Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR HIP

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Fraktur
: Adalah diskontinuitas struktural pada tulang
Hip
: Adalah bagian dari tulang panggul yang
berartikulasi dengan pangkal tulang femur pada asetabulum
Fraktur Hip : Adalah suatu terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan fraktur tulang femur pada daerah
ujung/pangkal proksimal yang meliputi kepala sendi, leher,
dan daerah trochanter. (Sumber: NCP, Susan P.C., 1980, p.
698)
2. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang femur terdiri dari :
a.
Ujung atas
b.
Korpus
c.
Ujung bawah
Ujung atas terdiri dari :

Kaput Femur
Massa yang membulat mengarah ke dalam dan keatas,
tulang ini halus dan dilapisi dengan kartilago kecuali pada
fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen yang
menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum
dari tulang coxae. Di dalam kaput tersebut terdapat
percabangan dari arteri retinakular posterior dan anterior,
dan ligamentum teres serta arteri ligamentum teres.

Kolum(leher) femur
Korpus tulang mengarah ke bawah dan ke sebelah lateral
menghubungkan kaput dan korpus.

Trochanter mayor pada sisi lateral dan trochanter


minor pada sisi medial merupakan tempat melekatnya otototot.
Tulang femur bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh
sehingga memungkinkan untuk bergerak. Tulang hip
dibungkus oleh serabut yang berbentuk kapsul, ligamen,
dan otot.
Bagian besar trochanter dalam pergerakannya dibantu
oleh otot abduktor dan gerakan rotasinya terbatas. Bagian
terkecil dari trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh
otot ileopsoas.
3. ETIOLOGI
Secara umum fraktur disebabkan oleh :
a.
Benturan dan cedera (kecelakaan)
b.
Kelemahan/kerapuhan tulang akibat osteoporosis
c.
Patah karena letih, patah karena otot tidak dapat
mengabsorpsi energi seperti karena berjalan kaki terlalu
lama.
Patah tulang panggul lebih sering pada wanita dari pada
laki- laki, alasannya :
a.
Wanita memiliki tulang panggul lebih lebar yang
cenderung mengalami coxa vara(deformitas dari hip
dimana sudut antara leher dan batang tulang mengecil).
b.
Wanita mengalami perubahan hormon post
menopausal dan berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis.
c.
Harapan hidup wanita lebih panjang dari pria.

4. PATOFISIOLOGI

Dalam beberapa literatur keperawatan medikal bedah


diuraikan bahwa fraktur hip digolongkan dalam dua
klasifikasi, yaitu:
a. Intra kapsular
Fraktur terjadi pada daerah yang masih berada dalam
lingkup kapsul sendi yang meliputi:
1)Fraktur sub kapital
b)Fraktur transervikal
c)Fraktur basal leher
b. Ekstra kapsular
Fraktur terjadi di luar kapsul sendi panggul pada daerah
sekitar 5 sentimeter di bawah trochanter minor. Fraktur ini
juga disebut dengan fraktur intertrochanteric.
Suplai darah kepada kaput femoris oleh arteri retunakular
sangat penting. Penyaluran makanan ke pembuluh
periosteal dan batang femur berlanjut ke trochanter dan ke
bawah kolom femoris. Aliran darah ini bervariasi menurut
umur. Pada fraktur di luar dan di dalam sendi panggul,
suplai darah ke bagian kepala femur naik keatas melalui
bagian leher sering terganggu terutama pada fraktur intra
kapsular. Bila suplai darah terputus total maka dapat terjadi
kematian atau nekrosis jaringan tulang kepala femur(kaput
femoris), disebut Avascular necrosis.
5. TANDA DAN GEJALA
a.
Nyeri hebat pada daerah fraktur.
b.
Tak mampu menggerakkan kaki.
c.
Terjadi pemendekan karena kontraksi/spasmus otototot paha.
d.
Eksternal rotasi pada tungkai tersebut.
e.
Tanda-tanda lain sesuai dengan tanda fraktur pada
umumnya, yaitu:
1)
Nyeri bertambah hebat jika ditekan/raba
2)
Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila
dibandingkan dengan keadaan normal.
3)
Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah
fraktur.
4)
Teraba panas pada jaringan yang sakit karena
peningkatan vaskularisasi di daerah tersebut.
5)
Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang.
6)
Kehilangan sensasi pada daerah distal karena
jepitan saraf oleh fragmen tulang.
7)
Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan
pembuktian lebih lanjut jika pasti ada fraktur)
8)
Perdarahan.
9)
Hematoma, edema karena extravasasi darah dan
cairan jaringan.
10) Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan
darah, atau akibat nyeri hebat.
11) Keterbatasan mobilisasi.
12) Terbukti fraktur lewat foto rontgen
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan darah lengkap
Dilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat
menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera
(pemeriksaaan Hb dan Hct)
Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap
cedera.
2.
Golongan darah dan cross match
Dilakukan sebagai persiapan transfudi darah jika

kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau


tindakan pembedahan.
3.
Pemeriksaan kimia darah.
Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji ketidak
seimbangan akibat cedera yang dapat menimbulkan
masalah pada saat intra operasi (misalnya, ketidak
seimbangan potassium dapat meningkatkan iritasi cardiac
selama anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi
ginjal.
4.
Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time,
bleeding time) sebagai persiapan pre operasi, biasanya
normal jika tak ada gangguan perdarahan. Pada pasien
lanjut usia dapat diberikan terapi antikoagulan segera
setelah post operasi untuk memperkecil terjadinya
tromboemboli.
5.
Pemeriksaan urine.
Sebagai evaluasi awal fungsi ginjal.
6.
Pemeriksaan X-ray dada.
Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre operasi, atau
mengetahui kondisi selama perawatan pembedahan,
dll.(misalnya, kardiomegali atau gagal jantung kongestif).
7.
EKG
Sebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi
apakah terdapat juga cedera pada jantung (misalnya
kontusio cardiac) disamping trauma/cedera pada hip.
7. KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur
hip adalah:
1.
Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera
atau segera sesudah operasi
2.
Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut,
antara lain:
a. Pneumonia
b. Thromboplebitis
c. Emboli pulmonal
3.
Penyembuhan terlambat, non-union. Sering pada
fraktur intrakapsular sembuh lebih lambat bila dibanding
dengan fraktur ekstra kapsular karena adanya gangguan
suplai darah.
4.
Aseptic necrosis kepala femur. Merupakan
komplikasi fraktur femur proksimal an dislokasi traumatik
pada hip.
5.
Deformitas, malposisi femur, arthritis
sekunder. Displasemen fragmen tulang dapat menyebabkan
deformitas, sedangkan trauma menyebabkan arthritis.
6.
Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi
internal. Fiksasi internal bisa melemah, patah, atau pindah
tempat yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak.
Untuk ini perlu pembedahan ulang.
7.
Ekstrim eksternal/internal rotasi dan adduksi.
Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena
immobilisasi dan post operasi adalah:
1.
Atelektasis
2.
Infeksi Luka
3.
Stasis atau infeksi saluran kemih
4.
Kejang pada otot
8. TERAPI / PENGELOLAAN MEDIK
Pemilihan alat fiksasi tergantung lokasi fraktur, potensial
nekrosis avascular pada kepala sendi femur, dan kesukaan
dokter yang merawat. Fraktur intrakapsular dengan impaksi

tanpa displasemen dapat disembuhkan cukup dengan bed


rest saja. Jenis tindakan untuk jenis fraktur yang lain adalah
sebagai berikut :
1. Stable plate and screw fixation : Dengan status nonweight bearingselama 6 minggu sampai 3 bulan
2. Telescoping nail fixation : Dengan status minimal
weight bearing sampaipartial weight bearing selama 6
minggu sampai 3 bulan.
3. Prosthetic implant : Biasanya digunakan
protesis Austin Moore atau protesis bi-polar untuk
mengganti leher dan kepala sendi. Harus menjalani restriksi
posisi dari 2 minggu sampai 2 bulan dan restriksipartial
weight bearing sampai sekitar 2 bulan.
4. Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup
dengan fiksasi eksternal) dilakukan jika kondisi umum
pasien tidak mengijinkan untuk menjalani pembedahan.
(Med.Sur.Nursing, Barbara C.long)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada orang-orang lanjut usia sering disertai riwayat
kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi,
yang bisa menyebabkan jatuh.
b. Pola aktivitas dan latihan.
- Ada riwayat jatuh ketika sedang beraktifitas atau
kecelakaan lain.
- Pada fraktur femur pangkal proximal kadang masih dapat
berjalan tetapi tidak dapat menahan beban.
- Pada fraktur batang femur biasanya tidak kuat
berdiri/menahan beban.
- Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada tungkai
yang terkena.
c. Pola persepsi kognitif.
- Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang
terkena.
- Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang
terkena.
d. Pola nilai kepercayaan.
- Pada umumnya pasien menyatakan tidak percaya bahwa
cederanya berat.
- Pada pasien lanjut usia dengan tegas menyangkal dan
akan segera sembih bila nyeri dapat diatasi tanpa
pembedahan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN:
Preoperatif :
a. Nyeri sehubungan dengan:
- Spasmus otot
- Pergerakan fragmen tulang, edema, dan luka jaringan
lunak
- Traksi/alat immobilisasi
- Stress, kecemasan (NCP, M.E. Doenges)
b. Potensial komplikasi preoperatif sehubungan dengan
keadaan perlukaan(fraktur) akibat trauma (NCP, Nancy H.)
c. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang
informasi tentang prosedur operasi(Med.Sur.Nsg.,Barbara
C. Long)

Post operatif :
a. Nyeri sehubungan dengan prosedur
operasi (Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)
b. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan
perubahan status extremitas bawah sesudah operasi
perbaikan. (Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)
c. Potensial komplikasi post operasi sehubungan dengan
- Keadaan perlukaan akibat trauma
- Intervensi pembedahan
- Imobilitas (NCP, Nancy H.)
d. Potensial infeksi sehubungan dengan gangguan
integritas kulit(Med.Sur.Nsg., Donna, Marylin)
e. Potensial gangguan perawatan di rumah sehubungan
dengan situasi ketergantungan (Med.Sur.Nsg.,Barbara C.
Long)
f.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan perubahan
tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di
rumah (NCP, Nancy H.)

3. DISCHARGE PLANNING:
Persiapan Perawatan Di Rumah.
Pasien lanjut usia dengan fraktur hip biasanya mendapat
rujukan rehabilitasi. Perawat harus mengkomunikasikan
rencana asuhan kepada fasilitas yagn akan melanjutkan
rehabilitasi.
Pasien tidak boleh dipulangkan untuk tinggal sendiri di
rumah karena membutuhkan bantuan selama proses
penyambuhan. Perawat mengkaji struktur rumah atas
adanya barrier terhadap mobilitas pasien (mis. tangga, dll.).
Pasien harus mampu bergerak bebas dengan alat bantu di
dalam rumah.
Penyuluhan pasien /keluarga.
Perawat menyediakan instruksi tertulis tentang cara
merawat diri. Keluarganya mendapat penyuluhan tentang
cara menjaga/merawat bagian yang sakit. Perawatan luka di
rumah dapat diatur sesuai perjanjian dengan RS atau referal
ke instansi lain. Pasien harus mengetahui cara
meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi,
mengenali tanda-tanda komplikasi, dan kapan dan dimana
harus menghubungi tenaga kesehatan jika komplikasi
terjadi.
Persiapan Psikososial.
Perawat mengatur perawatan lanjut di rumah, mis.
konsultasi bagi pasien dengan depresi. Jika ada kerusakan
jaringan yang parah maka perawat harus realistik dan
menolong klien mengerti bahwa penyembuhan
memerlukan waktu cukup lama, terutama jika terjadi
infeksi. Keparahan dan penanganan yang kompleks dapat
merongrong kondisi mental pasien dan keluarganya.
Konseling kerja kadang diperlukan untuk membantu pasien
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya.
Sumber-sumber Pelayanan Kesehatan.
Pasien dengan cedera berat memerlukan perawatan lanjut
di rumah oleh perawat komiunitas. Perawat
mengidentifikasi jika manula memerlukan tenaga pembantu
di rumah dan mengaturnya. Sangat penting bagi perawat
untuk mengkomunikasikan kebutuhan pasien kepada
perawat/pengasuh yang melanjutkan perawatan di rumah.
Tenaga fisioterapi diperlukan dalam rehabilitasi. Tenaga
terapist okupasi diperlukan untuk mengkaji

lingkungan,retraining aktivitas harian adaptasi agar lebih


mandiri.
4. PERENCANAAN
Nyeri sehubungan dengan:

Spasmus otot
Pergerakan fragmen tulang, edema, dan luka jaringan
lunak

Traksi/alat immobilisasi

Stress, kecemasan (NCP, M.E. Doenges)


HYD:

