Anda di halaman 1dari 10

Konsep tentang Pandangan Negara Integralistik (Sebuah Review)

Pertama-tama, konsep tentang negara itu akan didefenisikan dalam konstitusi, yaitu
dituangkan dalam perumusan pasal-pasal, undang-undang dasar negara tersebut. Tentu,
sepanjang negara tadi menggunakan hukum dasar tertulis, seperti Indonesia sendiri misalnya.
Hanya saja, perumusan undang-undang dasar tidak saja mengatur secara lengkap dan rinci
(dalam bentuk tertulis) segala sesuatunya, atau rumusannya mengandung makna gandaa atau
kekurangpastian, sehingga dibutuhkan pedoman lain utnuk menanggulangi masalah yang timbul.
Selain dari penjelasan resmi yang tersedia, pedoman ini didapat antara lain berbagai cara
penafsiran atau rumusan yang terkandung dalam undang-undang dasar yang tertulis tadi.
Yang ingin dijadikan sebagai pokok persoalan untuk dibahas disini ialah salah satu dari
konsep negara diatas. Konsep tersebut disatu pihak mempunyai konsekuensi pada hukum tata
negara dan kehidupan negara umumnya. Padahal di lain pihak, kedudukan konsep itu masih
belum sepenuhnya jelas, demikian pula kesesuaiannya dengan asas-asas konstitusional lainnya.
Singkatnya, konsep yang masih problematik. Konsep ini yang dimaksud adalah konsep negara
[yang] integralistik, atau konsepsi berdasarkan teori integralistik tentang negara.
Pencarian kejelasan mengenai negara yang integralistik ini bisa dilakukan dengan
menyorot beberapa segi. Salah satunya pemikiran Prof. Mr. Dr. Supomo melauli karya-karyanya
dari zaman ke zaman, memriksa cita-cita, pilihan-pilihan, atau ideologi yang terkandung didalam
sana. Atau melalui pembahasan hukum dalam masyarakat adat Indonesia, karena dikatakan
bahwa didalamnya ide integralistik. Atau membandingkan teori-teori dan filsafat tentang negara
sebagai pusat telaah, karena yang disebut Supomo teori integralistik itu telah dikenal sebagai
teori organis.
A.

Norma, Staatsidee, dan Konstitusi


Suatu konsep negara, suatu pandangan tentang negara, hakikat dan susunannya
mempunyai pengaruh besar terhadap penafsiran aturan-aturan dasar dalam tata negara,
membantu memberi pengertian yang lebih tepat pada apa yang bisa dan apa yang telah
dirumuskan secara tertulis. Karena pandangan tentang hakikat negara itulah, teristimewa tentang
kedudukan negara dan hubungan dengan warganya, yang digunakan sebagai titik tolak untuk
menggunakan segala sesuatu yang ingin diatur (soal hak dan kewajiban, misalnya) ketika
menyusun konstitusi sebuha negara. Kalau hukum adalah norma, termasuk hukum tata negara,
maka menurut konsep itu, konsep negara adalah suatu pengertian yang dijadikan pola, dan
dengan pola itu norma tersebut dan juga norma hukum selanjutnya akan disesuaikan. Konsep
negara menjadi landasan, atau fungsi sebagai norma dasar dalam sistem hukum suatu negara.
Norma Dasar dan Konstitusi
Untuk mendapat lebih banyak kejelasan mengenai sumber hukum dan segala aturan yang
diturunkan dari hubungan, akan dimanfaatkan pertolongan sebuah teori, yaitu Teori hukum Hans
Kelsen tentang norma dasar. Kelsen sendiri beraliran positif-analitis, memang tidak menerima
doktrin hukum alam sebagai penjelasan sumber hukum. Dia melihat hukum sebagai sesuatu yang
murni formil, yang merupakan susunan hirarkis dari hubungan-hubungan normatif. Dalam
pengertian Kelsen, norma yang terkandung dalam hukum positif menekankan soal keharusan,

