Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi
penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama yaitukekuatan ibu (power),
keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu
(respon ibu ), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan
normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor P ini,
dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu penyebab dari distosia
karena adalah kelainan janin. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan
dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin.

2. Rumusan masalah
- Bagaimana dan apa saja penyebab distosia pada persalinan karena kelainan janin
- Bagaimana dan apa saja distosia kelainan jalan lahir

3. Tujuan
- Mengetahui dan memahami penyebab distosia pada persalinan karena kelainan janin
- Mengetahui dan memahami distosia kelainan jalan lahir










BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Distosia Kelainan Janin
1. BAYI BESAR
a. Pengertian bayi besar
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000gram. menurut kepustakaan bayi yang
besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500gram. Sebab-sebab bayi
besar adalah :
1. Diabetes
2. Keturunan (orang tuanya besar-besar)
3. Multiparitas
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya
bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia
dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.

b. Faktor-faktor makrosomia
Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang menderita
diabetes selama kehamilan.
Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar (bayi giant).
Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi kelahiran bayi
besar

c. Tanda dan gejala
Besar untuk usia gestasi
Riwayat intrauterus dari ibu diabetes dan polihidramnion
Pemantauan glukosa darah, kimia darah, analisa gas darah
Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht)

d. Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari efek ibu. Walaupun
dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih dini
sebelum aterm. Biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian yang seksama
terhadap pelvis ibu .Tingkat penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan
pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Jika tidak maka persalinan dilakukan
dengan seksio sesarea yang direncanakan. Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih
besar dibandingkan panggul ibunya perdarahan intrakranial, distosia bahu, ruptur uteri,serviks,
vagina, robekan perineum dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yng
mungkin terjadi. Jika terjadi penyulit-penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan
yang salah. Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang terencana.
Walaupun demikian, yang perlu dingat bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan
jalan abdominal bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan
yang terampil.

e. Penatalaksanaan medis
Pemeriksaan klinik dan ultrasonografi yang seksama terhadap janin yang sedang tumbuh, disertai
dengan faktor-faktor yang diketahui merupakan predisposisi terhadap makrosomia (bayi besar)
memungkinkan dilakukannya sejumlah kontrol terhadap pertumbuhan yang berlebihan.
Pemantauan glukosa darah ( Pada saat datang atau umur 3 jam, kemudian tiap 6 jam sampai 24
jam atau bila ka dar glukosa 45 gr% dua kali berturut-turut. Pemantauan elektrolit
Pemberian glukosa parenteral sesuai indikasi Bolus glukosa parenteral sesuai indikasi
Hidrokortison 5 mg/kg/hari IM dalam dua dosis bila pemberian glukosa parenteral tidak efektif.

f. Alasan merujuk
Bila dijumpai diagnosis makrosomia, maka bidan harus segera membuat rencana
asuhan kebidanan untuk segera diimplementasikan, tindakan tersebut adalah merujuk klien.
Alasan dilakukannya rujukan adalah untuk mengantisipasi adanya masalah-masalah terhadap
janin dan juga ibunya.
Masalah potensial yang akan dialami adalah:
1. Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya
perdarahan intracranial
2. Distosia bahu
3. Ruptur uteri
4. Robekan perineum
5. Fraktur anggota gerak

Tindakan Selama Rujukan :
1. Memberikan pengertian kepada ibu bahwa kehamilan ini harus dirujuk ke Rumah Sakit
karena bidan tidak mempunyai kapasitas untuk menganganinya.
2. Apabila ibu tidak bersedia dirujuk maka akan terjadi kemungkinan yang tidak diharapkan
baik bagi ibu maupun janin. Seperti : Resiko dari trauma lahir, distosia bahu, robekan perineum,
dll.
3. Mendampingi ibu dan keluarga selama di perjalanan.
4. Memberikan semangat kepada ibu bahwa kehamilan ini akan tertangani dengan baik oleh
tenaga kesehatan di tempat rujukan. Ibu agar tetap berdoa dan berusaha berpikir positif.