Memverbalisasikan berkurangnya nyeri

Menunjukkan sikap yang relaks, mampu berpartisipasi


dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan sesuai.
Intervensi
Rasional
1. Pertahankan
Displasemen tulang,
immobilisasi pada sisi
pelebaran luka, dan
paha yang fraktur
nyeri hebat dapat
terjadi
2. Evaluasi laporan
Berpengaruh terhadap
nyeri/ketidak nyamanan, pemilihan dan
lokasi dan karakteristik, efektivitas intervensi.
intensitas(skala 0-10),
Tingkat kecemasan
tanda nyeri nonverbal
berpengaruh dalam
(perubahan TTV, dan
persepsi/reaksi
emosi/tingkah laku)
terhadap nyeri.
3. Dorong pasien
Luka dapat sembuh
untuk mendiskusikan
atau memburuk
masalah sehubungan
dipengaruhi oleh sikap
dengan perlukaan.
pasien terhadap
lukanya
4. Jelaskan prosedur
Pasien siap mental dlm
sebelum memulai
beraktifitas dan mampu
mengendalikan ketidak
nyamanan.
5. Berikan medikasi
Relaksasi otot
sebelum akivitas
diperlukan untuk
keperawatan
partisipasi aktivitas
6. Laksanakan
Kekuatan dan mobilitas
aktif/pasif ROM dengan
memudahkan
pengawasan
penyembuhan inflamasi
daerah luka.
7. Dorong penggunaan fokus perhatian,
tehnik manajemen
meningkatkan
stress: tehnik pernafasan, kemampuan
dll)
pengendalian nyeri
yang dapat berlangsung
untuk waktu lama.
8. Identifikasi aktivitas Kebosanan,
yang sesuai dengan
ketegangan,
pasien dan dan
mengganggu self
kesukaannya
esteem, dan pola
koping.
9. Kolaborasi: Berikan Nyeri dan/atau spasmus
medikasi yg sesuai:
otot menambah ketidak
narkotik/non-narkotik:
nyamanan
AINS
berikan narkotik sesuai
jadwal selama 3-5 hari

Potensial komplikasi preoperatif sehubungan dengan


keadaan perlukaan(fraktur) akibat trauma (NCP, Nancy H.)
HYD:
Sebelum pembedahan :

Respirasi normal atau jika abnormal masalahnya


teratasi

Menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil


Perdarahan teratasi

Temuan neurovaskular dalam batas yang diharapkan

Memverbalisasikan berkurangnya rasa nyeri

Mendapat penyuluhan dan persiapan operasi


Intervensi
Rasional
1. Pastikan adekuasi
Kecelakaan ber-impak
pernafasan. Auskulatasi tinggi dengan fraktur
paru, laporkan temuan
femur mempunyai
yang patologi kepada
insiden tinggi trauma
dokter, dan siap untuk
multisistem, termasuk
memberikan dukungan
pernafasan, jantung dan
respirasi jika
sistem saraf pusat.
diperlukan.
2. Kaji adanya tandaFraktur femur
tanda perdarahan, dan
mempunyai hubungan
pertahankan volume
bermakna dengan
sirkulasi. Laporkan
kehilangan darah karena
kenaikan denyut nadi,
mempunyai pembuluh
penurunan tekanan
darah yang cukup besar.
darah, pucat,
Parameter yang disebut
berkeringat, atau
adalah sebagai tanda
penurunan kesadaran.
shock dan memerlukan
Berikan dan
intervensi segera.
pertahankan masukan
Cairan intravena untuk
cairan intravena. Jika
mempertahankan
fraktur terbuka dengan
keseimbangan cairan
perdarahan aktif
dan mengganti volume
lakukan tekanan
darah yang hilang.
langsung pada luka dan
laporkan dokter.
3. Kaji status
Pembuluh darah dan
neurovaskular
syaraf pada fraktur
ekstremitas. Perhatikan
dapat diperparah oleh
jika denyut tak ada,
fragmen tulang, edema,
bercak pada kulit,
dan deformitas.
cianosis, parestesis, atau pergeraka dapat
rasa baal. Bandingkan
memperparah
denyut nadi secara
perlukaan. Perfusi yang
bilateral. Laporkan
tidak adekuat dapat
adanya defisit segera
mengakibatkan
kepada dokter. Hindari
gangguan fungsi
pergerakan yang tidak
permanen.
perlu.
4. Kendalikan
nyerilihat DP nyeri
5. Jika fraktur
Luka terbuka sangat
terbuka, pastikan
besar potensi infeksi
pencegahan tetanus dan
tetanus dan lainnya.
infeksi sudah
Balutan steril
dipertimbangkan
meminimalkan
sebelum operasi. Balut
kontaminasi bakteria
luka secara steril
lainnya lebih lanjut.
6. Siapkan
pasien untuk menjalani
pembedahan

Nyeri sehubungan dengan prosedur operasi


HYD:
Pasien menyatakan merasa nyaman
Pasien mampu melaksanakan aktivitas post operasi

Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri
pasien dan evaluasi
respon pasien thd
tindakan pemberian rasa
nyaman yang sudah
dilakukan.
2. Ajarkan tehnik
relaksasi yang sesuai

3. Gunakan tehnik
pengurangan nyeri
lainnya yang sesuai.
Mis. gosok punggung,
pengaturan posisi.
4. Kolaborasi:
pemberian analgesik
(biasanya narkotik)
sesuai jadwal pada masa
segera sesudah operasi

5. Kolaborasi:
gunakan analgesik yang
lebih ringan sesuai order
jika nyeri sudah
berkurang.

Rasional
Data subyektif dan
obyektif penting dalam
mengatasi rasa nyeri
post operasi dan
menentukan
manajemennya.
Relaksasi
mempermudah istirahat
dan memperbaiki
respon terhadap nyeri
Perubahan stimulasi
pada kulit dapat
menghasilkan
pengurangan nyeri.
Biasanya perlu
diberikan narkotik 4872jam pertama post
operasi. Analgesi
memepunyai efek lebih
besar jika diberikan
sebelum nyeri menjadi
parah.
Nyeri dapat
dikendalikan dengan
analgesik lebih ringan
(dengan efek samping
sedikit) jika nyeri sudah
berkurang.

Potensial komplikasi post operasi sehubungan dengan

Keadaan perlukaan akibat trauma

Intervensi pembedahan

Imobilitas
HYD:
Dalam 24 jam post operasi di ruangan:

Tanda-tanda dalam batas normal

Tak ada perdarahan berlebihan, gangguan


neurovaskular, atau infeksi

Nyeri terkendali

Dapat melaksanakan nafas dalam dan batuk efektif

Mempertahankan posisi yang tepat


Dalam 24 jam post operasi:

Melaksanakan latihan yang diperbolehkan

Tak ada tanda dan gejala tromboemboli

Memverbalisasikan pembatasan posisi

Makan dan minum cukup secara oral jika mengijinkan.


Intervensi
1. Kaji tanda-tanda
vital sesuai protokol post
pembedahan atau lebih

Rasional
Seperti yang telah
disebutkan dapat
mengakibatkan

sering jika tidak stabil.


Cek pembalut dan drain
atas adanya perdarahan.
Laporkan adanya
abnormalitas tanda vital,
perdarahan berlebihan
pada balutan, drain,
adanya edema, atau
ecchymosis. Kaji cedera
yang berhubungan jika
cedera melibatkan trauma
pada bagian lain.
2. Kaji status
neurovaskular sekurangkurangnya 1 jam sekali.
Perhatikan melemahnya
atau tak adanya denyut
nadi, bercak kulit,
cianosis, parestesia, baal,
atau bertambahnya
edema post operatif yang
signifikan. Waspadai
sindroma kompartemen:
nyeri progresif yang yang
dapat diperberat dengan
peregangan, defisit
sensori, paralisis,
bengkakan keras, atau
menurunnya denyut nadi
distal. Hubungi dokter
segara jika status pasien
memburuk.

3. Pertahankan
kepatenan infus dan
berikan cairan sesuai
order sekurangnya 24
jam pertama post operasi

4. Berikan antibiotik
sesuai order, observasi
daerah luka, dan laporkan
adanya peningkatan
pembengkakan, eritema,
demam, cairan purulen,
atau tanda-tanda infeksi
lainnya.

5. Cegah komplikasi
yang berhubungan
dengan imobilitasi :

perdarahan hebat.
Takikardia dan
hipotensi merupakan
petunjuk tidak
adekuatnya
penggantian cairan,
kehilangan darah
karena cedera dan
pembedahan, atau
cedera lain yang tak
terdeteksi.
Pengkajian
neurovaskular
memastikan
penyesuaian
intervensi.
Peningkatan edema
dapat menekan
struktur vaskular dan
mengganggu
oksigenisasi jaringan.
Diperlukan tindakan
segera untuk
memperbaiki sirkulasi.
Sindroma
kompartemen terjadi
pembengkakan otot
yang memperburuk
sirkulasi dan
menimbulkan iskemia.
Ini dapat terjadi segera
sesudah operasi atau
beberapa hari
sesudahnya. Untuk itu
diperlukan tindakan
fasciotomy.
Infus berperan untuk
mengganti cairan yang
hilang karena
perdarahan, status
NPO, ancaman
dehidrasi, atau
kehilangan jaringan
pada pembedahan,
juga sebagai jalur
untuk pemberian obat
intravena.
Antibiotik biasanya
diberikan sesudah
operasi, terutama
pasien dengan fraktur
terbuka, mencegah
osteomyelitis.
Perubahan kadang
diperlukan untuk
mengantisipasi adanya
mikroorganisme
patologis lain
Imobilitas merupakan
predisposisi bagi
komplikasi post

Dorong pelaksanaan
ROM lihat Pada DP
Gangguan mobilitas fisik

Gunakan stoking
antiembolic sesuai order
dokter

Sediakan pegangan
untuk membantu gerak
pasien

Dorong pelaksanaan
nafas dalam dan batuk
efektif tiap jam pada saat
pasien tidak tidur
Pastikan kecukupan
intake cairan jika tak ada
kontra indikasi. Catat
intake dan output.
6. Observasi tanda dan
gejala tromboemboli:

Emboli lemak:
takikardia, dispnea, nyeri
pleuritik, pucat dan
cianosis, petechiae,
wheezing, nausea,
syncope, lemas,
perubahan mental,
perubahan ECG, atau
demam. Daerah yang
sakit teraba dingin, kaku,
dan pucat

Emboli paru: nyeri


pulmonal mendadak,
dispnea, takikardia,
batuk, henoptisis, cemas,
syncope, perubahan
ECG, hipotensi, atau
demam

Tromboplebitis:
positif Hommans sign ,
nyeri pada betis,
bengkak, atau kemerahan
pada tungkai.
Laporkan setiap tanda
dan gejala diatas segera
kepada dokter.

7. Pertahankan
imobilisasi yang tepat
pada bagian yang sakit
tergantung tempat fraktur
dan jenis pembedahan.
Umumnya hindari
adduksi, rotasi eksternal,
fleksi hip mendadak.
8. Observasi dan lapor
segera jika mendadak
terjadi: Nyeri hebat,
pemendekan atau rotasi

operasi.
Latihan yang sesuai
mengurangi stasis
vena dan menjaga
tonus otot

Pegangan berguna
untuk bergerak
Mencegah infeksi
pernafasan dan
akumulasi cairan.
Mempertahankan
hidrasi, mengencerkan
sekret, fungsi renal,
dan infeksi sal. Kemih

Emboli lemak terjadi


lebih sering pada
fraktur tulang panjang
(3hari pertama).
Mekanisme
fisiologiknya tak
diketahui. Emboli
dapat terjadi di paru,
jantung, otak, atau
ekstremitas.
Emboli paru biasanya
terjadi belakangan
antara 10-24 hari
sesudah cedera

Biasa terjadi pada


tungkai sebagai akibat
pembentukan bekuan
dan menyumbat vena
superfiisial maupun
vena besar.
Intervensi segera perlu
dilakukan karena
komplikasi dapat
mengancam
kehidupan.
Pergerakan tersebut
dapat menyebabkan
displasemen dan
mempengaruhi proses
penyembuhan.

Merupakan tanda
dislokasi atau nekrosis
kepala sendi.
Diperlukan intervensi

pada sisi tungkai yang


sakit, atau spasmus otot
yang persisten.
9. Dorong intake nutrisi
adekuat, terutama
makanan kaya protein,
vitamin, dan mineral.

segera untuk
mencegah kerusakan
permanen.
Proses penyembuhan
memerlukan tambahan
nutrisi. Defisit vitamin
dan mineral
menghambat
penyembuhan dan
dapat menyebabkan
osteomalasia.

Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan perubahan


status extremitas bawah sesudah operasi
perbaikan.(Med.Sur.,Barbara C. Long)
HYD:
Pasien mendemonstrasikan tingkat mobilitas optimal
dengan alat adaptivedengan pembatasan aktivitas yang
dianjurkan pada saat pulang dari RS.

Tak terjadi cedera selama dirawat di RS


Intervensi
1. Ajak pasien
melaksanakan
latihan nafas dalam
dan batuk efektif
tiap 1-2 jam sampai
ambulasi penuh
2. Dorong pasien
untuk melaksanakan
secara aktif:
dorsifleksi, palantar
fleksi, setting
quadrisep isometrik
dan gluteal, dan
aktif ROM pada
bagian yang tidak
sakit 2x/hari sampai
awal ambulasi
3. Dapatkan dari
dokter mengenai
batas gerakan dan
pembebanan berat
yang diperbolehkan,
dan perlu diingat
pedoman berikut
ini:

Fleksi hip
biasanya dibatasi
max. 90 selama 2-3
bulan

Adduksi
melebihi midlinedil
arang selama 2-3
bulan.