bukan nilai keadilan atau kebenarannya. Soa benar dan adil, apalagi yang mutlak sifatnya, bukan
sesuatu yang bisa dipastikan dalam anlisis hukum posistif. Walaupun demikian, suatu wujud
hukum tentu diandaikan sebagai yang adil dan benar, yang bersifat relatif, keharusan, yang
diperintahkan disitu merupakan sesuatu yang hipotesis, atau bisa dikatakan sebagi suatu fiksi
dalam hukum.
Untuk Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar, sebagai
sumber hukum. Rumusan hukum dasar dalam pasal-pasal yang terdapat pada badan (batang
tubuh) UUD 1945 adalah pancaran dari norma yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 dan
Pancasila. Dalam posisi sebagai suatu norma dasar yang sedemikian bisa dimengerti kalau
Pancasila secara potensial mengandung problem interpretasi atau penafsiran. Dan bila timbul
suatu Grundnorm (norma dasar), maka penyelesaiannya tidak cukup dengan penyelesaian hukum
(yuridis), tetapi lebih mungkin bila diatasi secara politis (dengan keputusan politik). Begitulah
misalnya dapat dijelaskan dari sudut pandang ini, bahwa untuk mengatasi problem interpretasi
terhadap Pancasila ini sekaligus menjadi bukti bahwa Pancasila pada dirinya mengandung
problem penafsiran, maka sejak tahun 1978 telah dilakukan penataran P4 (Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila).
Disamping itu, kita juga memperoleh kesan, bahwa selain mengandung problem
interpretasi, Pancasila sebagai apa adanya juga bisa dirasakan pada suatu waktu tertentu dan bagi
kepentingan tertentu, kurang lengkap untuk berfungsi sebagai norma dasar dari suatu susunan
norma hukum tertentu yang sedang berlaku atau sedang diberlakukan. Karena itulah, disamping
pancasila sendiri, suatu sumber norma dasar lain perlu dicari utnuk pelengkap, guna menjelaskan
asal mulanya norma tentang tidak dianutnya pengaturan tentang jaminan hak-hak asasi manusia
serta kebebasan berposisi.

Staatsidee sebagai Pelengkap Norma Dasar


Alasan kedua yang diambil untuk mendasari pentingnya pembahasan konsepsi negara
integralistik ialah karena, seperti di katakan sebelumnya, dalam kenyataan ketatanegaraan
Indonesia, untuk mempertegas nilai dasar yang menjadi sumber konstitusi kita (UUD 1945),
telah dilakukan interpretasi historis terhadap konstitusi itu. Dengan memeriksa proses
pembentukan UUD 1945, interpretasi tersebut tiba pada penemuan mengenai konsepsi negara
integralistik Supomo. Dalam mengetengahkan konsep negara integralistik itu, tidak semua atau
hampir tidak ada yang menyebutnya secara langsung dan khusus sebagai suatu interpretasi
historis sebagai suatu undang-undang. Walaupun istilah yuridis yang ebrsifat teknis ini tidak
diungkapkan, disadari atau tidak ketika seseorang berpaling dari riwayat pembentukan suatu
undang-undang sebagai sumber untuk memperoleh kejelasan, maka yang dilakukan itu tidak lain
ialah usha interpretasi historis.
Dengan demikian untuk mengarahkan norma dasar pancasila pada suatu sistem hukum
tertentu saja, dalam hal ini UUD 1945, memang diperlukan faktor aksentuasi. Dari penalaran ini
dapatlah dipahami sekaligus, mengapa sekarang digunakan pencantuman dan penyebutan dalam
bentuk terangkai pasangan Pancasila dan UUD 1945. Selanjutnya untuk menunjukan bahwa
UUD 1945 sendiri tidak menganut paham liberal dan individualisme, ditonjolkanlah dasar

semangat kekeluargaan yang ada dalam konstitusi tersebut. Dengan kata lain perbedaan antara
masyarakat dan negara jadi dilenyapkan.
Soekarno sendiri semasa jangka pemerintahannya dengan UUD 1945, yaitu antara tahun
1959 sampai 1966 tidak pernah menggunakan interpretasi historis. Khususnya interpretasi yang
menggunakan pidato Supomo dalam sidang Dikoritsu Jinbu Cosakai tahun 1945, baik untuk
menggunakan norma dasar Pancasila maupun memberi keterangan yang lebih tegas dari
Penjelasan resmi UUD 1945. Di samping itu, wajarlah bila Soekarno dengan kapasitas dan
posisi poltiknya yang hebat dan kuat sebagai Pemimpin Besar Revolusi itu, tidak membutuhkan
suatu dukungan latar belakang sejarah yang sekedar berupa pidato Supomo, untuk membenarkan
sikap anti-individualisme serta anti-liberalisme dan membuat kukuh kekuasaan negara. Negara,
dalam pandangannya

