Anda di halaman 1dari 76

1

Analisis Harmonisa Analisis Harmonisa Analisis Harmonisa Analisis Harmonisa


Oleh: Sudaryatno Sudirham


BAB 1
Sinyal onsinus Pada Rangkaian Linier


Penyediaan energi elektrik pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sumber tegangan
berbentuk gelombang sinus. Arus yang mengalir diharapkan juga berbentuk gelombang
sinus. Namun perkembangan teknologi terjadi di sisi beban yang mengarah pada peningkatan
efisiensi peralatan dalam penggunaan energi listrik. Alat-alat seperti air conditioner,
refrigerator, microwave oven, sampai ke mesin cuci dan lampu-lampu hemat energi makin
banyak digunakan dan semua peralatan ini menggunakan daya secara intermittent. Peralatan
elektronik, yang pada umumnya memerlukan catu daya arus searah juga semakin banyak
digunakan sehingga diperlukan penyearahan arus. Pembebanan-pembebanan semacam ini
membuat arus beban tidak lagi berbentuk gelombang sinus.
Bentuk-bentuk gelombang arus ataupun tegangan yang tidak berbentuk sinus, namun tetap
periodik, tersusun dari gelombang-gelombang sinus dengan berbagai frekuensi. Gelombang
periodik nonsinus ini mengandung harmonisa.
Pembahasan mengenai harmonisa dalam buku ini diharapkan menjadi pengantar untuk
pembahasan mengenai Kualitas Daya. Kajian mengenai kualitas daya dalam system
penyaluran energi elektrik mencakup setiap permasalahan pada sistem tenaga yang
berdampak pada penyimpngan besaran tegangan, arus, dan frekuensi dan berakibat
kegagalan kerja sistem atau kegagalan operasi peralatan di sisi beban.
Perkembangan teknologi di sisi beban telah memunculkan berbagai beban dengan
karakteristik masing-masing serta berbagai pola pembebanan. Karena beban terikat pada
sistem pasokan daya, maka tuntutan pembebanan juga akan berimbas pada sistem. Setiap
sebab yang akan menurunkan kinerja sistem perlu dihindarkan atau ditekan seminimal
mungkin. Oleh karena itu muncullah permasalahan kualitas daya.
Kegagalan kerja sistem tidak harus berarti shut down dan kegagalan operasi peralatan tidak
harus berarti rusak. Penurunan efisiensi dan penurunan life time termasuk dalam katagori
kegagalan kerja sistem dan peralatan. Dengan demikian maka upaya peningkatan kualitas
daya merupakan upaya mencegah kegagalan operasi peralatan di sisi beban (pengguna akhir)
maupun meningkatkan kinerja pasokan. Upaya peningkatan kualitas dituntut baik pada
penyaluran dari pembangkit ke jaringan, di dalam jaringan, maupun pasokan ke beban.
Masalah faktor daya, ketidak-seimbangan, susut energi di jaringan, power interruption,
adalah masalah-masalah yang selalu muncul dalam sistem distribusi tenaga listrik. Ketidak-
seimbangan pembebanan yang menyebabkan munculnya komponen-komponen arus negative
sequence dan zero sequence juga akan menambah persoalan di jaringan.





2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Sesungguhnya persoalan kualitas daya tidak hanya terbatas pada usaha perbaikan apa yang
sudah ada, melainkan mencakup antisipasi pada keadaan mendatang, baik yang didorong
oleh perkembangan teknologi maupun oleh peraturan-peraturan dan juga kepentingan
komersial. Beberapa perkembangan dalam teknologi energi elektrik yang perlu mendapat
perhatian adalah:
a) Distributed Generation
Makin menyusutnya persediaan fossil fuel dan kesadaran akan lingkungan mendorong
upaya ke arah energi alternatif dan energi terbarukan. Wind power, wave energy,
photovoltaic, biomass, fuelcell, mikrohidro, adalah beberapa contoh. Skala pembangkit
alternatif ini relatif kecil dan kebanyakan tersebar pada lokasi yang berjauhan. Jika daya
dari pembangkit yang relatif kecil ini harus masuk ke jaringan, maka daya masuk ke
jaringan melalui jaringan distribusi.
b) Energy Storage
Teknologi ini sudah sejak lama menjadi perbincangan. Penyimpanan energi sejauh ini
dilaksanakan pada penyimpanan energi pembangkit seperti energi kimia (batere),
mekanik (flywheel), hidro (hydro pumped storage), panas (thermal storage).
Pembangkitan elektrik dari simpanan energi ini juga relative berskala kecil, yang bisa
masuk ke jaringan melalui jaringan distribusi.
c) Power Electronic
Perkembangan di bidang power electronic, dengan beban besar yang merupakan
pembebanan nonlinier, memerlukan perhatian agar pengaruhnya pada sistem penyaluran
daya serta dampaknya terhadap peralatan-peralatan konvensional sistem (seperti
transformator) dapat ditekan. Perkembangan konversi AC/DC, diiringi oleh
pengembangan tapis aktif; walaupun demikian pemantauan kaualitas daya tetap harus
dilakukan.
1.1. Pendekatan umerik Sinyal onsinus
Dalam pembahasan harmonisa kita akan menggunakan istilah sinyal nonsinus untuk
menyebut secara umum sinyal periodik seperti sinyal gigi gergaji dan sebagainya, termasuk
sinyal sinus terdistorsi yang terjadi di sistem tenaga.
Dalam Analisis Rangkaian Listrik kita telah membahas bagaimana mencari spektrum
amplitudo dan sudut fasa dari bentuk sinyal nonsinus yang mudah dicari persamaannya.
Berikut ini kita akan membahas cara menentukan spektrum amplitudo sinyal nonsinus
melalui pendekatan numerik. Cara ini digunakan jika kita menghadapi sinyal nonsinus yang
tidak mudah dicari persamaannya. Cara pendekatan ini dapat dilakukan dengan bantuan
komputer sederhana, terutama jika sinyal disajikan dalam bentuk kurva hasil dari suatu
pengukuran analog. Dalam praktik, sinyal nonsinus diukur dengan menggunakan alat ukur
elektronik yang dapat menunjukkan langsung spektrum amplitudo dari sinyal nonsinus yang
diukur.




3
1.1.1. Penafsiran Grafis Deret Fourier
Pencarian spektrum amplitudo suatu sinyal periodik y(t) dilakukan melalui penghitungan
koefisien Fourier dengan formula seperti berikut ini.

> =
> =
=
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
0
0
0
0
0
0
0 ; ) sin( ) (
2
0 ; ) cos( ) (
2
) (
1
T
T
n
T
T
n
T
T
n dt t n t y
T
b
n dt t n t y
T
a
dt t y
T
a

dengan T
0
adalah perioda sinyal.
Integral

2 /
2 /
0
0
) (
T
T
dt t y adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva y(t) dengan sumbu-t dalam
rentang satu perioda. Jika luas bidang dalam rentang satu perioda ini dikalikan dengan (1/T
0
),
yang berarti dibagi dengan T
0
, akan memberikan nilai rata-rata y(t) yaitu nilai komponen
searah a
0
.
Integral


2 /
2 /
0
0
0
) cos( ) (
T
T
dt t n t y adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva ) cos( ) (
0
t n t y
dengan sumbu-t dalam rentang satu perioda. Jika luas bidang ini dikalikan dengan (2/T
0
),
yang berarti dibagi (T
0
/2), akan diperoleh a
n
. Di sini T
0
harus dibagi dua karena dalam satu
perioda T
0
terdapat dua kali gelombang penuh berfrekuensi n
0
.
Integral


2 /
2 /
0
0
0
) sin( ) (
T
T
dt t n t y adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva ) sin( ) (
0
t n t y
dengan sumbu-x dalam rentang satu perioda. Jika luas ini dikalikan dengan (2/T
0
) akan
diperoleh b
n
. Seperti halnya penghitungan a
n
, T
0
harus dibagi dua karena dalam satu perioda
T
0
terdapat dua kali gelombang penuh berfrekuensi n
0
.
Dengan penafsiran hitungan integral sebagai luas bidang, maka pencarian koefisien Fourier
dapat didekati dengan perhitungan luas bidang. Hal ini sangat membantu karena perhitungan
analitis hanya dapat dilakukan jika sinyal nonsinus yang hendak dicari komponen-
komponennya diberikan dalam bentuk persamaan yang cukup mudah untuk diintegrasi.
1.1.2. Prosedur Pendekatan umerik
Pendekatan numerik integral sinyal y(t) dalam rentang p t q dilakukan sebagai berikut.
1. Kita bagi rentang p t q ke dalam m segmen dengan lebar masing-masing t
k
; t
k
bisa
sama untuk semua segmen bisa juga tidak, tergantung dari keperluan. Integral y(t) dalam
rentang p t q dihitung sebagai jumlah luas seluruh segmen dalam rentang tersebut.
Setiap segmen dianggap sebagai trapesium; sisi kiri suatu segmen merupakan sisi kanan
segmen di sebelah kirinya, dan sisi kanan suatu segmen menjadi sisi kiri segmen di
sebelah kanannya. Jika sisi kanan segmen (trapesium) adalah A
k
maka sisi kirinya adalah
A
k-1
, maka luas segmen ke-k adalah
( ) 2 /
1 k k k k
t A A L + =

(1.1)





4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Jadi integral f(t) dalam rentang p x q adalah

m
k
k
q
p
L dt t f
1
) ( (1.2)
2. Nilai t
k
dipilih sedemikian rupa sehingga error yang terjadi masih berada dalam batas-
batas toleransi yang kita terima. Jika sinyal diberikan dalam bentuk grafik, untuk
mencari koefisien Fourier dari harmonisa ke-n, satu perioda dibagi menjadi tidak kurang
dari 10n segmen agar pembacaan cukup teliti dan error yang terjadi tidak lebih dari
5%. Untuk harmonisa ke-5 misalnya, satu perioda dibagi menjadi 50 segmen. Ketentuan
ini tidaklah mutlak; kita dapat memilih jumlah segmen sedemikian rupa sehingga
pembacaan mudah dilakukan namun cukup teliti.
3. Relasi untuk memperoleh nilai koefisien Fourier menjadi seperti berikut:
| |
| |
| |

=

=

=

=
+
=
=
+
=
=
+
=
m
k
kbn
k k k k
n
kan
m
k
k k k k
n
ka
m
k
k k k
T
L
t t n A t n A
T
b
T
L
t t n A t n A
T
a
T
L
t A A
T
a
1
0
1 0 1 0
0
0
1
1 0 1 0
0
0
0
1
1
0
0
2 / 2
) sin( ) sin( 2

2 / 2
) cos( ) cos( 2

2
1
(1.3)
4. Formula untuk sudut fasa adalah
|
|

\
|
=

n
n
n
a
b
1
tan (1.4)
5. Perlu disadari bahwa angka-angka yang diperoleh pada pendekatan numerik bisa berbeda
dengan nilai yang diperoleh secara analitis. Jika misalkan secara analitis seharusnya
diperoleh a
1
= 0 dan b
1
= 150, pada pendekatan numerik mungkin diperoleh angka yang
sedikit menyimpang, misalnya a
1
= 0,01 dan b
1
= 150,2.
6. Amplitudo dari setiap komponen harmonisa adalah
2 2
n n n
b a A + = . Sudut fasa dihitung
dalam satuan radian ataupun derajat dengan mengingat letak kuadran dari vektor
amplitudo seperti telah dibahas pada waktu kita membahas spektrum sinyal dalam Bab-
3. Persamaan sinyal nonsinus adalah
) cos( ) (
1
0
2 2
0

=
(

+ + =
n
n n n
t n b a a t y (1.5)
Berikut ini kita lihat sinyal periodik yang diberikan dalam bentuk kurva yang tak mudah
dicari persamaannya. Prosedur pendekatan numerik dilakukan dengan membaca kurva yang
memerlukan kecermatan. Hasil pembacaan kita muatkan dalam suatu tabel seperti pada
contoh berikut ini.




5
COTOH-1.1:

Carilah komponen searah, fundamental, dan harmonisa ke-3 sinyal periodik y(t) yang
dalam satu perioda berbentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar di atas. Perhatikan
bahwa gambar ini adalah gambar dalam selang satu periode yang berlangsung dalam 0,02
detik, yang sesuai dengan frekuensi kerja 50 Hz.
Penyelesaian: Perhitungan diawali dengan menetapkan nilai t dengan interval sebesar t
= 0,0004 detik, kemudian menentukan A
k
untuk setiap segmen. Sisi kiri segmen pertama
terjadi pada t = 0 dan sisi kanannya menjadi sisi kiri segmen ke-dua; dan demikian
selanjutnya dengan segmen-segmen berikutnya. Kita tentukan pula sisi kanan segmen
terakhir pada t = T
0
. Hasil perhitungan yang diperoleh dimuatkan dalam Tabel-1.1 (hanya
ditampilkan sebagian), dimana sudut fasa dinyatakan dalam satuan radian. Pembulatan
sampai 2 angka di belakang koma.
Tabel-1.1. Analisis Harmonisa Sinyal Nonsinus pada Contoh-1.1.
T
0
= 0,02 s
t
k
= 0,0004 s
Komp.
searah
Fundamental
f
0
= 1/T
0
= 50 Hz
Harmonisa ke-3
t A
k
L
ka0
L
ka1
L
kb1
L
ka3
L
kb3

0 50

0,0004 75 0,025 0,025 0,002 0,024 0,006
0,0008 100 0,035 0,034 0,007 0,029 0,019
0,0012 120 0,044 0,042 0,014 0,025 0,035
: : : : : : :
0,0192 -5 -0,006 -0,006 0,002 -0,003 0,005
0,0196 20 0,003 0,003 0,000 0,003 -0,001
0,02 50 0,014 0,014 -0,001 0,014 -0,001

Jumlah L
k
0,398 0,004 1,501 -0,212 0,211
a
0
19,90
a
1
, b
1
0,36 150,05
a
3
, b
3
21,18 21,13
Ampli-1,
1
150,05 1,57
Ampli-3,
3
29,92 -0,78
-200

-150

-100

-50

0
50
100
150
200
0 0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

0,012

0,014

0,016

0,018

0,02

y[volt]
t[detik]





6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Tabel ini memberikan
78 , 0 ) 18 , 21 / 13 , 21 ( tan
92 , 29 13 , 21 ) 18 , 21 ( 13 , 21 ; 18 , 21
57 , 1 ) 36 , 0 / 05 , 150 ( tan
05 , 150 05 , 150 36 , 0 05 , 150 ; 36 , 0
90 , 19
1
3
2 2
3 3 3
1
1
2 2
1 1 1
0
= =
= + = = =
= =
= + = = =
=

A b a
A b a
a

Sesungguhnya kurva yang diberikan mengandung pula harmonisa ke-dua. Apabila
harmonisa ke-dua dihitung , akan memberikan hasil
43 , 49
2
= a dan 36 , 0
2
= b
43 , 49
2
= A amplitudo dan 01 , 0
2
=
Dengan demikian uraian sampai dengan harmonisa ke-3 dari sinyal yang diberikan adalah
) 78 , 0 6 cos( 92 , 29
) 01 , 0 4 cos( 43 , 49 ) 57 , 1 2 cos( 05 , 150 90 , 19 ) (
0
0 0
+ +
+ + + =
t f
t f t f t y

1.2. Elemen Linier Dengan Sinyal onsinus
Hubungan tegangan dan arus elemen-elemen linier R, L, C, pada sinyal sinus di kawasan
waktu berlaku pula untuk sinyal periodik nonsinus.
COTOH-1.2: Satu kapasitor C mendapatkan tegangan nonsinus
) 5 , 1 5 sin( 10 ) 2 , 0 3 sin( 20 ) 5 , 0 sin( 100 + + + + = t t t v V
(a) Tentukan arus yang mengalir pada kapasitor. (b) Jika C = 30 F, dan frekuensi f = 50
Hz, gambarkan (dengan bantuan komputer) kurva tegangan dan arus kapasitor.
Penyelesaian:
(a) Hubungan tegangan dan arus kapasitor adalah
dt
dv
C i
C
=
Oleh karena itu arus kapasitor adalah
{ }
A ) 07 , 3 5 sin( 50
) 37 , 1 3 sin( 60 ) 07 , 2 sin( 100
) 5 , 1 5 cos( 50
) 2 , 0 3 cos( 60 ) 5 , 0 cos( 100
) 5 , 1 5 sin( 10 ) 2 , 0 3 sin( 20 ) 5 , 0 sin( 100
+ +
+ + + =
+ +
+ + =
+ + + +
=
t C
t C t C
t C
t C t C
dt
t t t d
C i
C





7
(b) Kurva tegangan dan arus adalah seperti di bawah ini.

Kurva tegangan dan arus pada contoh ini merupakan fungsi-fungsi nonsinus yang
simetris terhadap sumbu mendatar. Nilai rata-rata fungsi periodik demikian ini adalah
nol. Pendekatan numerik memberikan nilai rata-rata
14
10 8 , 1

=
rr
v V dan
17
10 5

=
rr
i A.
1.3. ilai Rata-Rata Dan ilai Efektif Sinyal onsinus
ilai Rata-Rata. Sesuai dengan definisi untuk nilai rata-rata, nilai rata-rata sinyal nonsinus
y(t) dengan perioda T
0
adalah

=
T
rr
dt t y
T
Y
0
0
) (
1
(1.6)
Nilai rata-rata sinyal nonsinus adalah komponen searah dari sinyal tersebut.
ilai Efektif. Definisi nilai efektif sinyal periodik y(t) dengan perioda T
0
adalah

=
T
rms
dt t y
T
Y
0
2
0
) (
1

(1.7)
Dengan demikian maka nilai efektif sinyal sinus y
1
= Y
m1
sin(t + ) adalah
2
) ( sin
1
1
0
2 2
1
0
1
m
T
m rms
Y
dt t Y
T
Y = + =

(1.8)
Nilai efektif sinyal nonsinus

=
+ + =
1
0 0
) sin( ) (
n
n mn
t n Y Y t y adalah


|
|

\
|
+ + =

=
T
n
n mn rms
dt t n Y Y
T
Y
0
2
1
0 0
0
) sin(
1

Jika ruas kiri dan kanan dikuadratkan, kita dapatkan


|
|

\
|
+ + =

=
T
n
n mn
rms
dt t n Y Y
T
Y
0
2
1
0 0
0
2
) sin(
1
atau
detik
[V]

v
C
i
C
-150
-100
-50
0
50
100
150
0 0.005 0.01 0.015 0.02
[A]
5
2,5
0
5
2,5





8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa


|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

\
|
+
+ + +
+ + +
+
+
|
|

\
|
+ + =

=
T
n
n mn m
n
n mn m
n
n mn
T
n
n mn
rms
dt
t n Y t Y
t n Y t Y
t n Y Y
T
dt t n Y Y
T
Y
0
3
0 2 0 2
2
0 1 0 1
1
0 0
0
0
1
0
2 2 2
0
0
2
... .......... .......... ..........
) sin( ) 2 sin( 2
) sin( ) sin( 2
) sin( 2
1

) ( sin
1
(1.9)
Melalui kesamaan trigonometri
) cos( ) cos( sin sin 2 + = b
dan karena Y
0
bernilai tetap maka suku ke-dua ruas kanan (1.8) merupakan penjumlahan nilai
rata-rata fungsi sinus yang masing-masing memiliki nilai rata-rata nol, sehingga suku ke-dua
ini bernilai nol. Oleh karena itu (1.9) dapat kita tulis


|
|

\
|
+ + =

=
T
n
n nm
rms
dt t n Y Y
T
Y
0
1
0
2 2 2
0
2
) ( sin
1
(1.10)
atau

=
+ =
+ + =
1
2 2
0
1
0
0
2 2
0
2
0
2

) ( sin
1 1
n
nrms
n
T
n nm
t
rms
Y Y
dt t n Y
T
dt Y
T
Y
(1.11)
Persamaan (1.11) menunjukkan bahwa kuadrat nilai efektif sinyal non sinus sama dengan
jumlah kuadrat komponen searah dan kuadrat semua nilai efektif konponen sinus. Kita perlu
mencari formulasi yang mudah untuk menghitung nilai efektif ini. Kita bisa memandang
sinyal nonsinus sebagai terdiri dari tiga macam komponen yaitu komponen searah (y
0
),
komponen fundamental (y
1
), dan komponen harmonisa (y
h
). Komponen searah adalah nilai
rata-rata sinyal, komponen fundamental adalah komponen dengan frekuensi fundamental
0
,
sedangkan komponen harmonisa merupakan jumlah dari seluruh komponen harmonisa yang
memiliki frekuensi n
0
dengan n > 1. Jadi sinyal nonsinus y dapat dinyatakan sebagai
h
y y y y + + =
1 0

Akan tetapi kita juga dapat memandang sinyal nonsinus sebagai terdiri dari dua komponen
saja, yaitu komponen fundamental dan komponen harmonisa total di mana komponen yang
kedua ini mencakup komponen searah. Alasan untuk berbuat demikian ini adalah bahwa
dalam proses transfer energi, komponen searah dan harmonisa memiliki peran yang sama;
hal ini akan kita lihat kemudian. Dalam pembahasan selanjutnya kita menggunakan cara
pandang yang ke-dua ini. Dengan cara pandang ini suatu sinyal nonsinus dinyatakan sebagai




9
h
y y y + =
1
(1.12)
dengan ) sin(
1 0 1 1
+ = t Y y
m

dan

=
+ + =
k
n
n nm h
t n Y Y y
2
0 0
) sin( .
Dengan demikian maka relasi (1.11) menjadi
2 2
1
2
hrms
rms
rms
Y Y Y + = (1.13)
Dalam praktik, komponen harmonisa y
h
dihitung tidak melibatkan seluruh komponen
harmonisa melainkan dihitung dalam lebar pita spektrum tertentu. Persamaan sinyal
dijumlahkan sampai pada frekuensi tertinggi yang ditentukan yaitu k
0
; sinyal dengan
frekuensi di atas batas frekuensi tertinggi ini dianggap memiliki amplitudo yang sudah cukup
kecil untuk diabaikan.
COTOH-1.2: Suatu tegangan berbentuk gelombang gigi gergaji memiliki nilai maksimum
20 volt, dengan frekuensi 20 siklus per detik. Hitunglah nilai tegangan efektif dengan:
(a) relasi nilai efektif; (b) uraian harmonisa.
Penyelesaian:
(a) Perioda sinyal 0,05 detik dengan persamaan: t t v 400 ) ( = .
Nilai efektif:
V 55 , 11
3
1600
05 , 0
1
) 400 (
05 , 0
1
05 , 0
0
3
05 , 0
0
2

(

= =

t dt t V
rms

(b) Uraian sinyal ini sampai harmonisa ke-7 adalah diberikan dalam contoh di Bab-3,
yaitu
V 7 sin 909 , 0 6 sin 061 , 1 5 sin 273 , 1
4 sin 592 , 1 3 sin 122 , 2 2 sin 183 , 3 sin 366 , 6 10 ) (
0 0 0
0 0 0 0
t t t
t t t t t v

=

Persamaan ini memberikan nilai efektif tegangan fundamental, tegangan harmonisa,
dan tegangan total sebagai berikut.
V 5 , 4
2
366 , 6
1
=
rms
V
V 5 , 10
2
10 , 2
2
166 , 3
10
2 2
2
+ + =
hrms
V
V 4 , 11 35 , 10 49 , 4
2 2 2 2
1
+ = + =
hrms rms rms
V V V
Contoh ini menunjukkan bahwa sinyal gigi gergaji memiliki nilai efektif harmonisa jauh
lebih tinggi dari nilai efektif komponen fundamentalnya.





