Anda di halaman 1dari 18

1

MAKALAH


DIAGNOSIS DAN REMIDI KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA

Disajikan pada Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru
Sabtu, 22 November 2008





Oleh
Drs. Asep Syarif Hidayat, MS







JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2008



2
A. PENDAHULUAN

Keanekaragaman kemampuan intelektual khususnya yang menyangkut
matematika di sekolah menengah seperti halnya di pendidikan dasar, umumnya
bervariasi. Kemampuan ini menyangkut berbagai hal: untuk mengingat kembali,
memahami, menginterpretasi informasi, memanipulasi simbol, mengabstraksi,
menggeneralisasi, menalar, memecahkan masalah, dan masih banyak hal yang
lain. Sikap dan perangai siswa pun beraneka ragam, baik dalam hal menanggapi
pembelajaran pada umumnya maupun matematika pada khususnya. Demikian
pula minat dan emosinya. Berbagai hal yang menyangkut siswa itu juga
berkembang bersama dengan lingkungan belajarnya, baik yang langsung
dirasakan siswa maupun yang tidak langsung. Metodologi dan segala aspek
pembelajaran yang diciptakan guru, bahan ajar, sumber belajar dan situsasi kelas
juga membantu memberikan dorongan maupun hambatan dalam siswa belajar.
Guru yang berhasil dapat menjajagi kemampuan, nilai/sikap, dan minat para
siswa sehingga dapat menyeseuaikan atau memodifikasi kegiatan dipadankan
dengan semua, atau sebagian besar, yang diperlukan siswa, yang selanjutnya
siswa dapat memahami bahan ajar yang dikembangkan guru. Jika tidak demikian,
dan terasa siswa mengalami hambatan, maka pada saat pertama diketahui hal itu
guru harus segera memandang hal itu sebagai suatu masalah yang harus
dipecahkan, tidak memandangnya sebagai sebagai suatu hal biasa, bahwa ada
yang berhasil dan tidak berhasil. Kejelian, kemampuan serta kemauan guru untuk
menyadari dan kemudian menjadikannya sebagai tantangan untuk dipecahkan
merupakan suatu indikasi lebih berhasilnya guru tersebut, khususnya terhadap
tujuan siswa memahami bahan ajar yang dikembangkannya. Hal tersebut
berlandas pada salah satu prinsip diagnosis dalam konteks pemecahan masalah
(problem solving). Dalam konteks demikian kita mengacu pada kenyataan bahwa
setiap mempunyai masalah dalam belajar dan masalah itu harus ditemukan atau
ditentukan, menanganinya, dan dengan harapan memecahkan masalahnya. Dalam
hal ini guru bertindak seolah sebagai dokter yang harus mendiagnosis penyakit
siswanya, untuk kemudian menuliskan resep pengobatannya.
Salah satu asumsi umum menyatakan bahwea kesulitan siswa adalah dalam
memahami konsep dan prinsip. Jika ini terjadi maka salah satu akibatnya adalah
tidak dapat memecahkan masalah verbal. Sebagai jalan keluarnya adalah guru
perlu menyusun prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk memberikan arah
bagi diri guru itu dalam menyajikan pelajaran remidi yang dapat melepaskan
hambatan yang dialami siswa. Contoh yang sangat terbatas pada makalah ini
hendaknya dapat dikembangkan sendiri oleh para pembaca.
Setelah membaca tulisan ini peserta diharapkan mampu menyajikan atau
mengungkapkan kompetensi-kompetensi berikut:
1. Mengungkapkan sebab-sebab yang mungkin atas kesulitan-kesulitan belajar
siswa.
2. Mengidentifikasi jenis kesulitan siswa dalam menggunakan konsep atau
menggunakan prinsip dan menyelesaikan permasalahan verbal.

3
3. Membuat dan menguji hipotesis sebagai penyebab kesulitan yang
diungkapkan dalam butir 2.
4. Memberikan remidi sebagai tindak lanjut.

B. BERBAGAI PENYEBAB UTAMA KESULITAN BELAJAR SISWA

Ada beberapa sumber yang patut diduga sebagai penyebab dasar kesulitan
siswa. Sumber itu dapat digunakan sebagai dasar menyusun dugaan (konjektur).
Beberapa di antaranya menurut Cooney, Davais dan Henderson (1975) ialah:
1. Faktor Phisiologis
2. Faktor Sosial
3. Faktor Emosional
4. Faktor Intelektual
5. Faktor Pedagogis

