Nama : Akhmad Rofiul A.M Kelas : VII E No. Absen : 03
UPTSP SMP N EGERI 1 JETIS Tahun Pelajaran 2014/2015
PRELUDE (Novel Lingkungan "Debu Mahameru" Bagian 1)
Seorang lelaki, menaut diksi di atas rebahan batang kayu. Tangannya bergerak menoreh catatan, melukis impuls-impuls ketakjuban yang semakin deras mengalir. Tatap matanya tajam, namun terkadang lembut selembut mentari pagi. Tak henti-hentinya lelaki itu memandangi langit, mengagumi lengkung kurva paras bumi, dan kemudian tersenyum tatkala menyaksikan ribuan cemara berdiri tegak menutupi lembah dan bebukitan. Sementara di sebuah padang rumput yang tak jauh, ilalang-ilalang bertautan tertiup angin, bergandengan tangan meliuk-liuk, mengiringi linang air danau yang bergerak perlahan menyingkir ke tepian.
Nahla, Kekasihku. Matahari saat aku disini, Sudah cukup tinggi dan terasa hangat. Hingga linang air di Ranu ini Terlihat keperakan berkilau-kilau. Nahla, Kekasihku. Bukit disini, Anggun, Cantik, Sekaligus angkuh. Tak pernah ada kepukauanku begitu besar, Selama ini terhadap ini. Dan, Nahla Perempuanku, Ketakjuban tentang Tuhan tak terkata lagi disini, Ketika sedemikian lama aku lari dari kemanusiaan, maka disini : arti jiwa seorang manusia hadir kembali. Tak ada yang menggelengkan kepala disini. Semuanya indah Semuaa diam Semua mengiyakan. Nahla, Pikatrinduku. Langit sedemikian cerah kali ini. Biru. Sebiru lautan yang dalam. Dan percik-percik awan yang berjalan rendah, Memendar-mendar seperti buih ombak tak jalang. Disini : Betapa rindu tentang kamu meluka sedemikian dalam Nahla, Serahhatiku. Sedemikian angin meniupi pucuk cemara berisik sekali, Dan tak pernah sedetikpun diam terpekam. Mungkin Tuhan menautkan cinta mereka dengan dingin dan kicau burung sebagai saksinya. Nahla, Serahkataku. Memang kau tak hadir kali ini disini. tetapi : Tak ada yang tak hadir tentangmu, disini : Bersamaku. Nahla, Ibunda dari anak-anakku yang terjanjikan. Ingin suatu ketika Kuajak anak-anak kita kesini. Melihat apa yang kuceritakan kepadamu. Biar mereka takjub. Melihat burung belibis berenang anggun tak kenal resah. Biar mereka juga percaya. Atas cerita ibunya yang diceritakan oleh ayahnya Kali ini. Tentang danau Ranukumbolo. Danau di gunung Mahameru. Yang diam, Yang angkuh, Dan yang dengan sombong memaksa siapapun menjadi manusia lagi. Danau Ranukumbolo, Bumi Mahameru. 30 Juni 1986,
***
Prologue (Novel Lingkungan "Debu Mahameru" Bagian 2) Bulan Agustus, tahun 2004 Alam terkembang menjadi guru, melingsirkan matahari dan rembulan bergantian, menggantikan bintang- gemintang dengan rekahan fajar dan kabut pagi. Ya, demikianlah sentuhan keajaiban berjalan. Detak waktu bagai malaikat yang menyentuhi seluruh kehidupan di muka bumi. Kecil menjadi besar, yang semula terkuncup kini mekar merekah. Tak ada kehidupan yang diam, semuanya bergerak, dan segalanya berubah. Serupa ribuan krisan Chrysanthimum Grandiflorum yang kini penuh mengembang. Warna kelopak bunganya yang ungu tua, melukis kecantikan yang dingin, anggun, juga elegan. Bunga-bunga krisan itu tertanam rapi berderet memanjang, menyuguh keindahan eksotik yang teramat jarang dijumpai ketika bermekaran di padang luas, yaitu kebun-kebun bunga yang membentang luas di alam bebas. Ribuan krisan beraneka warna itu hanyalah sebagian kecil penghuni tempat ini, tempat dengan hamparan kebun-kebun bunga dan ribuan kembang hias. Ada petak kebun yang dipenuhi kembang mawar, juntaian cemara udang, liukan cemara gunung, tanaman bambu air, aneka jenis palmae, bahkan puluhan tanaman hias dari jenisAnthurium. Tak cuma itu, di punggung-punggung lembah yang tak jauh berbarislah pepohonan apel yang semampai tak tinggi. Pohon-pohon itu berjajar rapi sempurna menjulurkan dahan yang ramping, daun yang menyirip kecil, sekaligus jutaan putik bunga yang bermekaran bersama sama. Warnanya yang putih, mungil, sekaligus wangi menyajikan ornamen kecantikan yang sedehana. Bagai sebuah lukisan elegan yang digores tangan yang Mahasempurna. Semuanya seimbang, semua nampak tak punya cela. Alam membuat semuanya serasa sempurna, di sebelah barat merupakan lanskap gugusan bukit berhutan pinus yang hampir seragam tinggi puncaknya. Lanskap itu terbentuk dari terrain dataran tinggi 1000 meter di atas permukaan laut. Gugusan bukit itu perlahan melandai ke sisi timur, membentuk paparan luas yang kemudian dihuni oleh jutaan manusia. Sementara di ujung selatan terdapat gugusan pegunungan Kawi. Pegunungan itu memanjang dengan ketinggian rata-rata 2300 meter di atas permukaan air laut. Pegunungan Kawi terbujur dari utara ke selatan membentuk sketsa kasar seorang puteri yang sedang tidur terlentang. Tubuh sang Puteri rebah memanjang dari selatan ke utara, dan kemudian berujung dengan puncak Panderman sebagai sketsa tonjolan kakinya. Ya, demikianlah tempat ini. Dataran yang dikelilingi gugusan bukit berhutan pinus, paparan yang diapit dua pegunungan besar, yaitu Pegunungan Kawi dan Pegunungan Arjuno- Welirang. Sekaligus areal yang ditampaki panorama rangkaian pegunungan Bromo-Tengger- Semeru disisi timur. Rangkaian pegunungan itu meliuk membentuk kurva-kurva panjang, Liukan kurva kemudian diakhiri dengan bentuk strato sempurna gunung Mahameru yang terus mengepulkan debu vulkanik secara berkala. Pagi ini mentari memang belum terbit, namun seluruh cakupan lazuardi beserta cerat merah sang fajar membuat langit terlihat terang. Warna biru tua Gunung Panderman 2000 m DPL seakan menjadi ikon panorama. Puncaknya yang patah, membentuk kerucut sempurna namun terpancung. Pagi ini punggung Panderman tertutupi uraian awan putih comulus yang berarak laksana bulu domba. Awan-awan itu bergerak perlahan serupa sekawanan domba yang sedang merumput di padang savana. *** An ! bangun. Sholat subuh sana. Kamu sudah kesiangan ! , Perempuan paruh baya dengan setengah kesal berteriak di depan pintu kamar. Diketoknya pintu berulang-ulang. Ia masih berdiri di depan pintu karena penghuni kamar hingga saat ini belum juga bangun. Andro !, bangun An !, subuh hampir lewat. habis sholat bantu adikmu. Makanya jangan nonton bola terus ! dibilang jangan tidur malam-malam !, perempuan itu masih menunggu di depan pintu. Iyaaa Maaa ! , uaahhh ! , Andro seketika menggeliat dan menguap. Namun inderanya masih sukar menerima respon lantaran rasa kantuknya yang menghebat. Buruan An, sholat subuh ! adikmu hari ini daftar ulang, Mamanya kembali berteriak. diketok lagi pintu kamar lebih dari tiga kali, dan kemudian perempuan itu pun berlalu menuju dapur. Andro enggan mengomentari kalimat terakhir Mamanya. Ia bergegas membuka selimut tebal sambil mengusap mata yang kemerahan. Selimut bergambar beruang-kutub, dicampakkannya begitu saja. Bergegas ia memakai sendal dan membuka pintu kamar sambil terhuyung seperti zombie dalam film Resident Evil. Hawa kamar tidur yang empuk dibawa pula bersama seokan langkah ke kamar mandi. waduh Pangeran gondrong baru bangun. Mentang-mentang habis nonton bola kini bawa kotoran mata segedhe bola, ledek Zweta yang berpapasan di ruang keluarga cerewet !!! Andro menjawab sekenanya. Dirasa suara adeknya seperti sapu lidi yang menyodok-nyodok telinga. gitu aja marah, pantesan Kak Amalia nggak betah ! Zweta seketika berkacak pinggang menunggu reaksi Andro eh eh apa kamu bilang ??! Andro sewot dan segera mendekati adiknya. Jari tengah diregangkan dan ingin secepatnya dijentikkan di telinga Zweta. Mamaaa . . Zweta bersijingkat menghindar. Ia meminta perlindungan. kalian ini sudah besar masih seperti anak kecil. Andro ! buruan wudhu terus sholat !, dan kamu Adik, perlengkapan kamu sudah beres apa belum ? Mama memandang mereka dengan wajah kesal. Ditariknya nafas dalam-dalam. Nah tuh kapok dimarahi, kacian deh lu ! hihihi .. Zweta tersenyum sambil telunjuknya melukis liukan di depan wajah Andro. Dengan kelakuan adiknya itu, Andro merasakan dongkol tak berbalas. Adik . . kamu kok gitu juga. Buruan siapkan semua. Nanti telat ! Oke deh, Ma Zweta bergegas menuju kamar ketika Andro beringsut ke kamar mandi. Ia merapikan dokumen yang harus dibawa untuk melakukan registrasi ulang. Ya, Zweta diterima SPMB di jurusan Teknik Sipil Universitas Keprabuan, salah satu universitas ternama yang menjadi pilihannya. Musim baru saja berganti. Tak seperti bulan lalu yang berangin kencang, bulan ini adalah bulan yang membawa hawa dingin luar biasa. Gigitan suhu 12 derajat celcius terasa seperti tusukan benda tajam di sendi tubuh. Di punggung-punggung bukit, pepohonan pinus -Pinus merkusii telah berhenti menari. Liukan pohon pinus yang sebulan lalu seakan mampu mencerabut akar-akarnya yang kokoh, kini tenang