Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN


Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional.
Salah satu yang menjadi tujuan pembangunan dibidang kesehatan terutama
ditujukan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan yang komperhensif pada
setiap individu,keluarga maupun masyarakat secara biopsikososial spritual. Untuk
mencapai tujuan tersebut sangat dibutuhkan eksistensi tenaga keperawatan yang
professional dalam memberikan pelayanan digunakan proses keperawatan sebagai
metoda pendekatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien.

A. Anatomi dan Fisiologi
1. Meningen
Merupakan selaput yang menyelubungi otak, yang berfungsi sebagai
pelindung, pendukung jaringan dibawahnya. Selaput otak ini terdiri dari
piameter, arachnoid dan durameter yang masing-masing meruapakan suatu
lapisan yang terpisah dan kontinyu.
Antara lapisan piameter dan arachnoid ada hubungan yang disebut dengan
nama pakimening. Piameter merupakan lapisan vaskuler, dan pembuluh
darah melalui piameter menuju struktur Interna Central Nervus Sistem (CNS)
untuk memberi nutrisi pad jaringan neural.
Arachnoid meruapakan membaran fibrosa yang tipis halus dan
vaskuler. Arachnoid meliputi otak dan membran spinalis, tetapi tidak
mengikuti setiap bentuk luarnya seperti piameter. Daerah antara arachnoid dan
paimeter dinamakan ruang subarachnoid dan mengandung arteri, vena
serebral dan tuberkulae. Arachnoid dan cairan cerebrospinal yang membasahi
CNS.
Durameter merupakan suatu jaringan liat dan tidak elastis seperti kulit.
Terdiri dari dua lapisan, lapisan luarnya disebut endoteal dan bagian dalam
disebut durameningeal.
2. Ventrikel dan Cairan Serebrospinal (CSF)
Ventrikel merupakan tempat rongga dalam otak yang salaing
berhubungan satu dengan yang lain dan dibatasi dengan epindima dan
mengandung CSF. Pada setiap hemisper serebri terdapat satu ventrikel lateral.
Ventrikel ketiga terdapat diensefalon dan ventrikel keempat dalam pons,
medulla oblongata.
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut
Fleksus Koroideus. Fleksus ini terdiri dari jaringan pembuluh darah piameter
yang mempunyai hubungan langsung dengan epindima dan mengandung CSF.
Pada setiap hemisper serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga
terdapat di ensefalon dan ventrikel keempat dalam pons, medulla oblongata.
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut
Fleksus koroideus. Fleksus ini terdiri dari jaringan pembuluh darah piameter
yang mempunyai hubungan langsung dengan epidemi. Fleksus Koroideus inilah
yang mengsekresi CSF yang jernih dan tidak berwarna, yang merupakan
bantalan cairan yang pelindung disekitar CNS. Kebanyakan CSF direabsorbsi
kedalam darah melalui struktur khusus yang disebut villi arachnoid yang
menonjol dari ruang subarachnoid menuju sinus sagitalis superior otak.
Produksi dan reabsorbsi CSF dalam CNS berlangsung konstan. Volume total
CSF yang terdapat dalam rongga serebrospinal sekitar 125 ml. Sedang
kecepatan sekresi Fleksus Koroideus besarnya hanya sekitar 500 sampai 750 ml
perhari.
Tekanan CSF merupakan fungsi kecepatan pembentukan cairan dan
resistensi reabsorbsi oleh villi arachnoidalis. Tekanan CSF sering diukur waktu
dilakukan lumbal fungsi yaitu sekitar 13 mmHg.


B. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur .
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan
oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis .
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem
saraf pusat .
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Meningitis Tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai salah satu atau
semua selaput meningen disekeliling otak dan medulla spinalis yang disebabkan
oleh kuman tuberkulosa.

C. Etiologi
Penyebab utama terjadinya meningitis TB adalah kuman Mikobakterium
Tuberkulosa varian homoris. Meningitis tuberkulosa ialah radang selaput otak
akibat komplikasi tuberkulosa primer. Meningitis tuberkulosa merupakan akibat
komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya
mengitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran
hematogen,melainkan biasanya sekunder melalui pembentuklan tuberkel pada
permukaan otak, sum-sum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
ke dalam rongga arakhnoid.
Pada pemeriksaan histologis, merupakan meningoensefalitis.Peradangan
ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat
terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus
serta kelainan pada syaraf otak.

