Penanganan Terkini Stroke
Penanganan Terkini Stroke
1. PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Menyelamatkan nyawa dan mempertahankan kualitas hidup.
Kemajuan pengobatan mutakhir dan pengobatan intensif: dapat mengurangi mortalitas, namun
pada waktu yang bersamaan jumlah pasien yang sembuh dengan cacat meningkat.
Menurunkan angka kematian dan kecacatan dapat dicapai dengan:
o menangani keadaan umum dengan baik.
o menangani penyakit utama dan penyakit pendamping dengan adekuat.
2. PENANGANAN
2.1. Motto :
2.2. Diagnosis.
2.2.1. Sistem skor.
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat penting dalam rangka
pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke
hemoragik dan stroke non-hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter
yang bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum
tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti
mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan sistem
skor.
Penilaian untuk mendapatkan skor total dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Skor diantara 0-6 berarti non-hemoragik, skor 16-24 berarti hemoragik, sedangkan skor 711, kemungkinan non-hemoragik, dan skor 12-15, kemungkinan hemoragik atau dapat dikatakan
bahwa skor diantara 7 dan 15 berarti meragukan, dan pada keadaan ini kita membutuhkan
pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan.
No.
1
Skor
Parameter
Kesadaran saat
15
12-14
9-11
3-8
> 60
30-60
1- <30
<1
Serangan
(GCS)
2
Permulaan serangan
(menit)
(pelan)
(kurang mendadak)
(mendadak)
(serangan mendadak)
Aktifitas saat
Bangun tidur
Tidur
Istirahat/duduk
Bekerja/melakukan
/tiduran
aktifitas
Serangan
4
2-6
1- <2
<1
Tidak ada
Ringan-sedang
Hebat
Sangat hebat
2-6
1- <2
<1
2-6
1- <2
<1
100
>100-120
>120-140
>140
kepala (jam)
Serangan
6
Sampai terjadi
Sampai terjadi
muntah (jam)
refleks Babinski
positif (jam)
8
Tekanan darah
(MAP)
Jika dibandingkan antara skor Allen, skor Siriraj, maupun skor Besson, skor nuartha lebih
akurat dalam menentukan jenis stroke, apakah stroke hemoragik atau non-hemoragik (tabel 2).
Nilai duga
Nilai Duga
Positif
Negatif
Allen
1994
0,71
0,64
Allen
1995
0,31
0,95
0,73
0,81
Siriraj
1994
0,68
0,64
Siriraj
1995
0,48
0,85
0,59
0,71
Siriraj
2002
0,91
0,90
0,69
0,91
Besson
1998
0,69
0,38
0,23
0,82
Nuartha
2003
0,90
0,98
0,96
0,94
Tabel 2, Sensivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negative dari 4 skor stroke
Sumber : Isabel C.L.S, Samatra D.P.G.P, & Nuartha A.A.B.N., 2003.
Skor
Tahun
Sensitivitas
spesifitas
Permulaan serangan
..
6,5
..
6,5
..
- waktu kerja
..
6,5
..
..
- sangat hebat
..
10
- hebat
..
7,5
- ringan
..
- tidak ada
..
Waktu serangan
Muntah
- langsung sehabis serangan
..
10
..
7,5
..
- tidak ada
..
..
10
..
10
..
..
- tidak ada
..
..
7,5
Kesadaran
Tekanan darah
- waktu serangan sangat tinggi ( >200/110 )
10
11
12
..
7,5
..
..
..
10
..
- tidak ada
..
Fundus okuli
- perdarahan subhialoid
..
10
..
7,5
- normal
..
- isokor
..
- anisokor
..
- pin-point ka/ki
..
10
- midriasis ka/ki
..
10
..
10
- kecil + reaktif
..
10
- leukositosis >10.000/mm3
..
- CPK meningkat
..
- < 1 hari
..
- > 1 hari
..
Pupil
Darah
Febris
skor total :
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostic dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
Total score :
20 : Stroke Hemoragik
< 20 : Stroke Non hemoragik
Kesadaran ( x 2,5 )
Bersiaga
Pingsan
No
Yes
No
2 jam ( x 2 )
Yes
Muntah ( x 2 )
DBP x 0,1
Atheroma markers ( x 3 )
none
diabetes, angina,
1/>
claudicatio intermitten
Konstanta
- 12
Total skor =
Interpretasi skor
Skor
-1
Infark
Hemoragik
Gambaran CT scan :
Non-hemoragik
Subakut
Hemoragik
Melakukan aktivitas
Tidak melakukan
aktivitas, saat tidur,
atau bangun tidur
Peringatan ( warning )
+ / ++
-/
+++
Muntah
++
Kejang-kejang
++
- / ( sepintas )
+++
Hipertensi
-/+
++ / +++
Bradikardia
+ / ++
Nyeri kepala
Kesadaran menurun
10
Papiledema
sering +
Kaku kuduk
+ / ++
Kernig / Brudzinki
+ / ++
Perdarahan retina
( subhialoid )
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostic dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
