Anda di halaman 1dari 91

Kado Dari

Surga
Fotarisman Zaluchu

Penerbit
Suluh Indomedia Press
2014

Kado Dari Surga


Kategori Buku: Rohani Kristen

Oleh Fotarisman Zaluchu


Hak Cipta 2014, Fotarisman Zaluchu
Foto cover: Ibezisokhi Lase

Penerbit:
Suluh Indomedia Press
Jl. Abdul Hamid No. 1-B, Medan
Telp/ Fax: +62 61 4151453
e-mail: suluhindomedia.press@gmail.com

Cetakan Pertama: Desember 2014

ISBN: 978-602-70571-1-1

Kata Pengantar
Anugerah Tuhan1
Keajaiban Tuhan16
Pengalaman Indah27
Menanti Datangnya Anugerah41
Bayi Itu Lahir51
Epilog: Bayi Agung63

Menanti kedatangan seorang anak adalah sebuah peristiwa


paling dinanti oleh banyak orangtua. Namun merasakan
pengalaman rohani di balik penantian itu, memerlukan
pemikiran dan perenungan. Perjalanan merasakan
hadirnya anak serta karya Tuhan di baliknya, adalah tujuan
buku ini dituliskan.
Tetapi kisah itu tidak berhenti hanya pada pengalaman
yang kamisaya dan istrirasakan. Tetapi pada sebuah
kisah yang lebih ajaib lagi: kelahiran Kristus.
Karena itu, buku ini bukan hanya catatan mengenai sebuah
kelahiran manusia, tetapi juga sebuah perenungan yang
akan membawa kita mengenal bagaimana Tuhan bekerja
dengan penuh keajaiban, dalam hidup kita, bukan hanya
dalam sebuah peristiwa kelahiran.
Maka yang paling utama sebagai tujuan buku ini adalah
bagaimana kita semua, entah itu orangtua, anak, yang telah
menikah, yang masih single, siapapun itu, yang membaca
buku ini, bisa memuji Tuhan dengan hati yang sungguhsungguh. Kemuliaan hanyalah bagi Tuhan, Pencipta
semesta dan Perancang kehidupan baru. Karena itulah,
kado dari surga adalah Anak-Nya sendiri, Kristus Yesus.

Buku ini sebenarnya sudah lama ditulis. Sekian tahun


hanya mendekam sebagai naskah dalam komputer, tetapi
kemudian saya putuskan untuk kembali membacanya dan
menerbitkannya.
Buku ini adalah kisah tentang anak pertama kami. Meski
yang menuliskan adalah saya, namun isteri saya adalah
sumber inspirasi yang sebenarnya. Ia dengan penuh
kesabaran selalu bersedia memberikan koreksi dan
menceritakan kembali bahkan perasaan-perasaan yang
terkadang hanya ia sendiri yang bisa mengertinya.
Semoga buku ini dapat menjadi berkat abadi. Semoga kita
semua semakin mencintai Tuhan kita.
Desember 2014
Penulis

--Halaman ini dibiarkan kosong--

Hamil
Isteri saya positif hamil! Tadi sore kami ke dokter
spesialis kandungan. Umur kehamilannya sudah 4 minggu
6 hari. Hamil? Sungguh bagi saya hal ini sangat tidak
terduga. Selama ini kami berusaha untuk mencoba
menunda
kehamilan.
Isteri
saya
masih
harus
menyelesaikan perkuliahan, sementara kami baru saja
melangsungkan pesta dan resepsi pernikahan yang sangat
melelahkan.
Maka, kami sama sekali tidak menduga bahwa
keterlambatan haidnya isteri sayaMiraadalah pertanda
kehamilan. Pagi hari Mira mencoba test dengan
menggunakan alat test kehamilan yang bisa didapatkan di
apotik. Ternyata bergaris ganda. Kemungkinannya positif.
Tapi saya tidak yakin. Pulang kerja, saya sudah tidak
sabar ingin memastikan keadaan Mira. Saya coba tidur,
mata tetap tidak mampu terpejam. Maka sore hari, dengan
hati yang tidak sabar kami pun bergegas ke dokter.
Saya tidak dapat melukiskan perasaan saya ketika
dokter kemudian memulai pemeriksaan menggunakan
Ultra Sonografi (USG). Dokter menggeser-geser alat
tersebut berulangkali dan berkali-kali, berputar-putar di
atas perut Mira yang sudah digosokkan semacam cream,
1

dan saya, yang sejak tadi berdiri mencoba mereka-reka apa


yang sedang dilakukan oleh dokter. Saya perhatikan terus
layar hitam dengan gambar berbentuk segitiga terbalik,
bergantian, dengan wajah dan ekspresi dokternya.
Beberapa kali dokter mengetikkan huruf-huruf yang saya
tidak mengerti.
Pemeriksaan kemudian selesai. Ketika isteri saya
hendak bangkit dari tempat tidur, dokter tiba-tiba
menyuruh mengulangi. Lalu dengan perlahan dia meminta
supaya isteri saya mengulangi dengan cara yang
diinstruksikan olehnya. Kaki diturunkan dahulu, baru
kemudian perlahan bangkit. Harus dibiasakan dari
sekarang, supaya kehamilannya tidak terganggu, katanya.
Antara mengerti dan tidak, saya hanya saling
memandang dengan isteri. Puncaknya adalah ketika dokter
kemudian mengucapkan bahwa isteri saya positif hamil. Ya,
isteri saya hamil!
Saat itu, saya ingin sekali berteriak. Berteriak
kegirangan. Padahal sebelumnya saya berencana untuk
tidak memiliki anak dahulu. Tepatnya menanti sampai
waktunya kami siap. Tetapi saya melupakan itu, ditutupi
oleh rasa bahagia. Perasaan saya seperti terbalik seketika.
Saya merasakan perbedaan yang begitu besar. Kini saya
merasakan kebahagiaan yang amat nyata.
Saat itu, saya tidak tahu hendak menyatakan apa,
yang saya rasakan adalah saya akan punya bayi. Saya harus
mempersiapkan kedatangannya. Dengan spontan dan
penuh ketidaksabaran ingin bertanya sebanyak-banyaknya.
Saya seolah ingin dipuaskan oleh kalimat demi kalimat
yang diucapkan oleh dokter.
Apa yang harus dimakan oleh isteri saya dokter
Apa yang tidak boleh dimakan oleh isteri saya
dokter?
Apakah tadi semuanya berjalan normal dokter?
2

Kapan kami harus berkunjung kembali dokter?


Apa saja yang akan dialami isteri saya nanti
dokter?
Bagaimana kalau isteri saya berjalan jauh, apa
boleh dokter?
Yang pasti, ada rasa yang meluap-luap dalam hati.
Saya tidak tahan untuk menyimpannya sendiri. Saya
langsung kirimkan SMS ke banyak teman untuk
menceritakan hal ini. Saya ingin mereka tahu bahwa saya
sedang bersukacita. Saya ingin mereka merasakan betapa
senangnya kami atas hal ini. Salah satu isi SMS yang masih
saya simpan adalah, Puji Tuhan, Mira hamil. Sudah 4
minggu lebih. Ini sukacita yang luar biasa dalam hidup
kami.
Sukacita atas pengalaman pertama membuat saya
tidak tahan menyimpannya. Saya ingin menceritakan
bahwa kami sangat berbahagia. Dan bahwa kami sedang
menantikan datangnya bayi kami yang kini sudah hadir.
Saya ingin berbagi pada setiap orang bahwa saya adalah
calon ayah, dan isteri saya adalah calon ibu. Saya
bersukacita karena saya akan mendapatkan sesuatu yang
baru. Ya, kami akan memperoleh bayi. Bayi pertama dalam
hidup kami, bayi yang akan membuka pintu sukacita bagi
kami orangtuanya.
Kehidupan Baru
Kehamilan adalah proses menghadirkan kehidupan
baru. Dan kehidupan mulai dari sebuah peristiwa yang
sangat unik. Bersatunya benih dari seorang laki-laki dengan
istrinya memberikan kesempatan kepada hadirnya bibit
seorang manusia. Bibit itu kemudian lama kelamaan
berkembang dan menemukan bentuknya sebagai sesosok
manusia.
3

Uniknya, seorang manusia hadir dalam sebuah


bentuk awal yang amat kecil. Besarnya hanyalah sebesar
tanda titik. Tetapi semuanyasetiap manusia yang kelak
dilahirkan dengan seluruh kesempurnaannyajustru
berasal dari yang amat kecil itu. Titik kecil itulah awal
kehidupan.
Titik kecil itu bukan titik yang datang begitu saja.
Titik kecil adalah buah cinta manusia, secara khusus kami,
orangtuanya. Ketika seorang manusia meninggalkan
orangtuanya, maka kisah kehidupan pun berubah. Dulu
ketika belum menikah, saya dan isteri saya, atau siapapun
orang yang masih belum menikah, memiliki kehidupan
sendiri-sendiri.
Sungguh berbeda ketika sudah menikah. Saya dan
isteri saya harus memulai segala sesuatunya, belajar
menyatukan perbedaan dan menjalani perbedaan itu
sebagai sebuah dimensi tersendiri dari rencana Tuhan. Bagi
kami, perbedaan adalah sebuah panorama indah dari cinta
kasih yang ditanamkan Tuhan ke dalam diri kami.
Ketika kami bersama itulah, maka proses
menghadirkan kehidupan baru pun dimulai. Isteri saya, di
dalam dirinya, telah dikaruniai oleh Dia sebuah keajaiban
lain bernama sel telur, sementara saya, di dalam diri saya,
dikaruniai sebuah pasangan dari kehidupan yang ada pada
isteri saya, bernama sel sperma. Kelak, secara medis, ketika
keduanya bertemu, terjadilah yang disebut sebagai
pembuahan.
Pembuahan ini terjadi secara ajaib. Bayangkan,
ribuan sperma akan berlomba dalam sebuah upaya untuk
mencoba mencapai sel telur. Normalnya, satu sperma yang
terbaik akan menembus sel telur. Pertemuan inilah yang
menghasilkan titik kecil tadi. Titik kecil yang terbentuk
akibat bertemunya benih kedua manusia, kemudian
mengalami konfigurasi yang ajaib. Materi-materi genetika
4

disusun segera dan saling dipertukarkan. Konsep cikal


bakal seorang manusia dibentuk dengan kecepatan yang
amat sulit diduga. Rupa manusia yang akan dilahirkan
dibentuk. Kelahiran pun diputuskan segera sesudah titik
kecil tadi dibentuk. Maka bisa dibayangkan betapa
keajaiban kehidupan terjadi.
Maka, tangan yang merancang semuanya pastilah
tangan yang sempurna sehingga Dia sudah mempersiapkan
segala sesuatunya sedari awal dengan sempurna. TanganNya yang ajaib telah menempatkan segala sesuatunya
bagaikan berlangsung begitu saja, padahal dibaliknya
terdapat sosok Sang Pencipta yang amat sempurna dalam
apapun yang dikerjakan-Nya.
Tidak mudah untuk mengerti peristiwa munculnya
kehidupan baru itu. Ilmu kedokteran yang semakin canggih
menemukan bahwa titik kecil itu kemudian melakukan
pembelahan diri secara terus menerus sehingga pada akhir
bulan pertama, semakin lebih besar. Titik kecil itu
kemudian berjalan terus ke arah rahim ibunya, untuk
kemudian ditanam disana. Di sana, di rahim ibunya, dia
akan semakin besar dan bertumbuh dalam situasi yang
amat baik.
Perhatikan prosesnya. Titik kecil yang amat rentan
tadi awalnya secara anatomis berada di antara tulang
panggul ibunya. Tulang itulah yang kemudian melindungi
cikal bakal bayi yang amat rentan itu. Apapun yang terjadi
pada ibunya, dapat dipastikan bahwa titik kecil itu akan
aman karena dilindungi oleh tulang yang amat kuat. Tetapi
tidak selamanya ia akan di sana. Seiring dengan semakin
besarnya, titik kecil tadi dipindahkan ke rahim, tempat
yang juga sama amannya dengan saluran di antara panggul
ibunya tadi.
Saya menggunakan kata dipindahkan untuk
menunjukkan bahwa Tuhan ada di sana, di dalam seluruh
5

proses yang ajaib itu. Sembari memperhatikan gambargambar yang ditunjukkan oleh dokter, setiap kali selesai
melakukan pemeriksaan kehamilan, saya merenungkan
betapa ajaibnya perlindungan Tuhan pada yang dikasihiNya. Sejak awal kehidupan, manusia yang dibentuk olehNya, diberikan tempat yang aman dan nyaman untuk
berkembang. Tak dibiarkan-Nya jatuh dan gugur sebelum
berkembang, namun dijadikan-Nya tubuh seorang manusia,
ibunya, sebagai tempat yang menjadi saluran berkat-Nya
kepada manusia baru yang akan lahir itu.
Kasih Semula
Dari sini kita masuk ke dalam pemahaman yang
lebih mendalam. Adalah fakta bahwa kita jarang memahami
makna kasih Tuhan. Namun menonton sebuah proses
terjadinya pembuahan, dan kemudian bagaimana awalawal kehidupan terjadi di depan mata, seperti saya yang
menjalaninya,
menimbulkan
sensasi
yang
amat
mengharukan mengenai hal itu.
Nyata benar bahwa Tuhan sudah mengasihi kita,
persis ketika kita belum dibentuk. Bagaimana? Dia
memilihkan pasangan orangtua untuk menjadi ayah dan
ibu bagi manusia yang akan dilahirkan itu. Itu adalah fakta
pertama. Pernikahan antara dua orang, berada di bawah
otoritas dan kedaulatan-Nya. Dikatakan-Nya dalam
Kejadian 2:24,
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan menjadi satu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Dalam konsep pernikahan kristiani, pernikahan


amatlah sakral. Manusia meninggalkan orangtuanya, lalu
6

berdua dengan pasangannya masing-masing membentuk


sebuah mahligai rumah tangga. Semuanya terjadi karena
Tuhan membentuk keluarga baru itu. Mereka
meninggalkan perlindungan dari orangtuanya masingmasing, untuk kemudian masuk ke dalam hadirat-Nya, dan
berlindung dalam kedaulatan dan perlindungan yang
dibentuk oleh Tuhan sendiri, bagi mereka.
Saya masih ingat dengan jelas, ketika hamba Tuhan
memberkati kami dalam pernikahan di dalam-Nya, saya
seperti menyaksikan tangan Tuhan sendiri, mengutus kami
untuk kini berdua, memberikan kepercayaan untuk
membentuk bahtera baru kepada kami, dan melaksanakan
amanah-Nya sebagai sebuah keluarga di tengah-tengah
dunia ini.
Tidak mudah memahami pesan tak terhingga
dalamnya ini di tengah-tengah berbagai kecamuk masalah
di dalam pernikahan mereka yang mengaku pasangan
Kristen sekalipun. Kebanyakan keluarga kini terasa hambar
dan kehilangan arah, karena tidak memberikan
kesempatan
kepada
diri
masing-masing
untuk
merenungkan betapa dalam dan beratnya pesan untuk
membentuk sebuah keluarga. Akhirnya, keluarga hanya
sebagai tempat bermalam saja. Pernikahan hanyalah nama
untuk dua orang yang saling memunggungi jika tidur, dan
berdiam diri jika hendak makan. Banyak keluarga, bukan
lagi menjadi tempat merenungkan kehadiran-Nya dan
campur tangan-Nya dalam kehidupan keluarga itu.
Tetapi, pengalaman yang diberikan Tuhan pada
kami amat membuat kami semakin memahami makna
keluarga ini. Itulah kasih Tuhan kepada seorang anak
manusia yang diijinkan dimiliki oleh keluarga bentukanNya. Dia telah mengasihi mereka yang akan datang ke
dalam dunia, jauh sebelum mereka datang dan hadir dalam
dunia ini, melalui kasih dan kepercayaan-Nya kepada
7

orangtua. Ia memberikan perlindungan yang amat kudus


kepada anak yang akan dilahirkan, dengan memberikan
dasar-dasar pembentukan keluarga kepada orangtua,
sehingga kehadiran seorang bayimanusiamemiliki
makna yang lebih hakiki lagi. Anak yang akan dilahirkan
dari
sebuah
keluarga,
untuknya,
Tuhan
telah
mempersiapkan sebuah keluarga yang dipilihkan Tuhan
secara khusus, untuk menjadi orangtuanya.
Fakta kedua yang sama besarnya adalah bahwa
kelak kemudian Tuhan mengasihi benih kasih itu dengan
kasih yang sangat dalam. Dipilihkan-Nya waktu yang tepat
untuk memiliki anak, tempat yang baik untuk dibesarkan,
dan proses yang ajaib. Alangkah bahagianya menjadi
manusia, sebab Tuhan, dengan segala kebaikan-Nya telah
memberikan kesempurnaan di dalam seluruh proses itu. Ia,
bergerak pada waktunya, tidak pernah terlambat atau tidak
terlalu cepat dalam bekerja.
Saya banyak menemukan manusia yang kemudian
menjadi kecewa dalam hidupnya. Masalah dan pergumulan
menyebabkan mereka seolah tak lagi bisa mengharapkan
Tuhan, katanya. Mereka menggugat Tuhan dan
menyimpulkan bahwa Tuhan tidak adil. Mereka
menyatakan bahwa Tuhan tak lagi kasih pada mereka.
Namun sebaiknya, seharusnya mereka sangat perlu
berpaling kepadadan melihat dengan mata batin yang
terangkehidupan mereka semula, ketika kehidupan
mereka dimulai untuk pertama kalinya. Mereka perlu
melihat betapa tinggi, dalam, panjang, jauh, dan lebarnya
kasih Tuhan, persis ketika mereka belum berbentuk atau
bahkan ketika masih berbentuk sebuah titik kecil.
Tangan kasih-Nya amatlah besar dan luar biasa
sedari awal. Tangan itu terbukti telah menjaga setiap insan
sehingga melewati masa paling sukar dalam proses
pembentukannya. Ia mengasihi setiap cikal bakal manusia
8

sehingga dipertemukan-Nyalah benih kedua orangtuanya.


