Anda di halaman 1dari 63

SCORPIONES & Chilopoda

A. SCORPIONES
(KALAJENGKING)
Klasifikasi
Filum : ARTHROPODA
Klas : Arachnida (Incekta)
Ordo : Scorpionida
Familia : -Scorpionida
-Buthidae
-Centruridae
Genus :
Scorpionida dan Chilopoda
Arthropoda (Arthra = ruas , buku, segmen ; podos
= kaki) merupakan hewan yang memiliki ciri kaki
beruas, berbuku, atau bersegmen.
Kalajengking adalah hewan penyengat yang sangat
berbahaya. Hewan ini sudah ada sejak 400 juta tahun lalu.
Diperkirakan ada sekitar 65000 spesies yang tersebar di
bumi ini.
Terdapat 650 spesies kalajengking terdaftar
didunia
Kalajengking bersifat vivipar,
lebih menyukai tempat yang gelap serta lembab
lebih aktif pada malam hari.

Daerah distribusi
Penyebarannya terutama daerah tropis dan subtropis,
Ditemukan juga didaerah timur laut Cina yang dingin.
Spesies yang berbahaya adalah :
genus Buthus,
(terdapat di Eropa selatan,Afrika bagian utara)
di Mesir kematian akibat disengat mencapai 60 %

Contoh jenis kalajengking yang banyak ditemukan
di Asia termasuk Indonesia adalah
jenis Heterometrus spinifer
Arachnida adalah turunan dari
Subphylum Chelicerata.terdiri dari 11
subkelas 65000 spesies, dan dahulu
adalah 16 subkelas serta 5 kelas telah
menjadi fosil.

Salah satu Subkelas yang terpenting dari
kelas arachnida adalah subkelas
scorpionida (kalajengking).
Scorpionida merupakan serangga malam
yang hidup di daerah tropis, pada bagian
posterior terdapat alat sebagai
pertahanan diri bila diserang, dan
mengandung toksik bersifat hemolitik
serta neurotoksik.

Toksik ini jarang membunuh tetapi pada
anak dibawah umur prasekolah dapat
mematikan karena terjadinya paralisis
pernapasan.

B. Morfologi

Ukuran kalajengking panjang bervareasi berkisar
1-2cm sampai 10-12cm.

Kalajengking mempunyai alat penyengat dibagian
posterior, dimana terletak kelenjar racunnya.

Sebagaimana Arachnida, kalajengking mempunyai :
mulut yang disebut khelisera,
sepasang pedipalpi, dan
empat pasang tungkai.

Pedipalpi seperti capit terutama digunakan untuk
menangkap mangsa dan alat pertahanan, juga dilengkapi
dengan berbagai tipe rambut sensor.

Tubuhnya dibagi menjadi dua bagian :
sefalotoraks
abdomen.

Sefalotoraks ditutup oleh karapas atau
pelindung kepala yang biasanya mempunyai
sepasang mata median dan 2-5 pasang mata
lateral di depan ujung depan.

Sefalotoraks tidak bersegmen
Beberapa kalajengking yang hidup di guwa
dan di liter sekitar permukiman tidak
mempunyai mata.
Abdomen terdiri atas 12 ruas yang jelas,
dengan lima ruas terakhir membentuk ruas
metasoma sering disebut ekor.
Ujung abdomen disebut telson, yang
bentuknya bulat mengandung kelenjar racun
(venom).
Alat penyengat berbentuk lancip tempat
mengalirkan venom.
Pada bagian ventral, mempunyai sepasang
organ sensoris yang bentuknya seperti sisir
unik disebut pektin.
Pektin biasanya lebih besar dan mempunyai
gigi lebih banyak pada yang jantan, dan
digunakan sebagai sensor terhadap
permukaan tekstur dan vibrasi.
Pektin juga bekerja sebagai kemoreseptor
(sensor kimia) untuk mendeteksi feromon
(komunikasi kimia).
Kaki disesuaikan untuk berjalan,
Cephalothorax tidak bersegmen dan tertutup
oleh selembar lempeng kitin tebal yang
disebut dengan carapace.
Terdapat 2-12 buah mata ocelli,
Abdomen bersegmen 12 buah, yang
7 segmen disebut mesosoma besar dan
5 segmen terminal (metasoma) sangat
menyempit.
Pada ujung ekor terdapat telson yang
berpangkal pada sepasang sisir pada sisi
ventral segmen II abdomen.

