Anda di halaman 1dari 25

Pemanfaatan Struktur Rangka Baja Pada Pembangunan Gedung Pencakar Langit

Disusun Oleh:
Handaru Alfiansyah 3113041096




Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Program Diploma 4 Teknik Sipil
2013



PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gedung pencakar langit atau dalam bahasa inggris disebut skyscraper merupakan suatu
infrastruktur yang biasa kita temukan di jantung kota-kota besar di Dunia. Salah satu struktur
bangunan yang paling banyak digunakan adalah baja sebagai komponen paling utama yang
dapat menunjang bangunan gedung.
Alternatif konstruksi gedung menggunakan struktur baja.
Keunggulan baja sebagai bahan struktur:

Kekuatan baja jauh lebih tinggi daripada beton maupun kayu. Kekuatanyang tinggi ini
terdistribusi secara merata. Kekuatan baja bervariasi dari 300 Mpa sampai 2000 Mpa(The
KozaiClub 1983).
Kekuatan yang tinggi ini mengakibatkan batang struktur dari baja mempunyai ukuran
tampangyang lebih kecil dari pada batang struktur dengan bahanlain
Struktur yang terbuat dari baja lebih ringan dari pada struktur dengan bahan lain. Dengan
demikian kebutuhan fondasi juga lebih kecil.
Sifat mudah dibentuk. Struktur dari baja dapat dibongkar untuk kemudian dipasang kembali

Dengan sifat baja yang demikian maka struktur bangunan pencakar langit akan lebih efisien
dan efektif jika menggunakan baja sebagai komponen utama, sebab sejauh ini belum ada
bahan yang lebih efektif dan efisien daripada baja untuk perencanaan dan pembangunan
gedung pencakar langit.









Gambar 1.1 Burj Khalifa (kiri) sebagai gedung pencakar langit tertinggi di dunia dan menara petronas (kanan)




A. Data Yang Diperlukan:

Data yang diperlukan untuk pembangunan sebuah gedung pencakar langit antara lain denah,
rencana pondasi, rencana potongan bangunan yang berisi detail baja dan kelengkapan
bangunan dan sebagainya. Pendataan yang akurat dan lengkap harus didukung dengan kondisi
di lapangan atau proyek dalam proses pembangunan, data yang diperlukan pada dasarnya bagi
perencanaan awal merupakan desain atau perancangan yang dilakukan oleh pihak arsitektur
(proses arsitektural) dalam hal ini arsitek berperan dalam sketsa bangunan dan detail eksterior
dan enterior bangunan yang kemudian diserahkan ke pihak perencana atau kontraktor yang
langsung ditangani para insinyur sipil. Kali ini saya akan membahas satu per satu mengenai
data apa saja yang dipeerlukan dalam pembangunan gedung pencakar langit bertingkat.


1. Rencana Denah
Berfungsi sebagai perencanaan awal sebuah bangunan. pada awal mula perencanaan
denah menjadi suatu titik perencanaaan pondasi. pada lantai dasar dan dinding, denah
pada lantai atas hanya berisi informasi perencanaan ruang bangunan gedung seperti
rencana tata letak ruang, pintu.

Gambar 1 rencana denah lantai atas sebuah gedung pencakar langit




Rencana denah dasar sangat berkaitan dengan perancangan dan perencanaan pondasi bangunan,
selama ini saya dan teman-teman lain sesama mahasiswa teknik sipil D4 mempelajari tentang
bagaimana merancang sebuah denah dasar bangunan menggunakan program bantu komputer,
kemudian dari gambar atau sketsa denah dasar bangunan dapat direpresentasikan menjadi pondasi
dasar dengan ukuran yang standard sesuai dengan aturan pembangunan gedung pencakar langit.










2. Sketsa Gedung (perspektif)

Sketsa gedung atau perspektif merupakan konsep awal perancangan gedung pencakar langit,
sketsa pada dasarnya direncanakan oleh arsitek dimana data selanjutnya akan diproses melalui
pemikiran pencarian bahan yang sesuai dengan sketsa bangunan. Saat ini sketsa bangunan
dapat digambarkan dengan menggunakan program bantu computer (Computer Aided Drawing)
dengan persepsi gambar 3D sehingga memudahkan para perencana dalam membangun gedung
yang bersangkutan.

