Namaku Rona seorang murid kelas 2 SMA, kulitku sawo matang dan hobi bermain. Ini
sudah ketiga kalinya aku pindah sekolah selama SMA. Itu bukan berarti aku murid yang nakal.
Aku hanya mengikuti kedua orang tuaku. Jika kalian bertanya kenapa orang tuaku selalu
berpindah-pindah, berarti kalian juga sama denganku. Sudah ratusan kali aku menanyakan
alasannya namun, orang tua hanya bilang itu urusan keluarga.
Hari ini adalah hari pertamaku sekolah di SMAN 1. Ada seorang gadis yang menarik
perhatianku. Kenalkan saja namanya Dijah. Gadis pendiam dan berkacamata. Singkatnya kami
menjadi sahabat. Sekilas dilihat dia adalah anak kutu buku. Namun, ketika kami sudah belajar
bersama dia adalah anak yang asyik dan periang. Dia juga sangat pintar dan penuh perhatian.
Saat di sekolah, kemana pun aku pergi selalu ada Dijah. Dan kemanapun Dijah pergi selalu ada
aku.
Dijah pulang sekolah nanti jalan yuk, katanya di mall lagi cuci gudang nih.
Aduh, nda bisa, Ron. Aku ada urusan.
Uhh, kamu ini dari dulu jawabannya selalu begitu. Urusan apa sih?
Pokoknya urusan. Yuk masuk kelas. Bentar lagi bel nih. Jawabnya sambil tertawa
kecil. Senyumnya itu selalu meluluhkan seluruh amarahku. Senyumnya sungguh manis dan
tulus. Ini bukan berarti aku mencintainya, tapi jujur aku takut kehilangan seseorang seperti dia.
*****
Di rumah aku memiliki sebuah lemari buku yang memang cukup tinggi untuk manusia
normal, oleh karena itu di sediakan kursi. Namun tetap saja aku tak menggunakan kursi tersebut.
Pernah suatu ketika, aku mengambil sebuah buku astronomi, tapi buku sebelahnya juga ikut
terambil.
Aaaa.... Teriakku sambil menundukkan kepala. Namun tak ada yang terjadi padaku,
buku itu tak jadi jatuh, tapi kan tadi udah setengah jatuh? Kok nda jadi sih jatuhnya? Aku pun
memandang sekeliling. Bulu kudukku merinding, seketika aku berhambur keluar sambil
berteriak. Akhir-akhir ini aku merasa selalu ada yang mengikutiku di rumah.
*****
Dijah, rumah kamu dimana sih? ucapku sambil membuka bungkusan snack yang
baru saja ku beli di kantin.
Kamu ini kenapa sih, Ron?
Lo? Kok malah nanya kenapa? Ya, kan aku cuman pengen tahu. Jadi kita bisa belajar
bareng di rumah kamu gitu. Aku juga bisa kenalan dengan orang tua kamu.
Udah lah, nda usah di bahas. jawab Dijah sambil menundukkan kepalanya.
Emamg ada apa jah? Kenapa kamu nda pernah cerita ke aku? Aku ini sahabatmu.
Semua masalahku pasti kuceritakan ke kamu. Tapi kenapa kamu nda mau cerita apapun ke aku?
Apa kamu nda percaya sama aku jah? Kita ini udah berteman hampir setahun. Tanyaku sambil
terus mengunyah snack yang ku beli.
Bukan gitu ron, hanya saja ini bukan waktu yang tepat. Aku cuman perlu waktu untuk
jelasin semuanya ke kamu. Jawab dijah. Matanya pun mulai berkaca-kaca, aku pun jadi tak tega
untuk melanjutkan jurus memaksaku. Aku ingin mengambilkan tisu untuknya, namun tanpa
sadar aku justru memberinya bungkus snack yang sudah habis isinya. Dia pun tertawa kecil dan
aku menjadi sedikit salah tingkah atas kesalahan konyolku itu.
Kami pun kembali lagi ke kelas. Aku dan Dijah memang bersahabat. Namun itu hanya
berlangsung di sekolah. Sedangkan di luar sekolah aku tak pernah tau apa yang dia lakukan. Dia
tak memiliki satu pun alat komunikasi yang bisa ku hubungi. Aku tak tahu apapun tentangnnya.
Aku bahkan tak tahu kapan dia lahir. Dia benar-benar tertutup dengan ku.Aku bahkan beberapa
kali mengikutinya sepulang sekolah, namun dia selalu menghilang begitu saja di belokan-
belokan gang sempit.
*****
Suatu hari, Dijah tidak hadir di sekolah. Ini adalah yang pertama baginya. Aku pun
bertanya kepada teman-teman sekelas, namun mereka tidak tahu Dijah, bahkan mereka bertanya
siapa itu Dijah. Ada apa dengan mereka. Dijah teman sekelas kita. Kemana saja kalian hampir
setahun ini sekelas dengannnya. Aku pun juga betanya pada guru-guru namun mereka juga tidak
kenal Dijah. Sebenarnya apa yang terjadi. Apa mereka semua sengaja berbohong? Aku pun
bingung harus mencari kemana lagi. Aku tak tahu informasi apapun tentangnya. Keesokan
harinya, aku jatuh sakit. Mungkin karena aku benar-benar tak bisa hidup tanpa Dijah.
