangka pencegahan aksi teror, pening-
katan profesionalisme intelijen merupakan kunci
utama dalam mendeteksi dan mengeliminasi ber-
bagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gang-
guan yang dapat ditimbulkan oleh aksi terorisme.
Badan Intelijen Negara secara rutin melakukan
operasi intelijen termasuk dalam hal pencegahan,
penindakan, dan penanggulangan terorisme.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 59 5/5/09 2:29:52 PM
60
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Selain dari upaya intelijen, dilakukan juga pe-
ningkatan kemampuan profesionalisme kontra
intelijen. Dalam rangka mengantisipasi perkem-
bangan teknologi informasi yang demikian pesat,
khususnya di bidang kejahatan terorisme, Lem-
baga Sandi Negara (Lemsaneg) telah melakukan
upaya peningkatan kemampuan SDM persandian
melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan
dalam lingkungan lembaga atau kerjasama de-
ngan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
2.6.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Indikator sosial seperti tingkat kemiskinan,
kesenjangan sosial, permasalahan demokrasi,
serta pemahaman yang sempit terhadap keya-
kinan dan ideologi patut diduga merupakan
media tumbuh suburnya sel-sel terorisme di In-
donesia. Aksi terorisme masih menjadi ancam-
an potensial bagi stabilitas keamanan nasional
mengingat masih belum tertangkapnya beberapa
tokoh kunci aksi terorisme di Indonesia seperti
Zulkarnaen, Dulmatin, Umar Patek, dan Noordin
M. Top, serta jaringannya.
Selain permasalahan di atas, berbagai kendala
yang masih dihadapi dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan terorisme di Indonesia adalah
belum adanya landasan hukum yang kuat bagi ke-
giatan operasi intelijen penanggulangan teroris-
me. Dalam hubungan ini masih ada pemahaman
yang sempit dari sebagian umat beragama, khu-
susnya umat Islam, yang mempersepsikan bahwa
perang melawan terorisme dianggap sebagai pe-
rang terhadap agama Islam.
Aksi terorisme masih menjadi anca-
man potensial bagi stabilitas keamanan
nasional mengingat masih belum ter-
tangkapnya beberapa tokoh kunci aksi
terorisme di Indonesia
2.6.4. Tindak Lanjut
2.6.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Berdasarkan pencapaian sasaran pembangunan
sampai dengan 2008, maka dalam rentang sisa
waktu 1 tahun ke depan upaya tindak lanjut un-
tuk pencegahan dan penanggulangan terorisme
dilakukan melalui:
1. Meningkatkan kemampuan penangkalan dan
penanggulangan terorisme dengan:
(a) Penguatan kapasitas kelembagaan nasi-
onal penanganan terorisme;
(b) Restrukturisasi sistem operasional pen-
cegahan dan penanggulangan terorisme.
2. Memantapkan Operasional Penanggulangan
Terorisme dengan melakukan:
(a) Intensikasi komunikasi (dialog) dan
pemberdayaan kelompok yang berpo-
tensi dan atau diduga memiliki keterkait-
an dengan kelompok teroris;
(b) Memfokuskan dan meningkatkan operasi
intelijen;
(c) Mendayagunakan seluruh satuan antite-
ror yang dimiliki institusi negara terma-
suk TNI dan Polri;
(d) Melanjutkan upaya politik bebas aktif;
(e) Mengupayakan penyelesaian masalah te-
rorisme regional melalui kerjasama inter-
nasional;
(f) Memantapkan pengamanan terbuka ter-
hadap simbol-simbol negara milik Indo-
nesia dan negara sahabat;
(g) Meningkatkan pengamanan tertutup ter-
hadap ruang-ruang publik terutama yang
berkaitan dengan potensi korban manu-
sia dan ekonomi serta kepentingan asing,
seperti daerah tujuan wisata;
(h) Melanjutkan penangkapan dan pemro-
sesan secara hukum tokoh-tokoh kunci
operasional terorisme; dan
(i) Mengetatkan pengawasan lalu lintas uang
dan pemblokiran aset kelompok teroris.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 60 5/5/09 2:29:53 PM
61
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
Dengan langkah tindak lanjut di atas, maka di-
harapkan gerakan terorisme dapat dikendali-
kan. Sementara, keberadaan institusi yang me-
nangani terorisme (desk terrorism) diharapkan
mampu menyiapkan kebijakan dan koordinasi
penanggulangan terorisme untuk disinergikan
dengan pembangunan kapasitas lembaga.
Pemutusan dukungan nansial terhadap kelom-
pok terorisme diharapkan dapat melemahkan
berkembangnya potensi terorisme. Peningkatan Peningkatan
pengawasan keimigrasian, serta upaya interdiksi
darat, laut, dan udara serta pengawasan produksi
dan peredaran serta pelucutan senjata dan bahan
peledak adalah bagian global disarmament. Pada
akhirnya penindakan secara tegas pelaku teror di-
harapkan memberikan efek kejut yang mencegah
berkembangnya potensi terorisme.
2.6.5. Penutup
Pada awal penyusunan RPJMN 2004-2009, be-
berapa aksi terorisme yang bersifat lokal dan in-
ternasional terjadi di tanah air. Peledakan bom di
Kedutaan Besar Australia di Indonesia, peledakan
bom di Kedutaan Besar Indonesia di Perancis,
maupun kegiatan terorisme lokal yang bernuasa
politik dan SARA kerap terjadi.
Selama pelaksanaan RPJMN 2004-2009, Peme-
rintah melalui berbagai upaya telah berhasil
menanggulangi terorisme secara signikan. Hal
ini diindikasikan oleh situasi keamanan yang
kondusif dan tidak adanya aksi teror berskala in-
ternasional.
Demikian pula, Pemerintah telah menyusun suatu
upaya tindak lanjut guna menjaga keberlanjutan
pencapaian. Upaya tersebut di antaranya adalah
peningkatan kemampuan penangkalan dan pe-
nanggulangan serta pemantapan operasional
penanggulangan terorisme. Pemerintah juga
akan terus meningkatkan kualitas dan kapasitas
intelijen nasional. Dengan tindak lanjut tersebut
diharapkan gerakan terorisme di wilayah hukum
Indonesia dapat dikendalikan sesuai dengan sa-
saran RPJMN 2004-2009.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 61 5/5/09 2:29:53 PM
62
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
-
s
e
n
P
e
n
c
e
g
a
h
a
n

d
a
n

P
e
-
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

G
e
r
a
k
a
n

T
e
r
o
r
i
s
m
e
1
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

k
e
j
a
d
i
a
n

t
i
n
d
a
k

t
e
r
o
r
i
s
m
e

d
i

w
i
l
a
y
a
h

h
u
k
u
m

I
n
d
o
n
e
s
i
a
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s

a
k
s
i
-
a
k
s
i

b
o
m

s
e
m
a
k
i
n

m
e
n
u
r
u
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

p
e
n
c
e
g
a
h
a
n
,

p
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

d
a
n

p
a
n
a
n
g
a
n
a
n

k
e
j
a
h
a
t
-
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e
T
e
r
b
u
n
u
h
n
y
a

D
r
.

A
z
h
a
r
i
S
e
b
a
n
y
a
k

4
1
0

t
e
r
s
a
n
g
k
a

t
e
r
o
r
i
s

t
e
l
a
h

d
i
t
a
n
g
k
a
p

a
t
a
u

m
e
n
y
e
r
a
h
k
a
n

d
i
r
i
.

S
e
b
a
n
y
a
k

2
6
0

t
e
r
-
s
a
n
g
k
a

d
i
a
n
t
a
r
a
n
y
a

t
e
l
a
h

d
i
a
d
i
l
i

d
a
n

d
i
v
o
n
i
s

o
l
e
h

l
e
m
b
a
g
a

p
e
r
a
d
i
l
a
n
,

5

o
r
a
n
g

h
u
k
u
m
a
n

m
a
t
i
,

4

o
r
a
n
g

h
u
k
u
m
a
n

s
e
u
m
u
r

h
i
d
u
p
,

1
4

o
r
a
n
g

d
a
l
a
m

p
r
o
s
e
s

p
e
r
a
d
i
l
a
n
,

d
a
n

1
3

o
r
a
n
g

m
a
s
i
h

d
a
l
a
m

p
r
o
s
e
s

p
e
n
y
i
d
i
k
a
n
P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

e
k
s
e
-
k
u
s
i

m
a
t
i

t
e
r
p
i
d
a
n
a

k
a
s
u
s

b
o
m

B
a
l
i

I

(
A
m
r
o
z
i

C
s
)
,

d
i
h
a
-
r
a
p
k
a
n

p
a
d
a

2
0
0
8

a
p
a
r
a
t

k
e
a
m
a
n
a
n

d
a
p
a
t

m
e
n
a
n
g
k
a
p

N
u
r
d
i
n

M
.
T
o
p

s
e
b
a
g
a
i

t
o
k
o
h

y
a
n
g

p
a
l
i
n
g

d
i
c
a
r
i

s
a
a
t

i
n
i
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
t
a
-
h
a
n
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

t
e
r
-
h
a
d
a
p

a
k
s
i

t
e
r
o
r
i
s
m
e
T
i
n
g
k
a
t

k
e
p
e
d
u
l
i
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
e
-
m
a
k
i
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t

d
a
l
a
m

a
n
t
i
s
i
p
a
s
i

t
i
n
d
a
k
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
l
a
y
a
n
-
a
n

k
e
a
m
a
n
a
n

m
e
l
a
l
u
i

p
e
m
b
i
m
b
i
n
g
a
n
,

p
e
-
n
g
a
y
o
m
a
n
,

p
e
r
l
i
n
-
d
u
n
g
a
n
,

p
e
n
g
a
t
u
r
a
n

d
a
n

p
e
n
e
r
t
i
b
a
n

d
a
l
a
m

r
a
n
g
k
a

p
e
m
b
i
n
a
a
n

k
e
a
m
a
n
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l
A
k
s
i

t
e
r
o
r
i
s
m
e

y
a
n
g

b
e
r
n
u
a
n
s
a

l
o
k
a
l

i
n
t
e
n
-
s
i
t
a
s
n
y
a

c
e
n
d
e
r
u
n
g

m
e
n
u
r
u
n
.

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

y
a
n
g

s
e
l
a
m
a

i
n
i

t
e
r
l
i
b
a
t

d
a
n

b
e
r
a
d
a

d
i

w
i
l
a
y
a
h

k
o
n

i
k

P
o
s
o

t
i
d
a
k

t
e
r
-
p
e
n
g
a
r
u
h

r
a
s
a

t
o
l
e
r
a
n
-
s
i
n
y
a
,

s
e
h
i
n
g
g
a

u
p
a
y
a

t
e
r
o
r

t
i
d
a
k

b
e
r
d
a
m
p
a
k

s
i
g
n
i

k
a
n
.
B
e
b
e
r
a
p
a

k
a
s
u
s

p
e
n
g
g
e
r
e
b
e
g
a
n

d
a
n

p
e
n
a
n
g
k
a
p
a
n

t
e
r
s
a
n
g
k
a

p
e
l
a
k
u

t
e
r
o
r
i
s
m
e

b
e
r
k
a
t

l
a
p
o
r
a
n

k
e
c
u
r
i
g
a
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

t
e
r
h
a
d
a
p

o
r
a
n
g
-
o
r
a
n
g

y
a
n
g

b
e
r
p
e
r
i
l
a
k
u

a
n
e
h
A
p
a
r
a
t

k
e
a
m
a
n
a
n

m
a
m
p
u

m
e
n
g
u
r
a
i

d
a
n

m
e
n
g
k
o
n
e
k
-
s
i
k
a
n

k
a
s
u
s
-
k
a
s
u
s

t
e
r
o
r
i
s
m
e

d
e
n
g
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n
-
j
a
r
i
n
g
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e

y
a
n
g

a
d
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a

d
a
n

k
e
t
e
r
k
a
i
t
a
n
n
y
a

d
e
n
g
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e

i
n
t
e
r
n
a
-
s
i
o
n
a
l
T
a
b
e
l

2
.
6
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n

P
r
o
g
r
a
m

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
n
c
e
g
a
h
a
n

d
a
n

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

G
e
r
a
k
a
n

T
e
r
o
r
i
s
m
e
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 62 5/5/09 2:29:53 PM
63
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
-
s
e
n
3
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

d
a
y
a

c
e
g
a
h

d
a
n

t
a
n
g
k
a
l

n
e
g
a
r
a

t
e
r
h
a
d
a
p

a
n
c
a
m
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e

s
e
c
a
r
a

k
e
s
e
l
u
r
u
h
a
n
.
K
e
t
e
r
s
e
d
i
a
a
n

s
a
r
a
n
a

d
a
n

p
r
a
s
-
r
a
n
a

p
e
n
i
n
d
a
k
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e

s
e
m
a
-
k
i
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
-
k
a
n

d
a
y
a

c
e
g
a
h

d
a
n

t
a
n
g
k
a
l

t
e
r
o
r
i
s
m
e
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
r
j
a
s
a
m
a

b
i
l
a
t
e
r
a
l
/
m
u
l
t
i
l
a
t
e
r
a
l

d
a
l
a
m

p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

t
i
n
d
a
k

k
e
j
a
h
a
t
a
n
T
e
r
b
e
n
t
u
k
n
y
a

B
a
d
a
n

P
e
n
a
n
g
a
n
-
a
n

T
e
r
o
r
i
s
m
e

y
a
n
g

m
e
r
u
p
a
k
a
n

p
e
n
g
u
a
t
a
n

D
e
s
k

T
e
r
o
r
i
s
m
e

s
e
r
t
a

t
e
r
c
a
p
a
i
n
y
a

k
e
r
j
a
-
s
a
m
a

b
i
l
a
t
e
r
a
l

d
a
n

m
u
l
t
i
l
a
t
e
r
a
l

d
a
l
a
m

m
e
m
e
r
a
n
g
i

a
k
s
i

t
e
r
o
r
i
s
m
e
.
M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
e
m
a
k
i
n

b
e
r
a
n
i

m
e
l
a
p
o
r
k
a
n

o
r
a
n
g
-
o
r
a
n
g

y
a
n
g

b
e
r
p
e
r
i
-
l
a
k
u

a
n
e
h

d
a
n

s
e
m
a
k
i
n

b
e
r
p
e
r
a
n

d
a
l
a
m

u
p
a
y
a

p
e
n
c
e
g
a
h
a
n

d
a
n

p
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

t
e
r
o
r
i
s
m
e
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
6
.
1
.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 63 5/5/09 2:29:53 PM
Dok : Tempo, Nickmatulhuda
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 64 5/5/09 2:29:55 PM
65
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.7
Peningkatan Kemampuan
Pertahanan Negara
2.7.1. Pengantar
Sampai saat ini, pembangunan pertahanan baru
menghasilkan postur pertahanan negara dengan
kekuatan terbatas dan relatif tertinggal dari nega-
ra tetangga. Sementara itu, komponen cadangan,
seperti bela negara, dan komponen pendukung,
seperti industri pertahanan nasional, juga belum
sepenuhnya dapat bersinergi dengan komponen
inti yang menyebabkan kemampuan pertahanan
negara belum terbangun secara optimal. Terba-
tasnya dukungan anggaran untuk pembangunan
pertahanan menjadi salah satu kendala dalam
upaya pencapaian membangun postur pertahan-
an pada tingkat minimum essential force, yang me-
merlukan anggaran sebesar 2-3 persen dari PDB.
Sampai dengan 2008 anggaran pertahanan rata-
rata berkisar antara 0,9-1 persen dari PDB atau
baru dapat memenuhi 44 persen dari kebutuhan
TNI.
2.7.2. Kondisi Awal RPJMN dan Sasar-
an yang Ingin Dicapai
Di awal periode RPJMN, kebijakan pertahanan
lebih difokuskan pada aspek kekuatan inti per-
tahanan. Potensi dukungan pertahanan yang
merupakan salah satu aspek penting dalam per-
tahanan semesta belum didayagunakan secara
optimal sebagai akibat dari kebijakan dan strategi
pertahanan yang bersifat parsial. Selain itu, pos-
tur pertahanan yang tersedia belum mencukupi
untuk dijadikan acuan pembangunan kekuatan
pertahanan darat, laut, dan udara yang mampu
mencegah dan mengatasi ancaman secara lebih
efektif.
Dari kondisi tersebut, sasaran dari peningkatan
kemampuan pertahanan dalam RPJMN 2004-
2009 adalah sebagai berikut:
1. Tersusunnya Rancangan Postur Pertahanan
Indonesia berdasarkan Strategic Defense Re-
view (SDR) dan Strategi Raya Pertahanan da-
lam periode 20052006 yang disusun sebagai
hasil kerjasama masyarakat sipil (civil society)
dan militer;
2. Meningkatnya profesionalisme anggota TNI
baik dalam operasi militer untuk perang mau-
pun selain perang;
3. Meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI
terutama kecukupan perumahan, pendidikan
dasar keluarga prajurit, dan jaminan kesejah-
teraan akhir tugas;
4. Meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan
pertahanan ke arah modernisasi alat utama
sistem persenjataan dan kesiapan operasio-
nal;
5. Meningkatnya penggunaan alat utama sistem
senjata (alutsista) produksi dalam negeri dan
dapat ditanganinya pemeliharaan alutsista
oleh industri dalam negeri;
6. Teroptimalisasinya anggaran pertahanan
serta tercukupinya anggaran minimal secara
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 65 5/5/09 2:29:55 PM
66
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
simultan dengan selesainya reposisi bisnis
TNI;
7. Terdayagunakannya potensi masyarakat da-
lam bela negara sebagai salah satu komponen
utama pertahanan negara.
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dilaku-
kan dengan melalui program-program:
1. Program Pengembangan Sistem Dan
Strategi Pertahanan
Tujuan program ini untuk mewujudkan rumus-
an kebijakan umum dan kebijakan pelaksanaan
serta perencanaan strategis yang meliputi pembi-
naan dan pendayagunaan komponen pertahanan
negara dalam rangka menghadapi ancaman dan
gangguan termasuk pencegahan serta penanggu-
langan separatisme
2. Program Pengembangan Pertahanan In-
tegratif
Tujuan program ini untuk mewujudkan kesiapan
TNI yang melingkupi matra darat, laut, dan udara
secara terintegrasi agar mampu menyelenggara-
kan pertahanan negara secara terpadu.
3. Program Pengembangan Pertahanan
Matra Darat
Program ini bertujuan untuk mewujudkan keku-
atan TNI AD yang mampu menyelenggarakan
pertahanan negara matra darat.
4. Program Pengembangan Pertahanan
Matra Laut
Tujuan program ini adalah mewujudkan kekuat-
an TNI AL yang mampu menyelenggarakan per-
tahanan negara matra laut, menegakkan hukum
dan menjaga keamanan di wilayah laut yuris-
diksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum
nasional dan hukum internasional yang telah
diratikasi, serta melaksanakan tugas diplomasi
Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebi-
jakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh
pemerintah.
5. Program Pengembangan Pertahanan
Matra Udara
Program ini bertujuan untuk mewujudkan
kekuatan TNI AU yang mampu menyelenggara-
kan pertahanan udara nasional, serta menegakan
hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara
yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan
hukum nasional dan hukum internasional yang
telah diratikasi.
6. Program Pengembangan Industri Per-
tahanan
Tujuan program ini adalah meningkatkan jumlah
dan kondisi alat utama sistem persenjataan yang
modern.
7. Program Pengembangan Bela Negara
Tujuan program ini adalah mewujudkan kesiapan
potensi dukungan pertahanan dari masyarakat
untuk ditransformasikan menjadi satuan kekuat-
an komponen pertahanan negara.
8. Program Operasi Bhakti Tni
Program ini ditujukan untuk mewujudkan ke-
manunggalan TNI Rakyat melalui pelaksanaan
kegiatan bantuan kemanusiaan dan Bhakti Sosial
Kemasyarakatan dalam rangka membantu otori-
tas sipil untuk menciptakan suasana yang kon-
dusif bagi terwujudnya keamanan dalam negeri.
Dok : Tempo, Rini PWI
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 66 5/5/09 2:29:56 PM
67
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
9. Program Kerjasama Militer Internasi-
onal
Program ini ditujukan untuk meningkatkan ker-
jasama militer dengan negara-negara sahabat
dalam rangka menciptakan kondisi keamanan
kawasan, regional, dan internasional serta untuk
meningkatkan hubungan antar negara.
10. Program Penelitian dan Pengembangan
Pertahanan
Program ini ditujukan untuk melakukan pene-
litian dan pengembangan terhadap strategi dan
sistem pertahanan, sumber daya manusia, ke-
mampuan dan pendayagunaan industri nasional
serta penguasaan dan penerapan ilmu pengeta-
huan dan teknologi untuk kepentingan perta-
hanan negara.
2.7.3. Pencapaian 2005-2008
2.7.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Hingga 2008, terdapat beberapa dokumen pen-
ting guna meningkatkan kemampuan perta-
hanan. Pertama, Rencana Strategi Pertahanan
20052009 disusun dalam rangka penyiapan ce-
tak biru pertahanan dan sebagai kebijakan umum
serta kebijakan penyelenggaraan pertahanan.
Kedua, Strategic Defence Review disusun sebagai
acuan dalam rangka pembinaan kemampuan dan
pembangunan kekuatan pertahanan negara. Ke-
tiga, Sesuai dengan amanat Pasal 30 UUD telah
disusun naskah akademik Rancangan Undang-
Undang Pertahanan dan Keamanan Negara 1945
dalam rangka meningkatkan sinergi upaya per-
tahanan dan keamanan negara. Keempat, Peme-
rintah telah menyusun dan menyosialisasikan
Naskah Akademik RUU Komponen Cadangan,
dalam rangka menyiapkan payung hukum untuk
mengatur pelibatan dan peran serta masyarakat
dalam bidang pertahanan negara.
Sebagai tindak lanjut dalam rangka mengemban
amanat UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia, khususnya menyangkut
penghapusan bisnis TNI, telah dilakukan restruk-
turisasi bisnis TNI yang dimulai dengan tahapan
inventarisasi secara cermat, berhati-hati, dan
bertanggung jawab, melalui koordinasi dengan
departemen dan lembaga Pemerintah terkait,
serta Mabes TNI dan Angkatan.
Sesuai dengan amanat Pasal 30 UUD
telah disusun naskah akademik Rancang-
an Undang-Undang Pertahanan dan
Keamanan Negara 1945 dalam rangka
meningkatkan sinergi upaya pertahanan
dan keamanan negara
Dalam rangka meningkatkan kesiapan alutsista
TNI, meskipun masih sangat terbatas, telah ber-
hasil dialokasikan tambahan anggaran untuk ke-
pentingan pertahanan, yang akan ditingkatkan
bertahap. Di samping itu, pembangunan kemam-
puan pertahanan negara secara umum ditujukan
tidak untuk memperbesar kekuatan yang sudah
ada. Akan tetapi, untuk mempertahankan ke-
mampuan dan kekuatan yang sudah dimiliki, an-
tara lain melalui repowering, retrotting, pemeli-
haran, dan pengadaan alutsista secara terbatas.
Meskipun tidak mudah membangun kemandirian
industri pertahanan dalam perekonomian saat
ini, dengan meningkatkan kapabilitas dan pem-
benahan manajemen yang baik, industri strategis
yang telah ada seperti PT Dirgantara Indonesia,
PT PAL, PT Pindad, dan industri pertahanan lain-
nya, memiliki potensi untuk dikembangkan.
Selanjutnya, keterbatasan dukungan anggaran
menjadi faktor pertimbangan dalam penyusun-
an rencana kebutuhan dalam pembangunan
pertahanan. Hal ini meyebabkan pemenuhan
kebutuhan pertahanan belum sampai pada taraf
pembentukan kekuatan pokok minimum (mini-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 67 5/5/09 2:29:56 PM
68
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
mum essential force) TNI. Selama ini dukungan
anggaran untuk pembangunan kekuatan perta-
hanan negara hanya mampu memenuhi 44 per-
sen kebutuhan TNI. Demikian pula, keterbatasan
pemenuhan anggaran untuk pembelian suku ca-
dang sangat berpengaruh terhadap kesiapan alut-
sista TNI yang berumur relatif tua, serta belum
terpenuhinya minimum stock level bagi munisi ka-
liber kecil (MKK) dan munisi kaliber besar (MKB).
Ini berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan
pendidikan, pelatihan, dan operasi yang dilaksa-
nakan TNI. Untuk meningkatkan efektivitas dan Untuk meningkatkan efektivitas dan
esiensi penggunaan anggaran telah diterapkan
kebijakan pengadaan satu pintu agar kebocoran
dapat dikurangi.
2.7.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Permasalahan yang selalu dihadapi dalam me-
ningkatkan profesionalisme TNI adalah ma-
sih kurang memadainya kuantitas dan kualitas
alat utama sistem persenjataan TNI, sarana dan
prasana, serta rendahnya tingkat kesejahteraan
personel TNI. Kesiapan alutsista rata-rata baru
mencapai 45 persen dari yang dimiliki, sehingga
belum dapat memberikan efek penangkal (deter-
rence).
Selain itu, keterbatasan dukungan anggaran
menjadi faktor pertimbangan dalam penyusunan
usulan kebutuhan pertahanan, yang menyebab-
kan pemenuhan kebutuhan pertahanan masih
diupayakan untuk mencapai minimum essential
force TNI. Dukungan anggaran untuk pemba-
ngunan kekuatan pertahanan negara baru mam-
pu memenuhi 44 persen kebutuhan TNI.
Masih belum optimalnya upaya menyinergikan in-
dustri pertahanan nasional, dan belum optimalnya
kegiatan penelitian dan pengembangan industri
pertahanan yang terpadu, serta tingginya keter-
gantungan pada teknologi dan industri militer luar
negeri merupakan permasalahan yang saat ini di-
hadapi dalam mewujudkan kemandirian industri
pertahanan dalam negeri.
Begitu juga, rendahnya tingkat kesejahteraan pra-
jurit TNI yang meliputi gaji pokok, upah lauk pauk
(ULP), tunjangan, dan fasilitas bagi prajurit TNI,
merupakan salah satu faktor penting yang dapat
berpengaruh negatif terhadap profesionalisme
TNI. Di samping itu, jaminan sosial dan asuransi
bagi prajurit TNI yang sedang melaksanakan tu-
gas-tugas operasi maupun prajurit yang akan pur-
natugas juga belum memadai.
Kesiapan alutsista rata-rata baru men-
capai 45 persen dari yang dimiliki, se-
hingga belum dapat memberikan efek
penangkal (deterrence)
2.7.4. Tindak Lanjut
2.7.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Berdasarkan pencapaian sasaran pembangunan
sampai dengan 2008, maka dalam rangka mening-
katkan hasil-hasil yang telah dicapai serta menga-
tasi permasalahan yang dihadapi, langkah tindak
lanjut yang diperlukan adalah:
1. Penajaman dan sinkronisasi kebijakan strate-
gi pertahanan dan keamanan (hankam) serta
penguatan koordinasi dan kerjasama di an-
tara kelembagaan hankam;
2. Peningkatan kemampuan dan profesiona-
lisme TNI yang meliputi dimensi alutsista,
sistem, material, personel serta prasarana
dan sarana;
3. Peningkatan penggunaan alutsista produksi
dalam negeri dan kemampuan industri da-
lam negeri dalam penyediaan kebutuhan dan
perawatan alutsista;
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 68 5/5/09 2:29:56 PM
69
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
4. Peningkatan peran aktif masyarakat dan pro-
fesionalisme institusi terkait dengan perta-
hanan negara;
5. Pemasyarakatan dan pendidikan bela negara
secara formal dan informal;
6. Percepatan pembentukan kelembagaan De-
wan Keamanan Nasional; serta
7. Peningkatan sistem jaminan asuransi prajurit
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
anggota TNI.
Langkah tindak lanjut tersebut diharapkan dapat
mendukung upaya pengembangan kekuatan per-
tahanan negara yang ditandai oleh:
1. Tersusunnya rancangan pertahanan yang
menggambarkan minimumessential force TNI;
2. Meningkatnya jumlah dan kondisi siap alut-
sista TNI sesuai dengan norma kekuatan po-
kok minimal;
3. Meningkatnya penggunaan alutsista produksi
dalam negeri;
4. Meningkatnya profesionalisme TNI dalam
operasi militer perang dan operasi militer se-
lain perang; serta
5. Terdayagunakannya potensi pertahanan dan
meningkatnya peran aktif masyarakat (civil
society) dalam pembangunan pertahanan ser-
ta meningkatnya pemenuhan kesejahteraan
prajurit sesuai kebutuhan hidup dasar.
Selain itu, diupayakan pula pemberdayaan in-
dustri pertahanan nasional untuk mendorong
penggunaan produk industri dalam negeri dalam
pengadaan alutsista/material TNI seperti panser
APS, KAL-36, KAL-40, pesawat angkut ringan,
semua jenis senjata ringan beserta amunisinya,
truk angkut pasukan, sarana angkut laut dan su-
ngai dari jenis inatable boat dan jenis hovercraft,
serta payung udara orang (PUO). Di samping itu,
perlu dilakukannya rekayasa engineering bidang
sistem kontrol yang merupakan bagian yang sa-
ngat penting dalam sistem senjata teknologi yang
digunakan TNI.
Dok : Tempo, Yosep Arkian
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 69 5/5/09 2:29:58 PM
70
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2.7.5. Penutup
Pertahanan negara merupakan upaya pokok
dalam menegakkan kedaulatan negara dan me-
lindungi keselamatan segenap bangsa. Oleh
karena itu, pembangunan kekuatan pertahanan
negara diselenggarakan secara terpadu dan ber-
tahap serta diarahkan untuk mewujudkan perta-
hanan yang profesional dan modern yang mampu
menanggulangi setiap ancaman dan gangguan.
Namun, untuk mewujudkan fungsinya yang ideal
tersebut, bangsa Indonesia masih mengalami ber-
bagai keterbatasan sehingga kemampuan perta-
hanan negara belum dapat dibangun secara sem-
purna. Padahal, Indonesia mempunyai potensi
ancaman yang tidak ringan baik dari dalam mau-
pun luar negeri.
Untuk itu, dalam rangka mencapai pembangunan
bidang pertahananan yang optimal disusun suatu
sasaran dan arah kebijakan dalam RPJMN 2004-
2009. Melalui rangkaian upaya yang dilakukan
hingga 2008, dicapai beberapa kemajuan bidang
pertahanan. Di antaranya terkait dengan sistem
perundangan, peningkatan profesionalisme per-
sonel dan kesejahteraan prajurit, serta restruk-
turisasi bisnis TNI. Di samping itu, upaya untuk
mencapai sasaran yang diinginkan juga masih
menemui kendala sehingga pencapaian belum
optimal. Permasalahan yang dihadapi utamanya
berkaitan dengan faktor keterbatasan anggaran
serta kurang memadainya kuantitas dan kualitas
alutsista serta sarana dan prasana penunjang per-
tahanan lainnya.
Untuk itu, ke depannya pencapaian sasaran akan
dilakukan melalui upaya tindak lanjut peningkat-
an kemampuan TNI yang meliputi dimensi alut-
sista, sistem, material, personel, serta prasarana
dan sarana. Selain itu, diupayakan pula pember-
dayaan industri pertahanan nasional untuk men-
dorong penggunaan produk industri dalam negeri
dalam pengadaan alutsista/material TNI.
Maka, berdasarkan tingkat pencapaian saat ini
dan upaya yang akan dilakukan ke depan, sasar-
an akhir RPJMN bidang pembangunan nanti-
nya diperkirakan tidak akan tercapai seluruhnya. tidak akan tercapai seluruhnya.
Ketidakberhasilan pencapaian sasaran ini terutama
terkait ketersediaan anggaran. Beberapa sasaran-
sasaran pada RPJMN ini diperkirakan baru bisa
tercapai pada periode RPJMN selanjutnya.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 70 5/5/09 2:29:58 PM
71
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
s
e
n
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
m
a
m
-
p
u
a
n

P
e
r
t
a
h
a
n
a
n

N
e
g
a
r
a
1
T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a

r
a
n
c
a
n
g
-
a
n

p
o
s
t
u
r

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

I
n
d
o
n
e
s
i
a

b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

S
t
r
a
t
e
g
i
c

D
e
f
e
n
s
e

R
e
v
i
e
w

(
S
D
R
)

d
a
n

S
t
r
a
t
e
g
i

R
a
y
a

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

d
a
l
a
m

p
e
r
i
o
d
e

2
0
0
5
-
2
0
0
6

y
a
n
g

d
i
s
u
s
u
n

s
e
b
a
g
a
i

h
a
s
i
l

k
e
r
j
a
s
a
m
a

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
i
p
i
l

(
c
i
p
i
l

s
o
c
i
e
t
y
)

d
a
n

m
i
l
i
t
e
r

I
n
d
o
n
e
s
i
a

b
e
l
u
m

m
e
m
i
l
i
k
i

r
a
n
c
a
n
g
a
n

p
o
s
t
u
r

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

I
n
d
o
-
n
e
s
i
a

b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

S
t
r
a
t
e
g
i
c

D
e
f
e
n
s
e

R
e
v
i
e
w

(
S
D
R
)
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
r
o
f
e
s
i
o
-
n
a
l
i
s
m
e

a
n
g
g
o
t
a

T
N
I

b
a
i
k

d
a
l
a
m

o
p
e
r
a
s
i

m
i
l
i
t
e
r

u
n
t
u
k

p
e
r
a
n
g

m
a
u
p
u
n

s
e
l
a
i
n

p
e
r
a
n
g
;
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
-
r
a
n
y
a

l
a
t
i
h
a
n

O
M

d
a
n

O
M
S
P

s
e
c
a
r
a

m
e
m
a
d
a
i

y
a
n
g

d
i
d
u
k
u
n
g

m
a
t
e
r
i
a
l

d
a
n

f
a
s
i
l
i
t
a
s

y
a
n
g

m
e
m
a
d
a
i
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

P
e
r
s
o
n
i
l

T
N
I
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
r
a
n
y
a

l
a
t
i
h
a
n

m
a
t
r
a
,

g
a
b
u
n
g
a
n
,

d
a
n

k
e
r
j
a
s
a
m
a

m
i
l
i
t
e
r

d
e
n
g
a
n

n
e
g
a
r
a
-
n
e
g
a
-
r
a

t
e
t
a
n
g
g
a

m
a
u
p
u
n

i
n
t
e
r
n
a
s
i
o
n
a
l

y
a
n
g

l
a
i
n
n
y
a

d
a
l
a
m

O
M
P

d
a
n

O
M
S
P
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
r
a
n
y
a

l
a
t
i
h
a
n

m
a
t
r
a
,

g
a
b
u
n
g
a
n
,

d
a
n

k
e
r
j
a
s
a
m
a

m
i
l
i
t
e
r

d
e
n
g
a
n

n
e
g
a
r
a
-
n
e
g
a
r
a

t
e
t
a
n
g
g
a

m
a
u
p
u
n

i
n
t
e
r
-
n
a
s
i
o
n
a
l

y
a
n
g

l
a
i
n
n
y
a

d
a
l
a
m

O
M
P

d
a
n

O
M
S
P
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
r
a
n
y
a

l
a
t
i
h
a
n

m
a
t
r
a
,

g
a
b
u
n
g
a
n
,

d
a
n

k
e
r
-
j
a
s
a
m
a

m
i
l
i
t
e
r

d
e
-
n
g
a
n

n
e
g
a
r
a
-
n
e
g
a
r
a

t
e
t
a
n
g
g
a

m
a
u
p
u
n

i
n
t
e
r
n
a
s
i
o
n
a
l

y
a
n
g

l
a
i
n
n
y
a

d
a
l
a
m

O
M
P

d
a
n

O
M
S
P
3
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
-
j
a
h
t
e
r
a
a
n

p
r
a
j
u
r
i
t

T
N
I

t
e
r
u
t
a
m
a

k
e
c
u
k
u
p
a
n

p
e
r
u
m
a
h
a
n
,

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
s
a
r

k
e
l
u
a
r
g
a

p
r
a
j
u
r
i
t
,

j
a
m
i
n
a
n

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n

a
k
h
i
r

t
u
g
a
s
;
T
e
r
c
u
k
u
p
i
n
y
a

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n

p
r
a
j
u
r
i
t

d
e
n
g
a
n

i
n
d
i
k
a
s
i

s
a
l
a
h

s
a
t
u
n
y
a

U
L
P

m
e
n
c
a
p
a
i

4
5
0
0

k
a
l
o
r
i
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

f
a
s
i
l
i
t
a
s

T
N
I
.
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

k
e
s
e
-
j
a
h
t
e
r
a
a
n

p
r
a
j
u
r
i
t

m
e
l
a
l
u
i

k
e
n
a
i
k
a
n

U
L
P

r
u
t
i
n

p
r
a
-
j
u
r
i
t

m
e
n
j
a
d
i

R
p

3
0
.
0
0
0
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

k
e
s
e
-
j
a
h
t
e
r
a
a
n

p
r
a
j
u
r
i
t

m
e
l
a
l
u
i

k
e
n
a
i
k
a
n

U
L
P

r
u
t
i
n

p
r
a
j
u
r
i
t

m
e
n
j
a
d
i

R
p

3
5
.
0
0
0
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
u
m
l
a
h

d
a
n

k
o
n
d
i
s
i

p
e
r
a
l
a
t
a
n

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

k
e

a
r
a
h

m
o
d
e
r
n
i
s
a
s
i

a
l
a
t

u
t
a
m
a

s
i
s
t
e
m

p
e
r
s
e
n
j
a
t
a
a
n

d
a
n

k
e
s
i
a
p
a
n

o
p
e
r
a
s
i
o
n
a
l
;
T
e
r
c
u
k
u
p
i
n
y
a

a
l
u
t
s
i
s
t
a

p
e
r
-
t
a
h
a
n
a
n

d
a
l
a
m

s
k
a
l
a

m
i
n
i
m
u
m

e
s
s
e
n
t
i
a
l

f
o
r
c
e
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

A
l
u
t
s
i
s
t
a

T
N
I
K
e
s
i
a
p
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

m
e
n
j
a
d
i

4
0

p
e
r
s
e
n

d
a
r
i

k
e
k
u
a
t
a
n

y
a
n
g

a
d
a
K
e
s
i
a
p
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

m
e
n
j
a
d
i

4
5

p
e
r
-
s
e
n

d
a
r
i

k
e
k
u
a
t
a
n

y
a
n
g

a
d
a
K
e
s
i
a
p
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

m
e
n
j
a
d
i

5
0

p
e
r
s
e
n

d
a
r
i

k
e
k
u
a
t
a
n

y
a
n
g

a
d
a
T
a
b
e
l

2
.
7
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n

P
r
o
g
r
a
m

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
m
a
m
p
u
a
n

P
e
r
t
a
h
a
n
a
n

N
e
g
a
r
a
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 71 5/5/09 2:29:59 PM
72
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
s
e
n
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
g
g
u
-
n
a
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

p
r
o
d
u
k
s
i

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

d
a
n

d
a
p
a
t

d
i
t
a
n
g
a
n
i
n
y
a

p
e
m
e
l
i
-
h
a
r
a
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

o
l
e
h

i
n
d
u
s
t
r
i

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i
S
e
m
a
k
i
n

b
e
r
p
e
-
r
a
n
n
y
a

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l

d
a
l
a
m

p
e
m
e
n
u
h
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

T
N
I
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

p
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

i
n
d
u
s
t
r
i

n
a
s
i
o
n
a
l

d
a
l
a
m

m
e
n
c
i
p
-
t
a
k
a
n

k
e
m
a
n
d
i
-
r
i
a
n
,

s
e
k
a
l
i
g
u
s

m
e
m
p
e
r
k
e
c
i
l

k
e
t
e
r
g
a
n
t
u
n
g
a
n

d
i

A
l
u
t
s
i
s
t
a

p
e
r
-
t
a
h
a
n
a
n

k
e
p
a
d
a

n
e
g
a
r
a

l
a
i
n
T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a

k
e
b
i
-
j
a
k
a
n

p
e
m
e
n
u
h
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a

T
N
I

2
0
0
5
-
2
0
0
9

s
e
b
e
s
a
r

U
S
D

3
,
7

m
i
l
y
a
r

d
e
n
g
a
n

p
o
t
e
n
s
i

p
e
m
a
n
f
a
a
t
-
a
n

h
a
s
i
l

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l

s
e
b
e
s
a
r

U
S
D

6
5
4

j
u
t
a

(
s
k
e
n
a
r
i
o

d
a
s
a
r
)
T
e
r
m
a
n
f
a
a
t
k
a
n
-
n
y
a

s
e
c
a
r
a

l
e
b
i
h

i
n
t
e
n
s
i
f

h
a
s
i
l

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g

i
n
-
d
u
s
t
r
i

p
e
r
t
a
h
a
n
-
a
n

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

s
e
p
e
r
t
i

r
o
k
e
t

7
0

m
m

d
a
n

8
0

m
m
,

U
A
V
,

A
P
S
,

p
a
n
s
e
r

A
P
S
,

s
e
n
j
a
t
a

S
S
-
2
.
T
e
r
m
a
n
f
a
a
t
k
a
n
n
y
a

s
e
c
a
r
a

l
e
b
i
h

i
n
t
e
n
-
s
i
f

h
a
s
i
l

p
r
o
d
u
k
s
i

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
r
t
a
h
a
n
-
a
n

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

t
e
-
r
u
t
a
m
a

k
e
n
d
a
r
a
a
n

p
a
n
s
e
r

d
a
n

a
n
g
k
u
t

p
e
r
s
o
n
i
l
;

t
e
r
m
a
n
-
f
a
a
t
k
a
n
y
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

h
a
r
k
a
n

y
a
n
g

d
i
m
i
l
i
-
k
i

i
n
d
u
s
t
r
i

s
t
r
a
t
e
g
i
s

n
a
s
i
o
n
a
l

u
n
t
u
k

h
a
r
-
k
a
n

a
l
u
t
s
i
s
t
a
;

s
e
r
t
a

t
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

d
i
s
a
i
n

K
o
r
v
e
t

N
a
s
i
o
n
a
l
,
6
T
e
r
o
p
t
i
m
a
s
i
n
y
a

a
n
g
g
a
r
-
a
n

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

s
e
r
t
a

t
e
r
c
u
k
u
p
i
n
y
a

a
n
g
g
a
r
a
n

m
i
n
i
m
a
l

s
e
c
a
r
a

s
i
m
u
l
t
a
n

d
e
n
g
a
n

s
e
l
e
s
a
i
n
y
a

r
e
p
o
s
i
-
s
i

b
i
s
n
i
s

T
N
I
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

t
i
n
g
k
a
t

p
e
m
b
o
-
r
o
s
a
n

a
n
g
g
a
r
a
n

y
a
n
g

t
i
d
a
k

s
e
s
u
a
i

p
e
r
u
n
t
u
k
a
n
T
e
r
o
p
t
i
m
a
l
i
-
s
a
s
i
n
y
a

a
l
o
k
a
s
i

a
n
g
g
a
r
a
n

b
i
d
a
n
g

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

n
e
g
a
r
a
7
0

p
e
r
s
e
n

A
l
o
k
a
s
i

a
n
g
g
a
r
a
n

d
i
g
u
n
a
k
a
n

u
n
t
u
k

k
e
g
i
a
t
a
n

r
u
t
i
n
,

s
e
m
e
n
t
a
r
a

3
0

p
e
r
s
e
n
-
n
y
a

d
i
g
u
n
a
k
a
n

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

y
a
n
g

h
a
n
y
a

m
e
n
c
u
k
u
p
i

4
5

p
e
r
s
e
n

d
a
r
i

k
e
b
u
t
u
h
a
n
7
0

p
e
r
s
e
n

A
l
o
k
a
s
i

a
n
g
g
a
r
a
n

d
i
g
u
n
a
k
a
n

u
n
t
u
k

k
e
g
i
a
t
a
n

r
u
t
i
n
,

s
e
m
e
n
t
a
r
a

3
0

p
e
r
-
s
e
n
n
y
a

d
i
g
u
n
a
k
a
n

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
-
n
a
n

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

y
a
n
g

h
a
n
y
a

m
e
n
c
u
-
k
u
p
i

5
0

p
e
r
s
e
n

d
a
r
i

k
e
b
u
t
u
h
a
n
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
7
.
1
.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 72 5/5/09 2:29:59 PM
73
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
N
o
S
a
s
a
r
a
n

/

P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
p
e
r
s
e
n
7
T
e
r
d
a
y
a
g
u
n
a
k
a
n
n
y
a

p
o
t
e
n
s
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

b
e
l
a

n
e
g
a
r
a

s
e
b
a
g
a
i

s
a
l
a
h

s
a
t
u

k
o
m
p
o
n
e
n

u
t
a
m
a

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

n
e
g
a
r
a
T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

a
t
u
r
a
n

p
e
r
u
n
-
d
a
n
g
a
n

y
a
n
g

m
e
n
g
a
t
u
r

p
e
r
a
n

s
e
r
t
a

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

u
s
a
h
a

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

n
e
g
a
r
a
U
U
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
k
u
a
t
a
n

t
i
g
a

k
o
m
p
o
n
e
n

p
e
r
-
t
a
h
a
n
a
n

n
e
g
a
r
a

(
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

M
a
n
u
s
i
a

N
a
s
i
o
n
a
l
,

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
,

d
a
n

S
u
m
-
b
e
r
d
a
y
a

B
u
a
t
a
n
)
P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

m
a
-
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
r
t
a
h
a
n
a
n

b
e
l
u
m

d
a
p
a
t

t
e
r
a
r
a
h

d
e
n
-
g
a
n

b
a
i
k

m
e
n
g
i
n
g
a
t

b
e
l
u
m

t
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
r
u
n
-
d
a
n
g
-
u
n
d
a
n
g
a
n

y
a
n
g

m
e
n
g
a
t
u
r

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
r
-
t
a
h
a
n
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

s
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

k
e
s
a
-
d
a
r
a
n

b
e
l
a

n
e
g
a
r
a

d
a
l
a
m

r
a
n
g
k
a

m
e
n
u
m
b
u
h
k
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l
i
s
m
e

d
a
n

t
e
r
u
m
u
s
k
a
n
n
y
a

R
U
U

K
o
m
p
o
n
e
n

C
a
d
a
n
g
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

s
o
-
s
i
a
l
i
s
a
s
i

k
e
s
a
d
a
r
a
n

b
e
l
a

n
e
g
a
r
a

d
a
l
a
m

r
a
n
g
k
a

m
e
n
u
m
b
u
h
-
k
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l
i
s
m
e