Gambar 2 sketsa 3D modeling bangunan gedung bertingkat





3. Potongan Bangunan

Potongan bangunan berisi informasi tentang detail dan komponen yang berada di dalam
bangunan pencakar langit itu sendiri. Sebagai salah satu dari proses arsitektural maka data
potongan bangunan yang diperlukan antara lain adalah data potongan tampak depan dan data
potongan tampak samping gedung pencakar langit.

Fungsi pembacaan data potongan yaitu untuk mengetahui komponen atau bahan apa saja yang
akan diletakkan di dalam bangunan pencakar langit ersebut, sebagai contoh rangka baja harus
diletakkan pada bagian tertentu dari banguna supaya dapat menyangga beban-beban
diatasnya.
Gambar 3 contoh gambar potongan gedung pencakar langit

Dapat kita lihat pada contoh gambar potongan diatas gambar sebelah kanan, kita dapat melihat lokasi
pemasangan bresing baja sebagai komponen utama bangunan gedung tersebut merupakan lapisan yang
berfungsi sebagai penahan gaya momen atau lebih sering dikenal dalam dunia perencanaan sebagai
sistem rangka pemikul momen.








4. Rencana anggaran biaya
Rencana anggaran Biaya (RAB) adalah banyaknya biaya yang dibutuhkan baik upah maupun bahan
dalam sebuah perkerjaan proyek konstruksi, baik rumah, gedung, jembatan, jalan, bandara, pelabuhan
dan lain-lain. RAB sangat dibutuhkan dalam sebuah proyek konstruksi agar proyek dapat berjalan
dengan efisien karena dana yang cukup.

Ada 4 langkah dalam menghitung rencana anggaran biaya antara lain
Menghitung volume pekerjaan
Menghitung semua item pekerjaan. Mulai dari pekerjaan persiapan yang meliputi pekerjaan
pematangan lahan sampai pekerjaan finishing. Volume pekerjaan bisa dalam satuan meter kubik, meter
persegi, dan juga meter panjang tergantung dengan item pekerjaan. Contoh : Sebidang tanah dengan
panjang 10 meter dan lebar 5 meter maka volume nya adalah 50 meter persegi

Menghitung analisa harga satuan
Menghitung analisa setiap item pekerjaan. Contoh : Pekerjaan pematangan lahan dibutuhkan 0,1
pekerja OH (orang per hari) dan 0,05 mandor OH untuk setiap meter persegi. Dalam menghitung analisa
harga satuan ini, harus memacu pada aturan SNI tentang Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi Bangunan
Gedung dan Perumahan. Setelah itu mengalikan dengan harga tenaga.

Contoh : Upah pekerja tahun 2012 adalah Rp. 50.000,00 per hari sedangkan upah Mandor Rp. 60.000,00
per hari. Jadi harga satuan untuk pematangan lahan adalah Rp. 50.000,00 dikali 0,1 = Rp.5000,00
ditambah dengan Rp. 60.000,00 dikali 0,05 = Rp. 3000,00
Total harga satuan Rp 5.000,00 + Rp 3.000,00 = Rp 8.000,00 untuk per meter persegi

Menghitung RAB
Menghitung RAB (Rencana Anggaran Biaya) dengan cara mengalikan volume pekerjaan dengan analisa
harga satuan. Dari contoh diatas dapat dihitung RAB = Rp. 8000,00 dikali dengan 50 meter persegi = Rp.
400.000,00
Jadi biaya untuk pematangan lahan untuk 50 meter persegi adalah sebesar Rp. 400.000,00

Membuat rekapitulasi biaya
Menjumlahkan semua item pekerjaan mulai dari pekerjaan persiapan, pekerjaan tanah, pekerjaan
pondasi, pekerjaan dinding hingga pekerjaan finishing. Sehingga didapatkan estimasi biaya dari proyek
tersebut
untuk menghitung setiap bobot pekerjaan , maka diperlukan sebuah acuan/indeks yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah .




5. Penyelidikan tanah untuk pelaksanaan pondasi
Penyelidikan tanah bertujuan untuk mengetahui struktur tanah dimana akan diletakkan batu
pondasi pada tahap paling awal perencanaan bangunan pencakar langit, penyelidikan tanah
didasari dengan ilmu mekanika tanah yang mempelajari sifat-sifat tanah secara mekanis
dan dinamis oleh karenanya Perletakan pondasi perlu disesuaikan dengan kondisi tanah
yang akan dijadikan awal perletakan bahan bangunan.
B. Peraturan yang harus dipakai

Peraturan yang digunakan untuk pembangunan gedung bertingkat dengan bahan dasar baja
antara lain SNI Baja 03 - 1729 2002 disertai dengan peraturan umum dari dinas
Pekerjaan Umum meliputi:

1. Peraturan Pekerjaan Umum Republik Indonesia
1.1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 54; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833);
1.2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
1.3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Ketentuan perundang-undangan
(Lembaran P e rd a No m o r 7 T a h u n 2 0 1 0 2 Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
1.4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
1.5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
1.6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 93; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
1.7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
1.8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 3956) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 95);
1.9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
1.10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah/Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737)

2 . Acuan dan persyaratan standard nasional Indonesia

2.1 Standar Nasional Indonesia
Semua baja struktural sebelum difabrikasi, harus memenuhi ketentuan
berikut ini:
SK SNI S-05-1989-F: Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian B (Bahan Bangunan dari Besi/baja);
SNI 07-0052-1987: Baja Kanal Bertepi Bulat Canai Panas, Mutu dan Cara Uji;
SNI 07-0068-1987: Pipa Baja Karbon untuk Konstruksi Umum, Mutu dan Cara Uji;
SNI 07-0138-1987: Baja Kanal C Ringan;
SNI 07-0329-1989: Baja Bentuk I Bertepi Bulat Canai Panas, Mutu dan Cara Uji;
SNI 07-0358-1989-A: Baja, Peraturan Umum Pemeriksaan;
SNI 07-0722-1989: Baja Canai Panas untuk Konstruksi Umum;
SNI 07-0950-1989: Pipa dan Pelat Baja Bergelombang Lapis Seng;
SNI 07-2054-1990: Baja Siku Sama Kaki Bertepi Bulat Canai Panas, Mutu dan Cara Uji;
SNI 07-2610-1992: Baja Profil H Hasil Pengelasan dengan Filteruntuk Konstruksi Umum;
SNI 07-3014-1992: Baja untuk Keperluan Rekayasa Umum;
SNI 07-3015-1992: Baja Canai Panas untuk Konstruksi dengan Pengelasan;
SNI 03-1726-1989: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung.
Ketentuan tambahan yang berbentuk SNI dan ketentuan-ketentuan pengganti ketentuan di atas.











2.2 Persyaratan-persyaratan

2.2.1 Struktur
Dalam perencanaan struktur baja harus dipenuhi syarat-syarat
berikut:
1) analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku;
2) analisis dengan komputer, harus memberitahukan prinsip cara kerja program dan harus ditunjukan
dengan jelas data masukanserta penjelasan data keluaran;
3) percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjanganalisis teoritis;
4) analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan
struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya;
5) bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus
mengikuti persyaratan sebagai berikut:
(1) struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan
dan atau percobaan yang cukup aman;
(2) tanggung jawab atas penyimpangan, dipikul oleh perencana
dan pelaksana yang bersangkutan;
(3) perh itungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada
panitia yang ditunjuk oleh pengawas bangunan, yang terdiri dari ahli-ahli yang diberi wewenang
menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat
meminta diadakan percobaan ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat
syarat dan ketentuanketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama
dengan tata cara ini.

2.2.2 Penanggung jawab perhitungan

Nama penanggung jawab hasil perhitungan harus ditulis dan dibubuhi
tanda tangan serta tanggal yang jelas.