1. Faktor Phisiologis
Bredker, seperti dikutip Cooney dkk. dalam bukunya The Diagnosis and
Treatmen of Learning Difficulties (1975) melaporkan adanya hubungan antara
faktor phisiologis dan kesulitan belajar.
- Persentase kesulitan belajar siswa yang mempuyai gangguan penglihatan
lebih tinggi daripada yang tidak mengalami gangguan penglihatan.
- Persentase kesulitan belajar dari siswa memiliki gangguan pendengaran
lebih tinggi dari pada yang tidak mengalaminya.
Abuse, seperti juga dikutip Cooney dkk. (1995), melaporkan bahwa siswa
yang menelan pil ekstasi tulisannya tidak jelas, kemalasannya naik luar biasa,
sekonyong-konyong menunjukkan perangai yang tidak rasional, depresi, tak
sadar, takut, atau sebaliknya: tertawa-tawa. Tampilannya labil: berubah tiba-tiba,
kesehatan menurun. Hal-hal demikian jelas merupakan sumber kesulitan dalam
menerima pelajaran.
Di samping faktor phisiologis, sesunggguhnya faktor neurologis juga sering
menjadi penghambat, misalnya karena sistem koordinasi syaraf yang terganggu
menyebabkan gangguan pula dalam menerima dan mengembangkan bahan ajar
bagi siswa.
Dalam hal ini guru umumnya juga tidak memiliki kemampuan untuk
mengatasi. Karena itu maka penyerahan kepada pihak atau tangan yang tepat akan
dapat membantu memecahkan masalahnya.





4
2. Faktor Sosial
Tidak semua orang tua peduli terhadap keberhasilan atau ketidakberhasilan
anaknya. Ada yang kepeduliannya berlebihan dan secara bervariasi sampai ada
yang sama sekali tidak peduli. Variasi kepedulian ini berdampak terhadap
motivasi belajar siswa. Bahkan adakalanya ada orang tua yang mengatakan: Saya
dulu ya tidak pernah dapat nilai baik dalam ilmu pasti (matematika), tetapi toh
saya berhasil jadi orang. Pernyataan ini sangat mungkin menghentikan usaha
siswa, memunahkan motivasi siswa dalam belajar matematika. Akibat lebih lanjut
adalah adanya sementara siswa lulusan SLTP yang mengemukakan maksudnya
kepada orang tuanya dengan mengatakan Kalau begitu saya akan melanjutkan
sekolah yang tidak ada matematikanya saja.
Keluarga yang memiliki kemudahan untuk memberikan mainan edukatif pada
saat anaknya masih di pendidikan dasar, misalnya mainan yang digunakan untuk
menyusun bangunan yang dapat divariasikan, atau majalah-majalah yang berisi
tantangan-tantangan edukatif, mainan yang memungkinkan anak memanipilasi
bentuk atau model, akan memberikan kesempatan lebih baik daripada anak dalam
lingkungan belajar yang tidak memiliki itu. Artinya, jika intelektual dasarnya
sama, maka kemungkinan adanya hambatan lebih besar pada yang tidak pernah
mengenal mainan edukatif atau latihan keterampilan matematika lainnya.
Faktor sosial di dalam kelas juga dapat berpengaruh terhadap kelancaran atau
kesulitan belajar siswa. Siswa yang tidak dapat bergaul dengan teman sekelasnya,
atau tidak memiliki teman, merasa terpencil dan merasa sangat terhina oleh sedikit
olokan atau ejekan temannya, bahkan yang tidak langsung sekalipun. Seseorang
yang mendapat pengakuan keberadaannya dalam kelas matematika, misalnya,
dapat terdorong semakin maju jika ia menggunakan hal positifnya. Jadi
lingkungan belajar di sekolah pun merupakan salah satu faktor sosial.
Siswa yang mengalami masalah sosial di rumahnya biasanya dari kalangan
keluarga yang kurang memperhatikan perkembangan belajar putra-putrinya dan
bukan semata-mata karena faktor ekonomi. Hal ini berarti memang mungkin
dikarenakan faktor kepedulian pendidikan yang rendah dari orang tuanya atau
dapat terjadi karena kesibukan orang tua. Dalam interaksi dengan teman-teman di
kelasnya siswa yang mengalami masalah sosial biasanya bersikap menyendiri,
rendah diri atau sebaliknya suka mengambil perhatian di depan teman-temannya.
Demikian pula siswa yang mengalami masalah sosial berusaha mengambil
perhatian di muka guru dan berusaha mendekati guru karena kurang serasinya
hubungan dengan teman-temannya. Secara umum siswa yang terlalu introvert
(tertutup) atau terlalu extrovert mungkin sebagai reaksi terhadap tekanan sosial
dari teman-temannya atau dari orang tuanya.






5
3. Faktor Emosional
Siswa yang sering gagal dalam matematika mudah berfikir tidak rasional,
takut, cemas, benci pada matematika. Jika demikian maka hambatan ini menjadi
melekat. Masalah siswa yang termasuk dalam faktor emosional dapat
disebabkan antara lain:
a. Obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, ekstasi, dan lain-lain
b. Kurang tidur
c. Diet yang tidak tepat
d. Hubungan yang renggang dengan teman terdekat
e. Masalah tekanan dari situasi keluarganya di rumah.
Akibatnya siswa akan kurang menaruh perhatian terhadap pelajaran, atau mudah
mengalami depresi mental, emosional, kurang ada minat membaca buku dan
menyelesaikan PR.

