Anda di halaman 1dari 2

LEGALITAS ADMINISTRASI FORENSIK, INFORMED CONSENT, DAN ALAT BUKTI FORENSIK

Olehdr. R Soegandhi, Sp. F (K)



Dalam pelayanan kedokteran forensic terutama terhadap pemeriksaan korban hidup dan mati perlu
diperhatikan mengenai legalitas administrasi hukum, antara lain :
1. Surat permintaan penyidik bias difinitif bias sementara.
Surat permintaan difinitif dari pihak penyidik memiliki beberapa bagian :
a. Identifikasi instansi kepolisian meliputi kop surat, telepon, cap, dan tanggal
b. Identifikasi penyidik kepolisian meliputi nama, NRP, pangkat, jabatan dari polsek, polres
atau POLDA
c. Identifikasi korban meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat tempat
tinggal atau kantor
d. Identifikasi waktu dan peristiwa meliputi kapan terjadi, didaerah mana atau lokasi peristiwa
e. Macam pemeriksaan pemeriksaan luar,pemeriksaan dalam, pemeriksaan penunjang sesuai
dengan persetujuan korban
f. Laporan diminta dalam bentuk tertulis antara lain surat keterangan medis, surat keterangan
ahli, dan visum et repertum

2. Surat permintaan penyidik itu dilampiri dengan persetujuan dari pihak keluarga atau informed
consent sesuai dengan pasal 134 KUHAP. Informed consent ini yang memproses adalah pihak
penyidik bersama pihak keluarga.

3. Surat permintaan bersama-sama barang bukti atau korban. Untuk korban hidup :identitas
korban, kelainan di tubuh akibat peristiwa. Hal ini biasanya tertuang dalam surat permintaan
penyidik. Untuk korban meninggal, jenasah diberi label dan label disegel. Bilamana surat
permintaannya lebih lengkap disertai dengan gambaran keadaan korban danl aporan TKP.Bila
surat permintaannya sementara harus segera di tindak lanjuti dengan surat permintaan yang
difinitif. Untuk kasus-kasus criminal penyidik dimohon melampirkan berita acara pemriksaan
olah TKP, bila tidak dilampirkan maka dokter seharusnya meminta laporan olah TKP dan
penyidikan lanjutan dengan maksud peristiwanya lebih jelas.

4. Informed consent untuk korban hidup dalam penanganannya diberikan informed consent tapi
yang membuat adalah pihak dokter dan pasien atau keluarganya dan untuk pemeriksaan rawat
jalan atau rawat inap serta berbagai tindakan medis.

5. Alat bukti forensic ini tetuang didalam ayat 184 KUHAP antara lain berbagai surat keterangan,
visum et repertum, rekam medic. Kususun tukrekam medic hanya hakim yang berhak untuk
meminta rekam medic dan dibacakan di forum pengadilan oleh petugas rekam medic. Jika
rekam medic sudah tidak terpakai maka dikembalikan kerumah sakit sehingga rekam medic
harus tersimpan di rumah sakit. Berbagai alat bukti forensic harus dipertanggung jawabkan
kepada jajaran hokum ialah pihak kepolisian, jaksa, hakim, dan pengacara.Pembuat visum
etrepertum, bila alat bukti tidak jelas maka dokter dapat dipanggil di siding pengadilan dan
untuk mempertanggung jawabkan surat keterangan tertulis yang dibuatnya. Diskusi di depan
forum pengadilan menyangkut pasal 185 KUHAP. Bila dalam forum pengadilan alat bukti sudah
diuji kebenarannya. Di forum pengadilan dokter bebas mengutarakan pendapatnya sesuai
dengan permintaan dari para jajaran hukum, jadi tidak ada rahasia, karena pembukaan rahasia
di depan peradilan itu tidak ada sangsinya sesuai dengan pasal 48, 49, 50, dan 51 KUHP.Untuk
legalitas semua surat-surat yang dibuat oleh dokter itu diakhiri dengan kalimat dengan
mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan.
Diantara administrasi hukum disamping surat keterangan penyidik, surat keterangan ahli, rekam
medic dan visum et repertum masih ada yang dapat digunakan untuk alat bukti hukum yaitu surat
permintaan penyidik, informed consent, surat keterangan kematian.

Anda mungkin juga menyukai