Dengan penuh kesabaran, Ia menuntun sel sperma sang
ayah untuk mencari jalannya, dan kemudian bertemu
dengan sel telur sang ibu. Dalam tangan-Nya yang penuh
dengan kekuatan, Ia menjaga dan mengawal sehingga cikal
bakal sang bayi dapat terus hidup dan berjalan perlahanlahan menuju rahim ibunya, tempat untuk berkembang
dengan leluasa. Di sana Ia menunjukkan jalan, sehingga
cikal bakal sang bayi tidak kehilangan jejak sehingga hilang
sebelum waktunya. Lalu dengan penuh kesabaran, Tuhan
menata cikal bakal bayi itu sehingga memperoleh
kehidupan yang baik, kesempurnaan pertumbuhan, dan
akhirnya kehidupan sebagai manusia yang mandiri.
Itulah kasih Tuhan. Kasih yang diberikan-Nya
kepada setiap manusia, setiap kita. Kasih yang rela
membatasi diri-Nya sendiri sehingga dengan penuh welas
asih Ia rela meninggalkan tahta-Nya, masuk ke dalam
proses biologis, dan mengawal setiap kejadian dalam
kehidupan anak yang kelak dilahirkan itu, sehingga
sempurna dan tanpa kekurangan suatu apapun.
Asal Kehidupan
Sampai sekarang misteri asal mula kehidupan masih
tak pernah dapat dipecahkan oleh manusia. Pertanyaanpertanyaan besar mengenai kehidupan sangat sulit
dimengerti oleh akal pikiran manusia. Bagaimana sebuah
kehidupan bisa terjadi dan berlangsung?
Namun perdebatan dalam sejarah kehidupan
manusia itu sebenarnya sudah dijawab di dalam
kebenaran-Nya sendiri. Ketika menciptakan Adam dan
Hawa, manusia pertama itu, Tuhan dengan penuh
kebijakan dalam Kejadian 1:26 yang berkata,
9

Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar


dan rupa Kita...

Tuhan sendiri menyatakan bahwa kehadiran


manusia ituapapun perdebatan yang coba dijawab oleh
manusiahanya dapat dimengerti dengan melihat Tuhan
di balik penciptaan itu sendiri. Tuhan mengawali kehadiran
manusia dengan menyatakan niatnya sendiri sebagai
pemilik dunia. Dia mengumumkan sebuah rencana yang
dibangun di atas kedaulatan-Nya sebagai pemilik
kehidupan dan dilatarbelakangi oleh keberadaan-Nya
sebagai Tuhan dan pencipta.
Atas hal itulah, maka Tuhan kemudian menciptakan
manusia pertama, yang dalam bahasa penulis Kitab
Kejadian kemudian ditutur dalam sebuah puisi pertama
dalam sejarah hidup manusia yang dirangkai dengan manis
nan indah. Dikatakan dalam Kejadian 1:27,
Maka Allah menciptakan manusia menurut gambarNya, menurut gambar Allah di ciptakan-Nya dia; lakilaki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

Puisi yang indah dan penuh dengan keagungan itu


tercipta persis ketika Tuhan menciptakan manusia, sebuah
puncak dari penciptaan yang Dia lakukan dalam rancanganNya yang indah. Bahwa ternyata kemudian manusia
diciptakan sebagai gambar dan rupa-Nya sendiri, penulis
Kitab Kejadian menjadikannya sebagai sebuah kesaksian
pertama, bagaimana wujud Allah hadir dalam ciptaan-Nya
pada manusia. Ciptaan-ciptaan lainnya tidak seperti
manusia, sebab manusia diciptakan menurut gambar
Allah. Gambar itu adalah gambar kemuliaan dan keagungan
suci yang berasal dari diri-Nya sendiri.
Kita pasti dengan mudah amat takjub menyaksikan
10

keindahan langit. Kita melihat bagaimana keteraturan


bintang-bintang yang ada dan betapa ajaibnya sehingga
satu sama lain berada dalam orbitnya. Kita juga
menyaksikan bagaimana indahnya ciptaan Tuhan di
samudra yang luas. Semuanya amat mencengangkan dan
menjadi sumber inspirasi pengetahuan seolah tak pernah
ada batasnya.
Ada banyak tempat wisata yang mencengangkan
keindahannya. Ada banyak emas dan permata yang
menyilaukan kemewahan. Ada banyak kreasi yang
membuat kita kagum.
Tetapi ketika kita menyaksikan manusia, kita
menyaksikan sebuah perbedaan yang jauh-jauh berbeda.
Manusia dengan segala keajaibannya tidak bisa disamakan
dengan semuanya itu. Hanya di dalam manusialah kita
melihat kehadiran sesosok imaji yang luar biasa! Manusia
diciptakan bukan hanya oleh kekuatan imajinasi dari Sang
Pencipta, namun lebih karena manusia adalah gambar dan
rupa-Nya sendiri. Dan sebab itulah Ia menamai ciptaan-Nya
itu manusia! Maka karena itulah ada pujian bagi Tuhan atas
karya-Nya.
Anugerah Terindah
Memang memiliki anak, pastilah dambaan setiap
orangtua. Saya bisa merasakan kekecewaan setiap
orangtua yang pada mereka Tuhan belum memberikan
kesempatan untuk memiliki momongan. Beberapa kali
bertemu dengan sahabat dan kenalan yang belum
dikaruniai anak, yang menanyakan apakah sudah
berkeluarga, dan kemudian ketika diteruskan dengan
pertanyaan apakah sudah memiliki anak, rasanya ada
percikan kesedihan manakala setiap pertanyaan tersebut
saya jawab dengan mengatakan sudah. Saya bisa
11

menangkap ada kekosongan hidup dan menyentuh sisi


manusiawi yang berhubungan dengan nilai hidup. Bayangbayang kekecewaan tergurat dengan jelas di wajah dan
ekspresi hubungan komunikasi dengan mereka.
Sistem komunitas kita memang memandang bahwa
derajat yang lebih tinggi dan pantas, ada pada mereka yang
sudah berkeluarga, dan yang kemudian sudah memiliki
anak. Saya berada dalam komunitas yang bahkan amat
menjunjung tinggi nilai anak terutama anak laki-laki. Saya
menyadari ada tekanan yang amat sangat pada mereka
yang masih belum memiliki kesempatan yang sama dengan
kami.
Namun saya tidak ingin menghibur. Saya ingin
menunjukkan bahwa persoalan tidak sebatas itu. Saya justu
ingin melihatnya dengan cara yang berimbang dan dalam
terang kebenaran Tuhan. Setelah memeriksa kebenaran
firman-Nya, faktanya yang muncul berulangkali dan secara
terus menerus adalah, bahwa baik memiliki maupun tidak
memiliki anak, bagi kita, hidup adalah tetap bagi Tuhan.
Sama seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus, dalam
tulisannya ia menyampaikan bahwa baik mati, maupun
hidup, semuanya untuk Kristus.
Saya melihat terkadang banyak orang menghabiskan
seluruh energi, termasuk harapannya, untuk mendapatkan
anak. Saya sangat setuju jika semuanya dilakukan dengan
tetap berpedoman pada kebenaran-Nya bahwa hidup,
termasuk memiliki anak, berasal dari Tuhan. Akan tetapi,
tidak mudah membedakan bagaimana mencari jalan untuk
memperoleh anak antara mengandalkan Tuhan dengan
mengandalkan cara manusia. Namun pada hasilnya kelak
kita akan menyaksikan perbedaannya, yaitu apakah Tuhan
dipuji dan dimuliakan ketika sesuatu terjadi, baik ternyata
berhasil memiliki anak, ataupun tidak. Buat apa kita
memiliki anak, bila kemudian yang terjadi adalah
12

pengingkaran terhadap Tuhan? Buat apa memiliki anak,


jika kemudian yang muncul adalah kemegahan dan pujian
terhadap kemajuan teknologi manusia?
Kisah bagaimana asal mula kehidupan terbentuk
dengan amat ajaib sungguh menyadarkan kita bahwa anak
tidak dapat diciptakan oleh manusia. Hanya Tuhan, dan
bukan yang lain, karena hanya Tuhan sendirilah yang
mampu
menciptakan
manusia
dengan
seluruh
keberadaannya, dari sebuah titik kecil.
Dalam bagian itulah, Paulus amat tepat menyatakan
kebenaran mutlak bahwa anak bukanlah segalanya,
meskipun itu adalah anugerah terindah dalam hidup
orangtua. Kebahagiaan memiliki anak jelas tidak dapat
ditukar dengan apapun itu, namun bukan berarti bahwa
yang memiliki anak tidak berbahagia. Dalam hidup Paulus,
dia tidak memiliki anak. Namun bukan berarti sukacita
tidak ada dalam hidupnya. Paulus bahkan menyatakan
kepada jemaat di Filipi untuk bersukacita senantiasa (Filipi
4:4). Paulus yang tidak pernah bersukacita karena anak,
justru mengajarkan sukacita kepada orang lain.
Karena itu, pasangan orangtua dalam sebuah
keluarga, yang tidak memiliki anak tetap memiliki
kebahagiaan karena mereka tetap bersukacita di dalamNya meskipun tanpa berkat yang terlihat, yaitu anak.
Mereka mampu tetap memandang ke surga tanpa harus
menyatakan syukur atas anak yang diberikan oleh-Nya.
Mereka tetap bersukacita karena mempertahankan iman
kepada-Nya ternyata tidak bergantung kepada pemberianNya, yang salah satunya adalah anak. Mereka ternyata
berhasil dalam keberadaan dirinya masing-masing, sebab
Tuhan telah memenuhi sukacita di dalam mereka sendiri.
Ketiadaan anak, bahkan memberikan kesempatan
untuk lebih baik lagi mengasihi. Anak adalah benih cinta
yang menjadi tujuan cinta. Karena meski pun anak tidak
13

mereka miliki, keduanya seharusnya pasti bersukacita


karena tetap bisa menyalurkan cinta mereka kepada
masing-masingnya.
Bagi yang memiliki anak, sukacita utama seharusnya
bukan karena memiliki anak. Namun pada kepercayaan
yang dari Tuhan untuk merawat dan membesarkannya.
Anak, bukan anugerah yang diberikan begitu saja, namun
menjadi alat untuk menunjukkan bahwa Tuhan Allah hadir
dalam sebuah keluarga, dan bahwa keluarga tersebut
menerima amanah dan mandat dari Tuhan untuk
membesarkan dan memelihara ciptaan Tuhan itu.
Selayaknyalah bagi mereka yang diberikan kesempatan
untuk menikmati anugerah dari Tuhan, ada kesaksian yang
hidup, yang bergema dari setiap sudut untuk menyatakan
kemuliaan Tuhan.
Anak, adalah karya agung Tuhan kepada setiap
orangtua. Lebih dari alam semesta yang diciptakan hanya
dengan firman-Nya, anak adalah citra kemuliaan Tuhan
sendiri. Dalam Mazmur 19:2-5, ada pujian terhadap Tuhan,
Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan
cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;
hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam
menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.
Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka
tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke
seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke
ujung bumi.

Dijadikannya seorang anak dalam kandungan


bukanlah sebuah peristiwa biasa. Namun, itu adalah
peristiwa luar biasa, yang menyatakan sebuah kedahsyatan
Tuhan, yaitu bahwa Ia ada dan bekerja di dalam hidup
manusia. Tuhan Allah adalah Allah yang selalu menyatakan
diri sebagai Tuhan dalam kehidupan ini. Ia adalah pemilik
14

kehidupan sehingga dapat menciptakan kehidupan seorang


bayi dalam kehidupan orangtuanya. Dalam hidup ada
kehidupan yang diciptakan oleh Dia.
Citra makna inilah yang kemudian disampaikan oleh
Paulus kepada jemaat Tuhan di Roma ketika menyatakan
mengenai penyampaian Kabar Baik dari Tuhan. Bahwa
pekerjaan pemberitaan Kabar Baik adalah sebuah berita
yang disampaikan dengan perlahan, hampir tidak bersuara,
namun bergema sampai ke ujung bumi. Demikian juga
dengan berita hadirnya sebuah kehidupan dalam dunia, itu
adalah kabar baik, yang hendaknya tidak hanya
menggemakan perubahan keadaan dari tidak memiliki
menjadi memiliki, namun menggempitakan betapa baiknya
Tuhan sehingga tetap berdaulat dan berkarya dalam
kehidupan manusia.

15

Perkembangan
Bulan pertama kehamilan adalah bulan yang sangat
menentukan. Sebab pada saat itu, seluruh komponen
pembentuk seorang manusia dewasa sudah mulai dibentuk
dasar-dasarnya. Segera setelah menempel di rahim ibunya,
cikal bakal bayi segera berubah menjadi bentuk-bentukan
mungil yang nantinya akan terus berkembang menjadi
organ yang lebih siap untuk mandiri.
Dalam tubuh seukuran hanya seruas jari manusia
dewasa itu, semua proses metabolisme sudah dimulai. Cikal
bakal jantung, otak, ruas tulang belakang, organ-organ
utama, semuanya dirancang. Bentuk awalnya memang
aneh, tetapi amat mengagumkan. Bayangkan, dari sebuah
titik kecil tadi, terjadi pembelahan yang berlangsung cepat,
sehingga tak satupun yang terlupakan. Masing-masing sel
bergerak seolah sudah mengetahui hendak berbuat apa.
Sempurna!
Itulah
komentar
saya
ketika
menyaksikan bagaimana rupa si kecil dalam bentuknya
yang paling sederhana. Seperti segumpal daging saja,
namun di dalamnya terdapat sebuah bayangan tentang
sesosok manusia. Mungil dan lucu. Tetapi sangat
mengagumkan.
Dalam hati, muncul rasa takjub atas luar biasanya
16

tangan Tuhan merancang itu semua. Siapa bilang kita


bukan makhluk yang paling mulia dan sempurna? Untuk
kebutuhan membentuk satu ruas jari saja kelak, Tuhan
menyediakan jutaan sel yang akan membuatnya menjadi
berbentuk seperti demikian.
Bayangkan Tuhan sebagai seorang pemimpin
proyek pembangunan tubuh mungil itu. Dengan
kemampuan yang amat luar biasa, Dia memberikan
kekuatan kepada setiap pekerja untuk menyelesaikan
tugas di bawah kendali-Nya. Sel demi sel dipimpinnya
supaya masing-masing tidak salah letak. Sel demi sel
diatur-Nya sehingga satu sama lain tidak saling
mendahului. Semua bekerja dengan penuh kegairahan,
sama seperti Tuhan dengan ambisi yang amat kuat ingin
menciptakan sosok manusia yang dikasihi-Nya dengan
amat sangat itu. Bayangkan seluruh pekerjaan itu,
dilakukan dengan penuh semangat, berlangsung dengan
diam-diam, di dalam tubuh ibunya. Dalam hati-Nya Tuhan,
ada rasa menggelora untuk melakukan pekerjaan indah itu.
Isteri saya, sebagaimana sudah saya sampaikan di
awal, bahkan tidak merasakan kehamilannya, sampai
kemudian sebulan berlalu. Padahal, di dalam tubuhnya, di
dalam lapisan yang amat tipis di bawah kulit tubuhnya
sendiri, tangan Tuhan sedang bekerja, menggerakkan
seluruh kekuatan yang ada dalam diri istri saya dengan
sangat dahsyatnya. Tuhan menggunakan seluruh
keberadaan tubuh isteri saya, untuk menyusun bagian demi
bagian bayi kami. Tuhan, tanpa harus perlu memberitahu
kami, telah bekerja dengan penuh semangat, siang dan
malam, waktu demi waktu, setiap detik, untuk memberikan
yang terbaik kepada kami. Ia mendirikan pekerjaan
tangan-Nya sebagai seorang maestro yang ingin
menghasilkan sebuah karya agungmasterpieceyang
amat ajaib. Semuanya dipersembahkan kepada kami, kedua
17

orangtua sang anak kelak. Ia ingin memberikan sebuah


hadiah paling indah yang tak pernah terbayangkan
sebelumnya. Sebuah hadiah dari surga.
Saya tidak tahu hendak membayangkan seperti apa,
ketika saya merenungkan hal ini. Tuhan memberikan apa
yang terbaik bagi kami, karena Ia mempersiapkan-Nya
dengan sungguh amat sempurna dan luar biasa.
Mazmur 139:13-16 menyampaikan hal itu kepada
kita,
Sebab Engkaulah
yang
membentuk
buah
pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadian
yang dasyat dan ajaib; ajaib apa yang Kau buat, dan
jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku
tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di
tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di
bagian-bagian bumi paling bawah; mata-Mu melihat
selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu
semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk,
sebelum ada satupun dari padanya.

Tuhan tidak melupakan satu bagian pun dari tubuh


bayi kami. Dari dalam kandungan, Ia menyusun semuanya
satu demi satu, bukan hanya karena Ia sudah terbiasa
melakukannya pada sekian banyak manusia lainnya, tetapi
karena Ia selalu ingin memberikan yang terbaik kepada
setiap orang sehingga menghasilkan keunikannya masingmasing. Bayi demi bayi yang Ia ciptakan, termasuk bayi
kami adalah buah terbaik karya-Nya, yang dicintai dengan
sepenuh hati oleh-Nya.
Sebulan pertama adalah masa paling penting.
Karena setelah mencapai masa 30 hari itu, sosok kecil yang
terlihat lucu itu, sebenarnya kini telah menunjukkan
kemandiriannya, sebagaimana tubuh manusia dewasa.
18

Metabolisme awal sudah berjalan. Dan sang bayi telah


mampu menopang kebutuhannya sendiri sebagai seorang
manusia dengan fungsi serta bentuk yang masih sederhana.
Polesan Tuhan
Ketika itu, wajah manusia ciptaan-Nya, masih jauh
dari sempurna. Setelah berkembang beberapa waktu
lamanya, bayi itu amat lucu. Tampaknya jauh dari bentuk
manusia. Sungguh amat lucu melihatnya. Namun setelah
proses yang menakjubkan dalam proses pembuahan,
pembenahan terus menerus dilakukan oleh-Nya.
Pada periode selanjutnya, Tuhan bekerja dengan
lebih cepat lagi. Ia menggunakan seluruh energi-Nya untuk
melakukan pekerjaan yang semakin rumit itu. Setelah lebih
dahulu membentuk bagian kepala yang berisikan otak dan
tulang belakang, proses pembentukan menyentuh bagian
tangan dan kaki. Bagian ini penting. Bagi manusia, otak dan
tulang belakang adalah sebuah bagian utama, penunjang
kehidupan manusia. Dengan amat hati-hati, Tuhan
merangkai setiap syaraf sehingga sel-sel yang kemudian
amat sensitif itu berlipat ganda banyaknya, membentuk
pusat pengendali yang lebih rumit.
Bayi mungil itu, di penghujung usianya yang
keempat, sudah mulai memperlihatkan seraut wajah.
Tuhan melengkapi bayi kami dengan berbagai otot
pembentuk wajah sehingga ada kesan sebagai wajah
manusia. Cikal bakal tangan dan kaki juga sudah bisa
digerakkan.
Gerakan-gerakannya tak lagi berlangsung secara
refleksi, namun sudah memperlihatkan kemauannya
sendiri. Ia sudah terbiasa berenang-renang dalam air
ketuban ibunya dan jika kita memperhatikan dengan baik,
ia mulai menunjukkan wajahnya yang sebenarnya. Ya,
19

wajah yang mencerminkan dirinya kelak ketika hendak


dilahirkan. Tuhan sudah menambahkan kepadanya mata,
hidung, pipi, dan bibir. Tak lupa Tuhan menambahkan otot
wajah yang sangat elastis, sehingga ia kelak bisa
menyatakan dirinya hanya dengan ekspresi. Kelak, dengan
otot itu, Ia bisa menyatakan apakah Ia sedang bersukacita
atau sedang berduka.
Di akhir bulan ketujuh, Tuhan menambahkan
jaringan lemak di tubuh bayi kami. Bayi kecil itu kini lebih
sempurna. Jenis kelaminnya sudah terlihat dengan baik.
Tuhan memberikan kemampuan untuk mendengarkan
suara yang berada di luar dirinya. Bayi kami bahkan bisa
merespon panggilan yang dinyatakan kepadanya. Cahaya
matahari yang datang menyorotinya juga sudah bisa
ditanggapi dengan membuka atau menutup kelopak
matanya. Susunan syarafnya juga semakin dilengkapi oleh
Tuhan. Masing-masing bagiannya diikat oleh Tuhan
sehingga kuat dan dapat menyalurkan sensori antar bagian.
Di penghujung bulan kesembilan, pekerjaan Tuhan
sudah rampung. Bayangkan perbedaannya. Sembilan bulan
lalu, ia, bayi itu, masih sesosok sel yang amat kecil. Lalu
kemudian membentuk diri menjadi sebuah titik. Tetapi kini
ia sudah berukuran lebih panjang dan dengan berat yang
memadai. Tuhan menambahkan semuanya secara lengkap.
Seluruh organ yang dipersiapkan untuk menopang
hidupnya kelak sudah dalam taraf akhir. Bayi itu kini
benar-benar manusia!
Sebelum waktu bersalin, dokter semakin intensif
memeriksakan kandungan isteri saya. Saya, terus terang,
juga mulai sedikit resah dan cemas, memikirkan apa yang
akan terjadi dalam proses persalinan nantinya. Namun saya
menguatkan diri. Saya percaya jika Tuhan yang bekerja
adalah Tuhan yang bekerja dari awal sampai akhir. Ia sudah
memulai pekerjaan yang baik dan Ia sendiri, ya tangan-Nya
20

sendirilah yang akan menuntaskannya.