Alat nafas berupa 4 pasang paru-paru buku
terletak sebelah ventral diantara segmen III
dan XV abdomen.

Tidak mempunyai antenna.
A. Sistem Reproduksi

Kalajengking berkembang biak secara
ovovivipar dan anak-anaknya dibawa untuk
beberapa waktu dipunggung yang betina.

Metamorfosis Kalajengking tidak sempurna
yaitu : telur larva nimpa dewasa,

Masa hidupnya sekitar 2-6 tahun.

B. Lingkaran Hidup

Periode kehamilan dari 2-18 bulan,
Tiap betina melahirkan 25-35 anak yang
memanjat ke punggung induknya,
Mereka ada di punggung induknya 1-2 minggu
setelah kelahiran,
Setelah turun dari punggung, mereka butuh 2-6
tahun untuk mencapai kematangan,
Rata-rata kalajengking hidup 3-5 tahun, tapi
sejumlah spesies dapat hidup hingga 10-15 tahun.

C. Perilaku

Kalajengking tergolong serangga yang aktif di
malam hari (nokturnal) dan siang hari
(diurnal).
Merupakan hewan predator pemakan
serangga, laba-laba, kelabang, dan
kalajengking lain yang lebih kecil.
Kalajengking yang lebih besar kadang-kadang
makan vertebrata seperti kadal, ular dan tikus.
Mangsa terdeteksi oleh kalajengking melalui
sensor vibrasi organ pektin.

D. Siklus hidup

Kalajengking mempunyai ritual perkawinan yang
kompleks, jantan menggunakan pedipalpinya
mencengkeram pedipalpi betina.
Jantan kemudian membimbing betina melakukan
tarian percumbuan.
Detailnya setiap jenis berbeda, dengan
memperlihatkan alat penyengatnya yang panjang
pada jantan.
Sperma dari jantan dimasukkan ke dalam struktur
yang disebut spermatofor, yang diletakkan oleh
jantan ke atas permukaan yang kelak akan
diambil oleh betina.

Yang jantan menyapukan pektin ke atas
permukaan tanah untuk mebantu menentukan
lokasi yang sesuai untuk meletakkan spermatofor.
Selanjutnya kalajengkin betina akan menarik
sperma ini ke dalam lubang kelamin, yang
letaknya dekat ventral abdomen.
Kalajengking mempunyai masa hamil dari
beberapa bulan sampai lebih satu tahun,
tergantung jenis, tempat embrio berkembang di
dalam ovariuterus atau dalam divertikula khusus
yang bercabang dari ovariuterus.
Anak-anak yang dilahirkan hidup akan naik ke
punggung ibunya.
Rata-rata, seekor betina bisa melahirkan 25-35
ekor anak.
Anak baru lahir tetap pada punggung
induknya, sampai mereka molting untuk
pertama kali.
Setelah kalajengking muda putih turun dari
punggung betina, molting, kemudian balik lagi
ke punggung induk selama 4-5 hari sebelum
meninggalkan induk, biasanya dalam waktu 1-
3 minggu setelah lahir.
Sekali mereka turun, mereka sudah mampu
bebas, dan secara periodik molting untuk
mencapai dewasa.
Biasanya molting terjadi 5 atau 6 kali selama
2-6 tahun untuk mencapai dewasa.
Rata-rata kalajengking kemungkinan hidup 3-5
tahun, tetapi beberapa spesies bisa hidup
sampai 25 tahun.
Beberapa jenis menunjukkan perilaku sosial,
seperti membentuk agregasi selama musim
dingin, menggali koloni dan mencari makan
bersama.