2.2.2.2. Perbedaan antara stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik (Ngoerah, 1991).
Gejala
Awitan
Kesadaran
Tensi darah
Non-hemoragik
Hemoragik
Subakut
Hiperakut
Tidak aktif
Aktif
(jam 0 - 6)
(jam 6 - 18)
Baik
Koma
Normotensi
Hipertensi
(diastola > 150
mmHg)
Muntah
Tidak ada
Ada
Kaku kuduk
Tidak ada
Ada
Normal
Berdarah/santokhrom
Bercak hipodens
Bercak hiperdens
Pertama kali
Likuor
CT Scan
Frekuensi
Intraserebral
Subaraknoid
akut
Sangat akut
( 1-2 menit )
++
++
++
Kejang
++
+++
+ / ++ ( sebentar )
Permulaan
Kesadaran menurun
Hipertensi
++ / +++
Kaku kuduk
/+
++
Kernig / Brudzinki
/+
++
Deviation conjugee
+ / ++
hemiparesis / paralisis
++ / +++
Perdarahan subhialoid
Likuor serebrospinal
pada permulaan
eritrosit
eritrosit
>500 /mm3
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
11
GCS
Gambaran klinis
15
II
15
III
13-14
Iva
13-14
Ivb
9-12
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
k.
l.
m.
n.
o.
HIV.
Faal hemostatik lengkap.
QBC malaria.
Kultur darah.
Urinalisis.
Hounsfield unit
+ 80
+ 1000
Darah
+ 40
+ 95
Substansia grisea
+ 36
+ 46
Substansia alba
+ 22
+ 32
+8
Likuor serebrospinal
Air
Lemak
- 20
Udara
- 100
- 1000
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
13
Infark serebri.
Umumnya terlihat dalam waktu 24 jam (12-72 jam).
Infark subakut tampak sebagai daerah hipodens lemak akibat perubahan sel-sel glia.
Infark lama tampak sebagai daerah hipodens terbentuknya kista, gliosis sisa-sisa lemak.
Stroke hemoragik.
Tampak gambaran lesi hiperdens (perdarahan intraserebral).
Disertai gambaran hipodens disekelilingnya (sembab jaringan perifokal).
Tampak efek desak yang terlihat lebih jelas.
Dapat terlihat jelas dalam waktu 3 jam setelah serangan.
Densitas perlahan menjadi isodens.
o Pada hematom kecil 2-3 minggu.
o Pada hematom yang besar 1-2 bulan.
Pada perdarahan subaraknoid ruangan subaraknoid yang hiperdens.
14
2.2.3.7. Ultrasonografi.
Continuous wave (CW) dan pulsed wave (PW) doppler dan/atau duplex sonography
terhadap arteri ekstrakranial dan intrakranial besar (TCD) dapat memperlihatkan : stenosis atau
oklusi, vasospasme, kondisi pembuluh darah kolateral, dan peristiwa rekanalisasi. Hasil dari
pemeriksaan Doppler ini bergantung kepada kemahiran dan ketrampilan pemeriksanya.
2.2.3.8. EKG & Foto thorax.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan sebagai pemeriksaan skrinning.
Tingginya insiden kelainan jantung pada penderita stroke.
Stroke dan infark miokardial dapat terjadi bersamaan.
Stroke dapat menyebabkan aritmia.
Menemukan fibrilasi atrial sebagai penyebab yang mungkin dari stroke embolik.
2.2.3.10.
EEG (Chandra, 1990).
2.2.3.10.1. Infark otak.
Pada stadium awal terlihat gambaran aktivitas gelombang lambat, permulaan poliritmik
(irregular) gelombang delta, dan segera berubah menjadi gelombang theta yang lebih
regular dan berbentuk triangular.
Aktivitas EEG kontralateral tidak terganggu.
Pada infark yang kecil dan dalam biasanya rekaman EEG minimal atau normal.
Gambaran EEG 50% menjadi normal sesudah 6 bulan.
15
Gambaran EEG subarachnoid lama juga menyerupai keadaan pada post trauma kepala.
Biasanya didapatkan focus delta dengan bangkitan gelombang runcing (sharp wave).
Terkadang juga didapatkan aktivitas lambat yang persisten.
16
Kanul Hidung.
Aliran 1 6 l/mnt.
Memberikan kadar O2 inspirasi antara 24 44%.
> 6 l/mnt kering dan krusta pada mukosa hidung.
Hitungan kasar, 1 l/mnt O2 inspirasi meningkat 4%.
17
Keuntungan :
o Murah.
o Mudah ditoleransi.
o Nyaman.
o Dapat makan dan minum dengan bebas.
Kerugian :
o FiO2 yang dihasilkan maksimal 50%.
o Bila terlalu lama menimbulkan luka lecet pada hidung, telinga, iritiasi dan membuat
kering mukosa hidung.
Terapi Oksigen pada kasus neurologi (The3rd Update in Neuroemergencies, PERDOSSI, 2006).
Hubungan aliran darah otak dengan peningkatan CO2 dan penurunan O2 dapat digambarkan sebagai
berikut :
PVO2 = 36 40 mm Hg
Critical
PVO2 = 23 25 mm Hg
Lethal
PVO2 = 17 18 mm Hg
Critical
Lethal
Critical
Lethal
6 g of Hb 199 mol/ 100 g/min
* Effective oxyhemoglobin (HbO2) delivery represents arterial deliver minus cerebral venous HbO2 saturation
(maximum of 75% extraction at critical PO2 and pH 7.4).