Tuhan memang arsitek yang sungguh luar biasa.
Setiap manusia memiliki bayi yang dilahirkan tidak pernah
sama dengan bayi lainnya. Tuhan selalu memberikan
perbedaan yang amat unik, sehingga tak satu pun manusia
pernah hidup sama dengan manusia yang pernah ada atau
yang akan ada.
Sidik jari setiap manusia tidak ada yang sama.
Temperamennya juga tidak ada yang sama. Ia ciptakan
seseorang dengan tipe sanguin untuk membuat dunia ini
ceria karena kehadirannya. Ia ciptakan seorang dengan tipe
kholerik untuk membangkitkan dunia ini sehingga berarah.
Ia ciptakan seseorang dengan tipe melankholik sehingga
dunia memiliki manusia pembuat keindahan. Dan Ia
ciptakan seorang dengan tipe plegmatik supaya dunia
bekerja dengan penuh kesabaran.
Semuanya itu berbeda satu sama lain. Dan
semuanya itu Tuhan ciptakan supaya kita belajar mengenai
apa artinya berbeda. Bandingkan apa jadinya dunia ini jika
semua orang serba sama; sama dalam sifatnya, dalam
temperamennya, dalam semua hal. Pastilah dunia ini akan
kehilangan keindahan karena tidak memiliki keinginan
untuk belajar mengenai orang lain.
Jelas bukanlah sebuah proses kebetulan belaka jika
Tuhan memang menciptakan manusia dalam keadaan yang
berbeda-beda. Ia merancang bahwa manusia harus belajar
perbedaan karena dari perbedaan itulah manusia belajar
bersyukur pada-Nya. Manusia jadi tahu bahwa Tuhan yang
Empunya dirinya adalah Tuhan yang kaya, Tuhan yang
menciptakan warna-warni tidak sekedar merah, kuning,
dan hijau, namun dengan jutaan pernak-pernik yang
memancarkan keindahan. Sungguh alangkah indahnya
dunia ini ketika kita menyaksikan ada saudara kita yang
berkulit hitam, dan ada pula yang berkulit putih. Kita bisa
21

menyaksikan betapa kayanya Dia ketika Dia menciptakan


orang tinggi dan orang yang pendek. Tuhan juga
menunjukkan
kekayaan
tangan-Nya
sehingga
Ia
menciptakan setiap orang dengan ukuran yang berbedabeda, bahkan jumlah rambut yang tidak sama.
Ketika Tuhan menunjukkan kepada Abraham
mengenai keturunannya akan sebanyak bintang di langit
dan seperti pasir di tepi laut, itu bukan hanya pada sebatas
jumlahnya saja, namun juga sebanyak itu pulalah
perbedaan yang diperbuat Tuhan atas keturunan Abraham.
Dan lagipula, dengan adanya berbagai perbedaan,
manusia bisa belajar banyak dari sesamanya, tanpa harus
memaksa dirinya sendiri untuk mengerti. Banyak mengenal
sesama, menjadikan kita semakin banyak mengenali
sesuatu yang belum kita miliki. Bayangkan saja bagaimana
bunyi sebuah konser jika hanya diisi dengan suara gitar
saja. Rasanya akan hambar. Rasanya seperti tidak ada yang
perlu dinikmati. Namun suasana akan sangat berbeda,
ketika konser diisi oleh seluruh alat musik. Keindahan akan
nyata karena Tuhan menciptakan perbedaan.
Akan tetapi, banyak kita merasa bahwa konflik
dengan orang lain menyakiti kita. Kita menuntut mereka
untuk mengenal kita dan memaksa mereka untuk mengenal
kita. Tetapi seharusnya yang lebih tepat adalah kita
beruntung bahwa ada orang yang berbeda dari kita. Karena
mereka berbeda dari kita maka kita belajar perbedaan itu
untuk membuat kita lebih baik lagi.
Pengenalan Tuhan
Namun yang kita tahu adalah bahwa dari semua
kerumitan itu, Tuhan sungguh mengenal setiap ciptaan-Nya
sendiri. Ia mengenal benar bahwa yang seseorang itu
dibentuk seperti demikian, sementara yang lain dengan
22

cara yang berbeda. Maka Tuhan pastilah mengenal setiap


kita dengan baik. Ia mengenal dan menandai kita dengan
cara-Nya sendiri yang amat luar biasa.
Melihat cara Tuhan merangkai setiap kita, saya
teringat dengan apa yang tertulis mengenai hal ini dalam
Mazmur 50:11
Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang
bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku

Burung di udara, yang bergerak dengan keriuhan


dan keramaian, dikenal Tuhan dengan baik. Itu adalah
ciptaan yang merupakan milik-Nya sendiri. Tak terhingga
banyaknya dari setiap jenisnya. Tetapi apa kata Tuhan? Dia
berkata bahwa Ia mengenal semuanya itu. Ia mengenali
burung-burung itu satu per satu!
Apalagi kita, yang dijalin oleh tangan-Nya, pastilah
sangat lekat dihati-Nya. Ungkapan yang sama pernah
disampaikan oleh Tuhan Yesus ketika Ia menegur mereka
yang lemah hatinya karena kuatir akan hidupnya. Tuhan
menyatakannya dalam Matius 6:26,
Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak
menabur
dan
tidak
menuai
dan
tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi
makan oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu
jauh melebihi burung-burung itu?

Tak jarang Tuhan memang menggunakan metafora


untuk memperlihatkan kepada kita sesuatu hal. Ia meminta
kita untuk belajar dari dunia ini, memandang burungburung di udara sebagai contoh untuk menjelaskan bahwa
kita melebihi mereka. Burung yang terbang di udara adalah
ciptaan Tuhan yang hidup tanpa memikirkan hidupnya.
Kita, justru harus lebih baik lagi dalam hidup. Karena kita
23

adalah karya tangan-Nya sendiri, maka seharusnya kita


tidak perlu kuatir dengan hidup. Kita tidak sepantasnya
kuatir karena tangan yang membentuk kita tidak pernah
melepaskan diri dari kita. Sekali lagi, Ia sangat mengenal
kita dan apa yang kita alami.
Setiap kali kami berbicara dan merenungkan hal ini,
saya dan isteri saya semakin takjub ketika mendoakan bayi
kami. Kami sungguh semakin tenggelam ke dalam
kepasrahan ketika berdoa mengenai bayi kami, karena
kami menyadari betapa terbatasnya kami dalam
menyampaikan harapan dibandingkan dengan Tuhan yang
mengenal dia dengan sangat dalam.
Mungkin banyak di antara kita harus diberikan
kekuatan mengenai hal ini. Banyak di antara kita ketika
berhadapan dengan pergumulan menyangka bahwa Tuhan
tidak mengerti kita. Kita sering menggugat bahwa tanganNya tidak turun di saat kita membutuhkan. Namun, dengan
jelas kita seharusnya menyadari bahwa Ia mengenal kita
sampai ke setiap butir sel darah kita sekalipun! Bayangkan
betapa indahnya ketika Ia berkata dalam Matius 10:29-30,
Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit?
Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke
bumi di luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut
kepalamu pun terhitung semuanya

Apa arti semuanya itu? Apa artinya bahwa jika


burung di udara pun jatuh Tuhan mengenalnya apalagi kita
yang rambutnya terhitung semuanya? Sungguh Tuhan
begitu baik. Peristiwa kehamilan isteri saya membuka mata
kamidan kita semuabahwa Tuhan mengenal kita
dengan luar biasanya, sejak dari kita hanya sebuah titik.
Apapun yang terjadi pada kita, Ia mengetahuinya. Proses
pembentukan bayi kami oleh Tuhan semakin menguatkan
24

kami bahwa Tuhan memang mengenal kami dengan baik.


Nafas Hidup
Salah satu pertanyaan yang tetap sulit untuk
dimengerti adalah bagaimana kehidupan itu hadir di dalam
tubuh kecil sang bayi itu? Saya percaya bahwa sejak
pembuahan terjadi, materi kehidupan sudah bekerja
sehingga pada saat itulah nafas hidup bekerja dengan
aktif. Karena sejak pembuahan terjadi, maka seluruh
elemen yang bekerja kemudian bertujuan untuk satu hal:
merancang sesosok makhluk bernama manusia.
Tuhan meniupkan nafas hidup kepada daging
mungil itu sejak Ia menyatukan kedua benih kami. Sejak
saat itu, bahkan sel kecil berupa titik, sudah layak disebut
sebagai manusia. Iayang bagi banyak orang, hanya
sebuah sel belakaadalah ciptaan yang ajaib. Di dalam sel
itulah tersimpan seluruhnya rencana yang akan terjadi
pada bayi itu. Sel yang amat sederhana itu, menyimpan
peta diri dari bayi yang akan dibentuk.
Figuratif bagaimana Tuhan memberikan kehidupan
kepada manusia, termasuk bayi kami, ditunjukkan oleh
Tuhan ketika membentuk manusia pertama. Dikatakan
dalam Kejadian 2:7,
Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia dari
debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup.

Semua manusia memiliki nafas hidup dari Tuhan.


Manusia berbeda dengan binatang karena hanya
manusialah yang memiliki nafas hidup. Nafas hidup itulah
yang membuat manusia menjadi manusia sesungguhnya.
25

Itulah pula yang menyebabkan manusia memiliki


hubungan yang unik dengan Tuhan penciptanya dan yang
membedakan manusia dari ciptaan lainnya, pada awalnya.
Niat Allah semula adalah menjadikan ciptaan-Nya itu
sebagai ciptaan yang mengenal dan mengerti mengenai
maksud Allah. Hubungan ini terjalin dengan hembusan
nafas hidup yang Tuhan telah berikan ke dalam setiap
manusia.
Dengan nafas hidup dari Tuhan, ada sebuah saluran
yang menjadikan manusia dan Tuhan bisa bersama-sama.
Nafas hidup dari Tuhan memberikan kesempatan kepada
manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Tuhan
memang sungguh unik. Kepada ciptaan-Nya sendiri, Ia
memberikan jalan untuk menyatakan diri; dan demikian
juga sebaliknya, manusia bisa mengenal Tuhan dengan
nafas hidup itu. Nafas hidup, menyatukan Tuhan Allah yang
adalah Pencipta alam semesta, dengan manusia yang hanya
ciptaan.
Betapa membahagiakannya jika mengetahui bahwa
Tuhan sendiri sudah menjalin komunikasi dengan manusia
sejak masih berada dalam kandungan. Ia memberikan nafas
hidup itu, sebagai penanda genetik yang amat unik dan tak
tergantikan oleh apapun bahwa manusia adalah ciptaanNya. Ia memberikan manusia nafas hidup sejak dari
kandungan, bahkan sejak dari satu sel, sebagai bukti bahwa
Ia ada dan manusia ada karena Ia sendiri.

26

Sensasi
Bulan-bulan awal kehamilan isteri saya, kami tidak
merasakan tanda-tanda adanya kehidupan lain yang baru
muncul. Namun seiring dengan berlanjutnya kehamilan,
tanda-tanda kehidupan muncul dan menimbulkan
kegairahan pada kami untuk menikmatinya.
Awalnya hanyalah gerakan-gerakan halus yang
hanya bisa dirasakan oleh isteri saya. Gerakan-gerakan
yang menandakan hadirnya bayi mungil dengan kehidupan
baru itu menimbulkan sensasi yang sukar dilukiskan.
Seiring dengan perkembangan usianya, gerakannya
tidak lagi halus, tetapi sudah terlihat bergerak di
permukaan tubuh isteri saya. Gerakan-gerakan itu tampak
kuat dan terkadang memberikan hentakan-hentakan. Kami
melihatnya terkadang dipenuhi oleh perasaan yang
bersuka, meskipun terkadang isteri saya harus menahan
rasa tidak enak tertentu.
Sang bayi sudah belajar menjadi manusia biasa.
Ketika memasuki bulan ketiga, dalam ukuran yang tidak
lebih dari 5-6 cm itu, si mungil sudah memperlihatkan
keceriaannya. Dia berayun-ayun dalam cairan air ketuban
di dalam perut ibunya. Dalam waktu tertentu, ia terkadang
menendang di sebelah atas. Lalu di saat berikutnya sudah
27

menendang di tempat lain. Gerakan-gerakan salto pun


dilakukannya dengan amat mudah.
Sang bayi dengan segala kemampuannya yang masih
sangat terbatas itu pastilah sedang berbicara kepada kami
bahwa ia telah ada. Tuhan telah memberikan kehidupan ke
dalam dirinya sehingga mampu bergerak dan menimbulkan
tanda-tanda kehidupan di dalam rahim ibunya. Ia seolah
turut merayakan sukacita yang telah diberikan Tuhan
kepada-Nya atas nafas hidup, kelengkapan dan kelak
keberadaannya sebagai manusia.
Dari luar, kami menyaksikan semua gerakangerakan itu dengan takjub. Terkadang isteri saya
memperlihatkan rasa senang sehingga memanggil saya
untuk mencoba meraba dan menyentuh perutnya. Bagi
kami, inilah jalinan cinta kasih yang menyatu. Ketika tangan
saya dipegang oleh ibunya, kemudian diletakkan di atas
perut yang berisi bayi kami, saya membayangkan dia yang
berada di dalam juga menyentuh tempat yang sama, dari
balik dinding tempatnya berada untuk menyatakan bahwa
dia pun sedang belajar mengenal kami, orangtuanya. Ketika
ketiga tangan kami bertemu, saya membayangkan, inilah
hadiah terindah yang Tuhan berikan dan tunjukkan kepada
kami. Ia menyatukan kami bertiga, saya, isteri saya, dan
anak kami itu kelak, dalam sebuah kasih sayang yang
mustahil didapatkan dari dunia yang penuh dengan
kepura-puraan. Tetapi di dalam-Nya, saya merasakan
bagaimana Ia selalu menyatukan hati kami dalam ikatan
yang sempurna.
Menyatukan sifat dengan temperamen yang berbeda
adalah pergumulan saya dengan isteri, ketika kami pertama
sekali menikah. Namun saya selalu menggunakan setiap
kali kesempatan untuk terus menerus belajar mengenai
siapa dirinya, dan demikian juga sebaliknya. Berbagai
perbedaan terkadang menghasilkan benturan, tetapi yang
28

paling
penting
kelihatannya
adalah
bagaimana
menjadikannya menjadi lebih baik.
Saya membayangkan, andaikan saja setiap keluarga
memiliki niat untuk saling belajar, maka berbagai
ketegangan dalam keluarga pastilah mudah diterobos. Saya
pernah menyaksikan bagaimana sebuah keluarga selalu
dipenuhi oleh tuntutan. Suami menuntut isteri berlaku
suatu hal. Isteri menuntut suami berlaku suatu hal. Kalau
itu yang terjadi, maka niscayalah tidak ada kedamaian.
Rumah tangga demikian hanyalah akan diisi dengan
keramaian pertengkaran dan egoisme satu sama lain.
Dalam rumah tangga, amatlah manusiawi untuk
selalu mengembangkan keterbukaan. Saya selalu mengajak
isteri untuk berbicara mengenai masa depan keluarga,
bahkan anak-anak kelak. Saya amat mengerti bahwa tidak
ada teman terdekat yang dipercayakan kepada saya selain
dia yang diberkati oleh Tuhan menjadi pendamping saya,
dan demikian juga sebaliknya. Karena itu yang terjadi,
maka sukacita dalam rumah tangga akan mewujud dengan
sendirinya.
Demikian juga sejak isteri saya hamil. Saya selalu
mengajaknya untuk bercerita mengenai kehidupan kami,
dan kehidupan anak kami kelak. Ada peralihan topik
pembicaraan
sekarang.
Kalau
dulu
sebelum
mempersiapkan diri menyambut datangnya anak, maka
setiap pembicaraan selalu berarah kepada kami berdua.
Pada kisah kasih di antara kami. Tetapi kini situasinya
sudah berbeda. Kini kami mulai belajar berbicara mengenai
anak.
Inilah pelajaran penting bagi kami, pasangan baru
yang dikaruniai anak oleh Tuhan. Kami semakin menyadari
bahwa menjadi orangtua ternyata tidak mudah. Salah satu
alasannya adalah karena kami harus belajar meninggalkan
keinginan dan kepentingan kami sendiri, lalu belajar
29

tentang dia, si mungil kecil kami.


