Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN LITERATUR
2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan
Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah
pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan,
peta, dan grafik. Sementara itu Spasser (1997:78), mengatakan bahwa peta
adalah alat relasi (relational tools) yang menyediakan informasi antar hubungan
entitas yang dipetakan.
Definisi pemetaan yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia
menekankan ungkapan perasaan dalam bentuk gambar, tulisan, peta, dan grafik.
Definisi ini menekankan produk atau output dari peta. Sedangkan Spasser lebih
menekankan proses kegiatan pemetaan. Kedua pendapat ini tidak berbeda
melainkan saling melengkapi, karena sebuah produk atau output pemetaan
dihasilkan melalui proses.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemetaan merupakan sebuah proses yang
memungkinkan seseorang mengenali elemen pengetahuan serta konfigurasi,
dinamika, ketergantungan timbal balik dan interaksinya. Pemetaan pengetahuan
digunakan untuk keperluan manajemen teknologi, mencakup definisi program
penelitian, keputusan menyangkut aktivitas yang berkaitan dengan teknologi,
disain, struktur berbasis pengetahuan serta pemrograman pendidikan dan
pelatihan. Output dari kegiatan pemetaan adalah gambar, tulisan, peta, dan grafik
yang menunjukkan hubungan antar elemen pengetahuan.
Menurut Chen dalam Ristiyono (2008: 21) bahwa peta ilmu pengetahuan
menggambarkan suatu hubungan ruang antara batas penelitian dalam bidang
kegiatan yang signifikan, juga dimana bidang penelitian itu didistribusikan serta
dapat memberikan makna dari hubungan tersebut. Peta ilmu pengetahuan dapat
menggambarkan dan memberikan makna dari hubungan ruang antara batas
penelitian yang bidang kegiatannya signifikan dan bidang kegiatan tersebut dapat
didistribusikan. Peta ilmu pengetahuan tidak hanya merupakan suatu alat yang
praktis untuk menyampaikan informasi mengenai aktivitas ilmiah, tetapi juga
dapat dijadikan sebagai suatu dasar untuk mengkaji atau memahami aktivitas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ilmiah dengan menggambarkannya secara tersusun dan terstruktur. Visualisasi
ilmu pengetahuan dapat diwujudkan dalam bentuk peta, sehingga muncullah
bidang pemetaan ilmu pengetahuan atau knowledge mapping. Pemetaan ilmu
pengetahuan dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yang terkait erat dengan
subjek dokumen.
Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1) bahwa pemetaan pengetahuan dapat
dilakukan dengan bentuk pemetaan kronologis, pemetaan berbasis co-word,
pemetaan kognitif dan pemetaan. Dari pendapat Sulistyo-Basuki tersebut dapat
diketahui pemetaan pengetahuan terdiri dari 4 (empat) bentuk yakni kronologis,
berbasis co-word, kognitif dan konseptual.

2.2 Sejarah Pemetaan Ilmu Pengetahuan
Sejarah pemetaan ilmu pengetahuan sudah lama dikenal. Namun menurut
pencatatan sejarah pemetaan, pertama kali dikenal adalah pemetaan geografis.
Pemetaan geografis menghasilkan sebuah peta geografis.
Sebagai contoh, yakni sekitar tahun 30.000 SM dimulai dari peta geografis
yang ditarik oleh kartografer kuno yang menggambarkan apa yang mereka tahu,
bagaimana ditata dan dimana berada. Seperti yang dipaparkan oleh Stanford
(2001:1), yakni :
Knowledge mapping quite simply is any visualization of knowledge beyond
textual for the purpose of eliciting, codifying, sharing, using and expanding
knowledge. Thus it began as geographical maps drawn by ancient
cartographers who depicted what they knew, how it was laid out and where
it was located. Actually it could have originated long before that as ancient
pictographs found in caves believed to date around 30,000 B.C. show
various animals and might have been a way of recording the strategy of the
hunt to share with others or to record for later use. One of the oldest maps
was found engraved on a silver vase dating from 3,000 B.C.

Sebenarnya itu bisa berasal jauh sebelumnya sebagai piktograf kuno yang
diyakini ditemukan di gua-gua. Pitograf menunjukkan berbagai hewan dan
mungkin telah menjadi cara merekam strategi berburu dan berbagi dengan orang
lain atau untuk merekam kemudian digunakan. Sekitar tahun 3.000 SM
ditemukan salah satu peta tertua terukir pada sebuah vas perak di Makam Maikop
(Lihat Gambar 1). Ini menggambarkan sebuah badan air, beberapa pohon dan
jalan setengah lingkaran menuju dan dari lokasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dapat dilihat pada gambar bahwa di dalam air, di antara pohon-pohon dan
di sepanjang jalan bahwa ada hewan yang berbeda dengan tanah perburuan yang
paling banyak ditampilkan sebagai persimpangan ada di bagian bawah peta. Ini
jelas merupakan sarana kodifikasi pengetahuan untuk membantu pemburu dan
yang lainnya dalam melacak langkah-langkah kembali ke jarahan terbaik.

Sumber: Stanford (2001:1)
Gambar 1: Peta dari Vas Ditemukan di Makam Maikop

Perkembangan selanjutnya konsep pemetaan berkembang pada militer.
Namun konsep pemetaan ini masih merupakan peta geografis. Kegunaannya
adalah untuk melihat kekuatan musuh, menunjukkan kemungkinan rute jalan yang
berbahaya menuju benteng musuh. Peta militer lebih dari peta geografis karena
peta digunakan untuk merencanakan dan menyusun strategi bagaimana mengatasi
musuh dan memenangkan perang. Kemudian tentara juga menggunakan peta
sebagai alat pertempuran setelah menganalisis dan menyusun suatu strategi
perang. Masih di dalam tulisan Stanford (2001:2) menjelaskan bahwa :
The one often called the most perfect example of military mapping for
debriefing purposes was that of M. Charles Minard (1781-1870), a retired
civil engineer. His map showed the path of the 1812 march of 422,000 of
Napoleon's troops leaving Paris for Moscow and the retreat of the
decimated ranks. On this map Minard shows the temperatures and other
challenges affecting the dwindling size.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan pendapat Stanford dapat diketahui bahwa salah satu contoh
yang paling sempurna dari pemetaan militer untuk tujuan pembekalan adalah peta
yang dibuat oleh M. Charles Minard (1781-1870), seorang pensiunan insinyur
sipil. Petanya pada tahun 1812 menunjukkan jalan dari barisan, 422.000 pasukan
Napoleon meninggalkan Paris untuk mundur dari jajaran yang akan hancur. Pada
peta ini Minard menunjukkan suhu dan tantangan lain yang mempengaruhi
berkurangnya jumlah pasukan. Visualisasi ini menangkap informasi dalam satu
gambar, bukan volume dari teks. Militer melanjutkan penggunaan peta untuk
strategi pra-perang dan pasca-perang.
Pada akhir abad kesembilan belas pendidik dan sosiolog mulai
menggunakan pemetaan pengetahuan sebagai cara memfasilitasi pembelajaran
dan pemahaman kelompok sosial. Sekarang ini beberapa perusahaan mulai
melihat hal ini sebagai alat berharga untuk memunculkan pengetahuan tacit dan
eksplisit. Sekarang orang lain memanfaatkan pemetaan pengetahuan untuk
melacak aliran pengetahuan, strategi peta dan membuat keputusan bijaksana.
Menurut Bahr dan Dansereau dalam Ahlberg (2007 : 2-3) bahwa:

Knowledge mapping was created in the research group of Dansereau in
1970s. In the 1970s it was however called network. It is related to concept
maps, but it has rigidly labelled links. Nowadays, spider maps (spider
diagrams) are very popular in UK. The same term is used for many
different types of graphic knowledge representation techniques. Forgotten
seems to be the history of this term in educational research. The earliest
example is probably Hanf who himself uses only term mapping. Jones &
al. named her technique as spider mapping, but they do not refer to Hanf.
They present the idea of spider map as their own. The same unethical and
unprofessional behaviour is still very common among educationalists.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan pengetahuan
diciptakan dalam kelompok penelitian Dansereau di tahun 1970-an. Namun pada
tahun 1970-an itu disebut jaringan peta. Saat ini, peta laba-laba (diagram laba-
laba) sangat populer di Inggris. Istilah yang sama digunakan untuk berbagai jenis
teknik representasi pengetahuan grafis. Contoh paling awal mungkin Hanf yang
sendiri hanya menggunakan istilah pemetaan. J ones dan kawan-kawannya yang
mereka sebut sebagai teknik pemetaan laba-laba, tetapi mereka tidak mengacu
pada Hanf. Mereka menyajikan ide peta laba-laba untuk mereka sendiri. Perilaku
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak etis dan tidak profesional adalah sama dan masih sangat umum dikalangan
pendidik.