10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
COTOH-1.3: Uraian dari penyearahan setengah gelombang arus sinus A sin
0
t i =
sampai dengan harmonisa ke-10 adalah:
A ) 10 cos( 007 . 0 ) 8 cos( 010 . 0 ) 6 cos( 018 , 0
) 4 cos( 042 , 0 ) 2 cos( 212 , 0 ) 57 , 1 cos( 5 , 0 318 , 0 ) (
0 0 0
0 0 0
t t t
t t t t i
+ + +
+ + + =

Hitung nilai efektif komponen arus fundamental, arus harmonisa, dan arus total.
Penyelesaian:
Nilai efektif arus fundamental, arus harmonisa dan arus total berturut-turut adalah
354 , 0
2
5 , 0
1
= =
rms
I A
54 3 0,
2
007 , 0
2
01 , 0
2
018 , 0
2
042 , 0
2
212 , 0
318 , 0
2 2 2 2 2
2
= + + + + + =
hrms
I A
5 , 0 354 , 0 354 , 0
2 2 2 2
1
+ = + =
hrms rms rms
I I I A
Contoh-1.3 ini menunjukkan bahwa pada penyearah setengah gelombang nilai efektif
komponen fundamental sama dengan nilai efektif komponen harmonisanya.
COTOH-1.4: Tegangan pada sebuah kapasitor 20 F terdiri dari dua komponen yaitu
t v = sin 200
1
dan t v = 15 sin 20
15
. Jika diketahui frekuensi fundamental adalah 50
Hz, hitunglah: (a) nilai efektif arus yang diberikan oleh v
1
; (b) nilai efektif arus yang
diberikan oleh v
15
; (c) arus efektif total; (d) gambarkan kurva ketiga arus tersebut
sebagai fungsi waktu.
Penyelesaian:
a). Komponen tegangan pertama adalah ) 100 sin( 200
1
t v = V. Arus yang diberikan oleh
tegangan ini adalah
t t dt dv i = = =

100 cos 257 , 1 100 cos 100 200 10 20 / 10 20
6
1
6
1

Nilai efektifnya adalah: A 89 , 0
2
257 , 1
1
= =
rms
I
b). Komponen tegangan ke-dua adalah ) 1500 sin( 20
15
t v = V. Arus yang diberikan oleh
tegangan ini adalah
t
t dt dv i
=
= =

1500 cos 885 , 1
1500 sin 1500 20 10 20 / 10 20
6
15
6
15

Nilai efektifnya adalah: A 33 , 1
2
885 , 1
15
= =
rms
I
c). Tegangan gabungan adalah
) 1500 sin( 20 ) 100 sin( 200 t t v + =
Arus yang diberikan tegangan gabungan ini adalah






11
t t
v v
dt
d
dt dv i
1500 cos 885 , 1 100 cos 257 , 1
) ( 10 20 / 10 20
15 1
6 6
+ =
+ = =


Arus ini merupakan jumlah dari dua komponen arus yang berbeda frekuensi. Kurva
arus ini pastilah berbentuk nonsinus. Nilai efektif masing-masing komponen telah
dihitung di jawaban (a) dan (b). Nilai efektif sinyal non sinus ini adalah
A 60 , 1 33 , 1 89 , 0
2 2 2
15
2
1
= + = + =
rms rms rms
I I I
d). Kurva ketiga arus tersebut di atas adalah sebagai berikut.

COTOH-1.5: Arus t t i + = 3 sin 2 , 0 sin 2 A, mengalir pada beban yang terdiri dari
resistor 100 yang tersambung seri dengan induktor 0,5 H. Pada frekuensi 50 Hz: (a)
gambarkan kurva tegangan dan arus beban; (b) tentukan nilai efektif tegangan beban dan
arus beban.
Penyelesaian:
(a) Arus beban adalah t t i + = 3 sin 2 , 0 sin 2 . Tegangan beban adalah
V 3 cos 3 , 0 cos 3 sin 20 sin 200 t t t t
dt
di
L iR v v v
L R
+ + + = + = + =
Kurva tegangan dan arus beban dibuat dengan sumbu mendatar dalam detik. Karena
frekuensi 50 Hz, satu perioda adalah 0,02 detik.

(b). Nilai efektif arus beban adalah
A 42 , 1
2
2 , 0
2
2
2 2
2
3
2
1
= + = + =
rms rms rms
I I I
Tegangan beban adalah
V 3 cos 3 , 0 cos 3 sin 20 sin 200 t t t t v + + + =
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
detik
A
i
1
i

i
15
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0.005 0.01 0.015 0.02
2
4
0
2
4
A
V
detik
v
i





12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Nilai efektif tegangan beban, dengan =100, adalah
V 272
2
) 3 , 0 ( 20
2
200
2 2 2 2
=
+
+
+
=
rms
V
1.4. Daya Pada Sinyal onsinus
Pengertian daya nyata dan daya reaktif pada sinyal sinus berlaku pula pada sinyal nonsinus.
Daya nyata memberikan transfer energi netto, sedangkan daya reaktif tidak memberikan
transfer energi netto.
Kita tinjau resistor R
b
yang menerima arus berbentuk gelombang nonsinus
h Rb
i i i + =
1

Nilai efektif arus ini adalah
2 2
1
2
hrms rms Rbrms
I I I + =
Daya nyata yang diterima oleh R
b
adalah
b hrms b rms b Rbrms Rb
R I R I R I P
2 2
1
2
+ = = (1.14)
Formulasi (1.14) tetap berlaku sekiranya resistor ini terhubung seri dengan induktansi,
karena dalam bubungan seri demikian ini daya nyata diserap oleh resistor, sementara
induktor menyerap daya reaktif.
COTOH-1.6: Seperti pada contoh-1.5, arus t t i + = 3 sin 2 , 0 sin 2 A mengalir pada
resistor 100 yang tersambung seri dengan induktor 0,5 H. Jika frekuensi fundamental
50 Hz: (a) gambarkan dalam satu bidang gambar, kurva daya yang mengalir ke beban
sebagai perkalian tegangan total dan arus beban dan kurva daya yang diserap resistor
sebagai perkalian resistansi dan kuadrat arus resistor; (b) hitung nilai daya rata-rata dari
dua kurva daya pada pertanyaan b; (c) berikan ulasan tentang kedua kurva daya tersebut.
Penyelesaian:
(a) Daya masuk ke beban dihitung sebagai: p = v i
sedangkan daya nyata yang diserap resistor dihitung sebagai: p
R
= i
2
R = v
R
i
R

Kurva dari p dan p
R
terlihat pada gambar berikut.

(b) Daya rata-rata merupakan daya nyata yang di transfer ke beban. Daya ini adalah
daya yang diterima oleh resistor. Arus efektif yang mengalir ke beban telah
dihitung pada contoh-3.5. yaitu 1,42 A. Daya nyta yang diterima beban adalah
-400
-200
0
200
400
600
0 0.005 0.01 0.015 0.02
W
p = vi p
R
= i
2
R = v
R
i
R
detik




13
202 100 ) 42 , 1 (
2 2
= = = R I P
rms R
W.
Teorema Tellegen mengharuskan daya ini sama dengan daya rata-rata yang
diberikan oleh sumber, yaitu p = vi. Perhitungan dengan pendekatan numerik
memberikan nilai rata-rata p adalah
P
rr
= 202 W
(c) Kurva p
R
selalu positif; nilai rata-rata juga positif sebesar 202 W yang berupa daya
nyata. Pada kurva p ada bagian yang negatif yang menunjukkan adanya daya
reaktif; nilai rata-rata kurva p ini sama dengan nilai rata-rata kurva p
R
yang
menunjukkan bagian nyata dari daya tampak.
COTOH-1.7: Tegangan nonsinus pada terminal resistor 20 adalah
) 5 , 1 5 sin( 10 ) 2 , 0 3 sin( 20 ) 5 , 0 sin( 100 + + + + = t t t v V
Tentukan arus efektif yang mengalir dan daya nyata yang diserap resistor.
Penyelesaian:
Arus yang mengalir adalah
) 5 , 1 5 sin( 5 , 0 ) 2 , 0 3 sin( ) 5 , 0 sin( 5 + + + + = = t t t
R
v
i A
Nilai efektif masing-masing komponen arus adalah
2
5 , 0
;
2
1
;
2
5
5 3 1
= = =
rms rms rms
I I I
Arus efektif yang mengalir adalah
A 62 , 3
2
25 , 26
2
25 , 0
2
1
2
25
= = + + =
rms
I
Daya nyata yang diserap resistor adalah
W 5 , 262 20
2
25 , 0
2
1
2
25
2
= |

\
|
+ + = = R I P
rms R

COTOH-1.8: Tegangan nonsinus t t v + = 3 sin 10 sin 100 V, terjadi pada terminal
beban yang terdiri dari resistor 100 tersambung paralel dengan kapasitor 50 F. Jika
frekuensi fundamental adalah 50 Hz, (a) Tentukan persamaan arus total beban; (b)
hitung daya nyata yang diserap beban.
Penyelesaian:
(a). Arus total (i) adalah jumlah arus yang melalui resistor (i
R
) dan kapasitor (i
C
).
t t
R
v
i
R
+ = = 3 sin 1 , 0 sin
( ) t t
dt
dv
C i
C
+ = =

3 cos 30 cos 100 10 50
6

Arus total beban:
t t t t i + + + = 3 cos 0015 . 0 cos 005 , 0 3 sin 1 , 0 sin





14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
(b). Arus efektif melalui resistor
A 71 , 0
2
1 , 0
2
1
2 2
= + =
Rrms
I
Daya nyata yang diserap beban adalah daya yang diserap resistor:
W 50 100 71 , 0
2
= =
R
P
1.5. Resonansi
Karena sinyal nonsinus mengandung harmonisa dengan berbagai macam frekuensi, maka ada
kemungkinan salah satu frekuensi harmonisa bertepatan dengan frekuensi resonansi dari
rangkaian. Frekuensi resonansi telah kita bahas di bab sebelumnya. Berikut ini kita akan
melihat gejala resonansi pada rangkaian karena adanya frekuensi harmonisa.
COTOH-1.9: Suatu generator 50 Hz dengan induktansi internal 0,025 H mencatu daya
melalui kabel yang memiliki kapasitansi total sebesar 5 F. Dalam keadaan tak ada
beban tersambung di ujung kabel, tentukan frekuensi harmonisa sumber yang akan
memberikan resonansi.
Penyelesaian:
Frekuensi resonansi adalah
4 , 2828
10 5 025 , 0
1 1
6
=

= =

LC
r

Hz 450
2
4 , 2828
=

=
r
f
Inilah frekuensi harmonisa ke-9.
COTOH-110: Sumber tegangan satu fasa 6 kV, 50 Hz, mencatu beban melalui kabel yang
memiliki kapasitansi total 2,03 F. Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung
kabel, induktansi total rangkaian ini adalah 0,2 H. Tentukan harmonisa ke berapa dari
sumber yang akan membuat terjadinya resonansi pada keadaan tak ada beban tersebut.
Penyelesaian:
Frekuensi resonansi adalah
rad/det 4 , 1569
10 03 , 2 02 , 0
1 1
6
=

= =

LC
r

atau Hz 78 , 249
2
4 , 1569
=

=
r
f
Resonansi terjadi jika sumber mengandung harmonisa ke-5.





15
BAB 2
Pembebanan on-Linier


Pada pembebanan nonlinier arus yang mengalir ke beban merupakan arus periodik nonsinus,
walaupun sumber memberikan tegangan sinus. Pembahasan akan kita lakukan di dua sisi
yaitu tinjauan di sisi beban dan tinjauan di sisi sumber. Tinjauan di sisi beban adalah melihat
beban yang menerima arus nonsinus tanpa mempersoalkan bagaimana sumber melayani
pembebanan yang demikian ini. Tinjauan di sisi sumber adalah melihat sumber yang
bertegangan sinus namun harus memberikan arus yang nonsinus.
2.1. Tinjauan Di Sisi Beban
Rangkaian yang akan kita tinjau terlihat pada
Gb.2.1. Sebuah sumber tegangan sinus
memberikan arus pada resistor R
b
melalui saluran
dengan resistansi R
s
dan sebuah pengubah arus p.i.,
misalnya penyearah; pengubah arus inilah yang
menyebabkan arus yang mengalir di R
b
berbentuk
gelombang nonsinus.
Menurut teorema Tellegen, transfer daya elektrik hanya bisa terjadi melalui tegangan dan
arus. Namun dalam tinjauan dari sisi beban ini, R
b
hanya melihat bahwa ada arus yang
diterima olehnya. Cara bagaimana arus ini sampai ke beban tidaklah penting bagi beban.
h Rb
i i i + =
1
(2.1)
dengan ) sin(
1 0 1 1
+ = t I i
m

=
+ + =
k
n
n nm h
t n I I i
2
0 0
) sin(
Inilah arus yang diterima oleh R
b
.
Daya nyata yang diterima oleh R
b
adalah
b hrms b rms Rb
R I R I P
2 2
1
+ = (2.2)
2.2. Tinjauan Di Sisi Sumber
Tegangan sumber berbentuk gelombang sinus, yaitu t V v
s s 0
sin = . Daya yang diberikan
oleh sumber adalah tegangan sumber kali arus sumber yang besarnya sama dengan arus
beban. Jadi daya keluar dari sumber adalah
|
|

\
|
+ + +
+ = =

=
k
n
n n s
s s s s
t n I I t V
t t I V t i t v p
2
0 0 0
1 0 0 1
) sin( sin
) sin( sin ) ( ) (
(2.3)
Suku pertama (2.3) memberikan daya

i
nonsinus
R
b
p.i.

v
s +


Gb.33.1. Pembebanan nonlinier.
R
s





16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
( )
) 2 cos(
2
cos
2

2
) 2 cos( cos
) sin( sin
1 0
1
1
1
1 0 1
1 1 0 0 1 1
+ =
|
|

\
| +
= + =
t
I V I V
t
I V t t I V p
s s
s s s
(26.4)
Suku ke-dua dari persamaan ini mempunyai nilai rata-rata nol akan tetapi suku pertama
mempunyai nilai tertentu. Hal ini berarti p
s1
memberikan transfer energi netto.
Suku kedua (2.3) memberikan daya
| |
2 0
2
0 0 0 0

sin ) sin( sin
sh s
n
n n s s sh
p p
t t n I V t I V p
+ =
+ + =

=
(2.5)
Suku pertama persamaan ini mempunyai nilai rata-rata nol. Suku kedua juga mempunyai
nilai rata-rata nol karena yang berada dalam tanda kurung pada (2.5) berbentuk fungsi
cosinus
| |
( ) ( ) { }

=
(

+ + + =
+ =
2
0 0
2
0 0
) 1 ( cos ) 1 ( cos
2

sin ) sin(
n
n n
n
s
n
n n s
t n t n
I
V
t t n I V y

yang memiliki nilai rata-rata nol. Hal ini berarti bahwa p
sh
tidak memberikan transfer
energi netto.
Jadi secara umum daya yang diberikan oleh sumber pada pembebanan nonlinier dapat kita
tuliskan sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu
sh s s
p p p + =
1
(2.6)
Dari dua komponen daya ini hanya komponen fundamental, p
s1
, yang memberikan transfer
energi netto. Dengan kata lain hanya p
s1
yang memberikan daya nyata, yaitu sebesar
1 1 1
1
1
cos cos
2
= =
rms srms
s
s
I V
I V
P (2.7)
dengan
1
adalah beda susut fasa antara v
s
dan i
1
. Sementara itu P
sh
merupakan daya reaktif.
Menurut teorema Tellegen, daya nyata yang diberikan oleh sumber harus tepat sama dengan
daya yang diterima oleh beban. Daya nyata yang diterima oleh R
b
adalah P
Rb
seperti
diberikan oleh persamaan (2.2). Daya nyata yang diberikan oleh sumber, yaitu P
s1
haruslah
diserap oleh R
b
dan R
s
.
2.3. Kasus Penyearah Setengah Gelombang
Sebagai contoh dalam pembahasan pembebanan nonlinier ini, kita akan mengamati
penyearah setengah gelombang. Dengan penyearah ini, sinyal sinus diubah sehingga arus
mengalir setiap setengah perioda seperti telah pernah kita temui. Rangkaian penyearah yang
kita tinjau terlihat pada Gb.2.2.a.




17
a).
b).
Gb.2.2. Penyearah setengah gelombang dengan beban resistif.
Arus penyearah setengah gelombang mempunyai nilai pada setengah perioda pertama (yang
positif); pada setengah perioda ke-dua, ia bernilai nol. Uraian fungsi ini sampai dengan
harmonisa ke-6, telah dihitung pada Contoh-3.3 di Bab-3, yaitu
V
) 6 cos( 018 , 0 ) 4 cos( 042 , 0
) 2 cos( 212 , 0 ) 57 , 1 cos( 5 , 0 318 , 0
) (
0 0
0 0
|
|

\
|
+ +
+ +
=
t t
t t
I t i
m
(2.8)
Dalam rangkaian yang kita tinjau ini hanya ada satu sumber yang mencatu daya hanya
kepada satu beban. Pada waktu dioda konduksi, arus sumber selalu sama dengan arus beban,
karena mereka terhubung seri; tegangan beban juga sama dengan tegangan sumber karena
dioda dianggap ideal sedangkan resistor memiliki karakteristik linier dan bilateral. Pada
waktu dioda tidak konduksi arus beban maupun arus sumber sama dengan nol. Gb.2.2.b.
memperlihatkan bahwa hanya kurva tegangan sumber yang merupakan fungsi sinus; kurva
arus dan daya merupakan fungsi nonsinus.
Pada persamaan (2.8) arus fundamental dinyatakan dalam fungsi cosinus yaitu
) 57 , 1 cos( 5 , 0
0 1
= t I i
m

Fungsi ini tidak lain adalah pergeseran 1,57 rad atau 90
o
ke arah positif dari fungsi cosinus
yang ekivalen dengan fungsi sinus
) sin( 5 , 0
0 1
t I i
m
=
Pernyataan i
1
dalam fungsi sinus ini sesuai dengan pernyataan bentuk gelombang tegangan
yang juga dalam fungsi sinus. Dengan pernyataan yang bersesuaian ini kita dapat melihat
beda fasa antara keduanya; ternyata dalam kasus penyearah setengah gelombang ini, arus
fundamental sefasa dengan tegangan sumber.
COTOH-2.1: Sebuah sumber dengan resistansi dan induktansi internal yang dapat
diabaikan mencatu beban resistif melalui penyearah setengah gelombang. Tegangan
sumber adalah V sin 380
0
t v
s
= dan resistansi beban R
b
adalah 3,8 . Hitung daya
nyata yang diterima oleh beban dan daya nyata yang diberikan oleh sumber.
Penyelesaian:
Tinjauan Di Sisi Beban. Nilai puncak arus adalah 380/3,8 = 100 A. Persamaan arus
sampai harmonisa ke-enam menjadi
v
s

i
s

i
R

p
R
0
0 90 180 270 360 450 540 630 720
V
s
V
s
v
s
i
R
p
R p
R
t [
o
]
v
s R

v
R





18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
A
) 6 cos( 8 , 1 ) 4 cos( 2 , 4
) 2 cos( 2 , 21 ) 57 , 1 cos( 50 8 , 31
) (
0 0
0 0
|
|

\
|
+ +
+ +
=
t t
t t
t i
yang memberikan arus-arus efektif pada beban
A; 31 , 35
2
8 , 1
2
2 , 4
2
2 , 21
8 , 31
A;
2
50
2 2 2
2
1
= + + + =
=
bhrms
rms b
I
I

Daya yang diterima beban adalah
( ) kW 5 , 9 W 9488 8 , 3
2 2
1
2
= + = =
bhrms rms b b rms
I I R I P
Tinjauan Di Sisi Sumber. Tegangan sumber adalah t v
s 0
sin 380 = . Komponen arus
fundamental yang diberikan oleh sumber adalah sama dengan arus fundamental beban
t t i i
Rb s 0 0 1 1
sin 50 ) 57 , 1 cos( 50 = = = A
dengan nilai efektif 2 / 50
1
=
srms
I A
Tak ada beda fasa antara tegangan sumber dan arus fundamentalnya. Daya dikeluarkan
oleh sumber adalah
kW 5 , 9
2
50
2
380
rms 1 rms 1
= = =
s s s
I V P
Hasil perhitungan dari kedua sisi tinjauan adalah sama. Daya yang diberikan oleh komponen
fundamental sebagai fungsi waktu adalah
( ) ( ) ( ) kW 2 cos( 1 19 2 cos( 1
2
50 380
2 cos( 1
2
0 0 0
1
1
t t t
I V
p
s
s
=

= =
Gb.2.3 memperlihatkan kurva p
s1
pada Contoh-2.1 di atas. Kurva p
s1
bervariasi sinusoidal
namun selalu positif dengan nilai puncak 19 kW, dan nilai rata-rata (yang merupakan daya
nyata) sebesar setengah dari nilai puncak yaitu 9,5 kW.
Kurva daya yang dikontribusikan oleh komponen searah, p
s0
yaitu suku pertama (2.5), dan
komponen harmonisa p
sh2
yaitu suku ke-dua persamaan (2.5), juga diperlihatkan dalam
Gb.2.3. Kurva kedua komponen daya ini simetris terhadap sumbu waktu yang berarti
memiliki nilai rata-rata nol. Dengan kata lain komponen searah dan komponen harmonisa
tidak memberikan daya nyata.