D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya
ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di
bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai
dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom
Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan
nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Meningitis Tuberkulosa timbul sebagai akibat invasi kuman ke jaringan
sel otak (meningen). Penyebaran kuman ke otak melalui penjalaran hematogen
pada saat terjadinya Tuberkulosa millier. Meningitis tuberkulosa merupakan
akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya
mengitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran
hematogen,melainkan biasanya sekunder melalui pembentuklan tuberkel pada
permukaan otak, sum-sum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
ke dalam rongga arakhnoid.
Pada pemeriksaan histologis, merupakan meningoensefalitis.Peradangan
ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat
terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus
serta kelainan pada syaraf otak.
Oleh karena itu seseorang yang telah mendapat vaksinasi BCG sewaktu
masih anak-anak, masih mungkin menderita Meningitis Tuberkulosa apabila
sebelum vaksinasi telah terkena infeksi oleh bakteri mycobakterium tuberkulosa.
Kuman yang tersangkut didaerah subarachnoid ini terus hidup dan berkembang
biak. Tetapi dengan adanya imunitas tubuh kuman terkurung didaerah tuberkel,
apabila oelh suatu sebab daya tahan tubuh menurun fokus ini melebar dan pecah
ke dalam rongga subarachnoid.
Disamping fokus rich pecah dapat timbul pada saat tuberkulose paru
sudah menghilang atau memang lesinya sangat kecil, sehingga tidak tampak pada
pemeriksaan radiologik.
Meningitis Tuberkulosa yang timbul akibat pecahnya fokus rick biasanya
timbul secara akut, bahkan kadang-kadang dengan cepat klien jatuh ke stadium
terminal. Hal ini disebabkan oleh karena dngan pecahnya fokus rich, sejumlah
besar kuman dari tuberkel dalam waktu yang singkat tertuang ke dalam rongga
subarachnoid.

E. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda penyakit Meningitis Tuberkulosa dipengaruhi oleh
banyak faktor, sehingga manifestasi klinik penyakit ini beraneka ragam. Diantara
banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis ini yang terpenting adalah
faktor umur dan status fisik klien. Pada seorang anak sangat sensistif terhadap
kuman TBC, masuknya kuman ke dalam cairan serebrospinal akan diikuti oleh
exudasi sel darah putih dan fibrin yang hebat, sehingga manifestasi klinis
Meningitis Tuberkulosa akan timbul lebih kuat dan hebat dibandingkan dengan
orang dewasa.
Meningitis yang timbul akibat pecahnya fukos rich biasanya timbul
secara akut dan bahkan kadang-kadang telah menjadi komateus dan spastis
dalam 1 2 hari.
Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata
walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian juga terdapat pada
tiberkulosis milieris, sehingga pada penyebaran milier sebaoiknya dilakukan
punksi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.
Gejala biasanya didahului stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat
kenaikan suhu yang ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering
dijumpai anak mudah terangsang, menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu.
Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala,anoreklsia, mual dan muntah serta
obstipasi. Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dan kejang.
Gejala diatas mulai berat dengan rangsangan meningeal mulai nyata.
Perjalanan penyakit Meningitis Tuberkulosa yang klasik dapat dibagi
dalam 3 stadium :
1. Stadium prodormal
Pada stadium ini terjadi iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai
perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kebaikan suhu yang ringan. Pada
anak sering dijumpai mudah terangsang, apatis dan tidur terganggu. Dan
pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan
muntah.
2. Stadium transisi
Gejala pada stadium prodormal menjadi lebih berat dan gejala meningeal
mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul
opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan
umumnya terdapat kelumpuhan syaraf mata hingga timbul gejala strabismus
dan nistagmus. Kesadaran menurun hingga timbul stupor.
3. Stadium terminal
Terdapat gejala berupa kelumpuhan, koma, pupil melebar dan tidak bereaksi
sama sekali. Nadi dan perbafasan Cheyne Stokes, hyperpireksi.


F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan CSF
M. Purulenta M. Serosa/TBC M. Viral
Tekanan
Warna

Tes none
Tes pandi
Jumlah sel
Protein
Glukosa
Bakteri
o
merah, kuning /
hijau
++ / +++
-- / +++
1000 10.000
100 500 mg %
qq
dgn pewarnaan
o
Opalesen kuning

++ / +++
++ / +++
200 500
100 500 mg %
q
dgn pewarnaan
Normal
Jernih

- / +
- / +
50 100
50 100 mg %
normal
(-) dgn pewarnaan

2. Thorax foto
3. Laboratorium
4. LED
5. Mantoux test
6. Diagnosa pasti dengan ditemukannya BTA dalam CSF

G. Komplikasi
Komplikasi pada Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi akibat pengobatan
yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat, berupa :
1. Paresis, paralisis sampai deserebrasi.
2. Dehidrasi asidosis
3. Hydrosefalus akibat sumbatan, reabsorbsi berkurang atau produksi berlebih
dari likuor serebrospinal.
4. Dekubitus
5. Retradasi mental.