2.3 Jenis-Jenis Peta Ilmu Pengetahuan
Menurut Hasibuan dan Mustangimah dalam Ristiyono (2008:22),
mengemukakan bahwa pemetaan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam
bidang bibliometrika, antara lain peta journal intercitation, bibliographic
coupling, co-citation, co-word dan co-classification.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan ilmu
pengetahuan dikembangkan dalam bidang bibliometrika, jenis peta ilmu
pengetahuan terbagi menjadi 5 (lima) bagian yakni journal intercitation,
bibliographic coupling, co-citation, co-word dan co-classification.
Menurut J ones dalam Journal of Translational Medicine (2011:2), bahwa
Journal inter-citation is the relation established when an article in Journal A
cites an article in Journal B. Analysis of inter-citation patterns reveals how
closely journals are related based on the journals cited by articles that they
publish. Berdasarkan pendapat di J ones dapat diketahui bahwa Journal
intercitation (jurnal inter-sitasi) merupakan jurnal kutipan antar jurnal (jurnal
antar-kutipan). J urnal antar-kutipan adalah hubungan yang dibuat saat artikel di
J urnal A mengutip sebuah artikel di J urnal B. Artikel jurnal A mengutip artikel
yang ada di jurnal B maka jurnal A dan jurnal B merupakan jurnal inter-sitasi atau
merupakan jurnal kutipan antar jurnal.
Pola jurnal antar-kutipan mengungkapkan seberapa dekat jurnal terkait
berdasarkan jurnal yang dikutip oleh artikel yang mereka publikasikan. J urnal
antar-kutipan hanya menunjukkan hubungan antara jurnal tanpa memberikan
informasi tentang konten yang sebenarnya.
Menurut Garfield (2001:1-3), bahwa Bibliographic coupling this reservse
co-citation analisis by asking the questions about the internal citation structure of
a document set, artinya pasangan bibliografi merupakan lanjutan dari analisis ko-
sitasi.. Berdasarkan pendapat Garfield dapat diketahui bahwa pasangan bibliografi
merupakan lanjutan dari analisis ko-kutipan dengan mengajukan pertanyaan
tentang struktur kutipan internal dari suatu set dokumen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Mustangimah (2002:1) bahwa: J ika 2 (dua) dokumen menyitir
paling sedikit satu dokumen yang sama maka dikatakan bahwa kedua dokumen
tersebut merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling). Berdasarkan
pendapat tersebut terkapling secara bibliografi (bibliographic coupling) adalah
suatu dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit
kemudian, maka apabila pada kedua dokumen tersebut terdapat paling sedikit satu
referensi yang sama dapat dikatakan kedua dokumen tersebut terkapling secara
bibliografi. Hal ini dapat dilihat pada daftar referensi kedua dokumen tesebut.
Ungern-Sternberg (1995:308) menyatakan bahwa: Bibliographic coupling
is that two articles which both cite the same previously published article have
something in common. Berdasarkan pernyataan Sara von Ungern-Stenberg
tersebut dapat diketahui bahwa jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu
dokumen yang sama dikatakan bahwa kedua dokumen tersebut terpasang secara
bibliografi. Secara praktis hal ini dapat dilihat pada daftar referensi yang terdapat
pada kedua dokumen tersebut. Apabila pada kedua dokumen terdapat paling
sedikit satu referensi yang sama maka dikatakan kedua dokumen tersebut
terpasang secara secara bibliografi. Adapun dokumen yang tercantum secara
bersama-sama dalam referensi kedua dokumen tersebut dinamakan pasangan
bibliografi.
Menurut Mustangimah (2002:1), bahwa:

Banyaknya dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen
yang terbit kemudian disebut frekuensi pasangan bibliografi atau kekuatan
pasangan (coupling strength). Semakin banyak jumlah dokumen yang disitir
secara bersama-sama oleh kedua dokumen atau semakin besar frekuensi
pasangan bibliografi maka semakin tinggi kekuatan pasangan kedua
dokumen tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pasangan bibliografi
terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi
yang sama. Dengan demikian maka dalam pasangan dokumen dimana salah satu
atau kedua dokumen tidak mempunyai referensi, otomatis pasangan dokumen
tersebut tidak memiliki pasangan bibliografi. Namun jika semakin banyak
referensi yang sama terdapat pada kedua dokumen maka kekuatan pasangan
bibliografi kedua dokumen tersebut semakin tinggi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan 4 (empat) pendapat di atas terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan pendapat. Persamaan yang terdapat pada pendapat-pendapat di atas
adalah bahwa pasangan bibliografi terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling
sedikit memiliki satu referensi yang sama atau suatu pasangan dokumen paling
sedikit memiliki satu referensi yang sama. Perbedaan yang terdapat dari pendapat-
pendapat di atas adalah pendapat Garfield yang lebih menekankan bahwa
pasangan bibliografi merupakan lanjuan dari analisis sitasi, pendapat
Mustangimah lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi terjadi jika 2 (dua)
dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama (kedua dokumen
tersebut terkapling secara bibliografi). Pendapat

Ungern-Sternberg lebih
menekankan bahwa pasangan bibliografi secara praktis dapat dilihat dari dapat
dilihat pada daftar referensi yang terdapat pada kedua dokumen tersebut dan
dokumen yang tercantum secara bersama-sama dalam referensi kedua dokumen
tersebut dinamakan pasangan bibliografi. Pendapat Mustangimah juga lebih
menekankan bahwa frekuensi pasangan bibliografi (bibliographic coupling)
adalah jumlah referensi yang dimiliki bersama oleh pasangan dokumen
menunjukkan kekuatan pasangan (coupling strength).




Gambar 2. Pasangan Bibliografi (Biliographic Coupling)

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan
dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir)
dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B,
C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua
bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa
dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)
A B C D E F
1 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D
dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga
karena tiga dokumen yang sama dikutipnya.
Ko-sitasi (co-citation) merupakan salah satu metode analisis dalam tinjauan
bibliometrika. Mustangimah (2002:2) menyatakan bahwa, Ko-sitasi adalah dua
dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit satu dokumen yang
terbit kemudian. Berdasarkan pernyataan Mustangimah dapat diketahui bahwa
kositasi terjadi jika terdapat dua dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh
satu atau lebih dokumen yang terbit kemudiannya.
Pasangan kositasi adalah metode yang digunakan untuk menetapkan subjek
yang sama antara dua dokumen. J ika dokumen A dan B sama-sama dikutip oleh
dokumen lainnya, mereka memiliki hubungan yang lebih kuat. Banyak dokumen-
dokumen yang mereka dikutip maka hubungan mereka lebih kuat.
J ika 2 (dua) dokumen disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit 1
(satu) dokumen maka dikatakan bahwa kedua dokumen disebut ko-sitasi. Secara
praktis suatu pasangan yang terdiri dari dokumen dikatakan ko-sitasi apabila
ditemukan paling sedikit satu dokumen yang meyitir pasangan dokumen secara
bersama-sama dapat dilihat dari daftar pustaka/ cantuman bibliografi.
Banyaknya dokumen yang menyitir 2 (dua) dokumen sebelumnya secara
bersama-sama disebut frekuensi atau kekuatan ko-sitasi. Dua dokumen yang
mempunyai kekuatan ko-sitasi yang tinggi apabila semakin banyak dokumen yang
terbit kemudian yang menyitir kedua dokumen tersebut. Oleh karena itu, pola ko-
sitasi berubah dari waktu ke waktu.
Ko-sitasi terjadi apabila suatu pasangan dokumen disitir secara bersama-
sama oleh paling sedikit satu dokumen yang terbit kemudian. Dengan demikian,
dalam pasangan dokumen dimana salah satu atau kedua dokumen tidak
mempunyai sitasi atau tidak pernah disitir oleh dokumen lain, otomatis pasangan
dokumen tersebut tidak memiliki ko-sitasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ko-sitasi berhubungan dengan bibliographic coupling. Hubungannya dapat
digambarkan seperti pada bagan di bawah ini.









Sumber: Mustangimah (2002:2)
Gambar 3. Hubungan antara Pasangan Bibliografi dengan Ko-sitasi

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan
dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir)
dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B,
C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua
bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa
dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)
atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D
dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga
karena tiga dokumen yang mengutipnya.
Dari gambar 3 di atas, dokumen 1 disitir oleh dokumen P, Q, R, S dan U.
Dokumen 2 disitir oleh dokumen P, S dan T. Dari semua sitiran tersebut terlihat
bahwa dokumen 1 dan dokumen 2 disitir secara bersama-sama oleh dokumen P
dan S. Oleh karena itu, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan kositasi karena
sama- sama disitir oleh dokumen P dan S. Adapun kekuatan ko-sitasinya adalah
dua karena dua dokumen yang menyitir dokumen 1 dan dokumen 2.
Co-word dilakukan melalui analisis kemunculan istilah yang dipakai
bersama oleh suatu pasangan dokumen dengan melihat kata-kata yang dipakai
P Q R S T U
A B C D E F
1
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
secara bersama oleh suatu dokumen. Menurut Kopesa dalam Ristiyono (2008:13)
bahwa:
Kopesa dalam penelitiannya menyajikan pemetaan co-word berdasarkan
kata kunci yang dimiliki oleh artikel yang ditelitinya. Dia menggunakan kata
kunci dari suatu artikel yang dipasangkan dengan artikel lainnya untuk
menentukan co-word. Hasilnya adalah pemetaan co-word yang oleh Kopesa
dinamakan technology map.

Analisis co-word didasarkan ada analisis co-occurance dari dua atau lebih
kata kunci atau kata-kata yang terdapat dalam teks yang digunakan untuk
mengindeks artikel atau dokumen lainnya. Analisis co-word ditujukan untuk
menganalisis, pola dan kecenderungan (trend) dari suatu kumpulan dokumen
dengan mengukur hubungan kekuatan istilah (term).
Analisis co-word adalah suatu teknik analisis isi dokumen yang efektif
dalam pemetaan, kekuatan antara kata kunci dalam data tekstual. Analisis co-word
mengurangi ruang dari deskriptor (kata kunci) untuk satu set grafik jaringan yang
secara efektif menggambarkan terkuat asosiasi antara descriptor. Teknik ini
menggambarkan hubungan antara kata kunci dengan membangun beberapa
jaringan yang menyoroti hubungan antara kata kunci, dan dimana hubungan
antara jaringan yang mungkin terjadi.
Ko-klasifikasi (co-classification) adalah situasi dua dokumen atau lebih
tergabung dalam satu gugus karena notasi klasifikasi yang sama. Ko-klasifikasi
digunakan untuk mengumpulkan dokumen yang sama serta menunjukkan bahwa
bibliografi secara kuantitatif menunjukkan subjek yang sama dengan judul
dokumen. Untuk klasifikasi dapat digunakan sistem klasifikasi UDC dan/ atau DDC.
Hasil analisis ko-klasifikasi dituangkan dalam grafik.
Co-classification menggunakan analisis classification yaitu dengan
memasangkan satu dokumen dengan dokumen lainnya berdasarkan notasi
klasifikasi yang dimiliki bersama oleh kedua dokumen yang dipasangkan.
Selanjutnya membandingkan kemunculan notasi klasifikasi yang dimiliki bersama
oleh kedua dokumen yang dipasangkan, kemudian menghitung frekuensi
kemunculan notasi klasifikasi tersebut secara bersama-sama pada setiap pasangan
dokumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4 Jenis Metode Pemetaan Ilmu Pengetahuan
Ada beberapa jenis metode pemetaan ilmu pengetahuan, menurut Sulistyo-
Basuki (2002:1) bahwa metode pemetaan ilmu pengetahuan terdiri dari empat
yaitu pemetaan kronologis, pemetaan kognitif, pemetaan berbasis co-word dan
pemetaan konseptual.