adalah alat belaka, yaitu organisasi kekuasaan yang merupakan alat

revolusi.
Konsep dan istilah negara [yang] integralistik juga tidak digunakan ketika itu diluar
bidang ilmiah, baik sebagai dasar pembenaran atau slogan politik sekalipun. Dalam bidang
kenegaraan, pada tahun 1978 dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.
II/MPR/1978 ditetapkan apa yang dinamakan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (yang terkenal dengan nama P4), suatu keputusan hukum mengenai penuntun dan
pegangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan/ lembaga kemasyarakatan. Di
dalamnya tidak dijumpai istilah negara [yang] integralistik, begitu juga dalam konsiderans,
diktum maupun lampirannya. Tema utama yang mempunyai kaitan dengan soal hubungan
negara, masyarakat dan manusia ialah hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara
manusia dan masyarakat, yang dipandang sebagai berlainan dan lawan dari individualisme,
liberalisme maupun komunisme.
B.

Konsep Negara yang Integralistik


Dalam perjalan waktu untuk menemukan data

atau bukti tentang istilah negara

integralistik tidak dapat ditemukan dalam sumber-sumber kepustakaan ilmu negara, hukum tata
negara mapun sejarah. Kecuali, didapatkan dalam pidatonya Prof. Mr. Dr. R. Supomo didepan
sidang Dokuritsu Junbi Cosakai, pada tanggal 31 Mei 1945 di Jakarta. Begitu juga dalam karyakarya ilmiah Supomo yang secara khusus tidak di temukan istilah tentang negara integralisti.
Begitu juga dengan buku-buku ilmu politik yang membahas soal teori negar dan teori
masyarakat yang tidak dapat di jadikan rujukan bagi istilah itu.
Supomo tentu tidak mengacu pada rumusan [empiris] seperti tatkala menyebut totaliter,
meskipun pendekatan kolektif atau kebersamaan, yaitu unsur supremasi masyarakat (community)
terhadap hak-hak individu, memang menjadi dasar bertolaknya. Ini di capai melalui peniadaan
(Asas) pemisahan kekuasaan dan kebebasan lembaga peradilan, kewenangan polisi rahasia yang
mengatasi lainnya, pengawasan negara terhadap semua lembaga umum maupun pribadi dan
suatu mekanisme pengadilan politik yang ketat.
Janji Indonesia Merdeka
Harapan di kalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan ini telah ada sejak
semula, sejak hari pertama pendaratan tentara Jepang dan takluknya Hindia-Belanda, Maret

1942. Rasa terbebas dari tekanan kolonialisme Belanda yang telah begitu lama, di tambah lagi
propaganda tentara Jepang sendiri, memberi kesimpulan kepada rakyat pada umumnya bahwa
kemrdekaan Indonesia dengan pemerintahan sendiri akan langsung menyusul.
Tingginya harapan itu sampai mendekati rasa kepastian yang menyebapkan banyak
pemimpin Indonesia menaruh kepercayaan penuh akan itikad dan kesempatan yang dibawah
pendudukan Jepang tadi, mengusahakan persiapan yang sesungguh-sengguhnya ke arah itu.
Tetapi pemerintahan Jepang belum bersedia memerdekakan Indonesia, bahkan sebaliknya
mengeluarkan aturan-aturan yang mengekang semua kegiatan yang berbau politik, di samping
menolak semua rancangan yang diajukan oleh para pemuka bangsa Indonesia yang bersedia
bekerja sama dengan Dai Nippon itu. Para pemimpin Indonesia yang diberi pengakuan sebagai
pemimpin masyarakat dan mendapat kepercayaan dari pihak Jepang untuk menduduki pimpinan
berbagai organisasi, atau birokrasi tidak berdaya untuk melepaskan rakyat dari kesengsaraan dan
kenistaan, tidak di beri peluang untuk menyampaikan keluhan mereka, apalagi untuk
melindunginya.
Seberapa besar akibat tekanan pengaruh tentara Jepang atas protes pembuatan UUD
1945, selalu merupakan bahan perdebatan pendapat, karena terdapat banyak penilaian dari sudut
pandang berlainan, yang acap kali bersifat subyektif dan diberikan secara post factum, setlah
peristiwa itu lampau.
Dari hasil kajian yang diperoleh dari buku Marsillam Simandjuntak bisa dikatakan bahwa
tanpa perdikat unsur Hegelian, Spinozisme, atau Mullerian sekalipun, konsep negara yang
integralistik 1945 telah tertolak atau batal karena sebap-sebap yang sama. Atau, dirumuskan
dalam kalimat yang berbeda, penolakan pandangan integralistik oleh UUUD 1945 bukan karena
adanya unsur Hegelian saja, atau Cuma unsur Hegeliannya yang ditolak darinya. Pengingkaran
terhadap asas kedaulatan rakyat, di satu pihak, dan pencantuman hak-hak dasar kemanusiaan
dalam konstitusi, di lain pihak yang menyebapkan gugurnya pandangan tersebut.
Jadi bisa disimpulkan bahwa suatu Staatsidee, suatu pengertian mengenai hakekat negara,
memang akan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan dan penafsiran hukum dasar negara.
Ia akan berperan sebagai suatu norma dasar. Kemudian selanjutnya yaitu, dala gagasan negara
yang integralistik Supomo terkandung asas pengutamaan keseluruhan daripada perseorangan,
persatuan organik dalam negara yang mengatasi kepentingan perseorangan dan golongan, yang
totaliter dan bersemangat anti-liberalisme dan individualisme, anti-individualisme dan negara,
dan anti demokrasi barat. Menggunakan aliran pikiran negara integralistik dalam rangka
interpretasi historis UUD 1945 mau tidak mau yang dimaksud tidak bisa lain kecuali adalah
aliran pikiran negara yang interalistik Supomo dalam keutuhannya, dimana termasuk unsur
ajaran Hegel di dalamnya yang tidak mengakui kedaulatan rakyat di tangan rakyat sendiri.

