Anda di halaman 1dari 54

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gencarnya arus globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan
teknologi dan informasi telah memberikan warna tersendiri dalam kehidupan
masyarakat, dengan berbagai pengaruh positif maupun negatif pun tidak bisa
dipungkiri. Disisi lain, penyebaran tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak merata
memicu meningkatnya tingkat kejahatan dengan modus dan operandi yang baru. Hal
ini ditandai dengan jumlah penduduk yang sangat padat ditambah pengangguran yang
sangat banyak, serta persaingan tajam dan ketat merupakan suatu kombinasi yang tepat
dalam menciptakan kondisi yang memunculkan potensi kejahatan (kriminalitas).
Peristiwa pelanggaran hukum kerap terjadi di masyarakat, khususnya peristiwa
yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Pengusutan dan penyidikan serta
penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut dan sampai pada akhirnya pada
pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli untuk membuat
jelas dan terang jalannya suatu peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu
dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Disisi lain, asas presumption of
innocence, menempatkan seseorang yang patut diduga melakukan sebuah tindak
kejahatan harus tetap dilindungi hak-haknya. Oleh karena itu, dalam suatu perkara
pidana yang menimbulkan korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidangnya untuk
memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut.
Crime Science Investigation (CSI) merupakan suatu metode pendekatan
penyidikan dengan mengedepankan berbagai disiplin ilmu pengetahuan guna
mengungkap suatu kasus yang terjadi. Dengan menggunakan metode CSI, pengakuan
tersangka ditempatkan pada urutan terakhir dari alat bukti yang akan diajukan ke
pengadilan, sebab metode CSI menitikberatkan analisis yang melibatkan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan guna mengungkap suatu tindak kejahatan. Membuat barang
bukti (benda mati) atau Tempat Kejadian Perkara (TKP) berbicara tentang suatu
tindak kejahatan yang terjadi merupakan pokok bahasan dari bidang Forensik.
Forensik berasal dari bahasa Latin yaitu forum yang berarti tempat untuk
melakukan transaksi. Pada perkembangan selanjutnya, forensik diperlukan pada
1
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

pengungkapan suatu kasus tindak pidana dengan cara menyusun kembali (rekontruksi)
suatu tindak pidana itu dapat terjadi, sudah barang tentu berdasarkan bukti-bukti yang
ada. Ilmu Forensik dikategorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun
berdasarkan metode ilmu alam. Dalam pandangan ilmu alam, sesuatu dianggap ilmiah
jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme). Kebenaran ilmiah harus
dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya, analisis dan hasilnya mampu
dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa
tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke
masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu).
Toksikologi forensik merupakan penerapan toksikologi untuk membantu
investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obatobatan. Dalam hal ini toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia
analitik, farmakologi, biokimian, dan kimia kedokteran. Yang menjadi perhatian dalam
toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investasi secara toksikologi,
melainkan mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh serta menginterpretasi
hasil seperti pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan/pencemaran,
metode pengambilan sampel dan metode analisis serta interpretasi data, terkait dengan
gejala/efek atau dampak yang timbul serta bukti-bukti lainnya yang tersedia.
Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu
investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti apapun
yang

berhasil

dikumpulkan

dalam

lokasi

kriminal/kejahatan

yang

dapat

mengerucutkan pencarian. Dengan informasi tersebut serta melalui sampel yang akan
diteliti ahli toksikologi forensik harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang
terdapat dalam sampel, dalam konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin terjadi
akibat zat toksik tersebut terhadap seseorang (korban peracunan). Segala kondisi
tersebut perlu diketahuinya mengenai tugas dan penanganan apa saja yang dilakukan
oleh ahli toksikologi forensik secara nyata, sehingga dapat dipahami oleh semua pihak.
Maka lembaga pendidikan sebagai salah satu lembaga mempunyai peranan dalam
membentuk dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas melalui teoriteori keahlian yang diterima di bangku kuliah dan mengaplikasikannya di lapangan
melalui kegiatan PKL.
Untuk mencapai maksud tersebut, maka diadakannya suatu kegiatan Praktik
Kerja Lapangan (PKL). Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa lebih mengenal dan
2
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

mengetahui keadaan kerja yang sebenarnya khususnya pada bidang Toksikologi


Forensik serta dapat mempraktikkan teori-teori yang diterima selama masa
perkuliahan.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menjadikannya sebagai
acuan di dalam melaksanakan PKL di Laboratorium Forensik Cabang Surabaya,
dengan harapan kegiatan ini akan mampu memberikan pemahaman yang mendalam
bagi penulis mengenai PEMERIKSAAN KUALITATIF TOKSIKOLOGI DI
UNIT KIMIA BIOLOGI FORENSIK

LABORATORIUM FORENSIK

CABANG SURABAYA.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL)


Praktik Kerja Lapangan merupakan suatu kegiatan intrakurikuler yang
dilaksanakan oleh mahasiswa dimaksudkan untuk memberikan pengalaman praktis di
lapangan berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima di bangku
perkuliahan dan merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
Program Studi S1 Kimia FMIPA UNESA. Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan ini meliputi:
1.2.1 Tujuan Umum
1. Meningkatkan keterampilan dan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan
teori yang diperoleh di bangku kuliah ke dalam praktik pelaksanaan di lapangan
(dunia kerja).
2. Terwujudnya link and match antara teori dengan praktik di lapangan.
3. Mengetahui dan memahami sistem kerja di Laboratorium Forensik Cabang
Surabaya serta mampu mengadakan pendekatan masalah secara utuh.
4. Terwujudnya kerjasama antara Laboratorium Forensik Cabang Surabaya dengan
Perguruan Tinggi (Jurusan Kimia FMIPA UNESA).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengenal tentang analisis di Laboratorium Forensik Cabang Surabaya Sub
bidang Kimia Biologi Forensik (Subbid Kimbiofor) khususnya pemeriksaan
toksikologi sesuai bidang yang dipelajari di Jurusan Kimia FMIPA UNESA.
2. Mengumpulkan data tentang pemeriksaan toksikologi kemudian menganalisis
sesuai bidang yang dipelajari di Jurusan Kimia FMIPA UNESA.
3
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan


Manfaat praktik kerja lapangan (PKL) ini adalah:
1.3.1 Bagi Mahasiswa
1. Guna merangsang mahasiswa untuk beraktifitas dalam melakukan pekerjaan
secara efesien dan efektif melalui Praktik Kerja Lapangan.
2. Dapat mempraktikkan teori yang telah diperoleh dari bangku kuliah ke dalam
permasalahan kegiatan yang nyata.
3. Untuk menciptakan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab profesionalisme
serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika
memasuki dunia kerja sebenarnya.
4. Menguji dan mengukur kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam
menghadapi situasi dunia kerja yang sebenarnya.
1.3.2. Bagi Instansi Pemerintah tempat melaksanakan PKL
1. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Laboratorium
Forensik Cabang Surabaya dengan lembaga pendidikan khususnya Universitas
Negeri Surabaya.
2. Guna memenuhi kebutuhan akan tenaga-tenaga terampil yang sesuai dengan
keahliannya dan nantinya merupakan tenaga ahli yang siap pakai sesuai dengan
bidang ilmu yang ditekuni.
3. Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan bagi mahasiswa dituntut
terhadap Instansi Pemerintah baik berupa saran maupun kritikan yang bersifat
membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja di
lingkungan Instansi tersebut.
1.3.3. Bagi Lembaga Pendidikan
1. Membuka interaksi antara Dosen dengan Laboratorium Forensik Cabang
Surabaya dalam memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang
diterima mahasiswa melalui praktik Kerja Lapangan.
2. Guna

meningkatkan

profesionalismenya

memperluas

wawasan

serta

memantapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan


ilmu khususnya di bidang toksikologi forensik.

4
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

2.1 Deskripsi Umum Laboratoratorium Forensik


Laboratorium forensik merupakan salah satu laboratorium penelitian tindak pidana
yang ada di Indonesia. Manfaat laboratorium forensik secara umum adalah untuk
menganalisis berbagai macam barang bukti untuk membantu menyidik berbagai kasus
kriminal. Adapun didirikannya laboratorium forensik memuat beberapa tujuan, yaitu :
1. pembuktian proses tindak pidana dengan dasar ilmu forensik;
2. pembuktian secara ilmiah setiap kasus melalui pemeriksaan tingkat laboratorium
yang dilakukan oleh POLRI;
3. meningkatkan kinerja dan keahlian para ahli untuk menggali dan menerapkan ilmu
forensik terhadap berbagai kasus kriminalitas secara empiris untuk membantu
kepentingan menegakkan hukum.
Laboratorium forensik (Labfor) pertama yang ada di Indonesia ada di Jakarta yang
berdiri pada tanggal 15 Januari 1954 dengan dikeluarkan surat Kepala Kepolisian Negara
Nomor : 1/VIII/1954, dibentuklah Seksi Interpol dan Seksi Laboratorium, di bawah Dinas
Reserse Kriminil. Akan tetapi pada tahun 1960, dengan peraturan Menteri Muda
Kepolisian Nomor : 1/PRT/MMK/1960 tanggal 20 Januari 1960, Seksi Laboratorium
dipisahkan dari Dinas Reserse Kriminil Markas Besar Polisi Negara dan ditempatkan
langsung di bawah Komando dan Pengawasan Menteri Muda Kepolisian dengan nama
Laboratorium Departemen Kepolisian.
Perkembangan

selanjutnya

terjadi

pada

tahun

1963,

dengan

Instruksi

Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian No. Pol : 4/Instruksi/1963 tanggal 25 Januari


1963, dilakukan penggabungan Laboratorium Departemen Kepolisian dengan Direktorat
identifikasi menjadi Lembaga Laboratorium dan Identifikasi Departemen Kepolisian.
Perubahan kembali terjadi pada tahun 1964, dilakukan pemisahan kembali Direktorat
Identifikasi dengan Laboratorium Kriminal dengan Surat Keputusan Menteri/Panglima
Angkatan Kepolisian No. Pol :11/SK/MK/1964 tanggal 14 Pebruari 1964.
Pada tahun 1970, Laboratorium Kriminal yang berada langsung dibawah Kepala
Kepolisian Negara dikembalikan di bawah Komando Utama Pusat Reserse dengan nama
Laboratorium

Kriminil

Koserse

dengan

Surat

Keputusan

Menteri

Pertahanan
5

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Nomor: Skep/A/385/VIII/1970. Pada tahun


1992 terjadi perubahan nama dari Laboratorium Kriminal menjadi Laboratorium Forensik
berdasarkan Surat Keputusan Pangab No. Kep/11/X/1992, tanggal 5 Oktober 1992.
Dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002 terjadi perubahan
nama dari Korserse menjadi Bareskrim maka sampai sekarang Puslabfor berkedudukan di
bawah Bareskrim Polri atau menjadi Puslabfor Bareskrim Polri, dan sampai saat ini
Puslabfor telah mempunyai 6 Laboratorium Forensik Cabang (Labforcab) yang tersebar di
seluruh Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: SKEP/1176/X/1999,
yang tersebar dalam beberapa wilayah hukum sebagai berikut:
1. Labfor Cabang Medan meliputi Polda NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Riau
2. Labfor Cabang Palembang meliputi Polda Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, dan
Bengkulu.
3. Labfor Pusat meliputi Polda Metro Jaya, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
4. Labfor Cabang Semarang meliputi Polda Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Labfor Cabang Surabaya meliputi Polda Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur.
6. Labfor Cabang Denpasar meliputi Polda Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur.
7. Labfor Cabang Ujung Pandang meliputi Polda Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.