E. Habitat & Kebiasaan
Kalajengking spesies Buthus Tamulus misalnya, aktif
pada malam hari, berdiam dibawah batu, potongan
kayu, ditempat yang gelap dan lembab.

Binatang ini kadang-kadang masuk ke dalam tempat
tinggal manusia terutama selama musim hujan di
negeri tropic.

Mereka menangkap mangsanya, biasanya laba-laba,
serangga diplopoda dan rodent, di dalam kukunya dan
dengan dorongan kebelakang dan kebawah dari
abdomen yang menyerupai ekor memasukkan sengat
dengan racunnya yang dapat membuat lumpuh.

F. Venom atau Racun Kalajengking
Venom kalajengking digunakan untuk menangkap
mangsa, proses pertahanan diri dan untuk proses
perkawinan.
Semua kalajengking mempunyai venom dan dapat
menyengat, tetapi secara alamiah kalajengking
cenderung bersembunyi atau melarikan diri.
Kalajengking dapat mengendalikan aliran venom, oleh
karena itu pada beberapa kasus sengatan tidak
mengeluarkan racun atau hanya menimbulkan
keracunan ringan.
Racun kalajengking adalah campuran kompleks dari
neurotoksin atau racun syaraf dan bahan lainnya.
Setiap jenis mempunyai campuran unik.

G. Efek yang di timbulkan Akibat
Racun Scorpianida
Racun Buthus Tamulus adalah suatu
toksalbumin yang menimbulkan :
paralisis,
gangguan saraf,
kejang otot,
kerusakan paru-paru,
gejala setempat relative ringan, tetapi sakit sekali.
Bisa /racun dari kalajengking berdampak pada sistem
syaraf korban. Setiap spesies memiliki perpaduan yang
unik.
Secara sistemik, :
ada suatu perasaan panas yang menjalar, dan
gejala paraesthesi umum,
bergetarnya otot, dan
gatal mulai dengan cepat.

Pada penderita yang berat, terdapat kontraksi otot dan
kejang otot menyerupai keracunan strychin dan gejala
shock.
Kasus fatal terdapat pada penderita yang keadaannya
memperlihatkan pernafasan yang cepat dan sembab
paru-paru.

Pada bagian posterior kalajengking terdapat alat
yang sangat berfungsi sebagai pertahanan diri
bila diserang dan mengandung toksik bersifat
hemolitik serta neurotoksik.
Toksik ini jarang membunuh tetapi pada anak
dibawah umur prasekolah dapat mematikan
karena terjadinya paralisis pernapasan dengan
gejala :
mual,
muntah,
hipersaliva,
hiperhidrosis,
paralisa otot lidah maupun tenggorokan,
terjadi kejang diperut, sianosis, dan konvulsie.
H. Pengendalian Scorpionida

Tingginya populasi kalajengking dapat menjadi
masalah dalam beberapa keadaan.
Kalajengking sulit dikendalikan hanya dengan
menggunakan insektisida.
strategi pengendalian pertama yaitu untuk
memodifikasi daerah sekitar struktur
permukiman atau pengendalian fisik yang
dapat dilakukan yaitu:
1. Buanglah semua persembunyian seperti sampah,
tumpukan kayu, papan, batu, bata dan berbagai
benda di sekitar gedung.

2. Pelihara rumput di sekitar perumahan dengan rutin
memotongnya, pangkas pohon dan cabang-cabang pohon
yang menggantung , yang menjadi jalan masuk ke atap
/bangunan.

3.Taruhlah kontainer sampah di dalam kerangka
yang membuat tempat sampah tidak langsung
berhubungan dengan tanah.

4.Jangan sekali-kali membawa masuk kayu bakar ke
dalam rumah, kecuali ditempatkan langsung di
api.