kembali. Memang, tiga puluh hari yang lalu di tempat ini masih bisa merasakan hembusan angin yang begitu kuat, hingga hembusan yang mengalir di sela dedaunan pinus terdengar seperti desau harmoni serentak. ssswwshhs... sswwwss .... ssrrrrrrrkkk. Penduduk desa menamai masa datangnya angin dengan mangsa pratondo, yaitu masa yang memberi petunjuk bahwa musim hujan telah berlalu. Dan setelah mangsa pratondo lewat, bulan berikutnya pastilah diikuti musim dingin yang penduduk desa biasa menyebutnya mangsa bediding awal dari datangnya musim kemarau kering. Namun seperti tahun-tahun sebelumnya, pergantian musim takkan mempengaruhi sendi kehidupan masyarakat desa. Roda kehidupan penghuninya telah menggeliat sejak sebelum subuh. Mobil pickup lalu-lalang mengangkuti hasil bumi ke kota. Di salah satu sudut desa, beberapa perempuan muda terlihat menyapu halaman. Sambil bersemangat, ikatan lidi disapukan ke kiri dan ke kanan. Arah ayunan semakin lama semakin menuju ke satu arah, dan ketika telah terkumpul, mereka memunguti sampah menggunakan tangan dan kemudian memasukkannya ke dalam keranjang sampah dari anyaman bambu. Sejurus kemudian mereka membersihkan patahan ranting sambil sesekali merapikan bunga hias yang terpajang rapi di halaman. Turis domestik maupun mancanegara biasanya ramai berkunjung di akhir pekan. Mereka ber-agrowisata dan membeli oleh-oleh tanaman hias yang memang harganya paling murah dibanding tempat lain. Di halaman rumah penduduk desa, bunga-bunga pot tertebar bermekaran. Berbagai jenis bunga tumbuh dengan indahnya. Mahkota bunga sepanjang tahun bebas merekah mengelopak warna-warni. Sementara itu, di dahan pohon sirsat yang tak seberapa tinggi, tiga ekor kupu-kupu bersayap lembayung belum juga terbangun. Mereka berdiam di atas dahan yang dingin akibat hawa malam. Pohon Sirsat itu tumbuh dan menjadi naungan bagi berbagai jenis serangga yang hidup di sekitarnya. Mawar Putih, begitulah nama sebuah tempat yang terletak di paparan plateau pegunungan Arjuno-Welirang dan gugusan pegunungan Kawi ini. Sebuah desa yang dikelilingi gugusan bukit setinggi 1500 meter di atas permukaan air laut. Di sebelah utara, bukit Sumber Brantas mengadiahkan umbulan mata-air yang memancarkan aliran kehidupan sepanjang waktu. Kumpulan mataair yang memancar dari sela-sela tebing merupakan arboretumdari sungai Brantas. Nantinya, aliran sungai itu semakin besar hingga melingkar dan membelah kota-kota besar di Jawa Timur. Lembah-bukit di sekitar Sumber Brantas masih dirimbuni belantara pepohonan. Kawasan dengan suhu rata-rata 10 celsius ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan hutan lindung. Tak jauh dari Bukit Brantas, mata air panas menyembul di lereng Gunung Welirang dari sebuah taman hutan raya yang dikenal sebagai kawasanCangar atau Taman Hutan Raya Raden Suryo. Dari Tahura Raden Suryo, panorama gunung dan gugusan kebun sayur memenuhi mata siapapun yang mencari keteduhan. Tegak gunung Welirang dengan ketinggian 3100 meter DPL menjadi panorama yang memukau. Asap belerang yang sepanjang waktu terkepul dari kawah seakan menghiasi puncaknya yang berbentuk seperti perahu tertelangkup. *** Ma, fotoku kok nggak ada, Zweta keluar dari kamar dengan wajah penasaran. Ia berjalan menuju Mamanya yang sedang mempersiapkan sarapan pagi. Kali ini Zweta terlihat rapi dengan celana cargo-nya yang dipadu kemeja warna hijau. foto kamu yang di danau ?, iya, Ma. Foto yang di danau, Zweta menatap lembut Mamanya foto itu sudah Mama masukkan ke daypack kamu yang kecil, Mamanya menjawab sambil tersenyum Pantesan nggak ketemu, pikirnya dalam hati. sudah lengkap semua, Sayang ? jangan ada yang tertinggal, sudah, Ma. Sudah semua ..Zweta menjawab sambil berlalu. Zweta kemudian memasuki kamar dan memutar MP3 instrument berjudul Felitsa, sebuah lagu yang diciptakanYiannis Hrysomallis, Yanni untuk ibunya. aku tak bisa membayangkan keharuan Felitsa saat mendengarnya, Zweta menyimpan kekaguman. Alunan musik menggambar penghormatan yang agung kepada sosok perempuan bernama Felitsa. Tiap elemen musik berpadu menyusun sebuah simfoni yang harmoni. Dan kemudian intuisi Zweta mengalir mengikuti alunan musik yang kini memanja batinnya. Ditariknya kursi kayu di belakang meja belajar, dan ia pun duduk tenang sambil meraih secarik kertas dan bolpoin di pojok meja. Ia kemudian menulis kata demi kata hasil intuisinya pagi ini. Tuhan, kulukis cintaMu padaku atas wajah perempuan agungku. Yang katanya, lembutnya, senyumnya : Adalah nyata gambaran surga. Labirin takjubku bergetar kala kening kecilku terkecup bibir perempuan itu. Yang dalam pendar matanya, Aku melihat teduhjiwa Yang dalam belai halusnya, kurasa buaian tak terkata Yang dalam langkahnya, Aku menafsir tegarjiwa Tuhan, Sedemikianlah aku menggambar rasa cintaMu padaku, atas wajah perempuan agungku. Yang cintanya, tawanya, ikhlasnya : Adalah nyata gambaran surga. Untukku
Zweta menekan pangkal bolpoin di dagunya ketika berhenti menulis. Kata demi kata adalah kekasihnya, sementara suara musik masih tetap mengalun mengiringi intuisinya berbicara.
*** Adik, sudah beres semua ?, kalau sudah selesai, buruan sarapan. Nanti keburu siang daftar ulangnya, Perempuan paruh baya setengah berteriak sambil menata sarapan di atas meja. Ditatanya bakul nasi lauk dan sayur membentuk lingkaran yang rapi. Perempuan itu kemudian menyiapkan tiga piring nasi agar tidak terlalu panas ketika disuap. Kepulan uap nasi yang masih panas seketika menebar aroma harum ke seluruh penjuru ruangan. Sudah siap semua, Ma Zweta menyahut sambil menenteng tas punggung dari kamar. Dan ketika Zweta sudah sampai di meja makan, diletakkannya tas itu di tepi meja. Sang Jagoan juga sudah siap tuh jadi bodyguard, perempuan paruh baya tersenyum bangga melihat putri kesayangannya mulai beranjak dewasa. jangan ada dokumen yang tertinggal, Mama melanjutkan lagi. sudah semua kok, Ma, Zweta membalas senyum Mamanya. Sementara dari Kamar Andro, seketika terdengar musik rock klasik yang diputar kencang- kencang. mulai lagi, Dik, kumat, Ma, Zweta menggelengkan kepala. Dan Mamanya menanggapi komentar Zweta dengan senyum tak percaya. Zweta bergegas menuju kamar Andro, Raungan Andro yang jauh dari keindahan berpadu dengan lengkingan Ian Gillan, sang vokalis Deep Purple. Ia berusaha keras mengimbangi lirik lagu Black Night sambil berlagak layaknya rockstar di depan kaca. Tangannya sesekali mengepal ke udara persis petugas Koramil menjumpai pedagang petasan, terkibas-kibas membentuk putaran aneh mirip bebek kebelet kawin, bahkan terkadang menunjuk nunjuk bayangannya sendiri di depan cermin. Ia menirukan tingkah polah sang rockstar seolah dirinya sedang show di atas pentas dangdut malam agutusan. Bahkan ketika suara gitar terdengar dominan, spontan jari tangannya menirukan aksi gerakan Ritchie Blackmore, sang gitaris legendaris Deep Purple. dasar gila ! Zweta berteriak tatkala menyaksikan tingkah kakaknya yang kacau di depan cermin. Namun Andro tak peduli. Kaki kanannya bergerak ritmis menghentak-hentak. Black night .. is not right ... I dont feel ... so bright .. woi ! buruaaannn !!, Zweta berteriak jengkel sambil memukul-mukul daun pintu. I dont care ... to sit tight .. Andro tak mempedulikan Zweta. Tangannya kembali mengepal persis hansip memergoki maling jemuran. duhhhhh ..nggak lucu !! Zweta protes namun pasrah. Ia tahu aksi Andro dilakukan untuk memancing emosinya. Zweta akhirnya memilih menyingkir. Dan benar saja, sepeninggal Zweta, aksi rocker jadi-jadian perlahan-lahan mengendur, Andro kemudian menyisir rambut gondrongnya diiringi lengkingan suara Ian Gillan yang makin meradang. Dan di depan cermin, ia berkaca sambil sesekali nyengir tanpa maksud. Mungkin untuk menemukan ekspresi sintesis hingga dirasanya lebih macho dan lebih jantan. Sementara di dinding kamar Andro terpajang foto-foto kala ia melakukan ekspedisi pendakian. Namun foto yang terasa mencolok adalah foto yang paling besar, sebuah foto tatkala dirinya berpose mengepalkan tangan di puncak gunung Rinjani. Namun di atas itu semua, di atas meja belajarnya, terdapat foto close up sosok perempuan berwajah lembut yang tersenyum manis sambil memegang setangkai mawar. Zweta menghempaskan tubuh di kursi makan. Dan tak lama kemudian, Andro pun menyusul dan langsung duduk di depan Zweta. Bibir Andro menyungging senyum puas tatkala melihat Zweta menahan jengkel, sementara lamat-lamat terdengar Ian Gillan menyanyikan lagu Smoke on the water. Anthurium yang kamu tanam itu kayaknya bermasalah, Dik. Pertumbuhan daunnya nggak begitu bagus, Mama yang membawa lauk memecah kedongkolan Zweta. kenapa