Gambar 1. Wilayah Pelayanan Puslabfor di Indonesia


http://www.labfor.polri.go.id
6
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.2 Laboratorium Forensik Cabang Surabaya


Laboratorium Forensik Cabang Surabaya berdiri pada tanggal 16 April 1957
berdasarkan surat keputusan Kepala Kepolisian Negara No. Pol: 26/LAB/1957 dengan
initial Laboratorium Kriminil Cabang Surabaya. Hingga pada tahun 1999 resmi diganti
menjadi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya.
Tujuan pokok dan fungsi dari Laboratorium Forensik Cabang Surabaya, meliputi:
1. Melaksanakan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan laboratoris kriminalistik
barang bukti.
2. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan sumber daya labfor meliputi SDM;
Sistem dan Metode (Sismet); Materiil, Fasilitas, dan Jasa (Matfasjas) dan
Instrument dalam rangka menjamin mutu pemeriksaan.
3. Menyelenggarakan pembinaan teknis fungsi laboratorium forensik (Labfor) kepada
Polri dan pelayanan umum fungsi labfor kepada masyarakat.
2.2.1 Visi dan Misi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Visi dari Laboratorium Forensik Cabang Surabaya memiliki semboyan
Sanyata Karya Dharma yaitu,
Labfor Cabang Surabaya sebagai fungsi forensik yang mendukung pelaksanaan
penegakan hukum dengan berbasis sains dan teknologi melalui sinergi
komunitas forensik untuk memberikan kepastian hukum serta mewujudkan
aparat penegak hukum dan masyarakat yang berwawasan forensik.
Berdasarkan pernyataan visi yang dicita-citakan tersebut, diuraikan misi
Labfor Cabang Surabaya yang mencermnkan koridor tugas sebagai berikut:
1. Melaksanakan pembangunan kekuatan Labfor Cabang Surabaya baik sistem dan
metode personel, materiil, fasilitas, jasa, dan kesejahteraan.
2. Memelihara dan meningkatkan profesionalisme personel, mengupayakan
tercapainya sistem dan metode pemeriksaan ilmiah yang standar sehingga
mampu memberikan hasil pemeriksaan yang valid (akurat, teliti, dan
reproducible).
3. Melaksanakan penggunaan kekuatan Labfor Cabang Surabaya dalam upaya
pembuktian secara ilmiah sehingga tercipta kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Melaksanakan

pemeriksaan laboratoris

barang bukti

dan pemeriksaan

penyidikan kepada jajaran Polri serta instansi lain yang terkait.


7
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

5. Menyelenggarakan pembinaan teknis fungsi laboratorium forensik kepada


aparat penegak hukum melalui sosialisasi dan bimbingan teknis berdasarkan
petunjuk-petunjuk bidang laboratorium forensik.
6. Menyelenggarakan sosialisai fungsi forensik kepada instansi di luar Polri
maupun masyarakat, sehingga terwujud masyarakat yang berwawasan forensik
(forensic mainded).
7. Menyelenggarakan kerjasama dengan instansi terkait, berupa MoU dalam
rangka pemeriksaan barang bukti dan olah TKP guna mencapai grand strategy
Polri pada tahap Partnership Building di tahun 2012.
2.2.2 Struktur Organisasi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya
Struktur Organisasi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya disusun
berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/21/VI/2004 tanggal 30 Juni 2004
tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur serta Daftar Susunan Personil dan
perlengkapan Pusat Laboratorium Forensik (PUSLABFOR) Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Lampiran 1).

2.2.3 Bidang-Bidang Pemeriksaan di Labfor Cabang Surabaya


a. Sub Bidang Narkoba Forensik (Subbid Narkobafor)
Subbid Narkobiofor menangani pemeriksaan narkotika, psikotropika, dan
obat berbahaya lainnya.
b. Sub Bidang Kimia Biologi Forensik (Subbid Kimbiofor)
Menangani pemeriksaan berupa bahan kimia (pemalsuan hasil/produk
industri); biologi atau serelogi (darah, sperma, urin, air liur); DNA dan
toksikologi (keracunan / peracunan, pencemaran limbah industri)
c. Sub Bidang Dokumen Palsu Forensik (Subbid Dokupalfor)
Menangani pemeriksaan teknis TKP dan analisis laboratorium barang bukti
berupa dokumen palsu, produk cetak, tanda tangan dan tulisan tangan,
sampel, ijasah, kartu kredit, keping CD, dan fotografi untuk membantu proses
penyelidikan tindak pidana.
d. Sub Bidang Balistik Metalurgi Forensik (Subbid Balmetfor)

8
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Menangani pemeriksaan balistik metalurgi forensik berupa senjata api,


peluru, logam palsu, nomor mesin, nomor rangka kendaraan bermotor dan
nomor mesin kendaraan, serta bahan peledak.
e. Sub Bidang Fisika Komputer Forensik (Subbid Fiskomfor)
Menangani pemeriksaan berupa tool mark, kendaraan dan pembakaran, laka
lantas dan laka kerja, kebohongan (lie detector), serta komputer forensik.
Pemeriksaan terhadap Barang Bukti harus didahului adanya pengajuan
permintaan Barang Bukti. Adapun yang berwenang mengajukan permintaan
pemeriksaan barang bukti yaitu:
1. Penyidik POLRI
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
3. Polisi Militer (TNI)
4. Kejaksaan / Jaksa
5. Pengadilan Negeri / Hakim
Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk pemeriksaan barang bukti adalah:
a. Surat permintaan yang jelas
b. Lampiran surat-surat formal / yuridis / otentik:
a) Laporan Kejadian/ Laporan Polisi / Berita Acara Pemeriksaan TKP
/Laporan Kemajuan
b) Berita Acara Penyitaan Barang Bukti
c) Berita Acara Penyisihan Barang Bukti
d) Berita Acara Pembungkusan dan Penyegelan.
e) Bila hasil otopsi, sertakan visum et repertum, contoh bahan pengawet
dalam kasus yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia
f) Berita acara / surat mengenai keaslian bahan pembanding dalam kasus
pemalsuan hasil industri, pemalsuan dokumen
g) Surat-surat lain yang dianggap perlu
h) Ketentuan ini berlaku untuk semua jenis barang bukti tetapi ketentuan
tersebut dikhususkan berdasarkan jenis barang buktinya.

9
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.3 Toksikologi Forensik


Toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat
kimia (racun) terhadap mekanisme biologi. Racun merupakan senyawa yang
berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu
senyawa ditentukan oleh dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat zat tersebut, kondisi
bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek
yang ditimbulkan. Lebih khusus, toksikologi mempelajari sifat fisiko kimia dari racun,
efek psikologi yang ditimbulkannya pada organisme, metode analisis racun baik
kualitatif maupun kuantitatif dari materi biologis atau non biologis, serta mempelajari
tindakan-tidankan pencegahan bahaya keracunan.
Loomis (1978) dalam Wirasuta (2008) berdasarkan aplikasinya toksikologi
dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni toksikologi lingkungan, toksikologi
ekonomi dan toksikologi forensik. Tosikologi forensik memfokuskan pada aplikasi atau
pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari
toksikologi forensik adalah analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai
bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Toksikologi forensik mencangkup
terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagai bukti dalam tindak kriminal.
Toksikologi forensik merupakan gabungan antara kimia analisis dan prinsip dasar
toksikologi. Bidang kerja toksikologi forensik meliputi :
- Analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
- Analisis ada atau tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau
napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan
mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, kekerasan dan kejahatan),
- Analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika
dan obat terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan
rekonstruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut
dapat mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai,
yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang fatal, dan atau tindak kejahatan). Berikut
adalah gambaran kasus-kasus yang umumnya di negara maju memerlukan
pemeriksaan toksikologi forensik, meliputi tiga kelompok besar yaitu:

10
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

a) Kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di


penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh efek
samping obat atau kesalahan penanganan medis,
b) Kecelakaan fatal maupun tidak fatal yang dapat mengancam keselamatan nyawa
sendiri ataupun orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obat-obatan,
alkohol, atau pun narkoba,
c) Penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat
pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya kimia
lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).
2.3.1 Racun dan Sumbernya
Menurut Arif Budiyanto (1997:71) dalam Flora (2013) bahwa racun
merupakan zat yang bekerja pada tubuh baik secara kimiawi maupun fisiologis
yang dalam dosis toksiknya akan menyebabkan gangguan kesehatan ataupun
kematian.

Selanjutnya

Arif

Budiyanto

(1997:72)

dalam

Flora

(2013)

menggolongkan racun berdasarkan sumbernya yaitu :


a) Berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari tumbuhtumbuhan seperti opium, kokain, dan aflatoksin. Adapun yang berasal dari
hewan ialah bisa/toksin ular, laba-laba dan jenis hewan laut lainnya.
b) Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang
terdapat di misalnya deterjen, desinfektan, dan pembersih lainnya. Racun yang
digunakan dalam bidang pertanian misalnya insektisida, dan pestisida,
sedangkan industri dan laboratorium misalnya asam basa dan logam berat.
Diagnosa keracunan / peracunan biasanya didasarkan atas adanya tanda dan
gejala yang sesuai dengan racun penyebabnya. Dengan analisis kimiawi dapat
dibuktikan adanya racun pada sisa barang bukti dan yang terpenting dalam
penegakan diagnosis keracunan biasanya adalah dapat ditemukannya racun/sisa
racun dalam tubuh / cairan tubuh korban jika racun menjalar secara sistemik yang
sesuai dengan racun penyebabnya. Di samping itu, perlu dipastikan bahwa korban
tersebut benar-benar kontak dengan racun. Serta pemeriksaan korban keracunan /
peracunan terhadap racun apa yang kira-kira menjadi penyebabnya.