Kesabaran
Sejak hamil, isteri saya berubah secara fisik.
Bobotnya naik setiap bulannya, menandai bertambah
beratnya bayi kami. Pertambahan itu berasal dari semakin
berkembangnya proses kehamilannya.
Secara fisik, terdapat perubahan-perubahan yang
nyata. Di awal kehamilan, perubahan memang tidak
kentara. Perubahan yang paling jelas hanyalah rasa mual
dan muntah yang datangnya hampir setiap sore. Isteri saya
terkadang ingin makan makanan tetapi apa daya setiap kali
hendak makan, seketika isteri saya harus mengeluarkannya
kembali.
Fenomena yang amat alamiah itu berjalan sampai
usia bayi kami sekitar 3 bulan. Di saat-saat seperti itu, saya
sebagai suami memang hanya bisa menghibur.
Bagaimanapun, dalam keadaan demikian isteri saya tidak
dapat mengharapkan pertolongan dari siapapun untuk
meringankannya.
Hanya yang kadang menghibur hati isteri saya
adalah bahwa setiap kali ia muntah atau merasa mual, saya
akan mengatakan padanya bahwa bayi kami sedang
berbicara dengan caranya sendiri bahwa ia ada di tubuh
isteri saya. Bayi kami sedang berbicara pada ibunya, hibur
saya. Memang hal itu wajar. Meski bayi kami adalah cikal
bakal manusia yang keberadaannya tidak berbeda dengan
kami, tubuh isteri saya pastilah merasakan keganjilan.
Sesuatu yang berbeda dirasakan oleh tubuh isteri saya
sehingga kemudian menghasilkan hal-hal tadi.
Tetapi itu tidak lama. Yang lain adalah bahwa di
bulan-bulan berikutnya, bayi kami membutuhkan lebih
besar lagi tempat, sehingga terkadang menekan dan
30

menyesakkan isteri saya. Bagi setiap perempuan hamil,


bentuk badan yang semakin membesar terkadang harus
membuatnya semakin terbatas.
Terkadang saya berpikir, alangkah lamanya
ketertekanan seperti itu. Bayangkan. Sembilan bulan
lamanya, ia, isteri saya, harus menjadikan diri sebagai alat
penyangga kehidupan bagi bayi kami. Isteri saya memiliki
plasenta yang menopang hidup bayi kami, yang terbentuk
dari pertemuan kasih kami. Melalui plasenta itulah, aliran
darah dari anak kami mengirimkan udara kotor untuk
dibersihkan dalam darah ibunya, dan aliran makanan dari
ibu mengalir kepadanya.
Tetapi inilah kesabaran itu. Isteri saya harus rela
membatasi diri sehingga tidak lagi sembarangan dalam
beraktifitas. Dalam memilih makanan, kami juga harus
berhati-hati supaya tidak menimbulkan masalah pada
kehamilannya. Semuanya harus dijaga benarsering sekali
dokter mengingatkan kamisupaya kami bisa memberikan
yang terbaik bagi bayi kami.
Kami harus bersabar melakukan semua proses itu.
Sebab hidup dan kesehatan bayi kami sungguh amat
tergantung pada bagaimana kami belajar bersabar
menjalani semuanya itu. Terlebih isteri saya, harus lebih
banyak menjaga diri dalam segala hal. Pernah suatu ketika,
isteri saya terserang flu. Saya sangat khawatir melihat
keadaan isteri saya. Saya menghubungi dokter kami. Lalu
diberikan obat yang sebenarnya tidak berpengaruh kepada
kehamilannya. Namun sayadengan nada kuatirterus
menerus bertanya untuk memastikan bahwa pengobatan
tersebut tidak akan mengganggu kehamilan isteri saya.
Dalam sebuah peristiwa kami pernah sangat
ketakutan. Di suatu sore, ketika kehamilan isteri saya
dalam bulan ketujuh, saat sedang mandi, dia terjatuh di
kamar mandi. Saya berada di sana, dan menyaksikan
31

bagaimana isteri saya terpelanting, dia terjatuh, dan


kemudian menimpa perutnya sendiri. Dia dengan penuh
refleks membalikkan badan, menghindari tekanan pada
perutnya.
Tetapi kemudian istri saya menangis. Waktu itu,
saya sebenarnya sudah dilanda ketakutan. Dalam keadaan
dimana isteri saya menangis dan meraung, menakuti
kejadian tersebut akan mengakhiri kehamilannya, saya
memegang tangannya. Dalam keadaan panik dan kacau,
saya hanya ingat satu hal saja, berdoa. Saya pegang
tangannya, lalu berkata, Tuhan, lindungi anak kami.
Lindungi pemberian-Mu pada kami. Kami bergegas ke
dokter dan memastikan bahwa tidak ada yang harus
dikhawatirkan. Sekian lamanya kami harus tercekam dalam
mimpi buruk kejadian itu, dilanda ketakutan serta
kekuatiran.
Kesabaran di masa kehamilan berarti membiarkan
diri sesuai dengan kehendak si kecil yang kami kasihi.
Dalam kemungilannya di dalam sana, dia ingin kita
melakukan apa yang dikehendakinya. Ketika dia merasa
tidak nyaman, dia akan menunjukkan dengan gerakangerakannya. Secara khusus bagi isteri saya, harus terus
menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan
kehamilan. Salah satunya posisi tidur. Tidak lagi sesuka
hari, terkadang perutnya yang semakin membesar itu harus
diletakkan perlahan.
Begitulah. Dalam masa kehamilan, memang
diperlukan pengorbanan demi dan untuk masa depannya.
Kami harus mengorbankan diri dan semua yang mungkin
kami kehendaki, karena bagi kami, bayi kami adalah tujuan
dari pengorbanan kami itu. Kami harus merelakan diri
kami sendiri dilepaskan dari begitu banyak kepentingan
pribadi, bahkan kesenangan-kesenangan hidup. Sebab kini
kami punya satu tujuan kasih yang akan kami salurkan:
32

anak kami.
Saya bisa merasakan kasih dan sukacita yang
dialami oleh seorang ayah dalam kisah anak yang hilang.
Menanti-nanti anaknya yang pergi meninggalkannya
menimbulkan kesedihan yang amat sangat. Sang ayah
kemudian dengan penuh harap, barangkali selalu duduk di
teras rumahnya, memandang dari kejauhan kalau-kalau
anaknya pulang segera. Kerinduan itulah yang kemudian
membuatnya girang bukan main, ketika kemudian anaknya
datang. Dari jauh ia memandang sosok ituyang tampak
gembel dan lusuhmengejar dan kemudian memeluknya.
Kasih dan sukacita karena bertemu dengan
anaknya yang dikasihinya membuat sang ayah berada
dalam kerinduan yang amat sangat. Setiap hari ia hanya
mengisi batinnya dengan satu nama saja, nama anaknya
yang bungsu itu. Itulah kasih seorang ayah. Itulah kasih
seorang orangtua. Kasih sang ayah yang menahan diri
untuk tetap duduk dan bersabar selalu menanti anaknya,
demikian juga dengan yang kami alami. Isteri saya harus
bersabar bahkan juga ketika berjalan sekalipun. Dokter
selalu menyatakan kepada isteri saya demikian, jika satu
langkah lagi sampai di pintu rumah sekalipun tetapi sudah
merasa lelah, maka harus berhenti. Dokter menunjukkan
kepada kami bagaimana metabolisme bayi kami selalu dua
kali lebih cepat dari isteri saya. Itu sebabnya jika isteri saya
sampai mengalami kelelahan, kelelahan yang dialami oleh
bayi kami pastilah lebih lagi.
Kehadiran seorang anak, terutama menanti dengan
penuh kesabaran dalam kehamilan, membentuk kami
untuk mengasihinya. Kami memang belum pernah
melihatnya. Kami belum pernah bertemu dengannya.
Bahkan kami belum pernah melihat wajahnya secara
langsung. Namun kami memiliki kerinduan untuk kelak
ketika kami berjumpa langsung, ketika kami bertemu muka
33

dengan muka, kami kembali mengingat kasih sayang yang


sudah tertanam jauh ketika ia masih dalam kandungan.
Kasih sayang dan kerinduan yang berasal dari ayah dan
ibunya, dibentuknya dengan caranya sendiri, ketika ia
masih dalam kandungan. Sungguh, inilah keindahannya
menyambut dia.
Dia datang dengan rupa yang amat kecil, namun
memberikan pelajaran banyak kepada kami orangtuanya
yang berpuluh kali lebih besar dari dirinya. Ketika kami
memikirkan dirinya, secara tidak langsung dia sudah
memberikan kami pelajaran mengenai kasih kepadanya.
Ketika kami menjalani seluruh proses kehamilan, dia sudah
memberikan kami pelajaran bagaimana seharusnya
bersabar. Ketika kami mendiskusikan keadaan kehamilan,
dia sudah memberikan pengertian mengenai komunikasi di
antara kami. Sungguh, anak, bahkan yang sekecil dia, ketika
masih di dalam kandungan sekalipun, sudah menjadi
berkat luar biasa kepada orangtuanya.
Ini mungkin bisa menjadi pesan penting kepada
banyak orangtua yang merasa bahwa anak-anaknya
semakin menjauh dari dirinya. Mereka mengeluh karena
anak-anaknya tidak penurut. Ada banyak pengalaman saya
berjumpa dengan orangtua seperti itu. Mereka menganggap
diri lebih tahu dan lebih mengerti mengenai hidup ini
dibandingkan anak-anaknya. Mereka ingin anak-anak
mereka mengikuti seluruh langkah mereka. Mereka lupa
belajar dari anak-anak mereka sendiri. Disaat seperti itu,
mereka tanpa sadar, kehilangan makna dari kedalaman arti
menjadi orangtua. Mereka lupa belajar pada anak. Maka
pelajaran penting untuk menjadikan diri sebagai orangtua
yang sesungguhnya, terluput dalam sekejap mata.

34

Mengenal dia
Salah satu kebiasaan yang saya sudah lakukan ketika
bayi saya berusia empat bulan adalah berkomunikasi
padanya. Setiap kali saya berangkat dan pulang, saya selalu
menggunakan waktu itu setidaknya untuk mengelusnya.
Di malam hari saya selalu menggunakan waktu khusus
untuk berbicara padanya. Saya menceritakan mengenai
seluruh aktifitas saya padanya termasuk kegembiraan dan
kesedihan saya. Bahkan saya juga menceritakan padanya
mengenai rencana-rencana kami sekiranya ia sudah besar
kelak.
Secara normal ia pasti sudah bisa mendengarkan
kami meski ia belum berada di luar perut ibunya. Ia bisa
meresponi segala sesuatu yang dirasakannya, bahkan
cahaya sekecil apapun yang masuk mampu membuatnya
bergerak. Karena itulah saya menggunakan kesempatan itu
untuk merangsang kemampuan dan pembentukannya sejak
dini.
Saya tahu bahwa ia mengerti apa yang saya
bicarakan dari gerakan-gerakan yang ia tunjukkan. Setiap
kali saya bercerita mengenai sesuatu hal, maka sosok bayi
saya akan bergerak. Ketika umurnya sudah menjelang lahir,
gerakannya sudah berupa gelembung yang terlihat jelas di
permukaan kulit ibunya. Melihat ini jelas merupakan
sebuah kesenangan tersendiri bagi kami. Apalagi ketika
menyaksikan bagaimana ia berputar dalam rahim ibunya
yang semakin lama semakin sempit baginya.
Belajar berkomunikasi kepada setiap anak, pastilah
merupakan beban besar bagi orangtua, dimanapun itu. Dan
ini hanya dilakukan dengan cara sederhana saja sudah
cukup, yaitu memberikan waktu untuk berbicara. Saya
mengerti hal ini sebagaimana pernah saya alami dari
keluarga kami. Papa dan Mama saya selalu menggunakan
35

waktu luang untuk selalu berbicara kepada kami, bercerita


mengenai pengalaman mereka juga kami dalam satu hari
itu. Hal yang sama yang kami lakukan terus. Setiap sore
kami selalu meluangkan kesempatan untuk berkomunikasi
dan bersama-sama.
Mengenal satu sama lain, terlebih mengenal bayi
kami yang belum pernah kami saksikan sendiri secara
langsung itu memang rasanya aneh. Kita biasanya
menggunakan inderawi kita untuk mengenal sesuatu.
Pengenalan itu biasanya bisa kita lakukan dengan melihat,
mengecap, mendengar, membaui, dan meraba. Semakin
banyak kita gunakan indera untuk mengenal, maka
semakin lekatlah itu pada diri kita.
Namun mengenal bayi kami adalah sebuah proses
baru dalam hidup kami. Tidak mudah melakukannya.
Pertama-tama pastilah ada rasa aneh karena melakukan
sesuatu yang tidak lazim terjadi dalam kehidupan kita
sebagai manusia yang memiliki indera terhadap segala
sesuatu. Tetapi ketika semuanya berjalan dengan apa
adanya, yang kami tahu adalah kami sudah menjadi bertiga,
bukan lagi berdua.
Setiap kali saya pulang bekerja, saya selalu bertanya
mengenai keadaan bayi kami. Seolah ia harus diperlakukan
sama seperti kami, dan seolah ia sudah ada diantara kami.
Mengenal dia dan menjadikan bayi kami sebagai bagian
dari keseharian kami jelas merupakan hal penting yang
kami rasakan dan alami. Sebab bayi kami itu ternyata
menjadi bagian dalam kebersamaan kami. Terlebih isteri
saya. Ketika kami mendiskusikan kejadian itu, mengenai
perasaannya yang kini membawa sesosok manusia dalam
dirinya, saya menangkap adanya kesan sukacita yang tidak
tergambarkan.
36

Perempuan, Jalan Hidup


Harus diakui bahwa andaikan saya bisa memilih
untuk hamil saya ingin mencobanya. Saya ingin merasakan
sensasi dan perubahan yang terjadi di dalam diri saya.
Namun isteri saya ternyata lebih beruntung, karena ia
dilahirkan sebagai perempuan. Perempuan, di dalam
dirinya sudah diciptakan ruang untuk memiliki anak.
Tubuh isteri sayadan perempuan pada
umumnyamemang unik. Secara normal isteri saya
memiliki regulasi biologis normal yaitu menstruasi. Dalam
siklusnya, menstruasi adalah tanda mengenai kesiapan
seseorang perempuan untuk mengandung. Siklus itu
praktis akan berhenti ketika seorang perempuan
mengandung. Maka bagi setiap perempuan, istilah
terlambat bulan adalah dalam bahasa pertanda sederhana
sebagai hamil.
Sewaktu mengandung, saya sering sekali bagaikan
anak kecil pada isteri saya. Maksudnya adalah saya selalu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bagi isteri saya
pun mungkin terasa aneh. Saya selalu ingin tahu bagaimana
rasanya mengandung. Saya bertanya kepada isteri saya,
seperti apa perubahan yang dialaminya. Saya hanya ditatap,
seolah tak mengerti bagaimana mengungkapkannya. Lalu
saya bertanya terus, apakah seperti perasaan ketika makan
atau kenyang? Terkadang isteri saya hanya bisa tersenyum
sendiri mendengar pertanyaan-pertanyaan saya.
Namun saya tahu bahwa menjadi seorang
perempuan memang berbahagia. Di dalam dirinya, mereka,
Tuhan sudah memberikan sebuah kelengkapan yang sangat
mengagumkan, sehingga bisa menjadi tempat yang amat
baik bagi datangnya sebuah kehidupan. Bisa dibayangkan
bagaimana luar biasanya tempat itu.
Salah satunya pemberian Tuhan kepada perempuan
37

termasuk isteri saya adalah rahimnya. Rahim berbentuk


buah pir. Terdiri dari otot-otot yang amat kuat sehingga
ketika kehamilan terjadi dan semakin membesar, rahim
pun bisa menampungnya. Otot rahim meregang dengan
mudah sehingga ketika hamil seorang perempuan tidak
akan merasa kesakitan karena tarikan otot itu.
Bandingkanlah perut seorang perempuan hamil dengan
yang belum. Rahim seorang perempuan umumnya ketika
belum hamil hanyalah sebesar telur ayam kampung.
Sementara ketika sudah hamil, besarnya akan sangat
elastis, tergantung kepada bobot bayi yang dikandungnya.
Sungguh Tuhan menciptakan rahim seorang perempuan
dengan luar biasa.
Lalu yang tidak kalah pentingnya adalah payudara.
Seiring dengan membesarnya kehamilan, maka isteri saya
merasakan perubahan yang nyata. Payudaranya semakin
terisi. Dan itu adalah air susu, makanan alami bagi bayi
kami kelak. Air susu, berguna bukan hanya untuk
memberikan makanan bagi bayi kami, namun juga untuk
mencegahnya mengalami penyakit. Bahkan yang lebih
penting adalah air susu ibu kelak menjadi pertalian kasih
yang amat indah antara seorang ibu dengan bayinya.
Perhatikanlah bahwa semuanya sudah dipersiapkan
oleh Tuhan dengan baik, jauh sebelum seorang perempuan
mengandung. Masih banyak lagi hal-hal kecil yang kita bisa
lihat dari tubuh seorang perempuan yang menandakan
betapa Tuhan sudah mempersiapkan perempuan untuk
memiliki seorang anak kelak.
Tuhan sudah menatanya sedemikian rupa sehingga
semua yang diperlukan oleh bayi kami baik ketika masih
berada di dalam tubuh isteri saya maupun nantinya ketika
kelak dilahirkan, sudah berada dalam kondisi siap. Tidak
akan ada kesulitan yang bisa dihadapi oleh seorang anak
ketika dirinya dilahirkan, secara fisik, meskipun itu tanpa
38