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Dasar pengobatan Meningitis Tuberkulosa adalah :
a. Pemberian kombinasi obat antituberkulosa.
b. Kortikosteroid
c. Simtomatis
d. Pemberian O
2

e. IVD dengan Dextrose 10% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1.
2. Perawatan
a. Pemberian nutrisi melalui NGT
b. Pasang kateter
c. Atur posisi yang nyaman
3. Lakukan fisioterapi bila sudah memungkinkan

















BAB II
KONSEP KEPERAWATAN


A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan untuk
meningkatkan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mengatasi dan memulihkan kesehatan melalui 4 (empat) tahap proses
keperawatan yang terdiri dari :
1. Pengkajian (Assesment)
2. Perencanaan (Planning)
3. Pelaksanaan (Implementasi)
4. Penilaian (Evaluasi)
Yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan
keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistematis yang diterapkan
dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide, pendekatan yang dimiliki,
karakteristik, sistematis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
1. Pengkajian Data
Pengkajian merupakan tahapan awal dan merupakan dasar proses
keperawatan, diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien, agar
dapat memberi arah pada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat tergantung kepada kecermatan dan ketelitian dalam tahap
pengkajian.
Tahap pengkajian terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu: a. Pengumpulan
data, b. Klasifikasi data, c. Analisa data, d. Rumusan diganosa keperawatan.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk mengumpulkan
informasi dari klien, keluarga, catatan medis atau profesi lain, termasuk hasil
diagnostik test. Data dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) yang meliputi
data-data sebagai berikut :
1). Biodata
Terdiri dari identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, nomor
register klien, tanggal masuk dirawat, tanggal pengkajian, diagnosa
medis.
2). Riwayat kesehatan sekarang
a). Keluhan utama: pasien dengan Meningitis Tuberkulosa
menunjukkan gejala gangguan kesadaran dan kelumpuhan.
b). Riwayat keluhan utama: klien dengan Meningitis Tuberkulosa
biasanya datang berobat dengan riwayat gangguan kesadaran,
kejang dan panas serta muntah.
3). Riwayat kehamilan dan persalinan meliputi: prenatal, natal, post natal.
4). Riwayat kesehatan masa lalu meliputi: riwayat penyakit yang diderita,
pernah opname atau belum, nutrisi waktu bayi, imunisasi dan riwayat
allergi.
5). Riwayat tumbuh kembang, terdiri atas: berat badan lahir (BBL),
panjang badan lahir (PBL), lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
lengan atas pada umur berapa: gigi tumbuh, anak tengkurap, duduk,
berjalan, menggerakkan motorik halus.
6). Data psikososial spiritual: anak dan orang tua.
7). Pola kebiasaan sehar-hari, terdiri dari: makan/minum, istirahat/tidur,
pola eliminasi BAB dan BAK, akativitas sehari-hari sebelum dan
selama sakit.
8). Pemeriksaan fisik meliputi :
a). Inspeksi : (mulai kepala sampai ujung kaki).
Keadaan umum: gangguan kesadaran, ubun-ubun menonjol,
muntah, kejang, kelumpuhan saraf mata sehingga terjadi
strabismus dan nigtasmus, pernafasan Cheyne Stoke.
b). Palpasi : anak dengan meningitis akan menunjukkan aku seluruh
tubuh, suhu tubuh meningkat (panas), nadi tidak teratur, kaku
kuduk.
c). Perkusi : anak dengan Meningitis Tuberkulosa akan menunjukkan
adanya refleks tendon yang meninggi.
d). Auskultasi : akan terdengar bunyi pernafasan yang tidak teratur,
ronchi basah.
9). Pemeriksaan penunjang
Pada kasus Meningitis Tuberkulosa biasanya dilakukan pemeriksaan
penunjang :
a). Lumbal punksi untuk memeriksa CSF yang meliputi :
(1). Warna : xanthacrom
(2). Kekeruhan : tergantung pada jumlah sel dalam liquor, bila
lebih dari 200 mm
3
liquor sedikit keruh.
(3). Sel : terdiri dari PMN dan limposit. Semakin akut keadaan
penyakit maka makin banyak jumlah PMN
(4). Protein : selalu lebih dari 40%.
b). Tes tuberkulin : pada stadium awal memberikan hasil positif,
sedang distadium akhir hasil negatif.
c). Pemeriksaan radiologis : adanya perubaan gambaran yang dapat
menyokong Meningitis Tuberkulosa.
d). Pemeriksaan heatologi : Hb, leukosit, hitung jenis., analisa gas
darah.
Nilai normal CSF :
- Warna : jernih.
- Nonne : (-) sampai (+)
- Pandy : (-) sampai (+)
- Sel : 0 sampai 10 /mm
3