s
e
c
a
r
a

l
e
b
i
h

l
u
a
s

d
a
n

d
i
t
e
t
a
p
k
a
n
n
y
a

R
U
U

K
o
m
p
o
n
e
n

C
a
d
a
n
g
a
n

s
e
b
a
g
a
i

u
n
d
a
n
g
-
u
n
d
a
n
g

u
n
t
u
k

m
e
w
a
d
a
h
i

p
e
r
a
n

s
e
r
t
a

m
a
s
y
a
-
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

b
e
l
a

n
e
g
a
r
a
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

2
.
7
.
1
.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 73 5/5/09 2:29:59 PM
Dok : Bappenas
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 74 5/5/09 2:30:04 PM
75
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
BAB 2.8
Pemantapan Politik Luar Negeri dan
Peningkatan Kerjasama Internasional
2.8.1. Pengantar
Indonesia menganut politik luar negeri bebas-ak-
tif. Strategi ini dilandaskan Pancasila dan UUD
1945, utamanya amanat Pembukaan UUD 1945
yang menegaskan bahwa hubungan luar negeri In-
donesia diarahkan untuk ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Bebas ak-
tif juga berarti Indonesia menolak segala bentuk
penjajahan, penindasan atau pun ketidakadilan
melalui pembangunan bangsa-bangsa, pembi-
naan persahabatan dan kerjasama internasional
di berbagal forum, baik bilateral, regional mau-
pun multilateral, tanpa membedakan sistem poli-
tik atau sistem ekonomi masing-masing negara.
Dalam penjabarannya, politik luar negeri yang
bebas aktif tidak dimaknai sebagai politik yang
menjadikan Indonesia netral terhadap suatu per-
masalahan. Akan tetapi, bebas aktif berarti Indo-
nesia bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan
terhadap permasalahan internasional serta tidak
mengikatkan diri hanya pada satu kekuatan du-
nia. Politik luar negeri bebas aktif juga menuntut
Indonesia untuk ikut memberikan sumbangan,
baik dalam bentuk pemikiran maupun keikutser-
taan secara aktif dalam menyelesaikan berbagai
konik, sengketa dan permasalahan dunia lain-
nya.
Sebagai negara yang besar, Indonesia memiliki po-
tensi untuk mempengaruhi dan membentuk opi-
ni internasional dalam rangka memperjuangkan
kepentingan nasional. Konstelasi politik inter-
nasional yang terus mengalami perubahan-per-
ubahan yang sangat cepat menuntut Indonesia
berperan dalam politik luar negeri dan kerjasama
baik di tingkat regional maupun internasional.
2.8.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009,
hubungan internasional banyak diwarnai berba-
gai isu politik, keamanan, dan ekonomi global.
Satu hal yang diperkirakan akan terus berlanjut
saat ini dan juga yang akan datang. Berbagai per-
masalahan yang terjadi disebabkan oleh kecen-
derungan meningkatnya unilateralisme dalam
hubungan internasional, ketidakseimbangan
hubungan antara negara-negara berkembang
dan negara-negara maju akibat globalisasi, belum
optimalnya peran Indonesia pada tingkat subre-
gional Asia Tenggara, belum tuntasnya masalah
perbatasan, serta banyaknya persoalan yang di-
hadapi oleh warga negara Indonesia (WNI) di luar
negeri.
Untuk mewujudkan Indonesia yang berperan
penting dalam dunia internasional, diperlukan
kesinambungan dan konsistensi pemantapan
peranan politik luar negeri dan kerjasama inter-
nasional. Politik luar negeri dan kerjasama inter-
nasional harus menekankan pada pemberdayaan
posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki in-
tegritas dan kapasitas.
Dengan kondisi awal tersebut, sasaran yang hen-
dak dicapai dalam Pemantapan Politik Luar Ne-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 75 5/5/09 2:30:06 PM
76
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
geri dan Peningkatan Kerjasama Internasional
adalah:
1. Semakin meningkatnya peranan Indonesia
dalam hubungan internasional;
2. Ikut serta dalam menciptakan perdamaian
dunia;
3. Memulihkan citra Indonesia;
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat in-
ternasional;
5. Mendorong terciptanya tatanan dan kerjasa-
ma ekonomi regional dan internasional yang
lebih baik dalam mendukung pembangunan
nasional.
Untuk itu kebijakan dari upaya pemantapan poli-
tik luar negeri dan peningkatan kerjasama inter-
nasional diarahkan pada:
1. Meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia
dalam rangka memperjuangkan kepentingan
nasional, termasuk dalam penyelesaian ma-
salah-masalah perbatasan dan dalam melin-
dungi kepentingan masyarakat Indonesia di
luar negeri;
2. Melanjutkan komitmen Indonesia terhadap
pembentukan identitas dan pemantapan in-
tegrasi regional, khususnya di ASEAN;
3. Menegaskan pentingnya memelihara keber-
samaan melalui kerjasama internasional,
bilateral, multilateral maupun kerjasama re-
gional lainnya;
4. Memelihara saling pengertian dan perda-
maian dalam politik dan hubungan internasi-
onal;
5. Meningkatkan dukungan dan peran masyara-
kat internasional demi tercapainya tujuan
pembangunan nasional;
6. Meningkatkan koordinasi dalam penyeleng-
garaan hubungan luar negeri sesuai dengan
UU.
Dalam upaya pencapaian sasaran-saran di atas,
kegiatan dilaksanakan melalui berbagai program
yaitu: (1) Program Pemulihan Pasca Konik; (2)
Dok : Bappenas
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 76 5/5/09 2:30:08 PM
77
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
Program Penigkatan Komitmen Persatuan dan Ke-
satuan Nasional; (3) Program Penataan Hubungan
Negara dan Masyarakat; (4) dan (5) Program Pe-
ningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Publik.
2.8.3. Pencapaian 2005-2008
2.8.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Sampai dengan 2008, pelaksanaan diplomasi
politik luar negeri telah memberikan kontribusi
positif bagi pencapaian tujuan nasional, yakni
Indonesia yang lebih damai, adil, demokratis dan
sejahtera. Keberhasilan diplomasi tersebut dapat
terlihat dengan berbagai peningkatan kerjasama,
baik di tingkat bilateral, regional, maupun multi-
lateral, serta penciptaan perdamaian dunia.
1. Kerjasama di Tingkat Bilateral
Dalam penyelesaian persoalan masa lalu Indone-
sia-Timor Leste, Indonesia memilih penyelesaian
bersama dengan membentuk Komisi Kebenaran
dan Persahabatan. Penyelesaian bersama ini di-
yakini akan lebih menjamin tumbuhnya pema-
haman bersama dan menghasilkan kesepakatan
yang baik bagi kedua belah pihak.
Hasil akhir Komisi Kebenaran dan Persahabatan
(KKP) melambangkan penyelesaian berbagai per-
masalahan antara Indonesia dan Timur Leste.
Hasil akhir tidak mengarah kepada jalur hukum,
namun lebih mengedepankan pendekatan secara
damai. Hasil KKP tersebut akan menghilangkan
beban sejarah dan sekaligus menjadi halaman baru
bagi kedua negara untuk meningkatkan kerjasama
di masa yang akan datang. Tindak lanjut hasil ak-
hir tersebut tercermin dalam Joint Statement yang
disepakati oleh kedua Kepala Negara pada saat pe-
nyerahan hasil akhir KKP di Bali, 15 Juli 2008. Saat
ini, kedua negara tengah meneruskan hasil akhir
KKP tersebut kepada parlemen masing-masing
negara. Pada saat yang sama ke-dua Pemerintahan
juga melibatkan civil society untuk menelaah hasil
akhir KKP. Untuk mengimplementasikan reko-
mendasi yang dituangkan dalam laporan tersebut,
akan disusun rencana kerja atau plan of action.
Pada 2008 hubungan Indonesia dengan Malaysia
juga semakin erat melalui pembentukan Eminent
Persons Group (EPG) Indonesia-Malaysia (2008),
yang bertujuan mengatasi permasalahan yang
bersifat people-to-people contact yang memang po-
tensial terjadi. Kelompok terpelajar dari Indone-
sia dan Malaysia ini akan memberikan masukan
bagaimana masyarakat saling erat, bersahabat
dan saling meningkatkan rasa persaudaraannya.
Sementara, kerjasama bilateral Indonesian de-
ngan sejumlah negara besar memasuki tahapan
baru dengan ditandatanganinya perjanjian kemi-
traan strategis komprehensif. Kemitraan strate-
gis yang penting yang dibangun sepanjang 2005-
2008 antara lain dengan: (1) Australia, melalui
Joint Declaration on Comprehensive Partnership
(2005); (2) China, melalui Deklarasi Kemitraan
Strategis RI-RRC (2005) ; (3) Jepang, melalui In-
donesia-Jepang Economic Partnership Agreement
(IJEPA) ( 2008).
Terkait dengan masalah perbatasan, dalam rang-
ka mempertahankan keutuhan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
pada 2006, Indonesia secara konsisten melak-
sanakan border diplomacy melalui serangkaian
perundingan dengan negara-negara tetangga,
seperti: perundingan delineasi dan demarkasi ba-
tas darat dengan Timor Leste, perundingan batas
maritim dengan Malaysia dan perundingan batas
laut wilayah dengan Singapura. Pada 2007, proses
penuntasan penentuan batas laut wilayah, zona
ekonomi eksklusif, dan landas kontinen dengan
negara-negara tetangga terus dilanjutkan de-
ngan kemajuan yang lebih positif. Hal ini sebagai
reeksi upaya menuntaskan masalah perbatasan
dengan negara-negara tetangga melalui perun-
dingan bilateral dan penetapan kesepakatan se-
cara tertulis.
Sepanjang 2007, Pemerintah secara intensif
melakukan border diplomacy dengan Filipina,
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 77 5/5/09 2:30:09 PM
78
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Papua New Guinea (PNG), Malaysia, Singapura,
dan Timor Leste. Secara khusus dengan Timor
Leste, kedua pemimpin negara sepakat untuk
membangun soft border regime dan good border
management dalam rangka memelihara sua-
sana perlintasan perbatasan damai, terutama
para pelintas batas tradisional, dan keamanan
sepanjang wilayah perbatasan.
Terkait dengan penanganan masalah WNI/Badan
Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri, pada 2006,
telah banyak kasus-kasus di luar negeri ditangani
dengan seksama oleh perwakilan-perwakilan RI
di berbagai negara. Pemerintah Indonesia telah
mengadakan perjanjian bilateral mengenai tenaga
kerja dengan Malaysia, Jordan, dan Korea Selatan.
Di samping pembuatan nota kesepahaman dengan
negara-negara tujuan tenaga kerja Indonesia (TKI),
telah dijajaki pembuatan perjanjian yang lebih
rinci dengan negara-negara sahabat dalam bentuk
mandatory access on consular notication (MCN).
Dalam perjanjian MCN akan diatur masalah pe-
mindahan/transfer jenazah, korban kekerasan,
dan lain-lain. Hingga saat ini telah dilakukan pem-
bicaraan mengenai MCN dengan beberapa negara,
yaitu: Australia, Malaysia, Amerika Serikat (AS),
Belanda, Yunani, dan Jepang. Selain itu, Kuwait
juga telah mengindikasikan kesediaannya untuk
membuat perjanjian MCN dengan Indonesia.
2. Kerjasama di Tingkat Regional
Dalam konteks ASEAN, pada 2006 ditandai de-
ngan semakin intensifnya upaya-upaya integrasi.
Sejak KTT ASEAN di Bali 2003, Indonesia terus
mendorong peningkatan kerjasama dari suatu
asosiasi menjadi komunitas. Indonesia berbesar
hati bahwa para pemimpin ASEAN berkomitmen
untuk mempercepat pembentukan Komunitas
ASEAN dari tahun 2020 menjadi 2015. Komit-
men percepatan tersebut didukung oleh proses
penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter)
dan dibentuknya High Level Task Force for ASEAN
Charter. Penyusunan ASEAN Charter yang ram-
pung pada 2007, tidak hanya merupakan produk
guliran proses kerjasama selama ini, tetapi juga
karena dorongan faktor-faktor di luar ASEAN.
Selain itu, berkaitan dengan upaya untuk mena-
ngani kejahatan lintas negara dan memerangi te-
rorisme, Indonesia telah memimpin proses pem-
bentukan ASEAN Convention on Counter Terrorism
yang dibahas dalam Joint Experts Working Group
on the ASEAN Convention on Counter Terrorism di
Bali, 13-15 November 2006.
Kepemimpinan Indonesia di lingkungan ASEAN,
sebagai bagian dari strategi memperkuat ling-
karan pertama kebijakan politik luar negeri, juga
tercermin secara baik pada keberhasilan menu-
angkan gagasan untuk membentuk komunitas
ASEAN yang dirumuskan dalam 3 rencana aksi
bersama ASEAN, yaitu: komunitas keamanan, ko-
munitas ekonomi, dan komunitas sosial budaya.
Citra Indonesia sebagai negara de-
mokrasi perlu dibuktikan melalui kepe-
mimpinan di ASEAN dengan menyele-
salkan berbagal konNlk melalul cara-cara
demokratis
Terkait pembentukan ASEAN Community, pada
2008 Cetak Biru Komunitas Politik-Keamanan
ASEAN dan Cetak Biru Komunitas Sosial-Budaya
ASEAN telah disepakati. Rancangan Undang-Un-
dang (RUU) tentang Pengesahan Charter of the
Association of Southeast Asian Nations (Piagam
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara)
juga telah disetujui DPR RI pada Oktober 2008.
Pengesahan Piagam ini merupakan langkah awal
dari proyek besar untuk mentransformasikan
ASEAN dari suatu asosiasi yang longgar menjadi
komunitas. Kesepakatan untuk meratikasi ini
merupakan suatu momentum yang bermakna
bagi Indonesia dalam memberikan sumbangsih-
nya terhadap perdamaian, stabilitas dan kese-
jahteraan di kawasan mengingat Piagam ASEAN
memberikan aturan-aturan hukum yang jelas
bagi pengambilan tindakan dan langkah dalam
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 78 5/5/09 2:30:09 PM
79
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
menyelesaikan berbagai konik internal yang
belum terselesaikan. Dengan ratikasi yang di-
lakukan Indonesia, maka seluruh negara anggota
telah meratikasi Piagam ASEAN. Ratikasi Pia-
gam ASEAN tersebut dapat menjadi langkah awal
dalam memulihkan peran Indonesia untuk terus
melakukan konsolidasi dan kohesivitas organisasi
regional ASEAN.
Citra Indonesia sebagai negara demokrasi perlu
dibuktikan melalui kepemimpinan di ASEAN
dengan menyelesaikan berbagai konik melalui
cara-cara demokratis. Salah satu upaya penting
untuk mewujudkan hal ini adalah pelaksanaan
Bali Democracy Forum Pertama di akhir 2008, yang
merupakan prakarsa Indonesia untuk mendorong
demokratisasi di negara-negara ASEAN. Bali De-
mocracy Forum (BDF) merupakan forum tingkat
Menteri Luar Negeri sebagai inisiatif Indonesia
untuk berbagi pengalaman berdemokrasi di Asia
dan untuk menyerap pengalaman demokrasi di
kawasan. Kegiatan diikuti oleh para pakar dari
kalangan akademisi, pejabat senior Pemerin-
tah, praktisi LSM dan media. Kegiatan yang di-
laksanakan di Bali ini, mengambil tema Building
and Consolidating Democracy: A Strategic Agenda
for Asia. Pertemuan BDF dihadiri 17 pejabat se-
tingkat menteri, wakil menteri dan pejabat tinggi
lainnya dari 32 negara di kawasan Asia. Selain itu,
hadir delapan negara peninjau dari Italia, Inggris,
Swiss, Austria, Belanda, Norwegia, Amerika Seri-
kat dan Kanada. PM Australia Kevin Rudd, Sultan
Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah, dan PM
Timor Leste, Xanana Gusmao telah menyampai-
kan apresiasi atas prakarsa Indonesia mendirikan
BDF dan dukungannya bagi kelanjutan BDF.
Di samping itu, Indonesia juga terlibat secara ak-
tif dalam perundingan-perundingan kerjasama
ekonomi internasional dalam kerangka ASEAN-
China Free Trade Area (ACFTA), Asean-Canada
SEOM, Asean Korea Free Trade Area (AKFTA),
dan Australia-New Zealand Free Area (AANZFTA).
Kemudian, dalam rangka memfasilitasi upaya
penyatuan rencana-rencana dan target pemba-
ngunan regional serta membangun jaringan koor-
dinasi dan kerjasama antara Badan Perencanaan
Pembangunan se-ASEAN, telah dilaksanakan
pertemuan Te Fifth ASEAN Senior Ocials Meet-
ing on Development Planning (SOM-DP ke-V) yang
diselenggarakan di Kuala Lumpur pada 6-7 Juli
2006.
3. Kerjasama di Tingkat Multilateral
Dalam kerjasama internasional, khususnya dalam
kerjasama ekonomi, perdagangan, investasi,
dan promosi, telah dilakukan serangkaian upaya
penggalangan pengusaha Indonesia untuk pro-
mosi terpadu di berbagai negara, seperti: Ameri-
ka Latin, Amerika Utara dan Tengah, pameran
Investor Forum di London, Izmir Fair di Turki,
dan International Travel Exhibition di Swedia. Se-
lain itu, telah dilakukan pula diseminasi peluang
perdagangan antara Indonesia dengan organisasi
regional Amerika Latin, promosi pariwisata, pe-
rumusan kerjasama Indonesia dengan Kanada di
bidang persetujuan jaminan investasi, peningkat-
an perdagangan internasional Indonesia dalam
kerangka World Trade Organization (WTO), Unit-
ed Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD), dan lain sebagainya.
Peningkatan upaya perlindungan dan pelayanan
WNI/BHI di luar negeri juga masih menjadi salah
satu perhatian utama dalam pelaksanaan politik
luar negeri. Pemerintah Indonesia akan mening-
katkan intensitas kerjasama dengan negara-ne-
gara mitra dan organisasi internasional terutama
dalam hal perlindungan tenaga kerja Indonesia
di luar negeri serta meningkatkan fungsi Citizen
Service di Perwakilan RI. Sebagai tindak lanjut
pelaksanaan amanat Instruksi Presiden No. 6 Ta-
hun 2006 mengenai Reformasi Kebijakan Penem-
patan dan Perlindungan TKI di luar negeri, pada
2007 Pemerintah Indonesia telah meluncurkan
Sistem Pelayanan Warga Citizen Service di enam
perwakilan yaitu Singapura, Bandar Seri Begawan,
Damaskus, Amman, Doha dan Seoul, sedangkan
pada 2008 telah dilakukan pembukaan Sistem
Pelayanan Warga (Citizen Service) pada sembilan
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 79 5/5/09 2:30:09 PM
80
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Perwakilan RI di luar negeri yaitu: KBRI Abu Dha-
bi, KBRI Riyadh, KBRI Kuwait, KJRI Johor Baru,
KJRI Hong Kong, KJRI Kota Kinabalu, KJRI Jed-
dah, KJRI Dubai dan KBRI Kuala Lumpur. Peme-
rintah juga telah melakukan pembahasan dengan
Malaysia dan Jordan mengenai Mandatory Access
on Consular Notication (MCN) dalam upaya per-
lindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Pelaksanaan Pertemuan United Nation Convention
Against Corruption (UNCAC) di Bali merupakan
salah satu perwujudan prakarsa dan partisipasi
aktif Indonesia dalam kerjasama internasional.
UNCAC merupakan konvensi mengenai pelaksa-
naan produk-produk hukum mengenai anti-ko-
rupsi, pada Januari 2008 yang juga sebagai bagian
dari pemulihan citra RI sebagai tujuan wisata yang
aman.Sidang telah berhasil mengesahkan tiga
rancangan resolusi mengenai Technical Assistence,
Review Mecanism, dan Asset Recovery. Khusus
mengenai Asset Recovery dikemukakannya bahwa
negara-negara berkembang yang tergabung dalam
kelompok-77 mengharapkan semua negara pihak
pada konvensi secara konsisten melaksanakan
mengenai Asset Recovery. Penyelenggaraan konfe-
rensi berikutnya telah disepakati untuk diadakan
di Doha, Qatar pada akhir 2009.
4. Penciptaan Perdamaian Dunia
Dalam upaya menciptakan perdamaian dunia,
Indonesia telah berperan aktif dalam masalah
perdamaian di Timur Tengah dengan mengirim-
kan Kontingen Garuda XXIII-A untuk bergabung
bersama United Nations Interim Force in Lebanon
(UNIFIL), berperan aktif dalam penyelesaian kon-
ik Israel dan Palestina, meningkatkan perannya
melalui rancangan-rancangan resolusi PBB secara
adil. Bersama anggota Organisasi Konferensi Is-
lam (OKI) lainnya, Indonesia mengutuk agresi
militer Israel yang berlebihan, tidak pandang
bulu, dan tidak proporsional terhadap Palestina
dan Lebanon pada Juli 2006. Indonesia men-
dukung Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor
1701 yang memerintahkan gencatan senjata an-
tara kedua belah pihak. Indonesia berpandangan
bahwa setiap tindakan agresi harus dihentikan
dan memulai kembali dialog dan perundingan
menuju tercapainya sebuah penyelesaian yang
adil, menyeluruh, dan langgeng demi terwujud-
nya perdamaian di Timur Tengah.
Terkait dengan serangan Israel ke Palestina di
penghujung tahun 2008, Pemerintah Indonesia
merespon dengan menyampaikan surat kepada
Sekjen PBB dan Presiden Dewan Keamanan PBB
yang pada prinsipnya menyatakan keprihatinan
dan melalui PBB meminta Israel untuk segera
menghentikan serangan Israel di jalur Gaza dan
mendesak DK PBB agar mengeluarkan resolusi
untuk menghentikan aksi Israel tersebut. Sedang-
kan, bantuan kemanusiaan kepada rakyat dan
bangsa Palestina, Pemerintah Indonesia mem-
berikan bantuan obat-obatan, dan uang sejumlah
USD 1 juta.
Pada Juli 2008, Indonesia menjadi tuan rumah
sekaligus pemrakarsa Konferensi Tingkat Men-
teri Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika Untuk
Pembangunan Kapasitas Palestina yang dihadiri
oleh 218 peserta dari 53 negara Asia dan Afrika,
3 negara dari Amerika Latin serta sejumlah orga-
nisasi internasional sebagai pengamat. Konferensi
ini merupakan wujud solidaritas dan kepedulian
negara-negara Asia Afrika untuk membantu Pa-
lestina dalam mempersiapkan penyelenggaraan
Pemerintahan begitu negara Palestina terwujud.
Komitmen yang dibawa oleh Te NAASP Ministe-
rial Conference on Capacity Building for Palestine
merupakan suatu bentuk saling berbagi yang
akan memperkaya pemberi maupun penerima,
walaupun sederhana bantuan keuangan yang
diberikan namun akan menjadi upaya bantuan
yang berkelanjutan dari negara peserta sekaligus
melengkapi skema bantuan yang telah ada, teru-
tama dari Konferensi Annapolis dan Paris.
Indonesia dengan demikian optimis bahwa kon-
tribusi yang dihasilkan dari Konferensi ini akan
terwujud, memberikan dampak yang mengun-
tungkan bagi tak kurang 10.000 warga Palestina,
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 80 5/5/09 2:30:10 PM
81
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
serta akan menjadi kekuatan untuk kemerdekaan
dan perubahan yang positif. Sedangkan Indone-
sia berjanji akan memberikan bantuan bagi 1.000
warga Palestina dalam kegiatan ini.
Pada 2007, beberapa capaian yang diraih dalam
program penegasan komitmen perdamaian du-
nia antara lain partisipasi Indonesia dalam 6 OPP
PBB, yaitu: United Nations Mission in the Democra-
tic Republic of Congo (MONUC), United Nations
Mission in Liberia (UNMIL), United Nations Mis-
sion In Sudan (UNMIS), United Nations Observer
Mission in Georgia (UNOMIG), United Nations Mis-
sion in Nepal (UNMIN), dan United Nations Interim
Force in Lebanon (UNIFIL). Peningkatan partisi-
pasi Indonesia dalam OPP didukung dengan pem-
bentukan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian
(PMPP) sebagai forum koordinasi dan kerjasama
antar-instansi terkait, termasuk United Nations
Department for Peace Keeping Operations (UND-
PKO). Selain itu, Indonesia juga mengirim satu
FPU (Formed Police Unit) POLRI ke Darfur, Sudan
untuk bergabung dalam United Nations-African
Union Mission in Darfur (UNAMID) pada 2008.
Pada 2006, Indonesia telah terpilih sebagai ang-
gota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk
periode 2007-2009. Keanggotaan tidak tetap
Indonesia di DK PBB merupakan political invest-
ment dalam rangka memulihkan kepercayaan
masyarakat internasional terhadap Indonesia.
Pada November 2007, Indonesia menjabat se-
bagai Presiden DK PBB. Indonesia cukup berhasil
mempertahankan posisinya yang terhormat seba-
gai negara yang peka terhadap nilai-nilai keadilan
dan kebebasan di dalam hubungan internasional.
Pada saat menjadi anggota tidak tetap Dewan Ke-
amanan Indonesia berani berbeda pendapat de-
ngan negara-negara besar di PBB dalam kasus Pro-
gram Nuklir Iran sehingga Resolusi DK-PBB 1835
yang tidak memuat tambahan sanksi untuk Iran
dapat disahkan secara aklamasi oleh 15 anggota
DK-PBB termasuk RI pada 27 September 2008.
Di samping itu, dalam komitmen terhadap per-
damaian dunia, Indonesia menyambut baik kese-
pakatan workplan antara Pemerintah Iran dengan
Te International Atomic Energy Agency (IAEA).
Keberhasilan memberantas terorisme,
untuk jangka panjang, akan sangat ter-
gantung dari keberhasilan memberday-
akan kaum moderat (empowering the
mode-rates)
Indonesia juga berhasil terpilih menjadi anggota di
beberapa organisasi internasional seperti anggota
Dewan HAM periode 2007-2010, anggota Execu-
tive Board World Health Organization (WHO) peri-
ode 2007-2010, dan anggota Dewan International
Maritime Organization (IMO) kategori C periode
2007-2009. Pada awal 2008, Wakil Tetap Indone-
sia untuk PBB terpilih sebagai Ketua Komite Khu-
sus PBB yang menangani masalah dekolonisasi.
Selain keberhasilan pada pencalonan-pencalonan
tersebut, kepercayaan masyarakat internasional
juga diperlihatkan dengan terpilihnya kandidat
Indonesia untuk mengisi jabatan-jabatan pada
organisasi internasional seperti kepemimpinan
Indonesia sebagai Ketua D-8 (Developing 8 Coun-
tries) untuk periode 2006-2008 dan Sekjen D-8.
Capaian yang tidak kalah penting yang diraih
pada 2006 adalah Indonesia telah memperoleh
kepercayaan untuk duduk sebagai anggota De-
wan HAM PBB periode 2007-2010, Peace Building
Commission (PBC) periode 2006, Te Council of the
International Telecommunications Union periode
2006/2010, yaitu Australia, Malaysia, Amerika
Serikat, Belanda, Yunani, dan Jepang.
Terkait masalah terorisme, Indonesia secara te-
gas menolak pengaitan terorisme dengan agama
atau budaya tertentu. Dalam upaya memberantas
terorisme peningkatan kerjasama internasional
untuk capacity building merupakan suatu kenis-
cayaan. Namun demikian, keberhasilan mem-
berantas terorisme, untuk jangka panjang, akan
sangat tergantung dari keberhasilan memberda-
yakan kaum moderat (empowering the moderates).
Dalam empowering the moderates inilah, Indonesia
sebagai negara demokrasi terbesar ketiga seka-
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 81 5/5/09 2:30:10 PM
82
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
ligus negara dengan populasi muslim terbesar di
dunia telah memprakarsai berbagai dialog antar-
agama/budaya (interfaith dialogue) yang diusa-
hakan menjadi tur tetap diplomasi Indonesia ke
depan. Dalam kurun 2005-2008, Indonesia telah
memprakarsai tidak kurang dari tujuh dialog baik
di level bilateral maupun regional.
Terkait peningkatan prakarsa Indonesia dalam
resolusi konik internasional, Indonesia juga
telah memfasilitasi penyelesaian konik antara
konik Tailand Selatan melalui mediasi Wapres
RI pada tanggal 21 Desember 2008 di Bogor.
2.8.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Dari sejumlah capaian-capaian yang telah diraih,
masih terdapat beberapa permasalahan yang per-
lu penanganan yang lebih serius. Adapun perma-
salahan-permasalahan tersebut adalah:
1. Dalam pelaksanaan Program Pemantapan
Politik Luar Negeri dan Optimalisasi Diplo-
masi Indonesia terdapat beberapa permasa-
lahan, antara lain keterbatasan untuk mendu-
kung penyelenggaraan hubungan luar negeri,
baik dari sisi sumberdaya maupun manajeri-
al. Di samping itu, situasi politik dalam negeri
akan sangat mempengaruhi kinerja dan pe-
ran diplomasi. Upaya melakukan kerjasama di
berbagai bidang melalui peran diplomasi akan
menghadapi kesulitan apabila tidak didukung
oleh stabilitas keamanan, jaminan kepastian
hukum dan comparative advantage di sam-
ping pemberitaan yang proporsional tentang
situasi politik di tanah air;
2. Dalam menjalankan diplomasi total, Peme-
rintah menyadari arti penting partisipasi
masyarakat dan media massa sebagai repre-
sentasi second track diplomacy yang juga meru-
pakan faktor penting keberhasilan kebijakan
politik luar negeri Indonesia. Melalui kemi-
traan dengan masyarakat dan media massa di-
harapkan dapat memperkuat reliabilitas dan
akuntabilitas kelembagaan maupun proses
penyusunan kebijakan;
Dok : Tempo, Santirta M
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 82 5/5/09 2:30:15 PM
83
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 2
3. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya
pencapaian Program Peningkatan Kerjasama
Internasional adalah bahwa keberhasilan
program ditentukan bukan hanya oleh penye-
lenggara hubungan luar negeri tetapi juga
oleh kinerja instansi terkait. Keberhasilan
pelaksanaan kerjasama di bidang ekonomi,
perdagangan, dan pariwisata bukan hanya
merupakan hasil kerja Departemen Luar Ne-
geri, tetapi juga sangat ditentukan oleh peran
instansi sektor terkait. Untuk itu Departe-
men Luar Negeri perlu memperkuat peran-
nya sebagai focal point dalam setiap kerjasama
internasional, di samping juga meningkatkan
sensititasnya dalam menangkap berbagai
potensi peluang kerjasama internasional.
2.8.4. Tindak Lanjut
2.8.4.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Pada 2009, kebijakan politik dan hubungan luar
negeri akan terus diarahkan untuk melanjutkan
dan menindaklanjuti kegiatan-kegiatan yang be-
lum selesai tahun sebelumnya, di samping per-
luasan dan peningkatan diplomasi Indonesia di
tingkat bilateral, regional, maupun multilateral
dalam bentuk kerjasama di segala bidang. Hal
tersebut dilaksanakan guna mencapai sasaran
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Na-
sional (RPJMN) 2005-2009 di bidang hubungan
luar negeri yakni menguatnya dan meluasnya
identitas nasional sebagai negara demokratis
dalam tatanan masyarakat internasional.
Indonesia juga akan terus meningkatkan dan
mengembangkan diplomasi ekonomi dalam upa-
ya meningkatkan kerjasama perdagangan dan
investasi sebagai sumber bagi pembangunan eko-
nomi. Sebagai langkah ke depan, Indonesia akan
terus memanfaatkan peluang-peluang yang ada
dalam keikutsertaan Indonesia di berbagai forum
internasional.
Pemerintah berusaha untuk meningkatkan pe-
ranan Indonesia dalam mendorong terciptanya
tatanan dan kerjasama ekonomi regional dan
internasional yang lebih baik dalam mendukung
pembangunan nasional melalui penyusunan ren-
cana tindak untuk mendukung upaya-upaya pe-
ningkatan kerjasama ekonomi dan perdagangan
melalui pelaksanaan three-track diplomacy, yaitu
bilateral, regional, dan multilateral.
Politik luar negeri akan tetap memainkan peran
penting dalam menghadapi berbagai ancaman
separatisme dan masalah otonomi daerah guna
mencegah adanya internasionalisasi isu-isu sepa-
ratisme di dalam negeri serta mengupayakan du-
kungan internasional terhadap integritas wilayah
Indonesia.
Terkait dengan isu ancaman dan gangguan ke-
amanan di kawasan Asia Timur, terutama di Se-
menanjung Korea, yakni isu de-nuklir-isasi yang
masih terus dibahas melalui Six Party Talks dan
isu rekonsiliasi antara Utara dan Selatan, Indone-
sia akan memainkan peran aktifnya dalam kedua
isu tersebut mengingat kedekatan Indonesia de-
ngan kedua negara.
Peningkatan upaya perlindungan dan pelayanan
WNI/BHI di luar negeri juga masih menjadi salah
satu perhatian utama dalam pelaksanaan politik
luar negeri. Pemerintah Indonesia akan mening-
katkan intensitas kerjasama dengan negara-nega-
ra mitra dan organisasi internasional terutama
dalam hal perlindungan tenaga kerja Indonesia
di luar negeri serta meningkatkan fungsi Citizen
Services di Perwakilan RI.
Untuk mewujudkan citra positif Indonesia dan
meningkatnya kepercayaan masyarakat interna-
sional terhadap Indonesia, strategi penyebaran
informasi dan kemitraan dengan media sebagai
salah satu alat diplomasi terus dioptimalkan di-
samping perluasan diplomasi publik melalui in-
terfaith dialogue dan media dialogue.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 83 5/5/09 2:30:15 PM
84
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2.8.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Capaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dalam
empat tahun terakhir memberikan gambaran
yang beragam kualitas dan kuantitasnya. Secara
umum, dari segi proses telah sebagian besar pen-
capaian sasaran sesuai dengan kebijakan yang
telah ditentukan. Untuk mencapai sasaran akhir
RPJMN 2004-2009 yang belum selesai dituntas-
kan, Pemerintah melalui kebijakan yang tertuang
dalam RKP 2009 memfokuskan pada beberapa
kegiatan dengan pola relasi kerjasama bilateral,
regional, dan multilateral, antara lain:
1. Diplomasi publik dan Interfaith Dialogue;
2. Penyelesaian masalah perbatasan;
3. ASEAN Community;
4. Perlindungan WNI/BHI;
5. Penguatan peran Indonesia di bidang ke-
amanan internasional;
6. Kerjasama bilateral, regional, multilateral/in-
ternasional;
7. Penguatan institusi diplomasi.
2.8.5. Penutup
Secara umum, capaian pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 dalam empat tahun terakhir memberikan
gambaran yang beragam kualitas dan kuantitas-
nya. Pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 telah
sesuai dengan kebijakan yang ingin dicapai.
Ditingkat Bilateral, Indonesia secara konsisten
melaksanakan border diplomacy dengan Filipina,
Papua New Guinea (PNG), Malaysia, Singapura,
dan Timor Leste melalui serangkaian perun-
dingan dan penuntasan penentuan batas laut
wilayah, zona ekonomi eksklusif, dan landas kon-
tinen dengan negara-negara tetangga terus dilan-
jutkan dengan kemajuan yang lebih positif.
Untuk tingkat regional, Indonesia semakin inten-
sif dalam mengupayakan integrasi ASEAN. Indo-
nesia terus mendorong ASEAN untuk beranjak ke
arah peningkatan kerjasama dari suatu asosiasi
menjadi komunitas.
Peningkatan kerjasama internasional, penyusun-
an kerangka kerja menunjukkan keadaan yang
lebih baik jika dilihat dari keluaran kegiatan dan
potensi dampak yang dapat dihasilkan. Untuk
pemantapan kerjasama internasional, capaian
yang diperoleh sudah optimal karena keluarannya
cukup banyak dan mampu menghasilkan dampak
sebagaimana diharapkan.
Dalam penciptaan perdamaian dunia, Indonesia
telah ikut berpartisipasi dalam OPP dunia me-
lalui pengiriman pasukan untuk ambil bagian
dalam mengamankan negara-negara yang sedang
mengalami perang. Bersama dengan OKI, Indone-
sia juga ikut menggalang solidaritas dan menyu-
arakan perdamaian dunia. Dengan terpilihnya
Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan
Keamanan PBB periode 2007-2008, Indonesia
secara nyata juga ikut berkontribusi penyelesaian
konik Israel-Palestina. Terkait dengan keadaan
di Lebanon, Indonesia juga ikut meningkatkan
perannya melalui rancangan-rancangan resolusi
PBB secara adil.
LO_Kt Pengtr_Bag2.indd 84 5/5/09 2:30:15 PM
Bagian 3
Agenda Mewujudkan Indonesia yang
Adil dan Demokratis
Bab 3.1 Pengantar Agenda Mewujudkan Indonesia yang
Adil dan Demokratis
Bab 3.2 Pembenahan Sistem dan Politik Hukum
Bab 3.3 Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk
Bab 3.4 Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan
Hak Asasi Manusia
Bab 3.5 Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan
serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
Bab 3.6 Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Bab 3.7 Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa
Bab 3.8 Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh
LO_RPJMN-Bab 3.indd 85 5/5/09 2:22:22 PM
Dok: Tempo, Arie Basuki
LO_RPJMN-Bab 3.indd 86 5/5/09 2:22:25 PM
Bagian 3
87
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.1.
Pengantar Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Adil dan Demokratis
Pada Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil
dan Demokratis terdapat 5 sasaran pokok dengan
7 prioritas beserta kebijakannya. SASARAN PER-
TAMA adalah meningkatnya keadilan dan pene-
gakan hukum. Terciptanya sistem hukum yang
adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif serta yang
memberikan perlindungan dan penghormatan ter-
hadap hak asasi manusia, terjaminnya konsistensi
seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat
pusat dan daerah, ditindaknya pelaku tindak
pidana korupsi beserta pengembalian uang hasil
korupsi kepada negara, dicegahnya dan ditanggu-
langinya terorisme serta pembasmian penyalahgu-
naan obat terlarang merupakan cerminan perwu-
judan sasaran pertama ini.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka prioritas
pembangunan nasional 20042009 adalah Pem-
benahan Sistem Hukum Nasional dan Politik
Hukum dengan kebijakan yang diarahkan untuk:
(1) Memperkuat upaya pemberantasan korupsi
melalui perbaikan substansi hukum, struktur hu-
kum, dan budaya hukum dengan meningkatkan
profesionalisme dan memperbaiki kualitas sistem
pada semua lingkup peradilan; (2) Menyeder-
hanakan sistem peradilan; dan (3) Memastikan
bahwa hukum diterapkan dengan adil dengan
menghormati dan memperkuat kearifan dan hu-
kum adat yang bersifat lokal untuk memperkaya
sistem hukum dan peraturan.
Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai
Bentuk dengan kebijakan yang diarahkan untuk:
(1) Menghapus peraturan yang diskriminatif; (2)
Menghapus peraturan yang sarat ketidakadilan
gender; dan (3) Menghapus peraturan yang me-
langgar prinsip keadilan.
Penghormatan, Pemenuhan, dan Penegakan
Atas Hukum dan Pengakuan Atas Hak Asasi
Manusia (HAM) dengan kebijakan yang diarah-
kan untuk melaksanakan berbagai rencana aksi,
antara lain: (1) Rencana Aksi HAM 2004-2009; (2)
Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi;
(3) Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploi-
tasi Seksual Komersial Anak; (4) Rencana Aksi Na-
sional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Ter-
buruk untuk Anak; dan (5) Rencana Aksi Program
Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
SASARAN KEDUA adalah terjaminnya keadilan
gender bagi peningkatan peran perempuan dalam
berbagai bidang pembangunan. Hal ini akan ter-
cemin dalam berbagai perundangan, program
pembangunan, kebijakan publik, membaiknya
angka Gender-related Development Index (GDI)
dan angka Gender Empowerment Measurement
(GEM), menurunnya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak serta meningkatnya kesejah-
teraan dan perlindungan anak.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 2004-2009 diletakkan pada
Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran
Perempuan Serta Kesejahteraan dan Per-
lindungan Anak dengan kebijakan yang diarah-
kan untuk: (1) Memajukan tingkat keterlibatan
perempuan dalam proses politik dan jabatan
publik; (2) Meningkatkan taraf pendidikan dan
layanan kesehatan serta program-program lain
LO_RPJMN-Bab 3.indd 87 5/5/09 2:22:26 PM
88
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber-
daya kaum perempuan; (3) Meningkatkan kam-
panye anti kekerasan terhadap perempuan dan
anak-anak; (4) Menyempurnakan perangkat hu-
kum pidana yang lebih lengkap dalam melindungi
setiap individu dari kekerasan dalam rumah tang-
ga (KDRT); (5) Meningkatkan kesejahteraan dan
perlindungan anak; dan (6) Memperkuat kelem-
bagaan dan jaringan pengarusutamaan gender
dan anak, termasuk ketersediaan data dan pe-
ningkatan partisipasi masyarakat.
SASARAN KETIGA adalah meningkatnya pela-
yanan kepada masyarakat dengan menyeleng-
garakan otonomi daerah dan kepemerintahan
daerah yang baik, menjamin konsistensi seluruh
peraturan pusat dan daerah, serta tidak berten-
tangan dengan peraturan dan perundangan yang
lebih tinggi.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas
pembangunan nasional 2004-2009 diletak-
kan pada Revitalisasi Proses Desentralisasi
dan Otonomi Daerah dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) Memperjelas pembagian
kewenangan antar tingkat pemerintahan; (2)
Mendorong kerjasama antar-Pemerintah Daerah
(Pemda); (3) Menata kelembagaan Pemerintah
Daerah agar lebih efektif dan esien; (4) Me-
ningkatkan kualitas aparatur Pemerintah Daerah;
(5) Meningkatkan kapasitas keuangan Pemerin-
tah Daerah; dan (6) Menata daerah otonom baru.
SASARAN KEEMPAT adalah meningkatnya pela-
yanan birokrasi kepada masyarakat. Hal ini akan
dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata
praktik korupsi di birokrasi yang dimulai dari ja-
jaran pejabat yang paling atas, terciptanya sistem
Pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akunta-
bel, transparan, esien dan berwibawa. Selain itu,
hal ini juga akan dicerminkan dengan terhapus-
nya aturan, peraturan, dan praktik yang bersifat
diskriminatif terhadap warga negara, kelompok,
atau golongan masyarakat serta meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebi-
jakan publik.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 diletakkan pada
Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih
dan Berwibawa dengan kebijakan yang diarah-
kan untuk: (1) Menuntaskan penanggulangan
Dok: Tempo, Adri Irianto
LO_RPJMN-Bab 3.indd 88 5/5/09 2:22:32 PM
Bagian 3
89
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN
melalui penerapan prinsip-prinsip tata pemerin-
tahan yang baik, peningkatan efektivitas penga-
wasan, dan peningkatan budaya kerja dan etika
birokrasi; (2) Meningkatkan kualitas penyeleng-
garaan administrasi negara melalui penataan
kelembagaan, manajemen publik dan peningkat-
an kapasitas SDM aparatur; (3) Meningkatkan
keberdayaan masyarakat dalam penyelenggara-
an pembangunan melalui peningkatan kualitas
pelayanan publik yang lebih baik.
SASARAN KELIMA adalah terlaksananya Pe-
milihan Umum (Pemilu) 2009 secara demokra-
tis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum
konsolidasi demokrasi yang sudah terbentuk ber-
dasarkan hasil pemilihan umum secara langsung
tahun 2004.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 diletakkan pada
Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Ma-
kin Kokoh dengan kebijakan yang diarahkan
pada: (1) Optimalisasi fungsi serta hubungan
antar-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif;
(2) Mendorong lebih lanjut upaya pemberdayaan
masyarakat; (3) Meningkatkan kualitas partai-
partai politik dan penyelenggaraan pemilu, seja-
lan dengan amanat konstitusi.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 89 5/5/09 2:22:33 PM
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab 3.indd 90 5/5/09 2:22:36 PM
Bagian 3
91
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.2.
Pembenahan Sistem dan Politik Hukum
3.2.1. Pengantar
Pembangunan hukum memiliki peran penting
dalam penyelenggaraan negara, khususnya guna
mendorong terwujudnya tata Pemerintahan
yang baik. Peraturan perundang-undangan yang
baik akan membatasi, mengatur, dan sekaligus
memperkuat hak dan kewajiban warga negara.
Demikian juga, peraturan perundang-undangan
yang baik dan implementasinya yang transparan
dan konsisten akan menjamin kepastian hukum.
Dalam era pasca-reformasi, kebijakan politik hu-
kum nasional diarahkan pada upaya untuk pem-
benahan sistem dan politik hukum yang dilandas-
kan pada tiga prinsip dasar yang wajib dijunjung
oleh setiap warga negara: (1) Supremasi hukum;
(2) Kesetaraan di hadapan hukum; dan (3) Pene-
gakan hukum yang konsisten.
Dengan demikian, politik hukum merupakan arah
dari pembangunan hukum dalam rangka menca-
pai tujuan bangsa dan negara. Politik hukum juga
dapat dikatakan sebagai jawaban atas pertanyaan
mengenai arah hukum untuk mencapai tujuan
negara dalam perspektif formal kenegaraan.
3.2.2. Kondisi Awal RPJMN 2004-2009
(Tahun 2004-2005)
Permasalahan dalam penyelenggaraan sistem
dan politik hukum pada dasarnya meliputi tiga
bagian, yaitu substansi hukum, struktur hukum,
dan budaya hukum. Dalam substansi hukum per-
masalahan yang terjadi pada awal pelaksanaan
RPJMN adalah: (1) Tumpang Tindih dan Inkon-
sistensi Peraturan Perundang-undangan; (2) be-
lum lengkapnya peraturan pelaksanaan dari suatu
Undang-undang sehingga menyebabkan perma-
salahan dalam implementasinya; dan (3) Tidak
adanya Perjanjian Ekstradisi dan Mutual Legal As-
sistance (MLA) atau Bantuan Hukum Timbal Ba-
lik antara Pemerintah dengan negara yang berpo-
tensi sebagai tempat pelarian khususnya pelaku
tindak pidana korupsi dan pelaku tindak pidana
lainnya.
Adapun pada struktur hukum, permasalahan
yang dihadapi adalah: (1) Independensi lem-
baga pengadilan belum terwujud sehingga berpe-
ngaruh terhadap kinerjanya; (2) Akuntabilitas
kelembagaan hukum; (3) Sumberdaya manusia
di bidang hukum; (4) Sistem peradilan yang tidak
transparan dan terbuka. Sedangkan dalam bu-
daya hukum, permasalahannya adalah degradasi
budaya hukum di lingkungan masyarakat dan
menurunnya kesadaran akan hak dan kewajiban
hukum masyarakat.
Untuk mendukung pembenahan sistem dan poli-
tik hukum, sasaran yang telah-sedang- dan akan
dilaksanakan pada 2004-2009 adalah:
1. Terciptanya sistem hukum nasional yang adil,
konsekuen, dan tidak diskriminatif (terma-
suk tidak diskriminatif terhadap perempuan
atau bias gender);
2. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan
dan perundangan pada tingkat pusat dan
daerah serta tidak bertentangan dengan per-
aturan dan perundangan yang lebih tinggi;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 91 5/5/09 2:22:37 PM
Secara umum, pembenahan
sistem dan politik hukum dalam
RPJMN 2004-2009 diharapkan
dapat memperbaiki substansi
(materi) hukum, struktur
(kelembagaan) hukum, dan kultur
(budaya) hukum
92
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Terciptanya kelembagaan peradilan dan pene-
gak hukum yang berwibawa, bersih, dan pro-
fesional dalam upaya memulihkan kembali
kepercayaan masyarakat terhadap hukum se-
cara keseluruhan.
Secara umum, pembenahan sistem dan politik
hukum dalam RPJMN 2004-2009 diharapkan
dapat memperbaiki substansi (materi) hukum,
struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur (bu-
daya) hukum. Oleh karena itu, arah kebijakan
dalam RPJMN 2004-2009 meliputi:
1. Menata kembali substansi hukum melalui
peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundangan untuk mewujudkan tertib per-
undang-undangan dengan memperhatikan
asas umum dan hierarki perundang-undang-
an;
2. Menghormati serta memperkuat kearifan
lokal dan hukum adat untuk memperkaya
sistem hukum dan peraturan melalui pem-
berdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari
upaya pembaruan materi hukum nasional;
3. Melakukan pembenahan struktur hukum
melalui penguatan kelembagaan dengan me-
ningkatkan profesionalisme hakim dan staf
peradilan serta kualitas sistem peradilan yang
terbuka dan transparan;
4. Menyederhanakan sistem peradilan dan me-
ningkatkan transparansi agar peradilan dapat
diakses oleh masyarakat dan memastikan
bahwa hukum diterapkan dengan adil dan me-
mihak pada kebenaran;
5. Meningkatkan budaya hukum, antara lain
melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai
peraturan perundangan serta perilaku kete-
ladanan dari kepala negara dan jajarannya
dalam mematuhi, menaati, dan menegakkan
supremasi hukum.
Dalam upaya pencapaian sasaran Pembenahan
Sistem dan Politik Hukum tersebut dilaksanakan
melalui program-program, sebagai berikut: (1)
Program Perencanaan Hukum; (2) Program Pem-
bentukan Hukum; (3) Program Peningkatan Ki-
nerja Lembaga Peradilan dan lembaga Penegakan
Hukum Lainnya; (4) Program Peningkatan Kuali-
tas Profesionalisme Hukum; dan (5) Program Ke-
sadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia.
3.2.3. Pencapaian 2005-2008
3.2.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
1. Substansi Materi Hukum
Upaya pencapaian kepastian hukum telah dilaku-
kan dengan cara memperbaiki pembenahan ter-
hadap peraturan perundang-undangan nasional
dengan mengacu kepada Undang-Undang (UU)
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Per-
aturan Perundang-undangan. Selama lima tahun
kedepan (RPJMN 2004-2009) Pemerintah telah
menetapkan sebanyak 284 Rancangan Undang-
Undang (RUU) yang tercantum dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas 2005
menetapkan sebanyak 55 RUU yang terdiri atas
27 RUU baru, 22 RUU perubahan/revisi dan 6
RUU konvensi. Tahun 2006 ditetapkan sebanyak
44 RUU yang terdiri dari 12 RUU Baru dan 32
RUU yang merupakan lanjutan Prolegnas 2005.
Pada 2007 telah disepakati sebanyak 78 RUU
yang terdiri dari 30 RUU prioritas dan 48 RUU
LO_RPJMN-Bab 3.indd 92 5/5/09 2:22:38 PM
Bagian 3
93
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
lanjutan. Pada 2008 telah ditetapkan sebanyak 99
RUU yang terdiri dari 31 RUU Prioritas, 20 RUU
kumulatif terbuka dan 48 RUU yang diluncurkan.
Sisanya sebanyak 8 RUU akan dilaksanakan pada
2009. Sampai dengan 2008 Pemerintah telah
mensahkan peraturan perundang-undangan se-
banyak 669 peraturan, yang terdiri dari 127 UU,
327 Peraturan Pemerintah (PP) dan 249 Peratur-
an Presiden (Perpres).
Terkait dengan pelaksanaan kebijakan dalam
pembentukan peraturan daerah (Perda) dan
dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pe-
ngawasan terhadap berbagai kebijakan Peme-
rintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota,
telah dilakukan pengkajian evaluasi terhadap ber-
bagai Perda. Untuk mendukung program legislasi
daerah (prolegda) selama kurun waktu 2006-
2008, telah dilakukan beberapa kegiatan berupa
kajian dan inventarisasi peraturan daerah. Dari
kegiatan tersebut sampai dengan 10 Desember
2008, Pemerintah melalui Departemen Dalam
Negeri, Departemen Keuangan, dan departe-
men teknis terkait telah mengevaluasi sebanyak
11.401 Perda, telah dibatalkan 2.398 Perda, dire-
visi, diubah, atau dicabut sendiri oleh Pemda yang
bersangkutan sebanyak 144 Perda dan Perda ti-
dak bermasalah sebanyak 5.440. Sampai saat ini,
terdapat 3.419 Perda yang masih dalam proses
evaluasi. Pembatalan Perda tersebut umumnya
terkait dengan adanya ketentuan di dalamnya
yang tertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,
dan kecenderungan untuk menimbulkan ekono-
mi biaya tinggi.
2. Struktur Hukum
Pembangunan struktur hukum bertujuan mewu-
judkan independensi lembaga hukum khususnya
lembaga pengadilan. Hal ini telah dilakukan an-
tara lain dengan telah diberlakukannya sistem
satu atap dimana kewenangan di bidang keuang-
an, kepegawaian, administrasi telah diserahkan
sepenuhnya menjadi kewenangan Mahkamah
Agung dan lembaga pengadilan yang di bawah-
nya. Namun, independensi tersebut harus diikuti
dengan akuntabilitas dari lembaga pengadilan.
Independensi tidak berarti bebas tidak bisa di-
mintakan pertanggungjawaban. Independensi
juga berarti bahwa produk yang dihasilkan oleh
lembaga pengadilan harus dapat mencerminkan
rasa keadilan masyarakat melalui putusan-putus-
an pengadilan yang dihasilkan oleh aparat yang
profesional dan mempunyai integritas.
Untuk menunjang sistem kinerja Mahkamah Kons-
titusi sesuai dengan tugas, pokok, dan kewenang-
annya telah disusun dan diterapkan peraturan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
Peraturan ini berisi ketentuan hukum acara terkait
perkara pengujian undang-undang, hukum acara
penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum
dan perselisihan hasil pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden. MKRI juga mengatur hukum aca-
ra sengketa kewenangan konstitusional lembaga
negara. Adapun, hukum acara yang terkait dengan
pembubaran partai politik, hukum acara pemak-
zulan (impeachment) Presiden dan/atau Wakil
Presiden, serta hukum acara saksi dan ahli, kuasa,
serta pendamping dalam beracara di MK, sedang
dalam tahap pembahasan draftnya.
Upaya pengawasan terhadap pelaksana kekua-
saan kehakiman telah ditindaklanjuti oleh Komi-
si Yudisial yang memproses 111 laporan (terma-
suk 7 laporan yang berasal dari publik/media
massa) diikuti dengan pemanggilan hakim untuk
dimintai keterangan. Setelah melalui mekanisme
pemeriksaan yang sesuai dengan prosedur, di-
hasilkan rekomendasi kepada Mahkamah Agung
atas penjatuhan sanksi, tidak profesional dan me-
langgar prinsip imparsialitas.
Untuk mendukung program legislasi
daerah (Prolegda) selama kurun waktu
2006-2008, telah dilakukan beberapa
kegiatan berupa kajian dan inventarisasi
peraturan daerah.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 93 5/5/09 2:22:38 PM
94
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Budaya Hukum
Budaya hukum yang baik pada dasarnya dapat
tercapai apabila pembangunan substansi hukum
dan struktur hukum sudah berjalan dengan baik.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat maka telah dilaku-
kan berbagai upaya untuk meningkatkan kepedu-
lian masyarakat dan kepatuhan masyarakat ter-
hadap hukum. Terkait dengan upaya pencegahan
korupsi telah dilakukan pencatatan terhadap
laporan harta kekayaan penyelenggara negara
(LHKPN) yang dari tahun ke tahun kesadaran
untuk mencatatkan harta kekayaannya dari pe-
jabat semakin meningkat. Pada 2007 dari 86.468
jumlah wajib lapor LHKPN yang telah menyerah-
kan laporan sejumlah 76.455 atau 88,42 persen
dibandingkan tahun 2006 yang hanya mencapai
56,11 persen. Sementara itu tahun 2008 target
pelaksanaan LHKPN mencakup 25.000 pejabat
negara. Adanya peningkatan tersebut antara lain
disebabkan karena banyaknya sosialisasi menge-
nai pencegahan korupsi yang dilakukan baik pada
instansi yudikatif maupun eksekutif baik pusat
maupun daerah.
Terkait dengan upaya pemberantasan korupsi
upaya yang sifatnya represif maupun preventif
terus dilakukan. Hal ini secara tidak langsung
berpengaruh luas kepada masyarakat dan apara-
tur negara dengan timbulnya iklim takut korupsi.
Bahkan timbul kecenderungan adanya keenggan-
an dari aparatur negara untuk menjadi pengelola
proyek serta panitia pengadaan barang dan jasa
karena takut terlibat kasus korupsi. Upaya untuk
melakukan sosialisasi pencegahan korupsi akan
terus dilakukan dengan tujuan meningkatkan
pemahaman akan peraturan perundang-undang-
an yang terkait agar masyarakat menjadi lebih
paham apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Upaya ini juga bertujuan menggugah
aparatur negara untuk dapat memberikan pela-
yanan yang lebih baik kepada masyarakat.
3.2.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Sebagai bagian dalam upaya untuk memperbaiki
sistem hukum nasional, maka berbagai langkah
untuk memperbaiki peraturan perundang-un-
dangan di Indonesia terus dilakukan. Namun,
beberapa permasalahan masih dihadapi dalam
rangka pembenahan sistem dan politik hukum.
1. Substansi Hukum
Salah satu faktor penghambat dalam peren-
canaan dan pembentukan hukum antara lain
adalah masih belum dipatuhinya Program Le-
gislasi Nasional (Prolegnas) secara konsisten. Hal
ini disebabkan masih mengemukanya egosektoral
antar-instansi/lembaga, kurangnya jumlah dan
kualitas tenaga perancang peraturan perundang-
undangan (legal drafter) dan masih ditemukan
adanya ketidakharmonisasian antara satu per-
aturan perundang-undangan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Satu hal yang
merupakan dampak dari lemahnya pelaksanaan
koordinasi antar-instansi/lembaga Pemerintah
yang belum dapat dilaksanakan dengan maksimal
dan konsisten sesuai dengan Prolegnas. Proses
pembentukan peraturan juga belum terkoordi-
nasi dengan baik sehingga tiap-tiap institusi/lem-
baga eksekutif dan legislatif belum menjadikan
Prolegnas sebagai dasar atau acuan pembentukan
peraturan perundang-undangan. Pembentukan
hukum nasional harus pula didukung oleh pene-
litian hukum, pengkajian hukum, penyusunan
naskah akademis, dan penyediaan jaringan do-
kumentasi dan informasi hukum yang memadai
sehingga prosesnya dapat berjalan dengan lebih
baik.
2. Struktur Hukum
Dalam rangka pembangunan struktur hukum,
kelembagaan aparat penegak hukum dewasa ini
juga masih menjadi suatu permasalahan yang ha-
rus dihadapi. Kinerja aparat penegak hukum dan
peradilan, meskipun sudah menunjukkan banyak
LO_RPJMN-Bab 3.indd 94 5/5/09 2:22:39 PM
Sosialisasi tentang tugas, kewenangan,
dan fungsi dari kelembagaan yang
dibentuk dalam sistem hukum sangat
penting diberikan kepada masyarakat
dalam rangka proses pembelajaran dan
meningkatkan kesadaran hukum
Bagian 3
95
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
kemajuan, masih perlu perbaikan kinerja yang
menunjukkan kesungguhan dalam upaya pene-
gakan hukum yang sesuai dengan prinsip keadil-
an, cepat, mudah, murah, dan transparan. Penga-
wasan internal maupun eksternal yang dilakukan
oleh tiap-tiap institusi/kelembagaan belum dapat
memberikan hasil yang maksimal terhadap hasil
kinerja yang dilakukan karena masih terdapat se-
mangat melindungi korps terhadap ketimpang-
an dan penyalahgunaan wewenang yang terjadi.
Hal ini yang mengakibatkan skeptisme masyara-
kat dan penurunan tingkat kepercayaan terha-
dap berbagai upaya yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum. Dengan adanya lembaga Komisi
Yudisial yang berfungsi secara objektif melakukan
pengawasan terhadap pemegang kekuasaan yudi-
katif sebagai lembaga yang mandiri mempunyai
kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim
agung, menjaga dan menegakkan kehormatan,
serta menjaga keluhuran martabat serta perilaku
hakim.
3. Budaya Hukum
Kesadaran hukum masyarakat yang masih ren-
dah juga menjadi salah satu penyebab lemahnya
penegakan hukum. Masyarakat sebagai elemen
dari suatu sistem hukum sebaiknya menjadi pen-
dorong upaya penegakan hukum. Dengan kondisi
penegakan hukum yang masih belum memberi-
kan hasil yang diharapkan masyarakat, terlebih
dengan berbagai contoh pelanggaran dan pe-
nyimpangan hukum yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum, skeptisme masyarakat terhadap
penegakan hukum terjadi. Dengan demikian, per-
lu adanya suatu shock therapy berupa penegakan
hukum yang konsisten dan tidak berpihak ter-
utama dari dan untuk aparat penegak hukum dan
masyarakat untuk menumbuhkan budaya hukum
yang melindungi dan mengayomi masyarakat. So-
sialisasi tentang tugas, kewenangan, dan fungsi
dari kelembagaan yang dibentuk dalam sistem
hukum sangat penting diberikan kepada ma-
syarakat dalam rangka proses pembelajaran dan
meningkatkan kesadaran hukum.
3.2.4. Tindak Lanjut
3.2.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Pembenahan sistem dan politik hukum dimasa
yang akan datang diarahkan kepada kebijakan
untuk mendorong pemberantasan korupsi dan
kerjasama internasional dalam memberantas
korupsi secara tegas dan konsisten melalui pe-
nyempurnaan peraturan perundang-undangan
nasional, perbaikan kelembagaan hukum, serta
peningkatan kesadaran hukum dan HAM kepada
masyarakat.
Dalam upaya penegakan hukum beberapa hal
yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Pelaksanaan reformasi birokrasi, baik di ling-
kungan Pemerintahan pusat maupun daerah;
2. Penegakan hukum yang tegas dan tidak dis-
kriminatif (tebang pilih);
3. Penegakan hukum sebagai sebuah gerakan
moral.
Untuk mencapai sasaran pembangunan hukum
sebagaimana yang telah ditentukan, maka pada
2009 kebijakan pembangunan hukum tetap me-
lanjutkan kebijakan yang telah dilaksanakan se-
belumnya. Pada 2009 sasaran yang ingin dicapai
dalam rangka pembenahan sistem dan politik hu-
kum adalah, sebagai berikut:
1. Terciptanya sistem hukum nasional yang adil
dan konsisten melalui upaya harmonisasi
peraturan perundang-undangan dalam rang-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 95 5/5/09 2:22:39 PM
96
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
ka untuk mendorong pembangunan nasional
dan pemberantasan korupsi;
2. Tersedianya sarana dan prasarana hukum
yang memadai dalam rangka menunjang pe-
laksanaan tugas dan fungsi dari sumberdaya
manusia yang berkualitas;
3. Terciptanya partisipasi masyarakat dan apa-
ratur negara dalam rangka pelaksanaan pem-
bangunan hukum nasional. Dimana termasuk
di dalamnya ikut serta dalam pemberantasan
korupsi dan penyelenggaraan pelayanan pu-
blik yang lebih baik.
Dalam rangka pembenahan sistem dan politik
hukum pada 2009 arah kebijakan yang ditetap-
kan adalah:
1. Melanjutkan upaya penataan pembangunan
materi hukum baik terhadap peraturan per-
undang-undangan yang sudah ada maupun
melalui upaya penetapan peraturan perun-
dang-undangan baru;
2. Pembenahan struktur hukum melalui pe-
ningkatan kualitas dan integritas aparatur
hukum, pemenuhan infrastruktur yang me-
madai dalam rangka penegakan hukum serta
penyelenggaraan sistem peradilan yang cepat,
murah, dan akuntabel; serta
3. Peningkatan kesadaran hukum melalui sosi-
alisasi peraturan perundang-undangan na-
sional sehingga mendorong peran serta ma-
syarakat dalam rangka pembangunan hukum
nasional khususnya dalam upaya pencegahan
dan penindakan terhadap tindak pidana ko-
rupsi.
3.2.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Dengan menilik capaian terakhir upaya pembe-
nahan sistem dan politik hukum, diperkirakan
sasaran RPJMN pada 2009 akan mencapai seba-
gian sasaran yang ditetapkan. Hal ini disebabkan
oleh:
1. Masih belum dipatuhinya Prolegnas secara
konsisten;
2. Masih mengemukanya egosektoral antar-in-
stansi/lembaga serta kurangnya jumlah dan
kualitas tenaga perancang Perpu (legal draf-
ter);
3. Kinerja aparat penegak hukum dan peradilan,
meskipun sudah menunjukkan banyak kema-
juan, diakui masih perlu perbaikan. Perlu ke-
sungguhan dalam upaya penegakan hukum
yang sesuai dengan prinsip keadilan, cepat,
mudah, murah, dan transparan;
4. Kesadaran hukum masyarakat yang masih
rendah juga menjadi salah satu penyebab le-
mahnya penegakan hukum.
Namun, beberapa sasaran diperkirakan masih bisa
dicapai pada akhir RPJMN. Tentu saja, untuk itu
dibutuhkan konsistensi dan kesinambungan agar
target sasaran benar-benar bisa terpenuhi. Ada-
pun capaian yang diperkirakan akan terpenuhi,
paling tidak mengalami perbaikan, adalah:
1. Capaian 151 RUU yang harus selesai selama
2009 diperkirakan dapat tercapai. Namun,
untuk mencapainya butuh kerja ekstra. Se-
bab, rata-rata RUU yang bisa dihasilkan per
tahunnya sekitar 50-an. Dan jika mengikuti
standar rata-rata tersebut, maka dalam waktu
dua tahun tersisa, hanya bisa dihasilkan 100
RUU;
2. Upaya untuk mewujudkan independensi lem-
baga hukum yang memberlakukan sistem
satu atap tampaknya butuh waktu untuk me-
menuhi harapan. Dibutuhkan adaptasi untuk
membiasakan diri pada budaya independensi
yang harus diiringi dengan akuntabilitas dari
lembaga pengadilan;
3. Terkait dengan pemberantasan korupsi, upa-
ya-upaya represif dan preventif yang terus
dilakukan tampaknya akan membuahkan ha-
sil. Meskipun tidak memenuhi harapan orang
banyak, namun upaya pemberantasan korup-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 96 5/5/09 2:22:40 PM
Bagian 3
97
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
si mengalami peningkatan. Hal ini tercermin
dengan semakin banyaknya jumlah kasus ko-
rupsi di sejumlah lembaga negara dan lemba-
ga penegak hukum yang berhasil diungkap.
3.2.5. Penutup
Secara umum, upaya pembenahan sistem dan
politik hukum sudah tidak lagi berjalan di tem-
pat. Berbagai capaian sepanjang tiga tahun ter-
akhir menunjukkan bahwa upaya pembenahan
tersebut membuahkan hasil. Namun, untuk me-
menuhi keseluruhan sasaran RPJMN 2004-2009,
tampaknya masih membutuhkan waktu.
Secara keseluruhan, semua tentu sepakat bahwa
penegakan hukum dan ketertiban merupakan
syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Indo-
nesia yang damai dan sejahtera. Apabila hukum
ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka
kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidup-
an yang rukun akan dapat terwujud. Ketiadaan
penegakan hukum dan ketertiban akan meng-
hambat pencapaian masyarakat yang berusaha
dan bekerja dengan baik untuk memenuhi kebu-
tuhan hidupnya. Hal tersebut menunjukkan ada-
nya keterkaitan yang erat antara damai, adil, dan
sejahtera. Untuk itu perbaikan pada aspek keadil-
an akan memudahkan pencapaian kesejahteraan
dan kedamaian.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 97 5/5/09 2:22:40 PM
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab 3.indd 98 5/5/09 2:22:44 PM
Bagian 3
99
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.3.
Penghapusan Diskriminasi dalam
Berbagai Bentuk
3.3.1. Pengantar
UUD 1945 memberikan jaminan persamaan hak
dan melarang diskriminasi. UUD juga menyebut-
kan hak dan kewajiban yang sederajat bagi setiap
warga negara, baik pribumi maupun keturunan
sebagaimana tercantum Pasal 27 ayat (1) dan
Pasal 28.
Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup
hukum hak asasi manusia Indonesia (human
rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3)
Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, Dis-
kriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan,
atau pengucilan yang langsung atau tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, sta-
tus sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan,
pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manu-
sia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek ke-
hidupan lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indone-
sia berkomitmen melakukan penolakan terhadap
berbagai bentuk diskriminasi. Hal ini tertuang
dalam UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesah-
an Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Ben-
tuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) dan
diperkuat dengan Undang-undang Nomor 29 Ta-
hun 1999 tentang Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Dengan diratikasinya CEDAW, Indonesia berke-
wajiban menyesuaikan berbagai peraturan perun-
dang-undangan nasional. Indonesia juga harus
berkomitmen melaporkan pelaksanaan pengha-
pusan segala bentuk diskriminasi, terutama yang
terkait dengan diskriminasi terhadap perempuan.
3.3.2. Kondisi Awal RPJMN 2004-2009
(Tahun 2004-2005)
Diskriminasi dalam praktik dapat terjadi secara
eksplisit ataupun implisit, baik pada peratur-
an perundang-undangan atau pemberlakuannya
yang membeda-bedakan warga negara yang akhir-
nya melahirkan ketidakadilan.
Dalam hal ini, upaya untuk menghapus diskrimi-
nasi banyak dihadapkan pada kendala penye-
suaian dan harmonisasi peraturan perundang-un-
dangan nasional pada awal pelaksanaan RPJMN
2004-2009. Tumpang tindihnya pengaturan dan
kepentingan sektoral banyak mendominasi upa-
ya penyesuaian berbagai peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan berbagai bentuk
penghapusan diskriminasi. Hal ini menyebabkan
terhambatnya upaya mengurangi perlakuan dis-
kriminasi terhadap warga negara pada berbagai
bidang kehidupan.
Selain itu, kualitas hukum dan kepastian hukum
dalam rangka mengurangi perlakuan diskriminasi
juga masih rendah. Dari sisi kuantitas, peraturan
perundang-undangan yang dihasilkan setiap ta-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 99 5/5/09 2:22:45 PM
100
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
hunnya cukup banyak. Namun, dari sisi kualitas,
masih banyak ditemui peraturan yang sebenarnya
mengandung perlakuan diskriminasi.
Hal lain adalah masih rendahnya kewibawaan
lembaga dan sistem peradilan yang saat ini men-
jadi sorotan masyarakat. Kondisi ini penting un-
tuk segera diatasi, mengingat keberhasilan pem-
bangunan untuk menciptakan masyarakat yang
sejahtera juga ditentukan oleh seberapa jauh
sistem hukum yang berlaku ditegakkan dengan
konsisten dan adil.
Sementara itu, pemahaman aparat dan sistem
pelayanan publik terhadap pentingnya peraturan
perundang-undangan yang tidak diskriminatif
masih relatif rendah. Pelayanan publik sebagai
salah satu fungsi utama penyelenggara negara
dalam lingkup eksekutif harus benar-benar men-
junjung tinggi asas kedudukan yang sama bagi se-
tiap warga negara di hadapan hukum. Selanjutnya,
apabila dalam pelaksanaannya terdapat peraturan
perundang-undangan yang bersifat diskriminatif
dan melanggar prinsip keadilan, maka harus be-
rani ditindaklanjuti dengan langkah menghapus
dan/atau melakukan berbagai perubahan.
Untuk mendukung upaya penghapusan diskrimi-
nasi dalam berbagai bentuk, sasaran yang ingin
dicapai dalam RPJMN 2004-2009 adalah:
1. Terlaksananya peraturan perundang-undang-
an yang tidak mengandung perlakuan diskri-
minasi, baik kepada setiap warga negara,
lembaga/instansi Pemerintah, maupun lem-
baga swasta/dunia usaha secara konsisten
dan transparan;
2. Terkoordinasikannya dan terharmonisasikan-
nya pelaksanaan peraturan perundang-un-
dangan yang tidak menonjolkan kepentingan
tertentu sehingga dapat mengurangi per-
lakuan diskriminatif terhadap warga negara;
3. Terciptanya aparat dan sistem pelayanan pu-
blik yang adil dan dapat diterima oleh setiap
warga negara.
Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai,
maka upaya penghapusan diskriminasi diarahkan
pada:
1. Kebijakan untuk menciptakan penegakan
dan kepastian hukum yang konsiten, adil dan
tidak diskriminatif;
2. Peningkatan upaya penghapusan segala ben-
tuk diskriminasi, termasuk ketidakadilan
gender. Harus dipahami bahwa setiap warga
negara memiliki kedudukan yang sama di ha-
dapan hukum, tanpa terkecuali;
3. Penerapan hukum yang adil, melalui perbaik-
an sistem hukum yang profesional, bersih
dan berwibawa.
Pencapaian sasaran tersebut dilaksanakan me-
lalui Program Peningkatan Pelayanan dan Ban-
tuan Hukum.
3.3.3. Pencapaian 2005-2008
3.3.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Berbagai upaya Pemerintah dalam pencapaian
sasaran penghapusan diskriminasi menunjukkan
hasil positif. Hal tersebut ditunjukkan, antara
lain, dengan dikeluarkannya berbagai peraturan,
antara lain:
1. Upaya penghapusan diskriminasi terhadap
Tenaga Kerja Indonesia (TKI), melalui UU
Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempat-
an dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Se-
lain itu dengan adanya Nota Kesepahaman
(Memorandum of Understanding/MoU) antara
Indonesia dan Malaysia juga merupakan upa-
ya perlindungan TKI khususnya TKI yang ber-
ada di Malaysia mengingat 90 persen buruh
migran di Malaysia berasal dari Indonesia;
2. Penghapusan diskriminasi yang menyangkut
kekerasan terhadap perempuan yang ditu-
angkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 ten-
tang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (UU PKDRT). UU ini ditindaklanjuti
LO_RPJMN-Bab 3.indd 100 5/5/09 2:22:46 PM
Bagian 3
101
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan
Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan
dalam Rumah Tangga;
3. Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekeras-
an Terhadap Perempuan (Komnas Perem-
puan) melalui Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 65 Tahun 2005. Perpres ini bertujuan
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan, pencegahan dan penanggu-
langan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan penegakan hak-hak asasi ma-
nusia perempuan di Indonesia;
4. Diratikasinya implementasi Kovenan Inter-
nasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya tahun 1966 melalui UU Nomor 11
Tahun 2005 tentang pengesahan Internati-
onal Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (CESCR) dan Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik tahun 1966 me-
lalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005
tentang pengesahan International Covenant on
Civil and Political Rights (CCPR). Keberadaan
kovenan-kovenan ini memberikan jaminan
perlindungan di bidang-bidang ekonomi, so-
sial, budaya, hak-hak sipil dan politik;
5. Dikeluarkannya UU Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan RI yang menggan-
tikan UU Nomor 62 Tahun 1958. UU baru ini
berbeda dari UU sebelumnya, yang hanya ber-
orientasi pada pria. UU terbaru ini berorien-
tasi pada kesetaraan gender, dan upaya per-
lindungan anti diskriminasi kepada golongan
etnis dan minoritas;
6. Pelegislasian UU Nomor 13 Tahun 2006 ten-
tang Perlindungan terhadap saksi dan korban
yang berupaya untuk pemenuhan hak dan
pemberian bantuan untuk memberikan rasa
aman kepada Saksi dan/atau Korban yang ti-
dak diskriminatif;
7. Terobosan hukum yang cukup signikan ada-
lah disahkannya UU Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perda-
gangan Orang (PTPPO). UU ini sebagai upaya
penghapusan diskriminasi dalam berbagai
bentuk, khususnya bagi kelompok-kelompok
rentan dalam masyarakat yang berpotensi
tinggi sebagai korban tindak pidana perda-
gangan orang akibat kemiskinan dan tingkat
pendidikan yang masih minim. UU PTPPO ini
memuat sanksi-sanksi yang lebih jelas dan
tegas serta perlindungan yang lebih baik de-
ngan mengatur pelayanan untuk pemulihan
sik dan psikis dari Pemerintah serta ganti
rugi dari pelaku. Lebih dari itu, adanya hak
bagi korban tindak pidana perdagangan orang
untuk tidak dijerat hukuman apabila dalam
posisi sebagai korban (misalnya pekerja seks
komersial dan pengedar narkoba);
8. Penandatanganan Konvensi Internasional
mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak-
hak dan Martabat Penyandang Cacat pada 30
Maret 2007. Demikian juga ditandatangani
Konvensi Internasional Perlindungan bagi
semua orang dari penghilangan paksa pada
12 Maret 2007;
9. Upaya penghapusan diskriminasipun seja-
lan dilakukan dengan memberi tempat ke-
pada keadilan dan kesetaraan gender dalam
pendirian dan pembentukan partai politik.
Implementasinya adalah pengaturan penyer-
taan 30 persen keterwakilan perempuan
dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Par-
tai Politik;
10. Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis me-
lalui UU Nomor 40 Tahun 2008. Dengan UU
ini, setiap warga negara bersamaan keduduk-
annya di dalam hukum dan berhak atas per-
lindungan terhadap setiap bentuk diskrimi-
nasi ras dan etnis.
Selain penerbitan peraturan perundang-undang-
an, Pemerintah berupaya mengurangi diskrimi-
nasi melalui berbagai upaya, antara lain:
1. Pelayanan publik prima dalam bentuk penya-
tuan kegiatan berbagai unit pelayanan dalam
satu kesatuan tempat yang terpadu (one stop
services). Hal ini sebagai upaya meminimali-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 101 5/5/09 2:22:46 PM
102
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sir perlakuan diskriminatif bagi masyarakat
pengguna diberbagai sektor;
2. Pelayanan dan bantuan hukum yang men-
jangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa
pengecualian. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945
menyatakan bahwa Setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat
yang sama guna mencapai persamaan dan ke-
adilan;
3. Penjaminan pelayanan hak-hak masyarakat
dari berbagai lapisan dengan akses informasi
yang sama serta transparan dari institusi-ins-
titusi Pemerintah dan proses peradilan. Hal
ini untuk menumbuhkan kembali keperca-
yaan terhadap penegakan hukum dan aparat-
nya di lndonesia;
4. Salah satu bentuk penghapusan diskriminasi
rasial lainnya adalah dengan Penetapan Ta-
hun Baru Cina atau Imlek sebagai hari libur
nasional. Hal ini memberikan kesempatan
kepada etnis Cina untuk merayakan Imlek
secara terbuka;
5. Penyelenggaraan bantuan konseling dan
pendampingan bagi perempuan korban ke-
kerasan dan pendidikan. Target utama pro-
gram ini adalah organisasi perempuan di dae-
rah. Ini bertujuan meningkatkan kapasitas
masyarakat sipil di tingkat lokal dalam rang-
ka mengurangi tindakan kekerasan terhadap
perempuan di daerah;
6. Berkaitan dengan diskriminasi dalam konteks
kewilayahan, Pemerintah membuat berbagai
kebijakan mengurangi kesenjangan antara wila-
yah barat dan wilayah timur, dan juga antara
daerah maju dan daerah tertinggal/terisolir;
7. Pemerintah juga menghapus diskriminasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik me-
lalui berbagai penyederhanaan persyaratan,
prosedur, serta peningkatan transparansi.
Dalam rangka mendukung peningkatan in-
vestasi telah dilakukan pendelegasian we-
wenang kepada 33 Kantor Wilayah Departe-
men Hukum dan HAM. Demikian pula,
peningkatan kualitas pelayanan melalui pro-
ses sistem informasi penyusunan prosedur
dan standardisasi persyaratan pelayanan jasa
hukum.
3.3.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai
bentuk mengalami beberapa permasalahan. Dari
segi peraturan perundang-undangan, beberapa
peraturan perundang-undangan telah diarahkan
untuk menghapuskan kesenjangan dan meng-
hilangkan praktik diskriminasi. Namun, perubah-
an yang diharapkan belum terwujudkan secara
optimal, antara lain disebabkan oleh belum di-
jadikannya acuan berbagai peraturan tersebut
dalam penanganan kasus hukum.
Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat
yang sama guna mencapai persamaan
dan keadilan
Ratikasi beberapa konvensi hak asasi manusia juga
belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal.
Sebagai contoh, implementasi Konvensi Hak Anak
(KHA) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang
belum optimal. Kurangnya kemauan atau komit-
men dari para instansi terkait, kurangnya koordi-
nasi antarkelembagaan untuk menjalankan keten-
tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
membuat proses untuk menjalankan ketentuan
tersebut menjadi terhambat.
Begitu juga, upaya memberikan perlindungan
perempuan, yang antara lain dengan diundang-
kannya UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (PKDRT), belum maksimal. UU tersebut
masih belum menciptakan efek jera bagi pelaku
kekerasan dalam rumah tangga serta institusi
peradilan belum sepenuhnya mempergunakan-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 102 5/5/09 2:22:47 PM
Bagian 3
103
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
nya dalam pertimbangan putusan hakim. Kom-
nas Perempuan mencatat bahwa pada 2006 ter-
jadi 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan
dan angka tersebut meningkat menjadi 25.552
kasus pada 2007. Konvensi Hak Anak (CRC) yang
diratikasi sejak 1990 belum juga memberikan
hasil-hasil yang signikan dalam upaya pembe-
rian perlindungan terutama hak-haknya sebagai
anak Indonesia. Negara masih memberikan per-
hatian yang sangat kecil dalam memprioritaskan
kesejahteraan dan kepentingan anak.
Kepentingan kelompok masyarakat kurang mam-
pu, dan rentan juga masih kurang mendapatkan
penanganan yang memadai. Selain itu, pelak-
sanaan dari ketentuan peraturan perundang-
undangan yang ada, khususnya yang berkaitan
dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat
secara tidak diskriminatif hanyalah menjadi slo-
gan belaka. Hal ini antara lain disebabkan karena
belum adanya batasan atau indikator yang jelas
dalam pemberian pelayanan maupun pemenuhan
perlindungan hak-hak kepada masyarakat kurang
mampu. Demikian pula, ketiadaan sanksi terha-
dap satu lembaga maupun instansi yang memberi-
kan pelayanan berbeda kepada setiap warga turut
memberikan pengaruh terhadap kelanggengan
praktik diskriminasi di berbagai bidang. Selain
itu, masalah pengawasan terhadap diskriminasi
sangat sulit dilakukan. Selama ini pengawasan
lebih banyak dilakukan atas inisiatif masyarakat
dalam upaya mengurangi praktik diskriminasi
yang dilakukan terhadap berbagai golongan ma-
syarakat.
Sementara itu, kondisi buruh atau tenaga kerja
sebagai kelompok masyarakat yang rentan terha-
dap tindakan diskriminatif dan memerlukan per-
lindungan, masih belum baik. Masih sering ter-
jadi penghentian hubungan kerja oleh berbagai
perusahaan karena alasan esiensi. Demikian
juga, belum terdapat kesepakatan yang dapat
memberikan keseimbangan antara pemenuhan
hak dan kewajiban di antara asosiasi pengusaha
dan serikat pekerja tentang hak-hak buruh. Hal
ini memicu berbagai unjuk rasa menentang kebi-
jakan yang dijalankan dan dirasakan masih tidak
adil serta merupakan bagian dari upaya mendis-
kriminasikan para buruh.
Diskriminasi juga terjadi pada kehidupan ma-
syarakat miskin atau kurang mampu, seperti
pada akses pelayanan kesehatan. Hal ini, antara
lain, disebabkan rendahnya kepedulian sosial pe-
Dok: Tempo, Yosep Arkian
LO_RPJMN-Bab 3.indd 103 5/5/09 2:22:49 PM
104
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
nyelenggara rumah sakit dan tidak adanya sanksi
yang tegas bagi rumah sakit yang menolak mem-
berikan pelayanan kesehatan bagi pasien miskin.
Sehingga tidak mengherankan penolakan dan
penahanan rumah sakit terhadap pasien miskin
masih sering terjadi. Kurangnya kesamaan cara
pandang dalam upaya penghapusan diskriminasi
dalam berbagai bentuk merupakan awal dari ti-
adanya koordinasi dalam pelaksanaan penegakan
hukum. Fakta demikian merupakan permasalah-
an penting di dalam upaya penghapusan diskri-
minasi.
3.3.4. Tindak Lanjut
3.3.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Berbagai pelaksanaan kegiatan yang belum sele-
sai pada 2008 akan dilanjutkan pada 2009. Secara
spesik, upaya yang akan dilakukan untuk menca-
pai sasaran dalam kurun waktu 2004-2009 adalah
meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan pemajuan hak asasi manusia. Hal
ini akan dilakukan baik melalui pembentukan per-
undang-undangan maupun penguatan kapasitas
penegak hukum dan masyarakat dalam rangka
mewujudkan kedudukan yang sama di hadapan
hukum pada setiap golongan masyarakat. Sehingga
diharapkan akan terlaksana peraturan perundang-
undangan yang tidak mengandung perlakuan dis-
kriminatif kepada setiap warga negara.
Langkah lainnya adalah menyelenggarakan pela-
yanan publik dan pelayanan hukum yang dapat
memenuhi rasa keadilan bagi setiap warga ne-
gara. Hal tersebut diupayakan melalui perbaikan
sistem pelayanan publik dan pelayanan hukum.
Demikian juga, Pemerintah akan meningkatkan
kegiatan dan kualitas pemberian bantuan hukum
kepada warga masyarakat kurang mampu yang
menghadapi masalah hukum di pengadilan. De-
ngan hal ini akan berkurang perlakuan diskrimi-
natif dan setiap warga negara memiliki keduduk-
an yang sama di hadapan hukum.
3.3.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Dengan menelaah capaian terakhir upaya pengha-
pusan diskriminasi dalam berbagai bentuk, maka
diperkirakan sasaran RPJMN pada akhir 2009
nanti akan tercapai meski tidak secara sempurna.
Terkait dengan terlaksananya peraturan perun-
dang-undangan yang tidak mengandung per-
lakuan diskriminasi, baik kepada setiap warga
negara, lembaga/instansi Pemerintah, maupun
lembaga swasta/dunia usaha secara konsisten
dan transparan, tampaknya akan mengarah pada
perbaikan, namun tidak secara keseluruhan.
Untuk terkoordinasikannya dan terharmonisa-
sikannya pelaksanaan peraturan perundang-un-
dangan yang tidak menonjolkan kepentingan
tertentu sehingga dapat mengurangi perlakuan
diskriminatif terhadap warga negara, diperki-
rakan akan tercapai. Hal ini diindikasikan dengan
semakin tingginya kesadaran dan kearifan ma-
syarakat dalam menerima perbedaan dan tidak
memberi perlakukan diskriminasi.
Untuk terciptanya aparat dan sistem pelayanan
publik yang adil dan dapat diterima oleh setiap
warga negara, hal ini pun diperkirakan akan ter-
capai, namun tidak sepenuhnya. Perlu waktu
yang lebih panjang untuk bisa beradaptasi dan
membangun budaya baru yang berorientasi pada
keadilan dan peniadaan diskriminasi.
3.3.5. Penutup
Diskriminasi merupakan salah satu bentuk keti-
dakadilan. Diskriminasi dalam praktik dapat ter-
jadi secara eksplisit ataupun secara terselubung.
Pada awal-awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009,
upaya untuk menghapus diskriminasi banyak
dihadapkan pada kendala pelaksanaan dalam me-
lakukan penyesuaian dan harmonisasi peraturan
perundang-undangan nasional. Tumpang tindih-
nya pengaturan dan kepentingan sektoral banyak
LO_RPJMN-Bab 3.indd 104 5/5/09 2:22:49 PM
Bagian 3
105
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
mendominasi upaya penyesuaian berbagai per-
aturan perundang-undangan yang terkait dengan
berbagai bentuk penghapusan diskriminasi. Hal
ini menyebabkan terhambatnya upaya untuk me-
ngurangi perlakuan diskriminasi terhadap warga
negara pada berbagai bidang kehidupan.
Dalam bidang perlindungan HAM, Indonesia
telah meratikasi Konvensi Internasional tentang
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dengan UU
Nomor 11 Tahun 2005 dan Konvensi Internasio-
nal tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dengan UU
Nomor 12 Tahun 2005. Selain itu, sebagai tindak
lanjut dari pelaksanaan Pasal 43 UU PKDRT, telah
dikeluarkan PP Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pe-
nyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Terobosan besar
dalam upaya penghapusan diskriminasi adalah
dengan disahkannya UU Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan RI menggantikan UU
Nomor 62 Tahun 1958.
Sebagai bentuk upaya penghapusan diskriminasi
rasial pada etnis Tionghoa, telah ditetapkan Tahun
Baru Cina atau Imlek sebagai hari libur nasional
yang memberikan kesempatan kepada etnis Tiong-
hoa untuk merayakan Imlek secara terbuka.
Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan,
telah dibentuk Komnas Perempuan melalui Per-
pres Nomor 65 Tahun 2005 yang bertugas un-
tuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan, pencegahan, dan penanggulangan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
penegakan HAM perempuan di Indonesia. Untuk
membantu warga masyarakat kurang mampu
yang terlibat dalam masalah hukum, telah pula
diberikan bantuan hukum untuk menyelesaikan-
nya. Sementara bagi membantu perempuan
korban KDRT, telah diselenggarakan bantuan
konseling dan pendampingan serta pendidikan
bagi organisasi perempuan di daerah. Demikian
pula, untuk mendukung upaya perlindungan ter-
hadap TKI, telah dilakukan sejumlah perbaikan
peraturan perundang-undangan yang diarahkan
untuk memberi penempatan dan perlindungan
TKI/TKW.
Dengan demikian, secara keseluruhan, upaya
penghapusan diskriminasi dalam berbagai ben-
tuk dalam 3 tahun terakhir ini telah lebih baik.
Meskipun sulit untuk memenuhi sasaran yang
telah ditetapkan pada akhir 2009 secara sem-
purna, namun capaian-capaian yang ada sudah
cukup memadai. Untuk mengupayakan pembe-
rantasan diskriminasi secara total ke depan,
maka Pemerintah akan mengupayakan hal ini se-
cara terus menerus dan konsisten, dimana untuk
itu bantuan dan kerjasama dari segenap lapisan
masyarakat teramat diperlukan.
Dok: Tempo, Arie Basuki
LO_RPJMN-Bab 3.indd 105 5/5/09 2:22:52 PM
Dok: Tempo, Tommy Satria
LO_RPJMN-Bab 3.indd 106 5/5/09 2:22:55 PM
Bagian 3
107
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.4.
Penghormatan, Pengakuan, dan
Penegakan Atas Hukum dan
Hak Asasi Manusia
3.4.1. Pengantar
Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan
pokok. Pemenuhan hak asasi manusia (HAM)
merupakan suatu keharusan agar warga negara
dapat hidup sesuai dengan kemanusiaannya.
HAM melingkupi antara lain hak atas kebebasan
berpendapat, hak atas kecukupan pangan, hak
atas rasa aman, hak atas penghidupan dan pe-
kerjaan, hak atas hidup yang sehat serta hak-hak
lainnya sebagaimana tercantum dalam Deklarasi
Hak Asasi Manusia pada 1948.
Penghormatan terhadap hukum dan HAM meru-
pakan suatu keharusan dan tidak perlu ada tekan-
an dari pihak manapun untuk melaksanakannya.
Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya
juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi
warga negara. Hak asasi tidak sebatas pada ke-
bebasan berpendapat ataupun berorganisasi,
tetapi juga menyangkut pemenuhan hak atas
keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendi-
dikan, kesehatan, rasa aman, penghidupan yang
layak, dan lain-lain. Beberapa aspek dari HAM
bukan hanya kewajiban Pemerintah, akan tetapi
juga seluruh warga negara untuk memastikan
terpenuhinya hak tersebut secara konsisten dan
berkesinambungan.
3.4.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pemerintah secara terus menerus berupaya untuk
meningkatkan penghormatan, pengakuan, dan
penegakan atas hukum dan HAM dengan proses
yang lebih transparan dan melibatkan tidak saja
instansi/lembaga Pemerintah, tetapi juga ber-
bagai organisasi non-Pemerintah dan organisasi
lainnya.
Pada awal-awal tahun pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 masih banyak ditemui berbagai permasalah-
an terkait dengan penghormatan, pengakuan, dan
penegakan atas hukum dan HAM, antara lain:
1. Masih banyaknya pelanggaran hukum dan
HAM;
2. Banyaknya pelanggar HAM yang tidak dapat
bertanggung-jawab dan tidak dapat dihukum
(impunitas);
3. Tidak berfungsinya institusi-institusi nega-
ra yang berwenang dan wajib menegakkan
HAM;
4. Penegakan hukum dan kepastian hukum be-
lum dinikmati oleh masyarakat Indonesia;
5. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak te-
gas, dan diskriminatif;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 107 5/5/09 2:22:56 PM
108
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Selama 2001-2004, penanganan perkara ko-
rupsi oleh Kejaksaan Agung masih belum
optimal terinformasikan secara luas kepada
masyarakat;
7. Besarnya harapan masyarakat dan tuntutan
terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Ko-
rupsi (KPK) dan pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) untuk menegakkan hukum
dan kepastian hukum;
8. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak
pidana korupsi seringkali tidak tuntas.
Untuk mendukung upaya penghormatan, pe-
ngakuan, dan penegakan atas hukum dan HAM,
sasaran yang ingin dicapai dalam RPJMN 2004-
2009 adalah terlaksananya berbagai langkah-
langkah rencana aksi yang terkait dengan peng-
hormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap
hukum dan HAM, antara lain:
1. Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2004-2009;
2. Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Ko-
rupsi (RAN-PK) 2004-2009;
3. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploi-
tasi Seksual Komersial Anak ;
4. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-
bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ;
5. Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PN-
BAI) 2015.
1. Meningkatkan upaya pemajuan, perlindung-
an, upaya penghormatan, pengakuan, dan
penegakan hukum dan HAM;
2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen,
tidak diskriminatif, dan memihak pada rak-
yat kecil;
3. Menggunakan nilai-nilai budaya daerah se-
bagai salah satu sarana untuk mewujudkan
terciptanya kesadaran hukum masyarakat;
4. Meningkatkan kerjasama yang harmonis anta-
ra kelompok atau golongan dalam masyarakat,
agar mampu saling memahami dan menghor-
mati keyakinan dan pendapat masing-masing;
5. Memperkuat dan melakukan konsolidasi de-
mokrasi.
Pencapaian sasaran Penghormatan, Pengakuan
dan Penegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Ma-
nusia dilaksanakan melalui Program Penegakan
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
3.4.3. Pencapaian 2005-2008
3.4.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Selama empat tahun pelaksanaan RPJMN 2004-
2009, pencapaian penanganan korupsi di Indo-
nesia telah memperlihatkan hasil yang cukup
menggembirakan. Indek Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia mengalami peningkatan dari 1,9 pada
2004 menjadi 2,6 pada 2008.
Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras
Pemerintah untuk terus menanggulangi pena-
nganan korupsi. Pemerintah melakukan beberapa
upaya pemberantasan korupsi yang bersifat pre-
ventif melalui beberapa kegiatan, antara lain:
1. Konsultasi dan Kampanye Publik Rencana
Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN
PK) yang terdiri dari strategi pencegahan,
penindakan, pencegahan dan penindakan
korupsi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi,
serta monitoring dan evaluasi. Sampai Okto-
Salah satu faktor penting yang
mendukung keberhasilan proses
pemeriksaan kasus korupsi, adalah
dengan dikeluarkannya Undang-Undang
(UU) Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban
Upaya penghormatan, pengakuan, dan penegakan
atas hukum dan HAM diarahkan untuk mening-
katkan pemahaman, menciptakan penegakan dan
kepastian hukum yang konsisten terhadap HAM
serta perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif
dengan langkah-langkah:
LO_RPJMN-Bab 3.indd 108 5/5/09 2:22:56 PM
Dok: Tempo, Ayu Ambong
Bagian 3
109
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
ber 2008 kegiatan tersebut telah dilakukan
hampir di seluruh provinsi, beberapa kabu-
paten/kota, dan kementerian/lembaga;
2. Sosialisasi dan penyuluhan gratikasi diberi-
kan kepada instansi Pemerintah maupun
swasta;
3. Pendidikan Anti Korupsi untuk Pelajar dan
Mahasiswa melalui training of trainer (TOT)
di 37 Universitas;
4. Penandatanganan nota kesepahaman antara
KPK dengan 67 perguruan tinggi negeri dan
swasta di seluruh Indonesia;
5. Kegiatan pendidikan anti-korupsi untuk SMP
dan SMA.
Langkah represif juga dilakukan oleh instansi/
lembaga penegak hukum terhadap tindak pidana
korupsi. Selama 2007, instansi kejaksaan telah
menyelesaikan penyidikan perkara tindak pidana
korupsi sebanyak 388 perkara dari 1.649 perkara,
selanjutnya telah masuk ke tahap penuntutan ke
pengadilan negeri sebanyak 661 perkara dan telah
diselesaikan sejumlah 625 perkara. Sementara,
KPK telah melakukan penyelidikan sebanyak 68
kasus, penyidikan 29 kasus yang terdiri dari 8 ka-
sus merupakan sisa dari 2006 dan 28 kasus dari
2007. Sedangkan pada tahap penuntutan telah
diselesaikan sebanyak 24 perkara yang terdiri
dari 10 perkara sisa tahun 2006 dan 14 perkara
dari 2007. Selain itu telah dihasilkan sebanyak 21
perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (putusan Inkracht).
Salah satu faktor penting yang mendukung ke-
berhasilan proses pemeriksaan kasus korupsi,
adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang
(UU) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindung-
an Saksi dan Korban. Terbitnya UU tersebut di-
harapkan dapat memacu masyarakat untuk me-
laporkan adanya dugaan korupsi.
Di bidang perlindungan HAM, Komnas HAM
sepanjang 2005 sampai dengan Juni 2006 Peme-
rintah telah melakukan kegiatan pemantauan
terhadap beberapa kasus yang mempunyai indi-
kasi adanya pelanggaran HAM. Berbagai kasus
ini antara lain: peristiwa Talangsari; peristiwa
Ahmadiyah, dan permasalahan yang terkait de-
ngan pemberian suaka oleh Pemerintah Australia
LO_RPJMN-Bab 3.indd 109 5/5/09 2:23:03 PM
110
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kepada 43 orang yang berasal dari Provinsi Papua.
Dalam kaitannya dengan fungsi Komnas HAM se-
bagai lembaga penyelidik pada pelanggaran HAM
berat sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun
2000, pada Maret 2002 Komnas HAM telah me-
nyerahkan hasil penyelidikan kepada Kejaksaan
Agung sebagai lembaga penyidik menyangkut
peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.
Terkait dengan penegakan dan perlindungan
HAM, sampai saat ini juga terus dilakukan ke-
giatan-kegiatan di berbagai bidang seperti yang
tercantum dalam Rencana Aksi Nasional HAM
(RAN-HAM). Rencana aksi ini tertuang dalam
Keppres Nomor 40 Tahun 2004 tentang RAN-
HAM 2004-2009 disertai dengan kegiatan moni-
toring dan evaluasi pelaksanaan. Pada 2007, telah
diselesaikan seluruh pembentukan dan penguat-
an institusi pelaksana RAN-HAM di daerah dan
telah dilaksanakan sosialisasi dalam penyusun-
an program terhadap kepanitiaan dari institusi
pelaksana ke 46 daerah kabupaten di luar Jawa.
Di bidang perlindungan anak, Pemerintah telah
memperkuat kebijakan nasional dan kerangka
perundang-undangan untuk melindungi hak-
hak anak untuk menghapuskan bentuk-bentuk
terburuk pekerja anak, penghapusan eksploitasi
seksual komersial terhadap anak, perdagangan
anak, status kewarganegaraan, dan perlindungan
dari tindak kekerasan, yang tercantum dalam be-
berapa peraturan perundang-undangan, yaitu :
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 ten-
tang Ketenagakerjaan, yang mengamanatkan
bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan
anak dan melibatkan anak pada pekerjaan-
pekerjaan terburuk.
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, meng-
amanatkan bahwa setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas ta-
hun wajib mengikuti pendidikan dasar.
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ten-
tang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 ten-
tang pengesahan International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (Konvensi
Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya), mengamanatkan hak
atas perlindungan dan bantuan yang seluas
mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang
muda.
5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 ten-
tang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
mengamanatkan bahwa status Kewarganega-
raan Republik Indonesia terhadap anak.
6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ten-
tang Pemberantasan Tindak Pidana Perda-
gangan Orang.
Dalam upaya pencapaian sasaran tersebut telah
dilakukan langkah-langkah strategis perlindung-
an terhadap anak, bekerjasama dengan seluruh
instansi yang terkait dengan perlindungan anak,
di tingkat pusat dan daerah, selain itu pemerin-
tah juga bekerjasama dengan badan-badan inter-
nasional, seperti UNICEF, UNESCO dan ILO.
Pada fase pertama program penghapusan pekerja
anak RAN di Indonesia tahun 2004-2007, tercatat
13.922 anak telah ditarik dari pekerjaannya, dan
29.863 anak lagi berhasil dicegah masuk ke em-
pat sektor pekerjaan terburuk.
Rencana Aksi Nasional tahap kedua, yang dimulai
tahun 2008 hingga empat tahun ke depan, me-
makai dua strategi dasar, yaitu (1) mendorong
perbaikan kebijakan-kebijakan dan tumbuhnya
lingkungan kebijakan yang mendukung pengha-
pusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk
anak dan (2) intervensi langsung di empat sektor
pekerjaan terburuk buat anak, tujuan intervensi
ini adalah mencegah dan menarik anak yang
bekerja di sektor terburuk agar tidak lagi bekerja
lagi di sana.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 110 5/5/09 2:23:03 PM
Bagian 3
111
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3.4.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Penegakan hukum di Indonesia memang masih
belum optimal. Hal itu antara lain, ditunjukkan
oleh masih rendahnya kinerja lembaga peradilan.
Belum adanya penyelesaian beberapa kasus ko-
rupsi besar menyebabkan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap kesungguhan Pemerintah
untuk memberantas korupsi.
Begitu juga, belum membaiknya kondisi kehidup-
an ekonomi sebagian rakyat menyebabkan mere-
ka tidak menikmati hak-hak dasarnya. Hak dasar
ini seperti hak atas pekerjaan yang layak, hak atas
upah yang adil sesuai dengan prestasi dan yang
dapat menjamin kelangsungan kehidupan ke-
luarga mereka. Tidak terpenuhinya hak dasar ini
juga yang menyebabkan masih besarnya masyara-
kat yang hidup dalam kemiskinan. Di samping
itu, pemenuhan hak atas pendidikan juga belum
sepenuhnya dinikmati oleh anggota masyarakat,
khususnya yang lemah kondisi ekonominya.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan
masyarakat antara satu negara dan negara lain
menjadi makin tinggi. Dengan demikian, kecen-
derungan munculnya kejahatan yang sifatnya
transnasional menjadi makin sering terjadi. Ke-
jahatan-kejahatan tersebut, antara lain, terkait
dengan masalah narkotika, pencucian uang (mo-
ney laundering), dan terorisme. Salah satu perma-
salahan yang sering timbul adalah adanya peredar-
an dokumen keimigrasian palsu.
Permasalahan lain yang terkait dengan penghor-
matan dan penegakan HAM adalah masih marak-
nya praktik diskriminasi dan ketidakadilan, ra-
sialisme, dan konik-konik yang sarat dengan
nuansa kekerasan. Adanya pemberian impunitas
pada pelaku kasus-kasus pelanggaran HAM me-
nimbulkan kesan belum tuntasnya penyelesaian
kasus-kasus tersebut. Begitupula lambatnya pe-
laksanaan RAN-HAM 2004-2009 juga menjadi
faktor belum maksimalnya penegakan HAM di
Indonesia.
Dalam rangka penanganan kasus korupsi dan
pelanggaran HAM di Indonesia, beberapa perma-
salahan yang sampai saat ini masih dihadapi oleh
instansi penegak hukum dan lembaga indepen-
den seperti KPK dan Komnas HAM, antara lain:
1. Belum sempurnanya peraturan perundang-
undangan yang mengatur hukum mate-
riil maupun formil, serta masih terbatasnya
pemahaman baik dari aparat penegak hukum
maupun masyarakat umum terhadap hukum
yang ada;
2. Masih adanya kelemahan pada UU Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah de-
ngan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pem-
berantasan Tindak Pidana Korupsi. Demikian
juga, masih ada kelemahan pada UU Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberan-
tasan Korupsi (KPK). Dua hal ini menyebab-
kan masalah adanya permasalahan dalam
penanganan kasus korupsi;
3. Ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia mensyaratkan
adanya persetujuan DPR dalam pembentukan
Pengadilan Ad Hoc HAM. Hal ini menyebab-
kan beberapa kasus pelanggaran HAM berat
seperti kasus Tanjung Priok 1984, Kerusuhan
Mei 1998, Trisakti 1998, Semanggi I dan Se-
manggi II, Timor Timur 1999, Abepura 2000,
peristiwa Wasior 2001-2002, dan Peristiwa
Wamena 2003 belum dapat ditindaklanjuti
oleh kejaksaan. Namun, penyelidikan kasus-
kasus tersebut telah dilakukan dan diserahkan
oleh Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung;
4. Terkait upaya pencegahan korupsi melalui
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 ten-
tang RAN PK, kegiatan itu belum menunjuk-
an hasil yang optimal karena masih banyak
instansi/lembaga baik di pusat maupun di
daerah yang belum mengimplementasikan-
nya.
Berbagai kendala dihadapi dalam melaksanakan
perlindungan terhadap anak, yaitu :
LO_RPJMN-Bab 3.indd 111 5/5/09 2:23:04 PM
112
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
1. Budaya sebagian masyarakat bahwa anak
bekerja merupakan bagian dari proses pen-
didikan sebagai bekal untuk memasuki usia
dewasa dan bekerja juga merupakan sarana
untuk berbakti kepada orang tua.
2. Koordinasi antar sektor terkait dan antara
pusat dan daerah belum berjalan sesuai de-
ngan yang diharapkan.
3. Belum berfungsinya sistem pengawasan ter-
hadap kebijakan tersebut.
3.4.4. Tindak Lanjut
3.4.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Dalam kurun waktu setahun kedepan, penegakan
hukum dan HAM menjadi tumpuan penegakan
hukum dan HAM dalam rangka merebut kembali
kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Un-
tuk itu, tiga agenda penegakan hukum dan HAM
akan diprioritaskan pada: pemberantasan korup-
si; anti-terorisme; serta pembasmian penyalahgu-
naan narkotika dan obat berbahaya.
Ketiga prioritas ini akan diupayakan melalui tin-
dakan preventif dan represif. Beberapa kegiatan
pokok yang akan dilakukan antara lain:
1. Penanganan perkara pidana khusus/umum,
perdata tata usaha negara, pelanggaran
HAM;
2. Pembinaan kepribadian dan keterampilan
narapidana;
3. Peningkatan penyelenggaraan kerjasama in-
ternasional dalam rangka penegakan hukum;
4. Kerjasama antar-instansi Pemerintah;
5. Koordinasi kerjasama penerapan dan peme-
nuhan HAM;
6. Penyelenggaraan pemantauan pelaksanaan
perlindungan pemajuan dan penegakan
HAM;
7. Pelaksanaan intelijen dalam rangka pena-
nganan/penyelidikan kasus;
8. Penindakan hukum terhadap tindak pidana
korupsi;
9. Penyelenggaraan penyelidikan pelanggaran
kasus HAM.
Begitu juga, upaya penegakan hukum di luar pe-
nanganan kasus korupsi terus dilanjutkan. Ber-
bagai pembenahan juga akan terus menerus di-
lakukan melalui memperbaiki sistem, mekanisme
serta prosedur yang dapat mempermudah serta
memperlancar pelaksanaan program penegakan
hukum yang selama ini berjalan. Memang, ber-
bagai upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut
belum dapat memenuhi harapan dan keinginan
dari masyarakat. Sebab diperlukan waktu yang
panjang untuk mencapai keberhasilan dari pro-
ses pelaksanaan program penegakan hukum dan
HAM yang telah berjalan.
Upaya perlindungan bagi anak
Indonesia yang terdiri dari upaya
perlindungan bidang pendidikan,
kesehatan serta sosial diharapkan dapat
segera dilaksanakan sesuai dengan
komitmen yang telah disepakati bersama
dalam RAN-PNBAI
Demikian pula dalam pelaksanaan RAN-HAM,
sampai saat ini telah dilakukan langkah-langkah
pembentukan serta penguatan institusi pelak-
sana di daerah. Begitu juga, telah dilaksanakan
sosialisasi dalam penyusunan program dari in-
situsi pelaksana di beberapa daerah kabupaten.
Diharapkan, proses penyusunan program dapat
diterapkan di daerah-daerah tersebut. Demikian
pula, bisa diaplikasikan rencana-rencana kegiatan
yang telah disusun sehingga sasaran dari diben-
tuknya RAN HAM dapat segera tercapai.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 112 5/5/09 2:23:04 PM
Bagian 3
113
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Untuk meningkatkan pemenuhan hak perlin-
dungan anak, pemerintah dalam kebijakan kede-
pan memprioritaskan kegiatan pada: (1) Percepat-
an pelaksanaan Rencana Aksi Nasional, (2)
Mengadvokasi pemerintah daerah, masyarakat,
dan organisasi non pemerintah tentang peme-
nuhan hak dan perlindungan anak, (3) Mening-
katkan pengetahuan orang tua dan masyarakat
tentang pemenuhan hak dan perlindungan anak,
(4) Meningkatkan sumberdaya bagi perlindungan
anak, dan (5) Meningkatkan koordinasi kerjasa-
ma antar lembaga dalam upaya pemenuhan hak
dan perlindungan anak.
Pelaksanaan RAN-PNBAI juga terus menerus di-
lakukan. Sampai saat ini, telah berhasil disusun
rencana aksi bidang perlindungan anak, terutama
dari segi perlindungan hukum bagi anak Indone-
sia. Rencana aksi yang dilakukan ini merupakan
komitmen dan tanggung-jawab dari Pemerintah
Indonesia untuk melakukan upaya perlindung-
an secara maksimal bagi anak Indonesia. Upaya
perlindungan bagi anak Indonesia yang terdiri
dari upaya perlindungan bidang pendidikan, ke-
sehatan serta sosial diharapkan dapat segera di-
laksanakan sesuai dengan komitmen yang telah
disepakati bersama dalam RAN-PNBAI oleh ma-
sing-masing instansi pelaksana terkait.
3.4.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Berdasarkan capaian-capaian yang diperoleh hing-
ga akhir 2008, maka sampai akhir pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 diperkirakan:
1. Hadirnya sejumlah layanan konsultasi publik
tentang RAN-PK di pusat dan daerah sebagai
kelanjutan dari pelaksanaan konsultasi pu-
blik yang telah dilakukan tahun-tahun sebe-
lumnya di daerah;
2. Adanya pembentukan Rencana Aksi Daerah
Pemberantasan Korupsi (RAD-PK). Pemben-
tukan RAD-PK ini merupakan bagian dari
upaya dan komitmen penyelenggaraan pem-
berantasan korupsi di tingkat daerah. Se-
Dok: Tempo, Usman Iskandar
LO_RPJMN-Bab 3.indd 113 5/5/09 2:23:07 PM
114
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tabel 3.4.1.
Sasaran Program dan Pencapaian Bidang Penghormatan, Pengakuan, dan
Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia
No. Sasaran/Program
Indikator (Satuan)
Kondisi
Awal
2004
2005 2006 2007 2008
Penghormatan, Pengakuan
dan Penegakan Atas Hukum
dan HAM
1. Terlaksananya berbagai lang-
kah-langkah Rencana Aksi
yang terkait dengan peng-
hormatan, pemenuhan dan
penegakan terhadap hukum
dan hak asasi manusia
Permasalahan
HAM
Kasus 3.140 3.291 1.351 448
Kekerasan
Terhadap
Perempuan
Kasus 14.020 20.391 22.512 25.552
2. Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi
Indeks Per-
sepsi Korupsi
IPK 1.9 2.0 2.2 2.4 2.6
3. Rencana Aksi Nasional Peng-
hapusan Eksploitasi Seksual
Komersial Anak
Eksploitasi
seksual anak
Kasus 221 327
Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk
Anak
Pekerja anak persen 5.98per-
sen
5.52per-
sen
4.56per-
sen
3.75per-
sen
Program Nasional Bagi Anak
Indonesia (PNBAI) 2015.
Kekerasan
pada Anak
Anak
Kasus
2.801
441
2.789
736
1.394
600
455
Malnutrisi persen 9.3 8.8
HIV/AIDS
pada Anak
Anak 199 127
dangkan komitmen untuk pemberantasan
korupsi di tingkat pusat, selain RAN-PK, juga
pelaksanaan Rencana Aksi Instansi (RAI);
3. Dituntaskannya sejumlah kasus korupsi yang
menyita perhatian masyarakat dan menim-
bulkan banyak kerugian negara.
4. Bidang perlindungan anak diperkirakan pada
akhir tahun, pencapaian sasaran dengan di-
tetapkannya perubahan Undang-Undang Per-
adilan Anak No. 3 Tahun 1997 yang didukung
oleh pelaksanaan strategi nasional akses ter-
hadap keadilan.
5. Ditetapkannya Undang-Undang tentang Pe-
ngadilan tipikor sebagaimana pelaksanaan
putusan Mahkamah Konstitusi.
6) Meningkatnya kesejahteraan aparat penegak
hukum melalui referensi birokrasi.
3.4.5. Penutup
Secara umum, upaya-upaya yang dilakukan un-
tuk menciptakan penghormatan, pengakuan, dan
penegakan hukum dan HAM semakin memperli-
hatkan perkembangan yang positif, baik di ling-
kungan penyelenggara negara, dunia usaha, mau-
pun masyarakat.
Terkait dengan upaya pemberantasan korupsi,
banyaknya praktik korupsi yang terjadi hampir
pada semua bidang menyebabkan penanganan-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 114 5/5/09 2:23:08 PM
Bagian 3
115
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
nya membutuhkan kerja keras dari aparat pe-
negak hukum, baik yang berada di KPK maupun
Kejaksaan. Mengingat terbatasnya sumberdaya,
maka penanganan kasus korupsi harus dilakukan
melalui penentuan skala prioritas, transparan,
dan akuntabel, khususnya terhadap kasus-kasus
korupsi yang menarik perhatian masyarakat. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari kesan te-
bang pilih dalam hal penanganan kasus korupsi
yang ada pada saat ini. Meskipun masih banyak
kritikan terhadap penanganan kasus korupsi yang
ada saat ini, namun di sisi lain upaya yang telah
dilakukan oleh aparat penegak hukum tersebut
sudah mulai memberikan dampak iklim rasa ta-
kut untuk melakukan korupsi.
Sebagai bagian dalam upaya penanganan kasus
korupsi, salah satu permasalahan yang dihadapi
adalah isu yang menyangkut pengembalian aset
negara yang dikorupsi. Belum adanya peraturan
pelaksanaan yang mengatur mengenai mekanis-
me yang transparan dalam pengembalian aset
negara yang dikorupsi serta lembaga yang mena-
nganinya. Untuk mengatasi permasalahan terse-
but perlu adanya ketentuan yang mengatur
mengenai mekanisme yang transparan dalam
pengembalian aset negara yang dikorupsi serta
lembaga yang menanganinya.
Secara keseluruhan, diperlukan waktu yang pan-
jang untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan
program penghormatan, pengakuan, dan pene-
gakan hukum dan HAM yang telah berjalan.
Komitmen dan koordinasi yang sinkron dan solid
dari berbagai instansi terkait bidang penegakan
hukum yang bermuara serta mengarah kepada
upaya perbaikan program penegakan hukum di
masa mendatang merupakan langkah yang perlu
terus dilakukan. Sehingga, walaupun sasaran dari
RPJMN 2004-2009 belum sepenuhnya terpenuhi,
namun langkah-langkah dan upaya menuju arah
perbaikan yang telah dilakukan tersebut meru-
pakan langkah nyata untuk memperkecil kesen-
jangan dalam pencapaian sasaran penegakan hu-
kum dan HAM.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 115 5/5/09 2:23:08 PM
Dok: Tempo, Bagus Indahono
LO_RPJMN-Bab 3.indd 116 5/5/09 2:23:11 PM
Bagian 3
117
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.5.
Peningkatan Kualitas Kehidupan dan
Peran Perempuan serta Kesejahteraan
dan Perlindungan Anak
3.5.1. Pengantar
Peningkatan kualitas hidup dan peran perem-
puan, serta kesejahteraan dan perlindungan anak
merupakan bagian penting dalam upaya pemba-
ngunan sumberdaya manusia yang berkualitas.
Untuk itu, pembangunan nasional selayaknya
memberikan akses yang memadai bagi perem-
puan untuk berpartisipasi dalam pembangunan,
memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta
turut mempunyai andil dalam proses pengenda-
lian/kontrol pembangunan.
Selain itu, anak sebagai generasi penerus bangsa
harus terus ditingkatkan kesejahteraan dan per-
lindungannya. Sehingga terwujud anak Indonesia
yang sehat, cerdas, ceria, bertakwa, dan terlin-
dungi. Pembangunan nasional juga harus me-
megang prinsip pemenuhan hak asasi manusia,
yang salah satunya tercermin dalam pencapaian
keadilan dan kesetaraan gender serta pemenuhan
hak-hak anak.
3.5.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN 2004-2009 peningkatan kuali-
tas hidup dan peran perempuan serta kesejahte-
raan dan perlindungan anak dihadapkan pada
permasalahan sebagai berikut:
1. Belum terjaminnya keadilan gender dalam
berbagai perundangan, program pembangun-
an dan kebijakan publik. Hal ini secara nyata
dapat dilihat dari masih rendahnya kualitas
hidup perempuan di bidang pendidikan, ke-
sehatan, ekonomi, dan politik dibandingkan
dengan laki-laki, sebagai berikut:
a. Di bidang pendidikan, persentase pen-
duduk perempuan usia 10 tahun ke atas
yang tidak/belum pernah sekolah sebe-
sar 11,56 persen. Sementara besarnya
persentase penduduk laki-laki hanya se-
tengahnya yaitu 5,43 persen. Demikian
juga, persentase perempuan yang buta
huruf, persentasenya sekitar 12,3 persen
dibandingkan dengan penduduk laki-laki
yang hanya 5,8 persen;
b. Di bidang kesehatan, Angka Kematian Ibu
(AKI) masih tinggi, yaitu 307 per 100.000
kelahiran hidup. Selain itu, prevalensi
anemia karena kekurangan zat besi pada
ibu hamil juga masih tinggi, yaitu 45,0
persen;
c. Di bidang ekonomi, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) perempuan ma-
sih relatif rendah yaitu 45 persen bila
dibandingkan dengan TPAK laki-laki yai-
tu 76 persen;
d. Di bidang politik, ketertinggalan perem-
puan masih sangat jauh. Hasil pemilu
2004 menunjukkan bahwa keterwakilan
perempuan di lembaga legislatif hanya 11
persen di DPR dan 19,8 persen di DPD;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 117 5/5/09 2:23:12 PM
118
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
e. Kualitas hidup perempuan juga tidak ter-
lepas dari tingkat keterlindungan dari ber-
bagai bentuk diskriminasi dan kekerasan.
Data dari Pusat Krisis Terpadu Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo menunjuk-
kan bahwa jumlah kasus kekerasan terha-
dap perempuan terus meningkat dari 226
kasus pada 2000 dan meningkat menjadi
655 kasus pada 2003;
2. Masih signikannya kesenjangan gender dalam
pembangunan. Berdasarkan Laporan Pemba-
ngunan Indonesia, nilai Gender Development
Index (GDI) pada 2002 hanya 0,592 dibanding-
kan dengan Human Development Index (HDI)
0,658. Begitu pula Gender Empowerment Mea-
surement (GEM) Indonesia, hanya 0,546 pada
2002. Sehingga cukup jelas terjadi kesenjang-
an gender (gender gap), yang merupakan selisih
HDI dengan GDI sebesar 0,066;
3. Masih perlunya perhatian yang besar ter-
hadap kesejahteraan dan perlindungan anak.
Pada 2003, di bidang pendidikan, Angka
Partisipasi Sekolah (APS) anak usia 13-15
tahun dan 16-18 tahun masih belum maksi-
mal, yaitu baru mencapai 80,43 persen dan
50,65 persen, walaupun untuk pendidikan
dasar APS anak usia 7-12 tahun sudah tinggi,
yaitu 99,3 persen. Pendidikan anak usia dini
juga masih sangat memerlukan peningkatan.
Anak kelompok usia 3-4 tahun dan 5-6 tahun
yang mengikuti pendidikan prasekolah ma-
sing-masing hanya 12,78 persen dan 32,39
persen. Di bidang kesehatan, dapat dilihat
bahwa angka kematian bayi berdasarkan hasil
Survey Demogra dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2003 adalah 35 per 1.000 kelahiran
hidup dan prevalensi kurang gizi pada balita
masih 25,8 persen (pada 2002). Pada 2000,
terdapat 5,6 persen anak umur 10-14 tahun
yang bekerja, yang mana 73,1 persen dari me-
reka bekerja lebih dari 35 jam/minggu dan
72,0 persen bekerja di sektor pertanian.
Dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan
dan peran perempuan serta kesejahteraan dan
perlindungan anak, sasaran pembangunan yang
hendak dicapai berdasarkan RPJM tahun 2004
2009, adalah:
1. Terjaminnya keadilan gender dalam berbagai
perundangan, program pembangunan, dan
kebijakan publik;
2. Menurunnya kesenjangan pencapaian pem-
bangunan antara perempuan dan laki-laki,
yang diukur oleh angka GDI dan GEM;
3. Menurunnya tindak kekerasan terhadap pe-
rempuan dan anak; serta
4. Meningkatnya kesejahteraan dan perlindung-
an anak.
Keempat sasaran tersebut dicapai melalui: 1)
Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlin-
dungan Perempuan, 2) Program Peningkatan
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, 3) Pro-
gram Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan
Gender dan Anak, dan 4) Program Keserasian
Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perem-
puan.
3.5.3. Pencapaian 2005 2008
3.5.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Berbagai upaya telah dilakukan melalui empat
program pembangunan untuk mencapai sasaran
yang tersebut di atas. Adapun capaian pemba-
ngunan bidang pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak selama periode 2005 hingga
2008 adalah sebagai berikut:
Pencapaian Sasaran 1: Terjaminnya Keadilan
Gender dalam Berbagai Perundangan, Pro-
gram Pembangunan, dan Kebijakan Publik
Pencapaian sasaran pertama ditunjukkan oleh be-
berapa indikator capaian, sebagai berikut:
1. Pengarusutamaan Gender (PUG)
Pada 2007 evaluasi pelaksanaan PUG dilakukan di
18 kementerian/lembaga, 7 provinsi, dan 7 kabu-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 118 5/5/09 2:23:12 PM
Bagian 3
119
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
paten/kota. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan
umumnya kementerian/lembaga dan daerah telah
melaksanakan PUG, namun tingkat capaiannya
relatif rendah. Beberapa faktor penyebabnya ada-
lah: (a) lemahnya dukungan politik dan kebijakan
yang disertai dengan kurangnya pemahaman para
pimpinan dan pengambil kebijakan; (b) kurang
tersosialisasikannya payung hukum PUG (Inpres
No. 9 tahun 2000, RPJMN 2004-2009, dan Kep-
Mendagri No. 32 tahun 2003); (c) kelangkaan
data terpilah, dan kurangnya kemauan politik
pimpinan yang berwenang dalam hal penyediaan
data yang terpilah menurut jenis kelamin, serta
tidak adanya keharusan untuk menyediakan data
terpilah dan menggunakannya dalam melakukan
analisis perencanaan; (d) masih rendahnya posisi
struktural penanggung jawab PUG; (e) belum op-
timalnya wadah fungsional; (f) kurangnya advo-
kasi gender bagi para pimpinan; (g) dan kurang-
nya jumlah sumberdaya manusia (SDM) yang
handal dalam melakukan analisis gender.
Dalam rangka penguatan kelembagaan pengarus-
utamaan gender, output yang telah dicapai antara
lain adalah:
1. Terlaksananya sosialisasi dan advokasi penga-
rusutamaan gender di 39 kementerian/lem-
baga, 33 provinsi dan 390 kabupaten/kota;
2. Tersusunnya materi pengintegrasian isu per-
lindungan perempuan ke dalam proses peng-
arusutamaan gender, bahan informasi keke-
rasan dalam rumah tangga, dan pedoman
penanganan bencana yang responsif gender;
3. Terbentuknya kelembagaan struktural dan
kelembagaan fungsional pengarusutamaan
gender dalam bentuk kelompok kerja di
provinsi dan kabupaten/kota;
4. Terbinanya 33 pusat studi wanita/gender
(PSW/G) sebagai mitra kerja Pemerintah un-
tuk menyiapkan hasil penelitian sebagai ba-
han advokasi kebijakan daerah yang responsif
gender dan membantu meningkatkan kapasi-
tas sumberdaya manusia di daerah;
5. Terlaksananya pelatihan untuk pelatih pem-
berdayaan perempuan dan pengarusutamaan
gender bagi 15 organisasi keagamaan dari 6
agama;
6. Tersusunnya rancangan Peraturan Presiden
mengenai Rencana Aksi Nasional Pengarus-
utamaan Gender (RAN-PUG);
7. Tersusunnya panduan Standar Pelayanan
Minimum Model Kesejahteraan dan Perlin-
dungan Anak;
8. Tersusunnya prol statistik gender di tingkat
nasional, 33 provinsi, dan 250 kabupaten/
kota;
9. Diberikannya penghargaan Anugerah Parahi-
ta Ekapraya kepada Pemerintah Provinsi dan
kabupaten/kota sejak 2005;
10. Terlaksananya kerjasama bilateral dengan Ma-
laysia, Zimbabwe, Filipina, dan Korea Selatan
di bidang pemberdayaan ekonomi perem-
puan, peningkatan kerjasama penelitian dan
peningkatan peran perempuan dalam politik
serta perlindungan perempuan;
11. Terlaksananya kerjasama Asia-Afrika dalam
tiga pilar utama, yaitu solidaritas politik (po-
litical solidarity), kerjasama ekonomi (econo-
mic cooperation) dan hubungan sosial budaya
(social and cultural relations), dan kerjasama
APEC melalui pembentukan Gender Focal Point
Network yang terdiri atas Economy Gender Focal
Point dan Fora Gender Focal Point; dan
12. Tersusunnya dokumen perencanaan yang res-
ponsif gender seperti RPJPD, RPJMD, Ren-
stra K/L, Renstra dan RKPD provinsi dan ka-
bupaten/kota di 11 kementerian/lembaga, 24
provinsi, dan 43 kabupaten/kota.
2. Kualitas Hidup Perempuan
Pencapaian dalam peningkatan kualitas hidup
perempuan ditunjukkan melalui beberapa indi-
kator capaian di bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi dan politik. Secara rinci pencapaian atas
bidang-bidang tersebut adalah sebagai berikut:
LO_RPJMN-Bab 3.indd 119 5/5/09 2:23:13 PM
120
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
a. Bidang Pendidikan
Kualitas perempuan di bidang pendidikan sudah
menunjukkan peningkatan. Data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) 2007 menunjukkan
bahwa APS penduduk perempuan usia 7-12 tahun
naik dari 97,72 persen pada 2006 menjadi 97,85
persen pada 2007. Untuk APS usia 13-15 tahun
dan APS 16-18 tahun, pada periode yang sama,
tercatat naik dari 84,44 persen menjadi 84,54
persen, dan dari 53,73 menjadi 54,51 persen. Un-
tuk usia 19-24 tahun, APS perempuan meningkat
dari 10,95 persen menjadi 11,95 persen.
Pencapaian tersebut dapat diwujudkan melalui
kontribusi dari output sebagai berikut:
1. Tersusunnya Rencana Aksi Nasional Pembe-
rantasan Buta Aksara Perempuan (RAN-
PBAP) berikut pedoman umum dan modul-
nya, serta terlaksananya sosialisasi di tingkat
nasional dan 23 provinsi;
2. Terlaksananya pendidikan kesetaraan dan
keadilan gender (KKG) dalam keluarga di 5
provinsi.
b. Bidang Kesehatan
Kualitas perempuan di bidang kesehatan juga
menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian
Negara Pemberdayaan Perempuan (KNPP), angka
harapan hidup perempuan meningkat dari 70,2
pada 2005 menjadi 70,5 pada 2006. AKI menun-
jukkan tren penurunan, walaupun masih cukup
tinggi. Data SDKI menunjukkan penurunan AKI
yang signikan dari 307 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup pada 2003 (SDKI 2002/2003),
menjadi 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup pada 2007 (SDKI 2007).
Pencapaian tersebut dapat diwujudkan melalui
kontribusi dari output sebagai berikut:
1. Terlaksananya Gerakan Sayang Ibu (GSI) se-
cara bertahap sejak 2005 dan hingga 2007
telah dilakukannya sosialisasi di 29 provinsi
dan revitalisasi GSI di 4 provinsi. Pemerintah
juga memberikan dana stimulan untuk ban-
tuan operasional pelaksanaan GSI di tingkat
kabupaten/kota, dan membentuk kelompok
kerja tetap (pokjatap) tingkat nasional, tim
asistensi GSI di daerah, dan satuan tugas (sat-
gas) GSI di tingkat desa;
2. Terbentuknya model Kecamatan Sayang Ibu
di 5 provinsi;
3. Terlaksananya kampanye pemberian ASI eks-
klusif di 12 kabupaten/kota; dan
4. Tersusunnya naskah akademis pemenuhan
hak-hak reproduksi perempuan, termasuk
sosialisasi pencegahan penyalahgunaan nar-
kotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(NAPZA) dan penyebaran HIV/AIDS di 13
provinsi.
c. Bidang Ekonomi
Peran perempuan di bidang ekonomi dan ketena-
gakerjaan telah mengalami peningkatan, walau-
pun masih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi ang-
katan kerja (TPAK) maupun tingkat penganggur-
an terbuka (TPT). Data Sakernas menunjukkan,
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab 3.indd 120 5/5/09 2:23:20 PM
Bagian 3
121
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
TPAK perempuan mengalami sedikit peningkatan
dari 48,63 persen pada 2006 menjadi 49,52 per-
sen pada 2007 dan 51,30 persen pada 2008; se-
dangkan laki-laki 84,74 persen pada 2006; 83,70
persen pada 2007, dan 83,6 persen pada 2008.
Untuk TPT, telah terjadi penurunan yang signi-
kan setelah tahun 2006. Sepanjang tahun 2003
hingga 2006, TPT perempuan terus mengalami
peningkatan, namun pada 2007 dan 2008 terjadi
penurunan yang cukup signikan. Data Saker-
nas menunjukkan bahwa TPT perempuan pada
2006 sebesar 13,72 persen, turun menjadi 11,83
persen pada 2007, dan 9,29 persen tahun 2008;
sedangkan TPT laki-laki sebesar 8,58 persen pada
2006; turun menjadi 8,53 persen pada 2007, dan
7,94 persen pada 2008.
50.65
85.55
48.63
84.74
49.52
83.7
51.3
83.6
2005 2006 2007 2008
Perempuan Laki-laki
Gambar 3.5.1.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Perempuan Dibandingkan dengan Laki-laki (2003-2008)
Sumber: Sakernas, 2005-2008
Gambar 3.5.2.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Perempuan Dibandingkan dengan Laki-laki (2003-2008)
12,68
7,89
12,89
8,11
13,57
8,28
13,72
8,58
11,83
8,53
9,29
7,94
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Perempuan Laki-laki
Sumber: Sakernas, 2005-2008
LO_RPJMN-Bab 3.indd 121 5/5/09 2:23:22 PM
122
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Di samping itu, data Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi per Agustus 2007 menunjukan
bahwa sekitar 79 persen dari total tenaga kerja
yang bekerja di luar negeri adalah perempuan.
Laporan pencapaian MDGs Indonesia 2007 juga
menyatakan bahwa sebagian besar pekerja di sek-
tor informal adalah perempuan. Pekerja-pekerja
tersebut umumnya tidak memiliki perlindungan
sosial sehingga menjadi sangat rentan terha-
dap tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi,
dan juga perdagangan manusia. Upah pekerja
perempuan rata-rata masih 30 persen lebih ren-
dah dibandingkan dengan rata-rata upah pekerja
laki-laki. Kondisi pekerja perempuan di sektor
pertanian lebih memprihatinkan, seringkali ti-
dak memperoleh upah karena dianggap sebagai
pekerja keluarga. Akses perempuan terhadap in-
formasi, sumberdaya ekonomi, dan peluang pasar
juga masih rendah jika dibandingkan dengan laki-
laki.
Oleh sebab itu, beberapa hal yang telah dilakukan
dalam upaya peningkatan pemberdayaan perem-
puan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan an-
tara lain:
1. Terlaksananya Peningkatan Produktivitas
Ekonomi Perempuan (PPEP) sejak 2004 dan
penguatan forum PPEP sebagai jejaring kerja
dan sosialisasi kebijakan PPEP pada instansi
terkait, LSM, dan dunia usaha;
2. Terlaksananya fasilitasi pembentukan Mo-
del Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju
Mandiri), yang sejak 2005 diadopsi oleh se-
jumlah kementerian/lembaga sebagai pen-
jabaran kebijakan PPEP dalam menyinergi-
kan berbagai program ekonomi dalam satu
wilayah. Hingga 2007, Model Desa Prima
telah diterapkan di 25 provinsi, 67 kabupa-
ten/kota, dan 80 desa;
3. Terlaksananya revitalisasi program Pening-
katan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat
dan Sejahtera (P2WKSS), melalui pengaktifan
kembali kegiatan-kegiatan pemberdayaan pe-
rempuan di tingkat lokal di berbagai bidang
pembangunan untuk meningkatkan kesejah-
teraan perempuan dan keluarganya, terutama
di daerah perdesaan; dan
4. Terbentuknya Forum Peduli Perempuan Pe-
ngusaha Mikro (FP3MI) sejak 2007 untuk
mendukung peningkatan produktivitas eko-
nomi perempuan, melalui pengembangan
keuangan mikro dan mempermudah akses
perempuan terhadap permodalan, mengawal
partisipasi perempuan dalam Program Na-
sional Pembangunan Masyarakat (PNPM)
Mandiri.
d. Bidang Politik
Keterwakilan perempuan dalam jabatan publik
mulai menunjukkan adanya peningkatan. Hingga
pertengahan 2008, telah ada 1 gubernur, 1 wakil
gubernur, 7 bupati/walikota, dan 4 wakil bupati/
walikota perempuan (data KNPP 2008). Namun
persentase pegawai negeri sipil (PNS) perempuan
yang menjabat sebagai eselon I-V masih rendah,
yaitu sekitar 20,2 persen (Badan Kepegawaian
Negara, 2007).
Sementara itu, keterwakilan perempuan dalam
lembaga legislatif pada 2007 masih rendah, seki-
tar 11,6 persen di DPR-RI dan sekitar 19,8 persen
di DPD-RI. Peran perempuan pada lembaga yudi-
katif juga masih rendah, yakni hanya 20 persen
hakim, 18 persen hakim agung, dan 27 persen
jaksa yang dijabat oleh perempuan. Rendahnya
partisipasi perempuan dalam pembangunan poli-
tik antara lain disebabkan pada terbatasnya jum-
lah perempuan yang bersedia terjun di kancah
politik dan kurangnya pendidikan dan pelatihan
politik bagi perempuan.
Pencapaian tersebut dapat diwujudkan melalui
kontribusi dari output sebagai berikut:
1. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan pen-
didikan politik bagi organisasi perempuan di
daerah;
2. Meningkatnya kerjasama dengan perguruan
tinggi, organisasi perempuan, dan institusi
terkait dalam hal pendidikan politik bagi
perempuan.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 122 5/5/09 2:23:23 PM
Bagian 3
123
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Pencapaian Sasaran 2: Menurunnya Kesen-
jangan Pencapaian Pembangunan antara
Perempuan dan Laki-Laki, yang Diukur oleh
Angka GDI dan GEM
Berdasarkan Human Development Report (HDR)
2007-2008, angka Gender-related Development
Index (GDI) Indonesia adalah 0,721. Angka GDI
tersebut mengalami peningkatan bila dibanding-
kan dengan angka GDI dalam HDR 2006 sebesar
0,704. Namun, bila dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya, GDI Indonesia masih belum me-
menuhi harapan karena hanya lebih tinggi dari
Myanmar dan Kamboja. Walaupun terjadi pe-
ningkatan, nilai GDI ini masih sedikit lebih ren-
dah bila dibandingkan dengan nilai HDI untuk ta-
hun yang sama sebesar 0,728. Hal yang sama juga
dapat dilihat pada data BPS-KNPP, yang tingkat
kesenjangannya jauh lebih besar dibandingkan
dengan data HDR. Angka GDI pada 2005 adalah
sebesar 0,651, meningkat menjadi 0,653; dan
sebesar 0,658 pada 2007. Sedangkan angka HDI
Pada 2005 sebesar 0,696; 0,701 pada 2006, dan
meningkat menjadi 0,706 pada 2007.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah ke-
senjangan tersebut tidak mengecil. Kesenjangan
nilai GDI dan HDI ini menunjukkan masih adanya
perbedaan manfaat yang diterima oleh perem-
puan dibandingkan dengan laki-laki, baik dalam
hal mengakses pendidikan, berpartisipasi di bi-
dang politik, kedudukan dalam jabatan publik,
ketenagakerjaan, maupun pendapatan. Apabila
memperhatikan variabel-variabel dari indikator
komposit HDI dan GDI, maka kesenjangan yang
paling mencolok antara perempuan dan laki-laki
adalah dalam hal pendapatan (diukur dengan pur-
chasing power parity). Meskipun demikian, apabila
dilihat dari angka Gender Empowerment Measure-
ment (GEM), data Kementerian Negara Pember-
dayaan Perempuan (KNPP) bekerjasama dengan
BPS menunjukkan terjadinya peningkatan upaya
pemberdayaan perempuan di bidang-bidang ter-
sebut. Angka GEM Indonesia meningkat dari
0,613 pada 2005; menjadi 0,618 pada 2006; dan
0,621 pada 2007.
Pencapaian Sasaran 3: Menurunnya Tindak
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Data kekerasan terhadap perempuan yang dihim-
pun oleh Komnas Perempuan sejak tahun 2001
hingga tahun 2007 menunjukkan adanya pening-
katan pelaporan hingga 80 persen setiap tahun-
nya, dan mencapai 25.552 kasus pada 2007. Dari
jumlah kasus tersebut, sebagian besar (82 persen)
merupakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tang-
ga (KDRT) dan sekitar 45 persen korban adalah
ibu rumah tangga. Selain itu, data Susenas 2006
menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan ter-
hadap perempuan sebesar 3,1 persen dan terha-
dap anak sebesar 7,6 persen, yang bisa diartikan
bahwa sekitar 3 juta perempuan dan sekitar 4 juta
anak dari total penduduk Indonesia mengalami
kekerasan setiap tahunnya.
Gambar 3.5.3.
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (2005-2007)
20,391
22,512
25,552
2005 2006 2007
Sumber: Komnas Perempuan
Gambar 3.5.4.
Kasus Kekerasan terhadap Anak (2005-2007)
736
1124
600
2005 2006 Agt-2007
Sumber: KPAI
LO_RPJMN-Bab 3.indd 123 5/5/09 2:23:24 PM
124
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Kemajuan yang dicapai dalam hal perlindung-
an terhadap perempuan dan anak antara lain
adalah:
1. Disahkannya UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tang-
ga (KDRT);
2. Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP)
No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan
dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan
dalam Rumah Tangga, yang menjadi pedoman
bagi pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2004;
3. Disahkannya UU No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (PTPPO), sebagai landasan hukum
yang kuat bagi Pemerintah untuk mencegah
dan memberantas kejahatan perdagangan
perempuan dan anak;
4. Tersusunnya rancangan Peraturan Pemerin-
tah dan Peraturan Presiden yang terkait de-
ngan PTPPO;
5. Tersusunnya naskah Rancangan Undang-
Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga;
6. Tersusunnya bahan masukan untuk revisi UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dan revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri, khususnya yang
terkait dengan perlindungan tenaga kerja
perempuan;
7. Tersusunnya rancangan mekanisme penyele-
saian kasus tenaga kerja perempuan Indone-
sia yang bekerja di luar negeri;
8. Tersosialisasikannya berbagai peraturan per-
undang-undangan yang terkait dengan perem-
puan dan anak, terutama bagi aparat penegak
hukum di daerah;
9. Tersosialisasikannya Konvensi tentang Peng-
hapusan Segala Bentuk Diskriminasi terha-
dap Perempuan (Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Against Women/
CEDAW) di tingkat pusat dan di 10 provinsi;
10. Ditetapkannya Standar Nasional Penanganan
Bencana yang Responsif Gender;
11. Ditetapkannya UU No. 44 Tahun 2008 ten-
tang Pornogra;
12. Tersusunnya PP No.9 Tahun 2008 tentang
Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpa-
du bagi Korban dan/atau Saksi Perdagangan
Orang;
13. Tersusunnya draft Standar Pelayanan Mini-
mal (SPM) untuk pelayanan terpadu bagi
korban dan saksi tindak pidana perdagangan
orang untuk tingkat kabupaten/kota;
14. Terbentuknya P2TP2A di 17 provinsi dan 76
kabupaten/kota;
15. Tersusunnya draft kebijakan perlindungan
perempuan kepala rumah tangga; dan
16. Terlaksananya fasilitasi perlindungan hak re-
produksi remaja putri di 12 kabupaten/kota.
Di samping itu, telah dibentuk pusat krisis terpa-
du di 3 provinsi dan 5 kabupaten untuk penang-
gulangan kasus-kasus KDRT dan perdagangan
perempuan serta 305 ruang pelayanan khusus
(RPK) atau Unit Perlindungan Perempuan dan
Anak (UPPA) di Polres seluruh Indonesia hingga
tahun 2008 (meningkat dari tahun 2004 seba-
nyak 226 unit).
Pencapaian Sasaran 4: Meningkatnya Kese-
jahteraan dan Perlindungan Anak
Pencapaian sasaran keempat ditunjukkan oleh
beberapa indikator capaian dalam bidang pendi-
dikan, kesehatan dan perlindungan anak.
a. Bidang Pendidikan
Salah satu aspek kesejahteraan anak yang perlu
mendapat perhatian lebih adalah pengembangan
anak usia dini, yang diantaranya adalah melalui
pendidikan. Pada 2001, dari sekitar 26,2 juta anak
usia 0-6 tahun, baru 7,3 juta anak atau 28 persen
anak yang memperoleh layanan pendidikan anak
usia dini (PAUD). Jumlah tersebut hingga 2008
mengalami peningkatan menjadi 13,7 anak atau
LO_RPJMN-Bab 3.indd 124 5/5/09 2:23:25 PM
Bagian 3
125
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
sekitar 48,32 persen dari 28,4 juta anak usia 0-6
tahun. Dari jumlah ini, masih sangat banyak anak
yang belum mendapatkan layanan PAUD. Data
APK PAUD (Depdiknas) menunjukkan adanya
peningkatan dari 42,34 persen pada 2005 menjadi
45,63 persen pada 2006, dan pada 2007 mening-
kat menjadi 48,32 persen. Pada tahun 2008 angka
tersebut meningkat lagi mejadi 53,9%
Upaya pengembangan anak usia dini secara tidak
langsung dilakukan melalui penyuluhan penga-
suhan anak kepada orang tua dan keluarga. Sejauh
ini, orang tua dan keluarga yang mendapatkan
penyuluhan pengasuhan anak juga masih sangat
rendah. Hal ini, antara lain dapat dilihat dari jum-
lah keluarga yang menjadi anggota Bina Keluarga
Balita (BKB) yang aktif sampai dengan Oktober
2008, berdasarkan statistik rutin BKKBN hanya
1.541.884 keluarga. Jumlah keluarga anggota
BKB yang aktif ini sebenarnya terus menurun bila
dibandingkan dengan data tahun 2007 sebanyak
1.868.906 keluarga.
Berdasarkan data BPS, angka partisipasi sekolah
anak usia 7-18 tahun meningkat dari tahun ke ta-
hun (Tabel 3.5.1). Data tersebut juga menunjuk-
kan sudah cukup meratanya APS baik bagi laki-
laki maupun perempuan.
Namun jika dilihat dari kelompok umur, APS
semakin menurun dengan semakin meningkat-
nya usia. Hal ini diantaranya disebabkan oleh ba-
nyaknya anak baik laki-laki maupun perempuan
yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi. Dari tabel di bawah dapat dilihat, semakin
tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi angka
putus sekolahnya.
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2004 2005 2006 2007
7-12
L 96,62 96,96 97,08 97,37
P 96,92 97,32 97,72 97,85
Total 96,77 97,14 97,39 97,60
13-15
L 83,05 83,70 83,75 83,99
P 83,97 84,37 84,44 84,54
Total 83,49 84,02 84,08 84,26
16-18
L 53,94 53,96 54,09 54,71
P 52,97 53,75 53,73 54,51
Total 53,48 53,86 53,92 54,61
Tabel 3.5.1.
Angka Partisipasi Sekolah usia 7-18 Tahun
Sumber data: Badan Pusat Statistik, BPS.
Tabel 3.5.2.
Angka Putus Sekolah
Jenjang Sekolah dan Jenis Kelamin 2003 2004 2005 2006
SD
L 3,71 2,82 3,66 2,77
P 2,16 3,18 2,65 2,10
SMP
L 2,31 2,23 2,31 5,21
P 1,83 1,30 1,63 4,77
SMU
L 2,41 4,34 3,30 4,09
P 5,14 1,77 2,84 3,14
Sumber data: Indikator Pendidikan, Diknas.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 125 5/5/09 2:23:26 PM
126
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
b. Bidang Kesehatan
Berdasarkan SDKI, angka kematian bayi (AKB)
terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun
yaitu sebanyak 46 kematian per 1000 kelahiran
hidup (SDKI 1997), 35 per 1000 kelahiran hidup
(SDKI 2002/03), menjadi 34 per 1000 kelahir-
an hidup (SDKI 2007). Angka kematian balita
(AKBA) juga mengalami penurunan dari 46 kema-
tian per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002/2003)
menjadi 44 kematian per 1000 kelahiran hidup
(SDKI 2007).
Sementara itu, balita yang menderita gizi kurang
dan gizi buruk mengalami penurunan dari seba-
nyak 4,28 juta balita pada 2006 menjadi 4,13 juta
balita. Jumlah balita berisiko gizi buruk turun
dari 944.246 balita pada 2006 menjadi sebanyak
755.397 balita pada 2007. Hal sama juga terjadi
berdasarkan data dari Ditjen Bina Kesmas Depkes
(2008). Prevalensi gizi kurang balita memperlihat-
kan trend yang menurun dari sebesar 24,7 persen
pada 2005 menjadi 23,6 persen pada 2006, dan
menjadi 21,9 persen pada 2007.
c. Bidang Perlindungan Anak
Perlindungan bagi anak telah diatur dengan Un-
dang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Per-
lindungan Anak. Namun sejauh ini belum ter-
dapat perkembangan yang menggembirakan
dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah masih
tingginya jumlah pekerja anak, banyaknya anak
yang belum memiliki identitas, anak yang berma-
salah dengan hukum, korban kekerasan, dan lain
sebagainya.
Kondisi tersebut membuat anak rentan terhadap
kondisi eksploitasi, bahaya, penipuan, perdagang-
an, maupun eksploitasi secara seksual. Berdasar-
kan Sakernas 2006, persentase anak perempuan
yang bekerja sekitar 2,06 persen dari jumlah
perempuan usia 1014 tahun, sedangkan anak
laki-laki sekitar 3,12 persen dari jumlah laki-laki
usia yang sama. Persentase tersebut menunjuk-
kan kecenderungan yang meningkat pada 2007
dan 2008, masing-masing sebesar 4,34 persen
dan 4,40 persen untuk anak perempuan, dan se-
besar 6,73 persen dan 7,35 persen untuk anak
laki-laki (Sakernas 2007 dan 2008).
Gambar 3.5.5.
Persentase Anak yang Bekerja (2005-2008)
3.42
2.1
3.12
2.06
6.73
4.34
7.35
4.4
2005 2006 2007 2008
Laki-laki Perempuan
Sumber: Sakernas
Selanjutnya, hak anak terhadap identitas belum
terpenuhi, yaitu bagi sekitar 11 juta anak Indo-
nesia yang belum memiliki akta kelahiran (data
Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun
2007). Salah satu penyebabnya adalah belum
diterapkannya peraturan bebas biaya pengurus-
an akta kelahiran anak pada mayoritas kabupa-
ten/kota (hanya 219 kabupaten/kota yang sudah
menerapkan dari sekitar 487 kabupaten/kota di
seluruh Indonesia). Yang tidak kalah pentingnya,
pemahaman para penegak hukum mengenai UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapus-
an Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Kon-
vensi Hak-Hak Anak (KHA) masih sangat rendah,
sehingga berdampak pada terjadinya pelanggar-
an terhadap hak-hak anak oleh aparat penegak
hukum sendiri. Hal ini antara lain ditunjukkan
dengan dipenjarakannya anak yang terbukti ber-
salah bersatu dengan orang dewasa, sehingga
kurang memperhatikan ketentuan diskresi dan
diversi.
Berbagai pencapaian dalam hal peningkatan ke-
sejahteraan dan perlindungan anak dapat diwu-
judkan melalui kontribusi dari output, antara lain:
1. Terlaksananya pelatihan untuk pelatih (TOT)
Program Nasional bagi Anak Indonesia (PN-
BAI) 2015 di seluruh provinsi;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 126 5/5/09 2:23:27 PM
Bagian 3
127
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Tersusunnya rancangan Rencana Aksi Na-
sional (RAN) PNBAI 2015 yang diharapkan
dapat diselesaikan pada akhir 2008;
3. Diberikannya akta kelahiran gratis bagi seki-
tar 2,4 juta anak setiap tahun, yang diikuti
dengan kampanye dan sosialisasi melalui ber-
bagai media di tingkat nasional dan daerah;
4. Tersusunnya peraturan perundang-undangan
di bidang anak, seperti Rancangan Peratur-
an Pemerintahan (RPP) tentang Pembuatan
Akta Kelahiran Gratis, Rancangan Peraturan
Presiden tentang Pencatatan Kelahiran, RPP
tentang Bimbingan dan Pengawasan Pelaksa-
naan Pengangkatan Anak, dan RPP tentang
Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali;
5. Tersusunnya panduan kebijakan Perlindung-
an Pembantu Rumah Tangga Anak (PRTA);
6. Terlaksananya pelatihan bagi para penge-
lola program debarkasi/pusat transit dan
pengelola program embarkasi, terlaksananya
kampanye dan tayangan iklan layanan ma-
syarakat tentang penghapusan perdagangan
perempuan dan anak, dan tersusunnya prose-
dur operasional standar pemulangan korban
perdagangan perempuan dan anak;
7. Tersusunnya pedoman perlindungan khusus
bagi anak dari kelompok minoritas dan ter-
isolasi;
8. Terbentuknya jejaring kerja penegak hukum
dalam penanganan anak yang berhadapan
dengan hukum;
9. Dikembangkannya Telepon Sahabat Anak
melalui nomor 129 (TESA 129), yang meru-
pakan sistem layanan bantuan dan perlin-
dungan yang dapat diakses oleh anak secara
gratis. Hingga Juni 2007, TESA129 telah
dioperasionalkan di 5 kota, yaitu Surabaya,
Makassar, Banda Aceh, DKI Jakarta, dan Pon-
tianak;
10. Terbentuknya Pusat Advokasi dan Fasilitasi
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak di 20
provinsi, serta Forum Konsultasi Anak di
tingkat nasional dan di 14 provinsi;
11. Tersusunnya buku Panduan Pola Pengasuhan
Anak yang Berlandaskan UU No. 23 Tahun
2002 tentang Pelindungan Anak, dan model
Kota Layak Anak; dan
12. Terlaksananya penguatan kelembagaan anak
di daerah, antara lain melalui pembentukan 16
Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai
mitra kerja KPAI dalam penyelenggaraan per-
lindungan anak di tingkat lokal.
3.5.3.2. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
Permasalahan yang terjadi dalam mewujudkan
upaya pencapaian sasaran pembangunan pember-
dayaan perempuan dan anak antara lain adalah:
1. Masih belum maksimalnya perlindungan bagi
anak dan perempuan terhadap berbagai tin-
dak kekerasan, diskriminasi, eksploitasi dan
perdagangan. Berbagai upaya untuk mence-
gah dan menangani tindak kekerasan masih
belum mampu menekan tingginya tindak ke-
kerasan terhadap perempuan dan anak. Mes-
kipun jumlah layanan bagi perempuan dan
anak korban kekerasan telah ditingkatkan
ternyata masih belum dapat memenuhi ke-
butuhan akan pelayanan, karena banyaknya
jumlah korban yang harus dilayani dan luas-
nya cakupan wilayah yang harus dijangkau
(lebih dari 450 kabupaten/kota). Di samping
itu, peningkatan jumlah tempat pelayanan
juga belum diikuti dengan peningkatan kuali-
tas pelayanan yang memadai;
2. Masih rendahnya kualitas hidup dan peran
perempuan, terutama dalam bidang pendi-
dikan, kesehatan, ekonomi, dan politik; yang
ditunjukkan pada berbagai kesenjangan bagi
perempuan dalam mendapatkan akses layan-
an kesehatan, pendidikan, dan keterlibatan
dalam kegiatan publik yang lebih luas. Dalam
bidang kesehatan, tingginya AKI disebabkan
oleh masih bertahannya berbagai keperca-
yaan tradisional dan budaya yang tidak men-
dukung upaya peningkatan kualitas hidup
LO_RPJMN-Bab 3.indd 127 5/5/09 2:23:27 PM
128
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
perempuan, kurangnya dukungan para suami
dan keluarga, ditambah dengan sulitnya kon-
disi geogras. Selain itu, rentannya perem-
puan terhadap infeksi HIV/AIDS disebabkan
oleh kurangnya informasi dan pengetahuan
tentang HIV/AIDS, ataupun kurangnya akses
untuk mendapatkan layanan pencegahannya.
Di bidang ekonomi, walaupun perempuan
telah berpartisipasi dalam angkatan kerja,
tetapi akses terhadap informasi, sumberdaya
ekonomi, dan peluang pasar masih belum
setara dengan laki-laki. Sementara itu, par-
tisipasi politik perempuan dihadapkan pada
terbatasnya jumlah perempuan yang berse-
dia terjun di kancah politik, sehingga partai
politik banyak mengalami kekurangan kader
perempuan, kurang kondusifnya lingkungan
sosial budaya dalam mendukung perempuan
untuk berpartisipasi dalam politik, serta
kurangnya pendidikan dan pelatihan politik
untuk perempuan. Sedangkan masih rendah-
nya posisi dan peran perempuan dalam ja-
batan publik masih dihadapkan pada otoritas
tim dalam badan seleksi jabatan di instansi
masing-masing, yang kurang memperhatikan
aspek keadilan dan kesetaraan gender;
3. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan
pemenuhan hak anak, terutama dalam hal
kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini ter-
utama disebabkan oleh terjadinya penurunan
jumlah lembaga yang memberikan pelayanan
PAUD dan belum dipahaminya secara meluas
tentang pentingnya pengembangan optimal
dan holistik bagi anak usia dini. Akses anak-
anak dengan kebutuhan khusus, baik secara
sik, emosional, maupun inteligensia ter-
hadap fasilitas dan layanan khusus juga ma-
sih sangat terbatas. Upaya Pemerintah yang
telah dilakukan selama ini belum sepenuhnya
mampu meningkatkan kesejahteraan dan
perlindungan anak;
4. Masih adanya hukum dan peraturan perun-
dang-undangan yang bias gender dan dis-
kriminatif terhadap perempuan, serta belum
peduli anak; dan
5. Masih belum efektifnya pelaksanaan peng-
arusutamaan gender dan anak, terutama di
tingkat kabupaten/kota.
3.5.4. Tindak Lanjut
3.5.4.1. Upaya yang akan Dilakukan un-
tuk Mencapai Sasaran
Berbagai upaya tindak lanjut yang perlu dilaku-
kan untuk mencapai sasaran di bidang Pember-
dayaan Perempuan (PP) dan Perlindungan Anak
(PA) adalah:
1. Meningkatkan partisipasi dan peran perem-
puan dalam proses politik dan jabatan publik;
2. Meningkatkan akses perempuan dan anak
terhadap layanan pendidikan, kesehatan, hu-
kum, dan bidang pembangunan lainnya guna
mempertinggi kualitas hidup perempuan dan
kesejahteraan anak;
3. Meningkatkan kampanye anti kekerasan, dis-
kriminasi, dan eksploitasi terhadap perem-
puan dan anak;
4. Menyempurnakan perangkat hukum pidana
dalam melindungi setiap individu dari ber-
bagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan dis-
kriminasi, termasuk penghapusan perdagang-
an perempuan dan anak;
5. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan
anak, termasuk pengembangan anak usia dini;
6. Menguatkan kelembagaan, koordinasi, dan
jaringan pengarusutamaan gender serta pe-
nguatan strategi untuk mewujudkan Dunia
yang Layak bagi Anak dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari
berbagai kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan di segala bidang, termasuk pe-
menuhan komitmen internasional;
7. Menyediakan data dan statistik gender dan
anak; dan
8. Meningkatkan partisipasi masyarakat, dunia
usaha, dan media massa dalam pencapaian
LO_RPJMN-Bab 3.indd 128 5/5/09 2:23:29 PM
Bagian 3
129
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
kesetaraan dan keadilan gender serta pe-
menuhan hak-hak anak.
3.5.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Berdasarkan uraian mengenai upaya dan penca-
paian pada saat ini serta rencana tindak lanjut ke
depan, maka diperkirakan masih akan sulit untuk
dapat mencapai sasaran akhir RPJMN 2004-2009
dalam satu tahun mendatang secara keseluruhan.
Hal ini dikarenakan oleh luasnya cakupan pem-
bangunan dalam bidang ini.
Untuk mewujudkan sasaran 1 dan 2 (terjaminnya
keadilan gender dalam berbagai perundangan,
program pembangunan, dan kebijakan publik;
serta menurunnya kesenjangan pencapaian pem-
bangunan antara perempuan dan laki-laki, yang
diukur oleh angka GDI dan GEM) dibutuhkan
keterlibatan dan koordinasi antar bidang, antara
lain: pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum,
ketenagakerjaan, dan lain-lain.
Selanjutnya, untuk mencapai sasaran 3 dan 4
(menurunnya tindak kekerasan terhadap perem-
puan dan anak; serta meningkatnya kesejahte-
raan dan perlindungan anak) telah mulai diba-
ngun melalui penguatan dasar hukum (legal frame
work) dan penyelenggaraan pusat-pusat pelayan-
an terpadu untuk pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak di seluruh provinsi. Namun
dibutuhkan kesadaran dan partisipasi yang tinggi
dari masyarakat dalam mendukung pencapaian
sasaran tersebut.
Namun demikian, dengan segala keterbatasan,
baik dalam sisi anggaran dan ketersediaan SDM
yang memadai, rencana tindakan yang dilakukan
dengan intensif, efektif, dan esien setidaknya
dapat memperbaiki pencapaian pembangunan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak lebih baik lagi dari saat ini. Ke depannya,
dengan upaya yang berkesinambungan dan kon-
sisten sasaran tersebut diharapkan dapat tercapai
dalam RPJMN periode selanjutnya.
3.5.5. Penutup
Peran dan partisipasi perempuan dalam pemba-
ngunan adalah satu hal yang penting untuk ke-
adilan dan pemerataan. Akan tetapi, dewasa ini
peran dan partisipasi perempuan dirasakan masih
rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai
bentuk praktik diskriminasi serta ketimpangan
struktur sosial-budaya. Selain itu, akses sebagian
besar perempuan terhadap layanan kesehatan
yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan
keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas
juga masih terbatas. Untuk itu, salah satu agenda
pembangunan dalam RPJMN 2004-2009 dituju-
kan untuk meningkatkan dan memberdayakan
fungsi dan peran perempuan serta meningkatkan
derajat kesejahteraan dan perlindungan terhadap
anak dalam segala bidang pembangunan.
Kesenjangan antara perempuan dan laki-laki di
Indonesia dapat dijumpai pada banyak bidang,
utamanya pendidikan, kesehatan, partisipasi
politik, ekonomi, ketenagakerjaan, serta keterlin-
dungan dari berbagai bentuk diskriminasi dan ke-
kerasan. Dalam hal ini, kesenjangan tidak hanya
terjadi dalam skala jumlah tapi juga kualitas, se-
Dok: COREMAP II
LO_RPJMN-Bab 3.indd 129 5/5/09 2:23:36 PM
130
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
hingga upaya peningkatan pemberdayaan perem-
puan lebih lanjut menjadi berat.
Selain itu, kondisi kesejahteraan anak juga perlu
mendapat perhatian yang lebih besar. Upaya pe-
ningkatan kesejahteraan anak menjadi penting
dalam kaitannya untuk membangun generasi
penerus yang berkualitas dan dapat membawa
kemajuan bangsa. Namun untuk mewujudkan
hal itu, sejumlah permasalahan masih dihadapi.
Hal ini utamanya terkait rendahnya tingkat parti-
sipasi pada PAUD, tingginya angka kematian bayi
dan balita bergizi buruk, serta tingginya angka
pekerja dan perdagangan anak.
Dalam agenda RPJMN 2004-2009 sasaran pem-
bangunan perempuan dan perlindungan anak
ditetapkan untuk menjamin keadilan gender dalam
berbagai perundangan, program pembangunan,
dan kebijakan publik; menurunnya kesenjangan
pencapaian pembangunan antara perempuan dan
laki-laki; menurunnya tindak kekerasan terha-
dap perempuan dan anak; serta meningkatnya ke-
sejahteraan dan perlindungan anak.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan di-
arahkan untuk meningkatkan keterlibatan pe-
rempuan dalam proses politik dan jabatan publik;
meningkatkan taraf mempertinggi kualitas hidup
dan sumberdaya kaum perempuan; meningkat-
kan kampanye anti-kekerasan terhadap perem-
puan dan anak; menyempurnakan perangkat hu-
kum khususnya terkait perlindungan perempuan
dan anak; meningkatkan kesejahteraan dan per-
lindungan anak; serta memperkuat kelembagaan,
koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gen-
der dan anak serta peningkatan partisipasi ma-
syarakat.
Melalui upaya tersebut, hingga 2008 berbagai
kemajuan telah diraih dalam pembangunan pem-
berdayaan perempuan. Pencapaian tersebut di-
tandai oleh beberapa hal penting seperti telah
disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Ker-
jasama Pemulihan Korban KDRT, disetujuinya
RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (RUU-PTPPO) oleh DPR-RI,
dikembangkannya Rencana Aksi Nasional Peng-
hapusan Kekerasan Terhadap Anak (RAN-PKTA),
dan penguatan kelembagaan pengarusutamaan
gender dan anak (PUG dan PUA), serta pemben-
tukan pusat-pusat pelayanan terpadu pember-
dayaan perempuan/anak (P2TP2/A).
Di samping itu, keberhasilan pemberdayaan pe-
rempuan di beberapa bidang pembangunan an-
tara lain ditunjukkan oleh: meningkatnya angka
melek huruf perempuan, selain itu APS perem-
puan di berbagai jenjang pendidikan juga telah
meningkat; menurunnya AKI melahirkan; naik-
nya TPAK perempuan. Lebih lanjut, upaya pe-
ningkatan kualitas kehidupan dan peran perem-
puan juga menunjukkan keberhasilannya yang
diindikasikan oleh meningkatnya GDI dan GEM.
Namun demikian, dengan segala keterbatasan,
baik dalam sisi anggaran dan ketersediaan SDM
yang memadai, rencana tindakan yang dilakukan
dengan intensif, efektif, dan esien setidaknya
dapat memperbaiki pencapaian pembangunan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak lebih baik lagi dari saat ini. Ke depan, dengan
upaya yang berkesinambungan dan konsisten sa-
saran tersebut diharapkan dapat tercapai dalam
RPJMN periode selanjutnya.
Dok: COREMAP II
LO_RPJMN-Bab 3.indd 130 5/5/09 2:23:42 PM
Bagian 3
131
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Tabel 3.5.3.
Sasaran Program dan Pencapaian Peningkatan Kualitas Hidup dan
Peran Perempuan serta Perlindungan Anak
No. Sasaran Indikator (satuan)
Kondisi Awal
2004/2005
Capaian
2006 2007 2008
1. Terjaminnya
keadilan gender
dalam berbagai
perundangan,
program
pembangunan,
dan kebijakan
publik
Produk
Perundangan
dan Kebijakan
yang Responsif
Gender
(1) Pengkajian
perpu yang di-
duga bias gender
sekitar 21 UU, al:
UU Perkawinan,
Kewarganegaraan,
Keimigrasian dan
Usaha Kecil; dan
(2) Penyusunan
RUU PTPPO
(Pemberantasan
Tindak Pidana
Perdagangan
Orang) dan RPP
tentang Penye-
lenggaraan Ker-
jasama Pemulihan
Korban KDRT
(1) Peraturan
Pemerintah
Nomor 4
Tahun 2006
tentang Penye-
lenggaraan
dan Kerjasama
Pemulihan
Korban Ke-
kerasan Dalam
Rumah Tangga
(KDRT); dan
(2) Disetujui-
nya RUU-
PTPPO oleh
DPR-RI;
(1) Disahkannya
Undang-undang
No. 21 Tahun
2007 tentang
PTPPO; (2)
Tersusunnya RUU
tentang Perlin-
dungan Pekerja
Rumah Tangga;
(3) Tersusunnya
RUU Pornogra;
(4) Ditetapkan-
nya Standar Nasi-
onal Penanganan
Bencana yang
responsif gender;
(5) Tersusunnya
peraturan perun-
dang-undangan
dan kebijakan
publik yang
responsif gender
di 27 provinsi dan
82 kabupaten/
kota; dan
(6) Tersusunnya
Rancangan Per-
aturan Presiden
tentang Rencana
Aksi Nasional
Pelaksanaan Peng-
arusutamaan
Gender (RAN
PUG).
(1) Ditetap-
kannya UU
No. 44 Tahun
2008 tentang
Pornogra;
(2) Tersusunnya
PP No. 9 Tahun
2008 tentang
Tata Cara dan
Mekanisme
Pelayanan
Terpadu bagi
Korban
dan/atau Saksi
Perdagangan
Orang; dan
(3) Tersusunnya
draft Standar
Pelayanan
Minimal (SPM)
untuk pelayan-
an terpadu bagi
korban dan
saksi tindak
pidana perda-
gangan orang
untuk tingkat
kabupaten/kota
Kualitas Hidup
Perempuan:
a. Pendidikan
Angka Parti-
sipasi Sekolah
(APS)
APS 7-12 th
Laki-laki
Perempuan
APS 13-15 th
Laki-laki
Perempuan
APS 16-18 th
Laki-laki
Perempuan
persen
persen
persen
persen
persen
persen
persen
persen
persen
97,14
96,96
97,32
84,02
83,70
84,37
53,86
53,96
53,75
97,39
97,08
97,72
84,08
83,75
84,44
53,92
54,09
53,73
97,61
97,37
97,85
84,26
83,99
84,54
54,61
54,71
54,51
LO_RPJMN-Bab 3.indd 131 5/5/09 2:23:43 PM
132
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
No. Sasaran Indikator (satuan)
Kondisi Awal
2004/2005
Capaian
2006 2007 2008
b. Kesehatan Angka Harapan
Hidup
Laki-laki
Perempuan
Angka Kematian
Ibu Melahirkan
Prevalensi KB
Laki-laki
Perempuan
Tahun
Tahun
Tahun
Kema-
tian
Ibu per
100000
LH
persen
persen
68,2
66,2
70,2
307
(SDKI
2002/2003)
1,50
55,50
68,5
66,5
70,5
255
2,00
56,00
228
(SDKI 2007)
2,50
56,50
3,00
57,00
c. Ekonomi dan
Ketenaga-
kerjaan
Tingkat Partisi-
pasi Angkatan
Kerja (TPAK)
Laki-laki
Perempuan
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (TPT)
Laki-laki
Perempuan
persen
persen
persen
persen
85,55
50,65
8,28
13,57
84,74
48,63
8,58
13,72
83,70
49,52
8,53
11,83
83,6
51,3
7,94
9,29
d. Politik Tingkat Partisi-
pasi Perempuan
dlm Politik
DPR
DPD
persen
persen
11,6
19,8
11,27
19,8
11,27
19,8
2. Menurunnya
kesenjangan
pencapaian
pembangun-
an antara
perempuan dan
laki-laki, yang
diukur oleh
angka GDI dan
GEM
GDI
GEM
HDI
Gender Gap
(HDI-GDI)
0,651a)
0,721b)
0,613a)
0,696a)
0,728b)
0,045a)
0,007b)
0,653a)
0,618a)
0,701a)
0,048a)
0,658a)
0,621a)
0,706a)
0,048a)
3. Menurun-
nya tindak
kekerasan
terhadap
perempuan dan
anak
Jumlah kasus
kekerasan terha-
dap perempuan
Jumlah kasus
kekerasan terha-
dap anak
Kasus
Kasus
20.391
736
22.512
1124
25.552
600
(s/d Agt 07)
4. Meningkatnya
kesejahteraan
dan perlindung-
an anak
a. Pendidikan
APS 7-12 th
APS 13-15 th
APS 16-18 th
APK PAUD
(Angka Parti-
sipasi Kasar
Pendidikan Anak
Usia Dini)
persen
persen
persen
persen
97,14
84,02
53,86
42,34
97,39
84,08
53,92
45,63
97,61
84,26
54,61
48.32
Lanjutan Tabel 3.5.3.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 132 5/5/09 2:23:43 PM
Bagian 3
133
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
No. Sasaran Indikator (satuan)
Kondisi Awal
2004/2005
Capaian
2006 2007 2008
Angka Putus
Sekolah
SD
Laki-laki
Perempuan
SLTP
Laki-laki
Perempuan
SMA
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
anggota yang
aktif dalam
kegiatan BKB
Jumlah kelom-
pok BKB
persen
persen
persen
persen
persen
persen
Kelu-
arga
Kelom-
pok
3,66
2,65
2,31
1,63
3,30
2,84
970.939
106.755
2,77
2,10
5,21
4,77
4,09
3,14
1.113.721
81.635
1.868.906
69.573
1.541.884
(s/d Okt 08)
76.218
(s/d Okt 08)
b. Kesehatan Angka Kema-
tian Bayi
Angka Kema-
tian Balita
Prevalensi Gizi
balita
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Kema-
tian
Bayi
per
1000
LH
persen
persen
persen
35
(SDKI
2002/2003)
46
24,7
68,48
3,48
28,1
23,6
34
(SDKI 2007)
44
21,9
c. Ekonomi dan
ketenagaker-
jaan
Persentase
anak yang
bekerja
Laki-laki
Perempuan
persen
persen
3,42
2,1
3,12
2,06
6,73
4,34
7,35
4,40
Lanjutan Tabel 3.5.3.
Keterangan:
a) Data HDI, GDI, dan GEM berdasarkan BPS-Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
b) Data HDI, GDI, dan GEM berdasarkan Human Development Report
Sasaran dalam Bab mengenai Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan dicapai melalui empat program, yaitu:
1. Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan
2. Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
3. Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak
4. Program Penyerasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan
LO_RPJMN-Bab 3.indd 133 5/5/09 2:23:44 PM
Dok: Tempo, Cheppy A. Muchlis
LO_RPJMN-Bab 3.indd 134 5/5/09 2:23:48 PM
Bagian 3
135
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.6.
Revitalisasi Proses Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
3.6.1. Pengantar
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
merupakan upaya penyempurnaan dari kebijakan
masa lalu yang bersifat sentralistis. Ini ditujukan
dalam rangka mempercepat pencapaian cita-cita
kemerdekaan. Desentralisasi dan otonomi dae-
rah sejalan pula dengan prinsip demokrasi yang
menghargai keragaman berdasarkan tingkat ke-
majuan ekonomi, kualitas Sumberdaya Manusia
(SDM), serta tingkat kekayaan Sumberdaya Alam
(SDA) di masing-masing daerah.
Langkah awal kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah adalah dengan diberlakukan-
nya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan an-
tara Pemerintah Pusat dan Daerah yang secara
efektif dilaksanakan pada tahun 2001. Kebijakan
tersebut menuntut perubahan yang mendasar di
bidang kewenangan, perimbangan keuangan an-
tara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, kelem-
bagaan Pemerintahan Daerah, peraturan perun-
dang-undangan, aparatur pemerintahan daerah
dan pemberdayaan masyarakat sipil, baik di pusat
maupun di daerah.
Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah, pemerintahan daerah, yang terdiri atas
Pemerintah Daerah dan DPRD, diharapkan dapat
mengatur dan mengurus sendiri urusan peme-
rintahannya menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, dengan tujuan meningkatkan ke-
sejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan
daya saing daerah. Untuk mewujudkan trans-
formasi sistemik menuju otonomi yang ideal,
Pemerintah senantiasa mencermati berbagai per-
ubahan yang terjadi dan melakukan penyesuaian
kebijakan sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
Hal tersebut ditandai dengan direvisinya kedua
undang-undang tersebut di atas, yaitu UU No. 22
Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 ten-
tang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun
1999 menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.
Perbedaan paling utama antara UU No. 32 Ta-
hun 2004 dengan UU sebelumnya adalah bahwa
UU yang baru antara lain telah menjalin kembali
hubungan hirarkis antara Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah kabupaten/kota di wilayah pro-
vinsi, memuat pengaturan mengenai pemilihan
kepala daerah secara langsung, dan memuat pem-
bagian urusan yang lebih jelas antar tingkat Peme-
rintahan. Sedangkan perbedaan utama antara UU
No. 33 Tahun 2004 dengan UU sebelumnya adalah
bahwa undang-undang yang baru antara lain tidak
mengenal perbedaan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Reboisasi dan DAK Non-Reboisasi.
3.6.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Kondisi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009
diwarnai oleh berbagai kendala dan permasalah-
an. Selain itu, undang-undang baru yang meng-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 135 5/5/09 2:23:49 PM
136
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
atur tentang desentralisasi dan otonomi daerah,
yaitu UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33
Tahun 2004 baru saja ditetapkan dan diberlaku-
kan sehingga masih memerlukan perumusan
dan penetapan berbagai peraturan pelaksanaan-
nya. Beberapa kendala dan permasalahan di awal
pelaksanaan RPJMN 2004-2009 antara lain:
3.6.2.1. Pembagian Urusan Pemerintah-
an antara Pusat dan Daerah
yang Belum Jelas
Berbagai permasalahan yang menyangkut ke-
wenangan atas urusan pemerintahan, pengelo-
laan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), pengelolaan suatu kawasan atau pelaya-
nan tertentu, pengaturan pembagian hasil sum-
berdaya alam dan pajak, serta lainnya timbul
sebagai akibat dari kewenangan pusat masih ba-
nyak yang belum didesentralisasikan. Peraturan
dan perundangan sektoral yang masih belum
disesuaikan dengan UU Pemerintahan Daerah
juga kerap berdampak pada tumpang tindihnya
kewenangan antara Pemerintah pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota. Hal ini tidak jarang menim-
bulkan berbagai permasalahan dan konik pada
berbagai pihak dalam pelaksanaan suatu aturan,
misalnya tentang kehutanan, pertambangan pen-
didikan, tenaga kerja, pekerjaan umum, pertana-
han, serta penanaman modal.
3.6.2.2. Perbedaan Persepsi diantara
Pelaku Pembangunan tentang
Desentralisasi dan Otonomi
Daerah
Perbedaan persepsi antar pelaku pembangunan,
baik di jajaran pemerintah pusat, pemerintah pro-
vinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, serta para
pelaku pembangunan lainnya telah menimbulkan
berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang berpotensi menimbulkan
ketidakesienan dan ketidakefektifan peman-
faatan sumberdaya nasional. Hal ini ditandai
dengan kurangnya peran Gubernur dalam koor-
dinasi antar-kabupaten/kota di wilayahnya. Hal
ini disebabkan karena Pasal 4 ayat (2) UU No-
mor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Dae-
rah menyebutkan bahwa masing-masing daerah
berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan
hirarki satu sama lain. Hal ini kemudian diper-
sepsikan sebagai ketiadaan hirarki antara Peme-
rintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Akibatnya
seringkali kebijakan, perencanaan, dan hasil-hasil
pembangunan maupun penyelenggaraan peme-
rintahan tidak dikoordinasikan dan dilaporkan
kepada gubernur namun langsung kepada peme-
rintah pusat. Demikian pula, peraturan perun-
dangan antara satu dengan lainnya sering kurang
sejalan, seperti tampak dalam pelaksanaan otono-
mi khusus di Provinsi Papua.
3.6.2.3. Kerjasama antar Pemda yang
Masih Rendah
Pemerintah di berbagai daerah belum tertarik
untuk bekerjasama, terutama dalam penyediaan
pelayanan dasar khususnya di wilayah terpencil,
perbatasan antardaerah, serta wilayah dengan
tingkat urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Kurangnya kerjasama juga terjadi
pada pengelolaan dan pemanfaatan bersama
Sumber Daya Alam (SDA), perdagangan, pendi-
dikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, serta
perikanan termasuk dalam aspek pengolahan
pasca-panen dan distribusi.
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab 3.indd 136 5/5/09 2:23:52 PM
Bagian 3
137
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3.6.2.4. Kelembagaan Pemda yang Be-
lum Efektif dan EBsien
Kelembagaan Pemda yang terbentuk belum sepe-
nuhnya disesuaikan dengan urusan yang telah
ditetapkan sebagai urusan daerah. Jumlah Sa-
tuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) cenderung
berlebih, struktur organisasi cenderung besar,
serta belum memperhitungkan kriteria efektivi-
tas dan esiensi kelembagaan yang baik. Selain
itu, prasarana dan sarana pemerintahan di daerah
masih minim dan pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) belum efektif. Ketidakoptimalan
juga masih terdapat dalam hubungan kerja an-
tar-lembaga, termasuk antar Pemda, Dewan Per-
wakilan Rakyat Daerah (DPRD), masyarakat, dan
organisasi non-pemerintah.
3.6.2.5. Kapasitas Aparatur Pemda yang
Masih Terbatas
Permasalahan umum aparatur Pemda adalah
masih terbatasnya kapasitas dan profesionali-
tas, serta distribusinya yang tidak proporsional.
Hal ini menyebabkan tingkat pelayanan publik
kurang memadai, yang ditandai dengan kinerja
pelayanan yang cenderung lambat, tidak adanya
kepastian waktu, tidak transparan, dan kurang
responsif terhadap permasalahan yang berkem-
bang. Selain itu, belum terbangunnya sistem
dan regulasi yang memadai di dalam perekrutan
dan pola karir pegawai menyebabkan sedikitnya
SDM berkualitas yang menjadi aparatur Pemda.
Hal lainnya yang menjadi masalah adalah masih
belum memadainya etika kepemimpinan di be-
berapa daerah.
3.6.2.6. Kapasitas Keuangan Daerah
yang Masih Terbatas
Permasalahan yang ditemui terkait dengan ke-
uangan daerah adalah masih kurangnya efekti-
vitas dan esiensi pemanfaatan sumber-sum-
ber penerimaan daerah dan belanja daerah yang
proporsional, serta terbatasnya kemampuan,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya.
Semua hal ini menyebabkan terbatasnya kapasi-
tas keuangan daerah.
3.6.2.7. Pembentukan Daerah Otonomi
Baru (DOB) Masih Belum Sesuai
dengan Tujuan
Tidak meratanya pembangunan akibat luasnya
rentang kendali pemerintahan serta terbatasnya
penyediaan pelayanan publik sering dijadikan
alasan pembentukan daerah otonom baru. Dalam
praktek, pembentukan daerah otonom baru lebih
disebabkan alasan politis atau kemauan sebagian
kecil elit daerah. Padahal, terbentuknya daerah
otonom baru akan membebani anggaran negara
sebagai akibat perlunya penyediaan dana untuk
membiayai lembaga, aparatur dan prasarana ser-
ta sarana pemerintahan bagi instansi yang baru
dibentuk, baik instansi vertikal maupun instansi
daerah, termasuk untuk keperluan anggaran rutin-
nya. Akibatnya, pembangunan di daerah otonom
lama (induk) dan baru tidak mengalami percepat-
an yang berarti. Masyarakat di daerah otonom
baru juga cenderung tidak merasakan adanya pe-
ningkatan pelayanan publik maupun peningkatan
kesejahteraan.
Dengan kondisi awal dan berbagai permasalahan
tersebut, sasaran yang hendak dicapai dalam revi-
talisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah
dalam RPJMN 2004-2009 adalah:
1. Tercapainya sinkronisasi dan harmonisasi
peraturan perundang-undangan pusat dan
daerah, termasuk yang mengatur tentang
otonomi khusus Provinsi Papua dan Nang-
groe Aceh Darussalam (NAD);
2. Meningkatnya kerjasama antar Pemerintah
Daerah;
3. Terbentuknya kelembagaan Pemerintah Dae-
rah yang efektif, esien, dan akuntabel;
4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sum-
berdaya aparatur Pemerintah Daerah yang
profesional dan kompeten;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 137 5/5/09 2:23:52 PM
138
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan
pembangunan secara transparan, akuntabel,
dan profesional; serta
6. Tertatanya daerah otonom baru.
Sasaran-sasaran tersebut akan dicapai melalui
program-program sebagai berikut:
1. Program Penataan Peraturan Perundang-un-
dangan mengenai Desentralisasi dan Otono-
mi Daerah. Program ini ditujukan untuk:
(1) meningkatkan sinkronisasi dan harmo-
nisasi berbagai peraturan perundang-undang-
an yang menyangkut hubungan pusat dan
daerah, serta pelaksanaan otonomi daerah
termasuk peraturan perundang-undangan
daerah; (2) menyusun berbagai peraturan
pelaksana dari Undang-undang Nomor 32 Ta-
hun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 ten-
tang Perimbangan Keuangan Pusat dan Dae-
rah; (3) memperkuat visi desentralisasi dan
otonomi daerah para pelaku pembangunan
agar tercapai persepsi yang sama terutama
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pela-
yanan publik, dan pembangunan di daerah;
dan (4) mendorong pelaksanaan otonomi
khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Nang-
groe Aceh Darussalam.
2. Program Peningkatan Kerjasama antar Peme-
rintah Daerah. Program ini ditujukan untuk
meningkatkan pelaksanaan kerjasama antar
pemerintah daerah termasuk peningkatan
peran pemerintah provinsi.
3. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Pemerintah Daerah. Program ini ditujukan
untuk menyusun kelembagaan pemerintah
daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan
daerah dan potensi daerah yang perlu dike-
lola.
4. Program Peningkatan Profesionalisme Apa-
rat Pemerintah Daerah. Program ini dituju-
kan untuk memfasilitasi penyediaan aparat
pemerintah daerah, menyusun rencana pe-
ngelolaan serta meningkatkan kapasitas
aparat pemerintah daerah dalam rangka
peningkatan pelayanan masyarakat, penye-
lenggaraan pemerintahan, serta penciptaan
aparatur pemerintah daerah yang kompeten
dan profesional.
5. Program Peningkatan Kapasitas Keuangan
Pemerintah Daerah. Program ini ditujukan
untuk meningkatkan dan mengembangkan
kapasitas keuangan pemerintah daerah dalam
rangka peningkatan pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan otonomi daerah, dan pen-
ciptaan pemerintahan daerah yang baik.
6. Program Penataan Daerah Otonom Baru.
Program ini ditujukan untuk menata dan
melaksanakan kebijakan pembentukan dae-
rah otonom baru sehingga pembentukan dae-
rah otonom baru tidak memberikan beban
bagi keuangan negara dalam kerangka upaya
meningkatkan pelayanan masyarakat dan
percepatan pembangunan wilayah.
3.6.3. Pencapaian 2005-2008
3.6.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Pencapaian sasaran pembangunan bidang revi-
talisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah
RPJMN 2004-2009 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya Sinkronisasi dan Harmoni-
sasi Peraturan Perundang-Undangan Pu-
sat dan Daerah, Termasuk yang Mengatur
Otonomi Khusus Provinsi Papua dan NAD
Sasaran ini dicapai dengan dilaksanakannya Pro-
gram Penataan Peraturan Perundang-undangan
mengenai Desentralisasi dan Otoda. Program ini
memiliki kegiatan antara lain merumuskan dan
menetapkan peraturan pelaksana dari UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerin-
tahan Daerah. Perkembangannya hingga saat ini
tersaji dalam tabel 3.6.1.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 138 5/5/09 2:23:53 PM
Bagian 3
139
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Peraturan pelaksana dari amanat UU No. 33 Ta-
hun 2004 yang masih dalam pembahasan adalah
mengenai pengelolaan dana darurat. Sedangkan
peraturan pelaksana dari amanat UU No. 32 Ta-
hun 2004 yang masih dalam pembahasan tampak
pada tabel 3.6.2.
Terkait dengan pelaksanaan otonomi khusus di
Provinsi NAD, Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
telah membentuk kelompok kerja (pokja) me-
lalui Keputusan Mendagri No. 120.11-615 Tahun
2006 terkait dengan proses fasilitasi penyusunan
dan implementasi Peraturan Perundang-Undang-
an Otonomi Khusus di provinsi ini. Pokja telah
menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) tentang partai politik lokal yang selanjut-
nya ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah
(PP) No. 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik
Lokal di Aceh.
Dalam rangka pemberian dasar hukum bagi pelak-
sanaan otonomi khusus di Provinsi Papua Barat,
telah diterbitkan PP Pengganti UU No. 1 Tahun
2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua. PP Pengganti ini merupakan landasan
hukum bagi Provinsi Papua Barat dalam melak-
sanakan operasional pemerintahan daerahnya,
yang sesuai dengan Surat Ketua Mahkamah Kon-
stitusi (MK) No. 018/KA.MK/VI/2005 tanggal
16 Juni 2005 perihal Penjelasan Putusan MK No.
018/PUUI/2003. Dalam Surat Ketua MK terse-
but dijelaskan bahwa keberadaan Provinsi Irian
Jaya Barat sebagai subjek hukum pemerintahan
daerah adalah sah dan konstitusional. Untuk itu,
MK menyarankan Pemerintah agar payung hu-
kum Provinsi Papua Barat lebih tepat dimasuk-
kan dalam revisi UU No. 21 tahun 2001, dengan
tujuan Provinsi ini dapat melaksanakan otonomi
khusus.
Tabel 3.6.1.
Perkembangan Penetapan Peraturan Pelaksana
Undang-undang mengenai Desentralisasi dan Otoda
Peraturan Pelaksana
UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004
Jumlah yang
Diamanatkan
Jumlah yang sudah
Diterbitkan
Jumlah yang
Diamanatkan
Jumlah yang su-
dah Diterbitkan
Peraturan Pemerintah 27 22 7 6
Peraturan Presiden 2 1
Peraturan/Keputusan Menteri 2 2 1 1
Sumber: Pengolahan Data Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas, 2008
Tabel 3.6.2.
Peraturan Pelaksana Amanat UU No. 32 / 2004 yang Belum Selesai Ditetapkan
Peraturan Pelaksana
UU 32/2004
Nama Peraturan Pelaksana
Peraturan Pemerintah (PP) 1. PP Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan
2. PP Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
3. PP Fungsi Pemerintahan Tertentu dan Tatacara Penetapan Kawasan Khusus
4. PP Tatacara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan
Gubernur Selaku Wakil Pemerintah
5. PP Pedoman NSP Pembinaan dan Pengawasan Manajemen PNS Daerah
Peraturan Presiden (Perpres) Perpres Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah
Sumber: Pengolahan Data Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas, 2008
LO_RPJMN-Bab 3.indd 139 5/5/09 2:23:53 PM
140
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Terkait dengan otonomi khusus di Provinsi Pa-
pua, telah pula dilaksanakan evaluasi terhadap
pelaksanaan otonomi khusus secara komprehen-
sif dengan melibatkan kalangan perguruan tinggi.
Hasilnya digunakan sebagai masukan untuk lebih
memantapkan pelaksanaan otonomi khusus di
Provinsi Papua.
Terkait proses fasilitasi penyusunan dan pelak-
sanaan penyelenggaraan Pemerintahan DKI Ja-
karta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) telah diterbitkan UU No. 29 ta-
hun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta sebagai Ibu kota NKRI. UU
ini ditetapkan pada 30 Juli 2007 sebagai peng-
ganti Undang-Undang No. 34 tahun 1999, dengan
memerhatikan perkembangan penyelenggaraan
Pemerintahan daerah di DKI Jakarta.
Selanjutnya, Pemerintah telah menyusun draft
RUU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan mempertimbangan berak-
hirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gu-
bernur DIY pada 9 Oktober 2008. Draft RUU ini
sesuai Keputusan Presiden (Kepres) No. 179/M
Tahun 2003 tanggal 8 Oktober 2003. Draft RUU
ini mengatur kedudukan Sri Sultan Hamengku
Buwono X dan Adipati Paku Alam IX dalam posisi
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta setelah berakhirnya masa
jabatan periode 2003-2008, yang intinya:
1. Menempatkan Sri Sultan Hamengku Buwono
X dan Adipati Paku Alam IX sebagai Parardhya
yang bertahta secara sah dengan kewenangan
yang mencerminkan kewenangan keistime-
waan DIY; serta
2. Pengaturan empat keistimewaan lainnya di
bidang pertanahan, penataan ruang, kebu-
dayaan, dan keuangan.
Sebagai tindak lanjut dari Keputusan MK No. 5/
PUU-V/2007 tentang Pengujian UU No. 32 Ta-
hun 2004 terhadap UUD 1945 telah diterbitkan
perubahan terbatas UU No. 12 Tahun 2008 ten-
tang Perubahan Kedua UU No. 32 Tahun 2004
pada tanggal 28 April 2008. Perubahan terbatas
tersebut terkait dengan (1) Keputusan MK No.
5/PUU-V/2007 yang diputuskan pada tanggal 23
Juli 2007 tentang pemasukkan calon perseorang-
an dalam pemilihan kepala daerah dan wakil ke-
pala daerah serta mekanismenya; (2) pengisian
kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang
menggantikan kepala daerah yang meninggal
dunia, mengundurkan diri (berhenti), atau tidak
dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan
secara terus-menerus dalam masa jabatannya;
(3) pengisian kekosongan jabatan wakil kepala
daerah karena meninggal dunia, mengundurkan
diri (berhenti), diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara
terus-menerus dalam masa jabatannya; (4) inte-
grasi penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota
dan wakil bupati/wakil walikota dengan pemilih-
an gubernur dan wakil gubernur; serta (5) pen-
jadwalan kembali pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah.
Dok: PolaGrade
2. Meningkatnya Kerjasama antar Peme-
rintah Daerah
Sasaran ini dicapai dengan terlaksananya Pro-
gram Peningkatan Kerjasama Antar Pemda. Sam-
pai saat ini, program ini lebih banyak tergantung
pada inisiatif masing-masing Pemda. Adapun
pencapaian dalam program peningkatan kerjasa-
ma antar daerah ditunjukkan antara lain oleh:
LO_RPJMN-Bab 3.indd 140 5/5/09 2:23:59 PM
Bagian 3
141
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1. Telah tersedianya informasi melalui website-
Ditjen PUM (http://www.ditjenpum.go.id)
mengenai potensi Daerah yang dapat diker-
jasamakan dengan pihak ketiga;
2. Telah diterbitkannya PP No. 50 tahun 2007
tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama An-
tar Daerah;
3. Tersosialisasikannya PP No. 50 Tahun 2007
dan peraturan pendukung PP tersebut;
4. Terbentuknya beberapa forum kerjasama
di bidang pengembangan ekonomi regional
dan pelayanan publik, baik kerjasama antar
pemerintah kabupaten/kota yang umum-
nya didasari oleh penggunaan SDA bersama,
maupun, kerjasama dengan pihak ketiga, se-
perti Kementerian/Lembaga Pusat, Universi-
tas, LSM serta pihak swasta yang bergerak di
bidang terkait;
5. Terbentuknya beberapa forum kerjasama yang
diinisiasi oleh pemerintah provinsi untuk
semua wilayah kabupaten/kota di wilayahnya
dalam rangka koordinasi penyelenggaraan
pembangunan;
6. Terbentuknya kerjasama yang dituangkan
dalam kesepakatan antara Gubernur Provinsi
DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Guber-
nur Banten, Bupati Bogor, Walikota Bogor,
Walikota Depok, Bupati Tangerang, Walikota
Tangerang, Bupati Bekasi, Walikota Bekasi,
dan Bupati Cianjur (Jabodetabekjur). Demiki-
an pula telah terjalin kesepakatan kerjasama
antar kabupaten dan kota Yogyakarta, Sle-
man, dan Bantul (Kartamantul); kesepakatan
kerjasama antara Banjarnegara, Purbalingga,
Banyumas, Cilacap, dan Kebumen (Barling-
mascakeb); kesepakatan kerjasama antara
Kabupaten dan Kota Surakarta, Boyolali, Su-
koharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan
Klaten (Subosukawonosraten). Kerjasama lain-
nya adalah kerjasama antara Kabupaten dan
Kota Makasar, Maros dan Gowa, kerjasama
Kabupaten dan Kota Denpasar, Gianyar, dan
Tabanan (Sarbagita), dan kerjasama pengelo-
laan pesisir dan laut pada wilayah Teluk To-
mini oleh seluruh kabupaten di sepanjang te-
luk ini yang difasilitasi oleh Badan Kerjasama
Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS);
7. Ditandatanganinya kesepakatan kerjasama
oleh lima gubernur yang berbatasan di wilayah
Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, Jambi, dan Riau) dalam rangka pe-
ningkatan pendayagunaan potensi perekono-
mian, pengembangan jaringan ekonomi regi-
onal, dan pengembangan daerah perbatasan.
3. Terbentuknya Kelembagaan Pemerintah
Daerah yang Efektif, Esien, dan Akun-
tabel
Sasaran ini dicapai dengan dilaksanakannya
Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Pemerintahan Daerah. Pencapaian program ini
antara lain adalah:
1. Telah selesai dan diterbitkannya PP No. 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Peme-
rintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
2. Telah selesai disusun dan diterbitkannya PP
No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pe-
rangkat Daerah;
3. Sebanyak 15 provinsi, 120 kabupaten dan 25
kota telah menerapkan organisasi perangkat
daerah sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007;
4. Tersusunnya konsep awal Grand Strategy Oto-
nomi Daerah meliputi urusan pemerintahan,
kelembagaan, personil, keuangan daerah,
perwakilan, pelayanan publik, pengawasan,
serta penataan daerah (pembentukan daerah
otonomi khusus, pemekaran, penghapusan
dan penggabungan daerah, penyesuaian batas
daerah, pengalihan status daerah, serta ibu-
kota);
5. Telah selesai disusun dan diterbitkannya PP
No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusun-
an Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, Laporan Keterangan Pertanggung-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 141 5/5/09 2:23:59 PM
142
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
jawaban Kepala Daerah, dan Informasi Lapor-
an Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada masyarakat;
6. Telah diselesaikannya rancangan Peraturan
Presiden (Perpres) tentang Kerangka Nasio-
nal Pengembangan dan Peningkatan Kapasi-
tas dalam rangka Mendukung Desentralisasi
dan Pemerintahan Daerah;
7. Tersusunnya Buku Pegangan (Handbook) Pe-
nyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangun-
an Daerah tahun 2006, 2007 dan 2008;
8. Telah diterbitkan PP No. 6 tahun 2008 ten-
tang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pe-
merintahan Daerah;
9. Telah diterbitkan PP No. 7 tahun 2008 Ten-
tang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
10. Telah diterbitkan PP No 8 tahun 2008 ten-
tang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengen-
dalian, dan Evaluasi Rencana Pembangunan
Daerah; serta
11. Telah diterbitkan PP No. 19 Tahun 2008 ten-
tang Kecamatan;
12. Diterbitkannya Permendagri No. 9 tahun
2008 tentang perubahan pertama atas per-
ubahan Permendagri No. 3 tahun 2005 ten-
tang pedoman tata naskah dinas di lingkung-
an pemerintah kabupaten/kota;
13. Diterbitkannya Permendagri No. 10 tahun
2008 tentang perubahan pertama atas Per-
mendagri No. 2 tahun 2005 tentang pedoman
tata naskah dinas di lingkungan pemerintah
provinsi;
14. Terbitnya Permendagri No. 18 tahun 2008
tentang organisasi dan tata kerja sekretariat
lembaga keistimewaan NAD;
15. Terbitnya Permendagri No. 19 tahun 2008 ten-
tang pedoman organisasi dan tatalaksana Se-
kretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah;
16. Terbitnya Permendagri No. 20 tahun 2008
tentang pedoman organisasi dan tata kerja
unit pelayanan dan perizinan terpadu di dae-
rah;
17. Terbitnya Permendagri No. 33 tahun 2008
tentang pedoman hubungan kerja organisasi
perangkat daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
18. Terbitnya Permendagri No. 45 tahun 2008
tentang pola organisasi perangkat daerah
provinsi DKI Jakarta; dan
19. Terbitnya Permendagri No. 46 tahun 2008
tentang pedoman organisasi dan tata kerja
badan penanggulangan bencana daerah.
Terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala
daerah (pilkada) langsung, hasil yang dicapai
adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah secara langsung di 484 dae-
rah. Perinciannya adalah: 32 provinsi, 362 kabu-
paten dan 90 kota. Khusus untuk pelaksanaan
pilkada pada 160 daerah yang masa jabatan ke-
pala dan wakil kepala daerahnya berakhir 2008,
telah dilaksanakan Pilkada pada seluruh daerah
tersebut, yang terdiri atas 13 provinsi, 112 kabu-
paten dan 35 kota.
Terkait dengan pencapaian penataan pembagian
urusan pemerintahan, Pemerintah telah menge-
luarkan Surat Mendagri No. 100/328/SJ tanggal
11 Februari 2008 tentang Penyusunan Norma,
Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang di-
tujukan kepada Menteri/Kepala LPND Kabinet
Indonesia Bersatu, dan Surat Mendagri yang di-
tujukan kepada gubernur, bupati/walikota, ketua
DPRD provinsi dan ketua DPRD kabupaten/kota
seluruh Indonesia No. 100/344/SJ tanggal 12
Februari 2008 perihal Penetapan Perda tentang
urusan pemerintahan yang menjadi Kewenangan
Daerah, sesuai dengan amanat PP No. 38 tahun
2007 untuk pelaksanaan urusan pemerintahan
wajib dan pilihan oleh Menteri/Kepala LPND
dalam menetapkan NSPK.
Berkenaan dengan proses pelaksanaan Stan-
dar Pelayanan Minimal (SPM), telah ditetapkan
Keputusan Mendagri No. 100.05-76 Tahun 2007
tentang Pembentukan Tim Konsultasi Penyu-
sunan SPM dan Surat Edaran Mendagri kepada
LO_RPJMN-Bab 3.indd 142 5/5/09 2:24:00 PM
Bagian 3
143
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Gubernur/Bupati/Walikota tentang Pelaksanaan
SPM di daerah. Selain itu, Depdagri telah mem-
fasilitasi departemen teknis lainnya dalam me-
nyusun SPM, khususnya Departemen Kesehatan,
Departemen Pendidikan Nasional, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Departemen Pekerjaan
Umum. Pada akhir 2008 departemen tersebut
diharapkan sudah dapat menerbitkan peraturan
menteri terkait SPM. Namun sampai akhir 2008
baru 3 SPM yang diterbitkan, yaitu SPM Bidang
Kesehatan, SPM Bidang Lingkungan Hidup, dan
SPM Bidang Sosial.
Departemen Dalam Negeri juga telah melakukan
sosialisasi PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
dan penyampaian permintaan indikator kiner-
ja kunci (IKK) Evaluasi Penyelenggaraan Peme-
rintahan Daerah (EPPD) dari tiap-tiap departe-
men/LPND. Berbagai peraturan ini merupakan
bahan penyusunan Permendagri tentang Tata
Cara Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerin-
tah Daerah.
1. Terselenggaranya diklat bagi 900 orang dalam
30 angkatan yang mendukung penyelengga-
raan pemerintahan daerah dan peningkatan
koordinasi dan kerjasama antar lembaga;
2. Terselenggaranya berbagai diklat unggulan/
prioritas dan diklat teknis fungsional seperti
diklat kepemimpinan pemerintahan daerah
bagi sebanyak 210 orang dalam 7 kegiatan,
dan berbagai diklat yang bertujuan untuk
menunjang penerapan manajemen SPM bagi
sebanyak 630 orang dalam 21 kegiatan;
3. Terlaksananya proses revisi PP No. 100 tahun
2000 yang mengatur persyaratan jabatan pe-
rangkat daerah;
4. Permendagri No. 12 tahun 2008 tentang
pedoman analisis beban kerja di lingkungan
Depdagri dan Pemda.
5. Terkelolanya Sumber Dana dan Pembia-
yaan Pembangunan Secara Transparan,
Akuntabel, dan Profesional
Sasaran ini dicapai melalui pelaksanaan Program
Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah
Daerah. Pencapaian dalam program ini hingga
Agustus 2008 adalah:
1. Terlaksananya Sistem Informasi Bina Admi-
nistrasi Keuangan Daerah (SIBAKD) di ting-
kat pusat dan Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah (SIPKD) inkubator di 12
Provinsi dan 59 Kabupaten/Kota;
2. Meningkatnya kapasitas Keuangan Peme-
rintah Daerah seiring dengan adanya pe-
ningkatan dana perimbangan tiap tahunnya.
Jumlah dana perimbangan (DAU, DAK, DBH)
pada 2004 hanya Rp 120.245.434,20 juta
sedangkan pada 2008 telah meningkat men-
jadi sebesar Rp 263.370.667,68 juta.
Pencapaian lain adalah diterbitkannya beberapa
peraturan terbaru terkait dengan pelaksanaan
dan pengelolaan keuangan daerah, yang diringkas
dalam tabel 3.6.3.
Depdagri telah memfasilitasi
departemen teknis lainnya dalam
menyusun SPM, khususnya Departemen
Kesehatan, Departemen Pendidikan
Nasional, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Departemen Pekerjaan
Umum
4. Meningkatnya Kapasitas Pengelolaan
Sumberdaya Aparatur Pemerintah Dae-
rah yang Profesional dan Kompeten
Sasaran ini dicapai melalui pelaksanaan Program
Peningkatan Profesionalisme Aparat Pemda. Ter-
kait dengan upaya ini, hasil yang dicapai di anta-
ranya:
LO_RPJMN-Bab 3.indd 143 5/5/09 2:24:00 PM
144
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tabel 3.6.3.
Pencapaian Program Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah
Kelompok Pencapaian Kelompok Pencapaian
Peraturan Perundangan Bidang
Administrasi Anggaran Daerah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
PP No. 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 24 Tahun 2004
tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD;
Permendagri No. 16 tahun 2007 tentang Tatacara Evaluasi Rancangan Perda
tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD;
Permendagri No. 30 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2008;
Permendagri No. 44 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pe-
milihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri No. 13
tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
Permendagri No. 32 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2009;
Evaluasi Ranperda APBD Provinsi Tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008;
Asistensi Penyusunan APBD tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008; dan
Sosialisasi peraturan formal di bidang keuangan daerah.
Peraturan Perundangan Bidang
Administrasi Pendapatan dan
Investasi Daerah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
PP No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No. 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
Permendagri No. 2 tahun 2007 tentang Organisasi dan Kepegawaian Perusa-
haan Daerah Air Minum;
Permendagri No. 9 Tahun 2007 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2007;
Permendagri No. 10 Tahun 2007 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pa-
jak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Tahun
2007;
Permendagri No. 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah;
Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuang-
an Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD);
Permendagri No. 22 Tahun 2008 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2008;
Permendagri No. 23 Tahun 2008 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pa-
jak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Tahun
2008;
Draf Rancangan Undang-Undang tentang BUMD telah disampaikan ke De-
partemen Hukum dan HAM;
Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
masih dibahas di DPR;
Draf Peraturan Bersama Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tentang Kerjasama Pelayanan Pendaftaran
Kendaraan Bermotor Dalam Pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari
Pemberian Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Kendaraan Ber-
motor, Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan melalui
Sistem Administrasi Manunggal di bawah Satu Atap (SAMSAT);
Evaluasi Perda Pajak dan Retribusi Daerah;
Fasilitasi Bimbingan teknis Pengelolaan Barang Daerah, Penilaian Aset Dae-
rah, kebijakan Perubahan Status Hukum Barang Daerah, dan Penyerahan Ba-
rang dan Utang Piutang pada Daerah yang baru dibentuk;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 144 5/5/09 2:24:01 PM
Bagian 3
145
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Kelompok Pencapaian Kelompok Pencapaian
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
Basis Data (Database) Badan Usaha Daerah;
Sosialisasi pedoman penyusunan Corporate Plan BUMD;
Pemetaan (mapping) Lembaga Keuangan Mikro Milik Pemerintah Daerah;
Petunjuk teknis tentang Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah;
Pedoman tentang Penyaluran Kredit Usaha Mikro yang difasilitasi Pemda,
Bersumber dari bagian laba BUMN (Program Kemitraan BUMN);
Evaluasi Penyaluran Kredit yang difasilitasi Pemerintah Daerah untuk usaha
mikro yang bersumber dari bagian laba BUMN;
Kajian Tentang Model Inkubator Investasi Daerah; dan
Fasilitasi Kegiatan Pembinaan Administrasi Keuangan Daerah bidang Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD).
Bidang Fasilitasi Dana Perim-
bangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Rekonsiliasi dan pendataan ulang guna mendapatkan data pegawai negeri
sipil daerah (PNSD) yang akurat sebagai dasar perhitungan alokasi dasar DAU
tahun 2005, 2006, dan 2007;
Rekonsiliasi Data Dasar DAU dan DAK Daerah Pemekaran tahun 2005, 2006,
dan 2007;
Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAU dan Monev Program Dekonsen-
trasi tahun 2005, 2006, dan 2007;
Asistensi Penyusunan RD bagi Daerah Penerima DAK dan Sosialisasi serta
implementasi Juknis DAK;
Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Bidang Prasarana Pemerintahan;
Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAK tahun 2005, 2006, dan 2007;
Fasilitasi Pengelolaan Dana Bagi Hasil;
Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Penerimaan DBH Sumberdaya Alam
dan Pajak; dan
Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus.
Surat Edaran Bersama (SSEB) Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No. 0239/
M.PPN/11/2008, SE 1722/MK07/2008, 900/3556/SJ perihal Petunjuk Tek-
nis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Bidang Fasilitasi Pertanggung-
jawaban dan Pengawasan Ke-
uangan Daerah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
Permendagri No. 65 Tahun 2007 tentang Pedoman Evaluasi Rancangan Perda
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD;
Terlaksananya Asistensi Pedoman Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Dae-
rah;
Asistensi Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pedoman Kebijakan dan Teknis Akuntansi;
Sosialisasi Sistem Penatausahaan, Akuntansi dan Pertanggungjawaban
Keuangan daerah bagi Aparat Pemerintah Daerah;
Sosialisasi Pedoman evaluasi Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksa-
naan APBD;
Sosialisasi Integrasi/Migrasi Data APBD;
Data dasar APBD;
Asistensi Penatausahaan dan Akuntasi Keuangan Pemerintah Daerah;
Fasilitasi Implementasi Media Inkubator Kapasitas Pengelolaan Keuangan
Daerah;
Evaluasi Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; dan
Penyusunan Kerangka Dasar Pengembangan Sistem Basis Data dan Sistem
Komunikasi Keuangan Daerah.
Lanjutan Tabel 3.6.3.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 145 5/5/09 2:24:01 PM
146
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Selain itu, Pemerintah melalui Depdagri, De-
partemen Keuangan (Depkeu), dan departemen
teknis terkait, hingga 10 Desember 2008 telah
melakukan evaluasi terhadap 11.401 Perda dan
2.150 rancangan Perda (Raperda) mengenai pajak
dan retribusi daerah yang hasilnya secara lengkap
tersaji dalam tabel 3.6.4. Salah satu rekomen-
dasinya adalah pembatalan beberapa Perda (Ra-
perda). Alasan pembatalan Perda tersebut pada
umumnya berkaitan dengan adanya ketentuan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,
dan adanya kecenderungan untuk menimbulkan
ekonomi biaya tinggi.
Pemerintah juga merespon keterlambatan penyu-
sunan APBD melalui kebijakan:
1. Penerbitan Permendagri No. 59 Tahun 2007
yang memuat penegasan atas materi yang
menjadi multitafsir dan penyederhanaan pro-
ses penyusunan APBD sehingga penerbitan
Perda APBD dapat dipercepat;
2. Evaluasi Raperda APBD Provinsi, dimana
peringatan tentang penyertaan modal pada
BUMD harus dinilai berdasarkan manfaat
yang diperoleh dibandingkan dengan besaran
modal yang disertakan. Adapun bagi BUMD
yang tidak dapat menghasilkan keuntungan
dan dinilai kurang sehat disarankan untuk di
merger atau dialihkan kepemilikannya;
3. Menyusun Participative Corporate Plan bagi
pengelola BUMD;
4. Menyelesaikan draf RUU BUMD.
5. Evaluasi terhadap Permendagri No. 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah. Evaluasi tersebut untuk me-
mastikan agar materi Permendagri 17/2007
yang tidak sejalan dengan PP 38/2008 dapat
direvisi; serta
6. Penerbitan Permendagri No. 32 Tahun 2008
tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD
2009 terkait proses peningkatan esiensi
dan efektivitas anggaran dalam penyusunan
APBD.
Sementara itu, dalam menyikapi permasalahan
nasional sebagai implikasi dari tekanan harga mi-
nyak dan harga pangan dunia serta krisis keuang-
an, Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran
No. 541/1264/SJ, sebagai pedoman Pemerintah
Daerah guna menjaga stabilitas penyelenggaraan
pemerintahan, serta stabilitas politik lokal, dima-
na Pemerintah Daerah diharapkan:
1. Mendukung program Pemerintah dalam pem-
berian bantuan sosial dan jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas) dan Beras untuk
Rakyat Miskin (Raskin), pemberdayaan ma-
syarakat melalui PNPM Mandiri, dan bantu-
an Kredit Usaha Rakyat (KUR);
2. Melakukan esiensi belanja daerah melalui
penataan kembali program dan kegiatan yang
tidak memberikan manfaat langsung kepada
masyarakat, dengan mengutamakan pro-
gram/kegiatan pemberdayaan masyarakat,
Tabel 3.6.4.
Hasil Evaluasi terhadap Perda dan Raperda mengenai Pajak dan Retribusi Daerah
Daerah
Diterima
Hasil Evaluasi
Dalam Proses
Batal Revisi Tidak Bermasalah
Perda Raperda Perda Raperda Perda Raperda Perda Raperda Perda Raperda
Provinsi 533 103 150 5 1 46 345 40 37 12
Kabu-
paten
8.137 1.649 1.807 216 98 876 3.730 545 2.502 12
Kota 2.731 398 441 46 45 237 1.365 110 880 5
TOTAL 11.401 2.150 2.398 267 144 1.159 5.440 695 3.419 29
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan
LO_RPJMN-Bab 3.indd 146 5/5/09 2:24:02 PM
Bagian 3
147
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
penciptaan lapangan kerja dan pengentasan
kemiskinan;
3. Secara khusus membatasi perjalanan dinas,
kunjungan kerja, studi banding, penyeleng-
garaan rapat-rapat yang dilaksanakan di luar
kantor, dan mengurangi berbagai kegiatan
workshop, seminar, maupun lokakarya; serta
4. Melakukan penghematan penggunaan energi
listrik dengan cara melakukan penghematan
listrik di kantor-kantor Pemerintah Daerah
dan bangunan yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah, dan BUMD.
6. Tertatanya Daerah Otonomi Baru (DOB)
Sasaran ini dicapai dengan dilaksanakannya Pro-
gram Penataan Daerah Otonom Baru (DOB).
Dalam hal ini, meski Pemerintah berkomitmen
menunda pembentukan DOB, dalam praktiknya,
sepanjang 2005 sampai 2008, telah terbentuk 55
DOB, yang terdiri atas 48 kabupaten, dan 7 kota.
Bahkan, apabila pemekaran daerah dilihat dari
1999, telah dilahirkan 205 DOB, yang terdiri dari
7 Provinsi, 34 Kota, dan 164 Kabupaten.
Untuk mengendalikan pembentukan DOB, Peme-
rintah menerbitkan PP No. 78 Tahun 2007 sebagai
revisi PP No. 129 Tahun 2000 tentang Tata cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah. Peraturan ini menjadi saringan yang lebih
ketat serta menjadi pedoman hukum yang lebih
baik bagi proses pemekaran dan penggabungan
daerah ke depan, sesuai dengan persyaratan ad-
ministratif, teknis, dan sik kewilayahan. Ada-
pun dalam mendukung penyelenggaraan Peme-
rintahan DOB, telah dilaksanakan pembangunan
sarana dan prasarana kecamatan di 65 daerah
kabupaten/kota hasil pemekaran, yang meliputi
fasilitas kantor, rumah dinas camat, dan aula di-
nas kecamatan. Pemerintah juga telah menyele-
saikan beberapa masalah perebutan aset daerah
dan kasus batas administrasi daerah pada DOB.
Selain itu, telah dikembangkan kebijakan dae-
rah persiapan sebelum proses penetapan DOB
dengan UU, dan mekanisme pendampingan
selama satu periode tertentu setelah ditetapkan
menjadi DOB.
3.6.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
1. Tercapainya Sinkronisasi dan Harmoni-
sasi Peraturan Perundang-Undangan Pu-
sat dan Daerah, Termasuk yang Menga-
tur Otonomi Khusus Provinsi Papua dan
NAD
Salah satu permasalahan dalam pencapaian sasar-
an ini adalah sulitnya melakukan koordinasi antar
instansi akibat demikian banyaknya instansi di
pusat yang terkait dengan pembangunan di dae-
rah dan adanya gejala ego sektoral atau ego antar
instansi. Di samping itu terkait dengan penataan
peraturan perundang-undangan mengenai de-
sentralisasi dan otonomi daerah, permasalahan
yang dihadapi di antaranya adalah belum tersu-
Dok: Bappenas
LO_RPJMN-Bab 3.indd 147 5/5/09 2:24:05 PM
148
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sun lengkap dan tersosialisasikannya peraturan
perundangan yang mengatur pelaksanaan desen-
tralisasi di daerah-daerah yang memiliki karak-
teristik khusus dan istimewa.
2. Meningkatnya Kerjasama antar Pemda
Permasalahan yang masih dihadapi dalam pen-
capaian sasaran ini adalah belum optimalnya
kerjasama antar Pemda, khususnya dalam pena-
nganan kawasan perbatasan, pengurangan kesen-
jangan antar wilayah dan penyediaan pelayanan
publik dasar. Beberapa penyebabnya adalah se-
bagai berikut:
1. Belum tersosialisasinya dengan baik PP No.
50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksa-
naan Kerjasama Antar Daerah yang diharap-
kan menjadi payung regulasi penting dalam
mendorong sinergi dan integrasi Perda yang
mengatur kebijakan pengembangan kerjasa-
ma antar daerah;
2. Belum ada model/format ideal dan instrumen
kerjasama yang potensial dikembangkan un-
tuk meningkatkan kualitas pelayanan publik;
serta
3. Belum ada insentif yang terukur untuk men-
dorong daerah dalam melakukan kerjasama.
Secara umum Pemerintah Daerah belum optimal
memberdayakan potensi sumberdaya yang ada
untuk mendatangkan manfaat yang lebih besar,
yang dikelola secara bersama-sama antar Peme-
rintah Daerah.
3. Terbentuknya Kelembagaan Pemda yang
Efektif, Esien, dan Akuntabel
Permasalahan utama terkait sasaran ini adalah
berkenaan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Or-
ganisasi Perangkat Daerah. Begitu juga, belum
terbitnya SPM pada seluruh bidang. Selain itu,
beberapa permasalahan lain adalah:
1. Belum disusunnya rencana aksi nasional
(RAN) di bidang pelayanan publik, khusus-
nya bidang administrasi kependudukan dan
perizinan investasi;
2. Masih adanya berbagai protes dan ketidak-
puasan para pendukung pasangan calon ke-
pala daerah terhadap proses dan hasil pilkada
langsung yang disebabkan kurang akuratnya
penetapan data pemilih, persyaratan calon
yang kurang lengkap atau tidak memenuhi
persyaratan (tidak punya ijazah), permasalah-
an internal partai politik (parpol) dalam hal
pengusulan pasangan calon, adanya dugaan
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) ku-
rang independen, adanya pelanggaran kam-
panye, dan penghitungan suara yang diang-
gap kurang akurat;
3. Proses evaluasi penyelenggaraan Pemerin-
tahan daerah belum dapat dilakukan secara
optimal karena masih menunggu peraturan
pelaksana dari PP No. 6 Tahun 2008 tentang
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Dae-
rah; serta
4. Belum optimalnya koordinasi penyelengga-
raan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pem-
bantuan oleh departemen sektor di daerah.
4. Meningkatnya Kapasitas Pengelolaan
Sumberdaya Aparatur Pemda yang Pro-
fesional dan Kompeten
Permasalahan utama terkait sasaran ini adalah
masih ditemuinya kendala dalam proses mutasi
antar daerah dan mutasi dari daerah ke pusat atau
sebaliknya. Selain itu, hal penting lainnya adalah
yang terkait dengan kebijakan pengangkatan te-
naga honorer menjadi CPNS. Untuk esiensi jum-
lah PNS daerah, dampak dari kebijakan ini dikha-
watirkan justru akan membuat jumlah aparat
daerah semakin tidak esien. Permasalahan lain
yang masih dihadapi dalam program peningkatan
profesionalisme aparatur Pemda di antaranya:
1. Kemampuan aparat Pemda yang masih be-
lum memadai, khususnya di tingkat keca-
matan dan kelurahan/desa di dalam bidang
kependudukan, kesempatan kerja, strategi in-
vestasi, keamanan dan ketertiban (tramtib),
serta perlindungan masyarakat (linmas);
LO_RPJMN-Bab 3.indd 148 5/5/09 2:24:05 PM
Bagian 3
149
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Belum tersusunnya norma, standar, prose-
dur, dan pedoman sistem karier, sistem cuti,
sistem asuransi, sistem penghargaan, serta
pengelolaan aparatur Pemda;
3. Belum adanya standar kompetensi dalam
pola karier dan mutasi; serta
4. Belum memadai manajemen aparatur Pemda,
khususnya di dalam penataan jabatan nege-
ri dan negara serta jabatan fungsional dan
struktural berdasarkan kompetensi dan ke-
ahliannya.
5. Terkelolanya Sumber Dana dan Pembia-
yaan Pembangunan Secara Transparan,
Akuntabel, dan Profesional
Permasalahan utama dalam pencapaian sasaran
ini adalah terlalu seringnya perubahan peraturan
maupun aplikasi pendukungnya, sementara dae-
rah memerlukan waktu untuk adaptasi. Kapasitas
aparatur Pemda, khususnya dalam hal akuntansi
dan auditing masih belum cukup memadai untuk
pelaksanaan Permendagri 13/2006.
Dalam hal pendapatan daerah, daerah masih
terlalu fokus pada usaha peningkatan pajak dan
retribusi, karena takut terbentur aturan apabila
mencoba inovasi lain. Akan tetapi hal ini kemu-
dian memunculkan isu kemandirian daerah kare-
na peningkatan kapasitas skal daerah berjalan
lambat. Permasalahan lain adalah baru diterbit-
kannya beberapa peraturan perundangan terkait
pengelolaan keuangan daerah serta masih belum
mencukupinya kapasitas SDM aparatur Pemda di
bidang tersebut. Sejalan dengan pemberian ke-
wenangan yang lebih besar kepada Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat, daerah diberi kewenangan
untuk memungut pajak daerah dan retribusi dae-
rah sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun
1997 yang telah diubah dengan UU No. 34 Tahun
2000.
Dalam perkembangannya, terdapat beberapa dae-
rah yang memungut pajak daerah dan retribusi
daerah dengan kurang memerhatikan kriteria yang
ditetapkan dalam UU tersebut. Begitu juga banyak
yang bertentangan dengan kepentingan umum se-
hingga cenderung mendorong terjadinya ekonomi
biaya tinggi dan mengganggu iklim investasi di
daerah.
Proses penyusunan APBD di beberapa daerah
sering mengalami keterlambatan. Hal ini dise-
babkan proses pembahasan yang membutuhkan
waktu yang panjang serta adanya persepsi dan
interpretasi yang berbeda terhadap Permendagri
No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelo-
laan Keuangan Daerah. Hal ini pada gilirannya
mengakibatkan realisasi penyerapan APBD yang
belum memenuhi target. Selain itu, pengelolaan
BUMD di beberapa daerah juga dirasakan belum
optimal dan esien, sehingga banyak BUMD yang
belum dapat menjadi sumber PAD, bahkan mem-
bebani APBD. Hal itu terbukti ketika alokasi dana
APBD untuk pengelolaan BUMD jauh lebih besar
dibandingkan keuntungan yang diperoleh dari
BUMD. Keberadaan BUMD juga belum dipayungi
dengan dasar hukum yang kuat.
Terkait aspek administrasi penatausahaan barang
milik daerah sampai 2008, banyak daerah yang
belum sepenuhnya melakukan proses adminis-
trasi penatausahaan barang milik daerah yang
sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas PP No. 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Masih
rendahnya jumlah dan kualitas SDM yang mem-
punyai kompetensi di bidang pengelolaan keuang-
an termasuk akuntansi dan juga keterbatasan
dalam penguasaan teknologi informasi menjadi
kendala dalam proses peningkatan kapasitas ke-
uangan Pemerintah Daerah. Hal tersebut terbukti
dengan adanya beberapa daerah masih melaku-
kan pengelolaan keuangan daerah secara manual
dan belum memanfaatkan sistem informasi yang
terkomputerisasi.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 149 5/5/09 2:24:06 PM
150
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Terkait dana perimbangan, beberapa isu atau per-
masalahan aktual yang muncul, antara lain:
1. Pemekaran daerah berimplikasi terhadap
peningkatan komponen dana perimbangan,
khususnya DAU dan DAK dan akan membe-
bani APBN pada setiap tahunnya;
2. Penerimaan pegawai sebagai akibat dari pro-
ses pemekaran daerah dan mutasi pegawai,
menuntut adanya rekonsiliasi dan verikasi
guna mendapatkan data pegawai negeri sipil
daerah (PNSD) yang akurat sebagai dasar per-
hitungan alokasi dasar DAU.
6. Tertatanya Daerah Otonomi Baru (DOB)
Permasalahan yang masih dihadapi dalam penca-
paian sasaran ini, di antaranya:
1. Belum optimalnya peran Dewan Pertimbang-
an Otonomi Daerah (DPOD) di dalam pro-
ses pembentukan daerah dan pembangunan
DOB, yang tidak dapat mengimbangi ba-
nyaknya keinginan beberapa daerah untuk
melakukan pemekaran tanpa analisis kom-
prehensif terhadap kelayakan teknis, admi-
nistratif, politik, dan potensi daerah;
2. Banyak timbulnya konik terkait pemekaran
daerah, seperti pengelolaan aset daerah, pe-
nyediaan aparatur Pemerintah, dan batas
wilayah, yang berpengaruh pada kinerja pem-
bangunannya;
3. Evaluasi sementara antara Depdagri, Ba-
ppenas-UNDP, dan LAN tahun 2007, menun-
jukkan bahwa sekitar 80 persen daerah pe-
mekaran yang sudah mekar selama 5 tahun
menunjukan kinerja yang masih rendah,
khususnya untuk aspek perekonomian dae-
rah, keuangan daerah, pelayanan publik, dan
kapasitas aparatur dalam memberikan pela-
yanan;
4. Pembentukan DOB pada saat yang bersamaan
dengan masa persiapan dan pelaksanaan Pe-
milu 2009 dapat dikhawatirkan menggang-
gu pelaksanaan Pemilu, khususnya terkait
dengan proses pendataan para pemilih dan
penentuan daerah pemilihan;
5. Pemberian insentif bagi daerah untuk mela-
kukan pemekaran, khususnya terkait dengan
pemberian dana perimbangan;
6. Pelaksanaan Program Penataan DOB masih
berkisar pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya
pragmatis untuk menyikapi permasalahan
yang terjadi pasca pemekaran, seperti misal-
nya penyelesaian kasus sengketa aset antara
daerah pemekaran dengan daerah induk;
7. Salah satu permasalahan strategis yang perlu
diperhatikan adalah mengenai penentuan ba-
tas daerah; serta
8. Belum ada pengkajian untuk merumuskan
kebijakan alternatif di samping pemekaran
dalam peningkatan penyelenggaraan pela-
yanan publik.
3.6.4. Tindak Lanjut
3.6.4.1. Upaya yang akan Dilakukan un-
tuk Mencapai Sasaran
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan
Direktorat Otonomi Daerah-Bappenas, terdapat
beberapa hal sebagai prasyarat dan tindak lanjut
yang diperlukan untuk mencapai sasaran RPJMN
2004-2009. Prasyarat yang diperlukan adalah me-
ningkatkan koordinasi dari seluruh instansi pusat
yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintah-
an daerah dan pembangunan daerah. Peningkatan
koordinasi yang dilakukan meliputi antara lain:
1. Menyusun satu model dan bentuk mekanisme
evaluasi yang seragam, harmonis, serta dapat
digunakan oleh seluruh instansi;
2. Adanya kegiatan evaluasi yang diharapkan
menjadi suatu agenda tetap antara Bappenas
dengan Biro Rencana Depdagri yang didu-
kung dengan penganggaran sebagaimana
terdapat di dalam Rencana Kerja dan Ang-
garan Kementerian/Lembaga (RKA-KL) tiap
komponen di Depdagri yang terkait bidang
revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi
daerah setiap tahunnya; serta
LO_RPJMN-Bab 3.indd 150 5/5/09 2:24:06 PM
Bagian 3
151
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Adanya perubahan siklus perencanaan pem-
bangunan secara umum, khususnya dalam
hal waktu pelaksanaan kegiatan monitoring
dan evaluasi. Diharapkan waktu pelaksanaan
kegiatan evaluasi adalah pada awal tahun,
dan dilaksanakan dalam tempo waktu tidak
lebih dari enam bulan. Dengan demikian
hasilnya dapat digunakan pada pertengahan
tahun berjalan sebagai bahan pertimbangan
dalam penyusunan rencana untuk tahun be-
rikutnya.
Adapun tindak lanjut yang diperlukan untuk
mencapai sasaran dalam revitalisasi proses de-
sentralisasi dan otonomi daerah dalam RPJMN
2004-2009 akan diuraikan berikut ini:
1. Tercapainya Sinkronisasi dan Harmoni-
sasi Peraturan Perundang-Undangan Pu-
sat dan Daerah, Termasuk yang Menga-
tur tentang Otonomi Khusus Provinsi
Papua dan NAD
Secara umum, pelaksanaan Program Penataaan
Peraturan Perundangan-undangan mengenai
Desentralisasi dan otonomi daerah ke depannya
harus lebih diprioritaskan pada isu harmonisasi.
Terutama yang terkait dengan peraturan perun-
dangan sektoral dan dengan peraturan perun-
dangan daerah. Adapun tindak lanjut yang diper-
lukan terkait dengan upaya penataan peraturan
perundang-undangan mengenai desentralisasi
dan otonomi daerah adalah:
1. Sosialisasi dan pelaksanaan perundang-un-
dangan, terutama terkait dengan kebijakan
desentralisasi di daerah berkarakter khusus
dan daerah istimewa;
2. Harmonisasi peraturan perundang-undangan
lintas sektor dengan cara penyesuaian NSPK
tiap-tiap sektor, serta sinkronisasi perda de-
ngan peraturan di atasnya; serta
3. Penyempurnaan regulasi bidang otonomi dae-
rah dan penyelesaian instrumen peraturan
perundangan pendukungnya, yaitu penye-
lesaian dan penetapan beberapa peraturan
pelaksana dari UU No. 32 Tahun 2004 yang
sampai akhir 2008 belum selesai pembahasan
dan proses penetapannya.
2. Meningkatnya Kerjasama antar Peme-
rintah Daerah
Secara umum, diperlukan usaha diseminasi lebih
banyak untuk program ini karena baik Pemerin-
tah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/
Kota belum terlalu memahami KAD sebagai salah
satu alternatif pelaksanaan pembangunan. Kebi-
jakan kerjasama dapat menjadi alternatif untuk
menggantikan kebijakan pemekaran yang dinilai
kurang esien dalam peningkatan penyelengga-
raan pelayanan publik. Upaya tindak lanjut lain-
nya yang direkomendasikan untuk meningkatkan
pencapaian sasaran dalam program ini diantara-
nya adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan inisiatif kerjasama antar Pem-
da dalam usaha optimalisasi potensi dan pe-
ningkatan pelayanan publik. Hal ini dilakukan
sejalan dengan prinsip: transparansi, akun-
tabilitas, partisipatif, saling menguntungkan
dan memajukan, berorientasi kepentingan
umum, keterkaitan yang dijalin atas dasar
saling membutuhkan keberadaan yang saling
memperkuat, kepastian hukum, serta tertib
penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
2. Diseminasi model kerjasama antar daerah
yang efektif guna meningkatkan kemampuan
daerah dalam mengatasi keterbatasan yang
dimilikinya;
3. Fasilitasi kerjasama pembangunan regional
dan antar daerah melalui penguatan peran
gubernur dalam rangka pembinaan kerjasa-
ma wilayah;
4. Meningkatkan peran gubernur selaku wakil
Pemerintah dalam penyelenggaraan dekon-
sentrasi dan tugas pembantuan;
5. Fasilitasi kebijakan program dekonsentrasi
dan tugas pembantuan dari kementerian/
lembaga;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 151 5/5/09 2:24:07 PM
152
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Fasilitasi, asistensi, dan supervisi pelaksa-
naan kerjasama antar daerah serta evaluasi
pelaksanaan kerjasama daerah;
7. Menyusun norma, standar, pedoman dan ma-
nual tindak lanjut PP No. 7 Tahun 2008 ten-
tang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
8. Melakukan sosialisasi Permendagri tentang
Kerjasama Pemda dengan Pihak Ketiga; serta
9. Fasilitasi dan koordinasi penanganan ma-
salah kerjasama Pemda dengan pihak ketiga.
3. Terbentuknya Kelembagaan Pemerintah
Daerah yang Efektif, Esien, dan Akun-
tabel
Secara umum, peningkatan kapasitas kelembaga-
an Pemerintahan daerah diatur oleh PP No. 41 Ta-
hun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Sebagian daerah sudah menata kelembagaannya
sesuai dengan PP tersebut. Ke depan, upaya akan
difokuskan untuk sosialisasi dan bimbingan tek-
nis dalam pelaksanaannya di daerah. Selain itu,
diperlukan adanya percepatan penyusunan SPM
untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
pelayanan publik. Selanjutnya perlu dilaksanakan
pelibatan Bappeda (baik Provinsi maupun Ka-
bupaten/Kota) dalam rapat teknis perencanaan
dekonsentrasi/tugas perbantuan, yang biasanya
hanya diikuti oleh Kementerian/Lembaga dengan
SKPD terkait saja. Hal ini untuk memperjelas
koordinasi dalam perencanaan dan penyaluran
dana dekonsentrasi/tugas perbantuan. Adapun
tindak lanjut lainnya yang direkomendasikan
untuk meningkatkan pencapaian sasaran dalam
program ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mempercepat penyusunan RAN dalam pela-
yanan publik khususnya dalam bidang ad-
ministrasi kependudukan dan perizinan in-
vestasi;
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Peme-
rintah Daerah melalui penataan kelembaga-
an daerah sesuai dengan PP No. 41 tahun
2007, termasuk di daerah otonomi khusus
dan daerah berkarakter khusus/istimewa;
3. Menyusun pedoman rencana pencapaian SPM
bidang pendidikan dan kesehatan berdasarkan
analisis dan kemampuan daerah dan fasilitasi
penyusunan SPM untuk dijadikan Perda;
4. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan
desentralisasi dan penyelenggaraan Otonomi
Daerah; serta
5. Memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan ke-
pala daerah dan wakil kepala daerah secara
langsung.
4. Meningkatnya Kapasitas Pengelolaan
Sumberdaya Aparatur Pemerintah Dae-
rah yang Profesional dan Kompeten
Secara umum, dalam rangka peningkatan profe-
sionalisme aparat Pemda diperlukan upaya dalam
melengkapi peraturan perundangan yang berkait-
an dengan standar kompetensi dan pola mutasi
aparatur Pemerintah Daerah. Hal ini juga terkait
dengan kebijakan pengangkatan semua tenaga
honorer sebagai CPNS. Upaya tindak lanjut lain-
nya yang direkomendasikan untuk meningkatkan
pencapaian sasaran dalam program ini diantara-
nya adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kompetensi dan kapasitas
aparatur Pemerintah Daerah pada bidang pe-
nanganan bencana dan pengurangan risiko
bencana, penganalisisan kependudukan, pe-
rencanaan kesempatan kerja, penyusunan
strategi investasi, penanganan ketentraman,
penertiban dan perlindungan masyarakat
(tramtib dan linmas), serta penyelenggaraan
pemerintahan daerah; serta
2. Meningkatkan etika kepemimpinan kepala
daerah dan DPRD.
5. Terkelolanya Sumber Dana dan Pembia-
yaan Pembangunan Secara Transparan,
Akuntabel, dan Profesional
Secara umum, peningkatan kapasitas keuangan
Pemerintah terbentur oleh kendala belum mema-
dainya kapasitas aparatur di daerah untuk melak-
sanakan Permendagri 13/2006. Upaya tindak
LO_RPJMN-Bab 3.indd 152 5/5/09 2:24:07 PM
Bagian 3
153
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
lanjut yang direkomendasikan untuk meningkat-
kan pencapaian sasaran dalam program ini adalah
melakukan penguatan kapasitas keuangan dae-
rah, harmonisasi dan penataan regulasi keuangan
daerah, serta pelaksanaan Rencana Aksi Nasional
Desentralisasi Fiskal (RANDF) di tingkat pusat,
terutama terkait dengan pengalihan sebagian
dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan kepa-
da DAK. Selain itu, diperlukan usaha peningkatan
kapasitas maupun pendampingan untuk penyu-
sunan Sistem Informasi Manajemen Keuangan
Daerah.
cang Permendagri tentang pengelolaan dana
perimbangan dan dana transfer; menyiapkan
materi Revisi RUU No. 33 tahun 2004 ten-
tang Perimbangan Keuangan antara Pemerin-
tah Pusat dan Pemerintah Daerah; serta
4. Di bidang fasilitasi pengawasan pertanggung-
jawaban keuangan daerah, melaksanakan Per-
mendagri tentang pedoman teknis evaluasi
Raperda pertanggungjawaban APBD 2009.
Dalam upaya optimalisasi pengelolaan keuangan
daerah, sumber-sumber penerimaan daerah, pe-
nataan regulasi bidang keuangan, serta penyedia-
an sistem informasi pengelolaan keuangan dae-
rah, tindak lanjut yang dilakukan antara lain:
1. Melaksanakan fasilitasi rencana anggaran
daerah dan evaluasi kinerja anggaran daerah,
fasilitasi penyusunan APBD, fasilitasi evalu-
asi APBD dan rancangan perubahan APBD;
2. Melaksanakan fasilitasi di bidang pajak dae-
rah, retribusi, investasi dan aset daerah, lem-
baga keuangan dan BUMD, pinjaman dan
obligasi daerah, serta Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD);
3. Melaksanakan review komprehensif terhadap
pelaksanaan program dan kegiatan yang pen-
danaannya bersumber dari dana perimbang-
an dan dana dekonsentrasi;
4. Melaksanakan fasilitasi di bidang penatausa-
haan dan akuntansi serta penyusunan lapor-
an pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
5. Melaksanakan kegiatan penerapan dan pe-
ngembangan sistem informasi pengelolaan
keuangan daerah yang efektif, esien, dan
akuntabel; serta
6. Melaksanakan penyusunan regulasi tentang
keuangan daerah khususnya yang terkait
dengan regulasi tahunan, seperti peraturan
menteri keuangan mengenai dana perim-
bangan dan regulasi lainnya seperti mengenai
pinjaman daerah.
Secara umum, dalam rangka
peningkatan profesionalisme aparat
Pemda diperlukan upaya dalam
melengkapi peraturan perundangan yang
berkaitan dengan standar kompetensi
dan pola mutasi aparatur Pemerintah
Daerah. Hal ini juga terkait dengan
kebijakan pengangkatan semua tenaga
honorer sebagai CPNS
Dalam upaya penataan regulasi di bidang keuang-
an daerah, tindak lanjut yang dilakukan antara
lain:
1. Di bidang Administrasi Anggaran Daerah
merevisi PP 109/2000 tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Derah dan Wakil Kepala
Daerah dan menyusun Permendagri tentang
pedoman penyusunan APBD tahun 2010;
2. Di bidang Administrasi Pendapatan dan In-
vestasi Daerah melanjutkan penyusunan
RUU BUMD; Permendagri tentang pengelo-
laan bank pembangunan daerah; Revisi Per-
mendagri tentang organisasi dan kepegawaian
PDAM; RUU pajak dan retribusi daerah;
3. Di bidang fasilitasi dana perimbangan: meran-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 153 5/5/09 2:24:08 PM
154
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Program Penataan Daerah Otonomi Baru
(DOB)
Secara umum, diperlukan kajian juga inovasi-
inovasi kebijakan lain untuk mengendalikan laju
pemekaran daerah. Upaya tindak lanjut lainnya
yang direkomendasikan untuk meningkatkan
pencapaian sasaran ini diantaranya adalah se-
bagai berikut:
1. Menyiapkan kebijakan dan peraturan batas
wilayah administrasi untuk penyelesaian
konik antardaerah induk dan DOB dengan
regulasi penataan batas wilayah dan peng-
evaluasian penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan di DOB;
2. Mempercepat pembangunan DOB dengan
upaya peningkatan iklim investasi, peningkat-
Kotak 1
Dampak Pemekaran Daerah
Pemekaran daerah yang telah berlangsung selama sepuluh tahun (1999-2009) telah melahirkan DOB seba-
nyak 205 daerah yang terdiri dari 7 Provinsi, 34 Kota, dan 164 Kabupaten (data dari Direktorat Otoda-
BAPPENAS). Meski dalam aspek rentang kendali harus diakui bahwa pemekaran memang menjadikan jang-
kauan jarak pelayanan relatif lebih dekat, namun semakin pendeknya rentang pelayanan kepada masyarakat
ternyata belum dapat meningkatkan pelayanan publik itu sendiri, karena masih ada faktor lain yang juga
berubah pasca pemekaran. Selain itu, pemekaran yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ma-
syarakat dan daya saing daerahnya ternyata belum mampu memenuhi ekspektasi tersebut. Adapun beberapa
studi terkait dengan hal ini adalah sebagai berikut:
Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Hasil studi menyimpulkan bahwa dari aspek kinerja
perekonomian daerah teridentikasi pembagian potensi ekonomi yang kurang merata dan beban penduduk
miskin yang lebih tinggi; dari aspek pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa DOB lebih uktuatif diban-
dingkan daerah induk yang relatif stabil dan meningkat; dari aspek kinerja pelayanan publik diidentikasi
bahwa pelayanan publik di daerah pemekaran belum berjalan optimal karena tidak efektifnya penggunaan
dana, tidak tersedianya tenaga layanan publik, dan belum optimalnya pemanfaatan pelayanan publik; dari as-
pek kinerja aparatur Pemerintah Daerah diidentikasi adanya ketidaksesuaian antara aparatur yang dibutuh-
kan dengan yang tersedia; kualitas aparatur yang umumnya belum memadai; dan pemberdayaan aparatur dae-
rah yang belum optimal; dari aspek keuangan daerah disimpulkan bahwa peran anggaran Pemerintah Daerah
pemekaran dalam mendorong perekonomian relatif kurang optimal, terutama disebabkan oleh permasalahan
dalam pengelolaan keuangan daerah (ketergantungan skal yang lebih besar, optimasi pendapatan dan kon-
tribusi ekonomi yang belum memenuhi target, dan porsi alokasi belanja modal dari Pemerintah Daerah yang
belum memadai).
Studi Evaluasi Penataan DOB. Studi ini menyimpulkan bahwa secara umum dalam aspek-aspek ekonomi,
keuangan, pelayanan publik, dan manajemen aparatur Pemerintah Daerah, kinerja daerah pemekaran tidak
lebih baik dari daerah nonpemekaran. Selain itu, penataan DOB di Indonesia belum dapat diarahkan dengan
baik karena hingga saat ini belum terdapat semacam Grand Design Penataan Otonomi Daerah. Grand Design
tersebut juga diharapkan mampu menjawab berapa jumlah ideal Provinsi, Kabupaten, dan Kota di Indonesia
untuk dapat menjalankan pemerintahannya dengan efektif dan esien.
Governance and Decentralization Survey (GDS) menyimpulkan bahwa masyarakat di daerah yang tidak pernah
mengalami pemekaran memiliki tingkat kepuasan terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan yang cende-
rung lebih tinggi dibanding daerah yang mengalami pemekaran, tingkat pelayanan faktual di daerah yang
tidak pernah mengalami pemekaran juga tercatat lebih tinggi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada grak-
grak di bawah ini.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 154 5/5/09 2:24:08 PM
Bagian 3
155
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Dari pemaparan di atas, perlu ada beberapa kebijakan yang dapat dilakukan terkait dengan penataan DOB
dan penataan daerah secara umum. Kebijakan-kebijakan itu dapat dibagi dalam beberapa kelompok besar
yaitu pertama terkait dengan perbaikan dalam proses pengusulan pemekaran daerah (prosedur dan syarat
pemekaran). Kedua, terkait dengan masa persiapan untuk pembentukan DOB. Ketiga, alternatif kebijakan
yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kualitas pelayanan publik selain dengan
pemekaran. Kebijakan-kebijakan ini terkait satu sama lainnya. Dengan demikian kebijakan yang diperlukan
adalah kebijakan yang sifatnya simultan. Dilakukan dengan memerhatikan kebijakan pada tahapan dan isu
lainnya sehingga satu kebijakan tidak bertentangan kebijakan lainnya.
Pelayanan Kesehatan
Sumber: GDS, 2008
Pelayanan Pendidikan
Sumber: GDS, 2008
Lanjutan Kotak 1
an kapasitas keuangan Pemerintah Daerah,
pemberdayaan usaha skala mikro, pengem-
bangan ekonomi lokal, peningkatan infra-
struktur perdesaan, kerjasama antardaerah,
dukungan pembangunan sarana dan prasa-
rana Pemerintahan kecamatan di DOB, pe-
ningkatan pelayanan publik, penerapan good
governance, penataan ruang yang baik, serta
peningkatan kinerja melalui peran DPOD;
3. Menghentikan sementara pembentukan DOB
sampai terlaksananya evaluasi menyeluruh
dengan menerbitkan Moratorium Pemerin-
tah; serta
4. Melakukan evaluasi penyelenggaraan peme-
rintahan di DOB serta memfasilitasi dan
mengkaji usulan baru.
3.6.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Untuk mendukung tercapainya revitalisasi desen-
tralisasi dan otonomi daerah diperlukan dukung-
an pendanaan yang memadai. Oleh karenanya,
sumber pendanaan dari Pemerintah Pusat (me-
lalui dana perimbangan) diperkirakan akan terus
mengalami kenaikan sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya. Kenaikan ini merupakan cerminan
dari keinginan agar proses desentralisasi dan
otonomi daerah dapat benar-benar terwujud.
Namun, dukungan pendanaan saja belum tentu
cukup digunakan sebagai masukan dalam men-
capai sasaran RPJMN 2004-2009 dalam setahun
mendatang.
Demikian pula, tahun mendatang pencapaian di-
perkirakan juga belum dapat memenuhi sasaran.
Hal ini terkait dengan berbagai permasalahan yang
belum terselesaikan dalam pelaksanaan kebijakan
otonomi khusus di Provinsi NAD, Papua dan Papua
Barat serta beberapa daerah berkarakter khusus/is-
timewa seperti DKI Jakarta dan DI Yoyakarta; ma-
sih belum memadainya kapasitas dan kompetensi
aparatur Pemda di dalam penerapan SPM; belum
adanya regulasi kerjasama antar-daerah sebagai
LO_RPJMN-Bab 3.indd 155 5/5/09 2:24:10 PM
156
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
upaya meningkatkan pelayanan publik dasar; serta
masih terbatasnya pengelolaan keuangan daerah.
Dengan kondisi tersebut, pencapaian sasaran
RPJMN 2004-2009 diperkirakan tidak akan me-
nyeluruh. Terlepas dari keterbatasan ini, rencana
tindakan yang lebih intensif, efektif, dan esien
diperkirakan dapat meningkatkan pencapaian
pembangunan desentralisasi dan otonomi dae-
rah secara lebih baik ke depan. Begitu juga, upaya
yang berkesinambungan dan konsisten diharap-
kan dapat mewujudkan pembangunan desentra-
lisasi dan Otoda yang sesuai harapan, yakni ke-
beradaan peningkatan kesejahteraan masyarakat
dalam pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Perkiraan pencapaian sasaran RPJMN khususnya
Bab Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otono-
mi Daerah pada 2009 dan perkiraan sasaran
RPJMN pada bab yang sama secara detail dapat
dilihat pada Tabel 3.6.5.
Tabel 3.6.5.
Perkiraan Pencapaian Sasaran RPJMN pada 2009
No. Sasaran Indikator
Perkiraan Pencapaian Sasaran sampai
Tahun 2009
1. Tercapainya sinkro-
nisasi dan harmonisasi
peraturan perundang-
undangan pusat dan
daerah, termasuk yang
mengatur tentang
otonomi khusus
Provinsi Papua dan
Provinsi NAD
1. Meningkatnya sinkronisasi dan harmoni-
sasi berbagai peraturan perundangan-
undangan yang menyangkut hubungan
pusat dan daerah, serta pelaksanaan
otonomi daerah termasuk peraturan
perundang-undangan daerah;
2. Tersusunnya berbagai peraturan pelak-
sana dari Undang-undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Peme-
rintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
3. Menguatnya visi desentralisasi dan
otonomi daerah para pelaku pemba-
ngunan agar tercapai persepsi yang
sama terutama dalam penyelenggaraan
Pemerintahan, pelayananan publik, dan
pembangunan di daerah; dan
4. Terlaksananya otonomi khusus di
Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam
1. Terlaksananya evaluasi perda pajak dan retri-
busi daerah, dan raperda APBD
2. Selesainya seluruh peraturan pelaksana UU No.
32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
3. Penyaluran Dana Otsus di Papua, Papua Barat,
dan Nanggroe Aceh Darussalam,
4. Pemilihan kepala daerah secara langsung di
Provinsi NAD dan Papua.
2. Meningkatnya ker-
jasama antar-Pemerin-
tah Daerah
Meningkatkan pelaksanaan kerjasama an-
tar-Pemerintah Daerah termasuk peningkat-
an peran Pemerintah Provinsi.
1. Terbitnya PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah sebagai
payung hukum pelaksanaan kerjasama antar-
daerah,
2. Selain itu, PP No. 50 Tahun 2007 tersebut
sekaligus mengatur peran Pemerintah Provinsi
dalam mengkoordinasikan pembangunan di
wilayahnya,
3. Meningkatnya jumlah bentuk kerjasama antar-
daerah dalam meningkatkan pelayanan publik.
3. Terbentuknya kelem-
bagaan Pemerintah
Daerah yang efektif,
esien, dan akuntabel
Menyusun kelembagaan Pemerintah Daerah
yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah
dan potensi daerah yang perlu dikelola
1. Terbitnya PP No. 41 tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah sebagai payung
hukum dan perangkat pengaturan untuk pem-
bentukan kelembagaan Pemerintah Daerah.
2. Hampir seluruh Pemda telah menerapkan PP
No. 41 Tahun 2007.
3. Terbangunnya kantor-kantor Pemerintahan
utama (gedung kantor bupati/walikota dan
DPRD) di seluruh daerah terutama di daerah
otonom baru.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 156 5/5/09 2:24:11 PM
Bagian 3
157
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
No. Sasaran Indikator
Perkiraan Pencapaian Sasaran sampai
Tahun 2009
4. Meningkatnya
kapasitas pengelolaan
sumberdaya aparatur
Pemerintah Daerah
yang profesional dan
kompeten;
1. Memfasilitasi penyediaan aparat
Pemerintah Daerah,
2. Menyusun rencana pengelolaan
aparatur Pemerintah Daerah,
3. Meningkatkan kapasitas aparat
Pemerintah Daerah dalam
rangka peningkatan pelayanan
masyarakat, penyelenggaraan
Pemerintahan, serta penciptaan
aparatur Pemerintah Daerah
yang kompeten dan profesional.
1. Penyediaan aparat Pemerintah Daerah melalui pe-
ngangkatan seluruh tenaga honorer daerah dan guru
bantu menjadi CPNS daerah dan pelaksanaan rekruit-
men CPNSD baru,
2. Telah dilaksanakannya berbagai pelatihan teknis
substantif dan fungsional.
5. Terkelolanya sumber
dana dan pembiayaan
pembangunan secara
transparan, akuntabel,
dan profesional;
Meningkat dan berkembangnya
kapasitas keuangan Pemerintah
Daerah dalam rangka peningkatan
pelayanan masyarakat, penye-
lenggaraan otonomi daerah, dan
penciptaan Pemerintahan daerah
yang baik.
1. Selesainya revisi UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah sebagai payung hukum baru
bagi daerah untuk penggalian Pendapatan Asli Daerah
(PAD) bagi peningkatan kapasitas keuangan Pemda.
2. Meningkatnya dana perimbangan setiap tahunnya.
3. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah ten-
tang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah (Pengganti
PP 109 Tahun 2000)
4. Penyusunan Rancangan Undang-Undang BUMD
5. Penyusunan Permendagri Tentang Pedoman
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010
6. Penyusunan Revisi Permendagri Tentang Kebijakan
Pengelolaan BPD
7. Revisi Permendagri No.17 Tahun 2007 Tentang Pedo-
man Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
8. Penyusunan Pedoman Teknis Evaluasi Raperda Per-
tanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2009
9. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan APBD
10. Revisi Permendagri No.2 Tahun 2007 Tentang Organ
dan Kepegawaian PDAM
11. Revisi Kepmendagri N0.50 Tahun 1999 Tantang
Kepengurusan BUMD
12. Penyusunan Pedoman Pengelolaan Manajemen Kas
13. Penyusunan Petunjuk Teknis dan Konsultasi Teknis
Daerah Penerima DAK Prasarana Pemerintahan
Tahun 2010
14. Penyusunan Pedoman Penghitungan Dasar Penge-
naan PKB, BBN-KB dan PKAA, BBN-KAA
15. Penyusunan Permendagri Tentang Tata Cara Fit and
Proper Test Calon Direksi BUMD
16. Pembangunan Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah (SIPKD) pada 171 daerah, yang
terintegrasi dari perencanaan, penganggaran sampai
dengan pertanggungjawaban dan pelaporan serta
pembangunan aplikasi pendukungnya, antara lain
manajemen asset, manajemen utang dan piutang,dan
sistem penggajian.
17. Asistensi penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009
dan asistensi penyusunan perubahan APBD Tahun
Anggaran 2007 di 33 Propinsi.
18. Kegiatan asistensi penyusunan dan pertanggung-
jawaban pelaksanaan anggaran daerah pemekaran.
19. Sosiaslisasi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007
(Revisi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006).
20. Kegiatan pembinaan administrasi pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah.
Lanjutan Tabel 3.6.5.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 157 5/5/09 2:24:11 PM
158
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
No. Sasaran Indikator*
Perkiraan Pencapaian Sasaran sampai
Tahun 2009
21. Fasilitasi administrasi pinjaman daerah.
22. Sosialisasi PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
23. Sosialisasi Permendagri Nomor 17 tahun 2007
Tentang Pedoman Teknis Barang Milik daerah dan
Sosialisasi Permendagri Nomor 7 Tahun 2006 dan
Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Standarisasi Sarana
dan Prasarana Kerja Pemda.
24. Pemutahiran data dasar DAU dan konrmasi data be-
lanja pegawai daerah dalam perhitungan DAU Tahun
2005 s/d 2008.
25. Penyusunan juknis Dana Alokasi Khusus.
26. Konsultasi teknis daerah penerima DAK.
27. Supervisi ,monitoring dan evaluasi pengelolaan DAK
prasarana pemerintahan.
28. Monitoring dan evaluasi implementasi penatausahaan
dan akuntansi,pelaporan dan pertanggungjawaban di
33 Propinsi.
29. Evaluasi Rancangan Perda Provinsi tentang Peruba-
han APBD Tahun Anggaran 2007 dan Rancangan
peraturan Gubernur tentang Penjabaran Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2007 untuk 33 Provinsi.
30. Evaluasi Rancangan Perda Provinsi tentang APBD
Tahun Anggaran 2008 dan Rancangan Peraturan Gu-
bernur tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2008 untuk 33 Provinsi.
31. Fasilitasi penerapan Pola Pengelolaan Keuangan
BLUD
32. Fasilitasi Pengelolaan dana Bergulir bersumber dari
APBD
33. Sampai akhir 2007 telah dilakukan proses evaluasi
Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebanyak
6.276 perda yang menghasilkan rekomendasi 4.022
perda layak untu tetap dilaksanakan, 132 perda disa-
rankan untuk direvisi, dan 2.122 perda direkomenda-
sikan untuk dibatalkan (751 perda telah dibatalkan
dengan Permendagri dan 1.371 perda saat ini masih
dalam proses pembatalan)
34. Berbagai peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan baik PP maupun Permendagri telah di-
lakukan sosialisasi bagi Pemda baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
6. Tertatanya daerah
otonom baru
Tertata dan terlaksananya kebijakan
pembentukan daerah otonom baru
sehingga pembentukan daerah
otonom baru tidak memberikan
beban bagi keuangan negara dalam
kerangka upaya meningkatkan
pelayanan masyarakat dan percepa-
tan pembangunan wilayah.
Mengendalikan pembentukan daerah otonom baru yang
ditandai dengan dikeluarkannya Moratorium Penghen-
tian Pembentukan Daerah Otonom Baru tahun 2006
dan dilakukannya revisi PP No. 129 tahun 2000 menjadi
PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah dimana dengan
terbitnya PP yang baru ini maka diharapkan pembentukan
daerah otonom baru akan lebih terkendali.
Lanjutan Tabel 3.6.5.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 158 5/5/09 2:24:11 PM
Bagian 3
159
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3.6.5. Penutup
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di
Indonesia pada dasarnya merupakan upaya per-
baikan terhadap kebijakan masa lalu yang bersi-
fat sentralistis. Desentralisasi dan otonomi dae-
rah juga akomodatif terhadap keragaman dalam
karakteristik pembangunan antar wilayah sehing-
ga hal ini memerlukan kemandirian dan kualitas
manusia serta kapasitas kepemerintahan yang
baik pada skala lokal. Namun dalam pelaksanaan-
nya hingga saat ini, hal tersebut masih menemui
hambatan yang terkait dengan kurang meratanya
kapasitas dan kualitas aparat Pemerintah Daerah
yang menyebabkan pelaksanaan desentralisasi
masih beragam. Hal ini ditambah pula oleh belum
terselesaikannya semua perangkat perundangan
yang mengatur pelaksanaan desentralisasi.
Selain itu, kemajuan desentralisasi dan otonomi
daerah juga mengalami hambatan terkait dengan
diperlukannya perubahan struktural yang besar
di bidang kelembagaan, peraturan perundang-un-
dangan, serta pemberdayaan masyarakat sipil dan
aparatur, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Sehingga, untuk mewujudkan desentralisasi dan
otonomi daerah yang ideal sesuai dengan yang
diamanatkan, diperlukan upaya yang besar dan
waktu yang tidak pendek.
Melihat pencapaian hingga 2008, diperkirakan
sasaran RPJMN 2004-2009 pada setahun men-
datang tidak dapat tercapai secara keseluruhan.
Hal ini mengingat terdapat beberapa permasalah-
an yang belum teratasi, yang terkait kapasitas
aparatur pemda, harmonisasi dan sinkronisasi
peraturan perundangan. Selain itu, meskipun
dukungan Pemerintah Pusat melalui dana perim-
bangan akan meningkat, namun menyisakan
sedikit permasalahan terkait dengan kekurang-
sesuaian formulasi pembagian dana terhadap ke-
butuhan riil daerah.
Terlepas dari keterbatasan ini, rencana tindak-
lanjut yang lebih intensif, efektif, dan esien
diperkirakan dapat meningkatkan pencapaian
pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otono-
mi daerah secara lebih baik ke depan.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 159 5/5/09 2:24:12 PM
Dok: DEPBUDPAR
LO_RPJMN-Bab 3.indd 160 5/5/09 2:24:16 PM
Bagian 3
161
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.7.
Penciptaan Tata Pemerintahan yang
Bersih dan Berwibawa
3.7.1 Pengantar
Sasaran pembangunan nasional bidang pencipta-
an tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa
sebagaimana tertulis dalam RPJMN 2004-2009
adalah terciptanya pemerintahan yang bersih, ber-
wibawa, profesional, dan bertanggungjawab, yang
diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi
yang esien dan efektif serta dapat memberikan
pelayanan prima kepada seluruh masyarakat. Un-
tuk mewujudkan hal tersebut, prioritas diletak-
kan pada pembangunan aparatur negara melalui
pelaksanaan reformasi birokrasi yang berdasar-
kan pada prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik (good public governance), yaitu suatu
konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan
yang mengedepankan prinsip-prinsip antara lain:
keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas, efek-
tivitas dan esiensi, responsivitas, menjunjung
tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan mem-
buka partisipasi masyarakat.
Peningkatan kinerja aparatur negara melalui re-
formasi birokrasi memiliki posisi yang sangat stra-
tegis terhadap keberhasilan pencapaian tujuan
bernegara. Upaya peningkatan kinerja terus di-
lakukan melalui berbagai langkah strategis pada
setiap aspek dan telah menunjukan banyak kema-
juan yang secara umum ditandai dengan adanya
perbaikan sistem penyelenggaraan negara dan pe-
merintahan di pusat maupun daerah yang lebih
kreatif, dinamis dan responsif terhadap berbagai
permasalahan bangsa dan masyarakat. Meskipun
demikian, hingga saat ini kinerja aparatur negara
dirasakan masih belum optimal dalam mendu-
kung keberhasilan pembangunan di berbagai bi-
dang. Oleh karena itu, upaya reformasi birokrasi
perlu terus dilanjutkan untuk mempercepat pe-
ningkatan kinerja aparatur negara dan mewujud-
kan tujuan pembangunan nasional.
3.7.2 Kondisi Awal RPJMN 2004-2009
dan Sasaran yang Ingin Dicapai
Kondisi awal aparatur negara dalam pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 ditandai dengan berbagai hal
sebagai berikut :
a. Pengawasan belum efektif, antara lain ditan-
dai dengan belum optimalnya pelaksanaan
tindak lanjut hasil pengawasan yang berhasil
mengungkap indikasi tindakan praktek KKN.
b. Di bidang kelembagaan, masih terjadi kecen-
derungan pengembangan organisasi yang
berorientasi pada perluasan jabatan struktu-
ral, sehingga pelaksanaan tugas organisasi
menjadi kurang efektif dan esien. Di lain
pihak pengembangan jabatan fungsional
yang lebih berorientasi pada profesionalisme
masih belum berkembang maksimal karena
keterbatasan penyediaan anggaran untuk
tunjangannya.
c. Di bidang kepegawaian, belum adanya sin-
kronisasi antara kebutuhan pegawai baik
dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas
dengan kebutuhan organisasi pemerintah.
Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap
LO_RPJMN-Bab 3.indd 161 5/5/09 2:24:17 PM
162
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kinerja organisasi terutama dalam bentuk
kualitas pelayanan masyarakat yang rendah.
d. Di bidang ketatalaksanaan, pengaturan sis-
tem dan prosedur kerja baik di bidang tugas
umum pemerintahan, tugas pembangunan
dan tugas pelayanan masyarakat oleh ma-
sing-masing lembaga pemerintah belum men-
cerminkan prinsip esiensi dan efektitas.
Tertib administrasi pemerintahan termasuk
kearsipan belum dilihat sebagai suatu hal
yang mendesak. Penggunaan teknologi infor-
masi dan komunikasi belum optimal.
e. Kinerja pelayanan masyarakat masih lemah.
Masih sering terdengar keluhan dan kritikan
dari masyarakat terutama mengenai sistem
dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit
(birokratis) dan aparat yang berlaku sebagai
penguasa yang ingin dihormati/dilayani.
Hal tersebut di atas, diperburuk dengan rendah-
nya kesejahteraan PNS serta masih banyaknya
peraturan perundang-undangan yang sudah ti-
dak sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
pembangunan. Di samping itu, sistem akuntabili-
tas dan pengendalian terhadap pelaksanaan pem-
bangunan juga belum berjalan dengan baik yang
dicerminkan dengan tingginya tindak korupsi di
lingkungan aparatur negara.
Menghadapi kondisi tersebut di atas, maka sasar-
an khusus pembangunan nasional bidang Pen-
ciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Ber-
wibawa 2004-2009 adalah:
1. Berkurangnya secara nyata praktik korupsi di
birokrasi yang dimulai dari tataran (jajaran)
pejabat yang paling atas;
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketata-
laksanaan pemerintahan yang bersih, esien,
efektif, transparan, profesional, dan akunta-
bel;
3. Terhapusnya peraturan dan praktik yang ber-
sifat diskriminatif terhadap warga negara, ke-
lompok atau golongan masyarakat;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan publik;
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan
pusat dan daerah serta tidak bertentangan
dengan peraturan dan perundangan di atas-
nya.
Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, upaya
penciptaan tata Pemerintahan yang bersih dan
berwibawa dilaksanakan melalui:
1. Program Penerapan Tata Kepemerintah-
an yang Baik
Bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih, profesional, responsif, dan ber-
tanggungjawab dalam menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan.
2. Program Peningkatan Pengawasan dan
Akuntabilitas Aparatur Negara
Bertujuan untuk menyempurnakan dan
mengefektifkan sistem pengawasan dan au-
dit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam
mewujudkan aparatur negara yang bersih,
akuntabel, dan bebas KKN.
3. Program Penataan Kelembagaan dan Ke-
tatalaksanaan
Bertujuan untuk menata dan menyempurna-
kan sistem organisasi dan manajemen peme-
rintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota
agar lebih proporsional, esien, dan efektif.
4. Program Pengelolaan SDM Aparatur
Bertujuan untuk meningkatkan sistem pe-
ngelolaan dan kapasitas SDM aparatur dalam
melaksanakan tugas pemerintahan dan pem-
bangunan.
5. Program Peningkatan Kualitas Pelayan-
an Publik
Bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
publik yang cepat, tepat, murah, transparan,
akuntabel, dan tidak diskriminatif.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 162 5/5/09 2:24:18 PM
Bagian 3
163
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3.7.3 Pencapaian 2005-2008
3.7.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
1. Program Penerapan Tata Kepemerintah-
an yang Baik
Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai ke-
giatan yang dilakukan hingga tahun 2008, dian-
taranya :
1. Penyempurnaan dan sosialisasi pedoman dan
indikator tata pemerintahan yang baik, ber-
sih dan berwibawa. Hal ini bertujuan untuk
membangun komitmen aparatur pemerintah
di pusat dan daerah untuk melaksanakannya.
Selain itu, juga telah dilakukan pilot project
penerapan model Island of Integrity di bebe-
rapa daerah yang berkomitmen tinggi untuk
menerapkan prinsip-prinsip tata pemerin-
tahan yang baik. Pilot project ini dilanjutkan
dengan penerapan kesepakatan kinerja (per-
formance agreement) antara kepala daerah
(gubernur, bupati, dan walikota) dan pejabat
eselon II (dinas, badan, dan kantor).
2. Penyusunan Grand Design (Rencana Induk)
dan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
sebagai kerangka pikir strategis instansi pe-
merintah dalam melaksanakan reformasi
birokrasi dan memberikan arah dalam tahap
operasional.
2. Program Peningkatan Pengawasan dan
Akuntabilitas Aparatur Negara
Hingga 2008, capaian-capaian penting Program
Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Apa-
ratur Negara meliputi antara lain:
1. Meningkatnya jumlah instansi pemerintah
yang telah melaksanakan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akun-
tabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)
di lingkungan Pemerintah pusat dan daerah;
2. Membaiknya Indeks Persepsi Korupsi Indone-
sia yang dikeluarkan oleh Transparansi Inter-
national Indonesia (TII) yaitu 2,0 (2004), 2,2
(2005), 2,4 (2006), 2,3 (2007), dan 2,6 (2008).
3. Diterbitkannya beberapa peraturan perun-
dang-undangan yang terkait dengan penguat-
an akuntabilitas dan peningkatan kinerja
pada instansi pemerintah, seperti:
(a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 ta-
hun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah;
(b) PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata-
cara Pengendalian dan Evaluasi Perenca-
naan Pembangunan; serta
(c) PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah.
Penyempurnaan dan sosialisasi pedoman
dan indikator tata pemerintahan yang
baik, bersih dan berwibawa. Hal ini
bertujuan untuk membangun komitmen
aparatur pemerintah di pusat dan daerah
untuk melaksanakannya
4. Meningkatnya kapasitas Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) melalui pelaksanaan refor-
masi serta peningkatan independensi dan
kemandirian BPK sebagai badan pemeriksa,
antara lain dengan diterbitkannya UU No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan.
5. Terselenggaranya koordinasi, monitoring,
dan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi (RANPK)
sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi baik di
tingkat pusat maupun daerah.
6. Membaiknya opini Badan Pemeriksa Keuang-
an (BPK) terhadap Laporan Keuangan Ke-
menterian/Lembaga (LKKL) yaitu: opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari 13%
(2006) meningkat menjadi 22% (2007),
LO_RPJMN-Bab 3.indd 163 5/5/09 2:24:18 PM
164
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
opini Wajar Dengan Pengecualian dari 43%
(2006) menurun menjadi 35% (2007), opini
Tidak Memberikan Pendapat (TMP) dari 43%
(2006) menurun menjadi 42% (2007). Sedang-
kan opini Tidak Wajar (TW) dari 0% (2006)
meningkat menjadi 1% (2007). Namun opini
BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerin-
tah Daerah (LKPD) sebagian memperlihat-
kan penurunan yaitu: opini WTP dari 1%
(2006) tetap 1% (2007), opini WDP dari 70%
(2006) menurun menjadi 63% (2007), opini
TMP dari 23% (2006) membaik menjadi 17%
(2007), opini TW dari 6% (2006) memburuk
menjadi 19% (2007).
7. Terbangunnya kerjasama antara aparat Bi-
dang Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP)
dengan Badan Pengawas Daerah (Bawasda)
berkaitan dengan pelaksanaan audit;
3. Program Penataan Kelembagaan dan
Ketatalaksanaan
Hasil-hasil yang telah dicapai dari program ini,
diantaranya:
1. Diundangkannya UU No. 39 tahun 2008 ten-
tang Kementerian Negara sebagai upaya un-
tuk mengatur kelembagaan kementerian;
2. Ditetapkannya PP Nomor 41 Tahun 2007 ten-
tang Perubahan atas PP Nomor 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Dae-
rah yang akan disosialisasikan secara bertahap
ke daerah-daerah agar tercipta persepsi yang
sama dalam upaya penataan kelembagaan or-
ganisasi satuan kerja perangkat daerah yang
lebih proporsional, efektif, dan esien serta
benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata
daerah;
3. Tersusunnya Rancangan Undangan-Undang
(RUU) tentang Badan Layanan Nirlaba/
Umum. RUU ini dibutuhkan untuk meng-
ondisikan unit pelayanan teknis (UPT) dan
badan layanan umum menjadi satu badan
yang mandiri dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Pada 2007 telah dilaku-
kan uji materi RUU, harmonisasi, dan usulan
untuk menjadi prioritas Prolegnas 2008;
4. Tersusunnya gambaran prol manajemen di
instansi pemerintah pusat dan daerah;
5. Tersusunnya organisasi dan tata kerja selu-
ruh lembaga pemerintah, baik kementerian
dan Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) maupun lembaga non-struktural;
Dok: Bappenas
LO_RPJMN-Bab 3.indd 164 5/5/09 2:24:24 PM
Bagian 3
165
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
6. Terselamatkannya arsip/dokumen pertanah-
an Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi
N.A.D pasca bencana gempa bumi dan tsuna-
mi;
7. Terdokumentasikannya dokumen/arsip nega-
ra periode Kabinet Gotong Royong dan Kabi-
net Persatuan Nasional;
8. Terdokumentasikannya Arsip Pemilu 2004
dan arsip pemilihan kepala daerah (Pilkada);
9. Tersedianya jaringan informasi kearsipan na-
sional (JIKN);
10. Terdokumentasikannya wawancara sejarah
lisan dengan tema kembalinya Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) ke pangkuan Ibu Pertiwi;
12. Terhimpunnya berkas-berkas tentang ba-
tas negara dan berkas-berkas dalam rangka
membantu penyelesaian sengketa perbatasan
antar-provinsi dan antar-kabupaten/kota.
4. Program Pengelolaan SDM Aparatur
Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai ke-
giatan yang dilakukan, antara lain:
1. Tersusunnya naskah akademik RUU Kepega-
waian Negara yang meliputi manajemen ke-
pegawaian pada tingkat eksekutif, legislatif,
dan yudikatif, serta penyelenggara negara
lainnya. RUU ini merupakan payung hu-
kum bagi pembangunan sistem manajemen
kepegawaian berbasis kinerja;
2. Terlaksananya penyusunan dan penyempur-
naan berbagai peraturan perundang-undang-
an di bidang SDM aparatur, yaitu: penyusun-
an Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang penilaian prestasi kerja PNS sebagai
pengganti PP No. 10/1979 tentang Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan PNS, RPP tentang
Peraturan Disiplin PNS sebagai pengganti PP
Nomor 30/1980, RPP tentang Pemberhentian
PNS sebagai pengganti PP Nomor 32/1979,
Rancangan Perpres tentang Penilaian, pe-
ngangkatan, pemindahan dan pemberhen-
tian dari dan dalam jabatan struktural, dan
Rancangan Perpres tentang Diklat Prajabatan
bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS);
3. Perbaikan remunerasi yang layak dan adil bagi
aparatur negara antara lain dengan pemberi-
an gaji ke-13 baik di instansi pusat maupun di
daerah, kenaikan gaji pokok pegawai rata-rata
15 persen, kenaikan tunjangan struktural
rata-rata 22,2 persen, dan kenaikan tunjang-
an fungsional rata-rata 32,2 persen;
4. Penataan kepegawaian dan peningkatan fung-
si pelayanan publik di NAD setelah tsunami;
5. Terselenggaranya pusat penilaian PNS (as-
sessment center) yang telah diuji coba di Badan
Kepegawaian Negara (BKN);
6. Tersusunnya pedoman penyusunan standar
kompetensi jabatan struktural maupun fung-
sional PNS dan pedoman pelaksanaan evalu-
asi jabatan dalam rangka penyusunan klasi-
kasi jabatan nasional PNS, yang keduanya
merupakan acuan bagi instansi pusat dan
daerah dalam menyusun standar kompetensi
dan evaluasi jabatan pada tiap-tiap instansi.
5. Program Peningkatan Kualitas Pelayan-
an Publik
Untuk meningkatkan pelayanan publik yang
cepat, tepat, murah, transparan, akuntabel, dan
tidak diskriminatif telah dilakukan berbagai ke-
giatan dengan capaian penting antara lain:
1. RUU Pelayanan Publik sedang dibahas di DPR
dan diharapkan dapat diundangkan pada
tahun 2009 sehingga tersedia dasar hukum
& Kebijakan yang kuat dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara lebih
komprehensif;
2. Penerapan PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pe-
doman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yang selanjutnya
dioperasionalisasikan melalui Permendagri
No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan SPM.
3. Dilakukannya penyempurnaan Sistem Konek-
si Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang
terintegrasi antar instansi terkait;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 165 5/5/09 2:24:25 PM
166
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Telah tersusunnya SPM di bidang Kesehatan,
Sosial, Lingkungan Hidup, dan Pemerintahan
Dalam Negeri di Kabupaten/Kota;
5. Peningkatan pelayanan publik dengan peman-
faatan digital government services (DGS) un-
tuk pendidikan, industri, pedagangan, tenaga
kerja, pariwisata dan kesehatan di lingkungan
Pemerintah Daerah (Pemda) Istimewa (DI)
Yogyakarta;
6. Terbangunnya unit pelayanan terpadu satu
pintu di beberapa provinsi, kabupaten/kota,
sebagai upaya mempermudah pelayanan per-
izinan dan investasi.
3.7.3.2. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
Memperhatikan capaian hingga tahun 2008,
terdapat beberapa capaian yang masih belum
optimal, khususnya dalam upaya menurunkan
praktek korupsi di lingkungan pemerintah dan
pemberian pelayanan kepada masyarakat (pu-
blik). Hal itu terkait dengan beberapa permasalah-
an yang dihadapi pemerintah dalam upaya penca-
paian sasaran RPJMN 2004-2009 antara lain:
1. Belum efektifnya pengawasan/pemeriksaan
yang dilakukan oleh aparat pengawasan in-
tern pemerintah (APIP);
2. Masih adanya aparatur yang belum mema-
hami perannya sebagai pelayan publik se-
hingga penyelenggaraan pemerintahan khu-
susnya pelayanan publik belum sesuai dengan
aspirasi masyarakat;
3. Belum meratanya ketersediaan sarana dan
prasarana dalam pelayanan publik (keterse-
diaan teknologi informasi dan komunikasi/
TIK, kemampuan aparatur dalam peman-
faatan TIK, ketersediaan standar pelayanan
minimal/SPM pada semua jenis pelayanan,
dan sistem pelayanan yang belum terpadu);
4. Belum optimalnya kinerja SDM aparatur
yang disebabkan oleh belum meratanya kom-
petensi aparatur dan belum memadainya
remunerasi dan kesejahteraannya. Selain
itu, sistem pembinaan SDM aparatur belum
berbasis pada kinerja (merit system) dan be-
lum didukung dengan peraturan perundang-
undangan yang memadai sebagai landasan
sistem pembinaannya;
5. Belum disahkannya berbagai peraturan per-
undang-undangan yang menjadi pilar pelak-
sanaan reformasi birokrasi, antara lain RUU
Administrasi Pemerintahan, RUU Etika Pe-
nyelenggara Negara, RUU Pelayanan Publik,
RUU Kepegawaian Negara sebagai penyem-
purnaan atas UU No. 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, dan RUU Sistem
Pengawasan Nasional.
3.7.4. Tindak Lanjut
3.7.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Upaya-upaya yang akan dilakukan untuk menca-
pai sasaran RPJMN 2004-2009 disusun dengan
mempertimbangkan posisi capaian hingga tahun
2008 serta permasalahan-permasalahan yang
dihadapi dalam pencapaian sasaran. Dalam satu
tahun waktu tersisa dari pelaksanaan RPJMN
2004-2009, maka upaya-upaya yang dilakukan
pada prinsipnya adalah melanjutkan dan mening-
katkan pembangunan yang sudah dicapai sebe-
lumnya serta melakukan penajaman dan percepat-
an pelaksanaan reformasi birokrasi.
1. Meningkatkan upaya-upaya pencegahan tin-
dak pidana korupsi dalam rangka meminima-
lisir praktik-praktik korupsi di berbagai sektor
yang diikuti dengan perbaikan sistem penga-
wasan dan akuntabilitas aparatur negara;
2. Meningkatkan upaya penghapusan segala
bentuk diskriminasi, baik dalam bentuk per-
undang-undangan maupun pada tingkat ope-
rasional dalam rangka mewujudkan keduduk-
an yang sama di hadapan hukum pada setiap
golongan masyarakat;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 166 5/5/09 2:24:25 PM
Bagian 3
167
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Melanjutkan upaya penataan kelembagaan,
ketatalaksanaan dan pengawasan aparatur
negara;
4. Mempercepat penyelesaian penyusunan SPM
di berbagai bidang dan peningkatan kapasi-
tas aparat Pemda dalam penerapan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) berbagai bidang di
daerah;
5. Meningkatkan kinerja/profesionalitas dan
kesejahteraan PNS;
6. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di
bidang investasi, perpajakan, kepabeanan,
sistem administrasi satu atap, pengadaan
barang dan jasa Pemerintah/publik, dan per-
tanahan; nalisasi UU Pelayanan Publik dan
penyusunan peraturan pelaksanaannya, me-
ningkatkan pemanfaatan aplikasi teknologi
informasi dan komunikasi (e-government,
e-local government, e-procurement, dan e-ser-
vices) dalam pelayanan publik; mendorong
penerapan pelayanan terpadu satu pintu di
setiap daerah; dan melakukan uji coba/pilot
project penerapan identitas tunggal untuk pe-
layanan publik.
3.7.5. Penutup
Upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih
dan berwibawa secara umum sudah menunjukkan
perbaikan sebagaimana diharapkan, meski belum
sempurna. Masih dibutuhkan waktu yang lebih
panjang untuk bisa merealisasikannya beberapa
sasaran, terutama yang terkait dengan pemberan-
tasan korupsi. Untuk itu, perlu adanya upaya tin-
dak lanjut melalui program-program yang sarat
komitmen, konsisten, dan berkesinambungan.
Namun demikian, secara keseluruhan, selama 4
tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009 (melalui
pelaksanaan RKP Tahun 2005-2008), berbagai
capaian dan upaya-upaya yang telah dilakukan
dalam pembangunan bidang penciptaan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa telah
mengarah pada sasaran-sasaran yang tertuang
dalam RPJMN 2004-2009.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 167 5/5/09 2:24:26 PM
Dok: Bappenas
LO_RPJMN-Bab 3.indd 168 5/5/09 2:24:29 PM
Bagian 3
169
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 3.8.
Perwujudan Lembaga Demokrasi yang
Makin Kokoh
3.8.1. Pengantar
Pembangunan demokrasi tidak terlepas dari ada-
nya kelembagaan demokrasi yang kokoh dan
mampu memenuhi tuntutan perubahan-per-
ubahan di masyarakat. Di Indonesia, pelaksanaan
demokratisasi sosial dan politik dapat dikatakan
telah berjalan pada jalur dan arah yang benar. Hal
ini ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya
pemilihan umum (pemilu) Presiden dan Wakil
Presiden 2004 secara langsung, terbentuknya
kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Per-
wakilan Rakyat Daerah (DPRD) baru hasil pemilu
langsung. Demikian juga, keberhasilan pelaksa-
naan kelembagaan demokrasi termanifestasi oleh
format hubungan pusat dan daerah baru ber-
dasarkan perundang-undangan otonomi daerah
(Otoda). Selain itu, keberhasilan juga tercermin
dari terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK)
dan terciptanya format baru hubungan sipil-mi-
liter, serta Tentara Nasional Indonesia (TNI) de-
ngan Polisi Republik Indonesia (Polri).
Untuk itu, pelaksanaan serta peningkatan kuali-
tas kelembagaan demokrasi yang sudah terbentuk
akan terus dikembangkan. Di samping itu, perlu
ada pengembangan dan perbaikan pola hubungan
negara dan masyarakat, penyelesaian persoalan
sosial dan politik masa lalu seperti pelanggaraan
Hak Asasi Manusia (HAM), serta peningkatan
peranan media komunikasi dan informasi. Se-
bab berbagai hal ini akan menjadi faktor-faktor
penentu keberhasilan konsolidasi demokrasi.
3.8.2. Kondisi Awal RPJMN 2004-2009
(Tahun 2004-2005)
Pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009, In-
donesia masih diwarnai dengan beberapa perma-
salahan, antara lain:
1. Belum optimalnya implementasi peran dan
fungsi lembaga-lembaga politik. Hal ini dise-
babkan oleh perubahan struktur dan substansi
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta di-
sahkannya sejumlah peraturan perundang-
undangan. Hal ini berdampak pada tuntutan
yang semakin kuat atas pelaksanaan peran dan
fungsi lembaga-lembaga terkait untuk lebih
optimal dalam menciptakan hubungan kekua-
saan yang seimbang (checks and balances). Yang
pada gilirannya menentukan keberhasilan
pelaksanaan konsolidasi demokrasi. Demikian
pula, reformasi atas konstitusi dan peraturan
perundang-undangan yang ada diperlukan un-
tuk memperkokoh peran dan fungsi lembaga-
lembaga yang sudah ada;
2. Pola hubungan negara dan masyarakat yang
belum sesuai dengan kebutuhan demokrati-
sasi. Pola hubungan negara dan masyarakat
yang konstruktif harus diciptakan untuk men-
dorong proses konsolidasi demokrasi. Perlu
ruang dan tanggungjawab yang lebih besar
bagi masyarakat untuk memiliki dinamika
sendiri dalam menyelesaikan persoalan se-
cara lebih otonom, independen, inovatif.
Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi
mitra negara untuk bersama-sama mendu-
kung pelaksanaan konsolidasi demokrasi;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 169 5/5/09 2:24:30 PM
170
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Belum optimalnya hubungan kelembagaan
pusat dan daerah. Otoda diharapkan dapat
diterapkan sesuai dengan loso dasarnya,
yakni menempatkan pembangunan daerah
sesuai dengan potensi lokal dan aspirasi ma-
syarakatnya. Otoda juga diharapkan dapat
berjalan searah dengan proses demokratisasi
yang sedang berlangsung. Namun, pelaksa-
naannya sampai saat ini masih menemui ba-
nyak kendala. Hal ini ditandai dengan adanya
distorsi dan inkonsistensi peraturan perun-
dang-undangan serta masih adanya dampak
sentralisasi pemerintahan di masa lalu;
4. Masih adanya persoalan-persoalan masa lalu
yang belum tuntas, seperti pelanggaran HAM
berat dan tindakan-tindakan kejahatan poli-
tik. Demokratisasi akan mengalami kendala
apabila persoalan-persoalan masa lalu be-
lum dapat diselesaikan. Persoalan-persoalan
tersebut berpotensi menjadi sumber konik
dan disintegrasi sosial di masa yang akan
datang;
5. Media massa belum menjalankan fungsinya
secara otonom dan independen. Media massa
masih dipandang sebagai pihak yang kerap
dengan sengaja memperkeruh konik dan
mengadu domba pihak-pihak yang berbeda
pendapat. Padahal, media massa berkewa-
jiban untuk memberitakan secara obyektif
realitas yang ada agar persoalan dapat diatasi
sesuai faktanya. Di sisi lain, pengekangan
terhadap media massa justru berbahaya dan
dapat menimbulkan distorsi informasi yang
berpihak kepada kelompok tertentu.
Di samping berbagai permasalahan tersebut, pada
awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009, Indonesia
telah berhasil menempatkan proses pembangun-
an kelembagaan politik pada jalur dan arah yang
benar. Oleh karena itu, tanggung-jawab untuk
memelihara proses pembangunan kelembagaan
politik demokrasi tahun-tahun berikutnya harus
tetap dijaga sesuai dengan amanat konstitusi.
Tanggung jawab ini pada gilirannya akan mening-
katkan kualitas serta praktik kelembagaan yang
ada sehingga bisa memenuhi harapan perbaikan
dan perubahan masyarakat.
Dalam mendukung dan menjaga arah proses de-
mokratisasi yang positif, persoalan proses pe-
milihan kepala daerah (Pilkada) serta hubungan
eksekutif dan legislatif perlu diperhatikan. Hal
ini disebabkan adanya pandangan bahwa proses
Pilkada sering tidak adil dan demokratis. Selain
itu, hubungan eksekutif dan legislatif masih se-
ring mempengaruhi kepastian politis dan/atau
menimbulkan potensi kesalahpahaman yang ber-
implikasi negatif bagi kinerja kedua lembaga.
Sejujurnya, meski sebagian besar Pilkada sukes
secara damai dilakukan, masih terdapat pelak-
sanaan Pilkada yang menghasilkan konik. Se-
lain itu, terdapat pula eksekutif dan legislatif
yang memiliki hubungan tidak harmonis. Tentu
saja, ini semua berpotensi mengganggu stabilitas
proses demokratisasi ke depan.
Sementara itu, MK dalam usianya yang relatif
muda telah menunjukkan kewibawaan sekaligus
ketegasan dalam memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat. Ke depan, dengan semakin
meningkatnya kapasitas dan kemampuan MK,
diharapkan akan dapat mendorong perjalanan
proses demokratisasi. Proses pembangunan ke-
lembagaan politik demokrasi akan semakin man-
tap dengan adanya dukungan lembaga politik.
Hal ini merupakan kunci penting dalam menjaga
momentum proses demokratisasi yang positif.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah mening-
katkan keterlibatan masyarakat serta komunikasi
dan dialog yang konstruktif antar-anggota ma-
syarakat. Hal ini sangat penting dalam menyele-
saikan persoalan kemasyarakatan. Pemanfaatan
ruang bagi terbukanya penyelesaian konik so-
sial politik harus dioptimalkan guna meminimal-
kan eskalasi konik.
Dalam menjaga proses demokratisasi, peman-
tapan komunikasi politik harus dilakukan tidak
hanya antar pemerintah, tetapi juga antar Peme-
rintah dan masyarakat. Terkait dengan ini, masih
LO_RPJMN-Bab 3.indd 170 5/5/09 2:24:31 PM
Bagian 3
171
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
banyak dijumpai sejumlah kendala dan ketidak-
lancaran komunikasi dan informasi (kominfo)
dalam pemantapan komunikasi politik. Hal ini
menyebabkan belum optimalnya kontrol yang
sehat dan memadai terhadap penyelenggaraan
negara dan pemerintahan.
Sementara itu, tuntutan masyarakat dalam me-
wujudkan demokrasi bidang kominfo semakin
kuat. Keinginan untuk mewujudkan komunikasi
yang bersifat bottom up dan interaktif berimplika-
si pada upaya peningkatan keterbukaan dan kebe-
basan masyarakat dalam memperoleh informasi
publik. Peran Pemerintah sebagai regulator dan
fasilitator harus terus diarahkan untuk mening-
katkan kualitas demokrasi.
Adapun maksud dari sasaran-sasaran dalam
Agenda Perwujudan Lembaga Demokrasi yang
Makin Kokoh tersebut diarahkan untuk:
1. Mewujudkan pelembagaan demokrasi yang
lebih kokoh dengan mempertegas tugas, we-
wenang, dan tanggungjawab dari seluruh
kelembagaan negara/Pemerintahan yang ber-
dasarkan mekanisme checks and balances;
2. Memperkuat peran masyarakat sipil (civil so-
ciety) dan meningkatkan kualitas desentral-
isasi dan otonomi daerah;
3. Mewujudkan pelembagaan dan mendorong
berjalannya rekonsiliasi nasional beserta se-
gala kelengkapan kelembagaannya; serta
4. Menjamin pengembangan media dan kebe-
basan media dalam mengkomunikasikan ke-
pentingan masyarakat.
3.8.3. Pencapaian 2005-2008
3.8.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Berbagai upaya telah dilaksanakan dalam mencapai
sasaran yang ada. Secara umum berbagai upaya ini
telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan,
terlihat dari meningkatnya kebebasan masyara-
kat dalam berkumpul dan berorganisasi, kebe-
basan beragama dan berkeyakinan, dan kebebasan
mendapatkan informasi.
Selain itu, sejumlah perbaikan struktural kons-
titusional telah dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas lembaga-lembaga demokrasi, baik yang
lama maupun yang baru terbentuk. Perbaikan ini
antara lain berupa penetapan sejumlah perun-
dang-undangan baru dalam bidang politik, yang
memang bertujuan meningkatkan kualitas proses
konsolidasi demokrasi dalam jangka menengah
dan jangka panjang.
Komunikasi politik transparan, penegakan hu-
kum dan perundang-undangan, serta hubungan
antar lembaga yang baik diharapkan dapat me-
Dalam mendukung dan menjaga
arah proses demokratisasi yang
positif, persoalan proses pemilihan
kepala daerah (Pilkada) serta
hubungan eksekutif dan legislatif perlu
diperhatikan. Hal ini disebabkan adanya
pandangan bahwa proses Pilkada sering
tidak adil dan demokratis
Sasaran prioritas dalam Agenda Perwujudan Lem-
baga Demokrasi yang Makin Kokoh adalah tetap
terpeliharanya momentum awal konsolidasi de-
mokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan hasil
Pemilu 2004. Adapun sasaran lain yang ingin dica-
pai antara lain:
1. Terlaksananya peran dan fungsi lembaga pe-
nyelenggara negara dan lembaga kemasyara-
katan sesuai konstitusi dan peraturan perun-
dang-undangan yang berlaku;
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan kebijakan
publik;
3. Terlaksananya Pemilu yang demokratis, jujur,
dan adil pada 2009.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 171 5/5/09 2:24:31 PM
172
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
ningkatkan kualitas peran dan fungsi lembaga-
lembaga politik dan sosial kemasyarakatan. Hal
ini sangat penting sebagai landasan bagi terba-
ngunnya fondasi kerjasama yang lebih konstruk-
tif dan berkelanjutan antar lembaga, sesuai de-
ngan amanat konstitusi.
Adapun secara lebih spesik capaian dari berbagai
upaya di atas hingga 2008 adalah:
1. Program Penyempurnaan dan Penguatan
Kelembagaan Demokrasi
Program ini bertujuan melembagakan fungsi-
fungsi dan hubungan yang kokoh dan optimal
antara lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif,
lembaga politik lainnya, serta lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Pencapaian dari pelaksanaan
program ini sampai 2008 adalah cukup menggem-
birakan.
Pada 2008 telah disahkan beberapa UU terkait
dengan pelaksanaan Pemilu, yaitu UU No. 2 Ta-
hun 2008 tentang Partai Politik, UU No. 10 Ta-
hun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,
dan DPRD, dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sebelumnya
telah ditetapkan UU No. 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pemilu, yang berfungsi sebagai
pedoman bagi penyelenggaraan Pemilu di 2009.
Semua UU ini berupaya secara optimal meng-
akomodasikan berbagai tuntutan penguatan
kelembagaan pemilu berdasarkan aspirasi politik
masyarakat. Berbagai UU ini juga berupaya me-
ningkatkan kemandirian, integritas dan kredibili-
tas lembaga yang terkait penyelenggaraan Pemilu.
Selain itu, UU tersebut diharapkan menjadi alat
untuk mencegah berbagai benturan kepentingan
(conict of interest) yang mungkin terjadi.
Pembangunan kelembagaan mendapatkan angin
segar juga dengan berhasil diundangkannya UU
No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi (KKR). Diundangkan KKR di-
harapkan dapat menyelesaikan sejumlah persoal-
an pelanggaran HAM di masa lalu secara damai.
Kemajuan pelembagaan demokrasi yang juga me-
nonjol adalah keikutsertaan calon independen
dalam pilkada, melalui keputusan MK di 2007
mengabulkan judicial review terhadap UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemda. Hal ini merupakan
tonggak penting bagi perluasan ruang kebebasan
politik masyarakat luas dan peningkatan kualitas
proses rekrutmen kepemimpinan politik di ln-
donesia. Calon independen diharapkan menjadi
pemicu motivasi calon-calon dari parpol untuk
mempersiapkan diri secara lebih baik. Calon inde-
penden dalam pilkada juga memperkaya pilihan
masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang
lebih baik.
2. Program Perbaikan Proses Politik
Pada 2008, perbaikan mekanisme pelaksanaan
pilkada terus dilakukan melalui evaluasi menye-
luruh terhadap berbagai kelemahan yang ada sela-
ma pelaksanaan pilkada tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini menjadi krusial di tengah-tengah upaya
intensif mempersiapkan pelaksanaan Pemilu pre-
siden dan wakil presiden serta Pemilu legislatif se-
cara demokratis, jujur dan adil pada 2009.
Pilkada dan pPemilu nasional diharapkan dapat
saling memperkuat dalam memberikan kontri-
busi bagi penguatan pelembagaan demokrasi di
Indonesia. Dengan diselesaikannya pembahasan
dan ditetapkan semua UU bidang politik, maka
pada 2008 peraturan pelaksanaan/petunjuk pe-
laksanaan/petunjuk teknis penyelenggaraan Pe-
milu 2009 sudah diselesaikan penyusunannya.
Di samping itu pada 2008 sudah dapat dilakukan
juga penyempurnaan dan perbaikan data pemilih;
verikasi peserta pemilu dan validasi calon ang-
gota legislatif; penyediaan sarana dan prasarana
pendukung Pemilu 2009; dan proses penyediaan
logistik Pemilu 2009 terutama untuk Pemilihan
Pilkada dan Pemilu nasional diharapkan
dapat saling memperkuat dalam
memberikan kontribusi bagi penguatan
pelembagaan demokrasi di Indonesia
LO_RPJMN-Bab 3.indd 172 5/5/09 2:24:32 PM
Bagian 3
173
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Secara
kelembagaan, pada 2008 dicapai peningkatan
yang cukup signikan dalam hal kapasitas, terma-
suk kualikasi, profesionalisme dan kompetensi
aparatur Pemerintah dan KPU, KPUD Provinsi,
KPU Kabupaten/Kota.
Hal penting lain tercapai pada 2008 adalah pe-
ningkatan kapasitas dan kesiapan parpol dan
organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam me-
lakukan sosialisasi dan pendidikan politik ma-
syarakat. Pada Pemilu 2009 partisipasi politik
diharapkan makin otentik berdasarkan kesadar-
an politik warga yang lebih tinggi, tidak sekedar
ikut-ikutan kelompok atau golongan yang memo-
bilisasi masyarakat untuk kepentingan-kepen-
tingan sempit.
Terwujudnya akuntabilitas politik dan publik se-
cara wajar tidak hanya merupakan kepentingan
politik masyarakat sebagai pemilik kedaulatan,
melainkan juga merupakan kepentingan yang
melekat erat pada lembaga-lembaga politik dan
publik itu sendiri. Kesenjangan yang tajam dan
berkelanjutan antara akuntabilitas dengan aspira-
si dan harapan masyarakat dapat membahayakan
kepercayaan pada kelembagaan demokrasi yang
sudah dibangun dengan susah payah, termasuk
kepada proses maupun seluruh bangunan konsti-
tusional dan perundang-undangan yang berlaku.
Pengalaman membuktikan bahwa meningkatnya
keterasingan proses politik dan penyelenggaraan
negara dari aspirasi politik dan kehidupan nyata
masyarakat tidak menguntungkan bagi semua-
nya. Gagasan utama penguatan kelembagaan
checks and balances dan penguatan Otoda sesung-
guhnya adalah memperkuat partisipasi masyara-
kat dalam proses perumusan kebijakan politik
dan publik.
Apabila hal ini tidak menjadi perhatian sejak awal
konsolidasi demokrasi Indonesia, maka terba-
ngunnya demokrasi jalanan, yang tidak diingin-
kan semua dapat terjadi. Hal ini tidak lain adalah
pemaksaan kehendak di luar prosedur kelem-
bagaan dan konsensus dalam kerangka peraturan
perundangan. Yang apabila berkelanjutan tidak
mustahil membawa kepada krisis serius terhadap
kehidupan politik dan stabilitas keamanan nasi-
onal. Oleh karena itu, peningkatan akuntabilitas
politik dan publik merupakan suatu keharusan
dalam membangun demokrasi.
Pada tingkat masyarakat, kebebasan sipil juga
memperlihatkan banyak hal yang perlu diapre-
siasi. Rakyat makin sadar akan hak-hak mereka,
didukung oleh media cetak dan penyiaran, makin
berani (kualitas dan kuantitas) bersuara keras
dalam menyampaikan aspirasi, termasuk ketidak-
puasan dan protes. Pemerintah dan DPR dengan
sadar melindungi dan mendukung perkembangan
ini, sekaligus menerapkan mekanisme kontrol,
agar tidak ada kebijakan Pemerintah yang berten-
tangan dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas.
Dalam upaya perbaikan proses politik dilak-
sanakan kegiatan antara lain: perumusan pedo-
man, parameter dan standar kinerja uji kelayakan
pejabat publik dan politik; fasilitasi penyelengga-
raan pemilihan kepala daerah dengan menitikbe-
ratkan pada adanya peningkatan komunikasi yang
sehat, bebas dan efektif; serta kajian pengem-
bangan mekanisme konsultasi publik.
Di samping itu telah dilaksanakan berbagai ke-
giatan pendukung seperti pemberian bantuan
kepada 130 ormas pada 2007-2008. Penyusunan
draft RUU Keormasan yang telah dibahas secara
internal, saat ini dalam proses penyempurnaan
untuk didiskusikan lebih lanjut dengan ormas
dan akademisi dalam rangka mendapat masukan.
Kegiatan lain adalah tersusunnya Buku Pedoman
Pelaksanaan Program Perkuatan dan Pengem-
bangan Wawasan Kebangsaan Tahun 2006; ter-
sosialisasinya Pedoman Pelaksanaan Program
Perkuatan dan Pengembangan Wawasan Kebang-
saan Tahun 2006; tersusunnya Permendagri No.
25 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Per-
mendagri No. 32 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pengajuan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Parpol.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 173 5/5/09 2:24:32 PM
174
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pemerintah juga memfasilitasi Penyusunan Ke-
rangka Kerja Komisi Kebenaran dan Rekonsi-
liasi di daerah; penyempurnaan produk hukum
pelaksanaan pemilu, pilpres dan pilkada; menyo-
sialisasi Permendagri No. 11 Tahun 2006 tentang
Komunitas Intelijen Daerah dan Permendagri No.
12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Ma-
syarakat di Daerah.
3. Program Pengembangan Komunikasi,
Informasi dan Media Massa
Di bidang komunikasi dan informasi, terjamin-
nya kebebasan dan independensi pers merupakan
keuntungan bagi semua pihak, baik masyarakat
maupun Pemerintah. Media massa diharapkan
dapat memainkan peran yang sangat strategis
untuk menyukseskan Pemilu 2009 dan menjadi
watchdog yang dapat menjadi mata dan telinga
masyarakat untuk mengawal proses politik yang
sangat penting ini. Semua pihak berkepentingan
pelembagaan pers yang mendukung transparansi
dan akuntabilitas proses penyelenggaraan pemi-
lu.
Dalam kaitan ini, telah ditetapkan UU No. 14 Ta-
hun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(KIP), yang perlu segera disusun peraturan pelak-
sanaan serta sosialisasinya kepada publik.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan tujuan pro-
gram ini telah diterbitkan sejumlah PP bidang
penyiaran, khususnya perizinan dalam rangka
mewujudkan efektivitas pelaksanaan UU No. 40
Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran. Melalui peraturan ini
diharapkan hak-hak masyarakat mendapatkan
informasi (right to know) akan semakin terjamin,
juga kewajiban Pemerintah untuk menyampaikan
informasi publik yang dibutuhkan oleh masyara-
kat (obligation to tell). Berkaitan dengan prinsip
ini, Pemerintah juga menyusun beberapa per-
aturan perundangan berupa PP dan Menteri (Per-
men), khususnya di bidang penyiaran dan pers.
Penyusunan draft Rencana Peraturan Pemerintah
(RPP) tentang PNBP Bidang Penyiaran, telah se-
lesai dan telah dikirim ke Departemen Keuangan
(Depkeu).
Di samping itu, Pemerintah telah menyusun Per-
men terkait dengan perizinan. Permen yang di-
maksud adalah Permen yang berkaitan dengan
Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), yaitu:
1. Permen Nomor 17 Tahun 2006 tanggal 7 Juni
2006 tentang Tatacara Penyesuaian IPP bagi
LPS yang Telah Memiliki ISR dari Ditjen Pos-
tel dan/atau Izin Siaran Nasional untuk TV
dari Departemen Penerangan dan bagi LPB
yang telah Memiliki Izin Penyelenggaraan TV
Berbayar dari Ditjen Postel dan/atau Izin Pe-
nyelenggaraan Siaran TV Berlangganan dan
Departemen Penerangan;
2. Permen Nomor 08 Tahun 2007 tentang Tata-
cara Perizinan dan Penyelenggaraan Penyiar-
an LPS;
3. Permen Nomor 14 Tahun 2007 Tanggal 24
April 2007 tentang Tatacara dan Kriteria
Seleksi Penggunaan Spektrum Frekuensi Ra-
dio untuk Penyelenggaraan Penyiaran;
4. Permen Nomor 15 Tahun 2007 tanggal 26
April 2007 tentang Perubahan atas Permen
Kominfo Nomor 08 Tahun 2007 Tentang
Tatacara Perizinan dan Peneyelenggaraan Pe-
nyiaran LPS;
5. Permen Nomor 22 Tahun 2007 Tanggal 30
April 2007 tentang Perubahan Kedua atas
Permen Kominfo Nomor: 08 Tahun 2007 ten-
tang Tatacara Perizinan dan Penyelenggaraan
Penyiaran LPS. Berdasarkan Permen-permen
tersebut di atas, telah dikeluarkan izin untuk
LPS Radio sebanyak 315 IPP, dan LPS TV se-
banyak 10 IPP;
6. Permen Nomor 25 Tahun 2007 tanggal 1
Mei 2007 tentang Penggunaan Sumberdaya
Dalam Negeri Untuk Produk Iklan yang di-
siarkan melalui Lembaga Penyiaran. Permen
ini merupakan nalisasi dari Rancangan Per-
men tentang Siaran Iklan Layanan Masyara-
kat pada Lembaga Penyiaran.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 174 5/5/09 2:24:33 PM
Bagian 3
175
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Kegiatan lain yang terkait dengan program ini
adalah meningkatkan sarana e-government di
pusat dan daerah; peningkatan dan pemberdaya-
an masyarakat dalam pemanfaatan teknologi
informasi termasuk sarana prasarananya serta
pengembangan sistem jaringannya; dan kajian
terhadap kebijakan yang terkait dengan kominfo.
Di samping itu, untuk meningkatkan layanan in-
formasi publik dilakukan kegiatan peningkatan
arus informasi melalui berbagai media, pengem-
bangan dan pembinaan jaringan komunikasi dan
informasi, serta perencanaan dan pengembangan
kebijakan kominfo termasuk penyusunan per-
aturan pelaksanaannya.
Kegiatan yang dilaksanakan sebagai kelanjut-
an dalam mempercepat pencapaian target yang
ditetapkan antara lain peningkatan arus infor-
masi dengan lembaga media dengan menyusun
data dan informasi media elektronik di beberapa
provinsi, serta pemberian bantuan TV dan ra-
dio untuk daerah terpencil dan perbatasan. Di
samping itu, perencanaan dan pengembangan
kebijaksanaan bidang komunikasi dan informasi
dengan melakukan sosialisasi pemetaan segmen-
tasi pasar usaha penyiaran di beberapa provinsi
(Kaltim, Papua, Maluku, NTB, Aceh, Riau, Jambi,
Kepulauan Riau dan Sumatera Barat), kajian dan
sosialisasi siaran digital serta monitoring dan
evaluasi terhadap uji coba siaran digital (Suraba-
ya, Jakarta, Medan, Makasar, Banjarmasin dan
Jayapura).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM
aparatur Pemerintah, institusi pendidikan, dunia
usaha dan masyarakat di bidang komunikasi dan
informatika sesuai dengan standar kompetensi
profesi, dilaksanakan kegiatan pemberian beasiswa
pendidikan gelar Strata Dua (S2) dan Strata Tiga
(S3) bidang kominfo di dalam dan di luar negeri
bagi masyarakat umum, institusi pendidikan serta
pimpinan Pemerintahan pusat dan daerah. Pada
2007, beasiswa diberikan untuk S2/S3 dalam ne-
geri sebanyak 55 orang dan untuk S2/S3 luar negeri
sebanyak 75 orang. Program ini dilanjutkan pada
2008 dengan menyediakan beasiswa untuk S2/S3
di dalam negeri bagi 169 orang dan ke luar negeri
untuk sebanyak 54 orang. Pemberian beasiswa ini
diharapkan meningkatkan daya saing, yang pada
gilirannya akan meningkatkan literasi dan profe-
sionalisme masyarakat di bidang kominfo.
Terlaksananya kegiatan-kegiatan tersebut di-
harapkan akan meningkatkan pelayanan Peme-
rintah dan media massa dalam memenuhi hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang
baik dan benar serta bertanggungjawab. Dengan
demikian, misi pembangunan jangka panjang
mewujudkan masyarakat demokratis berdasar-
kan hukum dengan memperkuat peran ma-
syarakat sipil dan menjamin pengembangan dan
kebebasan media pada saatnya nanti dapat diwu-
judkan secara bertahap.
3.8.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Beberapa persoalan menonjol yang akan dihadapi
pada 2009 adalah menyangkut rendahnya kapa-
sitas dan kredibilitas parpol. Padahal dengan me-
nguatnya tuntutan dan aspirasi politik masyara-
kat, keberadaan parpol sebagai infrastruktur
demokrasi diharapkan semakin kokoh.
Masalah lain adalah pengawasan yang lemah dan
kurang transparannya sistem penyelenggaraan
Pemilu, serta masih rendahnya pamahaman atas
etika politik para penyelenggara negara. Oleh
karena itu, peningkatan capacity building lem-
baga-lembaga penyelenggara negara masih tetap
fokus pada 2009, dengan tekanan pada penting-
nya akuntabilitas politik dan publik.
Selain itu, media massa yang sering dianggap
sebagai pilar keempat demokrasi belum mampu
memainkan perannya secara optimal dalam alat
kontrol sosial politik dan pencerdasan masyara-
kat. Di satu sisi, media massa masih menghadapi
berbagai ancaman non-teknis seperti ancaman
kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan. Pada
sisi lain, profesionalisme media massa dalam
menjalankan peran strategisnya masih lemah.
Lebih jauh, secara obyektif dapat dikatakan bah-
LO_RPJMN-Bab 3.indd 175 5/5/09 2:24:33 PM
176
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
wa masih adanya inkonsistensi peraturan perun-
dangan dalam bidang media massa. Seringkali,
media massa menghadapi tuntutan kriminal berat
dalam menjalankan profesinya, yang sesungguh-
nya dilindungi perundang-undangan, karena per-
masalahan etika jurnalistik. Faktor penghambat
lain adalah tidak optimalnya persiapan pelaksa-
naan kegiatan terutama dalam mempertimbang-
kan ketersediaan waktu, misalnya terkait dengan
penyelesaian revisi undang-undang bidang politik
dan peraturan perundangan lainnya.
3.8.4. Tindak Lanjut
3.8.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pe-
laksanaan Pemilu 2009 menentukan tingkat par-
tisipasi politik aktif dan kepercayaan masyara-
kat pada lembaga-lembaga demokrasi di masa
mendatang. Kegagalan atau kurang berhasilnya
Pemilu 2009 dapat merupakan langkah mundur
bagi konsolidasi demokrasi Indonesia. Sebaliknya
penyelenggaraan Pemilu 2009 secara sukses akan
membawa kita pada proses konsolidasi demokrasi
yang lebih tinggi dan lebih maju.
Untuk menindaklanjuti berbagai kegiatan dalam
program perwujudan lembaga demokrasi yang
kokoh, maka upaya-upaya yang akan dilakukan
untuk mencapai sasaran-sasaran RPJMN 2004-
2009 yang termuat dalam Agenda Mewujudkan
Indonesia yang Adil dan Demokratis adalah:
1. Meningkatkan kapasitas dan kredibilitas
lembaga-lembaga demokrasi. Hal ini perlu
dirumuskan secara cermat. Keseluruhan lem-
baga-lembaga ini diharapkan dapat melak-
sanakan tugas dan kewenangan seoptimal
mungkin secara terarah dan bertahap;
2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pe-
milu 2009 dan Pilkada, tidak hanya pada as-
pek kelembagaannya saja, tetapi juga dalam
mempersiapkan masyarakat menjelang Pe-
milu 2009 agar dapat berpartisipasi aktif.
Dalam hal ini, kegiatan komunikasi perlu
dirumuskan untuk lebih memperkuat ker-
jasama antar-lembaga Pemerintahan dan juga
interaksinya dengan masyarakat dalam mem-
persiapkan pelaksanaan Pemilu 2009;
3. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
yang ada melalui pendalaman dokumen pe-
rencanaan, khususnya RPJMN dan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) untuk meningkatkan
esiensi dan efektivitas capaian kegiatan-ke-
giatan yang telah ditetapkan;
4. Menyikapi keterlambatan penyelesaian RUU
KIP dengan mendorong Departemen Ko-
munikasi dan Informatika dan DPR untuk
berkomitmen menyelesaikannya sesuai de-
ngan target yang ditetapkan. Hal ini mengi-
ngat semakin besarnya tuntutan publik ter-
hadap informasi yang cepat, akurat dan benar
sesuai UUD 1945 pasal 28 F. Isi pasal ini men-
jamin hak setiap orang untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengem-
bangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan me-
nyampaikan informasi dengan mengguna-
kan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk
2008, berbagai hal ini menjadi prioritas pe-
nyelesaian dan target pembuatan peraturan
pelaksanaan.
3.8.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Melalui berbagai upaya sejak awal pelaksanaan
RPJMN 2004-2009, perkiraan pencapaian akhir
dari sasaran-sasaran tersebut adalah:
1. Program Penyempurnaan dan Penguatan
Kelembagaan Demokrasi
Sasaran RPJMN 2004-2009 melalui program ini
akan dilaksanakan melalui upaya peningkatan
kapasitas, kredibilitas, dan akuntabilitas lembaga
demokrasi serta peningkatan partisipasi politik
masyarakat. Adapun perkiraan pencapaian sasar-
an tersebut diantaranya:
LO_RPJMN-Bab 3.indd 176 5/5/09 2:24:34 PM
Bagian 3
177
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1. Terfasilitasinya penyelesaian perbaikan UU
bidang politik dan penyusunan peraturan pe-
laksanaan serta sosialisasinya;
2. Terfasilitasinya penyempurnaan dan har-
monisasi peraturan perundang-undangan di
daerah khusus, terutama Provinsi NAD dan
Papua;
3. Peningkatan kualitas, kredibilitas dan akun-
tabilitas lembaga eksekutif;
4. Peningkatan kapasitas kelembagaan KPU Pu-
sat/Provinsi/Kabupaten/Kota dan lembaga
penyelenggara pemilu lainnya;
5. Peningkatan kualikasi dan kompetensi apa-
ratur Pemerintah dan lembaga penyelenggara
pemilu dalam menghadapi Pemilu 2009;
6. Terfasilitasinya pendidikan politik bagi pe-
milih di seluruh provinsi dan kabupaten/kota
serta perwakilan RI di luar negeri;
7. Terlaksananya penelitian dan pengkajian,
terutama yang terkait dengan pemantapan
pelaksanaan desentralisasi dan Otoda, sistem
Pemerintahan, sistem kepartaian, dan sistem
pemilu;
8. Terfasilitasinya peningkatan kapasitas kelem-
bagaan DPR, DPRD, DPD dan MPR;
9. Terfasilitasinya peningkatan kapasitas dan
kredibilitas DPR, DPRD, DPD, dan MPR dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang-
nya;
10. Terfasilitasinya peningkatan efektivitas me-
kanisme atau saluran partisipasi dan peng-
awasan politik masyarakat terhadap DPR,
DPRD, DPD dan MPR; serta
11. Terfasilitasinya peningkatan peran partai
politik dan masyarakat sipil.
2. Program Perbaikan Proses Politik
Seperti halnya Program Penyempurnaan dan Pe-
nguatan Kelembagaan Demokrasi, Program Per-
baikan Proses Politik ini akan dilaksanakan untuk
mencapai sasaran suksesnya pelaksanaan Pemilu
2009, khususnya Pemilu legislatif dan menurun-
nya praktik-praktik disinsentif yang menghambat
penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.
Adapun capaian yang diharapkan akan terwujud
meliputi:
1. Perbaikan mekanisme Pemilu dan Pilkada;
2. Fasilitasi penyelenggaraan Pilkada;
3. Peningkatan komunikasi politik;
4. Penyelesaian peraturan pelaksanaan/petun-
juk pelaksanaan/petunjuk teknis untuk penye-
lenggaraan Pemilu 2009;
5. Penyempurnaan dan perbaikan data pemilih;
6. Verikasi peserta Pemilu dan validasi calon
anggota legislatif;
7. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
Pemilu 2009;
8. Penyediaan logistik Pemilu 2009;
9. Perbaikan proses penyusunan dan penerapan
kebijakan publik nasional; serta
10. Pengembangan penelitian dan pengkajian ke-
bijakan publik nasional.
3. Program Pengembangan Komunikasi,
Informasi dan Media Massa.
Untuk program ini, sasaran RPJMN 2004-2009
adalah memperluas akses masyarakat terhadap
informasi publik. Berbagai kegiatan telah dilak-
sanakan untuk mencapai sasaran ini. Adapun
perkiraan pencapaian sasaran Program Pengem-
bangan Komunikasi, Informasi, dan Media Massa
adalah:
1. Disempurnakannya UU Pers dan Penyiaran
serta peraturan pelaksanaan dan sosialisasi;
2. Diselesaikannya UU Kebebasan Memperoleh
Informasi Publik (KIP atau Keterbukaan In-
formasi Publik) serta peraturan pelaksanaan
dan sosialisasi;
3. Ditetapkannya UU KIP yang DIM-nya saat
ini sedang dalam tahap penyelesaian pemba-
hasan. Setelah itu dilanjutkan pula dengan
peraturan pelaksanaan dan sosialisasi;
LO_RPJMN-Bab 3.indd 177 5/5/09 2:24:34 PM
178
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Dilaksanakannya pengkajian dan penelitian
bidang komunikasi dan informasi;
5. Terfasilitasinya peningkatan SDM bidang ko-
munikasi dan informasi;
6. Terlaksananya sosialisasi nilai-nilai demokra-
si dan kebangsaan melalui berbagai media;
7. Meningkatnya komunikasi politik antar-pe-
nyelenggara negara bidang komunikasi dan
informasi;
8. Meningkatnya kerjasama dengan lembaga in-
formasi masyarakat dan media; serta
9. Menguatnya kelembagaan komunikasi dan
informasi.
3.8.5. Penutup
Pelaksanaan berbagai rangkaian kegiatan dalam
3 kebijakan program Agenda Mewujudkan In-
donesia yang Adil dan Demokratis diharapkan
dapat mewujudkan sasaran prioritas Perwujudan
Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh. Sasaran
prioritas tersebut bertujuan memelihara momen-
tum awal konsolidasi demokrasi yang sudah ter-
bentuk berdasarkan hasil Pemilu 2004. Sasaran
ini juga bertujuan agar terlaksananya peran dan
fungsi lembaga penyelenggara negara dan lem-
baga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan per-
aturan perundangan yang berlaku, meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam proses pengambil-
an keputusan kebijakan publik, dan terlaksana-
nya Pemilu yang demokratis, jujur, dan adil pada
2009. Namun demikian, efektivitas dari seluruh
pencapaiannya tersebut sangat tergantung pada
pelaksanaan dan hasil yang ditargetkan.
Secara keseluruhan, seluruh kegiatan yang di-
laksanakan sudah sesuai dengan kegiatan pokok
yang ditetapkan guna mencapai sasaran dan arah
kebijakan Agenda Mewujudkan Indonesia yang
Adil dan Demokratis. Hingga akhir RPJMN 2004-
2009, diperkirakan sejumlah pencapaian dalam 4
tahun terakhir masih belum mampu mendorong
pencapaian target pada akhir kelima. Namun de-
mikian, hasil yang telah diraih itu merupakan
pijakan dalam proses mewujudkan lembaga de-
mokrasi yang makin kokoh. Efektivitas, konsis-
tensi, dan kesinambungan harus terus diupayakan
agar sasaran RPJMN 2004-2009 dapat tercapai.
LO_RPJMN-Bab 3.indd 178 5/5/09 2:24:34 PM
Bagian 4
Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Bab 4.1 Pengantar Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Bab 4.2 Penanggulangan Kemiskinan
Bab 4.3 Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas
Bab 4.4 Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
Bab 4.5 Revitalisasi Pertanian
Bab 4.6 Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Bab 4.7 Peningkatan Pengelolaan BUMN
Bab 4.8 Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bab 4.9 Peningkatan Iklim Ketenagakerjaan
Bab 4.10 Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro
Bab 4.11 Pembangunan Perdesaan
Bab 4.12 Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Bab 4.13 Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas
Bab 4.14 Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas
Bab 4.15 Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial
Bab 4.16 Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta
Pemuda dan Olahraga
Bab 4.17 Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama
Bab 4.18 Perbaikan Pengelolaan SDA dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
Bab 4.19 Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Bab 4.20 Penanggulangan dan Pengurangan Risiko Bencana
LO_RPJMN.indd 179 5/5/09 2:39:30 PM
Dok : Bappenas
LO_RPJMN.indd 180 5/5/09 2:39:33 PM
181
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.1
Pengantar Agenda Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat
Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
memuat 5 sasaran pokok dengan 19 prioritas be-
serta arah kebijakannya. SASARAN PERTAMA
adalah menurunnya jumlah penduduk miskin
menjadi 8,2 persen pada 2009 serta terciptanya la-
pangan kerja yang mampu mengurangi pengang-
guran terbuka menjadi 5,1 persen pada 2009
dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang
tetap terjaga. Kemiskinan dan pengangguran
diatasi dengan strategi pembangunan ekonomi
yang mendorong pertumbuhan yang berkualitas
dan berdimensi pemerataan melalui penciptaan
lingkungan usaha yang sehat.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 adalah Penang-
gulangan Kemiskinan dengan kebijakan yang
diarahkan untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin
yang meliputi hak atas pangan, kesehatan, pen-
didikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah,
lingkungan hidup dan sumberdaya alam, rasa
aman, serta hak untuk berpartisipasi dalam peru-
musan kebijakan publik.
Peningkatan Investasi dan Ekspor NonMigas
dengan kebijakan yang diarahkan untuk meng-
hapus ekonomi biaya tinggi antara lain dengan:
menyederhanakan prosedur perizinan investasi,
termasuk bagi UKM; menciptakan kepastian
hukum yang menjamin kepastian usaha, terma-
suk mengurangi tumpang tindih kebijakan antar
pusat dan daerah serta antar sektor; menyem-
purnakan kelembagaan investasi yang berdaya
saing, esien, transparan, dan non-diskrimina-
tif; menyederhanakan administrasi perpajakan
dan kepabeanan melalui reformasi perpajakan
dan kepabeanan; menciptakan insentif investasi
yang tepat sasaran dalam upaya penyebaran in-
vestasi yang makin banyak ke luar Jawa terutama
Kawasan Timur Indonesia; mendorong pemulih-
an fungsi intermediasi perbankan; meningkat-
kan penyediaan infrastruktur; revitalisasi kelem-
bagaan promosi ekspor; meningkatkan pelayanan
support at company level; pengembangan sarana
pembiayaan perdagangan; serta memperkuat
kelembagaan pengamanan perdagangan inter-
nasional (safeguard/anti-dumping). Selanjutnya
untuk meningkatkan penerimaan devisa, kebi-
jakan pariwisata diarahkan untuk meningkatkan
efektivitas promosi dan pengembangan produk-
produk wisata dan meningkatkan sinergi dalam
jasa pelayanan pariwisata.
Prioritas pembangunan nasional
20042009 adalah Penanggulangan
Kemiskinan dengan kebijakan yang
diarahkan untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi hak-hak
dasar masyarakat miskin
Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
dengan kebijakan diarahkan untuk meningkat-
kan utilitas kapasitas terpasang; memperkuat
struktur industri; memperkuat basis produksi;
meningkatkan daya saing dengan tekanan pada
LO_RPJMN.indd 181 5/5/09 2:39:34 PM
182
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
industri-industri yang menyerap lebih banyak
tenaga kerja; memenuhi kebutuhan dalam negeri;
memiliki potensi ekspor; serta mengolah sumber-
daya alam di dalam negeri.
Revitalisasi Pertanian dalam arti luas yang
diarahkan untuk mendorong pengamanan keta-
hanan pangan, peningkatan daya saing, diversi-
kasi, peningkatan produktivitas dan nilai tam-
bah produk pertanian, peternakan, perkebunan,
perikanan dan kehutanan untuk peningkatan
kesejahteraan petani dan nelayan, melalui: (1)
peningkatan kemampuan petani dan nelayan
serta penguatan lembaga pendukungnya; (2)
pengamanan ketahanan pangan; (3) peningkat-
an akses petani dan nelayan kepada sumberdaya
produktif seperti teknologi, informasi pemasaran,
pengolahan dan permodalan; (4) perbaikan iklim
usaha dalam rangka meningkatkan diversikasi
usaha dan memperluas kesempatan berusaha; (5)
peningkatan kemampuan manajemen dan kom-
petensi kewirausahaan di kalangan pelaku usaha
bidang pertanian dan perikanan; (6) mendorong
peningkatan standar mutu komoditas, penataan
dan pengembangan industri pengolahan produk
pertanian dan perikanan untuk meningkatkan
daya saing dan nilai tambah; (7) peningkatan e-
siensi sistem distribusi, koleksi dan jaringan pe-
masaran produk untuk perluasan pemasaran; dan
(8) peningkatan pemanfaatan sumberdaya peri-
kanan dan optimasi pemanfaatan hutan alam,
pengembangan hutan tanaman serta hasil hutan
non-kayu, untuk mendukung pertumbuhan eko-
nomi dengan tetap menjaga kelestarian sumber-
daya alam dan lingkungan hidup.
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Ke-
cil, dan Menengah (UMKM) dengan kebijakan
yang diarahkan untuk: (1) mengembangkan usaha
kecil dan menengah (UKM) agar memberikan kon-
Dok : PolaGrade (Fadil Aziz)
LO_RPJMN.indd 182 5/5/09 2:39:39 PM
183
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
tribusi yang signikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pening-
katan daya saing; (2) mengembangkan usaha skala
mikro dalam rangka peningkatan pendapatan pada
kelompok masyarakat berpendapatan rendah; (3)
memperkuat kelembagaan dengan menerapkan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik
(good governance) dan berwawasan gender dengan
cara memperbaiki lingkungan usaha dan menye-
derhanakan prosedur perizinan, memperluas akses
kepada sumber permodalan khususnya perbankan,
memperluas dan meningkatkan kualitas institusi
pendukung yang menjalankan fungsi intermedi-
asi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha,
teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi;
(4) memperluas basis dan kesempatan berusaha
serta menumbuhkan wirausaha baru berkeung-
gulan, termasuk mendorong peningkatan ekspor;
(5) meningkatkan UMKM sebagai penyedia barang
dan jasa pada pasar domestik, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat banyak; dan (6)
meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi se-
suai dengan jati dirinya.
Peningkatan Pengelolaan BUMN dalam rangka
meningkatkan kinerja dan daya saing BUMN de-
ngan kebijakan yang diarahkan untuk melanjut-
kan restrukturisasi BUMN yang semakin terarah
dan efektif sesuai dengan orientasi dan fungsinya.
Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (Iptek) dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) meningkatkan fokus dan
kapasitas litbang iptek; (2) mempercepat proses
difusi dan pemanfaatan hasil-hasil iptek; (3)
memperkuat kelembagaan iptek; dan (4) mencip-
takan iklim inovasi dalam bentuk skema insentif.
Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan dengan pe-
ngembangan kebijakan pasar tenaga kerja yang
eksibel dan penataan hubungan industrial yang
mencerminkan asas keadilan dan kondusif bagi
peningkatan produktivitas dan inovasi.
Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro yang
diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan
stabilitas ekonomi makro yang telah dicapai dengan
memberi ruang yang lebih luas untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan itu, upaya
yang ditempuh mencakup: (1) penyusunan formu-
lasi APBN dengan tujuan mengembalikan kemam-
puan skal sebagai salah satu instrumen pereko-
nomian yang efektif untuk menciptakan lapangan
kerja melalui dorongan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan berkualitas; (2) pengem-
bangan strategi pengelolaan pinjaman luar negeri
sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan de-
ngan mendasarkan pada prinsip pengelolaan yang
esien dan memungkinkan meningkatnya kemam-
puan membayar; (3) peningkatan koordinasi kebi-
jakan skal dan moneter antara Pemerintah dan
Bank Indonesia dengan tetap menjaga peran ma-
sing-masing; serta (4) peningkatan upaya penye-
hatan dan penertiban lembaga-lembaga keuangan
dan perbankan dalam rangka meningkatkan peran
lembaga-lembaga tersebut sebagai intermediasi ke
sektor-sektor produksi.
Prioritas pembangunan nasional
20042009 diletakkan pada
Pembangunan Perdesaan dengan
mengembangkan olverslkasl keglatan
ekonomi perdesaan; meningkatkan
promosi dan pemasaran produk-produk
pertanian dan perdesaan lainnya
SASARAN KEDUA adalah berkurangnya kesen-
jangan antar-wilayah yang tercermin dari me-
ningkatnya peran perdesaan sebagai basis per-
tumbuhan ekonomi agar mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di perdesaan; mening-
katnya pembangunan pada daerah-daerah terbe-
lakang dan tertinggal; meningkatnya masyarakat
di perdesaan; meningkatnya pembangunan pada
daerah-daerah terbelakang dan tertinggal; me-
ningkatnya pengembangan wilayah yang dido-
rong oleh daya saing pengembangan wilayah yang
LO_RPJMN.indd 183 5/5/09 2:39:39 PM
184
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
didorong oleh daya saing kawasan dan produk-
produk unggulan daerah; serta meningkatnya ke-
seimbangan pertumbuhan pembangunan antar
kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan
kecil dengan memperhatikan keserasian peman-
faatan ruang dan penatagunaan tanah.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 diletakkan pada
Pembangunan Perdesaan dengan mengem-
bangkan diversikasi kegiatan ekonomi perde-
saan; meningkatkan promosi dan pemasaran
produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya;
memperluas akses masyarakat perdesaan ke sum-
berdaya-sumberdaya produktif, pelayanan publik
dan pasar; meningkatkan keberdayaan masyara-
kat perdesaan melalui peningkatan kualitasnya,
penguatan kelembagaan dan modal sosial ma-
syarakat perdesaan; meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan serta meminimalkan risiko
kerentanan; serta mengembangkan praktik-prak-
tik budidaya pertanian dan usaha non-pertanian
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pengurangan Ketimpangan Pembangunan
Wilayah dengan: (1) mendorong percepatan
pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih
belum berkembang secara optimal, sehingga dapat
menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wila-
yah pengembangan ekonomi yang sinergis; (2)
meningkatkan keberpihakan Pemerintah untuk
mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan
terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut da-
pat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat
dan dapat mengejar ketertinggalan pembangun-
annya dengan daerah lain; (3) mengembangkan
wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah
arah kebijakan pembangunan yang selama ini
cenderung berorientasi inward looking men-
jadi outward looking, sehingga kawasan tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang akti-
vitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan
pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan
(prosperity approach) maupun keamanan (security
approach); (4) menyeimbangkan pertumbuhan
pembangunan antar kota-kota metropolitan, be-
sar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam
suatu sistem pembangunan perkotaan nasional;
(5) meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi
yang berada di wilayah perdesaan dengan yang
berada di perkotaan; (6) mengoperasionalisasikan
Rencana Tata Ruang sesuai dengan hirarki peren-
canaan (RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-
Provinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai acuan
koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar
sektor dan antar-wilayah.
SASARAN KETIGA adalah meningkatnya kuali-
tas manusia yang secara menyeluruh tercermin
dari membaiknya angka Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 diletakkan pada
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Pendidikan yang Berkualitas dengan kebijak-
an yang diarahkan untuk menyelenggarakan Wa-
jib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun; menurun-
kan secara signikan jumlah penduduk yang buta
aksara; meningkatkan perluasan dan pemerataan
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi; me-
ningkatkan perluasan pendidikan anak usia dini;
menyelenggarakan pendidikan non-formal yang
bermutu untuk memberikan pelayanan pendidik-
an kepada warga masyarakat yang tidak mung-
kin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui
jalur formal; menurunkan kesenjangan partisi-
pasi pendidikan antar-kelompok masyarakat de-
ngan memberikan akses yang lebih besar kepada
kelompok masyarakat yang selama ini kurang
dapat terjangkau oleh layanan pendidikan seperti
masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di
wilayah perdesaan, terpencil dan kepulauan, ma-
syarakat di daerah konik, serta masyarakat pe-
nyandang cacat termasuk melalui penyelenggara-
an pendidikan alternatif dan pendidikan khusus;
mengembangkan kurikulum yang disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta perkembangan global, regional,
LO_RPJMN.indd 184 5/5/09 2:39:40 PM
185
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
nasional dan lokal; mengembangkan pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan multikultural, dan
pendidikan budi pekerti termasuk pengembangan
wawasan kesenian, kebudayaan, dan lingkungan
hidup; menyediakan pendidik dan tenaga kepen-
didikan serta menyediakan sarana dan prasarana
pendidikan dalam jumlah dan kualitas yang me-
madai; meningkatkan kesejahteraan dan perlin-
dungan hukum bagi pendidik; mengembangkan
teknologi informasi dan komunikasi di bidang
pendidikan; mengembangkan sistem evaluasi,
akreditasi dan sertikasi termasuk sistem pengu-
jian dan penilaian pendidikan; menyempurnakan
manajemen pendidikan dengan meningkatkan
otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidik-
an; meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan; menata sistem pem-
biayaan pendidikan yang berprinsip adil, esien,
efektif, transparan dan akuntabel termasuk pene-
rapan pembiayaan pendidikan berbasis jumlah
siswa (student-based nancing) dan peningkatan
anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen
dari APBN dan APBD; dan meningkatkan pene-
litian dan pengembangan pendidikan terutama
untuk mendukung upaya mensukseskan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang
bermutu.
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas
dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) me-
ningkatkan jumlah, jaringan, dan kualitas pusat
kesehatan masyarakat; (2) meningkatkan kuan-
titas dan kualitas tenaga kesehatan; (3) mengem-
bangkan sistem jaminan kesehatan, terutama bagi
penduduk miskin; (4) meningkatkan sosialisasi
kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; (5)
meningkatkan pendidikan kesehatan kepada ma-
syarakat sejak usia dini; dan (6) meningkatkan
pemerataan dan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
Peningkatan Perlindungan dan Kesejahtera-
an Sosial dengan kebijakan yang diarahkan un-
tuk: (1) mengembangkan sistem perlindungan
sosial nasional; (2) meningkatkan kualitas pela-
yanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial
bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial;
dan (3) meningkatkan pemberdayaan terhadap
fakir miskin, penyandang cacat dan kelompok
rentan sosial lainnya.
Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga
Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga
dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) me-
ngendalikan pertumbuhan penduduk serta me-
ningkatkan keluarga kecil berkualitas dengan:
(a) mengendalikan tingkat kelahiran penduduk;
(b) meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan
keluarga; (c) meningkatkan kualitas kesehatan
reproduksi remaja serta pendewasaan usia perka-
winan; (d) memperkuat kelembagaan dan jaringan
KB; (2) menata pembangunan kependudukan de-
ngan: (a) menata kebijakan persebaran dan mobi-
litas penduduk secara seimbang; dan (b) menata
kebijakan administrasi kependudukan; serta (3)
meningkatkan partisipasi pemuda dalam pemba-
ngunan dan menumbuhkan budaya olahraga
dengan: (a) mewujudkan keserasian kebijakan
pemuda di berbagai bidang pembangunan; (b)
meningkatkan peran serta pemuda dalam pemba-
ngunan sosial, politik, ekonomi, budaya dan aga-
ma; (c) meningkatkan potensi pemuda dalam kepe-
loporan dan kepemimpinan dalam pembangunan;
(d) melindungi generasi muda dari bahaya penya-
lahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran
penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular sek-
sual di kalangan pemuda; (e) mengembangkan
kebijakan dan manajemen olahraga; serta (f)
membina dan memasyarakatkan olahraga.
Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama
dengan kebijakan yang diarahkan untuk mening-
katkan kualitas pelayanan, pemahaman agama
dan kehidupan beragama serta peningkatan keru-
kunan intern dan antar-umat beragama.
SASARAN KEEMPAT adalah membaiknya mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya
alam yang mengarah pada pengarusutamaan
(mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjut-
an di seluruh sektor dan bidang pembangunan.
LO_RPJMN.indd 185 5/5/09 2:39:40 PM
186
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 diletakkan pada
Perbaikan Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Pelestarian Mutu Lingkungan Hidup
dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1)
mengelola sumberdaya alam untuk dimanfaatkan
secara esien, adil, dan berkelanjutan yang didu-
kung dengan kelembagaan yang handal dan pene-
gakan hukum yang tegas, (2) mencegah terjadi-
nya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup yang lebih parah, sehingga laju kerusakan
dan pencemaran semakin menurun; (3) memu-
lihkan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan
hidup yang rusak; (4) mempertahankan sum-
berdaya alam dan lingkungan hidup yang masih
dalam kondisi baik untuk dimanfaatkan secara
berkelanjutan, serta meningkatkan mutu dan
potensinya; serta (5) meningkatkan kualitas ling-
kungan hidup.
Prioritas pembangunan nasional
20042009 diletakkan pada Perbaikan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Pelestarian Mutu Lingkungan Hidup
Penanganan dan Pengurangan Risiko Bencana
dengan kebijakan yang diarahkan untuk: (1) Me-
letakkan pengurangan risiko bencana sebagai prio-
ritas nasional maupun daerah yang implementasi-
nya dilaksanakan oleh kelembagaan yang kuat;
(2) Mengidentikasi, mengkaji, dan memantau ri-
siko bencana serta menerapkan sistem peringatan
dini; (3) Memanfaatkan pengetahuan, inovasi,
dan pendidikan untuk membangun budaya kese-
lamatan dan ketahanan pada seluruh tingkatan;
(4) Mengurangi akar-akar penyebab risiko ben-
cana; dan (5) Memperkuat kesiapan Pemerintah
dan masyarakat dalam mengantisipasi bencana di
masa mendatang.
SASARAN KELIMA adalah membaiknya infra-
struktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya
kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang
pembangunan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas pem-
bangunan nasional 20042009 diletakkan pada
Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
Upaya ini dilakukan untuk memulihkan kinerja
pelayanan dengan titik berat pada perbaikan
infrastruktur pertanian dan perdesaan, infra-
struktur ekonomi strategis, dan infrastruktur di
daerah konik. Upaya selanjutnya adalah perluas-
an kapasitas infrastruktur dengan fokus pemba-
ngunan infrastruktur baru yang diarahkan pada
infrastruktur di daerah terpencil dan tertinggal,
infrastruktur yang melayani masyarakat miskin,
dan infrastruktur yang menghubungkan dan atau
melayani antar daerah.
Untuk pembangunan infrastruktur, diupayakan
agar alokasi anggaran tidak menurun. Adapun
untuk mendorong partisipasi swasta, prioritas
diletakkan untuk menciptakan dana investasi
infrastruktur yang mampu memfasilitasi dan
mempercepat realisasi investasi swasta di bidang
infrastruktur.
Untuk pembangunan sumberdaya air, diarahkan
pada upaya konservasi guna mewujudkan keber-
lanjutan kapasitas pasok sumberdaya air. Penda-
yagunaan sumberdaya air diarahkan pada peme-
nuhan kebutuhan pokok sehari-hari terutama di
wilayah rawan desit air, wilayah tertinggal, dan
wilayah strategis. Selain itu, pendayagunaan juga
diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan air iri-
gasi pertanian rakyat dalam rangka mendukung
program ketahanan pangan dan peningkatan ke-
sejahteraan masyarakat. Penyediaan air irigasi di-
lakukan melalui peningkatan fungsi jaringan iri-
gasi, rehabilitasi, dan peningkatan kinerja operasi
dan pemeliharaan dengan mempertimbangkan
ketersediaan air dan kesiapan petani, terutama
pada daerah lumbung padi nasional. Pengenda-
lian daya rusak air terutama dalam hal penang-
gulangan banjir dilakukan dengan menyeimbang-
kan pendekatan konstruksi dan non-konstruksi.
Kelembagaan pengelolaan sumberdaya air akan
LO_RPJMN.indd 186 5/5/09 2:39:40 PM
187
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
dikembangkan dengan meningkatkan peran dan
keterlibatan semua pemangku kepentingan, serta
menggali dan mengembangkan modal sosial.
Untuk pembangunan perumahan, diprioritaskan
pada upaya untuk meningkatkan jumlah pen-
duduk yang memiliki dan mendiami rumah layak
huni melalui peningkatan akses kapital untuk
melakukan pembangunan dan perbaikan rumah,
terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah
dan sektor informal; mengembangkan pemba-
ngunan rumah susun sederhana sewa (Rusuna-
wa) bagi masyarakat berpendapatan rendah, baik
yang dibiayai oleh Pemerintah maupun swasta;
serta mengurangi luasan kawasan kumuh di ka-
wasan perkotaan, desa nelayan, dan desa eks-
transmigran.
Untuk pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan, dikedepankan pada upaya untuk me-
ningkatkan cakupan pelayanan air minum per-
pipaan dan sanitasi dasar secara nasional yang
berkualitas, esien, dengan harga terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat, dan berkelanjut-
an; meningkatkan kualitas air permukaan yang
dipergunakan sebagai air baku bagi air minum;
meningkatkan utilitas Instalasi Pengolah Limbah
Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolah Air Limbah
(IPAL) yang telah dibangun; mengembangkan
lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air
limbah; mengembangkan secara bertahap sistem
air limbah terpusat (sewerage system) untuk kota-
kota metropolitan dan kota besar.
Untuk pembangunan energi, diprioritaskan pada
upaya peningkatan esiensi pemakaian energi;
rehabilitasi infrastruktur energi; mengurangi
ketergantungan pada impor BBM; meningkatkan
pemakaian energi non-BBM; mengurangi subsidi
secara bertahap dan sistematis; dan pembangun-
an infrastruktur energi yang mencakup fasilitas
prosesing (kilang minyak, pembangkit tenaga lis-
trik), fasilitas transmisi dan distribusi pipa (gas
dan BBM), serta fasilitas depot untuk penyim-
panan.
Untuk pembangunan ketenagalistrikan nasional,
diarahkan untuk memulihkan jaminan keterse-
diaan tenaga listrik terutama untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik nasional khususnya
di daerah krisis listrik; meningkatkan esiensi
sistem kelistrikan nasional di sisi pembangkitan,
transmisi, distribusi dan manajemen pengelolaan
serta di sisi konsumen; mengembangkan listrik
perdesaan dalam rangka mengembangkan sosial
ekonomi wilayah perdesaan terutama wilayah-
wilayah yang memiliki potensi ekonomi produktif
dan memiliki potensi energi setempat.
Untuk pembangunan pos dan telematika, dipriori-
taskan pada upaya peningkatan esiensi melalui
restrukturisasi penyelenggaraan pos dan telema-
tika yang meliputi penyehatan dan peningkatan
kinerja BUMN penyelenggara pos dan penyiaran,
serta penciptaan kompetisi yang setara dan
berimbang (level playing eld) pada penyelengga-
raan telekomunikasi; meningkatkan akses penye-
diaan serta layanan pos dan telematika di daerah
USD/PSO; dan meningkatkan kemampuan ma-
syarakat dan industri dalam negeri dalam peman-
faatan dan pengembangan teknologi informasi
dan komunikasi beserta aplikasinya.
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 187 5/5/09 2:39:43 PM
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 188 5/5/09 2:39:45 PM
189
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.2
Penanggulangan Kemiskinan
4.2.1. Pengantar
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks
dan multidimensi. Kemiskinan tidak terbatas
sekedar pada ketidakmampuan ekonomi. Akan
tetapi, didenisikan sebagai tidak terpenuhinya
hak-hak dasar seseorang untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermarta-
bat.
Dengan menggunakan pendekatan berbasis hak,
kemiskinan dapat diidentikasi dari rendahnya
akses terhadap berbagai sumberdaya dan aset
produktif yang diperlukan untuk pemenuhan
sarana kebutuhan hidup dasar. Sumberdaya dan
aset produktif tersebut termasuk: barang dan
jasa, informasi, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Rendahnya akses ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti: tingkat pendapatan, kese-
hatan, pendidikan, akses terhadap barang dan
jasa, lokasi, kondisi geogras, gender, serta kon-
disi lingkungan.
Dengan menggunakan pendekatan
berbasis hak, kemiskinan dapat diiden-
tlkasl oarl renoabnya akses terbaoap
berbagai sumberdaya dan aset produktif
yang diperlukan untuk pemenuhan
sarana kebutuhan hidup dasar
Untuk itu, negara berkewajiban membantu keti-
dakmampuan masyarakat memenuhi hak-hak
dasar melalui serangkaian upaya penanggulang-
an. Namun, upaya penanggulangan kemiskinan
bukanlah hal yang mudah. Hal ini mengingat ba-
nyaknya faktor yang melatarbelakangi kemiskin-
an, luasnya cakupan upaya penanggulangan, serta
tingginya ketergantungan pada pelaksanaan dan
pencapaian pembangunan di berbagai bidang
lain.
4.2.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.2.2.1. Kondisi Awal
4.2.2.1.1. Jumlah Penduduk Miskin
Pada awal penyusunan RPJMN 2004-2009, jum-
lah penduduk miskin di Indonesia relatif besar.
Pada 2004 tercatat sebanyak 36,1 juta jiwa atau
16,7 persen dari jumlah penduduk tergolong pen-
duduk miskin. Pada 2005, kondisi terus berlanjut,
meski terjadi penurunan penduduk miskin men-
jadi 35,1 juta jiwa atau 16,0 persen. Tingginya
angka kemiskinan ini menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas sumberdaya manusia (SDM)
Indonesia.
4.2.2.1.2. Terbatasnya Kecukupan dan
Mutu Pangan
Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan
memenuhi persyaratan gizi masih menjadi per-
soalan bagi masyarakat miskin. Dari sisi per-
mintaan, permasalahan ini disebabkan oleh ber-
LO_RPJMN.indd 189 5/5/09 2:39:46 PM
190
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
bagai faktor diantaranya: daya beli yang rendah,
ketersediaan pangan yang tidak merata, ketergan-
tungan tinggi terhadap beras, dan terbatasnya di-
versikasi pangan. Di sisi penawaran, permasalah
ini erat kaitannya dengan terbatasnya dukungan
produksi pangan bagi petani, tata niaga yang ti-
dak esien, penerimaan usaha pertanian pangan
yang rendah, serta maraknya penyelundupan.
Berbagai masalah tersebut berdampak pada mun-
culnya sejumlah kejadian gizi-buruk di beberapa
wilayah Indonesia, seperti di Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kejadian ini secara langsung dan tidak langsung
terkait dengan rendahnya pengetahuan masyara-
kat mengenai kecukupan gizi, ditambah dengan
musim kemarau berkepanjangan yang menyebab-
kan rawan pangan karena gagal panen di sejum-
lah wilayah.
4.2.2.1.3. Terbatasnya Akses dan Ren-
dahnya Mutu Layanan Kese-
hatan
Selain masalah pangan, keterbatasan akses dan
rendahnya mutu layanan kesehatan masyara-
kat juga merupakan masalah yang perlu diper-
hatikan. Dua masalah ini berkaitan erat dengan
munculnya kasus kematian yang diakibatkan oleh
gizi-buruk.
Berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat diantaranya adalah
kurang memadainya mutu layanan kesehatan
dasar, minimnya layanan kesehatan bagi ibu dan
anak, masih adanya keterlambatan pemberian
layanan kesehatan, serta masih rendahnya penge-
tahuan masyarakat terhadap pentingnya perilaku
hidup sehat.
Sebagai gambaran bidang kesehatan, di awal pe-
nyusunan RPJMN 2004-2009, terdapat sekitar
1,67 juta anak usia 0-4 tahun yang menderita
gizi-buruk tahun 2005. Jumlah ini sekitar 8 per-
sen dari seluruh anak di bawah lima tahun (balita)
di Indonesia yang mencapai 20,87 juta. Selanjut-
nya, data BPS menunjukkan bahwa angka kema-
tian ibu pada kurun waktu 2006 mencapai 307
jiwa per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah terse-
but tiga kali lebih tinggi dari Vietnam dan enam
kali lebih tinggi dari Malaysia dan Cina. Selain
itu, hanya sekitar 72 persen persalinan ibu yang
dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih. Hal ini
menjadi salah satu bukti bahwa akses masyara-
kat miskin terhadap layanan kesehatan memadai
masih terbatas. Kondisi tersebut juga mengindi-
kasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap gizi dan kesehatan masih rendah.
Berbagai faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah kurang memadainya
mutu layanan kesehatan dasar, minimnya
layanan kesehatan bagi ibu dan anak
Pada saat yang sama, penyakit polio mewabah di
Indonesia. Hal ini utamanya disebabkan kurang-
nya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
imunisasi, terutama pada anak dan balita. Rendah-
nya kesadaran masyarakat tersebut umumnya
dikarenakan ketidaktahuan tersedianya layanan
kesehatan di unit-unit kesehatan hingga tingkat
kelurahan/desa (Pusat Kesehatan Masyarakat
atau Puskesmas) melalui program Pos Pelayanan
Terpadu atau Posyandu.
Lebih lanjut, faktor utama yang menyebabkan
minimnya akses masyarakat miskin pada layanan
kesehatan memadai adalah mahalnya biaya peng-
obatan dan perawatan. Ditambah dengan lokasi
fasilitas kesehatan yang terkadang sulit dijangkau
dan kepemilikkan jaminan kesehatan yang rendah.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
2004 menunjukkan bahwa hanya sekitar 20,6
persen penduduk yang memiliki jaminan kese-
hatan. Pada kelompok termiskin, hanya sekitar
15 persen penduduk yang memiliki Kartu Sehat
LO_RPJMN.indd 190 5/5/09 2:39:46 PM
191
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
(KS). Masih rendahnya pemanfaatan pelayanan
kesehatan oleh pemegang KS juga menjadi ken-
dala. Penyebab utamanya adalah ketidaktahuan
tentang proses pembuatan dan kurang jelasnya
pelayanan.
4.2.2.2.4. Terbatasnya Akses dan Ren-
dahnya Mutu Layanan Pendi-
dikan
Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang
rendah terhadap pendidikan, baik formal mau-
pun nonformal. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti:
1. Tingginya biaya pendidikan;
2. Terbatasnya jumlah dan mutu prasarana dan
sarana penunjang pendidikan;
3. Terbatasnya jumlah dan guru bermutu, ter-
utama di daerah luar kota besar dan komuni-
tas miskin;
4. Terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk
proses belajar-mengajar;
5. Terbatasnya jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
di daerah perdesaan, daerah terpencil, dan
kantong-kantong kemiskinan; serta
6. Terbatasnya jumlah, sebaran, dan mutu ke-
giatan kesetaraan pendidikan dasar melalui
pendidikan nonformal.
Gambaran tersebut membuktikan bahwa pem-
bangunan pendidikan ternyata belum sepenuh-
nya mampu memberikan pelayanan secara mera-
ta kepada seluruh golongan masyarakat.
Sampai dengan tahun 2004, kesenjangan yang
cukup tinggi antarkelompok masyarakat, teruta-
ma antara penduduk kaya dan miskin serta an-
tara masyarakat perdesaan dan perkotaan, masih
banyak ditemui. Indikator kesenjangan ini ditun-
jukkan melalui Angka Partisipasi Sekolah (APS)
rata-rata, atau rasio penduduk yang bersekolah,
untuk kelompok usia 1315 tahun. Pada 2004,
APS rata-rata keseluruhan mencapai angka 83,49
persen. Sementara, APS rata-rata untuk kelom-
pok 20 persen terkaya mencapai 94,58 persen,
sedangkan untuk kelompok 20 persen termiskin
baru mencapai 70,85 persen. Kesenjangan lebih
besar terjadi pada kelompok usia 1618 tahun.
APS golongan usia ini pada kelompok masyarakat
terkaya sebesar 76,08 persen dan untuk kelom-
pok termiskin baru mencapai 32,74 persen.
Dengan menggunakan indikator Angka Partisi-
pasi Kasar (APK), tingkat partisipasi pendidikan
kelompok penduduk miskin juga lebih rendah
dibandingkan dengan penduduk kaya, khusus-
nya untuk jenjang pendidikan di atas SLTP/MTs.
APK pada golongan SLTP/MTs pada kelompok
termiskin baru mencapai 63,82 persen, sedang-
kan kelompok terkaya sudah hampir mencapai
97,16 persen. Untuk jenjang pendidikan mene-
ngah, APK kelompok termiskin terbesar sebanyak
27,71 persen dan APK kelompok terkaya sebesar
83,92 persen.
Selain itu, kesenjangan antar-kelompok masyara-
kat di Indonesia juga dapat dilihat melalui indika-
tor tingkat buta aksara. Pada 2004, tingkat buta
aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menun-
jukkan angka 4,01 persen untuk kelompok terka-
ya dan 16,9 persen untuk kelompok termiskin.
Secara keseluruhan, penyebab utama terbatas-
nya akses masyarakat miskin terhadap layanan
pendidikan dasar adalah tingginya beban biaya
pendidikan, baik biaya langsung maupun tidak
langsung. Meskipun uang Sumbangan Pembinaan
Pendidikan (SPP) untuk jenjang Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) telah secara resmi
dihapuskan, namun pada kenyataannya tetap ada
pengeluaran lain di luar iuran sekolah. Hal ini men-
jadi salah satu faktor penghambat bagi masyarakat
miskin untuk menyekolahkan anaknya. Di samping
itu, ketersediaan fasilitas pendidikan untuk SMP/
MTs dan jenjang lebih tinggi masih sangat terbatas
di sejumlah wilayah, terutama daerah perdesaan,
daerah terpencil, dan kepulauan.
LO_RPJMN.indd 191 5/5/09 2:39:46 PM
192
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.2.2.2.5. Terbatasnya Kesempatan Ker-
ja dan Berusaha
Pada awal RPJMN 2004-2009, keterbatasan kesem-
patan kerja dan berusaha juga menjadi permasa-
lahan yang penting dan menuntut penanganan
yang segera. Kondisi tersebut ditunjukkan melalui
tingginya jumlah pengangguran terbuka yang
mencapai 10,9 juta orang atau 10,3 persen dari
angkatan kerja di awal 2005. Pada saat yang sama,
angka setengah pengangguran terpaksa mencapai
14,3 juta orang. Tingginya tingkat pengangguran
mendorong banyak masyakarakat bekerja pada la-
pangan kerja yang kurang produktif. Hal ini pada
gilirannya menyebabkan rendahnya pendapatan
yang selanjutnya dapat menyebabkan jumlah
penduduk miskin dan rentan jatuh di bawah garis
kemiskinan (near poor) semakin tinggi.
Dalam hal kesempatan berusaha, kondisi yang
dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya
akses untuk memulai dan mengembangkan ko-
perasi dan bentuk usaha lain, baik dalam skala
mikro maupun kecil. Permasalahan yang umum
dihadapi dalam hal ini antara lain: sulitnya ak-
ses modal dengan suku bunga rendah, hambatan
izin usaha, kurangnya perlindungan, rendahnya
kapasitas kewirausahaan, dan terbatasnya akses
informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya me-
manfaatkan bantuan teknis dan teknologi.
Lebih lanjut, tidak ada lembaga resmi yang mem-
berikan modal dengan persyaratan yang dapat
dipenuhi oleh masyarakat miskin. Lemahnya per-
lindungan terhadap aset usaha, terutama perlin-
dungan terhadap hak cipta industri tradisional,
dan hilangnya aset usaha akibat penggusuran
menambah deretan pemicu minimnya kesem-
patan berusaha bagi masyarakat miskin. Usaha
koperasi juga sering menghadapi kesulitan untuk
menjadi badan hukum karena persyaratan yang
sangat rumit, seperti: batas modal, anggota, dan
kegiatan usaha.
4.2.2.2.6. Terbatasnya Akses Layanan
Perumahan dan Sanitasi
Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan
kebutuhan yang masih sulit dijangkau masyara-
kat miskin. Masalah perumahan yang kerap diha-
dapi adalah terbatasnya akses terhadap perumah-
an yang sehat dan layak huni, rendahnya mutu
lingkungan permukiman, serta lemahnya status
hukum kepemilikan rumah.
Di perkotaan, keluarga miskin sebagian besar ting-
gal di perkampungan yang tidak layak (kumuh).
Seringkali satu rumah ditinggali oleh lebih dari
satu keluarga. Kondisi permukiman mereka juga
sering tidak dilengkapi dengan fasilitas sanitasi
yang memadai.
Penyebab utama kesulitan masyarakat miskin
mendapatkan fasilitas tempat tinggal yang sehat
dan layak huni adalah ketidakmampuan mem-
bayar uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR),
bahkan untuk kategori Rumah Sangat Sederhana
(RSS). Akibatnya, masyarakat miskin bermukim
di areal yang cenderung kumuh dan memiliki
sanitasi buruk. Sanitasi buruk akan berpengaruh
terhadap rendahnya tingkat kesehatan, terutama
bagi ibu dan anak-anak. Kondisi ini bisa menjadi
lebih buruk karena masyarakat miskin kurang
memahami perilaku hidup sehat dalam menge-
lola sanitasi dan lingkungan hidup (LH).
Dok : KNLH
LO_RPJMN.indd 192 5/5/09 2:39:48 PM
193
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan pesi-
sir, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering
juga mengalami kesulitan yang sama. Di daerah
perdesaan, masalah ini disiasati dengan menum-
pang pada tempat tinggal anggota keluarga lain
yang lebih layak. Sementara, bagi penduduk lokal
yang tinggal di pedalaman hutan, masalah peru-
mahan dan permukiman menjadi bagian dari ma-
salah keutuhan ekosistem dan budaya setempat.
4.2.2.2.7. Terbatasnya Akses terhadap
Air Bersih
Air bersih menjadi masalah pula yang sering diha-
dapi masyarakat miskin. Terbatasnya penguasaan
sumber air, ketidakterjangkauan jaringan distri-
busi, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya
air bersih merupakan penyebab utama dari hal ini.
Selain itu, kualitas sumber air yang menurun aki-
bat pencemaran, limbah industri, penggundulan
hutan, dan pendangkalan semakin meminimum-
kan akses masyarakat miskin terhadap air bersih.
Bagi masyarakat miskin perkotaan, tingkat kesu-
litan memperoleh air bersih lebih tinggi. Hal ini
karena kondisi kawasan permukiman yang ku-
muh dan sering kali terletak di pinggiran sungai
sehingga menyulitkan fasilitas layanan Perusa-
haan Daerah Air Minum (PDAM) menjangkau
lokasi tersebut. Akibatnya, masyarakat miskin
perkotaan memanfaatkan sumur galian dan air
sungai yang tercemar untuk memenuhi keperluan
rumah tangga (RT). Mereka juga terpaksa mem-
beli air dari pengecer dengan harga yang relatif
mahal.
4.2.2.2.8. Lemahnya Kepastian Kepemi-
likan dan Penguasaan Tanah
Dalam hal pertanahan, masyarakat miskin meng-
hadapi masalah ketimpangan struktur pengua-
saan dan ketidakpastian pemilikan lahan. Pada-
hal, bagi masyarakat miskin di perdesaan yang
sebagian besar merupakan petani, aspek pengua-
saan dan pemilikan lahan sangat penting guna
memobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja
di lahan pertanian.
Jumlah RT petani gurem dengan lahan kurang
dari 0,2 hektar (ha), meningkat dari 10,8 juta
pada 1993 menjadi 13,7 juta pada 2003. Hal ini
menunjukkan meningkatnya persentase RT peta-
ni gurem dari 52,1 persen menjadi 56,2 persen
dalam kurun waktu 10 tahun. Artinya, dalam
rentang waktu satu dasawarsa, peningkatan pe-
nguasaan dan pemilikan lahan bagi petani ternya-
ta tumbuh sangat lambat.
4.2.2.2.9. Memburuknya Kondisi SDA
dan LH serta Terbatasnya
Akses Masyarakat terhadap
SDA
Masyarakat miskin di Indonesia sangat rentan
terhadap perubahan pola pemanfaatan SDA dan
LH. Penyebab utamanya adalah akses yang terba-
tas terhadap SDA sebagai sumber mata pencaha-
rian dan penunjang kehidupan sehari-hari. Hal
ini diperburuk dengan menurunnya mutu LH
yang membuat masyarakat rentan jatuh ke bawah
garis kemiskinan.
Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan
kepemilikan lahan semakin sempit. Masyarakat
kehilangan sumber mata pencaharian sebagai
akibat dari konversi hutan dan degradasi LH, ter-
utama pada hutan, laut, dan daerah pertambang-
an. Hal ini pada gilirannya dapat memperburuk
kondisi masyarakat pada lingkungan sekitar.
4.2.2.2.10.Lemahnya Jaminan Rasa A-
man
Tindak kekerasan juga kerap mengancam ma-
syarakat miskin. Tindak kekerasan dapat muncul
karena terjadinya konik sosial, ancaman teroris-
me, serta ancaman non-kekerasan. Ancaman non-
kekerasan dapat berupa: perdagangan perempuan
dan anak, krisis ekonomi, penyebaran penyakit
menular, dan peredaran obat-obatan terlarang.
Berbagai ancaman tersebut menyebabkan ma-
LO_RPJMN.indd 193 5/5/09 2:39:48 PM
194
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
syarakat tidak memiliki rasa aman. Hal tersebut
mengakibatkan hilangnya akses masyarakat ter-
hadap hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan bu-
daya.
4.2.2.2.11.Lemahnya Partisipasi
Kondisi terakhir yang terkait dengan penduduk
miskin adalah lemahnya partisipasi masyarakat
dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan. Hal
ini menyebabkan kurang sesuainya hasil rumusan
kebijakan publik dengan kebutuhan masyarakat.
Rendahnya tingkat kesadaran dan tidak adanya
akses merupakan penyebab utama dari rendah-
nya partisipasi masyarakat. Berbagai kasus peng-
gusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja
(PHK) secara sepihak, dan pengusiran petani dari
wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog
dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam peng-
ambilan keputusan publik. Rendahnya partisipasi
juga disebabkan oleh kurangnya informasi, baik
mengenai kebijakan yang akan dirumuskan mau-
pun mekanisme perumusan yang memungkinkan
keterlibatan masyarakat.
Berbagai kasus penggusuran
perkotaan, pemutusan hubungan
kerja (PHK) secara sepihak, dan
pengusiran petani dari wilayah garapan
menunjukkan kurangnya dialog dan
lemahnya partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan publik
4.2.2. Sasaran yang Ingin Dicapai
Dengan kondisi dan permasalahan di atas, sasar-
an utama penanggulangan kemiskinan dalam
RPJMN 2004-2009 adalah menurunnya jumlah
penduduk miskin serta terpenuhinya hak-hak
dasar masyarakat miskin secara bertahap. Secara
rinci, sasaran tersebut adalah:
1. Menurunnya persentase penduduk yang ber-
ada di bawah garis kemiskinan menjadi 8,2
persen pada 2009;
2. Terpenuhinya kecukupan pangan yang ber-
mutu dan terjangkau;
3. Terpenuhinya pelayanan kesehatan yang ber-
mutu;
4. Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang
bermutu dan merata;
5. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha;
6. Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan
sanitasi yang layak dan sehat;
7. Terpenuhinya kebutuhan air bersih bagi ma-
syarakat miskin;
8. Terbukanya akses masyarakat miskin terha-
dap pemanfaatan SDA dan LH yang berkuali-
tas;
9. Terjamin dan terlindunginya hak perorangan
dan komunal atas tanah;
10. Terjaminnya rasa aman bagi masyarakat mis-
kin terhadap berbagai tindak kekerasan;
11. Meningkatnya partisipasi masyarakat miskin
dalam pengambilan keputusan.
4.2.3. Untuk Mencapai Sasaran di atas,
Program-program yang Dilak-
sanakan Mencakup:
1. Pemenuhan Hak atas Pangan
2. Pemenuhan Hak atas Layanan Kesehatan
3. Pemenuhan Hak atas Layanan Pendidikan
4. Pemenuhan Hak atas Pekerjaan dan Usaha
5. Pemenuhan Hak atas Perumahan
6. Pemenuhan Hak atas Air Bersih
7. Pemenuhan Hak atas Tanah
8. Pemenuhan Hak atas SDA dan LH
9. Pemenuhan Hak atas Rasa Aman
10. Pemenuhan Hak untuk Berpartisipasi
LO_RPJMN.indd 194 5/5/09 2:39:49 PM
195
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
4.2.4. Pencapaian 2005-2008
4.2.4.1. Posisi Capaian hingga 2008
Berbagai upaya dalam menanggulangi kemiskin-
an telah dilakukan secara intensif dan konsisten
yang pelaksanaannya dilakukan secara sinergi an-
tara pusat dan daerah sebagaimana dimuat dalam
RPJMN 2004-2009. Berikut merupakan capaian
yang telah dihasilkan selama 4 tahun pelaksanaan
RPJMN atas sasaran yang ditetapkan:
Sasaran 1: Menurunnya presentase peduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan men-
jadi 8,2 persen pada tahun 2009
Penanggulangan kemiskinan merupakan priori-
tas utama pembangunan dalam RPJMN 2004-
2009. Agenda penanggulangan kemiskinan ini
sudah pula menjadi acuan dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Dae-
rah (RPJMD). Hal ini bertujuan untuk menyiner-
gikan dan mensinkronisasikan upaya penanggu-
langan kemiskinan secara simultan di pusat dan
daerah.
Upaya identikasi penduduk miskin dan perbaik-
an indikator pengukuran kemiskinan yang telah
dipergunakan selama ini juga dilakukan dengan
harapan dapat meningkatkan akurasi data. De-
ngan tingkat keakuratan data yang tinggi, diha-
rapkan penentuan sasaran berbagai kegiatan pe-
nanggulangan kemiskinan akan lebih tepat dan
terarah, sehingga program penanggulangan men-
jadi lebih efektif.
Selain itu, berbagai langkah lain juga telah dilaku-
kan untuk mendukung percepatan penanggulang-
an dan penurunan kemiskinan. Langkah-langkah
tersebut, antara lain:
1. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan pela-
yanan dasar bagi penduduk miskin. Hal ini
dilakukan agar pemenuhan kebutuhan dasar
hidup masyarakat miskin membaik sehingga
mereka mampu meningkatkan pendapatan.
Pada gilirannya ini akan membuat mereka ke-
luar dari kemiskinan;
2. Memperluas akses masyarakat miskin terha-
dap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur
dasar;
3. Meningkatkan upaya penanganan masalah
kurang gizi dan kerawanan pangan;
4. Memberikan subsidi bahan pangan pokok
dan makanan tambahan bagi ibu hamil, me-
nyusui, dan anak balita. Dengan mening-
katnya kualitas pangan dan gizi, diharapkan
akan terjadi penurunan gangguan kesehatan.
Dengan demikian, anak-anak dari keluarga
miskin diharapkan akan menjadi lebih sehat
sehingga dapat menempuh pendidikan guna
memperbaiki nasib mereka.
5. Meningkatkan layanan kesehatan ibu hamil.
Hal ini dimaksudkan agar terlahir generasi
yang memiliki kualitas SDM yang lebih baik
dari orang tuanya. Dengan demikian, mereka
dapat mengentaskan diri dari kemiskinan.
6. Selain itu, langkah konkret yang juga dilaku-
kan adalah dengan penyediaan bantuan tunai
bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang
memenuhi persyaratan. Bantuan tunai terse-
but ditujukan untuk pemeriksaan kehamilan
ibu, imunisasi dan pemeriksaan rutin balita,
menjamin keberadaan anak usia sekolah di
SD/MI dan SMP/MTs; serta penyempurnaan
pelaksanaan pemberian bantuan sosial kepada
keluarga miskin. Upaya ini tercakup melalui
Program Keluarga Harapan (PKH).
Dok : Tempo
LO_RPJMN.indd 195 5/5/09 2:39:51 PM
196
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Serangkaian upaya di atas perlu diimbangi de-
ngan langkah-langkah pemberdayaan. Hal ini
mengingat pemenuhan akses masyarakat miskin
terhadap sumberdaya produktif saja ternyata
belum memadai untuk menurunkan tingkat ke-
miskinan yang signikan. Pemberdayaan digiat-
kan guna mendorong masyarakat agar memiliki
kemampuan dalam meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan berkelanjutan. Sehubungan
dengan itu, sejak awal 2005, langkah-langkah
penanggulangan kemiskinan diefektifkan dengan
menekankan pada pemberdayaan masyarakat.
Langkah ini mengarahkan masyarakat lebih pro-
aktif dan partisipatif mengindentikasi kebu-
tuhan mereka. Melalui program pemberdayaan,
masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan
dukungan-dukungan teknis yang ada. Hal ini
penting untuk ditempuh karena berbagai upaya
penurunan kemiskinan seringkali kurang memi-
liki keberlanjutan dan kurang sesuai dengan ke-
butuhan nyata di lapangan. Melalui program ini
pula, masyarakat diharapkan dapat hidup lebih
produktif dan mampu mengakses segala dukung-
an untuk mencukupi kebutuhan hidup dasar.
Dengan demikian, masyarakat dapat member-
dayakan aset produktif guna mengembangkan
kegiatan ekonomi mereka.
Dengan langkah-langkah tersebut di atas, diya-
kini jumlah masyarakat yang berada di bawah
garis kemiskinan akan dapat dikendalikan secara
absolut. Pada 2006, jumlah penduduk miskin
mencapai 39,3 juta dan menurun menjadi 37,2
juta orang pada 2007. Selanjutnya angka tersebut
terus mengalami penurunan hingga mencapai
34,96 juta pada 2008. Secara persentase, tingkat
kemiskinan ini menunjukkan adanya penurunan
dari 17,75 persen pada 2006, 16,58 persen pada
2007, dan menjadi 15,42 persen pada 2008.
Angka pencapaian yang masih di bawah target
RPJMN 2004-2009 sebesar 8,2 persen, terjadi
Dok : Bappenas
LO_RPJMN.indd 196 5/5/09 2:39:57 PM
197
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
antara lain akibat ketidakpastian ekonomi global
yang berdampak pada perekonomian domestik
dan pertumbuhan penduduk yang masih tinggi.
Untuk itu, pengendalian pertumbuhan penduduk
juga harus terus diintensifkan. Selain itu, upaya
lebih keras dan konsisten juga perlu lebih dilaku-
kan untuk mendukung tercapainya sasaran.
Salah satu upaya yang telah dilakukan guna mem-
percepat penurunan jumlah kemiskinan adalah
program bantuan langsung tunai. Program bantu-
an langsung tunai yang telah dilakukan Pemerin-
tah selama ini bukan hanya program bantuan tan-
pa syarat atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2005/2006 dan
2008 yang ditujukan sebagai kompensasi dampak
kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Program
bantuan langsung tunai bersyarat juga telah di-
lakukan dengan pemberian bantuan kepada ibu
rumah tangga miskin (RTM) yang sedang hamil,
memiliki balita atau anak usia SD-SMP. Kegiatan
ini dilakukan melalui Program Keluarga Harapan
(PKH) yang diluncurkan sejak Juli 2007.
PKH merupakan program untuk memberdaya-
kan kaum ibu dari kalangan miskin agar mampu
berusaha dan mendorong anaknya agar tetap se-
hat dan dapat bersekolah. Melalui program ini
diharapkan dapat menekan jumlah penduduk
miskin dan mendekatkan mereka terhadap akses
pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Di masa awal ini, program bantuan PKH ini diren-
canakan selama enam tahun dari 2007 hingga
2012. Di tahun awal berjalannya, program ini
sudah menjangkau 500 ribu keluarga miskin di
tujuh provinsi, 48 kabupaten/kota, dan 348 ke-
camatan. Besarnya bantuan yang diberikan me-
lalui program ini pada 2007 mulai dari sebesar
Rp 600 ribu hingga Rp 2,2 juta per tahun per ke-
luarga miskin, dengan total anggaran yang serap
mencapai Rp 1 triliun. Tujuh provinsi penerima
dana PKH, yaitu DKI Jakarta (Jakarta Utara),
Jawa Barat (11 kabupaten/kota), Jawa Timur (21
kabupaten/kota), Sumatera Barat (1 kabupaten),
Sulawesi Utara (5 kabupaten/kota), Gorontalo (2
kabupaten/kota), dan NTT (7 kabupaten/kota).
Pelaksanaan program pada 2008 diprioritaskan
bagi sekitar 11,6 juta ibu dari keluarga miskin
yang belum mendapat PKH.
Sasaran 2: Terpenuhinya kecukupan pangan
yang bermutu dan terjangkau
Salah satu upaya yang dilakukan untuk me-
nyediakan dan memperluas akses pangan bagi
masyarakat adalah melalui kebijakan di bidang
perberasan. Upaya ini utamanya bertujuan un-
tuk menjamin daya beli masyarakat, terutama
masyarakat miskin, untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya. Sejalan dengan hal tersebut, Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2002, Inpres
Nomor 2 Tahun 2005, dan Inpres Nomor 3 Tahun
2007 tentang kebijakan perberasan telah direvisi.
Revisi perlu dilakukan untuk menegaskan bah-
wa Pemerintah harus menjamin persediaan dan
pelaksanaan penyaluran beras bagi masyarakat
miskin dan daerah rawan pangan.
Untuk mengimplementasikan regulasi yang telah
dibuat, Pemerintah menyusun sejumlah kebi-
jakan dan langkah-langkah kongkrit. Untuk me-
menuhi kebutuhan pangan masyarakat miskin,
Pemerintah tetap mengupayakan penyediaan
beras bersubsidi melalui program beras bagi ke-
luarga miskin (raskin). Program ini dimaksudkan
untuk meringankan beban masyarakat miskin
dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok. Se-
lain itu, Pemerintah terus melakukan kebijakan
dan program pengendalian harga beras di tingkat
konsumen melalui operasi pasar apabila terjadi
gejolak harga.
Di tingkat petani, Pemerintah juga berupaya un-
tuk menstabilkan harga gabah, terutama pada
saat panen raya. Upaya ini ditempuh melalui
program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha
Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP). DPM-LUEP di-
laksanakan dalam bentuk pemberian dana talang-
an pembelian gabah atau beras petani, dengan
harga yang wajar dan mengacu pada Harga Dasar
Pembelian Pemerintah (HDPP). Dana talangan
LO_RPJMN.indd 197 5/5/09 2:39:57 PM
198
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
yang diberikan merupakan pinjaman tanpa bu-
nga, tetapi bukan skema kredit sehingga harus di-
manfaatkan sesuai dengan pedoman umum yang
telah ditentukan, yaitu untuk pembelian gabah
langsung dari petani dengan harga yang mengacu
kepada HDPP. Pelaksana dan penanggung-jawab
program ini berada pada Departemen Pertanian.
Dengan upaya tersebut berbagai capaian telah
berhasil diraih. Pada 2005, 2006, dan 2007,
jumlah subsidi beras untuk masyarakat miskin
(raskin) berturut-turut adalah sebesar Rp 4,68
triliun, Rp 5,32 triliun, dan Rp 6,21 triliun. Pada
2005, raskin disalurkan sebesar 1,99 juta ton be-
ras untuk 8,3 juta kepala keluarga (KK). Sedang-
kan pada 2006 dan 2007 disalurkan masing-ma-
sing sebesar 1,62 juta ton dan 1,90 juta ton beras
untuk masing-masing 10,8 juta dan 15,8 juta KK.
Pada 2008, raskin yang disalurkan mencapai 3,3
juta ton beras dan didistribusikan kepada 19,1
juta rumah-tangga miskin. Anggaran negara yang
terserap untuk program ini mencapai Rp 6,3 tri-
liun. Dengan upaya ini diharapkan masalah kecu-
kupan pangan, terutama bagi masyarakat miskin,
dapat terpenuhi dan mengurangi beban mereka.
Sementara itu, Pemerintah dapat menyediakan
cadangan beras hingga 1 juta ton melalui program
DPMLUEP selama 2008. Melalui program yang
sama, Pemerintah juga melakukan pembelian
gabah petani sebanyak 130 ribu ton dan jagung
sebanyak 35 ribu ton di 27 provinsi. Dengan se-
rangkaian upaya dan capaian tersebut diharapkan
dapat menjamin daya beli masyarakat miskin/ke-
luarga miskin untuk memenuhi kebutuhan po-
kok terutama beras dan kebutuhan pokok utama
selain beras. Selain itu, melalui program DPM-
LUEP diharapkan terdapat stabilisasi dan kepas-
tian harga komoditas primer.
Sasaran 3: Terpenuhinya pelayanan kesehat-
an yang bermutu
Salah satu upaya Pemerintah untuk meningkat-
kan tingkat kesehatan penduduk miskin adalah
dengan memberikan kartu asuransi kesehatan
bagi masyarakat miskin (Askeskin). Kartu Askes-
kin dapat digunakan penduduk miskin untuk
memperoleh pelayanan kesehatan dan mendapat-
kan pelayanan rawat inap kelas III di Rumah Sakit
(RS). Jumlah RS yang telah melayani peserta Askes-
kin sebanyak 464 RS Pemerintah dan RS Tentara
Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), serta 130 RS swasta. Pembiaya-
an untuk Askeskin pada 2006 dan 2007 sebesar
Rp 3,6 triliun dan Rp 4,6 triliun. Hingga akhir
2008, jumlah penduduk miskin yang mendapat-
kan fasilitas kartu Askeskin
1
meningkat dari 60
juta menjadi 76,4 juta orang.
Selain itu, pada 2008, Pemerintah juga melaku-
kan penyedian kontrasepsi gratis bagi 813.850
peserta keluarga berencana (KB) baru miskin
dan 9.534.600 peserta aktif KB miskin di 73.500
desa/kelurahan dan 5.500 kecamatan di daerah
tertinggal, terpencil dan perbatasan. Berbagai
program ini diharapkan meningkatkan aksesibili-
tas masyarakat miskin terhadap pelayanan kese-
hatan, meningkatkan produktivitas dan mutu
SDM, serta menurunkan angka kematian ibu dan
bayi. Lebih lanjut hal ini terkait dengan upaya un-
tuk menunjang percepatan pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs).
Sasaran 4: Tersedianya pelayanan pendidik-
an dasar yang bermutu dan merata;
Sejak 1994, Pemerintah Indonesia menerapkan
program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
Program tersebut menargetkan kepada semua
anak Indonesia, baik laki-laki maupun perem-
puan, untuk dapat menyelesaikan pendidikan
dasarnya. Program ini sejalan dengan tujuan pen-
capaian target pembangunan milenium (MDGs)
2015. Untuk mendukung terwujudnya target
MDGs, mulai Juli 2005, Pemerintah menye-
diakan dana bantuan operasional sekolah (BOS)
dan sejumlah beasiswa. Penyediaan beasiswa bagi
siswa miskin oleh Pemerintah mencakup jenjang
1 Pada 2008, Program Askeskin berganti nama menjadi
ProgramJ amkesmas (J aminan Kesehatan Masyarakat).
LO_RPJMN.indd 198 5/5/09 2:39:57 PM
199
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
pendidikan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibti-
daiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/
Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah
Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah
Aliyah (SMA/SMK/MA), dan juga untuk jenjang
perguruan tinggi. Selain itu, Pemerintah juga
menyediakan beasiswa bagi mahasiswa yang ber-
prestasi.
Sejak 1994, Pemerintah Indonesia
menerapkan program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun. Program
tersebut menargetkan kepada semua
anak Indonesia, baik laki-laki maupun
perempuan, untuk dapat menyelesaikan
pendidikan dasarnya.
Untuk lebih meningkatkan partisipasi pendidik-
an masyarakat miskin, Pemerintah juga berupaya
untuk menyediakan layanan pendidikan yang de-
kat dengan tempat tinggal mereka. Sejak 2005,
Pemerintah membangun sekolah-sekolah baru di
wilayah terpencil dan wilayah timur Indonesia.
Program ini dilakukan dalam skala besar, baik
berupa sekolah reguler maupun SD/SLTP atau
MI/MTs satu atap. Tujuan utamanya adalah agar
lulusan SD/MI dapat mengakses SMP/MTs lebih
mudah dan dengan jarak yang semakin dekat
dengan tempat tinggal mereka.
Sejalan dengan agenda tersebut, anggaran yang
disediakan untuk bidang pendidikan terus diting-
katkan. Pada 2005 anggaran yang disediakan
Pemerintah untuk Program BOS (Bantuan Ope-
rasional Sekolah) sebesar Rp 5,1 triliun untuk
satu semester. Pada 2006, alokasinya meningkat
menjadi sebesar Rp 10,2 triliun dan meningkat
kembali menjadi Rp 11,6 triliun pada 2007. Pada
2008, anggaran yang disediakan terus meningkat
hingga Rp 21,8 triliun. Selain digunakan untuk
membiayai operasional sekolah, dana BOS juga
digunakan untuk membantu anak-anak dari kelu-
arga miskin dalam memperoleh layanan pendidik-
an minimal sampai dengan tingkat SLTP.
Pada anggaran 2006, Pemerintah mengalokasi-
kan dana BOS untuk 39,8 juta peserta didik pada
jenjang pendidikan dasar, yang mencakup SD, MI,
SDLB, SLTP, MTs, Sekolah Lanjutan Tingkat Per-
tama Luar Biasa (SLTPLB), Pesantren Salayah,
serta satuan pendidikan non-Islam yang menye-
lenggarakan pendidikan dasar 9 tahun. Jumlah
ini kemudian meningkat menjadi 41,3 juta peser-
ta didik pada 2007.
Pelaksanaan program pada jenjang pendidikan
menengah dilakukan dengan pemberian beasiswa
bagi 692,6 ribu siswa miskin di Sekolah Menengah
Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
dan Madrasah Aliyah (MA). Beasiswa yang lebih
banyak dan lebih besar jumlahnya diharapkan
dapat meningkatkan partisipasi penduduk miskin
yang menempuh jenjang pendidikan menengah.
Di samping itu, untuk siswa Sekolah Luar Biasa
(SLB), juga disediakan beasiswa tambahan bagi
5.575 siswa dari keluarga tidak mampu.
Pada 2007, upaya penuntasan Wajib Belajar Pendi-
dikan Dasar 9 Tahun juga dilakukan melalui jalur
pendidikan nonformal. Program ini dilakukan
melalui pemberian biaya operasional penyelengga-
raan (BOP) Paket A dan Paket B untuk 99.700 dan
511.000 orang, pemberian bantuan rintisan Paket
A untuk 600 orang, serta bantuan perluasan Paket
A dan Paket B untuk 37.460 orang. Selain itu, Peme-
rintah juga telah melakukan rintisan pangkalan be-
lajar pendidikan kesetaraan untuk pulau terpencil,
tenaga kerja Indonesia (TKI) perbatasan, perahu
berjalan, dan bis berjalan untuk 900 orang.
Pada 2008 tersedia 2,48 juta beasiswa bagi siswa
tidak mampu di jenjang pendidikan dasar, yaitu
tingkat SD/MI dan SMP/MTs. Sementara itu, di
jenjang yang lebih tinggi, SMA/SMK/MA, jumlah
beasiswa yang tersedia mencapai 942,2 ribu. Le-
bih lanjut, di jenjang pendidikan tinggi beasiswa
tersedia bagi 161.753 mahasiswa di 33 provinsi.
LO_RPJMN.indd 199 5/5/09 2:39:58 PM
200
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Sasaran 5: Terbukanya kesempatan kerja
dan berusaha;
Pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim
usaha agar mampu menarik modal investor ke In-
donesia. Dengan adanya investasi baru maka akan
tercipta lapangan kerja baru. Selain itu, Pemerin-
tah juga terus meningkatkan iklim usaha yang
kondusif dengan berupaya menjaga stabilitas
ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, men-
ciptakan biaya produksi yang kompetitif, serta
memberi kepastian hukum.
Di samping itu, dari sisi penawaran, Pemerintah
juga melakukan berbagai upaya untuk mening-
katkan keterampilan para pencari kerja baru dan
pekerja yang memiliki produktivitas rendah. Me-
lalui peningkatan ketrampilan, diharapkan akan
terjadi peningkatan kualitas tenaga kerja sehing-
ga produktivitas yang rendah berangsur-angsur
dapat ditingkatkan.
Untuk membangun kemandirian berusaha, Peme-
rintah menerbitkan kebijakan pengembangan
UMKM melalui penciptaan iklim usaha yang kon-
dusif, akses kepada sumberdaya produktif, dan
mendorong jiwa kewirausahaan. Guna mencip-
takan iklim yang kompetitif, Pemerintah melaku-
kan peninjauan ulang kebijakan dan peraturan
yang menghambat atau menimbulkan ekonomi
biaya tinggi di berbagai daerah.
Untuk mendukung kebutuhan modal, Pemerin-
tah menawarkan solusi berupa skema dana ber-
gulir dari lembaga keuangan mikro (LKM) untuk
kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola
bagi hasil/syariah dan konvensional. Selain itu,
Bank Indonesia (BI) sebagai representasi Peme-
rintah juga mendorong diluncurkannya kredit
perbankan tanpa agunan serta pengembangan
Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). KKMB
banyak membantu pendampingan usaha dan pela-
tihan pengelolaan meningkatkan sinergi dan op-
timalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan
perdesaan dan perkotaan serta memperkuat pe-
nyediaan dukungan pengembangan kesempatan
berusaha bagi penduduk miskin LKM /Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) serta pengembangan sentra
UMKM di berbagai daerah.
Untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi
pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan
dan perkotaan serta memperkuat penyediaan du-
kungan pengembangan kesempatan berusaha bagi
penduduk. PNPM Mandiri (Program Nasional Pem-
berdayaan Masyarakat Mandiri) merupakan payung
kebijakan program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM juga
merupakan instrumen program percepatan penca-
paian MDGs 2015. Tujuan umum PNPM adalah me-
ningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan
meningkatkan kesempatan kerja. Penerima man-
faat PNPM adalah: kelompok masyarakat miskin
di perdesaan dan perkotaan, kelompok pengang-
gur dan pencari kerja di perdesaan dan perkotaan,
kelembagaan masyarakat di perdesaan dan perkota-
an serta kelembagaan Pemerintahan lokal.
Pelaksanaan PNPM untuk daerah perdesaan dilaku-
kan dengan mekanisme PPK (Program Pengembang-
an Kecamatan) dan mekanisme P2KP (Program Pe-
nanggulangan Kemiskinan Perkotaan) untuk daerah
perkotaan. Program ini terutama ditujukan untuk
melatih dan meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam peningkatan kesejahteraan dan penurunan
kemiskinan. Melalui program ini masyarakat dapat
memperoleh manfaat berupa kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha secara lokal.
Dok : UNESCO
LO_RPJMN.indd 200 5/5/09 2:40:02 PM
201
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Untuk membangun kemandirian
berusaha, Pemerintah menerbitkan
kebijakan pengembangan UMKM melalui
penciptaan iklim usaha yang kondusif,
akses kepada sumberdaya produktif, dan
mendorong jiwa kewirausahaan.
Pada 2006, PPK mendanai sebanyak 21.906 ke-
giatan di 1.144 kecamatan dengan total BLM se-
nilai Rp 1,52 triliun atau setara USD 168,9 juta.
Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan
dengan 2005.
Pada saat yang sama, PPK juga mendanai lebih
dari 22.400 kegiatan melalui pelaksanaan PPK II
dan PPK III. Selain itu, pelaksanaan kegiatan di
lokasi pascabencana, seperti di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD), dilakukan dengan dukungan
dana hibah dari sejumlah lembaga donor yang ter-
gabung dalam multi-donor trust fund (MDTF). Hal
ini memberi kontribusi yang besar dalam jumlah
kegiatan yang dilaksanakan pada 2006.
Untuk 2007, pelaksanaan program pemberdaya-
an masyarakat diintensifkan dengan menginte-
grasikan program PPK dan P2KP ke dalam wadah
PNPM Mandiri. Terdapat 3 program PNPM Inti,
yaitu: PNPM Perdesaan yang merupakan kelanjut-
an dari PPK, P2DTK/SPADA khusus untuk desa
tertinggal, serta PNPM Perkotaan kelanjutan dari
P2KP. Integrasi dilakukan dengan melaksanakan
sinkronisasi metode pemberdayaan dan harmoni-
sasi lokasi. Dengan demikian, pelaksanaan pro-
gram tidak membingungkan masyarakat serta
mengurangi tumpang tindih (overlap) di lapang-
an. Dalam tahun 2007 program PNPM Mandiri
mencakup 2.361 kecamatan dengan total anggar-
an sebesar Rp 6,7 triliun. Jumlah tersebut belum
termasuk kontribusi Pemerintah Daerah (Pemda)
dan swadaya masyarakat.
Pada 2008, PNPM Inti diperluas ke dua program
lainnya, yaitu: program Peningkatan Infrastruk-
tur Perdesaan skala komunitas (PPIP) dan pro-
gram Pengembangan Infrastruktur Sosial Eko-
nomi Wilayah (PISEW). Dengan demikian jumlah
program dalam PNPM Inti terdiri dari 5 program.
Selanjutnya, dalam tahun 2008, sinkronisasi di-
lakukan pula pada program sektoral yaitu Pro-
gram Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP).
Cakupan PNPM Mandiri pada 2008 meliputi:
4.768 kecamatan. Total anggaran yang terserap
sebesar Rp 6,7 triliun. Secara keseluruhan, ha-
sil dari kegiatan masyarakat yang didukung dana
BLM program PNPM Mandiri terdiri lebih dari
152.800 kegiatan prasarana, ekonomi, dan sosial
di seluruh Indonesia. Kegiatan ini meliputi: 31.282
jalan yang dibangun atau ditingkatkan, 8.431 jem-
batan yang dibangun atau direkonstruksi, 9.751
sistem irigasi yang dibangun, 9.241 unit air bersih,
dan 4.288 unit mandi-cuci-kakus (MCK). Untuk
pendidikan, telah dibangun dan direnovasi 5.128
sekolah, disediakan alat dan materi penunjang be-
lajar-mengajar, dan diberikan lebih dari 101.491
beasiswa pendidikan untuk perseorangan. Untuk
kesehatan, telah dibangun dan direnovasi 3.001
unit sarana dan pos kesehatan.
Untuk 2009, program PNPM Mandiri akan men-
cakup 6.408 kecamatan, dengan nilai anggaran
sebesar Rp 10,3 triliun. selain itu, PNPM Penguat-
an akan diperluas ke delapan program sektoral lain-
nya, sehingga total nilai PNPM Inti dan Penguatan
adalah sebesar Rp 13,7 triliun, tidak termasuk
kontribusi Pemda dan swadaya masyarakat.
Sasaran 6: Terpenuhinya kebutuhan pe-
rumahan dan sanitasi yang layak dan sehat;
Pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan
terjangkau merupakan prioritas Pemerintah untuk
meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap
perumahan. Hal ini terutama diberikan pada ma-
syarakat miskin yang berpenghasilan rendah.
Selain itu, dalam upaya penguatan kelembagaan di
tingkat komunitas yang menjamin terlaksananya
pembangunan berkelanjutan, telah dilaksanakan
LO_RPJMN.indd 201 5/5/09 2:40:02 PM
202
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
pula kegiatan perbaikan lingkungan kumuh di
perkotaan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
membangun kemitraan antara Pemerintah, sek-
tor swasta, dan masyarakat di 32 kabupaten/kota
yang tersebar di 76 kecamatan dan 211 desa/ke-
lurahan. Selanjutnya juga telah diberikan bantu-
an rintisan penanganan persampahan di 177 kota
dan drainase di 143 kota besar dan sedang.
Di samping itu, subsidi untuk perumahan rakyat
pada 2005 digunakan untuk membangun 225.000
rumah sederhana. Selain itu, telah diupayakan
kegiatan pengembangan perumahan yang ber-
basis pada keswadayaan sebanyak 19.814 unit.
Pada 2006, telah dibangun perumahan rakyat
atau rumah sederhana sebanyak 90.144 unit.
Pada 2007, telah terbangun rumah susun seder-
hana sewa (rusunawa) sebanyak 12.672 unit dan
dibangunnya prasarana dan sarana permukiman
bagi RSS di 103 kawasan. Pada saat yang sama
juga telah diberikan subsidi Kredit Perumahan
Rakyat (KPR) sebanyak 157.163 unit dan Kredit
Perumahan Rakyat Sederhana (KPRS) mikro se-
banyak 8.568 unit.
Pemerintah juga melaksanakan kegiatan perbaik-
an lingkungan kumuh di perkotaan melalui pro-
gram berbasis masyarakat. Hal ini dimaksudkan
untuk menjamin terlaksananya pembangunan
berkelanjutan di lokasi setempat. Kegiatan ini su-
dah mencakup 828 desa/kelurahan. Di samping
itu, telah diberikan pula bantuan rintisan pena-
nganan persampahan di 177 kota dan pembangun-
an sistem yang meliputi area seluas 5.018 Ha.
Pemerintah juga melaksanakan
kegiatan perbaikan lingkungan kumuh
di perkotaan melalui program berbasis
masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin terlaksananya pembangunan
berkelanjutan di lokasi setempat.
Sasaran 7: Terpenuhinya kebutuhan air ber-
sih bagi masyarakat miskin;
Untuk meningkatkan akses masyarakat miskin
terhadap air bersih dan aman, telah disusun ke-
bijakan penyediaan air berbasis masyarakat. Ke-
bijakan tersebut diharapkan dapat membuka
peluang bagi masyarakat, termasuk masyarakat
miskin, untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
air bersih. Penerapan kebijakan ini terutama di-
lakukan di kawasan pinggiran kota, kantong per-
mukiman di pusat kota, dan kawasan perdesaan
yang dianggap tidak potensial untuk dikelola oleh
swasta. Upaya lain yang telah dilakukan adalah
melalui penetapan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 16 Tahun 2005 tentang sistem pengem-
bangan air minum (SPAM) dan badan pendukung
pengembangan PDAM.
Hingga 2008 telah dibangun prasarana dan sa-
rana air minum bagi 3,5 juta penduduk perdesaan
dan 1,6 juta penduduk perkotaan.
Sasaran 8: Terbukanya akses masyarakat
miskin terhadap pemanfaatan SDA dan LH
yang berkualitas;
Masyarakat miskin mempunyai keterbatasan ak-
ses dalam pengelolaan SDA dan menikmati LH
yang berkualitas. Berbagai kebijakan telah dilaku-
kan untuk mengatasi masalah keterbatasan akses
masyarakat miskin, kerusakan dan degradasi ling-
kungan, serta rendahnya partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan pengelolaan SDA dan
LH. Bahkan, kebijakan pengelolaan SDA dan LH
sudah diarahkan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat antar generasi melalui pengelolaan
SDA yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Undang-Undang (UU) Sumberdaya Air merupa-
kan kebijakan yang diharapkan dapat melindu-
ngi dan menjamin akses masyarakat, terutama
masyarakat miskin, terhadap air. Keikutsertaan
swasta dalam pengelolaan sumber air diarahkan
pada pengelolaan yang tidak berlebihan agar ti-
dak mengganggu pasokan air irigasi bagi petani.
LO_RPJMN.indd 202 5/5/09 2:40:03 PM
203
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Selain itu, dikembangkan sebuah sistem yang
menjamin akses masyarakat miskin, khususnya
petani, terhadap sumber air. Upaya ini dilakukan
melalui penyusunan PP yang mengatur:
1. Sistem dan mekanisme pengawasan terhadap
perusahaan air minum;
2. Pengawasan secara ketat dan konsisten terha-
dap perusahaan besar penghasil limbah yang
dapat mengakibatkan pencemaran sumber
air dan lingkungan;
3. Perlindungan kepada masyarakat agar dapat
memanfaatkan sumber air permukaan untuk
irigasi pertanian dan sumber air bawah tanah
untuk keperluan rumah tangga. Semua penga-
turan ini dimaksudkan agar tidak terjadi
eksploitasi sumber air secara berlebihan.
Perluasan akses masyarakat miskin terhadap SDA
dan LH telah dilakukan pula. Program ini dilaku-
kan melalui kegiatan:
1. Pemantapan pemanfaatan potensi sumber-
daya hutan;
2. Perlindungan dan konservasi sumberdaya alam,
rehabilitasi, dan pemulihan cadangan SDA;
3. Pengembangan kapasitas pengelolaan SDA
dan LH. Indonesia juga telah mencapai kese-
pakatan dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
dalam upaya pemberantasan pembalakan liar
(illegal logging).
Berbagai kebijakan perluasan akses SDA dan LH
sebagai bagian dari upaya penanggulangan ke-
miskinan tidak lupa menyertakan pula masyara-
kat yang bermukim di dalam dan/atau di sekitar
hutan. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan adalah
pemberdayaan ekonomi rakyat dan kebijakan re-
vitalisasi sektor kehutanan.
Kebijakan pemberdayaan ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pembangunan kehutanan, baik dalam pe-
ngelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan hutan.
Selain itu, revitalisasi kehutanan merupakan upa-
ya untuk meningkatkan kesejahteraan petani hu-
tan, meningkatkan daya saing produk kehutanan,
serta menjaga kelestarian SDA berkelanjutan.
Sasaran 9: Terjamin dan terlindunginya hak
perorangan dan komunal atas tanah;
Untuk menjamin kepemilikan tanah masyarakat
miskin, dilakukan kegiatan pengelolaan pertanah-
an yang bertujuan untuk:
1. Memberdayakan pengusaha UMKM melalui
sertikasi hak atas tanah secara bertahap un-
tuk meningkatkan akses UMKM dan koperasi
kepada kredit perbankan;
2. Menerbitkan sertikat hak atas tanah bagi
masyarakat golongan ekonomi lemah;
3. Redistribusi tanah objek land-reform bagi pe-
tani penggarap tanah objek land-reform. Se-
lanjutnya, juga diterbitkan sertikat hak atas
tanah bagi masyarakat transmigrasi yang ter-
golong masyarakat miskin.
Hingga 2008, hasil yang dicapai antara lain diter-
bitkannya 3.257.995 sertikat tanah dengan pri-
oritas penerima manfaat adalah para transmigran
dan kelompok miskin
Sasaran 10: Terjaminnya rasa aman bagi ma-
syarakat miskin terhadap berbagai tindak
kekerasan;
Peningkatan rasa aman masyarakat miskin di-
lakukan dengan:
1. Mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan;
2. Menempatkan kepolisian sebagai bagian dari
lembaga sipil;
3. Mengutamakan cara damai dan pendekatan
yang simpatik dan kolaboratif dalam mencip-
takan rasa aman.
Selain itu, komitmen untuk membangun persa-
maan hukum, perlindungan terhadap kebebasan
berekspresi, dan perlindungan hak asasi manu-
sia (HAM) di daerah konik yang diatur dalam
UU Nomor 39 Tahun 1999 terus dilaksanakan.
LO_RPJMN.indd 203 5/5/09 2:40:03 PM
204
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
UU tersebut telah mengatur hak atas rasa aman,
di antaranya jaminan atas perlindungan diri pri-
badi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak
miliknya. UU tersebut juga mengatur tentang
persamaan pengakuan di depan hukum, tidak
terkecuali jaminan bagi setiap orang untuk tidak
boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, di-
asingkan atau dibuang secara sewenang-wenang.
Demikian pula, komitmen perang terhadap teror
terus diupayakan. Hal ini mengingat selama be-
berapa tahun telah terjadi teror bom di Indone-
sia. Akibatnya, ratusan orang menjadi korban
yang berimplikasi pada terciptanya kemiskinan
baru bagi keluarga korban.
Upaya rekonsiliasi yang telah dilakukan terus
dikembangkan lebih intensif melalui penciptaan
tatanan sosial baru yang mengedepankan peng-
hormatan pada pluralisme, hubungan sosial yang
inklusif serta pengembangan kolaborasi lintas
suku, daerah dan agama.
Penanganan dampak bencana telah pula dilaku-
kan melalui langkah-langkah rehabilitasi dan
rekonstruksi. Khusus terkait dengan bantuan ma-
syarakat melalui posko, telah dilakukan pendata-
an bantuan dan penyusunan rekapitulasi laporan
keuangan posko agar proses penyaluran bantuan
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mencegah konik sosial, pendekatan mul-
tikulturalisme terus digiatkan.
Selain itu, guna meningkatkan rasa aman ber-
bagai upaya juga dilakukan di antaranya:
1. Peningkatan kapasitas kelembagaan penga-
rusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA);
2. Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, kor-
ban bencana alam, dan korban bencana sosial;
3. Peningkatan pelayanan sosial dasar bagi pe-
nyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
termasuk anak, lanjut usia dan penyandang
cacat; serta
4. Pengurangan pekerja anak dalam rangka
mendukung PKH.
Hingga akhir 2008, jumlah konik sosial di ma-
syarakat cenderung menurun dibandingkan de-
ngan periode sebelumnya. Akan tetapi, diperki-
rakan masih terdapat sekitar 850.000 pengungsi
di berbagai daerah konik. Keadaan ini dapat
menjadi pemicu munculnya ancaman, seperti:
meningkatnya jumlah kemiskinan, anak terlantar
dan jalanan, perdagangan perempuan dan anak
(tracking) serta korban tindak kekerasan.
Berbagai ancaman tersebut dapat menyebabkan
menurunnya status kesehatan individu dan ling-
kungan yang berakibat pada penurunan produk-
tivitas, menurunnya akses terhadap pendidikan,
menurunnya akses terhadap air bersih, rusaknya
infrastruktur sosial, dan hilangnya rasa aman.
Untuk itu, dalam upaya meningkatkan kualitas
hidup masyarakat, Pemerintah berupaya melaku-
kan usaha penanggulangan tersebut, melalui:
1. Pemberdayaan terhadap lebih dari 200 ribu
anak jalanan dan telantar;
2. Santunan bagi lebih dari 40.000 penduduk
lanjut usia miskin;
3. Pemberdayaan peran pada lebih dari 100.000
keluarga;
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 204 5/5/09 2:40:07 PM
205
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
4. Rehabilitasi sosial bagi anak nakal pada lebih
dari 10.000 anak dan korban penyalahgu-
naan narkortika, obat-obatan terlarang, dan
zat adiktif;
5. Rehabilitasi pada lebih dari 10.000 tuna so-
sial (termasuk: wanita tuna susila, gelandang-
an, pengemis, dan bekas narapidana) serta
penyempurnaan sarana dan prasarana panti
tuna sosial;
6. Pengkajian dan pengembangan program
bantuan sosial korban tindak kekerasan dan
pekerja migran kepada instansi Pemerintah
pusat dan daerah serta pemberian bantuan
sosial bagi korban tindak kekerasan dan pe-
kerja migran pada sekitar 4.000 orang.
Selain itu, untuk mendukung upaya perlindung-
an terhadap anak (termasuk di dalamnya upaya
penanggulangan perdagangan anak dan pember-
dayaan anak telantar/jalanan), Pemerintah mela-
lui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) telah mengalokasikan dana sebesar Rp 12
miliar dan Rp 16 miliar untuk kegiatan program
pada 2006 dan 2007.
Di samping itu, upaya pemulihan kawasan pasca-
konik juga terus dilakukan. Upaya tersebut me-
liputi rehabilitasi prasarana dan sarana ekonomi
serta pengembangan ekonomi lokal dan pengem-
bangan jaringan kemitraan usaha. Program lain
yang juga dilakukan adalah peningkatan pembi-
naan, pelayanan, dan perlindungan sosial dan hu-
kum bagi anak terlantar, termasuk anak jalanan,
anak cacat, dan anak nakal.
Sasaran 11: Meningkatnya partisipasi ma-
syarakat miskin dalam pengambilan kepu-
tusan
Pengambilan suatu keputusan erat kaitannya de-
ngan kemampuan partisipasi masyarakat dalam
proses tersebut, tidak terkecuali bagi masyarakat
miskin. Dengan tersedianya ruang partisipasi dan
kemampuan menyampaikan aspirasi, masyarakat
miskin akan dapat mempengaruhi keputusan yang
diambil agar sesuai dengan kepentingan mereka.
Pada prinsipnya, partisipasi sosial diarahkan pada
perubahan dari Pemerintah menuju masyarakat
madani. Hal ini membutuhkan partisipasi lang-
sung warga dalam pengawasan terhadap Pemerin-
tahan.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, telah
dilakukan kegiatan pendidikan dan pembangunan
kesadaran warga, advokasi, aliansi dan kolaborasi
keikutsertaan masyarakat atau organisasi berbasis
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Selain itu, dilakukan pula upaya peningkatan kepe-
kaan Pemerintah agar lebih melibatkan masyara-
kat dalam membuat kebijakan.
Upaya lain yang dilakukan untuk memenuhi hak
untuk berpartisipasi bagi masyarakat miskin
adalah melalui kegiatan-kegiatan yang berbasis
komunitas dan pemberdayaan masyarakat. Ke-
giatan-kegiatan tersebut telah meningkatkan par-
tisipasi penduduk miskin, baik laki-laki maupun
perempuan, dalam proses perencanaan, pelaksa-
naan, dan evaluasi pembangunan serta memeli-
hara dan melestarikan hasil-hasilnya.
Capaian yang telah dilakukan oleh Pemerintah
dalam upaya meningkatkan partisipasi masyara-
kat diantaranya:
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 205 5/5/09 2:40:10 PM
206
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
1. Peningkatan keberdayaan masyarakat untuk
berpartisipasi dan mengelola program pem-
bangunan melalui PNPM Mandiri;
2. Pengembangan partisipasi masyarakat di
tingkat kabupaten/kota dalam perumusan
program dan kebijakan layanan publik me-
lalui mekanisme dialog dan musyawarah ter-
buka dengan komunitas penduduk;
3. Penyempurnaan mekanisme musyawarah
perencanaan pembangunan dan perencanaan
partisipatif daerah;
4. Memfasilitasi pembentukan forum-forum
warga yang bisa mewakili kepentingan ma-
syarakat miskin;
5. Memberdayakan kembali fungsi dan pranata
adat serta lembaga sosial budaya tradisional
di daerah-daerah;
6. Mendorong kinerja kelembagaan daerah ber-
dasarkan prinsip-prinsip organisasi modern
dan berorientasi pelayanan masyarakat;
7. Pelembagaan partisipasi masyarakat miskin
melalui pelaksanaan perencanaan dan peng-
anggaran yang partisipatif;
8. Memfasilitasi proses penjaringan aspirasi
masyarakat miskin melalui sosialisasi pada
media dan angket.
4.2.4.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan
telah dilakukan secara konsisten dan lebih tera-
rah. Namun, hingga 4 tahun pelaksanaan RPJMN
2005-2009, pencapaian atas sasaran yang telah
ditetapkan belum optimal mengingat kompleks-
nya masalah yang dihadapi sehingga penangan-
annya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang
singkat. Adanya berbagai perubahan eksternal
seperti bencana alam dan gejolak harga komoditi
menyebabkan Pemerintah menyesuaikan berba-
gai asumsi makro termasuk sasaran tingkat ke-
miskinan untuk tahun 2009 sebesar 12-14%.
Hal ini ditambah dengan masih terdapatnya faktor-
faktor lain yang menghambat keberhasilan upaya
penanganan kemiskinan di Indonesia, seperti:
1. Belum meratanya program pembangunan,
khususnya di perdesaan, luar Pulau Jawa,
daerah terpencil, dan daerah perbatasan.
Padahal, sekitar 63 persen penduduk miskin
Indonesia hidup di daerah perdesaan. Persen-
tase kemiskinan di luar Pulau Jawa termasuk
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua juga lebih
tinggi dibanding di Pulau Jawa. Sehingga,
upaya penanganan seharusnya lebih difokus-
kan di daerah-daerah tersebut;
2. Kemiskinan sangat terkait dengan keter-
batasan akses masyarakat miskin terhadap
pelayanan dasar;
3. Masih besarnya jumlah penduduk yang rentan
untuk jatuh miskin baik karena guncangan
ekonomi maupun kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar dan sosial. Hal ini menjadi
permasalahan krusial yang harus dihadapi
dalam penanganan kemiskinan;
4. Bencana alam dan sosial menciptakan pen-
duduk miskin baru, sehingga tingkat kemis-
kinan juga mengalami peningkatan. Saat ini
masih terdapat 3,8 juta jiwa korban bencana
alam, 2,5 juta jiwa orang cacat, 2,8 juta anak
terlantar, 145 ribu anak jalanan, 1,5 juta
penduduk lanjut usia, 64 ribu gelandangan
dan pengemis, serta 66 ribu tuna susila yang
membutuhkan bantuan dan jaminan sosial;.
5. Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh uktuasi
harga-harga kebutuhan pokok. Fluktuasi ini
berdampak besar pada daya beli masyarakat
miskin.
Sehubungan dengan itu, upaya penanggulangan
kemiskinan harus dilakukan secara komprehen-
sif dan terpadu. Langkah-langkah yang dilaku-
kan melalui berbagai bidang pembangunan perlu
terus ditingkatkan. Hal ini bertujuan agar penang-
gulangan kemiskinan, baik di perdesaan mau-
pun perkotaan, dapat berjalan secara efektif dan
esien.
LO_RPJMN.indd 206 5/5/09 2:40:10 PM
207
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Lebih khusus, upaya yang dilakukan untuk menu-
runkan jumlah penduduk miskin pada 2008 di-
rasa masih lambat. Hal ini diakibatkan oleh be-
berapa hal, antara lain:
1. Relatif masih tingginya inasi pada 2008
yang mencapai 11,06 persen. Hal ini menye-
babkan upaya penanggulangan kemiskinan
selama 2008 dirasa kurang efektif, meskipun
secara umum jumlah kemiskinan sudah se-
dikit berkurang dari periode 2007;
2. Naiknya harga minyak dunia yang memper-
sempit ruang gerak skal untuk melakukan
ekspansi program-program pengetasan ke-
miskinan;
3. Bencana alam di beberapa daerah mengaki-
batkan beralihnya fokus pelaksanaan pro-
gram pembangunan dan pertumbuhan. Aki-
batnya, pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan menjadi tidak optimal;
4. Banyaknya program multisektor dan regional
yang masih terfokus pada sektoral dan ku-
rang terintegrasi. Akibatnya, efektivitas dan
esiensi program penanggulangan kemiskin-
an daerah masih rendah;
5. Pemahaman dan kemampuan Pemda untuk
melakukan sinergi terhadap program-pro-
gram yang beragam masih belum optimal.
Akibatnya, upaya penurunan kemiskinan ma-
sih belum signikan.
Dari berbagai kendala di atas, penurunan tingkat
kemiskinan menjadi sangat tergantung pelaksa-
naan dan hasil pembangunan di banyak sektor
lain. Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dan dapat dinikmati oleh ma-
syarakat secara luas, terkendalinya tingkat in-
asi, serta perluasan lapangan kerja, perlu terus
diintensifkan sehingga masyarakat dapat me-
ningkatkan pendapatannya. Untuk itu, program
pengurangan angka kemiskinan yang efektif
membutuhkan pencapaian yang baik pula pada
sektor-sektor lain.
4.2.5. Tindak Lanjut
4.2.5.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Penanggulangan kemiskinan merupakan proses
panjang yang memerlukan penanganan berkelan-
jutan. Meskipun pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan dirasakan sulit, namun upaya untuk
mempercepat realisasi target RPJMN tetap akan
dilaksanakan. Salah satunya adalah dengan me-
ningkatkan pemberdayaan masyarakat miskin.
Hal ini bertujuan agar masyarakat miskin mampu
mengidentikasi kebutuhan mereka sehingga
memiliki kemampuan untuk mengentaskan diri
dari kemiskinan secara mandiri. Keberdayaan
masyarakat miskin juga ditujukan agar mereka
mampu memanfaatkan sumberdaya produktif
yang tersedia, baik yang sudah ada di masyarakat
maupun yang disediakan Pemerintah melalui ber-
bagai programnya.
Untuk itu, sejak 2007 Pemerintah telah melaku-
kan sinergi dan integrasi pada berbagai program
penanggulangan kemiskinan berbasis pember-
dayaan masyarakat dari berbagai sektor. Hal ini
diwujudkan dalam wadah PNPM Mandiri. De-
ngan demikian, program ini diharapkan dapat
diarahkan secara harmonis guna menciptakan
modal sosial.
Keberdayaan masyarakat miskin
juga ditujukan agar mereka mampu
memanfaatkan sumberdaya produktif
yang tersedia, baik yang sudah ada di
masyarakat maupun yang disediakan
Pemerintah melalui berbagai
programnya
LO_RPJMN.indd 207 5/5/09 2:40:11 PM
208
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Mulai 2008, PNPM Mandiri diperluas dengan
melibatkan Program Pengembangan Daerah Ter-
tinggal dan Khusus (P2DTK), program Pengem-
bangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
(PISEW), Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan (PPIP), dan diperkuat oleh berbagai
program pemberdayaan masyarakat lainnya yang
dilaksanakan oleh departemen/sektor. Selain itu,
upaya sinkronisasi juga dilakukan dengan pro-
gram sektoral yaitu Program Usaha Agribisnis
Pertanian (PUAP). Hal tersebut diupayakan guna
memperluas cakupan program dan perataan ha-
sil-hasil pembangunan.
Untuk 2009, program PNPM Mandiri akan ditu-
jukan pada 6.408 kecamatan (seluruh kecamatan
di Indonesia), dengan nilai anggaran sebesar Rp
10,3 triliun. Selain itu, PNPM Penguatan akan
diperluas ke delapan program sektoral lainnya.
Sehingga, rencana program PNPM Inti dan Pe-
nguatan akan menyerap anggaran sebesar Rp 13,7
triliun, tidak termasuk kontribusi Pemda dan
swadaya masyarakat.
Selanjutnya, mulai 2008 Pemerintah terus mening-
katkan efektivitas program-program untuk se-
cara konsisten menurunkan tingkat kemiskinan.
Pengelompokan program-program ke dalam tiga
kluster merupakan langkah untuk meningkatkan
koordinasi dan sinergi program-program penang-
gulangan kemiskinan, terutama pelaksanaan di
lapangan. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut,
program-program penanggulangan kemiskinan
dikelompokkan dalam:
a. Kluster I: Bantuan dan Perlindungan Sosial
yang ditujukan untuk sasaran individu atau
rumah-tangga sangat miskin. Golongan terse-
but sangat membutuhkan bantuan untuk
dapat mengakes kebutuhan dasar minimum
secara layak. Sasaran dari kelompok program
ini adalah rumah-tangga sangat miskin, miskin
dan hampir miskin, dan anggota keluarganya.
b. Kluster II: Pemberdayaan Masyarakat di-
tujukan untuk meningkatkan keberdayaan
masyarakat miskin agar mereka mampu ber-
peran serta secara aktif dalam proses pem-
bangunan. Dengan partisipasi masyarakat
yang lebih besar, upaya penanggulangan ke-
miskinan diharapkan dapat berjalan lebih
berkelanjutan.
c. Kluster III: Pemberdayaan Usaha Mikro dan
Kecil ditujukan untuk memberikan kesempat-
an pada kelompok-kelompok atau individu
yang mempunyai usaha mikro dan kecil un-
tuk mendapatkan akses terhadap permodal-
an, teknologi dan pasar. Dengan demikian,
upaya peningkatan pendapatan masyarakat
dapat dilakukan lebih besar lagi.
Beberapa program Kluster I yang telah dilaksana-
kan meliputi: Program Keluarga Harapan (PKH)
yang memberikan bantuan tunai kepada rumah-
tangga sangat miskin dengan persyaratan bahwa
penerima harus meningkatkan pemanfaatan la-
yanan kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak
mereka. Pada 2007, program ini sudah mencakup
387,9 ribu rumah-tangga sangat miskin di 7
provinsi uji coba, yaitu Provinsi Sumatera Barat,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Perluasan cakupan PKH meningkatkan jumlah
rumah-tangga sangat miskin yang dilayani men-
jadi sebanyak 626,2 ribu rumah-tangga di 13
provinsi. Selain program-program PKH, program
lain dalam kluster I adalah subsidi beras untuk
masyarakat miskin (Raskin) untuk membantu
pemenuhan ketahanan pangan di tingkat rumah-
tangga, penyediaan jaminan kesehatan masyara-
kat (Jamkesmas), serta beasiswa untuk anak dari
keluarga miskin. Ke depan upaya melalui pro-
gram-program tersebut akan terus diupayakan
dengan lebih konsisten dan intensif.
Program yang tercakup pada Kluster II adalah PNPM
Mandiri yang telah diuraikan di atas. Sementara
itu, program pada Kluster III yang ditujukan untuk
usaha mikro dan kecil, dilakukan melalui:
1. Dukungan pertumbuhan ekonomi dan inves-
tasi pada UKM untuk menciptakan lapangan
kerja. Hal ini dilakukan melalui penyediaan
dana bergulir untuk kegiatan produktif skala
usaha mikro, penyediaan dana melalui koper-
LO_RPJMN.indd 208 5/5/09 2:40:11 PM
209
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
asi maupun kelompok-kelompok masyarakat
untuk pengadaan sarana produksi maupun
untuk pelaksanaan kegiatan ekonomi mikro;
2. Pemberdayaan usaha mikro/ekonomi untuk
meningkatkan pendapatan dan mengurangi
kemiskinan melalui pembinaan, pelatihan
dan fasilitasi bagi pengelola koperasi maupun
lembaga kredit masyarakat lainnya; serta
3. Penyediaan skim penjaminan kredit UKM
termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Selain program-program PKH, program
lain dalam kluster I adalah subsidi beras
untuk masyarakat miskin (Raskin) untuk
membantu pemenuhan ketahanan pangan
di tingkat rumah-tangga, penyediaan
jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas), serta beasiswa untuk anak
dari keluarga miskin.
Selain itu, berbagai langkah pengendalian harga
bahan-bahan pokok juga terus dilakukan. Dukung-
an agar masyarakat miskin dapat menjangkau
sumberdaya produktif dan berusaha, baik dalam
skala informal maupun mikro, juga diupayakan.
Dengan cara ini diharapkan isolasi masyarakat
terhadap kegiatan ekonomi di wilayahnya dapat
terbuka. Dengan demikian, pertumbuhan ekono-
mi akan dialami oleh semua kelompok masyara-
kat. Melalui keterhubungan ini, peningkatan
pertumbuhan ekonomi akan semakin berkualitas
dan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat
sesuai dengan tingkat partisipasinya.
Dalam kaitan itu, percepatan pengurangan ke-
miskinan tahun tersisa dalam RPJMN 2004-2009
akan dititikberatkan pada:
1. Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan
pokok;
2. Mengembangkan kegiatan ekonomi yang ber-
pihak pada rakyat miskin;
3. Menyempurnakan dan memperluas cakupan
program pembangunan berbasis masyarakat;
4. Meningkatkan akses masyarakat miskin ke-
pada pelayanan dasar,terutama pada daerah
tertinggal dan terisolasi;
5. Membangun dan menyempurnakan sistem
perlindungan sosial bagi masyarakat miskin;
6. Melindungi rumah-tangga miskin, khususnya
yang sangat miskin;
7. Meningkatkan keberdayaan rumah tangga
miskin dalam satu kelembagaan kelompok
masyarakat miskin pada tingkat lokal;
8. Mendorong partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pembangunan secara kolektif agar
pembangunan berbasis masyarakat dan dapat
memberi manfaat bagi peningkatan pendapat-
an rumah-tangga miskin; serta
9. Di samping itu, pengendalian pertumbuhan
penduduk (yang dapat mengakibatkan per-
tumbuhan penduduk dalam kategori miskin
menjadi semakin tinggi), juga terus diupaya-
kan untuk mengakselerasi pencapaian target.
Dengan peran serta masyarakat secara aktif, di-
tambah dengan dukungan penuh dari program-
program Pemerintah, maka masalah kemiskinan
ini diyakini dapat ditanggulangi. Namun, dengan
menilik capaian program dan kondisi saat ini,
maka diperkirakan sasaran utama RPJMN bi-
dang penanggulang kemiskinan pada 2009, yaitu
menurunkan tingkat kemiskinan hingga 8,2 per-
sen, agaknya sulit tercapai.
4.2.5.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Pada 2008, tingkat kemiskinan berhasil diturun-
kan menjadi 15,42 persen dari total penduduk.
Untuk mendekati sasaran yang telah ditetapkan
dalam RPJMN 2004-2008, Pemerintah akan me-
ningkatkan upaya-upaya yang agar lebih efektif.
Akan tetapi, menilik capaian program hingga
2008 dan kondisi krisis global yang kini terjadi,
LO_RPJMN.indd 209 5/5/09 2:40:11 PM
210
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sasaran penduduk miskin 8,2 persen pada 2009
akan sulit tercapai pada akhir nanti RPJMN 2004-
2009. Hal ini disebabkan oleh:
1. Penambahan alokasi anggaran untuk penang-
gulangan kemiskinan di APBN dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) su-
lit untuk dilakukan. Rata-rata alokasi masih
berkisar 8-12 persen dari total anggaran;
2. Masih lemahnya koordinasi para pemangku
kepentingan pelaksana program penanggu-
langan kemiskinan di tingkat pusat dan dae-
rah.
3. Pelaksanaan penurunan angka kemiskinan
pada 2009 kembali menghadapi tantangan
baru dengan terjadinya krisis keuangan di
Amerika Serikat yang kemudian menjalar ke
negara-negara lainnya. Indonesia tampaknya
akan mengalami dampak dari krisis tersebut
melalui kelangkaan likuiditas dan penurunan
permintaan/ekspor. Pada gilirannya hal terse-
but akan berpengaruh pada tingkat pertumbuh-
an ekonomi, tingkat penyerapan tenaga kerja,
dan kemiskinan yang sudah direncanakan.
Dengan program berbasis
pemberdayaan masyarakat, akses
terhadap pelayanan hak-hak dasar,
terutama bagi masyarakat miskin dan
masyarakat yang rentan untuk masuk
dalam kategori miskin lebih terbuka
lebar.
Selain berbagai upaya tersebut, Pemerintah juga
menyiapkan langkah-langkah pengamanan baik
di tingkat makro, berupa langkah pengamanan
bidang keuangan dan skal, maupun mikro beru-
pa pengendalian dampak krisis global terhadap
kemiskinan. Langkah-langkah yang dipersiapkan
antara lain:
a. Memperkuat permintaan dalam negeri seba-
gai pengganti penurunan ekspor;
b. Mempercepat program-program pembangun-
an dan pemfokusan untuk program padat
karya;
c. Meningkatkan intensitas program penanggu-
langan kemiskinan yang sudah dikelompok-
kan ke dalam tiga kluster; serta
d. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan pro-
gram-program penanggulangan kemiskinan
terutama di daerah-daerah.
Dengan langkah-langkah di atas diharapkan sa-
saran tingkat kemiskinan sebesar 12-14 persen
sebagaimana ditetapkan dalam RKP 2009 dapat
tercapai. Tentu saja hal ini perlu didukung oleh
stabilitas kondisi makroekonomi, pengendalian
suku bunga, serta tingkat inasi agar pertumbuh-
an dan penyerapan tenaga kerja dapat dioptimal-
kan.
Lebih lanjut, stabilitas makroekonomi ini di-
harapkan dapat mendukung penyediaan akses
pelayanan dasar yang lebih baik bagi masyarakat.
Dengan demikian, upaya penanganan kemiskinan
dapat berjalan dengan optimal dan dapat menca-
pai sasaran.
4.2.6. Penutup
Secara umum, karakteristik kemiskinan di Indo-
nesia lebih besar berada di perdesaan dan di luar
Pulau Jawa. Kondisi kemiskinan ini juga ditan-
dai dengan masih rendahnya akses terhadap ke-
butuhan dasar, seperti: pelayanan pendidikan,
kesehatan, dan pekerjaan yang layak. Ditambah
lagi dengan masih rentannya sebagian masyara-
kat terhadap goncangan, baik ekonomi maupun
bencana.
Dengan karakteristik tersebut, maka usaha dan
program pengentasan kemiskinan yang berba-
sis masyarakat, seperti PNPM Mandiri, menjadi
lebih efektif. Hal ini mengingat misi dari program
LO_RPJMN.indd 210 5/5/09 2:40:12 PM
211
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
tersebut adalah untuk meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan
yang berkelanjutan. Upaya berbasis masyarakat
dalam hal ini lebih bersifat jangka panjang bila
dibanding dengan program bantuan dalam ben-
tuk tunai.
Dengan program berbasis pemberdayaan masya-
rakat, akses terhadap pelayanan hak-hak dasar,
terutama bagi masyarakat miskin dan masyara-
kat yang rentan untuk masuk dalam kategori
miskin lebih terbuka lebar. Selain itu, masyarakat
diharapkan mampu berusaha untuk meningkat-
kan pendapatan dan keluar dari kemiskinan se-
cara mandiri.
Adapun langkah-langkah yang telah ditempuh
dalam upaya perluasan akses terhadap pendidik-
an, kesehatan, dan infrastruktur dasar serta pena-
nganan masalah gizi dan kerawanan pangan
adalah tepat. Upaya-upaya tersebut dimaksudkan
untuk membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan pokok dan meningkatkan akses mere-
ka pada fasilitas penunjang dasar. Dengan pelak-
sanaan program yang berkesinambungan dan
konsisten, secara umum hal ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan produktivitas SDM
Indonesia.
Namun yang perlu diperhatikan dalam upaya
pencegahan dan pengentasan kemiskinan adalah
diperlukannya pengendalian pertumbuhan pen-
duduk. Hal ini disebabkan pertumbuhan pen-
duduk yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan
masyarakat dalam kategori miskin juga semakin
tinggi.
Selain itu, upaya tambahan harus pula dilakukan
untuk mengakselerasi pengentasan kemiskinan.
Upaya-upaya tersebut diantaranya:
1. Pengendalian harga bahan pokok agar ter-
jangkau masyarakat miskin;
2. Peningkatan akses sumberdaya produktif
bagi masyarakat miskin;
3. Penyelenggaraan penyempurnaan sistem per-
lindungan sosial yang meliputi: bantuan so-
sial bagi masyarakat rentan dan miskin, jamin-
an sosial melalui sistem asuransi dan iuran
rutin, serta jaminan sosial dengan cakupan
yang lebih luas.
Dengan peran serta masyarakat secara aktif, di-
tambah dengan dukungan penuh dari program-pro-
gram Pemerintah, maka masalah kemiskinan akan
dapat ditanggulangi. Sasaran penduduk miskin
sebesar 8,2 persen pada akhir 2009 memang akan
sulit terpenuhi, menilik capaian program hingga
2008 dan kondisi krisis global yang kini terjadi.
Akan tetapi, pencapaian tingkat kemiskinan pada
2009, sebesar 12-14 persen yang ditargetkan RKP,
berpeluang besar untuk tercapai.
LO_RPJMN.indd 211 5/5/09 2:40:12 PM
212
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
T
a
b
e
l

4
.
2
.
1
.

S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

K
e
m
i
s
k
i
n
a
n
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

p
e
r
s
e
n
t
a
s
e

p
e
n
-
d
u
d
u
k

y
a
n
g

b
e
r
a
d
a

d
i
b
a
w
a
h

g
a
r
i
s

k
e
m
i
s
k
i
n
a
n

m
e
n
j
a
d
i

8
,
2

p
e
r
s
e
n

p
a
d
a

t
a
h
u
n

2
0
0
9
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

p
e
n
d
u
d
u
k

y
a
n
g

b
e
r
a
d
a

d
i

b
a
w
a
h

g
a
r
i
s

k
e
m
i
s
k
i
n
a
n

d
a
n

t
i
n
g
k
a
t

k
e
m
i
s
k
i
n
a
n
(
p
e
r
s
e
n
)
1
6
,
6
6

/

1
5
,
9
7
1
7
,
7
5
1
6
,
5
8
1
5
,
3
J
u
m
l
a
h

p
e
n
e
r
i
m
a

S
u
b
s
i
d
i

L
a
n
g
s
u
n
g

T
u
n
a
i

(
S
L
T
)
J
u
t
a

R
T
S
M
1
9
,
1
0
0
,
7
0
2
T
e
r
p
e
n
u
h
i
n
y
a

k
e
c
u
k
u
p
a
n

p
a
n
g
a
n

y
a
n
g

b
e
r
m
u
t
u

d
a
n

t
e
r
j
a
n
g
k
a
u
P
r
o
d
u
k
s
i

p
a
d
i
J
u
t
a

T
o
n
5
4
,
0
9

/

5
4
,
1
5
6
6
,
6
1
5
6
,
3
0

(
A
n
g
k
a

S
e
m
e
n
t
a
r
a
)
5
8
,
2
7

(
A
R
A
M

I
)

*
*
)
3
T
e
r
p
e
n
u
h
i
n
y
a

p
e
l
a
y
a
n
a
n

k
e
s
e
h
a
t
-
a
n

y
a
n
g

b
e
r
m
u
t
u
J
u
m
l
a
h

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

m
i
s
k
i
n

y
a
n
g

m
e
n
d
a
p
a
t
k
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

k
e
s
e
h
a
t
a
n

(
m
e
l
a
l
u
i

A
S
K
E
S
K
I
N
)
J
u
t
a

j
i
w
a
3
6
,
1
0
6
0
,
0
0
7
6
,
4
0
7
6
,
4
0
A
n
g
k
a

k
e
m
a
t
i
a
n

b
a
y
i

(
A
K
B
)
j
i
w
a
3
5
,
0
0
/
2
9
,
4
0
2
8
,
1
0
3
4
,
0
0
4
S
a
s
a
r
a
n

4

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

p
e
l
a
y
a
n
a
n

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
s
a
r

y
a
n
g

b
e
r
m
u
t
u

d
a
n

m
e
r
a
t
a
A
n
g
k
a

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

k
a
s
a
r

(
A
P
K
)

S
D
/
M
I

d
a
n

S
M
P
/
M
T
s
:
-

A
P
K

S
D
/
M
I
(
p
e
r
s
e
n
)
1
1
3
,
9
6

/

1
1
4
,
8
9
1
1
0
,
8
0
9
4
,
9
0
-

A
P
K

S
M
P
/
M
T
s
(
p
e
r
s
e
n
)
7
4
,
0
8

/

7
4
,
2
5
8
8
,
6
8
9
2
,
5
2
A
n
g
k
a

B
u
t
a

H
u
r
u
f

d
i

p
e
r
d
e
s
a
a
n

d
a
n

p
e
r
k
o
t
a
a
n

(
>

1
5

t
a
h
u
n
)
(
p
e
r
s
e
n
)
9
,
5
5
8
,
0
7
7
,
2
0
6
,
2
2
K
e
t
e
r
s
e
d
i
a
a
n

f
a
s
i
l
i
t
a
s

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

u
n
t
u
k

j
e
n
-
j
a
n
g

S
M
P
/
M
T
s

k
e

a
t
a
s

d
i

d
a
e
r
a
h

p
e
r
d
e
s
a
a
n

d
a
n

p
e
r
k
o
t
a
a
n
u
n
i
t
3
8
.
4
8
6

/

3
6
.
6
0
0
3
7
.
1
0
4
4
5
.
0
1
3
-

P
e
s
e
r
t
a

d
i
d
i
k

P
r
o
g
r
a
m

P
a
k
e
t

A

s
e
t
a
r
a

S
D
r
i
b
u

o
r
a
n
g
-

/

8
2
,
9
1
0
0
1
0
2
,
3
1
0
8
,
7
-

P
e
s
e
r
t
a

d
i
d
i
k

P
r
o
g
r
a
m

P
a
k
e
t

B

s
e
t
a
r
a

S
M
P
r
i
b
u

o
r
a
n
g
-

/

4
1
6
,
6
5
0
3
,
9
5
6
9
,
7
4
9
9
,
9
5
T
e
r
b
u
k
a
n
y
a

k
e
s
e
m
p
a
t
a
n

k
e
r
j
a

d
a
n

b
e
r
u
s
a
h
a
J
u
m
l
a
h

P
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

d
a
n

p
e
n
c
i
p
t
a
a
n

k
e
s
e
m
-
p
a
t
a
n

k
e
r
j
a
J
u
t
a
1
0
,
3
0

/

1
1
,
9
0
1
0
,
9
0
1
0
,
0
1
9
.
4
T
i
n
g
k
a
t

P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

A
n
g
k
a
t
a
n

K
e
r
j
a
(
p
e
r
s
e
n
)
9
,
9
0
/

1
1
,
2
0
1
0
,
2
0
9
,
1
0
(
p
e
r
s
e
n
)
6
7
,
5
5

/

6
6
,
7
9
6
6
,
1
6
6
6
,
9
9
6
7
,
3
3

*
*
*
)
T
i
n
g
k
a
t

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

t
e
r
b
u
k
a
(
p
e
r
s
e
n
)
9
,
8
6

/

1
1
,
2
4
1
0
,
2
8
9
,
1
1
8
,
4
6
LO_RPJMN.indd 212 5/5/09 2:40:12 PM
213
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

T
e
r
b
u
k
a

L
a
k
i
-
l
a
k
i
(
p
e
r
s
e
n
)
8
,
1
1

/

9
,
2
9
8
,
5
2
8
,
1
1
P
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

T
e
r
b
u
k
a

P
e
r
e
m
p
u
a
n
(
p
e
r
s
e
n
)
1
2
,
8
9

/

1
4
,
7
1
1
3
,
3
5
1
0
,
7
7
T
i
n
g
k
a
t

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

t
e
r
b
u
k
a

m
e
n
u
r
u
t

t
i
n
g
k
a
t

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n
:
-

<

S
e
k
o
l
a
h

D
a
s
a
r
o
r
a
n
g
1
.
0
0
4
.
2
9
6
/

9
3
7
.
9
8
5
7
8
1
.
9
2
0
5
3
2
.
8
2
0
5
2
8
.
1
9
5
-

S
e
k
o
l
a
h

D
a
s
a
r
o
r
a
n
g
2
.
2
7
5
.
2
8
1
/

2
.
7
2
9
.
9
1
5
2
.
5
8
9
.
6
9
9
2
.
1
7
9
.
7
9
2
2
.
2
1
6
.
7
4
8
-

S
e
k
o
l
a
h

M
e
n
e
n
g
a
h

P
e
r
t
a
m
a
o
r
a
n
g
2
.
6
9
0
.
9
1
2
/

3
.
1
5
1
.
2
3
1
2
.
7
3
0
.
0
4
5
2
.
2
6
4
.
1
9
8
2
.
1
6
6
.
6
1
9
-

S
e
k
o
l
a
h

M
e
n
e
n
g
a
h

A
t
a
s
o
r
a
n
g
3
.
6
9
5
.
5
0
4
/

5
.
1
0
6
.
9
1
5
4
.
1
5
6
.
7
0
8
4
.
0
7
0
.
5
5
3
3
.
3
6
9
.
9
5
9
-

D
i
p
l
o
m
a
o
r
a
n
g
2
3
7
.
2
5
1
/

3
0
8
.
5
2
2
2
7
8
.
0
7
4
3
9
7
.
1
9
1
5
1
9
.
8
6
7
-

U
n
i
v
e
r
s
i
t
a
s
o
r
a
n
g
3
4
8
.
1
0
7
/

3
9
5
.
5
3
8
3
9
5
.
5
5
4
5
6
6
.
5
8
8
6
2
6
.
2
0
2
6
T
e
r
p
e
n
u
h
i
n
y
a

k
e
b
u
t
u
h
a
n

p
e
r
u
-
m
a
h
a
n

d
a
n

s
a
n
i
t
a
s
i

y
a
n
g

l
a
y
a
k

d
a
n

s
e
h
a
t
J
u
m
l
a
h

r
u
m
a
h

s
u
s
u
n

s
e
d
e
r
h
a
n
a

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

u
n
t
u
k

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

m
i
s
k
i
n
U
n
i
t
-

/

-
9
0
.
1
4
4

5
7

t
w
i
n

b
l
o
k

(
r
u
s
u
n
a
w
a
)
7
T
e
r
p
e
n
u
h
i
n
y
a

k
e
b
u
t
u
h
a
n

a
i
r

b
e
r
-
s
i
h

d
a
n

a
m
a
n

b
a
g
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

m
i
s
k
i
n
J
u
t
a
1
,
2
0
1
,
5
0
8
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

m
a
s
y
a
r
a
-
k
a
t

m
i
s
k
i
n

d
a
l
a
m

p
e
n
g
a
m
b
i
l
a
n

k
e
p
u
t
u
s
a
n
J
u
m
l
a
h

K
e
c
a
m
a
t
a
n

y
a
n
g

m
e
n
e
r
i
m
a

P
N
P
M
(
p
e
r
s
e
n
)
0
0
2
.
8
3
1
4
.
7
6
8
9
T
e
r
j
a
m
i
n

d
a
n

t
e
r
l
i
n
d
u
n
g
i
n
y
a

h
a
k

p
e
r
o
r
a
n
g
a
n

d
a
n

h
a
k

k
o
m
u
n
a
l

a
t
a
s

t
a
n
a
h
J
u
m
l
a
h

s
e
r
t
i

k
a
s
i

t
a
n
a
h

y
a
n
g

d
i
t
e
r
b
i
t
k
a
n

b
a
g
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

m
i
s
k
i
n
S
e
r
t
i

k
a
t
1
.
8
8
1
.
0
0
0
8
3
0
.
0
0
0
-

A
n
g
k
a

M
e
l
e
k

H
u
r
u
f
(
p
e
r
s
e
n
)
9
0
,
3
8

/

9
0
,
9
1
9
2
,
3
9
9
2
,
4
9
-

R
a
t
a
-
r
a
t
a

l
a
m
a

S
e
k
o
l
a
h

(
L
/
P
)
t
a
h
u
n
L

(
9
,
0
)
;

P

(
6
,
2
)
K
e
t
.
:
*
)
b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

d
a
t
a

d
a
n

i
n
f
o
r
m
a
s
i

S
u
s
e
n
a
s

p
e
r

M
a
r
e
t

2
0
0
8
*
*
)
b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

d
a
t
a

d
a
n

i
n
f
o
r
m
a
s
i

D
e
p
a
r
t
e
m
e
n

P
e
r
t
a
n
i
a
n

p
e
r

M
a
r
e
t

2
0
0
8
*
*
*
)
b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

d
a
t
a

d
a
n

i
n
f

o
r
m
a
s
i

S
a
k
e
r
n
a
s

p
e
r

F
e
b
r
u
a
r
i

2
0
0
8

L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
2
.
1
.