Rotasi internal
dan external secara
ekstrem dilarang
selama 2-3 bulan
Partial weight
bearing pada bagian
yang sakit dengan

Rasional
Jika dilaksanakan dengan
tepat dan interval yang
benar, latihan pulmonal
dapat mencegah atelektasis
dan pnemonia.
Latihan
meningkatkan venous
return, mencegah
pembentukan trombus, dan
menolong mempertahakan
tonus otot

Restriksi dalam pengaturan


posisi dirancang untuk
mencegah dislokasi protesa
atau kepala sendi pada hip

bantuan walker atau


kruk biasanya
diobservasi selama
2-3 bulan
4. Alih posisi
pasien dari
punggung ke sisi
tubuh yang tidak
sakit tiap 2jam atau
p.r.n.
5. Ketika alih
posisi, tahan kaki
yang dioperasi
dalam posisi
abduksi, gunakan
bantal untuk
mempertahankan
posisi abduksi
30 jika alih posisi
sudah dilakukan.
6. Bantu pasien
berjalan
mempergunakan
alat ambulasi yang
tepat. Mulai
ambulasi pada hari
pertama atau kedua
post operasi dan
tingkatkan frekuensi
ambulasi maupun
jarak yang dapat
ditoleransi pasien.
7. Mulai duduk
ketika pasien
menunjukkan
pengendalian yang
cukup pada bagian
yang sakit untuk
duduk dalam batas
fleksi yang
danjurkan
8. Naikkan
permukaan tempat
duduk dengan
bantal untuk
mempertahankan
sudut hip dalam
batas anjuran.

Alih/pengaturan posisi
dapat meningkatkan
sirkulasi, usaha bernafas,
dan aktivitas otot.

Mencegah adduksi tungkai


bawah

Aktivitas post operasi yang


awal, termasuk jalan, dapat
mempercepat recovery(pem
ulihan) dan mencegah
komplikasi post operatif.

Dipersiapkan untuk pulang


dan meyakinkan pasien
dapat duduk dalam batas
fleksi anjuran

Membatasi fleksi tak lebih


dari 90

Potensial infeksi sehubungan dengan gangguan integritas


kulit (Med.Sur.Nsg., Donna, Marylin)
HYD:
Pasien tidak akan mengalami infeksi luka operasi.

Tak ada tanda dan gejala infeksi luka

Mengalami penyembuhan tanpa komplikasi


Intervensi
Rasional
1. Inspeksi balutan
Cairan purulen
operasi atas pengeluaran menunjukkan adanya
cairan, catat jenis dan
infeksi luka
banyaknya
2. Monitor dan ukur
Drain mengeluarkan
cairan drainase,
exudat yang bisa

misalnya hemovac (jaga


suction tetap bertekanan
untuk mencegah
pembentukan
hematoma)
3. Setelah melepas
pembalut, inspeksi insisi
terhadap adanya
kemerahan,
pembengkakan, dan
hangat.
4. Ganti balutan
dengan tehnik aseptik.
5. Monitor TTV tiap 4
jam

menjadi medium bagi


pertumbuhan kuman.

Tanda inflamasi dapat


menunjukkan adanya
proses infeksi

Keadaan steril
mengurangi peluang
infeksi.
Kenaikan suhu dan
nadi menunjukkan
adanya infeksi.

Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang informasi


tentang prosedur operasi(Med.Sur.,Barbara C. Long)
HYD:
Pasien dapat menjelaskan isi penyuluhan oleh perawat
tentang persiapan operasi, operasi dan perawatan post
operasi
Pasien menyatakan berkurangnya rasa cemas yang
berhubungan dengan miskonsepsi tentang pembedahan dan
masa pemulihan
Intervensi
1. Kaji kebutuhan
instruksi dan berikan
sesuai kebutuhan.
2. Sediakan informasi
tertulis mengenai
pembedahan jika
institusi menyediakan
3. Bahas instruksi pre
operatif dengan pasien
dan keluarganya
sebelum pembedahan
4. Evaluasi
pemahaman pasien
mengenai informasi
yang sudah diberikan

Rasional
Pemahaman prosedur
pembedahan dan
perawatan post operatif
dapat mengurangi
kecemasan dan
meningkatkan keinginan
untuk sembuh dan pulih
bagi pasien sesudah
tindakan pembedahan.

Potensial gangguan perawatan di rumah sehubungan


dengan situasi ketergantungan (Med.Sur.,Barbara C. Long)
HYD: Pasien dan keluarganya menyatakan puas dengan
rencana yang diatur untuk mempermudah perawatan di
rumah.
Intervensi
Rasional
1. Diskusikan dengan
Rencana pulang yang
pesien dan keluarganya
adekuat dapat
mengenai rencana
memberikan hasil
mereka untuk perawatan
optimal untuk
di rumah
mencapai pelaksanaan
2. Tentukan bersama
rehabilitasi di rumah
pasien apa yang harus
dan mendapat bantuan
dilakukan untuk diri
sesuai dengan yang di
sendiri untuk pulang ke
butuhkan.
rumah.

3. Tentukan dengan
pasien jenis peralatan dan
pelayanan yang
diperlukan yang
dibutuhkan untuk di
rumah(mis. kruk, walker,
peninggian toilet,
fisioterapi, dan lai-lain)
4. Kaji perkembangan
pasien secara reguler
untuk memastikan
apakah kemampuan
fungsionalnya sesuai
untuk pelaksanaan renca
di atas.
5. Libatkan bagian lain
yang sesuai (mis.
bagian sosial medik)
untuk mendapatkan
bantuan jika pasien pada
awalnya belum mampu
melaksanakan rencana
yang sudah ditentukan
untuk di rumah.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan perubahan tingkat
aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di
rumah (NCP, Nancy H.)
HYD:
Pada saat pulang pasien akan:

Menyatakan dan mendemonstrasikan


pemahaman tentang pengaturan posisi, pembatasan gerak,
atau perawatan luka

Menyatakan pemahamannya tentang jenis diet dan


pengobatan yang harus dijalani

Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala komplikasi

Mendapat keperluan untuk referal dan follow-up.


Intervensi
1. Berikan penyuluhan
kepada pasien dan
keluarganya tentang :
pengaturan posisi,
pembatasan aktivitas, cara
pemakaian kruk/walker,
diet, komplikasi, dan
medikasi/pengobatan.
Perhatikan rekomendasi
dokter dan laksanakan
penyuluhan sepanjang masa
perawatan di rumah sakit

2.

Kaji sumber-sumber

Rasional
Rekomendasi
perawatan di rumah
bervariasi
tergantung keadaan
fraktur dan
pembedahan, umur
dan kondisi pasien,
dan kondisi
kesehatan yang
sudah ada
sebelumnya. Pasien
biasanya lebih
responsif terhadap
instruksi yang
berulang dan
berkelanjutan
selama dirawat di
rumah sakit dari
pada memberikan
sejumlah besar
informasi dalam
waktu yang sama.
Tergantung kepada

untuk perawatan di rumah,


dan buat rujukan-rujukan
yang sesuai.

faktor-faktor yang
disebutkan di atas
dan sistem
pendukung dalam
keluarga. Kadang
pasien memerlukan
bantuan medis dan
perawatan, atau
follow-up lainnya
untuk memastikan
pemulihan tanpa
komplikasi

REFERENSI
Joan Luckman, R.N., M.A., Karen C. Sorensen, R.N.,
M.N., Medical-Surgical Nursing: A psychohysiological
Approach, Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1987
Wilma J. Phipps, PH.D., R.N., F.A.A.N., Barbara C. Long
M.S.N., R.N.,Medical-Surgical Nursing: Concept and
Clinical Practice, fourth edition, Missouri: Mosby-Year
Book, Inc, 1991
Donna D. Ignatavicius, Marylin V.B., Medical Surgical
Nursing: A Nursing Process Approach, Pensylvania: WB
Saunders Company, 1991.
Nancy M. Holloway, RN, MSN, CCRN, CEN., Medical
Surgical Care Plan.Pennsylvania: Springhouse Corporation,
1988
John Gibson, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern Untuk
Perawat, Edisi ke 2, Jakarta, 1995
Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse, Nursing Care
Plan. Edition 3, Philadhelphia: F.A.Davis Company, 1993

A. Pendahuluan
1. Pengertian Fraktur
a.
Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)

b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh


trauma atau tenaga fisik.(Price and Wilson, 2006).
c.
Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan
tulang rawan (Mansjoer,dkk, 2000)
2. Penyebab patah tulang (Barbara, 1999)
a. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang
lebih besar daripada daya tahan tulang, seperti benturan dan
cedera.
b. Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan
fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit
kanker atau osteoporosis.
3.
Jenis-jenis fraktur (Smeltzer and Bare, 2003)
a.
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis
tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran (bergeser
dari posisi normal).
b. Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c.
Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan
robeknya kulit
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau mebran
mukosa sampai ke patahan kaki. 1) Fraktur terbuka terbagi
atas tiga derajat, yaitu :
Derajat I :

Luka < 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda


luka remuk

Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif


ringan

Kontaminasi minimal
Derajat II :

laserasi > 1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang
Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi


struktur kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :

Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,


meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang


yang terpapar atau kontaminasi massif.Luka pada
pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
e.
Sesuai pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan
menjadi tulang bergeser/tidak bergeser. Jenis khusus
fraktur dibagi menjadi:
1)
Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah
sedang sisi lainnya membengkok.
2)
Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3)
Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah
tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal).
4)
Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
5)
Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi
beberapa fragmen.
6)
Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke
dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang
wajah).

7)
Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami
kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang
berpenyakit (kista tulang, penyakit Paget, metastasi tulang,
tumor).
9)
Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau
tendo pada perlengkatannya.
10) Epfiseal, fraktur melalui epifisis
11) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke
fragmen tulang lainnya

1. DEFINISI
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor,
saluran kemih bagian bawah, uterus, testis, anorektal
dinding abdomen, dan tulang belakang. Dapat
menyebabkan hemoragi (pelvis dapat menahan sebanyak +
4 liter darah) dan umumnya timbul manifestasi klinis
seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis,
perdarahan peritoneum atau saluran kemih.
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan
fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan
fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 1530% pasien
dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara
hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan
dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan
merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan
fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara
6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian
besar.
2. ETIOLOGI
Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur pada tempat tersebut.
Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan
dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Proses penyakit: kanker dan riketsia.
Compresion force: klien yang melompat dari tempat
ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang
belakang.
Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang
kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik
shock dan tetani).

3. MANIFESTASI KLINIS
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat
kecelakaan sehingga luasnya trauma tumpul dapat
diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi,
pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya
dan kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen
akut. Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik baik
internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture perineum,
manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase
abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase
tersebut.

Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya


perdarahan diseluruh abdomen yang mengalami luka,
dengan cara memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga
peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi
abdomen).Catat dan dokumentasikan warna dan jumlah
drainase.

4. KOMPLIKASI
1.
Komplikasi awal
a)
Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) perdarahan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak shock
hipovolemi.
b)
Emboli lemak
c)
Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi
otot/bedrest.
d) Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu
monitor tanda
infeksi dan terapi antibiotik.
e)
Sindrom kompartemen

2. Komplikasi lambat
a. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang
diharapkan
biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan
proses
infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
b. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini
disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
c. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan
bentuk).
d. Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi
tulang.
6. PENCEGAHAN
Pencegahan fraktur pelvis yaitu:
dengan membuat lingkungan lebih aman
mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan
mengenai pada saat bekerja berat.
7. PENATALAKSANAAN
1. Rekognisi:
menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus

2. Reduksi:
reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara
manual dengan traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan
diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal
fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung
kedalam medula tulang.
3. Retensi:
menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama
penyembuhan (gips/traksi)
4. Rehabilitasi:
langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cedera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna
(latihan gerak dengan kruck).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1) Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya
fraktur/trauma
2)
Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal
3)
Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal
setelah trauma.
4)
CT scan merupakan pemeriksaan diagnostic yang
perlu dilakukan untuk mengkaji injuri intrra abdomen
Angiografi, pielografi intravena dan pemeriksaan lain dapat
dilakukan untuk mengkaji derajat trauma pada organ
yangberbeda.
9. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan,
penyuluhan, perlindungan yang diberikan oleh seorang
perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien atau klien
dengan menggunakan metode proses keperawatan. (Nasrul
Efendy, 1995)
1. Pengkajian pada Pasien Fraktur
Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur meliputi
:
Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi
secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal,
pemendakan,ratotasi,krepitasi
(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang
fungsi).
Nyeri/kenyamanan
Gejala
: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (
mungkin terlokalisasi pada arah jaringan/kerusakan tulang;

dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat


kerusakan saraf.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala
: Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama
dirawat : femur 7-8 hari, panggul/pelvis 6-7 hari, lainlainya 4 hari bila memerlukan perawatan dirumah sakit.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur : 1
1. Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi
pinggul
a. Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur
b. Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput
femur
c. Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur
2. Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul
sendi pinggul
a. Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor
b. Fraktur intertrokanter
c. Fraktur subtrokanter
Tanda Dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer &
Bare (2001) antara lain:
1)
Deformitas
2)
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen
tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan
dan kontur terjadi seperti :
a.
Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
3)
Bengkak
4)
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan
ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan
fraktur
5)
Ekimosis dari perdarahan subculaneous
6)
Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
7)
Tenderness
8)
Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah
tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah
yang berdekatan.
9)
Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari
rusaknya saraf/ perdarahan).
10) Pergerakan abnormal
11) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
12) Krepitasi
Definisi
Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari
pelvis.Pada orang tua, penyebab paling umum adalah jatuh
dari posisi berdiri. Namun, fraktur yang berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan
pasukan yangsignifikan misalnya dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.
Etiologi
Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas
mengakibatkan dislokasi sendi panggul sering
ditemukan.Dislokasi panggul merupakan suatu trauma
hebat.Patah tulang pelvis harus dicurigai apabila ada

riwayat trauma yang menekan tubuh bagian bawah atau


apabila terdapatluka serut, memar, atau hematom di
daerah pinggang, sacrum, pubis atau perineum.