11
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.3.1.1 Sianida
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN) yang
terdiri dari sebuah karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah atom
nitrogen. Sianida secara spesifik adalah anion CN-. Sianida dapat berbentuk
gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau polimer. Sianida yang
dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang
memberikan efek baik sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik
bahkan lethal. Oleh karenanya semua bahan yang dapat melepaskan ion
sianida bersifat toksik.
Penggunaan sianida sebagai senjata peperangan dimulai berabad-abad
tahun yang lalu. Nazi, Jerman menggunakan sianida dalam bentuk sianogen
bromida atau Zyklon B untuk membunuh ribuan rakyat sipil dan tentara
musuh (Harry, 2006). Beberapa bentuk-bentuk sianida yaitu
1. Dalam wujud gas
- Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak berwarna
atau biru pucat dengan bau seperti almond.
- Sianogen adalah gas tidak berwarna dengan bau tajam.
- Sianogen klorida adalah gas tidak berwarna. Bahan ini melepaskan
hidrogen sianida saat terhidrolisis.
2. Dalam wujud padat
- Natrium sianida (NaCN), Kalium sianida (KCN), dan Kalsium sianida
[Ca(CN)2] adalah kristal putih dengan bau seperti almond. Bentuk
cairnya sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika
kontak dengan asam atau garam dari asam, seperti reaksi berikut :
KCN + H2O HCN + KOH
3. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis
tumbuhan. Saat terhidrolisis membentuk hidrogen sianida (WHO, 2004).
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa sianida merupakan salah
satu racun yang sangat mematikan. Hal ini dikarenakan sianida akan
mengacaukan sel dalam menerima oksigen didalam tubuh. Jika zat ini masuk
ke dalam tubuh bisa menghambat kerja enzim tertentu di dalam sel,
mengganggu penggunaan oksigen oleh sel dan dapat menyebabkan kematian
12
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

sel. Pada dosis tertentu, zat ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu 15
menit saja akibat kekurangan oksigen.
2.3.1.1.1 Sumber Sianida
Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak
macam tumbuh-tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian
dan biji tertentu ditemukan sianida dalam kadar yang relatif tinggi seperti
singkong (pada daun dan akar), ubi jalar, "yam" (dyoscoreaceae) pada
umbinya, butir jagung, butir cantel, rempah-rempah, tebu, kacangkacangan (peas & beans), dan almonds. Pada buah, sianida ditemukan
pada jeruk, apel, pir, ceri, apricot, plum (Oey, 1989). Dari berbagai
tanaman yang mengandung sianida, keracunan sianida paling banyak
dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang (Harry, 2006).
Sumber lainnya adalah hasil aktivitas industri seperti limbah
pembuatan kertas, tekstil dan plastik. Sedangkan sumber dari aktivitas
sehari-hari misalnya penggunaan pestisida, racun tikus, rokok, asap
kendaraan bermotor pembersih kutex (aseton), dan lain sebagainya.
2.3.1.1.2 Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sianida
Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu,
1. Inhalasi. Sianida masuk dengan cara dihirup/terhirup, umumnya adalah
hidrogen sianida diudara hasil pembakaran tidak sempurna dari produk
yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik (WHO, 2004).
2. Ingesti atau melalui kulit. Kontak langsung dengan hidrogen sianida
dalam bentuk cair pada kulit dapat menimbulkan iritasi. (Harry, 2006).
3. Peroral. Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida
sangat mudah terserap masuk ke dalam saluran pencernaan. Gejala
muncul paling lambat pada rute ini. (Harry, 2006)
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan perkutan sianida secara cepat akan
terdistribusi di sirkulasi. Sementara peroral natrium dan kalium sianida
akan melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat
cepat dan merata di seluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat
konsentrasinya tinggi seperti pada hati, paru, darah, dan otak. Dalam

13
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

darah, sianida akan terkonsentrasi pada sel darah merah dan sedikit di
plasma (WHO, 2004).
Dalam tubuh, sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen
sianida yang mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari
sitokrom c oksidase. Pembentukan ikatan sitokrom c oksidase CN yang
stabil pada mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan
menghentikan respirasi selular yang menyebabkan hipoksia sitotoksik,
walaupun terdapat HbO2 dalam jumlah yang cukup. Anoksia jaringan
yang diinduksi oleh inaktivasi dari sitokrom oksidase mengakibatkan
perubahan pada metabolisme sel, dari aerobik menjadi anareobik. Hal ini
menyebabkan berkurangnya glikogen, fosfoseratin, dan ADP seiring
akumulasi laktat dan penurunan pH darah. Kombinasi hipoksia sitotoksik
dengan asidosis laktat akan menekan CNS, area paling sensitif terhadap
anoksia, yang menyebabkan henti nafas dan kematian (WHO, 2004).

14
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Gambar 2. Skema Metabolisme Sianida Dalam Tubuh


(Hydrogen Cyanide and Cyanides:Human Health Aspects, WHO, Geneva, 2004)

Pada kasus keracunan sianida peroral, sianida terlebih dahulu


melewati detoksifikasi hati. Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan
enzim mitokondria rhodanese yang mengkatalisasi transfer gugus sulfur
dari thiosulfat menjadi thiosianat. Sebanyak 80% metabolisme sianida
melaui jalur ini. Jalur lain, sianida didetoksifikasi melalui penggabungan
gugus sian (CN) dengan hidroksikobalamin menjadi cyanocobalamin
(vitamin B12). Thiosianat nantinya akan dibuang melalui urin sementara
cyanocobalamin akan dipakai sebagai kofaktor dalam tubuh. Walaupun
sebagian besar HCN telah dibuang dalam bentuk tiosianat ke urin, bentuk
bebasnya masih terdapat di paru, air liur dan keringat (WHO, 2004).
15
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.3.1.1.3 Dosis Letal


Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam tergantung dari
bentuk dan cara masuknya ke dalam tubuh. Takaran toksik peroral untuk
HCN adalah 60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg.
Pada inhalasi sianida dari udara, efek yang ditimbulkan tergantung dari
konsentrasi dan lamanya paparan. Pada kadar 20 ppm gejala keracunan
sianida sangat ringan dan muncul setelah beberapa jam. Kadar sianida 100
ppm sangat berbahaya karena akan menimbulkan gejala dalam 1 jam.
Bahkan kadar sianida antara 200 hingga 400 ppm dikatakan mampu
membuat seseorang meninggal dalam waktu 30 menit. Dosis letal dari
beberapa bentuk sianida adalah sebagai berikut :
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg (Harry, 2006)

2.3.1.1.4

Gejala Klinis Keracunan Sianida


Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan
sangat tergantung dari 1)dosis sianida, 2)banyaknya paparan 3)jenis
paparan, dan 4)tipe komponen dari sianida. Gejala pada tubuh yang
ditimbulkan oleh sianida termasuk pada tekanan darah, penglihatan,
paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem
metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih
dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa
saluran pernafasan.
Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi
tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan
hiperpnea, 15 detik setelah itu akan kehilangan kesadarannya. 3 menit
kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit
mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan
berakhir dengan kematian. Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida
baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa
16
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

diselamatkan dengan antidotum. Tanda awal dari keracunan sianida


antara lain hiperapneu sementara, nyeri kepala, dispneu, kecemasan,
perubahan prilaku seperti agitasi dan gelisah, berkeringat banyak, warna
kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo.
2.3.1.1.5 Diagnosa Kasus Keracunan Sianida
Untuk menentukan diagnosa kasus keracunan diperlukan hal berikut :
1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan
sianida atau yang dicurigai sebagai sumber sianida (secara injeksi,
inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa).
2. Dari benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut
memang mengandung racun sianida.
3. Dari bedah mayat, dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan
yang sesuai dengan keracunan sianida.
4. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi harus dapat dibuktikan
adanya racun sianida dan atau metabolitnya, dalam tubuh atau cairan
tubuh korban secara sistemik (Idries, 1997).
2.3.1.1.6 Metode Analisa Kimia
Pada pemeriksaan toksikologi sianida pada barang bukti meliputi:
1. Pada lambung dan darah
a. Metode Kalorimetrik
Cara yang cukup simpel, cepat dan tetap dapat dipercaya untuk
kuantifikasi

dari

mempergunakan

sianida
Gas

dalam

darah

Cromatography

adalah

Nitrogen

dengan

Phosporus

Detection (GC-NPD). Metode ini jika dibandingkan dengan


metode standar kalorimetrik mempunyai hasil yang serupa
sehingga dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan kuantifikasi
sianida pada sampel darah postmortem (Bisett, 1998).
b. Uji kertas saring
Pemeriksaan sianida dengan kertas saring adalah dengan
menyelupkan kertas saring ke dalam larutan asam pikrat jenuh,
biarkan hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau
17
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

darah korban, diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan


Na2CO3 10 % 1 tetes. Uji positif bila terbentuk warna ungu.
Cara lain yakni kertas saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan
dipotong kecil-kecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah
korban, bila positif maka warna akan berubah menjadi merah terang
karena terbentuk sianmethemoglobin.
c. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin)
Isi lambung/jaringan didestilasi dengan destilator. Diambil 5 ml
destilat lalu ditambahkan berturut-turut 1 ml NaOH 50 %, 3 tetes
FeSO4 10% rp, dan 3 tetes FeCl3 5%. Dipanaskan sampai hampir
mendidih, lalu dinginkan dan ditambah HCl pekat tetes demi tetes
sampai terbentuk endapan Fe(OH)3. Penambahan HCl pekat
diteruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.
2. Pada urin
Metode Kopanyi, yakni dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin
dalam sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali
tambahkan HCl sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok
selama beberapa menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari
eter, lapisan air dibuang, barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring
eter ke dalam beaker glass dan uapkan sampai kering di atas penangas
air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa barbiturat
yang mengering. Selanjutnya ambil beberapa tetes larutan dan letakkan
pada white pocelain spot plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat dan 2
tetes isopropilamin. Barbiturat akan memberi warna merah muda
sampai ungu.

