Pagi itu aku terbagun dengan rasa haus, aku pun segera kedapur untuk minum segelas air.
Setelah itu aku bergegas mandi kemudian sarapan. Setelah itu aku membatu orang tua ku untuk
membuka toko, lalu aku pergi kekamar untuk mengerjakan tugas. Aku tidak bersekolah pada
pagi hari karena gedung sekolahku sedang direnovasi. Setelah mengerjakan tugas aku menonton
televisi hingga pukul 12, kemudian aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Tepat pukul 1
siang aku sampai disekolah.
Hari itu pelajaran pertama yaitu matematika, pelajaran yang paling ku mengerti
dibandingkan perlajaran-pelajaran lain, apalagi biologi hehe. Tak disangka guruku mengadakan
tes untuk mencari siswa untuk mengikuti suatu lomba. Tanpa persiapan aku dan teman-temanku
mengerjakan soal yang diberikan. Memang sedikit sulit, namun aku dapat menyelesaikannya.
Tiga hari kemudian Ibu guru memberikan hasilnya, aku dan kedua temanku, Dio dan
Chandra terpilih mengikuti lomba di Universitas Mulawarman. Selama 2 minggu kami
melakukan persiapan diluar jam sekolah. Aku belajar dengan giat, begitu pula kedua temanku.
Tepat hari Sabtu kami berangkat ke Balikpapan, disana kami telah ditunggu oleh supir yang akan
mengantar kami ke Samarinda. Itu adalah kali pertama aku ke Samarinda. Perjalanannya sangat
melelahkan, aku seakan tak kuat, perutku terasa mual karena supir yang mengantar kami
menyetir dengan sangat cepat.
Akhirnya setelah hampir 3 jam berada di neraka, kami tiba dihotel tempat menginap,
Hotel Pirus. Memang kamar hotelnya lumayan bagus, namun kamar mandinya tidaklah bagus.
Bukan hanya aku yang beranggapan seperti itu, Dio dan Chandra pun mengatakan hal yang
sama. Ibu guru kemudian menyuruh kami untuk beristirahat, setelah beristirahat kami makan lalu
belajar untuk memantapkan diri.
Keesokkan harinya adalah hari perlombaan, setelah sarapan kami pergi ke Universitas
Mulawarman tepatnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Di sana sangat
ramai, banyak perserta-peserta dengan wajah yang meyakinkan yang membuatku menjadi gugup.
Telapak tanganku terasa dingin, mungkin karena keringat akibat rasa gugupku.
Lomba dimulai dalam dua sesi, sesi satu adalah soal pilihan ganda sedangkan sesi dua
soal essay. Di awal, aku benar-benar tak dapat menjawab, mungkin karena rasa gugupku. Namun
setelah beberapa lama, rasa gugupku hilang, aku dapat mengerjakan dengan baik. Setelah 3 jam
berlalu, seluruh perserta mengumpulkan jawabannya, begitu pula aku. Hasilnya akan di
umumkan pada esok hari.
Kami pun kembali kehotel sambil membahas soal-soal lomba itu. Keesokan harinya,
kami kembali di Universitas Mulawarman untuk melihat hasil lomba itu. Ternyata aku tidak
masuk tiga besar, aku hanya berada diposisi 4. Begitupun dengan kedua temanku, tak satupun
dari kami menjadi juara. Aku sungguh kecewa, namun Ibu guru mengatakan hasil itu sudah baik
dan menyuruhku untuk mengikuti lomba itu ditahun depan. Aku akhirnya dapat melupakan
kekecewaan itu setelah Chandra yang tidur lebih dahulu mengigau dengan menyebut-nyebut
rumus-rumus. Aku dan Dio tertawa terbahak-bahak.
Setahun kemudian, lomba itu diadakan kembali. Namun aku terlambat mendapatkan
informasi, sehingga tak sempat melakukan persiapan yang matang. Kali ini aku mengikuti lomba
bersama Danang. Kami hanya punya waktu 3 hari untuk mempersiapkan diri. Lagi-lagi
perjalanan yang jauh itu menjadi gangguan untukku. Tak hanya mual, aku sampai muntah kali
ini. Kali ini kami menginap di Hotel JB. Aku dan Danang berlajar hingga larut malam, kali ini
aku bertekat untuk menjadi juara sehingga lupa waktu untuk istirahat.