5. Tutuplah celah dan retakan yang ada di atap,
dinding, pipa dan bagian bangunan lainnya.

6. Pasanglah kawat kasa pada jendela, pintu, dan
tetap dijaga dari kerusakan dan lain-lain.

7. Gunakan lampu black light pada malam hari
untuk memeriksa keberadaan kalajengking.
Tangkaplah dengan menggunakan tang yang besar
dan panjang, kemudian lepas kembali di alam atau
anda hancurkan.

8. Berbagai jenis insektisida dapat digunakan, meski kurang
begitu efektif. Aplikasi insektisida residual dapat dilakukan
pada bagian dasar rumah yang dicurigai banyak terdapat
kalajengking.

9.Apabila disengat kalajengking, segeralah lakukan
pengompresan dingin dengan ice pack, dan segera pergi ke
dokter.

Selain pengendalian secara fisik tersebut, terdapat pula
pengendalian secara biologi yaitu menggunakan hewan
pemangsa atau predator kalajengking.

Meski memiliki sengatan yang mematikan, kalajengking
tidak lepas juga dari sasaran predatornya.


Predator kalajengking antara lain kelabang, kadal,
ular, burung, dan kera.

Kadang-kadang kalajengking juga saling
memangsa, biasanya kalajengking perempuan
yang memangsa kalajengking laki-laki.

Sedangkan pengendalian secara kimia yang dapat
dilakukan adalah dengan usaha mengurangi
populasi kalajengking, yaitu melakukan
penyemprotan dengan bahan kimia Dieldrin 0,5%
atau DDT 10%, Chlordane 20% dan piretrum 0,2%
di dalam minyak yang encer dan telah dianjurkan.
I. Pengobatan

Pengobatan menggunakan obat Tourniquet hendaknya
dipergunakan segera, dan racunnya dikeluarkan
dengan menghisap luka yang dibuat oleh sengat
kalajengking .
Sakitnya dapat dihilangkan dengan pemakaian :
kompres es setempat,
semprotan etilklorida,
ammonia,
obat yang menghilangkan sakit,
suntikan novokain, prokain 2%, Lidokain atau epinefrin
disekitar luka
memanfaatkan tumbuhan disekitar misalnya getah batang
pisang dengan cara digosokkan di bekas sengatan.

Pengobatan sistemik bertujuan untuk
mengatasi shock dan sembab paru-paru.

Obat kortison berguna sekali pada penderita
yang berat.

Antivenin, harus diberikan apabila tersedia

Peran medis
Pada umumnya sengatan kalajengking
menimbulkan :
Reaksi lokal
Nyeri
Pembengkaan dan kemerahan
Ada spesies dapat menimbulkan kematian.
Racun kalajengking bersifat hemolitik, atau
neurotoksik,
Di Belo Horizonte, Brazil,
terdapat 1328 anak-anak, disengat kalajengking
spesies Tityus serrulatus
mengakibatkan 145 anak meninggal.
Gambar kalajengking
Typopeltes stimsony,
(kalajenking bercambuk)
Liocheles Australaiae, tersebar Asia
tenggara, Australia, Jepang, panjang
4 cm
Tityus bahiensis, panjang 1-2cm,
sampai 10-12cm, terdapat di
Brazil
Buthus tamulus, (cahaya India).
B. CHILOPODA (KELABANG)
Klasifikasi/karakteristik :
Kelabang termasuk dalam kelas Chilopoda
Terdapat 550 spesies yang terdaftar di
Dunia
Panjang antara 5 - 25 cm
Memakan serangga
Sepasang kuku beracun, terpasang pada segmen
posterior dari kepalanya
dipergunakan untuk mendapatkan makanan,
pertahanan dirinya
Klasifikasi
FILUM :Arthropoda
KELAS :Chilopoda
ORDO :Scolopendromorpha
FAMILI :Scolopendridae
GENUS :Scolopendra
SPESIES :Scolopendra gigantea

Chilopoda adalah Ordo dari anggota hewan
tak bertulang belakang yang termasuk
dalam filum Arthropoda, kelas Myriapoda.
Hewan ini tergolong hewan pemangsa
(predator), makanannya
adalah cacing dan serangga.
Bentuk tubuhnya pipih, jumlah segmen bisa
mencapai 177, setiap segmen mempunyai
sepasang kaki, kecuali pada satu segmen di
belakang kepala dan dua segmen terakhir.
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata. Masing-
masing mata mengalami modifikasi menjadi cakar
beracun.