LO_RPJMN.indd 213 5/5/09 2:40:13 PM
Dok : PolaGrade (Fadil Aziz)
LO_RPJMN.indd 214 5/5/09 2:40:15 PM
215
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.3
Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas
4.3.1. Pengantar
Investasi merupakan komponen penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih
berkesinambungan. Pemulihan investasi harus
menjadi dasar bagi proses pemulihan ekonomi
mengingat dampak kegiatannya yang luas. Kegiat-
an investasi pada gilirannya akan mendorong ke-
giatan di sektor-sektor lainnya, termasuk kegiat-
an ekspor.
Namun, berkembangnya investasi dan ekspor sa-
ngat membutuhkan iklim usaha yang kondusif.
Saat ini upaya perbaikan iklim usaha telah dilaku-
kan namun belum optimal, sehingga berpengaruh
pada pemulihan investasi. Pada 2004 pertumbuh-
an pembentukan modal tetap bruto (PMTB), se-
bagai pendekatan realisasi investasi, mencapai
14,7 persen.
Sementara itu, nilai ekspor secara keseluruhan
dalam tahun 2004 meningkat cukup tinggi men-
jadi USD 69,7 miliar, atau meningkat sebesar 11,5
persen dibandingkan pada 2003. Akan tetapi,
kegiatan ekspor masih tergantung pada kondisi
ekonomi negara-negara yang menjadi mitra da-
gang utama Indonesia seperti: Amerika Serikat,
Jepang, dan Singapura. Selain itu, tingkat daya sa-
ing produk Indonesia juga perlu terus ditingkatkan
terutama dalam rangka menghadapi globalisasi.
Di sektor jasa-jasa, pariwisata merupakan salah
satu industri jasa yang memberikan andil cukup
penting sebagai salah satu penyumbang devisa
utama dari sektor nonmigas. Pada tahun 2004,
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebe-
sar 5,32 juta orang dengan perolehan devisa seki-
tar USD 4,80 miliar. Dengan demikian pariwisata
masih menjadi penyumbang terbesar penghasil
devisa ke dua setelah ekspor minyak dan gas.
4.3.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada 2005, pertumbuhan ekonomi nasional
adalah 5,7 persen. Untuk terus dapat meningkat-
kan laju pertumbuhan, Pemerintah melakukan
berbagai upaya, diantaranya: pengembangan dan
penguatan iklim investasi serta mendorong per-
tumbuhan foreign direct investment (FDI). Dengan
demikian, diharapkan lapangan kerja akan ter-
cipta lebih banyak dan kualitas sumberdaya ma-
nusia (SDM) akan meningkat. Selanjutnya, hal ini
diharapkan dapat menurunkan angka pengang-
guran dan kemiskinan di Indonesia.
Sepanjang 2004 hingga 2005, nilai realisasi in-
vestasi tumbuh hingga 108,4 persen. Pada 2004,
total investasi terdiri dari 678 proyek dengan nilai
Rp 56,26 triliun (atau USD 6,30 miliar). Dari to-
tal investasi ini, penanaman modal dalam negeri
(PMDN) tercatat sebesar 130 proyek dengan nilai
Rp 15,41 triliun (USD 1,72 miliar). Sementara,
penanaman modal asing (PMA) berjumlah 548
proyek dengan nilai Rp 40,86 triliun (USD 4,57
miliar). Pada 2005, realisasi investasi kembali
meningkat menjadi 1.122 proyek dengan nilai Rp
117,26 triliun (USD 12,07 miliar). Dari nilai ini,
komposisi PMDN sebanyak 215 proyek dengan
LO_RPJMN.indd 215 5/5/09 2:40:16 PM
216
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
nilai Rp 30,72 triliun (USD 3,16 miliar). Sedang-
kan PMA sebanyak 907 proyek dengan nilai Rp
86,53 triliun (USD 8,91 miliar).
Pertumbuhan ekspor total meningkat dari sekitar
14,5 persen pada 2004 menjadi 19,7 persen pada
2005, disebabkan oleh pertumbuhan ekspor mi-
gas sebesar 22,9 persen dan ekspor nonmigas
sebesar 18,8 persen. Faktor utama pendorong
pertumbuhan ekspor nonmigas adalah ekspor
pertambangan yang tumbuh sebesar 66,9 persen.
Angka ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan
ekspor pertanian (15,4 persen) dan ekspor manu-
faktur (14,2 persen). Sementara itu, pertumbuh-
an impor melambat dari 40,6 persen pada 2004
menjadi 24,0 persen pada 2005, terutama dise-
babkan oleh melambatnya impor barang modal
dari 51,5 persen pada 2004 menjadi 26,9 persen
pada 2005.
Di bidang pariwisata, jumlah kunjungan wisa-
tawan mancanegara pada 2004 meningkat seki-
tar 19,12 persen dari tahun 2003 menjadi sebesar
5,32 juta orang dengan penghasilan devisa sebe-
sar USD 4,80 miliar atau meningkat sekitar 18,83
persen dari tahun 2003. Jumlah tersebut mampu
memberikan kontribusi terbesar kedua setelah
ekspor migas.
Dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor
nonmigas, sasaran-sasaran RPJMN 2004-2009
adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya iklim investasi yang sehat dengan
reformasi kelembagaan ekonomi di berbagai
tingkat Pemerintahan yang mampu mengu-
rangi praktik ekonomi biaya tinggi. Reformasi
dimaksudkan sebagai upaya untuk: (a) Menun-
taskan sinkronisasi dan deregulasi peraturan
antarsektor dan antara pusat dengan daerah;
(b) Meningkatkan kapasitas kelembagaan
guna mengimplementasikan penyederhanaan
prosedur perizinan investasi; (c) Menyempur-
nakan sistem perpajakan dan Kepabeanan;
serta (d) Penegakan hukum untuk meningkat-
kan keamanan dan ketertiban berusaha.
2. Meningkatnya esiensi pelayanan ekspor-im-
por, kepelabuhanan, kepabeanan, dan admi-
nistrasi (verikasi dan restitusi) perpajakan.
Diharapkan dalam 3 tahun pertama akan di-
capai tingkat esiensi yang kurang lebih sama
dengan separuh tingkat esiensi negara-ne-
gara Association of South East Asian Nations
(ASEAN) yang maju perekonomiannya;
3. Terpangkasnya prosedur perizinan memulai
usaha dan operasi bisnis. Dalam 3 tahun per-
tama diharapkan dapat menyamai separuh
tingkat esiensi prosedur memulai usaha dan
bisnis pada negara-negara ASEAN yang maju
perekonomiannya;
4. Meningkatnya investasi secara bertahap agar
kontribusinya terhadap Produk Nasional
Bruto (PNB) meningkat dari 20,5 persen pada
2004 menjadi 27,4 persen pada tahun 2009.
Peningkatan ini diharapkan juga diikuti de-
ngan penyebaran yang makin luas dan merata
pada kawasan-kawasan di luar Pulau Jawa,
terutama kawasan timur Indonesia;
5. Meningkatnya pertumbuhan ekspor secara
bertahap dari sekitar 5,2 persen pada 2005
menjadi sekitar 9,8 persen pada tahun 2009
dengan komposisi produk yang lebih bera-
gam dan kandungan teknologi yang semakin
tinggi;
6. Meningkatnya esiensi dan efektivitas sistem
distribusi nasional, tertib niaga, dan kepasti-
an berusaha untuk mewujudkan perdagangan
dalam negeri yang kondusif dan dinamis;
7. Meningkatnya kontribusi pariwisata dalam
perolehan devisa menjadi sekitar USD 10
miliar pada tahun 2009;
8. Meningkatnya kontribusi kiriman devisa dari
tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berada di
luar negeri yang berkisar sekitar USD 1 miliar.
Kedelapan sasaran tersebut di atas dicapai me-
lalui 11 program, yaitu:
1. Program peningkatan promosi dan kerjasama
investasi
LO_RPJMN.indd 216 5/5/09 2:40:16 PM
217
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
2. Program pengembangan standardisasi nasional
3. Program peningkatan kerjasama perdagang-
an internasional
4. Program peningkatan iklim investasi dan re-
alisasi investasi
5. Program peningkatan dan pengembangan
ekspor
6. Program persaingan usaha
7. Program perlindungan konsumen dan peng-
amanan perdagangan
8. Program peningkatan esiensi perdagangan
dalam negeri
9. Program pengembangan pemasaran pariwisata
10. Program pengembangan destinasi pariwisata
11. Program pengembangan kemitraan
4.3.3. Pencapaian 2005-2008
4.3.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Sasaran 1: Terwujudnya iklim investasi yang
sehat dengan reformasi kelembagaan eko-
nomi
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi seba-
gaimana dituangkan dalam Inpres Nomor 3 Ta-
hun 2006 telah ditindaklanjuti dan diperbaiki
melalui sejumlah kebijakan, antara lain melalui
Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan
Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pem-
berdayaan UMKM. Peraturan ini terdiri dari 4
kelompok kebijakan, yaitu: investasi, lembaga ke-
uangan, UMKM, dan infrastruktur.
Fokus kebijakan perbaikan iklim
investasi adalah untuk memperbaiki
kepastian hukum bagi investor,
memperbaiki iklim berusaha dan
memberikan insentif investasi
Sebagai lanjutan dari kedua paket kebijakan terse-
but, pada tahun berikutnya diterbitkan Inpres
5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi
Tahun 2008-2009. Fokus kebijakan perbaikan
iklim investasi adalah untuk memperbaiki kepas-
tian hukum bagi investor, memperbaiki iklim
berusaha dan memberikan insentif investasi. Di
dalamnya memuat upaya memberikan kemudah-
an kepada investor untuk memperoleh informasi
dalam mengajukan seluruh jenis ijin, terkait de-
ngan kegiatan penanaman modal dengan mem-
bangun Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan
Investasi Secara Elektronik/on- line (SPIPISE).
Beberapa peraturan perundang-undangan yang
telah dikeluarkan Pemerintah untuk menunjang
iklim investasi, telah diterbitkan antara lain:
1. Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal pada 26 April
2007;
2. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Ta-
hun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan
Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Per-
syaratan di Bidang Penanaman Modal pada 3
Juli 2007;
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerin-
tahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota pada 9 Juli 2007;
4. PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah pada tanggal 23 Juli 2007;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, Peraturan Pemerin-
tah Nomor 47 Tahun 2007 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Bintan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, pada
20 Agustus 2007;
6. Perpres Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan
Koordinasi Penanaman Modal pada 3 Sep-
tember 2007;
LO_RPJMN.indd 217 5/5/09 2:40:16 PM
218
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
7. Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang Per-
ubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77
Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbu-
ka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal pada 27 Desember 2007;
8. PP Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan
Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Wajib Pajak
Badan Dalam Negeri yang berbentuk Persero-
an Terbuka pada tanggal 28 Desember 2007;
9. Perpres Nomor 10 Tahun 2008 tentang Peng-
gunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka
Indonesia National Single Window pada tang-
gal 26 Februari 2008;
10. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanam-
an Modal (BKPM) Nomor 1 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan
Kepala BKPM Nomor 57/Sk/2004 tentang
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Pena-
naman Modal Dalam Negeri dan Penanaman
Modal Asing pada 3 April 2008;
11. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional pada 7
Mei 2008;
12. PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemu-
dahan Penanaman Modal di Daerah pada 24
Juni 2008;
13. PP No. 62 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007
tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Pe-
nanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, pada
tanggal 23 September 2008. PP ini merevisi
jumlah bidang usaha dan daerah lokasi in-
vestasi yang dapat memperoleh fasilitas pajak
penghasilan, yang semula 15 bidang usaha ter-
tentu menjadi 23 bidang usaha tertentu dan
9 bidang usaha tertentu dan daerah tertentu
menjadi 15 bidang usaha tertentu dan daerah
tertentu;
14. Peraturan Kepala BKPM Nomor 2 Tahun 2008
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan
Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan
Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu
pada 13 Oktober 2008.
Sedangkan peraturan perundang-undangan sek-
tor yang telah dikeluarkan Pemerintah untuk me-
ningkatkan kepastian hukum bagi investor, telah
diterbitkan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian pada tanggal 23 April 2007;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 ten-
tang Energi pada tanggal 10 Agustus 2007;
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pada tanggal 16
Agustus 2007;
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 ten-
tang Penetapan Peraturan Pemerintah Peng-
ganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No-
mor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Per-
aturan Pemerintah Pengganti Undang-Un-
dang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Menjadi Undang-Undang, pada tanggal 1 No-
vember 2007;
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ten-
tang Informasi dan Transaksi Elektronik pada
tanggal 21 April 2008;
Dok : Angkasa, DN Yusuf
LO_RPJMN.indd 218 5/5/09 2:40:20 PM
219
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
No Nama GA Ujicoba Awal Imp.Tahap Ke1 Imp.Tahap Ke2 Imp.Tahap Ke3
Nop 2007 Des 2007 Juli 2008 Des 2008
1 Ditjen Bea dan Cukai
2 Badan POM
3 Ditjen Perdagangan LN
4 Badan Karantina Pertanian
5 Pusat Karantina Ikan
6 Departemen Kesehatan
7 Ditjen Postel, DepKominfo
8 Badan Pwas Tenaga Nuklir
9 Dep.Pertanian(PPI)*
10 Departemen Perindustrian
11 Departemen ESDM*
12 Departemen Kehutanan**
13 Kement. LingkunganHidup**
14 Mabes KepolisianRI**
15 Departemen Pertahanan**
Sudah Integrasi secara penuh Belumter-integrasi dgn Portal INSW Secara Teknis siap, perlu effort tambahan
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 ten-
tang Pelayaran pada tanggal 7 Mei 2008;
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 ten-
tang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada
tanggal 16 Agustus 2007;
8. Telah disahkannya Undang-Undang tentang
Mineral, Pertambangan dan Batubara oleh
DPR pada tanggal 16 Desember 2008 untuk
disetujui Pemerintah selambat-lambatnya
satu bulan sejak tanggal disahkan.
Sasaran 2: Meningkatnya esiensi pelayanan
ekspor-impor, kepelabuhanan, kepabeanan,
dan administrasi (verikasi dan restitusi)
perpajakan
Di bidang perdagangan luar negeri, langkah-lang-
kah kebijakan yang telah ditempuh dalam upaya
peningkatan ekspor nonmigas, antara lain:
1. Fasilitasi perdagangan luar negeri, yang dila-
kukan melalui peningkatan kelancaran arus ba-
rang, dan pengurangan ekonomi biaya tinggi,
melalui: (a) Penyederhanaan prosedur impor
dengan menerapkan sistem angka pengenal
importir (API) on-line untuk memudahkan
importasi bahan baku/penolong dan barang
modal bagi industri dalam negeri; (b) Otomasi
penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) pada
23 Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal
(IPSKA) pada 2006 yang akan ditingkatkan
menjadi 28 IPSKA pada 2007 dan 2008; (c)
Penetapan Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) yang memberikan pembebasan
impor barang modal bukan baru, impor dalam
rangka relokasi pabrik dan pembebasan dari
kewajiban Nomor Pengenal Importir Khusus
(NPIK) untuk memenuhi kebutuhan di ka-
wasan berikat daerah industri di Pulau Batam,
Pulau Bintan, dan Pulau Karimun.
2. Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembang-
an National Single Window (NSW) dalam rangka
mewujudkan kesepakatan pembentukan Asean
Single Window (ASW). Pembentukan sistem
NSW sampai dengan akhir tahun 2008 telah
mencapai implementasi tahap ketiga. Pada ta-
hap ini hasil yang telah dicapai adalah: (i) selu-
ruh importir dan PPJK di pelabuhan Tanjung
Priok sudah dapat menggunakan sistem NSW
untuk proses impor; (ii) penerapan sistem
NSW untuk importir tertentu di 4 (empat)
pelabuhan lain, yaitu: Tanjung Emas, Tanjung
Perak, Belawan, dan Bandar Udara Soekarno
Hatta. Dalam Tahap ke-tiga ini seluruh instansi
Pemerintah (Government Agency/GA) yang ter-
Keterangan:
Sumber: Menko Perekonomian
Tabel 4.3.1.
Tahapan Integrasi Instansi Pemerintah (Government Agency/GA) dengan Sistem NSW
LO_RPJMN.indd 219 5/5/09 2:40:20 PM
220
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
libat dengan perijinan impor (sejumlah 15 GA)
sudah mulai terintegrasi dengan portal NSW,
dengan rincian sebagai berikut: 7 GA yang ter-
integrasi secara langsung (menggunakan Web-
Services) dan 1 GA yang menggunakan metode
up-load data (Web-Form), sedangkan sisa 7 GA
lainnya secara teknis sudah siap, namun masih
perlu upaya tindak lanjut untuk mengintegra-
sikan secara utuh.
3. Penerapan strategi pengembangan ekspor me-
lalui pendekatan produk/sektor dan pendekat-
an pasar, sebagai berikut: (a) Pengembangan
ekspor melalui pendekatan produk/sektoral
difokuskan pada 10 komoditas utama (tekstil
dan produk tekstil (TPT), elektronika, produk
hasil hutan, karet dan produk karet, kelapa
sawit/crude palm oil (CPO), alas kaki, kom-
ponen kendaraan bermotor, udang, kakao
dan kopi) dan 10 komoditas potensial (ikan
dan produk ikan, makanan olahan, kulit dan
produk kulit, rempah-rempah, obat-obatan
tradisional, minyak esensial, alat tulis selain
kertas, perhiasan, handicraft, dan peralatan
kesehatan); (b) Pengembangan ekspor me-
lalui pendekatan pasar difokuskan pada pasar
utama dan/atau tradisional (misalnya: Je-
pang, Eropa, Amerika Serikat, China), pasar
prospektif (misalnya: Timur Tengah, India,
Taiwan, Australia, Republik Afrika Selatan,
Selandia Baru, Rusia, dan Nigeria), dan pasar
potensial (pasar Asia di luar ASEAN: Brazil,
Eropa Timur, Meksiko, dan Chile);
4. Peningkatan akses pasar dan promosi produk
ekspor, antara lain melalui: partisipasi pada
pameran dagang di luar negeri, penyeleng-
garaan Trade Expo Indonesia, penyelengga-
raan Indonesia Solo Exhibition, pengiriman
misi dagang, dan berbagai kegiatan lain yang
dimaksudkan untuk mendorong kunjungan
pembeli dari luar negeri ke Indonesia. Se-
lain itu, beberapa upaya lain yang juga telah
dilakukan, antara lain: (a) Penyelenggaraan
9 kantor Indonesian Trade Promotion Centre
(ITPC) dan pembukaan 11 kantor ITPC baru;
(b) Pelatihan ekspor untuk dunia usaha, ter-
utama Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM), yang dilakukan melalui Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia
(BB-PPEI) di Jakarta dan Kantor Pusat Pela-
tihan dan Promosi Ekspor Daerah (P3ED) di
Surabaya, Medan, Makasar, dan Banjarmasin;
5. Peningkatan efektivitas perundingan kerjasa-
ma perdagangan internasional, dengan ber-
tumpu pada sistem perdagangan multilateral
(World Trade Organization/WTO); organisasi
komoditi seperti: International Tripartite Rub-
ber Council/ITRC, Association of Natural Rub-
ber Proucing Countries/ANRPC, International
Pepper Community/IPC, Asian and Pasic Co-
conut Community/APCC, International Cof-
fee Organization/ICO; serta organisasi inter-
nasional lainnya seperti: Developing Eight/D-8
dan General System of Trade Preferences/GSTP,
regional (ASEAN plus mitra dialog dan Asia-
Pasic Economic Cooperation/APEC), dan bila-
teral (berorientasi pada penjajakan pengem-
bangan Economic Partnership Agreement/EPA
dan Free Trade Agreement/FTA).
Sasaran 3: Pemangkasan prosedur perizinan
memulai usaha dan operasi bisnis
Beberapa capaian terkait sasaran ketiga, yakni
terpangkasnya prosedur perizinan memulai usaha
dan operasi bisnis, adalah:
1. Diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri) Nomor 24 Tahun 2006
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 220 5/5/09 2:40:22 PM
221
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
mengenai pedoman Penyelenggaraan Pelayan-
an Terpadu Satu Pintu (PPTSP) untuk ber-
bagai jenis perizinan, termasuk perizinan
investasi, serta telah disusunnya Panduan
Nasional tentang PPTSP pada Mei 2007;
2. Beroperasinya Unit Pelayanan Investasi Ter-
padu (UPIT) di Batam pada Juli 2006 untuk
mempercepat proses perizinan investasi pada
kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.
Sasaran 4: Meningkatnya investasi secara
bertahap
Berdasarkan data BKPM, nilai realisasi investasi
(Izin Usaha Tetap), pada 2005 yang mengalami
peningkatan signikan (tumbuh hingga 108,4
persen). Pada 2006 realisasi investasi mengalami
penurunan sebesar 35,5 persen, namun kemu-
dian mengalami peningkatan kembali yang sa-
ngat tinggi yaitu tumbuh 71,2 persen pada 2007.
Meskipun dihadapkan tekanan eksternal yang cu-
kup berat yaitu uktuasi harga minyak dunia dan
resesi dunia yang didorong krisis keuangan di AS,
kinerja investasi tahun 2008 dapat terjaga. Total
realisasi investasi tahun 2008 tersebut mampu
tumbuh hingga 20,5 persen dimana realisasi PMA
mampu tumbuh sebesar 43,8 persen (dengan ni-
lai USD 14,8 miliar) atau tertinggi dibandingkan
periode sebelumnya (dari tahun 1990 sampai
dengan 2007). Perkembangan rincian realisasi
PMDN dan PMA dapat dilihat dalam gambar
4.3.1. berikut.
Dari keseluruhan realisasi investasi PMDN sela-
ma 4 tahun tersebut, sebagian besar tertuju pada
sektor sekunder (industri pengolahan). Sektor
sekunder yang banyak digeluti, meliputi: industri
kertas, barang dari kertas & percetakan; industri
makanan; tanaman pangan & perkebunan; indus-
tri logam dasar, barang logam, mesin dan elek-
tronika; dan industri kimia dasar, barang kimia &
farmasi. Sedangkan realisasi PMA sebagian besar
mengalir pada sektor tersier, kecuali pada 2006
yang bergerak pada sektor sekunder. Namun, re-
alisasi investasi ini sebagian besar masih terkon-
sentrasi di Pulau Jawa.
Meningkatnya kinerja investasi tidak terlepas dari
kebijakan otoritas perbankan yang ikut mendu-
kung. Sejak November 2006, Bank Indonesia (BI)
mulai menurunkan tingkat suku bunga (BI rate).
Penurunan BI Rate tersebut diiringi pula dengan
berbagai kebijakan yang mencakup konsolidasi,
intermediasi, bank asing, bank Badan Usaha Mi-
Gambar 4.3.1.
Angka realisasi investasi PMDN dan PMA 2005-2008
Sumber: BKPM
LO_RPJMN.indd 221 5/5/09 2:40:23 PM
222
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
lik Negara (BUMN), serta pengembangan instru-
men pasar keuangan, perbankan syariah, dan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Selain itu, BI juga melonggarkan dan menye-
suaikan sejumlah aturan mengenai penilaian
aktiva produktif dan batas nilai aktiva produk-
tif. BI menegaskan pula tentang ketentuan batas
maksimum pemberian kredit (BMPK) sebesar 30
persen bukan hanya bagi BUMN yang bergerak di
bidang infrastruktur, tetapi juga pada berbagai
sektor pembangunan lainnya. Berbagai kebijakan
sektor perbankan tersebut secara tidak langsung
turut mendukung peningkatan kinerja investasi
selama tahun 2007.
Sasaran 5: Meningkatnya pertumbuhan eks-
por secara bertahap
Realisasi dari pertumbuhan ekspor nonmigas
selama periode 4 tahun RPJMN 2004-2009 se-
lalu berada diatas sasaran yang ditetapkan dalam
RPJMN dan RKP (Gambar 4.3.2). Ekspor nonmi-
gas saat ini menjadi pendorong utama pertum-
buhan ekspor, karena perannya terhadap nilai
ekspor total yang besar (yaitu rata-rata sebesar
78,9 persen selama kurun waktu 2005-2008) dan
tingkat pertumbuhannya yang tinggi dalam be-
berapa tahun terakhir.
Pada 2005, nilai ekspor tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertum-
buhan ekspor migas adalah sebesar 22,9 persen
dan ekspor nonmigas adalah sebesar 18,8 persen,
dengan nilai ekspornya masing-masing mencapai
USD 19,2 miliar dan USD 66,4 miliar.
Pada 2006, nilai ekspor tumbuh sebesar 17,7
persen, sedikit lambat dibandingkan dengan ta-
hun sebelumnya. Hal ini karena adanya perlam-
batan dari ekspor migas yang hanya tumbuh
sebesar 10,3 persen atau mencapai nilai sebesar
USD 21,2 miliar, yang melambat sebanyak 12,7
persen dari tahun sebelumnya. Namun, ekspor
nonmigas pada 2006 tumbuh lebih tinggi diban-
dingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar
19,8 persen atau mencapai nilai sebesar USD 79,6
milyar. Berdasarnya sektornya, pertumbuhan
ekspor pertambangan yang sebesar 40,8 persen
merupakan yang tertinggi di antara ekspor perta-
Gambar 4.3.2.
Sasaran dan Realisasi Ekspor Nonmigas
Sumber: BPS dan Bappenas (RPJM dan RKP)
LO_RPJMN.indd 222 5/5/09 2:40:27 PM
223
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
nian dan manufaktur yang masing-masing hanya
sebesar 16,8 persen dan 17,0 persen.
Selama 2007 ekspor nonmigas Indonesia masih
tumbuh cukup tinggi. Nilai ekspor total Indonesia
pada 2007 tumbuh sebesar 13,2 persen atau men-
capai USD 114,1 miliar, yang terdiri dari ekspor
migas sebesar USD 22,1 miliar atau meningkat
4,1 persen dan ekspor nonmigas sebesar USD 92,0
miliar atau meningkat 15,6 persen dibandingkan
tahun 2006. Selama tahun 2007, nilai ekspor non-
migas untuk 10 (sepuluh) golongan komoditas,
seperti: lemak dan minyak hewan/nabati, mesin/
peralatan listrik, bahan bakar mineral, karet dan
barang dari karet, bijih kerak dan abu logam, me-
sin-mesin/pesawat mekanik, kertas/karton, pakai-
an jadi bukan rajutan, kayu, barang dari kayu, serta
tembaga, meningkat sebesar 15,71 persen diban-
ding tahun 2006. Kontribusinya terhadap total eks-
por nonmigas mencapai 58,01 persen.
Pada 2008, nilai ekspor nonmigas tumbuh pada
angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 17,2 persen
(y-o-y), walaupun ini dibawah rata-rata pertum-
buhan selama kurun waktu 2005-2008, yaitu
sebesar 17,8 persen. Pertumbuhan nilai ekspor
nonmigas tahun 2008 terutama didorong oleh
kenaikan ekspor komoditas pertanian yang tum-
buh sebesar 35,0 persen dan kenaikan ekspor ko-
moditas manufaktur yang tumbuh sebesar 15,1
persen serta komoditas pertambangan dan lain-
nya yang tumbuh sebesar 24,7 persen. Kenaikan
nilai ekspor tersebut selain disebabkan oleh ada-
nya kenaikan harga juga didorong oleh kenaikan
volume ekspor.
Faktor utama pendorong pertumbuhan ekspor
nonmigas pada 2008 adalah ekspor manufaktur
yang perannya terhadap pertumbuhan ekspor
nonmigas adalah sebesar 81,7 persen. Sisanya,
yaitu sebesar 13,7 persen berasal dari ekspor per-
tambangan dan 4,6 persen berasal dari ekspor
pertanian.
Sumbangan ekspor nonmigas Indonesia yang di-
tujukan ke Amerika Serikat, Jepang dan Uni Ero-
pa menunjukkan penurunan yang cukup berarti.
Total ekspor nonmigas ke tiga pasar tersebut pada
2008 sebesar 48,0 persen dari total ekspor non-
Ekspor
Nilai FOB ( Juta US$ ) %
Perubahan
Des 2008
thd Nov
2008
%
Perubahan
JanDes
2008 thd
2007
%
Peran
thd total
JanDes
2008
Des 2007 Des 2008
JanDes
2007
JanDes
2008
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Total Ekspor 10.942,0 9,611.7 114.100,9 136.761,7 -9,6 19,9 100,0
Migas 2.517,0 1,440.9 22.088,6 28.958,3 -13,7 31,1 21,2
Minyak Mentah 1.081,0 484.6 9.226,0 12.418,7 -6,0 34,6 9,1
Hasil Minyak 312,4 231.5 2.878,8 3.379,1 -58,2 17,4 2,5
Gas 1.123,6 724.8 9.983,8 13.160,5 -4,6 31,8 9,6
Nonmigas 8.425,0 8,170.8 92.012,3 107.803,4 -8,8 17,2 78,8
Tabel 4.3.2.
Perkembangan Ekspor Nonmigas Indonesia Tahun 2008
Sumber: BPS (diolah)
LO_RPJMN.indd 223 5/5/09 2:40:27 PM
224
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
migas, yang menurun dibandingkan dengan ta-
hun 2006 dan 2007. Hal ini menunjukkan bahwa
diversikasi pasar tujuan ekspor Indonesia sudah
mulai meningkat di setiap tahunnya. Pada 2008,
sumbangan ekspor nonmigas ke Jepang adalah
sebesar 12,8 persen terhadap total ekspor non-
migas, cenderung lebih kecil dibandingkan de-
ngan tahun 2006 dan 2007 yang sumbangannya
adalah sebesar 15,3 dan 14,3 persen. Demikian
juga sumbangan ekspor nonmigas Indonesia ke
Amerika Serikat dan Uni Eropa pada 2008 yang
sebesar 11,6 dan 14,2 persen adalah cenderung
lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2006 dan
2007.
Tabel 4.3.3.
Peran Ekspor Pertanian, Industri dan Pertambangan terhadap Pertumbuhan
Ekspor Nonmigas (2005-2008)
Komoditas
Peran terhadap Pertumbuhan Ekspor Nonmigas (%)
2005 2006 2007 2008
Pertanian
4,3% 4,2% 4,0% 4,6%
Industri
83,7% 81,7% 83,1% 81,7%
Pertambangan
12,0% 14,1% 12,9% 13,7%
Sumber: BPS
Gambar 4.3.3.
Perkembangan Pasar Ekspor Nonmigas
Sumber: BPS
LO_RPJMN.indd 224 5/5/09 2:40:27 PM
225
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Sasaran 6: Meningkatnya esiensi dan efek-
tivitas sistem distribusi nasional, tertib nia-
ga, dan kepastian berusaha
1. Perdagangan Dalam Negeri
Salah satu isu penting dalam perdagangan dalam
negeri adalah stabilitas harga bahan pokok. Selama
tahun 2005-2008, perkembangan harga bahan ke-
butuhan pokok secara umum relatif stabil. Keadaan
ini dapat dilihat dari andil inasi bahan pangan
yang cenderung turun setiap tahun. Tahun 2005,
andil inasi bahan pangan terhadap inasi nasional
tercatat 3,26 persen, yang kemudian turun menjadi
3,05 persen pada 2006; 2,82 persen pada 2007; dan
3,49 persen pada 2008.
Beberapa kegiatan pembangunan sarana distribusi
perdagangan juga telah dilakukan. Sejak tahun 2005
hingga 2008, jumlah pasar yang telah dibangun di
daerah sebanyak 315 unit, yang menampung peda-
gang kecil sekitar 15.000 pedagang. Pemerintah
pun telah memberikan bantuan berupa tenda pasar
darurat kepada para pedagang kecil, bahan kebu-
tuhan pokok, dan hasil pertanian di daerah pasca-
bencana alam/konik. Jumlah bantuan tenda pasar
selama kurun tahun 2005 hingga 2008 sebanyak
15.665 unit, gerobak sebanyak 921 buah, coolbox
sebanyak 4.925 buah, dan bantuan peralatan kemas-
an sebanyak 280 unit ke 14 kabupaten/kota.
Terkait pengamanan pasar dalam negeri dan per-
lindungan konsumen, capaian penting yang telah
diraih adalah:
1. Meningkatnya pemahaman masyarakat dan
aparat terkait terhadap peraturan perlindung-
an konsumen, antara lain ditandai dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat dalam
pengaduan kasus konsumen kepada lembaga
perlindungan konsumen. Tahun 2005 jumlah
kasus pengaduan yang disampaikan oleh kon-
sumen sebanyak 73 kasus tahun 2006 seba-
nyak 135 kasus dan tahun 2007 sebanyak 173
kasus dan tahun 2008 sebanyak 87 kasus.
2. Sampai dengan akhir tahun 2008 telah terben-
tuk badan penyelesaian sengketa konsumen
(BPSK) di 42 kabupaten/kota dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyara-
kat (LPKSM) sejumlah 150 yang tersebar di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
3. Tersedianya tenaga Penyidik Pegawai Negeri
SipilPerlindungan Konsumen (PPNSPK) un-
tuk mendukung pelaksanaan penyidikan yang
terkait dengan kasus perlindungan konsumen
dan tenaga Petugas Pengawas Barang Beredar
dan Jasa (PPBJ) yang profesional untuk men-
dukung kegiatan pengawasan barang beredar
dan jasa. Sampai dengan 2008 tenaga PPNS-
PK berjumlah 785 dan PPBJ sebanyak 958
orang yang tersebar di Departemen Perda-
gangan (Depdag), dan Dinas Pperindustrian
dan Perdagangan (Perindag) provinsi dan ka-
bupaten/kota.
4. Terkait pengawasan terhadap mutu barang
yang sudah diberlakukan Standar Nasional In-
donesia (SNI) wajib telah diterbitkan Permen-
dag Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang
Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan
Pengawasan SNI Wajib terhadap Barang dan
Jasa yang Diperdagangkan. Peraturan ini
mengatur pengawasan pra pasar melalui No-
mor Registrasi Produk (NRP) untuk produksi
dalam negeri dan Nomor Pendaftaran Barang
(NPB) untuk produk impor; serta penga-
wasan di pasar terhadap 44 produk yang su-
dah diberlakukan SNI wajib.
Selain itu, Pemerintah juga melakukan pengawas-
an perdagangan berjangka komoditas. Dalam
waktu 3 tahun terakhir (2006-2008) terjadi pe-
ningkatan volume transaksi perdagangan berjang-
ka komoditas, yang terlihat dari adanya kenaikan
cukup besar dari 4.300.101 lot pada 2006, men-
jadi 4.585.025 lot pada 2007, dan 5.544.943 lot
pada 2008. Selama periode 2006-2008, terdapat
kenaikan jumlah pialang berjangka dan 76 peru-
sahaan pada 2006, menjadi 79 perusahaan pada
2007, dan 80 perusahaan pada 2008. Jumlah
wakil pialang berjangka juga mengalami kenaikan
dari 830 orang pada 2006, menjadi 1.180 orang
pada 2007, dan 1.866 orang pada 2008. Kantor
LO_RPJMN.indd 225 5/5/09 2:40:28 PM
226
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
cabang pialang berjangka pun mengalami pening-
katan, yaitu dari 55 buah pada 2006, menjadi 84
buah perusahaan pada 2007, dan 123 buah peru-
sahaan pada 2008.
Terkait dengan pengawasan perdagangan berjang-
ka komoditas, juga diselenggarakan pasar lelang
yang bertujuan mendukung percepatan pertum-
buhan ekonomi di bidang perdagangan produk
pertanian. Sasaran kebijakan ini adalah memban-
tu pembentukan harga secara transparan, mem-
perpendek jalur pemasaran, mendorong pening-
katan mutu dan produksi, serta mempertemukan
secara langsung antara penjual dengan pembeli.
Dalam 3 tahun terakhir, jumlah pasar lelang telah
meningkat dari 13 pasar lelang pada 2005 men-
jadi 19 pasar lelang pada 2008. Peningkatan pasar
lelang ini diikuti pula dengan meningkatnya nilai
transaksi dari Rp 1,110 triliun pada 2005 menjadi
Rp 1,795 triliun pada 2006. Diprediksi, angka ini
akan terus meningkat hingga akhir 2007. Dalam
5 bulan pertama tahun 2007, nilai transaksi yang
telah tercatat sebesar Rp 342 miliar.
Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan salah satu
upaya untuk mengatasi masalah akses pembiaya-
an petani karena resi gudang (yang merupakan
dokumen bukti kepemilikan atas barang yang di-
simpan di gudang dan diterbitkan oleh pengelola
gudang) saat ini dapat digunakan sebagai agunan
untuk mengajukan kredit di bank. Seiring dengan
telah diterbitkannya UU No. 9 Tahun 2006 ten-
tang Sistem Resi Gudang dan Peraturan Pelaksa-
naannya (PP), Permendag dan Kabappebti), sam-
pai dengan akhir tahun 2008 Pemerintah telah
melakukan sosialisasi dan pertemuan teknis SRG
di 60 provinsi dan kabupaten/kota, melaksanakan
pelatihan pengelola gudang di 3 daerah (Bandung,
Semarang, dan Surabaya), serta mendirikan per-
contohan SRG di 5 daerah yaitu Jawa Barat (Maja-
lengka dan Indramayu), Jawa Tengah (Banyumas
dan Kudus), Jawa Timur (Jombang), Sulawesi
Selatan (Gowa) dan Lampung (Lampung Barat)
untuk komoditas gabah, jagung dan kopi.
2. Persaingan Usaha
Di bidang persaingan usaha, beberapa pencapai-
an yang telah diperoleh, antara lain adalah:
1. Pada 2008, laporan yang diterima KPPU seba-
nyak 231 laporan, 90 laporan telah dimasuk-
kan ke tahap pemberkasan; 99 laporan dihen-
tikan karena tidak memenuhi persyaratan
kelengkapan, serta 42 laporan masih dalam
proses penelitian dan klarikasi laporan.
2. Pada 2008, perkara yang ditangani KPPU se-
banyak 88 perkara dengan perincian sebagai
berikut:
perkara yang tidak dilanjutkan ke tahap
Pemeriksaan Lanjutan sebanyak 20 (dua
puluh), dan
perkara yang sedang ditangani sebanyak
19 (sembilan belas) perkara, dan
perkara yang telah diputus sebanyak 49
(empat puluh sembilan) Putusan Komisi.
3. Selama periode tahun 2008, KPPU mem-
bacakan 22 putusan. Beberapa pelaku usaha
yang tidak menerima putusan komisi terse-
but, telah melakukan upaya hukum ke Penga-
dilan Negeri. Keberatan atas Putusan KPPU
sebanyak 21 putusan, perkara dalam proses
kasasi sebanyak 9 perkara, perkara yang di-
mohonkan peninjauan kembali sebanyak 2
perkara, perkara gugatan lain sebanyak 3
perkara, dan perkara yang diputus Mahkamah
Agung sebanyak 8 putusan kasasi. KPPU me-
menangkan 8 putusan di Pengadilan Negeri
dan 4 putusan dikuatkan pada Mahkamah
Agung, serta sebanyak 1 perkara lain menang
di Pengadilan Negeri.
4. Pada 2008, KPPU telah melakukan 14 kegiatan
monitoring pelaku usaha dan 4 monitoring
telah memenuhi persyaratan kelengkapan
dan kejelasan untuk dilakukan pemberkasan.
5. KPPU telah melakukan beberapa kajian se-
lama 2008, antara lain:
kajian sektor industri dan perdagangan
pada sektor migas hulu, farmasi dan logis-
tik;
LO_RPJMN.indd 226 5/5/09 2:40:28 PM
227
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
kajian strategi pelaku usaha pada bandling
dan integrasi vertikal; dan
kajian industri dan perdagangan di dae-
rah yaitu: semen (Medan), kelapa sawit
(Batam), tembakau (Surabaya), batubara
(Balikpapan), dan kakao (Makasar).
6. Pada 2008, KPPU telah melakukan beberapa
evaluasi kebijakan persaingan pada beberapa
sektor industri, antara lain ritel, penerbang-
an perintis, susu, kedelai, farmasi, lalu lintas
(LLAJ), media, migas hilir (LPG), hasil hutan,
tender, angkutan darat, pupuk, pelabuhan,
energi nasional, dan listrik.
7. Selama 2008, KPPU melakukan penyusunan
guideline terkait beberapa pasal pada UU No.
5 Tahun 1999, yaitu pada Pasal 50 (b) menge-
nai waralaba dan haki, Pasal 51 mengenai
BUMN, dan pasar bersangkutan. Selain itu
telah dilakukan kajian lanjutan persiapan
amandemen UU No. 5 Tahun 1999 yaitu
mengenai kelembagaan KPPU dan tata cara
penanganan perkara. Kajian implementasi
UU No. 5 Tahun 1999 dilakukan pada Pasal
22 mengenai tender dan Pasal 25 mengenai
posisi dominan. KPPU juga melakukan kajian
kebijakan persaingan usaha Indonesia di fo-
rum internasional.
8. Pada 30 Desember 2008, Presiden RI telah
menandatangani Peraturan Presiden Nomor 80
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Keputus-
an Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Ko-
misi Pengawas Persaingan Usaha. Secara subs-
tansi, Peraturan Presiden tersebut mengatur:
Bagian anggaran yang mandiri bagi KPPU.
Penyusunan remunerasi pegawai Sekreta-
riat yang ditetapkan oleh Komisi dengan
persetujuan Departemen Keuangan.
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang dipekerjakan di Sekretariat KPPU.
Sasaran 7: Meningkatnya kontribusi pariwi-
sata dalam perolehan devisa
Kinerja pariwisata yang membaik pada 2004
kembali mengalami penurunan pada 2005. Hal
ini merupakan akibat langsung dari peristiwa
Bom Bali II pada Oktober 2005. Peristiwa terse-
but berdampak pada penurunan jumlah wisman
yang berkunjung ke Indonesia sebesar 5,7 persen
atau sekitar 5,0 juta orang.
Pada 2006, industri pariwisata masih dihadapkan
pada isu-isu negatif, seperti: terorisme, u burung,
dan bencana alam. Berkembangnya isu-isu tersebut
mempengaruhi minat wisman untuk berkunjung
ke Indonesia. Kondisi ini menjadi lebih parah de-
ngan terjadinya tragedi gempa Jateng-Yogyakarta
dan bencana tsunami di Pangandaran, Jawa Barat.
Bencana tersebut mengakibatkan kerusakan pada
sejumlah tujuan wisata unggulan, seperti: Candi
Prambanan, Candi Plaosan, dan Candi Sojiwan
yang baru dalam tahap pemugaran.
Tidak bisa dimungkiri, berbagai peristiwa yang
terjadi sepanjang tahun 2006 itu berdampak pada
menurunnya penerimaan devisa dari sektor pari-
wisata. Penerimaan devisa sektor pariwisata tu-
run dari USD 4,52 miliar pada 2005 menjadi USD
4,45 miliar pada 2006. Penurunan penerimaan
devisa ini terbilang kecil, hanya sekitar 1,66 per-
sen. Akan tetapi, dampak ikutan yang ditimbul-
kannya sangat besar. Hal ini mengingat kegiatan
pariwisata banyak terkait dengan sektor UMKM
yang padat karya. Keterkaitan ini terjadi melalui
usaha kerajinan tangan dan suvenir, makanan dan
minuman, serta penginapan dan jasa lainnya.
Pada 2007, kinerja pariwisata menunjukkan pe-
ningkatan. Jumlah wisman tercatat sebesar 5,51
juta orang atau meningkat 13,14 persen. Jumlah
devisa yang dihasilkan meningkat pula menjadi
sekitar USD 5,35 miliar atau naik 20,2 persen.
Dengan peningkatan ini, ditambah dengan
membaiknya kondisi keamanan, stabilitas makro,
dan iklim investasi, diyakini sasaran RPJMN pada
sektor pariwisata dapat tercapai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun
2008 jumlah wisman yang berkunjung ke Indone-
sia sebanyak 6,4 juta orang, atau meningkat 16,8
persen dari 5,51 juta orang pada tahun 2007. Se-
LO_RPJMN.indd 227 5/5/09 2:40:28 PM
228
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
mentara itu, berdasarkan data Departemen Kebu-
dayaan dan Pariwisata, program Kenali Negerimu
Cintai Negerimu telah berhasil meningkatkan
pergerakkan wisatawan nusantara (wisnus) sebe-
sar 1,50 persen, yaitu dari 216,50 juta perjalanan
pada 2006 menjadi 219,75 juta perjalanan pada
2007 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi
223,0 juta perjalanan.
4.3.3.2. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
1. Investasi
Meskipun dihadapkan berbagai bencana antara
lain tsunami di Aceh dan tekanan eksternal beru-
pa meningkatnya harga minyak dunia yang sangat
tinggi, kinerja investasi berupa Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) mulai menunjuk-
kan perbaikan berarti sejak tahun 2007. PMTB
berturut-turut tumbuh 10,8 persen tahun 2005;
2,5 persen tahun 2006; kemudian membaik men-
jadi tumbuh 9,2 persen pada 2007 dan rata-rata
11,7 persen pada tahun 2008. Namun demikian
Pemerintah masih perlu meningkatkannya de-
ngan menyelesaikan berbagai masalah dianta-
ranya adalah:
1. Belum lengkapnya peraturan pelaksanaan
dari UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pena-
naman Modal;
2. Kurang memadainya kapasitas dan kualitas
infrastruktur untuk mendukung investasi
yang sudah ada dan investasi baru;
3. Belum optimalnya harmonisasi dan simpli-
kasi proses perizinan investasi dibandingkan
dengan negara-negara sekawasan lainnya;
4. Belum lancarnya implementasi pelimpahan
wewenang perizinan dari instansi pusat ke
daerah tujuan investasi. Hal ini disebabkan
oleh keterbatasan kemampuan SDM, teknolo-
gi, dan sarana pendukungnya;
5. Masih belum optimalnya penyederhanaan ad-
ministrasi perpajakan dan kepabeanan, serta
banyaknya Perda bermasalah yang menam-
bah ragam pungutan daerah;
6. Belum tersebarnya investasi ke seluruh wila-
yah secara proporsional sehingga terjadi kon-
sentrasi usaha di Pulau Jawa, sementara daya
dukungnya semakin kecil;
7. Belum dapat diselesaikannya kebijakan pe-
ngembangan KEK; serta
8. Masih sering terjadi kelangkaan pasokan
BBM di dalam negeri, yang menyebabkan tu-
runnya kapasitas produksi;
2. Ekspor
Ekspor nonmigas tumbuh pada kisaran angka
yang cukup tinggi selama kurun waktu 2005-
2008, yaitu sebesar rata-rata 17,8 persen per ta-
hun. Bahkan pada 2008, ekspor nonmigas tercatat
tumbuh 17,2 persen. Angka ini sudah di atas sa-
saran RPJM yang rata-rata sebesar 7,3 persen per
tahun. Namun demikian, beberapa permasalahan
ekspor nonmigas masih dihadapi dan perlu dise-
lesaikan, antara lain:
1. Masih adanya hambatan perdagangan yang
berupa hambatan nontarif, seperti: sanitary
and phytosanitary, bioterrorism, keamanan
pangan, lingkungan, serta perburuhan dan
traceability di pasar UE untuk udang.
2. Masih lemahnya sistem pengawasan di bidang
ekspor dan impor sehingga masih terjadi
penyelundupan, baik berupa penyelundupan
barang maupun administrasi;
3. Masih belum optimalnya pelaksanaan penye-
derhanaan prosedur ekspor-impor;
4. Ketersediaan infrastruktur yang masih perlu
ditingkatkan.
3. Perdagangan Dalam Negeri
Di bidang perdagangan dalam negeri, permasalah-
an yang dihadapi antara lain:
1. Masih terbatasnya sarana perdagangan/dis-
tribusi, khususnya di daerah perbatasan, ter-
pencil, dan tertinggal, serta rusaknya sarana
perdagangan di daerah pascabencana alam/
konik;
LO_RPJMN.indd 228 5/5/09 2:40:29 PM
229
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
2. Masih terjadi uktuasi harga bahan kebutuh-
an pokok tertentu yang cukup tinggi karena
pengaruh musim (hujan, banjir, angin barat
dan tanah longsor);
3. Masih adanya berbagai pungutan resmi dan
tidak resmi yang mengakibatkan ekonomi bi-
aya tinggi;
4. Masih adanya kesenjangan/disparitas harga
antardaerah;
5. Masih perlu ditingkatkannya sarana alterna-
tif pembiayaan bagi usaha kecil;
6. Masih perlu ditingkatkannya sarana per-
dagangan di daerah terpencil, tertinggal, dan
daerah pascabencana alam/konik. Hal ini
bertujuan untuk menjaga ketersediaan pa-
sokan barang kebutuhan pokok dan meng-
hindari peningkatan harga yang tidak wajar.
7. Masih sulitnya akses UKM untuk memperoleh
kredit perbankan melalui KUR.
8. Kendala pemasaran produk UKM terkait ma-
salah desain dan kemasan serta promosi.
9. Masih kurangnya kesadaran para pelaku pasar
melakukan sarana hedging untuk mengatasi
uktuasi harga komoditi; serta
10. Masih panjangnya mata rantai dalam distri-
busi barang dan komoditi yang dapat menim-
bulkan ekonomi biaya tinggi.
Beberapa kegiatan pembangunan
sarana distribusi perdagangan juga telah
dilakukan. Sejak tahun 2005 hingga
2008, jumlah pasar yang telah dibangun
di daerah sebanyak 315 unit, yang
menampung padagang kecil sekitar 15.000
pedagang
4. Persaingan Usaha
Dalam bidang persaingan usaha, beberapa ma-
salah yang masih dihadapi, antara lain:
1. Masih terbatasnya pemahaman mengenai
UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Ti-
dak Sehat. Hal tersebut dikarenakan masih
kurangnya sosialisasi yang berhubungan
dengan persaingan usaha di daerah-daerah
sehingga internalisasi nilai-nilai persaingan
usaha di stakeholders KPPU belum maksimal.
Hal ini berpengaruh pada sulitnya pencarian
data dan dokumentasi yang dibutuhkan un-
tuk kepentingan kajian dan juga kasus;
2. Dalam hal kebijakan persaingan usaha, masih
ada saran dan pertimbangan yang dikeluar-
kan oleh KPPU baik yang berkaitan dengan
regulasi maupun perindustrian, masih belum
dapat ditindaklanjuti.
5. Pariwisata
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja pariwisa-
ta nasional menurun. Hal ini disebabkan oleh ber-
bagai faktor seperti merebaknya isu u burung
dan beberapa kejadian bencana alam. Peristiwa
Bom Bali II pada Oktober 2005 juga berpengaruh
terhadap kinerja pariwisata nasional.
Di samping itu, isu lain yang menjadi kendala
pembangunan pariwisata yang masih harus men-
dapat perhatian Pemerintah adalah:
1. Masih lemahnya pengelolaan sebagian besar
daerah tujuan wisata dan aset-aset warisan bu-
daya. Hal ini mengakibatkan kurang atraktif-
nya obyek-obyek wisata nasional, terutama bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN;
2. Belum meratanya pembangunan pariwisata
antara kawasan barat dan timur Indonesia;
3. Belum optimalnya pemanfaatan media massa,
elektronik maupun cetak serta teknologi in-
formasi dan komunikasi sebagai sarana pro-
mosi belum maksimal;
LO_RPJMN.indd 229 5/5/09 2:40:29 PM
230
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Masih perlu ditingkatkannya koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi intralembaga dan
antarlembaga, baik pusat atau daerah, dalam
mengembangkan tujuan dan promosi pariwi-
sata;
5. Belum optimalnya dukungan Pemerintah Pro-
vinsi, kota, dan kabupaten dalam pengem-
bangan kepariwisataan Nasional, terutama
dalam peraturan perundangan daerah;
6. Menurunnya minat dunia usaha mengembang-
kan obyek wisata potensial dan infrastruktur
yang berkenaan dengan kepariwisataan;
7. Masih perlu ditingkatkannya dukungan dari
sektor lain yang terkait dengan kepariwisataan;
8. Masih perlu ditingkatkannya profesionalisme
sumberdaya manusia (SDM) pariwisata.
Pada 2007, kinerja pariwisata
menunjukkan peningkatan. Jumlah
wisman tercatat sebesar 5,51 juta orang
atau meningkat 13,14 persen. Jumlah
devisa yang dihasilkan meningkat pula
menjadi sekitar USD 5,35 miliar atau
naik 20,2 persen
4.3.4. Tindak Lanjut
4.3.4.1. Upaya yang akan dilakukan un-
tuk mencapai sasaran
1. Investasi
Langkah penting ke depan yang akan ditem-
puh dalam rangka peningkatan kinerja investasi
adalah:
Dok : DEPBUDPAR
LO_RPJMN.indd 230 5/5/09 2:40:29 PM
231
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
1. Membangun dan memperbaiki infrastruktur
melalui diperjelasnya prosedur akuisisi lahan,
ditingkatkannya kerjasama antarlembaga da-
lam proyek infrastruktur, dan diperbaikinya
kerangka kerja bagi kemitraan publik-swasta
dalam infrastruktur;
2. Meningkatkan koordinasi antarlembaga, an-
tarpusat dan daerah dalam peningkatan pe-
layanan investasi;
3. Melaksanakan harmonisasi antarperaturan
yang terkait dengan penanaman modal, baik
horisontal maupun vertikal, serta menerbit-
kan peraturan implementasi UU No. 25 Ta-
hun 2007 tentang Penanaman Modal;
4. Melakukan upaya penyederhanaan berbagai
perangkat peraturan untuk mengurangi bi-
rokrasi termasuk waktu dan biaya untuk
memulai usaha baru, menerapkan esiensi
perizinan dengan menggabungkan berbagai
izin, dan mengurangi persyaratan untuk
memperoleh perizinan;
5. Mendorong tumbuhnya industri penunjang
dan terkait, terutama dengan mendorong
kemitraan melalui UKM yang jaraknya lebih
dekat sehingga mendukung kemudahan pada
industri utamanya agar dapat menekan biaya
produksi; dan
6. Penyediaan energi yang memadai dan men-
dorong dilakukannya pengembangan energi
alternatif.
2. Ekspor
Langkah penting pada masa mendatang yang akan
ditempuh dalam rangka peningkatan kinerja
perdagangan dan ekspor non-migas adalah seba-
gai berikut:
1. Mengoptimalkan upaya fasilitasi perdagangan
dalam rangka meningkatkan esiensi proses
ekspor dan kelancaran arus barang, seperti:
meningkatkan kinerja unit pelayanan perda-
gangan, meningkatkan jumlah perizinan on-
line melalui sistem Inatrade (elicensing); me-
nertibkan penerbitan surat keterangan asal
(SKA) ekspor dan SKA Impor, serta melaku-
kan pengelolaan dan pengawasan ekspor ba-
han baku untuk mendukung pengembangan
industri hilir (rotan, timah batangan, bahan
galian, produk industri kehutanan, kulit,
CPO);
2. Meningkatkan kerjasama perdagangan in-
ternasional yang antara lain dengan menin-
daklanjuti kesepakatan IJ-EPA untuk mem-
perbesar peluang pasar ekspor Indonesia ke
Jepang, melaksanakan pelatihan standar dan
mutu produk yang sesuai dengan persyaratan
Jepang, serta mengambil manfaat dari ker-
jasama perdagangan regional: ASEAN-Korea
FTA, ASEAN-China FTA, dan ASEAN Econo-
mic Community (AEC). Selain itu, mendorong
penyelesaian putaran Doha Development Agen-
da -WTO, memperluas kerjasama perdagang-
an internasional seperti: organisasi komoditi
internasional (International Tripartite Rubber
Council/ITRC, Association of Natural Rubber
Producing Countries/ANRPC, International Pep-
per Community/IPC, Asian and Pacic Coconut
Community/APCC, International Coee Orga-
nization/ICO, organisasi international lain-
nya (Developing Eight/D-8 dan General System
of Trade Prefeences/GSTP), ke arah yang saling
menguntungkan.
3. Meningkatkan upaya penetrasi pasar ekspor
melalui: (a) esiensi kegiatan promosi yang
dititikberatkan pada komoditas ekspor uta-
ma dan komoditas ekspor potensial; mening-
katkan peran kantor promosi perdagangan di
luar negeri (Indonesian Trade Promotion Cen-
ter/ITPC) yang telah didirikan di 9 kota da-
gang dunia (Osaka, Los Angeles, Dubai, Bu-
dapest, Johannesburg, Sao Paulo, Hamburg,
Milan dan Sydney) dan atase perdagangan
khususnya dalam pengamatan pasar (market
intelligence); (b) mendirikan 11 ITPC baru di
11 kota dagang dunia (Chicago, Mexico, San-
tiago, Vancouver, Barcelona, Lyon, Lagos,
Jeddah, Shanghai, Chennai, dan Pusan); (c)
meningkatkan sinergi keikutsertaan dalam
pameran/misi dagang ke luar negeri bersama
instansi terkait pusat dan daerah (tidak lagi
LO_RPJMN.indd 231 5/5/09 2:40:30 PM
232
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
menyelenggarakan solo exhibition); serta (d)
pengembangan produk ekspor melalui asis-
tensi tenaga ahli dari Trade Promotion Oce
(TPO) di beberapa negara seperti Belanda,
Swiss, dan Jepang; (e) peningkatan keterse-
diaan informasi ekspor melalui kegiatan Mar-
ket Intelligence, Market Brief, Katalog Produk,
Analisa Produk, Data Importir dan System In-
quiry Online; serta (f) peningkatan pelayanan
kepada dunia usaha dengan penyelenggaraan
Buyer Reception Desk (BRD) di Bandara Soe-
karno Hatta.
4. Meningkatkan upaya sosialisasi hasil kesepa-
katan perdagangan internasional kepada
pelaku usaha dan pemangku kepentingan, se-
hingga hasil kesepakatan perdagangan inter-
nasional dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh dunia usaha Indonesia;
5. Menangani penyelesaian sengketa dagang ter-
kait dengan kasus tuduhan dumping, subsidi
dan safeguards. Pada 2008 beberapa kasus
yang sedang ditangani, yaitu: (a) tuduhan
dumping Turki terhadap produk Yarn of Man
Made Staple Fibers, produk ban dalam dan ban
luar atas sepeda dan sepeda motor; (b) tuduh-
an dumping Brazil terhadap produk Viscose
Staple Fiber; (c) tuduhan dumping Argentina
terhadap produk Acrylic Fiber; (d) tuduhan
dumping Australia terhadap produk Certain
Toilet Paper; dan (e) sunset review tuduhan
dumping Argentina terhadap ban sepeda;
6. Meningkatkan kualitas pelayanan kelemba-
gaan pusat promosi ekspor sesuai kebutuhan
eksportir secara berkelanjutan;
7. Mempertahankan pertumbuhan ekspor de-
ngan mengacu kepada program prioritas Dep-
dag, yaitu: peningkatan investasi, pengem-
bangan 10 produk utama, 10 produk potensial
dan 3 jasa, pembinaan UMKM perdagangan,
serta membangun capacity/institutional build-
ing dan public education;
8. Meningkatkan kerjasama perdagangan inter-
nasional dalam rangka memperluas akses pa-
sar ke negara tujuan ekspor; dan
9. Mengupayakan pembentukan pusat promosi
terpadu (Indonesian Promotion Oce/IPO) di
bidang pariwisata, perdagangan, dan investa-
si guna meningkatkan esiensi dan efektivi-
tas kegiatan promosi di luar negeri.
3. Perdagangan Dalam Negeri
Sementara itu, hal lain yang perlu ditindaklanjuti
sebagai upaya menunjang sektor perdagangan
dalam negeri, antara lain:
1. Meningkatkan esiensi perdagangan dalam
negeri untuk menjamin kelancaran arus ba-
rang (terutama bahan kebutuhan pokok) se-
hingga dapat mengurangi disparitas harga
antarwilayah dan meningkatkan ketersedia-
an bahan kebutuhan pokok dengan harga
yang memadai.
2. Meningkatkan esiensi dan efektivitas dis-
tribusi agar terwujud integrasi pasar secara
nasional. Program ini ditempuh antara lain
melalui: pembangunan pasar desa/tradisional
di daerah-daerah perbatasan, tertinggal, pu-
lau kecil terdepan, dan daerah pascabencana
alam/konik.
3. Mengimplementasikan sistem pengawasan
barang beredar dan jasa melalui 4 parameter,
yaitu:
(a) Penerapan SNI, label, klausa baku, cara
menjual, periklanan, dan fasilitas purna-
jual;
(b) Sosialisasi peraturan perlindungan konsu-
men melalui media elektronik dan media
lainnya;
(c) Pengembangan kelembagaan perlindung-
an konsumen (BPSK dan LPKSM); dan
(d) advokasi terhadap konsumen dan pro-
dusen untuk mewujudkan perlindungan
konsumen dan tertib niaga.
4. Meningkatnya kemampuan UKM melalui per-
baikan desain, kemasan, promosi, kemitraan
serta akses permodalan ke perbankan.
5. Meningkatkan pemanfaatan alternatif pem-
biayaan melalui Sistem Resi Gudang dengan:
LO_RPJMN.indd 232 5/5/09 2:40:30 PM
233
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
(a) Memperkuat landasan hukum terutama
peraturan pelaksana dari Undang-Un-
dang No. 9 tahun 2006 tentang Sistem
Resi Gudang.
(b) Meningkatkan jumlah Daerah Percontoh-
an Resi Gudang serta pengembangan
komoditi yang dapat dimasukkan dalam
skema Resi Gudang.
(c) Meningkatkan sosialisasi dan edukasi ke-
pada para pelaku usaha terutama untuk
petani dan UKM.
6. Mendorong pelaku usaha untuk mengguna-
kan sarana hedging untuk komoditi-komoditi
yang rentan dengan uktuasi harga serta me-
nambah komoditi yang dapat dimasukkan dan
diperdagangkan dalam Kontrak Berjangka.
7. Memperpendek saluran distribusi komoditi
dengan mempertemukan penjual dengan
pembeli langsung melalui Pasar Lelang.
4. Persaingan Usaha
Dalam bidang persaingan usaha, tindak lanjut
yang diperlukan dalam upaya meningkatkan iklim
persaingan usaha yang sehat, antara lain:
1. Langkah-langkah koordinasi yang harus di-
persiapkan terkait dengan Perpres No. 80
Tahun 2008 khususnya mengenai rencana la-
hirnya Bagian Anggaran KPPU (terpisah dari
Departemen Perdagangan) dan persiapan re-
munerasi pegawai KPPU;
2. Penyempurnaan struktur organisasi dengan
membentuk unit baru, yaitu antara lain Unit
Merger dan Akuisisi, Unit Layanan Pengada-
an, dan Unit Perencanaan; termasuk persiap-
an KPPU kelembagaan dan regulasi internal
yang dibutuhkan;
3. Peningkatan peran KPPU dalam membangun
fundamental perekonomian Indonesia yaitu
antara lain melalui harmonisasi kebijakan
persaingan usaha;
4. Peningkatan jaringan kerjasama dengan pe-
mangku kepentingan lain yang terkait dengan
kebijakan persaingan usaha.
5. Peningkatan pelaksanaan litigasi dalam upaya
mempertahankan putusan Komisi pada saat
diajukan keberatan oleh pelaku usaha di ting-
kat Pengadilan Negeri (PN) maupun kasasi di
tingkat Mahkamah Agung (MA);
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
pengawas persaingan usaha bersama dengan
para penegak hukum. Hal ini sangat penting
untuk peningkatan kegiatan penyelidikan da-
lam pengungkapan kasus dugaan pelanggar-
an Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
7. Meningkatkan implementasi UU No. 5 tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai
antisipasi dalam merespon cepatnya dinami-
ka perubahan iklim persaingan usaha melalui
amandemen undang-undang;
8. Pelaksanaan monitoring putusan untuk menge-
tahui sejauh mana pelaku usaha yang dijatuhi
hukuman mematuhi dan melaksanakan putus-
an. Monitoring putusan juga dilakukan untuk
mengevaluasi efektivitas putusan dan penga-
ruhnya terhadap iklim persaingan usaha pada
sektor usaha terkait serta untuk memperoleh,
menemukan, dan/atau mendapatkan infor-
masi serta data perilaku pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya; dan
9. Penyelenggaraan dengar-pendapat dengan
organisasi/lembaga/tokoh masyarakat. Hal
ini dilakukan untuk mengumpulkan infor-
masi langsung dari masyarakat atas dugaan
adanya pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999
Dok : DEPBUDPAR
LO_RPJMN.indd 233 5/5/09 2:40:34 PM
234
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
yang telah menjadi pembicaraan umum dan
menyangkut kepentingan umum.
5. Pariwisata
Ke depan, pembangunan pariwisata berbasis
masyarakat akan difokuskan untuk mencapai sa-
saran penerimaan devisa sektor pariwisata sebe-
sar USD 10 miliar pada 2009. Hal ini dilakukan
dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan tatakelola yang
baik (good governance). Adapun fokus usaha akan
diarahkan pada:
1. Meningkatkan pemanfaatan media elek-
tronik, media cetak, dan teknologi informasi/
web-site sebagai sarana promosi di dalam dan
luar negeri;
2. Mengembangkan kerjasama pemasaran dan
promosi pariwisata dengan lembaga terkait di
dalam dan di luar negeri, termasuk dukungan
penyelenggaraan pusat promosi terpadu (In-
donesian Promotion Oce/IPO) di satu negara
serta kerjasama antar-travel agent dan antar-
tour operator di dalam maupun di luar negeri;
3. Mengembangkan tujuan wisata berbasis bu-
daya, alam, bahari, dan olahraga;
4. Menyebarkan dan mengembangkan tujuan
pariwisata unggulan di luar Pulau Jawa dan
Bali, termasuk pengembangan tujuan pariwi-
sata di pulau-pulau terdepan, daerah perba-
tasan, dan terpencil;
5. Memfasilitasi pendukungan pengembangan
tujuan wisata unggulan di sepuluh provinsi;
6. Memfasilitasi kemitraan dengan sektor terkait
dalam meningkatkan keamanan, kenyaman-
an, dan kemudahan akses di tujuan wisata;
7. Mengembangkan sistem informasi pariwisata
yang terintegrasi di Pusat dan daerah; serta
8. Mengembangkan profesionalisme SDM di bi-
dang pariwisata.
4.3.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Di bidang investasi, pada 2007 komposisi PMTB
terhadap PDB adalah sebesar 24,9 persen. Se-
mentara pada 2008, komposisi PMTB terhadap
PDB tercatat 27,7 persen atau 28,7 terhadap PNB
(Produk Nasional Bruto) yang berarti sedikit di
atas sasaran RPJMN 2004-2009 untuk tahun
2009 sebesar 27,4 persen terhadap PNB (data
BPS). Tren peningkatan ini diperkirakan akan
melambat pada 2009. Hal ini terkait dengan krisis
ekonomi yang saat ini dampaknya dirasakan oleh
hampir seluruh negara di dunia. Krisis menye-
babkan melemahnya kegiatan ekonomi yang se-
cara langsung akan berdampak pada perlambatan
aktivitas investasi serta pertumbuhan ekonomi.
Sementara pertumbuhan ekspor untuk 2009 di-
perkirakan melambat.
4.3.5. Penutup
Investasi dan ekspor merupakan dua faktor yang
berperan penting dalam mendorong pertum-
buhan ekonomi. Namun hingga saat ini, kinerja
pemulihan investasi masih berjalan lambat. Pe-
Dok : PolaGrade (CAG)
LO_RPJMN.indd 234 5/5/09 2:40:37 PM
235
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
nyebab utama dari rendahnya pertumbuhan in-
vestasi ini adalah iklim usaha yang belum men-
dukung.
Sementara itu, ekspor non-migas merupakan tum-
puan utama ekspor Indonesia saat ini. Kontribusi
ekspor non-migas terhadap nilai ekspor secara
rata-rata selama 4 tahun mencapai sekitar 79,0
persen. Selain itu, tingkat ketergantungan kepada
mitra dagang utama Indonesia seperti: Amerika
Serikat, Jepang, Singapura, dan Uni Eropa, sudah
mulai berkurang.
Dengan terjadinya krisis keuangan di Amerika
Serikat yang kemudian menjalar ke negara-nega-
ra lainnya. Indonesia tampaknya akan mengalami
dampak dari krisis tersebut melalui penurunan
permintaan produk ekspor karena dampak krisis
juga dialami oleh mitra dagang terbesar Indone-
sia lainnya seperti Jepang dan Uni Eropa. Dengan
demikian diperkirakan bahwa pada 2009 kinerja
ekspor Indonesia akan mengalami penurunan.
Oleh sebab itu, upaya penting yang harus segera
dilakukan adalah mengalihkan pasar tujuan
ekspor ke pasar non-tradisional, sehingga dam-
pak krisis global terhadap kinerja ekspor dan pe-
nyerapan tenaga kerja dapat diredam.
Dengan terjadinya krisis keuangan
di Amerika Serikat yang kemudian
menjalar ke negara-negara lainnya,
Indonesia tampaknya akan mengalami
dampak dari krisis tersebut melalui
penurunan permintaan produk ekspor
karena dampak krisis juga dialami oleh
mitra dagang terbesar Indonesia lainnya
seperti Jepang dan Uni Eropa
Untuk itu, Pemerintah harus tetap berupaya
untuk membenahi iklim investasi dan mening-
katkan daya saing produk ekspor Indonesia. Se-
lain itu, pelaksanaan program yang lebih inten-
sif, konsisten, dan harmonis antara pusat dan
daerah, serta dukungan regulasi yang tepat dan
situasi makroekonomi yang kondusif harus terus
diupayakan. Dengan upaya tersebut diharapkan
pertumbuhan investasi dan ekspor dapat lebih
baik serta kendala infrastruktur, perizinan, per-
pajakan, dan kesenjangan antar-daerah dapat ter-
tangani.
LO_RPJMN.indd 235 5/5/09 2:40:38 PM
236
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tabel 4.3.4.
Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas
No. Sasaran
Indikator
(Satuan)
Kondisi
awal
(2005)
2006 2007 2008
1. Sasaran 1
Terwujudnya iklim investasi yang sehat
dengan reformasi kelembagaan ekonomi
di berbagai tingkat Pemerintahan yang
mampu mengurangi praktik ekonomi
biaya tinggi. Reformasi dimaksudkan se-
bagai upaya untuk:
(a) Menuntaskan sinkronisasi dan de-
regulasi peraturan antarsektor dan
antara pusat dengan daerah;
(b) Meningkatkan kapasitas kelembaga-
an guna mengimplementasikan pe-
nyederhanaan prosedur perizinan
investasi;
(c) Menyempurnakan sistem perpaja-
kan dan Kepabeanan; serta
(d) Penegakan hukum untuk meningkat-
kan keamanan dan ketertiban ber-
usaha.
1. Rasio investasi terhadap
PDB
% 23,6 24,1 24,9 27,7
2. Share Ijin Usaha Tetap
(IUT) terhadap PMTB
% 17,83 9,29 13,01 11,26
3. Lama waktu untuk memu-
lai ijin usaha
Hari 151 97 105
4. Jumlah prosedur untuk
memulai ijin usaha
Prosedur 12 12 12
5. Biaya untuk memulai ijin
usaha
% in-
come per
capita
101,7 86,7 80
6. Peringkat daya tarik in-
vestasi Indonesia (Ease of
doing business)
ranking 115 135 123
7. Peringkat Indonesia dalam
Global Competitiveness In-
dex
ranking 69 50 54 55
8. Jumlah Perda Kab/Kota
yang dibatalkan
- 2.779
9. Jumlah Kantor Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Kab/Kota
kantor 70 240 293
10. Jumlah pembayaran pajak prosedur 50 52 52 51
11. Lama waktu untuk pem-
bayaran pajak
jam 576 576 266
12. Tax rate %
terhadap
prot
37,2 37,2 37,3
LO_RPJMN.indd 236 5/5/09 2:40:38 PM
237
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
No. Sasaran
Indikator
(Satuan)
Kondisi
awal
(2005)
2006 2007 2008
2. Sasaran 2
1)
Meningkatnya esiensi pelayanan ekspor-
impor, kepelabuhanan, kepabeanan,
dan administrasi (verikasi dan restitusi)
perpajakan. Diharapkan dalam 3 tahun
pertama akan dicapai tingkat esiensi
yang kurang lebih sama dengan sepa-
ruh tingkat esiensi negara-negara As-
sociation of South East Asian Nations
(ASEAN) yang maju perekonomiannya
1. Lama waktu ekspor
(time to export)
Hari 25 25 25 21
2. Lama waktu impor
(time to import)
Hari 30 30 30 27
3. Jumlah dokumen yang di-
perlukan untuk ekspor
Doku-
men
7 7 7 5
4. Jumlah dokumen yang di-
perlukan untuk impor
Doku-
men
10 10 10 6
3. Sasaran 3
Terpangkasnya prosedur perizinan
memulai usaha dan operasi bisnis. Dalam 3
tahun pertama diharapkan dapat menya-
mai separuh tingkat esiensi prosedur
memulai usaha dan bisnis pada negara-
negara ASEAN yang maju perekonomi-
annya
1. Lama waktu pengurusan
perijinan
Hari 151 97 105
2. Jumlah prosedur yang ha-
rus dilewati untuk mengu-
rus perijinan investasi
Prosedur 12 12 12
4. Sasaran 4
Meningkatnya investasi secara bertahap
agar kontribusinya terhadap Produk Na-
sional Bruto (PNB) meningkat dari 20,5
persen pada 2004 menjadi 27,4 persen
pada tahun 2009. Peningkatan ini di-
harapkan juga diikuti dengan penye-
baran yang makin luas dan merata pada
kawasan-kawasan di luar Pulau Jawa,
terutama kawasan timur Indonesia
1. Pertumbuhan Pembentukan
Modal Tetap Bruto/PMTB
% 10,9 2,5 9,2 11,7
2. Nilai realisasi investasi
PMA
Juta
USD
8.911,0 5.991,7 10.341,40 14.872 ,4
3. Nilai realisasi investasi
PMDN
Miliar
IDR
30.724,2 20.649 34.878,70 20.363,4
4. Realisasi penyerapan tena-
ga kerja PMA
Orang 156.071 206.945 180.879 246.049
5. Realisasi penyerapan tena-
ga kerja PMDN
Orang 123.936 79.247 86.891 67.267
6. Prosentase realisasi in-
vestasi PMA di P Jawa
% 81,25 73,71 82,23 91,2
7. Prosentase realisasi inves-
tasi PMDN di P Jawa
% 48,35 63,11 53,53 59,6
8. Indeks tendensi bisnis % 98,46 107,43 112,25 102,9
2)
1
Data dari Laporan Tahunan Doing Business, IFC-World Bank
2
Indeks Triwulan IV 2008
Lanjutan Tabel 4.3.4.
LO_RPJMN.indd 237 5/5/09 2:40:39 PM
238
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
No. Sasaran
Indikator
(Satuan)
Kondisi
awal
(2005)
2006 2007 2008
5. Sasaran 5
Meningkatnya pertumbuhan ekspor
secara bertahap dari sekitar 5,2 persen
pada 2005 menjadi sekitar 9,8 persen
pada tahun 2009 dengan komposisi pro-
duk yang lebih beragam dan kandung-
an teknologi yang semakin tinggi
1. Pertumbuhan ekspor non-
migas
% 18,8 19,8 15,6 17,2
2. Pertumbuhan ekspor % 5,2
3. Realisasi ekspor nonmigas
(miliar)
Miliar
USD
66,4 79,6 92,0 107,8
4. Pangsa pasar ekspor manu-
faktur dengan teknologi
menengah
3)
% 44,0 45,9 44,2
6. Sasaran 6
Meningkatnya esiensi dan efektivitas
sistem distribusi nasional, tertib niaga,
dan kepastian berusaha untuk mewu-
judkan perdagangan dalam negeri yang
kondusif dan dinamis
1. Logistik performance index - 3,01
(rank 43)
2. Jumlah transaksi pada
perdagangan berjangka
komoditi
lot 1.998.154 4.300.101 4.605.254 5.668.281
3. Jumlah daerah yang mem-
bangun SRG
drh 0 0 0 4
4. Jumlah daerah pengem-
bangan Pasar Lelang
drh 13 19 19 19
7. Sasaran 7
Meningkatnya kontribusi pariwisata
dalam perolehan devisa menjadi seki-
tar USD 10 miliar pada tahun 2009
1. Jumlah kunjungan wisa-
tawan mancanegara
Juta
orang
5,00 4,87 5,51 6,4
2. Jumlah perolehan devisa
dari kunjungan wisman
Juta
USD
4.522 4.448 5.346 7.300
5)
3. Rata-rata lama tinggal Hari 9,05 9,09 9,02 8,58
4. Rata-rata pengeluaran wis-
man:
- Per hari
- Per kunjungan
US$
US$
99,86
904,00
100,48
913,09
107,70
970,98
137,38
1.178,54
5. Jumlah perjalanan wisnus Ribu 213.303 216.503 219,751
4)
223,00
5)
6. Total pengeluaran wisnus Triliun
IDR
74,72
7. Kontribusi pariwisata ter-
hadap PDB
% 5,27 4,30 4,29
8. Tenaga kerja yang terserap
oleh sektor pariwisata
Juta 6,55 4,41 5,22
3
Diambil dari klasikasi OECD terhadap kategori jenis komoditas ekspor
4
Angka sementara
5
Angka sangat sementara
Lanjutan Tabel 4.3.4.
LO_RPJMN.indd 238 5/5/09 2:40:39 PM
239
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
No. Sasaran
Indikator
(Satuan)
Kondisi
awal
(2005)
2006 2007 2008
8. Sasaran 8
Meningkatnya kontribusi kiriman de-
visa dari tenaga kerja Indonesia (TKI)
yang berada di luar negeri yang berkisar
sekitar USD 1 miliar
1. Jumlah kiriman devisa/
remmitance dari TKI (juta
USD)
Juta
USD
Kedelapan sasaran dalam Bab mengenai Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas ini dicapai melalui 11 program, yaitu:
1. Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi
2. Program pengembangan standardisasi nasional
3. Program peningkatan kerjasama perdagangan internasional
4. Program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi
5. Program peningkatan dan pengembangan ekspor
6. Program persaingan usaha
7. Program perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan
8. Program peningkatan esiensi perdagangan dalam negeri
9. Program pengembangan pemasaran pariwisata
10. Program pengembangan destinasi pariwisata
11. Program pengembangan kemitraan
Lanjutan Tabel 4.3.4.
LO_RPJMN.indd 239 5/5/09 2:40:39 PM
Dok : PLN
LO_RPJMN.indd 240 5/5/09 2:40:56 PM
241
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.4
Peningkatan Daya Saing
Industri Manufaktur
4.4.1. Pengantar
Pembangunan industri manufaktur (industri pe-
ngolahan) merupakan salah satu prioritas RPJMN
2004-2009. Hal ini disebabkan kinerja pemba-
ngunan industri manufaktur mempunyai dam-
pak langsung kepada penciptaan nilai tambah eko-
nomi, daya serap tenaga kerja, dan peningkatan
pendapatan penduduk. Meningkatnya kinerja
sektor ini akan secara langsung meningkatkan
kinerja sektor-sektor terkait lainnya.
Beberapa kebijakan dan program
yang tertuang dalam RPJMN 2004-
2009 secara garis besar berisi upaya
meningkatkan kontribusi industri
manufaktur nasional dalam ekonomi
Kinerja industri manufaktur secara umum diukur
dari kontribusinya pada pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB). Kinerja ini pada giliran-
nya sangat dipengaruhi oleh iklim usaha domes-
tik. Semakin kondusif iklim yang ada, maka in-
dustri manufaktur akan semakin berkembang.
Beberapa kebijakan dan program yang tertuang
dalam RPJMN 2004-2009 secara garis besar
berisi upaya meningkatkan kontribusi industri
manufaktur nasional dalam ekonomi. Laporan
ini memfokuskan pada pencapaian kinerja pemba-
ngunan industri manufaktur dari segi kontribusi-
nya terhadap PDB dan membahas upaya tindak
lanjut dalam rangka mencapai sasarannya dengan
fokus pada kebijakan yang akan dilakukan.
4.4.2. Kondisi awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pembangunan industri manufaktur dalam kurun
waktu 2004-2009 dititik-beratkan pada upaya
peningkatan daya saing. Satu hal yang didorong
oleh laporan World Economic Forum yang me-
nyebut daya saing Indonesia pada 2004 berada
dalam posisi ke-69 dari 104 negara. Lembaga lain
seperti International Institute for Management De-
velopment dalam laporannya berjudul World Com-
petitiveness Report 2004 menempatkan Indonesia
di posisi 58 dari 60 negara dalam. Penilaian dua
lembaga, daya saing Indonesia yang rendah meru-
pakan kondisi yang perlu diperbaiki. Daya saing
yang rendah juga merupakan konsekuensi dari
iklim usaha domestik yang kurang kondusif.
Pada tataran makro terdapat tiga faktor yang me-
nyebabkan tidak kondusifnya iklim usaha domes-
tik, yaitu: (a) stabilitas makro yang kerap tergang-
gu; (b) buruknya kualitas kelembagaan publik
dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator
dan pusat pelayanan; dan (c) lemahnya kebijakan
pengembangan teknologi dalam memfasilitasi
kebutuhan peningkatan produktivitas.
Sementara pada tataran mikro (tataran bisnis)
terdapat dua faktor yang menonjol yang menye-
babkan iklim usaha domestik menjadi kurang
kondusif, yaitu: (a) rendahnya esiensi usaha
pada tingkat perusahaan; dan (b) lemahnya per-
LO_RPJMN.indd 241 5/5/09 2:40:58 PM
242
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
saingan antara perusahaan. Latar belakang inilah
yang mendasari perlunya peningkatan daya saing
industri manufaktur di Indonesia dalam tahun-
tahun ke depan.
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri
manufaktur, terdapat delapan sasaran yang ingin
dicapai yaitu:
1. Meningkatkan laju rata-rata sektor industri
manufaktur (non-migas) menjadi 8,56 persen
per tahun;
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 500 ribu per
tahun di sektor industri pengolahan non-mi-
gas dan migas;
3. Menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif
baik bagi industri yang sudah ada maupun in-
vestasi baru dalam bentuk tersedianya layan-
an umum yang baik dan bersih dari Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN), sumber-sum-
ber pendanaan yang terjangkau, dan kebi-
jakan skal yang menunjang;
4. Meningkatkan pangsa sektor industri manu-
faktur di pasar domestik, baik untuk bahan
baku maupun produk akhir, sebagai cerminan
daya saing sektor ini dalam menghadapi pro-
duk-produk impor;
5. Meningkatkan volume ekspor produk manu-
faktur dalam total ekspor nasional, terutama
pada produk ekspor industri manufaktur
yang daya saingnya masih potensial untuk
ditingkatkan;
6. Meningkatkan proses alih teknologi dari fo-
reign direct investment (FDI) yang dicerminkan
dari meningkatnya pemasokan bahan antara
dari produk lokal;
7. Meningkatkan penerapan standardisasi pro-
duk industri manufaktur sebagai faktor pe-
nguat daya saing produk nasional; serta
8. Meningkatkan penyebaran sektor industri
manufaktur ke luar Pulau Jawa, terutama in-
dustri pengolahan hasil sumberdaya alam.
4.4.3. Pencapaian 2005-2008
4.4.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Sumbangan sektor industri pengolahan non-mi-
gas mencapai Rp 747,4 triliun, atau 22,4 persen
dari total PDB pada 2006. Kontribusi ini tidak
mengalami perubahan pada 2007, meski nomi-
nalnya naik menjadi Rp 886,5 triliun. Akan tetapi,
tingginya kontribusi ini tidak tercerminkan pada
tingkat pertumbuhan yang hanya 5,5 persen pada
2005, dan 5,3 persen pada 2006.
Pada 2007, industri pengolahan nonmigas tum-
buh 5,2 persen. Pada saat yang sama, ekspor
produk-produk industri meningkat sebesar 16,5
persen. Sementara, kontribusi ekspor produk in-
dustri pada 2007 mencapai sebesar 66,5 persen
dari total nilai ekspor, naik sebesar 64,5 persen
bila dibandingkan kontribusinya pada 2006.
Pada 2007 juga terdapat 4 sub-sektor industri
manufaktur yang menjadi penghela pertumbuh-
an yaitu industri alat angkut, mesin dan per-
alatannya yang tumbuh sebesar 9,73 persen; in-
dustri makanan, minuman dan tembakau sebesar
5,05 persen; industri pupuk, kimia dan barang
dari karet sebesar 5,69 persen; serta industri ker-
tas dan barang cetakan sebesar 5,79 persen. Se-
mentara itu sektor yang mengalami perlambatan
terdiri dari 3 subsektor, industri tekstil, barang
kulit dan alas kaki yang pertumbuhannya minus
3,68 persen; industri barang kayu dan hasil hutan
lainnya sebesar minus 1,74 persen; serta industri
barang lainnya sebesar minus 2,82 persen.
Perkembangan sektor industri nonmigas juga
bisa dipantau dari tingkat investasi. Dalam hal
ini, hingga Desember 2007, tercatat 101 proyek
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan
nilai Rp 26,3 triliun pada sektor ini. Pencapaian
ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kinerja
investasi 2006 yang membukukan Rp 13,1 triliun
mencakup 98 proyek. Penanaman modal asing
(PMA) juga menunjukkan perkembangan yang
meningkat. Pada 2006 investasi PMA tercatat 361
LO_RPJMN.indd 242 5/5/09 2:40:58 PM
243
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
proyek senilai USD 3,60 miliar, dan pada 2007
membukukan USD 4,70 miliar mencakup 390
proyek. Peningkatan PMA ini sekaligus mengin-
dikasikan peningkatan kepercayaan dunia terha-
dap iklim investasi di Indonesia.
Adapun sampai dengan triwulan ketiga tahun
2008, pertumbuhan industri pengolahan nonmi-
gas adalah 4,6 persen (year on year - yoy), semen-
tara pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
mencapai sebesar 6,3 persen. Secara keseluruhan
pada 2008, industri ini diperkirakan akan tumbuh
sebesar 4,4 persen. Sementara itu ekspor produk
manufaktur dari Januari hingga Oktober 2008
telah mencapai USD 75,9 juta, atau meningkat 21
persen dibanding periode yang sama pada 2007.
Nilai ekspor tersebut adalah 64,1 persen dari to-
tal ekspor yang nilainya USD 118,4 juta. Namun,
permintaan produk-produk ekspor, termasuk
manufaktur, diperkirakan menurun sebagai dam-
pak dari krisis ekonomi global.
Pada 2009 industri nasional
diperkirakan akan menghadapi
tantangan yang lebih berat akibat
merebaknya krisis keuangan global.
Produk ekspor akan bersaing secara
ketat dalam memperebutkan pasar
alternatif setelah melemahnya pasar
Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang
4.4.3.2. Permasalahan dalam Pencapa-
ian Sasaran
Dalam pembangunan industri nasional, Pemerin-
tah berfokus pada penguatan struktur industri
dengan membenahi enam masalah pokok, yaitu:
1. Ketergantungan yang tinggi terhadap impor
baik berupa bahan baku, bahan penolong, ba-
rang setengah jadi dan komponen;
2. Keterkaitan antara sektor industri hulu dan
sektor industri hilir dengan sektor ekonomi
lainnya yang relatif masih lemah;
3. Struktur industri hanya didominasi beberapa
cabang yang tahapan proses industri dan pen-
ciptaan nilai tambahnya pendek;
4. Ekspor produk industri didominasi oleh hanya
beberapa cabang industri;
5. Konsentrasi lebih dari 60 persen kegiatan
sektor industri di Jawa; dan
6. Masih lemahnya peranan kelompok industri ke-
cil dan menengah sebagai industri pendukung.
4.4.4. Tindak lanjut
4.4.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan 4.4.1. Upaya yang Akan Dilakukan 4.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Pada 2009 industri nasional diperkirakan akan
menghadapi tantangan yang lebih berat akibat
merebaknya krisis keuangan global. Produk ekspor
domestik akan bersaing secara ketat dalam mem-
perebutkan pasar alternatif setelah melemahnya
pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.
Produk-produk yang akan terkena dampak cukup
berarti adalah produk tekstil dan produk tekstil
(TPT), produk karet, produk kayu, serta pulp dan
kertas, minyak sawit, serta produk-produk logam.
Selain itu akibat melemahnya pasar Amerika Seri-
kat, Uni Eropa, dan Jepang akan terdapat kecen-
derungan negara-negara pengekspor akan menga-
lihkan pasarnya ke Indonesia. Hal ini berpotensi
menyebabkan terganggunya pasar dalam negeri.
Produk yang diperkirakan akan dilempar ke Indo-
nesia adalah berasal dari Cina dan negara-negara
Asia lainnya, yang berupa antara lain: TPT, baja,
elektronik, keramik, makanan dan minuman,
serta produk kayu. Krisis juga akan menghambat
industri-industri yang semula akan berekspansi,
seperti industri baja, semen, petrokimia, alas
kaki, otomotif dan komponen. Demikian pula,
program restrukturisasi TPT akan mengalami
gangguan akibat krisis global.
LO_RPJMN.indd 243 5/5/09 2:40:58 PM
244
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Untuk mengatasi tantangan tersebut beberapa
tindak lanjut yang akan ditempuh antara lain
adalah:
1. Penguatan ekspor produk industri me-
lalui diversikasi pasar ekspor
Dalam rangka membuka tujuan ekspor baru kare-
na terancamnya barang ekspor Indonesia teruta-
ma ke AS, akan ditempuh upaya: (i) meningkat-
kan koordinasi antara Departemen Perindustrian
(Depperin), Departemen Perdagangan (Depdag),
Kamar Dagang dan Industri Nasional (KADIN)/
asosiasi terkait serta perwakilan luar negeri ter-
kait, dalam rangka mencari peluang diversikasi
produk ekspor; (ii) memberikan peluang ekspor
yang lebih besar kepada industri kecil dan mene-
ngah dan industri kreatif dengan memberikan
insentif dalam pameran-pameran produk baik di
dalam maupun luar negeri; (iii) memperluas kerja-
sama perdagangan dengan negara lain dalam
rangka meningkatkan kapasitas ekspor nasional
ke negara tujuan ekspor baru, misal Timur Tengah,
Afrika dan Rusia. Untuk mengatasi terbatasnya
pasar ekspor tradisional dan promosi ekspor,
akan dilakukan market intelligence guna menero-
bos pasar-pasar non-tradisional, dan mencari al-
ternatif trade nancing non letter of credit (LC).
Untuk mengatasi terbatasnya pasar
ekspor tradisional dan promosi ekspor,
akan dilakukan market intelligence guna
menerobos pasar-pasar non-tradisional,
dan mencari alternatif trode fnonc|ng
non letter of credit (LC).
Selanjutnya untuk mengatasi persaingan terha-
dap ekspor produk Cina yang banyak tersebar ke
seluruh negara, akan dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut: (i) meningkatkan peran per-
wakilan dagang dan industri di luar negeri agar
intensif mengenalkan produk unggulan ekspor
Indonesia terkini; (ii) menerapkan online net-
working business intelligence yang memberikan
informasi online status produk ekspor dan impor
Indonesia; (iii) membentuk citra positif (image
building) bahwa produk-produk ekspor Indonesia
memang telah memenuhi persyaratan internasio-
nal; (iv) memperluas pemanfaatan jasa trading
produk ekspor (brokers) yang diakui oleh negara-
negara tujuan ekspor.
2. Pengamanan pasar dalam negeri
Dalam mendorong penggunaan produk industri
lokal secara maksimal terutama pada pengadaan
barang Pemerintah, akan dilakukan: (i) penyusun-
an Instruksi dan Keputusan Presiden (Inpres/
Keppres) agar pengadaan barang di Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan kontraktor kontrak
kerjasama (KKKS) mengutamakan produk dalam
negeri; dan (ii) penggalakan kampanye peningkat-
an penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
Untuk menanggulangi penyelundupan yang bisa
mengganggu pasar dalam negeri, akan ditempuh
langkah-langkah seperti: (i) mengefektifkan dan
memperkuat tim PEPI atau Pusat Solusi Bisnis
dalam menjalankan fungsinya melakukan penang-
gulangan penyelundupan; (ii) melakukan koordi-
nasi dengan atase teknis mengenai angka-angka
ekspor impor antar Indonesia dan negara tujuan;
(iii) meninjau kembali berbagai rekomendasi yang
dikeluarkan untuk barang-barang yang dilarang/
diatur ekspornya (scrap, rotan, dan lainnya); (iv)
melakukan pengamanan produk dalam negeri,
melalui koordinasi antar-instansi untuk menga-
tur katup impor barang jadi tertentu/strategis dan
menyusun Early Warning System untuk menangkal
dampak negatif membanjirnya barang impor.
Mengingat tarif impor bea masuk (BM) saat ini su-
dah terlalu rendah dan berpotensi mendistorsi daya
saing produk lokal, akan diupayakan penundaan
sisa program penjadwalan penurunan tarif BM
sampai 2010. Apabila tidak bisa seluruhnya, bebe-
rapa produk industri akan diupayakan penundaan
penurunan tarifnya pada 2009, seperti: keramik,
baja, karet/rubber rolls, dan bahan baku kabel ber
LO_RPJMN.indd 244 5/5/09 2:40:59 PM
245
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
optik. Demikian pula dengan produk industri yang
masuk dalam lingkup free trade agreement (FTA),
akan diupayakan penundaan sementara penu-
runan tarif BM Preferensinya.
Begitu juga, industri yang berperan penting atas
kepentingan umum, menyerap tenaga kerja dan
menghasilkan devisa, akan tetapi bahan baku/pe-
nolong dan komponennya masih tergantung im-
por, akan diberikan fasilitas insentif skal berupa
pembebasan bea masuk bea masuk ditanggung
Pemerintah (BMDTP) sebesar Rp 2,1 triliun pada
tahun 2009. Kelompok industri yang dimaksud
adalah: aluminium sheet, baja, tinplate, susu,
kimia, otomotif, elektronika, telematika, kapal
dan alat tulis.
Selanjutnya dalam upaya meningkatkan perlin-
dungan konsumen dan menjaga persaingan yang
sehat, akan diterapkan pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) wajib, terutama untuk
produk sepatu pengaman, korek api pengaman,
mainan anak, pelek untuk kendaraan bermotor
roda 2 dan 4, lampu halogen untuk kendaraan
bermotor, perangkat untuk pemberi tanda suara
(klakson), tangki air silinder vertikal polietiline,
perlengkapan makanan dan minuman melamin,
dan wadah makanan dan minuman polietiline.
Untuk itu telah disiapkan SNI yang diperlukan
untuk melindungi konsumen dan meningkatkan
mutu produk dalam negeri.
4.4.5. Penutup
Industri manufaktur merupakan salah satu sektor
utama dalam perekonomian, mengingat penting-
nya kontribusi sektor ini terhadap pembentukan
PDB dan penciptaan lapangan kerja. Oleh karena Oleh karena
itu, peningkatan daya saing industri manufaktur
nasional merupakan salah satu sasaran utama
RPJMN 2004-2009.
Berbagai upaya multi-sektoral telah dilakukan
guna mencapai sasaran RPJMN. Upaya tersebut di-
lakukan terutama untuk membenahi masalah po-
kok, seperti: ketergantungan yang tinggi terhadap
produk impor, lemahnya keterkaitan sektor indus-
tri hulu dan hilir, konsentrasi industri yang tidak
merata; serta lemahnya peran kelompok industri
kecil dan menengah sebagai industri pendukung.
Meskipun demikian, kinerja industri pengolahan
ini belum juga menggembirakan. Pada 2006, per-
tumbuhan sektor ini baru mencapai 5,3 persen.
Pada 2007 sedikit menurun menjadi 5,2 persen
dan hingga triwulan ketiga 2008 kontribusi in-
dustri manufaktur hanya mencapai 4,6 persen.
Pertumbuhan sektor industri ini juga lebih ren-
dah daripada pertumbuhan ekonomi keseluruhan
setiap tahunnya.
Dengan kondisi ini, ditambah situasi ekonomi
dunia yang kurang menguntungkan, maka target
pertumbuhan rata-rata sektor industri pengolah-
an (nonmigas) sebesar 8,56 persen dalam RPJMN
2004-2009 diperkirakan akan sulit tercapai.
LO_RPJMN.indd 245 5/5/09 2:40:59 PM
246
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
T
a
b
e
l

4
.
4
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

D
a
y
a

S
a
i
n
g

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r
N
o
.
S
a
s
a
r
a
n
u
n
i
t
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
S
a
s
a
r
a
n
:

T
u
m
b
u
h

d
e
n
g
a
n

l
a
j
u

r
a
t
a
-
r
a
t
a

8
,
5
6

p
e
r
s
e
n

p
e
r

t
a
h
u
n
.
a
)
1
.
1
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

I
n
d
u
s
t
r
i

P
e
n
g
o
l
a
h
a
n

N
o
n
-
m
i
g
a
s
%
5
.
8
6
5
.
2
7
5
.
1
5
4
.
0
5
1
.
1
.
1
M
a
k
a
n
a
n
,

M
i
n
u
m
a
n

d
a
n

T
e
m
b
a
k
a
u
%
2
.
7
5
7
.
2
1
5
.
0
5
2
,
3
4
1
.
1
.
2
T
e
k
s
t
i
l
,

B
a
r
a
n
g

K
u
l
i
t

d
a
n

A
l
a
s

K
a
k
i
%
1
.
3
1
1
.
2
3
-
3
.
6
8
-
3
,
6
4
1
.
1
.
3
B
a
r
a
n
g

K
a
y
u

d
a
n

H
a
s
i
l

H
u
t
a
n

%
-
0
.
9
2
-
0
.
6
6
-
1
.
7
4
3
,
4
5
1
.
1
.
4
K
e
r
t
a
s

d
a
n

B
a
r
a
n
g

C
e
t
a
k
a
n
%
2
.
3
9
2
.
0
9
5
.
7
9
-
1
,
4
8
1
.
1
.
5
P
u
p
u
k
,

K
i
m
i
a

d
a
n

B
a
r
a
n
g

K
a
r
e
t
%
8
.
7
7
4
.
4
8
5
.
6
9
4
,
4
6
1
.
1
.
6
S
e
m
e
n

d
a
n

B
a
r
a
n
g

G
a
l
i
a
n

N
o
n

L
o
g
a
m
%
3
.
8
1
0
.
5
3
3
.
4
0
-
1
,
4
9
1
.
1
.
7
L
o
g
a
m

D
a
s
a
r

B
e
s
i

d
a
n

B
a
j
a
%
-
3
.
7
0
4
.
7
3
1
.
6
9
-
2
,
0
5
1
.
1
.
8
A
l
a
t

A
n
g
k
u
t
,

M
e
s
i
n

d
a
n

P
e
r
a
l
a
t
a
n
%
1
2
.
3
8
7
.
5
5
9
.
7
3
9
,
7
9
1
.
1
.
9
B
a
r
a
n
g

L
a
i
n
n
y
a
%
2
.
6
1
3
.
6
2
-
2
.
8
2
-
0
,
9
6
1
.
2
K
a
p
a
s
i
t
a
s

u
t
i
l
i
s
a
s
i
%
6
5
.
8
3
6
6
.
7
4
1
.
3
I
n
d
e
k
s

P
r
o
d
u
k
s
i

I
n
d
u
s
t
r
i

B
e
s
a
r

d
a
n

M
e
n
e
n
g
a
h
1
1
8
.
8
5
1
1
6
.
9
2
1
2
3
.
4
4
1
2
4
.
0
6
(
Q
1
)
2
S
a
s
a
r
a
n
:

T
a
r
g
e
t

p
e
n
y
e
r
a
p
a
n

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

d
a
l
a
m

l
i
m
a

t
a
h
u
n

m
e
n
d
a
t
a
n
g

a
d
a
l
a
h

s
e
k
i
t
a
r

5
0
0

r
i
b
u

p
e
r

t
a
h
u
n

(
t
e
r
m
a
s
u
k

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
n
g
o
l
a
h
a
n

m
i
g
a
s
)
.
a
)
2
.
1
J
u
m
l
a
h

O
r
a
n
g

B
e
k
e
r
j
a

d
i

S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r

(
J
u
t
a

J
i
w
a
)
J
u
t
a

J
i
w
a
1
1
.
9
5
1
1
.
8
9
1
2
.
3
7
1
2
.
4
4
2
.
2
J
u
m
l
a
h

K
e
s
e
m
p
a
t
a
n

K
e
r
j
a

B
a
r
u

d
i

S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r

(
J
u
t
a

J
i
w
a
)


[

n
-
(
n
-
1
)
]
J
u
t
a

J
i
w
a
-
0
.
0
6
0
.
4
8
0
.
0
7
3
S
a
s
a
r
a
n
:

T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

i
k
l
i
m

u
s
a
h
a

y
a
n
g

l
e
b
i
h

k
o
n
d
u
s
i
f
b
)
3
.
1
P
e
r
i
n
g
k
a
t

D
a
y
a

S
a
i
n
g

G
l
o
b
a
l
R
a
n
k
i
n
g
6
9
5
0
5
4
5
5
*
3
.
1
.
a
J
u
m
l
a
h

N
e
g
a
r
a

d
a
l
a
m

P
e
r
i
n
g
k
a
t

D
a
y
a

S
a
i
n
g

G
l
o
b
a
l
N
e
g
a
r
a
1
1
7
1
2
5
1
3
1
1
3
4
S
a
s
a
r
a
n
:

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

p
a
n
g
s
a

s
e
k
t
o
r

i
n
d
u
s
t
r
i

m
a
n
u
f
a
k
t
u
r

d
i

p
a
s
a
r

d
o
m
e
s
t
i
k
b
)
4
.
1
P
r
o
d
u
k

D
o
m
e
s
t
i
k

B
r
u
t
o

A
t
a
s

D
a
s
a
r

H
a
r
g
a

B
e
r
l
a
k
u

M
e
n
u
r
u
t

L
a
p
a
n
g
a
n

U
s
a
h
a

d
i

S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r
R
p

T
r
i
l
i
u
n
7
6
0
.
3
6
9
1
9
.
5
3
1
0
6
8
.
8
1
4
.
2
P
r
o
d
u
k

D
o
m
e
s
t
i
k

B
r
u
t
o

A
t
a
s

D
a
s
a
r

H
a
r
g
a

K
o
n
s
t
a
n

T
a
h
u
n

2
0
0
0

M
e
n
u
r
u
t

L
a
p
a
n
g
a
n

U
s
a
h
a

d
i

S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r
R
p

T
r
i
l
i
u
n
4
9
1
.
5
6
5
1
4
.
1
0
5
3
8
.
0
8
4
.
1
.
a
P
r
o
d
u
k

D
o
m
e
s
t
i
k

B
r
u
t
o

A
t
a
s

D
a
s
a
r

H
a
r
g
a

B
e
r
l
a
k
u

M
e
n
u
r
u
t

L
a
p
a
n
g
a
n

U
s
a
h
a
R
p

T
r
i
l
i
u
n

2
,
7
7
4
.
2
8


3
,
3
3
9
.
4
8


3
,
9
5
7
.
4
0

*
)
w
o
r
l
d

e
c
o
n
o
m
i
c
s

f
o
r
u
m
LO_RPJMN.indd 246 5/5/09 2:41:00 PM
247
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
N
o
.
S
a
s
a
r
a
n
u
n
i
t
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
4
.
2
.
a
P
r
o
d
u
k

D
o
m
e
s
t
i
k

B
r
u
t
o

A
t
a
s

D
a
s
a
r

H
a
r
g
a

K
o
n
s
t
a
n

T
a
h
u
n

2
0
0
0

M
e
n
u
r
u
t

L
a
p
a
n
g
a
n

U
s
a
h
a
R
p

T
r
i
l
i
u
n

1
,
7
5
0
.
8
2


1
,
8
4
7
.
2
9


1
,
9
6
3
.
9
7

4
.
1
.
a
K
o
n
t
r
i
b
u
s
i

S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r

k
e

d
a
l
a
m

P
r
o
d
u
k

D
o
m
e
s
t
i
k

B
r
u
t
o

A
t
a
s

D
a
s
a
r

H
a
r
g
a

B
e
r
l
a
k
u

M
e
n
u
r
u
t

L
a
p
a
n
g
a
n

U
s
a
h
a
%
2
7
.
4
1
2
7
.
5
4
2
7
.
0
1
4
.
2
.
a
K
o
n
t
r
i
b
u
s
i

S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r

k
e

d
a
l
a
m

P
r
o
d
u
k

D
o
m
e
s
t
i
k

B
r
u
t
o

A
t
a
s

D
a
s
a
r

H
a
r
g
a

K
o
n
s
t
a
n

T
a
h
u
n

2
0
0
0

M
e
n
u
r
u
t

L
a
p
a
n
g
a
n

U
s
a
h
a
%
2
8
.
0
8
2
7
.
8
3
2
7
.
4
0
5
S
a
s
a
r
a
n
:

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

v
o
l
u
m
e

e
k
s
p
o
r

p
r
o
d
u
k

m
a
n
u
f
a
k
t
u
r
b
)
5
.
1
N
i
l
a
i

E
k
s
p
o
r

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r
U
S
D

J
u
t
a
5
5
.
6
6
5
7
5
.
9
8
8
5
.
2
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

E
k
s
p
o
r

M
a
n
u
f
a
k
t
u
r
%
1
4
.
4
1
7
1
7
,
6
1
5
,
1
6
S
a
s
a
r
a
n
:

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
r
o
s
e
s

a
l
i
h

t
e
k
n
o
l
o
g
i

c
)
6
.
1
I
n
v
e
s
t
a
s
i

L
a
n
g
s
u
n
g

(
F
o
r
e
i
g
n

D
i
r
e
c
t

I
n
v
e
s
t
m
e
n
t
,

F
D
I
)

N
e
t
t
o

(
T
o
t
a
l
)
U
S
D

J
u
t
a

5
,
2
7
1

2
,
2
1
1
1
,
1
6
4
6
.
2
I
n
v
e
s
t
a
s
i

L
a
n
g
s
u
n
g

(
F
D
I
)

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a

(
N
e
t
t
o
)

d
i

S
e
k
t
o
r

N
o
n
-
M
i
g
a
s
U
S
D

J
u
t
a

7
,
2
8
2

4
,
1
2
2
4
,
6
3
3
6
.
3
N
i
l
a
i

P
e
n
g
g
u
n
a
a
n

B
a
h
a
n

A
n
t
a
r
a

d
a
r
i

P
r
o
d
u
k

L
o
k
a
l
R
p

M
i
l
i
a
r
7
S
a
s
a
r
a
n
:

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
e
r
a
p
a
n

s
t
a
n
d
a
r
d
i
s
a
s
i

p
r
o
d
u
k

i
n
d
u
s
t
r
i

m
a
n
u
f
a
k
t
u
r
.
c
)
7
.
1
J
u
m
l
a
h

K
o
m
o
d
i
t
a
s

N
a
s
i
o
n
a
l

B
e
r
l
a
b
e
l

S
N
I
J
u
d
u
l
6
,
7
0
9
6
,
7
4
6
7
.
2
J
u
m
l
a
h

K
o
m
o
d
i
t
a
s

N
a
s
i
o
n
a
l

B
e
r
l
a
b
e
l

S
t
a
n
d
a
r
d

I
n
t
e
r
n
a
s
i
o
n
a
l

L
a
i
n
n
y
a

(
I
S
O

d
a
n

s
e
j
e
n
i
s
n
y
a
)
J
u
d
u
l

8
S
a
s
a
r
a
n
:

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
y
e
b
a
r
a
n

s
e
k
t
o
r

i
n
d
u
s
t
r
i

m
a
n
u
f
a
k
t
u
r

k
e

l
u
a
r

P
u
l
a
u

J
a
w
a
.
c
)
8
.
1
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

I
n
d
u
s
t
r
i

B
e
s
a
r

d
a
n

M
e
n
e
n
g
a
h

Y
a
n
g

B
e
r
l
o
k
a
s
i

d
i

J
a
w
a

%
8
1
.
9
9
8
.
2
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

I
n
d
u
s
t
r
i

B
e
s
a
r

d
a
n

M
e
n
e
n
g
a
h

Y
a
n
g

B
e
r
l
o
k
a
s
i

d
i

L
u
a
r

J
a
w
a

%
1
8
.
0
1
S
u
m
b
e
r

d
a
t
a
:
1
)
S
t
a
t
i
s
t
i
k

I
n
d
u
s
t
r
i

(

D
e
p
p
e
r
i
n
d
a
g
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)
2
)
K
e
a
d
a
a
n

A
n
g
k
a
t
a
n

K
e
r
j
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a

(
B
P
S
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)

(
S
a
k
e
r
n
a
s
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
,

d
i
o
l
a
h
)
3
)
W
o
r
l
d

C
o
m
p
e
t
i
t
i
v
e
n
e
s
s

Y
e
a
r
b
o
o
k

(
I
n
t
e
r
n
a
t
i
o
n
a
l

I
n
s
t
i
t
u
t
e

f
o
r

M
a
n
a
g
e
m
e
n
t

D
e
v
e
l
o
p
m
e
n
t
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)
4
)
P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l

I
n
d
o
n
e
s
i
a

(
B
P
S
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)
5
)
S
t
a
t
i
s
t
i
k

E
k
s
p
o
r
t

(

B
P
S
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)
6
)
D
a
t
a

2
0
0
5
-
2
0
0
7
:

L
a
p
o
r
a
n

P
e
r
e
k
o
n
o
m
i
a
n

I
n
d
o
n
e
s
i
a

2
0
0
7

(
B
I
,

2
0
0
7
)
.

D
a
t
a

2
0
0
4
:

L
a
p
o
r
a
n

P
e
r
e
k
o
n
o
m
i
a
n

I
n
d
o
n
e
s
i
a

2
0
0
6

(
B
I
,

2
0
0
6
)
.

C
a
t
a
t
a
n
:

T
a
n
d
a

m
i
n
u
s


m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

s
u
r
p
l
u
s

d
a
n

s
e
b
a
l
i
k
n
y
a

u
n
t
u
k

t
a
n
d
a

p
l
u
s


m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

d
e

s
i
t
.
7
)
S
e
n
a
r
a
i

S
t
a
n
d
a
r

N
a
s
i
o
n
a
l

I
n
d
o
n
e
s
i
a


S
N
I

(
B
a
d
a
n

S
t
a
n
d
a
r
d
i
s
a
s
i

N
a
s
i
o
n
a
l
,

2
0
0
6

d
a
n

2
0
0
7
)
8
)
S
t
a
t
i
s
t
i
k

I
n
d
u
s
t
r
i

B
e
s
a
r

d
a
n

M
e
n
e
n
g
a
h

(
B
P
S
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)
,

d
i
o
l
a
h
C
a
t
a
t
a
n
:
a
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

h
a
s
i
l

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
a
t
a
a
n

S
t
r
u
k
t
u
r

I
n
d
u
s
t
r
i
.
b
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

h
a
s
i
l

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

I
n
d
u
s
t
r
i

K
e
c
i
l

D
a
n

M
e
n
e
n
g
a
h
.
c
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

h
a
s
i
l

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
m
a
m
p
u
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i

I
n
d
u
s
t
r
i
.




L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
4
.
1
.
LO_RPJMN.indd 247 5/5/09 2:41:00 PM
Dok : PLN
LO_RPJMN.indd 248 5/5/09 2:41:10 PM
249
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.5
Revitalisasi Pertanian
4.5.1. Pengantar
Pertanian dalam arti luas mencakup tanaman
bahan makanan, hortikultura, peternakan dan
hasil-hasilnya, tanaman perkebunan, perikanan,
serta kehutanan. Sektor ini mempunyai kontribu-
si yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional. Kontribusi tersebut terindikasi terindikasi
dari kontribusi pembentukan PDB, penerimaan
devisa melalui ekspor, penyediaan bahan baku
industri dan penyerapan tenaga kerja.
Pada 2008, diperkirakan 63,48 persen penduduk persen penduduk
miskin tinggal di perdesaan, dan bekerja di sektor
pertanian, termasuk penduduk yang tinggal di
dalam dan sekitar kawasan hutan, serta di wilayah
pesisir. Selama periode 2005-2008 tenaga kerja
yang terserap pada sektor pertanian terus mening-
kat, kecuali pada 2006. Pada 2005 penyerapan kecuali pada 2006. Pada 2005 penyerapan
tenaga kerja mencapai 41,31 juta atau meningkat
dari tahun sebelumnya yang berjumlah 40,61
juta orang. Setelah itu turun menjadi 40,14 juta
orang pada 2006. Penyerapan tenaga kerja sektor
pertanian kembali meningkat pada 2007, menjadi pada 2007, menjadi , menjadi
sekitar 41,21 juta tenaga kerja.
Pada Februari 2008 sektor pertanian sudah me- Februari 2008 sektor pertanian sudah me-
nyerap 42,69 juta tenaga kerja. Kemampuan
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian men-
capai hampir separuh dari angkatan kerja nasi-
onal. Hingga saat ini, pertanian dalam arti luas
masih menjadi sektor utama dalam penyerapan
tenaga kerja terutama di perdesaan. Untuk itu, perdesaan. Untuk itu,
pertumbuhan sektor pertanian adalah vital dalam
mengurangi kemiskinan.
Pertumbuhan yang terus menerus dari sektor
pertanian membutuhkan adanya revitalisasi sek-
tor ini. Revitalisasi diperlukan bukan hanya un-
tuk mendukung pencapaian sasaran penciptaan
lapangan kerja terutama di perdesaan dan per-
tumbuhan ekonomi, namun juga untuk mewu-
judkan ketahanan pangan nasional sehingga hak
dasar kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi.
Di samping itu, revitalisasi pertanian juga berpe-
ran dalam pengembangan wilayah, pertumbuhan
ekonomi daerah, dan pemerataan pembangunan
melalui upaya pengentasan kemiskinan dan per-
baikan pendapatan.
Sektor pertanian mempunyai
kontribusi yang besar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional. Kontribusi tersebut terindikasi terindikasi
dari kontribusi pembentukan PDB,
penerimaan devisa melalui ekspor,
penyediaan bahan baku industri, dan
penyerapan tenaga kerja
4.5.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN 2004-2009, sektor pertanian
masih menghadapi beberapa permasalahan, se-
perti: rendahnya produktivitas dan mutu, serta
terbatasnya akses terhadap sumberdaya produk-
LO_RPJMN.indd 249 5/5/09 2:41:12 PM
250
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
tif, termasuk permodalan dan layanan usaha.
Tingkat produktivitas dan mutu yang rendah
antara lain diakibatkan oleh rendahnya kualitas
sumberdaya manusia, rendahnya alih teknologi,
dan lemahnya diseminasi teknologi pengolahan
produk.
Selain itu, kondisi kesejahteraan petani masih
rendah. Sekitar 70-80 persen petani dan nelayan
merupakan kelompok miskin dengan usaha yang
tergolong tradisional dan bersifat subsistem.
Salah satu indikator yang digunakan sebagai alat
untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani
adalah Nilai Tukar Petani (NTP), yaitu indeks ra-
sio harga yang diterima dengan yang harus dibayar
oleh rumah tangga tani. NTP nasional pada awal
RPJMN 2004-2009 menunjukan perkembangan
yang uktuatif. Setelah sempat turun sejak tahun
1998-2000, NTP mulai membaik dari 96,93 pada
2000 menjadi 117,35 pada 2004. Namun berbagai
faktor eksternal turut berperan dalam uktuasi
NTP, misalnya sebagai akibat kenaikan harga BBM
tahun 2005, NTP kembali turun menjadi 100,66.
Sasaran akhir dari revitalisasi pertanian pada
RPJMN 2004-2009 adalah tingkat pertumbuhan
rata-rata sektor pertanian dalam arti luas, ter-
masuk perikanan dan kehutanan, sebesar 3,52
persen per tahun. Selain itu, pendapatan dan ke-
sejahteraan petani diharapkan dapat meningkat.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka dibuat
sasaran antara yang meliputi:
1. Meningkatnya kemampuan petani untuk da-
pat menghasilkan komoditas yang berdaya
saing tinggi;
2. Terjaganya tingkat produksi beras dalam ne-
geri dengan tingkat ketersediaan minimal 90
persen dari kebutuhan domestik untuk meng-
amankan kemandirian pangan;
3. Diversikasi produksi, ketersediaan, dan
konsumsi pangan untuk menurunkan keter-
gantungan pada beras; ;
4. Meningkatnya ketersediaan pangan ternak ternak
dan ikan dari dalam negeri;
5. Meningkatnya konsumsi masyarakat terha-
dap protein hewani yang berasal dari ternak
dan ikan;
6. Meningkatnya daya saing dan nilai tambah
produk pertanian dan perikanan; ;
7. Meningkatnya produksi dan ekspor hasil per-
tanian dan perikanan; ;
8. Meningkatnya kemampuan petani dan nela-
yan dalam mengelola sumberdaya alam (SDA)
secara lestari dan bertanggung-jawab; ;
9. Semakin optimalnya nilai tambah dan manfaat
hasil hutan kayu;
10. Meningkatnya hasil hutan non-kayu sebesar sebesar
30 persen dari produksi 2004; ;
11. Bertambahnya hutan tanaman minimal seluas
5 juta hektar (ha); dan
12. Penyelesaian penetapan kesatuan pemang-
kuan hutan sebagai acuan pengelolaan hutan
produksi.
Sasaran tersebut akan dicapai melalui lima pro-
gram pembangunan, yaitu :
1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan;
2. Program Pengembangan Agribisnis;
3. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani;
4. Program Pengembangan Sumberdaya Per-
ikanan;
5. Program Pemantapan Pemanfaatan Potensi
Sumberdaya Hutan;
4.5.3. Pencapaian 2005-2008
Untuk mencapai sasaran revitalisasi pertanian
yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009,
diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan
yang ada, diantaranya menggalakkan pendidikan menggalakkan pendidikan
dan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan
(skill) petani/nelayan. Program ini mencakup ta- Program ini mencakup ta-
hapan dan proses tani sampai dengan pengolahan
pasca-panen. Berbagai hal ini diharapkan dapat
LO_RPJMN.indd 250 5/5/09 2:41:12 PM
251
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
meningkatkan nilai tambah dan daya saing pro- nilai tambah dan daya saing pro-
duk pertanian, perikanan dan kehutanan.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan ki-
nerja sektor pertanian terdapat beberapa fokus
kegiatan antara lain:
1. Pembangunan/Perbaikan Infrastruktur Per-
tanian, termasuk Infrastruktur perbenihan,
riset, dan sebagainya;
2. Penguatan Kelembagaan Petani melalui Pe-
numbuhan dan Penguatan Kelompok Tani
dan Gabungan Kelompok Tani;
3. Perbaikan Penyuluhan melalui penguatan
Lembaga Penyuluhan dan Tenaga Penyuluh;
4. Perbaikan Pembiayaan Pertanian melalui Per-
luasan Akses Petani ke Sistem Pembiayaan; dan
5. Penciptaan Sistem Pasar Pertanian yang meng-
untungkan petani dan peternak.
Peningkatan kinerja sektor perikanan difokuskan
pada pengembangan perikanan tangkap di per-
airan yang masih kurang dimanfaatkan seperti
sumberdaya ikan laut dalam, laut lepas, dan zona
ekonomi eksklusif (ZEE). Selain itu, dilakukan
pengendalian penangkapan di perairan yang telah
mengalami overshing. Pengembangan perikanan
budidaya lebih berfokus pada pola budidaya yang
lebih esien, efektif, berdaya saing tinggi, dan
berwawasan lingkungan. Upaya peningkatan
mutu perikanan juga dilakukan antara lain me-
lalui pengembangan dan rehabilitasi sarana dan
prasarana produksi serta optimalisasi pengelo-
laan budidaya, penangkapan, pengolahan hasil
hingga pemasaran. Untuk mendukung produkti-
vitas perikanan tangkap, Pemerintah juga telah
membangun, merehabilitasi, dan meningkatkan
fasilitas pendukung seperti Pelabuhan Perikan-
an Samudra, Pelabuhan Perikanan Nusantara,
Pelabuhan Perikanan Pantai, dan beberapa Pang-
kalan Pendaratan Ikan.
Peningkatan kinerja sektor kehutanan difokus-
kan pada pembangunan dan perluasan hutan
tanaman industri serta peningkatan produksi ha-
sil hutan non-kayu. Beberapa strategi yang dilak-
sanakan antara lain:
1. Revitalisasi industri kehutanan;
2. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan seki-
tar hutan;
3. Rehabilitasi dan pemulihan cadangan sum-
berdaya alam; serta
4. Pelindungan dan konservasi sumberdaya alam.
4.5.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
1. Pertumbuhan Sektor Pertanian
Melalui berbagai upaya, program pembangunan
revitalisasi pertanian telah menunjukkan hasil
yang menggembirakan. Pertumbuhan PDB per-
tanian menunjukkan kecenderungan yang me-
ningkat. Pada 2006, sektor pertanian, perikanan,
dan kehutanan (PPK) tumbuh sebesar 3,4 persen
dan kembali naik mencapai 3,5 persen pada 2007.
Bahkan tahun 2008 pertumbuhan PDB mencapai
4,8 persen yang berarti telah melebihi target yang
direncanakan yaitu 3,52 persen. Kontribusi sek-
tor pertanian terhadap PDB nasional pada 2007
mencapai 13,83 persen. Kontribusi terbesar ber-
asal dari sub-sektor tanaman bahan makanan, di-
ikuti oleh sub-sektor perkebunan dan peternakan.
Kontribusi PDB perikanan pada periode 2005-
2008 menunjukkan peningkatan rata-rata sebe-
sar 5,9 persen, atau meningkat dari 2,1 persen
pada 2005 menjadi 2,49 persen pada 2008. Se-
mentara itu, kontribusi sektor kehutanan adalah
yang terkecil yaitu sebesar 0,84 persen atau turun
1,74 persen dari tahun sebelumnya.
Penurunan pertumbuhan sektor kehutanan an-
tara lain diakibatkan masih banyaknya kegiatan
pembalakan liar atau illegal logging yang beraki-
bat pada kerusakan hutan. Banyak industri ha-
sil hutan yang tutup akibat penurunan produksi
kayu sebagai konsekuensinya. Selain itu, kurang
optimalnya usaha reboisasi dan rehabilitasi juga
menjadi faktor pemicu rendahnya pertumbuhan
sektor kehutanan. Bukan hanya produksi kayu
LO_RPJMN.indd 251 5/5/09 2:41:12 PM
252
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
dari hutan alam yang menurun, produksi hu-
tan non-kayu lainnya juga kurang berkembang.
Demikian juga hasil hutan tanaman industri yang
belum dapat mengisi kekurangan produksi kayu
dari hutan alam. Pertumbuhan sektor kehutanan
perlu mendapat perhatian karena sumbangan
sektor kehutanan terhadap Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) jumlahnya tidak kecil, yaitu
mencapai sekitar Rp 2,5 triliun.
Pada triwulan III 2008, secara umum kondisi har-
ga komoditas pertanian nasional mengalami pe-
ningkatan terutama untuk beberapa komoditas
pangan strategis seperti gabah/beras, jagung, dan
crude palm oil (CPO). Peningkatan harga global ini
memberikan insentif bagi pengembangan kegiat-
an usaha tani. Namun pada awal Oktober 2008,
krisis nansial global berimbas pada menurun-
nya permintaan beberapa komoditas pertanian
sehingga menyebabkan menurunnya harga ko-
moditas pertanian di pasar internasional yang
berdampak pada turunnya pendapatan petani.
Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi petani/
nelayan terutama petani kelapa sawit yang harga
jualnya turun.
Pertumbuhan sektor kehutanan perlu
mendapat perhatian karena sumbangan
sektor kehutanan terhadap Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) jumlahnya
tidak kecil, yaitu mencapai sekitar
Rp 2,5 triliun.
2. Pendapatan dan Kesejahteraan Petani
Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian juga
memberikan dampak pada perbaikan tingkat
kesejahteraan petani. Hal ini ditunjukkan dengan
terus meningkatnya NTP. Dalam periode 2005-
2008, NTP menunjukkan peningkatan, dimana
masing-masing tahun nilainya mencapai 100,97,
102,49, 107 dan 110.
3. Komoditas yang Berdaya Saing
Dari perkembangan neraca ekspor-impor produk
pertanian, dapat diindikasikan bahwa tingkat ke-
mampuan petani dan nelayan untuk menghasil-
kan komoditas yang berdaya saing tinggi masih
belum memadai. Pada periode 2006-2007, neraca
ekspor-impor komoditas tanaman pangan dan
hortikultura masih bernilai negatif. Hanya neraca
ekspor-impor komoditas perkebunan dan peri-
kanan yang mempunyai nilai positif.
Neraca ekspor-impor komoditas perkebunan me-
ningkat dari USD 9,14 miliar pada 2005 menjadi
USD 12,30 miliar pada 2006. Perikanan mening-
kat dari USD 1,79 miliar pada 2005 menjadi USD
2,3 miliar pada 2008. Akibat dari pertumbuhan
ekspor perkebunan yang sangat pesat, secara to-
tal neraca ekspor impor pertanian dan perikanan
periode 2006-2007 adalah positif. Perkembang-
annya dari tahun ke tahun juga menunjukkan
tren yang meningkat.
Dalam pencapaiannya itu, telah banyak usaha
yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan
kemampuan petani. Upaya tersebut di antaranya:
melalui penyediaan 28.000 tenaga penyuluh per-
tanian; 4.285 penyuluh perikanan, pengembang-
an 461 Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan
Swadaya (P4S); 6 (enam) unit agroindustri susu
di perdesaan; dan fermented cocoa berkapasitas 29
ribu ton.
Untuk meningkatkan mutu komoditas yang di-
hasilkan oleh petani, juga telah dikembangkan
15 unit lembaga jaminan mutu dan 1.474 unit
Balai Penyuluh Pertanian (BPP). Demikian juga
jumlah petani yang telah mengikuti pelatihan petani yang telah mengikuti pelatihan
teknis dan kewirausahaan agribisnis mencapai
LO_RPJMN.indd 252 5/5/09 2:41:12 PM
253
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
41.367 orang. Selain itu, 4.115 kelompok tani
ikut terlibat dalam pengembangan Kawasan dan
Sentra Hortikultura.
4. Tingkat Produksi Beras Dalam Negeri
Produksi beras selama periode 2005-2008, terus
menunjukkan peningkatan. Bahkan pada tahun
2008, produksi beras dalam negeri telah mampu
memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.
Pada 2007, produksi padi mencapai 57,05 juta ton
gabah kering giling (GKG). Jumlah tersebut telah
melampaui sasaran sebesar 55,46 juta ton GKG.
Pencapaian tersebut tidak dapat dilepaskan dari
kondisi musim yang sangat mendukung, dengan
curah hujan yang tinggi dan musim kemarau yang
pendek. Selain itu, juga didukung oleh kebijakan
Pemerintah seperti stabilisasi harga, pengenda-
lian impor, subsidi pupuk dan benih, benih padi
hibrida, penyediaan modal, akselerasi penerapan
inovasi teknologi, pembiayaan usaha tani dan
pemberdayaan kelembagaan petani, fasilitasi pe-
nyuluhan serta perluasan lahan pertanian melalui
konversi lahan yang dilakukan per provinsi.
Jumlah produksi padi terus meningkat, pada 2008
produksi padi mencapai 60,25 juta ton atau me-
ningkat sekitar 5,41 persen dibanding 2007. Salah
satu faktor yang mendorong hal ini adalah mening-
katnya luas panen. Pada 2008, jumlah luas panen
mencapai 12,31 juta hektar atau naik 1,32 persen.
Selain itu, juga terjadi peningkatan produktivitas
yang mencapai 48,95 kuintal per hektar. Jumlah
tersebut meningkat dari 47,05 ku/ha pada 2007
atau naik 4,04 persen. Pencapaian ini dapat dikata- dapat dikata-
kan sebagai pencapaian swasembada beras untuk
pertama kalinya setelah masa Orde Baru.
Namun demikian, terdapat beberapa faktor
yang perlu diwaspadai yang dapat mengganggu
capaian ini di tahun-tahun mendatang. Faktor-
faktor tersebut di antaranya: kondisi musim
yang tidak mendukung seperti kekeringan yang
berkepanjangan ataupun banjir, kurang terse-
dianya bibit unggul atau pupuk bersubsidi di
lapangan.
5. Diversikasi Produksi, Ketersediaan dan Diversikasi Produksi, Ketersediaan dan
Konsumsi Pangan untuk Menurunkan
Ketergantungan pada Beras
Peningkatan produksi pangan, peternakan dan
perikanan turut meningkatkan ketersediaan dan
akses masyarakat terhadap pangan. Konsumsi
pangan masih mengandalkan pada komoditas
padi-padian. Skor PPH (Pola Pangan Harapan) Skor PPH (Pola Pangan Harapan)
periode 2005-2008 masih belum mencapai ang-
ka ideal, secara berturut-turut score PPH adalah
79,2; 74,9; 82,8 dan 81,8. Masih diperlukan
upaya perbaikan skor PPH agar tercapai angka
ideal yaitu 100. Walaupun belum memenuhi pola
pangan yang ideal, dari sisi ketersediaan dan kon-
sumsi pangan telah terjadi perubahan komposisi
sumber energi dan protein.
Komposisi sumber energi pangan masyarakat su-
dah berubah. Konsumsi kalori yang berasal dari
padi-padian menurun, sedangkan yang berasal
dari hewani meningkat. Pada 2007 sumber energi
pangan yang berasal dari padi-padian mengalami
penurunan sebesar 0,94 persen, sementara energi
yang berasal dari pangan hewani meningkat, se-
perti daging meningkat 6,7 persen, telur 9,7 per-
sen, susu 17,3 persen, dan ikan 6,4 persen.
Ketersediaan pangan dalam bentuk kalori dan
protein secara kuantitas telah melebihi angka reko-
mendasi ketersediaan energi 2.550 Kkal/kapita/
hari, secara berturut-turut ketersediaan energi
periode 2005-2007 adalah 2.912; 3.269 dan 3.526
Kkal/kapita/hari. Demikian juga ketersediaan pro-
tein adalah 76,79; 78,64 dan 81,72 gram/kapita/
hari semuanya lebih tinggi dibandingkan angka
rekomendasi yaitu 52 gram/kapita/hari.
Walaupun sempat menurun pada 2006, konsumsi pada 2006, konsumsi
energi dan protein di wilayah desa dan kota periode
2004-2008 umumnya meningkat. Konsumsi ener-
gi meningkat dari 1.986 kkal/kapita/hari pada pada
2004 menjadi 2.025 kkal/kapita/hari pada tahun
2008. Konsumsi protein meningkat dari 54,66
gram/kap/hari tahun 2004 menjadi 58,75 gr/
kap/hari pada tahun 2008.
LO_RPJMN.indd 253 5/5/09 2:41:13 PM
254
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Produksi Ternak dan Ikan dari Dalam
Negeri
Pada periode 2005-2007, produksi ternak dan
hasilnya baik berupa daging, telur, maupun susu
menunjukkan peningkatan. Pada periode terse-
but, pertumbuhannya masing-masing 2,2 persen;
7,9 persen dan 1,4 persen.
Sementara itu pada periode 2005-2008, produksi
perikanan meningkat sebesar 8,24 persen. Pro-
duksi perikanan tangkap tumbuh sebesar 3,24
persen yang jumlah produksinya mencapai 5,18
juta ton pada 2008 sedangkan produksi perikanan
budidaya meningkat sebesar 17,9 persen atau
meningkat dari 2,16 juta ton pada 2005 men-
jadi 3,532 juta ton pada 2008. Dan pada 2008,
diperkirakan produksi perikanan mencapai 8,71
juta ton.
7. Konsumsi Masyarakat terhadap Protein
Hewani yang Berasal dari Ternak dan
Ikan
Konsumsi masyarakat terhadap pangan hewani
pada periode 2005-2008, untuk daging naik dari
5,8 menjadi 6,7 kg per kapita, susu naik dari 9,4
menjadi 11,6 kg per kapita, telur naik dari 4,3 men-
jadi 5,5; dan penyediaan ikan untuk konsumsi naik
7,8 persen dari 23,95 menjadi 29,98 kg per kapita.
8. Daya Saing dan Nilai Tambah Produk
Pertanian dan Perikanan
Nilai Tambah (Harga Pasar) Industri Rumah
Tangga dan Perusahaan Industri Kecil terus me-
ningkat. Nilai Tambah produk pertanian seperti
makanan dan minuman, pengolahan tembakau,
tekstil, pakaian jadi, kulit dan barang kulit, karet
dan barang karet dari tahun ke tahun meningkat.
Total Nilai Tambah Industri Rumah Tangga naik
20 persen dari Rp 22,164,892 juta pada 2005
menjadi Rp 26,560,817 juta pada 2006. Demikian
juga untuk Industri Kecil Total Nilai Tambah In-
dustri kecil produk PPK meningkat 23 persen dari
Rp 17,383,173 juta pada tahun 2005 menjadi Rp
21,330,669 juta pada 2006.
Untuk meningkatkan daya saing produk pertani-
an, Pemerintah diantaranya telah mengembang-
kan Benih Unggul guna meningkatkan kualitas
dan produktivitas produk pertanian.
Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk
pertanian tersebut didukung oleh pengembangan
SDM, penelitian dan teknologi pertanian melalui
prasarana Penelitian dan Pengembangan Teknolo-
gi Pertanian, prasarana Pendidikan dan Pelatihan
Pertanian serta Balai Penyuluh Pertanian (BPP).
Lembaga penelitian dan pengembangan telah
menghasilkan berbagai teknologi pertanian yang
unggul antara lain varietas dan klon-klon tanaman
maupun ternak, rekomendasi pemupukan, sistem
pertanian di berbagai ekosistem baik di dataran
tinggi maupun dataran rendah, teknologi per-
mesinan untuk pengolahan tanah, pengolahan
bahan primer dan lainnya.
Dalam bidang perikanan, usaha peningkatan daya peningkatan daya
saing dan nilai tambah hasil perikanan dilakukan
melalui peningkatan kapasitas 39 laboratorium
pengembangan dan pengujian mutu hasil perikan-
an (LPPMHP), pengembangan sistem rantai dingin,
pengembangan sentra pengolahan, pembangunan
raiser ikan hias, dan pasar ikan higienis.
Harga rata-rata produk perikanan yang diekspor
juga mengalami kenaikan yang disebabkan antara
lain oleh kenaikan ekspor pada produk bernilai
tambah (non-primary product -primary product), juga oleh produk
yang diekspor dengan nilai ekonomi tinggi yang
didukung oleh perubahan jenis komoditas, yakni
dari udang vanamae menjadi udang windu.
Peningkatan mutu dan nilai tambah produk peri-
kanan pada 2007 telah menunjukkan hasil yang
semakin baik, ditandai dengan adanya penurunan
kasus RAS (Rapid Alert System for Food and Feeds)
yang menimpa produk perikanan Indonesia di pa-
sar luar negeri. Tercatat pada 2007 hanya terjadi
17 kasus RAS dari sebelumnya 34 kasus pada 2006.
Berdasarkan pengukuran losses di 16 provinsi/26
tempat pelelangan ikan (TPI), diperoleh tingkat
LO_RPJMN.indd 254 5/5/09 2:41:13 PM
255
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
losses sebesar 7,37 persen, jauh melebihi rencana
target penurunan losses pada 2007 yang ditetap-
kan sebesar 10 persen. Sedangkan untuk utilitas
unit pengolahan ikan (UPI) pada 2007 telah terjadi
peningkatan sebesar 13,46 persen apabila diban-
dingkan dengan utilitas UPI pada 2006, yaitu dari
utilitas UPI sebesar 46,45 persen pada 2006 men-
jadi 52,70 persen pada 2007.
Sedangkan untuk ikan hias, air laut Indonesia
mempunyai potensi sebesar 4.500 spesies atau
60 persen dari ikan hias dunia dan 3.500 spesies
ikan hias air tawar. Nilai ekspor ikan hias Indone-
sia pada 2005 tercatat sebesar US$17,5 juta, pada
2006 turun menjadi US$ 13,8 juta dan pada 2007
mengalami penurunan hingga tinggal US$ 9,3
juta, atau sejak 2005 turun sebesar 46,86 persen.
Kendala utama peningkatan ekspor ikan Indo-
nesia adalah pada fasilitas penerbangan, adanya
larangan penerbangan langsung maskapai nasi-
onal ke UE dan eksportir masih melakukan secara
individual.
9. Produksi dan Ekspor Hasil Pertanian dan
Perikanan
Secara umum, produksi perikanan baik budidaya
maupun tangkap pada periode 2005-2007 menun-
jukkan peningkatan sebesar 8,2 persen. Demikian
juga dengan produksi padi serta produksi bahan
pangan lainnya seperti jagung dan ubi. Pada perio-
de 2005-2008 produksi jagung meningkat rata-
rata sebesar 9,5 persen per tahun, dan produksi
ubi kayu tumbuh rata-rata sebesar 1,8 persen.
Pada 2008, produksi jagung meningkat 22,58
persen dari 13,29 juta ton menjadi 16,32 juta ton.
Faktor yang mendorong hal ini adalah bertambah
luasnya areal panen menjadi 4 juta hektar (atau
meningkat 10,27 persen). Selain itu, produktivi-
tas juga meningkat menjadi 40,78 kuintal/hektar
(atau meningkat 11,42 persen). Selain itu, pada
tahun 2008, produksi kedelai juga meningkat dari
593 ribu ton pada 2007 menjadi 776 ribu ton. Na-
mun demikian peningkatan ini belum mencapai
angka yang ditargetkan yaitu target 1,3 juta ton
kedelai biji kering. Untuk meningkatkan produksi
kedelai, Pemerintah telah melakukan pengem-
bangan varietas kedelai, namun dengan produk-
tivitas yang relatif rendah dan kecenderungan
penurunan harga menyebabkan petani lebih ter-
tarik menanam jagung atau kacang tanah.
Secara umum, nilai ekspor komoditas pertanian
meningkat dari USD 6,6 milyar pada 2005 men-
jadi USD 14,8 milyar pada 2008. Demikian juga
nilai ekspor perikanan meningkat 10,2 persen
dari USD 1,9 milyar pada 2005 menjadi USD 2,56
milyar pada 2008. Sementara itu, pada 2005- Sementara itu, pada 2005-
2008 volume ekspor hasil perikanan mengalami
uktuatif dengan kenaikan rata-rata sebesar 4,5%
pertahun, dengan capaian 0,85 juta ton pada ta-
hun 2005 dan 0,89 juta ton pada tahun 2008.
10. Kemampuan Petani dan Nelayan dalam
Mengelola Sumberdaya Alam secara Les-
tari
Kemampuan Petani dalam pengelolaan lahan te-
lah meningkat. Hal ini dapat dilihat dari mening-
katnya luasan lahan pertanian serta produktivi-
tas. Sebagai contoh, selama periode 2005-2008,
luas panen padi dan jagung meningkat rata-rata
sekitar 0,8 persen dan 4,8 persen. Demikian pula
produktivitas yang diusahakan untuk komoditas
padi dan jagung masing-masing meningkat rata-
rata 1,93 persen dan 5,2 persen.
Pada bidang perikanan, hingga 2008 telah di-
lakukan pengembangan lahan tambak ramah
lingkungan, sistem budidaya yang ramah ling-
kungan, pemeliharaan mangrove sebagai wilayah
pemijahan dan perlindungan, serta pemeliharaan
terumbu karang.
Demikian juga terdapat usaha reboisasi dan reha-
bilitasi sebagai pertanggungjawaban penggunaan
lahan yang ditujukan untuk mengembalikan la-
han pada kondisi semula. Total luas lahan rehabi-
LO_RPJMN.indd 255 5/5/09 2:41:13 PM
256
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
litasi di dalam kawasan mencapai 623.775 hektar
dan di luar kawasan 759.466 hektar. Di samping
itu, total luas lahan reboisasi mencapai 611.641
hektar dan luas rehabilitasi hutan bakau adalah
20.263 hektar.
Namun demikian, masih dijumpai terjadinya pe-
ngelolaan sumberdaya alam yang tidak bertang-
gung-jawab. Ini ditandai dengan masih luasnya
kerusakan hutan akibat kebakaran. Pada 2004-
2006 luas areal hutan yang terbakar mencapai
13.088 hektar.
11. Optimalnya Nilai Tambah dan Manfaat
Hasil Hutan Kayu
Volume ekspor produk olahan hasil hutan umum-
nya beruktuatif. Ekspor veneer sheet menunjuk-
an angka peningkatan dari 3.981,9 juta kg pada
2005 menjadi 188.706,8 juta kg pada 2007.
Sedangkan volume ekspor particle board mengala-
mi penurunan dari sebesar 30.176,7 juta kg pada
2005 menjadi 11.673,4 juta kg pada 2006. Kon-
disi penurunan volume ekspor dalam tahun yang
sama juga dialami untuk komoditas bre board,
sedangkan volume ekspor pulp sedikit mengalami
peningkatan dengan dibarengi peningkatan nilai
ekspor yang cukup nyata.
Untuk sektor kehutanan masalah yang dihadapi
bukan hanya optimalisasi nilai tambah dan man-
faat hasil hutan kayu, namun juga menurunnya
produksi hasil hutan kayu akibat berbagai per-
masalahan antara lain illegal logging dan masalah
lainnya sebagaimana telah diuraikan di muka.
12. Hasil Hutan Non-Kayu
Produksi hasil hutan non-kayu periode 2005-2006
umumnya menurun, stagnan, dan uktuatif. Ro-
tan, Gondorukem, Pohon Damar, pohon Arang,
Pohon Madu, Benang Sutra merupakan hasil hu-
tan non-kayu yang produksinya mengalami penu-
runan. Produksi Gaharu Malaccenals dan Gaharu
Fillaria cenderung stagnan; dan produksi Terpen-
tin, Kopal, dan Minyak Kayu putih cenderung ber-
uktuasi. Bahkan, produksi beberapa hasil hutan
non-kayu ada yang mengalami penurunan drastis
seperti rotan yang produksinya 221.381 ton pada
2005 dan menjadi 24.554 pada 2006. Selain itu,
pada periode yang sama produksi gondorukem
menurun dari 27.098 ton menjadi 3.210 ton.
Namun, dalam tahun yang sama produksi damar
mengalami kenaikan, yaitu dari 9.131 ton men-
jadi 11.086 ton.
Meskipun dalam beberapa tahun terakhir angka-
angka produksi sebagian besar komoditas hasil
hutan non-kayu menunjukkan penurunan, namun
mengingat komoditas hasil hutan non-kayu di atas
memiliki nilai ekonomi yang penting, khususnya
terhadap pendapatan masyarakat petani di sekitar
hutan, maka pengembangan komoditas hasil hu-
tan tersebut perlu terus didorong dan mendapat-
kan perhatian yang lebih serius di masa datang.
13. Bertambahnya Hutan Tanaman Industri
Menjadi Minimal Seluas 5 juta Ha dan Pe-
nyelesaian Penetapan Kesatuan Pemang-
kuan Hutan Sebagai Acuan Pengelolaan
Hutan Produksi
Luas hutan tanaman industri pada 2004 adalah
3.252.966 Ha. Pada 2005 lahan tersebut mening-
kat menjadi 3.416.189 Ha, dan kembali mening-
kat menjadi 3.982.923 Ha pada 2007. Meskipun
sasaran pembangunan hutan tanaman industri
untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku
industri pengolahan kayu belum tercapai menjadi
seluas 5 juta hektar hingga tahun 2006, namun
untuk memasok kebutuhan bahan baku indus-
tri perkayuan dipenuhi dari hasil hutan rakyat
yang perkembangannya menunjukkan hasil yang
cukup menggembirakan khususnya di beberapa
provinsi di Indonesia.
4.5.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Untuk mencapai sasaran RPJMN 2004-2009, per-
masalahan yang masih dihadapi antara lain adalah
rendahnya kualitas SDM, rendahnya kualitas SDM, rendahnya kualitas
produk, dan produktivitas yang tidak optimal.
LO_RPJMN.indd 256 5/5/09 2:41:14 PM
257
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Selain itu, sektor pertanian juga dihadapkan
pada lemahnya kelembagaan permodalan. Petani
masih kesulitan mengakses sumber permodalan
dan sumberdaya produktif lainnya.
Kondisi lain yang masih menjadi persoalan dalam
upaya mencapai sasaran adalah:
1. Masih rentannya produksi bahan pangan
pokok sebagai akibat semakin tingginya laju
konversi lahan pertanian produktif;
2. Masih kurang memadainya infrastruktur per-
tanian;
3. Masih rendahnya tingkat produktivitas dan
kualitas hasil perkebunan dan hortikultura;
4. Masih lambannya transfer teknologi kepada
petani dan lemahnya kemampuan adopsi
teknologi sehingga upaya peningkatan pro-
duktivitas sulit dipacu;
5. Belum kondusifnya iklim usaha dan sistem
permodalan dalam usaha pertanian;
6. Belum optimalnya kelembagaan yang mendu-
kung usaha pertanian; serta
7. Rendahnya akses petani kepada sumber infor-
masi terkait informasi pasar dan tata niaga.
Di sektor perikanan, permasalahan dan kendala
yang dihadapi adalah adanya fenomena peru-
bahan iklim, bencana alam, dan kerusakan ling-
kungan. Gelombang tinggi yang akhir-akhir ini
seringnya terjadi menyebabkan terhambatnya
aktivitas nelayan untuk melaut. Demikian pula,
terjadinya banjir di beberapa daerah sentra peri-
kanan juga turut mengganggu aktivitas perikan-
an budidaya. Permasalahan ini berdampak pada
penurunan produksi perikanan secara keseluruh-
an. Selain itu, tingkat pendapatan nelayan dan
petani pembudidaya juga mengalami penurunan.
Keadaan ini diperburuk dengan semakin ketat-
nya persyaratan ekspor hasil perikanan ke be-
berapa negara tujuan. Banyak produk perikanan
domestik saat ini yang tidak memenuhi standar
yang ditetapkan. Selain itu, produksi yang kurang
optimal disebabkan antara lain:
1. Masih maraknya illegal shing;
2. Iklim usaha serta sistem permodalan dan in-
vestasi yang kurang mendukung nelayan dan
pembudidaya ikan;
3. Sarana dan prasarana produksi serta peng-
olahan dan pemasaran belum memadai;
4. Kualitas SDM masih rendah;
5. Hambatan non-tarif perdagangan hasil peri-
kanan untuk menjamin kelestarian sumber-
daya ikan oleh negara-negara importir;
6. Biaya produksi meningkat akibat kenaikan
harga BBM;
7. Kualitas dan kuantitas sumberdaya pesisir
dan pulau-pulau kecil menurun; serta
8. Perubahan iklim dan bencana alam menu-
runkan produktivitas perikanan.
Adapun permasalahan yang dihadapi sektor ke-
hutanan adalah semakin menurunnya sumber-
daya hutan, pertumbuhan sektor kehutanan yang
menurun atau stagnan akibat illegal logging,
serta rendahnya kemampuan pengembangan hu-
tan tanaman industri dan hasil hutan non-kayu.
Kondisi ini diperberat dengan minimnya pelaksa-
naan reboisasi dan rehabilitasi hutan yang rusak.
Selain itu, kemampuan dalam menghasilkan sum-
ber bahan baku juga belum mampu mengimbangi
kebutuhan produk hasil hutan, sehingga banyak
industri hasil hutan yang tutup. Pemanfaatan ha-
sil hutan pun masih bertumpu pada hasil hutan
kayu. Padahal, produksi kayu dari hutan alam se-
harusnya dapat digantikan dengan produksi hasil
hutan tanaman industri dan non-kayu lainnya.
4.5.4. Tindak Lanjut
4.5.4.1. Upaya yang akan Dilakukan un-
tuk Mencapai Sasaran
Untuk mencapai sasaran dalam RPJMN 2004-
2009, beberapa tindak lanjut dari program sebe-
lumnya akan dilaksanakan melalui konsistensi
LO_RPJMN.indd 257 5/5/09 2:41:14 PM
258
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
program sehingga diharapkan akan dapat di-
peroleh kesinambungan langkah dan hasil.
Pada 2009, revitalisasi pertanian akan dilaksana-
kan melalui: 1) Program Peningkatan Ketahanan
Pangan; 2) Program Pengembangan Agribisnis; 3)
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani; 4)
Program Pengembangan Sumberdaya Perikanan;
5) Program Pemantapan Pemanfaatan Potensi
Sumberdaya Hutan. Selanjutnya, untuk mendu-
kung program revitalisasi pertanian tersebut,
pemerintah telah menyediakan subsidi dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).
Secara rinci, pembangunan pertanian, perikanan
dan kehutanan diarahkan pada:
1. Menjamin ketersediaan pangan yang berasal
dari produk dalam negeri dalam upaya menu-
ju swasembada pangan pokok yaitu padi, ja-
gung, kedelai, minyak goreng, tebu/gula;
2. Peningkatan penyediaan protein hewani dari
hasil ternak dan ikan;
3. Peningkatan kualitas pertumbuhan pertani-
an, perikanan dan kehutanan. Pertumbuhan
diupayakan untuk dapat menghasilkan pe-
ningkatan dan pemerataan pendapatan na-
mun dengan tetap memperhatikan daya du-
kung lingkungan;
4. Meningkatkan kualitas pengelolaan hutan se-
cara lestari yang dapat memberikan manfaat
bagi kesejahteraan masyarakat serta pereko-
nomian nasional; dan
5. Meningkatnya kesejahteraan dan pendapatan
petani, nelayan, petani pembudidaya ikan,
serta petani hutan.
Untuk sektor pertanian, pada 2009 upaya pem-
bangunan akan difokuskan pada:
1. Pengamanan produksi pangan pokok menuju
pemantapan swasembada. Langkah ini di-
tempuh melalui: peningkatan produksi padi/
beras dalam negeri menjadi sebesar 62-63
juta ton GKG, peningkatan produksi jagung
menjadi 18,0 juta ton, produksi kedelai men-
jadi sebesar 1,5 juta ton, produksi gula hablur
sebesar 3,3, juta ton, produksi kelapa sawit
sebagai bahan baku minyak goreng menjadi
19,44 juta ton, serta daging 399,5 ribu ton
dalam bentuk karkas;
2. Peningkatan produksi hortikultura, perkebun-
an, dan peternakan lainnya;
3. Meningkatkan produksi dan produktivitas per-
tanian nasional dalam rangka mendukung per-
tumbuhan dan peningkatan pendapatan petani.
Target pertumbuhan PDB pertanian (di luar ke-
hutanan dan perikanan) ditetapkan sebesar 4,8
persen dan Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat
menjadi sekitar 115-120; serta
4. Peningkatan nilai ekspor produk pertanian
strategis dan pada saat yang sama menu-
runkan ketergantungan pada produk impor,
sehingga surplus neraca perdagangan dapat
terus ditingkatkan.
Untuk sektor perikanan, upaya pembangunan
pada 2009 akan difokuskan pada:
1. Meningkatnya produksi perikanan sebesar
8,8 persen atau meningkat menjadi 10,5 juta
ton dan ekspor hasil perikanan mencapai
1,6 juta ton dengan nilai devisa diperkirakan
sebesar USD 2,8 miliar;
2. Meningkatnya daya saing dan nilai tambah
produk perikanan;
3. Meningkatnya konsumsi masyarakat ter-
hadap protein hewani yang berasal dari ikan
menjadi 29 kg/kapita/tahun; serta
4. Penyediaan kesempatan kerja dan peningkat-
an pendapatan nelayan/ pembudidaya ikan.
Fokus pembangunan untuk sektor kehutanan
adalah:
1. Mengembangkan peraturan-peraturan yang
mendukung untuk terciptanya pengelolaan
hutan lestari dan pemanfaatan potensi sum-
berdaya hutan yang esien;
2. Mengukuhkan dan menata-guna kawasan
hutan;
LO_RPJMN.indd 258 5/5/09 2:41:14 PM
259
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
3. Mengembangkan budidaya, penangkaran,
dan nilai tambah produk Tumbuhan dan Sat-
wa Liar (TSL);
4. Meningkatnya kawasan luasan hutan di dae-
rah perkotaan (Hutan Kota);
5. Meningkatkan pengelolaan kawasan konser-
vasi;
6. Meningkatkan pengelolaan DAS dalam rangka
mengendalikan dan mencegah bencana alam
terutama di DAS prioritas;
7. Pengembangan wilayah KPH;
8. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
pencegahan dan pengendalian kebakaran hu-
tan dan meningkatnya kelembagaan pengen-
dalian kebakaran hutan; serta
9. Mitigasi perubahan iklim pada sektor kehu-
tanan melalui pengembangan konsep Reducing
Emission from Deforestation and Degradation.
Di samping upaya tindak lanjut tersebut di atas,
semua pihak terkait perlu pula bekerjasama un-
tuk menghapus kegiatan illegal logging dan illegal
shing yang berimbas pada produksi kehutanan
dan perikanan. Illegal logging telah mengancam
industri perkayuan dan kelestarian lingkungan.
Selain itu, illegal shing yang banyak dilakukan
oleh negara asing dengan menggunakan peralat-
an modern berteknologi tinggi mengakibatkan
eksploitasi lahan usaha nelayan.
4.5.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Pada 2009, tingkat pertumbuhan pembangunan
di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan
diperkirakan akan mencapai 3,7 persen. Dengan Dengan
pencapaian ini berarti, target yang direncanakan
dalam RPJMN 2004-2009, yaitu sebesar 3,52
persen, akan terpenuhi. Komponen penunjang
pertumbuhan ini adalah pertumbuhan tanaman
bahan makanan sebesar 4,9 persen, perkebunan
sebesar 4,4 persen, peternakan dan hasilnya sebesar
4,9 persen, serta perikanan sebesar 5 persen. NTP
sebagai indikator kesejahteraan petani diharapkan
juga dapat mencapai kisaran 115-120.
Demikian pula dengan sasaran-sasaran lain.
Produksi padi pada 2009 diharapkan mencapai
62-63 juta ton gabah kering giling (GKG) setara
dengan ketersediaan beras sebesar 34,7-35,3 juta -35,3 juta
ton untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasio-
nal. Dengan asumsi jumlah penduduk sebesar 230
juta jiwa, maka konsumsi beras mencapai 32,1 juta
ton. Hal ituberarti produksi padi melampaui sasar- Hal itu berarti produksi padi melampaui sasar-
an RPJMN 2004-2009 yaitu 90 persen dari kebu-
tuhan domestik. Produksi jagung juga diharapkan
mencapai 18 juta ton dan kedelai 1,5 juta ton.
Produksi perikanan diperkirakan mencapai 12,73 mencapai 12,73
juta ton. Peningkatan produksi perikanan ini di- Peningkatan produksi perikanan ini di-
harapkan dapat diikuti peningkatan penyediaan
ikan untuk konsumsi masyarakat menjadi 30,17
kg per kapita per tahun.
Terkait daya saing, diharapkan nilai tambah, nilai
perdagangan, ekspor produk pertanian strate-
gis, dan produk perikanan dapat meningkat. De-
mikian juga ekspor hasil perikanan diperkirakan
mencapai 1,6 juta ton yang berarti menambah
devisa sebesar USD 2,8 miliar. Untuk bidang ke-
hutanan, melalui pengembangan pengelolaan
dan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman
industri secara lestari maka produksi hasil hutan
kayu, bukan kayu, dan jasa lingkungan diharap-
kan dapat meningkat.
4.5.5. Penutup
Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sek-
tor utama yang mendukung pertumbuhan eko-
nomi nasional. Sektor ini berkontribusi terhadap
penyerapan tenaga kerja yang tinggi, terutama di
perdesaan. Untuk itu, revitalisasi pertanian perlu
dilakukan. Tujuan utama revitalisasi adalah men-
dukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan
kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional. Dengan kinerja sektor pertanian yang Dengan kinerja sektor pertanian yang
LO_RPJMN.indd 259 5/5/09 2:41:15 PM
260
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
tinggi diharapkan pemenuhan kebutuhan pangan
masyarakat dapat tercukupi.
Revitalisasi pertanian ditempuh melalui kebi-
jakan-kebijakan pokok yang diarahkan pada
peningkatan kualitas dan kemampuan sisi pena-
waran sektor pertanian serta pengamanan keta-
hanan pangan. Melalui kebijakan dan program
pembangunan, revitalisasi pertanian telah me-
nunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini
ditunjukkan oleh meningkatnya beberapa indika-
tor, antara lain: pertumbuhan sektor pertanian,
indeks NTP, produksi hasil pertanian, ekspor ha-
sil pertanian, ketersediaan dan akses masyarakat
yang lebih luas terhadap pangan serta tingkat
konsumsi pangan. Membaiknya kondisi tersebut
pada gilirannya akan memberikan dampak pada
perbaikan tingkat kesejahteraan petani.
Pertanian di Indonesia merupakan
salah satu sektor utama yang
mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional. Sektor ini berkontribusi
terhadap penyerapan tenaga kerja yang
tinggi, terutama di perdesaan. Untuk itu,
revitalisasi pertanian perlu dilakukan
Meskipun demikian, untuk mencapai sasaran
RPJMN 2004-2009 pada sektor pertanian, ma-
sih terdapat sejumlah permasalahan yang ha-
rus segera dibenahi, seperti: rendahnya tingkat
produktivitas pertanian, tingkat konversi lahan
yang semakin meningkat, fenomena perubahan
iklim, serta bencana alam dan lingkungan, serta
semakin meningkatnya persaingan dalam pasar
global.
Berbagai permasalahan tersebut jelas akan mem- ermasalahan tersebut jelas akan mem-
bawa konsekuensi. Oleh karena itu, pelaksanaan
program harus lebih diintensifkan agar mendapat
capaian yang optimal. Konsistensi dan upaya yang
lebih keras harus pula dilakukan agar pelaksanaan
program dapat mencapai target yang diharapkan.
Dengan merujuk pada capaian saat ini dan ren-
cana program yang akan berjalan, diperkirakan
sasaran RPJMN akan tercapai pada 2009. Bah-
kan, pada beberapa indikator seperti pertum-
buhan sektor pertanian yang diperkirakan akan
mencapai 3,7 persen (sasaran 3,52 persen) dan
ketersediaan beras untuk pemenuhan kebutuhan
pangan nasional yang diperkirakan mencapai
34,7-35,3 juta ton (sasaran 32,1 juta ton) diyakini
akan melampaui sasaran yang ditetapkan dalam
RPJMN.
LO_RPJMN.indd 260 5/5/09 2:41:15 PM
261
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Tabel 4.5.1.
Sasaran dan Capaian RPJMN 2004-2009 Bidang Revitalisasi Pertanian
Sasaran RPJMN Indikator
Capaian
2005 2006 2007 2008
Sasaran akhir dari
Revitalisasi Perta-
nian adalah tingkat
pertumbuhan sek-
tor pertanian rata-
rata 3,52 persen
per tahun dalam
periode 2004-2009
dan meningkatnya
pendapatan dan ke-
sejahteraan petani.
Tingkat Pertumbuhan Sektor
Pertanian
1)
persen 2,7 3,4 3,5 4,8
Nilai PDB
2)
(Harga Konstan Tahun 2000)
1. Nasional Rp Triliun 1.750,82 1.847,29 1.963,97 1.561,26
3)
2. Pertanian: Rp Triliun 253,88 262,40 271,59 221,67
3)
-Tanaman Bahan Makanan Rp Triliun 125,80 129,55 134,08 115,75
3)
-Tanaman Perkebunan Rp Triliun 39,81 41,32 42,75 34,10
3)
-Peternakan & Hasilnya Rp Triliun 32,35 33,43 34,53 26,38
3)
-Kehutanan Rp Triliun 17,18 16,69 16,40 12,11
3)
-Perikanan Rp Triliun 38,75 41,42 43,83 33,33
4)
Tingkat Kesejahteraan Petani
(Tahun Dasar 1993 = 100)
1. Nilai Tukar Petani (NTP) 100,97 102,49 107,09 110,00
5)
2. Indeks Daya Beli Petani (IDBP) 105,75 106,49 110,96
3. Indeks Insentif Berproduksi Pe-
tani (IIBP)
89,18 93,01 97,30
Kesempatan Kerja
Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Juta org 41,31 40,14 42,61 42,69
6)
Produktivitas Tenaga Kerja Perta-
nian
Rp 000/
Org
6.145,8 6.537,8 6.374,0
Sumber Data :
1) BI. Dit. Renkro
2) BPS, Statistik Indonesia
3) BPS s.d Triwiluan III
4) DKP, TW - III
5) BPS
6) BPS, Februari 2008
LO_RPJMN.indd 261 5/5/09 2:41:15 PM
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 262 5/5/09 2:41:25 PM
263
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.6
Pemberdayaan Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
4.6.1. Pengantar
Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah (UMKM) mempunyai peran yang
signikan dalam upaya meningkatkan kesem-
patan kerja dan berusaha serta pemenuhan hak
atas pekerjaan. Tidak hanya itu, pemberdayaan
koperasi dan UMKM memiliki potensi yang besar
dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Tidak bisa dimungkiri, pemberdayaan koperasi
dan UMKM menjadi pilihan yang strategis dalam
pembangunan nasional saat ini. Hal ini mengingat
populasinya yang besar dan tersebar hingga pe-
losok wilayah. Dengan kelebihannya itu koperasi
dan UMKM dapat berperan dalam pemerataan
pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Dengan
meningkatkan peran dan kemampuan koperasi
dan UMKM, pendapatan masyarakat berpotensi
untuk menjadi lebih baik dan kesenjangan eko-
nomi dapat diminimalisasi karena setiap rumah
tangga (RT) berpeluang untuk menjadi pelaku
usaha atau penerima manfaat dari koperasi dan
UMKM.
Pada 2007, populasi UMKM mencapai 49,8 juta populasi UMKM mencapai 49,8 juta
unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit
usaha di Indonesia. Sementara itu, jumlah tena-
ga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3
persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Ta-
hun yang sama, jumlah koperasi adalah sebanyak
149,3 ribu unit dengan jumlah anggota mencapai
sekitar 29,1 juta orang. Demikian pula, produk-
tivitas per unit UMKM pada 2007 menunjukkan
peningkatan sebesar 4,1 persen, sedangkan pada
2005 dan 2006 masing-masing meningkat sebe-
sar 0,7 dan 2,1 persen (berdasarkan harga kon-
stan 2000).
Dengan meningkatkan peran
dan kemampuan koperasi dan
UMKM, pendapatan masyarakat
berpotensi untuk menjadi lebih baik
dan kesenjangan ekonomi dapat
diminimalisasi karena setiap rumah
tangga (RT) berpeluang untuk menjadi
pelaku usaha atau penerima manfaat
dari koperasi dan UMKM
4.6.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.6.2.1. Kondisi Awal
Pada 2004, jumlah tenaga kerja yang terserap tenaga kerja yang terserap yang terserap
oleh UMKM dan koperasi mencapai lebih dari UMKM dan koperasi mencapai lebih dari mencapai lebih dari lebih dari
80,4 juta orang. Jumlah tersebut merupakan 96,2 orang. Jumlah tersebut merupakan 96,2 96,2
persen jumlah tenaga kerja pada 2004. pada 2004. 2004.
Dalam melaksanakan peran dan merealisasikan
potensinya yang besar tersebut, UMKM dan ko-
perasi masih menghadapi berbagai masalah. Sa-
lah satu diantaranya adalah masih kurang kondu-
LO_RPJMN.indd 263 5/5/09 2:41:26 PM
264
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sifnya iklim usaha. Permasalahan dalamaspek ini . Permasalahan dalam aspek ini
mencakup: :
1. Ketidakjelasan aspek legalitas badan usaha spek legalitas badan usaha
dan prosedur perizinan yang mengakibatkan
besarnya biaya transaksi, panjangnya proses
perizinan dan timbulnya berbagai pungutan
tidak resmi;
2. Praktik bisnis dan persaingan usaha yang ti- raktik bisnis dan persaingan usaha yang ti-
dak sehat;
3. Ketidakpastian lokasi usaha; dan etidakpastian lokasi usaha; dan
4. Lemahnya koordinasi lintas instansi dalam emahnya koordinasi lintas instansi dalam
pemberdayaan koperasi dan UMKM.
Di samping itu, otonomi daerah ternyata be-
lum menunjukkan kemajuan yang merata dalam
upaya mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang
kondusif bagi koperasi dan UMKM. Hal itu tercer-
min dari masih terdapat daerah yang memandang
koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan
asli daerah dengan mengenakan pungutan-pu-
ngutan baru yang tidak perlu sehingga biaya usa-
ha koperasi dan UMKM meningkat. Oleh karena
itu, aspek kelembagaan masih menjadi perhatian
yang sungguh-sungguh dalam rangka mempero-
leh daya jangkau hasil dan manfaat yang maksi-
mal mengingat besarnya jumlah, keanekaragam-
an usaha, dan tersebarnya UMKM.
Permasalahan pokok lainnya adalah rendahnya
produktivitas yang berakibat terjadinya kesen-
jangan yang sangat lebar antarpelaku usaha kecil,
menengah, dan besar. Selain itu, perkembangan Selain itu, perkembangan perkembangan perkembangan erkembangan
produktivitas tenaga kerja usaha mikro dan kecil
belum menunjukkan perkembangan yang berarti.
Atas dasar harga berlaku 2004, produktivitas per
unit usaha mikro dan kecil adalah sebesar Rp 20,15
juta dan usaha menengah sebesar Rp 2,0 miliar, se-
dangkan produktivitas per unit usaha besar telah
mencapai Rp 153,2 miliar. Dari data tersebut dapat Dari data tersebut dapat
diindikasikan rendahnya kualitas sumberdaya rendahnya kualitas sumberdaya
manusia yang bergerak di sektor UMKM. Hal ini yang bergerak di sektor UMKM. Hal ini UMKM. Hal ini . Hal ini
utamanya terkait dengan bidang manajemen, or- bidang manajemen, or-
ganisasi, penguasaan teknologi, pemasaran, serta
rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM.
Keadaan demikian melemahkan kesiapan bersaing
dan adaptasi dalam menghadapi pelaksanaan per-
dagangan bebas sesuai dengan kesepakatan yang
telah disetujui oleh masyarakat internasional.
UMKM dan koperasi juga masih menghadapi ma-
salah keterbatasan akses terhadap modal. Pada terhadap modal. Pada modal. Pada
2004, jumlah kredit perbankan yang disalurkan
sebagai kredit skala mikro, kecil, dan menengah
(MKM) adalah sebesar 48,5 persen dari total
kredit perbankan. Dari jumlah tersebut, seba-
gian besar masih terserap ke dalam kegiatan-ke-
giatan konsumtif. Sementara itu, sisanya terse-
rap untuk kegiatan produktif, yaitu untuk kredit
modal kerja sebesar 41,2 persen dan sebagian
terkecil untuk kredit investasi sebesar 10,5 per-
sen. Keadaan itu bagi UMKM amat menyulitkan
untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun
mengembangkan produk-produk yang bersaing.
Selain itu, meskipun usahanya layak, persyaratan
pinjaman seperti jumlah jaminan, juga tidak mu-
dah dipenuhi oleh UMKM.
Khusus mengenai koperasi, masalah pokok yang
masih dihadapi adalah rendahnya kualitas kelem-
bagaan dan organisasi, tertinggalnya kinerja, serta serta
kurang baiknya citra koperasi. Meskipun jumlah-
nya cukup besar dan terus meningkat, kualitas
kelembagaan dan organisasi koperasi sampai saat
itu masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai con-
toh, jumlah koperasi yang aktif menjalankan kegiat-
an usahanya pada 2004 adalah sebanyak 93,4 ribu
unit atau hanya sekitar 71,5 persen dari koperasi
yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut,
hanya 46,3 ribu koperasi atau kurang dari 49,5
persen yang menyelenggarakan rapat anggota ta-
hunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang
merupakan lembaga (forum) pengambilan keputus-
an tertinggi dalam organisasi koperasi.
4.6.2.2. Sasaran yang Ingin Dicapai
Dengan latar belakang dan kondisi tersebut di
atas, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan
UMKM seperti dirumuskan dalam RPJMN 2004-
2009 adalah:
LO_RPJMN.indd 264 5/5/09 2:41:27 PM
265
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan or-
ganisasi koperasi sesuai dengan jati diri kope-
rasi;
2. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan
laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari laju
pertumbuhan produktivitas nasional;
3. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
4. Meningkatnya nilai ekspor produk UMKM
dengan laju pertumbuhan lebih tinggi daripa-
da laju pertumbuhan nilai tambahnya; serta
5. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan
wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek).
4.6.3. Untuk Mencapai Sasaran di
atas, Program-program yang
Dilaksanakan Mencakup:
4.6.4. Pencapaian 2005-2008
Untuk memfasilitasi terselenggaranya iklim usa- memfasilitasi terselenggaranya iklim usa-
ha yang kondusif bagi kelangsungan usaha dan
peningkatan kinerja UMKM, salah satu langkah
pokok yang dilakukan adalah menyempurnakan
peraturan perundang-undangan. Hal ini diperlu-
kan untuk membangun landasan legalitas usaha
yang kuat bagi UMKM. Dalamkerangka program . Dalam kerangka program
ini diupayakan pula penyederhanaan birokrasi a penyederhanaan birokrasi penyederhanaan birokrasi enyederhanaan birokrasi
dan perizinan terkait koperasi dan UMKM. Sehu- terkait koperasi dan UMKM. Sehu- . Sehu-
bungan dengan itu, Rancangan Undang-undang undang ndang
(RUU) tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
sebagai pengganti Undang-undang (UU) Nomor 9 undang (UU) Nomor 9 ndang (UU) Nomor 9 (UU) Nomor 9 Nomor 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil telah disahkan
menjadi UU pada 2008. UU pada 2008. pada 2008.
Pada tahun yang sama, RUU tentang Perkopera-
sian telah disusun sebagai pengganti UU Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI)
Nomor 02/DPRRI/II/2007-2008 tentang Program
Legislasi Nasional Tahun 2008, RUU tentang Kope-
rasi masuk dalam Prolegnas RUU Periode 2008.
RUU tersebut akan disampaikan Pemerintah ke-
pada DPR-RI setelah terlebih dahulu dipaparkan
dalam Sidang Kabinet Terbatas.
Pemerintah menindaklanjuti Inpres Nomor 6 Ta-
hun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengem-
bangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM
dengan menerbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2008
tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009. In-
pres Nomor 5 Tahun 2008 mencakup penajaman
fokus dan prioritas pembangunan ekonomi, ter-
masuk di antaranya paket kebijakan mengenai
UMKM. Kebijakan pemberdayaan UMKM dalam
paket tersebut meliputi 4 kebijakan, 17 program,
dan 32 tindakan. Rencana program tersebut ter-
kait dengan aspek peningkatan akses UMKM pada
sumber pembiayaan, perluasan akses pasar bagi
UMKM, peningkatan kapasitas SDM/Kewirausa-
haan, dan reformasi regulasi. Paket kebijakan itu
diharapkan akan memberikan peran yang lebih
tegas dan tanggung-jawab yang lebih fokus ke-
pada instansi teknis yang melakukan pembinaan
terhadap pemberdayaan UMKM.
Untuk lebih meningkatkan akses koperasi dan
UMKM kepada sumber pembiayaan, beberapa
skema telah dikembangkan seperti:
1. Program penjaminan kredit;
2. Skema pendanaan komoditas dengan jamin-
an resi gudang;
3. Program penerbitan surat utang koperasi (SUK);
dan
4. Bantuan sertikasi tanah kepada UKM.
KUR adalah kredit/pembiayaan dengan
pola penjaminan bagi UMKM dan
koperasi yang usahanya layak akan tetapi
tidak mempunyai agunan yang sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan
perbankan
LO_RPJMN.indd 265 5/5/09 2:41:27 PM
266
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Kegiatan penjaminan kredit koperasi dan UMKM
ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi ko-
perasi dan UMKM dalam memperoleh pendanaan
dari perbankan. Melalui skema penjaminan kredit
ini, Pemerintah meluncurkan Program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) pada 2008. KUR adalah
kredit/pembiayaan dengan pola penjaminan bagi
UMKM dan koperasi yang usahanya layak akan
tetapi tidak mempunyai agunan yang sesuai de-
ngan persyaratan yang ditetapkan perbankan. Pro-
gram ini didasari oleh fakta bahwa banyak KUKM
yang memiliki potensi usaha yang layak, tetapi ti-
dak memenuhi persyaratan teknis perbankan. Oleh
karena itu, Pemerintah telah meningkatkan kapa-
sitas perusahaan penjaminan dengan menambah-
kan penyertaan modal negara sebesar Rp 1,45 tri-
liun. Kontribusi Pemerintah sebesar Rp 850 miliar
tersebut disalurkan melalui PT Askrindo (PT Asu-
ransi Kredit Indonesia) Persero dan sisanya sebe-
sar Rp 600 miliar dialokasikan kepada Perum Sa-
rana Pengembangan Usaha (Perum Jamkrindo).
Pelaksanaan Program KUR melibatkan instansi-
instansi yang secara lintas sektoral melakukan
pemberdayaan UMKM dan koperasi. Selain itu
juga diikutsertakan 6 bank pelaksana (Bank
Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank BTN, Bank
Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri) serta Pe-
rum Jamkrindo dan PT Askrindo sebagai lem-
baga penjamin. Pada dasarnya Program KUR ini
dapat diakses oleh semua sektor usaha di seluruh
Indonesia. Tingkat bunga efektif KUR sebesar
24 persen per tahun untuk kredit maksimal Rp 5
juta; dan 16 persen efektif per tahun untuk kredit
lebih besar dari Rp 5 juta sampai dengan Rp 500
juta. Realisasi program KUR sampai dengan akhir
Desember 2008 adalah senilai Rp 12.624,2 miliar
untuk 1.671.668 debitur dengan rata-rata kredit
senilai Rp 7,55 juta.
Sejak 2006, telah dikembangkan programsekuri- , telah dikembangkan programsekuri- telah dikembangkan program sekuri-
tisasi aset dengan memperkenalkan sistem pener-
bitan Surat Utang Koperasi (SUK). SUKmerupakan SUK merupakan
instrumen utang yang penting dalam mendorong
kapitalisasi koperasi. Beberapa manfaat penting
yang diperoleh koperasi dalam menerbitkan SUK
adalah koperasi akan memperoleh sumber penda-
naan jangka panjang yang kemudian disalurkan
dalam jangka yang lebih pendek sehinga struktur
keuangan koperasi menjadi lebih sehat. Selain itu,
koperasi yang memiliki kelebihan likuiditas dapat
menginvestasikan uangnya di koperasi penerbit
SUK. Pada 2006, disediakan dana Rp 7,761 miliar
dan dilanjutkan pada 2007 sebesar Rp 10 miliar.
Realisasi program penerbitan SUK sampai dengan
akhir September 2008 diikuti oleh 38 koperasi
penerbit SUK dengan nilai sebesar Rp 12 miliar
dan dengan kinerja NPL 0 persen.
Selain itu, Pemerintah juga telah melaksanakan
program hair cut untuk membantu UKM yang ti-
dak mampu membayar hutang. UMKM yang akan
mendapat hair cut adalah yang mempunyai Non
Performing Loan (NPL) atau kredit macet di bawah
Rp 5 miliar. Jumlah UMKM yang mengalami
kredit macet adalah 1,47 juta dengan total kredit
macet sebesar Rp 7,9 triliun. Dalam program ini
akan dilakukan penghapusan hutang, pemotong-
an bunga, dan pengurangan utang.
Beberapa manfaat penting yang
diperoleh koperasi dalam menerbitkan
SUK adalah koperasi akan memperoleh
sumber pendanaan jangka panjang yang
kemudian disalurkan dalam jangka yang
lebih pendek sehinga struktur keuangan
koperasi menjadi lebih sehat
Pemerintah juga menyediakan berbagai skim pen-
danaan untuk mendukung UMKM yang bergerak di
sektor-sektor tertentu dan dalam wilayah produk-
si/sentra. Skim pendanaan tersebut mencakup
skim resi gudang yang diperkenalkan mulai tahun
2006 dan dilanjutkan pada tahun 2008. Sasaran
skim ini mencakup petani, kelompok tani, koperasi
serta UKM lainnya, dengan jenis komoditas antara
lain gabah, beras, jagung, gula pasir, kacang kede-
LO_RPJMN.indd 266 5/5/09 2:41:27 PM
267
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
lai, pupuk, dan komoditas lain. Penguatan permo-
dalan juga diberikan bagi koperasi dan UMKM di
sentra maupun kawasan industri dengan program
modal awal dan padanan (MAP) melalui tiga jalur,
yaitu: KSP/USP koperasi, lembaga modal ventura,
dan lembaga inkubator. Manfaat program MAP
bagi UMKM adalah berkembangnya 2.398 UKM
melalui dukungan permodalan dan telah menye-
rap 29.897 tenaga kerja. Pada periode 2005-2007
pemerintah juga memfasilitasi dukungan pembi-
ayaan produktif dalam bentuk dana bergulir bagi
koperasi dan usaha mikro yang dilakukan dengan
melibatkan 1.976 KSP/USP dan 1.634 Koperasi
Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Sya-
riah (KJKS/UJKS) yang tersebar di 33 Propinsi.
Untuk mengembangkan dan meningkatkan akses
permodalan khususnya bagi wanita wirausaha ska-
la mikro, mulai tahun 2006 pemerintah memfasili-
tasi dukungan permodalan dalam bentuk dana
bergulir kepada 196 Koperasi Wanita. Pelaksanaan
program ini juga dilanjutkan pada tahun 2007 un-
tuk mencakup 247 Koperasi Wanita. Pelaksanaan
program dana bergulir pada tahun 2008 selanjut-
nya dilakukan melalui badan layanan umum yaitu
Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Program lain yang dilakukan guna mempermudah
akses koperasi dan UMKM terhadap permodalan
adalah dengan memberikan bantuan sertikasi
hak atas tanah. Kegiatan ini secara langsung ditu-
jukan untuk memfasilitasi pengusaha mikro dan
kecil agar dapat menyediakan agunan tanah ber-
sertikat. Selama kurun waktu 2005-2008, jumlah
usaha mikro dan kecil (UMK) yang telah mem-
peroleh bantuan sertikasi tanah adalah 65.517
orang. Setiap UKM mendapatkan bantuan pengu-
rusan sertikat tanah sebesar Rp 500 ribu-1 juta.
Dalam aspek perluasan pasar, Pemerintah telah
mendukung pemasaran dan jaringan usaha kope-
rasi dan usaha kecil menengah dengan pemben-
tukan badan layanan umum Lembaga Layanan
Pemasaran-Koperasi Usaha Kecil Menengah
(LLP-KUKM). Tugas lembaga ini adalah melaku-
kan mediasi produk koperasi dan UKM untuk
mendapatkan pasar di luar negeri. Operasional-
isasi program ini dilakukan dengan bekerjasama
membentuk trading house di dalam negeri dan
luar negeri. Trading house di luar negeri sudah
terdapat di Bulgaria dan Dubai. LLP-KUKM juga
mempunyai jaringan kerja dengan trading house
di sentra-sentra produksi, seperti Probolinggo,
Jepara, Yogyakarta, Cirebon, Jakarta, dan Bali.
Lembaga ini juga memberikan layanan lain seper-
ti pelatihan untuk fungsionalisasi e-commerce.
Untuk meningkatkan kemampuan wirausaha bagi
UKM, telah dilakukan diklat kewirausahaan. Pro-
gram ini bertujuan untuk menumbuh-kembang-
kan jiwa dan semangat kewirausahaan terutama
di kalangan UMKM dan generasi muda. Selama
periode 2005-2008 telah dilatih sebanyak 8.490
orang. Dalam meningkatkan SDM perkoperasian,
pemerintah melakukan diklat perkoperasian yang
Dok : DEPBUDPAR
LO_RPJMN.indd 267 5/5/09 2:41:34 PM
268
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
diperuntukkan bagi anggota koperasi, pengurus
koperasi, pengelola koperasi, pengawas koperasi,
maupun masyarakat umum yang akan memben-
tuk koperasi (Pra Koperasi). Selama periode tahun
2005-2008 telah terlatih sebanyak 8.790 orang di
bidang perkoperasian.
4.6.4.1. Posisi Capaian hingga 2008
Berbagai program kegiatan yang dilakukan telah
memberi dukungan terhadap pencapaian sasaran
pemberdayaan koperasi dan UMKM, baik langsung
maupun tidak langsung. Beberapa capaian yang
telah diraih hingga 2008 adalah sebagai berikut:
Sasaran 1: Meningkatnya kualitas kelem-
bagaan dan organisasi koperasi sesuai de-
ngan jati diri koperasi;
Dalam periode 2005-2007, jumlah koperasi
menunjukkan laju peningkatan rata-rata sebesar
4,7 persen per tahun. Apabila pada tahun 2005
jumlah koperasi adalah sekitar 133 ribu unit,
maka jumlah koperasi pada tahun 2007 menca-
pai hampir 150 ribu unit. Jumlah koperasi aktif
juga terus meningkat, meskipun proporsi terha-
dap jumlah koperasi secara nasional cenderung
mengalami penurunan. Kinerja kelembagaan
koperasi yang diukur dari prosentase koperasi
aktif yang melaksanakan Rapat Anggota Tahun-
an (RAT) juga menurun dalam periode 2005-
2007, dengan rata-rata 46,6 persen koperasi aktif
yang sudah melaksanakan RAT. Sementara itu
jumlah koperasi yang sudah memiliki manajer
masih terbatas. Dalam periode yang sama, rata-
rata hanya 30 persen koperasi aktif yang sudah
memiliki manajer. Hal ini dapat menggambarkan
bahwa sebagian besar koperasi aktif belum dike-
lola secara profesional. Dengan demikian, masih
diperlukan upaya yang lebih intensif untuk men-
dorong koperasi dan sumberdaya manusianya
untuk menjalankan fungsinya dengan baik, salah
satunya dengan mengoptimalkan partisipasi ang-
gota melalui pelaksanaan RAT dan memperkuat
kelembagaan koperasi melalui pengelolaan yang
lebih profesional.
Sasaran 2: Meningkatnya produktivitas
UMKM dengan laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas
nasional
Secara umum, laju pertumbuhan produktivitas
per unit UMKM pada periode 2005-2007, ber-
dasarkan harga konstan tahun 2000, mencapai
rata-rata sekitar 2,1 persen per tahun. Sedangkan
laju pertumbuhan produktivitas nasional men-
capai rata-rata sekitar 1,75 persen per tahun.
Meskipun produktivitas per unit UMKM terus
meningkat, namun laju kenaikannya sangat lam-
bat sehingga produktivitas per unit UMKM ma-
sih jauh tertinggal dengan produktivitas tenaga
kerja usaha besar.
Untuk meningkatkan kemampuan
wirausaha bagi UKM, telah dilakukan
diklat kewirausahaan yang bertujuan
untuk menumbuh-kembangkan jiwa dan
semangat kewirausahaan terutama di
kalangan UMKM dan generasi muda
Sasaran 3: Meningkatnya proporsi usaha ke-
cil formal
Pada tahun 2006, jumlah unit usaha non perta-
nian tercatat 22,7 juta unit. Usaha mikro (Umi)
mencakup sekitar 42,85 persen dari total unit
usaha non pertanian di Indonesia, dan sisanya
merupakan usaha kecil (0,35 persen), usaha
menengah (0,03 persen), dan usaha besar (56,76
persen). Sekitar 99,8 persen dari unit-unit usaha
non pertanian tersebut sudah berbadan hukum,
termasuk usaha mikro dan kecil. Usaha skala mi-
kro dan usaha kecil non pertanian yang tercatat
umumnya berbadan hukum PT/NV (43 persen).
Sebagian usaha kecil lainnya memiliki legalitas
usaha dalam bentuk usaha rma, CV, usaha ber-
ijin khusus, dan koperasi. Data-data perkembang-
LO_RPJMN.indd 268 5/5/09 2:41:34 PM
269
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
an UMKM berdasarkan legalitas usaha tersebut
belum mencakup UMKM di sektor pertanian,
perikanan, peternakan dan kehutanan, yang di-
perkirakan masih didominasi oleh usaha-usaha
informal.
Sasaran 4: Meningkatnya nilai ekspor
produk UMKM dengan laju pertumbuhan
lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ni-
lai tambahnya
Dari sisi kontribusi pembentukan ekspor non mi-
gas nasional, UKM juga mempunyai peran yang
cukup signikan. Pada 2005, kontribusinya ter-
catat sebesar U$ 11.225 juta atau 20,27 persen
dari keseluruhan nilai ekspor non migas Indone-
sia. Pada 2007, peran UKM terhadap pembentuk-
an total nilai ekspor non migas nasional mengala-
mi peningkatan sebesar U$ 5.382 juta atau 47,95
persen, yaitu dengan tercapainya angka sebesar
U$ 16.607 juta atau 20,02 persen dari total nilai
ekspor nasional.
Dengan pencapaian ini, nilai ekspor produk non-
migas UKM pada periode 2005-2007 tumbuh de-
ngan laju rata-rata 21,7 persen per tahun. Angka
ini menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih
tinggi daripada laju pertumbuhan nilai tambah
produk non-UKM pada periode yang sama. Laju
pertumbuhan nilai tambah produk non-UKM
adalah 5,8 persen per tahun. Hal ini menunjuk-
kan bahwa daya saing UKM semakin meningkat.
Sasaran 5: Berfungsinya sistem untuk me-
numbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
Pengembangan sistem penumbuhan wirausaha
baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi ma-
sih dilakukan dalam bentuk kegiatan percontohan
atau mendukung perkembangan lembaga-lembaga
yang sudah ada. Salah satunya yaitu kegiatan ge-
rakan tunas kewirausahaan nasional (Getuknas)
yang melibatkan 15.000 orang pelajar/pemuda,
untuk memacu pertumbuhan wirausaha baru. Se-
lain itu sejak tahun 2007 pemerintah mendorong
penumbuhan unit usaha baru oleh para sarjana
dalam wadah koperasi yang melibatkan kerjasama
dengan Pemda, perguruan tinggi, dunia usaha, dan
organisasi kemasyarakatan.
Kegiatan ini mencakup usaha-usaha baru di 32
koperasi yang tersebar di 25 kabupaten pada 6
provinsi. Dukungan bagi inkubator usaha juga
diberikan, utamanya pada inkubator usaha yang
dinaungi lembaga pendidikan/universitas, yang
diharapkan dapat menyediakan fasilitasi dan
pengembangan usaha bagi KUKM-tenant, baik
di bidang manajemen maupun teknologi. Pada
tahun 2009 diharapkan sistem penumbuhan wi-
rausaha baru berbasis iptek dapat diwujudkan sei-
ring dengan berfungsinya Pusat Inovasi UMKM.
4.6.4.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Dalam upaya mencapai sasaran pembangunan,
koperasi dan UMKM masih dihadapkan pada be-
berapa persoalan klasik. Secara mikro, koperasi
dan UMKM masih memiliki kinerja yang perlu
ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh:
1. Masih rendahnya tingkat produktivitas usaha,
tenaga kerja, dan nilai tambah produk;
2. Jumlah investasi dan permodalan yang masih
terbatas;
3. Jangkauan pasar dan jaringan usaha yang
masih terbatas;
4. Akses informasi yang masih rendah dan
pemanfatan teknologi yang masih terbatas;
5. Manajemen yang umumnya belum profesional.
Permasalahan-permasalahan tersebut banyak
terkait dengan kondisi keterbatasan internal ko-
perasi dan UMKM. Namun penyelesaian berbagai
permasalahan tersebut juga sangat tergantung
pada kesiapan lembaga-lembaga pendukung kope-
rasi dan UMKM, termasuk kerangka peraturan-
nya, untuk dapat menyediakan dukungan ling-
LO_RPJMN.indd 269 5/5/09 2:41:35 PM
270
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
keterbatasan dukungan kelembagaan, komitmen,
dan kapasitas SDM dalam pemberdayaan ko-
perasi dan UMKM di daerah, rendahnya koor-
dinasi terkait silang kepentingan antar lembaga
terkait pemberdayaan koperasi dan UMKM, dan
keterbatasan dalam jumlah dan jangkauan lem-
baga intermediasi pengembangan usaha koperasi
dan UMKM. Permasalahan tersebut juga dapat
sekaligus menjadi tantangan dalam pencapaian
sasaran RPJMN mengingat saat ini pemerintah
diharapkan menjadi lebih responsif terhadap
perubahan pasar dan lebih esien dalam menge-
lola dan menjalankan program dan anggarannya.
Perubahan lingkungan strategis juga membawa
dampak berupa kebutuhan yang lebih besar ter-
hadap peran dan partisipasi dari dunia usaha dan
masyarakat dalam pengembangan koperasi dan
UMKM.
kungan usaha yang kondusif. Dengan demikian,
peningkatan peran koperasi dan UMKM secara
optimal dalam membantu mewujudkan kema-
juan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat akan ditentukan oleh perbaikan sisi
internal koperasi dan UMKM, serta kondisi ling-
kungan usahanya.
Perbaikan kelembagaan dan peningkatan kapa-
sitas merupakan dua prasyarat strategis dalam
pemberdayaan koperasi dan UMKM karena hal
ini menjadikan kinerja dan daya saing kopera-
si dan UMKM dapat terus berkembang secara
berkelanjutan. Kedua aspek tersebut juga men-
jadi fokus pemberdayaan koperasi dan UMKM
dalam upaya mencapai sasaran RPJMN. Namun
terkait iklim usaha, masih banyak permasalahan
kelembagaan dan kapasitas yang dihadapi, seperti
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 270 5/5/09 2:41:37 PM
271
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
pelatihan fasilitator budaya/motivasi usaha
dan teknis manajemen usaha mikro untuk
meningkatkan kinerja pengelola LKM dan
motivasi/budaya usaha mikro.
6. Memasyarakatkan kewirausahaan dan me-
ngembangkan sistem insentif bagi wirausaha
baru, termasuk yang berkenaan dengan aspek
pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses
pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar.
7. Mengembangkan jaringan produksi dan dis-
tribusi melalui pemanfaatan teknologi infor-
masi, pengembangan kelompok usaha dan
jaringan antar-UKM dalam wadah koperasi,
serta jaringan antara UKM dan usaha besar
melalui kemitraan usaha.
8. Melakukan rintisan untuk mengembangkan
sentra-sentra produksi di daerah terisolasi dan
tertinggal/perbatasan. Tindak lanjut ini diper-
lukan agar masyarakat di daerah tertinggal/
perbatasan dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan potensi lokal tiap-tiap daerah.
4.6.5.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
Sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan
RPJMN, kinerja pemberdayaan koperasi dan
UMKM diperkirakan dapat dipertahankan dan
bahkan dapat ditingkatkan. Peluang capaian yang
dapat ditingkatkan khususnya terkait pertum-
buhan usaha dan kontribusi koperasi dan UMKM
dalam perekonomian nasional. Setidaknya, capai-
an sektor koperasi dan UMKM tersebut dapat
dipertahankan pada tingkat yang telah dicapai
hingga 2008.
Peluang meningkatnya pertumbuhan sektor
UKM pada 2009 diperkirakan sangat besar untuk
terjadi. Seiring dengan terjadinya krisis keuangan
global, perekonomian Indonesia diperkirakan
juga akan melambat. Sebagai akibatnya, jumlah
pengangguran akan meningkat karena maraknya
pemutusan hubungan kerja. Dengan demikian,
koperasi dan UMKM merupakan sarana yang
strategis untuk digalakkan sebagai usaha mere-
dam dampak krisis bagi masyarakat.
4.6.5. Tindak Lanjut
4.6.5.1. Upaya yang akan Dilakukan un-
tuk Mencapai Sasaran
Berlandaskan kondisi objektif, posisi pencapaian
terkini dan isu strategis yang berkembang, bebe-
rapa tindak lanjut ke depan yang perlu dilakukan,
diantaranya:
1. Menindaklanjuti Undang-Undang tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
sebagai landasan yang kuat dalam member-
dayakan UMKM pada masa mendatang. Upa-
ya ini ditujukan untuk menjadikan UMKM
menjadi tangguh, kuat dan mandiri, serta
lebih mendapat jaminan kepastian hukum.
Untuk itu, diperlukan beberapa peraturan
pelaksanaan, baik berupa peraturan presiden
maupun peraturan Pemerintah.
2. Memperluas akses bagi koperasi dan UMKM
kepada sumber modal melalui: (a) pengembang-
an produk dan jasa pembiayaan bukan bank;
(b) peningkatan skema penjaminan kredit khu-
susnya untuk mendukung kebutuhan modal
investasi, termasuk penyediaan kebijakan dan
strategi nasional; serta (c) penyusunan kebi-
jakan dan strategi nasional pengembangan
LKM yang menyeluruh dan terpadu.
3. Terkait dengan KUR, tindak lanjutnya, adalah
(a) penyempurnaan pelaksanaan penyaluran
KUR mikro; (b) perluasan bank pelaksana pe-
nyaluran KUR; (c) peningkatan skema linkage
yang melibatkan lembaga keuangan mikro
(LKM) dan KSP/USP dalam penyaluran KUR;
serta (d) pembinaan dan pendampingan ke-
pada calon debitur.
4. Pengembangan jaringan antar-LKM/KSP
dan kerjasama antar-LKM/KSP perlu dikem-
bangkan dalam rangka peningkatan kualitas
manajemen, dan informasi sehingga tercipta
jejaring yang akan mendorong LKM/KSP
tumbuh dan berkembang.
5. Melakukan pembimbingan teknis/pendam-
pingan dan pelatihan pengelola LKM serta
LO_RPJMN.indd 271 5/5/09 2:41:37 PM
272
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.6.6. Penutup
Dengan potensi dan peran yang strategis, kope-
rasi dan UMKM merupakan kekuatan untuk
menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat
sekaligus menjadi tumpuan dalam meningkatkan
kesejahteraan. Selama ini, koperasi dan UMKM
telah mampu memberikan kontribusi terhadap
penyerapan tenaga kerja terbesar secara nasional,
meningkatkan ekspor, dan berkontribusi dalam
pembentukan PDB nasional.
Namun demikian, koperasi dan UMKM secara
mikro masih memiliki permasalahan yang perlu
ditanggulangi. Beberapa permasalahan pokok
yang dihadapi koperasi dan UMKM adalah ren-
dahnya produktivitas, minimnya permodalan,
terbatasnya pasar, dan manajemen yang kurang
profesional. Oleh karena itu, permasalahan terse-
but harus segera diselesaikan.
Sejauh ini, upaya utama yang dilakukan Pemerin-
tah untuk memberdayakan koperasi dan UMKM
adalah melalui pemberian kemudahan fasilitas
terhadap permodalan dan akses pasar. Selain itu,
upaya pembinaan juga dilakukan melalui program
pelatihan manajerial dan kewirausahaan. Dengan
upaya tersebut, diharapkan kontribusi koperasi
dan UMKM terhadap perekonomian secara ke-
seluruhan dapat ditingkatkan, sehingga pada
gilirannya dapat menyerap lebih banyak tenaga
kerja dan memberikan kontribusi yang lebih be-
sar terhadap perekonomian. Daya serap tenaga
kerja yang tinggi sangat dibutuhkan oleh pereko-
nomian saat ini untuk meredam dampak krisis
keuangan global.
Sangat disadari, kesinambungan pelaksanaan
program ke depan masih membutuhkan perha-
tian secara seksama. Mengingat cakupannya yang
sangat luas, dengan jumlah unit usaha yang sa-
ngat besar, dapat dipastikan bahwa masih banyak
koperasi dan UMKM yang belum terjangkau oleh
upaya pemberdayaan tersebut. Oleh karena itu,
dalam pelaksanaan program-program harus di-
upayakan seoptimal mungkin melalui pening-
katan komitmen dan kapasitas, serta koordinasi
lembaga dan aparat pembina. Hal ini perlu di-
sertai dengan upaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas lembaga intermediasi pengembangan
koperasi dan UMKM melalui pelibatan berbagai
pemangku kepentingan di pusat dan daerah.
LO_RPJMN.indd 272 5/5/09 2:41:37 PM
273
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
T
a
b
e
l

4
.
6
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

K
o
p
e
r
a
s
i

d
a
n

U
s
a
h
a

M
i
k
r
o
,

K
e
c
i
l
,

d
a
n

M
e
n
e
n
g
a
h
N
o
S
a
s
a
r
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
s
a
r
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
.
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

U
M
K
M

d
e
n
g
a
n

l
a
j
u

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

l
e
b
i
h

t
i
n
g
g
i

d
a
r
i

l
a
j
u

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

p
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

n
a
s
i
o
n
a
l
1
.
1
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

u
s
a
h
a

k
e
c
i
l

p
e
r

u
n
i
t

u
s
a
h
a

p
e
r

t
a
h
u
n
R
p

M
i
l
i
a
r
/
u
n
i
t
0
,
0
2
/
0
,
0
2
0
,
0
3
0
,
0
3
1
.
2
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

u
s
a
h
a

m
e
n
e
n
g
a
h

p
e
r

u
n
i
t

u
s
a
h
a

p
e
r

t
a
h
u
n
R
p

M
i
l
i
a
r
/
u
n
i
t
3
,
9
9
/
4
,
5
7
4
,
9
9
5
,
1
9
1
.
3
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

U
K
M

p
e
r

u
n
i
t

u
s
a
h
a

p
e
r

t
a
h
u
n
R
p

M
i
l
i
a
r
/
u
n
i
t
0
,
0
3
/
0
,
0
3
0
,
0
4
0
,
0
4
1
.
4
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

u
s
a
h
a

b
e
s
a
r

p
e
r

u
n
i
t

u
s
a
h
a

p
e
r

t
a
h
u
n
R
p

M
i
l
i
a
r
/
u
n
i
t
1
5
3
,
2
1
/
1
8
9
,
9
7
3
5
3
,
1
7
4
0
5
,
5
9
1
.
5
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

p
e
r

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

u
s
a
h
a

k
e
c
i
l
R
p

J
u
t
a
/
o
r
a
n
g
1
1
,
7
8
/
1
2
,
4
0
1
2
,
7
6
1
7
,
1
9
1
.
6
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

p
e
r

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

u
s
a
h
a

m
e
n
e
n
g
a
h
R
p

J
u
t
a
/
o
r
a
n
g
9
2
,
0
5
/
1
0
3
,
2
6
1
1
6
,
2
3
1
3
2
,
4
4
1
.
7
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

p
e
r

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

U
K
M
R
p

J
u
t
a
/
o
r
a
n
g
1
5
,
8
1
/
1
7
,
9
1
1
9
,
9
5
2
3
,
1
2
1
.
8
P
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s

p
e
r

t
e
n
g
a

k
e
r
j
a

u
s
a
h
a

b
e
s
a
r
R
p

J
u
t
a
/
o
r
a
n
g
3
2
4
,
7
0
/
4
0
2
,
8
3
6
3
5
,
1
3
7
2
8
,
4
0
2
.
M
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n
y
a

p
r
o
p
o
r
s
i

u
s
a
h
a

k
e
c
i
l

f
o
r
m
a
l
3
.
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

d
a
n

o
r
g
a
n
i
s
a
s
i

k
o
p
e
r
a
s
i

s
e
s
u
a
i

d
e
n
g
a
n

j
a
t
i
d
i
r
i

k
o
p
e
r
a
s
i
3
.
1
J
u
m
l
a
h

k
o
p
e
r
a
s
i
R
i
b
u

U
n
i
t
1
3
0
,
7
/
1
3
2
,
9
1
4
1
,
3
1
4
9
,
8
3
.
2
J
u
m
l
a
h

a
n
g
g
o
t
a

k
o
p
e
r
a
s
i
J
u
t
a

o
r
a
n
g
2
7
,
5
/
2
7
,
3
2
7
,
8
2
8
,
9
3
.
3
J
u
m
l
a
h

k
o
p
e
r
a
s
i

y
a
n
g

a
k
t
i
f
R
i
b
u

U
n
i
t
9
3
,
4
/
9
4
,
4
9
8
,
9
1
0
5
,
0
3
.
4
J
u
m
l
a
h

k
o
p
e
r
a
s
i

a
k
t
i
f

y
a
n
g

m
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
k
a
n

r
a
p
a
t

a
n
g
g
o
t
a

t
a
h
u
n
a
n

(
R
A
T
)
R
i
b
u

U
n
i
t
4
6
,
3
/
4
4
,
6
4
6
,
1
4
8
,
3
3
.
5
J
u
m
l
a
h

k
o
p
e
r
a
s
i

a
k
t
i
f

y
a
n
g

m
e
m
i
l
i
k
i

m
a
n
a
j
e
r

k
o
p
e
r
a
s
i
R
i
b
u

U
n
i
t
2
8
,
8
/
2
9
,
3
3
1
,
9
3
2
,
0
4
.
B
e
r
f
u
n
g
s
i
n
y
a

s
i
s
t
e
m

u
n
t
u
k

m
e
n
u
m
b
u
h
k
a
n

w
i
r
a
u
s
a
h
a

b
a
r
u

b
e
r
b
a
s
i
s

i
l
m
u

p
e
n
g
e
-
t
a
h
u
a
n

d
a
n

t
e
k
n
o
l
o
g
i
5
.
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

n
i
l
a
i

e
k
s
p
o
r

p
r
o
d
u
k

U
M
K
M

d
e
n
g
a
n

l
a
j
u

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

l
e
b
i
h

t
i
n
g
g
i

d
a
r
i
p
a
d
a

l
a
j
u

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

n
i
l
a
i

t
a
m
b
a
h
n
y
a
5
.
1
N
i
l
a
i

e
k
s
p
o
r

n
o
n

m
i
g
a
s

U
M
K
M
U
S
$

M
i
l
i
a
r
1
0
,
2
1
/
1
1
,
2
3
1
4
,
1
0
1
6
,
6
1
5
.
2
N
i
l
a
i

e
k
s
p
o
r

n
o
n

m
i
g
a
s

u
s
a
h
a

b
e
s
a
r
U
S
$

M
i
l
i
a
r
4
0
,
1
1
/
4
4
,
1
4
5
5
,
9
0
6
6
,
3
5
LO_RPJMN.indd 273 5/5/09 2:41:38 PM
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 274 5/5/09 2:41:40 PM
275
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.7
Peningkatan Pengelolaan BUMN
4.7.1. Pengantar
Peningkatan pengelolaan BUMN merupakan
salah satu prioritas pembangunan yang dituang-
kan dalam RPJMN 2004-2009. Selama 2004-
2009, kebijakan pengembangan dan pembinaan
BUMN difokuskan untuk menyinergikan iklim
makro dan mikro perusahaan. Iklim makro adalah
kebijakan berkenaan dengan perbaikan industri
dan pasar dimana badan usaha tersebut berope-
rasi. Sementara, iklim mikro adalah kebijakan
yang difokuskan untuk pembenahan internal dan
restrukturisasi yang disesuaikan dengan potensi
daya saing yang dimiliki.
Selama 2004-2009, kebijakan
pengembangan dan pembinaan BUMN
difokuskan untuk menyinergikan iklim
makro dan mikro perusahaan
Untuk mencapai peningkatan pengelolaan BUMN
yang lebih baik maka perlu dilakukan serangkaian
kebijakan dan program yang mana telah tertuang
dalam RPJMN 2004-2009. Upaya tersebut di-
lakukan dengan melaksanakan program pembina-
an dan pengembangan badan usaha milik negara.
Upaya tersebut semakin menunjukkan hasil po-
sitif. Hal itu ditunjukkan dengan peningkatan
kualitas pelayanan BUMN kepada masyarakat.
Selain itu, kontribusi BUMN pada sisi pendapat-
an negara juga meningkat. Bab ini berfokus pada
pencapaian peningkatan pengelolaan BUMN ber-
dasarkan kontribusinya pada perekonomian nega-
ra serta membahas beberapa upaya tindak lanjut
dalam rangka mencapai sasarannya dengan fokus
pada kebijakan yang akan dilakukan.
4.7.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN 2004-2009, Pemerintah me-
miliki 158 BUMN yang bergerak dalam 37 sektor
usaha terdiri dari 119 Persero, 12 Persero Ter-
buka (Tbk.), 13 Perusahaan Umum (Perum), dan
14 Perusahaan Jawatan (Perjan), 19 patungan
minoritas, dan 7 perusahaan holding. Pada 2004,
total nilai aktiva seluruh BUMN tercatat sebe-
sar Rp 1.196,6 triliun. Pada periode yang sama,
kontribusi total BUMN pada penerimaan negara
sebesar Rp 59,4 triliun. Kontribusi ini meliputi
Rp 9,8 triliun dari dividen, Rp 39,7 triliun dari
pajak, dan Rp 9,9 triliun dari hasil privatisasi.
Berdasarkan kelompok usaha yang ada, kinerja
BUMN dari aspek keuangan adalah sebagai beri-
kut: BUMN dalam kelompok jasa keuangan me-
miliki rasio return on assets (ROA) sebesar 3,03
persen dan rasio return on equity (ROE) sebesar
29,41 persen. Badan usaha yang bergerak pada
non-jasa keuangan mencatat ROA sebesar 12,126
persen dan ROE sebesar 22,95 persen. PT Perusa-
haan Pertambangan Minyak dan Gas Negara (Per-
tamina) memiliki ROA sebesar 0,81 persen dan
ROE sebesar 17,82 persen. Terakhir, BUMN Pub-
lic Service Obligation (PSO) mencatat ROA sebesar
5,66 persen dan ROE terhitung 40,03 persen.
LO_RPJMN.indd 275 5/5/09 2:41:40 PM
276
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN
dalam RPJMN 2004-2009 adalah meningkatnya
kinerja dan daya saing. Sasaran ini diupayakan
dalam rangka memperbaiki pelayananan ma-
syarakat dan optimalisasi kontribusi terhadap
keuangan negara.
4.7.3. Pencapaian 2005-2008
Sampai dengan akhir tahun 2008, jumlah BUMN
yang dimiliki oleh pemerintah tercatat sebanyak
141 BUMN. Dari keseluruhan BUMN tersebut, se-
banyak 118 BUMN mampu mencetak laba. Jum-
lah tersebut mengalami peningkatan dari tahun
2007 (sebanyak 111 BUMN), sedangkan sisanya
masih mengalami kerugian. Nilai laba BUMN
pada tahun 2008 tercatat sebesar Rp 72,34 triliun
atau meningkat sebesar 1,04% dari tahun 2007.
Pada tahun 2008 tersebut, BUMN mampu mem-
berikan kontribusi kepada APBN melalui setoran
dividen/DPS sebesar Rp 29,08 triliun. Nilai terse-
but meningkat jika dibandingkan dengan setoran
dividen BUMN pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp
23,8 triliun
Dilihat dari kontribusi BUMN di pasar modal,
kapitalisasi pasar 14 BUMN di pasar modal pada
akhir tahun 2008 mencapai kurang lebih Rp.
386,14 triliun atau turun dari tahun 2007 sebe-
sar Rp 605,51 triliun. Namun demikian prosen-
tase kapitalisasi pasar sebesar 35,87% atau naik
dari tahun 2007 sebesar 30,45% dari nilai total
kapitalisasi pasar. Pembinaan terhadap BUMN
dilakukan melalui tiga kegiatan utama yakni re-
strukturisasi, privatisasi, dan protisasi.
Kegiatan restrukturisasi dilaksanakan dengan tu-
juan untuk lebih memperbaiki kinerja perusahaan
dengan menciptakan jumlah perusahaan yang te-
pat (rightsizing) dilihat dari nilai usaha yang ter-
cipta (value of the rm). Pada 2006, pelaksanaan
program ini dimulai pada 6 sektor dari 36 sektor
BUMN yang meliputi Kehutanan, Perkebunan
dan Holding RNI, Farmasi, Konstruksi, Industri
Strategis, dan Pertambangan. Pada 2007, dikem-
bangkan menjadi 13 sektor untuk dilakukan pena-
taan yang meliputi Perkebunan, Kehutanan, Per-
tambangan, Aneka Industri, Perikanan, Farmasi,
Kertas/Percetakan/Penerbitan, Konstruksi, Kon-
sultan Konstruksi, Angkutan Darat, Hotel dan
Pariwisata, Perlman, dan Survey/Pemotretan
Udara. Pada 2008, program ini dilanjutkan untuk
ke 13 sektor tersebut.
Privatisasi BUMN merupakan salah satu instru-
men yang penting dari Program Restrukturisasi
BUMN. Di samping sebagai salah satu sumber pe-
nerimaan APBN, privatisasi juga bertujuan untuk
memperluas kepemilikan saham BUMN oleh ma-
syarakat umum melalui pasar modal, serta men-
dorong penerapan praktik-praktik pengelolaan
yang baik dan menumbuhkan budaya korporasi
dan profesionalisme di BUMN. Pada 2006 reali-
sasi penerimaan negara dari privatisasi mencapai
Rp 2,088 triliun melalui pelepasan saham PT Pe-
rusahaan Gas Negara (PT PGN), dalam APBN ta-
hun 2007 ditargetkan sebesar Rp 3,3 triliun, dan
dalam APBN tahun 2008 ditargetkan sebesar Rp
1,5 triliun.
Protisasi adalah muara dari berbagai kegiatan
pembinaan BUMN oleh Pemerintah yang hasil-
nya diukur dari seberapa besar laba usaha BUMN
yang diserahkan ke negara. Pada 2006 realisasi
setoran dividen BUMN mencapai Rp 21,45 tril-
liun, pada 2007 realisasi dividen BUMN sebesar
Rp 23,8 trilliun, dan APBN tahun 2008 sebesar
Rp 29,08 trilliun.
Tantangan ke depan yang masih akan dihadapi
pada tahun 2009 adalah melanjutkan secara ber-
tahap terciptanya kebijakan reformasi BUMN
yang menyelaraskan secara optimal antara kebi-
jakan internal perusahaan dan kebijakan sekto-
ral dan pasar tempat BUMN tersebut beroperasi,
memisahkan fungsi komersial dan pelayanan
LO_RPJMN.indd 276 5/5/09 2:41:41 PM
277
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
masyarakat pada BUMN serta mengoptimalkan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
secara utuh.
4.7.4. Tindak lanjut
4.7.4.1. Upaya yang akan Dilakukan un-
tuk Mencapai Sasaran
Sebagai tindak lanjut mencapai sasaran RPJMN,
maka dipilih beberapa sasaran untuk meningkat-
kan pengelolaan BUMN pada 2009 yaitu: (1) me-
ningkatkan kontribusi BUMN terhadap APBN; (2)
meningkatkan efektivitas dan esiensi pelayanan
Hukum di lingkungan BUMN maupun lembaga
yang terkait dalam pengelolaan BUMN; (3) me-
nyempurnakan peraturan perundang-undangan
mengenai pengelolaan BUMN; (4) meningkatkan
pelaksanaan GCG pada BUMN; (5) meningkatkan
kualitas pelayanan BUMN kepada masyarakat; (6)
meningkatkan sinergi antar BUMN untuk mening-
katkan daya saing BUMN; dan (7) meningkatkan
hasil guna dan daya guna penggunaan teknologi
oleh BUMN.
Dalam rangka mengimplementasikan sasaran
tersebut, terdapat lima kebijakan peningkatan
pengelolaan BUMN di tahun 2009, yaitu: (1)
meningkatkan koordinasi dengan departemen/
instansi terkait untuk penataan kebijakan sekto-
ral dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan
dalam kerangka reformasi BUMN yang menyelu-
ruh. Langkah-langkah perbaikan internal BUMN
saja tidaklah cukup, keberhasilan pengelolaan
BUMN harus disertai dengan dukungan kebijakan
secara sektoral; (2) melanjutkan langkah-langkah
restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif
terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut.
Langkah restrukturisasi ini dapat meliputi re-
strukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan
sistem prosedur dan lain sebagainya; (3) mengkaji
secara komprehensif BUMN yang rugi dengan
tujuan mengidentikasi permasalahan yang diha-
dapi sehingga dapat dicarikan alternatif solusi
terbaik untuk kelangsungan usahanya dengan ja-
lan restrukturisasi; (4) memantapkan penerapan
prinsip-prinsip GCG, yaitu transparansi, akunta-
bilitas, keadilan dan responsibilitas pada penge-
lolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial,
dan (5) melakukan sinergi antar-BUMN agar
dapat meningkatkan daya saing dan memberikan
multiplier eect kepada perekonomian Indonesia.
Resource-based economic yang memberikan nilai
tambah akan ditumbuh kembangkan.
4.7.5. Penutup
Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan
tujuan sosial dan ekonomi sebagai amanat penga-
malan UUD 1945 Pasal 33. Secara sosial, BUMN
dimaksudkan untuk turut meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat. Secara ekonomi, BUMN
bertujuan untuk mengelola sektor-sektor bisnis
strategis.
Pada perkembangannya, kebijakan privatisasi
menjadi bagian penting dari kebijakan pengelo-
laan BUMN. Privatisasi dilakukan untuk menum-
buhkan budaya profesionalisme melalui penye-
rahan sebagian kendali perusahaan pada pasar
modal. Dengan privatisasi diharapkan dapat me-
ningkatkan daya saing dan esiensi BUMN untuk
selanjutnya mendukung pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Hingga 2008, kinerja BUMN mengalami perbaik-
an. Laba yang dibukukan mencapai Rp 72,34
triliun. Namun, krisis ekonomi yang dimulai dari
AS menyebabkan fundamental bisnis perusahaan
menjadi rapuh. Hal ini mengingat banyak BUMN
yang melakukan transaksi US$ dalam jumlah be-
sar. Dengan semakin melemahnya nilai tukar ru-
piah terhadap US$ menyebabkan banyak BUMN
yang menderita kerugian akibat selisih kurs. Ini
diperkirakan menurunkan laba BUMN pada 2008
hingga mencapai 5-10 persen. Dengan terjadinya
hal tersebut, pada gilirannya akan mempengaruhi
pendapatan dividen Pemerintah.
LO_RPJMN.indd 277 5/5/09 2:41:41 PM
278
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Di luar itu semua, untuk mencapai sasaran pengem-
bangan dan pengelolaan BUMN dalam RPJMN
20042009, maka kebijakan dan pelaksanaan
program yang konsisten dan berkesinambungan
harus senantiasa ditempuh. Dengan demikian,
diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja dan
daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki
pelayanannya kepada masyarakat dan memberi-
kan sumbangan terhadap penerimaan negara.
Dok : PGN
LO_RPJMN.indd 278 5/5/09 2:41:53 PM
279
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Tabel 4.7.1.
Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Pengelolaan BUMN Peningkatan Pengelolaan BUMN
Sasaran Unit
Kondisi
Awal
Capaian
2005 2006 2007 2008
Sasaran: Meningkatnya kinerja dan
daya saing BUMN dalam rangka
memperbaiki pelayanannya kepada
masyarakat dan memberikan sum-
bangan terhadap keuangan negara
1)
1 Dividen [Pembagian laba BUMN] Rp Triliun 12,8 21,5 23,8 29,08
2 Pajak Rp Triliun 39,2 45,3 48,4 48,4
3 Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp Triliun 1,2 2,0 2,7 2,7
4 Public Service Obligation (PSO) Rp Triliun 89,3 109,6 101,5 101,5
5 Privatisasi Rp Triliun 2,4 2,1 3,3 1,5
1)
Sasaran dicapai melalui pelaksanaan ProgramPembinaan dan Pengembangan Badan Usaha Milik Negara. Program Pembinaan dan Pengembangan Badan Usaha Milik Negara.
LO_RPJMN.indd 279 5/5/09 2:41:53 PM
Dok : PLN
LO_RPJMN.indd 280 5/5/09 2:41:53 PM
281
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.8
Peningkatan Kemampuan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4.8.1. Pengantar
Peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) merupakan syarat peningkat-
an daya saing bangsa. Peningkatan kemampuan
iptek dilakukan melalui program penelitian dan
pengembangan iptek; program difusi dan peman-
faatan iptek; program penguatan kelembagaan
ilmu pengetahuan dan teknologi; dan program
peningkatan kapasitas iptek sistem produksi. Indi-
kasi pencapaian peningkatan kemampuan iptek
antara lain ditunjukkan oleh peningkatan jumlah
penemuan teknologi baru yang bermanfaat, jum-
lah paten produk inovasi Indonesia, jumlah lem-
baga iptek sebagai ujung tombak pembudayaan
iptek.
Laporan ini memfokuskan pada
pencapaian kinerja peningkatan
kemampuan iptek dari segi
kontribusinya menunjang pencapaian
sasaran prioritas pembangunan lainnya
seperti pembangunan pangan, industri
manufaktur, energi dan mineral, dan
pertahanan dan keamanan
Beberapa kebijakan dan program yang tertuang
dalam RPJMN 2004-2009 secara garis besar berisi
upaya pencapaian peningkatan kemampuan iptek
dilakukan baik dengan cara penelitian, pengem-
bangan, dan penerapan teknologi yang berjen-
jang dan berkesinambungan maupun dengan cara
membudayakan serta melembagakan pengem-
bangan iptek. Laporan ini memfokuskan pada
pencapaian kinerja peningkatan kemampuan
iptek dari segi kontribusinya menunjang penca-
paian sasaran prioritas pembangunan lainnya
seperti pembangunan pangan, industri manufak-
tur, energi dan mineral, dan pertahanan dan ke-
amanan. Pembahasan tindak lanjut dalam rangka
mencapai sasaran peningkatan kemampuan iptek
difokuskan pada kebijakan yang akan dilakukan
pada 2009.
4.8.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Beberapa sasaran yang dicapai dalam peningkatan
kemampuan iptek adalah: (1) menumbuhkan pene-
muan iptek baru sebagai hasil litbang nasional
yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan nilai
tambah dalam sistem produksi dan dalam penge-
lolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara
lestari dan bertanggung jawab; (2) meningkatkan
ketersediaan, hasil guna, dan daya guna sumber-
daya (SDM, sarana, prasarana dan kelembagaan)
iptek; (3) menata mekanisme intermediasi untuk
meningkatkan pemanfaatan hasil litbang oleh du-
nia usaha dan industri, meningkatnya kandungan
teknologi dalam industri nasional, serta tumbuh-
nya jaringan kemitraan dalam kerangka sistem
inovasi nasional; dan (4) mewujudkan iklim yang
kondusif bagi berkembangnya kreativitas, sistem
pembinaan dan pengelolaan hak atas kekayaan
LO_RPJMN.indd 281 5/5/09 2:41:53 PM
282
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
intelektual, pengetahuan lokal, serta sistem stan-
darisasi nasional.
Melalui berbagai program peningkatan kemam-
puan iptek, secara umum hasil yang diperoleh cu-
kup menggembirakan. Terkait dengan indeks daya
saing internasional, World Economic Forum (WEF)
pada 2007 menempatkan Indonesia pada pering-
kat ke-54 dalam indeks pencapaian teknologi. Hal
ini menunjukkan adanya perbaikan posisi Indo-
nesia yang sebelumnya berada pada peringkat 69
pada 2004.
4.8.3. Pencapaian 2005-2008
Dalam rangka pencapaian kemampuan iptek pada
kurun waktu 2005 hingga 2008 telah dilakukan
empat program, yaitu: program penelitian dan
pengembangan iptek; program difusi dan peman-
faatan iptek; program penguatan kelembagaan
ilmu pengetahuan dan teknologi; dan program
peningkatan kapasitas iptek sistem produksi.
Program penelitian dan pengembangan iptek hingga
2008 telah meningkatkan fokus dan mutu kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang ilmu penge-
tahuan dasar, terapan, dan teknologi sesuai dengan
kompetensi dan kebutuhan pasar dan pengguna.
Pencapaian ini ditandai oleh berhasilnya pengem-
bangan riset dasar dan pengembangan teknologi.
1. Di bidang energi dan mineral telah berha-
sil dikembangkan teknologi rancang bangun
biofuel (biodiesel dan bioetanol), PLTB 25
kW, PLTU Mulut-tambang, ekplorasi migas
lepas pantai, dan survey laut untuk eksplora-
si mineral, serta pemanfaatan bijih besi lokal
untuk bahan baku industri baja.
2. Di bidang teknologi informasi dan komu-
nikasi telah dikembangkan industri software
berbasis OSS dan sistem pengatur lalu-lintas
pesawat udara.
3. Di bidang pangan telah dihasilkan produk-
si benih padi unggul dan benih yang tahan
kekeringan serta benih untuk kedelai plus.
Program penelitian dan pengembangan
iptek hingga 2008 telah meningkatkan
fokus dan mutu kegiatan penelitian
dan pengembangan di bidang ilmu
pengetahuan dasar, terapan, dan teknologi
sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan
pasar dan pengguna
4. Di bidang biologi telah dikembangkan Bio
Resource Center (BRC) dan Microbial Culture
Collection (MMC) serta Eksplorasi dan Bio-
prospek Sumberdaya Jasad Renik.
5. Di bidang kesehatan telah dikembangkan
tofarmaka, alat rontgent, dan diagnostic kit.
Dok : Kebun Raya Bogor
LO_RPJMN.indd 282 5/5/09 2:42:00 PM
283
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
6. Di bidang nuklir telah dicapai penguasaan
iptek nuklir serta penguasaan iptek peman-
faatan radiasi dan radioisotop.
7. Di bidang kedirgantaraan telah dicapai
penguasaan teknologi satelit, pengembangan
teknologi peroketan, satelit mikro, sistem in-
deraja, dan stasiun bumi.
8. Di bidang hankam telah dikembangkan
robot penjinak bom, teropong bidik malam,
rompi tahan peluru, dan pengembangan
kendaraan tempur mobile shooting range.
Program difusi dan pemanfaatan iptek sampai
2008 telah mengefektifkan pemanfaatan hasil
penelitian, pengembangan dan rekayasa iptek
oleh masyarakat, dunia usaha, dan industri. Pen-
capaian ini ditandai oleh:
1. Percepatan difusi dan pemanfaatan teknologi
yang dilakukan agar masyarakat dapat me-
manfaatkan iptek dengan baik;
2. Pengembangan infrastruktur Sistem Peringat-
an Dini Tsunami (Tsunami Early Warning Sys-
tem/TEWS) dan pengembangan model inte-
grasi data dan informasi untuk mekanisme
kerja TEWS;
3. Pengembangan IGOS (Indonesia Go Open
Source) produk software nasional yang berba-
sis open source; dan
4. Pendesiminasian hasil litbang iptek ke selu-
ruh lembaga, daerah, dan masyarakat melalui
berbagai media dan skema.
Program penguatan kelembagaan iptek hingga
2008 telah meningkatkan upaya penguatan kapa-
sitas dan kompetensi kelembagaan iptek yang di-
tandai oleh:
1. Perbaikan peran lembaga Iptek dalam pelbagai
sendi kehidupan yang penting; memperkuat
landasan dan arah serta prioritas pembangun-
an iptek dalam bentuk penyusunan rencana
jangka menengah pembangunan iptek nasio-
nal, pemantapan agenda riset nasional, dan
penyusunan kebijakan strategis iptek; dan
pengembangan Riset Unggulan Strategis Na-
sional (RUSNAS) sebagai program insentif
yang bersifat top-down;
2. Penguatan lembaga Dewan Riset Nasional,
Dewan Riset Daerah, dan Balitbangda. Usaha
yang telah dilakukan adalah pengembangan
Laboratorium Eijkman, penelitian penyakit
tropis utama, pengembangan Agro Techno
Park, pengembangan prasarana rujukan bagi
pengukuran, standarisasi, pengujian dan
kualitas; dan
3. Penyiapan ketersediaan energi nuklir dengan
cara melakukan peningkatan kelembagaan
dan penguasaan iptek nuklir.
Program difusi dan pemanfaatan iptek
sampai 2008 telah mengefektifkan
pemanfaatan hasil penelitian,
pengembangan dan rekayasa iptek oleh
masyarakat, dunia usaha, dan industri
Program peningkatan kapasitas iptek sistem
produksi sampai 2008 telah meningkatkan kon-
tribusi iptek dalam pengembangan sistem inovasi
nasional. Pencapaian ini ditandai oleh:
1. Pengembangan teknologi energi dan trans-
portasi;
2. Peningkatan penguasaan teknologi produksi
bahan bakar nabati dan energi alternatif;
3. Merancang bangun Buoy TEWS;
4. Merancang bangun pesawat nirawak (PUNA);
5. Merancang bangun kapal motor bersayap
(WISE); dan
6. Memperkuat industri yang berbasis iptek dan
pengembangan kapasitas pranata standari-
sasi.
LO_RPJMN.indd 283 5/5/09 2:42:00 PM
284
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.8.4. Tindak lanjut
Menindaklanjuti upaya pengembangan iptek yang
telah dilakukan di hingga 2008, maka sasaran
pembangunan iptek pada 2009 adalah:
1. Mewujudkan sinergi program dan optimali-
sasi peran, kemampuan dan kelembagaan
Iptek melalui pemfokusan dan penyelarasan
program litbangyasa Iptek sesuai kebutuhan
masyarakat dan industri;
2. Meningkatkan kapasitas teknologi pada
sistem produksi dan upaya pengembangan
Sistem Inovasi Nasional (SIN);
3. Meningkatkan partisipasi nasional dalam fo-
rum Internasional;
4. Mengotimalkan pemanfaatan sumberdaya,
infrastruktur laboratorium dan fasilitas
iptek.
Untuk itu, maka kebijakan peningkatan kemam-
puan ilmu pengetahuan dan teknologi pada 2009
diarahkan untuk:
1. Membangkitkan kepedulian dan pemahaman
masyarakat luas terhadap pentingnya peran
strategis Iptek serta mendorong terwujudnya
Iptek sebagai bagian dari kepentingan nasi-
onal melalui pengarusutamaan dan pembe-
rian peran strategis Iptek dalam pengambilan
kebijakan Pemerintah;
2. Melakukan aplikasi program Iptek pada enam
bidang prioritas, yaitu: pertanian (pangan
dan bioteknologi); energi; manajemen dan
teknologi transportasi; teknologi pertahanan
dan keamanan; teknologi informasi, komu-
nikasi dan telekomunikasi; serta kesehatan
dan obat-obatan (bioteknologi). Upaya ini
dilakukan dalam rangka membentuk sistem
intermediasi yang esien untuk meningkat-
Dok : Tempo, Amston Probel
LO_RPJMN.indd 284 5/5/09 2:42:06 PM
285
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
kan daya difusi hasil riset ke dalam kegiatan
ekonomi;
3. Mengembangkan dan rekayasa Iptek yang
berorientasi pada permintaan dan kebutuhan
masyarakat melalui pengembangan jejaring
kerja yang harmonis-produktif, baik antara
lembaga Iptek di Pusat maupun di daerah;
dan
4. Memperluas pemanfaatan Iptek bagi ma-
syarakat dan dunia usaha, terutama usaha ke-
cil dan menengah, serta optimalisasi peman-
faatan sarana laboratorium dan sumberdaya
Iptek nasional.
4.8.5. Penutup
Iptek mempunyai arti penting dalam pembangun-
an. Upaya peningkatannya harus selalu diupaya-
kan dalam rangka meningkatkan daya saing dan dalam rangka meningkatkan daya saing dan
kemandirian bangsa. Dengan demikian, hal terse-
but diharapkan dapat mempercepat pencapaian
tujuan pembangunan nasional.
Untuk mendukung upaya pencapaian tujuan na-
sional, pembangunan iptek harus diarahkan un-
tuk mendukung terciptanya peningkatan kese-
jahteraan masyarakat. Namun demikian, selama
ini kemampuan dan kapasitas kelembagaan iptek
nasional masih relatif lebih rendah. Rendahnya
kemampuan dan kapasitas iptek ini menyebab-
kan rendahnya daya saing Indonesia di kancah
perekonomian global.
Salah satu upaya yang telah dilakukan guna men-
dukung dan memasyarakatkan pembangunan
bidang iptek adalah dengan mengembangkan in-
frastruktur warung TI di daerah-daerah. Dengan
demikian diharapkan semua kalangan masyara-
kat dapat menggunakan iptek dalam membantu
mengatasi permasalahan.
Dengan upaya yang lebih keras dan intensif, di-
harapkan seluruh upaya pembangunan iptek ini
dapat mencapai sasarannya pada 2009 nanti.
Pada saat itu, diperkirakan program yang dijalan-
kan akan lebih berhasil dan berdaya guna, baik
itu kegiatan litbang di bidang sains, perekayasa-
an, ilmu-ilmu sosial, maupun pengetahuan yang
mendukung perumusan kebijakan.
Untuk mendukung upaya pencapaian
tujuan nasional, pembangunan iptek
harus diarahkan untuk mendukung
terciptanya peningkatan kesejahteraan
masyarakat
Dalam upaya pemanfaatan iptek, untuk waktu ke
depan diharapkan upaya alih teknologi dapat ber-
jalan lebih cepat, sehingga dapat meningkatkan
esiensi dan produktivitas proses produksi nasio-
nal. Dan pada saat yang sama dapat mengurangi
kecenderungan impor bahan baku dan kompo-
nen produksi lainnya, serta dapat meningkatkan
kandungan lokal dalam produk ekspor Indonesia.
Dengan kemajuan capaian tersebut, diharapkan
indeks pencapaian teknologi Indonesia juga me-
ningkat dan berujung pada peningkatan daya
saing perekonomian Indonesia pada lingkungan
global.
LO_RPJMN.indd 285 5/5/09 2:42:06 PM
286
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
K
e
m
a
m
p
u
a
n
I
l
m
u
P
e
n
g
e
t
a
h
u
a
n
d
a
n
T
e
k
n
o
l
o
g
i

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
e
m
a
m
p
u
a
n

I
l
m
u

P
e
n
g
e
t
a
h
u
a
n

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
S
a
s
a
r
a
n
u
n
i
t
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
S
a
s
a
r
a
n
:

T
u
m
b
u
h
n
y
a

p
e
n
e
m
u
a
n

i
p
t
e
k

b
a
r
u

s
e
b
a
g
a
i

h
a
s
i
l

l
i
t
b
a
n
g

n
a
s
i
o
n
a
l

y
a
n
g

d
a
p
a
t

d
i
m
a
n
f
a
a
t
k
a
n

b
a
g
i

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

n
i
l
a
i

t
a
m
b
a
h

d
a
l
a
m

s
i
s
t
e
m

p
r
o
d
u
k
s
i

d
a
n

d
a
l
a
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

a
l
a
m

d
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

s
e
c
a
r
a

l
e
s
t
a
r
i

d
a
n

b
e
r
t
a
n
g
g
u
n
g

j
a
w
a
b
.
a
)
1
.
1
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

t
e
k
n
o
l
o
g
i

B
i
d
a
n
g
1
.
1
.
1
B
i
d
a
n
g

e
n
e
r
g
i

d
a
n

m
i
n
e
r
a
l
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
3
5
7
7
1
.
1
.
2
B
i
d
a
n
g

t
e
k
n
o
l
o
g
i

i
n
f
o
r
m
a
s
i
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
4
3
2
2
1
.
1
.
3
B
i
d
a
n
g

k
o
m
u
n
i
k
a
s
i
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
1
2
1
1
1
.
1
.
4
B
i
d
a
n
g

p
a
n
g
a
n

d
a
n

p
e
t
e
r
n
a
k
a
n
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
1
0
1
4
3
3
1
.
1
.
5
B
i
d
a
n
g

b
i
o
l
o
g
i
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
1
2
3
3
1
.
1
.
6
B
i
d
a
n
g

k
e
s
e
h
a
t
a
n
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
5
3
3
3
1
.
1
.
7
B
i
d
a
n
g

n
u
k
l
i
r
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
1
2
2
2
1
.
1
.
8
B
i
d
a
n
g

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
4
4
6
6
1
.
1
.
9
B
i
d
a
n
g

k
e
d
i
r
g
a
n
t
a
r
a
a
n
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
2
7
3
3
1
.
1
.
1
0
B
i
d
a
n
g

h
a
n
k
a
m
P
r
o
d
u
k

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
8
4
4
4
1
.
2
.
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

r
i
s
e
t

d
a
s
a
r

1
.
2
.
1
.
R
i
s
e
t

u
n
g
g
u
l
a
n

t
e
r
p
a
d
u

I
n
t
e
r
n
a
s
i
o
n
a
l

(
R
U
T
)
J
u
m
l
a
h

K
u
m
u
l
a
t
i
f
3
3
3
7
1
.
2
.
2
.
R
i
s
e
t

u
n
g
g
u
l
a
n

t
e
r
p
a
d
u

(
R
U
T
)
J
u
m
l
a
h

K
u
m
u
l
a
t
i
f
1
,
8
7
1
1
,
8
7
1
1
.
3
.
R
e
g
u
l
a
s
i

i
p
t
e
k
1
.
3
.
1
.
P
e
r
a
t
u
r
a
n

t
e
r
k
a
i
t

i
p
t
e
k
B
u
a
h
2
2
LO_RPJMN.indd 286 5/5/09 2:42:07 PM
287
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
2
S
a
s
a
r
a
n
:

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
t
e
r
s
e
d
i
a
a
n
,

h
a
s
i
l

g
u
n
a
,

d
a
n

d
a
y
a

g
u
n
a

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

(
S
D
M
,

s
a
r
a
n
a
,

p
r
a
s
a
r
a
n
a

d
a
n

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n
)

i
p
t
e
k
.
b
)
2
.
2
E
f
e
k
t
i
v
i
t
a
s

i
p
t
e
k
2
.
2
.
1
D
i
s
e
m
i
n
a
s
i

h
a
s
i
l

l
i
t
b
a
n
g

i
p
t
e
k
K
e
g
i
a
t
a
n
9
2
2
2
.
2
.
2
P
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

h
a
s
i
l

l
i
t
b
a
n
g

i
p
t
e
k

o
l
e
h

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
P
r
o
d
u
k

D
i
m
a
n
f
a
a
t
k
a
n
1
8
2
3
S
a
s
a
r
a
n
:

T
e
r
t
a
t
a
n
y
a

m
e
k
a
n
i
s
m
e

i
n
t
e
r
m
e
d
i
a
s
i

u
n
t
u
k

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

p
e
m
a
n
-
f
a
a
t
a
n

h
a
s
i
l

l
i
t
b
a
n
g

o
l
e
h

d
u
n
i
a

u
s
a
h
a

d
a
n

i
n
d
u
s
t
r
i
,

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
a
n
d
u
n
g
-
a
n

t
e
k
n
o
l
o
g
i

d
a
l
a
m

i
n
d
u
s
t
r
i

n
a
s
i
o
n
a
l
,

s
e
r
t
a

t
u
m
b
u
h
n
y
a

j
a
r
i
n
g
a
n

k
e
m
i
t
r
a
a
n

d
a
l
a
m

k
e
r
a
n
g
k
a

s
i
s
t
e
m

i
n
o
v
a
s
i

n
a
s
i
o
n
a
l
.
c
)
3
.
1
K
a
p
a
s
i
t
a
s

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

i
p
t
e
k

y
a
n
g

d
i
t
i
n
g
k
a
t
k
a
n
L
e
m
b
a
g
a
3
5
7
3
.
2
.
K
a
n
d
u
n
g
a
n

t
e
k
n
o
l
o
g
i

d
a
l
a
m

i
n
d
u
s
t
r
i

n
a
s
i
o
n
a
l

(
p
r
o
d
u
k

b
e
r
t
e
k
n
o
l
o
g
i

s
e
d
a
n
g

d
a
n

t
i
n
g
g
i
)
4
S
a
s
a
r
a
n
:

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

i
k
l
i
m

y
a
n
g

k
o
n
d
u
s
i
f

b
a
g
i

b
e
r
k
e
m
b
a
n
g
n
y
a

k
r
e
a
t
i
v
i
t
a
s
,

s
i
s
t
e
m

p
e
m
b
i
n
a
a
n

d
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

h
a
k

a
t
a
s

k
e
k
a
y
a
a
n

i
n
t
e
l
e
k
t
u
a
l
,

p
e
n
g
e
t
a
-
h
u
a
n

l
o
k
a
l
,

s
e
r
t
a

s
i
s
t
e
m

s
t
a
n
d
a
r
i
s
a
s
i

n
a
s
i
o
n
a
l
.
d
)
4
.
1
K
o
n
t
r
i
b
u
s
i

i
p
t
e
k

d
a
l
a
m

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

s
i
s
t
e
m

i
n
o
v
a
s
i

n
a
s
i
o
n
a
l
P
r
o
d
u
k

i
n
o
v
a
s
i
2
8
6
4
.
2
.
P
e
n
d
a
f
t
a
r
a
n

H
A
K
I

p
r
o
d
u
k

i
p
t
e
k

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i
.
P
r
o
d
u
k

D
i
p
a
t
e
n
k
a
n
2
8
4
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
8
.
1
S
u
m
b
e
r

d
a
t
a
:







1
)
S
u
m
b
e
r

d
a
t
a

a
d
a
l
a
h

L
a
m
p
i
r
a
n

P
i
d
a
t
o

P
r
e
s
i
d
e
n

d
a
n

R
e
n
c
a
n
a

K
e
r
j
a

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h

(
B
a
p
p
e
n
a
s
,

b
e
r
b
a
g
a
i

t
a
h
u
n
)
.
C
a
t
a
t
a
n
:







a
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

d
a
r
i

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

p
e
n
e
l
i
t
i
a
n

d
a
n

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

i
p
t
e
k
.
b
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

d
a
r
i

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

d
i
f
u
s
i

d
a
n

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

i
p
t
e
k
.


c
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

d
a
r
i

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

p
e
n
g
u
a
t
a
n

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

i
l
m
u

p
e
n
g
e
t
a
h
u
a
n

d
a
n

t
e
k
n
o
l
o
g
i
.
d
)
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

d
a
r
i

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

P
r
o
g
r
a
m

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

k
a
p
a
s
i
t
a
s

i
p
t
e
k

s
i
s
t
e
m

p
r
o
d
u
k
s
i
.




LO_RPJMN.indd 287 5/5/09 2:42:07 PM
Dok : PLN
LO_RPJMN.indd 288 5/5/09 2:42:09 PM
289
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.9
Peningkatan Iklim Ketenagakerjaan
4.9.1. Pengantar
Pengembangan iklim ketenagakerjaan sangat erat
kaitannya dengan perbaikan kebijakan pasar kerja
dan iklim usaha. Iklim ketenagakerjaan yang baik
pada gilirannya akan membawa dampak kepada
pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempat-
an kerja. Selain itu, pasar kerja yang baik akan
memberikan keseimbangan dalam struktur biaya
produksi yang membawa perusahaan menjadi
kuat menghadapi persaingan, yang selanjutnya , yang selanjutnya yang selanjutnya
berdampak kepada berkembangnya investasi
serta penciptaan lapangan kerja baru. Penciptaan
lapangan kerja baru akan mengurangi pengang-
guran yang kini jumlahnya sekitar 9,4 juta orang.
Sebelum terjadinya krisis yang saat ini berlang-
sung, masalah pengangguran sudah menjadi sa-
lah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengu-
rangi angka pengangguran. Akan tetapi, upaya
tersebut belum memberikan hasil yang berarti.
Kini, ditambah dengan terjadinya krisis global,,
Indonesia makin dihadapkan pada masalah yang makin dihadapkan pada masalah yang
lebih besar. Sebagai dampak krisis, banyak nega-
ra mengalami perlambatan ekonomi. Sebagai
konsekuensinya, daya beli masyarakat di negara
tujuan ekspor Indonesia (terutama Amerika Seri-
kat atau AS, Jepang, dan Uni Eropa) akan menu-
run. Kondisi ini pada gilirannya akan membawa
dampak penurunan permintaan produk barang
dan jasa dari Indonesia. Hal ini jelas akan ber-
pengaruh pada industri dalam negeri yang pada
akhirnya akan melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK).
Sebagai dampak krisis, banyak negara
mengalami perlambatan ekonomi. Sebagai
konsekuensinya, daya beli masyarakat di
negara tujuan ekspor Indonesia (terutama
Amerika Serikat atau AS, Jepang, dan Uni
Eropa) akan menurun
Kondisi tersebut ikut mendorong tingginya ang-
ka kemiskinan dan rentannya kesejahteraan ma-
syarakat. Serangkaian upaya dan paket kebijakan
diperlukan untuk mencegah kemungkinan yang
lebih buruk pada sektor ketenagakerjaan di In-
donesia. Untuk itu, peningkatan iklim ketenaga-
kerjaan menjadi salah satu agenda utama pemba-
ngunan pada RPJMN 2004-2009.
4.9.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.9.2.1. Kondisi Pengangguran
Pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009, Indone-
sia menghadapi tantangan besar, yaitu menciptakan
kesempatan kerja seluas-luasnya. Tingkat Partisipa-
si Angkatan Kerja (TPAK) selama 2004-2005 menu-
run dari 67,6 persen menjadi 66,8 persen, baik di
perkotaan maupun di perdesaan. TPAK laki-laki dan
perempuan juga menurun. Meningkatnya tingkat
pengangguran terbuka dan tingginya persentase pe-
kerja yang bekerja di lapangan kerja informal men-
jadi masalah utama yang dihadapi Pemerintah.
LO_RPJMN.indd 289 5/5/09 2:42:09 PM
290
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada 2004-
2005 meningkat dari 9,9 persen atau 10,3 juta
orang menjadi 11,2 persen atau 11,9 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka baik di perkotaan
maupun di perdesaan naik masing-masing dari
12,7 persen menjadi 14,2 persen dan dari 7,9 per-
sen menjadi 9,1 persen. Demikian pula bila dilihat
dari jenis kelamin, TPT perempuan dan laki-laki
meningkat masing-masing dari 12,9 persen dan
8,1 persen pada 2004 menjadi masing-masing
14,7 persen dan 9.3 persen pada akhir 2005. Pada
periode yang sama, tingkat pengangguran usia
15-19 tahun juga meningkat menjadi 41,0 persen
dari 37,7 persen.
4.9.2.2. Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Secara umum, pertumbuhan kesempatan kerja
pada awal RPJMN 2004-2009 juga masih sangat
rendah. Pada 2004, kesempatan kerja hanya ber-
tambah sebesar 911.245 dan melemah menjadi
236.351 pada 2005. Pertumbuhan kesempatan
kerja ini tidak dapat mengimbangi pertambahan
angkatan kerja baru yang tercatat sebesar 1,2
juta pada 2004 dan 1,9 juta orang pada 2005. Se-
bagaimana dijelaskan di atas, rendahnya tingkat
pertumbuhan kesempatan kerja mengakibatkan
jumlah setengah penganggur dan angkatan kerja
yang bekerja di lapangan kerja informal mening-
kat. Dalam kurun 2004-2005, jumlah setengah
penganggur meningkat sekitar 1 juta orang dari
27,9 juta atau 29,8 persen dari seluruh jumlah
orang yang bekerja menjadi 28,9 juta atau 30,8
persen. Sementara itu, persentase orang yang
bekerja di lapangan kerja informal sedikit mening-
kat dari 30,3 persen menjadi 30,7 persen.
Dengan kondisi awal dan permasalahan tersebut,
sasaran yang ingin dicapai dalam RPJMN 2004-
2009 adalah menurunnya tingkat pengangguran
terbuka menjadi 5,1 persen pada akhir 2009.
Sasaran ini akan dicapai salah satunya melalui akan dicapai salah satunya melalui
perbaikan iklim ketenagakerjaan.
Untuk itu, dengan kondisi lapangan kerja yang
didominasi sektor informal dan sebagian besar dan sebagian besar
Tabel 4.9.1.
Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT (2004-November 2005)
Keterangan 2004 Feb. 2005 Nov. 2005
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
(persen)
Laki-laki
Perempuan
Perkotaan
Perdesaan
67,55
86,03
49,23
62,55
71,54
68,02
85,55
50,65
63,20
71,86
66,79
84,94
48,41
62,44
70,23
2. TPT (persen) 9,86 10,26 11,24
2. TPT di perkotaan (persen)
TPT di perdesaan (persen)
12,73
7,86
13,51
7,98
14,22
9,14
3. TPT laki-laki (persen)
TPT perempuan (persen)
8,11
12,89
8,28
13,57
9,29
14,71
4. TPT 15-19 tahun (persen)
TPT 20-24 tahun (persen)
37,65
24,63
34,88
25,24
41,01
29,42
Sumber: Satuan Kerja Nasional (Sakernas) dalam berbagai tahun
LO_RPJMN.indd 290 5/5/09 2:42:09 PM
291
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
angkatan kerjanya memiliki tingkat pendidikan
dan keterampilan rendah serta berusia muda,
maka kebijakan ketenagakerjaan diarahkan pada
2 arah kebijakan umum, yaitu:
1. Peningkatan penciptaan lapangan kerja for-
mal. Kondisi angkatan kerja yang sebagian be-
sar didominasi oleh pendidikan sekolah dasar
(SD) ke bawah dan berusia muda diperkirakan
tidak banyak berubah hingga 20 tahun men-
datang. Oleh karena itu, penciptaan lapangan
kerja diprioritaskan ke arah industri padat
karya, industri kecil dan menengah (IKM),
serta industri yang berorientasi ekspor;
2. Peningkatan keterampilan pekerja. Tingkat
keterampilan yang tinggi diharapkan akan
memfasilitasi pekerja untuk berpindah dari
pekerjaan informal ke formal.
Untuk mencapai 2 arah kebijakan umum di atas,
strategi-strategi yang akan ditempuh adalah:
1. Memperbaiki aturan ketenagakerjaan, me-
liputi: rekrutmen, outsourcing, pengupahan,
dan pemutusan hubungan kerja (PHK);
2. Menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjaga
stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, bi-
aya produksi yang rendah, kepastian hukum,
serta perbaikan infrastruktur;
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
(SDM) melalui perbaikan pelayanan pendidik-
an dan pelatihan serta pelayanan kesehatan;
4. Memperbarui program perluasan kesempat-
an kerja, misalnya: program pekerjaan umum,
kredit mikro, pengembangan usaha kecil
dan menengah (UKM) serta pengentasan
kemiskinan;
5. Memperbaiki kebijakan migrasi tenaga kerja,
baik migrasi internal maupun eksternal; dan
6. Menyempurnakan program pendukung pasar
kerja dengan mendorong terbentuknya infor-
masi pasar kerja dan bursa kerja.
4.9.3. Pencapaian 2005-2008
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah agar
sasaran akhir RPJMN 2004-2009 dapat tercapai.
Dari sisi permintaan, Pemerintah terus mendo-
rong berbagai kebijakan yang dapat mempermu-
dah iklim usaha. Hal ini dilakukan untuk mendo-
rong penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya.
Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 tahun 2006 struksi Presiden (Inpres) No. 3 tahun 2006
mengenai Perbaikan iklim Investasi, Inpres No.
6 tahun 2007 tentang Pengembangan Sektor Riil
dan UMKM, dan Inpres No. 5 tahun 2008 tentang
Paket Kebijakan Ekonomi telah diimplentasikan.
Berbagai program, tindakan, keluaran dan sasar-
an waktu, untuk mendorong investasi dan mencip-
takan lapangan kerja, sangat jelas tertera dalam
Inpres tersebut. Beberapa kebijakan penting
lainnya terkait dengan investasi yang membawa
dampak pada penciptaan lapangan kerja adalah
UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dan peraturan-peraturan turunannya, Perpres
No. 18 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional. Dikeluarkannya Perpres ini setidaknya
memberikan dukungan untuk mengembangkan
investasi pada industri manufaktur khususnya i manufaktur khususnya
industri padat pekerja.
Upaya penyempurnaan peraturan ketenagaker-
jaan juga telah dilakukan. Kegiatan-kegiatan ini
erat kaitannya dengan penyusunan piranti hu-
kum yang mengatur ketenagakerjaan. Selain itu,
upaya meningkatkan pemahaman dan menya-
makan persepsi antara Pemerintah, pelaku bisnis,
dan pekerja tentang peraturan/kebijakan ketena-
gakerjaan dilakukan dengan cara dialog. Materi
dialog pada intinya adalah mengenai sosialisasi
peraturan, tata cara penanganan dan penyelesai-
an perselisihan hubungan industrial, dan teknik-
teknik bernegosiasi; termasuk peningkatan peng-
awasan dan penegakan hukum terhadap aturan
yang berlaku. Untuk keperluan tersebut, telah ter-
bentuk lembaga tripartit nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, pengadilan hubungan industrial
dan pengangkatan hakim Adhoc, penyederhanaan
proses pengesahan peraturan perusahaan dari 14
LO_RPJMN.indd 291 5/5/09 2:42:10 PM
292
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
hari kerja menjadi 7 hari kerja; serta penyeder-
hanaan proses pendaftaran PKB dari 7 hari kerja
menjadi 6 hari kerja. Termasuk penanganan ka-
sus-kasus perselisihan di tingkat provinsi kasus-
kasus PHK terutama yang berkembang di akhir
2008.
Upaya memperbaiki iklim ketenagakerjaan di In-
donesia tidak hanya dilakukan melalui pembenah-
an aturan dan kebijakan saja, namun dilakukan
pula melalui peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (SDM). Upaya ini dilakukan dengan
mengembangkan standar kompetensi kerja dan
sistem sertikasi kompetensi tenaga kerja. Stan-
dardisasi dilakukan melalui penetapan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
di bidang/sektor jasa, industri dan pertanian dan
memperkuat kelembagaan Badan Nasional Serti-
kasi Profesi (BNSP) dengan membentuk Lemba-
ga Sertikasi Profesi (LSP). Untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja diselenggarakan program-
program pelatihan kerja berbasis kompetensi
termasuk peningkatan profesionalisme tenaga
pelatih dan instruktur; sarana dan prasarana
lembaga latihan kerja, meningkatkan kapasitas
manajemen pengelolaan BLK, dan meningkat-
kan kapasitas peralatan pelatihan Competency-
Based Training (CBT); pelatihan kewirausahaan,
dan pemagangan; serta pelatihan peningkatan
produktivitas.
Upaya di sisi penawaran dilakukan melalui berba- elalui berba-
gai program dan kegiatan yang telah menciptakan
kesempatan kerja seperti program-program pem-
bangunan infrastruktur khususnya infrastruktur
perdesaan, program pengembangan kecamatan,
program P2KP, program P3DT, yang kemudian di-
kenal dengan nama PNPM, revitalisasi pertanian
dengan meningkatkan produksi pertanian, peri-
kanan dan kehutanan yang berkelanjutan. Selain
itu, kegiatan lain yang dilakukan dalam kerangka
program ini mencakup: penciptaan peluang kerja
padat di perdesaan; memberdayakan masyarakat di perdesaan; memberdayakan masyarakat
perdesaan dengan memperkenalkan teknologi
sederhana, wirausaha baru, dan melaksanakan
pendampingan usaha mandiri. Program ini ter-
laksana sepenuhnya dengan dukungan dana dari
APBN.
Di samping yang telah disebutkan di atas, upaya
peningkatan iklim ketenagakerjaan juga dilaku-
kan melalui penyempurnaan kegiatan pendu-
kung pasar kerja. Kegiatan ini ditujukan untuk
mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja
melalui ketersediaan informasi pasar kerja yang
akurat. Dalam kerangka program ini upaya yang
telah dilakukan meliputi: telah disusunnya Peren-
canaan Tenaga Kerja Nasional (PTKN) sebagai
implementasi dari sasaran kesempatan kerja ta-
hunan secara terperinci menurut lapangan usaha;;
penerbitan PP Nomor 15 Tahun 2007 untuk
memperjelas bahwa Pemerintah Provinsi (Pem-
prov) dan Pemerintah kabupaten/kota (pemkab/
pemkot) perlu menyusun Perencanaan Tenaga
Kerja di wilayahnya; pengembangan infrastruk-
tur pelayanan umum dan pendukung pasar kerja
melalui pengembangan bursa kerja on-line di lo-
kasi kabupaten/kota untuk memudahkan akses
informasi pasar kerja; memfasilitasi pertemuan
pemberi kerja dan penerima kerja melalui penye-
lenggaraan Job Fair di daerah-daerah yang mem-
punyai angka pengangguran cukup tinggi; pening- ; pening-
katan kerjasama antara lembaga bursa kerja
dengan industri/perusahaan; serta membangun serta membangun
pusat informasi pelayanan pasar kerja di 3 lokasi
daerah industri, yaitu Semarang, Bekasi, dan
Batam.
Terkait dengan Rencana Aksi Nasional (RAN)
tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak berdasarkan Keputusan
Presiden (Keppres) Republik Indonesia (RI) No-
mor 59 Tahun 2002, telah ditindaklanjuti dengan
dilakukannya pemetaan dan pendataan pekerja
anak di 5 wilayah rawan pekerja anak; pencegah-
an anak untuk bekerja, terutama pada bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk, bagi 10.245 anak;
serta penarikan lebih dari 16 ribu pekerja anak
sampai menghantarkannya untuk memperoleh
fasilitas pendidikan bersama mitra sosial.
LO_RPJMN.indd 292 5/5/09 2:42:10 PM
293
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
Dalam rangka meningkatkan akurasi pendataan
tenaga kerja, Pemerintah (Badan Pusat Statistik)
telah menyempurnakannya dengan memperbaiki
metode dan menambah jumlah sampel yang di-
ambil untuk berbagai survei terkait ketenagaker-
jaan, seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (SA-
KERNAS).
4.9.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Upaya Pemerintah dalam 4 tahun pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 telah menunjukkan hasil
yang menggembirakan. Tingkat pengangguran
terbuka hingga 2008 telah berhasil diturunkan.
Menurunnya tingkat pengangguran merupakan
hasil upaya Pemerintah untuk mendorong per-
tumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemam-
puan ekonomi dalam menciptakan lapangan
kerja. Perekonomian pada 2005-2008 telah mem-
berikan peningkatan terhadap jumlah orang yang
bekerja, sehingga angka pengangguran telah ber-
hasil diturunkan. Adapun posisi capaian hingga
2008 adalah sebagai berikut:
Perekonomian pada 2005-2008 telah
memberikan peningkatan terhadap jum-
lah orang yang bekerja, sehingga angka
pengangguran telah berhasil diturunkan
Tingkat pengangguran terbuka mengalami penu-
runan selama kurun waktu 2005-2008 yaitu dari
11,2 persen atau 11,9 juta orang pada 2005 men-
jadi 9,1 persen pada 2007 dan 8,4 persen pada
Agustus 2008. Penambahan kesempatan kerja
menurut lapangan pekerjaan utama cukup berva-
riasi. Dalam kurun waktu November 2005-Agus-
tus 2008, kesempatan kerja pada sektor industri
di perkotaan menurun sekitar 59.000, namun
mengalami peningkatan sebesar 656.000 di perde-
saan. Demikian juga sektor pertanian di perkota-
an mengalami penurunan sebesar 193.000 dan
penurunan di perdesaan sebesar 214.000. Dari
sektor produksi yang ada, pertambahan lapangan
kerja didominasi oleh sektor jasa yang berkontri-
busi sekitar 1,9 juta di perkotaan dan 816.000 di
perdesaan.
9
3
,
7
2
9
4
,
9
5
9
3
,
9
6
9
5
,
1
8
9
5
,
4
6
9
7
,
5
8
9
9
,
9
3
1
0
2
,
0
5
1
0
2
,
5
5
1
0
3
,
9
7
1
0
5
,
8
0
1
0
5
,
8
6
1
0
6
,
2
8
1
0
6
,
3
9
1
0
8
,
1
3
1
0
9
,
9
4
1
1
1
,
4
8
1
1
1
,
9
5
9,86%
10,26%
10,45%
10,28%
9,75%
9,11%
8,46%
8,39%
11,24%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
2004 Feb-05 Nov-05 Feb-06 Aug-06 Feb-07 Aug-07 Feb-08 Aug-08
j
u
t
a

o
r
a
n
g
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Angkatan Kerja Pekerja TPT (%)
Gambar 4.9.1.
Kondisi Ketenagakerjaan per Agustus 2008
LO_RPJMN.indd 293 5/5/09 2:42:10 PM
295
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
mum. Hingga saat ini, maksud itu pun belum
dapat direalisasikan. Keinginan untuk mengait-
kan antara upah dengan memperhatikan aspek
produktivitas sehingga dapat memberikan nilai
tambah bagi perusahaan juga masih mengalami
kendala untuk mewujudkannya.
Aspek lain yang memerlukan penyempurnaan
dalam UU Ketenagakerjaan adalah mengenai
pengaturan tenaga kerja kontrak atau outsourc-
ing. Outsourcing saat ini sudah merupakan tren
global yang dimaksudkan sebagai jembatan bagi
mereka yang membutuhkan pekerjaan sehingga
dapat mengurangi jumlah penganggur. Kurang-
nya pemahaman mengenai outsourcing yang
sebenarnya telah menyebabkan permasalahan
tersendiri. Dalam hal ini, pembatasan oursourc-
ing dalam UU Ketenagakerjaan adalah outsourc-
ing dalam penyediaan tenaga kerja, dan bukan
termasuk outsourcing produk dan jasa, yang saat
ini sudah menjadi praktik umum termasuk di in-
dustri manufaktur.
Hal lain yang menyebabkan belum kondusifnya
kondisi pasar kerja adalah rendahnya tingkat
produktivitas yang terkait dengan rendahnya
tingkat pendidikan dan kompetensi tenaga ker-
ja yang masuk ke pasar kerja. Antara Novem-
ber 2005-Agustus 2008, tenaga kerja yang ber-
pendidikan sekolah menengah tingkat pertama
(SLTP) ke bawah meningkat 3,3 juta orang meski-
pun secara persentase jumlah ini menurun dari
55,4 persen pada 2005 menjadi 54 persen. Semen-
tara itu, tambahan tenaga kerja lulusan sekolah
menengah umum dan sekolah menengah keju-
ruan (SMU/SMK) mencapai 3,6 juta orang, dari
18,7 persen tahun 2005 menjadi 20,6 persen ta-
hun 2008. Sementara tenaga kerja dengan pen-
didikan diploma/universitas meningkat 1,8 juta
orang, dari 5,5 persen (2005) menjadi 6,9 persen
(2008). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
meskipun lapangan kerja tetap didominasi oleh
mereka yang berpendidikan rendah (lulus pendi-
dikan dasar ke bawah), namun tenaga kerja lulus-
an SMU/SMK dan diploma/universitas menun-
jukkan peningkatan yang cukup tinggi.
Outsourcingsaat ini sudah merupakan
tren global yang dimaksudkan
sebagai jembatan bagi mereka yang
membutuhkan pekerjaan sehingga dapat
mengurangi jumlah penganggur
Tabel 4.9.2.
Lapangan Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan (Ribu orang)
Lapangan
Kerja
2005
Nov
2006
Agt
2007
Agt
2008
Agt
2005-
2006

2006-
2007
2007-
2008
Formal
Bekerja dibantu
buruh tetap
Buruh/ karyawan
Informal
28.877,0
2.849,1
26.028,0
65.081,4
29.672,3
2.850,4
26.821,9
65.784,6
30.926,2
2.883,8
28.042,4
69.004,0
31.199,1
3.015,3
28.183,8
71.353,7
795,3
1,4
793,9
703,2
1.253,9
33,4
1.220,5
3.219,4
272,9
131,5
141,4
2.349,7
Jumlah 93.958,4 95.456,9 99.930,2 102.552,7 1.498.5 4.473.3 2.622,5
LO_RPJMN.indd 295 5/5/09 2:42:11 PM
296
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.9.4. Tindak Lanjut
4.9.4.1. Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
Pada penghujung 2008 Indonesia mengalami
dampak krisis keuangan AS. Krisis keuangan AS
telah berdampak kepada dunia usaha. Laporan
yang dihimpun dari Tim Pemantau Dampak kri-
sis Depnakertrans menyebutkan bahwa tindakan
pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumah-
kan pekerja sudah mulai berlangsung di beberapa
tempat di Indonesia. Sejumlah perusahaan telah
mengajukan untuk melakukan PHK terhadap pe-
kerjanya. Menurut Depnakertrans, pada posisi 31
Desember 2008 sudah lebih dari 23 ribu pekerja
terkena PHK, dan yang sudah dirumahkan sekitar
10 ribu pekerja. Tingkat PHK tertinggi terdapat
di provinsi DKI Jakarta, sebanyak 14 ribu lebih
pekerja. Industri yang banyak melakukan PHK
antara lain garmen, tekstil, dan alas kaki.
Beberapa langkah antisipatif yang telah dilakukan
Pemerintah adalah dengan memberikan berbagai
insentif dan kemudahan agar perusahaan dapat
terus bertahan termasuk menurunkan harga BBM.
Kegiatan yang dibiayai APBN untuk tahun 2009 di-
percepat dengan mempercepat proses pengadaan.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasio-
nal telah mengeluarkan Surat Edaran No: 0217/
M.PPN/10/2008 Perihal Upaya Antisipasi Perlam-
batan Perekonomian Global melalui Pendayagunaan
dan Percepatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Tahun Anggaran 2009. Di samping itu, penyaluran
kredit perbankan kepada sektor riil terus didorong
dengan memberikan kelonggaran antara lain de-
ngan menurunkan Giro Wajib Minimum sehingga
penyaluran kredit perbankan kepada sektor rill
dapat berjalan. Sedangkan untuk usaha mikro dan
kecil Pemerintah akan terus meningkatkan penya-
luran Kredit Usaha Rakyat atau KUR.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Per-
aturan Bersama 4 Menteri Tentang Pemeliharaan
Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Dalam Mengantisipasi Perkembangan Ekonomi
Global. Peraturan bersama ini dimaksudkan un-
tuk menjaga agar PHK masal tidak terjadi. Pening-
Gambar 4.9.3.
Jumlah Pekerja yang Terkena Dampak Krisis Perekonomian Global
Posisi 31 Desember 2008
- 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000
Sumut
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
Jawa Timur
Riau
Sumsel
Kalsel
Maluku
Kalbar
DI Yogyakarta
Papua
Kaltim
Kalteng
P
r
o
v
i
n
s
i
Jumlah
Rencana Dirumahkan
Jumlah Dirumahkan
Rencana PHK
Jumlah PHK
LO_RPJMN.indd 296 5/5/09 2:42:12 PM
297
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
katan upah minim yang terlalu cepat berpotensi
meningkatkan jumlah PHK. Tetapi untuk upah
individual yang diterima pekerja dapat ditingkat-
kan melalui perundingan secara bipartit. Surat
peraturan bersama ini juga mendorong dilakukan-
nya perundingan bipartit untuk berbagai masalah
ketenagakerjaan. Perusahaan dihimbau untuk
tidak melakukan PHK dan diminta mengambil
langkah-langkah seperti pengaturan kembali jam
kerja (defensive restructuring) dan juga mengambil
inisiatif untuk dapat melakukan pelatihan kepada
para pekerjanya sehingga bila keadaan membaik
pekerja telah siap bekerja dengan produktivitas
yang lebih tinggi.
Iklim ketenagakerjaan yang baik akan merang-
sang penciptaan kesempatan kerja baru dan
menurunkan tingkat pengangguran yang pada
ahirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekono-
mi. Untuk mencapai sasaran RPJMN 2004-2009,
Pemerintah terus melanjutkan upaya-upaya yang
telah dilaksanakan yang antara lain adalah:
1. Menciptakan lapangan kerja modern atau
formal yang produktif seluas-luasnya melalui
perbaikan aturan ketenagakerjaan;
2. Meningkatkan kualitas hubungan industrial
antara pekerja dan pemberi kerja;
3. Meningkatan kualitas dan kompetensi tenaga
kerja; dan
4. Memperbaiki layanan bagi pekerja migran
(TKI).
4.9.6.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Meskipun sasaran RPJMN untuk menurunkan RPJMN untuk menurunkan
tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,1 per-
sen pada akhir 2009 diperkirakan akan sulit
tercapai. Akan tetapi, apa yang dicapai dalam 4 . Akan tetapi, apa yang dicapai dalam 4
tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah
satu kemajuan besar yang cukup berarti. Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat pengangguran ter-
buka pada Agustus 2008 yang telah mencapai
8,39 persen atau 9,39 juta penganggur. Angka
ini diperkirakan akan turun menjadi sebesar
7,9 persen hingga 8,6 persen, dengan jumlah
penganggur terbuka antara 9,09 juta-9,82 juta
pada 2009, bila ekonomi tumbuh antara 4,5
persen hingga 5,5 persen (lihat Tabel 4.9.3.). 4.9.3.).
Tabel 4.9.3. 4.9.3. 3.
Pengangguran Terbuka dalam RPJMN, RKP, dan Realisasinya
Tahun
Proyeksi
RPJM 2004-2009
Perkiraan
RKP
Realisasi
2004
9,9 Juta
(9,7 persen)
10,3 Juta
(9,9 persen)
10,25 Juta (9,86 persen)
2005
9,9 Juta
(9,5 persen)
10,2 Juta
(9,6 persen)
10,85 Juta (10,26 persen)-Feb
11,89 Juta (11,24 persen)-Nov
2006
9,4 Juta
(8,9 persen)
9,6 Juta
(8,9 persen)
11,10 Juta (10,45 persen)-Feb
10,93 Juta (10,28 persen)-Agt
2007
8,5 Juta
(7,9 persen)
10,7 juta
(9,9 persen)
10,55 Juta (9,75 persen)-Feb
10,01 Juta (9,11 persen)-Agt
2008
7,3 Juta uta
(6,6 persen)
8,9-9,9 juta
(8-9 persen) persen))
9,43 Juta (8,46 persen)-Feb
9,39 Juta (8,39 persen)-Agt
2009
5,7 Juta
(5,1 persen)
9,09-9,82 juta
(7,9-8,6 persen) persen))
LO_RPJMN.indd 297 5/5/09 2:42:12 PM
298
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
menurunkan tingkat pengangguran. Hal ini pada
gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan eko-
nomi. Namun, di tahun awal perumusan RPJMN
2004-2009 terdapat berbagai permasalahan yang
menghambat tercapainya peningkatan iklim ke-
tenagakerjaan. Kendala utama yang dihadapi
sektor ketenagakerjaan Indonesia adalah masih
relative tingginya pekerja informal, relative ren-
dahnya produktivitas, dan esiensi tenaga kerja,
serta belum sempurnanya peraturan perundang-
an bidang ketenagakerjaan.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk
meningkatkan iklim ketenagakerjaan agar target
sasaran RPJMN 2004-2009 dapat terpenuhi.
Upaya-upaya yang telah dilakukan, antara lain:
1. Menciptakan lapangan kerja modern atau
formal yang produktif seluas-luasnya melalui
perbaikan aturan ketenagakerjaan;
2. Menciptakan lapangan kerja berbasis ma-
syarakat yang padat karya di perdesaan;
3. Meningkatkan kualitas hubungan industrial
antara pekerja dan pemberi kerja;
4. Meningkatan kualitas dan kompetensi tenaga
kerja; serta
5. Memperbaiki layanan bagi pekerja migran
(TKI).
Akan tetapi, terlepas dari keberhasilan Pemerin-
tah selama empat tahun terakhir, krisis global
memiliki dampak yang cukup besar terhadap pe-
nyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hal ini berim-
plikasi pada sulit tercapainya sasaran tingkat
pengangguran terbuka RPJMN 2004-2009, sebe-
sar 5,1 persen pada akhir 2009. Oleh karena itu,
Pemerintah terus memperbaiki iklim ketenaga-
kerjaan dengan meningkatkan daya tarik investa-
si bagi PMA-PMDN dan menghindari kebijakan
sensitif yang dapat memicu arus modal keluar.
Diharapkan hal ini dapat mendorong investasi
untuk masuk dan menciptakan lapangan kerja.
Krisis keuangan global yang terjadi pada akhir
2008 di AS diperkirakan akan mengurangi laju di AS diperkirakan akan mengurangi laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga target pencip-
taan kesempatan kerja diperkirakan akan sulit
terpenuhi. PHK akibat imbas krisis global ini juga
telah mulai mewarnai kondisi ketenagakerjaan
Indonesia pada akhir 2008 dan awal 2009. Seba-
gai antisipasi dampak krisis Pemerintah akan te-
rus memperbaiki iklim ketenagakerjaan dengan
meningkatkan daya tarik investasi bagi PMA-
PMDN dan menghindari kebijakan sensitif yang
dapat memicu arus modal keluar. Langkah-lang-
kah antisipasi krisis utamanya ditujukan kepada
3 kelompok yang memerlukan perhatian, yaitu:
1. Dunia usaha dan pekerja;
2. Kelompok pekerja yang hidup di bawah garis
kemiskinan; dan
3. Penganggur yang sulit mendapatkan peker-
jaan yang baik.
Perusahaan dihimbau untuk tidak
melakukan PHK dan diminta mengambil
langkah-langkah seperti pengaturan
kembali jam kerja (defensive restruc-
turing) dan juga mengambil inisiatif
untuk dapat melakukan pelatihan
kepada para pekerjanya sehingga bila
keadaan membaik pekerja telah siap
bekerja dengan produktivitas yang lebih
tinggi
4.9.5. Penutup
Membaiknya iklim ketenagakerjaan dapat men-
stimulus penciptaan kesempatan kerja baru dan
LO_RPJMN.indd 298 5/5/09 2:42:12 PM
299
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
T
a
b
e
l

4
.
9
.
4
.
S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

I
k
l
i
m

K
e
t
e
n
a
g
a
k
e
r
j
a
a
n
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r

(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i


A
w
a
l

2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
S
a
s
a
r
a
n

1

M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

t
i
n
g
k
a
t

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n
t
e
r
b
u
k
a
m
e
n
j
a
d
i

5
,
1

p
e
r
s
e
n

p
a
d
a

a
k
h
i
r

2
0
0
9
J
u
m
l
a
h

p
e
n
d
u
d
u
k

u
s
i
a

k
e
r
j
a

(

>

1
5

t
a
h
u
n
)
j
i
w
a
1
5
3
.
9
2
3
.
6
4
8
/

1
5
8
.
5
4
9
.
7
2
4
1
6
0
.
8
1
1
.
4
9
8
1
6
4
.
1
1
8
.
3
2
3
1
6
6
.
6
4
1
.
0
5
0
J
u
m
l
a
h

a
n
g
k
a
t
a
n

k
e
r
j
a
j
i
w
a
1
0
3
.
9
7
3
.
3
8
7
/

1
0
5
.
8
5
7
.
6
5
3
1
0
6
.
3
8
8
.
9
3
5
1
0
9
.
9
4
1
.
3
5
9
1
1
1
.
9
4
7
.
2
6
5
J
u
m
l
a
h

o
r
a
n
g

b
e
k
e
r
j
a
j
i
w
a
9
3
.
7
2
2
.
0
3
6
/

9
3
.
9
5
8
.
3
8
7
9
5
.
4
5
6
.
9
3
5
9
9
.
9
3
0
.
2
1
7
1
0
2
.
5
5
2
.
7
5
0
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

p
e
k
e
r
j
a

s
e
k
t
o
r

f
o
r
m
a
l
(
p
e
r
s
e
n
)
3
0
,
3
3
/

3
0
,
7
3
3
1
,
0
8
3
0
,
9
5
3
0
,
4
2
%
J
u
m
l
a
h

T
e
n
a
g
a

K
e
r
j
a

f
o
r
m
a
l

d
i

p
e
r
k
o
t
a
a
n
j
i
w
a
3
7
.
2
5
8
.
5
0
6
/

3
7
.
4
8
1
.
1
0
0
3
8
.
3
6
6
.
9
4
2
3
8
.
6
7
6
.
8
5
2
2
0
.
3
6
1
.
2
7
8
J
u
m
l
a
h

p
e
k
e
r
j
a

s
e
k
t
o
r

f
o
r
m
a
l

d
i

p
e
r
d
e
s
a
a
n
j
i
w
a
5
6
.
4
6
3
.
5
3
0
/

5
6
.
4
7
7
.
2
8
7
5
7
.
0
8
9
.
9
9
3
6
0
.
1
5
5
.
0
7
3
1
0
.
8
3
7
.
8
2
1
P
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

t
e
r
b
u
k
a
j
i
w
a
1
0
.
2
5
1
.
3
5
1
/

1
1
.
8
9
9
.
2
6
6
1
0
.
9
3
2
.
0
0
0
1
0
.
0
1
1
.
1
4
2
9
.
3
9
4
.
5
1
5
(
p
e
r
s
e
n
)
9
,
8
6
/

1
1
,
2
4
1
0
,
2
8
9
,
1
1
8
,
3
9
J
u
m
l
a
h

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

u
s
i
a

1
5
-
1
9
t
a
h
u
n
j
i
w
a
3
.
0
2
6
.
5
2
3
/

3
.
1
6
6
.
1
4
4
2
.
9
5
5
.
4
3
1
2
.
4
2
3
.
2
6
2
2
.
3
0
5
.
6
7
0
J
u
m
l
a
h

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

t
e
r
b
u
k
a

m
e
n
u
r
u
t

t
i
n
g
k
a
t

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n
:
-

<

S
e
k
o
l
a
h

D
a
s
a
r
j
i
w
a
1
.
0
0
4
.
2
9
6
/

9
3
7
.
9
8
5
7
8
1
.
9
2
0
5
3
2
.
8
2
0
5
4
7
.
0
3
8
-

S
e
k
o
l
a
h

D
a
s
a
r
j
i
w
a
2
.
2
7
5
.
2
8
1
/

2
.
7
2
9
.
9
1
5
2
.
5
8
9
.
6
9
9
2
.
1
7
9
.
7
9
2
2
.
0
9
9
.
9
6
8
-

S
e
k
o
l
a
h

M
e
n
e
n
g
a
h




P
e
r
t
a
m
a
j
i
w
a
2
.
6
9
0
.
9
1
2
/

3
.
1
5
1
.
2
3
1
2
.
7
3
0
.
0
4
5
2
.
2
6
4
.
1
9
8
1
.
9
7
3
.
9
8
6
-

S
e
k
o
l
a
h

M
e
n
e
n
g
a
h

A
t
a
s
j
i
w
a
3
.
6
9
5
.
5
0
4
/

5
.
1
0
6
.
9
1
5
4
.
1
5
6
.
7
0
8
4
.
0
7
0
.
5
5
3
3
.
8
1
2
.
5
2
2
-

D
i
p
l
o
m
a
j
i
w
a
2
3
7
.
2
5
1
/

3
0
8
.
5
2
2
2
7
8
.
0
7
4
3
9
7
1
9
1
3
6
2
.
6
8
3
-

U
n
i
v
e
r
s
i
t
a
s
j
i
w
a
3
4
8
.
1
0
7
/

3
9
5
.
5
3
8
3
9
5
.
5
5
4
5
6
6
.
5
8
8
5
9
8
.
3
1
8
J
u
m
l
a
h

p
e
k
e
r
j
a

s
e
t
e
n
g
a
h

p
e
n
g
a
n
g
-
g
u
r
a
n
j
i
w
a
2
7
.
9
4
7
.
2
5
8
/

2
8
.
9
0
1
.
0
8
6
2
9
.
1
0
0
.
7
4
9
3
0
.
3
7
0
.
1
7
9
3
1
.
0
8
9
.
3
6
8
K
e
t
.