2.4.1 Pemetaan Kronologis
Refresentasi grafis atau peta terdiri dari simpul yang mewakili peristiwa dan
panah atau cabang yang mewakili pengaruh dan kaitan. Pemetaan ini biasanya
digunakan untuk kajian historis sains dan teknologi, menelusur sumber
pengetahuan yang digunakan masa kini sebagai alat untuk pertimbangan strategi
teknologi.
Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), bahwa:
Pemetaan kronologis merupakaan pemetaan yang memberikan urutan
kronologis berbagai penemuan dalam bentuk yang berkaitan dengan
interdependensi temporer dan logis. Hasilnya adalah representasi berbagai
sumbangan pengetahuan yang mengarah teknologi mutakhir (state-of-the-
art). Setiap fakta ilmiah individual, dihubungkan dengan pengikutnya
sesuai dengan kronologis kejadiannya.

Menurut Suharto (2007:13), kronologi adalah ilmu untuk menentukan
waktu terjadinya tempat dan suatu peristiwa secara tepat berdasarkan urutan
waktu. Tujuan kronologi adalah untuk menghindari kerancuan waktu dalam
sejarah atau anakronisme. Maka pemetaan kronologis ialah peta yang isinya
menunjukkan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa yang secara berurutan,
untuk menghindari kerancuan waktu dalam sejarah.
Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), Dalam praktek perlu analisis
perkembangan simultan, sekuensial, dan jaman dalam beberapa bidang penelitian
serta berbagai inovasi untuk sampai ke situasi sekarang. Pemetaan ini bermanfaat
untuk kajian historis sains dan teknologi, menelusur sumber pengetahuan yang
digunakan masa kini serta sebagai alat untuk pertimbangan strategi teknologi.
Dalam hal demikian kombinasi analisis historis dengan pilihan strategi bagi
perusahaan dan negara. Pemetaan kronologi memerlukan sejumlah besar
informasi teknis dikombinasikan dengan pendapat pakar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.2 Pemetaan Kognitif
Defenisi pemetaan kognitif menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), bahwa
Pemetaan kognitif merupakan pemetaan yang berisikan metode presentasi
pengetahuan personal, kemudian dikembangkan sebagai kerangka kerja pemikiran
sistem dan kajian dinamika system. Pemetaan kognitif merupakan cara
pemaparan suatu grafis/ grafik dari seseorang mengenai pemahamannya tentang
hubungan kasual antara elemen atau faktor yang mempengaruhi situasi dalam
lingkungan tertentu yang kini juga digunakan sebagai alat dalam suatu
manajemen.
Menurut Tolman dalam Intraspec (2002:1) bahwa Cognitive map is the
term used to refer to one's internal representation of the experienced world.
Cognitive mapping includes the various processes used to sense, encode, store,
decode, and use this information. Peta kognitif adalah suatu istilah yang
digunakan untuk merujuk pada representasi internal seseorang tentang dunia yang
berpengalaman. Pemetaan kognitif mencakup berbagai proses yang digunakan
untuk merasakan, mengkodekan, menyimpan, membaca kode, dan menggunakan
informasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa sebuah peta
kognitif adalah representasi berpikir seseorang yang mencakup berbagai proses
yang digunakan untuk merasakan, mengkodekan, menyimpan, membaca kode
serta menggunakan informasi yang ada. Peta kognitif telah dipelajari di berbagai
bidang ilmu pengetahuan, seperti psikologi, perencanaan, geografi dan
manajemen.
Menurut Downs dan Stea dalam Intraspec (2002:1) bahwa:
Cognitive mapping may be defined as a process composed of a series of
psychological transformations by which an individual acquires, codes,
stores, recalls, and decodes information about the relative locations and
attributes of phenomena in their everyday spatial environment.

Pemetaan kognitif dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri dari
serangkaian transformasi psikologis yang digunakan seseorang untuk memperoleh
kode, suatu kenangan, panggilan, dan informasi menerjemahkan tentang lokasi
relatif dan atribut dari fenomena dalam lingkungan sehari-hari kehidupan mereka.
Berdasarkan pendapat Downs dan Stea tersebut dapat diketahui bahwa pemetaan
kognitif adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian transformasi psikologis,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dimana isinya terdapat kode, kenangan, panggilan dan informasi yang
menerjemahkan tentang lokasi, atribut dari suatu fenomena dalam lingkungan
sehari-hari kehidupan seorang individu.
Menurut McGraw-Hill Ryerson dalam Intraspec (2002:1), bahwa:
In more general terms, a cognitive map may be defined as an overall
mental image or representation of the space and layout of a setting, which
means that the act of cognitive mapping is the mental structuring process
leading to the creation of a cognitive map.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa dalam istilah yang
lebih umum peta kognitif dapat didefinisikan sebagai sebuah gambaran mental
yang secara keseluruhan atau mewakili dari pengaturan ruang dan tata letak.
Gambar tersebut memiliki arti bahwa kegiatan pemetaan kognitif adalah proses
penataan jiwa yang mengarah kepembentukan sebuah pemetaan
Dalam kaitannya dengan manajemen teknologi pada setiap tingkat,
pemetaan ini menciptakan model situasi masalah. Bila situasi masalahnya kurang
rumit, maka kita dapat memulai dengan representasi dampak dan masukan antara
sejumlah elemen, dibuat berdasarkan intuisi, tanpa perlu membuat daftar dan tabel
dan kemudian membuat graf dengan menambahkan elemen baru atau
menambahkan panah. Dengan cara demikian kita dapat melakukan latihan
pemodelan mental menyangkut situasi masalah, mengidentifikasi elemen kritis
kognitif.
Menurut Langfield-Smith dan Wirth dalam Sulistyo-Basuki (2002:2) bahwa,
peta kognitif kausal adalah representasi jaringan terarah dari keyakinan
seseorang menyangkut domain tertentu pada titik tertentu dalam perjalanan waktu.
Simpul dan lengkungan yang digunakan dalam pemetaan menunjukkan keyakinan
kausal.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta kognitif kausal
merupakan representasi jaringan terarah dari keyakinan seseorang, terdapat simpul
dan lengkungan pada peta untuk menunjukkan keyakinan kausal.
Keunggulan pemetaan kognitif ialah memungkinkan berlangsungnya
mekanisme balikan (positif maupun negatif) serta simpul kausal pada setiap
tingkat kerumitan. Berdasarkan keunggulan itu, pemetaan kognitif merupakan alat
representasi pengetahuan untuk menunjukkan hubungan kausal dalam masalah
teknis dan manajerial.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau menemukan hubungan kausal yang paling penting. Dalam hal demikian
pemetaan kognitif dapat dipandang sebagai alat untuk analisis langsung atau
perkiraan tentang setiap masalah dalam manajemen teknologi.

2.4.3 Pemetaan Berbasis Co-word
Metode ini dapat digunakan untuk pemetaan ilmu bilamana kita punya akses
pangkalan data publikasi yang besar, dapat diakses sehingga penelusuran kata
serta perkiraan dan perulangannya dapat digunakan secara automatic.
Menurut Sulistyo-Basuki (2002:4), pemetaan berbasis co-word merupakan
pemetaan berbasis frekuensi kata yang muncul dalam dokumen (atau judul
dan/atau abstraknya). Frekuensi kata yang muncul dalam dokumen ini
memungkinkan kita menentukan intensitas informasi yang terdapat pada masing-
masing subjek suatu dokumen. Intensitas dapat digunakan sebagai indikator
penting atau tidaknya bidang tertentu untuk dimunculkan dalam peta. Bila
kalkulasi tersebut meliputi densitas relatif dari publikasi dimana terjadi
perulangan beberapa istilah atau kata, maka kita dapat menemukan efek
penggugusan clustering dan menentukan kedekatannya elemen pengetahuan yang
berkaitan. Kedekatan ini diukur dengan frekuensi perulangan istilah atau kata.
Semakin dekat subjek, semakin tinggi frekuensi kata.
J umlah suatu pertumbuhan pengetahuan didasarkan atas jumlah publikasi
dan paten yang dihasilkan pada periode tertentu. Melalui cara ini kita dapat
memantau dinamika aktivitas penelitian dalam berbagai disiplin ilmu, bidang
subjek, perubahan akses yang berpengaruh terhadap domain publik (paten dan
publikasi). Data yang sama dapat digunakan untuk memetakan ilmu pengetahuan.
Analisis co-word didasarkan pada analisis co-occurrence dari dua atau
lebih kata kunci atau kata-kata yang terdapat dalam teks yang digunakan untuk
mengindeks artikel atau dokumen lainnya, (Todorov dalam Arwendria, 2009:1).
Analisis co-word ditujukan untuk menganalisis isi, pola dan kecenderungan
(trend) dari suatu kumpulan dokumen dengan mengukur hubungan kekuatan
istilah/ term, (De Looze dan kawan-kawan dalam Arwendria, 2009:1)


