SPONDILOSIS LUMBALIS
Pembimbing/
Ketua Departemen/ SMF
Rehabilitasi Medik
FK USU/RSUP HAM Medan
Hormat saya
Penulis
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang. ................................................................................ 1
2. Tujuan Penulisan. ............................................................................. 2
3. Manfaat Penulisan ............................................................................ 2
II. LAPORAN KASUS
1. Anamnese ......................................................................................... 3
2. Riwayat Perjalanan Penyakit ........................................................... 3
3. Pemeriksaan Fisik. ........................................................................... 3
4. Pemeriksaan Neurologis ................................................................. 4
5. Diagnosis.......................................................................................... 5
6. Penatalaksanaan. .............................................................................. 5
7. Pemeriksaan Penunjang. .................................................................. 5
8. Kesimpulan Pemeriksaan. ................................................................ 6
9. Diagnosis Akhir ............................................................................... 7
10. Prognosis .......................................................................................... 7
11. Konsul ke Bagian Rehabilitasi Medik. ............................................. 7
III. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi ............................................................................................. 8
2. Epidemiologi .................................................................................... 8
3. Anatomi............................................................................................ 8
4. Etiologi ............................................................................................. 12
5. Patofisiologi ..................................................................................... 12
8. Gambaran Klinik. ............................................................................. 13
9. Prosedur Diagnostik. ........................................................................ 14
10. Diagnosis Banding. ........................................................................... 15
11. Penatalaksanaan. ............................................................................... 15
12. Prognosa ............................................................................................ 23
IV. DISKUSI KASUS............................................................................. 24
V. PERMASALAHAN........................................................................... 23
VI. KESIMPULAN.................................................................................. 25
VII. SARAN ............................................................................................. 25
VIII. DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 26
VI. LAMPIRAN………………………………………………………... 28
DAFTAR GAMBAR
I.2. Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas tentang definisi, epidemiologi,
anatomi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, prosedur diagnostik, diagnosa
banding, penatalaksanaan dan prognosis dari spondilosis lumbalis.
I.3. Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini dapat lebih meningkatkan pemahaman
tentang spondilosis lumbalis sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang optimal.
II. LAPORAN KASUS
II.1 ANAMNESE
Seorang wanita (K), 43 tahun, BB: 70 kg, TB: 155 cm, suku Aceh, menikah,
alamat Desa Bantul Gayo (Takengon, NAD), masuk ke RSUP. H. Adam Malik
tanggal 05 Mei 2011 dengan keluhan utama nyeri punggung bawah.
II.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Nyeri punggung bawah (NPB)
Diagnosa Anatomis : Vertebra
Diagnosa Etiologis : Degeneratif
Diagnosa Banding : 1. Spondilosis Lumbalis
2. Hernia Nukleus Pulposus
3. Spondilolistesis
Diagnosa Kerja : NPB ec Spondilosis Lumbalis
II.6. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring (alas keras)
2. Diet MB
3. IVFD R-Sol 20 gtt/ i
4. Inj. Ketorolak 1 amp/ 8 jam
5. Eperison 3 x 1 tablet
6. Vit B kompleks 3x1 tab
7. Fisioterapi
II.9. KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang perempuan (K), BB: 70 kg, TB: 155 cm, 43 tahun,
datang ke RS Adam Malik dengan keluhan utama nyeri punggung bawah.
Dari anamnese diperoleh bahwa hal tersebut telah dialami OS sejak 4 bulan
sebelum masuk RS, dan semakin memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri bersifat
lokal di punggung bawah, terutama di bokong kiri dan tidak menjalar. Nyeri semakin
bertambah jika OS bergerak dan tidak memberat dengan batuk, bersin atau mengedan.
Riwayat mengangkat benda-benda berat (-), jatuh/ trauma (-), demam (-), batuk-batuk
lama (-), batuk darah (-).
Pada pemeriksaan neurologis tidak dijumpai defisit neurologis fokal. Foto
polos X-ray lumbosakral menunjukan adanya osteofit pada vertebra lumbal 2 s.d. 5.
Dengan kesan spondilosis lumbalis. Hasil MRI spine tidak menunjukkan tanda-tanda
HNP maupun stenosis kanalis spinalis.