Keesokan harinya, kami pergi ke Universitas Mulawarman dengan kondisi yang sedikit
ngantuk. Kali ini aku tak merasa gugup, mungkin karena sudah terbiasa, aku dapat mengerjakan
soal dengan baik. Kali ini aku yakin akan meraih juara, namun kenyataan berkata lain. Lagi-lagi
aku hanya meraih posisi 4, yang lebih mengecewakan aku hanya terpaut 1 poin dari peringkat
ketiga. Aku tak bisa mengambarkan apa yang kurasakan saat itu, aku tak tau apa yang kupikirkan
saat itu. Aku memutuskan untuk tak akan mengikuti lomba lagi sejak saat itu, dan memberi
kesempatan adik kelas untuk mengikutinya.
Suatu hari, guru matematikaku mengajakku untuk mengikuti sebuah lomba di Universitas
Mulawarman juga, namun di Fakultas yang berbeda. Kali ini sistemnya berbeda, perserta lomba
adalah kelompok yang masing-masing kelompok memiliki 3 anggota. Awalnya aku ragu,
akhirnya aku memutuskan untuk ikut. Aku, Evan, dan Cipta menjadi satu kelompok, kami sering
belajar bersama untuk mempersiapkan diri. Namun tiga hari sebelum lomba babak penyisihan
kami mendapatkan informasi bahwa pihak sekolah tak mendapatkan tiket untuk kami sebelum
hari lomba. Ibu guru sangat kecewa, kemudian Beliau memutuskan untuk mencari tiket sendiri.
Kami pun mendapatkan tiket pada hari lomba penyisihan itu pula.
Babak penyisihan di bagi menjadi dua sesi. Karena waktu perjalanan yang lama,
ditambah dengan cuaca yang buruk sehingga di Samarinda terjadi banjir, kami terlambat menuju
tempat lomba. Kami sampai tepat saat sesi pertama selesai. Kami sudah pesimis untuk lolos ke
babak final, namun tetap ada harapan walaupun hanya mengikuti sesi kedua. Beruntung panitia
tidak mendiskualifikasi peserta yang datang terlambat. Mungkin hari itu memang hari paling
buruk dalam hidupku, ditengah sesi kedua, kami justru baru sadar bahwa soal yang diberikan
kepada kami adalah soal sesi pertama. Kami langsung melapor kepihak panitia, beruntung
mereka memberi kami tambahan waktu atas kesalahan yang mereka berikan. Kami pun dapat
menyelesaikan sesi kedua dengan baik.
Tak hanya aku yang merasa sedang di puncak nasib sial, guruku pun demikian. Kami
bertemu dengan alumni-alumni sekolah kami disana dan mereka menertawakan kami. Keesokan
harinya kami pulang dan menunggu hasil tim mana yang masuk ke babak final. Setelah beberapa
hari, pengumuman pun dikeluarkan oleh panitia melalui jejaring sosial. Ternyata dengan nilai
sesi pertama yang kosong kami dapat lolos ke babak final. Tak mau kesalahan yang sama
terulang, Ibu guru memesan tiket jauh-jauh hari sebelum babak final.
Kali ini aku tak mau seperti 2 lomba sebelumnya yang mengecewakan, aku mengajak
teman-temanku untuk terus belajar. Perjalanan yang jauh sudah tidak menjadi hal yang buruk
lagi, aku sudah terbiasa dengan perjalanan yang jauh itu. Kali ini kami pergi 2 hari sebelum
lomba, sehingga kondisi saat lomba benar-benar baik. Babak final dilakukan dengan sistem cepat
tepat. Banyak mahasiswa-mahasiswi disana yang mendukung kami, ketika kami menjawab
dengan benar, mereka bersorak-sorak. Dan hingga pertanyaan terakhir kami menempati posisi
ketiga. Dengan itu kami menjadi juara tiga. Aku benar-benar senang dan sadar bahwa aku tak
boleh menyerah.