ayahnya. Tubuh ibunya sudah jauh dari cukup untuk


memenuhi keperluannya.
Tubuh perempuan memang diciptakan dengan amat
indahnya sehingga pekerjaan tangan Tuhan, yaitu
membentuk dan menata seorang bayi bisa berjalan dengan
baik. Maka sungguh alangkah sukacitanya setiap
perempuan, karena tubuhnya adalah tempat bagi tangan
Tuhan dalam bekerja mempersiapkan kehidupan baru.
Di saat isteri saya hamil, saya selalu menyatakan
kepadanya bahwa dirinya adalah seorang yang sangat
berbahagia karena di dalamnya hidupnya ada kehidupan.
Saya selalu menggunakan pertanyaan menggelitik tetapi
maknanya amat dalam dengan menyatakan, pernahkah
membayangkan bahwa sembari bernafas ada sosok yang
juga bernafas di dalam tubuh? Pernahkan membayangkan
bahwa sembari makan, beraktifitas, ataupun melakukan
apapun itu, ada sosok lain yang juga makan, beraktifitas,
bahkan bergerak-gerak, pada saat yang sama? Sungguh
ajaib! Tuhan memberikan dan menghadirkan sebuah
kehidupan baru, yaitu bayi kami itu, melalui isteri saya.
Maka setiap perempuan harusnya adalah mereka
yang amat berbahagia di dalam hidupnya. Isteri saya bisa
dengan amat baik merasakan setiap bentukan yang terjadi
di dalam dirinya. Isteri saya bisa merasakan dengan sangat
sempurna setiap bentuk dan detail dari pekerjaan Tuhan di
dalam tubuhnya. Isteri saya bisa merasakan bagaimana
tubuhnya dipakai oleh Tuhan dengan sangat ajaib, untuk
menghadirkan sesosok makhluk mungil bernama bayi kami
itu. Ya, isteri saya bisa dengan sangat baik merasakan
tangan Tuhan di dalam dirinya.
Maria, ibunda Tuhan Yesus adalah salah seorang
perempuan yang punya kebahagiaan yang lebih. Maria
bukan saja diberikan kesempatan untuk mengandung,
namun juga diberikan anugerah untuk mengandung
39

bayinya Tuhan. Tetapi kita tahu bahwa Maria, sebagaimana


perempuan lainnya, Maria juga merasakan sukacita yang
sama bahwa mereka diberikan anugerah untuk
mengandung.
Sebagai seorang suami, saya berbahagia karena
Tuhan memberikan seorang perempuan kepada saya, isteri
saya, sebagai seorang yang telah dengan baik digunakan
sebagai partnernya Tuhan dalam menghadirkan bayi kami.
Partner yang setia, yaitu seorang perempuan dan istri
adalah panggilan yang harus terus menerus dihayati.
Penghayatan ini pastilah tidak mudah.
Menjadi pasangannya Tuhan untuk memenuhi
rencananya untuk menghadirkan kasih kepada kami, dan
kepada seluruh pasangan suami-isteri lainnya di dunia ini
jelas membutuhkan kerendahan hati yang amat sangat.
Partner yang baik dalam proses kehamilan ini adalah
partner yang menyadari bahwa dirinya hanya bisa bekerja
karena Tuhan memberikan kesempatan untuk itu.
Maria, meski tahu bahwa ia dijadikan partner oleh
Tuhan untuk mengandung bayi, Anak-Nya Tuhan, pastilah
amat menyadari bahwa keberadaan dirinya hanyalah
karena anugerah Tuhan. Tuhan bisa memilih, saat itu,
banyak perempuan lain untuk dijadikan sebagai saluran
kehadiran Anak-Nya. Maria mengenal benar hal itu. Itu
sebabnya ketika Tuhan menyatakan rencana-Nya itu
kepada Maria, Maria dengan kerendahan hati yang amat
sangat menyatakan bahwa dirinya hanyalah hamba yang
melaksanakan kehendak Tuannya.
Isteri saya amat bersyukur kepada Tuhan atas hal
ini. Ia semakin menyadari bahwa hanya karena Tuhanlah ia
bisa mengandung bayi kami. Dan yang lebih disyukurinya
adalah bahwa Tuhan mempercayakan dirinya menjadi
bagian dari rencana Tuhan yang amat ajaib.
40

Naluri
Salah satu yang muncul menjelang kelahiran bayi
kami adalah sebuah keinginan untuk mempersiapkan diri.
Hari-hari yang dilalui oleh isteri saya adalah hari-hari yang
mulai sangat sibuk. Ia sangat memikirkan persiapan
menyambut bayi kami.
Kadang istri saya pergi ke supermarket hanya untuk
melihat kebutuhan bayi kami. Pada saat umur
kehamilannya memasuki usia lima bulan, isteri saya sudah
membeli seluruh keperluan yang dibutuhkan oleh bayi
kami nantinya. Pertimbangannya adalah jika nantinya baru
dipersiapkan, ada kemungkinan akan ada yang terlewat.
Menjadi orangtua baru memang berawal dari naluri
untuk mempersiapkan kelahiran bayi. Saya melihat hal itu
dengan jelas pada isteri saya. Setiap kali ia pulang
berbelanja dan membuka-buka barang bawaannya sambil
memperlihatkannya pada saya, saya melihat ada perubahan
yang semakin kentara. Kini isteri saya benar-benar telah
menggunakan waktunya untuk memikirkan bayi kami. Ia
sudah menjadi calon ibu dengan kemampuan dan kemauan
psikologis yang dibentuk oleh Dia dengan baik.
Naluri menjadi orangtua yang bersiap menyambut
kedatangan bayi kami bukan hanya dialami oleh isteri saya.
Saya juga mulai mempersiapkan diri dengan berbagai cita41

cita dan rencana. Saya sering berkata kepada isteri saya


bahwa nanti saya akan mengajarkan banyak hal kepada
bayi kami mengenai apa yang penting baginya. Saya akan
mengajarinya hal ini, saya akan memberikannya hal itu,
saya akan melakukan hal ini bersama dia, dan lain
sebagainya.
Awalnya semua terjadi secara spontan. Namun
kemudian saya menyadari bahwa naluri itupun anugerah
dari Tuhan. Tuhan, seperti ketika Ia telah mempersiapkan
kami menjadi pasangan yang menikah di bawah otoritas
Tuhan, lalu mempersiapkan tubuh isteri saya untuk dapat
bekerjasama dengan Dia, Ia juga menggunakan kesempatan
yang sama untuk memberikan kami berdua cara yang
terbaik untuk mempersiapkan diri menjadi orangtua bagi
bayi kami kelak.
Saya mengerti bahwa menjadi orangtua memang
tidak mudah. Di sana ada tanggung-jawab yang amat berat
sebagaimana yang diungkapkan oleh penulis Amsal 29:17,
Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan
ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan
sukacita kepadamu.

Tanggung-jawab untuk mendidik jelas tidak


mudah. Amsal tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa
didikan yang berasal dari orangtua adalah kata kunci bagi
masa depan anaknya kelak. Peranan orangtua dengan
demikian amat dominan. Layaknya sebuah peta, maka
bagaimana bentuk dari formasi yang akan dibangun kelak,
bergantung kepada peta yang sudah dibuat oleh orangtua.
Kami
berdua
meluangkan
waktu
untuk
membicarakan hal ini. Kami melihat kenyataan bahwa ada
banyak orangtua menggunakan waktunya untuk menuntut
anak-anaknya belajar sendiri menjalani kehidupannya.
42

Orangtua demikian menggunakan kekuatan dan


kekuasaannya untuk hanya menuntut dan menuntut anakanaknya hidup menurut apa yang dikatakannya. Lalu,
banyak pula di antara orangtua menyangka bahwa
mendidik anaknya kelak identik dengan memberikan
segala kebutuhan, termasuk uang. Kami mendiskusikan hal
itu dengan hati-hati.
Saya melihat bahwa kata didikan lebih dekat pada
arti melatih. Melatih berarti menggunakan tahapan
tertentu untuk membuat seseorang bisa mahir. Dalam hal
inilah saya dan isteri saya sepakat bahwa kami harus
mendidik bayi kami nantinya bagaimana menjadi dirinya
sendiri, dalam arti melatihnya untuk bisa mandiri dan
dewasa kelak.
Membaca dan mendengar banyak kisah mengenai
anak-anak yang mengecewakan orangtuanya, saya
mencoba mengambil kesimpulan. Bahwa masalah terbesar
yang terjadi adalah acapkali para orangtua kehilangan
naluri awalnya. Naluri awal yang dimaksud di sini adalah
naluri untuk mencoba mengerti dan memahami anakanaknya sebagaimana pernah mereka lakukan ketika anakanaknya masih bayi.
Ketika masih bayi, para orangtua hanya tahu
memenuhi kebutuhan dan keperluan. Mereka ingin
memberikan segala sesuatu. Mereka ingin supaya tidak ada
keperluan yang tidak lengkap. Semuanya ingin dihadirkan.
Seperti halnya isteri saya yang menggunakan seluruh
waktu dan pikirannya untuk memberikan yang terbaik
kepada calon bayi kami. Namun ketika waktu berlalu dan
bayi itu sudah menjadi besar, para orangtua melupakan hal
yang sama, yaitu bahwa mereka pun harus tetap
memahami kebutuhan anak-anaknya meskipun dalam
suasana yang sudah berbeda.
43

Seseorang pernah menulis bahwa kalau dunia ini


menjadi buruk, jangan tanya kenapa bisa begitu, namun
tanyalah pada diri sendiri apakah kita sudah menjadi
garam dan terang terhadap dunia itu. Demikian pula setiap
orangtua yang bermasalah dengan anak-anaknya
seharusnya patut bertanya, sudah seperti apakah didikan
yang diberikannya kepada anaknya?
Saya belajar bahwa mendidik ini harusnya berfokus
pada apa yang disebutkan di dalam Amsal 3:11-12,
Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan
Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan
peringatan-Nya. Karena Tuhan memberi ajaran
kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah
kepada anak yang disayangi.

Kami sering membicarakan hal ini. Bahwa


menyayangi ia yang kami kasihi kelak, berarti mengajarnya
untuk menyayangi Tuhan dengan sepenuh hati.
Menyayangi Tuhan, sebagaimana disampaikan oleh Amsal
tadi adalah bersedia dididik oleh ajaran dan teguran dari
Tuhan sendiri.
Tanggung-jawab kami adalah membawanya ke
dalam pengertian demikian. Kami harus bisa membawanya
mengerti bahwa tangan Tuhan adalah tangan yang akan
menuntunnya melewati kehidupannya sendiri, meski
tangan Tuhan itu terkadang memukul dan terkadang juga
mendorong. Semuanya adalah demi kebaikannya sendiri.
Kami menyadari bahwa akan banyak tantangan
untuk hal ini. Membawa anak-anak kita dekat kepada
Tuhan dalam jaman yang serba sibuk dan instan ini bukan
hanya sulit namun cenderung mengaburkan makna. Kita,
dan banyak keluarga, termasuk keluarga Kristen, merasa
bahwa membawa anak kepada didikan Tuhan hanyalah
44

cukup mendidik mereka dengan membawanya ke sekolah


minggu, sekolah Alkitab, atau apapun namanya.
Padahal yang dikehendaki Tuhan adalah bahwa
sebagai orangtua, kelak kami harus membawa anak kami
ke dalam tangan Tuhan sendiri supaya Ia dididik oleh
Tuhan dalam segala hal. Inilah hakikat dan tanggung-jawab
sebagai orangtua, yang kami dapatkan dari Tuhan sejak
kami menantikan kelahiran bayi kami. Tuhan telah
mengajarkan kepada kami bahwa menanti bayi kami,
berarti kami diberikan kesempatan untuk mempersiapkan
diri. Mempersiapkan diri untuk membawanya kelak ke
hadapan Tuhan, supaya ia mendengar sendiri suara Tuhan
dalam hidupnya.
Kabar
Yang juga tidak bisa dilepaskan adalah bahwa kami
dengan senangnya akan selalu menyampaikan kepada
semua orangsekiranya bisa, mengenai kehadiran bayi
kami. Kami akan menceritakan kepada setiap orang, yang
kadang malahan tidak bertanya sedetail mungkin mengenai
bayi kami. Kami akan menceritakan bahwa jenis kelamin
bayi kami adalah laki-laki, kami juga akan sampaikan
bahwa posisinya seperti apa, kami juga akan mengisahkan
mengenai semua perubahan yang terjadi. Tidak lupa kami
juga akan menceritakan mengenai saat bersalin dan
persiapan apa yang sudah dan akan kami lakukan.
Semuanya bagaikan kabar yang harus didengar oleh orang
lain, entah mereka suka atau tidak suka.
Tetapi respon mereka yang mendengar umumnya
tidak jauh dari suasana hati kami. Mereka juga bersukacita.
Apalagi pada mereka yang menjadi kerabat terlebih
komunitas rohani dimana kami berada. Sejak dulu, saya
sudah memiliki banyak sahabat rohani. Beberapa
45

diantaranya justru menjadi sahabat paling dekat sampai


sekarang.
Inilah yang menjadikan rasa hati kami seolah berada
dalam sebuah suasana penuh kebersamaan. Bagi kami,
kehadiran bayi kami ternyata bukan hanya milik kami
semata. Namun sukacita itu ternyata juga terpancar dari
mereka yang dekat dengan kami, yang memberikan
perhatian dan yang menjadikan kami sebagai objek kasih
mereka. Mereka juga merayakannya.
Terkadang ada rekan pelayanan yang hanya
mengirimkan pesan singkat menanyakan kondisi isteri
saya. Lalu terkadang ada yang tanpa tujuan lain, hanya
datang berkunjung, menanyakan keadaan isteri saya dan
kami. Beberapa kekasih rohani kami memberikan
perhatian bahkan menunjukkan keperdulian mereka
dengan memberikan buku dan penjelasan mengenai proses
kehamilan dan persalinan. Tak jarang beberapa membawa
buah-buahan dan makanan untuk isteri saya.
Saya melihat bahwa bayi kami ternyata tidak hanya
disambut oleh kami semata sebagai orangtuanya.
Komunitas kasih yang berada di sekitar kami ternyata amat
menyambut kedatangan bayi kami dengan sukacita yang
penuh. Inilah hakekat dari persekutuan iman yang
didasarkan oleh Kristus.
Saya teringat dengan kesan indah sebagaimana
tertulis mengenai cara hidup jemaat yang pertama dalam
Kisah Para Rasul 2:44-47,
Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap
bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah
kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka
yang menjual harta miliknya, lalu membagibagikannya kepada semua orang sesuai dengan
keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan
dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari
46

dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah


masing-masing secara bergilir dan makan bersamasama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil
memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang.
Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka
dengan orang yang diselamatkan.

Kisah cara hidup jemaat pertama di atas adalah


sebuah pola yang seharusnya masih menjadi cara hidup
jemaat Tuhan sekarang ini dimanapun. Memang tidak
mudah, namun bisa tetap dikerjakan karena semuanya
hanya bertolak pada satu prinsip saja, yaitu bagaimana kita
semuanya saling berbagi, tak perduli hendak makan apa
atau di rumah siapa.
Kabar mengenai kehamilan isteri saya biasanya
disambut dengan jabat tangan erat sebagai salam yang di
dalamnya ada makna syukur. Demikian juga dengan
kelanjutan kesehatan isteri saya, selalu menjadi perhatian
mereka. Mereka bahkan iseng-iseng turut mendengarkan
tingkah bayi kami dengan mendekatkan telinga ke perut
isteri saya.
Semuanya adalah sebuah ungkapan yang sangat
tulus dari mereka yang selama ini menjadi sahabat kami.
Bagi mereka, kami tahu benar itu, kehadiran sukacita kami
dengan adanya bayi kami adalah sukacita juga bagi mereka.
Komunitas kasih memberikan ruang kepada keinginan
untuk saling mengasihi dan merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain yaitu kami.
Kesibukan kami dalam mempersiapkan diri juga
turut menyibukkan orang-orang yang kami anggap kekasih
rohani kami itu. Mereka juga turut menyibukkan diri,
minimal dengan hanya bertanya mengenai apa yang dapat
mereka lakukan.
Bagi kami, ini bagaikan sebuah kebersamaan dalam
roti surgawi yang dipecah-pecahkan secara bersama47

sama. Roti surgawi di sini adalah Tuhan sendiri yang


mengungkapkan hal itu dalam Yohanes 6:35,
Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia
tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya
kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

Kristus memang adalah roti yang dalam pengalaman


kami telah memberikan sukacita kepada kami. Roti Kristus
telah membawa banyak anak-anak Tuhan yang berada
dekat dengan kami, berkumpul bersama kami, memecahmecahkan roti, lalu bersyukur atas anugerah Tuhan atas
kami melalui bayi kami.
Mereka, persekutuan saudara seiman itu, terus
terang, adalah kekuatan kami ketika kami melewati saatsaat yang penting bagi kami itu. Merekalah yang
memberikan kami pengertian baru mengenai apa artinya
bersekutu di dalam-Nya dengan cara yang unik tadi.
Sekedar menanyakan kondisi bayi kami saja, itu adalah
sebuah perhatian surgawi dalam dunia yang semakin
langka kebersamaan.
Perayaan kehadiran dan penantian bayi kami secara
bersama-sama adalah salah satu yang memberikan kami
kekuatan untuk yakin bahwa tangan Tuhan terus
mendukung kami dalam menjadi pasangan yang diberikan
kasih-Nya. Kebaikan Tuhan ternyata mencakup pemberian
mereka yang menjadi saudara bahkan dalam menyambut
bayi kami sekalipun. Kami menyadari bahwa mereka juga
mendukung kami, dalam doa, dengan sepenuh hati atas
dasar kasih Kristus.
Sungguh, menantikan kelahiran bayi kami, dan
kemudian ketika menerima kelahiran itu, telah menambah
erat hubungan dengan sesama komunitas rohani kami. Bayi
pemberian Tuhan itu, ternyata telah pula menjadi alat bagi
48

Tuhan untuk mengajak kami bersama-sama lebih


bersyukur dalam ikatan tali kasih persaudaraan dalam Dia.
Pekerjaan-Nya melalui bayi kami memang telah
membuat kami menjadi lebih sehati. Setelah Tuhan
memberikan kami anugerah dengan menyatukan hati saya
dan isteri saya sehingga lebih mengasihi, kami juga diajak
untuk lebih mengasihi dan menyatukan hati dengan lebih
luas lagi.
Kehadiran bayi kami ternyata menjadi berkat bagi
jemaat Tuhan. Dan itu adalah anugerah berikutnya dari
sebuah keajaiban kehidupan baru melalui datangnya bayi
kami. Tuhan menggunakan anugerah-Nya untuk
mendatangkan anugerah baru sebagai berkat bagi lebih
banyak orang.
Ketika Tuhan memberikan kami bayi, berkat yang
ada mengalir bukan hanya pada kami, tetapi juga pada
orang-orang yang berada di sekitar kami. Apa yang kami
rasakan mengalir kepada mereka yang berada di sekitar
kami, yaitu mereka yang menjadi sahabat rohani bagi kami.
Maka bayi kami kini adalah bayi bersama, karena kami
merasakan sukacita, kegembiraan, syukur dan terima kasih,
semuanya secara bersama-sama.
Demikianlah
seharusnya
komunitas
rohani
dibangun. Di dalamnya ada hal-hal yang dinikmati secara
bersama. Tuhan sendiri telah memperlihatkan teladan
kepada para murid-Nya dengan menggunakan roti yang
sama sebagai simbol kebersamaan. Ia mengambil roti,
memecahkan-mecahkannya, lalu membagikannya kepada
mereka semua. Dengan cara yang sama, di malam sebelum
Ia ditangkap itu, Ia mengambil cawan, memberikan kepada
murid-murid-Nya, lalu mengajak mereka untuk meminum
dari cawan itu.
Namun di balik itu, terlihat benar betapa kasih-Nya
Tuhan pada jemaat-Nya. Ia gunakan apapun cara, termasuk
49

dengan kehadiran sesosok bayi sekalipun untuk


mendatangkan kebaikan bagi jemaat-Nya. Jemaat Tuhan
adalah kecintaan Tuhan sendiri. Jemaat yang merupakan
kumpulan orang yang percaya kepada-Nya selalu menjadi
titik utama dari perhatian-Nya. Itu sebabnya, dengan
menggunakan peristiwa kelahiran dari salah seorang
anggota jemaat-Nya pun, Ia menggunakan kesempatan itu
untuk menunjukkan kasih-Nya pada semua.
Ketika mempersiapkan buku ini, saya ingin sekali
supaya jemaat Tuhan dimanapun, bisa mengerti mengenai
pengalaman kami ini, lalu kemudian semakin mencintai
Tuhan, termasuk karya-Nya dalam kehidupan setiap umatNya dalam dunia ini. Ia ingin, kami bisa membagikan berkat
kepada sesama kami yang dikasihi-Nya melalui
pengalaman yang telah kami lalui bersama Dia.