4. Faktor Intelektual
Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual,
biasanya selalu tidak berhasil dalam menguasai konsep, algoritma, dan prinsip
matematika yang dipelajari walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang
mengalami kesulitan mengabstraksi, mengeneralisasi, mendeduksi dan mengingat
konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan merasa bahwa matematika
sulit, meskipun guru telah mengimbanginya dengan berbagai usaha. Sifat dan
struktur matematika memerlukan kemampuan siswa yang cukup dalam hal ini.
Siswa yang sulit mengabstarksi, menggeneralisasi dan mendeduksi ide-ide
matematikia kurang mampu memecahkan masalah terutama soal-soal terapan atau
soal cerita. Kesulitan ini secara sederhana dikatakan, meskipun tidak tepat,
biasanya akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa tersebut.

5. Faktor Pedagogik
Di antara penyebab kesulitan belajar siswa, faktor kurang tepatnya guru
mengelola pembelajaran merupakan faktor yang paling menentukan. Guru yang
kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa akan menyebabkan
apa yang diajarkan menjadi sulit untuk dipahami oleh siswa. Cara guru memilih
pendekatan dalam mengajar dan kecepatan guru dalam menjelaskan konsep-
konsep matematika akan sangat berpengaruh terhadap daya serap siswa. Guru
yang tidak menggunakan struktur pengajaran matematika dengan baik akan
membingungkan siswa, karena sulit diikuti keteraturannya. Guru yang kurang
memberikan motivasi belajar kepada siswa serta kurang mengelola PR siswa
dengan baik akan menyebabkan siswa kurang tertarik belajar matematika,
termasuk pemberian PR saat bel akhir pelajaran telah terdengar. Kesulitan siswa
sebagai akibat kurang baiknya sistem intruksional yang diselenggarakan oleh guru
dapat dilihat dari sistem instruksional yang dilakukan oleh guru itu sendiri. Guru
yang memotivasi siswa dengan cara tindakan menyiksa (fisik maupun batin),

6
kompetisi yang sangat ketat, pembandingan yang menyinggung atau menyakitkan,
akan menimbulkan sakit hati, frustasi, tidak mau tahu, dan sebagainya yang
semakin mempertinggi tingkat kesulitan belajar siswa.
Guru perlu introspeksi pada sistem intruksional yang dilaksanakan. Jika
sebagian besar siswa masih mengalami kesulitasn dalam menyerap materi
pelajaran yang diajarkan oleh guru, maka guru perlu segera mengubah cara
mengajarnya serta perlu lebih memperhatikan langkah-langlah mengajarnya dari
berbagai aspek mulai dengan kesiapan siswa, pemilihan pendekatan, pengelola
PR, pelaksanaan sistem evaluasi, serta perhatian bagi masing-masing siswa secara
individual.
Dengan mendiagnosis faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa
dalam belajar matematika maka akan lebih memungkinkan mencari
penanggulangan sedini mungkin sesuai dengan faktor penyebab yang paling
dominan. Dalam upaya menanggulangi kesulitan belajar siswa diperlukan
kerjasama antar guru, siswa, guru BK, Kepala Sekolah, dan orang tua siswa sesuai
dengan kasus-kasus secara individual yang dialami siswa.
Sebagai contoh: Jika penyebabnya adalah masalah penglihatan atau
pendengaran, maka guru perlu sangat berhati-hati dalam mencari penyebab yang
sebenarnya karena hal ini sangat sensitif. Di sini diperlukan kebijakan guru, perlu
perhatian, perlu simpati, dan ketepatan mendiagnosis agar siswa merasa tidak
dipermalukan di depan umum. Selanjutnya pengobatan perlu dikonsultasikan
dengan Dokter. Demikian pula pada kasus-kasus lainnya, dalam mendiagnosis
penyebab kesulitan siswa, sangat diperlukan sikap profesional guru sebagai
pendidik dan pengajar. Kesulitan dalam faktor sosial, emosional dan pedagogis
tidak dibahas secara luas di sini.

C. DIAGNOSIS KESULITAN DALAM MENGGUNAKAN KONSEP

Setelah pembelajaran tentang suatu konsep usai, kemungkinan yang dapat
terjadi antara lain: tidak memahami, samar-samar dalam memahami, segera sama
sekali lupa atau lupa sebagian. Yang sering terjadi dalam kaitannya dengan
kesulitan memahami konsep matematika ialah:
Ketidakmampuan memberikan nama singkat atau nama teknik bagi objek
di dalam himpunan tertentu, misalnya siswa tidak mampu menyebutkan
nama ruas garis penghubung sebuah titik sudut segitiga dengan titik tengah
sisi di hadapannya, yang disebut median (garis berat). Jika siswa tidak
ingat, caranya: diingatkan, diasosiasikan nama itu dengan arti harfiahnya.
Kemudian dibuat median-median lain untuk meyakinkannya.
Ketidakmampuan menyatakan arti istilah yang memadai konsep tersebut,
misalnya derajat suatu polinom. Ini menyangkut pembelajaran definisi
atau pembelajaran tentang syarat perlu dan cukup, yang harus
diselenggarakan secara efektif.