2.3.1.2 Alkohol
Minuman beralkohol biasa dikenal sebagai minuman keras, karena
dapat berdampak mabuk sampai kematian. Angka kematian akibat keracunan
alkohol di Indonesia belum ada, namun kematian akibat alkohol dilaporkan
secara sporadis di media masa. Keracunan alkohol didalam tubuh bisa karena
disengaja misal usaha bunuh diri atau tidak disengaja karena tidak tahu
bahwa alkohol terdiri dari beberapa jenis. Alkohol adalah sekelompok
18
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

senyawa yang dapat berupa ethyl alcohol (ethanol), isopropyl

alcohol

(isopropanol); methyl alcohol (methanol), ethylene glycol, dua jenis terakhir


ini disebut alkohol beracun sebab lebih cepat mematikan daripada yang lain.
Keracunan alkohol dapat mengakibatkan gangguan sistim saraf pusat yang
berat, gangguan abdomen dan ginjal bahkan kematian.
Etanol/etil alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih, berbau
khas

dan

konsentrasi.

merupakan komponen
Zat

ini

banyak

minuman

dipakai

di

keras

dengan

berbagai

bidang kesehatan sebagai

desinfektans. Etilen glikol adalah larutan alkohol yang tidak berbau, terasa
manis dan sering dipakai untuk antifreezing dan deicing. Etilen glikol biasa
digunakan untuk cairan transmisi, rem dan kosmetik tertentu. Metanol berupa
cairan jernih tidak berwarna,disebut juga wood alcohol,

karena hasil

distilasi kayu. Larutan ini sering dipakai dalam industri mebel. Isopropil
alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna terasa pahit dan berbau
khas. Senyawa ini sering dipakai untuk kosmetik, desinfektans dan
antifreeze. Hasil metabolisme etilen glikol dan metil alkohol menghasilkan
anion gap dan osmolal gap yang tinggi, sedangkan isopropil alkohol
menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa mengakibatkan

ketoasidosis.

Etilen glikol dan methyl alkohol disebut Toxic Alcohol, meskipun tidak
berarti bahwa ethanol tidak toksis.

2.3.1.2.1 Sumber Alkohol Kaitannya dengan Minuman Keras


Alkohol diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah, atau
umbi-umbian. Hasil fermentasi ini dapat diperoleh alkohol dengan kadar
lebih dari 15%, tetapi dengan proses penyulingan dapat dihasilkan alkohol
dengan kadar yang lebih tinggi, bahkan mencapai 100%. Alkohol dapat
diserap dengan cepat oleh saluran pencernaan, tanpa perlu dicerna lagi.
Kecepatan penyerapan tersebut tergantung dari kadar alkohol serta ada
atau tidaknya makanan dalam lambung.

2.3.1.2.2 Proses Metabolisme Alkohol dalam Tubuh


Etilen glikol dapat tertelan, terhirup, dan terarbsorpsi melalui kulit.
Namun yang mengancam nyawa adalah yang masuk dengan cara
19
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

tertelan. Penyerapan lewat saluran cerna sangat cepat dan sekitar 80%
dosis

yang

tertelan

dimetabolisme

di hati. Di hati etilen glikol

dimetabolisme oleh alcohol dehydrogenase yang menghasilkan metabolit


asam glikolat yang beracun. Asam

ini produk metabolisme yang

terbesar dan menyebabkan asidosis metabolik berat disertai anion gap


yang tinggi.
Pembentukan
Nicotinamide

asam

glikolat

Adenine

melibatkan

perubahan

NAD

Dinucleotide menjadi NADH reduced

Nicotinamide Adenine Dinucleotide menyebabkan perubahan pyruvat


menjadi laktat, akibatnya asam laktat juga meningkat pada keracunan
etilen glikol. Hasil akhir metabolisme etilen glikol adalah asam oksalat
yang dapat bersenyawa dengan kalsium membentuk senyawa kompleks
kalsium oksalat yang dapat menimbulkan endapan di tubulus ginjal.
Kristaluria kalsium oksalat ini dapat dilihat secara mikroskopis dan dapat
menyebabkan kerusakan tubulus ginjal, akibatnya dapat terjadi gagal
ginjal akut.
Metanol juga cepat diabsorpsi di saluran cerna dan dimetabolisme
di hati oleh alcohol dehydrogenase. Hasil metabolitnya adalah asam
format yang merupakan racun mithokondria yang bekerja menghambat
cytochrome oksidase. Jaringan yang rentan terhadap metabolit ini
adalah

retina, saraf optikus, dan ganglia basalis. Asam laktat juga

meningkat

seperti

halnya

pada

keracunan

etilen glikol,

namun

kadarnya bisa lebih tinggi akibat terjadi keracunan mithokondria

20
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Gambar 3. Perubahan biokimia alkohol beracun dalam tubuh


Keterangan : FMP : Fomepizole; AD : Alcohol Dehydrogenase; NAD : Nicotinamide
Adenine Dinucleotide; NADH : Reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide

2.3.1.2.3 Dosis Letal


Tabel 1. Keracunan Akut Alkohol

Semua jenis senyawa alkohol dapat menyebabkan depresi susunan


saraf pusat dan kejang. Pada keracunan etanol onset sekitar 30 menit,
napas berbau etanol dan dapat

terjadi asidosis respiratorik atau

ketoasidosis, sedang pada keracunan isopropanol onset cepat, napas


berbau aseton dan asidosis metabolik yang terjadi ringan.(Tabel 1).

21
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.3.1.2.4 Gejala Keracunan


Gejala awal keracunan Etilen glikol berupa mual, muntah

dan

tampak mabuk. Karena etilen glikol tidak berbau maka napas tidak
berbau. Pada kasus yang berat disertai koma, kejang umum, edema paru,
kolaps kardiovaskuler dan gagal ginjal. Pemeriksaan laboratorium
menggambarkan suatu asidosis metabolik berat dengan kenaikan anion
gap. Kadar serum laktat dapat meningkat (biasanya 5 - 6mEq/L). Bisa
terjadi hipokalsemia dan kristal kalsium oksalat tampak di urin sekitar
50 % kasus. Plasma assay untuk ethylene glycol > 25 mg/ dL dianggap
toksis, namun kadar plasma ini dapat diabaikan pada pasien yang telah
lama mengalami keracunan, karena telah terjadi metabolisme.
Gejala awal keracunan methanol dalam waktu 6 jam setelah
tertelan termasuk nampak mabuk tanpa bau etanol. Tanda lanjut (6 24
jam setelah tertelan) termasuk gangguan penglihatan (skotoma, pandangan
kabur,

buta total), kesadaran

menurun, koma, dan kejang umum,

pankreatitis juga bisa terjadi. Pemeriksaan


papiledema, dan

edema

retina

luas.

retina

bisa

Pemeriksaan

didapatkan
laboratorium

memperlihatkan gangguan asam basa seperti pada keracunan etilen


glikol. Enzim pankreas bisa meningkat dan kenaikan kadar Creatinine
Phospho kinase (CPK) dalam darah (dari rhabdomyolysis) pernah
dilaporkan. Bila plasma assay untuk methanol tersedia, kadar diatas
25mg/dL dianggap toksis. Seperti halnya pada keracunan etilen glikol
kadar plasma dapat keliru setelah lama dari waktu tertelan karena senyawa
induk mungkin telah dipecah.

2.3.1.3 Seng Fosfit (kaitannya dengan racun tikus)


Seng fosfit merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul
Zn3(PO3)2 dan biasanya terdapat dalam racun tikus. Racun tikus merupakan
bahan kimia yang sangat toksik. Kandungan bahan aktif (bahan kimia) dalam
sediaan racun ini terdapat dalam berbagai jenis, diantaranya zinc phosphide,
coumarine (Warfarindan Superwarfarin) dan Indanedion (Diphacinone,
Pindone dan Chlolorophacinone). Dua terakhir merupakan racun tikus
antikoagulan (agen pencair darah).
22
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Racun tikus dapat diperoleh dalam berbagai merk dagang dan sediaan.
Racun tikus di rumah biasanya dalam bentuk serbuk, butiran, atau pellet.
Sediaan dalam bentuk umpan yang berwarna biasanya menarik perhatian
anak-anak yang menganggapnya sebagai makanan ringan. Bahkan bukan
hanya

pada

anak-anak,

menganggapnya

sebagai

orang

dewasapun

makanan.

Oleh

yang

tidak

karena

itu

mengetahui
jika

akan

menggunakannya harus diletakan jauh dari jangkauan anak-anak dan beritahu


orang dewasa lainnya yang ada dirumah.
Racun tikus yang mengandung bahan aktif zinc phosphide mempunyai
bau yang khas seperti ikan busuk dan rasanya tidak akan disukai oleh hewan
lain, tetapi bau ini menarik perhatian tikus. Racun ini dapat masuk ke dalam
tubuh melalui hidung, mulut atau diserap melalui kulit yang luka, Apabila
racun ini dicampur atau kontak dengan air atau bahan kimia dengan pH asam
akan menghasilkan gas fosfin. Keracunan bahan kimia ini menyebabkan
sesak paru-paru, tekanan darah menjadi rendah, sukar bernafas, muntah,
denyut jantung tidak beraturan, kerusakan ginjal, pengurangan sel darah
putih, koma dan dapat menyebabkan kematian. Jika terjadi keracunan,
pertolongan pertama yang perlu dilakukan ialah dengan rangsang muntah,
berikan arang aktif, dosis 1g/kg BB atau dewasa 30 100g (10 gram tiap 20
menit), anakanak 15 30g (5 gram tiap 20 menit); arang aktif tidak boleh
dicampur dengan air, campurlah dengan sorbitol. Segera dibawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan rawatan lanjutan.

