Refleks Spinal Pada Katak
Refleks Spinal Pada Katak
Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten
: Nuraini
: B1J012033
: VI
:1
: Tenda Arganata Dewantara
I. PENDAHULUAN
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada
sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sumsum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya
terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu
pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri.
Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial
dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan
berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal
semua vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif
akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sumsum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
1.2 Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui terjadinya reflek spinal pada
katak.
2.1 Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum refleks spinal pada katak ini adalah katak
(Rana sp), dan larutan H2SO4 1%.
Alat yang digunakan berupa jarum, gunting bedah, bak preparat, serta pinset.
3.1 Hasil
Tabel Pengamatan Respon Gerak Refleks Spinal Katak
Perusakan bagian/
struktur
otak
1/4 medula spinalis
1/2 medula spinalis
3/4 medula spinalis
total medula spinalis
Keterangan :
+ : Respon
- : Tidak merespon
Pembalikan
Tubuh
+
+
+
-
Penarikan kaki
depan
+
+
+
-
Penarikan kaki
belakang
+
+
+
+
-
Pencelupan
H2SO
+
+
+
+
-
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diakukan, dapat diperoleh hasil bahwa
pada perusakan yang dilakukan pada bagian otak dan medula spinalis, ternyata katak
masih dapat melakukan refleks dalam merespon semua parameter yang diberikan,
seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan kaki belakang, serta pencelupan
kaki pada larutan H2SO4, Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kimball (1998), yang
menyatakan bahwa rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler
dengan sum-sum tulang belakang yang rusak.
Perusakan tulang belakang mendapat respon negatif pada pembalikan tubuh,
tetapi masih memberikan respon terhadap penarikan kaki depan dan belakang, serta
pemberian larutan H2SO4. Perusakan tulang belakang seperti halnya pada saat
perusakan otak katak masih mampu membalikkan tubuh, menarik kaki belakang, dan
ketika kaki katak dicelupkan ke dalam H2SO4 masih memberikan respon yang positif,
namun tidak memberikan respon pada penarikan kaki depan. Perlakuan yang terakhir
yaitu dengan melakukan perusakan total pada medula spinalis, dan hasil yang diperoleh
yaitu sudah tidak adanya respon pembalikan tubuh pada katak, dan penarikan kaki
depan, dan kaki belakang serta pemberian H2SO4. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djuhanda (1988), yang menyatakan bahwa apabila seluruh sumsum tulang belakang
dirusak, maka seluruh sistem saraf yang menyebabkan refleks spinal akan kehilangan
respon, sebab tonus otot sudah tidak ada lagi dan tubuh hewan (katak) menggantung
lemah. Pearce (1989), menambahkan bahwa perusakan tulang belakang ternyata juga
merusakkan tali-tali spinal sebagian jalur saraf. Tali-tali spinal sendiri terdiri dari saraf
sensori dan motorik, sehingga bila saraf tersebut rusak maka respon terhadap stimulus
tidak terjadi.
Pearce (1989) menyatakan bahwa sum-sum tulang belakang merupakan pusat
gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka
semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks
pembalikkan tubuh, penarikkan kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan ke
dalam larutan H2SO4 makin melemah seiring dengan tingkat perusakan. Perusakan
tulang belakang juga merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya
respon refleks yang sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal
meskipun adanya perusakkan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan fungsinya, Idel,antoni (2000:211), membagi sel neuron menjadi 4
Bagian yaitu:
1. Neuron sensorik ( neuron aferen) yaitu sel syaraf yang bertugas menyampaikan
rangsangan dari reseptor ke pusat susuna syaraf. Neuron memiliki dendrit yang
berhubungan dengan reseptor (penerima rangsang) dan neurit yang berhubungan
dengan sel syaraf lainnya.
2. Neuron Motorik (nouron aferen), yaitu sel saraf yang berfungsi untuk menyampaikan
impuls motorik dari susunan saraf pusat ke saraf efektor. Dendrit menerima impuls
dari akson neuron lain sedangkan aksonnya berhubungan dengan efektor.