Seminggu berlalu, dan aku tetap tidak sekolah. Orang tua ku pun mulai bertanya ada
apa denganku. Aku pun menceritakan semuanya tentang Dijah, namun belum selesai aku
bercerita, mamaku langsung menangis dan meninggalkanku pergi. Sebenarnya ada apa ini? Aku
pun hanya bisa berbaring kembali di kamar sambil menangis. Aku benar-benar rindu Dijah.
Tak lama kemudian, pintu kamarku di ketuk. Tok.. tok... tok...
Masuk. Seorang pria tinggi, berhidung mancung, dengan kulit coklat bersih berjalan
masuk sambil membawakanku buah-buahan segar. Aku hanya terpana, semakin dekat dia justru
semakin tampan.
Ditra?
Eh, masih ingat juga. Apa kabar, de? Rumah kamu susah ya di carinya, pindah-pindah
mulu. ungkapnya sambil melemparkan senyuman yang membuat aku luluh sejak pertama aku
melihatnya. Dulu dia pernah menyerempet motor yang ku kendarai sampai aku hampir pingsan
di tempat. Namun sejak kemunculannya itu, aku tak pernah melihatnya lagi. Dan sekarang dia
kembali, sambil membawakanku buah. Darimana dia tahu aku sakit?
Kok kamu bisa ada di sini?
Yaaa, kan kamu sakit. Jadi aku datang deh.
Tahu dari mana?
Umm. Dia terdiam sejenak. Kamu tahu nda kalo kamu itu punya kakak?
Eh? Masa ya?
Namanya Dijah. Itu lo yang selama ini selalu sama kamu.
Maksud kamu?
Huft, orang tuamu memang benar-benar kejam. Masa hal begini saja tidak di
ceritakannya. Iya Dijah yang satu sekolah sama kamu, yang yang jadi sahabatmu itu. Yang
munculnya cuman di sekolah doank. Dia itu kakakmu. Ditra pun mulai menceritakan semuanya
tentang Dijah yang ternyata dia adalah kakakku. Kakak dari Ibu yang sama, namun berbeda
ayah. Katanya dulu ibuku sempat hamil sebelum menikah dengan ayahku, namun anaknya
tersebut dia taruh di sebuah panti asuhan. Dan setahun kemudian Ibu dan Ayah menikah dan
jadilah aku. Semua cerita yang diceritakannya padaku dia dapat dari ibu panti yang mengasuh
mereka. Ditra juga tinggal di panti asuhan tempat Ibuku meninggalkan Dijah. Bahkan mereka
berdua selalu bersama sejak kecil.
Dan dua tahun lalu.... Mata Ditra berkaca-kaca.Dijah....
Kenapa dengan kak Dijah?
Dia.... Dia... Dia meninggal, de.
Air mataku sudah tak terbendung lagi. Lalu siapa yang selalu bersamaku selama ini?
Aku pun menangis sejadi-jadinya. Sememtara itu Ditra justru tersenyum melihat tingkahku yang
terlalu kekanak-kanakan. Namun, hal itu semakin menbuat air mataku mengalir deras. Ditra pun
kebingungan untuk meredakan tangisanku.
Aduh udah donk, de. Kakak nda tega lihatnya. Nih kak Dijah titip sesuatu buat kamu.
Dia pun memberikanku sebuah kotak kecil berwarna biru muda dengan pita soft pink di atasnya.
Setelah ku buka, ternyata isinya kalung. Kalung emas putih dengan liontin berbentuk hati dengan
ukiran huruf D di atasnya. Katanya Ibuku pernah datang sekali, hanya sekali ke panti asuhan
tersebut dan memberikan kalung itu ke Dijah. Dan sekarang kak Dijah ingin aku yang
memakainya.
Waktu itu sebelum kak Dijah meninggal,dia udah berpesan kalau dia nda sempat
tolong kasih itu ke kamu. Dan dia benar-benar menyesal karena belum sempat bertemu
denganmu secara langsung.
Air mataku tak bisa ku tahan lagi. Aku pun menangis kembali, namun kali ini Ditra
memberikan bahunya untukku.
*****
Angin berhembus lembut membelai rambutku yang terurai. Aroma rangkaian bunga
yang ku bawa membuatku mengingat kembali kenangan yang dulu pernah ada. Hamparan
gundukan tersusun rapi membuat tangisanku tak terbendung lagi. Terukir sebuah nama Nur
Hadijah di atas salah satu nisan yang ada.
Hai kak, apa kabar? Kakak jahat, nda pernah ngasih aku kabar. Kakak baik-baik aja
kan di sana? Udah makan belum kak. Katanya di surga makanannya enak-enak lo kak. Ditra
pun memeluk erat pundakku. Kulihat setitik air matanya mulai mengalir.
Angin kembali berhembus, membuat pelukan Ditra semakin erat di pundakku. Angin
menerbangkan semua duka kerinduanku untuk seorang kakak yang belum pernah ku temui
sebelumnya. Duka perpisahan tanpa didahului sebuah pertemuan. Duka yang membawakan ku
sebuah kenangan manis yang tak terlupakan, meskipun hanya sekejap. Duka yang membuatku
terngiang akan sosok ceria dan peduli yang kutu buku. Terima kasih kak, mau menyempatkan
dirimu untukku, seorang adik yang bahkan tak pernah tau akan dirimu. Dan duka ini akan kujaga
hingga waktu yang akan mempertemukan kita kembali, utuh sebagai sepasang kakak dan adik.
Kakak tunggu aku disana ya.