2.4 Analisis Toksikologi di Laboratorium Forensik Cabang Surabaya


Analisis toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk:
1. Analisis tentang adanya racun.
2. Analisis tentang adanya logam berat yang berbahaya.
3. Analisis tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
4. Analisis tentang adanya pestisida baik golongan organoklorin maupun
organophospat.
5. Analisis tentang adanya obat-obatan, misalnya: transquilizer, barbiturat,
narkotika, ganja, dan lain sebagainya.
23
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Secara umum tugas analis toksikologi forensik (klinik) dalam melakukan analisis
dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel sample
preparation, 2) analisis meliputi uji penapisan screening test atau dikenal juga
dengan general unknown test dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan
kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan
laporan analisis.
Sampel umumnya merupakan spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah,
urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Pada jaringan tubuh masingmasing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racun-racun tertentu, misalnya:
Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun
organik, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.
Lambung, hati, ginjal, dan usus halus adalah material yang paling baik untuk
menentukan keracunan logam berat yang akut, sianida, arsen, dan fosfida.
Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisis zat organik non
volatil, misalnya obat sulfa, barbiturat, salisilat dan morfin.
Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk pemeriksaan
keracunan logam yang bersifat kronis.
2.4.1 Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah
sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan
kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau pada
kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi, korban dapat bertahan hidup
dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti
bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal
dan dikonfirmasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Sangat penting
untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus - kasus keracunan dan
rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab
kematiannya.
Beberapa spesimen yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah :
1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui
keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana terdapat
sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung.
24
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2. Hati. Berguna untuk kasus keracunan yang kompleks. Biasanya diambil 100
gram pada dari lobus kanan karena tidak terkontaminasi dengan empedu.
3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai pembuluh
darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal
antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/l (Specimens, 2007). Kadar sianida
normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L (Dominick, 1989).
4. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui, dianjurkan
untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari bagian dalam untuk
mengkorfirmasi keberadaan sianida.
5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas HCN, paruparunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon.
6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida tertinggi, diperkirakan
karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial seperti
diatas, tingkat sianida berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l.
7. Urin. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya adalah
tiosianat (Specimens, 2007).
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin untuk
menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah
yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangan, sehingga
jika ada penundaan, sampel darah dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4
derajat celcius dan harus dianalisis sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel
telah menurun walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida
dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan
dan konversi menjadi thiosianat. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu
lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan
terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium
flourida (Specimens, 2007).

2.4.2 Pengambilan Sampel Untuk Pemeriksaan Toksikologi


Berdasarkan uraian tersebut, terdapat dua macam pengambilan sampel untuk
pemeriksaan toksikologi yang meliputi:
1. Pada Korban yang Masih Hidup
a) Darah
25
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Darah merupakan bahan pemeriksaan yang terpenting, sampel darah yang


diambil dibagi 2 masing-masing sejumlah 5ml. Bagian pertama
ditambahkan serbuk Natrium Fenorida (Naf) sebagai bahan pengawet,
sehingga kadar Naf menjadi 1%, bagian ke dua tidak diberi bahan pengawet
b) Urin, semua urin yang didapat harus diambil.
c) Bilasan lambung, semua cairan bilasan lambung harus diambil.
2. Pada Mayat
Pada kasus keracunan berat, lambung akan ditandai dengan striae berwarna
merah gelap. Lambung dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi
maupun pendarahan di dindingnya. Jika sianida berada dalam larutan encer,
kerusakan yang terjadi lebih minimal. Apabila racun masuk secara oral maka
kekuatan alkali dari sianida akan mengiritasi saluran cerna. Esofagus dapat
mengalami kerusakan, terutama pada bagian mukosa pada sepertiga distal,
terutama saat post mortem dimana terjadi regurgitasi isi perut karena relaksasi
dari sphincter. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan
diagnosis dibuat berdasarkan bau dan warna kemerahan pada jaringan dalam
tubuh (Ferryal, 2006).
a) Lambung dengan isinya
Lambung diikat pada 2 tempat yaitu yang berbatasan dengan kerongkongan
dan yang berbatasan dengan usus 12 jari. Cara ini dimaksudkan untuk
menghindari racun butir-butir pil atau tablet yang tertelan korban sehingga
mempermudah pemeriksaan toksikologi.
b) Usus dan isinya
Pemeriksaan usus dan isisnya sangat berguna, terutama kematian korban
terjadi setelah beberapa jam disaat dia kemasukan racun. Dari pemeriksaan
ini dapat diperkirakan saat kematian dan dapat ditemukan tablet yang tidak
dapat dihancurkan lambung (enteric coated tablet). Caranya adalah dengan
mengikat usus dengan jarak 60 cm yaitu pada perbatasan lambung usus 12
jari. Usus 12 jari, usus halus, usus halus-usus besar, dan usus besar poros
usus. Ikatan-ikatan tersebut untuk mencegah tercampurnya isi usus bagian
oral dengan isi usus bagian anal.

26
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

c) Darah
Darah yang diambil harus perifer (V, jugularis, v. Arillaris, dll)
pengambilan darah dari v. Porta harus dihindarkan konsentrasi racun disini
pada umumnya lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang
salah. Darah yang diambil dibagi 2 sebanyak 25 mL, bagian pertama diberi
pengawet, bagian kedua tanpa pengawet. Darah dapat diambil dari jantung
untuk itu harus dipisahkan darah yang diambil dari jantung sebelah kiri dan
dari sebelah kanan, agar diperoleh kadar racun yang sesungguhnya. Hal ini
dilakukan pada penetapan alkohol terutama jika tidak terdapat urine korban.
d) Urin
Urin merupakan sampel yang penting, karena merupakan tempat ekskresi
dari kebanyakan jenis racun, sehingga kita dapat melakukan tes
pendahuluan dari berbagai racun. Urine juga merupakan sampel pada
pemeriksaan racun golongan narkotika dan stimulan.
Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau
organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka
belum cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun
yang efeknya sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi
seorang analis toksikologi untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun
yang dijumpai dalam lambung tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka
penentuan dalam lambung sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa.
2.5 Metode Analisis Toksikologi Forensik
2.5.1 Preparasi Sampel
Preparasi sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis
toksikologi

forensik

disamping

kehandalan

penguasaan

metode

analisis

instrumentasi. Pada tahap ini ada beberapa perlakuan terhadap masing-masing


barang bukti yaitu sebagai berikut :
Barang bukti berupa lambung beserta isinya diletakkan dalam cawan terlebih
dahulu yang nantinya digunakan sebagai pemeriksaan dan di ukur pH sampel
untuk menentukan pemeriksaan ekstrak asam atau basa. Apabila pH lambung
beserta isinya normal (pH = 7), maka dilakukan pemeriksaan ekstrak asam.
27
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Apabila pH lambung beserta isinya menunjukkan pH basa (pH > 7), maka
dilakukan pemeriksaan ekstrak basa.
Barang bukti berupa darah atau urin yang ada pada spet suntik diletakkan
secukupnya / beberapa mL pada bagian luar sel Conway untuk menentukan
pemeriksaan alkohol dan sianida. Hal ini dilakukan setelah reagen pemeriksaan
alkohol dan sianida disiapkan pada bagian dalam sel Conway. Setelah
penggunaan, darah atau urin harus disimpan dibawah 200C.

2.5.2 Pemeriksaan di Labfor Cabang Surabaya Sub bidang Kimia Biologi Forensik
2.5.2.1 Pemeriksaan Minuman yang Diduga Mengandung Alkohol
Pemeriksaan kimia umum pada minuman yang diduga mengandung
alkohol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Conway Microdiffusion dan
destilasi. Apabila sampel atau barang bukti yang diterima sedikit, maka
pemeriksaan cukup menggunakan metode Conway Microdiffusion. Apabila
sampel atau barang bukti yang diterima banyak, maka pemeriksaan dapat
dilakukan dengan metode destilasi.
Conway Microdiffusion
Teknik ini cukup sederhana digunakan dalam menetukan kadar
alkohol secara semikuantitatif pada suatu sampel. Sebagai contoh suatu
sampel botol minuman X dengan volume 2-3 mL jernih yang diduga
menyebabkan kematian pada korban diperiksa menggunakan metode ini
dikarenakan ketersediaan sampel yang sedikit. Langkah pengujian adalah
sebagai berikut :
Letakkan 2 mL K2Cr2O7 pada bagian dalam sel Conway.
Letakkan 2 mL K2CO3 jenuh pada bagian luar sel Conway.
Kemudian pada bagian luar sel Conway, tambahkan sampel / barang
bukti yang diuji pada sisi berlawanan.
Tutup sel Conway, lalu goyangkan dengan hati-hati sampai sampel
bercampur dengan kalium karbonat.
Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada suhu ruang.
Setelah 1 jam, tutup diangkat dan diamati perubahan warna pada
reagen yang berada pada bagian dalam sel Conway.
28
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Hasil menunjukkan bahwa sampel minuman X tersebut positif


mengandung alkohol yang ditandai dengan berubahnya kalium dikromat
dari warna orange menjadi hijau kebiruan.
Destilasi
Dasar pemisahan pada destilasi adalah perbedaan titik didih cairan
pada tekanan tertentu, dimana zat cair akan dipanaskan hingga titik
didihnya, serta mengalirkan uap ke dalam kondensor dan mengumpulkan
hasil pengembunan sebagai zat cair (destilat). Destilasi bertujuan untuk
pemurnian zat cair pada titik didinya, dan memisahkan campuran
cairannya dari zat cair lainnya yang mempunyai titik didih berbeda. Pada
pemisahan dengan cara destilasi semua komponen yang terdapat di dalam
campuran bersifat mudah menguap (volatil). Tingkat penguapan
(volatilitas) masing-masing komponen berbeda-beda pada suhu yang
sama. Hal ini akan berakibat bahwa pada suhu tertentu uap yang
dihasilkan dari suatu campuran cairan akan selalu mengandung lebih
banyak komponen yang lebih volatil.
Minuman keras adalah produk yang dihasilkan melalui proses
fermentasi dengan menggunakan

khamir

(ragi / saccaromyces

cereviceae) pada bahan yang mengandung pati. Alkohol yang sering


diperdagangkan dapat berupa metanol, etanol dan butanol. Alkohol
digolongkan

ke

ketagihan dan

dalam

zat

adiktif karena

ketergantungan. Karena

sifat

dapat

menimbulkan

adiktifnya

ini

maka

konsumsi alkohol dalam jangka waktu tertentu akan menambah


takarannya

sampai pada dosis yang dapat menimbulkan keracunan

(intoksikasi) dan kemabukan (Hutapea, 1993 dalam Faot et al., 2010).