3. MATERIAL

3.1 Sifat mekanis baja
Sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan
minimum yang diberikan pada Tabel

3.1.1 Tegangan leleh
Tegangan leleh untuk perencanaan ( f y ) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan Tabel 1

3.1.2 Tegangan putus
Tegangan putus untuk perencanaan ( fu ) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan Tabel 1

3.1.3 Sifat-sifat mekanis lainnya
Sifat-sifat mekanis lainnya baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut:
Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa
Modulus geser : G = 80.000 MPa
Nisbah poisson : = 0,3
Koefisien pemuaian : = 12 x 10-6 /oC

Gambar 2 Kolom dengan ujung-ujung yang ideal





3.2 Baja structural

3.2.1 Syarat penerimaan baja
Laporan uji material baja di pabrik yang disahkan oleh lembaga yang berwenang dapat dianggap sebagai
bukti yang cukup untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar ini.

3.2.2 Baja yang tidak teridentifikasi
Baja yang tidak teridentifikasi boleh digunakan selama memenuhi
ketentuan berikut ini:
1) bebas dari cacat permukaan;
2) sifat fisik material dan kemudahannya untuk dilas tidak
mengurangi kekuatan dan kemampuan layan strukturnya;
3) ditest sesuai ketentuan yang berlaku. Tegangan leleh ( f y ) untuk
perencanaan tidak boleh diambil lebih dari 170 MPa sedangkan tegangan putusnya ( fu ) tidak boleh
diambil lebih dari 300 MPa.


Gambar 2.1 simbol beberapa penampang baja


3.3 Alat sambung

3.3.1 Baut, mur, dan ring
Baut, mur, dan ring harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

3.3.2 Alat sambung mutu tinggi
Alat sambung mutu tinggi boleh digunakan bila memenuhi ketentuan
berikut:
1) komposisi kimiawi dan sifat mekanisnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
2) diameter batang, luas tumpu kepala baut, dan mur atau
penggantinya, harus lebih besar dari nilai nominal yang
ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku. Ukuran lainnya boleh
berbeda;
3) cara penarikan baut dan prosedur pemeriksaan untuk alat
sambung boleh berbeda dari ketentuan selama persyaratan gaya tarik minimum alat sambung pada
dipenuhi dan prosedur penarikannya dapat diperiksa.


3.3.3 Las
Material pengelasan dan logam las harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.3.4 Penghubung geser jenis paku yang dilas
Semua penghubung geser jenis paku yang dilas harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.3.5 Baut angker
Baut angker harus memenuhi ketentuan Butir 5.3.1 atau dibuat dari batang yang memenuhi ketentuan
yang tercakup dalam selama ulirnya memenuhi ketentuan yang berlaku.

Tabel 1 sifat mekanisme baja struktural










C. Sistem rangka bresing baja pada bangunan pencakar langit

Sebuah sistem bressing adalah bagian sekunder tapi penting dari struktur gedung pencakar langit.
Sebuah sistem bracing berfungsi untuk menstabilkan balok utama selama konstruksi, untuk
berkontribusi pada distribusi efek beban dan menahan diri untuk memberikan kepada flensa kompresi
atau akord mana mereka akan dinyatakan bebas tertekuk.



Gambar 2.2 Sistem struktur inovatif pusat terdiri dari struktur bantalan di sekeliling yang berperilaku sebagai tabung berbingkai
dan diagonal

Bracing berfungsi sebagai berikut :
1. Pengendalian tekuk balok utama
2. distribusi beban
3. Kontrol dimensi .
4. Pengendalian tekuk balok utama