7
Ketidakmampuan mengingat satu atau lebih syarat perlu untuk
memberikan istilah bagi suatu objek tertentu. Misalnya siswa tidak ingat
bahwa jika suatu relasi mempunya dua anggota domain yang berpasangan
dengan satu anggota kodomain, maka relasi itu bukan fungsi. Yang
diperlukan adalah mengingatkan tentang syarat perlu dan
pengembangannya.
Ketidakmampuan mengingat syarat cukup untuk suatu objek yang ditandai
dengan memberikan istilah yang dinyatakan dengan konsep. Misalnya,
siswa mungkin tidak ingat bahwa jika suatu segitiga adalah segitiga sama
kaki, pasti segitiga itu memiliki dua sudut yang sama. Remidinya ialah
serupa dengan yang dilakukan pada siswa yang tidak mampu mengingat
syarat perlu.
Tidak mampu memberikan atau mengenal contoh suatu konsep. Misalnya,
ada siswa yang tidak mengenal bahwa 8 pada 17845 adalah angka
ratusan, karena dinyatakan arti dari misalnya 356=300+50+6 siswa tidak
mengenalinya hal itu sebagai contoh dari arti nilai tempat. Pada saat
mempelajari penentuan akar persamaan kuadrat dengan rumus dan
diberikan contohnya untuk mencari akar persamaan misalnya
2
5 6 0 x x dan langsung menggunakan rumusnya tetapi siswa
mengalami kesulitan atau kesalahan untuk menentukan akar
2
3 18 0 x x karena konsep koefisien dalam persamaan kuadrat tidak
jelas bagi siswa. Kesulitan di sini berbeda dengan kesulitan pertama yang
ciri khasnya diberikan dulu dan siswa tak mampu memberi nama
singkatnya.

Kesalahan Klasifikasi
a. non contoh dianggap contoh
b. contoh dianggap noncontoh
Seseorang yang menganggap gambar parabol sebagai hiperbol, termasuk
dalam kesalahan klasifikasi pertama. Sebaliknya dapat terjadi siswa
menganggap
2 2
xy x y bukan contoh polinom berderajat 3 termasuk siswa
yang mengalami kesalahan menganggap contoh sebagai noncontoh. Salah
klasifikasi berlainan dengan sama sekali tak mampu mengklasifikasikan.
Kesalahan ini dapat dilacak ke tak-tahu atau tak-ingat syarat perlu
atau syarat cukup.
Dalam kekeliruan salah klasifikasi, mula-mula guru harus
mengidentifikasi jenis kesalahan klasifikasi ini. Guru dapat menguji
apakah siswa tahu syarat yang cocok, misalnya dengan bertanya
Bagaimana kita tahu bahwa sesuatu adalah... (... = nama konsep yang
dibicarakan). Jika tidak tahu maka perlu dibahas syarat perlu dan syarat
cukupnya. Namun sering terjadi juga bahwa siswa dapat mengklasifikasi
dengan benar tetapi tidak dapat memberi pertimbangan atau tidak dapat
mengungkapkan mengapa hal itu benar.

8

Ketidakmampuan mendeduksi informasi berguna dari suatu konsep.
Misalnya:
Ketidakmampuan membuktikan bahwa diagonal belah ketupat
berpotongan tegak lurus disebabkan oleh ketidakmampuan
membuktikan kongruennya dua segitiga yang terbentuk. Siswa tak
mampu membuktikan kongruennya dua segitiga karena tak mampu
mendeduksi bahwa sisi-sisi belah ketupat adalah hipotenusa dari
segitiga siku-siku.
Siswa tidak mampu membuktikan bahwa garis normal di suatu titik T
pada parabola membagi dua sama sudut dua garis yang melalui T
sejajar sumbu parabol dan garis TF (F = fokus parabol), karena tidak
dapat membuktikan bahwa garis singgung di titik T pun bersifat
demikian. Siswa tidak mampu membawanya ke masalah ini karena
tidak mampu mendeduksi hubungan sudut-sudut yang terbentuk pada
perpotongan garis-garis yang disebutkan di atas. Di samping itu
mungkin juga karena tidak tahu konsep garis normal.

