Anda di halaman 1dari 13

EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 1
LAPORAN PERTENGAHAN
Bab 8. HIDRODINAMIKA

8.1. UMUM
Berdasarkan bentuk geomorfologinya garis pantai, maka yang disebut muara sungai
(estuaria) meliputi muara sungai semi tertutup (gobah), muara sungai dataran pesisir,
muara sungai tipe tektonik, fjord, teluk dangkal. Menurut Nybakken (1992), muara
sungai atau estuaria (aestus, air pasang) adalah lingkungan perairan pantai berbentuk
teluk semi tertutup dan merupakan tempat terjadinya pertemuan dan percampuran air
tawar dan air laut. Menurut Hutabarat dan Evans (1986), muara sungai merupakan
daerah percampuran antara debit sungai dan air laut dengan salinitas lebih rendah
dibandingkan perairan laut terbuka. Jadi definisi di atas memberi pengertian bahwa
ada hubungan yang bebas dengan terjadinya percampuran massa air tawar dan air laut
yang sangat kompleks (Chanlett et al. 1980; Nybakken 1992).
Densitas air tawatawar jauh lebih rendah dibanding air laut. Hal itu menyebabkan air
tawar terapung di atas permukaan air laut. Densitas berpengaruh terhadap gerakan
massa air laut dan salinitas. Pengaruh massa air tawar yang keluar dari mulut ke laut
pada waktu air laut surut menyebabkan salinitas rendah. Sebaliknya pada waktu air
pasang, massa air laut masuk ke sungai menyebabkan salinitas meningkat (Nybakken
1992).
Menurut Morrisey (1995), perairan muara sungai terdiri atas tiga bagian:
1. Bagian pertama adalah muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut
dan dipengaruhi oleh pasang surut harian.
2. Bagian kedua adalah bagian tengah muara sungai dan merupakan tempat
terjadinya percampuran massa air tawar dan air laut.
3. Bagian ketiga muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut terbuka.
Sifat fisik, kimia dan biologis seperti salinitas, suhu, oksigen terlarut, sedimen
dan biota sangat beragam sangat dan kompleks (Kennish 1990; Nybakken
1992).
Muara sungai merupakan bagian mulut yang terletak di wilayah paling hilir. Mulut
sungai berhubungan langsung dengan hidrodinamika air sungai serta air laut. Kondisi
demikian sangat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologis.
Sungai berperan penting sebagai saluran pembuangan air hujan yang berlebihan di
wilayah hulu. Oleh karena letaknya muara sungai berada di ujung hilir, maka debit air
sungai lebih besar dibanding bagian hulu. Hal ini menyebabkan air sungai menyebar
hingga puluh kilometer ke laut terbuka, sedangkan air laut yang
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 2
LAPORAN PERTENGAHAN
memasuk sungai dapat mencapai puluhan kilometer ke hulu. Hal ini tergantung
topografi sungai dan debit air sungai. Tipe pasang surut di wilayah muara Kali Porong
dan Kali Kedunglarangan termasuh tipe pasang surut harian ganda dan cenderung ke
harian tunggal (Tri Atmodjo 1999).
Keragaman salinitas air laut tergantung dengan besarnya debit sungai dan laut yang
keluar masuk muara sungai. Selain itu, keragaman salinitas tergantung arus dan aliran
sekunder yang dihasilkan. Oleh karena itu, kecepatan arus sungai dan laut berperan
penting dalam pengaturan salinitas muara sungai. Percampuran massa air laut dan
sungai dipengaruhi turbulensi, gelombang pasang, gesekan topografi dasar dan
terjadinya wilayah (zona) keragaman salinitas (Nybakken 1992).
Percampuran massa air sungai dan laut dihasilkan gradien salinitas bagi kelangsungan
biota laut, yaitu oligohalin 3-15 , eurihalin 15-30 dan stenohalin > 30 . Debit air
sungai yang mengalir keluar dari mulut sungai menyebabkan salinitas permukaan air
laut turun secara perlahan, sedangkan salinitas dibagian bawah lebih tinggi. Hal ini
menyebabkan perbedaan penampang salinitas (isohalin) (Hutabarat dan Evans 1986;
Nyabakken 1992). Menurut Nyabakken (1992) dan Morrisey (1995) gradien salinitas dan
proses per-campuran massa air tawar dan laut di wilayah estuaria terdiri atas tiga tipe:
1. Muara sungai (estuaria) positif dengan karakteristik debit air sungai lebih tinggi
pada musim hujan. Secara vertikal salinitas dibagian atas lebih rendah dan
dibagian dasar lebih tinggi. Perairan muara sungai demikian disebut estuaria
positif (baji garam) (Gambar 8.1.a). Percampuran massa air tawar dan laut
terjadi di wilayah yang berhubungan langsung dengan laut terbuka.
Percampuran massa air menghasilkan salinitas homogen secara vertikal dan
berubah berdasarkan musim.
2. Muara sungai (estuaria) negatif dengan karakteristik debit sungai kecil dan
disertai dengan curah hujan lebih rendah, kecepatan penguapan air laut lebih
tinggi pada musim kemarau (Gambar 8.1.b). Kecilnya debit sungai
menyebabkan air laut masuk ke dalam sungai hingga puluhan kilometer ke hulu.
Hal ini menyebabkan massa air laut keluar masuk sungai menyebabkan
pengenceran air sungai sangat kecil. Air laut yang masuk sungai berada
dibagian dasar sungai, sedangkan air tawar berada dibagian permukaan.
Apabila kecepatan penguapan tinggi menyebabkan air sungai hipersalin. Air
hipersalin lebih berat dan tenggelam di dasar serta dilepas ke laut.
3. Muara sungai (estuaria) netral dengan karakteristik debit sungai dan laut
dengan penguapan berimbang (Gambar 8.1.c).

EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 3
LAPORAN PERTENGAHAN


Gambar 8.1. (a) Estuaria positif, (b) Estuaria negatif, (c) Estuaria netral (Morrisey 1995)

Menurut Pritchard (1967) dalam Kennish (1994) bahwa sirkulasi air laut di wilayah
muara sungai terdiri atas empat tipe:
1. Tipe A: air estuaria baji garam (Salt wedge estuaries) dengan stratifikasi salinitas
tinggi.
2. Tipe B: air estuaria muara tercampur sebagian (Partially mixed estuaries) dengan
stratifikasi salinitas sedang (moderat).
3. Tipe C: air estuaria homogen secara partikal (Vertically homogeneous estuarine)
dengan gradien salinitas ke arah samping.
4. Tipe D: air estuaria homogen terpisah pisah (Sectionally homogeneous estuarine
or Fjord,) dengan gradian salinitas membujur dan berhubungan dengan sirkulasi
air laut serta tawar tertutup, sehingga salinitas berubah ke segala arah.
Menurut Duxbury dan Dexbury (1993) estuaria dapat bagi menjadi empat tipe:
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 4
LAPORAN PERTENGAHAN
1. Tipe pertama disebut salt wedge estuaries dengan karakteristik massa air laut
dan tawar tercampur oleh arus dasar sungai, stratifikasi densitas air laut lebih
jelas, gradian salinitas terjadi secara vertikal, melintang atau membujur,
tingkatan kekeruhan sangat tinggi.
2. Tipe kedua disebut well mixed estuaries dengan karakteristik massa air tawar
dan laut tercampur oleh hembusan angin, arus pasang surut dan turbulensi,
tidak terdapat stratifikasi densitas air laut, gradian salinitas terjadi secara
melintang dan membujur dan tingkat kekeruhan tinggi.
3. Tipe ketiga disebut partially mixed estuaries dengan karakteristik massa air laut
tercampur karena hembusan angin, arus sungai, pasang surut, air laut
tercampur secara vertikal dari bawah ke atas, tidak terdapat stratifikasi densitas
air laut, gradien salinitas terjadi secara melintang atau vertikal dan membujur
dan tingkat kekeruhan sedang.
4. Tipe ke empat disebut fjord dengan karakteristik massa air laut dan tawar
tercampur oleh hembusan angin, arus sungai, pasang surut, salinitas bagian
dasar lebih homogen dan tetap, percampuran massa air laut dan tawar terjadi
secara verikal dari lapisan atas ke dasar, stratifikasi densitas air laut terjadi di
lapisan permukaan.
Menurut Tri Atmodjo (1999) perairan estuaria di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh
pasang surut air laut harian dengan tipe:
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) dengan karakteristik dua kali air
pasang dan dua kali surut sehari dengan tinggi yang hampir sama antara pasang
surut. Kejadian pasang surut terjadi secara berurutan (Gambar 8.2). Periode
pasang surut rata-rata 12 jam 24 menit. Tipe pasang surut demikian terjadi di
Selat Malaka dan Laut Andaman (Gambar 8.3).
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) dengan karakteristik satu kali pasang
dan satu kali surut dalam sehari (Gambar 8.2). Periode pasang terjadi selama 24
jam 50 menit. Tipe pasang surut demikian terjadi di selat Karimata (Gambar 8.3).
3. Pasang surut campuran cenderung keharian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal) dengan karakteristik dua kali air pasang dan dua kali surut sehari.
Ketinggian kedua pasang berbeda (Gambar 8.2). Tipe pasang surut demikian
terjadi di wilayah Indonesia Timur (Gambar 8.3).
4. Pasang surut campuran cenderung ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal) dengan karakteristik sekali pasang dan sekali air surut. Hal demikian
dapat terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi berbeda (Gambar
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 5
LAPORAN PERTENGAHAN
8.2). Tipe pasang surut demikian terjadi di perairan Kalimantan dan utara Jawa
Barat (Gambar 8.3).