II.10. DIAGNOSA AKHIR
Nyeri punggung bawah ec spondilosis lumbalis
II.11. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
III.2. Epidemiologi
Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis. Di
Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami
spondilosis lumbalis, meningkat mulai dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di
dunia, spondilosis lumbalis dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini
meningkat dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia.8
Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit pada tulang belakang,
yang sering terjadi pada level T9-10 dan L3. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita
berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis. Rasio jenis kelamin bervariasi
namun pada dasarnya sama.8
III.3. Anatomi
Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak.7 Tulang vertebra secara keseluruhan terdapat 33
segmen yaitu: 7 ruas servikal, 12 ruas torakal, 5 ruas lumbal, 5 ruas sakral yang
mengalami fusi dan 4 ruas koksigeal.10 Vertebra lumbalis, mulai dari lumbal 1 (L1)
sampai dengan lumbal 5 (L5), mempunyai panjang vertikal yang lebih pendek dari
diameter horizontal, sehingga dapat menanggung beban yang lebih berat.10,11
Vertebra lumbalis ini dibentuk berdasarkan 3 bagian fungsional: 11
- Korpus vertebra : berfungsi untuk menampung beban
- Arkus vertebra : berfungsi untuk melindungi elemen neural
- Prosessus/ tonjolan tulang: berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dari gerakan
otot (terdiri dari prosessus spinosus dan transversus).
Korpus vertebra lumbalis dibedakan dengan korpus vertebra torakalis dengan
tidak adanya faset/ sudut dari tulang iga/ kosta. Antara satu korpus dengan yang
lainnya dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Ukurannya bertambah besar mulai
dari L1 sampai L5, yang menunjukkan semakin ke bawah segmennya, semakin besar
beban yang diterima. Dimana vertebra L5 mempunyai korpus terbesar, prosessus
spinosus terkecil dan prosessus transversus paling tebal.11
Gambar 1. Gambaran anatomi radiografik vertebra lumbalis, posisi antero-posterior dan lateral. Dikutip
dari: Lumbar Spine Radiographic Anatomy. Available at: http://www.wikiradiography.com/page/
Lumbar+Spine+Radiographic+Anatomy.
Gambar 3: Sendi amphiarthrodial dan faset. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011
Gambar 5. Otot-otot paravertebral daerah lumbal. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011.
III.4. Etiologi
Spondilosis lumbalis merupakan suatu fenomena penuaan yang non spesifik.
Kebanyakan penelitian menyatakan tidak ada hubungannya dengan gaya hidup, tinggi
badan, berat badan, massa tubuh, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol atau
riwayat reproduksi. Adipositas sepertinya merupakan faktor risiko pada populasi
Inggris, tapi tidak pada populasi Jepang. Efek dari aktifitas fisik yang berat masih
kontraversial, sebagaimana diduga berhubungan dengan degenerasi diskus.8
III.5. Patofisiologi
Spondilosis lumbalis terjadi akibat pembentukan tulang baru di daerah
ligamentum yang mendapat tekanan.8 Secara skematik dapat dijelaskan:
Gambar 6. Teori Kirkaldy-Willis (terjadinya spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA.
Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al
(Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan
tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula
artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang
peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal dan kimiawi). Reseptor tersebut
sebenarnya berfungsi sebagai proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai
stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan
substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun
alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan
proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi
yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini
menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (triggers
points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri.3
Gambar 7. Titik tekan di sekitar artikulasio spinalis. Dikutip dari: Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri
Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.).
Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.
Gambar 8. Foto polos lumbosakral arah anteroposterior, tampak gambaran osteofit. Dikutip
dari: Rothschild BM and Wyler AR. Lumbar Sponylosis. Available at:
th
http://emedicine.medscape.com/article/249036. Updated: Apr 9 , 2009.
III.7.2.2. CT Scan vertebra
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi osseus (tulang). Dengan
potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk kanalis spinalis, resessus lateralis,
sendi faset, lamina dan morfologi diskus intervertebralis, lemak epidural dan
ligamentum flavum juga terlihat.7
III.9. Penatalaksanaan
III.9.1. Medikamentosa 13
Tujuan pemberian medikamentosa meliputi:
- Simtomatik: mengurangi/ menghilangkan nyeri
Obat-obat yang digunakan meliputi NSAID (nonsteroid anti inflammatory
drugs), analgesik non opioid dan analgesik opioid.