Gb.2.3. Kurva komponen daya yang diberikan sumber.
t [det]
W
p
s0
p
s1
p
sh2
-15000
-10000
-5000
0
5000
10000
15000
20000
0 0.005 0.01 0.015 0.02




19
Konfirmasi logis kita peroleh sebagai berikut. Seandainya tidak ada penyearah antara sumber
dan beban, arus pada resistor akan mengalir sefasa dan sebentuk dengan gelombang tegangan
sumber. Daya yang di keluarkan oleh sumber dalam keadaan ini adalah
kW ) 2 cos 1 ( 38
2
0 cos 2 cos
38000
sin 38000 sin
0
0
0
2
0
2
t
t
t t I V p
s s s
+ =
+
=
= =

Dalam hal penyearahan setengah gelombang, arus hanya mengalir setiap setengah perioda.
Oleh karena itu daya yang diberikan oleh sumber menjadi setengahnya, sehingga
kW ) 2 cos 1 ( 19
0
t p
gel setengah
+ = , dan inilah p
s1
.
COTOH-2.2: Sebuah sumber dengan resistansi dan induktansi internal yang diabaikan,
mencatu beban resistif melalui kabel dengan resistansi 0,2 dan penyearah setengah
gelombang. Tegangan sumber adalah V sin 380
0
t v
s
= dan resistansi beban R adalah
3,8 . Hitung daya yang diterima oleh beban.
Penyelesaian:
Rangkaian sistem ini adalah
seperti berikut

Tinjauan Di Sisi Beban. Nilai puncak arus adalah
A 95
2 , 0 8 , 3
380
=
+
=
m
I
Persamaan arus sampai harmonisa ke-6 menjadi
A ) 6 cos( 71 , 1 ) 4 cos( 09 , 4
) 2 cos( 14 , 20 ) 57 , 1 cos( 5 , 47 21 , 30
) 6 cos( 018 , 0 ) 4 cos( 042 , 0
) 2 cos( 212 , 0 ) 57 , 1 cos( 5 , 0 318 , 0
95 ) (
0 0
0 0
0 0
0 0
t t
t t
t t
t t
t i
+ +
+ + =
|
|

\
|
+ +
+ +
=

Nilai efektif arus fundamental dan arus harmonisa total adalah
A 54 , 33
2
71 , 1

2
09 , 4

2
14 , 20
21 , 30
A; 33,59
2
5 . 47
2 2 2
2
1
= + + + =
= =
hrms
rms
I
I

Daya yang diterima R
b
adalah
W 8563 8 , 3 ) 54 , 33 59 , 33 (
2 2 2
= + = =
b rms Rb
R I P
v
s
=380sin
0
t
R
b
=3,8
R
s
=0,2





20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Tinjauan Di Sisi Sumber. Tegangan sumber dan arus fundamental sumber adalah
V sin 380
0
t v
s
=
A sin 5 , 47 ) 57 , 1 cos( 5 , 47
0 0 1
t t i i
Rb s
= = =
Tidak ada beda fasa antara v
s
dan i
s1
. Daya nyata yang diberikan oleh sumber adalah
W 9025
2
5 , 47
2
380
0 cos
o
1
= = =
rms srms s
i v P
Daya ini diserap oleh beban dan saluran. Daya yang diserap saluran adalah
W 7 , 450 ) 55 , 33 6 , 33 ( 02 , 0
) ( 02 , 0 02 , 0
2 2
2 2
1
2
= + =
+ = =
hrms rms srms saluran
i i i P

Perbedaan angka perhitungan P
Rb
dengan (P
s
P
saluran
) adalah sekitar 0,2%.
2.4. Perambatan Harmonisa
Dalam sistem tenaga, beban pada umumnya bukanlah beban tunggal, melainkan beberapa
beban terparalel. Sebagian beban merupakan beban linier dan sebagian yang lain merupakan
beban nonlinier. Dalam keadaan demikian ini, komponen harmonisa tidak hanya hadir di
beban nonlinier saja melainkan terasa
juga di beban linier; gejala ini kita sebut
perambatan harmonisa. Berikut ini akan
kita lihat gejala tersebut pada suatu
rangkaian yang mendekati situasi nyata.
Gb.2.4. memperlihatkan rangkaian yang
dimaksud.
Gb.2.4. Sumber mencatu beban paralel linier
dan nonlinier.
Tegangan sumber berbentuk sinusoidal murni t V v
sm s 0
sin = . Sumber ini mencatu beban
melalui saluran yang memiliki resistansi R
s
. Beban yang terhubung di terminal A-B (terminal
bersama), terdiri dari beban linier R
a
dengan arus i
a
dan beban R
b
yang dialiri arus nonlinier
i
b
= i
b1
+ i
bh
dengan i
b1
adalah komponen fundamental dari i
b
dan i
bh
adalah komponen
harmonisa total dari i
b
.
Pada rangkaian sederhana ini, di sisi beban kita lihat bahwa aplikasi Hukum Arus Kirchhoff
di simpul A, yaitu simpul bersama dari kedua beban, memberikan
0 ) ( / / ) (
1
= + + +
bh b a A s s A
i i R v R v v
dan dari sini kita peroleh
) (
1 bh b
a s
a s
s
a s
a
A
i i
R R
R R
v
R R
R
v +
+

+
= (2.9)
Jadi sebagai akibat pembebanan nonlinier di suatu beban menyebabkan tegangan di terminal-
bersama juga mengandung harmonisa. Akibat selanjutnya adalah bahwa arus di beban lain
yang terhubung ke terminal-bersama ini juga mengandung harmonisa.
v
s R
b R
a
i
a
i
b
=i
b1
+i
bh

i
s
R
s
A

B






21
) (
1 bh b
a s
s
a s
s
a
A
a
i i
R R
R
R R
v
R
v
i +
+

+
= = (2.10)
Sementara itu di sisi sumber, dengan tegangan sumber berbentuk sinus t V v
sm s 0
sin = ,
keluar arus yang mengandung harmonisa yaitu
) (
) ( ) (
1
1 1
bh b
a s
a
a s
s
bh b bh b
a s
s
a s
s
b a s
i i
R R
R
R R
v
i i i i
R R
R
R R
v
i i i
+
|
|

\
|
+
+
+
=
+ + +
+

+
=
+ =
(2.11)
Adanya komponen harmonisa pada arus sumber dan beban yang seharusnya merupakan
beban linier dapat menyebabkan penambahan penyerapan daya pada saluran. Hal ini akan
kita bahas kemudian.
COTOH-2.3: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, V sin 240
0
t v = memiliki resistansi dan
induktansi internal yang diabaikan. Sumber ini mencatu beban resistif R
a
= 5 melalui
saluran yang memiliki resistansi 1. Sebuah beban resistif lain yaitu R
b
= 5 dengan
penyearah setengah gelombang dihubungkan paralel dengan R
a
. Hitunglah: (a) daya
nyata yang diserap R
a
sebelum R
b
dan penyearah dihubungkan; (b) daya nyata yang
diserap R
b
sesudah R
b
dan penyearah dihubungkan; (c) daya nyata yang diserap R
a

sesudah R
b
dan penyearah dihubungkan; (d) daya nyata yang diserap saluran R
s
; (e) daya
nyata yang diberikan sumber; (f) bandingkan daya nyata yang diberikan oleh sumber
dan daya nyata yang diserap oleh bagian rangkaian yang lain.
Penyelesaian:
(a) Sebelum R
b
dan penyearah
dihubungkan, rangkaian adalah
seperti di samping ini.
Arus efektif yang mengalir dari
sumber, daya nyata yang diserap
R
a
dan R
s
, serta daya nyata yang
diberikan sumber adalah
A 28 , 28 ) 1 5 /( ) 2 / 240 ( = + =
Rarms
I
W 4000 5 28 , 28
2
= =
Ra
P ; W 800 1 28 , 28
2
= =
Rs
P
Rs Ra s
P P P + = = = W 4800 2 / 240 28 , 28
(b) Setelah R
b
dan penyearah dihubungkan, rangkaian menjadi

v
s R
b R
a
i
a
i
Rb
=
i
Rb1
+i
Rbh

i
s
R
s
A

B

i
s
R
s
=1

A

B

R
a
= 5

v
s
=
240sin
0
t





22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Untuk menghitung i
Rb
kita buat rangkaian ekivalen Thvenin terlebih dulu di
terminal A-B.
V sin 200 sin 240
5 1
5
0 0
t t v
sTh
=
+
= ; =
+

= 833 , 0
5 1
5 1
sTh
R
Setelah R
b
dihubungkan pada rangkaian ekivalen Thvenin, rangkaian menjadi

Nilai maksimum arus i
Rb
adalah
A 29 , 34
5 833 , 0
200
=
+
=
Rbm
I
Arus yang melalui R
b
menjadi
) 6 cos( 62 , 0 ) 4 cos( 47 , 1
) 2 cos( 27 , 7 ) 57 , 1 cos( 14 , 17 9 , 10
) 6 cos( 018 , 0 ) 4 cos( 042 , 0
) 2 cos( 212 , 0 ) 57 , 1 cos( 5 , 0 318 , 0
29 , 34
0 0
0 0
0 0
0 0
t t
t t
t t
t t
i
Rb
+ +
+ + =
|
|

\
|
+ +
+ +
=

Dari sini kita peroleh
A 1 . 12 2 / 62 , 0 2 / 47 , 1 2 / 27 , 7 9 , 10
A 12 , 12
2
14 , 17
2 2 2 2
1
= + + + =
= =
Rbhrms
rms Rb
I
I

Daya yang diserap R
b
adalah
W 1470 5 ) 1 . 12 12 , 12 (
2 2
+ =
Rb
P
(c) Untuk menghitung daya yang diserap R
a
setelah R
b
dihubungkan, kita kembali pada
rangkaian semula. Hukum Arus Kischhoff untuk simpul A memberikan
Rb
s
s
a s
A Rb
a
A
s
s A
i
R
v
R R
v i
R
v
R
v v
=
|
|

\
|
+ = + +
1 1
0
( )
Ah A bh
bh
bh b
a s
a s
s
a s
a
A
v v i t
i t t
i i
R R
R R
v
R R
R
v
= =
+

=
+
+

+
=
1 0
0 0
1
V
6
5
sin 71 , 185
sin 14 , 17
6
1 5
sin 240
6
5

) (

V 32 , 131
2
71 , 185
1
= =
rms A
V
i
sTh
0,833

A

B

5

v
sTh =
200sin
0
t

i
b
=i
b1
+i
bh





23
) 6 cos( 51 , 0 ) 4 cos( 23 , 1 ) 2 cos( 06 , 6 09 , 9
) 6 cos( 62 , 0 ) 4 cos( 47 , 1
) 2 cos( 27 , 7 9 , 10
6
5
6
5
0 0 0
0 0
0
t t t
t t
t
i v
bh Ah
+ + + =
|
|

\
|
+ +
+
= =

V 09 , 10
2
51 , 0
2
23 . 1
2
06 , 6
09 , 9
2 2 2
2
= + + + =
Ahrms
V
Daya yang diserap R
a
adalah
W 3469
5
09 , 10
5
32 , 131
2 2 2 2
1
= + = + =
a
Ahrms
a
rms A
Ra
R
V
R
V
P
(d) Tegangan jatuh di saluran adalah
V sin 29 , 54 sin 71 , 185 sin 240
0 0 0 1 1
t t t v v v
A s s
= = =
V 39 , 38
2
29 , 54
1
= =
rms s
V
V 09 , 10 = =
Ahrms shrms
V V
Daya yang diserap saluran adalah
W 1575
1
09 , 10
1
39 , 38
2 2 2 2
1
= + =

=
s
shrms
s
rms s
Rs
R
V
R
V
P
(e) Tegangan sumber adalah
V sin 240
0
t v =
Arus fundamental sumber adalah
A sin 29 , 54
0
1
1
t
R
v
i
s
s
s
=

=
Daya nyata yang diberikan sumber
W 6515
2
29 , 54
2
240
1 1
= = =
R
I V p
rms s srms s

(f) Bagian lain rangkaian yang menyerap daya nyata adalah R
s
, R
a
, dan R
b
. Daya
nyata yang diserap adalah
W 6512 1468 3469 1575 = + + = + + =
Rb Ra Rs Rtotal
P P P P
Hasil ini menunjukkan bahwa daya nyata yang diberikan sumber sama dengan
daya nyata yang diserap oleh bagian lain dari rangkaian (perbedaan angka adalah
karena pembulatan-pembulatan).
2.5. Ukuran Distorsi Harmonisa
Hadirnya harmonisa dalam sistem, menimbulkan dampak negatif. Oleh karena itu
kehadirannya perlu dibatasi. Untuk melakukan pembatasan diperlukan ukuran-ukuran
kehadiran armonisa.
2.5.1. Crest Factor
Salah satu ukuran adalah crest factor, yang disefinisikan sebagai
efektif nilai
puncak nilai
= factor crest





24 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
2.5.2. Total Harmonic Distortion (THD)
Total Harmonic Distortion, disingkat THD, digunakan sebagai ukuran untuk melihat berapa
besar pengaruh keseluruhan adanya harmonisa terhadap sinyal sinus. Pengaruh keseluruhan
harmonisa diperbandingkan terhadap komponen fundamental, karena komponen
fundamental-lah yang memberikan transfer energi nyata.
Untuk tegangan nonsinus, THD didefinisikan sebagai
rms
hrms
V
V
V
THD
1
= (2.13)
Untuk arus nonsinus, THD didefinisikan sebagai
rms
hrms
I
I
I
THD
1
= (2.14)
COTOH-2.4: Dari Contoh-2.1, dengan nilai puncak arus 100 A, persamaan arus
penyearahan setengah gelombang sampai harmonisa ke-enam adalah
A
) 6 cos( 8 , 1 ) 4 cos( 2 , 4
) 2 cos( 2 , 21 ) 57 , 1 cos( 50 8 , 31
) (
0 0
0 0
|
|

\
|
+ +
+ +
=
t t
t t
t i
Hitunglah crest factor dan THD
I
.
Penyelesaian: Telah dihitung nilai efektif arus dalam contoh soal tersebut
A 31 , 35
2
8 , 1
2
2 , 4
2
2 , 21
8 , 31
A;
2
50
2 2 2
2
1
= + + + =
=
bhrms
rms b
I
I

Nilai efektif arus adalah
A 7 , 49 31 , 35 2 / 50
2 2
= + =
rms
I
Crest factor adalah: 2
2 , 49
100
. . = = f c ;
THD
I
adalah: 1
2 / 50
31 , 35
1
= =
rms
hrms
I
I
I
THD atau 100%

Crest factor dan THD hanyalah tergantung bentuk dan tidak tergantung dari nilai mutlak
arus. Angka yang sama akan kita peroleh jika nilai puncak arus hanya 1 ampere. Hal ini
dapat dimengerti karena persamaan arus secara umum adalah
|
|

\
|
+ =

=
maks
n
n
n n m
t n A A I t i
1
0 0
) cos( ) (
sehingga dalam perhitungan I
rms,
I
1rms
, dan I
hrms
faktor I
m
akan terhilangkan.






25

COTOH-2.5: Tentukan crest factor dan THD arus yang mengalir dari sumber tegangan
sinusoidal t v
0
sin 2 1000 = yang mencatu arus ke beban resistif 10 melalui
saklar sinkron yang menutup setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda. Kurva
tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.

Penyelesaian:
Uraian bentuk gelombang arus seperti pada gambar di atas hanya memiliki harmonisa
ganjil. Pendekatan numerik dari bentuk gelombang arus seperti yang digambarkan di
atas memberikan spektrum amplitudo sampai harmonisa ke-11 sebagai berikut:

Arus ini tidak memiliki komponen searah. Nilai efektif arus adalah
A 4 , 69
2
71 , 8
2
72 , 8
2
83 , 14
2
83 , 14
2
96 , 44
2
79 , 83
0
2 2 2 2 2 2
= + + + + + + =
brms
I
Nilai puncak arus terjadi pada t = 0,005 detik; I
bm
= 141,4 A.
Crest factor adalah 2
4 , 69
4 , 141
. . = = =
brms
bm
I
I
f c
Nilai efektif komponen fundamental dan komponen harmonisa total, berturut-turut
adalah
A 84 , 58
2
80 , 83
1
= =
rms
I ;
A 73 , 34
2
93 , 8
2
93 , 8
2
96 , 14
2
96 , 14
2
0 , 45
0
2 2 2 2 2
= + + + + + =
hrms
I
Total Harminis Distortion arus adalah % 60 atau 6 , 0
84 , 58
73 , 34
= =
I
THD .
0.00
83.79
44.96
14.83 14.83
8.71 8.71
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7
0 1 3 5 7 9 11 harmonisa
A
-300
-200
-100
0
100
200
300
0 0,01 0,02
i
s
(t)

v
s
(t)/5

[V]
[A]

[detik]






26 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Dalam menentukan THD data yang diperlukan adalah spektrum amplitudo; spektrum sudut
fasa tidak diperlukan. Namun untuk keperluan lain spektrum sudut fasa tetap diperlukan.





27

BAB 3
Tinjauan di Kawasan Fasor



Dalam bab ini kita akan meninjau sinyal nonsinus melalui pengertian fasor. Konsep fasor
sendiri telah kita bahas di buku bagian pertama.
3.1. Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Fasor
Sebagaimana dijelaskan di Bab-2 sub-bab 2.3.1, suatu sinyal sinus di kawasan waktu
dinyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus seperti pada persamaan (2.17.a)
] cos[ ) (
0
= t V t v
A

dengan V
A
adalah amplitudo sinyal,
0
adalah frekuensi sudut, dan adalah sudut fasa yang
menunjukkan posisi puncak pertama fungsi cosinus. Pernyataan sinyal sinus menggunakan
fungsi cosinus diambil sebagai pernyataan standar.
Dalam Bab-12 dijelaskan bahwa jika seluruh sistem bekerja pada satu frekuensi tertentu, ,
maka sinyal sinus dapat dinyatakan dalam bentuk fasor dengan mengambil besar dan sudut
fasa-nya saja. Untuk suatu sinyal sinus yang di kawasan waktu dinyatakan sebagai
) cos( ) ( + = t A t v maka di kawasan fasor ia dituliskan dalam format kompleks sebagai

=
j
Ae V dengan A adalah nilai puncak sinyal. Karena kita hanya memperhatikan
amplitudo dan sudut fasa saja, maka pernyataan sinyal dalam fasor biasa dituliskan seperti
pada (12.5) yaitu
+ = = sin cos jA A A V
yang dalam bidang kompleks digambarkan sebagai diagram fasor seperti pada Gb.3.1.a.
Apabila sudut fasa = 0
o
maka pernyataan sinyal di kawasan waktu menjadi
) cos( ) ( t A t v = yang dalam bentuk fasor menjadi
o
0 = A V dengan diagram fasor seperti
pada Gb.24.1.b. Suatu sinyal yang di kawasan waktu dinyatakan sebagai
) 2 / cos( ) sin( ) ( = = t A t A t v di kawasan fasor menjadi
o
90 = A V dengan
diagram fasor seperti Gb.3.1.c
a). b). c).
Gb.3.1. Diagram fasor fungsi:
a) ) cos( ) ( + = t A t v ; b) ) cos( ) ( t A t v = ; c) ) sin( ) ( t A t v = .
Dalam meninjau sinyal nonsinus, kita tidak dapat menyatakan satu sinyal nonsinus dengan
menggunakan satu bentuk fasor tertentu karena walaupun sistem yang kita tinjau beroperasi
pada satu macam frekuensi (50 Hz misalnya) namun arus dan tegangan yang kita hadapi
Im
Re
o
90 = A V
Im
Re
= A V

Im
Re
o
0 = A V





28 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
mengandung banyak frekuensi. Oleh karena itu satu sinyal nonsinus terpaksa kita nyatakan
dengan banyak fasor; masing-masing komponen sinyal nonsinus memiliki frekuensi sendiri.
Selain dari pada itu, uraian sinyal sinyal nonsinus ke dalam komponen-komponennya
dilakukan melalui deret Fourier. Bentuk umum komponen sinus sinyal ini adalah
t n b t n a t i
n n n
+ = sin cos ) (
yang dapat dituliskan sebagai
) cos( ) (
2 2
n n n n
t n b a t i + =
yang dalam bentuk fasor menjadi
n n n n
b a + =
2 2
I dengan
n
n
a
b
1
tan

=
Mengacu pada Gb.3.1, diagram fasor komponen sinyal ini adalah seperti pada Gb.3.2.

Gb.3.2. Fasor komponen arus nonsinus dengan a
n
> 0 dan b
n
> 0.
Fasor I
n
pada Gb.3.2. adalah fasor komponen arus jika a
n
positif dan b
n
positif. Fasor ini
leading terhadap sinyal sinus sebesar (90
o
). Gb.3.3 berikut ini memperlihatkan
kombinasi nilai a
n
dan b
n
yang lain.

