Anda di halaman 1dari 24

Petruk Mencari Jati Diri

Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia


dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya
bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.
Sebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhanndoro (tuan), sejak
jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna
Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna.
Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan
kelakuan ndoro-ndoro (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya
memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu.
Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang
manapun juga.
Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi kegilaan mayapada, berbeda
pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih
realistis dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul
saat melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.
Siang itu Petruk sedang membelah kayu bakar, guna keperluan memasak isterinya. Sudah
seminggu lebih pasokan elpiji murah dan minyak tanah tak sampai ke desanya.
Di desa Karang Kedempel jaman kontemporer seperti saat ini apapun bisa saja terjadi. Harga
beras yang tiba-tiba melonjak melebihi harga anggur Amerika. Minyak goreng yang mendadak
menguap di pasaran. Bahkan beberapa dekade yang lalu, orang-orang yang suka protes pun bisa
saja mendadak lenyap tanpa bekas. Dan semua pasti akan ditanggapi oleh penguasa Karang
Kedempel dengan mengeluarkan press releasesebagai sebuah dinamika pembangunan
Kelangkaan bahan bakar di pasaran, melonjaknya harga sembako, mahalnya biaya pendidikan.
Yang berujung pada melebarnya jurang perbedaan kaya-miskin. Adalah hal yang selalu saja
terjadi dari jaman ke jaman. Keadaan masyarakat yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem
kerto tur raharjo hanyalah sebuah utopia. Yang sering dikatakan kyai-kyai di langgar-langgar
dan surau negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun gofuur hanyalah sekedar lips service
semata.
Seperti yang sudah diduga oleh Petruk, Kang Gareng pasti memberikan reaksi dengan caranya
sendiri. Hari ini adalah hari ketiga Gareng berorasi di depan Poskamling, sejak pagi hingga
matahari hampir tenggelam. Berusaha menarik perhatian semua warga desa.
Saudara-saudaraku, mengapa semua ini bisa terjadi? dengan cengkok khas ala Kang Gareng.
Desa kita ini sedang mengalami degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Kebijakan pamong
desa kita tidak terarah dan miskin inovasi.
Seharusnya kita mulai introspeksi, mengevaluasi situasi dan berani melakukan redifinisi.
Sehingga kita bisa meberikan sebuah revitalisasi menuju suatu solusi definitif, guna
mendapatkan outcome terbaik dari apa yang kita harapkan, bagaikan orang kesurupan Gareng
berorasi tanpa henti. Tak perduli apakah orang-orang yang berkumpul mengerti apa yang
diomongkannya.
Petruk tak habis pikir, dari mana Gareng mendapatkan perbendaharaan kata dan kalimat yang tak
ubahnya anggota DPR. Padahal Gareng tidak pernah makan bangku sekolahan. Memang orang
pintar tidak selalu terkenal dan orang terkenal tidak selalu pintar, tapi Petruk tahu persis bahwa
Gareng tidak termasuk diantara keduanya.
Petruk sudah hafal betul dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke
waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang
dianggap bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang
tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah menjadi
debu dihajar anak Kyai Semar ini.
Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia
sudah bertekat tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan.
Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan
menempati posisi tertentu.
Seperti yang terjadi pada episode Petruk Dadi Ratu
contohnya, sebagai Prabu Kanthong Bolong, Petruk dia
melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi main
stream model kekuasaan di mayapada. Dia
menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh
bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk
berlaku adil atapun tidak.
Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat resah
raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah
Candradimuka mendidih perlambang adanya ontran-ontran yang membahayakan kekuasaan
para dewa.
Maka secara aklamasi disepakati, skenario mengeliminir raja biang keresahan. Persekutuan
raja dan dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu alunan irama yang
sudah terlanjur dianggap indah.
Hasilnya? Ibarat jauh panggang dari api.
Bukannya Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk.
Siapapun yang mendekat dihajarnya habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur.
Batara Guru sang penguasa kahyangan lari terbirit-birit.
Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi
Kanthong Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.
Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan.
Ngger, Petruk anakku!, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya.
Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!
Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina
menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja?
Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri.
Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk (yang semua orang
tahu, dia sangat jelek). Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode Petruk Dadi Ratu pun berakhir
anti klimaks.
Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. Ah hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi
hatiku, selain Dia aku tak perduli
Kembali dia mengayunkan pecoknya membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang
pangkur:
Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo
sinukarto.
Memang tidak mudah jadi seorang Petruk

Meskipun selalu berusaha memahami keadaan sebagaimana apa adanya, Petruk tidak
sepenuhnya bisa menerima jalan fikiran tuan-tuanya yang seringkali melanggar paugeran
(aturan), bahkan tak jarang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.
Bendoro-bendoronya yang selalu diasumsikan sebagai pihak yang benar, ternyata pada
kenyataannya seringkali melakukan tindakan yang cenderung keji. Kenyataan yang mau tidak
mau menimbulkan perang di batin Petruk, perang batin yang sudah berlangsung berabad-abad
lamanya.
midero sak jagat royo, kalingono wukir lan samudro, nora ilang memanise, dadi ati
selawase
Sayup-sayup tendengar tembang mendayu-dayu, membuat Petruk menghentikan ayunan
kapaknya. Dia teringat kejadian yang menyedihkan sekaligus memalukan, kisah tumpasnya
Ekalaya
Awal peristiwa terjadi di suatu siang yang gerah di tepi hutan yang nampak sejuk. Petruk tak
mampu menyembunyikan kegelisahan, dia menangkap gejala alam, sesuatu akan terjadi, sesuatu
yang tidak menyenangkan.
Semar memejamkan pura-pura tidur, Gareng sibuk menulis puisi tentang kegelisahan hati.
sedangkan Bagong mondar mandir dengan wajah seperti arca tanpa ekspresi. Semua gelisah.
Mereka sedang menemani momongan sekaligus tuan mereka, Raden Arjuna yang juga bernama
Janaka, Permadi atau Parto, satria lelananging jagat panengahing pandawa. Mereka sadar
sepenuhnya bahwa masalah yang akan timbul bersumber pada momongan mereka ini.
Sangat jelas dimata batin Petruk, aura yang nampak dari pancaran wajah ndoronya ini. Aura
yang memalukan, aura yang bersifat rendah. Dan Petruk pun sudah sangat hafal dengan tabiat
tuannya yang satu ini.
Kegelisahan para punakawan ini segera terjawab. Tiba-tiba dihadapan mereka mucul seorang
kesatria tampan (meskipun tak serupawan Arjuna), berkacak pinggang dengan wajah marah.
Hai Arjuna, kalau kamu memang merasa laki-laki hadapi aku, Ekalaya
Laki-laki ini adalah Bambang Ekalaya, raja kerajaan Nisada. Apa pasalnya sehingga lelaki gagah
ini sedemikian murkanya?
Beberapa saat yang lalu saat matahari baru saja memancarkan sinarnya ke bumi, ditepi hutan ini,
ada seorang wanita cantik yang sedang dikejar-kejar oleh segerombolan raksasa. Setelah terkejar
wanita ini dekepung rapat. Raksasa-raksasa ini berhaha-hihi, bagai segerombolan kucing yang
berebut seekor tikus.
Dewi Angraeni nama wanita cantik ini. Apa daya seorang wanita dihadapan segerombolan
raksasa? Dia hanya bisa berteriak meminta tolong.
Teriakannya terdengar oleh Raden Arjuna. Bagi Arjuna yang sakti mandraguna, bukanlah hal
yang sulit untuk bertindak. Dengan sekali sentakan, hilang sudah nyawa semua raksasa.
Arjuna memandang Anggraeni dengan tatapan mata aneh, tatapan mata yang muncul karena
bangkitnya dorongan yang bersifat rendah. Senyum Arjuna juga senyum kurang ajar. Anggraeni
bukannya tidak merasakan hal ini.
Sang dewi mengucapkan terimakasih atas pertolongan yang diterimanya.