Alasan paling utama untuk menyediakan bracing pada banguna gedung baja adalah untuk kontrol tekuk
di balok utama selama konstruksi . Pada konstruksi baja,, berat baja membebankan lentur signifikan dari
balok baja telanjang dan sayap tekan harus tertahan terhadap tekuk ( dalam arah sumbu minor ) . Ketika
selesai , dek baja memberikan penahan lateral ke sayap atas sepanjang panjang penuh jembatan dan
kemudian satu-satunya bagian dari balok yang cenderung gesper adalah flensa bawah di daerah
memonopoli berdekatan dengan dukungan menengah.
Dalam sebuah balok tak terkendali , flens kompresi balok utama cenderung melengkung horizontal ,
menyebabkan balok memutar - disebut lateral yang torsional. Hal ini dapat ditangkal dengan bressing
yang menyediakan baik penahan lateral langsung ke flensa kompresi atau penahan puntir ke seluruh
balok .
Sebuah tonase kecil bracing baja dapat digunakan untuk memberikan peningkatan besar dalam
perlawanan lentur dari balok utama.
Pada menara kemba biasanya r memiliki rencana persegi dan sistem struktural adalah 'tabung di dalam
tabung' sistem, kolom baja sangat dekat (tabung dibingkai) dan inti internal di mana semua fasilitas
vertikal terkonsentrasi (tangga, lift dan sebagainya). Konsep ini memungkinkan bangunan mencapai 104
Lantai dan 411 meter tinggi.
Gambar 2.3 gambar potongan melintang pada bressing baja menara kembar WTC





Fitur struktur utama dari bangunan pencakar langit baja rendah bertingkat

cara paling sederhana untuk menahan kedua beban vertikal dan horizontal adalah dengan
menggunakan momen menolak frame (kasus 1 dan 5 dari gambar 4 ), dengan struktur lantai
berorientasi pada arah transversal dan longitudinal.
Solusi ini bukan yang paling ekonomis, karena membutuhkan balok dan kolom dengan differens lintas-
bagian di berbagai tingkat.
di samping itu, rentan terhadap defleksi bergoyang terlalu besar ketika maka jumlah lantai lebih besar
dari 4 atau 5
gambar 4 sistem structural untuk bangunan pencakar langit tingkat rendah


gambar 5 sistem structural untuk bangunan pencakar langit tingkat rendah
gambar 6 sistem structural untuk bangunan pencakar langit tingkat rendah
Sistem struktur untuk bangunan pencakar langit bertingkat tinggi

Sistem struktur bangunan bertingkat tinggi harus melawan kedua gravitasi dan beban lateral. sebagai
ketinggian bangunan meningkat, beban lateral secara bertahap mendominasi desain struktural.
Pada Gambar 7 membandingkan beberapa sistem struktur baja atas dasar efisiensi struktural, yang
diukur dengan berat bangunan, struktur tabung dibingkai dapat conviently digunakan pada bangunan
bertingkat tinggi yang lebih dari 20 lantai

Gambar 7 sistem struktur baja berdasarkan pada jumlah lantai bangunan pada gedung pencakar langit





beban lateral akibat angin dan gempa bumi menghasilkan percepatan lateral. sebagian orang-orang
biasanya menganggap percepatan ini selama kondisi pelayanan, kekakuan daripada kekuatan cenderung
menjadi faktor dominan dalam bangunan tinggi besar. keadaan batas bisa, karena itu, menjadi lebih
penting daripada keadaan batas tertentu.

empat kelompok keseluruhan sistem struktural dapat dikelompokkan.
Antara lain:
a. bantalan sistem dinding
b. sistem inti
c. sistem portal
d. sistem tabung

























kerangka Bressing

Kerangka sistem kaku murni tidak cukup untuk bangunan yang lebih tinggi dari sekitar 30 lantai karena
komponen geser racking defleksi yang dihasilkan oleh lentur kolom dan balok-balok menyebabkan
pergeseran bangunan menjadi terlalu besar, efisiensi ditingkatkan dengan menambahkan anggota
rangka seperti diagonal antara sistem lantai

Jenis bressing yang tersedia untuk dimasukkan ke dalam berbagai sistem struktur dari K sederhana
konsentris atau bressing tipe X sederhana antara dua kolom untuk menguatkan lutut dan bressing
eksentrik dengan geometri rumit yang menggunakan solusi dari program komputer.
dalam sistem bracing eksentrik sambungan dari brace diagonal sengaja offset dari hubungan antara
balok dan kolom vertical.