. PANCASILA DAN KEDUDUKANNYA DI NKRI


Pengertian Pancasila
Setiap negara (bahkan agama) didirikan atas dasar falsafah tertentu untuk mengetahui arah dan
tujuan yang ingin dicapai.

Falsafah adalah merupakan perwujudan dari watak dan keinginan dari suatu bangsa
(rakyat dan bangsanya) sehingga segala aspek kehidupan bangsa harus sesuai dengan
falsafahnya

Falsafah suatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki, yang diyakini
kebenarannya, menimbulkan tekad untuk mewujudkannya

Dari sudut pandang falsafah, Pancasila dipahami sebagai philosphical way of thingking atau
philosophical system, yaitu Pancasila bersifat obyektif ilmiah karena uraiannya bersifat logis dan
dapat diterima oleh paham yang lain.
Pancasila mempunyai nilai ruang lingkup, yaitu :
1; Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Pandangan hidup adalah kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang merupakan wawasan
menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri.
Fungsi pandangan hidup adalah sebagai kerangka ukuran baik secara pribadi maupun dalam
interaksi akan manusia dalam masyarakat.
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk mencapai kehidupan yang lebih
sempurna.
2; Pancasila sebagai landasan dasar Republik Indonesia
Dalam kedudukannya pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara dari ideologi
negara. Pengertiannya adalah pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan negara. Konskeunsi pelaksanaan dan penyelenggaraannya beserta peraturan
undang-undang dijabarkan dari nilai pancasila.
Pancasila merupakan sumber hukum yang secara konstitusional mengatur RI beserta seluruh
unsur-unsurnya, yaitu rakyat, wilayah serta pemerintahan negara. Ketentuan ini tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran yang meliputi:
suasana kebathinan dari UUD 1945 serta hukum positif lainnya.

II. KAJIAN PANCASILA DENGAN PENDEKATAN HISTORIS, YURIDIS, DAN


FILOSOFIS
1; Pendekatan Historis
Pendekatan historis atas Pancasila dapat meliputi baik Pancasila dalam aspek filosofis,
yuridis maupun sosial politik. Berkaitan dengan tiga aspek ini, materi dari sisi historis dapat
meliputi :
a) sejarah pertumbuhan gagasan dan prinsip dasar Pancasila
b) sejarah perumusan Pancasila sebagai dasar negara dalam arti sumber hukum dan c) sejarah
perkembangan dan pertumbuhan ideologi Pancasila.
Kajian historis atas Pancasila bersifat mengawali kajian dalam aspek filosofis, yuridis dan sosial
politik.