:

*
)

a
n
g
k
a

s
e
m
e
n
t
a
r
a
LO_RPJMN.indd 299 5/5/09 2:42:13 PM
Dok : PolaGrade
LO_RPJMN.indd 300 5/5/09 2:42:14 PM
301
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
BAB 4.10.
Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro
4.10.1. Pengantar
Peningkatan kesejahteraan rakyat hanya dapat
terwujud di tengah kondisi pertumbuhan yang
tinggi dan berkualitas. Untuk sampai pada kondi-
si tersebut, stabilitas ekonomi makro adalah pra-
syarat utama. Menyadari hal itu, Pemerintah terus
melakukan berbagai upaya antara lain peman-
tapan kesinambungan skal melalui penurunan
desit secara bertahap. Selain itu, Pemerintah
juga melakukan reformasi kebijakan perpajakan
dan kepabeanan serta optimalisasi penerimaan
negara bukan pajak (PNBP).
Di sisi pembiayaan, dengan pertimbangan masih
tingginya beban pembayaran pokok utang, kebi-
jakan pemantapan diupayakan terutama melalui
optimasi pembiayaan anggaran. Untuk itu, kebu-
tuhan pembiayaan yang meningkat diupayakan
pemenuhannya melalui sumber non-utang. Pem-
biayaan melalui utang sedapat mungkin dilakukan
hanya jika sumber non-utang belum mencukupi.
Besaran sumber pembiayaan tersebut ditentukan
oleh potensi masing-masing sumber dana dengan
memperhitungkan risiko dan biaya yang akan di-
tanggung oleh Pemerintah.
Dari sisi moneter, pemantapan stabilitas makro
diupayakan melalui pengendalian laju inasi. In-
asi yang tinggi dan beruktuasi menimbulkan
dampak yang merugikan masyarakat, terutama
penurunan daya beli penduduk miskin. Inasi
yang beruktuasi tinggi juga menyulitkan perki-
raan pergerakan harga yang akan dilakukan oleh
produsen dan investor.
4.10.2.Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Secara umum, kondisi ekonomi makro pada tahun
awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009 rentan ter-
hadap berbagai gejolak, yang antara lain ditandai
oleh tingginya rasio stok utang Pemerintah terha-
dap PDB (55,5 persen pada 2004). Demikian pula,
terdapat sejumlah obligasi Pemerintah yang jatuh
tempo yakni sebesar Rp 22,4 triliun pada 2005
dan Rp 25,1 triliun pada 2006. Sementara, pene-
rimaan pajak masih jauh lebih rendah dibanding
dengan potensi penerimaan yang ada.
Di sisi lain, laju inasi dan tingkat suku bunga ma-
sih relatif tinggi. Pada 2004, laju inasi tercatat
sebesar 6 persen, suku bunga SBI 7,3 persen, dan
nilai tukar Rp 8.968 per USD. Angka ini masih
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-
negara tetangga, dimana laju inasi dan tingkat
bunganya berturut-turut berkisar antara 0,5-1,8
persen dan 1,0 -2,8 persen.
Kondisi lain adalah harga minyak mentah dunia
yang sempat merangkak naik di awal tahun 2005
dan memaksa Pemerintah menaikkan harga BBM
dua kali dalam setahun, yakni di bulan Maret dan
Oktober 2005. Kenaikan harga BBM dalam negeri
ini telah berpengaruh terhadap melonjaknya ni-
lai tukar menjadi sekitar Rp 12.000 per USD pada
pertengahan 2005, meningkatnya BI rate menjadi
12,75 persen pada akhir 2005, dan melonjaknya in-
asi menjadi 17,1 persen dari 6,4 persen pada 2004,
yang semuanya lebih tinggi dari sasaran RPJMN.
LO_RPJMN.indd 301 5/5/09 2:42:15 PM
302
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Fungsi intermediasi keuangan juga terkendala
oleh belum pulihnya sektor riil. Lemahnya kon-
disi struktural, seperti rentannya ketahanan pa-
ngan, lemahnya struktur produksi industri, serta
lemahnya sarana distribusi dan transportasi ber-
dampak pada kerentanan perbankan dan lembaga
jasa keuangan lainnya untuk menjalankan fung-
sinya secara optimal. Selain itu, pertumbuhan
kredit perbankan relatif masih rendah, dimana
Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum masih
sekitar 50-53 persen (2004-2005) dibandingkan
kondisi sebelum krisis (sekitar 70-80 persen).
Penyaluran kredit untuk Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) juga masih terkendala. Hal ini
tercermin dari melemahnya pertumbuhan penya-
luran kredit UMKM yang hanya mencapai 30 per-
sen pada periode 2004-2005 dari sekitar 40 persen
pada tahun 2002. Penyebab rendahnya aksesabili-
tas UMKM terhadap sumber pembiayaan antara
lain adalah tingginya risiko pembiayaan UMKM,
terbatasnya jumlah pusat pelayanan perbankan
untuk UMKM, dan terbatasnya penyediaan jami-
nan kredit dan agunan yang dipersyaratkan.
Potensi mismatch antara pendanaan jangka pan-
jang dengan sumber pendanaan yang masih
bersifat jangka pendek ditunjukkan oleh bebe-
rapa kondisi sebagai berikut: Pertama, sumber
pendanaan perbankan untuk menyalurkan da-
nanya merupakan dana-dana berjangka waktu
sangat pendek. Pada periode 2004-2005, sekitar
72 persen merupakan simpanan berjangka waktu
tiga bulan. Hal ini menjadi kendala bagi penyalur-
an kredit investasi berjangka panjang, seperti
pembiayaan infrastruktur.
Kedua, perbankan berbasis syariah yang diharap-
kan menjadi alternatif pembiayaan masyarakat
perannya relatif kecil. Peran pembiayaan lem-
baga ini baru sekitar 1 persen terhadap total
perbankan. Disamping itu, pola masyarakat yang
cenderung memilih bentuk keuntungan yang
telah disepakati terlebih dahulu (revenue sharing)
dibandingkan dengan keuntungan yang berdasar-
kan laba rugi (prot loss sharing) dapat berpotensi
meningkatkan risiko industri perbankan syariah.
Ketiga, lembaga keuangan non-bank yang se-
sungguhnya dapat menjadi sumber pendanaan
jangka panjang perannya masih relatif kecil. Total
aset yang terhimpun melalui asuransi, dana pen-
siun, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal
ventura, dan pegadaian baru sekitar 11 persen
dari PDB dibandingkan dengan aset perbankan
yang telah mencapai di atas 54 persen dari PDB
pada periode 2004-2005. Dengan akumulasi
aset tersebut investasi penyaluran dana yang di-
lakukan dalam bentuk investasi masih berorien-
tasi pada instrumen keuangan berjangka waktu
pendek (deposito dan SBI).
Pada 2004 pasar modal mulai bangkit, total
penawaran umum mencapai Rp 21,3 triliun, yang
terdiri dari penawaran saham Rp 2,2 triliun (13
perusahaan), dan penawaran obligasi Rp 19,2
triliun (44 perusahaan). Indeks harga saham
gabungan BEJ (IHSG) meningkat dari 679,30
pada akhir 2004 menjadi 1.000,23 pada akhir
2005. Terkait dengan menurunnya kegiatan
dan risiko ekonomi, pada 2005, total penawaran
umum turun menjadi Rp 9,7 triliun (saham
sebesar Rp 3,6 triliun, obligasi sebesar Rp 5,9
triliun dan lainnya sebesar Rp 0,2 triliun). IHSG
BEJ hanya sedikit meningkat 16,2 persen men-
jadi 1.162,63. Penurunan kegiatan ekonomi dan
pasar modal tahun 2005 dipengaruhi kenaikan
inasi (harga BBM) dan suku bunga perbankan.
Penyiapan mekanisme pencegahan dan pengelo-
laan krisis melalui konsep Jaring Pengaman Sek-
tor Keuangan Indonesia belum berjalan seperti
diharapkan. Kesepakatan antara lembaga terkait
terhadap pelaksanaan fungsi pengaturan dan peng-
awasan jasa keuangan yang terintegrasi (melalui
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK) be-
lum ada. Fungsi penjaminan simpanan nasabah
bank baru beroperasi tahun 2005.
Sasaran yang ingin dicapai dalam perekonomian
adalah terpeliharanya stabilitas ekonomi makro
yang dapat mendukung tercapainya pertumbuh-
LO_RPJMN.indd 302 5/5/09 2:42:15 PM
303
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
an ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas ser-
ta peningkatan kemampuan pendanaan pemba-
ngunan, baik yang bersumber dari Pemerintah
maupun swasta dengan tetap menjaga stabilitas
nasional. Upaya pencapaian ini harus didukung
oleh ketersediaan data statistik yang akurat. Ada-
pun sasaran pembangunan statistik yang ingin
dicapai adalah:
1. Menyediakan data statistik sosial dan budaya,
statistik ekonomi, statistik kependudukan,
statistik lingkungan, dan statistik lintas bi-
dang pada tingkat nasional dan regional;
2. Meningkatkan koordinasi kegiatan statistik
dengan instansi lain untuk menghindari ter-
jadi duplikasi kegiatan statistik yang serupa;
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
di bidang statistik melalui pendidikan dan
pelatihan;
4. Mengembangkan sistem informasi statistik;
dan
5. Mengembangkan ilmu statistik khususnya
metodologi yang berkaitan dengan penye-
lenggaraan statistik.
Sasaran dalam Bab mengenai Pemantapan Sta-
bilitas Ekonomi Makro dicapai melalui tujuh pro-
gram, yaitu:
1. Program stabilisasi ekonomi dan sektor ke-
uangan
2. Program pengembangan kelembagaan keuangan
3. Program peningkatan penerimaan dan peng-
amanan keuangan negara
4. Program peningkatan efektivitas pengeluaran
negara
5. Program pemantapan pelaksanaan sistem
penganggaran
6. Program pengelolaan dan pembiayaan utang
Pemerintah
7. Program pembinaan akuntansi keuangan
negara
4.10.3.Pencapaian 2005-2008
4.10.3.1.Posisi Capaian hingga 2008
Sasaran 1: Terpeliharanya stabilitas ekonomi
makro yang dapat mendukung tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan
berkualitas serta peningkatan kemampuan
pendanaan pembangunan, baik yang bersum-
ber dari Pemerintah maupun swasta dengan
tetap menjaga stabilitas nasional
1. Pertumbuhan Ekonomi
Dalam empat tahun terakhir, perekonomian In-
donesia tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun,
yakni 5,7 persen pada 2005; 5,5 persen pada
2006; 6,3 persen pada 2007; dan 6,1 persen pada
2008. Hingga akhir 2008, pertumbuhan ekonomi
melambat sebagai dampak dari lesunya pereko-
nomian global. Angka pertumbuhan tersebut
masih berada di bawah proyeksi pertumbuhan
ekonomi yang ditetapkan dalam RKP 2008 dan
RPJMN 2004-2009 yakni masing-masing sebesar
6,8 persen dan 7,2 persen.
2. Nilai Tukar
Salah satu indikator penting yang dapat digu-
nakan untuk melihat tingkat stabilitas ekonomi
makro adalah nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing (kurs). Nilai tukar rupiah terhadap
USD pada akhir periode berturut-turut adalah
Rp 9.830 per USD pada 2005, Rp 9.020 per USD
pada 2006, Rp 9.419 per USD pada 2007, dan Rp
10.950 per USD pada 2008. Dengan melihat fakta
ini, target kurs sebagaimana ditetapkan dalam
RPJMN untuk tahun ke-4 (2008) yakni Rp 8.700
per USD, dan APBN-P 2008 yakni Rp 9.100 per
USD tidak dapat terealisasi.
3. Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan negara dan hibah tercatat meningkat
dari Rp 495,2 triliun pada 2005 menjadi Rp 707,8
triliun pada 2007. Peningkatan pendapatan nega-
ra tersebut, terutama didorong oleh peningkatan
penerimaan perpajakan sebesar 41,2 persen atau
LO_RPJMN.indd 303 5/5/09 2:42:16 PM
304
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
meningkat dari Rp 347,0 triliun pada 2005 men-
jadi Rp 491,0 triliun pada 2007.
Pada tahun 2008, realisasi pendapatan negara dan
hibah mencapai Rp 981 triliun atau 9,6 persen
lebih tinggi dari sasaran yang telah ditetapkan
pada APBN-P 2008. Realisasi tersebut terdiri atas
penerimaan perpajakan sebesar Rp 658,7 triliun
dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp
320 triliun.
Terkait dengan optimalisasi penerimaan negara
bukan pajak (PNBP), penerimaan PNBP mening-
kat dari Rp 146,9 triliun pada 2005 menjadi Rp
215,1 triliun tahun 2007. Peningkatan PNBP
tersebut terutama didorong oleh peningkatan
SDA minyak bumi dan gas bumi yang meningkat
dari Rp 110,5 triliun di tahun 2005 menjadi Rp
132,9 triliun pada tahun 2007. Untuk 2008, rea-
lisasi PNPB mencapai Rp 320,1 triliun, yang ber-
sumber terutama pada penerimaan SDA minyak
bumi dan gas alam sebesar Rp 222 triliun.
4. Penerimaan Negara dari Sektor Pajak
Untuk mendukung peningkatan penerimaan ne-
gara di sektor perpajakan, kebijakan yang ditem-
puh dilakukan secara hati-hati dengan tetap
memperhatikan perkembangan dunia usaha seba-
gai basis pajak. Kebijakan perpajakan ditujukan
selain untuk meningkatkan penerimaan negara
juga diarahkan untuk memberikan fasilitas per-
pajakan secara terbatas pada sektor-sektor ter-
tentu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
yang lebih berkualitas, dengan tetap menjaga
iklim usaha yang kondusif, serta tetap berpegang
pada prinsip-prinsip dasar pengenaan pajak yang
sehat, kompetitif dan transparan. Rasio perpa-
jakan yang pada tahun 2005 masih berada pada
angka 12,5 persen PDB, telah meningkat menjadi
14,1 persen PDB pada tahun 2008. Peningkatan
tersebut disebabkan telah berjalannya reformasi
kebijakan dan administrasi perpajakan.
Untuk tahun 2008, penerimaan perpajakan men-
capai Rp 658,7 triliun, terdiri dari: (1) penerimaan
PPh sebesar Rp 327,5 triliun, (2) penerimaan PPN
sebesar Rp 209,6 triliun, (3) penerimaan PBB sebe-
sar Rp 25,3 triliun, (4) penerimaan BPHTB sebesar
Rp 5,6 triliun, (5) penerimaan cukai sebesar Rp
51,3 triliun, (6) penerimaan pajak lainnya sebesar
Rp 3,0 triliun, dan (7) penerimaan pajak perdagang-
an internasional sebesar Rp 36,3 triliun.
5. Bea Masuk dan Cukai
Penerimaan negara dari bea masuk dan cukai
meningkat cukup signikan. Penerimaan bea ma-
suk yang di tahun 2005 masih berada di angka
Rp 14,9 triliun, di tahun 2008 mencapai Rp 22,8
triliun. Peningkatan ini sejalan dengan peningkat-
an jumlah impor, khususnya barang-barang yang
diperlukan sebagai pelengkap bahan-bahan baku
produksi. Di samping itu, peningkatan tersebut
juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang
mantap sepanjang periode tersebut.
6. Belanja Negara
Untuk belanja negara alokasi dana yang tersedia alokasi dana yang tersedia
untuk 2005 adalah sebesar Rp 509,6 triliun, dan
meningkat menjadi Rp 985,3 triliun pada tahun
2008 yang dirinci untuk belanja Pemerintah pusat
masing-masing sebesar Rp 361,2 triliun pada 2005
dan sebesar Rp 692,6 triliun pada 2008. Adapun
untuk belanja daerah untuk tahun yang sama ma-
sing-masing sebesar Rp 150,5 triliunpada tahun
2005 dan Rp 292,6 triliun pada tahun 2008.
7. Dana Perimbangan dan Dana Otonomi
Khusus
Transfer dana pusat ke daerah melalui dana perim-
bangan tiap tahunnya mengalami peningkatan
yang cukup signikan, yang mengisyaratkan kese-
riusan Pemerintah dalam penyelenggaraan oto-
nomi daerah di Indonesia. Pada 2005, dana per-
imbangan yang dialokasikan adalah sebesar Rp
143,2 triliun yang terdiri dari alokasi Dana Bagi
Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing sebesar
Rp 49,7 triliun, Rp 88,8 triliun dan Rp 4,8 triliun.
Transfer dana perimbangan terus meningkat
seiring dengan lebih banyaknya kewenangan yang
dilimpahkan kepada daerah. Adapun besarnya
dana perimbangan yang ditransfer tahun 2008
LO_RPJMN.indd 304 5/5/09 2:42:16 PM
305
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
adalah sebesar Rp 278,9 triliun terdiri atas alokasi
DBH, DAU dan DAK masing-masing sebesar Rp
78,6 triliun, Rp 179,5 triliun dan Rp 20,8 triliun.
Di samping transfer dana pusat ke daerah melalui
dana perimbangan, Pemerintah juga memberikan
dana otonomi khusus serta dana penyesuaian.
Pemberian otonomi khusus dilakukan dengan
diterbitkannya UU 18 Tahun 2001 dan UU 21
Tahun 2001 masing-masing tentang penetapan
NAD dan Papua sebagai Daerah Otonomi Khusus.
Besarnya dana otonomi khusus di 2005 adalah
Rp 7,2 triliun dengan prioritas penggunaan un-
tuk bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk
Provinsi Papua dialokasikan juga dana tambahan
untuk pembangunan infrastruktur yang besarnya
ditetapkan Pemerintah dengan DPR berdasarkan
usulan Provinsi Papua. Sementara itu, untuk
2008 Dana Otonomi Khusus dialokasikan sebesar
Rp 13,7 triliun.
8. Desit
Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan
Pemerintah terutama dalam upaya konsolidasi
skal untuk menjaga ketahanan skal yang ber-
kesinambungan, namun dengan tetap mampu
menggerakkan roda perekonomian. Kebijakan
dan upaya tersebut tergambar dari realisasi de-
sit anggaran, dimana pada 2005 mencapai 0,5
persen terhadap PDB, dan realisasi desit ang-
garan 2006 mencapai 0,9 persen terhadap PDB,
dan 1,3 persen PDB 2007 dan untuk 2008, desit
anggaran adalah sebesar 0,1 persen PDB.
9. Surat Utang Negara (SUN)
Upaya untuk menutup desit anggaran sebagian
besar dilakukan melalui sumber utang baru baik
yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan sumbernya, pembiayaan anggaran
pada 2005 dan 2006, sebagian besar berasal dari
penerbitan SUN. Sesuai dengan amanat Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat
Utang Negara (SUN), tujuan penerbitan SUN
adalah untuk membiayai desit APBN, menutup
kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola
portofolio utang negara. Pada 2005, realisasi SUN
neto mencapai Rp 22.574,7 miliar dan meningkat
menjadi Rp 35.985,5 miliar pada 2006. Semen-
tara itu, untuk mengurangi risiko tingkat bunga,
SUN yang diterbitkan adalah SUN berbunga tetap
(xed rate bonds). Sampai dengan 2006, porsi SUN
berbunga tetap terus meningkat menjadi sebesar
56,53 persen.
Pengelolaan SUN juga meliputi
pelaksanaan pembelian kembali (cash
buyback) dan penukaran (debt switch) di
pasar sekunder. Debt switching dilakukan
untuk mengurangi refnonc|ng r|sk yang
cukup besar
Dalam rangka memenuhi sasaran pembiayaan
desit tersebut, pada dasarnya Pemerintah
berpedoman pada kebijakan pengelolaan SUN
yang diarahkan untuk dua tujuan utama yaitu:
(1) mengurangi risiko skal dan keuangan, dan
(2) menciptakan pasar sekunder SUN yang deep
dan likuid. Dalam rangka penerbitan, instrumen
SUN yang telah diterbitkan adalah Obligasi Ne-
gara, yang diterbitkan secara reguler setiap bu-
lan melalui lelang.
Selama 2006, penerbitan SUN di pasar perdana
domestik berhasil menyerap dana sebesar Rp
42.578,6 miliar. Pada Maret 2006, Pemerintah
telah menerbitkan dua seri Obligasi Negara In-
ternasional yaitu INDO-17 dan INDO-35, dengan
jumlah nominal masing-masing sebesar USD 1
miliar. Kemudian pada awal Agustus 2006, untuk
pertama kalinya Pemerintah telah menerbitkan
Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI001 dengan
jumlah sekitar Rp 3.283,6 miliar. Di samping un-
tuk membiayai anggaran negara, penerbitan ORI
bertujuan untuk melakukan diversikasi sumber
pembiayaan, memperluas basis investor SUN,
dan mengelola portofolio utang negara. ORI juga
LO_RPJMN.indd 305 5/5/09 2:42:16 PM
306
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
mempunyai manfaat bagi masyarakat yaitu me-
nyediakan alternatif instrumen investasi yang
aman dan menguntungkan sekaligus memberi-
kan kesempatan untuk bepartisipasi langsung
dalam pembangunan nasional.
Pengelolaan SUN juga meliputi pelaksanaan
pembelian kembali (cash buyback) dan penukar-
an (debt switch) di pasar sekunder. Debt switch-
ing dilakukan untuk mengurangi renancing risk
yang cukup besar. Pada 2006, telah dilaksanakan
lelang debt switch sebanyak 12 kali dengan total
nominal Obligasi yang dipertukarkan sebesar Rp
31,179 miliar.
10. Pembiayaan Anggaran
Desit anggaran sebesar Rp 4,2 triliun untuk ta-
hun 2008 dipenuhi dari pembiayaan dalam negeri
sebesar Rp 74,6 triliun (1,6 persen terhadap PDB),
dan pembiayaan luar negeri (neto) negatif Rp 19,1
triliun miliar (0,4 persen terhadap PDB). Realisasi Realisasi
pembiayaan dalam negeri dapat dipenuhi dari
perbankan dalam negeri sebesar Rp 11,7 triliun triliun
(0,2 persen terhadap PDB). Sedangkan realisasi
pembiayaan luar negeri (neto) dapat dipenuhi
dari penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp
44,1 triliun (0,9 persen terhadap PDB) dikurangi triliun (0,9 persen terhadap PDB) dikurangi (0,9 persen terhadap PDB) dikurangi
dengan pembayaran cicilan pokok utang luar ne-
geri yang jatuh tempo sebesar Rp 63,2 triliun (1,3 triliun (1,3 (1,3
persen terhadap PDB).
11. Stok Utang
Total stok utang pemerintah yang di tahun 2005
mencapai 45,5 PDB menurun menjadi sekitar 34,7
persen PDB pada tahun 2008. Dari total stok utang
pemerintah tersebut, utang dalam negeri menga-
lami penurunan dari 23,6 persen PDB pada tahun
2005 menjadi sekitar 19,4 persen PDB pada tahun
2008. Demikian pula dengan utang luar negeri,
telah mengalami penurunan yang cukup berarti
dari 22,0 persen PDB di tahun 2005 menjadi 15,3
persen PDB di tahun 2008.
12. Inasi
Pada sisi moneter, sasaran inasi yang ditetap-
kan dalam RPJMN 2004-2009 adalah sebesar 7,0
persen pada 2005; 5,5 persen (2006); 5,0 persen pada 2005; 5,5 persen (2006); 5,0 persen 5,5 persen (2006); 5,0 persen
(2007); dan 4,0 persen (2008). Pada 2005, inasi
Gambar 4.10.1.
Angka Inasi 2005-2008
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
J
a
n
F
e
b
M
a
r
A
p
r
M
e
i
J
u
n
J
u
l
A
g
t
S
e
p
t
O
c
t
N
o
v
D
e
c
J
a
n
F
e
b
M
a
r
A
p
r
M
e
i
J
u
n
J
u
l
A
g
t
S
e
p
t
O
k
t
N
o
v
D
e
c
J
a
n

F
e
b
M
a
r
A
p
r
M
a
y
J
u
n
J
u
l

A
u
g
S
e
p
t
O
c
t
N
o
v

D
e
c
J
a
n
F
e
b
M
a
r
A
p
r
M
a
y
J
u
n
J
u
l

A
u
g
S
e
p
t
O
c
t
N
o
v

D
e
c
2005 2006 2007 2008
Inasi Tahunan (yoy) Inasi Bul anan (mtm)
LO_RPJMN.indd 306 5/5/09 2:42:17 PM
307
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
tercatat di level 17,1 persen. Tingginya inasi
tersebut terutama karena kenaikan harga BBM
pada bulan Maret dan Oktober 2005. Pada 2006,
inasi menurun menjadi 6,6 persen, di bawah sa-
saran inasi sebesar 8,0 persen. Keberhasilan ini
dicapai dengan upaya pengendalian inasi melalui
pengendalian moneter (BI rate) maupun pengen-
dalian harga bahan makanan pokok (volatile foods)
di berbagai daerah. Sedangkan pada 2007, inasi
mencapai 6,6 persen, sedikit lebih tinggi diban-
dingkan dengan sasaran inasi sebesar 6,50 per-
sen. Pada 2008, laju inasi tercatat berada di angka
11,1 persen yang disebabkan antara lain oleh ke-
naikan harga BBM pada bulan Mei dan meningkat-
nya harga pangan dunia dan domestik.
13. Perbankan
Ketahanan perbankan dalam kurun waktu 2005-
2008 relatif cukup stabil, tercermin dari stabilnya
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan rendahnya Non
Performing Loans (NPLs). Pada 2008, CAR men- CAR men-
capai 16,8 persen, rasio NPLs gross telah turun
hingga 4,1 persen atau lebih rendah dari NPLs
gross pada 2006 yang mencapai 7,6 persen.
Membaiknya ketahanan perbankan, juga diikuti
dengan membaiknya fungsi intermediasi per-
bankan dan penyaluran dana (termasuk pendana-
an UMKM dan pembangunan infrastruktur). Hal
ini tercermin dari meningkatnya kredit yang disa-
lurkan perbankan sebesar 30,7 persen pada akhir
2008 (yoy) serta pertumbuhan penghimpunan
dana masyarakat yang mencapai 16,2 persen
(yoy). Penyaluran kredit bagi proyek-proyek ini-
siatif Pemerintah seperti infrastruktur, alutsista,
agribisnis dan bioenergi hingga September 2007
mencapai Rp 55,3 triliun atau tumbuh sekitar 50
persen dibandingkan akhir 2006.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pertum-
buhan ekonomi, pertumbuhan kredit kepada usaha
mikro kecil dan menengah (UMKM) telah tumbuh
sebesar 22,4 persen pada kurun waktu yang sama.
Seiring dengan kenaikan penyaluran kredit, Loan
to Deposit Ratio (LDR) bank umum meningkat
mencapai 59,7 persen pada akhir 2005 dan 74,6
persen pada 2008. Pada periode yang sama, lem-
baga pembiayaan mikro berbentuk bank (Bank
Perkreditan Rakyat/BPR), telah menyalurkan
dana sebesar Rp 25,5 triliun (tumbuh sebesar Rp
10,8 triliun dibanding tahun 2005 dengan sebar-
an usaha yang semakin luas). Berdasarkan kom-
posisinya, kredit yang disalurkan tersebut mayo-
ritas dimanfaatkan sebagai modal kerja usaha (di
atas 50 persen).
Selain perbankan konvensional, perbankan syariah
turut berperan dalam meningkatkan pendanaan
masyarakat. Pada akhir 2008, rasio pembiayaan ter-
hadap dana pihak ketiga (nancing to deposit ratio)
perbankan syariah mencapai sekitar 103,7 persen
(lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 yang sekitar
97,8%) dan risiko pembiayaan macet perbankan sya-
riah relatif rendah yaitu hanya sekitar 4,0 persen.
14. Lembaga Keuangan Nonbank (LKNB)
Peran lembaga keuangan non-bank (LKNB) ter-
hadap perekonomian semakin meningkat yang
dicerminkan oleh peningkatan rasio nilai aset
LKNB terhadap PDB dari sekitar 9,9 persen
(2003) menjadi sekitar 11,5 persen pada akhir
2007 dan tersedianya mekanisme perlindungan
nasabah/investor lembaga jasa keuangan.
15. Pasar Modal
Pada 2005, terimbas oleh penurunan kegiatan
ekonomi dan peningkatan risiko, perkembangan
pasar modal melambat. Total penawaran umum
turun menjadi Rp 9,7 triliun (saham sebesar Rp
3,6 triliun, obligasi sebesar Rp 5,9 triliun dan
lainnya sebesar Rp 0,2 triliun). IHSG BEJ hanya
sedikit meningkat 16,2 persen menjadi 1.162,63.
Penurunan kegiatan ekonomi dan pasar modal
pada 2005 antara lain dipengaruhi oleh kenaikan
inasi (harga BBM) dan suku bunga perbankan.
Perkembangan pasar modal meningkat pada
2006, seiring dengan membaiknya kondisi ekono-
mi makro yang terlihat dari menurunnya BI rate
dan tingkat inasi. Total dana penawaran umum
LO_RPJMN.indd 307 5/5/09 2:42:17 PM
308
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
meningkat menjadi Rp 14,6 triliun, yang terdiri
atas penawaran saham sebesar Rp 3,0 triliun (12
perusahaan) dan penawaran obligasi sebesar Rp
11,6 triliun (14 perusahaan). IHSG meningkat cu-
kup pesat dari 1.162,3 pada akhir 2005 menjadi
1.805,5 pada akhir 2006.
Dalam 2007, pasar modal mengalami perkem-
bangan yang menggembirakan seiring dengan
semakin baiknya indikator ekonomi makro dan
iklim investasi. Bahkan kinerja Bursa Efek Indo- Bahkan kinerja Bursa Efek Indo-
nesia pada 2007 menduduki peringkat ketiga ter-
baik sekawasan Asia Pasik.
Namun, pada 2008 ini kondisi pasar modal kem- pada 2008 ini kondisi pasar modal kem-
bali mengalami kelesuan akibat imbas krisis eko-
nomi dan keuangan global. Hingga Desember
2008, IHSG berada di kisaran 1.355,4 atau jauh
menurun dibandingkan dengan yang berhasil di-
catat pada 2007 yakni 2.745,8.
16. Neraca Perdagangan dan Cadangan Devisa
Surplus neraca transaksi berjalan tercatat menu-
run dari USD 10,5 miliar (2007) menjadi USD
0,6 miliar di 2008. Penurunan ini disebabkan
menurunnya pertumbuhan ekspor nonmigas dari
15,6 persen pada 2007 menjadi 15,5 persen pada
2008. Adapun impor nonmigas mengalami per-
tumbuhan sebesar 39,4%, jauh lebih tinggi diban-
dingkan tahun 2007 yakni sebesar 14,5%. Meski
demikian, ekspor migas tahun 2008 tumbuh
sebesar 27,4%, lebih tinggi dibandingkan tahun
2007, yakni 8,7%. Di sisi lain, impor migas yang
di tahun 2007 pertumbuhannya tercatat 18,5%,
tahun 2008 tumbuh sebesar 24,5%.
Selain itu, surplus neraca modal dan nansial juga
mengalami penurunan dari surplus USD 3,6 mi-
liar pada 2007 menjadi desit USD 1,7 miliar pada
2008. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya
investasi portofolio bersih dari USD 5,6 miliar ta-
hun 2007 menjadi USD 1,8 miliar tahun 2008.
Dengan gembaran tersebut di atas, surplus neraca
pembayaran dan cadangan devisa pun mengalami
penurunan. Surplus neraca pembayaran menu-
run dari USD 12,7 miliar pada 2007 menjadi de-
sit USD 1,9 miliar pada 2008. Bulan Februari
2008, cadangan devisa sempat berada pada level
USD 67,125 miliar. Ini adalah cadangan devisa
tertinggi dalam sejarah, meski kemudian menu-
run hingga menjadi USD 51,6 pada akhir 2008
yang setara dengan 4,0 bulan impor akibat krisis
keuangan global dalam rangka menstabilkan nilai
tukar rupiah.
4.10.3.2.Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
Terdapat dua kegiatan yang tidak dapat direalisasi-
kan yaitu: (a) Kegiatan penyempurnaan peraturan
perundang-undangan pengurusan piutang negara
dan lelang yang sederhana berlandaskan asas-asas
Pemerintahan yang baik sebanyak 1 buah. Hal itu
dikarenakan adanya rencana penggabungan RUU
kekayaan negara, piutang negara dan lelang se-
hubungan dengan re-organisasi DJPLN menjadi
DJKN dan; (b) Kegiatan penyusunan RPP dan per-
aturan Menteri Keuangan tentang tatacara peng-
ajuan usul dan penetapan penghapusan piutang
negara/daerah. Hal itu karena kegiatan tersebut
berdasarkan renstra DJPLN 2005-2009 merupa-
kan program untuk 2005.
Dalam pengelolaan PNBP dihadapi kendala yang
berasal dari Kementerian/Lembaga yang belum
sepenuhnya melaksanakan ketentuan sebagai-
mana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2004 ten-
tang Tatacara Penyampaian Rencana dan Laporan
Realisasi PNBP. Kendala lainnya adalah belum
tersedianya database PNBP yang online, yang ber-
akibat data realisasi PNBP tidak dapat disam-
paikan secara tepat waktu. Upaya untuk mening-
katkan PNBP juga terkendala oleh masalah yang
kompleks dan rumit terkait dengan pemantauan
terhadap pengenaan, pemungutan, penyetoran
dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
pengelolaan PNBP, penetapan tarif, izin penggu-
naan dana PNBP, serta sosialisasi perangkat per-
aturan perundang-undangan di bidang PNBP ke-
pada instansi terkait. Selain itu lemahnya sistem
pengolahan data, kurangnya koordinasi antar-ins-
LO_RPJMN.indd 308 5/5/09 2:42:17 PM
309
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
tansi terkait dan kurang tegasnya sanksi di bidang
PNBP juga merupakan kendala yang ikut memicu
kurang optimalnya PNBP.
Selain kendala-kendala tersebut di atas, beberapa
faktor penghambat program peningkatan peneri-
maan dan pengamanan keuangan negara yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya target yang
telah diidentikasikan khususnya di bidang admi-
nistrasi piutang dan lelang negara adalah sebagai
berikut: (1) Penyerahan piutang negara tidak
didukung barang jaminan; (2) Barang jaminan ti-
dak memadai nilainya, tidak marketable dan/atau
terdapat permasalahan hukum; (3) Berkas kasus
bermasalah, banyak perkara di pengadilan; (4)
Debitur tidak kooperatif, kemampuan membayar
kecil, usaha mati/tinggal skala kecil, tidak pros-
pektif; (5) Citra lelang di mata masyarakat masih
kurang baik karena lelang hanya dimanfaatkan
oleh orang-orang tertentu yang benar-benar me-
nguasai prosedur lelang dan mengharapkan harga
yang murah; (6) Peraturan khususnya ketentuan
teknis pelayanan lelang yang ditetapkan instansi
lain tidak singkron dengan peraturan pelaksanaan
lelang; dan (7) Kemampuan sumberdaya manusia
di bidang pelelangan masih rendah.
Sementara itu dalam kaitannya dengan Sekre-
tariat Pengadilan Pajak, terdapat faktor-faktor
penghambat yaitu: (1) Lemahnya proses peren-
canaan dan implementasi program, serta terba-
tasnya komitmen dan perhatian para pemangku
kepentingan, baik internal maupun eksternal,
terhadap peran lembaga peradilan pajak dan
pentingnya reformasi administrasi sengketa pa-
jak; (2) Lemahnya fungsi manajemen sumber-
daya manusia (SDM) dan terbatasnya kapasitas
SDM, baik dalam bidang manajemen, teknologi
informasi (IT), maupun yudisial yang berkaitan
dengan proses penyelesaian sengketa pajak; (3)
Lemahnya penataan organisasi dan proses bis-
nis yang belum sepenuhnya berbasis kinerja; dan
(4) Terhambatnya kegiatan Government Financial
Management and Revenue Administration Project
(GFMRAP) pada Sekretariat Pengadilan Pajak,
baik yang disebabkan oleh faktor internal, seperti
lemahnya koordinasi dan terbatasnya SDM yang
berkualitas, maupun eksternal, seperti mun-
durnya tanggal efektif pinjaman, tanggapan Bank
Dunia yang melampaui standard service, serta
dilakukannya proses diskualikasi peserta seleksi
jasa konsultansi.
Pada proses pencairan anggaran, ada keterlam-
batan dalam penyelesaian SPP dan SPM di ling-
kungan Kementerian Negara/Lembaga yang an-
tara lain dikarenakan adanya sikap kehati-hatian
yang berlebihan dari pejabat pelaksana anggaran
dalam pengambilan keputusan, kurangnya pema-
haman terhadap tugas dan tanggung-jawab peja-
bat pelaksana anggaran, lemahnya koordinasi di
lingkungan Kuasa Pengguna Anggaran serta ke-
sulitan dalam memenuhi persyaratan pencairan
anggaran yang ditentukan dalam kontrak yang
dibiayai melalui pinjaman luar negeri.
Di bidang pengendalian inasi, upaya pengenda-
lian inasi barang dan jasa yang harganya diatur
Pemerintah (administered price) telah menunjuk-
kan perkembangan yang membaik pada 2006 dan
2007. Namun, upaya pengendalian inasi inti
(core) masih menghadapi permasalahan ekspektasi
inasi, harga barang impor, dan suku bunga kredit
perbankan yang masih cukup tinggi. Demikian pula
dengan upaya pengendalian inasi barang dan jasa
yang harganya mudah bergejolak, perkembangan
inasi beberapa bahan makanan pokok seperti be-
ras, kedelai, dan minyak goreng, masih menunjuk-
kan perkembangan yang beruktuasi.
Menjelang tahun terakhir pelaksanan RPJMN,
masih terdapat beberapa sasaran sektor keuangan
yang belum dapat terwujud, seperti rencana pem-
bentukan Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-
Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan karena
belum tercapainya kesepakatan antara pihak-pihak
yang berkepentingan, serta masih diperlukan wak-
tu untuk pengkajian yang lebih mendalam.
Selain itu, LKNB termasuk pasar modal sebagai
sumber pendanaan jangka panjang bagi kegiatan
perekonomian masyarakat masih perlu diopti-
LO_RPJMN.indd 309 5/5/09 2:42:18 PM
310
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
malkan. Permasalahan yang terjadi antara lain
karena informasi suatu perusahaan yang kurang
baik dapat mempengaruhi harga saham, sehing-
ga berpotensi menimbulkan kecurangan dalam
perdagangan saham. Selain itu juga terjadi keter-
lambatan penyampaian laporan keuangan oleh
sebagian emiten. Pasar masih mengharapkan in-
sentif skal dan moneter di pasar modal.
Hingga 2007, mayoritas penyaluran dana dari
LKNB adalah pada deposito perbankan (di atas 20
persen dari total investasi masing-masing indus-
tri). Penempatan dana terbesar setelah deposito
pada industri jasa perasuransian adalah SUN dan
SBI. Sedangkan pada industri ini porsi instrumen
penggerak sektor riil seperti obligasi korporasi
dan saham masing-masing hanya sekitar 12 dan
10 persen. Hal ini disebabkan oleh persepsi pelaku
usaha terhadap risiko instrumen keuangan non-
konservatif masih tinggi.
Selanjutnya, penggalangan dana melalui saham
dan obligasi telah mencapai Rp 458,1 triliun (Fe-
bruari 2008) atau meningkat sebesar 20,6 persen
dari kondisi pada 2006. Namun, penggalangan
dana tersebut mayoritas masih terjadi di sektor
keuangan yang umumnya adalah perbankan (52,6
persen). Sedangkan industri yang memerlukan
investasi jangka panjang masih relatif kecil me-
manfaatkan pasar modal, seperti sektor infra-
struktur, utility, dan transportasi, serta industri
perdagangan, jasa dan investasi masing-masing
porsinya hanya masih sekitar 10 persen terhadap
total penerbitan saham dan obligasi. Hal yang
sama dengan sektor industri barang konsumsi
maupun aneka industri, masing-masing industri
ini hanya memanfaatkan sedikit saja porsinya
pada penerbitan saham dan obligasi korporasi (di
bawah 5 persen). Di samping itu, pembentukan
pasar sekunder pembiayaan perumahan melalui
secondary mortgage facility (SMF) yang diharap-
kan dapat menerbitkan instrumen baru di pasar
modal dalam negeri prosesnya masih terkendala
oleh lingkungan strategis yang belum terwujud.
4.10.4.Tindak Lanjut
4.10.4.1.Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
Kebijakan skal pada 2008 diupayakan un-
tuk tetap menjaga ketahanan skal yang ber-
kesinambungan serta memberikan stimulus skal
bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,
desit APBN akan diupayakan dipertahankan
pada batas-batas aman keuangan negara melalui
peningkatan pendapatan negara serta peningkat-
an esiensi pengeluaran negara.
Pencapaian target penerimaan negara dan hibah,
terutama penerimaan perpajakan ditempuh me-
lalui perbaikan dan reformasi administrasi perpa-
jakan yang berkelanjutan meliputi peningkatan
pelayanan dan perbaikan administrasi, peningkat-
an pengawasan terhadap wajib pajak, peningkat-
an pengawasan internal terhadap petugas pajak,
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia,
serta perbaikan sistem informasi dan teknologi
dalam rangka mendukung peningkatan pelayan-
an perpajakan.
Di sisi pengeluaran, peningkatan efektivitas dan
esiensi pengeluaran negara ditempuh melalui
penajaman alokasi anggaran melalui realokasi
Dok : PolaGrade (Fadil Aziz)
LO_RPJMN.indd 310 5/5/09 2:42:21 PM
311
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
belanja negara yang lebih terarah dan tepat sasar-
an, serta perumusan kebijakan alokasi belanja
ke daerah sesuai kewenangannya. Selain itu, ke-
bijakan alokasi anggaran juga diarahkan untuk
memberikan stimulus skal bagi perekonomian
serta peningkatan efektivitas dan esiensi alokasi
belanja negara dengan mengacu pada penerapan
anggaran berbasis kinerja (performance based bud-
geting). Untuk itu akan terus diupayakan guna
mewujudkan pengelolaan kas negara yang akurat,
esien, dan dapat diandalkan dalam rangka men-
dukung pelaksanaan sistem penganggaran yang
transparan dan akuntabel.
Sementara itu, arah kebijakan skal pada 2009
adalah tetap melanjutkan arah kebijakan tahun
sebelumnya, yaitu untuk terus menjaga stabilitas
ekonomi yang mengarah pada kesinambungan
skal. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Melanjutkan modernisasi administrasi per-
pajakan melalui penerapan tur-tur Large
Taxpayer Oce (LTO), reformasi administrasi
sengketa pajak, serta Penerimaan Negara Bu-
kan Pajak (PNBP);
2. Melanjutkan modernisasi administrasi kepa-
beanan dan cukai melalui pembentukan
Kantor Pelayanan Utama (KPU) termasuk
penerapan National Single Window (NSW) dan
peningkatan kinerja kepabeanan dan cukai;
3. Pemantapan efektivitas pengeluaran negara
melalui peningkatan perencanaan kebijakan
APBN, penajaman prioritas anggaran, penge-
lolaan risiko skal peningkatan transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan anggaran me-
lalui pengembangan sistem informasi per-
bendaharaan, peningkatan pengelolaan kas
negara, pengelolaan dan pengendalian ang-
garan, penyelenggaraan dan peningkatan
sistem informasi keuangan daerah (SIKD)
serta peningkatan pengelolaan hubungan ke-
uangan pusat dan daerah, serta melanjutkan
perluasan kantor KPPN Prima;
4. Pembinaan akuntansi keuangan negara melalui
penyempurnaan sistem informasi akuntansi
berbasis akrual, pengembangan dan pelaksana-
an Sistem Akuntansi Instansi (SAI) serta penyu-
sunan laporan keuangan Pemerintah pusat;
5. Pemantapan Pelaksanaan sistem penganggar-
an melalui pembinaan/penyusunan program,
rencana kerja dan anggaran serta penyusunan/
penyempurnaan/ pengkajian peraturan perun-
dang-undangan di bidang penganggaran;
6. Penyusunan/ penyempurnaan/ pengkajian per-
aturan perundang-undangan di bidang keka-
yaan negara serta inventarisasi dan penilaian
kekayaan negara/barang milik negara;
7. Peningkatan efektivitas dan esiensi penge-
lolaan pinjaman baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri;
Target inasi 2009 adalah 6,0 persen. Untuk
mewujudkan hal itu tantangannya adalah krisis
keuangan dunia lanjutan. Selain koordinasi s-
kal dan moneter, diperlukan koordinasi dengan
sektor produksi, distribusi termasuk dengan
moda angkutan darat, laut dan udara serta sektor
perdagangan.
Dalam kaitannya dengan inasi barang dan jasa
yang harganya diatur oleh Pemerintah (adminis-
tered prices) diupayakan agar kenaikannya diken-
dalikan, sehingga dampaknya terhadap inasi
dapat seminimal mungkin. Sedangkan, dalam pe-
ngendalian inasi dari barang dan jasa yang harga-
nya mudah bergejolak (volatile) khususnya bahan
makanan pokok akan dilanjutkan melalui koor-
dinasi Pemerintah dan Bank Indonesia dengan
dunia usaha dan Pemerintah Daerah, baik melalui
forum stabilisasi dan harga, tim pengendalian in-
asi di pusat dan daerah.
Di bidang pasar modal pada tahun mendatang di-
harapkan pasar modal akan berkembang lebih sta-
bil dan mengalami peningkatan. Untuk mencapai
sasaran tersebut diupayakan peningkatan/peng-
kajian kapasitas kelembagaan melalui pengem-
bangan kelembagaan pasar modal dan lembaga
pengawasan pasar modal, penyelenggaraan pe-
nelitian, monitoring, dan evaluasi. Selain itu,
akan dilanjutkan pembinaan dan pengembangan
LO_RPJMN.indd 311 5/5/09 2:42:22 PM
312
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sistem, data, statistik dan informasi di bidang
pasar modal, peningkatan kerjasama pengkajian
pengembangan produk pasar modal serta pening-
katan sarana prasarana. Di samping itu, akan di-
lakukan pula sosialisasi pasar modal yang lebih in-
tensif serta penyempurnaan peraturan Bapepam
dan LK untuk memperlancar proses pendaftaran
umum saham dan obligasi serta perdagangan efek
di pasar modal.
Secara lebih rinci, upaya-upaya yang akan dilaku-
kan untuk mencapai sasaran RPJMN adalah seba-
gai berikut.
1. Meningkatnya ketahanan sektor keuangan,
antara lain dengan:
a. Terbentuknya peraturan perundang-un-
dangan mengenai jaring pengaman sek-
tor keuangan;
b. Terlaksananya secara bertahap pemben-
tukan OJK;
c. Tersedianya instrumen keuangan yang
berjangka waktu panjang;
d. Terpenuhinya modal minimum dan
perkuatan lembaga keuangan; serta
e. Terselenggaranya pengaturan dan penga-
wasan jasa keuangan yang sesuai dengan
standar internasional.
2. Meningkatnya fungsi intermediasi perbankan
dan penyaluran dana melalui lembaga keuang-
an non-bank (termasuk pasar modal), teruta-
ma:
a. Penegasan fungsi bank BUMN dan bank
pembangunan daerah;
b. Peningkatan aksesibilitas pendanaan usa-
ha mikro, kecil, dan menengah (UMKM);
c. Tersedianya kerangka kebijakan pembia-
yaan mikro, yang mencakup antara lain
skema pembiayaan mikro, dan pemben-
tukan contribution company;
d. Tersedianya peraturan perundangan yang
kondusif untuk berkembangnya instru-
men pasar keuangan yang mendukung
pembangunan infrastruktur dan sektor-
sektor penting lainnya; serta
e. Mengoptimalkan fungsi lembaga penja-
minan untuk meningkatkan aksesibilitas
Pemerintah dan masyarakat/pelaku usaha
kepada sumber-sumber pendanaan.
3. Meningkatnya peranan lembaga jasa keuangan
non-bank terhadap perekonomian yang dicer-
minkan oleh peningkatan rasio nilai aset lem-
baga jasa keuangan non-bank terhadap PDB
dan tersedianya mekanisme perlindungan na-
sabah/investor lembaga jasa keuangan.
4. Meningkatnya stabilitas sistem keuangan me-
lalui pencegahan dan pemberantasan TPPU,
terutama:
a. Tersedianya peraturan pelaksanaan UU
TPPU yang lebih kokoh untuk mencegah
dan memberantas upaya-upaya peman-
faatan sektor keuangan sebagai sarana
pencucian uang;
b. Meningkatnya kepatuhan kewajiban
pelaporan oleh penyedia jasa keuangan
(PJK);
c. Meningkatnya efektivitas dan kualitas
hasil analisis dugaan terjadinya TPPU;
d. Meningkatnya kemampuan penyelidikan
TPPU; serta
e. Tersedianya pengamanan terhadap sistem
teknologi informasi dan pengolahan data.
4.10.4.2.Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Dalam APBN 2009, pendapatan negara dan hibah
diperkirakan mencapai 18,5 persen PDB, lebih
tinggi dibandingkan RPJMN yang menetapkan
sasaran sebesar 16,1 persen PDB. Jumlah terse-
but terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar
13,6 persen PDB dan penerimaan negara bukan
pajak sebesar 4,9 persen PDB. Tingginya sasaran
penerimaan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan penerimaan negara bukan pajak,
khususnya penerimaan minyak bumi dan gas
alam serta penerimaan dividen atas laba BUMN.
Demikian pula, di sisi pengeluaran negara, sasar-
an belanja negara yang ditetapkan dalam APBN
2009 sebesar 19,5 persen PDB, lebih tinggi
LO_RPJMN.indd 312 5/5/09 2:42:22 PM
313
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
dibandingkan sasaran RPJMN yang sebesar 15,8
persen PDB. Peningkatan anggaran belanja yang
cukup signikan terjadi pada beban belanja sub-
sidi yang mencapai 6,1 persen PDB. Tingginya
perkiraan subsidi tersebut didorong oleh masih
tingginya harga minyak mentah dunia dan lebih
rendahnya perkiraan lifting minyak bumi dari
perkiraan APBN 2009.
Melalui berbagai kebijakan penerimaan dan pe-
ngeluaran tersebut, desit anggaran dalam APBN
2009 diperkirakan mencapai 1,0 persen PDB, le-
bih tinggi dibandingkan dengan sasaran RPJMN
yang sebesar 0,3 persen PDB. Meskipun mening-
kat, desit APBN tersebut masih berada pada ba-
tas-batas aman keuangan negara.
Untuk pembiayaan desit, kebijakan diarahkan
untuk meningkatkan optimasi pembiayaan seba-
gai dampak dari masih tingginya beban pembayar-
an pokok utang baik dalam negeri maupun luar
negeri.
4.10.5. Penutup
Stabilitas ekonomi makro adalah prasyarat bagi
pertumbuhan yang tinggi dan berkualitas yang
selanjutnya dapat berkontribusi terhadap pening-
katan kesejahteraan masyarakat. Sinergi yang
baik dalam menentukan kebijakan skal dan
moneter merupakan hal penting untuk mewu-
judkan tujuan tersebut. Di sisi skal, kebijakan
dilakukan melalui penurunan desit secara berta-
hap. Sementara di sisi moneter diupayakan untuk
menurunkan laju inasi.
Pada awal RPJMN 2004-2009, perekonomian
mewarisi kondisi ekonomi makro yang masih ren-
tan terhadap berbagai gejolak yang diakibatkan
oleh tingginya rasio stok utang Pemerintah ter-
hadap PDB, sementara penerimaan pajak belum
optimal. Laju inasi dan tingkat suku bunga juga
relatif tinggi. Keadaan selanjutnya diburuk oleh
kenaikan harga minyak mentah dunia, yang se-
cara langsung mengancam ketahanan anggaran
negara dan mengancam stabilitas perekonomian.
Selain itu, keadaan ekonomi makro yang terjadi
pada awal RPJMN adalah: (1) Fungsi intermediasi
keuangan terkendala oleh belum pulihnya sektor
riil; (2) Adanya potensi mismatch antara penda-
naan jangka panjang dengan sumber pendanaan
yang masih bersifat jangka pendek; (3) Pasar
modal yang diharapkan dapat menjadi sumber
pendanaan jangka panjang bagi sektor swasta
masih perlu ditingkatkan; serta (4) Penyiapan me-
kanisme pencegahan dan pengelolaan krisis me-
lalui konsep Jaring Pengaman Sektor Keuangan
Indonesia belum berjalan seperti diharapkan.
Dari berbagai kondisi awal yang ada, sasaran yang
ingin dicapai adalah terpeliharanya stabilitas eko-
nomi makro yang dapat mendukung tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan
berkualitas serta peningkatan kemampuan pen-
danaan pembangunan, baik yang bersumber dari
Pemerintah maupun swasta dengan tetap men-
jaga stabilitas nasional.
Untuk mencapai sasaran, arah kebijakan yang
diambil adalah pelaksanaan sinergi kebijakan
moneter yang berhati-hati serta pelaksanaan ke-
bijakan anggaran yang mengarah pada kesinam-
bungan skal, dengan tetap memberi ruang gerak
bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Upaya ini
akan didukung melalui reformasi struktural di
berbagai bidang serta peningkatan ketahanan
sektor keuangan.
Melalui arah kebijakan tersebut, selama kurun
waktu 2005-2008 secara umum telah dicapai
beberapa kemajuan. Rasio perpajakan (tax ratio)
lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Pe-
nerimaan bea masuk dan cukai meningkat cukup
signikan dan rasio utang luar negeri Pemerintah
terhadap pendapatan nasional turun. Ketahanan
perbankan nasional juga semakin tinggi. Selan-
jutnya, fungsi intermediasi perbankan dan penya-
luran dana melalui lembaga keuangan nonbank
menunjukkan perkembangan juga tersedianya
mekanisme perlindungan nasabah/investor lem-
LO_RPJMN.indd 313 5/5/09 2:42:22 PM
314
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
baga jasa keuangan. Selain itu, selama 2006-2008
perkembangan pasar modal menggembirakan se-
iring dengan semakin baiknya indikator ekonomi
makro dan iklim investasi.
Namun, untuk dapat mencapai sasaran yang dite-
tapkan masih terdapat permasalahan yang harus
dibenahi diantaranya: (1) Di bidang keuangan
negara, upaya peningkatan dan pengelolaan
PNBP masih terkendala oleh lemahnya sistem
pengolahan data dan kurangnya koordinasi antar-
instansi terkait; (2) Di bidang pengendalian
inasi, upaya pengendalian inasi inti (core) ma-
sih menghadapi permasalahan ekspektasi inasi,
harga barang impor, dan suku bunga kredit per-
bankan yang masih cukup tinggi. Demikian pula
dengan upaya pengendalian inasi barang dan
jasa yang harganya mudah bergejolak.
Menjelang tahun terakhir pelaksanan RPJMN,
masih terdapat beberapa sasaran sektor keuangan
yang belum dapat terwujud, seperti rencana pem-
bentukan Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-
Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan karena
belum tercapainya kesepakatan antara pihak-pihak
yang berkepentingan, serta masih diperlukan wak-
tu untuk pengkajian yang lebih mendalam. Selain
itu, LKNB termasuk pasar modal sebagai sumber
pendanaan jangka panjang bagi kegiatan pereko-
nomian masyarakat masih perlu dioptimalkan.
Tabel 4.10-1
Gambaran Ekonomi Makro
2004 2005 2006 2007 2008
RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi
Kualitas Pertumbuhan/
Pemerataan
Pengangguran Terbuka
Jumlah (Juta orang) (Juta orang) Juta orang)) 9,9 10,3 9,9 11,9 9,4 10,9 8,5 10,0 7,3 9,4
%terhadap angkatan terhadap angkatan
kerja
9,7 9,9 9,5 11,2 8,9 10,3 7,9 9,1
6,6 8,4
Jumlah penduduk miskin
Jumlah (Juta orang) (Juta orang) Juta orang)) 36,1 36,1 - 35,1 - 39,3 - 37,2 - 35,0
%terhadap penduduk terhadap penduduk 16,5 16,7 - 16,0 - 17,7 - 16,66 - 15,4
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi 5,0 5,0 5.5 5.7 6.1 5.5 6.7 6.3 7.2 6.1
PDB per kapita
Harga Konstan Tahun
2000 (Rp Ribu)
7.626 .626 626 7.656 .656 656 7.946 .946 946 7.964 .964 964 8.333 .333 333 8.292 .292 292 8.791 .791 791 8.721 .721 721 9.317 9.111 .111 111
Stabilitas Ekonomi
Laju Inasi, IHK (%) IHK (%) IHK (%) (%) 6,4 6,4 7,0 17,1 5,5 6,6 5,0 6,6 4,0 11,1
Nilai Tukar Nominal
(Rp/US$)
8.928 .928 928 8.968 .968 968 8.900 .900 900 9.750 .750 750 8.800 .800 800 9.141 .141 141 8.800 .800 800 9.166 .166 166 8.700 9.681 .681 681
Neraca Pembayaran
Transaksi Berjalan/PDB
(%)
2,6 0,6 1,6 0,1 0,5 2,9 0,1 2,4 -0,2 0,1
Pertumbuhan Ekspor
Nonmigas (%)
11,3 11,5 5,5 22,5 6,5 20,7 7,5 15,6 6 8,1 15,5
LO_RPJMN.indd 314 5/5/09 2:42:23 PM
315
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Bagian 4
2004 2005 2006 2007 2008
RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi
Pertumbuhan Impor
Nonmigas (%)
15,9 24,4 11,4 35,4 8,2 8,0 8,9 14,5 10,3 39,4
Cadangan Devisa (US$
Miliar)
36,3 36,3 36,8 34,7 36,0 42,6 35,6 56,9 35,2 51,6
Keuangan Negara
Surplus/Desit APBN/
PDB (%)
-1,1 -1,3 -0,7 -0,5 -0,6 -0,9 -0,3 -1,3 -0,0 -0,1
Penerimaan Pajak/PDB /PDB PDB
(%)
12,1 12,2 11,6 12,5 11,6 12,3 11,9 12,4 12,6 14,1
Stok Utang Pemerintah/
PDB (%)
53,9 55,5 48,0 47,2 7,2 ,22 43,9 39,00 39,5 35,1 35,4 31,1
Utang Luar Negeri 25,3 26,7 21,6 23,5 3,5 ,55 19,3 18,2 8,2 ,22 16,7 16,5 6,5 ,55 14,4 13,5 3,5 ,5 5
Utang Dalam Negeri 28,6 28,8 26,3 23,77 24,6 20,8 0,8 ,88 22,8 18,6 ,66 21,0 17,6 7,6 ,66
Tabel 4.10-2
Struktur Ekonomi
2005 2006 2007 2008
RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi RPJMN Realisasi
Pertumbuhan Ekonomi 5,5 5,7 6,1 5,5 6,7 6,3 7,2 6,1
Pertumbuhan PDB Sisi
Pengekuaran (%)
Konsumsi Masyarakat 4,3 4,0 4,5 3,2 4,8 5,0 5,0 5,3
Konsusmsi Pemerintah 2,6 6,6 10,5 9,6 6,4 3,9 12,1 10,4
Investasi (PMTB) (PMTB) PMTB) ) 14,6 10,9 17,8 2,6 16,3 9,4 14,3 11,7
Ekspor 5,7 16,6 6,0 9,4 6,4 8,5 7,4 9,5
Impor 10,3 17,8 8,6 8,6 10,2 9,0 10,8 10,0
Pertumbuhan PDB Sisi Produksi
(%)
Pertanian 3,2 2,7 3,4 3,4 3,6 3,4 4 3,6 4,8
Industri Pengolahan 6,1 4,6 6,9 4,6 7,8 4,7 8,6 3,7
Nonmigas migas 6,8 5,9 7,7 5,3 8,7 5,2 9,4 4,0
Lainnya 5,8 7,0 6,3 6,5 6,9 7,8 7,4 7,5
Pengangguran Terbuka (%) (%)
Jumlah (juta orang) (juta orang) juta orang)) 9,9 11,9 9,4 10,9 8,5 10,0 7,3 9,4
%terhadap angkatan kerja terhadap angkatan kerja 9,5 11,2 8,9 10,3 7,9 9,1 6,6 8,4
Lanjutan Tabel 4.10-1
LO_RPJMN.indd 315 5/5/09 2:42:24 PM
Bagian 4
317
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.11
Pembangunan Perdesaan
4.11.1. Pengantar
Guna mendukung peningkatan perekonomian
nasional dan pengembangan wilayah, salah sa-
tu agenda Pemerintah yang dilakukan adalah
melalui Pembangunan Perdesaan. Agenda ini
sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat
ini yang mana sekitar 60 persen penduduk ber-
tempat tinggal di perdesaan. Dari kondisi ini,
masalah yang dihadapi adalah ketertinggalan
tingkat produktivitas masyarakat perdesaan.
Satu hal yang memerlukan upaya terencana, in-
tensif, dan berkesinambungan.
Selain rendahnya tingkat produktivitas, perde-
saan selama ini juga dicirikan dengan kemiskin-
an. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS),
persentase masyarakat miskin yang hidup di
perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.
Tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan ini
bisa dilihat dari beberapa indikator, yaitu: jumlah
dan persentase penduduk miskin (head count),
serta tingkat kedalaman dan keparahan kemis-
kinan.
Sedangkan dari segi wilayah, sekitar 71.000 desa
yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak
32.000 desa diantaranya merupakan desa ter-
tinggal dengan kondisi yang serba terbatas baik
dari segi sarana dan prasarana, sumberdaya alam
terolah, SDM, informasi, dan sebagainya.
Tingginya masyarakat miskin di perdesaan terkait
erat dengan akses masyarakat terhadap sumber-
daya produktif dan pemenuhan kebutuhan dasar
(sandang, pangan, papan) untuk meningkatkan
kualitas hidup mereka.
Oleh sebab itu, upaya pembangunan perdesaan
perlu diarahkan pada langkah-langkah untuk me-
nambah akses pemenuhan kebutuhan dasar, me-
ningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor
pertanian, pengembangan lapangan kerja non-
pertanian dan atau lapangan kerja yang terkait
dengan agribisnis, mengembangkan perekonomi-
an lokal yang bertumpu pada usaha mikro, kecil,
menengah (UMKM) dan koperasi, serta berbasis
pada sumberdaya perdesaan, dan meningkatkan
pembangunan infrastruktur.
Seiring dengan usaha pertanian yang semakin
modern, perkembangan UMKM dan koperasi
yang sehat akan mendorong terjadinya trans-
formasi jangka panjang dari masyarakat agraris
ke masyarakat industri. Untuk itu, upaya untuk
meningkatkan keberdayaan masyarakat perde-
saan perlu lebih ditingkatkan bersamaan dengan
peningkatan ketersediaan infrastruktur pede-
saan, baik yang berfungsi untuk mendukung ak-
tivitas ekonomi maupun area permukiman. Jika
hal tersebut telah dipenuhi, maka perdesaan akan
mampu menyediakan lapangan kerja sektor for-
mal, insentif dan akses untuk berkembang, serta
kondisi lingkungan permukiman yang sehat. Se-
lanjutnya, hal ini diharapkan dapat menjadi pe-
nahan bagi berpindahnya penduduk dari desa ke
kota.
LO_Bab 4.11.indd 317 5/5/09 2:43:27 PM
318
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.11.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Konsentrasi penduduk Indonesia lebih banyak
berada di daerah perdesaan. Dengan kondisi ini,
perdesaan Indonesia masih dicirikan dengan ren-
dahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, masih
tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya
kualitas lingkungan permukiman.
Rendahnya produktivitas tenaga kerja di perde-
saan bisa dilihat dari besarnya pendapatan mau-
pun output per tenaga kerja yang dihasilkan sektor
pertanian. Sumbangan sektor pertanian dalam
perekonomian nasional menurun dari 15,3 per-
sen pada 2004 menjadi 14,84 persen pada 2005
(Badan Pusat Statistik, 2006).
Pada 2004, jumlah penduduk miskin di Indonesia
adalah 36,1 juta jiwa atau 16,7 persen dari total
penduduk Indonesia. Dari persentase tersebut,
penduduk miskin di perdesaan mencapai 20,1
persen atau 8 persen lebih tinggi dari persen-
tase penduduk miskin di perkotaan. Sedangkan
pada 2005, jumlah penduduk miskin berkurang
menjadi 35,1 juta jiwa atau 16 persen dari total
penduduk di Indonesia. Namun dari persentase
tersebut, penduduk miskin di perdesaan tetap
lebih tinggi dari persentase penduduk miskin di
perkotaan yaitu mencapai 20,0 persen atau 8,3
persen lebih tinggi dari persentase penduduk
miskin di perkotaan.
Sebagian besar kegiatan ekonomi di
perdesaan masih mengandalkan produk-
si komoditas primer sehingga nilai tam-
bah yang dihasilkan masih cukup kecil
Dengan penduduk dan angkatan kerja perdesaan
yang akan terus bertambah sedangkan keterse-
diaan luas lahan pertanian relatif tidak berubah
bahkan cenderung menurun, maka penyerapan
tenaga kerja di sektor pertanian menjadi kurang
produktif.
Dengan kondisi awal dan permasalahan yang di-
hadapi, sasaran RPJMN 2004-2009 yang hendak
dicapai dalam pembangunan perdesaan adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya peran dan kontribusi kawasan
perdesaan sebagai basis pertumbuhan eko-
nomi nasional yang ditandai dengan semakin
meningkatnya peran sektor-sektor di perde-
saan yang terkait dalam mata rantai pengo-
lahan produk-produk berbasis perdesaan;
2. Terciptanya lapangan kerja berkualitas di
perdesaan, khususnya lapangan kerja non-
pertanian, yang ditandai dengan berkurang-
nya angka pengangguran terbuka dan sete-
ngah pengangguran;
3. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat per-
desaan yang ditandai dengan berkurangnya
jumlah penduduk miskin serta meningkatnya
taraf pendidikan dan kesehatan, terutama
perempuan dan anak;
4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana
dan prasarana di kawasan permukiman di
perdesaan yang ditandai dengan antara lain:
(a) Selesainya pembangunan fasilitas teleko-
munikasi perdesaan sekurang-kurangnya
43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa
dan community access point di 45 ribu
desa;
(b) Meningkatnya persentase desa yang
mendapat aliran listrik dari 94 persen
pada 2004 menjadi 97 persen pada 2009;
(c) Meningkatnya persentase rumah-tangga
perdesaan yang memiliki akses terhadap
pelayanan air minum hingga 30 persen;
(d) Seluruh rumah-tangga telah memiliki
jamban sehingga tidak ada lagi yang
melakukan open defecation (pembuang-
an di tempat terbuka);
5. Meningkatnya akses, kontrol dan partisipasi
seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan
pembangunan perdesaan yang ditandai de-
LO_Bab 4.11.indd 318 5/5/09 2:43:28 PM
Bagian 4
319
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
ngan terwakilinya aspirasi semua kelompok
masyarakat dan meningkatnya kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki dalam peren-
canaan, pelaksanaan, pemantauan dan evalu-
asi kegiatan pembangunan.
1. Program Peningkatan Keberdayaan Ma-
syarakat Perdesaan
Tujuan dari program ini adalah untuk: (1) mem-
bangun kawasan perdesaan melalui peningkatan
keberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan;
dan (2) meningkatkan kapasitas pemerintahan
di tingkat lokal dalam mengelola pembangunan
perdesaan sesuai dengan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik.
2. ProgramPengembangan Ekonomi Lokal
Tujuan dari program ini adalah untuk: (1) me-
ningkatkan produktivitas dan nilai tambah usaha
ekonomi di kawasan perdesaan; (2) mendorong
penciptaan lapangan kerja berkualitas di perde-
saan terutama di sektor non pertanian; dan (3)
meningkatkan keterkaitan antara sektor pertani-
an dengan sektor industri dan jasa berbasis sum-
ber daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan
dalam kerangka meningkatkan sinergi dan keter-
kaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.
3. Program Peningkatan Infrastruktur
Perdesaan, antara lain melalui upaya se-
bagai berikut
a. Peningkatan/Pembangunan Jalan dan
Jembatan
Tujuan dari program ini adalah untuk: me-
ningkatkan prasarana jalan perdesaan yang
menghubungkan kawasan perdesaan dan
perkotaan.
b. Peningkatan Kualitas Jasa pelayanan Sa-
rana dan prasarana Ketenagalistrikan
Tujuan dari program ini adalah untuk: memu-
lihkan kualitas jasa pelayanan sarana dan
prasarana ketenagalistrikan guna menjamin
ketersediaan tenaga listrik yang memadai se-
hingga aksesibilitas masyarakat untuk mem-
peroleh tenaga listrik semakin mudah dengan
semakin memperhatikan keandalan sistem,
efektitas dan esiensi dengan harga yang
wajar di daerah perdesaan.
c. Pengembangan, Pemerataan dan pening-
katan Kualitas Sarana dan Prasarana Pos
dan Telematika
Program ini bertujuan untuk (a) meningkat-
kan aksesibilitas masyarakat terhadap la-
yanan pos dan telematika; (b) meningkatkan
kualitas pelayanan pos dan telematika; serta
(c) mempertahankan dan meningkatkan kon-
disi sarana dan prasarana pos dan telematik.
d. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air
Minumdan Air Limbah
Program ini ditujukan untuk meningkat-
kan cakupan pelayanan air minum dan air
limbah yang dilaksanakan oleh badan usaha
milik daerah (BUMD) dan yang dilaksanakan
oleh komunitas masyarakat secara optimal,
esien, dan berkelanjutan. Sasaran yang hen-
dak dicapai dalam program ini adalah : (1)
meningkatnya cakupan pelayanan air minum
dan air limbah yang dikelola oleh BUMD, (2)
meningkatnya kinerja BUMD pengelola air
minum dan air limbah hingga berpredikat
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), (3) me-
ningkatnya cakupan pelayanan air minum
dan air limbah yang dikelola secara langsung
oleh masyarakat.
e. Pengembangan dan Pengelolaan Jaring-
an Irigasi, Rawa, dan Jaringan Pengair-
an Lainnya
Program ini ditujukan untuk mewujudkan
pengelolaan jaringan irigasi, rawa, serta ja-
ringan pengairan lainnya dalam rangka men-
dukung ketahanan pangan nasional sehingga
kemampuan pemenuhan kebutuhan air di
perdesaan untuk pertanian dapat meningkat,
dan pemanfaatan air tanah di perdesaan un-
tuk irigasi dapat terkendali.
LO_Bab 4.11.indd 319 5/5/09 2:43:28 PM
320
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Program Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia Perdesaan, antara lain
melalui upaya sebagai berikut
a. Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembi-
lan Tahun
Dalam rangka peningkatan kualitas SDM di
Perdesaan, upaya ini bertujuan untuk me-
ningkatkan akses dan pemerataan pelayanan
pendidikan dasar yang bermutu dan terjang-
kau, baik melalui jalur formal maupun non-
formal yang mencakup SD termasuk SDLB,
MI, dan Paket A serta SMP, MTs, dan Paket B,
sehingga seluruh anak usia 7-15 tahun baik
laki-laki maupun perempuan dapat mem-
peroleh pendidikan, setidak-tidaknya sampai
jenjang sekolah menengah pertama atau yang
sederajat.
b. Pendidikan Nonformal
Dalam rangka peningkatan kualitas SDM di
perdesaan, upaya ini bertujuan untuk mem-
berikan layanan pendidikan baik untuk laki-
laki maupun perempuan sebagai pengganti,
penambah dan/atau pelengkap pendidikan
formal guna mengembangkan potensi peser-
ta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional
dalam rangka mendukung pendidikan sepan-
jang hayat.
c. Upaya Kesehatan Masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM
di perdesaan, upaya ini ditujukan untuk me-
ningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas
pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan
jaringannya meliputi puskesmas pembantu,
puskesmas keliling dan bidan di desa.
5. Program Perlindungan dan Konservasi
Sumber Daya Alam
Dalam rangka peningkatan kualitas SDM di
perdesaan Program ini bertujuan untuk melin-
dungi sumber daya alam dari kerusakan dan me-
Dok : COREMAP II
LO_Bab 4.11.indd 320 5/5/09 2:43:39 PM
Bagian 4
321
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
ngelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk
menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya se-
bagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga
dengan baik.
4.11.3. Pencapaian 2005-2008
4.11.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Upaya yang dilakukan sampai dengan 2008 dalam
pembangunan perdesaan dalam RPJMN 2004
2009 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya peran dan kontribusi kawasan
perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekono-
mi nasional yang diukur dari meningkatnya
peran sektor pertanian dan nonpertanian
yang terkait dalam mata rantai pengolahan
produk-produk berbasis perdesaan;
2. Berkembangnya diversikasi usaha ekonomi
untuk menciptakan lapangan pekerjaan non-
pertanian (non-farm activities), baik berupa
industri yang mengolah produk pertanian
maupun jasa.
3. Meningkatnya pemberdayaan masyarakat
perdesaan dengan tersedianya dukungan be-
berapa prasarana dan sarana sosial ekonomi
yang memadai, meningkatnya kapasitas
Peme-rintahan dan kapasitas kelembagaan
sosial ekonomi dalam pembangunan perde-
saan di tingkat lokal, dan mulai menguatnya
keterkaitan kota dan desa serta sektor perta-
nian dengan industri dan jasa penunjangnya.
Adapun upaya-upaya lain yang dilakukan untuk
mencapai sasaran dapat dijelaskan secara garis
besar. Hasil yang telah dicapai dalam pemba-
ngunan perdesaan hingga 2008 adalah sebagai
berikut:
1. Program Peningkatan Pemberdayaan
Masyarakat Perdesaan
Program peningkatan pemberdayaan masyarakat
desa ini bertujuan untuk:
1. Membangun kawasan perdesaan melalui pe-
ningkatan pemberdayaan masyarakat di ka-
wasan perdesaan;
2. Meningkatkan kapasitas Pemerintahan di
tingkat lokal dalam mengelola pembangunan
perdesaan sesuai dengan prinsip-prinsip tata
Pemerintahan yang baik.
Adapun kegiatan pokok yang dilakukan untuk
membangun kawasan perdesaan antara lain:
1. Peningkatan penyuluhan dan pelatihan kete-
rampilan usaha bagi masyarakat perdesaan;
2. Reformasi agraria untuk meningkatkan akses
masyarakat pada lahan dan pengelolaan sum-
berdaya alam;
3. Penyederhanaan sertikasi tanah di kawasan
perdesaan;
4. Peningkatan akses masyarakat perdesaan
pada informasi;
5. Pengembangan lembaga perlindungan petani
dan pelaku usaha ekonomi di perdesaan;
6. Penguatan lembaga dan organisasi berbasis
masyarakat, seperti paguyuban petani, ko-
perasi, lembaga adat dalam menyuarakan as-
pirasi masyarakat;
7. Pemantapan kelembagaan Pemerintahan de-
sa dalam pengelolaan pembangunan perde-
saan dengan prinsip-prinsip tata Pemerin-
tahan yang baik;
8. Peningkatan partisipasi masyarakat perde-
saan, terutama kaum perempuan dan ma-
syarakat miskin dalam perencanaan, pelaksa-
naan, pemantauan dan evaluasi pembangunan
perdesaan;
9. Pengembangan kelembagaan untuk difusi
teknologi ke kawasan perdesaan, terutama
teknologi tepat guna dan ramah lingkungan;
10. Peningkatan kapasitas aparat Pemerintah
Daerah dalam memfasilitasi dan mengkoordi-
nasikan peran stakeholder dalam pembangun-
an kawasan perdesaan;
LO_Bab 4.11.indd 321 5/5/09 2:43:39 PM
322
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
11. Penyempurnaan manajemen dan sistem pem-
biayaan daerah untuk mendukung pemba-
ngunan kawasan perdesaan;
12. Pemantapan kerjasama dan koordinasi antar-
Pemerintah Daerah lintas wilayah adminis-
trasi.
Melalui program ini, capaian yang diperoleh me-
liputi:
1. Pemantapan peran kelembagaan masyarakat
di perdesaan dan kader pemberdayaan ma-
syarakat dengan melalui:
(a) Pelatihan bagi pelatih kader pemberda-
yaan masyarakat desa.
(b) Pembentukan komite standar pelatihan,
dan pelaksanaan bulan bhakti gotong-
royong yang dilaksanakan setiap tahun,
untuk menggugah semangat kegotong-
royongan dan berswadaya masyarakat,
terutama membantu sesama yang terke-
na musibah.
(c) Terfasilitasinya penguatan lembaga dan
organisasi berbasis masyarakat di perde-
saan melalui identikasi best practices dan
lesson learned program-program pember-
dayaan masyarakat.
(d) Terselenggaranya fasilitasi Pemerintah
Daerah dan kelurahan.
(e) Terselenggaranya pendataan data dasar
desa/kelurahan di daerah, terfasilitasinya
pemerintah daerah dalam meningkatkan
kapasitas pemerintah desa/kelurahan di
daerah, tersosialisasinya PP No. 72 Tahun
2005 tentang desa dan PP No. 73 Tahun
2005 tentang kelurahan.
(f) Tersusunnya Permendagri No. 27 Tahun
2006 tentang penetapan dan penegasan
batas desa dan tersusunnya Permendagri
tentang asset desa.
(g) Terkoordinasinya pengembangan kelem-
bagaan untuk difusi teknologi tepat gu-
na dan ramah lingkungan di kawasan
perdesaan, peningkatan kapasitas aparat
pemerintah daerah dalam memfasilitasi
dan mengkoordinasikan peran pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam pem-
bangunan kawasan perdesaan.
2. Peningkatan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga serta pemberdayaan perempuan me-
lalui:
(a) Pilot project pengembangan cadangan
pangan masyarakat, pengembangan desa
mandiri energi di 10 provinsi, 10 kabupa-
ten, dan 10 desa, penguatan kelembagaan
adat dan sosial budaya masyarakat, pem-
berdayaan kesejahteraan keluarga melalui
Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan
Hari Kesatuan Gerak PKK.
(b) Penyelenggaraan kejuaraan desa dan
kelurahan teladan tingkat nasional, ge-
lar teknologi tepat guna dan penguatan
kelembagaan adat dan sosial budaya ma-
syarakat serta kelembagaan organisasi
masyarakat perdesaan.
(c) Penguatan peran gerakan PKK dalam
memfasilitasi pengembangan kualitas
kehidupan keluarga melalui 10 Program
Pokok PKK.
(d) Memfasilitasi penguatan fungsi dan ki-
nerja Posyandu dalam pemberian pela-
yanan kesehatan bagi balita dan kaum ibu
di desa dan kelurahan.
(e) Fasilitasi penguatan peran masyarakat
dalam penanganan masalah kesehat-
an, meliputi penanggulangan penyakit
menular seperti polio, DBD, u burung
dan HIV/AIDS di daerah (Permendagri
Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pemben-
tukan Komisi Penanggulangan AIDS dan
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pe-
nanggulangan HIV/AIDS di Daerah).
(f) Membina dan mengendalikan PNPM-PPK
di 32 provinsi 366 kabupaten, dan mem-
fasilitasi penguatan kelembagaan dan
pemantauan unit pengaduan masyarakat
penanganan penanggulangan kemiskin-
an.
3. Terlaksananya pemantauan dan pengeva-
luasian sistem pelaporan pengendalian
LO_Bab 4.11.indd 322 5/5/09 2:43:39 PM
Bagian 4
323
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
(SIMPEDAL) untuk menjaring informasi
tentang perencanaan pelaksanaan dan peru-
musan solusi dari permasalahan pelaksanaan
sistem pelaporan pengendalian.
4. Terbinanya 2.941 kader pemberdayaan ma-
syarakat pesisir berbasis lembaga agama/
adat/sosial.
5. Meningkatnya partisipasi masyarakat perde-
saan dalam kegiatan perencanaan, pelaksa-
naan, pemantauan dan evaluasi pembangun-
an, serta dilakukan kerjasama dengan Care
International Indonesia.
Dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat
perdesaan, pada 2008 diprogramkan kegiatan an-
tara lain:
1) Peningkatan peran posyandu, program pam-
simas, pasar desa, pengembangan prol desa/
kelurahan, dan grand strategis pembangunan
perdesaan dalam penanggulangan kemiskin-
an.
2) Penguatan lembaga kemasyarakatan dan lem-
baga Pemerintah desa.
3) Peningkatan kapasitas fasilitator dalam pem-
bangunan desa, aparat Pemda dan masyara-
kat.
4) Pemantauan kegiatan unit pengaduan ma-
syarakat.
5) Pembinaan dan pengendalian PNPM-PPK di
32 provinsi 349 kabupaten.
2. ProgramPengembangan Ekonomi Lokal
Program pengembangan ekonomi lokal ini bertu-
juan untuk:
1. Meningkatkan produktivitas dan nilai tam-
bah usaha ekonomi di kawasan perdesaan;
2. Mendorong penciptaan lapangan kerja ber-
kualitas di perdesaan terutama di sektor non-
pertanian;
3. Meningkatkan keterkaitan antara sektor per-
tanian dengan sektor industri dan jasa berba-
sis sumberdaya lokal. Ketiga tujuan tersebut
dilakukan dalam kerangka meningkatkan si-
nergi dan keterkaitan antara kawasan perde-
saan dan perkotaan.
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan untuk
mendukung pengembangan ekonomi lokal, me-
liputi:
1. Pemantapan dan pengembangan kawasan
agropolitan yang strategis dan potensial,
terutama kawasan-kawasan di luar pulau
Jawa-Bali;
2. Peningkatan pengembangan usaha agribis-
nis yang meliputi mata rantai subsektor hulu
(pasokan input), on farm (budidaya), hilir (pe-
ngolahan), dan jasa penunjang;
3. Penguatan rantai pasokan bagi industri perde-
saan dan penguatan keterkaitan produksi
berbasis sumberdaya lokal;
4. Pengembangan budaya usaha dan kewirausa-
haan terutama bagi angkatan kerja muda
perdesaan;
5. Pengembangan dan penerapan ilmu dan
teknologi tepat guna dalam kegiatan usaha
ekonomi masyarakat perdesaan;
6. Pengembangan jaringan kerjasama usaha;
7. Pengembangan kemitraan antara pelaku usa-
ha besar dan usaha mikro/rumah-tangga;
8. Pengembangan sistem outsourcing dan sub
kontrak dari usaha besar ke UMKM dan ko-
perasi di kawasan perdesaan;
9. Peningkatan peran perempuan dalam ke-
giatan usaha ekonomi produktif di perdesaan;
10. Perluasan pasar dan peningkatan promosi
produk-produk perdesaan;
11. Peningkatan pelayanan lembaga keuangan,
termasuk lembaga keuangan mikro, kepada
pelaku usaha di perdesaan;
12. Peningkatan jangkauan layanan lembaga pe-
nyedia jasa pengembangan usaha (BDS pro-
viders) untuk memperkuat pengembangan
ekonomi lokal; dan
LO_Bab 4.11.indd 323 5/5/09 2:43:40 PM
Dalam rangka pengembangan sistem
pendukung usaha bagi UMKM, tahun
2007 telah dilakukan peningkatan jang-
kauan layanan lembaga keuangan kepada
UMKM
324
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
13. Pengembangan kapasitas pelayanan lembaga
perdagangan bursa komoditi (PBK), pasar le-
lang, dan sistem resi gudang (SRG) yang ber-
tujuan meningkatkan potensi keuntungan
serta meminimalkan risiko kerugian akibat
gejolak harga yang dihadapi petani dan pelaku
usaha perdesaan.
Adapun capaian yang diperoleh untuk mendu-
kung pengembangan ekonomi lokal adalah:
1. Terlaksananya pengembangan penunjang kegi-
atan ekonomi produktif keluarga dan manaje-
men pengelolaan pemasaran serta penggerak
TTG di perdesaan.
2. Terlaksananya fasilitasi kapasitas kelem-
bagaan usaha mikro, agribisnis, lumbung
pangan masyarakat desa (LPMD), usaha kecil
serta kapasitas kelembagaan penanggulangan
kemiskinan.
3. Terlaksananya fasilitasi penguatan lumbung
pangan masyarakat, lembaga keuangan mi-
kro perdesaan dalam penyediaan kredit mo-
dal usaha mikro yakni usaha ekonomi desa
simpan pinjam (UED-SP), badan kredit desa,
dan badan usaha milik desa.
4. Terlaksananya pelatihan fasilitator pengge-
rak pelestarian dan pengembangan prasarana
perdesaan.
5. Terlaksananya fasilitasi penguatan kelem-
bagaan TTG, kemitraan TTG dan kelem-
bagaan pos pelayanan teknologi perdesaan
(posyantekdes).
6. Terlaksananya pengembangan kapasitas ke-
lembagaan pasar desa.
7. Terselenggaranya pembinaan dan pengang-
garan serta perencanaan dan pengendalian
pengembangan prasarana dan sarana desa
agropolitan di 94 kawasan di 32 provinsi.
8. Meningkatnya perencanaan dan penyusunan
program pembangunan pemberdayaan usaha
kecil, menengah, dan koperasi.
9. Terkumpulnya data lembaga keuangan non-
bank (LKNK).
10. Meningkatnya pendapatan masyarakat dan
penerimaan daerah.
11. Terselenggaranya forum kemitraan dalam
rangka peningkatan partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan ekonomi di dae-
rah.
12. Pengembangan kemandirian usaha kecil dan
menengah.
13. Tersedianya data tentang berbagai kelem-
bagaan/organisasi ekonomi daerah berdasar-
kan pengelompokan profesi maupun kegiatan
sosial.
14. Terlaksananya pemantauan dan evaluasi pa-
meran produk unggulan daerah.
15. Terselenggaranya pembinaan industri ru-
mah-tangga, kecil dan menengah dengan
mengadakan sosialisasi model industri ru-
mah-tangga kecil dan menengah di 6 provinsi
dan 1 kota.
16. Dibangun sentra pengolahan produksi, fasili-
tas pergudangan, dan pasar desa.
17. Untuk menghubungkan sentra-sentra pro-
duksi pertanian dan non-pertanian dengan
kawasan perkotaan terdekat dibangun jalan
perdesaan.
18. Untuk memperlancar arus informasi dan ko-
munikasi di perdesaan dilaksanakan jasa la-
yanan pos di 2.350 kantor pos cabang luar
kota melalui program PSO pos, sambungan
telpon baru di 10 ribu desa 37 pusat informasi
masyarakat (community access point), dan ber-
fungsinya kantor pos sebagai pusat informasi
masyarakat.
LO_Bab 4.11.indd 324 5/5/09 2:43:40 PM
Bagian 4
325
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
19. Dalam rangka pengembangan sistem pendu-
kung usaha bagi UMKM, tahun 2007 telah
dilakukan peningkatan jangkauan layanan
lembaga keuangan kepada UMKM. Untuk
pemberdayaan usaha skala mikro, telah di-
laksanakan peningkatan kapasitas usaha dan
keterampilan pengelolaan usaha mikro.
20. Dalam rangka pengembangan ekonomi lokal,
tahun 2008 akan dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Fasilitasi pengembangan usaha ekonomi
masyarakat dalam penanggulangan ke-
miskinan.
b. Pembinaan usaha ekonomi masyarakat
melalui penguatan BUMDes, penguatan
kelembagaan usaha ekonomi desa simpan
pinjam (UEDSP) dan BKD.
c. Diseminasi teknologi tepat guna bagi ka-
wasan perdesaan.
d. Harmonisasi kebijakan pemberdayaan
usaha ekonomi keluarga (UEK), pengem-
bangan usaha ekonomi produktif, dan
pengembangan pemasaran produksi per-
desaan.
e. Pengembangan prasarana dan sarana di
236 desa pusat pertumbuhan dan 90 ka-
wasan desa agropolitan, serta di 2.060
desa tertinggal melalui pemberdayaan
masyarakat (skala komunitas).
Hingga 2008, dalam rangka pemantapan kapa-
sitas penyelenggaraan Pemerintahan desa, telah
dilakukan pengangkatan sekretaris desa (sekdes)
menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang dasar
hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal
202 ayat 3. Hal ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa Pemerintah desa merupakan tumpuan dan
jajaran terdepan dalam penyelenggaraan admi-
nistrasi Pemerintahan secara nasional, dan dalam
upaya meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
Pemerintahan desa dalam pemberian pelayanan
kepada masyarakat.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, untuk pelak-
sanaannya telah diterbitkan (1) PP 45 Tahun
2007 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengang-
katan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri
Sipil, (2) Permendagri Nomor 50 Tahun 2007 ten-
tang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerin-
tah Nomor 45 Tahun 2007, (3) Peraturan Kepala
BKN Nomor 32 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2007, (4) Permendagri Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 2007, (5) Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No-
mor: KEP/326/M.PAN/12/2007 tentang Formasi
Pegawai Negeri Sipil Untuk Sekretaris Desa Tahun
Anggaran 2007.
Hasil perkembangan dari proses pengangkatan
sekertaris desa menjadi pegawai negeri sipil saat
ini dari jumlah desa seluruh Indonesia sebanyak
63.819 desa, terdapat jumlah sekretaris desa se-
banyak 61.862 orang. Dari jumlah tersebut, yang
memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi
PNS adalah sebanyak 42.376 orang atau 68,5
persen, dan akan diangkat secara bertahap. Ta-
hun 2008 ini (tahap I) yang telah diangkat men-
jadi PNS sebanyak 49,75persen atau 21.083 orang
sekretaris desa.
3. Program Peningkatan Infrastruktur
Perdesaan
Program peningkatan infrastruktur perdesaan ini
ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas in-
frastruktur pendukung kegiatan ekonomi
produktif di kawasan perdesaan;
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas infra-
struktur permukiman untuk mewujudkan
kawasan perdesaan yang layak huni.
LO_Bab 4.11.indd 325 5/5/09 2:43:40 PM
326
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Sedangkan kegiatan-kegiatan pokok yang dilaku-
kan untuk mendukung peningkatan infrastruk-
tur perdesaan adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan prasarana jalan perdesaan yang
menghubungkan kawasan perdesaan dan
perkotaan;
2. Peningkatan pelayanan sarana dan prasarana
energi termasuk ketenagalistrikan di perde-
saan;
3. Peningkatan sarana dan prasarana pos dan
telematika (telekomunikasi dan informasi) di
perdesaan;
4. Optimalisasi jaringan irigasi dan jaringan
pengairan lainnya; dan
5. Peningkatan pelayanan prasarana permukim-
an, seperti pelayanan air minum, air limbah,
persampahan dan drainase.
Upaya-upaya yang telah dilakukan hingga 2008
telah menghasilkan capaian-capaian sebagai beri-
kut:
a. Peningkatan/Pembangunan Jalan dan
Jembatan
Pada 2005 telah dilakukan berbagai kegiatan un-
tuk meningkatkan ketersediaan prasarana dan sa-
rana (PS) perdesaan antara lain melalui kegiatan:
1. Pengembangan PS desa pusat pertumbuhan
(DPP/KTP2D) di 204 desa/kawasan.
2. Pengembangan PS kawasan desa agropolitan
di 74 kawasan.
3. PKPS-BBM bidang infrastruktur perdesaan
di 12.834 desa. Melanjutkan kegiatan tahun
sebelumnya.
Pada 2006 telah dilakukan kegiatan untuk me-
ningkatkan prasarana dan sarana perdesaan an-
tara lain melalui:
1. Pengembangan PS desa pusat pertumbuhan
(DPP/KTP2D) di 319 desa/kawasan.
2. Pengembangan PS kawasan desa agropolitan
di 91 kawasan.
3. Peningkatan infrastruktur desa tertinggal
rural infrastructure support program (RISP) di
1.840 desa. Untuk mendorong diversikasi
dan pertumbuhan ekonomi serta penanggu-
langan kemiskinan.
Pada 2007 telah dibangun prasarana dan sarana
desa pusat pertumbuhan (DPP/KTP2D) di 149
kawasan, dan 83 kawasan desa agropolitan, serta
pembangunan/peningkatan infrastruktur desa
desa tertinggal melalui pemberdayaan masyara-
kat (skala komunitas) di 2.289 desa.
b. Peningkatan Kualitas Jasa Pelayanan
Sarana dan Prasarana Ketenagalistri-
kan
Listrik sebagai salah satu elemen penting untuk
menunjang kehidupan sosial ekonomi, sehing-
ga terus diusahakan penyediaannya agar bisa
dinikmati oleh setidaknya 87 persen masyarakat
perdesaan. Dalam program peningkatan sarana
dan prasarana ketenagalistrikan, yang telah dica-
pai adalah: Persebaran kelistrikan sampai dengan
97,5 persen untuk wilayah Jawa, Madura, dan
Bali (Jamali) dan 71,6 persen untuk luar Jamali.
Dalam rangka peningkatan aksesibilitas Pemerin-
tah Daerah, koperasi, dan masyarakat terhadap
jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenaga-
listrikan, telah dilaksanakan peningkatan par-
tisipasi masyarakat, koperasi, dan Pemda dalam
penyediaan tenaga listrik di perdesaan, serta pe-
ningkatan kemampuan Pemerintah Daerah dalam
pembangunan ketenagalistrikan perdesaan di
daerahnya.
Pada 2008, infrastruktur di perdesaan semakin
membaik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa in-
dikator. Diantaranya adalah terlaksananya PKPS-
BBM bidang infrastruktur, meningkatnya sarana
dan prasarana DPP, terlaksananya kegiatan RISP,
serta terlaksananya kegiatan DPP.
Sarana dan prasarana perdesaan juga terus di-
upayakan untuk ditingkatkan khususnya di 315
LO_Bab 4.11.indd 326 5/5/09 2:43:40 PM
Bagian 4
327
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
desa pusat pertumbuhan, di 84 kawasan agropoli-
tan, dan di 2.140 desa tertinggal.
Pada 2008 telah dibangun sistem pembangkit lis-
trik alternatif (solar home system) pada desa-desa
tanpa jaringan listrik di 81 kabupaten tertinggal.
Sampai dengan 2008 capaian ketenagalistrikan
antara lain sebagai berikut:
1. Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sur-
ya (PLTS) 2.210 unit;
2. Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Ba-
tubara (PLTB) 113 kW;
3. Membangun PLTMH 112 kW;
4. Membangun jaringan tegangan menengah
sepanjang 1.150 kms;
5. Membangun jaringan tegangan rendah 1.469
kms;
6. Membangun gardu distribusi sebesar 23.025
kVA; serta
7. Membangun beberapa PLTD untuk daerah
yang desa yang tidak memiliki sumber energi
alternatif.
Pembangkit listrik yang dibangun mayoritas ber-
ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Selain
itu, mayoritas pembangkit listrik yang dibangun
adalah berskala kecil dan menggunakan energi
setempat atau non-BBM.
Dalam meningkatkan kualitas jasa pelayanan sa-
rana dan prasarana ketenagalistrikan, pada 2008
ditargetkan peningkatan rasio elektrikasi men-
jadi sebesar 64,3 persen (elektrikasi PT PLN
(Persero) dan non PT PLN (Persero)) dan rasio
elektrikasi perdesaan menjadi 91,9 persen.
c. Pengembangan, Pemerataan dan Pe-
ningkatan Kualitas Sarana dan Prasa-
rana Pos dan Telekomunikasi
Dalam pelaksanaan Program Pengembangan,
Pemerataan, dan Peningkatan Kualitas Sarana
dan Prasarana Pos dan Telematika, hasil yang di-
capai pada 2005 hingga 2008, antara lain:
1. Pelaksanaan kewajiban umum pelayanan
umum sektor pos (Public Service Obligation) di
2.341 kantor pos cabang luar kota.
2. Penyelesaian peraturan pelaksana kewajiban
pelayanan universal telekomunikasi/Univer-
sal Service Obligation (USO), yaitu pemben-
tukan balai telekomunikasi dan informatika
perdesaan pada 2006 sebagai badan layanan
umum yang mengelola dana USO, Peraturan
Menkominfo No. 5 Tahun 2007 tentang Pe-
tunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan
Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Pelayan-
an Universal, Peraturan Menkominfo No. 11
Tahun 2007 tentang Penyediaan Kewajiban
Pelayanan Universal beserta perubahannya
(Peraturan Menkominfo No. 38 Tahun 2007),
Peraturan Menkominfo No. 145 Tahun 2007
tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Uni-
versal Telekomunikasi. USO dibentuk untuk
membangun fasilitas telekomunikasi di dae-
rah-daerah yang secara ekonomi kurang me-
nguntungkan. Misalnya, daerah perintisan,
perbatasan, pedalaman, pinggiran, dan ter-
pencil yang belum terjangkau layanan teleko-
munikasi, khususnya telepon.
3. Pembangunan community access point (CAP)
dan warung masyarakat informasi sebagai
pusat informasi masyarakat berbasis TIK me-
lalui kerjasama dengan BUMN yang meliputi
pembangunan CAP di 40 lokasi, mobile CAP di
8 lokasi.
4. Pemberdayaan masyarakat bidang TIK di 3
lokasi daerah perbatasan, dan warmasif di 79
kabupaten/kota.
5. Pelaksanaan proyek model pusat informasi
masyarakat berbasis TIK (community access
point) melalui kerjasama dengan swasta dan
berbasis service-based contract di 222 keca-
matan.
6. Membangun 27.713 sst di 10.001 desa. Pem-
bangunan tersebut dibiayai oleh penyeleng-
LO_Bab 4.11.indd 327 5/5/09 2:43:41 PM
328
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
gara telekomunikasi sebesar 0,75 persen dari
pendapatan bruto. Hal ini didukung oleh Per-
aturan Pemerintah No. 28 Tahun 2005 ten-
tang Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bu-
kan Pajak (PNBP) di Lingkungan Departemen
Komunikasi dan Informatika.
Dalam rangka meningkatkan pengembangan, pe-
merataan dan peningkatan kualitas sarana dan
prasarana pos dan telematika, pada 2008 telah
diprogramkan sebagai berikut:
1. Penyelesaian proyek pengembangan infra-
struktur penyiaran RRI di 138 kabupaten/
kota blank spot yang tersebar di 28 provinsi.
2. Pembangunan pemancar TVRI di 14 lokasi
terpencil, perbatasan, dan blank spot.
3. Pelaksanaan verikasi pelaksanaan program
PSO PT Pos untuk 2.350 kantor pos cabang
luar kota.
Keberlangsungan layanan pos di daerah-dae-
rah yang kurang menguntungkan dijamin oleh
Pemerintah. Hal ini dilakukan dengan memberi-
kan kompensasi Public Service Obligation (PSO)
kepada PT Pos Indonesia. Kompensasi ini diuta-
makan untuk kantor pos yang mendapat penugas-
an layanan perposan di seluruh wilayah Indonesia
khususnya daerah-daerah nonkomersil.
Sedangkan pencapaian pokok pembangunan
telematika tercermin dari telah terlaksananya
layanan pos di 2.341 Kantor Pos Cabang Luar
Kota (KPCLK) sebagai pelaksanaan program
Public Services Obligation (PSO) pos, serta penye-
lesaian pengembangan infrastruktur penyiaran
radio di 138 kabupaten dan wilayah blank spot
di 28 provinsi.
d. Pengembangan dan Pengelolaan Jaring-
anIrigasi, Rawa danJaringanPengairan
lainnya
Pada 2008, saluran irigasi di perdesaan juga sema-
kin membaik. Hal ini terlihat dari beberapa indi-
kator capaian. Diantaranya adalah meningkatnya
kualitas dan kuantitas jaringan irigasi, terkelo-
lanya jaringan irigasi dan rawa, terlaksananya re-
habilitasi jaringan irigasi, terbangunnya jaringan
irigasi baru, serta terlaksananya rehabilitasi dan
pengembangan saluran tambak di wilayah pesi-
sir.
Pertanahan
Sementara itu, capaian pengelolaan pertanahan
pada 2008 telah difokuskan pada pengembang-
an pendaftaran tanah yang dapat mempercepat
pelaksanaan pendaftaran tanah, penataan pe-
nguasaan, pemilikan, penggunaan dan peman-
faatan tanah (P4T) dengan peningkatan jaminan
kepastian hukum dan memaksimalkan penyele-
saian konik dan sengketa pertanahan.
Pada 2009, diharapkan penyelenggaraan pro-
gram pengelolaan pertanahan dapat mena-
ngani sengketa dan konik pertanahan sebanyak
1.400 kasus di 419 kabupaten/kota, pelaksanaan
pensertikatan tanah melalui PRONA sebanyak
400.000 bidang, LMPDP sebanyak 651.000 bi-
dang, pembuatan peta dasar pendaftaran tanah
500.000 hektar, pemasangan Kerangka Dasar Ka-
dastral Nasional (KDKN) 3.072 titik, konsolidasi
tanah sebanyak 10.000 bidang, redistribusi tanah
300.000 bidang, inventarisasi penguasaan, pemi-
likan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)
2.000 desa/kelurahan, dan inventarisasi tanah
terlantar di 419 kabupaten/kota.
Untuk kegiatan yang berkaitan dengan perta-
nahan, dalam tahun 2007 telah dilakukan serti-
kasi Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA),
pemberian subsidi APBN untuk penyelenggaraan
pendaftaran hak atas tanah seluas 830.000 bi-
dang tanah, inventarisasi dan registrasi Pengua-
saan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan
Tanah (P4T) terpadu di 60 desa/kelurahan seba-
nyak 40.000 bidang, dan inventarisasi tanah ter-
lantar sebanyak 1.000 bidang.
LO_Bab 4.11.indd 328 5/5/09 2:43:41 PM
Bagian 4
329
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4. Program Peningkatan Kualitas Sumber-
daya Manusia di Perdesaan
Program peningkatan kualitas SDM di perdesaan
merupakan salah satu prioritas kebijakan Peme-
rintah dalam RPJMN 2004-2009. Adapun tujuan
dari program ini adalah:
1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manu-
sia perdesaan melalui peningkatan akses dan
pemerataan pelayanan pendidikan dasar dan
menengah yang bermutu dan terjangkau di
kawasan perdesaan;
2. Meningkatkan relevansi antara pendidikan
dan pasar tenaga kerja melalui pendidikan
kecakapan hidup termasuk kecakapan vo-
kasional yang sesuai potensi dan karakter di
tingkat lokal;
3. Memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.
Program peningkatan kualitas SDM di perdesaan
diimplentasikan dalam sejumlah kegiatan pokok
yang meliputi:
1. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
dasar dan menengah termasuk pendidikan
menengah kejuruan yang berkualitas dan
terjangkau untuk daerah perdesaan, disertai
rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasa-
rana yang rusak;
2. Perluasan akses dan peningkatan kualitas pe-
nyelenggaraan pendidikan keaksaraan fung-
sional bagi penduduk buta aksara di perde-
saan;
3. Peningkatan pendidikan kecakapan hidup ter-
masuk kecakapan vokasional yang sesuai po-
tensi dan karakter di tingkat lokal;
4. Peningkatan pendidikan non-formal untuk
meningkatkan keterampilan kerja;
5. Peningkatan pelayanan kesehatan yang ber-
kualitas dan terjangkau bagi penduduk perde-
saan;
6. Promosi pola hidup sehat dan perbaikan gizi
masyarakat; dan
7. Peningkatan pelayanan Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi di kawasan
perdesaan.
Program peningkatan kualitas SDM di perdesaan
tahun 2008 telah memberi capaian-capaian se-
bagai berikut:
1. Tersedianya sarana dan prasarana pendidik-
an dasar dan menengah, termasuk pendidik-
an menengah kejuruan yang berkualitas dan
terjangkau untuk daerah perdesaan, disertai
rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasa-
rana yang rusak;
2. Terbukanya akses dan peningkatan kuali-
tas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan
fungsional bagi penduduk buta aksara di
perdesaan;
3. Meningkatnya pendidikan kecakapan hidup
termasuk kecakapan vokasional yang sesuai
potensi dan karakter di tingkat lokal;
4. Meningkatnya pendidikan nonformal untuk
meningkatkan keterampilan kerja;
5. Meningkatnya pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau bagi penduduk
perdesaan;
6. Digencarkannya promosi pola hidup sehat
dan perbaikan gizi masyarakat; dan
7. Meningkatnya pelayanan Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi di kawasan
perdesaan.
5. Program Perlindungan dan Konservasi
Sumber daya Alam
Program ini bertujuan untuk melindungi sumber-
daya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan
konservasi yang sudah ada untuk menjamin ke-
ragaman ekosistem agar fungsinya sebagai pe-
nyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan
baik.
Adapun kegiatan-kegiatan pokok perlindungan
dan konversi SDA untuk mendukung pemba-
ngunan perdesaan meliputi:
LO_Bab 4.11.indd 329 5/5/09 2:43:41 PM
330
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
1. Perlindungan SDA dari pemanfaatan yang
eksploitatif dan tidak terkendali, terutama
kawasan-kawasan konservasi dan kawasan
lain yang rentan terhadap kerusakan;
2. Pengelolaan dan perlindungan keanekara-
gaman hayati dari ancaman kepunahan;
3. Pengembangan sistem insentif dan disinsen-
tif dalam perlindungan dan konservasi sum-
berdaya alam;
4. Peningkatan partisipasi masyarakat dan du-
nia usaha dalam perlindungan sumberdaya
alam;
5. Pengembangan dan pemasyarakatan teknolo-
gi tepat guna yang ramah lingkungan.
4.11.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Kawasan perdesaan menghadapi permasalah-
an-permasalahan internal dan eksternal yang
menghambat perwujudan kawasan permukiman
perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nya-
man. Adapun permasalahan tersebut secara garis
besar meliputi:
1. Terbatasnya Alternatif Lapangan Kerja
Berkualitas
Kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, baik
industri kecil yang mengolah hasil pertanian
maupun industri kerajinan serta jasa penunjang
lainnya masih belum berkembang secara signi-
kan sehingga belum dapat mengimbangi per-
tambahan jumlah angkatan kerja di perdesaan.
Sebagian besar kegiatan ekonomi di perdesaan
masih mengandalkan produksi komoditas primer
sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil.
2. Lemahnya Keterkaitan Kegiatan Ekono-
mi baik secara Sektoral maupun Spasial
Kondisi ini tercermin dari kurangnya keterkaitan
antara sektor pertanian (primer) dengan sektor
industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta
keterkaitan pembangunan antara kawasan perde-
saan dan kawasan perkotaan. Kota-kota kecil
dan menengah yang berfungsi melayani kawasan
perdesaan di sekitarnya belum berkembang se-
bagai pusat pasar komoditas pertanian; pusat
produksi, koleksi dan distribusi barang dan jasa;
pusat pengembangan UMKM nonpertanian; dan
penyedia lapangan kerja alternatif (non perta-
nian).
Masih rendahnya pengembangan ekonomi lokal
di perdesaan yang ditandai oleh: a) rendahnya
kewirausahaan, pengelolaan dan pembiayaan ke-
lompok berpendapatan rendah, b) masih rendah-
nya pendapatan masyarakat petani dan nelayan,
c) terbatasnya prasarana dan sarana ekonomi,
dan belum optimalnya kerjasama antar-wilayah
maupun antar negara sehingga wilayah strategis
cepat tumbuh belum berkembang, d) terbatasnya
akses transportasi di wilayah tertinggal sehingga
masih rendahnya akses terhadap pelayanan so-
sial, ekonomi dan politik, e) masih rendahnya ke-
padatan penduduk di wilayah tertinggal.
3. Timbulnya Hambatan (Barrier) Distri-
busi dan Perdagangan Antar-daerah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah timbul ke-
cenderungan untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) dalam bentuk pengenaan pajak
dan retribusi (pungutan) yang mengakibatkan
ekonomi biaya tinggi, di antaranya pungutan yang
dikenakan dalam aliran perdagangan komoditas
pertanian antar-daerah yang akan menurunkan
daya saing komoditas pertanian.
4. Tingginya Risiko yang Dihadapi Petani dan
PelakuUsahadi Perdesaan
Petani dan pelaku usaha di kawasan perdesaan
sebagian besar sangat bergantung pada alam.
Kondisi alam yang tidak bersahabat akan me-
ningkatkan risiko kerugian usaha seperti gagal
pa-nen karena banjir, kekeringan, maupun se-
rangan hama penyakit. Pada kondisi demikian,
pelaku industri kecil yang bergerak di bidang
pengolahan produk-produk pertanian otomatis
akan terkena dampak sulitnya memperoleh ba-
LO_Bab 4.11.indd 330 5/5/09 2:43:42 PM
Bagian 4
331
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
han baku produksi. Risiko ini masih ditambah
lagi dengan uktuasi harga dan struktur pasar
yang merugikan.
5. Rendahnya Aset dan Akses yang Dikua-
sai Masyarakat Perdesaan
Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah-tangga
petani gurem (petani dengan pemilikan lahan
kurang dari 0,5 ha) yang mencapai 13,7 juta
rumah-tangga (RT) atau 56,2 persen dari rumah-
tangga pertanian pengguna lahan pada 2003. Hal
ini ditambah lagi dengan masih rendahnya akses
masyarakat perdesaan ke sumberdaya ekonomi
seperti lahan/tanah, permodalan, input produk-
si, keterampilan dan teknologi, informasi, serta
jaringan kerjasama. Khusus untuk permodalan,
salah satu penyebab terbatasnya akses masyara-
kat perdesaan ke pasar kredit adalah minimnya
potensi kolateral yang tercermin dari rendahnya
persentase rumah-tangga perdesaan yang memi-
liki sertikat tanah yang diterbitkan BPN, yaitu
hanya mencapai 21,63 persen (2001). Akses ma-
syarakat perdesaan juga masih minim dalam
pemanfaatan sumberdaya alam. Tingkat kese-
jahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hu-
tan, pertambangan dan pesisir masih tergolong
rendah, bahkan sebagian besar tergolong miskin.
6. Rendahnya Tingkat Pelayanan Prasara-
na dan Sarana Perdesaan
Masih rendahnya pelayanan infrastruktur di
desa sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) ditandai oleh: a) masih kurangnya pelayan-
an sarana dan prasarana sumberdaya air, hunian,
air minum, dan sanitasi lingkungan yang layak
dan sehat, b) belum optimalnya fungsi sarana
dan prasarana sumberdaya air dalam memenuhi
kebutuhan air irigasi dan air baku perdesaan
serta pengendalian daya rusak air, c) rendahnya
akses terhadap pelayanan transportasi khusus-
nya untuk masyarakat miskin dan masyarakat
yang tinggal di kawasan yang terpencil, terisolir,
dan perbatasan termasuk dermaga-dermaga dan
sarana transportasi antar pulau kecil, d) masih
rendahnya sarana dan prasarana perdesaan untuk
menunjang kehidupan sosial ekonomi masyara-
kat perdesaan, e) rasio elektrikasi, jangkauan
penyiaran televisi radio, layanan pos dan teleko-
munikasi, serta transportasi perdesaan yang
masih rendah terutama di daerah tertinggal, (f)
masih belum memadainya fasilitas sistem ketena-
galistrikan mengingat keterbatasan kemampuan
investasi, sulitnya mencari ketersediaan energi
primer non BBM yang ekonomis, mudah di-
peroleh, serta pembangkit yang mudah dikelola.
Di perdesaan, terbatasnya sarana dan prasara-
na dasar, informasi peluang usaha/pasar, serta
pengetahuan, ketrampilan teknis dan kewi-
rausahaan masyarakat merupakan penghambat
berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat di
perdesaan. Hal ini ditambah pula dengan masih
terbatasnya kemampuan masyarakat dan/atau
lembaga kemasyarakatan di perdesaan dalam
pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan
prasarana dan sarana dasar perdesaan;
Dalam hal prasarana dan sarana perdesaan, yang
menjadi masalah tidak hanya kuantitas dan kua-
litas ketersediaan sarana dan prasarana yang be-
lum memadai, tetapi juga tingkat persebarannya
antardaerah yang belum merata. Sebagai contoh,
rasio elektrikasi desa di luar Jawa masih rendah
dibandingkan dengan di Jawa. Sampai saat ini
yang telah mendapat aliran listrik di Jawa men-
capai 23.412 desa (93,2 persen) dari jumlah desa
di Jawa 25.116 desa, sedangkan untuk luar Jawa
jumlahnya baru mencapai 28.594 desa (69,6 per-
sen) dari jumlah desa di luar Jawa (41.098 desa).
Secara nasional masih terdapat 19,6 persen atau
sebanyak 12.658 desa yang belum mendapat alir-
an listrik.
7. Rendahnya Kualitas SDM di Perdesaan
yang Sebagian Besar Berketrampilan
Rendah (Low Skilled)
Pada tahun 2007 rendahnya kualitas di perdesaan
ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah pen-
duduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai
7,5 tahun atau belum lulus SD/MI. Sementara
LO_Bab 4.11.indd 331 5/5/09 2:43:42 PM
332
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
itu, rata-rata lama sekolah penduduk perkotaan
sudah mencapai 9,0 tahun. Proporsi penduduk di
pedesaan usia 10 tahun ke atas yang telah menye-
lesaikan pendidikan SMP/MTs ke atas hanya 15,8
persen, jauh lebih rendah dibanding penduduk
perkotaan yang jumlahnya mencapai 19,6 persen.
Kemampuan keaksaraan penduduk perdesaan
juga masih rendah yang ditunjukkan oleh angka
melek huruf yang masih sekitar 92,99 persen
penduduk lak-laki dan 84,63 persen penduduk
perempuan usia 15 tahun ke atas. Sementara di
daerah perkotaan sudah terdapat sekitar 97,98
persen penduduk laki-laki dan 93,49 persen pen-
duduk perempuan yang melek huruf.
8. Meningkatnya Konversi Lahan Perta-
nian Subur dan Beririgasi Teknis bagi
Peruntukan Lain
Di samping terjadinya peningkatan luas lahan
kritis akibat erosi dan pencemaran tanah dan air,
isu paling kritis terkait dengan produktivitas sek-
tor pertanian adalah penyusutan lahan sawah.
Pada kurun waktu 1995-2005 luas lahan sawah
telah berkurang dari 8,5 juta hektar menjadi 7,7
juta hektar. Kondisi ini selain didorong oleh tim-
pangnya nilai land rent pertanian dibanding un-
tuk permukiman dan industri, juga diakibatkan
lemahnya penegakan peraturan yang terkait de-
ngan RT/RW di tingkat lokal.
9. Meningkatnya Degradasi Sumberdaya
Alamdan Lingkungan Hidup
Sumberdaya alam dan lingkungan hidup sebenar-
nya merupakan aset yang sangat berharga bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila
dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, ter-
utama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Namun demikian, potensi ini akan berkurang
bila praktik-praktik pengelolaan yang dijalankan
kurang memperhatikan prinsip-prinsip pemba-
ngunan berkelanjutan. Contoh dari hal ini dapat
dilihat pada data Statistik Kehutanan 2002, di
mana perkiraan luas lahan kritis sampai dengan
Dok : DEPBUDPAR
LO_Bab 4.11.indd 332 5/5/09 2:43:52 PM
Bagian 4
333
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Desember 2000 adalah 23,24 juta hektar, dengan
35 persen berada di dalam kawasan hutan dan 65
persen di luar kawasan hutan. Untuk hutan sen-
diri telah terjadi peningkatan laju degradasi dari
1,6 juta hektar/tahun pada kurun 1985-1997
menjadi 2,1 juta hektar/tahun pada kurun waktu
1997-2001.
10. Lemahnya Kelembagaan dan Organisasi
Berbasis Masyarakat
Rendahnya kapasitas lembaga masyarakat dan
kapasitas Pemerintah desa yang ditandai antara
lain: a) lemahnya kelembagaan ekonomi dan or-
ganisasi perdesaan yang berbasis masyarakat
dalam memperkuat perekonomian dan modal,
b) lemahnya kapasitas Pemerintah desa dalam
menerapkan prinsip-prinsip good governance,
c) rendahnya kapasitas Pemerintah desa dalam
menciptakan inisiatif-inisiatif pengembangan
perekonomian desa dan pelayanan kepada ma-
syarakat.
Teknologi berperan dalam memper-
cepat alih transformasi dan komuni-
kasi bagi masyarakat perdesaan untuk
pengembangan ekonomi lokalnya
Kelembagaan sosial ekonomi masyarakat terma-
suk di dalamnya kelembagaan pertanian sebagai
pendukung kegiatan ekonomi pertanian di perde-
saan masih belum mantap. Sementara itu kapasi-
tas kelembagaan dan keuangan Pemerintah Dae-
rah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan
perdesaan yang telah menjadi urusan atau ke-
wenangannya ternyata juga masih terbatas.
Ini tercermin dari kemampuan lembaga dan or-
ganisasi dalam menyalurkan aspirasi masyara-
kat untuk perencanaan kegiatan pembangunan,
serta dalam memperkuat posisi tawar masyara-
kat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga
terdapat permasalahan masih terbatasnya akses,
kontrol dan partisipasi perempuan dalam ke-
giatan pembangunan di perdesaan yang antara
lain disebabkan masih kuatnya pengaruh nilai-ni-
lai sosial budaya yang patriarki, yang menempat-
kan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan
peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
11. LemahnyaKoordinasi LintasBidangdalam
PengembanganKawasanPerdesaan
Selain itu, masih terdapat pula masalah kurang-
nya koordinasi dan keterpaduan kegiatan antar-
pelaku pembangunan (Pemerintah, masyarakat,
dan swasta) dan antarsektor dalam rangka men-
dorong diversikasi kegiatan ekonomi perdesaan
yang memperkuat keterkaitan sektoral antara
pertanian, industri, dan jasa penunjangnya serta
keterkaitan spasial antara kawasan perdesaan
dan perkotaan.
Pembangunan perdesaan secara terpadu akan
melibatkan banyak aktor meliputi elemen Peme-
rintah (pusat dan daerah), masyarakat, dan
swasta. Di pihak Pemerintah sendiri, koordinasi
semakin diperlukan tidak hanya untuk menjamin
keterpaduan antar sektor tetapi juga karena telah
didesentralisasikannya sebagian besar kewenang-
an kepada Pemerintah Daerah. Lemahnya koor-
dinasi mengakibatkan kurang esiennya peman-
faatan sumberdaya pembangunan yang terbatas
jumlahnya, baik karena tumpang tindihnya ke-
giatan maupun karena tidak terjalinnya sinergi
antar-kegiatan.
12. Rendahnya Tingkat Adopsi Teknologi
Pemanfaatan teknologi di perdesaan masih
minim. Meskipun sudah mulai terjadi perubah-
an yang lebih baik, namun hal tersebut belum
menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Teknologi berperan dalam mempercepat alih
transformasi dan komunikasi bagi masyarakat
perdesaan untuk pengembangan ekonomi lo-
kalnya.
LO_Bab 4.11.indd 333 5/5/09 2:43:52 PM
334
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
13. Masih Terbatasnya Akses Masyarakat
Perdesaan
Masih terbatasnya akses masyarakat perdesaan
pada lahan ditandai oleh:
1. Masih terjadinya ketimpangan dalam pengua-
saan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah (P4T),
2. Masih rendahnya tingkat sertikasi tanah
yang berakibat pada terbatasnya akses ma-
syarakat perdesaan terhadap modal, serta
3. Potensi sengketa dan konik pertanahan
menjadi tinggi akibat aturan hukum yang
mengatur pengelolaan pertanahan belum
sepenuhnya memberikan jaminan kepastian
hukum.
4.11.4. Tindak Lanjut
4.11.4.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Dengan perkiraan pencapaian sasaran pada 2008,
maka upaya yang dilakukan untuk mencapai sa-
saran pembangunan perdesaan pada 2009 me-
lalui langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
sebagai berikut:
1. Program Peningkatan Keberdayaan Ma-
syarakat Perdesaan
Program peningkatan keberdayaan masyarakat
perdesaan ini meliputi kegiatan-kegiatan pokok,
seperti:
1. Pemberdayaan lembaga dan organisasi ma-
syarakat perdesaan;
2. Peningkatan kapasitas fasilitator pemba-
ngunan perdesaan;
3. Penyelenggaraan diseminasi informasi bagi
masyarakat desa;
4. Pemantapan kelembagaan Pemerintahan de-
sa dalam pengelolaan pembangunan;
5. Peningkatan kapasitas aparat Pemda dan
masyarakat dalam pembangunan kawasan
perdesaan;
6. Perencanaan/penyusunan/pengembangan
program dan sistem prosedur;
7. Percepatan pembangunan sosial ekonomi
daerah tertinggal;
8. Penguatan kelembagaan formal dan non-for-
mal di daerah tertinggal.
2. Program Peningkatan Keberdayaan Ma-
syarakat Perdesaan
Program peningkatan ekonomi lokal ini memuat
kegiatan-kegiatan pokok, seperti:
1. Fasilitasi pengembangan diversikasi ekono-
mi perdesaan;
2. Pembinaan lembaga keuangan perdesaan;
3. Penyelenggaraan diseminasi teknologi tepat
guna bagi kawasan perdesaan;
4. Fasilitasi pengembangan potensi perekono-
mian daerah dan pengembangan produk ung-
gulan daerah;
5. Koordinasi pengembangan usaha ekonomi lo-
kal dan fasilitasi pengembangan pasar lokal;
6. Fasilitasi pengembangan kerjasama ekonomi
daerah dan koordinasi pengembangan eko-
nomi daerah;
7. Fasilitasi pengembangan kelembagaan, pro-
mosi ekonomi daerah, dan sarana dan prasa-
rana perekonomian daerah;
8. Pengembangan prasarana dan sarana ka-
wasan agropolitan;
9. Percepatan pembangunan kawasan produksi
daerah tertinggal;
10. Percepatan pembangunan pusat pertumbuh-
an daerah tertinggal.
3. ProgramPeningkatan Infrastruktur Per-
desaan
Program peningkatan infratsruktur perdesaan
mencakup kegiatan-kegiatan pokok, seperti:
1. Percepatan pembangunan infrastruktur per-
desaan;
LO_Bab 4.11.indd 334 5/5/09 2:43:52 PM
Bagian 4
335
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Bantuan teknis pengembangan permukiman
perdesaan;
3. Peningkatan infrastruktur perdesaan skala
komunitas.
Untuk program Pengembangan, Pemerataan dan
Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Pos
dan Telematika dengan kegiatan-kegiatan pokok
melalui penyediaan infrastruktur pos dan telema-
tika di daerah non-komersil, seperti: penyediaan
dana PSO pos, penyediaan fasilitas telekomuni-
kasi perdesaan (program USO), penyediaan pusat
informasi masyarakat (Program CAP).
Untuk program peningkatan kualitas jasa pela-
yanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan
dengan kegiatan-kegiatan pokok melalui: (1)
Pembangunan pembangkit listrik skala kecil yang
menggunakan energi terbarukan setempat; dan
(2) Pembangunan jaringan penyaluran (jaringan
tegangan menengah, rendah, dan gardu distri-
busi).
Untuk program peningkatan ketahanan pangan
dengan kegiatan-kegiatan pokok melalui pening-
katan kegiatan pasca panen dan pengolahan pa-
ngan. Untuk program pengembangan agribisnis
dengan kegiatan-kegiatan pokok melalui:
1. Mekanisasi kegiatan produksi pertanian pas-
ca panen dalam mendukung agribisnis; dan
2. Pengembangan agroindustri perdesaan.
4. Program Peningkatan Kualitas Sumber-
daya Manusia di Perdesaan
Sebagai sebuah kebijakan yang berkelanjutan,
tindak lanjut terhadap kegiatan-kegiatan sebe-
lumnya dirasa perlu untuk terus dilakukan. Hal
ini mengingat sejumlah kegiatan tersebut mam-
pu menghasilkan capaian-capaian yang baik. Ke
depan, selain meneruskan kegiatan-kegiatan
tersebut, yang paling diperlukan adalah melaku-
kan pembenahan dan pengembangan untuk ke-
giatan-kegiatan, seperti:
1. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
dasar dan menengah termasuk pendidikan
menengah kejuruan yang berkualitas dan
terjangkau untuk daerah perdesaan, disertai
rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasa-
rana yang rusak;
2. Perluasan akses dan peningkatan kualitas pe-
nyelenggaraan pendidikan keaksaraan fung-
sional bagi penduduk buta aksara di perde-
saan;
3. Peningkatan pendidikan kecakapan hidup
termasuk kecakapan vokasional yang sesuai
potensi dan karakter di tingkat lokal;
4. Peningkatan pendidikan non-formal untuk
meningkatkan keterampilan kerja;
5. Peningkatan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau bagi penduduk
perdesaan;
6. Promosi pola hidup sehat dan perbaikan gizi
masyarakat; dan
7. Peningkatan pelayanan Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi di kawasan
perdesaan.
5. Program Perlindungan dan Konservasi
Sumber daya Alam
Dalam konteks menindaklanjuti upaya perlin-
dungan dan konservasi SDA maka yang paling
diperlukan adalah melakukan pembenahan dan
pengembangan untuk kegiatan-kegiatan awal,
seperti:
1. Perlindungan SDA dari pemanfaatan yang
eksploitatif dan tidak terkendali, terutama
kawasan-kawasan konservasi dan kawasan
lain yang rentan terhadap kerusakan;
2. Pengelolaan dan perlindungan keaneka-
ragaman hayati dari ancaman kepunahan;
LO_Bab 4.11.indd 335 5/5/09 2:43:53 PM
336
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Pengembangan sistem insentif dan disinsen-
tif dalam perlindungan dan konservasi sum-
berdaya alam;
4. Peningkatan partisipasi masyarakat dan du-
nia usaha dalam perlindungan sumberdaya
alam;
5. Pengembangan dan pemasyarakatan teknolo-
gi tepat guna yang ramah lingkungan.
4.11.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasar-
an
1 Keberdayaan Masyarakat Perdesaan
Pada 2009, perkiraan pencapaian sasaran dalam
pembangunan perdesaan dalam rangka keberda-
yaan masyarakat perdesaan adalah:
1. Terlaksananya bimbingan teknis penguatan
kapasitas lembaga pemberdayaan masyara-
kat dalam perencanaan pembangunan, o-
rientasi pengurus lembaga pemberdayaan
masyarakat di 5 wilayah, dan pelatihan pem-
berdayaan lembaga dan organisasi masyara-
kat perdesaan di 3 lokasi Balai Pemberdayaan
Masyarakat Desa;
2. Terlaksananya pelatihan dan konsultasi re-
gional kader pemberdayaan masyarakat, dan
pelatihan fasilitator pembangunan perdesaan
di 3 lokasi Balai Pemberdayaan Masyarakat
Desa;
3. Terlaksananya perlombaan desa dan kelurah-
an tingkat nasional, Bulan Bhakti Gotong
Royong Masyarakat, Ekspo Pekan Raya PKK,
dan penyebaran informasi program-program
pemberdayaan masyarakat melalui media
massa (cetak dan elektronik) secara berkala;
4. Terlaksananya pelatihan untuk pelatih (Trai-
ning of Trainers/TOT) Pemerintah Desa,
bimbingan teknis pengelolaan keuangan dan
aset desa, pelatihan pengembangan kapasitas
Pemerintahan desa, TOT Kepala Desa dan
Pelatihan anggota Badan Perwakilan Desa;
5. Terlaksananya sosialisasi pedoman pemba-
ngunan kawasan perdesaan terpadu berba-
sis komunitas, fasilitasi penyusunan Perda
tentang pembangunan kawasan perdesaan
terpadu berbasis komunitas, monitoring dan
evaluasi terhadap kawasan perdesaan terpa-
du berbasis komunitas, dan bimbingan teknis
pembangunan kawasan perdesaan terpadu
berbasis komunitas;
6. Tersusunnya kebijakan pemberdayaan ma-
syarakat dan desa, terlaksananya fasilitasi
pelaksanaan program dekonsentrasi dan
tugas pembantuan di daerah, dan fasilitasi
pelaksanaan program pemberdayaan ma-
syarakat di bidang Pemerintahan desa dan
kelurahan;
7. Fasilitasi peningkatan pengetahuan dan ke-
terampilan masyarakat melalui pemberda-
yaan masyarakat dalam rangka meningkatkan
peran dan kapasitas lembaga sosial, ekonomi,
dan budaya;
8. Peningkatan peran dan fungsi lembaga eko-
nomi, sosial, dan budaya baik formal maupun
non-formal dalam rangka pemberdayaan ma-
syarakat;
9. Terbinanya 1.367 kader pemberdayaan ma-
syarakat pesisir berbasis lembaga agama/
adat/sosial.
2. Pengembangan Ekonomi Lokal
Perkiraan pencapaian pada 2009 dalam rangka
pengembangan ekonomi lokal adalah:
1. Terlatihnya aparat kabupaten dan kecamatan
sebanyak 180 orang di bidang kewirausahaan
agribisnis dalam kawasan agropolitan;
2. Tersusun dan terselenggaranya sosialisasi pa-
yung hukum lembaga keuangan perdesaan,
serta terselenggaranya sosialisasi pengelo-
laan lembaga keuangan perdesaan;
3. Terlaksananya pemetaan Teknologi Tepat Guna
(TTG) perdesaan, bimbingan teknis TTG, dan
pelatihan Pos Pelayanan TTG Perdesaan;
4. Terlaksananya pemetaan potensi ekonomi
daerah dan fasilitasi Pemerintah Daerah
dalam pelaksanaan program revitalisasi per-
LO_Bab 4.11.indd 336 5/5/09 2:43:53 PM
Bagian 4
337
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
tanian, perikanan, kehutanan, dan pemba-
ngunan perdesaan, serta terlaksananya penyu-
sunan dasar hukum dan sosialisasi pedoman
pengembangan produk unggulan daerah;
5. Penyusunan Indeks Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (IPEM), sinkronisasi program-
program pengembangan usaha ekonomi ma-
syarakat, dan terlaksananya sosialisasi Per-
mendagri tentang Pengelolaan Pasar Desa,
bimbingan teknis Pengelolaan Pasar Desa,
dan monitoring dan evaluasi terhadap Penge-
lolaan Pasar Desa;
6. Tersedianya prasarana dan sarana di 65 ka-
wasan agropolitan;
7. Terfasilitasinya bantuan pembangunan ka-
wasan produksi di 58 kabupaten tertinggal;
8. Terlaksananya perbaikan mutu pengelolaan
sumberdaya alam di 30 kabupaten tertinggal.
3. Peningkatan Infrastruktur Perdesaan
Perkiraan pencapaian 2009 dalam rangka me-
ning-katkan prasarana dan sarana perdesaan
adalah:
1. Terbangunnya sistem pembangkit listrik alter-
natif (solar home system) pada desa-desa tanpa
jaringan listrik di 81 kabupaten tertinggal;
2. Meningkatnya rasio elektrikasi menjadi
sebesar 63 persen (elektrikasi PT PLN (Per-
sero) dan non PT PLN (Persero)) dan rasio
elektrikasi perdesaan menjadi sebesar 87
persen;
3. Terbangunnya prasarana dan sarana perde-
saan untuk mendorong diversikasi dan per-
tumbuhan ekonomi serta penanggulangan
kemiskinan di perdesaan di 2.000 desa 17
provinsi;
4. Penyedian layanan pos di kpclk;
5. Penyediaan layanan telekomunikasi di 38.471
desa dan internet di 500 desa;
6. Pembangunan pemancar televisi tahap 1 di
15 lokasi blank spot dan perbatasan;
7. Terlaksananya rehabilitasi dan pengembang-
an saluran tambak di wilayah pesisir yang
tersebar di 33 provinsi.
4. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Ma-
nusia di Perdesaan
Perkiraan pencapaian 2009 dalam rangka me-
ningkatkan kualitas SDM adalah:
1. Terlaksananya fasilitasi peningkatan penge-
tahuan dan keterampilan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat dalam rangka me-
ningkatkan peran dan kapasitas lembaga so-
sial, ekonomi, dan budaya;
2. Peningkatan peran dan fungsi lembaga eko-
nomi, sosial, dan budaya baik formal maupun
non-formal dalam rangka pemberdayaan ma-
syarakat; serta
3. Terbinanya 1.367 kader pemberdayaan ma-
syarakat pesisir berbasis lembaga agama/
adat/sosial.
5. Perlindungan dan Konservasi Sumber
daya Alam
Upaya untuk mengusahakan terbukanya akses
pemanfaatan SDA bagi masyarakat perdesaan
dan terjaganya kualitas LH harus terus dilakukan
dengan berkesinambungan. Adapun perkiraan
pencapaian 2009 dalam rangka memberi perlin-
dungan dan konservasi SDA adalah:
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap sum-
berdaya produktif dan permodalan;
2. Kampanye dan penyuluhan di 28 Kabupaten;
3. Pelaksanaan pembangunan 15 Taman Nasi-
onal (TN) model dengan dukungan stakehol-
der;
4. Berkembangnya pengelolaan Kawasan Kon-
servasi Laut Daerah (KKLD) di 15 Kabupaten/
Kota dan 33 lokasi pemberdayaan lingkungan
berbasis masyarakat;
5. Pemberian bantuan jaminan hidup bagi ma-
syarakat yang terkena bencana alam.
LO_Bab 4.11.indd 337 5/5/09 2:43:53 PM
338
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Penghijauan kembali lahan Hutan Tanaman
Industri (HTI) seluas 2 juta dan 4-6 juta ha
pada 2006 dan 2007;
7. Reorientasi kerjasama dengan perusahaan
multinasional yang memanfaatkan SDA dan
LH agar fokus pada program corporate so-
cial responsibility (CSR) yang berpihak pada
masyarakat sekitar, terutama masyarakat
miskin;
4.11.5. Penutup
Pembangunan perdesaan merupakan suatu in-
vestasi masa depan bagi peningkatan pembangun-
an nasional. Di tahun awal perumusan RPJMN
2004-2009 terdapat berbagai permasalahan
yang menghambat tercapainya pembangunan di
perdesaan. Kendala tersebut antara lain rendah-
nya tingkat produktivitas tenaga kerja, tingginya
tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas ling-
kungan permukiman.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkat-
kan pembangunan di perdesaan, sehingga sasaran
pembangunan perdesaan dalam RPJMN 2004-
2009 dapat dicapai. Keberhasilan pembangunan
di perdesaan tercermin dengan meningkatkan ke-
sejahteraan masyarakat perdesaan terutama yang
berada di Jawa. Namun demikian, keberhasilan
pembangunan perdesaan di Jawa ternyata belum
diikuti dengan peningkatan pembangunan perde-
saan di luar Jawa. Akibatnya, timbul kesenjangan
yang cukup tinggi antara perkembangan desa di
Jawa dan luar Jawa.
Dengan capaian ini, secara umum, tidak terdapat
masalah yang berarti dalam memenuhi target sa-
saran pembangunan perdesaan pada akhir 2009
nanti. Namun, ke depan upaya yang konsisiten
dan intensif dalam mendukung berjalannya pro-
gram harus terus dilakukan.
LO_Bab 4.11.indd 338 5/5/09 2:43:53 PM
Bagian 4
339
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
S
a
t
u
a
n
)
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
2
3
4
5
6
7
8
S
a
s
a
r
a
n
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
r
a
n

d
a
n

k
o
n
t
r
i
b
u
s
i

k
a
w
a
s
a
n

p
e
r
d
e
s
a
a
n

s
e
b
a
g
a
i

b
a
s
i
s

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

e
k
o
n
o
m
i

n
a
s
i
o
n
a
l

y
a
n
g

d
i
u
k
u
r

d
a
r
i

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
r
a
n

s
e
k
t
o
r

p
e
r
t
a
n
i
a
n

d
a
n

n
o
n

p
e
r
-
t
a
n
i
a
n

y
a
n
g

t
e
r
k
a
i
t

d
a
l
a
m

m
a
t
a

r
a
n
t
a
i

p
e
n
g
o
l
a
h
a
n

p
r
o
d
u
k
-
p
r
o
d
u
k

b
e
r
b
a
s
i
s

p
e
r
d
e
s
a
a
n
P
D
B

S
e
k
t
o
r

P
e
r
t
a
n
i
a
n

U
K
M
t
r
i
l
y
u
n
4
1
4
,
6
6
5
2
4
,
0
6
P
D
B

S
e
k
t
o
r

P
e
r
t
a
n
i
a
n
/
P
D
B
p
e
r
s
e
n
1
2
,
4
2
1
3
,
2
4
P
D
B

N
a
s
i
o
n
a
l
t
r
i
l
y
u
n
3
.
3
3
9
,
4
8
3
.
9
5
7
,
4
S
a
s
a
r
a
n
2
T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

l
a
p
a
n
g
a
n

k
e
r
j
a

b
e
r
k
u
a
l
i
t
a
s

d
i

p
e
r
d
e
s
a
a
n
,

k
h
u
-
s
u
s
n
y
a

l
a
p
a
n
g
a
n

k
e
r
j
a

n
o
n

p
e
r
t
a
n
i
a
n
,

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n

b
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

a
n
g
k
a

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

t
e
r
b
u
k
a

d
a
n

s
e
t
e
n
g
a
h

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n
j
u
m
l
a
h

T
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

s
e
k
t
o
r

p
e
r
t
a
n
i
a
n
j
u
t
a

j
i
w
a
3
6
,
7
2
3
5
,
9
0
3
6
,
8
3
3
8
,
2
1
j
u
m
l
a
h

T
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

s
e
k
t
o
r

N
o
n
p
e
r
t
a
n
i
a
n
j
u
t
a

j
i
w
a
1
9
,
7
5
2
1
,
1
9
2
3
,
3
2
2
2
,
7
7
A
n
g
k
a
t
a
n

K
e
r
j
a
j
u
t
a

j
i
w
a
6
2
,
1
6
6
2
,
3
2
6
4
,
5
4
6
5
,
1
6
P
e
k
e
r
j
a

d
e
n
g
a
n

t
k

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

t
e
r
a
k
h
i
r

t
i
d
a
k

s
e
k
o
l
a
h

s
.
d
.

m
a
k
s
i
m
u
m

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
s
a
r
p
e
r
s
e
n
8
8
,
2
8
6
,
6
6
4
8
6
,
4
9
8
5
,
6
2
P
e
k
e
r
j
a

d
e
n
g
a
n

t
k

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

t
e
r
a
k
h
i
r

S
L
T
A

s
.
d
.

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
p
e
r
s
e
n
1
1
,
8
2
1
3
,
3
6
1
3
,
5
1
1
4
,
3
8
J
u
m
l
a
h

P
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n

T
e
r
b
u
k
a
j
u
t
a

j
i
w
a
5
,
6
8
5
,
3
2
4
,
3
9
4
,
1
9
T
a
b
e
l
4
.
1
1
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
P
e
r
d
e
s
a
a
n
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
(
2
0
0
4
-
2
0
0
5
)
LO_Bab 4.11.indd 339 5/5/09 2:43:54 PM
340
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
S
a
t
u
a
n
)
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
S
a
s
a
r
a
n
3
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

p
e
r
d
e
s
a
a
n

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n

b
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

j
u
m
l
a
h

p
e
n
d
u
d
u
k

m
i
s
k
i
n

s
e
r
t
a

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

t
a
r
a
f

p
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

k
e
s
e
h
a
t
a
n
,

t
e
r
u
t
a
m
a

p
e
r
e
m
p
u
a
n

d
a
n

a
n
a
k
G
i
n
i

R
a
s
i
o
0
,
2
6
4
0
,
2
7
6
0
,
3
0
2
0
,
3
0
0
J
u
m
l
a
h

p
e
n
d
u
d
u
k

m
i
s
k
i
n
o
r
a
n
g
2
2
,
7

j
t
2
4
,
8

j
t
2
3
,
6

j
t
A
P
M

S
D
p
e
r
s
e
n
9
3
,
7
2
A
P
M

S
L
T
P
p
e
r
s
e
n
7
0
,
3
2
A
P
M

S
L
T
A
p
e
r
s
e
n
P
r
o

l

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n
:
4
0

p
e
r
s
e
n

p
e
n
g
e
l
u
a
r
a
n

r
e
n
d
a
h
p
e
r
s
e
n
2
3
,
4
1
2
4
,
0
3
2
4
,
2
7
2
5
,
4
1
4
0

p
e
r
s
e
n

p
e
n
g
e
l
u
a
r
a
n

s
e
d
a
n
g
p
e
r
s
e
n
4
0
,
0
4
3
9
,
5
4
3
9
,
7
8
4
0
,
0
7
2
0

p
e
r
s
e
n

p
e
n
g
e
l
u
a
r
a
n

t
i
n
g
g
i
p
e
r
s
e
n
3
6
,
5
5
3
6
,
4
3
3
5
,
9
5
3
4
,
5
2
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
1
.
1
.
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
(
2
0
0
4
-
2
0
0
5
)
LO_Bab 4.11.indd 340 5/5/09 2:43:54 PM
Bagian 4
341
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
S
a
t
u
a
n
)
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
S
a
s
a
r
a
n
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

d
a
n

k
u
a
n
t
i
t
a
s

i
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

d
i

k
a
w
a
s
a
n

p
e
r
m
u
k
i
m
a
n

d
i

p
e
r
d
e
s
a
a
n

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n

a
n
t
a
r
a

l
a
i
n
:

(
i
)

s
e
l
e
-
s
a
i
n
y
a

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

f
a
s
i
l
i
t
a
s

t
e
l
e
k
o
m
u
n
i
k
a
s
i

p
e
r
d
e
s
a
a
n

s
e
k
u
r
a
n
g
-
k
u
r
a
n
g
n
y
a

4
3

r
i
b
u

s
a
m
b
u
n
g
a
n

b
a
r
u

d
i

4
3

r
i
b
u

d
e
s
a

d
a
n

c
o
m
m
u
n
i
t
y

a
c
c
e
s
s

p
o
i
n
t
d
i

4
5

r
i
b
u

d
e
s
a
;

(
i
i
)

m
e
n
i
n
g
-
k
a
t
n
y
a

p
e
r
s
e
n
t
a
s
e

d
e
s
a

y
a
n
g

m
e
n
d
a
p
a
t

a
l
i
r
a
n

l
i
s
t
r
i
k

d
a
r
i

9
4

p
e
r
s
e
n

t
a
h
u
n

2
0
0
4

m
e
n
j
a
d
i

9
7

p
e
r
s
e
n

t
a
h
u
n

2
0
0
9
,

(
i
i
i
)

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
r
s
e
n
t
a
s
e

r
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a

p
e
r
d
e
s
a
a
n

y
a
n
g

m
e
m
i
l
i
k
i

a
k
s
e
s

t
e
r
h
a
d
a
p

p
e
l
a
y
a
n
a
n

a
i
r

m
i
n
u
m

h
i
n
g
g
a

3
0

p
e
r
s
e
n
;

d
a
n

(
i
v
)

s
e
l
u
r
u
h

r
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a

t
e
l
a
h

m
e
m
i
l
i
k
i

j
a
m
b
a
n

s
e
h
i
n
g
g
a

t
i
d
a
k

a
d
a

l
a
g
i

y
a
n
g

m
e
l
a
k
u
k
a
n

o
p
e
n

d
e
f
e
c
a
-
t
i
o
n


(
p
e
m
b
u
a
n
g
a
n

d
i

t
e
m
p
a
t

t
e
r
b
u
k
a
)
R
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a

p
e
n
g
g
u
n
a

t
e
l
e
p
o
n

k
a
b
e
l
s
a
m
b
u
n
g
a
n
1
3
.
2
7
9
2
7
.
7
1
3
R
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a

p
e
n
g
g
u
n
a

l
i
s
t
r
i
k
p
e
r
s
e
n
8
4
,
5
5
9
0
,
9
2
9
1
,
9
R
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a

p
e
n
g
g
u
n
a

a
i
r

J
u
m
l
a
h

b
e
r
s
i
h
p
e
r
s
e
n
J
u
m
l
a
h

r
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a

y
a
n
g

m
e
m
i
l
i
k
i

j
a
m
b
a
n
p
e
r
s
e
n
S
a
s
a
r
a
n
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

a
k
s
e
s
,

k
o
n
t
r
o
l

d
a
n

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

s
e
l
u
r
u
h

e
l
e
m
e
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

k
e
g
i
a
t
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
r
d
e
s
a
a
n

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n

t
e
r
w
a
k
i
l
i
n
y
a

a
s
p
i
r
a
s
i

s
e
m
u
a

k
e
l
o
m
p
o
k

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
t
a
r
a
a
n

a
n
t
a
r
a

p
e
r
e
m
p
u
a
n

d
a
n

l
a
k
i
-
l
a
k
i

d
a
l
a
m

p
e
r
e
n
c
a
-
n
a
a
n
,

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
,

p
e
m
a
n
-
t
a
u
a
n

d
a
n

e
v
a
l
u
a
s
i

k
e
g
i
a
t
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
J
u
m
l
a
h

l
e
m
b
a
g
a

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

y
a
n
g

b
e
r
p
a
r
t
i
-
s
i
p
a
s
i

d
a
l
a
m

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
r
d
e
s
a
a
a
n
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
1
.
1
.
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
(
2
0
0
4
-
2
0
0
5
)
LO_Bab 4.11.indd 341 5/5/09 2:43:54 PM
Dok : DEPBUDPAR
LO_Bab 4.11.indd 342 5/5/09 2:43:56 PM
Bagian 4
343
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.12
Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah
4.12.1. Pengantar
Ketimpangan merupakan masalah yang masih
tersisa di tengah keberhasilan pembangunan na-
sional yang secara umum telah mampu mening-
katkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyara-
kat. Ketimpangan pembangunan antar wilayah
yang terjadi di Indonesia antara lain berupa per-
bedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan
ekonomi. Ketimpangan pembangunan terutama
terjadi antara Pulau Jawa dan luar Jawa, antara
Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI), serta antara perkotaan
dan perdesaan.
Untuk mengurangi ketimpangan tersebut, ber-
bagai upaya percepatan pembangunan di wilayah
yang relatif masih tertinggal sudah dilakukan.
Meski hasilnya sudah tampak, namun belum
dapat sepenuhnya dinikmati oleh seluruh ma-
syarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketim-
pangan merupakan masalah yang penting dan
harus diatasi.
Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan
antar daerah kebijakan yang diambil adalah me-
lalui pengembangan wilayah-wilayah strategis.
Pengembangan wilayah strategis diharapkan
dapat menjadi pusat pertumbuhan yang mem-
berikan dampak positif bagi wilayah-wilayah di
sekitarnya.
Disamping itu pengembangan daerah tertinggal
dan pengurangan ketimpangan juga merupakan
salah satu prioritas dalam RPJMN 2004-2009
yang menjadi perhatian Pemerintah. Meningkat-
nya perhatian Pemerintah ini ditandai dengan
dikembangkannya berbagai program sektoral dan
pemihakan penganggaran yang mulai diarahkan
pada program-program untuk tujuan mengurangi
ketimpangan antar wilayah. Untuk mengetahui
kinerja terhadap pelaksanaan rencana maka di-
lakukan evaluasi guna mengetahui capaian yang
telah diraih selama 2005-2008.
4.12.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN dirumuskan, terdapat bebera-
pa kendala dalam upaya pelaksanaan pemerataan
pembangunan. Kendala yang dihadapi ini terkait
dengan pengembangan kawasan berbasis po-
tensi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan ini diantaranya berhubungan de-
ngan kelangkaan prasarana pada saat percepatan
pembangunan terkonsentrasi pada kota-kota be-
sar dan wilayah-wilayah yang sudah maju. Ter-
konsentrasinya pembangunan dihadapkan pada
keterbatasan infrastruktur, SDM, kelembagaan,
akses terhadap input/sarana prasarana produksi,
akses pasar, akses modal, serta akses teknologi
dan informasi. Mekanisme pembangunan yang
menetes (Trickle down mechanism) dan efek pe-
nyebaran (Spread Eect) tidak dapat berjalan se-
bagaimana mestinya.
Pada sisi lain, adanya konsentrasi pembangunan
pada masa lalu telah menimbulkan kesulitan
upaya pemerataan pembangunan dengan ber-
LO_Bab 4.11.indd 343 5/5/09 2:43:56 PM
344
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
langsungnya migrasi tenaga terdidik ke daerah
potensial (brain drain) dan capital drain. Kota-
kota nasional yang seharusnya menjadi pengge-
rak bagi pembangunan di sekitarnya, khususnya
wilayah perdesaan, justru memberikan dampak
yang merugikan (backwash eects). Hal ini anta-
ra lain dikarenakan kurang berfungsinya sistem
kota nasional secara hirarkis sehingga belum
dapat memberikan pelayanan yang efektif dan
optimal bagi wilayah pengaruhnya. Di samping
itu masih terjadi ketidakseimbangan pertum-
buhan antar-kota besar, metropolitan dengan
kota-kota menengah dan kecil, dimana pertum-
buhan kota-kota besar dan metropolitan masih
terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali. Pada saat
yang sama, kota-kota besar dan kota-kota metro-
politan mengalami pertumbuhan penduduk yang
cepat yang tidak diimbangi dengan pengelolaan
(manajemen) ketersediaan fasilitas perkotaan,
seperti perumahan, transportasi dan pusat-pu-
sat distribusi yang menyediakan barang dan jasa
yang terjangkau bagi kelompok miskin.
Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal ma-
sih belum banyak tersentuh oleh programpro-
gram pembangunan sehingga akses terhadap
pelayanan sosial dan ekonomi masih sangat ter-
batas. Hal ini lebih lanjut menyebabkan keteriso-
lasian dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu,
hal ini memerlukan perhatian dan keberpihakan
pembangunan yang besar dari Pemerintah.
Dalam hal ini yang menyebabkan terhambat-
nya upaya pengembangan wilayah tertinggal,
antara lain: (1) terbatasnya akses transportasi
yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan
wilayah yang relatif lebih maju; (2) kepadatan
penduduk relatif rendah dan tersebar; (3) keba-
nyakan wilayah-wilayah ini memiliki sumber-
daya yang terbatas, khususnya sumberdaya alam
dan manusia; (4) belum diprioritaskannya pem-
bangunan di wilayah tertinggal oleh Pemerintah
Daerah karena dianggap tidak menghasilkan
pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung;
(5) belum memadainya dukungan sektor terkait
untuk pengembangan wilayah-wilayah ini.
Dengan kondisi pembangunan yang masih be-
lum merata, maka diperlukan suatu kebijakan
pembangunan yang dapat mempercepat pem-
bangunan di wilayah-wilayah tersebut. Dengan
demikian, hal ini diharapkan dapat meningkatan
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat se-
cara keseluruhan. Sejalan dengan hal ini, maka
sasaran pengurangan ketimpangan pembangun-
an antar-wilayah dalam RPJMN 2004-2009 ditu-
jukan untuk:
1. Terwujudnya percepatan pembangunan di
wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis,
wilayah tertinggal, termasuk wilayah perba-
tasan dalam suatu sistem wilayah pengem-
bangan ekonomi yang terintegrasi dan siner-
gis;
2. Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan
pembangunan antara kota metropolitan,
besar, menengah, dan kecil secara hierarkis
dalam suatu sistem pembangunan perkotaan
nasional;
3. Terwujudnya percepatan pembangunan kota-
kota kecil dan menengah, terutama di luar
Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat men-
jalankan perannya sebagai motor penggerak
pembangunan di wilayah-wilayah pengaruh-
nya dalam suatu sistem wilayah pengem-
bangan ekonomi, termasuk dalam melayani
kebutuhan masyarakat warga kotanya;
4. Terkendalinya pertumbuhan kota-kota besar
dan metropolitan dalam suatu sistem wilayah
pembangunan metropolitan yang nyaman,
esien dalam pengelolaan, serta mempertim-
bangkan pembangunan yang berkelanjutan;
5. Terwujudnya keterkaitan kegiatan ekono-
mi antar-wilayah perkotaan dan perdesaan
dalam suatu sistem wilayah pengembangan
ekonomi yang saling menguntungkan;
6. Terwujudnya keserasian pemanfaatan dan
pengendalian ruang dalam suatu sistem
wilayah pembangunan yang berkelanjutan.
7. Terwujudnya sistem pengelolaan tanah
yang esien, efektif, serta terlaksananya pe-
LO_Bab 4.11.indd 344 5/5/09 2:43:57 PM
Bagian 4
345
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
negakan hukum terhadap hak atas tanah ma-
syarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan demokrasi.
Sasaran-sasaran tersebut akan dicapai melalui
program-program sebagai berikut:
1. Program Pengembangan Wilayah Strategis
dan Cepat Tumbuh. Program ini bertujuan
mendorong percepatan pembangunan ka-
wasan-kawasan yang berpotensi sebagai pu-
sat-pusat pertumbuhan di luar Jawa, agar
dapat mengoptimalkan pengembangan po-
tensi sumber daya alamnya untuk mendukung
upaya peningkatan daya saing kawasan dan
produk-produk unggulannya di pasar domes-
tik dan internasional, sehingga dapat mem-
percepat pembangunan ekonomi wilayah,
yang pada akhirnya diharapkan pula dapat
mendorong dan mendukung kegiatan ekono-
mi di wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu
sistem wilayah pengembangan ekonomi.
2. Program Pengembangan Wilayah Tertinggal.
Program ini ditujukan untuk mendorong dan
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahtera-
an masyarakat di wilayah tertinggal yang
tersebar di seluruh nusantara, termasuk di
wilayah-wilayah yang dihuni komunitas adat
terpencil.
3. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan.
Program ini ditujukan untuk (1) menjaga
keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan
hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hu-
kum internasional; (2) meningkatkan ke-
sejahteraan masyarakat setempat dengan
menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya
serta keuntungan lokasi geogras yang sangat
strategis untuk berhubungan dengan negara
tetangga.
4. Program Pengendalian Kota Besar dan Metro-
politan. Tujuan dari program ini adalah un-
tuk: untuk mengelola dan mengendalikan
pertumbuhan kota-kota besar dan metro-
politan agar pertumbuhan dan perkembang-
annya sejalan dengan prinsip pembangunan
yang berkelanjutan.
5. Program Pengembangan Keterkaitan Pem-
bangunan Antarkota. Tujuan dari program
ini adalah untuk: (1) mewujudkan pengem-
bangan kota-kota secara hirarkis dan memi-
liki keterkaitan kegiatan ekonomi antar kota
yang sinergis dan saling mendukung dalam
upaya perwujudan sistem perkotaan nasio-
nal; (2) menghambat dan mencegah ter-
jadinya urban sprawl dan konurbasi, seperti
yang terjadi di wilayah pantura Pulau Jawa;
(3) mengurangi arus migrasi masuk langsung
dari desa ke kota-kota besar dan metropoli-
tan, melalui penciptaan kesempatan kerja,
termasuk peluang usaha, pada kota-kota
menengah dan kecil, terutama di luar Pulau
Jawa.
6. Program Pengembangan Kota-Kota Kecil dan
Menengah. Tujuan dari program ini adalah
untuk: (1) meningkatkan kemampuan pem-
bangunan dan produktivitas kota-kota ke-
cil dan menengah; (2) meningkatkan fungsi
eksternal kota-kota kecil dan menengah
dalam suatu sistem wilayah pengembangan
ekonomi dan memantapkan pelayanan inter-
nal kota- kota tersebut; (3) menjadikan kota-
kota kecil dan menengah sebagai kota peran-
tara dari proses produksi di pedesaan dan
proses produksi di kota-kota besar dan metro-
politan dengan melaksanakan proses antara
yang dapat dilangsungkan dengan ongkos
produksi yang lebih rendah dan esien.
7. Program Penataan Ruang Nasional. Program
ini bertujuan meningkatkan sistem penyusun-
an rencana tata ruang, memantapkan penge-
lolaan pemanfaatan ruang, dan memantapkan
pengendalian pemanfaatan ruang terutama
untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi
lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan
lindung; meningkatkan kapasitas kelembaga-
an dan organisasi penataan ruang di daerah,
baik aparat pemerintah daerah, lembaga le-
gislatif, dan yudikatif maupun lembaga-lem-
LO_Bab 4.11.indd 345 5/5/09 2:43:57 PM
Dok : PolaGrade
346
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
baga dalam masyarakat agar rencana tata
ruang ditaati oleh semua pihak secara kon-
sisten.
8. Program Pengelolaan Pertanahan. Tujuan
dari program ini adalah mengembangkan ad-
ministrasi pertanahan untuk meningkatkan
pemanfaatan dan penguasaan tanah secara
adil dengan mengutamakan hak-hak rakyat
setempat termasuk hak ulayat masyarakat
hukum adat dan meningkatkan kapasitas
kelembagaan pengelolaan pertanahan di pu-
sat dan daerah.
4.12.3. Pencapaian 2005 2008
4.12.3.2. Posisi Capaian hingga 2008
1. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
di Wilayah-Wilayah Cepat Tumbuh dan
Strategis, Wilayah Tertinggal, Terma-
suk Wilayah Perbatasan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pengembangan Ekono-
mi yang Terintegrasi dan Sinergis
Pencapaian sasaran terwujudnya percepatan
pembangunan di wilayah-wilayah cepat tum-
buh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk
wilayah perbatasan dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan
sinergis merupakan akumulasi dari tiga program
pembangunan, yaitu: Program Pengembangan
Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh, Program
Pengembangan Wilayah Tertinggal, dan Program
Pengembangan Wilayah Perbatasan. Pencapaian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tersusunnya Rancangan Peraturan Pemerin-
tah (RPP) tentang Pedoman Pemberian In-
sentif Peluang Usaha Daerah dan telah disu-
sun rancangan pedoman penyelenggaraan
terpadu satu pintu, sebagai tindak lanjut In-
pres No. 3 Tahun 2006 tentang paket kebi-
jakan investasi;
2. Dilaksanakannya penyusunan peraturan pen-
dukung percepatan pengembangan wilayah
strategis, seperti RPP tentang Hubungan
Kerja antara Pemerintahan Kota Batam dan
Badan Otorita Batam sebagai tindak lanjut
dari UU No 21 tahun 1999 tentang Pemben-
tukan Kota Otonom Batam yang diharapkan
akan menjadi model bagi upaya pengembang-
an hubungan kerja yang harmonis antara
pemerintah daerah dan pengelola berbagai
kawasan;
3. Tersusunnya panduan kebijakan, pedoman,
mekanisme perencanaan, serta indikator
evaluasi pembangunan terpadu pengembang-
an kawasan;
4. Terlaksanakannya fasilitasi pemerintah dae-
rah dalam penyusunan konsep dan rencana
pengembangan kawasan serta pembentukan
sistem kelembagaan bagi pengembangan ka-
wasan andalan dan kawasan tertentu;
5. Tersusunnya RUU Kawasan Ekonomi Khusus
untuk mengatur pembentukan kawasan eko-
nomi khusus yang akan dikembangkan di In-
donesia;
6. Diberlakukannya Perpu Nomor 1 Tahun 2007
tentang perubahana atas UU Nomor 36 Ta-
hun 2000 tentang Pembentukan Kawasan
Perdagangan Bebas sebagai perantara menuju
Kawasan Ekonomi Khusus;
7. Tersusunnya Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
LO_Bab 4.11.indd 346 5/5/09 2:44:02 PM
Bagian 4
347
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; Peraturan
Pemerintah No. 47 Tahun 2007 tentang Ka-
wasan Perdagangan bebas dan Pelabuhan Be-
bas Bintan; dan Peraturan Pemerintah No. 48
Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun;
8. Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas
Sabang ditetapkan sebagai kawasan strategis
nasional dalam Peraturan Pemerintah No 26
Tahun 2008;
9. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) sebagai kawasan strategis nasional
Peraturan Pemerintah 26 Tahun 2008;
10. Ditetapkannya rumusan revitalisasi KAPET
di 13 kawasan agar lebih efektif dalam men-
jadikan pusat pertumbuhan baru di kawasan
tertinggal;
11. Pembangunan permukiman dan lingkungan
transmigrasi yang mempunyai keterkaitan
dengan pusat pertumbuhan dan daerah lain
disekitarnya dalam upaya mendukung per-
tumbuhan wilayah;
12. Fasilitasi pemindahan dan penempatan trans-
migran termasuk masyarakat sekitar lokasi
yang ingin berpartisipasi pada lokasi yang
baru dibangun;
13. Pemberdayaan dan pembinaan transmigran
yang telah ditempatkan pada lokasi transmi-
grasi sebagai upaya mendorong kemandirian
masyarakat transmigran termasuk pember-
dayaan masyarakat yang berada disekitar lo-
kasi;
14. Pada 2007 telah dilaksanakan transmigrasi
paradigma baru melalui pembangunan dan
pengembangan KTM di 4 kawasan yaitu Ka-
wasan Mesuji Kabupaten Tulang Bawang,
Provinsi Lampung, dan 3 di Provinsi Suma-
tera Selatan, masing-masing di Kawasan Beli-
tang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur,
Kawasan Telang, Kabupaten Banyuasin dan
Kawasan Parit, Kabupaten Ogan Ilir;
15. Pada 2008 telah ditetapkan kawasan pemba-
ngunan dan pengembangan KTM sebanyak
13 kawasan yang tersebar di 13 kabupaten
dan 7 provinsi;
16. Persiapan pembangunan dan pengembangan
KTM di 4 kawasan yaitu Kawasan Silaut, Ka-
bupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera
Barat, Kawasan Geragai Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, Provinsi Jambi, Kawasan
Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi
Kalimantan Barat dan Kawasan Topoyo, Ka-
bupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat
sampai akhir 2008;
17. Dari 2007 sampai dengan Juni 2008, telah
ditempatkan transmigran sebanyak 8.924
Kepala Keluarga (KK), serta tersedianya pe-
rumahan sebanyak 8.924 unit bagi penduduk
miskin dan penganggur;
18. Telah dibukanya areal produksi baru di bidang
pertanian tanaman pangan seluas 17,848
Hektar siap olah dan siap tanam yang dipe-
runtukan bagi 8.924 KK;
19. Telah dibukanya isolasi daerah melalui pem-
bangunan jalan poros/penghubung sepanjang
164,08 Km, jalan desa sepanjang 223,19 Km,
jembatan semi permanen sepanjang 273 me-
ter, pembangunan rumah transmigran dan
jamban keluarga 8.222 unit, pembangunan
sarana air bersih sumur gali 2.535 unit dan
perpipaan 28 meter, pembangunan fasilitas
umum masing-masing rumah ibadah 46 unit,
gudang 28 buah, puskesmas pembantu 28
unit, balai desa 30 unit, gedung SD 29 unit,
rumah petugas 29 unit, kantor UPT 32 unit;
20. Fasilitasi perolehan aset produksi berupa
tempat tinggal, tempat bekerja, dan peluang
berusaha bagi 8.924 KK penganggur dan pen-
duduk miskin; serta
21. Fasilitasi perpindahan penduduk 110 KK ke
Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan
Selatan untuk mendukung penanganan kor-
ban bencana gempa bumi di Provinsi Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta;
22. Pembinaan dan pemberdayaan Unit Pemu-
kiman Transmigrasi (UPT) sejumlah 78.807
KK di 382 UPT;
LO_Bab 4.11.indd 347 5/5/09 2:44:03 PM
348
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
23. Telah dibina dan diberdayakannya masyara-
kat dan kawasan transmigrasi melalui fasili-
tasi bidang sosial budaya dan kelembagaan;
24. Fasilitasi pengembangan usaha ekonomi me-
lalui bantuan sarana produksi pertanian un-
tuk 22.124 KK di 94 UPT, pembinaan Balai
Mandiri Terpadu Transmigrasi di 21 unit BMT
dan padat karya produktif di 3 UPT, pengem-
bangan kemandirian energi melalui pengem-
bangan tanaman jarak di 4 provinsi/13 UPT;
25. Telah dilakukannya kerjasama antardaerah
dalam rangka penyelenggaraan transmigrasi;
26. Telah dikembangkannya sarana dan prasa-
rana pemukiman transmigrasi, antara lain:
perbaikan dan pengembangan pembangunan
gedung fasilitas umum di 197 UPT, rehabili-
tasi sarana air bersih standar dan non-stan-
dar, pembangunan SAB baru sebanyak 28
unit/28 UPT, pembangunan dan rehabilitasi
gedung SD 42 unit/42 UPT, perbaikan saluran
drainase di 5 UPT, rehabilitasi jalan peng-
hubung/poros di 8 UPT dengan panjang total
23,85 km, pembangunan jalan baru di 1 UPT
sepanjang 1,2 km, rehabilitasi dan pening-
katan jembatan di 59 UPT dengan panjang
total 1.348 m, pembangunan jembatan baru
di 7 UPT sepanjang 200 m, serta padat karya
produktif rehabilitasi sarana dan prasarana di
44 UPT;
27. Telah dilaksanakannya rehabilitasi sarana
dan prasarana permukiman, bantuan modal
usaha dan sarana produksi di 5 kabupaten
Provinsi Maluku Utara dan 5 kabupaten di
Provinsi Maluku, dalam rangka pelaksanaan
Inpres Nomor 6 Tahun 2003 tentang Percepat-
an Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku
dan Maluku Utara;
28. Telah dilaksanakannya rehabilitasi rumah
transmigran sebanyak 616 unit, dalam rang-
ka revitalisasi kawasan pengembangan lahan
gambut; serta
29. Telah ditingkatkannya kesejahteraan trans-
migran yang ditandai dengan terpilihnya
transmigran teladan tingkat nasional;
30. Dari tahun 2006-2008, telah dilaksanakan
pembangunan permukiman transmigrasi
yang memenuhi persyaratan 2C (Clean &
Clear) dan 4L (layak huni, layak bekerja, layak
ekonomi, dan layak lingkungan), serta pemin-
dahan dan penempatan calon transmigran ke
permukiman transmigrasi di wilayah strate-
gis dan cepat tumbuh wilayah tertinggal dan
wilayah perbatasan dengan rincian:
a. Terbangunnya rumah Transmigrasi dan
Jamban Keluarga (RTJK) di wilayah stra-
tegis dan cepat tumbuh dan wilayah ter-
tinggal sebanyak 18.562 unit dan pem-
bukaan lahan seluas 16.439,15 Ha dan
pemindahan calon transmigran ke pemu-
kiman transmigrasi sebanyak 20.539 KK;
b. Terbangunnya RTJK di wilayah perba-
tasan sebanyak 15.203 unit dan pem-
bukaan lahan seluas 8.718,15 Ha dan
pemindahan calon transmigran ke pemu-
kiman transmigrasi sebanyak 10.242 KK;
31. Terdapat 28 kabupaten yang dapat ke luar
dari kategori sebagai daerah tertinggal;
32. Pembangunan ekonomi lokal diindikasikan
dengan berkurangnya tingkat kemiskinan
pada kabupaten tertinggal;
33. Meningkatnya kualitas SDM yang diindi-
kasikan dengan penyerapan tenaga kerja,
tingkat kesehatan, dan tingkat partisipasi
pendidikan;
34. Adanya perubahan yang cukup signikan
terhadap pola kebijakan dalam memperkuat
kapasitas skal daerah tertinggal;
35. Terbangunnya prasarana transportasi di
10.756 desa, prasarana air bersih perdesaan
dan sanitasi di 2.987 desa, prasarana irigasi
sederhana di 1.163 desa serta prasarana lis-
trik dan penerangan di 110 desa melalui
pelaksanaan Program Kompensasi Pengurang-
an Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur
Perdesaan (PKPS BBM IP) tahun 2005 (total
desa sasaran sebanyak 12.834 desa) pada ta-
hun 2005;
LO_Bab 4.11.indd 348 5/5/09 2:44:03 PM
Bagian 4
349
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
36. Terwujudnya bantuan teknis penyusunan
RTRW KPE di Kabupaten Bengkayang, Sin-
tang, dan Nunukan, serta bantuan teknis
(bantek) RTRW wilayah tertinggal di Kabu-
paten Halmahera Timur-Kepulauan Aru, Ma-
nokwari-Bintuni, dan Kolaka Utara-Bombana
pada tahun 2005;
37. Tersusunnya strategi nasional percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (stranas
PPDT) dan Rencana Aksi Nasional Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN
PPDT);
38. Teridentikasinya 32.379 desa tertinggal di
seluruh Indonesia;
39. Terbitnya Inpres Nomor 5 Tahun 2007 ten-
tang Percepatan Pembangunan Papua;
40. Terbangunnya 26 daerah tertinggal di Papua
dan Papua Barat yang merupakan tindak lan-
jut pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua;
41. Terjalinnya kerja sama lintas sektor dalam
pelaksanaan pembangunan dan pengopera-
sian infrastruktur telekomunikasi melalui
program universal service obligation (USO) di
kabupaten tertinggal;
42. Terjalinnya kerja sama lintas sektor dalam
pelaksanaan program pembangunan infra-
struktur perdesaan di empat provinsi (Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
dan Nusa Tenggara Timur) pada 1.840 desa
tertinggal;
43. Pengadaan PLTS sejumlah 20.138 unit (ter-
masuk 5.599 unit yang diwujudkan melalui
pelaksanaan Percepatan Pembangunan In-
frastruktur Perdesaan Daerah Tertinggal
(P2IPDT) Kementerian Negara Pembangunan
Daerah Tertinggal (KPDT) untuk 109 desa
tertinggal) yang tersebar di kabupaten ter-
tinggal/perbatasan di 24 provinsi;
44. Terbangunnya pembangkit listrik tenaga mi-
kro hidro dengan daya terpasang 2.325 kW
sejumlah 31 unit (termasuk 2 unit yang di-
wujudkan melalaui pelaksanaan instrumen
P2IPDT KPDT masing-masing sebesar 50 kW
untuk 2 desa) yang tersebar di 7 kabupaten;
45. Tersusunnya prol daerah tertinggal di 15 ka-
bupaten;
46. Terselenggaranya bantuan teknis penyusun-
an RTRW daerah tertinggal di Kabupaten
Halmahera Timur, Kepulauan Aru, Manok-
wari, Bintuni, Kolaka Utara dan Bombana;
47. Pengadaan bus perintis sebanyak 399 unit
yang melayani 290 trayek perintis;
48. Rehabilitasi kapal penyeberangan perintis 13
unit dan pembangunan kapal penyeberang-
an perintis baru/lanjutan sebanyak 35 unit,
serta pengoperasian lintas perintis sebanyak
209 lintas; serta
49. Pengoperasian angkutan laut perintis untuk
52 rute dan pemberian subsidi operasi perin-
tis penerbangan untuk 93 rute yang melayani
104 kota dan 85 provinsi;
50. Terjalinnya kerjasama lintas sektor dalam
pelaksanaan Program Pembangunan Infra-
struktur Perdesaan (PPIP). Pada 2007, telah
terbangun infrastruktur di 2.289 desa ter-
tinggal dan ditambah dengan 2.060 desa ter-
tinggal lainnya pada 2008;
51. Terjalinnya kerjasama lintas sektor dalam
penyediaan infrastruktur listrik perdesaan,
serta infrastruktur sosial dan ekonomi yang
meliputi pengadaan PLTS. Pada 2006, ter-
bangun gardu 46.238 KVA dan pemasangan
jaringan JTM dan JTR sepanjang 3.155,46
KMS. Pada 2007, terbangun 5.642 unit model
yang tersebar di 50 lokasi dan 7 unit PLTMH
untuk 52 kabupaten. Sasaran pada 2008 ter-
bangun: 17.457 unit model yang tersebar di
50 lokasi di 170 kabupaten: 52 unit model
PLTS terpusat di 5 lokasi di 52 kabupaten; 26
unit PLTMH di 26 kabupaten, serta pemba-
ngunan gardu dan pemasangan jaringan JTM
dan JTR di 3 kabupaten;
52. Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
di beberapa kabupaten melalui pembangunan
LO_Bab 4.11.indd 349 5/5/09 2:44:03 PM
350
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
infrastruktur air bersih di daerah yang selama
ini mengalami kesulitan air bersih, pada 2006
di 7 kabupaten tertinggal/perbatasan, pada
2007 di 22 kabupaten dan pada 2008 di 9 ka-
bupaten;
53. Terlaksananya bantuan infrastruktur ekono-
mi pada kabupaten tertinggal berupa alat me-
sin pertanian, rehabilitasi irigasi, pasar desa,
budidaya rumput laut, alat tangkap perikan-
an, pabrik es, pamboat, pengering ikan, ice
ake, dan cold storage;
54. Terlaksananya penguatan kelembagaan
pemerintah dan masyarakat dengan mem-
bentuk 1.480 Kader Penggerak Pembangunan
Satu Bangsa (KPPSB) di 1.480 desa, 148 ka-
bupaten, 31 provinsi;
55. Terlaksananya operasionalisasi 3 (tiga) RTR
Kabupaten/Kota kawasan tertinggal dan
sinkronisasi program pengembangan infra-
struktur di 2 (dua) kawasan tertinggal;
56. Tersusunnya prol kabupaten tertinggal pada
21 kabupaten;
57. Telah dilaksanakan pemberdayaan masyara-
kat melalui program penanggulangan pe-
ngangguran yang dapat menyerap tenaga
kerja sebanyak 1.096.345 orang, melalui ke-
giatan: padat karya pembangunan infrastruk-
tur/produktif di beberapa kabupaten/kota,
daerah tertinggal, dan lokasi musibah ben-
cana alam serta kantong-kantong kemiskin-
an, yang menyerap tenaga kerja sebanyak
153.920 tenaga kerja;
58. Terlaksananya kegiatan Percepatan Pemba-
ngunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal
(P2KPDT) di 62 Kabupaten dengan melibat-
kan 1.200 kelompok dengan jumlah anggota
16.200 anggota dan memberi manfaat kepa-
da 64.400 orang;
59. Pembangunan ekonomi perdesaan dilaksana-
kan dengan membentuk 31 Lembaga Keuang-
an Mikro (LKM) yang tergabung dalam ke-
lompok usaha perdesaan (POKSADES), forum
komunikasi perdesaan (FORKADES) dan unit
usaha mandiri (USAMAN) dengan jumlah
anggota 4.433 orang;
60. Mendorong terciptanya pusat-pusat pertum-
buhan ekonomi baru dengan membangun
sebanyak 54 UPT di Kawasan Tertinggal.
Kegiatan ini sebagai upaya mengurangi ke-
senjangan antarwilayah yang pada gilirannya
dapat memberikan kontribusi di bidang ke-
tahanan nasional.
61. Ditetapkannya Peraturan Presiden No.78 Ta-
hun 2005 mengenai pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Terluar;
62. Tersusunnya Rancangan Rencana Induk dan
Rencana Aksi Pengembangan Wilayah Perba-
tasan;
63. Terlaksananya upaya peningkatan kualitas
lingkungan hidup kawasan perbatasan me-
lalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
64. Terwujudnya alokasi Dana Alokasi Khusus
bagi 26 kab/kota perbatasan serta subsidi ope-
rasi angkutan perintis;
65. Ditetapkannya Kawasan Perbatasan sebagai
Kawasan Strategis Nasional dari sudut pan-
dang Pertahanan dan Keamanan melalui Un-
dang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang;
66. Ditetapkannya standarisasi sarana, prasara-
na dan prosedur pelayanan lintas batas antar
negara melalui Permendagri No. 18 Tahun
2007;
67. Terlaksananya upaya-upaya pengamanan ka-
wasan perbatasan, antara lain operasi pener-
tiban penebangan liar dan perdagangan kayu
ilegal, pengembangan sarana dan prasarana
pos lintas batas, pengembangan sarana dan
prasarana pos pengamanan perbatasan, bakti
sosial dan penyuluhan, serta sosialisasi bela
negara;
68. Terlaksananya upaya-upaya penetapan dan
penegasan batas negara RI Malaysia, Re-
LO_Bab 4.11.indd 350 5/5/09 2:44:04 PM
Bagian 4
351
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
public of Democratic Timor Leste, dan Papua
New Guinea serta di pulau-pulau kecil terluar,
meliputi kajian, survei, deliniasi dan demar-
kasi, pemetaan, perundingan dan pertemuan
teknis dengan negara tetangga, pemeliharaan
dan penataan tugu/patok batas, serta pem-
bangunan gapura/prasasti di pulau-pulau ke-
cil terluar;
69. Terlaksananya upaya-upaya pengembangan
dan peningkatan sarana dan prasarana sosial
ekonomi di 26 kabupaten perbatasan, antara
lain perumahan, listrik, air bersih, trans-
migrasi, pendidikan, kesehatan, jalan dan
jembatan, pelabuhan, bandara, pasar, outlet
eskpor, terminal lintas batas, listrik, dan air
bersih;
70. Penetapan 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasi-
onal (PKSN) yaitu kawasan perkotaan yang
ditetapkan untuk mendorong pengembangan
kawasan perbatasan negara melalui PP No.
26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
71. Penetapan UU No. 43 tahun 2008 tentang
Wilayah Negara sebagai payung hukum bagi
pengelolaan batas negara dan kawasan perba-
tasan secara terpadu, termasuk bagi pemben-
tukan Badan Pengelola Perbatasan;
72. Tersusunnya Rancangan Peraturan Presiden
tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan
Perbatasan Darat dan Laut serta sinkronisa-
si rencana tindak pengembangan Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE) di perbatasan
73. Terlaksananya upaya-upaya pemberdayaan
dan peningkatan kapasitas masyarakat di 26
kab/kota perbatasan, antara lain pengembang-
an social forestry, terwujudnya DAK, penera-
pan teknologi tepat guna, pemberdayaan
usaha kecil dan menengah, pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil, pemberdayaan
transmigran, bantuan sosial bagi kelompok
masyarakat, serta subsidi operasi angkutan
perintis;
74. Terlaksananya koordinasi lintas sektoral serta
antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dalam pengembangan wilayah terting-
gal di 4 kabupaten perbatasan
75. Terwujudnya upaya kerjasama dengan negara
tetangga, antara lain melalui pelaksanaan
Sosek Malindo dan forum kerjasama perba-
tasan lainnya.
2. TerwujudnyaKeseimbanganPertumbuh-
an Pembangunan antar Kota Metropoli-
tan, Besar, Menengah, dan Kecil secara
Hirarkis dalam Suatu Sistem Pemba-
ngunan Perkotaan Nasional
Pencapaian sasaran terwujudnya keseimbangan
pertumbuhan pembangunan antara kota metro-
politan, besar, menengah, dan kecil secara hirar-
kis dalam suatu sistem pembangunan perkotaan
nasional adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya perkembangan kota-kota se-
cara hirarkis dan memiliki keterkaitan ke-
giatan ekonomi yang strategis dalam system
Perkotaan nasional sebangayk 21 laopran
pelaksanaan kegitan;
2. Tersusunnya Permendagri Nomor 69 Ta-
hun 2007 tentang Kerjasama Pembagunan
Perkotaan;
3. Program dan system kerja bidang CK dalam
meningkatkan koordinasi pembangunan an-
tar kota dan terselenggaranya fasilitas ker-
jasama antar pemerintah kota;
4. Terevaluasinya pengembangan sistercity/kota
kembar di 50 daerah;
5. Terlaksananya dokumen best practise dan
penandatangan MoU kerjasama 10 Kepala
Daerah di 10 kab/kota;
6. Terfasilitasnya kerjasama pembangunan
perkotaan yang dilakukan di pusat; serta
7. Terlaksananya dukungan Jakstra.
LO_Bab 4.11.indd 351 5/5/09 2:44:04 PM
352
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
Kota-Kota Kecil dan Menengah, Ter-
utama di Luar Pulau Jawa
Pencapaian sasaran terwujudnya percepatan pem-
bangunan kota-kota kecil dan menengah, teruta-
ma di luar Pulau Jawa adalah sebagai berikut:
1. Sinkronisasi program dan kegiatan pemba-
ngunan infrastruktur dalam rangka pengem-
bangan kota-kota kecil dan menengah;
2. Pemberian advisory penyusunan program
pembangunan infrastruktur dalam rangka
pengembangan kota-kota kecil dan mene-
ngah;
3. Penyusunan Rencana Program Investasi
Jangka Menengah (RPIJM) di bidang infra-
struktur;
4. Advisory penyiapan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah di bidang infrastruktur.
4. Terkendalinya Pertumbuhan Kota-Kota
Besar dan Metropolitan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan Metro-
politan yang Nyaman, Esien dalam
Pengelolaan, serta Mempertimbangkan
Pembangunan yang Berkelanjutan
Pencapaian sasaran terkendalinya pertumbuhan
kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu
sistem wilayah pembangunan metropolitan yang
nyaman, esien dalam pengelolaan, serta mem-
pertimbangkan pembangunan yang berkelanjut-
an adalah sebagai berikut:
1. Terlaksananya observasi pengembangan sis-
ter city/kota kembar ke daerah-daerah di 20
Kab/kota;
2. Terkelolanya dan terkendalinya pertumbuh-
an kota-kota besar dan metropolitan agar per-
tumbuhannya dapat berkelanjutan
3. Meningkatnya kemampuan pelayanan inter-
nal wilayah perkotaan dan terkendalinya per-
tumbuhan kota-kota besar dan metropolitan
di 32 provinsi;
4. Studi Pengembangan Sistem Perkotaan Di ka-
wasan Ternate-Tidore Kep.-So-Jailolo;
5. Laporan Evaluasi Pola Persebaran Sarana dan
Prasarana Perkotaan di Wilayah IV;
6. Tersusunnya RTR Kawasan Metropolitan Me-
bidang (Medan-Binjai-Deli Serdang);
7. Penyusunan RTR Kawasan Metropolitan
Palembang Tahap II;
8. Konsultasi Publik Raperpres RTR Kawasan
Kedungsepur;
9. Terselenggaranya sosialisasi Raperpres RTR
Kawas. Metropolitan Gerbangkertasusila;
10. Bantek penyusunan Peraturan Zonasi (Zoning
Regulation) Kws. Heritage, Public Space Dan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Surakarta.
11. Pengembangan Sistem Perkotaan Jayapura,
Sentani dan Arso di Provinsi Papua melalui
penetapan deliniasi, perumusan tipologi
kota, pemetaan keterkaitan serta aglomerasi
kota, strategi untuk pengembangan wilayah,
penerapan manajemen kota, penyusunan
strategi yang responsif atas bencana alam dan
geologis;
12. Evaluasi Ruang Terbuka Kota-kota di Wilayah
IV;
13. Tersusunnya rencana Tata Ruang Kawasan
Metropolitan Mebidang;
14. Terselengaranya Bantek Pelaksanaan Pena-
taan Ruang Kota Yogyakarta;
15. Terselenggaranya Bantek Pelaksanaan Pena-
taan Ruang Kota Gresik.
5. Terwujudnya Keterkaitan Kegiatan
Ekonomi Antar-Wilayah Perkotaan dan
Perdesaan dalam Suatu Sistem Wilayah
Pengembangan Ekonomi yang Saling
Menguntungkan
Salah satu pencapaian dalam terwujudnya keter-
kaitan kegiatan ekonomi antar-wilayah perkota-
an dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah
LO_Bab 4.11.indd 352 5/5/09 2:44:04 PM
Bagian 4
353
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
pengembangan ekonomi yang saling mengun-
tungkan adalnya pengurangan kesenjangan kota-
desa yang terlihat dari penurunan indeks gini
kota-desa pada tahun 2008, dimana pada tahun
2007 indeks gini sebesar 0,376 sedangkan pada
tahun 2008 menjadi 0,368. Meskipun pada tahun
2007 indeks gini sempat mengalami peningkatan
namun pergeserannya tidak terlalu besar. Adapun
pencapaian lainnya terkait sasaran ini adalah se-
bagai berikut:
1. Terlaksanakannya pembinaan peningkatan
fungsi kawasan perkotaan dan perdesaan;
2. Terlaksanakannya penataan kebijakan dan
fasilitasi pengembangan kapasitas pengelo-
laan perkotaan dan perdesaan;
3. Pengembangan kebijakan dan program pem-
bangunan antarkota;
4. Fasilitasi kerja sama antardaerah dalam pe-
ngelolaan pelayanan umum di perkotaan dan
pengembangan manajemen perkotaan;
5. Pembentukan forum kerja sama antarpeme-
rintah kota untuk merumuskan kerja sama
pembangunan;
6. Sosialisasi konsep kebijakan kerja sama dan
konsep koordinasi pengelolaan pembangun-
an perkotaan;
7. Terwujudnya perkembangan kota-kota secara
hirarkis dan memiliki keterkaitan kegiatan
ekonomi yang strategis dalam sistem Perkota-
an nasional;
8. Tersusunnya Permendagri Nomor 69 Tahun
2007 tentang Kerjasama Pembangunan Per-
kotaan;
9. Terlaksananya dukungan Jakstra;
10. Program dan sistem kinerja bidang Cipta
Karya dalam meningkatkan koordinasi pem-
bangunan antar-kota dan terselenggaranya
fasilitasi kerjasama antar-pemerintah kota;
11. Terevaluasinya dan pengembangan sistercity/
kota kembar di 50 daerah;
12. Terlaksananya dokumen best practise dan
penandatanganan MOU kerjasama 10 Kepala
Daerah di 10 kab/kota;
13. Terfasilitasinya kerjasama pembangunan
perkotaan yang dilakukan di pusat;
14. Terlaksananya dukungan jakstra, program
dan sistem kinerja bidang Cipta Karya dalam
meningkatkan koordinasi pembangunan
antar-kota dan terselenggaranya fasilitasi
kerjasama antar-pemerintah kota dengan di-
hasilkannya 14 laporan kegiatan.
6. Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan
dan Pengendalian Ruang dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan yang
Berkelanjutan
Pencapaian pada tahun 2005-2006 di bidang pe-
nataan ruang adalah:
1. Tersusunnya studi pengembangan kawasan
Pacangsanak (Provinsi Jabar-Jateng), Cekung-
an (Bandung-Provinsi Jabar), dan Mammina-
sata (Provinsi Sulsel);
2. Tersusunnya Rencana Regional Marine Plan-
ning;
3. Terlaksananya seminar nasional penataan ru-
ang untuk mewujudkan kesamaan pandang
antara pusat dan daerah dalam penyelengga-
raan penataan ruang;
4. Terlaksananya bimbingan teknis penguat-
an SDM dan kelembagaan penataan ruang
provinsi dan kabupaten/kota;
5. Terlaksananya konsolidasi penataan ruang di
Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Se-
latan, dan Kalimantan Barat.
Pencapaian pada tahun 2006 di bidang penataan
ruang adalah:
1. Pendayagunaan Rencana Tata Ruang (RTR)
Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/
Kota;
LO_Bab 4.11.indd 353 5/5/09 2:44:04 PM
354
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2. Penyusunan revisi PP No. 47 Tahun 1997 ten-
tang RTRWN;
3. Penyusunan Raperpres Jabodetabekpunjur;
4. Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Ka-
wasan Strategis Provinsi dan Kabupaten/
Kota;
5. Penyelenggaraan Raker BKPRD;
6. Pemantapan kelembagaan dan kualitas
pemerintah Daerah di bidang penataan ru-
ang;
7. Peningkatan penegakkan hukum dalam
penerapan rencana tata ruang;
8. Penetapan kebijakan perizinan pembangunan
yang beradaptasi dengan ketentuan rencana
tata ruang;
9. Tersusunnya raperpres tentang RTR Kawasan
Perbatasan Negara; dan
10. Pembentukan BKPRD di 3 provinsi di wilayah
barat, 3 provinsi di wilayah tengah, dan 2
provinsi di wilayah timur, dan yang masih
berbentuk tim Koordinasi Penataan Ruang
Daerah (TKPRD) adalah 6 provinsi di wilayah
barat, 7 provinsi di wilayah tengah, dan 7
provinsi di wilayah timur. Setiap tahun selalu
dilaksanakan koordinasi penataan ruang na-
sional melalui BKTRN dalam rangka sinkro-
nisasi antarsektor dan antarwilayah dalam
penataan ruang.
Pencapaian pada tahun 2007 dalam program pe-
nataan ruang, diantaranya:
1. Lahirnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang sebagai pengganti
Undang-Undang No. 24 Tahun 1992;
2. Terselenggaranya forum koordinasi penataan
ruang di tingkat nasional dan regional melalui
Rapat Kerja Nasional BKTRN yang bertujuan
untuk meningkatkan koordinasi penataan ru-
ang di tingkat nasional;
3. Tersusunnya 5 NSPM pengendalian peman-
faatan ruang sebagai acuan dalam pelaksa-
naan penegakan penataan ruang dalam pem-
bangunan;
4. Implementasi zoning regulation sebagai in-
strumen pengendalian pemanfaatan ruang;
5. Disepakatinya RPP tentang RTRWN peng-
ganti PP No. 47 Tahun 1997 dan tersusunnya
tujuh Draft Naskah Akademik Rencana Tata
Ruang Pulau meliputi Pulau Sumatera, Jawa-
Bali, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Ma-
luku, Nusa Tenggara, dan Papua;
6. Penyusunan revisi Keppres No. 62 Tahun
2000 tentang Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional;
7. Telah disusun Rencana Tata Ruang Kawasan
Metropolitan Mamminasata dan terben-
tuknya Badan Kerjasama Pembangunan Me-
tropolitan Mamminasata (BKPSMM);
8. Terlaksananya peningkatan manajemen pe-
ngendalian pemanfaatan ruang di 32 provinsi
dalam rangka pemantauan evaluasi penataan
ruang daerah;
9. Tersusunnya data dan peta dasar rupa bumi
untuk mendukung penyusunan rencana tata
ruang; dan
10. Meningkatnya esiensi penataan ruang dan
sumber daya kelautan berdasarkan daya du-
kung lingkungan melalui penataan ruang
yang partisipatif.
Pencapaian pada tahun 2008 dalam program pe-
nataan ruang, diantaranya:
1. Melanjutkan penyusunan NSPM Penata-
an Ruang sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang. Hingga saat ini terdapat
12 NSPM yang telah tersusun, 4 NSPM telah
dilegalkan dan 8 NSPM sedang dalam proses
revisi;
2. Ditetapkannya PP No. 26 Tahun 2008 ten-
tang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) dan sosialisasi PP ke beberapa dae-
rah;
3. Revisi 7 (tujuh) Raperpres RTR Pulau; Suma-
tera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Papua;
LO_Bab 4.11.indd 354 5/5/09 2:44:05 PM
Bagian 4
355
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4. Penyusunan rancangan PP tentang Tingkat
Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang dan PP
tentang Tata Cara dan Bentuk Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang;
5. Perumusan revisi dan percepatan legalisasi
Keppres No. 62 Tahun 2002 Tentang Koordi-
nasi Penataan Ruang;
6. Ditetapkannya Perpres No. 54 Tahun 2008
tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta-
Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodeta-
bek-Punjur);
7. Tersosialisasikannya Undang-Undang No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ke-
33 provinsi, sebagian besar kabupaten/kota,
departemen/sektor di Pemerintah Pusat
melalui forum Badan Koordinasi Tata Ru-
ang Nasional (BKTRN), asosiasi profesi, dan
perguruan tinggi, kehakiman, kepolisian, dan
kejaksaan;
8. Tersusunnya operasionalisasi RTRWN di be-
berapa kawasan melalui penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) di 3 kawasan;
9. Ditetapkannya Permendagri No. 28 Tahun
2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ru-
ang Daerah;
10. Terbentuknya 22 Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi dan 75 BK-
PRD Kab/Kota;
11. Penataan ruang terkait dengan permasalahan
lingkungan (peran penataan ruang dalam
mengantisipasi Global Climate Change dan
koordinasi penataan ruang kawasan Heart of
Borneo (HoB)).
7. Terwujudnya Sistem Pengelolaan Tanah
yang Esien, Efektif, serta Terlaksana-
nya Penegakan Hukum terhadap Hak
atas Tanah Masyarakat dengan Mene-
rapkanPrinsip-Prinsip Keadilan, Trans-
paransi, dan Demokrasi
Pencapaian sasaran terwujudnya sistem pengelo-
laan tanah yang esien, efektif, serta terlaksana-
nya penegakan hukum terhadap hak atas tanah
masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan demokrasi adalah se-
bagai berikut:
1. Pelayanan pendaftaran dan penetapan hak
tanah secara menyeluruh di Indonesia;
2. Pengembangan sumber daya manusia melalui
peningkatan kapasitas dan kemampuan, pe-
rencanaan pengembangan karier, serta pem-
berdayaan dan pendidikan;
3. Pengembangan fasilitas dan infrastruktur
pertanahan;
4. Peningkatan pelayanan penetapan hak tanah
dan pendaftaran tanah;
5. Penyusunan dan penetapan Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP)
pertanahan yang merupakan pedoman baku
dalam pengaturan dan pelayanan pertanah-
an yang telah diselesaikan pada akhir tahun
2006;
6. Pengembangan fasilitas dan infrastruktur
pertanahan untuk tahun 2006, yaitu rehabili-
tasi 11 unit kantor dan pembangunan 16 unit
kantor baru;
7. Dalam upaya meningkatkan pengaturan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah dalam rangka peme-
rataan hak, pada tahun 2008 dilakukan ke-
giatan-kegiatan antara lain:
a. Pelaksanaan redistribusi tanah sebanyak
310.000 bidang dan redistribusi melalui
swadaya masyarakat (PNBP) sebanyak
39.929 bidang;
b. Pelaksanaan konsolidasi tanah (di luar
DKI) sebanyak 10.100 bidang dan kon-
solidasi swadaya masyarakat sebanyak
26.699 bidang;
c. Penginventarisasian penguasaan, pemi-
likan, penggunaan dan pemilikan tanah
(P4T) di 1.990 desa;
d. Penginventarisasian tanah terlantar se-
banyak 133 SP (Satuan Pekerjaan);
8. Dalam upaya meningkatkan pelayanan dan
pendaftaran tanah, pada tahun 2008 dilaku-
LO_Bab 4.11.indd 355 5/5/09 2:44:05 PM
356
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kan kegiatan pendaftaran tanah dengan hasil
sebagai berikut:
a. Percepatan pendaftaran tanah melalui ser-
tikasi tanah (PRONA sebanyak 418.766
bidang, LMPDP sebanyak 651.000 bidang,
program khusus transmigrasi sebanyak
29.900 bidang dan UKM sebanyak 30.000
bidang);
b. Peta pertanahan (meliputi: peta dasar,
peta tematik dan peta nilai tanah) seluas
500.000 hektar;
c. Pemasangan kerangka dasar kadastral
nasional (KDKN) sebanyak 3.126 titik;
d. Perintisan penyediaan layanan rakyat un-
tuk sertikat tanah (Larasita) yang meru-
pakan inovasi pelayanan pertanahan de-
ngan cara mobile service; serta
e. Penerbitan Peraturan Kepala BPN No. 6
tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan
Percepatan Standar Prosedur Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan
untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Ter-
tentu.
4.12.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
1. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
di Wilayah-Wilayah Cepat Tumbuh dan
Strategis, Wilayah Tertinggal, Terma-
suk Wilayah Perbatasan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pengembangan Ekono-
mi yang Terintegrasi dan Sinergis
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian
sasaran terwujudnya percepatan pembangunan
di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis,
wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan
dalam suatu sistem wilayah pengembangan eko-
nomi yang terintegrasi dan sinergis adalah:
1. Kawasan Ekonomi Khusus dibangun de-
ngan tujuan mempercepat pertumbuhan eko-
nomi melalui ekspor produk industri khusus
dan liberalisasi perdagangan. Namun dalam
pelaksanaannya masih mengalami kendala
yang cukup besar, yaitu:
a. Belum siapnya kelembagaan manajemen
pengelolaan kawasan;
b. Belum jelasnya komitmen daerah terkait;
c. Kekhawatiran dari banyak kalangan
bahwa KEK bersifat enclave atau kurang
bekerjasama dengan pelaku usaha lokal;
d. Kurang tersinkronisasi dan terkoordi-
nasinya berbagai kebijakan dan regu-
lasi pemerintah pusat dan daerah dalam
mempermudah investor untuk berin-
vestasi di KEK;
e. Pembagian peran yang belum jelas antara
pemerintah pusat dan daerah;
f. Sarana dan prasarana penunjang KEK di
beberapa calon lokasi seperti Batam yang
belum memenuhi kriteria sebagai ka-
wasan khusus. Fasilitas tersebut seperti:
pelabuhan, akses jalan penghubung an-
tara hulu-hilir, kebocoran fasilitas kemu-
dahan yang diberikan pemerintah karena
tidak jelasnya batas enclave.
2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas merupakan kawasan pelabuhan bebas
yang diintegrasikan sebagai fungsi perdagang-
an dan industri. Penerapan kawasan ini ma-
sih dihadapkan pada permasalahan:
a. Belum berkembangnya kawasan perda-
gangan bebas dan pelabuhan bebas free
trade zone (FTZ) seperti Sabang sebagai
wilayah strategis nasional;
b. Belum jelasnya kesiapan kelembagaan
pengelola kawasan (Badan Pengusa-
haan);
c. Kurang terkoordinasinya kebijakan pusat
dan daerah baik dalam perencanaan mau-
pun implementasi program;
d. Kurang memadainya SDM dan kelem-
bagaan pengelola;
e. Belum jelasnya pembagian kewenangan
pusat dan daerah;
f. Pengembangan infrastruktur dan koordi-
nasi program pemerintah daerah dengan
pengelola kawasan terutama di Sabang
yang masih terbatas.
LO_Bab 4.11.indd 356 5/5/09 2:44:05 PM
Bagian 4
357
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
merupakan kawasan yang ditujukan untuk
menciptakan pusat-pusat pertumbuhan di
kawasan timur Indonesia dan daerah terting-
gal. KAPET dihadapkan pada permasalahan:
a. KAPET masih dipahami oleh para unsur
pemerintah daerah sebagai proyek dan
belum sebagai mainstream pengembang
-
an ekonomi wilayah yang didukung ber-
sama;
b. Badan pengembangan KAPET di pusat
belum memberikan arah kebijakan yang
jelas;
c. Tidak konsistennya dokumen perenca-
naan yang digunakan sebagai acuan dalam
menggerakkan sektor terkait dalam Mus-
renbang untuk mendukung pengembang-
an KAPET;
d. Kewenangan kelembagaan badan penge-
lola belum jelas. Keorganisasiannya pun
masih bersifat ad hoc sehingga berdam-
pak pada lemahnya fasilitas dan pembi-
naan sumber daya manusia pemerintah
daerah dalam pengembangan dan penge-
lolaan produk unggulan, serta koordinasi
antarsektor dan antarwilayah di 13 lokasi
KAPET;
e. Kurangnya political will dan konsistensi
kebijakan yang mengakibatkan dukung-
an pengadaan infrastruktur belum me-
madai;
f. Insentif Fiskal dalam PP 147/2000 tidak
menarik bagi dunia usaha dimana KAPET
belum diberikan privillage khusus. Selain
itu, insentif non-skal seperti prose-
dur perizinan investasi di daerah belum
disederhanakan dan SDM pengelola di
daerah belum diisi oleh tenaga yang pro-
fesional;
g. KAPET belum menjadi penggerak
pengembangan kawasan sekitarnya.
4. Kerjasama Sub-Ekonomi Regional. Peran sek-
tor swasta yang diharapkan untuk mendo-
rong pertumbuhan ekonomi ternyata kurang
optimal untuk menambah produksi sesuai
dengan permintaan pasar luar negeri. Hal ini
disebabkan karena:
a. Kurang efektifnya koordinasi antar pihak
terkait;
b. Miss-communication dalam pembahasan
usulan program/proyek;
c. Kurangnya fokus wilayah KESR dan
kurangnya ketersediaan infrastruktur
pendukung yang memadai;
d. Belum terintegrasinya pelaku usaha skala
UKM di Indonesia dalam satu mata rantai
pertambahan nilai dengan industri skala
besar.
5. Permasalahan yang ada pada sektor transmi-
grasi, antara lain:
a. Masih terbatasnya kemampuan masyara-
kat yang ikut berpartisipasi dalam penye-
lenggaraan transmigrasi serta rendahnya
minat investor/dunia usaha untuk me-
ngembangkan usaha di kawasan transmi-
grasi, sehingga pembangunan transmi-
grasi masih mengandalkan APBN yang
jumlahnya semakin terbatas;
b. Kendala struktural berupa masih kurang-
nya integrasi, sinkronisasi dan koordinasi
dengan program-program sektoral dan
instansi lain yang terkait dalam pemba-
ngunan transmigrasi.
c. Belum berkembangnya lokasi transmigra-
si karena sarana dan prasarana di lokasi
permukiman transmigrasi mengalami
kerusakan sehingga menjadi kendala
dalam penyerahan pembinaan unit pemu-
kiman transmigrasi kepada pemerintah
daerah;
d. Masih adanya calon lokasi transmigrasi
yang berstatus belum clean and clear,
sehingga merupakan hambatan dalam
pembangunan prasarana dan sarana pada
lokasi permukiman transmigrasi yang
baru (PTB).
6. Permasalahan yang dihadapi dalam pengem-
bangan wilayah tertinggal di antaranya
adalah:
a. Terbatasnya ketersediaan infrastruktur,
LO_Bab 4.11.indd 357 5/5/09 2:44:06 PM
358
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
terutama akses transportasi (keperintis-
an dan PSO) dan komunikasi (USO) serta
listrik perdesaan;
b. Tingkat pelayanan sosial dasar terutama
pendidikan dan kesehatan masih belum
sesuai harapan;
c. Belum optimalnya pemanfaatan sumber
daya dan pengembangan potensi ekono-
mi lokal, terutama dalam hal koordinasi
dan kerjasama kelembagaan, baik di pu-
sat maupun di daerah dan keuangan dae-
rah;
d. Belum memadainya kapasitas kelemba-
gaan pemerintah daerah dalam menge-
lola potensi sumber daya lokal;
e. Tingkat kesejahteraan masyarakat setem-
pat masih belum sesuai harapan;
f. Kurangnya keselarasan dan keterpaduan
antara pemerintah pusat dan daerah da-
lam penentuan agenda kegiatan, perenca-
naan, pelaksanaan, dan monitoring dan
evaluasi pembangunan daerah tertinggal;
g. Program dan instrumen pelaksanaan
serta alokasi anggaran dari kementerian/
lembaga yang belum memadai untuk me-
menuhi kebutuhan pembangunan daerah
tertinggal;
h. Kurangnya inisiatif dari pihak daerah
(kabupaten) dalam menangani keterting-
galan daerahnya sesuai potensi yang dimi-
liki;
i. Belum adanya insentif yang memadai bagi
para petugas pemerintah yang bekerja di
daerah terpencil dan perbatasan.
7. Permasalahan yang dihadapi dalam pengem-
bangan wilayah perbatasan hingga 2008 di
antaranya adalah:
a. Belum tegasnya garis batas administrasi
perbatasan antarnegara di beberapa lo-
kasi perbatasan. Hal ini menyebabkan
menonjolnya permasalahan keamanan
dan lemahnya penegakan hukum terkait
pelintas batas dan kegiatan ilegal;
b. Belum sinergisnya penanganan daerah
perbatasan, baik antarsektor maupun an-
tar-pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha;
c. Pelayanan sosial dasar terutama pendidik-
an dan kesehatan yang masih terbatas;
d. Masih terbatasnya ketersediaan infra-
struktur, terutama akses transportasi
(keperintisan dan PSO) dan komunikasi
(USO) serta listrik perdesaan;
e. Belum optimalnya pengembangan per-
ekonomian wilayah perbatasan karena
rendahnya kapasitas kelembagaan peme-
rintah, kapasitas masyarakat, serta mi-
nimnya ketersediaan sarana, prasarana,
dan informasi;
f. Masih kurangnya penegakan hukum dan
keamanan, seperti pembalakan liar, pe-
nyelundupan, pencurian ikan, dan TKI
ilegal.
2. Terwujudnya Keseimbangan Pertum-
buhan Pembangunan antar Kota Metro-
politan, Besar, Menengah, dan Kecil
secara Hirarkis dalam Suatu Sistem
Pembangunan Perkotaan Nasional
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian
sasaran terwujudnya keseimbangan pertumbuh-
an pembangunan antar kota metropolitan, besar,
menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu
sistem pembangunan perkotaan nasional adalah
sebagai berikut:
1. Kurang berfungsinya system kota-kota Nasi-
onal dalam pengembangan wilayah;
2. Belum terbangunnya keterkaitan spasial dan
mata rantai produksi antara pertanian dan
suplai inputnya antara kawasan perkotaan
dan perdesaan;
3. Belum optimalnya kerjasama antar Peme-
rintah Daerah dalam pengelolaan kawasan
perkotaan;
LO_Bab 4.11.indd 358 5/5/09 2:44:06 PM
Bagian 4
359
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4. Perbedaan pelayanan publik di perkotaan an-
tara Jawa-Luar Jawa.
3. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
Kota-Kota Kecil dan Menengah, Ter-
utama di Luar Pulau Jawa
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian
sasaran terwujudnya percepatan pembangunan
kota-kota kecil dan menengah, terutama di luar
pulau jawa adalah:
1. Belum maksimalnya peran kota kecil dan
menengah dalam menstimulan pertumbuhan
wilayah;
2. Belum optimalnya peran kota kecil dan
menengah sebagai kota perantara dari proses
produksi;
3. Masih rendahnya kapasitas daerah dalam
pelayanan publik, pengelolaan lingkungan,
pengembangan kemitraan dengan swasta dan
peningkatan ekonomi perkotaan.
4. Terkendalinya Pertumbuhan Kota-Kota
Besar dan Metropolitan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan Metro-
politan yang Nyaman, Esien dalam
Pengelolaan, serta Mempertimbangkan
Pembangunan yang Berkelanjutan
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian
sasaran terkendalinya pertumbuhan kota-kota
besar dan metropolitan dalam suatu sistem
wilayah pembangunan metropolitan yang nya-
man, esien dalam pengelolaan, serta memper-
timbangkan pembangunan yang berkelanjutan
adalah:
1. Menurunya daya dukung kota besar dan
metropolitan akibat pembangunan yang ti-
dak terkendali dan menurunnya pelayanan
perkotaan;
2. Menurunnya kualitas hidup masyarakat kare-
na permasalahan sosial ekonomi dan menu-
runnya kualitas pelayanan kebutuhan dasar;
3. Rendahnya tingkat penyediaan perumahan
yang layak;
4. Rendahnya akses terhadap lahan perkotaan;
5. Masih tingginya tingkat kemiskinan di
perkotaan;
6. Rendahnya kualitas lingkungan sik kawasan
perkotaan yang tidak berkelanjutan (sustain-
able) dan cenderung memburuk.
5. Terwujudnya Keterkaitan Kegiatan
Ekonomi Antar-Wilayah Perkotaan dan
Perdesaan dalam Suatu Sistem Wilayah
Pengembangan Ekonomi yang Saling
Menguntungkan
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian
sasaran terwujudnya keterkaitan kegiatan eko-
nomi antar-wilayah perkotaan dan perdesaan
dalam suatu sistem wilayah pengembangan eko-
nomi yang saling menguntungkan adalah masih
kurangnya keterkaitan Kota-Desa yang ditunjuk-
kan dengan belum optimalnya upaya peningkat-
an peluang ekonomi dan peran desa sebagai pe-
nyangga dan pendukung kota-kota di sekitarnya.
6. Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan
dan Pengendalian Ruang dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan yang
Berkelanjutan
Permasalahan utama dalam mewujudkan kese-
rasian pemanfaatan dan pengendalian ruang
dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang
berkelanjutan:
A. Peraturan Perundangan
1. Belum lengkapnya peraturan perundang-
an dan norma standar prosedur manual
(NSPM) di bidang penataan ruang menye-
babkan penataan ruang sulit diimplemen-
tasikan di lapangan.
2. Rencana tata ruang belum dimanfaatkan
secara optimal dalam mitigasi dan pe-
nanggulangan bencana, peningkatan da-
ya dukung wilayah, dan pengembangan
kawasan.
3. Rencana Tata Ruang belum dapat dijadi-
kan sebagai pedoman di dalam pelaksa-
LO_Bab 4.11.indd 359 5/5/09 2:44:06 PM
360
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
naan pembangunan maupun dalam pem-
berian perizinan pemanfaatan ruang.
4. Kurangnya sinkronisasi dan harmonisasi
antar produk perencanaan tata ruang
yang mengakibatkan terjadinya konik
kelembagaan di dalam pelaksanaan pe-
nyusunan rencana tata ruang yang bersi-
fat makro dan mikro.
5. Masih lemahnya kepastian hukum di
dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
B. Kelembagaan
1. Kapasitas kelembagaan yang belum me-
madai dikarenakan kurangnya kualitas
SDM;
2. Masih lemahnya koordinasi dalam penye-
lenggaraan penataan ruang;
3. Sulitnya membangun kesepakatan se-
hingga rencana tata ruang belum diman-
faatkan secara optimal dalam mitigasi dan
penanggulangan bencana, peningkatan
daya dukung wilayah dan pengembangan
kawasan.
C. SistemInformasi
1. Masih lemahnya kualitas pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang terutama kurangnya dukungan
sistem informasi dan monitoring pena-
taan ruang telah mengakibatkan sering
terjadinya konik pemanfaatan ruang
antarsektor, antarwilayah, dan antar-
pelaku.
D. Alih Fungsi Lahan
1. Terjadinya alih fungsi lahan yang disebab-
kan oleh meningkatnya urbanisasi dan
aglomerasi perkotaan yang berimplikasi
pada terjadinya alih fungsi lahan perta-
nian produktif menjadi lahan permukim-
an/perkotaaan, dan alih fungsi lahan ka-
wasan lindung menjadi non lindung.
2. Semakin maraknya pemekaran wilayah
yang tidak didukung oleh penataan ruang
yang terencana.
7. Terwujudnya Sistem Pengelolaan Tanah
yang Esien, Efektif, serta Terlaksana-
nya Penegakan Hukum terhadap Hak
atas Tanah Masyarakat dengan Mene-
rapkanPrinsip-Prinsip Keadilan, Trans-
paransi, dan Demokrasi
Dalam pencapaian sasaran terwujudnya sistem
pengelolaan tanah yang esien, efektif, serta ter-
laksananya penegakan hukum terhadap hak atas
tanah masyarakat dengan menerapkan prinsip-
prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi,
secara lebih rinci permasalahan yang dihadapi
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat ketimpangan pemilikan dan pengua-
saan tanah, atau terkonsentrasi pada sekelom-
pok kecil masyarakat;
2. Jumlah konik dan sengketa tanah yang ma-
sih cukup tinggi;
3. Belum memadainya jaminan kepastian hu-
kum atas tanah yang tercermin dari tingkat
sertikasi yang baru mencapai 41,5 persen
dari total jumlah bidang tanah; dan
4. Belum kondusifnya kondisi sistem pengelo-
laan dan administrasi pertanahan di Indone-
sia.
4.12.4. Tindak Lanjut
4.12.4.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
1. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
di Wilayah-Wilayah Cepat Tumbuh dan
Strategis, Wilayah Tertinggal, Terma-
suk Wilayah Perbatasan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pengembangan Ekono-
mi yang Terintegrasi dan Sinergis
Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam
mencapai sasaran terwujudnya percepatan pem-
bangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan
strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah
perbatasan dalam suatu sistem wilayah pengem-
LO_Bab 4.11.indd 360 5/5/09 2:44:07 PM
Bagian 4
361
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
bangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis
adalah:
1. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK):
a. Segera dilakukan penyelesaian RUU Ka-
wasan Ekonomi Khusus.
b. Segera mengupayakan penciptaan regu-
lasi untuk mengatur kejelasan kepastian
hukum dalam jangka panjang dan kepas-
tian regulasi dan hubungan ketenagaker-
jaan.
c. Menentukan desain envclave/wilayah
batas KEK dengan tetap menjaga keter-
kaitan dengan UKM masyarakat sekitar
kawasan.
d. Melanjutkan perumusan konsep dan
strategi pengembangan wilayah strategis
kawasan ekonomi khusus (KEK) dengan
fokus pada ketentuan khusus insentif
skal (di bidang kepabeanan dan perpa-
jakan) dan insentif non-skal (hak guna
lahan, perizinan, keimigrasian, dan ke-
tenagakerjaan).
e. Melaksanakan upaya percepatan penye-
diaan infrastruktur serta pemantapan
sinkronisasi dan koordinasi dalam penyu-
sunan strategi dan pengembangan peran
dalam pengelolaan kawasan, termasuk
penguatan kapasitas pemerintah daerah
dan badan pengelola.
f. Memastikan kejelasan hubungan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dalam pembentukan dan pengelo-
laan KEK.
2. Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas (KPBPB):
a. Diperlukan rencana tata ruang Kawasan
Sabang sebagai kawasan perdagangan
bebas dan pelabuhan bebas yang akan
menjadi acuan dalam pengembangan
Kawasan Sabang. Sehubungan dengan
hal tersebut maka tahun anggaran 2009,
perlu dilakukan kegiatan penyusunan
rencana tata ruang kawasan strategis na-
sional Kawasan PBPB Sabang.
b. Percepatan pembentukan kelembagaan
(badan usaha) pengelolaan.
c. Peningkatan komitmen daerah dalam pe-
nyediaan dan kemudahan lahan.
d. Peningkatan profesionalisme Dewan dan
Badan Pengusahaan.
e. Penciptaan kebijakan iklim kondusif in-
vestasi di daerah pelabuhan bebas.
f. Percepatan pembangunan infrastruktur
untuk memenuhi standar pelabuhan dan
perdagangan bebas.
3. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET):
a. Finalisasi rancangan Perpres menjadi Per-
pres tentang Revitalisasi KAPET sebagai
payung hukum pengelolaan untuk diba-
has oleh Badan Pengembangan KAPET
pusat, DPR dan kemudian disahkan oleh
Presiden;
b. Penguatan kapasitas badan pengelola (BP)
KAPET dalam pengelolaan dan pengem-
bangan bisnis di wilayah KAPET;
c. Percepatan pembangunan infrastruktur
untuk membangun keterkaitan antar-
daerah di lingkungan KAPET untuk men-
jamin terjalinnya hubungan hulu dan
hilir antara pusat pertumbuhan dengan
daerah penyangganya;
d. Peningkatan iklim kondusif investasi
dalam skala local terutama memantap-
kan kebijakan insentif dan perizinan di
wilayah strategis, seperti pembentukan
lembaga satu atap dalam pemberian per-
izinan pengembangan KAPET;
e. Penataan ulang komitmen pusat dan dae-
rah dan koordinasi antar-sektor untuk
menjamin pencapaian pertumbuhan daya
saing daerah diperlukan keterpaduan lin-
tas sektor;
LO_Bab 4.11.indd 361 5/5/09 2:44:07 PM
362
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
f. Penyusunan rencana program dan penda-
naan lima tahun pengembangan KAPET
dan sosialisasi revitalisasi KAPET; serta
g. Kerjasama Ekonomi Sub-regional
(KESR).
4. Rencana tindak lanjut untuk memperlancar
Kerjasama Ekonomi Sub-regional (KSER) Tim-
nas KSER akan menindak lanjuti rekomendasi
ADB TA 4555INO tentang Strengthening Te
National Secretariat for Regional Cooperation.
Selain itu, APINDO memberi masukan agar
pemerintah mengupayakan pula:
a. Penguatan sekretariat KESR dalam men-
dorong koordinasi dan sinkronisasi KESR
untuk mewujudkan kawasan atraktif bagi
investasi, mendorong pengembangan
wilayah dan mewujudkan jejaring ker-
jasama baik antarwilayah, antarpelaku,
maupun antarsektor, melalui forum-fo-
rum kerjasama lintas pelaku, lintas sek-
tor, dan lintas wilayah;
b. Peningkatan peran swasta dan koordinasi
kesiapan delegasi;
c. Pemfokusan wilayah kerjasama;
d. Peningkatan dayaguna dan hasil guna dari
kerjasama bilateral dan sub-regional me-
lalui pendekatan program pengembangan
kawasan khusus meliputi pengembangan
kawasan cepat tumbuh di dalam KESR,
kawasan perbatasan antarnegara (Pokja
Sosek Malindo dan JBC RIPNG) dan ka-
wasan andalan prioritas (KAPET);
e. Mengupayakan kebijakan dan peraturan
yang mendukung terciptanya lingkungan
yang kondusif untuk investasi, perdagang-
an, dan pariwisata, meningkatkan koor-
dinasi dan sinkronisasi kebijakan dan
peraturan khususnya antara pemerintah
pusat dan daerah terutama mempercepat
proses pengembangan daerah-daerah
pusat pertumbuhan (KSCT) dikaitkan de-
ngan konteks pengembangan kerjasama
ekonomi sub-regional yang ada;
f. Meningkatkan pemerataan ketersediaan
infrastruktur antar-wilayah-wilayah yang
termasuk dalam kerjasama ekonomi sub-
regional khususnya di KTI untuk menarik
berkembangnya investasi di berbagai bi-
dang;
g. Mendorong penguatan kinerja kelem-
bagaan dan pelayanan pemerintah daerah
serta penguatan kapasitas/kemampuan
dan daya saing dunia usaha dan swasta
daerah terutama untuk wilayah KTI
melalui kegiatan-kegiatan peningkatan
kapasitas seperti pendidikan/pelatihan,
pemberian informasi akses pasar, dan
bantuan permodalan.
5. Tindak lanjut yang diperlukan dalam pem-
bangunan transmigrasi adalah:
a. Mengembangkan dan mengoptimalkan
peran transmigrasi dalam pembangunan
dan percepatan di wilayah strategis dan
cepat tumbuh, wilayah tertinggal dan
wilayah perbatasan;
b. Peningkatan daya saing kawasan trans-
migrasi melalui pembangunan sub-sub
sistem agribisnis yang terpadu dan
berkelanjutan, serta saling terkait antar
sektor, antar pelaku, dan antar-wilayah;
c. Peningkatan peran Pemerintah Daerah
melalui peningkatan kualitas SDM Pem-
da, Bappeda sebagai koordinator perenca-
naan antar sektor dan antar pelaku dalam
pendampingan pemberdayaan masyara-
kat dan pengembangan kelembagaan,
yang kuat dan mandiri, dengan fasilitasi
pusat dan provinsi;
d. Peningkatan kemandirian masyarakat di
kawasan melalui penyediaan informasi
pengembangan produk unggulan pendi-
dikan dan pelatihan usaha, sekaligus pe-
nyediaan lembaga pendidikan dan pela-
tihan penyediaaan sarana dan prasarana
untuk pengembangan usaha serta pen-
ingkatan peran dunia usaha;
e. Perubahan/revisi terhadap Undang-Un-
dang Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian dan Peraturan Peme-
rintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pe-
LO_Bab 4.11.indd 362 5/5/09 2:44:07 PM
Bagian 4
363
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
nyelenggaraan Ketransmigrasian, guna
melaksanakan program transmigrasi
yang dapat mengakomodasikan kebutuh-
an daerah;
f. Penempatan transmigran sebanyak
11.600 KK tahun 2009 yang diprioritas-
kan untuk menangani kemiskinan dan
pengangguran melalui penyediaan tem-
pat tinggal (rumah sederhana sehat),
sarana dan prasarana permukimannya,
membuka areal produksi pertanian baru
sebagai upaya mendukung ketahanan
pangan, serta menempatkan penduduk di
pulau-pulau kecil dan perbatasan sebagai
upaya mendukung ketahanan nasional;
serta
g. Melanjutkan pembangunan dan pengem-
bangan penyelenggaraan transmigrasi
paradigma baru melalui KTM guna men-
dorong strategi pemerataan pertumbuh-
an perekonomian serta pemerataan in-
vestasi di 20 kawasan di 20 kabupaten, 13
provinsi, dengan melibatkan pemerintah
daerah setempat, instansi lintas sektor
terkait dan investor.
6. Pengembangan Wilayah Tertinggal. Beberapa
hal yang perlu ditindaklanjuti dalam pengem-
bangan wilayah tertinggal adalah:
a. Pengembangan desa model sebagai se-
buah terobosan baru bagi pola percepat-
an pembangunan daerah tertinggal yang
berwawasan perdesaan. Sebagai langkah
awal diluncurkan 200 Desa Model, yang
terdiri atas 30 desa model berbasis geo-
gras, 28 desa model kerjasama dengan
perusahaan yang beroperasi di daerah
tersebut, dan 142 desa model berbasis
kearifan lokal;
b. Pengembangan sarana dan prasarana eko-
nomi di daerah tertinggal dan terisolir,
melalui penerapan skema Public Service
Obligation (PSO) dan keperintisan trans-
portasi,
c. Program listrik masuk desa, pembangun-
an sumberdaya air baku dan penyediaan
air minum di wilayah terisolir, pengem-
bangan kawasan transmigrasi mandiri
di wilayah tertinggal dan terisolir, dan
penerapan Universal Service Obligation
(USO) untuk telekomunikasi;
d. Peningkatan sarana dan prasarana pela-
yanan sosial dasar di daerah tertinggal
dan terisolir, melalui: fasilitasi pendidik-
an dan kesehatan, penyediaan bantuan
operasional sekolah untuk pendidikan
dasar, dan bantuan khusus murid untuk
pendidikan menengah;
e. Penyusunan prol wilayah tertinggal dan
penyusunan Master Plan dan Model Pem-
bangunan Wilayah Tertinggal;
f. Penyusunan Peraturan Presiden tentang
Program Pengembangan Wilayah Terpadu;
g. Penyusunan Permendagri tentang Pedo-
man Kerjasama Pembangunan Daerah;
h. Penyusunan model kerjasama pembangun-
an wilayah; dan
i. Mengembangkan dan mengoptimalkan
peran transmigrasi dalam pembangunan
dan percepatan di wilayah strategis dan
cepat tumbuh, wilayah tertinggal dan
wilayah perbatasan.
7. Berdasarkan pelaksanaan kebijakan yang
telah dilaksanakan dan hasil-hasil pencapai-
an pembangunan dari tahun 2005 hingga
2008, beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti
dalam pengembangan wilayah perbatasan
dan pulau-pulau kecil terluar adalah:
a. Dibukanya pos lintas batas baru di Ka-
bupaten Sambas dan Kabupaten Bengka-
yang Provinsi Kalimantan Barat dengan
fasilitas CIQS dan meningkatnya pelayan-
an di 79 pos lintas batas tradisional;
b. Terlaksananya perundingan dengan ne-
gara tetangga untuk penyelesaian perma-
salahan beberapa segmen batas negara,
baik di darat maupun di laut;
c. Terlaksananya upaya pemeliharaan dan
perbaikan patok-patok batas negara, ter-
utama pada segmen rawan sengketa, se-
LO_Bab 4.11.indd 363 5/5/09 2:44:08 PM
364
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
perti di Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, dan Nusa Tenggara Timur;
d. Terselesaikannya penetapan Raperpres
RTR Kawasan Perbatasan yang dijabar-
kan lebih lanjut ke dalam suatu rencana
induk dan rencana aksi;
e. Terlaksananya upaya koordinasi lintas-
sektor berbasis RTR, rencana induk, dan
rencana tindak;
f. Terselesaikannya Rencana Detil Tata Ru-
ang (RDTR) Pusat Kawasan Strategis Na-
sional (PKSN) dan RTR Kawasan Pengem-
bangan Ekonomi (KPE) beserta rencana
tindaknya;
g. Meningkatnya pengembangan infra-
struktur wilayah di PKSN dan KPE;
h. Tersedianya sarana dan prasarana pendi-
dikan, kesehatan. listrik, dan air bersih di
desa-desa perbatasan; dan
i. Meningkatnya pemberdayaan masyara-
kat di desa-desa perbatasan;
j. Meningkatkan keberpihakan pemerintah
melalui skema pembiayaan pembangunan
(DAK, PSO, USO) untuk kawasan perba-
tasan dan pulau-pulau kecil terdepan;
k. Mengembangkan dan mengoptimalkan
peran kawasan transmigrasi dalam per-
cepatan pembangunan kawasan perba-
tasan;
l. Kerjasama bilateral di bidang sosial-eko-
nomi dan pertahanan-keamanan dengan
negara tetangga;
m. Melanjutkan upaya-upaya peningkatan
pelayanan kepabeanan, keimigrasian,
karantina, dan keamanan di kawasan per-
batasan.
2. TerwujudnyaKeseimbanganPertumbuh-
an Pembangunan antara Kota Metropo-
litan, Besar, Menengah, dan Kecil secara
Hirarkis dalam Suatu Sistem Pemba-
ngunan Perkotaan Nasional
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pencapa-
ian sasaran terwujudnya keseimbangan pertum-
buhan pembangunan antar kota metropolitan,
besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam
suatu sistem pembangunan perkotaan nasional
adalah sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan pertumbuhan antar kota;
2. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi
antar kota;
3. Peningkatan sarana dan prasarana dalam
kota, antar kota, dan antara kota;
4. Peningkatan pelayanan dasar (industri, per-
dagangan, transportasi, pariwisata, dan
jasa).
3. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
Kota-Kota Kecil dan Menengah, Ter-
utama di Luar Pulau Jawa
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pencapaian
sasaran terwujudnya percepatan pembangunan
kota-kota kecil dan menengah, terutama di luar
Pulau Jawa adalah:
1. Peningkatan peran dan fungsi kota-kota
menengah dan kecil;
2. Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar
perkotaan;
3. Peningkatan iklim investasi yang menarik;
4. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
(IKM) di luar Pulau Jawa;
5. Peningkatan kemampuan kelembagaan eko-
nomi perkotaan;
6. Pengembangan kota berwawasan bahari me-
lalui pengembangan industri kelautan.
4. Terkendalinya Pertumbuhan Kota-Kota
Besar dan Metropolitan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan Metro-
politan yang Nyaman, Esien dalam
Pengelolaan, serta Mempertimbangkan
Pembangunan yang Berkelanjutan
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pencapai-
an sasaran terkendalinya pertumbuhan kota-
kota besar dan metropolitan dalam suatu sistem
wilayah pembangunan metropolitan yang nya-
man, esien dalam pengelolaan, serta memper-
LO_Bab 4.11.indd 364 5/5/09 2:44:08 PM
Bagian 4
365
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
timbangkan pembangunan yang berkelanjutan
adalah:
1. Orientasui pembangunan perkotaan pada
keragaman etnis dan budaya, serta pemba-
ngunan berkelanjutan;
2. Penciptaan lapangan kerja formal serta kese-
jahteraan pekerja informal;
3. Penyediaan kebutuhan hunian untuk mewu-
judkan kota tanpa permukiman kumuh;
4. Pengendalian pemanfaatan ruang;
5. Peningkatan kegiatan ekonomi kota ramah
lingkungan;
6. Pengembalian fungsi kawasan atau perema-
jaan kawasan perkotaan (urban renewal);
7. Identikasi dan pemetaan daerah-daerah
rawan bencana;
8. Kemampuan penerapan sistem deteksi dini
bencana alam;
9. Pemanfaatan jasa ramah lingkungan;
10. Pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkung-
an hidup;
11. Penataan kembali pelayanan fasilitas publik.
5. Terwujudnya Keterkaitan Kegiatan
Ekonomi Antar-Wilayah Perkotaan dan
Perdesaan dalam Suatu Sistem Wilayah
Pengembangan Ekonomi yang Saling
Menguntungkan
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pencapaian
sasaran terwujudnya keterkaitan kegiatan ekono-
mi antar-wilayah perkotaan dan perdesaan dalam
suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi
yang saling menguntungkan adalah peningkatan
kemampuan dalam pengembangan kemitraan
dengan swasta, serta peningkatan sarana dan
prasarana dalam kota, antar kota, antara kota
dan desa berorientasi ramah lingkungan dan he-
mat energi.
6. Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan
dan Pengendalian Ruang dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan yang
Berkelanjutan
Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam pe-
nataan ruang nasional adalah:
1. Penyelesaian 5 Rancangan PP pelaksanaan
UU No. 26 Tahun 2007 diantaranya RPP ten-
tang Tingkat Ketelitian Peta RTR, Penata-
gunaan Tanah, Air, Udara, dan Sumberdaya
Alam Lainnya, Tata Cara dan Bentuk Peran
serta Masyarakat dalam Penataan Ruang,
serta Kriteria dan Tata Cara Penyusunan RTR
Kawasan Pertahanan;
2. Penyelesaian Penyusunan Norma Standar
Prosedur Manual (NSPM) pengendalian
pemanfaatan ruang;
3. Legalisasi rancangan Keppres No. 62 Tahun
2000 tentang Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional;
4. Percepatan revisi Perpres RTR Pulau;
5. Percepatan review RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/Kota dalam rangka penyesuaian
dengan UU No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang;
6. Penyusunan Perda RTRW berbasis bencana
yang didukung oleh data spasial;
7. Penguatan dukungan sistem informasi;
8. Penguatan kapasitas kelembagaan dan koor-
dinasi penataan ruang di tingkat nasional dan
daerah;
9. Penguatan kapasitas kelembagaan dan koor-
dinasi penataan ruang di tingkat nasional dan
daerah;
10. Peningkatan koordinasi antara Badan Koor-
dinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) dan
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(BKPRD);
11. Integrasi rencana tata ruang wilayah dengan
rencana pembangunan.
LO_Bab 4.11.indd 365 5/5/09 2:44:08 PM
366
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
7. Terwujudnya Sistem Pengelolaan Tanah
yang Esien, Efektif, serta Terlaksana-
nya Penegakan Hukum terhadap Hak
atas Tanah Masyarakat dengan Mene-
rapkanPrinsip-Prinsip Keadilan, Trans-
paransi, dan Demokrasi
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pencapaian
sasaran terwujudnya sistem pengelolaan tanah
yang esien, efektif, serta terlaksananya pene-
gakan hukum terhadap hak atas tanah masyara-
kat dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan,
transparansi, dan demokrasi adalah sebagai beri-
kut:
1. Pengembangan strategi percepatan pendaf-
taran tanah sebagai upaya memberikan jamin-
an kepastian hak dan perlindungan hukum
bagi pemegang hak atas tanah;
2. Identikasi dan sinkronisasi peraturan per-
undang-undangan terkait pertanahan (sekto-
ral, pusat, dan daerah);
3. Pengembangan mekanisme pengendalian,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (land
use monitoring system);
4. Penataan penguasaan, pemilikan, penggu-
naan dan pemanfaatan tanah (P4T) melalui
redistribusi tanah, khususnya bagi petani dan
masyarakat miskin (asset reform);
5. Fasilitasi penyediaan kelembagaan, instru-
men, sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk mendukung pelaksanaan program re-
distribusi tanah (access reform);
6. Pengembangan sistem perpajakan tanah seba-
gai salah satu instrumen dalam membangun
akses tanah yang berkeadilan dan optimal-
isasi pemanfaatan tanah;
7. Penguatan kapasitas kelembagaan pertanah-
an sesuai dengan tugas dan fungsinya (kapa-
sitas SDM, efektivitas regulasi dan ketersedia-
an infrastruktur pelayanan);
8. Pengembangan sistem informasi berbasis ta-
nah yang terintegrasi untuk mendukung pro-
ses percepatan pendaftaran tanah dan sistem
perpajakan.
4.12.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJM 2004 2009
1. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
di Wilayah-Wilayah Cepat Tumbuh dan
Strategis, Wilayah Tertinggal, Terma-
suk Wilayah Perbatasan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pengembangan Ekono-
mi yang Terintegrasi Dan Sinergis
Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai pada
periode 2005-2008 maka untuk tahun 2009, di-
perkirakan akan mencapai sasaran:
1. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK):
a. Segera diberlakukannya UU Kawasan
Ekonomi Khusus;
b. Adanya disain evclave/wilayah batas KEK;
c. Perumusan konsep dan strategi pengem-
bangan wilayah strategis kawasan eko-
nomi khusus (KEK) dengan fokus pada
ketentuan khusus insentif skal insentif
non-skal;
d. Terjalinnya koordinasi dan pembagian
tugas kewenangan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah dalam
pengelolaan KEK.
2. Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas (KPBPB):
g. Rencana tata ruang Kawasan Sabang se-
bagai kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas berdasarkan RTRWN
yang baru (PP 26/ 2008);
h. Kejelasan komitmen daerah dalam pe-
nyediaan dan kemudahan lahan;
i. Dewan dan Badan Pengusahaan yang pro-
fesional;
j. Iklim yang kondusif investasi di daerah
pelabuhan bebas;
k. Ketersediaan infrastruktur pelabuhan
dan perdagangan berstandar internasi-
onal.
3. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET):
a. Diberlakukannya Perpres tentang Revita-
lisasi KAPET;
LO_Bab 4.11.indd 366 5/5/09 2:44:08 PM
Bagian 4
367
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
b. Profesionalisme badan pengelola (BP)
KAPET;
c. Keterkaitan hubungan hulu dan hilir an-
tar-daerah di lingkungan KAPET;
d. Iklim kondusif investasi dalam skala lo-
kal;
e. Kejelasan komitmen pusat dan daerah
dan koordinasi antar sektor;
f. Rencana program dan pendanaan lima
tahun dalam Rencana Induk dan Rencana
Aksi.
4. Kerjasama Ekonomi Sub-regional (KSER):
a. Berjalannya proses koordinasi dan sinkro-
nisasi oleh Sekretariat KESR dab kesiapan
delegasi dalam perundingan kerjasama;
b. Kejelasan wilayah kerjasama;
c. Pencapaian kerjasama bilateral yang ber-
dayaguna dan hasil guna;
d. Terciptanya lingkungan yang kondusif
untuk investasi, perdagangan, dan pari-
wisata untuk mendukung pengembangan
kerjasama ekonomi sub-regional;
e. Ketersediaan infrastruktur antar-wilayah-
wilayah yang termasuk dalam kerjasama
ekonomi sub-regional khususnya di KTI
untuk menarik berkembangnya investasi
di berbagai bidang;
f. Kelembagaan pemerintah daerah yang
mampu menciptakan dan daya saing
wilayah terutama untuk wilayah KTI.
5. Perkiraan penapaian sasaran dalam pemba-
ngunan transmigrasi adalah:
a. Tersedianya tanah transmigran untuk
2.618 KK, terbangunnya permikuman
transmigrasi sebanyak 2.618 unit, serta
terfasilitasinya perpindahan serta penem-
patan transmigrasi untuk 2.618 KK;
b. Pengembangan dan Pembangunan Ka-
wasan terpadu mandiri (KTM) lanjutan,
dimana untuk tahun 2009 diperkirakan
akan terbangun sebanyak 2 kawasan
KTM.
6. Pengembangan Wilayah Tertinggal. Hasil
evaluasi atas kebijakan pembangunan dae-
rah tertinggal, sebagaimana telah diuraikan
diatas, mengindikasikan perlunya perubahan
mendasar atas pendekatan dan instrumen
kebijakan dalam mempercepat pembangunan
daerah tertinggal. Hal ini perlu dilakukan agar
pada akhir 2009 terjadi peningkatan yang sig-
nikan terhadap pengentasan daerah terting-
gal. Oleh karenanya perkiraan pencapaiannya
adalah:
a. Digunakannya pendekatan kewilayahan
dalam intervensi pemerintah untuk per-
cepatan pembangunan wilayah terting-
gal, maka dampaknya terhadap percepat-
an pembangunan daerah tertinggal akan
semakin optimal;
b. Digunakannya pendekatan Sinergitas
Sektoral yang dilakukan dengan koordi-
nasi melalui Rencana Aksi Nasional Per-
cepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
(RAN PPDT ) merupakan alat yang di-
gunakan untuk mensinergikan kegiatan
antar sektor, dengan sasaran optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya pembangunan,
dan optimalisasi nilai percepatan pem-
bangunan daerah tertinggal;
c. Tersedianya tanah transmigran untuk
5.490 KK, terbangunnya permikuman
transmigrasi sebanyak 5.490 unit, serta
terfasilitasinya perpindahan serta penem-
patan transmigrasi untuk 5.490 KK;
d. Pengembangan dan Pembangunan Ka-
wasan terpadu mandiri (KTM) lanjutan,
dimana untuk tahun 2009 diperkirakan
akan terbangun sebanyak 10 kawasan
KTM.
7. Berdasarkan pelaksanaan kebijakan yang te-
lah dilaksanakan dan hasil-hasil pencapaian
pembangunan dari tahun 2005 hingga 2008,
pelaksanaan RPJM Nasional diperkirakan
akan mencapai sasaran:
a. Terciptanya mekanisme/sistem pemba-
ngunan yang terpadu dan sinergis dalam
penanganan wilayah perbatasan dan
pulau-pulau kecil terluar dengan mengacu
kepada berbagai dokumen perencanaan
tata ruang kawasan perbatasan/PPK ter-
luar dan dokumen-dokumen rencana aksi;
LO_Bab 4.11.indd 367 5/5/09 2:44:09 PM
368
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
b. Tersedianya sarana dan prasarana sosial
ekonomi di wilayah perbatasan dan pu-
lau-pulau kecil terluar diperkirakan akan
semakin meningkat. Upaya-upaya pem-
berdayaan masyarakat dan usaha diperki-
rakan akan diselenggarakan semakin in-
tensif;
c. Kualitas pelayanan PPLB yang ada di-
perkirakan akan semakin baik dan akan
terbangun berbagai PLB/PPLB baru serta
pos-pos pengamanan perbatasan di jalur-
jalur lintas batas yang dinilai rawan se-
hingga dapat mengurangi kegiatan ilegal
yang terjadi;
d. Kesepakatan-kesepakatan perundingan
batas serta kerjasama ekonomi, sosial,
dan budaya dengan negara lain diperki-
rakan akan mengalami kemajuan yang
signikan sehingga mengurangi ancaman
terjadinya konik;
e. Tersedianya tanah transmigran untuk
950KK, terbangunnya permukiman trans-
migrasi sebanyak 950 unit, serta terfasili-
tasinya perpindahan serta penempatan
transmigrasi untuk 950 KK;
f. Pengembangan dan Pembangunan Ka-
wasan terpadu mandiri (KTM) lanjutan,
dimana untuk tahun 2009 diperkirakan
akan terbangun sebanyak 2 kawasan
KTM.
2. Terwujudnya Keseimbangan Pertum-
buhanPembangunanantaraKotaMetro-
politan, Besar, Menengah, dan Kecil
secara Hirarkis dalam Suatu Sistem
Pembangunan Perkotaan Nasional
Perkiraan pencapaian sasaran terwujudnya kese-
imbangan pertumbuhan pembangunan antara
kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil se-
cara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan
perkotaan nasional adalah tersusunnya kebijakan
(pedoman dan regulasi) kerjasama pembangunan
antar-kota, dan juga akan dilakukannya forum
kerjasama antar-daerah dalam manajemen per-
kotaan 33 provinsi, forum kerjasama antar peme-
rintah kota untuk merumuskan kerjasama pem-
bangunan.
3. Terwujudnya Percepatan Pembangunan
Kota-Kota Kecil dan Menengah, Ter-
utama di Luar Pulau Jawa
Perkiraan pencapaian sasaran terwujudnya
percepatan pembangunan kota-kota kecil dan
menengah, terutama di luar Pulau Jawa adalah
pembangunan kota kecil dan menengah sebanyak
5 kota dari 70 kota yang termasuk kelompok kota
kecil dan menengah, melalui program USDRP
dalam bentuk pembangunan pasar dan terminal
sebagai pusat distribusi barang dan jasa.
4. Terkendalinya Pertumbuhan Kota-Kota
Besar dan Metropolitan dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan Metro-
politan yang Nyaman, Esien dalam
Pengelolaan, serta Mempertimbangkan
Pembangunan yang Berkelanjutan
Perkiraan pencapaian sasaran terkendalinya per-
tumbuhan kota-kota besar dan metropolitan da-
lam suatu sistem wilayah pembangunan metro-
politan yang nyaman, esien dalam pengelolaan,
serta mempertimbangkan pembangunan yang
berkelanjutan adalah terkendalinya pertumbuh-
an perkotaan melalui peningkatan kualitas di
29 kawasan kumuh, penataan lingkungan, dan
pengembalian fungsi kawasan yang mengalami
penurunan terutama kawasan pusat perekono-
mian kota (down town).
5. Terwujudnya Keterkaitan Kegiatan
Ekonomi Antar-Wilayah Perkotaan dan
Perdesaan dalam Suatu Sistem Wilayah
Pengembangan Ekonomi yang Saling
Menguntungkan
Perkiraan pencapaian sasaran terwujudnya keter-
kaitan kegiatan ekonomi antar-wilayah perkota-
an dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi yang saling mengun-
tungkan adalah adanya peningkatan keterkaitan
kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan
perdesaan melalui terlaksanakannya penataan
LO_Bab 4.11.indd 368 5/5/09 2:44:09 PM
Bagian 4
369
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
kebijakan dan fasilitasi pengembangan kapasitas
pengelolaan perkotaan dan perdesaan.
6. Terwujudnya Keserasian Pemanfaatan
dan Pengendalian Ruang dalam Suatu
Sistem Wilayah Pembangunan yang
Berkelanjutan
Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai pada
periode 2005-2008 maka untuk tahun 2009, di-
perkirakan akan mencapai sasaran:
1. Meningkatnya kapasitas dan koordinasi
kelembagaan penataan ruang yang antisipatif
terhadap mitigasi bencana dan penyelesaian
konik pemanfaatan ruang melalui pelaksa-
naan Bintek di 33 provinsi;
2. Meningkatnya daya guna RTRW sebagai
acuan bagi kebijakan strategi spasial dari pro-
gram-program sektoral;
3. Meningkatnya dukungan sistem informasi
penataan ruang dalam rangka pengendalian
penataan ruang;
4. Terwujudnya kelembagaan penataan ruang
yang antisipatif terhadap penyelesaian kon-
ik pemanfaatan ruang melalui pembentuk-
an BKPRD di daerah;
5. Adanya Peraturan pelaksana UU No. 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang dan penyusun-
an pedoman pengendalian pemanfaatan ru-
ang melalui penyusunan 5 PP dan 16 NSPM;
6. Meningkatnya kualitas pemanfaatan dan pe-
ngendalian ruang wilayah melalui penguatan
sistem informasi penataan ruang dan penye-
diaan peta dasar yang mendukung penyusun-
an RTRW.
7. Terwujudnya Sistem Pengelolaan Ta-
nah yang Esien, Efektif, serta Terlak-
sananya Penegakan Hukum terhadap
Hak atas Tanah Masyarakat dengan
Menerapkan Prinsip-prinsip Keadilan,
Transparansi, dan Demokrasi
Perkiraan pencapaian sasaran terwujudnya
sistem pengelolaan yang esien, efektif serta
terlaksananya penegakan hukum terhadap hak
atas tanah masyarakat dengan menerapkan prin-
sip-prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kepastian hukum hak atas ta-
nah yang dicapai melalui kegiatan akselerasi
pelaksanaan pendaftaran tanah, didukung
dengan pembangunan infrastruktur pendaf-
taran tanah yang memadai. Diperkirakan
selama kurun waktu 2004-2009 sertikasi
dengan dana Pemerintah akan menghasilkan
5.933.791 bidang (termasuk didalamnya ser-
tikasi untuk transmigran, UKM, petani dan
nelayan). Di luar pembiayaan oleh Pemerin-
tah, juga terdapat sertikasi yang dilakukan
secara swadaya oleh masyarakat yang diperki-
rakan mencapai sejumlah10.533.839 bidang
dalam kurun 2004-2009; peta pertanahan
(meliputi: peta dasar, peta tematik dan peta
nilai tanah) sekitar 2.157.300 hektar;
2. Pengaturan penguasaan, pemilikan, peng-
gunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) untuk
mengatasi ketidakadilan dan ketimpang-
an P4T melalui redistribusi tanah sebanyak
637.374 bidang dan 148 SP (Satuan Peker-
jaan), konsolidasi tanah sebanyak 20.400 bi-
dang dan 28 SP (Satuan Pekerjaan), neraca
penggunaan tanah pada 170 kabupaten/kota
dan inventarisasi P4T sebanyak 1.307.990
dan pada 58 desa;
3. Meningkatnya kinerja pelayanan pertanahan
dengan dukungan ketersediaan sarana dan
prasarana pelayanan yang memadai, seperti:
pengembangan sistem informasi pertanahan
yang memadai, serta perluasan cakupan la-
yanan rakyat untuk sertikasi tanah (LARA-
SITA) yang telah diujicoba pada tahun 2007.
Tahun 2008 telah dilaksanakan pada 124 ka-
bupaten/kota dan pada tahun 2009 diharap-
kan mencapai 75% dari total jumlah kabupa-
ten/kota.
LO_Bab 4.11.indd 369 5/5/09 2:44:09 PM
370
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.12.5. Penutup
Hasil pembangunan nasional yang telah dilakukan
selama ini ternyata masih belum bisa dinikmati
oleh seluruh masyarakat secara lebih merata. Se-
hingga muncullah kesenjangan pertumbuhan dan
tingkat pembangunan antar-wilayah. Umumnya,
ketimpangan ini terjadi antara Pulau Jawa dan
luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia (KBI)
kawasan timur Indonesia (KTI), serta antara per-
kotaan-perdesaan. Selain itu, ketimpangan juga
terjadi di daerah terpencil dan perbatasan.
Untuk itu, Pemerintah melalui RPJMN berusaha
untuk mengurangi ketimpangan tersebut dengan
merumuskan suatu sasaran pembangunan yang
harus dicapai pada 2009 nanti. Dengan ditetap-
kannya sejumlah arah kebijakan, diharapkan ke-
timpangan antar-wilayah dapat diminimalisasi.
Arah kebijakan yang ditetapkan tersebut dituju-
kan untuk meningkatkan potensi dan pengem-
bangan pembangunan yang dilakukan melalui:
(1) pengembangan wilayah strategis dan cepat
tumbuh; (2) pengembangan wilayah tertinggal;
(3) pengembangan wilayah perbatasan; (4) pem-
bangunan wilayah perkotaan dan pengurangan
kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan; (5)
program penataan ruang wilayah; (6) program
pengelolaan pertanahan.
Tahun 2008, berbagai program telah mencapai
hasil yang cukup baik. Hasil penting yang telah
dicapai antara lain: (1) terciptanya daerah pusat
pertumbuhan baru; (2) terdapat 28 kabupaten
yang sudah dapat keluar dari kategori tertinggal;
(3) terbukanya beberapa kawasan yang sebelum-
nya terisolasi melalui dikembangkannya pener-
bangan dan pelayaran perintis.
Namun demikian, masih terdapat permasalahan
yang menghambat tercapainya sasaran RPJMN.
Secara umun, kendala tersebut meliputi: (1)
kurangnya komitmen Pemerintah Daerah untuk
mendukung program pengembangan; (2) terba-
tasnya anggaran pendanaan untuk mendukung
kegiatan; (3) belum berkembangnya kerjasama
keterpaduan lintas sektor; (4) tidak adanya ske-
ma pendanaan khusus bagi pembangunan daerah
tertinggal; (5) Belum adanya insentif yang mema-
dai bagi mereka yang bekerja di daerah terpen-
cil dan perbatasan; (6) masih rendahnya kulitas
SDM di daerah yang akan dikembangkan sehing-
ga memperlambat upaya pencapaian tujuan; (7)
masih minimnya ketersediaan infrastruktur yang
berguna untuk mengembangkan potensi daerah,
terutama yang terpencil dan daerah perbatasan.
Untuk itu, guna mencapai sasaran RPJMN pada
2009, sejumlah rencana tindak lanjut akan di-
laksanakan. Dengan dilaksanakannya tindakan
tersebut diharapkan sasaran RPJMN dapat terca-
pai. Lebih lanjut, dengan dilaksanakannya upaya
yang telah direncanakan ini, maka diantara wujud
pencapaian sasaran RPJMN ini dapat dirumuskan
secara garis besar sebagai:
1. Terwujudnya percepatan pembangunan me-
lalui ketersediaan sarana dan prasarana so-
sial dan ekonomi di wilayah tertinggal, per-
batasan, terpencil, dan pulau-pulau terluar.
Dengan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung yang memadai. Hal ini turut pula
mendukung integrasi perkembangan eko-
nomi antar-wilayah. Dengan demikian maka
akan tercipta daerah pusat-pusat pertumbuh-
an baru yang dapat menjadi motor pengge-
rak pembangunan bagi daerah di sekitarnya.
2. Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan
pembangunan antara kota kecil, menengah,
dan besar. Usaha ini dilakukan melalui pem-
bangunan kota kecil dan menengah sebanyak
5 kota dari 70 kota yang termasuk kelompok
kota kecil dan menengah. Untuk mendukung
pembangunan kota tersebut dilakukan pula
pembangunan pasar dan terminal sebagai
pusat distribusi barang dan jasa yang memu-
dahkan mobilitas dalam aktivitas ekonomi.
Dengan demikian, maka keseimbangan an-
tara kota besar dan kecil akan tercipta yang
diharapkan akan mengurangi disparitas per-
tumbuhan antar-wilayah.
LO_Bab 4.11.indd 370 5/5/09 2:44:10 PM
Bagian 4
371
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
E
N
G
U
R
A
N
G
A
N
K
E
T
I
M
P
A
N
G
A
N
P
E
M
B
A
-
N
G
U
N
A
N
W
I
L
A
Y
A
H
1
.
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