bisa begitu, Ma ?. mending nanya Kak Amalia saja, Zweta menoleh menyahut eh itu si Amalia nggak pernah kamu ajak kesini lagi, An, Mama berkata datar kepada Andro. Diingatnya perempuan kawan Andro yang bernama Amalia. Seorang mahasiswi jurusan Pemuliaan Tanaman di kampus yang sama dengan Andro. yah Mama, jelas saja. Mana tahan Kak Amalia sama si Gondrong dari Gua Buntu ini. Sudah galak, nggak ada perhatian sedikitpun. Punya cewek satu aja malah dicuekin. Kalo begitu caranya sih mending pelihara monyet dan taruh di punggung. Nggak akan protes kalo dicuekin. Paling-paling minta jatah pisang, kata-kata Zweta spontan meluncur seperti air terjun yang secara natural turun akibat gravitasi. Setelah menyelesaikan kata-katanya, dilihatnya wajah sang kakak sambil tersenyum nakal. mulai lagi . . kumat rese nya ! berangkat sana sendirian ! Andro kumat sewotnya. Baginya kata-kata Zweta terdengar seperti tabuhan genderang perang. Adek, kamu jangan terus-terusan ganggu Kakakmu. Lagi sensitif, intonasi suara Mama seakan turut menggoda. Biar saja, Ma ! Rasain, Zweta cekikikan di atas angin sementara Andro semakin bersungut sungut. Ia berhasil membalas sudah-sudah, sekarang waktunya makan !, stop berantemnya ! peace treaty dulu. Dasar kalian ini, sela Mama Zweta, dihelanya nafas panjang sambil menggeleng perlahan. Mendengar kata-kata Mamanya, Andro menancapkan sendok hingga terlihat tegak di atas piring yang telah terisi nasi. Diperlihatkannya wajah bersungut-sungut, sementara Zweta terus tersenyum mengekalkan kemenangan. sudah Sayang, saatnya makan, berdoa dulu Zweta dan Andro kali ini lebih serius mendengar kalimat Mamanya. siapa giliran mimpin doa ?, perempuan paruh baya lembut bertanya Mama dong, kemarin kan aku, Zweta protes. ah iya, Mama lupa .. Bismillahhirrahmanirrahim. Tuhan yang Maha Baik, terima kasih atas karunia yang Kau berikan kepada kami di masa lalu, sekarang, dan masa depan. Jadikan kami teguh menghadapi semuanya. dan berikan kami kemudahan untuk memahami petunjukMu dalam menjalani kehidupan yang akan datang. Amin Amin, Zweta dan Andro serentak mengamini. Setelah doa selesai dipanjatkan, Andro langsung menyerbu masakan yang sudah terhidang di depannya. Ia lahap sekali menyantap sayur bening dan sambel tempe kesukaannya. Zweta juga demikian, *** Andro mulai menyalakan motor tua dan mencium tangan sang Mama, demikian juga dengan Zweta. Dan perempuan paruh baya itu kemudian mencium kening putrinya dengan penuh cinta. Hati-hati, An, Hati-hati, Sayang, Perempuan itu menatap dalam-dalam wajah kedua buah hatinya. beres, Ma Andro menyahut cengingisan. Sementara Zweta melempar pandangan sambil tersenyum kecil. Sementara dari belakang, terlihat seorang lelaki tua berbadan tipis bersarung dan berpeci haji melangkahkan kaki. Suara terompahnya menetak aspal, dan goyangan tubuhnya yang khas serupa batang padi yang meliuk tertiup angin. Zweta, lelaki tipis itu berteriak dengan suara yang serak, senyumnya seketika menghiasi gurat keriput wajahnya Kakek .., Bapak, Zweta dan Mamanya menoleh ke belakang hampir bersamaan. Kek, Zweta berangkat ke kampus hari ini, Zweta tersenyum lembut dan mencium tangan lelaki tua itu. Sementara Mama dan Andro tersenyum hormat. Hati-hati di jalan, lelaki tua itu berkata lembut kepada Zweta. Dirogohnya saku baju, dan tangannya kini menyodorkan selembar uang limapuluh ribuan. nggak usah, Kek, Zweta menolak lembut uluran tangan lelaki itu. Ia malah merangkul lelaki tua dan memeluknya. ya sudah. Hati-hati di jalan. Jangan lupa berdoa, lelaki tipis itu akhirnya menyerah. endro ! jangan ngebut ! lelaki tua itu memperingatkan Andro. Mendengar itu Andro hanya cengar-cengir sambil mengucap salam. Motor Andro segera melaju membelah hawa dingin dan kabut pagi. Asap yang terkepul dari knalpot berhamburan mencari ruang, roda-roda melaju kikuk di antara mobil pengangkut sayuran yang berjalan merambat karenaoverload. Sementara itu tiga ekor kupu-kupu bersayap lembayung mulai terbangun dan berkepak pelan. Dan di dahan pohon sirsat yang terlindung, binatang-binatang itu menyisakan rasa terima kasih atas naungan yang nyaman sepanjang malam. Lima ekor kelelawar yang sedari tadi berkelebatan sudah mengantung di dahan pohon jambu yang banyak tumbuh di halaman rumah. Dan bukit-bukit di sekitar Gunung Panderman mulai terbelai matahari pagi, pepohonan cemara dan pinus mulai nampak terang. Sementara cahaya yang semula biru tua perlahan-lahan mulai memucat. Dengan diiringi cahaya matahari pagi, perempuan-perempuan desa mulai turun ke kebun-kebun bunga. Motor Andro terus melaju dengan kecepatan tinggi. Asap putih yang terkepul dari knalpot serupa cerobong pabrik yang tak henti-hentinya berproduksi. Motor yang berumur hampir sama dengan Andro itu masih terlihat tangguh di jalanan. Bodi tipisnya meliuk lincah di sela- sela kendaraan laksana kuda para ksatria yang berlari lincah di medan pertempuran. Andro mengendarai motor tuanya sambil bernyanyi, ia menggoyangkan kepala mengikuti irama lagu Deep Purpleyang keluar dari headset ponselnya. Suaranya yang kacau seakan beradu dengan raungan motor tua yang lebih cerewet dari ratusan bebek kurang makan. Tapi ia terus cekatan meliukkan motor sambil terus bernyanyi, seolah saja perasaannya mengatakan jikalau dirinya telah menjadi lelaki paling keren di muka bumi. Kak !! pelan-pelan, dong ! Zweta berteriak geram. Dipukulnya helm Andro berkali-kali ketika motor Andro mendadak mengerem ataupun mendadak tancap gas, tingkah Andro yang menyetir motor layaknya koboi jalanan membuat kepala Zweta pening berdenyut-denyut. Andro yang tak bisa membalas kelakuan Adiknya hanya bisa mengumpat pasrah. Setelah empat puluh menit membelah jalan raya, motor Andro dihentikan lampu merah di pertigaan jalanGajahmada. Kendaraan makin menumpuk, namun Andro terus bernyanyi menggoyangkan kepala. there once was a woman, a strange kind of woman .. her name was a nancy .., Andro bernyanyi kencang. Suaranya melengking persis monyet berebut pisang. Ia tak sadar. Kak !! Zweta berbisik di samping telinga Andro lantaran malu. Namun lelaki gondrong itu masih tak sadar. KAK !!, Zweta jengkel dan memukul helm Kakaknya. Namun Andro semakin tak peduli, ia terus menggoyangkan kepala. Seketika tangan Zweta bergerak melepas headset yang menempel di telinga Andro. Zzzzzzzzzztttttttttttt !!! aaah aahh sshhsshh hhha ..., mulut Andro masih terbuka saat berusaha mengikuti lirik lagu Deep purple. Nyanyiannya seketika berhenti, ia memasuki dunia nyata saat menyaksikan suara merdunya tiba-tiba lenyap menguap. Seluruh tatapan pengendara motor mengarah menghakiminya, sementara Zweta berusaha menahan tawa. dasar gila !! rasain !!, Zweta tak kuasa menahan geli saat melihat Kakaknya celingukan kanan-kiri persis pedagang kakilima disidak Tramtib. ressssek !!, Andro geram bersungut-sungut. Wajahnya seketika kaku tak lumer persis permen karet yang dikunyah terus-terusan selama tujuh hari tujuh malam. yeee .. sapa suruh teriak-teriak di jalan .. suara mirip gentong pecah masih saja nggak ngrasa .. , Zweta berusaha menahan tawa
Karena rasa malu tak tertahankan, Andro seketika tancap gas saat lampu hijau menyala. Raungan motornya teramat keras hingga terdengar mirip ratusan bebek cerewet yang mengamuk lantaran cacingan tujuh turunan. Kini motor Andro melaju lurus membelah Jalan Gajahmada. Dan tak lama lagi mereka akan sampai di gerbang kampus Universitas Keprabuan yang terletak di ujung jalan Pahlawan sebelah barat. Dan sesampai di sebuah perempatan, motor itu membelok ke kiri dan mulai memasuki ruas Jalan Pahlawan. Kak, sudah sampai ? Zweta bertanya berteriak. Yoai choooyyyyy ... , Dan mata Zweta berbinar menyaksikan taman boulevard yang ditutupi rumput dan bunga- bunga. Pot-pot bunga berukuran besar berada di tengah boulevard, sementara pepohonan di tepi trotoar teduh menaung. Jalan Pahlawan sangat terkenal dan menjadi ikon kota karena mempunyai jalur kendaraan yang dipisahkan oleh boulevard-boulvard besar berisikan taman- taman kota. Boulevard itu berbentuk lonjong memanjang yang menyediakan U-turn untuk memutar kendaraan yang berganti arah. Tersebarlah puluhan institusi pendidikan di sepanjang jalan Pahlawan. Kampus Universitas Keprabuan, Universitas Keguruan, Universitas Terbuka, sejumlah Sekolah Dasar, Inkubator Bisnis, SMP, SMU, bahkan Taman Kanak-Kanak. Dan di seberang jalan Pahlawan terdapat kampus Institut Teknologi Rekayasa. Kawasan yang sejuk dan nyaman membuat Jalan Pahlawan menjadi tempat yang kondusif untuk menuntut ilmu. Terlebih dengan kehadiran hutan kota yang rindang, teduh, dan menjadi paru-paru kota.