2. HYDROCEPHALUS
a. Pengertian
Pada hydrocephalus terdapat kelebihan cairan otak didalam ventrikel otak, sehingga juga kepala
(tengkorak) membesar. Hydrocephalus sering disertai cacat bawaan seperti spina bifida.
Hydrocephalus menimbulkan dystocia bahkan ruptura uteri dan sering anak lahir
dalam keadaan sungsang karena kepala terlalu besar untuk masuk ke dalam pintu atas panggul.

b. Etiologi
Hydrocephalus dapat berhubungan dengan beberapa sebab termasuk cacat sejak lahir,
pendarahan di otak, infeksi, meningitis, tumor, atau cedera kepala. Banyak bentuk dari
hydrocephalus adalah hasil dari terhambatnya cairan cerebrospinal di ventrikel (di otak bagian
tengah. Pada cacat sejak lahir, kerusakan fisik dari aliran cairan ke ventrikel biasanya
menyebabkan hydrocephalus. Hydrocephalus biasanya mendampingi cacat sejak lahir yang
disebut spina bifida (meningomyelocele).

c. Gejala
Gejala yang paling nyata dari hydrocephalus adalah besar kepala yang abnormal. Hal ini terjadi
karena tekanan luar yang terus menerus pada otak dan temperung kepala dari hydrocephalus
sepanjang perkembangan dan pertumbuhan kepala.
d. Diagnosis
Diagnosa dini sangat penting karena kalau hydrocephalus telah dikenal terapinya, sederhana
sekali. Sebaliknya kalau tidak dikenal menjadi malapetaka karena dapat terjadi ruptura
uteri. Memang hydrocephalus merupakan salah satu penyebab penting dari ruptura uteri. Ruptura
uteri pada hydrocephalus dapat terjadi pada pembukaan yang belum lengkap malahan dalam
kehamilan.
Kalau tulang-tulang tengkorak tipis kadang-kadang tengkorak dapat ditekan kedalam,
menimbulkan perasaan seperti waktu menekan bola pingpong. (tanda bola pingong atau tanda
perkamen) Karena kepala besar, badan anak terdesak keatas dan bunyi jantung anak tedengar
pada tempat yang lebih tinggi dari biasa.
Kalau pembukaan sudah besar dapat teraba fontanel dan suture yang lebar sedangkan tulang
tengkorak tipis mudah tertekan kedalam oleh jari kita. Kadang-kadang menyerupai ketuban.Pada
foto rongsen nampak kepala yang besar dan karena tulang-tulang tengkorak tipis, garis batas
tengkorak sangat tipis dan kurang jelas.
Pada letak sungsang diagnosa jauh lebih sulit dan sering baru diketahui kalau badan anak sudah
lahir, dan kepala tidak dapat dilahirkan apalagi kalau ada spina bivida. Ada saat ini diatas
symphyse teraba tumor yang besar. Pada letak sungsang lebih jarang terjadi ruptura uteri.
Penilaian foto rongten tidak boleh berdasarkan besarnya kepala saja tapi juga pada :
1. Bentuk kepala yang pada hydocephalus bundar dan pada tengkorak normal agak lonjong.
2. Pada perbandingan antara bagian tengkorak dan bagian muka.
3. Pada tebalnya tulang tengkorak yang hanya memberikan bayangan yang tipis pada
hydrocephalus.

Harus di ingat akan kemungkinan hydrocephalus kalau:
1. Kepala tetap tinggi walaupun panggul baik dan his kuat
2. Kepala tetap dapat digoyangkan dan sangat lebar pada perabaan.
3. Kalau nampak ada spina bivida pada tubuh yang sudah lahir pada letak sungsang

e. Pengobatan
Setelah diagnosis dibuat maka pada anak yang hidup dilakukan punksi dengan jarum yang
panjang dan besar segera setelah pembukaan cukup besar (pembukaan 2 jari) untuk
mengecilkannya. Dengan punksi, tengkorak mengecil dan selanjutnya persalinan dapat
berlangsung spontan.
Pada anak yang mati dapat dilakukan perforasi. Setelah anak lahir selalu harus dilakukan
eksplorasi cavum uteri.