- Protein : 10 35 mg/100 ml.
- Glukosa : 50 80 mg/100 ml.
b. Klasifikasi Data
Mengklasifikasikan dalam data subyektif dan data obyekti.
1). Data Subyektif
Adalah persepsi klien/keluarga yang bersifat subyektif terhadap
masalah-masalah yang dikluhkan sehubungan dengan Meningitis
Tuberkulosa.
2). Data Obyektif
Adalah semua data senjang pada klien dengan Meningitis Tuberkulosa
yang diperoleh dari pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi) dan hasil-hasil pemeriksaan diagnostik.
c. Analisa Data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat ditentukan
permasalahan yang dihadapi oleh klien dan dengan memperhatikan
patofisiologi mengenai penyebab penyakit Meningitis Tuberkulosa
sampai permasalahannya tersebut.
d. Dignosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon actual dan
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan proses kehidupan

B. Diagnosa Keparawatan
1. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan status cairan tubuh,
penekanan respon inflamasi, pemanjangan terhadap patogen
2. Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral.
3. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral
4. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kerusakan mobiltas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
6. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan perubahan resepsi
sensorik, integrasi.
7. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasi
8. Kurang pengetahuan mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemajangan

C. Intervensi Keperawatan
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan status cairan tubuh,
penekanan respon inflamasi, pemanjangan terhadap pathogen
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria Evaluasi:
y Tidak demam
y Jumlah leukosit dalam rentang normal
Intervensi :
1. Beri tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan
Rasional: Pada fase awal mwningitis mwningokokus atau infeksi
ensefalitis lainnya, isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya
diketahui / dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk
menurunkan resiko penyebaran pada orang lain.
2. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yan tepat baik
pasien pengunjung maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung / staf
sesuai kebutuhan
Rasional: Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder.
Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada
individu terinfeksi ( misalnya, individu yangmengalami infeksi saluran
nafas)
3. Pantau suhu secara teratur catat munculnya tanda tanda klinis dan
proses infeksi
Rasional: Terapi obat biasanya akan diberikan terus menerus selama
kurang lebih 5 hari setelah suhu turun (normal) dan tanda tanda
klinisnya yang jelas. Timbulnya tanda klinis yang terus menerus
merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang
dapat bertahan sampai Berminggu minggu atau berbulan bulan
atau terjadi penyebaran patogen salama hematogen / sepsis.
4. Teliti adanya keluhan nyeri dada berkembangnya nadi yang tidak
tertur / disritmia atau demam yang terus menerus
Rasional: Infeksi sekunder seperti miokarditis / perikarditis dapat
berkembang dan memerlukan intervensi lanjut
5. Auskultasi suara nafas. Pantau kecepatan pernafasan dan usaha
pernafasan
Rasional: Adanya rochi atau mengi, takipnea dan peningkatan kerja
pernafasan mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekret dengan
risiko terjadinya infeksi pernafasan
6. Ubah posisi pasien dengan teratur dan anjurkan untuk melakukan
nafas dalam
Rasional: Memobilisasi sekret dan mwningkatkan kelancaran sekret
yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap
pernafasan
7. Catat karakterisitik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Rasional: Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatlan
risiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis
8. Identifikasi kontak yang beresiko terhadap perkembangan proses
infeksi serebral dan anjurkan mereka untuk meminta pengobatan
Rasional: Orang orang dengan kontak pernafasan memerlukan
terapi antibiotik profilaksis untuk mecegah penyebaran infeksi.
Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat
Criteria Evaluasi:
y TTV dalam rentang normal
y Perbaikan kognitif
y Perbaikan fungsi sensorik dan kognitif
y Peningkatan tingkat kesadaran
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi jumbal.
Rasional: Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi
adanya risiko hemiasi batang otak yang memerlukan tindakan medis
dengan segera
2. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya, seperti GCS
Rasional: Pengkajian cenderung adanya perubahan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam
menentukan lokasi, penyebaran, luasnya, dan perkembangan dari
kerusakan serebral
3. Kaji adanya regiditas nikal , gemetar, kegelisahan yang meningkat,
peka rangsang dan adanya serangan kejang
Rasional: Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal dan mungkin
juga terjadi dalam periode akut atau penyembuhan dari trauma otak
4. Pantau tanda vital seperti tekanan darah. Catat serangan dari hipertensi
sistolik yang terus menerus, dan tekanan nadi yang melebar
Rasional: Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran
darah serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada
tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin
mengikuti kerusakan vaskuler serebral lokal atau difus yang
menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena yang dapat ditunjukkan
oleh peningkatan tekanan darah sistemik yang bersamaan dengan
penurunan tekanan darah diastolik ( tekanan nadi yang melebar)
5. Pantau frekwensi irama jantung
Rasional: Perubahan pada frekwensi ( tersering bradikardia) dan
distritmia dapat terjadi, yang mencerminkan trauma / tekanan batang
otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari
6. Pantau pernafasan, catat pola dan irama pernafasan, seperti adanya
periode apnea setelah hiperventilasi ( pernafasan Cheyne-Stokes)
Rasional: Tipe dari pola pernafasan merupakan tanda yang berat dari
adanya peningkatan TIK / daerah serebral yang terkena dan mungkin
merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi dengan
disertai pemasangan ventilator makanik
7. Pantau suhu dan juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi
penggunaan selimut, lakukan kompres hangat jika ada demam. Tutupi
ekstremitas dengan selimut ketika selimut hipotermia digunakan
Rasional: Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi
tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada
hipotalamus. Terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen (terutama dengan menggigil), yang dapat
meningkatkan TIK
8. Pantau masukan dan haluaran. Catat karakteristik urine, turgol kulit,
dan keadaan membran mukosa
Rasional: Hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata
dan meningkatkan resiko dehidrasi, tertutama jika tingkat kesadaran
menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan nmelalui oral.
9. Bantu pasien untuk berkemih / membatasi batuk, muntah mengejan.
Anjurkan pasien untuk mengeluarkan nafas selama pergerakan /
perpindahan di tempat tidur
Rasional: Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan
intrabdomen yang dapat meningkatkan TIK. Ekshalasi selama
perubahan posisi tersebut dapat mencegah pengaruh manuver
valsalva.
10. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan
yang lembut.
Rasional: Meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori
yang berlebihan.
Resiko trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral
Tujuan: tidak terjadi trauma
Kriteria Evaluasi:
y Tidak terjadi kejang
Intervensi:
1. Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki ,dan mulut atau otot
wajah yang lain.
Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang
memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk
mencegah komplikasi
2. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantalan pada
penghalang tempat tidur, pertahankan penghalang tempat tidur tetap
terpasang.
Rasional : Melindungi pasien jika terjadi kejang
3. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Menurunkan risiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo,
sinkope atau ataksia.
4. kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin (dilantin), diazepam
(valium), fenobarbital (luminal)
Rasional : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan
kejang
Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi
1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau
sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi
2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata.
Rasional : Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori
yang selanjutnya akan menurunkan nyeri
4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot
daerah leher/bahu
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit.
5. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung jika
tidak ada demam
Rasional : membantu merelaksasikan ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi (nyeri) atau rasa tidak nyaman tersebut.
6. Kolaborasi
Berikan analgetik ;seperti asetarninofen, kodein
Rasional: Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Tujuan: mempertahankan kekuatan dan fungsi otot yang optimal
Kriteria Evaluasi:
y Peningkatan rentang ROM
y Tidak terjadi kontraktur
y Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang optimal
Intervensi
2. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi
Rasional: Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional
dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan
3. Bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak
Rasional: Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi , posisi
normal ekstremitas dan menurunkan vena yang statis
4. Periksa adanya daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit
yang hangat, otot yang tegang dan sumbatan pada vena kaki.
Observasi adanya dipneu tiba-tiba, takikardi, demam, distres
pernafasan dan nyeri dada
Rasional: Pasien seperti diatas mempunyai resiko berkembangnya
trombosis vena dalam (TVD) dan emboli pulmonal yang memerlukan
tindakan, intervensi, penilaian medis,untuk mencegah komplikasi
5. Berikan matras udara atau air, terapikinetik sesuai kebutuhan
Rasional: Menyeimbangkan tekanan jaringan , meningkatkan sirkulasi
dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan
resiko terjadinya trauma jaringan.
Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan perubahan resepsi
sensorik, integrasi.
Tujuan: Meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi
Kriteria Hasil:
y Berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan
y Memperlihatkan pengaturan pikiran secara logis
y Menginterpretasikan ide yang dikomunikasikan orang lain secara
benar
y Mengkompensasi deficit sensori dengan memaksimalkan indra yang
rusak.
Intervensi
1. Evaluasi atau pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan
berbicara, alam perasaan sensorik dan proses fikir.
Rasional: Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih
dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi dan oksigenasi. Perubahan
motorik, persepsi, kognitif dan kepribadian mungkin berkembang dan
menetap dengan perbaikan respon secara perlahan-lahan atau tetap
bertahan secara terus-menerus pada derajat tertentu
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas, dingin, benda
tajam atau tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh.
Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
Rasional: Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya
perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon
sesuai pada suatu stimulasi
3. Observasi respon prilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, fektif
yang tidak sesuai, agitasi dan halusinasi.
Rasional: Pencatatan padatingkah luku memberikan informasi yang
diperlukan untuk perkembangan prilaku
4. Berikan lingkungan terstruktur termasuk terapi dan aktivitas. Buatkan
jadwal untuk pasien jika memungkinkan dan tinjau kembali secara
teratur.
Rasional: Meningkatkan konsistensi dan keyakinan yang dapat
menurunkan ansietas yang berhubungan dengan ketidaktahuan pasien
tersebut. Meningkatkan kontrol atau melatih kognitifnya kembali.
5. Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi bicara dan terapi
kognitif.
Rasional : Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana
penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi
kemampuan atau ketidakmampuan secara individu yang unik dengan
berfokus pada peningkatan evaluasi dan fungsi-fungsi fisik, kognitif,
keterampilan perseptual.
Kecemasan berhubungan dengan krisis situasi
Tujuan: menurunkan tingkat kecemasan
Kriteria Evaluasi:
y Mengakui dan mendiskusikan rasa takut
y Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi
y Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat
yang dapat diatasi
Intervensi
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas pasien atau keluarga. Catat
adanya tanda-tanda verbal atau nonverbal .
Rasional: Gangguan tingkat keselarasan dap[at mempengaruhi
ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya..derajat
ansietas akan dipengauhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh
individu
2. Berikan penjelasan antar hubungan proses penyakit dan gejalanya.
Rasional: Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena
ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas.
3. Jelaskan tindakan prosedur yang akan dilakukan.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan
tersebut melibatkan otak .
4. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takut.
Rasional: Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa
takut ditujukan.
5. Libatkan pasien dan keluarga dalam perawatan, perencanaan
kehidupan sehari-hari dan membuat keputusan sebanyak mungkin.
Rasional: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan
meningkatkan kemandirian.
Kurang pengetahuan mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemajangan
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit
Kriteria Evaluasi:
y Pasien dapat mengungkapkan pemahanan tentang kondisi/ proses
penyakit dan pengobatan
y Pasien mengikuti terapi pengobatan
Intervensi
1. Berikan informasi dalam bentuk-bentuk segmen yang singkat dan
sederhana.
Rasional: Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan
kemampuan untuk menerima / memproses dan mengingat / menyimpan
informasi yang diberikan.
2. Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama.
Rasional : Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa
minggu/bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat
menolong pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga
menerima perasaan tidak nyaman yang lama.
3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein atau
karbohidrat yang dapat diberikan atau di makan dalam jumlah kecil
tapi sering.
Rasional : Meningkatkan proses penyembuhan. Makan makanan
dalam jumlah kecil tetapi sering akan memerlukan kalori yang sedikit
pada proses metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin
juga dapat meningkatkan pemasukan secara total.
4. Diskusikan pencegahan proses penyakit sesuai dengan kebutuhan
seperti memperoleh imunisasi yang sesuai, berenang hanya pada air
yang mengandung klorida, lingkungan yang bebas nyamuk untuk
mencegah infeksi.
Rasional: Meningitis virus akut seringkali berhubungan faktor
penyebab seperti virus campak, herpes.
5. Tekankan pentingnya evaluasi ulang dan terapi rawat jalan secara
rutin.
Rasional : penting sekali untuk megetahui perkembangan
penyembuhan atau adanya gejala sisa yang menetap dan mungkin
perlu untuk meneruskan atau mengubah terapi yang diberikan dan
untuk menentukan adanya penurunan fungsi neurologis
C. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana perawatan, untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut
pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga perawat, untuk memberikan
pelayanan perawatan yang baik dan bermutu yang telah ditentukan dapat
direncanakan.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan yang baik dan bermutu
memerlukan intelektual dan keterampilan berhubungan, antara manusia yang
harmonis berdasarkan pemikiran yang rasional.
Ada dua syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan perawatan,
yiatu :
a. Adanya bukti bahwa klien sedang dalam proses menuju kepada tujuan
keperawatan atau telah mencapai tujuan tersebut.
b. Adanya bukti bahwa tindakan-tindakan perawatan dapat diterima oleh
klien.
Proses pelaksanaan perawatan mencakup tiga hal :
1). Melaksanakan rencana keperawatan. Yaitu segala informasi yang
tercakup dalam rencana keperawatan, merupakan dasar atau pedoman
dalam intervensi dalam perawatan.
2). Mengidentifikasi reaksi/tanggapan klien.
Dalam mengidentifikasi reaksi/tanggapan klien dituntut upaya yang tidak
tergesa-gesa dan cermat serta teliti, agar menemukan reaksi-reaksi klien
sebagai akibat tindakan perawatan yang diberikan dengan mutlak, akan
sangat membantu perawat dalam mengidentifikasi reaksi klien yang
mungkin menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan.
3). Mengevaluasi tanggapan/reaksi klien.
Mengevaluasi reaksi klien dengan cara membandingkan terhadap syarat-
syarat dengan hasil yang diharapkan. Langkah ini merupakan tahap
sendiri. Syarat yang pertama yang dipenuhi apabila perawat telah
mencapai tujuan. Syarat yang kedua adalah bukti-bukti intervensi
perawatan yang dapat diterima oleh klien.