k
e
t
e
r
k
a
i
t
a
n

k
e
g
i
a
t
a
n

e
k
o
n
o
m
i

a
n
t
a
r
-
w
i
l
a
y
a
h

p
e
r
k
o
t
a
a
n

d
a
n

p
e
r
d
e
s
a
a
n

d
a
l
a
m

s
u
a
t
u

s
i
s
t
e
m

w
i
l
a
y
a
h

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

e
k
o
n
o
m
i


y
a
n
g

s
a
l
i
n
g

m
e
n
g
u
n
t
u
n
g
k
a
n
1
.
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

i
n
d
e
k
s

g
i
n
i

k
o
t
a
+
d
e
s
a
0
,
3
4
3
0
,
3
5
7
0
,
3
7
6
0
,
3
6
8
2
.
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

i
n
d
e
k
s

g
i
n
i

p
e
r
k
o
t
a
a
n
0
,
3
3
8
0
,
3
5
0
,
3
7
4
0
,
3
6
7
3
.
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

i
n
d
e
k
s

g
i
n
i

p
e
r
d
e
-
s
a
a
n
0
,
2
6
4
0
,
2
7
6
0
,
3
0
2
0
,
3
4
.
J
u
m
l
a
h

D
A
K
j
u
t
a

r
u
p
i
a
h
4
.
0
1
4
.
0
0
0
1
1
.
5
5
9
.
8
0
0
1
7
.
0
9
4
.
1
0
0
2
1
.
1
9
2
.
1
4
1
2
.
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

s
i
s
t
e
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

t
a
n
a
h

y
a
n
g

e

s
i
e
n
,

e
f
e
k
t
i
f
,

s
e
r
t
a

t
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

p
e
n
e
g
a
k
a
n

h
u
k
u
m

t
e
r
h
a
d
a
p

h
a
k

a
t
a
s

t
a
n
a
h

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
e
n
g
a
n

m
e
n
e
r
a
p
k
a
n

p
r
i
n
s
i
p
-
p
r
i
n
s
i
p

k
e
a
d
i
l
a
n
,

t
r
a
n
s
p
a
r
a
n
s
i
,

d
a
n

d
e
m
o
k
r
a
s
i
1
.
J
u
m
l
a
h

p
e
n
d
a
f
t
a
r
a
n

t
a
n
a
h
*
)
b
i
d
a
n
g

t
a
n
a
h
1
.
7
9
5
.
7
3
7
6
4
9
.
6
4
1
1
.
5
0
4
.
0
0
0
1
.
1
2
9
.
6
6
6
T
a
b
e
l
4
.
1
2
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n
K
e
t
i
m
p
a
n
g
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
W
i
l
a
y
a
h
*
)

t
e
r
m
a
s
u
k

d
i

d
a
l
a
m
n
y
a

s
e
r
t
i

k
a
s
i

d
e
n
g
a
n

m
e
k
a
n
i
s
m
e

s
w
a
d
a
y
a

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
e
j
u
m
l
a
h

s
e
k
i
t
a
r

2
,
2

j
u
t
a

t
i
a
p

t
a
h
u
n
.
LO_Bab 4.11.indd 371 5/5/09 2:44:10 PM
Dok : Tempo, Tony Hartawan
LO_Bab 4.11.indd 372 5/5/09 2:44:12 PM
Bagian 4
373
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.13
Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Pendidikan yang Berkualitas
4.13.1. Pengantar
Pendidikan merupakan satu bidang yang pen-
ting dan strategis dalam pembangunan nasional.
Pendidikan yang berkualitas akan mengantar-
kan suatu bangsa menjadi maju, makmur, dan
sejahtera. Pendidikan juga merupakan titik awal
penguasaan teknologi yang pada gilirannya akan
membawa keunggulan dan kemampuan bersaing
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Tidak hanya itu, pendidikan juga merupakan sa-
rana efektif untuk meningkatkan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kua-
litas pendidikan akan meningkatkan produktivi-
tas yang nantinya akan meningkatkan pendapat-
an. Sehingga tidak terlalu salah bila dikatakan
pendidikan menurunkan kemiskinan dan keter-
belakangan, serta merupakan jalan meraih kese-
jahteraan.
Karena peran pentingnya, peningkatan akses dan
pemerataan layanan pendidikan menjadi salah
satu prioritas pembangunan nasional. Untuk itu,
Pemerintah telah berupaya memberi layanan pen-
didikan yang baik bagi segenap anak bangsa, yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf pendidikan
penduduk Indonesia. Hal ini dilakukan Pemerin-
tah dengan terus berupaya agar penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dapat
tercapai pada akhir pelaksanaan RPJMN 2004-
2009. Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya
memperbaiki mutu dan relevansi pendidikan agar
kompetensi lulusan dapat ditingkatkan dan lebih
sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Begitu
juga, peningkatan kualitas pendidikan ditujukan
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang
transparan, bertanggungjawab, dan akuntabel.
4.13.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.13.2.1. Kondisi Awal
1. Kondisi Tingkat Pendidikan
Pada awal RPJMN 2004-2009, rata-rata lama
sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas
adalah 7,1 tahun. Sementara, proporsi penduduk
berusia 10 tahun ke atas yang berpendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat ke
atas masih sekitar 36,2 persen. Sedangkan angka
buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas ma-
sih sebesar 10,12 persen (Susenas 2003).
Pada saat yang sama, Angka Partisipasi Seko-
lah (APS) atau rasio penduduk yang bersekolah
menurut kelompok usia sekolah adalah sebagai
berikut: Untuk penduduk usia 7-12 tahun nilai
APS sebesar 96,4 persen, dan untuk penduduk
usia 13-15 tahun sebesar 81,0 persen. Semen-
tara itu, APS penduduk usia 16-18 tahun hanya
mencapai 51,0 persen. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pada awal RPJMN 2004-2009
masih terdapat sekitar 19,0 persen anak usia 13-
15 tahun dan sekitar 49,0 persen anak usia 16-18
tahun yang tidak melanjutkan pendidikannya ke
jenjang yang lebih tinggi.
LO_Bab 4.11.indd 373 5/5/09 2:44:12 PM
374
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Sementara itu, cakupan pelayanan Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) sampai tahun 2004 masih
rendah. Anak usia 0-6 tahun yang terlayani PAUD
adalah sebesar 25,99 persen dan anak usia 0-3 ta-
hun sebanyak 2,82 juta dari jumlah keseluruhan
anak Indonesia sebesar 16,26 juta. Berbagai ke-
giatan yang mendukung pelaksanaan pelayanan
PAUD adalah: Bina Keluarga Balita (BKB), Kelom-
pok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA),
dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), serta ber-
bagai pusat pelayanan PAUD berbasis keagamaan.
Pada saat yang sama, jumlah anak usia 4-6 tahun
yang mempunyai akses pendidikan di jenjang
Taman Kanak-Kanak (TK)/sederajat hanya seba-
nyak 37,77 persen dari 11,86 juta anak.
2. Disparitas Pendidikan
Kesenjangan pendidikan masih terjadi antar-ke-
lompok masyarakat. Kesenjangan ini terjadi khu-
susnya pada jenjang SMP/MTs ke atas. Hal ini
terlihat dari kesenjangan antara penduduk kaya
dan miskin. Pada 2003, APS penduduk usia 13-
15 tahun dari kelompok 20 persen terkaya sudah
mencapai 93,98 persen. Pada saat yang sama, APS
kelompok 20 persen termiskin baru mencapai
67,23 persen. Kesenjangan yang lebih besar ter-
jadi pada kelompok usia 16-18 tahun dengan APS
kelompok termiskin dan terkaya berturut-turut
sebesar 28,52 persen dan 75,62 persen.
Kekurangan guru masih banyak terjadi
di daerah-daerah terpencil. Sementara
sekolah-sekolah di wilayah perkotaan
umumnya mengalami kelebihan guru
Kesenjangan pendidikan juga terjadi antara pen-
duduk perdesaan dan perkotaan. Rata-rata APS
penduduk perdesaan usia 13-15 tahun pada
2003 sebesar 75,6 persen. Sementara itu, APS
penduduk perkotaan untuk kelompok usia dan
periode yang sama sudah mencapai 89,3 persen.
Kesenjangan yang lebih nyata terlihat untuk ke-
lompok usia 16-18 tahun, dimana APS penduduk
perkotaan tercatat sebesar 66,7 persen sedangkan
untuk penduduk perdesaan sebesar 38,9 persen
atau separuh penduduk perkotaan.
Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
2003 menunjukkan bahwa faktor ekonomi (75,7
persen) merupakan alasan utama anak putus
sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan, baik
karena tidak memiliki biaya sekolah (67,0 persen)
maupun karena harus bekerja (8,7 persen). Hal
ini menunjukkan bahwa tingginya APS masyara-
kat kota dan penduduk kaya dikarenakan tingkat
pendapatan mereka relatif lebih tinggi dibanding
penduduk yang tinggal di desa dan masyarakat
miskin.
Sementara itu, kesenjangan pendidikan juga ter-
jadi antar-daerah. Data statistik dari Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada 2004 me-
ngungkapkan bahwa di tingkat kota/kabupaten
di Indonesia, hanya 27,00 persen kabupaten/kota
yang memiliki Angka Partisipasi Kasar (APK) jen-
jang SMP/sederajat sebesar 95 persen atau lebih.
Sebanyak 9,0 persen kabupaten/kota memiliki
APK SMP/sederajat antara 90 dan 94,99 persen,
dan sisanya memiliki APK di bawah 90 persen.
3. Kuantitas dan Kualitas Fasilitas Layan-
an Pendidikan
Rasio Murid (per Ruang Kelas dan per Guru)
Secara kuantitas, fasilitas layanan pendidikan di
Indonesia sudah cukup memadai. Rasio murid
per ruang kelas sebesar 26 untuk Sekolah Dasar
(SD)/sederajat, 37 untuk SMP/sederajat, serta 39
untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat.
Sementara, rasio murid per guru adalah 20 untuk
jenjang SD, 14 untuk SMP, dan 13 untuk SMA.
Meskipun rasio siswa per guru ini sudah terma-
suk kategori yang memadai, namun distribusinya
belum merata. Kekurangan guru masih banyak
terjadi di daerah-daerah terpencil. Sementara
sekolah-sekolah di wilayah perkotaan umumnya
mengalami kelebihan guru.
LO_Bab 4.11.indd 374 5/5/09 2:44:13 PM
Dok : PLN
Bagian 4
375
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Sebaliknya, secara kualitas fasilitas layanan pen-
didikan di Indonesia masih terbatas karena du-
kungan fasilitas yang kurang memadai. Hal ini
tergambar melalui kondisi gedung sekolah yang
mengalami kerusakan. Pada 2004, sekitar 57,2
persen gedung SD/sederajat dan 27,3 persen ge-
dung SMP/sederajat mengalami kerusakan ringan
maupun berat.
Sarana Penunjang (Perpustakaan, Laborato-
rium, dan Ketersediaan Buku)
Pada 2003, Depdiknas menyatakan bahwa se-
bagian besar sekolah belum memiliki prasa-
rana penunjang mutu pendidikan, seperti
perpustakaan dan laboratorium. Di tingkat SD/
sederajat, hanya 30,78 persen sekolah yang me-
miliki perpustakaan dari total sekitar 160 ribu.
Di samping itu, kondisi prasarana penunjang
yang ada pun cukup banyak yang rusak. Di jen-
jang SMP/sederajat, ruang laboratorium kom-
puter yang mengalami kerusakan ringan maupun
berat mencapai 8,4 persen dan laboratorium Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) mencapai 22,3 persen.
Sementara itu, jumlah kerusakan ruang laborato-
rium untuk jenjang SMA mencapai 30 persen.
Ketersediaan buku juga merupakan salah satu
faktor penting dalam penyelenggaraan pendi-
dikan yang berkualitas. Pada 2004, tidak semua
peserta didik dapat mengakses buku pelajaran,
baik dengan cara membeli maupun meminjam di
perpustakaan. Hal tersebut tentu menghambat
penguasaan materi ilmu pengetahuan. Hambatan
ini semakin besar dengan adanya kecenderungan
dari institusi pendidikan untuk mengganti buku
setiap tahun ajaran, yang memberatkan orangtua
dan menyebabkan inesiensi buku-buku di per-
pustakaan.
Kepemilikan Komputer dan Akses Internet
Kepemilikan komputer dan akses internet sebagai
bentuk pemanfaatan teknologi informasi (TI)
dan komunikasi di bidang pendidikan masih ter-
batas. Sampai dengan 2004, hanya sebagian kecil
SD/sederajat yang memiliki akses internet. Un-
tuk jenjang SMP/sederajat, terdapat 29,6 persen
institusi yang memiliki komputer dan hanya 3,3
persen yang memiliki akses internet. Untuk jen-
jang SMA/sederajat, kondisi yang ada masih lebih
baik dengan 44,8 persen yang memiliki kompu-
ter dan 9,4 persen yang memiliki akses internet.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi di lingkung-
an sekolah pada saat itu masih sangat terbatas.
Standar Minimal Kualikasi Akademik Penga-
jar
Sesuai dengan standar yang digunakan pada awal
pelaksanaan RPJMN 2004-2009, maka untuk
mengajar pada tingkat SD/sederajat, seorang
guru harus memiliki paling tidak pendidikan
Diploma II (D2). Untuk SMP/sederajat, seorang
guru minimal harus memiliki pendidikan Diplo-
ma III (D3), sedangkan standar minimal untuk
mengajar jenjang SMA/sederajat adalah Sarjana
Strata I (S1). Data tahun 2004 menunjukkan
bahwa baru 61,4 persen guru SD/sederajat memi-
liki kualikasi akademik minimal D2; 75,1 persen
guru SMP/sederajat berpendidikan D3 atau lebih;
dan 82,0 persen guru SMA/sederajat yang lulus
S1 atau lebih.
4.13.2.2. Sasaran yang Ingin Dicapai
Sasaran pembangunan pendidikan yang tertuang
dalam RPJMN 2004-2009 adalah meningkat-
LO_Bab 4.11.indd 375 5/5/09 2:44:13 PM
376
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
nya akses masyarakat terhadap pendidikan yang
berkualitas. Hal tersebut tercermin dari beberapa
indikator di bawah ini:
1. Meningkatnya taraf pendidikan penduduk
yang ditandai dengan:
(a) Meningkatnya secara nyata persentase
penduduk yang dapat menyelesaikan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun, yang antara lain diukur
dengan meningkatnya angka partisipasi
kasar (APK) jenjang SD termasuk SDLB,
MI dan Paket A sebesar 115,76 persen
dan APK jenjang SMP/MTs/Paket B sebe-
sar 98,09 persen serta meningkatnya ang-
ka partisipasi sekolah (APS) penduduk
usia 712 tahun menjadi 99,57 persen
dan penduduk usia 1315 tahun menjadi
96,64;
(b) Meningkatnya secara signikan parti-
sipasi penduduk yang mengikuti pendi-
dikan menengah yang antara lain diukur
dengan meningkatnya APK jenjang pendi-
dikan menengah (SMA/SMK/MA/Paket
C) menjadi 69,34 persen;
(c) Meningkatnya secara signikan partisi-
pasi penduduk yang mengikuti pendidik-
an tinggi yang antara lain diukur dengan
meningkatnya APK jenjang pendidikan
tinggi menjadi 18,00 persen;
(d) Meningkatnya proporsi anak yang terla-
yani pada pendidikan anak usia dini;
(e) Menurunnya angka buta aksara pen-
duduk berusia 15 tahun ke atas menjadi
5 persen pada 2009;
(f) Meningkatnya akses orang dewasa untuk
mendapatkan pendidikan kecakapan hi-
dup;
(g) Meningkatnya keadilan dan kesetaraan
pendidikan antar-kelompok masyarakat,
termasuk antar-daerah maju dan ter-
tinggal, perkotaan dan perdesaan, kaya
dan miskin, serta penduduk laki-laki dan
perempuan.
2. Meningkatnya kualitas pendidikan dengan
indikator:
(a) Tersedianya standar pendidikan dan
pe-layanan, baik untuk tingkat nasional
maupun regional;
(b) Meningkatnya proporsi pendidik yang
memiliki kualikasi minimum dan serti-
kasi yang sesuai dengan jenjang kewe-
nangan mengajar, baik yang berasal dari
pendidikan formal maupun nonformal;
(c) Meningkatnya proporsi akreditasi satuan
pendidikan, baik negeri maupun swasta;
(d) Meningkatnya persentase siswa yang lu-
lus ujian akhir pada setiap jenjang pendi-
dikan;
(e) Meningkatnya minat baca penduduk In-
donesia.
3. Meningkatnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan yang ditandai de-
ngan:
(a) Meningkatnya efektivitas pendidikan ke-
cakapan hidup pada semua jalur dan jen-
jang pendidikan;
(b) Meningkatnya hasil penelitian, pengem-
bangan dan penciptaan iptek oleh pergu-
ruan tinggi (PT), serta implementasinya
pada masyarakat.
4. Meningkatnya efektivitas dan esiensi ma-
najemen pelayanan pendidikan dengan indi-
kator:
(a) Meningkatnya efektivitas pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah;
(b) Meningkatnya anggaran pendidikan, baik
yang bersumber dari Anggaran Pendapat-
an dan Belanja Negara (APBN) maupun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), yang didukung oleh terwujud-
nya sistem pembiayaan yang adil, efektif,
esien, transparan, dan akuntabel;
(c) Meningkatnya peran serta masyarakat
dalam pembangunan pendidikan;
(d) Meningkatnya efektivitas pelaksanaan
otonomi dan desentralisasi pendidikan.
Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut dilak-
sanakan melalui berbagai program-program pem-
bangunan, yaitu: (1) Program Pendidikan Anak
Usia Dini; (2) Program Wajib Belajar Pendidikan
LO_Bab 4.11.indd 376 5/5/09 2:44:14 PM
Bagian 4
377
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Dasar Sembilan Tahun; (3) Program Pendidikan
Menengah; (4) Program Pendidikan Tinggi; (5)
Program Pendidikan Non Formal; (6) Program
Pendidikan Kedinasan; (7) Program Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan; (8)
Program Pengembangan Budaya Baca dan Pem-
binaan Perpustakaan; (9) Program Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan; dan (10) Program
Manajemen Pelayanan Pendidikan.
4.13.3. Pencapaian 2005-2008
4.13.3.1. Posisi sampai dengan 2008
1. Peningkatan Taraf Pendidikan
Secara umum, taraf pendidikan penduduk Indo-
nesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal
tersebut antara lain ditunjukkan dengan mening-
katnya rata-rata lama sekolah dan angka melek
aksara penduduk usia 15 tahun ke atas. Rata-rata
lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas me-
ningkat dari 7,09 tahun pada 2003 menjadi 7,47
tahun pada tahun 2007. Pada periode yang sama,
angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke
atas juga meningkat dari 88,4 persen menjadi
93,78 persen. Penduduk usia 15 tahun ke atas
yang berpendidikan lulus SMP/MTs atau lebih
juga semakin meningkat, tahun 2007 proporsi-
nya telah mencapai 48,5 persen.
Selama periode 2005-2008, APK PAUD terus me-
ngalami peningkatan dan pada 2008 diperkirakan
mencapai 50,62 persen. Angka ini merupakan
peningkatan dari tahun 2005 sebesar 42,34 per-
sen dan terus meningkat menjadi 48,32 persen
pada 2007. Namun demikian, angka ini masih
relatif rendah dan belum dapat menggambarkan
keadaan sebenarnya. Hal ini dikarenakan tidak
semua anak usia 2-6 tahun mendapatkan pela-
yanan PAUD.
Sementara itu untuk program pendidikan dasar
sembilan tahun, capaian selama 2005-2008 di-
tunjukkan dengan APM SD/MI/sederajat dan
juga APK SMP/MTs. APM SD/MI/sederajat me-
nunjukkan peningkatan yang cukup baik, pada
2005 sebesar 94,30 persen sedangkan pada
2008 diperkirakan mencapai 95,14 persen. Un-
tuk tingkat SMP/MTs/sederajat, APK pada 2005
adalah 85,22 persen dan diperkirakan mencapai
96,18 persen pada 2008. Meskipun capaian APK
cukup baik, namun distribusinya pada program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
masih belum merata. Oleh karena kesenjangan
partisipasi pendidikan akibat faktor geogras
dan ekonomi, diperkirakan terdapat beberapa
daerah yang tidak dapat mencapai sasaran APK
SMP/MTS/sederajat yang sebesar 95 persen pada
2008.
50
45
40
35
30
25 (%)
20
15
10
5
0
2004 2005 2006 2007
Tahun
Gambar 4.13.1.
Capaian APK PAUD
LO_Bab 4.11.indd 377 5/5/09 2:44:15 PM
378
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Partisipasi penduduk terhadap pendidikan mene-
ngah masih relatif rendah. Hal ini tercermin dari
disparitas APK SMA antara sasaran akhir 2009
yang sebesar 69,34 persen dengan capaian tahun
2007 yang sebesar 60,51 persen. Jika APK 2008
mampu tumbuh menjadi 64,28 persen, maka
selisih capaian yang ada akan semakin mengecil
dan diharapkan dapat mencapai sasaran yang
telah ditetapkan. Selain karena belum meratanya
fasilitas layanan pendidikan menengah, faktor
ekonomi juga menyebabkan timbulnya kesenjang-
an APK pada jenjang pendidikan menengah. Hal
ini ditunjukkan dengan cukup banyaknya lulusan
SMP/MTs yang lebih memilih untuk memasuki
pasar kerja daripada melanjutkan jenjang pendi-
dikannya.
APM SD
APK SMP
95
90
85
80
75
70
(%)
2004 2005 2006 2007
Tahun
Gambar 4.13.2.
Capaian APMSD/MI/sederajat dan APK SMP/MTs/sederajat
Gambar 4.13.3.
Capaian APK SMA
70
60
50
40
30
20
10
0
(%)
2004 2005 2006
Tahun
2007
Rendahnya partisipasi pendidikan juga terjadi
pada pendidikan tinggi. Pada 2005, APK pada per-
guruan tinggi adalah sebesar 15 persen dan terus
meningkat menjadi 17,25 persen pada 2007. Pada
2008, APK diperkirakan mencapai 18,29 persen.
Dengan demikian sasaran capaian pada akhir
RPJMN 2004-2009, yaitu APK perguruan tinggi
sebesar 18,00 persen telah tercapai pada 2008.
Relatif mahalnya biaya perkuliahan di PT dan
rendahnya pendapatan per kapita masyarakat
merupakan alasan utama rendahnya angka APK
pendidikan tinggi. Hal ini menyebabkan anak-
anak dari keluarga miskin memiliki keterbatasan
dalam mengakses jenjang pendidikan tinggi.
LO_Bab 4.11.indd 378 5/5/09 2:44:16 PM
Bagian 4
379
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Angka buta aksara menurun cukup besar bila
dibandingkan dengan tahun 2005. Pada 2005,
angka buta aksara penduduk di atas 15 tahun ma-
sih mencapai 9,55 persen, sedangkan pada 2007
mencapai 7,20 persen. Pada 2008, angka ini di-
harapkan menurun menjadi 6,22 persen. Dengan
adanya tren penurunan, diperkirakan sasaran
akhir RPJMN 2004-2009 yang sebesar 5 persen
berpeluang untuk tercapai. Akan tetapi, upaya
yang lebih besar dan strategis tetap diperlukan
untuk menurunkan angka buta aksara. Hal ini
mengingat buta aksara lebih banyak terjadi pada
penduduk usia 45 tahun ke atas, yang angkanya
masih mencapai 21 persen. Pada umumnya pen-
duduk usia tersebut memiliki minat lebih rendah
untuk mengikuti pendidikan keaksaraan diban-
ding dengan yang berusia lebih muda.
2. Meningkatnya Kualitas dan Relevansi
Pendidikan
Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 14 ta-
hun 2005 tentang Guru dan Dosen, maka kuali-
kasi akademik minimal untuk guru adalah
berpendidikan S1/D4 sementara untuk dosen
adalah S2/S3.
Sampai dengan 2008 guru yang memenuhi kuali-
kasi S1/DIV telah mencapai 47,04 persen se-
dangkan guru yang bersertikat pendidik telah
mencapai 15,19 persen. Untuk meningkatkan
persentase guru yang memenuhi kualikasi aka-
Gambar 4.13.4.
Capaian APK Perguruan Tinggi
17,5
17
16,5
16
15,5
15
14,5
14
13,5
13
(%)
2004 2005 2006 2007
Tahun
demik, pada 2008 dilakukan pendidikan jenjang
S1/DIV bagi lebih dari 201.000 orang guru se-
dangkan uji sertikasi profesi guru pada tahun
direncanakan menjangkau sekurang-kurang-
nya 265.400 orang.
Peningkatan mutu pendidikan pada jenjang SD/
MI dan SMP/MTs dalam kurun waktu 2005 sam-
pai 2007 juga dilakukan melalui pembangunan
482 perpustakaan SD dan 2.274 perpustakaan
SMP, pengadaan 41.2 juta buku teks untuk per-
pustakaan SD/SMP, pembangunan 2.010 labo-
ratorium IPA SD/SMP dan pembangunan 837
laboratorium Bahasa/Multimedia SD/SMP serta
pembangunan 734 laboratorium komputer SD/
SMP. Semua ini dibangun melalui anggaran pen-
didikan dari Pemerintah Pusat. Pada 2008, ke-
giatan yang sama dilakukan pula dengan sasaran
pembangunan 6.400 ruang pusat sumber belajar
SD dan 3.500 ruang pusat sumber belajar SMP,
pembangunan 3.715 ruang laboratorium IPA dan
perpustakaan SMP, serta penerapan TIK jenjang
pendidikan dasar di 2.200 sekolah.
Selain itu pada 2007 juga telah dikembangkan
sekolah rintisan SD/MI dan SMP/MTs yang ber-
taraf internasional di 141 SD dan 170 SMP. Se-
dangkan tahun 2008 akan dirintis sebanyak 66
SD/MI dan 400 SMP/MTs bertaraf internasional.
Sementara itu melalui Departemen Agama pada
2008 telah dilakukan antara lain pembangunan
LO_Bab 4.11.indd 379 5/5/09 2:44:17 PM
380
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
1.000 ruang laboratorium di MI/MTs, perintisan
10 MTs unggulan berstandar internasional, dan
pemberian bantuan peningkatan mutu madrasah
480 MI dan 260 MTs.
Berkaitan dengan penyediaan buku, pada 2008
Pemerintah juga terus menyediakan BOS Buku
terutama adalah untuk mata pelajaran IPA,
matematika, dan bahasa Indonesia sebanyak 19,1
juta eksemplar dengan dana Rp 420 milyar. Di
samping itu pada 2008 Pemerintah juga membeli
hak cipta 116 naskah buku mata pelajaran dari
para penulis buku pelajaran. Naskah ini sebagian
telah di-up-load di website Depdiknas dalam ben-
tuk buku elektronik (e-book) yang bebas diunduh
dan dicetak oleh siapapun juga. Ketersediaan buku
elektronik ini diharapkan dapat pula membantu
siswa dalam mengakses buku pelajaran secara
gratis. Dengan ketersediaan buku yang semakin
banyak dan mencakup beragam mata pelajaran,
diharapkan kualitas proses belajar mengajar juga
menjadi lebih baik.
Peningkatan mutu pendidikan menengah pada
2008 dilaksanakan dengan pembangunan 35
pusat sumber belajar SMA, rehabilitasi 1.034
ruang kelas SMA, pembangunan 197 ruang per-
pustakaan SMA, 411 laboratorium SMK serta
penerapan TIK jenjang menengah di 1.576 SMA/
SMK. Selain itu dilakukan pula perintisan 259
SMA bertaraf internasional dan perintisan 100
SMA berbasis keunggulan lokal serta pemberian
bantuan operasional manajemen mutu (BOMM)
kepada 1.063 SMA untuk meningkatkan mutu
proses pembelajaran di sekolah/madrasah nege-
ri dan swasta. Melalui Departemen Agama pada
2008 juga dilakukan rehabilitasi 2.500 ruang ke-
las MA, pembangunan 1.000 ruang laboratorium
dan perpustakaan MA, pengembangan 10 MA
unggulan berstandar internasional, dan penye-
diaan bantuan peningkatan mutu madrasah bagi
120 MA. Selain itu, dalam rangka mempersiap-
kan lulusan pendidikan kejuruan memasuki pasar
kerja dilakukan perintisan 179 SMK bertaraf in-
ternasional, perintisan 317 SMK berbasis keung-
gulan lokal, serta pemberian bantuan operasional
manajemen mutu (BOMM) untuk siswa SMK.
Pada 2008 BOMM diberikan bagi 2,79 juta siswa
SMK.
Dalam rangka pelaksanaan standar nasional
pendidikan pada tahun ajaran 2007/2008 telah
dilakukan ujian nasional (UN) bagi siswa SMP/
MTs dan SMA/MA/SMK dengan penetapan batas
nilai kelulusan di atas 5,25. Kenaikan batas nilai
kelulusan ini merupakan salah satu upaya un-
tuk mendorong peningkatan mutu pendidikan.
Sedangkan pada jenjang SD/MI mulai tahun ini
juga telah dimulai pengadaan Ujian Sekolah Ber-
standar Nasional yang diikuti oleh siswa kelas VI
SD/MI.
Dengan ketersediaan buku yang sema-
kin banyak dan mencakup beragam mata
pelajaran, diharapkan kualitas proses be-
lajar mengajar juga menjadi lebih baik
Pada jenjang pendidikan tinggi, upaya peningkat-
an mutu pendidikan juga terus dilakukan dengan
penataan kelembagaan akreditasi menjadi suatu
lembaga yang independen dengan melakukan
peningkatan kualitas pengelolaan akreditasi pro-
gram studi, peningkatan kinerja proses akredita-
si, serta peningkatan kesiapan perguruan tinggi
yang membutuhkan akreditasi dan tindak lanjut
hasil akreditasi. Selain itu dilaksanakan peneli-
tian hibah bersaing, pemberian block grant pene-
litian pada beberapa perguruan tinggi, serta ker-
jasama penelitian antar perguruan tinggi, dunia
industri, dunia usaha, dan Pemerintah Daerah.
Pada 2008 terdapat 9.992 judul produk penelitian
di PT yang menghasilkan paten, teknologi tepat
guna, rekayasa sosial karya seni dan bahan ajaran
oleh perguruan tinggi.
LO_Bab 4.11.indd 380 5/5/09 2:44:18 PM
Bagian 4
381
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Meningkatnya Efektivitas dan Esiensi
Manajemen Pelayanan Pendidikan
Penerapan sistem manajemen berbasis seko-
lah (MBS) telah dilakukan untuk memantapkan
manajemen pelayanan pendidikan dan member-
dayakan sekolah berkaitan dengan proses pem-
belajaran dan penggunaan sumberdaya yang ada
untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan
pendidikan. Pada 2008, upaya agar MBS dapat
diterapkan di seluruh daerah terus dilakukan me-
lalui berbagai kegiatan pelatihan dan sosialisasi.
Sementara itu, penerapan paradigma baru pendi-
dikan tinggi terus dimantapkan melalui pemberi-
an kewenangan yang lebih luas kepada perguruan
tinggi dalam merencanakan dan mengelola sum-
berdaya yang dimiliki secara bertanggung-jawab
dan terkendali berdasarkan peraturan perun-
dangan yang berlaku.
Dalam rangka meningkatkan standar dan kuali-
tas tata kelola pendidikan nasional di lingkung-
an Depdiknas telah diterapkan sertikasi ISO
9001:2000. Diharapkan pada akhir 2009 seti-
daknya 80 persen dari seluruh unit kerja dapat
memperoleh sertikat ISO 9001:2000. Sedangkan
untuk bidang perencanaan telah dilakukan upaya
pemantapan melalui sistem perencanaan dan
koordinasi pelaksanaan program dengan menga-
cu pada Permendiknas No. 15 Tahun 2007 ten-
tang Sistem Perencanaan Tahunan Departemen
Pendidikan Nasional, serta melalui koordinasi dan
sinkronisasi program dengan satuan-satuan kerja
di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional
dengan memperhatikan Peraturan Menteri Pen-
didikan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Kordinasi Pengendalian Program di lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007.
Departemen Pendidikan Nasional mulai mene-
rapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) Departemen Pendidikan Nasional secara
besar-besaran untuk e-pembelajaran dan e-ad-
ministrasi, yang ditandai dengan dioperasikannya
Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas). Hing-
ga akhir 2007, Jardiknas telah menghubungkan
kantor Depdiknas pusat di Jakarta dengan lebih
dari 10 ribu sekolah, 82 PTN, 133 PTS, 36 Unit
Pendidikan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Univer-
sitas Terbuka, 33 dinas pendidikan provinsi, 471
dinas pendidikan kabupaten/kota, 30 Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), 12 Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (P4TK), 5 Balai Pengem-
bangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(BPPLSP), 10 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), 22
balai/kantor bahasa, dan 17 balai teknologi ko-
munikasi.
4.13.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Terdapat 2 faktor utama penyebab kesenjangan
akses pendidikan, yaitu: faktor ekonomi dan geo-
gras. Data Statistik Pendidikan 2006 menunjuk-
kan bahwa alasan utama anak tidak bersekolah
adalah karena orang tua tidak mampu membiayai
sekolah atau mereka harus bekerja. Ketidakmam-
puan ini diduga berkaitan erat dengan biaya tidak
langsung yang harus dikeluarkan oleh orang tua,
seperti: peralatan sekolah, seragam, dan biaya
transportasi. Meskipun jarak sekolah tidak ter-
lalu jauh, jika kondisi jalan buruk dan/atau tidak
ada transportasi umum, orangtua seringkali eng-
gan untuk menyekolahkan anaknya karena biaya
transportasi menjadi terlalu mahal terutama bagi
keluarga miskin. Kendala berikutnya adalah ma- Dok : Tempo, Budi Yanto
LO_Bab 4.11.indd 381 5/5/09 2:44:20 PM
382
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
salah geogras yang ditunjukkan dengan keter-
pencilan wilayah. Anak-anak di wilayah terpencil
sulit untuk menjangkau fasilitas pendidikan yang
umumnya agak jauh dari tempat tinggal mereka.
Meskipun di beberapa daerah telah dibangun
sekolah berasrama, orangtua terkadang tidak
mengizinkan anaknya tinggal di asrama.
4.13.4. Tindak Lanjut
4.13.4.1. Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
Untuk mencapai sasaran RPJMN 2004-2009,
maka dengan anggaran pendidikan yang telah
mencapai 20 persen dari APBN pada 2009, ke-
bijakan pembangunan pendidikan diupayakan
pada: (i) pemerataan dan perluasan akses pendi-
dikan; (ii) peningkatan mutu dan relevansi pen-
didikan; serta (iii) pemantapan good governance.
Ketiga pokok kebijakan tersebut dirinci sebagai
berikut:
1. Memperluas akses pendidikan dasar ber-
mutu yang lebih merata dengan memberikan
perhatian yang lebih besar pada: penduduk
miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah
perdesaan, daerah tertinggal dan terpencil,
daerah konik, wilayah kepulauan, wilayah
perbatasan dan masyarakat yang memiliki
kebutuhan khusus melalui penyediaan ban-
tuan operasional sekolah (BOS) termasuk
BOS Buku; penyediaan beasiswa bagi siswa
miskin pada jenjang SD-MI dan SMP-MTs;
pembangunan sarana, prasarana, dan fasilitas
pendidikan termasuk pembangunan SD-SMP
dan MI-MTs satu atap; serta pembangunan
asrama murid dan mess guru di daerah ter-
pencil;
2. Memperbaiki distribusi guru dan meningkat-
kan kualitas pendidik berdasarkan kualikasi
akademik dan standar kompetensi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku melalui serti-
kasi, serta peningkatan kesejahteraan guru;
3. Meningkatkan pemerataan, mutu, dan re-
levansi pendidikan menengah seluas-luasnya
Dok : PolaGrade
LO_Bab 4.11.indd 382 5/5/09 2:44:25 PM
Bagian 4
383
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
baik melalui jalur formal maupun nonfomal,
yang dapat menjangkau seluruh lapisan ma-
syarakat. Hal antara lain dicapai melalui
penyediaan beasiswa untuk siswa miskin,
penyediaan sarana, prasarana, dan fasilitas
pendidikan, dan pengembangan kerjasama
dengan dunia usaha dan industri. Hal ini se-
jalan dengan upaya meningkatkan relevansi
pendidikan menengah dengan kebutuhan
pasar kerja. Kegiatan penyediaan beasiswa
untuk siswa miskin merupakan bagian dari
upaya pengurangan kemiskinan;
4. Meningkatkan pemerataan, mutu, dan rele-
vansi pendidikan tinggi dengan memperkuat
otonomi perguruan tinggi dan peningkatan
intensitas penelitian yang relevan dengan ke-
butuhan pembangunan. Hal ini akan diiringi
dengan peningkatan pelaksanaan diseminasi
hasil penelitian, untuk membangun daya sa-
ing nasional yang didukung dengan penyedia-
an sarana, prasarana, dan fasilitas pendidik-
an;
5. Meningkatkan intensitas penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan fungsional, yang didu-
kung oleh upaya menumbuhkan budaya baca
untuk membangun masyarakat membaca (li-
terate society);
6. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan
untuk secara bertahap mencapai standar nasi-
onal pelayanan pendidikan melalui penataan
perangkat lunak (software), seperti perbaikan
kurikulum, pemantapan sistem penilaian dan
pengujian, dan penyempurnaan sistem akre-
ditasi;
7. Meningkatkan pemerataan dan keterjang-
kauan pendidikan anak usia dini melalui pe-
nyediaan sarana dan prasarana pendidikan
dan didukung dengan sinkronisasi penye-
lenggaraan pendidikan dan perawatan anak
usia dini yang dilakukan oleh sektor-sektor
pembangunan terkait dan peningkatan peran
serta masyarakat;
8. Meningkatkan kualitas pengelolaan pela-
yanan pendidikan sejalan dengan penerap-
an prinsip good governance yang mencakup
transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif,
untuk meningkatkan esiensi dan efektivitas
pemanfaatan sumberdaya pendidikan. Se-
jalan dengan itu, anggaran pendidikan yang
dialokasikan untuk satuan pendidikan ter-
masuk untuk rehabilitasi dan penambahan
sarana dan prasarana pendidikan diberikan
dalam bentuk block grant atau matching grant
dengan melibatkan partisipasi masyarakat se-
bagai upaya pemberdayaan masyarakat; serta
9. Meningkatkan peran-serta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan baik dalam penye-
lenggaraan maupun pembiayaan pendidikan,
termasuk yang diwadahi dalam bentuk Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
4.13.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Melalui rangkaian program kerja yang telah dan
akan dilaksanakan, maka peningkatan layanan
pendidikan pada 2009 diperkirakan dapat di-
capai. Secara rinci, perkiraan pencapaian sasar-
an RPJMN 2004-2009 pada bidang pendidikan
adalah:
1. Meningkatnya partisipasi jenjang pendidik-
an dasar yang diukur dengan meningkatnya
angka partisipasi kasar (APK) dan angka par-
tisipasi murni (APM) jenjang SD termasuk
SDLB/MI/Paket A setara SD menjadi 116,95
persen dan 95,24 persen; meningkatnya APK
jenjang SMP/MTs/Paket B setara SMP men-
jadi 98,09 persen; meningkatnya angka par-
tisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12
tahun menjadi 99,57 persen; dan meningkat-
nya APS penduduk usia 13-15 tahun menjadi
96,64 persen;
2. Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi yang diukur
dengan meningkatnya APK jenjang SMA/
SMK/MA/Paket C setara SMA menjadi 69,34
persen; dan meningkatnya APK jenjang pen-
didikan tinggi menjadi 18,40 persen;
LO_Bab 4.11.indd 383 5/5/09 2:44:26 PM
384
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Menurunnya angka buta aksara penduduk
berusia 15 tahun ke atas menjadi 5 persen;
4. Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pen-
didikan antar-kelompok masyarakat, terma-
suk wilayah maju dan tertinggal, perkotaan
dan perdesaan, penduduk kaya dan miskin,
serta laki-laki dan perempuan;
5. Meningkatnya standar pendidikan dan stan-
dar pelayanan, baik tingkat nasional maupun
regional;
6. Meningkatnya proporsi pendidik yang memi-
liki kualikasi minimum dan sertikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar;
7. Meningkatnya hasil penelitian, pengembang-
an dan penciptaan iptek oleh PT serta dapat
mengimplementasikannya pada masyarakat;
8. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan ma-
najemen berbasis sekolah;
9. Meningkatnya anggaran pendidikan, baik
yang bersumber dari APBN maupun APBD;
10. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan otono-
mi dan desentralisasi pendidikan.
Dengan melihat hasil capaian pada 2008, di-
perkirakan sasaran RPJMN 2004-2009 sangat
besar berpeluang untuk tercapai untuk semua
indikator. Akan tetapi, upaya yang lebih besar
dan strategis tetap diperlukan untuk mening-
katkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Terkait kesenjangan partisipasi pendidikan yang
disebabkan faktor geogras dan ekonomi, di-
perkirakan pada 2009 masih ada anak usia 7-15
tahun belum memperoleh kesempatan untuk
yang bersekolah. Hal ini patut diwaspadai untuk
dapat ditanggulangi. Dengan demikian, hal terse-
but tidak mempengaruhi pencapaian sasaran
RPJMN pada 2009.
4.13.5. Penutup
Peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan
akan meningkatkan produktivitas. Pada giliran-
nya hal ini akan memacu pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Oleh karena itu, upaya perbaikan
dan peningkatan pendidikan yang konsisten dan
berkesinambungan merupakan suatu keharusan.
Adapun beberapa kendala yang harus dihadapi
untuk mewujudkan sasaran RPJMN 2004-2009
bidang pendidikan, yaitu:
1. Masih terdapat disparitas pendidikan antar-
kelompok masyarakat, baik antara perkotaan
dan perdesaan, kaya dan miskin, serta antar-
daerah;
2. Belum mencukupinya tenaga pendidik ber-
kualitas dan persebarannya yang belum me-
rata, terutama untuk daerah terpencil dan
tertinggal;
3. Terbatasnya sarana, prasarana, dan fasilitas
pendukung kegiatan pembelajaran;
4. Penyediaan biaya operasional pendidikan
belum memadai, baik dari APBN maupun
APBD.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah un-
tuk meningkatkan akses masyarakat terhadap
pendidikan yang berkualitas agar target sasaran
RPJMN 2004-2009 dalam bidang pendidikan
dapat terpenuhi. Upaya-upaya yang dilakukan
Pemerintah secara bertahap telah membuahkan
hasil. Hal ini ditandai dengan meningkatnya: (1)
taraf pendidikan, yang tercermin dari pening-
katan APS, APK, dan penurunan angka buta ak-
sara, baik untuk anak usia dini, pendidikan dasar,
menengah, maupun perguruan tinggi; (2) kuali-
tas dan relevansi pendidikan; serta (3) efektivitas
dan esiensi manajemen pelayanan pendidikan.
Dengan berbagai macam capaian di atas, tar-
get sasaran akhir 2009 RPJMN dalam bidang
LO_Bab 4.11.indd 384 5/5/09 2:44:26 PM
Bagian 4
385
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
pendidikan secara relatif dapat dikatakan akan
terpenuhi. Akan tetapi, upaya keras harus tetap
dilaksanakan. Terutama, yang terkait dengan
sinkronisasi program dan pengurangan kesen-
jangan akses pendidikan antar-kelompok di ma-
syarakat.
Terkait kesenjangan pada partisipasi pendidikan,
hal ini mengindikasikan bahwa sasaran layanan
pendidikan tahun-tahun mendatang perlu lebih
diarahkan pada peningkatan akses layanan pendi-
dikan, terutama bagi kelompok masyarakat yang
kurang beruntung. Selain itu, pelayanan pendi-
dikan melalui jalur non-formal juga harus diting-
katkan karena akses untuk itu belum sepenuhnya
dapat dilakukan oleh masyarakat. Pelayanan pen-
didikan non-formal mempunyai fungsi strategis
yang tidak dapat dilaksanakan seluruhnya oleh
pendidikan formal, yaitu mempersiapkan ke-
terampilan penduduk dalam menghadapi dunia
kerja.
Tabel 4.13.1.
Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas
No. SASARAN/PROGRAM
INDIKATOR
(SATUAN)
KONDISI
AWAL
2004/2005
CAPAIAN
2006 2007
2008
PERKIRAAN
1 Meningkatnya taraf
pendidikan penduduk
yang ditandai dengan me-
ningkatnya APK PAUD,
meningkatnya APM SD/
MI sederajat, meningkat-
nya APK SD/MI/sederajat
menjadi 115,76 persen,
APK SMP/MTs/sederajat
98,09 persen, APK SMA/
MA /sederajat 69,34
persen, APK PT 18,0
persen, dan menurun-
nya angka buta aksara
menjadi 5,0 persen.
APK PAUD persen 30,09/42,34 45,63 48,32 50,62
APM SD/MI/
sederajat
persen 94,12/94,30 94,48 94,90 95,14
APK SD/MI/
sederajat
persen 94,30 110,80 115,51 116,56
APK SMP/
MTs/sederajat
persen 81,22/85,22 88,68 92,52 96,18
APK SMA persen 48,25/52,20 56,22 60,51 64,28
APK PT persen 14,62/15,00 16,70 17,25 18,29
Buta aksara
>15 th
persen 10,21/9,55 8,07 7,20 6,22
2 Meningkatnya kualitas
pendidikan yang ditan-
dai dengan meningkat-
nya proporsi pendidik
yang memiliki kualitas
akademik minimum,
tersedianya standar
pendidikan nasional
proporsi
pendidik yang
memiliki
kuali-
kasi akademik
minimum
persen 30 36,86 43,98 47,09
LO_Bab 4.11.indd 385 5/5/09 2:44:26 PM
Dok : Tempo, Fransiskus S
LO_Bab 4.11.indd 386 5/5/09 2:44:28 PM
Bagian 4
387
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.14
Peningkatan Akses Masyarakat
terhadap Kesehatan yang Berkualitas
4.14.1. Pengantar
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting
dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, ke-
sehatan menjadi hak setiap warga negara yang
dijamin oleh undang-undang (UU). Sehingga,
dapat dikatakan bahwa pembangunan kesehatan
merupakan upaya untuk memenuhi salah satu
hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh
pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Un-
dang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 H ayat
(1) dan UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Ke-
sehatan.
Kesehatan juga merupakan salah satu komponen
utama dalam pengukuran Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), selain pendidikan dan pendapat-
an per kapita. Dengan demikian, pembangunan
kesehatan dapat dipandang sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia (SDM), yang pada gilirannya akan men-
dukung percepatan pembangunan nasional.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan se-
cara berkesinambungan telah berhasil meningkat-
kan status kesehatan dan gizi masyarakat, antara
lain dilihat dari beberapa indikator seperti angka
kematian ibu melahirkan dan angka kematian
bayi yang terus menurun dan umur harapan hidup
(UHH) yang semakin meningkat. Sementara itu,
status gizi pada anak balita walaupun mengalami
penurunan namun dalam beberapa tahun terakhir
ini cenderung melambat.
Berbagai peningkatan status kesehatan dan gizi
masyarakat dicapai melalui pelaksanaan sejum-
lah program pengembangan pelayanan kesehatan
sektor publik, di antaranya: melalui pelayanan
kesehatan gratis bagi penduduk miskin, pe-
ningkatan akses dan kualitas pelayanan melalui
pengembangan pos kesehatan desa, penempatan
tenaga medis, serta pemberian informasi dan
pengetahuan kesehatan dasar yang meluas. Na-
mun demikian, untuk mencapai sasaran RPJMN
2004-2009 diperlukan upaya yang lebih keras, in-
tensif, dan berkesinambungan.
Upaya-upaya yang lebih keras, intensif, dan ber-
kesinambungan tersebut sangat diperlukan kare-
na masalah dan tantangan baru, baik dalam skala
nasional maupun global, yang harus dihadapi oleh
dunia kesehatan akan semakin banyak dan kom-
pleks. Dalam skala nasional, tantangan yang ada
muncul sebagai akibat dari perubahan lingkungan
strategis seperti penerap-an desentralisasi bidang
kesehatan. Sementara dalam skala global, Indo-
nesia dituntut untuk dapat mewujudkan sasaran
millennium development goals pada 2015.
LO_Bab 4.11.indd 387 5/5/09 2:44:29 PM
388
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.14.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.14.2.1. Kondisi Awal
1. Disparitas Status Kesehatan
Disparitas status kesehatan antar-tingkat so-
sial ekonomi (sosek), antar-kawasan, dan antar-
perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi pada
periode 2004-2005. Angka kematian balita pada
golongan termiskin hampir 4 kali lebih tinggi
dari golongan terkaya. Selain itu, angka kematian
bayi dan ibu melahirkan lebih tinggi di daerah
perdesaan, kawasan timur Indonesia, serta pada
penduduk dengan tingkat pendidikan yang ren-
dah. Persentase balita berstatus kurang gizi dan
gizi-buruk di daerah perdesaan juga lebih tinggi
dibandingkan di daerah perkotaan. Demikian
pula, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehat-
an terlatih dan cakupan imunisasi pada golong-
an miskin jauh lebih rendah dibanding dengan
golongan kaya.
2. Beban Ganda Penyakit
Pada kurun waktu yang sama (2004-2005), In-
donesia dihadapkan pada berbagai penyakit
menular, seperti: tuberkulosis (TB) paru, infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, diare,
dan penyakit kulit. Tidak hanya penyakit menu-
lar, masyarakat juga diserang oleh penyakit tidak
menular, seperti: penyakit jantung, pembuluh da-
rah, diabetes mellitus, dan kanker.
Selain itu, Indonesia juga menghadapi emerging
diseases, seperti: demam berdarah dengue (DBD),
human immunodeciency virus/acquired immune
deciency syndrome (HIV/AIDS), chikungunya, se-
vere acute respiratory syndrom (SARS).
Dengan berbagai kondisi tersebut, dapat di-
katakan bahwa telah terjadi transisi epidemiologi
di Indonesia yang menyebabkan adanya beban
ganda (double burdens) bagi peningkatan taraf ke-
sehatan masyarakat. Hal ini ditambah pula dengan
meningkatnya jumlah penduduk serta perubahan
struktur umur penduduk yang ditandai dengan
semakin meningkatnya penduduk usia produktif
dan usia lanjut. Kondisi tersebut tentu akan ber-
pengaruh terhadap jumlah dan jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa
yang akan datang.
3. Kinerja Pelayanan Kesehatan yang Ren-
dah
Kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah
satu faktor penting dalam upaya peningkatan
kualitas kesehatan penduduk. Pada awal RPJMN
2004-2009 kinerja pelayanan kesehatan masih
cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator, seperti: proporsi pertolongan persa-
linan oleh tenaga kesehatan, proporsi bayi yang
mendapatkan imunisasi campak, dan proporsi
penemuan kasus (case detection rate) TB paru.
Pada 2004, cakupan persalinan oleh tenaga kese-
hatan baru mencapai 71,52 persen dengan variasi
antara 43,15 persen di Provinsi Sulawesi Teng-
gara dan 97,59 persen di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta. Sementara pada saat yang
sama, cakupan imunisasi campak untuk anak
umur 12-23 bulan baru mencapai 71,6 persen de-
ngan variasi antara 44,0 persen di Provinsi Banten
dan 91,1 persen di Provinsi Daerah Istimewa (DI)
Yogyakarta. Sedangkan proporsi penemuan kasus
penderita TB paru baru mencapai 29 persen.
4. Perilaku Kurang Mendukung Pola Hidup
Bersih dan Sehat
Perilaku pola hidup bersih dan sehat masyarakat
secara umum masih rendah. Hal ini dapat dilihat
dari tingginya kebiasaan merokok, rendahnya
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, tingginya
prevalensi kurang gizi dan lebih-gizi (overnutri-
tion) pada anak dan balita, kecenderungan me-
ningkatnya jumlah penderita HIV dan AIDS dan
penderita penyalahgunaan narkotika, psikotropi-
ka, zat adiktif (NAPZA) serta kematian akibat ke-
celakaan.
Pada 2004, proporsi penduduk dewasa yang
merokok sebesar 34,4 persen. Persentase kurang
gizi pada balita 28,2 persen dan gizi-lebih menca-
LO_Bab 4.11.indd 388 5/5/09 2:44:29 PM
Bagian 4
389
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
pai 2,8 persen. Penderita AIDS tercatat sebanyak
2.682 orang dan HIV sebanyak 3.368 orang. Se-
dangkan penderita penyalahgunaan NAPZA ter-
catat sebanyak 52.500 orang.
5. Rendahnya Kondisi Kesehatan Ling-
kungan
Kondisi lingkungan dapat tercermin dari ak-
ses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi
dasar. Pada 2004, persentase rumah tangga (RT)
yang mempunyai akses terhadap air yang layak
untuk dikonsumsi baru mencapai 50 persen se-
dangkan akses RT terhadap sanitasi dasar baru
mencapai 63,5 persen (Susenas 2002). Faktor
yang menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat tersebut adalah belum dikelolanya
kesehatan lingkungan secara lintas-sektoral
dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
6. Rendahnya Kualitas, Pemerataan, dan
Akses Pelayanan Kesehatan
Kualitas, pemerataan, dan akses pelayanan ke-
sehatan masih rendah pada 2004. Hal ini terlihat
dari jumlah penduduk yang dapat dilayani oleh
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Setiap
100.000 penduduk rata-rata hanya dapat dila-
yani oleh 3,5 Puskesmas (prol 2004). Selain jum-
lahnya yang kurang, kualitas, pemerataan, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan di Puskes-
mas masih menjadi kendala. Pada periode yang
sama, baru terdapat 1.246 rumah-sakit (RS) (pro-
l 2004) yang tersebar, terdiri dari 625 RS milik
Pemerintah dan 621 RS milik swasta. Sementara,
jumlah seluruh tempat tidur yang tersedia di RS
sebanyak 127.217 atau rata-rata 61 tempat tidur
per 100.000 penduduk.
Kualitas pelayanan sebagian besar RS pada u-
mumnya memang masih di bawah standar. Pela-
yanan kesehatan rujukan juga belum optimal
dan belum memenuhi harapan masyarakat. Hal
ini disebabkan lambatnya pelayanan, kesulitan
administrasi, dan lamanya waktu tunggu. Perlin-
dungan masyarakat di bidang obat dan makanan
juga masih rendah.
7. Keterbatasan dan Kesenjangan Jumlah
Tenaga Kesehatan
Indonesia mengalami kekurangan tenaga kese-
hatan hampir pada semua jenis kebutuhan. Pada
2004, dokter umum diperkirakan baru melayani
7,93 per 100.000 penduduk. Untuk dokter gigi,
dokter spesialis, dan bidan, berturut-turut baru
melayani 2,43, 3,11, dan 20,57 per 100.000 pen-
duduk.
Demikian pula, sarjana kesehatan masyarakat
baru melayani 0,5 per 100.000 penduduk. Lebih
lanjut, angka untuk apoteker baru mencapai 1,7,
untuk ahli gizi baru 6,6, tenaga epidemiologi 0,1,
dan 4,7 untuk tenaga sanitasi. Selain itu, banyak
Puskesmas belum memiliki dokter dan tenaga ke-
sehatan masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk
oleh kesenjangan distribusi tenaga kesehatan, di-
mana sebaran tenaga kesehatan lebih besar atau
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan kota-kota be-
sar.
8. Rendahnya Status Kesehatan Penduduk
Miskin
Angka kematian bayi pada kelompok termiskin
adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup (prol 2004).
Sedangkan pada kelompok terkaya hanya 17 per
1.000 kelahiran hidup (prol 2004). Penyakit in-
feksi yang merupakan penyebab kematian utama
pada anak dan balita, seperti: ISPA, diare, tetanus
neonatorum, dan kesulitan kelahiran, lebih sering
terjadi pada penduduk miskin dibandingkan pen-
duduk kaya. Penyakit lain yang banyak diderita
penduduk miskin adalah penyakit: TB paru, ma-
laria, dan HIV/AIDS.
Dok : PLN
LO_Bab 4.11.indd 389 5/5/09 2:44:33 PM
390
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Rendahnya status kesehatan penduduk miskin
terutama disebabkan oleh terbatasnya akses ter-
hadap pelayanan kesehatan. Selain kendala geo-
gras, faktor ekonomi juga menjadi penyebab
utama. Data Survei Demogra dan Kesehatan In-
donesia (SDKI 2002-2003) menunjukkan bahwa
sekitar 48,7 persen masalah untuk mendapat-
kan pela-yanan kesehatan adalah: kendala bi-
aya, jarak, dan transportasi. Utilisasi RS masih
didominasi oleh golongan mampu, sedang ma-
syarakat miskin cenderung memanfaatkan pelay-
anan di Puskesmas.
Demikian pula, persalinan oleh tenaga kesehatan
pada penduduk miskin baru sekitar 39,1 persen,
sedangkan penduduk kaya sudah mencapai 82,3
persen. Mayoritas penduduk miskin juga belum
terjangkau oleh sistem asuransi kesehatan (As-
kes). Askes sebagai suatu bentuk sistem jaminan
sosial hanya menjangkau sekitar 18,74 persen
penduduk, yang sebagian besar di antaranya
adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota
TNI.
4.14.2.2. Sasaran yang Ingin Dicapai
Dari gambaran kondisi awal tersebut, maka sa-
saran pembangunan kesehatan pada akhir 2009
adalah meningkatnya derajat kesehatan masyara-
kat. Upaya untuk mencapainya adalah melalui
peningkatan akses masyarakat terhadap pelayan-
an kesehatan. Hal tersebut tercermin dari indika-
tor-indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2
tahun menjadi 70,6 tahun;
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35
menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup;
3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan
dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran
hidup;
4. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada
anak dan balita dari 25,8 persen menjadi 20,0
persen dari jumlah penduduk.
Untuk mencapai sasaran-sasaran di atas dilak-
sanakan melalui berbagai program yaitu: (1)
Mayoritas penduduk miskin juga belum
terjangkau oleh sistem asuransi kesehat-
an (Askes)
Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat; (2) Program Lingkungan Sehat; (3)
Program Upaya Kesehatan Masyarakat; (4) Pro-
gram Upaya Kesehatan Perorangan; (5) Program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit; (6)
Program Perbaikan Gizi Masyarakat; (7) Program
Sumberdaya Kesehatan; (8) Program Obat dan
Perbekalan Kesehatan; (9) Program Pengawasan
Obat dan Makanan; (10) Program Pengembang-
an Obat Asli Indonesia; (11) Program Kebijakan
dan Manajemen Pembangunan Kesehatan; dan
(12) Program Penelitian dan Pengembangan Ke-
sehatan.
4.14.3. Pencapaian 2005-2008
4.14.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Seperti telah dikemukan sebelumnya, sasaran
dalam RPJMN 2004-2009 ini meliputi beberapa
indikator capaian. Capaian masing-masing sasar-
an diuraikan sebagai berikut:
1. Capaian Sasaran Outcome
a. Usia Harapan Hidup
Pada periode 2006-2007, usia harapan hidup
penduduk Indonesia sudah mencapai 69,4 tahun.
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS), kecenderungan usia harap-
an hidup akan terus meningkat sampai menjadi
sekitar 73,7 tahun pada 2025. Berdasarkan data
yang sama, usia harapan hidup pada 2008 adalah
70,5 tahun. Atas dasar ini, sasaran usia harapan
hidup 70,6 tahun dalam RPJMN pada akhir 2009
diperkirakan akan tercapai.
b. Status Kesehatan Ibu dan Anak
Status dan kecenderungan Angka Kematian Ibu
(AKI) melahirkan telah mengalami penurunan
LO_Bab 4.11.indd 390 5/5/09 2:44:33 PM
Bagian 4
391
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
dari 334 per 100.000 kelahiran hidup pada 1995
menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI
2002-2003) dan 228 per 100.000 kelahiran hidup
pada 2007. Penurunan ini terutama karena fak-
tor meningkatnya persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan, dari 71,52 persen (Susenas
2004) menjadi 72,53 persen (Susenas 2007).
Demikian pula, angka kematian bayi menurun
dari 35 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-
2003) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada
2007. Penurunan kematian bayi dan balita ini
sangat terkait dengan naiknya cakupan imunisa-
si. Pada indikator ini, cakupan imunisasi lengkap
meningkat dari 51,5 persen pada 2003 menjadi
58,6 persen pada 2007. Penurunan ini juga dica-
pai melalui pelaksanaan program-program pela-
yanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin
serta pemberian informasi dan pengetahuan ke-
sehatan dasar yang meluas.
c. Status Gizi
Melalui rangkaian program pangan dan perbaikan
gizi, kondisi gizi balita secara umum mengalami
perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan menurun-
nya prevalensi kurang gizi. Pada 2005, prevalensi
kekurangan gizi pada anak balita sebesar 25,8
persen dan menurun menjadi 18,4 persen pada
2007 (Riskesdas 2007). Upaya perbaikan status
gizi masyarakat, terutama masyarakat miskin,
akan terus dilakukan dan menjadi salah satu pri-
oritas pembangunan kesehatan.
Sementara itu, kasus gizi buruk yang dilaporkan
dan ditangani dari tahun ke tahun juga terus
menurun. Pada 2005, jumlah kasus gizi buruk
yang dilaporkan dan ditangani sejumlah 76.178
kasus. Jumlah tersebut dapat diturunkan men-
jadi 50.106 kasus pada 2006. Pada 2007, kasus
gizi buruk terus menurun sebesar 39.080 kasus.
Sampai dengan bulan Mei 2008 telah dilaporkan
19.617 kasus gizi buruk pada balita yang ditemu-
kan dan ditangani.
d. Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk
Miskin
Cakupan pelayanan kesehatan bagi penduduk
miskin dan kurang mampu melalui program
Jamkesmas terus meningkat dari 36,4 juta orang
pada 2005 menjadi 76,4 juta orang pada 2007.
Selain jumlah sasaran, indikator capaian program
ini dapat dilihat melalui utilisasi (visit rate) pela-
yanan; cakupan pemeriksaan kehamilan; serta
persalinan, nifas, dan perawatan bayi baru lahir.
Pada 2006, jumlah kunjungan rawat jalan tingkat
pertama di puskesmas mencapai 109.859; kun-
jungan rawat jalan tingkat lanjut di Rumah-sakit
mencapai 6.918.379; dan pemanfaatan rawat
inap tingkat lanjut di ruang rawat inap kelas III
Rumah-sakit mencapai 1.580.135. Di samping itu,
penduduk miskin yang sudah mendapat pelayan-
an kasus khusus seperti pertolongan persalinan
sebanyak 501.622 orang, hemodialisa sebanyak
5.418 orang, operasi jantung sebanyak 2.950
orang, dan operasi caesar 7.141 orang.
Program Jamkesmas akan terus dilanjutkan un-
tuk meningkatkan akses penduduk miskin dan
kurang mampu terhadap pelayanan kesehatan
dasar. Sejalan dengan itu, penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dasar terutama di daerah
tertinggal, terpencil, daerah perbatasan, dan dae-
rah bencana terus ditingkatkan.
Tantangan utama dalam pelayanan kesehatan
penduduk miskin ini adalah walaupun pelayanan
kesehatan bagi penduduk miskin telah tersedia,
namun belum semua penduduk miskin meman-
faatkan pelayanan ini. Hal tersebut diakibatkan
kendala biaya, jarak, dan transportasi untuk men-
jangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Tantangan
lain adalah berkaitan dengan distribusi kartu
miskin yang belum seluruhnya tepat sasaran. Se-
lain itu, ketersediaan obat dalam pelayanan ke-
sehatan dan kelancaran pembayaran klaim juga
menjadi tantangan yang harus dihadapi.
LO_Bab 4.11.indd 391 5/5/09 2:44:33 PM
392
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2. Capaian Sasaran Program
Berbagai program telah dilakukan dalam suatu
kerangka kebijakan untuk mencapai sasaran
RPJMN 2004-2009. Rangkaian program tersebut
adalah sebagai berikut:
a. ProgramUpaya Kesehatan Masyarakat
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan
yang merata dan bermutu bagi masyarakat, ke-
tersediaan sarana dan prasarana yang memadai
sangat dibutuhkan. Melalui program ini, kegiatan
pokok yang dilaksanakan meliputi:
1. Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sa-
rana dan prasarana puskesmas dan jaringan-
nya;
2. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di
puskesmas dan jaringannya;
3. Pengadaan peralatan dan perbekalan kese-
hatan termasuk obat generik esensial;
4. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang
mencakup sekurang-kurangnya promosi ke-
sehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, perbaikan gizi, kesehatan ling-
kungan, pemberantasan penyakit menular,
dan pengobatan dasar; serta
5. Penyediaan biaya operasional dan pemeli-
haraan.
Dalam kerangka program ini, pembangunan dan
rehabilitasi puskesmas dan jaringannya (puskes-
mas pembantu, puskesmas dengan perawatan,
puskesmas keliling, serta poliklinik kesehatan
desa) terus dilakukan. Tujuannya, untuk mening-
katkan akses dan keterjangkauan masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang
lebih berkualitas.
Sampai dengan akhir 2008, telah tersedia 8.234
Puskesmas, 22.337 Puskesmas Pembantu, 6.631
Puskesmas Keliling Roda Empat, dan 838 Pus-
kesmas Keliling Air. Dalam rangka memperluas
jaringan pelayanan kesehatan dasar di tingkat
desa, sampai dengan akhir 2008 telah dibangun
Poliklinik Kesehatan Desa sebagai salah satu upa-
ya perwujudan Desa Siaga. Sejak 2006, telah di-
lakukan pula pencanangan pengembangan Desa
Siaga dan dikembangkan 12.300 Desa Siaga yang
dilengkapi dengan 12.300 Poliklinik Kesehatan
Desa. Pada 2008, jumlah Desa Siaga telah mening-
kat menjadi 43.135 desa. Pada 2009, ditargetkan
seluruh desa akan menjadi desa siaga.
Di samping itu, kegiatan berbasis pemberda-
yaan masyarakat juga terus dilaksanakan sebagai
upaya untuk mempercepat penurunan angka ke-
matian bayi, angka kematian ibu, dan meningkat-
kan status gizi balita. Upaya tersebut antara lain
melalui pengembangan Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu). Pada saat ini, tercatat Posyandu aktif
sebanyak 269.202 kegiatan. Angka ini meningkat
dibanding 2004 yang sebanyak 206.971 kegiatan.
Jumlah balita yang terlayani kegiatan Posyandu
juga mengalami peningkatan dari 43 persen men-
jadi 60 persen selama kurun waktu 2004-2008.
Sampai dengan 2008, juga telah dikembangkan
1.000 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) dan
229 Mushola Sehat.
b. ProgramUpaya Kesehatan Perorangan
Program jaminan kesehatan ditujukan untuk me-
ningkatkan akses, keterjangkauan, dan kualitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat perorang-
an terutama golongan kurang mampu. Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam kerangka program
ini antara lain:
Dok : Tempo
LO_Bab 4.11.indd 392 5/5/09 2:44:40 PM
Bagian 4
393
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin
di ruang rawat inap kelas III rumah sakit;
2. Pembangunan sarana dan prasarana rumah
sakit di daerah tertinggal secara selektif;
3. Perbaikan sarana dan prasarana rumah
sakit;
4. Pengadaan obat dan perbekalan rumah sakit;
5. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan;
6. Pengembangan pelayanan dokter keluarga;
7. Penyediaan biaya operasional dan pemeli-
haraan; serta
8. Peningkatan peran serta sektor swasta dalam
upaya kesehatan perorangan.
Sejak sebelum 2005, Pemerintah telah melaku-
kan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin (JPK-MM). Program ini
kemudian berganti nama menjadi Asuransi Kese-
hatan Masyarakat Miskin (Askeskin) pada 2005,
dan berganti lagi menjadi Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) pada 2008. Program
ini merupakan pelayanan kesehatan kepada pen-
duduk miskin melalui asuransi kesehatan. Me-
lalui program ini seluruh penduduk miskin dapat
memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas
dan jaringannya serta ruang rawat inap kelas III
Rumah-sakit secara gratis. Tahun-tahun terakhir,
upaya pelayanan kesehatan ini terus disempur-
nakan, mencakup sistem pemantauan dan safe
guarding, maupun ketepatan dalam penetapan
target sasaran.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kese-
hatan rujukan, berbagai rumah-sakit terus di-
tingkatkan kemampuannya, baik daya tampung
untuk perawatan maupun peningkatan fasilitas
pelayanan medik, seperti ruang operasi, unit ga-
wat darurat, ruang isolasi, unit transfusi darah,
dan laboratorium kesehatan serta penambahan
jumlah tempat tidur. Dari sisi kuantitas, jumlah
rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan terus meningkat walaupun dalam jumlah
yang relatif lambat dibandingkan dengan pening-
katan jumlah penduduk. Sampai dengan 2008,
telah tersedia 1.319 rumah sakit yang melayani
Jamkesmas dengan jumlah tempat tidur yang
tersedia mencapai 139.000. Dari jumlah tersebut,
49,4 persen merupakan rumah sakit swasta dan
50,6 persen rumah sakit Pemerintah.
Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap pen-
duduk secara nasional pada 2006 adalah 1 tempat
tidur per 1.590 penduduk. Rasio ini akan terus
ditingkatkan, dengan sasaran 1 tempat tidur per
1.333 penduduk pada 2010 (Renstra 2005-2009,
DepKes). Dengan demikian, penambahan fasilitas
tempat tidur di rumah sakit perlu menjadi priori-
tas ke depan terutama dalam upaya mengantisi-
pasi terjadi transisi demogra dan epidemiologi.
Sementara itu, jumlah pasien keluarga miskin
(gakin) yang mendapatkan pelayanan kesehatan
terus mengalami peningkatan tiap tahunnya,
terutama setelah adanya sosialisasi program
Jamkesmas.
c. ProgramSumberdaya Kesehatan
Tenaga kesehatan dinilai masih belum mencukupi
dan penyebarannya juga belum merata. Daerah-
daerah terpencil dan tertinggal masih kekurang-
an tenaga kesehatan, terutama dokter dan bi-
dan. Untuk mengatasi masalah tersebut, selama
periode 2005-2008 telah dilaksanakan berbagai
kegiatan untuk meningkatkan SDM kesehatan.
Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
jumlah, mutu, dan penyebaran tenaga kesehatan,
sesuai dengan kebutuhan pembangunan kese-
hatan terutama di daerah terpencil, tertinggal,
dan perbatasan. Kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program ini meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;
2. Peningkatan keterampilan dan profesionalisme
tenaga kesehatan melalui pendidikan dan pela-
tihan;
3. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan,
terutama untuk pelayanan kesehatan di pus-
LO_Bab 4.11.indd 393 5/5/09 2:44:41 PM
394
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kesmas dan jaringannya, serta rumah sakit
kabupaten/kota;
4. Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pe-
ngembangan karir; dan
5. Penyusunan standar kompetensi dan regulasi
profesi kesehatan.
Melalui program tersebut, jumlah tenaga kesehat-
an di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan
terus meningkat. Pada 2005, jumlah dokter spe-
sialis sebanyak 685 orang dan meningkat men-
jadi 1.025 orang pada 2007. Pada periode yang
sama, jumlah dokter dan dokter gigi mencapai
3.905 meningkat dari 2.416. Jumlah bidan desa
meningkat menjadi 18.317 dari 15.493. Dengan
meningkatnya jumlah tenaga medis, rasio dok-
ter spesialis meningkat dari 1,16 per 100.000
penduduk menjadi 1,68 per 100.000 penduduk.
Rasio dokter dan dokter gigi meningkat dari 4,07
per 100.000 penduduk menjadi 6,40 per 100.000
penduduk. Rasio bidan meningkat dari 26,13 per
100.000 penduduk menjadi 30,02 per 100.000.
Selain itu, dalam rangka pendayagunaan tenaga
kesehatan telah dilaksanakan kebijakan pen-
dayagunaan tenaga kesehatan dalam bentuk PTT
(Pegawai Tidak Tetap), utamanya untuk daerah
terpencil dan sangat terpencil. Di samping itu un-
tuk menarik minat bagi tenaga dokter dan dokter
gigi PTT yang ditugaskan di daerah sangat ter-
pencil, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan
pemberian insentif penghasilan.
Penyakit dan infeksi menular masih
te-tap merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang menonjol di Indonesia
Secara umum, meskipun jumlah tenaga kese-
hatan dari tahun ke tahun terus meningkat, na-
mun masih terjadi kesenjangan antar-daerah.
Sebagian besar dokter spesialis, dokter umum,
dokter gigi, dan bidan berada di Pulau Jawa dan
Bali. Sementara itu, wilayah lain seperti: Maluku
Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat serta sejum-
lah daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan,
umumnya masih kekurangan tenaga kesehatan.
Untuk itu, perlu diupayakan distribusi tenaga ke-
sehatan yang lebih merata yang disertai dengan
pemberian insentif yang memadai. Hal ini dimak-
sudkan agar ketersediaan tenaga kesehatan, khu-
susnya di daerah tertinggal, terpencil, dan perba-
tasan, menjadi lebih memadai.
Permasalahan utama dalam penyediaan tenaga
kesehatan terletak pada pendistribusian. Selain
itu, perencanaan SDM kesehatan selama ini ma-
sih berdasarkan atas kebutuhan Pemerintah dan
kurang mengakomodasi kebutuhan masyarakat.
Sehingga, walaupun rasio tenaga kesehatan cen-
derung terus membaik, namun masih belum me-
madai seperti yang diharapkan dalam program
Indonesia Sehat 2010.
d. Program Pengendalian dan Pemberan-
tasan Penyakit Menular
Penyakit dan infeksi menular masih tetap meru-
pakan masalah kesehatan masyarakat yang me-
nonjol di Indonesia. Untuk itu, program ini di-
laksanakan dengan tujuan mengurangi dampak
penyakit menular maupun tidak menular yang
terjadi di masyarakat. Dengan program ini di-
harapkan angka kesakitan, kematian, dan keca-
catan akibat penyakit dapat ditekan.
Melalui program ini, prioritas penyakit menular
yang ditangani adalah demam berdarah dengue,
malaria, diare, polio, laria, kusta, tuberkulosis
paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-pe-
nyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Se-
dangkan prioritas penyakit tidak menular yang
ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gang-
guan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker. Ke-
giatan pokok yang dilakukan untuk menunjang
program ini antara lain:
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko;
LO_Bab 4.11.indd 394 5/5/09 2:44:41 PM
Bagian 4
395
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Peningkatan imunisasi;
3. Penemuan dan tatalaksana penderita;
4. Peningkatan pemantauan epidemiologi dan
penanggulangan wabah;
5. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edu-
kasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit; serta
6. Pencegahan dan penanggulangan u burung
dan penyakit lainnya.
Pada 2004, angka kematian penderita demam
berdarah dengue (DBD) menurun dari 1,2 per-
sen (prol 2005) menjadi 0,62 persen pada 2007
(Riskesdas 2007). Penurunan angka kematian ini
menunjukkan semakin baiknya penatalaksanaan
kasus DBD di puskesmas maupun rumah-sakit.
Upaya penanggulangan DBD yang telah dilakukan
adalah:
1. Pemantauan epidemiologi dan penanggulangan
kejadian luar biasa (KLB);
2. Pemberantasan vektor;
3. Penatalaksanaan kasus;
4. Penyuluhan;
5. Kemitraan dalam wadah kelompok kerja nasi-
onal (POKJANAL); dan
6. Peningkatan peran serta masyarakat, mi-
sal melalui program Juru Pemantau Jentik
Nyamuk (Jumantik), Desa Siaga, dan Pemuda
Siaga.
Kegiatan penanganan dan pencegahan ini dilaku-
kan karena kecenderungan kasus DBD di Indo-
nesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sepanjang 2004, kasus DBD yang ditemukan
mencapai 80.000 dan meningkat menjadi lebih
dari 158.000 kasus pada 2007.
Tingkat kematian akibat penyakit Malaria menu-
run dari 92 persen pada 2005 menjadi 20 persen
pada 2007. Angka prevalensi malaria berdasarkan
Riskesdas 2007 adalah sebesar 2,85 persen. Lebih
rinci Riskesdas 2007 menemukan fakta bahwa
terdapat 15 provinsi yang mempunyai preva-
lensi malaria di atas prevelensi nasional. Provinsi
tersebut antara lain: NAD, Sumut, Jambi, Beng-
kulu, Babel, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Sulteng,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat,
dan Papua.
Selanjutnya, untuk penyakit Filariasis prevalen-
sinya adalah 0,11 persen dengan 8 provinsi mem-
punyai angka di atas prevalensi nasional. Upaya
penanggulangan malaria yang dilakukan antara
lain dengan pengobatan massal, survei demam,
penyemprotan rumah, penyelidikan vektor pe-
nyakit, dan tindakan lain seperti pengeringan
tempat perindukan.
Sementara itu, penemuan kasus Tuberculosis
(TB) dapat ditingkatkan dari 54 persen menjadi
75,6 persen pada 2007. Demikian pula, angka
penyembuhannya telah mencapai lebih dari 89
persen. Ini artinya, angka penyembuhan nasional
telah melebihi target internasional yang sebesar
85 persen. Prevalensi nasional Tuberkulosis ber-
dasarkan Riskesdas 2007 adalah 0,99 persen.
Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi tu-
berkolosis di atas prevalensi nasional. Provinsi
tersebut antara lain: NAD, Sumbar, Riau, DKI Ja-
karta, dan Jateng. Upaya peningkatan penanggu-
langan TB yang juga telah dilakukan mencakup:
1. Perluasan pelayanan TB di sektor Pemerin-
tah, non-Pemerintah, dan swasta;
2. Perluasan pelayanan pendeteksian dini TB
(Directly Observed Treatment Short Course/
DOTS) di rumah-sakit;
3. Implementasi International Standard for TB
Care (ISTC) melalui kolaborasi dengan orga-
nisasi profesi;
4. Mengikutsertakan dokter umum praktik
swasta dalam upaya penanggulangan TB;
5. Kampanye melalui media massa; dan
6. Pelayanan TB berbasis komunitas.
Kasus HIV/AIDS terus meningkat cukup signi-
LO_Bab 4.11.indd 395 5/5/09 2:44:41 PM
396
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kan dari tahun ke tahun. Sampai dengan akhir
2007, dilaporkan jumlah kumulatif kasus AIDS
adalah sebanyak 11.141 dan 6.066 kasus HIV
(Depkes, 2007). Namun demikian, secara nasi-
onal prevalensi HIV di Indonesia masih rendah,
yaitu 0,2 persen. Cara penularan kasus AIDS ku-
mulatif yang dilaporkan melalui IDU 49,9 persen,
heteroseksual 41,9 persen, dan homoseksual 3,9
persen. Kasus AIDS tertinggi dilaporkan terjadi
pada kelompok umur 20-29 tahun (54,05 persen)
dan disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,96
persen). Namun demikian tingkat epidemi sangat
bervariasi antar-daerah. Bahkan di tanah Papua
penularan sudah sampai ke rumah-tangga. Hasil
survei terpadu HIV 2006, prevalensi HIV di Ta-
nah Papua adalah sebesar 2,4 persen.
Upaya penanganan terus diperbaiki untuk me-
ngurangi risiko penularan penyakit ini. Upaya
penanggulangan HIV/AIDS yang telah dilakukan
mencakup:
1. Peningkatan kuantitas dan kualitas peman-
tauan penyakit infeksi menular seksual;
2. Promosi penggunaan kondom pada kelom-
pok risiko tinggi;
3. Peningkatan peran komisi penanggulangan
AIDS;
4. Layanan komprehensif HIV/AIDS oleh 153
RS;
5. Menyelenggarakan 260 layanan konseling
dan testing yang tersebar di seluruh daerah;
6. Pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu
ke bayi, melalui screening dan pengobatan;
serta
7. Kampanye Save Tanah Papua melalui active
case nding.
Dalam rangka penanggulangan Flu Burung sam-
pai dengan 2008 telah disiapkan 100 rumah sakit
rujukan. Di samping itu telah dikembangkan pula
8 laboratorium diagnostik dan peningkatan kom-
petensi laboratorium Badan Litbangkes. Dengan
demikian, sejak Juli 2006 pemeriksaan laborato-
rium u burung sudah dapat dilakukan di Indo-
nesia, tanpa harus mengirim specimen ke Hong-
kong. Dalam rangka pengobatan dini gejala u
burung telah diproduksi Tamiu atau oseltamivir
di dalam negeri. Untuk sediaan di setiap puskes-
mas dan rumah-sakit telah disediakan sebanyak
16 juta kapsul.
Selanjutnya, persentase balita yang mendapat
imunisasi dasar terus meningkat. Pada 2006,
persentase cakupan balita yang mendapat imu-
nisasi campak dan DPT sudah mencapai 85 dan
87 persen. Berdasarkan data Riskesdas 2007,
persentase nasional imunisasi BCG pada anak
usia 12-23 bulan adalah 86,9 persen; polio 3 sebe-
sar 71 persen; DPT 3 sebesar 67,7 persen; dan
HB3 sebesar 62,8 persen.
Sementara itu, hasil survey yang dilaksanakan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indo-
nesia yang didukung WHO, UNICEF, dan USAID
(MMC/IP) pada 2007 mengungkapkan bahwa se-
cara umum akses terhadap pelayanan imunisasi
di Indonesia sangat baik. Imunisasi BCG men-
capai cakupan 91 persen, DPT 1 87 persen, dan
BCG scar 80 persen. Sedangkan anak yang tidak
pernah dilakukan imunisasi mencapai 4 persen.
Dropout rate untuk DPT 1 sampai DPT 3 masih
cukup tinggi yaitu 12 persen. Sedangkan alasan
utama tidak imunisasi adalah akibat kurangnya
informasi pelayanan imunisasi, maupun ada se-
bagian ibu yang khawatir terhadap pemberian
imunisasi anaknya. Selanjutnya kualitas imunisa-
si juga ditunjukkan melalui kepemilikan kartu
imunisasi (KMS). Pada 2007, jumlah kepemilikan
kartu KMS adalah sebesar 52 persen. Pelaksanaan
pelayanan imunisasi sebagian besar dilaksanakan
melalui posyandu yaitu sebesar 70 persen, se-
dangkan yang dilayani melalui pusat pelayanan
kesehatan dasar (puskesmas) sebesar 10 persen.
Peningkatan cakupan imunisasi ini terus dilaku-
kan melalui:
1. Pengembangan program imunisasi dengan
vaksin baru secara bertahap;
LO_Bab 4.11.indd 396 5/5/09 2:44:42 PM
Bagian 4
397
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Peningkatan pelayanan imunisasi dan pela-
yanan kesehatan anak, terutama melalui pe-
nguatan sistem kesehatan yang terkait; serta
3. Peningkatan peranan masyarakat dan pela-
tihan.
Dalam rangka mendukung sistem pemantauan,
evaluasi, dan informasi kesehatan, telah dikem-
bangkan sistem informasi kesehatan dengan
pendekatan evidence based di seluruh Indonesia
melalui program riset kesehatan dasar (Riskesdas)
selama 2005-2008. Informasi yang diperoleh men-
cakup gambaran indikator kesehatan, mulai dari
tingkat kabupaten/kota hingga tingkat nasional.
Gambaran indikator kesehatan tersebut meliputi:
karakteristik genetika yang berhubungan de-
ngan penyakit tertentu dan parameter status ke-
sehatan sebagai sarana pengembangan biobanking
Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga telah ber-
hasil melakukan pengumpulan dan penyimpanan
bekuan darah dari 100.000 penduduk Indonesia
untuk membantu upaya pengembangan uji diag-
nosa penyakit tertentu, seperti: dengue, malaria,
dan avian inuenza.
e. Program Peningkatan Ketersediaan,
Keterjangkauan, dan Pengawasan Obat
Program ini ditujukan untuk menjamin keterse-
diaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat
dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradi-
sional, perbekalan kesehatan rumah-tangga, dan
kosmetika. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam
program ini meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat dan perbekal-
an kesehatan;
2. Peningkatan pemerataan obat dan perbekal-
an kesehatan;
3. Peningkatan mutu penggunaan obat dan per-
bekalan kesehatan;
4. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan
perbekalan kesehatan terutama untuk pen-
duduk miskin; dan
5. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komu-
nitas dan rumah sakit.
Dalam rangka peningkatan keterjangkauan ma-
syarakat terhadap obat bagi semua lapisan ma-
syarakat, sejak 2006 Pemerintah secara terus
menerus melakukan evaluasi dan penilaian ter-
hadap harga obat, khususnya obat generik. Jum-
lah item/jenis obat generik yang akan diturunkan
terus diupayakan. Pada 2006, lebih dari 157 item/
jenis obat generik telah dapat diturunkan sampai
dengan 70 persen, dan disusul dengan penurunan
harga 1.418 item/jenis obat esensial generik ber-
merek antara 10-80 persen. Pada 2007, telah di-
lakukan rasionalisasi harga obat dari 454 obat
generik. Di antara 61 item/jenis obat tersebut
mengalami penurunan sampai 10 persen. Selain
itu, agar masyarakat dapat memperoleh informa-
si yang benar tentang obat generik dan harganya,
maka telah dilakukan pula labelisasi obat generik
pada kemasannya dengan mencantumkan harga
eceran tertinggi (HET).
Sejalan dengan program di atas, sejak awal 2007
Pemerintah telah menetapkan kebijakan Apotek
Rakyat dan Obat Serba Seribu. Kebijakan ini
bertujuan meningkatkan akses pelayanaan ke-
farmasian, menertibkan peredaran obat, mem-
berikan kesempatan kepada apoteker untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian, mengu-
rangi pengangguran, dan menggulirkan ekonomi
rakyat. Sampai saat ini telah tersedia 12 jenis
obat dan jumlah tersebut akan terus bertambah.
Obat-obat tersebut dapat dibeli oleh masyarakat
di apotek, toko obat, toko eceran, warung, pos ke-
sehatan desa, dan juga Apotek Rakyat.
Dalam penggunaan obat, telah dilakukan upaya
penyuluhan dan penyebaran informasi agar obat
dapat digunakan secara tepat dan rasional. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari penyalahgu-
naan dan kesalahgunaan obat. Upaya penggunaan
obat rasional dilaksanakan dengan penerapan
konsep obat esensial, penggunaan obat generik,
serta promosi/informasi penggunaan obat ra-
sional. Untuk itu, telah disusun acuan penggu-
naan obat dalam bentuk Daftar Obat Essensial
Nasional (DOEN) untuk seluruh strata pelayanan
LO_Bab 4.11.indd 397 5/5/09 2:44:42 PM
398
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kesehatan, formularium di tiap RS, dan formu-
larium Jamkesmas.
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada
masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing
industri obat dan makanan Indonesia yang ber-
basis pada keunggulan mutu, pengawasan obat
dan makanan (POM) mutlak dilaksanakan. Se-
lama 2006, telah dilaksanakan berbagai kegiatan
dalam rangka perlindungan masyarakat atas
risiko produk obat, obat tradisional, makanan,
kosmetik, produk komplemen dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) yang tidak me-
menuhi persyaratan mutu, keamanan/safety ser-
ta khasiat/kemanfaatan.
Selain itu, dalam rangka pengawasan produk obat,
telah dilakukan pula inspeksi terhadap lebih dari
2.500 pedagang besar farmasi (PBF) dan 8.900
apotek, terkait dengan penerapan cara distribusi
obat yang baik (CDOB). Dari hasil audit diketahui
sekitar 51,6 persen masih terdapat pelanggaran
terhadap ketentuan CDOB. Untuk itu, pelanggar-
an tersebut ditindaklanjuti dengan pembinaan
hingga pemberian sanksi berupa pencabutan
izin.
Dalam rangka pengawasan mutu obat tradisional,
selama 2007 telah dilakukan pengujian mutu.
Hasilnya diketahui 19,9 persen sampel tidak me-
menuhi persyaratan. Selain itu, dalam rangka
pengawasan mutu dan keamanan pangan, telah
dilakukan pemeriksaan terhadap lebih dari 6.800
sarana industri yang terdiri dari industri makanan
yang telah memperoleh nomor Makanan Dalam
Negeri (MD) dan industri rumah tangga (IRT)
selama 2005-2007. Hasil pemeriksaan memper-
lihatkan sebesar 19,8 persen sarana sudah baik
dalam penerapan cara-cara produksi pangan yang
baik (CPPB), 61,6 persen sarana dinilai cukup,
dan 13 persen sarana dinilai masih kurang.
Begitu juga, dalam rangka pengawasan mutu
produk pangan yang beredar di masyarakat, se-
cara rutin telah dilakukan pengambilan sampel
dan pengujian produk pangan pada lebih dari
56.500 sampel selama 2005-2007. Hasil pengu-
jian menunjukkan 4,4 persen produk pangan ti-
dak memenuhi persyaratan (TMS) mutu dan ke-
amanan.
Selain itu, telah dilakukan pula sampling khusus
dan pengujian laboratorium terhadap sekitar
4.200 sampel garam beryodium yang beredar di
masyarakat. Hasil pengujian menunjukkan seki-
tar 22,5 persen garam beryodium belum me-
menuhi syarat kadar Kalium Iodat (KIO3).
Dalam rangka pemberantasan penyalahgunaan
NAPZA, telah dilakukan pengujian laboratorium
terhadap sekitar 7.400 sampel barang bukti yang
diduga/dicurigai. Berdasarkan hasil pengujian
laboratorium, terbukti lebih dari 3.200 sampel
merupakan narkotika dan lebih dari 3.500 sam-
pel terbukti psikotropika.
f. ProgramPerbaikan Gizi Masyarakat
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesa-
daran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan
status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil,
bayi dan anak balita. Kegiatan pokok yang dilak-
sanakan antara lain meliputi: (1) Peningkatan
pendidikan gizi; (2) Penanggulangan kurang e-
nergi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan
akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin
A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya; (3)
Penanggulangan gizi lebih; (4) Peningkatan sur-
veilens gizi; dan (5) Pemberdayaan masyarakat
untuk pencapaian keluarga sadar gizi.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam program ini
antara lain tersusunnya Rencana Aksi Pangan
dan Gizi Nasional 2006-2010 dan Panduan Pro-
gram Perbaikan Gizi Kabupaten/kota; pemberian
makanan tambahan berupa MP-ASI terhadap
401.341 bayi berusia 6-11 bulan, anak 12-23 bu-
lan sebanyak 1.012.062. orang, anak balita se-
banyak 1.884.529 anak dan ibu hamil/ibu nifas
LO_Bab 4.11.indd 398 5/5/09 2:44:42 PM
Bagian 4
399
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Kurang Energi Kronik (KEK) sebanyak 383.673
orang; pemberian makanan tambahan bagi bayi
dan anak balita di lokasi pengungsian di Provinsi
DI Aceh, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi
Tenggara dan korban banjir di Provinsi Suma-
tera Selatan; penanggulangan GAKY di 272 ke-
camatan endemik berat (20 kabupaten) dan 197
kecamatan endemik sedang (36 kabupaten/kota);
penanggulangan anemia gizi berupa pemberian
suplementasi tablet besi kepada anak sekolah,
remaja putri dan wanita pekerja melalui gerakan
pekerja wanita sehat dan produktif (GPWSP), se-
dangkan di daerah lainnya suplementasi berlan-
daskan kepada kemandirian khususnya pada ke-
lompok wanita usia subur (WUS) yang didukung
dengan kegiatan kampanye peningkatan kon-
sumsi tablet besi; penanggulangan kekurangan
Vitamin A pada 75 persen anak balita, dan pem-
berian kapsul Vitamin A dosis tinggi kepada 65
persen ibu nifas, serta pemberdayaan masyarakat
untuk pencapaian keluarga sadar gizi.
g. Program Pengawasan Obat dan Makan-
an
Program ini ditujukan untuk menjamin ter-
penuhinya persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan/khasiat produk terapetik/obat,
perbekalan kesehatan rumah tangga, obat tra-
disional, kosmetika, produk komplemen dan
produk pangan dalam rangka perlindungan kon-
sumen/masyarakat. Kegiatan pokok yang dilaku-
kan dalam program ini antara lain meliputi: (1)
Peningkatan pengawasan keamanan pangan dan
bahan berbahaya; (2) Peningkatan pengawasan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat
adiktif (NAPZA); (3) Peningkatan pengawasan
mutu, khasiat dan keamanan produk terapetik/
obat, perbekalan kesehatan rumah tangga, obat
tradisional, suplemen makanan dan produk kos-
metika; dan (4) Penguatan kapasitas laboratori-
um pengawasan obat dan makanan.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam program ini
antara lain peningkatan pengawasan keamanan
pangan dan bahan berbahaya; peningkatan pe-
ngawasan penyalahgunaan narkotika, psikotropi-
ka, zat adiktif (NAPZA); peningkatan pengawasan
mutu, khasiat dan keamanan produk terapetik/
obat, perbekalan kesehatan rumah tangga, obat
tradisional, suplemen makanan dan produk kos-
metika; dan penguatan kapasitas laboratorium
pengawasan obat dan makanan berupa pengujian
laboratorium untuk sampel obat, pemeriksaan sa-
rana produksi obat, NAPZA, obat tradisional, kos-
metika, produk komplemen dan makanan dalam
rangka GMP sebanyak 16.695 sarana; pelatihan
tenaga penyuluh keamanan pangan sebanyak
8.638 orang dan tenaga District Food Inspector;
penyusunan standar dan pedoman dalam rangka
pengawasan obat dan makanan sebanyak 90 stan-
dar dan pedoman; penilaian permohonan pendaf-
taran produk, obat sebanyak 9.384 berkas, obat
tradisional 4.568 berkas, kosmetika 34.399 ber-
kas, produk komplemen sebanyak 2.720 berkas,
dan makanan sebanyak 22.649 berkas; penyidik-
an dan penegakan hukum di bidang pengawasan
obat dan makanan sebanyak 6.927 kasus; dan
peningkatan pemberdayaan konsumen, sosialisa-
si dilakukan di 342 kab/kota dan penyebaran info
melalui media massa sebanyak 274 kali.
4.14.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Secara umum, tidak terdapat permasalahan
dalam mencapai sasaran. Hal ini dikarenakan a-
danya dukungan dari serangkaian program yang
telah berlangsung secara komprehensif dan ber-
Dok : PolaGrade
LO_Bab 4.11.indd 399 5/5/09 2:44:46 PM
400
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kesinambungan. Program-program tersebut se-
cara langsung berdampak pada perbaikan tingkat
kesehatan, gizi masyarakat, serta menurunkan
tingkat kematian ibu dan anak. Dalam menca-
pai target sasaran penurunan AKI, pelaksanaan
program seperti pelayanan kesehatan gratis bagi
penduduk miskin serta pemberian informasi dan
pengetahuan kesehatan dasar yang meluas sudah
cukup berhasil. Tingkat perbaikan gizi dan kese-
hatan ini secara tidak langsung ikut mendukung
upaya peningkatan usia harapan hidup.
Akan tetapi, kecenderungan peningkatan usia
harapan hidup rata-rata, akan menimbulkan kon-
sekuensi yang perlu diantisipasi dalam penyedia-
an pelayanan kesehatan. Hal ini diantaranya:
1. Peningkatan tenaga kesehatan dan infra-
struktur yang sesuai dengan peningkatan
jumlah penduduk;
2. Peningkatan jumlah dan kualitas sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan; serta
3. Peningkatan pelayanan kesehatan.
Adapun permasalahan lain yang perlu diantisipasi
dalam upaya pencapaian sasaran adalah:
1. Masih banyak golongan masyarakat, teruta-
ma penduduk miskin, yang belum sepenuh-
nya dapat mengakses pelayanan kesehatan.
Kendala utamanya adalah: biaya, jarak, dan
transportasi. Hal ini menyebabkan pelayanan
kesehatan menjadi tidak optimal, meskipun
jumlah fasilitas kesehatan terus meningkat
dan telah tersedia hampir di seluruh penjuru
Indonesia, bahkan hampir di seluruh kabu-
paten/kota;
2. Penyediaan tenaga kesehatan berbasis ke-
butuhan masih belum merata. Ketersediaan
tenaga kesehatan, khususnya untuk daerah-
daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan,
masih sangat kurang;
3. Perencanaan SDM kesehatan masih kurang
mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Hal
ini disebabkan penetapan SDM kesehatan ma-
sih berdasarkan atas kebutuhan Pemerintah.
Meskipun rasio tenaga kesehatan cenderung
terus meningkat, namun peningkatan terse-
but masih belum memadai atau memenuhi
apa yang diharapkan dalam Indonesia Sehat
2010.
4.14.4. Tindak Lanjut
4.14.4.1. Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
Dengan capaian pada 2008, maka upaya yang di-
lakukan untuk mencapai sasaran pembangunan
bidang kesehatan pada 2009 meliputi langkah-
langkah kebijakan yang ditempuh sebagai beri-
kut:
1. Percepatan penurunan kematian ibu dan
anak, kekurangan gizi dan pengendalian pe-
nyakit menular. Sasaran ini akan ditempuh
melalui: pelayanan kesehatan bagi ibu dan
anak (KIA); pemenuhan kebutuhan dokter
spesialis; penanganan masalah gizi kurang
dan gizi buruk pada ibu hamil dan menyu-
sui, bayi dan anak balita; pencegahan, pe-
ningkatan pemantauan, deteksi dini, dan
pengobatan penyakit menular, dan pengge-
rakan dan pemberdayaan masyarakat; serta
penanggulangan penyakit u burung dan
kesiapsiagaan pandemi inuenza;
2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan terutama bagi masyarakat miskin,
daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan.
Sasaran ini akan ditempuh melalui pelayanan
kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III
rumah sakit dan puskesmas dan jaringan-
nya, serta peningkatan sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan dasar termasuk biaya
operasional;
3. Peningkatan pemanfaatan obat, pengawasan
obat dan makanan, melalui penyediaan obat,
LO_Bab 4.11.indd 400 5/5/09 2:44:46 PM
Bagian 4
401
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
pengujian laboratorium sampel obat, obat
tradisional, kosmetika, NAPZA, makanan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT),
peningkatan sarana dan prasarana termasuk
peningkatan kapasitas SDM-POM.
4. Penyediaan tenaga kesehatan di rumah sakit,
serta puskesmas dan jaringannya.
Pemerintah telah melakukan berbagai
upaya untuk memperbaiki status kese-
hatan masyarakat agar target sasaran
pembangunan kesehatan dalam RPJMN
2004-2009 dapat tercapai
Untuk mencapai sasaran RPJMN 2004-2009,
kebijakan tersebut akan didukung dengan pro-
mosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,
peningkatan lingkungan sehat, peningkatan
sumberdaya kesehatan, pengembangan obat asli
Indonesia, pengembangan kebijakan dan manaje-
men pembangunan kesehatan, serta penelitian
dan pengembangan kesehatan.
4.14.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Pada periode 2007-2008, upaya pembangunan bi-
dang kesehatan telah meningkatkan usia harapan
hidup penduduk Indonesia menjadi 70,5 tahun.
Atas dasar ini, sasaran usia harapan hidup 70,6
tahun dalam RPJMN diperkirakan akan tercapai.
Demikian pula, capaian program pembangunan
kesehatan telah berhasil menurunkan angka
prevalensi kekurangan gizi pada anak balita men-
jadi sebesar 18,4 persen. Dengan capaian terse-
but, sasaran RPJMN 2004-2009 yang sebesar
20 persen telah terlampaui. Meskipun demikian,
upaya yang konsisten tetap perlu terus digalak-
kan untuk dapat memperbaiki kondisi kesehatan
masyarakat secara umum guna mencapai seluruh
indikator RPJMN.
Serangkaian program bidang kesehatan yang te-
lah dilakukan selama periode 2005-2008 juga
telah berhasil menurunkan angka kematian ibu
(AKI) menjadi 228 kasus per 100.000 kelahiran
hidup dan menurunkan angka kematian bayi
menjadi 34 kasus per 1.000 kelahiran hidup.
Dengan acuan data tersebut, dapat diperkirakan
bahwa sasaran RPJMN yang menargetkan penu-
runan AKI menjadi 226 kasus per 100.000 kela-
hiran hidup berpeluang besar dapat tercapai.
Namun demikian, angka capaian penurunan
kematian bayi (34 kasus per 1.000 kelahiran
hidup) relatif masih jauh dari sasarannya yang
menargetkan 26 kasus per 1.000 kelahiran hi-
dup. Sehingga, untuk mencapai sasaran RPJMN
tidaklah mudah dan membutuhkan upaya yang
lebih intensif dan konsisten. Dengan demikian,
upaya terkait peningkatan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat kurang mampu, termasuk pem-
berian imunisasi serta perawatan kehamilan/
persalinan patut untuk diprioritaskan.
4.14.5. Penutup
Pembangunan kesehatan merupakan investasi
masa depan yang berharga bagi peningkatan kua-
litas SDM. Tahun-tahun awal perumusan RPJMN
2004-2009 terdapat berbagai permasalahan yang
menghambat tercapainya pembangunan kesehat-
an yang baik dan merata bagi masyarakat. Ken-
dala tersebut, meliputi:
1. Masih tingginya tingkat kesenjangan status
kesehatan di masyarakat;
2. Kinerja pelayanan fasilitas kesehatan yang
masih rendah, terutama keterjangkauan bagi
masyarakat miskin;
3. Kekurangmerataan distribusi tenaga kesehat-
an terutama di daerah tertinggal dan terpen-
cil;
4. Keterjangkauan air bersih serta sanitasi dan
perumahan yang layak masih terbatas; serta
5. Perilaku hidup bersih dan sehat yang masih
rendah.
LO_Bab 4.11.indd 401 5/5/09 2:44:46 PM
402
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Terkait dengan hal ini, Pemerintah telah melaku-
kan berbagai upaya untuk memperbaiki status
kesehatan masyarakat agar target sasaran pem-
bangunan kesehatan dalam RPJMN 2004-2009
dapat tercapai. Upaya-upaya tersebut baik secara
langsung maupun tidak telah berdampak pada
perbaikan tingkat kesehatan dan gizi masyara-
kat serta menurunkan tingkat kematian ibu dan
anak.
Dalam mencapai target sasaran penurunan AKI,
program-program yang telah dilaksanakan oleh
Pemerintah dianggap sudah cukup berhasil, se-
perti pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk
miskin serta pemberian informasi dan pengeta-
huan kesehatan dasar yang meluas. Perbaikan
tingkat gizi dan kesehatan secara tidak langsung
ikut mendukung upaya peningkatan usia harapan
hidup. Dengan upaya-upaya tersebut, berbagai
kemajuan telah dicapai hingga 2008. Indikator
keberhasilan ini ditandai oleh peningkatan usia
harapan hidup, penurunan angka kematian ibu
dan balita, serta peningkatan status gizi dan ke-
sehatan masyarakat.
Dengan capaian ini, secara umum, tidak terdapat
masalah yang berarti dalam memenuhi target sa-
saran pada akhir 2009 nanti. Namun, patut un-
tuk lebih dicermati adalah terkait indikator penu-
runan angka kematian bayi yang masih 34 kasus
per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka sa-
saran RPJMN adalah 26 kasus per 1.000 kelahir-
an hidup. Dengan demikian dapat diperkirakan
bahwa satu indikator sasaran ini berpeluang kecil
untuk tercapai. Hal ini mengingat, selama peri-
ode 2003-2007 upaya memperbaiki indikator
tersebut hanya dapat menurunkan 1 angka saja,
dari 35 menjadi 34 kasus.
LO_Bab 4.11.indd 402 5/5/09 2:44:46 PM
Bagian 4
403
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
No. SASARAN/PROGRAM INDIKATOR (SATUAN)
KONDISI
2004/ 2005/
Target 2009
CAPAIAN
2006 2007
2008
perki-
raan
Sasaran 1
Meningkatnya umur eningkatnya umur
harapan hidup dari 66,2
tahun menjadi 70,6
tahun;
Sasaran 2
Menurunnya angka kema-
tian bayi dari 35 menjadi
26 per 1.000 kelahiran
hidup;
Sasaran 3
Menurunnya angka
kematian ibu melahirkan
dari 307 menjadi 226 per
100.000 kelahiran hidup;
Sasaran 4.
Menurunnya prevalensi
kurang gizi pada anak dan
balita dari 25,8 persen
menjadi 20,0 persen dari
jumlah penduduk.
Umur Harapan
Hidup
Angka Kematian
Bayi
Angka Kematian
Ibu melahirkan
Prevalenasi
kurang gizi
Tn
per
1000 ke-
lahiran
hidup
per
100.000
kela-
hiran
hidup
persen
66,2/69,4
35/29,4
307/262
69,8
255
23,6
70,5
34
228
18,4
Tabel 4.14.1.
Sasaran dan Pencapaian Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas
Catatan:
Keempat sasaran tersebut dicapai melalui:
1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat,
2. Program Lingkungan Sehat,
3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat,
4. Program Upaya Kesehatan Perorangan,
5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit,
6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat,
7. Program Sumberdaya Kesehatan,
8. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan,
9. Program Pengawasan Obat dan Makanan,
10. Program Pengembangan Obat Asli Indonesia,
11. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan,
12. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Sasaran kesehatan dalam bentuk impact (outcome) sehingga tidak tersedia data tahunan.
Catatan:
1. Sasaran bersumber dari hasil proyeksi BPS
2. Sasaran merupakan outcome sehingga sasaran RKP (output tahunan) tidak dapat dirumuskan
LO_Bab 4.11.indd 403 5/5/09 2:44:47 PM
Dok : Tempo, Wahyu Setiawan
LO_Bab 4.11.indd 404 5/5/09 2:44:50 PM
Bagian 4
405
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.15
Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial
4.15.1. Pengantar
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional seba-
gai wujud kewajiban negara dalam menjamin hak
dasar warga negaranya. Oleh karena itu, pening-
katan kesejahteraan sosial sangat dibutuhkan se-
jalan dengan upaya mencapai keadilan sosial bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Peningkatan kese-
jahteraan sosial dapat dilakukan melalui pening-
katan dan redistribusi hasil-hasil pembangunan
yang diwujudkan dalam kegiatan penanganan
masalah-masalah sosial. Program terakhir teruta-
ma ditujukan bagi mereka yang belum dapat me-
nikmati hasil pembangunan selama ini.
Hingga saat ini, sebagian masyarakat masih hidup
dalam kondisi yang tidak menguntungkan serta
mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam
mengakses berbagai pelayanan sosial dasar. Hal
tersebut umumnya diakibatkan oleh faktor pe-
rubahan sosial ekonomi seperti uktuasi ekono-
mi yang berkepanjangan, kenaikan harga kebutuh-
an pokok, kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM), bencana alam, serta masa transisi menuju
tatanan ekonomi global. Sehingga, kompleksitas
permasalahan sosial yang semakin berkembang
tersebut akan memberikan tantangan baru yang
semakin berat bagi Pemerintah. Permasalahan so-
sial yang terus berkembang tersebut akan menye-
babkan terjadinya peningkatan jumlah penyan-
dang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) akibat
dari kemiskinan, krisis, konik sosial, bencana
alam dan bencana sosial.
Landasan dan prinsip pembangunan kesejahtera-
an sosial menekankan pada solidaritas dan kese-
tiakawanan. Kedua hal ini bertujuan melindungi
kebutuhan publik yang luas dalam menghadapi
risiko-risiko sosial-ekonomi yang tidak terduga
(seperti sakit, bencana alam, krisis), serta untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam rangka mening-
katkan taraf hidup yang lebih baik dan berkuali-
tas. Yang menjadi target utama pembangunan
perlindungan sosial adalah mereka yang terma-
suk kelompok kurang beruntung (disadvantaged
groups), seperti orang miskin, anak-anak dan
wanita korban tindak kekerasan, anak jalanan,
pekerja anak, orang dengan kemampuan ber-
beda (difabel), serta kelompok rentan (vulnerable
groups) dan marjinal lainnya.
Dalam rangka mengatasi permasalahan-permasa-
lahan tersebut, kebijakan Pemerintah adalah
mengedepankan peran aktif masyarakat, yang
diikuti dengan penggalian dan pengembangan
nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan
sosial dan gotong royong. Hal ini berguna bagi
kesinambungan perlaksanaan program dan ke-
giatan pelayanan bagi masyarakat, serta lebih
meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan
sosial masyarakat.
LO_Bab 4.11.indd 405 5/5/09 2:44:51 PM
406
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.15.2 Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.15.2.1. Kondisi Awal Kondisi Awal
Kesejahteraan sosial merupakan masalah kru-
sial dan inti kebijakan pembangunan dalam me-
merangi kemiskinan dan mencegah masyarakat
jatuh miskin. Peningkatan kesejahteraan sosial
juga ditujukan untuk mencapai kesetaraan dalam
pembangungan Indonesia. RPJMN 2004-2009
menegaskan bahwa peningkatan perlindungan
dan kesejahteraan sosial merupakan upaya un-
tuk mencapai agenda keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Tingkat kemiskinan juga dipengaruhi secara sig-
nikan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok
terutama, beras dan BBM, pada 2005 dan 2008.
Terkait harga BBM, kenaikan dilakukan karena
diturunkannya subsidi bahan bakar mi-nyak un-
tuk selanjutnya dialihkan untuk Program Per-
lindungan Sosial antara lain untuk pendanaan
Jamkesmas (Jaminan Kesejahteraan Masyara-
kat). Jamkesnas merupakan kelanjutan program
Askeskin. Program ini bertujuan untuk memberi-
kan layanan kesehatan dasar secara gratis kepada
kelompok masyarakat miskin sebagai bagian dari
tekad Pemerintah untuk mencapai Millenium De-
velopment Goals (MDGs) pada 2015.
Dukungan Pemerintah bagi masyarakat miskin
juga dilakukan melalui dikeluarkannya keputus-
an Pemerintah pada Oktober 2004 untuk melak-
sanakan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN bertujuan
untuk mereformasi sistem perlindungan sosial
yang ada agar memiliki cakupan yang lebih bersi-
fat universal.
4.15.2.2. Sasaran yangIngin Dicapai Sasaran yang Ingin Dicapai
Rangkaian program kegiatan yang merupakan
wujud implementasi RPJMN 2004-2009 dimak-
sudkan untuk memenuhi sasaran yang ingin dica-
pai. Adapun sasaran-sasaran tersebut meliputi:
1. Meningkatnya taraf kehidupan dan kesejah-
teraan sosial fakir miskin, kelompok rentan
dan penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) lainnya;
2. Meningkatnya jangkauan pelayanan terha-
dap PMKS dan rehabilitasi sosial terutama
penyandang cacat, penyandang masalah kete-
lantaran, ketunaan sosial dan penyimpangan
perilaku;
3. Menjamin ketersediaan bantuan dasar bagi
korban bencana alam dan sosial;
4. Meningkatnya kualitas pelayanan bagi para
PMKS, terutama pelayanan bagi mereka yang
rentan, miskin, dan tidak produktif lagi;
5. Meningkatnya kemampuan dan kualitas
sumberdaya manusia pelaksana pelayanan
kesejahteraan sosial.
Terdapat 8 Program pokok yang dilak-
sanakan meliputi:
1. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kese-
jahteraan Sosial
2. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komu-
nitas Adat Terpencil (KAT) Dan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial Lainnya
3. Program Pengembangan Sistem Perlindungan
Sosial
4. Program Penelitian Dan Pengembangan Kese-
jahteraan Sosial
5. Program Penguatan Kelembagaan Pengarus-
utamaan Gender dan Anak
6. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kese-
jahteraan Sosial
7. Program Peningkatan Kualitas Penyuluhan
Kesejahteraan Sosial
8. Program Bantuan dan Jaminan Kesejahte-
raan Sosial
LO_Bab 4.11.indd 406 5/5/09 2:44:51 PM
Bagian 4
407
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.15.3. Pencapaian 2005-2008
Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
manusia yang tidak hanya dilakukan oleh Pemerin-
tah tetapi juga dunia usaha dan masyarakat mada-
ni. Sampai dengan pertengahan 2008, Pemerintah
telah melaksanakan program-program peningkat-
an perlindungan dan kesejahteraan sosial sesuai
dengan sasaran RPJMN 2004-2009.
Pada 2005, subsidi BBM dikurangi karena lebih
menguntungkan rumah-tangga berpendapat-
an menengah dan tinggi. Pada saat yang sama,
Pemerintah berkomitmen untuk tetap memberi-
kan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat.
Untuk itu, Pemerintah meluncurkan sejumlah
program untuk mengurangi dampak kenaikan bi-
aya hidup bagi masyarakat miskin. Program yang
telah dilakukan diantaranya adalah merealokasi
anggaran sebesar Rp 17 triliun untuk program
kesehatan, pendidikan, dan prasarana perdesaan
serta bantuan langsung tunai (BLT) bagi 19,1 juta
rumah-tangga miskin mulai 2005 sampai dengan
2006.
BPS dan Departemen Sosial mendata jumlah
rumah-tangga sangat miskin pada 2008 menca-
pai 5,8 juta keluarga atau sekitar 27 persen dari
jumlah populasi penduduk miskin Indonesia. Se-
lain itu, jumlah masyarakat yang tergolong PMKS
mencapai 11 juta jiwa.
Pemerintah juga meluncurkan skema percontoh-
an bantuan tunai bersyarat. Program ini dituju-
kan bagi rumah-tangga sangat miskin guna me-
ningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam
jangka panjang. Program ini diujicobakan di 7
provinsi pada tahun 2007 kemudian dikembang-
kan di 13 provinsi pada tahun 2008 dan 2009.
Program-program perlindungan sosial di Indone-
sia dirasakan penting untuk dikaitkan dengan
perubahan demogra yang terjadi, seperti age-
ing population. Ageing population adalah struktur
penduduk dengan dominasi penduduk tua. Pada
2006, proporsi anak-anak (berusia di bawah 18
tahun) di Indonesia mencapai 35,5 persen atau
78,96 juta jiwa. Sedangkan pada saat yang sama,
penduduk lansia diproyeksikan sebanyak 16,86
juta jiwa atau sebesar 7,6 persen. Tahun 2010
nanti, jumlah lansia diperkirakan mencapai 8,5
persen dari jumlah seluruh penduduk atau seki-
tar 19 juta jiwa. Hal ini terjadi seiring dengan me-
ningkatnya usia harapan hidup (life expectancy).
Peningkatan usia harapan hidup merupakan tan-
tangan untuk mempertahankan kesehatan dan
kesejahteraan para lansia agar tidak menjadi be-
ban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.
4.15.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Beberapa sasaran dibidang perlindungan so-
sial yang dinyatakan dalam RPJMN 2004-2009
adalah:
Sasaran 1: Meningkatnya taraf kehidupan dan ke-
sejahteraan sosial fakir miskin, kelompok rentan
dan penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) lainnya;
Sasaran 2: Meningkatnya jangkauan pelayanan
terhadap PMKS dan rehabilitasi sosial terutama
penyandang cacat, penyandang masalah ketelantar-
an, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
Sasaran 3: Menjamin ketersediaan bantuan dasar
bagi korban bencana alam dan sosial;
Ketiga sasaran di atas dicapai melalui program:
1. Program Bantuan dan Jaminan Kesejahte-
raan Sosial selama kurun waktu 2005-2008,
hasil yang telah dicapai adalah sebagai beri-
kut:
Untuk mengatasi kesulitan dalam mem-
biayai pelayanan sosial, telah diluncurkan
program subsidi panti sosial. Program
ini telah menjangkau sekitar 450.000
klien di lebih dari 8.000 panti sosial di 33
provinsi.
LO_Bab 4.11.indd 407 5/5/09 2:44:52 PM
408
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pelayanan Asuransi Kesejahteraan Sosial
(ASKESOS) telah diberikan melalui 250
lembaga pelaksana yang menjangkau
24.000 jiwa.
Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen
(BKSP) telah diberikan kepada 41.000
KK. Selain itu, mulai tahun 2007 dilak-
sanakan bantuan sosial untuk keluarga
sangat miskin melalui Program Keluarga
Harapan (PKH) dalam bentuk Bantuan
Tunai Bersyarat (BTB). Kegiatan ini men-
jangkau 387.928 KK di 48 kabupaten di 7
provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Utara,
Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur).
Sedangkan di tahun 2008, Program Ke-
luarga Harapan (PKH) telah menjang-
kau 598.693 KK di 70 Kabupaten di 13
Provinsi.
Pemerintah telah menyalurkan Bantuan
Langsung Tunai (BLT) tahap 1 (tahun
2005-2006) sebesar 23 Triliun kepada
19,1 juta rumah tangga miskin (RTM).
2. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejah-
teraan Sosial dengan hasil: Pelayanan
kesejahteraan sosial telah manjangkau lebih
dari 62.200 anak telantar dan 21.700 anak
jalanan. Kegiatan ini dilaksanakan melalui
panti sosial dan pelayanan berbasis keluarga
dan komunitas; Pelayanan sosial kepada lan-
sia selain dilakukan melalui panti wredha
juga dilakukan di luar panti. Kegiatan yang
dilakukan meliputi pembentukan kelompok
usaha bersama (KUBE) dan santunan ter-
hadap lansia telantar dan pengembangan
Lembaga Kesejahteraan Lansia (Home Care,
Community Care, Day Care); Rehabilitasi sosial
telah diberikan kepada 16.375 penyandang
cacat, 6.035 anak cacat, 3.350 orang tuna so-
sial, serta 4.100 korban Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Aditif Lainnya (NAPZA)
di 33 provinsi. Kegiatan pelayanan yang telah
dilakukan pada program ini bertumpu pada
rehabilitasi berbasis masyarakat; Pemberian
jaminan kesejahteraan sosial bagi 10.000 pe-
nyandang cacat berat di 13 provinsi dan 5.000
lansia telantar di 15 provinsi (tahun 2008).
Sasaran pada program ini adalah masyarakat
yang hidupnya sangat tergantung pada orang
lain; Kegiatan Unit Pelayanan Teknis (UPT) di
33 provinsi yang mencakup 3 Balai Besar Re-
habilitasi Sosial, 34 Panti Sosial, serta 1 Balai
Penerbitan Braille.
3. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komu-
nitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial Lainnya de-
ngan hasil: Pemberdayaan KAT telah menjang-
kau 13.177 KK di 28 provinsi; Pemberdayaan
sosial dengan sasaran KUBE produktif telah
diberikan kepada 24.604 KK atau 2.447 KUBE
di 100 kabupaten/kota pada 33 provinsi. Ke-
giatan dilakukan dengan memberdayakan
Karang Taruna, Pekerja Sosial Masyarakat,
dan Organisasi Sosial sebagai pendamping;
Mengikutsertakan pekerja mandiri dan sek-
tor informal dalam Program Jaminan Kese-
jahteraan Sosial melalui Asuransi Kesejahter-
aan yang keanggotaannya telah mencapai
41.000 KK; Pelibatan Tenaga Kesejahteraan
Sosial Masyarakat (TKSM) dan relawan sosial
serta fasilitasi kegiatan pemberdayaan yang
diberikan bagi Orsos/LSM di 330 desa.
Sasaran 4: Meningkatnya kualitas pelayanan bagi
para PMKS, terutama pelayanan bagi mereka yang
Dok : Tempo, Adri Irianto
LO_Bab 4.11.indd 408 5/5/09 2:44:55 PM
Bagian 4
409
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
rentan, miskin, dan tidak produktif lagi dicapai
melalui program-program dan hasil sebagaimana
diuraikan di bawah ini:
1. Program Pengembangan Sistem Perlindung-
an Sosial dengan Hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan program ini adalah sebagai beri-
kut; tersusun dan terserasikannya peraturan
perundang-undangan dan kebijakan tentang
penyelenggaraan pelayanan perlindungan
sosial; terlaksananya beberapa kebijakan
dan strategi pelayanan perlindungan sosial,
termasuk sistem pendanaan; tersusunnya
kebijakan yang berkaitan dengan bantuan so-
sial bagi penduduk miskin dan rentan; terba-
ngunnya model kelembagaan bentuk-bentuk
kearifan lokal perlindungan sosial.
2. Program Penguatan Kelembagaan Pengarusu-
tamaan Gender dan Anak. Selama 2005-2008
telah dilaksanakan pengkajian dan penguatan
masyarakat serta peningkatan keterampilan
dan pengembangan kapasitas kelompok gen-
der Warga Binaan Sosial (WBS).
3. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kese-
jahteraan Sosial
Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program
Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan
Sosial adalah sebagai berikut: Pemberdayaan
Karang Taruna, Selama periode 2005-2008,
telah dilaksanakan pemberdayaan terhadap
lebih dari 5.000 kelompok Karang Taruna;
Pemberdayaan Organisasi Sosial/Lembaga
Swadaya Masyarakat - Usaha Kesejahteraan
Sosial (LSM-UKS), pada 2005-2008, telah di-
laksanakan kegiatan pemberdayaan terhadap
lebih dari 6.000 organisasi sosial di 330 desa;
Kemitraan Organisasi Profesi Usaha Kese-
jahteraan Sosial, Selama 2005-2008 telah di-
laksanakan sosialisasi dan publikasi, pengka-
jian kelembagaan organisasi profesi pekerjaan
sosial, perizinan praktik pekerjaan sosial, dan
sertikasi pekerjaan sosial; Pemberdayaan
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)
Selama periode 2005-2008, telah dilak-
sanakan kegiatan pemberdayaan terhadap
lebih dari 11.000 PSM di 33 provinsi; Waha-
na Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat
(WKSBM), Selama 2005-2008 kegiatan pem-
berdayaan dan kerjasama dengan dunia usaha
telah mencapai lebih dari 450 dunia usaha di
lintas sector; Kerjasama Kelembagaan Sosial
Masyarakat (KKDU-Lintas Sektor dan Dunia
Usaha), Kegiatan ini mulai dilaksanakan pada
2007 dengan kegiatan pembinaan KKDU se-
banyak 273 perusahaan.
4. Program Peningkatan Kualitas Penyuluhan
Kesejahteraan Sosial
Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pro-
gram ini selama 2005-2008 d penyuluhan so-
sial melalui:
(a) media cetak yang diberikan dalam bentuk
majalah, buku, leaet;
(b) media elektronik melalui lm, TV, naskah
radio yang dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan daerah. Penyuluhan
kesejahteraan sosial terus diupayakan
agar tercipta interaksi sosial antar warga
sehingga terhindar dari konik, terwujud
komunikasi yang akrab serta rasa saling
percaya antar warga dalam rangka mem-
bangun ketahanan sosial.
Sasaran 5: Meningkatnya kemampuan dan kuali-
tas sumberdaya manusia pelaksana pelayanan
kesejahteraan sosial dicapai melalui Program
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan So-
sial dengan hasil sebagai berikut: Sampai dengan
pertengahan tahun 2008, hasil yang telah dicapai
dalam pelaksanaan program ini adalah sebagai
berikut:
Terselenggaranya 17 kegiatan pengkajian dan
penelitian kesejahteraan sosial sesuai dengan
penetapan kinerja yang telah disusun pada
awal tahun;
Terlaksananya pengkajian, penelitian, pela-
tihan dan pendidikan manajemen pelayanan
kesejahteraan sosial, termasuk pengkajian
untuk peningkatan kualitas sarana dan prasa-
rana pelayanan kesejahteraan sosial;
LO_Bab 4.11.indd 409 5/5/09 2:44:55 PM
410
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pengembangan sistem informasi dan publika-
si mengenai pelayanan kesejahteraan sosial
bagi PMKS, serta mengintegrasikan data dan
informasi mengenai PMKS ke dalam survei
dan sensus nasional;
Terselenggaranya pembinaan hukum dan per-
undangan yang berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi aparat; dan
Dilaksanakan program pendidikan kedinas-
an, kediklatan, dan penelitian.
4.15.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Pelayanan kesejahteraan sosial bagi masyarakat
miskin ditujukan untuk meningkatkan fungsi so-
sialnya agar aksesibilitas terhadap kebutuhan so-
sial dasar dapat diperoleh. Meningkatnya kualitas
hidup dan kesejahteraan tentunya akan mence-
gah depresiasi kualitas sumberdaya manusia pada
generasi selanjutnya.
Meskipun secara bertahap pemberdayaan kelom-
pok miskin dan komunitas adat terpencil telah
dilakukan, namun kompleksitas permasalahan
masih terus meningkat. Krisis multi-dimensi
yang berkepanjangan, konik horisontal yang
masih terjadi di beberapa daerah, pengangguran,
bencana, dan derasnya arus informasi ikut men-
dorong terjadinya pergeseran tata nilai yang pada
gilirannya akan menggeser budaya lokal.
Untuk mengantisipasi dampak negatif dari hal
tersebut, rangkaian upaya telah dilakukan. Na-
mun, terbatasnya anggaran menyebabkan pena-
nganan masalah ini tidak dapat dilaksanakan
secara maksimal. Selain itu, permasalahan
kurangnya koordinasi antar-instansi menyebab-
kan penanganan masalah perlindungan dan ke-
sejahteraan sosial menjadi kurang optimal. Selain
itu, ketidakseimbangan jumlah anggaran serta
keterbatasan kuantitas dan kualitas sumberdaya
manusia dalam pelaksanaan pekerjaan sosial
akan mempengaruhi pencapaian target dan kuali-
tas pelayanan.
4.15.4. Tindak Lanjut
4.15.4.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Untuk mengatasi berbagai permasalahan pem-
bangunan perlindungan dan kesejahteraan sosial,
upaya-upaya yang akan dilakukan untuk menca-
pai sasaran RPJMN 2004-2009 dalam sisa 1 ta-
hun ke depan ini merupakan tindak lanjut dari
program kegiatan sebelumnya yang meliputi 8
program pokok sebagai berikut:
1. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Ke-
sejahteraan Sosial
Agar kinerja pelaksanaan program ini sesuai,
melalui Program Pelayanan dan Rehabilitasi
Kesejahteraan Sosial akan dilaksanakan be-
berapa tindak lanjut sebagai berikut:
1. Melaksanakan pelatihan untuk pening-
katan kualitas SDM petugas pelayanan;
2. Melaksanakan pendataan penyandang
cacat (paca) by name, by address di selu-
ruh kabupaten/kota dengan alokasi biaya
APBN;
3. Meningkatkan optimalisasi sarana dan
prasarana pelayanan dan rehabilitasi so-
sial paca melalui refungsionalisasi, alo-
kasi dana, renovasi dan pelayanan jarak
jauh, serta multi-pelayanan panti.
2. Program Pemberdayaan Fakir Miskin,
Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Pe-
nyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Lainnya
Beberapa tindak lanjut yang akan dilak-
sanakan melalui program ini adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kemampuan SDM bagi
tenaga-tenaga potensi dan sumber ke-
sejahteraan sosial (PSKS) dalam me-
ningkatkan peran dan tanggung-jawab
sosialnya melalui pendidikan dan pela-
tihan keterampilan;
LO_Bab 4.11.indd 410 5/5/09 2:44:55 PM
Bagian 4
411
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Menyusun keterpaduan dan sinergi pro-
gram dan kegiatan melalui pembagian
anggaran antara pusat dan daerah;
3. Mengalokasikan anggaran terutama
dalam penanggulangan kemiskinan dilak-
sanakan melalui pengembangan potensi
yang dimiliki masyarakat lokal, baik me-
lalui organisasi kemasyarakatan yang ada
maupun dengan melibatkan kelompok
dunia usaha.
3. Program Pengembangan Sistem Perlin-
dungan Sosial
Agar kinerja pelaksanaan program ini ber-
langsung secara konsisten dan berksinam-
bungan, maka akan dilaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1. Melindungi masyarakat rentan dan tidak
mampu, serta PMKS non-potensial dalam
pemenuhan kebutuhan dasar;
2. Meningkatkan dukungan dari masyara-
kat baik secara perorangan maupun ke-
lompok/organisasi serta dunia usaha;
3. Meningkatkan kerjasama dengan orga-
nisasi sosial kemasyarakatan sebagai
sumber potensi kesejahteraan sosial.
4. Program Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Program yang akan dilaksanakan ke depan se-
bagai tindak lanjut dari program sebelumnya
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan
institusi-institusi Pemerintah dalam me-
lakukan penelitian dan pengembangan
kesejahteraan sosial;
2. Meningkatkan peran dan kemandirian
lembaga-lembaga yang memiliki visi pem-
bangunan kesejahteraan sosial;
3. Meningkatkan kompetensi dan kemam-
puan teknis tenaga kesejahteraan sosial
melalui pendidikan teknis dan kedinasan,
sosialisasi dan pembekalan serta peman-
tapan.
5. Program Penguatan Kelembagaan Peng-
arusutamaan Gender dan Anak
Sebagai tindak lanjut upaya penguatan kelem-
bagaan pengarusutamaan gender dan anak,
maka akan dilakukan kegiatan-kegiatan seba-
gai berikut:
1. Meningkatkan peran dan kemandirian
lembaga-lembaga yang memiliki visi pem-
berdayaan perempuan terutama organi-
sasi perempuan;
2. Meningkatkan peran aktif masyarakat
dalam upaya pemberdayaan perempuan;
3. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan
institusi-institusi Pemerintah dalam me-
lakukan pengarusutamaan gender dalam
proses pembangunan.
6. Program Pemberdayaan Kelembagaan
Kesejahteraan Sosial
Untuk menindaklanjuti upaya pemberdayaan
kelembagaan kesejahteraan sosial, maka yang
akan dilakukan ke depan adalah:
1. Meningkatkan peran, kemampuan dan
kinerja karang taruna, Organisasi Sosial
(Orsos), dunia usaha dan kelompok so-
sial lokal dalam rangka penguatan jeja-
ring kerja;
2. Meningkatkan kepekaan, kepedulian, ke-
setiakawanan sosial dan tanggungjawab
sosial masyarakat dan dunia usaha kese-
jahteraan sosial.
7. ProgramPeningkatanKualitasPenyuluh-
an Kesejahteraan Sosial
Sementara, upaya peningkatan kualitas penyu-
luhan kesejahteraan sosial akan ditindaklan-
juti dengan:
1. Mengupayakan pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan petugas yang berhubungan
dengan penyuluhan;
2. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan
kegiatan bagian penyuluhan;
LO_Bab 4.11.indd 411 5/5/09 2:44:56 PM
412
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Meningkatkan kualitas sarana dan prasa-
rana untuk kegiatan penyuluhan pem-
bangunan kesejahteraan sosial;
4. Melaksanakan sosialisasi pembangunan
kesejahteraan sosial.
8. Program Bantuan dan Jaminan Kese-
jahteraan Sosial
Untuk meningkatkan kualitas penyuluhan kese-
jahteraan sosial, maka akan akan dilaksanakan
beberapa tindak lanjut sebagai berikut:
1. Pelatihan-pelatihan penanganan keben-
canaan, baik untuk pegawai Dinas mau-
pun tenaga kesejahteraan sosial masyara-
kat (TKSM) yang akan dijadikan petugas
pendamping kebencanaan. Hal ini un-
tuk mengatasi rendahnya kualitas SDM
dalam penanganan bencana;
2. Mengupayakan dukungan dana baik di
tingkat Pusat maupun provinsi sampai
Kabupaten/Kota, dalam pengembangan
kesiapsiagaan maupun penanggulangan
keadaan darurat, terutama dana yang
siap digunakan pada saat terjadi bencana
yang mudah diakses oleh Departemen So-
sial maupun Dinas-Dinas Sosial;
3. Melaksanakan pencegahan bencana me-
lalui kegiatan keserasian sosial yang
melibatkan berbagai unsur dan lapisan
masyarakat yang ada di grass root (akar
rumput).
4.15.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
Sampai akhir 2009, pencapaian sasaran dalam
pembangunan kesejahteraan sosial adalah seba-
gai berikut:
1. Sasaran pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
PMKS hingga akhir 2009 diharapkan dapat
mencakup seluruh PMKS yang berada di selu-
ruh Indonesia;
2. Pemberian bantuan dan jaminan sosial
bagi 3.500 lansia telantar di 8 provinsi dan
6.000 penyandang cacat berat mencapai 10
provinsi;
3. Meningkatkan peran TKSM/relawan sosial,
karang taruna dan organisasi sosial masyara-
kat dalam penanggulangan kemiskinan dan
pelayanan kesejahteraan sosial;
4. Pada saat terjadi bencana alam dan sosial,
maka diupayakan terjamin ketersediaan ban-
tuan dasar bagi korban bencana alam, ben-
cana sosial dan PMKS lainnya;
5. Pemberian dana bantuan tunai bersyarat me-
lalui Program Keluarga Harapan kepada 720
ribu rumah-tangga sangat miskin (RTSM) di
13 provinsi.
4.15.5. Penutup
Secara umum, kondisi kesejahteraan sosial di In-
donesia masih memprihatinkan. Jumlahanak ter- umlah anak ter-
lantar, balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah , balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah , orang lanjut usia, jumlah lanjut usia, jumlah , jumlah jumlah
penyandang cacat, dan fakir miskin masih men- , dan fakir miskin masih men- fakir miskin masih men- masih men-
jadi persoalan utama dalam bidang kesejahteraan
sosial.
Rendahnya kualitas penanganan penyandang
masalah kesejahteraan sosial dan masih lemah- dan masih lemah- asih lemah-
nya penanganan korban bencana alam dan sosial
merupakan contoh lain dari permasalahan yang
masih harus ditangani secara serius oleh negara.
Tidak bisa dipungkiri, kesejahteraan sosial meru-
pakan masalah krusial dalam pembangunan In-
donesia. Tidak tercapainya kesejahteraan sosial,
terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar
akan berpotensi menimbulkan kesenjangansosial esenjangan sosial
yang semakin meluas. Hal ini dapat mengakibat- . Hal ini dapat mengakibat-
kan lemahnya ketahanan sosial masyarakat dan lemahnya ketahanan sosial masyarakat dan dan
berpeluang mendorong terjadinya konik sosial, mendorong terjadinya konik sosial,
terutama bagi kelompok masyarakat yang tinggal
di daerah terpencil dan perbatasan.
Sejumlah program kegiatan telah dilakukan un-
tuk membangun kesejahteraan sosial. Hal ini
LO_Bab 4.11.indd 412 5/5/09 2:44:56 PM
Bagian 4
413
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
merupakan wujud kongkrit dari Pemerintah un-
tuk memenuhi tanggung-jawab sosialnya. Secara
garis besar, program-program tersebut terang-
kum dalam 8 program pokok, yaitu:
1. Program pelayanan dan rehabilitas kese-
jahteraan sosial;
2. Program pemberdayaan fakir miskin, komu-
nitas adat terpencil, dan penyandang masalah
kesejahteraan sosial;
3. Program pengembangan sistem perlindungan
sosial,
4. Program penelitian dan pengembangan kese-
jahteraan;
5. Program penguatan kelembagaan pengarusu-
tamaan gender dan anak;
6. Program pemberdayaan kelembagaan kese-
jahteraan sosial;
7. Program peningkatan kualitas penyuluhan
kesejahteraan sosial;
8. Program bantuan dan jaminan kesejateraan
sosial.
Secara keseluruhan, rangkaian program kegiatan
RPJMN 2004-2009 telah membuahkan hasil.
Meskipun tidak optimal, hasil yang diperoleh
memberikan landasan bagi program kegiatan
berikutnya untuk melakukan pembangunan ke-
sejahteraan sosial. Begitu juga, hampir seluruh
rencana kegiatan yang tercakup dalam RPJMN
telah terlaksana. Perolehan hasil sebagaimana
yang ditargetkan membutuhkan waktu yang lebih
panjang. Hal ini tentu saja harus diiringi oleh ber-
bagai pembenahan dan pemantapan untuk ter-
ciptanya pembangunan kesejahteraan sosial yang
berkelanjutan.
LO_Bab 4.11.indd 413 5/5/09 2:44:56 PM
414
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
a
k
s
e
s
i
b
i
l
i
t
a
s
p
e
n
y
a
n
d
a
n
g
m
a
s
a
l
a
h
k
e
s
e
j
a
h
t
e
-
r
a
a
n
s
o
s
i
a
l
t
e
r
h
a
d
a
p
p
e
l
a
y
a
n
a
n
s
o
s
i
a
l
d
a
s
a
r
P
e
l
a
y
a
n
a
n

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n

s
o
s
i
a
l

b
a
g
i

a
n
a
k
-

A
n
a
k

t
e
l
a
n
t
a
r
j
i
w
a
-
/
6
5
.
3
9
2
6
4
.
8
9
4
6
2
.
2
0
0
-

A
n
a
k

j
a
l
a
n
a
n
j
i
w
a
-
/
4
6
.
8
0
0
4
5
.
5
3
0
2
1
.
7
0
0
-

A
n
a
k

b
a
l
i
t
a

t
e
l
a
n
t
a
r
p
e
n
g
a
d
a
a
n

a
l
a
t

p
e
r
m
a
i
n
a
n

e
d
u
k
a
-
t
i
f

(
A
P
E
)

k
e
p
a
d
a

5
0

T
P
A

d
i

3
1

p
r
o
v
i
n
s
i
p
e
n
g
a
d
a
a
n

a
l
a
t

p
e
r
m
a
i
n
a
n

e
d
u
k
a
t
i
f

(
A
P
E
)

k
e
p
a
d
a

5
0

T
P
A

d
i

3
1

p
r
o
v
i
n
s
i
p
e
n
g
a
d
a
a
n

a
l
a
t

p
e
r
m
a
i
n
a
n

e
d
u
k
a
t
i
f

(
A
P
E
)

k
e
p
a
d
a

5
0

T
P
A

d
i

3
1

p
r
o
v
i
n
s
i
-

A
n
a
k

N
a
k
a
l
j
i
w
a
1
1
.
0
8
0
1
1
.
7
6
0
8
.
3
4
0
-

A
n
a
k

c
a
c
a
t
j
i
w
a
6
.
0
6
5
6
.
5
6
5
6
.
0
3
5
P
e
l
a
y
a
n
a
n

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n

d
a
n

p
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n

s
o
s
i
a
l

b
a
g
i

l
a
n
j
u
t

u
s
i
a
j
i
w
a
1
5
.
9
2
0
1
5
.
2
9
0
1
6
.
0
0
0
P
e
l
a
y
a
n
a
n

d
a
n

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

s
o
s
i
a
l
-

P
e
n
y
a
n
d
a
n
g

c
a
c
a
t
j
i
w
a
3
1
.
9
1
0
2
8
.
6
7
0
6
6
.
5
8
0
-

T
u
n
a
s
o
s
i
a
l
j
i
w
a
5
.
3
3
0
5
.
2
3
0
1
0
.
5
6
0
-
K
o
r
b
a
n

p
e
n
y
a
l
a
h
g
u
n
a
a
n

n
a
p
z
a
j
i
w
a
4
.
1
0
0
4
.
1
0
0
8
.
2
0
0
P
e
l
a
y
a
n
a
n

d
a
n

p
e
n
y
u
l
u
h
a
n

b
a
g
i

p
e
n
y
a
n
d
a
n
g

H
I
V
/
A
I
D
S
l
o
k
a
s
i
9
3
1
2
2
1
4
6
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
e
t
a
h
a
n
a
n
s
o
s
i
a
l
i
n
d
i
v
i
d
u
,
k
e
l
u
a
r
g
a
d
a
n
k
o
m
u
n
i
t
a
s
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
d
a
l
a
m
m
e
n
c
e
g
a
h
d
a
n
m
e
n
a
n
g
a
n
i
p
e
r
m
a
s
a
l
a
h
a
n
k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n
s
o
s
i
a
l
J
u
m
l
a
h

K
o
m
u
n
i
t
a
s

A
d
a
t

T
e
r
p
e
n
c
i
l

(
K
A
T
)

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
b
e
r
d
a
y
a
k
a
n
K
K
5
3
.
2
8
3
6
8
.
1
2
2
6
4
.
7
8
8
T
a
b
e
l
4
.
1
5
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
d
a
n
K
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n
S
o
s
i
a
l
LO_Bab 4.11.indd 414 5/5/09 2:44:57 PM
Bagian 4
415
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
S
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
3
T
e
r
j
a
m
i
n
n
y
a
b
a
n
t
u
a
n
s
o
s
i
a
l
d
a
n
m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
p
e
n
a
n
g
a
n
a
n
k
o
r
-
b
a
n
b
e
n
c
a
n
a
a
l
a
m
d
a
n
s
o
s
i
a
l
P
e
l
a
y
a
n
a
n

d
a
n

p
e
n
y
u
l
u
h
a
n

b
a
g
i

p
e
n
y
a
n
d
a
n
g

H
I
V
/
A
I
D
S
l
o
k
a
s
i
9
3
1
2
2
1
4
6
B
a
n
t
u
a
n

B
a
h
a
n

B
a
n
g
u
n
a
n

R
u
m
a
h

(
B
B
R
)

b
a
g
i

k
o
r
b
a
n

b
e
n
c
a
n
a

a
l
a
m
K
K
9
.
4
4
4
6
.
7
9
0
1
3
.
8
1
8
B
a
n
t
u
a
n

d
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

b
a
g
i

k
e
l
o
m
p
o
k

r
e
n
t
a
n

b
e
r
u
p
a

a
s
u
r
a
n
s
i

k
e
s
e
h
a
t
a
n

s
o
s
i
a
l

(
A
s
k
e
s
o
s
)
K
K
1
3
.
4
0
0

K
K

m
e
l
a
l
u
i

6
7

l
e
m
b
a
g
a

p
e
l
a
k
s
a
n
a
n

d
a
n

1
.
9
0
0

j
i
w
a

P
M
K
S

n
o
n
p
o
t
e
n
s
i
a
l

m
e
l
a
l
u
i

9
5

l
e
m
b
a
g
a

p
e
l
a
k
s
a
n
a
2
0
.
2
0
0

K
K

m
e
-
l
a
l
u
i

1
0
1

l
e
m
b
a
g
a

p
e
l
a
k
s
a
n
a

d
a
n

1
.
7
2
0

j
i
w
a

P
M
K
S

n
o
n
p
o
t
e
n
s
i
a
l

m
e
-
l
a
l
u
i

8
6

l
e
m
b
a
g
a

p
e
l
a
k
s
a
n
a
3
9
.
0
0
0

K
K

B
K
S
P

b
a
g
i

2
.
7
2
0

j
i
w
a

P
M
K
S

n
o
n
p
o
-
t
e
n
s
i
a
l

m
e
l
a
l
u
i

1
3
6

l
e
m
b
a
g
a

p
e
l
a
k
s
a
n
a
B
a
n
t
u
a
n

T
u
n
a
i

B
e
r
s
y
a
r
a
t

(
B
T
B
)

b
g
i

k
e
l
u
a
r
g
a

s
a
n
g
a
t

m
i
s
k
i
n

(
j
u
m
l
a
h

a
k
u
m
u
l
a
t
i
f
)
K
K

R
T
S
M
-
-
3
8
7
.
9
2
8
5
9
8
.
6
9
3
P
e
m
b
e
l
i
a
n

b
e
r
a
s

u
n
t
u
k

r
u
-
m
a
h

t
a
n
g
g
a

m
i
s
k
i
n

(
r
a
s
k
i
n
)
R
T
S
-
-
1
5
,
8

j
u
t
a
1
9
,
1

j
u
t
a
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
u
a
l
i
t
a
s
m
a
n
a
j
e
-
m
e
n
p
e
l
a
y
a
n
a
n
k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n
s
o
s
i
a
l
4
P
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

d
a
n

k
e
l
e
m
-
b
a
g
a
a
n

k
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n

s
o
s
i
a
l
-

K
a
r
a
n
g

T
a
r
u
n
a
o
r
g
a
n
i
s
a
s
i
2
.
4
0
7
2
.
2
6
7
9
.
7
5
0
-

O
r
g
a
n
i
s
a
s
i

S
o
s
i
a
l
/
L
K
M
-
U
K
S
u
n
i
t

o
r
-
g
a
n
i
s
a
s
i
1
.
7
4
7
1
.
1
4
6
6
.
9
1
7
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
5
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 415 5/5/09 2:44:57 PM
Dok : PolaGrade
LO_Bab 4.11.indd 416 5/5/09 2:45:17 PM
Bagian 4
417
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.16
Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil
Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga
4.16.1. Pengantar
Pembangunan kependudukan dan keluarga ke-
cil berkualitas serta pembangunan pemuda dan
olahraga berperan penting dalam mempercepat
pencapaian tujuan pembangunan nasional teruta-
ma dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Sehubungan dengan pemba-
ngunan keluarga kecil berkualitas, pengendalian
kuantitas penduduk merupakan salah satu aspek
penting untuk menjamin tercapainya penduduk
tumbuh seimbang di masa yang akan datang, yang
diwujudkan melalui program Keluarga Berencana
(KB). Sementara itu dalam upaya menangani ma-
salah kependudukan, pembangunan administrasi
kependudukan sebagai sebuah sistem merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari administrasi
pemerintahan dan administrasi negara dalam
memberikan jaminan kepastian hukum dan per-
lindungan terhadap hak-hak individu penduduk.
Ketertiban dan keterpaduan administrasi kepen-
dudukan akan sangat berguna bagi perumusan
kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan berba-
gai program pembangunan.
Pembangunan pemuda dan olahraga perlu men-
dapat perhatian karena pemuda yang berkuali-
tas dan berdaya saing akan menjadi aset bangsa
dalam mewujudkan cita-cita untuk menjadi bang-
sa yang besar dan diperhitungkan dalam persain-
gan global. Selain itu semangat olahraga perlu di-
bina dengan baik sehingga melalui olahraga dapat
ditanamkan nilai moral, akhlak mulia, sportivi-
tas, dan disiplin serta dapat dibina persatuan dan
kesatuan bangsa serta ketahanan nasional yang
tangguh. Hal ini sesuai dengan tujuan Keolah-
ragaan Nasional yang tercantum dalam UU No. 3
Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasi-
onal.
Pembangunan pemuda dan olah-
raga merupakan hal yang juga perlu
mendapat perhatian karena pemuda
yang berkualitas dan berdaya saing akan
menjadi aset bangsa dalam mewujud-
kan cita-cita untuk menjadi bangsa yang
besar dan diperhitungkan dalam persa-
ingan global.
4.16.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal RPJMN 2004-2009 pembangunan
kependudukan dan keluarga kecil berkualitas ser-
ta pembangunan pemuda dan olahraga dihadap-
kan pada permasalahan sebagai berikut:
1. Kependudukan
Permasalahan kependudukan yang dihadapi di
awal penyusunan RPJMN adalah belum tertata-
nya kebijakan dan administrasi kependudukan
dalam rangka membangun sistem pemerintahan
dan pembangunan yang berkelanjutan. Sampai
dengan tahun 2004 belum tersusun suatu kebi-
jakan dan strategi pengendalian kuantitas, pe-
LO_Bab 4.11.indd 417 5/5/09 2:45:20 PM
418
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
ningkatan kualitas, dan pengarahan mobilitas
penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan eko-
nomi wilayah. Selain itu, pembangunan kepen-
dudukan juga dihadapkan pada permasalahan
belum tersedianya perundang-undangan tentang
administrasi kependudukan yang akan meleng-
kapi Keppres Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pe-
ngelolaan Informasi Administrasi Kependudukan
dan belum memadainya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya dokumen kependudukan
dan tertib administrasi.
2. Keluarga Berencana (KB)
Pembangunan Keluarga Kecil Berkualitas melalui
program KB menghadapi berbagai permasalahan
antara lain:
a. Tingginya laju pertumbuhan dan jumlah pen-
duduk.
Secara absolut pertambahan penduduk In-
donesia diperkirakan masih akan meningkat
sekitar 3-4 juta per tahun. Hal tersebut dise-
babkan karena belum terkendalinya angka
kelahiran. Laju pertumbuhan penduduk ber-
dasarkan sensus penduduk 1990 dan 2000
adalah 1,49 persen. Sementara itu, jumlah
penduduk tahun 2000 sebesar 206,3 juta.
b. Tingginya tingkat kelahiran anak per wanita.
Tingkat kelahiran yang masih cukup tinggi
tergambar dari Angka Kelahiran Total (TFR).
Berdasarkan hasil Survey Demogra dan Ke-
sehatan Indonesia (SDKI 2002-2003) menun-
jukkan bahwa rata-rata kelahiran anak per
wanita adalah 2,6.
c. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pa-
sangan usia subur dan remaja tentang hak-
hak reproduksi dan kesehatan reproduksi.
Hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja
masih kurang dipahami oleh sebagian be-
sar masyarakat, orang tua, maupun remaja
itu sendiri. SDKI 2002-2003 menunjukkan
hanya 60,3 persen pasangan usia subur (PUS)
yang menggunakan kontrasepsi. Sedangkan
8,6 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin
anak atau menunda kehamilannya, tidak me-
makai kontrasepsi (unmet need).
d. Rendahnya median usia kawin pertama
perempuan
Median usia kawin pertama perempuan sebe-
sar 19,2 tahun (SDKI 2002-2003), menunjuk-
kan masih banyak perempuan Indonesia yang
menikah pada usia relatif muda.
e. Rendahnya partisipasi laki-laki dalam ber-KB
Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB
disebabkan oleh keterbatasan macam dan
jenis alat kontrasepsi laki-laki, keterbatasan
pengetahuan pria akan hak-hak dan kesehat-
an reproduksi, serta masih kurang diperhati-
kannya aspek kesetaraan dan keadilan gender
dalam penyelenggaraan KB dan kesehatan
reproduksi. SDKI 2002-2003 menunjukkan
partisipasi pria dalam ber-KB (vasektomi dan
kondom) masih sangat rendah yaitu sekitar
1,3 persen.
f. Masih kurang maksimalnya akses dan kuali-
tas pelayanan KB
Pada 2004, hal ini ditunjukkan dengan kon-
disi dimana belum semua fasilitas pelayanan
kesehatan primer dapat melayani KB dan
kesehatan reproduksi. Selain itu, banyak pa-
sangan usia subur yang menggunakan kontra-
sepsi yang kurang efektif dan esien untuk
jangka panjang.
g. Lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga
Tingginya jumlah keluarga pada tingkat Ke-
Rendahnya partisipasi pria dalam
ber-KB disebabkan oleh keterbatasan
macam dan jenis alat kontrasepsi laki-
laki, keterbatasan pengetahuan pria akan
hak-hak dan kesehatan reproduksi, serta
masih kurang diperhatikannya aspek
kesetaraan dan keadilan gender dalam
penyelenggaraan KB dan kesehatan
reproduksi
LO_Bab 4.11.indd 418 5/5/09 2:45:20 PM
Bagian 4
419
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
luarga Pra-Sejahtera (KPS) dan Keluarga
Sejahtera I (KS I) menunjukkan kondisi le-
mahnya ekonomi dan ketahanan keluarga.
Berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun
2003, jumlah KPS dan KS I sebesar 15,8 juta
keluarga. Kondisi ini mempengaruhi daya beli
termasuk kemampuan membeli alat dan obat
kontrasepsi.
h. Masih lemahnya peran institusi daerah dalam
pelaksanaan program KB
Hal tersebut ditunjukkan masih banyaknya
pemahaman bahwa pembangunan KB be-
lum dipandang sebagai suatu investasi yang
mendukung peningkatan kualitas SDM, pem-
bangunan ekonomi, pengendalian pertum-
buhan penduduk, dan pemenuhan hak-hak
reproduksi penduduk.
3. Pemuda dan Olahraga
Kondisi awal pembangunan pemuda dan olahraga
dihadapkan pada berbagai kondisi, antara lain:
a. Rendahnya kualitas pemuda
Peran dan partisipasi pemuda dalam pem-
bangunan, terutama yang berkaitan dengan
kewirausahaan dan ketenagakerjaan ma-
sih rendah. Data Susenas 2003 menunjuk-
kan bahwa sekitar 2 persen jumlah pemuda
(penduduk usia 15-35 tahun) tidak pernah
sekolah, 16 persen masih bersekolah, dan 82
persen sudah tidak bersekolah lagi. Selain itu,
dari keseluruhan jumlah pemuda, sekitar 2,36
persen di antaranya buta huruf. Di bidang ke-
tenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) pemuda hanya sebesar 65,9
persen sementara tingkat pengangguran ter-
buka pemuda mencapai sekitar 19,5 persen.
Selain itu juga maraknya masalah-masalah
sosial di kalangan pemuda, seperti kriminali-
tas, premanisme, pemakaian narkotika, alko-
hol, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan
HIV/AIDS.
b. Rendahnya Budaya dan Prestasi Olahraga In-
donesia
Rendahnya budaya olahraga tercermin dari
tingkat kemajuan pembangunan olahraga
Indonesia yang hanya mencapai 34 persen
(Sports Development Index/SDI) pada 2004.
Indeks ini dihitung berdasarkan angka indeks
partisipasi, ruang terbuka, sumberdaya ma-
nusia, dan kebugaran.
Prestasi olahraga Indonesia yang semakin ter-
tinggal tercermin dari menurunnya prestasi
olahraga dalam event-event internasional.
Jika pada SEA GAMES XIV dan XV, yaitu
pada 1987 dan 1989 Indonesia menjadi juara
umum, maka pada SEA GAMES XXII, tahun
2003, prestasi olahraga Indonesia terlampaui
oleh Tailand, Malaysia, dan Vietnam.
Berdasarkan kondisi awal di atas, maka sasaran
RPJMN 2004-2009 secara garis besar dibagi men-
jadi tiga, yaitu:
1. Meningkatnya pembangunan kependudukan
yang ditandai dengan:
a. Meningkatnya keserasian kebijakan ke-
pendudukan dalam rangka peningkat-
an kualitas, pengendalian pertumbuhan
dan kuantitas, pengarahan mobilitas dan
persebaran penduduk yang serasi dengan
daya dukung dan daya tampung lingkung-
Dok : PolaGrade
LO_Bab 4.11.indd 419 5/5/09 2:45:26 PM
420
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
an baik di tingkat nasional maupun dae-
rah;
b. Meningkatnya cakupan jumlah kabupa-
ten dan kota dalam pelaksanaan Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan.
2. Terkendalinya pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya keluarga kecil berkualitas yang
ditandai dengan:
a. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan
penduduk menjadi sekitar 1,14 persen
per tahun;
b. Menurunnya tingkat TFR menjadi 2,2 per
wanita;
c. Menurunnya persentase pasangan usia
subur yang ingin anak ditunda atau tidak
ingin anak lagi tapi tidak KB (unmet need)
menjadi 6 persen;
d. Meningkatnya peserta KB laki-laki men-
jadi 4,5 persen;
e. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi
secara efektif dan esien;
f. Meningkatnya rata-rata usia kawin per-
tama perempuan menjadi 21 tahun;
g. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam
pembinaan tumbuh kembang anak;
h. Meningkatnya partisipasi jumlah KPS
dan KS I dalam usaha ekonomi produktif;
serta
i. Meningkatnya jumlah institusi masyara-
kat dalam penyelenggaraan pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi.
3. Meningkatnya pembangunan pemuda dan
olahraga yang ditandai dengan:
a. Meningkatnya keserasian berbagai ke-
bijakan pemuda di tingkat nasional dan
daerah;
b. Meningkatnya kualitas dan partisipasi
pemuda di berbagai bidang pembangun-
an;
c. Meningkatnya keserasian berbagai ke-
bijakan olahraga di tingkat nasional dan
daerah;
d. Meningkatnya kesehatan dan kebugaran
jasmani masyarakat serta prestasi olah-
raga; serta
e. Meningkatnya dukungan sarana dan
prasarana olahraga bagi masyarakat se-
suai dengan olahraga unggulan daerah.
Sasaran pembangunan kependudukan dicapai
melalui: 1) Program Keserasian Kebijakan Kepen-
dudukan; dan 2) Program Penataan Administrasi
Kependudukan. Sasaran pembangunan keluarga
kecil berkualitas dicapai melalui: 1) Program Kelu-
arga Berencana; 2) Program Kesehatan Reproduk-
si Remaja; 3) Program Ketahanan dan Pember-
dayaan Keluarga; dan 4) Program Penguatan
Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas. Sedang-
kan sasaran pembangunan pemuda dan olahraga
dicapai melalui: 1) Program Pengembangan dan
Keserasian Kebijakan Pemuda; 2) Program Pem-
binaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda; 3)
Program Pengembangan Kebijakan dan Manaje-
men Olahraga; 4) Program Pembinaan dan Pema-
syarakatan Olahraga; dan 5) Program Peningkat-
an Sarana dan Prasarana Olahraga.
4.16.3. Pencapaian 2005-2008
4.16.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
Posisi capaian atas sasaran RPJMN 2004-2009
hingga 2008 dijelaskan pada bagian berikut:
Pencapaian Sasaran 1: Meningkatnya Pem-
bangunan Kependudukan
Pencapaian sasaran pertama ditunjukkan oleh be-
berapa indikator capaian, sebagai berikut:
a. Keserasian Kebijakan Kependudukan
Pencapaian keserasian kebijakan kependudukan
dalam rangka peningkatan kualitas, pengenda-
lian pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan
mobilitas dan persebaran penduduk yang serasi
dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan, baik di tingkat nasional maupun dae-
rah, antara lain (1) terciptanya tertib administrasi
kependudukan, (2) disahkannya Peraturan Pre-
siden tentang Persyaratan dan Tatacara Pendaf-
taran Penduduk dan Pencatatan Sipil; dan (3)
LO_Bab 4.11.indd 420 5/5/09 2:45:26 PM
Bagian 4
421
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
disempurnakannya kebijakan kependudukan dan
advokasi kebijakan perkembangan dan proyeksi
kependudukan.
b. Sistem Informasi Administrasi Kepen-
dudukan
Sistem Informasi Administrasi Kependuduk-
an (SIAK) merupakan sistem yang dirancang,
dibangun dan dikembangkan untuk mampu me-
nyelenggarakan penerbitan NIK (Nomor Induk
Kependudukan) Nasional sebagai nomor iden-
titas tunggal yang ditampilkan pada setiap do-
kumen kependudukan, dan sebagai kunci akses
untuk verikasi data diri maupun identikasi
jati diri seseorang yang sangat berguna di dalam
mewujudkan esiensi dan efektivitas pelayanan
publik.
Pencapaian pembangunan sistem informasi ad-
ministrasi kependudukan diantaranya: (1) dikem-
bangkan dan diterapkannya Sistem Informasi Ad-
ministrasi Kependudukan di 440 kabupaten/kota;
(2) pengembangan data center kependudukan di
pusat; (3) percepatan pembangunan database
kependudukan pada 34 kabupaten pemekaran;
(4) terfasilitasinya peningkatan SDM pengelola
SIAK bagi aparat dan pemutakhiran data pada
457 kabupaten/kota; (5) terlaksananya pembe-
rian bantuan stimulan akte kelahiran gratis pada
300 kabupaten/kota; dan (6) penyempurnaan
sistem koneksi NIK yang terintegrasi antar-ins-
tansi terkait.
Pencapaian Sasaran 2: Terkendalinya per-
tumbuhan penduduk dan meningkatnya ke-
luarga kecil berkualitas
Pencapaian sasaran kedua ini ditunjukkan oleh
beberapa indikator capaian, sebagai berikut:
a. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Sasaran Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) di-
harapkan menurun menjadi 1,14 persen per ta-
hun pada 2004-2009. Berdasarkan hasil Sensus
Penduduk dan Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS), LPP Indonesia cenderung menurun
(Gambar 4,16.1). Antara tahun 1971-1980 LPP
sekitar 2,32 persen dan turun menjadi 1,37 per-
sen pada tahun 1990-2000. Selanjutnya, menu-
run lagi menjadi 1,23 persen pada tahun 2000-
2005 (berdasarkan hasil Supas 2005). Namun
demikian, target pencapai-an LPP sebesar 1,14
persen pada tahun 2009 memerlukan komit-
men dan upaya yang besar untuk mencapainya
terutama agar program-program yang memberi
kontribusi terhadap penurunan LPP dapat dilak-
sanakan secara konsisten mulai dari pusat sampai
ke daerah, seperti program keluarga berencana
dan program-program terkait lainnya.
2.32
1.96
1.37
1.23
0.5
1
1.5
2
2.5
1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2005
(

%

)
g j
Gambar 4.16.1.
Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
LO_Bab 4.11.indd 421 5/5/09 2:45:27 PM
422
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Walaupun laju pertumbuhan penduduk Indone-
sia cenderung menurun, namun secara absolut
jumlahnya tetap besar. Jumlah penduduk Indo-
nesia pada tahun 2000 sekitar 205,8 juta (Sensus
2000), meningkat menjadi 218,9 juta pada 2005
(Supas 2005). Jumlah penduduk tahun 2005
tersebut lebih sedikit sekitar 300 ribu dibanding-
kan hasil Proyeksi Penduduk berdasarkan Sen-
sus 2000. Namun demikian jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan akan terus meningkat,
Gambar 4.16.2 menunjukkan peningkatan jum-
lah penduduk dari 218,9 juta pada 2005 menjadi
227,8 juta pada 2008, dan 244,8 juta pada 2014
(Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025. Bap-
penas, BPS, UNFPA).
205.8
218.9
227.8
244.8
180
190
200
210
220
230
240
250
SP 2000 Supas 2005 Proyeksi 2008 Proyeksi 2014
J
u
t
a
Gambar 4.16.2.
Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia
b. Angka Kelahiran Total (TFR)
TFR di Indonesia dapat diperoleh dari beberapa
survei berskala nasional seperti Survey Demo-
gra dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang di-
laksanakan setiap 3-4 tahun sekali; Survey Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan
setiap tahun, Sensus Penduduk yang dilaksanakan
setiap 10 tahun, dan SUPAS (Survei Penduduk An-
tar Sensus) yang dilaksanakan pada tengah tahun
antar 2 Sensus Penduduk. Setiap survey tersebut
dilaksanakan dengan metodologi tertentu yang
disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan survey,
sehingga masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Survey yang dirancang khusus
untuk mengukur TFR adalah SDKI, dimana angka
fertilitas digali secara rinci melalui riwayat kela-
hiran pada kurun waktu 3 tahun sebelum sur-
vey. Sementara pada Susenas, Supas dan Sensus
Penduduk, pertanyaan yang digunakan mung-
kin kurang sensitif karena hanya ditelusuri dari
jumlah anak lahir hidup dan jumlah anak masih
hidup yang dimiliki. Kelebihan Sensus Penduduk
adalah jumlah sampelnya sangat banyak sehingga
sampling errornya kecil.
TFR diharapkan turun menjadi 2,2 kelahiran per
wanita pada tahun 2009. Dari berbagai sumber,
seperti pada Gambar 4.16.3, TFR secara nasional
cenderung menurun. Namun demikian, penu-
runan TFR dari hasil SDKI 2002-2003 ke SDKI
2007 tidak setajam penurunan pada periode se-
belumnya. Hasil SDKI tahun 2007 menunjukkan
TFR nasional 2,6 anak per wanita, sedikit menu-
run dibandingkan SDKI 2002-2003 sebesar 2,63,
dan menurun tajam dibanding hasil SDKI 1997
sebesar 2,78 anak per wanita. Pola yang sama
juga terlihat dari hasil Survey Antar Sensus (SU-
PAS) tahun 1995 dan 2005 dimana TFR menurun
tajam dari 2,8 menjadi 2,28 (terjadi penurunan
sebesar 0,52 selama 10 tahun). Bila dilihat TFR
berdasarkan hasil Sensus 1990 dan 2000 terlihat
penurunan yang tajam yaitu dari 3,32 menjadi
2,33.
LO_Bab 4.11.indd 422 5/5/09 2:45:28 PM
Bagian 4
423
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Berdasarkan hasil beberapa survey yang telah
disebutkan di atas, target TFR sebesar 2,2 pada
tahun 2009 mungkin akan tercapai jika menggu-
nakan data hasil Sensus 2000 dan SUPAS 2005.
Namun bila menggunakan hasil SDKI dengan
pola penurunan yang sama selama periode tahun
1997, 2002 dan 2007, sasaran tersebut agak sulit
dicapai.
3.32
2.33
2.80
2.28
2.78
2.63
2.60
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
1990 1995 1997 2000 2002 2004 2005 2007
Sensus
Supas
Susenas
SDKI
Gambar 4.16.3.
Perkembangan Pencapaian TFR
Ditinjau dari capaian regional, nilai TFR sangat
bervariasi antar-provinsi (Gambar 4.16.4). Ber-
dasarkan hasil SDKI 2007, angka TFR bervariasi
dari yang terendah di Provinsi DI. Yogyakarta
sebesar 1,8 dan yang tertinggi di Provinsi NTT
sebesar 4,2. Provinsi yang TFR-nya masih di atas
rata-rata nasional adalah Provinsi Riau, Sumatera
Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, NTB, Kalbar,
1.8
2.1
2.1
2.1
2.3
2.4
2.5
2.5
2.6
2.6
2.6
2.6
2.6
2.7
2.7
2.7
2.8
2.8
2.8
2.8
2.8
2.9
3.0
3.1
3.1
3.2
3.3
3.3
3.4
3.4
3.5
3.8
3.9
4.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
D.I. Yogyakarta
DKI Jakarta
Jawa Timur
Bali
Jawa Tengah
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Jawa Barat
Banten
Kalimantan Selatan
Gorontalo
Nasional
Riau
Sumatera Selatan
Kalimantan Timur
Jambi
Nusa Tenggara Barat
KalimantanBarat
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Papua
Kalimantan Tengah
Nangroe Aceh Darussalam
KepulauanRiau
Maluku Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sumatera Barat
Papua Barat
Sulawesi Barat
Sumatera Utara
Maluku
Nusa Tenggara Timur
Sasaran
RPJM 2,2
Rata-rata
Nasional 2,6
Gambar 4.16.4.
Grak TFR Per Provinsi Berdasarkan Hasil SDKI 2007
LO_Bab 4.11.indd 423 5/5/09 2:45:30 PM
424
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
12,7
10,6
9,2
8,6
9,1
0
2
4
6
8
10
12
14
1991 1994 1997 2002 2007
Sasaran
RPJM
6 persen
Gambar 4.16.5.
Unmet need peserta KB berdasarkan SDKI
412
22,4
17,4
17,4
16,6
15,8
13,9
13
12,9
12,9
12,3
11,2
10
9,1
9
8,3
8,2
7,7
7,7
7,4
7,4
7
6,9
6,8
6,6
6,2
6,1
6,1
5,8
5,7
5,5
3,2
MALUKU
SULBAR
NTT
PAPUA
PAPUA
SULSEL
MALUT
NTB
SULTRA
SUMUT
SUMBAR
JABAR
RIAU
BANTEN
SULTENG
JATIM
KALBAR
KALTIM
SUMSEL
JATENG
JAMBI
DKI
DIY
GORONTALO
KALSEL
BENGKULU
SULUT
BALI
KALTENG
LAMPUNG
BABEL
6 9,1
Sasaran RPJMN
6persen
Rata-rata nasional
9,1persen
Gambar 4.16.6
Unmet need per provinsi berdasarkan SDKI 2007
nilai TFR baik secara nasional maupun regional
sehingga disparitas TFR yang tinggi antar daerah
dapat diatasi.
c. Unmet Need
Pencapaian sasaran unmet need atau pasangan
usia subur yang ingin menunda untuk memiliki
anak atau tidak ingin anak lagi tapi tidak ber-KB
menjadi 6,0 persen pada 2009 masih sulit untuk
dicapai. Terjadi peningkatan unmet need dari 8,6
persen menurut SDKI 2002-2003 menjadi 9,1
persen menurut SDKI 2007 (Gambar 4.16.5). Hal
ini mungkin disebabkan karena masih kurangnya
akses pelayanan KB baik secara kuantitas maupun
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Papua, Kali-
mantan Tengah, NAD, Kepulauan Riau, Maluku
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Su-
matera Barat, Papua Barat, Sulawesi Barat, Suma-
tera Utara, Maluku, dan NTT. Sedangkan provinsi
yang TFR-nya sudah dibawah rata-rata nasional
adalah DI. Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Timur,
Bali, Jawa Tengah, Bengkulu, Lampung, dan Bang-
ka Belitung. Terdapat 4 provinsi yang telah men-
capai target RPJMN 2004-2009 (TFR kurang dari
2,2) yaitu provinsi DI.Yogyakarta, DKI Jakarta,
Jawa Timur dan Bali.
Oleh karena itu, masih diperlukan upaya yang le-
bih besar dari berbagai pihak untuk menurunkan
LO_Bab 4.11.indd 424 5/5/09 2:45:32 PM
Bagian 4
425
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2.8
2.9
1.9
2.2
2.5
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
1991 1994 1997 2002-03 2007
( % )
kualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
masih kurangnya kesadaran dan pengetahuan ma-
syarakat tentang KB dan kesehatan reproduksi.
Selain itu, angka unmet need bervariasi antar-
provinsi. Angka unmet need terendah di Provinsi
Bangka Belitung sebesar 3,2 persen dan yang ter-
tinggi di Provinsi Maluku sebesar 22,4 persen. Em-
pat provinsi telah memenuhi target RPJM 2004-
2009, yaitu Provinsi Bangka Belitung, Lampung,
Kalimantan Tengah, dan Bali (Gambar 4.14.6).
d. Peserta KB Pria
Sama halnya dengan target penurunan unmet
need, target peserta KB pria sebanyak 4,5 persen
pada 2009 juga sulit tercapai mengingat peserta
KB pria berdasarkan hasil SDKI 2007 baru men-
capai 2,5 persen terhadap total PUS (Gambar
4.16.7.). Kesertaan pria dalam pemakaian kon-
trasepsi kelihatannya masih sulit ditingkatkan
karena berbagai alasan baik dari sisi penyedia
pelayanan maupun masyarakat. Dari sisi penyedia
pelayanan, ketersedian metode kontrasepsi pria
masih sangat terbatas (hanya kondom dan vasek-
tomi). Sedangkan dari sisi masyarakat, budaya
patriarki menganggap bahwa KB adalah urusan
perempuan masih sangat kuat. Di samping itu,
dari pihak perempuan sendiri ada yang enggan
menerima bila suami mereka ikut KB. Ke depan
perlu upaya untuk mendorong lahirnya inovasi
baru dalam penyediaan kontrasepsi pria.
e. Penggunaan Kontrasepsi secara Efektif
dan Esien
Kontrasepsi yang efektif dan esien adalah kon-
trasepsi yang dapat mencegah kehamilan, tidak
memberi efek samping, serta harganya relatif
murah. Perkembangan pemakaian kontrasepsi
hormonal (terutama suntikan) cenderung me-
ningkat dari 23,6 persen pada SDKI 1991 men-
jadi 52,0 persen menurut SDKI 2007. Sedangkan
pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif (MOP,
MOW, IUD, dan implant) secara total cenderung
menurun dari 39,7 persen menurut SDKI 1991
menjadi 17,8 persen menurut SDKI 2007 (Gam-
bar 4.16.8.). Hal ini mungkin berkaitan dengan
pergeseran pelayanan KB melalui sarana Peme-
rintah ke arah pelayanan oleh swasta sebagai ha-
sil kampanye Lingkaran Biru dan Lingkaran Emas
sejak 1980-an sebagai salah satu strategi untuk
mendorong peran swasta dalam pelayanan KB.
Gambar 4.16.7.
Perkembangan Peserta KB Pria Berdasarkan SDKI
LO_Bab 4.11.indd 425 5/5/09 2:45:32 PM
426
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
18.6
19.2
19.8
18
18.5
19
19.5
20
1997 2002-03 2007
Gambar 4.16.9.
Grak Perkembangan Median Usia Kawin Pertama Menurut SDKI
Melihat pencapaian tersebut tampaknya target
RPJMN sebesar 21 tahun pada 2009 bisa tercapai
dengan KIE penundaan usia kawin bagi remaja
yang lebih intensif lagi, terutama untuk daerah
perdesaan karena median usia kawin pertama di
perdesaan lebih rendah dari kota yaitu 18,7 ta-
hun dibandingkan dengan 21,3 tahun walaupun
terjadi sedikit peningkatan bila dibandingkan
dengan kondisi tahun 2002 dan 2003 yaitu 18,3
tahun dan 20,3 tahun (Gambar 4.16.10.).
f. Rata-rata Usia Kawin Pertama Perem-
puan
Usia kawin pertama (terutama wanita) meru-
pakan salah satu faktor penentu dari TFR, karena
semakin cepat seseorang menikah maka semakin
panjang jangka waktu melahirkannya. Berdasar-
kan hasil SDKI terlihat adanya kecenderungan
peningkatan median usia kawin pertama wanita
pernah kawin yaitu dari 18,6 tahun pada SDKI
1997, menjadi 19,2 tahun pada SDKI 2002-2003
dan 19,8 pada SDKI 2007 (Gambar 4.16.9.).
40
30
24
2
5
35
31
28
2
5
30
27
37
1
5
24
22
46
1
6
18
22
52
2
7
-
10
20
30
40
50
60
Kontap, IUD,
Implant
Pil Suntikan Kondom Tradisional
( %)
SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002-03 SDKI 2007
Gambar 4.16.8.
Perkembangan Pemakaian Kontrasepsi Berdasarkan Jenis
LO_Bab 4.11.indd 426 5/5/09 2:45:34 PM
Bagian 4
427
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
g. Partisipasi Keluarga dalam Pembinaan
Tumbuh Kembang Anak
Berdasarkan hasil statistik rutin BKKBN selama
periode 2005-2007, terlihat ada peningkatan
jumlah keluarga yang memiliki anak balita dan
aktif melakukan pembinaan tumbuh kembang
anak melalui kegiatan kelompok BKB yaitu dari
970.939 pada tahun 2005 menjadi 1.113.721 ta-
hun 2006 dan meningkat lagi menjadi 1.868.906
pada tahun 2007. Pada tahun 2008, terjadi se-
dikit penurunan menjadi 1.541.884. Apabila
dilihat kecenderungannya, sasaran RPJM dapat
tercapai karena sejak tahun 2005 pencapaiannya
cenderung meningkat. Tetapi apabila dibanding-
kan dengan jumlah kelompok BKB yang aktif,
terlihat penurunan yang cukup bermakna yaitu
dari 106.755 pada tahun 2005 turun menjadi
81.635 pada tahun 2006 dan berdasarkan data
bulan September 2007 jumlah tersebut turun lagi
menjadi 69.573. Hal ini bisa juga disebabkan oleh
menurunnya keluarga yang memiliki anak balita
dari tahun ke tahun dan atau dipengaruhi oleh
persentase laporan yang masuk. Terobosan yang
perlu dipikirkan adalah upaya meningkatkan
jumlah kelompok BKB serta jumlah keluarga yang
aktif mengikuti kegiatan kelompok. Selain itu
sistem pelaporan kegiatan dan juga kegiatan-ke-
giatan lainnya, perlu ditingkatkan cakupannya.
h. Jumlah KPS dan KS I yang aktif dalam
Usaha Ekonomi Produktif
Sasaran lain dalam RPJM 2004-2009 Bidang Kelu-
arga Berencana adalah meningkatnya jumlah Ke-
luarga Pra-Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera
I (KS I) yang aktif dalam usaha ekonomi produk-
tif. Jumlah KPS dan KS I yang aktif berusaha se-
jak tahun 2005, cenderung menurun walaupun
persentase keluarga pra sejahtera dan KSI yang
aktif berusaha angkanya di atas target tahunan.
Jumlah anggota kelompok UPPKS dari KPS dan
KS 1 yang berusaha pada 2005 adalah 1.771.423
kelompok. Jumlah tersebut menurun menjadi
1.427.724 kelompok pada 2006 dan menurun lagi
menjadi 963.244 kelompok pada 2008 (Oktober).
Bila sasaran RPJM adalah melihat adanya pe-
ningkatan, maka sasar-an tersebut belum tercapai
kecuali ada upaya yang lebih kuat untuk melaku-
kan pembinaan secara merata dan meningkatkan
kualitas kelompok melalui pendampingan secara
intensif yang digerakkan oleh Pembantu Pembina
Keluarga Berencana (PLKB).
i. Jumlah Institusi Masyarakat dalam Pe-
nyelenggaraan Pelayanan KB dan Kese-
hatan Reproduksi
Institusi masyarakat yang berperan dalam pe-
nyelenggaraan pelayanan KB dan kesehatan re-
produksi terdiri dari Pembantu Pembina Keluarga
Gambar 4.16.10.
Grak Median Usia Kawin Pertama Menurut Desa-Kota
20.3
18.3
19.2
21.3
18.7
19.8
16.5
17
17.5
18
18.5
19
19.5
20
20.5
21
21.5
22
l a t o T n a a s e d r e P n a a t o k r e P
Tahun
SDKI 2002 - 03 SDKI 2007
LO_Bab 4.11.indd 427 5/5/09 2:45:35 PM
428
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
b. Kualitas dan Partisipasi Pemuda
Partisipasi pemuda di bidang pendidikan menun-
jukkan peningkatan. Data BPS menunjukkan APS
penduduk usia 16-18 tahun meningkat dari 53,86
persen pada 2005 menjadi 54,1 pada 2007. Begi-
tu pula untuk APS penduduk usia 19-24 tahun,
meningkat dari 12,23 persen pada 2005 menjadi
12,61 pada 2007. Sementara di bidang ketena-
gakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) pemuda tahun 2005 sebesar 64,34 persen
kemudian menurun menjadi 61,78 persen pada
2007.
Pencapaian pembangunan pemuda terkait kuali-
tas dan partisipasi pemuda antara lain ditunjuk-
kan oleh:
1. Dilaksanakannya pelatihan kepemimpinan
pemuda;
2. Dioptimalkannya peran 1.500 orang sarjana
penggerak pembangunan di perdesaan;
3. Dilaksanakannya Bakti Pemuda Antar-
provinsi (BPAP)/Pertukaran Pemuda Antar-
provinsi (PPAP) bagi 3.104 orang dan an-
tarnegara bagi 191 orang;
4. Dilaksanakannya kegiatan Rumah Olah Men-
tal Pemuda Indonesia (ROMPI) dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan pemuda jalan-
an;
Berencana Desa (PPKBD), Sub Pembantu Pembina
Keluarga Berencana Desa (Sub-PPKBD), dan Ke-
lompok KB. Grak Jumlah Institusi Masyarakat
dalam Penyelenggaraan KB dan Kesehatan Re-
produksi (2004-2009) menunjukkan kecenderung-
an penurunan jumlah (Gambar 4.16.11). Apabila
diperhatikan lebih lanjut, maka penurunan terse-
but disebabkan oleh terjadinya penurunan pada
jumlah kelompok KB, yaitu yang semula pada 2007
sebanyak 720.526 turun menjadi 578.063 pada
bulan Oktober 2008. Sedangkan untuk jumlah
PPKBD dan Sub PPKBD mengalami peningkat-an
dibandingkan tahun sebelumnya.
Pencapaian Sasaran 3: Meningkatnya Pem-
bangunan Pemuda dan Olahraga
Capaian pada sasaran ini ditunjukkan oleh bebe-
rapa indikator sebagai berikut:
a. Keserasian Kebijakan Pemuda
Pencapaian keserasian kebijakan pemuda adalah
telah disusunnya Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang Kepemudaan dan dilaksanakannya percepat-
an penetapan RUU tentang Kepemudaan menjadi
Undang-Undang yang diharapkan dapat menata
kepemudaan dalam dimensi pembangunan di se-
gala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sehingga dapat membangun pemuda
menjadi potensi bangsa yang bernilai tinggi.
82,511
365,797
773,463
1,221,771
81,766
368,029
749,545
1,199,340
82,647
372,619
635,712
1,090,978
81,555
377,868
720,526
1,179,949
83,911
388,027
578,063
1,050,001
2004 2005 2006 2007 Okt-2008
PPKBD Sub PPKBD Kelompok KB Total
Gambar 4.16.11.
Jumlah Institusi Masyarakat dalamPenyelenggaraan KB dan Kesehatan Reproduksi (2004-2009)
Sumber: Statistik Rutin BKKBN
LO_Bab 4.11.indd 428 5/5/09 2:45:36 PM
Bagian 4
429
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
5. Diselenggaranya upaya pencegahan penyalah-
gunaan narkotika, psikotropika dan zat adik-
tif lainnya (Napza), HIV/AIDS, pornogra,
pornoaksi, dan bahaya destruktif lainnya di
33 provinsi;
6. Dilaksanakannya kompetisi antar-Kelom-
pok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) di 33
provinsi;
7. Terselenggaranya pendidikan dan pelatihan
bela negara bagi 342 peserta perwakilan dari
organisasi kepemudaan;
8. Terselenggaranya Ketahanan Nasional Pemu-
da (TANASDA) bagi 56 peserta;
9. Terselenggaranya Festival Internasional
Pemuda dan Olahraga Bahari (FIPOB) tahun
2006 di Sulawesi Selatan, tahun 2007 di Su-
matera Barat, dan tahun 2008 di Sulawesi
Utara;
10. Terselenggaranya pelatihan kewirausahaan
pemuda bagi 1.260 orang;
11. Terpilihnya pemuda berprestasi nasional di
bidang iptek, kewirausahaan, dan kepelopor-
an dan terbentuknya kader pembina moral
etika pemuda Indonesia; dan
12. Dilaksanakannya kegiatan Kapal Pemuda Nu-
santara bagi 186 peserta.
c. Keserasian Kebijakan Olahraga
Disahkannya UU No. 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolahragaan Nasional menjadi tonggak
dimulainya era baru dalam pengelolaan keolah-
ragaan di tanah air. Sebagai peraturan pelaksa-
naannya telah diterbitkan Peraturan Pemerintah
No. 16/2007 tentang Penyelenggaraan Keolah-
ragaan, Peraturan Pemerintah No. 17/2007 ten-
tang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olah-
raga, serta Peraturan Pemerintah No. 18/2007
tentang Pendanaan Keolahragaan.
d. Kesehatan dan Kebugaran Jasmani Ma-
syarakat serta Prestasi Olahraga
Tingkat kemajuan olahraga Indonesia mulai
menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin
dari peningkatan nilai SDI yang sebesar 0,22 pada
2005 dan kemudian menjadi 0,28 pada 2006. In-
deks ini dihitung berdasarkan angka indeks parti-
sipasi, ruang terbuka, SDM, dan kebugaran.
Selain peningkatan angka SDI, pencapaian lain-
nya, adalah:
1. Dicapainya prestasi di beberapa cabang olah-
raga internasional, seperti: bulutangkis, bo-
ling, dan angkat besi di Asian Games 2006
di Doha, SEA Games 2007 di Tailand, Para
Games 2007 di Tailand, dan di Olimpiade ke
29 tahun 2008 di Beijing;
2. Meningkatnya peringkat Indonesia dari 5
pada SEA Games tahun 2005 di Manila ke
peringkat 4 pada SEA Games tahun 2007 di
Tailand;
Dok : Tempo, Arie Basuki
LO_Bab 4.11.indd 429 5/5/09 2:45:38 PM
430
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Dok : PolaGrade
antarkelompok olahraga prestasi, kegiatan
olahraga pariwisata bahari, kegiatan Asian X
Treme Sport, kegiatan Pentas Olahraga dan
Informasi; serta
9. Terselenggaranya kegiatan Pekan Olahraga
Nasional (PON) XVII di Kalimantan Timur
tahun 2008, Pekan Olahraga Pelajar Nasional
(POPNAS) VIII dan IX, Pekan Olahraga Pela-
jar Penyandang Cacat Nasional (POPCANAS)
III, Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok
Pesantren Tingkat Nasional (POSPENAS) III
dan IV.
e. Dukungan Sarana dan Prasarana Olah-
raga
Pencapaian dalam bentuk dukungan sarana dan
prasarana olahraga antara lain:
1. Terbentuknya Sportmart dan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pemuda dan Olahraga;
2. Dilaksanakannya pembangunan pusat olah-
raga persahabatan di Cibubur yang multiguna
3. Terlaksananya keikutsertaan Indonesia dalam
berbagai kegiatan olahraga antarnegara Asean-
European Meeting (ASEM) di Tailand dan ke-
juaraan antarpelajar ASEAN juga di Tailand;
4. Terlaksananya Festival Olahraga Tradisional
tingkat nasional ke-4 di Kutai Kalimantan
Timur yang diikuti oleh 600 peserta dari 30
provinsi;
5. Terselenggaranya pelaksanaan Kejuaraan
sepak bola Asia Cup 2007 di Jakarta;
6. Terselenggaranya pemberian penghargaan
kepada atlet internasional, nasional serta at-
let senior dan pelatih yang berprestasi;
7. Dilaksanakannya pengiriman tim olahraga-
wan ke Cuba;
8. Dilaksanakannya berbagai event olahraga
untuk menggairahkan semangat dan budaya
olahraga di masyarakat, di antaranya, adalah
1st Asian Beach Games 2008 di Bali, kejuaraan
atletik pelajar ASEAN, kejuaraan antar PPLM
seluruh Indonesia, kejuaraan bola voli pantai
LO_Bab 4.11.indd 430 5/5/09 2:45:44 PM
Bagian 4
431
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
bekerjasama dengan Pemerintah Korea Se-
latan;
3. Dilaksanakannya pembangunan Pusat Pem-
binaan Olahraga Nasional di Sentul dan Ka-
rawang serta asrama atlet untuk mendukung
Pusat Pembinaan dan Latihan Olahraga Pela-
jar (PPLP) di 12 provinsi; dan
4. Terselenggaranya bantuan sarana dan prasa-
rana olahraga di Provinsi/Kabupaten/Kota.
4.16.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Berdasarkan sasaran, dan posisi capaian hingga
2008, permasalahan dan tantangan yang dihada-
pi pembangunan keluaga kecil berkualitas adalah
sebagai berikut:
1. Bervariasinya dukungan dan komitmen
Pemerintah kabupaten/kota yang diwujud-
kan dalam kelembagaan, tenaga, anggaran,
dan sarana/prasarana untuk mendukung
pengelolaan program KB;
2. Terbatasnya akses pelayanan KB termasuk
pelayanan gratis bagi kelompok keluarga
miskin dan keluarga rentan lainnya;
3. Menurunnya penggerakan dan pemberda-
yaan masyarakat dalam program KB yang ber-
pengaruh terhadap berkurangnya partisipasi
dan kesertaan masyarakat dalam mendukung
dan menyelenggarakan pelayanan program di
lapangan;
4. Menurunnya penyelenggaraan kegiatan advo-
kasi serta komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE) melalui berbagai media dan metode, se-
hingga masalah perubahan pandangan para
pemangku kebijakan (stakeholders) di daerah
tentang program KB menjadi salah satu ken-
dala pelaksanaan desentralisasi program KB
di daerah;
5. Terbatasnya kemampuan pengelola dan
pelaksana program terutama di tingkat lini
lapangan yang mengakibatkan melemahnya
pembinaan program di lapangan, khususnya
dalam pembinaan jejaring operasional di la-
pangan;
6. Masih lemahnya ketahanan dan kemampuan
keluarga dalam meningkatkan kualitas ke-
hidupan, yang ditandai oleh lemahnya pem-
binaan keluarga berkaitan dengan tumbuh
kembang anak dan rendahnya keluarga ak-
septor miskin yang dapat mengakses sumber
permodalan untuk meningkatkan usaha eko-
nomi produktif keluarganya;
7. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang hak-hak reproduksi yang ditandai
dengan permasalahan persalinan terlalu
muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu
sering;
8. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB;
dan
9. Kurangnya pemahaman tentang hak-hak dan
kesehatan reproduksi oleh remaja karena be-
ban pembinaan konselor kesehatan reproduk-
si remaja (KRR) cukup tinggi.
Sementara, sampai saat ini permasalahan dan
tantangan yang dihadapi dalam pembangunan
pemuda dan olahraga adalah:
1. Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja
pemuda;
2. Belum serasinya kebijakan kepemudaan di
tingkat nasional dan daerah;
3. Rendahnya kemampuan iptek dan kewirausa-
haan pemuda;
4. Tingginya tingkat pengangguran terbuka
pemuda;
5. Turunnya kualitas moral dan etika, serta
maraknya masalah-masalah sosial di kalang-
an pemuda; seperti kriminalitas, prema-
nisme, NAPZA, dan HIV/AIDS;
6. Rendahnya budaya olahraga masyarakat dan
prestasi olahraga di berbagai kejuaraan inter-
nasional;
7. Lemahnya kelembagaan dan manajemen
pembinaan olahraga;
LO_Bab 4.11.indd 431 5/5/09 2:45:44 PM
432
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
mengenai Pencantuman NIK pada Doku-
men Identitas lainnya, sebagai tindak lanjut
pengesahan UU No. 23 tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan; serta
5. Mengupayakan percepatan pembangunan ba-
sis data (database) kependudukan yang akurat
dan berbasis NIK nasional di kabupaten/kota
dan provinsi guna terwujudnya penyediaan
data penduduk. Program ini dilakukan me-
lalui kegiatan:
a. Mendorong Pemerintah Daerah kabupa-
ten/kota untuk melaksanakan kegiatan
pemutakhiran data penduduk di daerah-
nya melalui dukungan fasilitasi pembina-
an;
b. Pendampingan teknis dan monitoring
serta supervisi terhadap pelaksanaan
kegiatan pemutakhiran data penduduk,
terutama pada daerah-daerah yang akan
melaksanakan pilkada gubernur dan/atau
bupati/walikota;
c. Mendorong percepatan penerapan SIAK di
daerah kabupaten/kota, dengan melaku-
kan fasilitasi pembinaan, pendampingan
teknis, dan supervisi penyelenggaraan
implementasi SIAK pada daerah-daerah
kabupaten/kota dan provinsi yang telah
menerima bantuan stimulan sarana dan
prasarana SIAK dari Ditjen Administrasi
Kependudukan tahun 2006 dan 2007;
d. Mengkonsolidasikan data penduduk dae-
rah kabupaten/kota ke dalam basis data
SIAK berbasis NIK nasional; dan
e. Mengupayakan dukungan anggaran un-
tuk mendukung pengembangan SIAK
serta pemutihan kartu tanda penduduk
(KTP) secara nasional.
Untuk menghadapi permasalahan/tantangan
program KB guna mencapai sasaran yang telah
ditetapkan dalam RPJMN, tindak lanjut yang
akan dilaksanakan adalah:
1. Memperkuat jaminan pelayanan KB berkuali-
tas bagi rakyat miskin;
2. Meningkatkan jejaring pelayanan KB Peme-
8. Belum meratanya pembangunan sarana dan
prasarana olahraga di klub, sekolah, dan per-
guruan tinggi;
9. Lemahnya pola kemitraan dalam pemba-
ngunan olahraga;
10. Lemahnya pembinaan, pembibitan, dan kom-
petisi olahraga di usia pelajar; serta
11. Kurangnya pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi olahraga.
4.16.4. Tindak Lanjut
4.16.4.1. Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
Dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan dan
mewujudkan tertib administrasi kependudukan
di Indonesia telah ditetapkan rencana tindak lan-
jut ke depan, sebagai berikut:
1. Mengupayakan percepatan penerbitan per-
mendagri untuk dapat dipedomani dalam
pelaksanaan teknis pelayanan administrasi
kependudukan;
2. Mengupayakan percepatan penerapan UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan peraturan pelaksanaan-
nya dalam penyelenggaraan administrasi
kependudukan di seluruh daerah melalui ke-
giatan sosialisasi kepada aparat pelaksana
dan masyarakat umum, serta sosialisasi me-
lalui media cetak dan elektronika;
3. Mendorong seluruh daerah provinsi dan
kabupaten/kota untuk segera menyesuai-
kan perda yang mengatur penyelenggaraan
administrasi kependudukan dengan mem-
pedomani UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan dan peraturan
pelaksanaannya;
4. Mengupayakan percepatan penerbitan Per-
aturan Bersama Menteri Dalam Negeri de-
ngan Departemen/Lembaga Nondepartemen
LO_Bab 4.11.indd 432 5/5/09 2:45:44 PM
Bagian 4
433
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
rintah dan swasta/non-Pemerintah;
3. Meningkatkan pelayanan KIE Program KB;
4. Meningkatkan kualitas pelayanan KB;
5. Membentuk, mengembangkan, mengelola
dan meningkatkan pelayanan PIK-KRR;
6. Mengintensifkan advokasi dan KIE kesehatan
reproduksi remaja;
7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
KRR;
8. Mengintensifkan advokasi dan KIE program
KB Nasional;
9. Meningkatkan akses informasi dan pelayan-
an program ketahanan dan pemberdayaan
keluarga;
10. Meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan
keluarga;
11. Meningkatkan kemampuan tenaga dan kader
pengelola program ketahanan dan pember-
dayaan keluarga;
12. Meningkatkan akses informasi pembinaan pro-
gram ketahanan dan pemberdayaan keluarga;
13. Melaksanakan pendataan keluarga dan indi-
vidu dalam keluarga;
14. Melaksanakan penguatan jejaring operasio-
nal lini lapangan berbasis masyarakat;
15. Mengembangkan jaringan dan meningkatkan
KIE-Advokasi Program KB Nasional;
16. Mengembangkan jaringan komunikasi dan
menyediakan data informasi Program KB
Nasional; dan
17. Membina keterpaduan program KB di daerah.
Dalam menyelesaikan masalah yang hingga saat
ini masih dihadapi dalam pembangunan pemuda,
tindak lanjut yang diperlukan adalah:
1. Mempercepat penetapan RUU Pembangunan
Kepemudaan menjadi UU tentang Kepemu-
daan;
2. Mewujudkan kebijakan kepemudaan yang se-
rasi di berbagai bidang pembangunan;
3. Meningkatkan akses dan kesempatan pemu-
da untuk memperoleh pendidikan dan ke-
sempatan kerja;
4. Meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan,
kepemimpinan, dan kecakapan hidup pemu-
da; dan
5. Meningkatkan pembinaan moral dan etika
pemuda dan melindungi segenap generasi
muda dari masalah penyalahgunaan Napza,
minuman keras, penyebaran penyakit HIV/
AIDS, dan bahaya destruktif yang lain, ter-
masuk pornogra dan pornoaksi.
Tindak lanjut yang perlu dilaksanakan dalam
pembangunan olahraga adalah:
1. Melaksanakan sosialisasi UU No. 3 Tahun
2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
dan peraturan pelaksanaannya serta melaku-
kan sosialisasi budaya olahraga ke berbagai
lapisan masyarakat bahwa olahraga adalah
untuk kesehatan, kebugaran, kesejahteraan,
dan meningkatkan semangat untuk ber-
prestasi;
2. Mewujudkan kebijakan dan manajemen olah-
raga dalam upaya mewujudkan penataan
sistem pembinaan dan pengembangan olah-
raga secara terpadu dan berkelanjutan terma-
suk landasan hukum yang mendukung;
3. Meningkatkan koordinasi antarpemangku
kepentingan baik di tingkat pusat dan daerah
dalam rangka mengembangkan sistem peren-
canaan, pelaksanaan, dan pengendalian pem-
bangunan keolahragaan;
4. Meningkatkan budaya dan prestasi olahra-
ga secara berjenjang termasuk pemanduan
bakat, pembibitan dan pengembangan bakat;
5. Memberdayakan dan mengembangkan iptek
dan industri dalam pembangunan olahraga;
6. Meningkatkan pemberdayaan organisasi olah-
raga; dan
7. Meningkatkan kemitraan antara Pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha dalam mendu-
LO_Bab 4.11.indd 433 5/5/09 2:45:45 PM
434
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
arga kecil berkualitas adalah:
a. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan
penduduk menjadi sekitar 1,14 persen
per tahun;
b. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi
secara efektif dan esien;
c. Menurunnya persentase pasangan usia
subur yang ingin anak ditunda atau tidak
ingin anak lagi tapi tidak KB (unmet need)
menjadi 6 persen;
d. Meningkatnya peserta KB laki-laki men-
jadi 4,5 persen; serta
e. Meningkatnya jumlah KPS dan KS I yang
aktif dalam usaha ekonomi produktif.
5. Sasaran yang diperkirakan tercapai dalam bi-
dang pemuda dan olahraga adalah:
a. Meningkatnya koordinasi antarinstansi
di tingkat nasional dan daerah, untuk
mengembangkan sistem perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian pemba-
ngunan kepemudaan;
b. Ditetapkannya Rancangan Undang-Un-
dang tentang Kepemudaan menjadi Un-
dang-Undang;
c. Meningkatnya kepeloporan dan kepe-
mimpinan pemuda;
d. Meningkatnya kewirausahaan dan ke-
cakapan hidup pemuda;
e. Meningkatnya moral dan etika pemuda
melalui pemahaman keimanan dan ke-
taqwaan; penyuluhan untuk mencegah
penyalahgunaan NAPZA, minuman keras,
penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan por-
nogra di kalangan pemuda;
f. Meningkatnya prestasi olahraga pelajar,
mahasiswa, dan masyarakat di tingkat
daerah, nasional, regional dan internasi-
onal;
g. Meningkatnya budaya dan prestasi olah-
raga melalui penyelenggaraan kompetisi
olahraga secara teratur, berjenjang, dan
berkesinambungan bagi pelajar, maha-
siswa dan masyarakat;
h. Meningkatnya koordinasi antar pemang-
kung pembangunan sarana dan prasarana
olahraga, pemberian penghargaan dan ke-
sejahteraan terhadap pelaku olahraga yang
berprestasi.
4.16.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Melalui rangkaian program yang ada, sebagian
sasaran RPJMN 2004-2009 telah dapat dicapai,
sementara sebagian lagi diperkirakan sulit untuk
tercapai. Secara detail perkiraan pencapaian sasar-
annya adalah sebagai berikut:
1. Sasaran yang diperkirakan tercapai dalam
bidang pembangunan kependudukan adalah
keserasian kebijakan kependudukan dalam
rangka peningkatan kualitas; pengendalian
pertumbuhan dan kuantitas; pengarahan mo-
bilitas; dan persebaran penduduk yang serasi
dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan baik di tingkat nasional maupun
daerah.
2. Sasaran yang diperkirakan belum memenuhi
harapan dalam bidang pembangunan kepen-
dudukan adalah cakupan jumlah kabupaten
dan kota dalam pelaksanaan SIAK pada uji
coba biometrik dan penerbitan Kartu Tanda
Penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yog-
yakarta.
3. Sasaran yang diperkirakan tercapai dalam bi-
dang pembangunan keluarga kecil berkualitas
adalah:
a. Menurunnya tingkat TFR menjadi 2,2 per
wanita;
b. Meningkatnya rata-rata usia kawin per-
tama perempuan menjadi 21 tahun;
c. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam
pembinaan tumbuh kembang anak; serta
d. Meningkatnya jumlah institusi masyara-
kat dalam penyelenggaraan pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan re-
produksi.
4. Sasaran yang diperkirakan belum memenuhi
harapan dalam bidang pembangunan kelu-
LO_Bab 4.11.indd 434 5/5/09 2:45:45 PM
Bagian 4
435
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
ku kepentingan dalam rangka pemberian
penghargaan dan kesejahteraan pelaku
olahraga yang berprestasi;
i. Meningkatnya pembinaan, pembibitan,
dan kompetisi olahraga di usia pelajar;
j. Meningkatnya pemanfaatan Iptek dalam
rangka meningkatkan prestasi olahraga;
k. Meningkatnya kualitas dan kuanti-
tas SDM olahraga, baik di lingkungan
Pemerintah maupun masyarakat, serta di
tingkat nasional dan daerah; dan
l. Meningkatnya peran dunia usaha, Peme-
rintah dan masyarakat dalam pembangun-
an sarana dan prasarana olahraga yang
memenuhi standar di provinsi dan kabu-
paten/kota, baik untuk olahraga pelajar,
olahraga masyarakat, olahraga prestasi
maupun industri olahraga.
4.16.5. Penutup
Penduduk merupakan modal utama pembangun-
an. Namun, jumlah penduduk yang besar dengan
pertumbuhan cepat disertai dengan kualitas
rendah akan memperlambat tercapainya tujuan
pembangunan. Berbagai program dilakukan oleh
Pemerintah dalam pembangunan SDM, antara
lain melalui pengendalian pertumbuhan pen-
duduk, pembangunan keluarga kecil berkualitas,
serta pembangunan pemuda dan olahraga.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih ter-
dapat banyak kendala, antara lain: (1) Tingginya
disparitas TFR (antarprovinsi, kabupaten/kota,
serta kelompok kaya dan miskin) dikarenakan,
rendahnya rata-rata usia kawin pertama perem-
puan, tingginya angka unmet need, rendahnya
penggunaan alat kontrasepsi secara efektif dan
esien, rendahnya partisipasi pria dalam ber-
KB; serta kurangnya pemahaman tentang hak-
hak dan kesehatan reproduksi oleh remaja; (2)
Terbatasnya kuantitas dan kualitas SDM, sarana
dan prasarana, serta pendanaan untuk program
KB, kepemudaan, dan olahraga; (3) Lemahnya
kelembagaan, manajemen, kemitraan dan komit-
men penentu kebijakan; (4) Rendahnya partisi-
pasi masyarakat umumnya dan pemuda (remaja)
khususnya dalam pembangunan keluarga kecil
berkualitas dan olahraga; serta (5) Rendahnya ke-
tahanan dan pemberdayaan keluarga.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga
target sasaran RPJMN 2004-2009 diupayakan
dapat tercapai.
Upaya pemerintah yang dinilai cukup berhasil
antara lain ditunjukkan dengan: (1) Menurun-
nya laju pertumbuhan penduduk; (2) Menurun-
nya TFR; (3) Meningkatnya rata-rata usia kawin
pertama perempuan; (4) Meningkatnya partisi-
pasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kem-
bang anak; (5) Meningkatnya jumlah institusi
masyarakat penyelenggara pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi; (6) Mening-
katnya event, partisipasi dan prestasi pemuda
dalam olahraga dan pembangunan; serta (7) Disu-
sunnya Undang-Undang tentang Kepemudaan
dan Olahraga.
Dengan berbagai macam capaian di atas, target
indikator utama sasaran akhir 2009 RPJMN se-
cara umum diperkirakan akan dapat tercapai.
Akan tetapi upaya koordinasi antar-kelompok
atau lembaga yang ada baik Pemerintah, swasta
(dunia usaha) maupun masyarakat mutlak diper-
lukan untuk terus mendukung pelaksanaan pro-
gram, agar seluruh sasaran yang ditetapkan lebih
secara menyeluruh dapat diraih.
LO_Bab 4.11.indd 435 5/5/09 2:45:45 PM
436
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
s
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
.
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

k
e
p
e
n
d
u
-
d
u
k
a
n
,

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n
:
(
a
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
-
r
a
s
i
a
n

k
e
b
i
j
a
k
a
n

k
e
p
e
n
-
d
u
d
u
k
a
n

d
a
l
a
m

r
a
n
g
k
a

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

k
u
a
l
i
t
a
s
,

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n

p
e
r
t
u
m
-
b
u
h
a
n

d
a
n

k
u
a
n
t
i
t
a
s
,

p
e
n
g
a
r
a
h
a
n

m
o
b
i
l
i
t
a
s

d
a
n

p
e
r
s
e
b
a
r
a
n

p
e
n
d
u
-
d
u
k

y
a
n
g

s
e
r
a
s
i

d
e
n
g
a
n

d
a
y
a

d
u
k
u
n
g

d
a
n

d
a
y
a

t
a
m
p
u
n
g

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

b
a
i
k

d
i

t
i
n
g
k
a
t

n
a
s
i
o
n
a
l

m
a
u
p
u
n

d
a
e
r
a
h
K
e
b
i
j
a
k
a
n

K
e
p
e
n
-
d
u
d
u
k
a
n
P
e
r
m
e
n
d
a
g
r
i

N
o
m
o
r

1
0

T
a
h
u
n

2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

P
e
-
d
o
m
a
n

P
e
n
d
a
t
a
a
n

d
a
n

P
e
m
b
e
r
i
a
n

S
u
r
a
t

K
e
t
e
r
a
n
g
a
n

P
e
n
g
g
a
n
t
i

D
o
k
u
-
m
e
n

P
e
n
d
u
d
u
k

b
a
g
i

P
e
n
g
u
n
g
s
i

d
a
n

P
e
n
d
u
d
u
k

K
o
r
b
a
n

B
e
n
c
a
n
a

d
i

D
a
e
r
a
h
;

P
e
r
-
m
e
n
d
a
g
r
i

N
o
m
o
r

2
8

T
a
h
u
n

2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

P
e
d
o
m
a
n

P
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

M
e
n
g
u
p
a
y
a
k
a
n

s
e
g
e
r
a

d
i
s
a
h
k
a
n
n
y
a

R
U
U

A
d
m
i
n
d
u
k
P
e
n
g
e
s
a
h
a
n

U
U

N
o
.

2
3

T
a
h
u
n

2
0
0
6

t
e
n
t
a
n
g

A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n
L
a
h
i
r
n
y
a

P
P

N
o
.

3
7

T
a
h
u
n

2
0
0
7
t
e
n
t
a
n
g

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

U
U

N
o
.

2
3

T
a
h
u
n

2
0
0
6
D
i
t
e
t
a
p
k
a
n
n
y
a
P
e
r
p
r
e
s

N
o
.

2
5

T
a
-
h
u
n

2
0
0
8

t
e
n
t
a
n
g

P
e
r
s
y
a
r
a
t
a
n

d
a
n

T
a
t
a

C
a
r
a
P
e
n
d
a
f
t
a
r
a
n

P
e
n
d
u
d
u
k

d
a
n

P
e
n
c
a
t
a
t
a
n

S
i
p
i
l

s
e
b
a
g
a
i

p
e
d
o
m
a
n

d
a
l
a
m
p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

t
e
k
n
i
s

p
e
l
a
y
a
n
a
n

p
e
n
d
a
f
t
a
r
a
n

p
e
n
d
u
d
u
k

d
a
n

p
e
n
c
a
t
a
t
a
n
s
i
p
i
l

d
i

d
a
e
r
a
h

(
b
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

c
a
k
u
p
a
n

j
u
m
l
a
h

k
a
b
u
-
p
a
t
e
n

d
a
n

k
o
t
a

d
a
l
a
m

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

S
i
s
t
e
m

I
n
f
o
r
m
a
s
i

A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n
.
J
u
m
l
a
h

k
a
b
u
p
a
t
e
n

d
a
n

k
o
t
a

d
a
l
a
m

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

S
i
s
t
e
m

I
n
f
o
r
-
m
a
s
i

A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n

(
S
I
A
K
)
S
I
A
K

O
n
-
l
i
n
e
S
I
A
K

O

-
l
i
n
e
P
r
o
v
K
a
b
/
k
o
t
a
P
r
o
v
K
a
b
/
k
o
t
a
P
r
o
v
K
a
b
/
k
o
t
a
9
1
7
9
1
7
00
2
2
1
5
1
1
0
2
2
2
1
1
3
5
3
3
4
4
0
1
0
2
2
3
3
4
1
8
3
3
4
4
0
1
0
2
2
3
3
4
1
8
T
a
b
e
l
4
.
1
6
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n
d
a
n
K
e
l
u
a
r
g
a
K
e
c
i
l
B
e
r
k
u
a
l
i
t
a
s
S
e
r
t
a
P
e
m
u
d
a
d
a
n
O
l
a
h
r
a
g
a
LO_Bab 4.11.indd 436 5/5/09 2:45:45 PM
Bagian 4
437
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
s
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8

2
T
e
r
k
e
n
d
a
l
i
n
y
a

p
e
r
t
u
m
-
b
u
h
a
n

p
e
n
d
u
d
u
k

d
a
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
l
u
a
r
g
a

k
e
c
i
l

b
e
r
k
u
a
l
i
t
a
s
,

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n
:
(
a
)

M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

r
a
t
a
-
r
a
t
a

l
a
j
u

p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

p
e
n
-
d
u
d
u
k

m
e
n
j
a
d
i

s
e
k
i
t
a
r

1
,
1
4

p
e
r
s
e
n

p
e
r

t
a
h
u
n
;
L
a
j
u

P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n

P
e
n
d
u
d
u
k

(
L
P
P
)
p
e
r
s
e
n
1
,
2
9
1
,
2
8
1
,
2
7
1
,
2
4
(
b
)

M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

t
i
n
g
k
a
t

T
F
R

m
e
n
j
a
d
i

2
,
2

p
e
r

w
a
n
i
t
a
;
T
o
t
a
l

F
e
r
t
i
l
i
t
y

R
a
t
e

(
T
F
R
)
A
n
a
k

p
e
r

p
e
r
e
m
p
u
a
n
2
,
2
3
2
,
2
1
2
,
1
9
2
,
6

(
S
D
K
I

2
0
0
7
)
2
,
1
7
(
c
)

M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

p
e
r
s
e
n
-
t
a
s
e

p
a
s
a
n
g
a
n

u
s
i
a

s
u
b
u
r

y
a
n
g

i
n
g
i
n

a
n
a
k

d
i
t
u
n
d
a

a
t
a
u

t
i
d
a
k

i
n
g
i
n

a
n
a
k

l
a
g
i

t
a
p
i

t
i
d
a
k

K
B

(
u
n
m
e
t

n
e
e
d
)

m
e
n
j
a
d
i

6

p
e
r
s
e
n
;
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

p
a
s
a
n
g
a
n

u
s
i
a

s
u
b
u
r

y
a
n
g

i
n
g
i
n

a
n
a
k

d
i
t
u
n
d
a

a
t
a
u

t
i
d
a
k

i
n
g
i
n

a
n
a
k

l
a
g
i

t
e
t
a
p
i

t
i
d
a
k

K
B

(
u
n
m
e
t

n
e
e
d
)
p
e
r
s
e
n
9
,
5
8
,
6
8
,
8
(
9
,
1

S
D
K
I
)
(
d
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
s
e
r
-
t
a

K
B

l
a
k
i
-
l
a
k
i

m
e
n
j
a
d
i

4
,
5

p
e
r
s
e
n
;
P
e
s
e
r
t
a

K
B

a
k
t
i
f

l
a
k
i
-
l
a
k
i
P
e
s
e
r
t
a

K
B

b
a
r
u

l
a
k
i
-
l
a
k
i
p
e
r
s
e
n
p
e
r
s
e
n
1
,
4
2
,
2
1
,
4
2
,
5
1
,
6
(
2
,
6

S
D
K
I
)
2
,
7
2
,
9
(
J
u
n
i

0
8
)
(
e
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

k
o
n
t
r
a
s
e
p
s
i

s
e
c
a
r
a

e
f
e
k
t
i
f

d
a
n

e

s
i
e
n
;
P
e
s
e
r
t
a

K
B

b
a
r
u

y
a
n
g

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

I
U
D

d
a
n

K
o
n
t
a
p
P
e
s
e
r
t
a

K
B

a
k
t
i
f

y
a
n
g

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

I
U
D

d
a
n

K
o
n
t
a
p
p
e
r
s
e
n
p
e
r
s
e
n
6
,
3
3
1
1
,
1
6
,
5
7
1
1
,
0
6
,
3
1
5
,
7
2
(
s
/
d

O
k
t

0
8
)
(
f
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

r
a
t
a
-
r
a
t
a

u
s
i
a

k
a
w
i
n

p
e
r
t
a
m
a

p
e
r
e
m
p
u
a
n

m
e
n
j
a
d
i

2
1

t
a
h
u
n
;
M
e
d
i
a
n

u
s
i
a

p
e
r
k
a
w
i
n
a
n

p
e
r
-
t
a
m
a

p
e
r
e
m
p
u
a
n
T
a
h
u
n
2
0
2
0
2
0
,
8

(
S
D
K
I

2
0
0
7
)
(
g
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
a
r
-
t
i
s
i
p
a
s
i

k
e
l
u
a
r
g
a

d
a
l
a
m

p
e
m
b
i
n
a
a
n

t
u
m
b
u
h

k
e
m
b
a
n
g

a
n
a
k
;
J
u
m
l
a
h

K
e
l
u
a
r
g
a

y
a
n
g

a
k
t
i
f

d
a
l
a
m

k
e
g
i
a
t
a
n

B
K
B
K
e
l
u
a
r
g
a
l
u
a
r
g
a
9
7
0
.
9
3
9
1
.
1
1
3
.
7
2
1
1
.
8
6
8
.
9
0
6

1
.
5
4
1
.
8
8
4
(
s
/
d

O
k
t

0
8
)
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
6
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 437 5/5/09 2:45:46 PM
438
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
s
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
(
h
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
a
r
t
i
-
s
i
p
a
s
i

j
u
m
l
a
h

K
P
S

d
a
n

K
S

I

d
a
l
a
m

u
s
a
h
a

e
k
o
n
o
m
i

p
r
o
d
u
k
t
i
f
;
J
u
m
l
a
h

k
e
l
u
a
r
g
a

P
r
a
-
S

d
a
n

K
S
-
1

a
n
g
g
o
t
a

U
s
a
h
a

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
-
t
a
n

K
e
l
u
a
r
g
a

S
e
j
a
h
t
e
r
a

(
U
P
P
K
S
)

y
a
n
g

b
e
r
u
s
a
h
a
K
e
l
u
a
r
g
a
1
.
7
7
7
.
4
2
3
1
.
4
2
7
.
7
2
4
1
.
0
5
2
.
7
3
4
9
6
3
.
2
4
4
(
s
/
d

O
k
t

0
8
)
(
i
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
u
m
l
a
h

i
n
s
t
i
t
u
s
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

K
B

d
a
n

k
e
s
e
-
h
a
t
a
n

r
e
p
r
o
d
u
k
s
i
.
J
u
m
l
a
h

i
n
s
t
i
t
u
s
i

m
a
s
y
-
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

p
e
n
y
e
l
e
n
g
-
g
a
r
a
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

K
B

d
a
n

k
e
s
e
h
a
t
a
n

r
e
p
r
o
d
u
k
s
i

(
P
P
K
B
D
,

S
u
b

P
P
K
B
D

d
a
n

k
e
l
o
m
p
o
k

K
B
)
b
u
a
h
1
.
1
9
9
.
3
4
0
1
.
0
9
0
.
9
7
8
1
.
1
7
9
.
9
4
9
1
.
0
5
0
.
0
0
1
(
s
/
d

O
k
t

0
8
)
3
.
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
m
-
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
m
u
d
a

d
a
n

o
l
a
h
r
a
g
a
,

y
a
n
g

d
i
t
a
n
d
a
i

d
e
n
g
a
n
:
(
a
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
-
r
a
s
i
a
n

b
e
r
b
a
g
a
i

k
e
b
i
j
a
k
a
n

p
e
m
u
d
a

d
i

t
i
n
g
k
a
t

n
a
s
i
o
n
a
l

d
a
n

d
a
e
r
a
h
K
e
b
i
j
a
k
a
n

P
e
m
u
d
a
N
a
s
k
a
h

a
k
a
d
e
m
i
s

d
r
a
f
t

R
U
U

K
e
p
e
-
m
u
d
a
a
n
P
e
n
y
u
s
u
n
a
n

D
r
a
f
t

R
U
U

K
e
p
e
m
u
-
d
a
a
n
P
e
n
y
u
s
u
n
a
n

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

K
e
p
e
m
u
d
a
a
n
D
i
s
u
s
u
n
n
y
a

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

K
e
p
e
m
u
d
a
a
n

d
a
n

d
i
l
a
k
s
a
n
a
k
a
n
-
n
y
a

p
e
r
c
e
p
a
t
a
n

p
e
n
e
t
a
p
a
n

R
U
U

m
e
n
j
a
d
i

U
U

K
e
p
e
-
m
u
d
a
a
n
(
b
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

d
a
n

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

p
e
m
u
d
a

d
i

b
e
r
b
a
g
a
i

b
i
-
d
a
n
g

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
;

A
n
g
k
a

P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

S
e
k
o
-
l
a
h

(
A
P
S
)

P
e
m
u
d
a
A
P
S

1
6
-
1
8
t
h
A
P
S

1
9
-
2
4
t
h
p
e
r
s
e
n
p
e
r
s
e
n
5
3
,
8
6
1
2
,
2
3
5
3
,
9
2
1
1
,
3
8
5
4
,
1
1
2
,
6
1
T
i
n
g
k
a
t

P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

A
n
g
k
a
t
a
n

K
e
r
j
a

(
T
P
A
K
)

P
e
m
u
d
a

T
P
A
K

1
5
-
2
4
t
h
T
P
A
K

2
5
-
3
4
t
h
p
e
r
s
e
n
p
e
r
s
e
n
p
e
r
s
e
n
6
3
,
3
4
5
4
,
3
4
7
3
,
2
9
6
2
,
4
7
5
2
,
4
7
7
3
,
6
0
6
1
,
7
8
5
2
,
2
8
7
2
,
0
3
(
c
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
r
a
-
s
i
a
n

b
e
r
b
a
g
a
i

k
e
b
i
j
a
k
a
n

o
l
a
h
r
a
g
a

d
i

t
i
n
g
k
a
t

n
a
s
i
o
n
a
l

d
a
n

d
a
e
r
a
h
;
K
e
b
i
j
a
k
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a
R
U
U

K
e
o
l
a
h
r
a
g
a
a
n

d
a
n

U
n
d
a
n
g
-
U
n
-
d
a
n
g

N
o
.

3

T
a
h
u
n

2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

S
i
s
-
t
e
m

K
e
o
l
a
h
r
a
g
a
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l
U
U

N
o
.

3

T
a
h
u
n

2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

S
i
s
-
t
e
m

K
e
o
l
a
h
r
a
g
a
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l

d
a
n

S
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i
n
y
a
S
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

U
U

N
o
.

3

T
a
h
u
n

2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

S
i
s
t
e
m

K
e
o
l
a
h
-
r
a
g
a
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l

d
a
n

P
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a
:

P
P

N
o
.

1
6
,

1
7
,

d
a
n

1
8

T
a
h
u
n

2
0
0
7
S
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

U
U

N
o
.

3

T
a
h
u
n

2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

S
i
s
t
e
m

K
e
o
l
a
h
r
a
g
a
a
n

N
a
-
s
i
o
n
a
l

d
a
n

P
e
r
a
t
u
-
r
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a
:

P
P

N
o
.