Alkohol umumnya berwujud cair dan memiliki sifat mudah menguap
(volatil) tergantung pada panjang rantai karbon utamanya (semakin
pendek rantai C, semakin volatil). Kelarutan alkohol dalam air semakin
rendah seiring bertambah panjangnya rantai hidrokarbon. Hal ini
disebabkan karena alkohol memiliki gugus OH yang bersifat polar dan
gugus alkil (R) yang bersifat nonpolar, sehingga makin panjang gugus
alkil makin berkurang kepolarannya.
29
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Berdasarkan sifat-sifat alkohol tersebut, minuman yang diduga


mengandung alkohol perlu dilakukan pemurnian untuk mendapatkan
senyawa alkohol yang terkandung didalamnya. Senyawa alkohol yang
didapatkan dari proses destilasi akan diukur kadarnya dan diketahui jenis
alkohol yang terkandung pada minuman tersebut. Pengukuran kadar dan
penentuan jenis alkohol dilakukan menggunakan istrumen GC-MS (Gas
Cromatography Mass Selective).

2.5.2.2 Pemeriksaan Toksikologi di Laboratorium Forensik Cabang Surabaya


Jika barang bukti yang diterima telah diberi pengawet, maka
pemeriksaan alkohol tidak dilakukan.
1. Pemeriksaan toksikologi pada barang bukti darah dan urin meliputi:
a. Pemeriksaan Alkohol
Prinsip : reduksi dikromat (Cr6+) menjadi kromat (Cr3+)
Cara Kerja :
- Letakkan 2 mL K2Cr2O7 pada bagian dalam sel Conway.
- Letakkan 2 mL K2CO3 jenuh pada bagian luar sel Conway.
- Kemudian pada bagian luar sel Conway, tambahkan 1 mL darah /
urin yang diuji pada sisi berlawanan.
- Tutup sel Conway, lalu goyangkan dengan hati-hati sampai sampel
bercampur dengan kalium karbonat.
- Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada suhu ruang.
- Setelah 1 jam, tutup diangkat dan diamati perubahan warna pada
reagen yang berada pada bagian dalam sel Conway.
Pada prinsipnya pemeriksaan alkohol pada darah atau urin sama
dengan pemeriksaan alkohol pada lambung. Apabila hasil pemriksaan
negatif, maka warna kalium dikromat tidak berubah (sama seperti
semula) yaitu orange. Apabila positif warna kalium dikromat akan
berubah menjadi hijau kebiruan dan kandungan alkohol di dalam
darah / urin tersebut diperkirakan cukup besar. Namun, apabila warna
kalium

dikromat

berubah

menjadi

kuning

kehijauan,

maka

diperkirakan kandungan alkohol dalam darah / urin itu hanya sedikit.


30
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Pemeriksaan alkohol yang positif secara semikuantitatif maka


dapat diuji lanjutan secara kuantitatif yaitu dengan metode destilasi.
Hal bertujuan untuk menentukan kadar alkohol yang terkonsentrasi
dalam darah / urin korban. Namun, ini dapat dilakukan apabila sampel
darah / urin dalam jumlah banyak.

b. Pemeriksaan Narkoba (Ekstrak Basa)


Untuk pemisahan obat dalam cairan biologik secara ekstraksi
cair-cair jarang digunakan corong pisah, karena volume sampel
umumnya kecil. Biasanya pemisahan dilakukan dengan tabung
sentrifus. Setelah dipisahkan dari fase air, fase organik harus betulbetul bebas air, karena jika fase organik hendak diuapkan sampai
kering, maka tetes terakhir air dapat menyebabkan diperlukannya
kondisi yang lebih kuat dibandingkan dengan kondisi yang
dibutuhkan pelarut sendiri, yang mungkin justru dapat menguraikan
obatnya.
Untuk mempercepat penguapan dapat ditambahkan beberapa
tetes etanol, walaupun ini dapat menimbulkan terjadinya esterifikasi
asam organik yang tidak dikehendaki atau pembentukan ketal dengan
gugus okso. Residu penguapan dapat mengandung asam atau basa
mineral. Pada GC penyuntikan garam atau protein yang larut air yang
dikandung fase organik menyebabkan terbentuknya tumpukan zat
padat pada awal kolom atau airnya sendiri dapat menarik fase diam
kolom.
Sesepora air dapat dihilangkan dari fase organik dengan
penambahan sedikit natrium sulfat anhidrat. Larutan yang sudah
bebas air dituangkan dengan meninggalkan garam yang terhidrasi
sebagai bongkahan kecil di dalam tabung. Namun jika jumlah air
hanya sesepora, maka cukup dengan menyaring melalui kertas saring
kering dengan kehilangan akan obat yang lebih kecil.
Pada tahap penguapan sampai kering ini sering kehilangan akan
obat, akibat terutama oleh bumping (muncrat), adsorpsi oleh wadah
gelas dan menguapnya obat, seperti yang dialami oleh anti depresan
31
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

trisiklik. Jika hal ini terjadi dapat diatasi dengan mengselanisasi alat
gelas yang digunakan, pelarut diuapkan pada 40C memindahkan
residu obat segera dan menggunakan standar internal. Penguapan
sampai kering dapat dilakukan dengan evaporator.

2. Pemeriksaan toksikologi pada barang bukti lambung meliputi:


a. Pemeriksaan Alkohol
Prinsip : reduksi dikromat (Cr6+) menjadi kromat (Cr3+)
Preparasi : lambung dan isinya dilarutkan dengan air sampai
didapatkan cairan agak kental yang disebut ekstrak lambung.
Cara Kerja :
Letakkan 2 mL K2Cr2O7 pada bagian dalam sel Conway.
Tambahkan sedikit ekstrak lambung pada bagian luar sel Conway
Diletakkan 2 mL K2CO3 jenuh pada sisi berlawanan di bagian
luar sel Conway.
Tutup sel Conway, lalu goyangkan dengan hati-hati sampai sampel
bercampur dengan kalium karbonat.
Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada suhu ruang.
Setelah 1 jam, tutup diangkat dan diamati perubahan warna pada
reagen yang berada pada bagian dalam sel Conway.
Hasil pemeriksaan alkohol pada lambung apabila negatif, maka
warna kalium dikromat tidak berubah (sama seperti semula) yaitu
orange. Apabila positif warna kalium dikromat akan berubah menjadi
hijau kebiruan dan kandungan alkohol di dalam lambung tersebut
diperkirakan cukup besar. Namun, apabila warna kalium dikromat
berubah menjadi kuning kehijauan, maka diperkirakan kandungan
alkohol dalam lambung itu hanya sedikit. Dalam pemeriksaan alkohol
pada lambung yang positif secara semikuantitatif tidak dapat diuji
lanjutan secara kuantitatif sebab, ketidakefektifan media alat yang
dimiliki.

32
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

b. Pemeriksaan Zn-Fosfit dengan Metode Guzeit


Prinsip : Senyawa As direduksi oleh H2 (hasil reaksi Zn dengan
H2SO4 menjadi AsH3 yang berbentuk gas.
Cara Kerja:
- Sampel atau barang bukti yang akan diperiksa dimasukkan dalam
tabung reaksi dengan volume sekitar 10-20 mL.
- Dalam tabung reaksi yang berisi barang bukti, ditambahkan dengan
butiran Zn dan H2SO4 pekat sebanyak 2-3 tetes.
- Dipasangkan pada cerobong tabung reaksi dengan kapas yang telah
diinfiltrir dengan Pb asetat, hal ini berguna untuk menangkap gas
H2S yang timbul yang dapat mengganggu jalannya pemeriksaan.
- Diletakkan kertas saring pada ujung tabung reaksi lalu dibasahi
dengan AgNO3. Penambahan larutan AgNO3 pada kertas saring
berfungsi sebagai indikator, bila terdapat As pada barang bukti
maka akan terjadi senyawa AsH3 yang bila bereaksi dengan
AgNO3 yang akan berwarna kuning dalam keadaan panas dan
berwarna hitam dalam keadaan dingin.
Reaksi pemeriksaan metode Guzeit:
Zn + H2SO4

ZnSO4 + H2

As + H2
AsH3 + 6 AgNO3

AsH3

AsAg3.3AgNO3 + 3 HNO3

(berwarna kuning bila panas)


Dalam keadaan dingin akan berubah menjadi hitam karena ada H2O
AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O

H3AsO + 6 Ag (hitam) + 3 HNO3

Perubahan warna yang terjadi pada kertas sublimate (kertas


saring + AgNO3) yaitu mula-mula putih, bila terkena gas AsH3 akan
berubah menjadi kuning terlebih dahulu, lalu di bawahnya timbul
warna oranye, coklat, dan akhirnya hitam. Sehingga bagian yang
paling banyak terkena gas AsH3 akan berwarna hitam, yang paling
sedikit akan berwarna kuning.

33
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

c. Pemeriksaan Ekstrak Asam dan Basa


Prinsip :
Ekstraksi merupakan suatu metoda pemisahan yang melibatkan
proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain
yang didasarkan pada sifat kelarutannya. Sedangkan ekstraksi asambasa merupakan jenis ekstraksi yang didasarkan pada sifat asam dan
basa senyawa organik, disamping kelarutannya. Senyawa asam atau
basa organik direaksikan dengan basa atau asam sehingga membentuk
garamnya. Garam ini tidak larut dalam pelarut organik (non polar)
tetapi larut baik dalam air.
Cara Kerja :
Sampel atau barang bukti berupa lambung di larutkan terlebih
dahulu dengan air sehingga didapatkan cairan agak kental. Cairan
inilah merupakan ekstrak lambung yang akan digunakan untuk uji
tahap selanjutnya.
1. Ekstraksi Asam
Ekstrak lambung yang telah diperoleh, dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer
Ditambahkan HCl 4 N sampai pH sampel menjadi 4
Diaduk dan tambahkan kloroform 1 eruss dan dikocok,
kemudian didiamkan sebentar sampai terbentuk dua lapisan
Setelah terbentuk dua lapisan, lapisan bawah diambil
menggunakan pipet
Lapisan bawah yang telah dipipet tersebut diletakkan pada
cruss, kemudian ekstrak diuapkan atau dikeringkan.
Setelah kering, dilarutkan kembali dengan metanol atau aseton
Diuji menggunakan GC
2. Ekstrak Basa
Ekstrak lambung yang telah diperoleh, dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer
Ditambahkan amonia 1% sampai pH sampel menjadi 8-9