D. DIAGNOSIS KESULITAN DALAM MENGGUNAKAN PRINSIP

Analisis dari kesulitan siswa dalam menggunakan prinsip-prinsip
menunjukkan bahwa terdapat penyebab umum akan hal itu. Hal ini baik untuk
diketahui, karena dengan demikian akan menjadi konjektur atau dugaan-dugaan
dari berbagai kesulitan yang diidentifikasi. Konjektur-konjektur itu kemudian
dapat diuji untuk kasus-kasus tertentu.
Jika siswa tidak memiliki konsep yang digunakan untuk mengembangkan
prinsip sebagai butir suatu pengetahuan, maka mereka akan merasa sulit dalam
memahami prinsip itu. Hal ini wajar karena prinsip memuat konsep-konsep serta
relasi antar konsep-konsepnya. Bayangkan dalam persamaan, pertidaksamaan atau
dalam fungsi kuadrat. Sangat sering digunakan konsep diskriminan dalam bahasan
itu, misalnya syarat kembarnya akar-akar persamaan kuadrat, syarat definit positif
atau negatifnya suatu bentuk kuadrat, syarat memotongnya grafik fungsi kuadrat
terhadap sumbu X di dua titik, dan masih banyak lagi. Siswa akan semakin
mengalami kesulitan jika guru tidak memahami bahwa siswa tidak paham akan
konsep diskriminan. Misalnya, selalu saja ada yang menyatakan diskriminan
persamaan
2
6 0 x mx m adalah
2 2
24 m x , atau
2 2
24 m x atau
2
24 m
atau
2 2 2
24 m x x , atau yang lain lagi.
Kekurangpahaman tentang konsep-konsep dasar adalah penyebab utama
kesulitan dalam mempelajari prinsip-prinsip dengan metode penemuan
terbimbing. Misalnya guru bermaksud mengajarkan generalisasi bahwa jumlah
koefisien penjabaran pangkat n dari suku dua masing-masing berkoefisien 1
(misalnya a + b) adalah 2
n
dengan konsep kombinasi. Kepada siswa diminta
untuk mencari koefisien-koefisien dari
n k k
a b pada setiap perpangkatan (dengan

9
0 k n). Kegiatan pembelajaran dengan generalisasi itu keberhasilannya antara
lain bergantung kepada kemampuan siswa untuk dapat mengaitkan koefisien itu
dengan kombinasi banyak a dan b kaitannya dengan pangkat a dan b. Mungkin
siswa tidak memiliki kemampuan tentang kombinasi. Jika hal ini penyebabnya
maka pembelajaran tentang kombinasi perlu dikemas kembali mungkin dalam
bentuk lain yang lebih jelas bagi siswa. Jika masalahnya adalah ketidaktahuan
siswa akan adanya unsur kombinasi, maka hal ini yang perlu ditanyajawabkan.
Dalam pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing yang
menggunakan penemuan induktif, ada dua sebab umum ketidakmampuan siswa
untuk menemukan. Pertama adalah ketidakakuratan komputasi atau dalam hal
operasi aljabarnya. Misalnya yang sederhana saja, guru mengajarkan prinsip
bahwa jika x y , maka x c y c untuk setiap c bilangan real. Guru
memulainya dengan 2 9, kemudian siswa disarankan menambah kedua ruasnya
berturut-turut dengan berbagai macam bilangan misalnya 5, -5, -1, 15, -10,
1
2
7
dan masih banyak lagi. Siswa yang tidak akurat atau teliti dalam menjumlahkan
bilangan-bilangan rasional itu tidak akan menemukan pola umum yang
diharapkan guru. Tidak ditemukannya kebenaran itu dapat terjadi karena operasi
hitung yang dilakukan siswa salah, sehingga menganggap pernyataan atau prinsip
itu salah.
Penyebab kedua adalah ketidakmampuan siswa dalam memastikan faktor-
faktor yang relevan dan memisahkannya dari yang tidak relevan yang utamanya
disebabkan oleh ketidakmampuan melakukan abstraksi pola. Pertanyaan seperti:
Apakah Anda beranggapan terdapat hubungan antara besaran...? akan
mengarahkan siswa ke faktor-faktor yang relevan dengan pola yang diharapkan.
Beberapa siswa yang tidak memahami prinsip cenderung menghapalkan
prinsip itu sebagai suatu fakta. Mereka dapat menyatakannya tetapi tidak
memahami maknanya, sehingga akibatnya tidak dapat menggunakannya. Guru
yang hanya mempertimbangkan ketidakmampuan mengungkapkan prinsip, tidak
menyadari penyebab sebenarnya dari kesulitan siswa. Usaha siswa untuk
menghapal merupakan usaha siswa agar merasa aman pada awal kegiatan belajar,
khususnya jika guru menanyakan prinsip itu.
Kecendrungan siswa menghafal prinsip mengakibatkan pembelajaran yang tak
bermakna. Beberapa di antaranya mungkin tidak tahu bagaimana cara belajar,
bagaimana mencari makna pada prinsip-prinsip itu. Namun mungkin sekali siswa
yang ingin tahu segan bertanya kepada guru. Jika guru menyadarai situasi ini guru
harus segera memberikan bantuan kepada siswa.