Gb.3.3. Fasor komponen arus nonsinus untuk berbagai kombinasi nilai a
n
dan b
n
.
Perlu kita perhatikan bahwa pernyataan fasor dan diagram fasor yang dikemukakan di atas
menggunakan nilai puncak sinyal sebagai besar fasor. Dalam analisis daya, diambil nilai
efektif sebagai besar fasor. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apakah spektrum
amplitudo sinyal nonsinus diberikan dalam nilai efektif atau nilai puncak.
) 180 (
o 2 2
+ + =
n n n
b a I
Im
Re
a
n
b
n

a
n
negatif, b
n
positif
I
n
lagging (90
0
)
terhadap sinyal sinus
) 180 (
o 2 2
+ =
n n n
b a I
Im
Re
a
n
b
n

a
n
negatif, b
n
negatif
I
n
lagging (90
0
+ )
terhadap sinyal sinus
+ =
2 2
n n n
b a I
Im
Re a
n
b
n

a
n
positif, b
n
negatif
I
n
leading (90
0
+ )
terhadap sinyal sinus
+ =
2 2
n n n
b a I
Im
Re
a
n
b
n





29
COTOH-3.1: Dalam Contoh-32.3 di Bab-32 uraian di kawasan waktu arus penyearahan
setengah gelombang dengan nilai maksimum I
m
A adalah
A
) 10 cos( 007 . 0 ) 8 cos( 010 . 0 ) 6 cos( 018 , 0
) 4 cos( 042 , 0 ) 2 cos( 212 , 0 ) 57 , 1 cos( 5 , 0 318 , 0
) (
0 0 0
0 0 0
|
|

\
|
+ + +
+ + +
=
t t t
t t t
I t i
m

Nyatakanlah sinyal ini dalam bentuk fasor.
Penyelesaian:
Formulasi arus i(t) yang diberikan ini diturunkan dari uraian deret Fourier yang
komponen fundamentalnya adalah t t i
0 1
sin 5 , 0 0 ) ( + = ; jadi sesungguhnya komponen
ini adalah fungsi sinus di kawasan waktu.
Jika kita mengambil nilai efektif sebagai besar fasor, maka pernyataan arus dalam
bentuk fasor adalah
; 0
2
007 , 0
; 0
2
010 , 0
; 0
2
018 , 0
; 0
2
042 , 0
; 0
2
212 , 0
; 90
2
5 , 0
; 318 , 0
o
10
o
8
o
6
o
4
o
2
o
1 0
= = =
= = = =
m m m
m m m
m
I I I
I I I
I
I I I
I I I I

Diagram fasor arus-arus pada Contoh-3.1 di atas, dapat kita gambarkan (hanya mengambil
tiga komponen) seperti terlihat pada Gb. 3.4.

Gb.3.4. Diagram fasor arus fundamental,
harmonisa ke-2, dan harmonisa ke-4
Persamaan arus pada Contoh-3.1 yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dapat pula
dinyatakan dalam fungsi sinus menjadi
A
) 10 cos( 007 . 0 ) 8 cos( 010 . 0 ) 57 , 1 6 sin( 018 , 0
) 57 , 1 4 sin( 021 , 0 1,57) 2 sin( 212 , 0 ) sin( 5 , 0 318 , 0
) (
0 0 0
0 0 0
|
|

\
|
+ + + + +
+ + + + +
=
t t t
t t t
I t i
m

Jika komponen sinus fundamental digunakan sebagai referensi dengan pernyataan
fasornya
o
1 1
0 =
rms
I I , maka masing-masing komponen arus ini dapat kita nyatakan dalam
fasor sebagai:
.. ;......... 90
2
018 , 0
; 90
2
042 , 0

; 90
2
212 , 0
; 0
2
5 , 0
; 318 , 0
o
6
o
4
o
2
o
1 0
= =
= = =
m m
m m
m
I I
I I
I
I I
I I I

Diagram fasor-fasor arus ini dapat kita gambarkan seperti terlihat pada Gb.3.5.
I
1
I
2
I
4





30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa

Gb.3.5. Diagram fasor arus fundamental,
harmonisa ke-2, dan harmonisa ke-4
Diagram fasor arus pada Gb.3.5 tidak lain adalah diagram fasor pada Gb.3.4 yang diputar 90
o

ke arah positif karena fungsi sinus dijadikan referensi dengan sudut fasa nol. Nilai fasor dan
selisih sudut fasa antar fasor tidak berubah. Dengan menggunakan Gb.3.5. ini, kita lihat
bahwa komponen harmonisa ke-2 leading 90
o
dari komponen fundamental; demikian juga
dengan komponen harmonisa ke-4. Namun fasor harmonisa ke-2 berputar kearah positif
dengan frekuensi dua kali lipat dibanding dengan komponen fundamental, dan fasor
harmonisa ke-4 berputar kearah positif dengan frekuensi empat kali lipat dibanding
komponen fundamental. Oleh karena itulah mereka tidak dapat secara langsung dijumlahkan.
Dalam pembahasan selanjutnya kita akan menggunakan cara penggambaran fasor seperti
pada Gb.3.4 dimana fasor referensi adalah fasor dari sinyal sinus yang dinyatakan dalam
fungsi cosinus dan memiliki sudut fasa nol. Hal ini perlu ditegaskan karena uraian arus
nonsinus ke dalam deret Fourier dinyatakan sebagai fungsi cosinus sedangkan tegangan
sumber biasanya dinyatakan sebagai fungsi sinus. Fasor tegangan sumber akan berbentuk
o
srms s
V 90 = V dan relasi-relasi sudut fasa yang tertulis pada Gb.3.3 akan digunakan.
Contoh-3.2: Gambarkan diagram fasor sumber tegangan dan arus-arus berkut ini
V sin 100 sin t t V v
srms s
= = , A 30
1
=
rms
I 30
o
lagging dari tegangan sumber
dan A 50
2
=
rms
I 90
o
leading dari tegangan sumber.
Penyelesaian:

3.1.2. Impedansi
Karena setiap komponen harmonisa memiliki frekuensi berbeda maka pada satu cabang
rangkaian yang mengandung elemen dinamis akan terjadi impedansi yang berbeda untuk
setiap komponen. Setiap komponen harmonisa dari arus nonsinus yang mengalir pada satu
cabang rangkaian dengan elemen dinamis akan mengakibatkan tegangan berbeda.
COTOH-3.3: Arus t t t i
0 0 0
5 sin 30 3 sin 70 sin 200 + + = A mengalir melalui resistor
5 yang terhubung seri dengan kapasitor 20 F. Jika frekuensi fundamental adalah 50
Hz, hitung tegangan puncak fundamental dan tegangan puncak setiap komponen
harmonisa.
(a) Reaktansi dan impedansi untuk frekuensi fundamental adalah
15 , 159 ) 10 20 50 2 /( 1
6
1
= =

C
X 23 , 159 15 , 159 5
2 2
1
= + = Z
Im
Re
V
s
I
1 30
o
I
2
I
1
I
2 I
4




31
Tegangan puncak fundamental adalah
kV 85 , 31 200 23 , 159
1 1 1
= =
m m
I Z V
(b) Impedansi untuk harmonisa ke-3 adalah
05 , 53 3 /
1 3
= =
C C
X X 29 , 53 05 , 53 5
2 2
3
= + = Z
Tegangan puncak harmonisa ke-3 adalah
kV 73 , 3 70 29 , 53
3 3 3
= = =
m m
I Z V
(c) Impedansi untuk harmonisa ke-5 adalah
83 , 31 5 /
1 5
= =
C C
X X 22 , 32 83 , 31 5
2 2
3
= + = Z
Tegangan puncak harmonisa ke-5 adalah
kV 97 , 0 30 22 , 32
5 5 5
= = =
m m
I Z V
3.1.3. ilai Efektif
Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, sinyal nonsinus dipandang sebagai terdiri
dari dua komponen, yaitu komponen fundamental dan komponen harmonisa total. Nilai
efektif suatu sinyal periodik nonsinus y, adalah
2 2
1 hrms rms rms
Y Y Y + = (3.1)
dengan
rms
Y
1
: nilai efektif komponen fundamental.
hrms
Y : nilai efektif komponen harmonisa total.
Karena komponen ke-dua, yaitu komponen harmonisa total, merupakan gabungan dari
seluruh harmonisa yang masih diperhitungkan, maka komponen ini tidak kita gambarkan
diagram fasornya; kita hanya menyatakan nilai efektifnya saja walaupun kalau kita
gambarkan kurvanya di kawasan waktu bisa terlihat perbedaan fasa yang mungkin terjadi
antara tegangan fundamental dan arus harmonisa total.
3.2. Sumber Tegangan Sinusiodal Dengan Beban onlinier
Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, pembebanan nonlinier terjadi bila sumber
dengan tegangan sinus mencatu beban dengan arus nonsinus. Arus nonsinus mengalir karena
terjadi pengubahan arus oleh pengubah arus, seperti misalnya penyearah atau saklar sinkron.
Dalam analisis di kawasan fasor pada pembebanan non linier ini kita perlu memperhatikan
hal-hal berikut ini.
3.2.1. Daya Kompleks
Sisi Beban. Jika tegangan pada suatu beban memiliki nilai efektif V
brms
V dan arus nonsinus
yang mengalir padanya memiliki nilai efektif I
brms
A, maka beban ini menyerap daya
kompleks sebesar
VA
brms brms b
I V S = (3.2)





32 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Kita ingat pengertian mengenai daya kompleks yang didefinisikan pada persamaan (14.9) di
Bab-14 sebagai
*
VI = S . Definisi ini adalah untuk sinyal sinus murni. Dalam hal sinyal
nonsinus kita tidak menggambarkan fasor arus harmonisa total sehingga mengenai daya
kompleks hanya bisa menyatakan besarnya, yaitu persamaan (3.2), tetapi kita tidak
menggambarkan segitiga daya. Segitiga daya dapat digambarkan hanya untuk komponen
fundamental.
Sisi Sumber. Daya kompleks |S
s
| yang diberikan oleh sumber tegangan sinus t V v
sm s
= sin
V yang mengeluarkan arus nonsinus bernilai efektif A
2 2
1 shrms rms s srms
I I I + = adalah
VA
2
srms
sm
srms srms s
I
V
I V S = = (3.3)
3.2.2. Daya yata
Sisi Beban. Jika suatu beban memiliki resistansi R
b
, maka beban tersebut menyerap daya
nyata sebesar
( ) W
2 2
1
2
b bhrms rms b b brms b
R I I R I P + = = (3.4)
di mana
rms b
I
1
adalah arus efektif fundamental dan
bhrms
I adalah arus efektif harmonisa
total.
Sisi Sumber. Dilihat dari sisi sumber, daya nyata dikirimkan melalui komponen
fundamental. Komponen arus harmonisa sumber tidak memberikan transfer energi netto.
W cos
1 1 1
=
rms srms s
I V P (3.5)

1
adalah beda sudut fasa antara tegangan dan arus fundamental sumber, dan cos
1
adalah
faktor daya pada komponen fundamental yang disebut displacement power factor.
3.2.3. Faktor Daya
Sisi Beban. Dengan pengertian daya kompleks dan daya nyata seperti diuraikan di atas,
maka faktor daya rangkaian beban dapat dihitung sebagai
b
b
S
P
= beban f.d. (3.5)
Sisi Sumber. Faktor daya total, dilihat dari sisi sumber, adalah
s
s
s
S
P
1
. d . f = (3.6)
3.2.4. Impedansi Beban
Reaktansi beban tergantung dari frekuensi harmonisa, sehingga masing-masing harmonisa
menghadapi nilai impedansi yang berbeda-beda. Namun demikian nilai impedansi beban
secara keseluruhan dapat dihitung, sesuai dengan konsep tentang impedansi, sebagai
=
brms
brms
b
I
V
Z (3.6)
Seperti halnya dengan daya kompleks, impedansi beban hanya dapat kita hitung besarnya
dengan relasi (3.6) akan tetapi tidak dinyatakan dalam format kompleks seperti (a + jb).




33
3.2.5. Teorema Tellegen
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab-7, teorema ini menyatakan bahwa di setiap rangkaian
elektrik harus ada perimbangan yang tepat antara daya yang diserap oleh elemen pasif
dengan daya yang diberikan oleh elemen aktif. Hal ini sesuai dengan prinsip konservasi
energi. Sebagaimana telah pula disebutkan teorema ini juga memberikan kesimpulan bahwa
satu-satunya cara agar energi dapat diserap dari atau disalurkan ke suatu bagian rangkaian
adalah melalui tegangan dan arus di terminalnya. Teorema ini berlaku baik untuk rangkaian
linier maupun non linier.
Teorema ini juga berlaku baik di kawasan waktu maupun kawasan fasor untuk daya
kompleks maupun daya nyata. Fasor tidak lain adalah pernyataan sinyal yang biasanya
berupakan fungsi waktu, menjadi pernyataan di bidang kompleks. Oleh karena itu
perhitungan daya yang dilakukan di kawasan fasor harus menghasilkan angka-angka yang
sama dengan perhitungan di kawasan waktu.
3.3. Contoh-Contoh Perhitungan
COTOH-3.4: Di terminal suatu beban yang terdiri dari resistor R
b
=10 terhubung seri
dengan induktor L
b
= 0,05 H terdapat tegangan nonsinus V sin 2 200 100
0
t v
s
+ = .
Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitunglah: (a) daya nyata yang diserap beban;
(b) impedansi beban; (c) faktor daya beban;
Penyelesaian:
(a) Tegangan pada beban terdiri dari dua komponen yaitu komponen searah dan
komponen fundamental:
V 100
0
= V dan
o
1
90 200 = V
Arus komponen searah yang mengalir di beban adalah
A 10 10 / 100 /
0 0
= = =
b b
R V I
Arus efektif komponen fundamental di beban adalah
A 74 , 10
) 05 , 0 100 ( 10
200
2 2
1
1rms
=
+
= =
b
rms
b
Z
V
I
Nilai efektif arus rangkaian total adalah
A 14,68 74 , 10 10
2 2 2
1
2
0
= + = + =
rms b b brms
I I I
Daya nyata yang diserap beban sama dengan daya yang diserap R
b
karena hanya R
b

yang menyerap daya nyata.
W 2154 10 68 , 14
2 2
= = =
b brms Rb
R I P
(b) Impedansi beban adalah rasio antara tegangan efektif dan arus efektif beban.
V 5 100 200 100
2 2 2
1
2
0
= + = + =
rms brms
V V V





34 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
= = = 24 , 15
68 , 14
5 100
brms
brms
beban
I
V
Z
(c) Faktor daya beban adalah rasio antara daya nyata dan daya kompleks yang diserap
beban. Daya kompleks yang diserap beban adalah:
VA 3281 68 , 14 5 100 = = =
brms brms b
I V S
Sehingga faktor daya beban
656 , 0
3281
2154
f.d. = = =
b
b
b
S
P

COTOH-3.5: Suatu tegangan nonsinus yang terdeteksi pada terminal beban memiliki
komponen fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa
ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Beban terdiri dari
resistor 5 terhubung seri dengan induktor 4 mH. Hitung: (a) tegangan efektif, arus
efektif, dan daya dari komponen fundamental; (b) tegangan efektif, arus efektif, dan
daya dari setiap komponen harmonisa; (c) tegangan efektif beban, arus efektif beban,
dan total daya kompleks yang disalurkan ke beban; (d) Bandingkan hasil perhitungan (a)
dan (c).
Penyelesaian:
(a) Tegangan efektif komponen fundamental V 106
2
150
1
= =
rms
V
Reaktansi pada frekuensi fundamental = =

26 , 1 10 4 50 2
3
1 L
X
Impedansi pada frekuensi fundamental adalah = + = 16 , 5 26 , 1 5
2 2
1
Z
Arus efektif fundamental A 57 , 20
16 , 5
106
1
1
1
= = =
Z
V
I
rms
rms

Daya nyata yang diberikan oleh komponen fundamental
W 2083 5 57 , 20
2 2
1 1
= = = R I P
rms

Daya kompleks komponen fundamental
VA 2182 57 , 20 106
1 1 1
= = =
rms rms
I V S
Faktor daya komponen fundamental 97 , 0
2182
2083
f.d.
1
1
1
= = =
S
P

Daya reaktif komponen fundamental dapat dihitung dengan formulasi segitiga
daya karena komponen ini adalah sinus murni.
VAR 9 , 531 2083 2182
2 2 2
1
2
1 1
= = = P S Q




35
(b) Tegangan efektif harmonisa ke-3 dan ke-5
V 21 , 21
2
30
3
= =
rms
V ; V 54 , 3
2
5
5
= =
rms
V
Reaktansi pada frekuensi harmonisa ke-3 dan ke-5
= = = 77 , 3 26 , 1 3 3
1 3 L L
X X ; = = = 28 , 6 26 , 1 5 5
1 5 L L
X X
Impedansi pada komponen harmonisa ke-3 dan ke-5:
= + = 26 , 6 77 , 3 5
2 2
3
Z ; = + = 03 , 8 28 , 6 5
2 2
5
Z
Arus efektif komponen harmonisa ke-3 dan ke-5:
A 39 , 3
26 , 6
21 , 21
3
3
3
= = =
Z
V
I
rms
rms
; A 44 , 0
03 , 8
54 , 3
5
5
5
= = =
Z
V
I
rms
rms

Daya nyata yang diberikan oleh harmonisa ke-3 dan ke-5
W 4 , 57 5 39 , 3
2 2
3 3
= = = R I P
rms
; W 97 , 0 5 44 , 0
2 2
5 5
= = = R I P
rms

(c) Daya nyata total yang diberikan ke beban adalah jumlah daya nyata dari masing-
masing komponen harmonisa (kita ingat komponen-komponen harmonisa secara
bersama-sama mewakili satu sumber)
( )
( )
W 2174
2 2
1
2
5
2
3
2
1
2
5
2
3
2
1 5 3 1
R I R I R I I R I
R I I I P P P P
hrms rms rms rms rms
rms rms rms b
+ = + + =
= + + = + + =

Tegangan efektif beban
V 22 , 108
2
5
2
30
2
150
2 2 2
= + + =
brms
V
Arus efektif beban
A 86 , 20 44 , 0 39 , 3 57 , 20
2 2 2
= + + =
brms
I
Daya kompleks beban
VA 2257 86 , 20 22 , 108 = = =
brms brms b
I V S
Daya reaktif beban tidak dapat dihitung dengan menggunakan formula segitiga daya
karena kita tak dapat menggambarkannya.
(d) Perhitungan untuk komponen fundamental yang telah kita lakukan menghasilkan
W 2083
1
= P , VA 2182
1
= S , dan VAR 9 , 531
2
1
2
1 1
= = P S Q .
Sementara itu perhitungan daya total ke beban menghasilkan
W 2174 =
b
P , dan VA 2257 =
b
S ; ? =
b
Q
Perbedaan antara P
1
dan P
b
disebabkan oleh adanya harmonisa P
3
dan P
5

.





36 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
R I P
rms
2
1 1
= sedang ( ) R I R I I I P P P P
brms rms rms rms b
2 2
5
2
3
2
1 3 2 1
= + + = + + = .
Daya reaktif beban Q
b
tidak bisa kita hitung dengan cara seperti menghitung Q
1

karena kita tidak bisa menggambarkan segitiga daya-nya. Oleh karena itu kita akan
mencoba memperlakukan komponen harmonisa sama seperti kita memperlakukan
komponen fundamental dengan menghitung daya reaktif sebagai
n nrms n
X I Q
2
=
dan kemudian menjumlahkan daya reaktif Q
n
untuk memperoleh daya reaktif ke
beban Q
b
.
Dengan cara ini maka untuk beban akan berlaku:
( )
5
2
5 3
2
3 1
2
1 5 3 1 L rms L rms L rms b
X I X I X I Q Q Q Q + + = + + =
Hasil perhitungan memberikan
VAR 4 , 576 2 , 1 3 , 43 9 , 531
5
2
5 3
2
3 1
2
1 3 2 1
= + + =
+ + = + + =
L rms L rms L rms b
X I X I X I Q Q Q Q

Perhatikan bahwa hasil perhitungan
VAR 9 , 531
1
2
1 1
= =
L rms
X I Q sama dengan VAR 9 , 531
2
1
2
1 1
= = P S Q .
Jika untuk menghitung Q
b
kita paksakan menggunakan formulasi segitiga daya,
walaupun sesungguhnya kita tidak bisa menggambarkan segitiga daya dan daya
reaktif total komponen hamonisa juga tidak didefinisikan, kita akan memperoleh
VAR 604 2174 2257
2 2 2
2
= = =
b b b
P S Q
lebih besar dari hasil yang diperoleh jika daya reaktif masing-masing komponen
harmonisa dihitung dengan formula
n nrms n
X I Q
2
= .
COTOH-3.6: Sumber tegangan sinusoidal V sin 2 1000 t v
s
= mencatu beban resistif
R
b
= 10 melalui dioda mewakili penyearah setengah gelombang. Carilah: (a)
spektrum amplitudo arus; (b) nilai efektif setiap komponen arus; (c) daya kompleks
sumber; (d) daya nyata yang diserap beban; (e) daya nyata yang berikan oleh sumber;
(f) faktor daya yang dilihat sumber; (g) faktor daya komponen fundamental.
Penyelesaian:
a). Spektrum amplitudo arus penyearahan setengah gelombang ini adalah

45.00
70.71
30.04
6.03
2.60
1.46 0.94
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 4 6 8 10 harmonisa
A




37
Spektrum yang amplitudo ini dihitung sampai harmonisa ke-10, yang nilainya
sudah mendekati 1% dari amplitudo arus fundamental. Diharapkan error yang
terjadi dalam perhitungan tidak akan terlalu besar.
b). Nilai efektif komponen arus dalam [A] adalah
7 . 0 ; 1 ; 8 , 1
; 3 , 4 ; 2 , 21 ; 50 ; 45
10 8 6
4 2 1rms 0
= = =
= = = =
rms rms rms
rms rms
I I I
I I I I

Nilai efektif arus fundamental A 50
1
=
rms
I
Nilai efektif komponen harmonisa total adalah:
A 50 7 , 0 1 8 , 1 3 , 4 2 , 21 8 , 31 2
2 2 2 2 2 2
= + + + + + =
hrms
I
Nilai efektif arus total adalah
A 7 , 70 50 50
2 2 2 2
1
= + = + =
shrms rms rms
I I I
c). Daya kompleks yang diberikan sumber adalah
kVA 7 , 70 7 , 70 1000 = = =
rms srms s
I V S
d). Daya nyata yang diserap beban adalah
kW 50 10 67 , 70
2 2
= = =
b rms b
R I P
e). Sumber memberikan daya nyata melalui arus fundamental. Daya nyata yang
diberikan oleh sumber adalah
1 1
cos =
rms srms s
I V P
Kita anggap bahwa spektrum sudut fasa tidak tersedia, sehingga perbedaan sudut
fasa antara tegangan sumber dan arus fundamental tidak diketahui dan cos
1
tidak
diketahui. Oleh karena itu kita coba memanfaatkan teorema Tellegen yang
menyatakan bahwa daya yang diberikan sumber harus tepat sama dengan daya
yang diterima beban, termasuk daya nyata. Jadi daya nyata yang diberikan sumber
adalah
kW 50 = =
b s
P P
f). Faktor daya yang dilihat oleh sumber adalah
7 , 0 7 , 70 / 50 / / = = = =
s b s s s
S P S P f.d.
g). Faktor daya komponen fundamental adalah
1
50 1000
50000
cos
1
1
=