Tapi ternyata ucapan terimakasih saja, tidak cukup bagi Raja Madukara ini. Den Bagus
Casanova Raden Janaka, playboy kelas internasional yang jumlah isterinya sudah tak terbilang
ini menginginkan yang lebih dari itu!!! Dia menginginkan dilayani bercinta sebagai imbalan
jasanya!!! Duh Gusti
Saya sudah bersuami, Raden, tampik Anggraeni
Apa masalahnya kalau kamu sudah bersuami? aku bisa membunuh suamimu, jawab Arjuna
enteng. Dan lagi pula apakah suamimu setampan aku? Apakah dia sekaya aku? Aku ini Raja
agung
Anggraeni juga tahu Arjuna gagah perkasa tampan tiada banding, dia juga tidak memungkiri
sesungguhnya dia juga tertarik. Namun bagi Anggraeni, cinta terlalu agung untuk
diperjualbelikan. Dia bercinta karena memang mencintai. Baginya tidak ada cinta bagi laki-laki
macam Arjuna. Anggraeni adalah pribadi yang bahagia dengan bersetia kepada cintanya.
Dia menolak keras!!!
Sebelumnya, Arjuna tak pernah menerima penolakan dari wanita. Ratusan wanita dan dewi-dewi
dari kahyangan pun berebut untuk jatuh dalam pelukan Don Juan titisan Batara Indra ini.
Penolakan ini semakin menyulut birahi Arjuna. Kobaran nafsu membuat buta hatinya. Dia
hendak memaksakan kehendaknya. Anggraeni terancam menjadi korban perkosaan. Apalah daya
Anggraeni berhadapan dengan kesaktian Arjuna? Dia berlari. sampailah ke tepi jurang!!! Dead
end!!! Jalan buntu!!!
Dalam putus asa nya, Anggraeni melompat ke jurang. Luncuran tubuhnya ke jurang yang sangat
dalam membuatnya pingsan. Untunglah seseorang menyambar tubuhnya sebelum terbentur dasar
jurang, orang itu adalah Dewi Ipri, ibunya sendiri.
Dewi Anggraeni adalah isteri Bambang Ekalaya yang sedang berhadapan dengan Arjuna. Dia
menuntut pertanggungjawaban atas perlakuan yang diterima isterinya.
Sangat wajar kalau Ekalaya jadi berang. Jangankan seorang raja, Petruk pun akan mengangkat
pecoknya kalau isterinya diganggu orang.
Tantangan Ekalaya dilayani oleh Arjuna. Duel berlangsung singkat. Hanya satu jurus, Arjuna
terkapar tak bernyawa!!!
Bagaimana bisa jagoan andalan Pandawa yang sakti mandraguna, murid terkasih Pendeta Durna,
kalah oleh seorang yang tidak terkenal?
Sepuluh tahun sebelumnya, Ekalaya pernah datang menghadap Durna untuk diterima sebagai
murid. Durna menolak, karena Ekalaya hanyalah raja sebuah kerajaan kecil. Durna hanya
menerima murid dari kalangan kerajaan-kerajaan besar dan elit macam Astina, Nisada tidak
masuk itungannya.
Penolakan Durna tidak membuat Ekalaya patah semangat. Dia menyepi dan mendirikan sebuah
tenda di sebuah tempat rahasia. Di dalam tenda itu dia mengukir sebongkah kayu menjadi patung
Durna. Setiap hendak mengasah ilmu kanuragan, dia selalu bersemedi di depan patung Durna,
memohon bimbingan dari gurunya. Dia bukan sekedar murid yang hanya menerima tapi dia
adalah murid yang mencari, murid yang mencari akan selalu lebih hebat daripada seorang
murid yang hanya menerima. Oleh karena itu Ekalaya jauh lebih sakti ketimbang Arjuna.
Ekalaya menginjak dada Arjuna dan berkata Kalau ada yang tidak menerimakan kematian
keparat ini, silahkan datang padaku. Dan kemudia dia berlalu.
Wajah Petruk pucat pasi, tidak tahu harus berbuat apa. Dia faham betul siapa yang bersalah.
Gareng meratap dan bersiap dengan bait-bait sajak duka nya. Bagong menangis menjerit-jerit.
Menangis memang adalah salah satu tugas punakawan, mereka menangis bukan karena
menangisi kepergian tuannya. Mereka menangis menyesali alasan kematian Arjuna. Mereka
malu mengetahui kelakuan tidak bermartabat tuannya.
Semar tetap mendengkur. Petruk tahu persis bahwa bapaknya itu hanya pura-pura tidur
Gareng sudah mulai dengan sajaknya, Bumi akan berduka, langit akan menangis bertahun-
tahun, mengiringi kepergian Raden Arjuna. Seluruh rakyat akan berkabung dan meratapi
pemakaman raja yang agung
Tidak ada pemakaman dan tidak ada perkabungan!!!, tiba-tiba saja Sri Kresna sudah berdiri
dihadapan Gareng dan membentak.
Gimana toh Ndoro Kresna ini, apa jasad Den Rejuno dibiarkan dimakan anjing hutan, kok
nggak dimakamkan, pripun toh, nganeh-anehi? Bagong nimbrung.
Arjuna belum waktunya mati, Kresna berujar.
Oooo jadi Yamadipati si Dewa Maut salah administrasi ya? Bagong memang tidak sopan.
Perang Baratayudha memerlukan keberadaan Arjuna. Adik iparku ini harus hidup lagi Kresna
semakin tegas, sembari mengeluarkan pusaka Kembang Wijayakusuma untuk menghidupkan
lagi Raden Arjuna
Biyuh orang mau mati kok nggak boleh. Apa hanya gara-gara Baratayudha trus Den Rejuno
harus hidup terus? Lha kok enak Bagong makin tak terkendali, Lha apa para dewa di
kahyangan sudah terlanjur mengeluarkan biaya yang besar untuk skenario perang Baratayudha?
Sehingga perang nggak boleh batal?
Kamu bisa diam atau tidak??? Kresna membentak, wajah Bagong tetap datar dan dingin
seperti dinding candi.
Apa yang terjadi Kanda Prabu? Yudistira datang dan bertanya, diikuti oleh Bima, Nakula dan
Sadewa. Lengkaplah Pandawa!!!
Ah Dimas Yudistira sudah datang, aku akan menghidupkan lagi Dimas Permadi yang baru
saja dibunuh oleh penjahat Ekalaya, lalu
Yang penjahat bukan Ekalaya!!! Petruk memotong kalimat Kresna yang belum selesai.
Jaga mulutmu Petruk!!!
Justeru karena saya menjaga mulut, maka saya bicara yang sebenarnya!!!
Dengkuran Semar yang mendadak makin keras menghentikan perdebatan Kresna-Petruk.
Suasana jadi kaku. Yudistira nampak bersedih. Bima menggeretakkan gigi tanpa mengeluarkan
satu kata pun. Bima adalah orang yang jujur, dia marah bukan karena Arjuna terbunuh, tapi dia
sangat malu mengetahui alasan mengapa adiknya menemui ajal.
Kresna menghampiri jasad Arjuna. Sekali usap hiduplah kembali Raden Arjuna!!!
Terimakasih Kakang Kresna, sekarang saya akan pergi menuntut balas, kalimat pertama yang
keluar dari mulut Arjuna membuat Petruk mendadak mual hebat.
Kresna tersenyum, Seribu Arjuna tak akan mampu menandingi kesaktian satu orang Ekalaya,
Dimas harus faham hal ini
Kalau begitu biarkan saya mati menebus malu, saya, Arjuna, tidak mau hidup satu atap langit
dengan Ekalaya
Baiklah kalau begitu, biarkan saya yang akan menyelesaikan masalah kecil ini. Dimas
Yudistira, ajak adik-adikmu pulang ke Amarta. Gareng, Petruk, Bagong ikut aku. Eee lhadalah
Kakang Semar lha kok malah tidur terus?
Hemmm.., Anakmas Prabu tahu persis apa yang saya lakan lakukan kalau saya tidak tidur,
oaahmmmm Semar menjawab pertanyaan Kresna, dan tidur lagi.
Petruk tahu persis bahwa Kresna adalah rajanya ahli tipu muslihat, dia berusaha menerka apa
yang akan dilakukan titisan Wisnu ini.
Dan Petruk juga gemas melihat bapaknya tidak berkomentar apa-apa. Sambil menahan gejolak
hati dia mengikuti langkah kedua saudaranya, dia bisa merasakan akan ada kejadian yang lebih
memalukan.
Ternyata Kresna mengendap bagaikan maling, masuk kedalam tenda rahasia Ekalaya, kemudian
bersembunyi dibelakang patung Resi Durna!!! Petruk semakin mual disertai dengan nyeri dada
hebat melihat hal ini.
