Anda di halaman 1dari 4

PERAN DAN FUNGSI MAHKAMA INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA INTERNASIONAL
Oleh : Restik Anggada Pratama 071112045

Dalam menyelesiakan sengketa internasional, secara umum ada dua cara, yaitu melalui
jalan damai dan melalui cara paksa ataupun kekerasan. (Pathiana, 2010:32) Penyelesaian
sengketa internasional secara damai merupakan hal yang harus diutamakan dalam penyelesaian
sengketa yang terjadi. Karena dengan penyelesaian secara damai tidak akan menimbulkan
kekerasan ataupun korban jiwa bagi negara yang saling bersengketa. Beberapa cara penyelesaian
sengketa internasional secara damai adalah (1) Cara Legal (Hukum), yakni merupakan cara
menyelesaikan sengketa internasional secara yudisial (hukum) dalam hukum internasional.
(Parthiana, 2010:34) Adapun beberapa metode penyelesaian secara legal (hukum) yakni
Arbitrase, yakni penyelesaian yang dilaksanakan oleh arbitrator. Misalnya: dalam menyelesaikan
sengketa wilayah. Kemudian pengadilan/pengadilan lain. Misalnya saja Pengadilan WTO yang
berkaitan dengan perjanjian- perjanjian perdagangan dengan menggunakan konsultasi- konsultasi
antarpihak, mediasi, dan konsiliasi. Contoh yang lain adalah Pengadilan yang didirikan atas
dasar konvensi hukum laut 1982 yang menangani masalah- masalah yang timbul akibat hukum
laut yang baru. Kemudian yang berikutnya adalah (2) Cara diplomasi yang mana ada 5 macam
cara dalam berdiplomasi yakni Negosiasi yang merupakan penyelesaian dengketa antara pihakpihak yang bersengketa tanpa pihak ke-tiga, kemudian Mediasi yang mana merupakan
penyelesaian sengketa antara pihak-pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ke tiga.
Selanjutnya adalah Jasa Baik (Good Office) yakni penyelesaian sengketa antara pihak- pihak
yang bersengketa, melibatkan pihak ketiga. Dalam jasa baik, pihak ke- tiga diluar pihak yang
bersengketa dan memberi jalan penyelesaian. Ada pula Inquiry yaitu penyelesaian sengketa
internasional dalam suatu komisi untuk mencari fakta. Dan yang terakhir adalah Konsiliasi yaitu
penyelesaian sengketa internasional dalam suatu komisi, tetapi tidak selalu diperlukan adanya
fakta dan hanya menyelesaikan sengketa yang tidak bersifat hukum. Misalnya: Sengketa budaya.
(Parthiana, 2010:38-41)
Selain itu dalam menyelesaikan sengketa internasional dapat pula dilakukan secara paksa
atau kekerasan. Penyelesaian sengketa internasional secara paksa atau kekerasan biasanya
dilakukan setelah jalan damai tidak menemui kata sepakat. Beberapa cara dalam menyelesaiakan

sengketa internasional secara paksa atau kekerasan adalah sebagai berikut yang pertama (1)
Retorsi yaitu pembalasan oleh suatu negara karena tindakan tidak pantas oleh negara lain. Cara
ini sah, tetapi tidak bersahabat. Kemudian (2) Reprisal yang merupakan pembalasan atas agresi
yang dilakukan oleh negera lain. Atau dalam kata lain adalah minta ganti rugi atas agresi yang
dilakukan negara lain. (3) Blokade yaitu cara penyelesaian dengan cara pengepungan untuk
memutuskan hubungan dengan negara lain. Biasanya dilakukan pada tempat strategis, misalnya:
Bandara atau pelabuhan. Yang berikutnya (4) Intervensi yang mana dalam intervensi ada campur
tangan dari pihak lain. Misalnya Sengketa wilayah antara Korea Selatan dan Korea Utara. Dalam
sengketa tersebut ada Amerika Serikat yang berada di pihak Korea Selatan, sementara di pihak
Korea Utara ada China dan Jepang. Yang terakhir (5) Perang yang merupakan langkah terakhir
dalam penyelesaian sengketa internasional. Cara ini menggunakan kekuatan fisik/ militer,
sehingga dapat menimbulkan banyak korban jiwa. Tetapi perang juga dibatasi dengan aturanaturan tertentu. (Parthiana, 2010:43-47)
Dalam pembahasan kali ini juga dibahas mengenai statuta mahkamah internasional yang
mana Statuta Mahkamah Internasional ini dilampirkan pada Piagam PBB, yang membentuk
bagian integral. (Mauna, 2005:27) Tujuan utama dari Statuta tersebut adalah untuk mengatur
komposisi dan fungsi Pengadilan. Mahkamah Internasional sendiri Adalah badan pengadilan
internasional resmi bersifat tetap dan bertugas untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara
yang diajukan kepadanya. Mahkamah internasional ini terdiri dari 15 hakim yang dipilih oleh
Majelis Umum berdasarkan kemampuan/kecakapan mereka, bukan atas dasar kewarganegaraan
mereka. Mahkamah internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda. Mahkamah internasional
(The International Court of Justice, ICI) adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang
berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mahkamah ini mulai berfungsi sejak tahun 1946 sebagai
pengganti Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court Internasional Justice). (Mauna,
2005:34)
Komposisi Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim. Dua di antaranya merangkap
menjadi Ketua dan Wakil Ketua. Masa jabatannya adalah 9 tahun. Ke-15 calon hakim tersebut
direkrut dari warga negara anggota yang dinilai memiliki kecakapan di bidang hukum
internasional. Biasanya lima hakim berasal dari negara anggota tetap DK PBB (Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, China, dan Rusia). Di samping 15 hakim tetap dimungkinkan pembentukan