= =
rms srms
s
I V
P

Nilai faktor daya ini menunjukkan bahwa arus fundamental sefasa dengan
tegangan sumber.
h). 100% atau 1
50
50
1
= = =
rms
hrms
I
I
I
THD





38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Contoh-3.6 ini menunjukkan bahwa faktor daya yang dilihat sumber lebih kecil dari faktor
daya fundamental. Faktor daya fundamental menentukan besar daya aktif yang dikirim oleh
sumber ke beban, sementara faktor daya yang dilihat oleh sumber merupakan rasio daya
nyata terhadap daya kompleks yang dikirim oleh sumber. Sekali lagi kita tekankan bahwa
kita tidak dapat menggambarkan segitiga daya pada sinyal nonsinus.
Sumber mengirimkan daya nyata ke beban melalui arus fundamental. Jika kita hitung daya
nyata yang diserap resistor melalui arus fundamental saja, akan kita peroleh
kW 25 10 50
2 2
1 1
= = =
b rms Rb
R I P
Jadi daya nyata yang diserap R
b
melalui arus fundamental hanya setengah dari daya nyata
yang dikirim sumber (dalam kasus penyearah setengah gelombang ini). Hal ini terjadi karena
daya nyata total yang diserap R
b
tidak hanya melalui arus fundamental saja tetapi juga arus
harmonisa, sesuai dengan relasi
( )
b brms rms b brms Rb
R I I R I P + = =
2 2
1
2

Kita akan mencoba menganalisis masalah ini lebih jauh setelah melihat lagi contoh yang
lain. Berikut ini kita akan melihat contoh yang berbeda namun pada persoalan yang sama,
yaitu sebuah sumber tegangan sinusoidal mengalami pembebanan nonlinier.
COTOH-3.7: Seperti Contoh-3.6, sumber sinusoidal dengan nilai efektif 1000 V mencatu
arus ke beban resistif R
b
=10 , namun kali ini melalui saklar sinkron yang menutup
setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda. Tentukan : (a) spektrum amplitudo
arus; (b) nilai efektif arus fundamental, arus harmonisa total, dan arus total yang
mengalir ke beban; (c) daya kompleks yang diberikan sumber; (d) daya nyata yang
diberikan sumber; (e) faktor daya yang dilihat sumber; (f) faktor daya komponen
fundamental.
Penyelesaian:
(a) Diagram rangkaian adalah sebagai berikut:

Bentuk gelombang tegangan sumber dan arus beban adalah

Spektrum amplitudo arus, yang dibuat hanya sampai harmonisa ke-11 adalah seperti
di bawah ini.
-300
-200
-100
0
100
200
300
0 0,01 0,02
i
Rb
(t)

v
s
(t)/5

[V]
[A]

[detik]


R
b
10

v
s

V
srms
=1000 V

i
s saklar sinkron

i
Rb






39

Amplitudo arus harmonisa ke-11 masih cukup besar; masih di atas 10% dari
amplitudo arus fundamental. Perhitungan-perhitungan yang hanya didasarkan pada
spektrum amplitudo ini tentu akan mengandung error yang cukup besar. Namun hal
ini kita biarkan untuk contoh perhitungan manual ini mengingat amplitudo
mencapai sekitar 1% dari amplitudo arus fundamental baru pada harmonisa ke-55.
(b) Arus fundamental yang mengalir ke R
b

A 25 , 59
2
79 , 83
1
= =
rms
I
Arus harmonisa total
A 14 , 36
2
71 , 8
2
71 , 8
2
83 , 14
2
83 , 14
2
96 , 44
0
2 2 2 2 2
= + + + + + =
hrms
I
Arus total : A 4 , 69 14 , 36 25 , 59
2 2
= + =
rms
I
(c) Daya kompleks yang diberikan sumber adalah
kVA 4 , 69 4 , 69 1000 = = =
rms srms s
I V S
(d) Daya nyata yang diberikan sumber harus sama dengan daya nyata yang diterima
beban yaitu daya nyata yang diserap R
b
karena hanya R
b
yang menyerap daya nyata
kW 17 , 48 10 4 , 69
2 2
= = = =
b rms b s
R I P P
(e) Faktor daya yang dilihat sumber adalah
69 , 0 4 , 69 / 17 , 48 / = = =
s s s
S P f.d.
(f) Daya nyata dikirim oleh sumber melalui arus komponen fundamental.
1 1
cos =
rms srms s
I V P
813 , 0
25 , 59 1000
48170
cos . .
1
1 1
=

= = =
rms srms
s
I V
P
d f
(g) 61% atau 61 , 0
25 , 59
14 , 36
1
= = =
rms
hrms
I
I
I
THD
0.00
83.79
44.96
14.83 14.83
8.71 8.71
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7
0 1 3 5 7 9 11 harmonisa
A





40 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Perhitungan pada Contoh-3.7 ini dilakukan dengan hanya mengandalkan spektrum amplitudo
yang hanya sampai harmonisa ke-11. Apabila tersedia spektrum sudut fasa, koreksi
perhitungan dapat dilakukan.
Contoh-3.8: Jika pada Contoh-3.7 selain spektrum amplitudo diketahui pula bahwa
persamaan arus fundamental dalam uraian deret Fourier adalah
( ) ) sin( 7 , 0 ) cos( 5 . 0 ) (
0 0 1
t t I t i
m
+ =
Lakukan koreksi terhadap perhitungan yang telah dilakukan pada Contoh-3.7.
Penyelesaian:
Persamaan arus fundamental sebagai suku deret Fourier diketahui:
( ) ) sin( 7 , 0 ) cos( 5 . 0 ) (
0 0 1
t t I t i
m
+ =
Sudut
o 1
6 , 57 ) 5 . 0 / 7 . 0 ( tan = =

. Mengacu ke Gb.3.3, komponen fundamental ini
lagging sebesar (90
o
57,6
o
) = 32,4
o
dari tegangan sumber yang dinyatakan sebagai
fungsi sinus. Dengan demikian maka faktor daya komponen fundamental adalah
844 , 0 ) 4 , 32 cos( cos . .
o
1 1
= = = d f
Dengan diketahuinya faktor daya fundamental, maka kita dapat menghitung ulang daya
nyata yang diberikan oleh sumber dengan menggunakan nilai faktor daya ini, yaitu
kW 50 844 . 0 4 , 59 1000 cos
1 1
= = =
rms srms s
I V P
Daya nyata yang dikirim sumber ini harus sama dengan yang diterima resistor di
rangkaian beban
s b rms b
P R I P = =
2
. Dengan demikian arus total adalah
A 7 , 70 10 / 50000 / = = =
b s rms
R P I
Koreksi daya nyata tidak mengubah arus fundamental; yang berubah adalah faktor
dayanya. Oleh karena itu terdapat koreksi arus harmonisa yaitu
A 63 , 38 25 , 59 7 , 70
2 2 2
1
2
= = =
rms rms hrms
I I I
Daya kompleks yang diberikan sumber menjadi
kVA 7 , 70 7 , 70 1000 = = =
rms srms s
I V S
Faktor daya total yang dilihat sumber menjadi
7 , 0 7 , 70 / 50 / . . = = =
s s s
S P d f
65% atau 65 , 0
25 , 59
63 , 38
= =
I
THD
Perbedaan-perbedaan hasil perhitungan antara Contoh-3.8 (hasil koreksi) dan Contoh-3.7
telah kita duga sebelumnya sewaktu kita menampilkan spektrum amplitudo yang hanya
sampai pada harmonisa ke-11. Tampilan spektrum ini berbeda dengan tampilan spektrum
dalam kasus penyearah setengah gelombang pada Contoh-3.6, yang juga hanya sampai
hrmonisa ke-10. Perbedaan antara keduanya terletak pada amplitudo harmonisa terakhir;
pada kasus saklar sinkron amplitudo harmonisa ke-11 masih sekitar 10% dari amplitudo




41
fundamentalnya, sedangkan pada kasus penyearah setengah gelombang amplitudo ke-10
sudah sekitar 1% dari ampltudo fundamentalnya.
Pada Contoh-3.8, jika kita menghitung daya nyata yang diterima resistor hanya melalui
komponen fundamental saja akan kita peroleh
kW 1 , 35 10 25 , 59
2 2
1 1
= = =
b rms Rb
R I P
Perbedaan antara daya nyata yang dikirim oleh sumber melalui arus fundamental dengan
daya nyata yang diterima resistor melalui arus fundamental disebabkan oleh adanya
komponen harmonisa. Hal yang sama telah kita amati pada kasus penyearah setengah
gelombang pada Contoh-3.6.
3.4. Transfer Daya
Dalam pembebanan nonlinier seperti Contoh-3.6 dan Contoh-3.7, daya nyata yang diserap
beban melalui komponen fundamental selalu lebih kecil dari daya nyata yang dikirim oleh
sumber yang juga melalui arus fundamental. Jadi terdapat kekurangan sebesar P
Rb
;
kekurangan ini diatasi oleh komponen arus harmonisa karena daya nyata diterima oleh R
b
tidak hanya

melalui arus fundamental tetapi juga melalui arus harmonisa, sesuai formula
b
bhrms rms b
Rb
R I I P ) (
2 2
1
+ =
Padahal dilihat dari sisi sumber, komponen harmonisa tidak memberi transfer energi netto.
Penafsiran yang dapat dibuat adalah bahwa sebagian daya nyata diterima secara langsung
dari sumber oleh R
b
, dan sebagian diterima secara tidak langsung. Piranti yang ada di sisi
beban selain resistor adalah saklar sinkron ataupun penyearah yang merupakan piranti-piranti
pengubah arus; piranti pengubah arus ini tidak mungkin menyerap daya nyata sebab jika
demikian halnya maka piranti ini akan menjadi sangat panas. Jadi piranti pengubah arus
menyerap daya nyata yang diberikan sumber melalui arus fundamental dan segera
meneruskannya ke resistor sehingga resistor menerima daya nyata total sebesar yang
dikirimkan oleh sumber. Dalam meneruskan daya nyata tersebut, terjadi konversi arus dari
frekuensi fundamental yang diberikan oleh sumber menjadi frekuensi harmonisa menuju ke
beban. Hal ini dapat dilihat dari besar daya nyata yang diterima oleh R
b
melalui arus
harmonisa sebesar
b bhrms rms bhrms Rbh
R I I R I P + = = ) (
2 2
1
2
.
Faktor daya komponen fundamental lebih kecil dari satu, f.d.
1
< 1, menunjukkan bahwa ada
daya reaktif yang diberikan melalui arus fundamental. Resistor tidak menyerap daya reaktif.
Piranti selain resistor hanyalah pengubah arus; oleh karena itu piranti yang harus menyerap
daya reaktif adalah pengubah arus. Dengan demikian, pengubah arus menyerap daya reaktif
dan daya nyata. Daya nyata diteruskan ke resistor dengan mengubahnya menjadi komponen
harmonisa, daya reaktif ditransfer ulang-alik ke rangkaian sumber.
3.5. Kompensasi Daya Reaktif
Sekali lagi kita memperhatikan Contoh-3.6 dan Contoh-3.7 yang telah dikoreksi dalam
Contoh 3.8. Telah diulas bahwa faktor daya komponen fundamental pada penyearah
setengah gelombang f.d.
1
= 1 yang berarti arus fundamental sefasa dengan tegangan;
sedangkan faktor daya komponen fundamental pada saklar sinkron f.d.
1
= 0,844. Nilai faktor
daya komponen fundamental ini tergantung dari saat membuka dan menutup saklar yang
dalam kasus penyearah setengah gelombang saklar menutup setiap tengah perioda
pertama.





42 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Selain faktor daya komponen fundamental, kita melihat juga faktor daya total yang dilihat
sumber. Dalam kasus penyearah setengah gelombang, meskipun f.d.
1
= 1, faktor daya total
f.d.
s
= 0,7. Dalam kasus saklar sinkron f.d.
1
= 0.844 sedangkan faktor daya totalnya f.d.
s
=
0,7. Sebuah pertanyaan timbul: dapatkah upaya perbaikan faktor daya yang biasa dilakukan
pada pembebanan linier, diterapkan juga pada pembebanan nonlinier?
Pada dasarnya perbaikan faktor daya adalah melakukan kompensasi daya reaktif dengan cara
menambahkan beban pada rangkaian sedemikian rupa sehingga faktor daya, baik lagging
maupun leading, mendekat ke nilai satu. Dalam kasus penyearah setengah gelombang f.d.
1
=
1, sudah mencapai nilai tertingginya; masih tersisa f.d.
s
yang hanya 0,7. Dalam kasus saklar
sinkron f.d.
1
= 0,844 dan f.d.
s
= 0,7. Kita coba melihat kasus saklar sinkron ini terlebih dulu.
COTOH-3.9: Operasi saklar sinkron pada Contoh-3.7 membuat arus fundamental lagging
32,4
o
dari tegangan sumber yang sinusoidal. Arus lagging ini menandakan adanya daya
rekatif yang dikirim oleh sumber ke beban melalui arus fundamental. (a) Upayakan
pemasangan kapasitor paralel dengan beban untuk memberikan kompensasi daya reaktif
ini. (b) Gambarkan gelombang arus yang keluar dari sumber.
Penyelesaian:
a). Upaya kompensasi dilakukan dengan memasangkan kapasitor paralel dengan beban
untuk memberi tambahan
pembebanan berupa arus
leading untuk
mengompensasi arus
fundamental yang
lagging 32,4
o
. Rangkaian
menjadi sebagai berikut:
Sebelum pemasangan kapasitor:
A 25 , 59
1
=
rms
I ; A 63 , 38 =
hrms
I ; 7 , 0 . . =
s
d f
kVA 59,25 59,25 1000
1 1
= = =
rms srms
I V S ;
f.d.
1
= 0,844;
kW 50 0,844 59,25
1
= = P
kVAR 75 , 31
2
1
2
1
= = P S Q
s

Kita coba memasang kapasitor untuk memberi kompensasi daya reaktif komponen
fundamental sebesar 31 kVAR
C V Z V Q
srms C srms s
= = /
2 2
1

F 99
100 1000
31000
2
1
=

=

=
srms
s
V
Q
C ; kita tetapkan 100 F
Dengan C = 100 F, daya reaktif yang bisa diberikan adalah
kVAR 4 , 31 10 100 100 1000
6 2
= =

C
Q

R
b

v
s


i
s saklar sinkron

i
Rb
C
i
C




43
Arus kapasitor adalah
A 4 , 31
) 100 /( 1
1000
=

= =
C Z
V
I
C
srms
Crms
.
Arus ini leading 90
o
dari tegangan sumber dan
hampir sama dengan nilai
A 75 , 31 ) 4 , 32 sin(
o
1
=
rms
I
Diagram fasor tegangan dan arus adalah seperti di
samping ini.
Dari diagram fasor ini kita lihat bahwa arus
o
1
4 , 32 sin dan I I
C
tidak saling meniadakan sehingga beban akan menerima arus
) 4 , 32 cos(
o
1rms
I , akan tetapi beban tetap menerima arus seperti semula. Beban
tidak merasakan adanya perubahan oleh hadirnya C karena ia tetap terhubung
langsung ke sumber. Sementara itu sumber sangat merasakan adanya beban
tambahan berupa arus kapasitif yang melalui C. Sumber yang semula mengeluarkan
arus fundamental dan arus harmonisa total ke beban, setelah pemasangan kapasitor
memberikan arus fundamental dan arus harmonisa ke beban ditambah arus kapasitif
di kapasitor. Dengan demikian arus fundamental yang diberikan oleh sumber
menjadi
A 0 5 ) 4 , 32 cos(
o
1 1
=
rms rmsC
I I
turun sekitar 10% dari arus fundamental semula yang 59,25 A.
Arus efektif total yang diberikan sumber menjadi
A 2 , 63 63 , 38 50
2 2 2 2
1
= + = + =
hrms rmsC srmsC
I I I
Daya kompleks yang diberikan sumber menjadi
kVA 2 , 63 2 , 63 1000 = =
sC
S
Faktor daya yang dilihat sumber menjadi
8 , 0 2 , 63 / 50 . . = =
sC
d f
sedikit lebih baik dari sebelum pemasangan kapasitor 7 , 0 . . =
s
d f
b). Arus sumber, i
s
, adalah jumlah dari arus yang melalui resistor seri dengan saklar
sinkron dan arus arus kapasitor.
- bentuk gelombang arus yang melalui resistor i
Rb
adalah seperti yang
diberikan pada gambar Contoh-3.7;
- gelombang arus kapasitor, i
C
, 90
o
mendahului tegangan sumber.
Im
Re
V
s
I
1
32,4
o
I
1
cos32,4
o
I
1
sin32,4
o
I
C





44 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Bentuk gelonbang arus i
s
terlihat pada gambar berikut:


Contoh-3.9 ini menunjukkan bahwa kompensasi daya reaktif komponen fundamental dapat
meningkatkan faktor daya total yang dilihat oleh sumber. Berikut ini kita akan melihat kasus
penyearah setengah gelombang.
Di Bab-3, sub-bab 3.6, kita membahas filter
kapasitor pada penyearah yang dihubungkan
paralel dengan beban R dengan tujuan untuk
memperoleh tegangan yang walaupun masih
berfluktuasi namun fluktuasi tersebut ditekan
sehingga mendekati tegangan searah. Kita akan
mencoba menghubungkan kapasitor seperti pada
Gb.3.3 dengan harapan akan memperbaiki faktor
daya.
Gb.3.3. Kapasitor paralel dengan beban.
COTOH-3.10: Sumber tegangan sinusoidal V sin 2 1000 t v
s
= mencatu beban resistif
R
b
= 10 melalui penyearah setengah gelombang. Lakukan pemasangan kapasitor
untuk memperbaiki faktor daya. Frekuensi kerja 50 Hz.
Penyelesaian:
Keadaan sebelum pemasangan kapasitor dari Contoh-3.5:
tegangan sumber V 1000 =
srms
V ;
arus fundamental A 50
1
=
rms
I ;
arus harmonisa total A 50 =
hrms
I
arus efektif total A 7 , 70 =
rms
I ;
daya kompleks sumber kVA 7 , 70 =
s
S ;
daya nyata kW 50
1
= = P P
s
;
faktor daya sumber 7 , 0 7 , 70 / 50 / . . = = =
s s s
S P d f ;
faktor daya komponen fundamental 1 . .
1
= d f .
Spektrum amplitudo arus maksimum adalah
-300
-200
-100
0
100
200
300
v
s
/5

i
s
i
Rb
i
C
[detik]

[V]
[A]

0 0.005 0.01 0.015 0.02
v
s
R

C
i
R
i
C
i
s




45

Gambar perkiraan dibawah ini memperlihatkan kurva tegangan sumber v
s
/5 (skala
20%), arus penyearahan setengah gelombang i
R
, dan arus kapasitor i
C
seandainya
dipasang kapasitor (besar kapasitor belum dihitung).

Dengan pemasangan kapasitor maka arus sumber akan merupakan jumlah i
R
+ i
C
yang
akan merupakan arus nonsinus dengan bentuk lebih mendekati gelombang sinusoidal
dibandingkan dengan bentuk gelombang arus penyearahan setengah gelombang i
R
.
Bentuk gelombang arus menjadi seperti di bawah ini.

Kita akan mencoba menelaah dari beberapa sisi pandang.
a). Pemasangan kapasitor seperti pada Gb.3.3 menyebabkan sumber mendapat tambahan
beban arus kapasitif. Bentuk gelombang arus sumber menjadi lebih mendekati bentuk
sinus. Tidak seperti dalam kasus saklar sinkron yang komponen fundamentalnya
memiliki faktor daya kurang dari satu sehingga kita punya titik-tolak untuk
menghitung daya reaktif yang perlu kompensasi, dalam kasus penyerah setengah
gelombang ini f.d.
1
= 1; arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber.
45.00
70.71
30.04
6.03
2.60
1.46 0.94
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 4 6 8 10 harmonisa
A
-400
-200
0
200
400
0 0.01 0.02 0.03 i
C
v
s
/5
i
R
[V]
[A]
t [s]

i
R
+i
C
i
R
-400
-200
0
200
400
0 0.01 0.02 0.03
i
C
v
s
/5
i
R
[V]
[A]
t [s]






46 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Sebagai perkiraan, daya reaktif akan dihitung dengan menggunakan formula segitiga
daya pada daya kompleks total.
kVAR 50 50 7 . 70
2 2 2
2
= = =
s s s
P S Q
Jika diinginkan faktor daya 0,9 maka daya reaktif seharusnya sekitar
kVAR 30 0,9) sin(cos
-1
=
s s
S Q
Akan tetapi formula segitiga tidaklah akurat karena kita tidak dapat menggambarkan
segitiga daya untuk arus harmonisa. Oleh karena itu kita perkirakan kapasitor yang
akan dipasang mampu memberikan kompensasi daya reaktif Q
C
sekitar 25 kVAR.
Dari sini kita menghitung kapasitansi C.
kVAR 25 10
) (1/
1000
6
2
2
= =

= = C
C
Q
C
s
C
Z
V

Pada frekuensi 50 Hz F 6 , 79
100 10
25000
6
=

= C . Kita tetapkan 80 F
Arus kapasitor adalah
A 13 , 25
) 10 80 100 /( 1
1000
6
=

= =

Z
s
C
V
I
yang leading 90
o
dari tegangan sumber atau
o
90 13 , 25 =
C
I
Arus fundamental sumber adalah jumlah arus kapasitor dan arus fundamental semula,
yaitu
A 21 96 , 55 90 13 , 25 0 50
o o o
1 1
= + = + =
C semula s C s
I I I
Nilai efektif arus dengan frekuensi fundamental yang keluar dari sumber adalah
A 75 50 96 , 55
2 2 2 2
1
= + = + =
hrms Crms s sCrms
I I I
Jadi setelah pemasangan kapasitor, nilai-nilai efektif arus adalah:
A 96 , 55
1
=
Crms
s
I ; ini adalah arus pada frekuensi fundamental yang keluar dari
sumber sementara arus ke beban tidak berubah
A 50 =
hrms
I ; tak berubah karena arus beban tidak berubah.
A 75 =
sCrms
I ; ini adalah arus yang keluar dari sumber yang semula
A 7 , 70 =
rms
I .
Daya kompleks sumber menjadi kVA 75 75 1000 = = =
sCrms srms sC
I V S
Faktor daya yang dilihat sumber menjadi 67 , 0 75 / 50 / = = =
sC s sC
S P f.d.