Ekalaya masuk ke dalam tenda beberapa saat kemudian. Dia berlutut didepan gurunya, semedi,
menghaturkan terimakasih yang tak terhingga, karena atas restu gurunya, dia memiliki kesaktian
melebihi Arjuna, murid terkasih Resi Durna, murid gurunya.
Ekalaya! Apa yang telah kamu lakukan? Patung Durna bersuara,Kamu telah membunuh
murid ku yang paling kusayangi!
Ekalaya bersujud, Maafkan saya Guru, saya membunuh Arjuna adalah sebuah kewajaran
Kalau begitu, adalah sebuah kewajaran juga kalau aku sekarang marah kepadamu
Baiklah Guru, jika demikian, ijinkan saya menerima kewajaran berikutnya. Kalau Guru
menginginkan nyawaku, ambil saja, saya ikhlas
Tidak Ekalaya, aku tidak menghendaki nyawamu. Tapi serahkan cincin di jari manismu itu
Ekalaya seratus persen sadar, bahwa cincin ampal gading yang melingkar di jari manisnya adalah
akumulasi daya kesaktian yang didapatkan selama ini. Tanpa cincin itu dia bukan lagi Ekalaya
yang sakti, dia akan menjadi manusia biasa.
Namun Ekalaya beranggapan bahwa kesaktiannya selama ini dia dapatkan berkat bimbingan
Resi Durna. Dan karena itu Durna sangat berhak memintanya kembali. Dengan hati yang tulus
ikhlas, Ekalaya sujud semakin dalam, melepaskan dan menyerahkan cicin itu.
Pada saat yang bersamaan, sebilah keris melayang dari belakang patung Durna, menembus dada
kiri Ekalaya!!! Inilah saat yang kritis, detik-detik yang merupakan batas, batas yang kabur antara
duka dan bahagia seorang anak manusia.
Keparat kamu Durna, Ekalaya tersungkur !!! Dia sangat kecewa atas keculasan Durna!!!
Gurunya!!! Nyawanya meninggalkan raga dengan sejuta dendam.
Dari kejauhan, para punakawan ribut berteriak melihat kejadian ini.
Petruk terduduk lemas dengan tatapan kosong.
Reng, lihat itu itu.!!! yang membunuh Ekalaya bukan Durna, tapi Kresna!!! Bagong
yang tak tahu tata krama memang seringkali memanggil orang tanpa embel-embel penghormatan
Bagong menyun, Bagong druhun!!! Meskipun mataku tidak sebesar matamu, tapi aku, Gareng,
Kakangmu ini tidak buta!!! Aku juga tahu kalau Prabu Kresna pelakunya!!! Aduh Gusti kang
Moho Widhi, mengapa kau biarkan semua ini terjadi
Semar mendengkur semakin keras. Ketiga anaknya hanya ribut tak berani melakukan apa-apa,
karena bapakanya juga tak melakukan apa-apa, mereka hanya menunggu reaksi Semar.
Petruk semakin tidak mengerti sikap bapaknya yang membiarkan semua ini terjadi. Apa sulitnya
bagi Semar untuk menghalangi keculasan Kresna?
Kesaktian Semar tak tertandingi oleh siapapun juga. Seluruh dewa-dewa dikahyangan maju
bersama ditambah dengan seribu Kresna pun tak akan mampu menandingi kesaktian Sang Hyang
Ismoyo ini. Tapi ternyata Semar tak kunjung melakukan sesuatu.
Hati Petruk terguncang!!! Jiwanya terluka!!! Tanpa disadari, dia berjalan meninggalkan kakak
dan adiknya yang masih ribut, meninggalkan bapaknya yang tetap tidur, meninggalkan tempat
yang menjadi saksi bisu tragedi kehidupan.
Perasaan Petruk semakin teriris mengetahui Dewi Anggraeni yang bersedih dan berkabung
sepanjang hidupnya. Dia ingin menghibur tapi tidak punya keberanian, dia malu bertatapan mata.
Malu karena tak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Dewi anggraeni dari kejauhan,
setiap hari, setiap saat, hingga penghujung hayat Sang Dewi.
Duh Gusti Kang Murbeng Dumadi yang kuinginkan hanyalah cintaMu
Petruk menghela nafas panjang, mengenang semua peristiwa itu. Kemudian dia kembali
mengayunkan kapaknya membelah kayu bakar. Sambil mengalunkan tembang asmorondhono,
tembang kerinduan.
naliko niro ing dalu, atiku lam-lamen siro wong ayu, nganti mati ora bakal lali, lha kae
lintange mlaku

Memang benar bahwa Semar bukan bapak kandung Petruk. Juga benar bahwa Jelmaan Sang
Hyang Ismoyo ini yang menyeret Petruk ke Mayapada. Tapi tak ada sedikitpun perasaan
menyalahkan bapaknya atas semua kejadian yang telah terjadi padanya. Tak ada secuil pun
fikiran bahwa dirinya di fitakompli oleh Kiai Semar Bodronoyo.
Petruk tak pernah menyesali ujudnya yang tidak proporsional, jauh dari postur ideal seorang
manusia. Hidung kelewat panjang, lengan yang menjulur kebawah melampaui lutut, badan kurus
tapi perutnya buncit, wajah tirus mulut lebar hampir menyentuh telinga. Padahal dulunya,
sebelum menjadi Petruk, dia ini bernama Prabu Mercukilan, raja jin yang tampan dan gagah
perkasa. Kesaktian Prabu Mercukilan tidak ada yang menyangsikan.
Suatu saat Prabu Mercukilan memasuki kahyangan Junggring Saloko, minta salah seorang dewi
kahyangan bernama Utari untuk dijadikan isteri. Permintaannya ditolak, raja jin ini mengamuk
mengobrak-abrik kerajaan dewa-dewa tersebut. Tak ada satu dewa pun yang mampu
mengimbangi kesaktian raja yang kasmaran ini. Batara Guru Sang Hyang Otipati si Maha Dewa
pun tak luput dibuat babak belur.
Keributan di kahyangan ini akhirnya dapat diredam setelah Kiai Semar bersedia turun tangan.
Meskipun tidak mudah, akhirnya Prabu Mercukilan dapat ditaklukkan Kiai Semar setelah
menjalani pertempuran seabad lamanya. Pertempuran yang tak urung menyisakan cacat fisik
menetap pada diri raja jin biang onar, hilang sudah wajah tampan, tubuh gagah perkasa. Berubah
menjadi wujud Petruk yang sekarang ini. Selanjutnya Petruk diangkat anak oleh Semar menjadi
adik Gareng yang sejatinya juga raja taklukan kiai Semar.
Tak ada setitikpun perasaan dendam di hati Petruk terhadap bapaknya ini. Yang ada justeru rasa
hormat yang teramat dalam. Tapi meskipun sudah berabad-abad dia mengikuti langkah
bapaknya, sungguh tidak mudah untuk memahami semua keputusan yang diambil oleh Ki Lurah
Semar Bodronoyo ini. Bahkan acap kali menyisakan rasa gemas di hati Petruk. Pengalaman
menyaksikan terbunuhnya Ekalaya, adalah satu dari ribuan kejadian yang mau tidak mau
memaksa Petruk berfikir keras untuk menemukan alasan apa yang mendasari sikap bapaknya.
Sikap Bagong, adiknya, yang terkesan cuek dan selalu mengabaikan sopan santun. Serta sikap
Kang Gareng yang ekspresif sehingga terkesan mendramatisir masalah. Keduanya merupakan
hal yang juga selalu menimbulkan sedikit kekhawatiaran di hati Petruk.
Mudah-mudahan Kang Gareng belum cukup dianggap sekaliber dengan Ekalaya, sehingga harus
dilenyapkan. Meskipun tindakan melenyapkan Gareng bukan pekerjaan mudah, kesaktian anak
sulung Semar ini tak bisa ditandingi oleh dewa dan ksatria manapun juga. Yang dikhawatirkan
Petruk adalah tipu daya, muslihat, kelicikan atau keculasan yang sering kali terbukti bisa
mengalahkan kesaktian yang mahambara sekalipun.
Masih segar di ingatannya, kejadian terbunuhnya Supala, yang juga menyisakan penasaran dihati
Petruk. Supala adalah Patih Kerajaan Magada, bukan raja, tidak punya pengaruh apa-apa. Juga
tidak sesakti Ekalaya. Toh mati juga digilas oleh Sri Kresna.