Lipan atau kelabang bila bertemu mangsanya akan
menyerang mangsanya dengan cara menggigit
menggunakan kaki beracun yang berguna untuk
melumpuhkan mangsa.

Subfilum Myriapoda, Kelas Chilopoda merupakan
bangsa lipan yang berbadan panjang dan pipih dengan
bagian badan terdiri dari kepala dan batang badan.

Jumlah ruas pada batang badan bervariasi tergantung
pada ordo masing-masing, jumlah ruas bisa mencapai
190 ruas.
Pada kepala terdapat antena yang beruas
banyak sedangkan di batang badan terdapat
sepasang kaki pada tiap ruasnya.
Pada bagian akhir batang badan biasanya
terdapat sepasang organ modifikasi dari kaki
yang berfungsi untuk perlindungan diri yaitu
sting organ.
Jumlah pasang kaki dapat digunakan sebagai
pembeda pada tiap ordo.
Chilopoda disebut juga dengan centipede.
Tubuhnya secara dorsoventaral pipih, terdiri dari
15-173 segmen, masing-masing dengan satu
pasang kaki, kecuali pada dua buah segmen
terakhir dan satu segmen dibelakang kepala.

Pada segmen dibelakang kepala terdapat
sepasang cakar racun yang disebut maxilleped
yang berguna untuk membunuh mangsanya.

Antenanya panjang memiliki kira-kira 12 segmen.
Makanan Chilopoda adalah insekta, molusca,
dan bintang kecil lainnya.
Alat pencernaan makanannya sempurna
artinya dari mulut sampai dengan anus ada.
Kedalam pencernaan makanan ini menempel
dua buah saluran Malpighi yang berfungsi
sebagai alat eksresi.
Respirasi dengan menggunakan trachea yang
bercabang-cabang dengan lubang yang
terbuka pada hampir setiap segmen.

Alat reproduksi terpisah, pembuahan terjadi
secara internal dan alat reproduksi ini
dihubungkan dengan beberapa kelenjar
accessories.
Telur yang telah dibuahi diletakkan dibawah
batu, dibawah sampah, atau ditutupi oleh
tanah.

Pergerakan kelas ini tergolong cepat, dan
hidup di bawah batu-batuan atau timbunan
pohon-pohon yang telah membusuk.
Chilopoda yang hidup di daerah tropis
misalnya Lithibius (kelabang/lipan) yang
memiliki racun yang berbahaya, demikian pula
genus Scolopendra.
Hewan ini panjangnya kira-kira 25 cm,
gigitannya dapat menyebabkan rasa sakit dan
bahkan dapat menyebabkan hal serius bagi
manusia.
Beberapa famili yang termasuk kedalam kelas ini
adalah :

Geophilidae :
Tubuhnya panjang, dengan segmen lebih dari 31 buah,
tidak mempunyai mata, antenna dengan 14 segmen,
hewan muda yang mempunyai banyak segmen dan kaki.
Contoh : Geophilus rubens.

Scolopendridae :
Tubuh panjang 21-23 segmen, mempunyai mata atau
tidak, antenna dengan 17-31 segmen, hewan muda yang
baru menetas dengan banyak segmen dan kaki.
Contoh : Scolopendra morsitans, memiliki 21 pasang
kaki, memiliki mata, dan merupakan hewan
yang cosmopolitan.