47
Berikut ini adalah gambar bentuk gelombang tegangan dan arus serta spektrum
amplitudo arus sumber.


Pemasangan kapasitor tidak memperbaiki faktor daya total bahkan arus efektif
pembebanan pada sumber semakin tinggi.
Apabila kita mencoba melakukan kompensasi bukan dengan arus kapasitif akan tetapi
dengan arus induktif, bentuk gelombang arus dan spektrum amplitudo yang akan kita
peroleh adalah seperti di bawah ini.

-300
-200
-100
0
100
200
300
0 0.005 0.01 0.015 0.02
i
C
i
Rb
i
sC
v
s
/5
V
A
-300
-200
-100
0
100
200
300
0 0.005 0.01 0.015 0.02 i
C
i
Rb
i
sC
v
s
/5
V
A
45.00
79.14
30.04
6.03
2.60
1.46 0.94
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7
0 1 2 4 6 8 10 harmonisa
A





48 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa

Dengan membandingkan Contoh-3.9 dan Contoh-3.10 terlihat bahwa perbaikan faktor daya
dengan cara kompensasi daya reaktif dapat dilakukan pada pembebanan dengan faktor daya
komponen fundamental yang lebih kecil dari satu. Pada pembebanan di mana arus
fundamental sudah sefasa dengan tegangan sumber, perbaikan faktor daya tidak terjadi
dengan cara kompensasi daya reaktif; padahal faktor daya total masih lebih kecil dari satu.
Daya reaktif yang masih ada merupakan akibat dari arus harmonisa. Oleh karena itu upaya
yang harus dilakukan adalah menekan arus harmonisa melalui penapisan. Persoalan
penapisan tidak dicakup dalam Analisis Rangkaian Elektrik di buku ini melainkan dalam
Elektronika Daya.

A

45.00
79.14
30.04
6.03
2.60
1.46 0.94
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7
0 1 2 4 6 8 10 harmonisa




49

BAB 4
Dampak Harmonisa Pada Piranti


Dalam analisis rangkaian linier, elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, merupakan
idealisasi piranti-piranti nyata yang nonlinier. Dalam bab ini kita akan mempelajari pengaruh
adanya komponen harmonisa, baik arus maupun tegangan, terhadap piranti-piranti sebagai
benda nyata. Pengaruh ini dapat kita klasifikasi dalam dua kategori yaitu:
a). Dampak langsung yang merupakan peningkatan susut energi yaitu energi hilang
yang tak dapat dimanfaatkan, yang secara alamiah berubah menjadi panas. [5,6].
b). Dampak taklangsung yang merupakan akibat lanjutan dari terjadinya dampak
langsung. Peningkatan temperatur pada konduktor kabel misalnya, menuntut
penurunan pengaliran arus melalui kabel agar temperatur kerja tak terlampaui.
Demikian pula peningkatan temperatur pada kapasitor, induktor, dan transformator,
akan berakibat pada derating dari alat-alat ini dan justru derating ini membawa
kerugian (finansial) yang lebih besar dibandingkan dengan dampak langsung yang
berupa susut energi.
Dampak taklangsung bukan hanya derating piranti tetapi juga umur ekonomis piranti.
Pembebanan nonlinier tidaklah selalu kontinyu, melainkan fluktuatif. Oleh karena itu
pada selang waktu tertentu piranti terpaksa bekerja pada batas tertinggi temperatur
kerjanya bahkan mungkin terlampaui pada saat-saat tertentu. Kenaikan tegangan
akibat adanya harmonisa dapat menimbulkan micro-discharges bahkan partial-
discharges dalam piranti yang memperpendek umur, bahkan mal-function bisa terjadi
pada piranti.
4.1. Konduktor
Pada konduktor, komponen arus harmonisa menyebabkan peningkatan daya nyata yang
diserap oleh konduktor dan berakibat pada peningkatan temperatur konduktor. Daya nyata
yang terserap di konduktor ini kita sebut rugi daya atau susut daya. Karena susut daya ini
berbanding lurus dengan kuadrat arus, maka peningkatannya akan sebanding dengan kuadrat
THD arus; demikian pula dengan peningkatan temperatur. Misalkan arus efektif nonsinus
rms
I mengalir melalui konduktor yang memiliki resistansi R
s
, maka susut daya di konduktor
ini adalah
( ) ( )
2 2
1
2 2
1
2
1
I s rms s hrms rms s rms s
THD R I R I I R I P + = + = = (4.1)
Jika arus efektif fundamental tidak berubah, faktor ( )
2
1
I
THD + pada (4.1) menunjukkan
seberapa besar peningkatan susut daya di konduktor. Misalkan peningkatan ini diinginkan
tidak lebih dari 10%, maka THD
I
tidak boleh lebih dari 0,32 atau 32%. Dalam contoh-contoh
persoalan yang diberikan di Bab-4, THD
I
besar terjadi misalnya pada arus penyearahan
setengah gelombang yang mencapai 100%, dan arus melalui saklar sinkron yang mengalir
setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda yang mencapai 61%.
COTOH-4.1: Konduktor kabel yang memiliki resistansi total 80 m, menyalurkan arus
efektif 100 A, pada frekuensi 50 Hz. Kabel ini beroperasi normal pada temperatur 70
o
C





50 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
sedangkan temperatur sekitarnya adalah 25
o
C. Perubahan pembebanan di ujung kabel
menyebabkan munculnya harmonisa pada frekuensi 350 Hz dengan nilai efektif 40 A.
Hitung (a) perubahan susut daya dan (b) perubahan temperatur kerja pada konduktor.
(a) Susut daya semula pada konduktor adalah
W 800 08 , 0 100
2
1
= = P
Susut daya tambahan karena arus harmonisa adalah
W 128 08 , 0 40
2
7
= = P
Susut daya berubah menjadi
W 928 128 800 = + =
kabel
P
Dibandingkan dengan susut daya semula, terjadi kenaikan susut daya sebesar 16%.
(b) Kenaikan temperatur kerja di atas temperatur sekitar semula adalah (70
o
25
o
) = 45
o

C. Perubahan kenaikan temperatur adalah
C 2 , 7 45 16 , 0
o o
= = T
Kenaikan temperatur akibat adanya hormonisa adalah
C 52 C 2 , 7 C 45
o o o
+ = T
dan temperatur kerja akibat adanya harmonisa adalah
C 77 52 25
o o o
= + = T
10% di atas temperatur kerja semula.
COTOH-4.2: Suatu kabel yang memiliki resistansi total 0,2 digunakan untuk mencatu
beban resistif R
b
yang tersambung di ujung kabel dengan arus sinusoidal bernilai efektif
20 A. Tanpa pengubah resistansi beban, ditambahkan penyearah setengah gelombang
(ideal) di depan R
b
. (a) Hitunglah perubahan susut daya pada kabel jika penyaluran daya
ke beban dipertahankan tak berubah. (b) Hitunglah daya yang disalurkan ke beban
dengan mempertahankan arus total pada 20 A; (c) berikan ulasan.
Penyelesaian:
(a) Sebelum pemasangan penyearah, susut daya di kabel adalah
W 80 2 , 0 20
2
= =
k
P
Dengan mempertahankan besar daya tersalur ke beban tidak berubah, berarti nilai
efektif arus fundamental dipertahankan 20 A. THD
I
pada penyearah setengah
gelombang adalah 100%. Susut daya pada kabel menjadi
( ) W 160 1 1 2 , 0 20
2 2 *
= + =
k
P
Susut daya menjadi dua kali lipat.
(b) Jika arus efektif total dipertahankan 20 A, maka susut daya di kabel sama seperti
sebelum pemasangan penyearah yaitu




51
W 80 2 , 0 20
2
= =
k
P
Dalam situasi ini terjadi penurunan arus efektif fundamental yang dapat dihitung
melalui relasi kuadrat arus efektif total, yaitu
20 ) 1 (
2 2 2
1
2 2
1
2
= + = + = THD I I I I
ms
hms
ms rms

Dengan THD 100%, maka /2 20
2 2
1
=
rms
I
jadi A 14 , 14 2 / 20
1
= =
rms
I
Jadi jika arus efektif total dipertahankan 20 A, arus fundamental turun menjadi 70%
dari semula. Susut daya di kabel tidak berubah, tetapi daya yang disalurkan ke
beban menjadi 5 , 0 7 , 0
2
dari daya semula atau turun menjadi 50%-nya.
(c) Jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tetap, susut pada saluran menjadi dua
kali lipat, yang berarti kenaikan temperatur dua kali lipat. Jika temperatur kerja
semula 65
o
C pada temperatur sekitar 25
o
, maka temperatur kerja yang baru bisa
mencapai lebih dari 100
o
C.
Jika susut daya pada saluran tidak diperkenankan meningkat maka penyaluran daya
ke beban harus diturunkan sampai menjadi 50% dari daya yang semula disalurkan;
gejala ini dapat diartikan sebagai derating kabel.
4.2. Kapasitor
4.2.1. Ulas Ulang Tentang Kapasitor
Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif
r
disisipkan antara dua pelat
kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d, maka kapasitansi yang
semula (tanpa bahan dielektrik)
0 0
=
d
A
C
berubah menjadi
r
C C =
0

Jadi kapasitansi meningkat sebesar
r
kali.
Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor
diperlihatkan pada Gb.4.1. Arus kapasitor terdiri
dari dua komponen yaitu arus kapasitif I
C
ideal
yang 90
o
mendahului tegangan kapasitor V
C
, dan
arus ekivalen losses pada dielektrik I
rp
yang sefasa
dengan tegangan.


Gb.4.1. Diagram fasor arus dan
tegangan kapasitor.
Daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik adalah
= = tan
C C Rp C
P I V I V (4.2)
atau
im
re
I
Rp

I
C

I
tot


V
C






52 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
= = tan 2 tan
2
0 0 0 r r
C f C P V V V (4.3)
tan disebut faktor desipasi (loss tangent)

r
tan disebut faktor kerugian (loss factor)
4.2.2. Pengaruh Frekuensi Pada Dielektrik
Nilai
r
tergantung dari frekuensi, yang secara umum digambarkan seperti pada Gb.4.2.

Gb.4.2.
r
dan loss factor sebagai fungsi frekuensi.
Dalam analisis rangkaian, reaktansi kapasitor dituliskan sebagai
fC
X
C

=
2
1

Gb.4.2. memperlihatkan bahwa
r
menurun dengan naiknya frekuensi yang berarti
kapasitansi menurun dengan naiknya frekuesi. Namun perubahan frekuensi lebih dominan
dalam menentukan reaktansi dibanding dengan penurunan
r
; oleh karena itu dalam analisis
kita menganggap kapasitansi konstan.
Loss factor menentukan daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik. Sementara
itu, selain tergantung frekuensi,
r
juga tergantung dari temperatur dan hal ini berpengaruh
pula pada loss factor, walaupun tidak terlalu besar dalam rentang temperatur kerja kapasitor.
Oleh karena itu dalam menghitung daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik,
kita melakukan pendekatan dengan menganggap loss factor konstan. Dengan anggapan ini
maka daya yang terkonversi menjadi panas akan sebanding dengan frekuensi dan sebanding
pula dengan kuadrat tegangan.
4.2.3. Tegangan onsinus
Pada tegangan nonsinus, bentuk gelombang tegangan pada kapasitor berbeda dari bentuk
gelombang arusnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanggapan kapasitor terhadap
komponen fundamental dengan tanggapannya terhadap komponen harmonisa. Situasi ini
dapat kita lihat sebagai berikut. Misalkan pada terminal kapasitor terdapat tegangan nonsinus
yang berbentuk:
......... ) ( ) ( ) ( ) (
5 3 1
+ + + = t v t v t v t v
C C C C
(4.4)
Arus kapasitor akan berbentuk
......... ) ( 5 ) ( 3 ) ( ) (
5 0 3 0 1 0
+ + + = t Cv t Cv t Cv t i
C C C C
(4.5)
Dengan memperbandingkan (4.4) dan (4.5) dapat dimengerti bahwa bentuk gelombang
tegangan kapasitor berbeda dengan bentuk gelombang arusnya.
frekuensi
frekuensi listrik

frekuensi optik

power audio radio

r
loss factor

r
tan




53
COTOH-4.3: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai
puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-5 yang memiliki nilai puncak
berturut-turut 30 V. Sebuah kapasitor 500 F dihubungkan pada sumber tegangan ini.
Gambarkan bentuk gelombang tegangan dan arus kapasitor.
Penyelesaian:
Jika persamaan tegangan
t t v
C
+ = 300 sin 30 100 sin 150 V
maka persamaan arus adalah
t
t i
C
+
=

500 cos 500 10 500 30


100 cos 100 10 500 150
6
6

Bentuk gelombang tegangan dan arus adalah seperti terlihat pada Gb.4.3.

Gb.4.3. Gelombang tegangan dan arus pada contoh-4.3.
COTOH-4.4: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai
puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai
puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Sebuah kapasitor 500 F (110 V rms, 50 Hz)
dihubungkan pada sumber tegangan ini. Hitung: (a) arus efektif komponen
fundamental; (b) THD arus kapasitor; (c) THD tegangan kapasitor; (d) jika kapasitor
memiliki losses dielektrik 0,6 W pada tegangan sinus rating-nya, hitunglah losses
dielektrik dalam situasi ini.
Penyelesaian:
(a) Reaktansi untuk komponen fundamental adalah
=

=

37 , 6
10 500 50 2
1
6
1 C
X
Arus efektif untuk komponen fundamental
A 7 , 16
37 , 6
2 / 150
1
= =
rms C
I
(b) Reaktansi untuk harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah
= = 12 , 2
3
1
3
C
C
X
X ;
= = 27 , 1
5
1
5
C
C
X
X

Arus efektif harmonisa
-200
-100
0
100
200
0 0.005 0.01 0.015 0.02
t [detik]
[V]
[A]
v
C
i
C





54 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
A 10
12 , 2
2 / 30
3
= =
rms C
I
A 8 , 2
27 , 1
2 / 5
5
= =
rms C
I
62% atau 62 , 0
7 , 16
8 , 2 10
2 2
1
=
+
= =
rms C
hrms
I
I
I
THD
(c)
% 20 atau 20 , 0
106
5 , 21

2 / 150
2
5
2
30

2 2
1
= =
+
= =
rms
hrms
V
V
V
THD

(d) Losses dielektrik dianggap sebanding dengan frekuensi dan kuadrat tegangan.
Pada frekuensi 50 Hz dan tegangan 110 V, losses adalah 0,6 watt.
W 6 , 0
V 110 , Hz 50
= P
W 134 , 0 6 , 0
110
30
50
150
2
V 30 , Hz 150
= |

\
|
= P
W 006 , 0 6 , 0
110
5
50
250
2
V 5 , Hz 250
= |

\
|
= P
Losses dielektrik total:
W 74 , 0 006 , 0 134 , 0 6 , 0 = + + =
total
P
4.3. Induktor
4.3.1. Induktor Ideal
Induktor yang untuk keperluan analisis dinyatakan sebagai memiliki induktansi murni L,
tidak kita temukan dalam praktik. Betapapun kecilnya, induktor selalu mengandung
resistansi dan kita melihat induktor sebagai satu induktansi murni terhubung seri dengan satu
resistansi. Oleh karena itu kita melihat tanggapan induktor sebagai tanggapan beban induktif
dengan resistansi kecil. Hanya apabila resistansi belitan dapat diabaikan, relasi tegangan-
arus induktor untuk gelombang tegangan dan arus berbentuk sinus murni menjadi
dt
di
L v
f
=
dengan v adalah tegangan jatuh pada induktor, dan i
f
adalah arus eksitasi.
Apabila rugi rangkaian magnetik diabaikan, maka fluksi sebanding dengan i
f
dan
membangkitkan tegangan induksi pada belitan induktor sesuai dengan hukum Faraday dan
hukum Lenz.
dt
d
e
i

=
Tegangan induksi ini berlawanan dengan tegangan jatuh induktor v, sehingga nilai e
i
sama
dengan v.




55
dt
di
L
dt
d
e e
f
i
=

= =
Persamaan di atas menunjukkan bahwa dan i
f
berubah secara bersamaan. Jika

berbentuk
sinus maka ia harus dibangkitkan oleh arus i
f
yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi
sama dan mereka sefasa. Arus i
f
sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus
berbentuk sinus. Oleh karena itu baik tegangan, arus, maupun fluksi mempunyai frekuensi
sama, sehingga kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk fasor
L j j
f i
I E V = = =
dengan adalah fluksi dalam bentuk fasor. Relasi ideal ini memberikan
maks maks rms
f f V =

= 44 , 4
2
2

fmaks fmaks rms
fL i fLi V 44 , 4
2
2
=

=
Relasi ideal memberikan diagram fasor seperti di samping ini
dimana arus yang membangkitkan fluksi yaitu I

sama dengan I
f
.

COTOH-4.5: Melalui sebuah kumparan mengalir arus nonsinus
yang mengandung komponen fundamental 50 Hz, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-5
dengan amplitudo berturut-turut 50, 10, dan 5 A. Jika daya input pada induktor
diabaikan, dan tegangan pada induktor adalah 75 V rms, hitung induktansi induktor.
Penyelesaian:
Jika induktansi kumparan adalah L maka tegangan efektif komponen fundamental,
harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah
L L V
rms L
= = 11100 50 50 44 , 4
1
V
L L V
rms L
= = 6660 10 150 44 , 4
3
V
L L V
rms L
= = 5550 5 250 44 , 4
5
V
sedangkan
2
5
2
3
2
1 rms rms rms Lrms
V V V V + + = . Jadi
L L = + + = 3 , 14084 5550 6660 11100 75
2 2 2

Induktansi kumparan adalah
H 0053 , 0
3 , 14084
75
= = L
V=E
i
I
f
=I







56 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
4.3.2. Fluksi Dalam Inti
Jika tegangan sinus dengan nilai efektif V
rms
dan frekuensi f diterapkan pada induktor, fluksi
magnetik yang timbul dalam inti dihitung dengan formula
f
V
rms
m

=
44 , 4

m
adalah nilai puncak fluksi, dan adalah jumlah lilitan. Melalui contoh berikut ini kita
akan melihat fluksi dalam inti induktor bila tegangan yang diterapkan berbentuk nonsinus.
COTOH-4.6: Sebuah induktor dengan 1200 lilitan mendapat tegangan nonsinus yang
terdiri dari komponen fundamental dengan nilai efektif V
1rms
= 150 V dan harmonisa ke-
3 dengan nilai efektif V
3rms
= 50 V yang tertinggal 135
o
dari komponen fundamental.
Gambarkan kurva tegangan dan fluksi.
Penyelesaian:
Persamaan tegangan adalah
) 135 5 sin( 2 50 sin 2 150
o
0 0
+ = t t v
L

Nilai puncak fluksi fundamental
Wb 563
1200 50 44 , 4
150
1
=

=
m

Fluksi
1m
tertinggal 90
o
dari tegangan (lihat Gb.4.4). Persamaan gelombang fluksi
fundamental menjadi
Wb ) 90 sin( 563
o
0 1
= t
Nilai puncak fluksi harmonisa ke-3
Wb 6 , 62
1200 50 3 44 , 4
50
3
=

=
m

Fluksi
3m
juga tertinggal 90
o
dari tegangan harmonisa ke-3; sedangkan tegangan
harmonisa ke-3 tertinggal 135
o
dari tegangan fundamental. Jadi persamaan fluksi
harmonisa ke-3 adalah
Wb ) 225 3 sin( 6 , 62 ) 90 135 3 sin( 6 , 62
o
0
o o
0 3
= = t t
Persamaan fluksi total menjadi
Wb ) 225 3 sin( 6 , 62 ) 90 sin( 563
0
o
0
+ = t t
Kurva tegangan dan fluksi terlihat pada Gb.4.4.







57

Gb.4.4. Kurva tegangan dan fluksi.
4.3.3. Rugi-Rugi Inti
Dalam induktor nyata, rugi inti menyebabkan fluksi
magnetik yang dibangkitkan oleh i
f
ketinggalan dari i
f

sebesar yang disebut sudut histerisis. Keadaan ini
diperlihatkan pada Gb.4.5. dimana arus magnetisasi I
f

mendahului sebesar . Diagram fasor ini digambar dengan
memperhitungkan rugi hiterisis
Gb.4.5. Diagram fasor
induktor (ada rugi inti)
Dengan memperhitungkan rugi-rugi yang terjadi dalam inti transformator, I
f
dipandang
sebagai terdiri dari dua komponen yaitu I

yang diperlukan untuk membangkitkan , dan I


c

yang diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi I
f
= I

+ I
c
.