Apakah perlu Sri Kresna pamer kesaktian? Apakah perlu memberangus seseorang yang tidak
berpengaruh? Apakah kritikan selalu dianggap sebagai ancaman? Apakah perbedaan harus
ditiadakan?
Dan yang lebih membuat bingung: mengapa Kiai Semar membiarkan ketidakadilan terjadi?
Semar adalah Mbah Biangnya kesaktian, apa sulitnya menghalangi kesewenang-wenangan?
Peristiwa bermula di negeri Indraprastha yang dirajai oleh Prabu Puntadewa atau Yudisthira si
Darah putih bermaksud mengadakan samrat, semacam perjanjian persekutuan politik dan
ekonomi dengan beberapa negara tetangga. Kerajaan Hindustan, Pracicu, Mandaraka, Malawa,
Sindu dan yang lainnya menerima itikad baik usul persahabatan itu.
Pada saat upacara Rajasuya, yakni penobatan persekutuan itu, kurang jelas bagaimana proses
mekanisme lobinya, Sri Kresna diangkat sebagai ketua sidang.
Apakah semua sepakat demikian? Ternyata tidak, ada kaum separatis, sempalan.
Ada sebuah instrumen musik yang berjalan dan berbunyi tidak sesuai dengan kerangka
aransemen telah dirancang susah payah oleh Kresna.
Orang tolol dari mana yang berani-beraninya menabrak tatanan baku? Siapa yang mengajari dia
bertindak bodoh untuk menjebol aturan, keluar dari pakem?
Ya itu tadi. Supala namanya. Patih Kerajaan Magada. Apakah ia seorang idealis? Seorang
independen? Seorang pemegang teguh ideologi yang bersedia membelah gunung dan merobek
langit untuk memperjuangkannya? Ataukah hanya sekedar satria yang menghargai kemerdekaan
berpendapat lebih mahal dari nyawanya sendiri?
Benar bahwa Prabu Jarasanda Raja Magada junjungannya, baru saja diremukkan kepalanya oleh
Bima, saat berlangsungnya penaklukan Indraprastha atas Magada. Penaklukan. Perhatikan baik-
baik: Penakluklan!
Tentu saja Supala adalah orang yang paling memiliki hak sejarah untuk bertanya di forum yang
mengangkat Prabu Kresna: Hai titisan Wisnu yang merasa dirimu paling bijaksana!Ini Samrat
atau kolonialisasi? Persekutuan ataukah penaklukan? Ini kesepakatan atau titah?
Forum menjadi senyap saat Supala tiba-tiba mengangkat tangan dan mengeluarkan protes keras,
langsung menohok kepada Sri Kresna. Semua ini hanyalah sandiwara! Semua ini hanya
bersumber pada muslihat Paduka Yang Mulia Bathara Kresna, saat ini kita dihimpun untuk
melakukan upacara palsu seolah-olah kita sedang merundingkan persahabatan. Saya akan
mencabut kata-kata saya, kalau sidang ini tidak dipimpin oleh Kresna!
Sidang samrat gempar. Semua raja dan utusan yang hadir tahu persis apa yang selanjutnya akan
terjadi. Sang Kresna mengankat leher dan mendongkakkan kepala.
Apa maksudmu, Supala? terdengar suara Kresna datar, mengerikan semua hadirin.
Saya mengajukan keberatan atas dasar dua hal, jawab Supala
Kamu merasa dendam atas kematian rajamu?
Itu adalah hal terakhir. Tapi yang penting adalah, pertama, kita yang ada di sini semua tahu
betapa saktu Paduka Kresna. Tak seorangpun dalam pertemuan ini sanggup mengalahkan
Paduka. Hali ini bisa menjadi sumber bias dalam perundiangan samrat ini. Perundingan ini
seharusnya tak ada hubungannya dengan kesaktian. Kesaktian hanya bertempat tinggal di
peperangan. Perundingan adalah tempat bertemunya semangat kerja sama dan itikad untuk saling
membantu, serta kesediaan untuk saling memelihara kesejahteraan. Kalau kesaktian dianggap
sebagai ukuran, maka perundingan hanya mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang
kesaktiannya berimbang
Teruskan, sahut Kresna.
Semua yang hadir merasa aneh Kresna tidak membantah argumentasi Supala. seharusnya ia bisa
mengemukakan bahwa yang memimpin sidang bukan kesaktian, tapi Sri Kresna.
Petruk yang melihat kejadian ini, meskipun dia tidak berhak mengeluarkan meskipun hanya
sekedar satu suku kata dari mulutnya, langsung merasa gelisah. Dia sangat mengerti, betapa
mengerikannya paham kekuasaan Bathara Kresna.
Saat dia hendak bertanya kepada bapaknya, dia sudah mendapati Kiai Semar mendengkur di
bawah pohon beringin di luar ruang perundingan. Petruk tahu bapaknya hanya pura-pura tidur.
Aku usul agar sidang ini dipimpin oleh orang yang paling rendah tingkat kesaktiannya, lanjut
Supala.
Forum mendengung. Aku yakin tak seorangpun mau maju untuk menjadi pimpinan yang
direndahkan, kata Kresna.
Paduka jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan sendiri. Ini pertemuan runding, bukan
pertemuan titah!
Baiklah teruskan, nampak sekali Kresna menahan diri.
Hal yang kedua, lanjut Supala, Nalar perundingan Samrat ini akan absurd jika diketuai oleh
seorang yang bisa seenaknya mengatasnamakan kehendak Dewa-Dewa. Pendapatnya akan
dipaksakan atas nama dewa, atas nama kerja sama, tapi dalam penafsiran sepihak. Saya sama
sekali tidak mengatakan bahwa Paduka tidak memiliki keabsahan mengaku atau dianggap
sebagai titisan Dewa Wisnu. Tapi konsep semacam itu selalu cenderung mengurangi daya nalar
kita atas persoalan-persoalan serta menurunkan kesehatan proses perundingan!
Forum Samrat menjadi benar-benar mencekam. Semua yang hadir berdegup kencang jantungnya
dan hampir tak bernafas.
Sudah, Supala? suara Kresna bergetar.
Sudah, Paduka! jawab Supala
Petruk yang sudah sangat hafal pola pikir titisan Wisnu, tahu persis apa yang selanjutnya akan
terjadi.
Aku hargai semua pendapatmu tanpa harus kusebut bahwa kamu adalah anak kemarin sore
yang berakal ngawur dan berilmu dangkal, suara Kresna memeacha kesunyian, Di Mayapada
ini setiap manusia boleh mengemukanan apa saja, tapi harus mengerti dalam situasi apa dan
bagaimana ia kemukakan pendapatnya. Siapa saja boleh mengkritik, tapi harus dengan garis
ketenteraman Mayapada. Semua boleh ngomong apa saja, tapi tidak dengan melanggar
keselarasan, kesatuan dan persatuan. Adapun yang kamu lakukan Supala.Waktu bagaikan
berhenti oleh kalimat Kresna Adalah penghinaan atasku didepan umum! Masalahnya
sekarang ini bukanlah soal perbedaan pendapat, melainkan tindakan pidana penghinaan. Bukan
sekedar penghinaan Satria kepada sesepuhnya, tapi juga penghinaan seorang lelaki kepada lelaki
yang lain.
Daun-daun gugur dari tangkainya. Mendung tiba-tiba merapat dan angin menyisih menjauh.
Sri Kresna bermaksud menyelesaikan persoalan itu secara lelaki. Ia meloncat ke pintu gedung
Samrat, keluar ke halaman, Keluarlah, Supala! Hadapi aku secara jantan.
Seluruh hadirin beranjak dan keluar gedung dalam kesenyapan. Suasana menjadi beku. Tidak
akan terjadi duel. Tak kan ada perkelahian. Ini adalah pembantaian. Supala hanyalah seseorang,
sedangkan Kresna adalah segala-galanya.
Petruk bingung, hanya bisa mengurut dada. Ingin bertanya ke bapaknya, tapi Kiai Semar ngorok
semakin keras. Gareng dan Bagong entah pergi kemana. Petruk hanya mencoba untuk bersikap
rasional dan proporsional, mengesampingkan segala perasaan dan opininya.
