EMOSI MEMBAWA BENCANA Dwi adalah seorang siswa kelas 8 yang bersekolah di sebuah sekolah ternama di kotanya. Setiap hari dia pergi sekolah diantar oleh ayahnya. Pada suatu hari di sekolahnya sebelum bel masuk berbunyi, dia sempat duduk-duduk di teras depan sekolahnya sambil berbincang-bincang dengan teman-temannya. Bel masuk kemudian berbunyi, seluruh siswa langsung masuk ke ruangan kelasnya masing-masing termasuk si Dwi. Karena sekolah tersebut menerapkan sistem moving class maka si Dwi pun langsung pergi menuju ke kelas matematika. Karena pada saat itu guru yang mengajar sedang berangkat ke luar kota, maka seluruh kelas langsung senang dan suasana kelas menjadi gaduh. Banyak temannya yang berlari-lari, duduk diluar kelas, dan masih banyak lagi. Namun, Dwi tidak mau seperti teman-teman yang lainnya. Teman-temannya mengajaknya main namun dia hanya duduk diam di bangkunya. Perasaannya mulai tidak nyaman. Tiba-tiba orangtuanya mengirim SMS kepadanya yang berisikan untuk berhati-hati karena perasaan kedua orangtuanya juga tidak nyaman sama seperti dirinya. Sejenak dia merenung dan berpikir apakah akan ada sebuah bahaya ? tiba-tiba datang seorang temannya bernama Wawan. Wawan adalah seorang temannya yang sangat baik dan selalu mendengar cerita Dwi dan memberi nasehat kepadanya. Wawan kemudian menghampirinya dan berbincang-bincang dengannya. Banyak sekali yang mereka perbincangkan mulai dari masalah sekolah, pelajaran, kehidupan sehari-hari, hingga masalah perasaannya yang tidak nyaman itu. Temannya kemudian memberi saran agar menuruti kata-kata orangtuanya untuk berhati-hati dalam melakukan apapun. Tiba-tiba bel pergantian pelajaran pun berbunyi seluruh siswa di kelasnya termasuk dirinya pergi ke kelas bahasa Indonesia. Di kelas ini tentu ada guru yang mengajar mereka. Pada saat belajar perasaan Dwi masih saja tidak tenang dan gelisah sehingga sangat menggangu dirinya saat belajar. Saat pelajaran bahasa Indonesia ini, tidak ada penjelasan guru yang dimengerti oleh Dwi karena pikirannya sedang dalam keadaan kacau balau. Ditambah lagi temannya yang menggangu dia dari kanan dan kirinya yang membuat dia semakin terganggu. Dia sempat marah kepada teman disampingnya itu namun, temannya itu tetap saja tidak mempedulikannya dan tetap saja menggangunya. Tanpa disangka-sangka tiba-tiba guru memanggilnya dan bertanya kepadanya tentang apa yang ia jelaskan karena sang guru tersebut melihat bahwa Dwi ini, saat ia menjelaskan hanya melamun entah memikirkan apa. Namun Dwi yang sudah membaca bukunya tadi malam, dapat menjawab pertanyaan guru tersebut dan dengan iringan tepuk tangan teman-temannya dia duduk Nama : Wahyu Febryanto Kelas : XII IPA 4
kembali ke bangkunya. Nah, gitu anak-anak kayak si Dwi kata guru yang sedang mengajar itu. Teman-teman disampingnya kemudian berhenti menggangunya dan langsung mencatat apa yang dijelaskan oleh guru tersebut. Tiba-tiba ada pengumuman oleh kepala sekolah yang disampaikan melalui speaker bahwa seluruh siswa kelas 8 akan melaksanakan bimbingan belajar atau yang lebih dikenal bimbel setelah pulang sekolah nanti. Kemudian bel pergantian pelajaran berbunyi lagi, seluruh siswa langsung pergi ke ruang pelajaran PPKN. Guru yang mengajar menjanjikan untuk menontonkan film perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang berjudul Merah Putih seluruh siswa sangat senang menonton film ini termasuk si Dwi. Perasaannya yang tadinya tidak tenang kini mulai menghilang, walaupun tidak menghilang seluruhnya. Selama kira-kira 1 jam 45 menit mereka menonton film itu. Setelah film itu berakhir barulah guru itu menjelaskan amanat yang terkandung didalam film itu. Sang guru kemudian menceritakan pengalaman sedihnya saat ditinggal oleh ibunya dimana diceritakan dia tidak mau menurut pada ibunya dan saat ibunya itu menyuruhnya membeli gula dia menolak kemudian saat ia melihat ibunya kedapur, ibunya sudah tidak bisa bergerak lagi. Seluruh siswa dikelas tersebut langsung meneteskan air mata. Namun siswa-siswa laki-laki menahan air mata mereka agar tidak menetes termasuk si Dwi karena malu dilihat oleh teman-teman yang lain. Namun tetap saja ada yang berlinang air mata. Kemudian bel pergantian pelajaran terakhir berbunyi, sebelum siswa keluar kelas sang guru berpesan untuk menghapus air mata mereka sebelum keluar dari ruangan. Mereka pun keluar ruangan tersebut dengan perasaan terharu. Tiba-tiba perasaan Dwi ini kembali tidak nyaman. Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi padanya. Pikirannya mulai menjalar kemana-mana.mulai dari musibah, kecelakaan, dll. Dia kemudian langsung menuju kelas bahasa inggris bersama teman-temannya. Dengan perasaan seperti itu, dia berjalan dengan lemas dan kaku. Sesampainya di kelas bahasa inggris, ternyata gurunya juga sedang tidak ada ditempat dan guru tersebut memberikan tugas. Namun tugas tersebut sangat sedikit sehingga hanya dalam beberapa menit seluruhnya selesai. Setelah Dwi selesai mengerjakan tugas itu, tiba-tiba perasaan tidak nyaman itu menghilang. Dia kemudian pergi ke wc untuk buang air kecil. Namun saat dia kembali, pintu ditutup dan ditahan oleh seorang temannya. Setelah dia berhasil masuk, dia kemudian mengejar temannya tersebut dengan maksud memberinya pelajaran. Namun temannya tersebut sangat cepat dalam berlari. Namun temannya tersebut berlari sambil menghambur-hamburkan meja dengan maksud menghalangi Dwi. Namun, tak disangka-sangka, tiba-tiba tepat didepan lemari Dwi tersandung oleh meja dan dia langsung mengepalkan tangan dengan maksud untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Namun, Nama : Wahyu Febryanto Kelas : XII IPA 4
tangannya itu malah mengarah ke arah kaca yang hanya dalam hitungan satu detik kaca itu pecah. Tangan si Dwi pun terluka mulai dari bagian lengan atas, lengan bawah, dan jari-jari tangannya. Teman-temannya langsung kaget dan langsung menolongnya untuk ke UKS. Namun, darahnya tetap tidak berhenti mengalir. Seluruh siswa kelas lain yang juga mendengar suara itu langsung keluar kelas untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sesampainya di UKS teman- temannya mengikat pergelangan tangannya dengan maksud untuk menghentikan darah yang masih mengalir. Namun cara itu tetap tidak ada gunanya darahnya tetap mengalir. Guru-guru lalu berdatangan untuk melihatnya dan menolongnya. Guru-guru kemudian menyarankan untuk membawanya ke rumah sakit umum yang jaraknya tidak jauh. Kemudian Ibu Maya, walikelas Dwi menelepon orangtua Dwi untuk menceritakan kejadian ini. Ayah Dwi pun langsung datang. Sempat terbayang di benak Dwi hal-hal yang tidak menyenangkan seperti Bagaimana kalau aku akan cacat ?, Mungkinkah ini akhir hidupku ? banyak pertanyaan yang muncul. Sesampainya Ayah Dwi, Dwi langsung dibawa kerumah sakit umum menggunakan mobil milik seorang guru. Didalam mobil Dwi sempat bercerita dengan para guru dan ayahnya tentang kronologi kejadian tersebut. Mereka pun memakluminya. Sesampainya dirumah sakit, Dwi langsung dibawah ke ruang UGD atau Unit Gawat Darurat. Disana luka di lengan dan jari Dwi dibersihkan lalu dokter menyarankan untuk menjahit luka di lengan atas. Namun, Ayah Dwi tidak menyetujuinya karena lukanya tidak terlalu dalam. Akhirnya Dwi hanya diberi vaksin dan akhirnya diijinkan pulang hanya dengan ditutup oleh perban dengan obat betadine. Kemudian Dwi dibawa kembali ke sekolah dan ayahnya pulang untuk mengambil mobil sehingga dapat membawa Dwi pulang kerumah. Kemudian Dwi mendengar beberapa guru berbicara tentang ayahnya. Guru-guru tersebut berkata bahwa ayah Dwi itu sangat baik karena pada saat datang kesekolah tidak langsung memarahi anaknya. Dwi pun bangga dengan ayahnya itu. Tiba-tiba tettt., suara klakson mobil ayahnya berbunyi. Ternyata ayahnya telah sampai untuk menjemputnya. Ayahnya pun datang dan merangkulnya menuju mobil dan langsung pulang. Sesampainya dirumah ibunya langsung membuka perban dan mengolesi luka tersebut dengan salep kemudian ditutupi oleh kain kasa. Keesokan harinya Dwi langsung bisa bersekolah. Seluruh teman-temannya kaget bisa langsung sehat seperti itu. Guru-guru yang menemuinya juga kaget. Kemudian Dwi pun bersekolah seperti biasa dan melakukan aktivitas seperti biasa walaupun tidak terlalu leluasa karena takut jika banyak gerak, lukanya akan sulit sembuh. Kemudian Ayah Dwi datang ke Nama : Wahyu Febryanto Kelas : XII IPA 4
sekolah dengan maksud meminta maaf kepada kepala sekolah dan mau membayar ganti rugi. Namun, terjadi salah paham antara guru dan kepala sekolah dengan ayah Dwi. Mereka mengira bahwa ayah Dwi ini akan marah kepada pihak sekolah mengenai kejadian kemarin itu. Sehingga kepala sekolah terlebih dahulu meminta maaf kepadanya. Namun, ayah Dwi menjelaskan semuanya, dia lah yang ingin meminta maaf kepada pihak sekolah terkait hal tersebut. Kepala sekolah kaget dan dengan ikhlas memaafkan dan tidak membebankan biaya apapun kepada Dwi dan ayahnya. Setelah kira-kira 2 minggu luka di lengan Dwi sembuh dan Dwi dapat kembali melakukan seluruh aktifitasnya seperti biasa tanpa ada kendala apapun walau masih menyisakan bekas luka. Hingga sekarang, bekas luka itu menjadi pelajaran bagi Dwi untuk berhati-hati setiap melakukan sesuatu.