Komponen I
c
merupakan arus fiktif yang jika dikalikan dengan V

akan memberikan rugi-rugi
inti
) 90 cos(
o
= =
f c c
VI V I P watt (4.6)
Rugi inti terdiri dari dua komponen, yaitu rugi histerisis dan rugi arus pusar. Rugi histerisis
dinyatakan dengan
vf w P
h h
= (4.7)
P
h
rugi histerisis [watt], w
h
luas loop kurva histerisis dalam [joule/m
3
.siklus], v volume, f
frekuensi. Untuk frekuensi rendah, Steinmetz memberikan formulasi empiris
( )
n
m h h
B K vf P = (4.8)
di mana B
m
adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, n tergantung dari jenis bahan dengan
nilai yang terletak antara 1,5 sampai 2,5 dan K
h
yang juga tergantung jenis bahan (untuk
silicon sheet steel misalnya, K
h
= 0,001). Nilai-nilai empiris ini belum didapatkan untuk
frekuensi harmonisa.
Demikian pula halnya dengan persamaan empiris untuk rugi arus pusar dalam inti
v
2 2 2
=
m e e
B f K P (4.9)
di mana K
e
konstanta yang tergantung material, f frekuensi perubahan fluksi [Hz], B
m
adalah
nilai kerapatan fluksi maksimum, ketebalan laminasi inti, dan v adalah volume material
inti.
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0.01 0.02 0.03 0.04
t [detik]
[V]
[Wb]


v
L
I



I
c
I
f


V=E
i





58 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
4.3.4. Rugi Tembaga
Apabila resistansi belitan tidak diabaikan, V E
1
.
Misalkan resistansi belitan adalah R
1
, maka
1 1
R
f
I E V + = (4.10)
Diagram fasor dari keadaan terakhir, yaitu dengan
memperhitungkan resistansi belitan, diperlihatkan
pada Gb.4.6.
Gb.4.6. Diagram fasor induktor (ada
rugi tembaga).
Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain untuk mengatasi rugi-
rugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi
tembaga, P
cu
. Jadi
= + = + = cos
1
2
f f c cu c in
VI R I P P P P (4.11)
dengan V dan I
f
adalah nilai-nilai efektif dan cos adalah faktor daya.
4.4. Transformator
4.4.1. Ulas Ulang Tentang Transformator
Transformator Berbeban. Rangkaian transformator berbeban dengan arus beban I
2
,
diperlihatkan oleh Gb.4.7. Tegangan induksi E
2
(yang telah timbul dalam keadaan
tranformator tidak berbeban) akan menjadi
sumber di rangkaian sekunder dan
memberikan arus sekunder I
2
. Arus I
2
ini
membangkitkan fluksi magnetik yang
melawan fluksi bersama (sesuai dengan
hukum Lenz) dan sebagian akan bocor,

l2
;
l2
yang sefasa dengan I
2

menginduksikan tegangan E
l2
di belitan
sekunder yang 90
o
mendahului
l2
.
Gb.4.7. Transformator berbeban.
Dengan adanya perlawanan fluksi yang dibangkitkan oleh arus di belitan sekunder itu, fluksi
bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan
primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber
yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam
keadaan transformator tidak berbeban hanya berupa arus magnetisasi I
f
, bertambah menjadi
I
1
setelah transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga
fluksi bersama dipertahankan dan E
1
juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka
persamaan rangkaian di sisi primer tetap terpenuhi.
Karena pertambahan arus primer sebesar (I
1


I
f
)

adalah untuk mengimbangi fluksi lawan
yang dibangkitkan oleh I
2
agar dipertahankan, maka haruslah
( ) ( ) 0
2 2 1 1
= I I I
f
(4.12)
Pertambahan arus primer (I
1
I
f
) disebut arus penyeimbang yang akan mempertahankan .
Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti
makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke
sekunder.
I



I
c
I
f
I
f
R
1
V


E
i



l1
I
1

V
2
l2
I
2
V
1




59
Arus di belitan primer juga memberikan fluksi bocor di belitan primer,
l1
, yang
menginduksikan tegangan E
l1
. Tegangan induksi yang dibangkitkan oleh fluksi-fluksi bocor,
yaitu E
l1
dan E
l2
, dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen
pada reaktansi bocor ekivalen, X
1
dan X
2
,

masing-masing di rangkaian primer dan sekunder.
Jika resistansi belitan primer adalah R
1
dan belitan sekunder adalah R
2
, maka kita peroleh
hubungan
untuk rangkaian di sisi primer
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X j R R
l
I I E E I E V + + = + + = (4.13)
untuk rangkaian di sisi sekunder
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
X j R R
l
I I V E I V E + + = + + = (4.14)
Rangkaian Ekivalen. Secara umum, rangkaian ekivalen adalah penafsiran secara rangkaian
elektrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk
transformator, rangkaian ekivalen diperoleh dari tiga persamaan yang diperoleh di atas.
Dengan relasi
1 1 2
/ E E E = = a dan
1 1 2
I I I = = a di mana
2 1
/ a = , tiga persamaan
tersebut di atas dapat kita tulis kembali sebagai satu set persamaan sebagai berikut.
Untuk rangkaian di sisi sekunder, (4.14) kita tuliskan
2 2 2 2 2
1
2
X j R
a
I I V
E
E + + = =
Dari persamaan untuk rangkaian sisi primer (4.13), kita peroleh

1 1 1 1 1 1
X j R I I V E =
sehingga persamaan untuk rangkaian sekunder dapat kita tuliskan
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1
2
X j R
a
X j R
a
I I V
I I V E
E + + =

= =
Karena
a
2
1
I
I = maka persamaan ini dapat kita tuliskan
( ) ( )
2 1 2 2 1 2 2
2
2
1
2 2
2
1
2 2
2
1 2
2
1 2
2 2 2 2 2
1


I I V
I I V
I I
I I V
V
X X j R R
a
X
X j
a
R
R
a
X j
a
R
X j R
a
+ + + + =
|
|

\
|
+ +
|
|

\
|
+ + =
+ + + + =
(4.15)
dengan
2
1
1
2
1
1
;
a
X
X
a
R
R = =
Persamaan (4.15) ini, bersama dengan persamaan (4.12) yang dapat kita tuliskan
f f
a a a I I I I I = =
1 1 2
, memberikan rangkaian ekivalen untuk transformator berbeban.
Akan tetapi pada transformator yang digunakan pada sistem tenaga listrik, arus magnetisasi
hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Oleh karena itu, jika I
f

diabaikan terhadap I
1
maka kesalahan dalam menghitung I
2
dapat dianggap kecil.





60 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Pengabaian ini akan membuat
1 1 2
I I I = = a . Dengan pendekatan ini, dan persamaan (4.15),
kita memperoleh rangkaian ekivalen yang disederhanakan dari transformator berbeban.
Gb.4.8. memperlihatkan rangkaian ekivalen transformator berbeban dan diagram fasornya.

Gb.4.8. Rangkaian ekivalen transformator dan diagram fasor.
4.4.2. Fluksi Dan Rugi-Rugi Karena Fluksi
Seperti halnya pada induktor, transformator memiliki rugi-rugi inti, yang terdiri dari rugi
hiterisis dan rugi arus pusar dalam inti. Fluksi magnetik, rugi-rugi histerisis, dan rugi-rugi
arus pusar pada inti dihitung seperti halnya pada induktor.
Rugi-Rugi Pada Belitan. Selain rugi-rugi tembaga pada belitan sebesar P
cu
= I
2
R, pada
belitan terjadi rugi-rugi tambahan arus pusar, P
l
, yang ditimbulkan oleh fluksi bocor.
Sebagaimana telah dibahas, fluksi bocor ini menimbulkan tegangan induksi E
l1
dan E
l2
,
karena fluksi ini melingkupi sebagian belitan; E
l1
dan E
l2
dinyatakan dengan suatu besaran
ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X
1
dan X
2
. Selain
melingkupi sebagian belitan, fluksi bocor ini juga menembus konduktor belitan dan
menimbulkan juga arus pusar dalam konduktor belitan; arus pusar inilah yang menimbulkan
rugi-rugi tambahan arus pusar, P
l
.
Berbeda dengan rugi arus pusar yang terjadi dalam inti, yang dapat diperkecil dengan cara
membangun inti dari lapisan lembar tipis material magnetik, rugi arus pusar pada konduktor
tidak dapat ditekan dengan cara yang sama. Ukuran konduktor harus tetap disesuaikan
dengan kebutuhan untuk mengalirkan arus; tidak dapat dibuat berpenampang kecil. Oleh
karena itu rugi-rugi arus pusar ini perlu diperhatikan karena nilainya sebanding dengan
kuadrat frekuensi, seperti halnya rugi arus pusar pada inti yang diberikan pada formula
empiris (4.9). Rugi arus pusar pada belitan (stray losses) P
l
ini dapat kita analogikan dengan
rugi arus pusar pada inti dan kita nyatakan dengan formula
2 2
m l l
B f K P = (4.16)
dengan K
l
adalah suatu konstanta yang tergantung dari material konduktor, penampang dan
panjang konduktor; f frekuensi, dan B
m
nilai maksimum kerapatan fluksi yang dapat
dianggap sebanding dengan nilai maksimum arus. Namun dalam menghitung P
l
kita tidak
menggunakan formula (4.16) melainkan memperhitungkan rugi arus pusar sebagai proporsi
tertentu dari rugi tembaga yang ditimbulkan oleh arus tersebut, dengan tetap mengingat
bahwa rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat ferkuensi. Proporsi ini berkisar antara 2%
sampai 15% tergantung dari ukuran transformator. Kita lihat dua contoh berikut.

jX
e
= j(X
2
+ X
1
)
R
e
= R
2
+R
1
I
2
= I
1
V
1
/a
V
2
I
2
I
2
R
e
V
2
V
1
/a
jI
2
X
e




61
Contoh-4.7: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 mengalir arus
sinusoidal murni bernilai efektif 40 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi
arus pusar yang diakibatkan oleh arus ini adalah 5% dari rugi tembaga P
cu
= I
2
R.
Penyelesaian:
Rugi tembaga W 80 05 , 0 40
2
= =
cu
P
Rugi arus pusar W 4 80 05 . 0 % 5 = =
cu
P
Rugi daya total pada belitan 80 + 4 = 84 W.
Contoh-4.8: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 mengalir arus
nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental bernilai efektif 40 A, dan harmonisa
ke-7 bernilai efektif 6 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar
diperhitungkan 10% dari rugi tembaga P
cu
= I
2
R.
Penyelesaian:
Rugi tembaga total adalah
W 8 , 81 05 , 0 ) 6 40 (
2 2 2
= + = = R I P
rms cu

Rugi arus pusar komponen fundamental
W 8 05 , 0 40 1 , 0 1 , 0
2 2
1 1
= = = R I P
rms l

Rugi arus pusar harmonisa ke-7
W 8 , 8 05 , 0 6 7 1 , 0 7 1 , 0
2 2 2
7
2
7
= = = R I P
rms l

Rugi daya total adalah
W 6 , 98 8 , 8 8 8 , 81
7 1
= + + = + + =
l l cu total
P P P P
Contoh-4.8 ini menunjukkan bahwa walaupun arus harmonisa memiliki nilai puncak lebih
kecil dari nilai puncak arus fundamental, rugi arus pusar yang ditimbulkannya bisa memiliki
proporsi cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat
frekuensi.
4.4.3. Faktor K
Faktor K digunakan untuk menyatakan adanya rugi arus pusar pada belitan. Ia menunjukkan
berapa rugi-rugi arus pusar yang timbul secara keseluruhan.
Nilai efektif total arus nonsinus yang dapat menimbulkan rugi arus pusar adalah
A
1
2

=
=
k
n
nrms Trms
I I (4.17)
dengan k adalah tingkat harmonisa tertinggi yang masih diperhitungkan. Dalam relasi (4.17)
kita tidak memasukkan komponen searah karena komponen searah tidak menimbulkan rugi
arus pusar.
Rugi arus pusar total adalah jumlah dari rugi arus pusar yang ditimbulkan oleh tiap-tiap
komponen arus dan tiap-tiap komponen arus menimbulkan rugi arus pusar sebanding dengan
kuadrat frekuensi dan kuadrat arus masing-masing.





62 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Jika arus nonsinus ini mengalir pada belitan yang memiliki resistansi R
0
, dan rugi-rugi arus
pusar tiap komponen arus dinyatakan dalam proporsi g terhadap rugi tembaga yang
ditimbulkannya, maka rugi arus pusar total adalah
W
1
2 2
0
=
=
k
n
nrms K
I n gR P (4.18)
Rugi tembaga total yang disebabkan oleh arus ini adalah
W
2
0
1
2
0 Trms
k
n
nrms cu
I R I R P = =

=
(4.19)
Dengan (4.19) maka (4.18) dapat ditulis sebagai
W
2
0 Trms K
I gKR P = (4.20)
dengan
2
1
2 2
Trms
k
n
nrms
I
I n
K

=
= (4.21)
K disebut faktor rugi arus pusar (stray loss factor).
Faktor K dapat dituliskan sebagai

= =
= =
k
n
pu n
k
n Trms
nrms
I n
I
I
n K
1
2
) (
2
1
2
2
2
(4.21.a)
dengan
Trms
nrms
pu n
I
I
I =
) (

Faktor K bukanlah karakteristik transformator melainkan karakteristik sinyal. Walaupun
demikian suatu transformator harus dirancang untuk mampu menahan pembebanan nonsinus
sampai batas tertentu.
COTOH-4.9: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,08 mengalir
arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan harmonisa
ke-11 bernilai efektif berturut-turut 40 A, 15 A, dan 5 A. Hitung: (a) nilai efektif arus
total; (b) faktor K; (c) rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar
diperhitungkan 5% dari rugi tembaga.
Penyelesaian:
(a) Nilai efektif arus total adalah
A 43 5 15 40
2 2 2
= + + =
Trms
I
(b) Faktor K adalah
59 , 3
43
5 11 15 3 40
2
2 2 2 2 2
=
+ +
= K
(c) Rugi daya total P
tot
, terdiri dari rugi tembaga P
cu
dan rugi arus pusar P
l
.
W 148 08 , 0 43
2
= =
cu
P




63
W 6 , 26 59 , 3 148 05 , 0 = = = K gP P
cu l

W 6 , 174 6 , 26 148 = + =
tot
P
4.5. Tegangan Maksimum Pada Piranti
Kehadiran komponen harmonisa dapat menyebabkan piranti mendapatkan tegangan lebih
besar dari yang seharusnya. Hal ini bisa terjadi pada piranti-piranti yang mengandung R, L,
C, yang mengandung harmonisa sekitar frekuensi resonansinya. Berikut ini kita lihat sebuah
contoh.
COTOH-4.8: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, 12 kV mempunyai resistansi internal 1
dan reaktansi internal 6,5 . Sumber ini mencatu beban melalui kabel yang mempunyai
kapasitansi total 2.9 F. Tegangan terbangkit di sumber adalah
t t e
0 0
13 sin 170 sin 17000 + = . Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung
kabel, hitunglah tegangan maksimum pada kabel.
Penyelesaian:
Tegangan mengandung harmonisa ke-13. Pada frekuensi fundamental terdapat
impedansi internal
+ = 5 , 6 1
int 1
j Z
ernal
; = + = 58 , 6 5 , 6 1
2 2
int
1
Z
Pada harmonisa ke-13 terdapat impedansi
+ = 5 , 6 13 1
int 13
j Z ; = + = 5 , 84 ) 5 , 6 13 ( 1
2 2
int
13
Z
Impedansi kapasitif kabel
=


=

6 , 1097
10 9 , 2
6
0
1
j
j
Z
C
; =


=

4 , 84
10 9 , 2 13
6
0
13
j
j
Z
C

Impedansi total rangkaian seri R-L-C
+ = 6 , 1097 5 , 6 1
1
j j Z
tot
; = 1 , 1091
1tot
Z
+ = 4 , 84 5 , 6 13 1
13
j j Z
tot
; = 0 , 1
13tot
Z
Tegangan fundamental kabel untuk frekuensi fundamental
V 17101 17000
1 , 1091
6 , 1097
1
1
1
1
= = =
m
tot
C
m
e
Z
Z
V
V 14315 170
0 , 1
4 , 84
13
13
13
13
= = =
m
tot
C
m
e
Z
Z
V
Nilai puncak V
1m
dan V
13m
terjadi pada waktu yang sama yaitu pada seperempat perioda,
karena pada harmonisa ke-13 ada 13 gelombang penuh dalam satu perioda fundamental
atau 6,5 perioda dalam setengah perioda fundamental. Jadi tegangan maksimum yang
diterima kabel adalah jumlah tegangan maksimum fundamental dantegangan maksimum
harmonisa ke-13.





64 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
kV 31,4 V 31416 14315 17101
13 1
= + = + =
m m m
V V V
Tegangan ini cukup tinggi dibanding dengan tegangan maksimum fundamental yang
hanya 17 kV. Gambar berikut ini memperlihatkan bentuk gelombang tegangan.

Gb.4.9. Bentuk gelombang tegangan.
4.6. Partial Discharge
Contoh-4.8. memberikan ilustrasi bahwa adanya hamonisa dapat menyebabkan tegangan
maksimum pada suatu piranti jauh melebihi tegangan fundamentalnya. Tegangan lebih yang
diakibatkan oleh adanya harmonisa seperti ini bisa menyebabkan terjadinya partial
discharge pada piranti, walaupun sistem bekerja normal dalam arti tidak ada gangguan. Jika
hal ini terjadi umur piranti akan sangat diperpendek yang akan menimbulkan kerugtian besar
secara finansial.
4.7. Alat Ukur Elektromekanik
Daya sumber diperoleh dengan mengalikan tegangan sumber dan arus sumber. Proses ini
dalam praktik diimplementasikan misalnya pada alat ukur tipe elektrodinamis dan tipe
induksi. Pada wattmeter elektrodinamis, bagian pengukurnya terdiri dari dua kumparan, satu
kumparan diam dan satu kumparan berputar. Satu kumparan dihubungkan ke tegangan dan
satu kumparan dialiri arus beban. Jika masing-masing arus di kedua kumparan adalah
t I k i
v v
= sin
1
dan ) sin(
2
+ = t I k i
i i
, maka kedua arus menimbulkan medan magnit
yang sebanding dengan arus di kedua kumparan. Momen sesaat yang terjadi sebagai akibat
interaksi medan magnetik kedua kumparan sebanding dengan perkalian kedua arus
) sin( sin
3
+ = t I t I k m
i v e

Momen sesaat ini, melalui suatu mekanisme tertentu, menyebabkan defleksi jarum penunjuk
(yang didukung oleh kumparan yang berputar) yang menunjukkan besar daya pada sistem
arus bolak balik.
= cos
irms vrms
I kI
Pada alat ukur tipe induksi, seperti kWh-meter elektromekanik yang masih banyak
digunakan, kumparan tegangan dihubungkan pada tegangan sumber sementara kumparan
arus dialiri arus beban. Bagan alat ukur ini terlihat pada Gb.4.10.
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0 0.005 0.01 0.015 0.02
[kV]
v
1
v
1
+v
13
[detik]




65

Gb.4.10. Bagan KWh-meter tipe induksi.
Masing-masing kumparan menimbulkan fluksi magnetik bolak-balik yang menginduksikan
arus bolak-balik di piringan aluminium. Arus induksi dari kumparan arus ber-interaksi
dengan fluksi dari kumparan tegangan dan arus induksi dari kumparan tegangan berinteraksi
dengan fluksi magnetik kumpran arus. Interaksi arus induksi dan fluksi magnetik tersebut
menimbulkan momen putar pada piringan sebesar
= sin
i v e
kf M
di mana f adalah frekuensi,
v
dan
i
fluksi magnetik efektif yang ditimbulkan oleh
kumparan tegangan dan kumparan arus, adalah selisih sudut fasa antara kedua fluksi
magnetik bolak-balik tersebut, dan k adalah suatu konstanta. Momen putar ini dilawan oleh
momen lawan yang diberikan oleh suatu magnet permanen sehingga piringan berputar
dengan kecepatan tertentu pada keadaan keseimbangan antara kedua momen. Perputaran
piringan menggerakkan suatu mekanisme penghitung.
Hadirnya arus harmonisa di kumparan arus, akan muncul juga pada
i
. Jika
v
berbentuk
sinus murni sesuai dengan bentuk tegangan maka M
e
akan berupa hasil kali tegangan dan
arus komponen fundamental. Frekuensi harmonisa sulit untuk direspons oleh kWh meter
tipe induksi. Pertama karena kelembaman sistem yang berputar, dan kedua karena kWh-
meter ditera pada frekuensi f dari komponen fundamental, misalnya 50 Hz. Dengan demikian
penunjukkan alat ukur tidak mencakup kehadiran arus harmonisa, walaupun kehadiran
harmonisa bisa menambah rugi-rugi pada inti kumparan arus.
4.8. Resume
Secara keseluruhan, kehadiran harmonisa akan membawa dampak sebagai berikut.
a. Penambahan rugi-rugi panas pada piranti yang berarti peningkatan susut energi pada
jaringan distribusi. Penambahan susut energi ini dapat ditekan dengan membatasi THD
sehingga penambahan susut ini masih dalam batas toleransi.
b. Adanya penambahan susut energi tidak terekam oleh alat ukur energi dari jenis
elektromekanik.
c. Walaupun peningkatan susut energi pada jaringan distribusi masih dalam batas toleransi,
tetapi losses itu terkonsentrasi pada bagian-bagian tertentu dari piranti. Hal ini perlu
mendapat perhatian karena peningkatan panas pada piranti bisa berarti percepatan
penuaan.
d. Selain pemanasan, kehadiran harmonisa bisa menyebabkan tegangan maksimum yang
lebih tinggi dari tegangan fundamental, yang bisa mengakibatkan terjadinya partial
discharge, walaupun sistem bekerja dalam keadaan normal. Hal ini akan memperburuk
keadaan karena proses penuaan peralatan akan jauh lebih cepat terjadi.

piringan Al

S
1 S
1
S
2
S
2





66 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa






67

BAB 5
Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa


Analisis harmonisa dalam sistem tiga fasa berikut ini dilakukan dengan anggapan beban
seimbang.
5.1. Komponen Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa
Frekuensi Fundamental. Pada pembebanan
seimbang, komponen fundamental berbeda fasa
120
o
antara masing-masing fasa. Perbedaan fasa
120
o
antar fasa ini timbul karena perbedaan
posisi kumparan jangkar terhadap siklus medan
magnet, yaitu sebesar 120
o
sudut magnetik. Hal
ini dijelaskan pada Gb.5.1.
Gb.5.1. memperlihatkan skema generator empat
kutub; 180
o
sudut mekanis ekivalen dengan 360
o

sudut magnetik. Dalam siklus magnetik yang
pertama sebesar 360
o
magnetik, yaitu dari kutub
magnetik U ke U berikutnya, terdapat tiga
kumparan yaitu kumparan fasa-a (a
1
-a
11
),
kumparan fasa-b (b
1
-b
11
), kumparan fasa-c (c
1
-c
11
)
.
Antara posisi kumparan fasa-a dan fasa-b

terdapat pergeseran sudut magnetik 120
o
; antara posisi kumparan fasa-b dan fasa-c

terdapat
pergeseran sudut magnetik 120
o
; demikian pula halnya dengan kumparan fasa-c dan fasa-a.
Perbedaan posisi inilah yang menimbulkan perbedaan sudut fasa antara tegangan di fasa-a,
fasa-b, fasa-c.
Harmonisa Ke-3. Hal yang sangat berbeda terjadi pada komponen harmonisa ke-3. Pada
harmonisa ke-3 satu siklus komponen fundamental, atau 360
o
, berisi 3 siklus harmonisa ke-3.
Hal ini berarti bahwa satu siklus harmonisa ke-3 memiliki lebar 120
o
dalam skala komponen
fundamental; nilai ini tepat sama dengan beda fasa antara komponen fundamental fasa-a dan
fasa-b. Oleh karena itu tidak ada perbedaan fasa antara harmonisa ke-3 di fasa-a dan fasa-b.
Hal yang sama terjadi antara fasa-b dan fasa-c seperti terlihat pada Gb.5.2

Gb.5.2. Tegangan fundamental dan harmonisa ke-3 pada fasa-a, fasa-b, dan
fasa-c.
Pada gambar ini tegangan v
1a
, v
1b
, v
1c
, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c,
yang saling berbeda fasa 120
o
. Tegangan v
3a
, v
3b
, v
3c
, adalah tegangan harmonisa ke-3 di
fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan terpotong untuk memperlihatkan bahwa
-300
-200
-100
0
100
200
300
0 90 180 270 360 [
o
]
V
v
3a
v
1b
v
1c
v
3b
v
3c
v
1a
180
o
mekanis = 360
o
magnetik
S
U
S
U
a
2
a
1
b
1
a
11
c
1
b
2
c
2
b
11
c
22 b
22
c
11
Gb.5.1. Skema generator empat kutub





68 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
mereka sefasa. Diagram fasor harmonisa ke-3 digambarkan pada Gb.5.3. Jika V
3a
, V
3b
, V
3c

merupakan fasor tegangan fasa-netral maka
tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-3
adalah nol.
Hal serupa terjadi pada harmonisa kelipatan tiga
yang lain seperti harmonisa ke-9. Satu siklus
fundamental berisi 9 siklus harmonisa yang berarti
lebar satu siklus adalah 40
o
dalam skala fundamental. Jadi lebar 3 siklus harmonisa ke-9
tepat sama dengan beda fasa antar fundamental, sehingga tidak ada perbedaan sudut fasa
antara harmonisa ke-9 di fasa-a, fasa-b, dan fasa-c.
Harmonisa ke-5. Gb.5.4. memperlihatkan kurva tegangan fundamental dan harmonisa ke-5.
Tegangan v
1a
, v
1b
, v
1c
, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c. Tegangan v
5a
, v
5b
,
v
5c
, adalah tegangan harmonisa ke-5 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan
terpotong untuk menunjukkan bahwa mereka berbeda fasa.