Motor Andro kini memasuki kampus Keprabuan. Motor renta itu melaju lurus di jalan utama kampus yang lebar dan dibatasi pedestrian di kanan kiri. Di sebuah areal yang cukup luas, hutan kampus menyajikan pemandangan yang teduh. Mata Zweta sesekali tersita saat menyaksikan kelepak burung gereja passer montanus yang melesat dari pohon ke pohon. Tak lama kemudian motor Andro melintas di bundaran air-mancur yang dihiasi ornamen tugu di tengahnya. Tugu itu berwarna hitam dan kemudian melancip ke atas setinggi tujuh meter. Di bagian puncak tugu terdapat mahkota yang berbentuk buku terbuka, mahkota itu menjadi simbol keangkuhan ilmu yang akan dipelajari para mahasiswa. Dan dari bundaran ini, gedung tusuk sate rektorat berdiri megah menggambarkan kegagahan arsitekturnya. Dari bundaran air-mancur, Andro kemudian membelokkan motor menuju Fakultas Hukum dan Tata Negara tempat dirinya menghabiskan empat semester terakhir menempuh Jurusan Hukum. *** Di hari yang sama, Bangku Pedestrian Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, 08.03 Pagi masih menyimpan sepi. Hanya burung-burung yang bersuara dan menari di atas dahan. Pada sebuah bangku permanen di pinggir taman seorang perempuan berambut mayang, berkemeja panjang warna hijau, dan bercelana casual sedang duduk dan terbatuk. Ia kibaskan telapak tangan ke kiri dan ke kanan sambil menampakkan kekesalan yang sangat. Ia merasa terganggu dengan asap rokok yang sedari tadi mengepul meracuni pernafasannya. Ya, ia geram dengan kelakuan tiga lelaki yang tiba-tiba duduk tiga meter di sampingnya dan seenaknya menghembuskan asap nikotin tanpa merasa bersalah. Telah lima menit kejadian berlangsung, namun ketiga lelaki itu terus saja berdiskusi sambil mengepulkan asap rokok tanpa henti. Sementara tak nampak manusia yang lalu lalang, dan memang masa libur akhir semester bagi mahasiswa lama masih berlangsung. Kesabaran perempuan itu semakin tipis. Ia seketika bangkit dan merampas batang rokok yang masih terjepit di bibir lelaki ceking. Pakkk ! Perempuan itu membantingnya kuat kuat ke tanah. Sontak lelaki bertubuh ceking kaget tak percaya, raut mukanya mendadak berubah, apalagi saat menyaksikan perempuan yang dengan tanpa ekspresi menginjak batang rokok yang masih berasap menggunakan sepatunya. Sementara kedua kawan lelaki ceking yang juga urun andil mengasapi perempuan itu menatap heran. Mereka kini menjumpai cewek yang sedikit kurang ajar di mata mereka. Namun mereka nampak kaku dan kikuk menyaksikan kejadian yang baru saja berlangsung. gimana ? jadi kita beraksi ? salah seorang kawan lelaki ceking pura-pura tak menanggapi. Ia berkata seakan berbisik dan berusaha mengalihkan kejengkelan si Ceking. harus .. kita harus dapat, lelaki ceking beralih menatap wajah kawannya. Dan ia mengeluarkan lagi sebatang rokok dari saku baju. Wajahnya sedikit menegang. Sementara sesekali lirikan mata perempuan berambut mayang jatuh di antara mereka. Ia menunggu sesuatu. Dan ketika kepulan asap nikotin lagi-lagi mengganggunya, perempuan itu lagi-lagi bangkit dan merampas batang rokok yang masih menyala di bibir mereka. hei. maksudnya apa !! , Lelaki ceking berteriak terluka. Tetapi teriakannya hanya berbalas tatapan tajam saat perempuan itu menginjak kuat-kuat batang rokoknya. Namun semua yang terjadi seolah dinaungi kebebalan hati. Lelaki ceking seolah menantang dan mengambil lagi sebatang rokok. Ia nyalakan korek api yang dengan cepat merantak membakari serat tembakau. Dihisapnya kuat-kuat batang rokok hingga bergemeretak dan kemudian menghembuskannya hingga asap yang keluar dari bibirnya serupa asap putih dari terkepul dari cerobong pabrik. Tak dipedulikan kejadian yang baru saja berlangsung, ia merasa tertantang dengan kelakuan perempuan itu. sudahlah ! fokus saja ! kawan lelaki ceking itu berusaha menenangkan. hari ini kita harus dapat satu, kawannya lagi-lagi menyahuti Sementara perempuan berambut mayang masih terdiam dan menatap lelaki ceking sambil berkedip pelan. Dua lelaki yang rokoknya terbuang, kini mengikuti jejak lelaki ceking menyalakan lagi batang rokoknya. dasar kurang ajar .. Perempuan berambut mayang mulai habis kesabaran, seketika ia bangkit mendekati ketiga lelaki itu. Dengan sigap dirampasnya rokok dari bibir ketiga lelaki itu dan membantingnya kuat-kuat. Sinting ! , lelaki ceking mulai memberontak dan marah. Ia berdiri mendekati perempuan itu namun seketika langkahnya terhenti lantaran ego kelelakiannya berteriak keras, bahwa ia tak mungkin menyakiti seorang perempuan. kalian yang sopanlah sedikit. hormati paru-paru orang lain, jangan menyebar penyakit seenaknya. Sedari tadi dibiarkan malah nggak tau adat, perempuan itu berkata dengan intonasi yang tegas dan kuat. Sementara keadaan di sekitar taman masih terlihat sepi. makanya kalau ada asap jangan dihirup, Neng kawan si ceking berkomentar retoris sambil tertawa kecil. kalo alergi rokok, tempatnya di hutan. Lagian ini kan taman, kawan satunya ikutan nimbrung berkomentar. baiklah. Kalau begitu jangan merokok disini. Aku butuh udara bersih, perempuan itu kembali berbicara dengan intonasi tenang. oke deh, maaf ... lelaki itu akhirnya berkata dengan nada meremehkan, namun si ceking masih memperlihatkan wajah tak terima. cabut !!! kita cari target !! kawan lelaki ceking berbisik sambil menepuk pundak si ceking. Namun si ceking masih tetap berdiri dan menyimpan kegeraman atas kejadian yang baru saja dialami. Bibirnya masih terasa panas akibat terkena cakaran perempuan itu. Ia sadar sebenarnya posisinya salah, namun kesuntukan mencari target motor curian membuat daya nalarnya seolah buntu. tunggu, ia berkata sangat pelan, kemudian ia keluarkan lagi sebatang rokok dari bungkusnya yang sedari tadi belum sempat dimasukkan ke dalam saku. Diselipkannya batang rokok kretek ke bibirnya yang kecoklatan. kamu mau merokok lagi ?, perempuan berambut mayang perlahan bangkit dan berkata tegas. Rupanya lelaki itu sangat penasaran, gerangan apa yang akan dilakukan perempuan di depannya. Ia nyalakan lagi batang rokok dengan tatapan menantang sambil berjalan pelan menghampiri perempuan kurang ajar itu. Lelaki ceking sempat sekali menghembuskan asap rokok lewat mulutnya. Dan, Ssplakkkkkkkk !!! pheehhhh, Lelaki ceking terhuyung lantaran sepatu bersama tungkai kaki mendarat di bibirnya. *** Gedung Auditorium Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, 08.24 Gedung Auditorium dipenuhi MABA yang melakukan proses registrasi. Beberapa dari mereka menunggu dan bergerombol di depan pintu sementara yang lain mulai memasuki aula. Deretan kursi ditata berjajar, disediakan bagi MABA yang menunggu antrian registrasi sesuai jurusan masing-masing. Dan di deretan kursi bagi mahasiswa Jurusan Sipil, telah duduk dua perempuan cantik berwajah mirip. Salah satu dari mereka memegang selembar map berisi dokumen registrasi, sementara yang satunya sedang sibuk menarikan jari ia mengetik pesan singkat menggunakan ponselnya. Andro dan kemudian Zweta yang memasuki Aula langsung duduk berdampingan di samping kedua perempuan itu. Zweta yang berada di samping kursi kosong langsung membuka tas punggung menyiapkan seluruh dokumen, sementara Andro memandang sekilas perempuan di sampingnya yang masih terus bersibuk diri menarikan jari- jemari di atas ponselnya. Tiba-tiba dari arah pintu Aula, perempuan berambut mayang berjalan mendekat dengan langkah yang cepat. Ia datang membawa tas punggung yang nampak penuh persis seperti tas punggung milik Zweta. Baju perempuan itu acak-acakan, namun yang lebih mengherankan adalah bilur merah yang menghiasi leher putihnya. Perempuan itu seketika menghempaskan tubuh di samping Zweta. Wajahnya tegang, ia menarik nafas dalam-dalam. Sementara dari pintu Aula seorang satpam berjalan cepat mendekati perempuan itu. Langkah kakinya tegas menapak, wajahnya diselimuti aura kecemasan. kamu tak apa-apa ? satpam itu menampakkan mimik muka menegang. Pandang matanya menyirat kekhawatiran. saya tak apa-apa Pak, terima kasih, Perempuan itu menjawab dengan suara bergetar. Masih tergambar sisa emosi dari getar suaranya. baiklah. Kalau ada apa-apa lagi, kamu bisa menghubungi saya, Satpam itu berkata tegas dan kemudian pergi meninggalkan bunyi sepatu bot yang menetap-netap berat. perempuan ini pasti seangkatan denganku, Zweta menduga dalam hati. Andro juga berpikir bahwa perempuan itu pasti baru saja mengalami kejadian yang berat.
Perempuan itu kemudian memandang Zweta dengan simpul senyum yang masih berselimut ketegangan. Zweta, dengan cepat Zweta mengulurkan tangan kanannya Audrey, perempuan itu membalas uluran tangan Zweta dengan jabatan kuat. Ada perasaan lega tergurat dari wajahnya. Sementara Andro masih saja bertanya-tanya, gerangan apa yang baru terjadi dengan perempuan berambut mayang. maba sipil ?, perempuan berambut mayang yang bernama Audrey akhirnya bertanya ke Zweta. kamu juga?, pandangan Audrey beralih ke Andro yang sedari tadi memperhatikannya. ya, aku maba sipil. Tapi kalau dia kakakku, Zweta menjawab sambil menunjuk Andro Audrey, perempuan berambut mayang itu mengulurkan tangan Andromeda Radikalismo !, Andro menjabat tangan Audrey. Muncul penasaran dalam diri Andro tentang perempuan yang kini menjadi kawan baru adiknya. kamu kelihatan gugup sekali ?, Zweta berusaha meredakan ketegangan Audrey. bad day... Tapi lumayanlah, ternyata kakiku masih cukup lincah buat mendarat di mulut orang, Audrey menjawab sekenanya. Andro dan Zweta terkejut mendengar jawaban Audrey. Walau di hatinya masih menyimpan penasaran, setidaknya bilur merah di leher Audrey telah menjelaskan peristiwa yang baru saja terjadi. Sementara gedung berornamen mewah makin dipenuhi maba FTSP. Beberapa dari mereka mengagumi corak arsitektural auditorium almamater mereka. Sedari tadi ternyata dua perempuan di samping Andro menampakkan keingintahuan. Keduanya berbisik-bisik ketika Audrey dan Zweta berbincang-bincang. maba sipil juga ?, Audrey bertanya ke Zweta sambil pandangannya mengarah dua perempuan berwajah mirip. sepertinya begitu .. aku belum kenal. Aku juga baru tiba disini, oh .. *** Andromeda Radikalismo, Andro mengulurkan tangannya. Perempuan yang duduk di sampingnya membalas dengan jabatan tangan yang lembut. Ia baru saja selesai mengirimkan pesan singkat menggunakan ponselnya. Kamu Maba sipil ?, Perempuan itu tak menyebut nama sama sekali. ah bercanda ! memang masih pantes jadi maba ?, Andro nyengir sekenanya. pantes dong. Kan di seluruh universitas cuman ada dua tipe mahasiswa. Namun keduanya sama-sama punya sebutan MABA baru tahu . . , Andro nyengir dan menarik kembali tangannya. Ia merasa terpecundangi lah iya. Kalo seperti dia, Maba kependekan dari mahasiswa baru, perempuan itu menunjuk mahasiswa yang sedang melakukan proses verifikasi data. kalo MABA satunya ?, Mahasiswa Basi, perempuan itu menjawab cepat. ah ada ada saja ! ... tapi ada satu lagi selain dua itu , Andro cengar-cengir apaan ? mahasiswa Bau !, Andro menjawab penuh semangat. kalau itu sih kamu, Jruott !!! Andro serasa kejatuhan tahi burung gagak dari langit. Perkataan perempuan itu mampu membikin wajahnya seketika membeku setelah cengar-cengir bahagia. Ia nampak salah tingkah. Persis seperti pelawakjayus ditinggal audience. Dalam hatinya ia merasa menyesal tidak mendengarkan nasehat Mamanya agar keramas secara teratur. Agaknya perempuan itu menyadari kalau secara tak sengaja telah membuat Andro merasa tak nyaman. Begitu ia mengucapkan itu sih kamu !, tubuh Andro seketika ke belakang dan tak lagi lumer. Untuk itu ia ulurkan tangannya di depan Andro, namun rupanya sang jagoan gondrong masih terlihat shock. Memory sekaligusprocessor otaknya masih berusaha loading setelah otomatis restart. Kalimat perempuan tadi rupa-rupanya membuat pengolah numerik di otak Andro tiba-tiba mengalami divide by zero.