Sesungguhnya ini sangat memalukan. Tidak satu sel pun dari tubuh Kresna yang perlu ber-
tiwikrama untuk sanggup menumpas Patih Supala. Bahkan gerak kegagahan yang ditampilkan
oleh Raja Dwarawati pelindung Pandawa itu tak menghasilkan apapun kecuali mengerdilkan
derajad Sri Kresna Sendiri. Ini adalah opini Petruk.
Demikianlah, Kresna hanya perlu menjentikkan jari kelingking, musnahlah kehidupan Supala!
Namun toh Kresna merasa perlu mendemonstrasikan keperkasaannya di depan Raja-Raja yang
hadir. Sesudah ribuan anak panah Supala hangus menjadi debu sebelum mencapai tubuh Kresna,
Titisan Wisnu yang maha bijaksana itu memuntir kepala Supala!
Seluruh hadirin terdiam. Suasana teramat kaku. tapi itu tak berlangsung lama. Saat terdengar
salah seorang bertepuk tangan, maka semua yang hadir pun riuh bertepuk tangan.
Kegembiraan muncul dengan anehnya. Mereka seolah-olah, tahu bersungguh-sungguh,
mensukuri mampusnya seorang yang mengancam keselarasan.
Persoalannya gamblang. Itu semua bukan hanya sekedar pertunjukan tentang paham kekuasaan.
Tapi juga pameran perikebinatangan. Atau semacam gangguan kejiwaan amat serius yang terjadi
pada manusia yang karib bergaul dengan kekuasaan.
Wajah Petruk pucat pasi, badan serta kaki dan tangannya menjadi dingin tak ubahnya sebongkah
es. Tak ada lagi keinginan bertanya kepada bapaknya. Hatinya teriris-iris untuk kesekian ribu
kalinya.
Duh Gusti, apakah Engkau akan mengangkat sebagai utusanMu, makhluk yang justeru
gemar melakukan kerusakan di muka bumi, makhluk yang gemar menumpahkan darah diantara
sesamanya? Padahal..
Petruk melamunkan semua peristiwa itu sambil menghabiskan rokok siongnya yang tinggal
segelintir dan bersandar pada tumpukan kayu bakar yang baru selesai di belah-belahnya.
Lamunannya buyar karena teriakan Gareng Truk!!! Semar hilang! Semar Hilang

Truk, Bapak hilang, Bapak hilang!!! suara cempreng yang sangat dikenal Petruk, suara Gareng.
Yang tergopoh-gopoh datang dengan nafas terengah. Romo Semar hilang, Romo Semar
hilang!!!
Petruk tersenyum-senyum saja sambil menikmati hisapan terakhir rokok siongnya. Kemudian
berdiri dan mengikat kayu bakar yang telah dibelahnya
Hei Romo Semar hilang! Romo Semar hilang! RomoSemar hilang! Gareng mengulang lagi
dengan nada lebih sengit. Apa sih yang dimaui si tua udel bodong itu? Pakai acara ngilang
segala. Apa dia memang nggak tahu atau pura-pura nggak tahu kalau desa kita ini masih
membutuhkan keberadaannya? Desa kita yang semakin rusak ini membutuhkan keprigelannya!
Tapi Petruk memang selalu lebih cool dalam menanggapi permasalahan. Dia hanya tersenyum
sambil melirik kakaknya. Kemudian malah masuk ke dalam rumah.
Dasar Petruk Kanthong Bolong! Kamu ini memang nggak punya telinga! Nggak punya
perasaan! Nggak punya keprihatinan! Romo Semar hilang! Bapak kita hilang! Dengar nggak sih
kamu ini? Atas nama segala kejengkelan, kalimat Gareng jadi berbelok memaki adiknya.
Namun ketika sesaat kemudian Petruk keluar membawa sebakul singkong rebus, Gareng
mengembalikan kata-kata ke jalur awal, Bapak itu manja dan jual mahal. Sudah tua bangka
masih pakai acara ngambeg segala. Desa kita ini membutuhkan kepiawaian RomoSemar. Kalau
dia menghilang begini, seluruh penduduk desa menjadi yatim piatu sejarah. Bahkan bukan hanya
penduduk Karang Kedempel saja, tapi seluruh alam semesta akan meratap. Menagisi nasibnya.
Apakah dia jengkel kepada Pak Kades, sehingga tidak mau lagi jadi Punakawan?
Gareng mengambil sinkong, sekaligus dua biji, menggigit dan mengunyahnya sambil
meneruskan pidatonya, Apakah Bapak menganggap Pak Kades demikian tak pantasnya uantuk
ditemani karena sudah sedemikian tak tahu diri. Salahnya orang-orang juga sih, memanggil
Bapak dengan sebutan Ki Lurah Semar. Pak Lurah yang asli jadi jengkel, sehingga sebutan
Lurah diganti menjadi Kades!
Sampai disini Petruk sadar keadaan, dia langsung mengambil singkong rebus sekaligus tiga biji.
Kalau keadaan tetap seperti ini, dia nggak bakalan kebagian singkong. Karena Petruk sangat
faham, sebentar lagi Kang Gareng akan melanjutkan pidato kenegaraannya yang tentu akan
sangat panjang, serta diikuti dengan mengunyah semua singkong-singkong rebus itu sampai
habis.
Apakah Bapak sudah memuntahkan kembali bumi dari perutnya? Apakah dia sudah masuk
kembali menyelusup ke dalam rahim Dewi Wirandi ibundanya? Ataukah Semar sudah pupus di
cahaya mata Sang Hyang Tunggal ayahandanya yang memang sudah lama sekali
dirindukannya? Gareng meneruskan bait-bait sajaknya sambil memasukkan gumpalan-
gumpalan singkong ke dalam mulutnya.
Hidup Kang Gareng! Hidup Gareng! suiit.. suit Petruk berteriak, bertepuk tangan, dan bersiul
panjang.
Petruk merasa perlu memotong orasi Gareng. Karena kalau tidak, pidato Gareng akan jadi
berkepanjangan. Bahkan mungkin samapai berhari-hari tanpa henti. Yang lebih dikhawatirkan
oleh Petruk adalah bahwa hilangnya Semar hanyalah refleksi khayalan kakaknya yang berhidung
extra large ini
Sekali lagi Petruk dibuat terheran-heran. Bagaimana mungkin di sebuah dusun seperti Karang
Kedempel ini ada orang seperti Gareng, yang mempunyai wawasan mengagumkan melebihi
punggawa-punggawa desa. Bahkan pengetahuan Gareng lebih hebat ketimbang kemampuan Pak
Kades sendiri. Padahal Gareng ini tidak pernah makan bangku sekolahan
Berapa sih cicilan utang yang harus Kang Gareng bayar hari ini? Debt colectornya sudah datang
toh? tanya Petruk.
Mata Gareng semakin juling, Kurang ajar kamu Truk, apa kamu kira aku ini pura-pura gila?
Atau barangkali Kang Gareng habis berantem sama Mbakyu? tanya Petruk lagi.
Sialan kamu, apa kamu anggap aku main-main? Heh, dengar ya! Buka telingamu lebar
Dari dulu telingaku ya sebesar ini mana mungkin dibuat jadi lebih lebar. Kang Gareng ini
nganeh anehi lho, Petruk memotong, sebelum sumpah serapah kakaknya ini keluar. Dia ingin
sedikit membuat kepala Gareng lebih dingin. Dan berhasil!
Nada suara Gareng merendah, Truk, apa jadinya dusun kita ini kalau Bapak menghilang tanpa
pesan seperti ini?
Kang, Bapak tidak pernah dan tidak akan pernah hilang. Bapak tidak akan kemana-kemana kok.
Tapi memang dia ada dimana mana
Lho, kamu mau adu filsafat dengan aku? nada suara Gareng meninggi lagi.
Adu filsafat bagaimana toh Kang?
Lha itu tadi, bicaramu seperti ahli filsafat saja, mungkin kamu sudah mulai ketularan romo
Semar, atau barangkali Bapak sudah merasuk dalam ragamu ya Truk
Hus, Kang Gareng ini lho ada-ada saja, tubuhku yang kurus ini apa ya muat dimasuki Bapak
yang gedenya hampir sama dengan satu kontainer peti kemas itu, Petruk mencoba melumerkan
ketegangan Gareng, tapi tidak berhasil.
