Penulis: Herlina
Aku menunggumu datang kembali. Itulah kata-kata yang selalu ingin aku katakan
kepada cowok yang aku taksir selama 5 tahun ini.
***
Bel (masuk) berbunyi, aku masuk ke dalam kelas dan menyimpan ransel yang sejak
tadi membebani pundakku. Ruang kelas VIII-5, di sinilah perasaan aneh itu muncul di saat
sesekali aku melirik cowok yang berwajah manis, berpostur tinggi dan kurus yang duduk
tepat di sampingku. Sesekali juga dia membalas tatapan mataku dengan senyumanya, dan
ketika itu terjadi aku pun langsung memalingkan wajahku. Dialah yang telah membuatku
jatuh hati dan membuat hariku lebih berwarna. Namun, di tempat ini jugalah dia membuatku
meneteskan airmata.
***
Tugas-tugas yang menumpuk merepotkan malamku ini. Buku, kertas berhamburan di
atas tempat tidur hingga aku menjadi orang yang super sibuk semalaman.
Triing.. tiba-tiba hpku berbunyi tanda masuknya sebuah pesan.
Hai Dewi Anisa, kata Jafran cowok yang selama ini ku taksir. Suasana menjadi
hening, aku tak tau harus membalas apa. pikiranku langsung beralih padanya.
Ya, ada apa? balasku dengan cuek. Begitulah awal percakapan kami yang
sebelumnya di sekolah jarang sekali untuk berbicara bersama karena kesibukannya mengikuti
berbagai macam lomba sehingga dia jarang masuk sekolah. Hpku terus berbunyi, kami masih
melanjutkan percakapan melalui pesan singkat.
Aku suka sama kamu, kata cowok itu. Suasana menjadi hening untuk kedua
kalinya, aku kaget dan tak menyangka kalau perasaannya sama denganku. Aku tak tau harus
membalas apa. Pertanyaannya itu membuat aku bingung karena mengingat perkataan orang
tuaku yang melarangku berpacaran. Tapi, inilah aku seorang anak polos yang ingin
merasakan yang namanya cinta hehehe.
***
Pagi ini begitu riang, tidak seperti bisanya, aku berangkat ke sekolah selalu
mengingatnya di sepanjang jalan hingga aku berjalan melewati lorong-lorong kelas dan
menaiki tangga. Ketika sampai di kelas ku letakkan tas yang berisikan laptop dan juga buku
pelajaran hari ini. Aku duduk dan seperti biasa, aku melirik ke kiri lagi memerhatikan cowok
itu. Dia tersenyum padaku dengan senyuman yang berbeda lalu aku membalas senyumannya
tanpa memalingkan wajahku lagi karena aku berpikir statusku sudah berubah.
Pada saat itu tak ada seorang pun yang tau kalau kami sudah jadian, sekalipun itu
sahabatku. Cukup kami yang mengetahuinya.
***
Namun, malam ini pikiranku benar-benar tidak menentu. Bahkan mengerjakan tugas
pelajaran kesukaanku tidak menarik lagi. Aku selalu berharap hanphone berwarna silver
kehitaman yang ada digenggamanku berbunyi tanda pesan singkatnya masuk untuk
menanyakan keadaanku sekarang. Tapi ternyata hingga larut malam dan aku terlelap pun
kabar darinya tak pernah ada. Hatiku nyesek, ingin mengeluarkan air mata tapi apa gunanya?,
apakah ia memikirkan persaanku pada saat itu.
Hari ini keadaan berubah drastis menjadi kesedihan. Dulu aku sering
memerhatikannya, tapi sekarang aku berusaha untuk tak melirik dan melemparkan senyuman
padanya lagi. Semua ini kulakukan agar hatiku tak bertambah sakit ataupun kecewa karena
mengikuti jalan permainannya. Aku gak akan peduli apapun tentangnya, begitulah
prinsipku agar aku bisa melupakannya. Dan akhrinya pun tanpa kata putus dari mulutku
ataupun mulutnya ataupun dari pesan singkat kami tidak berpacaran lagi.
***
Hari libur telah tiba, aku dan keluargaku berlibur ke Makassar untuk berkunjung ke
rumah keluarga yang di sana. Dan di tempat itulah aku dapat melupakan sedikit kesedihanku.
Setelah sepekan berada di sana, membuatku lelah sesampai di Tarakan. Ku robohkan
tubuhku di kasur dan membuka laptop untuk mengecheck Facebook yang sekian lama tak
pernah aku check lagi. Namun, aku tak dapat berkutik ketika melihat di beranda Facebook ku
bahwa Jafran sedang berpacaran dengan Audy, adik kelas yang selalu mendekatinya. Dan
untuk pertama kalinya setelah kejadian itu, aku meneteskan air mata dan diary ku berisi
penuh tentang dirinya. Menyakitkan.
***
Sudah setahun aku berusaha melupakannya, namun apalah daya melupakan dia
tidaklah mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi setiap hari aku selalu
bertemu dengannya. Namun, setelah semester satu di kelas IX selesai, dia harus pindah ke
Samarinda untuk melanjutkan ke sekolah Atletik.