3. ANENCEPHALUS
a. Pengertian
Suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anencephalus
merupakan suatu kelainan tabung syaraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Anencephalus terjadi jika tabung saraf
sebelah atas gagal menutup.

b. Etiologi
Penyebab anencephalus antara lain : faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor umur ibu,
faktor hormonal. Faktor radiasi, faktor gizi dan lainnya. Faktor resiko terjadinya anencephalus
adalah : faktor ibu usia resti, riwayat anencephalus pada kehamilan sebelumnya, hamil dengan
kadar asam folat rendah, fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol, kekurangan gizi
(malnutrisi), mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.

c. Gejala
Gejala janin yang dikandung mengalami anencephalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion
(cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak), bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak
memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum), terdapat kelainan gambaran (rancu) tengkorak
kepala pada pemeriksaan USG.
Untuk menegakan diagnosa selain dari tanda dan gejala, maka pemeriksaan yang biasa dilakukan
adalah kadar asam lemak dalam serum ibu hamil, amniosentesis (untuk mengetahui adanya
peningkatan kadar alfa-fetoprotein) kadar alfa-fetoprotein meningkat (menunjukkan adanya
kelainan tabung saraf) kadar estriol pada urine ibu, kadar estriol dalam urine lakukan, USG.

d. Diagnosis
Pada palpasi tidak dapat ditentukan dimana letaknya kepala (kedua ujung badan lunak), tekanan
pada tengkorak waktu toucher menyebabkan gerakan yang tak beraturan dan bunyi jantung
menjadi lambat.
Diagnosis anencephalus dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu : diagnosis antenatal dan
diagnosa postnatal. Diagnosa antenatal umumnya bila ibu hamil dengan faktor resiko kelainan
kongenital. Diagnosis prenatal bila kelainan kongenital sudah positif ditemukan.

e. Prognosis
Prognosis untuk kehamilan dengan anencephalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka
biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.

f. Pengaruh pada kehamilan
Sering menimbulkan kehamilan serotin, biasanya disertai hydramnion, anak sering lahir
dengan letak muka, badan anak kadang kadang besar dan menimbulkan kesukaran waktu bahu
lahir.
Perawatan dan Penanganan janin/bayi baru lahir dengan anencephalus
Perawatan bayi anencephalus akan ditujukan untuk memebrikan dukungan emosional kepada
keluarga, karena tidak ada pengobatan untuk anencephalus, kurangnya pembentukan otak,
sekitar 75% dapat menyebabkan bayi lahir mati dn sisanya 25% bayi mati dalam beberapa jam,
hari atau minggu setelah lahir. Resiko terjadinya anencephalus bisa dikurangi dengan
meningkatnya asupan asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil selama kehamilan bulan
pertama.

4. KEMBAR SIAM
a. Pengertian
Kembar siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi
apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemunculan kasus
kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa bertahan hidup
berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin perempuan. Istilah kembar
siam berawal dari pasangan kembar siam terkenal Chang dan Eng Bunker (1811-1874) yang
lahir di Siam (sekarang Thailand). Kasus kembar siam tertua yang tercatat adalah Mary dan Eliza
Chulkhurst dari Inggris yang lahir di tahun 1100-an.

b. Penyebab kelahiran kembar siam
Banyak faktor diduga sebagai penyebab kehamilan kembar. Selain faktor genetik, obat penyubur
yang dikonsumsi dengan tujuan agar sel telur matang secara sempurna, juga diduga ikut memicu
terjadinya bayi kembar. Alasannya, jika indung telur bisa memproduksi sel telur dan diberi obat
penyubur, maka sel telur yang matang pada saat bersamaan bisa banyak, bahkan sampai lima dan
enam.