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.4 Pemetaan Konseptual
Metode pemetaan konseptual merupakan metode pemetaan dengan
menggunakan konsep-konsep yang akan digambarkan pada sebuah rangkaian-
rangkaian suatu pernyataan. Seperti yang dipaparkan oleh Suparno dalam Rulam
(2010:1) bahwa:
Peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan suatu
pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. Peta
konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting,
melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah suatu bagan
skematik yang menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam
suatu rangkaian pernyataan, namun bukan hanya menggambarkan konsep-konsep
melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep tersebut.
Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (2002:3), bahwa pemetaan konseptual
dapat digunakan untuk memaparkan seluruh domain pengetahuan guna
mengidentifikasikan bidang yang menarik. Objek pemetaan konseptual dapat
berupa disiplin ilmiah atau teknologi atau domain interdisipliner. Dari pendapat
tersebut dapat diketahui bahwa pemetaan konseptual adalah pemetaan yang
memaparkan seluruh domain pengetahuan dan yang merupakan objek untuk
melakukan pemetaan secara konseptual ini dapat berupa disiplin ilmiah atau
teknologi atau domain interdisipilner.
Ada juga pendapat dari Arends dalam Rulam (2010:1) menjelaskan bahwa
penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan
mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik
maka siswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah alat
penyajian sejumlah informasi yang informasi tersebut dapat mudah dipahami dan
dapat diingat lebih lama. Hal ini merupakan suatu cara yang baik untuk siswa
memahami dan mengingat sejumlah informasi.
Menurut Williams dalam Rulam (2010:1), bahwa:
Peta konsep dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui pemahaman
konseptual seseorang. Dengan mengacu pada peta konsep maka guru dapat
membuat suatu program pengajaran yang lebih terarah dan berjenjang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dapat meningkatkan
daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah suatu alat
yang dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang. Peta
konsep dapat digunakan guru untuk membuat suatu program pengajaran yang
lebih terarah dan berjenjang, sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan meningkat.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas maka dapat dilihat beberapa persamaan
tentang peta konsep. Ketiga pendapat tersebut sama-sama merupakan suatu alat
yang merupakan bagan untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang,
dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar sehingga siswa mudah
mengerti dan memahami materi atau sejumlah informasi yang disampaikan dalam
proses belajar mengajar.
Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi
fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Selain itu, suatu peta konsep
merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian
dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan
proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar
bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan
hubungan antara konsep-konsep.
Menurut Gertner dalam Haryanto (2007:36). sebuah konsep dapat
didefinisikan sebagai setiap unit berpikir, setiap ide yang terbentuk di pikiran kita.
Pemetaan konseptual kadang-kadang juga disebut taksonomi. Pemetaan
konseptual adalah metode mengatur suatu hirarki dan mengklasifikasi konten.
Hal yang melibatkan dalam pelabelan potongan pengetahuan dan hubungan antara
pengetahuan-pengetahuan tersebut. Seringkali, kata benda digunakan untuk
merujuk kepada konsep-konsep (Roche dalam Haryanto, 2007:36).
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan koseptual
adalah suatu pemetaan yang menggunakan metode hierarki dan mengklasifikasi
konten, dimana hirarki tersebut berisikan konsep-konsep, konsep-konsep yang
digunakan merupakan kata benda.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Sowa dalam Haryanto (2007:36) bahwa:
Hubungan membentuk kelas khusus dari konsep adalah menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep lainnya. Salah satu hubungan yang paling
penting antara konsep-konsep adalah hubungan hirarkis (subsumption), di
mana satu konsep (superconcept) lebih umum daripada konsep lain
(subconcept).

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa hubungan yang paling
penting antara konsep-konsep adalah hubungan hirarki (subsumption), di mana
satu konsep (superconcept) lebih umum daripada konsep lain (subconcept).
Menurut Dahar (2001:5) bahwa:
Penggunaan konsep dalam pembelajaran dapat diketahui dengan
pertolongan peta konsep. Peta konsep digunakan untuk menyatakan
hubungan yang bermakna antara konsep-konsep yang berbentuk preposisi-
preposisi. Preposisi-preposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang
dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Sebagai contoh:
langit itu biru mewakili peta konsep sederhana yang membentuk proposisi
yang sahih tentang konsep langit dan biru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep
adalah suatu gambar (visual), tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan
sebagai hasil dari pemetaan konsep. Pemetaan konsep disini adalah suatu proses yang
melibatkan identifikasi konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang
paling inklusif kemudian yang kurang inklusif setelah itu baru konsep-konsep yang
lebih spesifik. Pemetaan konsep merupakan salah satu cara untuk
mengeksternalisasikan konsep-konsep yang telah diperoleh beserta hubungannya.
Melalui peta konsep yang dibuat dapat dilihat suatu keutuhan (unity) dari
bangunan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dari peta konsep juga dapat
diketahui keluasan dan kedalaman pemahaman akan konsep-konsep yang dipelajari.
Untuk membuat peta konsep kita harus mengetahui terlebih dahulu domain
pengetahuan dan hubungan antara domain tersebut. Dalam hal demikian ada tiga
kategori dasar elemen pengetahuan dalam setiap domain pengetahuan yaitu :
1. Himpunan istilah dan konsep, sebuah kamus, thesaurus dan sebagainya
2. Himpunan pernyataan, informasi dan data deskriptif dan preskriptif, laporan
tentang observasi, eksperimen, fakta, peristiwa dan sebagainya
3. Kumpulan alat metodologi, model dan teori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kategori tersebut secara fungsional saling berkaitan. Istilah dan konsep
digunakan untuk merumuskan pernyataan. Selanjutnya digunakan untuk
menciptakan pernyataan atau konsep baru. Semua proses dan interaksi ini
diwujudkan dalam publikasi, makalah, laporan penelitian, dokumen, pangkalan
data (database) dan sebagainya.
Hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain disebut proposisi.
Peta konsep menggambarkan jalinan antar konsep yang saling berhubungan.
Konsep dapat dinyatakan dalam bentuk istilah atau label konsep. Konsep-konsep
dijalin secara bermakna dengan kata-kata penghubung sehingga dapat membentuk
proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep dan kata penghubung. Konsep
yang satu mempunyai makna yang lebih luas daripada konsep yang lain. Dengan
kata lain konsep yang satu lebih inklusif daripada konsep yang lain.
Keseluruhan konsep-konsep tersebut disusun menjadi sebuah tingkatan dari
konsep yang paling umum, khusus dan akhirnya sampai pada konsep yang paling
khusus. Tingkatan-tingkatan dari konsep-konsep disebut dengan hirarki.
Pada peta konsep, konsep yang lebih inklusif diletakkan di atas. Konsep
yang kurang inklusif kemudian dihubungkan dengan kata penghubung. Konsep
yang khusus ditempatkan di bawahnya dan dihubungkan lagi dengan kata
penghubung. Konsep yang inklusif dapat dihubungkan dengan beberapa konsep
yang kurang inklusif. Konsep yang paling inklusif diletakkan pada pohon konsep.
Konsep ini disebut kunci konsep. Konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan
dengan konsep pada jalur yang lain dengan kata penghubung. Hubungan ini
disebut dengan kaitan silang.
Yamin dalam Sutiman (2008:12), mengemukakan ciri-ciri peta konsep
sebagai berikut:
1. Peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau preposisi-preposisi suatu
bidang ilmu agar lebih jelas dan bermakna, misalnya dalam ilmu kimia
dikenal konsep stoikiometri, konsep energitika dan konsep reaksi.
2. Peta konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi yang
memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Selain itu, peta konsep
juga memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari cara
belajar bentuk lain yang tidak memperlihatkan antar konsep.
3. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antar satu dengan yang lainnya.
4. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat
beberapa konsep, maka konsep itu akan lebih terurai secara jelas sehingga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
apapun yang berkaitan dengan konsep tersebut akan timbul, seperti: fungsi,
bentuk, contoh, tempat dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri peta konsep
mempunyai 4 (empat) ciri, yakni peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep
atau preposisi-preposisi suatu bidang ilmu agar lebih jelas dan bermakna. Peta
konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi yang
memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Setiap konsep memiliki
bobot yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Peta konsep berbentuk
hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat beberapa konsep.
Sedangkan menurut Dahar (1989:125-126) bahwa:
Ciri-ciri peta konsep adalah :
1. Pertama, peta konsep atau pemetaan konsep ialah suatu cara untuk
memperlihatkan konsep-konsep dan preposisi-preposisi suatu bidang
studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, dan lain-lain.
2. Kedua, suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari
suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri ini lah yang
dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-
konsep. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang
penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep tersebut.
3. Ketiga, cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua
konsep mempunyai bobot yang sama. Berarti, ada beberapa konsep yang
lebih inklusif daripada konsep yang lain.
4. Keempat, tentang hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di
bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada
peta konsep tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa ciri peta konsep
ada 4 (empat) ciri. Ciri pertama adalah peta konsep merupakan suatu cara
memperlihatkan konsep dan preposisi yang terdapat pada suatu bidang studi. Ciri
kedua adalah peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang,
memperlihatkan hubungan proposisional antara konsep-konsep. Ciri ketiga adalah
tiap konsep yang terdapat pada peta konsep tidak sama bobotnya sehingga
terdapat konsep-konsep yang lebih inklusif. Dan ciri keempat adalah terdapat
suatu hirarki pada peta konsep.

Menurut Novak dan Canas (2008:3) bahwa:
Since concept map structures are dependent on the context in which they
will be used, it is best to identify a segment of a text, a laboratory activity,
or a particular problem or question that one is trying to understand. This
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
creates a context that will help to determine the hierarchical structure of the
concept map. It is also helpful to select a limited domain of knowledge for
the first concept maps.