D. Evaluasi
Evaluasi untuk mengetahui sejauhmana pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan. Klien perlu dievaluasi sebagai berikut :
1. Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
2. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan atau belum.
3. Apakah perlu pengkajian kembali.





















BAB IV
PEMBAHASAN


Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien/keluarga atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Proses keperawatan mempersiapkan kerangka acuan untuk mengidentifikasi
kebutuhan klien, menyeleksi, mengintervensi dan mengoreksi keefektifan
pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat memerlukan pengetahuan yang luas
terhadap perawatan untuk menentukan kebutuhan fisiologis dan psikologis klien
beserta keluarganya.
Secara garis besar apa yang telah diuraikan pada teori tentang meningitis
tubekulosis tampak banyak kesamaan dengan tinjauan kasus yang ditemukan pada
klien dengan meningitis tuberculosis, namun ada beberapa perbedaan yang tidak
terlalu menyolok dengan apa yang dibahas dalam tinjauan kasus. Untuk memudahkan
dalam menguraikan kesenjangan yang ada maka kelompok membahas sebagai
berikut:

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan, berguna
untuk menentukan aktivitas keperawatan dan sumber data bagi profesi lain. Pada
tahap pengkajian pada Tn. R yang menjadi sumber informasi dalam
pengumpulan data adalah keluarga klien, medical record dan perawat ruangan.
Dalam teori, pengkajian pasien dengan meningitis TB akan ditemukan
adanya tanda dan gejala seperti : Kehilangan motorik, kehilangan komunikasi
(disartria, disfasia/afasia dan apraksia), gangguan persepsi, kerusakan fungsi
kognitif dan efek psikologis, dan tingkat kesadaran, terjadi kelemahan umum, ,
kesulitan menelan, dan lain-lain, dan pada saat pengkajian kami menemukan
kesesuaian akan hal-hal tersebut.
Pada teori disebutkan bahwa pemeriksaan lumbal punksi sangat
menentukan untuk mengetahui adanya infeksi pada selaput otak, namun sampai
saat pengkajian klien belum dilakukan punksi lumbal hal ini kurang diketahui
secara pasti alas an tidak dilakukannya punksi lumbal