34
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Diaduk dan ditambahkan kloroform 1 eruss dan dikocok,


kemudian didiamkan sebentar sampai terbentuk dua lapisan
Setelah terbentuk dua lapisan, lapisan bawah diambil
menggunakan pipet
Lapisan bawah yang telah dipipet tersebut diletakkan pada
cruss, kemudian ekstrak diuapkan atau dikeringkan.
Setelah kering, dilarutkan kembali dengan metanol atau aseton
Diuji menggunakan GC
Pada ekstraksi asam atau basa dilakukan pengeringan ekstrak
yang bertujuan untuk mengeluarkan air dimana pada tahap preparasi,
sampel dilarutkan dengan air. Air yang bertindak sebagai pelarut
tersebut umumnya sedikit terlarut dalam sejumlah pelarut organik
seperti kloroform, benzen dan eter. Oleh karena itu, air harus
dikeluarkan sebelum diuji menggunakan GC.
Secara umum, ada dua tahap pengeringan, pertama ekstrak
ditambahkan larutan jenuh NaCl sejumlah volume yang sama. Garam
akan menaikkan polaritas air, berarti menurunkan kelarutannya dalam
pelarut organik. Kemudian tambahkan zat pengering garam anorganik
anhidrat

misalnya MgSO4, Na2SO4, dan CaCl2. MgSO4 adalah

pengering paling efektif (air kristalnya sampai 7H2O) akan tetapi


sangat mahal. CaCl2 lebih murah, tetapi sering membentuk komplek
dengan senyawa organik yang mengandung oksigen (misalnya
etanol). Oleh karena itu, pada pemeriksaan toksikologi forensik di
Laboratorium Forensik melalui ekstraksi asam-basa, pengeringan
ekstrak hanya dilakukan dengan menguapkannya menggunakan hair
dryer.

d. Pemeriksaan Sianida dengan Metode Conway Microdiffusion


Metode : Sel Conway adalah metode mikrodifusi manual yang
menggunakan sel mikrodifusi silinder dengan dua kompartemen
annular. Metode Conway Microdiffusion (gambar 4) ini merupakan
metode

identifikasi

semi

kuantitatif

yang

dapat

mendeteksi
35

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

kandungan sianida pada sampel pemeriksaan forensik misalnya pada


lambung, darah, urin maupun muntahan.

Gambar 4. Gambaran metode Conway Microdiffusion


Cara Kerja :
Bagian dalam sel Conway
Letakkan 2 buah kertas saring kecil ukuran 1 x 3 cm saling menyilang
membentuk huruf X. Ditetesi kertas saring dengan 1-2 tetes larutan
Na2CO3 jenuh, kemudian ditambah setes asam pikrat sehingga kertas
saring menjadi berwarna kuning.
Bagian luar sel Conway
Masukkan sedikit serbuk asam tartrat pada sisi yang berlawanan.
Kemudian masukkan sampel (isi lambung, urin, darah, dll) yang akan
diperiksa.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya sampel
bercampur dengan serbuk asam tartrat. Biarkan terjadi difusi selama 1
jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati
perubahan warna pada kertas saring di bagian tengah sel. Perubahan
warna kertas saring dari kuning menjadi coklat menunjukkan hasil
positif. Semakin pekat perubahan warna kertas saring dari warna
semula (kuning), maka semakin besar kadar racun sianida.

36
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Uji pemastian confirmatory test


Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan
menetapkan kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif
dengan uji penapisan, namun harus lebih spesifik, salah satunya
menggunakan instrument gas-spektrofotometri massa (GC-MS).
Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat
memungkinkan

mengenali

identitas

analit,

sehingga

dapat

menentukan secara spesifik toksikan yang ada.


Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik CG-MS
adalah analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian
selanjutnya

dipastikan

identitasnya

menggunakan

teknik

spektrfotometrimassa. Sebelumnya analit diisolasi dari matrik


biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan dilewatkan ke
kolom GC, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan
metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari
senyawa segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan
menggunakan GC, indeks retensi dari analit yang terpisah adalah
sangat spesifik untuk senyawa tersebut, namun hal ini belum cukup
untuk tujuan analisis toksikologi forensik. Analit yang terpisah akan
memasuki spektrofotometri massa (MS), di sini bergantung dari
metode

fragmentasi

pada

MS,

analit

akan

terfragmentasi

menghasilkan pola spectrum massa yang sangat kharakteristik untuk


setiap senyawa. Pola fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan
sidik jari molekular dari suatu senyawa. Dengan memadukan data
indeks retensi dan spektrum massanya, maka identitas dari analit
dapat dikenali dan dipastikan.

37
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.6 Contoh Kasus Toksikologi Forensik di Labfor Subbidang Kimbiofor

Uji Kualitatif
No Jenis Pemeriksaan

Barang Bukti (BB)

- Lambung beserta
1

Keracunan

Keracunan teh

Keracunan lotion
anti nyamuk
Minuman keras

Pos

Ekstrak asam
basa
-

Pos

- Gula pasir

Neg

- Teh cap botol

Neg

Neg

Pos

Pos

Neg

Pos (all)

Pos

- Cairan teh yg

no 54)
- Cairan jernih (petak
no 55 dan 56)

Neg

Seng fosfit

Neg

- Cairan hitam (petak


Peracunan tambak

Sianida

diminum korban

Alkohol

isinya (+ pengawet)
- Urine

pH

Hati, ginjal, jantung,


dan usus halus
Miras absolute vodka

38
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

(miras)
6

Mayat
Keracunan
makanan

Keracunan

Minuman yang
9

diduga
mengandung
alkohol

Isi lambung

Neg

Neg

Pos

Pos

- Big cola

Pos

- Hydrococo

Pos

- Pocari sweat

Pos

- Kratingdeng

Pos

- Isi lambung (ibu)


- Isi lambung (anak)
Isi lambung (+
pengawet alkohol)
Minuman bermerek

39
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2.7 Pembahasan
1. Keracunan Alkohol
Jika orang berbicara tentang alkohol umumnya berarti etanol atau etil
alkohol yang biasa digunakan dalam minuman beralkohol seperti bir, anggur
dan minuman keras. Spiritus yang digunakan untuk pembedahan, kandungan
utamanya adalah etanol dengan sedikit methanol. Etanol juga digunakan dalam
sediaan obat, pencuci mulut, antiseptik, desinfektan dan kosmetika dan
kosmetika seperti aftershave, parfum dan cologne.
Untuk memeriksa apakah terjadi keracunan alkohol pada seorang korban,
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang diduga meracuni.
Barang bukti atau sampel ini dapat berasal dari makanan/minuman yang diduga
meracuni korban maupun organ, urin, dan darah.
Prinsip kerja dari metode kualitatif pemeriksaan alkohol adalah reduksi
dikromat menjadi kromium (III). Reaksinya sebagai berikut :
K2Cr2O7(aq) + H+(aq) 2Cr3+(aq) + 2K+(aq) + 7H2O(l)
K2Cr2O7 merupakan reagen yang digunakan untuk memeriksa apakah ada
kandungan alkohol dalam sampel barang bukti. Direaksikan dengan H+ yang
berasal dari alkohol, dimana kita tahu bahwa alkohol cenderung bersifat asam
sehingga yang dilepaskan adalah ion H+. Reaksi antara ion H+ dari alkohol
dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) akan dihasilkan perubahan warna menjadi
hijau kebiruan yang menandakan reduksi Cr pada ion dikromat (Cr2O72-)
menjadi Cr3+. Perubahan warna dari warna awal kalium dikromat yaitu jingga.
Pada contoh kasus dari tabel pengamatan 2.6, barang bukti yang positif
mengandung alkohol adalah minuman keras vodka, minuman bermerek
seperti big cola, hydrococo, pocari sweat, kratingdeng. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna pada cairan minuman tersebut menjadi
berwarna jingga.

2. Keracunan Sianida
Dalam kasus keracunan sianida pada korban, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap barang bukti yang diduga meracuni. Barang bukti atau sampel ini dapat
berasal dari makanan/minuman yang diduga meracuni korban maupun organ,
urin, dan darah. Berdasarkan tabel pengamatan 2.6, contoh kasus yang positif
40
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

mengandung sianda adalah kasus keracunan teh, keracuanan lotion anti nyamuk,
peracunan tambak, dan keracunan makanan.
Pada kasus keracunan teh ada satu barang bukti yang positif mengandung
racun sianida, yaitu cairan teh yang diminum korban, sedangkan du barang bukti
lainnya seperti gula pasir, dan teh cap botol terbukti negatif dari sianida.
Cairan teh yang diminum korban dapat positif mengandung sianida
dimungkinkan pada minuman tersebut diberikan racun sianida. Sianida yang
masuk dalam tubuh akan bereaksi melalui hubungan dengan atom ferri dari
sitokrom oksidase yang mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel.
Sianida tidak dapat disatukan oleh intermediatary compound methemoglobin.
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul
hemoglobin menjadi tidak berfungsi.
Produksi methemoglobin lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi
yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya
kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung
dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin
berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna
coklat.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase,
metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai
transport electron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa
menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan
menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport
electron.
Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi bergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan
oksigen kurang, oksigen tidak bisa lagi digunakan, dan molekul ATP tidak lagi
dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan
academia.
Pada kasus keracunan lotion anti nyamuk, barang bukti yang positif
mengandung sianida berupa organ yaitu hati, ginjal, jantung, usus halus. Lotion
41
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

anti nyamuk merupakan insektisida sintetik yang biasa digunakan manusia


dengan cara mengoleskannya pada tubuh. Insektisida sintetik mempunyai dua
tipe dimana salah satu tipenya adalah semua ester mengandung sianida seperti
fenvolerat, deltametrin, dan cifenometrin. Oleh karena itu, kemungkinan besar
korban telah teracuni sianida melalui lotion anti nyamuk dalam jumlah besar
sehingga seluruh organnya positif mengandung sianida. Dikarenakan, pada
kasus keracunan sianida peroral, sianida terlebih dahulu melewati detoksifikasi
hati.
Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan enzim mitokondria rhodanese
yang mengkatalisasi transfer gugus sulfur dari thiosulfat menjadi thiosianat.
Sebanyak 80% metabolisme sianida melaui jalur ini. Jalur lain, sianida
didetoksifikasi

melalui

penggabungan

gugus

sian

(CN)

dengan

hidroksikobalamin menjadi cyanocobalamin (vitamin B12). Thiosianat nantinya


akan dibuang melalui urin sementara cyanocobalamin akan dipakai sebagai
kofaktor dalam tubuh. Walaupun sebagian besar HCN telah dibuang dalam
bentuk tiosianat ke urin, bentuk bebasnya masih terdapat di paru, air liur dan
keringat.
Pada kasus peracunan tambak diketahui (tabel 2.6) petak nomor 54 positif
mengandung racun sianida. Hal ini didukung dengan ditemukannya satu
kantong plastik yang diduga digunakan untuk meracuni tambak. Diduga cairan
ini merupakan potassium sianida yang diklaim sebagai racun mematikan,
dengan waktu reaksi antara 3-4 jam lalu mati. Racun ini biasa digunakan
sebagai peracun ikan. Cara kerja potas dalam mencemari lingkungan hingga
meracuni ikan adalah sebagi berikut :
1. POTAS larut di dalam air sebagai K dan CN, dan akan terserap ke dalam
tubuh ikan. CN akan berikatan dengan sel darah merah (Haemoglobin)
menjadi Methemoglobin (berwarna merah tua). Dengan ini, fungsi
haemoglobin sebagai pengikat oksigen dalam darah, tidak dapat berfungsi
lagi. CN masuk ke dalam sel akan berikatan dengan unsur logam dalam
sel mitochondria, dan oksigen tidak dapat diproses oleh mitochondria. Sel
akan mati, begitu pula apabila sampai ke jaringan saraf dan otak. Jalur
yang termudah untuk masuk tubuh ikan adalah melalui insang.
42
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

