Anda di halaman 1dari 3

LEGENDA SASAK CUPAK GERANTANG

Cupak Gerantang adalah satu dari sekian cerita rakyat suku Sasak yang mendiami pulau
Lombok. Cerita rakyat Gumi Sasak yang semakin hari semakin memudar karena “serangan”
modernisasi dan juga karena kurangnya kepedulian. Berceritakan tentang kakak adik yang
bertentangan sifat. Dua tokoh yang pasti ada pada setiap cerita rakyat di Nusantara ini, dua
karakter yang pasti ada dalam hidup ini. Cupak dan Gerantang. Antagonis dan protagonis.

Cupak dan Gerantang dua orang yang sangat berbeda. Cupak seorang kakak berperawakan
tambun dan tinggi besar, licik, rakus, pendengki, suka berbohong dan mencuri menjadi
sifatnya. Wajahnya pun jelek dan seram, tutur katanya kasar dan tidak sopan. Gerantang
seorang adik berperawakan tegap namun luwes, tutur katanya halus dan sopan, berwajah
tampan nan gagah, baik, jujur dan pemaaf menjadi sifatnya.

Kedengkian dan iri hati yang menyelimuti hati Cupak membuatnya dendam dan berusaha
membunuh adiknya, Gerantang. Namun sang adik terus saja memaafkan apa pun yang telah
dibuat si Cupak untuk menyingkirkannya. Mereka berdua hidup di sebuah negara yang
bernama Daha Negara yang dipimpin oleh Datu Daha sebagai rajanya.

Datu Daha mempunyai seorang putri yang sangat cantik Dewi Sekar Nitra namanya. Suatu
ketika sang putri raja diculik oleh seorang raksasa yang sangat jahat, Dewi Sekar Nitra
dikurung dalam sebuah sumur tua yang sangat dalam. Raja memberikan sayembara, bagi siapa
yang menyelamatkan sang putri, maka ia akan dinikahkan dengan sang putri dan akan menjadi
pewaris tunggal kerajaan. Terdengar oleh Cupak sayembara itu, ia mengajak adiknya
Gerantang untuk mengikuti sayembara tersebut.

Dengan bantuan kedua patih dari kerajaan Daha Negara, mereka berdua diantar ke belantara
tempat sang raksasa tinggal. Cupak sesumbar bahwa ia akan mengalahkan raksasa seorang
diri, si adik pun memperingatkannya agar tak sombong. Mendengar suara sang raksasa
mendengkur si Cupak gemetar dan kencing di celana, namun karena sudah terlanjur sesumbar,
ia memberanikan diri melawan raksasa sendirian. Ia tersungkur dan kalah, melihat kakaknya
tersungkur, Gerantang dengan sigap membantu kakaknya dan melawan sang raksasa. Raksasa
tersungkur, pingsan dan kalah. Cupak melihat kesempatan emas itu langsung membunuh
raksasa dengan sebuah keris yang diberikan Datu Daha sebelum mereka berangkat menuju
hutan. Raksasa mati dengan keris Cupak menancap di dada besar nan bidangnya.
Sumur itu dalam sekali adikku, kau tak mau kan membiarkan kakakmu ini yang masuk ke
dalamnya? Begitu tutur Cupak kepada Gerantang. Gerantang pun paham, ia langsung
menuruni sumur tempat Dewi Sekar Nitra disembunyikan oleh sang raksasa. Dengan bantuan
seutas tali, ia menuruni sumur itu seorang diri, ia terkagum melihat kecantikan sang putri raja
yang sedang memeluk erat lututnya itu. Setelah memperkenalkan diri, ia berteriak ke arah
Cupak yang telah menunggu di permukaan sumur, Cupak dengan sigap dan penuh semangat
menarik putri raja melalui seutas tali itu. Gerantang tinggal sendiri di dalam sumur, kalau saja
aku menarik Gerantang ke atas, maka ia akan dinikahkan dengan putri, karena ia yang telah
berani memasuki sumur, mengalahkan raksasa dan tentu saja ia lebih tampan daripada aku,
siasat si Cupak. Cupak pun meninggalkan Gerantang di dalam sumur dan menutup permukaan
sumur dengan batu yang sangat besar.

Cupak menuju istana bersama putri, sang raja Daha Negara memenuhi sayembaranya, Cupak
senang bukan kepalang karena akan dinikahkan dengan putri raja. Sang putri memberikan
kesaksian bahwa Gerantang lah yang menyelamatkannya. Cupak marah dan menantang patih
kerajaan beradu Perisean (kesenian khas pulau seribu masjid), untuk membuktikan kebenaran
ucapannya bahwa ia sendirilah yang menyelamatkan putri raja.

Patih kalah, Cupak semakin sesumbar. Begawe beleq (pesta besar-besaran) pun digelar di
halaman istana, menandakan akan berlangsungnya sebuah pesta pernikahan. Gerantang
berhasil keluar dari sumur tua itu dengan usaha, kesabaran dan pertolongan Tuhan. Ia
bergegas menuju istana. Melihat kehadiran adiknya yang masih hidup itu, Cupak marah dan
menantang Gerantang untuk berduel Perisean, membuktikan siapa yang telah menyelamatkan
putri raja. Gerantang sebenarnya mengalah, namun Cupak memaksa dan menganggap sikap
mengalah Gerantang ialah sebuah penghinaan, maka Gerantang menerima tantangan itu.