50

Menuju Kelahiran
Proses kehamilan biasanya memasuki fase
matangdalam istilah medisnya disebut mature. Lama
sebuah kehamilan biasanya adalah 40 minggu. Seiring
dengan perkembangan usianya, bayi kami mengalami
pergerakan yang ajaib. Menjelang bersalin, posisinya kini
sudah berada dalam keadaan siap untuk keluar dari rahim
isteri saya.
Posisi siap itu adalah posisi dimana kepala bayi kami
secara perlahan berada di sebelah bawah. Posisinya
mengarah keluar tubuh ibunya menghadap ke mulut rahim.
Artinya kelak ketika proses bersalin nantinya terjadi, yang
akan keluar pertama sekali tentunya adalah kepala sang
bayi. Dengan keajaiban yang luar biasa, gaya tarik alamiah
membuat kepala bayi kami memasuki mulut rahim ibunya
secara perlahan tapi pasti.
Di usia cukup bulan itulah, isteri saya semakin
merasakan sesak. Kapasitas air ketuban yang sudah
semakin banyak ditambah dengan gerakan-gerakan bayi
kami yang semakin keras karena umurnya sudah lebih
besar, menyebabkan rasa sesak lebih terasa dibandingkan
bulan-bulan sebelumnya.
51

Kami sudah mempersiapkan diri untuk semua


rencana persalinan. Meski beberapa minggu sebelumnya
posisi bayi kami berada dalam letak sungsang, di minggu
terakhir kehamilan, ketika kami berkonsultasi dengan
dokter kami, semuanya ternyata sudah berjalan normal.
Kepala bayi kami sudah mengarah ke arah rahim ibunya.
Maka dokter dan kami kemudian merencanakan tempat
persalinan. Kami sudah memutuskan untuk memilih rumah
sakit yang kami kenal akan dapat memudahkan kami dari
segi jarak.
Hari itu, saya masih ingat, Rabu, 3 Agustus 2005,
selesai makan malam, kami mempersiapkan diri untuk
segera ke rumah sakit. Berdasarkan perkiraan dokter,
tanggal 4 Agustus esok adalah saat untuk bersalin. Isteri
saya sudah mempersiapkan seperangkat kebutuhan
bersalin sebelumnya.
Mama kemudian memimpin doa untuk kami. Waktu
itu Papa, yang tinggal di kota kecil kami nun jauh di
Gunungsitoli, Nias, masih belum datang. Setelah Mama
selesai berdoa, saya melihat isteri saya seolah berada
dalam keadaan gelisah dan tidak tenang. Wajahnya terasa
tidak bergairah.
Saya menangkap pasti ada sesuatu. Lalu saya
mengajaknya ke kamar dan bertanya mengenai
keadaannya. Ia menjawab bahwa ia merasa takut mengenai
apa yang akan terjadi. Bagaimanapun, saya hanya bisa
menguatkannya. Saya memegang tangannya dan berkata
bahwa saya akan terus berada bersamanya.
Saya menghiburnya dengan menyatakan bahwa
semuanya akan berakhir tidak lama lagi. Memang
sebelumnya banyak orang telah menceritakan bahwa
proses persalinan adalah proses yang amat menyakitkan.
Puncak kesakitan harus dicapai sebelum bayi keluar. Itu
yang mungkin mempengaruhinya. Tetapi sejenak, meski
52

saya tahu ia mencoba berusaha dengan keras, ia mengerti.


Akhirnya kami berangkat.
Tetapi proses persalinan bayi kami memang tidak
semudah yang kami bayangkan sebelumnya. Sampai
dengan esok harinya, isteri saya masih tetap belum
memperlihatkan tanda-tanda akan bersalin. Ketika sore
hari tanggal 4 Agustus sudah menjelang, saya melihat
bahwa ia sudah sangat kelelahan. Seharian menahan rasa
sakit karena dorongan obat yang mencoba merangsang
keluarnya bayi kami membuatnya menahan sakit yang luar
biasa.
Muka isteri saya memerah menahan sakit.
Semuanya serba salah. Duduk atau berdiri sama saja tidak
menyenangkan. Ia hanya bisa meringis dan menangis
mencoba menahan sakit. Saya mencoba mengurangi
perasaan tidak enak pada dirinya dengan memberikan
elusan pada punggungnya. Beberapa saat memang
membantu dirinya, namun rasa sakit itu tetap saja dengan
frekuensi yang semakin lama semakin kerap. Tetapi waktu
berjalan terus tanpa ada kemajuan.
Maka setelah berkonsultasi kembali dengan dokter
kami, kami memutuskan untuk menempuh jalan terbaik
yaitu melakukan operasi caesar. Jalan ini menurut saya
adalah jalan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan
bayi saya dan juga ibunya. Isteri saya sudah terlanjur
kelelahan sementara untuk mengeluarkan bayi saya
dibutuhkan energi yang luar biasa.
Tepat pukul 21.30 wib, isteri saya didorong ke
kamar operasi. Saya temani ia berdoa pada Tuhan supaya
semuanya akan berjalan dengan baik. Sebelumnya, kami
menyempatkan diri untuk berdua saja. Saya berbicara
padanya memberikan kekuatan bahwa saat untuk bertemu
dengan bayi kami sudah dekat. Semuanya akan baik-baik
saja. Kami pasrahkan semuanya hanya ke dalam tangan53

Nya. Saya memegang tangan isteri saya dan memberinya


kekuatan. Saya meyakinkan dirinya bahwa semuanya
sudah diatur dan proses operasi caesar akan dimulai.
Waktu menunggu proses operasi memang terasa
sangat
tidak
mengenakkan.
Bahkan
cenderung
menjemukan. Tetapi saya tahu bahwa proses ini biasanya
berjalan dengan baik jika tidak ada sesuatu. Namun
menunggu di tengah keheningan rumah sakit, membuat
saya tidak dapat menyembunyikan kegelisahan hati. Waktu
demi waktu berlalu. Jam di tangan saya bergerak dan
berputar terus. Saya bisa mendengar suaranya. Bukan
hanya itu, saya sendiri bahkan bisa mendengar suara detak
jantung saya yang dengan susah payah saya coba redam
rasa kuatirnya.
Perasaan gelisah sangat kentara. Tangan dan kaki
saya dingin. Terus terang saya tidak terlalu kuatir dengan
proses operasi. Saya, malah dicekam oleh bayangan
mengenai peristiwa yang akan terjadi nantinya kalau saya
berjumpa dengan bayi kami. Apa yang akan saya katakan
ketika pertama kali melihatnya? Bagaimana saya akan
melihatnya? Kalau bayi kami bisa bicara, ia akan berkata
apa ketika melihat saya? Sepanjang menanti, saya dilanda
oleh perasaan dan kecamuk batin itu.
Akhirnya, tepat pukul 22.55 wib, terdengar sebuah
teriakan bayi dari ruang operasi. Suara yang cukup keras
sehingga kami yang berada di luar ruangan bisa
mendengarnya. Saya sempat terpana. Rasa itu semakin
menjadi-jadi. Jantung saya berdebar semakin kencang. Saya
mencoba menebak-nebak, mengira-ngira, apa yang akan
terjadi setelah ini. Apa yang akan terjadi, ketika kami
bertemu nantinya?
Sejenak menanti, saya melihat pintu ruang kamar
operasi terbuka lebar. Seorang suster mendorong sebuah
kereta bayi. Dia menanyakan nama suami dari nyonya Mira,
54

isteri saya. Saya maju dan mengiakan. Ia meminta saya


mendekatkan diri kepada kereta bayi itu. Saya, kemudian
melangkah. Memandang ke dalam kereta itu.
Di dalamnya sesosok tubuh kecil mungil. Ia
menghadap ke atas. Persis ketika saya melihatnya, ia seolah
memandang saya. Ya, ia menatap saya, ayahnya. Dia itu, ya,
dia itu bayi kami. Ia sudah lahir, ia sudah datang, ia sudah
masuk ke dalam dunia kami.
Bayi itu, anak kami, terlihat masih memerah. Saya
memandang lama seolah tak percaya bahwa saya kini
sudah memiliki anak. Rambutnya amat lebat. Matanya
menyipit karena cahaya. Dia terbungkus kain. Saya
menatapnya lama. Saya tidak tahu hendak berkata apa.
Perasaan yang tadinya sudah bercampur, antara terkejut,
senang, dan terhenyak, setelah melihat bayi kami, kini
sudah mencair. Tetapi saya masih tidak tahu hendak
berkata apa. Rasa hati ini benar-benar belum memiliki
ritme seperti biasa. Saya tidak pernah mengalaminya. Saya
baru pertama sekali mengalami perasaan ini.
Namun perlahan, sambil tersenyum saya melihatnya
terus menerus. Semakin lama semakin hilanglah perasaan
yang sejak tadi bergemuruh. Akhirnya, rasa sukacita mulai
muncul. Rasa bahagia mulai merasuk. Saya diselimuti oleh
bahagia. Dalam hati, karena lidah saya masih kelu, ucapan
pertama saya adalah, terima kasih Tuhan.
Dalam hitungan detik saya menyadari bahwa inilah
akhir dari penantian itu. Inilah saatnya saya melihat
anugerah Tuhan itu hadir dalam dunia ini. Inilah saatnya
saya menyaksikan bagaimana polesan tangan Tuhan
mengunjungi kami dalam wujudnya yang paling sempurna.
Saya meraba bayi merah itu. Saya menyentuh tangan yang
dibentuk oleh Tuhan itu. Saya memegang badan yang ditata
oleh Tuhan itu. Terakhir, saya usap rambutnya, rambut
55

yang bentuk dan warnanya pun Tuhan yang mengerjakan.


Inilah hadiah dari surga itu.
Andaikan saat itu diberikan kesempatan, maka saya
akan
bernyanyi
sebagaimana
sukacita
Zakaria,
ayahandanya Yohanes, yang dengan karunia Roh Kudus
menyampaikan pujian indah pada Tuhan ketika anaknya
lahir. Saya ingin menyanyikan keagungan dan kebaikan
Tuhan sehingga saya bisa memandang bayi kami yang lahir
dengan sehat dan selamat. Saya bersukacita karena tanganNya yang ajaib telah menyediakan bayi yang dibentuk
sendiri oleh jemari-Nya. Ia telah memberikan kami bayi
yang amat sehat, dengan berat 3600 gram dan panjang 51
centimeter. Ia memberikan kami bayi pertama dengan jenis
kelamin laki-laki. Puji Tuhan!
Sekelebat, saya teringat semuanya. Kembali ke
belakang. Jauh ke jarak waktu sembilan bulan yang lalu. Ya,
sembilan bulan lamanya kami berada dalam seribu
pertanyaan mengenai bayi yang akan lahir itu. Bagaimana
bentuk wajahnya? Bagaimana kulitnya? Seperti apa
matanya? Bagaimana kakinya, tangannya? Sehatkah ia?
Setiap hari kami hanya selalu berkutat dengan pertanyaanpertanyaan yang sama. Kami tidak henti-hentinya
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang
akan kami saksikan nantinya.
Sesaat ketika suster masih mendorong kereta bayi
itu kearah saya, pertanyaan masih juga terlontar dalam
pikiran saya. Apakah bayi itu mirip saya? Apakah ia akan
mirip isteri saya? Apakah ia akan lahir dengan lengkap dan
tidak cacat?
Namun kini, semuanya, ketika ia, bayi kami itu lahir,
semua pertanyaan itu terjawab sudah. Saat itu, semua
pertanyaan kami, termasuk keragu-raguan saya mengenai
apa yang akan saya saksikan, terjawab lengkap dan
sempurna. Semuanya sudah menjadi nyata. Sosok yang
56

selama ini hanya bisa kami pandang dengan kasih sayang


itu sudah nyata. Sosok yang hanya bisa kami rasakan
hadirnya, kini sudah berada di depan mata saya. Saya
menatapnya lama seolah tidak puas. Saya ingin melihatnya
terus menerus.
Ketika memandang bayi kami, meski ia tak bisa
berkata apa-apa, saya melihat matanya yang amat mungil
itu memancarkan karya Tuhan. Inilah mata yang dibentuk
oleh tangan surgawi itu. Ketika melihat wajahnya, saya
melihat wajah ciptaan Tuhan. Ketika melihat bayi kami dari
atas sampai ke bawah, saya memuji Tuhan karena
semuanya diciptakan amat baik dan sempurna. Inilah buah
karya agung yang lama ditunggu-tunggu itu.
Isteri saya akhirnya menyusul keluar dari kamar
operasi. Semua proses operasi berjalan dengan baik. Ibu
dan bayi kami selamat, karena Tuhan menjaga dan
memberikan pertolongan kepada mereka.
Doa untuknya
Bak seorang yang menerima pemberian, bagi kami,
hari lahir bayi kami menjadi sebuah saat pesta yang
diselenggarakan oleh Tuhan sendiri. Saya membayangkan
bahwa kami diundang oleh Tuhan dalam sebuah perayaan
besar. Di sana semua undangan mengenakan pakaian
mewah dan ceria. Makanan dan minuman dibawa keluar.
Ketika Tuhan datang, karena Ia yang empunya hajatan, Ia
memanggil kami. Lalu Ia menganugerahkan kepada kami
sebuah hadiah. Hadiah yang amat berharga, mahal dan tak
ternilai. Hadiah itu adalah bayi kami tadi.
Pesta perayaan kedatangan bayi kami sesungguhnya
adalah pestanya Tuhan. Ia yang mendisain seluruhnya,
termasuk hadiahnya, sehingga kamidan kita semuanya
yang memiliki bayi dan keturunanhanya tinggal
57

menengadahkan tangan, menerima saja, dan mensyukuri


semua pemberian-Nya sebagai sebuah anugerah.
Tuhan yang mempersiapkan semuanya dan bagi
Tuhan jugalah semua apa yang saya sebut sebagai
kebanggaan sebagai orangtua baru, sukacita sebagai
pemilik bayi itu, dan kegembiraan karena kedatangan si
mungil itu. Semuanya dari Tuhan dan semuanya saya
rasakan hanya untuk Tuhan juga. Syukur yang kami
panjatkan kemudian adalah syukur kepada-Nya, atas
anugerah yang sangat indah itu.
Kini kami sudah menjadi ayah dan ibu bagi bayi
kami itu. Kami sudah tidak lagi sendiri dalam menjalani
keluarga kami, namun kami sudah memiliki teman baru
dalam mengarungi perjalanan rumah tangga kami. Saya
bersyukur bahwa kami diberikan kesempatan untuk
memiliki teman yang mungil dan lucu itu.
Hari-hari ketika kami kembali ke rumah setelah
proses bersalin selesai adalah hari baru. Kami kini punya
kesibukan baru. Isteri saya harus menyusui. Sementara
untuk mengganti popok kami bisa bergantian.
Saya menganggapnya sebagai sebuah perjalanan
yang indah. Sesekali kami bermain bersama, seiring dengan
bertambahnya umur bayi kami itu. Kami memberikan dia
nama Finley. Finley, nama depannya adalah nama yang
khusus kami berikan. Saya melihat nama itu di buku namanama bayi yang saya beli dari sebuah toko buku Kristen.
Artinya adalah prajurit Tuhan, dari bahasa Irlandia.
Bagi kami, sejak kehadirannya, Finley adalah pokok
bahasan utama. Kapanpun kami bersama, Finley selalu
berada dalam pembicaraan. Hampir tiada hari tanpa
memperbincangkan
perubahan-perubahan
atau
perkembangannya. Hari ini kami mungkin bercerita
mengenai tingkahnya yang terkadang rewel, hari lain kami
mendiskusikan mengenai hal lain.
58

Suatu hari kami berdua, saya dan isteri saya


mengambil waktu sejenak untuk berbicara mengenai
pengalaman kami sejak dia ada. Kami berdua mengambil
suatu makna baru bahwa ternyata teman baru kami ini
sungguh sangat menyenangkan. Finley, bayi kami itu,
mampu menyatukan seluruh perbedaan di antara kami
sekalipun, ke dalam suasana bahagia dengan dia bersama
kami. Dalam bahasa yang lebih sedikit puitis, bayi kami itu
telah menyerap seluruh perbedaan-perbedaan yang ada,
dan mengubahnya menjadi cinta kasih yang tertuju pada
dirinya. Akibatnya, secara tidak sadar perlahan-lahan kasih
kami pada diri kami sendiri meluruh, digantikan menjadi
kasih yang tulus pada dirinya.
Sejak bayi kami hadir, kami memang semakin
merasakan betapa berbedanya rumah kami. Kehadiran
seorang anak memang memberikan sukacita kepada
orangtua. Namun di di balik semua sukacita itu, pastilah
ada harapan. Harapan yang tersembunyi adalah bahwa
kami ingin bayi kami ini mengenal Tuhan dengan baik.
Kami
dengan
bangga
ingin
suatu
saat
memperlihatkan kepadanya bahwa namanya adalah
prajurit Tuhan. Kami ingin dia bisa bangga menjadi orang
yang berperang bagi Nama Dia yang Agung itu. Berperang
melawan berbagai ketidakbenaran yang semakin
merajalela. Setiap kali kami berdoa, kami ingin supaya dia
kelak bisa menjadi orang yang sungguh-sungguh mencintai
Tuhan dan pekerjaan Tuhan.
Itu sebabnya, setiap hari saya mengkhususkan diri
untuk memikirkan bayi kami ini. Dia berasal dari Tuhan,
dan karena itu kerinduan kamiseluruh hidupnya dapat
dia berikan kelak untuk Tuhan. Suatu pagi saya berdoa
untuk dia,
59