Lithobius :
Tubuh dengan kaki pada 15 segmen, palpus
maxillary dengan 3 buah segmen, hewan yang baru
menetas memiliki tujuh pasang segmen.
Contoh : Lithobius forficatus,
(panjang tubuh 3mm, antenna dengan 33-43 segmen)

Scutigeridae :
Tubuhnya pendek, dengan 15 buah segmen,
15 pasang kaki yang sangat panjang, dan yang
pasangan kaki terakhir paling panjang,
Antena sangat panjang.
Contoh : Scutigera forceps,
(panjang tubuh 25 mm, panjang pasangan kaki
terakhir kira-kira 50 mm)

1. Sub Kelas Chilopoda
Contoh: - Lithobius forticatus dan
- Scolopendra morsitans.

Ciri-cirinya :

Tubuh agak gepeng, terdiri atas kepala dan
badan yang beruas-ruas (15 173 ruas).

Tiap ruas memiliki satu pasang kaki, kecuali
ruas (segmen) di belakang kepala dan dua
segmen terakhirnya.

Pada segmen di belakang kepala terdapat satu
pasang taring bisa (maksiliped) yang berfungsi
untuk membunuh mangsanya.

Pada kepala terdapat sepasang antena panjang
yang terdiri atas 12 segmen,

dua kelompok mata tunggal dan mulut.

Hewan ini memangsa hewan kecil berupa insecta,
mollusca, cacing dan binatang kecil lainnya,
sehingga bersifat karnivora.
Alat pencernaan makanannya sudah
sempurna artinya dari mulut sampai anus.
Alat eksresi berupa dua buah saluran
malphigi.
Respirasi (pernafasan) dengan trakea yang
bercabang-cabang dengan lubang yang
terbuka hampir pada setiap ruas.
Habitat (tempat hidup) di bawah batu-
batuan/timbunan tumbuhan yang telah
membusuk.
Kelas ini sering disebut Sentipede.

Pasangan kaki yang terakhir umumnya
dinamakan telopod
Gambar
Tubuh tersusun atas kepala dan perut dengan
tanpa dada dan beruas ruas.
Terdiri atas 10 hingga 50 segment.
Di bagian kepala terdapat satu pasang antena
sebagai alat peraba dan sepasang mata tunggal.
Penambahan jumlah segment terdapat pada tiap
pergantian kulit.
Eksoskeleton terdiri atas kulit keras dari zat kitin
yang berfungsi melindungi organ organ dalam,
sebagai tempat melekatnya otot otot tubuh dan
memberi bentuk tubuh.
Zat kitin ini tidak larut dalam air, alkohol dan
alkalis, asam maupu getah pencernaan
binatang lain.
Kulit kitin yang tipis terletak pada perbatasan
dua segment yaitu di bawah kulit kitin yang
tebal.
Dengan adanya kulit kitin tipis inilah maka
hewan ini dapat bergerak leluasa, kulit kitin ini
mengalami ekdisis

2. Sistem Organ

Saluran lengkap dan mempunyai kelenjar ludah.
Chilopoda bersifat karnivor dengan gigi beracun pada
segmen satu,
Diplopoda bersifat herbivor, pemakan sampah atau daun
daunan.
Organ pernapasan berupa satu pasang trakea berspirakel
yang terletak dikanan kiri setiap ruas , kecuali pada
Diplopoda yang terdapat dua pasang disetiap ruasnya.
Sistem peredaran darah bersifat terbuka, organ transportasi
berupa jantung yang panjang dan terletak memanjang
dibagian punggung tubuh .
Pada chilopoda terdapat sepasang ostium di tiap segmen ,
Diplopoda terdapat dua pasang ostium di tiap segment.
Darah tidak berwarna merah karena tidak
mengandung hemoglobin , melainkan
hemosianin yang larut dalam plasma.
Dari jantung darah dipompa kedalam arteri
tiap segment dan kembali kejantung
homosoel .
Organ ekskresi berupa dua pasang pembuluh
malphighi yang bertugas mengeluarkan cairan
yang mengandung unsur nitrogen .

Sytem syaraf nya disebut dengan sistem syaraf
tangga tali dengan alat penerima rangsang
berupa satu pasang mata tunggal dan satu
pasang antena sebagai alat peraba.
Reproduksi secara seksual yaitu dengan
ertemuan ovum dan sperma ada juga yang
vivipar dan ovovivipar.