Sumber : Nuartha, Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut, 1994.
19
2.3.2. Blood.
Yang harus diperhatikan :
a. Tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung dan organ vital lain adalah
penting.
b. Kualitas darah, perlu dipertahankan milieu intern elektrolit, protein darah,
keseimbangan asam basa. Pada iskhemik stroke dengan hiperglikemia, ditakutkan
terjadi laktat asidosis yang mempermudah terjadinya edema, perlu dipertimbangkan
pemakaian infus untuk regulasi kadar glukosa darah secara cepat. Serta hindari
pemakaian glukosa pada nutrisi parenteral.
20
21
Na+
K+
Ca++
Cl-
Lactat
Asetat
mOsm/L
Normal
saline
154
154
308
Solusio
ringer
147
4,5
155,5
310
Ringer
laktat
130
109
28
273
Ringer
asetat
130
109
28
273
2.3.3. Brain.
Pada penderita stroke bila terjadi :
a. Tanda-tanda peningkatan intrakranial berupa penurunan kesadaran dan gejala rostrokaudal
sebaiknya diberikan manitol 20% per infus.
b. Bila kejang :
Berikan diazepam bolus lambat IV 5 20 mg dan diikuti fenitoin loading dose 15 20
mg/kgBB/hari oral atau IV, dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 x sehari, dengan dosis maintenance 300 400 mg oral/hari
dengan dosis terbagi.
Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat di ICU.
22
2.3.4. Bladder.
a. Perhatikan fungsi ginjal dengan melihat produksi urin, dan pengukuran keseimbangan
cairan.
b. Pada kasus dengan retensi urin dapat dipasang folley kateter, sedang pada inkontinensia
pada penderita pria dapat dipasang kondom kateter. Pada wanita terpaksa dipakai
folley kateter.
c. Untuk problem miksi sebaiknya dilakukan program bladder training secara dini.
d. Kantong kencing (urine bag) sebaiknya diganti setiap 48 jam untuk menghindari infeksi
dan juga untuk memantau jumlah produksi urin.
2.3.5. Bowel.
a. Pemberian makanan yang memenuhi jumlah kalori (2000 kalori), elektrolit, dan vitamin.
o Harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral diberikan bila hasil tes menelan baik.
o Bila ada gangguan menelan pipa nasogastrik.
o Keadaan akut kalori 25 30 kkal/kg/hari, dengan komposisi :
- Karbohidrat 30 40% dari total kalori.
- Lemak 20 35% (35 55%, bila ada gangguan nafas).
- Protein 20 30% (1,4 2 g/kgBB/hari, bila pada keadaan stress; < 0,8 bila ada
gangguan fungsi ginjal).
b. Hindari obstipasi, dengan pemberian gliserin atau enema yang lain kedalam rektum sekali dalam
2 3 hari bila penderita tidak bisa defekasi.
c. Dianjurkan pemberian cairan dalam bentuk koloid, kristaloid, atau darah, jangan
mempergunakan cairan hipotonik atau DW (Dextrose in water).
d. Pertahankan :
o Regular koloid plasma > 15 mmHg (Albumin > 3 g/dl).
o osmolaritas serum 280-330 mOsm/l.
o kadar gula darah mendekati 100 mg%.
e. Hindari hipovolemi.
o Menurunkan tekanan perfusi serebral, ginjal dan paru-paru dapat memperburuk kondisi
penderita.
o Menyebabkan sekresi lendir pada jalan nafas menjadi lebih kental dan sulit dikeluarkan.
23
Gejala Hipovolemi :
o Takikardi.
o Mukosa mulut kering.
o Peningkatan kadar elektrolit (terutama Natrium).
o Peningkatan kadar ureum.
f. Jika ada febris, pada kenaikkan suhu 10 C ditambah cairan 12 15%.
g. Hindari hiperglikemi.
Pertahankan kadar glukosa serum < 140 mg/dl.
Skala luncur insulin regular manusia
Gula darah (mg/dl)
150 200
201 250
251 300
301 350
351 400
10
Statin adalah obat yang dikenal potensial menurunkan LDL. Tetapi tidak banyak
obat yang bisa melindungi membran sel dari serbuan ox-LDL sehingga tidak bisa menembus
lapisan subendotel. Preston Mason membandingkan beberapa jenis statin dan antioksidan
untuk melihat siapa yang menghambat terjadinya oksidasi LDL. Ternyata, hanya
atorvastatin metabolit yang mampu mempertahankan formasi membran kolesterol dan
menghambat proses stress oksidatif. Atorvastatin metabolit juga mampu berfungsi sebagai
antioksidan yang amat poten mencegah LDL teroksidasi (Mason, et all, 2006).
25
ANTITROMBOTIK.
a. Obat anti-trombosit (zat antiplatelat) memblokade agregasi trombosit.
1. Aspirin yang diberikan dalam 48 jam pada stroke iskhemik akut memperbaiki sedikit
prognosis (consensus Asia Pasifik, 1998). Pada umumnya manfaat aspirin pada pengobatan
stroke akut dan pencegahan stroke memberikan kepastian tetapi hasilnya sedang-sedang
saja. Batas pemberian aspirin setiap hari 30-1300 mg. Efek samping utama aspirin adalah
rasa tidak enak diperut, perdarahan saluran cerna pada 1-5%. Pengobatan gabungan
dengan platelet lain yang dapat meningkatkan manfaat dari kerja aspirin.