Pemilihan analgesik tersebut dapat didasarkan pada intensitas nyeri (ringan,
sedang dan berat). Nyeri ringan digunakan NSAID atau analgesik non opioid
seperti parasetamol, aspirin, ibuprofen. Nyeri sedang diberikan analgesik opioid
ringan seperti kodein, dihidrokodein, dekstropropoksifen, pentazosin. Kombinasi
antara NSAID dengan analgesik opioid ringan dapat juga diberikan. Nyeri berat
diberikan opioid seperti morfin, diamorfin, petidin, buprenorfin.
Untuk kasus tertentu dapat diberikan analgesik ajuvan seperti golongan
fenotiazin, antidepresan trisiklik dan amfetamin.
- Kausal:
Menghilangkan spasme otot misalnya baklofen, diazepam, eperison,
tizanidine, dan lain-lain
Menghilangkan kecemasan (antiansietas)
Stabilization exercises. Basic position of bridging. Stabilization exercises. A: Quadruped position with
pelvic bracing. B: Quadruped position with pelvic
bracing and alternating arm and leg raises.
Gambar 10. Contoh latihan dalam penatalaksanaan NPB (spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Weinstein
SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans BM, Walsh NE, Bockenek WL,
Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, principles and practice,
fourth edition. New Jersey: Lippincott William & Wilkins, 2005.
Gambar 11. Traksi lumbal. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher
RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third
edition. USA: Saunders, 2005.
Gambar 12. Tipe – tipe korset. Dikutip dari: Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at:
http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated: Aug 25, 2008.
Pemijitan (masase) adalah termasuk cara pengobatan yang paling tua di dunia.
Efeknya dapat dikelompokkan menjadi efek refleks dan mekanik. Efek refleks pada
kulit berupa rangsangan pada reseptor perifer yang kemudian impuls diteruskan
melalui medula spinalis ke otak dan menghasilkan sensasi yang menyenangkan atau
relaks. Di perifer impuls ini menyebabkan relaksasi otot dan dilatasi atau konstriksi
arteriole. Salah satu efek yang penting adalah terjadinya efek sedatif sehingga
menurunkan ketegangan mental. Efek mekanik berupa (a) membantu kembalinya
sirkulasi darah dan cairan limfe karena masase yang dilakukan dengan tenaga cukup
kuat dalam arah sentripetal dan (b) terjadinya gerakan intramuskuler dan melunaknya
fibrosis serta relaksasi spasme.15
Gambar 13. Gambaran interaksi dua gelombang dengan frekuensi yang berbeda. Dikutip dari: Barr KP
and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski
ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
Alat IFC menggunakan arus dengan frekuensi sedang yang berkisar 4000-
5000 Hz. Arus yang berganti-ganti dengan frekunsi medium (1000-10.000 Hz)
mempunyai resistensi kulit lebih rendah disbanding frekuensi rendah (< 1000 Hz)
sehingga penetrasi ke dalam kulit lebih mudah. Perbedaan IFC dengan TENS
mungkin kemampuannya dalam mengahantarkan arus lebih tinggi. Dilaporkan bahwa
IFC berguna untuk kelainan muskuloskletal, neurologis dan penatalaksanaan
inkontinensia urin, meskipun literatur lain gagal menunjukkan keunggulannya dari
intervensi lain atau plasebo.14
III.10. Prognosa
Spondilosis lumbalis biasanya bukan sumber penyebab morbiditas.8
IV. DISKUSI KASUS
Telah diperiksa seorang perempuan (K), 43 tahun, BB: 70 kg, TB: 155 cm,
datang ke RS Adam Malik dengan keluhan utama nyeri punggung bawah.
Dari anamnese diperoleh bahwa hal tersebut telah dialami OS sejak 4 bulan
sebelum masuk RS, dan semakin memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri bersifat
lokal di punggung bawah, terutama di bokong kiri dan tidak menjalar. Nyeri semakin
bertambah jika OS bergerak dan tidak memberat dengan batuk, bersin atau mengedan.
Riwayat mengangkat benda-benda berat (-), jatuh/ trauma (-), demam (-), batuk-batuk
lama (-), batuk darah (-).
Pada pemeriksaan neurologis tidak dijumpai defisit neurologis fokal. Foto
polos X-ray lumbosakral menunjukan adanya osteofit pada vertebra lumbal 2 s.d. 5.
Dengan kesan spondilosis lumbalis. Hasil MRI spine tidak menunjukkan tanda-tanda
HNP maupun stenosis kanalis spinalis.
Pada kasus ini didiagnosa banding dengan HNP karena nyeri dirasakan sampai
ke bokong kiri namun disingkirkan dengan tidak ditemukannya tanda perangsangan
radikuler dan hasil MRI spine tidak menunjukkan tanda-tanda HNP.
Pasien didiagnosa banding dengan spondilolistesis karena penyakit ini
memiliki gejala yang mirip dengan spondilosis lumbalis, namun dapat disingkirkan
dengan hasil foto polos X-ray lumboskral dan MRI spine yang tidak menunjukkan
adanya pergeseran dari korpus vertebra lumbalis.
Prognosa pasien ini relatif baik karena tidak dijumpai penyulit/ komplikasi
yang biasa menyertai spondilosis lumbalis yaitu kanalis stenosis.
V. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat?
2. Bagaimana optimalisasi rehabilitasi pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosa pasien ini?
VI. KESIMPULAN
1. Diagnosa spondilosis lumbalis ditegakkan berdasarkan anamnese,
pemeriksaan fisik dan neurologi serta pemeriksaan penunjang berupa foto
X-ray lumbosakral dan MRI spine.
2. Optimalisasi rehabilitasi pada pasien ini dengan melakukan exercise,
diatermi dan inferential therapy 3 kali seminggu
3. Prognosa pasien ini relatif baik
VII. SARAN
1. Sebaiknya diberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakit yang
dideritanya dan terapi apa yang akan dijalaninya sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan pasien untuk menjalani terapinya.
2. Sebaiknya rehabilitasi dilakukan sampai nyeri yang diderita pasien
berkurang/ hilang dan pasien dapat melanjutkan aktifitas sehari-hari seperti
biasa lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Nyeri Kepala, Nyeri Punggung Bawah, Nyeri Kuduk. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI, 2008.
2. Lubis INHN. Epidemiologi NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba
JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI, 2003. Hal: 1-3.
3. Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala
LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.
4. Asnawi C. Pandangan Umum Terapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala
LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 167-170.
5. Anonymous. Spondilosis. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Spondylosis.
Cited at: May 10th, 2011.
6. Ropper AH and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. In: Adams
and Victor’s Principle of Neurology, 8th Edition. New York: McGraw Hill, 2005.
p.168-191.
7. Mahadewa TGB. Diagnosis dan Tatalaksana Spondylosis Lumbalis. Dalam:
Mahadewa TGB dan Maliawan S (Ed.). Diagnosis dan tatalaksana
kegawatdaruratan tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto, 2009. Hal: 88-101.
10. Wahjoepramono EJ. Medula Spinalis dan Tulang Belakang. Jakarta: FK Univ.
Pelita Harapan, 2008.
11. Kishner S and Gest TR. Lumbar Spine. Available at:
http://emedicine.medscape.com/ article/1899031-overview#showall. Updated: Jan
11, 2011
12. Aulina S. Anatomi dan Biomekanik Tulang Belakang Lumbal. Dalam: Meliala
LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 5-16.
13. Wibowo S. Farmakoterapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT,
Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 171-184.
14. Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM,
Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical
medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
15. Amir D. Terapi Fisik Pada NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba
JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI, 2003. Hal: 197-223.
16. Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans
BM, Walsh NE, Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.). Physical
medicine & rehabilitation, principles and practice, fourth edition. New Jersey:
Lippincott William & Wilkins, 2005.
17. Chou R and Huffman LH. Nonpharmacologic Therapies for Acute and Chronic
Low Back Pain: A Review of the Evidence for an American Pain
Society/American College of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern
Med. 2007;147:492-504.
18. Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at:
http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated: Aug
25, 2008.
19. Foley BS and Buschbacher. Occupational Rehabilitation. In: Braddom
RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al
(Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
p:1047-1054.
LAMPIRAN 1. FOTO X RAY POLOS LUMBOSAKRAL
LAMPIRAN 2. FOTO PASIEN