.Penderitadatang dalam keadaan anemi dan syok karena


perdarahan yang hebat.terdapatgangguan fungsi anggota
gerak bawah.

Epidemiologi
Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas.Sepuluh persen diantaranya di sertai trauma pada
alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra,bulibuli,rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas
sekitar 10 %.

Mekanisme trauma Dislokasi posterior dan dan dislokasi


posterior disertai adanyafraktur adalah kaput femur dipaksa
keluar ke belakang asetabulum melalui suatutrauma yang
dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi pinggul
dalama posisifleksi atau semifleksi. Trauma biasanya
terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimanalutut
penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan
keras yang beradadibagian depan lutut. Kelainan ini juga
dapat terjadi sewaktu mengendarai motor.50%dislokasi
disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen
kecil atau besar.Penderita biasanya datang setelah suatu
trauma yang hebat disertai nyeri dandeformitas pada daerah
sendi panggul.Sendi panggul teraba menonjol
kebelakangdalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna
.terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan
pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan
apakahdislokasi disertai fraktur atau tidak.2.

Patogenesis
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul
karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian
.Pada orang tua dengan osteoporosis atauosteomalasia
dapat terjadi fraktur stres pada ramus pubis.oleh karena
rigiditas panggulmaka keretakan pada salah satu bagian
cincin akan disertai robekan pada titik lain,kecuali pada
trauma langsung .Sering titik kedua tidak terlihat dengan
jelas ataumungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi
reduksi spontan pada sendi sakro iliaka
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri
atas:Kompresi anteroposterior Hal ini biasanya terjadi
akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki
kendaraan.ramus pubis mengalami fraktur ,tulang
inominata terbelah dan mengalami rotasieksterna disertai
robekan simfisis .keadaan ini disebut sebagai open book
injury.Bagian posterior ligamen sakro iliaka mengalami
robekan parsial atau dapat disertaifraktur bagian
belakang ilium.Kompresi lateralKompresi dari samping
akan menyebabkan cincin mengalami keretakan .Hal
initerjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan
lalu lintas atau jatuh dariketinggian .Pada keadaan ini
ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalamifraktur dan bagian belakang terdapat strain dari
sendi sakro iliaka atau fraktur iliumatau dapat pula fraktur
ramus pubis pada sisi yang sama.Trauma vertikalTulang
inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara
vertikal disertaifraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro
iliaka pada sisi yang sama.hal ini terjadiapabila seseorang
jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.Trauma
kombinasiPada trauma yang lebih hebat dapat terjadi
kombinasi kelainan diatas.
Patofisiologi
Tulang panggul terdiri dari ilium (yaitu, sayap iliaka),
iskium, dan pubis, yangmerupakan cincin anatomis dengan
sacrum.
Gangguan dari cincin ini membutuhkanenergi
yang signifikan. Karena pasukan yang terlibat, patah tulang
panggul seringmelibatkan cedera pada organ terkandung
dalam tulang panggul. Selain itu, trauma pada organ ekstrapanggul adalah umum. patah tulang panggul
sering dikaitkandengan perdarahan parah akibat suplai
darah yang luas untuk wilayah tersebut.
Manifestasi Klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu
trauma multipel yangdapat mengenai organ-organ lain
dalam panggul .keluhan berupa gejala pembengkakan
,deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul

Sebagai penduduk usia, jumlah patah tulang panggul yang


terjadi setiap tahun meningkat. Sebuah fraktur pinggul
dalam dewasa penuaan bukan hanya patah tulang. Ini
adalah penyakit yang mengancam jiwa. Yang patah tulang
pinggul sendiri jarang masalah yang sulit untuk
memecahkan. Tapi begitu fraktur tersebut terjadi, ia
membawa dengan itu semua komplikasi medis potensial
yang dapat muncul ketika pasien penuaan terbatas tidur.
Komplikasi adalah apa yang dapat mengubah istirahat yang
sederhana menjadi sebuah penyakit yang mengancam jiwa.
Patah tulang pinggul pada anak-anak dan orang dewasa
muda jauh berbeda. Informasi dalam dokumen ini hanya
berlaku untuk patah tulang pinggul pada orang tua.
Panduan ini akan membantu Anda memahami
bagaimana terjadi patah tulang pinggul
bagaimana dokter mendiagnosa masalah
apa pilihan pengobatan yang tersedia
Anatomi
Bagaimana cara kerja hip?
Sendi pinggul adalah salah satu sendi bola-dan-socket
benar tubuh. Soket pinggul disebut acetabulum dan bentuk
cangkir yang mendalam yang mengelilingi bola dari tulang
paha atas, atau kepala femoralis. Kepala femoralis
terpasang ke seluruh femur oleh bagian pendek tulang yang
disebut leher femoralis. Benjolan di bagian luar femur tepat
di bawah leher femoralis disebut trokanter lebih besar. Ini
adalah tempat otot-otot pantat besar yang melekat pada
femur.
otot-otot tebal dari pantat di belakang dan otot-otot tebal
paha di depan sekitar pinggul. Permukaan kepala femoral
dan bagian dalam acetabulum tersebut ditutupi dengan
kartilago artikular. Materi ini adalah tentang satuseperempat inci tebal sendi yang paling besar. tulang rawan
artikular adalah material, sulit licin yang memungkinkan
permukaan untuk meluncur terhadap satu sama lain tanpa
kerusakan.
Semua suplai darah ke kepala femoralis (bagian bola
pinggul) datang melalui leher femur. Jika ini suplai darah
rusak, ada cadangan ada. Salah satu masalah dengan

pinggul patah tulang adalah kerusakan yang dapat terjadi


pada pembuluh-pembuluh darah ketika istirahat pinggul.
Hal ini dapat mengakibatkan tulang kepala femoralis benarbenar sekarat. Setelah ini terjadi, tulang tidak lagi mampu
mempertahankan dirinya. Hal ini dapat mengakibatkan
salah satu komplikasi patah tulang pinggul yang disebut
nekrosis avaskular (AVN).
Penyebab
Mengapa saya punya masalah ini?
Cedera adalah penyebab yang jelas patah tulang pinggul.
Pada populasi lanjut usia, cedera dapat hasil dari sesuatu
sebagai keseimbangan satu kalah sederhana dan jatuh ke
tanah. Sementara banyak patah tulang pinggul mungkin
terjadi dengan cara ini, benar juga bahwa musim gugur
yang mungkin terjadi sebagai akibat dari retak pinggul. hip
itu benar-benar istirahat pertama, menyebabkan orang
jatuh.
Osteoporosis dapat melemahkan leher femur ke titik bahwa
setiap stres meningkat dapat menyebabkan leher tulang
paha untuk istirahat tiba-tiba. Sebuah langkah yang tidak
menentu dapat mengakibatkan twist untuk sendi pinggul
yang menempatkan terlalu banyak tekanan di leher femur.
Istirahat leher femoralis, dan pasien jatuh ke tanah. Ini
terjadi sangat cepat sehingga tidak jelas kepada pasien
apakah jatuh atau istirahat pertama terjadi.
Gejala
Apa yang patah tulang pinggul merasa seperti?
Sebuah patah tulang pinggul, seperti patah tulang,
menyebabkan rasa sakit. fraktur tersebut membuat
menempatkan berat di kaki sangat sulit. Ketika patah tulang
pinggul terjadi pada orang dewasa tua yang tinggal
sendirian, mungkin jam sebelum orang menemukan pasien.
Pasien kadang tidak bisa menjawab telepon agar
memberitahukan siapapun. Ini adalah situasi yang
mengancam jiwa pertama. Situasi ini dapat menyebabkan
dehidrasi, atau jika fraktur terjadi di luar lingkungan dingin,
pasien dapat mengembangkan hipotermia. Kedua kondisi
ini dapat mematikan.
Diagnosa
Bagaimana dokter mengidentifikasi masalah?
Diagnosis patah tulang pinggul biasanya terjadi di ruang
gawat darurat. Diagnosis dimulai dengan sejarah dan
pemeriksaan fisik. Adalah penting bahwa dokter diberitahu
masalah medis lainnya pasien sehingga pengobatan patah
tulang panggul dapat direncanakan. Sebagian besar
informasi dari sejarah dan pemeriksaan fisik akan
digunakan untuk mencoba untuk mengevaluasi secara
keseluruhan kondisi fisik pasien. Pengujian seperti sinar-X
dada, kerja darah, dan electrocardiograms mungkin
diperintahkan untuk menilai kondisi keseluruhan pasien.
Sinar-X biasanya digunakan untuk menentukan apakah
telah terjadi patah tulang pinggul dan, jika demikian, apa
jenis patahan itu. Ahli bedah ortopedi akan menggunakan
sinar-X untuk menentukan apakah prosedur bedah akan
diperlukan dan untuk memutuskan apa jenis prosedur untuk
menyarankan.
Dalam beberapa kasus, sinar-X mungkin tidak
menunjukkan fraktur. Jika pinggul terus sakit dan dokter
curiga bahwa patah tulang pinggul hadir, Magnetic
Resonance Imaging (MRI) mungkin disarankan. Pemindai
MRI menggunakan gelombang magnetik daripada radiasi
untuk mengambil beberapa gambar tulang pinggul. Mesin

MRI sangat sensitif dan dapat menunjukkan fraktur yang


tidak muncul pada reguler sinar-X.
Tes ini dilakukan untuk memastikan tidak ada patah tulang
sebelum mengizinkan pasien untuk meletakkan beban pada
kaki. Berjalan pada pinggul patah dapat menyebabkan dua
sisi fraktur untuk menggantikan, atau bergerak terpisah,
sehingga mereka tidak sejalan lagi dengan benar. Sebuah
rekahan yang belum pengungsi jauh lebih mudah untuk
mengobati dari satu yang telah. Sebuah patah pengungsi
juga meningkatkan risiko merusak suplai darah ke kepala
femoralis, menyebabkan AVN (dibahas sebelumnya).
Pengobatan
Apa yang dapat dilakukan untuk masalah ini?
Pengobatan untuk patah tulang pinggul segera dimulai
dengan memastikan pasien secara medis stabil. Setelah
dokter yakin bahwa pasien stabil, keputusan mengenai
pengobatan fraktur dapat dilakukan.
Nonsurgical Pengobatan
Jarang patah tulang dianggap stabil, yang berarti bahwa ia
tidak akan menggantikan jika pasien diperbolehkan untuk
duduk di kursi. Tetapi jika patah tulang tampaknya stabil,
pasien mungkin diobati tanpa operasi jika dokter merasa
bahwa pasien akan mampu bangun dalam beberapa hari.
Kebanyakan patah tulang panggul akan benar-benar
sembuh tanpa operasi, tapi masalahnya adalah bahwa
pasien akan di tempat tidur selama delapan sampai 12
minggu. Dokter telah belajar selama bertahun-tahun yang
menempatkan orang dewasa penuaan di tempat tidur
selama jangka waktu ini memiliki risiko yang jauh lebih
besar menciptakan komplikasi serius dari operasi yang
diperlukan untuk memperbaiki pinggul patah. Ini adalah
alasan utama bahwa operasi dianjurkan untuk hampir
semua pasien dengan pinggul retak.
Operasi
Hip Hampir semua patah tulang pada orang tua
diperlakukan dengan beberapa jenis operasi bedah tulang
untuk memperbaiki retak. Jika memungkinkan, operasi
biasanya dilakukan dalam waktu 24 jam masuk ke rumah
sakit.
Tujuan dari setiap prosedur operasi untuk mengobati
pinggul retak adalah untuk menahan patah tulang aman di
posisi, memungkinkan pasien untuk keluar dari tempat
tidur sesegera mungkin. Banyak metode telah diciptakan
untuk mengobati berbagai jenis fraktur. Sebagian besar
patah tulang panggul dirawat di salah satu dari tiga cara:
dengan pin logam dengan pelat logam dan sekrup, atau
mengganti kepala femoralis rusak dengan implan buatan.
Metal Pins
Fraktur yang terjadi melalui leher femur, jika mereka masih
dalam posisi yang benar, mungkin hanya membutuhkan
dua atau tiga pin metal untuk memegang dua potong fraktur
bersama-sama. Prosedur ini, yang disebut menjepit pinggul,
cukup sederhana dan memungkinkan pasien untuk mulai
meletakkan berat badan turun setelah operasi.
Metal Plate dan Sekrup
Beberapa patah tulang pinggul terjadi di bawah leher
femoralis di daerah yang disebut daerah intertrochanteric.
Patah tulang ini disebut patah tulang pinggul
intertrochanteric. Patah tulang panggul ini biasanya benarbenar hasil dari jatuh dan sering adalah tipe yang paling
sulit untuk mengobati patah tulang. Mereka sering