c. Proses kembar siam
Secara garis besar, kembar dibagi menjadi dua. Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur
dan dizigot kembar yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah kelahiran kembar,
sepertiganya adalah monozigot.
Kembar dizigot berarti dua telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma.
Akibatnya, kedua sel telur itu mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan. Sedangkan
kembar monozigot berarti satu telur yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan
inilah yang akan berpengaruh pada kondisi bayi kelak.
Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 - 72 jam, 4 - 8 hari,9-12 dan 13
hari atau lebih. Pada pembelahan pertama, akan terjadi diamniotik yaitu rahim punya dua
selaput ketuban, dan dikorionik atau rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada pembelahan
kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya satu plasenta. Pada kondisi ini, bisa
saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi satunya tidak. Akibatnya,
perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada pembelahan ketiga, selaput ketuban dan plasenta
masing-masing hanya sebuah, tapi bayi masih membelah dengan baik.
Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan satu selaput ketuban, sehingga
kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar. Pasalnya waktu pembelahannya kelamaan,
sehingga sel telur keburu berdempet. Jadi kembar siam biasanya terjadi pada monozigot yang
pembelahannya lebih dari 13 hari.
Dari keempat pembelahan tersebut, tentu saja yang terbaik adalah pembelahan pertama, karena
bayi bisa membelah dengan sempurna. Namun, keempat pembelahan ini tidak bisa diatur
waktunya. Faktor yang mempengaruhi waktu pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak
sempurna sehingga mengakibatkan dempet, biasanya dikaitkan dengan infeksi, kurang gizi, dan
masalah lingkungan.

d. Presentasi hidup
Sejumlah kesimpulan medis menyebutkan, terjadi satu kasus kembar siam untuk setiap 200 ribu
kelahiran. Jadi, jika Indonesia berpenduduk 200 juta, ada peluang 1.000 kasus kembar siam.
Dari semua kelahiran kembar siam, diyakni tak lebih dari 12 pasangan kembar siam yang hidup
di dunia. Saat dilahirkan kebanyakan kembar siam sudah dalam keadaan meninggal, yang lahir
hidup hanya sekitar 40 persen.
Dari mereka yang lahir hidup, 75 persen meninggal pada hari-hari pertama dan hanya 25 persen
yang bertahan hidup.

e. Pembagian kembar siam
Dari seluruh kembar dempet, kebanyakan dempet terjadi pada empat anggota tubuh, yaitu dada
sebanyak 40 persen, perut 35 persen, kepala 12 persen dan panggul antara enam hingga sepuluh
persen.
Ada beberapa jenis kembar siam:
Thoracopagus: kedua tubuh bersatu di bagian dada (thorax). Jantung selalu terlibat dalam
kasus ini. Ketika jantung hanya satu, harapan hidup baik dengan atau tanpa operasi adalah
rendah. (35-40% dari seluruh kasus)
Omphalopagus: kedua tubuh bersatu di bagian bawah dada. Umumnya masing-masing tubuh
memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya kembar siam jenis ini hanya memiliki satu hati,
sistem pencernaan, diafragma dan organ-organ lain.
Pygopagus (iliopagus): bersatu di bagian belakang.
Cephalopagus: bersatu di kepala dengan tubuh yang terpisah. Kembar siam jenis ini
umumnya tidak bisa bertahan hidup karena kelainan serius di otak. Dikenal juga dengan istilah
janiceps (untuk dewa Janus yang bermuka dua) atau syncephalus.
Craniopagus: tulang tengkorak bersatu dengan tubuh yang terpisah.
Dicephalus: dua kepala, satu tubuh dengan dua kaki dan dua atau tiga atau empat lengan
(dibrachius, tribrachius atau tetrabrachius)
Ischiopagus: kembar siam anterior yang bersatu di bagian bawah tubuh.
Ischio-omphalopagus: Kembar siam yang bersatu dengan tulang belakang membentuk huruf-
Y. Mereka memiliki empat lengan dan biasanya dua atau tiga kaki. Jenis ini biasanya memiliki
satu sistem reproduksi dan sistem pembuangan.
Parapagus: Kembar siam yang bersatu pada bagian bawah tubuh dengan jantung yang
seringkali dibagi.
Diprosopus: Satu kepala dengan dua wajah pada arah berlawanan.

