Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari
sel epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh
keadaan yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks
(NIS). Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human
Papilloma Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah
dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat
hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah jarang
menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko
tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya
hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker.
Gejala klinis kanker serviks, gejala kanker serviks pada kondisi
pra-kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala
yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal
demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang
dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%).





2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kanker leher rahim (serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal
pada jaringan serviks. Kanker serviks merupakan kanker primer yang
berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah
bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.

B. Epidemiologi
Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan salah satu
penyebab utama kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di
seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru
dan 250.000 kematian setiap tahunnya yang 80% terjadi di negara-
negara sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks
diperkirakan 40.000 kasus pertahun dan masih merupakan kanker
wanita yang tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-
negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium
lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher
rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita
kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu
penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang
sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam
3

jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang
ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara 30 60 tahun,
terbanyak antara 45- 50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk
menjadi invasive memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari
wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada
saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS (kanker in-situ) terdapat pada
wanita di bawah usia 35 tahun.

C. Faktor resiko
Faktor resiko kanker leher rahim yang mempengaruhi kanker
serviks yaitu :
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.

Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko
terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang
menikah pada usia > 20 tahun.

4

Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah
menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.

Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.

Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok.

Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena
virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim
sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko
terkena kanker leher rahim.

Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit
kanker leher rahim.

5

D. Etiologi
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model
karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari
karsinogenesis awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga
menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan lebih dari
90% kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papiloma virus
(HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif
ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis
yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein
E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor
Gene) p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol

E. Klasifikasi stadium kanker serviks
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan
penyebaran penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan
memberikan arti perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium
klinis yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The
International Federation Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun
1976. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi,
suktase endoserviks dan biopsi. Tahapan tahapan tersebut yaitu :

6

a. Karsinoma pre invasif
b. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel
c. Kasinoma invasive

Stadium Karakteristik
International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging
System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan suatu
sistem stadium kanker
sebagai berikut:
0 Lesi belum menembus membrana basalis
I Lesi tumor masih terbatas di serviks
IA1 Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm
dengan diameter permukaan tumor <7mm
IA2 Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi
<5mm dengan diameter permukaan tumor <7mm
IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer <4cm
IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer >4cm
II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan
sepertiga proksimal vagina)
IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai
dinding panggul
III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan
atau sepertiga vagina distal)
IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal
IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul
7

IV Lesi menyebar keluar organ genitalia
IVA Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke
mukosa vesika urinaria
IVB Lesi meluas ke mukosa rektum dan atau meluas ke organ
jauh

Jenis histopatologis pada kanker serviks
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan,
yaitu 90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma
5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai
jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan
atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk
atau dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil
serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal
dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai
sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar
endoserviks yang mengeluarkan mukus. Klasifikasi histologik kanker
serviks ada beberapa, di antaranya :

1. Skuamous carcinoma
Keratinizing
Large cell non keratinizing
Small cell non keratinizing
Verrucous
2. Adeno carcinoma
Endocervical
8

Endometroid (adenocanthoma)
Clear cell - paramesonephric
Clear cell - mesonephric
Serous
Intestinal
3. Mixed carcinoma
Adenosquamous
Mucoepidermoid
Glossy cell
Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
Lymphoma

F. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kanker serviks Karsinoma serviks adalah penyakit
yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan
akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara
histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa
stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu
dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses
perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
9

pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor
supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen
mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana
onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan
tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur
oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel.
Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan
intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi
preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma
insitu (KIS) berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang
diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 20 tahun).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif.
Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang
meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus
atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7
10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks.
Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria
dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus
DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan
10

gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan
kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi
keganasan).
Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya
merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut
adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading
frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat
epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2
yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang
berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru.
Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di
samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat
dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan
ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV
lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi
antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi
HPV memasuki fase aktif.

G. GEJALA KLINIS
Gejala klinis kanker serviks, gejala kanker serviks pada kondisi
pra-kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala
yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal
demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang
11

dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%).
Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala
khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid,
amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering
atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat.
Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar
berbentuk mukoid.
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari
daerah lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul
lebih bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan
terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan
makin sering terjadi dan nyeri makin progresif.
Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal
toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang
keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai
menggumpal. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai
kaki, hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.
Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga
merupakan gejala penyakit lanjut.
Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel abnormal di
bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang baru-baru
ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat.
Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah
berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti
12

pendarahan serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat
buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual

H. DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks Stadium klinik seharusnya tidak berubah
setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada
stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan
berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti
palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi,
sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray
untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih
dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan
amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi
dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi,
CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik
untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena
hasilnya yang sangat subyektif.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal
pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui
pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai
dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan
13

aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap
smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat
mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan
dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker
leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang
telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur
yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut
menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap
smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.

2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam
skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV
yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir
100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur
diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun
atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda
yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini
dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.

14

3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap
smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan
untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah
punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy
yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui
kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah
kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu
kanker invasif atau hanya tumor saja.

4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap
smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan
kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.

5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen.



15

6. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan
pada saluran pelvik atau peroartik limfe.

b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena
(IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional.

I. PENCEGAHAN
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat
dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliput:

1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia
muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering
berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak
menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada
satu pasangan saja.

2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai
anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau
16

menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk
mendeteksi dini kanker serviks).

3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan
kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher
rahim.

4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan
hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan
kuning (banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan
vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks.

5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi
HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini
bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap
virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari
penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi
perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil
kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila
diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum
aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka
waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa
menurun hingga 75%.


17

J. TERAPI
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang
matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la
njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher
rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia,
keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi
tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut,
terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada
waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa
kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut
diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang
abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP
(loop electrosurgical excision procedure).

1. Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada
lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat
diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena
kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.
18

Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.

2. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause,
atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang
berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari
penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan
hepar.

3. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks
serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker
serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.
Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan
pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di
sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada
stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga
19

panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk
mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah
panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal
dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah
sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu
selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal
yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari
dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini
bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari
terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan
kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi

4. Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan
menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi
tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat di diagnosis.
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi.
Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
20

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir,
kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas
hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-
agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain

K. PROGNOSIS
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk
tersebut dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada
stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal Selama ini,
beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan
klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor
primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
1. Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB.
Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years
survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar
21

70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi
mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B.
Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years
survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate
sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.
6. Stadium 5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.




























22

DAFTAR PUSTAKA

1. http://penyakitdanobatnya.com/informasi-penyakit/penyakit-Ca
cerviks/

2. http://wanenoor.blogspot.com/2012/01/pengertian-penyebab-dan-
solusi.html#.UVhVax0a6w1

3. http://penyakitdanobatnya.com/tag/penyakit-ca servik-wikipedia/

4. http://id.wikipedia.org/wiki/ca cerviks

5. http://netsains.com/2009/08/tips-praktis-mengatasi-ca serviks/

6. http://www.cancerhelps.com/ca serviks.htm

7. http://www.blogdokter.net/2008/05/30/ca serviks/

Anda mungkin juga menyukai