Potong bebek angsa, angsa dikuali.Begitulah lantunan lagu yang ia nyanyikan
terakhir kali di hadapan kami semua, termasuk aku. Sontak seketika aku menangis menatap
senyum dan matanya untuk terakhir kalinya, entah apa yang yang aku rasakan.
Loh Wi, kenapa kamu nangis? Tanya sahabatku.
Gak tau nih, Refleks kayaknya hehe jawabku singkat
Aku merasa malu sama teman-teman dan guru-guruku saat perpisahan itu.
***
Setahun sudah berlalu, aku mengenakan seragam putih abu-abu, dan kini penampilan
ku pun berubah yang dulunya begitu tomboy dengan rambut yang selalu diikat keatas
ataupun dengan mengepangnya, berubah menjadi cewek yang soleha dengan menggunakan
jilbab. Saat ini aku meyakinkan diriku bahwa aku bisa melupakannya. Dengan mentaksir
teman sekelasku, tetangga kelas ataupun kakak kelas. Aku bukan seorang play girl karena
kutau hatiku hanya satu dan itu hanya untuknya. Dia yang disana, Cowok taksiranku masa
putih biru. Mungkin saat itu mereka hanyalah sebuah pelampiasan belaka. Dan perasaanku
hanya tetap untuk satu orang yaitu dia.
***
Hari raya Idul Fitri ini, aku berdandan sebaik mungkin karena ku tahu bahwa hari ini
kami akan berkumpul dengan teman-teman semasa putih biru. Pertama kami ke rumah
Herlan, kuparkin motorku dan masuk kedalam rumah yang penuh foto dan juga alat music
dia memang gemar dan ahli dalam memainkan music. Ketika aku berdiri didepan pintu, tiba-
tiba aku melihat seorang cowok yang tak asing, ia bertubuh atletik dan menggunakan kaos
bewarna putih duduk sambil bercakap dengan teman yang lain. Oh my God, dia kah itu?
tanyanku dalam hati. Tanpa menunggu lama, dia mengajak kami semua ke rumahnya
Sesampai kami di rumah, tak ada seorangpun di sana. Orang tuanya sedang tak ada di rumah,
jadi dia yang melayani kami. tapi sayang, karena tak ada orang di rumahnya, dia tidak bisa
ikut bersama kami lagi. Ntar malam tunggu aku yah, aku akan datang kerumahmu, katanya
padaku. Akupun kaget dan setengah bahagia
Malam yang ku tunggu telah tiba, aku berdandan lagi seperfect mungkin. Cukup lama
aku menunggu sampai es batu yang kusediakan mencari menjadi air. De, sudahlah gak
datang sudah temanmu tuh, kunci pintu sana, celoteh kakakku. Kecewa!! Hanya selingan
kata itu yang selalu ada dibenakku, aku selalu berpikir dia adalah cowok pemberi harapan
palsu.
Tok tok tok Assalamualaikum.. terdengar suara seseorang dibalik pintu.
Yah, tunggu sebentar
Ku buka pintu, ketika itu ia tepat dihadapanku. Lalu tanpa sengaja aku langsung
menatap matanya dan dia juga membalas tatapanku. Oh Tuhan, dosakah aku? Tanyaku
dalam hati.
Setelah beberapa menit di rumahku mereka dan ia pun pergi meninggalkan jejak di
rumahku malam itu. Ku antar mereka keluar rumah. Kata terakhir yang ku dengar darinya
yaitu kata Hati-hati yang seharusnya kata itu terucap dari mulutku untuknya. Kata itu pula
lah yang mengakhiri perjumpaan kami malam ini dan hari yang akan datang. Lagi, aku
merasakan kesedihan yang sama ketika ia pergi untuk pertama kalinya.
Menguji Rindu
Kisah yang setiap tahun selalu berulang, betemu lalu dipisahkan jarak. Dan rindu
kemudian menjadi ujian hati. Seperti aku, saat tangaku terasa berat untuk melambaikan
perpisahan. Saat ragamu hilang di garis pandang, sakit rindu hatiku.
Tak sabar rasanya meraih hanpone untuk menulis sebuah pesan singkat, haus akan
perhatianmu terhadapku. Baik, jawabmu saat ku bertanya tentang kabarmu. Dan saat
jujurku mendorong jemariku mengaku, tentang betapa ingin aku bertemu. Tanganku
mengepai tanpa daya.
Aku juga ingin bertemu denganmu, akumu, begitu perih kini hatiku takut akan
permainan akan terulang kembali. Memberi harapan yang tak pasti
Tapi aku yakin ini benar, dia pasti kembali, penjajah hatiku.
Untaian kata ini ku ukir pada malam yang sepi disaat aku merindukan cowok itu, rasa
ingin bertemu tapi aku tak tau apakah keinginanku itu bisa terjadi. Keyakinan hati yang
kumiliki bahwa setengah hatinya hanyalah untukku yang nantinya kami dapat satukan
bersama. Pesan singkat adalah sesuatu yang selalu kutunggu, karena pesan singkat inilah
kami saling mengenal satu sama lain bukan seperti mereka yang selalu bersama setiap
harinya. Inilah kami, hanya pesan singkat ini lah yang mungkin menjadi simbol bahwa rasa
rindu sudah teratasi dan masa bahagia itu terulang lagi walaupun akhrinya pun menyakitkan.