2. Tiklopidin menghambat jalur ADP membran trombosit secara reversible, mengurangi kadar
fibrinogen dan menaikkan defomabilitas eritrosit. Dosis dianjurkan 250 mg tiap 12 jam.
Tiklopidin mempunyai lebih banyak efek samping dibanding aspirin termasuk diare, mual,
dyspepsia dan rash kulit.
3. Clopidrogel obat baru dengan mekanisme sama dengan tiklopidin tetapi efek samping lebih
ringan dan lebih efektif dibandingkan aspirin untuk stroke akut.
b. Antikoagulan : menghambat generasi thrombin dan pembentukan fibrin.
Penderita stroke iskhemik disebabkan oleh emboli dari jantung sering diobati dengan
heparin intravena diikuti oleh warfarin. Belum ada fakta yang didapat dari penelitian klinis yang
mensahkan pengobatan ini untuk stroke akut, walaupun secara teori sangat menarik. Selain itu,
karena bahaya resiko perdarahan pada daerah iskhemik, belum ada consensus yang menuliskan
kapan waktu terbaik untuk memulai pemberian pengobatan antikoagulansia.
OBAT TROMBOLITIK.
a. Trombolisis intravena.
Recombinant tissue plasminogen activator (r-tPA), streptokinase, urokinase, ankrod (enzim
bisa ular), SVTA-3 (snake venom-antitrombotic enzyme-3). Satu-satunya obat trombolitik yang
diakui oleh FDA untuk stroke iskemik akut adalah r-tPA. Obat ini harus diberikan dalam 3 jam
setelah gejala stroke dengan dosis 0,9 mg/KgBB, maksimal 90 mg, dengan 10% dari dosis diberikan
sebagai bolus dan sisanya lewat infus selama 60 menit. Pemberian r-tPA harus memenuhi kriteria
indikasi dan kontraindikasi.
b. Trombolitik intra-arterial.
Pro-urokinase intra-arterial (pro ACT II 1999), gabungan r-tPA intravena dan intra-arterial,
gabungan neuroprotektan dengan r-tPA serta gabungan penghambat IIb IIIa dengan r-tPA muncul
sebagai alternatif pengobatan tetapi dikatakan masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk
mendapatkan pengakuan dari FDA Amerika Serikat.
OBAT-OBAT NEUROPROTEKTIF.
a. Obat-obat mencegah iskemia dini.
L-glutamate, suatu neurotransmitter perangsang alami bekerja sebagai neurotoksin
endogen. Kadar tinggi asam-amino perangsang (EAA) mengakibatkan rangsangan sinaptik
berlebihan, dengan akibat perangsangan berlebihan dan kematian sel. Atas dasar ini dicari obat26
obatan pencegah rangsangan EAA (EAA antagonis). NMDA serta glutamate bloker lain diharapkan
dapat mengatasi toksisitas karena glutamate dan CA. Stabilisator membran, citicholine bekerja
memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi kadar
asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
Therapeutik window 2-14 hari. Piracetam, cara kerjanya tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan
mengikat pada membran sel, memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Bermanfaat bila diberikan dalam 7 jam setelah serangan stroke.
Pentoksifilin bekerja dengan menurunkan viskositas darah, menambah deformabilitas butir sel darah
merah, menurunkan kadar fibrinogen, menghambat agregasi trombosit dan menaikkan darah ke
otak.
b. Obat-obat mencegah reperfusi.
Antibody-antiadesi.
Enlimobab, antibody monoclonal dapat memblokade molekul adesi interseluler (intercellular
antibody adhesion molecule, ICAM) pada endotel untuk mencegah adhesi dari sel darah putih pada
dinding pembuluh darah.
Antibody antitrombosit, antibody ini menghambat agregasi trombosit, mencegah kerusakan
iskhemik tambahan waktu reperfusi dan memacu pekerjaan trombolitik.
Citicholin.
Mekansime kerja :
o Pada level neuronal.
- Meningkatkan pembentukan choline dan menghambat pengrusakan phosphatydilcholine
(menghambat phospholipase).
- Meningkatkan ambilan glukosa.
- Menurunkan pembentukan asetilkolin.
- Menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia.
- Meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin.
- Merangsang pembentukan glutation, yang merupakan antioksidan endogen otak terhadap
radikal bebas.
- Mengurangi peroksidasi lipid.
- Mengembalikan aktivitas Na+/K+ ATP ase.
o Pada level vaskular.
- Meningkatkan aliran darah otak.
- Meningkatkan konsumsi O2.
- Menurunkan resistensi vaskular.
Indikasi :
o Stroke iskemik dalam 24 jam pertama dari onset.
o Stroke hemoragik intraserebral.
Peringatan dan perhatian :
o Pada stroke hemoragik intraserebral jangan memberikan citicholin dosis lebih dari 500 mg, harus
dari dosis kecil 100 mg 200 mg, 2 3 kali sehari.
o Pemberian IV harus perlahan-lahan.