Kita harus segera menemukan Bapak, Truk. Romo Semar harus bertanggung jawab akan
keadaan Dusun Kareng Kedempel saat ini. Ini semua juga gara-gara ajarannya.
Ajaran Romo yang mana, Kang?
Romo Semar mengajarkan bahwa kita harus berjiwa besar dan rendah hati. Saking merasuknya
ajaran ini ke dalam jiwa setiap penduduk Karang Kedempel, sampai-sampai mereka sulit
membedakan mana kerendahan hati dan mana yang namanya kesombongan, Gareng duduk di
atas lincak sembari menaikkan satu kakinya. Tak lupa sambil mengunyah singkong rebus.
Kali ini Petruk memutuskan untuk membiarkan saja Si Gareng yang mulai berancang-ancang
berkhotbah. Bahasa tubuh kakaknya sudah sangat dikenal oleh Petruk.
Semar bilang bahwa penduduk Karang Kedempel adalah bangsa bibit unggul, lebih dari itu:
dalam konteks evolusi pemikiran, kebudayaan dan peradaban- kita adalah bangsa garda depan,
avant garde nation, yang derap sejarahnya selalu berada beberapa langkah di depan bangsa-
bangsa lain di muka bumi.
Bapak juga bilang, bahwa pakar dunia di bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi, politik dan
kebudayaan, sudah terbukti terjebak dalam mempersepsikan apa yang sesungguhnya terjadi
pada bangsa kita. Penduduk seluruh dunia membayangkan Karang Kedempel adalah kampung-
kampung kumuh, banyak orang terduduk di tepi jalan karena busung lapar, mayat-mayat
bergeletakan, perampok di sana sini, orang berbunuhan karena berbagai macam sebab. Negeri
yang penuh duka dan kegelepan. Sekali tarikan nafas, dan Gareng melanjutkan orasinya.
Padahal di muka buni ini mana ada orang yang bersuka ria melebihi warga Karang Kedempel.
Tak ada orang bersuka ria melebihi orang Karang Kedempel. Tak ada masyarakat berpesta,
tertawa-tawa, jagongan, kenduri, serta segala macam bentuk kehangatan hidup melebihi
kebiasaan masyarakat kita. Tak ada anggaran biaya pakaian dinas pejabat melebihi yang ada di
Karang Kedempel. Tak ada hamparan mobil-mobil mewah melebihi yang terdapat di dusun kita
ini. Import sepeda motor apa saja dijamin laku, berapa juta pun yang kau datangkan kenegeri
ini.
Kata Romo Semar lagi, bahwa penduduk dunia menyangka kita sedang mengalami krisis,
padahal berita tentang krisis dudun kita adalah suatu ungkapan kerendahan hati. Penduduk dunia
sering tidak mengerti retorika budaya masyarakat kita. kalau kita bilang silahkan mampir ke
gubug saya -mereka menyangka yang kita punya adalah gubug beneren, padahal rumah kita
adalah Istana, yang Gubernur di Argentina dan Menteri di Mesir pun tak punya macam kita
punya
Kalau kita bilang kalau dusun kita sedang krisis, itu adalah semacamp tawadlu sosial, suatu
sikap yang menghindarkan diri dari sikap sombong. Kalau pemerintah kita terus berhutang
trilyunan dolar, itu strategi agar kita disangaka miskin. Itu taktik agar dunia meremehkan kita.
Karena kita punya prinsip religius bahwa semakin kita direndahkan oleh manusia, smakin tinggi
derajat kita dihadapan Allah. Semakin kita diperhinakan oleh manusia di muka bumi, semakin
mulia posisi kita di langit.
Dulu ketika Kades kita seorang yang buta, sejumlah orang di luar dusun mengejek kita: Apa
dari 210 juta penduduk dusunmu tidak ada lagi seorang pun yang punya kemampuan menjadi
Kades sehingga harus mengangkat seorang pimpinan pesantren yang buta? Ketika kemudian kita
mempunya seorang Ibu Kades sebagai pemimpin dusun ini, mereka juga bertanya dengan sinis:
Apa penduduk dusunmu itu 99% wanita sehingga tidak ada satu lelakipun yang mungkin
menjadi Kades?
Aneh memang bahwa bangsa-bangsa di luar Karang Kedempel yang katanya lebih terpelajar
dan lebih beradap ternyata hanya memiliki pemikiran linier dan tingkat kecerdasannya tidak bisa
diandalkan. Mereka tidak punya fenomena budaya sanepo, misalnya. Juga tak punya pekewuh.
Kita sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi dan berperadaban unggul tidaklah akan pernah
memilih suatu sikap sosial yang gemedhe atau adigang adigung adiguna. Kita tak akan pernah
pamer keunggulan kepada bangsa lain, dan itulah justru tanda keunggulan budaya kita. Kita tidak
akan mencari kepuasan hidup dengan melalui sikap ngendas-sendasi bangsa lain. Kita adalah
bangsa yang memiliki kemuliaan batin karena sanggup memprakekkan budaya andap asor,
budaya rendah hati.
Jangankan soal Kepala Desa. Tim nasional sepakbola kita pun dirancang sedemikian rupa
sehingga jangan sampai menangan atas kesebelasan bangsa bangsa lain. Sudah berpuluh tahun
kita mempraktekkan filosofi ngalah kuwi dhuwur wekasanane, mengalah itu luhur derajatnya.
Olah raga bulutangkis yang dulu dusun kita pernah membuktikan sebagai bangsa yang tidak bisa
dikalahkan oleh tim dari bangsa manapun termasuk Cina yang berpenduduk 1,2 milyar. Sekarang
kita menyesal kenapa mempermalukan Cina, sehingga bulutangkis kita sekarang kita bikin
bagus, tapi sering mengalah Terengah-engah Gareng menyelesaikan kalimat-kalimatnya
Coba bayangkan Truk, ajaran Romo Semar yang macam itu apa tidak terlalu tinggi untuk
dicerna warga Karang Kedempel? Bukannya mereka jadi rendah hati, bahkan sebaliknya, mereka
semakin sombong
Wah, jadi Kang Gareng menganggap tingat kecerdasan warga Karang Kedempel masih
dibawah standart untuk bisa menyerap ilmu Romo Semar, begitu?
Lha wong Gareng itu memang goblog kok, sama goblognya dengan Semar, kamu jangan ikut-
ikutan goblog Truk!!! Tiba-tiba Gareng dan Petruk dikejutkan oleh suara parau, sengau dan
kalimatnya sangat tidak sopan.
Suara dan gaya bahasa yang sudah sangat mereka kenal. Dan mereka segera sadar bahwa sudah
ada sosok ketiga berada diantara mereka. Makhluk berbadan bulat tak berbentuk, seakan hanya
onggokan daging. Bermata sebesar baskom, hidung pesek, mulut lebar sampai ke telinga.
Siluetnya sekilas mirip Semar. Dia adalah Bagong, anak bungsu Semar.
Dan yang membuat Gareng dan Petruk lebih terkejut adalah singkong yang masih tersisa kira-
kira sepuluh biji langsung habis sekali tenggak kedalam mulut Si Bagong.
Petruk hanya tersenyum, lain halnya dengan Gareng, Kampret! Anak nggak kenal sopan santun!
Manggil orang tua yang sopan! Panggil dengan sebutan Bapak atau Romo, jangan asal panggil
Semar Semar! Romo Semar itu bapak kita, tahu nggak?
Lha wong namanya Semar kok minta dipanggil Romo, Semar ya Semar, Bagong memang
selalu apa adanya.
Duh Gusti nyuwun ngapuro, tunjukkanlah bagaimana caranya menyadarkan dan mengajarkan
kebudayaan kepada seekor munyuk ini juling mata Gareng semakin menjadi-jadi.

Kamu ini kenapa sih Gar? Nggak jelas kamu bicara apa, suara Bagong makin terdengar aneh
karena berbicara sambil mengunyah gumpalan gumpalan singkong
Dasar anak nggak tahu adat, silahkan kamu panggil aku dengan sebutan Reng, atau Gar, atau
Gareng, atau apa saja, tapi memanggil Romo dengan dengan lansung menyebut Semar tanpa
embel-embel, sangat tidak sopan, tahu? kemarahan Gareng semakin menjadi
Gareng ini ngawur, nama Semar kok dibilang nggak sopan.Untung aja Semar nggak ada di sini.