Pasangan kaki ke tujuh yang mengalami
modifikasi dikenal dengan gonopod.
Organ ini sangat penting untuk
mengidentifikasi jenis.
Hewan betina mempunyai alat kelamin
disebut cifopod (dapat ditemukan di sebelah
belakang pasangan kaki kedua)
Alat kelamin betina jarang sekali digunakan
dalam mengidentifikasi jenis

cakar adalah ciri paling jelas dari Julid jantan.
collum = tengkuk,
ocelli = bintik, mata,
ocular field = daerah mata,
mandible = rahang,
ozopore(s) = ozopor,
gonopod(s) = gonopod, leg(s) = kaki.
Struktur segmen cincin (diplosegmen).
ozopore(s) = ozopor, leg(s) = kaki,
gland = kelenjar,
prozonite = prozonit, metazonite = metazonit, suture =
sambungan,
stigma = lubang halus,
sternite = sternit,
posterior = belakang,
anterior = depan.

Gigitan kelabang dapat menimbulkan rasa
nyeri dan eritma karena toksin yang keluar
melalui kuku beracun.
Toksin kelabang mengandung anti koagulan
dan 5 hidroksi triptamin.
Genus Scolopendra yang terdapat di daerah
tropik dan subtropik dapat meyebabkan:
rasa nyeri,
perdarahan dan nekrosis.
Kematian akibat gigitan kelabang
Mencegah adanya kaki seribu:
Dengan memperhatikan sanitasi lingkungan,
karena kaki seribu tinggal di tanah.
Pemberian insektisida.
Penataan tata ruang dalam perumahan
Dengan menaburi garam, hal ini bukan karena
kelas myriapoda, seperti lipan takut karena lipan
tidak mungkin tahu apakah itu garam atau gula.
Yang jelas lipan tidak bisa hidup atau bertahan
lama di lingkungan dengan konsentrasi yang
pekat.

Hal ini ada hubunganya dengan osmosis.
Kalo dia berendam di air garam, cairan tubuhnya
terserap garam yang mengakibatkan dehidrasi
yang apabila berlanjut akan terjadi kematian.
Garam juga dapat menetralisir racun/bisa.
Hewan berbisa akan berusaha menghindari area
yang mengandung garam.

Penatalaksanaan

Proksimal dari tempat sengatan di pasang turniket.
Dapat diberikan obat obat golongan kortikosteroid dan
anthistamin.
Pemberian anti racun sangat bermanfaat.
Apabila kamu terlanjur digigit oleh hewan bangsa Myriapoda
seperti lipan, maka yang pertama kali kamu lakukan adalah dengan
segera mencari air dan meminumnya, jangan sampai kedahuluan
sama lipannya.
Karena lipan atau kelabang yang telah menularkan bisanya biasanya
akan segera mencari air. Kalau kita kedahuluan lipan or kelabang
dalam mendapatkan air, maka bisanya akan cepat bekerja keseluruh
tubuh kamu.
Tapi klo kamu dapat mendahuluinya, maka secara otomatis lipan
atau kelabangnya akan lemah dan bisanya masih dapat dinetralisir
didalam tubuh kamu.

Peran medis :
Gigitan dari spesies, kecil menimbulkan :
Rasa sakit setempat
Eritema
Indurasi.
Tetapi spesies yang lebih besar :
Menyebabkan gigitan yang sakit sekali
Menimbulkan lesi nekrotik lokal
Reaksi sistemik ringan seperti :
sakit kepala
demam
rasa mual.

Pengobatan
Suntikan anestetik lokal
prokain hydrokhloride (disekitar luka gigitan)
segera memberikan keringanan, walaupun rasa
sakitnya hebat.

Gambar kelabang

Scolopendra gigantica, didapat di Brazil,
Panjang kira-kira 5cm.
Kepala kelabang, dengan
sepasang
kuku yang kuat dan beracun

Anda mungkin juga menyukai