Efek samping :
o Reaksi hipersensitif : ruam kulit.
o Insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai fungsi hati abnormal pada
pemeriksaan laboratorium, diplopia, perubahan tekanan darah sementara dan malaise.
27
Piracetam.
o Mekanisme kerja :
o Pada level neuronal.
- Berkaitan dengan kepala polar phospholipid membran.
- Memperbaiki fluiditas membran sel.
- Memperbaiki neurotransmisi.
- Menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi ADP menjadi ATP.
o Pada level vaskular.
- Meningkatkan deformabilitas eritrosit, maka aliran darah otak meningkat.
- Mengurangi hiper-agregasi platelet.
- Memperbaiki mikrosirkulasi.
Indikasi :
o Stroke iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset stroke.
Efek samping :
o Gelisah, irritabilitas, insomnia, ansietas, tremor, dan agitasi.
Dosis dan cara pemakaian :
o Pemberian pertama 12 gram per-infus habis dalam 20 menit.
o Dilanjutkan dengan 3 gram bolus IV/ 6 jam atau 12 gram/24 jam dengan drip kontinyu sampai
dengan hari ke 4.
o Hari ke 5 akhir minggu ke 4 4,8 gr 3x/hr PO.
o Minggu 5 12 2,4 gr 2x/hr PO.
Bukti klinis.
o Piracetam mungkin bermanfaat jika diberikan dalam kurang 7 jam onset stroke iskemik akut
derajat sedang dan berat.
o Piracetam mungkin masih efektif untuk pengobatan afasia pasca stroke.
OBAT ANTIEDEMA.
a. Edema sitotoksik.
1. Manitol, diberikan manitol 25% dalam dosis 6 x 100 cc (0,5 mg/Kg), tiap 100 cc
dihabiskan dalam 15-20 menit. Serum osmolalitas harus dipantau antara 300-320 mOs.
Manitol dapat mengurangi edema sitotoksik, memperbaiki mikrosirkulasi, menstabilkan
aliran darah kortikal, dan PH otak intraseluler pada Iskhemia penumbra akan tetapi
tidak pada inti ischemia, juga berperan penghancur free radical.
2. Gliserol oral diberikan dalam dosis 0,5 mg/Kg dan per infuse 10% dalam 0,4 normal
saline. Manfaatnya untuk stroke masih diragukan.
b. Edema vasogenik.
1. Glukokortikoid : bekerja dengan cara anti-inflamasi dan menstabilkan membran.
2. Furosemid : memperlancar penyaluran cairan edema ke sistem ventrikel.
3. Manitol dan gliserol : sedikit bermanfaat.
28
29
Obat
Dosis
Mula
kerja
Lama
kerja
Efek
samping
Keterangan
Labetalol
20-80 mg IV
bolus
5-10 menit
3-6 jam
Nausea, vomitus
Terutama untuk
setiap 10 menit
hipotensi, blok
kegawat daruratan
atau 2 mg/menit
hipertensi, kecuali
infus kontinyu.
kerusakan hati,
bronskospasme.
akut.
Takikardi.
Nikardipin
5-15 mg/jam
5-15 menit
infus kontinyu.
Sepanjang
infus
berjalan
tidak sensitif
terhadap cahaya,
vasodilatasi perifer
dengan tanpa
menurunkan aktivitas
pompa jantung.
Diltiazem
5-40
g/kg/menit
5-10 menit
4 jam
infus kontinyu
Krisis hipertensi.
denyut prematur
atrium, terutama
usia lanjut.
Cara
pemberian
Mula
kerja
Lama
kerja
Dosis
dewasa
Frekuensi
pemberian
Efek
samping
Nifedipin
Oral
15-20
mnt
3-6 jam
10 mg
6 jam
Hipotensi,
Bukal
5-10 mnt
3-6 jam
10 mg
20-30 mnt
nyeri kepal,
takikardia,
pusing, muka
merah.
Kaptopril
Oral
15-30
mnt
4-6 jam
6,25-25 mg
30 mnt
Hiperkalemia,
SL
5 mnt
2-3 jam
6,25-25 mg
30 mnt
insufisiensi
ginjal, hipotensi
dosis awal.
Clonidin
Oral
Prazosin
Oral
30 mnt
15-30
mnt
8-12 jam
0,1-0,2 mg
12 jam
Sedasi
8 jam
1-2 mg
8 jam
Sakit kepal,
fatique,
drowsiness,
weakness.
Ukur ulang 15
Perdarahan intraserebral
atau
Gangguan end organ
Positif
Negatif
Obat antihipertensi
parenteral
Observasi.
Obat antihipertensi oral
diberikan setelah hari ke 7-10
32
2.4.3.
33
3. REHABILITASI
Program rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan salah satu faktor yang berperanan untuk prognosis jangka panjang
penderita stroke. Pada penderita stroke terjadi metabolisme meningkat, depresi, stasis vena,
penurunan kapasitas vital, melambatnya kontraksi gastrointestinal, dan stasis urin. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi seperti pneumonia, Deep Venosis Trombosis (DVT), ulkus
dekubitus, kolisistisis, dan infeksi saluran kencing.