melibatkan lebih dari satu istirahat. Akibatnya, beberapa


bidang patah tulang harus diselenggarakan bersama-sama.
Ahli bedah biasanya mencoba untuk memperbaiki jenis
fraktur menggunakan plat besi dan sekrup kompresi
pinggul. pendekatan ini membantu menyelaraskan tulang
dan bergantung pada kekuatan otot untuk kompres tulang
retak bersama sehingga mereka akan sembuh.
Buatan Penggantian Kepala Femoral (Hemiarthroplasty)
Ketika patah tulang pinggul terjadi melalui leher femur dan
bola sudah benar-benar pengungsi, ada kesempatan yang
sangat tinggi bahwa suplai darah ke kepala femoralis telah
rusak. Hal ini sangat mungkin bahwa AVN kepala
femoralis akan terjadi sebagai komplikasi dari jenis patah
tulang pinggul.
Seperti disebutkan sebelumnya, AVN menyebabkan tulang
kepala femoralis untuk mati. Kepala femoralis mulai runtuh
minggu kemudian, menyebabkan lebih banyak masalah
dalam beberapa bulan mendatang. Hasil kemungkinan
besar akan di operasi kedua beberapa bulan kemudian
untuk menggantikan pinggul karena AVN. Kemungkinan
ini adalah begitu besar sehingga sebagian besar ahli bedah
akan merekomendasikan menghapus kepala femoral segera
dan menggantinya dengan kepala femoral buatan yang
terbuat dari logam. Operasi ini disebut hemiarthroplasty
sebuah. (Hemi berarti setengah, dan artroplasti berarti sendi
buatan.) Prosedur ini disebut hemiarthroplasty karena
hanya separuh dari sendi diganti. Soket dari sendi pinggul
yang tersisa utuh.
Komplikasi
Apa yang mungkin salah?
Komplikasi yang dapat mengembangkan setelah patah
tulang pinggul adalah apa yang membuat cedera masalah
yang mengancam nyawa. Beberapa komplikasi dapat hasil
dari operasi, tapi banyak bisa terjadi apakah fraktur diobati
dengan operasi atau tidak.
Sebagian besar komplikasi yang terjadi setelah patah tulang
pinggul akibat dari harus menempatkan orang dewasa
penuaan pada istirahat. Secara umum, ini tampaknya
membuat semua masalah medis pasien buruk. Beberapa
masalah yang lebih umum yang patah tulang pinggul dapat
meningkatkan kemungkinan termasuk
anestesi
pneumonia
tekanan borok
tromboflebitis
kebingungan mental
Mendapatkan keluar pasien dari tempat tidur dan bergerak
dapat mengurangi risiko mengembangkan semua
komplikasi ini. Jika operasi diperlukan untuk menstabilkan
patah tulang dan mendapatkan rawat jalan dari tempat tidur
cepat, ini benar-benar akan mengurangi risiko secara
keseluruhan mengembangkan komplikasi ini. Itu tidak
berarti bahwa komplikasi tidak mungkin masih terjadi
setelah operasi, tetapi mereka jauh lebih mudah untuk
mengobati jika pasien dapat dimobilisasi.
Anestesi
Kebanyakan prosedur bedah mengharuskan beberapa jenis
anestesi yang dilakukan sebelum operasi. Sebuah jumlah
yang sangat kecil pasien memiliki masalah dengan anestesi.
Masalah ini dapat reaksi terhadap obat yang digunakan,
masalah yang berhubungan dengan komplikasi medis
lainnya, dan masalah karena anestesi. Pastikan untuk

membahas risiko dan keprihatinan Anda dengan anestesi


Anda.
Pneumonia
Istirahat di tempat tidur dapat meningkatkan risiko
pengembangan pneumonia pada pasien yang lebih tua. Jika
anestesi diperlukan untuk operasi, risikonya lebih besar.
Setelah cedera yang memerlukan istirahat di tempat tidur,
Anda akan perlu melakukan beberapa hal untuk menjaga
paru-paru Anda bekerja terbaik mereka. perawat Anda akan
pelatih Anda untuk mengambil napas dalam-dalam dan
batuk sering. Bangun tidur, bahkan tegak di kursi,
memungkinkan paru-paru untuk bekerja lebih baik.
Sesegera mungkin, Anda akan diizinkan untuk duduk di
kursi.
terapis pernapasan itu rumah sakit memiliki beberapa alat
bantu untuk membantu mempertahankan fungsi paru secara
optimal. Spirometer insentif perangkat kecil yang
mengukur seberapa keras anda bernafas dan memberikan
Anda sebuah alat untuk meningkatkan pernapasan dalam
Anda. Jika Anda memiliki penyakit paru-paru lainnya,
seperti asma, terapis pernafasan juga dapat menggunakan
obat yang diberikan melalui pernafasan pengobatan untuk
membantu membuka kantong-kantong udara di paru-paru.
Tekanan Borok (Luka Baring)
Patah tulang pinggul menyebabkan nyeri saat Anda
bergerak, bahkan di tempat tidur. Sebagai hasilnya, Anda
berhenti bergerak sekitar untuk menggeser berat badan
Anda dari waktu ke waktu seperti biasa. Ketika Anda
berbaring, ada tekanan pada kulit di daerah tertentu.
Tekanan ini benar-benar menghentikan aliran darah ke kulit
dengan menutup pembuluh darah yang pergi ke daerah itu.
Biasanya hal ini tidak masalah karena Anda segera
pergeseran berat badan, tekanan bergerak ke daerah lain.
Menggeser tekanan ini memungkinkan aliran darah untuk
kembali ke daerah kulit dan mencegah kerusakan.
Tetapi jika sesuatu yang mencegah Anda dari pergeseran
dan tekanan tetap konstan di satu daerah, daerah kulit yang
akhirnya dapat menjadi rusak karena kurangnya aliran
darah. Kerusakan ini disebut ulkus tekanan atau luka
baring. Tekanan menyebabkan kulit untuk benar-benar
mati, mirip kulit yang telah dibakar dengan panas. Pertama
daerah tersebut sakit, maka mulai melepuh, dan kemudian
berubah menjadi sebuah luka terbuka. Luka ini sulit
sembuh jika mereka besar. Mereka sebenarnya mungkin
memerlukan cangkok kulit. Mereka dapat menjadi
terinfeksi, menyebabkan masalah lain.
Perlakuan terbaik adalah untuk mencegah luka baring di
tempat pertama. Rumah sakit menggunakan kasur khusus
dan lapisan air khusus untuk membantu mendistribusikan
berat badan secara merata pada orang yang harus dibatasi
tidur. Perawat juga bergerak secara rutin di tempat tidur
pasien untuk memastikan kulit tidak mendapatkan tekanan
yang terlalu banyak dalam satu daerah. Namun, cara terbaik
untuk mencegah ulkus tekanan untuk membuat Anda
keluar dari tempat tidur dan bergerak.
Tromboflebitis (Gumpalan Darah)
Tromboflebitis, kadang-kadang disebut trombosis vena
dalam (DVT), dapat mengakibatkan dari istirahat dan
aktivitas. DVT terjadi ketika gumpalan darah terbentuk
dalam pembuluh darah besar kaki. Hal ini dapat
menyebabkan kaki membengkak dan menjadi hangat
dengan sentuhan dan menyakitkan. Jika gumpalan darah

pecah, mereka dapat melakukan perjalanan ke paru-paru, di


mana mereka menginap di kapiler (pembuluh darah terkecil
dalam tubuh) dan memotong suplai darah ke sebagian dari
paru-paru. Ini disebut pulmonary embolism. (Paru berarti
paru-paru, dan emboli mengacu pada sebuah fragmen dari
sesuatu perjalanan melalui pembuluh darah.) Kebanyakan
ahli bedah mengambil mencegah DVT sangat serius. Ada
banyak cara untuk mengurangi risiko DVT, tapi mungkin
yang paling efektif semakin Anda bergerak secepat
mungkin. Dua lainnya langkah-langkah pencegahan yang
umum digunakan termasuk
stocking untuk menjaga tekanan darah di kaki bergerak
obat-obat yang tipis darah dan mencegah penggumpalan
darah dari pembentukan
Mental Kebingungan
Aging dewasa yang menderita patah tulang pinggul dan
pergi ke rumah sakit berada di bawah banyak stres.
lingkungan asing, obat sakit, dan stres cedera dapat
menyebabkan perubahan perilaku pasien. Ini kadangkadang disebut sindrom sundowner karena tampaknya lebih
buruk di malam hari. Hal ini bisa sangat menakutkan
terhadap pasien dan keluarga mereka. Untungnya, hampir
selalu sementara. Hal ini dapat menyebabkan masalah
karena pasien bisa menjadi sulit untuk ditangani dan tidak
akan mengikuti petunjuk. Mereka mungkin mencoba untuk
bangun dari tempat tidur dan dapat merusak pinggul lebih
lanjut.
Pengobatan terbaik untuk kebingungan mental biasanya
untuk mendapatkan pasien bergerak dan keluar dari rumah
sakit. Familiar sekitarnya, wajah-wajah akrab, dan aktivitas
adalah perawatan terbaik. Pengobatan digunakan ketika
diperlukan, dan mungkin perlu untuk menahan pasien
selama periode ini sehingga mereka tidak akan melukai diri
sendiri lebih lanjut. Kondisi medis lainnya dapat
menyebabkan kebingungan, dan dokter akan memastikan
bahwa tidak hadir. Tapi, lagi-lagi, kebingungan mental
biasanya bersifat sementara dan akan hilang dalam
hitungan hari.
Rehabilitasi
Apa yang harus saya harapkan setelah pengobatan?
Nonsurgical Rehabilitasi
Patah tulang panggul biasanya memerlukan operasi.
Nonsurgical rehabilitasi hanya digunakan dalam beberapa
contoh setelah patah tulang pinggul pada orang dewasa
penuaan. Seorang pasien dengan penyakit komplikasi lain
yang patah tulang panggul mungkin diobati dengan traksi.
traksi Sebuah tarik anggota tubuh terluka adalah sarana,
selain operasi, membantu tulang fragmen untuk berbaris.
Pasien yang memiliki fraktur stabil (disebutkan
sebelumnya) juga dapat menerima rehabilitasi tanpa
pembedahan. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan
istirahat beberapa hari sebelum mendapatkan bantuan untuk
berdiri dan berjalan. Bila dokter menentukan bahwa fraktur
telah sembuh, program formal terapi fisik berlangsung
empat sampai enam minggu dapat ditentukan.
Setelah Operasi
Tujuan prosedur pembedahan yang paling untuk pinggul
retak adalah untuk membantu orang mendapatkan bergerak
dan berjalan secepat mungkin. Ini membantu mereka
menghindari komplikasi berbahaya yang dapat timbul dari
yang bergerak di tempat tidur, seperti pneumonia,
pembekuan darah, kekakuan sendi, dan nyeri.