10

E. DIAGNOSIS KESULITAN DALAM MENGGUNAKAN ALGORITMA

Beberapa kesulitan siswa yang mungkin dalam menggunakan algoritma di
antaranya ialah:
1. Siswa tidak menguasai algoritma
Menuliskan secara lengkap jawaban yang memuat algoritma adalah cara yang
baik untuk memahami apakah siswa tersebut menguasai suatu algoritma atau
tidak. Kurangnya penguasaan algoritma dapat menyebabkan kesalahan yang
tendensinya mengerjakan soal atau mengatasi masalah dengan beputar-putar.
2. Siswa tidak memahami makna algoritma
Algoritma bukanlah sekedar hafalan urutan, namun juga memuat pemahaman
apa yang diurutkan dan syarat-syarat terjadinya dan tidak terjadinya suatu
algoritma. Siswa akan menggunakannya dengan salah jika masalah yang
dihadapi tidak dikaji relevansinya terhadap algoritma yang digunakan.
3. Siswa tidak terampil dalam pengetahuan atau keterampilan dasar
Kesalahan jawaban siswa dalam suatu algoritma dapat terjadi karena tidak
dikuasainya keterampilan dasar.
Misalnya dalam kesalahan-kesalahan yang menyangkut aritmatika-mekanis,
kesalahan ini dapat terjadi karena:
a. Kesalahan dasar. Siswa memang tidak tahu atau sedikit saja menguasai
prosedur yang diperlukan untuk menangani masalah.
b. Kesalahan sistematik atau kesalahan prosedur, yang disebabkan oleh
ketidaktahuan konsep kunci atau bagian prosedur yang penting dalam
permasalahan itu, meskipun mempunyai ide bagus untuk memecahkan
masalah.
c. Kesalahan kalkulasi. Prosedur nampak sudah dikuasai, tetapi kesalahan
yang terjadi dapat karena ketidaktelitian dalam kalkulasi.

F. LANGKAH-LANGKAH PEMECAHAN KESULITAN SISWA DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Proses mendiagnosis dan mengatasi kesulitan belajar siswa dapat dilakukan
dengan sebagai berikut:

1. Guru dan Siswa Perlu Menyadari Adanya Kesulitan Belajar yang
Dialami Siswa
Salah satu tugas pokok guru adalah membantu siswa dalam menyerap secara
optimal ilmu pengetahuan yang dipelajari. Jika hal ini belum terjadi, maka
kesulitan yang dihadapi siswa perlu disadari oleh guru untuk dipecahkan dengan

11
pendekatan yang relevan dan upaya yang optimal. Bagi pihak siswa, kesulitan
yang dihadapi perlu diatasi dengan usaha yang kuat dari diri siswa. Sebab upaya
guru seperti apapun juga tidak dapat membuahkan hasil jika motivasi siswa untuk
memecahkan kesulitannya tidak tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri.

2. Guru dan Siswa Harus Berusaha Mengidentifikasi Konsep, Algoritma,
atau Prinsip yang Sulit Dipahami Siswa
Dari pengalaman mengajar yang kita lalui banyak konsep, algoritma, atau
prinsip yang sulit dikuasai siswa. Contoh-contoh konsep, algoritma, atau prinsip
yang keliru dipahami siswa di antaranya:
a. Menjabarkan kuadrat suku dua:
Kesalahan:
2 2 2
( ) a b a b
2 2 2
( ) a b a b
sering sekali dilakukan siswa SMU. Untuk memperbaiki agar siswa memiliki
pemahaman bahwa:
2 2 2
( ) 2 a b a ab b maka harus diawali dari operasi
yang paling sederhana, misalnya dimulai dengan penjelasan dari operasi
bilangan, dan akhirnya dijelaskan secara umum sebagai berikut:
2
4 4 4
4 12 4 (10 2)
4 10 4 2
40 8
48

25 12 (20 5) (10 2)
(20 5) 10 (20 5) 2
20 10 5 10 20 2 5 2
200 50 40 10
200 100
300

2
p p p
( ) p a b p a p b
( ) ( ) p q a b pa pb qa qb
2 2
( ) ( )
2
a b a b aa ab ba bb
a ab b

2 2 2
( ) 2 a b a ab b .


12


Dengan cara yang sama dapat dijelaskan bahwa:
2 2 2
( ) 2 a b a ab b
Jika dengan cara tersebut siswa masih mengalami kesulitan, maka dapat
digunakan alat peraga sebagai berikut:

Luas daerah persegipanjang pada gambar
di samping = a x b




Luas daerah persegipanjang
pada gambar di samping
= a x (b + c) = a x b + a x c





Luas persegi pada gambar di
samping
= (a + b) (a + b) = a
2
+ 2ab + b
2





b. Kekeliruan Siswa dalam Menguasai Operasi Dasar Aljabar:
Misalnya:
1) 2 + 3a = 5a
2) 9p p = 9
3) Kesalahan menggeneralisasikan atau kesalahan algoritma
a) 3 :3 3 n n n n n
b)
4
3
a
a
a
maka
4
4
a a
b b

a
b
L = a x b
L
1
= a x b L
2
= a x c
a
b
c
a
b
a
b
a
2

ab
ab
b
2


13
c) 3 6 n maka 2 n
d)
( 1)( 5) 0 1atau 5
( 1)( 5) 0 1atau 5
( 1)( 5) 0 1atau 5
( 1)( 5) 13 1 13atau 5 13
x x x x
x x x x
x x x x
x x x x

e)
a c a c
b d b d

f)
3 2
2
3
n
n
g)
x a x
y a y

h)
( )
( ) ;
n m n m m n nm
a a a a a
i) a b a b
j) log log log ab a b

(TUGAS PEMBACA)
Tugas Untuk Anda:
1. Apakah Anda pernah menghadapi kesulitan Siswa dalam menguasai operasi-
operasi aljabar seperti tersebut di atas?
2. Jika Anda menjumpai siswa yang keliru dalam mengoperasikan aljabar seperti
pada butir-butir di atas, coba buatlah langkah-langkah pembelajaran agar
siswa dapat menghilangkan kekeliruannya.
3. Berikan contoh kekeliruan aljabar lainnya yang sering dialami oleh siswa
SLTP. Diskusikanlah dengan rekan-rekan Anda, kemudian buatlah suatu
penjelasan untuk mengatasi kesulitan siswa tersebut.