2; Pendekatan Filosofis
Filsafat : sebagai jenis ilmu pengetahuan, konsep, atau pemikiran-pemikiran.
Filsafat : suatu jenis problema yang dihadapi manusia dengan demikian manusia mencari suatu
kebenaraan yang timbul dari persoalan yang di hadapi.
Korelasinya adalah kajian pancasila dari pendekatan filosofis adalah pancasila satuan bagianbagian yang saling menghubungkan untuk suatu tujuan tertentu. Dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri pancasila dalam pendekatan filosofis :
1; Suatu kesatuan bagian-bagian
2; Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendri
3; Saling berhubungan dan saling ketrgantungan
4; Untuk mencapai tujuan tertentu
5; Terjadi dalam suatu bagian yang kompleks.
Jadi, kesimpulannya adalah kesatuan sila-sila dalam pancasila bersifat organis yang secara
filosofis bersumber pada hakikat dasar manusia sebagai pendukung pancasila itu sendiri.
Hakikat dasar manusa memiliki beberapa unsur :
1; Susunan kodrat terdiri dari jasmani dan rohani
2; Sifat kodrat manusia sebgai manusia mahluk individu dan sosial
3; Pendekatan Yuridis
Pancasila merupakan sumber dri segala sumber di Indonesia, sebagai sumber hukum Indonesia
tercantum dalam UUD 1945 yang kemudian di jabarkan lebih lanjut ke pokok-pokok pikiran
yang meliputi suasana kebatinan UUD 1945, pasal-pasal dari UUD 1945 serta hukum positif
lainnya.

III. PANCASILA DIANTARA IDEOLOGI DUNIA

Ciri atau sifat ideologi pancasila :


1; Mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan sosial
2; Mengakui kebebasan dari kemerdekaan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk
sosial
3; Menjauhi kebebasan dan kemerdekaan serta mengakui hak-hak orang lain secara bersama

Berdasarkan di dalam ideologi pancasila mempunyai pegertian yang bersifat integralistik :


1; Paham Negara Persatuan

Negara merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat,
wilayah, adat istiadat, yang satu sama lain sangat berkaitan
Persatuan Indoneisa > dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945
Negara Persatuan > negara yang mengatasi segala paham golongan
Paham Perseorangan > sifat kodrat manusia sebagai dasarnya

2; Paham Negara Kebangsaan

Manusia merealisasikan harkat dan martabatnya secara sempurna dengan cara


membentuk suatu persekutuan hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan
tertentu.

Persekutuan hidup : disebut sebagai bangsa

3; Paham Negara Integralistik

Bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya membntuk ssuatu keastuan integral


sebagai suatu bangsa yang merdeka berakar pada budaya bangsa.

Dalam suatu negara integralistik terdapat suatu prinsip yang bersifat mendasar yaitu
negara adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur penyusunannya negara
menyatakan semua golongan, bagian-bagian yang membentuk negara serta negara tidak
memihak pada golongan manapun.

Di dalam paham integralistik meletakkan asa kebersamaan hidup mengutamakan


keselarasan sdalam hubungan antar individu maupun masyarakat.

Berdasarkan pengertian paham integralistik dapat di simpulkan beberapa pandangan :


1; Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral
2; Semua golongan bagian-bagian dan anggota suatu negara berhubungan erat dan saling
berkaitan
3; Semua golongan bagian dan anggota, suatu negara merupakan persatuan masyarakat
yang organis.

4; Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya


5; Negara tidak memihak kepada suatu golongan atau perseorangan
6; Negara tidak mengganggu kepentingan seseorang sebagai pusat
7; Negara tidak hanya menjamin kepentingan perseorangan atau golongan
8; Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral
9; Negara menjamin keselamatan bangsa seluruhnya sebagai kesatuan yag tidak dapat di
pisahkan.

V. HAKIKAT SILA-SILA PANCASILA


Hakikat dan inti-inti dari sila-sila pancasila :
1; Sila I, ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
Tuhan.
2; Sila II, kemanusian adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
manusia.
3; Sila III, persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu.
4; Sila IV, kerakyatan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
rakyat.
5; Sila V, keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil.
Hakikat kelima sila tersebut dapat disimpulkan menjadi 2 rumusan :
1; Rumusan pancasila yang bersifat herarkis dan berbentuk piramidal yaitu sila yang satu
meliputi dan menjiwa sila-sila lainnya.
2; Rumusan hubungan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi.
Yaitu kesatuan sila-sila pancasila yang bersifat majemuk tunggal memiliki sifat saling
mengisi dan mengkulifikasi.

