yang umum digunakan di Indonesia adalah amalgam, resin komposit, dan GIC. Masingmasing bahan memiliki indikasi, kelebihan dan kekurangan, jadi tidak semua kasus dapat
ditambal dengan bahan manapun.
Secara umum tambalan gigi dapat digolongkan menjadi dua yaitu direct restoration dan
indirect restoration.
DIRECT RESTORATIONS
Adalah tambalan yang secara langsung dikerjakan oleh dokter gigi pada gigi pasien di dental
unit, tanpa membutuhkan proses pengerjaan di laboratorium.
1. Amalgam
Amalgam adalah bahan tambal berbahan dasar logam, di mana komponen utamanya:
Kedua komponen tersebut direaksikan membentuk tambalan amalgam yang akan mengeras,
dengan warna logam yang kontras dengan warna gigi.
Kelebihan :
Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga
amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada
beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan
kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.
Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada
umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang
saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.
Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu
technique sensitive bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana sedikit
kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan
kekuatan bahan tambal resin komposit.
Biayanya relatif lebih rendah
Kekurangan :
Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi, sehingga
tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan estetis sangat
diutamakan.
Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang
berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi
sehingga tampak membayang kehitaman
Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam yang
terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah
penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap
rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung
lama dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang
dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang sudah
memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal.
Indikasi : Gigi molar (geraham) yang menerima beban kunyah paling besar, dapat digunakan
baik pada gigi tetap maupun pada anak-anak.
Pengertian amalgam
Amalgam merupakan bahan tumpatan yang masih banyak digunakan di Indonesia. Amalgam
merupakan campuran beberapa logam yang salah satunya adalah merkuri. Amalgam terdiri dari
alloy konvensional (mengandung fase gamma 2) dan alloy high copper (tidak mengandung fase
gamma 2). Toksisitas pada amalgam dapat terjadi karena pelepasan merkuri. Pelepasan merkuri dari
amalgam ini dapat terjadi melalui evaporasi, menguap langsung terhisap masuk ke dalam paru-paru,
dan disolusi, menguap kemudian karena proses oksidasi larut dalam cairan mulut masuk ke daJam
saluran pencemaan. Pengunyahan, penyikatan gigi, dan minum cairan panas dapat meningkatkan
pelepasan merkuri dari amalgam. Risiko utama pemaparan merkuri adalah meJaJui inhalasi dimana
merkuri mudah menguap pada suhu kamar. Makin tinggi temperatur makin cepat penguapan
merkuri. WHO menganjurkan batas pemaparan okupasionaJ sebesar 25 Ilglm, sedangkan untuk
populasi umum sebesar 1 Ilglm3. Penanggulangan pencemaran merkuri dalarn praktik dokter gigi
dapat dimulai dari penyimpanan merkuri yang baik, penyediaan merkuri dan alloy yang tepat,
triturasi dengan teknik merkuri minimal, kondensasi yang baik, pemolesan setelah pembentukan,
dan pembongkaran tumpatan disertai semprotan air yang banyak.
Amalgam
1. Merkuri memang digunakan dalam tambalan amalgama untuk gigi. Ia digunakan dalam campuran
dengan unsur logam lain seperti Ag, Cu, Sn, dan Zn. Di kalangan kedokteran gigi, campuran tersebut
umumnya disebut amalgam-perak.
2. Amalgam-perak ini telah digunakan sebagai tambalan sejak 150 tahun lalu. Sampai saat ini masih
dianggap cukup baik, relatif mudah, tahan lama, dan belum ada tambalan lain yang menyamainya
dalam ketahanan.
3. Untuk menambal dengan amalgam, merkuri dan campuran logam tersebut di atas diaduk dengan
perbandingan 1:1. Setelah itu, adukan diperas kembali supaya kelebihan merkurinya keluar, karena
kelebihan itu akan mempengaruhi sifat fisik amalgam.
4. Setelah ditambal, merkuri memang menguap dan bisa masuk ke dalam plasma darah, tetapi
konsentrasinya sangat kecil dan akan hilang setelah tiga hari.
5. Menurut Craig, O'Brien, dan Powers (1987), sekali terjadi amalgamasi, merkuri akan terikat oleh
Ag dan Sn, dan tidak mempunyai efek toksik seperti mercuri bebas. Tetapi kalau dipanaskan sampai
lebih kurang 80 derajat celsius, merkuri dapat menguap dan berbahaya.
6. Kasus keracunan merkuri memang terjadi pada orang yang sensitif terhadap merkuri, tapi itu
tidak banyak, sehingga tidak kuat untuk melarang penggunaan amalgam sebagai tambalan
7. Prosedur penambalan gigi biasanya menggunakan isolasi. Di negara-negara maju, dilakukan
dengan menggunakan isolator karet (rubberdam) sehingga kecil kemungkinan untuk terisap melalui
pernapasan.
8. Sebetulnya, yang mempunyai risiko tinggi terkena keracunan amalgam adalah para dokter gigi dan
pembantunya, yang setiap hari menangani amalgam yang mungkin masih dalam bentuk tidak terikat
dengan logam lain. Pada 1989, pernah dilakukan penelitian terhadap tenaga yang menangani
kesehatan gigi yang sehan-harinya menggunakan amalgam, ternyata tidak ditemukan kelainan fungsi
organ-organ tubuh meskipun ditemukan adanya merkuri dalam plasma darahnya.
9. Jika memang merkuri dalam tambalan amalgam menguap terus, sifat fisik tambalan tersebut tidak
tahan lama (hancur atau lepas).
10. FDI (Federation Dentaire Internationale) dan ADA (Amer- ican Dental Association) menyatakan
bahwa penggunaan amalgam masih dapat dipertangungjawabkan. Dalam tulisan TEMPO itu terlihat
kejanggalan dalam pernyataan Lasse Andersen, yang perlu dipertanyakan: a. Yang bersangkutan
sudah berumur 47 tahun. Kalau ia betul-betul keracunan merkuri dari giginya, mengapa gejala itu
baru terlihat lebih kurang dua puluh tahun kemudian? b. Betulkah Lasse Andersen keracunan
merkuri dari gigi dan bukan dari sumber lain? Pertanyaan ini mengingat adanya 500 ribu dari 8,5 juta
penduduk Swedia terkena keracunan merkuri. Padahal, Swedia adalah negara industri yang
prevalensi kariesnya sekarang sudah rendah dan kebutuhan akan penambalan gigi sudah sangat
menurun. c. Karena itu, data yang diungkapkan oleh Lasse Andersen, pemakaian amalgam menurun
dari sepuluh ton menjadi enam ton per tahun, agaknya tidak masuk akal. Sebab, satu tambalan yang
sedang hanya membutuhkan 600 mg amalgam saja. Jadi, orang Swedia membutuhkan lebih kurang
20 juta tambalan amalgam per tahun. Padahal, prevalensi mereka sudah sangat berkurang. PROF.
DRG. E.H. SUNDORO Ikorgi -- Ikatan Konservasi Gigi Lab. I Konservasi Gigi FKG - UI Salemba 4
Jakarta 10430