2. Konsentrasi KCN akan masuk ke tunuh ikan dengan cara osmosis. Seluruh
tuh akan menyerap KCN dan langsung bereaksi bila terkena hemoglobin
atau mitochondria pada setiap sel tubuh. Sel-sel tubuh menjadi tidak
berfungsi normal. Dalam beberapa hari, sisik ikan memutih, mulut ikan
memutih, nafsu makan ikan hilang, mata ikan tidak dapat melihat, ikan
diam saja dan baru bergerak bila disentuh. Lama kelamaaan tapi pasti,
ikan akan menajdi kurus dan akhirnya mati.
3. Ikan yang terkena potas bila segera dimasukkan ke dalam air bersih dapat
agak segar kembali, atau dapat berenang agak lincah kembali, karena
darah yang belum kena potas masih dapat mengalir ke insang dan ikan
dapat bernafas kembali. Tetapi kehidupan tersebut bersifat sementara,
karena methemoglobin akan terbawa ke seluruh tubuh dan masuk sel,
sehingga sel akan rusak secara bertahap, yang akhirnya akan membuat
kematian.
Pada kasus keracunan makanan anak dan ibu, barang bukti yang dianalisis
berupa organ lambung dimana positif mengandung racun sianida. Kemungkinan
korban diracun dengan insektisida misalnya, lotion anti nyamuk atau cairan
semprot anti nyamuk (baygon) yang dicampurkan pada makanan atau minuman
korban, karena senyawa ester dari insktisida sintetik ini mengandung sianida.

3. Keracunan Seng Fosfit


Pada kasus keracunan yang tertera pada tabel 2.6 semua negatif
mengandung racun seng fosfit, dimana seng fosfit merupakan bahan aktif pada
racun tikus. Apabila racun ini masuk dalam tubuh manusia, maka
menyebabkan sesak paru-paru, tekanan darah menjadi rendah, sukar bernafas,
muntah, denyut jantung tidak beraturan, kerusakan ginjal, pengurangan sel
darah putih, koma dan dapat menyebabkan kematian. Prinsip kerja dari metode
guzeit pada pemeriksaan seng fosfit adalah reduksi senyawa As oleh H2 dimana
hasil reaksi Zn dengan H2SO4 menjadi AsH3 yang berbentuk gas. Berikut
reaksi yang terjadi :
Zn + H2SO4
As + H2
AsH3 + 6 AgNO3

ZnSO4 + H2
AsH3

AsAg3.3AgNO3 + 3 HNO3
43
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

AsAg3.3AgNO3 akan bewarna kuning bila panas dan ketika dingin akan
berunah menjadi hitam karena ada H2O.
AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O

H3AsO + 6 Ag (hitam) + 3 HNO3

Perubahan warna yang terjadi pada kertas sublimate (kertas saring + AgNO3)
yaitu mula-mula putih, bila terkena gas AsH3 akan berubah menjadi kuning
terlebih dahulu, lalu di bawahnya timbul warna oranye, coklat, dan akhirnya
hitam. Sehingga bagian yang paling banyak terkena gas AsH3 akan berwarna
hitam, yang paling sedikit akan berwarna kuning.

44
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

BAB III
PENUTUP

Pemeriksaan forensik pada kasus keracunan bertujuan untuk mencari penyebab


kematian dan untuk mengetahui seberapa jauh racun mempengaruhi terjadinya suatu
kejadian. Terdapat berbagai jenis racun yang masuk ketubuh melalui berbgai macam cara
dan memberikan efek yang bervariasi pada masing-masing orang. Toksikologi adalah
salah satu cabang ilmu forensik yang mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejalagejala dan pengobatan pada keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban
meninggal.
Pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup beresiko
karena pemeriksa akan menghirup sianida dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda
asfiksia dapat dilihat pada korban ini seperti sianosis pada bibir dan ujung jari-jari,
kongesti organ dalam dan dilatasi jantung kanan. Beberapa tanda yang dapat dilihat adalah
lebam mayat berwarna merah bata, muntahan hitam disekitar bibir, bau sianida seperti bau
almond, jaringan pada organ dalam mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang,
striae lambung berwarna merah gelap, oesuphagus sepertiga distal mengalami kerusakan.
Adanya sianida dapat secara objektif dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium.
Sampel dapat diambil dari lambung baik isi maupun jaringannya, jaringan hati, darah,
otak, paru-paru, limpa, urine.
Beberapa metode yang dipergunakan untuk pemeriksaan ini adalah uji kertas
saring, reaksi Schonbein-Pagentecher (reaksi guacajol), reaksi prussian blue, gettlergoldbaum. Analisis sianida pada darah dapat juga mempergunakan metode calorimetrik
dan Gas Cromatography dengan Nitrogen Phosporus Detection (GC-NPD). Cara lain
penentuan kasus keracunan sianida adalah dengan mengggunakan metode Conwway
Microdiffusion.
Pada kasus keracunan pembuktian adanya racun dan peranan racun dalam kejadian
tersebut sangat diperlukan. Untuk itu pasal 131 KUHP mengatur tentang kesaksian ahli
dari ahli racun dalam hal ini adalah dokter forensik. Selain itu jika terdapat unsur
kesengajaan maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 340 KUHP dan pasal 202 KUHP jika
peeristiwa keracuan terjadi pada sarana-sarana umum dan melibatkan orang banyak.

45
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Organik (KI2051) FARMASI. Bandung :


Laboratorium Kimia Organik, Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.
Azizah, Utiya. dkk. 2007.Panduan Praktikum Mata Kuliah Kimia Analitik II: DasarDasar Pemisahan Kimia. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Bagian Farmakologi FKUI. 1980. Farmakologi dan Terapi. PT Intermasa. Jakarta.
Elkins, Hervey B. Ph.D. 1960. The Chemistry of Industrial Toxicology, John Wiley B.
Sous Inc. New York, Chapenan & Hall, Lanbon, USA.
Faot, Nusin, Imelda Manurung, Shinta Lisa Purimahua. 2010. Kajian Faktor Predisposisi
Perilaku Mengkonsumsi Minuman Keras Pada Masyarakat Desa Oelpuah
Kabupaten Kupang Tahun 2010. MKM. 5 (1) : 17-27.
Gonzales, Vance, Helper. 1979. Legal Medicine Pathology and Toxicology, second
edition.
Gonzales, Thomas A. et all. 1954. Legal Medicine Pathology and Toxicology. New
York : Appleton, Century Crafts Inc.
Goodman & Gilman. 1975. The Pharmacological Basis of Therapeutics, second edition,
Mac Millan Publice King Co. inc USA.
Hadikusumo, Nawawi, dr. . 1997. DSPF, Ilmu Kedokteran Forensik, IKF III. FK UGM
UMY.
Hunter, Donald. 1978. The Disease of Occupational, edisi VI, Hodder and Stoughton,
London, Sydney, Auckland, Toronto.
Idries, A.M., et all. 1985. Ilmu Kedokteran Kehakiman. PT. Jakarta : Gunung Agung.
Lexicon Publication. 1977. Encyclopedia International. Lexicon Publication Inc.
Nawawi, R. HSC Gen83, Peranan Pemeriksaan Kimia / Toksikologi dalam Pengadaan
Visum et Repertum.
Robert & Gasselin. M.D. Ph.D, et all. 1979. Clinical Toxicology of Commercial
Products Acute Poisoning. The Williams & Wilkins Co., Baltimore.
Simpson, Keith. 1979. Forensic Medicine, eight edition. The English Language Book
Society and Edward Arnold (Publishers) LTD.
Sutrisno, Bram, dr. 1982. Hand Out Toxicology Industry. Yogyakarta.
46
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Tedeschy, Cokert, Tedeschi. Forensic Medicine, A Study in Trauma and Enviromental


hazards, Volume II.
Thienes, Clinton H. M.D. Ph.D, Thomas Y. Haley Ph.D. 1972. Clinical Toxicology.
London, Great Britain : Heurg kimpton Publishers.
Wirasuta, I Made Agus Gelgel. 2008. Analisis Toksikologi Forensik Buku Ajar. Bukit
Jimbaran : Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana.
World Health Organization. 1979. The International Pharmacopoeis, third edition.
Geneva.
Yudono, dr. 1982. Hand Out Toxicology Industry. Yogyakarta.
Yumizone.

2009.

Pemeriksaan

Laboratorium

Forensik Sederhana.

(Online).

http://yumizone.wordpress.com/2009/03/19/pemeriksaan-laboratorium-forensiksederhana/, (diakses 20 Juli 2014).


Zulfikar. 2010. Sifat-Sifat Alkohol. chem-is-try.org. (Online). http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/senyawa-hidrokarbon/sifat-sifat-alkohol/,
(diakses 20 Juli 2014).

47
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

48
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Lampiran 2. Foto Kegiatan

49
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

50
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Lampiran 3. Surat Ijin PKL

51
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Lampiran 4. Daftar Kehadiran PKL

52
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

53
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Pemeriksaan Kualitatif Toksikologi di Unit Kimia Biologi Forensik Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Lampiran 5. Jurnal Kegiatan

54
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Anda mungkin juga menyukai