Seorang terapis fisik biasanya bekerja dengan pasien di


rumah sakit segera setelah operasi. Anda akan dibantu dari
tempat tidur Anda ke kursi beberapa kali setiap hari. Anda
akan mulai berjalan dengan alat bantu jalan atau kruk,
praktek mengakses kamar mandi, dan mulai latihan lakukan
untuk nada otot-otot sekitar panggul dan paha dan untuk
mencegah pembentukan bekuan darah.
Jumlah berat yang dapat ditempatkan di kaki dioperasikan
tergantung pada jenis operasi yang dilakukan. Kebanyakan
pasien bisa memulai berat peluru segera setelah operasi.
Tergantung pada beratnya patah tulang, pasien mungkin
hanya mampu menempatkan berat parsial bawah segera.
Pasien yang membutuhkan hemiarthroplasty mengikuti
rencana perlakuan yang berbeda. Operasi ini lebih terlibat
dan membutuhkan ahli bedah untuk membuka sendi
panggul selama operasi. Hal ini menempatkan panggul di
beberapa risiko dislokasi setelah operasi. Untuk mencegah
dislokasi hip setelah operasi, pasien mengikuti pedoman
yang ketat tentang yang memposisikan pinggul mereka
harus dihindari, pencegahan pinggul disebut. Pasien
mengikuti tindakan pencegahan ini setiap waktu sedikitnya
enam minggu setelah operasi, sampai jaringan lunak
memperoleh kekuatan yang cukup untuk menjaga bersama
dari sampai cacat. Pasien dapat diinstruksikan untuk
menggunakan walker atau kruk untuk membatasi jumlah
berat yang mereka tempat di kaki dioperasikan.
Setelah Anda pulang dari rumah sakit, dokter bedah Anda
mungkin telah Anda bekerja dengan ahli terapi fisik selama
dua sampai empat kali kunjungan di rumah. Hal ini untuk
memastikan Anda aman dalam dan sekitar rumah dan
masuk dan keluar dari mobil. terapis Anda akan membuat
rekomendasi tentang keselamatan Anda, meninjau tindakan
pencegahan pinggul Anda, dan pastikan Anda
menempatkan jumlah yang aman berat pada kaki Anda
ketika berdiri atau berjalan. Kunjungan terapi Home akhir
ketika Anda aman untuk keluar dari rumah.
kunjungan tambahan untuk terapi rawat jalan fisik mungkin
diperlukan untuk pasien yang memiliki masalah berjalan
atau yang membutuhkan untuk mendapatkan kembali
bekerja fisik berat atau kegiatan.
Tujuannya terapis adalah untuk membantu Anda
memaksimalkan kekuatan pinggul, mengembalikan pola
berjalan normal, dan membantu Anda melakukan aktivitas
Anda tanpa risiko cedera lebih lanjut. Ketika Anda berjalan
dengan baik, kunjungan rutin ke kantor terapis akan
berakhir. terapis Anda akan terus menjadi sumber daya,
tetapi Anda akan bertanggung jawab melakukan latihan
Anda sebagai bagian dari program rumah yang sedang
berlangsung
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau
tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat
kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak,
misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran
napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
PPOK merupakan salah satu gangguan pernapasan yang
akan semakin sering dijumpai di masa mendatang di
Indonesia, mengingat makin bertambahnya rerata umur
orang Indonesia, bertambahnya jumlah perokok dan
bertambahnya polusi udara.

DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan
keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas
yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturutturut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah
kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan
dinding alveoli.
FAKTOR RISIKO
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab
terpenting, jauh lebih penting dari penyebab lainnya.
Penyebab lain adalah riwayat terpajan polusi udara
(lingkungan dan tempat kerja), hipereaktiviti bronkus,
riwayat infeksi saluran napas bawah berulang, defisiensi
alfa-1 anti tripsin, jenis kelamin laki-laki dan ras (kulit
putih lebih berisiko).
PATOGENESIS
Pada bronkitis kronis terdapat pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot
polos pernapasan dan distorsi akibat fibrosis. Pada
emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding
alveoli. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat
ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada
saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis, metaplasi sel
goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi
jalan napas.
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala, gejala ringan hingga gejala berat. Diagnosis PPOK
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan yang terarah
dan sistematis meliputi gambaran klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisis) dan pemeriksaan penunjang baik yang
bersifat rutin maupun pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pasien PPOK dini umumnya tidak
ditemukan kelainan. Pada inspeksi didapatkan:
Purse-lips breathing, yaitu sikap seseorang yang
bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas kronik
Barrel chest (diameter toraks anteroposterior
sebanding dengan diameter transversal)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertrofi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Terlihat denyut vena jugularis dan edema tungkai
(bila telah terjadi gagal jantung)
Pada emfisema pemeriksaan palpasi didapatkan sela iga
melebar dan fremitus melemah; pemeriksaan perkusi
terdengar hipersonor, batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah dan hepar terdorong ke bawah
Pemeriksaan auskultasi didapatkan:
suara napas vesikuler normal atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang rutin dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis PPOK adalah uji faal paru sedang pemeriksaan
darah rutin (Hb, Ht, Leukosit) dan foto toraks untuk
menyingkirkan penyakit paru lain.
Pemeriksaan spirometri dilakukan untuk memeriksa VEP1,
KVP dan VEP1/KVP. VEP1 merupakan parameter yang
paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit. Disebut obstruksi apabila
%VEP1 (VEP1/VEP1 prediksi) <80% atau VEP1%
(VEP1/KVP) < 75%. Apabila spirometri tidak tersedia atau
tidak mungkin dilakukan, bisa dilakukan pemeriksaan APE
(arus puncak ekspirasi), dengan memantau variabiliti harian
pagi dan sore tidak melebihi 20%.
DIAGNOSIS BANDING
1. Asma
2. SOPT (sindroma obstruksi pascatuberkulosis)
3. Pneumotoraks
4. Gagal jantung

5. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lainnya


misalnya bronkiektasis, destroyed lung dll.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas
yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis
yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya
berbeda.

Timbul pada usia muda


Sakit mendadak
Riwayat merokok
Riwayat atopi
Sesak dan mengi berulang
Batuk kronik berdahak
Hipereaktiviti bronkus
Reversibiliti obstruksi
Variabiliti harian
Eosinofili sputum
Neutrofil sputum
Makrofag sputum

Asma
++
++
+/++
+++
+
+++
++
++
+
+

PPOK
+++
+
+
++
+
+
+
-

PENATALAKSANAAN
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan
nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas
penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan
pada eksaserbasi akut.Tujuan umum penatalaksanaan
PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah
eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah
penurunan faal paru serta meningkatkan kualiti hidup
penderita. Penatalaksanaan meliputi edukasi, obat-obatan,
terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit
kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan edukasi adalah
supaya pasien PPOK mengenal perjalanan penyakit,
melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai
aktiviti optimal dan meningkatkan kualiti hidup.
Obat-obatan
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi
sesuai dengan klasifikasi derajad beratnya penyakit.
Diutamakan bentuk obat inhalasi, nebulisasi tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting)
Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah
ekspektoran yang baik, pemberian cairan yang cukup akan
mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan mukolitik
dapat diberikan terutama pada saat eksaserbasi.
Antihistamin secara umum tidak diberikan karena dapat
menimbulkan kekeringan saluran napas sehingga sekret
sukar dkeluarkan
Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat
mengurangi keadaan eksaserbasi akut.

Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan


memperbaiki kialiti hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat
diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai terapi rutin.
Kortikosteroid pemberiannya masih kontroversial,
hanya bermanfaat pada serangan akut.
Antitusif diberikan dengan hati-hati.
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian
terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
Terapi oksigen bermanfaat untuk mengurangi sesak napas,
hipertensi pulmoner, vasokonstriksi pembuliuh darah paru,
hematokrit dan memperbaiki kualiti dan fungsi
neuropsikologik.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal
napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di
rumah sakit di ruang ICU atau di rumah Ventilasi mekanik
dapat dilakukan dengan intubasi maupun tanpa intubasi.
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK
dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di
rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
NIPPV (noninvasive intermitten positive pressure) atau
NPV (negative pressure ventilation). NIPPV bila digunakan
dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/long term
oxygen therapy) akan memberikan perbaikan bermakna
pada AGD, kualitas dan kuantitas tidur serta kualiti hidup.
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi volume
control, pressure control dan BiPAP (bilevel positive
airway pressure) dan CPAP (continuous positive airway
pressure).
Ventilasi mekanik dengan intubasi. Pasien PPOK
dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di
rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut:
- Gagal napas yang pertama kali
- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab
yang jelas dan dapat diperbaiki (misalnya pneumonia)
- Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak dilakukan pada pasien
PPOK dengan kondisi sebagai berikut:
- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi
maksimal sebelumnya
- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru,
keganasan
- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah
maksimal
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus
respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi
malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena

berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan


perubahan analisis gas darah. Mengatasi malnutrisi dengan
pemberian makanan yang agresif tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme
karbohidrat. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa
tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti
pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumptiondan respons ventilasi terhadap
hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal
napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan
kelelahan. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang
masuk dengan kalori yang dibutuhkan. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi
kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal
feedings) dengan pipa nasogaster.
Rehabilitasi
Fisioterapi bertujuan memobilisasi sputum dan
membuat pernapasan lebih efektif serta mengembalikan
kemampuan fisik penderita ke tingkat optimal.
Rehabilitasi psikis. Penderita PPOK sering merasa
tertekan dan cemas sehingga perlu pendekatan psikis untuk
mengurangi perasaan tersebut.
Rehabilitasi pekerjaan,. Menganjurkan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya
A. Konsep Medis
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler.
Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana
melalui proses Osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium.(Simon & schuster, 2003).
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan
bentuknya :
1).
Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari
batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung
yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk
dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir
tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis
berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan,
estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron,
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan
inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari
tulang yang padat.

3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua


lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous.
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti
dengan tulang pendek.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang
terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan
persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit
mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas,
osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan).
Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral
anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak
dalam osteon ( unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel
multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang
dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi
kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan
lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang
memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak
sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast,
yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam
tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan
dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
Gambar 1 Anatomi tulang panjang
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik
(hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut
matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan
kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida).
Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan
sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium.
Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat
kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi
terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garamgaram menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan
dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang.
Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup.
Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon,
faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada

suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk


tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk
menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa
hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid
dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari
osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring
dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk
tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu
dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran
mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan
terhadap tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak
mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat
dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi
secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan
tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar
yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di
tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam
dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan
fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya
sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang
sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah,
osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas
mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang
baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah
melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas
menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau
mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka
menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas
juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih
dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas
dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas
melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai
berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulangtulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade
ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa
faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas
dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik
yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi
mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan
hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas
osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang
dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar
hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron
akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti
tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis
(ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun

pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang.


Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu
pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi
tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan
secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium
darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin
D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum
dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan
demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi
kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan
absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas
terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon
paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak
tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan
kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan
aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang
untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk
menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut.
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid
pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium
serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal.
Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh
ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah.
Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon
paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap
peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki
sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan
osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang
sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
Tulang panggul (pelvis) terdiri dari dua tulang coxae,
sacrum dan coccygeus. Berartikulasi di anterior yaitu pada
simphisis pubis, di posterior pada artikulasio sacroiliaca.
Struktur mirip cekungan ini memindahkan berat dari badan
ke tungkai bawah dan memberikan perlindungan pada
viscera, pembuluh darah , dan saraf di pelvis (Apley, 2000).
Stabilitas cincin pelvis tergantung pada kekakuan
tulang-tulang dan integritas ligament yang kuat yang
mengikat tiga segmen tulang bersama-sama pada simphisis
pubis dan artikulasio sacroiliaca. Ligamen pengikat yang
paling kuat dan yang paling penting dalah ligament
sacroiliaca dan ligament iliolumbal. Selama ligamentligamen itu utuh, penahan beban tidak akan terganggu. Ini
adalah factor yang penting untuk membedakan cidera yang
stabil dan yang tidak stabil pada cincin pelvis
(Apley,2000).
Tulang coxae (panggul) terdiri dari tiga tulang,
yaitu tulang pubis, ilium, dan ischium yang berhubungan
secara sinostosis pada fossa acetabuli, yang dibatasi oleh
limbus acetabuli dan dikelilingi oleh facies lunata. Incisura
acetabuli membuka acetabulum ke inferior dan berbatasan
dengan foramen obturatorium (Platzer,2000)
Tulang coxae atau disebut juga dengan innominate
bone bentuknya datar dan lebar, merupakan os ireguler
yang membentuk bagian terbesar pelvis. Tulang ini

tersusun atas tiga buah tulang yaitu tulang ilium, tulang


ischium dan tulang pelvis yang corpusnya bersatu di
acetabulum, yang terletak di facies eksterna tulang ini.
Tulang ilium, disebut demikian karena menyangga pinggul,
lebar di bagian superior dan membentang ke cranial dari
acetabulum. Tulang ischium letaknya paling bawah dan
merupakan bagiab paling kuat, berjalan ke bawah dari
acetabulum dan memanjang ke tuber ischiadicum,
kemudian melengkung ke ventral, bersama-sama tulang
pubis membentuk lubang besar yaitu foramen
obturatorium. Tulang pubis memanjang ke medial dari
acetabulum dan bersendi di linea mediana dengan tulang
pubis sisi yang berseberangan dengan membentuk simfisis
osseum pubis, membentuk bagian depan pelvis
(Hadiwidjaja, 2004)
Tulang pubis terdiri dari ramus superior ossis pubis
dan ramus inferior ossis pubis. Kedua rami tersebut dibatasi
oleh foramen obturatorium. Dekat ujung superior medialis
facies symphysialis terdapat tuberculum pubicum dari sana
terdapat crista pubica terbentang ke medialis dan pectin
pubis mengarah ke lateralis terhadap linea arcuata. Pada
tempat peralihan dari ramus superior pubis ke ilium
terdapat peninggian disebut eminentia iliopubica. Sulcus
obturatorius terletak inferior terhadap tuberculum pubicum
dan dibatasi sebelah dalam oleh tuberculum obturatorium
anterius dan tuberculum obturatorium posterius yang tidak
selalu ada.
Tulang ilium dibagi menjadi bagian corpus ossis
ilii dan ala ossis ilii. Corpus membentuk bagian acetabulum
dan dibatasi sebelah luar oleh sulcus supra acetabularis dan
di sebelah dalam oleh linea arcuata. Di bagian luar ala ossis
ilii terdapat facies glutealis dan sebelah dalamnya terdapat
fossa iliaca mudah dilihat. Di belakang fossa iliaca terdapat
facies sacropelvica dengan tuberositas iliaca dan facies
aurikularis. Crista iliaca mulai dari anterior pada spina
iliaca anterior superior dan dibagi atas crista iliaca labium
labium eksternum dan crista iliaca labium internum, serta
linea intermedia yang memanjang ke atas dank e belakang.
Terdapat juga di bagian lateralis lbium eksternum berupa
tuberositas iliaca. Ujung crista iliaca berakhir pada spina
iliaca superior posterior. Di bawah yang terakhir ini
terdapat spina iliaca posterior inferior, sedangkan yang di
bawah depan terdapat spina iliaca anterior inferior. Linea
glutealis inferior, linea glutealis anterior, linea glutealis
posteriorterletak pada facies glutealis. Selain itu terdapat
juga beberapa saluran vaskuler diantaranya yang sesuai
dengan fungsinya yaitu vasaemissaria
Tulang ischium dibagi atas corpus ossis ischii dan
ramus ossis ischii, yang bersama-samadengan ramus
inferior ossis pubis membentuk batas bawah foramen
obturatorium. Tonjolan ischium disebut spina ischiadica
yang memisahkan incisura ischiadica mayor dengan
incisura ischiadica minor. Incisura ischiadica mayor
dibentuk sebagian oleh ischium dan sebagian lagi oleh
ilium, serta mengarah ke permukaan bawah facies
aurikularis. Tuber ischiadicum berkembang pada ramus
ischium (Platzer, 2000)
Cabang utama dari arteri iliaca komunis muncul di
dalam pelvis diantara sendi sacroiliaca dan incisura
ischiadica mayor. Bersama cabang-cabang venanya,
pembuluh-pembuluh itu mudah terkena cidera bila fraktur
mengenai bagian posterior cincin pelvis. Saraf pada pleksus

lumbalis dan sacralis juga juga menghadapi resiko bila


tejadi cidera pelvis posterior
Kandung kemih terletak di belakang simphisis
pubis. Trigonum dipertahankan pada posisinya dengan
ligament lateralis kandung kemih, dan pada pria dengan
prostat. Prostat terlerak diantara kandung kemih dan dasar
pelvis. Prostat dipertahankan di bagian lateral dengan
serabut medial dari levator ani, sedangkan di bagian
anterior terikat erat pada tulang pubis oleh ligament
puboprostat. Pada wanita trigonum juga melekat pada
serviks dan forniks vagina anterior. Urethra dipertahankan
oleh otot dasar pelvis serta ligament pubourethra.
Akibatnya pada wanita urethra jauh lebih mobil dan
cenderung lebih sulit terkena cidera
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak
di rongga abdomen. Namun semakin bertambahnya usia
tempatnya turun dan berlindung di dalam kavum pelvis,
sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar
jarang terjadi. Angka kejadian trauma buli kurang lebih 2%
dari seluruh trauma urogenitalia. Hampir sekitar 90%
trauma buli akibat fraktur pelvis. Apabila terjadi kontusio
kandung kemih bias dipasang kateter dengan tujuan untuk
memberikan istirahat pada kandung kemih, dengan cara ini
diharapkan dapat sembuh 7-10 hari. (Purnomo,2007)
Pada cidera pelvis yang berat urethra membranosa
dapat rusak bila prostat dipaksa ke belakang sementara
urethra tetap diam. Bila ligament puboprostat robek, prostat
dan dasar kandung kemih dapat banyak mengalami
dislokasi dari urethramembranosa
Kolon pelvis dengan mesenteriumnya merupakan
struktur yang mobil sehingga tidak mudah cidera. Tetapi,
rectum dan saluran anus lebih erat tertambat pada struktur
urogenital dan otot dasar pelvis sehingga mudah terkena
bila terjadi fraktur pelvis (Apley, 2000)
Pada perkembangannya selama masa kehamilan,
terdapat tiga bakal tulang, yaitu pada bulan ketiga dalam
kandungan (ilium), pada bulan keempat sampai kelima
(ischium) dan pada bulan kelima sampai keenam (pubis).
Ketiga bakal tulang tersebut bersatu pada pusat acetabulum
yaitu penyatuan berbentuk Y. Di dalam acetabulum satu
atau lebih masing-masing pusat osifikasi berkembang
antara usia 10 sampai 12 tahun. Sinostosis ketiga tulang
terjadi antara usia 5 dan 7 tahun tetapi di dalam acetabulum
sendiri tidak sampai antara usia 15 dan 17 tahun. Pusatpusat osifikasi epifisis terjadi pada spina pada usia 16
tahun,
b. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk
tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan
paru-paru) dan jaringan lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan
dengan kontraksi dan pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum
tulang belakang (hema topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium,
fosfor.
2. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (syamsuhidayat,
2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku

Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan


bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana
tidak dan luasnya. terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain
fraktur adalah patah tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya.( Brunner & Suddarth 2001).
3. Etiologi
1)
Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2)
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang
patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1)
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang
dapat menyebabkan fraktur.
2)
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti
kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
5. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk
alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
a.
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi (Soedarman, 2000 )

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat


hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b.
Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya
dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang
pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya
membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan
akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma
aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan
lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d.
Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih
dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih
dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e.
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah
lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran
fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi
atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauh).
f.
Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g.
Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang
berulang-ulang.
h.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena
proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa
ceddera jaringan lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar


kulit dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan
lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
6. Manifestasi Klinik
a.
Deformitas
b.
Bengkak/edema
c.
Echimosis (Memar)
d.
Spasme otot
e.
Nyeri
f.
Kurang/hilang sensasi
g.
Krepitasi
h.
Pergerakan abnormal
i.
Rontgen abnormal
7. Test Diagnostik
a.
Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya
fraktur/luasnyatrauma, skan tulang, temogram, scan CI:
memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b.
Hitung darah lengkap : HB mungkin
meningkat/menurun.
c.
Peningkatan jumlal sop adalah respons stress
normal setelah trauma.
d.
Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal.
e.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
8. Penatalaksanaan Medik
a.
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang
hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b.
Seluruh Fraktur
1)
Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
2)
Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga
diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (Brunner & Suddart, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang
dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.Sebelum reduksi dan imobilisasi
fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi

harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan


lebih lanjut Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus,
reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat
immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah
dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan
efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk
memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus
pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips
atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan
reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat
diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum
tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.
3)
Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara
optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips,
atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
4)
Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan
tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan)
dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan
ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan
(mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan
nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrikdan setting
otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap
pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan
mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan
stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan
menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
9. Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang


lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan
tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang, yaitu:
1)
Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar
daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna
melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
2)
Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur
sampai selesai, tergantung frakturnya.
3)
Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang
tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan
osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal.
Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggusetelah fraktur menyatu.
4)
Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup
kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang
kuat untuk membawa beban yang normal.
5)
Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang
padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.
10.
Komplikasi
1)
Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti
gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans
Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
2)
Komplikasi Dalam Waktu Lama
b. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi
dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan
stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
d. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
B. Konsep Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan
system atau metode proses keperawatan yang dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam
proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan
ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehariharinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan


hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,
Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi.Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
(4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
10)
Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan


dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
11)
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien
2)
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih
sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang
dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a)
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(b)
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(c)
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a)
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b)
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(c)
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e)
Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
(f)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
(g)
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h)
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
(i)
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j)
Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.

(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
(k)
Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l)
Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe,
tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a)
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
(b)
Cape au lait spot (birth mark).
(c)
Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(e)
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan halhal yang tidak biasa (abnormal).
(f)
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien.Yang perlu dicatat adalah:
(a)
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time Normal 3 5
(b)
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(c)
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus
pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup

gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum


dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan
pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3)
Pemeriksaan Diagnostik
a)
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada xray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi
periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu
tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja
tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf
spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat
yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan
potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.
b)
Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c)
Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf
yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak
atau sobek karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan


adanya infeksi pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)

b.

teknik manajemen nyeri


(latihan napas dalam,
imajinasi visual,
aktivitas dipersional)

3.
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada
klien fraktur adalah sebagai berikut:
a.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
b.
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan
aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus)
c.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial,
edema paru, kongesti)
d.
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
e.
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
f.
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang)
g.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)
4. Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang
dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi
dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat,
menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Pertahankan
imobilasasi bagian yang
sakit dengan tirah
baring, gips, bebat dan
atau traksi
2. Tinggikan posisi
ekstremitas yang
terkena.

RASIONAL
Mengurangi nyeri dan
mencegah malformasi.

Meningkatkan aliran
balik vena, mengurangi
edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi


latihan gerak pasif/aktif.

Mempertahankan
kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi
vaskuler.

4. Lakukan tindakan
untuk meningkatkan
kenyamanan (masase,
perubahan posisi)

Meningkatkan sirkulasi
umum, menurunakan
area tekanan lokal dan
kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan

Mengalihkan perhatian

6. Lakukan kompres
dingin selama fase akut
(24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
7. Kolaborasi
pemberian analgetik
sesuai indikasi.

terhadap nyeri,
Trauma
meningkatkan
kontrol
terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung
lama.
Menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral
maupun perifer.

Evaluasi keluhan nyeri


Menilai perkembangan
(skala, petunjuk verbal
masalah klien.
dan non verval,
perubahan tanda-tanda
vital)
b.
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan
aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler
baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis,
bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Dorong klien untuk
secara rutin melakukan
latihan menggerakkan
jari/sendi distal cedera.
2. Hindarkan restriksi
sirkulasi akibat tekanan
bebat/spalk yang terlalu
ketat.

3. Pertahankan letak
tinggi ekstremitas yang
cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Berikan obat
antikoagulan (warfarin)
bila diperlukan.
5. Pantau kualitas nadi
perifer, aliran kapiler,
warna kulit dan
kehangatan kulit distal
cedera, bandingkan
dengan sisi yang normal.

Meningkatkan
sirkulasi darah dan
mencegah kekakuan
sendi.

Mencegah stasis vena


dan sebagai petunjuk
perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
Meningkatkan
drainase vena dan
menurunkan edema
kecuali pada adanya
keadaan hambatan
aliran arteri yang
menyebabkan
penurunan perfusi.
Mungkin diberikan
sebagai upaya
profilaktik untuk
menurunkan trombus
vena.
Mengevaluasi
perkembangan
masalah klien dan
perlunya intervensi
sesuai keadaan klien.

c.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial,
edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan
oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak
nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Instruksikan/bantu
latihan napas dalam dan
latihan batuk efektif.

Meningkatkan ventilasi
alveolar dan perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan


perubahan posisi yang
aman sesuai keadaan
klien.

Reposisi meningkatkan
drainase sekret dan
menurunkan kongesti
paru.

3. Kolaborasi
pemberian obat
antikoagulan (warvarin,
heparin) dan
kortikosteroid sesuai
indikasi.

Mencegah terjadinya
pembekuan darah pada
keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah
menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi
emboli lemak.

4. Analisa pemeriksaan
gas darah, Hb, kalsium,
LED, lemak dan
trombosit

5. Evaluasi frekuensi
pernapasan dan upaya
bernapas, perhatikan
adanya stridor,
penggunaan otot aksesori
pernapasan, retraksi sela
iga dan sianosis sentral.

Penurunan PaO2 dan


peningkatan PCO2
menunjukkan
gangguan pertukaran
gas; anemia,
hipokalsemia,
peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak
darah dan penurunan
trombosit sering
berhubungan dengan
emboli lemak.
Adanya takipnea,
dispnea dan perubahan
mental merupakan
tanda dini insufisiensi
pernapasan, mungkin
menunjukkan
terjadinya emboli paru
tahap awal.

d.
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat
mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan
aktivitas
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Pertahankan
pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik (radio,
koran, kunjungan
teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang
gerak pasif aktif pada
ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai
keadaan klien.

3. Berikan papan
penyangga kaki, gulungan
trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4. Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/eliminasi)
sesuai keadaan klien.
5. Ubah posisi secara
periodik sesuai keadaan
klien.

6. Dorong/pertahankan
asupan cairan 2000-3000
ml/hari.
7.

Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi
pelaksanaan fisioterapi
sesuai indikasi.

9. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi.

Memfokuskan
perhatian,
meningkatakan rasa
kontrol diri/harga
diri, membantu
menurunkan isolasi
sosial.

Meningkatkan
sirkulasi darah
muskuloskeletal,
mempertahankan
tonus otot,
mempertahakan
gerak sendi,
mencegah
kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
Mempertahankan
posis fungsional
ekstremitas.

Meningkatkan
kemandirian klien
dalam perawatan diri
sesuai kondisi
keterbatasan klien.
Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)
Mempertahankan
hidrasi adekuat,
men-cegah
komplikasi urinarius
dan konstipasi.

Kalori dan protein


yang cukup
diperlukan untuk
proses penyembuhan
dan mempertahankan fungsi
fisiologis tubuh.
Kerjasama dengan
fisioterapis perlu
untuk menyusun
program aktivitas
fisik secara
individual.

Menilai
perkembangan
masalah klien.

e.
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan tempat
tidur yang nyaman dan
aman (kering, bersih,
alat tenun kencang,
bantalan bawah siku,
tumit).
2. Masase kulit
terutama daerah
penonjolan tulang dan
area distal bebat/gips.

3. Lindungi kulit dan


gips pada daerah
perianal

4.
Observasi keadaan
kulit, penekanan
gips/bebat terhadap
kulit, insersi pen/traksi.

Menurunkan risiko
kerusakan/abrasi kulit
yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi
perifer dan
meningkatkan
kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan
yang relatif konstan
pada imobilisasi.
Mencegah gangguan
integritas kulit dan
jaringan akibat
kontaminasi fekal.

5.
Observasi tandatanda vital dan tandatanda peradangan lokal
pada luka.

1. Lakukan
perawatan pen steril
dan perawatan luka
sesuai protokol

Mencegah infeksi
sekunderdan
mempercepat
penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien
untuk mempertahankan
sterilitas insersi pen.

Meminimalkan
kontaminasi.

Antibiotika spektrum
luas atau spesifik dapat
digunakan secara
profilaksis, mencegah
atau mengatasi infeksi.

Leukositosis biasanya
terjadi pada proses
infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat
terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.
Mengevaluasi
perkembangan masalah
klien.

h.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan
meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami
tentang penyakitnya
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1.
Kaji kesiapan klien
mengikuti program
pembelajaran.

Menilai perkembangan
masalah klien.

f.
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

3. Kolaborasi
pemberian antibiotika
dan toksoid tetanus
sesuai indikasi.

4. Analisa hasil
pemeriksaan
laboratorium (Hitung
darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)

Toksoid tetanus untuk


mencegah infeksi
tetanus.

2.
Diskusikan metode
mobilitas dan ambulasi
sesuai program terapi
fisik.

3.
Ajarkan tanda/gejala
klinis yang memerluka
evaluasi medik (nyeri
berat, demam, perubahan
sensasi kulit distal cedera)
4. Persiapkan klien
untuk mengikuti terapi
pembedahan bila
diperlukan.

Efektivitas proses
pemeblajaran
dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan
mental klien untuk
mengikuti program
pembelajaran.
Meningkatkan
partisipasi dan
kemandirian klien
dalam perencanaan dan
pelaksanaan program
terapi fisik.
Meningkatkan
kewaspadaan klien
untuk mengenali
tanda/gejala dini yang
memerulukan
intervensi lebih lanjut.

Upaya pembedahan
mungkin diperlukan
untuk mengatasi
maslaha sesuai kondisi
klien.
B. Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit


o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang
dialami

BAB III
PEMBAHASAN

A. Konsep Medis Fraktur Pelvis


1.
Pengertian
Fraktur panggul adalah fraktur salah satu bagian dari
trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain
dalam panggul.(Hoppenfeld & Murthy, 2000).
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor,
saluran kemih bagian bawah, uterus, testis, anorektal
dinding abdomen, dan tulang belakang. Dapat
menyebabkan hemoragi (pelvis dapat menahan sebanyak +
4 liter darah) dan umumnya timbul manifestasi klinis
seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis,
perdarahan peritoneum atau saluran kemih.
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan
fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan
fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 1530% pasien
dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara
hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan
dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan
merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan
fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara
6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian
besar.
2. Etiologi
1)
Trauma langsung: benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut.
2)
Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
3) Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4)
Compresion force: klien yang melompat dari tempat
ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang
belakang.
5)
Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot
yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal;
elektrik shock dan tetani).
2.
Tanda dan Gejala
Klien datang dalam keadaan anemia dan syok karena
perdarahan yang hebat. Selain itu, terdapat gangguan fungsi
anggota gerak. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum,
seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada
fraktur terbuka, deformitas.
3.
Komplikasi
3.1 Komplikasi Segera
1)
Trombosis vena ilio-femoral, komplikasi ini sering
ditemukan dan sangat berbahaya. Apabila ada keraguan
sebaiknya berikan koagulan secara rutin untuk profilaksis.

2)
Robekan kandung kemih, robekan dapat terjadi
apabila ada gangguan simfisis pubis atau tusukan dari
tulang panggul yang tajam.
3)
Robekan uretra, robekan ini terjadi karena ada
gangguan simfisis pubis pada daerah uretra pars
membranosa.
4)
Trauma rektum dan vagina.
5)
Trauma pembuluh darah besar akan menyebabkan
perdarahan masif sampi syok.
6)
Trauma pada syaraf :
a.
Lesi saraf skiatik dapat terjadi karena pada saat
trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu
enam minggu tidak ada perbaikan, sebaiknya lakukan
eksplorasi.
b.
Lesi pleksus lumbosakralis, biasanya terjadi pada
fraktur sakrum yang bersifat vertikat disertai pergeseran.
Selain itu, dapat terjadi gangguan fungsi seksual apabila
mengenai pusat saraf.
3.2 Komplikasi Lanjut
1) Pembentukan tulang heterotrofik, biasanya terjadi
setelah trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah
operasi. Dalam keadaan ini klien dapat diberikan
indometasin untuk profilaksis.
2)
Nekrosis avaskular, dapat terjadi kaput femur
beberapa waktu setelah trauma.
3)
Gangguan pergerakan sendi serta osteoatritis
sekunder, apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum
dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi
ini menopang berat badan, ketidaksesuaian sendi sehingga
terjadi gangguan pergerakan serta osteoatritis di kemudian
hari.
4)
Skoliosis kompensatoar.
4 . Penatalaksanaan
4.1 Rekognisi
menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Misal riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh
pasien, serta menentukan kemungkinan tulang yang patah,
dan krepitus.
4.2 Reduksi
Reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1)
Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara
manual dengan traksi atau gips.
2)
Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan
diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal
fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung
kedalam medula tulang.
4.3 Retensi
menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama
penyembuhan (gips/traksi)
4.4 Rehabilitasi:
Langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali
pengaruh cedera dan program pengobatan hasilnya kurang
sempurna (latihan gerak dengan kruck).
B. Konsep Keperawatan Fraktur Pelvis
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan
system atau metode proses keperawatan yang dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan


evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam
proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan
ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1.1 Pengumpulan Data
1)
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
2)
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:

Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang


menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang


dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.

Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa


reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan
dimana rasa sakit terjadi.

Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri


yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau
klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.

Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah


bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 2000).
4)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5)
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D,2000).
6)
Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang


dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehariharinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 2000).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,
Donna D,2000).
8) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
9) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
10) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, Donna D, 2000).
12) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 2000).
13) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak

mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri


akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 2000).
14) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 2000).
15) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
16) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien
1.2 Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk
dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1)
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan keadaan umum baik atau buruknya
yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a.
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
2) Pemeriksaan Fisik Per Sistem
a.
B1 (Breathing), karena adanya perubahan pada
sistem pernafasan yang disertai banyaknya perdarahan dan
syok.

Inspeksi : klien batuk, peningkatan sputum, sesak


nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, peningkatan
frekuensi pernafasan, retraksi interkostal, serta
penembangan paru tidak simetris. Ketidakseimbangan ini
menunjukkan adanya atelaktasis, lesi pada paru, obstruksi
pada bronkus, fraktur tulang iga, dan pneumothoraks.
Palpasi : penurunan fremitus dibandingkan dengan sisi
yang lainnya apabila terjadi trauma pada rongga dada.
Perkusi : didapatkan suara redup sampai pekak apabila
trauma terjadi pada thorak dan hemothoraks.

Auskultasi : suara nafas tambahan seperti stridor dan


ronki pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk menurun hal ini terjadi pada klien cedera
panggul yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
(koma).
b.
B2 (Blood), didapatkan renjatan (syok hipovolemik
atau syok hemoragik) yang sering terjadi pada pasien
dengan cedera panggul dari sedang hingga berat. Tekanan
darah menurun, bradikardi tanda perubahan perfusi
jaringan otak, berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat
menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam
darah. Hal ini akan merangsang hormon anti diuretik yang

berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan


retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus.
Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektroit
sehingga terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada sistem kardiovaskuler.
c.
B3 (Brain)

Tingkat kesadaran klien cedera panggul yang tidak


berat adalah compos mentis.
Pemeriksaan fungsi serebral, status mental, observasi
penampilan,tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien.
Pemeriksaan saraf kranial,
Saraf I tidak ada kelainan,pada funsi penciuman
juga tidak ada kelainan.
Saraf II Ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, VI Tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata
Saraf V Tidak ada paralysis pada otot wajah, reflek
kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII Persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
Saraf VIII tidak ditemukan tuli konduktif tuli
persepsi.
Saraf IX dan X kemampuan menelan baik.
Saraf XI tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII indera pengecapan normal.
Pemeriksaan reflek, Reflek Archilles menghilang,
reflek patela menurun.
Pemeriksaan sensorik, klien kehilangan sensitibilitas
pada kedua bokong, perineum, dan anus.
d.
B4 (Bladder), kandung kemih mengalami hematuria,
nyeri berkemih, deformitas pada pubis, sampai alat kelamin
sehingga mengganggu miksi. Pada hal ini tidak boleh
dipasang kateter. Karena merupakan kontraindikasi apabila
terjadi ruptur uretra.
e.
B5 (Bowel), sering dijumpai ileus paralitik.
Manifestasi klinis menunjukkan menghilangnya bising
usus, kembung dan tidak adanya defekasi. Pemenuhan
nutrisi berkurang karena mual.
f.
B6 (Bone ), paralisis motorik biasanya terjadi jika
juga mengompresi sakrum
g.
Look pada inspeksi perineum, biasanya didapatkan
bengkak, perdarahan dan deformitas pada panggul.
h. Feel kaji adanya derajad ketidakstabilan cincin
panggul dengan palpasi pada simfisis pubis dan anus.
i.
Move disfungsi motorik yakni kelemahan dan
kelumpuhan ekstremitas bawah.
3)
Diagnosa
a.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
b.
Ketidakseimbangan nutrisi b/d mual muntah dan
peningkatan metabolisme.
c.
Resiko tinggi trauma b/d penurunan kesadaran dan
hambatan mobilitas fisik.
d.
Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan
neurovaskuler.
e.
Gangguan eliminasi urine b/d trauma pada kandung
kemih dan ureter
f.
Gangguan eliminasi alvi b/d kerusakan anatomis
rektum.

g.
Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik estremitas
bawah.
h.
Resiko tinggi infeksi b/d adanya port de entree luka
terbuka pada panggul.
i.
Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi dan
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
j.
Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu b/d
disfungsi seksual, prognosis kondisi sakit, program
pengobatan, tirah baring lama.
k.
Ansietas b/d krisis, situasional, ancaman terhadap
konsep diri dan perubahan status kesehatan.
4)
Intervensi dan implementasi
a.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
Tujuan: Nyeri berkurang, hilang dan teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengataka nyeri berkurang atau
hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Pertahankan
imobilasasi bagian yang
sakit dengan tirah
baring, gips, bebat dan
atau traksi
2. Tinggikan posisi
ekstremitas yang
terkena.

Mengurangi nyeri dan


mencegah malformasi.

Meningkatkan aliran
balik vena, mengurangi
edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi


latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan
untuk meningkatkan
kenyamanan (masase,
perubahan posisi)

Meningkatkan sirkulasi
umum, menurunakan
area tekanan lokal dan
kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan
teknik manajemen nyeri
(latihan napas dalam,
imajinasi visual,
aktivitas dipersional)

Mengalihkan perhatian
terhadap nyeri,
meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung
lama.

Evaluasi keluhan nyeri


(skala, petunjuk verbal
dan non verval,

b.
Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan
neuromuskuler, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen
tulang.
Tujuan : klien mampu melaksanakn aktivitas fisik sesuai
kemampuannya.
Kriteria hasil : klien dapat mengikuti program latihan, tidak
mengalami kontriktur sendi, kekuatan otot bertambah, klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Kaji mobilitas yang
ada dan observasi adanya
peningkatan kerusakan.
Kaji secara teratur fungsi
motorik.
2. Ubah posisi klien
setiap 2jam.

RASIONAL

Mempertahankan
kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi
vaskuler.

6. Lakukan kompres
dingin selama fase akut
(24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
7. Kolaborasi
pemberian analgetik
sesuai indikasi.

perubahan tanda-tanda
vital)

Menurunkan edema dan


mengurangi rasa nyeri.
Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral
maupun perifer.
Menilai perkembangan
masalah klien.

3. Ajarkan klien untuk


melakukan gerak aktif
pada ekstremitas yang
tidak sakit.

4. Lakukan gerak pasif


pada ekstremitas yang
sakit.

Mengetahui tingkat
kemampuan klien
dalam melakukan
aktivitas.

Mengurangi resiko
terjadinya iskemia
jaringan akibat
sirkulasi darah yang
jelek pada daerah
tertekan.
Gerakan aktif
memberikan massa,
tonus, kekuatan otot,
serta memperbaiki
fungsi jantung dan
pernafasan.
Otot volunter akan
kehilangan tonus dan
kekuatannya apabila
tidak dilatih.

Anda mungkin juga menyukai