Artinya ialah awalnya struktur konsep peta tergantung pada konteks di mana
mereka akan digunakan, yang terbaik adalah untuk mengidentifikasi segmen teks,
sebuah kegiatan mengolah atau masalah tertentu atau satu pertanyaan yang sedang
dicoba untuk mengerti. Hal ini yang akan membantu menciptakan konteks yang
akan ditentukan nya suatu struktur hirarkis dari peta konsep. Hal ini juga berguna
untuk memilih sebuah domain pengetahuan yang terbatas
Concept mapping was developed at Cornell University in 1970s, but the
version that spread all over the world was invented in 1980s. Novak and
Gowin (1984) made it very popular among science educators. There are
false claims who invented, what and when. The timing is claimed to be
untuk konsep peta yang
pertama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa suatu peta konsep yang
baik adalah peta konsep yang menunjukkan suatu hirarki dan organisasi konsep-
konsep yang tepat, menggunakan kata atau kalimat penghubung antar konsep
yang sederhana namun bermakna dan penampilan yang menarik perhatian
pembaca.

2.4.4.1 Sejarah Singkat Peta Konseptual
Adapun sejarah singkat peta konseptual yakni menurut Metawai (2009:1)
bahwa:
Konsep teknik pemetaan pertama kali dikembangkan oleh J oseph D. Novak
di Cornell University pada tahun 1960-an. Konsep ini didasarkan pada teori
Ausubel Daud, yang menekankan pentingnya pengetahuan dalam sebelum
dapat belajar tentang konsep-konsep baru. Novak menyimpulkan bahwa,
meaningful belajar melibatkan penulis baru dan konsep propositions yang
ada dalam struktur kognitif.

Berdasarkan pendapat diketahui bahwa konsep teknik pemetaan pertama
kali dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Novak di Cornell University. Konsep
ini didasarkan oleh teori Ausubel daud. Berdasarkan teori tersebut, novak
menyimpulkan bahwa meaningful belajar melibatkan penulis baru dan konsep
propositions.
Menurut Ahlberg (2007:1) bahwa:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1960s or 1970s, and there are other people who claim to be inventors of
concept mapping. hlberg (1993 and 2004) has studied published
documents from the beginning of concept mapping research and he came to
conclusions presented above. Novak tried to trademark his version of
concept mapping in 1998. The name of his book (Novak 1998) is Learning,
creating and using knowledge. Concept Maps as facilitating tools in
schools and corporations. He did not get the trademark, although in the
cover page trademark is already announced. There are hundreds of
research reports of usefulness and accuracy of concept maps in education.

Teknik pemetaan konseptual kemudian dikembangkan lagi oleh J oseph D.
Novak beserta tim penelitiannya Cornell University ditahun 1970-an. Akan tetapi
di Indonesia, pemetaan konseptual baru dikenal pada tahun 1980-an. Pada tahun
1984 Novak dan Gowin membuat peta konseptual semakin popular di kalangan
dunia pendidikan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1998 Novak mencoba menjual
suatu produk mengenai pemetaan konsep, yang diterbitkan melalui sebuah buku
dengan judul Belajar, menciptakan dan menggunakan pengetahuan : Konsep Peta
sebagai fasilitasi alat di sekolah dan perusahaan.
Pengenalan terbaru dan instruksi dari jenis produk adalah peta konsep
yang diterbitkan sebagai laporan teknis yang dimuat di web (www) Novak dan
Canas (2006:1) menyatakan bahwa:
Concept maps are graphical tools for organizing and representing
knowledge. They include concepts, usually enclosed in circles or boxes of
some type, and relationships between concepts indicated by a connecting
line linking two concepts. Words on the line, referred to as linking words
or linking phrases, specify the relationship between the two concepts.

Artinya ialah peta konsep adalah alat grafis untuk mengatur dan mewakili
pengetahuan. Mereka mencakup konsep-konsep, biasanya tertutup dalam
lingkaran atau kotak dari beberapa jenis, dan hubungan antara konsep-konsep
yang ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan menghubungkan dua konsep.
Kata-kata pada baris, disebut sebagai menghubungkan kata atau frase
menghubungkan, menentukan hubungan antara dua konsep.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah
alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan, mencakup konsep-konsep.
Kata-kata yang menghubungkan konsep dapat menentukan suatu hubungan antara
dua konsep.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Novak dan Canas (2008:1) menyatakan bahwa:
Another characteristic of concept maps is that the concepts are represented
in a hierarchical fashion with the most inclusive, most general concepts at
the top of the map and the more specific, less general concepts arranged
hierarchically below. The hierarchical structure for a particular domain of
knowledge also depends on the context in which that knowledge is being
applied or considered.

Artinya ialah karakteristik lain dari peta konsep adalah bahwa konsep-
konsep yang diwakili secara hirarkis dengan konsep yang paling inklusif yang
paling umum di bagian atas peta dan konsep lebih spesifik (kurang umum) diatur
secara hirarki di bagian bawah. Struktur hirarkis untuk domain pengetahuan
tertentu juga tergantung pada konteks di mana pengetahuan yang sedang
diterapkan atau dianggap.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa karakteristik dari peta
konsep adalah konsep-konsep diwakili secara hirarki dengan konsep yang paling
umum terletak di bagian atas dan konsep yang lebih spesifik (lebih khusus)
diletakan di bagian bawah. Suatu struktur hirarki untuk domain pengetahuan
tertentu tergantung pada konteks dimana pengetahuan yang sedang diterapkan
atau dianggap.
Perkembangan selanjutnya peta konsep digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan pembelajaran agar lebih bermakna dalam mata pelajaran science
maupun pelajaran lainnya. Semula, peta konsep dikenal juga dengan pembelajaran
konstruktivisme karena para konstruktivis berpendapat bahwa dalam
pembelajaran peta konsep, peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya
sendiri.

2.4.4.2 Cara Membuat Peta Konseptual
Dalam praktiknya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh
seseorang yang akan membuat peta konsep. Ernest dalam Rulam (2010),
berpendapat bahwa untuk menyusun suatu peta konsep dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
1. Tentukan dahulu topiknya,
2. Membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk konsep tersebut,
3. Menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk
suatu proposisi,
5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat.
Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) cara untuk
menyusun suatu peta konsep. Lima cara tersebut yakni menentukan topik,
membuat daftar konsep-konsep yang relevan, menyusun konsep-konsep menjadi
sebuah bagan, menghubungkan konsep-konsep dengan kata-kata agar
membentuk suatu proposisi, dan mengevaluasi hubungan konsep-konsep yang
telah dibuat.
Pendapat lain menyatakan bahwa langkah-langkah dalam membuat peta
konsep, yaitu:
1. Memilih suatu bahan bacaan/ sumber bacaan.
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan.
3. Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke
yang paling tidak inklusif.
4. Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang
paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
5. Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata
hubung. Misalnya merupakan, dengan, diperoleh, dan lain-lain.
(Ivonyerniwaty, 2011:1)