Anindita Granada Putri. Mahasiswi Kedokteran semester empat, juga tercatat sebagai Mahasiswa Basi Universitas Keprabuan, Perempuan itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis. Aku anak Hukum semester empat. Mahasiswa Basi juga, karena basi itulah maka titelnya merangkap menjadi Mahasiswa Bau, wajah Andro pelan-pelan mulai lumer. ada-ada saja, Granada tersenyum kecil, manis sekali aku manggil kamu apa ?, Anin .. Dita . . atau .. Granad .. atau Molotov .. C4 .. atau .. lagian panjang banget namanya, Andro berusaha membalas. Kok ada Molotov dan C4 segala ?, perempuan itu protes. kan bahan peledak eh, denger ! namaku Granada bukannya Granat, molotov, atau C4. itu telinga apa lubang jangkrik sih ! , Perempuan itu sewot. panggilannya ?, Andro pura-pura cuek Granada !! Harus lengkap, suara perempuan itu terdengar ketus. Ferischa Rania Putri terdengar petugas di belakang meja verifikasi berteriak memanggil mahasiswa yang mendapat giliran daftar ulang. Kak, aku maju dulu ! nitip tas oke, Granada menjawab sambil menerima tas dari adiknya. ***
Mr. Toat (Novel Lingkungan "Debu Mahameru" Bagian 3)
Jarum jam menunjuk pukul 13.15 ketika dosen Statika mengakhiri kuliahnya. Pak dosen bertubuh pendek dan berkumis tipis itu memang lincah sekali. Cara berjalannya cepat, cara berpikirnya cepat, namun jika mengendarai mobil selalu memilih berada di jalur lambat begitu pengakuannya. Ia selalu membangkitkan optimisme. Karena itulah wajah-wajah mahasiswa yang diajarnya selalu tergugah dan tak akan pernah diserang rasa kantuk. Efek paling parah yang dihasilkan dari model pengajaran dosen ini adalah sedikit pening, ya, rasa ngilu di kepala akibat prosesor otak dipaksa berpikir keras. Gaya bicaranya yang cepat dan taktis mengingatkan para mahasiswa kepada gaya dalang wayang kulit ketika bercerita perang baratayudha. Namun eksentriknya sang dosen, ia selalu menantang mahasiswa memberinya pertanyaan. kalian silahkan buat pertanyaan semuanya, baik mahasiswa baru ataupun para Kakatua yang mengulang, ia selalu menyebut Mahasiswa yang mengulang mata kuliah dengan sebutan Kakatua, sebutan plesetan bagi Kakak Tua para mahasiswa baru. Kalau seandainya saya tak mampu menyelesaikan pertanyaan itu, kalian yang bertanya langsung saya kasih nilai A. begitu ia selalu memberikan tantangannya sambil tertawa lebar. tantangan itu ia sampaikan tiap kali menjelaskan silabus mata kuliah di awal semester. Namun sepanjang karier sang dosen, tak pernah ia memberikan nilai A gara-gara pernyataannya itu. Seluruh pertanyaan dari mahasiswa mampu ia libas secara gamblang dan jenaka. Pak Toat, begitu panggilan dosen eksentrik itu. Hobbynya bermain pingpong dan catur. Tercatat di seantero kampus Keprabuan tak ada yang mampu mengalahkan kelihaiannya bermain pingpong. Ajian pukulan plintir maut mengantar piala bergilir pingpong antar civitas akademika selalu nangkring di ruang tamu rumahnya. Lain pingpong, lain pula catur. Di lain waktu ketika lengang, pak Toat berjalan gagah menyungging senyum tantangan. Ia berkeliling membawa papan catur laksana pendekar pengembara mencari lawan tanding. Langkah selanjutnya dapat ditebak, ia berlabuh di tempat nangkring para mahasiswa. Di Gazebo, di depan Himpunan Mahasiswa, ataupun di cafe untuk menemukan lawan yang mampu mengalahkannya. Daya pikirnya yang cepat dan taktis hampir-hampir memberikan intimidasi psikologis bagi lawan, itulah kelebihan Pak Toat. Tercatat dalam permainan catur bebas melawan mahasiswa, ia hanya sekali terkalahkan. Mahasiswa itu adalah si Eksentrik berjambul kakatua. Hei, kalau kau bermain catur denganku, tersenyumlah sedikit. Jangan pasang wajah kebelet nangis. Tak bisa berpikir aku jadinya, Pak Toat kala itu protes karena konsentrasinya terkaburkan. Ia tak bisa menemukan penyebab kekacauan strateginya. Kala itu berpuluh mahasiswa mengelilingi dua pendekar catur yang sedang melakukan perang pilih tanding. Melihat wajah Pak Toat yang kusut, para suporter terbahak-bahak dan terus memberi semangat Dado untuk segera menghabisi pertahanan Pak Toat. ayo Do, hajar Do. kawan-kawannya menyemangati alaaahhh, kawan kalian ini cuma pecatur kelas Rukun Tetangga ! kelas Poskamling ! Pak Toat mencoba mengintimidasi mental lawan. Dado tak mempedulikan olok-olok Pak Toat, ia terus saja mencari celah agar pertahanan Pak Toat jebol. Intimidasi dari Pak Toat tak mampu menggoyahkan mental bertandingnya. Ia berpikir hati-hati laksana seorang Grand Master. hei. Kau ini sudah makan apa belum !, ini kukasih duit buat beli makan !, kenapa wajahmu itu ? Pak Toat semakin tak konsen, kerajaan caturnya berada di ujung tanduk. Ia mengeluarkan jurus culasnya untuk membuyarkan konsentrasi Dado Weittt !!! interupsi, Pak. Dilarang berbicara dengan pecatur yang sedang berpikir, Dado semakin di atas angin. Wajah bertekstur malaise itu membuat ketaktisan Pak Toat tersungkur. Pikirannya yang taktis terpecah-pecah tak karuan, sontak saja langkah caturnya berantakan tak ada strategi. Bentengnya telah rebah, pertahanannya di ujung tanduk. sedikit lagi Do !, sedikit lagi !, kawan-kawan Dado terus menyemangati. Skak !, Dado tergirang. Ditatapnya para suporter bergantian. Beberapa dari suporter menepuk-nepuk punggung Dado. jangan senang dulu kau !, Pak Toat mengeluarkan senyum culasnya. Ia geser sang Raja ke kanan. yes !!, seperti makan buah simalakama. aha ! Skak lagi Pak, Dado menggeser Ster ke arah kanan. Melihat pergerakan perdana menteri dari kubu Dado, seketika Pak Toat berwajah pucat. Kala itulah pertama kali dibukukan dalam sejarah, Pak Toat terpaksa memungut buah catur dan memasangnya kembali di barisan kerajaannya dan kerajaan Dado. Semua mahasiswa suporter bertepuk tangan, semua bersuka ria. Eksentrik tua lawan eksentrik muda, tuan taktis digulung si wajah malaise berjambul kakatua. Sejarah kampus mencatat Pak Toat tumbang di tangan Dado, dalam waktu yang seksama, juga dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Dalam tanding catur kala itu, Pak Toat mengalahkan Dado dengan Skor 3-2. Tetapi kalahnya pecatur sekaliber Pak Toat patut dibukukan dalam sejarah percaturan di kampus Keprabuan. Belum ada sebelumnya pecatur yang mampu membuat Pak Toat memungut batang catur, dan satu satunya pecatur yang mampu meruntuhkan ego pak Toat adalah Grand Master Dado. Si wajah malaise.
***
Lain Pak Toat, lain pula sosok ketua kultur mahasiswa baru. Posisi yang disebut dengan Ketua Angkatan akhirnya dipegang oleh Kompar, panggilan akrab dari seorang mahasiswa yang bernama asli Komar Parawan. Tugas dari ketua angkatan adalah sebagai pimpinan kultur yang membawahi seluruh mahasiswa di angkatannya, tentunya agar himpunan mahasiswa jurusan lebih mudah berkoordinasi.