Cupak kalah hanya dengan beberapa kali pantokan penjalin (pukulan rotan), ia tersungkur.
Melihat kejadian itu, sang putri membenarkan bahwa Gerantang lah yang menyelamatkannya.
Cupak seketika dikepung oleh prajurit Daha, ia hendak dibunuh. Saat Cupak hendak dibunuh,
Gerantang meminta raja untuk mengampuni kesalahan kakaknya itu. Atas permintaan
Gerantang itu Cupak pun terampuni, namun sebagai hukuman ia dibuang jauh dari istana,
sementara itu Gerantang dinikahkan dengan putri raja dan menjadi pewaris tunggal kerajaan
Daha Negara. Mereka hidup berbahagia sampai akhir hayat.

Belajar dari Gerantang

Kejahatan pasti akan kalah dengan kebaikan, kira-kira seperti itulah tujuan adanya cerita
rakyat yang selama ini kita dengar atau baca dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan sifat
yang ditunjukkan oleh Gerantang tersebut mungkin bisa menjadi salah satu pertimbangan
untuk kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter dari Cupak lah yang harus kita
hindari bersama, sikap sombong dan licik hanya akan menghasilkan sebuah kesengsaraan
yang berkelanjutan. Jika setiap orang memiliki karakter seperti Gerantang, sudah bisa
dipastikan kita tak lagi di “dunia” namun di “surga dunia”.

Cupak dan Gerantang, satu cerita rakyat dari sekian ribu bahkan berjuta-juta jumlahnya di
Indonesia. Cerita rakyat yang setiap daerah mesti memilikinya, cerita rakyat yang sudah
seharusnya dijaga para generasi. Cerita rakyat bukan hanya berfungsi sebagai sebuah hiburan
semata, namun dibalik menghiburnya itu kita harus peka terhadap apa yang disampaikannya.
Menggerakkan teaterikal dengan tema-tema cerita rakyat ini mungkin dan memang sudah
seharusnya untuk dilakukan di mana pun, oleh siapa pun dan kapan pun. Tak hanya menunggu
momentum, namun juga mungkin bisa dilakukan beberapa kali dalam sebulan.

Peran generasi bangsalah yang harus turun tangan dalam menghadapi “serangan” globalisasi
yang sudah tak terhitung dampaknya bagi kehidupan sosial masyarakat Nusantara, khususnya
dalam pelestarian cerita rakyat seperti Cupak Gerantang. Mungkin kita semua setuju bahwa
dengan membentuk komunitas-komunitas dalam masyarakat menjadi wadah “curhatan” cerita-
cerita rakyat seperti itu. Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat ini, mungkin
juga bisa kita manfaatkan untuk menebar “benih-benih” kecintaan dan kebanggaan terhadap
apa yang kita miliki, pemanfaat sosial media untuk memopulerkannya, misalnya.

Mungkin tak adil rasanya jika membebankan semuanya hanya pada ruang lingkup komunitas
yang didominasi para generasi muda. Masyarakat juga hendaknya mengambil peran, semisal
para tokoh masyarakat atau tetua kampung. Para tetua kampung hendaknya menjadi salah satu
“dewan penasihat”, dan bahkan sangat mungkin bisa menjadi salah satu sumbernya, karena
cerita-cerita seperti Cupak Gerantang lebih banyak diketahui secara detail oleh para tetua
kampung di sekitar kita.

Peran pemerintah, tentu saja sangat diharapkan dalam mendukung kegiatan-kegiatan


pelestarian budaya seperti ini. Menyelenggarakan sebuah event, semisal teatrikal yang
bertemakan cerita rakyat pasti banyak kendala, salah satu masalah utamanya ialah kendala
biaya. Kita percaya dan sangat yakin pastilah ada peraturan yang sudah mengaturnya, namun
mungkin pemerintah bisa lebih “getol membakar” semangat anak muda dengan fasilitas dan
“janji” masa depan yang lebih mumpuni. Solusi lain, misalnya dari dalam dunia pendidikan,
menguatkan pelajaran bermuatan lokal sampai tingkatan tertinggi misalnya, mungkin bisa
untuk kita pertimbangkan bersama sebagai upaya untuk melestarikannya.

Mari bersama bangun generasi Indonesia dengan kecintaan dan kebanggaan Nusantara. Tak
perlu membanggakan budaya luar, karena kita sudah memiliki segalanya bahkan lebih dari
mereka. Revolusi bukanlah “berbual”, tapi tindak nyata. Tak perlu sibuk mencari solusi untuk
merevolusi mental, karena sepelosok Nusantara dari zaman dahulu kala sudah memiliknya.

Sumber : https://satelitpost.com/redaksiana/cupak-gerantang

Anda mungkin juga menyukai