3. Neuron konektor merupakan sel syaraf yang bertugas menghubungkan antara
neuron yang satu dengan yang lainnya.
4. Neuron ajustor, yaitu sel saraf yang bertugas menghubungkan neuron sensorik dan
neuron motorik yang terdapat di dalam sum-sum tulang belakang atau di otak.
Praktikum kali ini menggunakan larutan H2SO4 yang merupakan asam kuat dan
berbahaya apabila terkena tubuh. Kaki katak yang dicelupkan ke dalam larutan H2SO4
akan mengakibatkan katak sebisa mungkin akan menarik kakinya dari larutan itu karena
berbahaya bagi tubuhnya, ini merupakan salah satu gerakan untuk perlindungan
tubuhnya dari zat-zat kimia yang berbahaya. Percobaan ini membuktikan bahwa dalam
suatu sistem refleks diperlukan sum-sum tulang belakang sebagai pusat koordinasi dan
pengaturan gerak refleks.
Pada percobaan ini menggunakan hewan uji berupa seekor katak, karena
beberapa alasan yaitu : harga katak relatif murah dibandingkan dengan hewan-hewan
percobaan lainnya, mudah diperoleh, serta meskipun susunan syaraf katak lebih
sederhana dibandingkan dengan mamalia, tetapi prinsip-prinsip dasar susunan syaraf
pusat dapat dipelajari dengan menggunakan katak. Seperti halnya pada hewan
berderajat tinggi, susunan syaraf pusat katak dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu prosensepalon, mesensefalon, rombensefalon, dan medulla spinalis. Lebih lanjut
prosensefalon
dapat
dibagi
lagi
menjadi
dua,
yaitu
telensefalon
dan
Faktor yang mempengaruhi refleks spinal menurut Subowo (1992), yaitu adanya
refleks spinal dari katak berupa respon dengan menarik kaki depan atau kaki belakang
saat perusakan sum-sum tulang belakang disebabkan karena masih terjadi interkoneksi
dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
refleks spinal adalah masih berfungsinya sum-sum tulang belakang. Sumsum tulang
belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu mengatur impuls dari dan ke otak dan
sebagai pusat refleks. Adanya sumsum tulang belakang, pasangan saraf spinal dan
cranial akan menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi
respon. Apabila sumsum tulang belakangnya telah rusak total maka tali-tali spinal
sebagai jalur syaraf akan rusak dan tidak ada lagi yang menunjukkan respon terhadap
stimulus (Ville et al., 1988).
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih
Bahasa: Wasman manalu. Erlangga: Jakarta.
Djuhanda, T. 1988. Anatomi Perbandingan Vertebrata II. Armico: Bandung.
Franson. F. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak. Edisi 4. Penerjemah: Srigandono.
Gadjah mada university press: Yogyakarta.
Gunawan, Adi, M. S. 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neurotransmisi).
Integral, vol. 7 no. 1.
Idel, Antoni. 2000. Biologi Dalam Kehidupan Sehari-hari. Gita Media Press: Jakarta.
Johnson, W.5. H. 1984. General Biolgy. Holt, Richart and Winson Inc: USA.
Junqueira, Carlos. 1995. Basic Histology. McGraw-Hill. Boston.
Karmana, J. W. 198. Biologi. Ganeca Exact: Bandung.
Kimball, J. W. 1988. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Maj Gen P Madhusoodanan M Ch VSM. 2007. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT), Vol. 4,
No. 2, pp. 75-78. Continence issues in the patient with neurotrauma. Senior
Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services.
Mitchell, P. H. 1956. A Textbook of General Physiology. McGraw-Hill Book Co.Inc: London.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia: Jakarta.
Subowo. 1992. Histologi Umum. ITB Press: Bandung.
Ville, C. A. W. F Walker, R. D Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga: Jakarta.
Weichert, C. K. 1959. Element of Chordate Anatomy. McGraw-Hill Book Co: New York.