c. Kekeliruan Siswa dalam Menyelesaikan Sistem Persamaan
Contoh:
a). 3 2 24 x y
b). 5 14 x y
Kekeliruan penyelesaian sistem persamaan dengan cara eliminasi yang
dilakukan siswa biasanya pada operasi hitungnya, misalnya:
3 2 24
3 2 24 1
10 2 28
5 14 2 ( / ?)
x y
x y
x y
x y



14
Siswa sering mengalami kesulitan memilih operasi apakah dijumlahkan atau
dikurangkan. Selain itu dalam mengoperasikan juga sering terjadi kekeliruan.
Apakah langkah yang perlu Anda tempuh untuk mengatasi kesulitan siswa
tersebut?

d. Kekeliruan Siswa dalam Menggambar Grafik Parabol yang Ditentukan
Persamaannya.
Misalnya:
a).
2
4 3 y x x
b).
2
2 6 y x x
Jika diberikan soal seperti tersebut di atas maka kesulitan yang sering dialami
siswa antara lain terletak pada cara mencari perpotongan grafik dengan sumbu
X dan sumbu Y dan dalam menentukan arah grafik apakah membuka ke atas
atau ke bawah.

(TUGAS PEMBACA)
Tugas untuk Anda
1). Apakah Anda pernah menemukan siswa yang mengalami kesulitan
menggambar grafik fungsi kuadrat seperti tersebut di atas!
2). Buatlah rancangan pembelajaran untuk mengatasi kesulitan tersebut!

e. Kesulitan yang sering dihadapi Siswa dalam Bidang Geometri antara lain:
1) Menginterpretasi hubungan antara dua garis dalam ruang
2) Menentukan jarak antara dua titik, antara dua garis, antara dua bidang
dalam ruang berdimensi tiga
3) Menentukan garis orthogonal jika bidang frontalnya yang diketahui adalah
bidang diagonal bangun ruang
4) Menunjukkan bahwa besar sudut antara dua garis bersilangan
5) (dan masih banyak lagi)

TUGAS
Susunlah rencana pengajaran remidial untuk masalah pada butir-butir di atas!






15
3. Guru dan Siswa Perlu Mencoba Mengidentifikasi Penyebab Kesulitan
Belajar Yang Dialami Siswa.
Untuk menduga penyebab kesulitan yang dialami siswa, maka faktor-faktor
penyebab kesulitan seperti yang diuraikan di atas perlu diterapkan secara
simultan. Penyebab yang sering menimbulkan kesulitan siswa biasanya
kesulitan pada kekurangsiapan siswa dalam menguasai prasyarat dan sikap
guru yang kurang peduli pada kemampuan siswa di bawah rata-rata. Hal itulah
yang terus menerus perlu disadari oleh guru dan siswa. Kesulitan yang dialami
siswa perlu segera diatasi sebab jika tidak maka kesulitan selanjutnya akan
semakin memuncak. Guru dituntut terus menduga penyebab kesulitan siswa
dan mencoba mengatasinya dengan berbagai cara yang relevan dengan tingkat
kesulitan yang dihadapi siswa. Penyelesaian tugas-tugas di atas merupakan
salah satu contoh langkah guru yang harus ditempuh untuk menduga dan
mencoba mengatasi kesulitan siswa dengan berbagai cara sesuai dengan
tingkat kesulitan siswa.

Contoh:
1) Lihat box pada halaman 12: kesalahan diduga karena tidak memperhatikan
pemfaktoran dalam menyederhanakan pecahan.
2) Dalam penjajagan kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam pecahan
desimal, baik untuk siswa SLTP maupun juga untuk SMU, diperoleh
antara lain bahwa:
- Dalam menurutkan bilangan: 0,324 0,8 0,13 0,92 kurang dari 35%
siswa kelas I SMU yang menjawab benar. Kesalahan yang umumnya
dilakukan adalah mengurutkan dari terkecil ke terbesar sebagai berikut:
0,8 0,13 0,92 0,324
Dugaannya adalah siswa tidak memahami nilai tempat atau memisahkan
bilangan di depan dan di belakang koma. Untuk memeriksa lebih lanjut
disusun tes berikutnya, misalnya:
Kerjakan pada ruang yang tersedia lembaran ini, termasuk buram dan
langkah atau caramu mengerjakannya.