Ck ck ck bathuk mu panas barangkali Reng, Truk carikan dhadap serep untuk obat demam
Gareng. Senyum Petruk semakin lebar mendengar jawaban Bagong yang terdengar asal-asalan.
Lain dengan Gareng, dia semakin umup, semakin mendidih, Tobat, tobat Gusti. Hei yang tidak
sopan itu caramu memanggil Romo. Tidak boleh njangkar begitu, segala sesuatu itu ada adab
sopan santunnya, ada tata caranya, tidak boleh telanjang begitu
Apa? Aku telanjang di hadapan Semar? Lha kok enak dia bisa lihat auratku.
Duh, Jagat Dewa Bathara Gareng kesulitan menemukan kosa kata untuk menjawab kalimat
makhluk yang terlahir dari bayangan Ki Semar Bodronoyo ini, dia merasa akan lebih mudah
kalau diminta berdialog dengan dinosaurus yang dihidupkan kembali.
Meskipun Semar itu goblok, tapi tidak segoblok Gareng ini. Aku setuju dengan pendapat Semar
yang tadi dibicarakan Gareng, suara sengau Bagong seperti suara dari balik kubur,Aku setuju
kalau Semar bilang bahwa semua penduduk Karang Kedempel ini bisa menjadi pemimpin tidak
hanya di Karang Kedempel tetapi di dunia. Referensi dan dasarnya sangat jelas, nggak percaya?
Coba dengar ya.
Kita tilik saja terlebih dahulu dari dunia musik. Soal cengkok. Memang aku ini tidak bisa
menyanyi, tapi yang namanya anak-anak Karang Kedempel Idol itu dahsyat karena mampu ber-
cengkok apa saja. Cengkok Negro-nya Whitney Houston tidak bisa dinyanyikan oleh penyanyi
bule, tetapi Bertha yang orang Karang Kedempel bisa melagukan semua cengkok, ya Arab ya
Negro. Orang Karang kedempel bisa semua cengkok. Orang Arab hanya bisa cengkok Arab.
Orang kulit putih cuma bercengkok kulit putih yang lurus-lurus dan kaku-kaku. Orang Negro
bisa mengeluarkan suara yang melilit-lilit tetapi derajat dan sudutnya berbeda dengan Jawa dan
Arab. Orang Arab tidak akan bisa membawakan lagu Negro dan begitu sebaliknya. Tetapi, orang
Karang Kedempel bisa melantunkan lagu-lagu Arab, Negro, Barat, Cina dan lain-lain. Blues oke,
Rock juga oke. Dangdut apalagi.
Suatu hari mudah-mudahan ada festival musik intemasional di mana setiap grup harus
membawakan satu lagu Jawa, satu lagu Sunda, satu lagu jazz, satu lagu Arab klasik, satu lagu
Arab modem, dan satu lagu Afrika Utara, dan aku kira orang Karang Kedempel yang bakal
menang. Sebab orang Karang Kedempel bisa menyanyikan lagu apa saja. Jumlah qari di Karang
Kedempel mungkin seratus kali lipat dari jumlah qari di negara negara Arab. Jadi kalau kita mau
mencari orang Karang Kedempel yang mumpuni membawakan lagu-lagu Arab sampai yang
paling canggih sekalipun itu bertebaran di mana-mana, tetapi kalau mencari orang Arab yang
sanggup menyanyi Jawa itu sulitnya setengah mati.
Itulah sebabnya orang Karang Kedempel berbakat menjadi pemimpin dunia. Kalau dalam
bahasa sepakbola, bangsa Karang Kedempel berpotensi menjadi kapten kesebelasan dunia.
Kapten adalah pemain yang memiliki determinasi dan penguasaan terhadap seluruh sisi lapangan
dan pemain. Ia bisa berdiri pada posisi manapun. Sekiranya kiper terkena kartu merah, si kapten
bisa menggantikannya. Bila back-nya cedera, dia bisa menggantikan perannya. Kalau
gelandangnya kurang oke, dia bisa menopang peran si gelandang. Begitu pula jika ada masalah
dengan ketajaman striker, kapten bisa mengambil peran ujung tombak itu. ltulah kapten yang
sebenamya. Maka bangsa yang paling berbakat untuk menempati segala posisi adalah bangsa
Karang Kedempel. Orang-orang Karang Kedempel memiliki potensi dan kecakapan berkelas
dunia.
Gareng seperti tersihir mendengar kalimat kalimat Bagong. Petruk memutuskan duduk
mendekat, mengabaikan bau penguk adiknya yang mandinya belum tentu setahun sekali.
Dari sudut gen, gen bangsa Karang Kedempel adalah campuran dari semua gen yang ada di
muka bumi. Misalnya, kamu inggat nggak mantan Pak Kades kita yang pernah mengaku
memiliki gen dan darah Cina, Arab, Persi, dan Ajisaka. Ajisaka itu bukan orang Jawa melainkan
Asoka yang tak lain adalah India. Jadi orang Karang Kedempel tidak sepenuhnya keturunan
Homo Sapiens sebagaimana orang Arab, Amerika, atau Latin. la adalah campuran dari Homo
Sapiens dan sisi-sisa Homo Erectus. Sehingga, antropologi, sosiologi, dan psikologi orang
Karang Kedempel sangat berbeda dari mereka yang keturunan homo sapiens. Maka, gen warga
Karang Kedempel adalah gen campuran dan karena itu berpotensi menjadi manusia kaliber
dunia. Orang-orang seluruh dunia tidak paham siapa sesungguhnya warga Karang Kedempel itu.
Mereka akan kaget bahwa temyata warga kita tidak bisa dikalahkan. Orang miskin saja masih
bisa sombong dan dengan penuh percaya diri akan bilang -Lho, sudah miskin kok ndak boleh
sombong. Rugi dua kali dong!- Orang tidak punya saja masih bisa nraktir. ltu hanya terjadi di
Karang Kedempel. Seratus bangkai motor diserahkan kepada orang Karang Kedempel dan dalam
waktu satu minggu semua motor itu berfungsi kembali atau menjadi sesuatu yang baru.
Bukan cuma itu. Orang Karang Kedempel memiliki term atau konsep wibawa. Wibawa itu
tidak ada di tempat tempat lain di seluruh dunia. Malaysia pun sudah mulai kehilangan wibawa.
Coba temukan orang Malaysia yang punya wibawa! Datanglah ke sana dan kamu berdiri tegap
tangan bersedekap sambil memandang tajam ke orang-orang, pasti tidak ada orang yang berani
balik memandang kamu. Coba kalau kamu lakukan di sini, misalnya di pasar TanahAbang, ooo..
ya kujamin jadi pertengkaran. Aku punya teman-teman Chinese dari Jakarta atau Surabaya.
Kalau mereka pergi ke Hong Kong, mereka sangat unggul dibanding orang Cina asli. Mereka
methenteng teriak-teriak ala Jakarta, Siapa lu! atau ala Surabaya dengan suara keras, Yo opo,
rek! Mereka unggul secara kewibawaan karena sudah terlatih di Indonesia. Sebab di Cina asli
sana orangnya baik-baik, tertib, lugu, tetapi di sini siapa yang menjamin hidupmu. Kanu harus
liar di sini. Dirampok atau tidak, kamu mesti bertanggungjawab sendiri karena tidak ada
perlindungan.
Maka tidak ada pilihan lain bahwa di Karang Kedempel ini kamu harus menjadi pendekar.
Kondisi inilah yang menumbuhkan sesuatu yang dalam bahasa dan konsep Jawa disebut awu.
Awu itu bukan aura. Aura baru sebatas indikatif terhadap awu. Kalau krentek itu dhoq dalam
bahasa Arabnya. Krentek adalah titik akurasi dari daya intuisi terhadap suatu hal. Awu tidak
sama dengan aura dan krentek. Awu itu sernacam kekuatan elektromagnetik dari dalam jiwamu
yang memancar kepada orang lain. Awu itu kekuatan batin yang keluarnya sedikit fisik sedikit
nonfisik tapi dia bisa menguasai orang lain. Dan ini tidak ada di mana mana di seluruh dunia.
Hanya orang Karang Kedempel yang kenal wibawa atau awu.
Di luar negeri dikenal istilah kharisma, tetapi itu tidak bisa melawan dimensi wibawa dan awu.