Gb.5.4. Fundamental dan harmonisa ke-5
Satu siklus fundamental berisi 5 siklus harmonisa atau satu siklus harmonisa mempunyai
lebar 72
o
dalam skala fundamental. Perbedaan fasa
antara v
5a
dan v
5b
adalah (2 72
o
120
o
) = 24
o

dalam skala fundamental atau 120
o
dalam skala
harmonisa ke-5; beda fasa antara v
5b
dan v
5c
juga
120
o
. Diagram fasor dari harmonisa ke-5 terlihat
pada Gb.5.5. Jika V
5a
, V
5b
, V
5c
merupakan fasor
tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line
to line) harmonisa ke-5 adalah 3 kali lebih
besar dari tegangan fasa-netral-nya.
Harmonisa Ke-7. Satu siklus harmonisa ke-7 memiliki lebar 51,43
o
dalam skala
fundamental. Perbedaan fasa antara v
7a
dan v
7b

adalah (3 51,43
o
120
o
) = 34,3
o
dalam skala
fundamental atau 240
o
dalam skala harmonisa
ke-7; beda fasa antara v
7b
dan v
7c
juga 240
o
.
Diagram fasor dari harmonisa ke-7 terlihat pada
Gb.5.6. Jika V
7a
, V
7b
, V
7c
merupakan fasor
tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa
(line to line) harmonisa ke-7 adalah 3 kali
lebih besar dari tegangan fasa-netral-nya.

-300
-200
-100
0
100
200
300
0 90 180 270 360
v
1a
V
v
1b
v
1c
v
5a v
5b
v
5c
[
o
]
Gb.5.3. Diagram fasor harmonisa ke-3.
V
3a

V
3b

V
3c


Gb.5.5. Diagram fasor harmonisa ke-5.
V
5a
V
5c
V
5b
Gb.5.6. Diagram fasor harmonisa ke-7.
V
7a
V
7b
V
7c




69
5.2. Relasi Tegangan Fasa-Fasa dan Fasa-etral
Pada tegangan sinus murni, relasi antara tegangan fasa-fasa dan fasa-netral dalam
pembebanan seimbang adalah
fn fn ff
V V V 732 , 1 3 = =
di mana V
ff
tegangan fasa-fasa dan V
f-n
tegangan fasa-netral. Apakah relasi masih berlaku
jika tegangan berbentuk gelombang nonsinus. Kita akan melihat melalui contoh berikut.
COTOH-5.1: Tegangan fasa-netral suatu generator 3 fasa terhubung bintang mengandung
komponen fundamental dengan nilai puncak 200 V, serta harmonisa ke-3, 5, 7, dan 9
dengan nilai puncak berturut-turut 40, 25, 20, 10 V. Hitung rasio tegangan fasa-fasa
terhadap tegangan fasa-netral.
Penyelesaian:
Dalam soal ini harmonisa tertinggi yang diperhitungkan adalah harmonisa ke-9,
walaupun nilai puncak harmonisa tertinggi ini masih 5% dari nilai puncak komponen
fundamental.
Nilai efektif tegangan fasa-netral fundamental sampai harmonisa ke-9 berturut-turut
adalah nilai puncak dibagi 2 :
V 42 , 141
1
=
n f
V ; V 28 , 28
3
=
n f
V ; V 68 , 17
5
=
n f
V
V 14 , 14
7
=
n f
V ; V 07 , 7
9
=
n f
V
Nilai efektif tegangan fasa-netral total
V 16 , 146 7,07 14,14 17,68 28,28 42 , 141
2 2 2 2 2
= + + + + =
n f
V
Nilai efektif tegangan fasa-fasa setiap komponen adalah
V 95 , 244
1
=
f f
V ; V 0
3
=
f f
V ; V 26,27
5
=
f f
V
V 11 , 22
7
=
f f
V ; V 0
9
=
f f
V
Nilai efektif tegangan fasa-fasa total
V 35 , 247 0 11 , 2 2 27 , 6 2 0 95 , 244
2 2 2
= + + + + =
f f
V
Rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral
70 , 1
16 , 146
35 , 247
= =

n f
f f
V
V

Perbedaan nilai perhitungan tegangan efektif fasa-netral dan tegangan efektif fasa-fasa
terlatak pada adanya harmonisa kelipatan tiga; tegangan fasa-fasa harmonisa ini bernilai nol.





70 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
5.3. Hubungan Sumber Dan Beban
5.3.1. Generator Terhubung Bintang
Jika belitan jangkar generator terhubung bintang, harmonisa kelipatan tiga yang terkandung
pada tegangan fasa-netral tidak muncul pada tegangan fasa-fasa-nya. Kita akan melihatnya
pada contoh berikut.
COTOH-5.2: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung bintang membangkitkan
tegangan fasa-netral yang berbentuk gelombang nonsinus yang dinyatakan dengan
persamaan
V 5 sin 100 3 sin 200 sin 800
0 0 0
t t t v + + =
Generator ini mencatu tiga induktor terhubung segi-tiga yang masing-masing
mempunyai resistansi 20 dan induktansi 0,1 H. Hitung daya nyata yang diserap beban
dan faktor daya beban.
Penyelesaian:
Nilai efektif komponen tegangan fasa-netral adalah
V 2 / 800
1
=
rms fn
V ; V 2 / 200
3
=
rms fn
V ; V 2 / 100
5
=
rms fn
V .
Tegangan fasa-fasa sinyal nonsinus tidak sama dengan 3 kali tegangan fasa-netralnya.
Akan tetapi masing-masing komponen merupakan sinyal sinus; oleh karena itu tegangan
fasa-fasa masing-masing komponen adalah 3 kali tegangan fasa-netral-nya.
( ) V 3/2 800 3 2 / 800
1
= =
rms ff
V ; V 0
3
=
rms ff
V ; V 2 / 3 100
5
=
rms ff
V
V 4 , 987 ) 2 / 3 ( 100 ) 2 / 3 ( 800
2 2
= + =
ffrms
V
Reaktansi beban per fasa untuk tiap komponen
= = 42 , 31 1 , 0 50 2
1
X ; = = 25 , 94 3
1 3
X X ; = = 08 , 157 5
1 5
X X
Impedansi beban per fasa untuk tiap komponen
= + = 24 , 37 42 , 31 20
2 2
1 f
Z
= + = 35 , 96 25 , 94 20
2 2
3 f
Z
= + = 35 , 158 08 , 157 20
2 2
5 f
Z
Arus fasa:
A 3 , 26
24 , 37
2 / 3 800
1
1
1
= = =
f
rms ff
rms f
Z
V
I
A 0
1
3
3
= =
f
rms ff
rms f
Z
V
I
A 77 , 0
35 , 158
2 / 3 100
5
5
5
= = =
f
rms ff
rms f
Z
V
I




71
A 32 , 26 77 , 0 3 , 26
2 2
= + =
frms
I
Daya nyata diserap beban
kW 41,6 W 41566 20 3
2
= =
frms
b
I P
Daya kompleks beban
kW 78 W 77967 32 , 26 4 , 987 3 3 = = =
f ff b
I V S
Faktor daya beban
53 , 0
78
6 , 41
. . = = =
b
b
S
P
d f
5.3.2. Generator Terhubung Segitiga
Jika belitan jangkar generator terhubung segitiga, maka tegangan harmonisa kelipatan tiga
akan menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada belitan jangkar generator tersebut.
COTOH-5.3: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung segitiga. Resistansi dan
induktansi per fasa adalah 0,06 dan 0,9 mH. Dalam keadaan tak berbeban tegangan
fasa-fasa mengandung harmonisa ke-3, -7, dan -9, dan -15 dengan amplitudo berturut-
turut 4%, 3%, 2% dan 1% dari amplitudo tegangan fundamental. Hitunglah arus
sirkulasi dalam keadaan tak berbeban, jika eksitasi diberikan sedemikian rupa sehingga
amplitudo tegangan fundamental 1500 V.
Penyelesaian:
Arus sirkulasi di belitan jangkar yang terhubung segitiga timbul oleh adanya tegangan
harmonisa kelipatan tiga, yang dalam hal ini adalah harmonisa ke-3, -9, dan -15.
Tegangan puncak dan tegangan efektif masing-masing komponen harmonisa ini di
setiap fasa adalah
V 60 1500 % 4
3
= =
m
V ; V 2 / 60
3
=
rms
V
V 30 1500 % 2
9
= =
m
V ; V 2 / 30
9
=
rms
V
V 15 1500 % 1
15
= =
m
V ; V 2 / 15
15
=
rms
V
Reaktansi untuk masing-masing komponen adalah
= =

283 , 0 10 9 , 0 50 2
3
1
X
= = 85 , 0 3
1 3
X X
= = 55 , 2 9
1 9
X X
= = 24 , 4 15
1 15
X X
Impedansi di setiap fasa untuk komponen harmonisa
= + = 85 , 0 85 , 0 06 , 0
2 2
3
Z
= + = 55 , 2 54 , 2 06 , 0
2 2
9
Z
= + = 24 , 4 24 , 4 06 , 0
2 2
15
Z





72 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Arus sirkulasi adalah
A 89 , 49
85 , 0
2 / 60
3
= =
rms
I
A 33 , 8
55 , 2
2 / 30
9
= =
rms
I
A 5 , 2
24 , 4
2 / 15
15
= =
rms
I
A 6 , 50 5 , 2 33 , 8 89 , 48
2 2 2
) (
= + + =
rms sirkulasi
I
5.3.3. Sistem Empat Kawat
Dalam sistem empat kawat, di mana titik netral sumber terhubung ke titik netral beban,
harmonisa kelipatan tiga akan mengalir melalui penghantar netral. Arus di penghantar netral
ini merupakan jumlah dari ketiga arus di setiap fasa; jadi besarnya tiga kali lipat dari arus di
setiap fasa.
COTOH-5.4: Tiga kumparan dihubungkan bintang; masing-masing kumparan mempunyai
resistansi 25 dan induktansi 0,05 H. Beban ini dihubungkan ke generator 3 fasa,
50Hz, dengan kumparan jangkar terhubung bintang. Tegangan fasa-netral mempunyai
komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan ke-5 dengan nilai puncak berturut-turut
360 V, 60 V, dan 50 V. Penghantar netral menghubungkan titik netral generator dan
beban. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di
penghantar netral; (d) daya diserap beban.
Penyelesaian:
(a) Tegangan fasa-netral efektif setiap komponen
V 4 , 35
V; 4 , 42
V; 6 , 254
5
3
1
=
=
=
rms fn
rms fn
rms fn
V
V
V

Reaktansi per fasa
= = 70 , 15 05 , 0 50 2
1
X
= = 12 , 47 3
1 3
X X
= = 54 , 78 5
1 5
X X
Impedansi per fasa
= + = 53 , 29 70 , 15 25
2 2
1
Z
= + = 35 , 53 12 , 47 25
2 2
3
Z
= + = 42 , 82 54 , 78 25
2 2
5
Z
Arus saluran




73
A 62 , 8
53 , 29
6 , 254
1
= =
rms
I
A 795 , 0
35 , 53
4 , 42
3
= =
rms
I
A 43 , 0
42 , 82
4 , 35
5
= =
rms
I
A 67 , 8 43 , 0 795 , 0 62 . 8
2 2 2

= + + =
rms saluran
I
(b) Tegangan fasa-fasa setiap komponen
V 24 , 61 V; 0 V; 9 , 440
5 3 1
= = =
f f f f f f
V V V
Tegangan fasa-fasa
V 445 2 , 61 0 9 , 440
2 2
= + + =
f f
V
Arus di penghantar netral ditimbulkan oleh harmonisa ke-3, yang merupakan arus
urutan nol.
A 39 , 2 795 , 0 3 3
3
= = =
rms netral
I I
(c) Daya yang diserap beban adalah daya yang diserap elemen resistif 25 , yaitu
R I P
n f
=

2
3 . Arus beban terhubung bintang sama dengan arus saluran. Jadi
daya yang diserap beban adalah
kW 5,64 W 5636 25 67 , 8 3 3
2 2
= = = = R I P
b

5.3.4. Sistem Tiga Kawat
Pada sistem ini tidak ada hubungan antara titik netral sumber dan titik netral beban. Arus
harmonisa kelipatan tiga tidak mengalir. Kita akan melihat kondisi ini dengan menggunakan
contoh berikut.
COTOH-5.5: Persoalan seperti pada contoh-29-4 akan tetapi penghantar netral yang
menghubungkan titik netral generator dan beban diputus. Hitung nilai efektif (a) arus
saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap
beban.
Penyelesaian:
(a) Karena penghantar netral diputus, arus harmonisa ke-3 tidak mengalir. Arus
fundamental dan harmonisa ke-5 telah dihitung pada contoh-6.4. yaitu
A 62 , 8
53 , 29
6 , 254
1
= =
rms
I
A 43 , 0
42 , 82
4 , 35
5
= =
rms
I
Arus saluran menjadi A 63 , 8 43 , 0 62 , 8
2 2

= + =
rms saluran
I





74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
(b) Walaupun arus harmonisa ke-3 tidak mengalir, tegangan fasa-netral harmonisa ke-
3 tetap hadir namun tegangan ini tidak muncul pada tegangan fasa-fasa. Keadaan
ini seperti keadaan sebelum penghantar netral diputus
V 445 2 , 61 0 9 , 440
2 2
= + + =
f f
V
(c) Arus di penghantar netral = 0 A
(d) Daya yang diserap beban
kW 5,59 W 5589 25 63 , 8 3 3
2 2
= = = = R I P
b

5.4. Sumber Bekerja Paralel
Untuk mencatu beban yang besar sumber-sumber pada sistem tenaga harus bekerja paralel.
Jika sumber terhubung bintang dan titik netral masing-masing sumber ditanahkan, maka
akan mengalir arus sirkulasi melalui pentanahan apabila terdapat tegangan harmonisa
kelipatan tiga.
COTOH-5.6: Dua generator tiga fasa, 20 000 kVA, 10 000 V, terhubung bintang, masing-
masing mempunyai reaktansi jangkar 20% tiap fasa. Tegangan terbangkit mengandung
harmonisa ke-3 dengan amplitudo 10% dari amplitudo fundamental. Kedua generator
bekerja paralel, dan titik netral masing-masing ditanahkan melalui reaktansi 10%.
Hitunglah arus sirkulasi di pentanahan karena adanya harmonisa ke-3.
Penyelesaian:
Tegangan kedua generator adalah
V 10000 =
ffrms
V
V 5774
3
10000
= =
fnrms
V
Reaktansi jangkar 20% : =

= 1
1000 000 20
5774 3
% 20
2
a
X
Reaktansi pentanahan 10% : =

= 5 , 0
1000 000 20
5774 3
% 10
2
g
X
Reaktansi pentanahan untuk urutan nol : = = 5 , 1 5 , 0 3
0
X
Tegangan harmonisa ke-3 adalah 10% dari tegangan fundamental :
V 4 , 577
3
=
rms fn
V
Kedua generator memiliki X
a
dan X
g
yang sama besar dengan tegangan harmonisa ke-3
yang sama besar pula. Arus sirkulasi akibat tegangan harmonisa ke-3 adalah
( )
A 231
5 , 2
4 , 577
0
3
= =
+
=
X X
V
I
a
rms fn
sirkulasi





75
5.5. Penyaluran Energi ke Beban
Dalam jaringan distribusi, untuk menyalurkan energi ke beban digunakan penyulang
tegangan menengah yang terhubung ke transformator dan dari transformator ke beban. Suatu
kapasitor dihubungkan paralel dengan beban guna memperbaiki faktor daya. Dalam analisis
harmonisa kita menggunakan model satu fasa dari jaringan tiga fasa.
5.5.1. Penyulang
Dalam model satu fasa, penyulang diperhitungkan sebagai memiliki resistansi, induktansi,
kapasitansi. Dalam hal tertentu elemen ini bisa diabaikan.

5.5.2. Transformator
Perilaku transformator dinyatakan dengan persamaan

1 1 1 1 1 1
X j R I I E V + + =

2 2 2 2 2 2
X j R I I V E + + =
a

f
2
2
1
2
2 2 1
dengan
I
I I I I I = = + =
1 1 1 1 1
, , , , X R E I V berturut turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan,
resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian primer.
2 2 2 2 2
, , , , X R E I V berturut turut adalah
tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor
rangkaian sekunder; V
2
sama dengan tegangan pada beban. E
1
sefasa dengan E
2
karena
dibangkitkan (diinduksikan) oleh fluksi yang sama, sehingga nilai masing-masing sebanding
dengan jumlah lilitan,
1
dan
2
. Jika
2 1
/ a = maka dilihat dari sisi sekunder nilai E
1

menjadi a E E / '
1 1
= , I
1
menjadi
1 1
' aI I = , R
1
menjadi R
1
/a
2
, X
1
menjadi X
1
/a
2
. Rangkaian
ekivalen transformator berbeban menjadi seperti pada Gb.5.7.a. Dengan mengabaikan arus
eksitasi I
f
dan menggabungkan resistansi dan reaktansi menjadi
2 1
R R R
T
+ = dan
2 1
X X X
T
+ = maka rangkaian ekivalen menjadi seperti pada Gb.5.7.b.
(a)
(b)
Gb.5.7. Rangkaian ekivalen transformator berbeban.
5.6. Rangkaian Ekivalen Untuk Analisis
Karena resistansi dan reaktansi transformator diposisikan di sisi sekunder, maka untuk
menambahkan penyulang dan sumber harus pula diposisikan di sisi sekunder. Tegangan
sumber V
s
menjadi V
s
/a, resistansi penyulang menjadi R
p
/a
2
, reaktansi penyulang menjadi
R
1


I
f
B
X
1
R
2
X
2
V
1 E
1
V
2
X
c
R
c
I
c
I

B
R
T
X
T


V
1
V
2





76 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
X
p
/a
2
. Jika resistansi penyulang R
p
/a
2
maupun resistansi transformator R
T
diabaikan, maka
rangkaian sumberpenyulangtransformatorbeban menjadi seperti pada Gb.5.8. Bentuk
rangkaian yang terakhir ini cukup sederhana untuk melakukan analisis lebih lanjut. V
s
/a
adalah tegangan sumber.

Gb.5.8. Rangkaian ekivalen penyaluran energi dari sumber ke
beban dengan mengabaikan semua resistansi dalam rangkaian
serta arus eksitasi transformator.
Apabila kita menggunakan rangkaian ekivalen dengan hanya memandang arus nonlinier,
maka sumber tegangan menjadi bertegangan nol atau merupakan hubung singkat seperti
terlihat pada Gb.5.9.

Gb.5.9. Rangkaian ekivalen pada pembebanan nonlinier.
Jika kita hanya meninjau komponen harmonisa, dan tetap memandang bahwa arus harmonisa
mengalir ke beban, arah arus harmonisa digambarkan menuju sisi beban. Namun komponen
harmonisa tidak memberikan transfer energi neto dari sumber ke beban; justru sebaliknya
komponen harmonisa memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada sistem pencatu
daya. Oleh karena itu sistem pencatu daya bisa melihat bahwa di arah beban ada sumber
arus harmonisa yang mencatu sistem pencatu daya dan sistem pencatu daya harus memberi
tanggapan terhadap fungsi pemaksa (driving function) ini. Dalam hal terakhir ini sumber
arus harmonisa digambarkan sebagai sumber arus yang mencatu sistem seperti terlihat pada
Gb.5.10.

Gb.5.10. Rangkaian ekivalen untuk analisis arus harmonisa.



X
T
sumber arus
harmonisa

X
p
/a
2
X
C
B
X
T
V
s
/a
V
2
X
p
/a
2
X
C
B
X
T
i
beban
X
p
/a
2
X
C

Anda mungkin juga menyukai