Kompar bertubuh ceking, berwajah tampan, namun berkumis jarang mirip lele dumbo. Disebut demikian karena bulu kejantanan yang tumbuh hanya berada di tepian bibir, selebihnya di bagian tengah, ia masih berusaha keras menumbuhkannya. Ia sendiri heran dan merasa khawatir, apakah ia mengidap kelainan hormon seksual sehingga kumisnya terasa jauh dari kesempurnaan. Dulu ketika Kompar masih duduk di bangku SMP, ia sempat merasa tinggi hati dengan kumisnya yang bersemi ketika seluruh kawan sebayanya belum tertumbuhi bulu kumis. Ia membanggakan bulu kumisnya di depan kawan-kawan yang belum berkumis dengan kata- kata yang cukup menyentil ego kejantanan. ditilik dari ilmu pertumbuhan, kalian semua masih berada pada periode culun, begitu biasanya Kompar mengolok kawan-kawannya. Namun seiring waktu berjalan, ternyata bulu kumis yang tumbuh cuma yang itu-itu saja, dan di tempat yang itu-itu juga. Walau semua kawan lelakinya yang dulu minder karena berpredikat pemuda periode culun telah berkumis lebat, ia masih stagnan dengan pertumbuhan yang terasa mampet di tengah jalan. Tercatat berbagai jenis minyak penumbuh telah digunakan, bahkan ia pernah bereksperimen dengan resep yang didapatkannya dari omong kosong antah berantah ketika ngelaba di pos ronda. Cairan getah bening kambing jawa adalah solusi paling jitu sebagai penumbuh rambut. Ya- kabar ramuan itu didapatnya dari kawan semasa SMU yang berkumis gombyok mirip buntut musang. Prosedurnya, cairan getah bening harus dioleskan tepat di bagian tubuh yang ingin dirangsang pertumbuhan rambutnya, dan sekaligus tak boleh kena air selama 6 jam. Walhasil pernah ketika hari raya kurban, Kompar tak melewatkan kesempatan mengabdikan diri menjadi asisten jagal kambing di Masjid kampungnya. Begitu ia mendapatkan cairan getah bening dari sela sendi kaki kambing, ia oleskan cairan ajaib itu di bibir atas secara merata. Tak dipedulikannnya bau yang menyengat. Tak dihiraukannya cairan getah bening yang membuat bibir atasnya sedikit gatal sekaligus mengkilap. Namun malang tak bisa disangkal, yang didapat bukannya rambut yang tumbuh, namun semut merah yang berkumpul di bibir tak ia rasakan ketika tertidur. Maklum saja, ia kelelahan sehabis menunaikan baktinya sebagai asisten jagal kambing. Karena kejadian itulah, ia akhirnya memaki penemuan yang tak jelas jluntrungannya. resep laknat ! untung saja bibirku tak dijilati kucing !, begitu makinya ketika ia tersadar dari tidur dan mendapati gigitan puluhan semut gatal di bibir. Ia pun akhirnya pasrah dan bangga dengan karunia kumis lele dumbonya. mungkin aku kena kutukan akibat menghina kawan SMP ku, begitu hatinya tabah ketika mengenang permasalahan sensitif kumisnya.
***
Mencoba Menjadi Sesuatu (Novel Lingkungan "Debu Mahameru" Bagian 4)
Semester ganjil merupakan semester paling berarti bagi Kakatua jantan yang masih tak laku. Mereka mengumpulkan remah-remah kepercayaan diri setelah mayoritas mahasiswi angkatan lama merasa muak dengan tampang mereka sehari-hari. Ya. Mahasiswa tua mulai mengalihkan target dengan harapan mampu merubah status jomblo all the years-nya. Mereka mulai mengincar mahasiswi baru.
Tetapi terkadang harapan memang tinggal sebuah harapan. Praktek di lapangan ternyata jauh menyimpang dari tips-tips 1001 rahasia kiat khusus memikat perempuan yang diunduh dari situs-situs internet. Tips-tips yang disarankan serasa tak mempan, semua metode yang diikuti gagal membuahkan hasil. Namun demikianlah sang lelaki ketika terdesak di medan cinta. Segala tipu daya dikerahkan, wajah-wajah asli dipoles dengan harapan mahasiswi baru merasa kagum. Dari kekaguman muncul simpati, dan dari rasa simpati berharap benih cinta sang dewi asmara tersemai dengan sendirinya. Mereka yang sebelumnya nampak kumal, lusuh, jarang mandi, memakai jins belel ke kampus, tak akrab wangi-wangian, mulai bersolek layaknya pria metroseksual. Mandi teratur, keramas teratur, memakai sedikit pemutih, semua metode perawatan diri seakan bahu membahu membuat profil manusia baru. Dan memang di atas semuanya terkadang duit berbicara. Mereka yang tak mampu beli minyak wangi semprot, patungan pun jadi. Masih ogah beli minyak wangi secara patungan, mengusap kemeja dengan enceran pewangi pakaian pun tak masalah. Akan tetapi sekali lagi keluguan menemui korbannya. Seorang Kakatua jantan terpaksa menemui dokter spesialis kulit lantaran bereksperimen menghilangkan bau badan dengan model menabur kapur barus di ketiak. Dan tahulah akibatnya, belum genap sehari menabur kapur bulu-bulu keteknya seketika berjatuhan seperti pohon jati meranggas di musim kemarau. Ketiaknya panas, dan jika berjalanpun lengannya sedikit membuka mirip bebek menjelang berenang. Salah satu cara paling tokcer dan terbukti ampuh adalah mendekati mangsa lewat kelemahan sang target. Mereka yang kelimpungan beradaptasi dengan tugas-tugas akademik merupakan mangsa paling empuk untuk diterkam. Walhasil Kakatua sisa tanding mulai mengatur strategi penyerangan sesuai SOP (standar operasi prosedur) masing-masing, dengan harapan sang target menaruh rasa simpati lantaran dibantu mengerjakan segudang tugas. Namun malang tak bisa disangkal, tak semua mahasiswi angkatan baru adalah perempuan lugu. Beberapa dari mahasiswi malah menunggu momen seperti ini untuk membalas kelakuan senior mereka ketika Ospek. Mereka telah bertekad membuat senior lelakinya terkangkang- kangkang mengemis cinta. Kekerabatan di kalangan membuat Zweta, Rania, Asti, dan yang lain merasa nyaman. Mereka seakan-akan menemukan kawan yang solider di dunia akademis. Di semester ini ada beberapa mata kuliah yang lumayan menyita waktu. Setelah Statika[MP1] , ada dua lagi mata kuliah yaitu Mekanika Bahan dan Geologi Teknik. Ketiga mata kuliah itu membawa tugas yang mengharuskan mahasiswa melakukan asistensi kepada asisten dosen. Konsekuensi dari tidak terselesaikannya tugas, mereka tak boleh mengikuti ujian di akhir semester, dengan demikian dapat dipastikan nilai E secara kejam akan menghiasi lembar laporan Indeks Prestasi. Dengan tugas yang teramat menumpuk, perpustakaan segera menjadi tempat nongkrong bagi mahasiswa yang haus ilmu. Perpustakaan di samping gedung Rektorat adalah perpustakaan pusat yang ramai dikunjungi setiap waktu. Jumlah bukunya ratusan ribu dan menampung semua jurusan yang ada di Universitas. Sistem online yang terkomputerisasi dengan baik membantu para pustakawan mendistribusikan buku kepada mahasiswa. Rania, Adi, dan Asti makin intens berada di perpustakaan, mencari data-data analisa mengenai pengerjaan struktur berdasar analisis matematik untuk mendukung tugas Statika- nya. Mereka kerap mendiskusikan materi kuliah dengan mengambil tempat di sebelah rak buku berkode 421 sesuai aturan penataan dewey decimal system. Rania selalu larut berdiskusi dengan kedua kawannya. Mendiskusikan teori-teori yang dikemukakan oleh dosen beserta aplikasinya. Ketiga mahasiswa itu semakin faham dan mempunyai gambaran mengenai aplikasi teori saat diterapkan di lapangan. Dan kini seperti biasanya, mereka sedang duduk dan membaca di perpustakaan pusat. Statika .. konsep momen ... pusing aku, Rania menggaruk kepalanya dan menjentikkan bolpoin berulang-ulang. Buku catatannya hanya berisi coretan yang tak pasti. Mukanya cemberut kebingungan. Buku dasar-dasar analisa struktur ia tutup dan diletakkan begitu saja di atas meja. kenapa Ran ? Asti bertanya lembut. konsep momen, aku bingung, As. Rania memandang Asti. Ia menopang dagunya menggunakan satu tangan. Adi yang berhadapan dengan Asti nampak tertarik, ia melirik memperhatikan dialog mereka. yang mana sih? Asti bertanya lebih lanjut. Ia pandangi Rania dengan lembut. konsep momen. Coba kamu terangkan mengenai itu, As. Rania seakan meminta. Asti kemudian meraih buku yang tergeletak di atas meja. Ia buka sebentar halaman dan gambar diagram yang sebelumnya dibaca Rania. Sejenak kemudian ia tersenyum sambil memandang Rania yang mengerutkan alis. sejauh yang kupahami sih begini, Ran. Pengertian momen itu keengganan sebuah benda untuk berputar, Astimencoba menjelaskan bukannya gaya dikalikan jarak ? Rania sedikit bingung itu rumusnya, Ran. Adi ikut nimbrung. coba kamu jelaskan, Di. Asti meminta Adi menjelaskan pendapatnya. benar apa yang dikatakan Asti kalau pengertian momen adalah keengganan sebuah benda untuk berputar tangan Adi bergerak memberi coretan di atas kertas. sebuah elemen atau struktur ketika dibebani gaya pastilah berputar terhadap titik acuan. Namun apabila sebuah elemen yang dibebani tidak mengalami perputaran, maka artinya ada perlawanan dari struktur tersebut. Nah, besarnya perlawanan tersebut sama dengan gaya dikalikan jarak tegak lurus terhadap titik putar. Itu yang dinamakan momen, Adi menjelaskan konsep momen dengan memberikan simulasi menggunakan tangannya. penjelasan Adi sangat tepat, Ran. Asti meneguhkan. Rania mengangguk pelan menyatakan pemahamannya. Dengan bantuan tangan Adi sebagai alat simulasi, ia mulai memahami konsep momen yang menjadi konsep dasar mata kuliah Statika, sebuah mata kuliah analisis struktur paling dasar di Jurusan Teknik Sipil.` Statika adalah materi paling dasar yang harus kita pahami, Ran. Pemodelan portal, gedung, jembatan, pelengkung, rangka batang, beserta seluruh elemen pendukungnya harus dikuasasi sepenuhnya. Dan itu wajib hukumnya, Asti melanjutkan. Ia terlihat menguasai seluruh fungsi dan aplikasi ilmu yang mereka pelajari. ? Rania tersenyum kagum. Biasanya ketika Asti mendengar pujian itu dia hanya menjawab Alhamdulillah, sementara Adi tersenyum ringan tak menanggapi. Zweta seringkali menyusul ke Perpustakaan dan ikut berdiskusi bersama Rania, Adi, dan Asti. Namun ketika telah selesai berdiskusi, biasanya Zweta pergi mencari diktat ilmu sosial dan organisasi, atau juga buku sastra puisi kegemarannya. Melihat kebiasaan Zweta, Adi dan Asti hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. Dirasanya Zweta adalah mahasiswi salah jurusan. Rania yang menjadi kawan terdekat Zweta sepertinya memahami kebiasaan kawannya itu. Dan sejak bertemu pertama kali di Gedung Auditorium dulu, dari gayabicaranya yang lugas, Zweta memiliki kecenderungan ke arah sana. Apalagi sejak Zweta mulai dekat dengan Anggun, kesenangannya seakan makin menjadi-jadi. Zweta seperti bermetamorfosa menjadi mahasiswi yang condong dengan kegiatan kemahasiswaan. Ia terlihat seperti perempuan kuat yang bergelora. Sikap Zweta yang demikian hanya bisa berubah ketika bertemu dengan Andro, kakaknya. Entah kenapa ketika Zweta berada di dekat Andro, seketika dirinya berubah menjadi perempuan yang usilnya setengah mati. Gaya bicaranya menjadi kekanak-kanakan dan merajuk. Rania memiliki kepekaan rasa yang tinggi. Ia terkadang amat penasaran dengan kondisi psikologis Zweta. Lain Zweta, lain pula Audrey. Perempuan berambut mayang itu malah memiliki kebiasaan tak wajar. Setiap ada jeda jam kuliah, bukannya pergi ke perpustakaan, Audrey malah lebih senang nongkrong di cafe. Karena itulah Audrey banyak mengenal kawan baru lintas angkatan dan lintas jurusan. Rambut mayangnya menjadi hal yang paling dirindukan seandainya satu hari saja ia tak kelihatan batang hidungnya. Kalau Zweta dan Rania menanyakan tugas kuliah Audrey, ia pasti dengan cuek menjawab, tenang ladies, belanda masih jauh !. Atau kalau nggak, dia pasti memiliki segudang alasan untuk menunda pengerjaan tugas. Rania dan Zweta merasa kesulitan menasehati perempuan berkuping tebal itu. Di samping nongkrong di cafe, Audrey makin menjadi-jadi dengan hobby yang ia tekuni sejak kelas 4 bangku Sekolah Dasar, yaitu beladiri Tae-Kwon-Do. Ia bertekad melanjutkan lagi jenjang sabuk beladiri setelah tertunda karena persiapan masuk kuliah. Dengan demikian, seminggu dua kali Audrey pasti nongkrong di UKM Tae-Kwon-Do untuk melatih tendangannya. Itupun biasanya dilakukan di hari Minggu pagi dan rabu sore.