Maka di Jawa, orang yang tidak bisa dikalahkan atau dilawan disebut ngawu-ngawu. Ini serius
lho Reng, Truk dan hanya kamu kamu ini yang punya wibawa di seluruh dunia. Biarpun profesor
di London atau di manapun, mereka pintar tapi tidak punya wibawa. Pintar secara akademis,
tetapi ndlahom. Lain halnya dengan orang Karang Kedempel: tidak punya pekerjaaan dan tidak
pemah sekolah tapi kereng (galak) setengah mampus. Tidak punya uang tetapi berani kawin,
seperti Gareng ini, rokoknya Dji Sam Soe lagi! Nah, sayangnya, justru karena kita punya wibawa
maka kita malas melakukan apa saja. Muncullah bonek-bonek. Bonek tidak hanya di Surabaya
melainkan di seluruh Karang Kedempel. Semua orang ber-bondo nekat. Apakah bukan bonek
jika orang berani-beraninya menjadi Kades, padahal tidak punya kemampuan untuk mengatasi
masalah. Kalau bonek di Surabaya ngamuk, tentu aku tidak setuju kriminalitasnya, tetapi mari
kita pelajari kenapa sampai timbul bonek seperti itu. Harus kita temukan apa keistimewaan dan
keburukan bonek. Sebagai potensi, bonek tidak bisa dilawan dan karena itulah Surabaya digelari
sebagai kota pahlawan. Masak berani perang, jika bukan bonek. Kalau dibaca secara positif,
sesungguhnya bonek adalah bahasa Jawanya tawakkal. Padahal kita tahu bahwa tawakkal,
beserta jihad dan syahid, adalah tiga senjata yang sangat ditakuti di mana-mana.
Sesungguhnya pemerintah Karang Kedempel ini adalah pemerintah yang paling enak, sebab
masyarakatnya adalah masyarakat yang paling mandiri. Bencana begitu rupa dahsyatnya bisa
dihadapi dengan tenang dan serba bersyukur. Sementara Badai Katerina yang melanda California
membuat orang-orang di sana panik dan marah-marah kepada pemerintah Amerika. Mereka
mendemo pemerintahnya yang tidak antisipatif dan tidak becus mengurusi masalah bencana
alam itu. Badai di New Orleans yang tidak ada sekukunya Tsunami di Aceh menyebabkan
terjadinya dehumanisasi total dan pemerintahnya dimarahin habis-habisan. Di Karang Kedempel
mana ada rakyat sampai seperti itu? Harga BBM dinaikkan, bergejolak sejenak, setelah itu rakyat
tenang-tenang saja, jalan jalan tetap macet penuh mobil seolah kenaikan harga BBM tidak
mempengaruhi konsumsi bensin mereka. Pemerintah silih berganti dan naik turun, tetapi rakyat
tetap stabil.
Orang orang di luar negeri serba serius dan mentelheng. Aku pernah ke Arab lho Truk, Reng,
dan berteriak di keramaian mengucapkan salam, Asslamualaikum. Tidak seorang pun
menjawab. Ketemu polisi di sana dan saya tanya di mana makam Siti Khadijah, jawabnya cuma
Wallahu alam! Gila nggak sih? Orang-orang Karang Kedempel sangat mudah tersenyum,
ceria, tidak tegang, dan punya banyak cara untuk menertawakan keadaan, dan itu di satu sisi
sangat menyehatkan jiwa mereka.
Semua sifat dan potensi orang Karang Kedempel bisa sangat positif dalam menyongsong masa
depan. Lebih-lebih ketika saat ini kita sedang memasuki tahap lingsir wengi alias kegelapan total
di berbagai bidang. Musibah di darat, udara, dan lautan bertubi-tubi menampar bangsa Karang
Kedempel. Belum lagi krisis internasional yang sudah mengintai, di antaranya krisis biji-bijian,
padi, kedelai dan lain-lain, pada skala internasional, sehingga akan terjadi ketidakseimbangan
antara produksi dan tingkat konsumsi yang pasti berdampak pada munculnya gejolak dan konflik
vertikal maupun horisontal.
Kalimat-kalimat Bagong mengalir lacar, membuat kedua kakaknya tak sempat untuk berkedip
sekalipun
Potensi bangsa Karang Kedempel sangat besar untuk bisa tampil dalam panggung
kepemimpinan dunia, asal saja kita mau dan serius. Formulasinya bisa dicari. Pada tingkat
nasional, Jakarta sudah melakukan eksperimentasinya dan hampir gagal. Sehingga, misalnya,
harus ada pemecahan ibukota. Ibukota ekonomi tetap di Jakarta, tetapi ibukota politik kita pindah
entah ke Bandung atau Surabaya. Pemisahan ini dimaksudkan untuk mengurangi KKN dan
menormalkan restrukturisasi dan deregulasi atas apa yang selama ini menciptakan madharat bagi
rakyat. Tetapi tawaran ini lebih luas dan berskala internasional. Bukan curna soal kepemimpinan
politik nasional atau pada level kabinet melainkan menyangkut krisis internasional, menyangkut
konstelasi internasional.
Kita juga harus mulai menggali dan mengeksplorasi kekuatan lokal serta melengkapinya
dengan ilmu. Maka kegiatan yang kita lakukan di berbagai tempat adalah majelis ilmu. Orang
Karang Kedempel budayanya kuat, imannya kuat, tawakkalnya kuat, namun ilmunya kurang
serius, tetapi bukan berarti bodoh. Ilmu yang serius bisa berarti mau mempelajari bahwa
sesungguhnya bangsa Karang Kedempel itu hebat dan saking hebatnya sampai-sampai menjadi
malaikat pun pintar dan jadi setan pun juga jagoan. Sehingga yang namanya Karang Kedempel
itu kontraversial. Di lain pihak kelihatannya miskin dan dilanda krisis, tetapi aku tidak bisa
menemukan tingkat kemewahan hidup melebihi orang-orang Karang Kedempel ini. Ilmu yang
serius bisa juga berarti menyadari bahwa hanya bangsa yang besar yang diberi ujian beruntun
dan mau mengolah kejadiankejadian itu menjadi kekuatan untuk bersiap menyambut masa
depan: menjadi kapten kesebelasan dunia. Menjadi pemimpin jagad raya
Mengerti tidak kalian ini? Truk, Reng Gareng mengakhiri khotbahnya. Oooo dasar
orang gila! Lha wong diajak ngomong malah melongo, ya sudah aku pergi Dan Bagong pun
berlalu
Petruk dan Gareng tidak bisa memberikan reaksi apa-apa. Seharusnya mereka tidak perlu heran
dan kaget atas apa yang baru saja mereka dengar, yang keluar dari mulut Bagong. Mereka juga
sadar bahawa sesakti apapun mereka, Bagong hanya perlu menjentikkan telunjuknya untuk
membuat mereka terpental hingga ke seberang Galaxy
Mereka hanya pangling akan bentuk utuh dari Bagong yang sesungguhnya. Bagong terlahir dari
bayangan Semar, tentu saja kebijaksanaan Semar juga menurun ke dalam jiwa Bagong. Dan
kalau selama ini Bagong kelihatan liar dan bertingkah laku serta bicara sesukanya, hal itu
dikarenakan peran yang harus dijalani Bagong memang harus seperti itu.
Petruk seratus persen sadar bahwa yang baru saja diucapkan Bagong melalui pidatonya yang
panjang lebar hanyalah sebuah satire. Sebuah sindiran bagi warga Karang Kedempel untuk
berfikir dan berindak lebih produktif dan konstruktif.
Gareng pucat, jiwanya terguncang. Dia seakan tertampar dan diingatkan bahwa sopan santun
yang palsu seringkali membuat manusia menjadi tumpul nalar dan batinnya. Dan dia pun
ngeloyor pergi meninggalan rumah Petruk tanpa pamit, dan tanpa memperdulikan guyuran hujan
yang mulai deras.
Sepergi Bagong dan Gareng, Petruk baru tersadar dan segera tersenyum lebar melihat bahwa dua
bakul yang sebelum nya penuh berisi singkong rebus telah tandas. Pastinya sudah pindah ke
dalam perut si Bagong.
Tiba-tiba Petruk dikagetkan suara isterinya yang keluar dari bilik sambil menenteng
payung,Kang, saya mau antri elpiji dulu ya. Katanya di kelurahan ada pembagian elpiji gratis.

Anda mungkin juga menyukai