Dari pendapat di atas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) cara untuk membuat
peta konsep. Lima cara tersebut yakni memilih suatu bahan bacaan/sumber
bacaan, menentukan konsep-konsep yang relevan, mengurutkan konsep-konsep
secara hirarki, mulai dari konsep paling inklusif sampai konsep paling khusus.
Kemudian menyusun konsep-konsep tersebut dalam kertas dengan cara
menempatkan konsep paling inklusif pada bagian paling atas, lalu
menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung.
Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (2002:4) bahwa untuk membuat peta
konseptual, ada 6 (enam) langkah yang dapat dilakukan adalah:
1. Masing-masing subdisiplin ilmu atau spesialisasi dianggap sebagai elemen
pengetahuan dari domain tertentu, dinyatakan di peta dalam bentuk kotak/
kerangka tunggal.
2. Besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen, misalnya diukur dengan
jumlah publikasi, paten, pengarang aktif dan lain-lain. Dinyatakan
berdasarkan besaran (atau ketebalan kotak) elemen di peta. Dengan demikian
besaran tersebut bersifat relatif.
3. Tingkat pengetahuan diungkapkan berdasarkan ketebalan atas warna masing-
masing elemen. Tingkat pengetahuan ini terbagi atas 5 tingkatan yaitu: (1)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tingkat 1: realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi; (2) tingkat
2: realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan
pemodelan; (3) tingkat 3: Model, merupakan representasi realita diwujudkan
dalam model; (4) tingkat 4: Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma,
dan ketentuan penalaran; (5) tingkat 5: pernyataan berupa teori, inferensi,
penjelasan dan penilaian.
4. Kedekatan elemen pengetahuan, dinilai oleh pakar atau diukur berdasarkan
indeks kedekatan bibliometrika. Teknik ini digunakan untuk menentukan
lokasi relatif masing-masing elemen.
5. Lokasi elemen di peta hendaknya mencerminkan asal usul dan daya tarik
menarik dengan disiplin eksternal (sumber pengetahuan)
6. Koneksi antara elemen pengetahuan hendaknya mencerminkan arah dan
intensitas dampak atau arus pengetahuan. Koneksi ditunjukkan dengan panah
dan garis. Asesmen terhadap hubungan dilakukan dengan menggunakan data
sitasi, pengulangan kata dan/ atau pendapat pakar dalam bidang tersebut.
Berdasarkan pendapat Sulistyo di atas diketahui bahwa terdapat 6 langkah
untuk membuat peta konsep. Enam langkah tersebut yakni masing-masing
subdisiplin ilmu atau spesialisasi dianggap sebagai elemen pengetahuan dari
domain tertentu, besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen, misalnya diukur
dengan jumlah publikasi, paten, pengarang aktif dan lain-lain. Dinyatakan
berdasarkan besaran atau ketebalan kotak elemen di peta, tingkat pengetahuan
diungkapkan berdasarkan ketebalan atas warna masing-masing elemen, kedekatan
elemen pengetahuan, dinilai oleh pakar atau diukur berdasarkan indeks kedekatan
bibliometrika. Lokasi elemen di peta hendaknya mencerminkan asal usul dan daya
tarik menarik dengan disiplin eksternal (sumber pengetahuan), dan koneksi antara
elemen pengetahuan hendaknya mencerminkan arah dan intensitas dampak atau
arus pengetahuan. Koneksi ditunjukkan dengan panah dan garis.
Dari ketiga pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa metode atau cara
untuk membuat peta konsep adalah sebagai berikut:
1. Memilih suatu bahan bacaan/ sumber bacaan,
2. Mencatat semua judul artikel dari masing-masing judul artikel yang terdapat
di dalam suatu bahan bacaan/ sumber bacaan yang telah dipilih, serta
memahami isi artikel-artikel tersebut,
3. Menentukan konsep-konsep yang akan dijadikan sebuah elemen pengetahuan,
misalnya saja subdisiplin ilmu sebagai elemen pengetahuan dari domain
tertentu; besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen yang mencakup
jumlah publikasi, jumlah pengarang, asal pengarang, dan bahasa artikel;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tingkat pengetahuan, ada 5 (lima) tingkat pengetahuan yakni tingkat 1.
realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi, tingkat 2. realita ke
model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan
pemodelan,tingkat 3. Model, merupakan representasi realita diwujudkan
dalam model, tingkat 4. Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan
ketentuan penalaran, tingkat 5 pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan
dan penilaian,
4. Menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung,
5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat,
6. Hubungan antara konsep hendaknya mencerminkan arah dan intensitas
dampak atau arus pengetahuan, ditunjukkan dengan panah dan garis.
Keenam langkah-langkah tersebut merupakan metode atau cara yang
dirumuskan berdasarkan perpaduan antara pendapat Ermest, Dahar dan Sulistyo-
Basuki. Selanjutnya keenam langkah-langkah tersebut akan diterapkan atau
digunakan dalam penelitian ini.
Adapun konsep-konsep yang akan dijadikan sebagai elemen pengetahuan
adalah:
1. Subdisiplin ilmu sebagai elemen pengetahuan dari domain tertentu;
Untuk menentukan subdisiplin ilmu masing-masing artikel, digunakan
pedoman peta ilmu informasi yang telah dibuat oleh Sulistyo-Basuki
(Sulistyo-Basuki, 2006: 29). Peta ilmu informasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.
2. Besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen yang mencakup jumlah
publikasi, jumlah pengarang, asal pengarang, dan bahasa artikel;
3. Tingkat pengetahuan, ada 5 (lima) tingkat pengetahuan yakni:
a. Tingkat 1. realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi,
Maksudnya ialah apakah realita-data empiris yang terdapat dalam
artikel-artikel tersebut merupakan suatu realita, persepsi atau kah
merupakan deskripsi.
Adapun defenisi yang dimaksud dengan realita, persepsi, dan
deskripsi adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Kata Serapan (2001:
504), realita adalah kenyataan. Maka realita-data empiris yang merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
realita adalah suatu data empiris yang datanya merupakan data yang nyata/
real sesuai dengan data yang ada atau nyata.
Berdasarkan Kamus Kata Serapan (2001: 449), persepsi adalah
suatu proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera atau
suatu kesadaran/ tanggapan akan sesuatu yang diterima melalui panca
indera. Maka realita-data empiris yang merupakan persepsi adalah suatu
data empiris yang datanya diperoleh seseorang melalui proses tanggapan
akan sesuatu yang dtangkap oleh panca indera seseorang tersebut.
Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 74), deskripsi
adalah paparan dengan kata-kata secara terperinci. Dari pengertian tersebut
dapat kita ketahui bahwa realita-data empiris yang merupakan deskripsi
adalah suatu data empiris yang data nya merupakan atau hasil dari
paparan-paparan dengan kata-kata yang terperinci.

b. Tingkat 2. realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan,
asumsi dan pemodelan,
Maksudnya ialah apakah realita ke model-syarat yang terdapat
dalam artikel-artikel tersebut merupakan suatu persamaan, perkiraan,
asumsi ataukah pemodelan.
Adapun defenisi yang dimaksud dengan persamaan, perkiraan,
asumsi dan pemodelan adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Umum
Bahasa Indonesia (1984: 858), persamaan adalah perihal sama atau
keadaan yang sama, serupa dengan yang lain. Berdasarkan defenisi
tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan
kondisi yang merupakan persamaan adalah realita ke model-syarat dan
kondisinya berupa perihal/ keadaan yang sama ataupun serupa dengan
yang lainnya.
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 511),
perkiraan adalah perhitungan, pertimbangan. Berdasarkan defenisi tersebut
maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang
merupakan perkiraan adalah realita ke model-syarat dan kondisi nya
berupa perhitungan, pertimbangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 26), asumsi
adalah anggapan, dugaan.
c. Tingkat 3. Model, merupakan representasi realita diwujudkan dalam
model,
Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita
ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang merupakan asumsi
adalah realita ke model-syarat dan kondisi nya berupa anggapan, dugaan.
Menurut Herawati (2010: 16), pemodelan adalah suatu bentuk
penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek
untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan.
Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke
model-syarat dan kondisi yang merupakan pemodelan adalah realita ke
model-syarat dan kondisi nya berupa suatu penyederhanaan dari sebuah
elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan
pemahaman dari informasi yang dibutuhkan.

Maksudnya ialah apakah model dalam artikel-artikel tersebut,
merupakan representasi realita yang diwujudkan dalam model atau tidak
diwujudkan dalam model. Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia
(1995: 188), model adalah ragam, contoh, acuan. Berdasarkan defenisi
tersebut dapat kita ketahui bahwa representasi realita yang diwujudkan
dalam model adalah representase realitanya berupa/ diwujudkan dengan
contoh, seperti gambar.
Adapun defenisi model menurut Herawati (2010: 11), model
adalah representasi penyederhanaan dari sebuah realita yang complex
(biasanya bertujuan untuk memahami realita tersebut) dan mempunyai
feature yang sama dengan tiruannya dalam melakukan task atau
menyelesaikan permasalahan.

d. Tingkat 4. Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan
ketentuan penalaran,
Maksudnya ialah model ke pernyataan dalam artikel-artikel tersebut
merupakan teknik verifikasi, algoritma, atau kah ketentuan penalaran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun defenisi yang dimaksud dengan verifikasi, algoritma dan
penalaran adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa
Indonesia (1995: 238), verifikasi pemeriksaan tentang kebenaran laporan.
Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke
pernyataan-teknik yang berupa verifikasi adalah teknik yang berisikan
tentang kebenaran akan suatu laporan.
Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 15) Algoritma
adalah urutan logis pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah
e. Tingkat 5. Pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan dan penilaian,
.
Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke
pernyataan-teknik yang berupa algoritma adalah teknik yang berisikan
tentang urutan logis untuk pemecahaan suatu masalah..
Menurut Herdiyanti (2012: 1), penalaran adalah suatu proses
berfikir, yang menghubungkan fakta-fakta dari suatu data hingga
memperoleh suatu kesimpulan. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat
kita ketahui bahwa model ke pernyataan-teknik yang berupa penalaran
adalah teknik yang berisikan tentang proses berfikir.

Maksudnya ialah apakah pernyataan dalam artikel-artikel tersebut
berupa teori, inferensi, penjelasan atau kah berupa penilaian.
Adapun defenisi yang dimaksud dengan teori, inferensi, penjelasan
dan penilaian adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Kata Serapan
(2001: 621), teori adalah pendapat/ gagasan umum sebagai suatu
kebenaran yang diperoleh dari serangkaian kenyataan/ pemikiran.
Berdasarkan defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan yang
berupa teori adalah pernyataan yang berisikan pendapat/ gagsan umum
yang kebenaran nya diperoleh dari serangkaian kenyataan pemikiran.
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 382), inferensi
adalah suatu proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang
diketahui. Berdasarkan defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan
yang berupa inferensi adalah pernyataan yang berisikan informasi yang
bersal dari fakta yang diketahui.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 410),
penjelasan adalah suatu keterangan yang lebih jelas, uraian untuk
menjelaskan. Berdasarkan defenisi tersebut makan dapat kita ketahi bahwa
pernyataan yang berupa penjelasan adalah pernyataan yang berisikan suatu
keterangan-keterangan atau uraian-uraian yang menjelaskan lebih jelas
lagi.
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 677),
penilaian adalah suatu perbuatan menilai/ memberi nilai. Berdasarkan
defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan yang berupa penilaian
adalah pernyataan yang isi nya memberi nilai terhadap suatu hal.

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Riduan (2010:4,5,9):

Sumber: Riduan (2010:4)
Gambar 4. Contoh sederhana peta konsep



Sumber: Riduan (2010:9)
Gambar 5. contoh peta konsep yang menggunakan topik sederhana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sumber: Riduan (2010:9)
Gambar 6. contoh lain peta konsep sederhana


Sumber: Riduan (2010:5)
Gambar 7. Peta konsep disusun secara hirarki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Fatmawati (2005:23):

Sumber: Fatmawati (2005:23)
Gambar 8. Bagan Peta Konsep Materi Daur Air dan Peristiwa Alam

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Taufiqurohman (2011:1):
Sumber: Taufiqurohman (2011:1)
Gambar 9. Peta Konsep Zat Adiktif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber: Taufiqurohman (2011:1)
Gambar 10. Peta Konsep Zat Psikotropika

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Dahar (1989:127):

Sumber : Dahar (1989:127)
Gambar 11. Peta Konsep Sampah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Aslam (2012:1):

Sumber: Aslam (2012:1)
Gambar 12. Peta Konsep Plantae
2.5 Pengertian Jurnal
J urnal merupakan salah satu koleksi perpustakaan yang paling dibutuhkan
oleh pengguna untuk menemukan informasi tentang penemuan ilmiah terkini
(current). Dalam hal pengelompokkan koleksi perpustakaan, pada dasarnya jurnal
termasuk ke dalam kategori koleksi atau terbitan serial/ berseri/ berkala.
Menurut Lasa (1994:13) bahwa : terbitan berseri biasanya direncanakan
untuk terbit terus menerus dalam jangka waktu yang tidak terbatas, dikelola oleh
sekelompok orang yang pada umumnya disebut redaksi. Menurut pendapat di
Lasa tersebut dapat diketahui bahwa terbitan berseri adalah terbitan yang
direncanakan untuk terbit secara terus menerus dalam waktu tidak terbatas serta
dikelola dengan sekelompok orang.
Adapun pengertian jurnal menurut Zen (2009:15) adalah Journals yaitu
terbitan berkala memuat artikel ilmiah (learned periodicals). Artinya bahwa jurnal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan suatu koleksi dari terbitan berkala yang berisikan artikel-artikel
ilmiah.
Definisi lain menurut Koswara (2000:3) bahwa:
J urnal adalah terbitan berkala yang berbentuk pamflet berseri berisi bahan
yang sangat diminati orang saat diterbitkan . Bila dikaitkan dengan kata
ilmiah di belakang kata jurnal dapat terbitan berarti berkala yang berbentuk
pamflet yang berisi bahan ilmiah yang sangat diminati orang saat
diterbitkan.

Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa jurnal merupakan salah satu
terbitan berkala, berisikan bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan. J ika
kata jurnal dikaitkan dengan kata ilmiah maka menjadi jurnal ilmiah dan artinya
bahwa jurnal tersebut berisikan bahan ilmiah namun tetap saja diminati orang saat
diterbitkan.
Berdasarkan tiga pendapat di atas dapat dilihat beberapa kesamaan dan
beberapa perbedaan pendapat tentang pengertian J urnal. Pendapat di atas memiliki
persamaan yakni, jurnal merupakan terbitan yang terbit secara berlanjut atau
berkala. Perbedaan dari tiga pendapat di atas yakni, pendapat dari Lasa lebih
menekankan bahwa jurnal adalah terbitan berkala yang dikelola oleh sekelompok
orang. Pendapat dari Zen lebih menekankan bahwa isi jurnal adalah terbitan
berseri yang berisi artikel-artikel ilmiah, sedangkan pendapat dari Koswara lebih
menekankan bahwa jurnal sangat diminati orang saat diterbitkan.

2.6 Jenis Jurnal berdasarkan Format Media
Berdasarkan format media, jurnal terbagi atas 2 jenis yakni jurnal tercetak
dan jurnal elektronik. J urnal tercetak adalah suatu koleksi berkala atau serial yang
formatnya masih tercetak seperti buku.
Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, jarak, ruang
dan waktu menjadi tidak ada batasan. Hal ini pun telah mengubah pola perilaku
pengguna perpustakaan dalam mencari informasi. Pengguna membutuhkan
informasi terkini, yang bisa diperoleh dengan cara cepat. Perpustakaan perguruan
tinggi sebagai badan pengelola informasi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang sedang terjadi. Salah satu solusi perpustakaan dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melayani serta memenuhi kebutuhan informasi pengguna adalah dengan
menyediakan koleksi jurnal elektronik.
J urnal elektronik merupakan salah satu terbitan serial (terbitan berkala)
seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga
format , yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf). J urnal
elektronik juga merupakan bagian dari koleksi terbitan berseri dimana memiliki
kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan jurnal tercetak.
J urnal elektronik atau jurnal online menurut LIPI (2006:1) adalah sarana
berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal. Sarana ini disediakan sebagai wadah
bagi pengelola, penulis dan pembaca karya-karya ilmiah. Dari pendapat ini dapat
diketahui bahwa jurnal elektronik adalah sebuah sarana yang berbasis web.
Adapun pengertian jurnal elektronik menurut Rushendi (2010:59) adalah
terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi bentuk elektronik, biasanya terdiri
dari tiga format, yaitu teks, teks, grafik, serta full image (dalam bentuk pdf). Dari
pendapat ini dapat diketahui bahwa jurnal elektronik adalah terbitan serial yang
berbentuk elektronik.
Dari kedua pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa jurnal elektronik
adalah suatu sarana yang berbasis web, yang merupakan terbitan serial yang
berbentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format yakni teks, grafik dan full
image (dalam bentuk pdf)
Sedangkan Rushendi (2010:59) menyatakan bahwa dibandingkan dengan
jurnal tercetak jurnal elektronik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dari
segi kemuktahiran. J urnal elektronik sering kali sudah terbit sebelum jurnal cetak
diterbitkan.
Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui dalam kecepatan penerimaan
informasi jurnal elektronik jauh lebih cepat dibandingkan dengan jurnal tercetak.
Hal ini menyebabkan pengguna lebih memilih menggunakan jurnal elektronik
dibandingkan jurnal tercetak. Pengguna membutuhkan informasi yang terkini, hal
itu dapat diperoleh dari jurnal elektronik.


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal cetak disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 1. Perbandingan J urnal Elektronik dengan J urnal Tercetak
No. Kriteria Elektronik Tercetak
1 Kemuktakhiran Mutahir Mutahir
2 Kecepatan diterima Cepat Lambat
3 Penyimpanan Sangat mengirit
tempat
Memakan tempat
4 Pemanfaatan 24 jam Terbatas jam buka
5 Kesempatan akses Bisa bersamaan Antri
6 Penelusuran Otomatis tersedia Harus dibuat
7 Waktu penelusuran Cepat Lama
8 Keamanan Lebih aman Kurang aman
9 Manipulasi dokumen Sangat mudah Tidak bisa
10 Bila langganan dengan
dana yang sama
J udul bias lebih
banyak
J udul lebih sedikit
11 Harga total langganan J auh lebih murah Lebih mahal

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jurnal elektronik lebih banyak
memiliki nilai lebih dibandingkan dengan jurnal tercetak baik itu dari aspek
kemuktahiran, penyimpanan, serta pemanfaatannya. Dengan adanya kelebihan
yang dimiliki jurnal elektronik dapat lebih memudahkan pengguna dalam mencari
informasi khususnya dalam hal penelusuran jurnal online/elektronik, namun
disamping itu jurnal elektronik memiliki kelemahan dimana untuk mengakses
jurnal harus melalui media yaitu komputer yang tentunya membutuhkan listrik,
jadi apabila terjadi pemadaman listrik jurnal online pun tidak dapat diakses.
Perpustakaan dalam hal ini tentunya perlu meyediakan koleksi selain
koleksi tercetak yang sudah ada demi memenuhi tuntutan perkembangan IPTEK
yang sedang terjadi yaitu salah satunya dengan menyediakan koleksi elektronik.
Menurut Galvin (2004:1) bahwa:
Advantage of electronic journals that comes to mind is the financial
savings, the threats to scholarly communication and to academic careers
that are created by the expense of print journals, these costs included
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maintenance of technology and staff time spent in selecting and reviewing
electronic subscriptions, From the scholar/author's point of view, other
benefits of electronic publication are speed and freedom from constraints of
journal length. Publication delays are no longer necessary, nor do worthy
articles need to be eliminated from journals due to space restrictions.

Berdasarkan pendapat Galvin dapat diketahui bahwa keuntungan dari jurnal
elektronis adalah bagi pihak penerbit dapat menghemat biaya cetak, bagi
perpustakaan akan menghemat biaya pemeliharaan seperti penjilidan dan
pemeliharaan di rak, dan bagi penulis dapat mengurangi panjangnya waktu/proses
penerbitan naskah dalam suatu jurnal sehingga penundaan penerbitan dapat
dihindari. J uga kekhawatiran artikel dieliminasi dari jurnal yang disebabkan
terbatasnya ruang jurnal dapat dikurangi.
J urnal saat ini tidak hanya terdiri dari jurnal bentuk cetak namun telah
tersedia pula dalam bentuk digital atau CD-ROM, dan jurnal yang memang hanya
diterbitkan secara online (jurnal elektronik berbasis web).
J urnal elektronik dalam bentuk CD-ROM merupakan jurnal yang
penyediaannya dalam bentuk CD (Compact Disc), yaitu disket yang berbentuk
cakram yang hanya bisa diakses dengan menggunakan sistem penelusuran
informasi.
Siregar (1997:1) mendefinisikan CD-ROM yaitu sebagai jenis disket yang
diciptakan dengan teknologi optical (laser) yang terbuat dari bahan plastik dan
silikon, berbentuk piringan dengan diameter 12 cm dan tebal 1 mm. Pendapat
yang hampir sama dinyatakan oleh Bamford dalam Muntashir (2005:10):
CD-ROM merupakan temuan baru teknologi informasi, berbentuk fisik
cakram, dengan diameter 120 mm (12cm), dengan ketebalan 1,2 mm, yang
terbuat dari polycarbonate, dengan lapisan mengkilat, tempat informasi
disimpan, dan hanya satu sisi dari disc itu yang dapat digunakan untuk
menyimpan informasi.
Dari beberapa definisi di atas diketahui bahwa definisi CD-ROM adalah
suatu benda berbentuk cakram dimana informasi tersedia didalamnya tergantung
informasi apa yang disimpan termasuk jurnal, dengan media aksesnya
menggunakan komputer.
Bradley dalam Muntashir (2005:9) menyatakan bahwa pada dasarnya
jurnal online adalah suatu jurnal yang dikonversi kedalam bentuk digital dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditempatkan pada database yang hanya biasa diakses melalui internet. Sesuai
dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jurnal berbasis web atau yang
kita kenal dengan jurnal online merupakan jurnal yang dalam waktu kita
mengaksesnya membutuhkan media yaitu internet. J urnal dalam internet bisa kita
download secara berlangganan dengan ataupun secara gratis (free).