Imobilisasi juga dapat menyebabkan kontraktur, komplikasi orthopedik dan kelumpuhan
oleh karena tekanan. Fisioterapi harus dimulai dalam 2 hari, mulai latihan posisi yang benar dan
range of motion. Sebaiknya menegakkan kepala, duduk dan berdiri dilakukan setelah 7 hari
serangan stroke akut untuk mencegah komplikasi, misalnya hipotensi postural.
3.1. Tujuan rehabilitasi pada penderita stroke adalah (Chandra,1994) :
Memperbaiki fungsi motoris, pembicaraan dan fungsi lain yang terganggu.
Adaptasi mental dari penderita stroke.
Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of daily living (ADL).
3.3. Rehabilitasi penderita stroke (The stroke unit, department of health care in the elderly, 1999) :
3.3.1. Penataan kamar pasien.
Untuk menghindari berkurangnya kepekaan sensorik, pasien harus mendapat rangsangan
yang maksimal pada sisi yang lumpuh.
Kamar pasien harus ditata sedemikian rupa sehingga kegiatan dikerjakan pada sisi yang
lumpuh.
34
3.3.2.
3.3.3.
Berbaring terlentang.
Ranjang : Datar seluruhnya.
Kepala : Di atas bantal, leher tidak tertekuk.
Kedua bahu diganjal dengan bantal.
Lengan yang lumpuh :
o Disandarkan di atas bantal dan agak menjauhi badan.
o Sikut diluruskan.
o Pergelangan tangan lurus.
o Semua jari diluruskan.
Pinggul yang lumpuh : Posisi lurus dan diganjal dengan bantal.
Lengan diletakkan pada bantal yang sama.
35
3.3.4.
3.3.5.
36
37
38
3.3.10.2.
o
Secara aktif :
Pasien tetap merentangkan tangan yang lumpuh ke depan.
3.3.11.2.
Secara aktif dengan bantuan :
Untuk memudahkan pasien membungkuk ke depan, letakkan kursi kecil di depannya, pasien
dapat menyandarkan kedua tangannya pada kursi itu sambil tetap saling menggenggam
seperti halnya ketika berdiri.
Adalah penting untuk menempatkan kedua tumit ke lantai, posisi kedua kaki harus berada di
bawah lutut.
Dengan kedua tangan saling menggenggam, rentangkan ke depan dan sandarkan pada kursi.
Angkat pantat dan alihkan berat badan ke bagian depan sehingga posisi kepala akan berada
di depan kaki.
Pindah ke kursi atau ranjang.
Pelatih menuntun pemindahan mulai dari pinggul agar prosesnya berjalan lancer.
Dengan cara yang sama, juga dapat dilakukan pemindahan pasif.
39
Pelatih berada di sisi lain, ia membungkukkan pasien, menjepitnya antara kedua sikut dan
meletakkan kedua tangannya di bawah pinggul. Satu kaki mencegah pasien agar tidak
tergelincir selama proses pemindahan.
3.3.11.3.
Secara aktif :
Tanpa bantuan kursi roda.
Pastikan pijakan kaki sudah stabil.
Kedua tangan direntangkan.
Membungkuk.
Pindahkan berat badan ke depan dan angkat pantat.
Membungkuk.
Pindahkan berat badan ke depan dan angkat pantat.
Putar badan kearah kursi roda.
Gerakan dituntun mulai dari kedua bahu.
3.3.12.
40
41
3.3.15.
Berjalan.
Pelatih berdiri di depan pasien.
Lengan yang lumpuh diletakkan di atas bahu pelatih.
Pelatih meletakkan tangannya di bawah bahu yang lumpuh sambil menopang lengan yang
lumpuh.
Tangan pelatih yang lainnya membimbing pemindahan berat badan melalui panggul pasien.
Pelatih berdiri di sisi yang lumpuh dan menopang bahu serta tangan pasien.
42
4.2. Pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Guideline stroke, 2007).
4.2.1. Hipertensi.
Rekomendasi :
Tekanan darah sistolik < 140 mmHg.
Tekanan darah diastolik < 90 mmHg.
Modifikasi gaya hidup :
o Kontrol berat badan.
o Aktivitas fisik (olahraga).
o Hindari minum alkohol.
o Diet mengandung natrium sedang (<2,3 gr/hari).
Bila setelah modifikasi gaya hidup TD masih tetap > 140/90 mmHg tambahkan obat anti
hipertensi.
43
Pada stroke iskemik aterotrombotik dan arterial stenosis simptomatik dianjurkan pula
dipakai cilostazol 100 mg 2 kali sehari.
Obat lain yang dianjurkan adalah Ticlopidin 250 mg 2 kali sehari.
Penambahan cilostazol 2 x 100 mg pada aspirin dapat mengurangi ukuran stenosis dan
tidak meningkatkan insidensi perdarahan.
Penderita dengan iskemik serebrovaskular yang sedang mendapat aspirin, tidak terdapat
bukti bahwa peningkatan dosis aspirin memberikan keuntungan lebih. Walaupun
antiplatelet alternative sering dipertimbangkan untuk penderita telah dipelajari
nonkardioembolik, tidak ada obat tunggal atau kombinasi telah dipelajari dengan baik
pada penderita yang telah menerima aspirin.