***
Zweta !, ada suara perempuan memanggil dari markas Himpunan Mahasiswa. Zweta pun menoleh cepat. Perempuan itu kini berjalan mendekati Zweta dengan langkah yang cepat. ya Kak , aku ada perlu dengan kamu. Sebentar saja, Anggun kini telah berdiri di depan Zweta. Ya Kak, ada yang bisa dibantu ? Kebetulan aku mengisi posisi divisi Internal Himpunan Mahasiswa, divisi ini membawahi mading dan publikasi. nanti sumbanglah tulisan. Dari pemikiran kamu saat berdiskusi denganku dulu, aku tahu pasti ada sesuatu yang liar di tulisan kamu sesuatu yang liar ? Maksudnya ?, Zweta sedikit bingung nanti kamu bisa merasakan sendiri. Aku sendiri sebenarnya tak terlalu bisa menulis., Anggun tersenyum sambil menyentuh lengan Zweta. Wajahnya seperti menyiratkan pengharapan agar keinginannya dikabulkan Berawal dari permintaan Anggun itulah Zweta terlibat dalam kegiatan tulis menulis. ia mulai menulis opini dan terkadang puisi. Tulisannya yang sistematis terasa enak dibaca. Bahasanya yang lugas dan mengena menyiratkan keluguan, kesederhanaan dan apa adanya. Dan dalam hal tulisan, Zweta mempunyai kawan bertukar pikiran yaitu Anggun. Tulisan yang ia berikan terkadang dikembalikan Anggun. bahasanya bagus, cuman substansinya kurang mengena, Ta. Harus diperbaiki, begitulah Anggun biasanya memberikan koreksi. ada rekomendasi buku bagus untuk bahan pengayaan ? Oh tentu. Aku ada buku buat kamu. Rajin membaca adalah kunci !, Anggun seringkali memberikan nasehatnya. Zweta semakin mengenal sesuatu yang selama ini terpendam dalam dirinya. Bagai rekahan energi yang terlepaskan, seketika terjadi lompatan emosi yang menyebabkan kegandrungan atas aktivitasnya. Zweta merasakan euforia yang meledak-ledak. Semangat dan dorongan dari Anggun untuk menulis sedikit banyak mengubah karakternya menjadi makin matang. Zweta mulai membaca banyak buku yang dimiliki Anggun, kebanyakan buku yang ia baca bertema tentang kemanusiaan dan idealisme. benar-benar buku yang aneh, namun aku seperti terjebak dalam pengaruh candu, dirinya terkadang heran. Buku-buku sejarah peradaban dan ideologi tak luput ia baca satu persatu. Hal ini secara teratur telah menjadi selingan Zweta dalam kehidupan kuliahnya. Walau terkadang Zweta larut membaca buku hingga lalai mempelajari modul kuliah, namun Anggun yang memang jago di bidang akademik tak jarang manguji kemampuan Zweta dalam bidang akademik. Dan ketika Zweta dirasanya lalai dan jauh tertinggal, dinasehatinya Zweta untuk tetap seimbang menjalani kehidupan di bangku kuliah. Ta, kuliah menjadi bekal hidup kita agar lebih bermartabat, maksudnya Kak ? maksudku begini, aku tidak mengatakan kalau dengan kuliah kita bermetamorfosa menjadi manusia dengan kasta tertentu. Namun kamu pun tahu, Ta. Setiap orang mempunyai kewajiban dan hak yang berbeda-beda sesuai kapasitasnya. Kamu dan aku sekarang menuntut ilmu disini, dan itu sudah menjadi karunia Tuhan buat kita, jadi jangan pernah kamu sia- siakan. Cepat luluslah untuk membuat bangga orang tuamu, namun jangan cuma belajar Ilmu mayor disini yaitu keteknikan, belajarlah pula idealisme. Kedua ilmu itu harus lurus seimbang, Anggun membuat garis lurus menggunakan telunjuknya. Kamu dan aku, sebagai manusia yang kalau dihitung secara matematis tahu lebih daripada orang lain, harusnya mempunyai kewajiban moral lebih besar kepada lingkungan sekitar. Belajarlah kedua ilmu itu disini secara seimbang. Aku yakin ibu kita pasti membutuhkan maksudnya, Kak ?, Zweta awalnya masih susah mengikuti gaya bertutur Anggun. ya. Ibu pertiwi maksudku. Tanah air, Anggun menjawab dengan bahasa yang lugas dan halus. ibu pertiwi ... motherland, Zweta mengangguk angguk. kurang tepat kalau mengistilahkannya motherland. Duapertiga wilayah negeri kita adalah perairan. Karena itulah pendiri bangsa lebih suka menggunakan kata TANAH AIR,sepasang kata ganjil namun bermakna dalam Kata-kata Anggun seringkali meluncur ringan namun bermakna luas. Zweta terkadang harus mengernyitkan dahi sebelum mencerna isi pikiran Anggun. Benar-benar perempuan yang idealis dan optimis, Zweta terkagum dengan cara pandang Anggun. Perempuan yang garang di forum diskusi, juga menguasai di bidang akademis. Hari menggenapkan minggu, minggu pun berganti dengan bulan. Kebiasaan Rania setiap jeda kuliah masih tetap seperti sebelumnya, yaitu membaca di perpustakaan. Rutinitasnya adalah mencari literatur yang berhubungan dengan tugas, kemudian duduk manis mencerna seluruh teori dan metode analisis. Setiap kali mengunjungi perpustakaan, Rania tahu setahu tahunya jika banyak pasang mata malu-malu mencuri pandang, dan kejadian itu terus terulang membentuk repetisi peristiwa di dalam hidupnya seperti bandul jam yang bergerak ke posisi semula. Karena itulah Rania selalu mengajak beberapa kawannya untuk mengurangi rasa risih, dan dengan demikian ia berharap keadaan tak nyaman ini akan segera lenyap dari perasaannya. Di perpustakaan, Rania dan banyak kawannya membawa materi tugas yang dibebankan kampus. Mereka merasa lebih efektif ketika mengerjakan tugas bersama-sama daripada menjadi single fighter. Disinilah Asti dan Adi menjadi dua manusia yang menjadi tumpuan dan harapan banyak kawan. Anugerah kapasitas dan kemampuan otak yang cair membuat mereka menjadi rujukan kawan seangkatan. Dua orang itu dengan mudah mampu menjelaskan kembali materi kuliah ketika kawan-kawannya masih kebingungan dengan penjelasan sang dosen. Sementara waktu yang sedemikian cepat menggelar catatan hidup masing-masing. Siang mengganti malam, matahari mengganti rembulan. Hiruk pikuk manusia terus berlangsung, bagai denyut nadi kehidupan yang sepanjang sejarah membentang, memberikan banyak pengertian dan pemahaman.
Musim Deadline (Novel Lingkungan "Debu Mahameru" Bagian 5)
Lima bulan sudah semester awal terlewati. Mengacu kepada kalender akademik universitas, dua minggu lagi merupakan ujian akhir semester. Mereka yang sebelumnya menganut aliran santai, kini kelabakan menyalin catatan dari kawan yang rajin kuliah. Dado dan penghuni gazebo memilih cuti sejenak. Gugus tugas mengintai perempuan memasuki kalender reses. Akibatnya, beberapa mahasiswi fakultas ekonomi yang sering melintas menjadi heran, gerangan ajaran moral model apakah yang telah berhasil mengubah perilaku mereka. Adi, Asti dan Rania semakin intens di perpustakaan. Tugas-tugas yang mereka kerjakan nyaris menjadi acuan bagi kawan-kawan lain. Kesibukan kampus mencapai titik klimaks ketika minggu deadline tugas harus dipenuhi, dan itu akan terjadi dua minggu lagi. Deadline tugas menjadi semacam batas demarkasi yang harus dilewati dengan selamat, untuk itu mahasiswa rela begadang mengejar penyelesaian tugas siang dan malam. Bagi mahasiswa baru, tugas matakuliah Statika dan Mekanika Bahan terasa sangat menyita pikiran. Tugas ini menyaratkan mahasiswa mengerjakan soal struktur yang menjadi dasar para insinyur menghitung kekuatan gedung dan perilaku material, oleh karena itulah tugas ini harus teliti dan meminta pemahaman matematika-fisika yang baik. Namun tugas Geologi Teknik terasa lain, tugas ini memberikan pemahaman calon insinyur tentang teori pembentukan batuan, patahan bumi, teori gempa, dan sejarah pembentukan lapisan bumi. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih, mereka seringkali pergi ke lapangan mencari contoh batuan.