2.7 Jurnal sebagai Objek yang dikaji dalam Pemetaan Ilmu Pengetahuan
J urnal sering digunakan sebagai objek untuk pemetaan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, jurnal
dapat dijadikan sebagai objek yang dikaji dalam pemetaan ilmu pengetahuan.
Misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Helon Taro pada tahun 2000 dengan
judul penelitian Analisis Komponen Dokumen untuk Pemetaan Disiplin Ilmu
Pengetahuan Bidang Nuklir. Objek dalam penelitian Helon tersebut adalah J urnal
yang terdapat di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang
terbitan tahun 1981-1991. Pemetaan Ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Helon
adalah dengan cara bibliographic coupling, co-word dan co-citation.

2.8 Penelitian Terdahulu yang Pernah Dilakukan
Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain:
1. Penelitian dengan judul penelitian Analisis Komponen Dokumen untuk
Pemetaan Disiplin Ilmu Pengetahuan Bidang Nuklir (Tesis S2) yang
dilakukan oleh Helon Taro pada tahun 2000. (Taro, 2000).
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan
ilmu pengetahuan bidang nuklir melalui dokumen hasil-hasil
Penelitian ini dilakukan terhadap 107 dokumen untuk melihat
keterkaitan bibliographic coupling, co-word dan co-citation terhadap
kedekatan hubungan subjek dari dokumen yang diteliti. Pemasangan
dokumen dilakukan dengan memasangkan dokumen baik dengan dokumen
yang berasal dari query dan unit kerja yang sama maupun dengan dokumen
yang, berasal dari query dan unit kerja yang lain untuk menghasilkan
bibliographic coupling dan co-word. co-citation diperoleh dengan cara
meneliti dokumen hasil-hasil penelitian yang terdapat di 11 terbitan dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lingkungan BATAN selama periode 5 tahun (1995-1999). Hasil penelitian
menunjukkan kontribusi bibliographic coupling, co-word dan co-citation
yang lemah.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sekalipun kontribusi co-
words juga lemah, namun kekuatan co-words lebih akurat menunjukkan
kedekatan hubungan subjek dokumen daripada bibliographic coupling,
maupun co-citation. Bibliographic coupling dan co-words dapat dijadikan
dasar untuk pemetaan disiplin atau perkembangan ilmu yang diteliti,
sedangkan ko-sitiran hanya menghasilkan pemetaan ko-sitiran pengarang.

2. Penelitian dengan judul penelitian Pemetaan ilmu pengetahuan pada laporan
penelitian dosen Fakultas Ekonomi Universitas J ambi tahun 1991 2000 oleh
Sokhiaro Daeli. (Daeli, 2003).
Dari 406 judul laporan penelitian dosen Fakultas Ekonomi
Universitas J ambi yang diterbitkan tahun 1991 - 2000, ditarik sampel
sebanyak 197 dokumen. Berdasarkan analisis co-words diperoleh 671 kata
kunci atau dengan rata-rata 3,39 kata kunci per laporan penelitian. Kemudian
dilakukan pengelompokan pada tahun 1991-1995, 1996-1998 dan 1999-2000
masing-masing 6 (enam) kelompok yakni pengelompokan laporan penelitian
dosen Fakultas Ekonomi Universitas J ambi tahun 1991-1995 terdiri dari:
Koperasi, Demografi, Tenaga Kerja, Keuangan, Ekonomi-Keadaan, dan
Perdagangan. Pada tahun 1996-1998 terdiri dari: Koperasi, Tenaga Kerja,
Industri, Ekonomi-Keadaan, Keuangan, dan Pendapatan. Kemudian tahun
1999-2000 terdiri dari: Ekonomi-Keadaan, Wanita Pekerja, Perdagangan,
Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Investasi.
Sedangkan berdasarkan co-classification dengan kriteria yang sama,
dilakukan pengelompokan terhadap laporan penelitian dosen Fakultas
Ekonomi Universitas J ambi tahun 1991-1995, 1996-1998 dan 1999-2000
masing-masing terbagi 5 (lima) kelompok yakni laporan penelitian dosen
Fakultas Ekonomi Universitas J ambi tahun 1991-1995 terdiri dari: Keuangan,
industri, Tenaga Kerja, Koperasi, Ekonomi-Keadaan. Pada tahun 1996-1998
terdiri dari: Industri, Tenaga Kerja (Pekerja Wanita), Koperasi, Investasi dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ekonomi-Keadaan. Kemudian tahun 1999-2000 terdiri dari: Investasi,
Produksi, keuangan dan perkembangan ekonomi.

3. Penelitian dengan judul penelitian Pemetaan Majalah Ilmiah Indonesia Tahun
2000-2009; Studi Kasus Lembaga Pemerintah Non Kementerian Dan
Perguruan Tinggi Negeri oleh Ir. Rochani Nani Rahayu M.Si. dan Agus
Permadi M.Sc. (Nashihuddin, 2011).
Kajian yang berjudul Pemetaan Majalah Ilmiah Indonesia Tahun
20002009; Studi Kasus Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Pemerintah
Non Kementerian ini ditujukan untuk mengetahui: Peta majalah ilmiah yang
diterbitkan oleh lembaga penelitian di bawah Kementerian Riset dan
Teknologi yaitu LIPI, BPPT, BATAN, dan LAPAN, beserta klasifikasi
bidang, kapan majalah terbanyak diterbitkan pada periode 2000-2009, berapa
tiras majalah, bagaimana tingkat akreditasi majalah dan frekuensi terbit
Peta majalah yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri (PTN) di
Indonesia, serta mengetahui kelas majalahnya. Analisis dilakukan terhadap 31
PTN ternama terdiri atas J awa 6 PTN, Sumatra 9 PTN, Kalimantan 4 PTN,
Nusa Tenggara 3 PTN, Sulawesi 5 PTN, Maluku & Papua 4 PTN. Kajian
dilakukan secara deskriptif terhadap pangkalan data Majalah Ilmiah Indonesia
2000-2009, dan disajikan dalam bentuk tabel. Berdasarkan hasil kajian
disimpulkan bahwa:
a. Selama 20002009 institusi penelitian yang berada di bawah Kementerian
Riset dan Teknologi telah menerbitkan 31 judul Majalah Ilmiah Indonesia,
terdiri atas sebanyak 8 judul diterbitkan berturutturut oleh LIPI, BPPT,
BATAN, dan 7 judul diterbitkan oleh LAPAN.
b. LIPI menerbitkan majalah sebanyak 8 judul terdiri atas kelas komputer
sebanyak 1 judul, sosiologi 2 judul dan 2 judul majalah tentang sains, 2
judul majalah bidang teknologi dan 1 judul bidang manajemen.
c. BPPT menerbitkan 8 judul majalah terdiri atas 2 judul kelas sosial dan
layanan sosial , 1 judul bidang sain, 2 judul bidang kebumian, dan 2 judul
kelas teknik dan teknik lingkungan.
d. BATAN menerbitkan majalah sebanyak 8 judul semua di kelas 600
terutama di bidang nuclear engineering.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. LAPAN menerbitkan majalah di kelas teknik sebanyak 7 judul terdiri atas
bidang aeronautica 2 judul, aerospace engineering 3 judul, material bahan 1
judul, dan ilmu kebumian 1 judul.
f. Terdapat 8 judul Majalah Ilmiah Indonesia terbitan LPNK yang
menyandang tingkat akreditasi B, 3 judul berpredikat C dan sebanyak 20
judul tidak disebutkan tingkat akreditasinya
g. LIPI, BPPT, dan BATAN memiliki majalah yang bertiras antara 300499
eksemplar. Adapun untuk tiras 5001000 eksemplar diterbitkan oleh
LAPAN dan BPPT. Sementara itu terdapat majalah yang tidak disebutkan
tirasnya masing-masing di LIPI 6 judul, BPPT 5 judul, BATAN 5 judul
dan LAPAN 3 judul.
h. Berdasarkan frekuensi terbit diketahui bahwa 23 judul (74,19%) Majalah
Ilmiah Indonesia yang diterbitkan oleh LPNK terbit enam-bulanan, adapun
sisanya 7 judul (22,58%) terbit empat bulanan, tiga bulanan, dua bulanan
dan 1 judul (3,23%) tidak menyebutkan frekuensi terbit.
i. Tahun 2006 merupakan puncak penerbitan majalah dari LPNK yaitu
sebanyak 6 judul (19,35%). Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 terjadi
penurunan jumlah majalah yang diterbitkan berturut- turut 2, 2 dan 0
judul.
j. Indonesia yang diwakili oleh 31 PTN menerbitkan 351 judul majalah
terdiri atas J awa 89 judul (6 PTN), Sumatra 108 judul (9 PTN),
Kalimantan 27 judul (4 PTN), Nusa Tenggara 44 judul (3 PTN), Sulawesi
57 judul (5 PTN), Maluku & Papua 26 judul (4 PTN). Rata-rata produksi
majalah secara nasional sumbangan PTN adalah 35 judul setiap tahun.
k. Berdasarkan produktifitas setiap wilayah maka selama 10 tahun di J awa
diterbitkan sebanyak 15 judul, Sumatra 12 judul, Kalimantan 6 judul, Nusa
Tenggara 15 judul, Sulawesi 11 judul, Maluku dan Papua 6 judul.
Penerbitan majalah terbanyak terjadi pada tahun 2005, dengan jumlah 51
judul (14,40%) dan penerbitan paling rendah pada tahun 2008 yaitu
sebanyak 19 judul (5,36%).
l. Berdasarkan pengamatan kelas, terlihat bahwa 351 judul majalah yang
diterbitkan terbagi dalam 35 kelas. Sebanyak 172 judul (49%) masuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kategori 8 besar yaitu berturut-turut adalah ekonomi 26 judul, sosiologi 25
judul, kedokteran 24 judul, pertanian 22 judul, sain secara umum 21 judul,
teknik 21 judul, hukum 17 judul, industri 16 judul. Adapun sisanya
sebanyak 179 judul (51%) terbagi menjadi 27 kelas. Terlihat berbeda
untuk kelas kedokteran, dari 24 judul majalah sebanyak 15 judul (62,50%)
diterbitkan di J awa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai