BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gencarnya arus globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan
teknologi dan informasi telah memberikan warna tersendiri dalam kehidupan
masyarakat, dengan berbagai pengaruh positif maupun negatif pun tidak bisa
dipungkiri. Disisi lain, penyebaran tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak merata
memicu meningkatnya tingkat kejahatan dengan modus dan operandi yang baru. Hal
ini ditandai dengan jumlah penduduk yang sangat padat ditambah pengangguran yang
sangat banyak, serta persaingan tajam dan ketat merupakan suatu kombinasi yang tepat
dalam menciptakan kondisi yang memunculkan potensi kejahatan (kriminalitas).
Peristiwa pelanggaran hukum kerap terjadi di masyarakat, khususnya peristiwa
yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Pengusutan dan penyidikan serta
penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut dan sampai pada akhirnya pada
pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli untuk membuat
jelas dan terang jalannya suatu peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu
dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Disisi lain, asas presumption of
innocence, menempatkan seseorang yang patut diduga melakukan sebuah tindak
kejahatan harus tetap dilindungi hak-haknya. Oleh karena itu, dalam suatu perkara
pidana yang menimbulkan korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidangnya untuk
memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut.
Crime Science Investigation (CSI) merupakan suatu metode pendekatan
penyidikan dengan mengedepankan berbagai disiplin ilmu pengetahuan guna
mengungkap suatu kasus yang terjadi. Dengan menggunakan metode CSI, pengakuan
tersangka ditempatkan pada urutan terakhir dari alat bukti yang akan diajukan ke
pengadilan, sebab metode CSI menitikberatkan analisis yang melibatkan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan guna mengungkap suatu tindak kejahatan. Membuat barang
bukti (benda mati) atau Tempat Kejadian Perkara (TKP) berbicara tentang suatu
tindak kejahatan yang terjadi merupakan pokok bahasan dari bidang Forensik.
Forensik berasal dari bahasa Latin yaitu forum yang berarti tempat untuk
melakukan transaksi. Pada perkembangan selanjutnya, forensik diperlukan pada
1
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
pengungkapan suatu kasus tindak pidana dengan cara menyusun kembali (rekontruksi)
suatu tindak pidana itu dapat terjadi, sudah barang tentu berdasarkan bukti-bukti yang
ada. Ilmu Forensik dikategorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun
berdasarkan metode ilmu alam. Dalam pandangan ilmu alam, sesuatu dianggap ilmiah
jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme). Kebenaran ilmiah harus
dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya, analisis dan hasilnya mampu
dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa
tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke
masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu).
Toksikologi forensik merupakan penerapan toksikologi untuk membantu
investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obatobatan. Dalam hal ini toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia
analitik, farmakologi, biokimian, dan kimia kedokteran. Yang menjadi perhatian dalam
toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investasi secara toksikologi,
melainkan mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh serta menginterpretasi
hasil seperti pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan/pencemaran,
metode pengambilan sampel dan metode analisis serta interpretasi data, terkait dengan
gejala/efek atau dampak yang timbul serta bukti-bukti lainnya yang tersedia.
Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu
investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti apapun
yang
berhasil
dikumpulkan
dalam
lokasi
kriminal/kejahatan
yang
dapat
mengerucutkan pencarian. Dengan informasi tersebut serta melalui sampel yang akan
diteliti ahli toksikologi forensik harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang
terdapat dalam sampel, dalam konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin terjadi
akibat zat toksik tersebut terhadap seseorang (korban peracunan). Segala kondisi
tersebut perlu diketahuinya mengenai tugas dan penanganan apa saja yang dilakukan
oleh ahli toksikologi forensik secara nyata, sehingga dapat dipahami oleh semua pihak.
Maka lembaga pendidikan sebagai salah satu lembaga mempunyai peranan dalam
membentuk dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas melalui teoriteori keahlian yang diterima di bangku kuliah dan mengaplikasikannya di lapangan
melalui kegiatan PKL.
Untuk mencapai maksud tersebut, maka diadakannya suatu kegiatan Praktik
Kerja Lapangan (PKL). Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa lebih mengenal dan
2
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
LABORATORIUM FORENSIK
CABANG SURABAYA.
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
meningkatkan
profesionalismenya
memperluas
wawasan
serta
4
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)
selanjutnya
terjadi
pada
tahun
1963,
dengan
Instruksi
Kriminil
Koserse
dengan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertahanan
5
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
pemeriksaan laboratoris
barang bukti
dan pemeriksaan
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
8
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
9
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
10
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Selanjutnya
Arif
Budiyanto
(1997:72)
dalam
Flora
(2013)
11
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2.3.1.1 Sianida
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN) yang
terdiri dari sebuah karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah atom
nitrogen. Sianida secara spesifik adalah anion CN-. Sianida dapat berbentuk
gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau polimer. Sianida yang
dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang
memberikan efek baik sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik
bahkan lethal. Oleh karenanya semua bahan yang dapat melepaskan ion
sianida bersifat toksik.
Penggunaan sianida sebagai senjata peperangan dimulai berabad-abad
tahun yang lalu. Nazi, Jerman menggunakan sianida dalam bentuk sianogen
bromida atau Zyklon B untuk membunuh ribuan rakyat sipil dan tentara
musuh (Harry, 2006). Beberapa bentuk-bentuk sianida yaitu
1. Dalam wujud gas
- Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak berwarna
atau biru pucat dengan bau seperti almond.
- Sianogen adalah gas tidak berwarna dengan bau tajam.
- Sianogen klorida adalah gas tidak berwarna. Bahan ini melepaskan
hidrogen sianida saat terhidrolisis.
2. Dalam wujud padat
- Natrium sianida (NaCN), Kalium sianida (KCN), dan Kalsium sianida
[Ca(CN)2] adalah kristal putih dengan bau seperti almond. Bentuk
cairnya sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika
kontak dengan asam atau garam dari asam, seperti reaksi berikut :
KCN + H2O HCN + KOH
3. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis
tumbuhan. Saat terhidrolisis membentuk hidrogen sianida (WHO, 2004).
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa sianida merupakan salah
satu racun yang sangat mematikan. Hal ini dikarenakan sianida akan
mengacaukan sel dalam menerima oksigen didalam tubuh. Jika zat ini masuk
ke dalam tubuh bisa menghambat kerja enzim tertentu di dalam sel,
mengganggu penggunaan oksigen oleh sel dan dapat menyebabkan kematian
12
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
sel. Pada dosis tertentu, zat ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu 15
menit saja akibat kekurangan oksigen.
2.3.1.1.1 Sumber Sianida
Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak
macam tumbuh-tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian
dan biji tertentu ditemukan sianida dalam kadar yang relatif tinggi seperti
singkong (pada daun dan akar), ubi jalar, "yam" (dyoscoreaceae) pada
umbinya, butir jagung, butir cantel, rempah-rempah, tebu, kacangkacangan (peas & beans), dan almonds. Pada buah, sianida ditemukan
pada jeruk, apel, pir, ceri, apricot, plum (Oey, 1989). Dari berbagai
tanaman yang mengandung sianida, keracunan sianida paling banyak
dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang (Harry, 2006).
Sumber lainnya adalah hasil aktivitas industri seperti limbah
pembuatan kertas, tekstil dan plastik. Sedangkan sumber dari aktivitas
sehari-hari misalnya penggunaan pestisida, racun tikus, rokok, asap
kendaraan bermotor pembersih kutex (aseton), dan lain sebagainya.
2.3.1.1.2 Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sianida
Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu,
1. Inhalasi. Sianida masuk dengan cara dihirup/terhirup, umumnya adalah
hidrogen sianida diudara hasil pembakaran tidak sempurna dari produk
yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik (WHO, 2004).
2. Ingesti atau melalui kulit. Kontak langsung dengan hidrogen sianida
dalam bentuk cair pada kulit dapat menimbulkan iritasi. (Harry, 2006).
3. Peroral. Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida
sangat mudah terserap masuk ke dalam saluran pencernaan. Gejala
muncul paling lambat pada rute ini. (Harry, 2006)
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan perkutan sianida secara cepat akan
terdistribusi di sirkulasi. Sementara peroral natrium dan kalium sianida
akan melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat
cepat dan merata di seluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat
konsentrasinya tinggi seperti pada hati, paru, darah, dan otak. Dalam
13
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
darah, sianida akan terkonsentrasi pada sel darah merah dan sedikit di
plasma (WHO, 2004).
Dalam tubuh, sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen
sianida yang mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari
sitokrom c oksidase. Pembentukan ikatan sitokrom c oksidase CN yang
stabil pada mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan
menghentikan respirasi selular yang menyebabkan hipoksia sitotoksik,
walaupun terdapat HbO2 dalam jumlah yang cukup. Anoksia jaringan
yang diinduksi oleh inaktivasi dari sitokrom oksidase mengakibatkan
perubahan pada metabolisme sel, dari aerobik menjadi anareobik. Hal ini
menyebabkan berkurangnya glikogen, fosfoseratin, dan ADP seiring
akumulasi laktat dan penurunan pH darah. Kombinasi hipoksia sitotoksik
dengan asidosis laktat akan menekan CNS, area paling sensitif terhadap
anoksia, yang menyebabkan henti nafas dan kematian (WHO, 2004).
14
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2.3.1.1.4
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
dari
mempergunakan
sianida
Gas
dalam
darah
Cromatography
adalah
Nitrogen
dengan
Phosporus
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2.3.1.2 Alkohol
Minuman beralkohol biasa dikenal sebagai minuman keras, karena
dapat berdampak mabuk sampai kematian. Angka kematian akibat keracunan
alkohol di Indonesia belum ada, namun kematian akibat alkohol dilaporkan
secara sporadis di media masa. Keracunan alkohol didalam tubuh bisa karena
disengaja misal usaha bunuh diri atau tidak disengaja karena tidak tahu
bahwa alkohol terdiri dari beberapa jenis. Alkohol adalah sekelompok
18
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
alcohol
dan
konsentrasi.
merupakan komponen
Zat
ini
banyak
minuman
dipakai
di
keras
dengan
berbagai
desinfektans. Etilen glikol adalah larutan alkohol yang tidak berbau, terasa
manis dan sering dipakai untuk antifreezing dan deicing. Etilen glikol biasa
digunakan untuk cairan transmisi, rem dan kosmetik tertentu. Metanol berupa
cairan jernih tidak berwarna,disebut juga wood alcohol,
karena hasil
distilasi kayu. Larutan ini sering dipakai dalam industri mebel. Isopropil
alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna terasa pahit dan berbau
khas. Senyawa ini sering dipakai untuk kosmetik, desinfektans dan
antifreeze. Hasil metabolisme etilen glikol dan metil alkohol menghasilkan
anion gap dan osmolal gap yang tinggi, sedangkan isopropil alkohol
menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa mengakibatkan
ketoasidosis.
Etilen glikol dan methyl alkohol disebut Toxic Alcohol, meskipun tidak
berarti bahwa ethanol tidak toksis.
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
tertelan. Penyerapan lewat saluran cerna sangat cepat dan sekitar 80%
dosis
yang
tertelan
dimetabolisme
asam
glikolat
Adenine
melibatkan
perubahan
NAD
meningkat
seperti
halnya
pada
keracunan
etilen glikol,
namun
20
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
21
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
dan
tampak mabuk. Karena etilen glikol tidak berbau maka napas tidak
berbau. Pada kasus yang berat disertai koma, kejang umum, edema paru,
kolaps kardiovaskuler dan gagal ginjal. Pemeriksaan laboratorium
menggambarkan suatu asidosis metabolik berat dengan kenaikan anion
gap. Kadar serum laktat dapat meningkat (biasanya 5 - 6mEq/L). Bisa
terjadi hipokalsemia dan kristal kalsium oksalat tampak di urin sekitar
50 % kasus. Plasma assay untuk ethylene glycol > 25 mg/ dL dianggap
toksis, namun kadar plasma ini dapat diabaikan pada pasien yang telah
lama mengalami keracunan, karena telah terjadi metabolisme.
Gejala awal keracunan methanol dalam waktu 6 jam setelah
tertelan termasuk nampak mabuk tanpa bau etanol. Tanda lanjut (6 24
jam setelah tertelan) termasuk gangguan penglihatan (skotoma, pandangan
kabur,
edema
retina
luas.
retina
bisa
Pemeriksaan
didapatkan
laboratorium
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Racun tikus dapat diperoleh dalam berbagai merk dagang dan sediaan.
Racun tikus di rumah biasanya dalam bentuk serbuk, butiran, atau pellet.
Sediaan dalam bentuk umpan yang berwarna biasanya menarik perhatian
anak-anak yang menganggapnya sebagai makanan ringan. Bahkan bukan
hanya
pada
anak-anak,
menganggapnya
sebagai
orang
dewasapun
makanan.
Oleh
yang
tidak
karena
itu
mengetahui
jika
akan
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Secara umum tugas analis toksikologi forensik (klinik) dalam melakukan analisis
dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel sample
preparation, 2) analisis meliputi uji penapisan screening test atau dikenal juga
dengan general unknown test dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan
kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan
laporan analisis.
Sampel umumnya merupakan spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah,
urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Pada jaringan tubuh masingmasing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racun-racun tertentu, misalnya:
Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun
organik, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.
Lambung, hati, ginjal, dan usus halus adalah material yang paling baik untuk
menentukan keracunan logam berat yang akut, sianida, arsen, dan fosfida.
Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisis zat organik non
volatil, misalnya obat sulfa, barbiturat, salisilat dan morfin.
Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk pemeriksaan
keracunan logam yang bersifat kronis.
2.4.1 Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah
sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan
kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau pada
kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi, korban dapat bertahan hidup
dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti
bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal
dan dikonfirmasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Sangat penting
untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus - kasus keracunan dan
rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab
kematiannya.
Beberapa spesimen yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah :
1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui
keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana terdapat
sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung.
24
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2. Hati. Berguna untuk kasus keracunan yang kompleks. Biasanya diambil 100
gram pada dari lobus kanan karena tidak terkontaminasi dengan empedu.
3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai pembuluh
darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal
antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/l (Specimens, 2007). Kadar sianida
normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L (Dominick, 1989).
4. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui, dianjurkan
untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari bagian dalam untuk
mengkorfirmasi keberadaan sianida.
5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas HCN, paruparunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon.
6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida tertinggi, diperkirakan
karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial seperti
diatas, tingkat sianida berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l.
7. Urin. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya adalah
tiosianat (Specimens, 2007).
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin untuk
menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah
yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangan, sehingga
jika ada penundaan, sampel darah dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4
derajat celcius dan harus dianalisis sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel
telah menurun walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida
dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan
dan konversi menjadi thiosianat. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu
lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan
terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium
flourida (Specimens, 2007).
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
26
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
c) Darah
Darah yang diambil harus perifer (V, jugularis, v. Arillaris, dll)
pengambilan darah dari v. Porta harus dihindarkan konsentrasi racun disini
pada umumnya lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang
salah. Darah yang diambil dibagi 2 sebanyak 25 mL, bagian pertama diberi
pengawet, bagian kedua tanpa pengawet. Darah dapat diambil dari jantung
untuk itu harus dipisahkan darah yang diambil dari jantung sebelah kiri dan
dari sebelah kanan, agar diperoleh kadar racun yang sesungguhnya. Hal ini
dilakukan pada penetapan alkohol terutama jika tidak terdapat urine korban.
d) Urin
Urin merupakan sampel yang penting, karena merupakan tempat ekskresi
dari kebanyakan jenis racun, sehingga kita dapat melakukan tes
pendahuluan dari berbagai racun. Urine juga merupakan sampel pada
pemeriksaan racun golongan narkotika dan stimulan.
Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau
organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka
belum cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun
yang efeknya sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi
seorang analis toksikologi untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun
yang dijumpai dalam lambung tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka
penentuan dalam lambung sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa.
2.5 Metode Analisis Toksikologi Forensik
2.5.1 Preparasi Sampel
Preparasi sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis
toksikologi
forensik
disamping
kehandalan
penguasaan
metode
analisis
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Apabila pH lambung beserta isinya menunjukkan pH basa (pH > 7), maka
dilakukan pemeriksaan ekstrak basa.
Barang bukti berupa darah atau urin yang ada pada spet suntik diletakkan
secukupnya / beberapa mL pada bagian luar sel Conway untuk menentukan
pemeriksaan alkohol dan sianida. Hal ini dilakukan setelah reagen pemeriksaan
alkohol dan sianida disiapkan pada bagian dalam sel Conway. Setelah
penggunaan, darah atau urin harus disimpan dibawah 200C.
2.5.2 Pemeriksaan di Labfor Cabang Surabaya Sub bidang Kimia Biologi Forensik
2.5.2.1 Pemeriksaan Minuman yang Diduga Mengandung Alkohol
Pemeriksaan kimia umum pada minuman yang diduga mengandung
alkohol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Conway Microdiffusion dan
destilasi. Apabila sampel atau barang bukti yang diterima sedikit, maka
pemeriksaan cukup menggunakan metode Conway Microdiffusion. Apabila
sampel atau barang bukti yang diterima banyak, maka pemeriksaan dapat
dilakukan dengan metode destilasi.
Conway Microdiffusion
Teknik ini cukup sederhana digunakan dalam menetukan kadar
alkohol secara semikuantitatif pada suatu sampel. Sebagai contoh suatu
sampel botol minuman X dengan volume 2-3 mL jernih yang diduga
menyebabkan kematian pada korban diperiksa menggunakan metode ini
dikarenakan ketersediaan sampel yang sedikit. Langkah pengujian adalah
sebagai berikut :
Letakkan 2 mL K2Cr2O7 pada bagian dalam sel Conway.
Letakkan 2 mL K2CO3 jenuh pada bagian luar sel Conway.
Kemudian pada bagian luar sel Conway, tambahkan sampel / barang
bukti yang diuji pada sisi berlawanan.
Tutup sel Conway, lalu goyangkan dengan hati-hati sampai sampel
bercampur dengan kalium karbonat.
Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada suhu ruang.
Setelah 1 jam, tutup diangkat dan diamati perubahan warna pada
reagen yang berada pada bagian dalam sel Conway.
28
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
khamir
(ragi / saccaromyces
ke
ketagihan dan
dalam
zat
adiktif karena
ketergantungan. Karena
sifat
dapat
menimbulkan
adiktifnya
ini
maka
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
dikromat
berubah
menjadi
kuning
kehijauan,
maka
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
trisiklik. Jika hal ini terjadi dapat diatasi dengan mengselanisasi alat
gelas yang digunakan, pelarut diuapkan pada 40C memindahkan
residu obat segera dan menggunakan standar internal. Penguapan
sampai kering dapat dilakukan dengan evaporator.
32
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
ZnSO4 + H2
As + H2
AsH3 + 6 AgNO3
AsH3
AsAg3.3AgNO3 + 3 HNO3
33
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
34
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
identifikasi
semi
kuantitatif
yang
dapat
mendeteksi
35
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
36
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
mengenali
identitas
analit,
sehingga
dapat
dipastikan
identitasnya
menggunakan
teknik
fragmentasi
pada
MS,
analit
akan
terfragmentasi
37
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Uji Kualitatif
No Jenis Pemeriksaan
- Lambung beserta
1
Keracunan
Keracunan teh
Keracunan lotion
anti nyamuk
Minuman keras
Pos
Ekstrak asam
basa
-
Pos
- Gula pasir
Neg
Neg
Neg
Pos
Pos
Neg
Pos (all)
Pos
- Cairan teh yg
no 54)
- Cairan jernih (petak
no 55 dan 56)
Neg
Seng fosfit
Neg
Sianida
diminum korban
Alkohol
isinya (+ pengawet)
- Urine
pH
38
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
(miras)
6
Mayat
Keracunan
makanan
Keracunan
Minuman yang
9
diduga
mengandung
alkohol
Isi lambung
Neg
Neg
Pos
Pos
- Big cola
Pos
- Hydrococo
Pos
- Pocari sweat
Pos
- Kratingdeng
Pos
39
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2.7 Pembahasan
1. Keracunan Alkohol
Jika orang berbicara tentang alkohol umumnya berarti etanol atau etil
alkohol yang biasa digunakan dalam minuman beralkohol seperti bir, anggur
dan minuman keras. Spiritus yang digunakan untuk pembedahan, kandungan
utamanya adalah etanol dengan sedikit methanol. Etanol juga digunakan dalam
sediaan obat, pencuci mulut, antiseptik, desinfektan dan kosmetika dan
kosmetika seperti aftershave, parfum dan cologne.
Untuk memeriksa apakah terjadi keracunan alkohol pada seorang korban,
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang diduga meracuni.
Barang bukti atau sampel ini dapat berasal dari makanan/minuman yang diduga
meracuni korban maupun organ, urin, dan darah.
Prinsip kerja dari metode kualitatif pemeriksaan alkohol adalah reduksi
dikromat menjadi kromium (III). Reaksinya sebagai berikut :
K2Cr2O7(aq) + H+(aq) 2Cr3+(aq) + 2K+(aq) + 7H2O(l)
K2Cr2O7 merupakan reagen yang digunakan untuk memeriksa apakah ada
kandungan alkohol dalam sampel barang bukti. Direaksikan dengan H+ yang
berasal dari alkohol, dimana kita tahu bahwa alkohol cenderung bersifat asam
sehingga yang dilepaskan adalah ion H+. Reaksi antara ion H+ dari alkohol
dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) akan dihasilkan perubahan warna menjadi
hijau kebiruan yang menandakan reduksi Cr pada ion dikromat (Cr2O72-)
menjadi Cr3+. Perubahan warna dari warna awal kalium dikromat yaitu jingga.
Pada contoh kasus dari tabel pengamatan 2.6, barang bukti yang positif
mengandung alkohol adalah minuman keras vodka, minuman bermerek
seperti big cola, hydrococo, pocari sweat, kratingdeng. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna pada cairan minuman tersebut menjadi
berwarna jingga.
2. Keracunan Sianida
Dalam kasus keracunan sianida pada korban, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap barang bukti yang diduga meracuni. Barang bukti atau sampel ini dapat
berasal dari makanan/minuman yang diduga meracuni korban maupun organ,
urin, dan darah. Berdasarkan tabel pengamatan 2.6, contoh kasus yang positif
40
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
mengandung sianda adalah kasus keracunan teh, keracuanan lotion anti nyamuk,
peracunan tambak, dan keracunan makanan.
Pada kasus keracunan teh ada satu barang bukti yang positif mengandung
racun sianida, yaitu cairan teh yang diminum korban, sedangkan du barang bukti
lainnya seperti gula pasir, dan teh cap botol terbukti negatif dari sianida.
Cairan teh yang diminum korban dapat positif mengandung sianida
dimungkinkan pada minuman tersebut diberikan racun sianida. Sianida yang
masuk dalam tubuh akan bereaksi melalui hubungan dengan atom ferri dari
sitokrom oksidase yang mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel.
Sianida tidak dapat disatukan oleh intermediatary compound methemoglobin.
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul
hemoglobin menjadi tidak berfungsi.
Produksi methemoglobin lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi
yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya
kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung
dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin
berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna
coklat.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase,
metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai
transport electron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa
menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan
menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport
electron.
Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi bergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan
oksigen kurang, oksigen tidak bisa lagi digunakan, dan molekul ATP tidak lagi
dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan
academia.
Pada kasus keracunan lotion anti nyamuk, barang bukti yang positif
mengandung sianida berupa organ yaitu hati, ginjal, jantung, usus halus. Lotion
41
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
melalui
penggabungan
gugus
sian
(CN)
dengan
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2. Konsentrasi KCN akan masuk ke tunuh ikan dengan cara osmosis. Seluruh
tuh akan menyerap KCN dan langsung bereaksi bila terkena hemoglobin
atau mitochondria pada setiap sel tubuh. Sel-sel tubuh menjadi tidak
berfungsi normal. Dalam beberapa hari, sisik ikan memutih, mulut ikan
memutih, nafsu makan ikan hilang, mata ikan tidak dapat melihat, ikan
diam saja dan baru bergerak bila disentuh. Lama kelamaaan tapi pasti,
ikan akan menajdi kurus dan akhirnya mati.
3. Ikan yang terkena potas bila segera dimasukkan ke dalam air bersih dapat
agak segar kembali, atau dapat berenang agak lincah kembali, karena
darah yang belum kena potas masih dapat mengalir ke insang dan ikan
dapat bernafas kembali. Tetapi kehidupan tersebut bersifat sementara,
karena methemoglobin akan terbawa ke seluruh tubuh dan masuk sel,
sehingga sel akan rusak secara bertahap, yang akhirnya akan membuat
kematian.
Pada kasus keracunan makanan anak dan ibu, barang bukti yang dianalisis
berupa organ lambung dimana positif mengandung racun sianida. Kemungkinan
korban diracun dengan insektisida misalnya, lotion anti nyamuk atau cairan
semprot anti nyamuk (baygon) yang dicampurkan pada makanan atau minuman
korban, karena senyawa ester dari insktisida sintetik ini mengandung sianida.
ZnSO4 + H2
AsH3
AsAg3.3AgNO3 + 3 HNO3
43
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
AsAg3.3AgNO3 akan bewarna kuning bila panas dan ketika dingin akan
berunah menjadi hitam karena ada H2O.
AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O
Perubahan warna yang terjadi pada kertas sublimate (kertas saring + AgNO3)
yaitu mula-mula putih, bila terkena gas AsH3 akan berubah menjadi kuning
terlebih dahulu, lalu di bawahnya timbul warna oranye, coklat, dan akhirnya
hitam. Sehingga bagian yang paling banyak terkena gas AsH3 akan berwarna
hitam, yang paling sedikit akan berwarna kuning.
44
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
BAB III
PENUTUP
45
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
2009.
Pemeriksaan
Laboratorium
Forensik Sederhana.
(Online).
47
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
LAMPIRAN
48
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
49
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
50
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
51
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
52
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
53
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
54
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)