Pandangan Integralistik Dalam Filsafat Pancasila


Apakah persatuan dan kesatuan dari sila-sila Pancasila itu mempunyai dasar yang juga memiliki
persatuan dan kesatua pula? Telah diuraikan bahwa Pancasila berfokuskan pada manusia.
Manusialah yang berkeTuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan
dan yang berkeadilan sosial. Akan tetapi bukan manusia yang menjadi dasar persatuan dan

kesatuan sila-sila Pancasila itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu terletak pada hakikat
manusia.
Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan; sifat kodratnya adalah
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dan kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk
Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri (otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu
dalam realitasnya saling berhubungan dengan erat, saling berkaitan, yang satu tidak dapat
dipisahkan dari yang lain, bahkan saling mengandaikan. Jadi bersifat monopluralis pula. Dan
hakikat kodrat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan
sila-sila Pancasila yang merupakan dasar filsafat negara Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup
bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa
Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan agama yang
berbeda. Perbedaan itu merupakan hal yang wajar, seperti halnya bahwa manusia yang satu itu
berbeda dari manusia yang lain.
Namun, bila ditinjau lebih mendalam, di antara perbedaan yang ada sebenarnya juga
terdapat kesamaan. Manusia yang berbeda satu dengan lainnya, secara hakiki memiliki kesamaan
kodrat sebagai manusia. Begitu pula dengan bangsa Indonesia. Secara hakiki, bangsa Indonesia
yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki kesamaan. Bangsa Indonesia berasal dari
keturunan nenek moyang yang sama jadi dapat dikatakan memiliki kesatuan darah.
Mereka tinggal di suatu tempat tinggal (wilayah) yang sama jadi memiliki kesatuan tanah
air atau tanah tumpah darah dan dari tanah tumpah darah yang sama, bangsa. Indonesia
memperoleh sumber kehidupan dalam kehidupan bersama. Dapat diungkapkan pula bahwa
bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan nasib
kehidupan. Secara bersama bangsa Indonesia pernah diiajah, berjuang melawan penjajahan,
merdeka dari penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah merdeka, bangsa
Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya sendiri dalam bentuk
negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan
kesamaan inilah yang rnenumbuhkan niat, kehendak (karsa, das Wollen) untuk selalu menuju
kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan wawasan 'Bhinneka
Tunggal Ika'.
Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan kehidupan bersama
berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan sebagai perwujudan
hakikat kodrat manusia. Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada rakyat dan
bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keserasian dan
keseimbangan, baik dalam hidup manusia pribadi, dalam hubungan manusia dengan orang lain
atau dengan masyarakat, dalam hubungan antar bangsa, dalam hubungan manusia dengan alam
lingkungan, serta dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam .mengejar
kemajuan lahiriah dan rohaniali. Pandangan yang demikian dikenal dengan pandangan yang
bersifat holistik atau integralistik.
restrictions; text-autospace: ideograph-numeric ideograph-other;">Oleh karena itu, pada saat
mmdirikan negara Indonesia, para pendiri negara sepakat untuk mendirikan negara Indonesia

yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, yaitu negara yang
berdasar atas aliran pikiran negara (staatsidee) negara yang integralistik negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan dalam bidang apapun. Negara tidak
mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang
paling kuat), akan tetapi mengatasi segala golongan dan segala faham perseorangan,
mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.
Negara integralistik tidak berarti bahwa negara dalam hal ini tidak memperhatikan adanya
golongan atau perseorangan atau adanya golongangolongan dalam masyarakat yang nyata, akan
tetapi setiap warga pribadi dan segala golongan sadar akan kedudukannya sebagai bagian
organik dari negara seluruhnya, serta wajib meneguhkan persatuan dan harmoni antara bagianbagian itu.
Jadi negara sebagai suatu susunan dari seluruh masyarakat, di mana segala golongan,
segala bagian dan seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan merupakan
persatuan dan kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan kepentingan bersama harus
diserasikan dan diseimbang kan antara satu dengan lainnya. Hidup kenegaraan diatur UndangUndang Dasar 1945, maka hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional maka wawasannya adalah Wawasan Nusantara yang memandang
Indonesia sebagai sate-kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Anda mungkin juga menyukai