Tak cuma musim ujian yang tiba sebentar lagi, namun begitu pula dengan musim penghujan. Awan telah seminggu menggelayut namun urung menurunkan hujan. Walau hujan telah lama tak datang, rerumputan taman masih segar menghijau. Bebungaan Alamanda dan Bougenville merekah tak mengenal musim. Namun, pelepahPalm hias sesekali jatuh. Beberapa pelepah tua yang menguning tak mampu lagi menopang dirinya.
Audrey, teriakan itu terdengar dari gedung yang baru saja ia tinggalkan. Perempuan berambut mayang itu menoleh ke belakang. Zweta dan Rania berjalan ke arahnya.
ya ?, Audrey menjawab singkat. Didekapnya diktat Statika dengan kedua tangannya.
dicariin ! nylonong aja, Zweta berkomentar. kebetulan, aku ada perlu dengan kalian, please. Ada waktu nggak ?, Audrey berkata dengan wajah memelas.
ada apa sih ?, Zweta keheranan eh, itu tugas kamu sudah kelar belum ?, Rania memotong. bentar lagi deadline, ia melanjutkan. nyaris, Audrey menjawabnya cepat
Dari jauh nampak Asti dan Adi melambaikan tangan. Rupanya mereka pamit balik ke kost an masing-masing.
ke perpustakaan yuk,Audrey memohon. Matanya nampak mengharap kesediaan Zweta dan Rania.
tumben, Zweta memandang Rania dengan heran. Tak biasanya Audrey mengajak mereka ke Perpustakaan. Mendengar itu Rania hanya tersenyum simpul. Melihat gelagat keheranan kawannya, Audrey menarik nafas dalam-dalam.
ada yang ingin aku omongkan. Penting !, Audrey memberikan alasannya singkat, namun Zweta dan Rania semakin merasa penasaran.
Ketiga perempuan itu berjalan menuju perpustakaan pusat di samping gedung rektorat. Sementara mahasiswa semakin sepi di kampus. Mereka sudah tak ada jam kuliah. Audrey menyimpan masalah yang lumayan besar dan harus diselesaikan. Ia merasa membutuhkan pertimbangan dari kawan dekatnya agar mendapat jalan keluar yang terbaik.
*** Di satu sudut pedestrian, lelaki tinggi ceking berjalan gontai. Siang ini setelah pelajaran Statika, Kompar melangkah pulang ke kost an. Ia berjalan menyusuri pedestrian ke arah Kutobarat di sebelah barat kampus. Dalam perjalanannya ia merasa heran, tak dilihatnya Damar datang kuliah hari ini. mungkinkah dia sakit, ia bertanya dalam hati.
Langkah kaki Kompar seketika berubah arah. Ia membelokkan kaki menuju tempat kost Damar yang terletak di sebelah utara kampus Keprabuan. Terik matahari yang bersinar tak menyurutkan langkahnya. Ia semakin jauh melangkah meninggalkan areal kampus.
Tanggung jawab yang diemban Kompar memaksa dirinya harus mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh kawan-kawan seangkatan, termasuk Damar. Lelaki coklat itu menyisakan masalah bagi Kompar karena telah beberapa kali absen kuliah. Kalau saja bukan lantaran tanggung jawab moral, ia takkan susah-susah melangkahkan kaki mencari tahu permasalahan kawan-kawannya.
Untuk melaksanakan tanggung jawab moral sebagai Ketua Angkatan, Kompar biasanya mengecek absensi mahasiswa. Ia bisa dengan segera mengetahui mahasiswa mana yang tersandung masalah lewat daftar kehadirannya di kampus. Tercatat Damar telah 3 kali absen, dan ini berarti Damar terancam tak bisa mengikuti ujian lantaran prosentase presensi tak memenuhi.
Kompar merupakan jenis lelaki tegas yang cukup banyak bicara. Namun terkadang jalan pikirannya dirasa kurang tepat oleh banyak kawannya. Oleh karena itu, beberapa bulan lalu Zweta sempat menegur Kompar yang tak jeli melihat keadaan. Ada beberapa kawan yang kesulitan mengerjakan tugas namun semuanya seolah diam. Seharusnya mereka yang kesulitan bisa dibantu oleh kawan-kawan yang lain, begitulah pikiran Zweta. Dan Zweta meminta Kompar untuk melakukan koordinasi diantara kawan kawan. Adi, Asti dan banyak kawan yang tugasnya telah rampung, juga telah bersedia untuk membantu penyelesaian tugas- tugas kuliah kawan-kawan yang belum rampung.
Kepemimpinan Kompar memang cukup lumayan sebagai ketua angkatan. Namun, ada kalanya Ia bersedia bertindak ketika ada tendensi keuntungan di depan matanya. Ketika berdiskusi, Kompar seringkali berhadapan dengan Zweta. Ketidaksetujuan Zweta acapkali disebabkan Kompar yang lamban merespon permasalahan di Angkatan.
tugas kamu mengayomi kita Par ! bukannya tak mau tahu, Zweta suatu ketika pernah berbicara kepada Kompar lantaran ia tak menanggapi permasalahan di angkatan. banyak kawan kita yang kesulitan mengerjakan tugas. Jangan diam saja. Aku sudah koordinasi dengan kawan-kawan yang lain. Asti, Adi, dan yang lain juga sudah siap bantu terus aku harus berbuat apa ?, Kompar sedikit kebingungan. coba kita data, ntar kita bantu bareng-bareng kuliah itu sudah tanggung jawab pribadi,Ta, Kompar Protes. ya. tapi kita ini masuk bersama-sama disini. Ingat ! kita ini punya kultur ! kebersamaan, Par !, Zweta protes kultur lagi-kultur lagi !,Kompar gerah dengan kata-kata itu oke deh kalau kamu muak dengan kata-kata kultur. Tapi kita semua ini kawan, Par ! bukan orang lain. Setidaknya kita diwajibkan menolong kawan
Kompar menganggung-angguk. Dirasanya ada ketepatan dalam ucapan Zweta. Sejak saat itulah Kompar mengoordinasi permasalahan yang terjadi di angkatan dengan sepenuh hati.
*** Kompar kini melangkah memasuki Gang sempit. Ia ingat betul lokasi rumah kost Damar. Rumah itu terletak di bantaran kali yang curam dan berbahaya. Rumah kost itu dibuat bertingkat tiga, dan Damar menghuni kamar lantai II.
Par !, suara berat sedikit serak meneriakkan nama panggilannya. Kompar seketika terkejut. Ia menoleh kiri-kanan kebingungan. lu celingukan gitu Par ! atas Par ! atas !, ternyata kepala Damar nongol dari sela-jendela kamarnya. dicari-cari kemana aja, Bos ! Kompar mendongak ke atas dan menyahuti panggilan Damar. Kompar nampak gembira karena usahanya menemukan Damar ternyata tak sia-sia. lurus, Par !, masuk aja, Damar kembali lagi berteriak. Ia merasa senang dengan kehadiran kawan seangkatannya itu.
Kompar langsung melangkahkan kaki menuju kamar Damar di lantai II. Dilihatnya Damar bertelanjang dada sedang asik mengutak-atik laptop. Melihat Kompar tiba di pintu kamar, Damar segera memakai baju seadanya dan mempersilahkan Kompar duduk di karpet bawah.
tumben. Ada apa, Par ?, Damar berkata tenang. Ia betulkan kacamatanya. Kompar menghela nafas sejenak. kamu kemana aja, Mar ?, tugasmu sudah selesai apa belum ?,Kompar langsung saja menanyakan inti permasalahan. Mendengar itu Damar tersenyum kecut tak menjawab. lagian Mar, kamu sudah absen 3 kali. Kamu terancam gak bisa ujian kalau sekali lagi absen, lanjut Kompar sambil mengharap kesadaran Damar. thanks Par, gua usahain gak bolos lagi lah, Damar berkata sungkan. tugas kamu gimana ? kalo yang itu gua bingung, Par. kalo digugurin aja gimana, Par?, Damar seakan menyerah jangan lah. Masalahnya kenapa ? kayaknya udah terlambat kalo gua jalanin sekarang. Mendingan gua ngulang tahun depan jangan Mar, itu keputusan nggak tepat. Mendingan kamu kerjakan saja sekarang. Nanti aku minta bantuan Adi untuk membimbing kamu. Kita sudah sepakat masalah itu beneran ? ya. aku jaminannya wah makasih banget, Par. Gua ambilin minum ya ! lu pasti haus ! gak usah, Mar ! halaaaahh ! Emosi antar mahasiswa terbangun lewat jalan persaudaraan, begitulah nilai yang ditanamkan dan dipegang bersama di kampus mereka. Damar dan Kompar terasa bagai kawan dekat yang saling membutuhkan. Keterlibatan dan hubungan simbiosis mutualisme terjalin secara baik. Maka tak heran jika mereka merasa memiliki ikatan batin yang sangat kuat.
Kompar merasa heran dengan kegiatan yang dilakukan Damar. Setiap kali bertemu di kampus, Kompar selalu melihat Damar membaca buku-buku yang tak lazim dimiliki mahasiswa teknik sipil. Damar malah terkadang asik membaca file-file dan kode-kode yang ia dapat dari internet lewat laptopnya. Damar bukannya lelaki penyendiri walau ia terkesan cool. Namun ketika Damar sudah tenggelam dan berkomunikasi dengan laptop, kehidupan di sekitar Damar terasa menguap dan hilang. Kompar terkadang penasaran dengan apa yang dilakukan Damar, termasuk juga kali ini.
kamu sedang kerjakan apa, Mar. Serius sekali, Kompar tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. bukan apa-apa, gua lagi ada bisnis kecil-kecilan sama paman gua, lewat internet, Damar menjawabnya ringan. Ooo, Kompar hanya mengangguk dan tak ingin tahu lebih banyak. Dirasanya rasa penasaran itu sudah terjawab. Dan kini ia terheran saat melihat deretan buku berjudul aneh terpajang di kamar Damar. Opensource Book, Master of Deception, dan banyak buku lain yang terlihat janggalnya. buku apaan, Mar ?, Kompar mengambil buku berjudul The New Hackers Dictionary. oh itu .. buku pegangan tukang bandrek, Damar tersenyum nakal sialan .. , Kompar merasa dipecundangi.