Tuhan, terima kasih atas anugerah-Mu ini


pada kami. Terima kasih buat seluruh
rencana indah yang telah Engkau
rencanakan kepada kami dan juga kepada
dia. Kami bersyukur bahwa sejak dia ada,
kami memiliki teman dalam menjalani hari
kami. Dia adalah teman yang amat manis,
yang Engkau berikan kepada kami. Kami
tahu itu, karena Engkau ingin kami bisa
menjalani hari kami dengan penuh
sukacita. Kami sangat beruntung karena
Tuhan memberikan kami kesempatan
untuk memilikinya, sekaligus mendapatkan
banyak hal sebagai pembelajaran atas
kehadirannya. Kami sangat beruntung
karena dengan adanya dia, Tuhan
membentuk kami dengan lebih baik lagi.
Tuhan telah menggunakan dia sebagai alat
mengubah kami lebih mengasihi, lebih
mendekat lagi kepada-Mu. Karena itu ya
Tuhan, kami ingin mengembalikan dia
untuk-Mu. Kami ingin Tuhan pakai dia
sebagai alat-Mu kelak, untuk membesarkan
Nama-Mu dan kebesaran-Mu dimanapun
itu. Kalau dia bisa jadi berkat kepada kami,
maka
Tuhan
pun
pasti
bisa
menggunakannya sebagai berkat bagi
banyak orang. Terima kasih atas namanya
Tuhan. Kami telah memberikan ia nama
yang mengingatkan dia kelak bahwa ia
dipilih sejak dari dalam kandungan oleh
Tuhan untuk menjadi pejuang bagi Tuhan.
Ia adalah prajuritnya Tuhan. Dalam
hidupnya,
kami
berharap
Tuhan
60

membentuk sehingga hatinya hanya


mencintai Engkau semata. Dalam hidupnya,
ajar dia untuk menggunakan seluruhnya
hanya untuk menegakkan kebenaran-Mu di
bumi dan di hati banyak manusia.
Kalau mengingat impian dan harapan kami pada
bayi kami Saya selalu terkenang pada keberanian Raja
Daud. Kisah Daud melawan Goliat adalah sebuah kisah
heroisme yang ingin saya ceritakan kepada bayi kami ini
kelak. Bahwa keberanian Daud adalah sebuah kisah yang
menginspirasikan saya dalam banyak hal. Salah satunya
yaitu bahwa kecintaan Daud kepada Tuhan, setidaknya
dalam peristiwa itu, telah menjadikannya dari sosok yang
kecil, tidak berpengalaman, dan diragukan banyak orang,
justru menjadi sosok yang mampu menghancurkan dan
mematikan musuh Tuhan.
Saya selalu berdoa dalam hati. Benar bahwa bayi
kami masih kecil. Bahkan tidak tahu apa-apa. Namun jika
Tuhan menghendakinya kelak, maka esok hari ia bisa
menjadi sosok yang besar dan berarti bagi Tuhan. Kami
sangat ingin bahwa dirinya kelak bisa melakukan banyak
hal bagi Dia, apapun ladang yang akan dikerjakannya.
Adalah lebih berguna baginya untuk menjadi kesukaan bagi
Tuhan karena itulah sejarah hidupnya, yang diciptakan
dengan tangan-Nya sendiri oleh Tuhan. Keberanian Daud,
doa kami, semoga kelak bisa memberikannya bukti bahwa
mencintai Tuhan akan menghasilkan pekerjaan besar yang
tak seorangpun bisa membayangkannya. Bahwa mencintai
Tuhan adalah kekuatan yang amat luar biasa dasyatnya,
melebihi kekuatan yang pernah dimiliki oleh manusia
terkuat sekalipun itu.
Ketika kami sedang berdua dengan isteri saya, kami
selalu berharap bahwa Tuhan bisa bekerja di dalam diri
61

bayi kami ini sejak ia masih sekecil ini sekalipun. Sebab


kami tahu bahwa Tuhan bisa melakukan apapun untuk
menjadikan seseorang sebagai alat bagi Dia.
Saya sering membayangkan bahwa saya duduk di
altar rumah-Nya. Di sana, saya bergumul pada Tuhan,
biarlah Tuhan sendiri yang akan memandikan bayi kami
dengan kekuatan anugerah-Nya sehingga ia mengenal
pekerjaaan Tuhan dalam dirinya. Lebih dari itu, saya
berdoa dengan sungguh-sungguh pada Tuhan, biarlah
Tuhan menjadikan bayi kami sebagai jalan berkat bagi
banyak orang.
Sejak mengenal Tuhan, saya sudah menyerahkan
seluruh hidup untuk menyatakan kebenaran Tuhan dan
menjadikan seluruh hidup menjadi jalan bagi Tuhan
menyatakan nama-Nya. Sebagai orangtua, kami juga sangat
ingin supaya bayi kami ini kelak, bisa mendengar suara
Tuhan, meresponinya dan memenuhi panggilan dari Tuhan.
Kami berdoa supaya hanya pada Tuhanlah, bayi kami ini
kelak akan memberikan pengabdian terbaik seumur
hidupnya. Itulah doa yang sampai sekarang selalu kami
nyatakan tentang dia.

62

Kristus Sang Bayi


Saya ingin menutup kisah saya dengan
menceritakan kembali lahirnya seorang bayi di sebuah kota
kecil bernama Betlehem. Jauh sebelumnya, kedatangan bayi
itu telah disampaikan langsung oleh malaikat Tuhan
kepada orangtuanya. Bahkan mengenai nama-Nya pun,
disampaikan oleh malaikat juga. Bayi itu akan dinamai
Yesus. Bayi itu, juga dinamai Imanuel, yang artinya Allah
menyertai kita, sebagaimana pernah dinubuatkan oleh
para nabi.
Alkitab kita tidak menceritakan bagaimana
orangtuanya menjalani proses kehamilan dan kemudian
persalinan. Alkitab tidak sedikitpun memberikan ruang
mengenai hal itu, bahkan jika keajaiban yang dirasakan
oleh ibu sang bayi, Maria sekalipun. Alkitab hanya
menyampaikan kepada kita bahwa atas kehamilan yang
merupakan kehendak Tuhan tersebut, Mariaibu bayi itu,
harus menanggung berbagai perkara karena mereka masih
dalam status bertunangan dan dirinya masih perawan.
Peristiwa itu sajalah yang menjadi catatan penting dari
kedatangan bayi itu. Sisanya, yang disampaikan adalah
sebuah kisah yang amat luar biasajauh melebihi
keajaiban yang pernah terjadi di muka bumi.
63

Ketika bayi bernama Imanuel itu lahir, dikisahkan


bagaimana Ia lahir dalam sebuah kehidupan yang amat
sederhana. Di kandang domba, di dalam palunganlah, bayi
mungil itu memasuki dunia. Ia lahir, bukan di sebuah
tempat yang indah, bukan pula dalam suasana meriah
dengan sukacita para kerabat. Bayi itu hanya dikunjungi
oleh orang majus, yang dengan rencana Tuhan menjadi
saksiselain para gembala di ladangbetapa sang bayi itu
sudah lahir.
Namun, dunia kemudian amat bergantung pada bayi
kecil itu. Rencana keselamatan yang sudah dipancangkan
oleh Tuhan, dan dinanti-nantikan berabad-abad lamanya
akhirnya digenapi oleh-Nya. Ia, Yesus Kristus, kemudian
menjadi Juru Selamat dunia yang menjadi penebus dosa
manusia.
Sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana bayi
kecil menjadi wujud cinta kasih Tuhan pada dunia.
Sebagaimana dituliskan oleh Injil Yohanes 3:16,
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal.

Kasih Tuhan Allah faktanya dituliskan begitu besar.


Andaikan untuk menyatakan ini digunakan huruf yang
besar-besar, maka niscaya kebesaran kasih itu takkan
sanggup ditampung oleh tulisan itu. Sebagaimana
dilukiskan dengan sangat indah oleh sebuah lagu yang
diciptakan oleh FM Lehman,
Andaikan laut tintanya dan langit jadi kertasnya
Andaikan ranting kalamnya dan insan pun pujangganya
Takkan genap mengungkapkan hal kasih mulia
64

Dan langit pun takkan lengkap memuat kisahnya


O kasih Allah agunglah! Tiada bandingnya!
Kekal teguh dan mulia! Di junjung umat-Nya

Apa arti bayi itu? Tidak lain dan tidak bukan, untuk
menunjukkan bahwa Tuhan sangat mengasihi manusia
kita semua. Kasih-Nya itu adalah untuk menyelamatkan
kita dari kutuk dosa yang mematikan kita secara kekal.
Kasih-Nya itu adalah cara untuk membuat kita bisa selamat.
Kasih-Nya itu adalah dengan memberikan anak-Nya.
Tetapi bayi itu adalah kekasih Bapa-Nya sendiri.
Kisah Alkitab tidak memberikan tempat bagi perasaan bagi
Yusuf dan Mariaorangtua bayi itu. Karena sesungguhnya,
perasaan cinta dan kasih Bapa-Nya yang di surgalah yang
lebih besar kepada bayi itu, yang hendak diceritakan dalam
bagian berikutnya dan yang menjadi pengisi hidup bayi itu.
Alkitab hendak memperlihatkan bahwa Tuhan di surga,
sesungguhnya memiliki kasih yang amat besar pada bayi
itu, yang adalah Anak-Nya juga. Ketika Yesus dibaptis di
Sungai Yordan, pernyataan Tuhan dengan sangat jelas
berkumandang dari surga, sebagaimana dituliskan dalam
Matius 3:17,
Inilah Anak yang Ku-kasihi, kepada-Nyalah Aku
berkenan.

Anak yang dikasihi oleh Bapa itu, adalah Anak yang


berasal dari diri-Nya sendiri. Anak yang menjadi belahan
hati dan jiwa-Nya. Anak yang menjadi kekuatan-Nya
sendiri.
Itulah
Anak
yang
dikasihi-Nya
itu.
Berkumandangnya suara itu di seantero Tanah Yudea pada
zaman itu, juga memberikan kumandang yang sama kepada
kita di bumi ini sekarang mengenai kasih-Nya pada Anak
tunggal-Nya itu.
65

Bahwa Bapa sangat mengasihi bayi mungil yang


kehadiran-Nya selalu kita rayakan setiap tahunnya, itu
adalah hal yang sangat tidak terbantahkan. Namun bahwa
kehadiran-Nya ke dalam dunia ini merupakan sebuah
kehadiran
yang
sangat
menyakitkan
karena
membangkitkan kesedihan bagi Bapa-Nya, harus semakin
lebih kita renungkan.
Kasih Tuhan pada Anak-Nya adalah kasih yang juga
dialami oleh mereka yang pernah mengalami kasih ketika
menjalani proses kehidupan baru berupa penantian
seorang bayi, seperti kisah saya di depan tadi. Kasih itu
adalah kasih yang mengalami bagaimana sukacitanya hidup
dan bagaimana berwarnanya hidup. Kasih itu adalah kasih
yang merasakan detik demi detik adalah harapan dan
keinginan menyaksikan perubahan demi perubahan terjadi
pada buah hatinya. Dan perasaan itu sungguh amat dalam
dan tidak dapat dilukiskan, sehingga sungguh tidak bisa
dibayangkan bagaimana Sang Bapa kemudian merelakan
Anak-Nyamelepaskan kekasih hati-Nya itumasuk ke
dalam dunia ini dan berpisah dari diri-Nya.
Setiap orangtua pastilah sangat ingin terus menerus
bersama anaknya. Demikian juga dengan saya. Kalau bisa
setiap detik dalam hidup akan saya gunakan untuk bermain
bersama. Saya suka membelikan permainan kepadanya.
Saya akan mengajaknya bermain bersama. Ketika bayi saya
sudah bisa diajak berjalan, saya punya kebiasaan untuk
membawanya berkeliling menggunakan sepeda motor.
Keinginan untuk selalu bersama itu terlihat dari
inginnya saya mengajarkan dirinya semua hal. Ketika anak
saya sudah semakin lama semakin besar, saya pun sudah
tidak bisa lagi hanya menggendongnya. Saya harus
mengajarkan padanya bagaimana merangkak, berjalan,
berdiri sendiri, dan kemudian berlari.
66

Ada sukacita tertentu ketika saya pada malam hari,


biasanya terbangun. Saya melihat apakah bayi saya berada
dalam posisi yang nyaman. Saya harus membiasakan diri
untuk yakin bahwa popoknya perlu diganti atau tidak. Saya
juga belajar, sejak kehadirannya, mencermati tanda-tanda
fisik yang bayi saya perlihatkan jika ia haus atau tidak.
Begitulah, bahwa sosok bayi mungil memang amat
bergantung pada kita. Mereka tidak mampu melakukan
apa-apa. Mereka hanya bisa menangis menunjukkan
maksudnya, bahkan ketika itu sukacita sekalipun, dalam
batas-batas tertentu. Ketika pertama-tama menyesuaikan
diri sejak kehadirannya, ada kelelahan tertentu. Namun
kami menikmatinya karena bayi kami itu justru
memberikan kegembiraan ketika kami merasa lelah dan
merasakan sukacita ketika kami disibukkan.
Harus diakui bahwa saya dan isteri saya terkadang
lelah menjalaninya. Tetapi kami melakukan pekerjaan itu
bergantian. Semuanya dengan dinamika dan waktunya
masing-masing. Waktu demi waktu, setiap kegiatan tidak
sama. Kami harus belajar menggunakan naluri alamiah
kami untuk mengerti maksudnya. Sesuatu yang
sebelumnya saya sendiripun tidak pernah bisa
membayangkan akan miliki.
Maka bersama bayi kita, kami juga, adalah sebuah
keinginan hati yang meluap dan tidak dapat dilepaskan
dengan mudah. Kita ingin selalu bersamanya. Kami ingin
selalu dekat dengan dirinya, tak ingin jauh barang sedetik
sekalipun. Kami ingin selalu memandang setiap perubahan
yang terjadi. Kadang saya merasa, karena inginnya selalu
bersama, saya bisa saja menyaksikan setiap inci dari
rambutnya tumbuh.
Unsur perlindungan sebagai orangtua amat jelas di
dalamnya. Hal ini terlihat jelas ketika bayi kami sudah
belajar berjalan. Kami, harus lebih hati-hati terhadap setiap
67

aktifitasnya. Saya dan istri saya sudah sepakat bahwa kami


tidak boleh melarangnya melakukan apapun itu, namun
kami harus berada di sana, dimanapun ia berada, untuk
memastikan bahwa tidak ada sumber bahaya yang bisa
mencelakainya.
Setiap bayi dan anak-anak memiliki naluri untuk
ingin mengetahui setiap yang baru. Saya selalu
menggunakan permainan berwarna dan bersuara yang
baru untuk merangsang otaknya. Akibatnya bayi saya
selalu ingin menyentuh dan kalau perlu menggigiti benda
apapun yang menurut dia menarik. Di saat seperti itulah
kami harus hadir dan bersamanya. Kami tidak ingin benda
yang ingin diketahuinya justru memberikan risiko yang
tidak baik. Kami harus memastikan semuanya berjalan
dengan baik. Bahkan saya pun harus bersedia
menggunakan tangan saya untuk segera melompat ketika
saya membutuhkan hal itu terjadi. Kadang-kadang
melakukan semuanya itu membutuhkan kesigapan saya
sebagai orang yang lebih besar daripada bayi saya itu.
Ya, semuanya, memang harus dilakukan untuk
melindunginya. Jadi jelas bahwa kebersamaan lebih kepada
kepercayaan kita kepada diri kita sendiri sebagai pelindung
baginya.
Dari tingkah laku sebagai orangtua di atas, maka
jelas sungguh sangat mencengangkan ketika Tuhan, BapaNya, justru akhirnya membiarkan Anak-Nya sendiri masuk
ke dalam dunia. Ia membiarkan Anak-Nya lepas dari diriNya dan masuk ke dalam dunia yang sangat penuh dengan
sumber bahaya yang tidak seharusnya dialami oleh-Nya.
Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Bagaimana bisa Tuhan
yang begitu sayang pada Anak-Nya sendiriingat lagi
bagaimana lantang-Nya Ia bersuara bahwa Ia mengasihi
Anak-Nya itumemberikan kesempatan untuk lepas dari
Anak-Nya itu?
68