Gambar 8.2. Tipe pasang surut di wilayah Indonesia (Tri Atmodjo 1999)












Gambar 8.3. Tipe sebaran pasang surut di perairan laut Indonesia
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 6
LAPORAN PERTENGAHAN
Keragaman salinitas air di muara sungai berpengaruh terhahap proses pengaturan
tekanan osmosis biota laut. Curah hujan bulanan dan musiman sangat dipengaruhi
salinitas muara sungai (Laevastu dan Hela 1970). Perairan muara sungai merupakan
wilayah yang kaya unsur hara dengan produktifitas tinggi. Hal ini terjadi karena
makanan alami biota laut tersedia (Valiela 1995). Menurut Amin dan Nugroho (1992),
spesies ikan laut pada musim barat kebanyakan bergerombol dilapisan permukaan laut
antara kedalaman 0-100 m dan bermigrasi ke pantai. Penyebaran ikan di perairan
muara sungai dipengaruhi oleh suhu air, salinitas, oksigen terlarut, pH, sedimen, jenis
biota yang menjadi pakan alami dan kecerahan air (Laevastu dan Hela 1970; Collier et
al. 1973; Cerri 1983; Wootton 1984). Selain itu, penyebaran ikan di wilayah muara sungai
tergantung dengan hidrodinamika air sungai dan laut (Jenkins dan Black 1994).
Sebaran ikan di wilayah muara sungai relatif berbeda dan tergantung spesies, ikan air
tawar menempati kolom air lapisan atas, spesies ikan laut menempati kolom air bagian
bawah, spesies ikan estuaria menempati kolom air payau (front) (Kingsford dan
Suthers 1994). Arus air pasang laut berperan penting dalam penyebaran salinitas, biota
laut, padatan tersuspensi dan terlarut.

8.2. PEMODELAN HIDRODINAMIKA MUARA KALI PORONG
Pemodelan hidrodinamika aliran sungai Porong dilakukan dengan bantuan
paket perangkat lunak ADvanced CIRCulation model (ADCIRC) yang dikemas dalam
paket program Surface Water Modeling System (SMS) produk dari AQUAVEO. ADCIRC
adalah program dua-dimensi integrasi kedalaman untuk sirkulasi hidrodinamik yang
bisa digunakan untuk memodelkan sirkulasi arus di laut, estuari maupun teluk. Data
yang diperlukan untuk pemodelan hidrodinamika menggunakan ADCIRC antara lain:
data topografi dan batimetri sungai, data debit (hidrograf aliran) sungai, karakteristik
material sungai, dan kondisi pasang surut di muara sungai. Data tersebut diperoleh dari
pengukuran di lapangan dengan metode yang telah diuraikan sebelumnya.
Skenario pemodelan dilakukan sebagai berikut:
1. Pemodelan dengan menggunakan data pengukuran Tahun 2010 yang bertujuan
untuk verifikasi kondisi hidrodinamika aliran sungai dari Tahun 2010 untuk
dianalisis perubahannya sampai saat ini.
2. Pemodelan dengan menggunakan data pengukuran tahun 2013 untuk
menganalisis kondisi hidrodinamika saat ini terutama dengan adanya jetty
untuk stabilisasi arah aliran di muara Kali Porong.
3. Pemodelan Dengan data pengukuran tahun 2013 dengan kemungkinan
penambahan bangunan yang direkomendasikan.

EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 7
LAPORAN PERTENGAHAN
8.3. PEMODELAN DENGAN DATA TAHUN 2010
Berdasarkan data pengukuran topografi dan batimetri Tahun 2010, dilakukan digitasi
finite elemen untuk domain simulasi. Finite element grid untuk simulasi model dengan
data Tahun 2010 disajikan pada Gambar 8.4. Ukuran grid dibuat bervariasi disesuaikan
dengan kondisi batimetri. Berdasarkan data finite elemen grid tersebut dapat
digambarkan kondisi kedalaman air pada domain simulasi yang disajikan pada Gambar
8.5. Kedalaman air ditunjukkan dengan gradasi warna merah ke biru yang
menunjukkan kedalaman air rendah ke tinggi. Kedalaman air Kali Porong sekitar 4,5 m
di hulu dan berangsur mengalami pendangkalan di sekitar muara akibat endapan
sedimen. Kedalaman air di muara sekitar 3 m.
Pemodelan hidrodinamika dilakukan selama 15 hari dengan kondisi debit aliran tahun
basah dan data pasang surut di muara sungai menggunakan prediksi pasang surut di
Stasiun Karangkleta bulan Februari 2010. Kurva pasang surut yang digunakan untuk
kondisi batas muka air laut bulan Februari 2012 disajikan pada Gambar 8.6. Selama
simulasi aliran, dilakukan pencatatan elevasi muka air dan kecepatan arus. Pencatatan
dilakukan dengan interval 1 jam. Pada beberapa lokasi yang dipilih sebagai titik-titik
observasi, dilakukan juga pencatatan kecepatan arus. Lokasi titik-titik observasi
tersebut disajikan pada Gambar .


EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 8
LAPORAN PERTENGAHAN
Gambar 8.4. Finite Element Grid untuk pemodelan hidrodinamika dengan data Tahun
2010


Gambar 8.5. Kontur kedalaman air hasil pengukuran Tahun 2010


Gambar 8.6 Kurva pasang surut Bulan Februari 2010 untuk kondisi batas elevasi muka
air laut.
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
1-Feb-2010 6-Feb-2010 11-Feb-2010 16-Feb-2010 21-Feb-2010 26-Feb-2010
E
l
e
v
a
s
i

m
u
k
a

a
i
r

(
m
)
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 9
LAPORAN PERTENGAHAN


Gambar 8.7. Lokasi titik-titik observasi untuk pengamatan kecepatan arus.

Kecepatan arus di titik-titik observasi disajikan pada Gambar 8.8. dan Gambar 8.9.
dengan hasil sebagai berikut:
1. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi A bervariasi antara 0.4 m /det
0.5 m/detik.
2. Kecepatan arus di Kali Porong pada titik observasi B antara 0.2 m /det 0.4
m/detik.
3. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi C bervariasi antara 0.4 m /det
0.6 m/detik.
4. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi D bervariasi antara 0.3 m /det
0.6 m/detik.
5. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi E bervariasi antara 0.15 m /det
0.3 m/detik.
6. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi F bervariasi antara 0.15 m /det
0.3 m/detik.
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 10
LAPORAN PERTENGAHAN
7. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi G bervariasi antara 0.05 m /det
0.2 m/detik.
8. Kecepatan arus Sungai Porong di titik observasi H bervariasi antara 0.01 m /det
0.2 m/detik.
Variasi kecepatan ini disebabkan karena pengaruh fluktuasi muka air laut akibat pasang
surut.


Gambar 8.8. Kecepatan aliran di titik observasi A, B, C dan D.


Gambar 8.9. Kecepatan aliran di titik observasi E, F, G dan H.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
275 285 295 305 315 325 335 345
K
e
c
.

a
l
i
r
a
n

(
m
/
s
)
jam ke-
Titik A
Titik B
Titik C
Titik D
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
275 285 295 305 315 325 335 345
K
e
c
.

a
l
i
r
a
n

(
m
/
s
)
jam ke-
Titik E
Titik F
Titik G
Titih H
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 11
LAPORAN PERTENGAHAN




Gambar 8.10. Pola arus di muara Kali Porong saat pasang (spring tide) dengan
batimetri tahun 2010


Gambar 8.11. Pola arus di muara Kali Porong saat surut (neap tide) dengan batimetri
tahun 2010
EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 12
LAPORAN PERTENGAHAN




Gambar 8.12. Pola arus diatas muara Kali Porong saat pasang (spring tide) dengan
batimetri tahun 2010

EVALUASI KONDISI DAN FUNGSI MUARA KALI PORONG DALAM SISTEM PENGALIRAN LUMPUR KE LAUT

Halaman VIII - 13
LAPORAN PERTENGAHAN

Gambar 8.13. Pola arus diatas muara Kali Porong saat surut (neap tide) dengan
batimetri tahun 2010
Dari hasil model hidrodinamika dapat diketahui bahwa pada saat pasang, donminasi
arus dari Kali Porong terhenti di zona yang berada di luar area jetty akibat arus pasang.
Secara hidrodinamik, perubahan besar dan arah arus di lokasi tersebut akan
memberikan perubahan erosi dan sedimentasi pantai/muara.
Sebaliknya pada saat surut(neap tide)arus dari Kali Porong akan lancer menuju laut
lepas dapat dilihat pada Gambar 8.11. dan akan dengan mudah mengalirkan potensi
sedimen ke laut.
Dari hasil model hidrodinamik, diketahui bahwa di sebelah utara jetty kondisi muaranya
dangkal dan akan mengalami surut pada saat neap tide(surut terendah). Kedua kondisi
tersebut(spring dan neap tide) berpeluang terjadi dua kali dalam periode 30 hari sesuai
dengan pola pasang surut di muara Kali Porong.
Pada kondisi pasang tertinggi(spring tide) ini arah dan besarnya arus di dominasi arus
dari selat Madura. Di mulut muara ini arus dari cabang Kali Porong akan dibelokkan ke
selatan. Hal ini memungkinkan terjadinya pengendapan di depan mulut muara dan
sebelah selatan muara.

Anda mungkin juga menyukai