4.2.4. Dislipidemia.
Karakteristik
Rekomendasi
- Analisis lipoprotein
3-6 bulan
- Analisis lipoprotein
- Analisis lipoprotein
* Evaluasi LDL
- Tanpa PJK & < 2 faktor resiko PJK
44
Daftar makanan yang dianjurkan dan yang sebaiknya dihindari pada dislipidemia :
Makanan yang dianjurkan
Daging/ikan
dibakar/direbus.
Telur
Lemak/minyak
minyak kelapa.
Susu
Kacang-kacangan
bunga matahari.
sebelah kiri.
diolah.
pastry.
Bebas
Nasi, roti
Sayuran
Buah
4.2.5. Obesitas.
Menurunkan berat badan, dengan target BMI < 25 kg/m2.
Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita, dan < 90 cm untuk laki-laki.
Melakukan olahraga teratur.
Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobic (jalan cepat, bersepeda,
berenang,dll) secara teratur minimal 30 menit, dan minimal tiga kali per minggu.
45
Faktor resiko
Diseksi arteri
Rekomendasi
Warfarin 3-6 bln atau antiplatelet
Setelah 3-6 bln, terapi antiplatelet jangka panjang layak diberikan pada penderita
stroke.
Antikoagulan setelah 3-6 bln dipertimbangkan pada penderita dengan iskemik berulang.
Penderita dengan kejadian iskemik berulang disamping terapi antitrombolitik
dipertimbangkan untuk terapi endovaskular (stenting).
Penderita yang gagal atau bukan kandidat terapi endovaskular dipertimbangkan untuk
terapi pembedahan.
Patent Foramen
Ovale
Hiperhomosistein
Kondisi Hiper-
Harus dievaluasi adanya trombosis vena dalam, yang merupakan indikasi untuk
koagulasi
Inherited
trombophilia
Bila DVT tidak ditemukan, terapi antikoagulan atau antiplatelet jangka panjang
layak diberikan.
Penderita dengan riwayat trombosis berulang dipertimbangkan pemberian
antikoagulan jangka panjang.
46
Antipospolipid -
antibodi sindrom
Penderita stroke dengan kriteria APL antibodi yang sesuai dengan penyakit oklusi vena
dan arterial pada multipel organ, aborsi berulang, livedo reticularis, diberikan antikoagulan oral dengan target INR 2-3.
Penderita dewasa dengan SCD dan stroke, direkomendasikan mendapat terapi umum
yang dapat diterapkan untuk mengontrol faktor resiko dan penggunaan anti koagulan.
Terapi tambahan diberikan termasuk transfusi darah untuk mengurangi HbS dari < 30%
hingga 50% dari total Hb, hydroxyurea atau pembedahan bypass.
Cerebral venous
Beralasan diberikan UFH atau LMWH walaupun pada keadaan adanya infark hemoragik.
sinus trombosis
Dilanjutkan terapi dengan antikoagulan oral diberikan selama 3-6 bln, diikuti dengan
terapi antiplatelet.
Kehamilan
Pada kehamilan dengan stroke dan resiko tinggi tromboemboli seperti koagulopati
atau katub jantung, mekanik dipertimbangkan :
Penyesuaian dosis UFH selama kehamilan, seperti pemberian dosis subkutan setiap 12
jam.
dengan monitoring faktor Xa selama kehamilan; atau UHF atau LMWH hingga minggu
ke 13, diikuti warfarin hingga pertengahan trimester ke 3, kemudian UHF atau LMWH
diberikan kembali hingga persalinan.
Wanita hamil dengan kondisi resiko lebih rendah dipertimbangkan diterapi dengan
UFH atau LMWH pada trimester pertama, diikuti dengan aspirin dosis rendah hingga
akhir kehamilan.
Cerebral
Penderita dengan ICH, SAH atau SDH, seluruh antikoagulan dan antiplatelet harus
hemoragik
dihentikan selama periode akut minimal 1-2 minggu setelah perdarahan dan efek
antikoagulan diatasi dengan terapi yang sesuai (seperti vit K, FFP).
Penderita yang memerlukan antikoagulan segera setelah perdarahan serebral,
heparin intravena lebih aman daripada antikoagulan oral.
Antikoagulan oral dapat dimulai lagi setelah 3-4 minggu, dengan monitoring ketat dan
pengawasan INR pada batas bawah rentang terapi.
Stenosis carotis
Kondisi khusus
Antikoagulan tidak dilanjutkan pada SAH setelah ruptur aneurysma jelas terjadi.
Pasien dengan ICH lobar atau perdarahan mikro dan dicurigai CAA pada MRI memiliki
resiko tinggi rekurensi ICH bila antikoagulan dilanjutkan.
47
48
Penderita pasca stroke sering menyandang gejala sisa berupa cacat fisik dan cacat mental.
Cacat mental (fungsi luhur) mencakup berbagai fungsi, diantaranya memori, kognitif, berbahasa,
praksis, emosi, tingkah laku, berhitung, abstraksi, orientasi, afek (Lumbantobing, Neurogeriatri,
2004).
49
5.3. Terapi
Psikoterapi pada penderita dan keluarga.
Farmakoterapi atau terapi elektrokonvulsif bila depresinya parah.