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian atau kesimpulan yang
diambil dari pengkajian keperawatan. Dalam Doengoes M.E (2001), disebutkan
ada 8 macam diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis
TB, antara lain : Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan status cairan
tubuh, penekanan respon inflamasi, pemanjangan terhadap pathogen Resiko
terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral.
Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi .kerusakan mobiltas fisik
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Perubahan persepsi sensorik
berhubungan dengan perubahan resepsi sensorik, integrasi. Kecemasan
berhubungan dengan krisis situasi. Kurang pengetahuan mengenai penyebab
infeksi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajangan
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dikumpulkan, beberapa
masalah/diagnosa keperawatan diantaranya yaitu : Perubahan perfusi jaringan, ,
gangguan integritas kulit ,gangguan mobilitas fisik, nutrisi kurang dari
kebutuhan, , dan resiko infeksi.
Pada kasus ini kami mengangkat diagnosa resiko infeksi karena saat
pengkajian, klien sebelumnya telah menjalani beberapa operasi pemasangan alat
invasif. Kami tidak mengangkat diagnosa perubahan persepsi sensori, gangguan
harga diri, dan kurang pengetahuan karena selama proses perawatan, kesadaran
klien masih menurun sehingga hal-hal tersebut sulit dinilai dan sulit untuk
melakukan intervensi pada diagnosa-diagnosa tersebut. Di samping itu, kami
juga tidak mengangkat diagnosa kurang perawatan diri karena kenyataannya
keluarga klien selalu memperhatikan masalah perawatan diri klien. Untuk itu
keluarga selalu merawat dan membersihkan klien dan tidak ditemukan tanda-
tanda kuarang perarawatan diri pada klien. Kami juga tidak mengangkat diagnosa
kerusakan menelan terpasang NGT sehingga diagnosa tersebut sulit dinilai.

C. Perencanaan Keperawatan
Merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan.
perencanaan memberikan alasan ilmiah berdasarkan literatur, hasil penelitian dan
pengalaman praktik.
Perencanaan dibuat untuk mengatasi respon klien dan untuk mencapai hasil
yang diharapkan seperti : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal,
mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
(kompensasi), nutrisi yang seimbang sehingga tidak terjadi lagi penurunan berat
badan, dan tidak terjadi infeksi.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan dan sebelum
melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi data
dengan singkat apakah data masih sesuai atau masih dibutuhkan.
Implementasi yang dilakukan pada klien berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan yang disesuikan dengan kondisi klien Oleh
karena itu, tidak semua intervensi yang direncanakan, dilakukan pada klien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan.
Dari ke-8 diagnosa keperawatan yang ditemukan, hanya 1 diagnosa
keperawatan yang teratasi. Diagnosa keperawatan yang teratasi yaitu resiko
infeksi. Sedangkan ke 7 diagnosa keperawatan yang belum teratasi disebabkan
oleh kondisi klien yang masih menurun sehingga kami sulit untuk melakukan
tindakan implementasi serta menilai kemajuan atau perkembangan klien.





























BAB V
P E N U T U P


A. Kesimpulan
Setelah mepelajari teori serta pengalaman langsung dilahan praktek maka
kelompok menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Meningitis tuberculosis adalah suatu peradangan pada selaput otak akibat
komplikasi tuberculosis primer yang terdiri dari 3 stadium yaitu ; stadium
prodromal,transisi dan terminal dimana pada stadium terminal ini klien akan
mengalami kelumpuhan,koma dan akhirnya meninggal, namun klien pada
kasus ini belum sampai pada stadium tersebut sehingga tingkat kesembuhan
klien masih sangat besar namun hal ini sangatlah ditentukan oleh perawatan
serta pengobatan yang tepat.
2. Pemeriksaan penunjang dalam hal ini punksi lumbal sangatlah membantu
dalam menegakkan suatu diagnosa medik bahwa klien mengalami meningitis
tuberculosis
3. Dalam diagnosa keperawatan banyak masalah yang dapat diangkat untuk
dasar dalam meberikan asuhan keperawatan secara tepat sehingga klien
dengan meningitis TB dapat sembuh dan terhindar dari cacat akibat
komplikasi yang diakibatkan pelaksanaan perawatan dan pengobatan yang
kurang sempurna/tepat.

B. Saran
1. Meningitis TB sangatlah memerlukan masa perawatan yang lama untuk itu
sebagai seorang perawat haruslah memiliki knowledge,skill serta attitude
yang professional dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada
klien dengan meningitis tuberculosis.
2. Tindakan kolaborasi seperti halnya pemeriksaan laboratorium (punksi
lumbal) sangatlah penting untuk mengetahui secara pasti proses penyakit
yang dialami klien
3. Perawat haruslah lebih cermat dalam menetukan prioritas masalah sehingga
diagnosa keperawatan yang ditentukan sangat tepat dalam membantu
mengatasi masalah yang dihadapi klien dengan meningitis TB.
4. Pemberian HE pada keluarga akibat proses perawatan yang lama serta derajat
penyakit yang sangat kompleks akan membantu dalam mencapai tujuan
keperawatan yang diharapkan karena adanya hubungan terapeutik antara
keluarga klien dengan petugas kesehatan umumnya dan keperawatan
khususnya.

Anda mungkin juga menyukai