Padahal ketika Bapa mengijinkan Anak-Nya masuk


ke dalam dunia, berarti Bapa membiarkan Anak-Nya yang
tunggal, yang dikasihi-Nya itudan Ia tahu ituberada
dalam kerentanan yang luar biasa. Bapa secara sadar telah
memberikan kesempatan kepada dunia untuk mengatur
kehidupan Anak-Nya seperti kemauan dunia sendiri, bukan
lagi karena kemauan Bapa apalagi tanpa perlindungan dari
Diri-Nya sendiri.
Mungkin kita tidak akan pernah membayangkan hal
ini sebelumnya. Namun pikirkanlah bagaimana Tuhan yang
sangat luar biasa itu, memilih memasukkan Anak-Nya
dalam situasi manusia. Ia menggunakan waktu dan dunia
manusia untuk masuk ke dalam sejarah kita. Ia
menggunakan keajaiban-Nya untuk menjadikan Anak-Nya
sendiri sebagai manusia, sesuatu yang hanya Tuhan yang
bisa melakukannya. Lalu Ia mengijinkan Anak-Nya itu
menjadi manusia yang sama sekali amat bergantung
kepada manusia di dalam dunia ini, bukan lagi pada Dia
sebagai Bapa yang penuh kasih.
Saya tidak pernah membayangkan bagaimana bayi
saya diurus oleh orang lain. Di rumah, saya dibantu oleh
Mamaibu saya, yang kebetulan telah dengan amat telaten
menjadikan cucunya sebagai buah hatinya juga. Saya sangat
dekat dengan Mama saya. Pastilah saya percaya bahwa
Mama saya akan memperlakukan bayi saya sebagaimana
saya diperlakukan dahulu. Namun ternyata, hal itu bukan
berarti bahwa jika Mama saya mengurus bayi saya, saya
akan tenang sepenuhnya. Saya masih harus mengijinkan
diri saya untuk ragu dalam banyak hal. Saya sering ingin
memastikan bahwa bayi saya baik-baik saja, meski itu di
tangan Mama saya sendiri. Saya, ketika bekerja di kantor,
memiliki jadwal rutin untuk mencoba mencari tahu apakah
buah hati saya itu baik-baik saja. Hanya untuk menanyakan
apakah bayi saya sudah makan atau minumpadahal tidak
69

mungkin Mama saya lalai untuk hal penting itusekedar


untuk menghilangkan keraguan tadi.
Namun Tuhan sungguh menempuh risiko
mempercayakan Anak-Nya pada manusia yang jauh dari
sempurna bahkan untuk memahami hidupnya sendiri
sekalipun. Tuhan mempertaruhkan kasih-Nya kepada
Anak-Nya sendiri. Tuhan, melewati batas keraguan untuk
mengambil keputusan untuk mengirimkan Anak-Nya ke
dalam dunia. Memang kelahiran Anak-Nya ditandai oleh
nyanyian malaikat dan bala tentara surga. Namun hati Bapa
tetaplah hati yang sakit karena berpisah dari Anak yang
dikasihi-Nya.
Cinta Tuhan
Setiap kali saya membaca Alkitab, dari sana selalu
terpancar satu kalimat yang bergema amat dasyat, yaitu
betapa Ia mencintai manusia. Sedemikian cinta-Nya, Ia
bahkan mengijinkan Diri-Nya sendiri menderita dalam
kerinduan yang amat sangat karena harus berpisah dengan
Anak-Nya. Tuhan sendiri harus merelakan Diri-Nya
menjauh dari kekasih hati-Nya sendiri.
Itulah makna cinta Tuhan yang terlihat amat jelas
dari kedatangan dan kelahiran Yesus Kristus ke dalam
dunia. Bahwa Tuhan sangat mencintai Anak-Nya yang
tunggal itu, hal itu sangat jelas terlihat. Bahkan dunia bisa
menjadi saksinya. Namun bahwa Tuhan juga mengijinkan
sang bayi kecintaan-Nya itu masuk ke dalam dunia,
memulai hidup sebagai manusia biasa, dan menjalani
sebuah kehidupan baru, tidak lain dan tidak bukan karena
ada cinta yang lebih besar pada tujuan rencana-Nya itu.
Berangkat dari sana, maka saya sungguh mengerti
betapa indahnya cinta Tuhan tadi. Kasih Allah yang
diungkapkan dengan perkataan yang semula sederhana,
70

dari Yohanes 3:16 tadi, menjelaskan hakikat yang amat


dalam bagaimana Tuhan mengorbankan Anak-Nya
sendiriberarti perasaan dan seluruh tangisan-Nya sendiri
karena harus berpisah dengan belahan hati-Nya yang
tunggal itudemi memberikan yang terbaik pada kita.
Saya bisa membayangkan bagaimana Tuhan
berteriak melawan diri-Nya sendiri ketika Ia memutuskan
untuk menetapkan rencana penyelamatan. Tuhan pasti
mengaduh karena hati-Nya terluka dan terpukul. Tuhan
berteriak untuk melepaskan kerinduan yang amat sangat
karena berpisah dengan Anak-Nya. Teriakan itu pastilah
amat hebat sehingga kalau mau, Ia bisa menghancurkan
semesta dalam sekali saja.
Pasca bencana yang terjadi di beberapa wilayah
negeri ini, banyak orangtua kehilangan anaknya. Dalam
kesempatan berkunjung ke daerah itu, saya berjumpa
beberapa kali dengan mereka yang menjadi korban,
termasuk yang kehilangan anaknya. Setiap kali mereka
bercerita, raut wajah mereka menjadi sendu dan tak jarang
mereka berlinang air mata. Salah seorang yang pernah
berjumpa dengan saya bahkan sama sekali tidak pernah
mengakui bahwa dirinya telah kehilangan anak. Ia hanya
menyatakan bahwa anak-anaknya hanya pergi sementara.
Sungguh alangkah pedihnya perasaan kehilangan.
Namun Tuhan sama sekali tidak pernah menunjukkan itu
pada kita. Sungguh, Ia tidak sekalipun Ia menyatakan
bahwa Ia meratap karena Anak-Nya yang tunggal itu harus
diberikan-Nya pada kita, ke dalam dunia ini. Ketika AnakNya lahir ke dalam dunia, Lukas 2:14 mencatat nyanyian
surgawi bergema,
Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi
dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang
berkenan kepada-Nya
71

Bapa yang amat sabar, tabah dan baik itu memang


benar-benar mulia. Ia sungguh patut dipermuliakan karena
Ia telah merelakan isi hati-Nya sendiri diabaikan demi
cinta-Nya pada manusia. Tuhan, Allah semesta langit,
pencipta dan pemilik dunia ini, benar-benar sempurna
dalam segala sesuatu, sehingga dunia ini bahkan tak
melihat hati-Nya yang sungguh merindukan Anak-Nya
sendiri. Dunia hanya tahu bahwa Ia memberikan Anak-Nya
untuk satu tujuan, yaitu menyelamatkan dunia ini.
Tuhan, Bapa yang sabar itu, bahkan tidak menangis
ketika Anak-Nya yang dikasihi-Nya itu hanya bisa lahir
dengan kondisi yang amat hina. Ia, mungkin menangis
amat sangat ketika menyaksikan palungan dan kandang
domba menjadi tempat Anak-Nya dilahirkan ke dalam
dunia ini. Ia mungkin merasa lara ketika semua tempat
menolak Anak-Nya. Ia barangkali merasa sangat hancur
hati karena tak ada lagi tempat yang layak untuk disebut
sebagai tempat melahirkan bagi Anak-Nya sendiri. Tetapi Ia
tidak mengungkapkannya. Ia menanggung semuanya,
sendiri. Ia menahan isi hati-Nya yang mencoba
menggerakkan diri-Nya membela Anak-Nya.
Sejenak mari kita melihat satu kisah lain, yaitu
tentang Abraham. Abraham adalah bapa orang beriman. Ia
pernah melewati sebuah ujian perpisahan dengan AnakNya. Waktu itu, Tuhan meminta Abraham mengorbankan
anaknyayang tunggalsebagai persembahan bagi Dia.
Tanpa banyak tanya, Abraham mempersiapkan kayu bakar
dan perapian untuk tujuan itu. Ketika belatinya teracung,
Tuhan datang menegurnya. Abraham diberikan pujian yang
luar biasa karena lebih menuruti perintah Tuhan daripada
kasihnya sendiri pada anaknya yang pastilah sangat
disayangi itu.
Pengalaman iman Abraham kelihatannya hampir
mirip dengan kisah hati Tuhan yang juga tidak
72

diungkapkan. Saya beruntung karena suatu ketika,


beberapa tahun yang lalu, saya mendengar drama hati
Tuhan itu dalam sebuah eksposisi yang dikhotbahkan
mengenai hal itu ketika hamba Tuhan meminjam kisah
Abraham. Saya dengan penuh haru mendengar bagaimana
drama itu mengisahkan hancurnya hati Abraham. Belum
lagi lama ia menerima anak dari Tuhan, anak satu-satunya
itu pun sudah pula diminta oleh-Nya. Saya merasa sangat
tersentuh oleh pesan yang disampaikan oleh khotbah itu.
Saya, di akhir kisah itu, hanya bisa menangis, dan kala itu
ketika belum berkeluarga, belum bisa merasakan arti hadir
dan pentingnya seorang yang dikasihi, hanya bisa
merenungkannya secara terbatas.
Tetapi kini, ketika saya sudah memiliki seorang bayi,
saya akhirnya mengerti betapa tidak mudahnya menjalani
keputusan untuk mengorbankan anaknya itu oleh
Abraham. Pastilah ada saat dimana Abraham bertarung
dengan nuraninya sendiri. Sesaat setelah Tuhan lalu,
Abraham mungkin berpikir dengan gusar. Mengapa Tuhan
harus meminta anak-Nya yang tunggal itu sebagai korban?
Bukankah Tuhan bisa menggunakan apapun untuk
dijadikan persembahan untuk Dia?
Bahkan bukan tidak mungkin di tengah perjalanan
Abraham berdoa semoga Tuhan memberikan jalan lain.
Tetapi sampai tiga hari perjalanan yang penuh dengan
tangisan dan pergumulan itu, suara Tuhan tetap tidak juga
datang untuk mengubah rencana awal: anak tunggal
Abraham harus tetap dikorbankan untuk Tuhan. Tetapi,
kisah itu kemudian ditutup dengan rencana Tuhan sendiri.
Melihat iman Abraham, Tuhan memberikan pengganti
pengorbanan Abraham
Kembali kepada kisah Tuhan, Tuhan juga tidak serta
merta mudah memutuskan untuk memberikan Anak-Nya
sebagai korban pengganti kita. Ia membutuhkan waktu
73

berabad-abad lamanya, sejak dari nenek moyang kita


sampai kemudian para nabi, sebagai kesempatan kepada
kita supaya kita mau kembali kepada-Nya. Namun
sayangnya kita tetap memilih untuk menjauh dari Dia. Dosa
telah melumuri sekujur tubuh kita sehingga tidak ada
pilihan lain selain bahwa Ia harus memberikan Anak-Nya.
Sepanjang waktu penantian menjelang lahirnya sang
bayi di Betlehem, pengalaman Tuhan seolah tergambar dari
batinnya Abraham selama tiga hari perjalanan jauhnya itu.
Dan itu, sekali lagi, pastilah itu sangat menyakitkan hati
Bapa, hati seorang yang memiliki anak tunggal yang amat
dikasihi-Nya.
Bayi Betlehem itu adalah bayi yang amat dikasihi
oleh Bapa-Nya. Namun Ia diberikan dengan tulus supaya
kasih Bapa-Nya kepada manusia, ciptaan-Nya sendiri, dapat
terwujud dengan sempurna, sesempurna kasih-Nya pada
Anak-Nya. Itulah makna terdalam dan tak terhingga dari
peristiwa kelahiran yang mendatangkan kehidupan baru
bagi manusia.
Meresponi Kasih Tuhan
Kita tidak harus meratapi kepedihan yang dialami
Tuhan. Sekarang saatnya kita melakukan hal lain yang lebih
penting. Paulus menyatakan bahwa kita adalah bayi-bayi
yang setelah menerima Anak-Nya, harus belajar untuk
bertumbuh dalam kehidupan baru bersama Dia. Setelah
lahir dari seorang bayi rohani, kita harus bertumbuh
menjadi anak yang kelak akan menjadi dewasa.
Inilah esensi dari peristiwa kelahiran baru kita. Ada
suatu masa kita diberikan kesempatan untuk mengenal
Tuhan, percaya pada-Nya dengan sepenuh hati. Itu adalah
keajaiban yang tidak terkira. Sebab bagaimana mungkin
kita yang penuh dosa bisa mengenal keagungan Dia yang
74

Kudus itu ketika berita kebenaran mengenai keselamatan


disampaikan? Namun itulah keajaiban Tuhan. Sama seperti
Ia telah mempertontonkan keajaiban yang amat rupawan
ketika Ia harus mengorbankan Anak-Nya untuk masuk ke
dalam dunia ini, Ia juga telah memperlihatkan cara yang
sama ketika Ia memilih kita untuk mengenal Dia secara
pribadi.
Ketika dilepaskan dari kejaran bangsa Mesir, di
penghujung penyebarangan laut, bangsa Israel menyayikan
madah pujian bagi Tuhan. Mereka bersorak dan bersuka
cita karena mereka diberikan kemerdekaan dan kehidupan
baru di tanah yang mereka pijak.
Namun sesungguhnya kehidupan, baru dimulai dari
sana. Mereka harus melangkahkan kaki ke negeri tujuan.
Dan itu harus melewati padang pasir nan luas yang
terkadang mematikan. Tetapi ada satu kekuatan yang
sangat indah, yaitu di saat terik Ia memberikan tiang awan
sebagai peneduh dan di saat dingin di malam hari, Ia
menyediakan tiang api sebagai penghangat.
Perjalanan kita sebagai ciptaan baru juga masih
panjang. Layaknya musafir yang harus berjalan menuju
akhir, kita harus melangkahkan kaki untuk sampai ke
negeri tujuan. Rumah Bapa, adalah istilah yang digunakan
oleh Tuhan Yesus untuk memperlihatkan bahwa kita dan
Dia adalah satu sebagai anak-anak kekasih hati Bapa. Kita
hendak menuju rumah Bapa, tempat yang terindah dan
tempat yang amat menyenangkan.
Syaratnya cuma satu saja. Yaitu bahwa kita
melangkah dalam bayang-bayang Dia. Tiang awan dan api
adalah jalan Tuhan untuk membuktikan bahwa kita selalu
berada genggaman-Nya. Menjadi anak-Nya berarti berjalan
untuk belajar bertumbuh dari seorang bayi menjadi anak
yang bisa merangkak, berdiri, kemudian berlari.
75

Marilah kita semua memberikan sukacita kepada


Bapa dari apa yang kita lakukan dan kerjakan. Kita,
sebagaimana orangtua pada umumnya, berada dalam
tatapan mata-Nya yang sangat awas sehingga kita akan
selalu aman. Sepedih apapun pengalaman perjalanan kita,
satu hal yang tidak pernah lepas adalah keberadaan-Nya
yang tepat pada waktunya.
Hidup kita dalam Dia bermula dari kehidupan yang
amat kecil. Kehidupan dari sebuah titik rohani. Namun
kita diberikan-Nya kekuatan untuk menjadi besar dan
bertumbuh di dalam Dia. Tuhan sendiri sudah berkata
dalam Markus 10:15
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa
tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang
anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.

Kerajaan Allah adalah tempat dimana kita


menjadikan Tuhan memiliki kadaulatan atasnya. Kerajaan
Allah adalah kita, dimana kita menjadikan Tuhan
berotoritas atas kita, dan bukan lagi kita. Dan kata Tuhan,
Kerajaan seperti demikian hanya bisa dan mungkin, jika
kita memiliki sikap hati seperti seorang anak kecil.
Seorang anak kecil, tentu tidak dimaksudkan oleh
Tuhan dilihat dari kecilnya. Namun dibalik itu, tersimpan
sebuah kekuatan besar dari seorang anak kecil, sehingga
Tuhan menyatakan bahwa Kerajaan Allah hanya bisa
disambut seperti seorang anak kecil.
Anak kecil, unik. Anak kecil sangat bergantung pada
orang yang berada di sekelilingnya. Reaksi-reaksi alaminya
muncul untuk mengharapkan pertolongan dan belas
kasihan dari mereka yang ada di dekatnya. Anak kecil
sangat tidak mungkin hidup sendiri, karena hidupnya harus
ditopang oleh mereka yang lebih kuat dari dirinya.
76

Sikap hati seperti inilah yang dimaksudkan oleh


Tuhan. Menjadi seperti anak kecil ketika menyambut Tuhan
dengan kedatangan Kerajaan Allah berarti memiliki sikap
membutuhkan dan mengharapkan. Membutuhkan dan
mengharapkan supaya Tuhan datang menolong.
Membutuhkan dan mengharapkan supaya Tuhan datang
memberikan
belas
kasihan.
Membutuhkan
dan
mengharapkan, karena kita, yang bersikap seperti seorang
anak kecil, tak mampu hidup tanpa Dia.
Banyak kita gagal menerima Tuhan, gagal, bahkan
gagal menjalani hidup bersama Tuhan, karena kita terlanjur
sulit melepaskan diri kita sebagai seorang yang sudah
bukan lagi anak kecil. Kita terlalu sulit melepaskan
kenyataan mengenai besarnya diri kita. Kita terlampau
percaya diri bahwa kita tidak memerlukan pertolongan
Tuhan. Kita menganggap bahwa datangnya Tuhan tak
diperlukan. Kita merasa kita bisa menjalani hidup sendiri
tanpa Tuhan.
Tetapi, kemudian, kita menyadari bahwa kita salah.
Kita hanya menemukan kehampaan diri kita sendiri. Kita
gagal memahami hidup kita dan apa yang terjadi. Lalu kita
mencoba mencari Tuhan. Ketika kita mencari Dia, tanpa
sikap hati seperti seorang anak kecil, kita pun kembali
gagal.
Seorang anak kecil tidak datang dengan sikap yang
berbeda dari keberadaannya sebagai anak kecil. Anak kecil
selalu berharap dan selalu datang dengan ratap tangis.
Karena ketidakmampuannya menghadapi hidupnya
sendiri, seorang anak kecil akan sangat berbahagia atas
datangnya pertolongan. Sikap hati seorang anak kecil
berarti menjadikan datangnya Tuhan dan Kerajaan-Nya
sebagai sebuah kebahagiaan tiada tara, sebagai pertolongan
yang datang pada waktunya.
77

Kita, manusia, memang harus lebih banyak belajar


untuk berharap hanya pada Tuhan. Bahwa jika Tuhan
datang itu adalah sebuah pertolongan yang amat dinantinantikan dan diharap-harapkan, adalah cara supaya kita
tidak kehilangan kesempatan untuk menerima Dia.
Menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya jalan untuk
melepaskan diri dari tangisan akan membuat kita lebih
mudah menerima datang-Nya Dia dalam hidup kita. Inilah
satu-satunya pegangan supaya berita tentang Dia tak lewat
begitu saja dan kita kehilangan kesempatan yang amat
besar untuk berbahagia dan tertawa penuh sukacita seperti
seorang anak kecil yang kegirangan. Kristus adalah hadiah
dari surga yang sejati.

78

Buku-Buku Rohani Kristen


karya Fotarisman Zaluchu:
Berjalan Bersama Tuhan (2003)
Penerbit: Gloria Graffa, Jogjakarta
Kepemimpinan Dalam Nama Tuhan (2003, 2005)
Penerbit: Gloria Graffa, Jogjakarta
Menjadi Manusia Pemimpin (2005)
Penerbit: Gloria Graffa, Jogjakarta
Kain Lenan Yang Kering (2010)
Penerbit: Gloria Graffa, Jogjakarta

Menanti kedatangan seorang anak adalah sebuah


peristiwa paling dinanti oleh banyak orangtua.
Namun merasakan pengalaman rohani di balik
penantian itu, memerlukan pemikiran dan
perenungan. Perjalanan merasakan hadirnya anak
serta karya Tuhan di baliknya, adalah tujuan buku
ini dituliskan.
Tetapi kisah itu tidak berhenti hanya pada
pengalaman yang kamisaya dan istrirasakan.
Tetapi pada sebuah kisah yang lebih ajaib lagi:
kelahiran Kristus.
Karena itu, buku ini bukan hanya catatan
mengenai sebuah kelahiran manusia, tetapi juga
sebuah perenungan yang akan membawa kita
mengenal bagaimana Tuhan bekerja dengan penuh
keajaiban, dalam hidup kita, bukan hanya dalam
sebuah peristiwa kelahiran.

Anda mungkin juga menyukai