f. Perawatan kembar siam
Perawatan kembar siam sangat bervariasi tergantung pada keadaan. Banyak orangtua membuat
keputusan sulit untuk mengakhiri kehamilan. Prognosis dan kualitas hidup membebani isu dalam
pengambilan keputusan, serta kemungkinan keberhasilan pemisahan. Jika bayi berbagi jantung
atau otak, misalnya, operasi pemisahan mungkin tidak dapat dilakukan. Meski kelahiran kembar
siam tergolong unik namun bila tidak ada peran dari dokter anak, maka kelangsungan hidupnya
tidak akan bertahan lama, meski usia kembar siam diprediksi berlangsung singkat.
Sebenarnya, kelahiran kembar siam sekaligus kelainannya bisa dideteksi dengan pemeriksaan
USG atau ultrasonografi dengan 3 atau 4 dimensi di usia 20 minggu.

5. GAWAT JANIN
a. Pengertian gawat janin
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa
oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan
deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus.. Bila hipoksia menetap, glikolisis
(pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun.

b. Diagnosis
Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin. Tetapi biasanya tidak ada
gejala-gejala yang subyektif. Seringkali indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan
dalam pola denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas atau deselerasi
lanjut). Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi uterus yang hipertonik
atau ketiganya secara keseluruhan dapat menyebabkan asfiksia (kegagalan nafas adequate pada
menit-menit pertama kelahiran) janin.
c. Etiologi
1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasentadalam waktu singkat)
Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin
Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahanibu.
Solusio plasenta, abrupsio
Plasenta previa dengan perdarahan

2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)
Penyakit hipertensi
Diabetes mellitus
Isoimunisasi Rh
Postmaturitas atau dismaturitas
Kompresi (penekanan) tali pusat
Anestesi blok paraservikal

d. Pemeriksaan tambahan
Pemantauan denyut jantung janin: pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinyu
dalam hubungan dengan kontraksi uterus memberikan sutu penilaian kesehatan janin yang sangat
membantu selama persalinan. Akselerasi periodic pada gerakan janin merupakan ketenangan dari
reaktifitas janin yang normal.

e. Indikasi kemungkinan gawat janin
1) Bradikardi
Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit
2) Takikardi
Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan dengan demam
pada ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine. Prematuritas atropine juga dihubungkan
dengan denyut jantung janin yang meningkat.
3) Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi system saraf otonom
janin oleh medikasi ibu (atropine , skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan
analgesic narkotik)
4) Pola deselerasi.
Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin disebabkan oleh insufisiensi uteriplasenter.
Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan
muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu dari pembuluh darah
umbilicus.Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau
tiadanya variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.
5) Ph darah janin.
Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam basa janin.
Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive terhadap perubahan-
perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin itu
dalam keadaan sehat dan hanya memberi reaksi terhadap stress dari kontraksi uterus selam
persalinan.
Oleh karena itu, pengukuran pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut
jantung janin memberikan kesehatan janin yang dapat dipercaya dari pemantauan denyut jantung
janin sendiri.
Contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin abnormal latau kacau
memerlukan penjelasan pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25 adalah normal. pH kulit
kepala yang kurang dari 7,20 menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Persiapan kelahiran
segera dilakukan. Kecuali kelahiran pervaginam sudah dekat, seksiosesaria dianjurkan.
6) Mekonium dalam cairan amnion
Keluarnya mekonium kemungkinan peringatan adanya asfiksia janin. Para ahli kebidanan
mengatakan bahwa deteksi mekonium selama persalinan menimbulkan masalah dalam
memprediksi asfiksia atau gawat janin.
Penjelasan patologis menyatakan bahwa janin mengeluarkan mekonium sebagai respons
terhadap hipoksia, dengan demikian mekonium merupakan tanda gawat janin. (Walkeerr, 1953).
Mekonium yang kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang
berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan lebih cepat dan penanganan mekonium
pada saluran nafas atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
B. Distosia kelaainan jalan lahir
1. Pengertian
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan
jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan
pada jaringan lunak panggul.

a. Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter
transversa kurang dari 12 cm. kesempitan pada konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih
menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh
karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat
mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada
panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban
bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada
panggul turunnya kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada
panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga
panggul dengan hiperfleksi.
Bisa juga melalui perkiraan diameter AP Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran
Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan
pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD kurang dari 11,5 cm. Pada kehamilan
aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal BPD 9.5 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang
normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP Pintu Atas Panggul .
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak
dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh
dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah,
dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus
kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan
hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum
sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan Pintu Atas
Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik
dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya
persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi. Pada
wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3
kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 6 kali lipat.

b. Kesempitan Bidang Tengah Panggul
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen
iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan
bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila
ukurannya kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada
persalinan, apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang
sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam
posisi lintang tetap (transverse arrest).
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian deep tranverse arrest ( LETAK MALANG
MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisi occipitalis posterior (
sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina
ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 5. Garis
penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior
dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah
Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior
Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 S5) 11.5 cm
Diameter Sagitalis Posterior DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan
pertemuan S
4
S
5
) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP. Chen dan
Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari Diameter
Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian
maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya
kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina
ischiadica yang menyolok.

c. Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul merurpakan bidang yang tidak datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan
segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran
yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang dari
80). Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang
pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan per
vaginaan dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. PBP berbentuk
dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak
terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga posterior ujung vertebra
sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga
pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi
robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi
mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah
Panggul.

2. Penanganan
Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalo pelvic yang dahulu banyak
dilakukan tidak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps
dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin yang dengan ukuran besarnya belum melewati
pintu atas panggul ke dalam rongga panggul dan terus keluar. Tindakan ini ini sangat
berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh lebih aman. Induksi
partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi. Keberatan tindakan ini ialah kesulitan
untuk menetapkan apakan janin walaupun belum cukup bulan, sudah cukup tua dan besar untuk
hidup dengan selamat di luar tubuh ibu dan apakah kepala janin dapat dengan aman melewati
kesempitan pada panggul ibu.
Selain seksio sesarea, dapat pula dilakukan partus percobaan, simfisiotomia dan karsiotomia.
Namun simfisiotomia jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya
dilakukan pada janin mati.
a. Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau
pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama
beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan
karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdpat disproporsi sefalopelvik yang
nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada factor-
faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak
dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit
jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau karena
timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk
persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.

b. Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan
penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara
kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan
dapat berlangsung per vaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test
terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; kedua fakto ini tidak
dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di atas sudah
dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-keadaan ini dengan sendirinya
merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu, janin harus berada dalam
presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Karena kepala janin
bertambah besar serta lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan
adanya disfungsi plasenta, janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul
pada persalina percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang,
seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalina yang agak lama perlu dijaga
agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis
2. Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul. Karena kesempitan
pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan gangguan pada pembukaan serviks
3. Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung
4.
c. Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan
pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan
karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit
dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap
terlalu berbahaya.

d. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah meninggal, sebaiknya
persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul demikian
sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio
sesarea.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang
dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan janin dan kelainan pada
jalan lahir. Pada kelainan janin terdiri dari bayi besar, hydrocephalus, anencephalus, kembar
siam, dan gawat janin. Sedangkan kelainan jalan lahir terdiri dari kesempitan pintu atas panggul,
kesempitan bidang tengah panggul, dan kesempitan pintu bawah panggul. Peran bidan dalam
mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang
memilki fasilitas yang lengkap.

B. Saran
Peran bidan dalam menangani kelainan janin maupun kelainan jalan lahir hendaknya dapat
dideteksi secara dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada keterlambatan dalam
merujuk. Dengan adanya ketepatan penanganan bidan yang segera dan sesuai dengan
kewenangan bidan, diharapkan akan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.















DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan
Bina Pustaka: Jakarta
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC:
Jakarta
Abdul Bari Saifuddin dkk.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal
dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
Rukiyah, Ai Yeyeh.dkk.2010.Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).Jakarta:TIM

Anda mungkin juga menyukai