1
6
,

1
7
,

d
a
n

1
8

T
a
h
u
n

2
0
0
7
(
d
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
h
a
t
a
n

d
a
n

k
e
b
u
g
a
r
a
n
j
a
s
m
a
n
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
e
r
t
a

p
r
e
s
t
a
s
i

o
l
a
h
r
a
g
a
;
S
p
o
r
t

D
e
v
e
l
o
p
m
e
n
t

I
n
d
e
x
0
,
2
2
0
,
2
8
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
6
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 438 5/5/09 2:45:46 PM
Bagian 4
439
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
S
a
s
a
r
a
n
I
n
d
i
k
a
t
o
r
(
s
a
t
u
a
n
)
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
(
e
)

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

d
u
k
u
n
g
a
n

s
a
r
a
n
a

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

o
l
a
h
r
a
g
a

b
a
g
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

s
e
s
u
a
i

d
e
n
g
a
n

o
l
a
h
r
a
g
a

u
n
g
-
g
u
l
a
n

d
a
e
r
a
h
.
S
a
r
a
n
a

d
a
n

P
r
a
-
s
a
r
a
n
a

O
l
a
h
r
a
g
a
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
u
s
a
t

P
e
m
b
i
n
a
a
n

L
a
t
i
h
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a

P
e
l
a
j
a
r

(
P
P
L
P
)

d
i

D
I

Y
o
g
y
a
k
a
r
t
a
,

S
u
m
u
t
,

A
c
e
h
,

B
e
n
g
k
u
l
u
,

S
u
l
u
t
,

S
u
l
t
e
n
g
,

N
T
T
,

N
T
B
,

K
a
l
t
e
n
g
,

K
a
l
s
e
l
,

K
a
l
t
i
m
,

d
a
n

B
a
l
i
P
e
r
a
w
a
t
a
n

d
a
n

p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

a
s
r
a
m
a

P
P
L
P

d
i

2
4

p
r
o
v
i
n
s
i
,

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

a
s
-
r
a
m
a

b
a
r
u

d
i
k
l
a
t

p
e
m
b
i
b
i
t
a
n

o
l
a
h

r
a
g
a

d
i

J
a
m
b
i
;
R
e
n
o
v
a
s
i

/

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

d
a
n

s
a
r
a
n
a

o
l
a
h
r
a
g
a

d
i

1
0

k
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a
;

P
e
r
a
l
a
t
a
n

o
l
a
h
r
a
g
a

d
i

3
3

P
P
L
P

d
a
n

1
5

P
P
L
M
,

p
e
r
a
l
a
t
a
n

o
l
a
h

r
a
g
a

u
n
t
u
k

7
6

p
o
n
d
o
k

p
e
s
a
n
t
r
e
n
;

P
e
r
a
-
l
a
t
a
n

o
l
a
h

r
a
g
a

u
n
t
u
k

5

w
i
l
a
y
a
h

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a

p
e
k
a
n

o
l
a
h

r
a
g
a

p
e
l
a
j
a
r

t
i
n
g
k
a
t

w
i
l
a
y
a
h

(
P
O
P
-
W
I
L
)

K
e
m
i
t
r
a
a
n

a
n
t
a
r
a

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h

d
a
n

m
a
-
s
y
a
r
a
k
a
t

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

s
a
-
r
a
n
a

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

o
l
a
h

r
a
g
a

d
i

p
r
o
v
i
n
s
i
,

d
a
n

k
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a

u
n
t
u
k

o
l
a
h

r
a
g
a

p
e
n
-
d
i
d
i
k
a
n
,

o
l
a
h

r
a
g
a

r
e
k
r
e
a
s
i
,

d
a
n

o
l
a
h

r
a
g
a

p
r
e
s
t
a
s
i
.
T
e
r
b
e
n
t
u
k
n
y
a

S
p
o
r
t
m
a
r
t

d
a
n

U
n
i
t

P
e
l
a
k
-
s
a
n
a

T
e
k
n
i
s

(
U
P
T
)

P
e
m
u
d
a

d
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a
;

p
e
m
-
b
a
n
g
u
n
a
n

p
u
s
a
t

o
l
a
h
r
a
g
a

p
e
r
s
a
h
a
-
b
a
t
a
n

d
i

C
i
b
u
b
u
r
,

P
u
s
a
t

P
e
m
b
i
n
a
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a

N
a
s
i
-
o
n
a
l

d
i

S
e
n
t
u
l

d
a
n

K
a
r
a
w
a
n
g

s
e
r
t
a

a
s
r
a
m
a

a
t
l
e
t

u
n
t
u
k

m
e
n
d
u
k
u
n
g

P
u
s
a
t

P
e
m
b
i
n
a
a
n

d
a
n

L
a
t
i
h
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a

P
e
l
a
j
a
r

(
P
P
L
P
)

d
i

1
2

p
r
o
v
i
n
s
i
.
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
6
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n

d
a
l
a
m

B
a
b

m
e
n
g
e
n
a
i

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n

d
a
n

K
e
l
u
a
r
g
a

K
e
c
i
l

B
e
r
k
u
a
l
i
t
a
s

s
e
r
t
a

P
e
m
u
d
a

d
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a

d
i
c
a
p
a
i

m
e
l
a
l
u
i

s
e
b
e
l
a
s

p
r
o
g
r
a
m
,

y
a
i
t
u
:
1
.
P
r
o
g
r
a
m

K
e
s
e
r
a
s
i
a
n

K
e
b
i
j
a
k
a
n

K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n
2
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
a
t
a
a
n

A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

K
e
p
e
n
d
u
d
u
k
a
n
3
.
P
r
o
g
r
a
m

K
e
l
u
a
r
g
a

B
e
r
e
n
c
a
n
a
4
.
P
r
o
g
r
a
m

K
e
s
e
h
a
t
a
n

R
e
p
r
o
d
u
k
s
i

R
e
m
a
j
a
5
.
P
r
o
g
r
a
m

K
e
t
a
h
a
n
a
n

d
a
n

P
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

K
e
l
u
a
r
g
a
6
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
g
u
a
t
a
n

P
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

K
e
l
u
a
r
g
a

K
e
c
i
l

B
e
r
k
u
a
l
i
t
a
s
7
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

d
a
n

K
e
s
e
r
a
s
i
a
n

K
e
b
i
j
a
k
a
n

P
e
m
u
d
a
8
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
m
b
i
n
a
a
n

d
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

P
e
m
u
d
a
9
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

K
e
b
i
j
a
k
a
n

d
a
n

M
a
n
a
j
e
m
e
n

O
l
a
h
r
a
g
a
1
0
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
m
b
i
n
a
a
n

d
a
n

P
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
a
n

O
l
a
h
r
a
g
a
1
1
.
P
r
o
g
r
a
m

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

S
a
r
a
n
a

d
a
n

P
r
a
s
a
r
a
n
a

O
l
a
h
r
a
g
a
LO_Bab 4.11.indd 439 5/5/09 2:45:47 PM
Dok : PLN P3B JB
LO_Bab 4.11.indd 440 5/5/09 2:45:51 PM
Bagian 4
441
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.17
Peningkatan Kualitas
Kehidupan Beragama
4.17.1. Pengantar
Semua warga negara memiliki hak untuk memeluk
agama dan beribadat menurut keyakinannya ma-
sing-masing yang dijamin oleh UUD 1945. Dengan
jaminan ini tersirat bahwa Pemerintah berkewa-
jiban melaksanakan pembangunan bidang agama
melalui pemenuhan hak dasar rakyat, yaitu hak
memeluk agama dan beribadat menurut keya-
kinan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas ke-
hidupan beragama melalui pembangunan bidang
agama dipandang sebagai suatu investasi pen-
ting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini, kesejahteraan tidak hanya men-
cakup dimensi lahir dan batin saja, tetapi juga
kesejahteraan material dan spiritual. Lebih dari
itu, agama juga menghendaki agar pemeluknya
menjalani kehidupan dengan aman dan damai.
Sejalan dengan realitas kehidupan beragama yang
berkembang di masyarakat, pengembangan ni-
lai-nilai keagamaan dan peningkatan kerukunan
umat beragama menjadi sasaran utama dalam
pembangunan bidang agama.
Pembangunan bidang agama dapat ditempuh
melalui beberapa cara. Diantaranya adalah, perta-
ma, peningkatan kualitas pelayanan serta pema-
haman pada agama dan kehidupan beragama.
Kedua, peningkatan dimensi kerukunan hidup
beragama yang mendukung sikap saling percaya
dan harmonisasi antarkelompok masyarakat.
Pembangunan dimensi pemahaman pada agama
penting dilakukan agar individu tidak menyim-
pang, akan tetapi semakin dekat dengan nilai,
norma, dan ajaran agama. Sedangkan pemba-
ngunan dimensi kerukunan beragama juga perlu
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran ma-
syarakat mengenai kemajemukan sosial. Dengan
demikian, suasana kehidupan masyarakat yang
penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis
akan tercipta. Pada cakupan yang lebih luas, hal
tersebut diharapkan dapat memberikan kontri-
busi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang
aman, damai dan sejahtera.
4.17.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.17.2.1. Kondisi Awal
1. Kualitas Pendidikan Agama dan Ber-
agama, serta Kehidupan Beragama yang
BelumMemadai
Pada periode 2004-2005, pembangunan agama
di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan
kualitas kehidupan beragama yang belum me-
madai. Hal ini tercermin pada perilaku sosial se-
tiap pemeluknya. Ajaran agama yang merupakan
sistem nilai seharusnya dapat dipahami, dihayati,
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Na-
mun faktanya, masyarakat masih sering melaku-
kan perilaku negatif yang menyimpang dari nilai
dan norma agama. Misalnya, perilaku asusila,
praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme),
penyalahgunaan narkoba, pornogra, pornoaksi,
dan berbagai perilaku yang melanggar nilai-nilai
agama lainnya. Berbagai indikasi di atas menye-
LO_Bab 4.11.indd 441 5/5/09 2:45:51 PM
442
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
babkan pendidikan agama dan keagamaan belum
dapat dilaksanakan secara optimal bagi pengem-
bangan pribadi, watak, dan akhlak mulia peserta
didik, sehingga kualitas kehidupan beragama ma-
sih perlu terus ditingkatkan.
Faktor yang menyebabkan timbulnya perma-
salahan tersebut diantaranya adalah pendidikan
agama belum sepenuhnya diarahkan pada latihan
pengamalan secara nyata, pembentukan sikap,
maupun perilaku untuk berakhlak mulia. Pada-
hal, pendidikan agama tidak hanya dilakukan
oleh lembaga pendidikan formal saja, melainkan
juga dilakukan oleh keluarga, lembaga sosial ke-
agamaan, lembaga pendidikan tradisional ke-
agamaan, dan tempat-tempat ibadah.
Permasalahan pendidikan agama dalam kelu-
arga disebabkan oleh faktor rentannya lembaga
keluarga yang dapat diamati dalam kasus-kasus
perceraian yang masih tinggi dan kehidupan ke-
luarga yang tidak harmonis. Kondisi demikian
memperlihatkan adanya kesenjangan antara a-
jaran agama dengan pemahaman dan pengamal-
annya. Sehingga hal ini menyebabkan keluarga
yang merupakan basis pembinaan individu pada
tingkat dasar belum berperan secara optimal.
Sedangkan permasalahan pendidikan agama yang
terjadi pada lembaga pendidikan formal ternyata
tidak hanya ditemukan pada sekolah umum saja,
namun juga pada sekolah keagamaan. Pendidik-
an agama dan pendidikan keagamaan belum
sepenuhnya berjalan efektif. Faktor yang menye-
babkan timbulnya permasalahan tersebut, dian-
taranya adalah muatan kurikulum yang kurang
komprehensif atau lebih menitikberatkan pada
masalah-masalah ritual keagamaan. Selain itu,
keterbatasan sarana dan prasarana, lemahnya
penguasaan materi dan metodologi pengajaran,
belum memadainya jumlah dan mutu tenaga pen-
didikan, serta belum optimalnya kegiatan belajar
mengajar juga menjadi faktor pemicu munculnya
permasalahan pendidikan agama pada lembaga
formal tersebut.
2. Adanya Kesenjangan Fasilitas Ke-
agamaan Antara Perkotaan dan Daerah
Terpencil
Pada 2004-2005, kondisi pelayanan kehidupan
beragama juga dinilai belum memadai. Hal ini ter-
lihat dari masih terjadinya kesenjangan fasilitas
keagamaan antara perkotaan dan daerah terpen-
cil. Sarana dan prasarana ibadah di daerah terpen-
cil masih terbatas. Namun di lain pihak, daerah
perkotaan memiliki banyak tempat peribadatan
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pada-
hal dalam kurun waktu tersebut, upaya peningkat-
an mutu pelayanan kehidupan beragama melalui
pembangunan sarana dan prasarana peribadatan
terus dilakukan oleh Pemerintah. Misalnya, pem-
bangunan sarana dan prasarana di daerah yang
terkena bencana dan terisolir, serta pemberian
bantuan rehabilitasi bagi sarana keagamaan yang
mengalami kerusakan ringan.
Pembangunan fasilitas pendukung seperti kan-
tor urusan agama (KUA) juga dilakukan terutama
di daerah pemekaran. Hal ini dikarenakan tidak
semua wilayah kecamatan mempunyai KUA. Se-
lain itu, kurangnya jumlah, kualitas, dan mobilitas
tenaga aparat juga mengakibatkan semakin ter-
batasnya pelayanan fasilitas keagamaan. Padahal,
KUA merupakan lini terdepan dalam memberikan
pelayanan keagamaan bagi masyarakat terutama
KUA yang berbasis di tingkat kecamatan.
Tidak hanya itu, Pemerintah juga telah melaku-
kan pembangunan balai nikah dan penasehatan
perkawinan, pelatihan kepada petugas pencatat
nikah, pelayanan nikah, talak, dan rujuk, serta
pembinaan keluarga sejahtera dan harmonis (ke-
luarga sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya).
Berdasarkan fenomena di atas, pengurangan ke-
senjangan fasilitas keagamaan antara perkotaan
dan daerah terpencil menjadi tantangan yang
harus dihadapi. Sarana dan prasarana ibadah
terutama di daerah terpencil harus semakin di-
tingkatkan. Sedangkan fungsi tempat ibadah
yang ada di perkotaan harus lebih dioptimalkan.
LO_Bab 4.11.indd 442 5/5/09 2:45:51 PM
Bagian 4
443
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Optimalisasi tersebut terutama terkait dengan
fungsi tempat ibadah sebagai pusat pendalaman
dan pemahaman ajaran agama, serta pengem-
bangan kegiatan-kegiatan keagamaan baik yang
bersifat ritual keagamaan maupun sosial kema-
syarakatan.
3. Pengelolaan Dana Sosial Keagamaan
yang BelumOptimal
Berkaitan dengan pengelolaan dana sosial ke-
agamaan, pada kurun waktu 2004-2005 penge-
lolaannya masih belum optimal, mulai dari segi
pengumpulan hingga pendistribusiannya. Pada-
hal, dana sosial keagamaan memiliki peran yang
sangat strategis. Dana sosial keagamaan tidak
hanya merupakan bentuk pengamalan ajaran
agama, tetapi juga merupakan suatu program un-
tuk membantu mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan.
Pengelolaan dana sosial keagamaan yang ti-
dak optimal ini disebabkan oleh beberapa tan-
tangan dan permasalahan. Diantaranya adalah
kurangnya transparansi pengelola dana sosial
keagamaan sehingga mengakibatkan masyarakat
menjadi ragu bahkan ada sebagian dari masyara-
kat tidak percaya kepada pengelola dana sosial
keagamaan tersebut. Selain itu, kurangnya pro-
fesionalisme tenaga pengelola serta kurangnya
kesadaran dan kepedulian dari masyarakat yang
mampu secara ekonomi untuk memperhatikan
kelompok masyarakat miskin juga merupakan
tantangan dan permasalahan pengelolaan dana
sosial keagamaan.
4. Pelayanan Ibadah Haji yang Masih
Kurang Memuaskan
Dalam kurun waktu 2004-2005, penyelenggaraan
ibadah haji juga dinilai masih kurang memuaskan.
Hal ini terkait dengan masalah biaya penyeleng-
garaan ibadah haji (BPIH) yang tinggi, pelayanan
di tanah air, sampai dengan permasalahan pela-
yanan di tanah suci. Semua hal tersebut menim-
bulkan reaksi kekecewaan dari para jamaah calon
haji. Kekecewaan akan hal tersebut di atas terus
terjadi meskipun sebenarnya kualitas pelayanan
ibadah haji sudah diupayakan agar lebih baik se-
tiap tahunnya.
Pemerintah telah melakukan beberapa upaya
untuk memperbaiki kualitas pelayanan ibadah
haji. Pertama, penggunaan sistem daftar tunggu
(waiting list) untuk menjamin kepastian ke-
berangkatan jamaah calon haji. Kedua, memper-
singkat jarak tempuh dengan penggunaan jalur
penerbangan langsung Jakarta-Madinah yang se-
belumnya ditempuh melalui Jeddah. Jarak tem-
puh yang lebih pendek diharapkan akan mengu-
rangi beban sik dan psikologis para jamaah haji.
Ketiga, penyediaan makan gratis selama sembilan
hari ketika bermukim di Madinah. Ketiga hal di
atas diharapkan dapat meredam rasa kecewa para
jamaah calon haji terhadap kualitas pelayanan
ibadah haji.
Peningkatan kualitas pelayanan ibadah haji di-
tekankan pada beberapa hal, antara lain sebagai
berikut:
1. Kepastian berangkat bagi jamaah calon haji;
2. Perbaikan kondisi pemondokan;
3. Penyediaan fasilitas pelayanan pendukung di
Arab Saudi;
4. Peningkatan pemahaman tentang pelaksa-
naan ibadah haji yang sesuai dengan syariat;
5. Peningkatan kompetensi petugas haji serta
pemahaman dan penghayatan manasik haji
yang lebih komprehensif; dan
6. Pengurangan biaya tidak langsung yang dibe-
bankan kepada jamaah haji.
5. Peran Lembaga Sosial Keagamaan dan
Lembaga Pendidikan Keagamaan yang
BelumOptimal
Upaya pemberdayaan lembaga sosial keagamaan
dan lembaga pendidikan keagamaan adalah un-
tuk mendukung terwujudnya masyarakat yang
kondusif dalam pembangunan sosial khususnya
pembangunan bidang agama. Namun dalam ku-
LO_Bab 4.11.indd 443 5/5/09 2:45:52 PM
444
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
run waktu 2004-2005, peran lembaga sosial ke-
agamaan dan lembaga pendidikan keagamaan
masih belum optimal meskipun peningkatan
peran lembaga tersebut terus dilakukan, yaitu
melalui pelatihan manajemen kepada pengelola
lembaga, bantuan sarana dan prasarana, serta
block grant untuk kegiatan operasional lembaga
sosial keagamaan tersebut.
Peran sosial kemasyarakatan lembaga-lembaga
tersebut cukup efektif, terutama bagi masyara-
kat miskin dan di daerah perdesaan. Namun, se-
bagian besar dari lembaga tersebut belum dapat
menjawab seluruh tantangan dan dinamika yang
berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, per-
masalahan yang dihadapi adalah bagaimana me-
ningkatkan kapasitas serta kualitas lembaga sosial
keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan,
sehingga mereka mampu berperan sebagai agen
perubahan sosial. Peran tersebut berkaitan de-
ngan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
memberi kesempatan memperoleh pendidikan
bagi warga masyarakat yang kurang mampu ter-
utama di daerah perdesaan.
6. Munculnya Kerusuhan Sosial yang Ber-
latar Belakang SARA
Kerusuhan sosial kerap menyebabkan terjadinya
konik yang memanfaatkan sentimen agama.
Hal ini sangat mengganggu upaya-upaya untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, beberapa upaya untuk mencip-
takan kembali kerukunan antarumat beragama
perlu dilakukan. Diantaranya adalah melalui
forum musyawarah/dialog, kerjasama antarpe-
muka agama, pembentukan sekretariat bersama
baik di pusat maupun di daerah, pendidikan ber-
wawasan multikultural, dan rehabilitasi mental
pasca-kerusuhan.
Namun, upaya ini dinilai kurang optimal dalam
menyelesaikan konik SARA. Hal ini dikarenakan
masih sering terjadinya ketegangan sosial yang
diakibatkan oleh faktor ekonomi atau budaya,
yang pada akhirnya berpotensi memicu konik
intern dan antarumat beragama. Kondisi inilah
yang menjadi kendala dalam mewujudkan ke-
hidupan harmonis di masyarakat.
4.17.2.2. Sasaran yang Ingin Dicapai
1. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan
Pemahaman Agama serta Kehidupan
Beragama
a. Meningkatnya kualitas pemahaman, peng-
hayatan, dan pengamalan ajaran agama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, sehingga kualitas masyarakat
dari sisi rohani semakin baik. Upaya ini juga
ditujukan pada anak peserta didik di semua
jalur, jenis dan jenjang pendidikan, sehingga
pemahaman dan pengamalan ajaran agama
dapat ditanamkan sejak dini pada anak-anak;
b. Meningkatnya kepedulian dan kesadaran ma-
syarakat dalam memenuhi kewajiban mem-
bayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, kolekte,
dana punia, dan dana paramita dalam rangka
mengurangi kesenjangan sosial di masyara-
kat;
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan
beragama bagi seluruh lapisan masyarakat
sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak
dasar dalam memeluk agamanya masing-ma-
sing dan beribadat sesuai agama dan keper-
cayaannya;
d. Meningkatnya kualitas manajemen ibadah
haji dengan sasaran penghematan, pencegah-
an korupsi, dan peningkatan kualitas pela-
yanan terhadap jemaah haji; serta
e. Meningkatnya peran lembaga sosial ke-
agamaan dan lembaga pendidikan keagamaan
sebagai agen pembangunan dalam rangka
meningkatkan daya tahan masyarakat dalam
menghadapi berbagai krisis.
2. Peningkatan Kerukunan Intern dan An-
tarumat Beragama
Terciptanya harmoni sosial dalam kehidupan in-
tern dan antarumat beragama yang toleran dan
LO_Bab 4.11.indd 444 5/5/09 2:45:52 PM
Bagian 4
445
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
saling menghormati dalam rangka menciptakan
suasana yang aman dan damai, sehingga konik
yang terjadi di beberapa daerah dapat diselesaikan
dan tidak terulang di daerah lain.
Untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan me-
lalui program-program pembangunan berikut:
a. Program Peningkatan Pemahaman, Peng-
hayatan, Pengamalan, dan Pengembangan
Nilai-nilai Keagamaan;
b. Program Peningkatan Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan;
c. Program Penigkatan Pelayanan Kehidupan
Beragama;
d. Program Pengembangan Lembaga-Lembaga
Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan
Keagamaan;
e. Program Penelitian dan Pengembangan Ke-
agamaan; dan
f. Program Peningkatan Kerukunan Umat Ber-
agama
Pemanfaatan dana yang dihimpun
BAZIS tersebut digunakan sebesar-be-
sarnya untuk kesejahteraan umat
4.17.3. Pencapaian 2005-2008
4.17.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
1. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan
Pemahaman Agama dalamKehidupan
Untuk meningkatkan kadar keimanan dan ke-
takwaan serta memperluas wawasan keagamaan
umat beragama, Pemerintah ikut membantu ma-
syarakat dalam memenuhi kebutuhan kitab suci
berbagai agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
dan Budha) termasuk terjemahan dan tafsirnya
serta buku-buku keagamaan lainnya.
Selain itu, dalam kurun waktu 2005-2008 juga
telah diberikan berbagai bantuan dana dengan tu-
juan untuk meningkatkan kualitas pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran agama ke-
pada masyarakat dalam kehidupan riil. Bantuan
tersebut meliputi:
1. Pemberian bantuan operasional juru pe-
nerang agama;
2. Pemberian bantuan kepada organisasi sosial/
yayasan/LSM;
3. Pengadaan bimbingan dan dakwah agama;
4. Pembinaan dan bimbingan ibadah sosial;
5. Pembinaan kepada penyuluh agama; serta
6. Pengembangan kelembagaan.
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan me-
ngentaskan rakyat dari kemiskinan telah dilakukan
dengan menghimpun potensi umat dalam hal za-
kat, infaq, dan sadaqah melalui Badan Amil Zakat,
Infaq dan Sadaqah (BAZIS) yang tersebar di semua
provinsi, kabupaten, kota, dan kecamatan, serta ke-
lurahan. Pemanfaatan dana yang dihimpun BAZIS
tersebut digunakan sebesar-besarnya untuk kese-
jahteraan umat. Selain itu, telah dikembangkan pola
pengelolaan dana sosial keagamaan yang produktif
untuk kepentingan kesejahteraan umat. Melalui
program ini telah dilakukan pemberian bantuan un-
tuk memperoleh sertikat atas tanah yang diwakaf-
kan/dihibahkan.
Pemenuhan hak dasar dalam beragama juga di-
lakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas
sarana dan prasarana peribadatan. Peningkatan
sarana dan prasarana peribadatan dilakukan an-
tara lain dengan memberikan bantuan untuk
pembangunan dan rehabilitasi tempat periba-
datan guna mendorong peran aktif masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan tempat peribadatan
secara swadaya.
Hingga akhir 2008, pemenuhan hak dasar dalam
beragama melalui perbaikan kualitas pelayanan
kehidupan beragama semakin membaik. Perbaik-
an kualitas pelayanan kehidupan beragama ini
LO_Bab 4.11.indd 445 5/5/09 2:45:52 PM
446
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
dapat dilihat dari beberapa indikator. Salah satu-
nya adalah meningkatnya kuantitas sarana dan
prasarana peribadatan, meningkatnya bantuan
untuk pengadaan kitab suci, serta meningkatnya
jumlah balai nikah dan penasihat perkawinan
(BNPP) di tingkat kecamatan.
Terkait program peningkatan kuantitas sarana
dan prasarana peribadatan, pada 2007 dan 2008
telah terjadi perubahan kebijakan yang mana
pelaksanaan program semula ditujukan untuk
rehabilitasi tempat peribadatan berubah menjadi
bantuan pembangunan tempat peribadatan. Se-
lama 2005 diberikan bantuan untuk rehabilitasi
tempat ibadat sebanyak 1.891 buah dan tahun
2006 sebanyak 772 buah. Sedangkan tahun 2007
diberikan bantuan untuk pembangunan dan sara-
na prasarana untuk 300 tempat ibadat dan tahun
2008 untuk sebanyak 793 tempat ibadat.
Di samping itu, upaya peningkatan sarana dan
prasarana peribadatan dilakukan dengan rehabi-
litasi Gedung Kantor Urusan Agama (KUA) serta
pembangunan Gedung KUA di daerah peme-
karan. Jumlah KUA seluruh provinsi tahun 2008
mencapai 7.393 buah, sedangkan tahun-tahun
sebelumnya berturut-turut adalah 6.718 buah
pada 2005, 6.864 buah pada 2006, dan 7.042
buah pada 2007.
Pembangunan BNPP juga semakin meningkat.
Pada 2006, telah dibangun 100 buah gedung.
Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada
2008 telah dilakukan pembangunan BNPP di 293
lokasi dan rehabilitasi BNPP di 160 lokasi.
Penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun
berjalan relatif baik, hal ini terlihat dari:
a. Seluruh jemaah haji yang terdaftar dapat di-
berangkatkan ke Tanah Suci;
b. Seluruh jemaah haji dapat menempati pe-
mondokan di Mekkah, Madinah, dan Arafah
serta Mina; dan
c. Seluruh jemaah haji dapat kembali ke Tanah
Air, kecuali yang meninggal dunia.
Selain itu, pada 2006 untuk pertama kalinya selu-
ruh biaya indirect cost penyelenggaraan haji yang
dikeluarkan dalam perhitungan biaya penyeleng-
garaan haji (BPIH) dialihkan bebannya kepada
Pemerintah. Pada 2007 dan 2008, penyelenggara-
an ibadah haji juga semakin baik yang antara lain
terlihat dari:
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran haji;
b. Perbaikan pelayanan pemondokan dan trans-
portasi baik di Makkah maupun di Madinah;
c. Perbaikan pelayanan katering selama di Arab
Saudi;
d. Mengurangi biaya tidak langsung penyeleng-
garaan haji yang semula ditanggung oleh se-
tiap jemaah haji dialihkan bebannya kepada
Pemerintah sebagai penyelenggara haji; serta
e. Meningkatnya pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan jemaah. Hal ini dapat dicapai
atas dukungan dan partisipasi masyarakat
serta dunia usaha dalam penyelenggaraan
ibadah haji.
2. Peningkatan Kerukunan Intern dan An-
tarumat Beragama
Pemerintah terus berupaya mewujudkan har-
monisasi sosial dalam kehidupan intern dan
antar umat beragama. Hal ini ditempuh melalui
penanganan daerah konik serta menerbitkan
dan menyosialisasikan Peraturan Bersama Men-
teri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
8 dan Nomor 9 Tahun 2006. Peraturan tersebut
berisi tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala
daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum
kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah
ibadat.
Di samping itu, telah dilakukan pemberdayaan fo-
rum kerukunan umat beragama di tingkat kabu-
paten/kota dan provinsi, pelayanan kepada umat
Khonghucu, serta orientasi tenaga rekonsiliasi.
Upaya peningkatan kerukunan umat beragama
yang dilakukan oleh Pemerintah telah menam-
LO_Bab 4.11.indd 446 5/5/09 2:45:53 PM
Bagian 4
447
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
pakkan hasilnya. Hal ini tampak melalui semakin
meningkatnya intensitas dan semangat kerjasama
lintas agama. Selain itu juga telah terbentuk Fo-
rum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di ber-
bagai provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan.
4.17.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
1. Pendidikan Agama dan Keagamaan,
Pemahaman, Penghayatan, serta Penga-
malan Ajaran yang Kurang Optimal
Kurangnya pemahaman, penghayatan, dan pe-
ngamalan ajaran agama di masyarakat disebab-
kan oleh beberapa permasalahan. Salah satunya
adalah kehidupan beragama pada sebagian ma-
syarakat masih berada pada tataran simbol-sim-
bol keagamaan dan belum bersifat substansial.
Hal ini tercermin pada gejala-gejala negatif seper-
ti perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan
norkoba, pornogra, pornoaksi, dan perjudian.
Selain itu, angka perceraian yang tinggi dan keti-
dakharmonisan keluarga menunjukkan masih
lemahnya peran keluarga sebagai basis pembi-
naan masyarakat dan bangsa. Berbagai perilaku
masyarakat yang bertentangan dengan moralitas
dan etika keagamaan juga merupakan gambaran
kesenjangan antara ajaran agama dengan pema-
haman dan pengamalannya.
Di samping itu, pendidikan agama dan pendidik-
an keagamaan juga belum sepenuhnya berjalan
efektif. Hal tersebut, antara lain disebabkan oleh:
1. Kurikulum pendidikan agama lebih me-
nekankan aspek kognitif dan kurang mem-
perhatikan aspek pengamalan ajaran agama
dalam pembentukan akhlak dan karakter;
2. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan
lainnya yang bermutu belum mencukupi;
3. Sarana dan prasarana yang terbatas; serta
4. Fasilitas pendukung lainnya yang kurang me-
madai.
Padahal di sisi lain, arus globalisasi terutama
melalui media cetak dan elektronik dapat masuk
dengan cepat ke lingkungan keluarga dan ma-
syarakat. Hal ini dikhawatirkan akan mempenga-
ruhi peserta didik dan prilaku sosial yang tidak
sejalan dengan ajaran agama. Oleh karena itu,
peran pendidikan agama dan keagamaan menjadi
sangat penting guna membentengi peserta didik
dari dampak negatif globalisasi.
Untuk itu, mutu pendidikan agama yang dilaku-
kan di sekolah tidak hanya ditentukan oleh struk-
tur program pembelajaran. Akan tetapi, juga di-
tentukan oleh ketersediaan sarana pembelajaran
yang belum memadai. Misalnya, buku pelajaran
agama yang tidak hanya menekankan pada as-
pek hafalan ritual keagamaan, tetapi juga pada
hubungan sosial, jumlah dan mutu guru mata pe-
lajaran agama.
2. Fasilitas dan Pelayanan Keagamaan
yang BelumOptimal
Pelayanan kehidupan beragama dinilai masih be-
lum optimal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
Dok : DEPBUDPAR
LO_Bab 4.11.indd 447 5/5/09 2:45:59 PM
448
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sarana dan prasarana ibadah terutama di ling-
kungan sekolah dan daerah terpencil. Selain itu,
seluruh kecamatan juga masih belum memiliki
gedung KUA sendiri. Akibatnya, banyak masyara-
kat, terutama yang tinggal di daerah terpencil, be-
lum dapat terlayani secara baik. Kondisi tersebut
ditambah lagi dengan belum tercukupinya tenaga
pegawai baik secara jumlah maupun kualitas, me-
nyebabkan pelayanan KUA yang sudah ada juga
masih belum optimal.
Tidak hanya itu, pelayanan terkait produk halal
juga menghadapi banyak permasalahan. Per-
masalahan ini berkaitan dengan sertikasi dan
labelisasi produk yang hanya menjangkau seba-
gian kecil dari produk makanan, minuman, obat-
obatan, kosmetik dan produk lain yang dikon-
sumsi oleh masyarakat. Hambatan ini disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain:
a. Lemahnya koordinasi instansi dan lembaga
terkait yang berwenang;
b. Kurangnya sumberdaya manusia yang mema-
dai sebagai pengelola sertikasi dan labelisa-
si; serta
c. Kurangnya informasi serta pedoman tentang
labelisasi dan sertikasi produk halal kepada
masyarakat.
3. Pengelolaan Dana Sosial Keagamaan
yang BelumOptimal
Pengelolaan dana sosial keagamaan seperti ZIS
dan wakaf masih belum optimal. Terdapat dua
hal yang menjadi permasalahan dasar dalam pe-
ngelolaan dana sosial keagamaan, yaitu: pelaksa-
naan Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan
zakat sebagai tindak lanjut atas UU Nomor 38 ta-
hun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang belum
optimal serta belum tersosialisasinya secara luas
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf. Dengan demikian, meskipun berbagai
lembaga pengelola dana infak, zakat, shodaqoh,
persembahan kasih/pelayanan kasih (termasuk
dana kolekte), dana punia, dan dana paramita
telah didirikan, namun dalam pelaksanaannya
masih kurang efektif.
4. Manajemen Layanan Ibadah Haji yang
BelumOptimal
Permasalahan yang masih sering timbul pada
pelaksanaan layanan ibadah haji antara lain
mencakup tahap pendaftaran, pemberangkatan,
pemondokan di Makkah dan Madinah, wukuf di
Arafah, bermalam (mabit) di Muzdalifah, serta
pelaksanaan lempar jumrah. Selain itu, pelaksa-
naan ibadah haji juga dihadapkan pada masalah
kualitas sarana yang masih terbatas, baik di asra-
ma embarkasi, di asrama transit, maupun fasili-
tas untuk pelayanan haji di Arab Saudi. Misalnya,
masalah katering dan transportasi di Arab Saudi
serta masih mahalnya biaya penyelenggaraan
haji.
5. Peran dan Fungsi Lembaga-lembaga
Sosial dan Lembaga Pendidikan Ke-
agamaan yang Belum Optimal
Upaya peningkatan peran dan fungsi lemba-
ga-lembaga sosial dan lembaga pendidikan
keagamaan belum sepenuhnya berhasil dilak-
sanakan. Meskipun jumlahnya terus bertambah,
namun tidak diimbangi dengan peningkatan
kualitas dan profesionalisme kelembagaan. Aki-
batnya, lembaga-lembaga tersebut tidak dapat
menunaikan pe-rannya sebagai bagian dari agen
perubahan sosial dalam masyarakat. Lembaga-
lembaga sosial juga dinilai belum mampu berper-
an mengurangi dampak negatif ekstrimisme yang
dapat memicu terjadinya konik antar-kelompok
baik internumat beragama maupun antarumat
beragama.
6. Kehidupan Harmoni yang Belum Opti-
mal
Kehidupan harmoni di dalam masyarakat belum
sepenuhnya dapat diwujudkan. Hal ini terjadi
akibat munculnya ketegangan sosial yang sering
melahirkan konik intern dan antarumat ber-
agama. Pada mulanya konik ini disebabkan oleh
ketimpangan sosial dan ketidakadilan ekonomi,
namun pada akhirnya seringkali memanfaatkan
sentimen agama dan etnik. Selain itu, terjadinya
konik juga diakibatkan oleh tingkat pendidikan
masyarakat yang masih rendah dan penegakan
LO_Bab 4.11.indd 448 5/5/09 2:46:00 PM
Bagian 4
449
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
hukum yamg masih lemah. Sebelumnya, konik
ini tidak pernah mencuat menjadi kasus besar
dan dalam skala luas seperti sekarang ini. Hal ini
dikarenakan dalam tatanan kehidupan masyara-
kat sudah ada berbagai kearifan lokal dan adat is-
tiadat yang dapat menjadi wadah komunikasi dan
konsultasi dimana wadah tersebut bersifat lintas
wilayah, agama, dan suku bangsa.
Selain itu, salah satu potensi konik yang perlu
diperhatikan dan selalu diwaspadai adalah: pelak-
sanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 tahun 2006/No-
mor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pem-
berdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama
dan Pendirian Rumah Ibadat; dan adanya seba-
gian elemen masyarakat yang tidak menghor-
mati/menghargai perbedaan dan keberagaman
kelompok lain.
4.17.4. Tindak Lanjut
4.17.4.1. Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
1. Upaya untuk Meningkatkan Kualitas
Pelayanan dan Pemahaman Kehidupan
Beragama
Langkah tindak lanjut yang akan dilakukan se-
bagai upaya mencapai sasaran RPJMN 2004-2009
antara lain:
a. Peningkatan kualitas pemahaman, peng-
hayatan, dan pengamalan ajaran agama, me-
lalui peningkatan kualitas materi dan tenaga
penyuluh agama dan pelayanan keagamaan
lainnya, terutama yang bertugas di daerah
rawan konik dan daerah terpencil dan dae-
rah terkena musibah;
b. Peningkatan kualitas pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan pada semua jalur, je-
nis, dan jenjang pendidikan, antara lain me-
lalui peningkatan ketersediaan dan kualitas
tenaga pendidik dan kependidikan bidang
agama dan keagamaan;
c. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam
membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh,
persembahan kasih/pelayanan kasih (ter-
masuk dana kolekte), dana punia, dan dana
paramita; serta peningkatan profesionalisme
tenaga pengelolanya;
d. Peningkatan kualitas penataan dan penge-
lolaan serta pengembangan fasilitas pada
pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan
kepentingan seluruh lapisan umat beragama
dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk
agama;
e. Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/ba-
hagia/sukinah/hita sukaya) untuk menem-
patkan keluarga sebagai pilar utama pembi-
naan moral dan etika masyarakat;
f. Peningkatan esiensi biaya ongkos naik haji,
pencegahan korupsi, dan peningkatan kuali-
tas pelayanan terhadap jamaah haji;
g. Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga
sosial keagamaan dan lembaga pendidikan
keagamaan;
h. Peningkatan kualitas penelitian dan pengem-
bangan agama untuk mendukung perumusan
kebijakan pembangunan bidang agama.
2. Upaya untuk Meningkatkan Kerukunan
Inter dan Antarumat Beragama
Upaya tindal lanjut yang dilakukan untuk me-
mantapkan kerukunan umat beragama adalah
sebagai berikut:
a. Peningkatan kerjasama kelembagaan baik
internal maupun eksternal di bidang sosial,
ekonomi, dan budaya;
b. Peningkatan pelaksanaan forum dialog an-
tar pemuka/tokoh agama, tokoh masyarakat,
cendikiawan agama, dan masyarakat;
c. Pengembangan wawasan multikultur bagi
guru-guru agama dan penyuluh agama;
LO_Bab 4.11.indd 449 5/5/09 2:46:00 PM
450
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
d. Peningkatan forum komunikasi kerukunan
umat beragama;
e. Pemulihan kondisi sosial dan psikologis ma-
syarakat pascakonik melalui penyuluhan
dan bimbingan keagamaan; serta
f. Peningkatan kerjasama intern dan antarumat
beragama.
4.17.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
1. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan
Pemahaman Kehidupan Beragama
(1) Peningkatan Pendidikan Agama dan Ke-
agamaan, Pemahaman, Penghayatan, Penga-
malan, serta Pengembangan Nilai-nilai Ajar-
an Agama, yang meliputi:
a. Meningkatnya jumlah tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan yang memiliki
wawasan multikulturalisme;
b. Tersalurkannya beasiswa bagi pendidik
bidang agama yang mengikuti program
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi;
c. Meningkatnya wawasan dan pemahaman
agama di kalangan masyarakat dan apara-
tur negara;
d. Meningkatnya jumlah keluarga harmonis
yang dibina;
e. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pe-
nyuluh, pembimbing, mubalig/dai, serta
pemuka agama;
f. Berkurangnya pornogra, pornoaksi,
praktik KKN, perjudian, penyalahgunaan
narkoba, prostitusi, dan berbagai jenis
praktik asusila;
g. Meningkatnya jumlah sarana dan prasa-
rana penerangan dan bimbingan ke-
agamaan;
h. Berkembangnya materi, metodologi,
manajemen penyuluhan, dan bimbingan
keagamaan; serta
i. Meningkatnya aktivitas keagamaan di
daerah tertinggal, terpencil, pasca-kon-
ik, dan bencana alam.
(2) Peningkatan Mutu Fasilitas dan Pelayanan
Keagamaan. Pencapaian sasaran ini diperki-
rakan meliputi:
a. Tersedianya sarana keagamaan berupa
rumah ibadah di daerah bencana;
b. Tersedianya gedung KUA di daerah yang
belum memiliki gedung KUA;
c. Meningkatnya jumlah sarana keagamaan
yang layak;
d. Meningkatnya jumlah sarana ibadah di
lingkungan sekolah; serta
e. Meningkatnya manfaat sosial ekonomi
yang bisa dirasakan dengan keberadaan
tempat peribadatan.
(3) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Penghimpunan Dana Sosial diperkirakan
akan tercapai dengan:
a. Terkelolanya wakaf produktif secara opti-
mal;
b. Terkelolanya dana sosial keagamaan se-
cara profesional, terbuka, dan akuntabel
seperti layaknya lembaga keuangan lain-
nya yang dapat diaudit oleh akuntan pu-
blik;
c. Meningkatnya kinerja lembaga pengelola
dana sosial keagamaan;
d. Terciptanya koordinasi antar-lembaga
pengelola dana sosial keagamaan; serta
e. Meningkatnya dana sosial keagamaan
yang dihimpun dan disalurkan.
(4) Peningkatan Kualitas Layanan Ibadah Haji,
sasaran yang diperkirakan akan dicapai
adalah:
a. Meningkatnya kepercayaan jamaah calon
haji akan kepastian pemberangkatan;
b. Meningkatnya kualitas pemondokan, ka-
tering, dan penerbangan;
c. Meningkatnya fasilitas layanan pendu-
kung di Arab Saudi;
d. Meningkatnya pemahaman tentang pe-
laksanaan ibadah haji;
e. Meningkatnya kompetensi petugas haji;
serta
f. Meningkatnya pemahaman dan peng-
hayatan manasik haji yang lebih kompre-
hensif.
LO_Bab 4.11.indd 450 5/5/09 2:46:00 PM
Bagian 4
451
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
(5) Pemberdayaan Lembaga Sosial Keagamaan
dan Lembaga Pendidikan Keagamaan, perki-
ranan capaiannya antara lain:
a. Meningkatnya kualitas manajemen sosial
keagamaan dan lembaga pendidikan ke-
agamaan;
b. Terciptanya relasi yang harmonis antarke-
lompok masyarakat;
c. Lembaga sosial keagamaan, lembaga pen-
didikan agama, dan keagamaan diharap-
kan lebih mampu menjadi motivator dan
fasilitator berbagai kebutuhan masyara-
kat sesuai dinamika yang berkembang;
d. Meningkatnya mutu pembinaan dan par-
tisipasi masyarakat dalam hal:
Pelayanan kehidupan beragama;
Peningkatan pemahaman, pengha-
yatan, pengamalan dan pengembangan
nilai-nilai keagamaan;
Peningkatan mutu dan relevansi pendi-
dikan agama dan keagamaan;
Peningkatan kerukunan dan harmo-
nisasi kehidupan beragama;
Peningkatan mutu pembinaan lembaga
sosial keagamaan dan lembaga pendi-
dikan keagamaan; serta
Pemberdayaan dan pemanfaatan lektur
keagamaan;
e. Meningkatnya kualitas dan kuantitas
tenaga peneliti.
2. Pemantapan Kerukunan Umat Ber-
agama
Perkiraan pencapaian sasaran dalam rangka
pemantapan kerukunan umat beragama pada
2009, antara lain:
1. Terlaksananya langkah antisipasi dini dan
upaya pencegahan meningkatnya potensi
konik;
2. Terciptanya harmonisasi masyarakat melalui
posko-posko harmonisasi dan Seketariat Ber-
sama Forum Kerukunan Umat Beragama;
serta
3. Terciptanya wawasan yang luas dan penghar-
gaan pada keberagaman.
4.17.5. Penutup
Pembangunan agama merupakan investasi sosial
di masa depan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Namun demikian, secara umum di
Indonesia masih terdapat berbagai permasalah-
an yang menghambat tercapainya pembangunan
agama. Kendala tersebut antara lain: (1) Pen-
didikan agama dan keagamaan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran agama
yang kurang optimal; (2) Fasilitas dan pelayanan
keagamaan yang belum optimal; (3) Pengelolaan
dana sosial yang belum optimal; (4) Manajemen
layanan ibadah haji yang belum optimal; (5) Peran
dan fungsi lembaga-lembaga sosial yang belum
optimal; serta (6) Kehidupan harmoni yang be-
lum optimal.
Dalam kondisi ini, berbagai upaya telah dilaku-
kan Pemerintah untuk memperbaiki kondisi
keagamaan masyarakat, sehingga sasaran pem-
bangunan agama dalam RPJMN 2004-2009
dapat dicapai. Meskipun demikian, upaya-upaya
tersebut masih belum secara langsung berdam-
pak pada: (1) Peningkatan pendidikan agama dan
keagamaan, pemahaman, penghayatan, dan pe-
ngamalan ajaran agama; (2) Peningkatan fasilitas
dan pelayanan keagamaan; (3) Peningkatan pe-
ngelolaan dana sosial; (4) Peningkatan manaje-
men layanan ibadah haji; (5) Peningkatan peran
dan fungsi lembaga-lembaga sosial; serta (6) Ter-
wujudnya kehidupan yang harmoni.
Dengan demikian, akan terdapat beberapa ma-
salah yang berarti dalam memenuhi target sasar-
an pada berakhir pada 2009. Untuk itu, beberapa
bentuk tindak lanjut dari program-program yang
ada akan diupayakan pada 2009. Selain itu, upaya
yang lebih konsisten dan intensif dalam men-
jalankan program pembangunan agama yang su-
dah ada akan dilakukan untuk mencapai sasaran
RPJMN pada akhir 2009 nanti.
LO_Bab 4.11.indd 451 5/5/09 2:46:01 PM
Dok : PolaGrade
LO_Bab 4.11.indd 452 5/5/09 2:46:10 PM
Bagian 4
453
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.18
Perbaikan Pengelolaan SDA dan
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
4.18.1. Pengantar
Pembangunan nasional jangka menengah 2004-
2009 menekankan pada prinsip pembangunan
berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya
alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH). Prinsip ini
menekankan pada pemanfaatan SDA yang mem-
pertimbangkan daya dukung lingkungan hidup
sehingga peran yang dimiliki oleh SDA dapat di-
gunakan untuk memenuhi kebutuhan masyara-
kat Indonesia di masa mendatang. Berdasarkan
prinsip tersebut, sumber daya kehutanan, kelaut-
an, energi, mineral, dan pertambangan dikelola
dan digunakan sebagai modal pembangunan, di
samping terus dilaksanakannya upaya pelestari-
an lingkungan hidup.
Pada 2004, Indonesia memiliki hutan
seluas 126,8 juta hektar dan merupakan
kelompok hutan tropis terbesar nomor
tiga di dunia setelah Brasil dan Zaire.
Selain itu, keanekaragaman hayati darat
Indonesia juga menduduki posisi kedua
setelah Columbia
Selama pelaksanaan RPJM 2004-2009, SDA telah
memberikan kontribusi pada pertumbuhan eko-
nomi dan penyerapan tenaga kerja. Untuk mem-
pertahankan hal tersebut, terus diupayakan re-
habilitasi kerusakan hutan, wilayah pesisir, lahan
pertambangan, serta penanggulangan pencemar-
an air, tanah, dan udara. Selain itu, dilakukan
upaya pencegahan dampak perubahan iklim yang
mengancam keberlanjutan pembangunan.
4.18.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
4.18.2.1. Sumber daya Hutan
Pada 2004, Indonesia memiliki hutan seluas 126,8
juta hektar dan merupakan kelompok hutan tro-
pis terbesar nomor tiga di dunia setelah Brasil dan
Zaire. Selain itu, keanekaragaman hayati darat In-
donesia juga menduduki posisi kedua setelah Co-
lumbia. Dengan kondisi tersebut, hutan Indone-
sia mempunyai fungsi utama sebagai paru-paru
dunia serta penyeimbang iklim global.
Pengelolaan hutan untuk pemanfaatan ekonomi
secara berlebihan mengakibatkan kerusakan/de-
gradasi hutan yang sangat luas. Meskipun diikuti
dengan rehabilitasi hutan, namun pada 10 tahun
terakhir, degradasi hutan Indonesia diperkirakan
mencapai 1,6 sampai 2,1 juta ha per tahun. Aku-
mulasi degradasi sumberdaya hutan dalam jang-
ka waktu yang lama telah menimbulkan dampak
lingkungan, ekonomi, dan sosial. Jika dihitung
secara nansial, dampak tersebut memberikan
kerugian yang jauh lebih besar daripada manfaat
yang diperoleh.
Selain itu, penebangan liar dan konversi lahan
juga menyebabkan kerusakan ekosistem dalam
LO_Bab 4.11.indd 453 5/5/09 2:46:12 PM
454
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
tatanan daerah aliran sungai (DAS). Akibatnya,
jumlah DAS yang berkondisi kritis meningkat dari
22 pada 1984 menjadi berturut-turut sebesar 39
dan 62 pada 1992 dan 1998. Tahun 2005 misal-
nya, diperkirakan sekitar 282 DAS dalam kondisi
kritis. Kerusakan DAS tersebut juga dipicu oleh
pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi an-
tara hulu dan hilir serta kelembagaan yang ma-
sih lemah. Selanjutnya, hal ini akan mengancam
keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya
cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuh-
kan untuk irigasi, pertanian, industri, dan kon-
sumsi rumah-tangga.
Kesenjangan antara pasokan bahan baku kayu de-
ngan permintaan dari industri juga turut mem-
perburuk kondisi kehutanan. Pasokan bahan baku
kayu berkisar 15 juta m
3
, sedangkan kebutuhan
kayu berkisar 50 juta m
3
. Ketidakseimbangan an-
tara pasokan dengan permintaan ini merupakan
salah satu pemicu terjadinya illegal logging.
Sasaran pembangunan kehutanan antara lain:
1. Tegaknya hukum, khususnya dalam pembe-
rantasan pembalakan liar (illegal logging) dan
penyelundupan kayu;
2. Penetapan kawasan hutan dalam tataruang
seluruh provinsi di Indonesia, setidaknya 30
persen dari luas hutan yang telah ditataba-
tas;
3. Penyelesaian penetapan kesatuan pengelo-
laan hutan;
4. Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil
hutan kayu;
5. Meningkatnya hasil hutan bukan kayu sebe-
sar 30 persen dari produksi tahun 2004;
6. Bertambahnya hutan tanaman industri,
minimal seluas 5 juta hektar, sebagai basis
pengembangan ekonomi hutan;
7. Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di
282 DAS prioritas untuk menjamin pasokan
air serta sistem penopang kehidupan lain-
nya;
8. Desentralisasi kehutanan melalui pembagian
wewenang serta tanggung-jawab yang dise-
pakati oleh Pusat dan Daerah;
9. Berkembangnya kemitraan antara Pemerin-
tah, pengusaha, dan masyarakat dalam pe-
ngelolaan hutan lestari; serta
10. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang inovatif pada sektor kehutanan.
4.18.2.2. Sumber daya Kelautan
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, In- In-
donesia memiliki sumberdaya kelautan yang ber-
fungsi tidak saja sebagai sumber perekonomian
dan pendukung kehidupan manusia, tetapi juga
merupakan sarana pertahanan dan keamanan
negara. Karena itu, perlindungan sumberdaya ke-
lautan ditujukan sebagai upaya pelestarian ling-
kungan hidup dari kerusakan dan pencemaran,
pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya
kelautan yang illegal, dan penguatan atas negara
Republik Indonesia termasuk penetapan batas
wilayah laut.
Namun, selama ini potensi sumberdaya kelautan , selama ini potensi sumberdaya kelautan
belum didayagunakan secara optimal. Pemba-
ngunan masih lebih berorientasi pada sumberda-
ya darat. Hal ini menyebabkan banyak terdapat
pulau-pulau kecil yang belum dikelola dan dikem-
bangkan potensinya. Di sisi lain, pembangun-
an yang berbasiskan sumberdaya kelautan yang
Dok : PolaGrade
LO_Bab 4.11.indd 454 5/5/09 2:46:17 PM
Bagian 4
455
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
tidak memperhatikan kelestarian lingkungan
hidup telah memberikan dampak negatif pada
ekosistem wilayah pesisir dan laut. Hutan mang-
roves, terumbu karang, dan padang lamun meng-
alami degradasi dan kerusakan akibat terjadinya
erosi wilayah pesisir. Lebih lanjut hal ini menye-
babkan berkurangnya keanekaragaman hayati. Di
samping itu, aktivitas ekonomi yang dilakukan
manusia di darat dan di laut menyebabkan pence-
maran yang dampaknya dapat ditemui di wilayah
pesisir.
Ketersediaan sumberdaya kelautan juga mengha-
dapi permasalahan dengan merebaknya pencuri-
an ikan (illegal, unregulated, and unreported shing
atau IUU Fishing). Kurangnya sarana dan alat
penegakan hukum, jumlah dan kapasitas petu-
gas pengawas, serta rendahnya koordinasi antar-
instansi mengakibatkan tingkat pencurian ikan
tetap tinggi.
Selain itu, wilayah pesisir merupakan daerah
yang rentan terhadap bencana alam dan dampak
perubahan iklim. Dampak badai, kenaikan muka
air laut, dan kenaikan suhu air laut paling dirasa-
kan oleh masyarakat yang tinggal di pesisir. Hal
tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem dan
area permukiman, serta mengancam kehidupan
masyarakat pesisir, baik nelayan, pembudidayaan
ikan, dan penduduk lainnya.
Lebih lanjut, potensi ancaman terhadap kedaulat-
an negara masih tinggi dengan berbagai alasan.
Faktor utamanya terkait dengan wilayah kelautan
Indonesia yang mana masih banyak wilayah de-
ngan batas laut yang samar dengan negara te-
tangga. Selain itu, belum adanya undang-undang
wilayah laut, tidak adanya lembaga otorita penga-
tur batas laut, serta lemahnya kemampuan diplo-
masi menyebabkan ancaman terhadap kedaulat-
an NKRI tetap tinggi.
Sasaran pembangunan kelautan antara lain:
1. Berkurangnya pelanggaran serta perusakan
sumber daya pesisir dan laut;
2. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir,
laut, dan pulau-pulau kecil yang dilakukan se-
cara lestari, terpadu, serta berbasis masyara-
kat;
3. Disepakatinya batas laut dengan negara te-
tangga, terutama Singapura, Malaysia, Timor
Leste, Papua New Guinea, dan Philipina;
4. Serasinya peraturan perundangan yang ter-
kait dengan pengelolaan serta pemanfaatan
sumber daya pesisir dan laut;
5. Terselenggaranya desentralisasi yang mendo-
rong pengelolaan sumber daya pesisir serta
laut yang esien dan berkelanjutan;
6. Meningkatnya luas kawasan konservasi laut
serta jenis/genetik biota laut langka dan ter-
ancam punah;
7. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir,
dan daratan dalam satu kesatuan pengem-
bangan wilayah;
8. Terselenggaranya pemanfaatan ruang laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil secara serasi
sesuai dengan daya dukung lingkungannya;
9. Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang
terjaga kebersihan, kesehatan, dan produkti-
vitasnya; serta
10. Meningkatnya upaya mitigasi bencana alam
laut, dan keselamatan masyarakat yang
bekerja di laut dan yang tinggal di pesisir dan
pulau-pulau kecil.
4.18.2.3. Sumber daya Energi, Mineral,
dan Pertambangan
Hingga saat ini, sektor pertambanganmasihtetap pertambangan masih tetap
menjadi salah satu penggerak penting dalam pem-
bangunan. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia
harus menerima konsekuensi degradasi lingkung-
an akibat tingginya aktivitas pertambangan. Le-
bih lanjut, degradasi lingkungan karena aktivitas
pertambangan akan mengganggu keseimbangan
fungsi lingkungan hidup. Risiko tersebut semakin
tinggi pada kegiatan pertambangan terbuka (open
pit mining). Dalam skala besar, pertambangan
LO_Bab 4.11.indd 455 5/5/09 2:46:17 PM
456
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
terbuka akan mengganggu keseimbangan fungsi
lingkungan hidup. Sehingga, dengan citra sema-
cam ini usaha pertambangan cenderung menda-
pat resistensi dari masyarakat. Keadaan ini diper-
buruk dengan banyaknya pertambangan tanpa
izin (PETI) yang kurang menekankan pada aspek
pelestarian lingkungan.
Rasio penerimaan migas terhadap APBN menurun
dari 43 persen tahun 1996 menjadi 22,9 persen
tahun 2003. Penurunan ini tampaknya akan te-
rus terjadi. Hal ini dikarenakan cadangan minyak
bumi Indonesia yang terus menurun. Cadangan
minyak bumi Indonesia pada 2003 sebesar 5,8
miliar barrel, sementara tingkat pengurasannya
sebesar 500 juta barrel per tahun. Dengan kondisi
ini, maka dalam 5-8 tahun lagi cadangan minyak
akan habis. Dengan asumsi cadangan baru tidak
ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery rate)
relatif tetap.
Dalam otonomi daerah, terdapat ba-
nyak peraturan daerah yang menghambat
iklim investasi, seperti retribusi, pemba-
gian saham, serta peraturan lainnya yang
memperpanjang rantai perizinan usaha
pertambangan
Pada 2002, pemanfaatan gas bumi masih rendah.
Cadangan gas bumi yang dimanfaatkan masih se-
besar 2,9 trillion cubic feet (TCF) per tahun. Pada-
hal, cadangan gas bumi pada saat itu adalah 90
TCF. Rendahnya tingkat pemanfaatan ini dikare-
nakan kurangnya daya saing Indonesia dalam hal
suplai. Berbeda dengan Malaysia dan Australia
yang selalu siap dengan produksinya, ladang gas
di Indonesia baru dikembangkan setelah ada ke-
pastian kontrak dengan pembeli. Akibatnya, In-
donesia kurang bisa bersaing dari sisi supply rea-
diness.
Meskipun cenderung menurun, namun pertam-
bangan mineral seperti timah, nikel, bauksit,
tembaga, perak, emas, dan batubara tetap ber-
konstribusi terhadap penerimaan negara. Pada
2001, penerimaan negara dari pertambangan
sebesar Rp 2,3 triliun. Jumlah ini terus turun
menjadi Rp 1,4 triliun pada 2002 dan Rp 1,5 tri-
liun pada 2003. Salah satu penyebabnya adalah
pelaksanaan otonomi daerah yang menambah
ketidakpastian dunia usaha. Dalam otonomi da-
erah, terdapat banyak peraturan daerah yang
menghambat iklim investasi, seperti retribusi,
pembagian saham, serta peraturan lainnya yang
memperpanjang rantai perizinan usaha pertam-
bangan. Selain itu, masalah tumpang tindih pe-
manfaatan lahan terutama antara kehutanan dan
pertambangan juga semakin menghambat usaha
pertambangan.
Sasaran pembangunan pertambangan dan sum-
ber daya mineral antara lain:
1. Optimalisasi peran migas dalam penerimaan
negara guna menunjang pertumbuhan eko-
nomi;
2. Meningkatnya cadangan, produksi, dan eks-
por migas;
3. Terjaminnya pasokan migas dan produk-
produknya untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri;
4. Terselesaikannya Undang-Undang Pertam-
bangan sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Pertambangan;
5. Meningkatnya investasi pertambangan dan
sumber daya mineral dengan perluasan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha;
6. Meningkatnya produksi dan nilai tambah
produk pertambangan;
7. Terjadinya alih teknologi dan kompetensi
tenaga kerja;
8. Meningkatnya kualitas industri hilir yang
berbasis sumber daya mineral;
9. Meningkatnya keselamatan dan kesehatan
kerja pertambangan;
LO_Bab 4.11.indd 456 5/5/09 2:46:17 PM
Bagian 4
457
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
10. Teridentikasinya kawasan rawan bencana
geologi sebagai upaya pengembangan sistem
mitigasi bencana;
11. Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa
izin (PETI) dan usaha-usaha pertambangan
yang merusak dan yang menimbulkan pence-
maran;
12. Meningkatnya kesadaran pembangunan
berkelanjutan dalam eksploitasi energi dan
sumber daya mineral; serta
13. Dilakukannya usaha pertambangan yang
mencegah timbulnya pencemaran dan keru-
sakan lingkungan.
4.18.2.4. Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan hidup masih dihadapkan
pada banyak permasalahan. Salah satunya adalah
besarnya kerusakan yang timbul akibat pemba-
ngunan. Permasalahan tersebut disebabkan oleh
upaya perbaikan dan pengendalian lingkungan
yang tidak sebanding dengan dampak yang dise-
babkan oleh pemanfaatan SDA oleh manusia yang
melampaui batas. Keadaan ini semakin diper-
parah oleh kurangnya kepekaan, pemahaman dan
paradigma pengelolaan SDA, serta pemenuhan
kepentingan sesaat beberapa pihak tertentu tan-
pa memperhatikan dampaknya kepada seluruh
pemangku kepentingan.
1. Pencemaran Air
Tingginya pencemaran air akibat limbah industri,
pertanian dan rumah-tangga menyebabkan tu-
runnya kualitas sumber air. Hal ini dikarenakan
pengelolaan limbah padat dan cair masih belum
baik, termasuk limbah bahan berbahaya dan be-
racun (B3) yang berasal dari rumah-sakit, indus-
tri, pertambangan, dan permukiman.
Penelitian di 41 sungai di 31 provinsi pada 2003-
2008 menunjukkan bahwa angka BOD (Biological
Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen De-
mand) hanya 20-40 persen yang memenuhi am-
bang batas. Kualitas air permukaan danau, situ,
dan perairan umum lainnya juga menunjukkan
kondisi yang memprihatinkan. Pada 2005 tercatat
lebih dari 2 juta m
3
limbah cair telah dibuang ke
lingkungan, dimana sektor industri menyumbang
sekitar 66 persen. Untuk menangani permasalah-
an ini, upaya pengelolaan air dan limbah cair
seperti Program Kali Bersih (PROKASIH) dan
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
(PROPER), Gerakan Nasional Kemitraan Penye-
lamatan Air telah mulai dilakukan.
2. Pencemaran Udara
Kualitas udara perkotaan, khususnya di kota-kota
besar, semakin menurun. Semakin tingginya in- Semakin tingginya in-
tensitas kegiatan industri dan pergerakan pen-
duduk menjadi pemicu memburuknya kualitas
udara. Oleh karena itu, kualitas udara di 10 kota
besar Indonesia cukup mengkhawatirkan. Enam
kota tersebut, yaitu: Jakarta, Surabaya, Bandung,
Medan, Jambi, dan Pekan Baru, hanya dapat me-
nikmati udara bersih selama 22-62 hari saja dalam
satu tahun. Hal ini juga diperburuk oleh kualitas
atmosfer global yang menurun karena rusaknya
lapisan ozon di stratosfer akibat akumulasi senya-
wa kimia yang merupakan bahan perusak ozon
(BPO) atau ODS (ozone depleting substances).
3. Keanekaragaman Hayati
Hingga 2005, ancaman terhadap keanekaragaman
hayati (biodiversity) masih tinggi. Di Sumatera, ter-
dapat 90 jenis ora dan 176 fauna yang terancam
punah. Populasi orangutan di Kalimantan menyu-
sut tajam dari 315.000 ekor pada 1900 menjadi
20.000 ekor pada 2002. Penyusutan hutan bakau
yang disertai dengan rusaknya berbagai ekosistem
di Jawa dan Kalimantan juga meningkat tajam.
Gambaran tersebut menempatkan Indonesia pada
posisi kritis berdasarkan Red Data Book IUCN (In-
ternational Union for the Conservation of Nature). Di Di
sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli Indonesia
belum berjalan baik. Kerusakan ekosistem dan
perburuan liar, yang dilatar-belakangi rendahnya
kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama
bagi keanekaragaman hayati di Indonesia.
LO_Bab 4.11.indd 457 5/5/09 2:46:18 PM
458
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Sampah dan Limbah B3
Tingginya volume timbunan sampah dan penge-
lolaannya yang belum memadai telah menimbul-
kan berbagai macam persoalan lingkungan seperti
pencemaran tanah, air tanah, air permukaan, dan
udara (bau dan gas methane). Sebagai contoh pada
2005, beban timbunan sampah yang harus dike-
lola kota metropolitan mencapai angka lebih dari
6.500 m
3
/hari dan hanya sekitar 60 persen yang
dibuang ke TPA.
Selain itu, pemanfaatan bahan kimia B3 (bahan
berbahaya dan beracun) untuk kebutuhan indus-
tri dan rumah-tangga yang semakin meningkat
memperparah kondisi daya dukung lingkungan,
karena belum dikelola secara serius. Tingginya
biaya, rumitnya pengelolaan B3, serta rendahnya
pemahaman masyarakat menjadi kendala tersen-
diri dalam upaya mengurangi dampak negatif lim-
bah terutama limbah B3 terhadap lingkungan.
5. Bencana Alam
Secara alamiah Indonesia merupakan wilayah
yang rentan terhadap bencana. Oleh karena itu, Oleh karena itu,
dibutuhkan sistem mitigasi bencana yang mema-
dai. Namun hingga 2005, upaya pengembangan
sistem mitigasi bencana di Indonesia masih be-
lum memadai. Selain itu, upaya pengembangan
sistem kewaspadaan dini (early warning system)
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya ben-
cana dan melalui pengembangan ilmu pengeta-
huan dan teknologi juga masih lemah. Terkait
kerawanan bencana yang dihadapi Indonesia,
upaya pemetaan dan penentuan zona rawan ben-
cana juga terus dilakukan untuk mendukung upa-
ya mitigasi bencana.
6. Perubahan Iklim
Fenomena kekeringan (El Nio) dan banjir (La
Nia) yang terjadi secara luas pada 1990 merupa-
kan bukti adanya perubahan iklim global. Diban-
dingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan
bumi kini meningkat 0,6C dan diperkirakan tahun
2100 suhu rata-rata permukaan bumi diperkirakan
akan naik lagi sebesar 1,4-5,8C. Hal ini menyebab-
kan keseimbangan lingkungan global terganggu,
glacier dan lapisan es di kutub mencair, permukaan
laut naik, dan iklim global berubah. Indonesia, se-
bagai negara kepulauan di daerah tropis, pasti ter-
kena dampaknya.
Oleh karena itu, adaptasi terhadap perubahan
iklim mutlak diperlukan, khususnya yang terkait
dengan strategi pembangunan sektor kehutanan,
pertanian, kelautan, infrastruktur sumberdaya
air dan permukiman, kesehatan, dan didukung de-
ngan pembangunan yang mengikuti prinsip peren-
canaan tata ruang.
Sasaran pembangunan lingkungan hidup adalah:
1. Meningkatnya kualitas air permukaan (su-
ngai, danau, dan situ) serta kualitas air tanah
disertai pengendalian dan pemantauan ter-
padu antar sektor;
2. Terkendalinya pencemaran pesisir dan laut
melalui pendekatan terpadu antara kebijakan
konservasi tanah di wilayah daratan dengan
ekosistem pesisir serta laut;
3. Meningkatnya kualitas udara perkotaan khu-
susnya di kawasan perkotaan yang didukung
oleh perbaikan manajemen dan sistem trans-
portasi kota yang ramah lingkungan;
4. Berkurangnya penggunaan bahan perusak
ozon (BPO) secara bertahap dan dihapus
sama sekali pada 2010;
5. Berkembangnya kemampuan adaptasi terha-
dap perubahan iklim global;
6. Pelestarian dan pemanfaatan keanekara-
gaman hayati secara berkelanjutan sesuai
pedoman IBSAP 2003-2020 (Indonesian Biodi-
versity Strategy and Action Plan);
7. Meningkatnya upaya pengelolaan sampah per-
kotaan dengan menempatkan perlindungan
lingkungan sebagai salah satu faktor penentu
kebijakan;
8. Meningkatnya sistem pengelolaan dan pela-
yanan limbah B3 bagi kegiatan-kegiatan yang
berpotensi mencemari lingkungan;
LO_Bab 4.11.indd 458 5/5/09 2:46:18 PM
Bagian 4
459
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
9. Tersusunnya informasi dan peta wilayah-
wilayah yang rentan terhadap kerusakan ling-
kungan, bencana banjir, kekeringan, gempa
bumi, tsunami, serta bencana-bencana alam
lainnya;
10. Tersusunnya aturan pendanaan lingkungan
yang inovatif sebagai terobosan untuk meng-
atasi rendahnya pembiayaan sektor lingkung-
an hidup;
11. Meningkatnya diplomasi internasional di bi-
dang lingkungan; serta
12. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya memelihara SDA dan lingkungan
hidup.
Dari gambaran kondisi awal tersebut, maka secara
umum sasaran pembangunan pada akhir 2009
adalah membaiknya sistem pengelolaan SDA dan
lingkungan hidup. Dengan demikian pembangun-
an berkelanjutan dapat terjamin. Pembangunan
berkelanjutan merupakan upaya memenuhi ke-
butuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan
kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh
kegiatan pembangunan harus dilandaskan pada
tiga pilar, yaitu pembangunan secara seimbang
atau menguntungkan secara ekonomi (economi-
cally viable), diterima secara sosial (socially ac-
ceptable), dan ramah lingkungan (environmentally
sound).
Prinsip pembangunan yang berkelanjutan harus
dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan
dan perundangan lingkungan. Tujuannya adalah
untuk mendorong investasi pembangunan jang-
ka menengah di seluruh sektor serta bidang yang
terkait dengan sasaran pembangunan SDA dan
lingkungan hidup.
Sasaran-sasaran tersebut di atas akan dicapai me-
lalui program-program sebagai berikut :
1. Program Pemantapan Pemanfaatan
Potensi Sumber Daya Hutan, bertujuan
memanfaatkan potensi hutan secara lebih
esien, optimal, adil dan berkelanjutan.
2. Program Pengembangan dan Pengelo-
laan Sumber Daya Kelautan, bertujuan un-
tuk mengelola dan mendayagunakan potensi
sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau ke-
cil secara optimal, adil dan lestari.
3. Program Pembinaan Usaha Pertambang-
an Migas, bertujuan untuk mengelola ke-
giatan usaha migas agar tetap berperan
sebagai sumber penerimaan negara yang
penting.
4. Program Pembinaan Usaha Pertambang-
an Mineral dan Batubara, bertujuan untuk
mencapai optimalisasi pemanfaatan sumber
daya mineral, batubara, panas bumi dan air
tanah.
5. Program Perlindungan dan Konservasi
Sumber Daya Alam, bertujuan untuk me-
lindungi sumber daya alam dari kerusakan dan
mengelola kawasan konservasi yang sudah ada.
Dok : PolaGrade (CAG)
LO_Bab 4.11.indd 459 5/5/09 2:46:23 PM
460
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
6. Program Rehabilitasi dan Pemulihan
Cadangan Sumber Daya Alam, bertujuan
untuk merehabilitasi alam yang telah rusak
dan mempercepat pemulihan cadangan sum-
ber daya alam.
7. Program Pengembangan Kapasitas Pe-
ngelolaan Sumber Daya Alam dan Ling-
kungan Hidup, bertujuan untuk meningkat-
kan kapasitas pengelolaan sumber daya alam
dan fungsi lingkungan hidup melalui tata
kelola yang baik (good environmental gover-
nance).
8. ProgramPeningkatanKualitas danAkses
Informasi Sumber Daya Alam dan Ling-
kungan Hidup, bertujuan untuk meningkat-
kan kualitas dan akses informasi sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
9. Program Pengendalian Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup, bertujuan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hi-
dup dalam upaya mencegah perusakan dan/
atau pencemaran lingkungan hidup baik di
darat, perairan tawar dan laut.
4.18.3. Pencapaian 2005-2008 Pencapaian 2005-2008
4.18.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
4.18.3.1.1.Sasaran Pembangunan Kehu-
tanan
Hingga 2008, capaian sasaran pembangunan ke-
hutanan diantaranya adalah:
1. Berkembangnya hutan kemasyarakatan (HKm).
Hal ini ditandai dari beberapa indikator capaian,
yakni:
a. Tersusunnya Peraturan Menteri Ke-
hutanan (Permenhut) tentang HKm;
b. Tersedianya areal kerja HKm seluas
73.000 Ha;
c. Terbinanya kelembagaan HKm di 18
BPDAS;
d. Berkembangnya areal HKm seluas 4.550
Ha; serta
e. Terbentuknya Forum HKm di 13 pro-
vinsi.
2. Meningkatnya pemanfaatan produk kayu.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator
capaian, antara lain:
a. Tersedianya berbagai produk kayu dan
prefabrikasi;
b. Meningkatnya ekspor produk kayu olah-
an sebesar 4.170.179 m
3
pertahun de-
ngan nilai devisa sebesar US $ 2 milyar;
c. Tersedianya 43,7 juta m
3
bahan baku kayu
dari hutan alam, hutan tanaman, hutan
rakyat, dan perkebunan; serta
d. Diperolehnya izin penggunaan kawasan
hutan yang sah.
3. Berkembangnya Sistem Informasi Penatausa-
haan Hasil Hutan (SI-PUHH) dan Provisi
Sumberdaya Hutan-Dana Reboisasi (PSDH-
DR) on line di 5 kabupaten dan 3 provinsi,
serta pengembangan pola barcode di 28 kabu-
paten, 14 provinsi, dan 11 BP2HP;
4. Meningkatnya jumlah industri kehutanan.
Hal ini ditandai dengan beberapa indikator
capaian, antara lain:
a. Bertambahnya izin industri kehutanan seba-
nyak 141 unit dengan kapasitas 43,7 juta m
3
;
b. Terbinanya kinerja industri melalui lem-
baga penilaian independent, pemberian
penghargaan untuk yang berkinerja baik,
serta sangsi minimum berupa penurunan
kapasitas industri apabila berkinerja bu-
ruk;
c. Meningkatnya jumlah pemegang ijin Hu-
tan Tanaman Industri (HTI) dan peme-
gang SK denitif, masing-masing menjadi
unit dengan luas 10 juta ha dan 161 unit
dengan luas lebih dari 7 juta ha. Sedang-
kan, jumlah pemegang SK sementara Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(HPHTI) transmigrasi tetap sebanyak 33
unit dengan luas lebih dari 600 ribu ha;
d. Dicabutnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-
LO_Bab 4.11.indd 460 5/5/09 2:46:23 PM
Bagian 4
461
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
HT) dari HPHTI sebanyak 42 unit dengan
luas lebih dari 2 juta ha;
e. Dimilikinya sertikat Pengelolaan Hu-
tan Lestari oleh 59 pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hu-
tan Alam (IUPHHK-HA) dan Ijin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan
Tanaman (IUPHHK-HT);
f. Terbangunnya Sistem Silvikultur Intensif
di 6 unit IUPHHK-HA seluas 28 ribu ha;
g. Terlaksananya Bina Desa di 179 unit
IUPHHK-HA yang mencakup 16 ribu ke-
pala keluarga (KK); serta
h. Terbangunnya model Unit Manajemen
Meranti di 4 unit IUPHHK-HA.
5. Pada program pemantapan kawasan hutan
dicapai beberapa hasil, antara lain:
a. Ditetapkannya areal konservasi dan perair-
an seluas lebih dari 3 juta ha;
b. Terselenggaranya tata batas kawasan hu-
tan sepanjang 3,4 ribu km dan penataan
batas hutan 862 km;
c. Tersusunnya konsep penetapan kelom-
pok hutan yang telah di tata batas temu
gelang di 79 kelompok hutan;
d. Ditetapkannya Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus seluas 1,2 ribu ha dari 52
ribu ha; serta
e. Dibentuknya 20 unit Kesatuan Pengelo-
laan Hutan (KPH) di 16 provinsi dengan
luas sekitar 900 ribu ha.
6. Pada pemanfaatan hutan selain industri kayu
dan kehutanan telah dicapai beberapa hasil,
antara lain:
a. Terlaksananya pengembangan fasilitasi
kelembagaan Peningkatan Usaha Masya-
rakat di Sekitar Hutan Produksi (PUM-
SHP) di 29 provinsi/lokasi;
b. Terbangunnya model usaha hasil hutan
bukan kayu di 39 provinsi;
c. Terwujudnya pengembangan unit-unit
usaha ekonomi masyarakat di 30 provinsi;
d. Terbangunnya model pengelolaan hu-
tan produksi bersama masyarakat di 5
provinsi;
e. Terwujudnya sosialisasi pola kerjasama
pemanfaatan pariwisata alam; serta
f. Terlaksananya konsultasi publik dalam
rangka pemanfaatan pariwisata alam.
7. Berkaitan dengan program Rehabilitasi Hu-
tan dan Lahan (RHL) telah dicapai nenerapa
hasil antara lain:
a. Tersusunnya UU penyelenggaraan RHL;
b. Terselenggaranya pembuatan tanaman
dan bangunan sipil teknis seluas
1.700.000 ha di 33 provinsi, 432 kab/kota
pada DAS prioritas;
c. Terlaksananya pelatihan masyarakat di
60 desa model konservasi;
d. Terbentuknya Sentra Penyuluhan Kehu-
tanan Perdesaan (SPKP) di 60 desa model
konservasi;
e. Tersusunnya pedoman Hutan Rakyat
(HR) kemitraan.
8. Terkait dengan pengelolaan Taman Nasional,
sampai dengan 2008 telah dicapai beberapa
hal berikut:
a. Tersosialisasikannya pedoman, juklak,
juknis serta pedoman penyusunan
Rencana Pengelolaan Taman Nasional
(RPTN);
b. Mantapnya 13 Taman Nasional (TN) Mo-
del;
c. Tertatanya zonasi Taman Nasional (TN)
Model di 7 lokasi;
d. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
disekitar 21 Taman Nasional (TN) model.
9. Terkait dengan pengelolaan kawasan konser-
vasi, telah terbit Permenhut mengenai kola-
borasi manajemen kawasan konservasi, serta
terwujudnya model desa konservasi khusus-
nya dalam pengembangan daerah penyangga
di 19 Kawasan Pelestarian Alam/Kawasan
Suaka Alam (KPA/KSA);
10. Meningkatnya kapasitas pengelolaan 8 Balai
LO_Bab 4.11.indd 461 5/5/09 2:46:24 PM
462
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Besar KSDA untuk menangani KPA/KSA dan
konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL);
11. Terbentuknya zonasi blok pemanfaatan di
121 unit KPA/KSA;
12. Tersusunnya rencana pengelolaan KSA/KPA
di 550 unit pengelolaan;
13. Terwujudnya supervisi penyelesaian usulan
rencana pengelolaan di 41 KPA/KSA;
14. Penyelesaian permasalahan kegiatan non
kehutanan di 17 KSA/KPA dan masalah tum-
pang tindih;
15. Terevaluasinya pelaksanaan pinjam pakai di
17 KPA/KSA; dan tersedianya Atlas Tipe Eko-
sistem Lahan Basah di 6 lokasi KSA/KPA;
16. Capaian pengembangan Taman Nasional
(TN) dapat dilihat dari beberapa indikator. Di
antaranya adalah:
a. Dibentuknya 20 TN Model;
b. Meningkatnya kapasitas pengelolaan 8
unit TN;
c. Tersedianya rencana pengelolaan di 53
unit TN;
d. Terbentuknya zonasi pengelolaan di 54 TN;
e. Terselenggaranya kegiatan kerjasama
pendidikan, penelitian, dan program ker-
jasama wisata di TN; serta
f. Menurunnya frekuensi konik di bebera-
pa TN.
17. Meningkatnya nilai tambah produk dan
pelayanan prima Tumbuhan dan Satwa Liar
(TSL);
18. Tersusunnya harga patokan TSL dalam rang-
ka pengendalian dan penangkaran TSL di 10
lokasi;
19. Terlaksananya pembinaan dan pengendalian
penangkar dan pengedar TSL;
20. Tersusunnya draft revisi PP 18 tahun 1994
dan PP No. 68 tahun 1998;
21. Terselenggaranya monitoring serta evaluasi
kondisi Taman Wisata Alam (TWA), Taman
Hutan Rakyat (Tahura), dan Taman Buru (TB)
di 4 lokasi; serta
22. Terpantaunya hotspot harian di 20 provinsi;
23. Terlaksananya identikasi kerusakan dan
rehabilitasi daerah penyangga Taman Nasio-
nal Bukit Tigapuluh (TNBT) seluas 20 Ha;
24. Tersusunnya Model Pengelolaan Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi;
25. Terlaksananya penyusunan kajian teknis
mengenai akses SDG dan pembagian keun-
tungan pemanfaatan SDG dan sosialisasi pro-
tokol cartagena ke berbagai pihak;
26. Terbentuknya Balai kliring keanekaragaman
hayati, dan terlaksananya penandatanganan
kerjasama dalam jejaring informasi dengan
Pemda DIY, Sumatera Utara;
27. Tersusunnya pedoman CEP (Communication,
Eduviation & Public Awareness) keanekara-
gaman hayati;
Dok : Alain Compost
LO_Bab 4.11.indd 462 5/5/09 2:46:25 PM
Bagian 4
463
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
28. Terlaksananya Program Menuju Indonesia Hi-
jau (MIH) melalui Gerakan Aksi Penanaman
Serentak Indonesia yang mencapai lebih dari
79 juta pohon, Gerakan Perempuan Tanam
dan Pelihara Pohon yang mencapai lebih 10
juta pohon, Kegiatan Solidaritas Istri Kabinet
Indonesia Bersatu (SIKIB) melalui Program
Indonesia Hijau dan Bersih, Gerakan Bali Hi-
jau dan Gerakan Bangka Belitung Hijau. Ber-
dasarkan pelaksanaan program tersebut di
atas, didapatkan hasil tingkatan tutupan ve-
getasi pada 2006-2007 adalah 37 persen dari
luas Sumatera, 8,2 persen di Jawa, 39 persen
di Kalimantan, 15-18 persen di Bali dan Nusa
Tenggara, 49 persen di Sulawesi, 83 persen di
Maluku, 73 persen di Papua;
29. Terlaksananya pendekatan pembangunan
berkelanjutan pada kebijakan perencanaan
pembangunan dan penataan ruang melalui
integrasi pertimbangan-pertimbangan ling-
kungan hidup dalam rencana tata ruang wi-
layah, rekomendasi kebijakan pemanfaatan
ruang pulau berdasarkan daya dukung ling-
kungan, dan koordinasi penyiapan instru-
men Kajian Lingkungan Hidup Strategis un-
tuk diterapkan dalam penyusunan rencana
pembangunan nasional (RPJP/M) dan daerah
(RPJPD/MD);
30. Terwujudnya rehabilitasi hutan dan lahan
seluas lebih dari 705.348 ha di 33 Provinsi
(2007);
31. Terwujudnya model pengelolaan mikro DAS
di 282 SWP DAS(2007);
32. Terbangunnya hutan rakyat seluas 5.875 ha
(2007);
33. Terbangunnya 3.100 ha hutan tanaman jarak
pagar (2007);
34. Terwujudnya gerakan penanaman swadaya
dan mitra sebanyak 1,5 juta bibit tanaman di
8 Provinsi (2007);
35. Terlaksananya kampanye Indonesia Menanam
(2007);
36. Terlaksananya pengembangan dan pemben-
tukan forum-forum yang mengikutsertakan
masyarakat, seperti pengembangan Kelompok
Produktif Mandiri dan Sentra Penyuluh Ke-
hutanan Perdesaan di 33 provinsi;
37. Terbentuknya forum-forum DAS dalam penye-
lenggaraan pengelolaan DAS di 33 provinsi;
38. Terbentuknya Forum Koordinasi dan Komu-
nikasi Penyuluhan Kehutanan (FKKPK) di 6
provinsi;
39. Terwujudnya percontohan pemberdayaan ma-
syarakat di 5 lokasi dan Model Desa Konser-
vasi di 19 KSA/KPA non TN; di 19 KSA/KPA non TN;
40. Tercapainya fasilitasi 105 Sentra Penyuluh
Kehutanan Perdesaan dan 315 kelompok
usaha produktif;
41. Terwujudnya peningkatan kapasitas penyu-
luh kehutanan di 33 provinsi;
42. Terwujudnya dialog, kampanye dan di-
seminasi pembinaan lingkungan dan pe-
ngendalian kerusakan hutan di 33 provinsi;
43. Tervonisnya 2.436 kasus serta terbinanya 85
pelanggar kasus ringan illegal logging, peram-
bahan hutan, pencurian TSL, PETI, dan keba-
karan hutan; serta
44. Terbentuknya Badan Layanan Umum se-
bagai lembaga keuangan alternatif dalam
pengembangan hutan tanaman rakyat;
45. Tersedianya data rekalkulasi penutupan hutan
seluruh Indonesia tahun 2005 dan tahun 2007;
46. Tersedianya data dan informasi kawasan hu-
tan, data citra satelit untuk pemanfaatan hu-
tan (IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT), pelepas-
an kawasan hutan untuk perkebunan, serta
Neraca Sumber daya Hutan Nasional (NSHN)
di 33 provinsi dan Peta Potensi di 3 provinsi;
47. Tersedianya statistik kehutanan tahunan;
48. Tersusunnya PDRB Hijau sektor kehutanan
serta PDB Hijau Interim sampai tahun 2006;
49. Terwujudnya sistem Assessment Pengembang-
an Kehutanan (SIPAHUT); serta
LO_Bab 4.11.indd 463 5/5/09 2:46:25 PM
464
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
50. Terwujudnya konsultasi publik dalam upaya pe-
nyelenggaraan National Forest Program, UNFFF,
dan beberapa konvensi internasional lainnya.
4.18.3.1.2. Sasaran Pembangunan Ke-
lautan
Capaian sasaran pembangunan kelautan hingga
2008 meliputi:
1. Berkurangnya pelanggaran dan perusakan
sumber daya pesisir dan laut
a. Dalam rangka pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan dilakukan koor-
dinasi dengan Bakorkamla (Badan Koor-
dinasi Keamanan Laut), meningkatkan
kerjasama operasi pengawasan dengan
TNI-AL dan Polri, serta operasi penga-
wasan oleh Kapal Pengawas DKP terha-
dap 2.015 kapal yang melakukan pelang-
garan tanpa izin, alat tangkap tanpa izin,
pemalsuan dokumen, penggunaan bahan
peledak dan listrik, penyalahgunaan sh-
ing ground dan alat tangkap, serta peng-
angkutan ikan;
b. Pembentukan sekitar 1.300 Kelompok
Pengawas Masyarakat (Pokmaswas);
c. Pencabutan izin usaha penangkapan ter-
hadap 315 kapal penangkap yang izinnya
bermasalah;
d. Pengembangan program Vessel Monitor-
ing System (VMS) melalui pemasangan
1.444 buah transmitter, yang yang dipa-
sang pada 862 unit Kapal Penangkap Ikan
Indonesia dan 582 unit Kapal Penangkap
Ikan Asing;
e. Mempercepat proses pengadilan terha-
dap pelaku tindak pidana perikanan di
5 lokasi, yakni di Belawan, Jakarta, Pon-
tianak, Bitung dan Tual bekerjasama de-
ngan Mahkamah Agung (MA);
f. Meningkatkan kerjasama internasional
di bidang pengawasan melalui kerjasama
penelitian mengenai praktik penangkap-
an ikan ilegal dengan Australia, Filipina,
dan Tailand;
g. Mendorong responsible shing practices
termasuk penanggulangan IUU shing di
tingkat regional bersama dengan 10 ne-
gara;
h. Dari hasil kegiatan penanganan h. Dari hasil kegiatan penanganan Illegal sh-
ing, telah berhasil menyelamatkan kerugian
negara sebesar Rp 431 miliar. Jika dihitung
secara kumulatif, maka kerugian yang ber-
hasil diselamatkan pada 2002-2007 adalah
Rp 1,307 triliun.
2. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir,
laut, dan pulau-pulau kecil yang dilakukan se-
cara lestari, terpadu, serta berbasis masyara-
kat
a. Tercapainya inventarisasi dan penamaan
pulau sebanyak 5.209 pulau di 11 provinsi
tahun 2005, 3.586 pulau di 11 provinsi ta-
hun 2006 dan di 10 provinsi tahun 2007;
b. Telah didaftarkan 4.981 pulau dari 17.504
pulau di Indonesia dalam pertemuan
United Nations Conference on the Standard-
ization of Geographical Names (UNCSGN)
dan 24th Session of the United Nations
Group of Experts on Geographical Names di
New York, Amerika Serikat. Pulau-pulau
tersebut tersebar di 14 provinsi, yakni
Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka
Belitung, Jawa Timur, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Jawa
Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Barat, Sula-
wesi Tenggara, Lampung, Bengkulu dan
Kepulauan Riau;
c. Pemberdayaan pulau-pulau kecil dalam
upaya mendukung pariwisata bahari me-
lalui pengkayaan stok sumberdaya hayati
perairan, pengangkapan ikan karang dan
ikan hias berwawasan ramah lingkungan,
peningkatan kualitas pemandu wisata,
serta penguatan kelembagaan, pelatihan
dan transfer teknologi.
3. Disepakatinya batas laut dengan negara te-
tangga, terutama Singapura, Malaysia, Timor
Leste, Papua New Guinea, dan Philipina
Kerja sama antar negara, Sulu Sulawesi
Marine Ecoregion (SSME), Solomon Bis-
LO_Bab 4.11.indd 464 5/5/09 2:46:26 PM
Bagian 4
465
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
marck, Laut Banda, dan MoU Box Indone-
sia dan Australia.
4. Serasinya peraturan perundangan yang ter-
kait dengan pengelolaan serta pemanfaatan
sumber daya pesisir dan laut
a. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK);
b. Perpres No. 78 tahun 2005 tentang Pe-
ngelolaan Pulau-Pulau Kecil terluar;
c. Penerbitan 10 peraturan Pemerintah dan
25 peraturan menteri sebagai tindak lan-
jut UU No.27/2007 dan UU No.31/2004.
5. Terselenggaranya desentralisasi yang mendo-
rong pengelolaan sumber daya pesisir serta
laut yang esien dan berkelanjutan
a. Penyusunan Perda Pengelolaan Wilayah
Pesisir Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b. Penyusunan dokumen perencanaan pe-
ngelolaan wilayah pesisir terpadu berupa
renstra dan zonasi
6. Meningkatnya luas kawasan konservasi laut
serta jenis/genetik biota laut langka dan ter-
ancam punah
a. Pengembangan kawasan konservasi laut
di Indonesia dilakukan pengembangan
kerjasama Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion
(SSME) dan Bismarck-South Solomon Ma-
rine Ecoregion (BSSME).
b. Melakukan deklarasi pemeliharaan
terumbu karang dengan para gubernur
dan bupati/walikota;
c. Peluncuran Coral Triangle Initiative (CTI)
yang melibatkan enam negara dalam
rangka pelestarian ekosistem terumbu
karang di daerah utara dan timur Indone-
sia dan peningkatan ekonomi di daerah
tersebut;
d. Dikembangkannya 15 Kawasan Kon-
servasi Laut Daerah (KKLD) bersama
Pemerintah Daerah dan pengelolaan di
6 Taman Nasional Laut (Karimun Jawa,
Wakatobi, Takabonerate, Bunaken, Teluk
Cendrawasih, Kep. Seribu); serta
e. Pembentukan Pembentukan Daerah Per- Pembentukan Pembentukan Daerah Per-
lindungan Laut/Daerah Perlindungan
Mangrove (Marine Sanctuary for Mangro-
ves) (DPL/DPM) di 25 lokasi di 2 provinsi
seluas 2.085,9 ha;
f. Taman Nasional Laut (Marine National
Park) telah terbangun di 7 provinsi de-
ngan luas total 4 juta ha;
g. Taman Wisata Alam Laut (Marine Ecotour-
ism Park) telah terbangun di 18 provinsi
dengan luas 767 ribu ha;
h. Terwujudnya pengembangan lahan basah
di 6 lokasi marine heritage site.
7. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir
dan daratan dalam satu kesatuan pengem-
bangan wilayah
a. Penerbitan UU No. 27/2007 tentang Pe-
ngelolaan Wilayah dan Pulau-pulau Kecil
b. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu
8. Terselenggaranya pemanfaatan ruang laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil secara serasi
sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
Fasilitas penyusunan Perda Tata Ruang
Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
9. Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang
terjaga kebersihan, kesehatan dan produkti-
vitasnya
a. Pengelolaan dan rehabilitasi mangrove,
terumbu karang, padang lamun;
b. Penelitian dan pengembangan sumber
daya kelautan;
c. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan
wilayah pesisir melalui Pengelolaan Ling-
kungan Berbasis Pemberdayaan Masyara-
kat (PLBPM) di 23 kabupaten/kota;
d. Untuk mendorong kemitraan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dilakukan
dengan cara harmonisasi antara per-
guruan tinggi, lembaga swadaya ma-
syarakat, swasta, dan stakeholders lain-
nya. Selain itu, dalam rangka akselerasi
pembangunan kelautan dan perikanan
yang berkelanjutan, maka dilaksanakan
Program Mitra Bahari. Program ini dise-
lenggarakan dengan menggunakan kom-
LO_Bab 4.11.indd 465 5/5/09 2:46:26 PM
466
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
ponen penyuluhan dan pendampingan,
pendidikan dan pelatihan, riset terapan,
serta rekomendasi kebijakan.
10. Meningkatnya upaya mitigasi bencana alam
laut, dan keselamatan masyarakat yang
bekerja di laut dan yang tinggal di pesisir dan
pulau-pulau kecil
a. Pemasangan sistem diteksi bencana
b. Pembangunan rumah-rumah bencana di
wilayah pesisir.
4.18.3.1.3.Sasaran Pembangunan Per-
tambangan dan Sumber Daya
Mineral
Capaian sasaran pembangunan pertambangan
dan sumber daya Mineral adalah:
1. Meningkatnya kegiatan pengusahaan minyak
dan gas bumi, yakni dari 28 kegiatan usaha
pada 2005 menjadi 32 kegiatan usaha pada
2006 dan 35 kegiatan usaha pada 2007, sejak
diberlakukannya UU No. 22 tahun 2001 ten-
tang Minyak dan Gas Bumi.
2. Meningkatnya penawaran wilayah kerja mi-
gas, hasil dari upaya promosi wilayah kerja
dan penawaran wilayah kerja migas (regular
and direct oer). Hal ini ditunjukkan dengan
ditandatanganinya 5 kontrak kerjasama
(KKS) wilayah kerja migas melalui tender
reguler pada 2006. Dari 5 KKS tersebut, diu-
mumkan 18 pemenang penawaran langsung
wilayah kerja migas serta diperoleh komit-
men investasi dari 5 kontraktor dan 18 calon
kontraktor. Sedangkan pada 2007, penawaran
mencapai 30 Wilayah Kerja Migas serta pe-
nandatanganan 26 KKS.
3. Pengoptimalan upaya peningkatan produksi
migas pada 2008 melalui optimalisasi komit-
men kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sesuai
KKS yang ditandatangani, percepatan proses
persetujuan plan of development (POD), serta
optimalisasi produksi dari lapangan-lapangan
existing melalui penerapan teknologi enhanced
oil recovery (EOR), percepatan produksi lapa-
ngan baru, dan pengembangan Gas Metana
Batubara atau CBM.
4. Dilaksanakannya evaluasi potensi hidrokar-
bon di daerah terpencil (frontier) di daerah
Sumatera Selatan, Papua dan di Sumatera
Utara, termasuk pemuktahiran cekungan
sedimen tersier di 63 cekungan;
5. Dipertahankan dan ditingkatkannya lifting
migas dengan menerapkan sistem monitoring
lifting migas secara realtime, dengan meng-
gunakan teknologi telemetri (SCADA System)
untuk kontraktor KKS di daerah Sumatera;
6. Terlaksananya eksplorasi untuk mencari ca-
dangan migas baru;
7. Terlaksananya peningkatan pemanfaatan
gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan
pemasaran LNG ke luar negeri;
8. Terlaksananya upaya penghapusan subsidi
BBM;
9. Dipertahankannya tingkat produksi minyak
bumi dan kondensat, serta ditingkatnya ca-
dangan minyak bumi termasuk kondensat
dan cadangan gas bumi;
10. Diterbitkannya ijin usaha kegiatan hilir, be-
berapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Menteri ESDM yang dapat mempercepat re-
formasi sektor ESDM;
11. Ditetapkannya rancangan sistem informasi
data jasa usaha bidang migas;
12. Dilaksanakannya perundingan batas landas
kontinen;
13. Dilaksanakannya pembinaan dan pengu-
sahaan sumur-sumur tua;
14. Dilaksanakannya inventarisasi dan verikasi
data eksplorasi dan survei umum; serta survei
permasalahan teknis operasional di lapangan
minyak yang menyebabkan turunnya produk-
si migas;
15. Diterapkannya pemanfaatan gas untuk sek-
tor transportasi dan rumah tangga;
LO_Bab 4.11.indd 466 5/5/09 2:46:26 PM
Bagian 4
467
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
16. Dilakukannya proyek percontohan penggu-
naan mobil berbahan bakar gas dan dilakukan
uji coba pada 11 kendaraan;
17. Dilaksanakannya pengalihan minyak tanah
ke LPG di berbagai daerah di Indonesia;
18. Dilaksanakannya peningkatan investasi bi-
dang migas, pemanfaatan dan pengembang-
an gas bumi, pemenuhan kebutuhan BBM
dalam negeri dengan program diversikasi
dan konservasi energi;
19. Dilanjutkannya pengembangan pemanfaatan
energi terbarukan seperti biomassa, energi
surya, energi air, energi angin dan energi
samudera, peningkatan produksi mineral, ba-
tubara dan panas bumi; serta
20. Ditingkatkannya investasi bidang mineral,
batubara dan panas bumi.
21. Diserahkannya Wilayah Kerja Pengusahaan
(WKP) panas bumi dengan total potensi 640
MW yang tersebar di Pulau Jawa, Nanggroe
Aceh Darussalam, dan Maluku Utara.
22. Dilakukannya eksplorasi panas bumi di bebe-
rapa lokasi, seperti Mataloko (NTT), Wapsalit
(Maluku), dan Sampuraga (Sumatera Utara);
23. Dibangunnya pabrik pencairan batubara de-
ngan kapasitas 13.500 bpl;
24. Terlaksananya standardisasi briket batubara
dan light coal skala nasional, serta pilot plan
carbon aktif batubara dengan kapasitas 1 ton
per hari;
25. Terlaksananya pembangunan dan pengopera-
sian upgrading brown coal (UBC) di Palimanan,
Jawa Barat dengan kapasitas 5 ton per hari,
serta persiapan pembangunan pilot UBC di
Satui, Kalimantan Selatan dengan kapasitas
produksi 600 ton per hari;
26. Perkiraan pencapaian dalam bidang energi
dan sumberdaya mineral pada 2008 di an-
taranya adalah konservasi air tanah, terlak-
sananya evaluasi sumber daya dan cadangan
bahan galian untuk pertambangan skala ke-
cil, standardisasi briket batubara dan light
coal, penyempurnaan pabrik peningkatan
nilai kalori batubara peringkat rendah (UBC),
pembangunan UBC Demonstration Plant di
Satui, Kalimantan Selatan dengan kapasitas
1.000 ton/hari.
4.18.3.1.4. Sasaran Pembangunan Ling-
kungan Hidup
Capaian dari sasaran pembangunan lingkungan
hidup adalah:
1. Terlaksananya Pemantauan Kualitas Ling-
kungan untuk mengetahui kualitas air dan
udara di berbagai daerah, yaitu: a) Peman-
tauan Kualitas Air telah dicapai hasil-hasil
yaitu: Tersedianya data series kualitas air
sungai prioritas di 31 provinsi, data kualitas i, data kualitas
air laut di 4 lokasi, data kualitas air 6 danau,
data kadar POPS air dan sedimen di 12 lo-
kasi, data kualitas lingkungan di 3 TPA, data
kualitas lingkungan di lokasi paska bencana
di DIY, Pangandaran, NAD, Surabaya, data
kualitas air akibat kegiatan PETI di 4 sungai,
dan data kualitas lingkungan di PT Newmon
Nusa Tenggara dan PT. Toba Pulp Lestari; b)
Pemantauan Kualitas Udara telah dicapai ha-
sil-hasil yaitu: tersedianya data kandungan Pb
di udara ambient di 10 kota, data terjadinya
hujan asam di 7 kota, data kebisingan ken-
daraan bermotor di 5 kota, data pemantauan
Udara Ambien Kontinyu (AQMS) di 10 kota
dan Passive Sampler di 30 kota, dan data sum-
ber pencemar emisi DKI Jakarta dan sumber
pencemar Pb di Tangerang.
2. Tersusunnya Dokumen Strategi dan Rencana
Aksi Pelestarian Situ di wilayah Jabodetabek.
3. Terlaksananya Pemulihan Kualitas Lingkung-
an: Pemulihan kawasan karst Gunung Sewu,
Pemulihan kualitas sungai dan pembuatan
sumur resapan biopori, instalasi biogas,
penanaman pohon di kawasan lindung, serta
pemulihan kerusakan danau di 7 danau pri-
oritas.
4. Terselenggaranya Program Langit Biru (PLB),
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
LO_Bab 4.11.indd 467 5/5/09 2:46:27 PM
468
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
udara perkotaan melalui pengendalian pence-
maran emisi sumber bergerak khususnya
untuk sektor transportasi. Data pada 2007
menunjukkan hasil yang sangat baik, yang
ditunjukkan oleh kandungan Timbal (Pb)
dalam bensin di 10 kota metropolitan dan
besar yang sudah tidak terdeteksi lagi. Untuk
kota-kota lainnya masih terdeteksi namun
masih di bawah standar, yaitu 0.013 gr/liter.
5. Dilakukannya Pengendalian Pencemaran
Limbah Domestik, dengan pengesahan dan
pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah yang mendorong ter-
jadinya perubahan paradigma dari kumpul,
angkut, buang menjadi kumpul, pilah, dan
olah sampah, sehingga mempunyai manfaat
secara ekonomi, kesehatan dan keamanan
lingkungan.
6. Meningkatnya Pengelolaan B3 dan Limbah
B3 ditunjukkan dengan pencapaian hasil: (1)
berdasarkan pemantauan neraca timbulan
limbah B3 pada 521 perusahaan, jumlah
limbah B3 yang telah dikelola sebesar 75.84
persen dari total limbah yang dikeluarkan
yaitu sekitar 7 juta ton. (2) Pada 2006-2007
limbah B3 semakin terkelola dengan baik,
serta meningkatnya pelaksanaan prinsip 3R
(reuse, recycle dan recovery) dengan total tim-
bulan limbah yang termanfaatkan menjadi
1,7 juta ton pada 2006-2007 atau meningkat
35 persen dari 2005-2006.
7. Terlaksananya optimalisasi peraturan dan
Metodologi di bidang Pengkajian dampak
lingkungan (AMDAL) berupa: (1) Tersusun-
nya lanjutan Revisi PP 27/99, Pedoman Kajian
Dampak Kumulatif dalam AMDAL, Draft RPP
ERA, 3 PerMen Audit/DPPL, Kewenangan
Penilaian Amdal, diberikannya lisensi kepada
Komisi Penilai Amdal Daerah, Revisi Permen
(penilaian dokumen AMDAL, UKL-UPL), Pe-
doman Pelaksanaan ERA, dan tersusunnya
4 Pedoman (Pemanfaatan dokumen AMDAL
untuk Tata Ruang, Daftar Kegiatan Wajib
UKL-UPL, Panduan Penilaian AMDAL, UKL-
UPL Sektor); (2) dilaksanakannya Sistem AM-
DAL berupa penilaian terhadap 65 dokumen
AMDAL, evaluasi pelaksanaan sistem AMDAL
yang meliputi kinerja Komisi Penilai AMDAL
Kab/Kota di 12 Lokasi, pemantauan RKL-
RPL yang sudah diterbitkan Surat Kelayakan
untuk 23 Kegiatan, verikasi Audit Lingkung-
an (Kasus AMDAL) di 5 Lokasi, pemantauan
Pasca AMDAL untuk Kegiatan Rekonstruksi
(Aceh), dan evaluasi kebijakan yang telah ber-
jalan (Kepdal 57/95; Kepdal 124/97; Kepdal
299/96; Kepmen 55/95; Kepmen 54/95).
8. Terselesaikannya kasus hukum lingkungan
dari tahun 2005 2008, yaitu untuk pene-
gakan hukum pidana telah diselesaikan se-
jumlah 88 (delapan puluh delapan) kasus,
baik yang penyidikkannya dilakukan secara
mandiri oleh Penyidik KLH maupun penyidik-
an gabungan antara POLRI dan KLH. Sedang-
kan untuk penegakan hukum perdata adalah
sebanyak 17 kasus, dimana sebanyak 17 ka-
sus diselesaikan melalui mekanisme diluar
pengadilan, dan 6 kasus diselesaikan melalui
pengadilan. Selain itu telah terbentuk 32 Pos
Pengaduan/Pos Pengaduan dan Pelayanan Pe-
nyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Pos
P3SLH) dengan rincian 21 di provinsi dan 11
di Kabupaten/Kota.
9. Meningkatnya kapasitas laboratorium Pu-
sarpedal, dengan membina daerah yang
mendapatkan dana dekonsentrasi untuk dapat
melaksanakan pemantauan kualitas lingkung-
an terutama kualitas air sungai di 33 Provinsi,
meningkatnya kapasitas Laboratorium Pu-
sarpedal sebagai laboratorium lingkungan ru-
jukan, dan terselenggaranya bimbingan teknis
untuk peningkatan kapasitas laboratorium
lingkungan kabupaten/Kota baik yang dilak-
sanakan di daerah maupun di Pusarpedal.
10. Diterapkannya Kebijakan dan Standarisasi
Lingkungan, ditunjukkan dengan tersedianya
Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
penerapan ISO 14001, ekolabel, dan berkem-
bangnya Pusat Produksi Bersih Nasional.
11. Meningkatnya keberhasilan program Adipura
LO_Bab 4.11.indd 468 5/5/09 2:46:27 PM
Bagian 4
469
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
dari 165 kota pada 2005 menjadi 360 kota
pada 2007. Namun dari jumlah peserta Adi-
pura 2007, hanya 84 kabupaten/kota yang
memenuhi skala nilai Adipura baik.
12. Meningkatnya keberhasilan program Super-
kasih hingga tahun 2007 di 7 Provinsi dengan
jumlah industri mencapai 263 perusahaan.
Kegiatan ini ditujukan untuk melindungi 5
DAS serta 2 wilayah pesisir dan laut, serta
difokuskan pada pelaksanaan rencana aksi
pengendalian pencemaran pada sumbernya
di Daerah Aliran Sungai (DAS) Martapura
dengan ruang lingkup wilayah kota Banjar-
masin.
13. Terlaksananya Program Perlindungan Lapisan
Ozon. Pada 2006 telah dilakukan penghapus-
an pemakaian bahan perusak lapisan ozon
(BPO) untuk aerosol, MAC dan foam sebesar
321 metric ton (MT), dan pendistribusian
peralatan untuk semua sektor.
14. Meningkatnya keberhasilan program pe-
nilaian peringkat kinerja perusahaan (PRO-
PER). Pada 2007, PROPER telah melibatkan
lebih dari 553 perusahaan. Pada 2007, be-
berapa sektor industri mampu menurunkan
beban pencemaran secara signikan. Data
kinerja pengolahan limbah cair dari kilang-
kilang minyak bumi menunjukkan penurunan
beban pencemaran untuk parameter-parame-
ter Biological Oxygen Demand (BOD) sebesar
9 persen, Chemical Oxygen Demand (COD)
sebesar 88 persen, minyak dan lemak sebe-
sar 264 persen, amonia 630 persen dan H
2
S
sebesar 33 persen, 35 industri Pulp dan Paper
mampu mengurangi beban pencemaran BOD
sebanyak 72 ton per tahun, sedangkan untuk
industri karet remah dapat menurunkan be-
ban pencemaran COD sebesar 348.69 kg/ton
produk.
15. Membaiknya mitigasi perubahan iklim. Hal ini
ditandai dengan disetujuinya 70 usulan proyek
CDM oleh Komnas MPB hingga tahun 2008.
Dari 70 usulan proyek tersebut, 21 diantaranya
telah diakui oleh PBB dengan terdaftar di CDM
Executive Board. Dari 20 proyek yang disetujui
Komnas MPB tersebut diharapkan dapat me-
reduksi emisi sekitar lebih dari 30 juta ton
setara CO
2
. Selain itu Indonesia telah penyu-
sunan Rencana Aksi Nasional Untuk Mengha-
dapi Perubahan Iklim (RAN-PI). Setelah mera-
tikasi Konvensi Kerangka Kerja PBB Untuk
Perubahan Iklim (United Nation Framework
Convention on Climate Change UNFCCC) me-
lalui UU No. 6 Tahun 1994 dan Kyoto Proto-
kol dengan UU No. 17 Tahun 2004, Indonesia
turut berpartisipasi dalam upaya mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim.
16. Tersusunnya RUU PSDA dan telah disampai-
kan ke presiden.
17. Tersempurnakannya RUU PPSDG.
18. Terlaksananya Revisi UU No. 23 tahun 1997.
19. Tersusunnya 2 (dua) Rancangan UU (RUU)
yang telah disampaikan ke DPR, yaitu RUU
tentang Pengesahan Konvensi Stockholm
tentang Bahan Pencemar Organik yang Per-
sisten dan RUU tentang Pengesahan ASEAN
tentang Pencemaran Asap Lintas Batas.
20. Telah disusunnya 15 Peraturan Menteri Nega-
ra Lingkungan Hidup.
21. Telah disahkannya UU No. 18 Tahun 2008
tentang pengelolaan sampah pada tanggal 7
Mei 2008.
22. Berkembangnya Debt Swap for Nature (DNS)
dari Pemerintah Jerman sebesar Rp 68,75
milyar untuk menggerakkan Usaha Mikro
dan Kecil (UMK) melalui bisnis lingkungan
seperti usaha daur ulang dan meningkatkan
persaingan UMK dengan pembiayaan inves-
tasi lingkungan.
23. Terdapatnya potensi pengurangan beban
pencemaran di 110 UMK: 66 ton limbah plas-
tik/hari, 7,5 ton/hari limbah kotoran ternak
dan esiensinya pemakaian pestisida dengan
penerapan DNS pada 2007.
24. Meningkatnya peran penerima kalpataru
yang berjumlah 240 orang/kelompok;
LO_Bab 4.11.indd 469 5/5/09 2:46:27 PM
470
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
25. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
berperan aktif dalam pelestarian lingkungan
hidup melalui Program Adiwiyata.
26. Terbentuknya advokasi komunikasi lingkungan
dan aliansi strategis masyarakat peduli lingkung-
an dengan mengembangkan kader lingkungan
perorangan, kelompok, masyarakat, atau jalur
organisasi kemasyarakatan, keagamaan, komu-
nitas pendidik, dan komunikasi jurnalis.
27. Terjalinnya sinergitas kemitraan dengan
kaukus lingkungan di DPRD tingkat provinsi,
kabupaten, dan kota, serta jaringan Environ-
mental Parliament Watch (EPW).
28. Terlaksananya penguatan kader-kader ling-
kungan petani, nelayan, masyarakat pesisir,
masyarakat tradisional dan adat, komunitas
bantaran sungai, dan sebagainya. Secara to-
talitas, kader lingkungan yang terbentuk ti-
dak kurang dari 22 orang dan 963 kelompok
yang tersebar di 21 provinsi di Indonesia.
29. Terwujudnya pengembangan kerangka Indo-
nesia Environment Fund Stategy dan upaya
integrasi instrumen lingkungan dalam per-
bankan nasional.
30. Terbangunnya 223 gedung lab, 159 unit peng-
olah sampah, 48 unit teknologi biogas, dan 7
IPAL skala kecil.
31. Meningkatnya keberhasilan program Warga
Madani. Hal ini ditandai dengan meningkat-
nya peserta program Warga Madani hingga 22
ribu individu dan 963 kelompok pada 2006,
tersebarnya kader lingkungan di 21 provinsi,
terbentuknya lebih dari 8.544 kader lingkung-
an perorangan dan 291 kader lingkungan
kelompok di kawasan publik dan nonpublik
perkotaan, terwujudnya Eco-Pesantren di 41
Ponpes dan 10 pondok pesantren penerima
Kalpataru; serta terbentuknya 269 EPW di
269 kabupaten/kota yang terbagi dalam 14
kluster.
32. Tersusunnya laporan SLHI 2004 hingga 2007,
dan draft SLHI 2008, evaluasi SLHD 2004
hingga 2006, dan kajian status lingkungan
2002 2007.
33. Terlaksananya pengembangan struktur meta-
data keanekaragaman hayati berdasarkan
program tematik dan isu lintas tema dari Kon-
vensi Keanekaragaman Hayati melalui Balai
Kliring Keanekaragaman Hayati (BKKH).
34. Tersusunnya database SDG Holtikultura.
35. Terbentuknya jejaring dengan Pemerintah
Daerah melalui MoU dalam rangka pertu-
karan data dan informasi bidang keaneka-
ragaman hayati.
36. Tersusunnya laporan analisis kualitas sungai
dengan metode QUAL2E, Kajian potensi
bencana Sumatera Barat, Maluku dan Papua,
Pembuatan web-site Sistem Informasi Geo-
gras (SIG), dan pembuatan tutorial SIG open
based system dan konversi data spasial.
37. Tercapainya kecepatan waktu penyampaian/
penyediaan informasi gempa dan tsunami
kurang dari 7 menit.
38. Meningkatnya frekuensi penyampaian infor-
masi cuaca umum dalam kondisi khusus dari
2x/hari menjadi 4x/hari.
39. Terlaksananya layanan cuaca penerbangan
pada bandar udara, serta layanan cuaca mari-
tim pada pelayaran yang disiarkan melalui ra-
dio pantai;
40. Terlaksananya pemasangan peralatan kuali-
tas udara untuk pengamatan CO debu pada 1
lokasi di Jakarta, serta
41. Terlaksananya penyusunan peta iklim dan
peta agro klimat untuk pulau Jawa, serta peta
iso dan peta curah hujan di seluruh Indonesia.
42. Meningkatnya akurasi dan kecepatan pe-
nyampaian informasi gempa bumi dan peri-
ngatan dini tsunami.
43. Tersedianya informasi peringatan dini cuaca
LO_Bab 4.11.indd 470 5/5/09 2:46:28 PM
Bagian 4
471
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
dan iklim ekstrim yang secara cepat dapat
diterima oleh masyarakat.
44. Meningkatnya akurasi dan kecepatan pe-
nyampaian informasi cuaca untuk kese-
lamatan penerbangan.
4.18.3.2. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
4.18.3.2.1.Sasaran Pembangunan Kehu-
tanan
Pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 yang ter-
kait dengan sasaran pembangunan kehutanan
mengalami berbagai permasalahan. Diantaranya
adalah:
1. Pengelolaan hutan yang belum berjalan se-
bagaimana mestinya. Hal ini terjadi akibat
kesadaran akan pentingnya prinsip kelesta-
rian yang belum membudaya, serta tingginya
orientasi pada keuntungan jangka pendek.
Akibatnya, degradasi sumber daya hutan me-
ningkat dan kualitas lingkungan menurun;
2. Lemahnya kapasitas kelembagaan pengelola
sumber daya hutan khususnya di tingkat la-
pangan. Akibatnya, pengelolaan hutan yang
berkelanjutan (sustainable forest manage-
ment/SFM) masih belum dapat dilaksanakan
dengan baik;
3. Masih berdampaknya kebijakan soft land-
ing pada kesenjangan bahan baku. Dampak
tersebut diperkirkan mencapai 26 juta m
3
per
tahun. Selain itu, soft landing juga berdampak
pada adanya penebangan ilegal untuk me-
menuhi permintaan industri;
4. Belum optimalnya penegakan hukum terkait
Undang-undang No 31 tahun 2004. Akibat-
nya, hubungan baik antara Pemerintah de-
ngan Pemerintah Daerah belum tercipta;
5. Pendekatan Pemerintah Daerah dalam mener-
bitkan peraturan dan kebijakan daerah untuk
mendorong pembangunan daerah, tanpa me-
lihat aspek pembangunan keberlanjutan;
6. Belum optimalnya koordinasi antar-instansi;
7. Belum memadainya sarana, prasarana, dan
peralatan, seperti peralatan tata batas, per-
lindungan, maupun pemetaan;
8. Belum terselesaikannya restrukturisasi in-
dustri kehutanan. Akibatnya, permintaan
bahan baku kayu dari industri dalam negeri
jauh melebihi kemampuan penyediaan yang
berkelanjutan;
9. Sistem pengelolaan hutan masih didomina-
si oleh pemberian hak pengusahaan hutan
(HPH) kepada pihak-pihak tertentu. Pembe-
rian hak pengusahaan tersebut tidak meng-
ikutsertakan masyarakat setempat, masyara-
kat adat, maupun Pemerintah Daerah; serta
10. Menurunnya tingkat operasional perusahaan
yang memanfaatkan hutan alam (IUPHHK-
HA) akibat luasan hutan alam. Sementara itu,
beberapa areal HTI yang telah memperoleh
izinbelum dapat beroperasi dengan baik.
11. Kurang memadainya kualitas sumberdaya
manusia yang bekerja di sektor kehutanan,
khususnya yang berkaitan dengan kegiatan
teknis dan manajerial;
12. Kurang memadainya kualitas sumberdaya
manusia yang menangani urusan kebakaran
hutan, perlindungan, dan konservasi hutan,
baik di tingkat operasional maupun penyidik-
an;
13. Kurang memadainya sarana, prasarana, dan
peralatan kebakaran hutan;
14. Banyaknya tuntutan dari berbagai sektor un-
tuk merevisi peraturan perundangan yang
mengganggu, khususnya terkait dengan PP
34 dan PP 35 tahun 2002, PP 18 tahun 1994,
PP 68 tahun 1994 yang menyangkut peman-
faatan di kawasan konservasi; serta
15. Masih manyaknya kerusakan DAS. Kerusakan
ini terjadi akibat:
a. Banyaknya praktik penebangan liar dan
konversi lahan;
b. Lemahnya kapasitas kelembagaan penge-
lolaan DAS;
LO_Bab 4.11.indd 471 5/5/09 2:46:28 PM
472
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
16. Kurang optimalnya koordinasi antara kegiat-
an di hulu dan hilir. Hal ini telah menyebab-
kan banjir pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau di beberapa daerah.
17. Masih lemahnya komitmen untuk menempat- emahnya komitmen untuk menempat-
kan masalah keanekaragaman hayati sebagai
bagian penting pembangunan konservasi SDA.
18. Tingginya keterkaitan antara keberhasilan
kegiatan penanaman dengan kondisi musim
hujan. Hal ini mengakibatkan mekanisme
pendanaan menjadi cukup sulit bagi penye-
lenggara/pelaksana di lapangan dalam men-
capai target rehabilitasi;
19. Menurunnya dana rehabilitasi hutan akibat
penurunan dana reboisasi. Sementara itu,
penurunan dana reboisasi itu sendiri terjadi
akibat penurunan IUPHHK-HA. Padahal,
dana reboisasi merupakan satu-satunya sum-
ber dana rehabilitasi hutan. Untuk itu, sum-
ber dana rehabilitasi hutan harus diusahakan
tidak tergantung kepada dana Pemerintah
yang besarannya sangat kecil. Akan tetapi,
juga bersumber dari dana lainnya termasuk
dana dari masyarakat atau dana dari bantuan
hibah luar negeri;
20. Masih kurang optimalnya penegakan hukum
terhadap pelanggaran undang-undang dan
peraturan yang terkait dengan kehutanan.
Akibatnya, kasus-kasus pembalakan liar (il-
legal logging), tebang berlebih, perdagangan
kayu ilegal (illegal trading), pembakaran hu-
tan, serta konversi kawasan hutan masih
sering terjadi;
21. Belum optimalnya pelibatan dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan hutan. Hal
ini dikarenakan tidak jelasnya pelaksanaan
aturan kerjasama Pemerintah dan masyara-
kat, serta kondisi masyarakat yang miskin se-
hingga mudah dimanfaatkan untuk mendu-
kung kegiatan-kegiatan illegal logging; serta
22. Terbatasnya sarana dan prasarana di bidang
pengembangan DAS. Pada umumnya, sarana
dan prasarana tersebut sudah tidak dapat
mendukung pengelolaan DAS.
4.18.3.2.2. Sasaran Pembangunan Kela-
utan
Dalam pencapaian sasaran Pembangunan Kelaut-
an masih terdapat beberapa permasalahan, dian-
taranya adalah:
1. Belum memadainya sarana dan prasarana
pengawasan terhadap illegal shing dan ke-
giatan lain yang menurunkan kualitas dan
kuantitas sumberdaya kelautan. Jumlah kapal
yang ditangkap karena diperkirakan melaku-
kan pelanggaran telah bertambah, dan jum-
lah tindak pidana berkurang, namun masih
perlunya pengembangan sistem monitoring,
controlling dan surveillance yang diperkirakan
mampu mencegah dan menangkal illegal sh-
ing secara efektif dan esien.
2. Belum tuntasnya penyelesaian tata batas
wilayah laut dengan negara tetangga dalam
rangka penguatan kedaulatan NKRI.
3. Belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau
kecil, baik dari segi pemanfaatan maupun pe-
nataan ruang.
4. Terjadinya perubahan iklim dan bencana pa-
sang air laut yang berdampak tidak saja pada
ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, tetapi juga pada permukiman dan ak-
ses penduduk terhadap sumberdaya kelautan
dan perikanan.
Dok : PolaGrade (CAG)
LO_Bab 4.11.indd 472 5/5/09 2:46:32 PM
Bagian 4
473
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.18.3.2.3. Sasaran Pembangunan Per-
tambangan dan Sumber Daya
Mineral
Pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 yang ter-
kait dengan Sasaran Pembangunan Pertambang-
an dan Sumber Daya Mineral dengan mengalami
berbagai permasalahan. Diantaranya adalah:
1. Menurunnya produksi minyak bumi pada tiga
tahun terakhir sebesar 15 persen per tahun
(apabila tidak dilakukan usaha-usaha pening-
katan produksi). Hal ini dikarenakan mayori-
tas lapangan minyak yang beroperasi saat ini
merupakan lapangan tua. Produksi saat ini
merupakan hasil investasi 6-7 tahun yang lalu.
Sementara itu, tidak ada penemuan cadangan
baru yang cukup besar untuk menggantikan
cadangan yang telah diproduksikan.
2. Terdapat hambatan pada peningkatan in-
vestasi di sektor migas, antara lain:
a. Adanya tumpang tindih lahan dengan ka-
wasan hutan, dan kuasa pertambangan
yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerin-
tah Daerah. Penyelesaian tumpang tindih
ini memerlukan koordinasi antara Peme-
rintah pusat dengan Pemerintah Daerah
yang seringkali memerlukan waktu yang
cukup lama;
b. Banyaknya peraturan daerah yang tidak
sejalan dengan UU Migas dan peraturan
lain yang lebih tinggi. Akibatnya, timbul
ketidakpastian hukum bagi investor dan
iklim yang tidak kondusif untuk investasi
minyak dan gas bumi di Indonesia; serta
c. Munculnya masalah terkait kemampuan
daerah dalam penyertaan modal (partici-
pating interest) untuk kegiatan eksplorasi
dan eksplotasi migas;
3. Meningkatnya kebutuhan BBM selama 20 ta-
hun terakhir dengan tingkat kelajuan 5-6 per-
sen per tahun. Sementara itu, peningkatan pa-
sokan BBM masih belum memadai. Beberapa
hal yang menjadi penyebab ketidakseimbang-
an permintaan dan pasokan ini antara lain:
a. Turunnya produksi minyak mentah dalam
negeri, serta terbatasnya kapasitas kilang
dalam negeri. Produksi minyak mentah
tidak beranjak dari 1 juta barel perhari
dalam beberapa tahun terakhir ini. Bah-
kan pada 2007, produksi minyak mentah
turun menjadi 910 ribu barel perhari atau
lebih rendah dari target semula sebesar
950 ribu barel per hari;
b. Peningkatan kebutuhan BBM yang tidak
disertai dengan peningkatan peman-
faatan sumber energi lainnya. Program
pengalihan minyak tanah ke LPG yang
menjadi salah satu upaya Pemerintah un-
tuk penghematan BBM masih mengalami
hambatan. Dengan meningkatnya harga
minyak dunia, subsidi BBM membengkak.
Pengurangan subsidi BBM masih sulit di-
laksanakan, sepanjang masih terjadinya
disparitas harga. Di sisi lain, belum ter-
jadinya keseimbangan pemanfaatan gas
bumi baik untuk ekspor maupun domes-
tik menyebabkan terjadinya kelangkaan
suplai gas di beberapa daerah.
4. Pemanfaatan batubara untuk kebutuhan da-
lam negeri juga mengalami hambatan. Hal ini
disebabkan karena harga batubara internasio-
nal meningkat, sehingga umumnya produksi
batubara dimanfaatkan untuk ekspor; serta
tingkat investasi di sektor pertambangan
umum yang belum tumbuh sesuai dengan po-
tensi cadangan mineral. Hal ini mengakibat-
kan hilangnya potensi ekspor dan pendapatan
negara. Pada sepuluh tahun terakhir, tingkat
investasi pertambangan umum menurun se-
cara drastis. Penurunan ini disebabkan oleh
dua hal, yaitu:
a. Sulitnya lahan pertambangan yang dapat
dikembangkan, terutama setelah diter-
bitkannya UU Kehutanan No. 41 tahun
1999. Akibatnya, beberapa kegiatan
eksplorasi dan investasi di daerah (loka-
si) yang kaya akan cadangan mineralnya
menjadi terhenti; serta
b. Adanya persepsi investor mengenai keti-
dakpastian tentang Undang-Undang mi-
neral dan pertambangan yang sampai saat
LO_Bab 4.11.indd 473 5/5/09 2:46:32 PM
474
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
ini belum disahkan. Termasuk di dalam-
nya adalah terkait rencana ketetapan
Pemerintah untuk menghentikan sistem
kontrak karya (Contract of Works, CoW)
yang selama ini menjadi basis hukum
dalam pengusahaan tambang skala besar.
4.18.3.2.4. Sasaran Pembangunan Ling-
kungan Hidup
Pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009 yang ter-
kait dengan Sasaran Pembangunan lingkungan
hidup mengalami berbagai permasalahan. Dian-
taranya adalah:
1. Kelembagaan masyarakat belum tumbuh se-
perti yang diharapkan. Akibatnya, beberapa
kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan
masyarakat seperti Gerhan atau yang lainnya
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang
diharapkan;
2. Unit-unit teknis pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, belum tersebar
secara merata di seluruh Indonesia;
3. Terbatasnya sumberdaya manusia dan pen-
danaan untuk mengembangkan kapasitas
pengelolaan SDA dan lingkungan hidup;
4. Belum adanya kajian komprehensif mengenai
peraturan perundang-undangan yang dapat
digunakan untuk menyusun mekanisme
pembagian peran antara Pemerintah pusat,
daerah dan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
5. Belum optimalnya program pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan SDA dan ling-
kungan hidup; serta
6. Belum dilibatkannya secara formal lembaga
adat/ lokal dalam pengelolaan lingkungan
hidup;
7. Terbatasnya kualitas informasi lingkungan
hidup dan aksesibilitasnya;
8. Terbatasnya kemampuan dalam pengumpul-
an dan pengolahan data bidang lingkungan
hidup; serta
9. Terbatasnya kesediaan dana untuk pengadaan
alat-alat pemantauan lingkungan hidup men-
jadi kendala tersendiri untuk ketersediaan in-
formasi lingkungan;
10. Masih tingginya tingkat pencemaran air; di- . Masih tingginya tingkat pencemaran air; di-
mana sumber yang paling menonjol adalah
pembuangan limbah industri dari manufak-
tur dan argo, pertambangan energi dan mi-
gas, serta usaha kecil, dan limbah domestik.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat
penataan industri/domestik dalam pengelo-
laan limbah;
11 Tingginya aktivitas pembangunan dan manu-
sia di kota besar yang disebabkan khususnya
dalam sektor transportasi, industri dan akti-
tas rumah tinggal;
12. Tinggi dan luasnya tingkat perusakan ling-
kungan hidup dan terbatasnya sumber daya;
13. Kurangnya sumber air bersih di daerah ter-
tinggal/sulit air; Menurunnya fungsi dan
kualitas lingkungan air akibat meningkatnya
beban pencemaran air iklim yang mulai di-
rasakan sekarang ini. Kuantitas air yang ti-
dak menentu karena pola perubahan curah
hujan menyebabkan uktuasi supply air di
badan air;
14. Lemahnya kualitas dan kuantitas SDM dalam
bidangan pengendalian pencemaran dan pe-
rusakan lingkungan hidup;
15. Kendala koordinasi antara berbagai sektor
terkait dan daerah;
16. Rendahnya kapasitas dan kurangnya ke-
pedulian masyarakat akan pengelolaan ling-
kungan.
Berbagai persoalan tersebut mengakibatkan
penurunan kualitas media lingkungan hutan, ta-
nah, air tanah dan air permukaan, udara dan at-
mosfer, serta pantai dan laut. Selanjutnya, hal ini
akan berdampak pada turunnya kualitas lingkung-
an sebagai penyangga kehidupan.
LO_Bab 4.11.indd 474 5/5/09 2:46:32 PM
Bagian 4
475
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.18.4. Tindak Lanjut
4.18.4.1. Upaya yang Dilakukan untuk
Mencapai Sasaran
4.18.4.1.1.Pembangunan Kehutanan
Upaya yang akan dilakukan untuk mencapai tar-
get sasaran pembangunan RPJMN 2004-2009
dalam pembangunan kehutanan di antaranya se-
bagai berikut:
1. Meningkatkan sumberdaya manusia dari segi
keahlian dengan melaksanakan pendidikan,
pelatihan baik formal maupun non formal;
2. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan
bidang dan keahliannya. Hal ini dikarenakan
banyak tenaga ahli kehutanan, terutama di
sejumlah IUPHHK, sering kali ditempatkan
bukan sebagai tenaga teknis. Akan tetapi,
lebih diarahkan ke bidang lainnya seperti
hubungan masyarakat. Akibatnya, keahlian
yang dimiliki tidak dapat digunakan secara
maksimal;
3. Merevisi peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan,
pemberdayaan masyarakat, dan masuknya
investasi di sektor kehutanan. Diantaranya
adalah PP nomor 34 (dalam tahap revisi) dan
PP nomor 35 tahun 2002, serta PP nomor 18
dan PP nomor 68 tahun 1994. PP tersebut
harus lebih diarahkan untuk memberdayakan
masyarakat dan meningkatkan geliat investa-
si di sektor kehutanan yang saat ini jauh dari
apa yang ingin diharapkan. Selain itu, aturan-
aturan yang menghambat investasi perlu dire-
visi dan diarahkan untuk memberikan ruang
investasi yang luas bagi masyarakat maupun
pengusaha di bidang kehutanan;
4. Melaksanakan penguatan dan pengembangan
kelembagaan untuk menangani pemantapan
kawasan hutan di beberapa provinsi. Saat ini,
pemantapan kawasan belum dilaksanakan di
semua kawasan hutan sehingga menyulitkan
dalam pengelolaan hutan. Dengan pengem-
bangan kelembagaan, maka diharapkan
pemantapan kawasan hutan bisa lebih cepat
dilaksanakan dan memberikan jaminan akan
keberadaan hutan;
5. Membentuk unit-unit pengelola hutan di hu-
tan produksi, hutan konservasi, dan hutan
lindung. Hal ini diperlukan agar penanggung
jawab pengelolaan hutan menjadi jelas, serta
pengelolaan hutan menjadi terarah dan me-
ngurangi hutan yang open akses;
6. Mempercepat penerbitan peraturan Pemerin-
tah turunan dari UU Nomor 31 tahun 2004
dan PP nomor 38 tahun 2007, khususnya
yang menyangkut kewenangan Pemerintah
Daerah. Dengan demikian, tata hubungan
kerja diantara institusi Pemerintah pengurus-
an hutan maupun antar-Pemerintah dengan
unit-unit pengelola terjalin dengan baik;
7. Meningkatkan koordinasi antar-instansi ter-
kait, baik di pusat maupun di daerah, dalam
upaya pelaksanaan kebijakan kehutanan.
Kebijakan kehutanan semaksimal mungkin
harus searah dan sejalan dengan sektor lain,
sehingga saling mendorong dan konik ke-
pentingan antar sektor bisa diminimalisir;
8. Membuka lapangan kerja dengan model re-
habilitasi hutan dan lahan partisifatif. Hal ini
dikarenakan kedua model tersebut mengede-
pankan peran antar sektor dan masyarakat
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, moni-
toring, evaluasi, hingga pemanfaatan hasil;
9. Meningkatkan dan memperkuat dukungan
dari berbagai sektor, khususnya yang me-
nyangkut penanganan illegal logging, serta
pemberdayaan masyarakat di dalam dan di
sekitar hutan;
10. Mempercepat penyusunan DIPA sektor ke-
hutanan untuk menyesuaikan mekanisme
pengganggaran dengan pola kegiatan yang
ada di sektor kehutanan; serta
11. Memaksimalkan sumber pendanaan luar ne-
geri (hibah) untuk mendukung program yang
telah diprioritaskan.
LO_Bab 4.11.indd 475 5/5/09 2:46:33 PM
476
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.18.4.1.2. Pembangunan Kelautan
Untuk mencapai target sasaran pembangunan
RPJMN 2004-2009 dalam pembangunan kelaut-
an, maka dilakukan beberapa langkah yang meli-
puti:
1. Menanggulangi kegiatan illegal shing. Hal
ini ditempuh melalui beberapa upaya, antara
lain:
a. Meningkatkan jangkauan wilayah operasi
kapal pengawas dan kemampuan SDM
pengawasan, serta pengendalian sumber-
daya kelautan dan perikanan;
b. Memberdayakan masyarakat melalui
pengembangan SISMASWAS (Sistem
Pengawasan Masyarakat);
c. Melaksanakan public campaign IUU Fish-
ing; serta
d. Mengembangkan sarana pengawasan
dengan pengadaan unit kapal pengawas.
2. Mengelola laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hal ini ditempuh melalui beberapa upaya, an-
tara lain:
a. Menyusun tata ruang dan fasilitasi Perda
di berbagai 25 kab/kota;
b. Mengembangkan pengelolaan pesisir ter-
padu di 15 provinsi 42 kab/kota, mem-
berdayakan pulau-pulau kecil di 30 lokasi,
dan menyelesaikan penamaan pulau;
c. Mengurangi dampak bencana alam di
pesisir dengan mengembangkan sarana
prasarana berbasis mitigasi bencana di 11
lokasi; serta
d. Mengelola sumber daya kelautan non
konvensional di 15 lokasi wisata bahari
dan 1 lokasi BMKT;
3. Meningkatkan berbagai kegiatan pendukung
lainnya. Hal ini ditempuh melalui beberapa
upaya, antara lain:
a. Menyediakan data statistik dan informasi
kelautan dan perikanan yang akurat dan
tepat waktu;
b. Mengembangkan riset kelautan dan peri-
kanan, meningkatkan sumberdaya riset ke-
lautan dan perikanan, serta meningkatkan
pemanfaatan IPTEK berbasis masyarakat;
c. Mendukung pelaksanaan World Ocean
Conference (WOC) 2009; serta
d. Menyiapkan peraturan perundang-un-
dangan tindak lanjut UU No. 31/2004
tentang Perikanan, serta UU 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan un-
tuk menunjang rehabilitasi terumbu karang,
mangrove, dan padang lamun di 8 provinsi 15
kab/kota; serta
5. Meningkatkan dukungan lintas sektor terkait
dan menciptakan iklim usaha yang kondusif,
terutama bagi usaha perikanan skala kecil.
4.18.4.1.3.Pembangunan Pertambangan
dan Sumber daya Mineral
Upaya dalam pembangunan pertambangan dan
sumberdaya mineral difokuskan pada dua hal,
yaitu:
1. Meningkatkan investasi dan produksi migas,
batubara, mineral dan panas bumi. Hal ini
ditempuh melalui berbagai tindakan. Dianta-
ranya adalah:
a. Meningkatkan pemanfaatan mineral dan
batubara;
b. Mengelola, menyiapkan, dan menilai
wilayah kerja minyak dan gas bumi;
c. Membina dan mengawasi kegiatan
eksploitasi minyak dan gas bumi;
d. Menilai dan mengembangkan usaha hulu
minyak dan gas bumi;
e. Melakukan penelitian, penyelidikan in-
ventarisasi, serta eksplorasi hulu minyak
dan gas bumi;
f. Menerapkan Good Mining Practices;
g. Melakukan pembinaan dan pengusahaan
kegiatan pertambangan;
h. Merencanakan dan mengembangkan
wilayah kerja mineral, batubara dan pa-
nas bumi;
i. Melakukan survey dan pemetaan geologi,
LO_Bab 4.11.indd 476 5/5/09 2:46:33 PM
Bagian 4
477
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
geosika, geokimia dalam mendukung
promosi wilayah kerja tambang;
j. Meningkatkan pelayanan dan pemantau-
an usaha gas bumi; serta
k. Melakukan penilaian dan pengembangan
usaha.
2. Meningkatkan esiensi distribusi dan peman-
faatan BBM untuk mengurangi tingginya
permintaan terhadap BBM. Hal ini ditempuh
melalui berbagai tindakan, antara lain:
a. Melakukan pengembangan dan peman-
faatan energi;
b. Meningkatkan pemanfaatan panas bumi;
c. Menyusun kebijakan dan regulasi peman-
faatan energi;
d. Menyusun kebijakan dan regulasi usaha
energi terbarukan;
e. Menyusun kebijakan dan regulasi kon-
versi energi;
f. Menyiapkan bimbingan teknis energi baru
dan terbarukan, serta konversi energi;
g. Meningkatkan pelayanan usaha pengang-
kutan dan penyimpanan niaga;
h. Mengembangkan teknologi energi baru
terbarukan;
i. Membangun jaringan transmisi dan dis-
tribusi gas, menyusun regulasi dan kebi-
jakan pendukung;
j. Melakukan pembinaan pengusahaan
usaha gas bumi; serta
k. Melakukan penyiapan dan penentuan
harga dan substitusi bahan bakar.
4.18.4.1.4. Pembangunan Lingkungan Hi-
dup
Untuk mencapai target sasaran pembangunan
RPJMN 2004-2009 dalam pembangunan ling-
kungan hidup, maka dilakukan beberapa upaya.
Di antaranya adalah:
1. Meningkatkan upaya pengendalian pen-
cemaran lingkungan dan mendorong mana-
jemen pembangunan yang ramah lingkungan.
Dengan demikian, kualitas ambien dan me-
dia lingkungan (air, udara, tanah) dapat me-
menuhi baku mutu yang disyaratkan;
2. Meningkatkan konservasi SDA dan pengelo-
laan keanekaragaman hayati;
3. Meningkatkan ketaatan terhadap pemba-
ngunan yang ramah lingkungan melalui upa-
ya peningkatan keselarasan dan ketaatan
terhadap perencanaan penataan ruang, dan
kajian dampak lingkungan;
4. Meningkatan kualitas informasi lingkung-
an, meteorologi dan geosika dalam meng-
antisipasi berbagai permasalahan lingkung-
an termasuk perubahan iklim;
5. Meningkatkan upaya mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim global;
6. Menguatkan akses masyarakat terhadap infor-
masi lingkungan hidup; dan akses informasi
meteorologi dan klimatologi dengan cara:
a. Membangun sistem peringatan dini me-
teorologi (cuaca dan iklim ekstrim);
b. Menyelesaikan Rancangan Undang-Un-
dang Meteorologi dan Geosika;
c. Meningkatkan kerapatan jaringan obser-
vasi, kecepatan, dan kapasitas pengirim-
an informasi meteorologi dan geosika,
serta fasillitas kalibrasi;
d. Meningkatkan kecepatan penyampaian
informasi serta aksesibilitas masyarakat
untuk memperoleh informasi meteorolo-
gi dan geosika; serta
e. Mengembangkan sistem validasi model
prakiraan, perubahan iklim, serta desain
dan rekayasa peralatan pengamatan cua-
ca otomatis.
7. Meningkatkan upaya penegakan hukum
lingkungan secara konsisten terhadap pen-
cemar dan perusak lingkungan;
8. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama
dengan sektor terkait dengan pembangunan
di bidang lingkungan hidup;
9. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pe-
ngelolaan lingkungan hidup di pusat maupun
daerah;
LO_Bab 4.11.indd 477 5/5/09 2:46:33 PM
478
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Dok : Alain Compost
10. Membangun kesadaran masyarakat agar
peduli isu lingkungan hidup dan berperan
aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau
kualitas lingkungan hidup;
11. Meningkatkan kemampuan riset dan pengem-
bangan dalam proses penyusunan kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup.
4.18.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
4.18.4.2.1.Pembangunan Kehutanan
Berdasarkan hasil dari upaya-upaya pembangunan
kehutanan yang telah dilaksanakan pada 2005-
2008, diperkirakan sasaran RPJMN 2004-2009
dapat tercapai. Meskipun demikian, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya
adalah:
1. Penegakan hukum secara konsisten dalam il-
legal logging dan illegal trading;
2. Kesiapan aparat Manggala Agni dalam mence-
gah dan menanggulangi kebakaran hutan;
3. Konsistensi dalam melakukan revitalisasi dan
restrukturisasi industri kehutanan; serta
4. Peningkatan peran masyarakat dalam rehabili-
tasi hutan dan lahan, pencegahan kebakaran
hutan, serta pengelolaan hutan kemasyarakat-
an dan hutan rakyat.
4.18.4.2.2.Pembangunan Kelautan
Berdasarkan hasil dari upaya-upaya pembangunan
kelautan yang telah dilaksanakan, diperkirakan
sasaran RPJMN 2004-2009 dapat tercapai. Untuk
itu, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi, di-
antaranya adanya dukungan lintas sektor terkait,
serta penciptaan iklim usaha yang kondusif, ter-
utama bagi usaha perikanan skala kecil.
4.18.4.2.3.Pembangunan Pertambangan
dan Sumberdaya Mineral
Berdasarkan hasil dari upaya-upaya pembangun-
an bidang sumberdaya energi, mineral, dan per-
tambangan pada 2005-2008, diperkirakan sasar-
an RPJMN 2004-2009 dapat tercapai. Meskipun
demikian, beberapa sasaran perlu diintensifkan
upaya pencapaiannya, terutama sasaran-sasaran
terkait dengan alih teknologi; kompetensi tenaga
kerja; dan kesadaran pembangunan berkelan-
jutan dalam eksploitasi energi dan sumberdaya
mineral, serta usaha pertambangan.
4.18.4.2.4. Pembangunan Lingkungan Hi-
dup
Berdasarkan hasil dari upaya-upaya pemba-
ngunan lingkungan hidup pada 2005-2008, di-
perkirakan sasaran RPJMN 2004-2009 dapat ter-
capai. Untuk itu, ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi diantaranya:
LO_Bab 4.11.indd 478 5/5/09 2:46:37 PM
Bagian 4
479
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1. Peningkatan kapasitas kelembagaan di bi-
dang lingkungan hidup termasuk dukungan
organisasi, SDM, sarana dan prarasana yang
memadai;
2. Pengembangan database yang makin kom-
prehensif serta peningkatan kinerja di bidang
informasi lingkungan dan meteorologi dan
geosika;
3. Penyempurnaan penyusunan SLHI dan SLHD
2007;
4. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar-
lembaga terkait;
5. Ketersediaan sumberdaya dan dana yang me-
madai;
6. Pengembangan peraturan dan perundang-
undangan bidang lingkungan hidup dan pen-
dukungnya;
7. Penegakan hukum yang konsisten.
4.18.5. Penutup
Perbaikan pengelolaan SDA dan pelestarian fung-
si lingkungan hidup merupakan suatu investasi
masa depan bagi pembangunan nasional, baik se-
bagai modal pertumbuhan ekonomi maupun se-
bagai penopang sistem kehidupan. Kondisi awal
pelaksanaan RPJMN 2004-2009 menunjukkan
bahwa pemanfaatan SDA yang tidak memperha-
tikan daya dukung lingkungan akan mengancam
keberlanjutan pembangunan nasional. Oleh kare-
na itu sasaran RPJMN 2004-2009 dalam bidang
ini ditujukan pada mengoptimalkan keuntungan
ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian SDA
dan lingkungan hidup.
Dalam pelaksanaan pencapaian sasaran tersebut
terdapat permasalahan yang secara umum me-
liputi antara lain dalam hal lemahnya kapasitas
kelembagaan di daerah, belum optimalnya pe-
negakan hukum, kurangnya harmonisasi peratur-
an, konik kepentingan antarpihak, kurangnya
sarana prasarana, dan perlu ditingkatkannya
peran serta masyarakat. Berbagai upaya untuk
mengatasi masalah ini terus dilakukan dalam
RKP baik yang sekarang sedang berjalan maupun
yang akan datang.
Sasaran RPJMN 2004-2009 diperkirakan da-
pat tercapai dengan beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, di antaranya adalah terus dija-
lankannya penegakan hukum secara konsisten,
dukungan lintas sektor yang secara langsung dan
tidak langsung memanfaatkan SDA, sistem infor-
masi yang mendukung dan kerjasama yang baik
antara Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
luas.
LO_Bab 4.11.indd 479 5/5/09 2:46:37 PM
480
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
K
E
H
U
T
A
N
A
N
1
T
e
g
a
k
n
y
a
h
u
k
u
m
,
k
h
u
s
u
s
n
y
a
d
a
l
a
m
p
e
m
b
e
r
a
n
t
a
s
a
n
p
e
m
b
a
-
l
a
k
a
n
l
i
a
r
(
i
l
l
e
g
a
l

l
o
g
g
i
n
g
)
d
a
n
p
e
n
y
e
l
u
n
d
u
p
a
n
k
a
y
u
L
a
j
u

D
e
f
o
r
e
s
t
a
s
i
R
i
b
u

h
a
/
t
a
h
u
n
6
3
4
,
7
/
9
6
5
,
5
J
u
m
l
a
h

t
e
n
a
g
a

p
e
n
g
a
m
a
n

h
u
t
a
n

P
e
n
g
a
m
a
n

H
u
t
a
n
O
r
a
n
g
1
0
.
8
3
8
/
1
1
.
0
6
5
1
0
.
3
5
4
5
9
8
,
0
0
2
P
e
n
e
t
a
p
a
n
k
a
w
a
s
a
n
h
u
t
a
n
d
a
l
a
m
t
a
t
a
-
r
u
a
n
g
s
e
l
u
r
u
h
p
r
o
v
i
n
s
i
d
i
I
n
d
o
n
e
s
i
a
,
s
e
t
i
d
a
k
n
y
a
3
0
p
e
r
s
e
n
d
a
r
i
l
u
a
s
h
u
t
a
n
y
a
n
g
t
e
l
a
h
d
i
t
a
t
a
-
b
a
t
a
s
;
L
u
a
s

l
a
h
a
n

y
a
n
g

s
u
d
a
h

d
i

t
a
t
a
b
a
t
a
s
k
a
n
K
i
l
o

m
e
t
e
r
3
7
2
,
8
2
/
4
3
5
,
6
1
4
4
6
,
8
1
2
1
8
,
9
5
3
P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n
p
e
n
e
t
a
p
a
n
k
e
s
a
t
u
a
n
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
h
u
t
a
n
J
u
m
l
a
h

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

h
u
t
a
n

p
r
o
d
u
k
s
i
J
u
t
a

H
a
2
7
,
8
2
/
2
7
,
7
2
2
8
,
7
8
4
O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i
n
i
l
a
i
t
a
m
b
a
h
d
a
n
m
a
n
f
a
a
t
h
a
s
i
l
h
u
t
a
n
k
a
y
u
;
T
o
t
a
l

E
k
s
p
o
r
t

k
a
y
u

O
l
a
h
a
n

+
P
u
l
b
M
i
l
y
a
r

U
S
$
2
,
3
0
4
/
2
,
4
0
5
2
,
7
6
9
5
.
2
5
1
,
0
0
1
.
2
2
0
J
u
m
l
a
h

K
e
b
a
k
a
r
a
n

H
u
t
a
n
H
a
3
.
3
4
4
/
5
.
5
0
2
4
.
2
4
2
J
u
m
l
a
h

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

D
e
p
a
r
t
e
-
m
e
n

K
e
h
u
t
a
n
a
n
M
i
l
y
a
r

R
u
p
i
a
h
3
.
3
9
4
,
9
0
/
3
.
2
4
0
,
6
1
2
.
4
0
3
,
0
2
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n
d
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a
A
l
a
m
d
a
n
P
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n
L
i
n
g
k
u
n
g
a
n
H
i
d
u
p
LO_Bab 4.11.indd 480 5/5/09 2:46:38 PM
Bagian 4
481
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
h
a
s
i
l
h
u
t
a
n
n
o
n
-
k
a
y
u
s
e
b
e
s
a
r
3
0
p
e
r
s
e
n
d
a
r
i
p
r
o
d
u
k
s
i
t
a
h
u
n
2
0
0
4
;
N
i
l
a
i

D
e
v
i
s
a

E
k
s
p
o
r

H
a
s
i
l

H
u
t
a
n

N
o
n
-
k
a
y
u
U
S
$
3
5
9
.
7
8
0
.
5
5
5
,
8
0
/

7
2
.
3
2
5
.
5
4
6
,
3
9

8
4
.
0
6
6
.
7
6
7
,
1
8
6
B
e
r
t
a
m
b
a
h
n
y
a
h
u
t
a
n
t
a
n
a
m
a
n
i
n
d
u
s
t
r
i
(
H
T
I
)
,
m
i
n
i
m
a
l
s
e
l
u
a
s
5
j
u
t
a
h
e
k
t
a
r
,
s
e
b
a
g
a
i
b
a
s
i
s
p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
e
k
o
n
o
m
i
-
h
u
t
a
n
;
P
e
r
k
e
m
b
a
n
g
a
n

H
P
H
T
I
/
I
U
P
H
H
K

H
u
t
a
n

T
a
n
a
m
a
n
H
a









5
.
8
0
2
.
7
0
4

/

5
.
7
3
4
.
9
8
0

6
.
1
8
7
.
2
7
2
3
5
4
,
2
0
7
K
o
n
s
e
r
v
a
s
i
h
u
t
a
n
d
a
n
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
l
a
h
a
n
d
i
2
8
2
D
A
S
p
r
i
o
r
i
t
a
s
u
n
t
u
k
m
e
n
j
a
m
i
n
p
a
s
o
k
a
n
a
i
r
d
a
n
s
i
s
t
e
m
p
e
n
o
p
a
n
g
k
e
h
i
d
u
p
a
n
l
a
i
n
n
y
a
;
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

L
a
h
a
n

D
a
l
a
m

H
u
t
a
n
H
a
3
4
5
.
8
5
0
,
0
0
/
3
0
.
2
1
7
,
0
0
2
5
0
.
8
1
3
7
8
.
4
6
8
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

L
a
h
a
n

L
u
a
r

H
u
t
a
n
H
a
3
9
0
.
8
9
6
,
0
0
/
7
0
.
4
1
0
,
0
0
3
0
1
.
0
2
0
2
3
9
.
2
3
6
8
B
e
r
k
e
m
b
a
n
g
n
y
a
k
e
m
i
t
r
a
a
n
a
n
-
t
a
r
a
P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
,
p
e
n
g
u
s
a
h
a
,
d
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
d
a
l
a
m
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
h
u
t
a
n
l
e
s
t
a
r
i
;
d
a
n
P
e
n
a
n
a
m
a
n

H
u
t
a
n

K
e
m
a
-
s
y
a
r
a
k
a
t
a
n
H
a
6
.
6
8
4
,
0
0
/
3
.
2
5
4
,
0
0
5
9
6
,
0
0
8
.
6
1
4
,
0
0
9
P
e
n
e
r
a
p
a
n
i
p
t
e
k
y
a
n
g
i
n
o
v
a
t
i
f
p
a
d
a
s
e
k
t
o
r
k
e
h
u
t
a
n
a
n
.
J
u
m
l
a
h

k
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n

y
a
n
g

d
i
l
a
k
u
k
a
n

o
l
e
h

D
e
p
a
r
t
e
-
m
e
n

K
e
h
u
t
a
n
a
n
k
a
l
i
4
7
5
4
3
0
4
4
6
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 481 5/5/09 2:46:38 PM
482
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
K
E
L
A
U
T
A
N
1
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n
d
a
n
p
e
r
u
s
a
k
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
;
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

k
e
n
a
i
k
a
n

k
e
t
a
a
t
a
n

t
e
r
h
a
d
a
p

k
e
t
e
n
t
u
a
n
p
e
r
s
e
n
2
,
2
0

p
e
r
s
e
n
J
u
m
l
a
h

k
a
p
a
l

y
a
n
g

d
i
-
a
d

h
o
c
U
n
i
t
7
2
/
1
1
5
1
3
2
1
8
4
2
0
0
J
u
m
l
a
h

k
a
p
a
l

y
a
n
g

d
i
r
a
m
p
a
s

u
n
t
u
k

N
e
g
a
r
a
U
n
i
t
1
6
/
2
3
9
1
5
1
2
J
u
m
l
a
h

t
i
n
d
a
k

p
i
d
a
n
a
K
a
s
u
s
1
7
4
/
1
6
5
1
3
9
1
1
6
6
2
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

s
a
r
a
n
a

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
a
t
r
o
l
i

k
e
a
m
a
n
a
n

l
a
u
t

y
a
n
g

t
e
r
d
i
r
i

d
a
r
i
:

K
a
p
a
l

p
e
n
g
a
w
a
s

(
k
u
m
u
l
a
t
i
f
)
U
n
i
t
1
1
/
1
4
1
6
2
0
2
0

J
u
m
l
a
h

A
w
a
k

K
a
p
a
l

P
e
-
n
g
a
w
a
s
O
r
a
n
g
1
2
8
/
1
8
4
1
7
7
2
1
5
2
3
3

H
a
r
i

o
p
e
r
a
s
i
H
a
r
i
1
8
0
M
o
n
i
t
o
r
i
n
g
,

C
o
n
t
r
o
l
l
i
n
g

a
n
d

S
u
r
v
e
i
l
l
a
n
c
e

(
M
C
S
)
D
i
t
e
r
a
p
k
a
n
n
y
a

s
i
s
t
e
m

M
C
S

d
a
n

V
M
S
D
i
k
e
m
b
a
n
g
k
a
n
-
n
y
a

V
M
S

o

i
n
e

T
r
a
n
s
m
i
t
t
e
r

p
a
d
a

k
a
p
a
l

(
k
u
m
u
l
a
t
i
f
)
U
n
i
t
1
.
4
4
4
1
.
4
4
4
1
.
4
4
4
1
.
4
4
4

P
P
N
S
O
r
a
n
g
9
3
/
1
1
8
4
9
8
2
7
3

J
u
m
l
a
h

p
o
k
m
a
s
w
a
s

(
k
u
-
m
u
l
a
t
i
f
)
K
e
l
o
m
p
o
k
5
5
3
/
5
7
3
7
5
8
9
0
1
1
.
3
6
9

P
e
r
a
d
i
l
a
n

p
e
r
i
k
a
n
a
n
T
e
r
b
e
n
t
u
k
n
y
a

p
e
r
a
d
i
l
a
n

p
e
r
i
-
k
a
n
a
n

d
i

5

l
o
k
a
s
i

(
T
u
a
l
,

P
o
n
t
i
a
n
a
k
,

J
a
k
a
r
t
a
,

B
e
l
a
w
a
n

d
a
n

B
i
t
u
n
g
)
B
e
r
o
p
e
r
a
s
i
n
y
a

p
e
r
a
d
i
l
a
n

p
e
r
i
-
k
a
n
a
n

d
i

5

l
o
k
a
s
i

(
T
u
a
l
,

P
o
n
t
i
a
n
a
k
,

J
a
k
a
r
t
a
,

B
e
l
a
w
a
n

d
a
n

B
i
t
u
n
g
)
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 482 5/5/09 2:46:39 PM
Bagian 4
483
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
2
M
e
m
b
a
i
k
n
y
a
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
e
k
o
-
s
i
s
t
e
m
p
e
s
i
s
i
r
,
l
a
u
t
,
d
a
n
p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u
k
e
c
i
l
y
a
n
g
d
i
l
a
k
u
k
a
n
s
e
c
a
r
a
l
e
s
t
a
r
i
,
t
e
r
p
a
d
u
,
d
a
n
b
e
r
b
a
s
i
s
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
;
K
e
b
i
j
a
k
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

w
i
l
a
y
a
h

p
e
s
i
s
i
r
,

l
a
u
t

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l
P
e
n
g
e
s
a
h
a
n

R
U
U

P
e
n
g
o
l
a
h
a
n

W
i
l
a
y
a
h

P
e
s
i
s
i
r

(
P
W
P
)
,

P
e
p
r
e
s

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

P
u
l
a
u

P
u
l
a
u

K
e
c
i
l

t
e
r
l
u
a
r

N
o
.
7
8
/
2
0
0
5
P
e
r
u
m
u
s
a
n

k
e
b
i
-
j
a
k
a
n

d
a
n

p
e
n
y
u
-
s
u
n
a
n

p
e
r
a
t
u
r
a
n

d
a
l
a
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

l
a
u
t
,

p
e
s
i
s
i
r
,

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

s
e
c
a
r
a

t
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i
.
P
e
n
g
e
s
a
h
a
n

U
U

N
o
.
2
7
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

P
e
s
i
s
i
r

d
a
n

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

w
i
l
a
y
a
h

p
e
s
i
s
i
r
,

l
a
u
t

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

t
e
r
p
a
d
u
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

p
e
s
i
s
i
r

t
e
r
p
a
d
u

d
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

M
a
r
i
n
e

a
n
d

C
o
a
s
t
a
l

R
e
s
o
u
r
c
e

M
a
n
a
g
e
m
e
n
t

P
r
o
j
e
c
t
P
e
m
a
s
a
n
g
a
n

e
n
e
r
g
i

l
i
s
t
r
i
k

t
e
n
a
g
a

s
u
r
y
a
,

s
a
r
a
n
a

t
e
l
e
k
o
m
u
-
n
i
k
a
s
i

t
e
l
e
p
o
n

s
a
t
e
l
i
t
,

s
a
r
a
n
a

a
i
r

b
e
r
s
i
h
,

p
e
n
g
a
d
a
a
n

l
a
n
d
i
n
g

c
r
a
f
t

t
a
n
k

(
L
C
T
)
,

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

e
k
o
s
i
s
t
e
m

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l
,

s
e
r
t
a

k
e
g
i
a
t
a
n

i
n
v
e
n
t
a
r
i
-
s
a
s
i

d
a
n

p
e
n
a
m
a
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

d
i

b
e
b
e
r
a
p
a

p
r
o
v
i
n
s
i
.
P
e
n
a
m
a
a
n

2
.
7
2
6

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

d
i

1
1

p
r
o
v
i
n
s
i
V
e
r
i

k
a
s
i

7
.
3
6
7

p
u
l
a
u
,

3
.
8
3
1

u
n
i
t

l
i
s
t
r
i
k

t
e
n
a
g
a

s
u
r
y
a
,

5
2

u
n
i
t

w
a
r
t
e
l

d
a
n

r
a
d
i
o

s
a
t
e
l
i
t
,

s
a
r
a
n
a

p
e
n
e
r
a
n
g
a
n

t
e
n
a
g
a

h
i
b
r
i
d

u
n
t
u
k

1
0
0

K
K
,

s
a
r
a
n
a

e
n
-
e
r
g
i

b
i
o
g
a
s

u
n
t
u
k

8
0
0

K
k
,

p
e
r
b
a
i
k
a
n

s
a
r
a
n
a

a
i
r

b
e
r
s
i
h

d
i

1
3

l
o
k
a
s
i
,

s
a
r
a
n
a

L
C
T

d
i

1
0

k
a
b
,

k
a
p
a
l

k
e
s
e
h
a
t
a
n

d
i

4

k
a
b
,

k
a
p
a
l

p
i
n
t
a
r

d
i

2

p
r
o
v

d
a
n

1

k
a
p
a
l

t
r
a
n
s
p
o
r
-
t
a
s
i

a
n
t
a
r
p
u
l
a
u

d
i

M
a
l
u
k
u
P
e
n
g
a
d
a
a
n

e
n
e
r
g
i

a
l
t
e
r
n
a
t
i
f

U
n
i
t
9
3
6
/
1
.
9
8
6
4
2
5
1
0
0
P
e
n
y
e
d
i
a
n

m
e
s
i
n
/
k
a
p
a
l

u
n
t
u
k

m
o
d
a
l

u
s
a
h
a
U
n
i
t
2
1
5
/
3
2
5
4
0
6
4
0
6
K
e
r
j
a
s
a
m
a

d
e
n
g
a
n

n
e
g
a
r
a

l
a
i
n

d
a
n

a
n
t
a
r
d
a
e
r
a
h
K
e
r
j
a
s
a
m
a

b
i
l
a
t
e
r
a
l

d
e
n
g
a
n

A
u
s
t
r
a
l
i
a
,

M
a
l
a
y
s
i
a
,

f
a
s
i
l
i
t
a
s
i

p
r
o
g
r
a
m

a
k
s
i

S
u
l
u

S
u
l
a
w
e
s
i

M
a
r
i
n
e

E
c
o
r
e
g
i
o
n

(
S
S
M
E
)
,

N
A
C
A
,

S
E
A
F
D
E
C
,

I
O
T
C
,

F
A
O
,

U
N
I
D
O
,

U
N
E
P

d
a
n

G
E
F
K
e
r
j
a
s
a
m
a

a
n
t
a
r
-
d
a
e
r
a
h
,

s
e
p
e
r
t
i

S
e
l
a
t

K
a
r
i
m
a
t
a
,

T
e
l
u
k

T
o
m
i
n
i
,

T
e
l
u
k

B
a
-
l
i
k
p
a
p
a
n
,

S
e
l
a
t

B
a
l
i
,

S
e
l
a
t

M
a
k
a
s
a
r

d
a
n

T
e
l
u
k

C
e
n
d
r
a
w
a
s
i
h
,

k
e
r
j
a
s
a
m
a

d
i

S
S
M
E
,

S
o
l
o
m
o
n

B
i
s
m
a
r
c
k
,

L
a
u
t

B
a
n
d
a
,

d
a
n

M
o
U

B
o
x

I
n
d
o
n
e
s
i
a
-
A
u
s
t
r
a
l
i
a
.
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 483 5/5/09 2:46:39 PM
484
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

B
e
r
b
a
-
s
i
s

P
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

(
P
L
B
P
M
)
2
6
R
e
g
i
o
n
a
l

C
e
n
t
e
r

y
a
n
g

m
e
l
i
b
a
t
k
a
n

s
e
b
a
n
y
a
k

6
1

U
n
i
v
e
r
s
i
t
a
s

d
a
n

P
L
B
P
M

d
i

2
0

k
a
b
u
-
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a
.
P
L
B
P
M

d
i

2
0

k
a
b
u
-
p
a
t
e
n
/

k
o
t
a
.
K
o
n
d
i
s
i

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g
6
,
8
5

p
e
r
s
e
n

s
a
n
g
a
t

b
a
i
k
,

2
5
,
7
2

p
e
r
s
e
n

b
a
i
k
,

3
6
,
8
7

p
e
r
s
e
n

s
e
d
a
n
g
,

3
0
,
5
8

p
e
r
s
e
n

r
u
s
a
k
5
,
8
3

p
e
r
s
e
n

s
a
n
g
a
t

b
a
i
k
,

2
5

p
e
r
s
e
n

b
a
i
k
,

3
6
,
5
9

p
e
r
s
e
n

s
e
d
a
n
g
,

3
1
,
9
2

p
e
r
s
e
n

r
u
s
a
k
6
p
e
r
s
e
n

b
a
i
k
,

2
4

p
e
r
s
e
n

s
e
d
a
n
g
,

4
0

p
e
r
s
e
n

r
u
s
a
k
3
D
i
s
e
p
a
k
a
t
i
n
y
a
b
a
t
a
s
l
a
u
t
d
e
n
g
a
n
n
e
g
a
r
a
t
e
t
a
n
g
g
a
,
t
e
r
u
t
a
m
a
S
i
n
g
a
p
u
r
a
,
M
a
l
a
y
s
i
a
,
T
i
m
o
r
L
e
s
t
e
,
P
a
p
u
a
N
e
w
G
u
i
n
e
a
,
d
a
n
P
h
i
l
i
p
i
n
a
;
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

k
e
r
j
a
s
a
m
a

d
e
n
g
a
n

n
e
g
a
r
a

l
a
i
n

K
e
r
j
a
s
a
m
a

b
i
l
a
t
-
e
r
a
l

d
e
n
g
a
n

A
u
s
-
t
r
a
l
i
a
,

T
a
i
l
a
n
d
,

F
i
l
i
p
i
n
a
,

M
a
l
a
y
-
s
i
a
,

J
e
p
a
n
g
,

R
R
C
,

K
o
r
e
a
,

I
n
d
i
a
,

B
e
l
a
n
d
a
,

S
w
e
d
i
a
,

N
o
r
w
e
g
i
a
,

S
p
a
n
y
o
l
,

P
r
a
n
c
i
s
,

U
S
A
,

C
h
i
l
i
e
,

A
l
j
a
z
a
i
r

d
a
n

I
r
a
n

s
e
r
t
a

m
u
l
t
i
l
a
t
-
e
r
a
l

d
a
l
a
m

f
a
s
i
l
i
-
t
a
s
i

p
r
o
g
r
a
m

a
k
s
i

S
u
l
u

S
u
l
a
w
e
s
i

M
a
r
i
n
e

E
c
o
r
e
g
i
o
n

(
S
S
M
E
)
,

N
A
C
A
,

S
E
A
F
D
E
C
,

I
O
T
C
,

F
A
O
,

U
N
I
D
O
,

U
N
E
P

d
a
n

G
E
F
K
e
r
j
a
s
a
m
a

S
S
M
E
,

S
o
l
o
m
o
n

B
i
s
m
a
r
c
k
,

L
a
u
t

B
a
n
d
a
,

d
a
n

M
o
U

B
o
x

I
n
d
o
n
e
-
s
i
a
-
A
u
s
t
r
a
l
i
a
;

T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a

R
T
R

G
u
g
u
s

P
u
l
a
u

K
e
c
i
l

W
i
l
a
y
a
h

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n

n
e
g
a
r
a

d
i

6

l
o
k
a
s
i
,

s
e
r
t
a

t
e
r
f
a
s
i
l
i
t
a
s
i
n
y
a

k
e
g
i
a
t
a
n

P
o
k
j
a

P
e
r
b
a
t
a
s
a
n

d
a
n

O
c
e
a
n

P
o
l
i
c
y
4
S
e
r
a
s
i
n
y
a
p
e
r
a
t
u
r
a
n
p
e
r
u
n
d
a
n
g
a
n
y
a
n
g
t
e
r
k
a
i
t
d
e
n
g
a
n
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
d
a
n
p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
;
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 484 5/5/09 2:46:40 PM
Bagian 4
485
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
U
n
d
a
n
g
-
u
n
d
a
n
g

P
e
n
y
u
s
u
n
a
n

R
U
U

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

P
e
s
i
s
i
r

d
a
n

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
U
U

2
7
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
l
o
-
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

d
a
n

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
P
e
r
a
t
u
r
a
n

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
P
P

N
o
.

6
0
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

K
o
n
s
e
r
-
v
a
s
i

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

I
k
a
n
P
e
r
a
t
u
r
a
n

P
r
e
s
i
d
e
n

d
a
n

K
e
p
m
e
n

P
e
r
p
r
e
s

n
o
.

7
8
/
2
0
0
5

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l

T
e
r
l
u
a
r

5
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
r
a
n
y
a
d
e
s
e
n
t
r
a
l
i
s
a
s
i
y
a
n
g
m
e
n
d
o
r
o
n
g
p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
y
a
n
g
e

s
i
e
n
d
a
n
b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
;
P
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
n
d
u
k
u
n
g
P
e
n
y
u
s
u
n
a
n

3

b
u
a
h

P
e
r
d
a

P
e
n
-
g
e
l
o
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

P
e
s
i
s
i
r

P
r
o
v
i
n
s
i

d
a
n

9

b
u
a
h

P
e
r
d
a

P
W
P

k
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a
U
U

2
7
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
l
o
-
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

d
a
n

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n
P
e
n
y
u
s
u
n
a
n

d
o
k
u
m
e
n

p
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

p
e
n
-
g
e
l
o
l
a
a
n

w
i
l
a
y
a
h

p
e
s
i
s
i
r

t
e
r
p
a
d
u

b
e
r
u
p
a

R
e
n
s
t
r
a

d
a
n

Z
o
n
a
s
i

d
i

1
5

p
r
o
v
i
n
s
i

d
a
n

d
i

3
0

k
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a
6
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
l
u
a
s
k
a
w
a
s
a
n
k
o
n
-
s
e
r
v
a
s
i
l
a
u
t
d
a
n
m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
j
e
n
i
s
/
g
e
n
e
t
i
k
b
i
o
t
a
l
a
u
t
l
a
n
g
k
a
d
a
n
t
e
r
a
n
c
a
m
p
u
n
a
h
;
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 485 5/5/09 2:46:40 PM
486
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
J
u
m
l
a
h

k
a
w
a
s
a
n

k
o
n
s
e
r
v
a
s
i

l
a
u
t

d
a
e
r
a
h

(
K
K
L
D
)
1
5
L
u
a
s

k
a
w
a
s
a
n

k
o
n
s
e
r
v
a
s
i

l
a
u
t

j
u
t
a

h
a
7
,
2
8
,
8
7
T
e
r
i
n
t
e
g
r
a
s
i
n
y
a
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
l
a
u
t
,
p
e
s
i
s
i
r
,
d
a
n
d
a
r
a
t
a
n
d
a
l
a
m
s
a
t
u
k
e
s
a
t
u
a
n
p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
w
i
l
a
y
a
h
;
P
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
n
d
u
k
u
n
g
U
U

2
7
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
l
o
-
l
a
a
n

W
i
l
a
y
a
h

d
a
n

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
8
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
r
a
n
y
a
p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
r
u
a
n
g
l
a
u
t
,
p
e
s
i
s
i
r
,
d
a
n
p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u
k
e
c
i
l
s
e
c
a
r
a
s
e
r
a
s
i
s
e
s
u
a
i
d
e
n
g
a
n
d
a
y
a
d
u
k
u
n
g
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
-
n
y
a
;
T
e
r
s
e
d
i
a
a
n
y
a

m
a
s
t
e
r

p
l
a
n

a
t
a
u

k
e
b
i
j
a
k
a
n

t
a
t
a

r
u
a
n
g

p
e
s
i
s
i
r

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

l
a
u
t
,

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

d
a
r
a
t
a
n

d
a
l
a
m

s
a
t
u

k
e
s
a
t
u
a
n

w
i
l
a
y
a
h

P
e
n
y
u
s
u
n
a
n

N
o
r
m
a

S
t
a
n
d
a
r

P
r
o
s
e
d
u
r

M
a
n
u
a
l

P
e
n
a
t
a
a
n

R
u
a
n
g

P
u
l
a
u
-
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
;

P
e
r
e
n
c
a
-
n
a
a
n

p
e
n
a
t
a
a
n

r
u
a
n
g

w
i
l
a
y
a
h

l
a
u
t
,

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

d
i

d
a
e
r
a
h

P
a
p
u
a
,

J
a
w
a

B
a
g
i
a
n

U
t
a
r
a
,

T
r
e
n
g
g
a
l
e
k

d
a
n

M
i
n
a
h
a
s
a

U
t
a
r
a
P
e
t
a

d
a
e
r
a
h

p
e
s
i
-
s
i
r

r
a
w
a
n

b
e
n
c
a
n
a
F
a
s
i
l
i
t
a
s
i

p
e
n
y
u
s
u
n
a
n

p
e
r
d
a

t
a
t
a

r
u
a
n
g

l
a
u
t
,

p
e
s
i
s
i
r

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

d
i

2
5

k
a
b
/
k
o
t
a
T
a
t
a

r
u
a
n
g
U
U

N
o
.

2
6
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
a
t
a
a
n

R
u
a
n
g
;

P
e
n
y
u
s
u
-
n
a
n

p
e
t
a

d
a
e
r
a
h

p
e
s
i
s
i
r

r
a
w
a
n

b
e
n
c
a
n
a
9
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a
e
k
o
s
i
s
t
e
m
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
y
a
n
g
t
e
r
j
a
g
a
k
e
b
e
r
s
i
h
a
n
,
k
e
s
e
h
a
t
a
n
,
d
a
n
p
r
o
d
u
k
t
i
v
i
t
a
s
n
y
a
;
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 486 5/5/09 2:46:41 PM
Bagian 4
487
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
e
n
e
t
a
p
a
n

w
i
l
a
y
a
h

p
r
i
o
r
i
t
a
s

d
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
P
e
n
e
t
a
p
a
n

8

p
r
o
v
i
n
s
i

d
a
n

1
5

k
a
b
/
k
o
t
a

s
e
b
a
g
a
i

k
a
w
a
s
a
n

r
e
h
a
-
b
i
l
i
t
a
s
i
,

k
e
g
i
a
t
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

m
a
n
g
r
o
v
e

d
i

8

p
r
o
v
i
n
s
i

d
a
n

1
5

k
a
b
/
k
o
t
a
P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

p
r
o
g
r
a
m

C
o
r
e
m
a
p

I
I

d
i

8

p
r
o
v
i
n
s
i
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

p
e
r
l
i
n
d
u
n
g
-
a
n

k
e
a
n
e
k
a
r
a
g
a
m
a
n

h
a
y
a
t
i
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

e
k
o
w
i
s
a
t
a

d
a
n

j
a
s
a

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

d
i

6

t
a
m
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l

l
a
u
t
,

k
a
w
a
s
a
n

k
o
n
s
e
r
-
v
a
s
i

l
a
u
t
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g
,

m
a
n
g
r
o
v
e
,

p
a
d
a
n
g

l
a
m
u
n
,

e
s
t
u
a
r
i
a

d
a
n

t
e
l
u
k
,

t
e
r
m
a
-
s
u
k

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g

d
i

8

p
r
o
v
i
n
s
i
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

d
a
n

r
e
h
a
-
b
i
l
i
t
a
s
i

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g
,

m
a
n
g
r
o
v
e
,

p
a
d
a
n
g

l
a
m
u
n
,

e
s
t
u
a
r
i
a

d
a
n

t
e
l
u
k

d
i

2
1

k
a
b
/
k
o
t
a

d
i

8

p
r
o
v
i
n
s
i
P
e
n
e
l
i
t
i
a
n

d
a
n

p
e
n
g
e
m
-
b
a
n
g
a
n
R
i
s
e
t

p
e
r
i
k
a
n
a
n

t
a
n
g
k
a
p
,

p
e
r
i
-
k
a
n
a
n

b
u
d
i
d
a
y
a
,

p
e
n
g
o
l
a
h
a
n

d
a
n

s
o
s
i
a
l

e
k
o
n
o
m
i
,

t
e
k
n
o
l
o
g
i

k
e
l
a
u
-
t
a
n
,

s
e
r
t
a

r
i
s
e
t

w
i
l
a
y
a
h

l
a
u
t

d
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

n
o
n
-
h
a
y
a
t
i
R
i
s
e
t

e
k
s
p
l
o
r
a
s
i

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

n
o
n

k
o
n
v
e
n
s
i
o
n
a
l
B
e
r
k
e
m
b
a
n
g
n
y
a

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

r
i
s
e
t

k
e
l
a
u
t
a
n
H
a
s
i
l

r
i
s
e
t
R
i
s
e
t
1
0
1
/
9
7
1
0
6
1
0
7
9
1
K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

L
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n

B
e
r
b
a
s
i
s

P
e
m
b
e
r
d
a
y
a
-
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

(
P
L
B
P
M
)
t
o
n
/
h
a
2
0
2
3
2
8
1
0
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
u
p
a
y
a
m
i
t
i
g
a
s
i
b
e
n
c
a
n
a
a
l
a
m
l
a
u
t
,
d
a
n
k
e
s
e
-
l
a
m
a
t
a
n
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
y
a
n
g
b
e
k
e
r
j
a
d
i
l
a
u
t
d
a
n
y
a
n
g
t
i
n
g
g
a
l
d
i
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u
k
e
c
i
l
.
S
a
r
a
n
a

d
e
t
e
k
s
i

b
e
n
c
a
n
a
P
e
m
a
s
a
n
g
a
n

b
u
o
y
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 487 5/5/09 2:46:41 PM
488
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
e
m
b
u
a
t
a
n

r
u
m
a
h

r
a
m
a
h

b
e
n
c
a
n
a
U
n
i
t
D
i
b
a
n
g
u
n
n
y
a

1
1
4

u
n
i
t

p
e
r
-
c
o
n
t
o
h
a
n

r
u
m
a
h

r
a
m
a
h

b
e
n
c
a
n
a

d
i

D
e
m
a
k
,

P
a
c
i
t
a
n
,

L
a
m
o
n
g
a
n
,

T
e
g
a
l
,

T
a
n
g
e
r
a
n
g
,

d
a
n

C
i
a
m
i
s
;

s
e
r
t
a

p
e
m
b
u
a
t
a
n

p
e
t
a

r
a
w
a
n

t
s
u
n
a
m
i

d
i

P
a
c
i
t
a
n
,

B
a
l
i
,

P
a
d
a
n
g
,

S
e
r
a
n
g
,

N
u
s
a

T
e
n
g
-
g
a
r
a

B
a
r
a
t
,

d
a
n

M
a
l
u
k
u
D
i
b
a
n
g
u
n
n
y
a

1
5
7

r
u
m
a
h

r
a
m
a
h

b
e
n
c
a
n
a

d
i

6

k
a
b
/
k
o
t
a
,

y
a
i
t
u
:

K
a
b
.

T
u
l
u
n
g

A
g
u
n
g

3
2

u
n
i
t
,

K
a
b
.

P
a
m
e
-
k
a
s
a
n

2
8

u
n
i
t
,

K
o
t
a

P
a
r
i
a
m
a
n

2
7

u
n
i
t
,

K
a
b
.

L
o
m
-
b
o
k

T
e
n
g
a
h

2
5

u
n
i
t
,

K
a
b
.

P
e
s
i
s
i
r

S
e
l
a
t
a
n

2
8

u
n
i
t
,

d
a
n

K
a
b
.

D
e
m
a
k

1
7

u
n
i
t
.
P
E
R
T
A
M
B
A
N
G
A
N
D
A
N
S
U
M
B
E
R
D
A
Y
A
M
I
N
E
R
A
L
1
O
p
t
i
m
a
l
i
s
a
s
i
p
e
r
a
n
m
i
g
a
s
d
a
l
a
m
p
e
n
e
r
i
m
a
a
n
n
e
g
a
r
a
g
u
n
a
m
e
n
u
n
-
j
a
n
g
p
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
e
k
o
n
o
m
i
;
J
u
m
l
a
h

p
e
n
e
r
i
m
a
a
n

m
i
g
a
s
t
r
i
l
i
u
n

R
p
1
0
8
,
2
/
1
3
7
,
6
8
1
9
1
,
6
8
1
8
6
,
6
4
3
0
3
,
0
7
P
r
o
p
o
r
s
i

p
e
n
e
r
i
m
a
a
n

m
i
g
a
s

t
e
r
h
a
d
a
p

P
D
B
p
e
r
s
e
n
4
,
7
/
5
,
0
5
6
,
2
2
4
,
4
7
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
c
a
d
a
n
g
a
n
,
p
r
o
d
u
k
-
s
i
,
d
a
n
e
k
s
p
o
r
m
i
g
a
s
;
J
u
m
l
a
h

c
a
d
a
n
g
a
n

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i

J
u
t
a

B
a
r
e
l
8
,
6
1
/
8
,
6
3
8
,
9
6
8
,
4
0
J
u
m
l
a
h

c
a
d
a
n
g
a
n

g
a
s

b
u
m
i
T
S
C
F
1
8
8
,
3
4
/
1
8
5
,
8
0
1
8
7
,
1
0
1
6
4
,
9
9
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
b
a
r
r
e
l
4
0
0
.
4
8
6
.
2
3
4
,
0
0
/
3
8
5
.
4
9
7
.
9
5
9
,
0
0
3
5
9
.
2
8
9
.
3
3
7
,
0
0
3
4
8
.
3
5
7
.
6
0
4
,
0
0
2
0
8
.
0
4
8
.
2
2
2
,
0
0
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

g
a
s

b
u
m
i
S
C
F
3
.
0
2
9
.
9
0
4
.
9
5
8
,
0
0
/
2
.
9
8
4
.
1
5
0
.
2
1
5
,
0
0
2
.
9
4
7
.
0
4
8
.
6
3
2
,
0
0
2
.
7
8
3
.
1
6
8
.
5
3
2
,
0
0
1
.
4
4
3
.
4
7
0
.
1
0
3
,
0
0
J
u
m
l
a
h

e
k
s
p
o
r

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
b
a
r
r
e
l
1
8
0
.
2
3
4
.
9
3
8
,
0
0
/
1
5
6
.
7
6
6
.
0
0
6
,
0
0
1
1
4
.
1
4
7
.
7
6
4
,
3
1
1
2
7
.
1
3
4
.
7
9
2
,
0
0
6
1
.
8
5
2
.
8
1
6
,
0
0
J
u
m
l
a
h

e
k
s
p
o
r

L
N
G
M
M
B
T
U
1
.
2
2
7
.
5
6
1
.
3
0
0
,
0
0
/
1
.
2
1
7
.
8
2
9
.
1
8
8
,
0
0
1
.
1
7
6
.
4
6
7
.
5
7
0
,
0
0
1
.
0
8
2
.
4
6
4
.
8
4
0
,
0
0
3
T
e
r
j
a
m
i
n
n
y
a
p
a
s
o
k
a
n
m
i
g
a
s
d
a
n
p
r
o
d
u
k
-
p
r
o
d
u
k
n
y
a
u
n
t
u
k
m
e
-
m
e
n
u
h
i
k
e
b
u
t
u
h
a
n
d
a
l
a
m
n
e
g
e
r
i
;
J
u
m
l
a
h

k
o
n
s
u
m
s
i

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i
b
a
r
r
e
l
3
7
5
.
4
9
4
.
6
3
6
,
0
0
/
3
5
7
.
4
9
3
.
9
9
7
,
0
0
3
4
9
.
8
4
5
.
4
3
5
,
0
0
3
2
1
.
3
0
2
.
8
1
4
,
0
0
1
7
8
.
3
5
9
.


7
0
0
,
0
0
J
u
m
l
a
h

i
m
p
o
r

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
b
a
r
r
e
l
1
4
8
.
4
8
9
.
5
8
9
,
1
3
/
1
2
0
.
1
5
9
.
3
2
4
,
8
1
1
1
3
.
5
4
5
.
9
3
4
,
1
3
1
1
0
.
4
4
8
.
5
0
6
,
3
6
1
.
4
0
5
.
9
4
2
.
1
0
8
,
0
0
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 488 5/5/09 2:46:42 PM
Bagian 4
489
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
J
u
m
l
a
h

e
k
s
p
o
r

m
i
n
y
a
k

b
u
m
i
b
a
r
r
e
l
1
8
0
.
2
3
4
.
9
3
8
,
0
0
/
1
5
6
.
7
6
6
.
0
0
6
,
0
0
1
1
4
.
1
4
7
.
7
6
4
,
3
1
1
2
7
.
1
3
4
.
7
9
2
,
0
0
4
8
.
8
6
7
.
3
6
2
,
0
0
M
M
B
T
U
1
.
2
2
7
.
5
6
1
.
3
0
0
,
0
0
/
1
.
2
1
7
.
8
2
9
.
1
8
8
,
0
0
1
.
1
7
6
.
4
6
7
.
5
7
0
,
0
0
1
.
0
8
2
.
4
6
4
.
8
4
0
,
0
0
6
1
.
8
5
2
.
8
1
6
,
0
0
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
i
n
v
e
s
t
a
s
i
p
e
r
t
a
m
-
b
a
n
g
a
n
d
a
n
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
m
i
n
e
r
a
l
d
e
n
g
a
n
p
e
r
l
u
a
s
a
n
l
a
p
a
n
g
a
n
k
e
r
j
a
d
a
n
k
e
s
e
m
p
a
t
a
n
b
e
r
u
s
a
h
a
;
(
T
o
t
a
l

i
n
v
e
s
t
a
s
i

m
i
g
a
s
j
u
t
a

U
S
$
5
.
9
1
9
,
5
9
/
8
.
2
6
8
,
6
7
9
.
6
6
2
,
5
6
1
1
.
1
7
9
,
6
6
1
2
.
2
1
2
,
9
6
T
o
t
a
l

i
n
v
e
s
t
a
s
i

m
i
n
e
r
-
b
a
p
a
b
u
m
j
u
t
a

U
S
$
1
.
0
5
5
,
2
1
/
9
4
4
,
3
1
1
.
4
5
6
,
1
2
1
.
2
5
2
,
8
1
1
.
6
5
4
,
5
1
T
o
t
a
l

i
n
v
e
s
t
a
s
i

k
e
t
e
n
a
g
a
l
i
s
-
t
r
i
k
a
n
j
u
t
a

U
S
$
2
.
5
5
3
,
7
5
/
2
.
6
3
7
,
5
5
3
.
2
5
2
,
9
9
3
.
3
2
0
,
0
6
4
.
7
5
9
,
9
0
J
u
m
l
a
h

t
e
n
a
g
a

k
e
r
j
a

d
i

s
e
k
t
o
r

p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n

&

p
e
n
g
g
a
l
i
a
n
o
r
a
n
g
1
.
0
3
4
.
7
1
6
/
9
0
4
.
1
9
4
9
2
3
.
5
9
1
9
9
4
.
6
1
4
,
0
0
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
p
r
o
d
u
k
s
i
d
a
n
n
i
l
a
i
t
a
m
b
a
h
p
r
o
d
u
k
p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
;
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

b
a
t
u
b
a
r
a
t
o
n
1
2
9
.
1
5
6
.
4
7
5
,
7
9
/
1
5
2
.
7
0
7
.
6
0
7
,
3
1
1
8
0
.
2
8
9
.
4
5
4
,
6
6
1
7
4
.
7
9
4
.
4
4
7
,
9
9
1
9
8
.
6
9
3
.
4
0
2
,
8
6
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

e
m
a
s
k
g
9
2
.
9
3
5
,
8
4
/
1
4
2
.
8
9
3
,
6
5
8
5
.
4
1
1
,
1
6
1
1
7
.
8
5
4
,
1
1
5
7
.
9
4
0
,
0
0
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

p
e
r
a
k
k
g
2
6
2
.
9
3
5
,
0
8
/
3
2
6
.
9
9
2
,
7
2
2
6
1
.
3
9
7
,
7
0
2
6
8
.
9
6
7
,
1
4
2
0
9
.
0
6
0
,
0
0
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

g
r
a
n
i
t
t
o
n
3
.
6
3
7
.
4
4
1
,
0
0
/
4
.
3
0
2
.
8
4
9
,
0
0
5
.
2
1
7
.
8
0
7
,
0
0
1
.
7
9
3
.
4
4
0
,
0
0
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

t
e
m
b
a
g
a
t
o
n
8
4
0
.
3
1
8
,
0
0
/
1
.
0
6
3
.
8
4
9
,
0
0
8
1
7
.
7
9
6
,
0
0
7
9
6
.
8
9
9
,
0
0
5
8
0
.
9
5
0
,
0
0
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

l
o
g
a
m

t
i
m
a
h
t
o
n
6
0
.
6
9
7
,
2
7
/
6
7
.
6
0
0
,
2
8
6
5
.
3
5
7
,
4
7
9
1
.
2
8
0
,
0
0
7
9
.
2
1
0
,
0
0
J
u
m
l
a
h

p
r
o
d
u
k
s
i

b
i
j
i
h

n
i
k
e
l
w
m
t
4
.
0
9
5
.
4
7
7
,
8
1
/
2
.
5
4
5
.
5
8
0
,
0
0
4
.
3
5
3
.
8
3
2
,
0
0
6
.
6
2
3
.
0
2
0
,
0
0
1
4
.
9
0
2
.
2
6
0
,
0
0
N
i
l
a
i

t
a
m
b
a
h

s
e
k
t
o
r

p
e
r
t
a
m
-
b
a
n
g
a
n
m
i
l
i
a
r

R
p
1
6
0
,
1
0
/
1
6
2
,
6
4
6
T
e
r
j
a
d
i
n
y
a
a
l
i
h
t
e
k
n
o
l
o
g
i
d
a
n
k
o
m
p
e
t
e
n
s
i
t
e
n
a
g
a
k
e
r
j
a
;

J
u
m
l
a
h

t
e
n
a
g
a

a
s
i
n
g

d
i

s
e
k
-
t
o
r

m
i
g
a
s


o
r
a
n
g







2
1
.
0
0
0

/
2
0
.
1
4
2
1
4
.
6
3
1
1
6
.
4
5
6
,
0
0
1
4
.
0
2
2

J
u
m
l
a
h

t
e
n
a
g
a

l
o
k
a
l

d
i

s
e
k
-
t
o
r

m
i
g
a
s


o
r
a
n
g



3
.
6
1
6
.
4
8
8

/
3
.
5
4
5
.
2
2
9
3
.
5
0
2
.
8
4
6
3
.
4
8
1
.
9
6
0
,
0
0
1
.
7
4
2
.
2
6
8

P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

t
e
n
a
g
a

a
s
i
n
g

y
g

b
e
k
e
r
j
a
p
e
r
s
e
n




0
,
5
8

/
0
,
5
6
0
,
4
2
0
,
4
7
0
,
8
0
7
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
u
a
l
i
t
a
s
i
n
d
u
s
t
r
i
h
i
l
i
r
y
a
n
g
b
e
r
b
a
s
i
s
s
u
m
b
e
r
d
a
y
a
m
i
n
e
r
a
l
;
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 489 5/5/09 2:46:43 PM
490
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
J
u
m
l
a
h

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
n
g
o
l
a
h
a
n

p
r
o
d
u
k

l
o
g
a
m
u
n
i
t
8
8
0
/
8
5
9
J
u
m
l
a
h

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
n
g
o
l
a
h
a
n

p
r
o
d
u
k

m
i
n
e
r
a
l

n
o
n
-
l
o
g
a
m
u
n
i
t
1
.
5
0
7
/
1
.
5
2
2
8
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
e
s
a
d
a
r
a
n
p
e
m
-
b
a
n
g
u
n
a
n
b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
d
a
l
a
m
e
k
s
p
l
o
i
t
a
s
i
e
n
e
r
g
i
d
a
n
s
u
m
b
e
r
-
d
a
y
a
m
i
n
e
r
a
l
;
d
a
n
P
r
o
p
o
r
s
i

p
r
o
d
u
k
s
i

e
n
e
r
g
i

a
i
r

&

p
a
n
a
s

b
u
m
i

t
e
r
h
a
d
a
p

p
r
o
d
u
k
s
i

e
n
e
r
g
i

t
o
t
a
l
p
e
r
s
e
n
2
9
,
6
1
/
2
6
,
0
8
2
5
,
2
1
J
u
m
l
a
h

e
m
i
s
i

C
O
2

d
a
r
i

p
e
m
a
k
a
i
a
n

e
n
e
r
g
i
j
u
t
a

t
o
n
2
8
0
,
6
0
/
2
9
3
,
2
7
3
0
3
,
8
0
L
I
N
G
K
U
N
G
A
N
H
I
D
U
P
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
u
a
l
i
t
a
s
a
i
r
p
e
r
-
m
u
k
a
a
n
(
s
u
n
g
a
i
,
d
a
n
a
u
d
a
n
s
i
t
u
)
d
a
n
k
u
a
l
i
t
a
s
a
i
r
t
a
n
a
h
d
i
s
e
r
t
a
i
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n
d
a
n
p
e
m
a
n
t
a
u
a
n
t
e
r
p
a
d
u
a
n
t
a
r
s
e
k
t
o
r
;
p
e
r
s
e
n
t
a
s
e

D
A
S

d
a
n

k
a
w
a
s
a
n

p
e
r
a
i
r
a
n

y
a
n
g

m
e
m
i
l
i
k
i

a
n
g
k
a

B
O
D
,

C
O
D
,

C
o
l
i

d
a
n

l
o
g
a
m

b
e
r
a
t

y
a
n
g

m
e
l
e
b
i
h
i

a
m
b
a
n
g

b
a
t
a
s
.
1
0

p
e
r
s
e
n

m
e
m
e
n
u
h
i

b
a
k
u

m
u
t
u
,

4
0

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

r
i
n
g
a
n
,

4
2

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
-
m
a
r

s
e
d
a
n
g
,

3

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

b
e
r
a
t
2
2
,
6


p
e
r
s
e
n

m
e
m
e
n
u
h
i

b
a
k
u

m
u
t
u
,

5
0
,
3

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

r
i
n
g
a
n
,

4
0
,
5

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
m
a
r

s
e
d
a
n
g
,

6
,
3

p
e
r
s
e
n

t
e
r
c
e
-
m
a
r

b
e
r
a
t
2
T
e
r
k
e
n
d
a
l
i
n
y
a
p
e
n
c
e
m
a
r
a
n
p
e
-
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
m
e
l
a
l
u
i
p
e
n
d
e
k
a
-
t
a
n
t
e
r
p
a
d
u
a
n
t
a
r
a
k
e
b
i
j
a
k
a
n
k
o
n
s
e
r
v
a
s
i
t
a
n
a
h
d
i
w
i
l
a
y
a
h
d
a
r
a
t
a
n
d
e
n
g
a
n
e
k
o
s
i
s
t
e
m
p
e
s
i
s
i
r
d
a
n
l
a
u
t
;
K
o
n
d
i
s
i

t
e
r
u
m
b
u

k
a
r
a
n
g
6
,
8
5

p
e
r
s
e
n

s
a
-
n
g
a
t

b
a
i
k
;

2
5
,
7
2

p
e
r
s
e
n

b
a
i
k
,

3
6
,
8
7

p
e
r
s
e
n

s
e
d
a
n
g
;

3
0
,
5
8

p
e
r
s
e
n

r
u
s
a
k
5
,
8
3

p
e
r
s
e
n

s
a
n
g
a
t

b
a
i
k
;

2
5

p
e
r
s
e
n

b
a
i
k
,

3
6
,

5
9

p
e
r
s
e
n

s
e
d
a
n
g
;

3
1
,
9
2

p
e
r
s
e
n

r
u
s
a
k
6

p
e
r
s
e
n

b
a
i
k
,

2
4

p
e
r
s
e
n

s
e
d
a
n
g
;

4
0

p
e
r
s
e
n

r
u
s
a
k
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 490 5/5/09 2:46:43 PM
Bagian 4
491
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
3
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
k
u
a
l
i
t
a
s
u
d
a
r
a
p
e
r
k
o
t
a
a
n
k
h
u
s
u
s
n
y
a
d
i
k
a
w
a
s
a
n
p
e
r
k
o
t
a
a
n
y
a
n
g
d
i
d
u
k
u
n
g
o
l
e
h
p
e
r
b
a
i
k
a
n
m
a
n
a
j
e
m
e
n
d
a
n
s
i
s
t
e
m
t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
k
o
t
a
y
a
n
g
r
a
m
a
h
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
;
J
u
m
l
a
h

h
a
r
i

t
a
n
p
a

p
e
n
c
e
-
m
a
r
a
n

u
d
a
r
a

d
a
l
a
m

s
e
t
a
h
u
n

d
i
s
e
t
i
a
p

k
o
t
a

b
e
s
a
r
H
a
r
i
/
t
a
h
u
n
J
a
k
a
r
t
a

=

1
8
;

B
a
n
d
u
n
g

=

6
4
;

D
e
n
p
a
s
a
r

=

0
;

M
e
d
a
n

=

1
3
5
;

P
e
k
a
n

b
a
r
u

=

6
0
;

P
o
n
t
i
a
n
a
k

=

3
0
;

P
a
l
a
n
g
k
a
r
a
y
a
=

2
0
6
;

S
e
m
a
r
a
n
g

=

6
0
;
S
u
r
a
b
a
y
a

=

7
4
/
J
a
k
a
r
t
a

=

2
9
;

B
a
n
d
u
n
g

=

4
0
;

D
e
n
p
a
s
a
r

=

0
;

M
e
d
a
n

=

2
4
;

P
e
k
a
n

b
a
r
u

=

0
;

P
o
n
t
i
a
n
a
k

=

0
;

P
a
l
a
n
g
k
a
r
a
y
a
=

2
1
5
;

S
e
m
a
r
a
n
g

=
2
2
9
;
S
u
r
a
b
a
y
a

=

1
1
J
a
k
a
r
t
a

=

2
6
;

B
a
n
d
u
n
g

=

1
4
;

D
e
n
p
a
s
a
r

=

0
;

M
e
d
a
n

=

1
5
;

P
e
k
a
n

b
a
r
u

=

9
3
;

P
o
n
t
i
a
n
a
k

=

5
8
;

P
a
l
a
n
g
k
a
r
a
y
a
=

2
2
9
;

S
e
m
a
r
a
n
g

=
-
;
S
u
r
a
b
a
y
a

=

2
5
J
a
k
a
r
t
a

=

2
3
9
;

B
a
n
d
u
n
g

=

0
;
D
e
n
p
a
s
a
r

=

0
;

M
e
d
a
n

=

5
5
;
P
e
k
a
n

b
a
r
u

=
1
;
P
o
n
t
i
a
n
a
k


0
;

P
a
l
a
n
g
k
a
r
a
y
a
=

3
;
S
e
m
a
r
a
n
g

=
2
0
;
S
u
r
a
b
a
y
a

=

2
8
2
;

J
a
m
b
i

=

0
P
e
r
k
i
r
a
a
n

B
e
s
a
r
a
n

E
m
i
s
i

K
a
r
b
o
n

m
o
n
o
k
s
i
d
a

(
C
O
)

y
a
n
g

b
e
r
a
s
a
l

d
a
r
i

k
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
m
o
t
o
r
t
o
n





2
1
.
0
2
3
.
9
0
3
,
8
0

/






2
6
.
0
7
1
.
4
2
1
,
6

P
e
r
k
i
r
a
a
n

B
e
s
a
r
a
n

E
m
i
s
i

H
i
-
d
r
o

K
a
r
b
o
n

(
H
C
)

y
a
n
g

b
e
r
a
s
a
l

d
a
r
i

k
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
m
o
t
o
r
T
o
n






1
.
8
4
1
.
8
3
7
,
7
0

/







2
.
2
8
4
.
0
3
4
,
8

P
e
r
k
i
r
a
a
n

B
e
s
a
r
a
n

N
i
t
r
o
g
e
n

O
k
s
i
d
a

(
N
o
x
)

y
a
n
g

b
e
r
a
s
a
l

d
a
r
i

k
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
m
o
t
o
r
t
o
n






1
.
0
2
1
.
9
9
5
,
3
0

/







1
.
2
6
7
.
3
6
0
,
8

P
e
r
k
i
r
a
a
n

B
e
s
a
r
a
n

E
m
i
s
i

S
u
l
-
f
u
r

O
k
s
i
d
a

(
S
o
x
)

y
a
n
g

b
e
r
a
s
a
l

d
a
r
i

k
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
m
o
t
o
r
t
o
n









7
8
.
6
1
5
,
0
0

/










9
7
.
4
8
9
,
3

4
B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
p
e
n
g
g
u
n
a
a
n
b
a
h
a
n
p
e
r
u
s
a
k
o
z
o
n
(
B
P
O
)
s
e
c
a
r
a
b
e
r
t
a
-
h
a
p
d
a
n
s
a
m
a
s
e
k
a
l
i
h
a
p
u
s
p
a
d
a
t
a
h
u
n
2
0
1
0
;
P
e
n
g
a
h
a
p
u
s
a
n

A
e
r
o
s
o
l
M
e
t
r
i
x

T
o
n
4
0
0
3
.
8
0
0
P
e
n
g
h
a
p
u
s
a
n

t
o
t
a
l

C
F
C
P
e
l
a
r
a
n
g
a
n

i
m
p
o
r

C
F
C

d
a
n

M
e
t
h
y
l

B
r
o
m
i
d
e
B
a
n
y
a
k

I
m
p
o
r

k
o
m
o
d
i
t
i

y
a
n
g

m
e
n
g
a
n
d
u
n
g

z
a
t

p
e
r
u
s
a
k

o
z
o
n
-

M
e
r
c
u
r
y
T
o
n














0
,
3
6

/













2
8
,
8
7

-

C
y
a
n
i
d
e
s

a
n
d

C
y
a
n
i
d
e

o
x
i
d
e
s

o
f



s
o
d
i
u
m
T
o
n









4
.
1
4
5
,
4
4
/










1
.
8
6
4
,
5
2
-

O
t
h
e
r

C
y
a
n
i
d
e
s

c
o
m
p
o
u
n
d
s
T
o
n












1
1
8
,
1
4

/













1
7
,
1
7

L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 491 5/5/09 2:46:44 PM
492
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
-

O
t
h

D
i
s
o
d
i
u
m

T
e
t
r
a
b
o
r
a
t
e
s
T
o
n









2
0
.
0
9
1
,
3
7

/









1
5
.
7
9
4
,
7
4

-

V
i
n
y
l

C
h
l
o
r
i
d
e
T
o
n
4
0
.
2
0
5
,
7
4
/
4
3
.
2
8
4
,
6
0
-

T
r
i
c
h
l
o
r
o
e
t
h
y
l
e
n
e
T
o
n





2
.
2
1
0
,
0
8

/
2
.
1
4
6
,
1
5
-

F
l
u
r
i
n
a
t
e
d
,

B
r
o
m
i
n
a
t
e
d
/
l
o
-
d
i
n
a
t
e
d

D
e
r
i
v
a
t
i
v
e
s

o
f

a
c
y
c
k
i
c

h
y
d
r
o
c
a
r
b
o
n
T
o
n




9
0
2
,
3
3

/
-
-

M
e
t
h
a
n
a
l
T
o
n


4
.
1
7
5
,
2
6

/
3
5
7
,
6
1
-

P
a
r
a
f
o
r
m
a
l
d
e
h
y
d
e
T
o
n


5
.
1
2
1
,
3
4

/
5
.
4
1
8
,
1
7
-

T
e

o
n

f
o
r

p
r
o
t
e
c
t
o
r
T
o
n



3
0
1
,
2
6

/
-
-

P
r
o
p
e
l
l
e
n
t

p
o
w
d
e
r
s
T
o
n





1
4
,
9
9

/
1
,
6
5
-

P
V
C

r
e
s
i
n

e
m
u
l
s
i
o
n

p
r
o
c
e
s
s

i
n

p
o
w
d
e
r

f
o
r
m
T
o
n
1
1
.
5
6
9
,
3
3
/
-
-

O
t
h
e
r

p
o
l
y
v
i
n
y
l

c
h
l
o
r
i
d
e
T
o
n

1
4
.
6
2
9
,
6
4

/
-
-

P
o
l
y
v
i
n
y
l

c
h
o
r
i
d
e

n
o
n

p
l
a
s
t
i
-
c
i
s
e
d

i
n

o
t
h
e
r

f
o
r
m
s
T
o
n








4
9
0
,
2
1
/
9
7
,
1
4
-

O
z
o
n
e

t
h
e
r
a
p
y
,

o
x
y
g
e
n
,

t
h
e
r
a
p
y
,

a
e
r
o
s
o
l

t
h
e
r
a
p
y
,

a
e
t
i

c
i
a
l

r
e
s
p
i
r
a
t
i
o
n
T
o
n









1
0
0
,
3
7

/
1
0
8
,
2
0
5
B
e
r
k
e
m
b
a
n
g
n
y
a
k
e
m
a
m
p
u
a
n
a
d
a
p
t
a
s
i
t
e
r
h
a
d
a
p
p
e
r
u
b
a
h
a
n
i
k
l
i
m
g
l
o
b
a
l
;
S
t
a
t
u
s

P
r
o
y
e
k

C
D
M
:
T
e
r
r
e
g
i
s
t
r
a
s
i

d
i

E
x
e
x
c
u
t
i
v
e

B
o
a
r
d
P
r
o
y
e
k
8
4
9
S
u
d
a
h

D
i
s
e
t
u
j
u
i
P
r
o
y
e
k
5
6
1
3
4
6
6
P
e
l
e
s
t
a
r
i
a
n
d
a
n
p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n
k
e
a
n
e
k
a
r
a
g
a
m
a
n
h
a
y
a
t
i
s
e
c
a
r
a
b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
s
e
s
u
a
i
p
e
d
o
m
a
n
I
B
S
A
P
2
0
0
3
-
2
0
2
0
(
I
n
d
o
n
e
s
i
a
n
B
i
o
d
i
v
e
r
s
i
t
y
S
t
r
a
t
e
g
y
a
n
d
A
c
t
i
o
n
P
l
a
n
)
;
K
a
w
a
s
a
n

K
o
n
s
e
r
v
a
s
i
5
2
7

U
n
i
t

d
a
n

l
u
a
s

2
8
.
1
4
8
.
7
6
2
,

1
7

H
a
5
1
9

U
n
i
t

d
a
n

l
u
a
s

2
8
.
1
6
6
.
5
8
0
,
3
0

h
a
5
3
4

U
n
i
t

d
a
n

l
u
a
s

2
8
.
2
6
0
.
1
5
0
,
5
6

h
a
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 492 5/5/09 2:46:44 PM
Bagian 4
493
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
N
o
.
S
A
S
A
R
A
N
R
P
J
M
N
2
0
0
4
-
2
0
0
9
/
I
N
D
A
K
A
T
O
R
S
A
T
U
A
N
K
o
n
d
i
s
i
A
w
a
l
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
7
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a
s
i
s
t
e
m
p
e
n
g
e
l
o
-
l
a
a
n
d
a
n
p
e
l
a
y
a
n
a
n
l
i
m
b
a
h
B
3
(
b
a
h
a
n
b
e
r
b
a
h
a
y
a
b
e
r
a
c
u
n
)
b
a
g
i
k
e
g
i
a
t
a
n
-
k
e
g
i
a
t
a
n
y
a
n
g
b
e
r
p
o
-
t
e
n
s
i
m
e
n
c
e
m
a
r
i
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
;
J
u
m
l
a
h

p
e
m
a
k
i
a
n

B
3
P
e
m
a
k
a
i
a
n

B
3

p
a
d
a

i
n
d
u
s
t
r
i

k
i
m
i
a
:

1
5
.
2
8
4
,
1
7
9

t
o
n
;

t
e
k
s
t
i
l
/
k
e
r
-
t
a
s
/

p
l
a
s
t
i
k
/
f
o
o
d
:
1
9
.
2
8
4
,
7
7
9

t
o
n
;

p
e
r
t
a
m
b
a
n
g
a
n
:
6
5
.
2
7
6
.
5
3
4
,
5
7

k
g
P
e
m
a
k
a
i
a
n

B
3

p
a
d
a

i
n
d
u
s
t
r
i

k
i
m
i
a
:
1
5
.
2
8
4
,
1
7
9

t
o
n
;

i
n
d
u
s
t
r
i

k
i
m
i
a

h
u
l
u
:

2
1
.
0
6
6
.
2
4
6

t
o
n
;

i
n
d
u
s
t
r
i

k
i
m
-
i
a

h
i
l
i
r

3
.
2
8
2
.
6
4
1

t
o
n
;

i
n
d
u
s
t
r
i

k
e
c
i
l

m
e
n
e
n
g
a
h

4
2
3

t
o
n
;

t
o
t
a
l

e
k
s
p
o
r
t

=

1
4
5
,
7
8

t
o
n

(
1
0

b
e
s
a
r
)

i
m
p
o
r
t

B
3
:
1
4
5
.
7
8
3
,
2
5

t
o
n
J
u
m
l
a
h

t
i
m
b
u
l
a
n

l
i
m
b
a
h

d
a
r
i

5
2
1

i
n
d
u
s
t
r
i

y
a
n
g

d
i
-
p
a
n
t
a
u
:

7
.
0
2
9
.
7
7
1

t
o
n
,

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
k
e
l
o
l
a

s
e
b
a
n
y
a
k

5
.
3
3
1
.
2
6
8

t
o
n

y
a
n
g

b
e
l
u
m

d
i
k
e
l
o
l
a

1
.
6
9
8
.
5
0
3

t
o
n
8
T
e
r
s
u
s
u
n
n
y
a
a
t
u
r
a
n
p
e
n
d
a
n
a
a
n
-
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
y
a
n
g
i
n
o
v
a
t
i
f
s
e
b
a
g
a
i
t
e
r
o
b
o
s
a
n
u
n
t
u
k
m
e
n
g
a
t
a
s
i
r
e
n
d
a
h
n
y
a
p
e
m
b
i
a
y
a
a
n
s
e
k
t
o
r
l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
h
i
d
u
p
;
A
l
o
k
a
s
i