Gambar 8 tipe kerangka bressing secara umum


Gambar 9 tipe kerangka bressing secara umum















Sistem rangka terhuyung (staggered truss system)

menggunakan rangka terhuyung (staggered truss system) , seperti yang ditunjukkan pada gambar 9,
fleksibilitas yang dibutuhkan di unit layout dicapai dengan mengatur rangka dalam rencana rangka
terhuyng di lantai alternatif.
lantai sytem bertindak sebagai diafragma mentransfer beban lateral dalam arah pendek untuk gulungan.
Beban lateral yang ditentang oleh diagonal truss dan ditransfer ke hanya beban langsung / aksial dalam
kolom (tanpa momen).


Gambar 10 Sistem rangka terhuyung. (a) Perencanaan hotel menunjukan ruang tamu; (b) penyusuna
rencana rangka terhuyung; (c) perspektif penyusunan rangka










D. Mata kuliah yang harus dikuasai dalam perencanaan dan perancangan
pembangunan gedung pencakar langit

1. Mekanika Teknik (Semester 1 sampai dengan semester 3)
2. Mekanika Tanah (semester 2 dan semester 3)
3. Rekayasa Pondasi (foundation engineering, semester 4)
4. Penggambaran bangunan sipil (architectural drawing, semester 1 dan 2)
5. Teknologi beton (semester 4)
6. Desain elemen struktur beton (semester 5)
7. Desain elemen struktur baja (semester 4)
8. Desain struktur baja (semester 5)
9. Desain konstruksi gedung tinggi (semester 6)
10. Analisa Struktur gedung tinggi (semester 6)
11. Struktur beton pratekan (semester 6)
12. Teknologi beton lanjut (semester 6)
13. Evaluasi, Pemeliharaan, dan Perbaikan Bangunan Gedung (semester 6)
14. Analisis Fisik dan Kimia pada rekayasa material (Semester 6)
15. Sistem manajemen K3 (semester 6)
16. Perenc. Penjadwalan & pengendalian proyek (semester 6)
17. Manajemen kontrak (FIDIC) & Strategi tender (semester 6).
18. Material & Struktur Komposit (semester 7)
19. Manajemen Resiko (semester 7)
20. Struktur beton pracetak (semester 7)
21. Rekayasa Nilai (semester 7)
22. Utilitas Bangunan (semester 7)
23. Dinamika struktur dan Rekayasa kegempaan (semester 7)








E. Bagaimana dengan Mata kuliah yang lain?

Saya berpendapat bahwa mata kuliah lain dapat kita terapkan ilmunya di bidang ketekniksipilan yang
lain disamping pembanguna gedung, sebagai contoh dengan bisanya kita menguasai ilmu dari mata
kuliah yang tidak berhubungan dengan perencanaan gedung bisa diterapkan misalnya pada pembuatan
peta dari mata kuliah ilmu ukur tanah.
Mata kuliah yang saya pelajari pada semester awal hingga penjurusan bersifat umum artinya semua
bidang keteknik sipilan yang bersifat mendasar harus dikuasai baik itu dasar-dasar bangunan air, dasar-
dasar bangunan gedung, dan dasar-dasar bangunan sipil. Sebagai calon sarjana teknik sipil maka dasar-
dasar ilmu ketekniksipilan sangat perlu dikuasai untuk diterapkan di berbagai hal yang berhubungan
dengan teknik sipil, jadi dengan menguasai semua ilmu ketekniksipilan ketika sudah lulus seorang
sarjana teknik sipil mampu menangani kasus-kasus yang bersifat kompleks dan beraneka-ragam yang
akan dihadapi di dunia kerja kelak.
















Daftar Pustaka
oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1500
http://pec.org.pk/sCourse_files/CEC5-5.pdf

http://duniailmusipil.blogspot.com/2012/09/sni-07-2052-2002-baja-tulangan-beton.html
http://www.steelconstruction.info/Braced_frames
http://www.steelconstruction.info/Bracing_systems
http://www.ilmusipil.com/pembangunan-gedung-bertingkat
http://www.ilmusipil.com/cara-membuat-gedung-bertingkat-tinggi
http://science.howstuffworks.com/engineering/structural/skyscraper4.htm
http://www.calsd.org/cms/lib01/PA01000790/Centricity/Domain/99/Sk
yscrapers.ppt
http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/lama/hukum/pm05-2007.pdf

Anda mungkin juga menyukai