hakim ad hoc. (Mauna, 2005:37) Hakim ad hoc terdiri dari dua hakim yang diusulkan oleh
negara yang bersengketa. Kedua hakim ad hoc bersama-sama dengan kelimabelas hakim tetap
memeriksa dan memutus perkara yang disidangkan. Fungsi Mahkamah Internasional adalah
menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subjeknya adalah negara. Pasal 34
Statuta Mahkamah Internasional menyatakan bahwa yang boleh beracara di Mahkamah
Internasional hanyalah subjek hukum negara (Only States may be parties in cases before the
Court). Dalam hal ini, ada tiga kategori negara, yaitu: negara anggota PBB; negara bukan
anggota PBB yang menjadi anggota Statuta Mahkamah Internasional; dan negara bukan Statuta
Mahkamah Internasional.
Mahkamah internasional dalam mengadili suatu perkara, berpedoman pada perjanjian
internasional (traktat-traktat dan kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai sumbersumber
hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan terakhir walaupun dapat
diminta banding. Selain pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan Arbitrasi
Internasional. Arbitrasi Internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet
tidak perlu berdasarkan peraturan-peraturan hukum. Dalam prosedur penyelesaian sengketa
internasional melalui Mahkamah Internasional, dikenal dengan istilah Adjudication, yaitu suatu
teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan internasional dengan menyerahkan putusan
kepada lembaga peradilan. Adjudikasi berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi mencakup proses
kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sementara arbitrase dilakukan
melalui prosedur ad hoc. ((Mauna, 2005:46)
Secara ringkas, proses penyelesaian masalah oleh mahkamah internasional adalah (1)
Persengketaan antar negara akan diserahkan penyelesaiannya atau diproses oleh Mahkamah
Internasional setelah pihak-pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan penyelesaiannya
pada Mahkamah Internasional. (2) Dua pihak yang bersengketa masing-masing menunjuk
seorang hakim untuk mewakili negara dalam proses persidangan. Dalam Mahkamah terdapat 15
orang hakim. (3) Hakim wakil negara yang bersengketa memaparkan permasalahan yang
menjadi sengketa. Contoh: Dalam kasus sengketa Pulau Sipadan Ligitan. Hakim wakil RI
memaparkan masalah kepemilikan wilayah tersebut oleh RI, dan Hakim wakil Malaysia juga
memaparkan kepemilikan wilayah tersebut.. Keduanya secara tertulis. (4) Kedua wakil hakim
diberi kesempatan menyempaikan argumentasi secara lisan di hadapat musyawarah 15 hakim.
(5) Persidangan dilanjutkan oleh 15 hakim Mahkamah Internasional. Dalam musyawarah

tersebut, para hakim menyusun tanggapan pertamanya serta mendiskusikannya. (6) Komisi
Rancangan (Drafting Committee) segera dibentukm dan komisi segara menyususn secara
berurutan tiap naskah pendapat para hakim, yang kemudian di baca oleh seluruh hakim dan
menjadi bahan diskusi ataupun amandemen dalam rapat pleno para hakim. (7) Dari diskusi
akhirnya muncul sebuah pendapat yang mendapat dukungan mayoritas hakim di persidangan.
Pendapat akhir Mahkamah yang sebenarnya merupakan putusan dibacakan dalam persidangan
terbuka, di depan para penasehat hukum kedua pihak yang bersengketa.

Referensi:
Collins, Edward. 1970. International Law in A Changing World. New York: Rondon House.
Mauna, B. 2005. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan, dan Fungsi. Bandung: Alumni.
Parthiana, I Wayan. 1990. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju.
Starke, J.G. 2006. Introduction to International Law, 10th Ed. Translated From English by
Bambang Iriana Djajaatmadja. Jakarta: Sinar Grafika

Anda mungkin juga menyukai