D
A
K

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
m
i
l
y
a
r

r
u
p
i
a
h
1
1
2
3
5
2
,
0
0
3
5
2
,
0
0
L
a
n
j
u
t
a
n
T
a
b
e
l
4
.
1
8
.
1
.
LO_Bab 4.11.indd 493 5/5/09 2:46:45 PM
Dok : PLN
LO_Bab 4.11.indd 494 5/5/09 2:46:47 PM
Bagian 4
495
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.19.
Percepatan Pembangunan Infrastruktur
4.19.1. Pengantar Umum
Infrastruktur merupakan roda penggerak pem-
bangunan. Selain itu, infrastruktur mempunyai
peran penting untuk memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa. Sejak lama infrastruktur di-
yakini merupakan pemicu pembangunan di suatu
kawasan. Dapat dikatakan kesenjangan kesejahte-
raan antar-kawasan juga dapat diidentikasi dari
kesenjangan infrastruktur yang terjadi. Ke depan,
pendekatan pembangunan infrastruktur berbasis
wilayah semakin penting untuk diperhatikan.
Pengalaman menunjukkan bahwa infrastruktur
transportasi berperan besar untuk membuka iso-
lasi wilayah. Ketersediaan pengairan merupakan
prasyarat kesuksesan pembangunan pertanian dan
sektor-sektor lainnya. Infrastruktur kelistrikan
dan telekomunikasi terkait dengan upaya moder-
nisasi bangsa dan penyediaannya merupakan
salah satu aspek terpenting untuk meningkatkan
produktivitas sektor produksi. Selain itu, keterse-
diaan sarana perumahan dan permukiman secara
luas dan merata serta pengelolaan sumberdaya air
yang berkelanjutan menentukan tingkat kesejah-
teraan masyarakat.
Di sisi lain, kondisi pelayanan dan penyediaan in-
frastruktur yang meliputi transportasi, ketenaga-
listrikan, energi, pos, telekomunikasi dan informa-
tika, sumberdaya air, serta perumahan, pelayanan
air minum, dan penyehatan lingkungan, mengala-
mi penurunan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Berkurangnya kualitas pelayanan dan tertundanya
pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur dapat
menghambat laju pembangunan nasional. Namun,
upaya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut
menyerap biaya besar sehingga tidak dapat dipikul
oleh Pemerintah sendiri. Untuk itu, mencari solusi
inovatif guna menanggulangi masalah perawatan
dan perbaikan infrastruktur yang rusak merupa-
kan masalah yang mendesak untuk diselelesaikan.
Program percepatan pembangunan infrastruktur
pada RPJMN 2004-2009 difokuskan pada bidang:
a. Transportasi;
b. Sumberdaya Air;
c. Energi;
d. Tenaga Listrik;
e. Pos dan Telekomunikasi; serta
f. Perumahan, Air Minum, Limbah, Persampah-
an, dan Drainase.
4.19.2. Bidang Transportasi
Secara umum, transportasi berfungsi sebagai kata-
lisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi,
pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pem-
bangunan infrastruktur di sektor transportasi
merupakan bagian integral dari pembangunan na-
sional dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Sektor transportasi juga mempunyai peran yang
penting dalam memperkokoh persatuan dan ke-
satuan bangsa serta diyakini sebagai pemicu pem-
bangunan suatu kawasan.
Guna mendukung perwujudan kesejahteraan ma-
syarakat, maka fungsi pelayanan umum trans-
portasi harus ditujukan melalui penyediaan jasa
transportasi, melayani kebutuhan masyarakat luas
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 495 5/5/09 2:41:51 PM
496
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
dengan harga terjangkau, mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman
dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas
distribusi barang dan jasa dan mendorong pertum-
buhan sektor-sektor ekonomi nasional. Oleh sebab
itu, pembangunan transportasi diarahkan untuk
meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara
esien, handal, berkualitas, aman, dan terjangkau.
Untuk itu, perlu dikembangkan pembangunan
suatu sistem transportasi nasional (Sistranas) un-
tuk mencapai keterpaduan intermoda dan sistem
tata ruang nasional, pembangunan wilayah yang
berkelanjutan, serta terciptanya sistem distribusi
nasional, regional, dan internasional yang mampu
memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyara-
kat luas. Dalam hal ini, termasuk meningkatkan ja-
ringan transportasi antara desa-kota serta daerah
produksi-pemasaran yang memadai.
meningkatkan mobilitas tenaga kerja sehingga
mengurangi konsentrasi keahlian dan keterampil-
an pada wilayah tertentu. Dengan demikian,
pemerataan pelayanan transportasi yang adil dan
demokratis juga diarahkan agar setiap lapisan ma-
syarakat dapat mengakses pelayanan jasa trans-
portasi secara mudah dan terjangkau.
4.19.2.1. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009 jumlah
panjang jalan nasional mencapai 34.628,84 kilo-
meter. Selain itu juga telah dioperasikan jalan tol
sepanjang 649,12 kilometer. Dari jumlah tersebut
sebesar 81 persen atau sepanjang 28.050 kilome-
ter jalan nasional dalam kondisi mantap sedang-
kan sisanya rusak berat dan rusak ringan. Pada
saat itu kecepatan rata-rata pada jalan nasional
sebesar 44,3 km/jam. Demikian pula kondisi jalan
provinsi yang mencapai 46.499 kilometer sebesar
62,8 persen diantaranya dalam kondisi mantap.
Hasil yang dicapai pada 2005, telah dilakukan
pemeliharaan jalan nasional baik rutin maupun
berkala sepanjang 24.723 kilometer dan jembatan
pada ruas jalan nasional sepanjang 18.900 meter
terutama pada Lintas Timur Sumatera, Lintas
Selatan Jawa dan Lintas Pantai Utara Jawa (Pan-
tura). Kegiatan peningkatan/pembangunan jalan
dan jembatan meliputi: penanganan jalan mendu-
kung pusat-pusat produksi nasional dan kawasan
dengan potensi ekonomi yang cukup tinggi; pe-
nanganan jembatan-jembatan panjang. Selain itu
juga telah dilakukan peningkatan kapasitas jalan
nasional sepanjang 1.269 km terutama pada lin-
tas-lintas strategis seperti lintas timur Sumatera,
lintas utara Jawa; terbangunnya jalan nasional non
tol sepanjang 911 km, serta jembatan pada ruas
jalan nasional sepanjang 2.289 meter. Sedangkan
pada daerah-daerah strategis dengan kepadatan
lalu lintas tinggi telah dibangun 2.500 meter y
over. Oleh karena keterlambatan pelaksanaan,
telah terjadi penurunan kinerja manfaat prasarana
jalan dari target kecepatan rata-rata dari 45 km/
jam menjadi 43,5 km/jam. Meskipun terjadi penu-
Ketersediaan prasarana dan sarana
transportasi diperlukan di wilayah
perbatasan serta wilayah terisolasi,
untuk mendorong kelancaran mobilitas
barang dan orang serta mempercepat
pengembangan wilayah dan mempererat
hubungan antarwilayah NKRI
Fungsi pembangunan infrastruktur transportasi
juga diarahkan untuk dapat mendukung perwujud-
an Indonesia yang aman dan damai. Ketersediaan
prasarana dan sarana transportasi diperlukan di
wilayah perbatasan serta wilayah terisolasi, untuk
mendorong kelancaran mobilitas barang dan orang
serta mempercepat pengembangan wilayah dan
mempererat hubungan antarwilayah NKRI. Seja-
lan dengan perwujudan Indonesia yang adil dan
demokratis, maka peranan transportasi diperlukan
untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong
pemerataan hasil-hasil pembangunan. Transpor-
tasi antarwilayah akan membuka peluang terjadi-
nya perdagangan sehingga mengurangi perbedaan
harga antarwilayah. Selain itu, transportasi dapat
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 496 5/5/09 2:41:51 PM
Bagian 4
497
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
runan kecepatan rata-rata, tetapi kondisi mantap
jalan dapat dipertahankan sebesar 8,06 persen.
Pada program lalu lintas angkutan jalan, hasil
yang dicapai pada 2005 meliputi: pembatasan
muatan secara komprehensif untuk mengurangi
kerusakan jalan, kemacetan, dan turunnya jamin-
an keselamatan lalu lintas akibat dari angkutan
muatan lebih di jalan; penyelenggaraan angkutan
lebaran pada 2005 melalui koordinasi dengan ins-
tansi terkait; pembangunan alat Pengujian Ken-
daraan Bermotor (PKB) di Lampung Selatan dan
Polewali-Sulawesi Selatan; pembangunan fasili-
tas keselamatan transportasi jalan yang meliputi
rambu lalu lintas sebanyak 2.446 buah, lampu lalu
lintas (trac light) 40 buah, marka jalan 398.000
m, pagar pengaman jalan 18.544 m, serta fasilitas
perlengkapan keselamatan jalan pada pintu per-
lintasan 65 buah; pembangunan baru dan lanjutan
terminal 3 lokasi di Jawa Barat, Pontianak dan Ma-
toain-NTT; pembangunan jembatan timbang per-
contohan di Provinsi Jambi, Lampung dan Jawa
Barat; dan proses nalisasi revisi UU No. 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan per-
aturan pendukung yang lain.
Hasil yang dicapai pada 2005 pada program pem-
bangunan perkeretaapian, meliputi: rehabilitasi
dan pemeliharaan lintas Bukit Putus-Indarung di
Sumatera Barat dan lintas Tarahan-Tanjung Enim
Sumatera Selatan; penggantian bantalan beton
pada lintas Martapura-Prabumulih Sumatera Se-
latan dan lintas Cirebon-Kroya; peningkatan fasili-
tas perawatan sarana KA Jabotabek melalui pemba-
ngunan Depo Depok; pembangunan jalur ganda di
lintas Yogya-Kutoarjo dan lanjutan di lintas Cikam-
pek-Cirebon; persiapan jalur ganda Cirebon-Kroya,
dan double-double track Cikarang-Manggarai;
pembangunan pintu perlintasan dan persinyalan
elektrik produksi nasional; pembangunan badan
jalan KA Lintas Batas Sumut-Langsa NAD dan
peningkatan jalan KA Lintas Medan-Tebing Tinggi
di Sumut; peningkatan akses KA ke pelabuhan
melalui pembebasan tanah untuk menunjang
pembangunan prasarana perkeretaapian di jalur
Tanjung Priok-Pasoso-Dermaga Peti Kemas, jalur
ganda Cirebon-Kroya, dan Cikarang-Manggarai;
perubahan status Direktorat Perkeretaapian men-
jadi Direktorat Jenderal Perkeretaapian serta per-
siapan restrukturisasi KA Jabotabek.
Untuk program angkutan sungai, danau dan pe-
nyeberangan, pada 2005 hasil pencapaian program
antara lain: ditetapkannya formulasi dan me-
kanisme penetapan tarif angkutan penyeberangan
yang lebih sederhana dengan memperhitungkan
jumlah unit kendaraan yang menggunakan jasa
penyeberangan; penyelesaian pembangunan der-
maga penyeberangan PalembangMuntok; pem-
bukaan lintas baru penyeberangan antara Ciwan-
dan (Banten)Serengsem (Lampung) dan Belawan
(Sumatera Utara)Penang (Malaysia); pembangun-
an dua unit kapal feri yang masing-masing ber-
ukuran 600 GRT untuk wilayah NTT dan 750 GRT
untuk wilayah Sulawesi Utara; pembangunan baru
dermaga penyeberangan di 17 lokasi; pembangun-
an baru dan lanjutan dermaga sungai di 2 lokasi;
pengerukan alur penyeberangan 196.000 m
3
, an-
tara lain di Cilacap-Majingklak, serta pembangun-
an fasilitas keselamatan rambu sungai dan rambu
suar.
Untuk mempertahankan tingkat pelayanan jasa
transportasi laut pada tahun angaran 2005 telah
dilaksanakan rehabilitasi dermaga 880 m
2
, mena-
ra suar 2 unit, rambu suar 3 unit, kapal syahban-
dar dan kapal patroli masing-masing 2 dan 4 unit
kapal serta pengerukan sebanyak 3.675.000 m
3
.
Untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi
laut telah dibangun dermaga 41.468 m
3
, termi-
nal penumpang 1.300 m
3
, gudang dan lapangan
penumpukan masing-masing 2.150 m
2
dan 3.350
m
3
serta pembangunan peralatan radio pantai seba-
nyak 24 unit.
Pada tahun anggaran 2005 Pemerintah telah meng-
ambil kebijakan untuk meningkatkan pelayanan
jasa transportasi laut antara lain telah diterbitkan
dan diberlakukannya Instruksi Presiden (Inpres)
No. 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri
Pelayaran Nasional dan Peraturan Presiden No. 44
tahun 2005 tentang pengesahan konvensi inter-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 497 5/5/09 2:41:52 PM
498
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
nasional tentang Piutang Maritime dan Mortgage
(Mortgage Law and Maritime Liens 1993), serta
melakukan revisi UU No. 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran guna meningkatkan peran serta swasta
dalam pengoperasian dan pembangunan prasarana
transportasi laut. Di samping itu Pemerintah telah
memelopori penurunan tarif Terminal Handling
Charge (THC) dengan menetapkan tarif Container
Handling Charge di Tanjung Priok per 1 Novem-
ber 2005. Sementara dalam upaya meningkatkan
pelayanan dan memenuhi tuntutan konvensi in-
ternasional tentang jaminan keselamatan dan ke-
amanan pelayaran di perairan Indonesia, terhitung
mulai 1 Juli 2004 Indonesia telah menerapkan
standar keselamatan dan keamanan (International
Ship and Port Facilities Security/ISPS Code) dengan
menerbitkan International Ships Security Certicate
(ISSC) pada beberapa armada nasional (sebanyak
352 kapal dan 26 pelabuhan umum).
Hasil-hasil yang dicapai pada 2005 untuk kegiat-
an pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan, dan
pembangunan transportasi udara antara lain: pe-
ngembangan pelayanan internasional transportasi
udara, telah dikembangkan sejumlah bandara, baik
yang dikelola oleh Pemerintah maupun yang dike-
lola oleh BUMN untuk ditetapkan sebagai bandara
internasional (contohnya: Minangkabau Interna-
tional Airport, yang sudah beroperasi mulai 2005).
Restrukturisasi ruang udara di wilayah Republik
Indonesia yang semula terbagi dalam empat FIRs
(Flight Information Regions), yaitu Medan, Jakarta,
Denpasar, dan Biak yang dilayani 4 (Area Control
System) ACC, diatur menjadi dua (Flight Information
Region) FIR yang dilayani oleh 2 ACC, yaitu Jakarta
dan Makassar. Dalam rangka menghindari kebang-
krutan perusahaan penerbangan lebih lanjut, yang
tertekan oleh kompetisi tarif rendah dan kenaikan
harga bahan bakar avtur, serta untuk mencegah
penurunan pelayanan penerbangan, telah dikelu-
arkan kebijakan mengenai tarif referensi angkutan
udara melalui Peraturan Menteri Perhubungan No.
KM 36 Tahun 2005 tentang Tarif Referensi un-
tuk Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal
Dalam Negeri Kelas Ekonomi. Beberapa kegiatan
yang dilakukan pada subsektor transportasi udara
sebagian besar merupakan kegiatan-kegiatan lan-
jutan, seperti penyelesaian pembangunan bandara
Ketaping-Padang (Sumatera Barat), bandara Juan-
da-Surabaya (Jawa Timur), bandara SM Badarud-
din II-Palembang (Sumatera Selatan), serta lanjut-
an pembangunan bandara Hasanuddin-Makassar
(Sulawesi Selatan).
Selain hasil kegiatan yang telah diuraikan di tiap-
tiap sub-sektor transportasi tersebut, pada 2005
telah dilaksanakan penyelesaian proses revisi em-
pat peraturan di bidang transportasi serta penyu-
sunan rancangan peraturan pelaksanaannya. RUU
bidang Transportasi telah diselesaikan dan disam-
paikan ke Presiden. Di samping itu untuk mening-
katkan pelayanan angkutan lintas negara, telah
dicapai kerjasama internasional, bilateral, regional
ataupun multilateral. Pada kerjasama bilateral telah
dilakukan konsultasi hubungan transportasi udara
dengan RRC, Uni Emirat Arab, Vietnam, Srilang-
ka, Korea Selatan, Jerman, dan Timor Leste. Pada
kerjasama regional telah dilakukan pembahasan
naskah perjanjian angkutan multimoda, saling
mengakui hasil pemeriksaan kendaraan bermo-
tor, pengaturan angkutan barang secara bebas dan
jaringan jalan raya ASEAN, perumusan ASEAN
Near Coastal Voyage, serta beberapa kerjasama
proyek ASEAN-Jepang di bidang keamanan dan
keselamatan angkutan pelayaran serta pelatihan
pemahaman angkutan multimoda oleh APEC. Se-
mentara itu, pada kerjasama multilateral, Indone-
sia telah turut merumuskan dan menandatangani
perjanjian jaringan jalan raya Asia/ASEAN High-
way Network Agreement di Beizing 2004, dan aktif
pula dalam organisasi-organisasi internasional,
seperti IMO, ICAO, WMO, dan ESCAPE.
Sementara itu pada 2005, melalui program pengem-
bangan transportasi antarmoda, dilaksanakan
kegiatan penyusunan perencanaan dan program,
pemantauan dan evaluasi di bidang transportasi,
koordinasi dan pemantapan sistem transportasi
nasional dan wilayah. Program penelitian dan
pengembangan perhubungan telah melakukan
kegiatan desain dan persiapan pelaksanaan pene-
litian asal tujuan transportasi nasional (OD Sur-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 498 5/5/09 2:41:52 PM
Bagian 4
499
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
vey), kajian strategi pengembangan transportasi
multimoda di Indonesia, kajian peningkatan kese-
lamatan di perlintasan sebidang antara jalan dan
jalur kereta api, serta kegiatan operasional Badan
Litbang Perhubungan.
Di samping itu, telah dilaksanakan pemberian sub-
sidi perintis transportasi, baik untuk transportasi
darat, penyeberangan, transportasi laut dan trans-
portasi udara, diantaranya: (1) subsidi bus perintis
pada 110 trayek; (2) pengadaan bus perintis 101
unit; (3) rehabilitasi/pembangunan 10 unit kapal
penyeberangan perintis; (4) subsidi angkutan pe-
nyeberangan perintis pada 71 lintasan; (5) pem-
bangunan 3 unit kapal perintis transportasi laut
serta subsidi perintis untuk 48 trayek; (6) subsidi
operasi penerbangan perintis untuk 90 rute yang
melayani 81 kota pada 13 provinsi.
Selain itu, dalam rangka memenuhi kewajiban
pelayanan umum Pemerintah dalam bidang ang-
kutan penumpang kelas ekonomi dengan tarif
yang ditetapkan, Pemerintah telah memberikan
dana kompensasi Public Service Obligation (PSO)
kepada PT. Pelni dan PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI). Perhitungan biaya PSO didasarkan atas
selisih antara pendapatan yang diperoleh oleh ope-
rator dengan tarif yang berlaku yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Jumlah dana kompensasi PSO
setiap tahun mengalami peningkatan yang signi-
kan. Pada 2003 PSO yang diterima oleh PT. Pelni
adalah sebesar Rp 80 milyar untuk pengoperasian
22 kapal penumpang kelas ekonomi yang melayani
Tabel 4.19.1.
Jumlah Penumpang Angkutan Perintis/PSO 2003-2007
No. Jenis Angkutan 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1. Bus 3.430.748 3.551.099 260.038 - - -
2. ASDP 752.163 824.721 948.429 - - -
3. Pelayaran 265.282 565.000 255.160 391.069 330.005 268.340
4. Penerbangan 110.093 81.579 99.022 111.259 105.066 82.592
5. PT KAI 129.012.774 199.300.096 129.426.637 139.410.000 141.982.000 -
6. PT Pelni (Sumber PT Pelni) 4.419.444 3.434.622 3.756.934 - - -
Jumlah Total 137.990.504 127.757.117 134.746.220 139.912.328 142.417.071 350.932
Sumber: PT Damri, PT ASDP, Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen Perhubungan Udara, PT KAI dan PT Pelni
71 pelabuhan singgah, meningkat menjadi sebesar
Rp 355 milyar pada 2005. Begitu pula dana kom-
pensasi PSO yang dialokasikan untuk PT. KAI,
pada 2003 adalah sebesar Rp 106,2 milyar mening-
kat menjadi Rp 270 milyar pada 2005 dan pada ta-
hun 2007 meningkat pula menjadi Rp. 425 milyar.
Sasaran umum pembangunan transportasi ada-
lah:
1. Meningkatnya kondisi dan kualitas prasarana
dan sarana dengan menurunkan tingkat back-
log pemeliharaan;
2. Meningkatnya jumlah dan kualitas pelayanan
transportasi, terutama keselamatan trans-
portasi nasional;
3. Meningkatnya kualitas pelayanan transpor-
tasi yang berkesinambungan dan ramah ling-
kungan, serta sesuai dengan standar pela-
yanan yang dipersyaratkan;
Dok: DEPBUDPAR
(orang)
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 499 5/5/09 2:41:57 PM
500
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Meningkatnya mobilitas dan distribusi nasi-
onal dan wilayah;
5. Meningkatnya pemerataan dan keadilan pe-
layanan transportasi baik antarilayah mau-
pun antar-golongan masyarakat di perkota-
an, perdesaan, maupun daerah terpencil dan
perbatasan;
6. Meningkatnya akuntabilitas pelayanan trans-
portasi melalui pemantapan sistem transpor-
tasi nasional, wilayah dan lokal;
7. Khusus untuk daerah yang terkena bencana
nasional akan dilakukan program rehabilitasi
sarana dan prasarana transportasi dan pem-
binaan sumberdaya manusia yang terpadu
dengan program-program sektor-sektor lain-
nya dan rencana pengembangan wilayah.
Sasaran umum pembangunan prasarana jalan
adalah:
1. Terpeliharanya dan meningkatnya daya du-
kung, kapasitas, maupun dan kualitas pela-
yanan prasarana jalan untuk daerah-daerah
yang perekonomiannya berkembang pesat;
2. Meningkatnya aksesibilitas wilayah yang se-
dang dan belum berkembang melalui dukung-
an pelayanan prasarana jalan yang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan transpor-
tasi baik dalam hal kecepatan maupun ke-
nyamanan khususnya pada koridor-koridor
utama di masing-masing pulau, dan wilayah
KAPET;
3. Terwujudnya partisipasi aktif Pemerintah,
BUMN, maupun swasta dalam penyeleng-
garaan pelayanan prasarana jalan melalui
reformasi dan restrukturisasi baik di bidang
kelembagaan maupun regulasi diantaranya
merampungkan peraturan pelaksanaan Un-
dang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
jalan sesuai dengan tantangan dan perkem-
bangan yang akan dihadapi dalam era globali-
sasi dan otonomi daerah.
Sasaran umum pembangunan lalu lintas angkut-
an jalan adalah:
1. Meningkatnya kondisi prasarana LLAJ untuk
menurunkan jumlah pelanggaran lalu lin-
tas dan muatan lebih di jalan sehingga dapat
menurunkan kerugian ekonomi yang diaki-
batkannya.
2. Meningkatnya tingkat kelaikan dan jumlah
sarana LLAJ.
3. Menurunnya tingkat kecelakaan dan fatalitas
kecelakaan lalu lintas di jalan serta mening-
katnya kualitas pelayanan angkutan dalam
hal ketertiban, keamanan dan kenyaman
transportasi jalan, terutama angkutan umum
di perkotaan, perdesaan dan antarkota.
4. Meningkatnya keterpaduan antarmoda dan
esiensi dalam mendukung mobilitas manu-
sia, barang dan jasa, mendukung perwujudan
sistem transportasi nasional dan wilayah (lo-
kal), serta terciptanya pola distribusi nasional.
Meningkatnya efektivitas regulasi dan kelem-
bagaan transportasi jalan, melalui:
a. desentralisasi dan otonomi daerah, pe-
ningkatan koordinasi dan kerjasama antar-
lembaga dan antarPemerintah pusat dan
daerah dalam pembinaan transportasi ja-
lan, terutama untuk angkutan perkotaan,
perdesaaan dan antarkota dalam provinsi;
b. meningkatnya peran serta swasta dan
masyarakat dalam penyelenggaraan trans-
portasi jalan (angkutan perkotaan, perde-
saan, dan antarkota);
c. memperjelas peran regulator, Pemerin-
tah pusat dan Pemerintah Daerah serta
BUMN dan BUMD dalam pelayanan trans-
portasi publik.
5. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam
berlalu lintas yang baik, dan penanganan
dampak polusi udara serta pengembangan
teknologi sarana yang ramah lingkungan,
terutama di wilayah perkotaan.
6. Meningkatnya SDM profesional dalam pe-
rencanaan pembinaan dan penyelenggaraan
LLAJ.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 500 5/5/09 2:41:58 PM
Bagian 4
501
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
7. Terwujudnya penyelenggaraan angkutan per-
kotaan yang esien dengan berbasis masyara-
kat dan wilayah, andal dan ramah lingkungan
serta terjangkau bagi masyarakat. Untuk itu
perlu didukung perencanaan transportasi per-
kotaan yang terpadu dengan pengembangan
wilayah dan mengantisipasi perkembangan
permintaan pelayanan serta didukung oleh
kesadaran dan kemampuan Pemerintah Dae-
rah dan masyarakat.
Sasaran pembangunan perkeretaapian dipriori-
taskan untuk meningkatkan kinerja pelayanan ter-
utama keselamatan angkutan, melalui penurunan
tingkat kecelakaan dan fatalitas akibat kecelaka-
an di perlintasan sebidang dengan jalan dan pena-
nganan keamanan operasi pada sepanjang lin-
tas utama yang padat, serta kelancaran mobilisasi
angkutan barang dan jasa.
Secara sik, sasaran pembangunan sarana dan
prasarana KA dalam 5 tahun dibagi dalam tiga pri-
oritas, yaitu: upaya bertahan sesuai dengan stan-
dar pelayanan minimal; upaya optimalisasi sum-
berdaya, dan upaya pengembangan.
1. Sasaran dalam upaya pencapaian operasi yang
aman untuk jangka pendek, umumnya untuk
kondisi yang sangat jelek, dan untuk men-
capai tingkat keandalan 60 persen, melalui
kegiatan-kegiatan: (a) mengadakan audit ki-
nerja prasarana dan sarana KA; (b) mengatasi
kondisi kritis; (c) kanibalisme dan daur ulang
suku cadang; (d) pembatasan kecepatan/me-
ngurangi frekuensi; (e) menutup jalur yang
merugi secara bertahap; (f) penajaman skala
prioritas pada lintas strategis dan padat.
2. Sasaran dalam upaya optimalisasi adalah pe-
mulihan kondisi jaringan yang ada kembali ke
kondisi awal, serta pencapaian operasi aman
dan nyaman jangka panjang, peningkatan
kecepatan dan menambah kapasitas, serta
umumnya mencapai keandalan minimum
75 persen melalui kegiatan-kegiatan: (a) pe-
ningkatan esiensi dan efektivitas; dan (b) pe-
ningkatan kecepatan dan kapasitas jalur yang
ada.
3. Sasaran upaya pengembangan adalah pe-
ngembangan jaringan baru dan peningkatan
kapasitas lintas yang sudah jenuh, melalui ke-
giatan: (a) pengembangan jaringan baru baik
jalur ganda dan pembangunan lintas baru,
serta penambahan armada; (b) peningkatan
kecepatan/kapasitas; (c) keandalan dan kelaik-
an 100 persen.
4. Sasaran dalam bidang regulasi dan kelem-
bagaan adalah selesainya revisi UU Nomor 13
tahun 1992 tentang perkeretaapian; pening-
katan kualitas perencanaan dan pendanaan,
penyempurnaan skema pendanaan (PSO,
IMO, TAC), dan meningkatnya peluang pe-
ran Pemda, BUMN dan swasta dalam bidang
perkeretaapian.
5. Sasaran dalam bidang SDM dan teknologi
perkeretaapian adalah meningkatnya sum-
berdaya manusia dan penguasaan teknologi;
standardisasi perkeretaapian nasional secara
terpadu agar kesinambungan investasi, ope-
rasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana
perkeretaapian nasional dapat tercapai secara
esien.
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 501 5/5/09 2:42:00 PM
502
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Sasaran umum pembangunan angkutan sungai,
danau dan penyeberangan adalah:
1. Meningkatnya jumlah prasarana dermaga
untuk meningkatkan jumlah lintas penyebe-
rangan baru yang siap operasi maupun me-
ningkatkan kapasitas lintas penyeberangan
yang padat
2. Meningkatnya tingkat kalaikan dan jumlah
sarana ASDP.
3. Meningkatnya keselamatan ASDP.
4. Meningkatnya kelancaran dan jumlah penum-
pang, kendaraan dan penumpang yang di-
angkut, terutama meningkatnya kelancaran
perpindahan antarmoda di dermaga penye-
berangan; serta meningkatkan pelayanan ang-
kutan perintis.
5. Meningkatnya peran serta swasta dan Peme-
rintah Daerah dalam pembangunan dan pe-
ngelolaan ADSP, serta meningkatnya kinerja
BUMN di bidang ASDP.
Sasaran pembangunan transportasi laut adalah:
1. Meningkatnya pangsa pasar armada pelayar-
an nasional baik untuk angkutan laut dalam
negeri maupun ekspor-impor;
2. Meningkatnya kinerja dan esiensi pelabuh-
an khususnya yang ditangani oleh Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) karena sebagian
besar muatan ekspor-impor dan angkutan
dalam negeri ditangani oleh pelabuhan yang
ada di bawah pengelolaan BUMN;
3. Terpenuhinya perlengkapan keselamatan pe-
layaran dan fasilitas pemeliharaannya, sehing-
ga dapat berfungsi 24 jam;
4. Terselesaikannya uji materil PP Nomor 69
tahun 2001 tentang Kepelabuhanan dan re-
visi UU No 21 tahun 1992 tentang Pelayaran
khususnya yang berkaitan dengan keharusan
bekerjasama dengan BUMN apabila pihak
swasta ingin berinvestasi pada prasarana pe-
labuhan harus diselesaikan guna menarik
pihak swasta berinvestasi pada prasarana pe-
labuhan.
Sasaran pembangunan transportasi udara ada-
lah terjaminnya keselamatan, kelancaran dan ke-
sinambungan pelayanan transportasi udara baik
untuk angkutan penerbangan domestik dan inter-
nasional, maupun perintis. Di samping itu sasaran
yang tak kalah pentingnya adalah terciptanya per-
saingan usaha di dunia industri penerbangan yang
wajar sehingga tidak ada pelaku bisnis di bidang
angkutan udara yang memiliki monopoli.
Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, maka
program pembangunan transportasi adalah:
Di bidang prasarana jalan, meliputi:
1. Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan
jembatan
Program ini ditujukan untuk mempertahan-
kan sistem jaringan jalan nasional yang terse-
dia agar tetap dalam kondisi yang memadai
terutama pada ruas-ruas yang merupakan
jalur utama perekonomian dan memiliki prio-
ritas tinggi serta untuk pemulihan kondisi
prasarana jalan yang hancur dan terputus
akibat bencana alam yang terjadi di beberapa
wilayah antara lain di provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Alor, dan Nabi-
re.
2. Program peningkatan/pembangunan jalan
dan jembatan
Program ini ditujukan untuk melaksanakan
optimalisasi pemanfaatan aset-aset prasa-
rana jalan yang telah dimiliki dan dibangun
selama ini.
Di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, me-
liputi:
1. Program rehabilitasi dan pemeliharaan prasa-
rana fasilitas LLAJ
Rehabilitasi dan pembangunan terminal di
Jawa Barat, Kalbar, NTT, dan Papua dan fasi-
litas LLAJ.
2. Program pembangunan prasarana dan fasili-
tas LLAJ
Program ini terdiri dari penanggulangan
muatan lebih (over loading), peningkatan ke-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 502 5/5/09 2:42:01 PM
Bagian 4
503
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
selamatan transportasi jalan, pembangunan
transportasi berkelanjutan.
3. Program peningkatan aksebilitas pelayanan
angkutan LLAJ
Program ini menyangkut pembangunan trans-
portasi umum perkotaan yang terpadu dan
terjangkau berbasis masyarakat dan wilayah.
4. Program restrukturisasi kelembagaan dan
prasarana LLAJ
Program ini terdiri dari peningkatan pela-
yanan dan kelancaran angkutan umum dan
barang, penataan sistem transportasi nasi-
onal dan wilayah, pembinaan peran pemerin-
tah daerah, BUMN/D dan partisipasi swasta,
pembinaan SDM transportasi jalan.
5. Program pemulihan daerah yang terkena ben-
cana nasional
Program rehabilitasi prasarana dan sarana lalu
lintas angkutan jalan yang rusak berat akibat
bencana nasional, terutama akibat bencana
gempa bumi dan tsunami di provinsi Nang-
groe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.
Di bidang perkeretaapian, meliputi:
1. Program rehabilitasi prasarana dan sarana
kereta api
Program ini ditujukan untuk mempertahan-
kan tingkat pelayanan
2. Program peningkatan dan pembangunan pra-
sarana dan sarana kereta api
Program ini merupakan tahapan optimalisasi
serta pengembangan prasarana dan sarana
kereta api.
3. Program peningkatan aksesibilitas pelayanan
angkutan perkerataapian
Kegiatan penyediaan pelayanan angkutan
untuk masyarakat luas di perkotaan dan an-
tar kota untuk kelas ekonomi yang tarifnya
disesuaikan dengan daya beli masyarakat me-
lalui skema pembiayaan PSO dan pengadaan
kereta api K3.
4. Program restrukturisasi dan reformasi kelem-
bagaan perkeretaapian
Di bidang angkutan sungai, danau dan penye-
berangan, meliputi:
1. Program rehabilitasi prasarana dermaga su-
ngai, danau dan penyeberangan
Program ini ditujukan untuk mempertahan-
kan tingkat pelayanan transportasi sungai,
danau, dan penyeberangan.
2. Program pembangunan prasaranan dan sa-
rana ASDP
Program ini ditujukan untuk mendukung
pengembangan ASDP untuk menghubung-
kan kesatuan wilayah nusantara dan meng-
hubungkan sistem jaringan transportasi da-
rat yang terputus melalui penyediaan sistem
jaringan pelayanan ASDP secara terpadu.
3. Program restrukturisasi dan reformasi kelem-
bagaan ASDP
Program ini ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan ASDP dan mewujudkan
keterpaduan pelayanan agar lebih efektif dan
esien.
Di bidang transportasi laut, meliputi:
1. Program rehabilitasi dan pemeliharaan prasa-
rana transportasi laut
2. Program pembangunan transportasi laut
3. Program restrukturisasi kelembagaan dan
peraturan transportasi laut
Di bidang transportasi udara, meliputi:
1. Program rehabilitasi dan pemeliharaan prasa-
rana transportasi udara
2. Program pembangunan transportasi udara
3. Program restrukturisasi kelembagaan dan
peraturan transportasi udara
Selain bidang-bidang di atas, terdapat pula bi-
dang pembangunan pendukung transportasi,
meliputi:
1. Program pengembangan transportasi antar-
moda
Program ini bertujuan untuk meningkat-
kan kualitas sumber daya manusia di sektor
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 503 5/5/09 2:42:01 PM
504
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
transportasi, meteorologis dan geosika khu-
susnya dalam rangka peningkatan dukungan
terhadap pencapaian tujuan sektor transpor-
tasi, meteorologi dan geosika yang telah di-
tentukan dan pelayanan terhadap masyarakat
luas.
2. Program peningkatan sarana dan prasarana
Program ini bertujuan untuk meningkatkan
sarana dan prasarana aparatur negara di Sek-
tor Transportasi.
3. Program pencarian dan keselamatan
Program ini bertujuan meningkatkan pela-
yanan pencarian dan penyelamatan terha-
dap masyarakat yang mengalami musibah
terutama meningkatkan kemampuan dan
kecepatan tindak awal, sehingga korban mu-
sibah dapat tertangani dengan cepat dan
tepat, serta membantu melaksanakan penca-
rian dan penyelamatan korban musibah.
4. Program penelitian dan pengembangan per-
hubungan
Program penelitian dan pengembangan per-
hubungan mencakup kegiatan pelaksanaan
penelitian dan pengembangan perhubungan
meliputi transportasi darat, laut, udara, pos-
tel dan manajemen transportasi intermoda,
penyusunan program monitoring dan evalua-
si dan Operasional pemerintah dalam rangka
penelitian dan pengembangan yang meliputi
belanja pegawai, belanja barang, belanja mo-
dal dan belanja perjalanan.
5. Program pengelolaan sumber daya manusia
aparatur dan pendidikan kedinasan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di sektor trans-
portasi, yang dilakukan melalui kegiatan dan
program pendidikan dan pelatihan.
6. Program pengawasan aparatur negara
Program pengawasan aparatur negara men-
cakup kegiatan menata dan menyempurna-
kan sistem, struktur dan pengawasan yang
efektif, esien, transparan, terakunkan, me-
ningkatkan intensitas pelaksanaan penga-
wasan internal, fungsional dan masyarakat,
meningkatkan tindak lanjut temuan penga-
wasan secara hukum dan operasional peme-
rintah dalam rangka pengawasan aparatur
negara yang meliputi belanja pegawai, belanja
barang, dan belanja pemeliharaan.
7. Program pengembangan dan pembinaan me-
teorologi dan geosika
Program ini bertujuan meningkatkan ke-
mampuan dalam pelayanan jasa meteorologi
dan geosika, diantaranya informasi cuaca,
dalam rangka mendukung kegiatan masyara-
kat pada umumnya dan transportasi laut
dan udara pada khususnya. Untuk itu perlu
dukungan organisasi, sumber daya manusia
berkualitas, manajemen serta peralatan yang
memadai.
4.19.2.2. Pencapaian 20052008
4.19.2.2.1. Upaya yang telah Dilakukan
Sampai 2008
Upaya yang telah dilakukan sampai 2008 untuk
masing-masing sasaran adalah sebagai berikut:
Pembangunan Prasarana Jalan
Upaya yang dilakukan melalui langkah kebijakan
dalam pembangunan prasarana jalan adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan daya
dukung, kapasitas, dan kualitas pelayanan
prasarana jalan untuk daerah yang pereko-
nomiannya berkembang pesat dalam rangka
melancarkan distribusi barang dan jasa serta
hasil produksi;
2. Pemberian prioritas pada penangangan sis-
tem jaringan jalan yang masih belum ter-
hubungkan dalam rangka membuka akses ke
daerah terisolir dan belum berkembang, serta
mendukung pengembangan wilayah dan ka-
wasan strategis seperti kawasan cepat tum-
buh, kawasan andalan, kawasan perbatasan,
dan kawasan tertinggal;
3. Peningkatan koordinasi Pemerintah pusat
dan Pemerintah Daerah untuk memperjelas
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 504 5/5/09 2:42:01 PM
Bagian 4
505
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
hak dan kewajiban dalam penanganan prasa-
rana jalan, mengharmonisasikan keterpaduan
sistem jaringan jalan dengan kebijakan tata
ruang wilayah nasional, dan meningkatkan ke-
terpaduan dengan sistem jaringan prasarana
lainnya dalam konteks pelayanan intermoda
dan sistem transportasi nasional (Sistranas);
4. Pembangunan jalan tol yang diarahkan un-
tuk:
(a) Mendukung pusat pertumbuhan ekono-
mi;
(b) Menghubungkan antarkawasan; dan
(c) Mengatasi kemacetan di daerah perkota-
an;
5. Penyusunan norma, standar, pedoman, dan
manual (NSPM) untuk menumbuhkan sikap
profesionalisme dan kemandirian institusi
serta sumberdaya manusia bidang penyeleng-
garaan prasarana jalan.
Pembangunan LLAJ
Upaya yang dilakukan melalui langkah kebijakan
untuk pengelolaan lalu lintas angkutan jalan, an-
tara lain:
1. Pemulihan kondisi pelayanan angkutan
umum jalan raya dan peningkatan kelancaran
pelayanan angkutan jalan secara terpadu me-
lalui penataan sistem jaringan dan terminal,
manajemen lalu lintas, pemasangan rambu
lalu lintas dan lampu jalan, penegakan hukum
dan disiplin di jalan, penghapusan pungutan
dan pengurangan retribusi di jalan, penataan
jaringan dan izin trayek, dan peningkatan
kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pe-
merintah Daerah;
2. Peningkatan keselamatan lalu lintas jalan
secara komprehensif dan terpadu meliputi
pencegahan, pembinaan dan penegakan hu-
kum, penanganan dampak kecelakaan dan
penanganan daerah rawan kecelakaan, sistem
informasi kecelakaan lalu lintas dan kelaikan
sarana, serta izin mengemudi di jalan;
3. Penyelesaian konsep Rancangan Undang-Un-
dang (RUU) tentang Lalu Lintas dan Angkut-
an Jalan sebagai pengganti UU Nomor 14 Ta-
hun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
4. Kegiatan operasional unit pelaksana teknis
dan tugas serta fungsi Pemerintah lainnya.
Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan
Upaya melalui langkah dan kebijakan untuk ang-
kutan sungai dan penyeberangan antara lain:
1. Peningkatan kualitas pelayanan yang men-
cakup keselamatan, keamanan, kapasitas,
dan kelancaran baik yang terkait dengan pe-
nyediaan prasarana, sarana, maupun penge-
lolaannya;
2. Peningkatan jumlah dan kapasitas dermaga
penyeberangan serta jumlah lintas penye-
berangan baru yang siap operasi dan pening-
katan kapasitas lintas penyeberangan yang
padat;
3. Perbaikan tatanan pelayanan angkutan su-
ngai dan penyeberangan dalam kerangka inte-
grasi dengan moda lain sejalan dengan sistem
transportasi nasional dan wilayah;
4. Peningkatan kelancaran dan jumlah penum-
pang, kendaraan yang diangkut, terutama
peningkatan kelancaran perpindahan antar-
moda di dermaga penyeberangan, serta pe-
ningkatan pelayanan angkutan perintis;
5. Pengembangan angkutan danau untuk me-
nunjang program wisata dan meningkatkan
pelayanan penyeberangan yang terintegrasi
dengan angkutan jalan;
6. Penyelesaian revisi UU No. 21 Tahun 1992
tentang Pelayaran dengan segera sehingga
dapat mendorong peran swasta dan Peme-
rintah Daerah dalam penyediaan dan penge-
lolaan tranportasi sungai, danau, dan penye-
berangan, baik prasarana maupun sarana;
7. Pelaksanaan restrukturisasi BUMN dan ke-
lembagaan pengelolaan angkutan sungai, da-
nau, dan penyeberangan.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 505 5/5/09 2:42:02 PM
506
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pembangunan Perkeretaapian
Upaya melalui langkah kebijakan yang diambil di
bidang perkeretaapian adalah:
1. Peningkatan keselamatan perkeretaapian
melalui peningkatan kelaikan sarana dan
prasarana, sertikasi tenaga operator, serta
pemulihan kondisi sarana dan prasarana
perkeretaapian sesuai dengan standar pela-
yanan minimal melalui rehabilitasi, pening-
katan, dan pembangunan jalan dan jembatan
KA, dan sistem persinyalan;
2. Peningkatan pangsa pasar angkutan barang
dan penumpang melalui peningkatan kapasi-
tas angkut dan kualitas pelayanan terutama
pada koridor yang telah jenuh serta koridor
strategis yang perlu dikembangkan seperti
pada lintas Manggarai-Cikarang dengan me-
misahkan pengoperasian KA angkutan ko-
muter dengan KA angkutan jarak jauh;
3. Peningkatan keterpaduan dengan moda trans-
portasi antara lain melalui pembangunan jalan
KA menuju bandara dan pelabuhan;
4. Peningkatan peran angkutan perkeretaapian
nasional dan lokal, dan peningkatan strategi
pelayanan angkutan yang lebih berdaya saing
secara antarmoda dan intermoda;
5. Pengadaan kereta kelas ekonomi dan rehabili-
tasi kereta rel listrik (KRL)/kereta rel diesel
(KRD);
6. Pelaksanaan audit kinerja prasarana dan sa-
rana serta sumberdaya manusia operator
perkeretaapian;
7. Pelanjutan reformasi dan restrukturisasi ke-
lembagaan serta peraturan restrukturisasi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perkere-
taapian;
8. Pelanjutan proses revisi peraturan perun-
dangan yang lebih memungkinkan adanya pe-
ran serta masyarat, Pemerintah Daerah dan
swasta dalam penyediaan transportasi KA,
melalui revisi UU No. 13 tahun 1992 tentang
Perkerataapian melalui UU No. 23 Tahun
2007 tentang Perkerataapian;
9. Peningkatan kemampuan SDM dan pengem-
bangan teknologi perkeretaapian nasional.
Pembangunan Transportasi Laut
Beberapa langkah dan kebijakan yang diambil
dalam pengembangan transportasi laut, antara
lain:
1. Memperlancar kegiatan bongkar-muat dan
menghilangkan ekonomi biaya tinggi di pe-
labuhan;
2. Memulihkan fungsi prasarana dan sarana
transportasi laut;
3. Melengkapi fasilitas keselamatan pelayaran;
4. Menambah dan memperbaiki pengelolaan
prasarana dan sarana transportasi laut khu-
susnya untuk pelabuhan yang terbuka bagi
perdagangan luar negeri;
5. Meningkatkan peran armada laut nasional,
restrukturisasi kewenangan antara Pemerin-
tah dan BUMN terkait di bidang pelabuhan,
serta kegiatan operasional unit pelaksana
teknis (UPT) dan unit pelaksana tugas serta
fungsi Pemerintah lainnya; dan
6. Melanjutkan penyelesaian revisi UU Nomor
21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dengan
segera sehingga dapat mendorong peran
swasta dan Pemerintah Daerah dalam penye-
diaan dan pengelolaan tranportasi laut.
Pembangunan Transportasi Udara
Upaya melalui langkah dan kebijakan yang diambil
dalam penyelenggaraan transportasi udara, antara
lain:
1. Memperketat pengecekan kelaikan udara,
baik kelaikan pesawat maupun peralatan na-
vigasi;
2. Melengkapi fasilitas keselamatan penerbang-
an di bandara;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 506 5/5/09 2:42:02 PM
Bagian 4
507
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Menambahan dan memperbaiki pengelolaan
prasarana dan sarana transportasi udara, khu-
susnya untuk bandara internasional sehingga
menambah jumlah bandara yang mendapat-
kan sertikat operasional bandara;
4. Melaksanakan kebijakan multioperator ang-
kutan udara, restrukturisasi kewenangan
antara Pemerintah dan BUMN terkait dalam
aspek keselamatan, serta melaksanakan ke-
giatan operasional UPT dan Unit Pelaksana
Tugas serta fungsi Pemerintah lainnya;
5. Melanjutkan penyelesaian revisi UU No. 15
Tahun 1992 tentang Penerbangan.
4.19.2.2.2. Posisi Capaian hingga 2008
Pembangunan Prasarana Jalan
Pembangunan prasarana jalan yang sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan dalam pembangunan
prasarana jalan sepanjang 20052007 telah di-
lakukan pemeliharaan rutin jalan nasional yang
rata-rata sepanjang 34 ribu kilometer per tahun.
Disamping itu, juga dilakukan peningkatan jalan
nasional pada lintas utama dan lintas strategis
yang meliputi Pantura Jawa, Lintas Timur Suma-
tera, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat
Sulawesi,yang seluruhnya sepanjang 1.635 km,
dan penggantian jembatan sepanjang 19.033 m.
Pemerintah juga telah mempertahankan kondisi
dan fungsi jalan lintas lainnya dan nonlintas yang
tersebar di seluruh provinsi dengan panjang selu-
ruhnya 10.537 km.
Pemerintah pun telah melanjutkan penyelesai-
an pembangunan Jembatan SurabayaMadura;
membangun jalan baru sepanjang 625 km, serta
peningkatan/pembangunan jalan pada pulau ter-
luar/terdepan sepanjang 285 km. Jalan tol yang
berhasil dibangun dan dioperasikan pada kurun
waktu 2005-2007, pasca Infrastructure Summit
I, adalah 55,35 km meliputi jalan tol Cikampek-
Padalarang tahap II dan 4 ruas jalan tol Jakarta
Outer Ring Road (JORR), yaitu Hankam Raya-Ja-
tiasih, Veteran-Ulujami, Cakung-Cilincing dan Ja-
tiasih-Cikunir.
Pada akhir 2008 kondisi mantap jalan nasional
mencapai 28.821 km atau sekitar 83,22 persen
dengan kecepatan rata-rata 44,9 km/jam. Pada
akhir tahun 2008 masih terdapat 4.617,9 km (13,3
persen) jalan nasional dalam kondisi rusak ringan
dan 1.189,9 km (3,4 persen) jalan rusak berat.
Kondisi ini telah melampaui target awal RPJMN
2004-2009, yang menargetkan jalan dalam kondisi
mantap sebesar 87,02 persen. Pada akhir tahun
2009 diharapkan kondisi mantap jalan akan men-
capai 87,02 persen atau sekitar 30.148,7 km dan
sisanya sekitar 4.480,1 km (12,9 persen) dalam
kondisi tidak mantap (rusak ringan) dan tidak ter-
dapat jalan yang mengalami rusak berat.
Tabel 4.19.2.
Jalan Nasional Tahun 2005 - 2008
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum
No.
Kondisi
Jalan
Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008
Km % Km % Km % Km %
1 Baik 17.037,4 49,2% 10.956,6 31,6% 11.905,4 34,4% 17.200,9 49,7%
2 Sedang 10.873,4 31,4% 17.314,3 50,0% 16.565,7 47,8% 11.620,1 33,6%
3 R. Ringan 2.874,2 8,3% 3.210,1 9,3% 3.232,7 9,3% 4.617,9 13,3%
4 R. Berat 3.843,8 11,1% 3.147,8 9,1% 2.925,0 8,4% 1.189,9 3,4%
Total 34.628,8 34.628,8 34.628,8 34.628,8
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 507 5/5/09 2:42:03 PM
508
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Terkait dengan program pembangunan jalan tol,
sampai dengan akhir 2007, total panjang jalan
tol yang telah dibangun dan dioperasikan adalah
sepanjang 663,47 km. Sepanjang 529,42 km di-
operasikan oleh PT. Jasa Marga dan 134,05 km
oleh swasta lainnya. Jalan tol yang sedang dalam
proses konstruksi adalah 110,60 km yang terdiri
dari 6 ruas, mencakup Jembatan Suramadu, Sim-
pang Susun (SS) Waru-Bandara Juanda, Suraba-
ya-Mojokerto, JORR W1, Makassar Seksi IV, dan
Kanci-Pejagan. Selain itu, 23 ruas jalan tol dengan
total panjang 814,87 km, termasuk di dalamnya
SS Waru-Bandara Juanda, Surabaya-Mojokerto,
JORR W1, Makassar Seksi IV dan Kanci-Pejagan,
telah melakukan perjanjian pengusahaan jalan
tol (PPJT) dengan Pemerintah. Sampai akhir ta-
hun 2007, empat ruas jalan tol Jakarta Outer Ring
Road II di Jabodetabek sebagai hasil tender Batch 2
sepanjang 61,94 km telah ditetapkan pemenang-
nya dan sedang dalam persiapan PPJT. Dua ruas
jalan tol yaitu Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono
dengan total panjang 177,12 km sedang dalam
proses tender investasi Batch 3. Terakhir, 11 ruas
jalan tol dengan total panjang 483,50 km dalam
persiapan tender Batch 4.
2. Penyelesaian pembangunan jembatan Sura-
madu sepanjang 2.329,6 m, pembangunan
jalan di kawasan perbatasan sepanjang 258,8
km, jalan akses di pulau-pulau kecil sepanjang
69,7 km;
3. Pembangunan y over sepanjang 4.618,6 m
di Pantura Jawa dan perkotaan Jabodetabek
serta kota metropolitan lainnya;
4. Pembangunan jalan akses menuju pelabuhan
Tanjung Priok sepanjang 0,5 km dan jalan ak-
ses Bandara Kualanamu sepanjang 5 km;
5. Pembangunan jalan lintas pantai selatan Jawa
sepanjang 33,2 km; dan
6. Pemberian dukungan pembiayaan dan pe-
nyiapan tanah untuk pembangunan jalan tol,
terutama pada jalan tol Trans Jawa dan jalan
tol strategis yang merupakan bentuk pola
kerjasama Pemerintah dan swasta.
Dengan upaya di atas diharapkan pada akhir 2008
dapat dicapai kondisi mantap jalan sebesar 83 per-
sen dari total panjang jalan yang ditangani sepan-
jang 34.628 km. Kecepatan rata-rata diharapkan
juga meningkat menjadi 44,5 km/jam dari 43,3
km/jam pada 2005, serta kapasitas jalan naik men-
jadi 82,360 lajur kilometer pada 2008 dari 74.930
lajur kilometer pada 2005.
Pada 2008 panjang jalan tol yang beroperasi ber-
tambah menjadi 687,87 km dengan dioperasikan-
nya jalan tol SS Waru-Bandara Juanda sepanjang
12,80 km dan jalan tol Makassar Seksi IV sepan-
jang 11,60 km. Jumlah jalan tol yang sedang dalam
proses konstruksi menjadi 131,55 km dengan di-
mulainya pembangunan ruas Bogor ring road dan
Kertosono-Mojokerto. Jumlah jalan tol yang se-
dang dalam proses pembebasan tanah sebanyak 13
ruas jalan tol dengan panjang 568,51 km. Satu ruas
jalan tol yaitu Kunciran-Serpong sepanjang 11,19
km hasil tender Batch 2 telah menandatangani Per-
janjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), 3 ruas jalan
tol lainnya hasil tender Batch 2 yaitu jalan tol Ceng-
kareng - Batu Ceper Kunciran, Serpong Cinere,
dan Cimanggis Cibitung sepanjang 50,75 km
dalam tahap persiapan penandatanganan PPJT.
Kondisi ini telah melampaui
target awal RPJMN 2004-2009,
yang menargetkan jalan dalam
kondisi mantap sebesar 82
persen
Adapun pembangunan prasarana jalan pada 2008
adalah sebagai berikut.
1. Penanganan jalan lintas utama untuk mem-
pertahankan kondisi dan fungsi jalan yang
meliputi jalan lintas pantai utara jawa sepan-
jang 332 km, jalan lintas timur sumatera
sepanjang 318 km, jalan lintas selatan ka-
limantan sepanjang 282,9 km, jalan lintas
barat sulawesi sepanjang 260,4 km, serta ja-
lan lintas lainnya sepanjang 1.401,2 km;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 508 5/5/09 2:42:03 PM
Bagian 4
509
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Dua ruas jalan tol yaitu Solo-Ngawi dan Ngawi-
Kertosono, hasil tender Batch 3, dengan total pan-
jang 177,12 km telah ditetapkan pemenangnya
dan sedang dalam persiapan penandatanganan
PPJT. Empat ruas tol dalam tender Batch 4 dengan
total panjang 125,42 km telah dilakukan proses
prakualikasi tetapi tidak ada peserta yang lolos
dan tujuh ruas sisanya sepanjang 350 km masih
dalam proses persiapan tender.
Pembangunan LLAJ
Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan yang
sesuai angkutan dengan sasaran yang di tetapkan
dalam pembangunan LLAJ sepanjang 2005-2007
adalah:
1. Dalam meningkatkan keselamatan transpor-
tasi darat, telah dilaksanakan pengadaan fasi-
litas keselamatan, antara lain, marka jalan
sepanjang 1.009.555 meter; pagar pengaman
jalan 37.558 meter; rambu lalu lintas 26.718
buah; rambu penunjuk pendahulu jalan
(RPPJ) sebanyak 794 buah; guard rail 13.418
unit; delineator 4.150 buah; trac light 30
unit; paku marka 1.000 buah; peralatan pe-
ngujian kendaraan bermotor (PKB) 29 unit,
manajemen rekayasa lalu lintas sebanyak 27
lokasi; serta sosialisasi keselamatan trans-
portasi darat;
2. Dalam menunjang keperintisan, telah dipro-
gramkan pengadaan bus ukuran sedang dan
besar untuk angkutan perintis, angkutan ma-
hasiswa/pelajar, dan angkutan kota menca-
pai 100 unit; pengadaan bus ukuran sedang
dan besar untuk BRT mencapai 40 unit; serta
pelayanan subsidi bus perintis untuk 111
trayek/lintasan perintis pada 20 provinsi;
3. Pembangunan baru dan lanjutan terminal
di tujuh lokasi, di antaranya terminal Ba-
tas Antar Negara Sei Ambawang-Pontianak
(lanjutan), terminal Matoain (NTT), termi-
nal Kuningan (Jawa Barat), Wonosari (DIY),
Palangkaraya (Kalteng), terminal Badung
(Bali), terminal Aceh Timur (NAD); serta lan-
jutan rehabilitasi terminal di P. Maluku dalam
rangka pelaksanaan Inpres 6 tahun 2003.
Di sektor lalu lintas dan angkutan jalan, capaian
pada 2008 antara lain sedang dan akan dilak-
sanakan pengadaan fasilitas keselamatan berupa
pengadaan dan pemasangan marka jalan sepan-
jang 1.949.000 m, guard rail sepanjang 70.902 m,
rambu lalu lintas 15.651 buah, rambu penunjuk
pendahulu jalan (RPPJ) 78 buah, delineator 22.935
buah, trac light 52 unit, warning light 15 unit,
paku marka 8.550 buah, trac cone 2.500 buah,
APILL Tenaga Surya 62 buah, peralatan pengujian
kendaraan bermotor (PKB) 18 unit, pembangunan
jembatan timbang 1 paket, manajemen rekayasa
lalu lintas di 19 lokasi, Pengadaan Peralatan Unit
Penelitian Kecelakaan serta Sosialisasi Keselamat-
an Transportasi Darat. Untuk meningkatkan akse-
sibilitas pelayanan angkutan jalan diprogramkan
pengadaan bus ukuran perintis sebanyak 31 unit,
bus ukuran sedang BRT 47 unit dan bus besar BRT
sebanyak 47 unit serta bus non AC untuk angkut-
an kota/pelajar/mahasiswa sebanyak 80 unit.
Sementara itu, untuk capaian sasaran meningkat-
nya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas
yang baik, dan penanganan dampak polusi udara
serta pengembangan teknologi sarana yang ramah
lingkungan, terutama di wilayah perkotaan, me-
ningkatnya SDM profesional dalam perencanaan
pembinaan dan penyelenggaraan LLAJ, dan terwu-
judnya penyelenggaraan angkutan perkotaan yang
esien dengan berbasis masyarakat dan wilayah,
andal dan ramah lingkungan serta terjangkau bagi
masyarakat tidak dijelaskan dalam capaian.
Dok: Dinas Pelabuhan Tanjung Priuk
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 509 5/5/09 2:42:09 PM
510
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan
Pembangunan angkutan sungai, danau dan pe-
nyeberangan yang sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan dalam pembangunan ASDP sepanjang
2005-2007 adalah:
1. Peningkatan keselamatan melalui peng-
adaan rambu penyeberangan sebanyak 29
buah, rambu sungai dan danau mencapai
1.114 buah, serta pengerukan alur pelayaran
873.329 m
3
;
2. Peningkatan jumlah dan kapasitas dermaga
melalui pembangunan dermaga penyeberang-
an sebanyak 151 unit (baru dan lanjutan),
dermaga danau 36 unit (baru dan lanjutan);
3. Peningkatan pelayanan melalui rehabilitasi/
peningkatan dermaga sungai dan danau se-
banyak 5 unit, dan dermaga penyeberangan
54 unit, serta rehabilitasi kapal penyeberang-
an mencapai 61 unit;
4. Peningkatan jumlah dan kapasitas sarana
angkutan melalui pembangunan kapal penye-
berangan 10 unit (baru dan lanjutan), pemba-
ngunan bus air 5 unit, dan speed boat 10 unit;
5. Peningkatan aksesibilitas pelayanan di wila-
yah terpencil dan perdalaman melalui peng-
operasian kapal penyeberangan perintis pada
76 lintas dalam provinsi dan 8 lintas antar-
provinsi.
Pada tahun anggaran 2008 sedang dilaksanakan
pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak
67 unit (baru dan lanjutan), pembangunan der-
maga sungai/danau 24 buah (baru dan lanjutan).
Demikian pula, sedang dibangun rehabilitasi/pe-
ningkatan dermaga penyeberangan sebanyak 22
unit, rehabilitasi/peningkatan dermaga sungai da-
nau 9 unit, rambu laut 15 buah, rambu sungai 900
buah. Pembangunan kapal penyeberangan 28 buah
(baru dan lanjutan). Pengoperasian kapal penye-
berangan perintis pada 76 lintas dan pengerukan
alur pelayaran 1.703.333 m
3
serta pembangunan
breakwater 2 lokasi.
Pembangunan Perkeretaapian
Pembangunan perkeretaapian yang sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan dalam pembangunan
perkeretaapian yang dicapai pada kurun waktu
2005-2007 adalah:
1. Pelaksanaan rehabilitasi, peningkatan, dan
pembangunan jalan KA sepanjang 181,89 km
dan penggantian bantalan 303 ribu batang;
2. Pelaksanaan rehabilitasi 23 km kabel persi-
nyalan, dan pemasangan pintu perlintasan di
13 lokasi;
Tabel 4.19.3.
Capaian Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
No. Kegiatan
Jumlah Kegiatan
2005-2009
1 Pembangunan dermaga penyeberangan baru (lokasi) 61
2 Pembangunan lanjutan dermaga penyeberangan (lokasi) 214
3 Pembangunan dermaga sungai dan danau (lokasi)* 86
4 Perencanaan umum, pradisain, dan detail design pelabuhan SDP (lap) 83
5 Jumlah rehabilitasi dan peningkatan prasarana transportasi SDP (lokasi) 120
6 Pembangunan breakwater (lokasi) 11
7 Pembangunan SBNP di lintas penyeberangan (unit) 24*
8 Rehabilitasi SBNP 1*
9 Pembangunan rambu sungai 1699*
10 Normalisasi alur pelayaran dan kolam pelabuhan (lokasi) 12*
Ket: * = Data sampai 2008
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 510 5/5/09 2:42:09 PM
Bagian 4
511
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Pelaksanaan rehabilitasi KRD sebanyak 8
unit, modikasi KRL menjadi KRDE seba-
nyak 10 unit serta rehabilitasi K3 sebanyak
20 unit;
4. Pembuatan underpass pada perlintasan yang
tidak dijaga di wilayah Jawa Barat, Jawa Te-
ngah, dan Jawa Timur sebanyak 8 lokasi; lan-
jutan pembebasan/penertiban tanah untuk
persiapan pembangunan jalur ganda jalan
KA lintas Cirebon-Kroya, serta penyelesaian
pembebasan/penertiban tanah untuk pem-
bangunan jalur ganda jalan KA lintas Kroya-
Kutoarjo;
5. Pembangunan tubuh badan jalan KA untuk
persiapan pembangunan short cut jalan KA
Cisomang-Cikadondong sepanjang 5,6 km;
6. Pengadaan sarana perkeretaapian yang meli-
puti kereta penumpang kelas ekonomi (K3)
sebanyak 26 unit, prototipe KRL-I sebanyak
4 unit, serta pengangkutan KRL exhibah se-
banyak 20 unit;
7. Pengadaan 10 train set Kereta Rel Listrik
(KRL) untuk mendukung transportasi per-
kotaan Jabodetabek; serta
8. Telah disahkannya UU No. 23 Tahun 2007 ten-
tang Perkeretaapian sebagai pengganti dari UU
No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian.
Pada 2008 pembangunan infrastruktur perkere-
taapian terus didorong untuk meningkatkan pela-
yanan angkutan KA melalui kegiatan:
1. Dalam meningkatkan kapasitas lintas, telah
dilakukan kegiatan lanjutan pembangunan
double track Manggarai-Cikarang, Jalur Gan-
da Kutoarjo-Yogyakarta, jalur ganda Cirebon-
Kroya lintas Patuguran-Purwojerto sepanjang
24,48 km, jalur ganda Tegal-Pekalongan lintas
Pemalang-Surodadi-Larangan sepanjang 22,7
km, lintas Cisomang-Cikadongdong, serta
lanjutan pembangunan spoor emplasemen Ban-
dara Adisucipto;
2. Peningkatan jalan KA di lintas Sumatera dan
Jawa sepanjang 531,83 km;
3. Peningkatan 36 buah jembatan;
4. Pembangunan jalan KA di lintas Sumatera
dan Jawa sepanjang 74,42 km;
5. Peningkatan Sistem telekomunikasi dan ke-
listrikan (Sintelis) di Jawa dan Sumatera se-
banyak 17 paket;
6. Pembangunan jalur ganda lintas Serpong
MajaRangkasbitung sepanjang 46,95 km;
7. Penyelesaian pekerjaan KRD I 1 paket;
8. Pembangunan Spoor Kolong;
9. Pembuatan hangar KRD I;
10. Pemugaran stasiun;
11. Rehabilitasi Sintelis dan jalan pasca gempa di
Sumatera Barat, Tarahan Tanjung Enim;
12. Penanganan longsoran di Jawa Barat;
13. Perkuatan tebing di lintas Cirebon Kroya 9
paket;
14. Pelaksanaan lanjutan pembangunan kereta
api massal di perkotaan, melalui engineering
service untuk pembangunan MRT Jakarta;
15. Penyusunan peraturan pelaksanaan dari UU
No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Gambar 4.19.1.
Produksi Jasa Angkutan Kereta Api
Ket: * = Posisi Mei 2008
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 511 5/5/09 2:42:10 PM
512
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pembangunan Transportasi Laut
Pembangunan transportasi laut yang sesuai de-
ngan sasaran yang ditetapkan dalam pembangun-
an transportasi laut sepanjang 2005-2007 telah
dicapai hasil sebagai berikut:
1. Dalam rangka peningkatan keselamatan trans-
portasi laut, telah dilaksanakan pembangunan
2.047 unit sarana bantu navigasi pelayaran
(SBNP) yang meliputi 274 unit menara suar
(light house), 1.216 unit rambu suar (light bea-
con), 329 unit pelampung suar (light buoy),
150 unit tanda siang (day mark), dan 78 unit
anak pelampung (unlighted buoy); pengerukan
alur/kolam pelabuhan mencapai 10,54 juta
m
3
untuk memelihara kedalaman alur laut
dan kolam pelabuhan; serta pembangunan
dan pemasangan Automatic Identication Ship
(AIS) di 5 lokasi pelabuhan, yaitu Belawan,
Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar
untuk memonitor pergerakan kapal di area
pelabuhan dan terhubung dengan ADPEL un-
tuk memenuhi persyaratan International Ships
and Port facility Security (ISPS) Code. Jumlah
fasilitas pelabuhan dan kapal yang telah sesuai
dengan ISPS Code mengalami peningkatan,
yakni 220 fasilitas pelabuhan pada 2006 men-
jadi 231 pada 2007, dan 521 kapal pada 2005
menjadi 618 kapal pada 2006;
2. Untuk lebih mendorong peningkatan investa-
si melalui transportasi laut, telah dilakukan
penurunan besaran terminal handling charge
(THC) dari USD 150 menjadi USD 90 untuk
peti kemas ukuran 20. Untuk peti kemas
ukuran 40 dilakukan penurunan dari USD
230 menjadi USD 145, serta biaya pengurus-
an dokumen untuk kegiatan ekspor-impor
dari USD 40 menjadi Rp 100,000 per BL (bill
of loading) dan Rp 100.000 per DO (delivery
order) sehingga diharapkan dapat mening-
katkan daya saing produk ekspor nasional di
pasar global;
3. Pembangunan 11 pelabuhan peti kemas (full
container terminal), yaitu Pelabuhan Tan-
jung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung
Emas, Panjang, Makassar, Banjarmasin, Pon-
tianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang;
4. Pembangunan 4 pelabuhan semicontainer
(multi purpose) dan 7 pelabuhan konvensional,
22 pelabuhan yang memiliki fasilitas bongkar
muat break bulk, 9 pelabuhan memiliki fasili-
tas bongkar muat dryliquid bulk, 17 pelabuhan
yang memiliki terminal penumpang dan 142
pelabuhan untuk pelayaran perintis/rakyat;
5. Peningkatan keamanan dan penjagaan laut
melalui pembangunan 1 unit kapal patroli ke-
las III dan 8 unit kapal patroli kelas V.
6. Dalam upaya untuk peningkatan pelayanan
angkutan laut perintis, jumlah trayek ang-
kutan laut perintis mengalami kenaikan dari
52 trayek pada 2006 menjadi 53 trayek pada
2007. Dalam rangka keselamatan transportasi
laut, jumlah fasilitas pelabuhan dan kapal yang
telah mengikuti aturan ISPS Code mengalami
peningkatan, yakni 220 fasilitas pelabuhan
pada 2006 menjadi 231 pada 2007;
7. Selesainya revisi UU No. 21 tahun 1992 ten-
tang pelayaran menjadi UU No. 17 tahun
2008 tentang Pelayaran.
Untuk 2008, capaiannya adalah berikut:
1. Pembangunan fasilitas pelabuhan di Dumai
Riau, Sorong, Manokwari, Agats, Raja Ampat,
Tanjung ButonRiau, Garongkong, Machini
Baji, Pamatata, Bantaeng dan Palopo;
2. Pembangunan fasilitas sistem telekomunika-
si pelayaran tahap 4 yang tersebar di seluruh
Indonesia;
3. Pengadaan kapal navigasi (ATN Vessel) 4 unit;
4. Pembangunan vessel trac information system
(VTIS) di teluk Bintuni Papua Barat;
5. Pembangunan peralatan sistem monitoring di
SBNP di Tanjung Datu Kalimantan Barat;
6. Pembangunan 16 unit kapal patroli kelas II;
7. Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayar-
an sebanyak 293 unit (menara suar, rambu
suar, rambu runtun);
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 512 5/5/09 2:42:10 PM
Bagian 4
513
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
8. Pembangunan 6 unit kapal navigasi;
9. Pembangunan 3 unti kapal GT 2000 dan 2 ka-
pal Catamaran;
10. Pembangunan 13 unit kapal perintis (4 ka-
pal 350 DWT, 4 kapal 500 DWT, 3 kapal 750
DWT, 2 kapal 900 DWT);
11. Pembangunan peralatan SAR Laut 23 set;
12. Pengerukan alur pelayaran dan kolam pela-
buhan seluas 7.100.000 m
3
(di 17 Pelabuhan
UPT);
13. Peningkatan keselamatan pelayaran di 9 lo-
kasi pelabuhan;
14. Rehabilitasi fasilitas pelabuhan di seluruh
150 UPT pelabuhan;
15. Pelaksanaan Pilot Project National Single Win-
dow untuk 2 Pelabuhan Utama (Tanjung Priok
dan Tanjung Perak);
16. Selesainya revisi UU No. 21 Tahun 1992 ten-
tang pelayaran menjadi UU No. 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran;
17. Subsidi operasi pelayaran perintis di 56 tra-
yek.
Pembangunan Transportasi Udara
Pembangunan transportasi udara yang sesuai de-
ngan sasaran yang ditetapkan sepanjang 2005-
2007 telah dicapai:
1. Pengembangan 14 bandar udara pada daerah
rawan bencana dan daerah perbatasan agar
mampu melayani pesawat udara sejenis F-27
atau Hercules C-130;
2. Peningkatan fasilitas bangunan terpasang
sebesar 21,05 persen dan fasilitas terminal
terpasang sebesar 3,88 persen dibandingkan
tahun 2006, serta pembangunan fasilitas lan-
dasan sebesar 1.281.022 m
2
;
3. Penambahan 6 bandara yang melayani pener-
bangan umum, yakni Bandara Internasional
Minangkabau, Abdurahman SalehMalang,
Blimbingsari-Banyuwangi, Seko, Rampi, dan
Hadinotonegoro-Jember;
Gambar 4.19.2.
Jumlah Pelabuhan di Indonesia
Tahun
Menurut Penyelenggara Menurut Pengelola
Total
PT. Polindo UPT Pelabuhan Khusus DUKS*
2005 111 614 393 549 1.667
2006 111 614 450 711 1.886
2007 111 614 450 712 1.887
*DUKS : Dermaga untuk Kepentingan Sendiri
Keterangan: Jumlah pelabauhan diatas tidak termasuk pelabuhan perikanan
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Desember 2007
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 513 5/5/09 2:42:12 PM
514
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4. Pengembangan bandara lainnya yang dilak-
sanakan secara bertahap, diantaranya dida-
hului dengan pekerjaan tanah untuk perpan-
jangan landasan ataupun perluasan apron;
5. Pelaksanaan dimulainya konstruksi pemba-
ngunan bandara Medan Baru, dengan pem-
bagian kewenangan pembangunan sisi darat
(private sector) oleh PT (Persero) Angkasa
Pura II dan sisi udara (public sector) melalui
APBN;
6. Pembangunan Bandara Hasanuddin, Makas-
sar dan pembangunan sisi darat (privat sector)
oleh PT Angkasa Pura I dan sisi udara (public
sector) melalui APBN, yang diharapkan dapat
dioperasikan pada tahun 2009;
7. Pembangunan Bandara Lombok Baru melalui
kerjasama antara PT (Persero) Angkasa Pura I
dan Pemda Nusa Tenggara Barat;
8. Pelayanan penerbangan perintis di tiga belas
provinsi.
Sementara pembangunan transportasi udara yang
dicapai pada 2008 adalah:
1. Pengadaan dan pemasangan fasilitas kese-
lamatan penerbangan antara lain radar, ADSB,
RVR, DVOR & DME, ILS, AFL, Tower Set, X-
Ray, Walkthrough MD, AFTN-PTP, Penangkal
Petir Terintegrasi, ATIS, VHF-ER, PAPI, FIDS,
CCTV, HF-SSB sebanyak 9.224 paket/unit
yang tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Teng-
gara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku
Utara, Papua, dan Papua Barat;
2. Penyelesaian pembangunan bandara Kuala-
namu (Medan) dan Hasanuddin (Makassar);
3. Pengembangan Bandara di wilayah Indonesia
bagian timur, seperti Dobo (Maluku), Saum-
laki Baru (Maluku), Seram Bagian Timur
(Maluku), Namniwel (Maluku), Sam Ratula-
ngi (Manado, Sulut), bandara pengganti Du-
matubun (Langgur, Maluku), Waghete baru
(Papua);
4. Pembangunan/peningkatan bandara di dae-
rah perbatasan, terpencil, dan rawan bencana
di 13 lokasi;
5. Pembangunan/peningkatan bandara di ibu-
kota provinsi, ibukota kabupaten dan daerah
pemekaran yang tersebar di seluruh provinsi,
ibukota kabupaten dan daerah pemekaran;
6. Subsidi angkutan udara perintis dan Angkut-
an BBM Penerbangan Perintis untuk 92 rute
dan 2,442 drum tersebar di 15 provinsi;
7. Rehabilitasi prasarana udara yang meliputi
fasilitas landasan 944.335 m
2
, fasilitas ba-
ngunan 58.828 m
2
, dan fasilitas terminal
3,071 m
2
yang tersebar di beberapa provinsi;
serta
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 514 5/5/09 2:42:17 PM
Bagian 4
515
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
8. Peningkatan kualitas pelayanan keselamatan
dan keamanan penerbangan melalui kegiatan
audit kespen, rampcheck, STKP teknisi pe-
nerbangan.
4.19.2.2.3.Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Salah satu sasaran pokok dalam untuk mewujud-
kan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat
adalah meningkatnya dukungan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur infrastruktur trans-
portasi difokuskan pada upaya penanganan isu-isu
penting yang sedang dihadapi saat ini, yaitu:
1. Masih rendahnya tingkat keselamatan pela-
yanan jasa transportasi;
2. Terjadinya penurunan kualitas dan keberlan-
jutan pelayanan infrastruktur transportasi
yang ada akibat masih terbatasnya sumber
daya dalam memenuhi kebutuhan standar
pelayanan minimal jasa pelayanan prasarana
dan sarana transportasi;
3. Belum optimalnya dukungan infrastruktur
dalam peningkatan daya saing sektor riil dan
daya saing jasa transportasi yang mandiri;
4. Belum berkembangnya peran serta masyara-
kat dan swasta untuk memenuhi sumber
pendanaan untuk kebutuhan pembangunan
infrastruktur;
5. Masih terbatasnya aksesibilitas pelayanan
transportasi dalam mengurangi kesenjangan
antar wilayah, meningkatkan pengembang-
an wilayah perbatasan, serta memberikan
dukungan dalam penanganan bencana di ber-
bagai wilayah;
6. Permasalahan dalam hal keterpaduan peren-
canaan nasional dan wilayah.
Menurunnya kualitas dan keberlanjutan pelayanan
infrastruktur, ditandai antara lain oleh penurunan
kondisi prasarana jalan terutama akibat pem-
bebanan muatan lebih dan sistem penanganan
yang belum memadai berakibat pada hancurnya
jalan sebelum umur teknis jalan tersebut terca-
pai, masih stagnannya partisipasi swasta dalam
penyelenggaraan jalan tol, masih tingginya tingkat
kemacetan di beberapa ruas jalan strategis dan di
perkotaan, perkembangan armada dan pergerakan
angkutan jalan yang terus meningkat yang tidak
sebanding dengan perkembangan panjang dan
kapasitas prasarana jalan, perusahaan angkutan
yang gulung tikar, terbatasnya pelayanan angkut-
an umum, tingginya gangguan dan keluhan pada
kelancaran angkutan barang, prasarana dan sa-
rana kereta api yang kurang perawatan, pelayanan
pelabuhan dan kondisi kapal penyeberangan yang
kurang memadai, peralatan pendukung operasi
bandara dan pelabuhan yang kurang memadai,
manajemen dan profesionalitas SDM transportasi
yang terbatas, keterlambatan pelayanan transpor-
tasi, serta kenyamanan.
Belum optimalnya daya dukung infrastruktur trans-
portasi terhadap daya saing di sektor riil, terutama
ditandai dengan masih belum esiennya biaya
transportasi dalam komponen biaya produksi
maupun biaya pemasaran. In-esiensi tersebut
menyebabkan semakin tingginya biaya transpor-
tasi di Indonesia sehingga meminimkan daya sa-
ing produk-produk nasional di pasar luar negeri
dan dalam negeri. Sebagai gambaran, kerusakan
prasarana jalan telah menyebabkan bertambahnya
secara dramatis biaya sosial ekonomi yang diderita
oleh pengguna jalan di berbagai ruas jalan yang
merupakan jalur utama ekonomi.
Keterbatasan sumber pendanaan untuk pembangun-
an infrastruktur. Walaupun dari tahun ke tahun
nilai nominal dana untuk pemeliharaan maupun
pembangunan prasarana transportasi meningkat,
namun purchasing ability-nya semakin rendah se-
hingga tidak mampu untuk memelihara prasarana
transportasi yang ada, apalagi untuk meningkat-
Salah satu sasaran pokok untuk
mewujudkan agenda meningkatkan
kesejahteraan rakyat adalah
meningkatnya dukungan infrastruktur
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 515 5/5/09 2:42:17 PM
Dok: DEPBUDPAR
516
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kan kapasitasnya. Seiring dengan upaya pemulihan
dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tuntutan
terhadap pelayanan transportasi juga semakin me-
ningkat, sehingga diperlukan tambahan kapasitas
prasarana dan sarana transportasi yang tersedia
saat ini. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah
mengundang pihak swasta untuk ikut berpartisi-
pasi dalam pendanaan pembangunan prasarana
transportasi khususnya kegiatan-kegiatan yang
menurut perhitungan keuangan sangat layak.
Peran serta masyarakat dan swasta harus semakin
dikembangkan terutama untuk ikut membangun
dan menyediakan jasa prasarana dan sarana trans-
portasi yang berkembang pesat kebutuhannya dan
lebih komersial.
Rendahnya aksesibilitas pelayanan infrastruktur ma-
sih dihadapi oleh berbagai lapisan masyarakat di
perkotaan dan perdesaan, juga masyarakat di be-
berapa wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah
yang belum berkembang. Pelayanan infrastruktur
merupakan bagian dari pelayanan umum yang
harus disediakan secara terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat.
Permasalahan perencanaan nasional dan wilayah,
ditandai dengan masih adanya kesulitan dalam
mengatasi masalah transportasi yang lintas sek-
toral, karena rumitnya koordinasi; masih terdapat
kecenderungan untuk merumuskan kebijakan dan
strategi dalam kerangka yang parsial pada masing-
masing sub-sektor, dan daerah; keputusan investa-
si dilakukan tanpa mempertimbangkan strategi
multi-moda yang terpadu dan efesien.
Selama empat tahun pemerintahan Kabinet In-
donesia Bersatu, banyak program infrastruktur
transportasi sudah menunjukkan hasil yang cukup
signikan untuk mengatasi berbagai persoalan in-
frastruktur. Namun demikian, masih diperlukan
upaya tindak lanjut dalam rangka mendorong ak-
tivitas ekonomi, sosial dan pengembangan wilayah
secara efektif sehingga dapat meningkatkan ke-
sejahteraan rakyat di seluruh wilayah Indonesia.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 516 5/5/09 2:42:20 PM
Bagian 4
517
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.19.2.3. Tindak Lanjut
4.19.2.3.1.Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Untuk mencapai sasaran RPJM, secara umum
pembangunan sarana dan prasarana transportasi
perlu lebih dipercepat untuk mengurangi kesen-
jangan permintaan dan penawaran, untuk mendo-
rong pertumbuhan ekonomi dan sektor rill, serta
untuk mengurangi disparitas antarkawasan. Di
samping itu, juga terus dilakukan upaya mening-
katkan kualitas dan jangkauan pelayanan dalam
kondisi yang terbatas, termasuk mempertahankan
dan meningkatkan keselamatan pengguna jasa
transportasi. Selain itu, dalam rangka keterjang-
kauan seluruh masyarakat untuk memanfaatkan
jasa transportasi perlu dikaji ulang kebijakan sub-
sidi dan PSO, terutama untuk angkutan kelas eko-
nomi, baik angkutan jalan, angkutan KA, angkutan
laut, maupun angkutan udara.
Upaya yang dilakukan untuk mencapai sasaran
RPJM antara lain adalah Meningkatkan kese-
lamatan transportasi melalui peningkatan kean-
dalan kondisi prasarana jalan;
1. Meningkatkan kelancaran jalur distribusi dan
logistik nasional melalui peningkatan kapasi-
tas dan pembangunan aksesibilitas menuju
pelabuhan, bandara maupun outlet-outlet dis-
tribusi sebagai dukungan bagi peningkatan
investasi dan ekspor non migas;
2. Memperluas jaringan jalan dengan mening-
katkan kapasitas jaringan jalan, meningkat-
kan daya dukung jembatan sesuai dengan
minimal standar pembebanan yang berlaku,
pembangunan jalan dan y over untuk me-
lengkapi dan memfungsikan jaringan jalan
dalam melayani lalu lintas perkotaan;
3. Meningkatkan aksesibilitas melalui pemba-
ngunan jalan pada wilayah yang belum ber-
kembang dan pulau-pulau terpencil; serta
4. Memberikan dukungan pembebasan lahan
untuk pembangunan jalan tol.
Beberapa kegiatan sik bidang prasarana jalan
yang memerlukan tindak lanjut pada Tahun Ang-
garan 2009 adalah:
1. Pemeliharaan jalan nasional sepanjang
31.010,8 km dan jembatan sepanjang
52.876,4 m;
2. Rehabilitasi jalan nasional 1.189,6 km dan
jembatan 7.493,6 m;
3. Pembangunan jalan kawasan perbatasan
sepanjang 101,8 km;
4. Pembangunan jalan di pulau terluar/terdepan
sepanjang 85,2 km;
5. Peningkatan jalan lintas timur Sumatera dan
pantura Jawa sepanjang 640 km;
6. Peningkatan jalan dan jembatan pada lintas
utama yaitu lintas selatan Kalimantan, lintas
barat Sulawesi, dan lintas lainnya serta non
lintas sepanjang 1.725,8 km dan jembatan
sepanjang 6.243,9 m;
7. Pembangunan jalan baru dan strategis sepan-
jang 101 km;
8. Pembangunan y over sepanjang 4.745,7 m;
9. Pembangunan jalan lintas selatan Jawa se-
panjang 82,4 km;
10. Pembangunan jalan akses Kualanamu sepan-
jang 6 km;
11. Jalan akses tol Tanjung Priok sepanjang 1,9
km;
12. Pembangunan jalan tol Solo-Kertosono sepan-
jang 4 km; serta
13. Peningkatan kapasitas jalan nasional berupa
penambahan lajur jalan menjadi 84.985 lajur
km pada akhir 2009 dari 74.930 lajur km pada
tahun 2005.
Upaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran
lalu lintas dan angkutan jalan adalah:
1. Peningkatan keselamatan dan keamanan
transportasi jalan;
2. Peningkatan pelayanan angkutan umum se-
suai dengan standar pelayanan minimal;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 517 5/5/09 2:42:20 PM
518
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Meningkatkan pengawasan pelanggaran muat-
an lebih melalui pengoperasian jembatan tim-
bang yang didukung dengan penegakan hu-
kum yang tegas terhadap pelanggaran muatan
lebih di jalan;
4. Pengembangan angkutan massal di perkota-
an/metropolitan yang didukung oleh feeder
service yang terpadu dengan pelayanan ang-
kutan pada wilayah pengembangan kawasan;
5. Meningkatkan aksesibilitas angkutan darat
antara pusat kota dan outlet (bandara), pusat
produksi dan outlet (pelabuhan laut);
6. Menyelesaikan revisi UU No. 14 tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Di bidang perkeretaapian, upaya yang diperlukan
antara lain:
1. Peningkatan keselamatan angkutan dan kua-
litas pelayanan melalui pemulihan kondisi
prasarana dan sarana perkeretaapian;
2. Peningkatan kualitas, kapasitas jaringan dan
kelaikan sarana dan prasarana perkeretaapi-
an;
3. Pengembangan jaringan kereta api akses pe-
labuhan (Tanjung Priok) dan bandara (Soe-
karno-Hatta dan Kualanamu);
4. Pengembangan angkutan kereta api barang
khususnya angkutan batu bara untuk mendu-
kung program energi nasional;
5. Meningkatkan peran serta Pemerintah Dae-
rah dan swasta dalam investasi di bidang
perkeretaapian;
6. Meningkatkan peran angkutan kereta api per-
kotaan khususnya di wilayah Jabotadebek
dan kota-kota metropolitan lainnya;
7. Pewujudan keterpaduan transportasi antar
dan intramoda;
8. Penyelesaian peraturan perundang-undangan
turunan dari UU Nomor 23 Tahun 2007 ten-
tang Perkeretaapian.
Upaya yang diperlukan untuk mencapai sasar-
an angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
adalah:
1. Peningkatan keselamatan melalui peningkat-
an kualitas pelayanan sarana dan prasarana
angkutan penyeberangan, rehabilitasi, dan
pemeliharaan sarana dan prasarana transpor-
tasi sungai, danau, dan penyeberangan serta
penyediaan sarana bantu navigasi beserta
fasilitas penyeberangan;
2. Peningkatan aksesibilitas pelayanan melalui
pembangunan prasarana angkutan sungai,
danau, dan penyeberangan, terutama di dae-
rah kepulauan dan daerah lain yang mempu-
nyai potensi untuk pengembangan transpor-
tasi sungai dan danau, dan penyeberangan,
serta pembangunan prasarana angkutan di
pulau-pulau kecil dan di kawasan perbatasan;
3. Peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan
angkutan sesuai dengan standar pelayanan
minimal;
4. Perbaikan tatanan pelayanan angkutan an-
tarmoda;
5. Pengembangan jaringan pelayanan ASDP di
Jawa dan Madura, Bali dan Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku dan Pa-
pua.
Upaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran
penyelenggaraan transportasi laut, antara lain:
1. Peningkatan keselamatan pelayaran mela-
lui pengetatan pengecekan kelaikan laut,
baik kapal maupun peralatan SBNP, pening-
katan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran sesuai dengan standar IMO seperti
penerapan International Ships and Port faci-
lity Security (ISPS) Code serta pemenuhan ke-
butuhan peralatan navigasi;
2. Peningkatan kapasitas prasarana transporta-
si laut seperti dermaga dan lapangan penum-
pukan peti kemas untuk pelabuhan-pelabuh-
an yang tingkat permintaan terhadap jasa
kepelabuhanan sangat tinggi;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 518 5/5/09 2:42:21 PM
Bagian 4
519
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Mengembangkan dermaga pelabuhan untuk
mendukung angkutan batu bara;
4. Penyediaan angkutan laut perintis dan ang-
kutan penumpang kelas ekonomi angkutan
laut dalam negeri;
5. Pengadaan sarana dan prasarana transportasi
laut;
6. Peningkatkan pelayanan bongkar muat di
pelabuhan dan pengurangan ekonomi biaya
tinggi di pelabuhan;
7. Pelaksanaan rehabilitasi prasarana transpor-
tasi laut, termasuk akibat bencana alam;
8. Penyelesaian turunan peraturan dari UU No.
17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Upaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran
angkutan udara adalah
1. Peningkatan keselamatan dan keamanan pe-
nerbangan, baik dari sisi prasarana maupun
sarana melalui pengetatan pengecekan kelaik-
an udara, baik pesawat maupun peralatan
navigasi;
2. Peningkatan fasilitas keselamatan pener-
bangan dan navigasi sesuai dengan standar
ICAO;
3. Peningkatan pengelolaan prasarana dan
sarana transportasi udara di seluruh ban-
dara, termasuk bandara internasional untuk
mendapatkan sertikat operasional bandara;
4. Pengembangan sarana dan prasarana serta
penambahan kapasitas dan perbaikan penge-
lolaan prasarana dan sarana transportasi
udara, termasuk bandara di kawasan perba-
tasan, terpencil, dan pedalaman agar dapat
didarati pesawat sekelas F-27 dengan daya
dukung landasan mampu didarati pesawat C-
230 (Hercules);
5. Pelaksanaan rehabilitasi dan pemeliharaan
sarana dan prasarana transportasi udara;
6. Pelayanan penerbangan perintis serta pembe-
rian kompensasi subdisi operasi dan subsidi
angkutan BBM pada operator pelaksanaan
angkutan udara perintis;
7. Peningkatan pelatihan teknis bagi inspektor;
8. Penyelesaian pembangunan Bandara Kuala
Namu-Medan dan Bandara Hasanudin-Ma-
kassar;
9. Penyelesaian revisi UU No. 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan.
Adapun program penunjang transportasi, kegiatan
yang akan di laksanakan dalam rangka pencapaian
sasaran RPJM antara lain:
1. Pembangunan balai diklat kepelautan di NAD,
Sorong, dan Ambon;
2. Pembangunan Maritime Education and Trai-
ning Improvement (METI);
3. Pengembangan STT Transportasi Darat di
Makassar dan NAD;
4. Pengembangan STPI Curug menuju center of
excelence dan Program PC-200;
5. Peningkatan fasilitas dan sarana operasi pen-
carian dan penyelamatan yang meliputi peng-
adaan peralatan komunikasi, sistem komuni-
kasi SAR, helikopter dan pengadaan gedung
Pos SAR.
Peningkatan aksesibilitas
pelayanan melalui pembangunan
prasarana angkutan sungai, danau,
dan penyeberangan, terutama di
daerah kepulauan dan daerah lain
yang mempunyai potensi untuk
pengembangan transportasi sungai
dan danau, dan penyeberangan, serta
pembangunan prasarana angkutan
di pulau-pulau kecil dan di kawasan
perbatasan
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 519 5/5/09 2:42:21 PM
Dok: PolaGrade
520
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.19.2.3.2.Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Secara umum pembangunan yang dilaksanakan
pada sub bidang Transportasi masih dalam koridor
rencana pembangunan dalam RPJMN 2004-2009.
Pada akhir tahun 2009 diharapkan kondisi man-
tap jalan akan mencapai 87,02 persen atau seki-
tar 30.148,7 km dan sisanya sekitar 4.480,1 km
(12,9 persen) dalam kondisi tidak mantap (rusak
ringan) dan tidak terdapat jalan yang mengalami
rusak berat. Kondisi ini telah melampaui target
awal RPJMN 2004-2009, yang menargetkan jalan
dalam kondisi mantap sebesar 82 persen.
Di bidang prasarana jalan, pemeliharaan jalan ma-
sih memerlukan perhatian sehingga tingkat pela-
yanan jalan dapat dipertahankan dan mengurangi
kecelakaan di jalan akibat kondisi jalan yang tidak
terpelihara. Begitu juga, upaya meningkatkan ki-
nerja jalan tidak dapat hanya dilakukan dengan
kegiatan sik. Faktor-faktor non sik seperti disi-
plin, ketertiban, penegakan hukum, dan koordi-
nasi antar-instansi sangat berpengaruh terhadap
upaya peningkatan kecepatan rata-rata.
Demikian pula, pengendalian jumlah kendaraan
terutama di wilayah perkotaan dan keselamatan
transportasi juga mempunyai andil yang cukup sig-
nikan. Prasarana jalan lintas strategis terutama
di luar Jawa masih memerlukan waktu untuk pe-
nyelesaiannya. Demikian pula jalan lintas strategis
pada beberapa pulau. Untuk itu perlu dilakukan
skala prioritas agar prasarana jalan yang dibangun
dapat segera dimanfaatkan.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 520 5/5/09 2:42:35 PM
Bagian 4
521
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
r
a
s
a
r
a
n
a

J
a
l
a
n
1
T
e
r
p
e
l
i
h
a
r
a
n
y
a

d
a
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

d
a
y
a

d
u
k
u
n
g
,

k
a
p
a
s
i
t
a
s
,

m
a
u
p
u
n

d
a
n

k
u
a
l
i
t
a
s

p
e
l
a
y
a
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

j
a
l
a
n

u
n
t
u
k

d
a
e
r
a
h
-
d
a
e
r
a
h

y
a
n
g

p
e
r
e
k
o
n
o
m
i
a
n
n
y
a

b
e
r
k
e
m
b
a
n
g

p
e
s
a
t
K
o
n
d
i
s
i

m
a
n
t
a
p

j
a
l
a
n
*

K
e
c
e
p
a
t
a
n

r
a
t
a
-
r
a
t
a

J
a
l
a
n

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n

d
a
n

j
a
l
a
n

d
i

d
a
e
r
a
h

t
e
r
i
s
o
l
a
s
i

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l

P
e
n
e
r
b
i
t
a
n

P
e
r
-
a
t
u
r
a
n

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

j
a
l
a
n

d
a
n

j
e
m
b
a
t
a
n

(
p
e
r
s
e
n
)
(
k
m
/
j
a
m
)
(
k
m
)
(
k
m
)

d
a
n

(
m
)
8
6
,
6

p
e
r
s
e
n
4
3
,
3

k
m
/
j
a
m

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

j
a
l
a
n

2
2
0

k
m

d
i

w
i
l
a
y
a
h

p
e
r
b
a
-
t
a
s
a
n

d
a
n

1
7
6

k
m

d
i

d
a
e
r
a
h

t
e
r
p
e
n
c
i
l

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
/
p
e
m
e
-
l
i
h
a
r
a
a
n

j
a
l
a
n

3
3
.
3
5
9

k
m

d
a
n

3
3
.
5
4
4

m

j
e
m
-
b
a
t
a
n
.
8
0
,
8

p
e
r
s
e
n
4
3
,
7
5

k
m
/
j
a
m
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

j
a
l
a
n

1
3
5

k
m

d
i

w
i
l
a
y
a
h

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n

d
a
n

9
4

k
m

d
i

d
a
e
-
r
a
h

t
e
r
p
e
n
c
i
l

d
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l
P
e
n
e
r
b
i
t
a
n
n

P
P

N
o
.

3
4

T
a
h
u
n

2
0
0
6

t
e
n
t
a
n
g

J
a
l
a
n
P
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

3
5
.
0
7
2

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

3
5
.
2
5
1

m

j
e
m
b
a
t
a
n
.
8
2
,
2
2

p
e
r
s
e
n
4
4
,
9

k
m
/
j
a
m
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

6
2
5

k
m

j
a
l
a
n

d
i

d
a
e
r
a
h

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n

d
a
n

d
a
e
r
a
h

t
e
r
i
s
o
l
a
s
i

s
e
r
t
a

p
u
l
a
u

t
e
r
p
e
n
-
c
i
l

9
6
,
7
6

k
m
P
e
n
e
r
b
i
t
a
n

P
e
r
a
t
u
r
a
n

M
e
n
t
e
r
i

T
e
k
n
i
s
P
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

3
3
.
0
8
5

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

3
9
.
3
9
4

m

j
e
m
-
b
a
t
a
n
.
8
3

p
e
r
s
e
n
4
6

k
m
/
j
a
m
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

1
5
1

k
m

j
a
l
a
n

d
i

k
a
-
w
a
s
a
n

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n
,

s
e
r
t
a

1
3
6

k
m

j
a
l
a
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

t
e
r
p
e
n
c
i
l

t
e
r
l
u
a
r
P
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

3
3
.
9
8
6

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

3
9
.
2
3
7

m

j
e
m
b
a
t
a
n
.
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

a
k
s
e
s
i
b
i
l
i
t
a
s

w
i
l
a
y
a
h

y
a
n
g

s
e
d
a
n
g

d
a
n

b
e
l
u
m

b
e
r
k
e
m
b
a
n
g

m
e
l
a
l
u
i

d
u
k
u
n
g
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

j
a
l
a
n

y
a
n
g

s
e
s
u
a
i

d
e
n
g
a
n

p
e
r
k
e
m
b
a
n
g
a
n

k
e
b
u
t
u
h
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

b
a
i
k

d
a
l
a
m

h
a
l

k
e
c
e
p
a
t
a
n

m
a
u
p
u
n

k
e
n
y
a
m
a
n
a
n

k
h
u
s
u
s
n
y
a

p
a
d
a

k
o
r
i
d
o
r
-
k
o
r
i
d
o
r

u
t
a
m
a

d
i

m
a
s
i
n
g
-
m
a
s
i
n
g

p
u
l
a
u
,

w
i
l
a
y
a
h

K
A
P
E
T
,

p
e
r
d
e
s
a
a
n
,

w
i
l
a
y
a
h

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n
,

t
e
r
p
e
n
c
i
l
,

m
a
u
p
u
n

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

d
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
a
n
-
j
a
n
g

j
a
l
a
n
,

j
e
m
b
a
t
a
n
,

d
a
n

j
a
l
a
n

t
o
l
(
k
m
)

d
a
n

(
m
)
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
/
p
e
m
-
b
a
n
g
u
n
a
n

4
.
5
4
3

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

4
.
7
8
0

m

j
e
m
b
a
t
a
n
,

d
a
n

4
8

k
m

j
a
l
a
n

t
o
l
.
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
/
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

3
.
9
4
5
,
6

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

1
0
.
3
5
9

m

j
e
m
b
a
t
a
n
.
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
/
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

3
.
3
1
2
,
4
9

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

1
1
.
2
7
0

m

j
e
m
b
a
t
a
n
,

j
a
l
a
n

t
o
l

1
1
5

k
m
.
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
/
p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

3
.
9
2
0

k
m

j
a
l
a
n

d
a
n

1
7
.
0
3
4

m

j
e
m
b
a
t
a
n
,

s
e
r
t
a

p
e
m
b
e
b
a
s
a
n

t
a
n
a
h

u
n
t
u
k

j
a
l
a
n

t
o
l
.
T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
4
.
S
a
s
a
r
a
n

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

P
e
r
c
e
p
a
t
a
n

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

(
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
)
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 521 5/5/09 2:42:36 PM
522
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
r
a
s
a
r
a
n
a

J
a
l
a
n
3
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

a
k
t
i
f

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
,

B
U
M
N
,

m
a
u
p
u
n

s
w
a
s
t
a

d
a
l
a
m

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

j
a
l
a
n

m
e
l
a
l
u
i

r
e
f
o
r
m
a
s
i

d
a
n

r
e
s
t
r
u
k
-
t
u
r
i
s
a
s
i

b
a
i
k

d
i

b
i
d
a
n
g

k
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

m
a
u
p
u
n

r
e
g
u
l
a
s
i

d
i
a
n
t
a
r
a
n
y
a

m
e
r
a
m
p
u
n
g
k
a
n

p
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

U
n
d
a
n
g
-
u
n
d
a
n
g

N
o
m
o
r

3
8

T
a
h
u
n

2
0
0
4

t
e
n
t
a
n
g

j
a
l
a
n

s
e
s
u
a
i

d
e
n
g
a
n

t
a
n
t
a
n
g
a
n

d
a
n

p
e
r
k
e
m
b
a
n
g
a
n

y
a
n
g

a
k
a
n

d
i
h
a
d
a
p
i

d
a
l
a
m

e
r
a

g
l
o
b
a
l
i
s
a
s
i

d
a
n

o
t
o
n
o
m
i

d
a
e
r
a
h
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

D
a
r
a
t
L
a
l
u

L
i
n
t
a
s

A
n
g
k
u
t
a
n

J
a
l
a
n
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

p
r
a
s
a
r
a
n
a

L
L
A
J

t
e
r
u
t
a
m
a

m
e
n
u
r
u
n
n
y
a

j
u
m
l
a
h

p
e
l
a
n
g
g
a
r
a
n

l
a
l
u

l
i
n
t
a
s

d
a
n

m
u
a
t
a
n

l
e
b
i
h

d
i

j
a
l
a
n

s
e
h
i
n
g
g
a

d
a
p
a
t

m
e
n
u
r
u
n
k
a
n

k
e
r
u
g
i
a
n

e
k
o
n
o
m
i

y
a
n
g

d
i
a
k
i
b
a
t
k
a
n
n
y
a
.

R
a
m
b
u

L
a
l
u

L
i
n
t
a
s

R
P
P
J

M
a
r
k
a

J
a
l
a
n

P
a
g
a
r

P
e
n
g
a
m
a
n

J
a
l
a
n

D
e
l
i
n
i
a
t
o
r

P
a
k
u

M
a
r
k
a

L
a
m
p
u
P
e
n
e
r
a
n
g
-
a
n

J
a
l
a
n
T
r
a

c

l
i
g
h
t

W
a
r
n
i
n
g

l
i
g
h
t
G
u
a
r
d

r
a
i
l
(
b
u
a
h
)
(
b
u
a
h
)
(
m
e
t
e
r
)
(
m
e
t
e
r
)
(
b
u
a
h
)
(
b
u
a
h
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
3
.
2
4
6
3
0
3
8
7
.
7
1
6
2
6
.
7
2
1
4
084
5
1
.
6
2
3
1
0
.
0
5
4
3
3
8
7
5
0
.
7
0
0
2
7
.
9
8
2
1
.
4
0
0
1
0
1
42
5
3
.
9
0
6
1
3
.
4
1
8
1
4
4
9
9
4
.
6
5
1
3
5
.
5
9
8
4
.
0
0
0
1
.
0
0
0
3
00
3
9
.
6
0
2
1
8
.
7
9
6
5
9
3
1
.
8
6
0
.
5
0
0
2
4
.
3
6
0
1
0
.
5
0
00
5
2
1
5
7
0
.
9
0
2
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
l
a
i
k
a
n

d
a
n

j
u
m
l
a
h

s
a
r
a
n
a

L
L
A
J
.
B
u
s

b
e
s
a
r

d
a
n

B
u
s

s
e
d
a
n
g
(
b
u
a
h
)
8
5
1
4
8
1
7
5
3
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

t
i
n
g
k
a
t

k
e
c
e
l
a
k
a
a
n

d
a
n

f
a
t
a
l
i
t
a
s

k
e
c
e
l
a
k
a
a
n

l
a
l
u

l
i
n
t
a
s

d
i

j
a
l
a
n

s
e
r
t
a

m
e
n
i
n
g
-
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

p
e
l
a
y
a
n
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n

d
a
l
a
m

h
a
l

k
e
t
e
r
t
i
b
a
n
,

k
e
a
m
a
n
a
n

d
a
n

k
e
n
y
a
m
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

j
a
l
a
n
,

t
e
r
u
t
a
m
a

a
n
g
k
u
t
a
n

u
m
u
m

d
i

p
e
r
k
o
t
a
a
n
,

p
e
r
d
e
s
a
a
n

d
a
n

a
n
t
a
r
k
o
t
a
.
A
l
a
t

P
e
n
g
u
j
i

K
e
n
d
a
r
a
a
n

b
e
r
-
m
o
t
o
r
(
p
a
k
e
t
)
2

p
a
k
e
t
1
2

p
a
k
e
t
2
9

p
a
k
e
t
1
8

p
a
k
e
t
L
a
n
j
u
t
a
n

4
.
1
9
.
4
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 522 5/5/09 2:42:36 PM
Bagian 4
523
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

D
a
r
a
t
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
t
e
r
p
a
d
u
a
n

a
n
t
a
r
m
o
d
a

d
a
n

e

s
i
e
n
s
i

d
a
l
a
m

m
e
n
d
u
k
u
n
g

m
o
b
i
l
i
t
a
s

m
a
n
u
-
s
i
a
,

b
a
r
a
n
g

d
a
n

j
a
s
a
,

m
e
n
d
u
k
u
n
g

p
e
r
w
u
j
u
d
a
n

s
i
s
t
e
m

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

n
a
s
i
o
n
a
l

d
a
n

w
i
l
a
y
a
h

(
l
o
-
k
a
l
)
,

s
e
r
t
a

t
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

p
o
l
a

d
i
s
t
r
i
b
u
s
i

n
a
s
i
o
n
a
l
.

D
i
b
a
n
g
u
n
n
y
a

t
e
r
m
i
n
a
l
B
i
s

p
e
r
i
n
t
i
s
B
i
s

p
e
r
i
n
t
i
s
(
p
a
k
e
t
)
(
t
a
r
g
e
t
)
(
u
n
i
t
)
2

p
a
k
e
t
8
8
9
6
1

p
a
k
e
t
9
9
1
3
9
7

p
a
k
e
t
1
1
1
1
0
0
3
1
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
t
e
r
j
a
n
g
k
a
u
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

u
m
u
m

b
a
g
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

l
u
a
s

d
i

p
e
r
k
o
t
a
a
n

d
a
n

p
e
r
d
e
s
a
a
n

s
e
r
t
a

d
u
k
u
n
g
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

j
a
l
a
n

p
e
r
i
n
t
i
s

d
i

w
i
l
a
y
a
h

t
e
r
p
e
n
c
i
l

u
n
t
u
k

m
e
n
d
u
k
u
n
g

p
e
n
g
e
m
-
b
a
n
g
a
n

w
i
l
a
y
a
h
.

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
e
m
-
b
a
t
a
n

t
i
m
b
a
n
g
(
u
n
i
t
)
0
1
2
1
6
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

e
f
e
k
t
i
v
i
t
a
s

r
e
g
u
l
a
s
i

d
a
n

k
e
l
e
m
-
b
a
g
a
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

j
a
l
a
n
7
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
a
d
a
r
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
l
a
m

b
e
r
l
a
l
u

l
i
n
t
a
s

y
a
n
g

b
a
i
k
,

d
a
n

p
e
n
a
n
g
a
n
a
n

d
a
m
p
a
k

p
o
l
u
s
i

u
d
a
r
a

s
e
r
t
a

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

t
e
k
n
o
l
o
g
i

s
a
r
a
n
a

y
a
n
g

r
a
m
a
h

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
,

t
e
r
u
t
a
m
a

d
i

w
i
l
a
y
a
h

p
e
r
k
o
t
a
a
n
.

8
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

S
D
M

p
r
o
f
e
s
i
o
n
a
l

d
a
l
a
m

p
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

p
e
m
b
i
n
a
a
n

d
a
n

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

L
L
A
J
.
M
a
n
a
j
e
m
e
n

r
e
k
a
y
a
s
a

l
a
l
u

l
i
n
t
a
s

d
i

p
e
r
l
i
n
-
t
a
s
a
n

s
e
b
i
d
a
n
g
(
p
a
k
e
t
)
2
2
2
7
1
9
9
T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
n
y
e
l
e
n
g
g
a
r
a
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n

p
e
r
k
o
t
a
a
n

y
a
n
g

e

s
i
e
n

d
e
n
g
a
n

b
e
r
b
a
s
i
s

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n

w
i
l
a
y
a
h
,

a
n
d
a
l

d
a
n

r
a
m
a
h

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

s
e
r
t
a

t
e
r
j
a
n
g
k
a
u

b
a
g
i

m
a
s
y
a
r
a
-
k
a
t
.

U
n
t
u
k

i
t
u

p
e
r
l
u

d
i
d
u
k
u
n
g

p
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

p
e
r
k
o
t
a
a
n

y
a
n
g

t
e
r
p
a
d
u

d
e
n
g
a
n

p
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

w
i
l
a
y
a
h

d
a
n

m
e
n
g
a
n
t
i
s
i
p
a
s
i

p
e
r
k
e
m
b
a
n
g
a
n

p
e
r
m
i
n
t
a
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

s
e
r
t
a

d
i
d
u
k
u
n
g

o
l
e
h

k
e
s
a
d
a
r
a
n

d
a
n

k
e
m
a
m
p
u
a
n

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h

D
a
e
r
a
h

d
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
.
L
a
n
j
u
t
a
n

4
.
1
9
.
4
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 523 5/5/09 2:42:36 PM
524
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
e
r
k
e
r
e
t
a
a
p
i
a
n
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

k
i
n
e
r
j
a

p
e
l
a
y
a
n
a
n

t
e
r
u
t
a
m
a

k
e
s
-
e
l
a
m
a
t
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n
,

m
e
l
a
l
u
i

p
e
n
u
r
u
n
a
n

t
i
n
g
k
a
t

k
e
c
e
l
a
k
a
a
n

d
a
n

f
a
t
a
l
i
t
a
s

a
k
i
b
a
t

k
e
c
e
l
a
k
a
a
n

d
i

p
e
r
-
l
i
n
t
a
s
a
n

s
e
b
i
d
a
n
g

d
e
n
g
a
n

j
a
l
a
n

d
a
n

p
e
n
a
n
g
a
n
a
n

k
e
a
m
a
n
a
n

o
p
e
r
a
s
i

p
a
d
a

s
e
p
a
n
j
a
n
g

l
i
n
t
a
s

u
t
a
m
a

y
a
n
g

p
a
d
a
t
,

s
e
r
t
a

k
e
l
a
n
c
a
r
a
n

m
o
b
i
l
i
s
a
s
i

a
n
g
k
u
t
a
n

b
a
r
a
n
g

d
a
n

j
a
s
a
J
u
m
l
a
h

L
o
k
o
m
o
t
i
f

J
u
m
l
a
h

K
e
r
e
t
a

L
i
s
t
r
i
k
J
u
m
l
a
h

K
e
r
e
t
a

P
e
n
u
m
-
p
a
n
g

J
u
m
l
a
h

G
e
r
b
o
n
g

B
a
r
a
n
g
J
u
m
l
a
h

P
e
n
u
m
p
a
n
g

J
u
m
l
a
h

B
a
r
a
n
g

B
a
n
t
a
l
a
n
J
a
l
a
n

K
A
J
e
m
b
a
t
a
n
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
j
u
t
a

o
r
a
n
g
)
(
j
u
t
a

t
o
n
)
(
r
i
b
u

b
a
t
a
n
g
)
(
k
m
)
(
b
u
a
h
)
3
5
8
3
1
0
1
,
1
7
1
3
,
5
1
6
1
5
1
,
4
9
1
7
,
3
2
8
2
6
4
,
5
2
1
5
8
,
7
84
3
5
3
3
2
2
1
,
2
2
6
3
,
4
9
8
1
6
1
,
2
9
1
7
,
4
8
3
3
0
3
,
0
2
1
8
1
,
8
96
3
3
3
4
0
9
1
,
1
9
0
3
,
2
8
9
1
6
8
,
2
1
1
6
,
8
2
0
2
8
8
3
2
7
1
0
3
5
0
4
2
9
1
.
4
4
8
3
.
6
1
8
1
9
7
,
7
7
1
9
,
5
5
0
-
6
9
,
6
3
6
A
S
D
P
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
u
m
l
a
h

p
r
a
s
a
r
a
n
a

d
e
r
m
a
g
a

u
n
t
u
k

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

j
u
m
l
a
h

l
i
n
t
a
s

p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n

b
a
r
u

y
a
n
g

s
i
a
p

o
p
e
r
a
s
i

m
a
u
p
u
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

k
a
p
a
s
i
-
t
a
s

l
i
n
t
a
s

p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n

y
a
n
g

p
a
d
a
t

J
u
m
l
a
h

d
e
r
m
a
g
a

p
e
n
y
e
-
b
e
r
a
n
g
a
n

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

r
a
m
b
u
p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n
J
u
m
l
a
h

d
e
r
m
a
g
a

d
a
n
a
u

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

d
e
r
m
a
g
a
p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

d
e
r
m
a
g
a

s
u
n
g
a
i
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
4
758
2
15
4
86
1
186
6
0
1
8
1
7
2
5
2
2
1
5
2
2
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
a
l
a
i
k
a
n

d
a
n

j
u
m
l
a
h

s
a
r
a
n
a

A
S
D
P
.

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

k
a
p
a
l

p
e
n
y
e
-
b
e
r
a
n
g
a
n
(
u
n
i
t
)
1
0
3
6
1
5
3
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n

A
S
D
P
R
a
m
b
u

p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n

R
a
m
b
u

s
u
n
g
a
i

d
a
n

d
a
r
a
t
(
b
u
a
h
)
(
b
u
a
h
)
5
2
6
4
6
8
8
5
0
1
5
9
0
0
L
a
n
j
u
t
a
n

4
.
1
9
.
4
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 524 5/5/09 2:42:37 PM
Bagian 4
525
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
4
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
l
a
n
c
a
r
a
n

d
a
n

j
u
m
l
a
h

p
e
n
u
m
-
p
a
n
g
,

k
e
n
d
a
r
a
a
n

d
a
n

p
e
n
u
m
p
a
n
g

y
a
n
g

d
i
a
n
g
k
u
t
,

t
e
r
u
t
a
m
a

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
l
a
n
c
a
r
a
n

p
e
r
p
i
n
d
a
h
a
n

a
n
t
a
r
m
o
d
a

d
i

d
e
r
m
a
g
a

p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n
;

s
e
r
t
a

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n

p
e
r
i
n
t
i
s
.

J
u
m
l
a
h

p
e
n
u
m
p
a
n
g

d
i
a
n
g
k
u
t

J
u
m
l
a
h

b
a
r
a
n
g

d
i
a
n
g
k
u
t
K
e
n
d
a
r
a
a
n

R
-
4
K
e
n
d
a
r
a
a
n

R
-
2
(
r
i
b
u

o
r
a
n
g
)
(
r
i
b
u

t
o
n
)
(
r
i
b
u

u
n
i
t
)
(
r
i
b
u

u
n
i
t
)
2
6
.
5
0
1
2
5
.
1
8
7
6
.
2
7
2
4
.
7
1
9
2
7
.
8
2
9
2
5
.
4
2
2
5
.
9
4
4
5
.
9
4
4
4
0
.
5
5
7
3
1
.
9
3
6
5
.
7
2
0
6
.
1
5
4
5
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
r
a
n

s
e
r
t
a

s
w
a
s
t
a

d
a
n

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h

D
a
e
r
a
h

d
a
l
a
m

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

A
D
S
P
,

s
e
r
t
a

m
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
i
n
e
r
j
a

B
U
M
N

d
i

b
i
d
a
n
g

A
S
D
P
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

L
a
u
t
1
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
a
n
g
s
a

p
a
s
a
r

a
r
m
a
d
a

p
e
l
a
y
a
r
a
n

n
a
s
i
o
n
a
l

b
a
i
k

u
n
t
u
k

a
n
g
k
u
t
a
n

l
a
u
t

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

m
a
u
p
u
n

e
k
s
p
o
r

i
m
p
o
r
J
u
m
l
a
h

a
n
g
k
u
t
a
n

l
a
u
t

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

J
u
m
l
a
h

a
n
g
k
u
t
a
n

l
a
u
t

l
u
a
r

n
e
g
e
r
i

(
j
u
t
a

t
o
n
)
(
p
e
r
s
e
n
)
(
j
u
t
a

t
o
n
)
(
p
e
r
s
e
n
)
1
1
4
,
5
5
5
,
5
2
4
,
6
5
,
0
1
3
5
,
3
6
1
,
3
2
9
,
4
5
,
7
1
4
8
,
7
6
5
,
3
3
1
,
4
5
,
9
1
9
2
,
8
7
9
,
4
3
8
,
2
7
,
1
2
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
i
n
e
r
j
a

d
a
n

e

s
i
e
n
s
i

p
e
l
a
b
u
h
a
n

y
a
n
g

d
i
t
a
n
g
a
n
i

o
l
e
h

B
a
d
a
n

U
s
a
h
a

M
i
l
i
k

N
e
g
a
r
a

(
B
U
M
N
)
*
A
r
u
s

B
o
n
g
k
a
r

M
u
a
t

B
a
r
a
n
g
A
r
u
s

P
e
t
i

K
e
m
a
s

P
e
l
a
b
u
h
a
n
(
j
u
t
a

t
o
n
)
(
j
u
t
a

T
e
u
s
)
2
8
6
,
1
9
6
,
6
8
3
5
8
,
3
2
7
,
2
7
3
7
7
,
2
9
7
,
6
4
4
0
3
,
7
2
9
,
3
9
3
T
e
r
p
e
n
u
h
i
n
y
a

p
e
r
a
n
g
k
a
t

n
a
v
i
g
a
s
i

p
e
l
a
y
a
r
a
n

d
a
n

f
a
s
i
l
i
t
a
s

p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n
n
y
a
V
e
s
s
e
t

T
r
a

c

S
e
r
v
i
c
e
s

(
V
T
S
)
M
e
n
a
r
a

S
u
a
r
P
e
l
a
m
p
u
n
g

S
u
a
r
R
a
m
b
u

S
u
a
r
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
(
u
n
i
t
)
0
2
4
7
3
4
6
1
.
1
9
2
5
2
5
2
3
4
6
1
.
2
3
6
7
2
7
4
3
2
9
1
.
2
1
6
7
2
7
5
3
5
1
1
.
2
4
4
4
S
e
l
e
s
a
i
n
y
a

r
e
v
i
s
i

U
U

N
o
.

2
1

T
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

p
e
l
a
y
a
r
a
n

d
a
n

P
P

N
o
.

6
9

t
e
n
t
a
n
g

K
e
p
e
l
a
b
u
h
a
n
a
n
T
e
r
b
i
t
n
y
a

U
U
T
e
r
b
i
t
n
y
a

P
P
D
r
a
f
t

R
U
U
R
U
U
R
U
U
D
r
a
f
t

R
P
P
U
U
D
r
a
f
t

R
P
P
L
a
n
j
u
t
a
n

4
.
1
9
.
4
*


K
a
r
e
n
a

s
e
b
a
g
i
a
n

b
e
s
a
r

m
u
a
t
a
n

e
k
s
p
o
r
-
i
m
p
o
r

d
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n

d
a
l
a
m

n
e
g
e
r
i

d
i
t
a
n
g
a
n
i

o
l
e
h

p
e
l
a
b
u
h
a
n

y
a
n
g

a
d
a

d
i

b
a
w
a
h

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

B
U
M
N
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 525 5/5/09 2:42:37 PM
526
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

U
d
a
r
a
1
T
e
r
j
a
m
i
n
n
y
a

k
e
s
e
l
a
m
a
t
a
n
,

k
e
l
a
n
c
a
r
a
n

d
a
n

k
e
s
i
n
a
m
b
u
n
g
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

t
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

u
d
a
r
a

b
a
i
k

u
n
t
u
k

a
n
g
k
u
t
a
n

p
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n

d
o
-
m
e
s
t
i
k

d
a
n

i
n
t
e
r
n
a
s
i
o
n
a
l
,

m
a
u
p
u
n

p
e
r
i
n
t
i
s
D
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
n
y
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

l
a
n
d
a
s
a
n

D
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
n
y
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

b
a
n
g
u
n
a
n
D
i
r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i
n
y
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

t
e
r
m
i
n
a
l

D
i
b
a
n
g
u
n
n
y
a

l
a
n
d
a
s
a
n

p
a
c
u

D
i
b
a
n
g
u
n
n
y
a

t
e
r
m
i
-
n
a
l

p
e
n
u
m
p
a
n
g

D
i
b
a
n
g
u
n
n
y
a

a
p
r
o
n
P
e
n
g
a
d
a
a
n

S
i
s
t
e
m

n
a
v
i
g
a
s
i

u
d
a
r
a
T
e
r
s
e
l
e
n
g
g
a
r
a
n
y
a

p
e
l
a
y
a
n
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n

p
e
r
i
n
t
i
s

p
e
n
e
r
-
b
a
n
g
a
n

(
m
2
)
(
m
2
)
(
m
2
)
(
m
2
)
(
m
2
)
(
m
2
)
(
p
a
k
e
t
)
r
u
t
e

k
o
t
a
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

l
a
n
-
d
a
s
a
n

6
4
8
.
3
4
1

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

b
a
n
g
u
n
a
n

7
.
8
2
3

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

t
e
r
m
i
n
a
l

3
7
.
4
5
0

m
2
4
3
1
.
1
7
9

m
2
1
.
8
1
1

m
2
3
2
.
7
4
1

m
2
9
1
8
1
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

l
a
n
-
d
a
s
a
n

7
4
5
.
9
2
0

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

b
a
n
g
u
n
a
n

2
9
.
5
7
9

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

t
e
r
m
i
n
a
l

5
8
.
0
6
2

m
2
1
.
2
8
1
.
0
2
2

m
2
6
.
5
6
2

m
2
2
9
.
5
7
9

m
2
1

p
a
k
e
t
9
1
8
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

l
a
n
-
d
a
s
a
n

3
3
0
.
7
5
2

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

b
a
n
g
u
n
a
n

1
1
.
7
0
8

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

t
e
r
m
i
n
a
l

2
.
2
5
3

m
2
2
.
5
8
3
.
9
2
6

m
2
2
.
2
5
3

m
2
1
4
9
.
1
4
4

m
2
1

p
a
k
e
t
9
1
8
3
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

l
a
n
-
d
a
s
a
n

4
1
2
.
7
2
1

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

b
a
n
g
u
n
a
n

8
.
2
6
3

m
2
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

f
a
s
i
l
i
t
a
s

t
e
r
m
i
n
a
l

5
8
.
7
2
4

m
2
2
.
3
7
4
.
2
7
1

m
2
9
.
6
6
7

m
2
4
1
9
.
7
7
5

m
2
1

p
a
k
e
t
9
1
8
3
L
a
n
j
u
t
a
n

4
.
1
9
.
4
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 526 5/5/09 2:42:38 PM
Bagian 4
527
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n
/
P
r
o
g
r
a
m
I
n
d
i
k
a
t
o
r
S
a
t
u
a
n
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
2
T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

p
e
r
s
a
i
n
g
a
n

u
s
a
h
a

d
i

d
u
n
i
a

i
n
d
u
s
t
r
i

p
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n

y
a
n
g

w
a
j
a
r

s
e
h
i
n
g
g
a

t
i
d
a
k

a
d
a

p
e
l
a
k
u

b
i
s
n
i
s

d
i

b
i
d
a
n
g

a
n
g
k
u
t
a
n

u
d
a
r
a

y
a
n
g

m
e
m
i
l
i
k
i

m
o
n
o
p
o
l
i
J
u
m
l
a
h

p
e
r
u
s
a
h
a
a
n

a
n
g
k
u
t
a
n

u
d
a
r
a

n
i
a
g
a

b
e
r
j
a
d
w
a
l

d
a
n

t
i
d
a
k

b
e
r
j
a
d
w
a
l
P
e
r
u
s
a
h
a
a
n
5
4
5
0
4
8
P
r
o
g
r
a
m

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
n
d
u
k
u
n
g

T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
1
T
e
r
s
e
l
e
s
a
i
k
a
n
n
y
a

r
e
v
i
s
i

U
n
d
a
n
g
-
U
n
d
a
n
g

S
e
k
t
o
r

T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i

(
U
U

N
o
.

1
4

t
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

L
L
A
J
,

U
U

N
o
.

1
3

t
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

P
e
r
k
e
r
e
t
a
a
p
i
a
n
,

U
U

N
o
.

2
1

t
e
n
t
a
n
g

P
e
l
a
y
a
r
a
n
,

U
U

N
o
.

1
5

t
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n
)

s
e
r
t
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
l
a
k
s
a
n
a
n
n
y
a
.
R
e
v
i
s
i

U
U

N
o
.

1
4

t
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

L
L
A
J
R
e
v
i
s
i

U
U

N
o
.

1
3

t
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

P
e
r
k
e
r
e
t
a
a
p
i
a
n
R
e
v
i
s
i

U
U

N
o
.

2
1

t
e
n
t
a
n
g

P
e
l
a
y
a
r
a
n

R
e
v
i
s
i

U
U

N
o
.

1
5

t
a
h
u
n

1
9
9
2

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n
(
p
a
k
e
t
)
(
p
a
k
e
t
)
(
p
a
k
e
t
)
(
p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

L
L
A
J

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

P
e
r
k
e
r
e
t
a
a
p
i
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

P
e
l
a
y
a
r
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

L
L
A
J

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

P
e
r
k
e
r
e
t
a
a
p
i
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

P
e
l
a
y
a
r
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

L
L
A
J

(
1

p
a
k
e
t
)
U
U

N
o
.

2
3

t
a
h
u
n

2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
r
k
e
r
e
t
a
a
p
i
a
n

(
1
0
0
p
e
r
s
e
n
)
D
r
a
f
t

R
U
U

P
e
l
a
y
a
r
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
D
r
a
f
t

R
U
U

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
e
r
b
a
n
g
a
n

(
1

p
a
k
e
t
)
1
0
0

p
e
r
s
e
n
D
r
a
f
t

P
e
r
a
t
u
r
a
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

U
U

N
o
.
2
3
/
2
0
0
7
1
0
0

p
e
r
s
e
n
1
0
0

p
e
r
s
e
n
L
a
n
j
u
t
a
n

4
.
1
9
.
4
S
u
m
b
e
r

d
a
t
a
:

D
i
r
e
k
t
o
r
a
t

T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
,

B
a
p
p
e
n
a
s
K
e
t
e
r
a
n
g
a
n
:
J
a
l
a
n

M
a
n
t
a
p
:

J
a
r
i
n
g
a
n

j
a
l
a
n

d
e
n
g
a
n

k
o
n
d
i
s
i

k
e
m
a
m
p
u
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

m
a
n
t
a
p
,

m
e
r
u
p
a
k
a
n

h
a
s
i
l

p
e
n
a
n
g
a
n
a
n

a
k
h
i
r

p
r
o
g
r
a
m

p
e
m
b
i
n
a
a
n

j
a
l
a
n

s
a
m
p
a
i

d
e
n
g
a
n

t
i
n
g
k
a
t

s
t
r
u
k
t
u
r

s
e
c
a
r
a

m
e
r
a
t
a
.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 527 5/5/09 2:42:38 PM
528
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.19.3. Bidang Sumberdaya Air
Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabu-
han, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik,
irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi
merupakan Social Overhead Capital suatu bangsa.
Keberadaannya memiliki keterkaitan yang sangat
kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang
antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan eko-
nomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini ter-
manifestasi dari kenyataan bahwa daerah yang
mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur
yang lebih baik, mempunyai tingkat laju pertum-
buhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah
yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang
terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci
dalam mendukung pembangunan nasional.
Secara sosial, ketersediaan air mutlak diperlu-
kan sebagai prasyarat kehidupan masyarakat,
dan terbukanya jalan membuat masyarakat lebih
mudah berkomunikasi dan dapat lebih membuka
cakrawala masyarakat. Ketersediaan infrastruk-
tur memungkinkan pula pertemuan budaya an-
tar masyarakat yang dapat membangun toleransi
dan melumerkan sekat budaya antar masyarakat.
Ketersediaan infrastruktur sebagai jaringan yang
menyatukan berbagai wilayah secara nasional dan
ketersediaan prasarana wilayah pada kawasan-ka-
wasan perbatasan mendukung aspek pertahanan
dan keamanan. Di samping itu, dengan keterse-
diaan infrastruktur kota, maka akan mendukung
peran kota sebagai pusat pelayanan jasa distribusi,
sebagai penggerak kegiatan ekonomi, dan sebagai
sumber kehidupan berbagai kelompok masyara-
kat. Demikian pula ketersediaan infrastruktur
perdesaan, akan mendukung pemasaran produk
pertanian dan pemberian nilai tambah produksi
masyarakat perdesaan.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah un-
tuk menyediakan fasilitas infrastruktur dan la-
yanan infrastruktur yang berkualitas, baik dalam
pengaturan kerangka regulasi dengan mendorong
partisipasi swasta dalam pembiayaan infrastruk-
tur, maupun rehabilitasi, peningkatan kapasi-
tas dan fasilitas infrastruktur yang rusak, serta
pembangunan baru melalui kerangka investasi
dan pelayanan umum. Namun, ketersediaan in-
frastruktur masih tetap belum sesuai harapan
yang ditunjukan dengan terjadinya krisis listrik,
masih adanya kecelakaan di berbagai moda trans-
portasi, serta lamanya pemulihan infrastruktur
akibat bencana gempa, tanah longsor, banjir, dan
semburan lumpur yang terjadi dalam dua tahun
terakhir.
Infrastruktur sumberdaya air secara lebih spesik
diarahkan untuk memberikan pemenuhan kebu-
tuhan akan air bagi keperluan pokok kehidupan
sehari-hari, pertanian, industri, perkotaan, dan
sektor-sektor lainnya, serta memberikan per-
lindungan bagi manusia, usaha, dan lingkungan-
nya dari pengaruh daya rusak air. Infrastruktur
sumberdaya air untuk pengendalian daya rusak
air tersebut tidak kalah pentingnya dengan infra-
struktur untuk maksud-maksud pendistribusian
air bagi pemenuhan kebutuhan berbagai sektor,
mengingat pentingnya memberikan perlindung-
an sentra-sentra produksi pertanian, kawasan in-
dustri, kawasan permukiman, dan kawasan strat-
egis lainnya.
Dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur,
Pemerintah memprioritaskan reformasi sektoral
dan lintas sektoral untuk mendorong peran serta
swasta dalam pembangunan infrastruktur dengan
mengedepankan prinsip kemitraan yang adil, ter-
buka, transparan, kompetitif, dan saling mengun-
tungkan. Komitmen Pemerintah dalam kemitraan
ini diantaranya terlihat dari berbagai penyempur-
naan kebijakan, peraturan perundang-undangan
dan kelembagaan, serta pengaturan tentang du-
kungan Pemerintah dan pengelolaan risiko dalam
proyek kerjasama antara Pemerintah dan swasta
melalui skema Public Private Partnership (PPP). Di
beberapa sektor, PPP bahkan sudah diimplemen-
tasikan dalam penyediaan fasilitas dan layanan
infrastruktur di wilayah non-komersial dengan
insentif Pemerintah sebagai pendorong.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 528 5/5/09 2:42:39 PM
Bagian 4
529
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Selain itu, pembangunan infrastruktur juga di-
lakukan melalui kerjasama antara Pemerintah
pusat dan Pemerintah Daerah sejalan dengan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah,
serta kerjasama antara Pemerintah dan masyara-
kat/komunitas. Untuk kegiatan yang sepenuh-
nya dapat dilakukan oleh usaha swasta masih
memerlukan penyempurnaan peraturan perun-
dangan sehingga dapat memperjelas peran dan
tanggungjawab masing-masing pihak, dan yang
menyangkut garansi serta sistem tarif, termasuk
juga memperjelas kewenangan masing-masing
investor swasta dan BUMN.
Terkait dengan investasi swasta, khususnya in-
vestasi asing langsung, hal tersebut kurang dimi-
nati. Investor yang potensial, umumnya berpikir
positif mengenai Indonesia, tapi mereka masih
raguragu untuk menanamkan investasinya di-
karenakan berbagai faktor seperti misalnya ma-
salah dalam pembebasan lahan, isu mengenai
ekonomi biaya tinggi, termasuk kelemahan yang
ada pada UndangUndang dan kerangka regulasi,
serta pelaksanaan hukum di Indonesia.
4.19.3.1.Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat
kerusakan hutan secara signikan telah menyebab-
kan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai
(DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal
yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya
proses percepatan laju kerusakan daerah tangkap-
an air. Hal tersebut ditunjukkan dengan mening-
katnya laju deforestrasi sebesar 1,6 juta ha per ta-
hun pada periode 1985-1997 menjadi 2,1 ha per
tahun pada periode 1997-2001. Hal tersebut juga
ditunjukkan oleh laju peningkatan jumlah DAS
kritis; 22 DAS pada 1984, 39 DAS pada 1992 dan
62 DAS pada 1998. Kecenderungan meluas dan
bertambahnya jumlah DAS kritis telah mengarah
pada tingkat kelangkaan dan peningkatan daya ru-
sak air yang semakin serius. Selain itu, kelangkaan
air yang terjadi cenderung mendorong pola peng-
gunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara
lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan
sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut,
dan amblesan permukaan tanah. Kerusakan air
tanah sangat sulit untuk dipulihkan, sehingga apa-
bila hal tersebut terjadi terus-menerus secara pasti
akan berujung pada terjadinya bencana lingkung-
an yang berimplikasi luas.
Berkembangnya daerah permukiman dan industri
telah menurunkan area resapan air dan mengan-
cam kapasitas lingkungan dalam menyediakan air.
Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampung
air seperti waduk dan bendungan makin menu-
run sebagai akibat meningkatnya sedimentasi,
sehingga menurunkan keandalan penyediaan air
untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diper-
parah dengan kualitas operasi dan pemeliharaan
yang rendah sehingga tingkat layanan prasarana
sumberdaya air menurun semakin tajam.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebu-
tuhan air baku bagi rumah tangga, permukiman,
pertanian maupun industri juga semakin mening-
kat. Pada 2003, secara nasional kebutuhan air
mencapai 112,3 miliar meter-kubik dan diperki-
rakan pada 2009 kebutuhan air akan mencapai
117,7 miliar meter-kubik. Kebutuhan air yang se-
makin meningkat pada satu sisi dan ketersediaan
yang semakin terbatas pada sisi yang lain, secara
pasti akan memperparah tingkat kelangkaan air.
Pada musim kemarau 2003, Pulau Jawa dan Bali
telah mengalami desit sebanyak 13,1 miliar me-
ter-kubik. Demikian pula wilayah Nusa Tenggara
juga mengalami desit air sebesar 0,1 miliar me-
ter-kubik. Semakin parahnya kelangkaan tersebut
berpeluang memicu terjadinya berbagai bentuk
konik air, baik antarkelompok pengguna, antar-
wilayah, maupun antargenerasi. Konik air yang
tidak terkendali berpotensi berkembang menjadi
konik dengan dimensi yang lebih luas, bahkan
lebih jauh dapat memicu berbagai bentuk disin-
tegrasi.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 529 5/5/09 2:42:39 PM
530
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pada 2002, jaringan irigasi terbangun di Indone-
sia berpotensi melayani 6,77 juta hektar sawah.
Sekitar 48,3 persen persen jaringan irigasi berada
di Jawa, 27,1 persen di Sumatera, 11,7 persen di
Sulawesi, dan 6,8 persen di Kalimantan; sedang-
kan sisanya, 6,1 persen di Bali, Nusa Tenggara,
Maluku, Papua, dan Irian Jaya Barat. Dari jaringan
irigasi yang telah dibangun tersebut diperkirakan
sekitar 1,67 juta hektar, atau hampir 25 persen,
masih belum atau tidak berfungsi. Belum atau ti-
dak berfungsinya jaringan irigasi dengan luasan
yang sangat signikan tersebut disebabkan an-
tara lain oleh belum lengkapnya sistem jaringan,
ketidaktersediaan air, belum siapnya lahan sawah,
ketidaksiapan petani penggarap, atau terjadinya
mutasi lahan. Hal yang sama juga terjadi pada
jaringan irigasi rawa; dari 1,80 juta hektar yang
telah dibangun hanya sekitar 0,8 juta hektar (44
persen) yang berfungsi. Selain itu, pada jaringan
irigasi yang berfungsi juga mengalami kerusakan
terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas
operasi dan pemeliharaan. Diperkirakan total
area kerusakan jaringan irigasi tersebut menca-
pai sekitar 30 persen. Hal yang cukup mengkhawa-
tirkan, sebagian besar kerusakan tersebut justru
terjadi pada daerah-daerah penghasil beras nasi-
onal di Pulau Jawa dan Sumatera. Selain penu-
runan keandalan layanan jaringan irigasi, luas
sawah produktif beririgasi juga makin menurun
karena alih fungsi lahan menjadi non-pertanian
terutama untuk perumahan. Alih fungsi lahan se-
cara nasional mencapai 35 ribu hektar per tahun
yang sebagian besar terjadi di Pulau Jawa.
Bencana alam yang terjadi pada akhir 2004 yang
melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan Suma-
tera Utara telah mengakibatkan kerusakan pada
sumber-sumber air termasuk prasarananya. Ma-
suknya air laut ke daratan dengan volume yang
sangat besar dan dalam waktu yang singkat te-
lah mengakibatkan pencemaran sumber-sumber
air dan mengganggu penyediaan air baku bagi
masyarakat. Endapan lumpur dan sampah pada
sungai-sungai telah pula mengganggu dan menu-
runkan kapasitas aliran air. Kondisi ini sangat
membahayakan dan berpotensi mengakibatkan
banjir. Hantaman gelombang laut dan endapan
lumpur juga merusak jaringan irigasi pada dae-
rah-daerah bencana. Bencana juga telah merusak
wilayah pantai beserta potensinya.
Dengan kondisi awal dan permasalahan yang
dihadapi tersebut, maka sasaran umum pemba-
ngunan sumberdaya air adalah:
1. Tercapainya pola pengelolaan sumberdaya air
yang terpadu dan berkelanjutan;
2. Terkendalinya potensi konik air;
3. Terkendalinya pemanfaatan air tanah;
4. Meningkatnya kemampuan pemenuhan ke-
butuhan air bagi rumah tangga, permukiman,
pertanian, dan industri dengan prioritas uta-
ma untuk kebutuhan pokok masyarakat dan
pertanian rakyat;
5. Berkurangnya dampak bencana banjir dan
kekeringan;
6. Terkendalinya pencemaran air;
7. Terlindunginya daerah pantai dari abrasi air
laut terutama pada pulau-pulau kecil, daerah
perbatasan, dan wilayah strategis;
8. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat;
9. Meningkatnya kualitas koordinasi dan ker-
jasama antar-instansi;
10. Terciptanya pola pembiayaan yang berkelan-
jutan;
11. Tersedianya data dan sistem informasi yang
aktual, akurat dan mudah diakses;
12. Pulihnya kondisi sumber-sumber air dan pra-
sarana sumberdaya air, ketersediaan air baku
bagi masyarakat, pengendalian banjir ter-
utama pada daerah perkotaan, serta pulihnya
kondisi pantai di Nanggroe Aceh Darussalam
dan sebagian wilayah Sumatera Utara akibat
bencana alam.
Untuk mencapai sasaran umum seperti yang telah
ditetapkan, maka disusunlah beberapa program
antara lain:
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 530 5/5/09 2:42:39 PM
Bagian 4
531
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1. Program pengembangan, pengelolaan, dan
konservasi sungai, danau, dan sumber air lain-
nya. Program ini ditujukan untuk meningkat-
kan keberlanjutan fungsi dan pemanfaatan
sumber daya air, mewujudkan keterpaduan
pengelolaan, serta menjamin kemampuan ke-
terbaharuan dan keberlanjutannya sehingga
dapat dicapai pola pengelolaan sumber daya
air yang terpadu dan berkelanjutan, serta eks-
ploitasi air tanah yang terkendali;
2. Program pengembangan dan pengelolaan ja-
ringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan
lainnya. Program ini ditujukan untuk mewu-
judkan pengelolaan jaringan irigasi, rawa,
serta jaringan pengairan lainnya dalam rang-
ka mendukung program ketahanan pangan
nasional sehingga kemampuan pemenuhan
kebutuhan air untuk pertanian dapat mening-
kat, dan pemanfaatan air tanah untuk irigasi
dapat terkendali;
3. Program penyediaan dan pengelolaan air
baku. Program ini ditujukan untuk mening-
katkan penyediaan air baku untuk memenuhi
kebutuhan domestik, perkotaan, dan industri
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyara-
kat dan mendukung kegiatan perekonomian
sehingga dapat meningkatkan kemampuan
pemenuhan air baku untuk rumah tangga,
permukiman, dan industri dengan priori-
tas untuk kebutuhan pokok masyarakat dan
pemanfaatan air tanah untuk rumah tangga,
permukiman dan industri dapat terkendali;
4. Program pengendalian banjir dan peng-
amanan pantai. Program ini ditujukan un-
tuk mengurangi tingkat resiko dan periode
genangan banjir, serta menanggulangi akibat
bencana banjir dan abrasi pantai yang menim-
pa daerah produksi, permukiman dan sarana
publik lainnya, sehingga dampak bencana
banjir dan kekeringan dapat dikurangi dan
terlindunginya daerah pantai dari abrasi air
laut terutama pada pulau-pulau kecil, daerah
perbatasan, dan wilayah strategis;
5. Program penataan kelembagaan dan ketata-
laksanaan. Program ini ditujukan untuk me-
wujudkan kelembagaan yang efektif sehingga
potensi konik air dapat dikendalikan, par-
tisipasi masyarakat, kualitas koordinasi dan
kerjasama antarinstansi meningkat, pola
pembiyaan yang berkelanjutan dapat tercip-
ta, tersedia data dan sistem informasi yang
aktual, akurat dan berkelanjutan.
4.19.3.2. Pencapaian 2005-2008
Upaya yang telah dilakukan sampai dengan 2008
dalam percepatan pembangunan infrastruktur
sumberdaya air secara umum adalah (RKP 2009):
1. Melanjutkan penanganan kelembagaan sum-
berdaya air sebagai amanat UU No. 7/2004
dengan melengkapi peraturan perundang-
undangan yang diperlukan.
2. Terkait dengan ketersediaan air, telah diupaya-
kan rehabilitasi dan pembangunan tampung-
an air seperti waduk dan embung. Begitu
juga dengan jaminan ketersediaan air telah
diupayakan rehabilitasi dan pembangunan sa-
luran air baku dan saluran irigasi baik irigasi
air tanah, irigasi rawa dan irigasi lainnya.
3. Selain itu, upaya peningkatan pelayanan in-
frastruktur sesuai Standar Pelayanan Mini-
mum pada 2008 telah diwujudkan melalui
pembangunan saluran air baku dengan kapa-
sitas terpasang 1,00 m
3
/detik, rehabilitasi sa-
rana/prasarana pengendali banjir di 62 lokasi
pembangunan, pemeliharaan prasarana pe-
ngaman pantai sepanjang 20 km, prasarana
air tanah untuk air minum di daerah terpen-
cil/perbatasan seluas 688 ha.
4. Dalam rangka peningkatan daya saing sek-
tor riil, pada program pembangunan bidang
infrastruktur telah dilakukan rehabilitasi ja-
ringan irigasi seluas 210,73 ribu ha dan rawa
seluas 207,67 ribu hektar, pembangunan 7
waduk dan 35 embung, pembangunan sa-
rana/prasarana pengendali banjir sepanjang
145 km, pembangunan sarana/prasarana pe-
ngaman pantai sepanjang 71,1 km.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 531 5/5/09 2:42:40 PM
532
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
5. Kebijakan Pemerintah mengenai perubahan
iklim sekaligus dalam rangka pengurangan
risiko bencana telah diselesaikan, antara lain:
pembangunan prasarana pengendali banjir
seluas 500 ha dan panjang 954 km, pemeli-
haraan prasarana pengendali banjir sepanjang
1,387 km, pembangunan sarana/prasarana
pengaman pantai sepanjang 70 km, pemeli-
haraan prasarana pengaman pantai sepan-
jang 20 km.
Penanganan kelembagaan sesuai dengan Un-
dang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber-
daya Air memerlukan upaya yang terus menerus,
karena dalam UU tersebut telah memberikan
perubahan pola pengelolaan sumberdaya air de-
ngan pelibatan seluruh stakeholder secara penuh.
Sebagai pengaturan lebih lanjut atas undang-un-
dang tersebut, telah diterbitkan PP No. 16 Tahun
2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM) dan PP No. 20 tahun 2006
tentang Irigasi. Melalui PP No. 20/2006 tersebut
diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan sum-
berdaya air yang berkelanjutan yang antara lain
melalui penataan kelembagaan dan ketatalaksa-
naan. Selain itu, pada 2008 juga telah disahkan 2
PP yaitu PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelo-
laan Sumberdaya Air, dan PP No. 43 Tahun 2008
tentang Air Tanah. Sedangkan dalam tataran ope-
rasional, pada 2007 telah dikeluarkan 1 (satu)
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (Kepmen
PU) yaitu: Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007
tentang Penentuan Status Daerah Irigasi, dan
4 (empat) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(Permen PU) yaitu:
1. Permen PU No. 30/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi Partisispasi (PPSIP),
2. Permen PU No. 31/PRT/M/2007 tentang Pe-
doman Komisi Irigasi,
3. Permen PU No. 32/PRT/M/2007 tentang Pe-
doman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan
Irigasi.
4. Permen PU No. 33/PRT/M/2007 tentang Pem-
berdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air.
Implementasi secara penuh UU No. 7/2004, khu-
susnya dalam pembentukan wadah koordinasi
pengelolaan sumberdaya air, dimulai dengan telah
disahkan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2008
tentang Dewan Sumberdaya Air. Pemilihan ang-
gota dewan sumberdaya air nasional dari unsur
non Pemerintah yang mewakili seluruh stakehold-
er telah diselesaikan pada 2008, dan diharapkan
pada awal tahun 2009 penetapan dewan sumber-
daya air nasional telah dapat dilaksanakan me-
lalui Keputusan Presiden.
Koordinasi dan kerjasama antarinstansi dilak-
sanakan untuk mensinergikan dan mensinkron-
kan penanganan sumberdaya air, baik di tingkat
lokal dan di tingkat nasional. Koordinasi dilak-
sanakan intern Pemerintah dalam berbagai tingkat-
an, dan antara Pemerintah dengan masyarakat.
Koordinasi yang dilaksanakan pada 2006 dan
2007 difokuskan pada upaya untuk menekan dan
mengurangi adanya potensi konik yang diakibat-
kan permasalahan tentang air. Dengan koordinasi
tersebut, adanya potensi konik yang bersumber
pemanfaatan air yang kurang adil dapat diketahui
secara lebih awal. Dengan demikian dapat ditentu-
kan langkah-langkah pencegahan dan pengenda-
lian agar konik akibat permasalahan air tidak ter-
jadi, sehingga kerugian dan kerusakan yang lebih
besar dapat dihindarkan.
Untuk memfasilitasi penyusunan dan berfung-
sinya kelembagaan dan ketatalaksanaan sumber-
daya air, telah dilakukan pembentukan 31 balai
pengelolaan sumberdaya air wilayah sungai serta
penyusunan norma, standard, pedoman, dan
manual bidang sumberdaya air.
Dalam memenuhi penyediaan air baku baik bagi
permukiman, pertanian maupun industri ber-
bagai capaian yang telah diraih pada 2005 adalah:
operasi dan pemeliharaan air baku perdesaan 56
buah, rehabilitasi prasarana air baku sebanyak 40
buah, dan pembangunan saluran air baku dengan
kapasitas 2,89 m
3
/detik. Capaian pada 2006 anta-
ra lain: operasi dan pemeliharaan air baku perde-
saan sebanyak 70 lokasi, rehabilitasi prasarana
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 532 5/5/09 2:42:40 PM
Bagian 4
533
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
air baku 18 buah, pembangunan saluran air baku
dengan kapasitas 0,69 m
3
pt/dt, rehabilitasi em-
bung/bendung sebanyak 2 buah, pembangunan
embung/bendung sebanyak 209 buah. Sedangkan
capaian yang diraih pada 2007 antara lain: opera-
si dan pemeliharaan air baku perdesaan sebanyak
70 lokasi, rehabilitasi prasarana air baku 12 buah,
pembangunan saluran air baku dengan kapasitas
0,99 m
3
pt/dt, rehabilitasi embung/bendung seba-
nyak 62 buah, dan pembangunan embung/ben-
dung sebanyak 15 buah. Capaian yang telah diraih
pada 2008 adalah: Operasi dan pemeliharaan air
baku perdesaan 70 titik; rehabilitasi prasarana air
baku sebanyak 84 buah; pembangunan saluran
air baku dengan kapasitas 1,00 m
3
/detik, pemba-
ngunan embung/bendung sebanyak 10 buah, dan
rehabilitasi embung/bendung sebanyak 5 buah.
Sebagai langkah antisipasi banjir, dilakukan ke-
giatan terkait dengan prasarana pengendali ban-
jir yang berupa pemasangan dan pengoperasian
Flood Forecasting and Warning System. Pada 2005,
2006, 2007 telah dilaksanakan pemasangan dan
pengoperasian peralatan masing-masing 2 (dua)
buah. Sedangkan pembangunan prasarana pe-
ngendali banjir yang telah dilakukan pada 2005
sepanjang 228 km, tahun 2006 sepanjang 555
km, tahun 2007 sepanjang 171 km dan luasan
sebesar 500 ha, serta 2008 sepanjang 145 km de-
ngan luasan sebesar 4.750 ha. Dikaitkan dengan
pengelolaan sumberdaya air, pencegahan banjir
dapat pula dilakukan dengan pembangunan tam-
pungan air seperti waduk dan embung. Capaian
pelaksanaan dari operasi dan pemeliharaan, pem-
bangunan waduk adalah sebagai berikut: 1) pada
2005 telah dilakukan operasi dan pemeliharaan
16 waduk, 2) pada 2006 telah dilakukan operasi
dan pemeliharaan 9 waduk, 3) sedangkan pada
2007 telah dilakukan operasi dan pemeliharaan
40 waduk, dan pembangunan 3 waduk baru. Se-
mentara untuk pencapaian pembangunan em-
bung adalah sebagai berikut: pada 2005 sebanyak
69 embung, pada 2006 sebanyak 130 embung,
pada 2007 sebanyak 85 embung, serta 2008 se-
banyak 35 embung.
Dalam rangka penanggulangan daya rusak air
di daerah pantai, telah dilakukan upaya pemba-
ngunan pengaman pantai. Capaian pelaksanaan
kegiatan pembangunan pengaman pantai adalah
sebagai berikut: pada 2005 telah dilaksanakan
pembangunan sepanjang 30,62 km, dan pada
2006 sepanjang 29,79 km, pada 2007 sepanjang
35,56 km, dan 2008 sepanjang 71,10 km. Pem-
bangunan pengaman pantai tersebut tersebar di
berbagai daerah yang potensi terjadinya abrasi
pantai.
4.19.3.2.1. Permasalahan Pencapaian Sa-
saran
Tantangan bidang Sumberdaya Air terutama
kerusakan pada tampungan air, baik danau,
waduk, embung, dan pencemaran air dan sum-
ber air yang lain akibat pertumbuhan populasi,
dan kebutuhan lahan permukiman dan industri;
masih banyaknya jaringan irigasi yang tidak ber-
fungsi baik; bertambahnya DAS kritis serta masih
luasnya daerah rawan banjir.
Beberapa permasalahan dalam pembangunan
sumber daya air antara lain:
Menurunnya pelayanan jaringan irigasi di-
tunjukkan 31persen jaringan irigasi dari 5,3
juta ha irigasi teknis rusak dan 13 persen
bendung dari 17.320 bendung dalam kondisi
rusak, dan hanya 800.000 ha lahan irigasi
yang kebutuhan airnya dijamin waduk, serta
tergenangnya 172,000 ha sawah karena be-
lum sempurnanya prasarana pengendalian
banjir.
Konversi kawasan persawahan beririgasi tek-
nis 20.000-30.000 ha/th menjadi kawasan
non pertanian terutama di Pulau Jawa.
Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) telah
menyebabkan banjir dimusim hujan dan ke-
keringan dimusim kemarau. Kerusakan terse-
but ditunjukan dengan tingginya rasio debit
maksimum sungai di musim hujan dan debit
minimum di musim kemarau.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 533 5/5/09 2:42:41 PM
534
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Di Indonesia terdapat lebih dari 5.590 sungai
induk, 569 sungai diantaranya berpotensi
menimbulkan banjir yang dapat diidenti-
kasi besarnya kebutuhan tanggul dan norma-
lisasi sungai yang belum dapat dilaksanakan.
Demikian pula Bendungan dan Embung-Em-
bung yang merupakan tandon air untuk me-
nahan air sebanyak dan selama mungkin di
daratan, baik sebagai prasarana pengendali
banjir maupun kebutuhan lain seperti penye-
diaan air baku, sebagian dalam kondisi rusak.
Penurunan fungsi waduk dan embung akibat
tingginya sedimentasi.
Peningkatan kerusakan danau dan situ ter-
utama akibat alih fungsi.
Pencemaran limbah industri dan rumah tang-
ga pada badan air yang dapat menurunkan
kualitas air.
Dalam persepektif hukum Undang-Undang No.
7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air belum
sepenuhnya dilengkapi dengan peraturan perun-
dang-undangan sebagai implementasinya. Hal
tersebut merupakan salah satu permasalahan
mendasar yang dihadapi dalam pencapaian sa-
saran pembangunan infrastruktur sumberdaya
air mulai dari 2005 sampai dengan 2007. Sampai
dengan akhir tahun 2008 dari 7 peraturan peme-
rintah dan 5 peraturan presiden baru 4 peraturan
pemerintah yang diterbitkan.
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
merupakan peraturan perundangan yang diharap-
kan dapat melindungi dan menjamin akses ma-
syarakat terutama masyarakat miskin terha-
dap air. Namun pada sisi yang lain memandang
bahwa air mempunyai nilai ekonomi sehingga
perlu diatur secara baik demi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat luas. Sebagian ma-
syarakat melihat bahwa dalam pelaksanaannya
UU tersebut telah menggeser status air dari ba-
rang publik menjadi barang privat. Dengan mem-
berlakukan air sebagai komoditas perdagangan,
maka akan membuka peluang terjadinya monopo-
li sumberdaya air. Hal tersebut memerlukan peng-
aturan dan pengelolaan yang lebih terkoordinasi,
termasuk dalam pemberian ijin pemanfaatan air.
Beberapa pemikiran mengenai perlunya langkah
strategis yang diperlukan adalah reorientasi ke-
bijakan dengan meningkatkan peran serta ma-
syarakat dalam pengelolaan sumberdaya air, me-
ningkatkan akses penduduk miskin terhadap air,
mengendalikan pencemaran air, dan melakukan
penegakan hukum terhadap pelanggaran pence-
maran air harus mendapat perhatian.
Adanya fenomena perubahan iklim global telah
mengakibatkan dampak terjadinya banjir dalam
intensitas yang lebih tinggi, yang belum terpre-
diksi sebelumnya. Kejadian tersebut akan mem-
berikan dampak kepada rusaknya sarana dan
prasarana jaringan irigasi, yang memerlukan re-
habilitasi secepatnya agar fungsi jaringan irigasi
dapat berjalan secara baik. Kegiatan rehabilitasi
jaringan irigasi akibat adanya banjir tersebut ten-
tunya memerlukan alokasi anggaran, sehingga
mengakibatkan berkurangnya alokasi anggaran
untuk kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan demiki-
an tidak sepenuhnya sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan akan tercapai.
Persoalan-persoalan pada jaringan irigasi seperti
adanya sedimentansi tidak terlepas dari kondisi
daerah hulu seperti berkurangnya daerah tang-
kapan hujan, terjadinya kerusakan hutan. Ber-
bagai kondisi daerah hulu tersebut akan memicu
berkurangnya kinerja jaringan irigasi yang segera
memerlukan penanganan. Hal tersebut akan me-
nambah beban kegiatan-kegiatan operasi dan
pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi.
Pada tataran pelaksanaan kegiatan hambatan
pengadaan/pembebasan lahan yang merupakan
salah satu terlambatnya proses pelaksanaan ke-
giatan, seperti berlarutnya proses penyelesaiaan
pembebasan lahan untuk pembangunan waduk
Jatigede dan pembangunan banjir kanal timur
(BKT). Disisi lain keterbatasan kemampuan ke-
uangan negara merupakan salah satu kendala
pencapaian sasaran kegiatan/program.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 534 5/5/09 2:42:41 PM
Bagian 4
535
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Dalam penyusunan dokumen anggaran untuk
pendanaan kegiatan masih sering ditemui ken-
dala terlambatnya proses penyelesaian atau revisi
dokumen anggaran sehingga turut menghambat
pelaksanaan kegiatan.
Dukungan pengelolaan data dan sistem infor-
masi masih memerlukan penanganan yang lebih
intensif karena kualitas data dan informasi yang
dimiliki saat ini masih belum memenuhi standar
yang ditetapkan dan tersedia pada saat diperlukan
sehingga akan mempengaruhi akurasi dan tingkat
kesesuaian dalam proses perencanaan.
4.19.3.3. Tindak Lanjut
Dalam rangka mengatasi permasalahan serta me-
nindaklanjuti hasil yang telah dicapai, ditetapkan
prioritas pembangunan sumberdaya air yang di-
landasi prinsip: (1) pembangunan yang akan di-
lakukan merupakan tugas Pemerintah (pusat), (2)
pembangunan yang akan dilakukan memiliki dam-
pak signikan terhadap pencapaian sasaran pem-
bangunan yang meliputi pertumbuhan ekonomi,
pembukaan lapangan kerja, penurunan jumlah ke-
miskinan, dan mendukung ketahanan pangan, (3)
pembangunan yang dilakukan penting dan mende-
sak untuk dilaksanakan, (4) pembangunan yang
dilakukan realistis untuk dilaksanakan, (5) pemba-
ngunan yang akan dilakukan dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip good governance (esien, efek-
tif, transparan, akuntabel, dan partisipatif), dan
(6) pembangunan yang dilakukan berupa pemba-
ngunan infrastruktur sumberdaya air, seperti ben-
dungan, bendung, waduk, situ, embung, dan harus
disertai dengan konservasi DAS hulu.
Sesuai dengan kebijakan pembangunan dalam
RPJMN 2004-2009, pembangunan sumberdaya
air pada masa mendatang tetap diutamakan pada
upaya konservasi air melalui pengelolaan sum-
berdaya air yang terintegrasi dalam suatu wilayah
sungai dengan memperhatikan azas keadilan dan
berkelanjutan.
Dengan telah diterbitkannya PP No. 43 Tahun
2008 tentang Air Tanah, akan menjadi landasan
dalam pengelolaan air tanah, sehingga diharap-
kan dalam pemanfaatan air tanah mempertim-
bangkan aspek kelestarian dan efektivitas. Lang-
kah selanjutnya adalah sosialisasi PP tersebut
dan sekaligus sinkronisasi dengan peraturan pe-
rundangan terdahulu termasuk juga dengan per-
aturan daerah dan keputusan daerah, sehingga
harapan pengelolaan air tanah yang berkelanjut-
an dapat tercapai.
4.19.3.3.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Dengan pencapaian sasaran pada 2008, upaya
yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam RJPM 2004-2009 adalah se-
bagai berikut:
Dalam pengembangan, pengelolaan dan konser-
vasi sungai, danau dan sumber air lainnya, kon-
servasi sumberdaya air diarahkan untuk menca-
pai keseimbangan antara upaya untuk memenuhi
kebutuhan jangka pendek dan upaya untuk me-
menuhi kebutuhan jangka panjang. Di samping
itu pola hubungan hulu-hilir akan terus dikem-
bangkan agar tercapai pola pengelolaan yang le-
bih berkeadilan, serta sistem conjuctive use an-
tara pemanfaatan air permukaan dan air tanah
dikembangkan untuk menciptakan sinergi dan
menjaga keberlanjutan ketersediaan air tanah.
Terkait dengan pengembangan dan pengelolaan
jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lain-
nya, pendayagunaan sumberdaya air untuk pe-
menuhan kebutuhan air irigasi, rawa dan jaringan
pengairan lainnya diutamakan untuk memper-
tahankan tingkat layanan irigasi dan mengopti-
malkan infrastruktur sistem irigasi. Untuk itu pe-
menuhan kebutuhan air irigasi difokuskan pada
upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi yang
sudah dibangun tapi belum berfungsi, rehabili-
tasi pada areal irigasi berfungsi yang mengalami
kerusakan, serta peningkatan kinerja operasi
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 535 5/5/09 2:42:41 PM
536
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
dan pemeliharaan. Upaya peningkatan fungsi ja-
ringan akan dilakukan hanya pada areal yang
ketersediaan airnya terjamin dan petani pengga-
rapnya sudah siap, dengan prioritas areal irigasi
di luar pulau Jawa, sedangkan untuk rehabilitasi
diutamakan pada daerah-daerah andalan pengha-
sil padi. Mengingat luasnya jaringan irigasi yang
belum berfungsi, maka pada lima tahun ke depan
tidak perlu lagi dilakukan upaya pengembangan
jaringan sawah beririgasi baru, kecuali menye-
lesaikan proyek-proyek yang sudah dimulai dan
tengah dikerjakan. Operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi diselenggarakan dengan berba-
sis partisipasi masyarakat dalam seluruh proses
kegiatan. Untuk mengendalikan kecenderungan
meningkatnya alih fungsi lahan, akan dikem-
bangkan berbagai skema insentif kepada petani
agar bersedia mempertahankan lahan sawahnya.
Upaya yang diperlukan untuk pengendalian
banjir dan pengamanan pantai, mengutamakan
pendekatan non-konstruksi melalui konservasi
sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran
sungai dengan memperhatikan keterpaduan de-
ngan tata ruang wilayah. Peningkatan partisipasi
masyarakat dan kemitraan di antara pemangku
kepentingan terus diupayakan tidak hanya pada
saat kejadian banjir, tetapi juga pada tahap pence-
gahan serta pemulihan pasca bencana. Upaya-upa-
ya penanggulangan banjir baik secara struktural
maupun non struktural diutamakan pada wilayah
berpenduduk padat, wilayah strategis dan pusat-
pusat perekenomian, seperti DKI Jakarta tanpa
mengurangi upaya pengendalian banjir di wilayah
lain. Pengamanan pantai-pantai dari abrasi ter-
utama dilakukan pada daerah perbatasan, pulau-
pulau kecil serta pusat kegiatan ekonomi
Dalam rangka penyediaan dan pengelolaan air
baku, pendayagunaan sumberdaya air untuk pe-
menuhan kebutuhan air baku diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga ter-
utama di wilayah rawan desit air, wilayah ter-
tinggal, dan wilayah strategis. Pemanfaatan air
tanah untuk pemenuhan kebutuhan air baku akan
dikendalikan dan sejalan dengan itu akan dilaku-
kan upaya peningkatan penyediaan air baku dari
air permukaan.
Dalam hal penataan kelembagaan dan ketata-
laksanaan, memerlukan penataan kelembagaan
melalui pengaturan kembali kewenangan dan
tanggung jawab masing-masing pemangku ke-
pentingan. Lembaga dewan sumberdaya air dan
komisi irigasi akan dibentuk dan diperkuat, yang
ditujukan selain sebagai instrumen kelembagaan
untuk mengendalikan berbagai potensi konik air,
juga untuk memantapkan mekanisme koordinasi,
baik antar institusi Pemerintah maupun antara
institusi Pemerintah dengan institusi masyara-
kat. Dalam upaya memperkokoh civil society, ke-
terlibatan masyarakat, BUMN/D dan swasta perlu
terus didorong. Tujuan dari kebijakan ini selain
untuk mengendalikan berbagai potensi konik air,
juga untuk memantapkan mekanisme koordinasi,
baik antar institusi Pemerintah maupun antara in-
stitusi Pemerintah dengan institusi masyarakat.

4.19.3.3.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Perkiraan pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009
dalam pembangunan infrastruktur sumberdaya
air adalah sebagai berikut:
Dalam hal pengembangan, pengelolaan dan kon-
servasi sungai, danau dan sumber air lainnya
yang akan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
pada 2009 adalah:
1. Terlaksananya rehabilitasi 5 waduk dan 20
embung, dan terlaksananya pembangunan 6
waduk dan 17 embung;
2. Terlaksananya operasi dan pemeliharaan 23
buah bangunan penampung air;
3. Meningkatnya kinerja pengelolaan sumber-
daya air di 15 provinsi dan 18 balai; serta
4. Diterapkannya teknologi pengelolaan dan
konservasi sungai dan danau di 3 lokasi.
Terkait dengan pengembangan dan pengelolaan
jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lain-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 536 5/5/09 2:42:42 PM
Bagian 4
537
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
nya diharapkan dapat mempertahankan tingkat
layanan irigasi dan mengoptimalkan infrastruk-
tur sistem irigasi. Perkiraan pencapaian sasaran
yang akan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
pada 2009 adalah:
1. Terlaksananya pemeliharaan 2,1 juta ha, re-
habilitasi 239.000 ha, serta pembangunan
68.900 ha jaringan irigasi;
2. Terlaksananya pemeliharaan 535.000 ha, re-
habilitasi 170.000 ha, serta pembangunan
20.700 ha jaringan irigasi rawa;
3. Terlaksananya program pengelolaan irigasi par-
tisipatif di 15 provinsi dan 100 kabupaten.
Adapun upaya pengendalian banjir dan penga-
manan pantai mengutamakan pendekatan non-
konstruksi melalui konservasi sumberdaya air
dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan
memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang
wilayah. Perkiraan pencapaian sasaran yang akan
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pada 2009
antara lain:
1. Berlangsungnya operasi dan pemeliharaan
240 km, rehabilitasi di 49 lokasi, serta pem-
bangunan 232,37 km prasarana pengendali
banjir;
2. Terlaksananya rehabilitasi 4,45 km sarana/
prasarana pengaman pantai;
3. Terlaksananya pembangunan 47,25 km sa-
rana/prasarana pengaman pantai;
4. Terbangunnya 12 unit prasarana pengendali
lahar gunung berapi; serta
5. Terlaksananya kegiatan tanggap darurat pe-
nanggulangan banjir.
Dalam rangka penyediaan dan pengelolaan air
baku, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pokok khususnya bagi rumah tangga terutama di
wilayah rawan desit air, wilayah tertinggal, dan
wilayah strategis. Pada 2009 diperkirakan dapat
dicapai hal-hal sebagai berikut:
1. Terlaksananya operasi dan pemeliharaan 34
lokasi, rehabilitasi 20 buah, dan terbangun-
nya 35 buah tampungan air baku;
2. Terlaksananya operasi dan pemeliharaan 5
lokasi, rehabilitasi 4 buah prasarana pengam-
bilan dan saluran pembawa air baku;
3. Tersedianya prasarana pengambilan dan sa-
luran pembawa air baku sebesar 4,14 m
3
/dt;
4. Terbangunnya prasarana air tanah untuk air
minum di daerah terpencil/perbatasan di 12
lokasi.
Terkait dengan Penataan kelembagaan dan ketata-
laksanaan, diupayakan pengaturan kembali ke-
wenangan dan tanggung jawab masing-masing
pemangku kepentingan. Perkiraan capaian sasar-
an yang akan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
pada 2009 antara lain:
1. Terbentuknya dan berkembangnya balai-ba-
lai pengelolaan sumberdaya air yang menjadi
kewenangan pusat, dan terbentuknya kelem-
bagaan pengelola sumberdaya air;
2. Tersusunnya 10 buah NSPM sebagai per-
aturan perundangan turunan Undang-Un-
dang Nomor 7 Tahun 2004;
3. Terbentuknya Dewan Sumberdaya Air Nasi-
onal dan wadah koordinasi/dewan sumber-
daya air daerah; serta
4. Tersedianya data dan informasi sumberdaya
air yang akurat, lengkap, dan benar.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sum-
berdaya air perlu didukung dengan ketersediaan
data yang tepat, akurat dan dapat diakses dengan
mudah oleh pihak-pihak yang memerlukan. Un-
tuk itu, penataan dan penguatan sistem pengo-
lahan data dan informasi sumberdaya air perlu
dilakukan secara terencana dan dikelola secara
berkesinambungan sehingga tercipta basis data
yang dapat dijadikan dasar acuan perencanaan
pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air.
Potensi Pemerintah Daerah, pengelola, dan pe-
makai sumberdaya air perlu dimanfaatkan seopti-
mal mungkin.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 537 5/5/09 2:42:42 PM
538
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
5
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

S
a
s
a
r
a
n

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

S
u
b
-
s
e
k
t
o
r

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
i
r

T
a
h
u
n

2
0
0
5
-
2
0
0
8
S
a
s
a
r
a
n

P
r
i
o
r
i
t
a
s
I
n
d
i
k
a
t
o
r
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8

*
)
1
.

T
e
r
c
a
p
a
i
n
y
a

p
o
l
a

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

a
i
r

y
a
n
g

t
e
r
p
a
d
u

&

b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
D
o
k
u
m
e
n

p
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

a
i
r

b
a
i
k

d
i

p
u
s
a
t

m
a
u
p
u
n

d
i

d
a
e
r
a
h

d
i
a
r
a
h
k
a
n

p
a
d
a

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

a
i
r

s
e
c
a
r
a

t
e
r
p
a
d
u

d
a
n

b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
2
.

T
e
r
k
e
n
d
a
l
i
n
y
a

p
o
t
e
n
s
i

k
o
n

i
k

a
i
r
M
e
n
u
r
u
n
n
y
a

J
u
m
l
a
h

k
o
n

i
k

y
a
n
g

t
e
r
j
a
d
i

a
k
i
b
a
t

p
e
r
e
b
u
t
a
n

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

a
i
r
H
a
s
i
l

d
a
r
i

b
e
r
b
a
g
a
i

k
e
g
i
a
t
a
n

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

a
i
r

m
e
m
b
e
r
i
k
a
n

d
a
m
p
a
k

p
a
d
a

b
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a
/
t
i
d
a
k

a
d
a
n
y
a

k
o
n

i
k

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

a
i
r
3
.

T
e
r
k
e
n
d
a
l
i
n
y
a

p
e
m
a
n
f
a
a
t
a
n

a
i
r

t
a
n
a
h
P
e
n
g
e
b
o
r
a
n

s
u
m
u
r

a
i
r

t
a
n
a
h
T
i
t
i
k
5
4
0
,
0
0
9
6
,
0
0
1
0
0
,
0
0
1
1
5
,
0
0
1
3
5
,
0
0
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

j
a
r
i
n
g
a
n

i
r
i
g
a
s
i

a
i
r

t
a
n
a
h

(
J
I
A
T
)
H
a
6
.
0
0
0
,
0
0
1
.
4
3
5
,
0
0
1
.
4
9
0
,
0
0
1
.
0
5
0
,
0
0
6
8
8
,
0
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
I
A
T
H
a
5
.
3
5
0
,
0
0
2
.
0
6
2
,
0
0
5
9
9
,
0
0
9
0
0
,
0
0
1
.
6
0
2
,
0
0
O
P

J
I
A
T
H
a
8
.
0
0
0
,
0
0
2
.
7
8
0
,
0
0
1
.
9
8
7
,
0
0
1
.
0
7
8
,
0
0
1
.
0
7
8
,
0
0
O
P

a
i
r

b
a
k
u

p
e
r
d
e
s
a
a
n
t
i
t
i
k
3
3
6
,
0
0
5
6
,
0
0
7
0
,
0
0
7
0
,
0
0
7
0
,
0
0
4
.

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
e
m
a
m
p
u
a
n

p
e
-
m
e
n
u
h
a
n

k
e
b
u
t
u
h
a
n

a
i
r

b
a
g
i

r
u
m
a
h

t
a
n
g
g
a
,

p
e
r
m
u
k
i
m
a
n
,

p
e
r
t
a
n
i
a
n
,

d
a
n

i
n
d
u
s
t
r
i

d
e
n
g
a
n

p
r
i
o
r
i
t
a
s

u
t
a
m
a

u
n
t
u
k

k
e
b
u
t
u
h
a
n

p
o
k
o
k

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

d
a
n

p
e
r
t
a
n
i
a
n

r
a
k
y
a
t
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i
h
a
5
6
0
.
0
0
0
,
0
0
1
6
0
.
6
0
1
,
0
0
5
8
.
7
8
6
,
0
0
1
3
1
.
0
8
3
,
0
0
1
0
5
.
6
3
5
,
0
0
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n
/

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
a
r
i
n
g
a
n

R
a
w
a
h
a
8
0
0
.
0
0
0
,
0
0
1
1
0
.
0
0
0
,
0
0
1
6
4
.
8
1
9
,
0
0
2
3
0
.
5
0
4
,
0
0
C
e
t
a
k

S
a
w
a
h
h
a
7
9
.
7
0
8
,
0
0
2
0
.
3
2
4
,
0
0
2
5
.
7
8
2
,
0
0
1
9
.
0
0
8
,
0
0
0
,
0
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i
h
a
1
.
5
1
6
.
7
4
8
,
0
0
3
2
2
.
2
7
8
,
0
0
4
9
5
.
3
5
6
,
0
0
3
0
3
.
8
9
7
,
0
0
2
1
0
.
7
3
2
,
0
0
O
P

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i
h
a
2
.
1
0
0
.
0
0
0
,
0
0
4
2
5
.
2
1
6
,
0
0
1
.
9
0
2
.
9
3
6
,
0
0
2
.
0
6
2
.
2
5
3
,
0
0
2
.
1
0
0
.
0
0
0
,
0
0
O
P

J
a
r
i
n
g
a
n

R
a
w
a
h
a
1
.
1
0
0
.
0
0
0
,
0
0
2
0
7
.
4
7
0
,
0
0
2
5
7
.
8
5
6
,
0
0
4
8
5
.
8
5
5
,
0
0
7
5
0
.
0
0
0
,
0
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

P
r
a
s
a
r
a
n
a

A
i
r

B
a
k
u
b
u
a
h







2
4
1
,
0
0

4
0
,
0
0
1
8
,
0
0
1
2
,
0
0
8
4
,
0
0
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

S
a
l
u
r
a
n

A
i
r

B
a
k
u
m
3
/
d
e
t
7
,
0
0
2
,
8
9
0
,
6
9
0
,
9
9
1
,
0
0
O
P

S
u
n
g
a
i
k
m
1
.
5
0
0
,
0
0
1
2
3
,
0
0
2
2
5
,
0
0
2
2
0
,
0
0
1
.
5
0
0
,
0
0
O
P

w
a
d
u
k
b
u
a
h
1
2
1
,
0
0
1
6
,
0
0
9
,
0
0
4
0
,
0
0
1
2
1
,
0
0
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

E
m
b
u
n
g
/
B
e
n
d
u
n
g
b
u
a
h
4
4
9
,
0
0
2
,
0
0
2
,
0
0
4
7
,
0
0
5
,
0
0
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 538 5/5/09 2:42:43 PM
Bagian 4
539
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
5
S
a
s
a
r
a
n

P
r
i
o
r
i
t
a
s
I
n
d
i
k
a
t
o
r
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8

*
)
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

w
a
d
u
k

d
a
n

e
m
b
u
n
g
w
a
d
u
k
1
1
,
0
0
0
,
0
0
2
,
0
0
3
,
0
0
7
,
0
0
e
m
b
u
n
g
3
5
0
,
0
0
6
9
,
0
0
1
3
0
,
0
0
8
5
,
0
0
3
5
,
0
0
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

E
m
b
u
n
g
/
B
e
n
d
u
n
g
b
u
a
h
4
4
1
,
0
0
1
9
,
0
0
2
0
9
,
0
0
2
3
,
0
0
1
0
,
0
0
5
.

B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

d
a
m
p
a
k

b
e
n
c
a
n
a

b
a
n
j
i
r

d
a
n

k
e
k
e
r
i
n
g
a
n
P
e
m
a
s
a
n
g
a
n

d
a
n

P
e
n
g
o
p
e
r
a
s
i
a
n

F
l
o
o
d

F
o
r
e
c
a
s
t
i
n
g

&

W
a
r
n
i
n
g

S
y
s
t
e
m
d
i

1
0

W
S
W
S







1
0
,
0
0
2
,
0
0
2
,
0
0
2
,
0
0
3
,
0
0
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i

b
a
n
j
i
r

1
0

t
a
h
u
n
a
n

u
n
t
u
k

m
e
n
g
a
m
a
n
k
a
n

k
a
w
a
s
a
n

s
e
l
u
a
s

1
0
.
0
0
0

h
a

(
1
.
2
5
0

k
m
)
h
a
1
0
.
0
0
0
,
0
0
0
,
0
0
0
,
0
0
5
0
0
,
0
0
4
.
7
5
0
,
0
0
k
m
1
.
2
5
0
,
0
0
2
2
8
,
0
0
5
5
5
,
0
0
1
7
1
,
0
0
1
4
5
,
0
0
P
e
n
y
e
d
i
a
a
n

S
a
r
a
n
a

P
e
n
g
a
m
a
n
a
n

B
a
n
g
u
n
a
n

v
i
t
a
l

d
i

1
5

l
o
k
a
s
i

w
a
d
u
k
l
o
k
a
s
i
1
5
,
0
0
3
,
0
0
2
,
0
0
4
,
0
0
1
,
0
0
6
.

T
e
r
k
e
n
d
a
l
i
n
y
a

p
e
n
c
e
m
a
r
a
n

a
i
r
P
e
m
a
n
t
a
u
a
n

d
a
n

p
e
n
g
a
m
a
t
a
n

k
u
a
l
i
t
a
s

a
i
r

d
i

s
e
l
u
r
u
h

w
i
l
a
y
a
h

s
u
n
g
a
i
7
.

T
e
r
l
i
n
d
u
n
g
i
n
y
a

d
a
e
r
a
h

p
a
n
t
a
i

d
a
r
i

a
b
r
a
s
i

a
i
r

l
a
u
t

t
e
r
u
t
a
m
a

p
a
d
a

p
u
l
a
u
-
p
u
l
a
u

k
e
c
i
l
,

d
a
e
r
a
h

p
e
r
b
a
t
a
s
a
n
,

d
a
n

w
i
l
a
y
a
h

s
t
r
a
t
e
g
i
s
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
n
g
a
m
a
n
a
n

P
a
n
t
a
i
k
m








2
5
0
,
0
0
3
0
,
6
2
2
9
,
7
9
3
5
,
5
6
7
1
,
1
0
8
.

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

a
k
t
i
f

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

i
r
i
g
a
s
i

p
a
r
t
i
s
i
p
a
t
i
f
P
r
o
v
i
n
s
i
/

k
a
b
2
1
9
.

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

k
u
a
l
i
t
a
s

k
o
o
r
d
i
n
a
s
i

d
a
n

k
e
r
j
a
s
a
m
a

a
n
t
a
r
-
i
n
s
t
a
n
s
i
P
P

N
o
.

1
6
/
2
0
0
5
t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

S
i
s
t
e
m

P
e
n
y
e
d
i
a
a
n

A
i
r

M
i
n
u
m

(
S
P
A
M
)
P
P

N
o
.

2
0
/
2
0
0
6
T
e
n
t
a
n
g

I
r
i
g
a
s
i
K
e
p
m
e
n

P
U

N
o
.

3
9
0
/
K
P
T
S
/
M
/
2
0
0
7

t
e
n
t
a
n
g

P
e
n
e
n
t
u
a
n

S
t
a
t
u
s

D
a
e
r
a
h

I
r
i
g
a
s
i
P
P

N
o
.

4
2
/
2
0
0
8
T
e
n
t
a
n
g

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
i
r
P
e
r
m
e
n

P
U

N
o
.

3
1
/
P
R
T
/
M
/
2
0
0
7

t
e
n
-
t
a
n
g

P
e
d
o
m
a
n

K
o
m
i
s
i

I
r
i
g
a
s
i
,
P
P

N
o
.

4
3
/
2
0
0
8
T
e
n
t
a
n
g

A
i
r

T
a
n
a
h
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 539 5/5/09 2:42:43 PM
540
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n

P
r
i
o
r
i
t
a
s
I
n
d
i
k
a
t
o
r
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8

*
)
P
e
r
m
e
n

P
U

N
o
.

3
0
/
P
R
T
/
M
/
2
0
0
7

t
e
n
-
t
a
n
g

P
P
S
I
P
,
P
e
r
P
r
e
s

N
o
.

1
2
/
2
0
0
8

T
e
n
t
a
n
g

D
e
w
a
n

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
i
r
P
e
r
m
e
n

P
U

N
o
.

3
3
/
P
R
T
/
M
/
2
0
0
7
t
e
n
t
a
n
g

P
e
m
b
e
r
d
a
y
a
a
n

P
3
A
P
e
r
m
e
n

P
U

N
o
.

3
2
/
P
R
T
/
M
/
2
0
0
7

t
e
n
-
t
a
n
g

P
e
d
o
m
a
n

O
P

J
a
r
i
n
g
a
n

I
r
i
g
a
s
i
.
P
e
r
m
e
n

P
U

N
o
.

0
4
/
P
R
T
/
M
/
2
0
0
8

t
e
n
t
a
n
g

P
e
d
o
m
a
n

P
e
m
b
e
n
t
u
k
a
n

W
a
d
a
h

K
o
o
r
d
i
n
a
s
i

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

S
D
A

p
a
d
a

t
i
n
g
k
a
t

P
r
o
v
i
n
s
i
/
K
a
b
/
K
o
t
a
,

d
a
n

w
i
l
a
y
a
h

s
u
n
g
a
i
B
e
b
e
r
a
p
a

d
a
e
r
a
h

t
e
l
a
h

m
e
-
n
y
e
l
e
s
a
i
k
a
n

P
e
r
d
a

I
r
i
g
a
s
i

s
e
b
a
g
a
i

d
a
s
a
r

d
a
l
a
m

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

i
r
i
g
a
s
i

s
e
c
a
r
a

p
a
r

s
i
p
a
t
i
f
1
0
.

T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

p
o
l
a

p
e
m
b
i
a
y
a
a
n

y
a
n
g

b
e
r
k
e
l
a
n
j
u
t
a
n
1
1
.

T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

d
a
t
a

d
a
n

s
i
s
t
e
m

i
n
f
o
r
m
a
s
i

y
a
n
g

a
k
t
u
a
l
,

a
k
u
r
a
t

&

m
u
d
a
h

d
i
a
k
s
e
s
t
e
r
b
a
n
g
u
n
n
y
a

d
a
n

t
e
r
p
e
l
i
h
a
r
a
n
y
a

d
a
t
a

d
a
n

s
i
s
t
e
m

i
n
f
o
r
m
a
s
i

s
u
m
-
b
e
r
d
a
y
a

a
i
r
P
e
n
y
e
m
p
u
r
n
a
a
n

d
a
n

p
e
m
u
t
a
k
h
i
r
a
n

d
a
t
a

d
a
n

s
i
s
t
e
m

i
n
f
o
r
m
a
s
i

s
u
m
b
e
r
-
d
a
y
a

a
i
r

b
a
i
k

d
i

D
i
t
j
e
n

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
i
r

m
a
u
p
u
n

d
i

B
a
l
a
i
/
U
P
T
1
2
.

P
u
l
i
h
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

s
u
m
b
e
r
-
s
u
m
b
e
r

a
i
r

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

s
u
m
b
e
r
d
a
y
a

a
i
r
,

k
e
t
e
r
s
e
d
i
a
a
n

a
i
r

b
a
k
u

b
a
g
i

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
,

p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n

b
a
n
j
i
r

t
e
r
u
t
a
m
a

p
a
d
a

d
a
e
r
a
h

p
e
r
k
o
t
a
a
n
,

s
e
r
t
a

p
u
l
i
h
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

p
a
n
t
a
i

d
i

N
A
D

d
a
n

s
e
b
a
g
i
a
n

w
i
l
a
y
a
h

S
U
M
U
T

a
k
i
b
a
t

b
e
n
c
a
n
a

a
l
a
m
D
A
T
A

P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
A
S
A
R
A
N

R
P
J
M

2
0
0
4
-
2
0
0
9

B
E
R
A
D
A

D
I

B
R
R
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
5
S
u
m
b
e
r
:

D
i
r
e
k
t
o
r
a
t

P
e
n
g
a
i
r
a
n

d
a
n

I
r
i
g
a
s
i
,

B
A
P
P
E
N
A
S
*
)
C
a
p
a
i
a
n

s
a
s
a
r
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

S
D
A

t
a
h
u
n

2
0
0
8

a
d
a
l
a
h

p
e
r
k
i
r
a
a
n

c
a
p
a
i
a
n

b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

s
a
s
a
r
a
n

p
a
d
a

R
K
P

2
0
0
8
.
C
a
p
a
i
a
n

r
i
i
l

a
k
a
n

d
i

u
p
d
a
t
e

k
e
m
b
a
l
i

s
e
s
u
a
i

L
A
K
I
P

D
i
t
j
e
n

S
D
A

p
a
d
a

b
u
l
a
n

M
a
r
e
t

2
0
0
9
.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 540 5/5/09 2:42:44 PM
Bagian 4
541
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.19.4. Bidang Energi
Penyediaan energi saat ini merupakan isu nasi-
onal yang membutuhkan penanganan yang tepat.
Potensi energi Indonesia yang besar, beragam na-
mun terbatas harus direncanakan, diintegrasikan
dan dikonsolidasikan secara optimal dan dapat
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahtera-
an masyarakat banyak, sebagaimana diamanat-
kan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
4.19.4.1.Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Secara umum tingkat PDB yang ada masih sangat
tergantung dari komoditi ekspor migas. Disam-
ping itu dengan rasio hutang yang masih tinggi
maka alokasi dana Pemerintah melalui APBN un-
tuk sektor energi sangat rendah.
Selain merupakan salah satu sumber devisa nega-
ra yang penting, energi juga merupakan unsur
penunjang utama dalam pertumbuhan ekonomi
yang mempengaruhi pertumbuhan sektor lain-
nya. Pembangunan ekonomi yang melibatkan
kekayaan bumi Indonesia harus senantiasa mem-
perhatikan pengelolaan sumberdaya alam yang
menjamin kehidupan sekarang dan ketersediaan
di masa datang. Sumberdaya alam yang tidak
terbarukan harus digunakan seesien mungkin
dengan mempertimbangkan ketersediaannya.
Beberapa kelompok masyarakat yang menyadari
pentingnya pengelolaan sumberdaya alam me-
nyuarakan bahwa bumi dan kekayaan alam In-
donesia adalah titipan anak cucu kita, bukan
warisan nenek moyang. Dengan demikian, pem-
bangunan energi harus dilaksanakan secara ber-
daya guna dan berkelanjutan.
Untuk menunjang kegiatan perekonomian, se-
lain pendapatan dari ekspor migas juga diperoleh
dari sektor pajak. Namun pendapatan dari sektor
pajak ini masih rendah mengingat sektor riil dan
perbankan yang belum menciptakan kegiatan
ekonomi produktif.
Harga energi saat itu masih relatif mahal walau-
pun belum mencapai nilai keekonomiannya un-
tuk mendorong pertumbuhan sektor riil. Pada
sisi lain kebutuhan energi belum dapat dipenuhi
secara optimal yang diakibatkan belum adanya
Kebijakan Bauran Energi (Energi Mix Policy) yang
menggambarkan integrasi rencana induk per je-
nis energi secara optimal.
Pada sisi supply dapat diketahui bahwa pemakai-
an sumber energi masih didominasi oleh sumber
energi konvensional terutama BBM. Hal ini me-
nyebabkan biaya produksi menjadi relatif mahal.
Namun masih ada unsur lain yang mempengaruhi
struktur biaya antara lain biaya investasi pem-
bangunan, biaya bunga, dan biaya operasi lainnya
serta biaya pemeliharaan yang semuanya berdam-
pak pada tingginya biaya produksi. Lemahnya ke-
mampuan industri barang dan jasa dalam negeri;
ketergantungan pada dana Pemerintah termasuk
dana pinjaman; ketatnya persyaratan pinjaman
dan mahalnya tingkat bunga dan risiko; serta ren-
dahnya partisipasi swasta dan masyarakat dalam
investasi, merupakan faktor-faktor yang menye-
babkan rendahnya peningkatan kapasitas supply.
Untuk menyalurkan kebutuhan energi ke kon-
sumen diperlukan infrastruktur energi yang be-
lum mencapai kinerja yang optimal baik dalam
proses konversinya maupun dalam penyaluran-
nya. Hal ini terlihat dari kurangnya penyesuaian
antara jenis energi yang dipasok dengan kebu-
tuhannya. Selain itu tingkat susut yang masih
tinggi.
Untuk memperkirakan kebutuhan (demand) ter-
dapat beberapa faktor yang mempengaruhi an-
tara lain tingkat elastisitas, asumsi PDB, inasi,
geogras dan demogra serta harga energi nal.
Tingkat intensitas energi menunjukkan masih
borosnya konsumsi energi dalam negeri diban-
dingkan negara tetangga. Disamping itu peman-
faatan energi masih mengarah pada pemanfaatan
yang konsumtif serta pada pendistribusian kon-
sumen yang tidak merata (scattered) yang meng-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 541 5/5/09 2:42:44 PM
542
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
akibatkan tidak esiennya pemanfaatan energi
yang ada. Pada sisi hulu masih belum optimalnya
pelaksanaan bagi hasil pada pengelolaaan energi
seperti minyak dan gas pada perhitungan pajak,
biaya produksi dan royalti.
Kebijakan energi secara umum masih belum se-
suai dengan yang diharapkan. Kebijakan diversi-
kasi, konservasi, ekstensikasi, indeksasi dan
tarif perlu dilakukan secara lebih terukur mulai
dari langkah persiapan dan migrasi ke arah struk-
tur yang dipilih agar penerapannya mencapai
hasil optimal. Kebijakan subsidi bahan bakar mi-
nyak (BBM) yang dijalankan Pemerintah selama
beberapa dasawarsa terakhir membuahkan ba-
nyak permasalahan. Harga BBM yang diatur lebih
rendah dari harga pasarnya, dengan maksud agar
seluruh lapisan masyarakat dapat dengan mudah
memperoleh BBM, telah mengakibatkan keter-
gantungan yang besar terhadap BBM. Pangsa
BBM dalam bauran energi (energy mix) sangat
dominan, yang pada saat ini masih berkisar 75
persen dari pemakaian energi nal. Selain itu ma-
sih adanya disparitas harga tersebut mengakibat-
kan masih tingginya penyelundupan BBM.
Sesuai dengan RPJMN 2004-2009, dengan asum-
si pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen per
tahun dan dengan elastisitas energi sekitar 1,2
maka sasaran permintaan energi total diproyeksi-
kan naik sebesar 7,1 persen per tahunnya. Dengan
adanya upaya peningkatan esiensi dan rehabili-
tasi infrastruktur energi diharapkan pertumbuh-
an permintaan energi dapat ditekan. Selain itu
sesuai dengan kebijakan diversikasi diperlukan
penganekaragaman pemakaian energi non-BBM,
agar dapat mengurangi beban Pemerintah untuk
mensubsidi BBM (khususnya impor minyak men-
tah dan produk BBM) secara bertahap dan siste-
matis. Untuk itu diperlukan pembangunan infra-
struktur energi yang mencakup fasilitas prosesing
(kilang minyak, pembangkit tenaga listrik), fasili-
tas transmisi dan distribusi pipa (gas dan BBM)
dan fasilitas depot untuk penyimpanan. Proyeksi
perkembangan sektor energi pada 2009 dilihat
dari sisi supply untuk energi primer mencapai
1.280 juta SBM dan demand untuk energi nal
mencapai 1.070 Juta SBM. Diharapkan pada 2009
ketergantungan impor BBM dapat dikurangi, di-
antaranya melalui peningkatan produksi, pem-
bangunan renery dan langkah-langkah esiensi
termasuk konservasi BBM.
Sasaran pembangunan energi dicapai melalui pro-
gram-program sebagai berikut:
1. Program Peningkatan Kualitas Jasa Pelayan-
an Sarana Dan Prasarana Energi. Program ini
bertujuan untuk mempertahankan kualitas
jasa pelayanan sarana dan prasarana energi
agar aksesibilitas masyarakat untuk meng-
konsumsi segala produk energi semakin mu-
dah, esien dan harga yang terjangkau serta
didukung oleh kualitas dan kuantitas yang
memadai sesuai standar yang berlaku.
2. Program Penyempurnaan Restrukturisasi
dan Reformasi Sarana dan Prasarana Energi.
Program ini secara bertahap bertujuan untuk
menciptakan industri energi yang mandiri,
esien, handal dan berdaya saing tinggi di
pasar energi.
3. Program Peningkatan Aksesibilitas Peme-
rintah Daerah, Koperasi dan Masyarakat Ter-
hadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana
Energi. Program ini ditujukan untuk lebih
memberikan kesempatan kepada pemerin-
tah daerah, swasta, masyarakat dan koperasi
(pelaku) untuk lebih terlibat dalam pengelo-
laan usaha energi. Khusus untuk Pemda, akan
diberlakukan penerusan pinjaman sesuai
dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor
35/KMK/2001 dan akan diberlakukan jika
memungkinkan untuk pelaku lainnya.
4. Program Penguasaan dan Pengembangan Ap-
likasi serta Teknologi Energi. Program ini di-
tujukan untuk memberi kesempatan kepada
dunia bisnis swasta, BUMN dan Koperasi ser-
ta masyarakat untuk berpartisipasi sebagai
penyedia, pengelola dan pembeli energi, khu-
susnya dalam penguasaan teknologi, manaje-
men, serta pemasaran produk energi.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 542 5/5/09 2:42:44 PM
Bagian 4
543
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.19.4.2. Pencapaian 2005 2008
4.19.4.2.1. Upaya yang telah dilakukan
sampai 2008
Untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan,
telah dilakukan berbagai upaya, diantaranya ada-
lah (1) pembangunan jaringan transmisi dan
distribusi gas bumi, sekaligus dalam rangka me-
ngurangi ketergantungan akan BBM dan peman-
faatan gas bumi untuk domestik melalui pem-
bangunan jaringan pipa gas di Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi; (2) peningkatan kapa-
sitas kilang minyak bumi untuk mengolah produk
minyak yang esien dan harga yang terjangkau
konsumen dalam negeri melalui pembangunan
jaringan pipa BBM di Jawa dan pembangunan
kilang minyak di Jawa, Sumatera, dan Nusa Teng-
gara; dan (3) pemanfaatan energi alternatif yang
cadangannya berlimpah dengan optimal.
Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi gas
bumi. Dalam kerangka Trans ASEAN Gas Pipeline
(TAGP) telah dioperasikan fasilitas produksi, pe-
ngolahan dan penampungan migas terapung Be-
lanak, yang didesain untuk melakukan pengolah-
an minimal 500 juta kubik feet gas, 100 ribu barel
minyak dan kondensat serta 24.140 barel LPG
setiap harinya. Fasilitas produksi dan penampung-
an terapung (oating production storage o loading)
di Kawasan Natuna ini terhubungkan dengan 656
km 28 pipa untuk menyalurkan gas ke Singapura
serta 96 km 18 pipa untuk mengekspor gas ke
Malaysia.
Selain itu, sesuai dengan rencana induk jaring-
an transmisi dan distribusi gas bumi nasional
(RITJDGBN) dan dalam rangka mendukung pe-
manfaatan gas bumi untuk domenstik telah di-
lakukan (1) Pembangunan jaringan pipa transmisi
gas bumi Sumatera Selatan Jawa Barat Tahap I
dan Tahap II dengan total investasi US$ 1.508 juta
dengan total panjang 650 km yang telah mulai
beroperasi pada pertengahan tahun 2007 dengan
kapasitas rencana mampu mengalirkan gas seba-
nyak 650 MMSCFD-1050 MMSCFD; (2) Penetapan
pemenang tender hak khusus jaringan transmisi
gas bumi yaitu PT. Bakrie & Brothers Tbk untuk
ruas transmisi Kalimantan Jawa Tengah (Kalija)
sepanjang 1.115 km dengan kapasitas rencana
mencapai 1.000mmscfd, PT. Rekayasa Industri un-
tuk ruas transmisi Cirebon-Semarang sepanjang
230 km dengan kapasitas rencana mencapai 500
mmscfd, dan PT Pertamina untuk ruas transmisi
GresikSemarang sepanjang 250 km dengan kapa-
sitas rencana mencapai 500 mmscfd; (3) Pemba-
ngunan wilayah distribusi gas bumi di Jawa Bagian
Barat melalui Domestic Gas Market Development
Project dengan total investasi sebesar US$ 80 juta;
(4) penerbitan perizinan usaha migas, yaitu 2 Izin
Usaha Sementara dan 1 Izin Usaha pada Kegiatan
Usaha Pengolahan Migas, 2 Izin Usaha Sementara
dan 2 Izin Usaha untuk Kegiatan Usaha Pengang-
kutan Migas dan 6 Izin Usaha Sementara untuk
Kegiatan Usaha Penyimpanan Migas serta 40 Izin
Usaha Sementara, 5 Izin Usaha untuk Kegiatan
Usaha Niaga Migas; (5) Penambahan pasokan gas
domestik, melalui penandatanganan 16 Perjanjian
Jual Beli Gas (PJBG), 5 heads of agreements (HoA),
dan 3 memorandums of understandings (MoU) de-
ngan total volume 1,7 TCF; dan (6) peningkatan
minat untuk melakukan investasi di sektor hilir
migas di kawasan Indonesia Timur yang ditandai
dengan telah diberikannya izin pembangunan
kilang minyak bumi, LPG lling plant, pengangkut-
an gas bumi, dan izin niaga BBM di kawasan Indo-
nesia Timur.
Peningkatan kapasitas kilang minyak bumi dan
pembangunan jaringan pipa BBM. Hasil yang telah
diantaranya adalah pembangunan proyek oleh
Pertamina untuk meningkatkan jumlah dan
eksibilitas pasokan gas ke Jawa, yaitu pemba-
ngunan terminal transit utama Balongan dan
pembangunan depot BBM Cikampek.
Pemanfaatan energi alternatif. Pemanfaatan ener-
gi alternatif (termasuk energi baru dan terbaru-
kan) juga ditujukan bagi diversikasi energi dan
optimalisasi energi mix policy. Beberapa hasil yang
telah dilakukan adalah telah dioperasikan Pilot
Plant UBC dengan kapasitas 5 ton/hari di Pali-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 543 5/5/09 2:42:45 PM
544
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
manan-Cirebon pada 2003 dan sejak tahun 2004
telah dilakukan ujicoba sebanyak 13 kali terhadap
5 jenis batubara. Dari ujicoba tersebut dapat di-
tingkatkan nilai kalor batubara dari 5.000 kkal/
kg menjadi 6.900 kkal/kg. Untuk pengembangan
biodiesel telah disusun Naskah Akademis ran-
cangan kebijakan biodiesel, penetapan SNI No.
03-7182-2006 untuk Biodiesel, serta kampanye
implementasi biodiesel dengan penggunaan per-
dana pada kendaraan bus operasional berbahan
bakar B-10 oleh Menteri ESDM. Selain itu, juga
telah dilaksanakan program percepatan substi-
tusi BBM dengan memanfaatkan LPG.
Optimalisasi pengaturan tarif, subsidi, ke-
wajiban pelayanan umum, dan penyertaan
modal. Kenaikan harga minyak mentah (crude
oil) pada 2005 menyebabkan naiknya subisidi
energi yang harus ditanggung oleh anggaran nega-
ra. Dalam upaya untuk menyehatkan sistem tarif
BBM dan didorong oleh kenaikan harga minyak
dunia tersebut, pada 2005 Pemerintah telah me-
nyesuaikan tarif BBM menuju harga keekonomi-
annya (menaikkan harga jual BBM lebih dari 100
persen). Dampaknya cukup baik yaitu menurun-
nya tingkat konsumsi BBM pada awal tahun 2006
sebesar 9 persen dibandingkan tahun sebelum-
nya yang berarti mengurangi impor BBM dan
sekaligus menurunnya subsidi. Upaya lainnya
dalam rangka percepatan pengurangan subsidi
BBM telah diupayakan substitusi minyak tanah
dengan elpiji di sektor rumah tangga, substitusi
solar dengan biosolar, dan penggunaan batubara
untuk pembangkit tenaga listrik.
Optimalisasi dukungan kebijakan, regulasi,
dan kelembagaan dalam percepatan penye-
diaan infrastruktur. Beberapa regulasi yang
telah ditetapkan untuk mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur bidang energi antara
lain (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun
2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu, (2) PP No.
36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir,
(3) Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sum-
berdaya Mineral (ESDM) No. 0007 Tahun 2005
tanggal 21 April 2005 tentang Persyaratan dan
Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha, (4) Instruksi
Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Peng-
hematan Energi, (5) Keputusan Menteri ESDM
No. 1321.K/MEM/2005 tanggal 30 Mei 2005
tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan
Distribusi Gas Bumi Nasional, (6) Inpres Nomor
10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi
Nasional, (7) Permen ESDM Nomor 31 Tahun
2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghe-
matan Energi, (8) Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional, (9) Inpres Nomor 1 Tahun 2006 ten-
tang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, (10)
Dok: PLN
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 544 5/5/09 2:42:46 PM
Bagian 4
545
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Inpres Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Batu bara yang Dicairkan Seba-
gai Bahan Bakar Lain, (11) Permen ESDM Nomor
02 Tahun 2006 tentang Pengusahaan Pembangkit
Listrik Tenaga Energi Terbarukan. (12) cetak biru
(blueprint) Pengelolaan Energi Nasional (PEN)
sebagai panduan arah pengembangan energi na-
sional yang merupakan penjabaran Perpres No. 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
(KEN); (13) PP Nomor 1 Tahun 2006 tentang Be-
saran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha Dalam
Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian
BBM dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa;
(14) PM Energi dan Sumberdaya Mineral No. 51
Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Pedoman
Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain, (15) Peraturan Men-
teri ESDM No. 0008 Tahun 2005 tanggal 25 April
2005 tentang Insentif Pengembangan Lapangan
Minyak Bumi Marginal; (16) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi.
4.19.4.2.2. Posisi Capaian Hingga 2008
Sampai dengan 2008, upaya mendorong peran
serta Pemda masih terus diupayakan diantaranya
melalui penyempurnaan regulasi termasuk per-
aturan daerah guna menciptakan iklim usaha
yang kondusif sehingga ada peningkatan investa-
si bidang energi.
Peningkatan kualitas dan kapasitas infrastruk-
tur menunjukkan adanya perkembangan, namun
beberapa diantaranya mengalami keterlambatan
dari rencana semula.
Pembangunan infrastruktur gas bumi belum se-
muanya berjalan, misalnya ruas transmisi Kali-
mantan-Jawa dan ruas trans Jawa, yang erat kait-
annya dengan proses bisnis yang harus dipenuhi
terlebih dahulu. Imbasnya adalah jaringan trans
Jawa juga ikut tertunda.
Pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit
listrik juga banyak menemui hambatan terkait
dengan peraturan di bidang kehutanan dan per-
aturan daerah yang justru menghambat dan me-
nambah beban biaya proyek.
Untuk pengembangan energi alternatif masih
perlu disempurnakan. Upaya subsitusi kerosene
dengan LPG masih terus berjalan, demikian juga
dengan pemanfaatan batubara untuk PLTU. Se-
dangkan upaya substitusi BBM untuk sektor
transportasi masih belum ada perkembangan
yang signikan.
Harga minyak bumi dan turunannya yang cen-
derung meningkat terus menerus menyebabkan
sulitnya penerapan harga keekonomian BBM
karena masih lemahnya kemampuan membayar
masyarakat dan besarnya ketergantungan terha-
dap BBM. Dengan demikian capaian sasaran un-
tuk mewujudkan harga keekonomian BBM masih
belum tercapai. Saat ini kondisi industri energi
sangat kompetitif dan lebih kondusif dibanding-
kan dengan awal periode RPJMN. Hal tersebut
dapat terlihat dari bertambahnya investasi oleh
pengusaha dalam negeri di bidang energi. Na-
mun demikian pengawasan dan penyempurnaan
regulasi termasuk peraturan daerah harus tetap
dilakukan untuk terus mendorong pemenuhan
energi dalam negeri.
4.19.4.2.3. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
Adapun permasalan yang ditemui dalam penca-
paian pembangunan energi meliputi beberapa hal
sebagai berikut:
1. Keterbatasan kapasitas infrastruktur
energi baik BBM maupun energi lain-
nya. Keterbatasan infrastruktur BBM, ter-
lihat dari kapasitas kilang sebesar satu juta
barel per hari (bph) yang sudah menua tak
seimbang lagi dengan peningkatan konsumsi
BBM yang tinggi yang mencapai 1,31,4 juta
bph. Ini mengakibatkan impor minyak men-
tah dan produk BBM menjadi tinggi. Selain
itu pendistribusian BBM dalam negeri masih
sangat tergantung pada moda angkutan da-
rat dan laut sedangkan pengembangan pipa
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 545 5/5/09 2:42:46 PM
546
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
transmisi/distribusi minyak masih sangat ter-
batas. Keterbatasan infrastruktur gas, panas
bumi, batu bara dan energi lainnya menye-
babkan upaya substitusi BBM dengan bahan
bakar yang lain menjadi terhambat. Untuk
infrastruktur gas, pemrosesan dan pendistri-
busian yang dikembangkan untuk memenuhi
permintaan domestik masih sangat terbatas.
Infrastruktur batubara, terutama angkutan
darat, laut, dan sungai yang ada, khususnya
di Kalimantan sebagai pusat produksi batu-
bara di Indonesia, sudah tidak memadai lagi
dibandingkan tingkat produksi batubara yang
harus di angkut. Dengan adanya peningkatan
kebutuhan batubara untuk menunjang peng-
operasian pembangkit listrik tenaga uap ba-
tubara, yang dicanangkan melalui paket Kebi-
jakan Percepatan Pembangunan Pembangkit
Listrik Berbahan Bakar Batubara, diperlukan
tambahan infrastruktur angkutan batubara
termasuk kereta api.
yang dirasakan secara langsung oleh rakyat
dan meningkatnya subsidi. Kelangkaan BBM
yang terjadi juga menunjukkan sistem distri-
busi dan penyaluran BBM yang dikelola oleh
Pertamina cukup rawan jika harga BBM tidak
sesuai dengan nilai keekonomiannya.
3. Regulasi. Berbagai upaya penyempurnaan
regulasi, kebijakan, dan kelembagaan belum
dapat mendukung usaha peningkatan kapa-
sitas infrastruktur energi terutama untuk pe-
ningkatan kebutuhan dalam negeri, pening-
katan aksesibilitas sektor pengguna terutama
industri, rumah tangga, transportasi terha-
dap energi, dan masih belum terimplementa-
sinya secara penuh kebijakan tarif.
4.19.4.3. Tindak Lanjut
4.19.4.3.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Percepatan pembangunan infrastruktur bidang
energi diprioritaskan pada upaya: (1) Peningkatan
esiensi pemakaian energi; (2) Rehabilitasi infra-
struktur energi; (3) Mengurangi ketergantungan
pada impor BBM; (4) Meningkatkan pemakaian
energi non-BBM; (5) Mengurangi subsidi secara
bertahap dan sistematis; dan (6) Pembangunan
infrastruktur energi yang mencakup fasilitas
pemrosesan/processing (kilang minyak dan pem-
bangkit tenaga listrik), fasilitas transmisi dan dis-
tribusi pipa (gas dan BBM), serta fasilitas depot
untuk penyimpanan. Upaya tersebut dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk
masa datang dalam jumlah yang memadai dan
dalam upaya menyediakan akses berbagai macam
jenis energi untuk segala lapisan masyarakat.
Adapun sebagai tindak lanjut dilakukan beberapa
hal sebagai berikut:
Melakukan pengembangan konsep Desa Mandiri
Energi dengan mengembangkan energi bahan ba-
kar non-nabati seperti mikrohidro, tenaga surya
dan biogas atau menggunakan bahan bakar na-
bati atau biofuel;
Kelangkaan BBM yang terjadi juga
menunjukkan sistem distribusi
dan penyaluran BBM yang dikelola
oleh Pertamina cukup rawan jika
harga BBM tidak sesuai dengan nilai
keekonomiannya
2. Kebijakan tarif, subsidi, PSO, dan PMP.
Ketergantungan yang berlebihan terhadap
BBM disebabkan penerapan harga, pajak,
dan sistem subsidi yang tidak tepat, sehingga
memperlambat kebijakan diversikasi energi
termasuk pengembangan energi terbarukan.
Di samping itu baru dimulainya upaya-upaya
konservasi energi untuk berbagai sektor se-
perti rumah tangga, industri dan transpor-
tasi. Dengan adanya kenaikan harga minyak
dunia selama Oktober 2004-September 2006,
permasalahan yang terjadi adalah kelangkaan
atau berkurangnya stok BBM di dalam negeri
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 546 5/5/09 2:42:47 PM
Bagian 4
547
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Pembangunan transmisi dan distribusi gas bumi
terus dilanjutkan dengan melanjutkan pemba-
ngunan ruas transmisi Kalimantan-Jawa Tengah
dan trans Jawa, serta beberapa wilayah distribusi
yang dekat dengan ruas transmisi eksisting (dian-
taranya Jakarta, Banten, Cepu, Palembang, dan
Surabaya). Selain itu juga diperlukan insentif in-
vestasi dalam pembangunan kilang minyak bumi
dan infrastruktur penyediaan BBM lainnya.
Pemanfaatan energi alternatif akan terus di-
upayakan dengan melanjutkan pengembangan
teknologi upgraded brown coal (UBC) dari Pilot
Plant menuju demo plant UBC di Palimanan Ci-
rebon guna mendukung pemanfaatan batubara
dari 5 ton/hari menjadi kapasitas 1.000 ton/hari
pada 2008, sedangkan untuk pencairan batubara
(Coal Liquefaction) direncanakan akan dibangun
beberapa pabrik pencairan batubara. Hal tersebut
akan memberikan sumbangan yang berarti kepa-
da pengurangan kebutuhan BBM di dalam negeri,
karena satu pabrik pencairan batubara berkapa-
sitas masing-masing 6.000 ton/hari dapat me-
nyumbang 1,8 persen dari konsumsi BBM.
Upaya lainnya adalah melanjutkan ujicoba (pilot
project) pengembangan coal bed methane (CBM) di
Sumatera Selatan dengan lima sumur uji, dan salah
satunya telah selesai dibor, dan pada tahun 2010
mulai dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Upaya-upaya yang masih diperlukan adalah: (1)
kebijakan tarif yang dapat mendukung pengem-
bangan energi alternatif untuk menjamin ke-
amanan pasokan energi (security of supply); (2)
perlu juga dikembangkan pola, sasaran, me-
kanisme, dan pentarifan untuk BBM bersubsidi;
(3) pengaturan konsumsi BBM melalui langkah-
langkah sistematis untuk mengajak masyarakat
menggunakan BBM secara esien; (4) pelaksanaan
program konservasi energi, antara lain melalui so-
sialisasi dan kerjasama lintas sektor, Demand Side
Management (DSM), Program Kemitraan Konser-
vasi Energi, Standardisasi dan Labelisasi Tingkat
Hemat Energi, promosi manajemen energi dengan
penunjukan manajer energi, dan pengembangan
information clearing house mengenai konservasi
energi; (5) pengembangan perangkat insentif
perpajakan untuk pengembangan sumber energi
baru dan terbarukan.
Beberapa hal masih perlu dilakukan terkait de-
ngan reformasi dan restrukturisasi bidang ener-
gi adalah (1) merumuskan sistem insentif bagi
penggunaan energi alternatif (baru maupun ter-
barukan) serta konservasi energi, (2) selain itu
juga diperlukan rumusan konkret dari pricing
policy untuk per jenis energi, dan (3) kebijakan
mengenai cadangan strategis BBM dan migas; (4)
penyusunan peraturan pelaksanaan UU Energi.
4.19.4.3.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Perkiraan pencapaian sasaran belum sepenuhnya
tercapai terutama jika berdasarkan target yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan kebijakan bauran
energi masih belum berjalan termasuk keterkait-
annya dengan pengembangan dan pemanfaatan
energi baru terbarukan. Hal ini tampak dengan
masih adanya ketergantungan terhadap energi
konvensional/BBM sehingga berdampak pada be-
ban anggaran terutama untuk subsidi.
Ketergantungan tersebut juga berdampak pada
kondisi kebutuhan akan energi nal yaitu listrik.
Saat ini konsumsi BBM untuk pembangkit lis-
trik juga masih dominan. Namun pada sisi lain,
pengembangan pembangkit listrik yang meman-
faatkan potensi energi alternatif non-BBM ba-
nyak menemui hambatan, salah satunya adalah
masalah regulasi terutama dalam kaitannya de-
ngan sektor kehutanan. Untuk itu selama tidak
ada kemauan dan komitmen dari para pemangku
kepentingan terutama Pemerintah guna menye-
lesaikan permasalahan yang ada, maka target
pengembangan dan pemanfaatan energi baru ter-
barukan tidak akan tercapai.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 547 5/5/09 2:42:47 PM
548
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Selain itu rendahnya pencapaian sasaran juga
diakibatkan oleh kebijakan tarif dan subsidi yang
tidak tepat. Hal ini juga memerlukan usaha penye-
lesaian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah
mengingat masalah ini terkait erat dengan ke-
hidupan sosial masyarakat dalam arti luas.
4.19.5. Bidang Ketenagalistrikan
Perkembangan ekonomi, sosial, politik dan ke-
amanan suatu negara atau suatu wilayah memer-
lukan dukungan pasokan energi yang handal ter-
masuk tenaga listrik. Tenaga listrik sebagai salah
satu bentuk energi nal memegang peranan yang
sangat penting untuk mendorong berbagai aktivi-
tas ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Disisi lain, pembangunan sarana dan
prasarana tenaga listrik memerlukan investasi
yang sangat tinggi, mengingat investasi pada bi-
dang ini bersifat padat modal, teknologi dengan
risiko investasi tinggi serta memerlukan persiap-
an dan konstruksi yang lama.
Pembangunan ketenagalistrikan dihadapkan pada
berbagai tantangan antara lain kondisi geogras
yang luas dan terdiri dari banyak kepulauan serta
kondisi demogra dengan densitas yang sangat
variatif antar berbagai wilayah sehingga sulit
untuk mengembangkan sistem kelistrikan yang
optimal dan esien. Begitu pula dengan potensi
energi primer untuk pembangkit listrik, sekali-
pun memiliki potensi yang cukup besar namun
umumnya berada di daerah pedalaman yang jauh
dari pusat beban sehingga untuk pengembang-
annya memerlukan biaya yang besar terutama
untuk pembangunan infrastruktur pendukung-
nya. Tantangan lainnya sangat penting untuk
ditangani adalah kapasitas sumberdaya manusia
sebagai pelaku utama di dalam pengembangan
dan penerapan iptek serta budaya usaha bidang
ketenagalistrikan itu sendiri yang masih sangat
lemah.
Dalam kurun waktu 1969-1993 kapasitas pem-
bangkit tenaga listrik nasional meningkat tajam
dari 542 MW menjadi 13.569 MW atau mening-
kat lebih dari 24 kali lipat. Peningkatan kapasi-
tas pembangkit yang sangat tinggi ini terutama
setelah diberlakukannya UU Nomor 15 Tahun
Dok: PolaGrade
Tabel 4.19.6.
Sasaran dan Pencapaian Bidang Infrastruktur Pelayanan Energi
Sasaran/
Program
Indikator
(Satuan)
Kondisi
Awal
2004/2005
Capaian 2009
2006 2007 2008
Sasaran
RKP
Sasaran
RPJM
Permintaan
Energi Total
Demand Persen 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1
1 Supply Energi
Primer
BOE Ribuan 915.091 961.338 1.251.716 1.200.000* 1.280.000 1.280.000
2 Konsumsi Energi
(Final)
BOE Ribuan 839.567 853.804 946.849 1.000.000* 1.070.000 1.070.000
Catatan: * = merupakan angka perkiraan sementara
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 548 5/5/09 2:42:54 PM
Bagian 4
549
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1985 tentang Ketenagalistrikan. Pada era ini,
khususnya sejak tahun 1993 sampai dengan ta-
hun 1996, investasi dalam pembangunan fasilitas
ketenagalistrikan meliputi pembangunan pem-
bangkit dengan kapasitas sebesar 7.996 MW, ja-
ringan transmisi sepajang 6.350 km, gardu induk
dengan kapasitas 16.816 MVA, serta berbagai ja-
ringan tegangan listrik lainnya. Pembangunan in-
frastruktur tersebut telah mampu mengimbangi
kebutuhan tenaga listrik yang mencapai pertum-
buhan rata-rata 13 persen per tahun.
Dengan hasil pembangunan tersebut, rasio elek-
trikasi nasional pada tahun 1997 telah menca-
pai sekitar 50 persen. Perkembangan produksi
dan daya terpasang dalam empat tahun sebelum
masa krisis juga mengalami perkembangan yang
cukup tinggi yaitu untuk sistem Jawa-Madura-
Bali (Jamali) masing-masing sebesar 43,1 persen
dan 12,7 persen, sedangkan untuk sistem Luar
Jamali masing-masing sebesar 46,7 persen dan
31,4 persen. Untuk listrik perdesaan pada peri-
ode yang sama telah meningkat dari 36.243 desa
menjadi 45.941 desa, peningkatan terutama un-
tuk desa-desa di kawasan timur Indonesia.
Dalam masa krisis, pertumbuhan kebutuhan
tenaga listrik mengalami penurunan sebesar 0,5
persen pada tahun 1998, dan meningkat lagi yaitu
rata-rata 10,5 persen untuk Jamali dan 8,5 persen
untuk Luar Jamali sejak tahun 1999 hingga saat
ini. Pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut
jauh lebih rendah dari masa sebelum krisis yang
rata-rata tumbuh sekitar 12 persen per tahun.
4.19.5.1. Kondisi Awal dan Sasaran
yang Ingin Dicapai
Sejak krisis moneter sampai dengan 2004, upaya
peningkatan kemampuan aksesibilitas masyara-
kat terhadap ketenagalistrikan mengalami ban-
yak hambatan. Melemahnya iklim dan kemam-
puan investasi menjadikan keberlangsungan
penyediaan listrik yang memadai mengalami ba-
nyak kesulitan, baik di Jawa maupun di luar Jawa.
Upaya untuk meningkatkan perkembangan eko-
nomi nasional masih relatif tersendat oleh sulit-
nya memperoleh ketersediaan listrik baik untuk
rumah tangga, bisnis, maupun industri terutama
untuk penyambungan baru.
Tingkat rasio elektrikasi rumah tangga dan ra-
sio elektrikasi desa pada akhir tahun 2004 ma-
sing-masing baru mencapai sekitar 54,8 persen
dan 90,0 persen. Kondisi ini masih jauh terting-
gal dibandingkan berbagai negara ASEAN lainnya
yang rata-rata rasio elektrikasinya sudah men-
capai lebih dari 75 persen. Perkembangan rasio
elektrikasi dan rasio elektrikasi desa selama
kurun waktu tahun 1998 hingga tahun 2003 ha-
nya mengalami pertumbuhan masing-masing
0,41 persen dan 0,35 persen per tahun, namun
pada 2004 keduanya mengalami perbaikan per-
tumbuhan yang masing-masing mencapai sekitar
0,81 persen dan 0,46 persen.
Pembangunan ketenagalistrikan
dihadapkan pada berbagai tantangan
antara laln konolsl geogras yang luas
dan terdiri dari banyak kepulauan serta
konolsl oemogra oengan oensltas yang
sangat variatif antar berbagai wilayah
sehingga sulit untuk mengembangkan
sistem kelistrikan yang optimal dan
eslen"
Kondisi sistem pembangkitan pada sistem ketena-
galistrikan Jawa Madura Bali (Jamali) sampai ta-
hun 2004 memiliki kapasitas terpasang sebesar
18.658 MW, dengan daya mampu sekitar 14.319
MW dan beban puncak sebesar 14.187 MW. Ini
berarti hanya memiliki cadangan (reserved margin)
mendekati 24 persen dan mendekati kondisi ideal
yang cukup handal yaitu 25-35 persen. Namun
demikian sekalipun cadangan kapasitas cukup be-
sar, namun pembangkit listrik yang tidak dapat
beroperasi cukup besar, sehingga sistem Jamali
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 549 5/5/09 2:42:55 PM
550
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
relatif cukup rawan khususnya pada musim kema-
rau pada saat berbagai PLTA tidak dapat berope-
rasi secara optimal. Oleh karena itu kapasitas dan
kemampuan sistem yang ada masih belum dapat
menyediakan listrik sistem secara handal dan
memadai, sedangkan permintaan listrik terus me-
ngalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Produksi
listrik sistem Jamali juga masih sangat tergantung
pada minyak bumi, yaitu lebih kurang sekitar 30
persen dari produksi listrik di Jawa menggunakan
bahan bakar minyak bumi. Pada tahun yang sama,
kondisi sistem penyalurannya pada sistem Jamali
memiliki 379 gardu induk dengan kapasitas 44.219
MVA, dengan jaringan transmisi yang ada sepan-
jang 18.203 km. Sistem Jamali ini sudah sepenuh-
nya terintegrasi, namun sistem tersebut masih
belum optimal dan handal karena masih terdapat
bottle neck pada beberapa subsistem, serta masih
belum dapat terselesaikannya terutama urat nadi
jalur transmisi selatan Jawa 500 kV.
Pada awal tahun 2004, sistem ketenagalistrikan
luar Jamali memiliki kapasitas terpasang pem-
bangkit yang dapat dioperasikan PT PLN (Per-
sero) adalah sebesar 5.573 MW, sedangkan daya
mampu pembangkit hanya sebesar 4.000 MW
(71 persen dari kapasitas terpasang). Kondisi
ini disebabkan dominasi pembangkit oleh PLTD
yang sebesar 2.445 MW (44 persen dari seluruh
pembangkit yang ada) dan sebesar 1.500 MW (62
persen) PLTD tersebut telah berusia lebih dari
10 tahun. Berdasarkan kapasitas efektif dan be-
ban puncak maka banyak daerah pada sistem luar
Jamali mengalami krisis listrik dengan cadangan
kapasitas daya hanya sekitar 10-15 persen saja.
Sistem luar Jamali, pada umumnya masih memi-
liki subsistem yang terpisah-pisah, baik sistem
ketenagalistrikan Sumatera, Kalimantan, mau-
pun Sulawesi, terlebih lagi untuk sistem ketenaga-
listrikan di wilayah timur Indonesia.
Sebelum terjadi krisis ekonomi, Tarif Dasar Lis-
trik (TDL) rata-rata di Indonesia telah mencapai
lebih 7 sen USD/kWh yang membuat pendapatan
operasi PT PLN (Persero) mencukupi untuk men-
capai tingkat Rate of Return sebesar 7 persen. TDL
terendah yang pernah dialami PT PLN (Persero)
akibat devaluasi nilai rupiah mencapai sekitar
2,6 sen USD/kWh yang terjadi pada tahun 1998,
sehingga memperburuk kondisi keuangan PT
PLN (Persero). Hingga tahun 2004 penyesuaian
TDL telah dilakukan sekalipun belum mencapai
nilai keekonomiannya sebagaimana TDL sebe-
lum krisis. Penyesuaian TDL terakhir dilakukan
pada 2003 sehingga TDL mencapai sekitar 6,53
sen USD/kWh. Pada 2004 akibat devaluasi ni-
lai rupiah, TDL dalam nilai kurs USD pada 2004
menurun lagi sehingga mencapai 6,08 sen USD/
kWh. Peningkatan harga BBM internasional dan
domestik yang terus berlanjut telah mendorong
inasi yang cukup besar, sehingga kembali men-
dorong peningkatan Biaya Pokok Produksi (BPP)
listrik sehingga pemulihan kondisi nansial PT
PLN (Persero) kembali tertekan. Hal tersebut juga
mengakibatkan subsidi listrik terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Subsidi listrik oleh negara yang yang pada saat itu
hanya diberikan kepada pelanggan yang memiliki
daya terpasang maksimal 450 VA telah mencapai
sekitar Rp 3,3 triliun. Subsidi tersebut masih be-
lum menjangkau kompensasi selisih pendapatan
dengan BPP untuk pelanggan dengan sambungan
daya terpasang lebih besar dari 450 VA.
Pasca pembatalan UU No. 20 Tahun 2002 ten-
tang Ketenagalistrikan oleh Mahkamah Konsti-
tusi, pengelolaan dan pembangunan sistem ke-
tenagalistrikan nasional yang semula diarahkan
untuk proses restrukturisasi industrinya tidak
lagi monopolistik terkendala oleh pembatalan
undang-undang tersebut. Dengan pembatalan
undang-undang tersebut secara otomatis kem-
bali menggunakan undang-undang lama yaitu
Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ke-
tenagalistrikan. Hal ini berarti PT PLN (Persero)
masih tetap merupakan Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan (PKUK) nasional (monopoli).
Sasaran pembangunan sistem ketenagalistrikan
nasional hingga tahun 2009 terkait peningkatan
aksesibilitas yaitu tertanganinya sebagian daerah
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 550 5/5/09 2:42:55 PM
Bagian 4
551
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
yang mengalamai krisis listrik. Ditargetkan juga
pada akhir tahun 2009 rasio elektrikasi dapat
mencapai sekitar 67,9 persen atau mengalami
pertumbuhan sekitar rata-rata sekitar 2,36 per-
sen. Sedangkan rasio elektrikasi desa pada 2009
diharapkan dapat mencapai sekitar 97 persen
atau diharapkan mengalami pertumbuhan seki-
tar 0,52 persen.
Sasaran pembangunan bidang ketenagalistri-
kan terkait peningkatan kapasitas, kualitas dan
sistem penyaluran listrik sampai akhir 2009 me-
liputi: pembangunan pembangkit tenaga listrik
baru serta rehabilitasi dan repowering pembangkit
listrik yang ada; kapasitas pembangkit terpasang
mencapai 40.623 MW atau bertambah sekitar
12.267 MW; meningkatnya esiensi pembangkit;
terlaksananya rehabilitasi, debottlenecking dan up-
rating serta interkoneksi transmisi dan distribusi
di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi;
berkurangnya susut jaringan teknis dan non tek-
nis; serta meningkatnya pemanfaatan potensi
gas, batubara dan panas bumi serta energi baru
terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik.
Sasaran yang ingin dicapai dalam rencana pem-
bangunan jangka menengah nasional terkait
dengan optimalisasi pengaturan tarif, subsidi
serta kewajiban pelayanan umum sektor kete-
nagalistrikan adalah melakukan penyesuaian
TDL dan mengurangi subsidi BBM secara berta-
hap dan sistematis melalui diversikasi energi
untuk pembangkit listrik, terutama mengurangi
penggunaan BBM serta pengembangan pengelo-
laan dan optimalisasi sistem ketenagalistrikan.
Sasaran yang ingin dicapai dalam rencana pem-
bangunan jangka menengah nasional terkait de-
ngan kebijakan, regulasi, dan kelembagaan dalam
percepatan penyediaan infrastruktur ketenaga-
listrikan yaitu terlaksananya penyempurnaan re-
strukturisasi ketenagalistrikan nasional melalui
penerbitan berbagai regulasi yang secara kondu-
sif mampu membuka industri ketenagalistrikan
yang lebih kompetitif dan mampu mendorong
pengembangan pengelolaan dan pembangunan
sistem ketenagalistrikan nasional.
Sasaran pembangunan ketenagalistrikan dicapai
melalui program-program sebagi berikut:
1. Program peningkatan kualitas jasa pelayanan
sarana dan prasarana. Program ini bertujuan
untuk memulihkan kualitas jasa pelayanan
sarana dan prasarana ketenagalistrikan guna
menjamin ketersediaan tenaga listrik yang
memadai sehingga aksesibilitas masyarakat
untuk memperoleh tenaga listrik semakin
mudah dengan semakin memperhatikan ke-
andalan sistem, efektitas dan esiensi de-
ngan harga yang wajar.
2. Program penyempurnaan restrukturisasi dan
reformasi sarana dan prasarana ketenagalis-
trikan. Program ini bertujuan secara berta-
hap menciptakan industri ketenagalistrikan
yang mandiri, esien, handal dan berdaya sa-
ing tinggi.
3. Program peningkatan aksesibilitas pemerin-
tah daerah, koperasi dan masyarakat ter-
hadap jasa pelayanan sarana dan prasarana
ketenagalistrikan. Program ini ditujukan
untuk lebih memberikan kesempatan pada
pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan
koperasi sebagai pelaku untuk lebih terlibat
dalam pengelolaan usaha kelistrikan. Khusus
untuk pemerintah daerah, akan diberlakukan
penerusan pinjaman sesuai dengan Keputus-
an Menteri Keuangan Nomor 35/KMK/2001
dan akan diberlakukan jika memungkinkan
untuk pelaku lainnya.
4. Program penguasaan dan pengembangan
aplikasi dan teknologi serta bisnis ketenaga-
listrikan. Program ini ditujukan untuk me-
ningkatkan kemampuan industri ketenaga-
listrikan nasional dalam mengembangkan
produksi fasilitas ataupun material penunjang
ketenagalistrikan dalam negeri dan mengu-
rangi ketergantungan terhadap luar negeri.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 551 5/5/09 2:42:56 PM
552
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.19.5.2. Pencapaian 2005-2008
4.19.5.2.1. Upaya yang telah Dilakukan
Sampai 2008
Berbagai hal yang telah telah diupayakan hingga
tahun 2008 yaitu penyelesaian berbagai pem-
bangkit listrik yang tertunda akibat krisis mo-
neter yaitu PLTA Spansihaporas Sumatera Utara
(1x33 MW dan 1x17 MW), PLTA Renun Unit 2
Sumatera Utara (41 MW), PLTU Labuhan Angin
(100 MW), PLTU Musi Bengkulu (3x70 MW),
dan PLTA Bili-Bili (20 MW), serta penyelesaian
PLTGU Cilegon (500 MW) dan PLTU Cilacap (300
MW). Untuk gardu induk dan jaringan transmisi,
telah diselesaikan penambahan gardu induk 150
kV di Mranggen, Semarang, Purbalingga; Trans-
misi 150 kV Sidikalang-Tarutung Sumatera Utara;
Gardu Induk di Binjai 60 MVA dan Brastagi 60
MVA; penyelesaian jaringan transmisi 150 kV di
Mempawang-Singkawang Kalimantan, pemba-
ngunan jaringan transmisi 150 kV dan 275 kV
di Sumatera, serta terselesaikannya interkoneksi
500 kV bagian selatan Jawa. Selain itu, tengah
dilaksanakan pula pembangunan pembangkit
listrik panas bumi seperti PLTP Lahendong Sulut
dan PLTP Ulubelu Lampung, serta penyusunan
rencana induk pengembangan panas bumi (mas-
ter plan geothermal). Selain itu, akan segera mulai
dilaksanakan dua proyek upstream-downstream
PLTP lainnya yaitu PLTP Lahendong Sulawesi
Utara, dan PLTP Lumut Balai Lampung.
Selain pembangunan PLTP, upaya untuk melaku-
kan peningkatan dan rehabilitasi pembangkit
listrik yang berbahan bakar gas akan segera di-
mulai, dan diharapkan hal ini mampu mensubsti-
tusi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik
secara siginikan, seperti peningkatan kapasitas
PLTGU Muara Karang, PLTGU Muara Tawar, PLT-
GU Tanjung Priok, PLTGU Tambak Lorok Sema-
rang, PLTGU Kramasan Sumatera Selatan.
Sejalan dengan upaya penyelesaian pembangun-
an pembangkit listrik berbahan bakar batubara
(PLTU) yang saat ini tengah berjalan khususnya
di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan, dalam
rangka mengurangi ketergantungan sistem ke-
tenagalistrikan nasional terhadap BBM, Peme-
rintah telah memulai percepatan pembangunan
PLTU 10.000 MW di berbagai wilayah di tanah
air, juga meningkatkan partisipasi pembangunan
listrik swasta Independent Power Producers (IPP).
Perkembangan proyek-proyek IPP di Indonesia
sampai dengan akhir tahun 2008 meliputi: IPP
yang sudah beroperasi terdiri dari 16 IPP dengan
kapasitas 4.194 MW; IPP yang sedang dalam ta-
hap konstruksi terdiri dari 18 IPP dengan kapa-
sitas 1.148 MW; IPP yang sedang dalam tahap
proses pencarian pendanaan terdiri dari 31 IPP
dengan kapasitas 4.741 MW; IPP yang sedang
dalam tahap nalisasi Purchasing Power Agree-
ment (PPA) terdiri dari 7 IPP dengan kapasitas
834 MW; IPP yang sedang dalam tahap tender
terdiri dari 32 IPP dengan kapasitas 8.568 MW;
dan IPP yang merupakan potential project terdiri
dari 19 IPP dengan kapasitas 5.934 MW; serta IPP
yang merupakan unsolicited project 29 IPP dengan
kapasitas 5.436 MW.
Setelah kenaikan TDL tahun 2003 hingga kini be-
lum kembali dilakukan penyesuaian TDL, mengi-
ngat pertimbangan kemampuan ekonomi ma-
syarakat dirasakan masih belum mampu untuk
dapat kembali dilakukan penyesuaian. Mengingat
hal tersebut, Pemerintah telah memutuskan untuk
Dok: PLN
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 552 5/5/09 2:43:01 PM
Bagian 4
553
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
tidak menaikan TDL dan menanggung kompen-
sasi selisih biaya BPP listrik dengan pendapatan
yang dapat diterima PT PLN (Persero), sekalipun
dalam dalam kurun waktu tersebut terjadi kenaik-
an harga BBM yang cukup tinggi. Upaya diverisi-
kasi energi primer untuk memperoduksi listrik te-
rus dilakukan terutama pengurangan penggunaan
BBM, namun perubahannya tidak dapat dilakukan
dengan cepat mengingat pembangunan fasilitas
pembangkit membutuhkan waktu yang lama.
Pada 2005 telah diterbitkan Peraturan Pemerin-
tah (PP) No. 3 Tahun 2005 sebagai perubahan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 ten-
tang Usaha Penyediaan Tenaga listrik. Pada 2006
kembali dilakukan perubahan yang kedua atas PP
No. 3 Tahun 2005 tersebut dengan diterbitkan-
nya PP No. 26 Tahun 2006.
Selain itu, dalam rangka penyedian tenaga listrik
nasional telah diterbitkan berbagai peraturan lain-
nya yaitu: Peraturan Menteri (Permen) Energi dan
Sumberdaya Mineral (ESDM) 0010/2005 tentang
Tata Cara Perijinan Usaha Ketenagalistrikan Un-
tuk Lintas Provinsi atau yang Terhubung Dengan
Jaringan Transmisi Nasional; Permen ESDM No.
002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Lis-
trik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah;
Permen ESDM No. 001/2006 sebagaimana telah
diubah dengan Permen ESDM No. 004/2007 ten-
tang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan/atau
Sewa Menyewa Jaringan Dalam Usaha Penyedia-
an Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum;
Peraturan Presiden (Perpres) 71/2006 Penugasan
Kepada PLN Untuk Melakukan Percepatan Pem-
bangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Meng-
gunakan Batubara; Perpres No. 72/2006 Tim
Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit
Tenaga Listrik; serta Permen ESDM No. 044/2006
Patokan Harga Levelized Pembelian Tenaga Listrik
PLTU Batubara Non Mulut Tambang.
Upaya merumuskan kembali undang-undang ke-
tenagalistrikan nasional yang ditujukan untuk
menciptakan struktur industri yang lebih kom-
petitif telah dilakukan, bahkan sudah beberapa kali
dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat, namun
hingga kini masih belum dapat dituntaskan.
Dalam upaya menjembatani ketersediaan regu-
lasi dalam rangka penyediaan listrik nasional
yang relatif lebih kompetitif dan juga menjaga ke-
sinambungan pembangunan agar dapat berjalan
dengan baik terutama dalam rangka pemulihan
kondisi krisis ketenagalistrikan nasional, sejak
tahun 2004 telah diterbitkan berbagai regulasi
bidang ketanagalistrikan. Namun demikian, ber-
bagai regulasi tersebut belum memberikan iklim
regulasi yang tegas, jelas dan terarah terhadap
keteraturan pengelolaan, penyediaan, dan imple-
mentasi pembangunan bagi para pemangku ke-
pentingan ketenagalistrikan nasional.
4.19.5.2.2. Posisi Capaian hingga 2008
Sekalipun pembangunan beberapa pembangkit
dan pengembangan sistem penyaluran listrik
telah dapat diselesaikan, namun secara garis besar
pencapaian sasaran peningkatan kapasitas, kuali-
tas, serta sistem penyaluran listrik hingga tahun
2007 belum memberikan perbaikan yang berarti
terhadap pemulihan sistem ketenagalistrikan na-
sional. Beberapa daerah yang mengalami krisis
listrik masih belum dapat tertangani, mengingat
pembangunan pembangkit listrik dan jaringan
penyalurannya umumnya memakan waktu cukup
lama, kesulitan memperoleh sumber energi yang
dibutuhkan terutama gas dan panas bumi, serta
pembebasan lahan juga masih menjadi hambatan
tersendiri. Sekalipun terdapat tambahan kapasi-
tas daya sebesar lebih kurang 900 MW di sistem
Jamali, namun pertumbuhan listrik di Jamali
yang mencapai sekitar 7 persen per tahun men-
jadikan sampai dengan akhir tahun 2007, cadang-
an kapasitas listrik di Jawa lebih rendah yaitu
menjadi sekitar 23,8 persen dibandingkan tahun
2004 yang mencapai sekitar 24 persen. Sedang-
kan untuk luar Jawa cadangan kapasitas daya
pada umumnya sudah cukup minim yaitu antara
5-10 persen, bahkan di beberapa wilayah seperti
Sumatera bagian utara dan Kalimantan Barat su-
dah mengalami desit listrik sehingga harus di-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 553 5/5/09 2:43:02 PM
554
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
lakukan pembelian listrik dari swasta yang mem-
produksi listriknya sendiri atau melakukan sewa
mesin pembangkit yang umumnya berbahan
bakar disel. Kurangnya peningkatan kebutuhan
kapasitas pembangkit listrik juga mengakibat-
kan peningkatan permintaan kebutuhan listrik
nasional juga masih belum dapat tertangani se-
cara memadai, hal ini ditandai oleh masih relatif
sulitnya mendapatkan penyambungan-peyam-
bungan baru. Krisis listrik yang terjadi diberbagai
wilayah di tanah air. Begitu pula perkembangan
rasio elektrikasi dan elektrikasi desa pertum-
buhannya masih sangat terbatas. Diperkirakan
pertumbuhannya masing-masing baru mencapai
rata-rata sekitar 0,9 persen dan 0,45 persen.
Pengembangan sistem penyaluran, sekalipun meng-
hadapi tantangan yaitu sulitnya melakukan pem-
bebasan lahan dan masalah kompensasi kepada
masyarakat yang terkena dampak proyek, namun
pengembangan beberapa sistem penyaluran su-
dah dapat mulai menunjukan hasil. Sistem 500 kV
Jawa selatan yang telah dapat diselesaikan sangat
membantu kehandalan sistem penyaluran listrik di
Jawa, yang akan diikuti oleh pengembangan sistem
distribusinya. Begitu pula sistem Sumatera bagian
utara, dengan sistem Sumatera bagian selatan saat
ini sudah dapat diintegrasikan. Sejalan dengan itu,
sistem ketenagalistrikan Kalimantan yang masih
terpisah-pisah, pembangunan sistem interkonek-
sinya telah dapat mulai berjalan. Pengembangan
jaringan penyaluran sistem Sulawesi Utara ke
arah provinsi Gorontalo akan segera mulai dilaku-
kan. Untuk berbagai sistem yang masih terisolasi
dengan jarak yang sangat berjauhan, terutama di
wilayah timur Indonesia, upaya intensikasi dan
ekstensikasi pengembangan jaringan penyaluran-
nya terus diperluas.
Upaya diversikasi penggunaan energi primer un-
tuk pembangkit listrik, masih belum menunjukan
perkembangan yang berarti, masih sekitar 26 per-
sen produksi listrik nasional saat ini masih meng-
gunakan bahan bakar minyak. Kontribusi energi
terbarukan terus digalakkan terutama hidro mau-
pun panas bumi sekalipun masih sangat minim.
Besarnya TDL baru yang diberlakukan sejak ta-
hun 2003 hingga pertengahan kurun waktu pem-
bangunan jangka belum mengalami perubahan,
berdasar kurs USD terakhir, TDL mencapai ni-
lai sekitar Rp 6,78 sen USD/kWh. Dalam kurun
waktu 2004 hingga tahun 2007 telah terjadi ke-
naikan harga BBM internasional hampir menca-
pai 50 persen. Hal ini mengakibatkan negara ti-
dak hanya menanggung subsidi bagi masyarakat
yang memiliki daya terpasang maksimal 450 VA,
namun harus menanggung hampir sepenuhnya
selisih antara BPP yang dikeluarkan PT PLN (Per-
sero) dengan pendapatan yang dapat diperoleh,
termasuk di dalamnya subsidi bagi kelompok
pelanggan yang memiliki daya terpasang 450
VA. Kompensasi Pemerintah tersebut dari tahun
ke tahun sejak tahun 2004 cenderung terus me-
ningkat, terutama akibat kenaikan harga BBM.
Peningkatan subsidi listrik telah meningkat dari
sekitar Rp 3,5 triliun pada 2004 menjadi sekitar
lebih dari Rp 62,0 triliun pada 2008.
Begitu pula aspek regulasi, sejak pembatalan Un-
dang-Undang No. 20 Tahun 2002 oleh Mahkamah
Konstitusi, upaya Pemerintah untuk menerbitkan
pembaharuan undang-undang ketenagalistrikan
yang baru masih belum mendapat persetujuan
legislatif. Hal ini mengakibatkan berbagai regu-
lasi lainnya yang mengarahkan usaha penyediaan
tenaga listrik untuk yang bersifat semakin kom-
petitif masih mengalami hambatan.
4.19.5.2.3. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
Sampai dengan akhir 2008, upaya pembangunan
ketenagalistrikan sudah mengalami peningkat-
an, walaupun kemajuannya yang relatif kurang
begitu memuaskan. Usaha untuk mempercepat
penambahan kapasitas penyediaan listrik na-
sional mengalami banyak hambatan terutama
disebabkan oleh sulitnya memperoleh kesedia-
an dana investasi secara memadai serta sulitnya
memperoleh energi primer yang dibutuhkan
terutama gas. Selain itu, upaya pengembangan
sistem penyaluran juga mengalami tantangan
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 554 5/5/09 2:43:02 PM
Bagian 4
555
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
yang cukup besar terutama berkaitan dengan su-
litnya melakukan pembebasan lahan masyarakat,
sulitnya mencari titik temu tingkat kompensasi
yang harus diberikan kepada masyarakat yang
terkena dampak pembangunan, serta banyaknya
regulasi sektoral maupun regional yang seringkali
tidak sejalan.
Melemahnya kemampuan investasi dan daya
beli masyarakat akibat krisis moneter yang di-
perparah oleh melambungnya harga BBM dalam
beberapa tahun terakhir mengakibatkan upaya
mencari titik temu yang optimal antara besarnya
Tarif Dasar listrik (TDL) dengan besarnya sub-
sidi negara untuk penyediaan pelayanan umum
ketenagalistrikan nasional menjadi dilematis.
Dengan kemampuan negara yang relatif terbatas,
negara dituntut untuk mampu mengatasi biaya
produksi listrik yang terus meningkat, mengingat
penyesuian TDL belum dapat pula dilakukan.
Berbagai permasalahan tersebut di atas, mengaki-
batkan pembangunan ketenagalistrikan belum
dapat mencapai sasaran yang diharapkan, sehing-
ga pembangunan ketenagalistrikan nasional ma-
sih belum dapat menunjang pembangunan sosial
ekonomi sebagaimana yang diharapkan.
4.19.5.3. Tindak Lanjut
4.19.5.3.1. Upaya yang akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Upaya yang akan dilakukan untuk mencapai sasar-
an rencana pembangunan jangka menengah anta-
ra lain: mempercepat upaya perolehan gas untuk
repowering dan gasikasi berbagai pembangkit
listrik yang menggunakan bahan bakar minyak
khususnya di Jawa dan Sumatera; pembangunan
berbagai pembangkit listrik yang menggunakan
energi terbarukan di berbagai wilayah di tanah air
terutama hidro dan panas bumi; berupaya menye-
lesaikan percepatan pembangunan PLTU 10.000
MW di berbagai wilayah tanah air; serta mendo-
rong pembangunan pembangkit listrik IPP khu-
susnya yang telah memiliki kesepakatan jual beli
listrik dengan PLN.
Pengembangan jaringan penyaluran, jaringan
transmisi dan distribusi untuk mengembang-
kan dan mengintegrasikan berbagai sistem yang
masih terpisah-pisah perlu terus ditingkatkan
terutama di wilayah Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi. Begitu pula upaya pembangunan jaring-
an transmisi dan distribusi dalam rangka men-
dukung percepatan pembangunan PLTU 10.000
MW akan diupayakan untuk diselesaikan sesuai
jadwal.
Upaya penyediaan sumber energi primer baik
gas maupun batubara perlu mendapat perhatian
serius agar pembangunan atau repowering pem-
bangkit berbahan bakar gas dan batubara yang
tengah dilakukan pada waktunya dapat dioperasi-
kan tepat waktu. Hal ini perlu ditunjang pula oleh
upaya-upaya legal dan koordinatif dalam hal pem-
bebasan lahan untuk sistem penyalurannya.
Peningkatan harga BBM yang luar biasa dalam be-
berapa tahun terakhir telah semakin menyulitkan
optimalisasi antara besarnya TDL dengan kom-
pensasi dan subsidi yang harus ditanggung nega-
ra. Peningkatan harga BBM yang cenderung terus
meningkat secara tajam diperkirakan akan sema-
Dok: DEPBUDPAR
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 555 5/5/09 2:43:08 PM
556
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
kin menyulitkan keuangan negara untuk menang-
gung subsidi energi nasional termasuk ketenaga-
listrikan. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya
mempercepat diversikasi energi primer untuk
pembangkit listrik terutama untuk mengurangi
konsumsi BBM melalui percepatan pembangunan
PLTU 10.000 MW yang ditargetkan selesai pada
akhir tahun 2009. Dengan hal tersebut diharap-
kan kompensasi Pemerintah untuk produksi lis-
trik nasional dapat berkurang. Pelaksanaan per-
cepatan pembangunan PLTU 10.000 MW telah
mulai dilakukan. Selain program percepatan ter-
sebut, perlu dilakukan pula peningkatan upaya
penghematan, baik di sisi produksi maupun di sisi
konsumsi, baik esiensi pada sistem penyaluran,
pengelolaan, maupun standar peralatan listrik
konsumen serta pengembangan budaya hemat
energi pada masyarakat.
Mengingat percepatan pembangunan PLTU
10.000 MW merupakan upaya pembangunan
pembangkit yang berskala cukup besar dan masih
menggunakan energi fosil batubara, hal ini lebih
ditujukan untuk pemulihan penyediaan listrik
nasional dan pengurangan konsumsi BBM dalam
jangka menengah. Hal ini tidak dapat dilakukan
secara terus menerus dalam jangka panjang.
Upaya percepatan pembangunan pembangkit lis-
trik yang menggunakan energi terbarukan harus
tetap menjadi prioritas dan berorientasi dalam
jangka panjang.
Esiensi dari sisi produksi dan konsumsi listrik
juga perlu ditingkatkan, mengingat Indonesia
saat ini masih tergolong negara yang tergolong
boros menggunakan energi dengan tingat inten-
sitas energi hampir empat atau lima kali lipat
dibandingkan negara maju atau sekitar 1,5 kali
lipat dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Upaya yang masih perlu dilakukan adalah mem-
percepat terbitnya pembaharuan undang-undang
ketenagalistrikan yang baru beserta berbagai per-
aturan pendukung pelaksanaannya. Selain itu,
upaya untuk mendorong menerbitkan regulasi
yang berkaitan dengan kemitraan dalam pemba-
ngunan infrastruktur termasuk ketenagalistrikan
akan terus disempurnakan. Selain itu, usaha un-
tuk mendorong menerbitan regulasi diluar sektor
ketenagalistrikan terutama terkait pengembang-
an energi terbarukan yang mendukung pemba-
ngunan ketenagalistrikan nasional perlu terus
diupayakan.
Sejalan dengan upaya pembaharuan sistem ketena-
galistrikan yang lebih kompetitif perlu diikuti oleh
upaya penyempurnaan tata kelola sistem ketena-
galistrikan yang selama ini dilakukan oleh PT PLN
(korporat), termasuk penyempurnaan struktur
dan organisasi PT PLN (Persero) sebagai Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan Nasional.
4.19.5.3.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Secara garis besar pencapaian sasaran RPJMN
2004-2009 hanya sebagian yang dapat terpenuhi.
Perkiraan lemahnya pencapaian sasaran ini me-
liputi: daerah krisis listrik dipekirakan hanya
akan tertangani sebagian saja dibandingkan
sasaran RPJMN 2004-2009 yang ditargetkan
dapat tertanganinya seluruh daerah yang me-
ngalami krisis listrik; pencapaian rasio elektri-
kasi diperkirakan akan mencapai sekitar 66,3
persen dan rasio elektrikasi perdesaan menjadi
sebesar 94 persen. Kedua angka ini lebih ren-
dah ketimbang sasaran RPJM 2004-2009, yang
menargetkan pencapaian masing-masing 67,9
persen dan 97. Begitu pula, upaya pengurangan
penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dan
meningkatkan penggunaan energi fosil non-BBM
terutama energi terbarukan juga tidak sesuai
harapan, mengingat pembangunan pembangkit
listrik mengalami hambatan pencarian energi
primer yang dibutuhkan.
Selain itu, target esiensi sistem ketenagalistrik-
an nasional, yang ditunjukan dengan indikator
susut energi (losses) di bawah 10 persen juga ke-
mungkinan besar sulit tercapai. Hal ini mengingat
hingga 2009 diperkirakan tingkat susut energi
masih akan berada di atas 11 persen.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 556 5/5/09 2:43:08 PM
Bagian 4
557
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
No.
Sasaran/
Program
Indikator
(Satuan)
Kondisi
Awal
2004/2005
Capaian 2009
2006 2007 2008
Sasaran
RKP
Sasaran
RPJM
1. Penambahan
kapasitas
pembangkit
Tambahan MW 27.600 111 1.121 3.800* 12.267 12.267
2. Rasio Elektriksi Persen 54,8 63,0 64,3 65,1* 67,9 67,9
3. Meningkatnya
Rasio
Elektrikasi
Desa
Persen 90,0 91,0 91,92 92,2* 97,0 97,0
Catatan: * = merupakan angka perkiraan sementara
Tabel 4.19.7.
Sasaran dan Pencapaian Bidang Infrastruktur Pelayanan Ketenagalistrikan
Selain itu, upaya menerbitkan undang-undang
ketenagalistrikan yang baru, sebagai pengganti
undang-undang yang berlaku saat ini yaitu un-
dang-undang No. 15 Tahun 1985 dan juga peng-
ganti Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 yang
dibatalkan Mahkamah Konstitusi, sampai saat ini
belum juga dapat diterbitkan. Hal ini mengingat
pihak legislatif masih belum menyetujui rumusan
undang-undang baru tersebut. Dengan belum
terbitnya undang-undang baru, maka konsekuen-
sinya pembaharuan berbagai peraturan pelak-
sanaannya pun tertunda. Begitu pula proses res-
trukturisasi industri ketenagalistrikan nasional
akan mengalami hambatan.
4.19.6. Bidang Pos dan Telematika
Selama satu dekade terakhir telah terjadi perge-
seran paradigma dalam perekonomian dunia, yai-
tu beralihnya masyarakat industri menjadi ma-
syarakat informasi yang didorong oleh kemajuan
teknologi serta ditandai dengan semakin mening-
katnya peran informasi dan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan manusia.
Dalam era globalisasi dimana informasi mempu-
nyai nilai ekonomi, kemampuan untuk mendapat-
kan, memanfaatkan, dan mengolah informasi
mutlak dimiliki suatu bangsa untuk memicu per-
tumbuhan ekonomi sekaligus mewujudkan daya
saing bangsa. Berkaitan dengan hal tersebut, In-
donesia masih belum mempunyai kesiapan dan
kemampuan yang memadai. Untuk indeks Readi-
ness for the Network World 2002, Indonesia hanya
berada pada peringkat ke-64 dari 82 negara.
4.19.6.1. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN 2004-
2009, pembangunan pos dan telematika hingga
2009 diarahkan untuk menjamin kelancaran arus
informasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa kemampuan untuk mendapatkan, mengo-
lah, dan memanfaatkan informasi mutlak dimiliki
oleh suatu bangsa tidak saja untuk mengurangi
kesenjangan antarwilayah, serta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa
tersebut, tetapi juga untuk meningkatkan taraf
dan kualitas hidup masyarakatnya. Untuk men-
capai sasaran tersebut, persyaratan utama yang
harus dipenuhi adalah ketersediaan infrastruktur
pos dan telematika yang memadai, baik kapasitas,
kualitas, maupun jangkauan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Indonesia be-
lum mempunyai ketersediaan infrastruktur yang
memadai. Pada 2004, tingkat penetrasi layanan
telekomunikasi sambungan tetap baru mencapai
4,60 persen, sambungan bergerak sebesar 13,98
persen, sedangkan pengguna internet baru sebe-
sar 5,71 persen. Kondisi ini tertinggal dari rata-
rata negara Asia yang pada 2004 tingkat pene-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 557 5/5/09 2:43:09 PM
558
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
trasi layanan telekomunikasi sambungan tetap,
sambungan bergerak, dan pengguna internet ma-
sing-masing sudah mencapai 14,39 persen, 18,94
persen, dan 8,29 persen.
Pada 2005, terjadi sedikit perbaikan terutama
di layanan telekomunikasi sambungan bergerak
yang teledensitasnya mencapai 21,06 persen,
hampir setara dengan rata-rata negara Asia yang
mencapai 23 persen. Adapun tingkat penetrasi
layanan telekomunikasi sambungan tetap dan
pengguna internet mengalami kemajuan yang
lambat. Teledensitas kedua layanan tersebut ma-
sing-masing baru mencapai 5,73 persen dan 7,15
persen, jauh tertinggal dari rata-rata negara Asia
yang layanan telekomunikasi sambungan tetap
sudah mencapai 15,63 persen dan pengguna in-
ternet mencapai 10,15 persen.
Pada 2004-2005, jangkauan ketiga layanan terse-
but masih terpusat di daerah perkotaan dan
wilayah barat Indonesia. Lebih dari 80 persen
infrastruktur telekomunikasi dan informatika
berada di pulau Jawa dan Sumatera. Pada periode
tahun yang sama, masih terdapat sekitar 43 ribu
desa yang belum memiliki fasilitas telekomuni-
kasi dan informatika.
Pada periode yang sama, infrastruktur pos sudah
menjangkau setengah dari jumlah desa yang ada,
tetapi lebih dari 90 persen kantor pos cabang
luar kota mengalami kerugian. Hal ini disebab-
kan oleh rendahnya volume produksi yang tidak
dapat ditutup oleh tarif. Kondisi ini mendorong
PT Pos Indonesia untuk melakukan subsidi silang
dari layanan komersial.
Menurunnya kualitas layanan juga terjadi di sek-
tor penyiaran. Banyaknya pemancar yang sudah
melebihi usia teknis dan tidak dilakukannya
pemeliharaan dan rekondisi perangkat secara me-
madai karena keterbatasan dana pembangunan
menyebabkan penurunan jangkauan dan kualitas
siaran TVRI dan RRI. Bahkan di beberapa wilayah,
penurunan tersebut sangat signikan yaitu dari
80-85 persen menjadi hanya sekitar 50 persen.
Terbatasnya ketersediaan infrastruktur antara
lain disebabkan oleh:
1. Masih adanya hambatan (barrier to entry)
dalam penyelenggaraan pos dan telematika
yang menyebabkan belum optimalnya upaya
mobilisasi dana di luar Pemerintah. Padahal,
pemanfaatan dana swasta sangat diperlukan
mengingat kemampuan pembiayaan Peme-
rintah sangat terbatas. Adanya hambatan
dalam penyelenggaraan pos dan telematika
juga menyebabkan terbatasnya kerjasama
antara Pemerintah dan swasta sehingga tidak
terjadi pembagian risiko yang berimbang.
Padahal, pembagian risiko di sektor pos dan
telematika sangat penting terutama terkait
dengan penggunaan teknologi tinggi.
2. Masih adanya resistensi terhadap penyeleng-
garaan pos dan telematika yang esien dan
kompetitif.
3. Kurang optimalnya pemanfaatan infrastruk-
tur. Hal ini terlihat dari adanya infrastruktur
yang tidak terpakai (idle) yang dikelola oleh
penyelenggara non telekomunikasi, seperti
infrastruktur powerline communications yang
memanfaatkan jaringan listrik dan jaringan
backbone telekomunikasi milik perusahaan
listrik dan gas negara. Tidak dimanfaatkan-
nya secara optimal infrastruktur alternatif ini
secara langsung mengurangi potensi perluas-
an akses. Selain itu, kurangnya pemanfaatan
bersama suatu infrastruktur oleh beberapa
penyelenggara (infrastructure sharing) seper-
ti pemakaian menara pemancar/penerima
untuk layanan seluler dan penyiaran, serta
pemakaian backbone secara bersama, menim-
bulkan duplikasi investasi.
4. Terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi
teknologi. Perubahan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang sangat cepat menun-
tut kemampuan yang tinggi dari penyeleng-
gara untuk mengadopsi dan mengadaptasi
teknologi. Keterbatasan kemampuan BUMN
pos untuk mengadopsi TIK sejalan dengan
semakin beragamnya layanan pengganti pos
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 558 5/5/09 2:43:09 PM
Bagian 4
559
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
seperti pesan singkat (short message services)
dan pesan elektronik (email), serta terbatas-
nya kemampuan BUMN penyiaran untuk
memanfaatkan teknologi digital tidak saja
menurunkan esiensi penyelenggaraan dan
kualitas layanan tetapi juga daya saing peru-
sahaan.
5. Terbatasnya kemampuan masyarakat untuk
mengolah informasi menjadi peluang ekono-
mi. Permasalahan ini terkait dengan daya beli
dan tingkat pendidikan masyarakat. Penggu-
na internet sebagian besar (lebih dari 90 per-
sen) bermukim di pulau Jawa dengan tingkat
pendidikan sarjana/pasca sarjana (sekitar 50
persen) dan SMA (40 persen).
6. Terbatasnya pengembangan konten dan ap-
likasi lokal yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN 2004-
2009, pembangunan pos dan telematika diarah-
kan untuk menjamin kelancaran arus informasi
melalui perluasan jangkauan, peningkatan kapa-
sitas, dan kualitas penyelenggaraan pos dan tele-
matika. Untuk itu, sasaran umum yang ditetap-
kan adalah:
1. Terwujudnya penyelenggaraan pos dan tele-
matika yang esien, yaitu mampu mendorong
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi na-
sional dengan tetap memperhatikan keman-
faatan aspek sosial dan komersial;
2. Meningkatnya aksesibilitas masyarakat akan
layanan pos dan telematika; dan
3. Meningkatnya kapasitas serta kemampuan
masyarakat dalam mengembangkan dan men-
dayagunakan teknologi dan aplikasi telema-
tika secara efektif.
Ketiga sasaran tersebut kemudian dijabarkan ke
dalam beberapa sasaran pendukung, yaitu:
1. Terjaganya kualitas pelayanan pos di 3.760
kecamatan;
2. Terselesaikannya revitalisasi pelayanan pos di
14.250 kantor pos cabang;
3. Tercapainya teledensitas sambungan tetap
sebesar 13 persen dan telepon bergerak 20
persen;
4. Terselesaikannya pembangunan fasilitas tele-
komunikasi perdesaan sekurang-kurangnya
43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa;
5. Terselesaikannya pembangunan community
access point sebagai pusat akses masyarakat
terhadap teknologi informasi dan komuni-
kasi di 45 ribu desa;
6. Meningkatnya e-literasi penduduk Indonesia
hingga 40 persen;
7. Tersedianya 40 persen aparatur Pemerintah
yang mampu mengoperasikan sistem e-go-
vernment;
8. Meningkatnya kualitas dan jangkauan layan-
an penyiaran televisi dan radio yang masing-
masing mencakup 88 persen dan 85 persen
penduduk Indonesia; dan
9. Terselesaikannya persiapan migrasi sistem
penyiaran dari analog ke digital.
Sasaran pembangunan pos dan telematika dicapai
melalui program-program sebagai berikut:
1. Program penyelesaian restrukturisasi pos
dan telematika. Program ini bertujuan untuk
(a) menciptakan esiensi dalam penyeleng-
garaan pos dan telematika; (b) menciptakan
kompetisi yang sehat dan setara; (c) men-
ciptakan iklim investasi yang kondusif; (d)
membuka peluang bagi penyelenggara baru
yang dinilai layak dan berkemampuan; serta
(e) menyehatkan dan meningkatkan kinerja
penyelenggara.
2. Program pengembangan, pemerataan dan
peningkatan kualitas sarana dan prasarana
pos dan telematika. Program ini bertujuan
untuk (a) meningkatkan aksesibilitas ma-
syarakat terhadap layanan pos dan telemati-
ka; (b) meningkatkan kualitas pelayanan pos
dan telematika; serta (c) mempertahankan
dan meningkatkan kondisi sarana dan prasa-
rana pos dan telematika.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 559 5/5/09 2:43:09 PM
560
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Program penguasaan serta pengembangan
aplikasi dan teknologi informasi dan komu-
nikasi. Program ini bertujuan untuk (a) men-
dayagunakan informasi serta teknologi in-
formasi dan komunikasi beserta aplikasinya
guna mewujudkan tata-pemerintahan yang
lebih transparan, esien, dan efektif; (b) me-
ningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memanfaatkan informasi serta teknologi in-
formasi dan komunikasi guna meningkatkan
taraf dan kualitas hidup; (c) meningkatkan
kemampuan industri dalam negeri dalam
memanfaatkan dan mengembangkan aplikasi
teknologi informasi dan komunikasi; serta
(d) mewujudkan kepastian dan perlindungan
hukum dalam pemanfaatan teknologi infor-
masi dan komunikasi.
4.19.6.2. Pencapaian 2005 2008
4.19.6.2.1. Upaya yang telah Dilakukan
Hingga 2008
Upaya yang telah dilakukan untuk mencapai ma-
sing-masing sasaran RPJMN 2004-2009 secara
rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
Terjaganya kualitas pelayanan pos di
3.760 kecamatan dan terselesaikan-
nya revitalisasi pelayanan pos sebanyak
14.250 kantor pos cabang. Upaya yang di-
lakukan sepanjang tahun 2004-2008 antara
lain (1) pemberian dana PSO pos yang disa-
lurkan ke PT Pos Indonesia sebagai BUMN
penyelenggara pos dengan verikasi dari De-
partemen Komunikasi dan Informatika (Dep-
kominfo); (2) penyusunan RUU pengganti UU
No. 6 Tahun 1984 tentang Pos yang antara
lain mengatur mengenai peran swasta dalam
penyediaan layanan pos; dan (3) penyusunan
rencana strategis pelaksanaan PSO yang di
antaranya meliputi penentuan sasaran pro-
gram PSO, standar biaya penyelenggaraan,
dan tata cara perhitungan.
Sebagai pelaksanaan program PSO pos, pada
2004 dialokasikan Rp 115 miliar untuk 2.341
unit infrastruktur layanan kpclk, tahun 2005
sebesar Rp 113 miliar untuk 2.306 kpclk, ta-
hun 2006 adalah Rp 115 miliar untuk 2.341
kpclk, dan tahun 2007 adalah Rp 150 miliar
untuk 2.350 kpclk, dan tahun 2008 adalah
Rp 178 miliar untuk 2.350 kpclk.
Tercapainya teledensitas sambungan te-
tap sebesar 13 persen dan telepon berge-
rak sebesar 20 persen. Upaya yang dilaku-
kan sepanjang tahun 2004-2008 antara lain:
1. Penataan ulang alokasi spektrum fre-
kuensi seperti:
a. Peraturan Menkominfo No. 17 Tahun
2005 tentang Tata Cara Perijinan dan
Ketentuan Operasional Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio;
b. Keputusan Menkominfo No. 29 Ta-
hun 2006 tentang Ketentuan Peng-
alokasian Pita Frekuensi Radio dan
Pembayaran Tarif Ijin Penggunaan
Pita Spektrum Frekuensi Radio bagi
Penyelenggara Jaringan Bergerak Se-
luler IMT-2000 pada Pita Frekuensi
Radio 2,1 GHz;
c. Keputusan Menkominfo No. 181
Tahun 2006 tentang Pengalokasian
Kanal pada Pita Frekuensi Radio 800
MHz untuk Penyelenggaraan Jaring-
an Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan
Mobilitas Terbatas dan Penyelengga-
raan Jaringan Bergerak Seluler.
2. Pembukaan peluang usaha penyeleng-
garaan telekomunikasi bergerak generasi
ketiga (3G);
3. Persiapan pengembangan akses berpita
lebar berbasis nirkabel (Broadband Wire-
less Access);
4. Penyusunan dan pemantauan rencana
pembangunan jaringan tulang punggung
(backbone) telekomunikasi serat optik Pa-
lapa Ring yang akan menghubungkan se-
luruh ibukota kabupaten;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 560 5/5/09 2:43:10 PM
Bagian 4
561
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
5. Pembukaan peluang usaha penyelenggara-
an telekomunikasi Sambungan Langsung
Internasional (SLI) untuk mengakhiri era
duopoli dalam penyelenggaraan SLI;
6. Persiapan pembukaan peluang usaha pe-
nyelenggaraan telekomunikasi lokal dan
Sambungan Langsung Jarak Jauh untuk
mengakhiri era duopoli dalam penyeleng-
garaaan lokal dan SLJJ;
7. Pembukaan kode akses SLJJ di Balikpa-
pan;
8. Penyusunan berbagai peraturan yang
mendorong terjadinya persaingan usaha
di sektor telekomunikasi seperti:
a. Peraturan Menhub No. 2 Tahun 2004
tentang Pelaksanaan Restrukturisasi
Sektor Telekomunikasi;
b. Keputusan Menhub No. 33 Tahun
2004 tentang Pengawasan Kompetisi
yang Sehat dalam Penyelenggaraan
Jaringan Tetap dan Penyelenggaraan
Jasa Teleponi Dasar;
c. Keputusan Menhub No. 32 Tahun
2004 tentang Biaya Interkoneksi Pe-
nyelenggaraan Telekomunikasi;
d. Peraturan Menkominfo No. 8 Tahun
2006 tentang Interkoneksi;
e. Peraturan Menkominfo No. 9 Tahun
2006 tentang Tata Cara Penetapan Ta-
rif Awal dan Tarif Perubahan Jasa Tele-
pon Dasar Melalui Jaringan Tetap;
f. Peraturan Menkominfo No. 12 Tahun
2006 tentang Tata Cara Penetapan
Tarif Perubahan Jasa Telepon Dasar
Jaringan Bergerak Seluler.
9. Penyusunan berbagai peraturan yang
mendorong pengembangan infrastruk-
tur, seperti:
a. Keputusan Menhub No. 35 Tahun2004
tentang Penyelenggaraan Jaringan Te-
tap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobili-
tas Terbatas;
b. Keputusan Menhub No. 35 Tahun
2004 tentang Penggunaan Pita
Frekuensi 2400-2483,5 MHz;
c. Peraturan Menkominfo No. 13 Ta-
hun 2005 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi yang Menggunakan
Satelit;
d. Peraturan Menkominfo No. 18 Ta-
hun 2005 tentang Penyelengga-
raan Telekomunikasi Khusus Untuk
Keperluan Instansi Pemeritah dan
Badan Hukum;
e. Peraturan Menkominfo No. 16 Ta-
hun 2005 tentang Penyediaan Sarana
Transmisi Telekomunikasi Internasi-
onal Melalui Sistem Komunikasi Ka-
bel Laut;
f. Peraturan Menkominfo No. 3 Tahun
2007 tentang Sewa Jaringan.
10. Penyusunan berbagai peraturan terkait
standarisasi, sertikasi dan balai uji pe-
rangkat telekomunikasi dalam negeri dan
negara asing di Indonesia untuk men-
jamin kualitas dan interoperabilitas pe-
rangkat;
11. Pengawasan, asistensi, dan penyelesaian
masalah (dispute) antaroperator dalam
penyelenggaraan kompetisi.
Terselesaikannya pembangunan fasili-
tas telekomunikasi perdesaan sekurang-
kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43
ribu desa. Upaya yang dilakukan sepanjang
tahun 2004-2008 antara lain:
1. Penyediaan akses telekomunikasi seba-
nyak 2.620 sambungan di 2.341 desa
pada 2004;
2. Penyusunan peraturan yang mendorong
pelaksanaan kewajiban pelayanan univer-
sal seperti:
a. Keputusan Menhub No. 34 Tahun
2004 tentang Kewajiban Pelayanan
Universal;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 561 5/5/09 2:43:10 PM
562
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
b. Peraturan Menkominfo No. 15 Tahun
2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Tarif Atas PNBP dari Kontribusi Ke-
wajiban Pelayanan Universal Teleko-
munikasi/Universal Service Obliga-
tion;
c. Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun
2007 tentang Penyediaan Kewajiban
Pelayanan Universal Telekomunikasi;
d. Keputusan Menkominfo No. 145 Ta-
hun 2007 tentang Penetapan Wilayah
Pelayanan Universal Telekomunikasi.
3. Pembentukan Balai Telekomunikasi dan
Informatika Perdesaan (Keputusan Men-
kominfo No. 35 Tahun 2006 tentang Or-
ganisasi dan Tata Kerja Balai Telekomuni-
kasi dan Informatika Perdesaan);
4. Pelaksanaan pelelangan untuk memilih
penyelenggara USO yang dilakukan pada
pertengahan 2007 dan pelelangan ulang
pada akhir 2008.
Terselesaikannya pembangunan commu-
nity access point sebagai pusat akses ma-
syarakat terhadap TIK di 45 ribu desa.
Upaya yang dilakukan sepanjang 2004-2008
antara lain pelaksanaan one school one compu-
ter laboratory, CAP, Mobile-CAP dan warung
masyarakat informasi sebanyak 316 unit di
90 lokasi.
Meningkatnya e-literasi penduduk Indo-
nesia hingga 40 persen dan tersedianya
40 persen aparatur Pemerintah yang
mampu mengoperasikan sistem e-go-
vernment. Upaya yang dilakukan sepanjang
tahun 2004-2008 antara lain (1) pengaturan
penggunaan nama domain go.id untuk in-
stansi Pemerintah melalui Peraturan Men-
kominfo No. 28 Tahun 2006; (2) penetapan
pedoman penyelenggaraan certication au-
thority melalui Peraturan Menkominfo No.
29 Tahun 2006; (3) pengembangan ; (4) per-
siapan pembangunan pusat pendidikan dan
pelatihan TIK yang akan digunakan oleh
aparatur Pemerintah dan masyarakat; (5)
pengesahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Meningkatnya kualitas dan jangkauan
layanan penyiaran televisi dan radio yang
masing-masing mencakup 88 persen
dan 85 persen dari penduduk Indonesia.
Upaya yang dilakukan sepanjang tahun 2004-
2008 antara lain meliputi (1) restrukturisasi
kelembagaan TVRI dan RRI yang sebelumnya
berbentuk Persero TVRI dan Perjan RRI men-
jadi Lembaga Penyiaran Publik (PP No. 11
Tahun 2005, PP No. 12 Tahun 2005, dan PP
No. 13 Tahun 2005); (2) pelaksanaan proyek
Establishment of FM Radio Transmitter untuk
menjangkau 138 kabupaten/kota blank spot
yang tersebar di 28 provinsi; (3) persiapan
pelaksanaan proyek Improvement of TV Trans-
mitting Stations Phase-I yang akan dilakukan
di 35 lokasi blank spot dan perbatasan di 19
provinsi; (4) pengaturan penyelenggaraan
penyiaran lembaga penyiaran asing, swasta,
komunitas, dan berlangganan (PP No. 49 Ta-
hun 2005, PP No. 50 Tahun 2005, PP No. 51
Tahun 2005, dan PP No. 52 Tahun 2005); (5)
pengaturan perijinan sepeti Peraturan Men-
kominfo No. 8 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Perijinan dan Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran Swasta.
Terselesaikannya persiapan migrasi sis-
tem penyiaran dari analog ke digital.
Upaya yang dilakukan sepanjang 2004-2007
antara lain: (1) penetapan Digital Video Broad-
casting-Terrestrial (DVB-T) sebagai standar
penyiaran digital teresterial untuk televisi ti-
dak bergerak; (2) pengkanalan televisi digital
teresterial; (3) soft launching TV digital pada
Agustus 2008.
4.19.6.2.2. Posisi Capaian hingga 2008
Posisi pencapaian masing-masing sasaran RPJMN
2004-2009 dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Terjaganya kualitas pelayanan pos di
3.760 kecamatan dan terselesaikan-
nya revitalisasi pelayanan pos sebanyak
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 562 5/5/09 2:43:11 PM
Bagian 4
563
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
14.250 kantor pos cabang. Program PSO
pos dilaksanakan hanya pada kantor pos ca-
bang luar kota, yaitu 2.341 unit pada 2004,
2.306 kpclk (2005), 2.341 kpclk (2006), dan
2.350 kpclk (masing-masing pada 2007 dan
2008). Dengan demikian, tingkat pencapaian
sesuai dengan objek sasaran RPJMN hanya
sekitar 17 persen, namun tingkat pencapaian
terhadap wilayah PSO mencapai 93 persen.
Adapun pembahasan RUU Pos dengan DPR
yang di antaranya mengatur mengenai peran
swasta dalam penyediaan layanan pos terma-
suk kewajiban pelayanan umum (PSO) pos
masih belum dapat diselesaikan.
2. Tercapainya teledensitas sambungan te-
tap sebesar 13 persen dan telepon ber-
gerak 20 persen. Hingga akhir tahun 2008,
teledensitas sambungan tetap mencapai
11,49 persen sehingga sudah 88 persen dari
sasaran RPJMN tercapai. Adapun teleden-
sitas sambungan bergerak sudah mencapai
61,72 persen, melewati sasaran yang ditetap-
kan dalam RPJMN.
3. Terselesaikannya pembangunan fasili-
tas telekomunikasi perdesaan sekurang-
kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43
ribu desa. Perangkat peraturan pendukung
pelaksanaan program USO telekomunikasi
baru diselesaikan pada semester pertama ta-
hun 2007, sedangkan pelelangan untuk me-
milih penyelenggara pelaksanaan program
USO baru dilakukan pada semester kedua ta-
hun 2007. Karena tidak ada pemenang, maka
pelelangan diulang pada bulan Oktober 2008.
Dengan demikian program ini belum dapat
direalisasikan sehingga pencapaiannya terha-
dap sasaran RPJMN masih enam persen yang
merupakan hasil pembangunan tahun 2004.
4. Terselesaikannya pembangunan commu-
nity access point sebagai pusat akses ma-
syarakat terhadap TIK di 45 ribu desa.
Pembangunan pusat akses masyarakat berba-
sis TIK sejak tahun 2005 hingga 2008 men-
capai 316 unit yang berbentuk one school one
computer laboratory (46 unit), CAP (131 unit),
mobile CAP (40 unit), dan warung masyarakat
informasi (78 unit). Secara kuantitatif, pen-
capaian sasaran program ini sulit diukur kare-
na adanya perbedaan target antara RPJMN
(desa) dan pelaksanaannya (sekolah, kantor
pos, pesantren).
5. Meningkatnya e-literasi masyarakat In-
donesia hingga 40 persen dan tersedia-
nya 40 persen aparatur Pemerintah yang
mampu mengoperasikan e-government.
Hingga tahun 2008, tingkat penetrasi inter-
net baru mencapai 3,17 persen, sedangkan
e-government baru diterapkan secara terbatas
dan saling tidak terintegrasi (stand alone). Se-
cara umum implementasi e-government mem-
punyai tiga tingkatan, yaitu publikasi, inter-
aksi, dan transaksi. Sebagian besar instansi
Pemerintah baik di pusat maupun daerah ma-
sih berada pada tingkat pertama dan kedua.
Beberapa instansi sudah pada tingkat awal
transaksi.
6. Meningkatnya kualitas dan jangkauan la-
yanan penyiaran televisi dan radio yang
masing-masing mencakup 88 persen dan
85 persen penduduk Indonesia. Secara
umum, jangkauan siaran terhadap jumlah
penduduk LPP TVRI dan RRI hingga tahun
2008 masing-masing mencapai 36 dan 76
persen. Penganggaran APBN untuk LPP TVRI
dan RRI diarahkan kepada pembangunan di
wilayah blank spot dan perbatasan yang pada
umumnya mengalami penurunan jangkauan
dan kualitas akibat kualitas pemancar yang
sudah tidak memadai. Dengan demikian,
pembangunan tersebut tidak untuk mengem-
bangkan tetapi hanya mempertahankan wila-
yah jangkauan.
7. Terselesaikannya persiapan migrasi sis-
tem penyiaran dari analog ke digital.
Hingga tahun 2008, Pemerintah sudah mene-
tapkan Digital Video Broadcasting-Terrestrial
(DVB-T) sebagai standar penyiaran digital
teresterial untuk televisi tidak bergerak me-
lalui Peraturan Menkominfo No. 7 Tahun
2007. Selain itu, pengkanalan untuk televisi
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 563 5/5/09 2:43:11 PM
564
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
tidak bergerak juga sudah diselesaikan pada
2007. Soft launching TV digital sudah dilaku-
kan pada bulan Agustus 2008 yang akan di-
lanjutkan dengan uji coba siaran digital oleh
konsorsium yang beranggotakan lima Lem-
baga Penyiaran Swasta pada bulan Januari
2009. Dengan demikian, sebagian sasaran
RPJMN sudah tercapai.
4.19.6.2.3. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran
Permasalahan yang terjadi dalam upaya pencapai-
an masing-masing sasaran RPJMN 2004-2009
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Terjaganya kualitas pelayanan pos di
3.760 kecamatan dan terselesaikan-
nya revitalisasi pelayanan pos sebanyak
14.250 kantor pos cabang. Sasaran yang
ditetapkan dalam RPJMN meliputi kantor
pos, pelayanan bergerak, dan sebagian mitra
kelola. Mengingat keterbatasan APBN, maka
upaya pencapaian sasaran tersebut difokus-
kan untuk pelaksanaan PSO dengan sasaran
kantor pos cabang luar kota. Dengan demiki-
an, pencapaian terhadap sasaran RPJMN
sulit diukur karena adanya perbedaan target
antara RPJMN dan pelaksanaannya.
2. Tercapainya teledensitas sambungan
tetap sebesar 13 persen dan telepon
bergerak 20 persen. Pencapaian sasaran
telesenditas telepon tetap didorong oleh
berkembangnya layanan xed wireless access
(FWA), sedangkan pembangunan xed wire-
line dapat dikatakan stagnan. Dari total 26,18
juta sambungan tetap, 67 persen diantaranya
merupakan FWA. Adapun percepatan penca-
paian sasaran telepon sambungan bergerak
didorong oleh penyelenggaraan yang sangat
kompetitif dan teknologi seluler yang sema-
kin matang. Dalam pengembangan ke depan,
Pemerintah menghadapi tantangan yang ter-
kait dengan spektrum frekuensi, tidak saja
untuk layanan telepon bergerak yang terus me-
ngalami perubahan sesuai dengan kemajuan
teknologi, tetapi juga untuk layanan telepon
tetap (FWA). Untuk meningkatkan esiensi
pemanfaatannya, Pemerintah melakukan pe-
nataan ulang spektrum frekuensi. Implikasi
dari penataan ulang ini seringkali tidak seder-
hana karena terkait dengan pemindahan alo-
kasi spektrum penyelenggara eksisting yang
dapat berdampak kepada perubahan perang-
kat dan gangguan layanan pada masa transisi
perpindahan spektrum frekuensi.
3. Terselesaikannya pembangunan fasili-
tas telekomunikasi perdesaan sekurang-
kurangnya 43 ribu sambungan baru di
43 ribu desa. Sejak awal tahun 2005 hingga
pertengahan tahun 2008, pembangunan USO
masih dalam tahap pematangan yang difokus-
kan kepada penyelesaian rancangan ulang
program USO dan penyelesaian regulasi yang
terkait. Rancang ulang program dilakukan
untuk menyempurnakan program USO yang
sudah pernah dilakukan pada 2003 dan 2004,
namun dinilai gagal karena layanannya tidak
berkelanjutan. Pada disain baru, program
USO berbentuk kontrak berbasis kinerja
dengan pembiayaan tahun jamak. Selain itu,
fasilitas telekomunikasi yang disediakan juga
bersifat data ready sehingga sewaktu-waktu
dapat dikembangkan untuk penyediaan jasa
akses internet.
Program USO direncanakan untuk dilakukan
di 31.824 desa, bukan di 43 ribu desa seba-
gaimana ditetapkan dalam RPJMN. Pengu-
rangan target dilakukan sesuai dengan hasil
pemetaan dan pendataan ulang desa sesuai
dengan nomor ID desa sebagaimana terdaftar
di Departemen Dalam Negeri.
Pemilihan penyelenggara program USO di-
lakukan secara lelang pada semester kedua
tahun 2007. Namun karena tidak ada peserta
pelelangan yang dinyatakan memenuhi ke-
tentuan yang dipersyaratkan, maka pelelang-
an dinyatakan gagal dan diulang pada tahun
bulan Oktober 2008. Penetapan pemenang
lelang dan penandatanganan kontrak dilaku-
kan pada bulan Januari 2009. Pembangunan
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 564 5/5/09 2:43:11 PM
Bagian 4
565
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
akan dilakukan selama sembilan bulan se-
hingga pada bulan September 2009 diharap-
kan pembangunan fasilitas telekomunikasi di
31.824 desa sudah diselesaikan.
Tertundanya pelelangan ulang selama sem-
bilan bulan disebabkan oleh adanya gugatan
dari salah satu peserta pelelangan yang didaf-
tarkan pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta pada bulan Januari 2008. Pemerin-
tah dinyatakan menang dalam kasus ini dan
dapat melanjutkan proses pelelangan ulang
baru pada akhir bulan September 2008.
4. Terselesaikannya pembangunan com-
munity access point sebagai pusat ak-
ses masyarakat terhadap TIK di 45 ribu
desa. Pencapaian sasaran ini menghadapi
permasalahan akibat terbatasnya pembiaya-
an Pemerintah yang hanya memungkinkan
pelaksanaan program ini secara terbatas se-
hingga kegiatan ini belum dapat memberikan
kontribusi yang berarti terhadap pertumbuh-
an ekonomi masyarakat setempat. Selain itu,
kegiatan ini juga dinilai tidak cukup efektif
karena rancangan pelaksanaan kegiatan yang
hanya terfokus kepada aspek infrastruktur
tanpa disertai pemberdayaan masyarakat.
Akibatnya, infrastruktur yang tersedia belum
dimanfaatkan secara optimal.
5. Meningkatnya e-literasi masyarakat In-
donesia hingga 40 persen dan tersedia-
nya 40 persen aparatur Pemerintah yang
mampu mengoperasikan e-government.
Permasalahan dalam meningkatkan kesadar-
an (awareness) dan kemampuan masyarakat
di bidang TIK antara lain (1) terbatasnya ke-
tersediaan infrastruktur TIK; (2) tingginya
harga jasa akses; (3) terbatasnya pengembang-
an aplikasi dan konten lokal. Adapun perma-
salahan yang dihadapi dalam menyediakan
aparatur Pemerintah yang mampu mengope-
rasikan e-government adalah (1) rendahnya e-
literasi aparatur Pemerintah; (2) masih terba-
tasnya implementasi e-government; (3) masih
adanya pandangan bahwa e-literasi merupa-
kan kemampuan khusus dan bukan kemam-
puan umum yang harus dimiliki aparatur
Pemerintah.
6. Meningkatnya kualitas dan jangkauan
layanan penyiaran televisi dan radio
yang masing-masing mencakup 88 per-
sen dan 85 persen penduduk Indonesia.
Permasalahan utama adalah terbatasnya ang-
garan Pemerintah untuk mempertahankan
jangkauan dan kualitas siaran melalui rekon-
disi perangkat yang sebagian besar sudah me-
lebihi usia teknis. Sebagai gambaran, 67 per-
sen dari 758 pemancar LPP TVRI mempunyai
kondisi di bawah 30 persen. Dengan adanya
keterbatasan anggaran, pengembangan jang-
kauan sulit dilakukan. Berdasarkan peraturan
yang berlaku (PP No. 11 Tahun 2005, PP No.
12 Tahun 2005, dan PP No. 13 Tahun 2005),
sumber pendanaan LPP di luar APBN adalah
iuran penyiaran, sumbangan masyarakat, si-
aran iklan, dan usaha lain yang sah yang ter-
kait dengan penyelenggaraan penyiaran. Pada
kenyataannya, siaran iklan hanya mampu
memberikan kontribusi yang sangat kecil, se-
dangkan sumber pendanaan lain belum ber-
jalan. Dengan demikian, APBN merupakan
sumber pendanaan utama. Permasalahan
lainnya adalah restrukturisasi kelembagaan
yang belum selesai terutama terkait dengan
stasiun televisi berjaringan dan pengembang-
an LPP lokal.
7. Terselesaikannya persiapan migrasi sis-
tem penyiaran dari analog ke digital. Tan-
tangan yang dihadapi terkait dengan penataan
frekuensi dan penetapan standar perangkat.
4.19.6.3. Tindak Lanjut
4.19.6.3.1. Upaya yang akan dilakukan
untuk mencapai sasaran
Sejalan dengan arah kebijakan, upaya yang akan
dilakukan hingga 2009 secara umum terfokus ke-
pada tiga hal, yaitu:
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 565 5/5/09 2:43:12 PM
566
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
1. Peningkatan fungsi pengaturan dan penga-
wasan dalam menciptakan penyelenggaraan
pos dan telematika yang esien dan kompeti-
tif;
2. Pembukaan peluang usaha dan pengembang-
an pola kerjasama antara Pemerintah dan
swasta untuk mempercepat penyediaan in-
frastruktur pos dan telematika dan tingkat
eliterasi masyarakat termasuk di wilayah
non-komersial;
3. Pengelolaan spektrum frekuensi dengan mem-
perhatikan kesesuaian penggunaan alokasi
spektrum dengan peruntukannya, tingkat
pemanfaatan spektrum yang sudah dialokasi-
kan, ketersediaan spektrum frekuensi untuk
layanan baru di masa depan, dan kesesuaian
pengalokasian spektrum frekuensi dengan
peraturan internasional yang ditetapkan oleh
International Telecommunication Union;
4. Peningkatan kemampuan sumberdaya manu-
sia dan industri dalam negeri serta pengem-
bangan aplikasi dan konten TIK lokal;
5. Pengembangan infrastruktur aman (secured
infrastructure) dan kelembagaan untuk men-
dukung transaksi elektronik;
6. Pembuatan model implementasi e-govern-
ment; dan
7. Peningkatan koordinasi lintas sektor untuk
mensinergikan tujuh program agship Dewan
TIK Nasional.
Upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai sa-
saran adalah sebagi berikut:
Pertama, pengkatan kemampuan perangkat
peraturan dalam menciptakan penyelenggaraan
pos dan telematika yang esien dan kompetitif
melalui (1) penyusunan regulasi di bidang pos
terutama terkait dengan pelaksanaan kewajiban
pelayanan umum dan kerjasama dengan swasta;
(2) penyusunan cetak biru TIK; (3) penyelesaian
restrukturisasi sektor penyiaran terutama ter-
kait dengan berjaringan; dan (4) melanjutkan pe-
ngawasan terhadap penyelenggaraan kompetisi
dalam sektor pos dan telematika termasuk penye-
lesaian masalah (dispute) antar penyelenggara.
Kedua, pengembangan infrastruktur di wilayah
komersial dan non komersial terutama melaui
kerjasama dengan swasta dalam (1) pembanguan
jaringan serat optik nasional Palapa Ring bagian
timur; (2) penyediaan jasa akses telekomunikasi
dan internet di perdesaan termasuk penyelesaian
kasus hukum program USO; (3) pembukaan pelu-
ang usaha untuk penyelenggaraan jaringan tetap
lokal dan akses nirkabel berpita lebar (broadband
wireless access); (4) penataan alokasi spektrum
frekuensi sebagai bagian dari proses migrasi
sistem penyiaran dari analog ke digital; dan (5)
lanjutan pemberian insentif untuk mendukung
pengembangan industri telekomunikasi dalam
negeri.
Ketiga, peningkatan e-literasi masyarakat, pe-
ngembangan e-government, dan pengembangan
aplikasi TIK melalui (1) lanjutan pembangunan
pusat pendidikan dan pelatihan bidang TIK; (2)
lanjutan pelaksanaan pendidkan dan pelatihan
bidang TIK di seluruh Indonesia; (3) pelaksanaan
proyek model CAP di 222 kecamatan melalui ker-
jasama dengan swasta yang berbasis service-based
contract dan berorientasi kepada pemberdayaaan
masyarakat; (4) penyusunan peraturan tentang
implementasi e-government dilingkungan instansi
Pemerintah; (5) evaluasi proyek model Batam e-
government dan persiapan penyusunan rencana
roll out agar aplikasi e-government yang dikem-
bangkan dalam proyek tersebut dapat digunakan
di daerah lain; (6) peningkatan koordinasi lintas
sektor untuk mensinergikan kegiatan TIK; dan
(7) lanjutan pemantauan atas pelaksanaan tujuh
program agship Dewan TIK Nasional.
4.19.6.3.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran
RPJMN 2004-2009
Perkiraan pencapaian masing-masing sasaran
RPJMN 2004-2009 hingga akhir periode RPJMN
dapat dijelaskan sebagai berikut.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 566 5/5/09 2:43:12 PM
Bagian 4
567
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
1. Terjaganya kualitas pelayanan pos di
3.760 kecamatan dan terselesaikan-
nya revitalisasi pelayanan pos sebanyak
14.250 kantor pos cabang. Pada akhir
periode RPJMN, diperkirakan tingkat pen-
capaian sasaran tersebut adalah 17,0 persen
atau sama dengan 2.350 kantor pos cabang
luar kota. Tidak tercapainya sasaran RPJMN
karena adanya perubahan objek program PSO
yaitu dari kantor pos, pelayanan berberak
dan sebagian mitra kelola menjadi kantor pos
cabang luar kota.
2. Tercapainya teledensitas sambungan
tetap sebesar 13 persen dan telepon
bergerak 20 persen. Diperkirakan sasaran
RPJMN dapat dilewati dengan tingkat pen-
capaian sasaran sambungan tetap sebesar
113 persen atau, teledensitas 14,67 persen
sedangkan tingkat pencapaian sasaran sam-
bungan bergerak adalah 330 persen atau tele-
densitas 65,96 persen.
3. Terselesaikannya pembangunan fasili-
tas telekomunikasi perdesaan sekurang-
kurangnya 43 ribu sambungan baru di
43 ribu desa. Pada akhir periode RPJMN,
diperkirakan tingkat pencapaian sasaran ter-
sebut di atas adalah 90,0 persen. Tidak ter-
capainya sasaran RPJMN diakibatkan oleh
perubahan sasaran dari 43 ribu desa menjadi
31.824 desa setelah dilakukan pemetaan dan
pendataan ulang desa.
4. Terselesaikannya pembangunan commu-
nity access point sebagai pusat akses ma-
syarakat terhadap TIK di 45 ribu desa.
Sulit untuk mengukur tingkat pencapaian
sasaran ini karena adanya penggantian target
yaitu dari desa menjadi lokasi yang tidak saja
terdapat di desa (sekolah, pesantren, kantor
pos). Hingga tahun 2008 tersedia 316 unit
CAP di 90 lokasi.
5. Meningkatnya e-literasi masyarakat In-
donesia hingga 40 persen dan tersedia-
nya 40 persen aparatur Pemerintah yang
mampu mengoperasikan e-government.
Dengan tingkat penggunaan internet yang di-
perkirakan mencapai sekitar 30,0 persen pada
tahun 2009, maka tingkat pencapaian sasaran
e-literasi masyarakat 80,0 persen. Adapun ting-
kat pencapaian pengoperasian e-government
diperkirakan mencapai 70,0 persen.
6. Meningkatnya kualitas dan jangkauan
layanan penyiaran televisi dan radio yang
masing-masing mencakup 88 persen dan
85 persen penduduk Indonesia. Pada akhir
tahun 2009, tingkat pencapaian sasaran ini
adalah 67,0 persen untuk TVRI dan 90,0 per-
sen untuk RRI. Dengan demikian, jangkauan
layanan TVRI terhadap populasi diperkirakan
sebesar 59,0 persen sedangkan layanan RRI
sebesar 76,5 persen. Hal ini dikarenakan pem-
bangunan hanya bersifat mempertahankan
wilayah jangkauan, kualitas siaran dan tidak
melakukan pengembangan wilayah jangkauan.
7. Terselesaikannya persiapan migrasi sis-
tem penyiaran dari analog ke digital. Pada
akhir tahun 2009, tingkat pencapaian sasaran
diperkirakan dapat mencapai 80 persen. Dua
puluh persen lainnya merupakan uji siaran
dana masa transisi dimana sistem digital su-
dah digunakan bersamaan dengan sistem ana-
log yang secara bertahap akan dihilangkan
(simulcast period). Penggunaan sistem digital
secara utuh (phase out seluruh sistem analog)
diproyeksikan terjadi pada tahun 2015.
4.19.7. Bidang Perumahan, Air Minum,
Limbah, Persampahan, dan Drai-
nase
Bidang Perumahan
Hunian yang layak merupakan salah satu kebu-
tuhan dasar manusia yang pemenuhannya di
-
amanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945
pasal 28 H. Penyediaan hunian yang layak mem-
punyai peranan penting dalam pembangunan
sumberdaya manusia. Rumah merupakan tem-
pat persemaian budaya dan pembinaan keluarga
dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang
berkualitas.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 567 5/5/09 2:43:13 PM
568
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Berdasarkan status dan preferensi kepemilikan-
nya, penyediaan perumahan merupakan tang-
gungjawab individu (private domain). Penyediaan
rumah bagi masyarakat berpendapatan mene-
ngah ke atas hampir sepenuhnya diserahkan ke-
pada mekanisme pasar. Pemerintah melakukan
intervensi melalui fasilitasi penyediaan perumah-
an bagi masyarakat berpendapatan rendah. Bagi
masyarakat berpendapatan rendah yang belum
mampu memiliki rumah, Pemerintah menye-
diakan fasilitasi melalui pembangunan rumah
susun sederhana sewa (rusunawa) di kawasan
perkotaan. Untuk meningkatkan keterjangkauan
(aordability) masyarakat berpendapatan rendah
untuk memiliki rumah, Pemerintah menyediakan
fasilitasi berupa subsidi kredit pemilikan rumah
sederhana sehat (KPR-RsH/KPRS), penyediaan
prasarana dan sarana dasar permukiman, penye-
diaan kredit mikro pembangunan dan perbaikan
rumah swadaya, serta pemberian insentif untuk
pembangunan rumah susun sederhana milik (ru-
sunami) yang dibangun melalui peran swasta.
Bidang Air Minum dan Sanitasi (Air Limbah,
Persampahan dan Drainase)
Penyediaan prasarana dan sarana dasar permu-
kiman mempunyai peranan yang penting dalam
mendukung hunian yang layak dan sehat. Dalam
penyediaannya, Pemerintah tidak hanya melaku-
kannya melalui penyediaan prasarana dan sarana
sik namun juga melalui fasilitasi peningkatan
kepedulian masyarakat terhadap perilaku hidup
bersih dan sehat.
Pembangunan air minum difokuskan pada upaya
meningkatkan akses masyarakat terhadap pe-
layanan air minum. Di perkotaan, Pemerintah
mendorong peningkatan pelayanan air minum
perpipaan yang sebagian besar dilayani oleh Pe-
rusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Di perde-
saan, penyediaan air minum dilakukan melalui
pembangunan air minum berbasis masyarakat
dengan harapan masyarakat mempunyai kemam-
puan dalam mengoperasikan dan memelihara
prasarana dan sarana yang terbangun.
Pembangunan sanitasi dalam rangka mencip-
takan permukiman yang sehat dilakukan dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap pela-
yanan sanitasi dasar, pembangunan prasarana
dan sarana air limbah sistem terpusat, pengurang-
an volume timbulan sampah, peningkatan kuali-
tas pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA),
pembangunan drainase primer serta bantuan tek-
nis penyusunan masterplan drainase perkotaan.
4.19.7.1. Kondisi Awal dan Sasaran
Yang Ingin Dicapai
Perumahan
Permasalahan pembangunan perumahan yang
dihadapi pada awal penyusunan Rencana Pem-
Tabel 4.19.8.
Sasaran dan Pencapaian Bidang Infrastruktur Pelayanan Pos dan Telematika
No. Sasaran/Program
Indikator
(Satuan)
Kondisi
Awal
2004/2005
Capaian 2009
2006 2007 2008
Sasaran
RKP
Sasaran
RPJM
1 Teledensitas sambungan tetap Persen 4,6 5,6 6,7 8,7 14,67 13,0
2 Teledensitas sambungan bergerak Persen 14,0 28,6 39,8 40,0 65,96 20,0
3 Desa USO yang terjangkau fasili-
tas telekomunikasi
Desa
2.341 5.422 5.422 5.422 31.842 43.000
4 Jangkauan siaran TVRI terhadap
populasi
Persen 81,37 33,0 34,2 36,4 83,0 88,0
5 Jangkauan siaran RRI terhadap
populasi
Persen 83,0 80,0 76,5 76,5 83,0 85,0
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 568 5/5/09 2:43:13 PM
Bagian 4
569
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
bangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2004 2009 adalah sebagai berikut:
Terbatasnya penyediaan prasarana dan
sarana dasar permukiman. Terbatasnya ke-
mampuan penyediaan prasarana dan sarana pe-
rumahan baik oleh Pemerintah maupun swasta
merupakan salah satu kendala yang dihadapi
dalam pembangunan perumahan pada awal ta-
hun pelaksanaan RPJMN 2004-2009. Penyedia-
an prasarana dan sarana dasar oleh Pemerintah
terhadap kawasan rumah sederhana dan rumah
sederhana sehat yang dihuni oleh masyarakat
berpendapatan rendah dimaksudkan untuk me-
nurunkan harga jual rumah dan menyediakan
rumah yang layak huni dalam kawasan yang se-
hat. Keterbatasan kemampuan Pemerintah mau-
pun swasta, kemudian menjadikan prasarana dan
sarana perumahan tidak tersedia sebagaimana
seharusnya, yang kemudian menjadikan kawasan
perumahan tersebut berpotensi berkembang men-
jadi kawasan kumuh baru.
Semakin meluasnya kawasan kumuh. Pada ta-
hun 1996 luas kawasan kumuh mencapai 40.053
Ha, dan tahun 2000 meningkat menjadi 47.500
Ha yang tersebar di 10.000 lokasi dan dihuni oleh
sekitar 17,2 juta jiwa. Luasan kawasan kumuh
cenderung terus meningkat setiap tahunnya se-
laras dengan pertumbuhan penduduk dan makin
tidak terkendalinya pertumbuhan kota utama
(primary city) yang menjadi penarik meningkat-
nya arus migrasi. Selain itu, laju pertumbuhan
kawasan kumuh (di pusat kota maupun di tepi
kota) juga dipicu oleh keterbatasan kemampuan
Pemerintah dan swasta menyediakan prasarana
dan sarana, disamping ketidakpedulian masyara-
kat untuk melakukan perbaikan rumah (home
improvement). Hal lain yang juga menjadi pemicu
adalah ketidakharmonisan antara struktur infra-
struktur kota, khususnya jaringan jalan dengan
kawasan permukiman yang terbangun. Di pinggir
kota hal tersebut menimbulkan urban sprawl yang
berdampak pada kemacetan (congestion), keti-
dak-teraturan, dan pada akhirnya menimbulkan
ketidakesienan serta pemborosan energi dan
waktu.
Meningkatnya rumah tangga yang belum me-
miliki rumah. Pada tahun 2000, jumlah rumah
tangga yang belum memiliki rumah masih se-
banyak 4,34 juta rumah tangga, yang merupakan
akumulasi dari kebutuhan tahun sebelumnya dan
pertambahan rumah tangga baru, yang belum
terakomodasi oleh penyediaan rumah, baik oleh
BUMN, pengembang swasta maupun swadaya
masyarakat. Berdasarkan Data Statistik Perumah-
an dan Permukiman tahun 2004, terdapat 19
persen atau sekitar 10,38 juta juta rumah tangga
yang belum memiliki rumah. Apabila upaya pe-
nyediaan perumahan tidak mampu untuk me-
menuhi backlog dan pertumbuhan baru selama
kurun waktu 2005-2009, maka diperkirakan jum-
lah rumah tangga yang belum memiliki rumah
akan terus semakin meningkat.
Terjadinya kesenjangan (mismatch) dalam
pembiayaan perumahan. Sumber pembiaya-
an untuk kredit pemilikan rumah (KPR) pada
umumnya berasal dari dana jangka pendek (de-
posito dan tabungan) sementara sifat kredit pe-
milikan rumah pada umumnya mempunyai jatuh
tempo (tenor) jangka panjang. Belum tersedianya
sumber pembiayaan perumahan jangka panjang
dalam jumlah memadai selalu menjadi kendala
bagi pengembangan pasar perumahan yang se-
hat. Kesenjangan (mismatch) dalam pembiayaan
perumahan tersebut dalam jangka panjang me-
nyebabkan pasar perumahan menjadi tidak sehat
karena ketidakstabilan dalam ketersediaan sum-
ber pembiayaan.
Masih rendahnya esiensi dalam pemba-
ngunan perumahan. Tingginya biaya adminis-
trasi perijinan yang dikeluarkan dalam pemba-
ngunan perumahan menjadikan masih rendahnya
esiensi pembangunan perumahan. Biaya per-
ijinan untuk pembangunan perumahan saat ini
mencapai 20 persen dari nilai rumah. Hal ini
menimbulkan ketidakesienan pasar perumah-
an karena biaya tersebut akan diteruskan (pass-
through) kepada konsumen sehingga semakin
menjauhkan keterjangkauan (aordability) ma-
syarakat terhadap harga yang ditawarkan.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 569 5/5/09 2:43:14 PM
570
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Pembiayaan perumahan yang terbatas dan
pola subsidi yang memungkinkan terjadinya
salah sasaran. Sumber pembiayaan perumahan
masih terbatas, sementara pola subsidi masih me-
mungkinkan terjadinya salah sasaran. Berbagai
bantuan program perumahan tidak sepenuhnya
terkoordinasi dan efektif. Bantuan pembangun-
an dan perbaikan rumah secara swadaya dan
berkelompok lebih berupa kegiatan proyek dan
kurang menjangkau kelompok sasaran. Bantuan
pembangunan rumah susun sederhana sewa
(rusunawa) bagi kelompok sasaran yang belum
mampu membeli rumah masih mengandalkan
dana hibah Pemerintah dan penyertaan modal
negara melalui dana APBN. Besaran subsidi sa-
ngat tergantung kepada alokasi tahunan melalui
APBN sehingga tidak memiliki kestabilan dalam
ketersediaan setiap tahunnya. Hal ini semakin
sulit karena penempatan subsidi tersebut sebagai
subsidi program yang seringkali kalah prioritas
dibandingkan kegiatan yang lain.
Dengan memperhatikan permasalahan di atas,
sasaran pembangunan perumahan yang hendak
dicapai dalam kurun waktu 2004-2009 adalah se-
bagai berikut:
a. Untuk memberikan pelayanan bagi masyara-
kat yang mempergunakan kredit pemilikan
rumah sebagai cara untuk memiliki rumah
maka sasaran umum pembangunan perumah-
an adalah pemenuhan kebutuhan hunian bagi
masyarakat melalui terciptanya pasar primer
yang sehat, esien, akuntabel, tidak diskrimi-
natif, dan terjangkau oleh seluruh lapisan ma-
syarakat yang didukung oleh sistem pembiaya-
an perumahan jangka panjang yang market
friendly, esien, dan akuntabel.
b. Bagi masyarakat berpendapatan rendah
yang terbatas kemampuannya, maka sasar-
an umum yang harus dicapai adalah terben-
tuknya pola subsidi yang tepat sasaran, tidak
mendistorsi pasar, akuntabel, dan mempu-
nyai kepastian dalam hal ketersediaan setiap
tahun. Sasaran lain yang juga hendak dicapai
adalah terbentuknya pola pembiayaan untuk
perbaikan dan pembangunan rumah baru
yang berbasis swadaya masyarakat. Sasaran
penyediaan subsidi perumahan bagi masyara-
kat berpenghasilan rendah adalah sebanyak
1.350.000 unit rumah, melalui pembangun-
an rumah susun sewa sebanyak 60.000 unit,
rumah susun sederhana milik melalui peran
serta swasta 25.000 unit, serta peningkatan
akses kredit mikro untuk pembangunan dan
perbaikan perumahan berbasis keswadayaan
masyarakat sebanyak 3.600.000 unit.
c. Untuk mencapai sasaran Millennium Deve-
lopment Goals (MDGs), sasaran yang harus
dicapai adalah penurunan luasan kawasan
kumuh sebesar 50 persen dari luas yang ada
saat ini pada akhir 2009.
Adapun untuk mencapai sasaran umum bidang
perumahan seperti yang telah ditetapkan, maka
disusun beberapa program antara lain:
1. Program pengembangan perumahan. Pro-
gram ini bertujuan untuk mendorong pe-
menuhan kebutuhan rumah yang layak,
sehat, aman, dan terjangkau, dengan me-
nitikberatkan pada masyarakat miskin dan
berpendapatan rendah, melalui pemberdaya-
an dan peningkatan kinerja pasar primer pe-
rumahan, pengembangan system pembiayaan
perumahan jangka panjang, pengembangan
kredit mikro dan pemberdayaan ekonomi
lokal, pengembangan Kasiba/Lisiba, serta pe-
ngembangan rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa), rumah sederhana, dan rumah
sederhana sehat.
2. Program pemberdayaan komunitas perumah-
an. Program ini bertujuan untuk meningkat-
kan kualitas perumahan melalui penguatan
lembaga komunitas dalam rangka pember-
dayaan sosial kemasyarakatan agar tercipta
masyarakat yang produktif secara ekonomi
dan berkemampuan mewujudkan terciptanya
lingkungan permukiman yang sehat, harmo-
nis dan berkelanjutan.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 570 5/5/09 2:43:14 PM
Bagian 4
571
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Air Minum dan Air Limbah
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangun-
an air minum dan air limbah adalah sebagai beri-
kut:
Stagnasi dalam peningkatan pelayanan air
minum perpipaan selama 10 tahun terakhir
(1992-2002). Pada tahun 1992 jumlah penduduk
total (perkotaan dan perdesaan) yang mendapat-
kan pelayanan air minum perpipaan hanya sebesar
14,7 persen, pada tahun 1997 meningkat sedikit
menjadi 19,2 persen, dan pada tahun 2002 turun
menjadi 18,3 persen. Pada kawasan perdesaan,
tingkat pelayanan air minum perpipaan pada ta-
hun 1992 hanya sebesar 5,5 persen berubah men-
jadi 7,0 persen pada tahun 1997, dan turun men-
jadi 6,2 persen pada tahun 2002, sedangkan pada
kawasan perkotaan tingkat pelayanan air minum
perpipaan pada tahun 1992 hanya sebesar 35,3
persen, pada tahun 1997 berubah menjadi 39,9
persen, dan pada tahun 2002 turun menjadi ha-
nya 33,3 persen. Pelayanan air minum perpipaan
di kawasan perkotaan pada umumnya dilakukan
oleh BUMD yaitu Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), sedangkan di kawasan perdesaan pada
umumnya dilakukan oleh kelompok swadaya
masyarakat setempat dan atau BUMDes (Badan
Usaha Milik Desa).
Rendahnya kualitas pengelolaan pelayanan
air minum yang dilakukan oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Hasil audit terha-
dap PDAM pada tahun 2000 menunjukkan hanya
57,53 persen PDAM memperoleh predikat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) yang berarti menurun
dibandingkan tahun sebelumnya (1999) sebesar
59,43 persen. Proporsi PDAM dengan predikat
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada tahun
2000 sebesar 25,27 persen yang berarti mening-
kat dari audit tahun 1999 sebesar 23,58 persen.
Proporsi PDAM dengan predikat Pendapat Ti-
dak Wajar pada tahun 2000 sebesar 0,54 persen
yang berarti membaik dibandingkan dengan ta-
hun 1999 sebesar 0,94 persen, sedangkan pro-
porsi PDAM dengan predikat Tidak Menyatakan
Pendapat pada tahun 2000 sebesar 16,67 persen
yang berarti memburuk dibandingkan dengan au-
dit tahun 1999 sebesar 16,04 persen.
Stagnasi dalam penurunan tingkat kebo-
coran air minum. Tingkat kebocoran yang dise-
babkan oleh kebocoran teknis (misalnya rusaknya
water meter dan pipa bocor) dan non teknis (illegal
connection dan administrasi) yang masih berkisar
pada kisaran antara 30-40 persen, yang berarti
masih jauh di atas ambang batas normal (20 per-
sen). Tingkat kebocoran pada tahun 1996 sebesar
39,85 persen, pada tahun 1999 bisa ditekan hing-
ga 30,01 persen, namun pada tahun 2000 menin-
gkat lagi menjadi 33,26 persen. Angka kebocoran
ini akan terus meningkat apabila kinerja penge-
lolaan PDAM tidak diperbaiki. Terdapat korelasi
yang kuat antara menurunnya kinerja pengelo-
laan PDAM dengan meningkatnya kebocoran.
Meningkatnya kecenderungan kabupaten/
kota yang baru terbentuk untuk membentuk
PDAM baru yang terpisah dari PDAM kabupaten/
kota induk. Kecenderungan pembentukan PDAM
baru dipicu dengan alasan kabupaten/kota baru
memerlukan sumber pendapatan asli daerah yang
diharapkan berasal dari BUMD, yaitu dalam hal
ini PDAM. Kecenderungan ini membawa penga-
ruh negatif yaitu meningkatnya ketidakesienan
dalam pelayanan air minum yang diakibatkan
oleh hambatan skala ekonomi (economic of scale)
yaitu menciutnya pasar akibat pecahnya PDAM,
meningkatnya biaya overhead (gaji, operasi, dan
pemeliharaan) karena pembentukan PDAM baru,
dan meningkatnya biaya produksi air minum
karena munculnya transaksi baru (additional cost)
terhadap ketersediaan air baku antara kabupa-
ten/kota induk dengan kabupaten/kota baru.
Permasalahan tarif yang tidak mampu men-
capai kondisi pemulihan biaya (full cost re-
covery). Hingga saat ini tarif dasar sebagian besar
PDAM masih dibawah biaya produksi air minum,
sehingga secara akuntansi sebagian besar PDAM
saat ini beroperasi dengan kondisi rugi. Tarif
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 571 5/5/09 2:43:14 PM
572
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
rata-rata saat ini untuk semua PDAM sebesar
Rp 430,00 per m
3
sedangkan biaya produksi air
minum rata-rata sebesar Rp1.100,00-Rp1.700,00
per m
3
. Biaya produksi air minum akan terus me-
ningkat seiring dengan semakin memburuknya
kualitas dan kuantitas air baku akibat tingginya
laju penurunan kualitas lingkungan. Menurunnya
kualitas lingkungan juga menyebabkan pelayanan
air minum di kawasan perdesaan semakin mem-
buruk. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya
jumlah mata air, semakin menurunnya kedalam-
an permukaan air tanah dangkal, semakin ren-
dahnya kualitas air permukaan (sungai, danau,
embung, dan waduk).
Belum diolahnya lumpur tinja (sludge) se-
cara baik. Tingkat pelayanan air limbah selama
10 tahun terakhir (1992-2002) cukup baik yaitu
tumbuh rata-rata sebesar 8,6 persen per tahun.
Jumlah penduduk total (perkotaan dan perde-
saan) pada tahun 1992 yang mendapatkan pela-
yanan dasar air limbah sebesar 30,9 persen, pada
tahun 1997 bertambah menjadi 59,3 persen, dan
pada tahun 2002 meningkat menjadi 63,5 persen.
Tingkat pelayanan air limbah di kawasan perde-
saan pada tahun 1992 mencapai 19,1 persen,
berubah menjadi 49 persen pada tahun 1997,
dan meningkat menjadi 52,2 persen pada tahun
2002, sedangkan tingkat pelayanan air limbah
di kawasan perkotaan pada tahun 1992 sebe-
sar 57,5 persen, meningkat menjadi 76,9 persen
pada tahun 1997, dan meningkat menjadi 77,5
persen pada tahun 2002. Namun demikian, hasil
tersebut tidak diikuti dengan peningkatan dalam
pengolahan lebih lanjut terhadap lumpur tinja
domestik dari tangki septik dan jamban. Hal ini
dapat dilihat dari rendahnya pemanfaatan In-
stalasi Pengolah Limbah Tinja (IPLT) yang telah
dibangun untuk mengolah lumpur tinja domestik
tersebut yaitu lebih kecil dari 30 persen serta ma-
sih tingginya pemanfaatan sungai sebagai tempat
pembuangan lumpur tinja domestik tersebut.
Menurunnya persentase masyarakat di ka-
wasan perkotaan yang mendapatkan pe-
layanan sistem pembuangan air limbah
(sewerage system). Hal ini disebabkan laju per-
tumbuhan penduduk di kawasan perkotaan tidak
mampu diimbangi oleh laju penyediaan prasarana
dan sarana sistem pembuangan air limbah. Ren-
dahnya laju pembangunan sistem pembuangan
air limbah bagi kota-kota metropolitan dan besar
pada umumnya disebabkan oleh semakin mahal-
nya nilai konstruksi dan semakin terbatasnya
lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai jaringan
pelayanan, sementara di lain pihak kesediaan
membayar (willingness to pay) dari masyarakat
untuk pelayanan air limbah domestik masih sa-
ngat rendah sehingga tidak dapat menutup biaya
pelayanan.
Sasaran pembangunan air minum dan air limbah
yang hendak dicapai dalam kurun waktu 2004-
2009 adalah sebagai berikut:
a. meningkatnya cakupan pelayanan air minum
perpipaan secara nasional hingga mencapai 40
persen pada akhir tahun 2009 dengan perin-
cian cakupan pelayanan air minum perpipaan
untuk penduduk yang tinggal di kawasan
perkotaan diharapkan dapat meningkat hing-
ga mencapai 66 persen dan di kawasan perde-
saan meningkat hingga mencapai 30 persen.
b. terbebasnya dari perilaku buang air besar
(BAB) sembarangan (open defecation free) un-
tuk semua kabupaten/kota hingga akhir ta-
hun 2009 yang berarti semua rumah tangga
minimal mempunyai akses terhadap jamban
sebagai tempat pembuangan tinja dan me-
ningkatkan kualitas air permukaan yang di-
pergunakan sebagai air baku bagi air minum.
c. meningkatnya utilitas IPLT dan IPAL yang
telah dibangun hingga mencapai minimal 60
persen pada akhir tahun 2009 serta pengem-
bangan lebih lanjut pelayanan sistem pem-
buangan air limbah serta berkurangnya pen-
cemaran sungai akibat pembuangan tinja
hingga 50 persen pada akhir tahun 2009 dari
kondisi saat ini. Selain itu, untuk kota-kota
metropolitan dan kota besar secara bertahap
dikembangkan sistem air limbah terpusat
(sewerage system).
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 572 5/5/09 2:43:15 PM
Bagian 4
573
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Sasaran umum pembangunan air minum dan air
limbah seperti tersebut akan dicapai melalui pro-
gram antara lain:
1) Program pengembangan pemberdayaan ma-
syarakat. Program ini ditujukan untuk me-
ningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya peranan air minum dan air lim-
bah dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan produktitasnya,
2) Program pengembangan kelembagaan. Pro-
ram ini ditujukan untuk melakukan penataan
kembali peraturan perundang-undangan dan
pengembangan kelembagaan yang terkait
dengan pembangunan air minum dan air lim-
bah untuk mewujudkan system kelembagaan
dan tata laksana pembangunan air minum
dan air limbah yang efektif.
3) Program pengembangan kinerja pengelolaan
air minum dan air limbah. Program ini dituju-
kan untuk meningkatkan cakupan pelayanan
air minum dan air limbah yang dilaksanakan
oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan
yang akan dilaksanakan oleh komunitas ma-
syarakat secara optimal, esien dan berkelan-
jutan.
Persampahan dan Drainase
Di bidang persampahan dan drainase permasalah-
an yang dihadapi adalah sebagai berikut:
Terjadinya stagnasi dalam penanganan sam-
pah dan drainase secara baik dan berwa-
wasan lingkungan (environment friendly).
Hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan per-
sampahan di kawasan perkotaan selama 10 tahun
(1992-2002) hanya mampu melayani sebanyak
18,15 juta jiwa, sedangkan cakupan pelayanan
drainase hanya mampu melayani 2,51 juta jiwa.
Stagnasi terjadi karena rendahnya kesadaran se-
luruh stakeholder, terhadap peranan penanganan
persampahan dan drainase dalam mendukung
kualitas lingkungan hidup yang baik.
Meningkatnya pencemaran lingkungan aki-
bat meningkatnya jumlah sampah yang ber-
asal dari rumah tangga (domestik) dan non
rumah tangga yang dibuang ke sungai dan
atau dibakar. Persentase sampah yang dibuang
ke sungai dan di bakar pada tahun 1998 sebe-
sar 65 persen dan meningkat menjadi 68 persen
pada tahun 2001. Walaupun kenaikannya relatif
kecil namun diperkirakan akan terus meningkat
seiring dengan semakin sulitnya mendapatkan
lahan untuk dimanfaatkan sebagai tempat pem-
buangan akhir (TPA). Di kawasan perkotaan, laju
penanganan sampah jauh lebih lebih rendah dari
laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuh-
an anggaran untuk penanganan sampah hanya
berkisar 1-2 persen per tahun, sedangkan laju
pertumbuhan penduduk di perkotaan mencapai
rata-rata 4,6 persen per tahun sehingga terjadi
kekurangan cakupan pelayanan (lack of services).
Menurunnya kualitas manajemen tempat
pembuangan akhir (TPA). Berubahnya sistem
pengelolaan TPA yang didesain sebagai sanitary
landll dan/atau control landll menjadi open
dumping mencerminkan penurunan kinerja ter-
sebut. Kegagalan mempertahankan manajemen
TPA sesuai dengan kriteria teknis sanitary landll
mencapai 99 persen. Hal ini dapat dilihat dengan
tidak ada satu kotapun yang mengelola TPA sesuai
dengan desain teknisnya yaitu sanitary landll.
Kondisi tersebut semakin memperburuk kualitas
lingkungan perkotaan akibat merebaknya pence-
maran udara akibat sampah yang terbakar sehing-
ga tidak terkendalinya gas methane dan proses
pembusukan sampah, rusaknya kualitas air tanah
dangkal dan air permukaan akibat meresapnya
air lindi yang tidak terkendali, serta merebaknya
gas dioxin yang karsinogenik.
Tidak berfungsinya saluran drainase sebagai
pematus air hujan. Kelangkaan lokasi untuk
pembuangan sampah menyebabkan masyarakat
membuang sampah ke saluran drainase. Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan persentase
kawasan tergenang dan persentase terhambat-
nya fungsi drainase. Pada tahun 1996 persentase
luasan kawasan tergenang hanya 2,31 persen
dan meningkat menjadi 3,52 persen pada tahun
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 573 5/5/09 2:43:15 PM
574
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2001, sedangkan saluran drainase yang tidak lan-
car pada tahun 1996 sebanyak 8,74 persen me-
ningkat menjadi 10,04 persen pada tahun 2001.
Kecenderungan akan terus meningkat di masa
mendatang seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk yang berarti juga bertambahnya tim-
bunan sampah dan semakin sulitnya mendapat-
kan areal yang memadai untuk tempat pembuang-
an sampah (baik tempat pembuangan sementara
maupun tempat pembuangan akhir). Selain itu,
migrasi ke kawasan perkotaan, terbatasnya lahan
yang tersedia, dan rendahnya penegakan hukum
dalam pemanfaatan ruang pada akhirnya mem-
bawa dampak peningkatan perambahan badan-
badan air, termasuk saluran drainase, baik yang
secara alami telah ada sejak dahulu (sungai, kali,
dan selokan), maupun saluran drainase buatan
(kanal dan got). Kehilangan luasan badan air di
kawasan perkotaan, khususnya di kota-kota me-
tropolitan dan besar) paling tidak mencapai 5-10
persen per tahun.
Sasaran pembangunan persampahan dan drain-
ase yang hendak dicapai dalam kurun waktu
2004-2009 adalah sebagai berikut:
a. meningkatnya jumlah sampah terangkut
hingga 75 persen hingga akhir 2009 serta me-
ningkatnya kinerja pengelolaan tempat pem-
buangan akhir (TPA) yang berwawasan ling-
kungan (environmental friendly) pada semua
kota metropolitan, kota besar, dan kota se-
dang;
b. terbebasnya saluran drainase dari sampah
sehingga mampu meningkatkan fungsi salur-
an drainase sebagai pematus air hujan dan
berkurangnya wilayah genangan permanen
dan sementara (temporer) hingga 75 persen
dari kondisi saat ini.
Sasaran umum pembangunan persampahan dan
drainase akan dicapai melalui beberapa program
seperti:
1) Program pemberdayaan masyarakat. Program
ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam penanganan persoalan
persampahan dan drainase.
2) Program pengembangan kelembagaan. Pro-
gram ini ditujukan untuk mewujudkan tata
kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan
transparan.
3) Program peningkatan kinerja pengelolaan
persampahan dan drainase. Program ini ber-
tujuan untuk mencapai sasaran sebagaimana
telah disebutkan diatas secara cepat, tepat,
bermanfaat, esien, dan berwawasan ling-
kungan (environmental friendly).
4.19.7.2. Pencapaian 2005- 2008
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya un-
tuk menyediakan tempat tinggal layak huni dan
terjangkau yang didukung oleh prasarana dan
sarana dasar permukiman yang sehat. Di bidang
perumahan dan permukiman, Pemerintah telah
melakukan berbagai fasilitasi/subsidi penyedia-
an rumah sederhana sehat serta meningkatkan
pelayanan air minum, air limbah, persampahan
dan drainase. Selain itu juga Pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan penyediaan infra-
struktur di perdesaan, kawasan perbatasan dan
agropolitan. Upaya untuk memberdayakan ko-
munitas perumahan, Pemerintah juga melakukan
berbagai kegiatan pembangunan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat melalui program pe-
nanggulangan kemiskinan perkotaan.
Perumahan
Pada 2005, upaya yang telah dilakukan di bidang
perumahan antara lain penyediaan subsidi kredit
pemilikan rumah sederhana sehat (KPR-RSH)
sebanyak 63.713 unit, pembangunan rumah su-
sun sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 4.762
unit, penataan dan perbaikan permukiman untuk
54.735 jiwa di 93 kelurahan dengan luas 384 Ha,
penataan bangunan dan lingkungan (PBL) di 143
kelurahan, dukungan penyediaan infrastruktur
untuk 42.657 unit rumah di kawasan perumahan
PNS/TNI-Polri/Pekerja, penyediaan infrastruk-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 574 5/5/09 2:43:15 PM
Bagian 4
575
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
tur permukiman di 10 kawasan terpencil/pu-
lau kecil/terluar, penanganan tsunami di Aceh
sebanyak 5.500 unit rumah untuk 27.000 jiwa
penduduk, pengembangan 79 kawasan agropolit-
an, pengembangan prasarana sarana perdesaan
(DPP/KTP2D) di 118 kawasan, dukungan infra-
struktur Perdesaan (PKPS-BBM) di 12.834 desa,
serta penanggulangan kemiskinan perkotaan
(P2KP-PNPM) di 4.680 kelurahan.
Pada 2006, upaya yang dilakukan meliputi penye-
diaan subsidi kredit pemilikan rumah sederhana
sehat (KPR-RSH) sebanyak 77.663 unit dan kredit
mikro pembangunan/perbaikan rumah sebanyak
511 unit, pembangunan rumah susun sederhana
sewa (rusunawa) sebanyak 6.448 unit, penataan
dan perbaikan permukiman yang dihuni 851.845
jiwa di 360 kelurahan, fasilitasi dan stimulasi
pembangunan/perbaikan rumah yang bertumpu
pada keswadayaan masyarakat sebanyak 4.362
unit, penataan bangunan dan lingkungan (PBL)
di 155 kelurahan, dukungan penyediaan infra-
struktur untuk 64.867 unit rumah di kawasan
perumahan PNS/TNI-Polri/Pekerja, penyediaan
infrastruktur permukiman di 47 kawasan ter-
pencil/pulau kecil/terluar, rehabilitasi dan rekon-
struksi dalam rangka penganggulangan dampak
becana di Aceh sebanyak 6.480 unit rumah un-
tuk 32.400 jiwa penduduk, pengembangan 51
kawasan agropolitan, pengembangan prasarana
sarana perdesaan (DPP/KTP2D) di 319 kawasan,
dukungan infrastruktur perdesaan (PKPS-BBM)
di 1.840 desa, serta penanggulangan kemiskinan
perkotaan (P2KP-PNPM) di 6.404 kelurahan;
Pada 2007, upaya yang dilakukan meliputi penye-
diaan subsidi kredit pemilikan rumah sederhana
sehat (KPR-RSH) sebanyak 103.221 unit dan
kredit mikro pembangunan/perbaikan rumah se-
banyak 19.590 unit, pembangunan rumah susun
sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 8.265 unit,
penataan dan perbaikan lingkungan permukiman
untuk 645.250 jiwa di 375 kelurahan, fasilitasi
dan stimulasi pembangunan/perbaikan rumah
yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat
sebanyak 4.068 unit, penataan bangunan dan
lingkungan (PBL) di 124 kelurahan, dukungan pe-
nyediaan infrastruktur untuk 93.840 unit rumah
di kawasan perumahan PNS/TNI-Polri/Pekerja,
penyediaan infrastruktur permukiman di seba-
nyak 44 kawasan terpencil/pulau kecil/terluar di
27 provinsi, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam
rangka penanggulangan dampak bencana alam
di Aceh yaitu pembangunan 231.013 unit rumah
untuk 1.155.065 jiwa penduduk, pengembangan
11 kawasan agropolitan, pengembangan prasa-
rana sarana perdesaan (DPP/KTP2D) di 157 ka-
wasan, dukungan infrastruktur Perdesaan (PKPS-
BBM) di 2.289 desa, penanggulangan kemiskinan
perkotaan (P2KP-PNPM) di 7.273 kelurahan;
Pada 2008, upaya yang dilakukan meliputi pe-
nyediaan subsidi kredit pemilikan rumah seder-
hana sehat (KPR-RSH) sebanyak 97.238 unit dan
kredit mikro pembangunan/perbaikan rumah se-
banyak 42.263 unit, pembangunan rumah susun
sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 9.443 unit,
penataan dan perbaikan lingkungan permukiman
sebanyak 596.969 jiwa di 260 kelurahan dengan
luas total sebesar 1.109 ha, fasilitasi pembangun-
an rumah susun sederhana milik (rusunami) se-
banyak 2.633 unit, fasilitasi dan stimulasi pem-
bangunan/perbaikan rumah yang bertumpu pada
keswadayaan masyarakat sebanyak 4.850 unit,
penataan bangunan dan lingkungan (PBL) di 144
kelurahan, dukungan infrastruktur pada kawas-
an perumahan PNS/TNI-Polri/Pekerja sebanyak
101.059 unit rumah, penyediaan infrastruktur
permukiman di kawasan terpencil/pulau kecil/
terluar sebanyak 44 kawasan di 32 provinsi, reha-
bilitasi dan rekonstruksi dalam rangka penanggu-
langan dampak bencana alam di Aceh yaitu pem-
bangunan 8.742 unit rumah untuk 43.710 jiwa
penduduk, pengembangan kawasan agropolitan
dan pengembangan prasarana sarana perdesaan
(DPP/KTP2D) di 262 kawasan, dukungan infra-
struktur Perdesaan (PKPS-BBM) di 2.060 desa,
serta penanggulangan kemiskinan perkotaan
(P2KP-PNPM) di 8.813 kelurahan.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 575 5/5/09 2:43:16 PM
576
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Air Minum dan Air Limbah
Peningkatan pelayanan air minum perpipaan
selama 4 tahun terakhir belum sesuai harapan.
Upaya yang dilakukan oleh berbagai kalangan ti-
dak mampu mengimbangi jumlah pertumbuhan
penduduk. Pada 2004, proporsi penduduk yang
mendapatkan pelayanan air minum perpipaan
hanya sebesar 17,45 persen dan pada 2007 men-
jadi 16,18 persen. Di perdesaan, tingkat pelayan-
an air minum perpipaan pada 2004 sebesar 6,95
persen dan meningkat menjadi 7,28 pada 2007,
sedangkan di perkotaan tingkat pelayanan air mi-
num perpipaan pada 2004 sebesar 32,84 persen
dan menurun menjadi 27,91 persen pada 2007.
Pelayanan air minum perpipaan di perkotaan
pada umumnya dilakukan oleh BUMD yaitu Pe-
rusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sedangkan
di perdesaan pada umumnya dilakukan oleh ke-
lompok swadaya masyarakat setempat dan atau
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
Target pembangunan air limbah yang tertuang
dalam RPJMN 2005-2009 adalah tercapainya open
defecation free, yaitu dimana masyarakat terbebas
dari perilaku buang hajat sembarangan. Dari hasil
survey Statistik Kesejahteraan Rakyat, tahun 2004
dan 2007 terlihat bahwa persentase masyarakat
yang memilik tangki septik telah meningkat kurang
lebih sebesar 5 persen di perkotaan (65,99 persen
pada 2004 menjadi 71,06 persen pada 2007) dan
sebesar 7 persen di kawasan perdesaan.
Pemerintah telah melakukan upaya untuk menin-
gkatkan cakupan pelayanan air minum dan air lim-
bah baik di perkotaan maupun di perdesaan, namun
pembangunan tersebut belum dapat mengimbangi
pertumbuhan penduduk yang pesat. Adapun upa-
ya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah selama
kurun waktu 2005 sampai 2008 adalah:
Pada 2005, upaya yang telah dilakukan meliputi
pengembangan prasarana dan sarana air minum
bagi ibu kota kecamatan (IKK) dengan kapasitas
produksi 1.093 l/dtk dan melayani 693.664 jiwa
penduduk, pengembangan prasarana dan sa-
rana air minum bagi masyarakat berpendapatan
rendah di perkotaan dengan kapasitas produksi
1.120 l/dtk dan melayani 704.262 jiwa penduduk,
penyehatan PDAM dengan kapasitas produksi
580 l/dtk dan melayani 249.500 jiwa penduduk,
pengembangan prasarana dan sarana air mi-
num bagi ibukota kabupaten pemekaran dengan
kapasitas produksi 65 l/dtk dan melayani 28.000
jiwa penduduk, penyediaan air minum berbasis
masyarakat (PAMSIMAS) di desa rawan air/ter-
pencil dengan kapasitas 405 l/dtk yang melayani
469.918 jiwa penduduk, pengembangan prasara-
na dan sarana air minum perdesaan melalui DAK
dan APBD dengan kapasitas produksi 665 l/dtk
dan melayani 428.320 jiwa penduduk, serta pe-
ngelolaan air limbah di 32 kabupaten/kota.
Pada 2006, upaya yang telah dilakukan meliputi
pengembangan prasarana dan sarana air minum
bagi ibu kota kecamatan (IKK) dengan kapasitas
produksi 907 l/dtk dan melayani 473.620 jiwa
penduduk, pengembangan prasarana dan sarana
air minum bagi masyarakat berpendapatan rendah
di perkotaan dengan kapasitas produksi 537 l/dtk
dan melayani 392.848 jiwa penduduk, penyehatan
PDAM dengan kapasitas produksi 901 l/dtk dan
melayani 786.065 jiwa penduduk, penyediaan air
minum berbasis masyarakat di desa rawan air/ter-
pencil dengan kapasitas 366 l/dtk yang melayani
239.382 jiwa penduduk, pengembangan prasarana
dan sarana air minum perdesaan melalui DAK dan
APBD dengan kapasitas produksi 1.553 l/dtk dan
melayani 842.720 jiwa penduduk, serta pengelo-
laan air limbah di 84 kabupaten/kota.
Pada 2007, upaya yang telah dilakukan meliputi
pengembangan prasarana dan sarana air minum
bagi ibu kota kecamatan (IKK) dengan kapasi-
tas produksi 1.827 l/dtk dan melayani 69.070
jiwa penduduk, pengembangan prasarana dan
sarana air minum masyarakat berpendapatan
rendah di perkotaan dengan kapasitas produksi
266 l/dtk dan melayani 26.025 jiwa penduduk,
pengembangan prasarana dan sarana air minum
bagi ibukota kabupaten pemekaran dengan kapa-
sitas produksi 20 l/dtk dan melayani 575 jiwa
penduduk, penyediaan air minum berbasis ma-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 576 5/5/09 2:43:16 PM
Bagian 4
577
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
syarakat (PAMSIMAS) di desa rawan air/terpencil
dengan kapasitas 616 l/dtk yang melayani 75.950
jiwa penduduk, pengembangan prasarana dan
sarana air minum perdesaan melalui DAK dan
APBD dengan kapasitas produksi 3.283 l/dtk dan
melayani 529.970 jiwa penduduk, serta pengelo-
laan air limbah di 81 kabupaten/kota.
Pada 2008, upaya yang telah dilakukan meliputi
pengembangan prasarana dan sarana air minum
dengan kapasitas produksi 8.130 l/dtk untuk
melayani 2.200.000 jiwa. Pencapaian tersebut
meliputi pembangunan prasarana dan sarana
air minum perkotaan di ibu kota kecamatan, di
ibu kota kabupaten/kota pemekaran, di kawasan
permukiman masyarakat berpendapatan rendah,
bantuan serta pembangunan prasarana dan sa-
rana air minum perdesaan di desa rawan air dan
desa terpencil, serta pembangunan prasarana dan
sarana air limbah di 92 kabupaten/kota.
Persampahan dan Drainase
Dalam pembangunan persampahan dan drainase,
upaya yang telah dilakukan sebagai berikut: Pada
tahun 2005 telah dilakukan peningkatan penge-
lolaan persampahan di 50 kab/kota dan pemba-
ngunan sistem drainase untuk melayani area se-
luas 1.240 ha. Pada tahun 2006 telah dilakukan
peningkatan pengelolaan persampahan di 134 ka-
bupaten/kota dan pembangunan sistem drainase
yang melayani area seluas 1.744 Ha. Upaya ini
dilanjutkan pada tahun 2007 dengan melakukan
peningkatan pengelolaan persampahan di 82 ka-
bupaten/kota dan pembangunan sistem drainase
yang melayani area seluas 832 Ha. Pada tahun
2008 selain peningkatan pengelolaan persam-
pahan di 94 kabupaten/kota dan pembangunan
sistem drainase untuk melayani area seluas 71 ha
juga telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.
4.19.7.2.1. Posisi Capaian hingga 2008
Dengan berbagai upaya tersebut, total pencapaian
pembangunan bidang infrastruktur sub-sektor pe-
rumahan, air minum, limbah, persampahan, dan
drainase hingga 2008 adalah sebagai berikut:
Perumahan
Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pe-
rumahan antara lain:
1. Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) No-
mor 5 Tahun 2005 tentang Penyertaan Modal
Negara untuk Pendirian Perseroan (Persero)
di Bidang Pembiayaan Sekunder Perumahan
serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19
Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder
Perumahan atau dikenal dengan Secondary
Mortgage Facility (SMF);
2. Pemberian fasilitas bantuan subsidi KPR RSH
sebanyak 341.835 unit serta subsidi KPRS
mikro bersubsidi sebanyak 62.364 unit;
3. Pembangunan RsH bersubsidi sebanyak
341.835 unit dan RsH non-subsidi sebanyak
431.040 unit;
4. Pembangunan rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) bagi masyarakat berpendapatan
rendah sebanyak 28.918 unit;
5. Pembangunan rumah susun sederhana milik
(Rusunami) sebanyak 2.633 unit;
6. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan/per-
baikan rumah yang bertumpu pada keswa-
dayaan masyarakat sebanyak 13.280 unit;
7. Penanggulangan kemiskinan di perkotaan
(P2KP) di 27.170 kawasan;
8. Penataan dan perbaikan lingkungan permu-
kiman (NUSSP) di 1.088 kelurahan;
9. Penataan bangunan dan lingkungan (PBL) di
566 kelurahan;
10. Pembangunan infrastruktur permukiman
kawasan terpencil/pulau kecil/terluar di 145
kawasan;
11. Dukungan kawasan perumahan bagi PNS/
TNI-Polri/pekerja sebanyak 302.423 unit;
12. Pembangunan daerah perdesaan berupa pem-
bangunan kawasan agropolitan dan Kawasan
Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) di
997 kawasan;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 577 5/5/09 2:43:17 PM
578
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
13. Pembangunan infrastruktur perdesaan ter-
tinggal pada 19.023 desa di 32 provinsi.
Air Minum dan Air Limbah
Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pra-
sarana dan sarana air minum dan air limbah dari
2005 sampai dengan 2008 adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum;
2. Pengembangan prasarana dan sarana air mi-
num dengan kapasitas produksi 29.687 l/dtk
untuk melayani 11.070.000 jiwa. Pencapaian
tersebut meliputi pembangunan prasarana
dan sarana air minum perkotaan (IKK, air
minum untuk MBR, penyehatan PDAM, ibu
kota kabupaten pemekaran dan masyarakat
menengah ke atas) serta prasarana dan sa-
rana air minum perdesaan (PAMSIMAS/desa
rawan air/terpencil dan DAK);
3. Pengelolaan air limbah di 280 kabupaten/kota.
Dalam rangka pengembangan pelaksanaan pem-
bangunan air minum melalui pola kerjasama
Pemerintah dan swasta (public private partner-
ship), saat ini sedang dilakukan pelaksanaan
model proyek pembangunan air minum di Ka-
bupaten Bandung dan Kota Tangerang. Untuk
pelaksanaan di kabupaten saat ini sudah mema-
suki tahap penyusunan kajian kelayakan proyek,
sedangkan pelaksanaan di Kota Tangerang sudah
dalam pelaksanaan pelelangan.
Persampahan dan Drainase
Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pra-
sarana dan sarana persampahan dan drainase dari
2005 sampai dengan 2008 adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan persampahan di 360 kab/kota;
b. Pembangunan drainase untuk menangani ka-
wasan seluas 3.887 Ha.
c. Penerbitan UU No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
4.19.7.2.2. Permasalahan dalam Pencapai-
an Sasaran Umum
Beberapa permasalahan umum yang muncul da-
lam pelaksanaan pembangunan permukiman dan
perumahan selama kurun waktu tahun 2005
2008 adalah sebagai berikut:
a. Belum mantapnya pembagian kewenangan
dan format kelembagaan pelaksanaan pem-
bangunan perumahan dan permukiman di
era paska desentralisasi dan setelah terbitnya
PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerin-
tahan Daerah Kabupaten/Kota.
b. Pembangunan perumahan dan permukiman
belum dianggap prioritas sehingga menye-
babkan kurangnya dukungan program dan
alokasi anggaran dari Pemerintah, maupun
swasta dan masyarakat. Walaupun menurut
PP No. 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa
pembangunan perumahan, air minum dan
air limbah merupakan urusan wajib Peme-
rintah Daerah namun dalam pelaksanaannya,
Pemerintah pusat masih berperan dominan.
Kondisi demikian dipersulit dengan masih
rendahnya keterlibatan swasta dalam pem-
bangunan perumahan dan permukiman. Dari
sisi pendanaan, sumber dana pembangunan
air minum dan air limbah masih bertumpu
pada anggaran Pemerintah. Dengan melihat
adanya dana SiLPA (sisa lebih pembiayaan
anggaran) APBD setiap tahunnya menunjuk-
kan bahwa bagi beberapa Pemerintah Daerah
sebenarnya memungkinkan untuk mengalo-
kasikan anggaran pembangunan perumahan
dan permukiman yang lebih memadai.
c. Belum efektif dan esiennya pembiayaan
akibat penyusunan program dan anggaran
lebih didasarkan pada asas pemerataan dari-
pada prioritas pembangunan. Dalam upaya
pemenuhan standar pelayanan minimal, Pe-
merintah masih mengalokasikan anggaran
untuk meningkatkan pelayanan air minum
dan air limbah di daerah, melalui Dana Alo-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 578 5/5/09 2:43:17 PM
Bagian 4
579
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
kasi Khusus (DAK) dan anggaran kemen-
terian/lembaga. Pelaksanaan pemberian DAK
air minum dan sanitasi saat ini dinilai belum
efektif karena lebih mengedepankan aspek
perimbangan keuangan daripada pencapaian
kinerja pembangunan air minum dan sani-
tasi;
d. Belum efektifnya koordinasi antara Pemerintah
pusat dan Pemerintah Daerah yang menyebab-
kan ketidaksiapan penyediaan kontribusi dana
(cost sharing) dari Pemerintah Daerah untuk
mendukung program pembangunan yang di-
laksanakan oleh kementerian/lembaga.
Perumahan
Permasalahan yang ditemukenali dalam pelaksa-
naan pembangunan perumahan adalah sebagai
berikut:
a. Inasi dan menurunnya daya beli masyarakat
menjadi faktor yang menghambat masyara-
kat berpendapatan rendah untuk mengakses
hunian yang layak dan terjangkau;
b. Terbatasnya penyediaan prasarana dan sa-
rana dasar permukiman menyebabkan belum
dihuninya beberapa kawasan perumahan;
c. Keterbatasan lahan di perkotaan menyebab-
kan tumbuhnya kawasan perumahan yang
semakin jauh dari kota utama dan tempat
pekerjaan. Pertumbuhan kawasan permukim-
an yang berkembang sporadis dan tanpa
didukung dengan keterpaduan infrastruktur
berpotensi menyebabkan urban sprawl, kema-
cetan lalu lintas dan pemborosan waktu.
d. Masih tingginya transaction cost, kurang-
nya insentif bagi swasta untuk membangun
rumah bagi masyarakat berpendapatan ren-
dah menjadi penyebab masih rendahnya ke-
terlibatan swasta dalam pembangunan rumah
sederhana sehat.
e. Masih sulitnya masyarakat berpenghasilan
rendah untuk mengakses pembiayaan pe-
rumahan melalui jasa pelayanan perbankan
yang disebabkan oleh rumitnya aturan ad-
ministrasi perbankan.
f. Pola subsidi perumahan yang ditujukan ke-
pada masyarakat berpenghasilan rendah ka-
dangkala menjadi salah sasaran pada tahap
implementasinya. Hal ini ditunjukan dengan
kepemilikan rusunawa dan rusunami yang di-
miliki oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
atau mereka yang sudah memiliki rumah.
g. Adanya kendala pada pembebasan lahan bagi
pembangunan perumahan sehat sederhana
dan pengembangan permukiman yang sehat.
Air Minum dan Air Limbah
Dalam pembangunan air minum dan air limbah,
permasalahan yang ditemukenali adalah sebagai
berikut:
a. Penurunan kualitas dan kuantitas air baku
yang disebabkan oleh kerusakan wilayah
tangkapan air di daerah hulu dan semakin
meningkatnya buangan limbah cair ke badan
air. Tingginya sedimentasi dan kadar polutan
dalam air baku memberikan kontribusi dalam
meningkatkan biaya produksi air minum pada
Instalasi Pengolahan Air (IPA).
b. Belum optimalnya peran Perusahaan Daerah
Air Minum/Air Limbah (PDAM/PDPAL) yang
disebabkan oleh masih rendahnya kinerja
PDAM dan rendahnya investasi di bidang
pembangunan infrastruktur pengolahan air
limbah terpusat.
c. Rendahnya kapasitas pengelola prasarana
dan sarana air minum dan air limbah dalam
melakukan operasi dan pemeliharaan menye-
babkan pelayanan prasarana dan sarana ter-
bangun kurang terjamin keberlanjutannya.
d. Masih kurangnya upaya peningkatan kesadar-
an masyarakat untuk berperilaku hidup ber-
sih dan sehat (PHBS) masih menjadi tantang-
an dalam upaya mewujudkan bebas buang air
besar sembarangan (open defecation free)
e. Laju pertumbuhan penduduk yang sedemiki-
an cepat sehingga kebutuhan untuk membu-
ka permukiman baru tidak sebanding dengan
kecepatan penyediaan prasarana dan sarana
penyediaan air baku dan air limbah
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 579 5/5/09 2:43:17 PM
580
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Persampahan dan Drainase
Dalam pembangunan pengelolaan persampahan
dan drainase, permasalahan yang ditemukenali
adalah sebagai berikut:
a. Jumlah timbulan sampah masih cenderung
meningkat disebabkan oleh kesadaran yang
masih rendah dari masyarakat dan Pemerin-
tah terhadap perlunya merubah paradigma
pengelolaan sampah dari sekedar mem-
buang menjadi mengolah sampah. Mengu-
rangi timbulan sampah belum menjadi arus
utama dalam pembangunan persampahan.
b. Masih kurang optimalnya penerapan prinsip
3R dalam mengurangi timbulan sampah dise-
babkan oleh belum terjadinya sinergi antara
Pemerintah Daerah dan masyarakat. Keber-
hasilan komunitas dalam menerapkan 3R di
beberapa lokasi tidak ditunjang oleh sistem
pengelolaan persampahan yang ditangani
Pemerintah Daerah. Keberhasilan penerapan
3R hanya berhenti pada tahapan proyek per-
contohan saja.
c. Masih terbatasnya kapasitas Pemerintah Dae-
rah baik dari segi keuangan, dan sumberdaya
manusia dalam pengelolaan sampah skala
kota maupun drainase.
d. Penanganan banjir masih bersifat sporadis
disebabkan belum tersedianya rencana induk
(masterplan) drainase kota sebagai dasar pe-
nanganan banjir.
e. Penegakan hukum terhadap pelanggaran
peraturan daerah terkait persampahan dan
drainase belum dilaksanakan secara efektif.
f. Belum tercipta kondisi yang mendukung ke-
terlibatan swasta dalam pembangunan per-
sampahan.
4.19.7.3. Tindak Lanjut
4.19.7.3.1. Upaya yang Akan Dilakukan
untuk Mencapai Sasaran
Dengan perkiraan pencapaian sasaran pada 2008,
maka tindak lanjut yang diperlukan dalam pem-
bangunan perumahan dan permukiman adalah
sebagai berikut:
Perumahan
Pada bidang perumahan, tindak lanjut yang diren-
canakan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2009
adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan subsidi kredit pemilikan rumah
sederhana sehat (KPR-RsH/KPRS);
2. Peningkatan pembangunan rumah susun
sederhana sewa (Rusunawa) beserta fasili-
tas umum/sosial serta prasarana dan sarana
dasarnya;
3. Peningkatan kualitas pengelolaan Rusunawa;
4. Peningkatan penyediaan prasarana dan sa-
rana dasar permukiman;
5. Peningkatan fasilitasi dan stimulasi pengem-
bangan kawasan;
6. Pengembangan kredit mikro perumahan;
7. Bantuan teknis kredit mikro perumahan;
8. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan/per-
baikan perumahan swadaya;
9. Penyusunan NSPM pembiayaan perumahan,
pengembangan kawasan, perumahan formal,
dan perumahan swadaya;
10. Peningkatan kebijakan, koordinasi dan sin-
kronisasi pembangunan perumahan;
11. Deregulasi/regulasi peraturan perundang-un-
dangan;
12. Bantuan pembangunan dan perbaikan rumah
paska bencana;
13. Peningkatan kualitas lingkungan permukim-
an perkotaan;
14. Penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi di
Provinsi Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jawa
Tengah;
Air Minum dan Air Limbah
Upaya yang perlu dilakukan dalam mencapai sasar-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 580 5/5/09 2:43:18 PM
Bagian 4
581
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
an pembangunan yang diinginkan adalah selain
dengan meningkatkan kemampuan manajemen
pengelola air minum/air limbah dan dengan me-
ningkatkan pembangunan sarana dan prasarana
air minum dan air limbah, juga melalui upaya se-
bagai berikut:
1. Pengembangan kapasitas kelembagaan pem-
bangunan air minum dan air limbah;
2. Pemberdayaan masyarakat dalam pemba-
ngunan air minum dan air limbah;
3. Pembangunan sarana dan prasarana air mi-
num dan penyehatan lingkungan berbasis
masyarakat;
4. Peningkatan cakupan air minum perpipaan di
area perkotaan;
5. Bantuan teknis/bantuan program penyehat-
an PDAM;
6. Penyediaan sarana dan prasarana air minum
pada kawasan strategis nasional;
7. Penyediaan sarana dan prasarana air minum
bagi kawasan RSH-S/kawasan kumuh/nela-
yan/rumah susun sederhana;
8. Pembangunan sistem penyediaan air minum
di desa rawan air, pesisir, dan terpencil;
9. Bantuan teknis sistem penyediaan air minum;
10. Pembinaan teknis sistem penyediaan air mi-
num;
11. Pembangunan sarana dan prasarana air lim-
bah bagi kawasan RSH/rumah susun/permu-
kiman kumuh/nelayan;
12. Bantuan tanggap darurat air minum;
13. Pengelolaan sanitasi di kota metropolitan;
14. Pembangunan sarana dan prasarana air lim-
bah percontohan skala komunitas;
15. Pembangunan dan perbaikan sarana dan pra-
sarana air limbah terpusat dan IPAL di kota
besar/metropolitan;
16. Bantuan teknis pengelolaan air limbah;
17. Pembinaan teknis pengelolaan air limbah.
Persampahan dan Drainase
Secara umum beberapa hal yang perlu dilak-
sanakan untuk mencapai target adalah:
(i) pengurangan timbulan sampah secara sig-
nikan melalui: (a) peningkatan kapasitas
Pemerintah Daerah melalui upaya pening-
katan pemahaman terhadap paradigma pe-
ngurangan timbulan sampah; (b) pelibatan
komunitas secara lebih intensif dalam pro-
gram 3R melalui advokasi, sosialisasi, pelatih-
an, dan penyediaan insentif yang difasilitasi
oleh Pemerintah Daerah bekerjasama dengan
pemangku kepentingan lain; (c) melakukan
replikasi keberhasilan program 3R di komu-
nitas; (d) memadukan kegiatan 3R dan pela-
yanan persampahan skala kota;
(ii) peningkatan kualitas pengelolaan TPA men-
jadi sanitary landll sesuai amanat UU No.
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persam-
pahan;
(iii) peningkatan kerjasama regional pengelolaan
persampahan dengan tetap berdasarkan pada
kelayakan dan kepentingan masing-masing
daerah;
(iv) pengenalan sumber pembiayaan alternatif
diantaranya melalui skema pembangunan
bersih (Clean Development Mechanism/CDM),
dan kerjasama dengan swasta;
(v) penyediaan insentif bagi kerjasama pengelo-
laan persampahan dengan pihak non Peme-
rintah;
(vi) penyediaan bantuan teknis baik pengelolaan
persampahan maupun penyusunan rencana
induk drainase perkotaan berdasar skala
prioritas. Selain itu, juga tetap dilaksanakan
pembangunan sistem drainase primer kota
metropolitan dan kota besar, dan normalisasi
drainase perkotaan, serta bantuan tanggap
darurat.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 581 5/5/09 2:43:18 PM
582
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n