16
No Soal
Tempat mengerjakan dan
jawabannya
Catatan
Guru
1. 0,6+0,7
2. 0,3+0,4
3. 0,9+0,7
4. 0,2+0,5
5. 0,25+0,07
6. 0,16+0,8
7. 0,05+0,77
8. 0,28+0,5
9. 0,736-0,31
10. 0,478-0,023
11. 0,742-0,37
12. 0,639-0,28
13. 0,7 x 0,8
14. 0,3 x 0,2
15. 0,52 x 0,6
16. 0,12 x 0,6
17. 21,49 : 7
18. 0,105 : 0,7
19. 49,63 : 7
20. 0,4545 : 0,15

4. Guru perlu Memberikan Bantuan Kepada Siswa Dalam
Mengembangkan Prosedur untuk Memecahkan Kesulitan Siswa
Dialog harus banyak dilakukan oleh guru terhadap siswa yang mengalami
kesulitan, sebab dialog, intervew, merupakan cara terbaik untuk mengetahui
kesulitan siswa. Cara tes tertulis kadang tidak memberikan gambaran yang
jelas tentang sumber kesulitan siswa. Namun keterbukaan siswalah yang
sangat menentukan keberhasilan dialog atau intervew, di samping kejelian
guru atau pengintervew dalam mengembangkan strategi mencari sumber
kesalahan atau hambatan. Dari situ guru akan dapat menentukan bagian mana

17
yang masih belum dikuasai siswa, sehingga kemudian mengembangkan
prosedur untuk memecahkannya.

5. Siswa, dengan Bantuan Guru Harus Melaksanakan Tugas-Tugas atau
Berusaha Memperhatikan Apa yang Dijelaskan Guru dan Aktif
Memberikan Umpan Balik pada Bagian Mana Siswa Masih Mengalami
Kesulitan.
Langkah ini penting agar guru dapat lebih mengarahkan kepada bagian mana
yang memang masih harus ditekankan untuk dikuasai siswa. Tanpa umpan
balik dari siswa seperti disinggung tentang keterbukaan siswa pada butir 4,
maka bagian yang sulit akhirnya tetap sulit dan upaya guru menjadi sia-sia.
Semisal seorang dokter, ia tidak dapat mengobati dengan tepat pasiennya yang
tidak terbuka kepadanya.

6. Guru Perlu Selalu Mengevaluasi Keberhasilan Siswa Dalam Mengatasi
Kesulitan Yang Dihadapi Siswa Serta Selalu Mengevaluasi Prosedur
Yang Dipilih Untuk Membantu Siswa Dalam Mengatasi Kesulitan
Belajar.
Perkembangan keberhasilan siswa dalam mengatasi kesulitan harus selalu
dipantau melalui pemberian soal-soal sejenis dan pertanyaan-pertanyaan yang
sifatnya untuk memantapkan penguasaan konsep, algoritma, atau prinsip
matematika yang dimiliki siswa. Hal ini perlu dilakukan terus menerus agar
hubungan unsur-unsur dalam struktur pengetahuan dapat dikuasai siswa guna
memahami materi selanjutnya. Langkah-langkah atau prosedur pemberian
bantuan yang dilakukan guru juga perlu dievaluasi apakah telah sesuai dan
dapat secara efisien telah membantu memecahkan kesulitan siswa atau belum.
Jika ternyata belum berhasil, maka perlu dikaji lagi pendekatan apa yang lebih
sesuai untuk membantu memecahkan kesulitan belajar siswa.

G. PENUTUP

Dari uraian di atas dapat sisimpulkan beberapa hal:
1. Tugas mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar matematika merupakan
bagian utama pekerjaan guru guna mengupayakan hasil pembelajaran
matematika yang lebih optimal.
2. Guru perlu lebih jeli dalam mencari penyebab kesulitan belajar siswa apakah
disebabkan oleh kecenderungan faktor-faktor fisik, sosial, emosional,
intelektual atau pedagogik sehingga dapat mencari penyebab kesulitan secara
tepat.
3. Guru matematika perlu lebih menyadari dan melaksanakan misinya secara
tepat dalam mengelola pembelajaran matematika sehingga siswa menjadi

18
termotivasi dan senang belajar matematika yang pada gilirannya akan
mencapai hasil siswa secara optimal.
4. Faktor kesiapan mental siswa dalam memasuki kegiatan pembelajaran
matematika serta penanaman konsep dan prinsip matematika dan pengelolaan
pemberian tugas dan latihan kepada siswa perlu ditingkatkan dari waktu ke
waktu untuk membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar matematika.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Allardice, B & Ginsburg, H.P. 1987. Childrens Psychological Difficulties in
Mathematics, dalam Ginsburg, H. P. (ed), 1987. The Development of
Mathematical Thinking. Orlando, Florida: Academic Press Inc,
Cooney, D. A. 1975. Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics,
Boston: Houghton Mifflin Company,
Hopkins, C. D. & Antes, R. L. 1978, Classroom Measurement dan Evaluation
Itasca: F. E. Peacock Publisher, Inc,
Bell, F. H. 1978, Teaching and Learning Mathematics in Secondary School, Iowa:
Wm. C. Brown Company Publishers.

Anda mungkin juga menyukai