Periksa defisit kognitif dan mental, sebelum dilakukan psikoterapi.
Memberikan konseling kepada keluarga atau penerangan mengenai keterbatasan serta
masalah yang dihadapi penderita.
Pemberian nasehat dan penerangan mengenai hal berikut :
o Gangguan kognitif.
o Mengurangi beban tanggung jawab bila dianggap perlu.
o Memberi perhatian dan kasih sayang.
o Penderita pasca stroke mudah cape, dan mudah teralih perhatiannya oleh suara berisik.
o Penerangan mengenai masalah seksual.
o Motivasi yang kurang, yang harus ditingkatkan.
o Keadaan tidak sabar dan impulsive, yang tidak mudah dimodifikasi dengan argumentasi
rasional.
Bila gangguan ringan, maka keadaan depresi, iritabilitas atau ansietas dapat diobati dengan
psikoterapi.
Depresi dapat diobati dengan :
o Meningkatkan kegiatan yang menyenangkan.
o Meningkatkan kegiatan yang mandiri.
50
Efek antikholinergik
+++
Efek ortostatik
+++
Amitriptyline
+++
+++
++
Imipramine
++
++
++
Dothiepin
+
+
+
Lofepramine
0
0
0
Fluoxetine
0
0
0
Fluvoxamine
0
0
0
Paroxetine
0
0
0
Sertraline
Dikutip dari buku : Key topics in Psychiatry. Smith C, Seel L, Sudbury P.
Bios Scientific Publishers Oxford 1996, 104.
Sumber : Lumbantobing, Neurogeriatri, 2004.
51
Efek sedasi
+++
52
Unipotent :
o Menghasilkan 1 tipe sel, namun memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri sendiri
yang membedakannya dari non stem sel.
53
7. DAFTAR PUSTAKA
Adam H.P., Zoppo G.J.D. & Kummer R.V. (2002); Management of stroke : A practical guide for the
prevention, evaluation, and treatment of acute stroke, Professional Communications, NC, A Medical
Publishing Company
Adam R.D. & Victor M. (1993); Principles of Neurology. 5th edition; Mc Graw Hill Inc, New York; p.
669 709
Ali W. (1999); Rehabilitasi Penderita Stroke, petunjuk praktis; UCB Pharma Indonesia
Asmadi A. & Lamsudin (1998); Prognosis stroke; Dalam : Manajemen stroke mutakhir; Berita
kedokteran masyarakat, XIV; hal. 7 : 89 92
Berlit P. (1996); Cerebrovaskular diseases; In : Memorix neurology; Chapman & Hall Medical; Page :
173 193
Chandra B. (1994); Stroke; Dalam : Neurologi Klinik; FK. Unair, Surabaya; hal. 28 46
Departemen Kesehatan RI (1995); Survey kesehatan rumah tangga; Jakarta
Graber M.A. (2002); Terapi cairan, elektrolit, dan metabolik; Farmedia; hal : 96
Isabel C.L.S., Samatra D.P.G.P, & Nuartha A.A.B.N. (2003); Penentuan stroke hemoragik dan nonhemoragik memakai scoring stroke; Dalam : Kongres Nasional V, 9-13 Juli 2003, Sanur-Bali
Lumbantobing S.M. (1994); Stroke bencana peredaran darah otak, edisi pertama; Penerbit FK-UI;
Jakarta; hal. 2 27
Lumbantobing S.M. (2004); Gangguan mental pada stroke; Dalam : Neurogeriatri; Balai penerbit
FKUI, Jakarta; hal : 128 133
Mason R.P., Walter M.F. & Jacob R.F. (2006); Active metabolite of Atorvastatin inhibits membran
cholesterol domain formation by an antioxidant mechanism; In : The journal of biological chemistry
Vol. 281, no. 14; Page : 9337 9345
Mardjono M. (1993); Gangguan peredaran darah otak di Indonesia; Dalam : Buletin penelitian
kesehatan; hal. 3 : 33 40
Ngoerah I.G.N.G. (1991); Penyakit peredaran darah otak; Dalam : Dasar-dasar ilmu penyakit saraf;
Airlangga university press; hal : 238 258
Nuartha A.A.B.N. (1994); Beberapa aspek diagnostik dan penatalaksanaan stroke akut; Lab neurologi
FK. Universitas Udayana, Denpasar
Otto S.E. & Rocca J.C.L. (1998); Penghitungan untuk terapi IV; Dalam : Terapi intravena; Penerbit
buku kedokteran, EGC; hal : 81 83
54
Penyakit Serebrovaskuler; Dalam : Pedoman diagnosis dan terapi Penyakit Saraf (1992); Lab/UPF
Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi), Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat
Denpasar; hal : 31 43
Suyono S. (1998), Hiperlipidemia; Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam ed.3, FKUI; Gaya baru,
Jakarta; hal. 714 724
Thaler M.S. (2000); Atrial fibrillation; Dalam : Satu-satunya buku ECG yang anda perlukan;
Hipokrates; Hal : 123 124
Wibowo S. (1999); Upaya pencegahan stroke : berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ketaatan
berobat pasien; dalam : Manajemen stroke mutakhir; Berita kedokteran masyarakat; hal. 2 : 85 91
55