P
r
i
o
r
i
t
a
s

R
P
J
M
I
n
d
i
k
a
t
o
r
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
.

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

R
s
h
/
R
S

b
e
r
s
u
b
s
i
d
i

d
a
n

n
o
n
-
s
u
b
-
s
i
d
i
J
u
m
l
a
h

R
s
h
/
R
S

b
e
r
s
u
b
-
s
i
d
i

d
a
n

n
o
n
-
s
u
b
s
i
d
i

y
a
n
g

t
e
r
b
a
n
g
u
n
U
n
i
t
1
1
8
.
0
9
3
1
1
8
.
9
0
3
2
2
3
.
9
2
1
2
4
1
.
9
5
8
2
.

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

r
u
m
a
h

s
u
s
u
n

s
e
w
a

J
u
m
l
a
h

r
u
m
a
h

s
u
s
u
n

s
e
w
a

y
a
n
g

t
e
r
b
a
n
g
u
n
U
n
i
t
4
.
7
6
2
6
.
4
4
8
8
.
2
6
5
9
.
4
4
3
3
.

F
a
s
i
l
i
t
a
s
i

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

r
u
m
a
h

s
u
s
u
n

s
e
d
e
r
h
a
n
a

m
i
l
i
k

(
r
u
s
u
n
a
m
i
)

m
e
l
a
l
u
i

p
e
r
a
n

s
e
r
t
a

s
w
a
s
t
a

J
u
m
l
a
h

r
u
s
u
n
a
m
i

y
a
n
g

t
e
r
b
a
n
g
u
n
U
n
i
t
0
0
0
2
.
6
3
3
4
.

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

a
k
s
e
s

k
r
e
d
i
t

m
i
k
r
o

u
n
t
u
k

p
e
m
b
a
-
n
g
u
n
a
n

d
a
n

p
e
r
b
a
i
k
a
n

p
e
r
u
m
a
h
a
n

b
e
r
b
a
s
i
s

k
e
-
s
w
a
d
a
y
a
a
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

J
u
m
l
a
h

p
e
r
u
m
a
h
a
n

y
a
n
g

t
e
r
b
a
n
g
u
n
U
n
i
t
0
4
.
8
7
3
2
3
.
6
5
8
5
2
.
1
1
3
5
.

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

d
a
n

s
a
r
a
n
a

d
a
s
a
r

p
e
r
m
u
-
k
i
m
a
n

b
a
g
i

p
e
r
u
m
a
h
a
n

P
N
S
/
T
N
I
-
P
o
l
r
i
/
P
e
k
e
r
j
a
J
u
m
l
a
h

r
u
m
a
h

y
a
n
g

d
i
b
a
-
n
g
u
n
U
n
i
t
4
2
.
6
5
7
6
4
.
8
6
7
9
3
.
8
4
0
1
0
1
.
0
5
9
6
.

P
e
n
u
r
u
n
a
n

l
u
a
s
a
n

k
a
w
a
s
a
n

k
u
m
u
h

h
i
n
g
g
a

m
e
n
c
a
p
a
i

5
0

p
e
r
s
e
n

p
a
d
a

t
a
h
u
n

2
0
0
9

d
a
r
i

l
u
a
s

y
a
n
g

a
d
a

(
4
7
.
5
0
0

h
a
)
P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

k
a
w
a
s
a
n

k
u
m
u
h

(
N
U
S
S
P
)
H
a
3
8
4
2
.
9
4
8
1
.
8
3
5
1
.
1
0
9
7
.

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

c
a
k
u
p
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

a
i
r

m
i
n
u
m

p
e
r
p
i
p
a
a
n

s
e
c
a
r
a

n
a
s
i
o
n
a
l

h
i
n
g
g
a

m
e
n
c
a
p
a
i

4
0

p
e
r
-
s
e
n

p
a
d
a

t
a
h
u
n

2
0
0
9
J
u
m
l
a
h

l
i
t
e
r
/
d
e
t
i
k
L
/
d
e
t
i
k
5
.
5
1
8

L
/
d
e
t
i
k
5
.
5
9
6

L
/
d
e
t
i
k
1
0
.
4
4
3

L
/
d
e
t
i
k
8
.
1
3
0

L
/
d
e
t
i
k
8
.
O
p
e
n

d
e
f
e
c
a
t
i
o
n

f
r
e
e

u
n
t
u
k

s
e
m
u
a

k
a
b
u
p
a
t
e
n
/
k
o
t
a
J
u
m
l
a
h

s
a
r
a
n
a

s
a
n
i
t
a
s
i

d
a
s
a
r

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n
K
a
b
/
k
o
t
a
4
6

k
a
b
/
k
o
t
a
8
4

k
a
b
/
k
o
t
a
5
2

k
a
b
/
k
o
t
a

6
9

k
a
b
/
k
o
t
a
9
.

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

I
P
L
T

d
a
n

I
P
A
L

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
b
a
n
g
u
n
J
u
m
l
a
h

k
o
t
a

y
g

I
P
L
T

d
a
n

I
P
A
L

d
i
t
i
n
g
k
a
t
k
a
n

u
t
i
l
i
t
a
s
-
n
y
a
p
e
r
s
e
n
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
9
.
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

S
a
s
a
r
a
n

B
i
d
a
n
g

P
e
r
u
m
a
h
a
n

P
e
r
i
o
d
e

2
0
0
5

-

2
0
0
8
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 582 5/5/09 2:43:19 PM
Bagian 4
583
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n

P
r
i
o
r
i
t
a
s

R
P
J
M
I
n
d
i
k
a
t
o
r
K
o
n
d
i
s
i

A
w
a
l
2
0
0
4
/
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
0
.

P
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n

p
e
n
c
e
m
a
r
-
a
n

s
u
n
g
a
i

a
k
i
b
a
t

p
e
m
-
b
u
a
n
g
a
n

t
i
n
j
a

h
i
n
g
g
a

5
0

p
e
r
s
e
n

p
a
d
a

t
a
h
u
n

2
0
0
9
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
t
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
1
1
.

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

k
i
n
e
r
j
a

p
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

t
e
m
p
a
t

p
e
m
b
u
a
n
g
a
n

a
k
h
i
r

(
T
P
A
)

y
a
n
g

b
e
r
w
a
w
a
s
a
n

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

(
e
n
v
i
r
o
n
m
e
n
-
t
a
l

f
r
i
e
n
d
l
y
)

p
a
d
a

s
e
m
u
a

k
o
t
a
-
k
o
t
a

m
e
t
r
o
p
o
l
i
t
a
n
,

k
o
t
a

b
e
s
a
r
,

d
a
n

k
o
t
a

s
e
d
a
n
g
J
u
m
l
a
h

k
a
b
/
k
o
t
a

y
g

d
i
t
i
n
g
-
k
a
t
k
a
n

k
i
n
e
r
j
a

T
P
A

n
y
a
K
a
b
/
k
o
t
a
5
0

k
a
b
/
k
o
t
a
1
3
4

k
a
b
/
k
o
t
a
8
2

k
a
b
/
k
o
t
a
9
4

k
a
b
/
k
o
t
a
1
2
.

M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

j
u
m
l
a
h

s
a
m
p
a
h

t
e
r
a
n
g
k
u
t

h
i
n
g
g
a

7
5

p
e
r
s
e
n

p
a
d
a

t
a
h
u
n

2
0
0
9
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

s
a
m
p
a
h

t
e
r
a
n
g
-
k
u
t
6
0
p
e
r
s
e
n

k
o
t
a

m
e
t
r
o

d
a
n

b
e
s
a
r
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
2
0
,
6
3

p
e
r
s
e
n
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
1
3
.

T
e
r
b
e
b
a
s
n
y
a

s
a
l
u
r
a
n

d
r
a
i
n
a
s
e

d
a
r
i

s
a
m
-
p
a
h

s
e
h
i
n
g
g
a

m
a
m
p
u

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

f
u
n
g
s
i

s
a
l
u
r
a
n

d
r
a
i
n
a
s
e

s
e
b
a
g
a
i

p
e
m
a
t
u
s

a
i
r

h
u
j
a
n

d
a
n

b
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

w
i
l
a
y
a
h

g
e
n
a
n
g
a
n

p
e
r
m
a
n
e
n

d
a
n

t
e
m
p
o
r
e
r

h
i
n
g
g
a







7
5

p
e
r
s
e
n

p
a
d
a

t
a
h
u
n

2
0
0
9




M
e
n
i
n
g
k
a
t
n
y
a

l
u
a
s

s
a
l
u
r
a
n

d
r
a
i
n
a
s
e

y
a
n
g

b
e
r
f
u
n
g
s
i

s
e
b
a
g
a
i

p
e
m
a
t
u
s

a
i
r

h
u
j
a
n




B
e
r
k
u
r
a
n
g
n
y
a

l
u
a
s

w
i
l
a
y
a
h

g
e
n
a
n
g
a
n

p
e
r
m
a
n
e
n

d
a
n

t
e
m
p
o
r
e
r
H
a
p
e
r
s
e
n
1
.
2
4
0

H
a
t
i
d
a
k

a
d
a
d
a
t
a
1
.
7
4
4

H
a
t
i
d
a
k

a
d
a
d
a
t
a
8
3
2

H
a
t
i
d
a
k

a
d
a
d
a
t
a
7
1

H
a
t
i
d
a
k

a
d
a
d
a
t
a
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
9
.
S
u
m
b
e
r
:

D
i
r
e
k
t
o
r
a
t

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n

d
a
n

P
e
r
u
m
a
h
a
n
,

B
A
P
P
E
N
A
S
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 583 5/5/09 2:43:19 PM
584
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
P
r
o
g
r
a
m

U
t
a
m
a
/
P
r
i
o
r
i
t
a
s
U
n
i
t
R
P
J
M
N
/
R
E
N
S
T
R
A
2
0
0
4

-

2
0
0
9
H
a
s
i
l

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
s
.
d

2
0
0
8
S
e
l
i
s
i
h

T
a
r
g
e
t

R
e
n
s
t
r
a
R
e
n
c
a
n
a
2
0
0
9
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n

P
e
r
d
e
s
a
a
n
a
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

K
a
w
a
s
a
n

A
g
r
o
p
o
l
i
t
a
n

&

D
P
P
/
K
T
P
S
D
K
a
w
a
s
a
n
9
3
1
1
9
7
3
7
0
1
6
8
2
6
2
9
9
7
(
6
6
)
1
2
2
b
D
u
k
u
n
g
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

P
e
r
d
e
s
a
a
n
D
e
s
a
2
9
.
2
7
4
1
2
.
8
3
4
1
.
8
4
0
2
.
2
8
9
2
.
0
6
0
1
9
.
0
2
3
1
0
.
2
5
1
3
.
2
2
4
2
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

K
u
a
l
i
t
a
s

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n

K
a
w
a
s
a
n

K
u
m
u
h

d
a
n

N
e
l
a
y
a
n
a
P
e
n
a
n
g
u
l
a
n
g
a
n

K
e
m
i
s
k
i
n
a
n

d
i

P
e
r
k
o
t
a
a
n

(
P
2
K
P
-
P
N
P
M
)
K
e
l
u
r
a
h
a
n
4
0
.
6
4
8
4
.
6
8
0
6
.
4
0
4
7
.
2
7
3
8
.
8
1
3
2
7
.
1
7
0
1
3
.
4
7
8
1
1
.
0
3
9
b
P
e
n
a
t
a
a
n

d
a
n

P
e
r
b
a
i
k
a
n

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n

(
N
U
S
S
P
)
K
e
l
u
r
a
h
a
n
8
4
1
9
3
3
6
0
3
7
5
2
6
0
1
.
0
8
8
(
2
4
7
)
2
8
5
H
a
2
.
4
3
6
3
8
4
2
.
9
4
8
1
.
8
3
5
1
.
1
0
9
6
.
2
7
6
(
3
.
8
4
0
)

J
i
w
a
4
6
5
.
3
3
5
5
4
.
7
3
5
8
5
1
.
8
4
5
6
4
5
.
2
5
0
5
9
6
.
6
9
6
2
.
1
4
8
.
7
9
9
(
1
.
6
8
3
.
4
6
4
)

c
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

R
u
m
a
h

S
u
s
u
n

S
e
d
e
r
h
a
n
a

S
e
w
a

(
R
u
s
u
n
a
w
a
)
U
n
i
t
2
7
.
5
2
2
2
.
0
8
4
2
.
2
0
0
4
.
5
9
2
4
.
6
8
8
1
3
.
5
6
4
1
3
.
9
5
8
5
.
6
6
4
d
P
e
n
a
t
a
a
n

B
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

(
P
B
L
)
K
a
w
a
s
a
n
7
6
3
1
4
3
1
5
5
1
2
4
1
4
4
5
6
6
1
9
7
1
8
0
3
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

K
a
w
a
s
a
n

P
e
r
u
m
a
h
a
n

d
a
n

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n

b
a
g
i

M
B
R
a
D
u
k
u
n
g
a
n

K
a
w
a
s
a
n

P
e
r
u
m
a
h
a
n

P
N
S
/
T
N
I
-
P
o
l
r
i
/
P
e
k
e
r
j
a
U
n
i
t
5
6
7
.
5
6
9
4
2
.
6
5
7
6
4
.
8
6
7
9
3
.
8
4
0
1
0
1
.
0
5
9
3
0
2
.
4
2
3
2
6
5
.
1
4
6
6
5
.
0
0
0
b
P
e
n
y
e
d
i
a
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n
1
.

K
a
w
a
s
a
n

T
e
r
p
e
n
c
i
l
/
P
u
l
a
u

K
e
c
i
l
/





T
e
r
l
u
a
r
2
.

K
a
w
a
s
a
n

P
e
r
b
a
t
a
s
a
n
P
r
o
v
i
n
s
i
3
2
1
9
2
9
2
7
3
2
1
0
7
(
7
5
)
1
K
a
w
a
s
a
n
9
2
1
0
4
7
4
4
4
4
1
4
5
(
5
3
)
1
4
F
a
s
i
l
i
t
a
s
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n

K
o
t
a
a
P
S

A
i
r

M
i
n
u
m
L
/
d
t
k
3
9
.
8
8
0
5
.
5
1
8
5
.
5
9
6
1
0
.
4
4
3
8
.
1
3
0
2
9
.
6
8
7
1
0
.
1
9
3
5
.
1
5
4
P
e
n
d
u
d
u
k

d
i
l
a
y
a
n
i
J
u
t
a

j
i
w
a
2
6
,
8
0
3
,
2
3
3
,
3
3
2
,
3
1
2
,
2
0
1
1
,
0
7
1
5
,
7
3
4
,
5
7
b
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

A
i
r

L
i
m
b
a
h
K
a
b
/
K
o
t
a
3
8
8
3
2
7
5
8
1
9
2
2
8
0
1
0
8
1
0
9
c
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

P
e
r
s
a
m
p
a
h
a
n
K
a
b
/
K
o
t
a
4
7
1
5
0
1
3
4
8
2
9
4
3
6
0
1
1
1
1
4
7
T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
1
0
.
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n

S
a
s
a
r
a
n

R
P
J
M

2
0
0
4
-
2
0
0
9

B
i
d
a
n
g

C
i
p
t
a

K
a
r
y
a

J
a
n
u
a
r
i

2
0
0
9
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 584 5/5/09 2:43:20 PM
Bagian 4
585
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
P
r
o
g
r
a
m

U
t
a
m
a
/
P
r
i
o
r
i
t
a
s
U
n
i
t
R
P
J
M
N
/
R
E
N
S
T
R
A
2
0
0
4

-

2
0
0
9
H
a
s
i
l

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
s
.
d

2
0
0
8
S
e
l
i
s
i
h

T
a
r
g
e
t

R
e
n
s
t
r
a
R
e
n
c
a
n
a
2
0
0
9
2
0
0
5
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
d
D
r
a
i
n
a
s
e
H
a
7
.
2
8
2
1
.
2
4
0
1
.
7
4
4
8
3
2
7
1
3
.
8
8
7
3
.
3
9
5
2
.
1
6
9
e
P
e
n
a
t
a
a
n

d
a
n

R
e
v
i
t
a
l
i
s
a
s
i

K
a
w
a
s
a
n

P
e
r
k
o
t
a
a
n
K
a
w
a
s
a
n
2
6
6
2
9
6
0
6
3
3
0
1
8
2
8
4
4
5
5
P
e
n
a
n
g
u
l
a
n
g
a
n

D
a
m
p
a
k

K
o
n

i
k

S
o
s
i
a
l

d
a
n

B
e
n
c
a
n
a

A
l
a
m
a
P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

T
s
u
n
a
m
i

d
i

A
c
e
h
U
n
i
t
5
.
5
0
0
5
.
5
0
0

5
.
5
0
0
0

J
i
w
a
2
7
.
0
0
0
2
7
.
0
0
0

2
7
.
0
0
0
0

b
R
e
h
a
b
i
l
i
t
i
a
s
i

d
a
n

R
e
k
o
n
s
t
r
u
k
s
i
U
n
i
t
2
4
.
8
0
0

6
.
4
8
0
2
3
1
.
0
1
3
8
.
7
4
2
2
4
6
.
2
3
5
(
2
2
1
.
4
3
5
)

J
i
w
a
1
2
4
.
5
0
0

3
2
.
4
0
0
1
.
1
5
5
.
0
6
5
4
3
.
7
1
0
1
.
2
3
1
.
1
7
5

c
P
e
m
b
i
n
a
a
n

T
e
k
n
i
s

B
a
n
g
u
n
a
n

G
e
d
u
n
g
,
P
e
n
a
t
a
a
n

B
a
n
g
u
n
a
n

d
a
n

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n
P
e
n
d
a
m
-
p
i
n
g
a
n
3
0
4
6
4
6
0
6
0
6
0
2
4
4
6
0
6
0
P
e
d
o
m
a
n
1
7
6
7
2
2
6
2
6
2
6
1
5
0
2
6
2
6
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
1
9
.
1
0
.
S
u
m
b
e
r
:

D
i
r
e
k
t
o
r
a
t

B
i
n
a

P
r
o
g
r
a
m
,

D
i
t
j
e
n

C
i
p
t
a

K
a
r
y
a
,

D
e
p
.

P
e
k
e
r
j
a
n

U
m
u
m
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 585 5/5/09 2:43:20 PM
586
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tabel 4.19.11.
Pencapaian di Bidang Air Minum 2005 2007
No. Provinsi
Hasil Pelaksanaan Pembangunan Air Minum
Kota + Desa IKK Total
2005 - 2007 2005 - 2007 2005 - 2007
Lt/dt Jiwa Lt/dt Jiwa Lt/dt Jiwa
1 NAD 383 186.908 80 49,05 463 235.958
2 Sumatera Utara 1.426 299.471 30 435 1.456 299.906
3 Sumatera Barat 229 95.061 320 5.848 549 120.909
4 Riau 250 425.821 5 100 255 425.921
5 Kepulauan Riau 94 44.475 20 2.705 114 47,18
6 Jambi 144 102,52 65 17 209 119,52
7 Bengkulu 130 111.337 100 100 230 111.437
8 Sumsel 431 765,18 30 7 461 772,18
9 Bangka Belitung 467 70,91 45 4,75 512 75,66
10 Lampung 577 141.818 30 2.5 607 144.318
11 Banten 746 162.576 4 400 750 162.976
12 Jawa Barat 646 190.587 46 2,4 692 192.987
13 Jawa Tengah 1.465 296.781 271 138,4 1.736 435.181
14 DIY 309 138,5 148 61,85 457 200,35
15 Jawa Timur 1.071 325.173 304 21,11 1.375 346.283
16 Kalimantan Barat 165 210.044 105 54 270 264.044
17 Kalimantan Tengah 519 111.037 55 7,5 574 118.537
18 Kalimantan Selatan 774 296,42 50 108,3 924 404,72
19 Kalimantan Timur 2.369 651.136 515 174,45 2.884 825.586
20 Sulawesi Utara 341 214,68 195 77,15 536 291,83
21 Gorontalo 156 140.107 65 12,4 221 152.507
22 Sulawesi Tengah 960 364.716 60 34.998 1,02 399.714
23 Sulawesi Selatan 782 372.094 298 33.375 1,08 405.469
24 Sulawesi Barat 30 30.357 75 46.077 105 76.434
25 Sulawesi Tenggara 228 118.392 65 55,3 393 173.692
26 Bali 238 65.051 20 5,2 258 70.251
27 NTB 585 204,69 195 133 780 337,69
28 NTT 527 165.029 45 2 572 167.029
29 Maluku 457 464.342 58 30 515 494.342
30 Maluku Utara 302 231.682 133 88,4 434 320.082
31 Papua 576 352.573 50 30.006 626 382.579
32 Irian Jaya Barat 362 284.664 145 10,55 507 295.214
Junlah Nasional 17.731 7.634.132 3.827 1.236.354 21.557 8.870.486
Sumber: Memori Serah Terima Jabatan Direktur Jenderal Cipta Karya, Januari 2008 (www.pu.go.id/infoStatistik)
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 586 5/5/09 2:43:21 PM
Bagian 4
587
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Tabel 4.19.12.
Pencapaian Pengembangan Permukiman 2005 2007
No. Provinsi
Pencapaian (Kws.)
Dukungan RSH Urban Renewal KTP2D/ DPP Pulau Kecil Perbatasan
1 NAD 8 20 4 3
2 Sumatera Utara 2 2 39 3 1
3 Sumatera Barat 8 28 4
4 Riau 6 15 3 2
5 Kepulauan Riau 4 7 4 8
6 Jambi 3 18 8
7 Sumatera Selatan 7 1 24 3
8 Bangka Belitung 4 11 5
9 Bengkulu 9 13 3
10 Lampung 4 15
11 DKI Jakarta 6 15 2
12 Jawa Barat 22 18
13 Banten 12 33 3
14 Jawa Tengah 26 33
15 D.I.Yogyakarta 9 1 44
16 Jawa Timur 14 1 44 2
17 Kalimantan Barat 4 18 3 14
18 Kalteng 8 23 3
19 Kalsel 13 19 3
20 Kalimantan Timur 2 18 1 4
21 Sulawesi Utara 9 1 18 9 20
22 Gorontalo 7 28 8
23 Sulawesi Tengah 7 31 9
24 Sulawesi Selatan 6 1 51 4
25 Sultra 20 30 11
26 Sulawesi Barat 11
27 Bali 4 23 5
28 NTB 4 23 3
29 NTT 3 20 2 12
30 Maluku 2 15 2 11
31 Maluku Utara 5 11 8 1
32 Papua 3 18 7 12
33 Irian Jaya Barat 3 20 3 2
Total 244 7 754 125 91
Sumber: Memori Serah Terima Jabatan Direktur Jenderal Cipta Karya, Januari 2008 (www.pu.go.id/infoStatistik)
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 587 5/5/09 2:43:22 PM
588
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
4.19.8. Penutup Umum Bab Percepatan
Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah memberikan prioritas utama pada
pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2004-
2009. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa infra-
struktur adalah roda penggerak pertumbuhan
ekonomi. Misalnya, sektor transportasi meru-
pakan tulang punggung pola distribusi baik ba-
rang maupun penumpang. Infrastruktur lainnya
seperti kelistrikan dan telekomunikasi terkait de-
ngan upaya modernisasi bangsa dan penyediaan-
nya merupakan salah satu aspek terpenting un-
tuk meningkatkan produktivitas sektor produksi.
Ketersediaan sarana perumahan dan permukim-
an, antara lain air minum dan sanitasi, secara
luas dan merata, serta pengelolaan sumberdaya
air yang berkelnjutan menentukan tingkat kese-
jahteraan masyarakat. Selain itu, infrastruktur
mempunyai peran yang tak kalah penting untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemberian prioritas pada infrastruktur juga di-
dasarkan pemikiran bahwa kondisi pelayanan dan
penyediaan infrastruktur telah mengalami penu-
runan baik kuantitas maupun kualitasnya dalam
beberapa tahun terakhir. Untuk itu, upaya keras
dan inovatif guna diperlukan untuk menanggu-
langi masalah perawatan dan penambahan infra-
struktur.
Dalam hal ini, pada kurun waktu empat tahun ter-
akhir, telah banyak kemajuan berarti yang terjadi
pada pengembangan dan perawatan infrastuk-
tur nasional. Tercatat ada banyak perbaikan dan
penampahan sarana infrastruktur. Seperti, misal-
nya, adalah adanya peningkatan kapasitas energi
dan ketenagalistrikan, membaiknya sarana dan
prasarana transportasi serta meluasnya tingkat
teledensitas masyarakat dalam menggunakan
jasa telekomunikasi dan informatika.
Akan tetapi disadari pencapaian-pencapaian ter-
sebut masih jauh dari sempurna. Hal ini dise-
babkan besarnya tantangan dan minimnya pen-
danaan yang bisa disediakan Pemerintah. Untuk
itu, ke depan, diperlukan upaya lebih keras un-
tuk menyinkronisasikan segala yang dilakukan
Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, BUMN
dan perusahaan swasta bagi pembangunan infra-
struktur.
Berkaitan dengan hal ini, pada lima tahun ke
depan perlu dipertegas penanganan kegiatan pe-
meliharaan/rehabilitasi, dan pembangunan infra-
struktur. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
PSO menjadi kewajiban Pemerintah, baik Peme-
rintah pusat maupun daerah. Pelaksanaannya
akan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan
oleh Pemerintah. Untuk ini perlu adanya sinkro-
nisasi penanganan program melalui APBN dan
APBD.
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 588 5/5/09 2:43:30 PM
Bagian 4
589
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Sedang kegiatan-kegiatan yang ditangani oleh
BUMN terkait perlu diupayakan optimalisasi
penggunaan sumber dana perusahaan. Apabila
terkait dengan kegiatan yang menyangkut hajat
hidup masyarakat yang harus mendapat perlin-
dungan dari Pemerintah, atau dengan kata lain
untuk menghindari penguasaan usaha sepenuh-
nya oleh swasta, maka pola penyertaan modal
negara terhadap BUMN terkait perlu diupayakan
seesien mungkin.
Untuk kegiatan yang sepenuhnya dapat dilaku-
kan oleh usaha swasta perlu diperjelas peraturan
perundang-undangan yang terkait, terutama
menyangkut garansi dan sistem tarif. Berkaitan
dengan keikutsertaan swasta membangun infra-
struktur perlu diperjelas kewenangan masing-
masing investor swasta dengan BUMN terkait,
serta menghindarkan bahwa BUMN memiliki hak
monopoli untuk berusaha pada bidangnya.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 589 5/5/09 2:43:31 PM
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 590 5/5/09 2:43:35 PM
Bagian 4
591
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 4.20.
Penanggulangan dan Pengurangan
Risiko Bencana
4.20.1Pengantar
Secara geogras, wilayah Indonesia terletak pada
pertemuan 4 jalur lempeng tektonik yang besar
dan aktif di dunia, yaitu: lempeng Asia, lempeng
Samudera Hindia, lempeng Australia, dan lem-
peng Pasik. Di samping itu, daratan Indonesia
memiliki lebih dari 500 gunung berapi dimana
128 diantaranya masih aktif, yang terkenal seba-
gai lingkaran api (ring of re). Fakta inilah yang
menjadikan wilayah Indonesia rawan terhadap
bencana alam (natural disaster) seperti gempa
bumi, tsunami, angin topan, dan ancaman letus-
an gunung berapi.
Selain jenis bencana alam tersebut, Indonesia
juga memiliki berbagai potensi ancaman bencana
lain, seperti tanah longsor dan kebakaran hutan.
Belum lagi bencana yang diakibatkan oleh pe-
rubahan iklim global seperti banjir, gelombang
pasang, serta kekeringan dan angin puting beli-
ung yang hampir setiap tahun melanda berbagai
wilayah tanah air.
Bencana-bencana tersebut dapat mengancam dan
mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi ma-
syarakat Indonesia. Dapat dikatakan pula bahwa
bencana alam pada gilirannya akan berdampak
pada bencana kemanusiaan. Hal ini dikarenakan
dampak yang dibawanya dapat menyebabkan
kerusakan dan kerugian bagi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penanganan
khusus sehingga di masa datang dapat dihindari
dampak dan kerugian yang lebih besar.
Dalam rangka menyikapi kondisi Indonesia
yang rawan bencana tersebut. Pemerintah telah
merubah paradigma penanganan bencana dari
penanggulangan menjadi pengurangan risiko ben-
cana. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
strategis, antara lain dengan menerbitkan Ren-
cana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana
(RAN-PRB) 2006-2009. Selanjutnya Pemerintah
telah mengintegrasikan aspek pengurangan risiko
bencana ke dalam kebijakan dan perencanaan
pembangunan, yang sudah dilakukan sejak 2007,
yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2008, dimana kebijakan pengurangan risiko
bencana telah dijadikan salah satu prioritas pem-
bangunan nasional. Pada RKP 2009, pengurangan
risiko bencana telah dimuat secara terintegrasi
dengan fokus adaptasi dan mitigasi terhadap pe-
rubahan iklim global (climate change).
Sebagai kerangka hukum penanganan bencana
dan pengurangan risiko bencana, telah dikeluar-
kan pula Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, serta tiga
Peraturan Pemerintah turunannya, yaitu: (1) PP
Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana; (2) PP Nomor 22 tahun
2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantu-
an Bencana; serta (3) PP Nomor 23 tahun 2008
tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Non-Pemerintah dalam Penang-
gulangan Bencana. Selanjutnya untuk mengatur
kelembagaan di tingkat pusat dan daerah, telah
ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun
2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB).
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 591 5/5/09 2:43:35 PM
592
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Tugas dan tanggung-jawab BNPB adalah melaku-
kan koordinasi penanggulangan bencana di ting-
kat nasional. Lembaga ini juga bertugas mem-
berikan dukungan peningkatan kapasitas bagi
lembaga penanggulangan bencana di tingkat
daerah, yang akan dibentuk secara khusus dalam
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),
berdasarkan Peraturan Mendagri No 46 tahun
2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Selain
itu, BNPB juga bertugas untuk meningkatkan
kesiapsiagaan seluruh pemangku kepentingan di
tingkat nasional maupun daerah dalam penang-
gulangan dan pengurangan risiko bencana.
4.20.2. Kondisi Awal dan Sasaran yang
Ingin Dicapai
Salah satu isu yang mengemuka pada awal pelak-
sanaan RPJMN pada 2004-2005 adalah masih
lemahnya penanganan korban bencana alam
dan sosial. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya
kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dan
teknologi untuk memprediksi kemungkinan ter-
jadinya bencana alam. Selain itu, masih adanya si-
kap mental masyarakat yang kurang mendukung
upaya minimalisasi dampak bencana. Warga ma-
syarakat kerap bertahan untuk bermukim di seki-
tar wilayah rawan bencana alam yang mengham-
bat kelancaran penanganan bencana.
Selama ini pengelolaan sumberdaya alam dan
pelestarian lingkungan hidup kurang optimal, se-
hingga berdampak pada terjadinya bencana-ben-
cana seperti banjir, tanah longsor, angin puting
beliung, dan sebagainya. Beberapa permasalahan
yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian lingkungan hidup yang kurang
optimal tersebut antara lain:
1. Terus menurunnya kondisi hutan Indo-
nesia. Indonesia merupakan negara dengan
luas hutan terbesar di antara negara-negara
ASEAN lainnya, namun Indonesia memiliki
laju deforestasi tertinggi.
2. Kerusakan daerah aliran sungai (DAS).
Praktik terhadap penebangan liar dan kon-
versi lahan menimbulkan dampak yang luas,
yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan
DAS. DAS kondisi kritis meningkat dari 39
DAS tahun 1992, menjadi berturut-turut 62
dan 282 DAS tahun 1998 dan tahun 2004.
Kondisi kerusakan DAS yang akan mengan-
cam keseimbangan ekosistem secara luas ini
Dok: PLN
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 592 5/5/09 2:43:37 PM
Bagian 4
593
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
juga dipacu oleh pengelolaan yang kurang ter-
koordinasi antara hulu dan hilir.
3. Lemahnya penegakan hukum terhadap
pembalakan liar (illegal logging) dan
penyelundupan kayu serta rendahnya
kapasitas pengelola hutan. Kasus tebang
berlebih (over cutting), pembalakan liar (illegal
logging), penyelundupan kayu ke luar negeri
serta ditambah dengan terbatasnya sumber-
daya manusia, prasarana dan sarana serta
pendanaan bagi pengelolaan hutan menye-
babkan hilangnya luas hutan sekitar 1,2 juta
hektar per tahun (pada kondisi awal RPJM).
4. Sistem mitigasi bencana alam belum
dikembangkan. Selama ini sistem kewas-
padaan dini (early warning system) sebagai
upaya kesiapsiagaan guna mengurangi dam-
pak ancaman bencana belum diterapkan.
Selain itu, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) juga tidak mempertimbangkan ka-
wasan rawan bencana geologi untuk mendu-
kung pemahaman masyarakat terhadap ke-
beradaan kawasan rawan bencana geologi.
5. Isu lingkungan global belum dipahami
dan diterapkan dalam pembangunan na-
sional dan daerah. Kesadaran global akan
kondisi lingkungan, sumberdaya alam serta
kerentanan mendesak negara-negara di du-
nia untuk merubah paradigma pembangun-
annya. Untuk itu telah dihasilkan lebih dari
150 perjanjian internasional dan perjanjian
multilateral yang terkait langsung maupun ti-
dak langsung terhadap isu lingkungan global
dan pengurangan risiko bencana. Indonesia
telah meratikasi sekitar 14 perjanjian inter-
nasional di bidang lingkungan. Akan tetapi,
sosialisasi, pelaksanaan, dan penataan terha-
dap perjanjian internasional tersebut masih
belum optimal, sehingga pemanfaatan untuk
kepentingan nasional belum maksimal.
6. Isu di bidang penanggulangan dan pe-
ngurangan risiko bencana. Indonesia juga
memberikan komitmen dan konsensus ter-
hadap upaya-upaya pengurangan risiko ben-
cana yang dicanangkan dalam Rencana Aksi
Beizing serta dan Kerangka Kerja Aksi Hyogo.
Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 mem-
punyai tujuan untuk membangun ketahanan
bangsa dan komunitas terhadap bencana
(Hyogo Framework for Action/ HFA).
Sehubungan karena kejadian bencana alam gem-
pa bumi dan tsunami di wilayah Provinsi Nang-
groe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara terjadi pada akhir
tahun 2004, dan bencana gempa bumi di Pulau
Jawa terjadi pada 2006, sementara penyusunan
buku RPJMN 2004-2009 sudah nal dan bahkan
sudah tercetak sebelum kejadian bencana besar
tersebut. Oleh karena itu, isu tentang Penanggu-
langan Bencana memang belum disinggung dan
belum ada Bab tentang Penanganan dan Pengu-
rangan Risiko Bencana dalam buku RPJM tahap
pertama tersebut. Namun demikian Pemerintah
tetap memberikan perhatian atas penanganan
korban bencana dan upaya pemulihan wilayah
pascabencana, yaitu melalui:
a. Peraturan Presiden No.30 tahun 2005 tentang
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara;
b. Keputusan Presiden No. 9 tahun 2006 ten-
tang Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Rekon-
struksi Wilayah Pasca bencana Gempa Bumi
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Provinsi Jawa Tengah.
c. Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Bencana (RAN-PRB) 2006-2009.
Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
program rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Sumatera
Utara sebagaimana yang diamanatkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2005, se-
bagaimana tersebut di atas adalah:
1. Terciptanya pemulihan kondisi sumberdaya
manusia;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 593 5/5/09 2:43:38 PM
594
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
2. Terealisasinya pembangunan perumahan, pra-
sarana lingkungan, permukiman, air bersih,
dan sanitasi;
3. Terwujudnya pembangunan kembali sistem
infrastruktur regional dan lokal;
4. Terciptanya pemulihan pelayanan publik;
5. Terwujudnya pemulihan fasilitas ekonomi,
lembaga perbankan, dan keuangan;
6. Terwujudnya pembangunan kembali sistem
ekonomi;
7. Tercapainya revitalisasi sistem sosial dan bu-
daya;
8. Terselesaikannya penyusunan rencana tata
ruang wilayah;
9. Terwujudnya pemulihan hak atas tanah;
10. Terciptanya pembangunan kembali sistem
kelembagaan; serta
11. Terciptanya pemulihan hukum dan ketertiban
hukum.
Sementara sasaran dalam upaya pemulihan
wilayah pascabencana gempa bumi 27 Mei 2006
di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah yang
diamanatkan dalam Keputusan Presiden No. 9
tahun 2006 adalah:
1. Terwujudnya pemulihan perumahan dan per-
mukiman masyarakat serta pemulihan sarana
dan prasarana pendukungnya;
2. Terwujudnya Pemulihan sarana dan prasa-
rana publik, dengan sasaran prioritas untuk
pemulihan prasarana pendidikan dan kese-
hatan, prasarana pelayanan sosial, dan prasa-
rana pendukung perekonomian; serta
3. Terciptanya revitalisasi perekonomian daerah
dan masyarakat, dengan sasaran prioritas un-
tuk pemulihan sektor produksi dan jasa yang
memiliki potensi lapangan kerja terbesar,
pemulihan akses pasar bagi usaha kecil dan
menengah, pemulihan pelayanan lembaga
keuangan dan perbankan, pengelolaan sum-
berdaya alam dan lingkungan hidup untuk
mengantisipasi eksploitasi sumberdaya alam
secara berlebihan, pemulihan pelayanan ke-
amanan, ketertiban dan peradilan, dan pemu-
lihan ketahanan pangan masyarakat.
Selanjutnya, dalam kaitannya dengan perubahan
paradigma Pemerintah dari penanganan bencana
menjadi pengurangan risiko bencana, maka me-
lalui strategi nasional pengurangan risiko ben-
cana tersebut Pemerintah telah menyusun Ren-
cana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana
(RAN-PRB) tahun 2006-2009 yang memiliki be-
berapa sasaran prioritas sebagai berikut:
1. Terwujudnya pengurangan risiko bencana se-
bagai prioritas nasional maupun daerah yang
implementasinya dilaksanakan oleh kelem-
bagaan yang kuat;
2. Terciptanya identikasi, kajian, dan peman-
tauan risiko bencana serta penerapan sistem
peringatan dini;
3. Terwujudnya manfaat pengetahuan, inovasi,
dan pendidikan untuk membangun budaya
keselamatan dan ketahanan pada seluruh
tingkatan;
4. Tercapainya pengurangan akar-akar penye-
bab risiko bencana; dan
5. Terwujudnya penguatan kesiapan Pemerin-
tah dan masyarakat dalam mengantisipasi
bencana di masa mendatang.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, telah
digunakan kebijakan yang ditetapkan dalam
RPJMN 20042009 yang terkait dengan aspek
penanggulangan dan pengurangan risiko ben-
cana, yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan upaya mitigasi lingkungan
laut dan pesisir, meningkatkan keselamatan
bekerja, dan meminimalkan risiko terhadap
bencana alam laut bagi masyarakat yang ting-
gal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Meningkatkan pelayanan dan informasi per-
tambangan, termasuk informasi kawasan-ka-
wasan yang rentan terhadap bencana geologi;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 594 5/5/09 2:43:38 PM
Bagian 4
595
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
3. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola
lingkungan hidup baik di tingkat nasional
maupun daerah, terutama dalam menangani
permasalahan yang bersifat akumulasi,
fenomena alam yang bersifat musiman, dan
bencana;
4. Membangun kesadaran masyarakat agar pe-
duli pada isu lingkungan hidup dan berperan
aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau
kualitas lingkungan hidup; dan
5. Meningkatkan penyebaran data dan infor-
masi lingkungan, termasuk informasi wila-
yah-wilayah rentan dan rawan bencana ling-
kungan serta kewaspadaan dini terhadap
bencana.
Pemerintah juga mempertimbangkan adanya
komitmen global dan konsensus terhadap Dekla-
rasi dan Kerangka Kerja Aksi Hyogo 20052015
(HFA), oleh karena itu lima fokus prioritas dalam
pengurangan risiko bencana yang ditetapkan
dalam HFA tersebut dijadikan arah kebijakan
dalam penanggulangan dan pengurangan risiko
bencana. Lima prioritas itu adalah:
1. Memastikan bahwa pengurangan risiko ben-
cana menjadi sebuah prioritas nasional dan
lokal dengan dasar yang kuat untuk pelaksa-
naannya;
2. Mengidentikasi, mengkaji, dan memantau
risiko bencana dan meningkatkan peringatan
dini;
3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pen-
didikan untuk membangun suatu budaya ke-
selamatan dan ketahanan di semua tingkat;
4. Mengurangi faktor-faktor risiko yang men-
dasari; dan
5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana
demi respon yang efektif di semua tingkat.
Berdasarkan sasaran dan kebijakan yang telah
dirumuskan tersebut maka output dan outcome
yang diharapkan, sebagaimana yang pernah pula
diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia
adalah:
1. Terselamatkannya jiwa para korban, mereka
yang terluka akibat bencana, dan baru selan-
jutnya terselamatkan pula harta benda me-
reka.
2. Terperbaikannya sarana dan prasarana, listrik
dan jalanan, agar bahan logistik bisa didistri-
busikan untuk penyelamatan korban.
3. Terlaksananya rehabilitasi permukiman ma-
syarakat dan prasarana lingkungannya, air
bersih dan sanitasi.
4. Terlaksananya rekonstruksi sarana dan prasa-
rana pendukung kesehatan dan pendidikan
serta sarana dan prasarana transportasi lokal
dan regional agar pulih kembali pelayanan
publik dan fasilitas perekonomian daerah.
5. Terlaksananya revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang berbasis mitigasi ben-
cana yang kemudian di-Perda-kan agar ma-
syarakat mengetahui posisi tingkat kerentan-
an kawasan permukiman mereka terhadap
bencana alam.
4.20.3.Pencapaian 2005-2008
4.20.3.1. Posisi Capaian hingga 2008
1. Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekons-
truksi di NAD dan Kepulauan Nias
Tahun 2008 merupakan tahun keempat pelaksa-
naan rehabilitasi rekonstruksi di Provinsi Nang-
groe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan
Nias Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang dilak-
sanakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruk-
si (BRR) NAD-Nias. Hingga 2008 sudah banyak
dilaksanakan berbagai sasaran dan kegiatan reha-
bilitasi dan rekonstruksi yang berpedoman pada
Rencana Induk rehabilitasi dan rekonstruksi di
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias berikut pe-
rubahannya. Namun demikian, masih diperlu-
kan upaya dan langkah selanjutnya dalam rangka
penuntasan kegiatan pemulihan tersebut. Pasca-
berakhirnya masa tugas BRR NAD-Nias pada
April 2009, sisa program dan kegiatan rehabili-
tasi rekonstruksi sebagaimana tercantum dalam
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 595 5/5/09 2:43:38 PM
596
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Penyesuaian Sasaran Perubahan Rencana Induk
akan dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah hingga akhir 2009.
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di
wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias pada
2008 difokuskan pada peningkatan kualitas infra-
struktur, serta penyelesaian perumahan dan per-
mukiman bagi korban bencana. Dengan demikian
diharapkan tidak ada lagi korban yang tinggal di
barak dan hunian sementara. Selain itu, upaya
perbaikan infrastruktur dilakukan sejalan dengan
pengelolaan lingkungan hidup dan penyelesaian
masalah penataan ruang wilayah. Pelaksanaan re-
habilitasi rekonstruksi dilakukan melalui proses
legalisasi peraturan daerah, peningkatan SDM, pe-
menuhan pelayanan dasar, dan pengarusutamaan
gender. Hal tersebut dilakukan dengan mem-
perkuat landasan perekonomian yang berkelan-
jutan dan berwawasan lingkungan, memperkuat
kapasitas kelembagaan, meningkatkan koordinasi
antar-pelaku pelaksanaan rehabilitasi dan rekon-
struksi, serta meningkatkan kehidupan sosial eko-
nomi masyarakat dan pengembangan wilayah.
Secara umum, gambaran kemajuan penanganan
rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah NAD dan
Kepulauan Nias adalah sebagai berikut:
a. Pemulihan Kondisi Sumberdaya Manusia
Dalam rangka menjalankan instruksi Presiden
agar fokus menyelamatkan jiwa para korban yang
terluka akibat bencana, maka pelaksanaan pro-
gram pemeliharaan dan pemulihan kesehatan
capaiannya rata-rata justru telah melebihi yang
telah ditetapkan dalam Rencana Induk. Hal terse-
but karena jumlah korban bencana memang sa-
ngat besar sehingga dibutuhkan banyak rumah-
sakit dan alat kedokteran, alat kesehatan dan KB
sebagai pendukungnya. Selain itu dalam rangka
memulihkan kondisi mental para korban yang
trauma akibat bencana, maka telah dilaksanakan
kegiatan Trauma Conseling yang tersebar di 16
kabupaten di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias.
Hingga 2008, telah terealisasi fasilitas kesehatan
sebanyak 964 unit di Provinsi NAD dan Kepulau-
an Nias yang terdiri dari pembangunan rumah-
sakit, Klinik, laboratorium kesehatan, dan pem-
bangunan gedung BPOM.
b. Pemulihan Bidang Perumahan dan Permu-
kiman
Berdasarkan data kerusakan akibat bencana,
maka program pemulihan perumahan dan per-
mukiman di wilayah Provinsi NAD dan Kepu-
lauan Nias direncanakan sebanyak 245.996 unit.
Pada 2006 pembangunan perumahan yang tere-
alisasi baru 72.842 unit atau 29,61 persen. Pada
2007, jumlahnya meningkat sebesar 102.063 unit
atau 41 persen. Selanjutnya, sebagai pendukung
lingkungan permukiman, direncanakan pemba-
ngunan prasarana/sarana air bersih, drainase dan
sanitasi yang berlokasi di 900 desa. Pelaksanaan-
nya pada 2006 baru terealisasi di 214 desa atau
23,77 persen dan mencapai 277 desa atau 30,77
persen pada 2007. Pada 2008 secara keseluru-
han jumlah rumah yang dibangun telah menca-
pai 124.454 unit, dengan demikian diharapkan
prasarana/sarana dasar pendukung lingkungan
permukiman tersebut juga dapat dipulihkan se-
cara menyeluruh.
Dok: PLN
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 596 5/5/09 2:43:42 PM
Bagian 4
597
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
c. Pemulihan Bidang Infrastruktur Regional
dan Lokal
Pemulihan bidang infrastruktur meliputi sub-
sektor jalan dan jembatan serta sub-sektor per-
hubungan. Untuk sub-sektor jalan dan jembatan,
realisasi 2006 hanya mencapai 24 persen dari
rencana induk rehabilitasi 4.650 km. Sementara
itu, realisasi 2007 juga baru mencapai 982 km
atau 45 persen dari rencana induk. Selanjutnya
pada 2008 telah terbangun 3.055 km jalan dan
266 unit jembatan.
Realisasi upaya rekonstruksi sub-sektor per-
hubungan secara keseluruhan pada 2007 telah
terbangun 9 bandara udara, sebagaimana diren-
canakan dalam rencana induk, hanya pembangun-
an pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan
yang masih kurang dari jumlah yang ditetapkan
dalam rencana induk. Sementara pembangunan
terminal bus yang telah ditetapkan sebanyak 29
terminal dalam rencana induk, juga baru terba-
ngun 13 unit terminal. Namun hingga 2008 se-
cara keseluruhan telah terbangun pelabuhan laut
sebanyak 20 unit dan bandara udara sebanyak
12 unit, yang melebihi target rencana induk. Hal
ini karena kenyataan di lapangan bahwa ternyata
kerusakan infrastruktur memang lebih banyak
dari pada data awal Penilaian Kerusakan dan
Kerugian, sehingga data tersebut kemudian di-
validasi dan diamanatkan melalui revisi Perpres
yang baru.
d. Pemulihan Bidang Pelayanan Publik
Dalam upaya pemulihan pelayanan publik di
bidang pendidikan, pada tahap rekonstruksi
pada 2007 telah terlaksana rekonstruksi gedung
sekolah sebanyak 623 unit yang terdiri dari ge-
dung sekolah tingkat SD (477 unit) dan sekolah
tingkat SLTP (146 unit). Namun demikian jumlah
tersebut belum memenuhi target rencana induk.
Selain itu, juga telah terbangun gedung sekolah
baru tingkat SD sebanyak 30 unit, yang sudah
melebihi target rencana induk. Sementara ge-
dung baru tingkat SLTP baru terbangun sebanyak
76 unit dan masih belum memenuhi target ren-
cana induk. Kemudian pada 2008 secara keselu-
ruhan telah terbangun 1.450 gedung sekolah se-
suai dengan kenyataan di lapangan yang melebihi
Rencana Induk versi lama.
Selain itu, telah terlaksana pula pembangunan sa-
rana pendukung bidang pendidikan, seperti pem-
bangunan rumah guru yang telah terlaksana 100
persen pada 2007. Untuk pembangunan asrama
siswa belum memenuhi target Rencana Induk.
Selain itu, dalam Rencana Induk versi lama telah
ditetapkan pula pembangunan 100 unit per-
pustakaan dan 100 set laboratorium komputer.
Kedua pendukung bidang pendidikan tersebut
belum terealisasi hingga 2007. Dengan demikian
diharapkan target dalam rencana induk dapat te-
realisasi seluruhnya pada 2008.
e. Pemulihan Bidang Perekonomian
Upaya pemulihan bidang perekonomian difokus-
kan pada tiga sektor utama, yaitu: perikanan, in-
dustri, dan perdagangan. Di bidang perikanan,
secara umum bisa dikatakan bahwa capaian upa-
ya pemulihan belum maksimal. Realisasi program
baru menunjukkan angka di bawah 50 persen
dari rencana induk. Meskipun demikian, kema-
juan dalam upaya pemulihan ini juga dilakukan
pada pos-pos yang tidak termasuk dalam rencana
induk. Kegiatan tersebut meliputi bantuan agro
input, pengembangan BBIP Simeulue, keramba ja-
ring, dan lain-lain. Sejak 2006, program ini telah
merealisasikan gedung tempat pendaratan ikan
Pantai Lampulo. Gedung ini seluas 480 m
2
dan
telah selesai dibangun dan difungsikan oleh para
nelayan untuk melakukan kegiatan perekonomi-
annya.
Sementara itu, beberapa kegiatan dalam rangka
mendukung sektor industri dapat dikatakan telah
mencapai target Rencana Induk sejak 2007. Di bi-
dang perdagangan, masih ada kegiatan rehabili-
tasi dan pembangunan pasar yang belum menca-
pai target rencana induk pada 2007. Pada tahun
tersebut upaya pemulihan telah menyumbang
penyerapan tenaga kerja sebesar 145.694 orang
di sektor industri, dan 23.500 tenaga kerja di
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 597 5/5/09 2:43:43 PM
598
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
sektor perdagangan. Oleh Karena itu, pada 2008
diharapkan kegiatan-kegiatan yang belum nal
tersebut dapat terselesaikan secara keseluruhan
agar penyerapan tenaga kerja lebih meningkat.
f. Bidang Revitalisasi Sistem Sosial dan Bu-
daya
Ketika terjadi bencana gempa bumi dan tsunami
di NAD dan Nias, banyak fasilitas sosial-budaya
yang mengalami kerusakan, seperti fasilitas per-
ibadatan, gedung bersejarah, taman budaya, mu-
seum, dan alat-alat seni masyarakat. Oleh karena
itu, dalam upaya pemulihan sistem sosial budaya,
pada 2007 telah terlaksana pembangunan fasilitas
peribadatan sebanyak 1.722 unit. Selain itu, ban-
tuan alat-alat seni masyarakat telah terealisasi.
Untuk pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
gedung bersejarah, taman budaya, dan museum
pada 2007 tersebut belum memenuhi target ren-
cana induk. Pada 2008 secara keseluruhan telah
terehabilitasi dan terbangun 3.189 unit fasilitas
peribadatan yang terdiri dari masjid, menasah,
vihara, dan gereja.
g. Bidang Penyusunan Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Berbasis Mitigasi
Bencana
Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan ma-
syarakat NAD dan Nias dalam menghadapi ben-
cana apabila terjadi bencana gempa dan tsunami
di masa depan, maka Pemerintah baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten harus merevisi do-
kumen RTRW yang prosesnya didukung infor-
masi peta tematik multi-rawan bencana. Selan-
jutnya dokumen RTRW tersebut diproses payung
hukumnya, yang kemudian disosialisasikan agar
masyarakat mengetahui posisi tingkat kerentan-
an kawasan permukiman mereka terhadap ben-
cana alam.
Pada 2006 dan 2007 pelaksanaan revisi RTRW
berbasis mitigasi bencana telah dilaksanakan baik
di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten.
Namun pelaksanaan payung hukum dan sosiali-
sasinya belum terlaksana di seluruh kabupaten.
Oleh karena itu, pada 2008 diharapkan agar ter-
laksana legalisasi seluruh dokumen RTRW, se-
hingga kemudian dapat disosialisasikan kepada
masyarakat.
h. Pemulihan Bidang Hak atas Tanah
Terkait kejadian gempa dan tsunami berdam-
pak pada banyaknya kasus lahan kosong karena
dokumen sertikat lahannya hilang. Karena itu,
upaya pemulihan hak atas tanah ini merupakan
program untuk mendukung upaya pemulihan
perumahan dan permukiman bagi masyarakat
dengan melalui proses penyiapan lahan dan pe-
nyediaan administrasi pertanahan. Setelah sele-
sai tahap tanggap darurat, maka pada 2006 telah
dilaksanakan rancangan Perpu tentang penangan-
an permasalahan hukum bidang pertanahan un-
tuk mendukung legalitas kepemilikan lahan dan
rumah baru bagi masyarakat. Hingga 2007 telah
dilaksanakan proses pengukuran lahan sebanyak
207.400 persil dan telah diterbitkan sertikat
pertanahan sebanyak 116.500.
i. Pemulihan Bidang Kelembagaan dan Hu-
kum
Pemulihan bidang kelembagaan dan hukum di-
lakukan dengan mengadakan pembangunan/re-
habilitasi gedung Pemerintahan. Ini diharapkan
dapat berimplikasi pada perbaikan pelayanan ke-
butuhan masyarakat oleh Pemerintah Daerah yang
lumpuh ketika terjadi bencana. Fungsi pelayanan
publik sangat tergantung pada keberadaan sara-
na dan prasarana pelayanan yang ada, sehingga
pengerjaan perbaikan sarana gedung Pemerintah-
an menjadi prioritas utama dalam pembangunan
sistem kelembagaan daerah. Secara keseluruhan,
hingga 2007 pelaksanaan rehabilitasi gedung
Pemerintahan belum mencapai target rencana
induk. Menurut data BRR pada 2008 secara ke-
seluruhan telah terehabilitasi dan terbangun 979
unit gedung Pemerintah yang terdiri dari: Kantor
KDH/DPRD/Dinas, Kantor Kecamatan, Kantor
Desa/Kelurahan, Kantor Pengadilan Negeri, dan
rumah Dinas Kejaksaan Agung.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 598 5/5/09 2:43:43 PM
Bagian 4
599
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
2. Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekons-
truksi di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa
Tengah
Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 9 tahun
2006, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
di wilayah Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah
pasca-gempa bumi 27 Mei 2006, dijadwalkan se-
lama 2 tahun dan dapat diselesaikan pada Juni
2008. Acuan utama dalam pelaksanaan rehabilita-
si dan rekonstruksi tersebut adalah Rencana Aksi
Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah
Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi DIY dan
Provinsi Jawa Tengah, yang disusun Pemerintah
berdasarkan penilaian awal kerusakan dan keru-
gian serta penilaian kebutuhan.
Berdasarkan sasaran pemulihan wilayah pasca
gempa di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah
maka upaya yang telah dilaksanakan hingga 2008
meliputi pemulihan pada bidang perumahan dan
permukiman, pemulihan bidang infrastruktur
publik, dan pemulihan bidang perekonomian
wilayah dan masyarakat. Secara keseluruhan,
gambaran kemajuan pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi di wilayah DIY dan Jawa Tengah
adalah sebagai berikut:
a. Pemulihan Bidang Perumahan dan Permu-
kiman
Pemulihan bidang perumahan dan permukiman
bagi korban bencana bertujuan untuk menye-
diakan perumahan dan prasarana permukiman
yang tahan gempa, lebih sehat, teratur dan lebih
estetis. Pelaksanaannya dilakukan dengan sum-
ber pembiayaan utama melalui APBN dengan
mekanisme penyaluran Bantuan Langsung Ma-
syarakat Perumahan (BLM-P) dengan melibatkan
kelompok swadaya masyarakat perumahan.
Sejak 2007 yang lalu pemulihan perumahan di
kedua wilayah ini, baik yang rusak berat, sedang
dan ringan telah mencapai lebih dari total keru-
sakan perumahan, bahkan lebih dari target Ren-
cana Aksi. Hal ini karena menurut data yang di-
validasi berdasarkan fakta di lapangan, ternyata
jumlah rumah masyarakat yang rusak serta sa-
rana prasarana pendukungnya memang lebih
banyak dari data Penilaian Awal Kerusakan dan
Kerugian. Demikian pula pembangunan prasa-
rana permukiman untuk mendukung lingkungan
perumahan masyarakat, telah selesai direhabili-
tasi melalui swadaya masyarakat. Hal ini menun-
jukkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam me-
ngelola pelaksanaan BLM-P yang signikan, dan
terlibatnya partisipasi masyarakat yang memiliki
budaya gotong royong, sehingga turut mendorong
percepatan pemulihan di bidang perumahan.
b. Pemulihan Bidang Sarana & Prasarana
Publik
Salah satu upaya untuk memulihkan pelayanan
prasarana publik pasca-bencana gempa bumi di
Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah adalah
merehabilitasi dan membangun kembali prasa-
rana publik, termasuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan akses pelayanan bagi masyarakat.
Sub-bidang yang dipulihkan terdiri dari sarana
dan prasarana kesehatan, pendidikan dan prasa-
rana peribadatan serta prasarana pendukung
ekonomi seperti ruas jalan dan jembatan.
Bidang Kesehatan. Pelaksanaan rehabilitasi
prasarana kesehatan terfokus pada perbaikan pus-
kesmas, puskesmas perawatan, dan puskesmas
pembantu, baik dalam kategori rusak ringan, se-
dang, maupun berat. Dalam Rencana Aksi telah
ditetapkan perbaikan puskesmas pembantu se-
banyak 252 unit yang terdiri dari 176 unit di DIY
dan 76 unit di JawaTengah. Tahun awal pelaksa-
naannya, yaitu tahun 2006 baru terlaksana total
114 unit di kedua Provinsi tersebut. Setelah data
divalidasi, ternyata jumlah kerusakan puskesmas
pembantu adalah 370 unit dimana 294 unit di
DIY dan 76 unit di Jawa Tengah. Oleh karena itu,
kemajuan pelaksanaan pada 2007 telah melebihi
target Rencana Aksi, yaitu 304 unit. Pada 2008,
semua kerusakan pada fasilitas kesehatan telah
terpulihkan kembali.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 599 5/5/09 2:43:43 PM
600
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Bidang Pendidikan. Hancurnya prasarana pen-
didikan memang menjadi salah satu isu strategis
sektor pendidikan pasca gempa bumi. Kerusakan
yang menimpa prasarana pendidikan baik dari
tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah
atas, serta termasuk pula pendidikan agama.
Menurut data awal dari Penilaian Kerusakan dan
Kerugian, kerusakan gedung sekolah di wilayah
DIY dan Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.172 unit
yang kemudian ditetapkan dalam Rencana Aksi.
Namun setelah data divalidasi, ternyata jumlah
kerusakan prasarana pendidikan tersebut adalah
2.486 unit. Oleh karena itu, pelaksanaan rehabili-
tasi prasarana pendidikan pada 2007 yang men-
capai 1.830 telah melebihi target Rencana Aksi.
Pada tahun 2008, seluruh kerusakan prasarana
pendidikan telah terselesaikan.
Prasarana Peribadatan. Dari data kerusakan
prasarana peribadatan yang terekam awal di ke-
dua wilayah bencana adalah sebesar 1.620 unit.
Setelah data divalidasi, ternyata kenyataan keru-
sakan prasarana peribadatan tersebut sangat
besar, yaitu 2.201 unit di DIY dan 2.367 unit di
Provinsi Jawa Tengah. Meskipun pada 2007 baru
sejumlah 1.021 unit di kedua wilayah tersebut
yang terehabilitasi melalui dana Pemerintah, na-
mun pada 2008 secara keseluruhan telah selesai
direhabilitasi melalui dana swadaya masyarakat.
Bidang Infrastruktur. Data dari hasil penilaian
terhadap kerusakan dan kerugian menunjukkan
bahwa kerusakan infrastruktur transportasi da-
rat terjadi di wilayah Kabupaten Klaten berupa
jalan sebanyak 13 ruas serta kerusakan jembatan
yang mencapai 28 unit. Pada 2007, infrastruk-
tur transportasi darat yang telah terehabilitasi
adalah sebanyak 11 ruas jalan dan 12 unit jem-
batan. Pada tahun 2008, secara keseluruhan in-
frastruktur yang masih rusak akibat gempa bumi
telah tertangani seluruhnya.
c. Pemulihan Bidang Ekonomi Daerah dan
Masyarakat
Peristiwa bencana gempabumi yang melanda
DIY dan Jawa Tengah telah memberikan dampak
yang sangat signikan bagi roda perekonomian.
Akibat bencana tersebut, banyak kerusakan ter-
jadi pada pabrik, bahan baku, barang jadi, bahan
siap eksport dan peralatan usaha. Banyak usaha
skala mikro dan menengah yang terkena dampak.
Sebagian besar UMKM tersebut bergerak dalam
kerajinan tangan dan pengolahan bahan makan-
an yang memberikan dukungan terhadap sektor
pariwisata yang merupakan andalan Provinsi DI
Yogyakarta.
Tujuan dari pemulihan bidang perekonomian
ini adalah untuk menciptakan kembali lapangan
kerja dan kesejahteraan masyarakat, dimana
upayanya difokuskan pada pemulihan pasar dan
koperasi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) bahkan dipulihkan pula usaha skala
rumah tangga seperti kios, los, dan loket. Se-
lain itu, dilaksanakan pula pemulihan lembaga
perbankan. Data capaian yang tercantum dalam
tabel tentang KepPres No.9/2006, menunjuk-
kan bahwa pada pelaksanaan tahun 2007 belum
semua terpulihkan. Bahkan menurut laporan
hasil Pemantauan dan Evaluasi pelaksanaan re-
habilitasi dan rekonstruksi di wilayah DIY dan
Jawa Tengah pada bulan Maret 2008, dukungan
terhadap pemulihan sarana dan prasarana eko-
nomi yang meliputi: pasar, pariwisata, koperasi
dan UMKM, masih sangat diperlukan karena ada
sebagian yang belum tertangani.
3. Pelaksanaan Strategi Nasional Pengu-
rangan Risiko Bencana
Seiring dengan perubahan paradigma penangan-
an bencana di Indonesia yang telah mengalami
pergeseran, yaitu penanganan bencana tidak lagi
menekankan pada aspek tanggap darurat, teta-
pi menekankan pada keseluruhan manajemen
risiko, perlindungan masyarakat dari ancaman
bencana. Dan hal tersebut bukan hanya semata-
mata menjadi tanggung-jawab Pemerintah tetapi
menjadi urusan bersama masyarakat. Upaya-upa-
ya penanganan bencana telah banyak dilakukan
oleh Pemerintah, diantaranya dengan mengelu-
arkan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Bencana 2006-2009 (RAN-PRB), yang selanjut-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 600 5/5/09 2:43:44 PM
Bagian 4
601
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
nya disikapi oleh Pemerintah Daerah dengan me-
nyusun Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko
Bencana (RAD-PRB)
Terkait dengan kebijakan pengurangan risiko
bencana, sejak 2007, Pemerintah telah mema-
sukkan aspek penanganan bencana dan pengu-
rangan risiko bencana ke dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) sebagai salah satu prioritas
pembangunan nasional. Selanjutnya dalam RKP
2008, juga telah ditetapkan program dan fokus
kegiatan pengurangan risiko bencana melalui pen-
dayagunaan RTRW sebagai salah satu instrumen
untuk mengurangi risiko bencana dan peningkat-
an kualitas informasi. Kegiatan yang dilakukan
dalam kerangka program ini meliputi: pengem-
bangan data maupun peta wilayah rawan bencana
yang memadai bagi analisis pola pemanfaatan
ruang, sekaligus menguatkan kelembagaan di
tingkat daerah dalam pengendalian pemanfaatan
rencana tata ruang wilayah.
Capaian pelaksanaan kebijakan pengurangan
risiko bencana hingga 2008 secara keseluruhan
adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan sistem penanggulangan ben-
cana. Selama 2006-2008 telah dilaksanakan
pengembangan jaringan Tsunami Early warn-
ing System (TEWS) melalui pemasangan 38
stasiun pengamatan pasang surut di selu-
ruh Indonesia yang dilakukan oleh Bakosur-
tanal. Selain itu juga telah dikembangkan
pengamatan deformasi/gerakan kerak bumi
dengan GPS di 20 stasiun pengamatan. Ja-
ringan system peringatan dini tsunami ini
(end-to-end early warning system) atau yang
disebut dengan Tsunami Early Warning Sys-
tem (InaTEWS) diresmikan oleh Presiden RI
pada November 2008. Seluruh wilayah Indo-
nesia dilayani oleh Pusat Informasi Gempa
Bumi dan TEWS Nasional yang dibantu oleh
10 Pusat Informasi Gempa Bumi dan TEWS
Regional. Upaya-upaya lain yang telah dilaku-
kan terkait dengan mitigasi bencana antara
lain: pengembangan sarana dan prasarana
teknologi untuk sistem deteksi dini di be-
berapa lokasi; pembuatan peta multi rawan
bencana terpadu dengan skala 1:250.000
untuk Pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua,
Kep. Nusa Tenggara-Bali, dan Maluku; serta
pengembangan sistem informasi bencana
alam terpadu.
2. Pengembangan data spasial dan non-spasial
sebagai dasar informasi dalam pengurangan
risiko bencana. Bakosurtanal juga telah mu-
lai melaksanakan pembuatan peta wilayah
potensi bencana longsor dan banjir serta
peta risiko bencana lain di Provinsi Jawa Te-
ngah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Suma-
tera Barat, dan Bengkulu. Di samping itu, be-
berapa instansi di tingkat pusat, seperti De-
partemen PU, Departemen ESDM, dan BMG
juga telah mengembangkan berbagai peta
bencana (hazard maps) sesuai dengan tingkat
kepentingannya masing-masing.
3. Kerjasama dan bantuan, baik melalui hibah
maupun pinjaman dari lembaga-lembaga
donor internasional dalam membangun ke-
sadaran dan mengarusutamakan pengurang-
an risiko bencana. Selain itu, dilakukan pula
pertukaran informasi sebagai suatu pembela-
jaran bagi Pemerintah dalam dasar pelaksa-
naan pengurangan risiko bencana. Kegiatan
ini pada umumnya dilakukan melalui semi-
nar atau lokakarya dengan mengikutsertakan
berbagai pemangku kepentingan (Pemerin-
tah, LSM, lembaga donor internasional serta
negara-negara lain).
4. Peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana dan kesadaran dalam
pengurangan risiko bencana. Selama peri-
ode waktu ini Kementerian Negara Riset dan
Teknologi bekerjasama dengan Departemen
ESDM, BMG, Departemen Kominfo, Bakor-
nas PB, LIPI, dan Bakosurtanal telah melak-
sanakan latihan-latihan evakuasi tsunami
pada beberapa daerah dan akan terus dilaku-
kan secara berkala dengan mengikutsertakan
Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Selain
itu, pada beberapa daerah telah dilakukan ke-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 601 5/5/09 2:43:44 PM
602
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
giatan pengembangan kapasitas masyarakat
untuk aspek kesiapsiagaan menghadapi ben-
cana lain, seperti menyiapkan rambu-rambu
arah evakuasi beserta tempat evakuasi untuk
letusan gunung berapi dan lain-lain. Simulasi
latihan kesiapsiagaan bencana ini juga dilaku-
kan oleh lembaga non-Pemerintah, baik nasi-
onal maupun internasional, yang antara lain
difokuskan pada pelajar dan guru di sekolah
umum maupun pesantren. Departemen Pen-
didikan Nasional telah mulai mempersiapkan
modul-modul pengembangan pelatihan guru
untuk program kesiapan sekolah terhadap
bahaya gempa. Demikian juga Departemen
Kesehatan yang telah melaksanakan pelatih-
an ke pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan
di tingkat Pemerintah Daerah dalam upaya
penangangan bencana untuk rumah sakit.
BNPB, yang merupakan lembaga yang baru
berdiri di awal tahun 2008, juga telah men-
catat beberapa kegiatan yang cukup signi-
kan dalam upaya peningkatan pemahaman
masyarakat akan penting nya pengurangan
risiko bencana, antara lain melalui pelatihan
Rencana Kontigensi di tingkat Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota,
melaksanakan simulation drill serta pem-
bentukan Platform Nasional Pengurangan
Risiko Bencana yang merupakan wadah bagi
berbagai kelompok pemangku kepentingan
(Pemerintah, LSM, media, perguruan tinggi,
dunia usaha dan lembaga donor internasi-
onal) sebagai bentuk membangun komitmen
dengan dunia internasional untuk aspek pe-
ngurangan risiko bencana.
5. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi aka-
demisi dan perguruan tinggi dalam mem-
bantu Pemerintah guna berkaitan dengan
peningkatan ilmu pengetahuan, pengem-
bangan teknologi terapan serta peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap pengurang-
an risiko bencana yang tercermin dari didiri-
kannya Pusat Studi Kebencanaan di berbagai
perguruan tinggi. Di samping itu juga pada
bulan Juni 2008 telah terbentuknya Forum
Perguruan Tinggi Indonesia untuk Penang-
gulangan Bencana yang akan menjadi mitra
Pemerintah dalam mengembangkan riset dan
pengetahuan di bidang aspek penanggulang-
an bencana.
4.20.3.2. Permasalahan dalam Penca-
paian Sasaran
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wila-
yah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara pada 2008 ini telah berjalan 4
tahun. Namun demikian berbagai permasalahan
dan tantangan masih dihadapi, yaitu meliputi:
1. Belum terselesaikannya infrastruktur utama
yaitu jalan provinsi, jalan kabupaten, dan in-
frastruktur lainnya.
2. Belum maksimalnya pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat korban bencana.
3. Belum memadainya kualitas pelayanan pub-
lik seperti pendidikan, kesehatan, dan peran
perempuan dalam pembangunan.
4. Belum terselesaikannya masalah penataan
ruang dan payung hukumnya yang dapat di-
jadikan dasar kebijakan spasial pelaksanaan
pembangunan, baik pada tingkat provinsi
maupun tingkat kabupaten dan kota.
Selain di wilayah Provinsi NAD dan kepulauan
Nias, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa
Tengah juga telah dilakukan selama 3 tahun pada
2008 ini. Namun masih ditemui beberapa perma-
salahan, yang meliputi:
1. Keterbatasan pendanaan rehabilitasi dan re-
konstruksi bagi pemulihan bidang ekonomi
daerah dan masyarakat.
2. Belum tercapainya target PDRB, penyediaan
lapangan kerja, dan pengurangan tingkat ke-
miskinan di wilayah pascabencana.
3. Masih rentannya kondisi ekonomi masyara-
kat akibat minimnya bantuan permodalan
serta kondisi keuangan masyarakat yang se-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 602 5/5/09 2:43:44 PM
Bagian 4
603
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
bagian besar masih digunakan dalam rangka
membiayai kehidupan rutin serta penyelesai-
an terhadap kredit pada lembaga keuangan
dan perbankan.
4. Masih diperlukannya pusat informasi bagi
masyarakat sebagai pusat pelayanan terpadu
dalam rangka mendukung upaya pengurang-
an risiko bencana yang berkaitan dengan
pembangunan infrastruktur.
Selain itu, penanganan masalah sosial kemasya-
rakatan terutama penanganan cacat dan traumatik
korban pascabencana masih perlu ditingkatkan.
Dalam hal ini, masih diperlukan pembangunan
pusat rehabilitasi bagi korban bencana dalam
mendukung pemulihan kehidupan sosial ekono-
mi bagi penyandang cacat dan rehabilitasi kondisi
psikologis bagi korban bencana.
4.20.4. Tindak Lanjut
4.20.4.1.Upaya yang akan Dilakukan un-
tuk Mencapai Sasaran
Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias ter-
dapat beberapa langkah yang perlu dilaksanakan
yaitu:
(a) Menuntaskan program dan kegiatan rehabi-
litasi rekonstruksi yang belum selesai pada
2008 yang akan dilanjutkan pada 2009 se-
bagaimana yang tercantum dalam Penye-
suaian Sasaran Perubahan Rencana Induk
dalam Perpres No. 47 Tahun 2008;
(b) Mempersiapkan kesinambungan program
dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca berakhirnya BRR NAD-Nias yang akan
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah, serta melakukan
serah terima aset hasil kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi baik yang dilaksanakan oleh
BRR NAD-Nias maupun stakeholders kepada
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Dae-
rah;
(c) Mempersiapkan kerangka regulasi yang ber-
kaitan dengan langkah-langkah pengakhiran
tugas dan mandat BRR NAD-Nias sebagai
eksekutor dan koordinator kegiatan reha-
bilitasi dan rekonstruksi di wilayah NAD dan
Kepulauan Nias;
(d) Mempersiapkan kapasitas Kementerian/Lem-
baga dan Pemerintah Daerah dalam rangka
pengelolaan dan pemeliharaan terhadap aset
hasil kegiatan rehabilitasi rekonstruksi yang
sudah dilaksanakan oleh para pemangku ke-
pentingan (stakeholders) yang terlibat; serta
(e) Mempersiapkan mekanisme manajemen ri-
siko bencana ke dalam kerangka kebijakan
pembangunan Pemerintah Daerah melalui
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
dan Rencana Tata Ruang Wilayah baik pada
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Dalam rangka pencapaian sasaran pemulihan
pasca-bencana gempa bumi serta dalam rangka
mendukung upaya pemulihan dan pembangunan
berkelanjutan di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa
Tengah, maka upaya tindak lanjut yang akan di-
lakukan antara lain adalah:
1. Fasilitasi pelayanan informasi dan peningkat-
an pemahaman masyarakat dalam melan-
jutkan pembangunan perumahan dan per-
mukiman pascapelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
2. Peningkatan pelayanan dasar bagi masyara-
kat yang meliputi pelayanan pendidikan, pela-
yanan kesehatan, dan sarana peribadatan,
termasuk peningkatan pelayanan sosial dan
trauma psikologis bagi korban bencana.
3. Penyusunan strategi pengembangan ekonomi
lokal dan perbaikan infrastruktur perdesaan
melalui penyempurnaan dan perluasan cakup-
an program yang berbasis masyarakat dan
sekaligus perlindungan sosial bagi masyara-
kat miskin, serta pengembangan insentif dan
perlindungan bagi UMKM di wilayah pasca-
bencana;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 603 5/5/09 2:43:45 PM
604
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
Sedangkan terkait dengan penanggulangan dan
pengurangan risiko bencana, maka upaya tindak
lanjut yang akan dilakukan sampai dengan akhir
2009 adalah:
1. Mempersiapkan penjabaran dari peraturan
pelaksana dan kebijakan yang merupakan
turunan dari Undang-undang No 24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, ter-
masuk mempersiapkan pedoman peran serta
lembaga internasional dan lembaga asing non
Pemerintah dalam membantu penanggulang-
an bencana;
2. Membentuk Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) terutama di tingkat provinsi
serta di tingkat kota/kabupaten (sesuai ting-
kat kepentingannya), sebagaimana yang di-
mandatkan dalam UU No 24/2007 serta Per-
aturan Mendagri No 46/2008;
3. Memberikan penguatan kepada Pemerintah
Daerah dalam mengembangkan dan menyu-
sun Rencana Penanggulanan Bencana (RPB)
dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko
Bencana (RAD-PRB);
4. Memberikan penguatan kepada Pemerin-
tah Daerah, terutama di tingkat kecamatan
dan desa/kelurahan serta masyarakat dalam
mengembangkan rencana aksi komunitas
untuk pengurangan risiko bencana serta in-
tegrasinya ke dalam proses musrenbang;
5. Mengembangkan sarana dan prasarana tek-
nologi untuk Sistem Deteksi Dini untuk Tsu-
nami (Tsunami Early Warning System), terma-
suk seismometer, accelerometer, dan sistem
komunikasi di Provinsi Jawa Timur, NTT,
Maluku dan Maluku Utara, yang dilakukan
oleh BMG dan LAPAN;
6. Mengembangkan MEWS (Meteorologi Early
Warning System) termasuk pembangunan pu-
sat peringatan siklon tropis dan radar cuaca
di Pulau Sumatera bagian Selatan dan Pulau
Jawa bagian Selatan;
7. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Peme-
rintah Daerah dalam sistem deteksi dini dan
Pengurangan Risiko Bencana di Pulau Jawa
bagian Selatan, Pulau Sumatera bagian Barat
dan Kepulauan Maluku;
8. Terbangunnya sistem deteksi dini bencana
alam lainnya secara terpadu di Pulau Jawa
bagian Selatan, Pulau Sumatera bagian Barat
dan Kepulauan Maluku;
9. Menyelenggarakan pengurangan risiko ben-
cana melalui mitigasi bencana pada kawasan
rawan bencana di Pulau Jawa bagian Selatan,
Pulau Sumatera bagian Barat dan Kepulauan
Maluku;
10. Mengembangkan dan menyusun Peta Mul-
tirawan Bencana Alam Terpadu untuk Pulau
Jawa bagian Utara, Pulau Sulawesi, Papua
dan Kepulauan Maluku;
11. Menyiapkan dan mengembangkan data dasar
pengurangan risiko bencana di Pulau Jawa
bagian Selatan, Pulau Sumatera bagian Barat
dan Kepulauan Maluku;
12. Mengembangkan jaringan informasi antar-
lembaga Pusat dan Daerah dalam rangka
mempercepat informasi kejadian bencana di
Pulau Jawa bagian Selatan, Pulau Sumatera
bagian Barat dan Kepulauan Maluku;
13 Menyelenggarakan penyebaran informasi ke-
pada masyarakat dan pengembangan jaring-
an informasi mengenai pengurangan risiko
bencana di Pulau Jawa bagian Selatan, Pulau
Sumatera bagian Barat dan Kepulauan Ma-
luku;
14. Menyelenggarakan pengembangan pengeta-
huan pengurangan risiko bencana (termasuk
pendidikan baik formal maupun ekstra kuri-
kulum) di Pulau Jawa bagian Selatan, Pulau
Sumatera bagian Barat dan Kepulauan Ma-
luku; serta
15. Melaksanakan penguatan kelembagaan ma-
syarakat dalam rangka pengurangan risiko
bencana berbasis masyarakat (community-
based Disaster Risk Reduction) di Pulau Jawa
bagian Selatan, Pulau Sumatera bagian Barat
dan Kepulauan Maluku.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 604 5/5/09 2:43:45 PM
Bagian 4
605
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
4.20.5.2. Perkiraan Pencapaian Sasar-
an RPJMN 2004 2009
1. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias
Provinsi Sumatera Utara
Terkait dengan sasaran penyelesaian dan
penuntasan program dan kegiatan rehabili-
tasi dan rekonstruksi pada 2009 di Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias, akan difokuskan
pada sasaran kegiatan-kegiatan sebagai beri-
kut:
1. Terselesaikannya rehabilitasi dan pem-
bangunan kembali prasarana dan sarana
transportasi wilayah, terutama jaringan
jalan nasional, drainase berskala besar
di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Meu-
laboh, dan Lhoukseumawe pelabuhan
dan bandar udara, pembangunan jalan
provinsi dan kabupaten, serta berbagai
infrastruktur lainnya, seperti terminal, ja-
ringan irigasi, tanggul pengendali banjir,
pengaman pantai, sarana dan prasarana
air minum, sanitasi, air limbah, dan per-
sampahan;
2. Terselesaikannya pemulihan perekono-
mian lokal, sosial kemasyarakatan, dan
penguatan kelembagaan, termasuk ser-
tikasi tanah di 23 kabupaten/kota
di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias
Provinsi Sumatera Utara.
Selain itu, pelaksanaan program juga difokus-
kan pada bidang pengelolaan lingkungan dan
penyelesaian masalah penataan ruang wilayah.
Upaya yang ditempuh diantaranya: (1) melalui
legalisasi peraturan daerah; (2) meningkatkan
SDM; (3) pemenuhan pelayanan dasar; (4) peng-
arusutamaan gender; (5) memperkuat landasan
perekonomian yang berkelanjutan dan berwa-
wasan lingkungan; (6) memperkuat kapasitas
kelembagaan; (7) peningkatan koordinasi antar-
pelaku pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi;
(8) meningkatkan kehidupan sosial ekonomi ma-
syarakat; serta (9) pengembangan wilayah.
Dengan demikian, pada 2009 kegiatan rehabilita-
si dan rekonstruksi yang masih akan dilanjutkan
penyelesaiannya meliputi: (1) penyelesaian infra-
struktur jalan dan jembatan serta infrastruktur
lainnya; (2) penyelesaian pembangunan pereko-
nomian di tingkat masyarakat; (3) penyelesaian
kegiatan pelayanan sosial kemasyarakatan se-
perti dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan
peningkatan peran perempuan dalam pembangun-
an; serta (4) persiapan langkah-langkah menuju
berakhirnya masa tugas dan mandat BRR NAD-
Nias pada April 2009.
2. Rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah
Provinsi DIY dan Jateng
Sedangkan perkiraan pencapaian pada 2009
bagi pemulihan berkelanjutan di Provinsi DIY
dan Jawa Tengah adalah:
1. Terlaksanakannya peningkatan layanan
dasar bagi masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, dan peribadatan
secara proporsional; termasuk pemba-
ngunan pusat informasi perumahan, per-
mukiman, bangunan dan gedung; serta
pembangunan pusat pelayanan sosial dan
trauma psikologis bagi korban bencana.
2. Tersusunnya strategi pengembangan eko-
nomi lokal dan strategi untuk mencip-
takan sistem perlindungan sosial bagi ma-
syarakat miskin, termasuk pengembangan
insentif dan perlindungan bagi UMKM di
wilayah pasca-bencana, melalui program-
program sebagai berikut: (a) penyusunan
strategi pengembangan ekonomi lokal dan
perbaikan infrastruktur perdesaan melalui
penyempurnaan dan perluasan cakupan
program yang berbasis masyarakat; (b)
perencanaan, koordinasi, dan penyusun-
an kebijakan dan Program UMKM; dan
(c) fasilitasi peningkatan kemitraan usaha
UMKM dan pihak terkait lainnya.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 605 5/5/09 2:43:46 PM
606
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
3. Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Perkiraan pencapaian pelaksanaan upaya pe-
ngurangan risiko bencana adalah meliputi se-
luruh wilayah di Indonesia dengan indikator
pencapaian meliputi:
1. Terselenggaranya penjabaran rencana
aksi nasional adaptasi perubahan iklim
(RAN-PI) ke dalam rencana aksi daerah
pengurangan risiko bencana (RAD-PRB);
2. Terlaksananya penguatan kelembagaan
di Pusat dan Daerah dalam rangka men-
terpadukan rencana mitigasi dan adap-
tasi perubahan iklim;
3. Terselenggaranya penyebarluasan infor-
masi perubahan iklim di tingkat daerah
dan masyarakat dalam rangka mitigasi
dan pengurangan risiko bencana;
4. Terlaksananya peningkatan kapasitas
Pemerintah Pusat dan Daerah untuk me-
ngintegrasikan mitigasi dan adaptasi ter-
hadap perubahan iklim ke dalam RPB,
RAN dan RAD PRB;
5. Terlaksananya peningkatan kapasitas ke-
lembagaan penyedia data dan informasi
cuaca dan iklim dalam memprediksi iklim
secara akurat, sehingga tersedia data
dasar pengurangan risiko bencana di Pu-
sat dan Daerah;
6. Terbangunnya sistem deteksi dini pe-
rubahan iklim di tingkat nasional dan
fasilitasi penjabarannya di tingkat dae-
rah;
7. Tersusunnya RAN-PRB di daerah melalui
fasilitasi penyusunan Rencana Aksi Dae-
rah Pengurangan Risiko Bencana (RAD-
PRB) di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
8. Terbangunnya sistem deteksi dini tsuna-
mi (tsunami early warning system/TEWS)
dan Meteorogical Early Warning System
(MEWS);
9. Tersusunnya Peta Multirawan Bencana
Alam Terpadu;
10. Terselenggaranya pengurangan cakupan
risiko bencana melalui mitigasi bencana
pada kawasan rawan bencana di tingkat
nasional dan daerah;
11. Terlaksananya peningkatan kapasitas
kelembagaan Pemerintah Daerah dalam
sistem deteksi dini dan Pengurangan
Risiko Bencana;
12. Tersedianya jaringan informasi antar-
lembaga Pusat dan Daerah dalam rangka
mempercepat informasi kejadian bencana
di daerah dan masyarakat dan jaringan
sistem informasi pengurangan risiko ben-
cana (SIM PRB) di tingkat daerah;
13. Terlaksananya penguatan kelembagaan
masyarakat dalam rangka pengurangan
risiko bencana berbasis masyarakat (com-
munity-based disaster risk reduction);
14. Terbentuknya lembaga penanganan ben-
cana dan SDM yang memahami penang-
gulangan dan pengurangan risiko ben-
cana di tingkat pusat dan daerah serta
menjabarkan RAN-PRB ke dalam RAD-
PRB.
4.20.5. Penutup
Sejak beberapa tahun terakhir Indonesia telah
mengalami musibah dengan kejadian berbagai je-
nis bencana alam. Hal ini terutama ditunjukkan
sejak terjadinya bencana gempa bumi dan tsu-
nami di wilayah NAD dan Kepulauan Nias pada
bulan Desember 2004, bencana gempa bumi di
Kabupaten Alor (NTT) dan Kabupaten Nabire
(Papua) pada bulan Februari dan November 2004,
bencana gempa bumi di wilayah Pulau Jawa ba-
gian tengah pada bulan Mei 2006, dan tambahan
bencana semburan lumpur Sidoarjo, serta ben-
cana gempa bumi di Sumatera Barat dan Beng-
kulu.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 606 5/5/09 2:43:46 PM
Bagian 4
607
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Kejadian bencana-bencana tersebut biasanya
akan membawa dampak dan konsekuensi pada
upaya rekonstruksi dan rehabilitasi pasca-kejadi-
an bencana tersebut. Karena upaya-upaya terse-
but membutuhkan biaya yang besar, maka ke-
cenderungan yang terjadi saat ini adalah adanya
perubahan cara pandang terhadap upaya penang-
anannya. Sebelumnya, upaya ini dititikberatkan
pada penanggulangan dampak pasca-bencana.
Namun, saat ini telah berganti pada upaya pengu-
rangan risiko bencana. Dengan beralihnya fokus
penanganan penanganan bencana tersebut, maka
di masa datang diharapkan dapat dihindari dam-
pak dan kerugian yang lebih besar.
Bencana alam tingkat nasional di Aceh/Nias dan
DIY/Jawa Tengah merupakan bencana besar yang
memicu perubahan cara penanganan bencana di
Indonesia. Akibat kejadian itu, upaya rehabilitasi
dan rekonstruksi perlu diupayakan guna mengem-
balikan fungsi kehidupan bermasyarakat.
Ke depan, paradigma penanganan bencana di
Indonesia telah mengalami pergeseran, yaitu: pe-
nanganan bencana tidak lagi menekankan pada
aspek tanggap darurat saja, tetapi menekankan
pada keseluruhan manajemen risiko bencana.
Selain itu perlindungan masyarakat dari ancam-
an bencana oleh Pemerintah merupakan wujud
dari perlindungan hak asasi rakyat. Untuk itu, pe-
nanganan bencana bukan lagi menjadi tanggung
jawab Pemerintah saja, tetapi menjadi urusan
bersama masyarakat.
Dalam konteks pengurangan risiko bencana,
perubahan paradigma Pemerintah dari penang-
gulangan bencana menjadi pengurangan risiko
bencana telah diwujudkan dengan tersusunnya
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Ben-
cana 2006-2009 dan terbitnya Undang-Undang
No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Ben-
cana, yang disusul kemudian dengan terbitnya
Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Pe-
nataan Ruang dan Undang-Undang No.27 tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Selanjutnya dalam konteks peningkatan perha-
tian masyarakat terhadap perlunya pengurangan
risiko bencana, telah didukung oleh kebijakan
Pemerintah melalui pengembangan sistem pe-
ringatan dini (early warning system) pada kawasan
rawan dan berisiko tinggi terhadap bencana, serta
perencanaan dan pelaksanaan tata ruang wilayah
yang konsisten untuk mengurangi tingkat ke-
rawanan dan risiko terjadinya bencana. Selain itu,
juga ada kebijakan mempersiapkan langkah-lang-
kah antisipasi untuk mengurangi tingkat kera-
wanan dan potensi risiko bencana dan pengaruh
iklim global.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 607 5/5/09 2:43:46 PM
608
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n

P
e
r
P
r
e
s
I
n
d
i
k
a
t
o
r
P
e
n
i
l
a
i
a
n

A
w
a
l
K
e
r
u
s
a
k
a
n

d
a
n

K
e
r
u
g
i
a
n
R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
.

T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

p
e
m
u
l
i
h
a
n

k
o
n
-
d
i
s
i

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

M
a
n
u
s
i
a
2
.
T
e
r
e
a
l
i
s
a
s
i
n
y
a

p
e
m
-
b
a
n
g
u
n
a
n

p
e
r
u
m
a
h
-
a
n
,

p
e
r
m
u
k
i
m
a
n
,

p
r
a
s
a
r
a
n
a

l
i
n
g
-
k
u
n
g
a
n
,

a
i
r

b
e
r
s
i
h
,

d
r
a
i
n
a
s
e

&

s
a
n
i
t
a
s
i
B
i
d
a
n
g

K
e
s
e
h
a
t
a
n
1
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

R
u
m
a
h

S
a
k
i
t
2
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

K
l
i
n
i
k
3
.
P
e
m
b
a
n
g
.

L
a
b
.
K
e
s
e
h
a
t
a
n
4
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

B
P
O
M
5
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

A
l
a
t

K
e
d
o
k
t
e
r
a
n
,

K
e
s
e
h
a
t
a
n

d
a
n

K
B
6
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

A
m
b
u
l
a
n
c
e
P
u
l
i
h
n
y
a

k
o
n
d
i
s
i

m
e
n
t
a
l

S
D
M

m
e
-
l
a
l
u
i

k
e
g
i
a
t
a
n

T
r
a
u
m
a

C
o
n
s
e
l
i
n
g
B
i
d
a
n
g

P
e
r
u
m
a
h
a
n

&

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n
1
.
J
u
m
l
a
h

p
e
r
u
m
a
h
a
n

y
a
n
g






d
i
b
a
n
g
u
n
2
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

p
r
a
s
a
r
a
n
a
/
s
a
r
a
n
a

d
a
s
a
r

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

(
a
i
r

b
e
r
s
i
h
,

d
r
a
i
n
a
s
e

&

s
a
n
i
t
a
s
i
,

d
l
l
)
F
a
s
i
l
i
t
a
s

k
e
s
e
h
a
t
a
n

y
a
n
g

r
u
s
a
k
:

6

R
u
m
a
h

S
a
k
i
t
,

6

k
l
i
n
i
k
,

L
a
b
.

K
e
s
e
h
a
t
a
n
,

B
a
l
a
i

P
e
n
g
a
w
a
s

O
b
a
t

&

M
a
k
a
n
a
n
S
e
b
a
n
y
a
k

1
2
0
.
0
0
0

r
u
m
a
h

r
u
s
a
k
,

t
e
r
m
a
s
u
k

s
a
r
a
n
a
/

p
r
a
s
a
r
a
n
a

a
i
r

b
e
r
s
i
h

&

s
a
n
i
t
a
s
i

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
1
)


9

u
n
i
t
2
)


6

u
n
i
t
3
)


1

u
n
i
t
4
)


3

u
n
i
t
5
)


4

p
a
k
e
t
6
)


6
9

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
2

K
a
b
u
p
a
t
e
n
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
2
4
5
.
9
9
6

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:


d
i

9
0
0

d
e
s
a
1
6

u
n
i
t
5

u
n
i
t
00
2
4

p
a
k
e
t
5

u
n
i
t
7
2
.
8
4
2

u
n
i
t
(
2
9
,
6
1

p
e
r
s
e
n
)
2
1
4

d
e
s
a
(
2
3
,
7
7

p
e
r
s
e
n
)
3
1

u
n
i
t
5

u
n
i
t
1

u
n
i
t
0

4
3

p
a
k
e
t
5

u
n
i
t
1
6

K
a
b
.
1
0
2
.
0
6
3

u
n
i
t
(
4
1

p
e
r
s
e
n
)
2
7
7

d
e
s
a
(
3
0
,
7
7

p
e
r
s
e
n
)
T
o
t
a
l

f
a
s
i
l
i
t
a
s

k
e
-
s
e
h
a
t
a
n
:

9
5
4

u
n
i
t
1
2
4
.
4
5
4

u
n
i
t
3
.

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

k
e
m
b
a
l
i

s
i
s
t
e
m

i
n
-
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r

r
e
g
i
o
n
a
l

d
a
n

l
o
k
a
l
B
i
d
a
n
g

P
e
m
u
l
i
h
a
n

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r
Y
a
n
g

T
e
l
a
h

T
e
r
s
e
d
i
a
:
1
.
T
e
r
b
a
n
g
u
n
n
y
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

j
a
l
a
n

&





J
e
m
b
a
t
a
n
2
.
T
e
r
b
a
n
g
u
n
n
y
a

f
a
s
i
l
i
t
a
s

p
e
r
-
h
u
b
u
n
g
a
n
:
a
)
P
e
l
a
b
u
h
a
n

L
a
u
t
b
)
P
e
l
a
b
u
h
a
n

P
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
a
n
c
)
B
a
n
d
a
r
a
d
)
T
e
r
m
i
n
a
l

B
u
s
K
e
r
u
s
a
k
a
n

j
e
m
b
a
t
a
n

s
e
p
a
n
-
j
a
n
g

2
.
4
5
0

m
,

d
a
n

j
a
l
a
n

s
e
p
a
n
j
a
n
g

5
.
4
0
3

k
m
.
F
a
s
.

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n

y
a
n
g

r
u
-
s
a
k
:

1
5

u
n
i
t

p
e
l
a
b
u
h
a
n

l
a
u
t

&

8

p
e
l
a
b
u
h
a
n

p
e
n
y
e
b
e
r
a
n
g
-
a
n
,

1
4

u
n
i
t

b
a
n
d
a
r
a
,

d
a
n

b
e
b
e
r
a
p
a

t
e
r
m
i
n
a
l

b
u
s
.

T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
4
.
6
5
0

k
m
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)
1
7

P
e
l
a
b
u
h
a
n
b
)
9

P
e
l
a
b
u
h
a
n
c
)
1
0

B
a
n
d
a
r
a
d
)


2
9

T
e
r
m
i
n
a
l
2
4

p
e
r
s
e
n
a
)

1
0

u
n
i
t
b
)



7

u
n
i
t
c
)



6

u
n
i
t
d
)



8

u
n
i
t
9
8
2

k
m
(
4
5

p
e
r
s
e
n
)
a
)

1
5

u
n
i
t
b
)



8

u
n
i
t
c
)




9

u
n
i
t
d
)

1
3

u
n
i
t
J
a
l
a
n
:

3
.
0
5
5

k
m
J
e
m
b
a
t
a
n
:

2
6
6



u
n
i
t
a
)


2
0

u
n
i
t
c
)


1
2

u
n
i
t
T
a
b
e
l

4
.
2
0
.
1
.
S
a
s
a
r
a
n
,

I
n
d
i
k
a
t
o
r
,

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9

B
i
d
a
n
g

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

B
e
n
c
a
n
a
P
e
r

P
r
e
s

N
o
.

3
0

T
a
h
u
n

2
0
0
5
:

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

&

R
e
k
o
n
s
t
r
u
k
s
i

W
i
l
a
y
a
h

&

K
e
h
i
d
u
p
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

P
r
o
v
.

N
A
D

&

K
e
p
.
N
i
a
s

P
r
o
v
.

S
u
m
u
t
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 608 5/5/09 2:43:47 PM
Bagian 4
609
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n

P
e
r
P
r
e
s
I
n
d
i
k
a
t
o
r
P
e
n
i
l
a
i
a
n

A
w
a
l
K
e
r
u
s
a
k
a
n

d
a
n

K
e
r
u
g
i
a
n
R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
4
.

T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

p
e
m
u
-
l
i
h
a
n

P
e
l
a
y
a
n
a
n

P
u
b
l
i
k
B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n
1
.
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

G
e
d
u
n
g

S
e
k
o
l
a
h
:
a
)
T
K
b
)
S
D
/
M
I
c
)
S
M
P
/
M
T
s
d
)
S
M
U
/
S
M
K
e
)
P
T
2
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

S
e
k
o
l
a
h

B
a
r
u
:
a
)
S
D
b
)
S
M
P
3
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

r
u
m
a
h

g
u
r
u
4
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

A
s
r
a
m
a

s
i
s
w
a
5
.
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
p
u
s
t
a
k
a
a
n
6
.

P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

L
a
b
.
K
o
m
p
u
t
e
r
K
e
r
u
s
a
k
a
n

g
e
d
u
n
g

s
e
k
o
l
a
h
:
a
)
1
0
0

T
K
b
)
7
3
5

S
D
/
M
I
c
)
2
0
1

S
M
P
/
M
T
s
d
)
1
0
9

S
M
U
/
S
M
K
e
)
1
8

P
T
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:

a
)

1
0
1

u
n
i
t
b
)

1
.
0
9
3
c
)

3
8
7

u
n
i
t
d
)

1
6
7

u
n
i
t
e
)

7

P
T
a
)


2
5

u
n
i
t
b
)


8
4

u
n
i
t
1
7
8

u
n
i
t
1
9

u
n
i
t
1
0
0

u
n
i
t
1
0
0

s
e
t
a
)
b
)

3
1
3

u
n
i
t
c
)

1
4
5

u
n
i
t
d
)
e
)
a
)

2
6

u
n
i
t
b
)

5
8

u
n
i
t-
4

u
n
i
t



00
a
)

b
)

4
7
7

u
n
i
t


c
)

1
4
6

u
n
i
t

d
)

e
)
a
)


3
0

u
n
i
t
b
)


7
6

u
n
i
t
1
0
0

p
e
r
s
e
n
4

u
n
i
t
00
T
o
t
a
l
:

1
.
4
5
0

u
n
i
t

(
T
K
,

S
D
,

S
M
P
,

S
M
U

d
a
n

P
T
)
5
.

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
m
-
b
a
n
g
u
n
a
n

k
e
m
b
a
l
i

s
i
s
t
e
m

e
k
o
n
o
m
i
S
u
b
-
S
e
k
t
o
r

P
e
r
i
k
a
n
a
n
:
a
)
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b

t
a
m
b
a
k
b
)
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

p
e
l
a
b
u
h
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n

L
a
m
p
u
l
o
c
)
B
a
n
t
u
a
n

K
a
p
a
l

M
o
t
o
r
d
)
P
e
n
y
e
r
a
p
a
n

T
e
n
a
g
a

K
e
r
j
a
S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i
:
a
)
.

T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
k
o
n
s
t
r
u
k
s
i

s
a
r
a
n
a
/
p
r
a
s
a
r
a
n
a

P
e
l
a
b
u
h
a
n

M
a
l
a
h
a
y
a
t
i
b
)

P
u
l
i
h
n
y
a

k
e
m
b
a
l
i

i
n
d
u
s
t
r
i

g
a
r
a
m

r
a
k
y
a
t
c
)

T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n


d
e
s
a

b
a
t
i
k

A
c
e
h
d
)

P
e
n
y
e
r
a
p
a
n

T
e
n
a
g
a

K
e
r
j
a
S
e
k
t
o
r

P
e
r
k
e
b
u
n
a
n
:
a
)
.
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s

P
e
r
k
e
b
u
n
a
n
S
e
k
t
o
r

P
e
r
d
a
g
a
n
g
a
n
:
a
)
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
/
R
e
h
a
b

P
a
s
a
r
b
)
P
e
n
y
e
r
a
p
a
n

T
e
n
a
g
a

K
e
r
j
a
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)


3
6
.
5
9
7

h
a
b
)


1

u
n
i
t
c
)

2
1
.
4
5
5

u
n
i
t
d
)

1
3
0
.
0
0
0

T
K
a
)

1

u
n
i
t
b
)

6

l
o
k
a
s
i
c
)

4

p
a
k
e
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)
.
1
0
2
.
4
6
1

H
a
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)

1
9
3

u
n
i
t
b
)

1
7
0
.
0
0
0

T
K
a
)
3
6
,
6
2

p
e
r
s
e
n
b
)
1
0
0

p
e
r
s
e
n
c
)
3
.
3
8
1

u
n
i
t
a
)
1
0
0

p
e
r
s
e
n
b
)
1
7

p
e
r
s
e
n
a
)
6
.
7
0
3

H
a
a
)
6
2

u
n
i
t
b
)
2
3
.
4
8
6

T
K
a
)
4
0
,
4
2

p
e
r
s
e
n
b
)
-
c
)

3
.
5
2
0

u
n
i
t
b
)

5
0

p
e
r
s
e
n
c
)

4

p
a
k
e
t
d
)
1
4
5
.
6
9
4

T
K
a
)
.
1
0
.
5
0
8

H
a
9
8
2

k
m
(
4
5

p
e
r
s
e
n
)
a
)

1
5

u
n
i
t
b
)



8

u
n
i
t
c
)




9

u
n
i
t
d
)

1
3

u
n
i
t
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
2
0
.
1
.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 609 5/5/09 2:43:47 PM
610
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n

P
e
r
P
r
e
s
I
n
d
i
k
a
t
o
r
P
e
n
i
l
a
i
a
n

A
w
a
l
K
e
r
u
s
a
k
a
n

d
a
n

K
e
r
u
g
i
a
n
R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
6
.
R
e
v
i
t
a
l
i
s
a
s
i

s
i
s
t
e
m

s
o
s
i
a
l

d
a
n

b
u
d
a
y
a
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a
:
a
)
F
a
s
i
l
i
t
a
s

p
e
r
i
b
a
d
a
t
a
n
b
)
G
e
d
u
n
g

b
e
r
s
e
j
a
r
a
h
/
p
u
r
b
a
k
a
l
a
c
)

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

&

f
a
s
i
l
i
t
a
s

T
a
m
a
n

B
u
d
a
y
a

&

M
u
s
e
u
m
d
)
B
a
n
t
u
a
n

a
l
a
t
-
a
l
a
t

s
e
n
i
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)
1
.
4
7
6

u
n
i
t
b
)
1
0

p
a
k
e
t
c
)
2

p
a
k
e
t
d
)
1
0
0

p
e
r
s
e
n
a
)
1
.
4
7
6

u
n
i
t
b
)
1
0

p
a
k
e
t
c
)
2

p
a
k
e
t
d
)

1
0
0

p
e
r
s
e
n
a
)
7
3

u
n
i
t
b
)
2
3
.
5
0
0

T
K
a
)
1
.
7
2
2

u
n
i
t
b
)
1
0

p
a
k
e
t
c
)
4

p
a
k
e
t
a
)

3
.
1
8
9

u
n
i
t
7
.
T
e
r
s
e
l
e
s
a
i
k
a
n
n
y
a

p
e
n
y
u
s
u
n
a
n

R
e
v
i
s
i

R
e
n
c
a
n
a

T
a
t
a

R
u
a
n
g

W
i
l
a
y
a
h

y
a
n
g

b
e
r
b
a
-
s
i
s

m
i
t
i
g
a
s
i

b
e
n
c
a
n
a
a
)
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

R
e
v
i
s
i

R
T
R
W

P
r
o
v
i
n
s
i

b
)
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
n
y
a

R
e
v
i
s
i

R
T
R
W

K
a
b
u
p
a
t
e
n
/
K
o
t
a
c
)
.
R
e
n
c
a
n
a

D
e
t
a
i
l

T
a
t
a

R
u
a
n
g

K
o
t
a
d
)
.

S
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

K
e
b
i
j
a
k
a
n

P
e
n
a
t
a
a
n

R
u
a
n
g

p
a
d
a

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)
.

1

P
r
o
v
i
n
s
i
b
)
.

1
3

K
a
b
/
K
o
t
a
c
)
.

9
5

K
o
t
a
d
)
.

1
4

L
o
k
a
s
i
a
)
.

1
0
0

p
e
r
s
e
n
b
)
.
1
5

K
a
b
/
K
o
t
a
c
)
.

9
2

K
o
t
a
d
)
.

0
b
)
.

2

K
a
b
/
K
o
t
a
c
)
.

2

K
o
t
a
d
)
.

1
1

l
o
k
a
s
i
9
.

T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a

p
e
m
u
-
l
i
h
a
n

h
a
k

a
t
a
s

t
a
n
a
h
1
.
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a
n
y
a

p
e
n
y
i
a
p
a
n

l
a
h
a
n
/
P
e
m
b
e
b
a
s
a
n

L
a
h
a
n

2
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

a
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

p
e
r
t
a
-
n
a
h
a
n
4
0
0
.
0
0
0

s
r
t
i

k
a
t

t
a
n
a
h

h
i
l
a
n
g
M
e
r
u
p
a
k
a
n

p
r
o
-
g
r
a
m

u
n
t
u
k

m
e
n
d
u
-
k
u
n
g

u
p
a
y
a

p
e
m
u
l
i
-
h
a
n

p
e
r
u
m
a
h
a
n

d
a
n

p
e
r
m
u
k
i
m
a
n
M
e
r
a
n
c
a
n
g

P
e
r
p
u

t
e
n
t
a
n
g

p
e
n
a
n
g
a
-
n
a
n

p
e
r
m
a
s
a
l
a
h
a
n

h
u
k
u
m

b
i
d
a
n
g
1
)

2
0
7

p
e
r
s
i
l
2
)

1
1
6
.
5
0
0

s
e
r
t
i

-
k
a
t

t
a
n
a
h
1
0
.
T
e
r
c
i
p
t
a
n
y
a

P
e
m
u
l
i
h
a
n

K
e
l
e
m
b
a
g
a
a
n

d
a
n

h
u
k
u
m
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

g
e
d
u
n
g

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
a
n
:
a
)
.

K
a
n
t
o
r

K
D
H
/
D
P
R
D
/
D
i
n
a
s
b
)
.

K
a
n
t
o
r

K
e
c
a
m
a
t
a
n
c
)
.

K
a
n
t
o
r

D
e
s
a
/
K
e
l
u
r
a
h
a
n
d
)
.
P
e
n
g
a
d
i
l
a
n

N
e
g
e
r
i
e
)
.
R
u
m
a
h

D
i
n
a
s

(
K
e
j
a
k
s
a
a
n

A
g
u
n
g
)
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m

R
e
n
c
a
n
a

I
n
d
u
k
:
a
)
.

7
6

u
n
i
t
b
)
.

2
3

u
n
i
t
c
)
.

4
5
0

u
n
i
t
d
)
.

9

u
n
i
t
e
)
.

3
8

u
n
i
t
a
)

5

u
n
i
t
b
)

1
4

u
n
i
t
c
)

8
3

u
n
i
t
d
)

1
0

u
n
i
t
e
)

2
0

u
n
i
t
a
)

2
5

u
n
i
t
b
)

6

u
n
i
t
c
)

3
3

u
n
i
t
d
)

5

u
n
i
t
e
)

2

u
n
i
t
T
o
t
a
l
:
9
7
9

u
n
i
t

L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
2
0
.
1
.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 610 5/5/09 2:43:48 PM
Bagian 4
611
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
S
a
s
a
r
a
n

R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

d
a
n

R
e
k
o
n
s
t
r
u
k
s
i
I
n
d
i
k
a
t
o
r
P
e
n
i
l
a
i
a
n

A
w
a
l
K
e
r
u
s
a
k
a
n

d
a
n

K
e
r
u
g
i
a
n
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
1
.
P
e
m
u
l
i
h
a
n

p
e
r
u
m
a
h
-
a
n

&

p
e
r
m
u
k
i
m
a
n

m
a
s
y

s
e
r
t
a

p
e
m
u
l
i
-
h
a
n

s
a
r
a
n
a

&

p
r
a
s
a
-
r
a
n
a

p
e
n
d
u
k
u
n
g
n
y
a

B
i
d
a
n
g

P
e
r
u
m
a
h
a
n

&

P
e
r
m
u
k
i
m
a
n
1
.
J
u
m
l
a
h

P
e
r
u
m
a
h
a
n

y
a
n
g

d
i
b
a
n
g
u
n
2
.
T
e
r
s
e
d
i
a
n
y
a

p
r
a
s
a
r
a
n
a
/
s
a
r
a
n
a

l
i
n
g
k
u
n
g
a
n

p
e
r
m
u
k
i
m
a
n
D
I
Y

:

1
8
6
.
5
9
1

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

9
0
.
5
2
9

u
n
i
t
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
T
o
t
a
l
:

2
7
7
.
1
2
0

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y
:
3
6
2
.
3
6
3

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
9
8
.
5
7
0

u
n
i
t
T
o
t
a
l
:

4
6
0
.
9
3
3

u
n
i
t
D
I
Y
:
4
3
3
.
3
1
4

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
1
0
5
.
.
4
7
6

u
n
i
t
T
o
t
a
l
:

5
3
8
.
7
9
0

u
n
i
t
2
.
P
e
m
u
l
i
h
a
n

s
a
r
a
n
a

&

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
u
b
l
i
k
,

d
e
n
g
a
n

s
a
s
a
r
a
n

p
r
i
-
o
r
i
t
a
s

u
t
k

p
e
m
u
l
i
h
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
d
i
d
i
k
-
a
n

&

k
e
s
e
h
a
t
a
n
,

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
l
a
y
a
n
a
n

s
o
s
i
a
l
,

d
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
n
d
u
k
u
n
g

p
e
r
e
k
o
-
n
o
m
i
a
n
B
i
d
a
n
g

K
e
s
e
h
a
t
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

P
r
a
s
a
r
a
n
a

k
e
s
e
h
a
t
a
n

y
a
n
g

r
u
s
a
k
B
i
d
a
n
g

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

G
e
d
u
n
g

S
e
k
o
l
a
h

(
S
D

&

S
M
P
)

y
a
n
g

r
u
s
a
k
P
r
a
s
a
r
a
n
a

P
e
r
i
b
a
d
a
t
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
r
i
b
a
d
a
t
a
n

y
a
n
g

r
u
s
a
k
B
i
d
a
n
g

I
n
f
r
a
s
t
r
u
k
t
u
r
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

r
u
a
s

j
a
l
a
n

d
a
n

j
e
m
b
a
t
a
n

y
a
n
g

r
u
s
a
k
:

2
9
4

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

7
6

u
n
i
t



_
_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




3
7
0

u
n
i
t
D
I
Y

:
1
.
8
3
6

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

6
5
0

u
n
i
t




_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




2
.
4
8
6

u
n
i
t
D
I
Y

:

2
.
2
0
1

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

2
.
3
6
7

u
n
i
t








_
_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




4
.
5
6
0
8

u
n
i
t
A
k
i
b
a
t

b
e
n
c
a
n
a
,
T
e
r
d
a
p
a
t

k
e
r
u
s
a
k
a
n
:

1
3

r
u
a
s

j
a
l
a
n

d
a
n

2
8

j
e
m
b
a
t
a
n
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y

:
1
7
6

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

7
6

u
n
i
t



_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




2
5
2

u
n
i
t
D
I
Y


:

9
6
3

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

2
0
9

u
n
i
t



_
_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




1
.
1
7
2

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y

:
1
.
1
7
6

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

4
4
4

u
n
i
t






_
_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




1
.
6
2
0

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
4
9

u
n
i
t

j
a
l
a
n

d
a
n

j
e
m
b
a
t
a
n
D
I
Y

&

J
a
t
e
n
g
:
1
1
4

u
n
i
t
D
I
Y

:
2
2
0

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

8
4

u
n
i
t



_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




3
0
4

u
n
i
t
D
I
Y

:
9
0
7

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

9
2
3

u
n
i
t






_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_



1
.
8
3
0

u
n
i
t
D
I
Y

:

2
2
0

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

7
6
0

u
n
i
t





_
_
_
_
_
_
_
_

_
_
_
_
_
_
_
_
_




9
8
0

u
n
i
t
1
1

j
a
l
a
n
;

d
a
n
1
2

j
e
m
b
a
t
a
n
T
a
b
e
l

4
.
2
0
.
2
.
S
a
s
a
r
a
n
,

I
n
d
i
k
a
t
o
r
,

d
a
n

C
a
p
a
i
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9

B
i
d
a
n
g

P
e
n
a
n
g
g
u
l
a
n
g
a
n

B
e
n
c
a
n
a
K
e
p
u
t
u
s
a
n

P
r
e
s
i
d
e
n

N
o
m
o
r

9

T
a
h
u
n

2
0
0
6
T
i
m

K
o
o
r
d
i
n
a
s
i

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

d
a
n

R
e
k
o
n
s
t
r
u
k
s
i

W
i
l
a
y
a
h

P
a
s
c
a
b
e
n
c
a
n
a

G
e
m
p
a

B
u
m
i

d
i

D
I
Y

d
a
n

J
a
w
a

T
e
n
g
a
h
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 611 5/5/09 2:43:48 PM
612
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
S
a
s
a
r
a
n

R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i

R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

d
a
n

R
e
k
o
n
s
t
r
u
k
s
i
I
n
d
i
k
a
t
o
r
P
e
n
i
l
a
i
a
n

A
w
a
l
K
e
r
u
s
a
k
a
n

d
a
n

K
e
r
u
g
i
a
n
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
C
a
p
a
i
a
n
2
0
0
6
2
0
0
7
2
0
0
8
P
r
a
s
a
r
a
n
a

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

p
r
a
s
a
-
r
a
n
a

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
a
n

y
a
n
g

r
u
s
a
k
D
I
Y

:

3
3
0

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

1
9
4

u
n
i
t




_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_




5
2
4

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y

:

3
0
4

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

3
9
8

u
n
i
t




_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_




7
0
2

u
n
i
t
D
I
Y

:

8
1

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
2
2
0

u
n
i
t



_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_




3
0
1

u
n
i
t
3
.
R
e
v
i
t
a
l
i
s
a
s
i

p
e
r
e
k
o
-
n
o
m
i
a
n

d
a
e
r
a
h

&

m
a
s
y
,

d
e
n
g
a
n

s
a
s
a
r
-
a
n

p
r
i
o
r
i
t
a
s

u
t
k
:
a
.
P
e
m
u
l
i
h
a
n

s
e
k
t
o
r

p
r
o
d
u
k
s
i

d
a
n

j
a
s
a

y
a
n
g

m
e
m
i
l
i
k
i

p
o
t
e
n
s
i

l
a
p
a
n
g
a
n

k
e
r
j
a

b
e
s
a
r
b
.
P
e
m
u
l
i
h
a
n

a
k
s
e
s

p
a
s
a
r

b
a
g
i

u
s
a
h
a

k
e
c
i
l

&

m
e
n
e
n
g
a
h
c
.
P
e
m
u
l
i
h
a
n

p
e
l
a
y
a
n
a
n

l
e
m
-
b
a
g
a

k
e
u
a
n
g
a
n

&

p
e
r
b
a
n
k
a
n
S
e
k
t
o
r

P
e
r
d
a
g
a
n
g
a
n
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

d
a
n

p
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

p
r
a
s
a
r
a
n
a

p
e
r
d
a
-
g
a
n
g
a
n
S
e
k
t
o
r

P
a
r
i
w
i
s
a
t
a
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

p
r
a
s
a
-
r
a
n
a

p
e
n
d
u
k
u
n
g

p
a
r
i
w
i
s
a
t
a
D
I
Y
:


7
5

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
-
-
D
I
Y
:


4

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

4

u
n
i
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y
:


3
9

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
-
-
D
I
Y
:


8

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
-
-
D
I
Y
:

4
4

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:
-
-
D
I
Y
:


6

u
n
i
t
J
a
t
e
n
g
:

3

u
n
i
t
t
1
)
.
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

p
a
s
a
r
2
)
.
T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

k
i
o
s
,

L
o
s
,

L
o
k
e
t
D
I
Y
:
-
-
J
a
t
e
n
g
:
1
2

u
n
i
t

p
a
s
a
r
1
.
0
0
5

u
n
i
t

k
i
o
s
,

l
o
s
,

l
o
k
e
t
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y
:
J
a
t
e
n
g
:
6

u
n
i
t

p
a
s
a
r
1
.
0
0
5

u
n
i
t

k
i
o
s
,

l
o
s
,

l
o
k
e
t
D
I
Y
:
J
a
t
e
n
g
:
1
1

u
n
i
t

p
a
s
a
r
1
7
8

u
n
i
t

k
i
o
s
,

l
o
s
,

l
o
k
e
t
1
)
.

T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

r
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

k
o
p
e
r
a
s
i
2
)
.

T
e
r
l
a
k
s
a
n
a
n
y
a

p
e
m
u
l
i
h
a
n

l
e
m
-
b
a
g
a

p
e
r
b
a
n
k
a
n
D
I
Y
:
1
0
0

u
n
i
t

k
o
p
e
r
a
s
i
3

l
e
m
b
a
g
a

p
e
r
b
a
n
k
a
n
J
a
t
e
n
g
:
1
7

u
n
i
t

k
o
p
e
r
a
s
i
T
a
r
g
e
t

d
a
l
a
m
R
e
n
c
a
n
a

A
k
s
i
:
D
I
Y
:
1
7
4

u
n
i
t

k
o
p
e
r
a
s
i
J
a
t
e
n
g
:
-
-
D
I
Y
:
2
5

u
n
i
t

k
o
p
e
r
a
s
i
J
a
t
e
n
g
:
1
7

u
n
i
t

k
o
p
e
r
a
s
i
L
a
n
j
u
t
a
n

T
a
b
e
l

4
.
2
0
.
2
.
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 612 5/5/09 2:43:49 PM
Bagian 5
Penutup
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 613 5/5/09 2:43:49 PM
Dok: COREMAP II
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 614 5/5/09 2:43:53 PM
Bagian 5
615
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
BAB 5.
Penutup
5.1. Agenda Mewujudkan Indonesia
yang Aman dan Damai
SASARAN PERTAMA dari agenda ini meliputi
upaya untuk meningkatkan rasa aman dan da-
mai, menurunkan ketegangan dan ancaman
konik antar kelompok maupun golongan ma-
syarakat, menurunkan kriminalitas secara nyata
di perkotaan dan perdesaan, serta menurunkan
angka perampokan dan kejahatan di lautan dan
penyelundupan lintas batas.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Peningkatan
Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarke-
lompok Masyarakat menjadi prioritas. Pada awal
RPJMN, kondisi Indonesia diwarnai oleh berbagai
persoalan seperti persoalan warisan konik sosial
masa lalu, kesenjangan sosial dan ekonomi yang
berpotensi memecah-belah masyarakat dalam ke-
lompok-kelompok secara tidak sehat dan berpo-
tensi merenggangkan hubungan antar masyara-
kat. Setelah empat tahun pelaksanaan RPJMN,
harus diakui Indonesia masih mengalami pasang
surut yang cukup dinamis dalam kehidupan dan
harmonisasi hubungan antarkelompok.
Namun demikian, capaian yang telah diperoleh
selama empat tahun pelaksanaan RPJMN dapat
dikatakan cukup baik dan memadai dalam me-
menuhi target sasaran. Hal ini tercermin dengan
terciptanya keamanan yang stabil dan semakin
menurunnya ketegangan dan ancaman konik
antarkelompok masyarakat atau antargolongan
di daerah-daerah rawan konik. Capaian terpen-
ting dalam menciptakan rasa aman dan damai di
daerah konik adalah: (1) Terciptanya stabilitas
politik yang cukup kondusif di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD), Papua, Maluku dan Ma-
luku Utara, serta Poso; (2) Terbitnya SKB Menteri
Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung
tentang Peringatan dan Perintah kepada Penga-
nut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat
Ahmadiyah Indonesia dan Warga Masyarakat.
Pada sisi lain, konik-konik politik yang berkait-
an dengan pilkada pada umumnya dapat ditang-
gulangi dengan pendekatan hukum dan politik
yang tepat dan adil berdasarkan peraturan perun-
dangan yang berlaku serta melalui pendekatan
konstitusional yang berhasil dari lembaga Mah-
kamah Konstitusi (MK). Capaian ini tercermin di-
antaranya adalah penyelesaian perselisihan dalam
Pilkada Gubernur Jawa Timur tahun 2008 secara
hukum melalui keputusan Mahkamah Konsti-
tusi (MK) untuk melakukan pemungutan suara
ulang di dua kabupaten di Provinsi Jawa Timur.
Pada daerah lain, meskipun terjadi perselisihan
yang cukup tajam sejak akhir 2007 mengenai ha-
sil Pilkada Gubernur Maluku Utara antara pihak-
pihak yang bersaing dalam pilkada, namun kasus
ini sudah dapat diselesaikan secara politik dengan
mempertimbangkan semua aspek hukum meling-
kupi persoalan pilkada ini.
Untuk Pengembangan Kebudayaan yang Berlan-
daskan pada Nilai-Nilai Luhur, pada awal RPJMN
2004-2009 permasalahan yang menguak meli-
puti: (1) Belum optimalnya kemampuan bangsa
dalam mengelola keragaman budaya; (2) Belum
diimbanginya pembangunan ekonomi dengan
pembangunan karakter bangsa; (3) Masih ren-
dahnya komitmen Pemerintah dan masyarakat
dalam mengelola kekayaan budaya. Selang empat
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 615 5/5/09 2:43:53 PM
616
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
tahun pelaksanaan RPJMN, pelaksanaan pemba-
ngunan kebudayaan telah mampu meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa dan memperkuat
jati diri bangsa dalam kerangka multikultur. Na-
mun demikian, tidak bisa dipungkiri sejumlah
permasalahan masih menghadang, diantaranya:
(1) adanya kecenderungan semakin lunturnya
kebanggaan terhadap identitas budaya bangsa di
kalangan generasi muda, yang berdampak pada
menurunnya modal sosial dan pada akhirnya
akan berdampak terhadap menurunnya daya sa-
ing bangsa; (2) masih rendahnya kesadaran ma-
syarakat terhadap upaya pelestarian nilai budaya
dan kearifan lokal; (3) masih rendahnya kualitas
pengelolaan kekayaan budaya dan rendahnya
kualitas SDM bidang konservasi dan preservasi
benda cagar budaya (BCB).
Untuk Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan
Penanggulangan Kriminalitas, pada awal RPJMN
2004-2009 indeks kriminalitas meningkat pe-
sat yang diikuti pula oleh stagnasi penyelesaian
kasus. Peredaran dan penyalahgunaan narkoba
saat itu menjadi ancaman serius bagi kelang-
sungan hidup bangsa dan negara. Setelah empat
tahun berselang, berbagai upaya yang ditempuh
dalam menciptakan keamanan dalam negeri
telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Meskipun tindak kejahatan konvensional dan ke-
jahatan berimplikasi kontinjensi menunjukkan
kecenderungan meningkat, tetapi hal tersebut
diikuti pula dengan penyelesaian yang mening-
kat. Capaian yang ada tercemin dengan: (1) Pe-
nanganan ancaman kejahatan transnasional ter-
hadap keamanan dalam negeri; (2) Pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba;
(3) Penanganan ancaman kejahatan transnasi-
onal terhadap keamanan dalam negeri; (4) Pe-
nanganan gangguan keamanan dan pelanggaran
hukum di laut; (5) Pengawasan dan penegakan
hukum pengelolaan sumberdaya kehutanan; (6)
Peningkatan profesionalisme lembaga kepolisian.
SASARAN KEDUA dari agenda ini adalah me-
ngokohkan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD
1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sasaran ini juga
sekaligus untuk mengeliminir segala bentuk ke-
giatan yang ingin memisahkan diri dari NKRI dan
mencegah serta menangkal negara dari ancaman
bahaya terorisme yang berpotensi menjatuhkan
kedaulatan NKRI.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Pencegahan
dan Penanggulangan Separatisme menjadi pri-
oritas. Pada awal RPJMN, kondisi konik di In-
donesia membawa keinginan besar bagi Peme-
rintah agar: (1) kehidupan masyarakat di NAD
dan Papua kembali normal serta tidak adanya
kejadian konik baru di daerah tersebut dan dae-
rah-daerah di seluruh wilayah NKRI; (2) perla-
wanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menurun
dan dukungan simpatisan GAM di dalam dan luar
negeri melemah; (3) kekuatan OPM menurun
dan dukungan simpatisan OPM di dalam dan luar
negeri melemah; (4) pemerataan pembangunan
di daerah rawan konik membaik kondisi sosial
ekonomi masyarakat meningkat; (5) segala ben-
tuk potensi separatisme dapat dicegah; dan (6)
pemahaman dan pengamalan multikulturalisme
di kalangan pemimpin, masyarakat, dan media
dapat tumbuh kembang.
Untuk Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan
Terorisme, kondisi pada awal RPJMN menun-
jukkan serangkaian aksi terorisme di Indonesia,
baik yang bernuansa internasional maupun lo-
kal. Setelah empat tahun pelaksanaan RPJMN,
berbagai upaya Pemerintah dan aparat terkait
menunjukkan hasil: (1) menurunnya kejadian
tindak terorisme di wilayah hukum indonesia; (2)
meningkatnya ketahanan masyarakat terhadap
aksi terorisme; (3) meningkatnya daya cegah dan
tangkal negara terhadap ancaman terorisme se-
cara keseluruhan.
Pelaksanaan diplomasi politik luar
negeri telah memberikan kontribusi
positif bagi pencapaian tujuan nasional,
yakni Indonesia yang lebih damai, adil,
demokratis dan sejahtera
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 616 5/5/09 2:43:54 PM
Bagian 5
617
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
Untuk Peningkatan Kemampuan Pertahanan Ne-
gara, kebijakan pertahanan di awal RPJMN lebih
difokuskan pada aspek kekuatan inti pertahanan.
Potensi dukungan pertahanan yang merupakan
salah satu aspek penting dalam pertahanan se-
mesta belum didayagunakan secara optimal
sebagai akibat dari kebijakan dan strategi perta-
hanan yang bersifat parsial. Setelah empat tahun
berselang, capaian penting dari sasaran ini terwu-
jud dengan: (1) diselesaikannya sejumlah doku-
men penting untuk meningkatkan kemampuan
pertahanan seperti Rencana Strategi Pertahanan
20052009, Strategic Defence Review, naskah aka-
demik Rancangan UU Pertahanan dan Keamanan
Negara 1945, serta naskah akademik RUU Kom-
ponen Cadangan.
SASARAN KETIGA adalah semakin berperannya
indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Pemantapan
Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama In-
ternasional menjadi prioritas. Pada awal RPJMN,
hubungan internasional banyak diwarnai berbagai
isu politik, keamanan, dan ekonomi global. Di-
yakini hal ini akan terus berlanjut dan tidak bisa
dihindari. Sampai dengan 2008, pelaksanaan di-
plomasi politik luar negeri telah memberikan kon-
tribusi positif bagi pencapaian tujuan nasional,
yakni Indonesia yang lebih damai, adil, demokra-
tis dan sejahtera. Keberhasilan diplomasi tersebut
dapat terlihat dengan berbagai peningkatan ker-
jasama, baik di tingkat bilateral, regional, maupun
multilateral, serta penciptaan perdamaian dunia.
5.2. Agenda Mewujudkan Indonesia
yang Adil dan Demokratis
SASARAN PERTAMA adalah meningkatnya ke-
adilan dan penegakan hukum, terciptanya sistem
hukum yang adil, konsekuen, dan tidak diskrimi-
natif serta yang memberikan perlindungan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia,
terjaminnya konsistensi seluruh peraturan per-
undang-undangan di tingkat pusat dan daerah,
ditindaknya pelaku tindak pidana korupsi beserta
pengembalian uang hasil korupsi kepada negara,
dicegahnya dan ditanggulanginya terorisme serta
pembasmian penyalahgunaan obat terlarang.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Pembenahan
Sistem Hukum Nasional dan Politik Hukum men-
jadi prioritas. Pada awal pelaksanaan RPJMN,
yang menjadi permasalahan substansi hukum
saat itu adalah: (1) Tumpang Tindih dan Inkon-
sistensi Peraturan Perundang-Undangan (Perpu);
(2) belum lengkapnya peraturan pelaksanaan
dari suatu UU sehingga menimbulkan kesulitan
dalam implementasi; (3) Tidak adanya Perjanjian
Ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA).
Pada struktur hukum, permasalahan yang diha-
dapi adalah (1) Independensi lembaga pengadilan
belum terwujud sehingga berpengaruh terhadap
kinerjanya; (2) Akuntabilitas kelembagaan hu-
kum; (3) Sumberdaya manusia di bidang hukum;
(4) Sistem peradilan yang tidak transparan dan
terbuka. Sedangkan dalam budaya hukum, per-
masalahannya adalah degradasi budaya hukum di
lingkungan masyarakat dan menurunnya kesadar-
an akan hak dan kewajiban hukum masyarakat.
Sampai dengan 2008, pencapaian sasaran pem-
bangunan hukum telah memperlihatkan perkem-
bangan yang lebih baik. Dalam substansi hukum,
capaiannya tercermin dengan telah disahkan 669
Perpu yang terdiri dari 127 UU, 327 Peraturan
Pemerintah (PP) dan 249 Peraturan Presiden
(Perpres). Dalam rangka pembangunan struk-
tur hukum, capaiannya tercermin dengan telah
diberlakukannya Mahkamah Agung dan lembaga
pengadilan yang di bawahnya sebagai satu atap
yang memiliki kewenangan di bidang keuangan,
kepegawaian, dan administrasi. Untuk menunjang
sistem kinerja MK, telah disusun dan diterapkan
peraturan MKRI. Untuk pengawasan terhadap
pelaksana kekuasaan kehakiman telah ditindak-
lanjuti oleh Komisi Yudisial. Untuk pembangunan
budaya hukum, maka ini akan otomatis tercapai
bila substansi hukum dan struktur hukum su-
dah berjalan dengan baik. Terkait dengan upaya
pencegahan korupsi telah dilakukan pencatatan
terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara
negara (LHKPN) yang dari tahun ketahun kesa-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 617 5/5/09 2:43:54 PM
618
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
daran untuk mencatatkan harta kekayaannya dari
pejabat semakin meningkat. Terkait dengan upa-
ya pemberantasan korupsi upaya yang sifatnya
represif maupun preventif terus dilakukan, se-
cara tidak langsung sudah memberikan pengaruh
yang cukup luas kepada masyarakat dan aparatur
negara dengan timbulnya iklim takut korupsi.
Untuk Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai
Bentuk, permasalahan secara umum yang dite-
mukan di awal pelaksanaan RPJMN meliputi Per-
pu dan kaitannya dengan nilai sosial yang hidup
di masyarakat dan pelaksanaan Perpu. Adapun
capaian pelaksanaan RPJMN hingga tahun ke-
empat meliputi: (1) upaya penghapusan diskrimi-
nasi terhadap TKI; (2) upaya penghapusan dis-
kriminasi yang menyangkut kekerasan terhadap
perempuan; (3) pembentukan Komnas Perem-
puan; (4) diratikasinya implementasi Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya; (5) dikeluarkannya UU Kewarganegaraan
RI; (6) memberi perlindungan terhadap saksi dan
korban yang tidak diskriminatif; (6) disahkannya
UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (PTPPO); (7) ditandatanganinya Kon-
vensi Internasional Perlindungan dan Pemajuan
Hak-hak dan Martabat Penyandang Cacat serta
Konvensi Internasional Perlindungan bagi semua
orang dari penghilangan paksa; (8) disahkannya
UU Partai Politik yang mengedepankan keadilan
dan kesetaraan gender melalui pengaturan pe-
nyertaan 30 persen keterwakilan perempuan; (9)
UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Untuk Penghormatan, Pemenuhan, dan Pene-
gakan Atas Hukum dan Pengakuan Atas Hak
Asasi Manusia, pada awal RPJMN, sejumlah per-
soalan yang tampak jelas terjadi diantaranya: (1)
fungsi institusi-institusi negara yang berwenang
dan wajib menegakkan HAM belum optimal, (2)
penegakan hukum dan kepastian hukum masih
lemah, (3) penegakan hukum masih belum adil
dan tegas, dan diskriminatif, (4) masyarakat be-
lum memperoleh informasi mengenai penangan-
an perkara korupsi; (5) Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) menjadi harapan besar ma-
syarakat; dan (6) sering tidak tuntasnya tindakan
hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Diakhir tahun keempat pelaksanaan RPJMN, ca-
paian penting yang menonjol adalah peningkatan
Indek Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang pada
2004 sebesar 1,9 meningkat menjadi 2,6 pada
2008.
SASARAN KEDUA adalah terjaminnya keadilan
gender bagi peningkatan peran perempuan dalam
berbagai bidang pembangunan. Hal ini akan ter-
cemin dalam berbagai perundangan, program
pembangunan, kebijakan publik, membaiknya
angka Gender-related Development Index (GDI) dan
angka Gender Empowerment Measurement (GEM),
menurunnya tindak kekerasan terhadap perem-
puan dan anak serta meningkatnya kesejahteraan
dan perlindungan anak.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Peningkatan
Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak men-
jadi prioritas. Hal ini tidak lepas dari kondisi di
awal RPJMN yang banyak ditemukan sejumlah
persoalan. Diantaranya: (1) masih signikannya
kesenjangan gender dalam pembangunan; (2)
masih rendahnya kualitas hidup perempuan di
bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan poli-
tik dibandingkan dengan laki-laki; dan (3) masih
adanya permasalahan seputar kesejahteraan dan
perlindungan anak. Capaian penting pasca em-
pat tahun pelaksanaan RPJMN, diantaranya: (1)
hadirnya kelembagaan Pengarusutamaan Gender
(PUG); (2) meningkatnya kualitas perempuan
di bidang pendidikan yang ditunjukkan dengan
meningkatnya APS perempuan; (3) meningkat-
nya kualitas perempuan di bidang kesehatan
yang ditunjukkan dengan meningkatnya angka
harapan hidup perempuan dan menurunnya AKI
melahirkan; (4) meningkatnya peran perempuan
di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan meski
masih rendah dibandingkan dengan laki-laki; (5)
keterwakilan perempuan dalam pentas politik
mulai meningkat dengan telah ditetapkannya 1
gubernur, 1 wakil gubernur, 7 bupati/walikota,
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 618 5/5/09 2:43:55 PM
Bagian 5
619
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
dan 4 wakil bupati/walikota perempuan; (6) ang-
ka Gender-related Development Index (GDI) Indo-
nesia 2007-2008 meningkat menjadi 0,721; (7)
disahkannya UU Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (KDRT); (8) diterbitkannya PP Pe-
nyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban
KDRT; (9) disahkannya UU PTPPO; (10) tersu-
sunnya naskah RUU Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga; (10) tersusunnya bahan masukan untuk
revisi UU Ketenagakerjaan dan revisi UU Penem-
patan dan Perlindungan TKI di luar megeri, khu-
susnya yang terkait dengan perlindungan tenaga
kerja perempuan; (11) tersusunnya rancangan
mekanisme penyelesaian kasus TKI perempuan
yang bekerja di luar negeri; (12) tersosialisasikan-
nya berbagai Perpu terkait dengan perempuan
dan anak; (13) tersosialisasikannya Konvensi ten-
tang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (Convention on the Elimina-
tion of All Forms of Discrimination Against Women/
CEDAW); (14) ditetapkannya Standar Nasional
Penanganan Bencana yang Responsif Gender;
(15) ditetapkannya UU Pornogra; (16) tersusun-
nya PP Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Ter-
padu bagi Korban dan/atau Saksi Perdagangan
Orang; (17) tersusunnya draft Standar Pelayanan
Minimal (SPM) untuk pelayanan terpadu bagi kor-
ban dan saksi tindak pidana perdagangan orang;
(18) terbentuknya P2TP2A di 17 provinsi dan 76
kabupaten/kota; (19) tersusunnya draft kebijakan
perlindungan perempuan kepala rumah tangga;
(20) terlaksananya fasilitasi perlindungan hak re-
produksi remaja putri di 12 kabupaten/kota; (21)
dibentuknya pusat krisis terpadu di 3 provinsi
dan 5 kabupaten; (22) meningkatnya perhatian
terhadap pengembangan anak usia dini; (23) me-
ningkatnya APS anak usia 7-18 tahun; dan (24)
menurunnya angka kematian bayi (AKB). Untuk
perlindungan bagi anak yang telah diatur dengan
UU sejak 2002 ternyata belum terdapat perkem-
bangan yang menggembirakan. Hal ini tercermin
dengan masih tingginya jumlah pekerja anak,
banyaknya anak yang belum memiliki identitas,
anak yang bermasalah dengan hukum, korban ke-
kerasan, dan lain sebagainya.
SASARAN KETIGA adalah meningkatnya pelayan-
an kepada masyarakat dengan menyelenggarakan
otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang
baik, menjamin konsistensi seluruh peraturan pu-
sat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan
peraturan dan perundangan yang lebih tinggi.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Revitalisasi
Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah men-
jadi prioritas. Pada awal RPJMN, sejumlah ken-
dala dan permasalahan mewarnai pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah. Saat itu, UU
yang mengatur desentralisasi dan otonomi daerah
baru saja ditetapkan dan diberlakukan. Kendala
dan permasalahan yang dominan saat itu melipu-
ti: (1) pembagian kewenangan antara pusat dan
daerah yang belum jelas; (2) proses desentralisasi
dan otonomi daerah yang belum optimal; (3) ker-
jasama antar-Pemerintah Daerah yang masih ren-
dah; (4) kelembagaan Pemerintah Daerah yang
Dok: Tempo, Arie Basuki
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 619 5/5/09 2:43:56 PM
620
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
belum efektif dan esien; (5) kapasitas aparatur
Pemerintah Daerah yang masih rendah dan ter-
batas; (6) kapasitas keuangan daerah yang masih
terbatas; (7) pembentukan daerah otonom baru
masih belum sesuai dengan tujuan. Setelah em-
pat tahun pelaksanaan RPJMN, capaian penting
ditunjukkan dengan: (1) Diterbitkannya kepas-
tian dasar hukum pembentukan Provinsi Papua
Barat melaui PP Pengganti UU No. 1 Tahun 2008
tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua;
(2) Terkait status keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta telah diajukan RUU yang mengatur
keistimewaan DIY di bidang pertanahan, penata-
an ruang, kebudayaan, dan keuangan; (3) Dalam
program peningkatan kapasitas kelembagaan
Pemda telah diterbitkannya Peraturan Pemerin-
tah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Peme-
rintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota; PP No. 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah; PP No. 3
Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan La-
poran Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala
Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada masyarakat; telah
diselesaikannya rancangan Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Kerangka Nasional Pengem-
bangan dan Peningkatan Kapasitas dalam rangka
Mendukung Desentralisasi dan Pemerintahan
Daerah; tersusunnya Buku Pegangan Penyeleng-
garaan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
tahun 2007 dan 2008; diterbitkan PP No. 6 ta-
hun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyeleng-
garaan Pemerintahan Daerah; diterbitkan PP No.
7 tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan; diterbitkan PP No 8 tahun 2008
tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengen-
dalian, dan Evaluasi Rencana Pembangunan Dae-
rah; serta (9) Telah diterbitkan PP No. 19 Tahun
2008 tentang Kecamatan. Dengan diterbitkannya
peraturan-peraturan tersebut diharapakan pelak-
sanaan desentralisasi dan otonomi daerah akan
berjalan lebih baik lagi di waktu yang akan datang;
(4) Terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada) langsung, hasil yang telah dicapai adalah
dilaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah secara langsung sebanyak 484 dae-
rah; (5) Terkait program Peningkatan Kerjasama
Antar-Pemerintah Daerah sampai saat ini telah
terfasilitasi kerjasama antardaerah; (6) Telah di-
susun dan diterbitkannya PP No. 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah
yang diharapkan menjadi dasar hukum yang lebih
memantapkan hubungan dan keterikatan antar-
daerah dalam kerangka NKRI; (7) telah terben-
tuk sebanyak 45 daerah otonom baru sepanjang
2005-2008; (8) Hasil pencapaian lain yang cu-
kup berarti untuk mengendalikan pembentukan
DOB adalah telah diterbitkan PP No. 78 Tahun
2007 sebagai revisi PP No. 129 Tahun 2000 ten-
tang Tata cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah; (9) Tersusunnya Sistem
Informasi Manajemen Bina Administrasi Keuang-
an Daerah (BAKD); (10) Tersedianya Sistem In-
formasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)
dan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD).
Selain itu semua, keuangan Pemerintah Daerah
juga cenderung meningkat seiring dengan adanya
peningkatan dana perimbangan tiap tahunnya.
Jumlah dana perimbangan (DAU, DAK, DBH)
pada 2004 hanya Rp 120.245.434,20 juta sedang-
kan pada 2008 sebesar Rp 263.370.667,68 juta.
SASARAN KEEMPAT adalah meningkatnya pela-
yanan birokrasi kepada masyarakat. Hal ini akan
dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata
praktik korupsi di birokrasi yang dimulai dari ta-
taran (jajaran) pejabat yang paling atas, tercip-
tanya sistem Pemerintahan dan birokrasi yang
bersih, akuntabel, transparan, esien dan ber-
wibawa; Selain itu, hal ini juga akan dicerminkan
dengan terhapusnya aturan, peraturan, dan prak-
tik yang bersifat diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok, atau golongan masyarakat ser-
ta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Penciptaan
Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa
menjadi prioritas. Di masa awal penyusunan
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 620 5/5/09 2:43:57 PM
Bagian 5
621
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
RPJMN 2004-2009, Indonesia berada dalam ke-
lompok negara yang terendah dalam peta kema-
juan pembangunan bangsa-bangsa. Penyelengga-
raan good governance pada sektor publik maupun
bisnis belum terlaksana. Kualitas ini berdampak
pada rendahnya kualitas pelayanan kepada ma-
syarakat yang ditandai dengan tingginya penya-
lahgunaan kewenangan dan penyimpangan.
Selain itu rendahnya kinerja sumberdaya ma-
nusia aparatur serta belum memadainya sistem
kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan
(manajemen) Pemerintahan merupakan indi-
kator buruknya pengelolaan good governance.
Hal itu lebih diperburuk dengan rendahnya ke-
sejahteraan pegawai negeri sipil (PNS), serta ma-
sih banyaknya peraturan perundang-undangan
yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
dan tuntutan pembangunan. Lebih lanjut, sistem
pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksa-
naan pembangunan juga belum berjalan dengan
baik yang dicerminkan dengan tingginya tindak
korupsi di lingkungan aparatur negara.
Selama 4 tahun pelaksanaan RPJMN capaian pen-
ting yang dihasilkan diantaranya: (1) Berkurang-
nya secara nyata praktik korupsi di birokrasi; (2)
Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalak-
sanaan Pemerintah yang bersih, esien, efektif,
transparan, profesional, dan akuntabel; (3) Ter-
hapusnya peraturan dan praktik yang bersifat
diskriminatif terhadap warga negara, kelompok,
atau golongan masyarakat; (4) Meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebi-
jakan publik; serta (5) Terjaminnya konsistensi
seluruh peraturan pusat dan daerah serta tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundang-
an di atasnya. Terkait upaya pemberantasan ko-
rupsi, selama empat tahun pelaksanaan RPJMN
2004-2009, upaya penanganan telah memperli-
hatkan hasil yang cukup menggembirakan. Indek
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia meningkat dari
1,9 pada 2004 menjadi 2,6 pada 2008. Pencapaian
tersebut tidak terlepas dari kerja keras Pemerin-
tah melalui penanganan baik yang sifatnya pre-
ventif maupun represif.
SASARAN KELIMA adalah terlaksananya Pemilih-
an Umum (Pemilu) 2009 secara demokratis, jujur,
dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi
demokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan ha-
sil pemilihan umum secara langsung tahun 2004.
Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas Per-
wujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh
menjadi prioritas. Pada awal pelaksanaan RPJMN
2004-2009, Indonesia masih diwarnai dengan be-
berapa permasalahan, antara lain: (1) Belum opti-
malnya implementasi peran dan fungsi lembaga-
lembaga politik; (2) Pola hubungan negara dan
masyarakat yang belum sesuai dengan kebutuhan
demokratisasi; (3) Belum optimalnya hubungan
kelembagaan pusat dan daerah; (4) Masih adanya
persoalan-persoalan masa lalu yang belum tuntas,
seperti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) be-
rat dan tindakan-tindakan kejahatan politik; ser-
ta (5) Media massa belum menjalankan fungsinya
secara otonom dan independen. Selama 4 tahun
pelaksanaan RPJMN capaian penting yang diraih
adalah: (1) telah disahkan beberapa UU terkait
dengan pelaksanaan Pemilu, yaitu UU No. 2 Ta-
hun 2008 tentang Partai Politik, UU No. 10 tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD, dan DPRD, UU No. 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,
serta UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyeleng-
gara Pemilu sebagai pedoman penting penyeleng-
garaan Pemilu 2009; (2) Peningkatan kapasitas
dan kesiapan partai politik dan organisasi-or-
ganisasi masyarakat sipil dalam melakukan sosi-
alisasi dan pendidikan politik masyarakat demi
memperbaiki kualitas dan kuantitas partisipasi
aktif; (3) Telah dilaksanakan berbagai kegiatan
pendukung seperti pemberian bantuan kepada
130 ormas pada 2007-2008, penyusunan draft
RUU Ke-ormasan; (4) Pemerintah juga memfasili-
tasi Penyusunan Kerangka Kerja Komisi Kebenar-
an dan Rekonsiliasi di Daerah; penyempurnaan
produk hukum pelaksanaan pemilu, pilpres dan
pilkada; menyosialisasi Permendagri No. 11 Ta-
hun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah
dan Permendagri No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah; serta
(5) Diterbitkan sejumlah PP bidang penyiaran
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 621 5/5/09 2:43:57 PM
622
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
khususnya perizinan dalam rangka mewujudkan
efektivitas pelaksanaan UU No. 40 Tahun 1999
tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran.
5.3. Agenda Meningkatkan Kesejah-
teraan Rakyat
SASARAN PERTAMA adalah adalah menurunnya
jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada
2009 serta terciptanya lapangan kerja yang mam-
pu mengurangi pengangguran terbuka menjadi 5,1
persen pada 2009 dengan didukung oleh stabilitas
ekonomi yang tetap terjaga. Kemiskinan dan pe-
ngangguran diatasi dengan strategi pembangun-
an ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang
berkualitas dan berdimensi pemerataan melalui
penciptaan lingkungan usaha yang sehat.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Penanggulang-
an Kemiskinan menempati prioritas utama. Pe-
netapan prioritas ini tidak lepas dari gambaran
kondisi masyarakat Indonesia pada awal RPJMN
yang: (1) jumlah penduduk miskinnya relatif be-
sar, mencapai 36,1 juta jiwa atau 16,7 persen dari
total penduduk saat itu; (2) terbatasnya kecukup-
an dan mutu pangan yang berdampak pada mun-
culnya sejumlah kejadian gizi-buruk di beberapa
wilayah Indonesia; (3) terbatasnya akses dan ren-
dahnya mutu layanan kesehatan yang terkait erat
dengan masalah keterbatasan pangan dengan
munculnya kasus kematian yang diakibatkan oleh
gizi-buruk; (4) terbatasnya akses dan rendahnya
mutu layanan pendidikan baik formal maupun
non-formal; (5) terbatasnya kesempatan kerja
dan berusaha ditunjukkan dengan tingginya jum-
lah pengangguran terbuka yang mencapai 10,9
juta orang atau 10,3 persen dari angkatan kerja;
(6) terbatasnya akses layanan perumahan (yang
sehat dan layak huni) dan sanitasi (mutu lingkung-
an permukiman), serta lemahnya status hukum
kepemilikan rumah karena ketidakmampuan
membayar uang muka Kredit Pemilikan Rumah
(KPR), bahkan untuk kategori Rumah Sangat
Sederhana (RSS); (7) terbatasnya akses terhadap
air bersih karena terbatasnya penguasaan sumber
air, ketidakterjangkauan terhadap jaringan distri-
busi, menurunnya mutu sumber air (akibat pence-
maran, limbah industri, penggundulan hutan,
dan pendangkalan) serta kurangnya kesadaran
akan pentingnya air bersih; (8) lemahnya kepas-
tian kepemilikan dan penguasaan tanah khusus-
nya oleh petani; (9) memburuknya kondisi SDA
dan LH serta terbatasnya akses terhadap SDA;
(10) lemahnya jaminan rasa aman karena adanya
Dok: PolaGrade
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 622 5/5/09 2:44:03 PM
Bagian 5
623
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
konik sosial, ancaman terorisme, dan ancaman
nonkekerasan (seperti perdagangan perempuan
dan anak, krisis ekonomi, penyebaran penyakit
menular, dan peredaran obat-obatan terlarang);
(11) lemahnya partisipasi dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik.
Selama empat tahun pelaksanaan RPJMN, ber-
bagai upaya telah dilakukan secara sinergis, kon-
sisten, dan sinkron antara pusat dan daerah.
Capaian penting yang diperoleh ditunjukkan
dengan: (1) menurunnya jumlah kemiskinan; (2)
dipenuhinya kecukupan dan mutu pangan; (3)
dipenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu;
(4) pemenuhan pelayanan pendidikan dasar yang
bermutu dan merata; (5) menurunnya angka pe-
ngangguran serta semakin terbukanya kesem-
patan kerja dan berusaha; (6) pemenuhan kebu-
tuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan
sehat; (7) pemenuhan kebutuhan air bersih dan
aman bagi masyarakat miskin; (8) perluasan ak-
ses tanah; (9) perluasan akses pemanfaatan SDA
dan terjaganya kualitas LH; (10) terjaminnya rasa
aman; (11) meningkatnya partisipasi masyarakat
miskin dalam pengambilan keputusan.
Untuk Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmi-
gas, kondisi Indonesia di awal RPJMN ditandai
dengan dominasi PMA dibanding PMDN, baik
dalam hal jumlah proyek maupun nilai investasi-
nya. Untuk kegiatan ekspor, pertumbuhan ekspor
pertambangan mengalahkan pertumbuhan ekspor
pertanian dan manufaktur (14,2 persen). Untuk
kegiatan impor, pertumbuhannya melambat aki-
bat melambatnya impor barang modal. Di bidang
pariwisata, jumlah kunjungan wisatawan man-
canegara meningkat pesat dan devisa yang dihasil-
kan memberi kontribusi terbesar kedua setelah
ekspor migas. Pada tahun keempat RPJMN, iklim
investasi yang sehat dengan reformasi kelem-
bagaan ekonomi mulai terwujud dengan hadirnya
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi serta
Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil
dan Pemberdayaan UMKM dengan 4 kelompok
kebijakan, yaitu: investasi, lembaga keuangan,
UMKM, dan infrastruktur. Sebagai lanjutan dari
kedua paket kebijakan tersebut, kemudian diter-
bitkan Inpres tentang Fokus Program Ekonomi
untuk memperbaiki kepastian hukum bagi inves-
tor, memperbaiki iklim berusaha, dan memberi-
kan insentif investasi. Untuk menunjang iklim
investasi, telah diterbitkan pula UU Penanaman
Modal, Perpres tentang Kriteria dan Persyaratan
Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bi-
dang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal, PP Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Ka-
bupaten/Kota, PP tentang Organisasi Perangkat
Daerah, Keppres tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan
Karimun, dan sebagainya. Di bidang perdagangan
luar negeri, langkah-langkah yang telah ditem-
puh dalam upaya peningkatan ekspor nonmigas,
antara lain: menyederhanakan prosedur impor
dengan menerapkan sistem angka pengenal im-
portir (API) on-line, menerbitkan Otomasi Surat
Keterangan Asal (SKA), menetapkan Permendag
yang memberikan pembebasan impor barang
modal bukan baru, dan mewujudkan National
Single Window (NSW) dalam rangka mewujudkan
kesepakatan pembentukan Asean Single Window
(ASW). Dalam upaya memangkas prosedur per-
izinan memulai usaha dan operasi bisnis, telah
dicapai: Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
untuk berbagai jenis perizinan dan beroperasi-
nya Unit Pelayanan Investasi Terpadu (UPIT) di
Batam. Untuk mencapai sasaran meningkatnya
investasi secara bertahap, capaian penting di-
tunjukkan dengan meningkatnya nilai realisasi
investasi (Izin Usaha Tetap). Meski dihadapkan
dengan tekanan eksternal yang cukup berat yaitu
kenaikan harga minyak dunia yang sangat tinggi
dan berlanjut dengan resesi dunia yang didorong
krisis keuangan di AS, realisasi PMA mampu tum-
buh jauh lebih tinggi dibanding periode-periode
sebelumnya. Untuk mencapai sasaran mening-
katkan pertumbuhan ekspor secara bertahap,
patut disyukuri bahwa realisasi pertumbuhan
ekspor nonmigas selama empat tahun RPJMN se-
lalu berada diatas sasaran yang ditetapkan dalam
RPJMN dan RKP. Untuk capaian sasaran mening-
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 623 5/5/09 2:44:03 PM
624
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
katkan esiensi dan efektivitas sistem distribusi
nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha,
perkembangan harga bahan kebutuhan pokok se-
cara umum relatif stabil.
Keadaan ini dapat dilihat dari andil inasi ba-
han pangan yang cenderung turun setiap tahun.
Beberapa kegiatan pembangunan sarana distri-
busi perdagangan juga telah dilakukan. Terkait pe-
ngamanan pasar dalam negeri dan perlindungan
konsumen, capaian penting yang telah diraih an-
tara lain: meningkatnya pemahaman masyarakat
dan aparat terkait terhadap peraturan perlindung-
an konsumen, telah dibentuknya Badan Penye-
lesaian Sengketa Konsumen (BPSK), tersedianya
tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindung-
an Konsumen (PPNSPK).
Terkait pengawasan terhadap mutu barang, su-
dah diberlakukan SNI wajib. Untuk pengawasan
perdagangan berjangka komoditas, telah dise-
lenggarakan pasar lelang yang bertujuan untuk
mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi
di bidang perdagangan produk pertanian. Yang
tidak kalah penting dari seluruh capaian adalah
pemberlakuan Sistem Resi Gudang (SRG) untuk
mengatasi masalah akses pembiayaan petani. Di
bidang persaingan usaha, beberapa capaian yang
telah diperoleh adalah semakin meningkatnya
laporan yang diterima dan ditindaklanjuti KPPU,
jumlah putusan KPPU, jumlah monitoring pelaku
usaha, jumlah kajian sektoral, evaluasi kebijakan
persaingan, dan banyak lagi. Untuk meningkat-
kan kontribusi pariwisata dalam perolehan devi-
sa, meski industri ini dihadapkan dengan sejum-
lah isu negatif dan sempat mengalami penurunan
penerimaan devisa, namun pada tahun keempat
RPJMN sudah mulai menunjukkan pemulihan.
Pada awal RPJMN, kondisi daya saing industri
manufaktur di Indonesia rendah. Hal ini ditan-
dai dengan laporan World Economic Forum yang
menyebut daya saing Indonesia saat itu berada
dalam posisi ke-69 dari 104 negara. Internation-
al Institute for Management Development dalam
laporannya berjudul World Competitiveness Report
2004 juga menempatkan daya saing Indonesia di
posisi 58 dari 60 negara dalam. Atas dasar itulah,
Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
menjadi prioritas. Pada tahun keempat RPJMN,
sampai dengan 2008, pertumbuhan ekonomi
mencapai sebesar 6,1 persen. Untuk pertumbuh-
an ekspor non migas periode Januari-November
2008 mengalami peningkatan 20,2 persen (y-
o-y) dengan pertumbuhan total ekspor 24,2 per-
sen. Tidak bisa dipungkiri, krisis ekonomi global
memberi dampak yang sangat besar terhadap
permintaan produk-produk ekspor Indonesia.
Terkait dengan Revitalisasi Pertanian, hal ini men-
jadi prioritas RPJMN mengingat petani/nelayan
Indonesia masih menghadapi permasalahan kla-
sik terkait produktivitas, peningkatan mutu, dan
terbatasnya akses kepada sumberdaya produktif,
termasuk permodalan dan layanan usaha. Sejum-
lah capaian selama empat tahun RPJMN ditun-
jukkan dengan: (1) pertumbuhan PDB pertanian
yang cenderung meningkat, walaupun pada 2005
sempat turun sedikit dari awal RPJMN 2004-
2009; (2) meningkatnya kesejahteraan petani yang
diindikasikan kenaikan indeks NTP, IDBP dan
IIBP; (3) neraca ekspor impor komoditas perke-
bunan dan perikanan yang meningkat pesat; (4)
terjaganya tingkat produksi beras dalam negeri
dengan tingkat ketersediaan minimal 90 persen
dari kebutuhan domestik untuk pengamanan
kemandirian pangan; (4) mulai dicanangkannya
gerakan diversikasi produksi, ketersediaan dan
konsumsi pangan untuk menurunkan ketergan-
tungan pada beras; (5) meningkatnya ketersedi-
aan pangan ternak dan ikan dari dalam negeri;
(6) meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap
protein hewani yang berasal dari ternak dan ikan;
(7) meningkatnya nilai tambah (harga pasar) in-
dustri rumah tangga atas produk pertanian; (8)
meningkatnya produksi dan ekspor hasil pertani-
an dan perikanan; (9) meningkatnya kemampuan
petani dan nelayan dalam mengelola sumberdaya
alam secara lestari dan bertanggungjawab; (10)
optimalnya nilai tambah dan manfaat hasil hutan
kayu, utamanya pulp dan wood charcoal; (11) me-
ningkatnya luas hutan tanaman industri meski
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 624 5/5/09 2:44:03 PM
Bagian 5
625
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
belum memenuhi sasaran untuk menambah ta-
naman minimal. Namun demikian, harus diakui
pada tahun keempat RPJMN ini tidak semua sa-
saran terpenuhi dan memperoleh capaian positif.
Kondisi yang masih belum menggembirakan di-
tunjukkan dengan: (1) masih belum memadainya
kemampuan petani untuk dapat menghasilkan
komoditas yang berdaya saing tinggi yang diindi-
kasikan dengan perkembangan neraca ekspor im-
por produk pertanian untuk komoditas tanaman
pangan dan hortikultura yang negatif; (2) kon-
disi peternakan yang sempat positif pada 2006
tapi menjadi negatif pada 2007; (3) peningkatan
volume ekpor yang uktuatif, utamanya untuk
veneer sheet; (4) persoalan sektor kehutanan
yang masih belum mampu mengoptimalkan nilai
tambah dan manfaat hasil hutan kayu, selain juga
terus menurunnya produksi hasil hutan kayu; (5)
menurunnya produksi hasil hutan non-kayu, uta-
manya untuk produksi Rotan, Gondorukem, Po-
hon Damar, pohon Arang, Pohon, Madu, Benang
Sutra, dan stagnan seperti Gaharu Malaccenals
dan Gaharu Fillaria dan uktuatif seperti Terpen-
tin, Kopal, Minyak Kayu putih dan tidak satupun
yang menunjukkan perkembangan meningkat.
Mengingat perannya yang strategis, Pemberda-
yaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) juga menjadi prioritas
RPJMN dalam Agenda Meningkatkan Kesejah-
teraan Masyarakat. Harus diakui, selama melak-
sanakan peran dan merealisasikan potensinya,
koperasi dan UMKM masih menghadapi perma-
salahan klasik seperti kurang kondusifnya iklim
usaha yang tercermin dari: (1) aspek legalitas
badan usaha dan ketidakjelasan prosedur perizin-
an yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi,
panjangnya proses perizinan dan timbulnya ber-
bagai pungutan tidak resmi; (2) praktik bisnis dan
persaingan usaha yang tidak sehat; (3) ketidak-
pastian lokasi usaha; dan (4) lemahnya koordi-
nasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi
dan UMKM. Selain itu, (5) rendahnya produktivi-
tas, (6) rendahnya kualitas sumberdaya manusia
(SDM), (7) rendahnya kompetensi kewirausahaan
UMKM, (8) keterbatasan akses ke modal, (9)
rendahnya penguasaan teknologi, manajemen,
informasi dan pasar oleh koperasi dan UMKM,
menjadi persoalan yang lazim ditemui. Khusus
mengenai koperasi, masalah pokok yang masih
dihadapi adalah rendahnya kualitas kelembagaan
dan organisasi koperasi, tertinggalnya kinerja ko-
perasi, dan kurang baiknya citra koperasi. Pada
tahun keempat pelaksanaan RPJMN, capaian
penting ditunjukkan dengan telah disusunnya
sejumlah RUU dan telah ditetapkannya sejumlah
Dok: DEPBUDPAR
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 625 5/5/09 2:44:10 PM
626
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
UU untuk membangun landasan legalitas usaha
yang kuat bagi UMKM serta menyederhanakan
birokrasi dan perizinan.
Untuk Peningkatan Pengelolaan BUMN, sasar-
an yang hendak dicapai dalam RPJMN adalah
meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN
dalam rangka memperbaiki pelayanannya ke-
pada masyarakat dan memberikan sumbangan
terhadap keuangan negara. Pembinaan terhadap
BUMN dilakukan melalui tiga kegiatan utama
yakni restrukturisasi, privatisasi, dan protisasi.
Tantangan ke depan yang masih akan dihadapi
pada tahun 2009 adalah melanjutkan secara ber-
tahap terciptanya kebijakan reformasi BUMN
yang menyelaraskan secara optimal antara kebi-
jakan internal perusahaan dan kebijakan sekto-
ral dan pasar tempat BUMN tersebut beroperasi,
memisahkan fungsi komersial dan pelayanan
masyarakat pada BUMN, serta mengoptimalkan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
secara utuh.
Pada awal RPJMN, indeks pencapaian teknologi
Indonesia berada pada peringkat 69. Atas dasar
itu pula, Peningkatan Kemampuan Ilmu Penge-
tahuan dan Teknologi (Iptek) menjadi salah satu
prioritas RPJMN. Melalui berbagai program pe-
ningkatan kemampuan iptek, secara umum hasil
yang diperoleh cukup menggembirakan. Program
penelitian dan pengembangan iptek sampai ta-
hun 2008 telah meningkatkan fokus dan mutu
kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
ilmu pengetahuan dasar, terapan, dan teknologi
sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan pasar
dan pengguna. Program difusi dan pemanfaatan
iptek juga telah mampu mengefektifkan peman-
faatan hasil penelitian, pengembangan dan reka-
yasa iptek oleh masyarakat, dunia usaha dan in-
dustri. Program penguatan kelembagaan iptek
telah meningkatkan upaya penguatan kapasitas
dan kompetensi kelembagaan iptek. Program
peningkatan kapasitas iptek sistem produksi
juga telah meningkatkan kontribusi iptek dalam
pengembangan sistem inovasi nasional.
Untuk Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan, pada
awal pelaksanaan RPJMN, Indonesia mengha-
dapi tantangan besar dalam menciptakan kesem-
patan kerja seluas-luasnya. Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) saat itu mengalami penu-
runan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
TPAK laki-laki dan perempuan juga menurun.
Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka
dan tingginya persentase pekerja yang bekerja di
lapangan kerja informal menjadi masalah utama
yang dihadapi Pemerintah saat itu. Akan tetapi
secara pasti tingkat pengangguran berhasil ditu-
runkan menjadi 8,39 persen pada pertengahan
2008.
Sementara dalam hal Pemantapan Stabilitas Eko-
nomi Makro sasaran yang ingin dicapai adalah
terpeliharanya stabilitas ekonomi makro yang
dapat mendukung tercapainya pertumbuhan eko-
nomi yang cukup tinggi dan berkualitas. Secara
umum, kondisi ekonomi makro pada tahun awal
pelaksanaan RPJMN 2004-2009 rentan terhadap
berbagai gejolak yang ditandai oleh tingginya ra-
sio stok utang Pemerintah terhadap PDB (56,6
persen pada 2004). Sementara, penerimaan pa-
jak masih jauh lebih rendah dibanding dengan
potensi penerimaan yang ada. Selain itu, kon-
disi ekonomi makro Indonesia diwarnai oleh: (1)
laju inasi dan tingkat suku bunga masih relatif
tinggi; (2) tingginya harga minyak mentah dunia-
sehingga memaksa Pemerintah menaikkan harga
BBM dua kali dalam setahun, yakni di bulan Ma-
ret dan Oktober 2005; (3) Fungsi intermediasi
keuangan terkendala oleh belum pulihnya sektor
riil; (4) Penyaluran kredit untuk Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) masih terkenda-
la; serta (5) Potensi mismatch antara pendanaan
jangka panjang dengan sumber pendanaan yang
masih bersifat jangka pendek; (6) Perbankan ber-
basis syariah dan lembaga keuangan non-bank
yang diharapkan menjadi alternatif pembiayaan
masyarakat perannya relatif kecil. Selama 4 tahun
pelaksanaan RPJMN program pemantapan sta-
bilitas ekonomi hasil yang dicapai antar lain: (1)
Dalam empat tahun terakhir, perekonomian In-
donesia tumbuh rata-rata di atas 6 persen per ta-
hun. Pertumbuhan pada 2008 tercatat 6,3 persen;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 626 5/5/09 2:44:11 PM
Bagian 5
627
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
(2) Meningkatnya pendapatan negara dan hibah;
(3) Penerimaan perpajakan 2008 diperkirakan
dapat dicapai sebesar Rp 641.008,7 miliar.
SASARAN KEDUA adalah berkurangnya kesen-
jangan antar-wilayah yang tercermin dari me-
ningkatnya peran perdesaan sebagai basis per-
tumbuhan ekonomi agar mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di perdesaan; mening-
katnya pembangunan pada daerah-daerah terbe-
lakang dan tertinggal; meningkatnya masyarakat
di perdesaan; meningkatnya pembangunan pada
daerah-daerah terbelakang dan tertinggal; me-
ningkatnya pengembangan wilayah yang dido-
rong oleh daya saing pengembangan wilayah yang
didorong oleh daya saing kawasan dan produk-
produk unggulan daerah; serta meningkatnya ke-
seimbangan pertumbuhan pembangunan antar-
kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan
kecil dengan memperhatikan keserasian peman-
faatan ruang dan penatagunaan tanah.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Pembangun-
an Perdesaan tentu menjadi keniscayaan karena
sekitar 60 persen penduduk Indonesia bertempat
tinggal di kawasan perdesaan. Pada awal RPJMN,
jumlah penduduk miskin di perdesaan mencapai
20,1 persen dari total penduduk miskin di Indo-
nesia saat itu yang sebesar 36,1 juta jiwa. Dengan
penduduk dan angkatan kerja perdesaan yang te-
rus bertambah, di lain pihak ketersediaan luas la-
han pertanian relatif tidak berubah bahkan menu-
run secara signikan, maka penyerapan tenaga
kerja di sektor pertanian menjadi tidak produktif.
Kondisi perdesaan pada tahun-tahun awal pelak-
sanaan RPJMN ditandai dengan: (1) terbatasnya
alternatif lapangan kerja berkualitas; (2) lemah-
nya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara
sektoral maupun spasial; (3) timbulnya hambatan
(barrier) distribusi dan perdagangan antardaerah;
(4) tingginya risiko kerentanan yang dihadapi
petani dan pelaku usaha di perdesaan; (5) rendah-
nya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan;
(6) rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan
sarana perdesaan; (7) rendahnya kualitas SDM di
perdesaan yang sebagian besar berketerampilan
rendah (low skilled); (8) meningkatnya konversi
lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi
peruntukan lain; (9) meningkatnya degradasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (10)
lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis
masyarakat; (11) lemahnya koordinasi lintas bi-
dang dalam pengembangan kawasan perdesaan.
Setelah empat tahun RPJMN, capaian penting
dalam pembangunan perdesaan diperoleh me-
lalui sejumlah program, yaitu: (1) Program Pe-
ningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan;
(2) Program Pengembangan Ekonomi Lokal; (3)
Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan,
utamanya dalam hal Ketenagalistrikan, Pos dan
Telekomunikasi, Infrastruktur, Irigasi, dan Per-
tanahan; serta (4) Program Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia di Perdesaan.
Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wila-
yah, menjadi prioritas mengingat masih banyak-
nya kendala yang dihadapi pada awal RPJMN.
Kendala tersebut terutama terkait dengan pe-
ngembangan kawasan berbasis potensi sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi, terkonsen-
trasinya pembangunan dihadapkan pada keter-
batasan infrastruktur, SDM, kelembagaan, akses
terhadap input/sarana prasarana produksi, akses
pasar, akses modal, serta akses teknologi dan in-
formasi menyulitkan upaya pemerataan, serta
konsentrasi pembangunan yang menimbulkan
kesulitan dalam upaya pemerataan pembangun-
an. Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal
pada umumnya masih belum banyak tersentuh
oleh program-program pembangunan sehingga
akses terhadap pelayanan sosial dan ekonomi
masih sangat terbatas. Hal ini lebih lanjut menye-
babkan keterisolasian dari wilayah di sekitarnya.
Setelah empat tahun RPJMN, capaian penting
ditunjukkan dengan: (1) tersusunnya panduan
kebijakan, pedoman, mekanisme perencanaan,
serta indikator evaluasi pembangunan terpadu
pengembangan kawasan; (2) terlaksanakannya
fasilitasi Pemerintah Daerah dalam penyusunan
konsep dan rencana pengembangan kawasan serta
pembentukan sistem kelembagaan bagi pengem-
bangan kawasan andalan dan kawasan tertentu;
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 627 5/5/09 2:44:11 PM
628
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
(3) tersusunnya RUU Kawasan Ekonomi Khusus;
(4) diberlakukannya Perpu tentang perubahan
atas UU Pembentukan Kawasan Perdagangan Be-
bas sebagai perantara menuju Kawasan Ekonomi
Khusus; (4) disusunnya Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET); (5) pembangunan
permukiman dan lingkungan transmigrasi yang
mempunyai keterkaitan dengan pusat pertum-
buhan dan daerah lain disekitarnya dalam upaya
mendukung pertumbuhan wilayah; (6) fasilitasi
pemindahan dan penempatan transmigran ter-
masuk masyarakat sekitar lokasi yang ingin ber-
partisipasi pada lokasi yang baru dibangun; dan
(7) pemberdayaan dan pembinaan transmigran
yang telah ditempatkan pada lokasi transmigrasi
sebagai upaya mendorong kemandirian masyara-
kat transmigran termasuk pemberdayaan ma-
syarakat yang berada disekitar lokasi; (8) dilak-
sanakannya transmigrasi paradigma baru melalui
pembangunan dan pengembangan KTM di 4 ka-
wasan; (9) dibangunnya permukiman transmigra-
si yang memenuhi persyaratan terang (clear) dan
bersih (clean), dan 4L (layak huni, layak bekerja,
layak ekonomi, dan layak lingkungan, serta pe-
mindahan dan penempatan calon transmigran ke
permukiman transmigrasi wilayah strategis dan
cepat tumbuh.
SASARAN KETIGA adalah meningkatnya kualitas
manusia yang secara menyeluruh tercermin dari
membaiknya angka Indeks Pembangunan Manu-
sia (IPM).
Untuk mencapai sasaran tersebut, Peningkatan
Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang
Berkualitas merupakan tugas pertama. Pada awal
RPJMN 2004-2009 dunia pendidikan Indonesia
ditunjukkan oleh: (1) rata-rata lama sekolah pen-
duduk berusia 15 tahun ke atas adalah 7,1 tahun;
(2) proporsi penduduk berusia 10 tahun ke atas
yang berpendidikan SLTP/sederajat ke atas masih
sekitar 36,2 persen; (3) angka buta aksara pen-
duduk usia 15 tahun ke atas masih sebesar 10,12
persen; (4) Angka Partisipasi Sekolah (APS) pen-
duduk usia 7-12 tahun adalah 96,4 persen, pen-
duduk usia 13-15 tahun mencapai 81,0 persen,
penduduk usia 16-18 tahun hanya mencapai 51,0
persen; (4) Cakupan pelayanan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) sampai 2004 adalah sebesar
25,99 persen; serta (5) Kesenjangan pendidik-
an masih terjadi antar-kelompok masyarakat.
Setelah 4 tahun pelaksanaan RPJMN, hasil yang
dicapai menunjukkan hal yang menggembirakan.
Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkat-
nya taraf pendidikan masyarakat Indonesia dari
tahun ke tahun. Indikator tersebut ditunjukkan
oleh: Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15
tahun ke atas menjadi 7,4 tahun; (2) Angka me-
lek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas juga
meningkat menjadi 91,5 persen; (3) Penduduk
usia 15 tahun ke atas yang berpendidikan lulus
SLTP/MTs juga mencapai 45,7 persen; (4) APK
PAUD terus mengalami peningkatan dan menca-
pai 50,47 persen; (5) APM SD/MI dan APK SLTP/
MTs meningkat menjadi 95,00 persen.
Meningkatnya kualitas manusia yang
secara menyeluruh tercermin dari
membaiknya angka Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layan-
an Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Di awal
RPJMN, sektor kesehatan Indonesia masih
mengalami beberapa masalah yang perlu segera
ditangani. Masalah tersebut adalah: (1) Dispari-
tas status kesehatan yang tinggi antar-kelompok
masyarakat; (2) Angka kematian bayi dan ibu
melahirkan lebih tinggi juga relatif masih tinggi;
serta (3) Jumlah balita berstatus kurang gizi
dan gizi-buruk juga masih cukup tinggi. Selama
pelaksanaan RPJMN sasaran yang hendak dicapai
adalah: (1) Meningkatnya umur harapan hidup
dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun; (2) Menu-
runnya angka kematian bayi dari 35 menjadi
26 per 1.000 kelahiran hidup; (3) Menurunnya
angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi
226 per 100.000 kelahiran hidup; (4) Menurun-
nya prevalensi kurang gizi pada anak dan balita
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 628 5/5/09 2:44:11 PM
Bagian 5
629
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
dari 25,8 persen menjadi 20,0 persen dari jumlah
penduduk. Selama 4 tahun pelaksanaan RPJMN
pembangunan bidang kesehatan menunjukkan
hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh: (1) Me-
ningkatnya usia harapan hidup penduduk Indo-
nesia menjadi 70,5 tahun; (2) Menurunnya Ang-
ka Kematian Ibu (AKI) menjadi 228 per 100.000
kelahiran; (3) Meningkatnya persalinan yang di-
tolong oleh tenaga kesehatan menjadi 73 persen;
(4) Menurunnya angka kematian bayi menjadi
34 per 1.000 kelahiran hidup; (5) Meningkat-
nya cakupan imunisasi menjadi 58,6 persen; (6)
Menurunnya angka prevalensi kekurangan gizi
pada anak balita menjadi 18,4 persen; (7) Adanya
cakupan kesehatan gratis bagi penduduk miskin
yang telah menjangkau 76,4 juta orang.
Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan
Sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial sangat
dibutuhkan sejalan dengan upaya mencapai
keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indo-
nesia. Beberapa isu terkait dengan pembangun-
an kesejahteraan sosial pada awal pelaksanaan
RPJMN adalah: (1) Pembangunan sumberdaya
manusia yang masih lemah dan kurangnya akses
masyarakat terhadap layanan dasar membuat
masalah kemiskinan non-pendapatan menjadi
sama seriusnya dengan kemiskinan pendapatan;
(2) wilayah yang luas serta bervariasinya keadaan
sosial, ekonomi, dan geogras mengakibatkan
ketimpangan antar-wilayah menjadi tantangan
utama Pemerintah; (3) Tingkat kemiskinan juga
dipengaruhi secara signikan oleh tingginya ke-
naikan harga kebutuhan pokok; (4) Untuk men-
dukung pembangunan di sektor kesejahteraan
sosial ini, Pemerintah telah mengeluarkan UU
No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan So-
sial Nasional (SJSN) pada Oktober 2004. SJSN
bertujuan untuk mereformasi sistem perlindung-
an sosial yang ada agar memiliki cakupan yang
lebih bersifat universal. Untuk mewujudkan sis-
tem perlindungan sosial yang bersifat universal
diperlukan waktu panjang. Oleh karena itu, pada
pelaksanaan 4 tahun RPJMN ini pencapaian yang
dihasilkan belum mencakup perlindungan sosial
secara keseluruhan bagi masyarakat. Pelaksanaan
4 tahun RPJMN telah mencapai: (1) Pelayanan
kesejahteraan sosial telah manjangkau lebih dari
62.200 anak telantar dan 21.700 anak jalanan; (2)
Rehabilitasi sosial telah diberikan kepada 16.375
penyandang cacat, 6.035 anak cacat, 3.350 orang
tuna sosial, serta 4.100 korban napza di 33
provinsi; (3) Pemberian jaminan kesejahteraan
sosial bagi 6.000 penyandang cacat berat di dela-
pan provinsi dan 16.000 lansia telantar di sepu-
luh provinsi; (4) Pemerintah telah menyalurkan
Bantuan Langsung Tunai (SLT) tahap 1 (tahun
2005-2006) dan tahap 2 (2008) kepada 19,1 juta
rumah-tangga miskin (RTM); (5) Selain itu, pro-
gram yang dilaksanakan Pemerintah dan masuk
dalam peningkatan kesejahteraan sosial adalah
jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin me-
lalui program Jamkesmas.
Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga Ke-
cil Berkualitas Serta Pemuda dan Olahraga. Sasar-
an yang hendak dicapai melalui pembangunan
bidang ini adalah: (1) Meningkatnya pembangun-
an kependudukan; (2) Terkendalinya pertumbuh-
an penduduk dan meningkatnya keluarga kecil
berkualitas; dan (3) Meningkatnya pembangunan
pemuda dan olahraga. Selama pelaksanaan 4 ta-
hun RPJMN capaian menonjol yang dihasilkan
antara lain: (1) Terwujudnya Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan (SIAK); (2) Menu-
runnya laju pertumbuhan penduduk menjadi
1,14 persen per tahun; (3) Meningkatnya kuali-
tas dan partisipasi pemuda dalam angkatan kerja;
(4) Meningkatnya angka Sport Development Index
menjadi 0,28 dari sebelumnya 0,22.
Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama. Per-
masalahan yang dialami Indonesia pada bidang
pembangunan keaamaan adalah: (1) Kualitas Pen-
didikan Agama dan Beragama, serta Kehidupan
Beragama yang Belum Memadai; (2) Adanya Ke-
senjangan Fasilitas Keagamaan Antara Perkotaan
dan Daerah Terpencil; (3) Pengelolaan Dana So-
sial Keagamaan yang Belum Optimal; (4) Pelayan-
an Ibadah Haji yang Masih Kurang Memuaskan;
(5) Munculnya Kerusuhan Sosial yang Berlatar
Belakang SARA. Selama pelaksanaan 4 tahun
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 629 5/5/09 2:44:12 PM
630
P
E
N
C
A
P
A
I
A
N

S
E
B
U
A
H

P
E
R
U
B
A
H
A
N
RPJMN, pemenuhan hak dasar dalam beragama
melalui perbaikan kualitas pelayanan kehidupan
beragama semakin membaik. Perbaikan kualitas
pelayanan kehidupan beragama ini dapat dili-
hat dari: (1) meningkatnya kuantitas sarana dan
prasarana peribadatan, meningkatnya bantuan
untuk pengadaan kitab suci, serta meningkatnya
jumlah balai nikah dan penasihat perkawinan
(BNPP) di tingkat kecamatan; (2) Penyelenggara-
an ibadah haji dari tahun ke tahun berjalan relatif
baik dengan seluruh biaya indirect cost penyeleng-
garaan haji yang dikeluarkan dalam perhitungan
biaya penyelenggaraan haji (BPIH) dialihkan be-
bannya kepada Pemerintah sejak 2006; serta (3)
Meningkatnya kerukunan antar-umat beragama
yang ditandai dengan semakin meningkatnya in-
tensitas dan semangat kerjasama lintas agama.
SASARAN KEEMPAT adalah membaiknya mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya
alam yang mengarah pada pengarusutamaan
(mainstreaming) prinsip pembangunan berkelan-
jutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Perbaikan
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Pelestarian
Mutu Lingkungan Hidup mutlak dibutuhkan.
Kondisi awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009
menunjukkan bahwa pemanfaatan SDA yang tidak
memperhatikan daya dukung lingkungan akan
mengancam keberlanjutan pembangunan nasi-
onal. Oleh karena itu sasaran RPJMN 2004-2009
dalam bidang ini ditujukan pada mengoptimal-
kan keuntungan ekonomi dengan tetap menjaga
kelestarian SDA dan lingkungan hidup. Hingga
2008, pelaksanaan RPJMN capaian yang dihasil-
kan diantaranya adalah: (1) Berkembangnya hu-
tan kemasyarakatan (HKm); (2) Meningkatnya
pemanfaatan produk kayu; (3) Berkembangnya
Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan
(SI-PUHH) dan Provisi Sumberdaya Hutan-Dana
Reboisasi (PSDH-DR) on line; (4) Meningkatnya
jumlah industri kehutanan; (5) Dikelompokkan-
nya hutan menjadi beberapa klasikasi seperti
lahan konservasi atau produksi melalui peraturan
perundangan; (6) Terehabilitasinya hutan; (7)
Tertanganinya illegal shing; (8) Terkembangkan-
nya pulau-pulau kecil dan terluar melalui diter-
bitkannya peraturan perundangan serta berhasil
diinventarisasi; (9) Berkembangnya upaya diver-
sikasi energi; serta (10) Semakin meningkatnya
pengusahaan pertambangan yang lebih ramah
lingkungan.
SASARAN KELIMA adalah membaiknya infra-
struktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya
kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang
pembangunan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Percepatan
Pembangunan Infrastruktur merupakan hal
yang harus dikedepankan. Permasalahan utama
yang dihadapi Indonesia di bidang infrastruk-
tur adalah berkurangnya kualitas pelayanan dan
tertundanya pembangunan dan rehabilitasi in-
frastruktur yang dapat menghambat laju pem-
bangunan nasional. Hal ini disebabkan karena
diperlukannya biaya yang besar sehingga Peme-
rintah tidak dapat memikulnya sendiri. Untuk
itu, mencari solusi inovatif guna menanggulangi
masalah perawatan dan perbaikan infrastruktur
yang rusak merupakan masalah yang mende-
sak untuk diselelesaikan. Setelah pelaksanaan
4 tahun RPJMN sejumlah pencapaian telah di-
hasilkan. Hal ini ditunjukkan dengan mening-
katnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana
penunjang pembangunan. Pencapaian ini meru-
pakan wujud implementasi dari program prio-
ritas percepatan pembangunan infrastruktur,
peningkatan aksesibilitas jasa pelayanan serta
peningkatan kapasitas, kualitas, dan jangkauan.
Pencapaian peningkatan kuantitas dan kualitas
sarana penunjang pembangunan tercermin dari
kondisi mantap jalan yang mencapai 28.417,68
kilometer atau sekitar 82 persen dengan kecepat-
an rata-rata 44,5 km/jam hingga akhir 2007. Di
samping itu, penambahan panjang jalan tol juga
meningkat. Di bidang lalu lintas angkutan jalan,
telah terjadi peningkatan jumlah kendaraan yang
semakin pesat sejalan dengan pertumbuhan eko-
nomi masyarakat. Dalam penyediaan transporta-
si sungai, danau dan penyeberangan, telah terjadi
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 630 5/5/09 2:44:12 PM
Bagian 5
631
E
v
a
l
u
a
s
i

4

T
a
h
u
n

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

R
P
J
M
N

2
0
0
4
-
2
0
0
9
peningkatan produksi angkutan penyeberangan,
baik penumpang maupun barang. Dalam rangka
meningkatkan kapasitas transportasi sungai,
danau dan penyeberangan telah dilakukan pem-
bangunan dermaga penyeberangan sebanyak 155
unit (baru dan lanjutan), dan dermaga sungai da-
nau sebanyak 36 unit (baru dan lanjutan), serta
melakukan rehabilitasi/peningkatan dermaga pe-
nyeberangan sebanyak 32 unit dan sungai danau
sebanyak 4 unit. Di bidang perkeretaapian, bebe-
rapa pembangunan infrastruktur perkeretaapian
terus didorong untuk meningkatkan pelayanan
angkutan KA. Peningkatan pelayanan angkutan
KA juga diwujudkan melalui upaya peningkatan
kualitas pelayanan, antara lain tercermin pada
peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kereta-
kereta ekonomi yang dibiayai melalui skema PSO,
dimana persyaratan fasilitas pelayanan menjadi
lebih baik. Di bidang transportasi udara, ter-
jadi penambahan jumlah bandara yang melayani
penerbangan umum, yakni Bandara Internasi-
onal Minangkabau, Abdurahman SalehMalang,
Blimbingsari-Banyuwangi, Seko, Rampi dan Ha-
dinotonegoro-Jember. Peningkatan kualitas dan
kuantitas pelayanan infrastruktur tidak saja ter-
jadi pada bidang transportasi namun juga pada
bidang energi, ketenagalistrikan, perumahan
rakyat, sumberdaya air, serta pos dan telematika.
Capaian utama yang dihasilkan antara lain: (1)
Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi
gas bumi; (2) Peningkatan kapasitas kilang mi-
nyak bumi dan pembangunan jaringan pipa BBM;
(3) Pemanfaatan energi alternative; (4) Mening-
katnya angka elektrikasi; (5) Semakin terdife-
rensiasinya sumber bahan bakar pembangkit; (6)
Terjaganya kualitas layanan pos yang menjangkau
seluruh kecamatan di Indonesia; (7) Terselengga-
ranya pemenuhan akses rumah rusun sederhana
bagi masyarakat; (8) Semakin baiknya sistem iri-
gasi untuk pertanian dan kebutuhan lainnya.
Dok: PolaGrade (CAG)
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 631 5/5/09 2:44:19 PM
LO_RPJMN-Bab (4.19-4.20).indd 632 5/5/09 2:44:19 PM

Anda mungkin juga menyukai